SENADIMAS UNISRI ISBN: 978-602-73158-5-3
September 2019

353

KETERAMPILAN PENGASUHAN PADA WARGA KAMPUNG
NELAYAN DESA TAMBAKBULUSAN KECAMATAN
KARANGTENGAH KABUPATEN DEMAK

1
Titin Suprihatin,
2
Inhastuti Sugiasih,
3
Sri Wahyuni
1,2
Fakultas Psikologi, Universitas Islam Sultan Agung Semarang
3
Fakultas Ilmu Keperawatan, Universitas Islam Sultan Agung Semarang

Email: [email protected]


ABSTRAK
Keterampilan dalam pengasuhan sangat dibutuhkan oleh orangtua agar anak dapat tumbuh dan
berkembang dengan optimal. Banyak faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam pengasuhan,
diantaranya adalah faktor lingkungan dan faktor pendidikan. Tujuan pengabdian masyarakat ini adalah
meningkatkan pengetahuan dan keterampilan warga desa nelayan dalam pengasuhan anak dan remaja.
Metode yang digunakan adalah psikoedukasi dalam bentuk pelatihan parenting. Rangkaian kegiatan
dimulai dengan perkenalan dan kontrak, penjelasan maksud dan tujuan, serta penyampaian materi
pengasuhan yang dibagi dalam 4 sesi/hari. Setelah sesi pelatihan selesai dilanjutkan dengan membentuk
support group parenting dan rumah parenting. Setelah program selesai dilakukan pengukuran tingkat
pengasuhan yang telah dicapai oleh peserta. Alat ukur yang digunakan adalah Parenting and Family
Adjustment Scale (PAFAS). Skala pengasuhan terdiri dari 28 aitem dengan reliabilitas Alpha Cronbach
0,627. Dari 58 peserta diperoleh data latar belakang pendidikan 32.2% lulusan SD, 35.6% lulusan
SMP/MTS, 22% lulusan SMA/SMK dan 8.5% lulusan sarjana. Latar belakang pekerjaan diketahui 88%
sebagai ibu rumah tangga. Berdasarkan hasil pengukuran diketahui 17,2% peserta memiliki tingkat
pengasuhan dalam kategori rendah, 70,7% peserta memiliki tingkat pengasuhan dalam kategori sedang
dan 12,1% peserta memiliki tingkat pengasuhan dalam kategori tinggi.

Kata Kunci: Pengasuhan, pengetahuan, keterampilan, orangtua

PENDAHULUAN
Pengasuhan adalah suatu proses dalam
merawat, melindungi dan membimbing anak
memasuki kehidupan baru. Pengasuhan juga
sebagai upaya memenuhi kebutuhan anak
akan cinta, perhatian dan nilai-nilai (Brooks,
2011). Orangtua bukan satu-satunya yang
mempengaruhi perilaku anak, karena media,
masyarakat, dan kejadian social di luar
keluarga ikut mempengaruhi perilaku dan
perkembangan anak. Namun demikian
Orangtua memiliki pengaruh penting dalam
kehidupan anak. Orangtua berperan sebagai
perangsang dan penyedia lingkungan
pengasuhan yang memungkinkan anak
mencapai potensi maksimalnya.
Proses pengasuhan mencakup interaksi
terus menerus antara anak, orangtua dan
masyarakat. Setiap anak memiliki kebutuhan
dan temperamen sendiri dan disaat yang
sama orangtua juga harus memenuhi
kebutuhan penting dirinya. Orangtua
bertanggung jawab untuk membesarkan
anak dan memenuhi kebutuhan anak sembari
menjaga pernikahan, pekerjaan dan
hubungan sosial di masyarakat (Brooks,
2011).
Dalam faktanya, orangtua di Desa
Tambakbulusan mengalami kesulitan dalam
menangani masalah yang dialami anak dan
remaja. Keberadaan orangtua yang
merangkap tugas untuk bekerja mencari
nafkah dan mendampingi anak membuat
orangtua tidak maksimal dalam mengasuh
anaknya. Permasalahan-permasalahan yang
dialami remaja menjadi kurang diperhatikan,
termasuk masalah-masalah yang terjadi
dalam proses perkembangan. Permasalahan
yang dihadapi remaja ini dapat menghambat
perkembangan remaja dalam kehidupan
sehari-hari. Permasalahan tersebut bukan
hanya permasalahan pribadi dan sosial tetapi
juga termasuk permasalahan belajar yang
dihadapi remaja. Bila kondisi ini terabaikan
maka akan mengakibatkan perilaku
menyimpang pada remaja (deliquen).

