Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd.
SOSIOLOGI PENDIDIKAN
SOSIOLOGI
PENDIDIKAN
Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd.
SOSIOLOGI
PENDIDIKAN
Harga P. Jawa Rp. 75.000
CV. Rizquna
Dukuhwaluh Kembaran Banyumas
E-mail: [email protected]
Layanan sms: 0895379041613
Karangklesem Purwokerto Selatan
www.rumahkreatifwadaskelir.com
wadaskelirpublisher_
[email protected]
082134266595
endidikan di sekolah terjadi karena interaksi yang intensif antara
P
guru dan siswa. Interaksinya bisa berupa kegiatan belajar,
kegiatan keterampilan, sampai kegiatan moral. Interaksi
antarindividu (guru dengan murid) ini selalu melibatkan komponen
sosiologis di dalamnya. Misalnya, dari komponen gurunya. Guru adalah
individu masyarakat yang segala sistem pengetahuan dan tindakannya
telah dibentuk oleh masyarakat. Begitu juga dengan siswa, siswa
adalah individu yang tumbuh dan berkembang dalam lingkup sosial
keluarga. Di sinilah interaksi guru dan siswa dalam pendidikan selalu
melibatkan dimensi sosiologi.
Pendidikan pun tidak bisa dilepaskan dari bidang sosiologi. Hal
ini bisa diidentifikasi pada aspek: kehidupan sosial sekolah yang
merupakan lembaga tempat berinteraksi dan komunikasinya
antarindividu; siswa dan guru yang merupakan individu anggota sosial
masyarakat dan keluarga; dan interaksi antara guru dan siswa
merupakan interaksi yang bersifat sosiologis karena melibatkan
segenap sistem pengetahuan sosial yang diperoleh dalam kehidupan
sosial keluarga dan masyarakat. Dari sinilah, pendidikan dan sosiologi
menjadi dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya saling terkait
dalam dinamikanya yang saling melengkapi, menunjang, dan
menyempurnakan.

i



SOSIOLOGI PENDIDIKAN
Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd.

ii | SOSIOLOGI PENDIDIKAN

SOSIOLOGI PENDIDIKAN

Penulis:
Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd.

Copyright © Rizquna, 2020
Hak Cipta ada pada Penulis
Perancang Sampul: Rafli Adi Nugroho
Layout: Mukhamad Hamid Samiaji

Penerbit Rizquna
Dukuhwaluh RT06/07 No.8 Dukuhwaluh Kembaran Banyumas
E-mail: [email protected]
Layanan sms: 0895379041613
Cetakan 1, Agustus 2020

Penerbit dan Agency
CV. Rizquna
Dukuhwaluh RT06/07 No.8 Dukuhwaluh Kembaran Banyumas
E-mail: [email protected]

© Hak cipta dilindungi undang-undang
All Rights Reserved
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk
apa pun tanpa seizin dari Penerbit Rizquna.


ISBN: 978-623-7678-76-2
Editor: Titi Anisatul Laely

iii



PENGANTAR


Pendidikan di sekolah terjadi karena interaksi yang intensif antara
guru dan siswa. Interaksinya bisa berupa kegiatan belajar, kegiatan
keterampilan, sampai kegiatan moral. Interaksi antarindividu (guru
dengan murid) ini selalu melibatkan komponen sosiologis di dalamnya.
Misalnya, dari komponen gurunya. Guru adalah individu masyarakat
yang segala sistem pengetahuan dan tindakannya telah dibentuk oleh
masyarakat. Begitu juga dengan siswa, siswa adalah individu yang
tumbuh dan berkembang dalam lingkup sosial keluarga. Di sinilah
interaksi guru dan siswa dalam pendidikan selalu melibatkan dimensi
sosiologi.
Pendidikan pun tidak bisa dilepaskan dari bidang sosiologi. Hal
ini bisa diidentifikasi pada aspek: kehidupan sosial sekolah yang
merupakan lembaga tempat berinteraksi dan komunikasinya
antarindividu; siswa dan guru yang merupakan individu anggota sosial
masyarakat dan keluarga; dan interaksi antara guru dan siswa
merupakan interaksi yang bersifat sosiologis karena melibatkan
segenap sistem pengetahuan sosial yang diperolah dalam kehidupan
sosial keluarga dan masyarakat. Dari sinilah, pendidikan dan sosiologi
menjadi dual hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya saling terkait
dalam dinamikanya yang saling melengkapi, menunjang, dan
menyempurnakan.
Dari sinilah, konsep sosiolagi dan pendidikan yang kemudian
sering disebut sosiologi pendidikan menjadi konsep dan ilmu
pengetahuan penting yang harus kita pelajari, terutama untuk kita
yang bergerak dalam dunia pendidikan, mulai dari guru, dosen, dan
pemerhati pendidikan. Buku Sosiologi Pendidikan yang ditulis Dr. Hj.
Tutuk Ningsih, M. Pd. ini menjadi sumber referensi penting dalam

iv | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
kajian sosiologi pendidikan yang harus kita pelajari. Hal ini didasarkan
pada materi dan isi dalam buku ini, yang mengkaji sosiologi pendidikan
dalam berbagai perspektif yang lebih luas dan komprehensif.
Setidaknya, dalam buku ini membahas sosiologi pendidikan
dalam enam sudut pandang. Pertama, sosiologi pendidikan diletakkan
dalam relasi, interaksi, dan komunikasi antara guru dengan siswa.
Dalam hal ini, sosiologi pendidikan dikaitkan dengan dimensi karakter
siswa. Pembahasan di bab ini menarik karena kenyataan hubungan
sosial yang intensif antara guru dengan siswa dalam ruang sosial
sekolah akan menciptakan kesadaran dalam bertindak yang baik.
Tindakan baik inilah yang kemudian menjadi karakter utama siswa
yang terbentuk dalam proses sosial belajar di sekolah.
Kedua, sosiologi dalam pendidikan masyarakat yang
menempatkan dinamika sosial kelompok masyarakat yang berbeda
agama, yaitu muslim dan nonmuslim yang berdialektika dalam
kebudayaan tertentu. Sosiologi di sini ditempatkan dalam konteks
sosialisasi identitas keagamaan, baik secara langsung maupun tidak,
yang berujung pada kesadaran kolektif untuk saling menghargai dan
menghormati. Sosiologi pendidikan masyarakat di sini diletakkan
dalam konteks sosialisasi yang intensif dan berkelanjutan dalam
kehidupan masyarakat yang akan mampu memberikan kesadaran
harmoni dalam relasi sosial dalam hubungan keagamaan antar anggota
masyarakat.
Ketiga, sosiologi pendidikan diletakkan dalam konteks
multikultural, yaitu paradigma keberterimaan keberbedaan budaya
dalam suatu masyarakat. Sosiologi pendidikan dikaitkan dengan sikap
untuk bisa menerima dengan baik segala perbedaan yang terjadi dalam
kehidupan masyarakat. Mulai dari perbedaan budaya hingga bahasa
dalam bingkai kesatuan negara Indonesia yang beraneka ragam. Di
sinilah, sosiologi pendidikan adalah kajian penting terkait dengan
membangun kesadaran kolektif dalam menyikapi keberbedaan yang
terjadi di masyarakat, terutama masyarakat Indonesia yang dari segala
aspeknya sudah beraneka ragam budayanya.
Keempat, konsep sosiologi pendidikan dikaitkan dengan tripusat
pendidikan, yaitu sekolah, keluarga, dan masyarakat. Sosiologi

v
pendidikan meramu dan menyatukan tiga ruang sosial ini dengan baik.
Tujuan utamanya adalah agar pendidikan bisa melahirkan akhlak yang
mulia. Kesadaran konseptual ini lahir atas kenyataan tiga ruang sosial
yang selalu dijalani anak dalam kehidupan sehari-harinya sehingga
pengembangan ketiga ruang sosial ini penting dalam kajian sosiologi
pendidikan, khususnya dalam mendesain dan mengorientasikan
pendidikan dalam upaya melahirkan individu yang berakhlak dalam
kehidupan sekolah, keluarga, dan masyarakat.
Kelima, sosiologi pendidikan adalah disiplin keilmuan yang
dinamis. Selalu berkembang dan berubah seiring dengan dinamika
sosial yang terjadi di masyarakat. Salah satu dinamika saat ini yang
ramai diperbincangkan adalah dinamika abad 21. Pada abad 21 inilah
sistem sosial masyarakat akan berubah karena kehidupan akan
bertumpu pada teknologi dan informasi. Di sinilah, sosiologi
pendidikan juga harus membahas berbagai dinamika dan problematika
yang terjadi pada abad 21 ini. Di sinilah substansi pembahasan bab ini.
Keenam, dinamika sosial yang selanjutnya dibahas adalah
revolusi industri 4.0 yang sedang kita alami. Di era ini kehidupan sosial
masyarakat berbasis pada sistem infomasi, terutama sosial media.
Kenyataan ini membuat perubahan-perubahan struktur dan peran
sosial dari kehidupan sebelumnya. Di sinilah, sosiologi pendidikan di
sini akan digunakan dalam rangka untuk mempelajari karakter dan
kebutuhan abad 21 dalam sektor pendidikan, yaitu terkait kemampuan
dan kemauan masyarakat dalam menyikapi era new normal yang akan
terjadi di Indonesia.
Keenam hal inilah yang menjadi poin penting dalam buku ini.
Buku yang membahas sosiologi pendidikan dalam konteks yang lebih
luas, mendalam, dan komprehensif.

Selamat membaca.

vi | SOSIOLOGI PENDIDIKAN



DAFTAR ISI

Halaman Judul ............................................................................................. i
Pengantar ................................................................................................... iii
Daftar Isi ......................................................................................................v

BAGIAN I
SOSIOLOGI PENDIDIKAN ............................................................ 1
A. Sosiologi .............................................................................................. 1
1. Pengertian Sosiologi ..................................................................... 1
2. Tujuan Sosiologi ........................................................................... 6
3. Manfaat Sosiologi ......................................................................... 7
B. Sosiologi Pendidikan ............................................................................ 7
1. Pengertian Sosiologi Pendidikan ................................................... 7
2. Tujuan Sosiologi Pendidikan ....................................................... 11
3. Manfaat Sosiologi Pendidikan ..................................................... 13
C. Analisis .............................................................................................. 13
BAGIAN II
PENTINGNYA PENDIDIKAN BAGI GURU, MURID DAN
INSTITUSI PENDIDIKAN DALAM MENYELUSURI MAKNA
PENDIDIKAN KARAKTER ........................................................... 15
A. Pengertian Pendidikan Karakter......................................................... 21
1. Pengertian Karakter .................................................................... 21
2. Definisi Pendidikan ..................................................................... 24
3. Definisi Pendidikan Karakter ....................................................... 25
B. Tujuan Pendidikan Karakter ............................................................... 27
C. Nilai-Nilai Karakter ............................................................................. 28
D. Pentingnya Pendidikan Bagi Guru, Murid dan Institusi Pendidikan dalam
Menyelusuri Makna Pendidikan Karakter .......................................... 32

vii
BAGIAN III
SOSIALISASI MASYARAKAT MUSLIM DAN NON MUSLIM DALAM
MENGHADAPI KEBUDAYAAN ADAT ISTIADAT DI MASYARAKAT
.................................................................................................... 39
A. Pengertian Sosialisasi ........................................................................ 40
B. Tujuan Sosialiasi ................................................................................ 43
C. Pengertian Masyarakat ...................................................................... 45
D. Masyarakat Muslim dan Masyarakat Non Muslim ............................. 48
1. Masyarakat Muslim .................................................................... 48
2. Masyarakat Non Musim.............................................................. 49
E. Sosialisasi Masyarakat Muslim dan Non Muslim dalam Menghadapi
Kebudayaan Adat Istiadat di Masyarakat ........................................... 50

BAGIAN IV
URGENSI PENDIDIKAN MULTIKULTURAL
DI INDONESIA DALAM MENJAGA NKRI .................................... 51
A. Pendidikan......................................................................................... 52
B. Multikultural ..................................................................................... 53
C. Budaya .............................................................................................. 59
D. Suku .................................................................................................. 60
E. Bahasa ............................................................................................... 60
F. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ...................................... 60
G. Urgensi Pendidikan Multikultural....................................................... 60
H. Analisis .............................................................................................. 61

BAGIAN V
TRI PUSAT PENDIDIKAN DALAM MEMBENTUK AKHLAK
MELALUI PEMBINAAN AGAMA ................................................. 62
A. Pengertian Tri Pusat Pendidikan ........................................................ 62
B. Fungsi Tri Pusat Pendidikan ............................................................... 63
C. Pengertian Akhlak.............................................................................. 73
D. Fungsi Akhlak..................................................................................... 75
E. Pembinaan Agama ............................................................................. 76
F. Tri Pusat Pendidikan dalam Membentuk Akhlak Melalui Pembinaan
Agama ............................................................................................... 77

viii | SOSIOLOGI PENDIDIKAN

BAGIAN VI
MASYARAKAT MODERN DALAM MENGHADAPI ABAD 21 ........ 79
A. Masyarakat Modern .......................................................................... 80
B. Tujuan Masyarakat Modern ............................................................... 83
C. Abad 21 yang Mengglobal ................................................................. 83
D. Masyarakat Modern dalam Menghadapi Abad 21 ............................. 85
E. Analisis .............................................................................................. 86

BAGIAN VII
GURU YANG CERDAS DALAM MENYONGSONG ERA
REVOLUSI INDUSTRI 4.0 ......................................... 87
A. Guru yang Cerdas ..................................................................................... 88
B. Fungsi Guru yang Cerdas .......................................................................... 92
C. Teknologi Revolusi Industri 4.0 ................................................................. 93
D. Guru yang Cerdas dalam Menyongsong Era Revolusi Industri 4.0 ............ 96
E. Analisis ...................................................................................................... 98

DAFTAR PUSTAKA ................................................... 100

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 1



Bagian I
SOSIOLOGI PENDIDIKAN



A. Sosiologi
1. Pengertian Sosiologi
Sosiologi secara etimologis berasal dari bahasa latin yaitu socius
dan logos. Socius yang artinya kawan atau sahabat bahkan teman,
sedangkan logos sendiri berarti ilmu pengetahuan. Sosiologi
merupakan suatu kajian atau juga berkedudukan sebagai studi yang
berisikan tentang hubungan antara manusia dengan manusia,
hubungan yang ada ini yang disebut sebagai human relationship.
1

Sosiologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari hidup secara
bersama, di dalam masyarakat, selain itu sosiologi juga menyelidiki
ikatan antar manusia yang menguasai kehidupan tersebut.
2

Hal ini dimaksudkan untuk dapat mengerti sifat dan maksud
untuk hidup bersama, adanya cara untuk terbentuk dan tumbuh serta
berubahnya perserikatan hidup.
3
Sosiologi merupakan cara pandang
yang mempelajari manusia, manusia yang ada di posisikan sebagai
anggota dari masyarakat maka secara otomatis masyarakat akan
memiliki keterkaitan dengan ilmu yang lain seperti ilmu masyarakat,
ilmu hukum, ilmu ekonomi, ilmu antropologi, ilmu jiwa dan lain
sebagainya.
4
Tidak hanya itu masyarakat juga akan lekat dengan
kebudayaan. Karena kebudayaan akan membutuhkan masyarakat, di
situlah peranan masyarakat yang akan menghasilkan kebudayaan.

1
Binti Maunah, Sosiologi Pendidikan (Yogyakarta: Media Akademia, 2016), 3.
2
Hasan Shadily, Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), 1.
3
Hasan Shadily, Sosiologi Untuk Masyarakat..., 1.
4
Hasan Shadily, Sosiologi Untuk Masyarakat..., 1

2 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
Adanya ilmu sosiologi akan memudahkan seseorang untuk memahami
sosial masyarakat sekitar.
Sosiologi akan menyeluruh dan mencakup semua kondisi di
dalam masyarakat bahkan menyentuh sektor masalah pendidikan.
Ilmu yang mendasar ini akan diuraikan lebih lanjut. Secara lebih
singkat sosiologi merupakan ilmu yang mempelajari masyarakat atau
yang kita sebut sebagai ilmu kemasyarakatan yang terfokus untuk
mempelajari manusia. Manusia yang berkedudukan sebagai anggota
dari golongan atau masyarakatnya bukan sebagai individu yang terlepas
dari masyarakatnya namun lebih kepada adanya ikatan kepercayaan
atau Agama, ikatan adat, ikatan tingkah laku, ikatan kebiasaan serta
kesenian atau yang kita tahu sebagai titik kebudayaan. Kebudayaan
akan meliputi segala sisi kehidupan manusia.
5
Berikut beberapa
definisi sosiologi dari para pakar;
A. Piritim Sorikin memberikan gambaran bahwa ilmu sosiologi
adalah ilmu yang mempelajari tiga hal yaitu: pertama, pengaruh timbal
balik dan hubungan di antara beraneka macam gejala sosial, sebagai
contoh gejala agama dengan gejala ekonomi, antara politik dengan
gerak masyarakat, moral dengan keluarga dan antara ekonomi dengan
hukum. Kedua, adanya pengaruh dan timbal balik antara gejala non
sosial dengan gejala sosial, seperti gejala biologis, geografis. Ketiga,
adanya ciri-ciri yang bersifat umum dari semua jenis gejala sosial yang
ada.
6

Marx Weber memberikan pandangan bahwasanya sosiologi
sebagai suatu bidang studi yang berisikan tindakan yang dimulai dari
tindakan sosial dan sampai pada antar hubungan sosial.
7
Sebagai suatu
ilmu yang berusaha untuk dapat menafsirkan dan memahami
(interpretative understanding) tindakan yang bersifat sosial dan
hubungan sosial untuk sampai pada titik penjelasan yang kasual.
Roucek dan Warren yang menerangkan bahwa ilmu sosiologi
merupakan ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia di dalam

5
Hasan Shadily, Sosiologi Untuk Masyarakat..., 2.
6
Terjemahan Bebas dari Piritim A Sorokin, Contemporary Sosiological Theories ( New
York: Harper dan Row, 1928), 760-761.
7
George Rizer, Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda Terjemahan Alimandan
(Jakarta: Raja Grafindo, 2003), 38.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 3
sebuah kelompok.
8
Pendapat lain datang dari F. Ogburn dan Mayer F.
Nimkoff memberikan definisi sosiologi sebagai penelitian secara ilmiah
terhadap sebuah interaksi sosial dan akan menghasilkan organisasi
sosial.
9
Sosiologi menurut pandangan Selo Soemardjan dan Soelaeman
Soemardi yaitu bahwa sosiologi atau yang disebut dengan ilmu
masyarakat adalah ilmu yang akan mempelajari struktur sosial dan
proses-proses sosial, termasuk di dalamnya yang menyangkut
pembelajaran sosial. Struktur sosial yang dimaksudkan oleh Selo
Soemardjan dan Soelaeman Soemardi yaitu yang berkaitan dengan
keseluruhan hal antara unsur sosial yang bersifat pokok seperti kaidah
sosial “norma sosial”, kelompok, lapisan masyarakat dan lembaga
sosial.
10

Hampir sama dengan pendapat dari Selo Soemardjan dan
Soelaeman Soemardi, pendapat terakhir datang dari J.A.A. Van Doorn
dan CJ. Lammers, sosiologi merupakan ilmu pengetahuan tentang
struktur dan juga proses kemasyarakatan yang bersifat tetap dan juga
stabil.
11
Sosiologi bukan sebagai disiplin ilmu yang berada pada posisi
ilmu yang normatif, melainkan sosiologi adalah suatu disiplin yang
bersifat kategoris, artinya ilmu sosiologi akan lebih membatasi diri
terhadap apa yang terjadi dewasa ini serta bukan mengenai apa yang
terjadi bukan membatasi diri dari apa yang terjadi ataupun sebagai
suatu hal yang seharusnya terjadi,
12
sehingga sosiologi tidak akan
menetapkan arah mana sesuatu itu seharusnya akan berkembang.
Berarti Sosiologi akan memberikan petunjuk yang akan terkait
kebijaksanaan dari masyarakat dari proses kehidupan bersama.
13


8
Terjemahan Bebas dari Roucek dan Warren, Sociology an Introduction Littlefield Adams
and Co. Peterson, 1962), 3.
9
Terjemahan Bebas dari William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff, Sociology op. Cit,
39.
10
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (Ed), Setangkai Bunga Sosiologi (Jakarta:
Lembaga Penerbitan FEUI, 1974).
11
Terjemahan Langsung dari J. A. A. Can Doorn Dan C. J. Lammers, Sociologie
Systematiek en Analyse, Vijfde Druk Aula Boeken, Utrecht- Antwerpen, 1964, 24.
12
Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007),
20-21.
13
Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005),
21.

4 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
Kedudukan sosiologi sebagai ilmu pengetahuan memberikan
satu analisis, bahwasanya sosiologi itu sendiri akan membatasi diri dari
sisi masalah penilaian.
14
Artinya Sosiologi memiliki sisi untuk tidak
menetapkan diri ke arah mana hal atau sesuatu itu akan berjalan dan
berkembang. Lebih jelas lagi bahwa posisi sosiologi tidak menentukan
siapa yang salah dan benar di dalam suatu gejala, karena sosiologi akan
mengamati gejala yang ada seperti di dalam masyarakat tentunya pada
suatu waktu dan tempat akan dengan sendirinya memiliki nilai tetapi
Sosiologi tidak dapat menentukan bagaimana nilai tersebut seharusnya
di dalam aturan Sosiologi akan lebih mengarah kepada hal-hal yang
bersifat mengamati dan mempelajari masyarakat beserta
komponennya, sehingga Sosiologi akan berbeda dengan ilmu filsafat
kemasyarakatan, filsafat politik, filsafat agama dan politik.
15

Sosiologi adalah ilmu yang bersifat murni atau yang disebut
dengan Pure Science, dasar pemahaman yang perlu digarisbawahi
bahwa sosiologi bukan ilmu pengetahuan terapan ataupun terpakai
(Applied Science).
16
Sosiologi juga berkedudukan sebagai ilmu
pengetahuan yang bersifat abstrak dan juga bukan ilmu pengetahuan
yang konkret.
17
Sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang rasional dan
empiris ciri ini akan terkait dengan persoalan dari sisi metode yang
digunakan.
18
Begitu banyak arti definisi untuk menjelaskan definisi
dari sosiologi, seperti yang sudah dijelaskan di atas bahwa sosiologi
adalah ilmu tentang kemasyarakatan serta hal yang mendalami
kehidupan manusia. Karena sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang
bersifat umum, bukan sebagai ilmu pengetahuan yang khusus.
19

Dikatakan umum karena sosiologi berfokus kepada hal-hal yang
mempelajari semua gejala yang umum yang ada pada sisi interaksi
antar sesama manusia.
20
Berikut bagan untuk lebih jelasnya.

14
Soejono Soekanto, Sosiologi..., 21.
15
Soejono Soekanto, Sosiologi..., 21.
16
Soejono Soekanto, Sosiologi..., 21.
17
Soejono Soekanto, Sosiologi..., 22
18
Soejono Soekanto, Sosiologi..., 22-23
19
Soejono Soekanto, Sosiologi..., 23.
20
Soejono Soekanto, Sosiologi..., 23.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 5

Tabel 1. Sosiologi

Kesimpulan yang perlu digarisbawahi dari tabel di atas adalah
bahwa sosiologi merupakan ilmu yang kategori abstrak, murni, dan
berusaha untuk mencari pengertian umum, empiris, rasional dan juga
bersifat umum.
21
Secara lebih lanjut sosiologi juga membahas ilmu
pengetahuan yang secara lebih khusus ditujukan untuk mempelajari
masyarakat yang berkedudukan sebagai suatu kesatuan dan
keseluruhan yang berupa hubungan antar manusia dengan kelompok,
kelompok dengan kelompok, manusia dengan kelompok baik yang
formal maupun yang statis serta dinamis.
22

Sosiologi adalah salah satu dari bagian beberapa ilmu
pengetahuan sosial.
23
Abidin Nata memberikan definisi sosiologi
sebagai suatu ilmu yang mempelajari semua struktur sosial dan juga
proses sosial, termasuk juga hal yang mencakup perubahan yang
sosial,
24
yang objek sosiologi yaitu masyarakat buang dilihat melalui
sudut pandang di antara manusia dengan proses yang muncul yang
dimulai dari akibat hubungan manusia di dalam masyarakat. Tujuan

21
Soejono Soekanto, Sosiologi..., 23.
22
Binti Maubah, Sosiologi..., 3
23
FG. Robins, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2004), 3
24
Abidin Nata, Metodology Studi Islam (Jakarta: Grafindo Persada, 2001), 20.
SOSIOLOGI UNSUR
FAKTOR
SOSIAL
PUSAT
PENYELI
DIKAN
KETERANGAN
Sosiologi
tentang gejala
kehidupan.
Bidang
Kehidupan:
1. ekonomi
2. agama
3. politik
4. rekreasi
5. hukum






a, b, c, d, e, f
a, b, j, k, l
a, b, c, g, h, i
a, b, c, p, q, r
a, b, c, m, n, o





Berisi
unsur dari
bidang
kehidupan



Bersifat
khusus


Bersifat
umum
Faktor Sosial:
akan diselidiki
oleh sosiologi
sehingga
menjelaskan
bahwa sosiologi
adalah ilmu
yang umum

6 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
yang didapat yaitu meningkatkan daya ataupun kemampuan dari
manusia di dalam penyesuaian diri terhadap lingkungan hidup.
25

Kemasyarakatan yang khusus itu berupaya untuk mempelajari struktur
sosial serta berbagai proses sosial serta perubahan sosial.
Selain beberapa penjelasan mengenai sosiologi di atas, masih
terdapat definisi dari sosiologi. Pada dasarnya definisi tersebut
memiliki dasar definisi yang sama. Sosiologi adalah ilmu yang
berkaitan dengan masyarakat sosial, hubungan yang terjadi itu di
dalamnya berkaitan dengan pengaruh struktur masyarakat.
26
Berbeda
dengan pendapat dari Stephen K Sanderson, sosiologi merupakan
kajian yang ilmiah tentang kehidupan dari sosiologi manusia, hal ini
dimaksudkan bahwa sosiologi sendiri berusaha mencari tahu tentang
sebab dan akibat dari berbagai semua bentuk pola pikir serta tindakan
manusia yang tersusun secara teratur dan berulang, karena sosiologi
juga sebagai ilmu pengetahuan yang membahas tentang semua
struktur kemasyarakatan yang stabil,
27
hal ini akan berbeda dengan
psikologi, di mana psikologi akan memusatkan fokus pada karakteristik
tindakan dan pikiran namun sosiologi berpusat pada pikiran dan
tindakan yang dimunculkan seseorang sebagai kelompok masyarakat.

2. Tujuan Sosiologi
Pertama, untuk mendapatkan pengetahuan pada titik terdalam
pada tingkatan yang menyeluruh tentang masyarakat dan serta bukan
untuk mempergunakan pengetahuan tersebut terhadap masyarakat.
28

Penjelasan tersebut teruraikan sebagai berikut: sebagai sisi
pembelajaran, diambil contoh dari ilmu pengetahuan yang lain yaitu
misal seseorang yang ahli di dalam bidang ilmu alam (fisika) tidak
membuat dan mendirikan bangunan jembatan, ahli dalam bidang ilmu
fisiologi (ilmu Faal) menyatakan bahwa pekerjaannya tidak
menyembuhkan orang yang sakit pneumonia dan juga seseorang yang
ahli di dalam ilmu kimia pekerjaannya bukan untuk membuat obat.

25
Abidin Nata, Metodology..., 20.
26
Abdul Syani, Sosiologi dan Peradaban Masyarakat (Lampung: Pustaka Jaya, 1995), 3.
27
Stephen K Sanderson, Materi Sosiologi Sebuah Pendekatan Terhadap Realitas Sosial
(Jakarta: Raja Grafindo Persada), 12.
28
Soejono Soekanto, Sosiologi..., 21.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 7
Begitu pula dengan ilmu sosiologi yang memberikan pendapat bahwa
yang dapat berguna bagi petugas administrasi, pembentuk undang-
undang, para guru, diplomat, mandor akan tetapi mereka tidak untuk
menentukan apa yang harus dikerjakan oleh para petugas tersebut.
29

Kedua, yaitu untuk mendapatkan fakta, sosiologi berkedudukan
sebagai ilmu pengetahuan yang ditujukan untuk tujuan mendapatkan
fakta dari masyarakat yang dapat dipergunakan di dalam memecahkan
masalah atau permasalahan masyarakat. Poin penting dari tujuan yang
kedua adalah sosiologi bukan sebagai ilmu pengetahuan yang terapan
30

seperti yang sudah disebutkan di atas dari definisi sosiologi. Dikatakan
demikian karena sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari
seluruh keadaan dan struktur kehidupan dari masyarakat, budaya,
sosial dan lain sebagainya. Tujuan yang ketiga, adalah untuk
menghasilkan pola-pola umum dan pengertiannya yang artinya bahwa
yang menjadi fokus perhatian yaitu bentuk dan pola-pola keadaan
peristiwa yang ada di dalam masyarakat tetapi bukan wujud yang
berbentuk konkret.
31


3. Manfaat Sosiologi
Sosiologi memberikan manfaat untuk semua kondisi di dalam
masyarakat mempelajari hidup secara bersama, di dalam masyarakat,
selain itu sosiologi juga menyelidiki ikatan antar manusia yang
menguasai kehidupan tersebut.
32


B. Sosiologi Pendidikan
1. Pengertian Sosiologi Pendidikan
Memahami sosiologi pendidikan tidak akan pernah lepas dari
dua definisi. Definisi tersebut adalah definisi dari sosiologi dan definisi
pendidikan, karena keduanya saling terkait dan terhubung sekaligus
bersinergi. Pengertian sosiologi pendidikan sudah dikemukakan pada

29
Soejono Soekanto, Sosiologi..., 21-22.
30
Soejono Soekanto, Sosiologi..., 22.
31
Soejono Soekanto, Sosiologi..., 22.
32
Hasan Shadily, Sosiologi Untuk Masyarakat.., 1.

