i

i

MEMPROMOSIKAN PEMIKIRAN KRITIS
MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA









Dr. Imam Kusmaryono, S.Pd., M.Pd.
Dr. Hevy Risqi Maharani, S.Pd., M.Pd.
Dr. Muhtarom, S.Pd., M.Pd.

ii
MEMPROMOSIKAN PEMIKIRAN KRITIS
MELALUI PEMBELAJARAN MATEMATIKA

Penulis
Dr. Imam Kusmaryono, S.Pd., M.Pd.
Dr. Hevy Risqi Maharani, S.Pd., M.Pd.
Dr. Muhtarom, S.Pd., M.Pd.

Penyunting
Choiril Anwar

Desain cover & Tataletak isi
Dwi Riyadi Hartono

Penerbit:
CV. Yudhistt Fateeh
Gang Melati 8 Ds. Mlaten, Mijen, Kab. Demak, Jawa Tengah 59583.
Email: [email protected] HP. 081931704317

Cetakan pertama: Maret 2024
xii, 250 hlm. 17,5 x 25 Cm


ISBN 978-623-09-9444-9

Hak Cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip atau memperbanyak sebagian atau seluruh buku ini
tanpa izin tertulis dari penulis dan atau penerbit.

iii
PRAKATA

Berpikir kritis dalam matematika mencakup spektrum
fenomena yang luas mulai dari pengajuan dan penyelesaian
masalah matematis hingga berpikir kreatif, berpikir abstrak, dan
penalaran matematis. Manifestasi pemikiran kritis yang berbeda-
beda menimbulkan tantangan besar terhadap penetapan definisi
yang disepakati bersama. Namun semua pengertian berpikir kritis
tidak hanya memuat aspek atau kebiasaan berpikir saja, tetapi juga
disposisi dari sisi pemikir. Perlu dicatat bahwa meskipun berpikir
kritis memiliki posisi penting dalam studi pendidikan umum,
namun pemikiran kritis jarang disebut dalam studi pendidikan
matematika secara khusus. Hal ini merupakan tantangan para
penulis untuk menyusun buku yang berjudul “Mempromosikan
Pemikiran Kritis dalam Pembelajaran Matematika.” Promosi
berpikir kritis dalam pendidikan matematika ini didasarkan pada
nilai-nilai yang diharapkan untuk mengembangkan keterampilan
berpikir kritis pada guru, calon guru, dan siswa di kelas
matematika.
Buku ini adalah buku referensi tentang mempromosikan
pemikiran kritis melalui pembelajaran matematika. Buku ini dapat
digunakan sebagai (a) referensi para dosen pendidikan
matematika dalam pembelajaran pada mata kuliah Critical
Thinking, Pendidikan Matematika Realistik, dan Kapita Selekta
Pembelajaran Matematika Dasar; (b) referensi bagi guru
matematika dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis
siswa; (c) referensi bagi mahasiswa calon guru matematika dalam
mengikuti perkuliahan critical thinking serta meningkatkan
keterampilan berpikir kritis bagi dirinya.
Berpikir kritis kini banyak dipandang sebagai kompetensi
dasar yang harus dimiliki oleh siswa, serupa dengan membaca dan
menulis yang perlu diajarkan mulai pendidikan tingkat dasar.

iv
Tidak seperti kebanyakan buku teks lain, buku ini lebih fokus ke
pelajaran matematika meskipun buku ini juga dapat diterapkan
dalam pelajaran lainnya. Buku ini terdiri dari 12 (duabelas) bab
yang membahas tentang: (1) Pendahuluan: perspektif berpikir
kritis dalam matematika; tantangan dan manfaat mengajarkan
keterampilan berpikir kritis; (2) Definisi berpikir kritis dengan
banyak teori, praktik, dan sikap; (3) Pentingnya berpikir kritis
dalam pendidikan; (4) Mengajar untuk berpikir kritis; (5)
Mengkonseptualisasikan pemikiran kritis matematis; (6) Peran
pertanyaan dalam berpikir kritis; (7) Membangun pemikiran kritis
melalui kalimat matematika; (8) Esensi berpikir kritis untuk
mengajarkan matematika; (9) Mengukur keterampilan berpikir
kritis; (10) Hubungan berpikir kritis dan metakognisi; (11) Soal-
soal untuk mengukur kemampuan berpikir kritis; dan (12)
Penutup: keterbatasan, kajian penelitian ke depan, dan
kesimpulan.
Mempelajari berpikir kritis melibatkan upaya mengubah
cara-cara berpikir yang kebanyakan dari kita pikirkan. Untuk
melakukan ini kita memerlukan latihan ekstensif dan masukan.
Itulah sebabnya pada bab ke-11 buku ini dilengkapi dengan 25
contoh soal pertanyaan memungkinkan siswa untuk melatih
keterampilan berpikir kritis mereka, serta contoh dan latihan yang
dapat untuk digunakan dan diadaptasi oleh guru.
Tantangan dalam penyusunan buku ini dari keragaman
pendekatan teoretis dengan atau klaim yang berkaitan dengan
pemikiran kritis dalam matematika. Keberagaman ini ditunjukkan
dengan jelas dalam bab-bab buku ini dan kami berupaya
menawarkan pemikiran kritis dalam matematika dengan fokus
pada siswa atau guru matematika. Harapannya buku ini dapat
menjadi referensi yang bermanfaat dalam meningkatkan
kemampuan berpikir kritis bagi siswa, calon guru matematika,
guru matematika dan pemerhati pendidikan matematika.
Tentunya buku ini memiliki keterbatasan dan kekurangan dalam

v
penyampaian baik secara praktik maupun teori. Oleh karena itu
masukan dan saran dari para pembaca akan dapat menjadi
penyempurna buku ini di masa depan.

Semarang, 25 Maret 2024
Penulis

vi
DAFTAR ISI

PRAKATA ............................................................................................................. iii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL ................................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xi
BAB 1 | PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Perspektif Berpikir Kritis dalam Matematika ........................... 1
B. Tantangan dalam Mengajarkan Berpikir Kritis........................ 3
C. Manfaat Mengajarkan Keterampilan Berpikir Kritis.............. 4
D. Ruang Lingkup Pembahasan Berpikir Kritis ............................. 6
BAB 2 | DEFINISI BERPIKIR KRITIS......................................................... 11
A. Definisi Berpikir Kritis ..................................................................... 12
B. Teori, Praktik, dan Sikap: Komponen Penting Berpikir
Kritis ....................................................................................................... 17
C. Berpikir Kritis Memiliki Tiga Untaian ........................................ 19
D. Upaya Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis
di Kelas .................................................................................................. 25
E. Tips untuk Meningkatkan Pemikiran Kritis di Kelas Anda 30
BAB 3 | PENTINGNYA BERIPIKIR KRITIS BAGI SISWA ................... 35
A. Pentingnya Berpikir Kritis dalam Pendidikan ........................ 36
B. Peran Berpikir Kritis dalam Pendidikan ................................... 38
C. Bagaimana Mengembangkan Berpikir Kritis Dalam
Pendidikan? ......................................................................................... 39
D. Pentingnya Berpikir Kritis bagi Siswa ....................................... 41
E. Keterampilan Berpikir Kritis Membantu Siswa dalam
Karier dan Kehidupan Pribadinya .............................................. 44
F. Manfaat Keterampilan Berpikir Kritis ....................................... 46
G. Pentingnya Berpikir Kritis dalam Kehidupan Akademik ... 48

vii
H. Pentingnya Berpikir Kritis dalam Pengembangan
Kurikulum ............................................................................................... 53
I. Teknik Efektif Berpikir Kritis .......................................................... 57
J. Hubungan Berpikir Kritis dengan Desain PembelajaranJ .... 58
BAB 4 | MENGAJAR UNTUK BERPIKIR KRITIS .................................... 61
A. Mengapa Berpikir Kritis Penting dalam Mengajar? ............... 62
B. Cara Memasukkan Pemikiran Kritis ke dalam
Pembelajaran ......................................................................................... 64
C. Sikap Kritis ............................................................................................. 66
D. Pemikiran Kritis dalam Pendidikan Matematika................ 69
E. Mengkaji Kemampuan Berpikir Kritis Siswa ............................ 73
F. Strategi Pembelajaran Berpikir Kritis ......................................... 76
G. Teknis Pembelajaran Berpikir Kritis di Kelas ......................... 79
H. Pemodelan Keterampilan Berpikir Kritis ................................... 84
BAB 5 | KONSEP PEMIKIRAN KRITIS MATEMATIS ........................... 87
A. Mengkonseptualisasikan Pemikiran Kritis Matematis ........ 88
B. Tema Berkaitan dengan Berpikir Kritis .................................... 90
C. Tema Berkaitan dengan Pemikiran Matematis ...................... 94
D. Matematika dalam Kehidupan Sehari-hari ........................... 100
E. Ciri-Ciri Berpikir Kritis dalam Matematika........................... 103
F. Langkah-Langkah Berpikir Kritis ............................................. 108
G. Penyelarasan Berpikir Kritis Matematis ................................ 110
BAB 6 | PERAN PERTANYAAN DALAM BERPIKIR KRITIS ........... 115
A. Berpikir Kritis: Seni Bertanya Socrates .................................. 116
B. Gaya Bertanya Socrates Mendorong Pemikiran Kritis ..... 122
C. Pertanyaan Kritis Mempromosikan Wacana
Matematika. ...................................................................................... 123
D. Apa manfaat bertanya dalam matematika? .......................... 129
E. Kapan Harus Bertanya dan Bagaimana .................................. 131
F. Strategi Bertanya Secara Efektif................................................ 132

viii
BAB 7 | MEMBANGUN PEMIKIRAN KRITIS MELALUI KALIMAT
MATEMATIKA TERBUKA .......................................................................... 135
A. Menggunakan Pertanyaan Terbuka dalam Matematika . 136
B. Soal Matematika Terbuka Mengungkapkan Pemikiran
Siswa ................................................................................................... 137
C. Mengapa Menggunakan Pertanyaan Terbuka dalam
Matematika? ..................................................................................... 140
D. Cara Meningkatkan Keterampilan Matematika dengan Cepat
dan Efektif ......................................................................................... 149
BAB 8 | ESENSI BERPIKIR KRITIS UNTUK MENGAJARKAN
MATEMATIKA ............................................................................................... 155
A. Disposisi Berpikir Kritis ............................................................... 156
B. Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah dalam
Pembelajaran Abad ke-21 .......................................................... 157
C. Hubungan Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah ......... 159
D. Perbedaan Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah ......... 162
E. Pentingnya Berpikir Kritis dalam Pemecahan Masalah ... 166
F. Keterampilan Berpikir Kritis dalam Pemecahan Masalah
Matematika ....................................................................................... 166
G. Mendorong Pemikiran Kritis dalam Matematika ............... 170
H. Hambatan terhadap Berpikir Kritis ......................................... 172
BAB 09 | MENGUKUR KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS ......... 177
A. Alat Penilaian Berpikir Kritis ..................................................... 178
B. Memilih Alat Penilaian Berpikir Kritis yang Tepat ............ 179
C. Pola Pikir Berpikir Kritis .............................................................. 180
D. Instrumen Penilaian Keterampilan Berpikir Kritis
Matematis ......................................................................................... 181
BAB 10 | BERPIKIR KRITIS DAN METAKOGNISI ............................. 189
A. Konsep Kognisi dan Metakognisi ............................................. 191
B. Karakteristik Metakognisi ........................................................... 194
C. Strategi Metakognitif untuk Pembelajaran yang Sukses . 198

ix
D. Berpikir Kritis dan Metakognitif ................................................. 199
E. Hubungan Berpikir Kritis dan Metakognisi ............................ 202
F. Pengaruh Kesadaran Metakognitif terhadap Keterampilan
Berpikir Kritis .................................................................................... 203
BAB 11 | SOAL-SOAL UNTUK MENGUKUR KEMAMPUAN
BERPIKIR KRITIS ......................................................................................... 207
A. Contoh Soal-Soal Matematika Berpikir Kritis ...................... 208
BAB 12 | PENUTUP ...................................................................................... 225
A. Simpulan ............................................................................................. 225
B. Keterbatasan dan Kajian di Masa Depan .............................. 227
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 231
GLOSARIUM .................................................................................................... 247
INDEKS ............................................................................................................. 252
BIODATA PENULIS ...................................................................................... 253

x
DAFTAR TABEL

Tabel 5.1 Sub-tema pemikiran kritis………………………….….. 99
Tabel 5.2 Penyelarasan berpikir kritis matematis…………... 112
Tabel 9.1 Rentang skor keterampilan berpikir kritis
matematis………………………………………….

182
Tabel 9.2 Rubrik penilaian keterampilan berpikir
kritis…………………………………………………………...

184
Tabel 10.1 Tipologi dan komponen Metakognitif……………… 195
Tabel 10.2 Perbedaan berpikir kritis dan metakognitif…….. 200

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Untaian berpikir kritis………………………… 19
Gambar 4.1 Penyelarasan tujuan pembelajaran
dengan aktivitas dan penilaian……………..

65
Gambar 4.2 Keterampilan berpikir kritis kognitif
dan sub-keterampilan…………………………..

73
Gambar 5.1 Indikator kemampuan berpikir kritis
matematis……………………………………………

107
Gambar 5.2 Langkah berpikir kritis………………………… 109
Gambar 6.1 Eksplorasi pertanyaan matematis………… 131
Gambar 7.2 Kontinum tanggapan siswa dan
keputusan pembelajaran………………………

138
Gambar 7.2 Kegiatan mengeksplor pemikiran kritis... 139
Gambar 7.3 Aktivitas yang mendukung siswa
berpikir cepat………………………………………

142
Gambar 7.4 Catatan matematika siswa…………………… 144
Gambar 10.1 Area metakognitif dalam aktivitas
berpikir……………………………………………….

193

xii

1






BAB 1 | PENDAHULUAN

A. Perspektif Berpikir Kritis dalam Matematika
Masyarakat modern memerlukan keterampilan khusus dari
warga negara yang ingin menjalani kehidupan yang sukses di
dunia yang semakin kompleks dan kompleks tidak dapat
diprediksi. Keadaan dunia yang tidak dapat diprediksi dan tidak
stabil ini ditandai dengan peristiwa-peristiwa seperti krisis
keuangan dalam beberapa decade terakhir dan, baru-baru ini kita
terlepas dari pandemi CoViD-19 yang telah melanda seluruh
belahan dunia dan menyebabkan banyak kematian, namun
sebagian besar mengarahkan negara-negara pada keputusan yang
ketat termasuk memberlakukan pendidikan (pembelajaran)
online atau hybrid di semua tingkatan. Selain itu, 'gelombang' besar
misinformasi, disinformasi, atau interpretasi data yang salah telah
menguraikan keterbatasan kemampuan banyak orang (termasuk
pembuat kebijakan) dalam menangani dan menafsirkan data
numerik.
Di antara keterampilan yang diperlukan untuk menghadapi
situasi seperti ini yang terkadang disebut 'keterampilan abad ke-

2
21' dimana kita dapat mengidentifikasi berpikir kritis sebagai
salah satu komponen dasarnya. Menurut pandangan (Sellars et al.,
2018) ini, berpikir kritis ditempatkan di samping keterampilan
seperti pencarian informasi dan pengorganisasian, komunikasi
efektif dan tanggung jawab sosial. Karena beragamnya
keterampilan yang terkait dengannya, tidak ada definisi berpikir
kritis yang disepakati secara umum.
Ennis mendefinisikan berpikir kritis sebagai “pemikiran
reflektif yang masuk akal yang berfokus pada pengambilan
keputusan tentang apa yang harus diyakini atau dilakukan” (Ennis,
1991). Biasanya, berpikir kritis dapat dipicu oleh suatu masalah
yang harus dipecahkan (atau bahkan dengan mengidentifikasi dan
mengajukan masalah yang perlu dipecahkan); kemudian, melalui
suatu proses yang mencakup penalaran, identifikasi dan
penerapan alat atau metode yang tepat, orang tersebut diarahkan
pada pemecahan masalah dan/atau keputusan mengenai masalah
yang dihadapi. Pada akhirnya, orang tersebut diharapkan untuk
mengkaji solusi yang diusulkan berdasarkan kesesuaiannya untuk
mengatasi. Meskipun aktivitas ini mungkin menyerupai tahapan
pemecahan masalah (Schoenfeld, 2016a) dan pemodelan (Lesh &
Lehrer, 2003), berpikir kritis menembus tahapan ini dan
memberikan sifat yang lebih reflektif. Karena melibatkan aktivitas
mental tingkat tinggi, berpikir kritis terkadang dianggap setara
dengan berpikir tingkat tinggi (Ernest et al., 2016).
Pentingnya berpikir kritis kemudian mengarah pada upaya
untuk memasukkannya ke dalam pengajaran dengan cara yang
lugas. Upaya-upaya tersebut pada gilirannya mengarah pada
pengujian kemampuan dan disposisi guru terhadap berpikir kritis.
Hasilnya agak beragam. Beberapa penelitian melaporkan
penerapan pendekatan berpikir kritis masih di tahap permukaan
(Murawski, 2014), sementara penelitian lain menyatakan bahwa
bagi sebagian guru, berpikir kritis dipandang “sebagai jenis

3
pemikiran lain seperti berpikir ilmiah, berpikir logis, memecahkan
masalah, dan berpikir kreatif” (Birgili, 2015).
B. Tantangan dalam Mengajarkan Berpikir Kritis
Berpikir kritis adalah kemampuan untuk menganalisis,
mengevaluasi, dan mensintesis informasi dari berbagai sumber
dan perspektif, dan menggunakan logika dan bukti untuk
mendukung atau menantang klaim dan argument (P. a. Facione,
2015). Ini adalah keterampilan yang berharga untuk
pengembangan pribadi dan profesional, karena dapat membantu
Anda membuat keputusan yang lebih baik, memecahkan masalah,
berkomunikasi secara efektif, dan menghindari bias dan
kesalahan. Namun, mengajarkan keterampilan berpikir kritis
kepada orang lain tidak selalu mudah atau lugas. Beberapa
tantangan dan manfaat mengajarkan keterampilan berpikir kritis
kepada orang lain, dan menawarkan beberapa tips dan strategi
untuk mengatasi hambatan dan meningkatkan hasil juga akan di
bahas dalam buku ini.
Salah satu tantangan utama dalam mengajarkan
keterampilan berpikir kritis kepada orang lain adalah bahwa
mereka mungkin menolak atau enggan untuk terlibat dalam
aktivitas atau latihan berpikir kritis. Hal ini dapat disebabkan oleh
berbagai alasan, seperti takut salah, kurang percaya diri, lebih
menyukai intuisi atau emosi, keterikatan pada keyakinan atau
opini yang ada, atau ketidaknyamanan dengan ambiguitas atau
ketidakpastian. Untuk mengatasi tantangan ini, Anda perlu
menciptakan lingkungan belajar yang aman dan mendukung,
tempat Anda mendorong rasa ingin tahu, keterbukaan, dan umpan
balik, serta tempat Anda mencontohkan sendiri perilaku dan sikap
berpikir kritis. Anda juga perlu menjelaskan tujuan dan manfaat
berpikir kritis, dan bagaimana hal tersebut dapat membantu
mereka mencapai tujuan dan meningkatkan kinerja mereka.

4
Tantangan lain dalam mengajarkan keterampilan berpikir
kritis kepada orang lain adalah bahwa berpikir kritis adalah
keterampilan yang kompleks dan beragam yang melibatkan
berbagai proses kognitif, seperti interpretasi, analisis, inferensi,
evaluasi, penjelasan, dan pengaturan diri. Selain itu, berpikir kritis
dapat diterapkan pada domain, konteks, dan situasi berbeda, yang
mungkin memerlukan pendekatan, kriteria, dan standar berbeda.
Untuk mengatasi tantangan ini, Anda perlu memecah keterampilan
berpikir kritis menjadi komponen-komponen yang dapat dikelola
dan diukur, serta memberikan contoh dan skenario yang jelas dan
relevan untuk setiap komponen. Anda juga perlu menyesuaikan
metode dan materi pengajaran Anda agar sesuai dengan
kebutuhan, minat, dan latar belakang pembelajar Anda, dan untuk
mendorong transfer dan generalisasi keterampilan berpikir kritis
mereka di seluruh bidang.
Tantangan ketiga dalam mengajarkan keterampilan
berpikir kritis adalah mengatasi hambatan yang mungkin
menghambat pemikiran kritis peserta didik. Beberapa hambatan
tersebut bersifat kognitif, seperti bias, asumsi, kekeliruan, atau
kesalahan dalam penalaran. Beberapa hambatan tersebut bersifat
afektif, seperti emosi, sikap, nilai, atau keyakinan.
C. Manfaat Mengajarkan Keterampilan Berpikir Kritis
Salah satu manfaat utama mengajarkan keterampilan berpikir
kritis kepada orang lain adalah hal itu dapat memberdayakan dan
melibatkan mereka sebagai pembelajar dan profesional. Dengan
mengajari mereka cara berpikir kritis, Anda dapat membantu
mereka mengembangkan otonomi, kepercayaan diri, dan
kreativitas, serta memungkinkan mereka mengambil alih
pembelajaran dan perkembangan mereka sendiri. Anda juga dapat
membantu mereka menjadi lebih termotivasi, ingin tahu, dan
antusias dalam mempelajari hal-hal baru dan mengeksplorasi
perspektif baru. Selain itu, Anda dapat membantu mereka
meningkatkan keterampilan kolaborasi dan komunikasi, saat

5
mereka belajar cara berbagi ide, mendengarkan orang lain, dan
mengkritik serta menanggapi masukan secara konstruktif.
Manfaat lain dari mengajarkan keterampilan berpikir kritis
kepada orang lain adalah dapat meningkatkan kualitas dan
efektivitas kerja dan kinerjanya. Dengan mengajari mereka cara
berpikir kritis, Anda dapat membantu mereka menghasilkan hasil
dan solusi yang lebih baik, saat mereka belajar cara
mengidentifikasi dan mendefinisikan masalah, mengumpulkan
dan mengevaluasi informasi, menghasilkan dan menguji hipotesis,
serta membenarkan dan mengkomunikasikan kesimpulan mereka.
Anda juga dapat membantu mereka menghindari kesalahan dan
kesalahan, karena mereka belajar bagaimana mengenali dan
menghindari bias, kekeliruan, asumsi, dan inkonsistensi. Selain itu,
Anda dapat membantu mereka mengatasi perubahan dan
ketidakpastian, saat mereka belajar bagaimana beradaptasi dan
merevisi pemikiran mereka berdasarkan bukti dan masukan baru.
Masalah lain yang muncul adalah apakah pemikiran kritis
merupakan atau seharusnya komponen -komponen seperti
metakognisi (termasuk kemampuan untuk menantang keyakinan
sendiri), ketekunan dan otonomi intelektual (termasuk kebebasan
dari pemikiran egosentris dan sosiosentris), penalaran (termasuk
pemikiran reflektif dan penggunaan konsep secara efektif) dan
kemampuan untuk mengidentifikasi inkonsistensi dan
kontradiksi. (termasuk milik sendiri) (Paul & Elder, 2008). Oleh
karena itu, berpikir kritis dapat membantu seseorang dalam
pengambilan keputusan, tidak hanya dengan menyediakan alat
konseptual dan disposisi untuk menilai pandangan orang lain
secara kritis, namun juga dengan memberikan orang tersebut
disposisi untuk merenungkan, menantang dan, jika diperlukan
untuk mengubah pandangan mereka sendiri.
Berhubungan dengan bidang keilmuan tertentu; misalnya,
apakah berpikir kritis dalam sosiologi memiliki karakteristik yang
berbeda dengan berpikir kritis dalam matematika. Persoalan ini

6
memiliki banyak aspek dan telah diteliti secara menyeluruh oleh
para sarjana seperti (Ennis, 1991) yang mengidentifikasi
setidaknya tiga pandangan tentang bagaimana mempelajari
kemungkinan transfer keterampilan berpikir kritis dari satu
domain ke domain lainnya. Pandangan pertama menyatakan
bahwa tanpa memiliki pengetahuan materi pelajaran, seseorang
tidak dapat berpikir kritis dalam mata pelajaran tersebut. Kritik
Ennis (1991) terhadap pandangan ini adalah bahwa, kadang-
kadang, pengetahuan pokok bahasan dibentuk berdasarkan fakta-
fakta yang dihafal, yang menganggap berpikir kritis tidak mungkin
dilakukan.
Pandangan kedua, berfokus pada kekhususan
epistemologis setiap domain; kita dapat mempertimbangkan,
misalnya, perbedaan antara matematika, ilmu-ilmu sosial, dan
seni. Oleh karena itu, kita mungkin sepakat bahwa pemikiran kritis
berbeda-beda di setiap bidang. Menurut pandangan ketiga
“bahkan tidak masuk akal untuk berbicara tentang pemikiran
kritis atau pengajaran berpikir kritis di luar bidang materi
pelajaran” (Ennis, 1991). Meskipun kita mungkin sepakat bahwa
berpikir kritis adalah memikirkan sesuatu, hal ini tidak
mengesampingkan kemungkinan bahwa seseorang mungkin
memiliki atau diajari kemampuan berpikir kritis secara umum.
D. Ruang Lingkup Pembahasan Berpikir Kritis
Mengikuti pandangan di atas, kami akan membahas
berpikir kritis dalam matematika pada bab-bab dalam buku ini.
Buku mempromosikan pemikiran kritis melalui pembelajaran
matematika ini tidak hanya mencakup topik-topik standar seperti
definisi, tetapi juga tema-tema terkait lainnya sebagaimana
dijelaskan sebagai berikut.
Bab pertama adalah pendahuluan meliputi perspektif
berpikir kritis dalam matematika; tantangan dalam mengajarkan

7
berpikir kritis; manfaat mengajarkan keterampilan berpikir kritis;
dan ruang lingkup pembahasan berpikir kritis.
Bab kedua memperkenalkan kita pada berpikir kritis
dengan banyak definisi; teori, praktik, dan sikap sebagai
komponen penting berpikir kritis; tiga untaian berpikir kritis;
upaya meningkatkan keterampilan berpikir kritis di kelas; dan tips
untuk meningkatkan pemikiran kritis di kelas Anda.
Bab ketiga menyajikan pentingnya berpikir kritis dalam
pendidikan; peran berpikir kritis dalam pendidikan; bagaimana
mengembangkan berpikir kritis dalam pendidikan?; pentingnya
berpikir kritis bagi siswa; keterampilan berpikir kritis membantu
siswa dalam karier dan kehidupan pribadinya; manfaat
keterampilan berpikir kritis; pentingnya berpikir kritis dalam
kehidupan akademik; pentingnya berpikir kritis dalam
pengembangan kurikulum; teknik efektif berpikir kritis; dan
hubungan berpikir kritis dengan desain pembelajaran;
Bab keempat membahas mengajar untuk berpikir kritis;
mengapa berpikir kritis penting dalam mengajar?; cara
memasukkan pemikiran kritis ke dalam pembelajaran; sikap kritis;
pemikiran kritis dalam pendidikan matematika; mengkaji
kemampuan berpikir kritis siswa; strategi pembelajaran berpikir
kritis; teknis pembelajaran berpikir kritis di kelas; dan pemodelan
keterampilan berpikir kritis.
Bab kelima adalah mengkonseptualisasikan pemikiran
kritis matematis; tema berkaitan dengan berpikir kritis; tema
berkaitan dengan pemikiran matematis; matematika dalam
kehidupan sehari-hari; ciri-ciri berpikir kritis dalam matematika;
langkah-langkah berpikir kritis; dan penyelarasan berpikir kritis
matematis.
Bab keenam menyoroti tentang peran pertanyaan dalam
berpikir kritis; seni bertanya Socrates; gaya bertanya Socrates

8
mendorong pemikiran kritis; pertanyaan kritis mempromosikan
wacana matematika; kapan harus bertanya dan bagaimana; dan
strategi bertanya secara efektif.
Bab ketujuh tentang bagaimana membangun pemikiran
kritis melalui kalimat matematika terbuka; menggunakan
pertanyaan terbuka dalam matematika; soal matematika terbuka
mengungkapkan pemikiran siswa; mengapa menggunakan
pertanyaan terbuka dalam matematika? dan cara meningkatkan
keterampilan matematika dengan cepat dan efektif.
Bab kedelapan berfokus pada esensi berpikir kritis untuk
mengajarkan matematika; disposisi berpikir kritis; berpikir kritis
dan pemecahan masalah dalam pembelajaran abad ke -21;
hubungan berpikir kritis dan pemecahan masalah; perbedaan
berpikir kritis dan pemecahan masalah; pentingnya berpikir kritis
dalam pemecahan masalah; keterampilan berpikir kritis dalam
pemecahan masalah matematika; mendorong pemikiran kritis
dalam matematika; dan hambatan terhadap Berpikir Kritis;
Bab kesembilan adalah mengukur keterampilan berpikir
kritis; alat penilaian berpikir kritis; memilih alat penilaian berpikir
kritis yang tepat; pola pikir berpikir kritis; instrumen penilaian
keterampilan berpikir kritis matematis; dan rubrik penilaian
berpikir kritis.
Bab kesepuluh membahas hubungan konsep kognisi dan
metakognisi; karakteristik metakognisi; strategi metakognitif
untuk pembelajaran yang sukses; berpikir kritis dan metakognitif;
hubungan berpikir kritis dan metakognisi; dan pengariuh
kesadaran metakognitif terhadap keterampilan berpikir kritis.
Bab kesebelas memberikan soal-soal untuk mengukur
kemampuan berpikir kritis, yaitu contoh soal-soal matematika
berpikir kritis; memilih dan menggunakan informasi.

9
Bab kedua belas merupakan bagian penutup yang berisi
tentang keterbatasan pembahasan dalam buku ini dan kajian
penelitian ke depan; dan kesimpulan.

10






“Berpikir kritis adalah
keterampilan yang
berharga untuk
pengembangan pribadi
dan profesional, karena
dapat membantu Anda
membuat keputusan
yang lebih baik,
memecahkan masalah,
berkomunikasi secara
efektif, dan menghindari
bias dan kesalahan.”

11









BAB 2 | DEFINISI BERPIKIR KRITIS

Berpikir merupakan bagian integral dari kehidupan kita
sehari-hari. Berpikir adalah proses aktif pikiran. Sedangkan
pikiran adalah produk, hasil atau hasil berpikir, yang satu adalah
kata kerja dan yang satu lagi adalah kata benda. Berpikir
melibatkan penalaran, merenungkan, merefleksikan dan
mempertimbangkan kemungkinan (Murawski, 2014).
Pemikiran merupakan cara, perbuatan memikir,
sedangkan pemikir adalah orang cerdik, pandai, serta
hasil pemikirannya dimanfaatkan oleh orang lain (Oliveira &
Nisbett, 2017).
Berpikir kritis merupakan keterampilan penting yang
harus dipelajari di sekolah dan di rumah. Berpikir kritis lebih dari
sekedar memahami materi ujian; ini tentang kemampuan
memproses informasi secara efektif, mengevaluasi ide-ide Anda
sendiri dan ide-ide orang lain, dan membuat keputusan yang baik

12
berdasarkan apa yang Anda ketahui. Jika Anda pernah menemukan
istilah berpikir kritis ini sebelumnya, Anda harus tahu bahwa ini
adalah topik yang rumit untuk dibahas. Namun mari kita coba
menguraikannya dalam bentuk yang paling sederhana.
A. Definisi Berpikir Kritis
Secara tradisional, definisi berpikir kritis melibatkan
evaluasi pemikiran melalui klasifikasi taksonomi Bloom’s. Bissell
dan Lemons menganggap taksonomi Bloom’s sebagai cara terbaik
untuk mengkategorikan pemikiran kritis di kelas. Klasifikasi ini
dapat digunakan untuk mengevaluasi berpikir kritis dengan
menggunakan enam tingkat berpikir kognitif. Siswa dapat maju
melalui tingkat taksonomi dari terendah hingga tertinggi.
Meskipun pemikiran kritis ada pada setiap tingkatan (Bissell &
Lemons, 2006).
Kritis berarti mampu menilai, membedakan atau
memutuskan. Dalam bahasa Inggris modern, 'kritikus' adalah
seseorang yang tugasnya membuat penilaian evaluatif, misalnya
mengenai film, buku, musik, atau makanan, dan sebagainya.
Bersikap 'kritis' dalam pengertian ini bukan sekedar mencari-cari
kesalahan atau mengungkapkan rasa tidak suka, meskipun itu
adalah arti lain dari kata tersebut. Bersikap 'kritis' artinya
memberikan pendapat yang adil dan tidak memihak tentang
sesuatu.
Bersikap kritis dan berpikir kritis bukanlah hal yang sama.
Jika berpikir kritis hanya berarti menilai, bukankah berarti siapa
pun bisa melakukannya hanya dengan memberikan pendapat?
Tidak diperlukan pelatihan atau latihan khusus untuk memberikan
penilaian. Jika saya menonton sebuah film dan menganggapnya
membosankan, meskipun ulasannya bagus, tidak ada yang bisa
mengatakan bahwa penilaian saya salah dan kritikus profesional
benar. Seseorang boleh saja tidak sependapat dengan saya, tapi itu
hanyalah penilaian lain, tidak ada yang lebih baik atau lebih buruk,

13
Anda mungkin berkata, dibandingkan penilaian saya. Dalam arti
terbatas, hal ini memang benar.
Penilaian kritis yang serius lebih dari sekedar pernyataan
preferensi atau selera. Suatu penilaian kritis harus mempunyai
suatu dasar, yang biasanya memerlukan sejumlah pengetahuan
atau keahlian dari pihak yang membuat penilaian. Hanya
mengatakan 'Saya menyukainya' atau 'Saya tidak menyukainya'
tidaklah cukup. Harus ada alasan untuk mengambil keputusan
sebelum kita dapat menyebutnya kritis.
Pemikir kritis akan mengidentifikasi, menganalisis, dan
memecahkan masalah secara sistematis, bukan berdasarkan
intuisi atau naluri. Pemikir kritis sangat mempertanyakan gagasan
dan asumsi dibandingkan menerima begitu saja. Mereka akan
selalu berusaha untuk menentukan apakah gagasan, argumen, dan
temuan mewakili keseluruhan gambaran dan terbuka untuk
mengetahui bahwa sebenarnya tidak.
Berpikir kritis merupakan proses secara aktif membuat
konsep, menganalisis, dan menerapkan informasi yang
dikumpulkan melalui observasi, pengalaman, atau refleksi. Itu
bergantung pada rasionalitas dan penalaran. Berpikir kritis adalah
kemampuan untuk menemukan solusi berdasarkan evaluasi,
logika, dan bukti.
Ada banyak definisi berbeda tentang berpikir kritis. Di sini
kami mencantumkan beberapa yang terkenal. Anda mungkin
memperhatikan bahwa semuanya menekankan pentingnya
kejelasan dan rasionalitas. Di sini kita akan melihat beberapa
definisi terkenal dalam urutan kronologis.
John Dewey mendefinisikan berpikir kritis, atau
sebagaimana ia menyebutnya, 'berpikir reflektif', sebagai sebuah.
proses aktif, suatu kegiatan yang memerlukan pemikiran yang
matang berdasarkan alasan yang menjadi landasan seseorang:

14
pertimbangan yang aktif, gigih, dan cermat terhadap suatu
keyakinan atau bentuk yang diharapkan (Letseka & Zireva, 2013);
Menurut Norris & Ennis (1989). Berpikir kritis adalah
pemikiran yang masuk akal dan reflektif yang berfokus pada
memutuskan apa yang harus diyakini dan dilakukan (Norris &
Ennis, 1989 cited in Zhou et al., 2012);
Menurut Alfaro LeFevre, Berpikir kritis melibatkan
pembedaan pernyataan fakta, penilaian, dan opini. Proses berpikir
kritis menuntut perawat untuk berpikir kreatif, menggunakan
refleksi, dan terlibat dalam berpikir analitis (Alfaro-LeFevre, 2013
cited in Westerdahl et al., 2022);
Menurut Richard Paul dan Linda Elder, Berpikir kritis
adalah cara berpikir – mengenai subjek, isi, atau masalah apa pun
– di mana pemikir meningkatkan kualitas pemikirannya dengan
secara terampil mengambil alih struktur yang melekat dalam
pemikiran dan menerapkan standar intelektual pada struktur
tersebut (Elder & Paul, 2010).
Browne dan Keeley mengatakan bahwa istilah “berpikir
kritis” mengacu pada: (a) kesadaran akan serangkaian pertanyaan
kritis yang saling terkait; (b) kemampuan bertanya dan menjawab
pertanyaan kritis; dan (c) keinginan untuk aktif menggunakan
pertanyaan-pertanyaan kritis (Browne & Keeley, 2007 cited in Fan,
2022).
Brookfield berfokus pada asumsi. Definisinya “melibatkan
mempertanyakan asumsi-asumsi yang mendasari kebiasaan kita
dalam berpikir dan bertindak dan kemudian bersiap untuk
berpikir dan bertindak secara berbeda berdasarkan pertanyaan
kritis ini”(Brookfield, 2013)
Foundation for Critical Thinking (cited in Elder & Paul,
2010) menyebut berpikir kritis sebagai “seni menganalisis dan
mengevaluasi pemikiran dengan maksud untuk memperbaikinya.”

15
Pemikir kritis sejati mengambil langkah terukur ketika
mempertimbangkan isu penting apa pun. Mereka mengajukan
pertanyaan dan mengumpulkan informasi, kemudian membentuk
dan menguji kesimpulan mereka. Mereka memiliki disiplin diri,
pengawasan diri, dan koreksi diri; mematuhi standar keunggulan
yang tinggi; dan tetap berpikiran terbuka.
Banyak (tetapi tidak semua) deskripsi dan definisi berpikir
kritis menekankannya sebagai proses intelektual. Dalam dunia
akademis telah dikembangkan secara lebih luas melalui taksonomi
tujuan pendidikan Benjamin Bloom (1956, 1964). Dengan
menguraikan enam kategori pembelajaran, ia menetapkan
hierarki yang menekankan pendekatan kognitif/objektif yang siap
memberikan tujuan akademis intelektual, dan hierarki tersebut
telah digunakan secara luas di seluruh disiplin ilmu pendidikan.
Pengaruhnya terhadap berpikir kritis di bidang akademis,
misalnya, dicerminkan oleh Bissell dan Lemons (2006) yang
memaparkan metode penilaian berpikir kritis di kelas. Mereka
mengamati bahwa dua kategori pembelajaran pertama Bloom,
“pengetahuan dan pemahaman,” tidak melibatkan keterampilan
berpikir kritis. Namun, kategori-kategori lainnya, yaitu penerapan,
analisis, sintesis, dan evaluasi, semuanya memerlukan pemikiran
tingkat tinggi yang menjadi ciri pemikiran kritis. Mereka
menambahkan bahwa “kategori-kategori ini memberikan transisi
yang mulus dari teori pendidikan ke praktik dengan menyarankan
desain penilaian spesifik yang dapat digunakan oleh peneliti dan
instruktur untuk mengevaluasi keterampilan siswa dalam kategori
tertentu” .
Kurfiss (1989) memandang berpikir kritis membutuhkan
pengetahuan prosedural dan pengetahuan khusus disiplin ilmu.
Sedangkan Knight (1992) berpendapat bahwa berpikir kritis
melibatkan keterampilan yang diperlukan termasuk
“pengembangan argumen yang meyakinkan, definisi yang jelas,
strategi pemecahan masalah, pengorganisasian informasi, dan

16
kreativitas” sebagaimana dikutip oleh peneliti (Hanna, 2013).
Dalam pengembangan Tes Keterampilan Berpikir Kritis California,
2000; Facione dkk. (2002) merujuk pada definisi berpikir kritis
dari American Philosophical Association sebagai “proses penilaian
yang bertujuan dan mengatur diri sendiri”. Berdasarkan Kirst-
Ashman dan Hull (2012 cited in Hanna, 2013). setuju bahwa
berpikir kritis adalah proses penalaran yang memerlukan
“penelitian cermat terhadap apa yang dinyatakan benar atau apa
yang tampaknya benar” dan “berfokus pada pertanyaan
keyakinan, pernyataan, asumsi, alur penalaran, tindakan, dan
pengalaman”
Sulit untuk memilih definisi berpikir kritis dari beberapa
definisi di atas. Beberapa diantaranya, seperti Ennis (1987),
berfokus pada produk dan proses. Ennis membagi kejelasan
menjadi dua kelompok: dasar dan lanjutan, dan Meskipun
Brookfield mengemukakan bahwa berpikir kritis adalah sebuah
proses dan bukan hasil, hal ini tidak meniadakan bagian produk
dari definisinya, yaitu berpikir atau bertindak secara berbeda.
Definisi Brookfield, dengan penekanan pada asumsi, tampaknya
sedikit lebih sempit dibandingkan definisi Ennis. Bagi yang lain,
seperti Paul (1993) dan Brookfield (1987), fokus utamanya adalah
pada proses. Semua definisi proses menyoroti keterampilan
berpikir kritis yang spesifik, namun tidak mencakup semua aspek
berpikir kritis. Lipman (Lipman, 1982) menunjukkan bahwa
definisi yang ada saat ini terlalu kabur dan gagal memperhatikan
karakteristik berpikir kritis. Namun, tampaknya tidak masuk akal
untuk mengharapkan definisi tunggal yang mencakup seluruh
kompetensi yang mungkin ditampilkan oleh para pemikir kritis.
Mungkin definisi tersebut bukan tempat untuk menggambarkan
keterampilan khusus.

17
B. Teori, Praktik, dan Sikap: Komponen Penting Berpikir
Kritis
Berpikir kritis merupakan keterampilan metakognitif.
Artinya, ini adalah keterampilan kognitif tingkat tinggi yang
melibatkan pemikiran tentang berpikir. Kita harus menyadari
prinsip-prinsip penalaran yang baik, dan merenungkan penalaran
kita sendiri. Selain itu, kita sering kali perlu melakukan upaya
sadar untuk memperbaiki diri, menghindari bias, dan menjaga
objektivitas. Hal ini sangat sulit dilakukan. Kita semua mampu
berpikir, namun untuk berpikir dengan baik sering kali
memerlukan pelatihan jangka panjang. Penguasaan berpikir kritis
mirip dengan penguasaan banyak keterampilan lainnya. Ada tiga
komponen penting yaitu: teori, praktik, dan sikap.
(1) Teori
Jika kita ingin berpikir dengan benar, kita perlu mengikuti
kaidah penalaran yang benar. Pengetahuan tentang teori
mencakup pengetahuan tentang aturan-aturan tersebut. Ini adalah
prinsip dasar berpikir kritis, seperti hukum logika, metode
penalaran ilmiah, dan lain-lain.
Selain itu, akan bermanfaat jika kita mengetahui sesuatu
tentang apa yang tidak boleh dilakukan jika kita ingin bernalar
dengan benar. Ini berarti kita harus memiliki pengetahuan dasar
tentang kesalahan yang dilakukan orang. Pertama, hal ini
memerlukan pengetahuan tentang kekeliruan yang umum terjadi.
Kedua, para psikolog telah menemukan bias dan keterbatasan
yang terus-menerus dalam penalaran manusia. Kesadaran akan
temuan empiris ini akan mengingatkan kita akan potensi masalah.
(2) Praktik
Namun, mengetahui prinsip-prinsip yang membedakan
penalaran baik dan buruk saja tidaklah cukup. Kita mungkin
belajar di kelas tentang cara berenang, dan belajar tentang teori

18
dasar, seperti fakta bahwa seseorang tidak boleh bernapas di
dalam air. Namun jika kita tidak bisa menerapkan pengetahuan
teoretis tersebut melalui latihan terus-menerus, kita mungkin
tidak akan bisa berenang.
Demikian pula untuk menguasai keterampilan berpikir
kritis perlu dilakukan internalisasi prinsip-prinsip teoritis agar
benar-benar dapat kita terapkan dalam kehidupan sehari-hari.
Setidaknya ada dua cara untuk melakukan ini. Salah satunya
adalah melakukan banyak latihan berkualitas. Latihan-latihan ini
tidak hanya mencakup latihan di kelas atau menerima tutorial; hal
ini juga mencakup terlibat dalam diskusi dan debat dengan orang
lain dalam kehidupan kita sehari-hari, di mana prinsip-prinsip
berpikir kritis dapat diterapkan. Cara yang kedua adalah dengan
berpikir lebih mendalam tentang prinsip-prinsip yang telah kita
peroleh. Dalam pikiran manusia, ingatan dan pemahaman
diperoleh melalui hubungan antar ide.
(3) Sikap
Keterampilan berpikir kritis yang baik memerlukan lebih
dari sekedar pengetahuan dan latihan. Latihan yang gigih dapat
membawa kemajuan hanya jika seseorang mempunyai motivasi
dan sikap yang benar. Sikap-sikap berikut ini biasa terjadi, namun
merupakan hambatan dalam berpikir kritis: (a) Saya lebih suka
diberi jawaban yang benar daripada mencari tahu sendiri; (b) Saya
tidak suka terlalu memikirkan keputusan saya karena saya hanya
mengandalkan firasat; (c) Saya biasanya tidak meninjau kesalahan
yang saya buat; (d) Saya tidak suka dikritik.
Untuk meningkatkan pemikiran kita, maka kita harus
menyadari pentingnya merenungkan alasan keyakinan dan
tindakan. Kita juga harus bersedia terlibat dalam perdebatan,
menghentikan kebiasaan lama, dan menghadapi kompleksitas
linguistik dan konsep-konsep abstrak.

19
C. Berpikir Kritis Memiliki Tiga Untaian
Berpikir kritis menurut para ahli (Heard et al., 2020b)
dijelaskan memiliki tiga untaian besar yang merupakan unsur
pembentuknya. Berikut ini ditampilkan skem tiga untaian berpikir
kritis.

