At-Tarbawi: Jurnal Pendidikan, Sosial dan Kebudayaan
Volume 9 Nomor 2 Tahun 2022
e-ISSN: 2086-9754/p-ISSN: 2086-9754


256
Etika interaksi antara konselor dan klien
ditinjau dari hadis Nabawi

Submit:
27 September 2022
Reviewed:
20 November 2022
Published:
25 December 2022

doi: 10.32505/tarbawi.v9i2.4807

Riska Damayanti
1; Maturidi
2; Asmadin
3; Reda Yani
4
1Interdisciplinary Islamic Studies, UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
2Psikologi, Universitas Persada Indonesia YAI, Jakarta
3UIN Mahmud Yunus Batusangkar, Sumatera Barat, Indonesia
4Bimbingan dan Konseling Islam, UIN Ar-Raniry Banda Aceh
Contributor e-mail: [email protected]

Abstract
Ethics plays an important role and becomes a guideline for human behavior. This is also the case
with counselors who must have interaction ethics in counseling services. Specialized research
discusses more specific prophetic interaction ethics, namely some that I would like to investigate
prophetic in hadith. The purpose of this study is to explore how hadith relates to counselor-client
relationship ethics and how the practice of Prophetic hadith relates to relationship ethics in
counselor-client relationship ethics. This research uses a qualitative approach with descriptive
analysis techniques to describe the topic and subject of the research. The data sources used are
primary data, secondary data from hadith books, and books related to the research focus. The
findings of this study are relevant to the ethics of counselor-client interaction, namely: The
counselor must be polite, greeting, humble, share the good news, behave well, be honest, patient,
empathetic, shameful, obey prohibitions, and hurt. as exemplified by the Prophet Muhammad.
The conclusion that can be drawn is that in order for the counseling process to run effectively,
counselors must master and understand the ethics of interaction in the counseling process.

Keywords: Clients; Counselors; Ethics of Interaction; and Prophetic Hadith

Abstrak
Etika memegang peranan penting dan menjadi pedoman bagi perilaku manusia. Demikian
pula halnya dengan konselor yang harus memiliki etika interaksi dalam pelayanan konseling.
Penelitian khusus membahas etika interaksi profetik yang lebih spesifik, yaitu beberapa yang
ingin saya selidiki kenabian dalam hadits. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengeksplorasi bagaimana hadits berhubungan dengan etika hubungan konselor-klien dan
bagaimana praktik hadits Nabi berhubungan dengan etika hubungan dalam etika hubungan
konselor-klien. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik analisis
deskriptif untuk mendeskripsikan topik dan subjek penelitian. Sumber data yang digunakan
berupa data primer, yaitu data sekunder dari kitab-kitab hadits dan kitab-kitab yang
berhubungan dengan fokus penelitian. Temuan penelitian ini relevan dengan etika interaksi
konselor-klien yaitu: Konselor harus sopan, menyapa, rendah hati, berbagi kabar baik,
berperilaku baik, jujur, sabar, empati, malu, menaati larangan, sakit hati. seperti yang telah
dicontohkan Rasulullah SAW. Kesimpulan yang dapat diambil adalah agar proses konseling
dapat berjalan efektif, konselor harus menguasai dan memahami etika interaksi dalam proses
konseling.
Kata Kunci: Etika Interaksi; Hadis Nabawi; Klien; dan Konselor;

At-Tarbawi: Jurnal Pendidikan, Sosial dan Kebudayaan
Volume 9 Nomor 2 Tahun 2022
e-ISSN: 2086-9754/p-ISSN: 2086-9754


257
Pendahuluan
Etika diperlukan dalam segala aspek kehidupan manusia, baik etika
terhadap Allah SWT, etika terhadap Nabi SAW, maupun etika antar sesama
manusia. Karena etika memegang peranan penting dan membimbing perilaku
individu atau kelompok seperti etika. etika sosial yang tercantum dalam
praktik pribadi Individu dan kegunaannya adalah untuk membina hubungan
sebagai sebuah kelompok, untuk saling membantu dan membantu. Dengan
demikian, etika dialog juga diperlukan untuk memastikan bahwa proses
konseling konselor berjalan lancar.
Layanan konseling dimaksudkan untuk membantu individu
memecahkan masalah yang dihadapinya, terutama masalah sosial-pribadi.
Layanan konseling ini dilakukan melalui proses interaksi tatap muka antara
konselor dan konselor. Konselor membina lingkungan psikologis di mana
mereka dapat memaksimalkan potensi mereka dan menghadapi masalah yang
mereka hadapi (Syamsu Yusuf, 2012). Ada dua pihak yang terlibat dalam
proses konsultasi: konsultan dan konsultan. Seseorang yang memberikan
bantuan disebut konselor, terapis, atau penolong. Di Indonesia, Asosiasi
Bimbingan Konseling Indonesia (ABKIN) telah sepakat untuk menunjuk
konselor sebagai advokat. Konselor harus menunjukkan kesopanan,
kerendahan hati, dan sifat sabar, menepati janji, dapat dipercaya, jujur, tertib,
hormat, dan akuntabel (Gantina Komalasari, 2011).
Pengetahuan, keterampilan, dan kepribadian saja tidak menjadikan
seorang konsultan. Namun demikian, diperlukan etika yang baik agar proses
konseling dapat berjalan dengan lancar. Etika secara etimologis didefinisikan
sebagai: (1) ilmu tentang benar dan salah serta hak dan kewajiban moral, (2)
seperangkat prinsip atau nilai yang berkaitan dengan moralitas, (3) berkaitan
dengan benar dan salah yang dianut oleh kelompok atau masyarakat. sebagai
nilai (Gantina Komalasari, 2011).

At-Tarbawi: Jurnal Pendidikan, Sosial dan Kebudayaan
Volume 9 Nomor 2 Tahun 2022
e-ISSN: 2086-9754/p-ISSN: 2086-9754


258
Islam sangat memperhatikan etika dan perilaku ketika berhubungan
dengan sesama manusia, dan Islam juga menjelaskan kepada manusia
bagaimana memanfaatkan nikmat yang telah diberikan Allah SWT kepada
manusia (Maturidi, 2020). Mahri Amri menjelaskan bahwa Islam mengajarkan
umat Islam bagaimana mengucapkan kata-kata yang baik dari lisan mereka
(Wawan Djunaidi Soffandi, 2004). Misalnya, ketika berbicara, kecilkan suara
dan jangan meninggikan suara. Sebagaimana firman Allah SWT dalam Q.S
Lukman ayat 19.
ُتۡوَصَل ِتَٰ
َوۡصَۡلۡٱ َرَكنَأ �نِإ َۚ
َكِتۡوَص نِم ۡضُضۡغٱَو َكِيۡشَم يِف ۡدِصۡقٱَو ِريِمَح
ۡ
لٱ١٩

Artinya: “Dan sederhanalah engkau dalam berjalan dan lunakkanlah
suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara ialah suara keledai”(Q.S
Lukman: 19) (Departemen Agama RI, 2019).

Penjelasan Ayat di atas: adapun ( َكِيۡشَم يِف ۡدِصۡقٱَو) “dan sederhanakanlah
ketika engkau berjalan kaki”, maksudnya berjalanlah dengan cara yang
sedang; antara lambat dan cepat, dan engkau harus bersikap tenang dan
sopan, ( ْضُضْغاَو) “dan lunakkanlah”, yakni rendahkanlah ( َرَكْنَأ �نِإ َكِت ْوَص ْنِم
ِتاَوْصَلْۡا) “suaramu. Sesungguhnya seburuk-buruk suara”, yakni suara yang
paling jelek ( ِريِمَحلْا ُتْوَصَل) “ialah suara keledai.” Awalnya zafir (hembusan nafas)
dan akhirnya syahiq (tarikan nafas) (Al-Imam Jalaluddin Muhammad bin
Ahmad bin Muhammad Al-Muhalli, 2015). Dari ayat-ayat di atas kita dapat
memahami: Berjalanlah dengan tenang dan sopan, dan rendahkan suara Anda
saat berbicara.
Muhammad Khair berkata bahwa: “Islam secara khusus membahas
tentang etika yang terkait dengan interaksi dalam kehidupan sehari-hari,
seperti menghormati, menyayangi, dan berinteraksi dengan lembut serta
selalu berakhlak baik dalam bergaul” (Muhammad Khair Fatimah, 2006).