8 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
poin A mengenai pengertian sosiologi. Dalam poin ini akan sedikit
mengulas lagi tentang definisi dari sosiologi.
Sosiologi yang diprakarsai oleh Selo Soemardjan dan
Soelaeman Soemardi, seperti yang sudah dijelaskan di atas, sosiologi
menurut Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi adalah ilmu yang
akan mempelajari struktur sosial dan proses–proses sosial, termasuk di
dalamnya yang menyangkut pembelajaran sosial. Struktur sosial yang
dimaksudkan oleh Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi yaitu
yang berkaitan dengan keseluruhan hal antara unsur sosial yang
bersifat pokok seperti kaidah sosial “norma sosial”, kelompok, lapisan
masyarakat dan lembaga sosial.
33

J. A. A. Van Doorn dan CJ. Lammers,
34
sosiologi merupakan
ilmu pengetahuan tentang struktur dan juga proses kemasyarakatan
yang bersifat tetap dan juga stabil. Istilah pendidikan sendiri adalah
tentang pengubahan sikap. Secara sederhana pendidikan merupakan
tindakan yang berproses pada pengetahuan sikap serta perilaku dari
diri seseorang ataupun kelompok di dalam usaha unt uk
mendewasakan manusia yang dimulai dari pengajaran dan pelatihan.
35

Menelaah lebih dalam lagi, pendidikan secara terminologis
menurut pandangan Muhammad Athiyyah Al-Abrasyi, yaitu:
Pendidikan (tarbiyah) sebagai upaya mempersiapkan individu
untuk kehidupan yang lebih sempurna, kebahagiaan hidup, cinta
tanah air, kekuatan raga, kesempurnaan etika, sistematik dalam
berpikir tajam, berperasaan, giat dalam berkreasi, toleransi pada
yang lain, berkompetensi dalam meningkatkan bahasa tulis dan
bahasa lisan dan terampil beraktivitas.
36

Pendidikan juga dianggap sebagai tempat seseorang atau
kelompok untuk bisa berkembang sesuai dengan potensi unik dan
kebutuhan mereka,
37
dan juga ditujukan sebagai satu hal terbaik di

33
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi (Ed), Setangkai Bunga Sosiologi.
34
Terjemahan Langsung dari J. A. A. Can Doorn dan C. J. Lammers, Sociologie
Systematiek en Analyse, Vijfde Druk Aula Boeken, Utrecht- Antwerpen, 1964, 24.
35
Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan ( Jakarta: Prenada, 2011), 8.
36
Muhammad Athiyyah, Al Abrasyi Ruh Al- Tarbiyah wa Ta'lim (Saudi Arabian: Dar Al-
Ahya), 7.
37
M. Sargent, The New Sociology For Australian (3rd Ed) (Melbourne: Longman Chesire,
1994).

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 9
dalam mencapai sisi kesetaraan sosial yang lebih tinggi. Azyumardi
Azra memberikan definisi, bahwa pendidikan ditujukan sebagai suatu
proses mempersiapkan generasi penerus bangsa untuk dapat lebih
mampu menjalankan kehidupan serta dapat memahami tujuan hidup
secara lebih menyeluruh, efektif dan efisien.
38

Setelah pengertian sosiologi dan pendidikan tersebut,
selanjutnya akan lebih dekat dengan definisi dari sosiologi pendidikan.
Sosiologi pendidikan secara istilah (terminologis) adalah kajian yang
menjabarkan bagaimana sebuah institusi badan kekuatan sosial dapat
memengaruhi suatu proses dan juga outcome pendidikan begitupun
sebaliknya antara outcome dapat memberikan keseimbangan di dalam
proses instansi kekuatan sosial.
39
Intinya, adanya hubungan yang
bersifat simbiosis mutualisme untuk saling menguntungkan satu sama
lain.
Abdullah Idi juga memberikan definisi sosiologi pendidikan
yang berkedudukan sebagai ilmu yang mendeskripsikan dan
menjelaskan tentang semua lembaga- lembaga, proses sosial, dan
kelompok sosial di mana hal tersebut adanya hubungan yang bersifat
sosial (sosial relationship) dengan adanya interaksi sosial tersebut
individu dapat dengan baik memperoleh serta dapat
mengorganisasikan pengalamannya.
40

Pengertian sosiologi juga mendapat dua pengertian. Pertama,
sosiologi pendidikan merupakan suatu kajian yang mempelajari titik
dari hubungan antara masyarakat, dari hubungan tersebut adanya
proses interaksi sosial dengan pendidikan. Hubungan ini dapat
memperlihatkan bagaimana suatu masyarakat dapat memengaruhi
dan mengembangkan pendidikan secara lebih luas, begitupun
sebaliknya ada tidaknya pengaruh pendidikan untuk memengaruhi
masyarakat di dalam pengembangan diri. Kedua, sosiologi pendidikan
sebagai satu pendekatan yang bersifat sosiologis yang diterapkan pada

38
Azzumardi Azra, Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi Milenium Baru (Jakarta:
Logos Wacana Ilmu, 2000), 3.
39
Zainuddin Maliki, Sosiologi Pendidikan (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
2008), 5.
40
Abdullah Idi, Sosiologi Pendidikan Individu Masyarakat dan Pendidikan (Jakarta:
Rajawali Press, 2011), 20.

10 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
fenomena pendidikan. Pendekatan sosiologis yang ada tersebut di
mulai dari konsep, variabel, teori dan juga metode yang dipergunakan
untuk memahami kenyataan sosial termasuk juga kompleksitas dan
aktivitas sosial yang berkaitan dengan aktivitas pendidikan.
41

Sosiologi pendidikan merupakan suatu cabang dari ilmu
pengetahuan atau juga bisa disebut sebagai ilmu jiwa pendidikan,
membahas dari sisi proses interaksi sosial anak-anak, interaksi sosial
tersebut dimulai dari keluarga, masa sekolah sampai pada masa anak-
anak dewasa disertai dengan kondisi sosial budaya yang ada di
dalamnya seperti lingkup budaya masyarakat, bangsa dan negara.
42

Struktur sosial dan proses sosial juga dibahas di dalam sosiologi
pendidikan.
43

Hal yang perlu dicermati di dalam mendefinisikan sosiologi
pendidikan adalah bahwa sosiologi berasal dari kata sosiologi dan
pendidikan. Sosiologi sendiri adalah ilmu yang mempelajari hubungan
antara manusia di dalam kelompok dan struktur sosialnya.
44
Lebih
lanjut lagi bahwasanya sosiologi pendidikan merupakan ilmu
pengetahuan yang mempelajari atau terfokus untuk melahirkan
maksud hubungan di antara semua pokok persoalan antara proses
sosial empires pendidikan.
45
Frank J. Mifflen Dan Sadney C. Mifflen,
sosiologi pendidikan pada pokoknya merupakan kajian dari studi
ilmiah sampai pada lembaga persekolahan.
46

Definisi sosiologi pendidikan dapat disimpulkan bahwa sosiologi
pendidikan adalah suatu ilmu yang digunakan untuk mempelajari dan
mengkaji seluruh aspek yang ada di dalam komponen pendidikan baik
dari sisi struktur, dinamika pendidikan, masalah pendidikan maupun
masalah pada aspek yang lain. Hal tersebut dibahas secara lebih
mendalam yang digunakan melalui suatu pendekatan dan juga analisis

41
Damsar, Pengantar Sosiologi Pendidikan..., 9-11.
42
Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), 3.
43
Binti Maunah, Sosiologi..., 3.
44
Binti Maunah, Sosiologi..., 3.
45
Made Pidarta, Landasan Kependidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2003), 145.
46
Frank J. Mifflen and C. Mifflen, The Sociology of Education Terjemahan Joost Kullit
(Bandung: Tarsito, 1986), 59.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 11
yang bersifat sosiologis, sosiologi merupakan suatu bentuk pengkajian
ilmiah yang membahas aspek kehidupan sosial manusia.
47


2. Tujuan Sosiologi Pendidikan
Sosiologi pendidikan akan memegang peranan penting dalam
mengamati perubahan sosial dari segi edukatif.
48
Resep yang ada di
dalam tujuan sosiologi pendidikan mencakup analisis proses sosial,
analisis kedudukan pendidikan dalam masyarakat, analisis interaksi
sosial di sekolah dan antara sekolah dan juga masyarakat, alat
kemajuan dan perkembangan sosial, desa untuk dapat menentukan
tujuan pendidikan, sosiologi terapan serta pelatihan bagi petugas
pendidik.
49

Tujuan sosiologi pendidikan secara lebih ringkas adalah sebagai
berikut; pertama, tujuan dari sosiologi pendidikan untuk
meningkatkan dan mempercepat dari pencapaian tujuan pendidikan
secara lebih menyeluruh.
50
Mengacu pada undang-undang sistem
pendidikan nasional Tahun 2003 No. 20 pada pasal 1 ayat 1 dan juga
pasal 3, maka sosiologi pendidikan bertujuan untuk menganalisis
proses sosialisasi anak bayi sosialisasi di dalam rumah, sekolah ataupun
proses sosialisasi yang ada pada masyarakat serta ditujukan untuk
kemajuan sosial.
51

Kedua, sosiologi pendidikan bertujuan untuk dapat
memberikan hal kepada pendidik khususnya para guru dan juga para
dosen atau para penindak bidang pendidik dalam hal memberikan
pelatihan yang efektif dan efisien di dalam struktur bidang sosial yang
nantinya dapat memberikan peranan secara akurat dan dapat
mengenal masalah pendidikan.
52
Analisis permasalahan bidang
pendidikan seperti pada peningkatan metode pembelajaran.
53


47
Binti Maunah, Sosiologi..., 5.
48
Binti Maunah, Sosiologi..., 10.
49
Nasution, Sosiologi Pendidikan ( Jakarta: Bumi Aksara, 1999), 2.
50
Muhyi Batubara, Sosiologi Pendidikan ( Jakarta: Ciputat Press, 2004), 11.
51
Binti Maunah, Sosiologi..., 12.
52
Binti Maunah, Sosiologi..., 13.
53
Binti Maunah, Sosiologi..., 13.

12 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
Tujuan sosiologi pendidikan juga akan menggambarkan bahwa
dari semua masyarakat dan dari semua kegiatan di dalam perut
pendidikan merupakan bagian dari proses yang berupa interaksi
dengan juga sosialisasi yang dijadikan sebagai media oleh individu yang
nantinya akan digunakan sebagai bentuk interaksi dalam masyarakat
secara lebih benar.
54
Tujuan sosiologi pendidikan di Indonesia
menurut Abu Ahmadi mencakup:
55

a. berusaha untuk memahami peranan sosiologi dari kegiatan
sekolah terhadap masyarakat. Sekolah sendiri harus bisa menjadi
contoh di dalam masyarakat bahkan secara lebih luas mengadakan
sosialisasi intelektual untuk dapat mengajukan penghidupan yang
ada di dalam masyarakat;
b. untuk memahami dari seberapa jauh dalam membina kegiatan
sosial peserta didiknya dalam hal mengembangkan kepribadian;
c. tujuan yang ketiga untuk dapat mengetahui pembinaan dari
ideologi Pancasila serta hubungan kebudayaan nasional Indonesia
di dalam lingkungan pendidikan dan pengajaran;
d. mengadakan integrasi di dalam bidang kurikulum pendidikan
masyarakat sehingga pendidikan dapat mempunyai kegunaan
secara praktis di dalam lingkup kemasyarakatan;
e. untuk menyelidiki faktor-faktor dari kekuatan masyarakat; dan
f. tujuan yang terakhir dapat memberikan masukan yang positif dari
perkembangan ilmu pendidikan.
Tujuan sosiologi pendidikan menurut Zainuddin Maliki yaitu:
56

a. dapat menganalisis proses sosialisasi;
b. mempelajari kelakuan sosial dan prinsip-prinsip untuk dapat
mengendalikan atau mengontrol;
c. momentum memecahkan problem sosial pendidikan;
d. dapat membantu menganalisis tujuan pendidikan secara objektif;

54
Binti Maunah, Sosiologi..., 11.
55
Abu Ahmadi, Sosiologi..., 11.
56
Zainuddin Maliki, Sosiologi Pendidikan op, cit 2-3.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 13
e. dapat menganalisis suatu kedudukan pendidikan di dalam
masyarakat serta untuk menganalisis interaksi sosial di sekolah
dan menganalisis sekolah dengan masyarakat.

3. Manfaat Sosiologi Pendidikan
Memberikan manfaat kepada para pendidik yang menganalisis
hubungan di antara manusia yang ada di sekolah dan juga struktur
masyarakat serta hal-hal yang menyangkut hubungan kelancaran
proses pendidikan yang ada di sekolah, seperti pada pencapaian tujuan
pendidikan, strategi pembelajaran, kurikulum dan sarana prasarana.
Sosiologi pendidikan juga memberikan manfaat untuk dapat
menganalisis hubungan manusia yang ada di dalam keluarga, Agama,
politik, perusahaan, masyarakat dan juga sistem hubungan sosial yang
lain.
57


C. Analisis
Sosiologi dari ilmu yang mempelajari masyarakat atau yang
disebut juga dengan ilmu kemasyarakatan pada dasarnya pengertian
sosiologi yang dikemukakan oleh para ahli memiliki tujuan dan arah
definisi yang sama yaitu untuk mendefinisikan sosial interaksi yang ada
di dalam masyarakat. Tujuan adanya ilmu sosiologi yaitu untuk dapat
memahami bagaimana ilmu kemasyarakatan. Ilmu sosiologi sendiri
dasar dalam pengembangan ilmu ilmu yang lain. Sosiologi adalah
bidang keilmuan yang umum selain itu sosiologi adalah ilmu yang
rasional dan empiris.
Sosiologi pendidikan adalah ilmu yang mempelajari
kemasyarakatan dan juga dalam hal dunia pendidikan. Untuk
mendefinisikan pengertian sosiologi pendidikan dibutuhkannya dua
definisi yaitu antara pengertian sosiologi dan pengertian pendidikan.
Secara lebih singkat sosiologi pendidikan adalah untuk mempelajari
dan mengkaji seluruh aspek yang ada di dalam komponen pendidikan
baik dari sisi struktur, dinamika pendidikan, masalah pendidikan
maupun masalah pada aspek yang lain. Sosiologi juga akan menjadi

57
Binti Maunah, Sosiologi..., 13.

14 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
dasar pengembangan ilmu yang lain karena Sosiologi adalah ilmu dasar
yang mempelajari sosial masyarakat.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 15



Bagian II
PENTINGNYA PENDIDIKAN BAGI
GURU, MURID DAN INSTIT USI
PENDIDIKAN DALAM MENYELUSUR I
MAKNA PENDIDIKAN KARAKTER



Kondisi pendidikan yang dihadapi bangsa Indonesia saat ini cenderung
mengalami perubahan yang sangat siknifikan dan dinamika perubahan
tentang tujuan pendidikan yang diharapkan tidak tercapai dengan baik,
bahkan menghadapi keadaan yang mengarah pada persim pangan
jalan. Krisis multidimensi yang melanda dunia pendidikan di Indonesia
mengalami perubahan sangat cepat yaitu tentang agama dan moral
yang diajarkan sekolah maupun perguruan tinggi belum banyak
berpengaruh terhadap perubahan perilaku masyarakat Indonesia.
Bahkan yang sering terlihat melalui pemberitaan adalah berbagai
kejadian negatif muncul di sekitar dunia pendidikan. Yang
memprihatinkan, perilaku negatif tersebut dilakukan oleh pelaku
pendidikan itu sendiri yaitu pendidik dan peserta didik.
58

Maraknya perilaku kekerasan, anarkisme, tawuran antar pelajar,
bentrok antar warga, penyalahgunaan narkoba, pergaulan bebas,
kriminalitas, dan berbagai tindakan sosial negatif lainnya, menambah

58
Adian Husaini, Pendidikan Islam Membangun Manusia Berkarakter dan Beradab,
(Jakarta:Cakrawala Publishing, 2010), hlm. xviii dan 24-25. Lihat juga dalam buku
Zubaidi, Desain Pendidikan Karakter, (Jakarta: Prenada Media, 2011), 2.

16 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
deretan permasalahan bangsa.
59
Menurut para pakar, berbagai
tindakan sosial negatif yang terjadi di negeri ini, menunjukkan indikasi
adanya masalah akut dalam bangunan karakter bangsa. Karenanya,
pembangunan karakter bangsa menjadi sangat berarti dan mendesak
untuk segera dilakukan.
60
Karakter merupakan salah hal sangat
penting. Kita semua mengetahui bahwa sebuah mustika hidup itu
adalah sebuah karakter yang terpatri dengan baik di dalam diri
manusia. Dikatakan sebagai mustika hidup karena hal tersebut yang
membedakan manusia dengan binatang.
61
Tanpa adanya karakter
manusia akan memiliki perilaku yang buruk dan tidak berperi
kemanusiaan. Orang yang berkarakter baik dan kuat secara individual
maupun sosial adalah mereka yang memiliki moral, akhlak dan budi
pekerti yang sangat baik.
62
Membahas lebih jauh tentang karakter,
berarti kita membahas juga tentang akhlak. Hal ini dipertegas bahwa
karakter merupakan nilai-nilai perilaku manusia yang bersifat
universal yang meliputi seluruh aktivitas manusia, baik dalam rangka
yang berhubungan dengan Tuhannya, dengan sesama manusia,
dengan dirinya sendiri maupun dengan lingkungannya yang terwujud
di dalam sikap, pikiran, perasaan, perbuatan dan perkataan
berdasarkan norma-norma agama, tata krama hukum, budaya dan adat
istiadat.
63

Karakter bertindak sebagai watak yang ada di dalam diri manusia
ataupun Budi pekerti. Karakter secara mudah dapat di pahami sebagai
suatu nilai-nilai yang khas dan baik (mengetahui nilai kebaikan
berdampak baik terhadap lingkungan serta mau berbuat baik secara
nyata.
64
Berbicara tentang karakter tentu merupakan suatu hal yang

59
Novan Ardy Wiyani, Save Our Children from School Bullying, (Yogyakarta: Arruz
Media, 2012), 14.
60
Bagus Mustakim, Pendidikan Karakter: Membangun Delapan Karakter Emas Menuju
Indonesia Bermartabat, (Yogyakarta: Samudra Biru, 2011), 1-2.
61
Zubaidi, Desain Pendidikan Karakter Konsepsi dan Aplikasinya dalam Lembaga
Pendidikan (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2011), 1.
62
Zubaidi, Desain Pendidikan Karakter..., 1.
63
Pupuh Fathurrohman et.al., Pengembangan Pendidikan Karakter (Bandung: Refika
Aditama. Cet. I, 2013), 18.
64
Agus Wibowo, Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah (Yogjakarta: Pustaka
Belajar, 2013), 11.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 17
menarik dan penting untuk dikaji ataupun dibahas sebagai hak yang
sangat mendasar. Sebagaimana yang dimaksud dalam tujuan
pendidikan nasional, yaitu:
65

Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serat
bertanggung jawab. Dalam sistem pendidikan nasional.

Sebagaimana yang tertuang dalam fungsi dan tujuan Pendidikan
Nasional Bab II pasal 3 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 yang
menyebutkan:

“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
66


Ketentuan undang-undang tersebut dapat dimaknai bahwa
pendidikan nasional mendorong terwujudnya generasi penerus bangsa
yang memiliki karakter religius, berakhlak mulia, cendekia, mandiri,
dan demokratis. Seiring dengan tujuan pendidikan ini pula,
Kemendiknas tahun 2010 mulai mencanangkan pembangunan
karakter bangsa dengan empat nilai inti, yaitu jujur, cerdas, tangguh,
dan peduli.
67
Pada tahun 2010 tersebut, Presiden Susilo Bambang
Yudhoyono saat itu, dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional,
tepatnya tanggal 2 Mei 2010 mencanangkan pendidikan karakter

65
Undang Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan
Nasional Bandung: Citra Umbara.
66
Undang-undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, 3.
67
Darmiyati Zuchdi, dkk., Pendidikan Karakter dengan Pendekatan Komprehensif,
(Yogyakarta: UNY Press, 2010), 2.

18 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
menjadi isu sentral dalam bidang pendidikan.
68
Dalam pemerintahan
Susilo Bambang Yudhoyono telah ditegaskan melalui Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-2025,
yang menyatakan bahwa pendidikan karakter ditempatkan sebagai
landasan untuk mewujudkan visi pembangunan nasional, ya itu
mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika,
berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila.
69

Satu tahun kemudian, Kementerian Pendidikan Nasional,
melalui Badan PenelitianPendidikan Nasional, Pusat Kurikulum dan
Perbukuan tahun 2011, telahmemberikan panduan sederhana
mengenai teknis pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah, strategi
pelaksanaan, pengembangan KTSP, contoh pelaksanaannya di sekolah
dan cara membangun budaya sekolah.
70
Dengan demikian,
pemerintah sejak saat itu hingga tahun 2016 sekarang secara serius
mengembangkan pendidikan budaya dan karakter bangsa melalui jalur
pendidikan, baik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah
maupun jenjang pendidikan tinggi. Peserta didik yang menimba ilmu
pada jenjang pendidikan tersebut merupakan generasi penerus bangsa
yang diharapkan memiliki kualitas lebih baik dari generasi masa kini
dan sebelumnya. Itulah sebabnya, kepada mereka perlu dibekali
pendidikan karakter dengan tujuan agar potensi intelektual yang
mereka miliki diimbangi oleh kecerdasan emosional, sosial, dan
spiritual.
71
Akan tetapi realitasnya, tidak sedikit pihak yang belum
mengetahui arti, makna serta definisi pendidikan karakter, terlebih jika
dihubungkan dengan istilah masyarakat.

Zubaidi berkata, “dengan demikian, pemerintah sejak saat itu
hingga tahun 2016 sekarang secara serius mengembangkan
pendidikan budaya dan karakter bangsa melalui jalur pendidikan,

68
Fatchul Mu’in, Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik dan Praktik, Urgensi
Pendidikan Progresif dan Revitalisasi Peran Guru dan Orang Tua, (Yogyakarta: Arruzz Media,
2011), 232.
69
Tim Penyusun, Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter, (Jakarta: Kemendiknas-
Balitbang Pusat Kurikulum dan Perbukuan, 2011), 1-5.
70
Tim Penyusun, Panduan Pelaksanaan Pendidikan..., 5.
71
Eko Handoyo dan Tijan, Model Pendidikan Karakter Berbasis Konservasi: Pengalaman
Universitas Negeri Semarang, (Semarang: Widya Karya Press, 2010), 3.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 19
baik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah maupun jenjang
pendidikan tinggi. Peserta didik yang menimba ilmu pada jenjang
pendidikan tersebut merupakan generasi penerus bangsa yang
diharapkan memiliki kualitas lebih baik dari generasi masa kini dan
sebelumnya. Itulah sebabnya, kepada mereka perlu dibekali
pendidikan karakter dengan tujuan agar potensi intelektual yang
mereka miliki diimbangi oleh kecerdasan emosional, sosial, dan
spiritual, Akan tetapi realitasnya, tidak sedikit pihak yang belum
mengetahui arti, makna serta definisi pendidikan karakter”.
72


Sejalan dengan hal di atas tentunya mengingatkan betapa
pentingnya karakter, "pendidikan karakter" yang ada di dalam diri
seseorang maupun masyarakat harus tercipta dengan baik agar
memiliki akhlak, moral dan budi pekerti yang baik pula.
73
Karakter
yang diberikan oleh sekolah sebagai lembaga formal itu ditujukan agar
menjadi manusia yang baik begitupun sebaliknya karakter yang
diajarkan di dalam keluarga ataupun masyarakat. Diakui atau tidak
saat ini terjadi krisis yang nyata dan sangat mengkhawatirkan di dalam
masyarakat, bahkan sudah melibatkan yang paling berharga yaitu anak-
anak sebagai generasi penerus bangsa.
74
Seperti pada kasus rendahnya
karakter yang ada pada generasi muda, hal ini tergambar melalui kasus
insiden tewasnya Budi Cahyono “guru” di SMA Negeri 1 Torjun,
Sambang Madura karena dianiaya oleh muridnya.
75
Contoh kasus
tersebut menambah deretan angka kekerasan dan penganiayaan anak-
anak dan remaja.
76

Masalah sosioal lain yang hingga saat ini belum terpecahkan juga
seperti pada penggunaan narkoba, pornografi, pencurian remaja,
kejahatan terhadap teman, kebiasaan mencontek, perampasan,
perampokan serta perusakan milik orang lain, bahkan yang paling

72
Eko Handoyo dan Tijan, Model Pendidikan Karakter Berbasis Konservasi…, 3.
73
Zubaidi, Desain Pendidikan Karakter..., 1.
74
Zubaidi, Desain Pendidikan Karakter..., 1.
75
Republika, Insiden Guru Budi KPAI Pendidikan Karaker Kita Menyedihkan 06 Febuari
2018 (diakses 23 Oktober 2019).
76
Menurut Tinjauan ESQ, tujuh krisis moral yang terjadi di tengah-tengah
masyarakat indonesia antara lain krisis kejujuran, krisis tanggung jawab, tidak berpikir
jauh ke depan, krisis disiplin, krisis kebersamaan dan krisis keadilan. Baca Darmayanti
Zuhdi, Pendidikan Karakter (Yogyakarta: UNY Press, 2009), 39-40.

20 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
marak terjadi kasus bullying yang terjadi di sekolah dan tindakan
tawuran yang menyebabkan kematian, hal semacam ini telah
menjurus kepada tindakan kriminal.
77
Keadaan semacam ini
merupakan keadaan karakter yang sudah sangat jelas mengalami
kemrosotan. Mau dibawa ke mana bangsa ini jika pondasi terpenting
"karakter” malah mengalami kemunduran.
Kondisi krisis dan dekadensi moral saat ini menandakan bahwa
seluruh pengetahuan agama dan moral yang didapatkan di sekolah
ternyata belum cukup untuk mengubah perilaku krisis moral, seperti
yang ada di Indonesia.
78
Terlihat begitu banyaknya masyarakat
Indonesia yang tidak bersikap konsisten dengan apa yang di bicarakan
serta faktor lain yaitu pada tindakannya.
79
Keadaan yang semacam ini
menimbulkan banyak pendangan bahwa kondisi yang demikian diduga
berawal dari pembinaan yang dilakukan oleh dunia pendidikan.
80

Demoralisasi terjadi karena adanya proses pembelajaran yang
cenderung mengajarkan kepada pendidikan moral dan budi pekerti
yang hanya sebatas teks dan serta kurang mempersiapkan peserta didik
untuk lebih dalam untuk menyikapi dan menghadapi kehidupan yang
sudah sangat kontradiktif.
81
Menengok kembali dan mengingatkan
bahwa pendidikanlah yang sesungguhnya ikut andil paling besar
setelah keluarga untuk memberikan kontribusi terhadap situasi ini.
Dalam konteks pendidikan formal, seperti Pendidikan di Indonesia
lebih banyak menitikberatkan kepada pengembangan intelektual atau
pada ranah kognitif, pada aspek soft skill "non akademik " sebagai
unsur utama.
82

Padahal semestinya, pendidikan harus menitikberatkan dan
memperkuat aspek karakter atau pada nilai-nilai kebajikan, namun
sejauh ini hanya mampu menghasilkan berbagai sikap dan perilaku

77
Zubaidi, Desain Pendidikan Karakter..., 2.
78
Dimyati , Peran Guru Sebagai Model dalam Pembelajaran Karakter dan Kebajikan Moral
Melalui Pendidikan Jasmani dalam Cakrawala Pendidikan (Yogyakarta: UNY Press, 2010), 84.
79
Ratna Megawangi, “Pengembangan Progam Pendidikan Karakter di Sekolah
Pengalaman Sekolah Karakter,” Republika 15 Januari 2011 (diakses 15 Oktober 2019).
80
Zubaidi, Desain Pendidikan Karakter...,3.
81
Zubaidi, Desain Pendidikan Karakter...,3.
82
Zubaidi, Desain Pendidikan Karakter...,3.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 21
manusia yang secara nyata sudah bertolakbelakang dengan apa yang
diajarkan.
83
Mengingat Negara Indonesia adalah negara yang memiliki
banyak keanekaragaman masyarakat. Seperti pada masyarakat Jawa
yang notabene terkenal berbudi luhur dan sopan santun sudah mulai
tergerus karakter tersebut. Kondisi yang semakin buruk tergambar dari
masyarakat Jawa muslim yang sudah melupakan sikap untuk
menghormati orang tua terutama ibu. Jika karakter yang menjadi dasar
di keluarga juga mengalami kegagalan bagaimana jika berada di dalam
lingkungan sosial masyarakat. Kondisi yang demikian perlu adanya
sebuah penanaman pendidikan karakter yang lebih kuat. Pentingnya
pendidikan karakter ini, ditujukan agar memperbaiki keadaan karakter
pada setiap anak yang sudah ada di dalam lingkungan yang terwujud
dan terbiasa dengan karakter yang baik. Mengembalikan lagi esensi
dan tujuan dari pendidikan nasional yang diharapkan agar manusia
lebih berkarakter kuat sesuai dengan norma. 18 Karakter yang ada di
dalam Undang-Undang Pendidikan Nasional. Pengimplementasian 18
Karakter tersebut diharapkan pula agar memiliki sikap yang baik dan
pribadi yang baik pula.