SENADIMAS UNISRI ISBN: 978-602-73158-5-3
September 2019

354

Berdasarkan wawancara dengan Kepala
Desa Tambakbulusan, diperoleh informasi
tentang permasalahan yang ada di desa
Tambakbulusan antara lain; masih
rendahnya minat sekolah ke jenjang yang
lebih tinggi, masih terbatasnya kreatifitas
masyarakat dalam menunjang ekonomi
keluarga, dan banyak masyarakat desa
yang hidup di bawah garis kemiskinan.
Rendahnya taraf pendidikan dan ekonomi
berdampak pada kualitas hidup warga secara
keseluruhan, yang akhirnya berdampak pada
kemampuan orangtua dalam pengasuhan
anak. Banyak orang tua yang salah dalam
memperlakukan anak-anaknya; misalnya
sering membentak anak dan remaja,
menggunakan kekerasan fisik untuk
mendisiplinkan anak, membiarkan anak
bermain tanpa mengingat waktu, mengajak
anak bermain sambil “ngerumpi”,
membiarkan anak bermain gadget tanpa
membatasi waktu, dan lain sebagainya.
Pada saat orang tua bekerja anak juga
sering menjadi telantar, bahkan anak tidak
mendapatkan hak pengasuhan, hak
mendapatkan asi dan hak untuk bermain.
Keharusan orang tua bekerja dan
ketidakmampuan orang tua membayar jasa
pembantu menyebabkan hak-hak anak
terabaikan.
Prinsip utama pengasuhan adalah anak
berada dalam lingkungan keluarga. Oleh
karena itu, prioritas layanan adalah untuk
memperkuat peran keluarga dalam
mengasuh dan melindungi anak. Pengasuhan
yang tepat, kepekaan akan permasalahan
pada aspek-aspek perkembangan anak dan
remaja remaja akan membantu orangtua
memaksimalkan potensi anak. Pemahaman
yang memadai mengenai kondisi psikologis
anak dan remaja perlu dimiliki oleh
orangtua. Hal ini disebabkan pada masa
anak dan remaja merupakan masa peletak
dasar dari perkembangan untuk tingkat
selanjutnya. Sehingga dengan adanya
pemahaman yang baik mengenai diri anak
akan membantu perkembangan yang optimal
pada anak dan remaja.
Keluarga sebagai lingkungan terdekat
bagi anak sangat menentukan masa depan
anak, kerapuhan keluarga menjadi faktor
yang dominan terhadap kompleksitas
permasalahan anak. Anak berada di jalanan,
anak diekploitasi, anak ditelantarkan, anak
diperdagangkan, anak terlibat pornografi dan
anak berhadapan dengan hukum terjadi
karena rapuhnya pondasi keluarga.
Perlindungan anak sudah semestinya
dilakukan secara sistematis dengan basis
utama pada penguatan ketahanan keluarga.
Masalah pokok perlindungan anak bidang
keluarga dan pengasuhan alternatif di
dominasi oleh kasus-kasus yang berakar dari
kerentanan keluarga baik rentan secara
ekonomi, sosial, kemasyarakatan dan
religiusitas keagamaan.
Menjadi orangtua adalah alamiah
sebagai konsekuensi dari menikah dan
melahirkan anak. Selain memunculkan
harapan, kelahiran anak juga memunculkan
rasa tanggung jawab. Rasa tanggung jawab
ini muncul karena adanya tuntutan sosial
tentang kewajiban orangtua untuk
memenuhi kebutuhan fisik maupun emosi
anak. Keterpakuan pada harapan dan
tanggungjawab dapat mengakibatkan
pengasuhan anak menjadi sumber stres bagi
kehidupan berkeluarga. Akibatnya orangtua
kurang optimal dalam melaksanakan
pengasuhan. Dampaknya potensi anak
menjadi kurang berkembang. Berbeda
halnya bila tugas dan perang orangtua
dijalankan berdasarkan kesadaran
pengasuhan anak, yaitu suatu kesadaran
bahwa pengasuhan anak merupakan sarana
untuk mengoptimalkan potensi anak,
mengarahkan anak pada pencapaian
kesejahteraan, dan membantu anak dalam
menyelesaikan tugas -tugas
perkembangannya (Lestari, 2012)
Ketidaktepatan dalam pengasuhan
memiliki dampak terhadap anak.
Sebagaimana penelitian Hussain dkk (2015)
anak yang berperilaku buruk, sering
dikaitkan dengan pengasuhan yang tidak
efektif. Ini secara negatif mempengaruhi
anak-anak di seluruh latar belakang sosial-
ekonomi. Meskipun pengasuhan yang tidak
efektif mungkin bukan semata-mata sebagai
penyebab perilaku negatif pada anak-anak,
namun parenting berkontribusi signifikan
terhadap hasil perilaku anak-anak.
Pengawasan orangtua yang buruk,
kurangnya penguatan orangtua dan
rendahnya keterlibatan anak laki-laki dalam
kegiatan keluarga adalah penyebab paling
penting dari kenakalan atau perilaku
delinquen menurut korelasi dalam-individu
(within-individual correlations). Perumahan
yang buruk secara positif berhubungan