At-Tarbawi: Jurnal Pendidikan, Sosial dan Kebudayaan
Volume 9 Nomor 2 Tahun 2022
e-ISSN: 2086-9754/p-ISSN: 2086-9754


259
Rasulullah SAW bersabda;

لا ىَلَع يِطْعُيَو َقْف ِ رلا �بِحُي ٌقيِفَر َالله �نِإ( :َلاَق �يِب�نلا �نَأاَهْنَع ُالله
َ
يِضَر )َةَشِئاَع( اَهْنَعَو ىَلَع يِطْعُي َلا اَم ِقْفِ ر
.ٌمِلْسُم ُهاَوِر .)ُهاَوِس اَم ىَلَع يِطْعُي َلا اَمَو ِفْنُعْلا
Dari Aisyah r.a. bahwa Nabi SAW. bersbada, “Sesungguhnya Allah adalah
Mahalembut dan mencintai kelembutan. Allah memberi sesuatu karena
kelembutan, tidak seperti saat memberi karena kekerasan dan tidak
seperti saat memberi karena alasan lainnya,”( HR. Muslim) (Imam an-
Nawawi, 2010).

Dari hadits di atas kita dapat memahami:
(1) Keutamaan akhlak yang lebih lembut dari banyak akhlak lainnya. Oleh
karena itu, Allah SWT memberikan pujian yang baik di dunia dan di akhirat
melebihi pujian yang dia berikan kepada orang lain. (2) Setiap kebaikan yang
ada dalam kelemah lembutan, maka kebalikannya ada pada kekerasan.

Selanjutnya Firman Allah dalam QS. Ali Imran:159;

ِ�للّٱ َنِ م ٖةَمۡحَر اَمِبَفاَشَو ۡمُهَل ۡرِفۡغَتۡسٱَو ۡمُهۡنَع ُفۡعٱَف ۡۖ
َكِلۡوَح ۡنِم ْاو�ضَفنَلَ ِب
ۡ
لَق
ۡ
لٱ َظيِلَغ اًّظَف َتنُك ۡوَلَو ۡۖۡمُهَل َتنِل ۡمُهۡرِو
َنيِلِ كَوَتُم
ۡ
لٱ �بِحُي َ�للّٱ �نِإ َِۚ�للّٱ ىَلَع ۡل�كَوَتَف َتۡمَزَع اَذِإَف ِۡۖرۡمَۡلۡٱ يِف١٥٩

“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu
maafkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan
bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila
kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-
Nya”(QS.Ali Imran:159) (Departemen Agama RI, 2019).
Ayat-ayat di atas berbicara tentang persyaratan etis dalam memberikan
konseling, persyaratan yang berkaitan dengan kepribadian konselor dan
keterampilan komunikasi yang baik. Kemudian, dalam Surat Abasa, Allah
menekankan tata cara pelayanan konseling Islami yang dilakukan oleh
konselor klien. Turunnya Surah Abasa dimulai dengan kisah seorang buta yang
bertemu dengan Nabi Muhammad, namun pada saat itu Nabi Muhammad tidak
melayaninya dengan baik bahkan mengabaikannya, sehingga Allah SWT
memperingatkan Nabi Muhammad SAW (Husin & Agustina, 2019).

At-Tarbawi: Jurnal Pendidikan, Sosial dan Kebudayaan
Volume 9 Nomor 2 Tahun 2022
e-ISSN: 2086-9754/p-ISSN: 2086-9754


260
َٰى�لَوَتَو َسَبَع ١ َٰىَمۡعَۡلۡٱ ُهَء اَج نَأ ٢ َٰى�ك�زَي ۥُه�لَعَل َكيِرۡدُي اَمَو ٣ ۡوَأ َٰىَرۡكِ ذلٱ ُهَعَفنَتَف ُر�ك�ذَي ٤ َٰىَنۡغَتۡسٱ ِنَم ا�مَأ ٥
َٰى�دَصَت ۥُهَل َتنَأَف ٦ َٰى�ك�زَي �لاَأ َكۡيَلَع اَمَو ٧ َٰىَعۡسَي َكَء اَج نَم ا�مَأَو٨ َٰىَشۡخَي َوُهَو ٩ َٰى�هَلَت ُهۡنَع َتنَأَف ١٠
Artinya: “Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling, karena telah
datang seorang buta kepadanya, tahukah kamu barangkali ia ingin
membersihkan dirinya (dari dosa), atau dia (ingin) mendapatkan
pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya, adapun
orang yang merasa dirinya serba cukup, tmaka kamu melayaninya,
padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri
(beriman), dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera
(untuk mendapatkan pengajaran), sedang ia takut kepada (Allah), maka
kamu mengabaikannya”. (QS. Abasa: 1-10) (Departemen Agama RI,
2019).
Penjelasan ayat di atas: adapun ( َسَبَع) “Dia tidak ramah”, yaitu tentang
Nabi Muhammad SAW wajahnya berkerut, (ى�لَوَتَو) “dan berpaling”, ( ُهَء اَج نَأ)
“karena telah datang kepadanya”, ( َٰىَمۡعَۡلۡٱ) “seseorang buta.” Yaitu, Abdullah bin
Umi Maktum. Ia mengganggu aktivitas Nabi SAW saat bersama para pemimpin
Quraisy dengan harapan masuk Islam. Harapannya untuk masuk Islam sangat
tinggi. Orang buta ini tidak tahu bahwa Nabi SAW sibuk dengan kaum
bangsawan Quraisy. Maka dia berkata kepadanya: “Beri aku ilmu yang telah
diajarkan Allah SWT kepadamu.” Maka Nabi SAW masuk ke rumahnya. Dia
kemudian ditegur karena kitab suci yang diwahyukan dalam surat itu. Setelah
itu, setiap kali Abdullah bin Umi Maktum datang menemui Nabi SAW, beliau
langsung berkata: )ْيِ بَر ِهْيِف ْيِنَبَت اَع ْنَمِب اَبَح ْرَم(“Selamat datang bagi orang yang
karena (cinta) nya Tuhanku menegurku.” Kemudian beliau menggelar
selendangnya untuknya.
( َكيِرۡدُي اَمَو) “Tahukah kamu” (ى�ك�زَي ۥُه�لَعَل) “barangkali dia ingin membersihkan
dirinya (dari dosa).” Di sini huruf ta’ dimasukkan ke dalam huruf za’ (ى�ك َزَتَي).
Maksudnya, membersihkan dirinya dari dosa kerana hal-hal yang dia dengar
darimu. ( ُر�ك�ذَي ۡوَأ) “atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran”, pada lafazh ini
huruf ta’ diidghamkan (dimasukan) dalam huruf dzal. Maksudnya mengambil
pelajaran dan peringatan, ( ُهَعَفنَتَف) “lalu memberikan manfaat kepadanya”,
dibaca dengan marfu’ ( ُهُعَفنَتَف), (ىَرۡكِ ذلٱ) “pengajaran itu”, yakni pengajaran yang
didengarnya darimu. Dalam qira’at lain dibaca dengan bacaan nashab ( ُهَعَفنَتَف)

At-Tarbawi: Jurnal Pendidikan, Sosial dan Kebudayaan
Volume 9 Nomor 2 Tahun 2022
e-ISSN: 2086-9754/p-ISSN: 2086-9754


261
sebagai jawab at-tarajji (harapan). Adapun orang yang merasa dirinya cukup
dengan harta. ( ُهَل َتنَأَف) “Maka kamu terhadapnya”, (ى�دَصَت) “sangat melayani.”
Dalam qira’at lain dibaca dengan tasydid pada huruf shaad (ى�د�صَت), dengan
memasukkan huruf ta’ kedua pada ta’ yang asli, yakni kamu senantiasa
mendekati dan mengadakan kontrak perjanjian.
( َكۡيَلَع اَمَو) “padahal tidak ada (celaan) atasmu”, (ى�ك�زَي �لاَأ) “kalau ia tidak
membersihkan diri yakni (tidak) beriman” ( َكَء اَج نَم ا�مَأَو) “dan siapa pun yang
datang kepadamu”, (ىَعۡسَي) “dengan bersegera (untuk), mendapatkan
pengajaran” Ini adalah haal (keterangan keadaan) dari fa’il- pelaku-kata kerja
( َءاَج). Sedang dia takut kepada (Allah), yakni takut kepada Allah SWT ini adalah
haal (keterangan keadaan) dari fa’il (pelaku) kata kerja ( َعۡسَيى) yaitu orang buta.
( َٰى�هَلَت ُهۡنَع َتنَأَف) “ Maka kamu mengabaikannya” pada ayat ini salah satu
huruf ta’nya dibuang, yakni kamu menyibukan diri dengan sesuatu yang lain
(Al-Imam Jalaluddin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Al -Muhalli,
2015).
Dari penjelasan ayat-ayat di atas, kita dapat memahami bahwa Nabi
Muhammad SAW membuat wajah berpaling ketika orang buta itu datang
kepadanya, dan tidak melayaninya, sehingga Allah SWT memperingatkan Nabi
Muhammad SAW atau memberikan teguran kepada Nabi Muhammad SAW.
Rasulullah SAW adalah seorang penasehat yang sukses dan unggul. Karena
dalam Hadits rasul kita dapat membaca berbagai cerita atau kejadian tentang
bagaimana mereka membantu orang yang membutuhkan sehingga mereka
yang ditolong dapat hidup secara wajar dan tenang (A Putra & Rumondor,
2019).
Rasulullah SAW harus dijadikan acuan untuk mendorong sikap yang
baik, jujur, sabar, tenang dan rendah hati. Konselor kemudian berkewajiban
untuk menunjukkan sifat-sifat luhur yang ada pada diri Nabi SAW ketika
melaksanakan layanan konseling, ini semua ada dalam teori-teori yang
berkaitan dengan etika interaksi Rasulullah (Musyrifin, 2020).