A. Pengertian Pendidikan Karakter
1. Pengertian Karakter
Akar kata “karakter” dapat dilacak dari kata latin “kharakter”,
“kharassein”, dan “kharax” yang maknanya “tools for marking”, “to
engrave”, dan “pointed stake”. Kata ini mulai banyak digunakan
(kembali) dalam bahasa Perancis “caractere” pada abad ke-14 dan
kemudian masuk dalam bahasa Inggris menjadi “character”. Istilah
karakter berasal dari bahasa Yunani yaitu charasein yang berarti
mengukir sehingga terbentuk suatu pola. Akhlak mulia tidak secara
otomatis dimiliki oleh setiap manusia begitu ia dilahirkan, tetapi
diperlukan proses panjang melalui pengasuhan dan pendidikan
(proses pengukiran). Dalam istilah bahasa Arab, karakter itu mirip
dengan akhlaq (akar kata khuluq) yaitu tabiat atau kebiasaan
melakukan hal yang baik. Al-Ghazali menggambarkan bahwa akhlak
adalah tingkah laku seseorang yang berasal dari hati yang baik. Oleh

83
Zubaidi, Desain Pendidikan Karakter..., 3.

22 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
karena itu, pendidikan karakter adalah usaha aktif untuk membentuk
kebiasaan baik (habit) sehingga sifat anak terukir sejak kecil.
84

Adapun kata karakter berasal dari bahasa Yunani yang
didefinisikan dari kata charassein, secara etimologis berarti membuat
tajam atau membuat dalam.
85
Dalam bahasa Indonesia, kata karakter
sepadan dengan kata tabiat, watak, budi pekerti, dan akhlak, yaitu sifat-
sifat kejiwaan yang membedakan seseorang dari yang lain.
86
Karakter
merupakan nilai-nilai yang terpatri dalam diri seseorang melalui
pendidikan, pengalaman, pengorbanan, dan pengaruh lingkungan
yang dipadukan dengan nilai-nilai dari dalam diri manusia yang
menjadi semacam nilai-nilai intrinsik yang terwujud dalam sistem daya
juang yang melandasi pemikiran, sikap, dan perilakunya. Karakter
tidak datang dengan sendirinya tetapi dibentuk dan dibangun secara
sadar dan sengaja, berdasarkan jati diri masing-masing. Tutuk Ningsih,
di dalam disertasi, “Pembinaan Moral Siswa Madrasah Aliyah Negeri
Paiton Probolinggo Jawa Timur” menyebutkan bahwa, karakter terdiri
dari nilai-nilai operasional dan nilai dalam tindakan.
87

Proses pembentukkan karakter seseorang seperti nilai yang
menjadi kepemilikan moral perilaku baik, sebuah karakter tertentu
yang secara alami dimiliki, berasal dari dalam dan dapat dipercaya yang
merespons situasi secara moral dengan cara yang baik”. Semakin
jelaslah, bahwa pendidikan karakter begitu penting bagi pembentukan
karakter yang baik. Tidaklah mungkin dapat dibentuk karakter yang
baik, jika proses pembelajaran hanya lebih ditekankan pada kegiatan
intelektual. Secara lebih rinci pendidikan karakter juga memiliki
kontribusi yang lebih komprehensif. Begitu strategisnya pendidikan
karakter, ternyata pendidikan karakter tidak hanya bermanfaat untuk
kesuksesan individu dalam proses pendidikan di sekolah atau di

84
Ratna Megawangi, Pendidikan Karakter Solusi yang Tepat Untuk Membangun Bangsa
(Jakarta: Star Energy,______), 25.
85
Lorens Bagus, Kamus Filsafat, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1996), hlm. 392.
86
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia…., 639.
87
Tutuk Ningsih, “Pembinaan Moral Siswa Madrasah Aliyah Negeri Paiton
Probolinggo Jawa Timur”. Disertasi (Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta, 2004),
21.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 23
kampus, melainkan juga bermanfaat bagi kehidupan individu di
tempat kerja dan masyarakat.
Sebagai suatu aspek kepribadian, karakter adalah cerminan dan
kepribadian secara menyeluruh dari seseorang.
88
Dimensi fisik dan
psikis individu selalu berkaitan dengan karakter sifat dan karakter itu
sendiri yaitu bersifat konstektual dan kultural.
89
Karakter merupakan
nilai-nilai perilaku manusia, perilaku tersebut yang berhubungan
dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama manusia , diri sendiri,
kebangsaan, lingkungan dan perbuatan berdasarkan atas pikiran
perasaan, sikap, budaya, tata krama serta adat istiadat.
90
Reaksi
perkembangan yang bersifat positif sebagai individu (intelektual,
emosional, sosial dan etika).
91
Individu yang berkarakter baik itu
adalah seseorang yang berusaha melakukan sesuatu hal yang terbaik
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sesama dirinya, lingkungan, bangsa
dan negara serta juga dunia internasional, pada umumnya dengan hal
mengoptimalkan suatu potensi (pengetahuan) dirinya yang disertai
dengan adanya kesadaran, motivasi (perasaan) dan emosi.
92

Karakter tidak hanya sekadar wacana. Melainkan sebuah amalan
yang nyata, bukan hanya sekadar teori dan praktik sesaat, tetapi
esensinya di sini sebagai bentuk terpatri yang dipraktikan juga di dalam
kehidupan sehari-hari atau dengan kata lain sudah mendarah daging.
93

Untuk menjadi seseorang yang berkarakter dibutuhkan seseorang yang
memiliki kontribusi yang positif terhadap masyarakat di dalam hal
persamaan hak, keadilan, serta saling menghormati sesama manusia.
Karakter juga merupakan ciri atau tanda yang melekat pada suatu
benda atau seseorang sehingga karakter selalu menjadi penanda
identifikasi tingkah laku.
94
Untuk hal tersebutlah dan beberapa

88
Zubaidi, Desain Pendidikan Karakter..., 9.
89
Zubaidi, Desain Pendidikan Karakter..., 10.
90
Zubaidi, Desain Pendidikan Karakter..., 10.
91
Zubaidi, Desain Pendidikan Karakter.., 10.
92
Zubaidi, Desain Pendidikan Karakter..., 11.
93
Ridhahani, Pengembangan Nilai-nilai Karakter Berbasis Al-Qur’an (Yogyakarta:
Aswaja Pressindo, 2016), 1.
94
Johansyah, Pendidikan Karakter dalam Islam Kajian dan Aspek Metodologis, Online
Journal of Ilmiah Islam Fatura, XI, No. 01 (Agustus 2011), 87 (diakses 17 Oktober 2019).

24 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
pengertian karakter yang ada dapat ditarik kesimpulan mengenai
pengertian karakter yaitu bahwa karakter adalah sifat alami seseorang
atau individu yang digunakan untuk merespon situasi secara bermoral
seperti:
a. jiwa manusia, bermula dari angan-angan kemudian terproses
sebagai tenaga;
b. cara bekerja sama dan berpikir antara lingkungan, masyarakat,
bangsa dan negara; dan
c. serangkaian sikap perilaku, motivasi dan keterampilan.

2. Definisi Pendidikan
Apabila ditelusuri melalui kamus, kata pendidikan berasal dari
kata “didik,” semakna dengan kata “mendidik” (kata kerja, verb) yang
artinya memelihara dan memberi latihan (ajaran, pimpinan)
mengenai akhlak dan kecerdasan pikiran. Adapun pendidikan, yang
merupakan bentuk kata benda (noun) memiliki arti hal (perbuatan,
cara, dan sebagainya) mendidik.
95
Dalam kamus lain, pendidikan
diartikan sebagai bimbingan, didikan, edukasi, kuliah, kursus,
pelajaran, pelatihan, pembelajaran, pemeradaban, pembibitan,
pemeliharaan, pencerahan, pengajaran, pengasuhan,
penggemblengan, penggodokan, sekolah, tarbiyah, dan tuntunan.
96

Dalam bahasa Inggris, kata pendidikan disebut education.
Setidaknya ada tiga makna yang terkandung dalam kata education.
Pertama, pengembangan dalam ilmu pengetahuan atau keterampilan
melalui pengajaran atau belajar (development in knowledge, or skill, by
teaching, or study). Kedua, pengetahuan atau keterampilan yang
dikembangkan dengan pengajaran atau belajar (knowledge or skill,
developed by teaching, or study). Dan ketiga, sains atau seni yang
berkaitan dengan pengajaran dan pembelajaran (science or art that
deals with teaching and learning).
97
Pada intinya, education di sini

95
Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 352.
96
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Tesaurus Bahasa Indonesia,
(Jakarta: Pusat Bahasa, 2008), 134.
97
Cynthia A. Barnhart, The Facts On File Student’s Dictionary of American English, (New
York: Facts on File, Inc., 2008), 205.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 25
berarti aktivitas pengembangan ilmu, keterampilan dan seni yang tidak
terlepas dari pengajaran dan pembelajaran.
Menurut Kholid bin Hamid al Hazimi, kata pendidikan
(tarbiyyah) secara bahasa memiliki lima pengertian, yaitu, perbaikan
(al ishlah), tumbuh dan bertambah (an nama’ waz ziyadah),
berkembang (nasya’a), mengatur dan menguasai (saasah wa
tawallat), serta yang terakhir pengajaran (at ta’lim).
98
Adapun secara
istilah, menurutnya, pendidikan memiliki konotasi (muradif) dengan
istilah perbaikan (al ishlah) lawan dari rusak (al fasad), adab (at
ta’dib), membetulkan atau memperbaiki atau membersihkan (at
tahdzib), membersihkan (ath thathhir), mensucikan (at tazkiyyah),
dan kesempurnaan (at tanasysyuah/at tamam).
99

Lebih lanjut, ia mengatakan, bahwa dalam Al-Qur’an,
100
kata
pendidikan (tarbiyyah) memiliki dua makna; pertama, kebijaksanaan
(al hikmah), ilmu dan pengajaran (al ‘ilm wat ta’lim) sebagaimana
yang termuat dalam surat al-‘Imran ayat 79, dan kedua, perhatian,
pengawasan serta perlindungan (ar ri’ayah) sebagaimana terkandung
dalam surat al-Isra ayat 24 dan asy-Syu’ara ayat 18.
Sedangkan menurut salah satu tokoh pendidikan sekaligus
ulama Indonesia, Hamka menyebutkan bahwa pendidikan adalah
pembentukan pribadi yang berbudi pekerti untuk mencapai kemajuan
bangsa dan kemuliaan.
101
Menurutnya, pendidikan adalah jalan
(wasilah) yang paling utama bagi kemajuan bangsa dan jalan untuk
mencapai kedudukan yang mulia.
102
Sedangkan menurut Moh. Natsir,
pendidikan adalah suatu pimpinan atau bimbingan jasmani dan rohani
yang menuju kesempurnaan dan lengkapnya sifat manusia dalam arti
sesungguhnya.
103


3. Definisi Pendidikan Karakter

98
Kholid bin Hamid al Hazimi, Ushul at Tarbiyyah al Islamiyyah, (Riyadh: Dar ‘Alam
al Kutub, 1420), 17-18.
99
Kholid bin Hamid al Hazimi, Ushul at Tarbiyyah al Islamiyyah..., 23-24.
100
Kholid bin Hamid al Hazimi, Ushul at Tarbiyyah al Islamiyyah..., 18-19.
101
Hamka, Lembaga Hidup (Jakarta: Pustaka Panjimas, 1997, cet. Ke- 11), 257.
102
Hamka, Lembaga Hidup…, 257.
103
Moh. Natsir, Kapita Selekta (Jakarta: Bulan Bintang, 1973, Cet. Ke-III), 82.

26 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
Melalui pengertian pendidikan dan karakter di atas, maka apabila
kedua kata tersebut dipadukan menjadi pendidikan karakter maka
dimaknai dengan suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada
warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran, atau
kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan,
maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.
104

Berdasarkan pengertian di atas, pendidikan karakter diartikan
sebagai sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada peserta didik
sehingga mereka menerapkan dalam kehidupannya baik di keluarga,
sekolah, masyarakat, dan negara sehingga dapat memberikan
kontribusi yang positif kepada lingkungannya.
105

Secara historis, pendidikan karakter mulai dikenalkan sejak
tahun 1900-an. Thomas Lickona dianggap sebagai pengusungnya,
terutama ketika ia menulis buku yang berjudul The Return of
Character Education dan kemudian disusul bukunya, Educating for
Character: How Our School Can Teach Respect and Responsibility.
106

Melalui kedua buku tersebut, ia menyadarkan dunia Barat akan
pentingnya pendidikan karakter. Pendidikan karakter menurut
Thomas Lickona mengandung tiga unsur pokok, yaitu mengetahui
kebaikan (knowing the good), mencintai kebaikan (desiring the good),
dan melakukan kebaikan (doing the good).
107

Pendidikan karakter menurut Samawi dan Hariyanto adalah
proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi
manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga,

104
Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2011), 46.
105
Agus Wibowo, Pendidikan Karakter: Strategi Membangun Karakter Bangsa
Berperadaban, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), 36.
106
Buku ini menjadi best seller dan diterjemahkan ke berbagai bahasa, termasuk
bahasa Indonesia dan dijadikan buku wajib bagi mahasiswa di Universitas Pendidikan
Indonesia Bandung. Lebih lanjut lihat Thomas Lickona, Educating for Character: Mendidik
Untuk Membentuk Karakter, terj. Juma Wadu Wamaungu dan Editor Uyu Wahyuddin dan
Suryani, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 11.
107
Thomas Lickona, Educating for Character: How Our Schools Can Teach Respect And
Responsibility (New York: Bantam Books, 1991), 6-9.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 27
dan rasa.
108
Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai pendidikan
nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak,
yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk
memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan
mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan
sepenuh hati.
Pendidikan karakter dapat pula dimaknai sebagai upaya yang
terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli, dan
menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai
insan kamil. Pendidikan karakter juga dapat dimaknai sebagai suatu
sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang
meliputi komponen pengetahuan, kesadaran, atau kemauan, dan
tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut dengan baik
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan,
maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insan kamil.
Penanaman nilai kepada warga sekolah maknanya bahwa pendidikan
karakter baru akan efektif jika siswa, para guru, kepala sekolah,dan
tenaga non pendidik di sekolah terlibat dalam praktik pendidikan
karakter.

B. Tujuan Pendidikan Karakter
Sesuai dengan fungsi pendidikan nasional, pendidikan karakter
dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa.
Tujuan pendidikan karakter dilakukan dalam rangka mencapai
tujuan pendidikan nasional yaitu untuk berkembang potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.
109
Abdul Majid dan Dian Andayan menyatakan bahwa tujuan
pendidikan karakter adalah “merubah manusia menjadi lebih baik

108
Samawi dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter. (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2011), 45.
109
Kemendiknas, Desain Induk Pendidikan Karakter (Jakarta, 2010), 5.

28 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
dalam pengetahuan, sikap, keterampilan”.
110
Pendidikan berfungsi
untuk menciptakan manusia cerdas dalam aspek intelektual, dan
aspek afektif. Dengan demikian, manusia cerdas secara intelektual
dalam penerapan intelektualnya dapat dilakukan secara cerdas dan
beretika agar segala intelektual yang dimiliki dapat digunakan untuk
kebaikan baik untuk diri sendiri maupun kepeda orang lain.
Oleh karena pendidikan karakter merupakan program dari
pemerintah, tentunya pendidikan karakter ini tidak dapat dilepaskan
dari tujuan. Adapun tujuan pendidikan karakter yang diharapkan
KementerianPendidikan Nasional adalah sebagai berikut:
1. Mengembangkan potensi kalbu/nurani/afektif peserta didik
sebagai manusia dan warga negara yang memiliki nilai-nilai
budaya dan karakter bangsa.
2. Mengembangkan kebiasaan dan perilaku peserta didik yang
terpuji dan sejalan dengan nilai-nilai universal dan tradisi budaya
bangsa yang religius.
3. Menanamkan jiwa kepemimpinan dan tanggung jawab peserta
didik sebagai generasi penerus bangsa.
4. Mengembangkan kemampuan peserta didik menjadi manusia
yang mandiri, kreatif, berwawasan kebangsaan.
5. Mengembangkan lingkungan kehidupan seko lah sebagai
lingkungan belajar yang aman, jujur, penuh kreativitas dan
persahabatan, serta dengan rasa kebangsaan yang tinggi dan
penuh kekuatan (dignity).
111

C. Nilai–Nilai Karakter
Nilai - nilai luhur yang ada di dalam karakter adat istiadat dan
budaya, jika bangsa Indonesia kita. Telah dirangkum dan dikaji
menjadi sesuatu yang kompleks dan menyatu. Hal ini terangkum dan
diinternalisasikan terhadap generasi bangsa melalui pendidikan
karakter. Berikut tabel daftar nilai yang ada didalam pendidikan
karakter yang dimaksud. Nilai-nilai yang diinternalisasikan dalam

110
Abdul Majid, Perencanaan Pembelajaran (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2011), 30.
111
Kementerian Pendidikan Nasional, Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter
Bangsa, Jakarta tahun 2010. Lihat juga dalam Sri Wahyuni dan Abd. Syukur, Perencanaan
Pembelajaran Bahasa Berkarakter (Bandung: PT. Refika Aditama, 2012), 4.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 29
pendidikan karakter menurut Undang-undang No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
112


NO NILAI DESKRIPSI
1 Religius Sikap dan perilaku yang patuh dalam
melaksanakan ajaran agama lain,
toleran terhadap pelaksanaan ibadah
agama lain, dan hidup rukun dengan
pemeluk agama.
2 Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya
menjadikan dirinya sebagai orang yang
selalu dapat dipercaya dalam
perkataan, tindakan, dan pekerjaan.
3 Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai
perbedaan agama, suku, etnis,
pendapat, sikap dan tindakan orang
yang berbeda dari dirinya.
4 Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku
tertib dan patuh pada berbagai
ketentan dan peraturan.
5 Kerja Keras Perilaku yang menunjukkan upaya
sungguh-sungguh dalam mengatasi
berbagai hambatan belajar dan tugas,
serta menyelesaikan tugas dengan
sebaik-baiknya.
6 Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk
menghasilkan cara atau hasil baru dari
sesuatu yang telah dimiliki.
7 Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah
tergantung pada orang lain dalam
menyelesaikan tugas-tugas.
8 Demokratis Cara berfikir, bersikap dan bertindak
yang menilai sama hak dan kewajiban
dirinya dan orang lain.
9 Rasa Ingin
Tahu
Sikap dan tindakan yang selalu
berupaya untuk mengetahui lebih
mendalam dan meluas dari sesuatu
yang dipelajarinya, dilihat, dan
didengar

112
Agus Wibowo, Manajemen Pendidikan Karakter DiSekolah …,11. -14.

30 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
NO NILAI DESKRIPSI
10 Semangat
Kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berbuat
yang menunjukkan kesetiaan,
kepedulian bangsa, dan negara di atas
kepentingan diri dan kelompoknya.
11 Cinta Tanah
Air
Cara berpikir, bersikap dan berbuat
yang menunjukkan kesetiaanm
kepedulian dan penghargaan yang
tinggi terhadap bangsa, lingkungan
fisik, sosial, budaya, ekonomi dan
politik bangsa.
12 Menghargai
Prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong
dirinya untuk menghasilkan sesuatu
yang berguna bagi masyarakat dan
mengakui, serta menghormati
keberhasilan orang lain.
13 Bersahabat/
Komunikatif
Tindakan yang memperlihatkan rasa
senang berbicara, bergaul, dan bekerja
sama dengan orang lain.
14 Cinta Damai Sikap, perkataan dan tindakan yang
menyebabkan orang lain merasa
senang dan aman atas kehadiran
dirinya.
15 Gemar
Membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk
membaca berbagai bacaan yang
memberikan kebajikan bagi dirinya.
16 Peduli
Lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu
berupaya mencegah kerusuhan pada
lingkungan alam di sekitarnya dan
mengembangkan upaya-upaya untuk
memperbaiki kerusakan alam yang
sudah terjadi.
17 Peduli Sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin
memberi bantuan pada orang lain dan
masyarakat yang membutuhkan.
18 Tanggung
Jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk
melaksanakan tugas dan kewajibannya,
yang seharusnya dia lakukan, terhadap
diri sendiri, masyarakat, lingkungan
(alam, sosial dan budaya, negara dan
Tuhan Yang Maha Esa.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 31
1. Komponen dan Desain Pendidikan Karakter
Dilihat dari segi komponennya, pendidikan karakter dalam
pandangan Thomas Likcona menekankan pentingnya tiga komponen
karakter yang baik (components of good character) yaitu moral
knowing atau pengetahuan tentang moral, moral feeling atau perasaan
tentang moral dan moral action atau perbuatan bermoral.
113

Kemudian dalam desain pelaksanaan pendidikan karakter,
menurut Doni Koesoma setidaknya memiliki tiga desain, yakni:
pertama, desain pendidikan karakter berbasis kelas. Desain ini berbasis
pada hubungan guru sebagai pendidik dan siswa sebagai pembelajar di
dalam kelas. Konteks pendidikan karakter adalah proses hubungan
komunitas kelas dalam konteks pembelajaran. Relasi antara guru
dengan pembelajar bukan monolog, melainkan dialog dengan banyak
arah. Kedua, desain pendidikan karakter berbasis kultur sekolah.
Desain ini membangun budaya sekolah yang mampu membentuk
karakter anak didik dengan bantuan pranata sosial sekolah agar nilai
tertentu terbentuk dan terbatinkan dalam diri siswa. Ketiga, desain
pendidikan karakter berbasis komunitas. Dalam mendidik, komunitas
sekolah negeri maupun swasta tidak berjuang sendirian. Kalau ketiga
komponen dengan baik, maka akan terbentuk karakter bangsa yang
kuat.
114

Secara proses, pendidikan karakter merupakan keseluruhan
proses pendidikan yang dialami peserta didik sebagai pengalaman
pembentukan kepribadian melalui memahami dan mengalami sendiri
nilai-nilai, keutamaan moral, nilai-nilai ideal agama, nilai-nilai
moral.
115
Dalam pendidikan karakter di sekolah, semua komponen
(pemangku pendidikan) dilibatkan untuk mendukung pendidikan
karakter di sekolah.


113
Thomas Lickona, Educating for Character: Mendidik Untuk Membentuk Karakter…., 6-
9..
114
Doni Koesoema, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global,
(Jakarta: Grasindo, 2007), 2.
115
Aris Shoimin, Guru Berkarakter untuk Implementasi Pendidikan Karakter, (Yogyakarta:
Gava Media, 2014), 29.

32 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
D. Pentingnya Pendidikan Bagi Guru, Murid dan Institusi Pendidikan
dalam Menyelusuri Makna Pendidikan Karakter
Fenomena merosotnya karakter bangsa di tanah air ini dapat
disebabkan lemahnya pendidikan karakter dalam meneruskan nilai-
nilai kebangsaan pada generasi. Keadaan bangsa ini sangat rapuh,
penuh dengan ketidakjujuran, kecurangan, dan juga ketidakadilan
dalam berbagai bidang politik, sosial, termasuk bidang pendidikan.
Kecurangan pendidikan misalnya adanya bantuan kepada siswa pada
saat ujian nasional berupa jawaban yang diberikan sekolah. Hal ini
dilakukan pihak manajemen sekolah karena mereka takut reputasi
sekolah mereka menjadi buruk. Mereka beranggapan bahwa sekolah
yang bagus adalah sekolah yang tingkat kelulusan peserta didiknya
mencapai 98%-100%. Tentunya tindakan ini tidak menggambarkan
karakter yang baik dan bisa membangun, membangkitkan bangsa ini
dari keterpurukan. Salah satu solusi yang diharapkan dapat
membenahi setiap kekurangan tersebut maka digalakkanlah
pendidikan karakter.
Di Indonesia pelaksanaan pendidikan karakter saat ini memang
dirasakan mendesak. Gambaran situasi masyarakat bahkan situasi
dunia pendidikan di Indonesia menjad i motivasi pokok
pengarusutamaan (mainstreaming) implementasi pendidikan
karakter di Indonesia. Pendidikan karakter di Indonesia dirasakan
amat perlu pengembangannya bila mengingat makin meningkatnya
tawuran antar pelajar, serta bentuk-bentuk kenakalan remaja lainnya
terutama dikota-kota besar.
116
Melihat hal tersebut, penting sekali
adanya tindakan yang efektif, baik dari guru, murid itu sendiri dan
instritusi pendidikan, untuk membangun karakter siswa yang sesuai
dengan tujuan pendidikan, sehingga fenomena-fenomena yang kurang
baik dari karakter siswa dapat diselesaikan.
1. Pendidikan Bagi Guru
Setiap guru penting merumuskan segala sesuatu yang akan
diajarkan kepada anak didiknya. Kriteria bagi seorang guru yang
ideal adalah selalu mampu mengatasi kondisi siswa baik dalam

116
Muchlas Samani & Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter (Bandung:
PT. Remaja Rosdakarya, 2013), 2.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 33
kelemahan materi ataupun subjek pesertanya. Pada proses
pembelajaran memposisikan guru berperan besar dan strategis.
Dengan kualitas guru yang dimiliki akan memiliki kompetensi
lulusan pendidikan yang dapat dijamin sehingga mampu
mengembangkan secara mandiri.
117

2. Peran Guru sebagai Pendidik
Pendidik adalah orang yang melaukan kegiatan dalam bidang
mendidik.Pendidik dalam bahasa Inggris disebut teacher, dalam
bahasa Arab disebut Ustadz, Mudarris, Mu’alim, dan Mu’adib.
Dalam literatur lainnya kita mengenal guru, dosen, pengajar, tutor,
educator dan lain sebagainya. Beberapa kata di atas secara
keseluruhan kata tersebut mengacu pada seseorang yang
memberikan pengetahuan, keterampilan atau pengalaman kepada
orang lain. Namun kata yang sering kita dengar yaitu guru.
118

Proses pembelajaran, guru tidak hanya menjalankan fungsi alih
ilmu pengetahuan, tetapi juga berfungsi menanamkan nilai serta
membangun karakter siswa secara berkelanjutan dan
berkesinambungan.
119

Pada Peraturan Pemerintah No. 74 Tahun 2008 tentang
Guru Pasal 1 ayat (1) dijelaskan bahwa;

Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak
usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan
pendidikan menengah.
120


Oleh karena itu, guru sebagai pendidik profesional
mempunyai fungsi, peran, dan kedudukan yang sangat strategis.
Guru sebagai tenaga profesional mempunyai visi terwujudnya
penyelenggaraan pembelajaran sesuai dengan prinsip-prinsip

117
Moh. Roqib, Kepribadian Guru, (Purwokerto: STAIN Press, 2011), 185.
118
Muchlas Samani dan Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter..., 37.

119
Binti Maunah, Sosiologi Pendidikan, (Yogyakarta: Kalimedia, 2016), 150.
120
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. Jakarta: Pemerintah Republik Indonesia.

34 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
profesionalitas untuk memenuhi hak yang sama bagi setiap warga
negara dalam memperoleh pendidikan yang bermutu.

3. Peran Instansi Pendidikan
Pada struktur sosial sekolah, kepala sekolah menduduki posisi
yang paling tinggi dan pesuruh berkedudukan yang paling rendah.
Sementara itu, dalam kelas guru mempunyai kedudukan yang
lebih tinggi dari murid. Struktur itu memungkinkan sekolah
menjalankan fungsinya sebagai lembaga edukatif dengan baik.
Masing-masing mempunyai kedudukan tertentu dan menjalankan
peranan seperti yang diharapkan kedudukan itu.
121

Pendidikan merupakan sebuah proses yang membantu
menumbuhkan, mengembangkan, mendewasakan, membuat yang
tidak tertata atau liar menjadi semakin tertata, semacam proses
penciptaan sebuah kultur dan tata keteraturan dalam diri ataupun
dalam diri orang lain. Selain merupakan semacam proses
domestifikasi, pendidikan juga berarti proses pengembangan
berbagai macam potensi yang ada dalam diri manusia seperti
kemampuan akademik, relasional, bakat -bakat, talenta,
kemampuan fisik, atau daya-daya seni.
122
Sebagai bagian upaya
membangun karakter bangsa, maka pendidikan karakter
merupakan suatu keharusan. Karakter ialah tabiat, watak, sifat-
sifat kejiwaan, akhlak, atau budi pekerti yang membedakan
seseorang daripada yang lain.
123

Karakter adalah sifat utama yang terukir, baik pikiran, sikap,
perilaku, maupun tindakan, yang melekat dan menyatu kuat pada
diri seseorang, yang membedakannya dengan orang lain. Menurut
Moenier, sebagaimana dikutip Doni Koesoema, bahwa karakter
dapat dilihat dari dua hal, Pertama, sebagai sekumpulan kondisi
yang telah diberikan begitu saja, atau telah ada begitu saja yang
lebih kurang dipaksakan dalam diri manusia. Karakter yang

121
I Wayan Suwatra, Sosiologi Pendidikan (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2014), 55-56.
122
Doni Koesuma, Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak di Zaman Global
(Jakarta: Grasindo, 2010), 53.
123
Bandingkan dengan Eko Endarmoko, Tesaurus Bahasa Indonesia (Jakarta:
Gramedia Utama, 2008), 290.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 35
demikian ini dianggap sesuatu yang telah ada dari sananya (given).
Kedua, karakter juga bisa dipahami sebagai tingkat kekuatan
melalui mana seseorang individu mampu menguasai kondisi
tersebut. Karakter yang seperti ini disebutnya sebagai sebuah
proses yang dikehendaki (willed).
124
Dengan demikian, karakter
adalah nilai-nilai endapan pengalaman, pembiasaan, dan
pengaruh lingkungan, dipadukan dengan nilai-nilai intrinsik
dalam diri manusia yang mendarah daging yang mendasari
pemikiran, sikap, perilaku secara sadar, dan bebas. Orang yang
berkarakter dengan demikian seperti seseorang yang membangun
dan merancang masa depannya sendiri. Ia tidak mau dikuasai oleh
kondisi kodrati yang menghambat perkembangannya. Sebaliknya
ia menguasainya, bebas mengembangkannya demi kesempurnaan
kemanusiaan dan spiritualnya. Itulah manusia berkarakter kuat-
positif.

4. Peran Guru dalam membentuk Karakter Siswa
Di dalam situasi formal, yakni dalam usaha guru mendidik dan
mengajar anak dalam kelas, guru harus sanggup menunjukan
kewibawaan dan otoritasnya. Artinya, ia harus mampu
mengendalikan, mengatur, dan mengontrol kelakuan anak. Kalau
perlu, ia dapat menggunakan kekuasaanya untuk memaksa anak
untuk belajar, menyelesaikan tugasnya, atau mematuhi aturan.
125

Dengan kemampuan yang dimiliki, guru menjadi orang tua di
dalam sekolah sehingga pembentukan karakter akan berjalan
dengan lancar dan siswa mengikuti aturan sekolah. Guru
membantu peserta didik yang sedang berkembanguntuk
mempelajari sesuatu yang belum diketahuinya, membentuk
kompetensi, dan memahami materi standar yang dipelajari.
Perkembangan teknologi mengubah peran guru dari pengajar yang
bertugas menyampaikan materi pelajaran menjadi fasilitator yang
bertugas memberikan kemudahan dalam belajar.

124
Doni Koesuma, Pendidikan Karakter, 90-91.
125
I Wayan Suwatra, ....,66

36 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
Hal ini dimungkinkan karena perkembangan teknologi
menimbulkan banyak buku dengan harga relatif murah. Kegiatan
belajar peserta didik dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti
motivasi, kematangan, hubungan peserta didik, rasa aman, dan
keterampilan guru dalam berkomunikasi. Apabila faktor tersebut
dipenuhi, maka pembelajaran akan berlangsung dengan baik.
Untuk itu, terdapat beberapa hal yang perlu dilakukan guru dalam
pembelajaran yaitu membuat ilustrasi, mendefinisikan,
menganalisis, mensintesis, bertanya, merespon, mendengarkan,
menciptakan kepercayaan, memberikan pandangan yang
bervariasi, menyediakan media untuk mengkaji materi standar,
menyesuaikan metode pembelajaran, memberikan nada
perasaan.
126

Guru dapat diibaratkan sebagai pembimbing perjalanan, yang
berdasarkan pengetahuan dan pengalamannya bertanggung jawab
atas kelancaran perjalanan itu. Dalam hal ini, istilah perjalanan
tidak hanya menyangkut fisik tetapi juga perjalanan mental,
emosional, kreativitas, moral, dan spiritual yang lebih dalam dan
kompleks. Guru memerlukan kompetensi yang tinggi untuk
melaksanakan perannya sebagai pembimbing, yaitu sebagai
berikut.
1. Guru harus merencanakan tujuan dan mengidentifikasi
kompetensi yang hendak dicapai. Tugas guru adalah
menetapkan apa yang telah dimiliki peserta didik sehubungan
dengan latar belakang dan kemampuannya, serta kompetensi
apa yang mereka diperlukan untuk dipelajari dalam mencapai
tujuan. Untuk merumuskan tujuan, guru perlu melihat dan
memahami seluruh aspek perjalanan.
2. Guru harus melihat keterlibatan peserta didik dalam
pembelajaran dan yang paling penting bahwa peserta didik
melaksanakan kegiatan belajar itu tidak hanya secara
jasmaniah, tetapi mereka harus terlibat secara psikologis.