Gambar 2.1 Untaian berpikir kritis
Sumber: (Heard et al., 2020b)
Untai 1: Konstruksi Pengetahuan, terdiri dari (a) Aspek
1.1: Mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan; (b) Aspek 1.2:
Membedakan informasi; dan (c) Aspek 1.3: Mengidentifikasi pola
dan membuat koneksi.

20
Untai 2: Mengevaluasi Penalaran, terdiri dari (a) Aspek
2.1: Menerapkan logika; (b) Aspek 2.2: Mengidentifikasi asumsi
dan motivasi; dan (c) Aspek 2.3: Membenarkan argument.
Untai 3: Pengambilan Keputusan, terdiri dari (a) Aspek
3.1: Mengidentifikasi kriteria pengambilan keputusan;
Aspek 3.2: Mengevaluasi pilihan; dan (c) Aspek 3.3: Menguji dan
memantau pelaksanaan.
Untaian 1: Konstruksi pengetahuan
Konstruksi pengetahuan adalah proses dimana peserta
didik secara aktif membangun pemahamannya terhadap suatu
topik atau konsep melalui eksplorasi, refleksi, dan interaksi. Ini
melibatkan konstruksi makna dari informasi dan pengalaman yang
diperoleh melalui kegiatan dan proyek pembelajaran.
Aspek 1.1 Mengidentifikasi kesenjangan pengetahuan
Orang harus memiliki keterampilan berpikir kritis sehingga
mereka dapat menganalisis dan membandingkan informasi,
membangun argumen, menghormati perspektif yang berbeda dan
melihat fenomena dari sudut yang berbeda (cf. MacKnight, 2000).
Selain itu, memecahkan permasalahan kehidupan nyata yang
sangat kompleks memerlukan beragam pengetahuan. Oleh karena
itu, sulit bagi satu orang untuk memecahkan suatu permasalahan
yang rumit. Masyarakat harus belajar bagaimana bekerja sama
sehingga mereka dapat memecahkan masalah dan membangun
pengetahuan yang bermakna. Berpikir kritis dan konstruksi
pengetahuan berkaitan erat satu sama lain. Berpikir kritis
memainkan peran penting dalam proses konstruksi pengetahuan
dan konstruksi pengetahuan sebagian besar terjadi sebagai hasil
dari berpikir kritis (Dirks, 1998).
Banyak definisi berpikir kritis yang dapat ditemukan dalam
literatur. Definisi-definisi ini menyiratkan bahwa berpikir kritis

21
pada dasarnya melibatkan: (i) seperangkat keterampilan, seperti
menganalisis, berargumen, mensintesis, mengevaluasi, dan
menerapkan; dan (ii) penggunaan keterampilan ini untuk
memandu perilaku Konstruksi pengetahuan, berdasarkan
konstruktivisme kognitif, merupakan proses pribadi dalam
mengakomodasi informasi ke dalam struktur kognitif yang ada. Di
sisi lain, ini juga merupakan proses sosial dalam berbagi informasi,
negosiasi, revisi dan pencapaian kesepakatan berdasarkan
konstruktivisme sosial. Dalam tulisan ini, yang terakhir kadang-
kadang disebut konstruksi pengetahuan bersama.
Mengidentifikasi kesenjangan dalam pengetahuan adalah
tentang membedakan informasi atau bukti apa yang dibutuhkan
seseorang untuk mengetahui atau mempercayai sesuatu, untuk
memahami suatu masalah, atau untuk mengatasi suatu masalah
atau tugas. Hal ini juga melibatkan kecenderungan untuk
mempertimbangkan, jika tidak harus menggabungkan informasi
dari berbagai sumber atau perspektif berbeda untuk
menjembatani kesenjangan memahami dan mendapatkan
gambaran yang lebih lengkap tentang situasi atau masalah (P. A.
Facione, 1990).
Aspek 1.2 Membedakan informasi
Keterampilan berpikir kritis berkaitan dengan eksplorasi
dan evaluasi informasi untuk membuat argumentasi dengan
informasi yang relevan dan tepat. Meliputi analisis dan sintesis
informasi untuk memecahkan suatu permasalahan dimana
kegiatan tersebut merupakan bagian dari literasi informasi (Paul
& Elder, 2008). Hal ini dapat mencakup membedakan fakta dari
opini, menentukan kekuatan bukti yang diberikan ntuk klaim
tertentu dan memahami informasi yang secara langsung berguna
untuk tujuan tertentu (Bakir, 2010; Brookfield, 2013).

22
Aspek 1.3 Mengidentifikasi pola dan membuat koneksi
Aspek ini mengacu pada tindakan merefleksikan dan
mengatur informasi seperti data, bukti, pernyataan, pertanyaan,
konsep, pendapat, dan bentuk representasi lainnya, untuk
menciptakan pengertian dan makna darinya (Watson & Glaser,
2002). Hal ini memerlukan kemampuan untuk melakukannya
menganalisis dan memilah informasi untuk menemukan pola dan
membangun hubungan konseptual di dalamnya. Hal ini sering kali
mengarah pada perumusan melalui induksi ‘aturan’ tentative atau
teori yang paling baik menjelaskan pola-pola ini, berdasarkan
generalisasi yang diperoleh dari pola-pola tersebut. Hal ini juga
melibatkan pengakuan atas pengecualian dan contoh tandingan,
dan kemungkinan pentingnya hal ini.
Untaian 2: Mengevaluasi penalaran
Mengevaluasi penalaran mengacu pada pemikiran yang
diperlukan untuk membedakan validitas argumen, ilmiah teori,
pernyataan, pembuktian dan rumusan gagasan lainnya. Ini
melibatkan analisis dan evaluasi argumen yang dibangun secara
verbal, serangkaian proposisi, dan representasi non-verbal lainnya
informasi dan hubungan untuk mengidentifikasi premis-premis
yang mendasari suatu kesimpulan atau kebenaran klaim, menilai
logika bagaimana kesimpulan dicapai, dan memastikan argumen
atau formulasinya masuk akal. Penalaran itu sendiri dapat
direpresentasikan dalam berbagai bentuk seperti verbal, spasial,
abstrak, numerik, mekanis, algoritmik, dan grafis. Saat bekerja di
kompleks konteks pemecahan masalah, berbagai representasi
penalaran mungkin ada.
Aspek 2.1 Menerapkan logika
Menerapkan logika melibatkan kemampuan bernalar
melalui serangkaian proposisi, aturan, kondisi, pernyataan, dan
premis untuk sampai pada suatu kesimpulan yang benar atau

23
valid. Untuk itu diperlukan kemampuan menerapkan konsep-
konsep logika proposisional tersebut seperti inferensi, kausalitas,
kontradiksi, dan konsistensi. Penerapan logika dapat dilakukan
secara reflektif mengevaluasi kebenaran atau validitas kesimpulan
yang diberikan. Hal ini juga dapat diterapkan secara prediktif
(yaitu lebih dari itu parameter argumen tertentu atau serangkaian
kondisi) untuk membuat prediksi yang masuk akal sebagai
mengenai arti suatu argumen atau serangkaian kondisi – atau
apakah kondisi tersebut masih valid – dalam konteks yang berbeda
konteks. Ini memerlukan kemampuan untuk mengidentifikasi
kesalahan dan kelemahan teknis dalam berbagai hal representasi
penalaran (Elder & Paul, 2010).
Aspek 2.2 Mengidentifikasi asumsi dan motivasi
Selain mengevaluasi aspek teknis suatu argumen (atau
representasi penalaran lainnya) seperti yang disajikan, berpikir
kritis juga memerlukan kemampuan untuk mengidentifikasi dan
mengevaluasi apa yang tidak disajikan elemen yang beroperasi
dalam penalaran seseorang – atau orang lain. Ini melibatkan
mengidentifikasi di mana kesimpulan tertentu didasarkan pada
asumsi. Asumsi apa ini dan apakah hal tersebut masuk akal (Ennis,
2018; Glaser, 1941). Terkait dengan hal ini, hal ini memerlukan
kemampuan berpikir skeptis tentang pendapat, penjelasan atau
proposisi yang dibuat, untuk mengidentifikasi kemungkinan bias
yang mungkin mengatur alur pemikiran yang disajikan, dan nilai-
nilai atau keyakinan yang mungkin memotivasi hal ini.
Aspek 2.3 Membenarkan argumen
Membenarkan argumen melibatkan kemampuan untuk
merumuskan ide-ide seseorang, dan mempertahankan klaimnya
sendiri dan pendapat untuk dipertanggungjawabkan dengan
mendukungnya dengan bukti dan alasan yang masuk akal, dan
menghindarinya bias dalam penalaran seseorang. Hal ini juga
menuntut kemampuan untuk memprediksi, baik secara akurat

24
maupun logis, konsekuensi dari apa yang diusulkan. Itu
membutuhkan suatu kemampuan untuk menjelaskan bukti dan
alasan yang mengarahkan seseorang untuk membuat klaim dan
mencakup kemampuan untuk membantah tantangan terhadap
argumen seseorang, namun juga untuk mengakui argumen yang
diajukan potensi keterbatasannya.
Untaian 3: Pengambilan Keputusan
Meskipun terkait dengan pemecahan masalah,
pengambilan keputusan berbeda karena hanya memerlukan hal-
hal tertentu saja aspek analitis dan evaluatif – bukan generatif atau
kreatif – dalam pemecahan masalah, sehingga menyelaraskan
lebih rapi dalam kerangka berpikir kritis.
Aspek 3.1 Mengidentifikasi kriteria pengambilan keputusan
Untuk membuat keputusan yang efektif, pertama-tama kita
perlu memahami masalah atau situasi yang ada mana keputusan
perlu dibuat, untuk mendapatkan kriteria untuk menilai
keputusan (Hammond & Moore, 2018) . Oleh karena itu,
memahami kriteria suatu keputusan tidak hanya memerlukan hal-
hal tersebut analisis situasi saat ini dalam hal kendala dan tuntutan
tetapi kemampuan untuk mengenalinya apa yang merupakan hasil
yang ideal (P. A. Facione, 2000; Lipman, 1982).
Aspek 3.2 Mengevaluasi pilihan
Setelah menetapkan, atau telah diberikan, kriteria yang
dapat digunakan untuk menilai kemungkinan kesimpulan, sebuah
kemampuan untuk menganalisis dan mengevaluasi kekuatan dan
keterbatasan setiap tindakan yang mungkin dilakukan merupakan
hal mendasar dalam pengambilan keputusan dan merupakan
aspek pemikiran kritis terapan (Watson & Glaser, 2002). Hal ini
melibatkan penilaian seberapa baik pilihan tertentu akan
memenuhi tuntutan dan tantangan atau masalah yang diberikan
sambil tetap beroperasi dalam kondisi atau batasan yang

25
dikenakan oleh situasi. Bahkan ketika semua opsi yang tersedia
telah dievaluasi, solusi ideal mungkin masih belum muncul; aspek
penting dalam mengevaluasi pilihan, oleh karena itu, adalah
menentukan pilihan mana yang akan ‘meningkatkan kemungkinan
hasil yang diinginkan’.
Aspek 3.3 Menguji dan memantau pelaksanaan
Setelah mengambil keputusan, atau sampai pada suatu
kesimpulan, setelah merumuskan teori yang kuat pembenarannya
(lihat Aspek 2.3: Pembenaran argumen), seorang pemikir kritis
akan mengujinya efektivitas keputusan mereka, dengan
memantau dampak dan implikasi aktualnya (Watson & Glaser,
2002). Hal ini memerlukan kemampuan menganalisis secara
obyektif dan akurat efek positif dan negatif dari suatu keputusan
atau kesimpulan, membandingkan hasil atau umpan balik tersebut
terhadap hasil yang diharapkan dengan mengidentifikasi secara
wajar faktor-faktor yang mungkin menyebabkan hal-hal yang
tidak diinginkan dan/atau hasil yang tidak diinginkan, dan
mengevaluasi kembali keputusan atau kesimpulan, melakukan
penyesuaian jika memungkinkan.
D. Upaya Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis di
Kelas
Pembelajaran yang diperoleh di sekolah memiliki tujuan
multidimensi. Ini membentuk minat, rencana pendidikan masa
depan, rencana karier, dan kepribadian Anda. Hal ini tidak dapat
dicapai hanya melalui kurikulum sekolah, melainkan melalui
kombinasi pembelajaran akademis dan pengembangan
keterampilan hidup seperti berpikir kritis.
Pernahkah Anda mendapati diri Anda berada pada momen
di mana Anda menyia-nyiakan jawaban atas pertanyaan atau
definisi fenomena ilmiah tanpa memahami dengan jelas makna
dan penerapannya? Tidak butuh waktu lama untuk momen ini

26
berubah menjadi kebiasaan. Ini mungkin membantu Anda
mengingat jawabannya, namun kualitas pembelajaran Anda
menurun. Sebaliknya, jika Anda memilih untuk memahami
definisinya, mencari tahu penerapan dan tujuannya, serta melihat
beberapa contoh, Anda tidak hanya akan mengingat jawabannya,
namun Anda akan belajar secara sadar dan memperluas
pengetahuan Anda. Beginilah cara berpikir kritis bekerja.
Ada banyak cara di mana berpikir kritis digunakan di kelas,
termasuk ketika siswa mengajukan pertanyaan, ketika mereka
diminta untuk menganalisis dan memecahkan suatu masalah, dan
ketika mereka melakukan brainstorming dan menilai ide-ide.
Berpikir kritis juga dapat melibatkan hal-hal seperti
mendiskusikan nilai peraturan, dan mendorong siswa untuk
bekerja sama dan menilai tantangan dari perspektif yang berbeda.
Berpikir kritis adalah landasan kesuksesan, dan memiliki
banyak manfaat bagi masyarakat saat ini, namun ini adalah
keterampilan yang perlu dipelajari. Ada banyak jenis berpikir
kritis yang terjadi di kelas, beberapa di antaranya sangat mendasar
dalam pengajaran sehingga Anda mungkin tidak mengenalinya.
Beberapa jenis tersebut adalah: (a) Menanyakan pertanyaan; (b)
Menganalisis dan memecahkan masalah; (c) Brainstorming dan
menilai ide; (d) Membahas nilai aturan; (e) Bekerja bersama; dan
(f) Mengembangkan keterampilan logika dengan penilaian
konsekuensi. Mari kita jelajahi masing-masing hal ini lebih detail.
1) Mengajukan pertanyaan
Ini mungkin terdengar terlalu sederhana, namun sesuatu
yang mendasar seperti mengajukan pertanyaan bisa menjadi cara
yang bagus untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis.
Anak sedang menilai sesuatu sebagaimana adanya, dan berusaha
mencari tahu mengapa hal itu terjadi. Misalnya, jika seorang anak
bertanya mengapa kelas mempunyai rencana tempat duduk, anak
tersebut akan melihat situasi yang ada, dan bertanya-tanya

27
mengapa situasi tersebut ada dan apakah hal tersebut dapat
diperbaiki. Mereka sedang menilai kondisi saat ini, dan
berspekulasi tentang hasil lain yang mungkin terjadi, dan apakah
hasil tersebut akan lebih baik.
Bagi guru, pertanyaan yang mendorong adalah cara utama
untuk mengembangkan keterampilan berpikir kritis anak, karena
mereka dapat menggunakan jawaban untuk menyelidiki lebih
jauh, atau untuk memahami apa yang menyebabkan terjadinya
kenyataan saat ini.
2) Menganalisis dan memecahkan masalah
Siswa diberikan masalah untuk dipecahkan juga
merupakan kunci untuk mengembangkan keterampilan berpikir
kritis. Siswa harus melihat suatu permasalahan, mengeksplorasi
berbagai solusi yang dapat digunakan, dan kemudian memutuskan
solusi mana yang terbaik. Hal ini memerlukan banyak penalaran
dan logika, dan merupakan cara yang bagus untuk menggunakan
semua keterampilan berpikir kritis. Mereka kemudian secara tidak
sadar mulai mentransfer keterampilan ini ke aspek lain dalam
kehidupan mereka. Didorong untuk mengambil sesuatu yang
secara obyektif buruk dan mencari cara untuk memperbaikinya
adalah latihan yang bagus untuk otak. Kemungkinannya hampir
tidak terbatas, namun contohnya adalah “Teman Anda terjatuh
dan lututnya terluka. Apa yang kamu lakukan?" Guru dapat
memberikan beberapa kemungkinan jika mereka mau, atau dapat
meminta anak untuk memberikan solusinya sendiri dan kemudian
menjelaskan mengapa solusi yang mereka pilih adalah yang
terbaik.
3) Brainstorming dan menilai ide
Demikian pula, melakukan brainstorming ide dan
kemudian diminta untuk menilainya dapat membangun
keterampilan berpikir kritis dalam kondisi yang aman. Ketika

28
siswa melakukan hal ini, mereka akan lebih sadar dalam
mempertimbangkan solusi yang ada. Misalnya, siswa mungkin
diminta untuk menuliskan 5 cara yang dapat mereka lakukan
untuk meningkatkan sekolahnya, dan kemudian memilih 3 cara
terbaik. Untuk menyelesaikan latihan ini, siswa harus terlebih
dahulu mempertimbangkan masalah mana yang mengganggu
mereka, dan memikirkan kemungkinan solusi apa yang bisa
mereka ambil. mungkin ada. Mereka kemudian perlu menilai
solusi mana yang paling berharga, dan apa alasannya. Hal ini
melibatkan penalaran yang sangat kompleks, dan kemampuan
untuk melihat secara objektif realitas yang ada – jadi ini adalah
cara yang bagus untuk mengasah keterampilan berpikir kritis
(Turan et al., 2019).
4) Membahas nilai peraturan
Tidak semua guru akan menyukai latihan ini, namun ini bisa
sangat bermanfaat. Guru yang mendorong siswanya untuk
mempertimbangkan apa yang akan terjadi jika peraturan tidak ada
sering kali melihat lebih banyak kepatuhan terhadap peraturan
tersebut, karena siswa memahami kerugian jika melanggar
peraturan tersebut. Misalnya, jika guru bertanya kepada siswa
“mengapa kita harus diam saat saya berbicara?” dan mengajak
mereka untuk mempertimbangkan apa yang terjadi jika hal ini
tidak terjadi, mereka membantu siswa mengenali pentingnya
aturan tersebut. Penalaran semacam ini kemudian dapat
diterapkan pada aturan-aturan lain dalam hidup, dan sangat
bermanfaat bagi otak ketika harus menentukan aturan-aturan
mana yang penting.
5) Bekerja sama
Siswa sering kali perlu bekerja sama, namun ini juga
merupakan cara yang sangat berharga untuk membangun
keterampilan berpikir kritis jika setiap individu didorong untuk
mendengarkan perspektif satu sama lain dalam pemecahan

29
masalah. Hal ini memberi siswa wawasan unik tentang cara orang
lain memandang situasi, dan dapat membantu mereka memahami
perbedaan antara kenyataan dan kemungkinan. Mereka dapat
melihat bagaimana orang lain memecahkan masalah, yang akan
meningkatkan pemahaman mereka tentang aktivitas tersebut, dan
memperluas gagasan mereka tentang cara melakukan hal tersebut
sendiri. Kerja kelompok sangat berharga di kelas karena berbagai
alasan, dan ini benar-benar dapat membantu meningkatkan
pemikiran kritis.
6) Mengembangkan keterampilan logika
Logika merupakan hal mendasar dalam berpikir kritis, dan
siswa dapat mengembangkan logika mereka dengan melihat
skenario “Jika X maka Y”. Hal ini akan membantu mereka
membangun pemahaman tentang konsekuensi, yang diperlukan
untuk berpikir kritis terhadap situasi apa pun. Siswa mungkin
diberikan serangkaian skenario, dan ditanyai apa konsekuensi
yang mungkin terjadi. Misalnya, “Danny menyontek saat ulangan
matematika. Apa tiga kemungkinan jawabannya?” Mereka harus
menilai realitas yang ada (kecurangan tersebut), dan kemudian
memikirkan bagaimana hal ini akan terjadi, dan apa dampaknya.
Hal ini akan membangun kemampuan mereka untuk melakukan
rasionalisasi.
Beberapa ahli menyatakan bahwa kemampuan berpikir
kritis dalam satu mata pelajaran secara alami akan ditransfer ke
semua mata pelajaran lainnya, itulah sebabnya kemampuan
berpikir kritis pada dasarnya sangat berharga sebagai sebuah
keterampilan. Yang lain berpendapat bahwa hal ini tidak terjadi,
dan itulah mengapa sangat penting untuk secara sengaja
mengajarkan siswa bagaimana berpikir kritis dalam semua situasi
dan dalam semua mata pelajaran. Dengan kualitas ini yang
sebagian besar masih belum disetujui, sulit untuk mengetahui cara
terbaik untuk melanjutkan ketika mencoba mengajar dan
mengembangkan keterampilan berpikir kritis.

30
E. Tips untuk Meningkatkan Pemikiran Kritis di Kelas Anda
Kemampuan berpikir kritis merupakan keterampilan yang
penting untuk dikembangkan siswa. Berikut lima tip untuk
meningkatkan keterampilan berpikir kritis di kelas Anda.
(1) Ajari siswa cara berpikir kritis
Mengajari siswa cara berpikir kritis melibatkan membantu
mereka memahami perbedaan antara fakta dan opini. Fakta adalah
pernyataan benar yang dapat dibuktikan dengan menggunakan
bukti. Opini adalah keyakinan yang didasarkan pada pengalaman,
perasaan, nilai, dan preferensi pribadi. Siswa sering mengacaukan
fakta dengan opini. Misalnya, “Saya pergi ke toko untuk membeli
susu”. Pernyataan ini tidak mengandung opini. Itu hanya
menyatakan fakta. Sebaliknya, “Susu rasanya enak.” Pernyataan ini
mengungkapkan suatu pendapat. Saat mengajari siswa cara
berpikir kritis, fokuslah untuk membantu mereka membedakan
antara fakta dan opini. Membantu siswa belajar berpikir kritis
akan meningkatkan kemampuannya menganalisis informasi dan
memecahkan masalah.
(2) Mendorong berpikir kritis
Mendorong siswa untuk berpikir kritis berarti mendorong
mereka untuk mempertanyakan segala sesuatu. Jika Anda
mengajukan pertanyaan kepada siswa seperti “Mengapa Anda
menulis itu?”, “Apa yang membuat Anda berkata seperti itu?”, atau
“Bagaimana Anda membuktikannya?”, Anda mendorong mereka
untuk berpikir kritis. Mengajukan pertanyaan membantu siswa
menjadi pemikir yang lebih baik. Pertanyaan memungkinkan
siswa untuk mengeksplorasi masalah dan menemukan
jawabannya sendiri. Mengajukan pertanyaan mendorong siswa
untuk berpikir secara mendalam dan analitis.

31
(3) Gunakan contoh dunia nyata
Contoh dunia nyata berguna untuk mengajar siswa cara
berpikir. Menggunakan contoh dunia nyata memungkinkan siswa
menerapkan konsep pada situasi di luar sekolah. Misalnya, jika
Anda mengajari siswa cara mengidentifikasi kesalahan logika,
Anda dapat menunjukkan kepada mereka cara mengenali
kesalahan ini dalam argumen. Menunjukkan kepada siswa cara
mengidentifikasi kesalahan logika memberi mereka latihan
mengidentifikasi kesalahan umum yang dilakukan oleh orang lain.
(4) Memberikan umpan balik
Cara lain yang efektif untuk mengajarkan keterampilan
berpikir kritis kepada orang lain adalah dengan memberikan
umpan balik dan kesempatan refleksi yang membantu mereka
memantau dan meningkatkan kinerja dan kemajuan berpikir
mereka. Misalnya, Anda dapat menggunakan penilaian formatif
dan sumatif yang mengukur keterampilan berpikir kritis mereka
dan memberikan umpan balik yang spesifik dan konstruktif
mengenai kekuatan mereka dan area yang perlu ditingkatkan.
Anda juga dapat menggunakan penilaian diri, penilaian rekan
kerja, atau penilaian portofolio yang melibatkan mereka dalam
evaluasi pekerjaan dan kinerja mereka sendiri atau orang lain.
Selain itu, Anda dapat menggunakan jurnal refleksi, catatan harian,
atau portofolio yang mendorong mereka untuk meninja u
pengalaman dan hasil pembelajaran mereka, serta
mengidentifikasi tujuan dan strategi pembelajaran mereka.
Memberikan umpan balik adalah metode lain yang efektif
untuk mengajarkan siswa bagaimana meningkatkan keterampilan
berpikir kritis mereka. Memberi siswa kritik positif dan
membangun akan meningkatkan kinerja mereka. Memberi siswa
umpan balik negatif tidak meningkatkan kinerja mereka. Umpan
balik negatif dapat membuat siswa enggan mencoba lagi. Umpan

32
balik positif memotivasi siswa untuk terus bekerja menuju
kesuksesan.
(5) Contohkan keterampilan berpikir kritis yang baik
Memberikan contoh keterampilan berpikir kritis yang baik
adalah salah satu metode paling efektif untuk mengajar siswa
bagaimana menjadi pemikir yang lebih baik. Mengajari siswa cara
berpikir kritis memerlukan teladan keterampilan berpikir kritis
yang baik. Keterampilan berpikir kritis yang baik mencakup
mengajukan pertanyaan terbuka, menganalisis data, mengevaluasi
sumber, dan mengenali kesalahan logika. Dengan menunjukkan
kepada siswa cara berpikir kritis dan mencontohkan keterampilan
berpikir kritis yang baik, Anda dapat membantu mereka
berkembang menjadi pembelajar yang sukses.
(6) Gunakan Metode Aktif dan Interaktif
Salah satu cara terbaik untuk mengajarkan keterampilan
berpikir kritis kepada orang lain adalah dengan menggunakan
metode aktif dan interaktif yang melibatkan mereka dalam tugas
dan diskusi yang bermakna dan menantang. Misalnya, Anda dapat
menggunakan studi kasus, simulasi, skenario, permainan, teka-
teki, atau eksperimen yang mengharuskan mereka menerapkan
keterampilan berpikir kritis pada situasi yang realistis dan
relevan. Anda juga dapat menggunakan pertanyaan, petunjuk,
panduan, atau rubrik yang membantu mereka menyusun proses
berpikir dan mengevaluasi kualitas berpikir mereka. Selain itu,
Anda dapat menggunakan kerja kelompok, tinjauan sejawat, debat,
atau presentasi yang mendorong mereka untuk bertukar
pandangan, argumen, dan bukti dengan orang lain.
Melibatkan peserta didik melalui metode aktif dan
interaktif adalah kunci untuk mengajarkan keterampilan berpikir
kritis. Dengan menggabungkan studi kasus, simulasi, permainan,
dan banyak lagi, kami menciptakan peluang bagi mereka untuk

33
menerapkan pemikiran kritis dalam konteks praktis.
Menggunakan pertanyaan, petunjuk, dan rubrik membantu proses
berpikir dan evaluasi diri mereka. Kerja kelompok, tinjauan
sejawat, debat, dan presentasi mendorong kolaborasi dan
pertukaran perspektif yang beragam. Metode-metode ini
memberdayakan peserta didik untuk mengembangkan dan
memperkuat kemampuan berpikir kritisnya.
Di dunia di mana kecerdasan buatan sedang meningkat dan
terus berkembang, nilai-nilai kemanusiaan seperti berpikir kritis
menjadi semakin penting. Ketergantungan pada teknologi
membuat hidup lebih sederhana dalam banyak hal, namun pada
saat yang sama membu at kepemilikan keterampilan dan
kemampuan tertentu lebih menarik dan lebih bermanfaat bagi
individu yang memilikinya. Berpikir kritis memungkinkan adanya
kreativitas ketika memecahkan masalah dan meningkatkan
kemandirian dan kepercayaan diri. Jika suatu saat teknologi gagal,
mereka yang mampu berpikir kritis dalam berbagai situasi akan
menjadi orang yang paling dihargai.

34





“Berpikir kritis lebih dari
sekedar memahami
materi ujian; ini tentang
kemampuan memproses
informasi secara efektif,
mengevaluasi ide-ide
Anda sendiri dan ide-ide
orang lain, dan membuat
keputusan yang baik
berdasarkan apa yang
Anda ketahui.”

35







BAB 3 | PENTINGNYA BERIPIKIR KRITIS
BAGI SISWA

Fungsi pendidikan adalah mengajarkan seseorang untuk
berpikir secara intensif dan berpikir kritis. Kecerdasan ditambah
karakter itulah tujuan pendidikan sejati." Martin Luther King Jr.
(Indrašienė et al., 2023; Larsson, 2017). Sebagai pendidik, kami
ingin siswa kami mengembangkan keterampilan berpikir kritis
yang akan bermanfaat bagi mereka sepanjang hidup mereka. Ini
adalah salah satu keterampilan terpenting yang dapat kita
kembangkan dalam kehidupan profesional dan juga kehidupan
pribadi kita.
Di masa lalu, pendidikan lebih terfokus pada pembelajaran
mekanis tanpa berpikir dan hanya kemampuan untuk mengulang
dan menyimpan informasi yang diberikan dalam buku.
Keterampilan pemecahan masalah hanya terbatas pada
matematika dan hanya beberapa percobaan yang dilakukan di
laboratorium sains. Namun saat ini, seiring dengan perubahan

36
zaman, pembelajaran lebih diprioritaskan pada pengembangan
keterampilan dan pemikiran penting yang akan mempersiapkan
siswa untuk bernavigasi di dunia nyata sepulang sekolah.
Berpikir kritis salah satu keterampilan akademis
terpenting yang mengajarkan siswa untuk bertanya atau
merefleksikan pemahaman dan pengetahuannya sendiri tentang
informasi yang telah disajikan kepada mereka. Berpikir kritis
sangat penting terutama bagi siswa yang diberi tugas dan harus
melakukan penelitian mendalam terhadap topik yang diberikan.
Ini juga pada akhirnya membantu di tempat kerja juga.
Secara sederhana, berpikir kritis hanyalah kemampuan
untuk memahami berbagai hal dan mempertanyakan
kemungkinan hasil suatu tindakan. Generasi siswa ini telah berada
di lingkungan dengan banyak informasi yang sebagian besar
berasal dari sumber online dan sangat jelas bahwa ada kebutuhan
besar untuk mempelajari evaluasi hal-hal yang mereka pelajari
dan dengar di sekitar mereka dan mengidentifikasi informasi palsu
di luar data dangkal yang diberikan. .
A. Pentingnya Berpikir Kritis dalam Pendidikan
Berpikir kritis merupakan faktor yang penting dalam
pembelajaran abad ke-21. Sistem pemberian materi (menyuapi)
siswa dalam pendidikan telah berubah menjadi lebih baik.
Sekarang ini adalah era pendidikan yang lebih baik. Berpikir kritis
berada di garis depan pembelajaran, karena membantu siswa
merefleksikan dan memahami sudut pandang mereka.
Keterampilan ini membantu siswa mengetahui cara memahami
dunia, berdasarkan pengamatan dan pemahaman pribadi.
Serangkaian keterampilan berpikir kritis yang dikembangkan
dengan baik akan membangun pemberdayaan diri dan
kepercayaan diri. Ini memungkinkan siswa mengumpulkan
pengetahuan secara efisien, memproses informasi dengan cepat,
dan menganalisis data dengan cerdas. Berbekal alat berpikir kritis,

37
siswa akan mampu beradaptasi dengan percaya diri terhadap
sebagian besar masalah, dalam kehidupan atau pekerjaan.
Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir, dunia pendidikan
telah menyaksikan perubahan besar. Ketika dunia terus
menghadapi tantangan-tantangan baru, terutama akibat COVID-
19, generasi muda dan sistem pendidikan yang mereka ikuti juga
menjadi dinamis. Namun, ada landasan tertentu dari sistem
pendidikan mana pun yang telah teruji oleh waktu. Salah satu
elemen kunci yang selalu ditekankan dan dipraktikkan oleh para
pendidik dalam spektrum pendidikan liberal adalah menanamkan
keterampilan berpikir kritis.
Berpikir kritis merupakan keterampilan yang sangat
dihargai dalam pendidikan, tempat kerja, dan kehidupan pribadi.
Ini adalah kemampuan untuk menganalisis informasi,
mengevaluasi argumen, dan membuat penilaian yang masuk akal
berdasarkan bukti dan alasan. Keterampilan berpikir kritis
memungkinkan individu untuk memecahkan masalah yang
kompleks, mengidentifikasi bias dan kesalahan, dan
berkomunikasi secara efektif. Meningkatkan keterampilan
berpikir kritis siswa sangat penting dalam model pendidikan
liberal, yang mengajarkan siswa bagaimana berpikir dan bukan
apa yang harus berpikir.
Berpikir kritis penting dalam pendidikan karena beberapa
alasan. Pertama, membantu siswa belajar bagaimana berpikir
mandiri, membuat keputusan, dan memecahkan masalah yang
kompleks. Di dunia yang kompleks dan selalu berubah saat ini,
berpikir kritis adalah keterampilan penting yang dapat membantu
siswa menghadapi tantangan yang mungkin mereka hadapi di
masa depan.
Kedua, berpikir kritis sangat penting untuk keberhasilan
akademis. Ini membantu siswa memahami dan menganalisis
informasi, mengevaluasi argumen, dan membuat penilaian

38
berdasarkan bukti dan alasan. Siswa yang dapat berpikir kritis
lebih besar kemungkinannya untuk unggul dalam studinya dan
mencapai kesuksesan akademis.
Ketiga, berpikir kritis penting untuk pembelajaran seumur
hidup. Ini membantu siswa mengembangkan rasa haus akan
pengetahuan, mendorong mereka untuk bertanya, dan mengajari
mereka cara menemukan dan mengevaluasi informasi. Siswa yang
dapat berpikir kritis lebih mungkin untuk terus belajar sepanjang
hidup mereka dan tetap terlibat dalam dunia di sekitar mereka.
B. Peran Berpikir Kritis dalam Pendidikan
Berpikir kritis membantu Anda berpikir secara analitis dan
rasional. Ini mendorong siswa untuk membuat keputusan hidup
dengan hati-hati dan setelah mengevaluasi semua aspek. Selain itu,
dengan menggunakan keterampilan berpikir kritis dalam
pendidikan, siswa dapat meningkatkan kemampuannya dalam
memecahkan masalah dan membuat keputusan yang efektif. Selain
itu, dalam pendidikan, berpikir kritis membantu dalam
menghargai perspektif teman sebaya, interaksi yang lebih baik
dalam diri siswa, dan mendekati masalah dengan cara yang
sistematis. Keterampilan berpikir kritis mempengaruhi proses
belajar siswa karena hasil belajar merupakan cerminan dari
kemampuan siswa, misalnya kemampuan kognitif (ranah kognitif).
Sebagaimana dikemukakan Bloom, ranah kognitif berkaitan
dengan aspek intelektual atau logika.
Berpikir kritis memegang peranan penting dalam pendidikan.
Ini membantu siswa untuk berpikir secara analitis dan rasional.
Selain itu, mendorong siswa untuk mengambil keputusan hidup
dan mengevaluasi segala aspek saat memecahkan masalah.
Berpikir kritis di kelas membantu siswa berpikir dalam dimensi
yang berbeda. Pemikir kritis adalah orang-orang yang mampu
mengevaluasi diri sendiri, mampu memecahkan masalah,
menganalisis dengan jernih, terbuka terhadap gagasan orang lain,

39
berhati-hati, berpikir sebelum bertindak, berpikiran terbuka,
menjadi pendengar yang baik, dan bersemangat menghadapi
tantangan. Seorang pemikir kritis adalah seseorang yang berpikir
aktif dan terus-menerus berinteraksi dengan dunia.
Berpikir kritis dalam pendidikan atau di kelas dapat diajarkan
dan bertujuan untuk memaksa siswa berpikir dalam dimensi yang
berbeda. Berpikir kritis dapat diajarkan dengan mengajukan
pertanyaan yang membuat siswa membentuk keyakinan mereka
sendiri mengenai topik umum dan mendorong diskusi kelompok
yang memungkinkan siswa mendengarkan orang lain dan berbagi
pendapat. Penting untuk dicatat bahwa semua mata pelajaran
mendapat manfaat dengan menerapkan keterampilan berpikir
kritis, baik itu literasi, matematika, atau seni.
Keterampilan berpikir kritis mempengaruhi proses belajar
siswa karena hasil belajar merupakan cerminan dari kemampuan
siswa, misalnya kemampuan kognitif (ranah kognitif).
Sebagaimana dikemukakan oleh Bloom, ranah kognitif berkaitan
dengan aspek intelektual atau logika.
C. Bagaimana Mengembangkan Berpikir Kritis Dalam
Pendidikan?
Berpikir kritis merupakan keterampilan yang dapat
dikembangkan melalui pendidikan. Berikut beberapa cara
bagaimana berpikir kritis dapat dikembangkan dalam pendidikan:
1) Mendorong siswa untuk mengajukan pertanyaan:
Mengajukan pertanyaan adalah aspek mendasar dari berpikir
kritis. Dengan mendorong siswa untuk bertanya, guru dapat
membantu mereka mengembangkan keterampilan berpikir
kritis. Guru dapat mendorong siswa untuk mengajukan
pertanyaan terbuka yang memerlukan analisis dan evaluasi. Ini
akan membantu siswa belajar bagaimana menganalisis
informasi dan mengevaluasi argumen.

40
2) Ajari siswa untuk mengevaluasi informasi: Mengajari siswa
cara mengevaluasi informasi adalah bagian penting dalam
mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Siswa perlu
belajar bagaimana menilai kredibilitas dan keandalan sumber
informasi. Hal ini mencakup pembelajaran bagaimana
mengidentifikasi bias dan kekeliruan dalam argumen dan
bagaimana membedakan antara fakta dan opini.
3) Ajari siswa menganalisis informasi: Menganalisis informasi
adalah keterampilan berpikir kritis yang melibatkan
pemecahan informasi kompleks menjadi bagian -bagian
komponennya dan memeriksanya. Guru dapat membantu siswa
mengembangkan keterampilan ini dengan memberikan
kesempatan kepada mereka untuk menganalisis informasi dari
berbagai sumber, seperti teks, video, dan gambar.
4) Mendorong siswa untuk berpikir kreatif: Berpikir kreatif
adalah bagian penting dari berpikir kritis. Guru dapat
mendorong siswa untuk berpikir kreatif dengan memberikan
kesempatan kepada mereka untuk menghasilkan ide-ide baru
dan memecahkan masalah dengan cara yang inovatif dari
berbagai sudut pandang.
5) Memberikan kesempatan untuk refleksi: Refleksi adalah
bagian penting dari proses berpikir kritis. Guru dapat
memberikan kesempatan kepada siswa untuk merefleksikan
pengalaman belajarnya dan menilai kemajuannya. Hal ini akan
membantu siswa mengembangkan keterampilan metakognitif,
yang penting untuk berpikir kritis.
6) Ajari siswa untuk berkomunikasi secara efektif: Komunikasi
yang efektif adalah bagian penting dari berpikir kritis. Guru
dapat mengajarkan siswa bagaimana berkomunikasi secara
efektif dengan memberikan mereka kesempatan untuk
menyampaikan gagasan dan argumen mereka secara lisan dan
tertulis. Ini akan membantu siswa mengembangkan
keterampilan komunikasi mereka dan belajar bagaimana
mengartikulasikan pemikiran mereka dengan jelas dan logis.

41
D. Pentingnya Berpikir Kritis bagi Siswa
Kebanyakan orang beranggapan bahwa kritis itu tipikal,
dan itu merupakan cara berpikir yang negatif. Menurut Barry K.
Beyer (cited in Rustamovna, 2021) ini berarti 'membuat penilaian
yang jelas dan masuk akal'. Sederhananya, ini adalah kemampuan
seseorang untuk menganalisis cara berpikirnya dan menyajikan
bukti atas ide-ide yang mereka miliki. Daripada hanya menerima
pemikiran pribadi sebagai bukti yang cukup. Ada beberapa
keuntungan bagi seorang siswa ketika mengembangkan pemikiran
kritis seperti kemampuan belajar yang lebih baik dan
mengembangkan empati terhadap pendapat orang lain.
Seseorang yang memiliki pemikiran kritis yang
berkembang dengan baik akan mempertanyakan informasi yang
diberikan, menolak logika yang tidak dapat diandalkan atau tidak
ilmiah dan memeriksa sumber informasi. Mereka mempunyai
informasi yang baik dan memiliki kapasitas untuk menilai nilai
perdebatan dan menyimpulkan hasil yang cermat namun
berdasarkan bukti. Hal ini sangat penting bagi siswa karena
memungkinkan siswa untuk membuat esai dan tugas yang tidak
melibatkan prasangka pribadi atau sosial.
Stein (2000) (cited in Al-shalabi, 2015) berpendapat bahwa
arti “mengetahui” sedang bergeser “dari kemampuan mengingat
dan mengulang informasi menjadi kemampuan menemukan dan
menggunakannya”. Menggarisbawahi perlunya perubahan ini,
(Clements & Sarama, 2018) menyatakan bahwa “kita harus
mengajari siswa cara berpikir. Sebaliknya, kami mengajari mereka
apa yang harus dipikirkan”. Jadi menjadi “aneh jika kita (guru)
mengharapkan siswa untuk belajar, namun jarang mengajari
mereka apa pun tentang belajar”. Meskipun menghafal informasi
dan mengulanginya tidak ada gunanya, namun sangat penting
untuk mengajarkan siswa bagaimana menemukan informasi untuk
diri mereka sendiri, menilainya, menganalisisnya,

42
mengevaluasinya, dan membuat alasan, keputusan, dan
mengambil tindakan yang terarah.
Seorang pelajar dengan keterampilan berpikir kritis ini
dapat dengan mudah memanfaatkan informasi yang ada untuk
memecahkan masalah apa pun, terlibat dalam pembelajaran
mandiri, dan meningkatkan pengetahuannya. Dengan
mempertimbangkan nilai besar dari keterampilan berpikir kritis,
akan sangat mudah untuk memahami bagaimana mereka (guru)
memberdayakan siswa dan membantu mereka tidak hanya dalam
memecahkan masalah mereka tetapi juga menjadi individu sukses
yang mampu berkontribusi terhadap pembangunan negara
mereka. Sayangnya, banyak guru yang tidak mampu
memanfaatkan keterampilan ini.
Kebanyakan guru khawatir dengan pembelajaran hafalan
yang tidak membantu siswa mempelajari sesuatu yang berharga.
Karena mengutamakan menghafal informasi daripada
pemahaman, guru-guru ini membatasi diri pada ceramah dan tidak
pernah mencoba membantu siswanya untuk berpikir kritis
tentang materi yang diajarkan. Selama praktik di sekolah
didasarkan pada metode pengajaran, guru-guru ini akan semakin
merugikan siswanya dengan memberi mereka pertanyaan -
pertanyaan yang hanya fokus pada menghafal informasi, yang
memberikan kesempatan kepada segelintir orang yang pandai
menyontek untuk bersantai, dan mendapatkan nilai tinggi tanpa
menghadiri kelas apa pun atau mempelajari informasi apa pun.
Faktanya, guru-guru ini lebih banyak merugikan siswa
daripada kebaikan karena mereka melatih siswa tentang cara
menghafal informasi, dan menjawab pertanyaan tanpa memahami
apa pun dari materi tersebut. Dalam arti tertentu, mereka melatih
siswa tentang bagaimana menjadi tidak berdaya karena siswa
yang diajar dengan cara ini tidak memiliki keterampilan berpikir
kritis, dan, akibatnya, mereka gagal mempertimbangkan secara

43
bijaksana permasalahan-permasalahan dan subyek-subyek yang
ada dalam lingkup pengalaman mereka.
Tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa siswa yang
termasuk dalam kategori ini adalah siswa yang gagal. Siswa-siswa
ini gagal baik di tempat kerja maupun dalam kehidupan pribadi
mereka. Kegagalan ini terjadi karena ketidakmampuan mereka
untuk memisahkan fakta dari opini, mengkaji suatu permasalahan
dari sudut pandang yang berbeda, membuat kesimpulan rasional,
menahan bias pribadi, mempertanyakan informasi yang diberikan
kepada mereka, melampaui makna permukaan untuk menemukan
makna mendalam, dan sebagainya. Pendidikan tidak hanya
membuang-buang waktu, tetapi juga uang dan tenaga. Sayangnya,
pendidikan tidak berharga yang mengubah pelajar menjadi seperti
burung beo masih dipraktikkan di banyak sekolah meskipun ada
pembicaraan tentang peningkatan kualitas pengajaran dan
perlunya perubahan dan keselarasan dengan dunia yang terus
berubah.
Berpikir kritis merupakan inti pembelajaran karena
memungkinkan siswa untuk merefleksikan dan memahami
perspektif mereka. Berdasarkan refleksi dan pemahaman pribadi,
keterampilan ini membantu siswa dalam menentukan bagaimana
memahami dunia di sekitar mereka. Ketika siswa mengembangkan
keterampilan berpikir kritis, mereka memperoleh berbagai
manfaat, termasuk peningkatan kemampuan belajar dan rasa
kasih sayang terhadap sudut pandang orang lain. Seseorang
dengan pemikiran kritis yang kuat akan menantang informasi yang
diberikan, mengabaikan logika yang tidak dapat dipercaya atau
tidak ilmiah, dan meneliti sumber informasi. Mereka
berpengetahuan luas dan dapat menilai nilai diskusi serta menarik
kesimpulan secara hati-hati namun berdasarkan bukti.