SENADIMAS UNISRI ISBN: 978-602-73158-5-3
September 2019

355

dengan kenakalan anak laki-laki yang
tinggal di lingkungan yang buruk tetapi
tidak untuk anak laki-laki yang tinggal di
lingkungan yang baik (Farrington, Loeber,
Yin, & Anderson, 2002).
Penelitian Palmer & Hollin (2001)
tentang hubungan antara pengasuhan yang
dirasakan, penalaran sosiomoral dan
kenakalan yang dilaporkan sendiri (self-
report delinquency) pada sampel remaja
sekolah menengah. Analisis korelasional
mengungkapkan bahwa penalaran moral
berhubungan dengan gaya pengasuhan yang
disiplin yang konsisten. Kenakalan
berhubungan positif dengan sejumlah
variabel pengasuhan tetapi berkorelasi
negatif dengan penalaran moral. Analisis
terpisah untuk pria dan wanita menunjukkan
pola serupa untuk kenakalan yang
dilaporkan sendiri dengan pengecualian
bahwa penalaran moral berkorelasi negatif
dengan keterikatan dan pengawasan pada
wanita. Prediktor yang paling signifikan dari
skor kenakalan adalah variabel pengasuhan
dengan penalaran moral juga memainkan
peran untuk laki-laki. Hal Ini membuktikan
bahwa gaya pengasuhan orangtua yang
hangat, terlibat dan induktif berhubungan
dengan rendahnya tingkat kenakalan pada
masa remaja (Palmer & Hollin, 2001).
Penelitian Garvin (2017)
menyimpulkan bahwa pola asu h
authoritarian dan permissive tidak
berhubungan dengan kecenderungan
delinkuensi remaja, sedangkan pola asuh
authoritative berhubungan secara signifikan
dengan kecenderungan delinkuensi remaja.
Adapun arah hubungan pola asuh
authoritative dan kecenderungan delinkuensi
remaja adalah negatif, yang berarti semakin
orangtua menerapkan pola asuh
authoritative, maka kecenderungan
delinkuens remaja akan semakin rendah
(Garvin, 2017).
Penelitian pada remaja delinkuen di
Desa Karangjati Kabupaten Semarang
ditemukan adanya hubungan negatif antara
komunikasi ibu dan anak dengan perilaku
delinkuen remaja (Kusumawardani, 2018).
Demikian juga penelitian yang dilakukan
oleh Rahmania & Suminar (2012) terdapat
hubungan negatif antara persepsi terhadap
kontrol orangtua dengan kecenderungan
perilaku delinkuensi pada remaja yang
pernah terlibat tawuran (Rahmania &
Suminar, 2012). Sleet & Mercy (Brooks,
2002) Ketika orangtua sedang berkonflik
dan tidak bisa mengatasi permasalahan
mereka, yang membuat orangtua tidak
bahagia, marah atau sedih, anak merasakan
ketidakamanan secara emosional dan seiring
waktu anak akan mengembangkan perilaku
agresif.
Penelitian tentang model kelekatan dan
kecemasan pada remaja nakal telah
diselidiki oleh Bonab & Koohsar (2008).
Hasil analisis regresi berganda menunjukkan
bahwa kecemasan pada remaja nakal dapat
diprediksi oleh gaya lekatnya. Individu,
yang memegang gaya kelekatan aman, lebih
rendah dalam kecemasan dibandingkan
dengan orang lain, dan individu yang
memiliki gaya kelekatan tidak aman, lebih
tinggi tingkat kecemasannya (Bonaba &
Koohsar, 2011). Anak yang hidup dalam
pengasuhan yang keras, tegang dan sulit
akan mengurangi keamanan emosional anak.
Anak akan menjadi lebih rapuh dan
akibatnya memiliki gejala kecemasan
(Brooks, 2002). Berdasarkan beberapa
penelitian di atas menunjukkan bahwa
pengasuhan berpengaruh terhadap
perkembangan anak.
Penelitian Hossan, dkk (2015)
menyebutkan bahwa keterampilan
pengasuhan yang efektif termasuk di
dalamnya mengembangkan dan
mengklarifikasi harapan yang jelas, tetap
tenang ketika anak-anak marah, secara
konsisten menindaklanjuti dengan
konsekuensi positif dan negatif, menjadi
panutan positif, bermain peran perilaku
korektif dan terakhir, memuji anak-anak
karena mereka tingkah laku. Orangtua yang
melakukan pengasuhan dengan maksimal
memiliki sikap positif terhadap anak-anak
yang juga berkontribusi untuk
mengembangkan perilaku positif pada anak-
anak (Hossain, Huq, Adhikari, Zai, &
Haque, 2015).
Begitu penting peran pengasuhan
membuat perlunya diberikan pelatihan
kepada masyarakat tentang pengasuhan yang
tepat sesuai dengan perkembangan zaman
dan sesuai dengan tahap perkembangan
anak. Pada program pengabdian masyarakat
ini pelatihan parenting bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan pengasuhan pada orangtua