126
Badariah, Integrasi Pendidikan Karakter dan Peran Guru di Sekolah, Jurnal (Edu-Bio;
Vol. 3, Tahun 2012), 36-37.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 37
3. Guru harus memaknai kegiatan belajar. Hal ini mungkin
merupakan tugas yang paling sukar tetapi penting, karena
guru harus memberikan kehidupan dan arti terhadap kegiatan
belajar mengajar.
4. Guru harus melaksanakan penilaian. Penilaian yang
dilakukan harus mencakup selurus proses kegiatan belajar
mengajar.
127

5. Interaksi sosial institusi pendidikan sekolah dalam
membangun karakter siswa
Dalam membentuk karakter siswa, interaksi sosial dalam
institusi pendidikan memiliki peran penting, baik interaksi antara
guru dengan kepala sekolah, guru dengan murid, dan interaksi
guru dengan guru lain dan karyawan. Dari interaksi interaksi
itulah yang nantinya menjadi sebuah lingkungan sosial pendidikan
yang berkarakter, seperti;
1. Interaksi guru dengan kepala sekolah
Kepala sekolah merupakan pimpinan tertinggi dalam
sebuah lembaga pendidikan. Kepala seolah bertanggungjawab
atas kegiatan dalam sekolah dan ke luar sekolah. Bertanggung
jawab ke dalam artinya bahwa semua kegiatan yang
diselenggarakan oleh sekolah, baik berkenaan dengan
kurikulum maupun di luar kurikulum sepenuhnya menjadi
tanggung jawab kepala sekolah. Pembinaan guru, pegawai tata
usaha, dan murid juga menjadi tanggung jawab kepada
sekolah. Ketika kepala sekolah berhubungan baik dengan guru
maka nantinya dalam proses munuju visi dan misinya akan
efektif. Dalam hal ini maka terciptalah suasana yang mampu
membangun karakter siswa.
2. Interaksi Guru dengan Murid
Di dalam situasi formal, guru dapat mengendurkan
hubungan formal dan jarak sosial, misalnya sewaktu rekreasi,
berolahraga, berpiknik atau kegiatan lainnya. Murid-murid
menyukai guru yang pada waktu-waktu demikian dapat
bergaul dengan lebih akrab dengan mereka, sebagai manusia

127
Badariah, Integrasi Pendidikan Karakter dan Peran Guru di Sekolah, Jurnal, ...37.

38 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
terhadap manusia lainnya, dapat tertawa dan bermain lepas
dari kedok formal. Jadi guru hendaknya dapat menyesuaikan
peranannya menurut situasi sosial yang dihadapinya. Akan
tetapi, bergaul dengan murid secara akrab sebagai sahabat
dalam situasi belajar dalam kelas akan menimbulkan kesulitan
disiplin bagi murid.
128

Mengenai hal inilah, gunanya pendidikan karakter bagi
murid untuk membentuk karakter kedisiplinan dari murid
atau peserta didik. Point b, terkait interaksi guru dengan
murid pasti akan terjalin keakraban dengan indikasi
kesopanan atau kedisiplinan murid di dalam situasi belajar
akan ada hal yang terkendala seperti tidak sopan. Jika
penyampaian pendidikan karakter diberikan dengan baik dan
diimplementasikan oleh peserta didik maka dengan situasi
apapun dan dengan siapapu n tetap bersikap dengan
begitupun sebaliknya, jika implementasi pendidikan karakter
tidak disampaikan dengan baik dan peserta didik tidak
mengaktualisasikan maka yang terjadi moral menjadi tidak
baik. Karakter memang tidak dapat diubah, karena itu menjadi
ciri khas dari seseorang, tetapi dengan adanya pendidikan
karakter kepribadian seseorang dapat dibentuk.


128
Naution, Sosiologi Pendidikan (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2009), 94.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 39



Bagian III
SOSIALISASI MASYARAKAT MUSLIM
DAN NON MUSLIM DALAM
MENGHADAPI KEBUDAYAAN ADAT
ISTIADAT DI MASYARAKAT



Sosialisasi selalu menjadi bagian penting dalam menjalani setiap detail
kehidupan. Sosialisasi yang pertama itu terjadi di dalam anggota
keluarga. Sosialisasi yang terjadi di dalam keluarga seperti sosialisasi
yang terjalin antara ibu dan anak, ayah dengan anak-anaknya, ayah
dengan ibu dan lain sebagainya. Secara lebih menyeluruh sosialisasi
tidak hanya terjalin di dalam keluarga namun juga terjalin di
lingkungan luar seperti masyarakat, sekolah dan tempat tinggal.
Lingkup masyarakat seperti masyarakat muslim dan non muslim yang
mempunyai begitu banyak kebudayaan dan adat istiadat. Sehingga di
sini dituntut untuk dapat bersosialisasi dengan baik. Sosialisasi secara
umum adalah terkait suatu perbuatan dalam lingkup kemasyarakatan.
Sosialisasi adalah proses yang dilakukan melalui bimbingan kepada
individu yang diberikan melalui dunia sosial, sosialisasi yang dilakukan
melalui cara seperti mendidik individu dalam hal kebudayaan untuk
dapat dimiliki dan diikuti, hal yang dilakukan ini bertujuan agar
menjadi individu atau kelompok yang baik dalam berbagai hal yang
umum atau khusus sehingga intinya sosialisasi mempunyai artian
yang sama dengan pendidikan.
129
Buku ini akan lebih detail membahas

129
S. Nasution, Sosiologi Pendidikan ( Jakarta: Bumi Aksara, 2009), 126.

40 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
tentang sosioalisasi masyarakat muslim dan non muslim dalam
menghadapi kebudayaan dan adat istiadat yang berkembang di tengah
masyarakat. Antara kebudayaan dan agama itu mempunyai sisi seperti
kebudayaan bukan bagian dari agama tetapi agama tidak bisa
dijauhkan dari kebudayaan.

A. Pengertian Sosialisasi
Nasution di dalam bukunya yang berjudul sosiologi pendidikan
memberikan penjelasan terkait sosialisasi. Sosialisasi yang digagas oleh
Nasution yaitu tentang proses yang dilakukan melalui bimbingan
kepada individu yang diberikan melalui dunia sosial, sosialisasi yang
dilakukan melalui cara seperti mendidik individu dalam hal
kebudayaan untuk dapat dimiliki dan diikuti, hal yang dilakukan ini
bertujuan agar menjadi individu atau kelompok yang baik dalam
berbagai hal yang umum atau khusus sehingga intinya sosialisasi
mempunyai artian yang sama dengan pendidikan.
130

Sosialisasi menjadi akar utama dalam hidup bermasyarakat yang
nantinya akan dibutuhkan ketika menjalani hidup. Tanpa adanya
sosialisasi hidup seseorang atau individu akan mengalami
kemunduran dan tidak berkembang. Sosialisasi menjadi begitu penting
dikarenakan sosialisasi menjadi salah satu objek penting dalam proses
yang dibutuhkan oleh kehidupan manusia.
131
Adanya sosialisasi
menjadikan seseorang dapat mengembangkan diri dalam berperilaku
dan bersikap dengan baik melalui peran yang akan diperankan.
132

Makna sosialisasi dari beberapa Sosiolog yang menyebutkan
bahwa artian sosialisasi sebagai suatu teori tentang titik peran yang ada
di dalam diri seseorang yang nantinya peranan itu akan di perankan di
dalam masyarakat melalui lingkungan yang ada.
133
Makna lain dari
sosialisasi yaitu sebuah proses yang membicarakan tentang
pembelajaran individu, pembelajaran yang berisikan kebudayaan yang

130
S. Nasution, Sosiologi..., 126.
131
S. W. Septiarti et. al, Sosiologi dan Antropologi Pendidikan (Yogyakarta: UNY Press,
2017), 101.
132
S. W. Septiarti et. al, Sosiologi dan Antropologi..., 101
133
Tjipto Subadi, Sosiologi (Surakarta: BP- FKIP UMS, 2008), 19.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 41
ada di dalam masyarakat sehingga dapat berperan dengan baik sebagai
salah satu bagian dari anggota masyarakat.
134

Proses yang ada di dalam sosialisasi dalam buku ini akan
diuraikan melalui pendapat Abu Ahmadi.
135

Pertama, proses sosialisasi adalah proses belajar, yaitu suatu
proses yang berisikan akomodasi di mana individu menahan,
mengubah implus-implus dalam dirinya dan mengambil alih cara
hidup atau kebudayaan masyarakat. Kedua, dalam proses sosialisasi
individu mempelajari kebiasaan, sikap, ide-ide, pola-pola nilai dan
tingkah laku, dan standar tingkah laku dalam masyarakat di mana dia
hidup. Ketiga, semua sikap dan kecakapan yang dipelajari dalam proses
sosialisasi itu disusun dan dikembangkan sebagai suatu kesatuan
sistem dalam diri pribadi.
Sosialisasi yang ada akan membentuk kepribadian. Sosialisasi
menjadi begitu penting di dalam proses kehidupan. Sosialisasi yang
pertama kali dipelajari yaitu sosialisasi yang ada di dalam keluarga
tentang cara bersikap, berbicara, berperilaku, norma serta budaya.
Semua hal ini menjadi dasar di dalam proses pengembangan
sosialisasi. Sosialisasi dapat dilakukan melalui dua interaksi, yaitu
interaksi secara langsung maupun tidak langsung, sosialisasi juga
berperan sebagai media untuk membantu individu di dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
136
Salah satu kebutuhan
yang ada di dalam sektor pendidikan adalah pada aspek edukatif, aspek
edukatif bisa didapatkan bisa didapatkan oleh peserta didik ketika
peserta didik bersosialisasi.
137

Sosialisasi yang ada akan lebih mengisyaratkan satu benang
merah yaitu dari setiap individu yang melakukan sosialisasi akan
secara langsung berupaya mengkondisikan hidupnya untuk berada di

134
Zaitun, Sosiologi Pendidikan Teori dan Aplikasinya (Pekanbaru: Kreasi Edukasi,
2016), 88.
135
Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan (Yogyakarta: Rineka Cipta, 1991), 157.
136
Binti Maubah, Sosiologi Pendidikan (Yogyakarta: Media Akademia, 2016), 96.
137
Anwar, “Paradigma Sosialiasi dan Kontribusinya Terhadap Pengembangan Jiwa
Beragama Anak”, Journal of Al- Maiyyah, 11, No. 01 ( Januari- Juni 2008), 66 (diakses 7 Mei
2020).

42 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
tengah-tengah masyarakat.
138
Tentunya di dalam sosialisasi yang
dilakukan oleh seseorang akan dengan cepat beradaptasi dengan
tempat di mana ia akan bersosialisasi.
139
Misalnya ketika seseorang
berada dalam lingkungan budaya Jawa terkait budaya Slametan,
tentunya seseorang itu harus mampu beradaptasi dan menyesuaikan
diri dengan kebudayaan tersebut. Contoh lainnya seperti lingkungan
dan tempat kerja yang baru dengan orang baru dan karyawan yang baru
hal ini bahkan menuntut seseorang untuk dapat berkomunikasi dan
bergaul dengan anggota karyawan yang lain.
Melalui proses sosialisasi yang ada itulah setiap individu “
masyarakat” untuk dapat belajar memahami serta men getahui
bagaimana tingkah laku budi pekerti yang boleh dilakukan dan tidak
boleh dilakukan.
140
Hal ini dipertegas oleh pendapat dari Abdul Syani,
bahwasanya sosialisasi merupakan rangkaian kegiatan belajar yang
akan dilakukan oleh seseorang untuk dapat bertingkah laku dan
berbuat melalui ketentuan yang sudah ada dan ketentuan yang ada
tersebut sudah diakui di dalam tatanan masyarakat secara
keseluruhan.
141

Ketika melakukan sosialisasi, pada dasarnya sama saja dengan
melakukan beberapa kegiatan di antaranya yaitu seperti penghayatan,
pengenalan mengenai norma, etika, budaya serta nilai yang berlaku di
lingkungan masyarakat.
142
Inilah yang akan membentuk kepribadian
melalui pembelajaran sikap dalam bersosialisasi.
143
Ketika melakukan
sosialisasi, penyesuaian yang ada ketika bersosialisasi yaitu mencakup
penyesuaian dalam bentuk seperti ide, sikap, pola-pola hubungan
sosial, kebiasaan dan cara bertingkah laku.
144
Beragam hal yang dapat
di jumpai di dalam bersosialisasi yaitu seperti kebudayaan, misalnya,

138
Anwar, “Paradigma Sosialiasi dan Kontribusinya Terhadap Pengembangan..., 67.
139
Anwar, “ Paradigma Sosialiasi dan Kontribusinya Terhadap Pengembangan..., 67
140
J. Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, Sosiologi Teks Pengantar Terapan edisi ke 2 (
Jakarta: Prenada Media Group, Cet.III, 2007), 74.
141
Abdul Syani , Sosiologi Skematika Teori dan Terapan ( Jakarta: Bumi Aksara, Cet.
III,.2007), 57.
142
Anwar, “ Paradigma Sosialiasi dan Kontribusinya Terhadap Pengembangan...,68.
143
Anwar, “Paradigma Sosialiasi dan Kontribusinya Terhadap Pengembangan..., 68.
144
Anwar, “Paradigma Sosialiasi dan Kontribusinya Terhadap Pengembangan..., 68.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 43
tradisi keagamaan. Sosialiasi juga tidak hanya terjadi di dalam
masyarakat, tetapi juga terjadi di dalam lingkungan sekolah.
145


B. Tujuan Sosialiasi
Setelah mengetahui pemaparan tentang apa itu sosialisasi, poin
selanjutnya dalam bab ke lima dalam buku ini yaitu tentang tujuan dari
sosialisasi.
Tujuan sosialiasi secara khusus yaitu agar seseorang dapat
mentransmisikan nilai, norma, budaya dan dapat mengenal,
menyesuaikan seluruh tatanan peraturan yang ada di dalam
masyarakat di mana seseorang hidup sehingga dari hal tersebut dapat
menumbuhkan pembentukan kepribadian dan kekuatan yang ada di
dalam diri seseorang.
146

Tujuan sosialiasi secara umum mencakup 7 hal, di antaranya
sebagai berikut.
1. Untuk membantu individu di dalam mengendalikan fungsi-
fungsi yang berperan secara organik melalui tahapan dari latihan
kewaspadaan diri yang diwujudkan secara tepat untuk dapat
mencapai proses kesosialisasian di dalam membentuk bingkai
kepribadian seseorang.
147

2. Adanya sosialisasi memberikan kesadaran kepada seseorang
untuk dapat mampu menyadari bahwa seseorang harus menjadi
anggota atau bagian masyarakat yang baik dalam bertingkah
laku.
148

3. Sosialisasi juga memberikan pemahaman bahwa hakikat hidup
seseorang haruslah menjadi baik ketika berada di dalam
lingkungan masyarakat.
149
Dan juga agar setiap individu dapat
menyesuaikan diri dengan tingkah laku.
150


145
Anwar, “Paradigma Sosialiasi dan Kontribusinya Terhadap Pengembangan..., 68-69.
146
Anwar, “Paradigma Sosialiasi dan Kontribusinya Terhadap Pengembangan..., 72.
147
Zaitun, Sosiologi Pendidikan Teori..., 89.
148
Zaitun, Sosiologi Pendidikan Teori..., 89.
149
Zaitun, Sosiologi Pendidikan Teori..., 89.
150
Zaitun, Sosiologi Pendidikan Teori..., 89.

44 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
4. Tujuan sosialisasi yang keempat yaitu memberikan kesadaran
kepada seseorang di mana ia berada untuk dapat berbuat baik.
151

5. Tujuan sosialisasi yang kelima mencakup adanya sosialisasi dapat
bertujuan untuk memberikan keterampilan serta pengetahuan
yang dibutuhkan ketika berada di dalam lingkungan
masyarakat.
152

6. Sosialisasi bertujuan untuk dapat memberikan pengembangan
kemampuan dalam berkomunikasi seperti membaca, bercerita,
dan menulis.
153

7. Tujuan sosialisasi yang ketujuh yaitu keutuhan antar individu.
154


Perlu digarisbawahi bahwasanya tujuan sosialisasi akan tercapai
dan terlaksana manakala fungsi sosialisasi dapat tercapai dengan baik.
Fungsi tersebut yaitu dilihat dari sisi aspek kepentingan individu di sini
hari pentingnya yaitu individu dibentuk untuk dapat mengenal sejarah
keseluruhan norma, nilai, tatanan masyarakat, struktur sosial ke
semua hal tersebut untuk dapat memenuhi kewajiban yang diperlukan
oleh masyarakat.
155
Fungsi kedua yaitu terkait dengan sosialisasi dari
kacamata kepentingan masyarakat, di sini sosialisasi berperan sebagai
pelestarian, pewarisan yang sifatnya luas mengenai norma sosial,
sehingga, norma dan nilai tetap ada dari generasi ke generasi yang
lain.
156

Pemaparan di atas memberikan analisis singkat bahwasannya
sosialisasi yang paling utama dan pertama yaitu di dalam keluarga.
Setengah itu sosialisasi terjadi di dalam lingkungan sekolah, teman
sebaya, lingkungan tempat tinggal, lingkungan kerja, dan masyarakat.
Fokus sosialisasi dalam bab buku ini yaitu sosialisasi tentang
bagaimana cara menyikapi kebudayaan dan adat istiadat dari sisi
masyarakat muslim dan masyarakat non muslim.

151
Zaitun, Sosiologi Pendidikan Teori..., 89.
152
Zaitun, Sosiologi Pendidikan Teori..., 89.
153
Zaitun, Sosiologi Pendidikan Teori..., 89.
154
Zaitun, Sosiologi Pendidikan Teori..., 89-90.
155
Zaitun, Sosiologi Pendidikan Teori..., 88.
156
Zaitun, Sosiologi Pendidikan Teori..., 89.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 45
Mengartikan sosialisasi dapat dimaknai lebih dari satu sudut
pandang tergantung sudut pandang mana atau perspektif mana yang
digunakan. Jika dilihat dari sudut pandang sosialisasi media maka itu
bersifat sebagai media untuk mempromosikan sesuatu, misalnya untuk
mempromosikan suatu lembaga. Konteks yang ada di dalam buku ini
yaitu sosialisasi tentang bagaimana menyikapi sikap individu di dalam
mengembangkan kemampuan yang ada di dalam diri seseo rang.
Adanya sosialisasi dapat memberikan identitas diri dengan baik sesuai
dengan norma, etika dan aturan yang berkembang di dalam
masyarakat.
Kegagalan dalam bersosialisasi dapat dilihat dari
ketidakmampuan individu di dalam menjalankan jati diri dan peran
sosialnya dan tidak mempunyai kemampuan dalam beradaptasi
dengan lingkungan sosial.
157
Selain itu, ketidakmampuan seseorang
dalam bersosialisasi dapat menyebabkan pembentukan pribadi yang
tertutup dan lemah, jadi intinya antara sosialisasi dengan unsur
pendidikan budaya dan masyarakat itu terkait.

C. Pengertian Masyarakat
Masyarakat menurut bahasa adalah sejumlah manusia .
Masyarakat dalam istilah bahasa Inggris adalah society yang berasal
dari kata Latin socius yang berarti kawan. Istilah masyarakat berasal
dari kata bahasa Arab syaraka yang berarti “ikut serta dan
berpartisipasi”. Istilah “bermasyarakat” berarti:
a. Masyarakat makhluk yang bersekutu; bersatu membentuk
masyarakat; hidup secara rukun. “Me, ma, sya, ra, kat; menjadi
persoalan masyarakat meluas (menyebar) ke masyarakat, “me,
ma, sya, ra, kat, kan.”
b. Menjadikan sebagai anggota masyarakat; seperti; bekas
narapidana, mereka berusaha ke anggota masyarakat merupakan
suatu kelompok manusia yang di bawah tekanan serangkaian
kebutuhan dan di bawah pengaruh seperangkat kepercayaan,

157
S.W Septiarti et. al, Sosiologi dan Antropologi...111.

46 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
ideal dan tujuan, tersatukan dan terlebur dalam suatu rangkaian
kesatuan kehidupan bersama.
158

Lebih dari tiga orang dalam suatu kelompok sudah termasuk ke
dalam golongan yang disebut dengan masyarakat. Emile Durkheim
memberikan definisi terkait masyarakat, yaitu masyarakat sebagai
kenyataan objektif dari individu sehingga merupakan anggota-
anggotanya.
159
Kehidupan dari masyarakat merupakan sebuah sistem
sosial di mana bagian yang ada di dalamnya saling terhubung antara
satu dengan yang lain sehingga terbentuk kesatuan yang terpadu.
160

Masyarakat merupakan suatu kesatuan interaksi hidup manusia
tentang suatu sistem adat istiadat tertentu, seperti hak yang bersifat
kontinu, serta yang terikat oleh suatu rasa indentitas secara
bersama.
161
Pengertian masyarakat banyak dikemukakan oleh para
ahli, berikut pendapat terkait pengertian masyarakat dari Soejono
Soekanto.

Menurut Soejono Soekanto, masyarakat adalah sesuatu yang menunjuk
pada bagian masyarakat yang bertempat tinggal di suatu wilayah secara
geografis dengan adanya batas - batas tertentu, di mana yang menjadi
dasarnya adalah interaksi yang lebih besar dari anggota-anggotanya
dibandingkan dengan penduduk di luar kata batas wilayah.
162


Pengertian masyarakat yang sudah ada tersebut, kemudian dapat
dimaknai secara luas. Masyarakat terdiri dari berbagai individu, oleh
karena itu masyarakat merupakan sekelompok individu, di mana
individu tersebut menempati suatu wilayah. Wilayah tersebut memiliki
kebiasaan dan tradisi yang sama serta tidak lupa memiliki tujuan yang
sama. Pandangan psikologi sosial, memandang bahwa manusia adalah

158
Murtadha Muthahhari, Masyarakat dan Sejarah (Bandung, Mizan, 1986), 15.
159
Bambang Tejokusumo, “Dinamika Masyarakat Sebagai Sumber Belajar Ilmu
Pengetahuan Sosial,” Online Journal of Geoedukasi, III, No. 01 (Maret 2014), 39, diakses 16
Oktober 2019.
160
Bambang Tejokusumo, “Dinamika Masyarakat Sebagai Sumber Belajar Ilmu
Pengetahuan Sosial,”..., 39.
161
Soejono, Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar ( Jakarta: Raja Grafindo, 2010), 115-
118.
162
Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar..., 115- 118.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 47
individu. Disebut individu manakala tingkah lakunya bersifat spesifik
dan tidak mengikuti pola-pola tingkah laku pada umumnya. Pengertian
dari individu itu sendiri yaitu subjek yang melakukan sesuatu seperti
pikiran, kehendak, kebebasan dan memberi pada sesuatu. Dari semua
hal tersebut, semua individu mampu menilai tindakan serta hasil
tindakannya sendiri yang dilakukan, di dalam peranannya individu
tidak hanya berperan khas dalam tingkat lingkungan sosialnya
melainkan juga berperan penting dalam hal tingkah laku yang sesuai
dengan dirinya. Di dalam pengertian sosiologi, masyarakat tidak
dipandang begitu saja sebagai kumpulan individu.
Ranah sosiologi memandang bahwa masyarakat merupakan
suatu pergaulan hidup (manusia selalu hidup bersama saking
membutuhkan) sehingga terbentuk hubungan yang beranggota. Atas
dasar terwujud dari kehidupan yang bersama-sama itu maka kemudian
disebut kemasyarakatan.
163
Masyarakat merupakan suatu kelompok
manusia yang di bawah tekanan serangkaian kebutuhan dan di bawah
pengaruh seperangkat kepercayaan, ideal dan tujuan, tersatukan dan
terlebur dalam suatu rangkaian kesatuan kehidupan bersama.
164

Struktur masyarakat adalah sebuah totalitas (individu, adat,
hubungan, perilaku), sehingga jika ingin melakukan perubahan atau
rekonstruksi maka yang paling mendasar harus dilakukan adalah
mengubah pandangan dunia (way of life) dan cara pandang terhadap
realitas (epistemologi). Emiel Durkheim berpendapat bahwa “ide
tentang masyarakat adalah jiwa agama.” Artinya, jiwa dari agama
adalah pembentukan masyarakat itu sendiri, sehingga mencita-citakan
“masyarakat” adalah sejalan dengan gagasan agama itu sendiri.
165

Masyarakat terdiri atas individu-individu, tanpa mereka, tidak akan
ada masyarakat, mengapa demikian? Bagaimana hubungan individu
dengan masyarakat? Berikut beberapa panda ngan mengenai
hubungan tersebut.

163
S, Nasution, Sosiologi Pendidikan ( Jakarta: Bumi Aksara, 2014), 60
164
Murtadha Muthahhari, Masyarakat..., 15.
165
Emil Durkheim, The Elementary Forms of the Religious Life (trans, Joseph Ward Swaim),
(New York: Macmillan Company, 1915), 419.

48 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
Pertama, masyarakat terdiri atas individu, ini hanyalah suatu
sintesis bentukan, yakni suatu sintesis tak sejati. Keberadaan suatu
sintesis nyata bergantung pada serangkaian unsur yang saling
memengaruhi dari hubungan timbal balik antara aksi dan reaksi
unsur-unsur tersebut.
Kedua, masyarakat tidak dapat disamakan dengan senyawa-
senyawa alamiah. Ia merupakan suatu senyawa bentukan. Suatu
senyawa bentukan itu termasuk senyawa, meski tidak alamiah. Suatu
senyawa bentukan, seperti mesin, yaitu sistem yang saling berkaitan
antar bagian. Dalam suatu senyawa kimiawi, unsur-unsur pokoknya
kehilangan identitas dan melebur dalam ‘keseluruhan’, dan dengan
sendirinya kehilangan. Begitu pula dengan masyarakat yang terdiri
atas beberapa badan dan organisasi primer serta sekunder. Badan dan
organisasi itu saling berhubungan erat.
Ketiga, masyarakat merupakan suatu senyawa sejati. Senyawa-
senyawa alamiah yang disintesis di sini adalah jiwa, pikiran, kehendak
serta hasrat; sintesisnya bersifat kebudayaan, bukan kefisikan, unsur-
unsur bendawi, yang dalam proses saling aksi dan reaksi, saling susut
dan lebur, menyebabkan munculnya suatu wujud baru, dan berkat
reorganisasi, mewujudlah suatu senyawa baru, dan unsur-unsur itu
terus maujud dengan identitas baru.
Keempat, masyarakat merupakan suatu senyawa sejati yang lebih
tinggi dari pada senyawa alamiah. Dalam hal senyawa alamiah, unsur-
unsur pokoknya mempunyai kedirian dan identitas sebelum sintesis
terjadi.
166


D. Masyarakat Muslim dan Masyarakat non Muslim
1. Masyarakat Muslim
Menurut Soejono Soekanto, masyarakat adalah sesuatu yang
menunjuk pada bagian masyarakat yang bertempat tinggal di suatu
wilayah secara geografis dengan adanya batas-batas tertentu, di mana
yang menjadi dasarnya adalah interaksi yang lebih besar dari anggota-

166
Murtadha Muthahhari, Masyarakat... 20-25

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 49
anggotanya dibandingkan dengan penduduk di luar kota batas
wilayah.
167

Jadi, ketika mendefinisikan masyarakat muslim maka akan erat
kaitanya dengan pengertian masyarakat. Muslim berasal dari bahasa
Arab. Di dalam bahasa Arab, muslim adalah orang yang berserah diri
kepada Allah SWT, dengan hanya menyembah dan meminta
pertolongan kepada-Nya terhadap segala sesuatu yang ada di langit dan
bumi.
168


Maka apakah mereka mencari agama yang lain dari agama
Allah, padahal kepada-Nya-lah menyerahkan diri segala apa
yang di langit dan di bumi, baik dengan suka maupun terpaksa
dan Hanya kepada Allahlah mereka dikembalikan.

Disebut muslim karena merujuk kepada penganut Agama yang
paling diridai Allah yaitu agama Islam, untuk pria disebut muslimin
sedangkan untuk perempuan disebut atau dinamakan dengan
muslimah.
169
Islam memberikan penjelasan bahwa masyarakat muslim
adalah masyarakat yang istimewa, dikatakan istimewa karena
masyarakat muslim tidak seperti masyarakat yang telah dikenal oleh
manusia sepanjang sejarah. Hal ini didasarkan pada masyarakat muslim
yang di bentuk oleh syariat Islam yang kekal, diturunkan oleh Allah sendiri
dengan sangat sempurna sejak hari pertama.
170
Menjadi masyarakat
muslim perhatian menjadi masyarakat yang beragama Islam.
2. Masyarakat Non Musim
Sama dengan masyarakat muslim, hanya saja di sini masyarakat
non muslim berarti masyarakat yang tidak beragama Islam. masyarakat
dengan muslim berhati masyarakat yang menganut agama selain Islam
seperti Budha, Kristen, Hindu dan lain sebagainya.


167
Soejono Soekanto, Sosiologi Suatu pengantar..., 115- 118.
168
....Padahal Kepada -Nyal- Lah Menyerahkan Diri Segala Apa Yang Dilangiit Dan
Di Bumi....”(Al-Imran 3:83).
169
Abdul Ghofur, “Pendidikan Karakter Berbasis Jawa,” Artikula, 05 Agustus 2018
(diakses 05 september 2019), 5.
170
Muhammad Ali Al- Hasyimi, Masyarakat Muslim dalam Prespektif Al- Qur’an
(Islamhouse, 2009), 3.

50 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
E. Sosialisasi Masyarakat Muslim dan Non Muslim dalam
Menghadapi Kebudayaan Adat Istiadat di Masyarakat
Analisis yang dapat diuraikan dari sosialisasi masyarakat muslim
dan non muslim dalam menghadapi kebudayaan adat istiadat di
masyarakat adalah tentang cara masyarakat muslim dan non muslim
dalam menghadapi kebudayaan dan adat istiadat. Ketika masyarakat
muslim menjumpai kebudayaan yang berkembang di dalam
masyarakat, misalnya tentang kebudayaan gotong royong baik
masyarakat muslim atau masyarakat non muslim yang tinggal di
daerah tertentu yang menerapkan budaya gotong royong agar mampu
bersosialisasi dengan budaya tersebut. Selain itu kebudayaannya lain
atau adab istiadat lain, seperti adat istiadat Ruwatan.
Sosialisasi dan pendidikan mempunyai keterkaitan. budaya akan
selalu membutuhkan masyarakat karena masyarakat yang
menghasilkan kebudayaan. Kebudayaan dengan adat istiadat menjadi
satu komponen yang sama, adat istiadatlah yang memb entuk
kebudayaan. Budaya bukan bagian dari agama tetapi agama tidak bisa
dijauhkan dari budaya. Kebudayaan yang ada di gunakan untuk dapat
memahami agama. Pengamalan agama yang ada itu menjadi
pembudaya. Intinya tanpa adanya sebuah titik unsur budaya makai
yang terjadi agama akan menjadi sangat sulit untuk dilihat. Misalnya
budaya berpakaian.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 51



Bagian IV
URGENSI PENDIDIKAN
MULTIKULTURAL DI INDONESIA
DALAM MENJAGA NKRI



Multikultural di Indonesia mendapat artian sebagai hal yang berkaitan
dengan kebhinekaan yaitu tentang perbedaan, dengan landasan pasti
sebagai perbedaan yang terikat oleh kesatuan dengan landasan
keragaman seperti budaya atau unity in disersity.
171
Negara Indonesia
mempunyai berbagai suku, bahasa, ras, budaya dan tradisi menjadi
sesuatu yang khas di negara Indonesia. Negara yang kaya akan
keanekaragaman, keanekaragaman inilah yang membentuk menjadi
satu kesatuan yang kokoh sebagai multikulturalisme.
Hal itu juga yang mendukung adanya pendidikan multikultural,
dengan pendidikan multikultural diharapkan dapat menjadi benteng
untuk memperkuat NKRI. Pendidikan multikultural adalah suatu hal
yang dijadikan sebagai media pendidikan yang berisikan keragaman
berubah di kebudayaan dan mahal merespon tentang pertahanan yang
bersifat demografis serta kultur lingkungan yang ada di dalam
masyarakat tertentu bahkan sampai kepada dunia secara
keseluruhan.
172



171
Zainuddin Maliki, Sosiologi Pendidikan (Yogyakarta: Gajah Mada University
Press, 2008), 263.
172
S. W. Septiarti, et .al, Sosiologi dan Antropologi Pendidikan (Yogyakarta: UNY Press,
2018), 271.