44
E. Keterampilan Berpikir Kritis Membantu Siswa dalam
Karier dan Kehidupan Pribadinya
Di bawah ini adalah daftar cara berpikir kritis membantu
siswa dalam karir dan kehidupan pribadi mereka. Daftar ini akan
menunjukkan pentingnya berpikir kritis bagi siswa.
1) Kunci kesuksesan karir; Banyak jalur karier memerlukan
pemikiran kritis. Tidak hanya ilmuwan tetapi juga litigator,
dokter, profesional media, insinyur, profesional akuntansi, dan
analis (dan masih banyak lagi) yang harus menggunakan
pemikiran kritis dalam pekerjaan mereka. Memang benar,
berpikir kritis adalah salah satu keterampilan yang paling
relevan untuk dimiliki dalam dunia kerja. Karena membantu
menganalisis data, berpikir out of the box, menyelesaikan
masalah dengan solusi kreatif, dan membuat rencana secara
metodis.
2) Meningkatkan kreativitas dan keingintahuan; Pemikir
kritis selalu ingin tahu tentang segala hal dalam hidup dan
memiliki minat yang beragam. Berpikir kritis berarti terus-
menerus bertanya dan ingin belajar lebih banyak tentang
mengapa, siapa, apa, kapan, dan di mana, serta segala hal lain
yang dapat membantu mereka memahami suatu keadaan atau
gagasan. Mereka tidak akan pernah menerima apa pun begitu
saja. Mereka adalah pemikir luar biasa kreatif yang melihat
diri mereka memiliki potensi yang tiada habisnya. Pemikir
kritis selalu mencari cara untuk melakukan perbaikan, yang
merupakan hal penting di tempat kerja.
3) Meningkatkan keterampilan penelitian; Berpikir kritis
akan membantu Anda meningkatkan kemampuan riset
dengan mengamati, menganalisis, mensintesis, dan
melakukan eksperimen mendetail pada setiap elemen untuk
mendapatkan hasil yang efektif.
4) Meningkatkan pembelajaran otonom; Jika kita berpikir
secara mendalam, kita akan lebih percaya diri karena kita

45
lebih memercayai diri kita sendiri. Berpikir kritis sangat
penting untuk memberdayakan peserta didik dalam membuat
pilihan dan mengembangkan pandangan.
5) Jadilah komunikator yang baik; Meskipun Anda mungkin
percaya bahwa menjadi pemikir kritis akan menyebabkan
masalah dalam hubungan, namun hal ini tidak sepenuhnya
benar. Menjadi pemikir kritis dapat membantu Anda lebih
memahami sudut pandang orang lain dan menjadi lebih
berpikiran terbuka terhadap sudut pandang yang berbeda.
6) Menyelesaikan masalah; Pemecahan masalah merupakan
refleks dasar bagi mereka yang memiliki kemampuan berpikir
kritis. Pemikir kritis penuh perhatian dan berdedikasi dalam
memecahkan masalah. Seperti yang dikatakan Albert Einstein,
"Bukannya saya begitu cerdas; hanya saja saya bertahan lebih
lama dalam menghadapi masalah." Kemampuan pemecahan
masalah yang canggih dari para pemikir kritis memungkinkan
mereka untuk unggul dalam pekerjaan mereka dan
memperbaiki masalah-masalah paling menantang di dunia.
Mereka dapat mengubah dunia menjadi lebih baik.
7) Pahami informasi; Menjadi pemikir kritis berarti menangani
data dengan lebih serius dibandingkan orang lain. Karenanya
Anda akan belajar bagaimana mengevaluasi informasi. Ini
akan membantu Anda memisahkan informasi penting dari
informasi yang berlebihan.
8) Mengambil keputusan; Tidak dapat disangkal bahwa
pemikir kritis membuat keputusan terbaik. Berpikir kritis
membantu kita mengatasi permasalahan sehari-hari, dan
metode ini sering kali dicapai secara tidak sadar. Ini
mengajarkan kita untuk berpikir sendiri dan memercayai
naluri kita. Ini akan lebih membantu Anda dalam karier dan
kehidupan Anda secara umum.
9) Membantu dalam menganalisis argumen ; Menganalisis
argumen bukanlah keterampilan yang mudah untuk diasah.
Namun ketika Anda berpikir kritis, Anda berpikiran terbuka.
Anda melihat sesuatu dari lebih dari satu perspektif, yang

46
membantu Anda menganalisis argumen lebih baik daripada
perspektif lainnya.
10) Buat siswa mengajukan pertanyaan yang tepat ; Cara
terbaik lainnya untuk meningkatkan pemikiran kritis adalah
dengan mengajukan pertanyaan sebanyak mungkin; Hal ini
mengharuskan siswa untuk memiliki rasa ingin tahu tentang
berbagai topik. Ketika seseorang mengembangkan praktik
mengajukan pertanyaan, h al itu meningkatkan
pengetahuannya tentang suatu subjek dan menghilangkan
segala keraguan yang mungkin mereka miliki. Hal ini juga
meningkatkan kemampuan siswa dalam menganalisis
F. Manfaat Keterampilan Berpikir Kritis
Berpikir kritis adalah cara berpikir tentang subjek,
masalah, atau konten apa pun. Ia berpikir dengan terampil.
Kemudian, ia mengimplementasikan dan melekatkan pemikiran-
pemikiran intelektual tersebut pada mereka. Bagian terbaik dari
berpikir kritis adalah meningkatkan kualitas berpikir. Ia memiliki
nilai-nilai intelektual seperti kejelasan, bukti kuat, presisi, alasan
bagus, relevansi, konsistensi, kedalaman, keluasan, dan keadilan.
Berpikir kritis memerlukan proses yang tepat, melibatkan
pembuatan konsep yang terampil, menganalisis berbagai aspek,
mensintesis, yang paling penting mengevaluasi informasi apa pun
yang dikumpulkan, mengamati dengan cermat semua faktor, dan
mengalami pandangan keseluruhan.
Berpikir kritis memberdayakan siswa dengan membekali
mereka dengan alat yang diperlukan untuk mengevaluasi,
menganalisis, dan mensintesis informasi, membuka jalan bagi
pengambilan keputusan dan pemecahan masalah. Daripada
menerima informasi secara pasif, siswa dengan keterampilan
berpikir kritis yang terasah secara aktif menginterogasi konten,
berusaha memahami relevansi, validitas, dan implikasinya.

47
Kemampuan berpikir kritis ini meningkatkan pemahaman
dan memastikan bahwa pengetahuan yang diperoleh bermakna
dan dapat diterapkan. Selain itu, berpikir kritis membantu siswa
dalam mengidentifikasi bias, menghindari kekeliruan, dan
menavigasi kompleksitas argumen yang memiliki banyak segi.
Keterampilan ini tidak hanya meningkatkan kinerja akademis
mereka tetapi juga mempersiapkan mereka menghadapi
tantangan dunia nyata di mana mereka harus menyaring sejumlah
besar informasi dan membuat keputusan yang tepat.
Memiliki keterampilan berpikir kritis akan membantu Anda
dalam kehidupan sehari-hari dan dalam dunia kerja. Hampir di
setiap pertanyaan yang muncul dalam benak Anda pengambilan
keputusan Anda selalu diawali dan melibatkan adanya pemikiran
kritis. Sehingga dapat disampaikan bahwa keterampilan berpikir
kritis bermanfaat bagi Anda.
1) Peningkatan pengambilan keputusan: Berpikir kritis
memungkinkan individu mengevaluasi semua informasi
yang tersedia dan membuat keputusan yang tepat
daripada membuat pilihan berdasarkan emosi atau data
yang terbatas.
2) Pemecahan masalah: Membantu dalam mendekati
masalah secara metodis dan logis, memungkinkan
pengembangan solusi yang layak berdasarkan evaluasi
menyeluruh.
3) Independensi berpikir: Pemikir kritis tidak terlalu
bergantung pada orang lain dalam memberi tahu mereka
apa yang harus dipercaya, karena mereka memiliki
keterampilan untuk mengevaluasi informasi sendiri.
4) Ketajaman informasi: Di era informasi yang berlebihan,
sangat penting untuk membedakan antara sumber yang
kredibel dan informasi yang salah atau bias.
5) Peningkatan komunikasi: Pemikir kritis dapat dengan
jelas mengartikulasikan pemikiran, pemahaman, dan

48
alasan di balik keyakinan mereka, sehingga menghasilkan
diskusi dan perdebatan yang lebih produktif.
6) Memperluas perspektif: Mendorong keterbukaan
pikiran dan kemampuan untuk melihat isu dan skenario
dari berbagai sudut dan perspektif.
7) Keberhasilan akademis: Berpikir kritis sangat penting
untuk memahami konsep yang kompleks, mengevaluasi
argumen, dan mengumpulkan informasi dari berbagai
sumber.
8) Pertumbuhan pribadi: Membantu dalam refleksi diri,
membantu individu dalam memahami keyakinan, nilai,
dan tindakan mereka dengan lebih baik.
9) Kemampuan beradaptasi: Pemikir kritis lebih siap
beradaptasi terhadap perubahan lingkungan atau
keadaan, karena mereka dapat mengevaluasi informasi
baru dan memahami implikasinya.
10) Pertimbangan etis: Berpikir kritis sering kali melibatkan
pertimbangan implikasi etis dari suatu keputusan,
sehingga menghasilkan pilihan yang lebih sehat secara
moral.
11) Pencegahan masalah: Dengan mengantisipasi potensi
tantangan dan menilai berbagai solusi, pemikir kritis
dapat mencegah timbulnya masalah tertentu.
12) Peningkatan kreativitas: Meskipun pemikiran kritis dan
kreativitas mungkin tampak bertentangan, pemikiran
kritis sebenarnya dapat meningkatkan kreativitas dengan
mendorong pemahaman yang lebih mendalam terhadap
masalah, yang dapat mengarah pada solusi inovatif.
G. Pentingnya Berpikir Kritis dalam Kehidupan Akademik
Berpikir kritis sangat penting bagi siswa karena membekali
mereka dengan kemampuan menganalisis, mengevaluasi, dan
membuat kesimpulan logis secara mandiri dari banyaknya
informasi yang mereka temui. Di dunia yang berubah dengan cepat

49
dan jenuh dengan informasi, siswa sering kali dibombardir dengan
beragam perspektif, data, dan argumen.
Ada perbedaan antara menghafal dan belajar. Perbedaan
itu adalah pemikiran kritis. Segala sesuatu yang siswa pelajari di
sekolah mungkin memiliki implikasi praktis dalam kehidupan
profesional siswa di masa depan. Penting bagi siswa memiliki
kemampuan berpikir kritis agar tidak sekadar mengikuti ide atau
fakta tetapi juga menemukan makna dan hubungan di baliknya. Ini
membantu siswa membentuk argumen yang relevan, menemukan
kesalahan dalam penalaran, dan mensintesis solusi terhadap
masalah.
Memiliki keterampilan berpikir kritis memungkinkan siswa
untuk membedakan validitas dan relevansi informasi ini,
membedakan antara opini belaka dan fakta berdasarkan bukti.
Selain itu, hal ini menumbuhkan kemampuan pemecahan masalah,
mendorong mereka untuk menghadapi tantangan dengan pola
pikir terbuka dan investigatif daripada hanya menghafalkan atau
menerima secara pasif. Ketika siswa memasuki pendidikan tinggi
dan dunia profesional, keterampilan berpikir kritis ini menjadi
landasan pembelajaran seumur hidup dan memastikan mereka
berkontribusi dalam diskusi dan proses pengambilan keputusan di
bidangnya masing-masing.
Dalam kehidupan akademis, berpikir kritis memainkan
peran penting dalam memperkuat kedalaman dan kualitas
pembelajaran. Dunia akademis dicirikan oleh gagasan-gagasan
yang kompleks, teori-teori yang saling bersaing, dan beragamnya
data. Untuk menavigasi lingkungan ini secara efektif, siswa harus
mampu mengevaluasi bukti, mengenali hubungan logis,
membedakan bias, dan menantang asumsi.
Terlibat secara kritis dengan materi akademis
memungkinkan pelajar untuk memahami mata pelajaran pada
tingkat yang mendalam, bukan hanya menyerap informasi secara

50
dangkal. Hal ini tidak hanya meningkatkan retensi mereka tetapi
juga memungkinkan mereka untuk mengintegrasikan
pengetahuan baru dengan pemahaman sebelumnya, sehingga
mendorong pengalaman akademis yang lebih kaya. Selain itu,
kemampuan berpikir kritis yang terasah mempersiapkan siswa
untuk studi lanjutan di mana penelitian independen, perumusan
tesis, dan diskusi yang bernuansa menjadi hal yang terpenting.
Berikut disampaikan beberapa cara efektif yang dapat
membantu siswa dalam meningkatkan keterampilan berpikir
kritis pada setiap topik dan mata pelajaran. Siswa dan guru sama-
sama perlu menjadi kreatif untuk menggabungkan pemikiran
kritis dengan cara yang lebih baik.
1) Identifikasi suatu topik secara obyektif:
Setiap kali suatu topik tertentu terlintas dalam pikiran, apa
pun subjeknya, siswa harus memikirkannya secara objektif.
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah dengan
menggambar tabel secara mental dengan pro dan kontra
masing-masing pihak. Anda harus memikirkan topiknya
berdasarkan manfaat dan kerugiannya serta positif dan
negatifnya. Ini akan membantu siswa untuk mendapatkan
pemahaman yang lebih baik tentang topik tersebut dan
dengan cara yang lebih baik. Pendapat apa pun yang keluar
setelah ini akan didasarkan pada pemikiran rasional.
2) Bersikap ingin tahu dan jangan ragu dalam
mengajukan pertanyaan:
Cara hebat lainnya untuk meningkatkan pemikiran kritis
adalah dengan mengajukan pertanyaan sebanyak mungkin,
hal ini akan menuntut siswa untuk memiliki rasa ingin tahu
tentang berbagai hal. Ketika seseorang terbiasa
mengajukan pertanyaan, hal ini akan menambah informasi
mengenai topik tersebut dan menghilangkan keraguan

51
yang mungkin mereka miliki. Hal ini juga mengembangkan
kemampuan siswa untuk menganalisis situasi. Kemampuan
berpikir akan berkembang pesat karena setiap mata
pelajaran dilihat dari berbagai sudut pandang.
3) Diskusi dengan teman sekelas:
Mengetahui suatu topik saja tidak cukup. Seorang siswa
harus selalu ingat bahwa belajar merupakan suatu proses
yang berkesinambungan yang perlahan-lahan akan
membawa perubahan yang positif dan permanen. Untuk
mencapai hal ini, seseorang harus terus-menerus terlibat
dengan rekan-rekannya dalam diskusi dan debat. Siswa
akan mulai menyadari bahwa mereka semakin tertarik
pada topik baru dan mempelajari hal-hal yang belum
pernah ada sebelumnya. Ini juga memberi siswa
kemampuan untuk memahami sudut pandang yang
beragam. Ini juga akan membantu dalam memahami
bagaimana siswa lain berpikir tentang topik tertentu.
4) Baca, baca, dan baca lagi:
Hanya dengan observasi dan diskusi, hanya informasi
terbatas yang dapat diperoleh. Pikiran siswa akan terpapar
pada berbagai ide dan konsep yang berbeda jika mereka
secara religius memasukkan membaca dalam jadwal
sehari-hari mereka. Buku-buku berkualitas bagus memiliki
opini dan pemikiran dari beberapa pemikir terbaik di
dunia.
Tentu saja, siswa akan setuju dan tidak setuju pada
beberapa hal yang akan mereka baca. Namun inilah inti dari
membaca, karena membaca akan mengembangkan
pemikiran kritis dan juga memberikan pemahaman yang
lebih baik tentang bagaimana ideologi dan konsep

52
dipikirkan dari sudut pandang yang berbeda dan akan
meningkatkan pemahaman terhadap subjeknya.
5) Selalu catat pengamatan Anda:
Penting bagi setiap siswa yang sedang berupaya
meningkatkan keterampilannya, harus membiasakan diri
menuliskan segala sesuatunya. Ini dapat membantu sebagai
referensi yang dapat digunakan dalam situasi serupa
lainnya. Ini juga akan membantu Anda melacak kemajuan
Anda. Ini harus memiliki data lengkap tentang pencapaian
serta kegagalan yang dihadapi dalam mengambil
keputusan. Ketika siswa menanamkan kebiasaan ini dalam
kehidupan sehari-hari, kemampuan berpikir kritis mereka
meningkat lebih cepat dan tanpa harus bekerja keras.
Oliver & Utermohlen (1995) (cited in Karbalaei,
2012)melihat siswa terlalu sering menjadi penerima
informasi yang pasif. Melalui teknologi, jumlah informasi
yang tersedia saat ini sangat besar. Ledakan informasi ini
kemungkinan akan terus berlanjut di masa depan. Siswa
memerlukan panduan untuk menyaring informasi dan
tidak hanya menerimanya secara pasif. Siswa perlu
“mengembangkan dan secara efektif menerapkan
keterampilan berpikir kritis dalam studi akademis mereka,
dalam permasalahan kompleks yang akan mereka hadapi,
dan dalam pilihan kritis yang terpaksa mereka ambil
sebagai akibat dari ledakan informasi dan perubahan
teknologi yang cepat lainnya”
Dari pembahasan di atas, kita dapat mengatakan bahwa
berpikir kritis merupakan keterampilan penting dalam
pendidikan. Hal ini memungkinkan siswa untuk berpikir mandiri,
memecahkan masalah yang kompleks, dan membuat keputusan
berdasarkan bukti dan alasan. Keterampilan berpikir kritis dapat
dikembangkan melalui pendidikan, dan memiliki beberapa

53
manfaat, termasuk peningkatan kinerja akademik, persiapan
memasuki dunia kerja, peningkatan pengambilan keputusan,
peningkatan kreativitas dan inovasi, dan pembelajaran seumur
hidup. Oleh karena itu, sangat penting bagi pendidik untuk
mengajarkan keterampilan berpikir kritis dan memberikan
kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan
tersebut.
H. Pentingnya Berpikir Kritis dalam Pengembangan
Kurikulum
Berpikir kritis berarti berpikir benar dalam mengejar
pengetahuan yang relevan dan dapat diandalkan tentang dunia
(Papathanasiou et al., 2014; Rivas et al., 2022). Cara lain untuk
menggambarkannya adalah pemikiran yang masuk akal, reflektif,
bertanggung jawab, dan terampil yang berfokus pada pengambilan
keputusan tentang apa yang harus diyakini atau dilakukan.
Berpikir kritis adalah kemampuan belajar yang harus
diajarkan. Namun, kebanyakan orang tidak pernah
mempelajarinya. Berpikir kritis tidak dapat diajarkan secara andal
kepada siswa oleh teman sebaya atau oleh sebagian besar orang
tua. Oleh karena itu instruktur (guru) yang terlatih dan
berpengetahuan diperlukan untuk memberikan informasi dan
keterampilan yang tepat. Konsep berpikir kritis dapat
diungkapkan dalam berbagai cara dan tergantung pada tujuan
seseorang (walaupun sepertinya setiap konsep esensinya selalu
sama).
Ketika instruktur mengembangkan keterampilan berpikir
kritis, penting bagi mereka untuk melakukannya dengan tujuan
utama mengembangkan sifat-sifat pikiran. Ciri-ciri atau watak
intelektual membedakan seorang pemikir yang terampil namun
canggih dari seorang pemikir yang terampil dan berpikiran
terbuka. Pemikir kritis yang berpikiran terbuka adalah orang yang
rendah hati secara intelektual dan berempati secara intelektual.

54
Mereka memiliki keyakinan pada akal dan integritas intelektual.
Mereka menunjukkan keberanian intelektual dan otonomi
intelektual.
Ada kemungkinan untuk mengembangkan beberapa
keterampilan berpikir kritis dalam satu atau lebih bidang konten
tanpa mengembangkan keterampilan berpikir kritis secara umum.
Pendekatan pengajaran terbaik memupuk keduanya, sehingga
siswa belajar bernalar dengan baik dalam berbagai mata pelajaran
dan domain.
Guru yang kuat berpikir kritis. Mereka mempraktikkan seni
berpikir menganalisis dan mengevaluasi ketika mereka
mempertimbangkan aktivitas sehari-hari dan tujuan pengajaran
dan pembelajaran jangka panjang. Mereka mengevaluasi apa yang
mereka miliki, menentukan apa yang mereka perlukan, dan
memutuskan bagaimana dan kapan menilai kemajuan siswa.
Bahkan guru yang paling cakap dan kreatif pun bergantung pada
kurikulum yang ditulis dengan baik. Meskipun kemampuan dan
kepribadian seorang guru akan mempengaruhi cara penyampaian
materi, pengembangan rencana pengajaran yang konsisten sangat
penting untuk penilaian yang akurat, dukungan keuangan yang
tepat dan yang paling penting adalah keberhasilan siswa.
Guru mempunyai tanggung jawab untuk mengevaluasi
siswanya dan kelas secara keseluruhan, dan kemudian
memutuskan cara terbaik untuk membantu semua orang yang
terlibat sambil memenuhi persyaratan kurikulum. Materi yang
disediakan oleh distrik merupakan alat untuk memenuhi
persyaratan ini, namun dibutuhkan guru yang berpikir kritis untuk
mempertimbangkan semua kemungkinan guna memastikan
keberhasilan siswa.
Guru yang kuat berpikir kritis. Mereka mempraktikkan seni
berpikir menganalisis dan mengevaluasi ketika mereka
mempertimbangkan aktivitas sehari-hari dan tujuan pengajaran

55
dan pembelajaran jangka panjang. Mereka mengevaluasi apa yang
mereka miliki, menentukan apa yang mereka perlukan, dan
memutuskan bagaimana dan kapan menilai kemajuan siswa.
Pemikir kritis (seseorang yang berpikir kritis)
mengevaluasi apa yang mereka miliki. Ketika disajikan dengan
bahan ajar yang baru atau baru bagi Anda, penting untuk
melakukan tinjauan mendalam terhadap bahan ajar tersebut.
Bandingkan keseluruhan konten dan sumber daya dengan standar
dan tujuan pembelajaran.
Pemikir kritis menentukan apa yang mereka perlukan dan
apa yang tidak: Jika materi yang diberikan memperkenalkan
standar yang tidak termasuk dalam tujuan negara bagian atau
distrik untuk tingkat kelas Anda, berpikirlah secara kritis sebelum
Anda menghapusnya dari jadwal. Mungkin mereka akan
memberikan latar belakang pengetahuan untuk konsep yang akan
Anda perkenalkan dan sebaiknya disajikan lebih awal dari yang
disarankan oleh teks.
Pemikir kritis memutuskan bagaimana dan kapan menilai
kemajuan siswa: Tujuan penilaian siswa bukan hanya untuk
memberikan nilai. Penting untuk memeriksa kemajuan siswa
secara teratur. Pertama, tinjau kuis, tes, dan penilaian yang
tersedia jauh sebelum perencanaan pembelajaran. Saat Anda
melihat kemajuan siswa, tanyakan pada diri Anda apa yang
menantang dan apa yang mudah mereka pahami. Berpikirlah
secara kritis tentang tes standar. Banyak yang perlu mengajarkan
kembali dan menilai kembali. Mungkin juga lebih bijaksana untuk
meninjau dan beralih dari konsep-konsep yang sudah familiar bagi
siswa.
Di sisi lain, konsep-konsep penting mungkin tidak ada
dalam materi yang diberikan. Pemikir kritis akan menentukan
bagaimana mengisi kekosongan tersebut secara efisien dan
ekonomis. Misalnya, bertanya kepada guru lain dari berbagai

56
tingkatan kelas dapat menghasilkan solusi penting di tingkat kelas
atau seluruh sekolah.
Bahkan kurikulum yang dirancang dengan sangat cermat
sekalipun tidak dapat mengantisipasi beragamnya kebutuhan
setiap ruang kelas. Guru harus mengevaluasi secara kritis seberapa
baik kurikulum standar untuk setiap tingkat kelas dan bidang
konten mengatasi perbedaan bahasa, budaya, dan gaya belajar.
Adat istiadat asli, sumber daya di luar sekolah, dan latar belakang
pengetahuan yang dianggap remeh di suatu demografi tidak dapat
dijamin di demografi lain. Guru harus mengenali dan memitigasi
perbedaan ini dengan solusi kreatif.
Guru sangat bervariasi dalam hal pengalaman, kepribadian,
dan bakat. Itulah sebabnya kurikulum harus dianalisis secara
cermat oleh staf dan pemimpin pendidikan di semua tingkatan.
Guru yang berpikir kritis tentang kebutuhan mereka sendiri dan
juga kebutuhan siswanya akan meminta pengembangan
profesional yang sesuai jika persyaratan kurikulum melebihi
kekuatan mereka. Pemilihan bahan, buku, kegiatan, rencana
jangka panjang dan pelatihan guru hanyalah beberapa elemen
yang terlibat dalam pengembangan dan desain kurikulum. Sebagai
guru yang berpengalaman, Anda memahami pentingnya berpikir
kritis tentang setiap elemen karena hal itu memengaruhi siswa
Anda.
Kebanyakan orang menyadari bahwa berpikir kritis adalah
keterampilan yang sangat penting, baik dalam pendidikan maupun
kehidupan nyata. Namun, Anda mungkin bertanya -tanya
bagaimana hal ini diterapkan di sekolah dan perguruan tinggi, dan
bagaimana siswa dapat belajar lebih banyak tentang berpikir
kritis.

57
I. Teknik Efektif Berpikir Kritis
Ketika siswa terbiasa menjadi pembelajar pasif dengan
hanya menghafal dan mengingat informasi, mungkin akan sulit
pada awalnya untuk melibatkan mereka dalam situasi
pembelajaran aktif yang memerlukan keterampilan berpikir kritis
(Hattie, J. & Brown, 2004). Guru harus menyadari siswa penolakan
awal dan membimbing mereka melalui proses untuk menciptakan
lingkungan belajar di mana siswa merasa nyaman memikirkan
sebuah jawaban daripada sekadar memiliki jawaban. Misalnya,
teknik pembinaan teman sebaya dapat melibatkan siswa dalam
pembelajaran aktif dan peluang berpikir kritis (Ladyshewsky,
2006).
Tetapkan siswa ke tim yang terdiri dari dua orang; satu
siswa adalah pemecah masalah, dan yang lainnya adalah pelatih
rekan. Dengan menggunakan enam langkah berpikir efektif dan
pemecahan masalah, atau ''IDEALS'' (P. a. Facione, 2015), pemecah
masalah bekerja melalui studi kasus atau aktivitas dengan
menanggapi pertanyaan dari pelatih sejawat. IDEALnya adalah
mengidentifikasi, mendefinisikan, menghitung, menganalisis,
membuat daftar, dan mengoreksi diri sendiri.
I - Identifikasi masalahnya: Apa pertanyaan yang
sebenarnya kita hadapi?
D - Ditentukan konteksnya: fakta apa yang
membingkai masalah ini?
E - Sebutkan pilihannya: Pilihan apa yang masuk
akal?
A - Analisis pilihan: Apa tindakan terbaik?
L - Sebutkan alasan eksplisit: mengapa ini
merupakan tindakan terbaik?
S - Strategi benar sendiri: Lihat lagi, apa ada yang
terlewat?
Sumber: (Snyder & Snyder, 2008)

58

Teknik pemecahan masalah ini memandu siswa melalui
proses berpikir kritis dan memanfaatkan kolaborasi pembelajar.
Strategi serupa mencakup pengintegrasian kegiatan pembelajaran
berbasis proyek yang mengharuskan siswa untuk menerapkan
pengetahuan mereka dengan membangun produk dunia nyata.
Sebagai panduan akhir praktik siswa, gunakan penilaian teman
sejawat untuk memfasilitasi pemikiran kritis siswa dan
keterampilan meta kognitif (Ekahitanond, 2013).
J. Hubungan Berpikir Kritis dengan Desain Pembelajaran
Siswa yang mempunyai kemampuan mendengar, namun
mereka tidak selalu aktif mendengarkan. Demikian pula mereka
yang mempunyai kemampuan mengetahui, namun mereka tidak
selalu berpikir kritis. Premis bahwa berpikir kritis adalah untuk
mengetahui seperti mendengarkan adalah untuk mendengar
menyiratkan bahwa berpikir kritis adalah keterampilan yang
dipelajari yang harus dikembangkan, dipraktikkan, dan terus-
menerus diintegrasikan ke dalam kurikulum untuk melibatkan
siswa dalam pembelajaran aktif. Untuk mendukung premis ini,
perhatian terfokus perlu diberikan pada penerapan konten, proses
pembelajaran, dan metode penilaian.
Dalam hal penerapan konten, teknik pengajaran yang
mendorong menghafal menawarkan pengetahuan sementara tidak
mendukung pemikiran kritis. Meskipun beberapa konten, seperti
definisi kosa kata, memerlukan memori, namun penerapan
kontenlah yang merangsang pemikiran. Pembelajaran yang
mendukung berpikir kritis menggunakan teknik bertanya yang
mengharuskan siswa menganalisis, mensintesis, dan
mengevaluasi informasi untuk memecahkan masalah dan
mengambil keputusan (berpikir) bukan sekedar mengulang
informasi (menghafal). Karena berpikir kritis merupakan suatu
kebiasaan mental yang menuntut siswa memikirkan pemikirannya

59
dan memperbaiki prosesnya, maka hal ini mengharuskan siswa
untuk menggunakan keterampilan berpikir tingkat tinggi, bukan
menghafal data atau menerima apa yang mereka baca atau
diberitahukan tanpa memikirkannya secara kritis (Miedijensky et
al., 2021). Oleh karena itu, berpikir kritis merupakan produk
pendidikan, pelatihan, dan praktik. Untuk menghubungkan
keterampilan berpikir kritis dengan konten, fokus pengajaran
harus pada proses pembelajaran.
Metode pengajaran tradisional (konvensional)
menggunakan terlalu banyak fakta dan kurang konseptualisasi;
terlalu banyak menghafal dan kurang berpikir. Oleh karena itu,
menghafal ceramah dan catatan tidak mendorong pemikiran kritis.
Strategi pembelajaran yang menggunakan keterampilan berpikir
tingkat tinggi siswa mengarah pada peningkatan keterampilan
berpikir kritis (Miedijensky et al., 2021). Selain itu, penilaian harus
menekankan pemikiran daripada fakta (Ennis, 1991). Tugas, kuis,
atau tes yang dinilai harus menjadi tantangan intelektual daripada
mengingat kembali (Smith & Szymanski, 2013).
Alat subjektif seperti pertanyaan esai dan studi kasus
mengharuskan siswa untuk menerapkan pengetahuan mereka
pada situasi baru dan merupakan indikator pemahaman yang lebih
baik daripada penilaian pilihan ganda yang objektif, benar/salah,
atau terstandarisasi. Namun, instruktur dapat membuat banyak
pertanyaan pilihan yang memerlukan pemikiran kritis. Misalnya,
pertanyaan yang meminta siswa untuk mengidentifikasi contoh
yang paling baik dalam menerapkan konsep tertentu memerlukan
pemikiran dan analisis yang lebih kritis daripada pertanyaan yang
meminta siswa untuk mengidentifikasi istilah yang tepat untuk
definisi tertentu.
Ennis menyatakan bahwa meskipun pembuatannya lebih
padat karya daripada penilaian pemikiran kritis terbuka yang
sama efektifnya, tes pilihan ganda lebih mudah untuk dinilai
(Ennis, 1991). Untuk meningkatkan kemampuan siswa

60
keterampilan pemrosesan, penting untuk meninjau pertanyaan tes
dan menjelaskan jawaban yang benar dengan memodelkan proses
berpikir kritis (Snyder & Snyder, 2008).
Berpikir kritis mungkin merupakan label terbaru untuk apa
yang banyak orang sebut sebagai penalaran analitis, sintesis,
pemecahan masalah, atau proses mental yang lebih tinggi. Lewis
dan Smith (1993) menunjukkan bahwa sebagian besar
kebingungan seputar definisi berpikir tingkat tinggi berasal dari
penggunaan istilah berpikir kritis yang tidak konsisten. Mereka
mencatat bahwa “berpikir kritis telah diberikan setidaknya tiga
arti berbeda: (a) berpikir kritis sebagai pemecahan masalah, (b)
berpikir kritis sebagai evaluasi atau penilaian, dan (c) berpikir
kritis sebagai kombinasi dari evaluasi dan pemecahan masalah”.
Lewis dan Smith (1993) mengidentifikasi serangkaian domain
pengajaran yang diwujudkan dalam apa yang mereka sebut
sebagai pemikiran lain yang lebih tinggi. Berpikir terkait dengan
analisis argumen melibatkan satu domain. Bila pemikiran ini
dilakukan secara reflektif maka disebut berpikir kritis. Domain
lainnya terkait dengan pemecahan masalah. Lewis dan Smith juga
mencatat bahwa pemikiran tingkat tinggi mencakup pemikiran
kritis, pemikiran kreatif, pemecahan masalah, dan pengambilan
keputusan.

61






BAB 4 | MENGAJAR UNTUK BERPIKIR KRITIS

Berpikir kritis adalah sebuah aset, dan ini merupakan
senjata yang kita gunakan untuk membekali pelajar agar mereka
mampu menghadapi perubahan realitas. Berkat senjata ini, pelajar
dapat dengan mudah menjadi individu yang sukses. Untuk
mewujudkan impian ini, pemikiran kritis harus diintegrasikan ke
dalam proses pembelajaran untuk membantu siswa mewujudkan
potensi penuh mereka. Berpikir kritis ini bukanlah metode yang
harus dipelajari. Sebaliknya, ini adalah proses yang berkonsentrasi
pada analisis argumen, membuat kesimpulan, mengevaluasi, dan
mengambil keputusan.
Salah satu permasalahan dalam melakukan percakapan
dengan rekan sejawat tentang bagaimana membuat siswa berpikir
lebih kritis adalah perbedaan konsepsi tentang seperti apa
berpikir kritis yang dianut oleh para guru di berbagai disiplin ilmu.
Hal ini dianggap sebagai 'tingkat yang lebih tinggi', yang
memerlukan metode belajar dan mengajar yang berbeda dari
pembelajaran fakta dan konsep. Bab ini membahas bagaimana
menumbuhkan pemikiran kritis di kelas, dimulai dengan

62
bagaimana hal tersebut dapat dijelaskan dalam silabus dan bahkan
diintegrasikan ke dalam rencana strategis pembelajaran.
Ada banyak cara mengajar tetapi beberapa cara yang
populer mencakup interaksi produktif, diskusi terbuka, kerja
kelompok, dan menangani masalah kehidupan nyata secara
kolektif. Guru dapat mengajarkan berpikir kritis dengan
membantu siswa untuk berbagi ide, mempertimbangkan sudut
pandang siswa lain, mengembangkan rasa kesadaran, bersikap
responsif, dan mendengarkan orang lain. Mengajarkan berpikir
kritis melibatkan memotivasi siswa untuk membangun sikap
“bagaimana melakukannya”.
A. Mengapa Berpikir Kritis Penting dalam Mengajar?
Di banyak departemen akademis berharap bahwa dari
professor dan instrukturnya (para pendidik) akan informasi
tentang strategi pengajaran keterampilan berpikir kritis.
Departemen berharap mereka dapat mengidentifikasi bidang-
bidang mata kuliah sebagai tempat untuk menekankan dan
mengajarkan pemikiran kritis. Biasanya mereka mengembangkan
dan menggunakan soal-soal dalam ujian untuk menguji
kemampuan berpikir kritis siswa.
Meskipun kita sebagai dosen dan professor memiliki
kemampuan untuk berpikir kritis (kita tetap harus mempelajari
keterampilan ini). Banyak mahasiswa termasuk kita sendiri tidak
pernah mengembangkan keterampilan berpikir kritis. Mengapa?
Ada beberapa alasan. Tujuan pertama dari pendidikan, “apa yang
harus dipikirkan”. Tujuan kedua adalah “cara berpikir” atau
“berpikir kritis”.
Kebanyakan orang adalah pengikut otoritas: sebagian besar
tidak bertanya, tidak ingin tahu, dan tidak menentang figure yang
mengklaim memiliki pengetahuan dan wawasan khusus. Oleh
karena itu, kebanyakan orang tidak berpikir untuk dirinya sendiri,
namun bergantung pada orang lain untuk berpikir (untuk dirinya

63
sendiri). Kebanyakan orang menuruti angan-angan, harapan, dan
pemikiran emosional. Mereka percaya bahwa apa yang mereka
yakini adalah benar karena mereka menginginkannya,
mengharapkannya, atau merasakannya sebagai kebenaran,
sehingga kebanyakan orang tidak berpikir kritis.
Berpikir kritis tidak lain merupakan keterampilan dalam
pemecahan masalah kehidupan sehari-hari yang dapat diandalkan.
Karena pada dasarnya kehidupan dapat digambarkan sebagai
rangkaian masalah yang harus dipecahkan setiap individu untuk
dirinya sendiri. Manusia secara terus menerus memproses
informasi. Saat individu berpikir kritis, mereka memproses
informasi dengan cara yang akurat, terampil, dan teliti, sedemikian
rupa sehingga menghasilkan kesimpulan yang paling handal, logis,
dan dapat dipercaya. Kesimpulan yang diperoleh dari pemikiran
kritis menjadi dasar pengambilan keputusan yang bertanggung
jawab dalam kehidupan seseorang, termasuk perilaku dan
tindakannya.
Menurut Paul dan Elder (Paul & Elder, 2008), “Sebagian
besar pemikiran kita, jika dibiarkan begitu saja bersifat bias,
terdistorsi, memihak, kurang informasi, atau berprasangka buruk.
Namun kualitas hidup kita dan apa yang kita produksi, buat, atau
bangun sangat bergantung pada kualitas pemikiran kita.” Oleh
karena itu, berpikir kritis adalah pondasi pendidikan yang kuat.
Penggunaan keterampilan berpikir Taksonomi Bloom,
tujuannya adalah untuk menggerakkan siswa dari berpikir tingkat
rendah ke berpikir tingkat tinggi, yaitu:
• dari pengetahuan (pengumpulan informasi) hingga
pemahaman (konfirmasi)
• dari penerapan (memanfaatkan pengetahuan) hingga
analisis (memisahkan informasi)
• dari evaluasi (menilai hasil) hingga sintesis (menyatukan
informasi) dan kreatif

64
Hal ini membekali siswa dengan keterampilan dan motivasi belajar
serta bekal di dunia kerja di masa depan. Sehingga hal ini tidak
harus berupa proses linier, namun dapat dilakukan secara bolak-
balik, dan melewati beberapa langkah.
B. Cara Memasukkan Pemikiran Kritis ke dalam
Pembelajaran
Berpikir kritis dapat digambarkan sebagai metode ilmiah
yang diterapkan oleh banyak orang di dunia biasa sekalipun. Hal
ini benar, karena berpikir kritis meniru metode penyelidikan
ilmiah yang terkenal di seluruh dunia. Di dalam penerapan
kemampuan berpikir kritis terdapat keterampilan untuk
mengidentifikasi masalah (sebuah pertanyaan), rumusan
hipotesis, dan mengumpulkan data yang relevan.
Berpikir kritis adalah berpikir ilmiah. Banyak buku dan
makalah yang menjelaskan pemikiran kritis menyatakan tujuan
dan metodenya ilmiah, atau serupa dengan tujuan dan metode
sains. Seseorang yang melek sains, seperti guru matematika atau
sains telah belajar berpikir kritis untuk mencapai tingkat
kesadaran ilmiah tersebut. Siapapun yang memiliki gelar
akademik tinggi di universitas hampir pasti mereka telah
mempelajari teknik berpikir kritis.
Berpikir kritis bukanlah sebuah “tambahan”, namun
merupakan bagian integral dari suatu pembelajaran (mata
pelajaran). Jadikan pemikiran kritis sebagai yang disengaja dalam
pembelajaran Anda. Ingatlah hal ini saat Anda merancang atau
mendesain ulang semua aspek pembelajaran. Banyak siswa yang
tidak terbiasa dengan pendekatan ini dan lebih nyaman dengan
pencarian sederhana untuk mendapatkan jawaban yang benar.
Jadi luangkan waktu di kelas untuk berbicara dengan siswa
tentang perlunya berpikir kritis dan kreatif dalam mata pelajaran
Anda; Guru perlu mengidentifikasi apa yang dimaksud dengan
berpikir kritis, seperti apa, dan bagaimana hal itu akan dinilai.

65
Tempat untuk memulai, dan ruang yang paling jelas untuk
memasukkan pemikiran kritis ke dalam (silabus) pembelajaran
adalah melalui tujuan, proses, dan hasil belajar siswa.
Pembelajaran yang dirancang dengan baik menyelaraskan
segalanya yaitu tujuan pembelajaran, semua aktivitas, tugas, dan
penilaian dengan hasil pembelajaran tersebut. Skema
penyelarasan antar komponen dalam silabus pembelajaran
disadur dari hasil penelitian ahli sebelumnya (Brookfield, 2013)
pada gambar berikut ini.

Gambar 4.1. Penyelarasan tujuan pembelajaran dengan aktivitas
dan penilaian
Jika kursus dirancang dengan cermat berdasarkan hasil
pembelajaran siswa, dan beberapa hasil tersebut memiliki
komponen berpikir kritis yang kuat, maka penilaian akhir atas
keberhasilan siswa Anda dalam mencapai hasil tersebut akan
menjadi bukti kemampuan mereka untuk berpikir kritis. Oleh
karena itu, ujian dengan soal pilihan ganda mungkin hanya cukup
untuk menilai tingkat “pengetahuan” tingkat rendah, sementara
proyek atau demonstrasi mungkin diperlukan untuk mengevaluasi
sintesis pengetahuan atau penciptaan pemahaman baru.
Meskipun gagasan tentang apa yang dimaksud dengan
berpikir kritis berbeda-beda, para pendidik, politisi, dan

66
pengusaha sepakat bahwa keterampilan berpikir kritis diperlukan
bagi warga negara yang berpendidikan tinggi dan merupakan
kapasitas utama bagi karyawan yang sukses. Dalam pengajaran
untuk berpikir kritis, Stephen Brookfield (2013) mengeksplorasi
bagaimana siswa belajar berpikir kritis dan metode apa yang dapat
digunakan guru untuk membantu.
Dalam gaya percakapannya yang menarik, Stephen
Brookfield (2013) menetapkan protokol dasar berpikir kritis yang
berfokus pada siswa mengungkap dan memeriksa asumsi,
mengeksplorasi perspektif alternatif, dan mengambil tindakan.
Buku ini menambahkan pemahaman bersama tentang pemikiran
kritis dan membantu semua fakultas mengadaptasi prinsip-prinsip
umum ke dalam konteks disiplin ilmu tertentu.
Stephen Brookfield (2013) menjelaskan kapan harus
menjadikan pemikiran kritis sebagai fokus kelas, bagaimana
mendorong diskusi kritis, dan cara untuk menjangkau siswa yang
skeptis. Dia menguraikan komponen dasar yang diperlukan ketika
meninjau sebuah teks secara kritis dan menunjukkan bagaimana
memberikan umpan balik yang sangat spesifik. Keterampilan
berpikir kritis termasuk keterampilan penyelidikan, sehingga
pemikir kritis seringkali melakukan penyelidikan (analisis)
masalah, mengajukan pertanyaan dan jawaban yang menantang.
C. Sikap Kritis
Hampir semua orang akan setuju bahwa tujuan utama
sekolah adalah untuk memungkinkan siswa berpikir kritis. Dalam
istilah orang awam, berpikir kritis terdiri dari melihat kedua sisi
suatu permasalahan, bersikap terbuka terhadap bukti-bukti baru
yang menyangkal ide-ide Anda atau orang lain, memberikan alasan
yang tidak memihak, menuntut klaim didukung oleh bukti,
menyimpulkan kesimpulan dari fakta -fakta yang ada,
memecahkan masalah, dan sebagainya. Selain itu, terdapat
beberapa tipe berpikir kritis yang merupakan karakteristik dari

67
berbagai pokok bahasan: Itulah yang kami maksud dengan
“berpikir seperti seorang ilmuwan” atau “berpikir seperti seorang
sejarawan.”
Analog penelitian yang berkaitan dengan berpikir kritis
peserta didik adalah juga luas dan beragam. Berpikir kritis
dibahas mulai dari perangkat kognitif untuk memecahkan
masalah matematika dengan cara yang logis dan deduktif
(Sachdeva & Eggen, 2021), hingga suatu sikap yang menjadikan
siswa sebagai warga negara masa depan. Masyarakat
matematika harus mampu mengadopsi dalam rangka
mengupayakan struktur sosial yang adil dan setara. Bagian ini
menguraikan variasi mengenai penelitian berpikir kritis dalam
kaitannya dengan pendidikan matematika dan menyarankan
hubungan antara keyakinan peserta didik dan pemikiran kritis
sehubungan dengan pertanyaan penelitian yang diajukan
dalam penelitian ini
Kata 'kritis' dapat mempunyai arti yang berbeda-beda
tergantung kerangka acuan penggunaannya (Ernest et al., 2016).
Suatu situasi bisa menjadi 'kritis' atau berada pada titik krisis,
ketika suatu tindakan dapat memperbaiki atau memperburuk
kondisi secara signifikan. Kedua, kritik atau mengkritik dapat
berupa penyampaian ketidaksetujuan, ketidaksetujuan atau
komentar negatif terhadap suatu argumen, situasi, keputusan
dll. Selain itu, 'kritis' dapat dipahami dalam istilah kritik
(menjadi kritis), sebagai kebalikan dari 'tidak kritis'. Dalam arti
ini, bersikap kritis mencakup menganalisis kelebihan,
kekurangan, dan konsekuensi dari setiap keyakinan, penilaian,
pilihan, pendapat, produk, konteks dll, baik itu sosio-kultural,
politik atau pribadi (Ernest et al., 2016; Palinussa, 2013). Dalam
tulisan ini, kata 'kritis' digunakan dengan arti sebaliknya
menjadi 'tidak kritis', dan mengacu pada pengetahuan siswa
dalam mengevaluasi keyakinan pribadi, kesimpulan, pilihan,

68
dll. Secara kritis dalam untuk mengambil keputusan dan
tindakan yang tepat demi kemajuan pribadi dan masyarakat.
Mengadopsi sikap kritis ketika membuat pilihan dalam
hidup adalah penting bagi siswa. Mereka harus sadar dan
mampu kritis menganalisis sudut pandang dan situasi dalam
bidang kognitif, sosial, dan pribadi dalam kehidupan mereka
untuk bertahan dan berhasil dalam suatu kompleks masyarakat
(P. A. Facione, 1990). Konsekuensinya, pengajaran dan
pembelajaran praktik berpikir kritis sering direkomendasikan
dalam literatur penelitian pendidikan (Sachdeva & Eggen, 2021).
Interpretasi dari sikap kritis ini dapat berupa bahwa
pembelajar harus belajar berpikir kritis tentang pendidikan
mereka, bertanggung jawab dan memiliki hak untuk bekerja
sama dalam pengambilan keputusan mengenai pendidikan
mereka. Selain itu, pembelajaran kemampuan berpikir kritis
juga disebutkan sebagai cita-cita pendidikan, dan hak moral
peserta didik karena pada akhirnya siswa harus memilih
sendiri; tidak ada jalan keluar dari kebenaran ini. Oleh karena
itu, kebutuhan dan pentingnya memperoleh kompetensi
berpikir kritis bagi peserta didik untuk mencapai kebaikan
individu dan masyarakat sudah ditetapkan.
Matematika sangat diwakili sebagai mata pelajaran
mulai di tingkat sekolah dasar sampai perguruan tinggi di
seluruh dunia. Oleh karena itu, pendidikan matematika
mempunyai peranan penting dalam mendidik anak menjadi
makhluk yang kritis, bertanggung jawab, dan kooperatif dalam
bermasyarakat. Oleh karena itu, pengembangan kompetensi
berpikir kritis di kalangan pembelajar matematika telah
menjadi perhatian pendidikan matematika sejak beberapa
dekade (Kuntze et al., 2017).
Mengembangkan “keterampilan berpikir kritis melalui
pendidikan matematika secara implisit merupakan hasil yang

69
diharapkan dari penggunaan Standar NCTM”. Namun, baik
Standar NCTM maupun literatur penelitian pendidikan
matematika secara eksplisit tidak menentukan atau membatasi
aspek-aspek pembelajaran matematika, yang dalam hal ini
pemikiran kritis siswa harus dikembangkan. Akibatnya, para
peneliti pendidikan matematika telah memahami dan
menggunakan istilah berpikir kritis secara beragam dalam
konteks yang berbeda untuk membahas pengembangan
kompetensi kritis peserta didik (siswa).
D. Pemikiran Kritis dalam Pendidikan Matematika
Pemikiran kritis siswa dalam literatur penelitian
pendidikan matematika telah dibahas terutama sebagai –
seperangkat keterampilan kognitif yang digunakan untuk
menarik kesimpulan logis dan mengambil keputusan saat
memecahkan masalah matematika (Aizikovitsh-Udi & Cheng,
2015; Kuntze et al., 2017). Pemikiran kritis sebagai suatu sikap
untuk memahami dan merefleksikan peran matematika dan
pendidikan matematika dalam konteks sosio-politik dan
budaya.
Poin pertama menekankan pembelajaran berpikir kritis
dalam matematika untuk memperoleh prosedur matematika
untuk pemecahan masalah dan menemukan hasil logis yang
tidak memihak. Poin kedua berakar pada pemikiran kritis
dalam semangat pendidikan matematika kritis (Critical
Mathematics Education) terinspirasi oleh pedagogi kritis yang
menganggap matematika dan pendidikan matematika sebagai
objek refleksi dan kritik dalam masyarakat. Klasifikasi ini
menyoroti perhatian yang diarahkan untuk menanamkan
pemikiran kritis di kalangan pembelajar matematika mengenai
aspek kognitif dan sosial dalam proses pembelajaran
matematika mereka masing-masing, padahal aspek personal
sepertinya hilang.