SENADIMAS UNISRI ISBN: 978-602-73158-5-3
September 2019

356

warga Desa nelayan Tambakbulusan
Demak.

METODE
Program pengabdian masyarakat
menggunakan metode psikoedukasi dalam
bentuk pelatihan parenting. Sasarannya
adalah orangtua warga desa Tambakbulusan
Kecamatan Karangtengah Kabupaten
Demak. Meski pada awalnya pelatihan
ditujukan untuk pasangan orangtua (suami
dan istri), namun dalam pelaksanaannya
pelatihan hanya diikuti oleh ibu-ibu. Hal ini
dikarenakan kesibukan bapak dalam bekerja
mencari nafkah, sehingga tidak dapat
mengikuti pelatihan yang dimaksud.
Prinsip pemberian materi pelatihan
didasarkan pada pendekatan orang dewasa
(Malcom, 1980) yaitu : (1) Materi pelatihan
atau pembelajaran hendaknya ditekankan
pada pengalaman-pengalaman nyata dari
peserta pelatihan. (2) Materi pelatihan
hendaknya sesuai dengan kebutuhan dan
berorientasi pada aplikasi praktis
Metode yang digunakan dalam
pelatihan ini meliputi :
1. Diskusi : Diskusi merupakan kegiatan
yang menarik, kreatif, dan menyenangkan.
Dalam suatu diskusi para peserta berpikir
bersama dan mengungkapkan pikirannya,
sehingga menimbulkan pengertian pada diri
sendiri, pada pandangan peserta diskusi,
dan.pada masalah yang didiskusikan (A. G.
Lunandi, 1982). Agar peserta dapat lebih
ikut berpartisipasi aktif di dalam diskusi,
maka fasilitator berusaha untuk
menghubungkan pembahasan diskusi
dengan pengalaman-pengalaman langsung
dari peserta. Semakin banyak suatu diskusi
dihubungkan dengan pengalaman -
pengalaman nyata dari peserta itu sendiri,
semakin antusias mereka dalam mengambil
bagian dalam diskusi.
2. Audio visual :Audivisual yang digunakan
dalam pelatihan ini adalah penggunaan
flipchart, penayangan gambar-gambar yang
menggunakan peralatan seperti slide,
infokus, dan penayangan video. Penggunaan
media sebagai alat bantu untuk merangsang
pikiran, perasaan, perhatian peserta sehingga
dapat mendorong terjadinya proses belajar
pada diri peserta. Hal ini dilakukan agar
peserta mendapatkan pengalaman visual
dengan cepat sehingga dapat mendorong
motivasi, memperjelas dan mempermudah
konsep-konsep yang abstrak dan
mempertinggi daya serap belajar.
3. Ceramah. Teknik ini digunakan sebagai
pendukung untuk melengkapi materi yang
belum muncul atau dilibatkan dalam proses
diskusi. Ceramah yang efektif melibatkan
peserta ke dalam proses berpikir dan
mendengarkan dengan kreatif, dengan cara
menyajikan masalah dan panduan untuk
menyelesaikan masalah, bukan dengan
langsung memberikan solusi. Keefektifan
ceramah dapat ditingkatkan melalui faktor
pengorganisasian seperti materi, transisi
yang jelas, menekankan poin-poin penting,
dan adanya jeda bagi peserta untuk
merenung.
Dengan metode yang tepat dan
disesuaikan dengan latar belakang peserta
maka tujuan dari pelatihan akan tercapai.
Pelatihan parenting dibagi menjadi 4
sesi/hari. Sesi pertama berisi perkenalan,
sosialisasi maksud dan tujuan kegitan, serta
kontrak kesediaan mengikuti pelatihan.
Kemudian dilanjutkan materi pertama
tentang tahap-tahap perkembangan anak dan
remaja serta implikasi pengasuhan sesuai
tahap perkembangan anak dan remaja.
Metode pelatihan yang digunakan dalam sesi
ini berupa curah gagasan, ceramah, diskusi
kasus dan pemutaran film. Tujuan dari sesi
ini adalah agar orangtua memahami tentang
tahap-tahap perkembangan anak dan remaja
dan implikasinya terhadap pengasuhan, serta
agar orangtua memahami bahwa setiap tahap
perkembangan membutuhkan model
pengasuhan yang berbeda.
Sesi kedua berisi materi teknik-teknik
komunikasi untuk anak dan remaja serta
pembentukan kelompok untuk support
group dan praktik pengasuhan. Metode
pelatihan yang digunakan pada sesi ini
dengan ceramah, praktik dan pemutaran
film. Tujuan dari sesi ini agar orang tua
memahami pentingnya komunikasi dengan
anak dan remaja serta orang tua dapat
mempraktikkan cara berkomunikasi dengan
anak. Dengan praktik di dalam group akan
meningkatkan keterampilan otangtua dalam
berinteraksi dengan anak dan remaja.
Sesi ketiga berisi materi tentang
pengasuhan untuk kesehatan fisik anak dan
remaja. Pada sesi ini dijelaskan tentang cara-
cara perawatan fisik anak dari lahir hingga
remaja. Tujuan dari sesi ini agar orangtua
memiliki pengetahuan dan keterampilan