At-Tarbawi: Jurnal Pendidikan, Sosial dan Kebudayaan
Volume 9 Nomor 2 Tahun 2022
e-ISSN: 2086-9754/p-ISSN: 2086-9754


262
Hingga saat ini, etika interaksi konselor dan klien masih berdasarkan
teori-teori konseling konvensional, sehingga peneliti mengkaji etika interaksi
profetik yang lebih spesifik yaitu kenabian dalam beberapa hadits. Oleh karena
itu, untuk menghasilkan konselor yang kompeten, sangat penting bagi
konselor untuk mengetahui etika interaksi dalam proses konseling, apa yang
harus dilakukan konselor dengan klien, dan apa yang tidak boleh dilakukan
oleh konselor. Agar etika interaksi konselor-klien berjalan dengan lancar,
maka perlu mengacu pada hadis-hadis Nabawi.
Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti ingin mengkaji “etika
interaksi konselor-klien berdasarkan hadits Nabi”. Kajian ini pertama-tama
bertujuan untuk menemukan dan mengkaji hadis-hadis yang terkait dengan
etika interaksi konselor-klien. Kedua, menemukan implementasi hadis nabawi
yang berhubungan dengan etika interaksi dalam etika interaksi antara
konselor dan klien.

Metode
Penelitian ini merupakan studi kepustakaan. Jenis data yang
dikumpulkan dari berbagai literatur yang ada antara lain data tertulis berupa
teks hadits dari para nabi yang berkaitan dengan etika interaksi antara
konselor dan klien, dan konseling yang berkaitan dengan diskusi penelitian,
kemudian literature tersebut dibaca, dipelajari, dikaji dan ditelaah dengan
cara seksama. Adapun teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara
menelaah makna-makna yang terkandung dalam hadits-hadits dan mencari
hadits-hadits yang terkandung dalam kitab hadits yang sesuai, dan konsisten
dengan etika pergaulan. Analisis data dilakukan dengan mengorganisasikan
data menjadi kelompok-kelompok. Yang akan dipelajari dan dibuat
kesimpulan. Menurut Lexy, dalam Tohirin, analisis data merupakan proses
menyusun atur data kedalam pola, kategori dan satuan dasar sedemikian rupa
sehingga dapat ditemukan tema dan di rumuskan hipotesis sebagaimana
tuntutan data (Imam Gunawan, 2013). Analisis isi juga merupakan penelitian

At-Tarbawi: Jurnal Pendidikan, Sosial dan Kebudayaan
Volume 9 Nomor 2 Tahun 2022
e-ISSN: 2086-9754/p-ISSN: 2086-9754


263
konseptual dan penyiapan data untuk membantu penulis memahami dengan
jelas dan memahami isi pernyataan (Sidiq et al., 2019). Pekerjaan analisis yang
dilakukan di sini meliputi langkah-langkah berikut, yaitu: (1) menetapkan
masalah atau (topik) yang sedang dibahas, terdiri dari: a) Cara mencari Hadis-
hadis Nabawi tentang Etika Interaksi; b) hadis-hadis yang terkait dengan etika
Interaksi Konselor dan Klien; c) Implementasi tentang hadits-hadits nabawi
yang terkait dengan etika interaksi konselor dan klien dalam layanan
konseling. (2) mengumpulkan hadits Nabi tentang etika pergaulan dan lalu
pelajari hadits-hadits tersebut secara keseluruhan.

A. Hasil dan Pembahasan
1. Hadits yang terkait dengan Etika Interaksi antara Konselor dan
Klien
Dalam melakukan kegiatan konseling yang efektif, konselor Islam
memiliki beberapa persyaratan untuk melakukan layanan konseling. Salah
satunya adalah kelompok agama. Landasan keagamaan dalam kepemimpinan
dan konseling berarti konselor sebagai penolong harus memahami etika
interaksi antara konselor dan klien, mengutip beberapa hadits profetik
sebagai berikut:
a) Memberi Salam
Sebagai umat Islam, kita harus terus rajin mengamalkan Sunnah
Rasulullah. Semoga berkah dan kedamaian Tuhan menyertai Anda. Salah
satunya adalah memberi salam di antara umat Islam lainnya karena
menyebarkan salam adalah amalan yang mulia (Abdurrahman Misno, 2017).
Sebagaimana sabda Rasulullah SAW

َأ ْنَعَو َل اَق ِ�اللَّ َل ُسَر �نَأ ُهْنَع ُ�اللَّ
َ
يِضَر َةَرْيَرُه يِب: ،او�باَحَت ى�تَح اوُنِمْؤُت َلاَو ،اوُنِمْؤُت ى�تَح َة�نَجْلا َنوُلُخْدَت َلا
ْمُكَنْيَب َمَلا�سلا اوُشْفَأ ؟ْمُتْبَباَحَت ُهْوُمُتْلَعَف اَذِإ ٍءْيَش ىَلَع ْمُك�لُدَأ َلاَوَأ ). ٌمِلْسُم ُهاَوَر(

Dari Abu Hurairah r.a, ia berkata, Rasulullah SAW bersabda,“Kalian tidak
akan masuk surga sampai kalian beriman, dan tidak akan sempurna iman

At-Tarbawi: Jurnal Pendidikan, Sosial dan Kebudayaan
Volume 9 Nomor 2 Tahun 2022
e-ISSN: 2086-9754/p-ISSN: 2086-9754


264
kalian hingga kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kalian pada
sesuatu yang jika kalian lakukan kalian akan saling mencintai?
Sebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim) (Imam Al-Mundziri,
2016).

b) Sikap Rendah Hati
Rendah hati merupakan bagian dari akhlak mulia yang diajarkan oleh
Rasulullah SAW.

ُ�اللَّ َداَز اَمَو ٍلاَم ْنِم ٌةَقَدَص ْتَصَقَن اَم( :َل اَق ِ�اللَّ َل ُسَر �نَأ ُهْنَع ُ�اللَّ
َ
يِضَر َةَرْيَرُه يِبَأ ْنَعَو ،اًّزِع �لاِإ ٍوْفَعِب اًدْبَع
ُهَعَفَر�لاِإ ِ�ِللّ ٌدَحَأ َعَضاَوَت اَمَو .ٌمِلْسُم ُهاَوَر .)ُ�اللَّ

Dari Abu Hurairah itu adalah Rasulullah. Dia berkata: "Sedekah tidak
mengurangi kekayaan. Allah meningkatkan kemuliaan hamba-hambanya
dengan rahmat-Nya. Siapa pun yang merendahkan diri karena Allah, Allah
meninggikan kedudukannya.”(HR Muslim) (Muslim bin Al-Hajjaj al-
Qusyairi an-Naisaburi, 2012).

c) Memberi Kabar Gembira
Membagikan kabar baik sangat penting bagi umat manusia. Karena
berbagi kabar baik itu menenangkan.
ِنَع ُهْنَع ُللهَا
َ
يِضَر ٍسَنَا ْنَعَو )اوُر ِفَنُت َلاَو اوُر ِشَبَو ،اوُر ِسَعُت َلاَو اوُرِ سَي( :َلاَق ِ يِب�نلا. يراخبلا هاور

Dari Anas R.A bahwa rasulullah S.a.w bersabda “berilah kemudahan dan
jangan mempersulit. Buatlah manusia berbahagia dan tidak lari dari.”
(HR Bukhari) (Muslim bin Al-Hajjaj al- Qusyairi an-Naisaburi, 2012).