70
Berpikir kritis dalam aspek sosial dan kognitif kehidupan
seseorang tidak dapat lengkap tanpanya, atau mengimbangi
sikap kritis dalam kehidupan pribadinya. Terlebih lagi,
menerapkan berpikir kritis secara kognitif, dalam proses
penyelesaian tugas matematika dan memahami kompleksitas
sosial melalui pembelajaran matematika, tidak dapat dianggap
sama dengan berpikir kritis dalam mempelajari matematika
dalam kehidupan pribadi.
Pembelajar matematika muda di seluruh dunia perlu
membuat pilihan pribadi mengenai pembelajaran matematika
mereka sejak dini dalam jalur pendidikan mereka. Di Indonesia
dan banyak negara lainnya, pelajar usia 14-15 tahun sudah
mulai memutuskan apakah bidang matematika atau spesifik
apa (kejuruan atau umum) yang ingin mereka ikuti di sekolah
menengah atas pada akhir tahun wajib sekolah mereka.
Mengembangkan kemampuan berpikir kritis peserta didik
melalui pendidikan matematika dapat membantu untuk
membuat pilihan yang mencerminkan hal ini dengan baik.
Dengan demikian, mengembangkan kemampuan kritis peserta
didik melalui pendidikan matematika disebutkan sebagai
tujuan utama dalam kurikulum matematika.
Berpikir kritis dalam matematika melibatkan evaluasi
kritis terhadap penalaran dan argumentasi, dan dapat
membekali siswa (dengan kompetensi) untuk membuat pilihan
sendiri dan menjawab pertanyaan- pertanyaan penting yang
berkaitan dengan (pribadi) mereka sendiri. kehidupan dan
masyarakat. Oleh karena itu, ruang lingkup pembelajaran
berpikir kritis melalui pendidikan matematika dapat
dipandang berkaitan langsung dengan kehidupan pribadi dan
pilihan masa depan peserta didik.
Kurikulum matematika di Indonesia menekankan bahwa
pendidikan matematika harus mengembangkan sikap kritis
peserta didik terhadap keputusan yang mereka buat dalam

71
kehidupan pribadi mereka; dan memberikan dimensi personal
pada pembelajaran berpikir kritis melalui pendidikan
matematika selain dimensi kognitif dan sosial. Akibatnya,
mengembangkan kecenderungan untuk berpikir kritis tentang
keyakinan pribadi mereka mengenai matematika dan proses
pembelajarannya dapat membantu pelajar untuk mencapai meta-
perspektif pembelajaran matematika dan membuat pilihan
pribadi yang terinformasi tentang pendidikan matematika
mereka.
Pengalaman, opini, dan keyakinan siswa digunakan
untuk mengeksplorasi orientasi kritis mereka saat mereka
berbicara tentang proses pembelajaran matematika. Keyakinan
peserta didik tentang matematika dan pendidikan matematika
memainkan peran penting dalam pembelajaran mata pelajaran
dan telah diteliti dengan. Tujuan yang tepat dan masuk akal ini
sering kali diterjemahkan ke dalam seruan untuk mengajarkan
“keterampilan berpikir kritis” dan “keterampilan berpikir tingkat
tinggi” dan menjadi seruan umum untuk mengajar siswa membuat
penilaian yang lebih baik, bernalar dengan lebih logis, dan
sebagainya.
Proses berpikir saling terkait dengan isi pemikiran (yaitu
domain pengetahuan). Jadi, jika Anda cukup sering mengingatkan
siswa untuk “melihat suatu masalah dari berbagai sudut pandang”,
siswa akan belajar bahwa dia harus melakukannya. Namun jika
siswa tidak tahu banyak tentang suatu masalah, siswa tidak bisa
memikirkannya dari sudut pandang yang berbeda dan berbagai
perspektif. Anda dapat mengajari siswa prinsip-prinsip tentang
bagaimana mereka seharusnya berpikir. Namun tanpa latar
belakang pengetahuan dan praktik, mereka mungkin tidak akan
mampu menerapkan nasihat yang mereka hafal. Sama seperti
tidak masuk akal untuk mencoba mengajarkan konten faktual
tanpa memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih

72
menggunakannya. Demikian juga tidak masuk akal untuk mencoba
mengajarkan berpikir kritis tanpa konten factual.
Facione (1990) menyederhanakan definisi konsensus
tentang berpikir kritis sebagai suatu proses untuk “membuat
penilaian yang memiliki tujuan dan reflektif tentang apa yang
harus diyakini atau dilakukan. Tepatnya jenis penilaian yang
merupakan fokus dari berpikir kritis”. Secara analogi dalam
tulisan ini, berpikir kritis dipahami sebagai kemampuan untuk
merefleksikan keyakinan, keadaan, dan tindakan seseorang untuk
membuat penilaian dan pilihan yang terarah dan reflektif tentang
apa yang diyakini dan bagaimana bertindak secara bertanggung
jawab untuk meningkatkan kehidupan seseorang, tanpa
merugikan orang lain.
Dalam konteks pendidikan matematika, selain sebagai
kemampuan untuk memecahkan masalah matematika secara logis
dan merefleksikan peran matematika dalam masyarakat, berpikir
kritis dapat dipahami sebagai alat atau proses bagi peserta didik
untuk secara sadar merefleksikan dan mendapatkan meta-
perspektif tentang pengajaran matematika (proses pembelajaran)
mereka sendiri. Oleh karena itu, pemikiran kritis peserta didik
terhadap proses pembelajaran matematikanya sendiri dianalisis
dengan menggunakan sub keterampilan pemeriksaan diri dan
koreksi diri dari inti keenam berpikir kritis kognitif, pengaturan
diri (Gambar 4.2).

73

Gambar 4.2. Keterampilan berpikir kritis kognitif dan sub-
keterampilan (diadaptasi dari Facione, 1990, hal. 12)

E. Mengkaji Kemampuan Berpikir Kritis Siswa
Banyak basa-basi yang diberikan pada gagasan bahwa siswa
sedang belajar berpikir kritis. Penelitian secara konsisten
menunjukkan bahwa meskipun para dosen mengatakan bahwa
berpikir kritis penting dalam pengajaran mereka. Namun mereka
mengalami kesulitan dalam mengartikulasikan konsepsi yang jelas
tentang hal tersebut dan menunjukkan bagaimana mereka
mengembangkannya (Darling-hammond et al., 2017; Elder & Paul,

74
2010). Agar siswa dapat belajar berpikir kritis, instruktur (guru)
perlu mengajarkannya secara eksplisit melalui pengajaran yang
terfokus.
Penting untuk dicatat bahwa, hanya ketika instruktur
memahami dasar-dasar berpikir kritis, mereka dapat
mengajarkannya secara efektif. Kebenaran sederhananya adalah
bahwa guru mampu menumbuhkan pemikiran kritis hanya sejauh
mereka sendiri yang berpikir kritis. Ini mungkin merupakan satu-
satunya hambatan yang paling signifikan terhadap pencapaian
kompetensi berpikir kritis siswa. Agar guru dapat membantu
siswa menjadi pemikir yang mendalam, mereka sendiri harus
berpikir secara mendalam. Agar guru dapat membantu siswa
dalam mengembangkan kerendahan hati intelektual, mereka
sendiri harus mengembangkan kerendahan hati intelektual. Agar
guru dapat menumbuhkan pandangan dunia yang masuk akal,
rasional, dan multilogis, mereka sendiri harus mengembangkan
pandangan dunia tersebut. Singkatnya, pengajaran berpikir kritis
mengandaikan konsep berpikir kritis yang jelas dalam pikiran
guru.
Raymond Nikerson (1987), dua orang pakar berpikir kritis
telah mendeskripsikan ciri-ciri pemikir kritis dalam hal
pengetahuan, kemampuan, sikap, dan kebiasaan berperilaku
(Cited in Al-shalabi, 2015).
1) Menggunakan bukti secara terampil dan tidak memihak,
2) Mengorganisasikan pemikiran dan mengartikulasikannya
secara ringkas dan koheren,
3) Membedakan antara kesimpulan yang valid secara logis
dan tidak valid,
4) Menangguhkan penilaian jika tidak ada bukti yang cukup
untuk mendukung keputusan,
5) Memahami perbedaan antara penaalaran dan
rasionalisasi

75
6) Upaya mengantisipasi kemungkinan dari suatu tindakan
alternative,
7) Memahami gagasan derajat keyakinan,
8) Dapat menyusun masalah yang direpresentasikan secara
informal sedemikian rupa sehingga teknik formal, seperti
matematika dapat digunakan untuk menyelesaikannya,
9) Menerapkan teknik pemecahan masalah dalam domain
selain yang dipelajari,
10) Dapat belajar secara mandiri dan memiliki minat yang
kuat untuk melakukannya,
11) Melihat persamaan dan analogi yang tidak terlihat secara
dangkal.
Berpikir kritis memungkinkan kita mengenali berbagai
analisis subjektif terhadap data objektif, dan mengevaluasi
seberapa baik setiap analisis dapat memenuhi kebutuhan kita.
Fakta boleh jadi fakta, namun cara kita menafsirkannya bisa
berbeda-beda. Sebaliknya, pemikir yang pasif dan tidak kritis
mempunyai pandangan yang sederhana terhadap dunia antara
lain sebagai berikut.
1) Mereka melihat sesuatu secara hitam dan putih, sebagai
salah satu atau, daripada mengenali berbagai kemungkinan
pemahaman.
2) Mereka melihat pertanyaan sebagai ya atau tidak tanpa
kehalusan.
3) Mereka gagal melihat keterkaitan dan kompleksitas.
4) Mereka gagal mengenali elemen terkait.
5) Pemikir non-kritis mempunyai pandangan egois terhadap
dunia
6) Mereka menganggap fakta mereka sebagai satu-satunya
fakta yang relevan.
7) Mereka menganggap perspektif mereka sendiri sebagai
satu-satunya perspektif yang masuk akal.

76
8) Mereka menganggap tujuan mereka sebagai satu-satunya
tujuan yang valid.
Daftar ini, tentu saja tidak lengkap, namun berfungsi untuk
menunjukkan jenis pemikiran dan pendekatan hidup yang
seharusnya dilakukan oleh pemikiran kritis. Siswa (anak-anak)
tidak dilahirkan dengan kemampuan berpikir kritis, dan mereka
juga tidak mengembangkan kemampuan ini secara alami melebihi
pemikiran tingkat kelangsungan hidup (Kusmaryono et al., 2021).
Mereka tidak berpikir kritis ketika mereka hanya mengandalkan
akal daripada emosi, tidak memerlukan bukti, dan mengabaikan
bukti yang tidak diketahui.
F. Strategi Pembelajaran Berpikir Kritis
Siswa perlu berpikir kritis untuk belajar di setiap level.
Terkadang pemikiran kritis yang dibutuhkan bersifat mendasar.
Misalnya dalam mempelajari suatu mata pelajaran terdapat
konsep-konsep dasar yang menjadi inti dari disiplin ilmu. Untuk
mulai menginternalisasikan pemahaman, seseorang perlu
menyuarakan konsep-konsep dasar tersebut, yaitu dengan
menyatakan apa arti konsep tersebut dengan kata-katanya sendiri;
untuk menguraikan apa arti konsep tersebut, sekali lagi dengan
kata-kata sendiri; dan kemudian memberikan contoh konsep dari
situasi kehidupan nyata.
Mengembangkan pemikir kritis merupakan inti dari misi
semua institusi pendidikan. Memastikan bahwa siswa belajar
untuk berpikir kritis dan berpikiran adil juga memastikan bahwa
siswa tidak hanya menguasai materi pelajaran yang penting tetapi
juga menjadi warga negara yang efektif, mampu berpikir secara
etis dan bertindak demi kepentingan publik. Mengembangkan
kecenderungan untuk berpikir kritis tentang keyakinan pribadi
siswa mengenai matematika dan proses pembelajarannya dapat
membantu siswa untuk mencapai meta-perspektif pembelajaran

77
matematika dan membuat pilihan pribadi yang terinformasi
tentang pendidikan matematika para siswa.
Pendidikan, sebagaimana disebut dengan tepat telah
mengubah dan mengolah kembali pikiran siswa. Orang yang
berpendidikan mempunyai fungsi yang berbeda dengan orang
yang tidak berpendidikan. Mereka mampu masuk dan berempati
secara intelektual dengan cara-cara alternative dalam melihat
sesuatu. Mereka berubah pikiran ketika bukti atau alasan
memerlukannya. Mereka mampu bernalar dengan cukup baik
untuk memikirkan jalan keluar dari masalah yang kompleks. Jika
siswa ingin menjadi orang terpelajar, guru harus menempatkan
pemikiran kritis sebagai inti pembelajaran. Guru harus meminta
siswa untuk secara aktif menggunakan pemikiran kritis mereka
untuk menuangkan ide ke dalamnya.
Tanpa pemikiran kritis yang memandu proses belajar,
maka hanya menghafal sehingga siswa akan lupa dengan
kecepatan yang sama seperti saat mereka belajar dan jarang
belajar. Namun, jika pernah, siswa menginternalisasikan ide-ide
yang kuat, mereka akan mampu menginternalisasikan konsep-
konsep penting dalam suatu disiplin ilmu dan menghubungkan
konsep-konsep tersebut dengan konsep-konsep penting lainnya
baik dalam maupun antar disiplin ilmu. Misalnya, sebagian besar
pelajar tidak pernah benar-benar memiliki konsep (teori)
Phytagoras. Mereka hanya menghafal ungkapan seperti a
2
= b
2
+ c
2

tanpa mengetahui maknanya. Jika siswa tidak memahami definisi
teori Phytagoras maka siswa tidak dapat menguraikan atau
memberi (makna) contoh variasi teori phytagoras dengan baik.
Melalui berpikir kritis, seseorang dapat memperoleh
wawasan, pengetahuan, pemahaman, dan sejumlah keterampilan
dalam konten apa pun. Untuk mempelajari konten, penting untuk
berpikir analitis dan evaluatif dalam konten tersebut. Oleh karena
itu, pemikiran kritis menyediakan alat untuk menginternalisasi
konten (mengambil kepemilikan konten) dan menilai kualitas

78
internalisasi tersebut. Ini memfasilitasi pembangunan sistem
(yang mendasari konten) dalam pikiran, untuk
menginternalisasikannya, dan menggunakannya untuk
memikirkan permasalahan dan permasalahan aktual.
Ada banyak cara untuk mengajarkan berpikir kritis di kelas.
Ada metode yang paling mudah, tidak memakan waktu lama, dan
paling murah. Metode ini hanya memodifikasi sedikit metode
pengajaran dan pengujian untuk meningkatkan pemikiran kritis di
kalangan siswa. Mengajar di kelas untuk berpikir kritis dapat
diajarkan melalui beberapa strategi dan program kegiatan
pembelajaran seperti di bawah ini.
1) Perkuliahan. Anda tentu saja datang secara langsung
mengajarkan prinsip-prinsip berpikir kritis kepada siswa
Anda selama perkuliahan. Namun, hal ini tidak wajib dan
tidak disarankan. Tetaplah pada pokok bahasan Anda,
namun sampaikan hal ini sedemikian rupa sehingga siswa
akan terdorong untuk berpikir kritis mengenai pokok
bahasan tersebut. Hal ini dicapai selama perkuliahan
dengan menanyai siswa dengan cara yang mengharuskan
mereka tidak hanya memaahami materi, namun dapat
menganalisisnya dan menerapkan pada situasi baru.
2) Laboratorium. Siswa mau tidak mau berlatih berpikir
kritis selama di laboratorium di kelas sains, karena mereka
sedang mempleajari metode ilmiah.
3) Pekerjaan rumah. Baik pekerjaan rumah maupun tugas-
tugas matematika maupun pertanyaan-pertanyaan tertulis
khusus dapat digunakan untuk meningkatkan pemikiran
kritis. Pejkerjaan rumah memberikan banyak peluang
untuk mendorong pemikiran kritis siswa.
4) Latihan kuantitatif. Belajar dengan cara berlatih soal-soal
kuantitatif akan mengasah keterampilan berpikir kritis.
Latihan matematika dan soal cerita mampu mengajarkan
keterampilan pemecahan masalah yang dapat digunakan

79
dalam kehidupan sehari-hari. Keterampilan pemecahan
masalah jelas sebagai upaya meningkatkan keterampilan
berpikir kritis.
5) Makalah. Cara terbaik untuk mengajarkan berpikir kritis
adalah dengan mengharuskan siswa-siswa untuk menulis.
Kegiatan menulis memaksa siswa untuk mengatur
pemikirannya, merenungkan topiknya, mengevaluasi
datanya dengan cara yang logis, dan menyajikan
kesimpulannya secara persuasive. Tulisan yang baik ini
melambangkan pemikiran kritis seseorang penulis.
6) Ujian. Soal-soal ujian semester dapat dirancang untuk
mendorong pemikiran kritis dari pada menghafal. Soal-soal
ujian yang bersifat open book salah satu cara mengukur
keterampilan berpikir kriitis mahasiswa terhadap suatu
permasalahan.
Jika Anda sependapat dan memutuskan untuk
menerimanya maka Anda dapat menggunakan salah satu strategi
kelas tersebut untuk mengajarkan keterampilan berpikir kritis
pada mata kuliah Anda. Anda sebagai guru (dosen) didorong untuk
mengekslorasi kemungkinan dan menggunakan sebanyak yang
Anda inginkan. Namun, jika Anda sudah banyak menggunakan
beberapa strategi ini maka Anda tidak perlu mmengubah apapun.
G. Teknis Pembelajaran Berpikir Kritis di Kelas
Pembelajaran berpikir kritis dapat diajarkan kepada siswa
dengan model dan teknik apa saja. Penekanannya ada pada proses
aktif, sedangkan dalam perkuliahan seringkali mahasiswa pasif.
Berikut ini disajikan teknis pengajaran berpikir kritis di kelas
(perkuliahan), pekerjaan rumah, makalah, dan ujian yang harus
selalu menekankan partisipasi intelektual akktif mahasiswa.
Keterampilan intelektual guru dalam berpikir kritis-analisis,
sintesis, refleksi, dan lain-lain harus dipelajari dan dilaksanakan
dengan benar.

80
1) Perkuliahan
Peningkatan berpikir kritis dapat dicapai selama
perkuliahan dengan berhenti secara berkala untuk mengajukan
pertanyaan dan Anda menjawab sendiri. Jangan terlalu cepat
meminta jawaban dari pertanyaan Anda tentang materi yang baru
saja Anda presentasikan. Jika Anda bertanya kepada mahasiswa
tunggu waktu yang tepat, sebaiknya berikan waktu u ntuk mereka
merespon. Pelajari nama-nama siswa secepat mungkin dan ajukan
pertanyaan kepada mereka yang Anda 0anggil namanya. Jika
mahasiswa tidak dapat menjawab pertanyaan Anda, maka
bantulah dengan menyederhanakan pertanyaan Anda atau
berikan kata pemantik atau kata kunci.
Anda sebagai guru tentu dapat mengajukan pertanyaan
sederhana. Pertanyaan yang hanya meminta siswa untuk
mengeluarkan informasi factual yang baru saja Anda
presentasikan dalam perkuliahan. Anda perlu memahami bahwa
banyak siswa mengalami kesulitan dengan p ertanyaan-
pertanyaan factual karena kadang mereka tidak memperhayikan
di kelas, mereka kurang belajarnya, mereka tidak membuat
catatan kesil saat anda presentasi, atau mereka tidak tahu
bagaimana cara meninjau, mendengarkan, atau meringkas buku
teks. Banyak siswa tidak dapat melakukan ini karena mereka tidak
pernah diajarkan hal ini oleh guru.
Pengajuan pertanyaan yang mencari-mencari sering kali
memiliki jawaban yang tidak pasti dan ambigu. Guru harus
membuat siswa memikirkan topic secara mendalam dan
menghargai apa yang mereka pikirkan dan rasakan. Ajarkan agar
siswa menganggap gagasan mereka penting. Minta mereka
mengenali pola dan membuat koneksi antar masalah. Sisiwa yang
terlibat dengan pembelaajran mereka sendiri akan merasakannya
secara mendalam, dan belajar menghargai serta mempercayai
pemikiran dan gagasan mereka sendiri. Rekomendasi ini

81
merupakan penerapan sempurna dalam mendorong pemikiran
kritis.
Di kelas doronglah pertanyaan dari siswa. guru harus selalu
menanggapi pertanyaan siswa dengan positif. Jangan pernah
mengabaikan atau meremehkan penanya. Sebaliknya pujilah si
penanya (misal, ucapkan: “pertanyaan yang bagus” atau saya yakin
banyak dari Anda ingin mengetahuinya”). Pertanyaan dari siswa
berarti mereka berpikir kritis terhadap apa yang Anda katakan.
Selama perkuliahan, berikan informasi historia dan filosofia
tentang matematika dan sains. Informasi tersebut memungkinkan
siswa untuk memahami bahwa semua pengetahuan ilmiah dan
matematika diperoleh seseorang yang mempraktikan pemikiran
kritis di masa lalu. Terkadang, melalui tindakan yang sangat
berani atau kerja keras yang sedikit membosankan dalam
menghadapi hal-hal yang tidak menyenangkan atau kesulitan yang
tidak dapat diatasi.
2) Laboratorium
Banyak sekolah memiliki laboratorium yang cukup
memadai. Latihan laboratorium sains sangat baik untuk
mengajarkan pemikiran kritis. Di laboratorium siswa dapat
mempelajari metode ilmiah dengan mempraktikan pemikiran
kritis secara nyata. Metode pengajaran berpikir ini begitu jelas dan
nyata, sehingga akan tampak aneh jika tidak dipromosikan lebih
lanjut mulai pendidikan dasar. Laboratorium secara otomatis
mengajarkan pemikiran kritis sampai tingkat tertentu.
3) Pekerjaan rumah
Ada banyak peluang untuk mendorong pemikiran kritis
siswa melalui tugas pekerjaan rumah. Untuk pekerjaan rumah,
sebaiknya guru memberikan pertanyaan-pertanyaan yang
menantang jangan pertanyaan umum. Pada pembelajaran
matematika, siswa dapat diberikan tugas pekerjaan rumah tentang

82
permasalahan yang sedang viral atau menjadi perhatian
masyarakat. Misalnya, jumlah penderita covid-19 setiap bulan;
kenaikan harga bahan pokok menjelang lebaran; maraknya
program discount di akun Tik-Tok;
Laporan hasil pekerjaan rumah sebaiknya mengikuti
pendekatan pembelajaran berdiferensiasi. Berikan kebebasan
siswa untuk melaporkan secara lisan, tertulis, atau melalui
presentasi yang lain. Siswa juga dapat diberikan pekerjaan rumah
(jika saat libur panjang) dengan tugas project yang luarannya
dapat dilaporkan melalui video dan di share di social media.
Tugas-tugas pekerjaan rumah tersebut diseting agar siswa
dapat mengembangkan pemikiran kritis, melalui kegiatan
menjelaskan, menganalisis, mengkoneksikan, membuat simpulan,
dan pengambilan keputusan. Tugas pekerjaan rumah ini membuat
siswa lebih banyak menulis adalah cara terbaik dan mungkin
paling mudah untuk meningkatkan pemikiran kritis. Menulis akan
memaksa siswa belajar untuk mengorganisasikan pemikiran dan
berpikir kritis terhadap tugas.
4) Latihan kuantitatif
Mahir dalam pemecahan masalah adalah merefleksikan
seseorang yang berpikir kritis. Dengan demikian, mata pelajaran
matematika dan sains yang memerlukan pemecahan berbagai
masalah matematika, secara otomatis mengajarkan berpikir kritis.
Ketika siswa dituntut untuk memecahkan masalah matematika,
mereka sebenarnya sedang melatih keterampilan berpiir kritis
(disadari atau tidak). Masalah-masalah matematika dan sains
tentu saja, hanya merupakan bagian terbatas dari pemikiran kritis,
namun ini bagian penting.
Meminta siswa mecahkan masalah matematika membuat
mereka dapat berpikir tentang alam dan realitas dalam istilah
empiris dan kuantitatif yang merupakan komponen kunci dari

83
berpikir kritis (Brookfield, 2013). Banyak soal dan latihan
aritmatika dan matematika akan memberikan siswa fasilitas untuk
memanipulasi angka, namun tidak akan mengajarkan pemikiran
kritis.
Kami percaya bahwa soal cerita matematika yang meminta
siswa untuk mendekati dunia empiris dengan sudut pandang
numeric (kuantitatif) sangat penting untuk meningkatkan
pemikiran kritis. Tentu saja, siswa yang diberikan soal matematika
untuk dipecahkan dalam sains pada dasarnya sedang mengerjakan
soal cerita.
5) Makalah
Tugas membuat makalah dalam setiap semester dapat
mendorong pemeikiran kritis di kalangan siswa. Makalah
mengharuskan siswa memperoleh, mensintesis, dan menganalisis
informasi secara logis, dan kemudian mereka menyajikan
informasi ini dan kesimpulan mereka dalam bentuk tertulis.
Makalah biasanya tidak diperlukan dalam mata pelaajran
matematika dan sains, meskipun mungkin dan mungkin
seharusnya diperlukan. Kami instruktur matematika dan sains
tidak mengharuskan siswanya menulis terlalu banyak dan ketika
kami melakukannya, kami tidak mengharuskan mereka
menggunakan ejaan, tanda baca, dan sintaksis yang kaku.
Makalah dapat digunakan dalam mata pelajaran
matematika dan sains sebenarnya sangat disarankan sebagai cara
untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa. mungkin
saat mereka meneliti pekerjaan dan menulisnya, mereka akan
mulai berpikir kritis tentang manfaat mengikuti perkuliahan dan
bellajar untuk ujian.
6) Ujian
Ujian mengharuskan siswa menulis, atau setidaknya
berpikir. Untuk ujian tertulis, soal-soal dengan jawaban pendek

84
dan panjang adalah solusi yang jelas. Dosen biasanya
menggunakan beberapa pertanyaan essai pada setiap ujian untuk
menguji kemampuan siswa dalam menganalisis informasi dan
menarik kesimpulan. Teknik ini biasanya digunakan untuk tujuan
membantu mengajarkan pemikiran kritis kepada siswa. jangan
lupa bahwa untuk menyusun soal ujian berpikir kritis harus selalu
berpedoman dengan peningkatan keterampilan berpikir tingkat
tinggi (C4= mengevaluasi; C5 = menganalisis; C6 = mengkreasi).
Berikut ini contoh ujian dengan soal cerita matematika yang
disiapkan secara khusus untuk meningkatkan pemikiran kritis.
Boby membeli suatu barang dengan harga x rupiah. Dia
menaikkan harga 15% dan menjualnya kepada Anton. Kemudian
Anton menurunkan harga yang dia bayar 15%, dan menjualnya
kembali kepada Boby. Keuntungan Boby daru dua transaksi
tersebut adalah 125.000. Berapa nilai barang x?
Dengan menggunakan arloji atau jam dinding (jam non-
digital), coba jelaskan pada jam berapa: dalam jam, menit, dan
detik keberapa jarum jam dan menit tepat berhimpit setelah pukul
03.00?
Pertanyaan semacam ini meningkatkan keterampilan
berpikir kritis karena mengharuskan siswa memikirkan
pertanyaan, merenungkan pemikirannya, mengorganisasikan
pemikirannya, mengevaluasi data, dan menyajikan kesimpulannya
dengan cara yang meyakinkan. Selain ceramah dan ujian, guru
dapat menggunakan pekerjaan rumah untuk meningkatkan
keterampilan berpikir kritis.
H. Pemodelan Keterampilan Berpikir Kritis
Meskipun siswa pendidikan matematika menganggap
berpikir kritis sebagai keterampilan yang penting, mereka
biasanya tidak tahu bagaimana berpikir kritis. Siswa tidak
dilahirkan dengan kemampuan berpikir kritis, dan pengalaman
belajar sebelumnya sering kali tidak mengharuskan mereka

85
berpikir kritis. Oleh karena itu, instruktur yang ingin
mengintegrasikan keterampilan ini dalam pengalaman kelasnya
harus terlebih dahulu mencontohkan perilakunya. Siswa harus
belajar bagaimana berpikir kritis sebelum mereka dapat
menerapkan keterampilan tersebut pada skenario konten.
Pemodelan dapat ditunjukkan dalam suasana diskusi
dengan mengajukan pertanyaan dan membimbing siswa melalui
proses berpikir kritis. Lebih lanjut, kegiatan berpikir kritis harus
didasarkan pada struktur yang mencakup empat unsur; ''masalah
yang tidak terstruktur, kriteria penilaian pemikiran, penilaian
pemikiran siswa dan peningkatan pemikiran''. Masalah yang tidak
terstruktur adalah pertanyaan, studi kasus, atau skenario yang
tidak memiliki jawaban pasti benar atau salah, termasuk masalah
yang dapat diperdebatkan dan memerlukan penilaian reflektif.
Memberikan siswa umpan balik individual berdasarkan
tanggapan mereka memungkinkan mereka untuk menjawab
kriteria tertentu yang menjadi dasar penilaian pemikiran mereka,
yang merupakan elemen ketiga. Jika pengajar memodelkan
kriteria untuk menilai pemikiran dan memberikan kerangka kerja,
siswa pada akhirnya akan menerapkan teknik ini sendiri.
Akhirnya, proses diakhiri dengan perbaikan pemikiran. Dengan
menciptakan budaya inkuiri dimana siswa dapat memikirkan
proses berpikirnya dan mempraktikkan konstruksi logis, siswa
akan menjadi lebih bersedia untuk mempertimbangkan kembali
dan merevisi pemikirannya.

86




“Guru dapat
mengajarkan berpikir
kritis dengan membantu
siswa untuk berbagi ide,
mempertimbangkan
sudut pandang siswa
lain, mengembangkan
rasa kesadaran, bersikap
responsif, dan
mendengarkan orang
lain.
Mengajarkan berpikir
kritis melibatkan
memotivasi siswa untuk
membangun sikap:
bagaimana
melakukannya.”

87






BAB 5 | KONSEP PEMIKIRAN KRITIS
MATEMATIS

Ada banyak strategi bagaimana mengembangkan
keterampilan berpikir kritis pada siswa. Berpikir kritis dapat
diajarkan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
membuat siswa membentuk keyakinannya sendiri terhadap topik-
topik umum. Mempromosikan diskusi kelompok memungkinkan
siswa untuk mendengarkan orang lain dan berbagi pendapat.
Imajinasi dan kreativitas merupakan kunci untuk
mengembangkan kemampuan berpikir kritis di kelas. Beberapa
cara untuk mengajarkan berpikir kritis melibatkan melibatkan
siswa dalam aktivitas yang memerlukan pendekatan inovatif dan
penuh perhatian, sementara cara lain mendorong permainan
peran dengan mengambil peran dalam situasi bermasalah yang
memerlukan penyelesaian. Brainstorming juga merupakan alat
pembelajaran yang sangat baik, apalagi jika dipadukan dengan
elemen visual, sehingga menginspirasi keunikan dalam pemikiran.
Singkatnya, guru harus memungkinkan siswa untuk
berbagi ide-ide mereka, mempertimbangkan sudut pandang siswa

88
lain, mengembangkan rasa kesadaran, bersikap responsif, dan
mendengarkan orang lain. Guru juga harus memotivasi siswa
untuk membangun sikap “bagaimana melakukannya”. Pada
akhirnya, ide inti dari mengajar dan membantu siswa
mengembangkan keterampilan berpikir kritis adalah untuk
menginspirasi mereka untuk mengembangkan ide-ide mereka
sendiri dan membangun kepercayaan diri mereka.
A. Mengkonseptualisasikan Pemikiran Kritis Matematis
Matematika merupakan mata pelajaran wajib di seluruh
jenjang pendidikan di seluruh dunia. Hal ini dapat didefinisikan
sebagai pengetahuan, keterampilan, pemahaman dan prosedur
yang memerlukan individu untuk menafsirkan isi pola
matematika, seperti bilangan dan ruang (Monteleone et al., 2023).
Dokumen kurikulum secara internasional dan lokal
mengidentifikasi perlunya matematika untuk pengajaran dan
kebutuhan untuk memperoleh proses berpikir matematis. Namun,
penanaman pemikiran matematis sebagai tema dalam dokumen
kurikulum berbeda-beda. Misalnya, NCTM (National Council of
Teachers of Mathematics, 2000) mencakup proses pemecahan
masalah, penalaran dan pembuktian, komunikasi, koneksi dan
representasi, sedangkan Kerangka Matematika Singapura
mengidentifikasi lima bidang kemahiran matematika. Ini adalah
pemahaman konseptual, kelancaran prosedural, kompetensi
strategis, penalaran adaptif dan disposisi produktif (Groves, 2012).
Kurikulum Australia: Matematika mencakup rangkaian kemahiran
(proses) berikut: pemahaman, kelancaran, pemecahan masalah
dan penalaran, yang merupakan inti dari kurikulum.
Pemikiran matematis dianggap sebagai konstruk penting
yang mendasari kemampuan seseorang dalam memecahkan
masalah. Meskipun pemikiran matematis tampaknya
berkontribusi terhadap penurunan kinerja matematika, kami
berpendapat dalam makalah ini bahwa ada juga implikasi
terhadap penerapan berpikir kritis dalam bidang disiplin ilmu ini.

89
Kedua jenis pemikiran tersebut, kritis dan matematis, perlu
dipertimbangkan secara lebih cermat dalam matematika, dengan
andasan yang kuat yang dibentuk sejak awal masa sekolah anak.
Meskipun terdapat banyak penelitian yang mendukung bahwa
banyak siswa muda yang kompeten secara matematis sebelum
memasuki sekolah formal. hanya ada sedikit pemahaman antara
hubungan berpikir matematis dan berpikir kritis bagi pembelajar
muda. Ada sejumlah inkonsistensi dan tumpang tindih antara
definisi berpikir kritis dan berpikir matematis dalam literatur
penelitian dan dokumen kurikulum.
Untuk studi yang lebih besar, dilakukan tinjauan literatur
penting yang berkaitan dengan bidang pemikiran kritis dan
pemikiran matematis (Monteleone et al., 2023). Meskipun
terdapat banyak penelitian yang mendukung bahwa banyak siswa
muda yang kompeten secara matematis sebelum memasuki
sekolah formal (Flevares & Schiff, 2014; Peter Sullivan, 2013), dan
pemikiran matematis dimulai pada usia muda (Russo et al., 2020;
Watts et al., 2018) hanya ada sedikit pemahaman antara hubungan
berpikir matematis dan berpikir kritis bagi pembelajar muda. Ada
sejumlah inkonsistensi dan tumpang tindih antara definisi berpikir
kritis dan berpikir matematis dalam literatur penelitian dan
dokumen kurikulum.
Tinjauan terhadap kedua set literatur memberikan
kesempatan untuk memadukan pemikiran kritis dan matematis
untuk membangun kerangka konseptual yang diinformasikan
literature awal untuk mendefinisikan pemikiran matematis kritis.
Penting untuk dicatat bahwa dalam konteks ini, berpikir kritis
matematis bukanlah sebuah istilah yang berkaitan dengan
pendidikan matematika kritis atau matematika untuk keadilan
sosial namun merupakan fokus pada penerapan berpikir kritis
dalam konteks matematika. Bagian berikut ini menyajikan analisis
tema yang muncul dalam literatur pemikiran kritis dan pemikiran

90
matematis untuk mengembangkan kerangka konseptual awal
pemikiran matematis kritis (Monteleone et al., 2023).
B. Tema Berkaitan dengan Berpikir Kritis
Istilah berpikir kritis telah dieksplorasi oleh banyak peneliti,
misalnya (Ennis, 1991; Facione, 2015; Vardi, 2015), dan terutama
dalam “gerakan berpikir kritis” di AS. Definisinya rumit seperti
berpikir kritis sering kali merangkum: suatu keputusan;
pandangan skeptis dan sementara terhadap pengetahuan, inovasi
sederhana, cara memahami teks; rasionalitas, penerapan sikap
etis, dan aktivis serta refleksivitas diri (Hammond & Moore, 2018).
Sejak awal gerakan berpikir kritis, penelitian di bidang ini
terutama berfokus pada keterampilan, kualitas, kompetensi, dan
karakteristik individu di berbagai disiplin ilmu termasuk filsafat,
psikologi, dan pendidikan (Heard et al., 2020a), menyatakan
bahwa, “berpikir kritis adalah berpikir yang mengkaji,
menghubungkan, dan mengevaluasi seluruh aspek dari suatu
situasi atau masalah”. Meskipun tidak ada konsensus mengenai
istilah-istilah yang digunakan untuk mendefinisikan berpikir
kritis, tampak jelas bahwa ada lima tema berulang yang dirujuk
dalam literatur yang menggambarkan keterampilan atau disposisi
kognitif untuk mewakili pemikiran kritis. Kelima tema tersebut
adalah (i) menafsirkan, (ii) menganalisis, (iii) mengevaluasi, (iv)
menjelaskan, dan (v) mencipta. Selain itu, ketika mengkaji
literatur, tampak bahwa tema-tema tersebut tidak bersifat
hierarkis. Berikut ini akan dikaji lima tema yang berkaitan dengan
berpikir kritis.
1) Menafsirkan
Para ahli berpikir kritis memasukkan interpretasi sebagai
indikator kunci kemampuan berpikir kritis (Ennis, 1991; Facione,
2015; Watson & Glaser, 2002). Menurut Watson dan Glaser (2002),
interpretasi adalah ketika seseorang dapat membentuk penilaian
logis mengenai kesimpulan yang dihasilkan. Facione (2015)

91
menyatakan bahwa pemikir kritis yang ideal mengambil
keputusan, yang dapat menghasilkan interpretasi. Untuk lebih
memposisikan bagaimana seorang pemikir kritis menggunakan
keterampilan menafsirkan, tinjauan literatur menguraikan
penafsiran dengan memasukkan sub-tema penilaian, peningkatan
kategori, mengklarifika, dan mengidentifikasi (Facione, 2015).
Karya penting Lipman (1987) memberikan subtema terkait
untuk berpikir baik (cara transisi dari berpikir biasa ke berpikir
kritis). Ia menjelaskan bahwa seseorang dapat menafsirkan dan
mempertahankan pemikirannya dengan menggunakan
keterampilan tertentu. Subtema tersebut meliputi,
mengasumsikan, mengklasifikasikan dan memperkirakan
(Lipman, 1982). Menurut Lipman (1982), penggunaan sub-tema
ini mendukung individu untuk bertransisi dari pemikiran biasa ke
pemikiran yang baik dan memungkinkan seseorang untuk
memberikan alasan yang cukup untuk mendukung pendapatnya.
Untuk membangun subtema yang telah diidentifikasi, Siswono
(2010) mengemukakan bahwa pembuatan makna (interpretasi)
memerlukan pemeriksaan, mengingat dan memahami situasi yang
dihadapi (Siswono, 2010). Tema dan subtema mengidentifikasi
disposisi pemikir kritis yang ideal untuk menerapkan penafsiran
di berbagai bidang pembelajaran sering kali merangkum: suatu
keputusan; pandangan skeptis dan sementara terhadap
pengetahuan, inovasi sederhana, cara memaha mi teks;
rasionalitas, penerapan sikap etis dan aktivis serta refleksivitas
diri (Hammond & Moore, 2018).
2) Menganalisis
Menganalisis ditemukan menjadi komponen penting
lainnya yang terkait dengan berpikir kritis. Facione (2015)
memasukkan analisis sebagai keterampilan berpikir kritis inti
dalam definisinya, merujuk pada analisis sebagai keterampilan
kognitif dan disposisi afektif. Lai et al, (2015) mendefinisikan
analisis meliputi analisis argumentasi, menilai, membuat

92
kesimpulan (penalaran induktif dan deduktif) dan pemecahan
masalah. Literatur yang berkaitan dengan analisis telah
mengidentifikasi segudang subtema yang mewakili komponen
analisis dalam berpikir kritis (misalnya, (Facione, 2000; Lai et al.,
2015; Lipman, 1982; Siswono, 2010). Sub-tema yang diidentifikasi
terutama muncul dari tinjauan sistematis yang dilakukan oleh The
American Philosophical Association (Facione, 2015) dimana
disposisi yang membentuk pemikiran kritis diidentifikasi dalam
sub-tema berikut: penerapan, dugaan, penarikan kesimpulan,
hipotesis, kesimpulan. dan mencatat hubungan.
3) Mengevaluasi
Mengevaluasi adalah tema lain yang saling berhubungan
yang terkait dengan pemikiran kritis. Tema ini sering muncul
ketika seseorang mengevaluasi proses berpikirnya dan
mengevaluasi keputusannya atau kemanjuran teknik pemecahan
masalahnya (Alsaleh, 2020). Bukti empiris menegaskan disposisi
berpikir kritis yang terkait dengan evaluasi mendukung siswa
untuk berpikir kritis (Facione, 2015). Disposisi (sub-tema) yang
paling sering dikutip mencakup menilai klaim dan membuat
penilaian dengan memberikan pendapat dan alasan (Lipman,
1987), membuat penilaian dengan kriteria dan menanyakan bukti.
Evaluasi akan terlihat jelas selama pembelajaran domain spesifik
dan dapat ditransfer dari satu domain ke domain lainnya.
4) Menjelaskan
Pemikir kritis yang ideal menggunakan penjelasan untuk
memperluas pemikiran mereka. Namun, penting untuk dicatat
bahwa menjelaskan sendiri mungkin bukan merupakan pemikiran
kritis. (Pentang et al., 2023) menyatakan bahwa “mencari
penjelasan” lebih maju dibandingkan menjelaskan sesuatu kepada
orang lain. Demikian pula (Bakir, 2010) menyatakan bahwa
memberikan alasan atas keputusan yang diambil serta penjelasan
yang mendalam akan menandakan pemikiran kritis. Untuk

93
menjelaskan lebih lanjut dalam pemikiran kritis, sub-tema
diidentifikasi, terutama oleh literatur penting (Facione, 1990).
Secara khusus, menyatakan, menyajikan dan membenarkan
meningkatkan keterampilan individu untuk berpikir kritis.
Menurut Facione (2015), penggunaan subtema memungkinkan
seseorang menjelaskan pemikirannya dan proses yang
dilakukannya untuk sampai pada penilaian.
5) Mencipta
Pemikiran inovatif atau ide-ide baru sering kali ditunjukkan
ketika seseorang sedang berkreasi (Facione, 2015). Berpikir
mencipta atau kreatif juga diselaraskan dengan berpikir kritis
(Lipman, 1987). Siswono (2010) membedakan berpikir kreatif
sebagai “berpikir yang terdiri dari pengambilan keputusan non-
algoritmik”. Pengambilan keputusan non-algoritmik dianggap
sebagai pendekatan berpikir yang kompleks di mana terdapat
banyak kemungkinan solusi menyoroti pemikiran tingkat tinggi
sebagai istilah yang lebih luas yang merangkum “pemecahan
masalah, pemikiran kritis, pemikiran kreatif, dan pengambilan
keputusan”. Sub-tema yang dapat diterapkan seseorang untuk
mendemonstrasikan penciptaan dikaitkan dengan evaluasi dan
pengambilan keputusan.
Salah satu sub-tema tersebut adalah pengaturan mandiri.
Pengaturan diri adalah suatu tindakan, mirip dengan pengambilan
keputusan non-algoritma, dimana seorang individu mengevaluasi
sendiri kesimpulannya. Seorang individu yang menunjukkan
pengaturan diri mempertimbangkan cara untuk meninjau kembali
atau meninjau pembelajaran mereka sebelum membuat
keputusan akhir. Seorang yang mengatur dirinya sendiri akan
mempertimbangkan untuk mengubah kesimpulan atau meninjau
ulang bukti-bukti yang ada (Facione, 2015).