SENADIMAS UNISRI ISBN: 978-602-73158-5-3
September 2019

357

dasar merawat fisik anak dan remaja agar
selalu sehat. Metode pelatihan yang
digunakan pada sesi ini dengan ceramah,
praktik perawatan fisik dan pemutaran film.
Sesi keempat berisi materi tentang
pengasuhan menghadapi masalah emosi dan
perilaku pada anak dan remaja. Tujuan dari
sesi ini agar orangtua mengetahui dan
memahami masalah-masalah emosi dan
perilaku yang sering muncul pada anak dan
remaja. Metode belajar yang digunakan pada
sesi ini dengan ceramah, praktik dan
pemutaran film.
Setelah sesi pelatihan selesai
dilanjutkan dengan membentuk support
group parenting dan rumah parenting.
Kelompok parenting yang sebelumnya
sudah dibentuk dalam sesi pelatihan saat
peserta pelatihan melakukan praktik
pengasuhan tetap dilanjutkan di luar sesi
pelatihan. Tujuan dibentuknya support grup
parenting ini agar orangtua memiliki wadah
untuk saling berbagi pengalaman, informasi
dan dukungan terkait masalah pengasuhan.
Rumah parenting dibentuk dengan
tujuan memelihara (maintaining)
pengetahuan dan keterampilan yang telah
diperoleh orangtua selama pelatihan. Agar
pengetahuan dan keterampilan yang telah
dimiliki tetap terpelihara bahkan semakin
meningkat. Pada rumah parenting disediakan
berbagai sumber rujukan (buku-buku
parenting), poster, dan berbagai alat
permainan edukatif. Hal ini dimaksudkan
sebagai tempat untuk berkumpulnya
orangtua untuk terus meng-upgrade
pengetahuan dan keterampilannya dalam
pengasuhan sambil mempraktekkan
pengasuhan dan menstimulasi anak dengan
alat permainan edukatif.
Setelah program pelatihan selesai
dilaksanakan, selanjutnya dilakukan
pengukuran tingkat pengasuhan yang telah
dicapai oleh peserta. Alat ukur yang
digunakan adalah Parenting and Family
Adjustment Scale (PAFAS). Pengasuhan dan
penyesuaian dalam keluarga merupakan
sebuah alat ukur yang menilai kemampuan
orangtua dalam mengasuh anak, hubungan
dalam keluarga baik orangtua dengan anak,
dengan pasangannya, dan anggota keluarga
yang lain (Sanders, et al., 2014). Skala
pengasuhan terdiri dari 28 aitem dengan
reliabilitas Alpha Cronbach 0,627. Skala
pengasuhan mencakup aspek-aspek parental
consistency, coercive parenting, positive
encouragement dan parent-child
relationship.