52 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
A. Pendidikan
Pendidikan selalu menjadi pembahasan yang menarik untuk
dikaji setiap waktu. Selama masih ada kehidupan, di situ pula
pendidikan mesin memegang peranan yang penting dan mendominasi
di dalam sektor perkembangan seseorang atau manusia. Inti dari
pendidikan adalah untuk menjadikan manusia yang baik secara
keseluruhan. Pendidikan adalah proses yang dibutuhkan untuk dapat
memberikan keseimbangan serta kesempurnaan d i dalam
perkembangan seseorang.
173

Penekanan pendidikan dibandingkan dengan pengajaran itu
terletak pada sisi pembentukan kesadaran serta kepribadian dari
individu atau anggota masyarakat selain sebagai transfer ilmu
pengetahuan serta keahlian.
174
dengan proses ini maka suatu negara
atau bahasa dapat mewariskan keseluruhan nilai kebudayaan, nilai
keagamaan, keahlian serta pemikiran.
175
Pendidikan juga sebagai
aktivitas yang ada maksud dan tujuan, antara tujuan dan maksud
tersebut supaya diarahkan kepada titik fokus pengembangan potensi
dari manusia.
176

Pendidikan dikatakan menjadi salah satu hal yang sangat penting
karena pendidikan adalah suatu proses yang akan terus berkelanjutan
dan tidak pernah mengalami akhir hal ini disebut sebagai never ending
proses.
177
Hal tersebut layak akan memberikan hasil dari segi kualitas
yang nantinya akan berkesinambungan, proses kini ditujukan pada sisi
perwujudan manusia dan akan berakar pada nilai suatu bangsa dan
juga meningkatkan nilai budaya serta filosofis bangsa secara lebih
menyeluruh dan utuh.
178


173
Nurkholis, “Pendidikan dalam Upaya Memasuki Teknologi”, Journal of
Kependidikan, 01, No. 01 ( November 2013), 25, diakses 9 Mei 2020.
174
Nurkholis, “Pendidikan dalam Upaya..., 25.
175
Nurkholis, “Pendidikan dalam Upaya..., 25.
176
Nurkholis, “Pendidikan dalam Upaya..., 25.
177
I. Wayan Long, “Fungsi dan Tujuan Pendidikan Indonesia”, Journal of Pendidikan
Dasar, 04, No. 01 ( April 2009), 29, diakses 9 Mei 2020).
178
I. Wayan Long, “Fungsi dan Tujuan Pendidikan..., 29.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 53
Pendidikan yang ada di Indonesia diatur oleh Sistem Pendidikan
Nasional Nomor 20 tahun 2003, yaitu;
179


Mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta
peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab.

Penanaman nilai-nilai yang ada di dalam pendidikan bukan
hanya sekadar wacana, tetapi lebih kepada penanaman karakter
bangsa
180
, yaitu pesan yang diatur di dalam undang-undang. Mulyasa
memberikan suatu analisa tentang pendidikan, yaitu adanya kajian
yang lebih mendorong terhadap pendidikan, maka dari situ pendidikan
mulai dipandang sejarah filsafat yang merujuk pada dijelaskan atas
landasan pendidikan itu sendiri.
181
Secara lebih singkat pendidikan
adalah sebuah upaya yang lebih ditujukan untuk membantu jiwa
peserta didik baik secara batin ataupun lahir, yang berasal dari sifat
kodratnya menuju kepada Allah sebuah peradaban manusia yang lebih
baik.
182


B. Multikultural
Multikultural di dalam konteks Indonesia dimaknai sebagai hal
yang berkaitan dengan kebhinekaan yaitu tentang perbedaan, dengan
landasan pasti sebagai perbedaan yang terikat oleh kesatuan dengan
landasan keragaman seperti budaya atau unity in disersity.
183

Multikulturalisme adalah sebuah keyakinan atau kepercayaan yang
isinya menyatakan bahwa kelompok seperti etnik “budaya” (ethnic and

179
Undang-undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional (Bandung: Citra Umbara)

180
I. Wayan Long, “Fungsi dan Tujuan Pendidikan..., 30.
181
Mulyasa, Manajemen Pendidikan Karakter (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 2.
182
I. Wayan Long, “Fungsi dan Tujuan Pendidikan..., 29.
183
Zainuddin Maliki, Sosiologi..., 263.

54 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
culture groups) hal itu pada hakekatnya dapat hidup berdampingan
dengan damai melalui co-existence sebab prinsip yang ditandai oleh
rasa keikhlasan untuk dapat menghormati antara satu kebudayaan
dengan kebudayaan yang lain.
184

Multikultural jika dipahami secara realitas berkedudukan sebagai
representasi yang menghasilkan interaksi antara elemen yang sifatnya
sosial, sebuah kesosialan yang beragam dalam tatanan kehidupan
secara kolektif.
185
Masyarakat yang bermultikultural akan selalu
membutuhkan sebuah usaha pemeliharaan yang dilakukan secara
bersama-sama dan terus menerus sehingga usaha tersebut terus
berkelanjutan secara dinamis, karena hal tersebut tidak dapat berdiri
sendiri dan serta tidak bisa dijaga hanya dengan kekuasaan saja.
186

Multikulturalisme menjadi sangat kental dan identik dengan negara
Indonesia. Indonesia mempunyai banyak sekali keragaman agama,
budaya, suku, bahasa, adat istiadat, ras, etnis dan strata sosial.
Perbedaan itulah yang akan membentuk sebuah persatuan, jika
keseluruhan masyarakat memahami perbed aan sebagai suatu
kekuatan bukan sebagai perpecahan.
Kata kunci dari multikultural adalah tentang kebudayaan yaitu
menghormati dan menjaga keharmonisan dan hubungan antar etnik
dari perbedaan satu dengan perbedaan yang lain untuk dapat berdiri
bersama membentuk NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia).
187

Melalui prospektif dan konteks kebudayaan, multikulturalisme
diartikan sebagai sebuah ideologi, ideologi tersebut dapat menjadi alat
untuk dapat meningkatkan tingkatan derajat manusia atau
kemanusiaan.
188


184
D.T. Sparringa, Multikulturalisme dalam Multiprespektif di Indonesia (Surabaya:
Forum Rektor Simpul Jawa Timur Universitas Surabaya, 2003), 17.
185
D.T. Sparringa, Multikulturalisme dalam Multiprespektif..., 17.
186
A Priyatno, Hidup Berbangsa dan Etika Multikultural Sambutan (Surabaya: Forum
Rektor Simpul Jawa Timur Universitas Surabaya, 2003), 6.
187
Rustam Ibrahim, “Pengertian Prinsip Relevansinya dengan Tujuan Pendidikan
Islam”, Jurnal Addin, 7, No. 01 ( February 2013), 132, diakses 9 Mei 2020.
188
Parsudi Suparlan, “Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural”, Makalah.
Disampaikan pada Simpasium Internasional Bali ke-3 , Jurnal Antropologi Indonesia.
Denpasar Bali, ( Juli 2002), 1.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 55
Multikulturalisme terfokus kepada pengakuan yang
mengagumkan titik perbedaan di dalam sederajat and yang baik secara
kebudayaan ataupun secara individual.
189
A Rustam Ibrahim di dalam
jurnal menyebutkan pengertian prinsip relevansinya dengan tujuan
pendidikan Islam, dikutip dari Fay dalam Suparlan berpendapat bahwa
berbagai konsep yang relevan dengan multikultural antara lain adalah
demokrasi, keadilan dan hukum, nilai-nilai budaya, etos, kebersamaan
dalam perbedaan yang sederajat, suku bangsa, kesukubangsaan,
kebudayaan suku bangsa, keyakinan keagamaan, ungkapan-ungkapan
budaya, domain privat dan publik hak asasi manusia, hak budaya
komunitas dan konsep-konsep lain yang relevan.
Pendapat dari Jeme Banks mendapat dukungan dari Sleeter.
Sleeter berpendapat bahwa;
190


Pendidikan multikultural adalah sekumpulan proses yang dilakukan
oleh sekolah untuk menentang kelompok yang menindas.

Melalui multikultural yang ada ditambah kondisi negara
Indonesia yang mempunyai begitu banyak kebudayaan, suku, adat
istiadat dan agama serta bahasa dan lain sebagainya dibentuklah
pendidikan multikultural. pendidikan multikultural adalah sebagai
pendidikan yang ditujukan untuk keseluruhan people of color.
191
Inti
dari pendidikan multikultural yaitu pendidikan yang memosisikan
dirinya sebagai pendidikan yang dapat menghargai keanekaragaman
budaya.
192
Memaknai lebih detail tentang pendidikan multikultural,
hingga saat ini masih banyak perdebatan, karena banyak yang
mendefinisikan pendidikan multikultural itu sendiri.
Di Indonesia, pembahasan mengenai pendidikan multikultural
yaitu sebagai usaha untuk dapat lebih memperkenalkan gagasan

189
Parsudi Suparlan, “Menuju Masyarakat Indonesia yang Multikultural..., 1.
190
James Banks, “Multikultural Education Historical Development Dimensional
and Practice”, Review of Research in Education, 1993, 13.
191
Sleeter Dalam G. Burnett, Varieties of Multikultural Education an Introduction (Eric
Learning House In Urban Education, Digest, 1994), 1.
192
Haeri Fadly, “Teologi Pendidikan Multikultural Melacak Konsep
Multikulturalisme Dalam Islam”, Jurnal of Progesia, 3, No. 01 ( Januari-Juni 2010), 75,
diakses 9 Mei 2020.

56 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
praktis tentang multiikulturalisme dengan jalan melalui pendidikan.
193

Di tengah-tengahnya kondisi konflik sosial yang semakin tinggi inilah,
pentingnya menguatkan pendidikan multikultural. Pendidikan
multikultural yang ada juga sebagai salah satu pendekatan yang
progresif untuk dapat melakukan transformasi dalam budaya
pendidikan yang secara keseluruhan dapat membongkar kegagalan,
kekurangan serta praktik-praktik yang diskriminasi di dalam
berlangsungnya proses pendidikan.
194

Pendidikan multikultural adalah hasil dari respons terhadap
sebuah perkembangan dari keanekaragaman yang ada yaitu populasi
sekolah, seperti tuntutan dari persamaan hak bagi keseluruhan setiap
kelompok.
195
Pendidikan multikultural dalam dimensi yang lain adalah
sebagai pengembangan kurikulum di dalam aktivitas pendidikan yang
fungsinya untuk dapat masuk ke berbagai pandangan, prestasi, sejarah
serta perhatian terhadap orang dari tingkatan etnis yang lain.
196

Ada tiga tantangan besar dalam melaksanakan pendidikan
multikultural di Indonesia, yaitu:
1. Agama, suku bangsa dan tradisi
Agama secara aktual merupakan ikatan yang terpenting dalam
kehidupan orang Indonesia sebagai suatu bangsa. Bagaimanapun
juga hal itu akan menjadi perusak kekuatan masyarakat yang
harmonis ketika hal itu digunakan sebagai senjata politik atau
fasilitas individu-individu atau kelompok ekonomi. Di dalam kasus
ini, agama terkait pada etnis atau tradisi kehidupan dari sebuah
masyarakat. Masing-masing individu telah menggunakan prinsip
agama untuk menuntun dirinya dalam kehidupan di masyarakat,
tetapi tidak berbagi pengertian dari keyakinan agamanya pada
pihak lain. Hal ini hanya dapat dilakukan melalui pendidikan
multikultural untuk mencapai tujuan dan prinsip seseorang dalam
menghargai agama.
2. Kepercayaan

193
Haeri Fadly, “Teologi Pendidikan Multikultural..., 76.
194
S. W. Septiarti, et .al , Sosiologi dan Antropologi..., 272.
195
Zaitun, Sosiologi Pendidikan Analisis Komprehensif Aspek Pendidikan dan Proses Sosial
(Pekanbaru: Kreasi Edukasi, 2015), 37.
196
Zaitun, Sosiologi Pendidikan Analisis Komprehensif Aspek Pendidikan..., 37.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 57
Unsur yang penting dalam kehidupan bersama adalah
kepercayaan. Dalam masyarakat yang plural selalu memikirkan
risiko terhadap berbagai perbedaan. Munculnya risiko dari
kecurigaan/ketakutan atau ketidakpercayaan terhadap yang lain
dapat juga timbul ketika tidak ada komunikasi di dalam
masyarakat/plural.
3. Toleransi
Toleransi merupakan bentuk tertinggi, bahwa kita dapat mencapai
keyakinan. Toleransi dapat menjadi kenyataan ketika kita
mengasumsikan adanya perbedaan. Keyakinan adalah sesuatu
yang dapat diubah. Sehingga dalam toleransi, tidak harus selalu
mempertahankan keyakinannya.Untuk mencapai tujuan sebagai
manusia Indonesia yang demokratis dan dapat hidup di Indonesia
diperlukan pendidikan multikultural
197

Sementara itu, H.A.R. Tilaar melontarkan dua permasalahan
pokok perihal reaktualisasi pendidikan multikultural. Pertama,
pendidikan multikultural adalah sebuah proses. Artinya,
pengembangan ke depannya perlu dibuat rumusan, refleksi, dan
tindakan di lapangan sesuai dengan perkembangan konsep-konsep
yang utama mengenai pendidikan dan hak asasi manusia. Kedua,
pendidikan multikultural memerlukan pendekatan yang lintas-disiplin
(border crossing) untuk mempertajam konsep pendidikan yang
dibutuhkan bangsa Indone sia.
Reaktualisasi itu perlu didukung oleh budaya demokrasi yang telah
mengakar dalam diri masyarakat kita.
198

Menurut Zamroni disebutkan beberapa tujuan yang akan
dikembangkan pada diri siswa dalam proses pendidikan multikultural,
yaitu:
199

Pertama, siswa memiliki kemampuan berpikir kritis atas apa yang
telah dipelajari. Kedua, siswa-siswa memiliki kesadaran atas sifat

197
Munib, Achmad, Pengantar Ilmu Pendidikan. (Semarang: Unnes Press, 2009, hal.
100)
198
Tillar, H.A.R., Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar PaedagogikTransformatif
Untuk Indonesia ( Jakarta: Grasindo, 2002), 170.
199
Zamroni, Pendidikan Demokrasi pada Masyarakat Multikultural. (Yogyakarta: Gavin
Kalam Utama, 2011), 100.

58 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
prasangka atas pihak lain yang dimiliki, dan mengkaji mengapa dan
dari mana sifat itu muncul, serta terus mengkaji bagaimana cara
menghilangkannya. Ketiga, siswa memahami bahwa setiap
ilmu pengetahuan bagaikan sebuah pisau bermata dua: dapat
dipergunakan untuk menindas atau meningkatkan keadilan sosial.
Keempat, para siswa memahami bagaimana mengaplikasikan ilmu
pengetahuan yang dimiliki dalam kehidupan. Kelima, siswa merasa
terdorong untuk terus belajar guna mengembangkan ilmu
pengetahuan yang dikuasainya. Keenam, siswa memiliki cita-cita posisi
apa yang akan dicapai sejalan dengan apa yang dipelajari. Ketujuh,
siswa dapat memahami keterkaitan apa yang dilakukan dengan
berbagai permasalahan dalam kehidupan masyarakat-berbangsa.
Djohar menyatakan bahwa masa depan bangsa memiliki kriteria
khusus yang ditandai oleh hiper kompetisi, suksesi revolusi teknologi
serta dislokasi dan konflik sosial, menghasilkan keadaan yang non-
linier dan sangat tidak dapat diperkirakan dari keadaan masa lampau
dan masa kini. Masa depan hanya dapat dihadapi dengan
kreativitas, meskipun posisi keadaan sekarang memiliki peranan
penting untuk memicu kreativitas. Lebih lanjut dijelaskan bahwa
perubahan keadaan yang non-linier ini tidak akan dapat diantisipasi
dengan cara berpikir linier. Pemikiran linier dan rasional yang
sekarang kita kembangkan tidak lagi fungsional untuk mengakomodasi
perubahan keadaan yang akan terjadi. Keadaan ini mestinya dapat
mendorong kita untuk memiliki desain pendidikan masa depan yang
memungkinkan peserta didik dan pelaku praksis pendidikan dapat
mengaktualisasikan dirinya. Sebagai bangsa dengan beragam kultur
memiliki resistensi yang tinggi terhadap muncunya konflik sebagai
konsekuensi dinamika kohesivitas sosial masyarakat. Akar munculnya
konflik dalam masyarakat multikultur disebabkan oleh :
a. Adanya perebutan sumber daya, alat-alat produksi, dan
kesempatan ekonomi (acces to economic resources and to means
of production);
b. Point kedua berkaitan dengan perluasan batas-batas sosial
budaya (social and cultural borderline expansionexpans);

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 59
c. Adanya benturan kepentingan politik, idiologi, dan agama
(conflict of political, ideology, and religious interest).
200


Dari paparan tersebut mengindikasikan bahwa pendidikan
multikultural menjadi sesuatu yang sangat penting dan mendesak
untuk diimplementasikan dalam praksis pendidikan di Indonesia.
Karena pendidikan multikultural dapat berfungsi sebagai sarana
alternatif pemecahan konflik. Melalui pembelajaran yang berbasis
multikultur, siswa diharapkan tidak tercerabut dari akar budayanya,
dan rupanya diakui atau tidak pendidikan multikultural sangat relevan
dipraktikkan di alam demokrasi seperti saat ini.

C. Budaya
Berbicara mengenai budaya adalah pembahasan yang akan erat
kaitanya dengan masyarakat. Karena suatu kebudayaan yang ada tidak
akan terlepas dari pola-pola kegiatan yang ada di dalam masyarakat.
201

Budaya dan kebudayaan adalah hal yang sama. Kebudayaan daerah
menjadi sama dengan konsep dari suku bangsa.
202

Budaya ditinjau dari kamus lengkap bahasa Indonesia, memiliki
arti and bahwasannya kebudayaan merupakan hasil dari penciptaan
olah pikir akal budi manusia yang dilakukan dari rangkaian kegiatan
manusia.
203
Adanya kebudayaan itu sendiri, yang kemudian akan
membutuhkan peranan penting yaitu mengenai kebahasaan. Bahasa
yang menjadi salah satu hal penting dalam berkomunikasi.
Pembahasan bahasa akan diutarakan di dalam poin selanjutnya.



200
Djohar. Pendidikan Strategik, Alternatif untuk Pendidikan Masa Depan, (Yogyakarta:
Lesfi, 2003), 85.
201
Ryan Prayogi dan Endang Danial, “Pergeseran Nilai-nilai Budaya pada Suku
Bunai Sebagai Civil Culture di Kecamatan Bunai Darussalam Kabupaten Rokan Hulu
Provinsi Riau”, Jurnal of Humanika , 23, no. 01 ( 2016) 62 ( Diakses 12 Mei 2020).
202
Koenjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi ( Jakarta: Rineka Cipta, 2009), 67.
203
Hasan Shadly, Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia ( Jakarta: Rineka Cipta, 1993),
51-58.

60 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
D. Suku
Indonesia mempunyai jumlah suku yang beragam dan banyak,
suku bangsa yang ada di Indonesia menjadi kekayaan budaya. Salah
satu suku di Indonesia yang menjadi salah satu sorotan adalah seperti
suku Jawa, suku Batak, suku Madura, suku Aceh dan lain sebagainya.
Setiap suku yang ada di Indonesia mempunyai tata kelakuan, adat-
istiadat, dan norma, namun perbedaan yang ada itu menjadikan suatu
kesatuan yang utuh atau Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
ditanam dan diberikan melalui pendidikan multikultural.
204


E. Bahasa
Bahasa adalah alat komunikasi. Indonesia mempunyai banyak
begitu ragam bahsa. Setiap daerah di Indonesia mempunyai ciri khas
bahasa yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lain. Seperti
Bahasa Jawa, bahasa Batak, bahasa Bali, dan lain sebagainya.

F. Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
Negara Indonesia adalah negara kepulauan, NKRI di dalamnya
mencakup Pancasila, Bhineka Tungggal Ika, dan UUD 1944.
205


G. Urgensi Pendidikan Multikultural
Pendidikan adalah proses di dalam pengembangan antara sikap
dan tata laku seseorang atau individu untuk mendewasakan manusia
yang dilakukan melalui pelatihan, pengajaran, praktik perbuatan dan
serta tata cara yang lebih mendidik.
206

Fuad Yusuf
207
urgensi pendidikan multikultural di Indonesia
mencakup, pertama, dilihat dari sisi politis yaitu pendidikan
multikultural harus diarahkan pada sisi pengembangan dan penguatan

204
Srijianti A Rahman H.I Purwanto, Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Mahasiswa (
Jakarta: Graha Ilmu, 2009), 37.
205
Muhammad Sawi, “ Empat Pilar Kehidupan Berbangsa Bernegara”, Jurnal of
Administration Science and Government Science, 01, No.01 (2016), 1-6 diakses 12 Mei 2020.
206
Rustam Ibrahim,” Pengertian Prinsip Relevansinya Dengan Tujuan
Pendidikan...,136.
207
Choirul Fuad YusuYusuf,” Multikulturalisme Tranformasi Pendidikan
Nasional”, Jurnal of Edukasi , 4, No.01 ( Januari- Maret 2006), 22-23, diakses 12 Mei 2020.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 61
NKRI sebagai Nation State.
208
Lepasnya Timor-Timur menjadi titik
balik kesadaran dari ancaman baru bagi persatuan keutuhan NKRI
sekaligus menyadarkan bangsa Indonesia akan lemahnya kekuatan
dari penguatan ideologi.
209
Kedua, berkaitan dengan kultural
210
, yaitu
dibutuhkannya kesadaran yang diarahkan dalam segala perbedaan
yang ada. Dari perbedaan itulah yang nantinya akan menjadi kekuatan
bersama dalam mewujudkan pendidikan multikultural dalam menjaga
NKRI.

H. Analisis
Pendidikan mulltikultural menjadi salah satu hal yang sangat
penting dalam perkembangan pendidikan. Indonesia dengan banyak
keragaman dari setiap unsur masyarakat menjadikan suatu adanya
keberagaman yang berbeda namun dari perbedaan itulah yang akan
dibentuk menjadi satu kesatuan yang kuat dan kokoh. Pendidikan
adalah sebuah hal yang menghargai setiap detail berbedaan dari jenis
apapun, seperti dari segi budaya, agama, suku atau perbedaan yang
lain. Permasalahan yang ada di dalam pendidikan multikultural
seharusnya harus cepat diselesaikan, mengoptimalkan pendidikan
multikultural di sekolah, keluar dan masyarakat. Hidup dengan baik
tanpa membedakan yang lain. Menjadi manusia yang memanusiakan
manusia dengan segala perbedaan. Membentuk NKRI yang kokoh
dengan ideologi yang kuat.


208
Haeri Fadly, “Teologi Pendidikan Multikultural..., 77.
209
Haeri Fadly, “Teologi Pendidikan Multikultural..., 77.
210
Haeri Fadly, “Teologi Pendidikan Multikultural..., 77.

62 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN



Bagian V
TRI PUSAT PENDIDIKAN
DALAM MEMBENTUK AKHLAK
MELALUI PEMBINAAN AGAMA



A. Pengertian Tri Pusat Pendidikan
Berbicara tentang pendidikan tentunya adalah membicarakan
suatu hal yang tidak ada habisnya. Pendidikan selalu mengalami
perkembangan dari waktu ke waktu. Hal inilah yang menjadikan
pendidikan selalu dibutuhkan di manapun, kapanpun dan di dalam
kondisi apapun. Menggarisbawahi salah satu makna tentang
pendidikan, yaitu bahwa pendidikan adalah sebuah pengajaran yang di
dalamnya meliputi segala aspek, dari pendidikan itulah yang akan
membentuk dan membantu seseorang untuk berkembang dan
berperilaku sesuai dengan norma. Pendidikan yang ada di berbagai
Negara mempunyai prinsip dan dasar yang berbeda- beda. Salah
satunya yang ada di Indonesia yang memiliki dasar pendidikan yang
kita sebut sebagai Tri Pusat Pendidikan di dalam pendidikannya.
Tri pusat pendidikan adalah tiga pusat yang ada di dalam
pendidikan yang terdiri dari pendidikan di dalam keluarga, pendidikan
di sekolah dan pendidikan di masyarakat. Tri pusat pendidikan oleh
tokoh yang bernama Ki Hajar Dewantara yang berasal dari tokoh
pendidikan di Indonesia. Tri pusat yang dimaksudkan di dalam buku
ini adalah yang mencakup lingkungan pendidikan yang meliputi

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 63
keluarga, sekolah dan yang terakhir di dalam lingkungan pemuda atau
masyarakat.
211

Tiga garis besar tersebut yang mencakup tiga aspek yang ada
disebut sebagai Tri Pusat Pendidikan, tiga komponen yang ada di
dalam Tri Pusat Pendidikan itu saling berkomponen dan berpengaruh
satu sama lain. Di dalam Undang-undang No. 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional yang terdapat pada Pasal 13 ayat 1
menyebutkan bahwa pendidikan mempunyai tiga pilar atas pendidikan
formal, non formal dan informal. Tiga komponen tersebut saling
melengkapi dan juga bersifat memperkaya.
212
Komponen yang pertama
ditempati oleh pendidikan di dalam keluarga, karena pendidikan yang
paling utama adalah yang berasal dari keluarga.

B. Fungsi Tri Pusat Pendidikan
Tri Pusat Pendidikan adalah tiga pusat yang bertanggung jawab
atas terselenggaranya pendidikan. Tri pusat pendidikan atau tiga
tempat lembaga pendidikan mempunyai pengaruh yang sangat besar
dalam membentuk kepribadian serta tingkah laku anak. Secara rinci
pengertian dari masing-masing pusat pendidikan tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Pendidikan Keluarga
Keluarga merupakan lembaga pendidikan tertua, bersifat
informal, yang pertama dan utama dialamai oleh anak serta lembaga
pendidikan yang bersifat kodrati orang tua bertanggung jawab
memelihara, merawat, melindungi, dan mendidik anak agar tumbuh
dan berkembang dengan baik. Pendidikan yang terjadi di lingkungan
keluarga berlangsung secara alamiah dan wajar sehingga disebut
pendidikan informal yang diperoleh seseorang dari pengalaman sehari
– hari dengan sadar atau tidak yang mana kegiatan pendidikannya
dilaksanakan tanpa suatu organisasi yang ketat dan tanpa adanya
program waktu. Menurut Ki Hajar Dewantoro, suasana kehidupan
keluarga merupakan tempat yang sebaik-baiknya untuk melakukan

211
Fudyartanta, Buku Ketaman Siswaan (Yogyakarta: Tp, 1990), 39.
212
Undang-undang No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Lihat
Bab VI Pasal 13 Ayat 1.

64 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
pendidikan individu maupun sosial. Oleh karena itu, keluarga adalah
tempat pendidikan yang sempurna untuk melangsungkan pendidikan
kearah penbentukan pribadi yang utuh.
213

Pendidikan keluarga memiliki fungsi dalam membentuk
karakter anak, di antaranya:
a. Sebagai pengalaman pertama masa kanak-kanak
b. Menjamin kehidupan emosional anak
c. Menanamkan dasar pendidikan moral
d. Memberikan dasar pendidikan sosial.
e. Meletakkan dasar-dasar pendidikan agama bagi anak-anak.
214


Fungsi yang ada di dalam Tri pusat pendidikan mencakup tiga
hal, di antaranya sebagai berikut.
1. Pendidikan Keluarga
Pendidikan keluarga adalah komponen proses pembelajaran
yang terjadi merupakan sebuah organisasi yang bersifat terbatas dan
juga memiliki ukuran yang minimum, terutama kepada pihak-pihak
yang awalnya mengadakan adanya sebuah ikatan, sehingga hal ini
dapat digarisbawahi bahwa keluarga merupakan bagian yang ada dari
sebuah masyarakat total yang terlahir dan juga berada di dalamnya
yang yang lama-kelamaan hal tersebut akan bersifat melepaskan diri
karena menuju kepada sikap pendewasaan.
Keluarga sebagai bidang institusi sosial, yang mana institusi
sosial tersebut merupakan institusi yang bersifat universal.
Multifungsional yakni fungsi yang memiliki aspek sosial, pendidikan,
pengawasan, relaksasi, keagamaan dan perlindungan.
215
Di dalam
keluarga orang tua akan menanamkan semua benih-benih kebatinan
sesuai dengan bentuk kebatinannya sendiri, sehingga hak ini adalah
hak utama yang dimiliki oleh orang tua, dan juga tidak boleh
mendapatkan hambatan dari orang lain. Orang tua memiliki peranan
sebagai guru atau pemimpin laku adab. Selaku pengajar orang tua

213
Abu Ahmadi, Ilmu Pendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), hlm. 50.
214
Umar Tirtarahardja dan S.L. La Sulo, Pengantar Pendidikan (Jakarta: Rineka
Cipta, 2005), hlm. 169
215
Machful Indra Kurniawan, “ Tri Pusat Pendidikan Sebagai Sarana Pendidikan
Karakter Anak Sekolah Dasar”, Jurnal of Paedogagia, 04, No. 01 ( 2005), 44.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 65
berkedudukan sebagai pemimpin kecerdasan dan sebagai pemberi
ilmu pengetahuan serta menjadi figur seperti laku sosial.
216

Keluarga merupakan satuan unit terkecil yang ada di dalam
anggota masyarakat, keluarga terdiri dari suami dan istri dan anak-
anaknya atau antara ayah dan anaknya atau Ini beserta anaknya dan
atau keluarga yang berdiri secara garis lurus ke atas atau bawah sampai
kepada garis dengan derajat diposisi ketiga.
217
Di dalam keluarga,
anggota keluarga yang berstatus sebagai anak akan belajar untuk
bersosialisasi dan berinteraksi, kedua hal ini bertujuan agar ketika
dewasa seorang anak mampu melakukan hubungan yang bersifat baik
antara lingkungan dan masyarakat sekitar.
218

Posisi ke keluarga disebutkan di dalam firman Allah SWT, Qs.
At- Tahrim ayat 6, yaitu:

Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan
keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah
manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar,
keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang
diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan.

Pentingnya keluarga di dalam ruang lingkup pendidikan akan
membawa kita kepada sebuah pandangan dan kesimpulan yang
menjelaskan bahwa status keluarga adalah sebagai kelembagaan yang
berada di dalam masyarakat yang utama di mana hak tersebut
memegang peranan di dalam proses pendidikan dalam artian peran
keluarga di sini bersifat sebaga kunci di dalam proses pendidikan yang
pertama.
219

Pandangan yang mengartikan bahwa keluarga berperan sebagai
yang utama dan penting di dalam proses pengembangan dan
pembentukan Karakter pribadi anak untuk berperilaku baik atau tidak

216
Suparlan Henricus, “ Filsafat Pendidikan Ki Hajar Dewantara dan
Sumbangannya Bagi Pendidikan di Indonesia”, Jurnal Of Filsafat, 25, No. 02 ( 2005), 69.
217
Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Undang-undang Perlindungan
Anak No. 23 Tahun 2002 Bab I, Tentang Ketentuan Umum Pasal 1 No.3, 12.
218
Machful Indra Kurniawan, “Tri Pusat Pendidikan..., 44
219
Machful Indra Kurniawan, “ Tri Pusat Pendidikan..., 45.