94
C. Tema Berkaitan dengan Pemikiran Matematis
Terdapat serangkaian fitur yang terkait dengan pemikiran
matematis dan pemahaman matematis pada tahun-tahun awal dan
tahun-tahun dasar. Apa yang lazim dalam literatur adalah agar
siswa muda dapat terlibat dalam pemikiran matematis, siswa
muda memerlukan banyak kesempatan belajar serta serangkaian
strategi. Namun, strategi dalam literatur berpikir matematis
menunjukkan beberapa kesamaan dengan literatur berpikir kritis
yang diulas di atas. Untuk tujuan makalah ini, kami telah
menyelaraskan literature matematika dengan tema berpikir kritis
(Monteleone et al., 2023).
Pertama, dalam literatur pemikiran matematis, terdapat
bukti kuat dari dua tema yang mengevaluasi dan menjelaskan
bersama dengan subtema tambahan yang terkait dengan masing-
masing tema tersebut. Kedua, sementara kedua tema tersebut
menafsirkan, dan menganalisis, bukanlah tema yang kuat dalam
literatur matematika, ada sub-tema tambahan yang teridentifikasi
yang berkontribusi terhadap tema-tema ini. Akhirnya, tidak ada
bukti penciptaan tema dalam tinjauan literatur yang berkaitan
dengan pemikiran matematika di tahun-tahun dasar dan awal.
Untuk alasan ini, bagian selanjutnya berfokus pada penjelasan
lebih lanjut tema dan subtema yang terkait dengan evaluasi dan
penjelasan serta subtema tambahan yang teridentifikasi terkait
dengan interpretasi dan analisis dari literatur pemikiran kritis
matematika.
1) Mengevaluasi dan menjelaskan
Gagasan mengenai siswa muda yang mengevaluasi
pemikiran mereka dipandang sebagai hal yang penting dalam
berpikir matematis. Misalnya, mengundang siswa untuk
mengevaluasi suatu klaim, proses berpikir atau menguraikan
pengamatan diidentifikasi oleh Cengiz dkk. (2011) sebagai kunci
untuk memperluas pemikiran matematis siswa. Selain itu,

95
kerangka berpikir matematis yang dibuat oleh Williams (2000)
dan diperluas oleh Wood et al. (2006) menyajikan kategorisasi
yang meningkatkan kompleksitas yang pada akhirnya
memungkinkan siswa untuk mengevaluasi pemikiran matematis
mereka.
Para peneliti sebelumnya menyarankan bahwa agar siswa
dapat mengevaluasi pemikiran matematis mereka secara efektif,
mereka harus terlebih dahulu memahami masalahnya,
melanjutkan melalui penerapan, analisis dan sintesis, dan
akhirnya terlibat dalam evaluasi (Wood et al., 2006).
Perkembangan ini tampaknya sejalan dengan pengertian evaluasi,
karena evaluasi diidentifikasikan sebagai teknik pemecahan
masalah atau proses solusi dalam literatur berpikir kritis (Alsaleh,
2020). Demikian pula, Cengiz dkk. (2011) penelitian
mempertimbangkan jenis pembelajaran yang dapat mendukung
siswa untuk mengevaluasi pemikiran matematisnya. Tampaknya
selama diskusi kelas, tema evaluasi mendominasi respon siswa.
Selain itu, literatur pemikiran matematika setuju bahwa membuat
penilaian dengan kriteria; pemecahan; dan menyampaikan
pendapat disertai alasan merupakan subtema evaluasi. Temuan
dari penelitian (Monteleone et al., 2023) juga menunjukkan bahwa
keterampilan mengevaluasi terjadi ketika tugas-tugasnya
mencakup masalah matematika yang memungkinkan siswa
mengidentifikasi bahasa matematika dan membuat hubungan
dengan konsep matematika lainnya. Dengan demikian, terbukti
bahwa jenis tugas yang ditetapkan dan diskusi kelas yang terjadi
berkontribusi terhadap kemampuan siswa dalam mengevaluasi
proses berpikir dan teknik pemecahan masalah mereka.
“Menjelaskan” dianggap sebagai tema pemikiran matematis
utama yang sering diselaraskan dengan literatur yang berkaitan
dengan penalaran atau pembenaran, dengan fokus pada siswa
menjelaskan “bagaimana” dan “mengapa” (penalaran,
pembenaran) daripada “apa” (menyatakan, menyajikan), yang

96
mana selaras dengan literatur berpikir kritis. Kadang-kadang
dalam literatur, istilah penalaran dan pembenaran dipandang
sebagai hal yang dapat dipertukarkan, dan di lain waktu, keduanya
dipisahkan dengan ciri-ciri yang berbeda. Selain itu, definisi
istilah-istilah tersebut tampaknya selaras dengan tujuan dan
metodologi masing-masing penelitian (Christopher T. Cross,
Taniesha A. Woods, 2009; Diezmann, 2001). Namun, di antara
definisi-definisi tersebut, terdapat ciri-ciri umum. Hal ini termasuk
mempertahankan solusi, memberikan bukti, membuat dugaan dan
menyajikan argumen logis. Studi yang berfokus pada penalaran
atau pembenaran siswa juga telah mengidentifikasi bahwa cara
pengalaman belajar dibingkai dapat memberikan landasan bagi
siswa muda untuk bernalar dan membenarkan (Akin et al., 2011;
Anthony & Walshaw, 2009).
2) Menafsirkan dan menganalisis
Tinjauan literatur berpikir matematis juga menyepakati
bahwa subtema yang mendukung siswa dalam menafsirkan
matematika antara lain memperkirakan (Peter Sullivan, 2013),
mengingat (Flevares & Schiff, 2014; Peter Sullivan, 2013), dan
pemahaman (Smale-Jacobse et al., 2019). Dari perspektif
pemikiran matematis, estimasi telah berkembang dari “tebakan”
sederhana menjadi proses canggih yang diperlukan untuk
menafsirkan matematika (Flevares & Schiff, 2014). Estimasi
dibuktikan melalui serangkaian konsep matematis: (1)
pengukuran (misalnya, memperkirakan panjang sebuah ruangan),
(2) numerositas (misalnya, memperkirakan jumlah orang di dalam
bus) dan (3) perhitungan matematis. operasi (misalnya,
memperkirakan berapa 12×20). Mengingat telah ditemukan untuk
membangun pemikiran matematis siswa yang sudah mapan dan
kemudian memperluas pemikiran mereka untuk memasukkan
informasi baru.
Demikian pula, pemahaman telah diidentifikasi sebagai
strategi untuk membantu siswa dan menantang siswa lebih lanjut

97
untuk menafsirkan pemikiran matematis mereka (Fraivillig et al.,
1999) dan mentransfer pemahaman mereka ke konsep
matematika lainnya (Mulligan et al., 2015). Menambah sub-tema
yang terkait dengan analisis yang sudah teridentifikasi, tinjauan
literatur pemikiran matematika membuktikan bahwa sub-tema
yang mencatat hubungan (Papathanasiou et al., 2014)dan prinsip-
prinsip pemahaman (Fennema et al., 1998) mendukung generasi
muda. pemikiran matematis siswa. Meskipun hubungan juga
dibuktikan dalam literatur berpikir kritis, perspektif pemikiran
matematika oleh Papandreou dan Tsiouli (2020) menyoroti
bagaimana anak-anak menggunakan representasi (balok, ilustrasi,
karya tulis, gerakan tubuh, atau gerak tubuh) selama matematika.
Waktu luang memberikan kesempatan bagi siswa muda
untuk mencatat hubungan dan memahami asas-asas. Oleh karena
itu, memahami prinsip-prinsip merupakan sub-tema tambahan
yang muncul dari tinjauan ini. Fennema dkk. (1998) menemukan
bahwa ketika siswa menggunakan berbagai cara untuk
menampilkan pemahaman matematika mereka, mereka mampu
memahami prinsip-prinsip dan menerapkan prinsip-prinsip ini
untuk mengatasi masalah matematika yang lebih kompleks seiring
dengan kemajuan mereka melalui nilai-nilai.
Meskipun kedua sub-tema ini, mencatat hubungan dan
memahami prinsip-prinsip, diidentifikasi sebagai istilah terpisah
dalam literatur berpikir matematis, keduanya membantu siswa
untuk menganalisis pemikiran matematis mereka. Oleh karena itu,
berdasarkan literatur berpikir matematis, seorang siswa dapat
menafsirkan (memahami matematika) dengan menggunakan
subtema memperkirakan, mengingat, dan memahami.
Menambah sub-tema yang terkait dengan analisis yang
sudah teridentifikasi, tinjauan literatur pemikiran matematika
membuktikan bahwa sub-tema yang mencatat hubungan
(Papandreou & Tsiouli, 2020) dan prinsip-prinsip pemahaman
(Fennema et al., 1998) mendukung pemikiran matematis siswa.

98
Meskipun hubungan juga dibuktikan dalam literatur berpikir
kritis, perspektif pemikiran matematika oleh (Papathanasiou et al.,
2014) menyoroti bagaimana anak -anak menggunakan
representasi (balok, ilustrasi, karya tulis, gerakan tubuh, atau
gerak tubuh) selama matematika. waktu luang memberikan
kesempatan bagi siswa muda untuk mencatat hubungan dan
memahami asas-asas. Oleh karena itu, memahami prinsip-prinsip
merupakan sub-tema tambahan yang muncul pada bab ini.
Fennema dkk. (1998) menemukan bahwa ketika siswa
menggunakan berbagai cara untuk menampilkan pemahaman
matematika mereka, mereka mampu memahami prinsip-prinsip
dan menerapkan prinsip-prinsip ini untuk mengatasi masalah
matematika yang lebih kompleks seiring dengan kemajuan mereka
melalui nilainilai.
Meskipun kedua sub-tema ini, mencatat hubungan dan
memahami prinsip-prinsip, diidentifikasi sebagai istilah terpisah
dalam literatur berpikir matematis, keduanya membantu siswa
untuk menganalisis pemikiran matematis mereka. Tema dan
subtema yang dikutip sesuai dengan literatur berpikir kritis dan
berpikir matematis menyediakan lima tema dengan beberapa
subtema terkait. Tabel 4.1 menyajikan tema-tema yang berkaitan
dengan berpikir kritis dan berpikir matematis. Tinjauan literature
mengidentifikasi tiga puluh sub-tema pada literatur pemikiran
kritis dan pemikiran matematis. Subtema berpikir matematis
adakalanya dikategorikan dengan tema berpikir kritis, misalnya
subtema memahami prinsip (berpikir matematis) berada di bawah
tema menganalisis (berpikir kritis). Hal ini disebabkan cara
subtema dideskripsikan dalam karya sastra. Banyak subtema yang
berhubungan dengan berpikir kritis (disajikan pada kolom 2);
Namun, beberapa sub-tema hadir dalam kedua kumpulan literatur
(disajikan di kolom 3) dengan hanya dua yang muncul semata-
mata dari tinjauan literatur pemikiran matematis (disajikan di
kolom 4) berikut ini.

99
Tabel 5.1. Sub-tema pemikiran kritis
Usulan tema
pemikiran
matematika
kritis

Subtema berpikir
kritis
Baik subtema
berpikir kritis
maupun
subtema
berpikir
matematis
Subtema
berpikir
matematis
Menafsirkan Menilai; Asumsi;
Mengklarifikasi;
Mengkategorikan;
Penguraian kode;
Memeriksa;
Mengidentifikasi.
Memperkirakan;
Mengingat;
Memahami.

Mentaati
prinsip

Menganalisis Menduga; Menarik
kesimpulan;
Berhipotesis;
Menyampaikan;
Menanyakan.
Memperhatikan
hubungan

Mengevaluasi Menilai klaim dan
argumentasi;
Menilai;
Menanyakan bukti.

Menawarkan
pendapat dan
alasan; Membuat
penilaian
dengan kriteria.
Pemecahan
masalah

Menjelaskan Menyatakan;
Mempresentasikan.
Membenarkan

Menciptakan Mengatur
pemikiran sendiri;
Non-algoritmik;
Pengambilan
keputusan.

Penggunaan kerangka berpikir kritis matematis untuk
siswa merupakan kontribusi unik terhadap literatur penelitian
dan mendukung definisi dan konseptualisasi berpikir kritis
matematis untuk siswa. Selain itu, perpaduan kedua kumpulan
literatur (berpikir kritis dan berpikir matematis) serta
penyempurnaan tema dan subtema mendukung terbentuknya
pengertian berpikir kritis matematis sebagai suatu domain
berpikir spesifik dengan berpikir kritis.

100
D. Matematika dalam Kehidupan Sehari-hari
Orang tua atau guru dapat membantu siswa
menghubungkan matematika yang mereka pelajari di sekolah dan
kehidupan sehari-hari. Sebagai orang tua, Anda dapat berbicara
dengan anak (siswa) Anda tentang bagaimana Anda menggunakan
matematika dalam kehidupan sehari-hari. Anda juga dapat
bertanya kepada anggota keluarga dan teman bagaimana mereka
menggunakan matematika dalam kehidupan sehari-hari. Silakan
bicarakan dengan anak (siswa) Anda tentang hubungan
matematika ini dengan dunia nyata. Bagikan kepada anak Anda
contoh penerapan matematika sehari-hari, yang tercantum di
bawah ini. Ketika anak (Siswa) Anda mendengar bagaimana
matematika dapat digunakan setiap hari, mereka akan cenderung
memandang matematika sebagai hal yang penting dan berharga.
Mereka mungkin juga menjadi lebih tertarik pada matematika.
Ingatlah bahwa Anda sebagai orang tua dapat sangat
memengaruhi cara berpikir anak (siswa) Anda tentang
matematika.
1) Memasak
Orang-orang menggunakan pengetahuan matematika saat
memasak. Jika sebuah resep membutuhkan 2/3 cangkir
tepung, juru masak harus menghitung berapa setengah atau
dua kali lipat 2/3 cangkir. Kemudian juru masak harus
menyatakan jumlahnya menggunakan takaran standar yang
digunakan dalam memanggang, seperti ¼ cangkir, 1/3
cangkir, ½ cangkir, atau 1 cangkir. Satu cangkir beras akan
menghasilkan 3 piring nasi. Untuk setiap ½ piring nasi adalah
satu porsi. Anda akan membuat 12 porsi nasi. Berapa banyak
beras yang Anda perlukan?
Sebuah resep menghasilkan 72 kue. Anda hanya bisa
memanggang 24 kue sekaligus. Kue akan dipanggang selama 8
menit.

101
- Masalah 1: Berapa batch yang harus Anda buat? Solusi 1: 72
24 = 3 batch Anda harus memanggang 3 batch terpisah.
- Soal 2: Berapa menit yang diperlukan untuk memanggang
semua kue? Solusi 2: 8 menit x 3 batch = 24 menit Semuanya
akan memakan waktu 24 menit.
2) Belanja
Anak (siswa) Anda akan menggunakan matematika saat
membeli barang yang berbeda. Saat membeli komputer baru,
anak Anda perlu mencari tahu toko mana yang menawarkan
harga terbaik atau pembiayaan terbaik. Matematika berguna
dalam menemukan penawaran terbaik untuk makanan.
Misalnya, anak remaja Anda perlu memutuskan bungkus soda
mana yang akan dibeli ketika diberi pilihan 20 ons, 2 liter, 12
bungkus, atau 24 bungkus. Toko sering kali mengadakan obral
yang memberikan persentase diskon dari harga aslinya.
Sangat membantu bagi orang-orang untuk mengetahui cara
menghitung tabungan mereka. Keterampilan matematika ini
sangat berguna karena membantu kita menghitung diskon
sehingga kita dapat membeli suatu barang dengan harga
terbaik yang ditawarkan.
3) Mengelola uang
Anak(siswa) Anda akan mempelajari keterampilan di kelas
aljabar yang akan membantu mereka dalam hal uang. Salah
satu keterampilan penting yang akan mereka pelajari adalah
cara menghitung bunga dan bunga majemuk. Anak (siswa)
Anda dapat menggunakan keterampilan ini untuk mengelola
uangnya sekarang dan ketika mereka besar nanti.
Keterampilan ini juga akan membantu mereka memilih
rekening bank terbaik. Ini juga akan membantu mereka
memutuskan kartu kredit mana yang terbaik untuk dimiliki.
Orang yang mengambil pinjaman perlu memahami bunga. Ini
juga akan membantu mereka menemukan cara terbaik untuk
menabung dan menginvestasikan uang.

102
4) Olahraga rekreasi
Geometri dan trigonometri dapat membantu siswa Anda yang
ingin meningkatkan kemampuannya dalam bidang olahraga.
Ini dapat membantu mereka menemukan cara terbaik untuk
memukul bola, memasukkan keranjang, atau berlari
mengelilingi lintasan. Pengetahuan dasar matematika juga
membantu melacak skor olahraga.
5) Dekorasi dan renovasi rumah
Menghitung luas adalah keterampilan yang penting. Ini akan
berguna bagi anak (siswa) Anda dalam merenovasi rumah dan
apartemen masa depan. Ini akan membantu anak (siswa) Anda
mengetahui berapa banyak cat yang perlu mereka beli saat
mengecat ulang sebuah ruangan. Ini juga merupakan
keterampilan penting bagi siapa saja yang ingin memasang
ubin baru di kamar mandi atau dapur. Mengetahui cara
menghitung keliling dapat membantu anak Anda memutuskan
berapa banyak kayu yang akan dibeli untuk pelapis lantai atau
langit-langit.
Hasil ini menawarkan perspektif baru dalam berpikir kritis.
Masalah dalam transfer bukan hanya bahwa domain yang berbeda
memiliki perbedaan norma-norma penting untuk berpikir kritis.
Permasalahannya adalah keberhasilan pemikiran kritis
sebelumnya sepertinya tersimpan dalam ingatan. Kita tahu bahwa
seorang siswa telah memahami gagasan seperti teori Phytagoras.
Namun hanya memahaminya tidak memberikan jaminan bahwa
siswa akan mengenali situasi baru di mana gagasan tersebut akan
berguna. Jadi, menggunakan analogi itu tidaklah sulit; masalahnya
adalah berpikir untuk menggunakannya sejak awal.

103
E. Ciri-Ciri Berpikir Kritis dalam Matematika
Berpikir kritis adalah faktor kunci dalam membedakan
siswa yang bisa 'mengerjakan' matematika dari siswa yang benar-
benar memahami apa yang mereka lakukan. Ketika siswa
mengerjakan matematika, mereka dapat melakukan perhitungan
dan menjelaskan konsep karena mereka telah mempelajari rumus
dan definisi melalui latihan dan hafalan. Mereka belum tentu tahu
mengapa rumus tersebut berhasil, namun mereka dapat
menggunakannya. Demikian pula, mereka mungkin tidak
mengetahui bagaimana beberapa ahli matematika kuno
mendefinisikan konsep tersebut, namun mereka mengetahui
definisinya. Ketika siswa menggunakan berpikir kritis dalam
matematika, mereka tidak hanya mengetahui cara memecahkan
suatu masalah, namun mereka juga memahami mengapa solusi
tersebut berhasil. Demikian pula siswa menggunakan berpikir
kritis ketika menentukan strategi terbaik dalam memecahkan
suatu masalah.
Berpikir kritis adalah keterampilan penting yang
membantu siswa mengembangkan kemampuan pemecahan
masalah dan membuat hubungan logis antara konsep-konsep yang
berbeda. Dengan mendorong pemikiran kritis dalam matematika,
siswa belajar untuk mendekati masalah dengan lebih bijaksana,
mereka belajar menganalisis dan mengevaluasi konsep
matematika, mengidentifikasi pola dan hubungan, dan
mengeksplorasi berbagai strategi untuk menemukan solusi.
Berpikir kritis juga melibatkan banyak ketekunan. Itu adalah
keterampilan hidup yang penting. Kalau dipikir-pikir, siswa
biasanya diminta untuk memecahkan masalah matematika dan
menemukan jawabannya. Sebaliknya, siswa harus mampu melihat
matematika dengan cara yang berbeda agar benar -benar
memahami konsep matematika secara utuh. Hal ini berarti di
dalam matematika membutuhkan penalaran logis, pemecahan
masalah, dan pemikiran abstrak.

104
Berpikir kritis adalah pemikiran yang membantu
memecahkan masalah atau membuat penilaian bahkan
menemukan masalah (Murawski, 2014). Memecahkan suatu
masalah memerlukan pemikiran matematis. Oleh karena itu,
individu diharapkan mengembangkan kemampuan berpikir
matematis pada tahap pemecahan. Pemecahan masalah dan
berpikir kritis mengacu pada kemampuan menggunakan
pengetahuan, fakta, dan data untuk memecahkan masalah secara
efektif. Ini tidak berarti Anda harus mendapatkan jawaban segera,
namun berarti Anda harus mampu berpikir sendiri, menilai
masalah, dan menemukan solusi.
Adapun ciri-ciri berpikir kritis matematis (Monteleone et
al., 2018)antara lain (a) Memberikan alasan atau penilaian; (b)
Gunakan strategi matematis untuk membuktikan bahwa
jawabannya mungkin; (c) Mengevaluasi diri sendiri, dengan
menggunakan bukti dan penalaran matematis; dan (d)
Membangun ide-ide melalui penjelasan, pertanyaan, kesimpulan,
hipotesis dan penilaian.
Pembahasan mengenai ciri-ciri khusus berpikir kritis
dalam bidang tertentu, termasuk matematika, masih terus
berlangsung. Hal ini diwujudkan dalam sejumlah penelitian yang
bertujuan untuk menyelidiki pemikiran kritis di kalangan siswa
atau guru (Choy & Cheah, 2009). Dalam studi tersebut kita dapat
mengidentifikasi tiga komponen berpikir kritis dalam matematika,
yaitu: penalaran, pengajuan masalah dan pemecahan masalah, dan
mengidentifikasi kesesuaian solusi masalah. Seperti yang telah kami
sebutkan, penalaran secara umum dianggap sebagai komponen
berpikir kritis. Dalam matematika, penalaran mencakup
kemampuan untuk membangun dan memvalidasi argumen logis
dengan menggunakan konsep dan prosedur matematika.
Richard R. Skemp telah menggunakan istilah pemahaman
instrumental dan relasional untuk menggambarkan situasi di
mana siswa diminta untuk melaksanakan aturan-aturan yang

105
diberikan oleh guru, tanpa mempertanyakannya (instrumental)
atau diminta untuk mencari hubungan mendasar di antara
prosedur-prosedur tersebut. dan aturan yang mereka ikuti
(relasional) (Skemp, 1978).
Komponen berpikir kritis dalam matematika selanjutnya
adalah mengajukan dan memecahkan masalah matematika;
kegiatan-kegiatan ini saling berhubungan dan memerlukan
kreativitas dan penalaran matematis. Pemecahan masalah
diwujudkan dalam tahapan berbeda yang telah banyak dijelaskan
dan dianalisis dalam literatur (Schoenfeld, 2016b). Selain itu,
pemecah masalah diharapkan menganalisis data yang diberikan,
yang terkadang berisi informasi yang kontradiktif atau tidak
konsisten. Oleh karena itu, pemecah masalah harus mampu
membedakan data dan kemudian mengambil keputusan mengenai
metode penyelesaiannya; kemudian, segera setelah solusi
diperoleh, harus diperiksa kesesuaiannya dengan permasalahan.
Hal ini membawa kita pada komponen ketiga, yaitu identifikasi
kelayakan solusi yang diusulkan. Hal ini mencakup kemampuan
untuk membedakan solusi yang masuk akal/realistis dari solusi
yang tidak masuk akal/tidak realistis, karena siswa yang terlibat
dalam pemecahan masalah terkadang menerima solusi yang tidak
realistis, karena itu menunjukkan tidak adanya pemikiran kritis.
Untuk semua ini kita dapat menambahkan metakognisi,
yang terkait dengan komponen-komponen ini, terutama pada
pemecahan masalah (Schoenfeld, 1992), dan biasanya dipandang
sebagai kemampuan pemecah masalah untuk 'mundur' dan proses
merefleksikan solusinya sendiri. Hubungan erat antara
metakognisi dan pemikiran kritis dengan fase pemecahan masalah
diwujudkan dalam sebagian besar publikasi yang relevan (Rivas et
al., 2022). Contoh karakteristik berasal dari karya Yimer dan
Ellerton (2010), di mana penulis merujuk pada lima fase, yaitu
keterlibatan, transformasi-formulasi, implementasi, evaluasi, dan

106
internalisasi. Diantaranya, dua yang terakhir mengandung unsur-
unsur yang merupakan ciri berpikir kritis dalam matematika.
Secara khusus, tahap evaluasi berisi tindakan berikut: (1)
Membaca ulang soal apakah hasilnya sudah menjawab soal di soal
atau belum; (2) Menilai konsistensi rencana dengan fitur-fitur
utama serta kemungkinan kesalahan dalam perhitungan atau
analisis; (c) Menilai kewajaran hasil; dan (d) Mengambil keputusan
untuk menerima atau menolak suatu solusi. Sedangkan tahap
internalisasi berisi tindakan berikut: (1) Merefleksikan
keseluruhan proses penyelesaian; (2) Mengidentifikasi fitur-fitur
penting dalam proses; (3) Mengevaluasi proses solusi untuk
kemampuan beradaptasi dalam situasi lain, cara penyelesaian
yang berbeda; dan (4) Merefleksikan ketelitian matematis yang
terlibat, kepercayaan diri seseorang dalam menangani proses, dan
tingkat kepuasan. Berdasarkan pertimbangan tersebut, kita dapat
melihat eratnya hubungan antara tindakan pemecahan masalah,
terutama yang berkaitan dengan refleksi diri, dan berpikir kritis.
Kekhususan matematika sebagai suatu domain, yang
sebagian besar berasal dari pentingnya penalaran berdasarkan
argumen logis, memberikan pemikiran kritis dalam matematika
dengan beberapa ciri khas. Namun, jika kita menganggap berpikir
kritis sebagai kompetensi yang lebih umum, yang bertujuan untuk
membantu warga modern dalam pengambilan keputusan sehari-
hari, kita perlu mempertimbangkan apakah berpikir kritis dalam
matematika mungkin dilakukan tanpa mengikuti pendekatan
interdisipliner atau pendekatan berdasarkan Realistis.
Matematika merupakan mata pelajaran yang penting dalam
pendidikan, paradigma dalam pembelajaran matematika
berdampak pada penekanan pada perubahan proses
pembelajaran. Mempelajari matematika itu penting karena dalam
kehidupan sehari-hari kita tidak lepas dari matematika.
Matematika juga mampu mengembangkan kesadaran akan nilai-
nilai esensial (Tiong Seah, 2019). Berdasarkan beberapa pendapat

107
tersebut menunjukkan pentingnya matematika dalam kehidupan
sehari-hari, dan tidak dapat dipungkiri bahwa banyak ilmu-ilmu
lain yang berkembang dengan bantuan matematika, seperti
teknologi dan fisika. Selain itu, salah satu tujuan pembelajaran
matematika terutama untuk membantu siswa memecahkan
masalah matematika yang kompleks.
Permasalahan yang dihadapi seseorang akan semakin
kompleks seiring dengan berkembangnya usia dan lingkungan
sosial. Untuk dapat bertahan hidup, seseorang perlu memiliki
kemampuan berpikir kritis. Berpikir kritis adalah proses membuat
keputusan yang masuk akal. Berpikir kritis dalam matematika
adalah kemampuan dan disposisi yang melibatkan pengetahuan
sebelumnya, penalaran matematis, dan menggunakan strategi
kognitif dalam menggeneralisasi, membuktikan, atau
mengevaluasi situasi matematika yang kurang diketahui dengan
cara reflektif (Çelik & Özdemir, 2020).
Facione (P. A. Facione, 1990) mengungkapkan empat
indikator utama kemampuan berpikir kritis matematis, yaitu
interpretasi, analisis, evaluasi, dan inferensi. Indikator-indikator
tersebut dapat dilihat pada Gambar berikut ini.

Gambar 5.1 Indikator kemampuan berpikir kritis matematis

108
Gambar 5.1 menunjukkan empat indikator kemampuan
berpikir kritis matematis. Pertama, Interpretasi: memahami
permasalahan yang diangkat dengan menuliskan pertanyaan yang
diketahui atau diajukan secara benar. Kedua, Analisis:
mengidentifikasi hubungan antara pernyataan dan konsep yang
diberikan dalam permasalahan yang ditunjukkan dengan
membuat model matematika dan memberikan penjelasan dengan
benar. Ketiga, Evaluasi: menggunakan strategi yang tepat dalam
menyelesaikan masalah, lengkap dan benar dalam melakukan
perhitungan. Keempat, Inferensi: membuat simpulan.
F. Langkah-Langkah Berpikir Kritis
Matematika membutuhkan penalaran logis, pemecahan
masalah, dan pemikiran abstrak Ketika siswa memikirkan tentang
berpikir kritis dalam matematika, siswa fokus pada (a)
memecahkan masalah melalui pemikiran logis. Siswa belajar
bagaimana memecah masalah yang kompleks, menganalisis
bagian-bagian yang berbeda, dan memahami bagaimana masalah-
masalah tersebut cocok satu sama lain secara logis; (b)
mengidentifikasi pola dan membuat koneksi. Siswa belajar
bagaimana mengidentifikasi pola-pola di berbagai konsep
matematika, membuat hubungan antara topik-topik yang
tampaknya tidak berhubungan, dan mengembangkan pemahaman
yang lebih mendalam tentang cara kerja matematika; (c)
mengevaluasi dan membandingkan solusi. Siswa belajar
mengevaluasi solusi mana yang terbaik untuk masalah tertentu
dan mengidentifikasi kelemahan dalam alasan mereka atau alasan
orang lain ketika melihat solusi yang berbeda.
Berpikir kritis sangat penting bagi siswa untuk
mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang konsep
matematika, keterampilan memecahkan masalah, dan
kemampuan yang lebih kuat untuk bernalar secara logis. Saat Anda
mempelajari cara mendorong pemikiran kritis dalam matematika,
Anda menyiapkan siswa Anda untuk sukses tidak hanya dalam

109
mata pelajaran matematika tingkat lanjut yang akan mereka temui,
tetapi juga dalam kehidupan.
Berpikir kritis berarti mengikuti serangkaian langkah dan
penalaran logis yang jelas. Untuk memecahkan masalah berpikir
kritis, guru matematika hendaknya mencontohkan cara
berpikirnya ketika memecahkan suatu masalah. Siswa dapat
menginternalisasikan serangkaian pertanyaan untuk ditanyakan
yang akan membantu mereka memikirkan jalan menuju solusi.
Proses berpikir kritis mencegah pikiran kita langsung
mengambil kesimpulan. Sebaliknya, hal ini memandu pikiran
melalui langkah-langkah logis yang cenderung memperluas
jangkauan perspektif, menerima temuan, mengesampingkan bias
pribadi, dan mempertimbangkan kemungkinan-kemungkinan
yang masuk akal. Hal ini dapat dicapai melalui enam langkah: (1)
pengetahuan (knowledge), (2) pemahaman (comprehension), (3)
penerapan (application), (4) analisis (analyze), (5) sintesis
(synthesis), dan (6) tindakan (take action). Di bawah ini adalah
penjelasan singkat setiap langkah dan cara menerapkannya
(Elmansy, 2016).

Gambar 5.2 Langkah berpikir kritis

110
Guru dapat mengembangkan teknik berbeda untuk
mengatasi masalah transfer yang sedikit berbeda. Dia mencatat
bahwa di kelas matematika dan sains, siswa sering kali belajar
memecahkan masalah standar melalui serangkaian prosedur yang
tetap dan berurutan. Hal ini berarti siswa akan kebingungan ketika
dihadapkan pada soal yang memerlukan sedikit revisi langkah-
langkahnya, meskipun tujuan dari langkah-langkah tersebut sama.
Misalnya, seorang siswa mungkin mempelajari metode untuk
menyelesaikan soal cerita yang melibatkan pekerjaan seperti
“Ridwan dapat mengecat sebuah rumah dalam waktu 14 jam, dan
Soleh dapat menyelesaikannya dalam waktu 8 jam. Berapa lama
waktu yang mereka perlukan untuk mengecat satu rumah, dengan
bekerja sama?” Seorang siswa yang mempelajari serangkaian
langkah untuk memecahkan masalah semacam itu sering kali
dihadapkan pada perubahan kecil dimana pemilik rumah telah
mengecat seperempat rumahnya sebelum mempekerjakan
Ridwan dan Soleh.
Perihal ini akan menunjukkan bahwa pengetahuan siswa
akan lebih fleksibel jika siswa diajarkan untuk memberi label pada
sub-langkah solusi dengan tujuan yang dilayaninya. Misalnya,
permasalahan pekerjaan biasanya diselesaikan dengan
menghitung berapa banyak pekerjaan yang dapat dilakukan setiap
pekerja dalam satu jam. Jika, selama pembelajaran, langkah
tersebut diberi label sehingga siswa memahami bahwa
perhitungan tersebut adalah bagian dari mencari solusi, mereka
akan mengetahui cara menyelesaikan soal ketika sebagian rumah
akan dicat.
G. Penyelarasan Berpikir Kritis Matematis
Keterampilan berpikir kritis matematis merupakan suatu
proses berpikir secara sistematis untuk mengembangkan
pemikiran logis dan kritis terhadap permasalahan matematika,
yang menjadi ciri dan tuntutan pembelajaran di abad ke-21.
Terdapat 5 jenis utama pemikiran matematika yang didasarkan

111
pada lima bidang utama (1) representasi, (2) penalaran dan
pembuktian, (3) komunikasi, (4) pemecahan masalah, dan (5)
koneksi (Scusa, 2008). Semua siswa mempunyai kemampuan
untuk meningkatkan dan memperluas pemikiran kritisnya ketika
belajar matematika. Ketika siswa memikirkan tentang berpikir
kritis dalam matematika, saya fokus pada: memecahkan masalah
melalui pemikiran logis; siswa belajar bagaimana memecah
masalah yang kompleks; menganalisis bagian-bagian yang
berbeda; dan memahami bagaimana masalah-masalah tersebut
cocok satu sama lain secara logis.
Berpikir kritis dalam matematika mengacu pada proses dan
kemampuan yang digunakan untuk memahami konsep,
menerapkan, mensintesis, dan mengevaluasi informasi yang
dihasilkan dalam konteks matematika (Dolapcioglu & Doğanay,
2022). Ini adalah keterampilan berpikir tingkat tinggi dan
berperan dalam berbagai aspek seperti pertumbuhan spiritual,
kemajuan sosial, pertumbuhan perilaku, perkembangan kognitif,
dan kemajuan ilmiah. Dalam matematika, berpikir kritis
melibatkan pembangunan ide-ide matematika melalui penjelasan,
pertanyaan, dan pengorganisasian, menggunakan pemahaman
matematika untuk menghasilkan ide-ide baru, memberikan alasan
atau penilaian, dan melakukan cara-cara untuk memecahkan
masalah matematika. Penekanan pada penalaran, logika, dan
validitas dalam pendidikan matematika dapat meningkatkan
kemampuan berpikir kritis siswa. Strategi pembelajaran yang
melibatkan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran,
memusatkan perhatian pada proses pembelajaran, dan
menggunakan teknik penilaian yang memberikan tantangan
intelektual juga dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis
dalam matematika.
Stenberg (1986) mengidentifikasi konstruk berpikir kritis
sebagai lensa untuk memperoleh wawasan yang lebih mendalam
tentang pemikiran matematis anak. Menurut Sternberg, berpikir

112
kritis mencakup “proses mental, strategi, dan representasi yang
digunakan orang untuk memecahkan masalah, membuat
keputusan, dan mempelajari konsep baru”. Selain itu, berpikir
kritis juga mencakup membangun pengetahuan, membandingkan
dan mengidentifikasi perbedaan, mendukung gagasan dengan
alasan dan contoh serta mempertimbangkan solusi alternatif
(Florea & Hurjui, 2015) (cited in Monteleone et al., 2023).
Meskipun pemikiran matematis dan pemikiran kritis
memiliki kesamaan yang cukup besar, keduanya berbeda pada
tingkat detailnya. Keselarasan antara berpikir matematis dan
berpikir kritis disajikan pada Tabel 5.2. Kolom tambahan berjudul
kemampuan berpikir kritis matematis memberikan detail fitur
tambahan yang dapat diamati dari penyelarasan ini.
Tabel 5.2 Penyelarasan berpikir kritis matematis
Ciri-ciri
berpikir Matematis
Kemampuan
berpikir kritis
Kemampuan
berpikir kritis
matematis
Menghubungkan
prosedur/mencatat
hubungan
Menghasilkan dan
mengevaluasi
pengetahuan;
Terapkan
ide-ide baru ke
dalam konteks
tertentu
Menggunakan
pemahaman
matematika dan
lainnya untuk
menghasilkan,
mengevaluasi,
menghubungkan
dan menciptakan
ide-ide baru
Mengatasi masalah
kompleks dengan
cara baru
Carilah
kemungkinan;
Pertimbangkan
alternatifnya;
Imajinasi. Inovatis,
tes
Mengidentifikasi
dan melakukan
banyak cara untuk
menyelesaikan
masalah
matematika
Pemikiran

Alasan; Logika Memberikan alasan
atau
penilaian
masuk akal Memperjelas konsep
dan ide;
Menggunakan
strategi

113
Menganalisis;
Membandingkan
Menafsirkan;
Urutan;
Menyamaratakan
matematis untuk
membuktikan
bahwa
jawabannya
mungkin
Mengevaluasi Gunakan bukti
untuk mendukung
argumen; Menarik
kesimpulan
yang masuk akal;
Evaluasi
Mengevaluasi diri
sendiri,
menggunakan
bukti dan
penalaran
matematis
Mempertimbangkan
metode/strategi/solusi
alternatif lain
Menyelesaikan
masalah;
Kecerdasan;
Menganalisis;
Membandingkan
Mengidentifikasi
dan
melakukan banyak
cara untuk
memecahkan
masalah
Menjelaskan solusi/
Klarifikasi solusi/
Elaborasi ide
Keterampilan
berpikir
dan strategi;
Menjelaskan;
Pertanyaan;
Menyimpulkan;
Berhipotesis;
Menilai
Membangun ide
melalui
penjelasan,
pertanyaan,
kesimpulan,
hipotesis, dan
penilaian

Dalam Pendidikan Matematika Realistis peran konteks
menjadi penting, sehingga mengarahkan pendidik untuk
merancang tugas-tugas otentik, yang dianggap sangat mirip
dengan situasi kehidupan nyata. Pada saat yang sama, keterlibatan
siswa dalam tugas-tugas otentik mungkin tidak selalu cukup untuk
memperoleh penalaran dan pemahaman siswa. Banyak siswa
tampaknya sangat terpengaruh oleh kontrak didaktis yang
dominan di kelas matematika. dan hal ini mempengaruhi
keputusan mereka dan mengarahkan mereka pada metode
penyelesaian yang dangkal dan penyelesaian yang 'tidak realistis'
dengan kata lain, menghentikan pemikiran kritis. Oleh karena itu,
pendekatan matematika realistik

114
saja tidak cukup untuk menjamin berpikir kritis di kalangan siswa.
Kedekatan antara berpikir kritis dan penalaran matematis
mungkin menyarankan cara lain untuk memasukkan berpikir
kritis dalam pengajaran matematika, yaitu dengan menerapkan
pendekatan pengajaran berdasarkan pemahaman, berlawanan
dengan pendekatan yang berfokus pada hafalan fakta, aturan, dan
prosedur. Hal ini dimungkinkan, seperti yang kami sebutkan
sebelumnya, dengan menerapkan pendekatan inkuiri dalam
pengajaran matematika.
Ada dua permasalahan yang perlu disebutkan pada saat ini.
Yang pertama adalah apakah pendekatan inkuiri mengarah pada
pembentukan berpikir kritis di kalangan siswa dalam matematika
dan yang kedua adalah apakah guru mampu menerapkan
pendekatan tersebut di kelas matematika mereka. Mengenai isu
pertama, jika kita menerima bahwa berpikir kritis tidak hanya
mengandung keterampilan, tetapi juga disposisi, maka masuk akal
untuk berasumsi bahwa penerapan pendekatan pengajaran inkuiri
dalam jangka waktu lama, dapat mempengaruhi disposisi siswa
dalam cara berpikir dan bertindak. dalam matematika. Mengenai
masalah kedua, kita telah melihat contoh keberhasilan penerapan
inkuiri dalam matematika oleh para guru (Prendergast et al., 2014;
Weisenburgh-Snyder et al., 2015) namun kita juga telah melihat
contoh kurangnya pengetahuan guru tentang apa yang dimaksud
dengan berpikir kritis dalam matematika yang pada gilirannya
menghasilkan penerapan pendekatan berpikir kritis yang dangkal
di kelas (Ridwan et al., 2022).

115






BAB 6 | PERAN PERTANYAAN DALAM
BERPIKIR KRITIS

Mengajukan pertanyaan yang baik adalah bagian penting
dari berpikir kritis. Dengan mengumpulkan lebih banyak
informasi, memperjelas pemikiran Anda, menantang asumsi, dan
merangsang kreativitas, Anda dapat menjadi pemikir kritis yang
lebih efektif dan menemukan solusi yang lebih baik terhadap
masalah. Pertanyaan merangsang diskusi dan berpikir kreatif dan
kritis, serta menentukan cara berpikir siswa. Pertanyaan
membantu siswa mengingat materi dengan mengungkapkan
pemikiran yang tidak terartikulasikan ke dalam kata-kata.
Pertanyaan dapat mengulas, menyatakan kembali,
menekankan, dan/atau merangkum apa yang penting. Pertanyaan
merangsang diskusi dan berpikir kreatif dan kritis, serta
menentukan cara berpikir siswa. Tujuan bertanya adalah untuk
mendorong pembelajaran dan men gembangkan pemikiran.
Dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang semakin
menantang, kita dapat mencontohkan pemikiran yang lebih

116
kompleks dan mengarahkan siswa untuk menjadi pemikir yang
mandiri, atau mengembangkan perspektif mereka sendiri.
Jadi bagaimana kita dapat meningkatkan keterampilan
berpikir kritis kita? Jika anda adalah siswa, maka salah satu cara
yang paling efektif adalah dengan berlatih bertanya. Ketika Anda
menemukan informasi baru, Anda harus bertanya pada diri
sendiri: Apa sumber informasi ini dan apa bukti yang
mendukungnya? Apa potensi bias atau keterbatasan informasi ini?
Mengajukan pertanyaan-pertanyaan ini memungkinkan Anda
menilai kebenaran dan keandalan informasi yang Anda terima.
A. Berpikir Kritis: Seni Bertanya Socrates
Bertanya berarti penggunaan pertanyaan dan petunjuk lain
yang ditawarkan kepada siswa untuk membantu mereka
melepaskan diri atau mengarahkan perhatian mereka ke cara yang
berpotensi berguna sehingga mereka membuat kemajuan
matematika. Pada kenyataannya, pengajaran matematika
terutama dari menanggapi pertanyaan-pertanyaan matematika
yang diajukan baik oleh teks atau guru. Dukungan terhadap cara
merespons berasal dari contoh-contoh dan eksposisi yang
dikerjakan dalam teks serta dari pertanyaan dan eksposisi yang
dilakukan guru. Namun apakah sesuatu yang dikatakan atau ditulis
benar-benar merupakan pertanyaan asli atau pertanyaan yang
menyamar sebagai instruksi tidak selalu mudah untuk dibedakan.
Lebih jauh lagi, tanggapan siswa terhadap pertanyaan-pertanyaan
yang tampak bisa jadi berupa pertanyaan, bukan jawaban.
Bagaimana siswa dapat diajar berpikir? Sebuah langkah
awal mungkin guru memimpin pemikiran melalui penggunaan
pertanyaan seperti yang dimodelkan Socrates bertahun-tahun
yang lalu. Langkah pertama dalam mengajukan pertanyaan yang
lebih baik adalah mengidentifikasi jenis pertanyaan yang saat ini
kita ajukan, mengapa kita menanyakannya, dan terakhir teknik apa
yang dapat kita gunakan untuk meningkatkan pertanyaan yang

117
terjadi di kelas kita (Smith & Szymanski, 2013). Teknik berpikir
kritis mengharuskan siswa untuk terlibat dalam keterampilan
berpikir tingkat tinggi seperti mengevaluasi dan menganalisis,
bukan sekadar mengingat informasi.
Dalam dua dekade terakhir para peneliti (Paul & Elder,
2008) telah memperkenalkan konsep pertanyaan Socrates dan
hubungannya dengan pemikiran kritis. Mereka menjelaskan
bagaimana pemahaman konsep yang tertanam dalam pemikiran
kritis secara alami menghasilkan pertanyaan. Misalnya, seorang
pemikir yang memahami unsur -unsur pemikiran kritis
mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang menyelidiki bagian-
bagian pemikiran.
Seorang pemikir kritis yang memahami peran standar
intelektual dalam disiplin penalaran akan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang menargetkan penilaian pemikiran
kirits. Seorang pemikir kritis (guru) yang memahami kebutuhan
siswa untuk menghubungkan pembelajaran dengan pengalaman
hidup mereka memberikan banyak contoh pertanyaan yang dapat
digunakan sehari-hari untuk mendorong keterlibatan siswa.
Paul dan Elder (2008) membedakan tiga kategori umum
pertanyaan Socrates yaitu spontan, eksploratif, dan terfokus.
Masing-masing cara bertanya ini mewakili orientasi yang dapat
diterapkan dalam mengembangkan pemikiran kritis siswa.
Ketiganya memerlukan keterampilan dalam bertanya. Ketiganya
mengharuskan instruktur untuk memilih dari beragam gerakan
intelektual. Ketiganya memerlukan pertimbangan dalam
menentukan kapan harus menanyakan jenis pertanyaan yang
mana. Tentu saja, pada waktu tertentu, tidak ada satu pertanyaan
yang terbaik, yang ada hanyalah pertanyaan yang lebih baik atau
lebih buruk.