HASIL DAN DISKUSI
Secara Geografi Desa
Tambakbulusan berada dalam wilayah
Kecamatan Karangtengan Kabupaten
Demak. Desa Tambakbulusan seluas
470.047 Ha, terdiri dari empat kampung atau
dusun, 13 RT dan 4 RW. Dukuh
Tambakbulusan, dukuh Tambakgembolo,
dukuh Tambaktengah, dan dukuh
Tambakkontrak.
Berdasarkan pada data administrasi
pemerintah Desa Tambakbulusan jumlah
penduduk secara administrasi sebanyak
2.524 jiwa, dengan rincian penduduk laki -
laki sebanyak 1.277 jiwa dan perempuan
sebanyak 1.247 jiwa dengan total jumlah
kepala keluarga sebanyak 798 KK.
Berdasarkan pekerjaan warga, diperoleh data
petani = 166 org, buruh tani = 965 org,
buruh/swasta = 75 org, pegawai negeri = 5
org, pengrajin = 3 org, pedagang = 9 org,
peternak = 197 org, nelayan = 220 org, dan
montir = 31 org. Penduduk desa
Tambakbulusan dilihat dari kelompok usia
dan tingkat pendidikan adalah sebagai
berikut:
Tabel 1. Jumlah Penduduk berdasarkan
kelompok usia
Kelompok Usia Jumlah
0 – 5 tahun 168
6 – 15 tahun 502
16 – 60 tahun 1.665
60 tahun ke atas 189
Total 2.524

Tabel 2. Jumlah Penduduk berdasarkan
tingkat pendidikan
Tingkat Pendidikan Jumlah
Tidak tamat SD 350
Belum Sekolah 450
Tamat SD 738
Tamat SLTP 405
Tamat SMU 372
Tamat D 1,/D2, /D3. S1 /
S2
41

Berdasarkan data di atas, dapat
disimpulkan bahwa mayoritas penduduk
usia produktif memiliki tingkat pendidikan
lulus SD dan SMP serta pekerjaan sebagai

SENADIMAS UNISRI ISBN: 978-602-73158-5-3
September 2019

358

buruh tani dan nelayan. Mayoritas penduduk
termasuk usia produktif, memiliki anak usia
dini dan usia remaja. Dengan kondisi yang
demikian banyak permasalahan yang
dihadapi dalam masyarakat desa
Tambakbulusan.
Peserta pelatihan parenting berjumlah
58 orang. Berdasarkan tingkat pendidikan
peserta yang mengikuti pelatihan, diperoleh
data sebagai berikut:

Tabel 3. Tingkat Pendidikan Peserta
Pelatihan
Tingkat Pendidikan Frekuensi %
SD 19 32.8
SMP/MTS 21 36.2
SMA/SMK 13 22.4
Sarjana 5 8.6
Total 58 100

Berdasarkan tabel 3 dapat diketahui
bahwa mayoritas peserta pelatihan memiliki
pendidikan rendah setingkat SMP/MTS = 21
orang dan SD = 19 orang.

Tabel 4. Rata-rata nilai skala pengasuhan
N Rerata Simpangan
baku
Pengasuhan 58 53.86 5.296

Pada tabel 4 menunjukkan hasil rata-
rata nilai/skor pada skala pengasuhan =
53,86. Berdasarkan tabel 4 dibuat
kategorisasi pengasuhan sebagai berikut:

Tabel 5. Kategori Pengasuhan
Kategori
Pengasuhan
Frekuensi %
Rendah 10 17.2
Sedang 41 70.7
Tinggi 7 12.1
Total 58 100

Berdasarkan tabel 5, hasil pengisian
skala pengasuhan menunjukkan bahwa
mayoritas peserta pelatihan memiliki
keterampilan pengasuhan dalam kategori
sedang (70,7%)


Tabel 6. Kategori pengasuhan berdasarkan
tingkat pendidikan
Tingkat
Pengasuhan
Pendidikan Total
SD SMP SMA Sarja
na
Rendah
Sedang
Tinggi
3 4 3 0 10
14 14 9 4 41
2 3 1 1 7
Total 19 21 13 5 58


Berdasarkan tabel 6, untuk semua level
pendidikan mayoritas peserta pelatihan
berada dalam kategori sedang. Setelah
mengikuti pelatihan peserta pelatihan
memiliki keterampilan pengasuhan dalam
kategori sedang.
Hasil penelitian dari Maryam (2017)
rendahnya tingkat pendidikan formal orang
tua merupakan salah satu faktor yang
memicu terjadinya pengasuhan yang tidak
tepat kepada anak karena kurangnya
pengetahuan dan wawasan yang terkait
dengan pengasuhan serta tumbuh kembang
anak. Salah satu bentuk pengasuhan yang
kurang tepat adalah dengan melakukan
kekerasan pada anak. Selain itu orang tua
memberikan contoh perilaku yang kurang
tepat kepada anak, misal meminta tolong
disertai dengan nada yang tinggi dan
mengancam, tidak mau mendengarkan
alasan anak, memberikan nasehat kepada
anak tanpa memperhatikan kondisi anak, dll.
0
20
40
60
RendahSedangTinggi
Grafik Pengasuhan
0
5
10
15
SD
SMP/MTS SMA/SMK
Sarjana
Tingkat Pendidikan
Rendah
Sedang
Tinggi