d) Berprilaku Yang Ramah
Sebagai makhluk sosial, kita tidak dapat dipisahkan dari hubungan kita
dengan sesama manusia, jadi kita harus berperilaku baik agar hubungan kita
dengan sesama manusia berjalan dengan baik.
ىَقْلَت ْنَأ ْوَلَو اًئْيَش ِفُرعَمْلا َنِم �نَرِقْحَت َلا(:ِالله ُلوُسَر َلاَق: َلاَق ُهْنَع ُالله
َ
يِضَرٍ رَذ يِبَأ ْنَعَو .)ٍقْلَط ٍهْجَوِب َكاَخَأ
.ٌمِلْسُم ُهَوَر

At-Tarbawi: Jurnal Pendidikan, Sosial dan Kebudayaan
Volume 9 Nomor 2 Tahun 2022
e-ISSN: 2086-9754/p-ISSN: 2086-9754


265
Dari Abu dzar r.a. berkata rasulullah SAW Bersabda kepadaku,” Jangan
remehkan kebaikan sekecil apapun meski itu hanya senyumanmu.”(HR.
Muslim) (Muslim bin Al-Hajjaj al- Qusyairi an-Naisaburi, 2012).
e) Prilaku Jujur
Kejujuran adalah kualitas mulia yang harus dimiliki oleh seorang
Muslim, dan ketulusan, kejujuran akan mendapatkan kepercayaan, Rasulullah
SAW bersabda;

يِدْهَي �رِبْلا �نِاَو ِ رِبْلا ىَلِا يِدْهَي َقْدِ صلا �نِا( :َلَق .ِ يِبَن ْنَع ُهنَع ُللهَا يِضَر ِاللهِدْبَع ْنَع َلُج�رلا �نِإَو ِة�نَجْلا ىَلِا
ىَلِإ يِدهَي َروُجُفْلا �نِإَو ِروُجُفْلا ىَلإ يِدْهَي َبِذَكْلا �نِإَو .اًقْيِدِص ِالله َدْنِع َبَتْكُي ى�تَح ُقُدْصَيَل َلُج �رلا �نِاَو ِرا�نلا
اًباَذَك ِالله َدْنِع َبَتْكُي ى�تَح َبِذكَيل. (يراخبلا هاور.
Dari Abdullah ra ia berkata bahwa Rasullullah SAW bersabda“Kejujuran
membawa kebaikan, kebaikan menuntun ke surga. Orang yang selalu
berkata jujur akan tercatat di sisi Allah sebagai orang yang jujur.
Berbohong membawa kepada ketidaktaatan, dan ketidaktaatan
membawa ke neraka. Mereka yang berbohong sepanjang waktu akan
tercatat di sisi Allah sebagai pendusta. (HR Bukhari) (Muslim bin Al-Hajjaj
al-Qusyairi an-Naisaburi, 2012).

f) Anjuran Untuk Selalu Bersikap Sabar
Sabar mampu menghadapi cobaan, tidak cepat marah, tidak cepat
putus asa, dan tidak mudah terluka. Nabi SAW bersabda:

َل اَق ِ�اللَّ َل ُسَر �نَأ ُهْنَع ُ�اللَّ
َ
يِضَر َةَرْيَرُه يِبَأ ْنَعَو: َدْنِع ُهَسْفَن ُكِلْمَي يِذ�لا ُدي ِد�شلا اَم�نِإ ،ِةَعَر�صلاِب ُدي ِد�شلا َسْيَل
.ِبَضَغْلايراخبلا هاور
Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Rasulullah SAW. bersabda, “Orang yang
kuat bukanlah orang yang bisa menaklukkan orang lain dengan
kekuatannya tetapi orang yang bisa mengendalikan amarahnya.”(HR
Bukhari) (Muslim bin Al-Hajjaj al- Qusyairi an-Naisaburi, 2012).
g) Empati
Empati, seperti yang disabdakan Nabi SAW, adalah sikap sesorang yang
mampu merasakan apa yang orang lain rasakan:

َ
يِضَر َةَرْيَرُه يِبَأ ْنَعَو ِرَمْلا ُةَد اَيِعَو ،ِمَلا�سلا �دَر : ٌسْمَخ ِمِلْسُملا
َ
ىلَع ِمِلْسُملا �قَح( :َلاَق ِالله َلوُسَر �نَأ ُهْنَع ُالله
هيلع قفتم .)ِسِط اَعلا ُتيِمْشَتَو ،ِةَوْع�دلا ُةَباَجِإَو ،ِرِئ اَنَخْلا ُع اَبِ تاَو ،ِضي.

At-Tarbawi: Jurnal Pendidikan, Sosial dan Kebudayaan
Volume 9 Nomor 2 Tahun 2022
e-ISSN: 2086-9754/p-ISSN: 2086-9754


266
Dari Abu Hurairah r.a, Rasulullah SAW bersabda, “Muslim memiliki lima
hak yang harus dipenuhi oleh Muslim lainnya. Yaitu menjawab salam,
menjenguknya ketika sakit, mengantar jenazah (ke kubur), memenuhi
undangannya, menjawab doa orang yang bersin.”( Muttafaq’alaih)
(Muhammad Fuad Abdul Baqi, Muttafaqun’Alaih, 2014).

h) Menutupi Aib Orang Lain
aib adalah suatu keadaan yang buruk bagi seseorang ketika diketahui
oleh orang lain akan menimbulkan rasa malu, dan bila rasa malu tersebut
menyebar maka akan menimbulkan akibat psikologis yang negatif dalam
pandangan Islam menyebarkan aib merupaka hal yang dilarang sebagaimana
sabda Rasulullah SAW;

يِفاًدْبَع ٌدْبَعُرُتْسَيَلا:َلاَق َم�لَسَو ِهْيَلَع ُالله ى�لَص ِ يِب�نلا ِنَع ُهْنَع ُللهاَيِضَر َةَرْيَرُه يِبَأ نَعَو َمْوَي ُالله ُهَرَتَس �لاِإ اَيْن�دلا
ُمِلسُم ُهاور( .ِةَماَيِقْلا).
Dari Abu Hurairah r.a. dari Nabi SAW, beliau bersabda“Tidak ada seorang
pun di dunia ini yang menyembunyikan aib orang lain, melainkan Allah
akan menutupi aibnya di hari kiamat.” (HR. Muslm) (Muhammad Al
Albani, 2008).
i) Larangan Merendahkan Kehormatan dan Harga Diri Orang Lain
Menghina atau meremehkan orang lain dianggap perbuatan yang
tercela dan dilarang dalam Islam sebagaiman sabda Rasulullah SAW;

يِبَأ ْنَع ِبَي َلاَو ،اوُرَباَدَت َلاَو ،اوُضَغ اَبَت َلاَو ،اوُشَجاَنَت َلاَو ،اوُدَساَحَت َلا(( ُالله ُلوُسَر َلاَق :َلاَق ،َةَرْيَرُه ْمُكُضْعَب ْع
ُذْخَي َلاَو ،ُهُمِلْظَي َلا ،ِمِلْسُمْلا وُخَأ ُمِلْسُمْلا ،اًناَوْخِإ ِالله َداَبِع ،اوُنوُكَو ،ٍضْعَب
ِ
عْيَب ىَلَع .))اَنُهه ىَوْق�تلا ،ُهُرِقْحَي َلاَو ،ُهُل
ِلْسُمْلا �لُك ،َمِلْسُمْلا ُهاَخَأ َرِقْحَي ْنَأ ِ ر�شلا َنِم ٍئِرْما ِبْسَحِب(( :ٍراَرِم َث َلاَث ِهِرْدَص ىَلِإ ُريِشُيَو ،ٌماَرَح ِمِلْسُمْلا ىَلَع ِم
.))ُهُضْرِعَو ُهُلاَمَو ُهُمَد ُمِلسُم ُهاور().
Dari Abu Hurairah Rasulullah SAW bersabda“Jangan iri satu sama lain,
jangan saling menipu dalam berdagang, jangan saling membenci, jangan
saling memunggungi. Jangan biarkan kami menjual apa yang masih
ditawarkan oleh umat Islam lainnya. Jadilah hamba Allah, Muslim dan
Muslim lainnya adalah saudara dan tidak dapat menindas, menghina atau
menyinggung (satu sama lain). Takwa di sini," kata Rasul sambil
menunjuk dadanya. (Dia kemudian berkata: “Siapa pun yang menghina
sesama Muslim dianggap jahat. Haram bagi umat Islam untuk

At-Tarbawi: Jurnal Pendidikan, Sosial dan Kebudayaan
Volume 9 Nomor 2 Tahun 2022
e-ISSN: 2086-9754/p-ISSN: 2086-9754


267
menumpahkan darah mereka, mengambil kekayaan mereka, dan
menghina Muslim lainnya..”(HR Muslim)(Muslim bin Al-Hajjaj al-
Qusyairi an-Naisaburi, 2012).