118
1) Spontan atau tidak terencana
Kunci sukses di sini adalah memasuki atau mengadopsi
semangat Socrates; ini terjadi ketika seseorang menjadi benar-
benar ingin tahu, benar-benar bertanya-tanya apa yang dipikirkan
dan tidak dipikirkan siswa. Ketika rasa ingin tahu sudah muncul,
akan ada banyak kesempatan untuk secara spontan mengajukan
pertanyaan kepada siswa yang menyelidiki pemikiran mereka dan
banyak kesempatan untuk mempertanyakan apa yang terjadi
dalam pikiran mereka. Semangat Socrates ingin mereka
memperhatikan standar intelektual, apakah yang mereka anggap
benar atau salah, logis atau tidak logis, masuk akal atau tidak
masuk akal.
Jika seorang siswa mengatakan bahwa suatu sudut tertentu
akan sama dengan sudut lain pada bangun geometri, siswa
mungkin secara spontan mempertanyakan bagaimana siswa dapat
membuktikan atau menyangkal pernyataan ini. Jika seorang siswa
berkata, “Orang Amerika menyukai kebebasan,” instruktur
mungkin secara spontan bertanya-tanya apa maksud dari
pernyataan tersebut. (Apakah itu berarti orang Amerika lebih
mencintai kebebasan dibandingkan orang lain atau mereka tinggal
di negara bebas?
Apa artinya tinggal di negara bebas? Apakah “kebebasan”
memiliki arti yang sama bagi semua orang Amerika?) Jika seorang
mahasiswa sains mengatakan bahwa sebagian besar ruang kosong,
seseorang mungkin secara spontan mengajukan pertanyaan
tentang apa maksudnya; bagaimanamungkin, bersama-sama,
menemukan jawabannya?
Diskusi spontan semacam itu memberikan model
mendengarkan secara kritis serta mengeksplorasi keyakinan yang
diungkapkan. Jika sesuatu yang dikatakan tampaknya dapat
dipertanyakan, menyesatkan, atau salah, pertanyaan Socrates
menyediakan cara untuk membantu siswa mengoreksi diri sendiri,

119
daripada mengandalkan koreksi dari instruktur. Diskusi Socrates
yang spontan terbukti sangat berguna ketika siswa menjadi
tertarik pada suatu topik; ketika mereka mengangkat suatu isu
penting; ketika mereka berada di ambang pemahaman atau
integrasi wawasan baru; atau ketika diskusi menjadi macet,
membingungkan, atau bermusuhan. Pertanyaan Socrates
memberikan gerakan spesifik yang dapat memanfaatkan minat
siswa. Ini dapat membantu instruktur secara efektif melakukan
pendekatan masalah yang penting. Hal ini dapat membantu dalam
mengintegrasikan dan memperluas wawasan, memajukan diskusi
yang bermasalah, memperjelas atau memilah apa yang tampak
membingungkan, dan meredakan frustrasi atau kemarahan.
Meskipun secara definisi tidak ada perencanaan awal untuk
diskusi spontan tertentu, menjadi akrab dan nyaman dengan
pertanyaan umum Socrates, mengembangkan seni menyelidiki
dengan pertanyaan lanjutan, dan merespons dengan cara yang
mendorong dan membantu, semuanya membantu persiapan.
Pertimbangkan “gerakan” potensial berikut:
a) Mintalah contoh mengenai pendapat siswa atau tentang
pendapat Anda yang telah membuat;
b) Mintalah bukti atau alasan suatu posisi;
c) Usulkan satu atau dua contoh tandingan;
d) Tanyakan kepada kelompok, apakah mereka setuju
(apakah semua orang setuju dengan point ini? Apakah Anda
tidak setuju?
e) Berikan contoh – contoh yang parallel satau serupa;
f) Memberikan analogi yang menjelaskan posisi tertentu;
g) Mintalah paraphrase dari pandangan yang berlawanan;
h) Ulangi tanggapan siswa dengan jelas dan akurat.
Singkatnya, ketika mentor mulai semakin bertanya-tanya
tentang makna dan kebenaran, dan berpikir keras di depan siswa
melalui pertanyaan, pertukaran Socrates akan terjadi pada banyak
momen yang tidak direncanakan selama pengajaran. Namun,

120
selain pertanyaan-pertanyaan yang tidak direncanakan ini,
seseorang juga dapat merancang atau merencanakan setidaknya
dua jenis diskusi Socrates yang berbeda: diskusi yang sangat
beragam dan diskusi yang berfokus pada satu isu tertentu.
Pertimbangkan dua cara bertanya ini sekarang, dimulai dengan
cara “eksplorasi”.
2) Eksploratif atau penyelidikan
Apa yang kita sebut dengan pertanyaan Socrates eksploratif
cocok untuk mengetahui apa yang diketahui atau dipikirkan siswa
tentang berbagai persoalan. Misalnya, dapat digunakan untuk
menilai pemikiran siswa terhadap suatu mata pelajaran di awal
semester atau satuan. Hal ini dapat digunakan untuk
mengeksplorasi nilai-nilai siswa atau untuk mengungkap area
permasalahan atau potensi bias. Hal ini dapat digunakan untuk
mengidentifikasi mana siswa yang jernih dan mana yang
pemikirannya kabur.
Instruktur dapat menggunakan pertanyaan eksploratif
Socrates untuk menemukan bidang atau isu yang menarik atau
kontroversi atau untuk mengetahui di mana dan bagaimana siswa
telah mengintegrasikan materi akademis ke dalam pemikiran
mereka (dan ke dalam perilaku mereka). Hal ini juga berguna
dalam memperkenalkan suatu mata pelajaran, mempersiapkan
siswa untuk analisis suatu topik nanti, atau meninjau ide-ide
penting sebelum siswa mengerjakan tes. Pertanyaan ini dapat
membantu menentukan apa yang telah dipelajari siswa dari
pembelajaran mereka terhadap suatu unit atau topik atau sebagai
panduan untuk tugas di masa depan. Setelah dialog eksplorasi,
siswa dapat mengambil isu yang diangkat dalam diskusi dan
mengembangkan pandangan mereka sendiri mengenai isu
tersebut. Atau siswa mungkin diminta untuk membentuk
kelompok untuk mendiskusikan lebih lanjut masalah atau topik
tersebut.

121
Jenis pertanyaan Socrates ini mengangkat dan mengeksplorasi
berbagai isu dan konsep yang saling terkait, bukan hanya satu.
Namun, untuk mencapai kesuksesan terbesar, beberapa
perencanaan atau pemikiran awal akan sangat membantu.
Misalnya, seseorang dapat menyusun daftar pertanyaan yang
mungkin diajukan pada suatu saat dalam diskusi. Teknik persiapan
lainnya adalah dengan memprediksi tanggapan siswa yang paling
mungkin dan menyusun beberapa pertanyaan lanjutan. Ingat,
ketika pemikiran kritis siswa distimulasi, tidak ada prediksi pasti
ke mana arah diskusi. Penanya Socrates yang terampil harus
memastikan bahwa, ke mana pun diskusi berlangsung, diskusi
dilakukan dengan cara yang disiplin secara intelektual.
3) Terfokus
Seringkali pengajaran difokuskan pada topik tertentu, isu
spesifik, dan konten spesifik, yang semuanya merupakan bagian
dari kurikulum. Pada titik mana pun dalam kurikulum itu, seorang
guru matematika dapat menggunakan pertanyaan Sokrates yang
terfokus. Berikut beberapa kemungkinannya: menyelidiki suatu
isu atau konsep secara mendalam; memperjelas, mengurutkan,
menganalisis, dan mengevaluasi pemikiran dan perspektif;
membedakan yang diketahui dari yang tidak diketahui;
mensintesis faktor-faktor yang relevan; dan mengkonstruksi
pengetahuan.
Sungguh ironi yang menyedihkan bahwa jika masih ada
guru matematika yang tifak terfokus dan masih mengandalkan
hafalan dan mengingat fakta dasar untuk meningkatkan prestasi
siswa pada tes standar sebenarnya melakukan hal yang
berlawanan dengan apa yang menjadi konsen meningkatkan
keterampilan berpikir kritis sebagai pengajaran yang baik.
Meskipun sudah lama ada fokus pada keterampilan berpikir
tingkat tinggi (HOTS), namun hanya sedikit guru yang siap
mengajar dan menerapkan keterampilan berpikir tingkat tinggi
(Moore & Stanley, 2010). Hummel dan Huitt (1994) mencatat

122
bahwa banyak yang berasumsi bahwa berpikir kritis akan secara
otomatis berkembang seiring dengan diajarkannya disiplin ilmu
tertentu.
Diskusi Socrates yang terfokus secara intelektual
merangsang siswa untuk berpikir melalui berbagai perspektif.
Diskusi Socrates yang terfokus memberi siswa pengalaman dalam
terlibat dalam dialog yang diperluas, teratur, dan terintegrasi di
mana mereka menemukan, mengembangkan, dan berbagi ide dan
wawasan. Dalam diskusi Socrates pelaksanaannya memerlukan
instruktur untuk menjadi lebih terampil dari waktu ke waktu
dalam seni bertanya. Hal ini menuntut instruktur (guru) untuk
mengembangkan keakraban dengan berbagai macam gerakan
intelektual. Penanaman pemikiran kritis dapat ditingkatkan
dengan mengadaptasi mode orientasi yang spontan atau tidak
terencana, eksploratif, dan terfokus serta menerapkan mekanisme
formal pertanyaan Socrates dalam setiap pembelajaran.
B. Gaya Bertanya Socrates Mendorong Pemikiran Kritis
Pertanyaan Socrates “adalah metode bertanya sistematis
yang dapat digunakan untuk mengeksplorasi ide-ide kompleks,
untuk mendapatkan kebenaran dari segala sesuatu, untuk
membuka isu dan masalah, untuk mengungkap asumsi, untuk
menganalisis konsep, untuk membedakan apa yang kita ketahui
dari apa yang kita tidak tahu. 'tidak tahu, dan mengikuti implikasi
logis dari pemikiran” (Elder & Paul, 2010). Pertanyaan Socrates
paling sering digunakan dalam bentuk diskusi terjadwal tentang
materi yang ditugaskan, namun dapat digunakan setiap hari
dengan memasukkan proses bertanya ke dalam interaksi sehari-
hari Anda dengan siswa.
Dalam pengajarannya, Paul dan Elder (2007) memberikan
setidaknya dua tujuan mendasar dari pertanyaan Socrates: (1)
Untuk mengeksplorasi pemikiran siswa secara mendalam,
membantu siswa mulai membedakan apa yang mereka lakukan

123
dan tidak ketahui atau pahami, dan untuk mengembangkan
kerendahan hati intelektual dalam prosesnya. (2) Untuk
menumbuhkan kemampuan siswa dalam mengajukan pertanyaan
probing, membantu siswa memperoleh alat-alat dialog yang
ampuh, sehingga mereka dapat menggunakan alat-alat tersebut
dalam kehidupan sehari-hari (dalam mempertanyakan diri sendiri
dan orang lain).
Kami kemudian mengalihkan perhatian ke sebuah
pertanyaan penting: apa yang menurut siswa merupakan metode
dan pendekatan pengajaran yang paling membantu mereka belajar
berpikir kritis? Dua hal yang kami teliti secara rinci adalah (i)
bahwa berpikir kritis paling baik dialami sebagai proses
pembelajaran sosial, dan (ii) penting bagi guru untuk memberikan
contoh proses tersebut kepada siswa. Kami menyarankan
beberapa latihan spesifik (disajikan pada bab terakhir buku ini).
Tujuan pembahasan ini agar pembaca a tau guru dapat
menerapkan protokol berpikir kritis dan bahwa mereka akan
mampu merancang serangkaian kegiatan untuk membantu siswa
berpikir lebih kritis tentang ide dan tindakan.
C. Pertanyaan Kritis Mempromosikan Wacana Matematika
Pertanyaan berpikir kritis sebagai daftar besar untuk kelas
Anda. Guru dapat menanyakan “mengapa” mungkin merupakan
salah satu bagian terpenting dari berpikir kritis. Menjelajahi dan
memahami motivasi membantu mengembangkan empati dan
memahami situasi sulit. Berikut ini disajikan daftar pertanyaan
menurut Socrates berdasarkan tujuannya.
1) Membantu siswa bekerja sama untuk memahami
matematika:
a) Apa kamu setuju?
b) Apakah Anda tidak setuju?
c) Maukah Anda bertanya kepada seluruh kelas
pertanyaan itu?

124
d) Bisakah Anda membagikan metode Anda
e) Bisakah Anda meyakinkan kami bahwa jawaban Anda
masuk akal?
f) Apa pendapat orang lain tentang apa yang (siswa)
katakan?
g) Dapatkah seseorang menceritakan kembali atau
menyatakan kembali penjelasan [siswa]?
h) Apakah Anda bekerja sama? Dengan cara apa?
i) Adakah yang ingin menambahkan apa yang telah
dikatakan?
j) Sudahkah Anda mendiskusikan hal ini dengan
kelompok Anda?
k) Adakah yang mendapat jawaban berbeda?
l) Kemana Anda akan mencari bantuan?
m) Apakah setiap orang mendapat kesempatan yang adil
untuk berbicara, menggunakan manipulatif, atau
menjadi perekam?
n) Bagaimana Anda bisa membantu siswa lain tanpa
memberi tahu mereka jawabannya?

2) Membantu siswa mengandalkan lebih pada diri mereka
sendiri untuk menentukan apakah ada sesuatu benar
secara matematis:
a) Apakah ini jawaban yang masuk akal?
b) Mengapa menurut Anda demikian? Mengapa hal
tersebut benar?
c) Bisakah Anda menggambar atau membuat model untuk
menunjukkan itu?
d) Bagaimana Anda mencapai kesimpulan tersebut?
e) Adakah yang ingin merevisi jawabannya?
f) Bagaimana Anda yakin jawaban Anda benar?
g) Bagian mana dari apa yang dia katakan yang Anda tidak
memahami?
h) Bisakah Anda meyakinkan kami semua tentang hal itu
jawabanmu masuk akal?

125
i) Adakah yang bisa menceritakan kembali atau
menyatakan kembali penjelasan [siswa]?
j) Apakah Anda bekerja sama? Dengan cara apa?
k) Adakah yang ingin menambahkan apa yang telah
dikatakan?
l) Sudahkah Anda mendiskusikan hal ini dengan
kelompok Anda?
m) Adakah yang mendapat jawaban berbeda?
n) Kemana Anda akan mencari bantuan?
o) Apakah setiap orang mendapat kesempatan yang adil
untuk berbicara, menggunakan manipulatif, atau
menjadi perekam?
p) Bagaimana Anda bisa membantu siswa lain tanpa
memberi tahu mereka jawabannya?

3) Membantu siswa belajar alasan secara matematis:
a) Bagaimana Anda mulai memikirkannya masalah ini?
b) Apa cara lain yang bisa Anda lakukan selesaikan
masalah ini?
c) Bisakah Anda menjelaskan bagaimana jawaban Anda
berbeda dari atau sama dengan jawaban [siswa]?
d) Mari kita selesaikan masalahnya menjadi beberapa
bagian. Apa yang akan menjadi bagian-bagiannya?
e) Bisakah Anda menjelaskan hal ini bagian yang lebih
spesifik?
f) Apakah itu selalu berhasil?
g) Dapatkah Anda memikirkan sebuah kasus di mana itu
tidak akan berhasil?
h) Bagaimana Anda mengatur informasi? Pemikiranmu?

4) Membantu siswa dalam memahami masalah:
a) Tentang apa masalah ini?
b) Apa yang bisa Anda ceritakan tentang hal itu?
c) Apakah Anda perlu menentukan atau menetapkan
batasan

126
d) untuk masalahnya?
e) Bagaimana Anda menafsirkannya?
f) Bisakah Anda mengubahnya menjadi lebih sederhana
g) ketentuan?
h) Apakah ada sesuatu yang bisa terjadi
i) dihilangkan atau hilang?
j) Bisakah Anda menjelaskan apa itu
k) masalahnya bertanya?
l) Asumsi apa yang Anda miliki
m) untuk membuat?
n) Apa yang kamu ketahui tentang bagian ini?
o) Kata mana yang paling banyak
p) penting? Mengapa?

5) Membantu siswa mengevaluasi proses mereka sendiri dan
terlibat secara produktif:
a) Apa yang perlu Anda lakukan selanjutnya?
b) Apa yang telah kamu capai?
c) Apa kekuatan dan kelemahan Anda?
d) Apakah partisipasi kelompok Anda tepat dan
bermanfaat?

6) Membantu siswa belajar menduga, menemukan, dan
memecahkan masalah:
a) Apa yang akan terjadi jika ___?
b) Apakah Anda melihat pola?
c) Apa saja kemungkinannya di sini?
d) Di mana Anda dapat menemukan informasinya kamu
butuhkan?
e) Bagaimana Anda memeriksa langkah Anda atau
Jawaban Anda?
f) Apa yang tidak berhasil?
g) Bagaimana metode solusi Anda sama sebagai atau
berbeda dari metode [siswa]?

127
h) Selain menelusuri kembali langkah Anda, caranya
dapatkah Anda menentukan apakah jawaban Anda
benar sesuai?
i) Bagaimana Anda mengatur informasinya?
j) Apakah Anda punya catatan?
k) Bagaimana Anda bisa menyelesaikannya dengan
menggunakan tabel, daftar, gambar, diagram, dll?
l) Apa yang sudah kamu coba? Langkah apa yang
dilakukan Anda mengambil?
m) Bagaimana tampilannya jika Anda menggunakan ini
model atau bahan ini?
n) Bagaimana Anda menggambar diagram atau membuat
sketsa untuk menyelesaikan soal tersebut?
o) Apakah ada kemungkinan jawaban lain?
p) Jika ya, jelaskan.
q) Apakah ada cara lain untuk menyelesaikan masalah
tersebut?
r) Apakah ada model lain yang bisa Anda gunakan
menyelesaikan masalah?
s) Apakah ada hal yang Anda abaikan?
t) Bagaimana pendapat Anda tentang masalahnya?
u) Apa perkiraan atau prediksi Anda?
v) Seberapa yakin Anda dengan jawaban Anda?
w) Apa lagi yang ingin Anda ketahui?
x) Menurut Anda apa yang akan terjadi selanjutnya?
y) Apakah solusinya masuk akal? isi?
z) Apakah Anda punya strategi? Jelaskan itu.

7) Membantu siswa belajar menghubungkan matematika, ide-
idenya, dan penerapannya:
a) Apa hubungan antara ___dan ___?
b) Pernahkah kita memecahkan masalah seperti ini
sebelum?
c) Apa kegunaan matematika yang Anda temukan di
koran tadi malam?

128
d) Apa yang sama?
e) Apa perbedaannya?
f) Apakah Anda menggunakan keterampilan atau
membangun konsep itu belum tentu matematis?
g) Keterampilan atau konsep apa yang Anda gunakan?
h) Ide apa yang telah kita gali sebelumnya yang berguna
dalam memecahkan masalah ini?
i) Apakah ada polanya?
j) Di mana lagi strategi ini berguna?
k) Apa hubungannya dengan ___?
l) Apakah ada aturan umum?
m) Apakah ada situasi kehidupan nyata di mana hal ini
terjadi bisa digunakan?
n) Bagaimana metode Anda bekerja masalah lain?
o) Masalah apa lagi yang tampaknya terjadi menuju ke?

8) Bantulah siswa untuk bertahan (tekun):
a) Sudahkah Anda mencoba menebak?
b) Apa lagi yang sudah Anda coba?
c) Akankah metode lain berfungsi sebagai baik atau lebih
baik?
d) Apakah ada cara lain untuk menggambar, jelaskan, atau
katakan itu?
e) Beri saya masalah terkait lainnya. Apakah ada masalah
yang lebih mudah?
f) Bagaimana Anda menjelaskan apa yang Anda ketahui
sekarang?

9) Membantu siswa fokus pada kegiatan matematika:
a) Satu hal apa yang Anda pelajari (atau dua, atau lebih)?
b) Apakah Anda memperhatikan adanya pola? Jika ya,
jelaskanlah.
c) Topik matematika apa yang digunakan dalam
penyelidikan ini?
d) Apa ide matematikanya dalam masalah ini?

129
e) Apa yang berbeda secara matematis tentang dua situasi
ini?
f) Apa saja variabel dalam masalah ini?
g) Apa yang tetap konstan?
Ketika siswa menggunakan berpikir kritis dalam
matematika, mereka tidak hanya mengetahui cara memecahkan
suatu masalah, namun mereka juga memahami mengapa solusi
tersebut berhasil. Demikian pula siswa menggunakan berpikir
kritis ketika menentukan strategi terbaik dalam memecahkan
suatu masalah.
D. Apa manfaat bertanya dalam matematika?
Kami menyadari bahwa memulai pelajaran matematika
dengan pertanyaan, masalah, atau Tugas akan memberi anak-anak
kemampuan untuk menggali lebih dalam pengetahuan mereka dan
secara aktif menggunakan apa yang sudah mereka ketahui. Ini
memberi mereka kesempatan untuk membuat koneksi dan
transisi dengan lancar ke konsep-konsep baru.
Mengapa pertanyaan yang efektif merupakan sebuah seni?
Karena butuh waktu, latihan, dan banyak refleksi. Berdasarkan
pengalaman kami, mengajukan pertanyaan yang tepat di kelas
matematika dasar membantu kami memahami apa yang siswa
kami ketahui, tidak ketahui, dan perlu ketahui. Bertanya
memungkinkan kami mengidentifikasi pelajar yang kesulitan
memahami konsep tertentu, dan pelajar yang memiliki
keterampilan belajar lebih tinggi. Selain itu, ini merupakan alat
penilaian yang penting, dan memungkinkan kami
mengembangkan peserta didik dengan lebih baik, terlepas dari
kondisi atau tingkat pencapaian mereka saat ini.
Sebagai guru kelas, kita semua memahami pentingnya
menyediakan kerangka kerja bagi siswa untuk bekerja.
Pertanyaan-pertanyaan yang kami ajukan dan penilaian efektif
yang kami berikan dapat membantu membentuk sebuah kanvas di

130
mana mereka dapat mengekspresikan, mengeksplorasi dan
memperdalam pengetahuan mereka. Bagi kami, pentingnya
bertanya muncul setelah kami menyadari perlunya mengungkap
cara mempelajari apa yang diketahui anak-anak sepanjang
pembelajaran — bukan hanya di awal. Mengajukan pertanyaan
terbuka memberikan wawasan yang kami cari.
Kami menyadari bahwa memulai pelajaran matematika
dengan sebuah pertanyaan, masalah, atau Tugas Jangkar memberi
anak-anak kemampuan untuk menggali lebih dalam simpanan
pengetahuan mereka dan secara aktif menggunakan apa yang telah
mereka ketahui. Ini memberi mereka kesempatan untuk membuat
koneksi dan transisi dengan lancar ke konsep-konsep baru.
Mari kita mulai dengan sebuah contoh. Saya bisa bertanya
kepada murid-murid saya, 'Berapakah 5 × 5?' Kebanyakan dari
mereka akan menjawab bahwa jawabannya adalah 25. Dari sini,
saya dapat berasumsi bahwa mereka mengetahui tabel perkalian
lima mereka. Namun , saya dapat membangun dan
mengembangkannya: 'Ceritakan semua yang Anda ketahui tentang
5 × 5.' Ini adalah pertanyaan terbuka - tidak ada jawaban tunggal,
dan apa yang akan terjadi selanjutnya sepenuhnya terserah
mereka. Dari situ saya dapat menerima berbagai macam jawaban
termasuk ‘5+5+5+5+5’ atau ‘25 : 5 = 5’.
Ceritakan semua yang Anda ketahui tentang 5 x 5





Gambar 6.1 Eksplorasi pertanyaan matematis

131
Kami menyadari bahwa pertanyaan terbuka semacam ini
memberi kami wawasan yang lebih baik mengenai perjalanan
belajar siswa kami. Kami lebih mampu mengidentifikasi siapa yang
siap mempelajari konsep berikutnya, siapa yang menghubungkan
pembelajaran sebelumnya, dan siapa yang perlu
mengkonsolidasikan pembelajaran mereka. Melalui satu
pertanyaan tersebut, kami mengetahui lebih banyak tentang titik
awal siswa kami dibandingkan jika kami memberikan mereka 10
atau 20 perhitungan hafalan.
E. Kapan Harus Bertanya dan Bagaimana
Beberapa pertanyaan muncul secara alami sebelum
pembelajaran. Hal-hal inilah yang membantu kita memahami di
mana titik awal siswa – yang memahami konsep-konsep penting
dari tahun-tahun sebelumnya yang menginformasikan
pembelajaran yang akan kita coba.
Pertanyaan-pertanyaan lain hendaknya ditanyakan selama
pembelajaran kunci. Kami menemukan bahwa pertanyaan -
pertanyaan ini menunjukkan kepada kita seberapa dalam suatu
konsep tertanam, apakah siswa dapat menerapkan pembelajaran
dalam gambaran yang lebih besar, dan apakah keterampilan yang
mereka kembangkan telah dipahami dengan benar. Berdasarkan
pengalaman kami, pertanyaan semacam ini memberikan wawasan
berharga mengenai perkembangan kami sebagai praktisi reflektif
— kami terus-menerus menginterogasi praktik kami sendiri
sambil mengembangkan keterampilan dan kepercayaan diri
peserta didik kami.
Beberapa pertanyaan ditujukan untuk sidang pleno. Hal ini
dapat terjadi pada akhir pembelajaran, atau pertengahan
pembelajaran. Apa pun yang terjadi, tujuannya sama, yaitu untuk
menguji pemahaman siswa pada tahap tertentu. Kami
menanyakan hal ini dalam situasi seluruh kelas, dan telah belajar
untuk memperhatikan siapa yang kami minta untuk menjawab.

132
Misalnya, kami mengizinkan pembelajar yang mengalami
kesulitan untuk menyumbangkan pemahaman mereka sejauh
mungkin, dan kemudian mengizinkan pembelajar yang lebih
percaya diri dan mahir untuk memberikan kontribusi yang lebih
berkembang dalam diskusi. Kami mendapati bahwa hal ini sangat
membantu semua pelajar merasa dihargai, didengarkan, dan
diakui di kelas. Terlepas dari kapan pertanyaan tersebut diajukan,
kita telah belajar bahwa pertanyaan yang efektif harus sepenuhnya
fokus dan tepat sasaran — guru kita harus jelas tentang apa yang
ingin mereka temukan, sebelum mereka mengajukan pertanyaan.
F. Strategi Bertanya Secara Efektif
Mengapa meluangkan waktu untuk mempromosikan
pemikiran kritis dalam matematika? Waktu yang dihabiskan untuk
mengembangkan pemikiran kritis akan terbayar ketika siswa
“belajar berpikir dan berpikir untuk belajar.” Siswa yang berpikir
kritis dalam matematika akan mengembangkan: keterlibatan dan
pemahaman yang lebih dalam. Pertanyaan apa yang Anda gunakan
untuk mendorong pemikiran kritis tentang matematika? Strategi
apa yang Anda gunakan?
1) Buatlah daftar; Cobalah membuat kumpulan 'pertanyaan
permulaan'. Kami merasa berguna untuk membuat daftar
pertanyaan yang dapat disusun selama bertahun-tahun,
dengan mempertimbangkan kelompok tahun yang berbeda
dan juga perkembangan pemikiran pendidikan.
2) Selalu terbuka; Semua permulaan pertanyaan yang efektif
terbuka. Semakin terbuka, semakin banyak siswa yang
melakukan refleksi, dan semakin percaya diri mereka untuk
berbicara tentang apa yang mereka ketahui. Misalnya,
'Berapa banyak cara Anda bisa menunjukkan pemikiran
Anda?' lebih efektif bagi kami dibandingkan dengan
'Tunjukkan strategi apa yang Anda gunakan.'
3) Jangan terburu-buru; Kami mendapati bahwa kadang-
kadang kami membuat murid kami terburu-buru untuk

133
memberikan jawaban segera. Kami memutuskan untuk
memberi mereka waktu dan tidak takut akan keheningan.
Hal ini membuat perbedaan tidak hanya dalam kualitas
jawaban tetapi juga memungkinkan kelompok pelajar yang
lebih luas merasa cukup percaya diri untuk berkontribusi.
Dalam perjalanan kami menuju pertanyaan yang efektif,
kami telah menemukan melalui trial and error bahwa siswa
memberikan kejutan. Mereka senang terlibat secara aktif dengan
konsep-konsep yang diajarkan, dan mereka sering kali
menciptakan hubungan antar konsep yang mengejutkan kita.
Berdasarkan pengalaman kami, seni bertanya yang efektif adalah
melibatkan siswa, memiliki tujuan yang jelas saat mengajukan
pertanyaan, namun siap untuk mengeksplorasi jalur yang berbeda
bersama siswa.
Kami menemukan bahwa bertanya secara aktif
mengharuskan guru kami untuk secara aktif mendengarkan siswa
di kelasnya. Melakukan hal ini telah mengembangkan hubungan
yang lebih baik, dan juga pemahaman yang lebih baik tentang
kemajuan siswa. Siswa sering kali ditantang untuk berpikir
melampaui zona nyaman mereka dan bermain-main dengan
konsep-konsep dalam kurikulum spiral matematika.

134




“Seorang pemikir kritis
(guru) yang memahami
kebutuhan siswa untuk
menghubungkan
pembelajaran dengan
pengalaman hidup
mereka memberikan
banyak contoh
pertanyaan yang dapat
digunakan sehari-hari
untuk mendorong
keterlibatan siswa.”

135






BAB 7 | MEMBANGUN PEMIKIRAN KRITIS
MELALUI KALIMAT MATEMATIKA TERBUKA

Berpikir kritis adalah proses menganalisis informasi,
mengevaluasi bukti, dan membuat keputusan (Murawski, 2014;
Turan et al., 2019). Aspek penting lainnya dari berpikir kritis
adalah mempertimbangkan berbagai perspektif. Kita harus
mencoba memahami perspektif yang berbeda dan memahami
kompleksitas permasalahannya. Berpikir kritis memerlukan sikap
berpikiran terbuka, fleksibel, dan bersedia merevisi pemikiran
Anda saat menghadapi bukti baru. Jangan terlalu terikat pada
posisi Anda dan bersiaplah untuk mempertimbangkan sudut
pandang alternatif. Ini mungkin sulit karena Anda harus rendah
hati dan mengakui bahwa Anda tidak mempunyai semua jawaban.
Namun, ini merupakan bagian integral dari proses berpikir kritis.
Singkatnya, berpikir kritis adalah keterampilan penting untuk
sukses baik dalam kehidupan pribadi maupun profesional.
Kemampuan tersebut akan semakin berharga ketika dihadapkan
pada tantangan abad ke-21 yang kompleks.

136
Di dalam kelas, guru dapat membantu siswa meningkatkan
keterampilan berpikir kritisnya dengan menggunakan berbagai
pendekatan dengan melibatkan siswa dalam lebih banyak aktivitas
pengambilan keputusan. Mengajukan pertanyaan, membaca buku,
mewaspadai lingkungan sekitar, memfokuskan pikiran,
mendengarkan secara aktif, dan memahami sudut pandang yang
berbeda merupakan beberapa cara untuk meningkatkan
keterampilan berpikir kritis. Dengan mendorong siswa untuk
bertanya, guru dapat membantu mereka mengembangkan
keterampilan berpikir kritis. Guru dapat mendorong siswa untuk
mengajukan pertanyaan terbuka yang memerlukan analisis dan
evaluasi. Ini akan membantu siswa belajar bagaimana
menganalisis informasi dan mengevaluasi argumen.
A. Menggunakan Pertanyaan Terbuka dalam Matematika
Jika Anda ingin siswa Anda berpikir mendalam tentang
matematika, Anda harus menggunakan pertanyaan matematika
terbuka sebagai bagian dari pengajaran matematika Anda. Soal
dan pertanyaan matematika terbuka adalah bagian penting dari
kurikulum matematika yang efektif. Saat Anda menggunakan
pertanyaan matematika terbuka di kelas, siswa Anda akan berpikir
mendalam tentang matematika. Mereka akan mengembangkan
kemampuan pemecahan masalah dan menumbuhkan kepercayaan
diri matematika mereka.
Jika Anda ingin siswa Anda memenuhi tolok ukur
kurikulum matematika dan berkinerja baik dalam penilaian yang
diamanatkan, Anda benar-benar perlu mengajar siswa untuk
berpikir kritis matematis dan mengembangkan keterampilan
pemecahan masalah tingkat tinggi yang penting tersebut. Soal
matematika terbuka memberikan banyak kesempatan untuk
diskusi matematika, dan sangat menarik. Kedengarannya terlalu
bagus untuk menjadi kenyataan? Memang benar-benar bagus.

137
Soal matematika terbuka, atau soal matematika terbuka,
akan membangun landasan matematika yang kuat yang kita
perlukan di tahun-tahun awal. Saat Anda mulai menggunakan soal-
soal ini, Anda akan melihat siswa Anda mengembangkan berbagai
strategi pemecahan masalah dan berpikir kritis. Ini adalah
keterampilan penting yang perlu kita ajarkan tidak hanya untuk
mempersiapkan siswa kita memasuki tahun sekolah berikutnya
namun juga untuk mempersiapkan mereka menghadapi
kehidupan di luar kelas dan abad kedua puluh satu.
B. Soal Matematika Terbuka Mengungkapkan Pemikiran
Siswa
Pertanyaan yang hati-hati, disengaja, dan penuh perhatian
adalah salah satu alat paling ampuh yang dimiliki oleh guru yang
terampil. Guru dapat menggunakan pertanyaan terbuka selama
pengajaran atau penilaian matematika untuk mempelajari
bagaimana siswa memecahkan masalah.
Sebuah pertanyaan dianggap terbuka jika dibingkai
sedemikian rupa sehingga memungkinkan beragam tanggapan
atau pendekatan (Small, 2009). Pertanyaan matematika terbuka
dirancang untuk mengungkap pemahaman dan kesalahpahaman
siswa. Respons tersebut digunakan untuk menginformasikan
instruksi daripada membuat keputusan evaluatif (Monrat et al.,
2022).
Guru menganalisis tanggapan siswa terhadap pertanyaan
untuk mempelajari cara berpikir mereka. Responsnya
mengungkapkan apa yang siswa ketahui dan bagaimana mereka
menerapkan pengetahuan tersebut. Guru kemudian menggunakan
informasi ini untuk merancang pengajaran yang mendukung
pembelajaran siswa. Selain itu, pertanyaan terbuka memberikan
kesempatan bagi siswa untuk merespons dan berkontribusi pada
levelnya masing-masing.

138
Gambar 6.1 mengilustrasikan bagaimana mengajukan
pertanyaan terbuka mengidentifikasi pemahaman siswa
sepanjang suatu kontinum. Guru menggunakan informasi ini untuk
menentukan di mana memulai pengajaran baru.

Gambar 7.1. Kontinum tanggapan siswa dan keputusan
pembelajaran
Sumber: https://shorturl.at/iotuK
Contoh di bawah ini mengilustrasikan contoh pertanyaan
terbuka yang diungkap tanggapannya tentang pemahaman siswa
terhadap berbagai macam pertanyaan. konsep matematika. Soal
matematika terbuka adalah soal matematika yang memiliki lebih
dari satu kemungkinan penyelesaian yang benar. Contoh kalimat
terbuka (open-ended) dalam matematika:

139

Gambar 7.2 Kegiatan mengeksplor pemikiran kritis
- Contoh 1: Kamu mempunyai 2 bangun datar segi empat
yang berbeda. Namun persamaannya, keduanya memiliki
satu pasang sisi sejajar. Apa 2 bentuk segi empat yang kamu
miliki?
- Contoh 2: Misalnya 1 - y ≥ 8 merupakan kalimat terbuka
karena nilai 'y' tidak diketahui sehingga kita dapat
menyatakan benar atau salah. Ketidakpastian yang kita
miliki tentang 1- y ≥ 8 inilah yang membuat 1- y ≥ 8
merupakan pernyataan terbuka.
- Contoh 3: Seorang petani mempunyai beberapa pohon
Jambu yang akan ditanam membentuk pagar di sekeliling
rumahnya. Tanah yang ditempati petani berbentuk persegi
panjang dengan luas 36 m
2
. Petani akan menanam pohon
Jambu dengan jarak 1 m. Buatlah sketsa luas tanah petani
dan berapa banyak pohon jambu yang mungkin ditanam?
Pertanyaan pada contoh 3 ini dapat menunjukkan kepada
Anda: Bagaimana siswa mendekati masalah tersebut? Apakah
siswa mengenal dan memahami keliling? Apakah siswa
menggunakan bilangan sisi yang mewakili kelipatan 36? Faktor 36
manakah yang digunakan siswa tersebut? Apakah siswa

140
mengetahui bagaimana memulai permasalahannya? Apakah siswa
tersebut menggunakan penghitung atau dapatkah dia
menyelesaikan masalahnya secara mental? Apakah siswa
menunjukkan pengetahuan tentang algoritma operasional?
Jenis permasalahan yang disajikan pada soal nomor 1, 2,
dan 3 ini menuntut siswa untuk berpikir kreatif dan kritis tentang
matematika, karena siswa perlu memanfaatkan berbagai
keterampilan dan konsep matematika yang berbeda untuk
menyelesaikannya. Biasanya disajikan dalam format soal kata dan
sering kali dalam situasi dunia nyata. Format ini menarik yang
mendorong siswa untuk menerapkan keterampilan dan
pengetahuan matematika mereka ke dalam situasi yang relevan
dan bermakna serta membantu siswa memahami mengapa
matematika itu penting dan mengapa kita perlu belajar
matematika.
Saat Anda menggunakan soal matematika terbuka sebagai
bagian dari pengajaran matematika, siswa Anda tidak akan hanya
melafalkan fakta matematika atau mengulangi prosedur yang telah
dipelajari seperti yang mereka lakukan dalam soal matematika
tertutup. Soal matematika terbuka mengharuskan siswa untuk
menggunakan tingkat pemikiran matematika yang lebih tinggi dan
mendalam.
C. Mengapa Menggunakan Pertanyaan Terbuka dalam
Matematika?
Perbedaan utama antara soal matematika terbuka dan
tertutup adalah pertanyaan tertutup hanya memiliki satu jawaban
yang benar. Pertanyaan terbuka mempunyai lebih dari satu
jawaban atau penyelesaian yang benar. Soal terbuka
membutuhkan waktu lebih lama bagi siswa untuk
menyelesaikannya karena mereka harus benar-benar memikirkan
soal tersebut dan tidak hanya melontarkan fakta matematika. Ada
juga lebih banyak peluang untuk diskusi matematika yang

141
berharga ketika Anda menggunakan jenis pertanyaan ini dalam
pelajaran matematika Anda. Meningkatnya diskusi matematika
berarti siswa Anda akan mengembangkan bahasa matematika
mereka dan berkolaborasi dengan teman-temannya saat mereka
memecahkan masalah.
Ada banyak manfaat menggunakan tugas matematika
terbuka di kelas. Mengetahui semua keuntungannya akan
membantu Anda melihat betapa transformasional pendekatan
pengajaran matematika ini. Berikut adalah 9 alasan mengapa Anda
harus menggunakan tugas matematika terbuka di kelas Anda:
1) Kegiatan matematika terbuka secara alami dibedakan
Pertanyaan terbuka secara alami dibedakan karena
sifatnya yang terbuka. Ada sejumlah kemungkinan solusi yang
tepat, sehingga setiap siswa mempunyai kesempatan untuk
menanggapi masalah dengan cara dan tingkat pemikirannya
sendiri. Meskipun aktivitas ini cocok untuk semua tingkat
perkembangan, aktivitas ini khususnya baik untuk siswa Anda
yang berprestasi lebih tinggi. Sifat menantang dari aktivitas
matematika terbuka memungkinkan siswa yang lebih mampu
untuk memperluas pemikiran mereka dan menunjukkan
pengetahuan dan pemahaman mereka yang lebih dalam. Karena
fokus dalam soal-soal terbuka tidak terbatas pada memberikan
satu jawaban yang benar, siswa dari semua tingkat kemampuan
dapat mengalami tantangan dan keberhasilan pada soal yang sama
persis.
2) Kegiatan matematika terbuka sangat menarik
Pertanyaan terbuka menantang siswa dan sebagai guru,
Guru tahu betapa siswa sangat menyukai tantangan! Faktanya,
siswa berkembang ketika diberi tantangan. Pemecahan masalah
sangat menyenangkan bagi mereka karena sifat mereka yang
selalu ingin tahu. siswa adalah pemecah masalah alami. Sejak

142
mereka masih balita, akar dari semua yang mereka pelajari adalah
sebuah masalah.
Keterlibatan meningkat ketika siswa diberi pilihan dalam
pembelajaran mereka. Kegiatan terbuka memberi siswa pilihan
dan kendali atas pembelajaran mereka. Jenis tugas ini
memungkinkan siswa untuk bekerja dengan kecepatan mereka
sendiri dan membuat keputusan sendiri tentang cara mereka
mengeksplorasi dan mengatasi masalah.
Ketika siswa merasa guru mereka terbuka terhadap ide-ide
mereka dan membiarkan mereka membuat pilihan terkait
pembelajaran dan tugas sekolah, mereka akan lebih terlibat di
sekolah, tidak terlalu mengganggu di kelas, dan melaporkan bahwa
mereka merasakan perasaan yang lebih kuat antara kepemilikan
dan keterhubungan dengan sekolahnya.

Gambar 7.3 Aktivitas yang mendukung siswa berpikir cepat
3) Tugas matematika terbuka mengalihkan fokus
pengajaran dari komputasi ke pemecahan masalah dan
pembelajaran di kehidupan nyata.

143
Saat Guru menggunakan tugas matematika terbuka,
fokusnya adalah pada proses pembelajaran, bukan hanya hasil
jawaban akhir. Siswa mulai menggunakan pengetahuan dan
keterampilan matematika mereka secara komprehensif dan pada
tingkat yang lebih dalam. Siswa juga akan menghubungkan
pengalaman belajar matematika mereka sebelumnya dengan
masalah matematika baru ini dan mengeksplorasi matematika
dalam konteks masalah kehidupan nyata dan bukan sebagai tugas
abstrak.
Masalah terbuka merupakan representasi yang lebih baik
dari sifat matematika yang sebenarnya. Para ahli matematika
dalam riset sebenarnya menerapkan pendekatan pemecahan
masalah yang sama dalam pekerjaan mereka sehari-hari sehingga
masuk akal jika kita juga harus menggunakan strategi ini di kelas
kita. Studi yang dilakukan oleh Yuniarti, dkk., menunjukkan bahwa
penggunaan tugas matematika terbuka mempunyai dampak
positif yang jelas terhadap kesan siswa tentang pembelajaran
matematika dan menciptakan peluang untuk penerapan
matematika di dunia nyata (Yuniarti et al., 2017).
4) Kegiatan matematika terbuka memberikan siswa latihan
mencatat pemikiran dan pemahaman matematika
mereka
Siswa sering kali diharapkan untuk mencatat pemikiran
mereka ketika mereka mengerjakan soal matematika terbuka.
Memberi siswa kesempatan untuk berlatih mencatat pemikiran
matematika mereka dengan cara yang alami dan tidak mengancam
sangatlah penting terutama pada tahun-tahun awal sekolah. Siswa
perlu diberikan kesempatan ini karena sebagian besar pendidikan
matematika mereka di masa depan akan mengharapkan mereka
untuk mendemonstrasikan dan menjelaskan pemikiran dan
latihan matematika mereka.