SENADIMAS UNISRI ISBN: 978-602-73158-5-3
September 2019

359

Harapan orang tua yang terlalu tinggi tanpa
melihat kemampuan yang dimiliki anak dan
menganggap anak adalah hak milik orang
tua membuat orang tua memaksakan
kehendaknya pada anak.
Berdasarkan hasil secara keseluruhan
tampak bahwa setelah mengikuti pelatihan
parenting peserta memiliki keterampilan
pengasuhan yang cukup baik. Hal ini
menunjukkan bahwa peserta
mempersepsikan telah menerapkan
pengasuhan yang konsisten, memberi
dorongan positif, dan memiliki hubungan
dan komunikasi yang positif dengan anak.
Sejalan dengan follow up yang dilakukan
dengan wawancara, meski memiliki tingkat
pendidikan yang rendah, orang tua tetap
meningkatkan pengetahuannya mengenai
pengasuhan melalui membaca, mengikuti
kegiatan parenting dalam pertemuan PKK,
ataupun konsultasi dengan tenaga kesehatan
sehingga tumbuh kembang anak optimal.
Ini membuktikan bahwa orangtua telah
memiliki pemahaman tentang pentingnya
peran pengasuhan. Orangtua yang ideal
diharapkan dapat bertindak menjadi
stimulator yang mampu memfasilitasi anak
dan remaja dalam hal mengembangkan
potensi dan bakat yang dimilikinya.
Orangtua memang diharapkan aktif,
kreatif, dan sensitif terhadap potensi dan
permasalahan setiap anak sehingga anak
dapat tumbuh dan berkembang optimal.
Selain itu dibutuhkan interaksi yang
harmonis antara orangtua dan remaja.
Melalui interaksi dan didukung metode yang
tepat, maka proses perkembangan anak
remaja dapat berjalan optimal. Karenanya,
Orangtua yang memahami betul dunia anak
dan remaja dan mengerti apa yang harus
dilakukan sangat dibutuhkan dalam
perkembangan kepribadian anak,
memaksimalkan potensi, bakat dan
kecerdasan anak serta membuat anak
menjadi lebih sejahtera. Sebagaimana
Pollard & Rosenberg (Brooks, 2002)
perilaku pengasuhan dan kesejahteraan anak
bergantung pada kualitas hubungan
orangtua. Orangtua yang bahagia biasanya
memiliki kemampuan pengasuhan yang
efektif dan berpengaruh terhadap
kesejahteraan anak.
Pribadi ayah dan ibu yang hangat dan
peka juga akan menjadi orangtua yang
hangat dan peka, sehingga anak dapat
menikmati hidup dalam keluarga yang
kondusif. Ketika konflik muncul dan
orangtua menghadapi dengan kompromi dan
menunjukkan emosi positif, anak akan
merasa aman karena hubungan pengasuhan
terlihat stabil dan dapat dipercaya. Hal ini
dapat dipahami sebab individu tumbuh
berkembang tidak dapat dilepaskan dari
konteks sosialnya. Bronfenbrenner (Johnson
& Malow-iroff, 2008) mengungkapkan
pengaruh lingkungan lapisan paling dalam
diluar diri individu yang disebut
mikrosistem adalah teman sebaya dan
lingkungan keluarga. Kemudian dilingkaran
sesudahnya yang disebut eksosistem
meliputi sistem di masyarakat sekitar dan
media massa, sedangkan pada lingkaran
terluar yang disebut makrosistem terdiri dari
budaya dan masyarakat secara luas (society).
Antar sistem ini saling berinteraksi dalam
berbagai cara dan kompleks dan hal ini
menjadikan seseorang mengarah pada
aktivitas atau perilaku tertentu termasuk
menjalin relasi yang hangat.
Berdasarkan hasil pelatihan parenting
yang telah dilakukan, menunjukkan bahwa
pengetahuan dan ketrampilan yang dimiliki
peserta pelatihan berada pada kategori cukup
baik, yang artinya pelatihan yang diberikan
cukup mampu membuka kesadaran dan
meningkatkan ketrampilan terkait dengan
pengasuhan. Meski sebagian besar latar
belakang pendidikan formal peserta
pelatihan pada kategori rendah, tetapi
dengan metode pelatihan yang mengacu
pada metode pembelajaran orang dewasa
mampu menggugah kesadaran peserta akan
pentingnya pengetahuan dan ketrampilan
dalam pengasuhan supaya anak mampu
tumbuh dan berkembang secara optimal.