2. Implementasi Hadits-hadits Nabawi yang terkait dengan Etika
Interaksi Konselor dan Klien dalam Layanan Konseling
Dalam proses konseling, keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh
seberapa profesional seorang konselor dalam menjalankan tugasnya,
seberapa profesional ia mempraktekan teori-teori yang telah dipelajarinya.
Akan tetapi, dibalik itu semua akhlak seorang konselor juga menjadi penentu
keberhasilan dalam proses konseling tersebut.
Bergaul atau berinteraksi dengan baik adalah bersikap baik kepada
orang lain. Sifat ini sangat dibutuhkan oleh seorang muslim yang memiliki
akhlak Islami. Karena orang yang mampu memiliki sikap bergaul dengan baik
terhadap orang lain, maka harus memiliki sikap yang sabar, lembut, murah
hati, gemar memaafkan, jujur, memiliki sifat iffah (menjaga diri dari hal-hal
yang hina), dapat dipercaya, zuhud, dan tawadhu’ (Abdul Mun’im al-Hasyimi,
2009).
Konselor Islam harus mampu mempelajari dan memahami etika
interaksi, khususnya hadits yang berkaitan dengan konseling. Karena dalam
menjalankan layanan konseling, konselor harus memiliki etika interaksi yang
baik seperti memberi salam, rendah hati, memberi kabar baik, perilaku sopan,
perilaku baik dan jujur, sabar, empati, menyembunyikan rasa malu, tidak
menyakiti kehormatan dan martabat pelanggan (Zain & Maturidi, 2021).
Rasulullah SAW adalah contoh yang baik. Oleh karena itu, sebagai
konselor Muslim, kita harus menerapkan karakter Rasulullah dalam
kehidupan kita sehari-hari, termasuk dalam perjalanan layanan konseling kita.
Akhlak mulia ini harus dipatuhi agar proses konseling dapat berjalan dengan
lancer, seperti:

At-Tarbawi: Jurnal Pendidikan, Sosial dan Kebudayaan
Volume 9 Nomor 2 Tahun 2022
e-ISSN: 2086-9754/p-ISSN: 2086-9754


268
a) Memberi Salam
Al-Imam An-Nawawi menjelaskan bahwa hadits ini sangat dianjurkan
untuk menyebarkan salam dan menyampaikannya kepada seluruh umat
Islam, baik yang dikenal maupun yang tidak dikenal. Beliau juga menjelaskan
bahwa salam adalah pintu pertama menuju keharmonisan dan kunci cinta.
Termasuk juga melatih jiwa untuk selalu rendah hati dan menghormati
sesama muslim (Ulum, 2018).
Kebiasaan manusia sebagai makhluk sosial adalah bergaul satu sama
lain. Tetapi beberapa orang tidak tahu bagaimana menyapa ketika mereka
baru mulai berkomunikasi. Allah memerintahkan manusia untuk saling
menyapa ketika bertemu. Menurut ajaran Islam, Salaam memiliki nilai yang
mulia. Karena dengan menyapa, kita saling mendoakan agar selalu dalam
lindungan (Mariana & Nurmilah, 2012).
Mengucapkan salam agar dilakukan dengan suara lembut, nada rendah
perilaku yang sopan, Ini memulai interaksi dengan nada ramah dan
menciptakan rasa persaudaraan. (Pasaribu, 2017). Tidak dapat masuk surga
kecuali dengan iman, iman tidak sempurna kecuali dengan cinta diantara
sesama muslim, dan cinta tidak tumbuh diantara mereka kecuali dengan
menebarkan salam (Imam an-Nawawi, 2010).
Oleh karena itu, layanan konseling memerlukan salam antara konselor
dan klien. Agar proses konsultasi berhasil, hubungan yang baik harus dimulai
dan dipelihara di awal percakapan dengan klien, Menyapa awal pembicaraan,
memperkenalkan diri, menciptakan suasana nyaman dan aman. Konselor
berkewajiban untuk menjawab salam sesuai dengan salam sapaan yang
diajukan oleh klien. Konselor boleh saja menjawab sapaan lebih baik dari klien
(Dirara, 2020).

At-Tarbawi: Jurnal Pendidikan, Sosial dan Kebudayaan
Volume 9 Nomor 2 Tahun 2022
e-ISSN: 2086-9754/p-ISSN: 2086-9754


269
b) Sikap Rendah Hati
Sikap tawadhu’ adalah kebalikan dari sikap sombong. Tawadhu’ bagian
dari akhlak yang mulia, sedangkan kesombongan termasuk sikap yang tercela
(Rohman, 2020). Tawadhu’ ialah sikap rendah hati, namun tidak sampai
merendahkan kehormatan diri dan tidak pula memberi peluang orang lain
untuk mencela kemuliaan diri. Apabila seseorang mempunyai sikap tawadhu’,
maka akhlak-akhlak mulia lainnya akan muncul pada dirinya, seperti perasaan
bahwa manusia ini sama, lebih mengutamakan orang lain, toleran, bisa
memahami perasaan orang lain, dan mau membantu orang yang terzalimi
(Abdul Mun’im al-Hasyimi, 2009).
Seperti yang disebukan dalam hadits di atas tentang sikap rendah hati
yaitu ىَحْوَأ memberi wahyu, yaitu pemberian yang tersembunyi dan cepat. Kata
ini digunakan untuk arti ilham dan penyampaian suatu makna ke dalam hati.
اوُعَضاَوَت Tawadhu berarti tidak sombong, tunduk pada kebenaran, dan tidak
menentang hukum. َرَخْفَيَلا tidak bangga dan tidak membesar-besarkan
keutamaan seperti setatus sosial dan nasab.
َ
يِخْبَي َلاَو tidak menzalimi dan tidak
melanggar hak.
Kewajiban tawadhu, tidak berbangga, dan tidak menzalimi manusia.
Tawadhu yang wajib dan terpuji adalah tawadhu kepada Allah, Rasul-Nya,
ulama, dan individu-individu manusia, apabila diniatkan untuk mencari ridha
Allah, barangsiapa berbuat demikian, maka Allah akan meninggikan
derajatnya dan mengharumkan nama baiknya. Sedangkan tawadhu kepada
orang yang zalim itu pada hakikatnya merupakan kehinaan, bukan kemuliaan
(Imam an-Nawawi, 2010).
Dalam pelayanan konseling, konselor harus memiliki sikap atau rendah
hati, dan keterbukaan konselor sangat penting, sehingga konselor harus
terbuka dengan klien. peningkatan sikap tertutup terhadap klien pengaturan
ini mempengaruhi klien, membuatnya kurang bersedia untuk menutup dan
berkomunikasi. Padahal, keterusterangan klien sangat penting dalam proses

At-Tarbawi: Jurnal Pendidikan, Sosial dan Kebudayaan
Volume 9 Nomor 2 Tahun 2022
e-ISSN: 2086-9754/p-ISSN: 2086-9754


270
konseling. Dengan cara ini, dia akan dengan mudah mengungkapkan rahasia
batinnya yang disimpan selama ini.

c) Memberi Kabar Gembira
Hadits tentang membawa kabar gembira di atas dapat dipahami sebagai
berikut; anjuran untuk memberi kemudahan dan tidak mempersulit, anjuran
untuk membuat orang senang dan tidak membuatnya lari dari kebaikan.
Dalam proses layanan konseling diketahui bahwa bimbingan adalah proses
pemberian bantuan kepada individu dalam mengembangkan potensi diri.
Sedangkan konseling adalah proses membantu individu dalam memahami
masalah yang dialaminya dan dapat mengatasi masalah yang dihadapi oleh
klien itu sendiri.
Hal yang paling penting dari hubungan konseling ini adalah klien mampu
terlibat dalam proses konseling, dimana konselor mampu melibatkan klien,
sehingga akan timbulnya keterbukaan klien dengan mudah menceritakan
permasalahan yang dialaminya (Mahaly, 2021). Dengan demikian
diperlukannya konselor yang berkarakter yang mampu melibatkan klien agar
munculnya sikap keterbukaan dari diri klien itu sendiri.
Selain itu konselor harus membekali klien dengan prinsip yang
berkembang, contohnya konselor sebaiknya memberikan kabar gembira agar
membuat klien bahagia, senang terlebih dahulu, dan sebaiknya jangan
mengutarakan kelemahan, kesalahan klien, akan tetapi berupaya membuat
situasi konseling yang menggembirakan, karena hal tersebut membuat klien
senang, dan akhirnya akan menjadi terbuka untuk menceritakan masalahnya.
Dengan diciptakan suasana kegembiraan, maka besar kemungkinan hati
klien terbuka untuk menerima peringatan-peringatan, dan mudah baginya
mengungkapkan kelemahannya. Akan tetapi jika hubungan konseling dimulai
dengan langsung memberi nasehat, peringatan, dan mengungkapkan
kelemahan, maka klien akan tertutup. Jika hal ini terjadi maka upaya menggali
potensi dan kelemahan klien akan menjadi sulit (Sofyan S.Willis, 2007).