144
5) Pekerjaan matematika terbuka menghasilkan catatan
pertumbuhan dan kemajuan setiap siswa
Siswa sekolah dasar sampai tingkat menengah akan sangat
sering mencatat pemikiran dan strategi pemecahan masalah
mereka ketika mereka mengerjakan soal matematika terbuka.
Karya tulis mereka seringkali berbentuk gambar dan model
ilustratif pemikiran matematis mereka.

Gambar 7.4 Catatan matematika siswa
Gambar 7.4 ini memberikan informasi berharga dan
spesifik kepada guru tentang pemahaman matematika setiap
siswa dan bagaimana siswa menerapkan pengetahuan matematika
mereka dalam konteks pemecahan masalah.
Banyak siswa yang belum diajari cara mencatat yang benar
di sekolah dasar dan menengah. Sayangnya, ada begitu banyak
materi yang harus diajarkan di semua mata pelajaran, sehingga
pengajaran mencatat tidak lagi diperlukan, khususnya dalam
matematika. Jika Anda seperti kebanyakan dari kita, Anda TIDAK
memiliki banyak waktu untuk mengajarkan pencatatan sejak awal.
Di sinilah catatan terpandu berperan.

145
Catatan siswa biasanya tidak terorganisir. Mereka mungkin
sulit untuk diikuti ketika siswa perlu menggunakannya sebagai
alat referensi. Sangat mudah untuk menjaga siswa tetap
terorganisir ketika mereka diberi paket catatan terpandu untuk
setiap unit pembelajaran. Siswa mengalami kesulitan untuk tetap
terorganisir dan mengerjakan tugas ketika informasi baru
disajikan. Catatan terpandu memudahkan guru untuk melihat
apakah siswa mengikuti apa yang mereka perlukan. Mereka juga
memudahkan untuk melihat apakah/kapan seorang siswa tidak
ikut serta dalam diskusi.
Jika seorang siswa tidak hadir atau ketinggalan pelajaran,
mereka dapat dengan mudah melihat apa yang mereka lewatkan
dan mendapatkan catatan tersebut dari guru atau siswa lain
sehingga mereka dapat menyimpannya sebagai referensi. Mereka
dapat mencatat apa yang tidak masuk akal bagi mereka dan
mendapatkan dukungan dalam bidang tersebut. Catatan yang
dipandu berfungsi sebagai referensi yang bagus untuk latihan dan
pembelajaran mandiri. Mereka juga merupakan sumber yang
bagus untuk dibawa ke bimbingan belajar sehingga tutor memiliki
gambaran yang jelas tentang kesulitan yang dihadapi siswa.
Saat mengembangkan catatan terpandu Anda sendiri,
pertimbangkan elemen mana yang biasanya menyita waktu paling
banyak bagi siswa untuk menulis sendiri. Dapatkah Anda
bayangkan momentum yang akan hilang jika Anda menunggu
sampai siswa menggambar kotak koordinat di buku catatan
mereka untuk membuat grafik persamaan. Semua waktu yang
dapat digunakan untuk mengajar dan mempraktikkan suatu
keterampilan terbuang sia-sia ketika siswa perlu berhenti sejenak
untuk menulis definisi yang panjang atau menggambar suatu
objek/grafik.
Kuncinya adalah memastikan: Siswa terlibat (terlalu jarang dan
mereka mungkin kewalahan, terlalu kuat dan mereka mungkin
tersingkir). Materi dapat ditinjau kembali nanti dan masuk akal

146
bagi siswa tanpa dukungan Anda. Catatan dapat dijadikan acuan
dalam menyelesaikan soal latihan.
6) Soal matematika terbuka mengembangkan pola pikir
berkembang dan keterampilan berpikir kritis (tingkat
tinggi)
Pertanyaan matematika terbuka akan menantang siswa
Anda untuk belajar lebih banyak tentang cara berpikir mereka.
Jenis pertanyaan matematika ini mendorong respons yang lebih
luas dan mengharapkan siswa untuk bernalar, berpikir, dan
berefleksi saat mereka memecahkan masalah. Siswa Anda akan
memiliki banyak kesempatan untuk berlatih dan
menyempurnakan keterampilan pemecahan masalah, penalaran,
pemikiran kritis, dan komunikasi mereka.
Pertanyaan terbuka mendorong siswa untuk mengambil
risiko dan memperhitungkan risiko dalam pembelajaran mereka.
Pengambilan risiko dan strategi coba-coba yang sejalan dengan
pemecahan masalah tingkat tinggi dan membantu mendorong pola
pikir berkembang pada siswa. Hal ini adalah salah satu hadiah
terbesar yang dapat Anda berikan kepada seorang siswa.
7) Soal matematika terbuka memberi guru wawasan tentang
kemampuan, opini, pemahaman, dan kesalahpahaman
matematika siswa
Soal matematika terbuka tidak seperti soal tertutup pada
umumnya. Siswa tidak merasakan tekanan untuk menyelesaikan
soal dengan menemukan jawaban yang benar. Menggunakan
pertanyaan terbuka yang memiliki banyak jawaban benar
membantu menciptakan lingkungan belajar yang santai dan aman
bagi siswa yang cemas secara matematis (mengalami kecemasan
matematika).
Ketika siswa bekerja di lingkungan belajar yang terasa
aman, mereka akan lebih bebas mengekspresikan pemahaman

147
matematika mereka. Ketika siswa mencatat dan mendiskusikan
pemikiran mereka dan saat mereka mengerjakan soal matematika
terbuka, Anda akan diberikan beberapa dokumentasi dan
wawasan berharga tentang kemampuan, pendapat, pemahaman,
dan kesalahpahaman matematika mereka yang sebenarnya.
Banyaknya informasi yang Anda kumpulkan saat siswa
mengerjakan soal matematika terbuka mereka dapat
menginformasikan perencanaan masa depan dan pengajaran
matematika Anda serta memberikan bukti pembelajaran yang
berharga pada waktu pelaporan dan wawancara orang tua-guru.
Anda juga dapat menggunakan bukti pembelajaran ini sebagai alat
penilaian formatif. Anda akan terkejut melihat betapa banyak yang
dapat Anda pelajari tentang siswa Anda hanya dari pengamatan
Anda dan catatan mereka. Anda akan menyadarinya seberapa
akurat keterampilan komputasi mereka. Mereka dapat secara
fleksibel menerapkan lebih dari satu strategi matematika untuk
memecahkan suatu masalah. Mereka memiliki kesalahpahaman
yang mungkin mempengaruhi pemahaman matematika mereka.
Seberapa baik mereka dapat mengkomunikasikan pemikiran
mereka dan seberapa baik mereka dapat bekerja dengan orang
lain.
8) Tugas matematika terbuka membangun kepercayaan diri
matematika siswa
Pemecahan masalah sendiri mendorong siswa untuk
percaya pada kemampuan berpikir matematisnya karena mereka
dapat melihat bahwa mereka dapat menerapkan pengetahuan
matematika yang telah dipelajari untuk memecahkan masalah. Hal
ini memberdayakan dan mendorong siswa untuk memperluas
pembelajaran mereka dan merefleksikan pemikiran mereka.
Ketika Anda menambahkan aspek terbuka ke dalam
pemecahan masalah mereka, akan lebih mudah untuk mendorong
siswa yang enggan untuk “melakukannya” dan mengembangkan

148
kepercayaan diri matematika. Kadang-kadang latihan matematika
tradisional bisa menjadi sedikit menakutkan bagi siswa, namun
latihan seperti ini yang hanya memiliki satu jawaban yang benar.
Soal matematika terbuka memiliki banyak jawaban benar
dapat mendorong siswa untuk berbagi pemikiran mereka dan
membuat mereka lebih percaya diri sebagai pembelajar
matematika. Ketika siswa dapat bekerja pada levelnya sendiri dan
pada tingkat perkembangan proksimalnya seperti yang mereka
lakukan pada soal matematika terbuka, mereka akan selalu merasa
berhasil dan mampu dalam keterampilan matematikanya
(Kusmaryono et al., 2021).
9) Masalah terbuka membangun keterampilan bahasa
matematika dan komunikasi siswa
Ketika Anda memberikan kesempatan kepada siswa Anda
untuk bekerja dengan rekannya untuk menyelesaikan soal
matematika terbuka atau ketika Anda mengadakan diskusi kelas
untuk merenungkan soal matematika, Anda akan memberikan
kesempatan kepada siswa Anda untuk membangun keterampilan
komunikasi mereka dan berlatih menggunakan semua itu. -bahasa
meta matematika yang penting.
Siswa selalu senang mendiskusikan pemikiran mereka.
Memberikan waktu kepada siswa Anda untuk berbagi strategi
pemecahan masalah mereka dan memberikan alasan kepada siswa
lain atas solusi mereka akan membawa pelajaran matematika
Anda ke tingkat berikutnya. Kesempatan bagi siswa untuk
memperluas pembelajaran mereka secara verbal dan
merefleksikan pemikiran mereka sendiri melalui diskusi seluruh
kelompok atau pembicaraan dengan mitra akan selalu mendorong
dan memperluas pembelajaran, kreativitas, kolaborasi, dan
keterlibatan siswa.

149
Menggunakan pertanyaan terbuka dalam matematika
adalah bagian penting dari kurikulum matematika yang
menyeluruh, jadi saya membuat kumpulan soal yang sangat besar
ini untuk memudahkan Anda mengajarkan strategi penting ini.
Pemecahan masalah adalah salah satu keterampilan matematika
terpenting yang perlu dikuasai anak-anak karena semua alasan
yang saya uraikan di atas.
Ingatlah ketika menggunakan pertanyaan matematika
terbuka seperti ini, fokusnya harus pada strategi yang digunakan
siswa Anda dan bukan hanya jawaban atas masalahnya.
Keberhasilan dalam tugas matematika terbuka bergantung pada
keterampilan dan pemahaman matematika yang digunakan siswa
Anda, bukan indikator dangkal seperti kecepatan atau kebenaran
jawaban.
Ketika Anda memberikan kesempatan untuk berdiskusi
dan meminta siswa Anda menjelaskan pemikiran mereka, Anda
akan mengembangkan keterampilan matematika yang penting
serta memperoleh wawasan berharga tentang pemahaman
matematika yang dimiliki siswa Anda. Sekarang Anda mempunyai
beberapa ide tentang bagaimana membuat siswa Anda berpikir
mendalam tentang matematika dan mengapa Anda harus
menggunakannya di kelas Anda. Sekarang saatnya menjadwalkan
slot pemecahan masalah dalam perencanaan Anda. Kami pastikan
Anda tidak akan menyesalinya.
D. Cara Meningkatkan Keterampilan Matematika dengan
Cepat dan Efektif
Kelas matematika dapat bergerak cukup cepat. Ada banyak
hal yang harus dibahas selama satu tahun ajaran. Jika siswa Anda
tidak segera mendapat ide matematika baru, mereka akan cepat
tertinggal. Jika siswa Anda bergumul dengan soal matematika
dasar setiap hari, bukan berarti mereka ditakdirkan untuk buruk
dalam matematika. Beberapa siswa memerlukan lebih banyak

150
waktu untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah
yang dibutuhkan matematika. Orang lain mungkin perlu meninjau
kembali konsep masa lalu sebelum melanjutkan. Karena struktur
matematikanya, yang terbaik adalah mempelajari langkah demi
langkah dan pada setiap pelajaran demi pelajaran.
Banyak orang tidak buruk dalam matematika dan banyak
dari mereka yang hanya membutuhkan lebih banyak waktu dan
latihan untuk mendapatkan pemahaman menyeluruh. Bagaimana
Anda dapat membantu siswa Anda meningkatkan kemampuan
matematikanya? Kami memberikan tips kepada Anda untuk
meningkatkan keterampilan berpikir kritis matematika kepada
siswa dengan cepat dan efektif.
1) Perhatikan konsep-konsepnya
Pengulangan dan latihan memang bagus, tetapi jika Anda
tidak memahami konsepnya matematika, siswa akan sulit untuk
maju. Untungnya, ada banyak cara bagus untuk menguraikan
konsep matematika. Triknya adalah menemukan yang paling
cocok untuk siswa Anda. Manipulatif matematika dapat menjadi
pengubah permainan bagi siswa yang kesulitan dengan ide-ide
matematika yang besar. Mengambil matematika dari kehidupan
sehari-hari dan menerapkannya ke kehidupan mereka dapat
mewujudkan ide-ide. Angka menjadi kurang abstrak dan lebih
konkret ketika Anda menghitung mobil mainan atau bermain
balok. Membuat “kumpulan” objek ini dapat memberikan
kejelasan pada pembelajaran matematika dasar.
2) Cobalah pembelajaran berbasis permainan
Selama latihan matematika, pengulangan itu penting, tetapi
hal ini bisa menjadi cepat membosankan. Tidak ada seorang pun
yang senang menyalin tabel perkaliannya berulang kali. Jika
belajar matematika telah menjadi sebuah tugas, sekarang saatnya
untuk menghidupkan kembali kesenangan tersebut. Pembelajaran

151
berbasis permainan adalah cara yang bagus untuk mempraktikkan
konsep-konsep baru dan memperkuat pelajaran sebelumnya. Itu
bahkan dapat membuat pengulangan menjadi menyenangkan dan
menarik. Pembelajaran berbasis permainan dapat terlihat seperti
permainan dengan teman sebaya.
3) Membawa matematika ke dalam kehidupan sehari-hari
Kita menggunakan matematika dasar setiap hari. Saat kita
menjalani hari, kita dapat bantu siswa melihat matematika yang
ada di sekitarnya: Beri tahu mereka seberapa cepat Anda
mengemudi dalam perjalanan ke sekolah; Hitung harga sepatu saat
ada diskon akhir tahun di took yang Anda kunjungi; Ajaklah anak
(siswa) berbelanja untuk menghitung jumlah apel yang perlu Anda
beli di toko buah. Hubungkan kembali matematika dengan apa
yang disukai siswa Anda dan tunjukkan kepada mereka bagaimana
matematika digunakan setiap hari. Matematika tidak harus
misterius atau abstrak. Sebaliknya, gunakan matematika untuk
balapan truk monster atau mengadakan pesta teh. Hilangkan rasa
takut atau kecemasan matematika siswa Anda, dan tumbuhkan
minat mereka terhadap matematika.
4) Melaksanakan latihan sehari-hari
Latihan matematika itu penting. Setelah Anda memahami
konsepnya, Anda harus memahami mekanismenya. Dan seringkali,
praktiklah yang akhirnya membantu konsep tersebut berhasil. Apa
pun yang terjadi, matematika membutuhkan lebih dari sekadar
membaca rumus di buku teks. Latihan sehari-hari bisa jadi sulit
untuk diterapkan, terutama bagi siswa yang tidak menyukai
matematika. Ini adalah saat yang tepat untuk memperkenalkan
pembelajaran berbasis permainan yang disebutkan di atas. Atau
temukan aktivitas yang sesuai dengan pelajaran mereka saat ini.
Apakah mereka belajar tentang persegi?

152
5) Sketsa soal kata
Tidak ada yang menyebabkan kepanikan selain masalah
kata-kata yang tidak terduga. Sesuatu tentang kombinasi angka
dan kata dapat menyebabkan otak siswa yang kesulitan belajar
matematika berhenti bekerja. Tapi tidak harus seperti itu. Jika
Anda telah mengajari anak Anda tentang berbagai tantangan
matematika yang Anda temui setiap hari, banyak soal kata yang
akan mulai terasa familier. Banyak soal kata yang hanya perlu
dipecahkan, selangkah demi selangkah. Salah satu cara terbaik
untuk melakukan ini adalah dengan membuat sketsa. Sebagai
contohnya: Budi mempunyai lima buah apel dan empat buah jeruk.
Ali mempunyai tiga buah apel dan lima buah jeruk. Kemudian
masing-masing mereka memakan dua buah apel dan satu jeruk.
Berapa buah apel dan jeruk yang tersisa? Gambarlah, bicarakan,
coret, lalu hitung.
6) Tetapkan tujuan yang realistis
Jika siswa Anda tertinggal dalam matematika, maka lebih
banyak waktu belajar adalah jawabannya. Namun memaksa
mereka untuk belajar matematika satu jam ekstra dalam sehari
tidak akan memberikan hasil yang lebih baik. Dua jam
mempraktikkan konsep yang tidak mereka pahami hanya akan
menambah rasa frustrasi. Bahkan jika mereka dapat mengatasi
mekanisme suatu masalah, pelajaran berikutnya akan membuat
mereka merasa tersesat. Sebaliknya, cobalah sesi latihan mini
untuk melihat perubahan positif, pertama-tama kenali perjuangan
terbesar mereka. Kemudian tetapkan tujuan yang realistis untuk
mengatasi permasalahan ini. Menetapkan tujuan yang realistis
bukan hanya memperkuat gagasan bahwa matematika itu sulit dan
tidak menyenangkan.

153
7) Berinteraksi dengan tutor matematika
Jika siswa Anda kesulitan memahami konsep gambaran
besarnya, berikan tutor sebaya sebagai pendampingnya. Setiap
orang belajar secara berbeda, dan Anda serta siswa Anda mungkin
melewatkan momen “aha” yang dapat diberikan oleh sedikit waktu
tambahan dan tutor sevaya yang tepat. Dengan pendekatan yang
tepat, anak Anda akan menjadi percaya diri dalam matematika dan
siapa tahu, mereka bahkan mungkin mulai menikmatinya.
8) Fokus pada satu konsep pada satu waktu
Matematika berkembang dengan sendirinya. Jika siswa
Anda kesulitan menjalani pelajaran saat ini, mereka tidak dapat
melewatkannya dan mengulanginya lagi nanti. Inilah saatnya
untuk berlatih dan mengulangi – mengkaji ulang dan memperkuat
konsep saat ini hingga masuk akal. Carilah cara lain atau cara baru
untuk mendekati ide-ide matematika baru. Gunakan manipulatif
matematika untuk menghilangkan banyak angka dari lembar kerja
siswa. Atau coba aplikasi pembelajaran dengan reward menarik
dan penguatan positif untuk mendorong siswa latihan ekstra.
Ambil langkah mundur ketika rasa frustrasi siswa semakin
memuncak – tetapi tahan godaan untuk membiarkannya berlalu
begitu saja. Begitu konsepnya berhasil, mereka akan bersemangat
untuk terus maju.
9) Ajari orang lain matematika yang sudah siswa Anda
ketahui
Meskipun siswa Anda kesulitan dalam matematika, mereka
masih belajar banyak sejak tahun pertama di sekolah dasar hingga
akhir tahun di sekolah menengah atas. Fokus pada perbaikan yang
telah mereka lakukan dan biarkan mereka menunjukkan
pengetahuannya. Jika mereka memiliki adik, siswa Anda sebagai
kakak yang lebih besar dapat mendemonstrasikan penjumlahan
atau menunjukkan cara menggunakan garis bilangan kepada adik-

154
adiknya. Ini adalah cara yang bagus untuk membangun
kepercayaan diri mereka dan mendorong mereka untuk terus
maju. Biarkan mereka mengajari adinya dengan cara mereka
memecahkan masalah baru. Mintalah siswa Anda memandu Anda
melalui proses tersebut sementara Anda memecahkan masalah
pembagian yang panjang. Mereka akan senang mengajari Anda
seluk beluk “matematika baru” ini.
10) Merangkul teknologi untuk meningkatkan keterampilan
berpikir kritis matematis
Meskipun sebagian besar pembelajaran matematika Anda
dilakukan dengan pensil dan kertas, masih banyak lagi cara untuk
membangun keterampilan berhitung di dunia teknologi saat ini.
Siswa Anda dapat mengikuti kursus matematika online secara
langsung untuk mempelajari konsep-konsep sulit. Atau mainkan
berbagai permainan online, pecahkan teka-teki matematika, dan
latihan secara konsisten sambil bersenang-senang.
Kemajuan teknis ini dapat membantu setiap siswa belajar
matematika, apa pun gaya belajar atau gaya belajar apa yang
mereka sukai. Jika siswa Anda adalah pembelajar visual, ada
aplikasi untuk itu. Apakah mereka melakukan proses terbaik saat
bekerja dalam kelompok? Langsung online dan temukan satu.
Jangan terus menerus mengulang pelajaran yang sama dari kelas
matematikanya. Bercabanglah, cobalah sesuatu yang baru dan
saksikan pembelajarannya.

155






BAB 8 | ESENSI BERPIKIR KRITIS UNTUK
MENGAJARKAN MATEMATIKA

Berpikir kritis sangat penting bagi siswa untuk
mengembangkan pemahaman yang lebih dalam tentang konsep
matematika, keterampilan memecahkan masalah, dan
kemampuan yang lebih kuat untuk bernalar secara logis. Saat Anda
mempelajari cara mendorong pemikiran kritis dalam matematika,
Anda menyiapkan siswa Anda untuk sukses tidak hanya dalam
mata pelajaran matematika tingkat lanjut yang akan mereka temui,
tetapi juga dalam kehidupan. Sedangkan dalam kehidupan
seharihari kita tidak akan terlepas dari kegiatan pemecahan
masalah. Dengan demikian, pengabaian terhadap pentingnya
keterampilan berpikir dalam proses belajar mengajar
mempengaruhi kemampuan berpikir siswa.
Jika pekerjaan Anda memerlukan pemikiran yang cepat dan
berorientasi pada solusi, Anda mungkin menggunakan pemikiran
kritis dan pemecahan masalah untuk melaksanakan tugas Anda.
Karena kedua konsep ini sangat mirip, sering kali orang bingung
mendefinisikannya atau menggunakannya secara bergantian.

156
Membaca beberapa perbedaan di antara teknik-teknik tersebut
dapat membantu Anda memahami proses berpikir Anda sendiri,
menggunakan istilah-istilah tersebut dengan lebih akurat dalam
percakapan, dan membuat keputusan yang lebih tepat tentang
kapan harus menerapkan setiap teknik. Dalam bab ini, kami
mendefinisikan disposisi berpikir kritis, pemikiran kritis dan
pemecahan masalah serta menjelaskan beberapa perbedaan di
antara keduanya.
A. Disposisi Berpikir Kritis
Berpikir kritis memiliki dua dimensi yang berbeda yaitu
keterampilan berpikir kritis dan disposisi berpikir kritis (Gökçe &
Güner, 2024). Keterampilan berpikir kritis sebagai kemampuan
menggunakan pendekatan berpikir logis diperlukan untuk
memahami konsep, mengambil keputusan, dan memecahkan
masalah. Di sisi lain, disposisi berpikir kritis adalah keinginan
untuk menggunakan keterampilan berpikir kritis (Zhang, 2003).
Disposisi berpikir kritis merupakan kecenderungan terhadap pola
perilaku intelektual tertentu. Disposisi berpikir kritis dijelaskan
sebagai motivasi internal seseorang untuk berpikir kritis ketika
menghadapi dan memecahkan masalah, ide untuk mengevaluasi,
atau mengambil keputusan. Disposisi berpikir kritis
memungkinkan untuk memprediksi keterampilan berpikir kritis
(Butler, 2024).
Pendidik (guru) pertama-tama perlu menentukan disposisi
berpikir kritis mereka untuk mengembangkan kemampuan
berpikir kritisnya. Disposisi berpikir kritis adalah motivasi untuk
memecahkan masalah dan memahami peristiwa, untuk membuat
keputusan menggunakan yang diperlukan informasi dan
mengevaluasinya (P. a. Facione, 2015). Studi yang mengkaji
disposisi pemikiran kritis guru pra-jabatan dalam literatur
mengungkapkan pengalaman belajar itu dalam program pelatihan
mempengaruhi keterampilan berpikir kritis dan
kecenderungannya (Palavan, 2020). Untuk mengembangkan

157
keterampilan ini, program pelatihan guru harus menyediakan
yang sesuai pengalaman belajar dan lingkungan pengajaran.
Keterampilan berpikir kritis dan disposisi berpikir kritis
saling berkaitan dalam dua arah. Dalam arah ini, dianggap penting
untuk dilakukan menentukan tingkat disposisi yang diperlukan
untuk berpikir kritis pada guru matematika (pra-jabatan) dan
untuk menentukan variabel-variabel yang terkait dengannya serta
untuk membuat hal tersebut diperlukan intervensi.
B. Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah dalam
Pembelajaran Abad ke-21
Berpikir kritis dan pemecahan masalah adalah dua
pembelajaran abad ke-21 dan keterampilan berpikir yang perlu
dikembangkan di kalangan siswa. Dengan banyaknya perubahan,
tantangan, dan kemajuan teknologi yang pesat, kedua
keterampilan ini diperlukan dan vital untuk hidup dalam
masyarakat modern. Pemikiran kritis dan pemecahan masalah
bagi pelajar abad ke-21 mendefinisikan proses untuk
mempersiapkan pelajar menghadapi arena internasional yang
ditandai dengan komunikasi yang cepat dengan perubahan yang
kompleks dan dipercepat serta meningkatnya keragaman (Insorio
& Librada, 2020). Ini bertujuan untuk melibatkan siswa untuk
menerapkan berbagai strategi ketika menghadapi suatu masalah,
untuk mempertimbangkan perspektif yang berbeda, dan untuk
mengeksplorasi dengan cara yang mungkin. Membuka peluang
untuk mengeksplorasi berbagai kemungkinan dalam menghadapi
tantangan hidup akibat aktivitas manusia dan fenomena alam.
Keterampilan berpikir kritis diperlukan ketika seseorang
berusaha memahami suatu informasi yang berguna untuk
mencetuskan gagasan (Ennis, 1996). Demikian pula, menggunakan
pengetahuan sebelumnya atau informasi baru siswa untuk
merumuskan tindakan yang adil terhadap masalah baru. Definisi
keterampilan berpikir kritis dikemukakan berbeda, namun yang

158
paling diterima dalam pendidikan matematika adalah dari Scriven
dan Paul (1987) yang berpendapat bahwa keterampilan berpikir
kritis adalah proses intelektual konseptualisasi, penerapan,
analisis, sintesis atau evaluasi informasi secara aktif dan terampil.
sebagai kerangka tindakan dan keyakinan. Definisi ini
memerlukan keterampilan berpikir tingkat tinggi yang diperlukan
untuk hidup dalam masyarakat yang cepat berubah dan penuh
kompleksitas. Facione (P. a. Facione, 2015) menyatakan bahwa
keterampilan berpikir kritis yang paling inti adalah kemampuan
menganalisis, mengevaluasi, menjelaskan, menyimpulkan,
menafsirkan, dan mengatur diri.
Keterampilan berpikir kritis perlu dikembangkan dalam
matematika. Keterampilan berpikir kritis matematis merupakan
proses berpikir krusial mengenai penalaran matematis,
pengetahuan, dan pembuktian mengenai pemecahan masalah. Ia
memiliki tiga komponen dalam Matematika, yaitu identifikasi dan
interpretasi informasi, analisis informasi, dan evaluasi bukti dan
argument (Ennis, 1991; P. A. Facione, 2000; Yuli & Siswono, 2011).
Pernyataan di atas menunjukkan pentingnya kemampuan
berpikir kritis matematis berkaitan dengan kemampuan
pemecahan masalah siswa. Jika keterampilan berpikir kritis
dikembangkan di kalangan siswa, hal ini akan mendorong
kemajuan keterampilan pemecahan masalah mereka. Di sisi lain,
pemecahan masalah matematika dianggap sebagai salah satu
pelajaran yang paling penting untuk dipelajari dan juga salah satu
yang paling kompleks untuk dikembangkan di kalangan siswa.
Alasan mengajarkan keterampilan ini adalah untuk
mengembangkan kemampuan siswa dalam menghadapi situasi
kehidupan nyata dan memanfaatkan konsep matematika dalam
masalah kehidupan nyata. Di sisi lain, pemecahan masalah dalam
pendidikan matematika menengah hanya memiliki posisi marginal
dan masih banyak pekerjaan yang perlu dilakukan. Artinya harus
dikembangkan melalui bimbingan guru dengan menggunakan

159
strategi dan teknik yang berbeda-beda dalam menyampaikan
pembelajaran. Guru masih dapat mengembangkan cara atau
mekanisme dalam kegiatan kelas yang meningkatkan
keterampilan pemecahan masalah siswa. Inilah salah satu alasan
mengapa penelitian ini menggunakan mekanisme yang
mendorong pemecahan masalah dalam kegiatan kelas.
C. Hubungan Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah
Berpikir kritis adalah kebiasaan di mana Anda mengamati
proses berpikir Anda sendiri dan mencari cara untuk
memperbaikinya. Dengan menganalisis pemikiran Anda, maka
Anda dapat meningkatkan seberapa efisien Anda berpikir,
seberapa intuitif Anda mengatur pemikiran Anda, dan seberapa
sering Anda mengenali bias Anda.
Ketika Anda berpikir kritis, Anda dapat mempelajari
argumen, menganalisis bukti apa yang mendukungnya, dan
membuat keputusan yang masuk akal mengenai apakah argumen
tersebut benar. Menerapkan pemikiran kritis sebagai praktik
jangka panjang dapat membantu A nda lebih sering
mempertimbangkan perspektif teman sebaya, menjadi lebih jujur
tentang kesalahan Anda, dan berkomitmen pada proses
pembelajaran seumur hidup.
Meskipun berpikir kritis memiliki definisi yang berbeda-
beda, dapat disebutkan bahwa memperoleh, membandingkan,
mengevaluasi, dan menggunakan pengetahuan secara efisien
ditekankan di hampir semua definisi. Menurut Uredi dan Kosece
myampaikan berpikir kritis memiliki tiga bagian. Bagian pertama
adalah berpikir kritis termasuk mengajukan pertanyaan; yang
kedua adalah berpikir kritis termasuk mencoba menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut melalui pemahaman logikanya;
dan bagian ketiga adalah berpikir kritis termasuk meyakini hasil
logika kita (Üredi & Kösece, 2020). Seperti dapat dilihat di sini, titik
awal dari ketiga bagian ini adalah mengajukan pertanyaan. yaitu

160
untuk memulai proses baru, membuat pertanyaan sangat penting
untuk melihat semua dimensi peristiwa dan memahami dengan
lebih baik. Tahap berikutnya adalah tahap pemecahan masalah,
yang berkaitan dengan proses pemecahan masalah.
Pemecahan masalah sebagai suatu kasus yang mendorong
individu untuk memecahkannya dan tidak memiliki prosedur
penyelesaian yang siap pakai tetapi individu dapat mengatasinya
dengan menggunakan pengetahuan dan pengalamannya.
Sebagaimana dapat dipahami dari definisi ini, pemecahan masalah
adalah suatu proses yang terwujud tergantung pada sudut
pandang yang berbeda. Individu yang menggunakan pengetahuan
dan pengalamannya terkait dengan permasalahan yang sedang
dihadapi menunjukkan kemampuan berpikir kritis.
Pemecahan masalah merupakan keterampilan yang dapat
Anda gunakan untuk menemukan solusi terhadap tantangan. Anda
dapat menggunakan pemecahan masalah ketika Anda ingin
memahami penyebab masalah dan mengatur rencana tindakan.
Anda mungkin dapat menggunakan pemecahan masalah ketika
kejadian tak terduga terjadi. Sering kali hal ini memerlukan
kemampuan untuk mengidentifikasi faktor -faktor yang
mempengaruhi masalah ini dan kemampuan untuk
mengimprovisasi strategi efektif untuk menyelesaikannya. Dengan
memperkuat keterampilan ini, Anda mungkin dapat menemukan
solusi kreatif dengan lebih cepat, memvisualisasikan masalah
dengan lebih akurat, dan melakukan penelitian dengan lebih
efektif.
Pemecahan masalah adalah suatu proses yang lebih dari
sekedar menggunakan aturan-aturan yang diperoleh pada akhir
pengalaman untuk mengatasi masalah -masalah. Proses
pemecahan masalah memerlukan pencarian cara penyelesaian
yang baru. Dalam hal ini, perlu memanfaatkan proses berpikir
kritis sambil mengajukan pertanyaan terkait solusi dan mencari
jawabannya. Tahap ketiga dari berpikir kritis adalah mencapai

161
hasil yang logis. Mendekati suatu hasil dan membuat kesimpulan
logis memerlukan pemikiran kritis.
Saat memecahkan masalah, baik di dunia nyata atau ujian,
Anda diberikan, atau memiliki, atau dapat menemukan informasi
dalam berbagai bentuk – teks, angka, grafik atau gambar dan Anda
perlu menggunakannya untuk menghasilkan informasi lebih lanjut
yaitu informasi yang akan menjadi solusi permasalahan tersebut.
Individu yang menggunakan pengetahuan dan pengalamannya
terkait dengan permasalahan yang sedang dihadapi menunjukkan
kemampuan berpikir kritis.
Landasan dasar pemecahan masalah dapat diperluas ke
bidang keterampilan yang dapat digabungkan untuk memecahkan
masalah yang lebih kompleks. Pada bab dalam unit ini kami
membaginya menjadi keterampilan-keterampilan yang lebih kecil
yang dapat diidentifikasi. Selanjutnya untuk menangani masalah
yang lebih kompleks, yang hanya dapat diselesaikan dengan
menggunakan kombinasi beberapa sub-keterampilan ini, dan lebih
dekat dengan jenis pemecahan masalah yang ditemui di dunia
nyata.
Memasukkan keterampilan-keterampilan yang berbeda ke
dalam kurikulum mengharuskan pembelajaran diajarkan dengan
cara yang memungkinkan siswa memperoleh keterampilan-
keterampilan ini. Pemecahan masalah dan keterampilan berpikir
kritis termasuk di antaranya. Karena kedua keterampilan ini dan
semua keterampilan dasar lainnya mempunyai kualitas yang
saling melengkapi. Oleh karena itu, pengembangan logika kritis
telah menjadi suatu keharusan, dan upaya untuk mendukung
individu modern agar berpikir kritis untuk memahami realitas
dunia dalam banyak hal telah meningkat (Alkın-Şahin & Tunca,
2015).
Individu menggunakan proses mental yang sama ketika
memecahkan masalah matematika dan masalah verbal. Oleh

162
karena itu, pendekatan yang diperoleh siswa ketika memecahkan
masalah matematika mempengaruhi mereka sepanjang hidup
mereka. Pemecahan masalah harus diintegrasikan di semua kelas
pendidikan dan mata pelajaran matematika dalam studi reformasi
yang berkaitan dengan pendidikan matematika.
Proses pemecahan masalah matematika yang merupakan
sub-dimensi dan dasar mata pelajaran ini adalah proses yang
mengharuskan penggunaan sudut pandang kritis, dan hubungan
antara kedua keterampilan ini dianggap ada. Dalam lingkungan
pendidikan, pemecahan masalah sebagai keterampilan yang
berkaitan erat dengan berpikir kritis. Banyak penelitian telah
dilakukan untuk menyelidiki hubungan antara berpikir kritis dan
keterampilan pemecahan masalah yang mencakup mengatasi
masalah kehidupan sehari-hari di berbagai tingkat pendidikan dan
kelompok profesional (Gunhan, 2014; Sachdeva & Eggen, 2021).
D. Perbedaan Berpikir Kritis dan Pemecahan Masalah
Berpikir kritis dan pemecahan masalah dapat membantu
Anda mengatasi tantangan, namun kedua praktik tersebut
memiliki tujuan dan strategi yang berbeda. Berikut beberapa
perbedaan antara kedua keterampilan tersebut.
Berpikir kritis ini adalah cara berpikir, dibandingkan
dengan pemecahan masalah yang merupakan serangkaian strategi
yang berorientasi pada solusi. Karena berpikir kritis memperkuat
penalaran Anda dalam mempelajari keterampilan baru, termasuk
pemecahan masalah menjadi lebih mudah. Mengembangkan
pemikiran kritis juga dapat membantu Anda memahami diri
sendiri dengan lebih baik, termasuk sistem nilai, gaya belajar, dan
keterampilan terkuat Anda. Berpikir kritis terdiri dari lima
langkah yaitu: identifikasi, selidiki, analisis, renungkan, dan
putuskan (P. a. Facione, 2015).
Identifikasi: Selama langkah ini, Anda dapat
mengidentifikasi bagian mana dari proses berpikir yang ingin

163
Anda tingkatkan, seperti cara Anda menyusun argumen dan cara
Anda mengevaluasi sumber selama penelitian. Pertimbangkan
faktor-faktor apa yang dapat memberikan dampak paling besar
jika Anda memperbaikinya, apakah faktor-faktor tersebut
merupakan konsekuensi dari masalah yang lebih besar, dan
berapa lama waktu yang diperlukan untuk memperbaikinya.
Selidiki: Anda dapat meneliti dan mengumpulkan sumber
daya setelah Anda mengidentifikasi bagian mana dari proses
berpikir yang ingin Anda tingkatkan. Saat Anda melakukan
penelitian, pertimbangkan untuk mengumpulkan argumen, data,
dan opini dari berbagai sumber berbeda sehingga Anda dapat
mengurangi kemungkinan membuat asumsi yang bias.
Analisis: Setelah Anda menemukan sumber yang
bermanfaat dan relevan melalui penelitian Anda, Anda dapat
menganalisisnya untuk menentukan seberapa kredibel
penulisnya, seberapa mutakhir kutipannya, dan seberapa akurat
datanya. Anda juga dapat membandingkan argumen dengan
argumen Anda sendiri dan menemukan ide yang mungkin Anda
adopsi dalam proses berpikir Anda.
Renungkan: Setelah menganalisis semua penelitian Anda,
Anda dapat menentukan apakah sumber yang paling kredibel
berguna untuk membuat rencana tindakan. Pada tahap ini, Anda
dapat membuat peta pikiran untuk memahami manfaat dari
rencana tertentu dan membayangkan seperti apa rencana Anda
dalam jangka pendek dan panjang.
Putuskan: Setelah Anda merenungkan seperti apa rencana
Anda, Anda dapat memutuskan rencana tindakan mana yang
paling bermanfaat bagi pertumbuhan Anda sebagai pemikir kritis.
Jika Anda kesulitan memutuskan di antara beberapa rencana,
pertimbangkan untuk membuat daftar pro dan kontra untuk
masing-masing rencana dan tanyakan pendapat rekan-rekan
terpercaya.

164

Pemecahan masalah adalah serangkaian teknik yang secara
khusus Anda gunakan untuk menemukan solusi efektif, bukan
berpikir kritis, yang merupakan praktik seumur hidup yang Anda
gunakan untuk meningkatkan proses berpikir Anda. Anda dapat
menggunakannya untuk menyelesaikan tantangan yang terjadi
atau menyiapkan solusi pencegahan ketika Anda memperkirakan
tantangan akan terjadi.
Mengerjakan keterampilan pemecahan masalah dapat
meningkatkan pemikiran kreatif dan analitis Anda, dan juga
menjadikan Anda sebagai pemikir kritis yang lebih efektif.
Pemecahan masalah terdiri dari empat langkah, yang termasuk
dalam daftar di bawah ini:
1) Definisikan masalah. Proses pemecahan masalah dimulai
dengan mendefinisikan masalah Anda, yang melibatkan
pembuatan daftar fakta tentang masalah tersebut, potensi
penyebabnya, dan konsekuensi yang ditimbulkan oleh
masalah tersebut. Selama langkah ini, pertimbangkan untuk
menganalisis data yang relevan untuk mendukung ide Anda
dan mengumpulkan informasi dari semua orang yang terkena
dampak masalah tersebut.
2) Hasilkan ide. Setelah menentukan masalah spesifik yang
ingin Anda pecahkan, Anda dapat menghasilkan ide tentang
bagaimana rencana tindakan akan terlihat. Mungkin
bermanfaat untuk meminta pendapat dari semua pihak yang
terkena dampak dan menciptakan lingkungan yang
mendorong pemikiran terbuka dan kreatif.
3) Uji ide Anda. Selama langkah proses pemecahan masalah ini,
Anda dapat mengevaluasi dan menguji ide-ide terkuat yang
Anda hasilkan bersama rekan-rekan Anda. Pastikan setiap
orang yang terlibat menyetujui setiap langkah rencana, bahwa
Anda membuat keputusan tanpa bias dan meneliti seberapa
baik rencana serupa telah berhasil di masa lalu.

165
4) Mengambil tindakan. Setelah mengevaluasi dan menguji ide-
ide terkuat Anda, Anda dapat memulai tahap pertama dari
rencana tindakan Anda. Bahkan setelah menyepakati suatu
solusi, penting untuk mencatat bagaimana solusi Anda
mempengaruhi semua orang yang terlibat, untuk meminta
umpan balik tentang seberapa efektif solusi tersebut dan
untuk mengumpulkan pendapat tentang apakah rencana
tersebut efektif atau memerlukan revisi.
Berpikir kritis merupakan proses menganalisis dan
mengevaluasi informasi, bukti, atau argumen secara objektif untuk
membentuk penilaian atau keputusan. Hal ini melibatkan
pengujian asumsi, bias, dan asumsi yang mendasarinya untuk
menilai kredibilitas dan relevansi informasi. Berpikir kritis tidak
hanya mempertanyakan informasi tetapi juga menganalisisnya
dan menarik kesimpulan logis. Di dunia sekarang ini, dengan
banyaknya informasi, berita palsu, dan fakta alternatif, pemikiran
kritis menjadi lebih penting dari sebelumnya. Pemecahan masalah
di sisi lain, merupakan proses mengidentifikasi, menganalisis, dan
menemukan solusi terhadap tantangan atau hambatan yang
kompleks. Ini melibatkan pemecahan masalah menjadi komponen-
komponen yang lebih kecil dan dapat dikelola untuk mengevaluasi
solusi potensial, dan menerapkan strategi yang paling efektif.
Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan
perbedaannya adalah bahwa berpikir kritis berfokus pada analisis
dan evaluasi informasi, bukti, atau argumen untuk membentuk
penilaian atau keputusan, sedangkan pemecahan masalah
berkaitan dengan menemukan solusi terhadap tantangan atau
hambatan tertentu. Berpikir kritis melibatkan mempertanyakan
dan menganalisis informasi, mempertimbangkan kredibilitas dan
relevansi informasi. Sedangkan pemecahan masalah berfokus
pada pemecahan masalah, mengevaluasi solusi potensial, dan
menerapkan strategi terbaik.

166
E. Pentingnya Berpikir Kritis dalam Pemecahan Masalah
Berpikir kritis dan pemecahan masalah adalah
keterampilan penting untuk kesuksesan pribadi dan profesional.
Mereka keduanya sangat membantu individu dalam hal:
1) Membuat keputusan berdasarkan informasi: Dengan
menganalisis informasi dan mempertimbangkan pro dan
kontra dari berbagai pilihan, individu dapat membuat
keputusan berdasarkan informasi yang mengarah pada hasil
yang lebih baik.
2) Memecahkan masalah yang kompleks: Dengan
keterampilan ini, individu dapat memecah masalah yang
kompleks menjadi komponen-komponen yang dapat dikelola
dan mengembangkan solusi inovatif.
3) Berkomunikasi secara efektif: Berpikir kritis dan
keterampilan memecahkan masalah memungkinkan individu
untuk mengartikulasikan ide dan argumen mereka dengan
jelas, persuasif, dan logis, sehingga mendorong komunikasi
yang efektif.
4) Beradaptasi terhadap perubahan: Di dunia yang berubah
dengan cepat saat ini, keterampilan ini memungkinkan
individu beradaptasi dengan situasi, tantangan, dan teknologi
baru.
5) Meningkatkan kreativitas dan inovasi: Dengan berpikir
kritis dan memecahkan masalah, individu dapat
mengembangkan ide, produk, dan proses baru yang
mendorong inovasi dan kemajuan.
F. Keterampilan Berpikir Kritis dalam Pemecahan Masalah
Matematika
Kegiatan di bawah ini memberikan contoh permasalahan
sederhana yang melibatkan pemikiran kritis; Anda dapat
memberikan jawaban sederhana atau jawaban yang lebih rumit,
bergantung pada tingkat detail yang Anda anggap perlu.