66 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
baik.
220
Tujuannya adalah ketika seorang anak telah beranjak dewasa
akan mampu menjadi anggota masyarakat yang baik dan memiliki sisi
kepribadian yang selalu bertanggung jawab.
221
Pemimpin yang ada di
dalam keluarga adalah orang tua. Peran orang tua di sini harus mampu
bersikap dengan baik dan logis, yang berarti harus bisa menampakkan
perbuatan yang baik dan mengetahui perbuatan yang buruk.
222
Sikap
logis yang di tampilkan orang tua akan mampu memberikan contoh
bagi anak – anaknya agar memiliki sikap dan bertingkah laku untuk
dapat membedakan antara sikap yang baik dna buruk dalam hubungan
sosial.
Sikap tersebut harus ada pada diri orang tua, selain sikap
tersebut sikap etis juga diperlukan. Sikap etis dalam hal ini
menjelaskan tentang sebuah sikap dari perbuatan yang di lakukan. Di
sinilah orang tua atau keluarga dituntut agar berperilaku sesuai dengan
aturan dan norma yang ada dan tidak bersikap asal dalam mendidik
anak-anaknya dirumah. Pendidikan yang di lakukan harus sesuai
dengan pendidikan di dalam keluarga yang harmonis dan
menyenangkan hal ini akan lebih mendorong anak untuk bersikap
membumi.
223
Jadi fungsi Tri pusat pendidikan di dalam keluarga
adalah memberikan secara maksimal tentang dasar akidah dan akhlak
serta hal lainnya yang menjadi dasar pertumbuhan anak-anaknya di
dalam keluarga untuk bisa menempuh pendidikan selanjutnya. Karena
pendidikan yang pertama kali dirasakan dan diterima oleh seorang
anak adalah di dalam keluarga.
Pendidikan yang ada di dalam keluarga akan memberikan dua
kontribusi yang penting terhadap proses pendidikan anak selanjutnya.
Kontribusi tersebut mencakup pertama, menuju kepada penanaman
nilai yang berkaitan dengan pandangan hidup untuk bekal di dalam
perkembangan akal dan jasmaninya. Kedua, tentang penanaman sikap
sebagai dasar kemampuan yang dimiliki untuk menghargai Ayah, Ibu,
guru dan juga masyarakat yang lain. Kedua hal tersebut jika

220
Machful Indra Kurniawan, “ Tri Pusat Pendidikan..., 45.
221
Abu Ahmadi, Sosiologi Pendidikan ( Jakarta: Rineka Cipta, 2004).
222
Machful Indra Kurniawan, “ Tri Pusat Pendidikan...,45.
223
Soerjono Soekanto, Sosiologi Keluarga Tantangan Ihkwal Keluarga Remaja dan Anak
( Jakarta: Rineka Cipta, 1992), 6-7.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 67
ditanamkan dengan dasar yang kokoh makan akan bisa melanjutkan
kepada jenjang pendidikan sekolah dengan baik, hal ini dikarenakan
telah tertanam dengan baik dan dengan penuh rasa hormat beserta
penghargaan kepada guru serta ilmu pengetahuan yang ada.
224


2. Pendidikan Sekolah
Sekolah, sekilas kata ini selalu dipandang sebagai sebuah
lembaga formal. Pendapat ini tentunya memiliki kebenaran. Sebelum
berbicara lebih jauh terkait pendidikan sekolah, di sini yang perlu
digarisbawahi adalah pendidikan sekolah menjadi salah satu bagian
dari komponen Tri Pusat Pendidikan, hal ini berarti sekolah
mempunyai peranan yang penting sehingga tidak bisa diabaikan begitu
saja. Sekolah merupakan lembaga pendidikan dan merupakan pusat
kegiatan belajar mengajar yang dijadikan tumpuan dan harapan orang
tua, keluarga, masyarakat, bahkan pemerintah.
Oleh sebab itu, sekolah senantiasa memberikan pelayanan
pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang bersifat ilmu pengetahuan
dan teknologi (IPTEK), keterampilan, dan pembentukan sikap mental
yang baik bagi peserta didiknya (IMTAQ).
225
Karena sekolah diberi
tumpuan sedemikian besar, maka berimplikasi juga pada kemampuan
masyarakat untuk dapat melanjutkan sekolah sehingga akhirnya
banyak masyarakat tidak mendapatkan pendidikan yang layak. Di
tengah-tengah masyarakat sering kali terlihat banyaknya
pengangguran dan problem sosial yang terjadi di negara, padahal
jumlah sekolah saat ini lebih banyak dibandingkan pada masa-masa
yang lampau.
226

Di antara tri pusat pendidikan, sekolah merupakan sarana yang
sengaja dirancang untuk melaksanakan pen didikan. Sekolah
seharusnya menjadi menjadi pusat pendidikan untuk menyiapkan
manusia sebagai individu warga masyarakat, warga negara dan warga
dunia pada masa depan. Sekolah sebagai pusat pendidikan adalah

224
Juwariyah, Dasar Dasar Pendidikan Anak dalam Al- Qur'an ( Yogyakarta: Teras,
2010), 82.
225
Albaiad Wordpress . Peran dan Fungsi Pendidikan dalam Perkembanga Anak. Di
akses 24/02/2017
226
Albaiad Wordpress . Peran dan Fungsi Pendidikan...............

68 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
sekolah yang mencerminkan masyarakat yang maju ka rena
pemanfaatan secara optimal ilmu pengetahuan dan teknologi.
227

Konsep Pendidikan Sekolah menurut Pendidikan Islam adalah suatu
lembaga pendidikan formal yang efektif untuk mengantarkan anak
pada tujuan yang ditetapkan dalam Pendidikan Islam. Sekolah yang
dimaksud adalah untuk membimbing, mengarahkan dan mendidik
sehingga lembaga tersebut menghendaki kehadiran kelompok -
kelompok umur tertentu dalam ruang-ruang kelas yang dipimpin oleh
guru untuk mempelajari kurikulum bertingkat.
228

Fungsi pendidikan yang ada di sekolah yaitu pertama, untuk
mendidik calon dari warga Negara yang dewasa. Kedua yaitu untuk
mempersiapkan calon dari warga masyarakat. Ketiga, untuk
mempersiapkan pengembangan cita-cita profesi atau kerja. Keempat,
mempersiapkan calon untuk membentuk keluarga baru. Kelima,
untuk mengembangkan realisasi pribadi.
229

Pendidikan yang ada di dalam sekolah merupakan jalur
pendidikan yang disusun secara terstruktur serta berjenjang dari mulai
pendidikan dasar (Taman Kanak-kanak) sampai kepada pendidikan
tinggi (Mahasiswa). Semua hal ini bersifat saling bertaut dan
berkesinambungan di dalam masakan.
230

Pendidikan di sekolah mempunyai tujuan untuk dapat
memberikan, mengarahkan, membimbing dan mendidik sehingga dari
ketiga hal tersebut dapat menghendaki adanya kehadiran kelompok
yang berada pada umur tertentu di dalam ruang kelas, ruang kelas yang
dipimpin oleh pendidik “guru” untuk dapat mempelajari kurikulum
yang bertingkat dari apa yang telah disusun untuk dapat diberikan dan
dibelajarkan kepada peserta didik.
231

Sekolah merupakan sebuah lembaga pendidikan yang
pelaksanaannya menggunakan aturan yang tersusun secara teratur,
terstruktur, terencana dan berkesinambungan dan ke semua poin

227
Fuad Ihsan, Dasar-Dasar Kependidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), 77.
228
Tim Dosen IAIN Malang, Dasar-dasar Kependidikan (Surabaya: Karya Aditama,
1996), 202.
229
Admodiworo Soebagio, Manajemen Pendidikan ( Jakarta: Ardadizya,2000),65.
230
Machful Indra Kurniawan, “ Tri Pusat Pendidikan..., 44-45
231
Machful Indra Kurniawan, “ Tri Pusat Pendidikan..., 45.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 69
tersebut diatur dengan sengaja.
232
Komponen yang melakukan
pembinaan pembelajaran tersebut dinamakan sebagai guru atau
pendidik, guru adalah orang-orang yang sudah dibekali dengan
berbagai ilmu pengetahuan mengenai peserta didik serta guru
memiliki kemampuan di dalam melaksanakan tugas dan kewajiban
kependidikan. Maka dari itu semua komponen harus terbentuk dengan
baik. Seperti orang tua, peserta didik, guru dan masyarakat.
233

Bertolak dari hal tersebut kesimpulan dari poin kedua terkait
Tri Pusat Pendidikan tentang pendidikan sekolah yaitu suatu
kelembagaan yang melakukan pendidikan dengan acuan kurikulum
tertentu yang di dalamnya melibatkan komponen seperti guru dan
peserta didik. Antara guru dan pendidikan harus bekerja sama dalam
mencapai tujuan pendidikan.
234
Karena pendidikan sekolah diberikan
untuk dapat mengarahkan dan mengantarkan peserta didik mencapai
tujuan dari suatu pendidikan, yang tidak pernah lepas dari upaya dan
usaha dari guru yang telah menerima limpahan tanggung jawab dari
keluarga atau orang tua.
Hal ini disebabkan orang tua tidak cukup mampu dan juga tidak
memiliki waktu yang panjang di dalam mengarahkan dan mendidik
secara baik dan sempurna yang disebabkan oleh kesibukan orang tua
dalam memenuhi kebutuhan anaknya seperti bekerja sehingga waktu
di rumah menjadi berkurang.
235
Maka dari hal ini, selain tugas guru
yang memberikan bekal ilmu pengetahuan disini sekolah juga
berpengaruh sebagai pelaku pembantu keluarga untuk membantu
memberikan pengajaran dan pendidikan kepada peserta didik sehingga
sekolah adalah sebagai kelanjutan dari apa yang telah diberikan orang
tua di dalam keluarga.
236




232
Ni Made Sri Agustini, “ Tri Pusat Pendidikan Sebagai Lembaga
Pengembangan Teori Pembelajaran Bagi Anak”, Jurnal of Magistra, 9, No. 02 ( Desember
2018), 30.
233
Zakiyah Drajat, Ilmu Pendidikan Islam ( Jakarta: Bumi Aksara, 2011), 77.
234
Ni Made Sri Agustini, “ Tri Pusat Pendidikan Sebagai Lembaga
Pengembangan..., 30.
235
Machful Indra Kurniawan, “ Tri Pusat Pendidikan..., 45.
236
Machful Indra Kurniawan, “ Tri Pusat Pendidikan..., 45.

70 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
3. Pendidikan Masyarakat
Masyarakat didefinisikan oleh Koenjaraningrat sebagai
kelompok terbesar dari manusia, manusia yang ada tersebut kemudian
terjaring ke dalam suatu kebudayaan dan kebudayaan yang ada
tersebut juga dirasakan oleh manusia.
237
Sehingga di dalam masyarakat
terdapat kebudayaan begitupun sebaliknya di dalam kebudayaan
terdapat masyarakat.
Melihat masyarakat dari konsep pendidikan, menempatkan
masyarakat pada sekumpulan banyak orang yang memiliki berbagai
ragam kualitas dari kumpulan orang yang berpendidikan sampai
dengan orang berpendidikan tinggi.
238
Sedangkan jika memandang
masyarakat dari sisi lingkungan pendidikan maka posisi masyarakat
berperan sebagai pendidikan non formal yang bersifat untuk
memberikan pendidikan dengan cara sengaja dan berencana kepada
seluruh anggota masyarakat. Pendidikan yang ada di dalam masyarakat
disusun bukan secara sistematis tetapi di susun secara tidak sistematis.
Pendidikan yang ada di dalam masyarakat diberikan untuk dapat
mengarahkan menjadi anggota masyarakat dalam kesejahteraan sosial
anggota agar tercapai secara konsisten.
239

Kaitan antara masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari
tiga segi sebagai berikut, yakni:
a. Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik yang
dilembagakan (jalur sekolah dan jalur luar sekolah) maupun yang
tidak dilembagakan (jalur luar sekolah).
b. Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan/atau kelompok sosial di
masyarakat, baik langsung maupun tak langsung, ikut mempunyai
peran dan fungsi edukatif.
c. Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar, baik yang
dirancang (by design) maupun yang dimanfaatkan (utility). Perlu
diingat pula bahwa manusia dalam bekerja dan hidup sehari-hari
akan selalu berupaya memperoleh manfaat dari pengalaman

237
Koenjaraningrat, Pengantar Antropologi ( Jakarta: Universitas, 1999), 100.
238
Fuad Ihsan, Dasar- Dasar Kependidikan (Jakarta: Rineka Cipta, Cet.I, 1991), 84.
239
Ni Made Sri Agustini, “ Tri Pusat Pendidikan Sebagai Lembaga
Pengembangan..., 31.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 71
hidupnya itu untuk meningkatkan dirinya. Dengan kata lain
manusia berusaha mendidik dirinya sendiri dengan
memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia di
masyarakatnya dalam bekerja bergaul dan sebagainya.
Dari tiga hal tersebut di atas, yang kedua dan ketigalah yang
terutama menjadi kawasan dari kajian masyarakat sebagai pusat
pendidikan. Namun perlu ditegaskan bahwa tiga hal tersebut hanya
dapat dibedakan, namun dalam kenyataannya sering sukar
dipisahkan.
240

Dalam lingkup pendidikan non formal yang menempatkan
masyarakat sebagai pusat pendidikannya ini memberi satu
pemahaman, bahwa urgensi pendidikan berdiri sebagai proses dan juga
fungsi sosial. Tentang pendidikan yang berfungsi memelihara dan
memajukan tatanan sosial yang berlaku di dalam masyarakat, sehingga
menuntut adanya transfer pengetahuan, keterampilan dan keyakinan
masyarakat yang diperlukan masyarakat dari satu generasi ke generasi
lain dalam rangka pembentukan suatu pribadi mantap dan persiapan
keanggotaan yang sempurna di dalam masyarakat.
241

Konsep pendidikan masyarakat yang di tawarkan oleh
pendidikan Islam adalah usaha yang bertujuan untuk meningkatkan
kebudayaan dan mutu agar kedua hal tersebut terhindar dari
kebodohan, dan agar usaha yang ditawarkan melalui kegiatan
keagamaan. Sehingga hal ini diharapkan akan memunculkan rasa
untuk memiliki dari anggota masyarakat yang akan membawa pada
pembaharuan di mana masyarakat dapat memiliki sikap yang
bertanggung jawab untuk meningkatkan keterampilan, kualitas diri,
kebijaksanaan dan juga kepekaan perasaan atau bisa juga disebut
untuk meningkatkan tingkatan psikomotorik, afektif dan kognitif.
242

Anggota masyarakat memiliki tanggung jawab dalam meningkatkan
dan membina pendidikan dengan cara mengajak kepada yang ma' ruf

240
Umar Tirtarahardja dan S. L. La Sulo, Pengantar Pendidikan, (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 2005), 178-179.
241
Hery Noer Aly & Munzier, Watak Pendidikan Islam, (Jakarta: Friska Agung
Insani, 2003), 86.
242
Kuntowijoyo, Paradigma Islam Interpretasi Untuk Aksi (Bandung: Mizan, 1991),
278- 230.

72 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
dan juga mencegah yang mun'kar.
243
Hal ini sejalan dengan QS. Ali -
Imran (3): 104 yaitu;

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang
menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan
mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang
beruntung.

Dari beberapa penjelasan mengenai Tri Pusat Pendidikan di
atas dari keluarga, sekolah dan masyarakat maka ketiga hal tersebut
menjadi poin penting yang patut disadari dan dipahami menjadi suatu
komponen yang begitu penting dan utama dalam keberadaan
pendidikan. Tri Pusat Pendidikan ada di dalam Undang-undang No.
20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional yang tersebut
dalam pasal 13 ayat 1 untuk pendidikan yang terdiri dari komponen
pendidikan formal, pendidikan non formal dan pendidikan informal
untuk bisa saling memperkaya dan melengkapi.
244

Antara pendidikan keluarga, sekolah dan masyarakat ketiganya
mempunyai peranan penting untuk keberhasilan pendidikan. Ketiga
komponen inipun saling terhubung dan terkoneksi sehingga saling
bekerjasama dalam artian secara tidak langsung telah mengadakan
sebuah pembinaan yang kuat dalam praktik pendidikan.
Dasar yang menggambarkan isi Tri pusat pendidikan yaitu
keluarga, sekolah sebagai madrasah utama dalam memulai pendidikan
anak, keterbatasan irangbtua dalam mendidik kemudian proses
pendidikan di serahkan kepada pihak sekolah yang akan menuntun
dalam mengembangkan ilmu pengetahuan dan memperkuat karakter
anak. Kemudian di dalam masyarakat tentunya akan menjadi
pendidikan yang fungsinya sebagai fasilitator untuk peserta didik

243
HM Djumransyah, Pendidikan Menggali Tradisi Meneguhkan Eksistensi ( Malang:
UNY Malang Press, 2007), 100.
244
Undang – undang No. 20 Tahun 2003, Tentang Sistem Pendidikan Nasional. Lihat
Bab VI Pasal 13 Ayat 1.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 73
dalam mengaktualisasikan ketrampilan yang di miliki oleh anak –
anak.
245


C. Pengertian Akhlak
Sebenarnya akhlak adalah bahasa, yang berbicara tentang nilai
dan juga mengarah kepada nilai. Budi pekerti dari Indonesia, moral
dari barat dan etika dari filsafat. Tetapi yang perlu diingat dari semua
hal tersebut itu mengarah kepada nilai dan yang harus kita pahami
adalah nilai. Pendidikan Islam mempunyai tujuan utama yaitu
menyempurnakan pembentukan akhlak yang sangatlah mulia, baik
yang bersifat vertikal maupun horizontal. bersifat vertikal yaitu yang
mengabdi kepada Rabbnya. Sedangkan yang bersifat horizontal yaitu
sebagai mahkluk sosial yang senantiasa berinteraksi dengan orang
lain.
246
Akhlak merupakan pondasi yang kokoh bagi terciptanya
hubungan baik antara hamba dengan Allah SWT serta antar sesama
manusia.
247

Didalam sistem pendidikan Islam, khusus memberikan
pendidikan tentang akhlak serta moral yang bagaimanapun yang
bersifat seharusnya yang dimiliki oleh seorang muslim agar dapat
mencerminkan kepribadian muslim.
248
Usaha yang sungguh - sungguh
untuk mengubah akhlak yang buruk menjadi akhlak yang baik.
Disinilah dapat diartikan bahwa akhlak itu bersifat dinamis tidak statis.
Sehingga hal ini terus mengarah kepada kemajuan dari yang tidak baik
menjadi baik.
249


245
Novan Ardy dan Barnawi, Ilmu Pendidikan Islam ( Yogyakarta: Ar Ruzz Media,
2012), 90.
246
Eko Setiawan, “ Konsep Pendidikan Akhlak Anak Prespektif Imam Al
Ghazali”, Jurnal of Kependidikan, 05 No. 02 ( Mei 2017), 44.
247
Muchtar anda Dede Setiawan, Konsep Pendidikan Akhlak Dan Dakwah Dalam
Prespektif Dr. KH. Zaky Mubarak,” Online Jurnal of Ak – Qur’an, 12, no. 02 ( 2016), 195
(diakses 14 september 2019).
248
Muhjadin, Kukiah Akhlak Tasawuf ( Jakarta: Jalan Mulia, 1991), 5.
249
Mansur, Pendidikan Anak Usia Dini Dalam Islam ( Yogyakarta: Pustaka Belajar, 2005),
27

74 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
Akhlak menurut Ahmad Amin adalah kebiasaan dan kehendak.
Ini berarti kehendak itu apa bila telah melalui proses membiasakan
sesuatu, maka kebiasaan tersebut disebut dengan akhlak.
250


Menurut Abudin Nata akhlak adalah perbuatan yang dilakukan
dengan mendalam dan tanpa pemikiran, namun perbuatan
yang dilakukan tersebut sudah mendarah daging serta telah
melekat kedalam jiwa. Sehingga saat perbuatan tersebut
dilakukan atau saat melakukan perbuatan tidak lagi
memerlukan adanya pertimbangan serta pemikiran. Atau
dengan kata lain perbuatan tersebut dilakukan secara spontan,
tanpa adanya pemikiran dan pertimbangan.
251
Ada banyak
definisi dan penjelasan terkait pengertian akhlak. Jika
dicermati, sebenarnya beberapa pendapat tentang akhlak diatas
tidak ada perbedaan yang mendasar. perlu di ingat akhlak pada
umumnya merujuk kepada kebiasaan kehendak. Ini berarti
bahwa kalau kehendak itu dibiasakan, maka kebiasaan itulah
yang dinamakan dengan akhlak.
252
Misalnya, tentang kehendak
untuk membiasakan memberi maka ini dinamakan akhlak
dermawan. Budi adalah sifat jiwa yang tidak terlihat atau
kelihatan, sedangkan akhlak adalah kelihatan melalui kelakuan
atau muamalah. kekakuan adalah bukti dan gambaran adanya
akhlak.

Hal ini dapat disimpulkan bahwa akhlak adalah sebuah
perbuatan yang biasa dilakukan dan tidak memerlukan adanya sebuah
hal yang memerlukan pemikiran serta pertimbangan didalam
melakukanya hal ini dikarenakan telah mendarah daging didalam diri
manusia. Mengingat secara terminologis atau istilah, bahwa akhlak
adalah sifat yang tertanam didalam diri seseorang yang dapat
terealisasi kedalam suatu perbuatan. Perbuatan tersebut dilakukan

250
Ahmad Amin, Akhlak Terjemahan Farid Ma'ruf Ethika Ilmu Akhlak ( Jakarta: Balai
Pustaka, 1975), 62.
251
Abudin Nata, Akhlak Tasawuf ( Jakarta: Raja Grafindo, 1997), 5.
252
Subur, Model Pembelajaran Nilai Moral Berbasis Kisah ( Purwokerto: Stain Press,
2014), 43.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 75
dengan senang hati dan mudah tanpa adanya pemikiran, paksaan
bahkan penelitian.
253
Perilaku yang tergolong kepada akhlak adalah
perbuatan yang memiliki nilai, seperti bertrimakasih, cinta kepada
kebersihan, hormat kepada orang tua, guru ( pendidik) dan serta
bersahaja dengan santun sesuai dengan ajaran Islam.
254


D. Fungsi Akhlak
1. Untuk mengarahkan seseorang kepada hal yang bersifat baik.
Pembinaan akhlak yang ada serta pembentukan sikap dan pribadi
manusia pada hakikatnya terjadi dari pengalaman yang kecil,
keluarga sebagai yang utama. Dalam memberikan pendidikan
akhlak harus berlandaskan kepada ajaran dan syariat Islam.
255

2. Untuk Bertakwa Kepada Allah SWT Dan Mencintai Rasullullah
SAW. Qs. Ali - Imran ayat 102 yaitu;

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah
sebenar-benar takwa kepada-Nya; dan janganlah sekali-kali
kamu mati melainkan dalam keadaan beragama Islam.

Ayat ini di jelaskan oleh Allah SWT tentang bagaimana
bcara agar bertakwa secara maksimal yaitu dengan cara
melakukan Islamisasi dari semua aspek dan serta ruang lingkup
kehidupan atau Islamiyahal-hayah. Sebab bagaimana seseorang
muslim bisa wafat sebagai muslim jika muslim tersebut tidak
menjadi muslim di sepanjang kehidupan yang dijalani.
256

3. Dapat Membentuk Manusia Untuk Mencintai Rasullullah SAW.
Qs. Al - Hujurat ayat 1 yaitu
;


253
Ridhahani, Pengembangan Nilai Nilai Karakter Berbasis Al – Qur’an ( Yogyakarta:
Aswaja Presindo, 2916), 6.
254
Muchtar anda Dede Setiawan, Konsep Pendidikan Akhlak Dan Dakwah
Dalam Prespektif Dr. KH. Zaky Mubarak,” Online Jurnal of Al – Qur’an, 12, no. 02 ( 2016),
199.
255
Munirah ,” Akhlak dalam Prespektif Pendidikan Islam”, Jurnal Of Auladuna,
04, No. 02 ( 2017), 42.
256
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak ( Yogyakarta: Lembaga Pengkajian dan
Pengamalan Islam, 2001), 21.

76 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu
mendahului Allah dan Rasulnya dan bertakwalah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui.

Akhlak terhadap Rasulullah SAW di dalam menjalani setiap
momen kehidupan. Setelah mencintai Rasulullah SAW, Sebagai
umat dari Rasulullah SAW Kita juga diwajibkan untuk dapat
memuliakan Rasulullah SAW lebih dari pada tokoh manapun.
Salah satu bentuk penghormatan serta pemuliaan terhadap
Rasulullah SAW yaitu dengan tidak mendahului bekiu dalam
bentuk mengambil keputusan atau dalam bentuk memberikan
jawaban dari pertanyaan.
257
Hal ini sesuai dengan QS. Al Hujurat
ayat 1 yang tertera di atas.
4. Akhlak Juga Sebagai Dasar dalam Bertingkah Laku sesuai dengan
norma yang ada, menjadikan semua lebih stabil. Pentingnya
akhlak menjadi tujuan Nabi Muhammad SAW Karena salah satu
tugas dari Nabi Muhammad SAW adalah untuk menyempurnakan
akhlak manusia.

E. Pembinaan Agama
Pembinaan adalah sebuah bimbingan yang diberikan kepada
seseorang agar kembali kepada yang seharusnya. Atau bisa juga
dikatakan untuk mendapatkan sesuatu yang bermanfaat. Tergantung
kepada masalah pembinaan mana yang sedang di hadapi. Pembinaan
juga disebut sebagai suatu usaha dan upaya yang dapat dilakukan
dengan kesadaran terhadap niai yang dilakukan oleh orang lain seperti
orang tua, guru maupun masyarakat dengan metode tertentu baik itu
bimbingan secara perorangan ( personal) ataupun secara kelembagaan
dengan cara bertanggung jawab terhadap perkembangan pendidikan
anak atau peserta didik dalam hal menanamkan nilai dari dasar
kepribadian serta ilmu pengetahuan yang sumbernya dari ajaran

257
Yunahar Ilyas, Kuliah Akhlak..., 68

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 77
Agama Islam kesemua hal itu difokuskan kepada sasaran dan tujuan
yang akan di capai.
258

Sedangkan keagamaan menurut Elizabeth adalah gejala yang
begitu sering terdapat dimana – mana dan agama berkaitan dengan
usaha – usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari
keberadaan diri sendiri dan keberadaan alam semesta.
259
Sehingga
dapat disimpulkan pembinaan Agama adalah sebuah upaya untuk
mengarahkan seseorang dalam hal keagamaan agar menjadi pribadi
yang baik sesuai dengan tujuan yang ingin di capai.

F. Tri Pusat Pendidikan Dalam Membentuk Akhlak Melalui
Pembinaan Agama
Akhlak diajarkan pertama kali di dalam keluarga, kemudian di
Sekolah dan diaktualisasikan di dalam masyarakat. Inilah salah satu
peran dari Tri pusat pendidikan buang membentuk akhlak melakukan
pembinaan Agama. Tri pusat pendidikan mempunyai peranan yang
penting dalam setiap tumbuh kembang anak.
Pembinaan Agama dapat dilakukan, misal di dalam keluarga
seperti pada pembinaan tentang sholat lima waktu, disini keluarga
memiliki peranan yang penting untuk memberikan figur dan arahan
yang tepat kepada anak – anak nya dirumah. Di sekolah pembinaan
Agama yang diberikan misal dalam bentuk melakukan bimbingan
akhlak di sekolah. Benang merah yang dapat di tarik adalah peranan
Tri pusat pendidikan untuk membentuk akhlak melalui pembinaan
Agama dari tingkat keluarga, sekolah dan masyarakat, ke-tiga hal.ini
saling terkait.
Tri pusat pendidikan menjadi hal yang penting bagi pendidikan
anak. Tri pusat pendidikan yang terdiri dari keluarga, sekolah dan

258
Sebagaimana yang dikutip dari Ulya Dalila oleh Mila Shomadah dalam Skripsi
“Model Pembinaan Keagamaan pada Keluarga Muslim Pra-Sejahtera Lembaga Kesejahteraan Sosial
Anak Harapan Umat kota Malang Jawa Timur”. Universitas Islam Negeri Maulana Malik
Ibrahim Malang. (2017): 20
259
Lina, Hadiawati, “Pembinaan Keagamaan Sebagai Upaya Meningkatkan Kesadaran
Siswa Melaksanakan Ibadah Shalah (Penelitian di Kelas X dan XI SMK Plus Qurrota ‘Ayun”,
Kecamaan Samarang Kabupaten Garut. Vol. 02,No.1;. Fakultas Pendidikan Islam dan
Keguruan Universitas Garut, (2008), 18-25

78 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
masyarakat. Ketiga komponen ini saling mendukung satu sama lain.
Keluarga menjadi komponen buang pertama dalam pendidikan di
dalam kehidupan seseorang, anak misalnya. Pendidikan tidak hanya
terjadi di dalam lingkup bidang formal. Menjadikan tri pusat
pendidikan sebagai pengembangan Agama adalah hal yang tepat.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 79



Bagian VI
MASYARAKAT MODERN DALAM
MENGHADAPI ABAD 21



Masyarakat adalah sebuah anggota yang terdiri dari lebih dari tiga
orang. Masyarakat akan menghasilkan kebudayaan. Oleh karena itu
kebudayaan tidak akan pernah lepas dari masyarakat, kebudayaan
dihasilkan oleh masyarakat. Di dalam sistem masyarakat modern,
dibedakan antara dua masyarakat yaitu masyarakat pedesaan dan
masyarakat perkotaan. Masyarakat pedesaan yang disebut sebagai
rural community sedangkan masyarakat perkotaan disebut sebagai
urban community.
260

Dalam masyarakat modern pengaruh sekecil apa pun pasti
memiliki pengaruh yang berasal dari kota, namun sebaliknya pada
masyarakat pedesaan yang bersahaja pengaruh yang berasal dari kota
secara relatif tidak ada.
261

Masyarakat perkotaan dalam menyesuaikan diri dengan
perkembangan zaman tidak terlalu sulit. Hal ini dikarenakan cara
berpikir masyarakat perkotaan yang sudah berpikir secara lebih
rasional di bandingkan dengan masyarakat pedesaan. Abad 21 yang
saat ini sudah mengglobal tidak dipungkiri akan membawa pengaruh
pada masyarakat. Masyarakat perkotaan dalam menghadapi abad 21
bisa kita lihat pada banyak sisi di dalam kehidupan. Seperti pada
bidang pendidikan contohnya, masyarakat perkotaan tentu akan

260
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2007), 136
261
Soerjono Soekanto, Sosiologi..., 136.