At-Tarbawi: Jurnal Pendidikan, Sosial dan Kebudayaan
Volume 9 Nomor 2 Tahun 2022
e-ISSN: 2086-9754/p-ISSN: 2086-9754


271
Oleh karena itu, Konselor harus menerapkan hadits di atas dalam
membawa kabar baik dalam layanan konseling. Konselor tidak boleh memulai
dengan kelemahan klien. Beginilah cara mengungkapkannya, dan mudah
baginya untuk mengungkapkan kelemahannya.

d) Berperilaku Yang Ramah
Hadits tentang kebaikan di atas menganjurkan agar wajah ceria dan
bahagia saat bertemu, terutama setelah lama pergi atau baru kembali dari
perjalanan. (Imam an-Nawawi, 2010). Ajaran Nabi Muhammad SAW yang
terangkum dalam Kitab Hadits, seperti bersikap ceria dan ceria serta berbicara
yang baik, merupakan sikap yang sangat dianjurkan dalam berhubungan
dengan orang lain. Berbicara kata-kata yang baik dan memasang wajah
bahagia ketika bertemu orang lain sangat dianjurkan oleh agama. Karena
dengan sikap ini rasa cinta dan persaudaraan tumbuh di hati semua orang
beriman. Berbicara hal-hal yang baik adalah amal, dan menjadi ceria di depan
umum adalah amal. Makna sedekah dalam Islam sangat luas dan mencakup
wajah bahagia dan senyuman, dan tidak terbatas pada harta. (Abdul Mun’im
al-Hasyimi, 2009).
Dalam kehidupan Rasulullah SAW tidak pernah bermuka masam atau
cemberut. Wajah beliau selalu terlihat ceria dengan hiasan senyum dibibirnya.
Senyum dan tawa adalah salah satu kecendrungan alamiah manusia yang
sangat bermanfaat tidak hanya bagi diri sendiri, namun juga bagi masyarakat
luas.
Dengan demikian, dapat dilihat bahwa umat Islam tidak meremehkan
apa yang harus dilakukan Syariah dan seseorang hendaknya saat menjumpai
teman-temannya dengan wajah berseri, gembira dan senyuman sebab
lahiriyah manusia merupakan tanda batinya maka menjumpai saudara dengan
seperti itu dapat memberikan rasa cinta dan gembira kepada mereka.

At-Tarbawi: Jurnal Pendidikan, Sosial dan Kebudayaan
Volume 9 Nomor 2 Tahun 2022
e-ISSN: 2086-9754/p-ISSN: 2086-9754


272
e) Perilaku Jujur
Penjelasan hadits diatas: Kata-kata "Jujur." Kejujuran adalah kecocokan
antara berita dan kenyataan. Telah dijelaskan dalam hadits Ka’ab dan kedua
sahabatnya yang menunjukkan tentang keutamaan jujur dan akibat yang baik.
orang jujur memiliki akhir yang bahagia, tetapi perbuatan pembohong akan
sia-sia. Maka dari itu, disebutkan bahwa sebagian orang awam berkata,
“kebohongan itu menyelamatkan.” Temannya berkata kepadanya, “kejujuran
lebih menyelamatkan.” Pernyataan kedualah yang benar. Ketahuilah bahwa
setiap pesan yang disampaikan secara lisan juga dapat disampaikan melalui
anggota badan.
Pesan yang disampaikan secara lisan disebut kata-kata, dan pesan yang
disampaikan oleh bagian tubuh disebut tindakan. Tetapi orang-orang
dikatakan berbohong dengan tindakan mereka. Jika seseorang bertindak
dalam hatinya, itu berarti dia telah berbohong dalam tindakannya. Misalnya,
seorang munafik disebut pembohong karena dia menunjukkan kepada orang-
orang bahwa dia adalah orang yang beriman, dia shalat, dia bersedekah, dia
naik haji, dan dia terlihat saleh, tetapi kenyataannya yang terjadi adalah
sebaliknya. Tindakan yang tidak lahir dari dorongan batin disebut
kebohongan. Itulah sebabnya kita dapat mengatakan bahwa kejujuran itu bisa
dengan lisan dan anggota badan. Jika terjadi kesesuaian antara berita dan
kenyataan maka akan disebut jujur ini dengan lisan. Adapun jika terjadi
kesesuaian antara perbuatan anggota badan dengan apa yang ada dalam hati
disebut jujur dengan perkataan (Umaroh, n.d.).
Kata al-birr berarti yang banyak berbuat baik dan diantara nama Allah
adalah al-birr, yaitu dzat yang banyak kebaikannya. Al-birr adalah hasil dari
kejujuran. Orang yang baik, kebaikannya akan membawa ke surga, tujuan dari
semua harapan. Oleh karena itu, manusia diperintahkan oleh Allah untuk
mencari Surga dan berlindung dari Neraka.

At-Tarbawi: Jurnal Pendidikan, Sosial dan Kebudayaan
Volume 9 Nomor 2 Tahun 2022
e-ISSN: 2086-9754/p-ISSN: 2086-9754


273
Tentang dusta Rasulullah SAW bersabda, Kata "hindari" adalah untuk
memperingatkan atau menghindari berbohong. Artinya, itu bertentangan
dengan kenyataan baik dalam kata-kata maupun tindakan. Seorang munafik
disebut pembohong karena lahirnya menampakkan bahwa ia seorang muslim
padahal dia seorang kafir, berrarti dia berdusta dengan perbuatannya.
Sedangkan sabda Rasulullah SAW “sesungguhnya dusta itu membawa kepada
kedurhakaan.”

f) Anjuran Bersikap Sabar
Dari hadits di atas tentang anjuran kesabaran, jelas bahwa konselor
dalam layanan konseling perlu bersabar dalam menghadapi berbagai sikap
kliennya. Sabar adalah sikap sikap mental yang diuji kekuatannya dalam
menghadapi berbagai ujian dan tantangan. Kesabaran adalah kemampuan
untuk mengendalikan emosi seperti kemarahan, kebencian, balas dendam,
dan keadilan. Karena itu, kesabaran adalah kekuatan batin. Karena kesabaran
memungkinkan kita untuk mengendalikan dan membimbing diri kita sendiri
dari melakukan perbuatan yang merugikan diri sendiri dan orang lain.
Seorang konselor Islam hendaknya harus selalu bersabar. Karena dalam
menjalankan tugasnya, konselor harus berhadapan dengan berbagai klien,
antara lain: (1) Klien yang sukarela, (2)Terpaksa, (3)Enggan (Reluctant
Client), (4) Klien yang Bermusuhan/ Menentang, dan (5) Klien Krisis (Z. E.
Putra, 2019).

g) Empati
Konselor yang efektif memiliki kemampuan untuk melihat bagaimana
klien mereka berperilaku. Kepribadian yang empatik diperlukan untuk
mendukung keterampilan dan kemampuan konsultan. Empati adalah kunci
untuk hubungan konseling yang berkualitas. Empati didefinisikan oleh Carl
Rogers sebagai kemampuan untuk merasakan dunia pribadi klien dan

At-Tarbawi: Jurnal Pendidikan, Sosial dan Kebudayaan
Volume 9 Nomor 2 Tahun 2022
e-ISSN: 2086-9754/p-ISSN: 2086-9754