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengabdian
masyarakat ini dapat disimpulkan bahwa
dengan pelatihan parenting, peserta
pelatihan memiliki keterampilan pengasuhan
yang cukup baik. Orangtua telah
menerapkan pengasuhan yang konsisten,
memberi dorongan positif kepada anak , dan
memiliki hubungan dan komunikasi yang
positif dengan anak. Namun demikian,
keterampilan parenting yang sudah dimiliki
masih perlu ditingkatkan menjadi lebih agar
kelak berdampak positif pada kesejahteraan
anak. Rekomendasi untuk kegiatan sejenis

SENADIMAS UNISRI ISBN: 978-602-73158-5-3
September 2019

360

agar mengikutsertakan pasangan orangtua
(suami-istri/bapak-ibu) sehingga terjadi
keterlibatan bersama dalam pengasuhan.

UCAPAN TERIMAKASIH
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada
Kemenristekdikti, Dekan Fakultas Psikologi
Unissula, Lembaga penelitian dan
Pengabdian Masyarakat (LPPM) Unissula,
Kepala Desa dan aparat desa Tambak
bulusan Kecamatan Karangtengah
Kabupaten Demak

DAFTAR PUSTAKA
Bonaba, B. G., & Koohsar, A. A. (2011).
Relation Between Quality of Attachment
And Anxiety In Delinquent Adolescents.
Procedia - Social and Behavioral
Sciences, 30, 959-962.
Brooks, J. (2011). The Process Of
Parenting. (R. Fajar, Trans.) Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Farrington, D. P., Loeber, R., Yin, Y. Y., &
Anderson, S. J. (2002). Are Within-
Individual Causes of Delinquency The
Same As Between-Individual Causes?
Criminal Behaviour and Mental Health,
12, 53-68.
Garvin. (2017). Pola Asuh Orangtua Dan
Kecenderungan Delinkuensi Pada
Remaja. Jurnal Psikologi Psibernetika,
10.
Hossain, S. M., Huq, S., Adhikari, B., Zai,
S. Z., & Haque, S. M. (2015). Parenting
Skills And Child Behavior: A Cross-
Sectional Study In Some Selected Areas
of Nepal. South East Asia Journal of
Public Health, 5(1), 44-56.
Hurlock, E. B. (2004). Psikologi
Perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang Kehidupan. (S.
Istiwidayanti, Trans.) Jakarta: Erlangga.
Johnson, P. B., & Malow-iroff, M. S.
(2008). Adolescent And Risk: Making
Sense of Adolescent Psychology. United
States of America: Praeger Publisher.
Knowles, Malcolm S. 1980. Adult Learning.
Dalam Craig R. L. ”Training and
Development Handbook. A Guide to
Human Resources Development”, hal.
168-178. New York : McGraw-Hill Book
Company.
Kusumawardani, U. (2018). Hubungan
Komunikasi Ibu Dan Anak Dengan
Perilaku Delinkuen Remaja .
Developmental and Clinical Psychology.
Lestari, S. (2012). Psikologi Keluarga:
Penanaman Nilai Dan Penanganan
Konflik Dalam Keluarga. Jakarta:
Kencana Prenada Media Grup.
Lunandi, A. G. 1982. Pendidikan Orang
Dewasa sebuah Uraian Praktis untuk
Pembimbing, Penatar, Pelatih, dan
Penyuluh Lapangan. Jakarta : PT.
Gramedia.
Maryam, S., 2017. Gambaran Tingkat
Pendidikan Dan Pola Asuh Ibu Pada
Anak Usia Dini Di Gampoang Pande
Gajah Kecamatan Matang Glumpang
Dua Kabupaten Bireuen. Jurnal Ar-
raniry Vol 3 No 2 September 2017
Palmer, E. J., & Hollin, C. R. (2001).
Sociomoral Reasoning, Perceptions of
Parenting and Self-reported Delinquency
in Adolescents. Applied Cognitive
Psychology, 15, 85-100.
Rahmania, A. M., & Suminar, D. R. (2012).
Hubungan antara Persepsi Terhadap
Kontrol Orangtua dengan Kecenderungan
Perilaku Delinkuensi pada Remaja yang
pernah Terlibat Tawuran. Jurnal
Psikologi Pendidikan dan
Perkembangan, 1.
Sanders, M. R., Morawska, A., Haslam, D.
M., Filus, A., & Fletcher, R. (2014).
Parenting and Family Adjustment Scales
(PAFAS): Validation of Brief Parent-
Report Measure For Use In Assessment
of parenting skill and family relationship.
Child Psychiatry and Human
Development, 45(3), 255-272.
doi:10.1007/s10578-013-0397-3