80 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
mempunyai jenjang pendidikan yang tinggi, selain itu pada sisi
penggunaan atau pengetahuan teknologi informasi dan komunikasi
susah sangat meningkat.
Pada masyarakat pedesaan, mereka masih lambat dalam
menyesuaikan dengan perkembangan zaman abad 21 hal ini
dikarenakan masyarakat pedesaan menganggap kota adalah hal yang
berbahaya, terdapat muslihat, banyak memiliki pengetahuan dan
harus di waspadai. Masyarakat pedesaan dan perkotaan memiliki
perbedaan yang mendasar dari segi sosial dan kebudayaan. Dari segi
sosial masyarakat pedesaan hidup secara berkelompok dan
kekeluargaan sedangkan pada masyarakat perkotaan tidak seperti itu.
Pada sisi kebudayaan masyarakat pedesaan, masih memiliki
kebudayaan yang asli dan menghayati kebudayaan secara lebih
sederhana.
262
Hal ini secara langsung akan membawa pembahasan
yang menarik dalam hal mendalami masyarakat modern dalam
menghadapi abad 21 yang sudah mengglobal.

A. Masyarakat Modern
Untuk mendefinisikan masyarakat modern tentu yang akan
muncul adalah sebuah masyarakat yang sudah hidup di kota dan
mengalami perkembangan dari segala sisi, baik dari sisi pendidikan,
teknologi dan kebudayaan. Namun yang perlu di kaji lebih dalam
bahwa masyarakat modern memiliki dua isi yaitu masyarakat
perkotaan dan masyarakat pedesaan. Jadi ketika akan menjelaskan
definisi masyarakat modern tentu akan membahas juga tentang
definisi antar dua masyarakat tersebut. Hal ini juga akan tetap
memberikan definisi sendiri pada masyarakat modern.
Pada dasarnya di dalam penyebutan tersebut sama sekali tidak
mempunyai hubungan dengan definisi dari masyarakat.
263
Secara
lebih sederhana hal ini dikarenakan, dalam masyarakat modern
seberapa pun kecilnya suatu desa pasti akan ada sebuah pengaruh yang

262
Adon Nasrullah Jamaluddin, Sosiologi Perkotaan Memahami Masyarakat Kota dan
Problematikanya (Bandung: Pustaka Setia, 2017), 31
263
Soerjono Soekanto, Sosiologi..., 136

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 81
berasal dari kota.
264
Pengaruh yang ada seperti gaya hidup yang mewah
seperti pada kelas-kelas atas.
Masyarakat modern telah banyak mengalami kemajuan dan
mengalami banyak perkembangan, hal ini dikarenakan adanya
hubungan dengan anggota masyarakat lain yang telah terjalin secara
lebih intensif, selain itu pada masyarakat modern banyak yang
menerima informasi dari luar yang di dapat melalui media
elektronik.
265
Bahkan pada masyarakat modern yang bersangkutan
lebih sering berusaha di luar wilayahnya (merantau) sehingga banyak
mengalami perkembangan sejalan dengan perubahan yang datang di
dalam kehidupan mereka.
266

Untuk memberikan definisi masyarakat modern kata kunci
yang bisa kita gunakan adalah perkembangan dan kemajuan yang
sudah signifikan di dalam seluruh komponen masyarakat. Masyarakat
perkotaan jelas tidak bisa lepas dari keadaan masyarakat pedesaan.
Dalam membedakan atau memberikan definisi antara masyarakat
pedesaan dan masyarakat perkotaan hakikatnya adalah hal yang
bersifat gradual.
267

Untuk dapat memberikan definisi tersebut bisa dikatakan agak
sulit dalam hal memberikan batasan yang di maksud, hal ini
dikarenakan terdapat hubungan di antara konsentrasi penduduk
dengan sebuah gejala sosial yang selanjutnya di namakan sebagai
urbanisme.
268
Urbanisme sendiri adalah suatu proses perpindahan
penduduk dari desa ke kota.
269
Urbanisasi juga disebut dengan proses
terjadinya suatu masyarakat perkotaan.
270
Antara masyarakat
perkotaan dan masyarakat pedesaan adalah hal yang sama, perbedaan
itu terletak pada penyebutannya saja, namun pada hakikatnya adalah
sama.

264
Soerjono Soekanto, Sosiologi...., 136
265
Adon Nasrullah Jamaluddin, Sosiologi Perkotaan Memahami Masyarakat Kota..., 22
266
Adon Nasrullah Jamaluddin, Sosiologi Perkotaan Memahami Masyarakat Kota..., 22.
267
Soerjono Soekanto, Sosiologi...., 136.
268
Soerjono Soekanto, Sosiologi...., 136.
269
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: Raja Grafindo Persada,
2005), 157.
270
Soerjono Soekanto, Sosiologi...., 15.

82 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
Masyarakat perkotaan (urban community) merupakan
masyarakat kota yang tidak tertentu jumlah dalam jumlah
penduduknya,
271
dan juga cara hidup yang berbeda dengan masyarakat
pedesaan.
272
Masyarakat modern adalah masyarakat yang tidak terikat
oleh tradisi, mereka hidup secara bebas dan dapat menyesuaikan
perkembangan zaman dengan cepat.
Kata modern yang ada menunjukkan arti pada sebuah hal yang
baru, teknologi dan juga ada peningkatan pada pengembangan ilmu
pengetahuan. Hal ini tentunya akan menghasilkan berbagai
perkembangan yang signifikan dalam membentuk pola pikir dan gaya
hidup masyarakat.
273
Modern tentu akan memberikan satu hal yang
rinci yaitu “semua hal yang baru” karena baru maka berbeda dengan
keadaan yang lama. Contohnya pada perubahan cara hidup serta
aktivitas pada manusia yang berbeda dari sebelumnya.
274

Untuk lebih menggambarkan tentang masyarakat modern
berikut ciri-cirinya.
275

a. Hubungan yang ada, itu terjadi atas dasar pada kepentingan
yang bersifat kebutuhan individu dan juga bersifat pribadi.
b. Walaupun hubungan yang terjalin bersifat kebutuhan individu
dan pribadi namun hubungan masyarakat itu dilakukan secara
terbuka. Keterbukaan yang ada berindikasi untuk saling
memengaruhi satu sama lain atau antar anggota masyarakat.
Hal ini tidak berlaku pada keterbukaan rahasia dari hasil
penemuan yang baru.
c. Pada tingkat pendidikan, masyarakat perkotaan memiliki
tingkat pendidikan yang merata dan juga sudah tinggi.
d. Pada masyarakat modern, tingkat kepercayaan terhadap ilmu
pengetahuan dan teknologi sudah tinggi. Ilmu pengetahuan dan

271
Soerjono Soekanto, Sosiologi...., 138.
272
Soerjono Soekanto, Sosiologi...., 138.
273
Yuliatun Tajuddin, “Islam dan Masyarakat Modern Dalam Sistem Modeling
Masyarakat Jawa”, Jurnal of Community Development, 01, No. 01 (Juni 2016) 36, diakses 25 Juli
2020.
274
Yuliatun Tajuddin, “Islam dan Masyarakat Modern Dalam Sistem Modeling
Masyarakat Jawa”..., 36-37.
275
Adon Nasrullah Jamaluddin, Sosiologi Perkotaan Memahami Masyarakat Kota..., 22.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 83
teknologi di percaya dapat meningkatkan strata sosial, kelas
sosial dan juga citra hidup yang di dapat.
e. Hukum yang berlaku pada masyarakat modern adalah hukum
yang bersifat tertulis yang menyeluruh (kompleks).
f. Alat pembayaran pada bidang ekonomi dilakukan dengan
sistem pembayaran elektronik seperti cek, atm, kartu kredit dan
alat pembayaran yang lain.
g. Terakhir yaitu profesi masyarakat modern dapat dijumpai pada
keahlian profesi yang dapat dipelajari dan juga ditingkatkan
pada jalur pendidikan seperti sekolah kejuruan atau luar
sekolah.
Masyarakat pedesaan adalah masyarakat yang masih hidup
secara tradisional. Mereka adalah orang yang masih murni dan lugu
karena belum banyak mengenal pengaruh dari kota. Kehidupan yang
dijalani adalah kesederhanaan dan masih hidup yang kental dengan
kebudayaan, tingkat sosial masih berkelompok dan saling
kekeluargaan. Pergerakan ekonomi masih tradisional, dengan rata-rata
berprofesi sebagai petani atau buruh di sawah. Pendidikan masyarakat
pedesaan masih kurang tinggi.

B. Tujuan Masyarakat Modern
Tujuan masyarakat modern dari sisi perkotaan tentu untuk
dapat hidup sesuai dengan tuntutan zaman, meningkatkan kelas sosial
dalam hidup bermasyarakat Masyarakat modern mencerminkan
adanya sebuah perkembangan. Tujuan dari masyarakat pedesaan
adalah untuk tetap mempertahankan kebudayaan dan tradisi yang
mereka percayai dari nenek moyang mereka. Tetap mempertahankan
sistem kekeluargaan serta hidup secara sederhana dan dapat tetap
tidak terpengaruh dari perkembangan zaman. Oleh karena itu,
masyarakat pedesaan sulit untuk mendapatkan pengetahuan yang
baru.

C. Abad 21 yang Mengglobal
Abad 21 disebut juga abad teknologi dan informasi,
pengetahuan, abad ekonomi berbasis jaringan dan revolusi Industri

84 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
4.0.
276
Pada abad 21 terjadi sebuah perubahan buang sangat cepat dan
juga perubahan yang sulit untuk diprediksi, dimulai dari bidang
transportasi yang saat ini sudah merambah melalui pemesanan online,
pada bidang ekonomi pembayaran dapat dilakukan dengan uang
elektronik seperti ATM, kartu kredit, cek dan lain sebagainya.
Komunikasi saat ini tidak terbatas menjangkau seluruh wilayah dan
antar negara di seluruh belahan dunia. Informasi, saat ini bagi
masyarakat untuk mendapatkan berita terbaru dapat diperoleh dari
berbagai sumber, tidak seperti pada zaman dahulu. Pada bidang
pendidikan saat ini perkembangan pada pembelajaran yang sudah
berbasis teknologi informasi dan komunikasi.
277

Perkembangan abad 21 tentu tidak hanya berkembang begitu
saja. Perkembangan itu menuntut sejumlah ketrampilan ( ketrampilan
yang di maksudkan sudah dijelaskan pada bab guru yang cerdas dalam
menyongsong era revolusi industri 4.0). Ketrampilan ini penting
untuk dikuasai oleh setiap masyarakat. Dengan menguasai
keterampilan tersebut, sudah dapat menjawab tentang tantangan pada
abad 21, tidak dibantah lagi abad 21 saat ini sudah sangat
mengglobal.
278

Namun, hal penting lainnya yang tidak boleh dilupakan adalah
perkembangan dalam bentuk apa pun akan selalu mengalami
perkembangan, jadi kita sebagai masyarakat harus bisa memposisikan
diri kita pada perkembangan zaman yang ada, dapat menyesuaikan diri
dalam perkembangan memang baik, tapi sebagai manusia kita tidak
akan pernah bisa secara keseluruhan menerima perubahan tersebut.
Yang di maksudkan ialah menyerap pengetahuan dari perubahan
tersebut dan mampu bekerja sesuai perkembangan yang ada.
Kecenderungan historis yang begitu menonjol di masa era
modern merupakan suatu perubahan yang bergerak menuju
globalisasi.
279
Masyarakat saat ini seolah hidup dengan kemudahan

276
I Wayan Redhana, “Mengembangkan Ketrampilan Abad Ke 21 Pada
Pembelajaran Kimia”, Jurnal Pendidikan Kimia, 13, No. 01 (2019), 2239, diakses 25 Juli 2020.
277
I Wayan Redhana, “ Mengembangkan Ketrampilan Abad Ke 21..., 2239.
278
I Wayan Redhana, “ Mengembangkan Ketrampilan Abad Ke 21..., 2241.
279
Piotr Sztompka, Sosiologi Perubahan Sosial (Jakarta: Prenada Media Group,
2007), 101.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 85
yang dibantu oleh teknologi informasi dan komunikasi. Bagaimana
tidak? Kemudahan tersebut terjawab karena mencakup bidang
kehidupan yang dimulai dari ilmu pengetahuan, ekonomi, teknologi,
kebudayaan dan kain sebagainya. Hal ini tentunya menjadikan
perubahan berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang
memberikan kemajuan yang tinggi.
Tidak hanya itu, dunia yang saat ini sudah berada pada peran
untuk melawan wabah Covid-19 juga dituntut untuk hidup dengan
sarana dan prasarana perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi di dalam memenuhi kebutuhan, dimulai dari cara
berkomunikasi, pemesanan kebutuhan pokok bisa dilakukan dengan
online, pembelajaran yang semula di sekolah kini dilakukan secara
jarak jauh dengan pemanfaatan online jarak jauh, para pekerja
kantoran bekerja di rumah. Keadaan ini tentu akan memberikan
pertanyaan bagaimana masyarakat modern (perkotaan dan desa)
dalam menghadapi abad 21.

D. Masyarakat Modern dalam Menghadapi Abad 21
Abad 21 secara otomatis akan identik dengan modern.
Perkembangan abad 21 akan lebih memudahkan dan mempercepat
kemajuan masyarakat di dalam semua aspek kehidupan.
280

Perkembangan abad 21 yang ada tidak menjadikan semua mampu
untuk menyesuaikan diri karena keterbatasan ekonomi dan sarana
yang ada. Pada masyarakat pedesaan dalam menghadapi abad 21
masih belum menyeluruh, dikarenakan masyarakat pedesaan masih
berpola secara tradisional
281
dan masih belum sepenuhnya
mempercayai ilmu pengetahuan. Berbeda dengan masyarakat modern
(perkotaan) dalam menghadapi abad 21 dilakukan dengan cara
mendapatkan jenjang pendidikan yang tinggi. Pendidikan pada
hakikatnya adalah untuk memberikan keterampilan dan pengetahuan
kepada peserta didik secara lebih menyeluruh sehingga dapat merubah

280
Yuliatun Tajuddin, “Islam dan Masyarakat Modern dalam Sistem Modeling
Masyarakat..., 37
281
Yuliatun Tajuddin, “Islam dan Masyarakat Modern dalam Sistem Modeling
Masyarakat..., 38

86 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
perilaku peserta didik dan akan menjadi bekal untuk hidup di
masyarakat. Melalui persiapan pendidikan yang tinggi pada abad 21 di
percaya lebih efektif.
282
Keterampilan abad 21 tidak didapat dari sejak
lahir melainkan diperoleh melalui belajar, pengalaman dan latihan.
283


E. Analisis
Hidup di zaman saat ini adalah hidup pada masa abad 21 yang
dipenuhi dengan berbagai perkembangan yang ada. Masyarakat
modern (pedesaan dan perkotaan) juga secara otomatis akan
merasakan perubahan tersebut. Mereka mempunyai cara sendiri-
sendiri untuk menghadapi perkembangan tersebut. Masyarakat
perkotaan yang sudah mempercayai ilmu pengetahuan akan lebih
mudah menyesuaikan diri, mereka salah satunya dengan memasuki
jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Pemikiran masyarakat perkotaan
yang sudah modern tentu lebih memudahkan mereka dalam
menghadapi abad 21. Pada masyarakat pedesaan sedikit kesulitan
untuk dapat menyesuaikan diri, selain mereka yang masih banyak
hidup secara tradisional kekurangan sarana dan ekonomi juga menjadi
faktor kurang siap dalam menghadapi abad 21 yang sudah Mengglobal.


282
I Wayan Redhana, “ Mengembangkan Ketrampilan Abad Ke 21..., 2240.
283
I Wayan Redhana, “ Mengembangkan Ketrampilan Abad Ke 21..., 2240.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 87




Bagian VII
GURU YANG CERDAS
DALAM MENYONGSONG
ERA REVOLUSI INDUSTRI 4.0



Sosok guru menjadi garda terdepan di dalam kemajuan manusia.
Berbicara mengenai sosok “guru” akan menjadi sebuah pembahasan
yang luas dan syarat mengandung makna. Luas karena guru sendiri
tidak hanya sosok yang dikenal di dalam lingkup pendidikan formal
maupun non formal, tetapi juga mencakup seluruh elemen hal yang
dapat mengarahkan pengalaman dan tingkah laku seseorang menuju
hal yang lebih baik. Syarat akan makna, bahwasanya jasa seorang guru
begitu besar dan guru menjadi sosok orang tua kedua di sekolah.
Mendidik penuh dengan ketulusan, bahkan sehebat apa pun suatu
teknologi tidak akan mampu menggantikan sosok seorang guru.
Guru yang tugas utamanya untuk membelajarkan seseorang
dituntut untuk memiliki kecakapan ilmu pengetahuan serta
berperilaku dengan baik secara keseluruhan agar menjadi contoh dan
teladan bagi peserta didik dan masyarakat umum. Oleh karena itu,
guru harus memiliki profesionalisme yang baik, yang diakui oleh
pemerintah. Hal inilah yang menggambarkan lebih jauh bahwa guru
harus memiliki kecerdasan yang luas untuk mengikuti perkembangan
zaman. Era revolusi industri 4.0 menjadi perkembangan saat ini, yang
menggabungkan antara teknologi informasi dan komunikasi dengan
ilmu pengetahuan, sehingga akan memengaruhi seluruh disiplin ilmu.
Film guru di sinilah yang menuntut agar guru memiliki kecakapan
dalam menggunakan alat-alat untuk membantu kemajuan proses

88 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
belajar mengajar di dalam kelas seperti internet. Semua hal itu akan
lebih menjadikan upaya untuk menyongsong era revolusi industri 4.0.

A. Guru Cerdas
Kamus Besar Bahasa Indonesia, seperti yang di jelaskan oleh
Mustahid di dalam buku yang berjudul “Pengembangan Prosesi Guru”
memberikan satu definisi tentang guru yaitu guru adalah orang yang
memiliki pekerjaan, mata pencaharian dan berprofesi sebagai tenaga
pengajar.
284
Dalam pengertian yang lebih sederhana, definisi guru
merupakan orang yang akan memberikan ilmu pengetahuan kepada
anak didik atau peserta didik, sedangkan guru menurut masyarakat
dipandang sebagai orang yang melaksanakan pen didikan yang
dilakukan di tempat-tempat tertentu, tidak harus melalui pendidikan
di lembaga pendidikan formal. Tetapi pendidikan bisa berlangsung di
masjid, musala atau surau ataupun bisa juga di rumah.
285

Definisi guru dari Supardi di dalam buku “ kinerja guru”
menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005
tentang guru dan dosen yaitu:

Bahwa guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih,
menilai dan mengevaluasi peserta didik pada usia dini,
pendidikan dasar dan pendidikan menengah jalur pendidikan
formal.
286


Guru adalah orang yang secara sadar bertindak untuk
mengarahkan pengalaman dan juga tingkah laku dari Individu
sehingga terjadi proses pendidikan.
287
Guru di dalam bahasa Jawa
menunjukkan arti kepada seseorang, di mana seseorang tersebut
dimaksudkan untuk digugu dan juga ditiru oleh semua peserta didik

284
Mujtahid, Pengembangan Profesi Guru (Malang: UIN Maliki Press, 2011), 33.
285
Syaiful Bahri Djaramah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif Suatu
Pendekatan Teoritis Psikologis (Jakarta: Rineka Cipta, 2010), 31.
286
Supardi, Kinerja Guru (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2014), 8.
287
Uno, Profesi Kependidikan Problema Solusi dan Reformasi Pendidikan di Indonesia
(Jakarta: Bumi Aksara, 2007), 15.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 89
bahkan masyarakat, digugu dalam artian bahwa semua buang
disampaikan oleh guru dapat senantiasa dipercaya dan diyakini sebagai
kebenaran oleh semua peserta didik, sedangkan ditiru mengandung
arti bahwa seseorang guru harus menjadi sosok suri teladan bagi
peserta didik dan juga masyarakat.
288

Kajian sosiologis memandang, bahwa posisi guru bertindak
sebagai agen sosial yang penting di dalam pendidikan. Khususnya pada
sektor dunia sekolah.
289
Masyarakat menempatkan sosok guru sebagai
manusia yang begitu terhormat di lingkungannya. Hal ini dikarenakan
masyarakat percaya dari seorang gurulah masyarakat memperoleh
ilmu pengetahuan dan juga memahami teknologi.
290
Berbicara tentang
guru dan pendidikan juga berarti membicarakan tentang sosiologi.
Hal ini mengindikasikan bahwa guru akan memiliki kewajiban
utama untuk mencerdaskan bangsa dan menuju pada pembaharuan
manusia yang seutuhnya berdasarkan Pancasila dan undang-undang
1945, berkembang secara IPTEK dan cakap bersosiologi.
291
Melalui
guru masyarakat juga percaya adanya empat pilar penting di Indonesia
yaitu mencakup: Pertama, Undang-Undang, kedua Pancasila 1945,
ketiga, Bhineka Tunggal Ika, dan yang keempat yaitu NKRI yang harus
diperhatikan, dijaga, dan dilestarikan.
292
Guru adalah komponen
pendidikan yang ada setelah murid yang berperan di dalam hal
meningkatkan kualitas pendidikan agar lebih baik dan maju serta
berperan sebagai seseorang yang membelajarkan seseorang.
293
Uzer
Usman memberikan definisi guru sebagai berikut.

288
Lalu Mukhtar dan Hully, Profesi Keguruan (Yogyakarta: Kurnia Kalam Semesta
2012), 73.
289
Nuraini Soyomukti, Pengantar Sosiologi Dasar dan Analisis Teori dan Pendekatan
Menuju Analisis Masalah Sosial Perubahan Sosial dan Kajian Strategis (Jakarta: Arruz Media,
2014), 479.
290
Hamid Damardi, Tugas Peran Guru Kompetensi dan Tanggung Jawab
Menjadi Guru Profesional”, Jurnal of Edukasi, 13, No. 2 (Desember 2013), 164 (Diakses 11
Juli 2020).
291
Hamid Damardi, Tugas Peran Guru Kompetensi dan Tanggung Jawab
Menjadi Guru..., 164.
292
Hamid Damardi, Tugas Peran Guru Kompetensi dan Tanggung Jawab
Menjadi Guru..., 164.
293
Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional (Bandung: Remaja Rosdakarya,
2014), 24.

90 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN

Definisi guru menurut Uzer Usman, Guru adalah yang
mempunyai jabatan atau profesi yang memerlukan keahlian
khusus sebagai guru, karena pekerjaan guru tidak dapat dilakukan
oleh sembarang orang di luar bidang pendidikan.
294


Pendapat lain datang dari Hadi Supeno, guru merupakan
seseorang yang dikarenakan panggilan jiwanya, sebagian besar dari
tenaga, waktu dan juga pemikirannya di pergunakan untuk kegiatan
mengajarkan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan juga sikap kepada
orang lain dan pengajaran dilakukan di sekolah atau lembaga formal.
295

Secara lebih sederhana pulang, guru merupakan borang yang
pekerjaannya ditujukan untuk mengajar.
296
Zakiyah Derajat juga
memberikan definisi guru sebagai seseorang yang memiliki kecakapan
kemampuan serta mempunyai pengalaman yang dapat memudahkan
di dalam melaksanakan peranan guru untuk membimbing
muridnya.
297
Selain guru yang memberikan ilmu pengetahuan, guru
juga merupakan tenaga yang profesional yang dapat menjadikan
peserta didik atau murid-muridnya mampu menganalisis,
merencanakan dan dapat menyimpulkan masalah yang dihadapi.
298

Dari beberapa definisi guru di atas dapat disimpulkan
bahwasanya guru adalah seseorang yang mempunyai banyak ilmu
pengetahuan dan keterampilan. Dengan ilmu pengetahuan yang
dimiliki tersebut maka berprofesi sebagai guru “ tenaga pengajar”
tugasnya untuk membelajarkan murid agar memiliki kecakapan dalam
menjalani kehidupan selain itu juga mengerti tentang ilmu
pengetahuan, teknologi baik dari sisi psikomotorik, afektif dan kognitif.
Membentuk anak-anak menjadi pribadi yang baik, selain itu guru juga

294
Mohammad Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2002), 6.
295
Hadi Supeno, Potret Guru (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1995), 26.
296
Dapertemen Pendidikan dan kebudayaan Kamus Besar Bahasa Indonesia
(Jakarta: Balai Pustaka, Cet. I, 2001), 570.
297
Zakiyah Derajat, Metodologi Pengajaran Agama Islam (Jakarta: Bumi Aksara, Cet.
I, 1996), 26.
298
Syarifudin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum (Jakarta: Ciputat
Press, 2003), 8.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 91
harus mampu menjadi sosok yang digugu dan ditiru di dalam lingkup
pendidikan dan kemasyarakatan serta mampu untuk mengikuti
perkembangan zaman yang dapat digunakan untuk perkembangan
zaman, cerdas dan cakap dalam semua aspek.
Perlu digarisbawahi hal yang begitu penting bahwa sehebat apa
pun dan secanggih apapun sebuah teknologi tidak akan mampu
menggeser peran guru. Dari gurulah nantinya peserta didik akan
mendapatkan pendidikan karakter, moral Budi pekerti dan juga
keteladanan. Sosok guru akan selalu menjadi garda terdepan dalam
kemajuan sebuah bangsa. Guru yang akan memberikan dua hal
penting antara keseimbangan ilmu pengetahuan dan juga pendidikan
akhlak. Sehebat apa pun seseorang menguasai ilmu pengetahuan jika
pendidikan akhlak tidak didapat maka hak tersebut menjadi tidak
seimbang. Inilah yang menjadikan guru selalu dirindukan di dalam
dunia pendidikan.
Kecerdasan adalah sebuah kemampuan yang bersifat
manipulasi dari unsur sebuah kondisi yang dihadapi untuk sebuah
solusi yang di dalam mencapai tujuan.
299
Setiap individu memiliki
kecerdasan dalam taraf tertentu, seperti pada kecerdasan yang
tercermin melalui perilaku, perilaku seperti objektif, aktif, aspiratif,
analitis, kreatif, dinamis, inovatif, antisipatif, maju, berpikiran terbuka
dan dapat mencari solusi dari masalah yang dihadapi secara bijak.
300

Untuk mendefinisikan guru yang cerdas sudah tentu definisi
tersebut ada di dalam definisi guru itu sendiri. Karena sejatinya guru
adalah sosok pribadi yang cerdas yang melingkupi dari segala sisi ilmu
pengetahuan, teknologi dan bermasyarakat bahkan di dalam
perkembangan era revolusi industri 4.0 guru pun harus mampu untuk
dituntut cerdas karena sebuah ilmu pengetahuan akan selalu
mengalami perkembangan hal ini secara otomatis sudah menjadikan
dan memposisikan guru sudah cerdas. Guru cerdas merupakan guru
yang dapat dengan baik meningkatkan kualitas diri, ilmu pengetahuan

299
Prayitno dan Manunlang, Pendidikan Karakter dalam Membangun Bangsa (Medan:
Pascasarjana Universitas Negeri Medan, 2010), 12.
300
Prayitno dan Manunlang, Pendidikan Karakter..., 13.

92 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
di dalam bidang pendidikan untuk dapat mencapai titik tujuan
pendidikan secara lebih mendalam dan menyeluruh.
Guru yang cerdas dalam buku ini dimaksudkan atas dasar arah
dari pengertian guru seperti yang sudah dipaparkan di atas, guru yang
cerdas harus mampu untuk memahami dan menjalankan hakikat dari
tugas dan fungsi guru di dalam semua hal yang terkait. Dengan
memahami tugas dan fungsi guru secara otomatis guru akan cerdas
atau dengan kata lain guru yang cerdas adalah guru yang mampu
menempatkan diri di dalam tugas dan fungsi seorang guru.

B. Fungsi Guru Cerdas
Berprofesi sebagai guru tentunya akan memiliki peranan dan
tugas yang banyak. Oleh karena itu pula profesi guru tidak boleh di
pandang sebelah mata, gurulah yang menjadi garda terdepan di dalam
kemajuan bangsa dan bidang pendidikan seperti yang sudah di jelaskan
di atas. Dari sanalah kita belajar untuk mengembangkan dan
menganalisis ilmu pengetahuan.
Tugas dan tanggung jawab guru yang meliputi tiga hal penting
di antaranya yaitu;
1. Guru akan bertindak sebagai administrator di dalam kelas di
dalam pelaksanaan kegiatan belajar mengajar di kelas , dan juga
di luar kelas.
2. Guru sebagai pembimbing, hal ini untuk mengarahkan peserta
didik. Secara otomatis tentunya peranan guru adalah sebagai
pembimbing di dalam setiap kegiatan peserta didik dalam
memperoleh ilmu pengetahuan.
3. Tugas guru yang ketiga adalah sebagai pengajar, memberikan
dan menginformasikan ilmu pengetahuan sebagai bekal peserta
didik di dalam segala aspek kehidupan.
301

Fungsi guru sebagaimana yang terdapat di dalam undang-
undang No. 14 Tahun 2005 tentang guru dan dosen pada pasal 35 ayat
1 menjelaskan:


301
Nana Sudjana, Dasar-dasar Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Baru, 1989), 15.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 93
Beban kerja guru mencakup kegiatan pokok yaitu merencanakan
pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil belajar,
membimbing dan melatih peserta didik serta melaksanakan tugas
tambahan.
302


Fungsi guru yang cerdas dapat memberikan manfaat yang besar
bagi kemajuan peserta didik. Guru dibekali dengan berbagai ilmu
pengetahuan saat akan melaksanakan tugas sebagai pendidik. Tidak
ada guru yang tidak cerdas, semua tenaga pendidik adalah orang-orang
yang hebat dan berdedikasi tinggi untuk kemajuan bangsa, dari
gurulah lahir seorang ilmuan hebat dan para pemikir yang hebat. Guru
adalah sosok yang begitu cerdas dan hebat di dalam membentuk
dimensi ilmu pengetahuan dan ka rakter peserta didik.
Menggarisbawahi apa fungsi dari guru yang cerdas memberikan
jawaban bahwa semua fungsi guru yang cerdas sudah ada dan tertuang
di dalam tugas dan fungsi guru.