274
merasakan apa yang mereka rasakan tanpa kehilangan kesadaran diri. (Sofyan
S.Willis, 2007).
Empati adalah kemampuan konselor untuk merasakan apa yang klien
rasakan, rasakan, dan pikirkan, tetapi bukan untuk atau tentang klien. Empati
diwujudkan bersamaan dengan partisipasi. Dengan kata lain, tidak ada empati
tanpa partisipasi. Empati diklasifikasikan sebagai berikut: (1) Empati primer.
Suatu bentuk empati yang hanya memahami perasaan, pikiran, keinginan, dan
pengalaman klien. Tujuannya adalah agar klien terlibat dan terbuka. (2)
Empati yang akurat tingkat tinggi, ketika konselor memiliki pemahaman yang
lebih besar tentang perasaan, pikiran, keinginan, dan pengalaman klien untuk
mengesankan klien. Dengan partisipasi konselor, klien tergerak dan terbuka
untuk mengungkapkan isi hatinya yang terdalam, termasuk perasaan, pikiran,
pengalaman, dan penderitaannya. (Sofyan S.Willis, 2007).
Kehidupan di dunia klien adalah misteri yang sulit ditembus, meskipun
sangat rumit. Klien sering dangkal dan jarang menunjukkan dunia batin
mereka. Kecuali seseorang yang di percaya yaitu klien mempercayai seseorang
yang dapat memahami dan merasakan perasaan, pengalaman, dan pikirannya.
Konselor yang berempati dengan mudah menembus dunia batin klien,
sehingga klien tersentuh dengan sikap konselor, dan akhirnya klien terbuka
dengan konselor secara jujur. (Sofyan S.Willis, 2007).
Dalam layanan konseling seorang konselor berusaha membantu konseli
sebatas hubungan profesi (setting konseling), sedangkan di luar konteks
konseling dapat dikatakan hubungan tersebut tidak ada. Seorang konselor
muslim memiliki sisi yang berbeda dari konselor lain pada umumnya.
Perbedaan tersebut terletak pada sisi spirit dan motivasi memberikan
bantuan lebih berdimensi tidak sekedar membantu meringankan beban
psikologis konseli, tetapi juga berusaha “menyelamatkan” totalitas kehidupan
konseli. Konselor perlu mengembangkan rasa iba, kasih sebatas bingkai
profesi, sedangkan konselor muslim perlu mengembangkan semangat
semangat belas kasih yang berdimensi ukhrowi. Jika ia membantu konseli ada

At-Tarbawi: Jurnal Pendidikan, Sosial dan Kebudayaan
Volume 9 Nomor 2 Tahun 2022
e-ISSN: 2086-9754/p-ISSN: 2086-9754


275
dua kemungkinannya, yaitu: (1) Sebagai bukti iman karena berhasil mencintai
saudaranya seperti ia mencintai dirinya sendiri (bila konseli sama-sama
muslim), dan (2) Sebagai bukti iman karena berhasil mencintai manusia
secara umum sebagai wujud rahmatan lil alamiin (bila konseli beda agama)
(Syamsu Yusuf, 2012).

h) Larangan Menyebarkan Aib Orang Lain.
Imam An-Nawawi berkata bahwa, dalam hadis tersebut Mengutamakan
membantu umat Islam, memberi mereka jalan keluar dari kesulitan yang
mereka hadapi, dan menyembunyikan rasa malu (aib) mereka. Dan di antara
perbuatan menghilangkan kesulitan orang lain, ada yang membantu dengan
harta, jabatan, atau bantuan lainnya, dengan jelas disebutkan juga termasuk
orang yang membantu menghilangkan kesulitan.
Mempermalukan orang lain adalah istilah yang digunakan di sini untuk
menyembunyikan kesalahan seseorang, dll, dan orang ini tidak dikenal
berbuat jahat kepada orang lain. Namun sunnah untuk tidak tutup mulut
ketika berhubungan dengan mereka yang dihukum karena kejahatan, dan
bahkan jika ada kekhawatiran tentang kejahatan, harus dibawa ke pihak yang
berwenang. Karena jika diam akan terus melakukan hal-hal jahat padanya. dan
merampas hak orang lain dan menipu orang lain untuk mengikuti tindakan
mereka (Muhammad Fuad Abdul Baqi, 2010).
Di dalam Layanan Konseling, Klien yang Berdiskusi dengan Konselor
Tidak Boleh Memberitahu Orang Lain, Apapun atau Bahkan Informasi yang
Tidak Harus Diketahui atau Tidak Diketahui Orang Lain Ini adalah kunci dari
penawaran konseling. Jika konselor benar-benar dapat menjaga kerahasiaan
klien, maka praktik atau penyampaian konseling akan mendapat kepercayaan
semua pihak, terutama penerimaan klien terhadap konseling, dan keinginan
untuk mendapatkan hasil maksimal dari layanan konseling dan konseling.
Sebaliknya, ketika konselor gagal menjaga rahasianya dengan baik, ketika itu
baik, itu mengikis kepercayaan klien, sehingga layanan konseling tidak

At-Tarbawi: Jurnal Pendidikan, Sosial dan Kebudayaan
Volume 9 Nomor 2 Tahun 2022
e-ISSN: 2086-9754/p-ISSN: 2086-9754


276
ditemukan di benak klien dan calon klien takut untuk meminta bantuan. dan
diri mereka sendiri akan menjadi bahan gosip. Sebaliknya, jika konselor gagal
menjaga kerahasiaan klien, maka kepercayaan klien hilang. (Luddin, 2010).
Oleh karena itu, konselor harus menjaga kerahasiaan klien, dan
menginginkan kinerja atau pemberian nasihat untuk mendapatkan
kepercayaan semua pihak, terutama klien, untuk mendapatkan hasil maksimal
dari layanan konseling. Orang yang menyembunyikan keburukan orang lain di
dunia maka Allah akan menutupi keburukannya di hari kiamat.

i) Larangan Merendahkan Kehormatan dan Harga Diri Orang Lain
Pada dasarnya, baik konselor maupun klien memiliki martabat yang
harus dijunjung tinggi, dan konselor harus menghormati hak asasi klien.
Misalnya, klien berhak atas perlakuan yang sama dan konselor tidak boleh
mendiskriminasi mereka. Sebagai seorang Muslim harus memperhatikan
perasaan orang lain tidak boleh membeda-bedakan sikap terhadap siapa pun,
tanpa memandang kelas atau kewarganegaraan., saling menjaga rahasia
sesama muslim, tidak boleh membuka aib orang lain baik lisan maupun
tulisan, Harus saling tolong menolong dalam kebaikan dan ketakwaan pada
Allah (Yatimin Abdullah, 2007).
Seorang Muslim tidak boleh menghina sesama Muslim atau meremehkan
harga diri mereka. Allah menciptakan manusia dengan memberinya
kemuliaan dan memberinya tanggung jawab. Dalam penciptaan, Allah tidak
meremehkan atau menghina harga diri manusia. Oleh karena itu, memandang
rendah orang lain termasuk dalam kategori kesombongan yang melampaui
batas dan merupakan dosa besar. Umat Islam memiliki hal-hal mulia yang
tidak dapat dirusak, seperti jiwa, harta, dan kehormatan. Ketiga hal ini sangat
berharga bagi umat Islam. (Abdul Mun’im al-Hasyimi, 2009).
Dalam konseling, memperlakukan klien dengan hormat merupakan
prasyarat inti untuk hubungan konseling yang bahagia dan terbuka.
Penghargaan ini dimaksudkan sebagai upaya konselor yang memberikan

At-Tarbawi: Jurnal Pendidikan, Sosial dan Kebudayaan
Volume 9 Nomor 2 Tahun 2022
e-ISSN: 2086-9754/p-ISSN: 2086-9754


277
ucapan-ucapan, serta bahasa tubuh yang menghargai (Sofyan S.Willis, 2007).
Harga diri itu penting dan tidak boleh dilupakan. Kebenaran yang pada
akhirnya melahirkan martabat. Dan martabat menghormati semua Harga diri
berasal dari keinginan untuk tetap terhormat.
Konselor harus menerima klien terlepas dari keadaan. Penerimaan
merupakan salah satu sikap inti konselor, artinya konselor mengungkapkan
penghargaan sebagai pribadi atau pribadi seutuhnya tanpa menggunakan
standar atau persyaratan tertentu. Artinya konselor menerima semua klien
yang datang kepadanya untuk konseling tanpa menilai kelemahan atau
kelebihan mereka sendiri. (Sofyan S.Willis, 2007).
Oleh karena itu, konselor dalam layanan konseling harus menerima
keunikan pribadi kliennya apa adanya. Juga, jangan menghina klien ini
penting, karena klien datang untuk mendapatkan kepedulian dan bantuan,
konselor harus menghormati atau menghargai klien sebagai orang yang
berpotensi untuk berkembang. Konselor tidak boleh memanfaatkan atau
mengorbankan klien untuk kepentingannya. Keakraban hubungan konselor
dan klien tidak dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi konselor. Konselor
harus menghormati nilai pribadi, keyakinan, dan hak-hak klien.

Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah peneliti lakukan, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut: Pertama, kehidupan manusia di dunia tidak
luput dari interaksi antara sesama manusia maupun makhluk lainya. Jika kita
bisa berinteraksi dan bergaul sesama manusia dengan baik dan penuh adab,
seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW, serta bertingkahlaku lemah
lembut dan menghalau kezaliman yang ada. Maka kita akan memproleh
kebahagiaan dunia dan akhirat. Prinsip-prinsip tersebut mempunyai
hubungan yang erat dan tidak dapat dilepaskan antara satu dengan yang
lainnya dalam layanan konseling, Kode-kode etik dalam bimbingan dan
konseling ialah ketentuan-ketentuan atau peraturan yang harus ditatati oleh

At-Tarbawi: Jurnal Pendidikan, Sosial dan Kebudayaan
Volume 9 Nomor 2 Tahun 2022
e-ISSN: 2086-9754/p-ISSN: 2086-9754


278
siapa saja yang ingin bergerak, berurusan, berkecimpung dalam bidang
bimbingan dan konseling demi kebaikan konselor, maupun konseli. Maka
perlu merujuk kepada hadis-hadis nabawi tentang etika interaksi.
Kedua, mengenai etika interaksi antara konselor dan klien, hadits yang
terkait adalah sebagai berikut: Memberi salam, rendah hati, memberi kabar
gembira, ramah, jujur, sabar, empati, menutupi aib kaum muslimin, dan tidak
merendahkan kehormatan dan harga diri orang lain. Ketiga, Konselor harus
menerapkan Hadits Nabawi tentang Etika Interaksi antara Konselor-Klien
dalam konseling. Karena Rasulullah SAW adalah contoh yang baik. Oleh karena
itu, sebagai umat Islam, kita harus menerapkan karakter Rasulullah SAW
dalam kehidupan kita sehari-hari. Secara khusus, konselor dan klien dalam
layanan konseling harus menerapkan etika interaksi yang diajarkan dalam
Islam agar kegiatan konseling yang dilakukan dapat berjalan dengan efektif.
Di antaranya Seperti: Konselor harus berperilaku dengan sopan santun
terhadap klien baik dalam proses layanan dan kegiatan layanan di luar.
Konselor harus menghormati dan menjaga harga diri klien, konselor harus
menerima identitas pribadi klien apa adanya, dan tidak boleh menyinggung
perasaan klien. Selain itu, apa yang telah didiskusikan klien dengan konselor
tidak boleh diungkapkan kepada orang lain. Inilah kunci pelayanan konseling.
Konselor harus memperlakukan klien secara rahasia. Konselor harus memiliki
rasa empati terhadap klien agar konselor dapat dengan mudah menembus
dunia batin klien. Akibatnya, klien tersentuh dengan sikap konselor, dan
akhirnya klien terbuka dengan konselor secara jujur.

Daftar Pustaka
Abdul Mun’im al-Hasyimi. (2009). Akhlak Rasul Menurut Bukhari-Muslim.
Gema Insani.
Abdurrahman Misno, B. P. (2017). The Secrets Of Salam: Rahasia Ucapan Salam
Dalam Islam. Elex Media Komputindo.
Al-Imam Jalaluddin Muhammad bin Ahmad bin Muhammad Al -Muhalli.
(2015). Tafsir Jalalain Jilid 3. Elba Fitrah Mandiri Sejahtera.

At-Tarbawi: Jurnal Pendidikan, Sosial dan Kebudayaan
Volume 9 Nomor 2 Tahun 2022
e-ISSN: 2086-9754/p-ISSN: 2086-9754


279
Departemen Agama RI. (2019). Al-Qur’an dan Terjemahan. PT Sygma
Examedia Arkanleema.
Dirara, L. W. (2020). Peran Guru Sebagai Konselor Islami Dalam Pelaksanaan
Bimbingan the Self Siswa Di Smp Muhammadiyah Satu ℡uk Kuantan.
JOM FTK UNIKS (Jurnal Online Mahasiswa FTK UNIKS), 2(1), 91–102.
Gantina Komalasari. (2011). Teori dan Teknik Konseling. Indeks.
Husin, H., & Agustina, M. (2019). Bimbingan Dan Konseling Dalam Pendidikan
Islam. FIKRUNA, 1(1), 15–37.
Imam Al-Mundziri. (2016). Mukhtashar Shahih Muslim. Ummul Qura.
Imam an-Nawawi. (2010). Syarah Riyadhush Shalihin. Gema Ihsani.
Imam Gunawan. (2013). Metode Penelitian Kualitatif Teori Dan Praktik. Bumi
Aksara.
Luddin, A. B. M. (2010). Dasar-dasar konseling. Perdana Publishing.
Mahaly, S. (2021). Efektivitas Pelaksanaan Layanan Bimbingan Pribadi Oleh
Guru Bimbingan Konseling. Al-Ittizaan: Jurnal Bimbingan Konseling
Islam, 4(1), 1–5.
Mariana, A., & Nurmilah, M. (2012). Inilah Pesan Penting di Balik Berkah &
Manfaat Silaturahmi. Ruang Kata.
Maturidi, M. (2020). Zikir Sebagai Terapi Penyakit Hati Dalam Perspektif
Bimbingan Dan Konseling Islam. At-Taujih: Bimbingan Dan Konseling
Islam, 3(1), 74–85.
Muhammad Al Albani, M. S. M. (2008). Ringkasan Shahih Muslim. Pustaka
Azzam.
Muhammad Fuad Abdul Baqi,. (2010). Al-lu’lu Wal Marjan Kumpulan Hadis-
hadis Bukhari Muslim, (Solo: Insan Kamil 2010), hlm. 798. Insan Kamil.
Muhammad Fuad Abdul Baqi, Muttafaqun’Alaih. (2014). Shahih Bukhari
Muslim. Ummul Qura.
Muhammad Khair Fatimah. (2006). Etika Anak Muslim Sehari-Hari. An-
Nadwah.
Muslim bin Al-Hajjaj al- Qusyairi an-Naisaburi. (2012). Shahih Muslim.
Almahira.
Musyrifin, Z. (2020). Implementasi sifat-sifat Rasulullah dalam konseling
behavioral. Al Irsyad: Jurnal Bimbingan Konseling Islam, 11(2), 151–
160.
Pasaribu, I. K. (2017). Pengaruh bimbingan kelompok terhadap sopan santun
siswa kelas xi mas pp irsyadul islamiyah tanjung medan kabupaten
labuhanbatu selatan [PhD Thesis]. Universitas Islam Negeri Sumatera
Utara.

At-Tarbawi: Jurnal Pendidikan, Sosial dan Kebudayaan
Volume 9 Nomor 2 Tahun 2022
e-ISSN: 2086-9754/p-ISSN: 2086-9754


280
Putra, A., & Rumondor, P. (2019). Rasulullah Sebagai Konselor Profesional. Al-
Tazkiah: Jurnal Bimbingan Dan Konseling Islam, 8(2), 92–112.
Putra, Z. E. (2019). Metode Penanganan Masalah Klien Adhd (attention Deficit
Hyperactivity Disorder) Di Cv Insight Consulting Pringsewu Lampung
[PhD Thesis]. UIN Raden Intan Lampung.
Rohman, T. (2020). Mata pelajaran akidah akhlak sebagai sarana pembiasaan
sikap tawadhu. Al-Tarbawi Al-Haditsah: Jurnal Pendidikan Islam, 5(1).
Sidiq, U., Choiri, M., & Mujahidin, A. (2019). Metode penelitian kualitatif di
bidang pendidikan. Journal of Chemical Information and Modeling,
53(9), 1–228.
Sofyan S.Willis. (2007). Konseling Individual Teori dan Praktek. Alfabeta.
Syamsu Yusuf. (2012). Landasan Bimbingan dan Konseling. Remaja
Rosdakarya.
Ulum, A. S. (2018). Tebarkan Salam dan Berilah Makan. Anak Hebat Indonesia.
Umaroh, S. (n.d.). Paranoid dalam perspektif tasawuf.
Wawan Djunaidi Soffandi. (2004). Akhlak Seorang Muslim. Mustaqim.
Yatimin Abdullah. (2007). Studi Akhlak dalam Perspektif Al-Qur’an. Amzah.
Zain, A., & Maturidi, M. (2021). Konseling Islam: Menelusuri Akar Praktik
Konseling Dalam Aktivitas Dakwah Nabi Muhammad. Hisbah: Jurnal
Bimbingan Konseling Dan Dakwah Islam, 18(2), 108–126.

At-Tarbawi: Jurnal Pendidikan, Sosial dan Kebudayaan
Volume 9 Nomor 2 Tahun 2022
e-ISSN: 2086-9754/p-ISSN: 2086-9754


281