C. Teknologi Revolusi Industri 4.0
Teknologi menjadi suatu kata kunci dari kemajuan untuk
peradaban suatu bangsa. atau menjadi simbol dari sebuah
perkembangan bangsa atau negara. Teknologi mencakup seluruh
sektor kehidupan, bahkan mencakup sektor di dalam bidang
pendidikan.
Kata teknologi berasal dari bahasa Yunani yaitu technologia dan
techne yang artinya yaitu keahlian serta logis yang berarti
pengetahuan.
303
Definisi teknologi di dalam artian yang sempit
mengandung arti bahwa teknologi adalah sesuatu hal yang mengacu
pada sebuah objek benda yang digunakan untuk memudahkan
aktivitas manusia, yang mencakup seperti perkakas, mesin atau
perangkat keras dan lain sebagainya.
304
Bahkan saat ini pendidikan

302
Undang- Undang Republik Indonesia, No. 14 Tahun 2005, 101.
303
Lestari Bela Oktama, Museum Ilmu dan Teknologi Untuk Anak-anak di Solo Baru
(Diss: Universitas Muhammadiyah Surakarta, 2013), 5.
304
A. Misbahruddin, “ Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
Oleh Rumah Tangga Untuk Kehidupan Sehari- Hari”, Jurnal of Penelitian Pers dan
Komunikasi Pembangunan (2016), 18 (Diakses 11 Juli 2020)

94 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
juga mengalami kemajuan yang pesat, memadukan pembelajaran
dengan berbasis teknologi seperti internet.
Revolusi industri 4.0 menjadi sebuah hal yang tidak asing lagi.
Ya, pada zaman inilah kita berada pada posisi perkembangan yang
disebut dengan perkembangan revolusi industri 4.0 baik pada bidang
pendidikan, ekonomi, kebudayaan, maupun bidang kehidupan yang
lain. Revolusi industri 4.0 adalah perubahan dari cara hidup dan juga
proses kerja dari manusia secara fundamental, dengan adanya
kemajuan teknologi informasi akan secara langsung mengintegrasikan
teknologi di dalam kehidupan, sehingga memberikan dampak bagi
seluruh disiplin ilmu pengetahuan.
305

Revolusi industri 4.0 memberikan perubahan cara kerja
manusia yang dulunya menggunakan tangan sekarang bekerja
menggunakan mesin. Revolusi industri 4.0 sendiri diperkenalkan oleh
Friedrich Engels dan Louis-Auguste Blanqui pada pertengahan abad
ke 19.
306
Revolusi industri 4.0 dikembangkan dari perkembangan
revolusi industri 3.0. Revolusi industri 4.0 sering dikenal sebagai
revolusi digital, ditandai dengan adanya politerasi komputer dan juga
otomatis pencatatan di semua bidang kehidupan manusia.
307
Seperti
pencatatan absensi perkantoran menggunakan mesin.
Revolusi industri 4.0 mengakibatkan semua proses untuk
dilakukan secara otomatis di dalam semua aktivitas, teknologi internet
semakin mengalami perkembangan yang tidak hanya berfungsi untuk
menghubungkan manusia di seluruh dunia melainkan juga terdapat
pada proses interaksi perdagangan serta transportasi secara online.
308

Keadaan ini bisa kita jumpai, misal pada perkembangan transportasi
seperti pemesanan tiket yang dapat dilakukan secara online baik tiket
pesawat, dan tiket kereta. Bahkan pemesanan ojek yang dilakukan
secara online perkembangan ini juga masuk di dalam bidang ekonomi

305
Hamdan, “ Industri 4.0 Pengaruh Revolusi Industri Pada Kewirausahaan
Demi Kemandirian Ekonomi”, Jurnal of Nusamba, 03, No. 02 (Oktober 2018), 2 (Diakses 11
Juli 2020).
306
Murti Ningsih, "Pengaruh Perkembangan Revolusi Industri 4.0 dalam Dunia
Teknologi di Indonesia", Fakultas Komputer UAS - 88675543, 2, diakses 12 Juli 2020.
307
Hamdan, Industri 4.0: Pengaruh Revolusi Industri..., 2.
308
Hamdan, Industri 4.0: Pengaruh Revolusi Industri..., 2.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 95
dan bisnis yang saat ini banyak melakukan pembelian barang secara
online. Ilmu pengetahuan dan teknologi akan selalu mengalami
perkembangan untuk menuju suatu yang lebih tinggi.
Revolusi industri 4.0 pada bidang pendidikan seperti
memanfaatkan teknologi sebagai media pembelajaran. Seperti Google
Classroom, LCD dan pembelajaran berbasis teknologi lainnya. Adanya
wabah Covid-19 menjadikan lebih jelas peranan kemajuan teknologi di
dalam dunia pendidikan. Pendidikan era revolusi industri sejatinya
menuntut untuk memberikan pendidikan berbasis teknologi.
Tantangan inilah yang belum sepenuhnya tercapai, namun adanya
wabah Covid-19, seolah memberikan peningkatan yang besar pada
pendidikan berbasis teknologi. Pembelajaran jarak jauh seperti daring
dengan pemanfaatan teknologi internet.
Dampak lain dari revolusi industri 4.0 pada bidang pendidikan
bisa kita jumpai di dalam proses pembelajaran, peningkatan
keterampilan guru, penyelesaian dari berbagai tugas sehingga hal ini
tidak terlepas dari sebuah perkembangan teknologi dan informasi yang
berkembang.
309
Dunia pendidikan saat ini menuntut para peserta didik
dengan ketrampilan abad 21, keterampilan yang di maksudkan seperti
keterampilan untuk dapat berpikir secara kritis, kreatif, inovatif, dapat
berkolaborasi, memiliki keterampilan berkomunikasi secara lisan
maupun tulisan dan dapat memecahkan masalah yang di hadapi
seperti ketrampilan mengelola, merencanakan serta terampil
mempergunakan teknologi.
310
Kemampuan leadership,
communication, entrepreneurship, digital literacy, global citizenship,
dan team working, serta problem solving juga ada di dalam
keterampilan abad 21.
311

Inovasi seperti disruptive adalah sebuah istilah yang sudah
pasti ada di Indonesia dan istilah disruptive serta innovation menjadi
roh utama dari perkembangan revolusi industri 4.0.
312
Kehadiran

309
Susilo Setyo Utomo, “ Guru di Era Revolusi Industri 4.0” (FKIP: Undana), 2.
310
Susilo Setyo Utomo, “ Guru”..., 3.
311
Susilo Setyo Utomo, “ Guru”..., 3.
312
M. Anwar Nurkholis dan Badawi, “ Profesionalisme Guru di Era Revolusi
Industri 4.0”, Proseding Seminar Nasional Pendidikan Progam Pascasarjana Universitas PGRI
Palembang (12 Januari), 494, diakses 12 Juli 2020.

96 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
revolusi industri 4.0 memberikan teknologi baru yang dapat
meleburkan dunia fisik, biologis dan digital yang diwujudkan dalam hal
baru seperti dalam bentuk perangkat, robot, kecerdasan buatan,
computer yang mobile, pengeditan genetik, kendaraan tanpa
pengemudi dan digitalisasi pada layanan publik.
313

Revolusi industri 4.0 dapat disimpulkan sebagai era industri di
mana keseluruhan sebuah aktivitas yang ada di dalamnya dapat untuk
saling berkomunikasi secara lebih realtime, hal ini berlandaskan pada
keseluruhan pemanfaatan byang kita sebut sebagai internet dan juga
CPS, Hal ini dapat mencapai tujuan antara kreasi nilai yang baru
ataupun pada pencapaian optimalisasi nilai yang sudah ada pada titik
perkembangan proses industri.
314

Teknologi yang berkembang di era revolusi industri 4. 0 tentu
banyak sekali. Saat inilah kita dituntut untuk bisa menguasai teknologi
apa saja yang berkembang pada era ini, berikut beberapa ulasannya;
a. Teknologi nano
b. Teknologi bioteknologi
c. Teknologi berbasis internet
d. Dan teknologi artificiall intelegent yang mencakup seluruh
disiplin ilmu.

D. Guru Yang Cerdas Dalam Menyongsong Era Revolusi Industri 4.0
Menuju pada satu pembahasan ini sudah sangat jelas peran
guru. Guru dituntut untuk bisa menyesuaikan diri dengan segala aspek
kemajuan yang ada termasuk teknologi. Tidak hanya guru, masyarakat
umum juga harus bisa beradaptasi dengan perubahan dan kemajuan
zaman yang ada seperti pada zaman sekarang yaitu revolusi industri
4.0. Kemajuan teknologi saat ini seolah sudah sangat menguasai dunia.
Tidak ketinggalan ilmu pengetahuan juga akan selalu mengalami
perkembangan, sehingga ini akan menuntut guru untuk selalu dapat
memposisikan diri dengan segala perkembangan yang ada. Dengan

313
Susilo Setyo Utomo, “ Guru”..., 2.
314
Hadi Prasetyo dan Wahyudi Sutopo, “Industri 4.0 Telaah Klasifikasi Aspek
dan Arah Perkembangan Riset”, Jurnal Teknik Industri , 13, No. 01 (Januari 2018), 19,
diakses 12 Juli 2020.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 97
memperhatikan tugas dan fungsi guru yang sedemikian besar maka
guru harus dapat berperan aktif.
Tugas dan fungsi guru serta dengan segala bentuk kewajiban
guru harus mampu bersinergi dengan ilmu pengetahuan baru, yaitu
seperti perkembangan revolusi industri 4.0. Hal ini secara langsung
mengisyaratkan peran guru semakin menjadi garda terdepan yang
strategis dan juga penting,
315
dimulai dari perkembangan infrastruktur
dan peningkatan sumber daya manusia inilah yang menuntut guru
untuk dapat meningkatkan kemampuan profesionalisme guru pada
abad 21 (pendidikan abad 21).
Guru yang cerdas di era ini harus mampu mengikuti
perkembangan zaman, hal ini ditujukan untuk dapat menjadikan
pembelajaran lebih berkualitas dan berinovasi.
316
Era revolusi industri
4.0 secara langsung membutuhkan tenaga kerja, termasuk di dalam
pendidikan yaitu guru, seorang pahlawan tanpa tanda jasa. Yang begitu
tulus memberikan ilmu pengetahuan di sekolah. Bisa dikatakan, guru
adalah sosok yang multitalenta dan dapat beradaptasi dalam berbagai
bentuk situasi ilmu pengetahuan yang berkembang, tanggung dan
cakap.
Kemampuan guru era revolusi industri 4.0 mencakup
ketrampilan literasi baru, yang mencakup;
1. Literasi teknik,
317
di dalam ketrampilan Nini mencakup cara
kerja mesin, yang kemudian aplikasi dari teknologi dan serta
dapat bekerja berbasis dari produk teknologi. Saat ini hampir
semua guru sudah mempergunakan laptop di dalam kegiatan
belajar mengajar.
2. Literasi manusia,
318
literasi manusia berkaitan dengan berpikir
dengan kritis, inovatif, kreatif serta dapat berkolaborasi dengan
baik.
3. Keterampilan yang ketiga yaitu literasi digital seperti membaca,
mampu menganalisis dan membuat konklusi, berpikir berdasar

315
Susilo Setyo Utomo, “ Guru”..., 2.
316
Baldwine Honest G, “ Guru di Era Revolusi Industri 4.0”, Kompasiana, 14
Desember 2019, diakses 12 Juli 2020.
317
Baldwine Honest G, “ Guru di Era Revolusi Industri 4.0”...2.
318
Baldwine Honest G, “ Guru di Era Revolusi Industri 4.0”...,2

98 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
kemampuan informasi (big data) dari data yang diperoleh,
semua hal ini dapat membuat guru lebih kompetitif.
319

Revolusi industri yang sudah begitu memengaruhi pendidikan
tidak lupa juga memberikan manfaat untuk perkembangan pendidikan
saat ini. Satu hal yang perlu digarisbawahi adalah ada satu hal yang
tidak akan pernah bisa tergantikan oleh kecanggihan sehebat apapun
dari teknologi yaitu peran guru untuk membentuk pribadi yang baik
seperti pendidikan karakter, pendidikan moral, keteladanan, karakter
anak bangsa dengan budi pekerti, nilai kesatuan serta toleransi bahkan
nilai kebaikan. Kehebatan guru yang tidak bisa tergantikan juga ada
pada sisi untuk menumbuhkan empati secara sosial, kreativitas,
memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa serta membangun
dorongan imajinasi peserta didik. Ketulusan dan keikhlasan guru yang
akan bisa mencapai titik perkembangan anak. Guru sebagai orang tua
kedua bagi peserta didik. Sehebat apa pun teknologi dan secanggih apa
pun teknologi guru akan tetap memiliki peranan yang sangat penting.
Dari guru juga kita belajar untuk mengenal perkembangan teknologi.

E. Analisis
Menyikapi pemaparan di atas, gurulah yang menjadi garda
terdepan pahlawan tanpa tanda jasa, guru menjadi sosok yang memiliki
banyak peran, keterampilan dan cakap dalam ilmu pengetahuan. Guru
menjadi sosok yang memajukan bangsa. Secara otomatis peranan guru
akan ditujukan untuk dapat terlibat dalam perkembangan revolusi
industri 4.0. Guru yang cerdas dalam menyongsong era revolusi
industri 4.0 sangatlah di perlukan, seperti yang sudah di paparkan di
atas tentang semua fungsi dan tugas guru bahkan kemampuan guru
akan berperan untuk menyongsong era revolusi industri 4.0. Sebagai
contoh di masa pendemi Covid-19, yang berdampak pada dunia
pendidikan. Pembelajaran yang biasanya dilakukan secara langsung di
sekolah saat ini pembelajaran dilakukan secara daring yang menuntut
dilakukan secara online di rumah masing-masing. Hal ini tentunya
menuntut guru untuk terampil di dalam bidang teknologi dapat
berinovasi menciptakan pembelajaran negara lebih tepat pada masa

319
Baldwine Honest G, “ Guru di Era Revolusi Industri 4.0”..., 2.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 99
depan demi seperti sekarang ini. Namun guru akan tetap menjadi
sosok yang penting di dalam diri peserta didik karena sehebat apa pun
sebuah teknologi dan tercanggih apa pun segera teknologi guru akan
tetap memiliki peranan yang penting. Karena dari seorang guru kita
akan belajar mengenai pendidikan karakter, moral budi pekerti dan
juga kebaikan yang lain dan dari gurulah kita kan belajar sebuah
teknologi.

100 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN



DAFTAR PUSTAKA



A Rahman. H. I Purwanto, Srijianti. 2009. Pendidikan
Kewarganegaraan Untuk Mahasiswa. Jakarta: Graha Ilmu.

Ahmadi, Abu. 1991. Sosiologi Pendidikan. Jogjakarta: Rineka Cipta.

Ahmadi, Abu. 1991. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Al Abrasyi Muhammad Athiyyah. Ruh Al- Tarbiyah wa Ta'lim. Saudi
Arabian: Dar Al- Ahya.

Al Hazimi, Kholid bin Hamid. 1420. Ushul at Tarbiyyah al Islamiyyah,
Riyadh: Dar ‘Ala@m al Kutub.

Ali Al- Hasyimi, Muhammad. 2009. Masyarakat Muslim dalam
Prespektif Al- Qur’an._______: Islamhouse.

Anwar. Jurnal of Al- Maiyyah. No. 01 Januari- Juni 2008, diakses 7
Mei 2020.

Azra, Azzumardi. 2000. Pendidikan Islam Tradisi dan Modernisasi
Milenium Baru. Jakarta: Logos Wacana Ilmu.

Badariah. 2012. Integrasi Pendidikan Karakter dan Peran Guru di
Sekolah, Jurnal. Edu-Bio: Vol. 3.

Bagus, Lorens. 1996. Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.

Banks, James. 1993. “Multikultural Education Historical Development
Dimensional and Practice”. Review of Research in Education.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 101

Barnhart, Cynthia A. 2008. The Facts On File Student’s Dictionary of
American English. New York: Facts On File, Inc.

Batubara, Muhyi. 2004. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Ciputat Press.

Bela Oktama, Lestari. 2013. Museum Ilmu dan Teknologi Untuk Anak-
anak di Solo Baru. Diss: Universitas Muhammadiyah
Surakarta.

Damardi, Hamid. “Tugas Peran Guru Kompetensi dan Tanggung
Jawab Menjadi Guru Profesional”. Jurnal of Edukasi. 13, No. 2
Desember 2013, diakses 11 Juli 2020.

Damsar. 2011. Pengantar Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Prenada.

Dapertemen Pendidikan dan kebudayaan Kamus Besar Bahasa
Indonesia. 2001. Jakarta: Balai Pustaka, Cet. I.

Derajat, Zakiyah. 1996. Metodologi Pengajaran Agama Islam . Jakarta:
Bumi Aksara, Cet. I.

Djaramah, Syaiful Bahri. 2010. Guru dan Anak Didik dalam Interaksi
Edukatif Suatu Pendekatan Teoritis Psikologis. Jakarta: Rineka
Cipta.

Djohar. 2003. Pendidikan Strategik, Alternatif untuk Pendidikan
Masa Depan, Yogyakarta: Lesfi.

Eko Endarmoko. 2008. Tesaurus Bahasa Indonesia. Jakarta: Gramedia
Utama.

Emil Durkheim. 1915. The Elementary Forms of the Religious Life
(trans, Joseph Ward Swaim). New York: Macmillan Company.
Fadly, Haeri. “Teologi Pendidikan Multikultural Melacak Konsep
Multikulturalisme Dalam Islam”. Jurnal of Profesi. 3, No. 01
Januari- Juni 2010, diakses 9 Mei 2020.

Fathurrohman, Pupuh at.al.,. 2013. Pengembangan Pendidikan
Karakter. Bandung: Refika Aditama.

102 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
Fuad Yusuf, Choirul. “Multikulturalisme Tranformasi Pendidikan
Nasional”. Jurnal of Edukasi. 4, No. 01 Januari- Maret 2006,
diakses 12 Mei 2020.

G,. Sleeter. Burnett, Varieties of Multikultural Education an
Introduction. Eric Learning House In Urban Education,
Digest.

Ghofur, Abdul. “Pendidikan Karakter Berbasis Jawa,” Artikula, 05
Agustus 2018, diakses 05 september 2019.

Hamdan. “Industri 4.0 Pengaruh Revolusi Industri Pada
Kewirausahaan Demi Kemandirian Ekonomi”. Jurnal of
Nusamba, 03, No. 02 (Oktober 2018), diakses 11 Juli 2020.
Hamka. 1997. Lembaga Hidup. Jakarta: Pustaka Panjimas, cet. Ke-11.
Handoyo, Eko dan Tijan, Model Pendidikan Karakter Berbasis
Konservasi: Pengalaman Universitas Negeri Semarang ,
Semarang: Widya Karya Press, 2010

Honest G, Baldwine. “Guru di Era Revolusi Industri 4.0”. Kompasiana,
14 Desember 2019, diakses 12 Juli 2020.

Husaini, Adian. 2010. Pendidikan Islam Membangun Manusia
Berkarakter dan Beradab. Jakarta: Cakrawala Publishing.

Ibrahim, Rustam. “Pengertian Prinsip Relevansinya dengan Tujuan
Pendidikan Islam”. Jurnal of Addin. 7, No. 01 (February 2013,
diakses 9 Mei 2020.

Idi, Abdullah. Sosiologi Pendidikan Individu Masyarakat dan
Pendidikan. Jakarta: Rajawali Press, 2011.

Johansyah. “Pendidikan Karakter dalam Islam Kajian dan Aspek
Metodologis". Online Journal of Ilmiah Islam Fatura, XI, No. 01
Agustus 2011, 87 diakes 17 Oktober 2019.

Kemendiknas. 2010. Desain Induk Pendidikan Kara kter.
Jakarta:___________.

Kementerian Pendidikan Nasional, Pengembangan Pendidikan
Budaya dan Karakter Bangsa, Jakarta tahun 2010.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 103

Koenjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka
Cipta.

Koesoema, Doni. 2007. Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak
di Zaman Global. Jakarta: Grasindo.
Lickona, Thomas, Educating forCharacter: Mendidik untk Membentuk
Karakter, terj. Juma Wadu Wamaungu dan Editor Uyu
Wahyuddin dan Suryani, Jakarta: Bumi Aksara, 2012

Lickona, Thomas. Educating for character:how our schools can teach
respect and. New York: Bantam Books, 1991.

Majid, Abdul. 2011. Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.

Maliki, Zainuddin. 2008. Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press.

Maunah, Binti. 2016. Sosiologi Pendidikan. Jogjakarta: Media
Akademia.

Maunah, Binti. 2016. Sosiologi Pendidikan. Yogyakarta: Kalimedia.

Megawangi, Ratna. "Pengembangan Progam Pendidikan Karakter di
Sekolah Pengalaman Sekolah Karakter." Republika 15 Januari
2011, diakses 15 Oktober 2019.

Megawangi, Ratna. 2004. Pendidikan Karakter Solusi Yang Tepat
Untuk Membangun Bangsa. Jakarta: Star Energy,

Mifflen, Frank J and C. Mifflen. 1986. The Sociology of Education
Terjemahan Joost Kullit. Bandung: Tarsito.

Misbahruddin, A. “Pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi
(TIK) Oleh Rumah Tangga Untuk Kehidupan Sehari-hari”.
Journal of Penelitian Pers dan Komunikasi Pembangunan
(2016), 18 diakses 11 Juli 2020.

104 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
Mu’in, Fatchul. 2011. Pendidikan Karakter: Konstruksi Teoretik dan
Praktik, Urgensi Pendidikan Progresif dan Revitalisasi Peran
Guru dan Orang Tua. Yogyakarta: Arruzz Media.

Mujtahid. 2011. Pengembangan Profesi Guru. Malang: UIN Maliki
Press.

Mukhtar, Lalu dan Hully. 2012. Profesi Keguruan. Yogyakarta: Kurnia
Kalam Semesta.

Mulyasa. 2012. Manajemen Pendidikan Karakter. Jakarta: Bumi
Aksara,.

Mulyasa. 2014. Menjadi Kepala Sekolah Profesional. Bandung:
Remaja Rosdakarya.

Munib, Achmad. 2009. Pengantar Ilmu Pendidikan. (Semarang:
Unnes Press,

Mustakim, Bagus, 2011. Pendidikan Karakter: Membangun Delapan
Karakter Emas Menuju Indonesia Bermartabat. Yogyakarta:
Samudra Biru.

Muthahhari, Murtadha. 1986. Masyarakat dan Sejarah. Bandung,
Mizan.

Narwoko. J. Dwi dan Bagong Suyanto. 2007. Sosiologi Teks Pengantar
Terapan edisi ke II. Jakarta: Prenada Media Group, Cet.III.

Nasrullah Jamaluddin, Adon. 2017. Sosiologi Perkotaan Memahami
Masyarakat Kota dan Problematikanya. Bandung: Pustaka
Setia.

Nasution. 1999. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Nasution. 2009. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Nata, Abidin. 2001.Metodology Studi Islam. Jakarta: Grafindo Persada.

Natsir, Moh. 1973. Capita Selecta. Jakarta: Bulan Bintang, cet. Ke-3.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 105

Ningsih, Murti. "Pengaruh Perkembangan Revolusi Industri 4.0 dalam
Dunia Teknologi di Indonesia". Fakultas Komputer UAS -
88675543, diakses 12 Juli 2020.

Ningsih, Tutuk. 2014. Implementasi Pendidikan Karakter.
Purwokerto: STAIN Press.

Ningsih, Tutuk. 2004. “Pembinaan Moral Siswa Madrasah Aliyah
Negeri Paiton Probolinggo Jawa Timur” Desertasi. Yogyakarta:
Universitas Negeri Yogyakarta.

Nurdin, Syarifudin . 2003. Guru Profesional dan Implementasi
Kurikulum. Jakarta: Ciputat Press.

Nurkholis M. Anwar dan Badawi. “Profesionalisme Guru di Era
Revolusi Industri 4.0”, Proseding Seminar Nasional
Pendidikan Progam Pascasarjana Universitas PGRI Palembang
(12 Januari), diakses 12 Juli 2020).

Nurkholis. “Pendidikan dalam Upaya Memasuki Teknologi”. Journal of
Kependidikan. 01, No. 01 ( November 2013), diakses 9 Mei
2020.

Pidarta, Made. 2003. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Prasetyo Hadi dan Wahyudi Sutopo. “Industri 4.0 Telaah Klasifikasi
Aspek dan Arah Perkembangan Riset”, Jurnal of Teknik
Industri . 13, No. 01 (Januari 2018), diakses 12 Juli 2020.

Prayitno dan Manunlang. 2010. Pendidikan Karakter dalam
Membangun Bangsa. Medan: Pascasarjana Universitas Negeri
Medan.

Prayogi, Ryan dan Endang Danial. “Pergeseran Nilai-nilai Budaya pada
Suku Bunai Sebagai Civil Culture Di Kecamatan Bunai
Darussalam Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau”. Journal of
Humanika. 23, no. 01 ( 2016), diakses 12 Mei 2020.

106 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN
Priyatno, A. 2003. Hidup Berbangsa dan Etika Multikultural
Sambutan. Surabaya: Forum Rektor Simpul Jawa Timur
Universitas Surabaya.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, 2008 Tesaurus
Bahasa Indonesia, Jakarta: Pusat Bahasa.

Redhana, I Wayan. “Mengembangkan Keterampilan Abad Ke 21
Pada Pembelajaran Kimia”, Jurnal of Pendidikan Kimia. 13,
No. 01 ( 2019), diakses 25 Juli 2020.
Replubika. Insiden Guru Budi KPAI Pendidikan Karaker Kita
Menyedihkan 06 Febuari 2018 diakses 23 Oktober 2019.

Ridhahani. 2016. Pengembangan Nilai-nilai Karakter Berbasis Al-
Qur’an. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.

Rizer, George. 2003. Sosiologi Ilmu Pengetahuan Berparadigma
Ganda Terjemahan Alimandan. Jakarta: Raja Grafindo.

Robins, FG. 2004. Sosiologi Pendidikan . Jakarta: Rineka Cipta.

Roqib, Moh. 2011.Kepribadian Guru. Purwokerto: STAIN Press.

S, Nasution. 2014. Sosiologi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Samani, Muchlas dan Hariyanto. 2011. Konsep dan Model Pendidikan
Karakter. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sanderson, Stephen K. Materi Sosiologi Sebuah Pendekatan Terhadap
Realitas Sosial. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Sargent. 1994. M. The New Sociology For Australian (3rd Ed).
Melbourne: Longman Chesire.

Sawi, Muhammad.”Empat Pilar Kehidupan Berbangsa Bernegara”.
Jurnal of Administration Science and Government Science. 01,
no.01 ( 2016), diakses 12 Mei 2020.

Septiarti, S. W.at .al. 2018. Sosiologi dan Antropologi Pendidikan.
Yogyakarta: UNY Press.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 107

Septiarti, S.W .at. al. 2017. Sosiologi dan Antropologi Pendidikan .
Yogyakarta: UNY Press.

Shadly , Hasan. 1993. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta:
Rineka Cipta.

Shadly , Hasan. 1993. Sosiologi Untuk Masyarakat Indonesia. Jakarta:
Rineka Cipta.

Shoimin, Aris. 2014. Guru Berkarakter untuk Implementasi
Pendidikan Karakter, Yogyakarta: Gava Media.

Soekanto, Soejono 2005. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

Soekanto, Soejono. 2007. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

Soekanto, Soerjono. 2005. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

Soekanto, Soerjono. 2010. Sosiologi Suatu Pengantar . Jakarta: Raja
Grafindo Persada.

Soemardjan, Selo dan Soelaeman Soemardi (Ed). 1974. Setangkai
Bunga Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbitan FEUI.

Soyomukti, Nuraini. 2014. Pengantar Sosiologi Dasar dan Analisis
Teori dan Pendekatan Menuju Analisis Masalah Sosial
Perubahan Sosial dan Kajian Strategis . Jakarta: Arruz Media.

Sparringa. 2003. D.T. Multikulturalisme Dalam Multiprespektif di
Indonesia.Surabaya: Forum Rektor Simpul Jawa Timur
Universitas Surabaya.

Subadi, Tjipto. 2008. Sosiologi. Surakarta: BP- FKIP UMS.

Sudarsono, Agus dan Agustina Tri Wijayanti. 2018. Pengantar
Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial. _______:_______.

108 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN

Sudjana, Nana. 1989. Dasar-dasar Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
Baru.

Supardi. 2014. Kinerja Guru. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Suparlan, Parsudi. “Menuju Masyarakat Indonesia yang
Multikultural.” Makalah. Disampaikan pada Simposium
Internasional Bali Ke-3, Jurnal Antropologi Indonesia.
Denpasar Bali, ( Juli 2002).

Supeno, Hadi. 1995. Potret Guru. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan,

Utomo, Susilo Setyo. _______. Guru di Era Revolusi Industri 4.0.
Undana: FKIP.

Suwatra, I Wayan. 2014. Sosiologi Pendidikan.Yogyakarta: Graha
Ilmu.

Syani, Abdul. 2007. Sosiologi Skematika Teori dan Terapan Cet. III.
Jakarta: Bumi Aksara.

Syani, Abdul. 1995. Sosiologi dan Peradaban b Masyarakat .
Lampung: Pustaka Jaya.

Sztompka, Piotr. 2007. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta:
Prenada Media Group.

Tajuddin, Yuliatun. “Islam dan Masyarakat Modern Dalam Sistem
Modeling Masyarakat Jawa”. Jurnal of Community
Development. 01, No. 01 ( Juni 2016), diakses 25 Juli 2020.

TejokusumoTejokusumo, Bambang. "Dinamika Masyarakat Sebagai
Sumber Belajar Ilmu Pengetahuan Sosial.” Online Jurnal of
Geoedukasi. 3, No. 01 (Maret 2014), 39, diakses 16 Oktober
2019.

Terjemahan Bebas Dari Piritim A Sorokin, Contemporary Sosiological
Theories. New York: Harper Dan Row. 1928.

Dr. Tutuk Ningsih, M.Pd. | 109
Terjemahan Bebas dari Roucek dan Warren, Sociology an Introduction
Littlefield Adams and Co. Peterson. 1962.

Terjemahan Bebas dari William F. Ogburn dan Meyer F. Nimkoff,
Sociology.

Terjemahan J. A. A. Can Doorn Dan C. J. Lammers. 1964. Sociologie
Systematiek en Analyse, Vijfde Druk Aula Boeken, Utrecht-
Antwerpen.

Tillar, H.A.R. 2002. Perubahan Sosial dan Pendidikan: Pengantar
Paedagogik Transformatif Untuk Indonesia. Jakarta: Grasindo.

Tim Penyusun. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Pusat
Bahasa.
Tim Penyusun. 2011. Panduan Pelaksanaan Pendidikan Karakter.
Jakarta: Kemendiknas-Balitbang Pusat Kurikulum dan
Perbukuan.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Citra Umbara.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 Tahun 2003 Tentang
Sistem Pendidikan Nasional. Bandung: Citra Umbara.

Undang-Undang Republik Indonesia No. 14 Tahun 2005.

Uno. 2007. Profesi Kependidikan Problema Solusi dan Reformasi
Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Uzer Usman, Mohammad. 2002. Menjadi Guru Profesional. Bandung:
Remaja Rosdakarya.

Wahyuni, Sri dan Abd. Syukur. 2012. Perencanaan Pembelajaran
Bahasa Berkarakter . Bandung: PT Refika Aditama.

Wayan Long, I. “Fungsi dan Tujuan Pendidikan Indonesia”. Jurnal of
Pendidikan Dasar. 04, No. 01 (April 2009), diakses 9 Mei 2020.

Wibowo, Agus. 2013. Manajemen Pendidikan Karakter di Sekolah.
Yogjakarta: Pustaka Belajar.

110 | SOSIOLOGI PENDIDIKAN

Wiyani, Novan Ardy. 2012. Save Our Children from School Bullying.
Yogyakarta: Arruz Media.

Zaitun. 2015. Sosiologi Pendidikan Analisis Komprehensif Aspek
Pendidikan dan Proses Sosial. Pekanbaru: Kreasi Edukasi.

Zaitun. 2016. Sosiologi Pendidikan Teori dan Aplikasinya. Pekanbaru:
Kreasi Edukasi.

Zamroni. 2011. Pendidikan Demokrasi pada Masyarakat
Multikultural. Yogyakarta: Gavin Kalam Utama.

Zubaidi. 2011. Desain Pendidikan Karakter Konsepsi bdan
Aplikasinya dalam Lembaga Pendidikan. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.

Zuchdi, Darmiyati, dkk. 2010. Pendidikan Karakter dengan
Pendekatan Komprehensif. Yogyakarta: UNY Press.