167
Contoh Permasalahan
Basir akan menghadiri pertemuan di kota yang berjarak 50
mil pada jam 3 sore besok. Dia berencana untuk melakukan
perjalanan dari kota tempat dia tinggal kota tempat
pertemuan dilakukan dengan kereta api, berjalan kaki ke
dan dari stasiun di kedua ujungnya.
Buatlah daftar informasi yang Basir perlukan untuk
memutuskan jam berapa dia harus berangkat dari rumah.
Kemudian cari tahu bagaimana Anda akan merencanakan
perjalanannya berdasarkan informasi ini.
Komentar: Kemungkinannya adalah Anda melewatkan
beberapa hal penting. Anda mungkin mengira yang dia
butuhkan hanyalah jadwal kereta api. Kecuali Anda
mendekati masalahnya secara sistematis, Anda mungkin
tidakmemikirkan segalanya. Mari kita mulai dengan
memikirkan segala hal yang Basir lakukan mulai dari
meninggalkan rumah hingga tiba di tempat pertemuan.
- Basir meninggalkan rumahnya
- Basir berjalan ke stasiun.
- Basir membeli tiket kereta api
- Basir pergi ke peron.
- Basir menaiki kereta api ketika kereta itu tiba.
- Basir duduk di kereta api sampai mencapai tujuan
- Basir meninggalkan kereta api
- Basir berjalan ke tempat pertemuannya
- Dan seterusnya.
Anda dapat menyusun informasi yang dia butuhkan dari
daftar ini. Waktu yang dibutuhkan untuk berjalan kaki dari
rumahnya ke stasiun;
- Waktu yang dibutuhkan untuk membeli tiket. (Ingatlah
untuk mengizinkan antrian);

168
- Waktunya berjalan ke peron; Jadwal keberangkatan
kereta api;
- Waktu yang dibutuhkan untuk berjalan kaki dari
stasiun menuju tempat pertemuan.
Apakah Anda menemukan semuanya? Mungkin Anda
memikirkan beberapa hal yang saya lewatkan. Misalnya,
saya tidak berpikir untuk membiarkan kereta terlambat.
Anda dapat memperkirakannya berdasarkan pengalaman
dan memberikan waktu tambahan.
Sekarang, untuk mengetahui kapan dia harus meninggalkan
rumah, kita perlu bekerja mundur. Jika pertemuannya
dilakukan pada jam 3 sore, Anda dapat menentukan kapan
dia harus meninggalkan stasiun tujuan untuk berjalan kaki
menuju pertemuan tersebut Anda kemudian dapat melihat
jadwal untuk melihat kereta api terbaru apa yang bisa dia
naiki (memungkinkan kereta api terlambat jika
diperlukan). Kemudian lihat dari jadwal kapan kereta api
ini meninggalkan kota asalnya. Selanjutnya, Anda dapat
menentukan kapan dia seharusnya membeli tiketnya, dan
kapan dia harus meninggalkan rumah.
Tentu saja, Anda dapat melakukan semuanya hanya dengan
menebak-nebak, namun Anda mungkin salah
memahaminya dan, yang lebih penting lagi, Anda tidak
dapat dengan yakin bahwa Anda akan melakukannya
dengan benar. Dalam pengertian yang kita gunakan dalam
buku ini, 'masalah' berarti situasi di mana kita perlu
menemukan solusi dari serangkaian masalah kondisi awal.
Tugas untuk Latihan
Bayangkan Anda akan memesan tiket konser. Buat daftar
informasi yang Anda perlukan dan proses yang perlu Anda
lalui untuk memesan tiket dan menghadiri konser. Dalam

169
urutan apa Anda harus melakukannya? Pertama-tama
buatlah daftar hal-hal utama, kemudian cobalah
memecahnya menjadi bagian-bagian yang lebih kecil.
Temukan bagan jarak tempuh yang memberikan jarak
antara berbagai kota (ini dapat ditemukan di sebagian besar
atlas jalan atau di internet).
Pilih kota asal dan empat kota lainnya. Pertimbangkan
untuk melakukan perjalanan yang dimulai dari kota awal,
melewati kota tersebut yang lain. Kota asal dapat ditemukan
di sebagian besar atlas jalan atau di empat lainnya dan
berakhir di kota dasar. Di dalam urutan apa yang harus Anda
kunjungi kota-kota untuk meminimalkan perjalanan?
Pertanyaan-pertanyaan tersebut didasarkan pada situasi
yang sangat sederhana, namun memerlukan pemikiran
jernih untuk menyelesaikannya. Beberapa lebih mudah dari
yang lain.
Kita telah melihat bahwa suatu masalah terdiri dari
sekumpulan informasi dan pertanyaan yang harus dijawab. Untuk
memecahkan masalah kita harus menggunakan informasi tersebut
dengan cara tertentu. Cara kita menggunakannya mungkin cukup
mudah – misalnya hanya dengan mencari data yang cocok dengan
kondisi tertentu di tabel. Dalam kasus lain, alih-alih mencari
sepotong data, kita mungkin harus mencari metode
penyelesaiannya. Hal penting dalam kedua kasus tersebut adalah
memiliki strategi yang akan mengarah pada solusi.
Inilah sebabnya mengapa pemecahan masalah muncul
dalam ujian keterampilan berpikir; ini menguji kemampuan
kandidat untuk melihat situasi dengan cara yang berbeda dan
mampu menggunakan berbagai strategi untuk menemukan
strategi yang berhasil. Anda harus selalu memiliki pikiran terbuka
dan bersiap untuk mencoba pendekatan yang berbeda.

170
G. Mendorong Pemikiran Kritis dalam Matematika
Berpikir kritis berarti mengikuti serangkaian langkah dan
penalaran logis yang jelas. Untuk memecahkan masalah berpikir
kritis, guru matematika hendaknya mencontohkan cara
berpikirnya ketika memecahkan suatu masalah. Siswa dapat
menginternalisasikan serangkaian pertanyaan untuk ditanyakan
yang akan membantu mereka memikirkan jalan menuju solusi.
Berpikir kritis merupakan keterampilan penting yang membantu
siswa mengembangkan kemampuan pemecahan masalah dan
membuat hubungan logis antara konsep-konsep yang berbeda.
Dengan mendorong pemikiran kritis dalam matematika, siswa
belajar untuk mendekati masalah dengan lebih bijaksana, mereka
belajar menganalisis dan mengevaluasi konsep matematika,
mengidentifikasi pola dan hubungan, dan mengeksplorasi
berbagai strategi untuk menemukan solusi. Berpikir kritis juga
melibatkan banyak ketekunan. Itu adalah keterampilan hidup yang
penting.
Kalau kita merenungkan, siswa biasanya diminta untuk
memecahkan masalah matematika dan menemukan jawabannya
itu penting, tapi bukan akhir. Sebaliknya, siswa harus mampu
melihat matematika dengan cara yang berbeda agar benar-benar
memahami konsep matematika secara utuh. Matematika
membutuhkan penalaran logis, pemecahan masalah, dan
pemikiran abstrak. Ketika siswa memikirkan tentang berpikir
kritis dalam matematika, siswa fokus pada:
1) Memecahkan masalah melalui pemikiran logis. Siswa
belajar bagaimana memecah masalah yang kompleks,
menganalisis bagian-bagian yang berbeda, dan memahami
bagaimana masalah-masalah tersebut cocok satu sama lain
secara logis.
2) Mengidentifikasi pola dan membuat koneksi. Siswa
belajar bagaimana mengidentifikasi pola-pola di berbagai
konsep matematika, membuat hubungan antara topik-topik

171
yang tampaknya tidak berhubungan, dan mengembangkan
pemahaman yang lebih mendalam tentang cara kerja
matematika.
3) Mengevaluasi dan membandingkan solusi. Siswa belajar
mengevaluasi solusi mana yang terbaik untuk masalah
tertentu dan mengidentifikasi kelemahan dalam alasan
mereka atau alasan orang lain ketika melihat solusi yang
berbeda.
4) Guru matematika dapat memberikan energy positif
kepada siswa saat pembelajaran matematika. Guru juga
dapat meningkatkan disposisi positif siswa terhadap
matematika melalui pembelajaran matematika. Bahkan
guru dapat mendorong siswa lebih awal menjadi seorang
ahli matematika melalui kegiatan-kegiatan penyelidikan.
Siswa yang memiliki pemikiran kritis di masa depan dapat
menjadi ahli matematika yang luar biasa. Seorang ahli
matematika dalam memecahkan masalah selalu melibatkan
pemikiran kritis. Seorang ahli matematika akan melakukan
hal berikut.
- tahu bahwa lebih cepat tidak berarti lebih baik;
- mencari pola;
- tahu kesalahan terjadi dan terus berjalan;
- memahami detail yang paling penting;
- menerima tantangan dan mengatasi rasa frustrasi;
- menggunakan kosakata matematika yang tepat
untuk menjelaskan pemikiran mereka;
- menunjukkan pekerjaan mereka dan mencontohkan
pemikiran mereka;
- mendiskusikan solusi dan mengevaluasi kewajaran;
- memberikan konteks dengan memberi label pada
jawaban;
- menerapkan pengetahuan matematika pada situasi
serupa;
- memeriksa kesalahan (komputasi dan konseptual);

172
Di dalam pembelajaran matematika guru dapat
memasukkan soal-soal tantangan karena keduanya mengajarkan
siswa saya lebih dari sekadar cara menyelesaikan soal matematika.
Mereka mendapatkan pelajaran penting dalam kerja tim,
ketekunan, ketahanan, dan pola pikir berkembang. Kami berbicara
tentang strategi untuk mengatasi masalah sulit dan pentingnya
tidak menyerah ketika keadaan menjadi sulit.
Semua siswa perlu merasakan dan belajar menerima
tantangan. Seringkali, siswa jarang menghadapi tantangan
akademis. Segala sesuatunya menjadi mudah bagi mereka,
sehingga ketika hal tersebut tidak terjadi, guru mungkin
kekurangan strategi yang dapat membantu mereka. Faktanya,
siswa sering kali menyerah bahkan sebelum memulai. Kami
memberi tahu mereka bahwa tugas guru adalah memastikan siswa
mereka dapat mengembangkan otak mereka dengan memberi
mereka tantangan. Mereka tidak menyukainya pada awalnya,
tetapi pada akhirnya mereka menyukainya.
H. Hambatan terhadap Berpikir Kritis
Beberapa peneliti menyatakan bahwa tren pendidikan saat
ini yang menstandarkan kurikulum dan fokus pada nilai ujian
melemahkan kemampuan instruktur untuk mengatasi pemikiran
kritis dalam kelas (Gichuru et al., 2016; Shafiyeva, 2021).
Penekanan pada ''mengajar untuk ujian'' mengalihkan perhatian
proses pembelajaran dari berpusat pada siswa dan menempatkan
penekanan pada konten. Jika fokusnya adalah pada pembelajaran,
siswa harus diberi kebebasan (dan tanggung jawab) untuk
mengeksplorasi konten, menganalisis sumber daya, dan
menerapkan informasi. Sayangnya, siswa biasanya tidak diajarkan
untuk berpikir atau belajar secara mandiri, dan mereka jarang
menguasai keterampilan ini sendiri.
Berpikir kritis bukanlah kemampuan bawaan. Meskipun
beberapa siswa secara alami memiliki rasa ingin tahu, mereka

173
memerlukan pelatihan untuk menjadi analitis secara sistematis,
adil dan berpikiran terbuka dalam mengejar pengetahuan. Dengan
keterampilan ini, siswa dapat menjadi percaya diri dalam
penalaran mereka dan menerapkan kemampuan berpikir kritis
mereka pada bidang konten atau disiplin ilmu apa pun (Lundquist,
1999). Berpikir kritis sering disamakan dengan metode ilmiah,
yaitu pendekatan sistematis dan prosedural terhadap proses
berpikir (Scriven dan Paul, 2007). Sebagaimana siswa mempelajari
proses metode ilmiah, mereka juga harus mempelajari proses
berpikir kritis.
Empat hal yang sering menghambat integrasi pemikiran
kritis dalam pendidikan: (a) kurangnya pelatihan, (b) kurangnya
informasi, (c) prasangka, dan (d) keterbatasan waktu (Snyder &
Snyder, 2008).
Pertama, guru sering kali tidak dilatih dalam metodologi
berpikir kritis (Broadbear, 2003). Guru sekolah dasar dan
menengah mengetahui materi pelajaran mereka dan menerima
pelatihan dalam metode pengajaran, namun hanya sedikit
pelatihan yang ditujukan secara khusus tentang cara mengajarkan
keterampilan berpikir kritis. Instruktur pasca sekolah menengah
mengejar instruksi berbasis konten tambahan selama lulus
sekolah, namun seringkali tidak memiliki pelatihan metodologis
formal, apalagi instruksi berbasis keterampilan.
Kedua, sedikit bahan ajar yang menyediakan sumber
berpikir kritis. Beberapa buku teks menyediakan pertanyaan
diskusi berpikir kritis berbasis bab, namun bahan ajar sering kali
kekurangan sumber daya berpikir kritis tambahan.
Ketiga, baik guru maupun siswa mempunyai prasangka
mengenai materi yang menghalangi kemampuan mereka untuk
berpikir kritis terhadap materi. Prasangka seperti keberpihakan
bias pribadi melarang pemikiran kritis karena prasangka tersebut
menghilangkan keterampilan analitis seperti bersikap adil,

174
berpikiran terbuka, dan ingin tahu tentang suatu topic. Misalnya,
banyak pendidik matematika masih terus menggunakan dua spasi
setelah mengakhiri tanda baca meskipun para ahli jenis huruf telah
mendokumentasikan bahwa font proporsional saat ini dirancang
untuk satu spasi (American Psychological Association, 2001).
Analisis kritis terhadap informasi yang diberikan mengenai topik
penyusunan huruf ini akan mendukung penggunaan satu spasi.
Namun, bias yang kuat untuk dua ruang menghalangi banyak guru
matematika yang sebagian besar merupakan guru pengetik untuk
mengubah pendapat mereka dan mengadopsi prosedur yang dapat
diterima
Terakhir keempat, keterbatasan waktu menjadi hambatan
dalam mengintegrasikan keterampilan berpikir kritis di kelas.
Instruktur sering kali memiliki banyak konten untuk dibahas
dalam waktu singkat periode. Ketika fokusnya adalah pada konten
daripada pembelajaran siswa, jalan pintas seperti ceramah dan tes
objektif menjadi hal yang biasa. Perkuliahan lebih cepat dan
mudah dibandingkan mengintegrasikan peluang pembelajaran
berbasis proyek. Tes objektif lebih cepat diambil dan dinilai
dibandingkan penilaian subjektif. Namun, penelitian menunjukkan
bahwa ceramah bukanlah metode pengajaran terbaik dan tes
objektif bukanlah metode penilaian terbaik (Liu et al., 2023).
Tujuan bagi pendidik matematika yang ingin menanamkan
keterampilan berpikir kritis di kelasnya adalah memikirkan
pemikiran mereka sendiri, siswa bukan sebagai penerima
informasi, namun sebagai pengguna informasi. Lingkungan belajar
yang secara aktif melibatkan siswa dalam penyelidikan informasi
dan penerapan pengetahuan akan meningkatkan keterampilan
berpikir kritis siswa. Namun, seperti halnya keterampilan apa pun,
berpikir kritis memerlukan pelatihan, latihan, dan kesabaran.
Siswa pada awalnya mungkin menolak teknik bertanya dalam
pembelajaran jika sebelumnya mereka diminta hanya untuk
mengingat informasi dan tidak memikirkan tentang apa yang

175
mereka ketahui. Mereka mungkin kesulitan dengan pertanyaan
penilaian yang tidak diambil kata demi kata dari buku. Namun,
dengan mendorong siswa sepanjang proses dan mencontohkan
perilaku berpikir, keterampilan berpikir kritis siswa dapat
meningkat. Upaya ini sepadan dengan imbalannya; siswa yang
dapat berpikir kritis sendiri dan memecahkan masalah dunia
nyata.

176





“Tujuan bagi pendidik
matematika yang ingin
menanamkan
keterampilan berpikir
kritis di kelasnya adalah
memikirkan pemikiran
mereka sendiri, siswa
bukan sebagai penerima
informasi, namun
sebagai pengguna
informasi.”

177






BAB 09 | MENGUKUR KETERAMPILAN
BERPIKIR KRITIS

Berpikir kritis adalah bagian penting dari pendidikan, baik
disebutkan secara eksplisit maupun implisit dalam kurikulum.
Berpikir kritis adalah kemampuan menganalisis, mengevaluasi,
dan mensintesis informasi dari berbagai sumber dan perspektif.
Ini adalah keterampilan penting untuk pemecahan masalah,
pengambilan keputusan, dan inovasi di bidang atau domain apa
pun. Namun, bagaimana Anda bisa mengukur dan meningkatkan
kemampuan berpikir kritis Anda? Dalam bab ini, Anda akan
mempelajari beberapa alat penilaian berpikir kritis paling efektif
yang dapat membantu Anda mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan Anda, serta mengembangkan strategi untuk
meningkatkan kemampuan kognitif Anda.
Anda dapat menggunakan berbagai metode dan alat untuk
mengumpulkan bukti pemikiran kritis siswa seperti portofolio,
jurnal, refleksi, penilaian diri, penilaian teman sejawat, atau daftar
periksa. Maksimalkan observasi informal, wawancara, atau diskusi
untuk memantau kemajuan siswa dan memberikan umpan balik.

178
A. Alat Penilaian Berpikir Kritis
Berpikir kritis adalah hasil pendidikan tinggi yang
diprioritaskan keterampilan berpikir kritis sangat penting untuk
berpikir mandiri dan memecahkan masalah baik dalam kehidupan
profesional maupun pribadi siswa. Namun, apa yang dimaksud
dengan pemikir kritis dan bagaimana kita mendorong dan
menilainya pada siswa kita? Berpikir kritis dapat diartikan sebagai
kemampuan mengkaji suatu permasalahan dengan cara
memecahnya, dan mengevaluasinya secara sadar, serta
memberikan argumen/bukti yang mendukung evaluasi tersebut.
Keterampilan berpikir kritis adalah komponen kunci untuk
“siap kuliah dan berkarir,” namun definisi yang tepat dari berpikir
kritis bervariasi tergantung pada sumbernya dan banyak
komponen yang telah diidentifikasi. Misalnya, meskipun ada
banyak penilaian berpikir kritis, Tes penilaian berpikir kritis
bersifat unik karena dirancang untuk digunakan oleh dosen
perguruan tinggi untuk membantu mereka meningkatkan
pengembangan keterampilan berpikir kritis siswa.
Alat penilaian berpikir kritis adalah instrumen yang
mengukur tingkat keterampilan dan kemampuan berpikir kritis.
Alat penilaian berpikir kritis penting karena beberapa alasan.
Pertama, alat tersebut dapat membantu Anda memahami proses
berpikir Anda sendiri dan mengidentifikasi kekuatan dan
kelemahan Anda. Misalnya, Anda mungkin menyadari bahwa Anda
pandai menganalisis data, namun perlu melatih kemampuan
penalaran logis atau argumentasi Anda. Kedua, alat tersebut dapat
membantu Anda memantau kemajuan dan peningkatan Anda dari
waktu ke waktu. Misalnya, Anda dapat menggunakan alat
penilaian pemikiran kritis sebelum dan sesudah program
pelatihan atau proyek dan membandingkan hasilnya. Ketiga, alat
tersebut dapat membantu Anda menunjukkan keterampilan
berpikir kritis Anda kepada orang lain, seperti atasan, pendidik,
atau rekan kerja. Misalnya, Anda dapat menggunakan skor

179
penilaian berpikir kritis sebagai bukti kompetensi atau potensi
Anda dalam lamaran kerja atau portofolio.
B. Memilih Alat Penilaian Berpikir Kritis yang Tepat
Berpikir kritis sebagai istilah umum yang dapat diterapkan
pada berbagai bentuk perolehan pembelajaran atau pada berbagai
proses berpikir. Dalam ungkapan yang paling mendasar, berpikir
kritis terjadi ketika siswa menganalisis, mengevaluasi,
menafsirkan, atau mensintesis informasi dan menerapkan
pemikiran kreatif untuk membentuk argumen, memecahkan
masalah, atau mencapai suatu kesimpulan.
Banyak guru berpikir bahwa keterampilan berpikir kritis
melekat pada sifat kelas mereka, namun terdapat kesenjangan
dalam mempelajari cara mengajarkan komponen tertentu, seperti
kreativitas dan pemecahan masalah kepada siswa. Meskipun ada
beberapa petunjuk bahwa pengajaran yang ditargetkan efektif
dalam mengajarkan pemikiran kritis, kreativitas, dan pemecahan
masalah, rincian tentang cara terbaik untuk mengintegrasikan
pengajaran yang ditargetkan masih kurang dalam literatur.
Saat memilih alat penilaian berpikir kritis, penting untuk
mempertimbangkan tujuan, format, isi, validitas, reliabilitas, dan
kepraktisan penilaian. Tujuannya bisa untuk mendiagnosis
keterampilan yang ada, mengevaluasi program pelatihan, memilih
kandidat untuk suatu pekerjaan atau kursus, atau meningkatkan
pembelajaran dan pengembangan. Formatnya bisa berupa tes
pilihan ganda, tes jawaban singkat, tes essay, tes berbasis skenario,
atau survei laporan mandiri. Isinya harus relevan dengan domain
penilaian dan bisa bersifat umum atau khusus untuk suatu bidang
atau disiplin ilmu. Selain itu, validitas penilaian harus diperiksa
untuk memastikan penilaian tersebut mengukur apa yang ingin
diukur dan didasarkan pada landasan teoretis dan empiris yang
kuat. Keandalan juga harus dipertimbangkan untuk memastikan
hasil yang konsisten dan akurat dalam berbagai kesempatan dan

180
kondisi. Yang terakhir, kepraktisan penilaian harus dinilai
berdasarkan kemudahan administrasi dan penilaian serta
keterjangkauan dan aksesibilitas.
Untuk menggunakan alat penilaian berpikir kritis secara
efektif, Anda harus mempersiapkan diri dengan baik dengan
memahami format, konten, dan instruksi alat tersebut, serta
meninjau konsep dan keterampilan terkait. Selama penilaian,
tanggapi dengan serius dan hindari gangguan atau interupsi apa
pun. Kelola waktu Anda dengan bijak dan periksa jawaban Anda
dengan cermat. Setelah penilaian, tinjau hasil dan umpan balik
Anda untuk mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan Anda.
C. Pola Pikir Berpikir Kritis
Pola pikir berpikir kritis menentukan seberapa besar
kecenderungan seseorang dalam bekerja untuk mencapai tujuan
dan untuk terlibat serta menyelesaikan masalah yang signifikan.
Ciri-ciri seseorang siswa berpikir kritis antara laim siswa
mengenali aspek-aspek yang dijadikan informasi dalam
permasalahan; menguraikan informasi yang terkandung dalam hal
tersebut menjadi bagian-bagian tersendiri; dapat mengidentifikasi
karena alasan yang logis dan relevan terkait dengan bagaimana
keabsahan dan kebenaran informasi mengenai hal tersebut.
Memiliki keterampilan untuk menafsirkan suatu situasi dan
dengan tepat menyimpulkan bahwa suatu masalah ada tidak akan
cukup jika kita kemudian tidak dapat menganalisis mengapa
masalah tersebut terus ada dan kemudian menjelaskan dan
mengevaluasi upaya kita untuk memecahkan masalah tersebut.
Interpretasi, inferensi, penjelasan analisis dan evaluasi semuanya
merupakan keterampilan berpikir kritis.
Penilaian yang valid dan dapat diandalkan terhadap
keterampilan berpikir kritis seseorang harus menantang individu
tersebut untuk menunjukkan semua keterampilan ini dalam
berbagai situasi masalah sulit yang disesuaikan dengan tingkat

181
tanggung jawab pengambilan keputusannya. Apakah mereka
memiliki integritas untuk secara jujur mendefinisikan situasi
masalah, kecenderungan untuk mengambil pendekatan
terorganisir untuk mencari solusi terbaik, toleransi untuk
mendengarkan semua sudut panda ng, kemampuan untuk
mempertimbangkan kembali ketika bukti menunjukkan perlunya
penilaian baru? Ini hanya sebagian kecil dari ciri-ciri yang
termasuk dalam penilaian pola pikir berpikir kritis yang valid dan
reliabel.
Contoh berpikir kritis antara lain tugas-tugas yang siswa
diminta untuk tampil dalam kursus laboratorium. Ketika siswa
diminta untuk menganalisis data yang mereka kumpulkan,
menggabungkan data dari berbagai sumber, dan menghasilkan
argumen atau kesimpulan tentang data mereka, kita melihat ini
sebagai pemikiran kritis. Namun, ketika siswa secara sederhana
ikuti apa yang disebut instruksi laboratorium “buku masak”
yang mengharuskan mereka mengkonfirmasi kesimpulan yang
telah ditentukan sebelumnya, menurut kami siswa tidak terlibat
dalam tindakan kritis pemikiran.
D. Instrumen Penilaian Keterampilan Berpikir Kritis
Matematis
Tujuan instrumen penilaian keterampilan berpikir kritis
matematika adalah alat untuk mengukur kemampuan berpikir
kritis siswa dalam pemecahan masalah matematika non-rutin.
Evaluasi kemampuan berpikir kritis matematika harus
memperhatikan proses berpikir siswa saat menyelesaikan
masalah matematika, bukan hanya hasil jawabannya saja.
Sehingga instrumen tersebut tidak hanya sekedar mengevaluasi
pengetahuan matematika tetapi yang lebih penting lagi menilai
tingkat berpikir kritis.
Komponen kemampuan berpikir kritis dalam matematika
dapat diukur dengan tiga hal, yaitu (1) identifikasi dan interpretasi

182
informasi, (2) analisis informasi, dan (3) evaluasi bukti dan
argumentasi (Facione, 2011). Dengan demikian penilaian berpikir
kritis untuk menilai tes essay yang melipui aspek
menganalisis, mengevaluasi, atau mensintesis informasi yang
relevan untuk membentuk argumen atau mencapai kesimpulan
yang didukung dengan bukti. Oleh karena itu, untuk
mengembangkan kemampuan berpikir kritis dalam pembelajaran
matematika perlu juga dibuat instrumen penilaian terhadap
komponen berpikir kritis yang dikaitkan dengan konteks
matematis. Instrumen penilaian kemampuan berpikir kritis
matematika untuk pretest dan posttest meliputi empat soal
matematika non rutin. Pretest dibangun dengan referensi dari
topik matematika sebelumnya.
Sedangkan post-test dikonstruksi dengan referensi dari
topik integrasi. Untuk mengevaluasi setiap komponen
keterampilan berpikir kritis matematika, penelitian ini
menggunakan rubrik penilaian keterampilan berpikir kritis yang
diadaptasi dari rubrik penilaian berpikir kritis holistic (Facione &
Facione, 1994) dengan menggunakan skor 0, 1, 2, 3, 4, dan 5 sesuai
dengan kemampuan keterampilan berpikir kritis siswa.
Sedangkan untuk memperoleh tingkat kemampuan berpikir kritis
matematika digunakan sebagai berikut:
Tabel 9.1 Rentang skor keterampilan berpikir kritis
matematis
Tingkat Interval Skor (%) Kriteria
V 80 – 100 Sempurna (Sangat bagus)
IV 60 – 79 Bagus
III 40 – 59 Cukup
II 20 – 39 Jelek
I 0 – 19 Sangat Jelek

183
(1) Rubrik penilaian berpikir kritis
Rubrik adalah formulir penilaian yang dirancang untuk
menangkap bukti kualitas atau konstruksi tertentu. Kualitas
ukuran yang diperoleh dari suatu rubrik tergantung pada seberapa
baik rubrik tersebut dirancang. Jika rubriknya dirancang dengan
buruk, penilaiannya akan kacau atau tidak akurat. Kualitas rubrik
juga dipengaruhi oleh keterampilan penilai dalam menggunakan
rubrik tersebut. Saat menggunakan rubrik, perlu untuk melatih
dan mengkalibrasi penilai untuk menggunakan rubrik dengan baik
untuk memastikan bahwa penilaian akurat dan konsisten di semua
penilai. Penilaian yang menggunakan rubrik tidak dapat dijadikan
patokan terhadap kelompok pembanding nasional atau
dibandingkan dengan penilaian lain yang dibuat oleh kelompok
penilai lainnya.
Rubrik merupakan pendekatan yang populer jika tujuannya
sebagian besar bersifat perkembangan; Rubrik merupakan alat
pedagogi yang baik. Namun permasalahan muncul ketika rubrik
digunakan untuk penilaian sumatif. Biasanya rubrik yang baik
memiliki tiga sampai lima kategori. Lebih dari itu, penerapan
rubrik dalam praktiknya akan berantakan. Dengan cara ini rubrik
dianalogikan dengan nilai. Kami merasakan bahwa perbedaan
penilaian yang terlalu tipis mungkin hanya ilusi karena banyaknya
faktor yang mempengaruhi pemberian nilai yang adil. Rubrik
mengatasi hal ini dengan mencoba memusatkan perhatian kita
hanya pada satu dimensi, misalnya. berpikir kritis, tentang apa
yang mungkin diperlukan dalam penilaian. Namun demikian,
pikiran kita tidak mampu melakukan diskriminasi seperti yang
dapat dilakukan oleh tes yang dirancang dengan baik. Kita harus
membuatnya tetap sederhana; 3-5 kategori sudah cukup. Dengan
rubrik seperti halnya nilai, akan ada banyak siswa mendapat “B”.
Berpikir kritis dapat didefinisikan secara luas dalam
konteks yang berbeda-beda, namun kami menemukan bahwa
kategori-kategori tersebut termasuk dalam konteks rubrik

184
(Gambar 1) mewakili aspek yang diterima secara umum rubrik
berpikir kritis (dan cocok dengan kebutuhan dosen kolaborator
yang menguji rubrik tersebut di ruang kelas mereka. Kategori
untuk setiap rubrik akan dibahas dalam kaitannya dengan bukti
bahwa rubrik tersebut mengukur aspek keterampilan yang
relevan dan bagaimana rubrik tersebut dapat digunakan untuk
menilai pekerjaan mahasiswa.
Berikut ini disajikan rubrik penilaian berpikir kritis untuk
menilai tes essay yang melipui aspek menganalisis,
mengevaluasi, atau mensintesis informasi yang relevan untuk
membentuk argumen atau mencapai kesimpulan yang
didukung dengan bukti.
Tabel 9.2 Rubrik penilaian keterampilan berpikir kritis
(Reynders et al., 2020)
Berpikir
Kritis
Mengevaluasi, menganalisis, dan/atau mensintesis
informasi yang relevan untuk membentuk suatu argumen
atau mencapai suatu kesimpulan yang didukung dengan
bukti
Kate-
gori
0 1 2 3 4 5
Meng-
evaluasi

Minimal
menentukan
relevansi dan
keandalan
informasi yang
mungkin
digunakan
untuk
mendukung
kesimpulan atau
argumen
Menentukan
sebagian
relevansi dan
keandalan
informasi yang
mungkin
digunakan
untuk
mendukung
kesimpulan
atau argumen
Menentukan
secara ekstensif
relevansi dan
keandalan
informasi yang
mungkin
digunakan untuk
mendukung
kesimpulan atau
argumen
Meng-
analisis

Informasi yang
ditafsirkan
secara tidak
akurat untuk
menentukan
makna dan
mengekstraksi
bukti yang
relevan
Menafsirkan
informasi untuk
menentukan
makna dan
untuk
mengekstrak
bukti yang
relevan dengan
Informasi yang
ditafsirkan
secara akurat
untuk
menentukan
makna dan
mengekstrak
bukti yang
relevan

185
beberapa
kesalahan

Men-
sintesis

Informasi yang
terhubung atau
terintegrasi
secara tidak
akurat untuk
mendukung
argumen atau
mencapai
kesimpulan

Informasi yang
terhubung atau
terintegrasi
untuk
mendukung
argumen atau
mencapai
kesimpulan
dengan
beberapa
kesalahan

Informasi yang
terhubung atau
terintegrasi
secara akurat
untuk
mendukung
suatu argumen
atau mencapai
suatu
kesimpulan
Pemben-
tuk
Argu-
men
(struk-
tur)

Membuat klaim
dan
memberikan
bukti yang tidak
lengkap untuk
mendukungnya
Membuat klaim
dan
memberikan
sebagian bukti
untuk
mendukungnya
Membuat klaim
dan memberikan
bukti lengkap
yang
mendukungnya
Pemben-
tukan
Argu-
men
(validi-
tas)

Klaim, bukti,
dan alasan
tersebut
sedikitnya
konsisten
dengan gagasan
dan praktik
disiplin ilmu
yang diterima.
Klaim, bukti,
dan alasan
tersebut
sebagian
konsisten
dengan gagasan
dan praktik
disipliner yang
diterima.
Klaim, bukti, dan
alasan tersebut
sepenuhnya
konsisten
dengan gagasan
dan praktik
disiplin yang
diterima.

(2) Mengevaluasi
Saat menyelesaikan suatu tugas, siswa harus
mengevaluasi relevansi informasi yang pada akhirnya akan
mereka gunakan mendukung klaim atau kesimpulan. Ketika
menilai pekerjaan siswa dengan kategori evaluasi, siswa
menerima nilai tinggi jika mereka menunjukkan apa informasi
mungkin paling relevan dengan argumen tersebut mereka perlu
membuat, menentukan keandalan sumber informasinya, dan
menentukan kualitasnya dan keakuratan informasi itu sendiri.
Informasi digunakan untuk menilai kategori ini dapat bersifat

186
tidak langsung. Siswa menerima skor yang lebih rendah untuk
evaluasi ketika tidak relevan dengan informasi karena ini
dipandang sebagai bukti bahwa siswa secara tidak akurat
mengevaluasi relevansi informasi dalam mendukung kesimpulan
mereka.
(3) Menganalisis
Bersamaan dengan mengevaluasi informasi, siswa juga
perlu menganalisis informasi yang sama untuk mengekstraknya
bukti yang berarti untuk mendukung kesimpulan mereka (Bailin,
2002; Lai, 2011; Miri dkk., 2007). Kategori analisis memberikan
penilaian terhadap kemampuan siswa mendiskusikan informasi
dan mengeksplorasi kemungkinan maknanya informasi itu,
ekstrak pola dari data/informasi yang dapat digunakan sebagai
bukti atas klaim mereka, dan merangkum informasi yang dapat
digunakan sebagai bukti.
(4) Mensintesis
Seringkali, siswa diminta untuk mensintesis atau
menghubungkan beberapa informasi untuk menarik suatu
kesimpulan atau mengajukan klaim (Huitt, 1998; Lai, 2011).
Mensintesis melibatkan mengidentifikasi hubungan antara
potongan informasi atau konsep yang berbeda, mengidentifikasi
cara itu potongan informasi atau konsep yang berbeda dapat
digabungkan, dan menjelaskan cara sintesisnya informasi yang
baru dapat digunakan untuk mencapai suatu kesimpulan dan/atau
mendukung suatu argumen.
(5) Membentuk argumen (struktur dan validitas)
Aspek kunci terakhir dari berpikir kritis adalah membentuk
argumen yang terstruktur dengan baik dan valid. Terlihat bahwa
siswa dapat memperoleh nilai tinggi untuk mengevaluasi,
menganalisis, dan mensintesis, tapi tetap saja berjuang untuk
membentuk argumen. Hal ini sangat umum dalam menilai

187
rangkaian masalah Beberapa siswa mungkin bisa untuk
memasukkan semua elemen struktural yang diharapkan dari
argumen tetapi menggunakan informasi atau alasan yang salah.
Sebaliknya, sebagian siswa mungkin mampu membuat secara
ilmiah klaim yang valid tetapi belum tentu mendukung bukti. Dua
kategori argumen pembentuknya adalah dimaksudkan untuk
menilai kedua skenario ini secara akurat.
Kategori pembentuk argumen (struktur), siswa
mendapatkan skor tinggi jika mereka secara eksplisit menyatakan
klaimnya atau kesimpulan, buat daftar bukti yang digunakan
untuk mendukung argumen, dan berikan alasan untuk
menghubungkan bukti tersebut dengan argumen tersebut. Siswa
yang tidak mengajukan tuntutan atau yang memberikan sedikit
bukti atau alasan menerima skor lebih rendah. Kategori
pembentuk argumentasi (validitas), mahasiswa mendapatkan
nilai tinggi jika klaim mereka akurat dan alasannya logis serta
secara jelas mendukung klaim tersebut dengan bukti yang
diberikan.
(6) Validitas dan reliabilitas rubrik
Validitas konstruk menjadi perhatian pada rubrik yang
dibuat sendiri. Rubrik yang dirancang secara lokal, konseptualisasi
yang dihasilkan oleh komite, dan penilaian laporan mandiri
memberikan data yang berguna, namun tidak memberikan
objektivitas yang diperlukan untuk mendukung pernyataan
tentang keunggulan program. Apakah kelompok yang menulis
rubrik sudah memahami dengan baik konstruk sasarannya?
Apakah kelompok tersebut mandiri, berpikiran adil, dan cukup
kuat untuk tidak terseret ke dalam lubang “makna lokal”? Dengan
kata lain, terkait dengan pemikiran kritis, apakah rubrik tersebut
mengukur pemikiran kritis sebagai konsep yang paling banyak
dipahami, atau apakah rubrik tersebut hanya memperkuat makna
lokal yang terlalu berbobot pada suatu disiplin ilmu atau disiplin
lain dan tidak berhubungan baik dengan pemikiran kritis.

188
Keandalan menjadi perhatian ketika penilai yang tidak
terlatih menerapkan rubrik. Apakah mereka yang akan
menerapkan rubrik tersebut terlatih dengan baik dalam
penggunaannya sehingga dapat dicapai keandalan antar penilai?
Sekalipun rubriknya bagus, penilai dapat menerapkannya dengan
variabilitas sedemikian rupa sehingga skor yang diterima suatu
proyek bisa sangat berbeda. Variasi dari masalah reliabilitas
terjadi ketika pengajar menilai karya siswanya sendiri, kecuali di
sini kecenderungan yang kuat adalah memberikan penilaian yang
lebih tinggi daripada yang mungkin diberikan oleh orang dari
departemen lain.
Masalah reliabilitas penerapan rubrik diimbangi dengan
masalah validitas aplikasi, artinya ada kecenderungan rubrik
melupakan apa yang seharusnya kita evaluasi. Daripada hanya
melihat pada pemikiran kritis saja, misalnya, penilai mungkin juga
akan mencampuradukkan sedikit kesan mereka mengenai gaya
penulisan atau pengetahuan konten yang mungkin tidak dapat
mereka berikan penghargaan pada pemikiran kritis untuk hal-hal
seperti ironi atau sindiran.

189






BAB 10 | BERPIKIR KRITIS DAN
METAKOGNISI

Ketika instruktur (guru) mengajarkan keterampilan
berpikir kritis, siswa akan mampu menemukan informasi penting
yang dibutuhkan, mengevaluasi manfaat dan konsekuensi dari
informasi tersebut serta memecahkan masalah. Apabila siswa
dapat berpikir kritis dan memecahkan masalah secara mandiri
serta sistematis dan logis, maka siswa akan mampu berhasil dalam
mengambil keputusan yang bijaksana dalam segala bidang yang
perlu diambil. Pemikir kritis mampu membuat keputusan
pendidikan, memahami pilihan dan memperluas pengetahuan
melalui pemecahan masalah secara kreatif. Siswa yang berpikir
kritis dapat menyadari bahwa ia dapat memilih respon yang tepat
atau memberikan tanggapan terhadap setiap permasalahan atau
keputusan yang mungkin timbul. Peran guru adalah memusatkan
perhatian pada karakteristik strategi matematika aktif,
mendorong pemikiran kritis dan metakognisi seumur hidup.
Metakognisi merupakan aspek penting dalam pengajaran
dan pembelajaran. Hal ini merupakan salah satu landasan agar

190
siswa dapat menjadi pembelajar mandiri. Istilah metakognisi
berasal dari kata kerja Yunani meta dan kata Latin kognisi. Meta
berarti lebih tinggi atau melampaui, dan kognisi berarti berpikir.
Oleh karena itu, secara derivasi, metakognisi berarti pemikiran
tingkat tinggi. Istilah metakognisi diperkenalkan oleh Flavell pada
tahun 1979, untuk merujuk pada pengetahuan seseorang
mengenai proses kognitifnya sendiri atau apapun yang
berhubungan dengannya.
Lebih dari tiga dekade yang lalu, metakognisi
diperkenalkan ke dalam bidang pendidikan. Sejak itu, ini telah
menjadi konsep penting yang mendapat kepercayaan dalam studi
pendidikan umum, psikologi pendidikan dan juga perkembangan
(kognitif). Istilah 'metakognisi' sebagian besar dikaitkan dengan
John Flavell (Flavell,1979). Sebagai psikolog perkembangan yang
mengkhususkan diri dalam perkembangan kognitif anak-anak,
Flavell menciptakan istilah tersebut untuk menggambarkan
ÿkognisi tentang fenomena kognitifÿ atau dengan kata lain,
ÿberpikir tentang berpikirÿ (hal. 906). Sampai hari ini, penggunaan
istilah ini relatif tetap sesuai dengan konseptualisasi asli Jhon
Flavell (1979).
Kemampuan dan pengetahuan seseorang mengenai proses
berpikir dan hasil berpikirnya atau apapun yang berkaitan dengan
proses dan hasil berpikir tersebut mengacu pada metakognisi
(Cakici, 2018). Saat ini, metakognisi dianggap dan diterima sebagai
'pendukung' umum bagi semua peserta didik di semua tingkat
sistem pendidikan formal. Melalui pelatihan keterampilan
metakognitif dan kegiatan peningkatan kesadaran secara teratur,
para ulama yang disebutkan di atas menyatakan bahwa pelajar
akan mendapat banyak manfaat darinya. Hasil akhirnya adalah
peserta didik yang mandiri dan mampu merencanakan, memantau
dan menilai pemikirannya sendiri sebelum mereka mulai
menerapkan pengetahuan yang berguna tersebut menuju hasil

191
belajar yang produktif (nyata) (Turan et al., 2019; van Peppen et
al., 2021).
Proses metakognisi merujuk pada kemampuan seseorang
untuk memonitor dan meregulasi aktivitas kognisinya dalam
pemecahan masalah (Sellars et al., 2018). Terlaksananya proses
metakognisi dalam memecahkan masalah memungkinkan
terbangunnya pemahaman yang kuat dan menyeluruh terhadap
masalah disertai alasan yang logis (Güner & Erbay, 2021). Oleh
karena itu kesadaran metakognisi memainkan peran penting
dalam mengembangkan pemikiran kritis dan membuat seseorang
menyadari proses berpikirnya sendiri serta guna memperoleh
pengetahuan yang lebih baik (Cakici, 2018; Stephanou &
Mpiontini, 2017; Varveris et al., 2023).
A. Konsep Kognisi dan Metakognisi
Perkembangan dunia kerja era digital di abad 21 sangat
membutuhkan sumber daya manusia dengan keterampilan
berpikir kritis, komunitatif, kolaboratif, dan kreatif dalam
memecahkan masalah (van Laar et al., 2020). Oleh karena itu,
keterampilan berpikir kritis sangat perlu dikembangkan dalam
pembelajaran matematika. Kepemilikan berpikir kritis
memungkinkan siswa mampu menganalisis masalah dari berbagai
sudut pandang, serta mampu menganalisis pemikirannya sendiri
untuk memutuskan suatu pilihan dan menarik kesimpulan
(Golden, 2023; Turan et al., 2019). Salah satu cara meningkatkan
kemampuan berpikir kritis adalah dengan peningkatan
kemampuan metakognisi (Rivas et al., 2022).
Kognisi merupakan landasan yang mendasari pemahaman
metakognisi. Ketika seseorang berpikir, operasi mental yang
digunakan disebut kognisi. Kognisi memiliki kapasitas intelektual
untuk berpikir tentang informasi dan mempelajari sesuatu tentang
serta menyimpan seluruh atau sebagian informasi tersebut.

192
Metakognisi secara umum dipahami sebagai kemampuan
untuk merenungkan pemikiran sendiri, mengamati diri sendiri
ketika memproses tugas-tugas kognitif, dan untuk mengatur
proses belajar dan berpikir yang terlibat dalam tugas-tugas
tersebut (Seel, 2012). Dalam istilah psikologis metakognisi
meliputi: (1) Pengetahuan metakognitif (apa yang diketahui
seseorang tentang pengetahuan dan perilakunya sendiri); (2)
Keterampilan metakognitif (bagaimana seseorang berperilaku
atau bertindak sehubungan dengan tugas yang diberikan); dan (3)
Pengalaman metakognitif dalam kaitannya dengan penilaian
kognitif dan/atau emosional terhadap situasi saat ini. Metakognisi
bergantung pada kemampuan intelektual umum yang
dikembangkan dalam jangka waktu lama berdasarkan konfrontasi
dengan berbagai jenis masalah. Dari sudut pandang metakognitif,
siswa adalah pengelola pengetahuan umum dan khusus mereka
sendiri.
Menurut Flavell (1979), 'metakognisi adalah pengetahuan
individu tentang proses kognitif mereka sendiri dan kemampuan
mereka untuk mengontrol proses ini dengan mengatur, memantau
dan memodifikasinya sebagai fungsi pembelajaran.'
Everson mendefinisikan metakognisi sebagai 'kesadaran
yang dimiliki individu terhadap proses mental mereka sendiri dan
proses selanjutnya untuk memantau, mengatur, dan mengarahkan
diri mereka ke tujuan yang diinginkan yaitu pengaturan dan
manajemen waktu. Mayer mendefinisikan metakognisi sebagai
'pengetahuan dan kesadaran proses kognitif diri sendiri.
Metakognisi didefinisikan sebagai “berpikir tentang
berpikir” dan merupakan bentuk kompleks dari pemikiran tingkat
tinggi. Ini didefinisikan sebagai 'kognisi tentang kognisi', atau
'Mengetahui tentang mengetahui'. Metakognisi melibatkan
kemampuan untuk berpikir tentang kognisi sendiri, dan
mengetahui bagaimana menganalisis, menarik kesimpulan, belajar
dari, dan mempraktikkan apa yang telah dipelajari. Perbedaannya

193
dalam hal, kognisi diperlukan untuk melaksanakan suatu tugas,
sedangkan metakognisi diperlukan untuk memahami bagaimana
tugas itu diselesaikan. Singkatnya, memikirkan pemikiran sendiri
adalah metakognisi. Hal ini mengacu pada kesadaran otomatis
peserta didik. Ini adalah kemampuan seseorang untuk
mengendalikan pikirannya sendiri.
Pada saat ini, kami juga ingin menekankan istilah produktif
karena pengetahuan metakognitif (dalam pikiran) belum tentu
diterjemahkan menjadi keuntungan nyata sebagai hasil
pembelajaran yang berguna di dunia nyata. Dengan kata lain,
mengetahui apa yang harus dilakukan seseorang sehubungan
dengan pembelajaran, tidak serta-merta berarti seseorang akan
mengambil langkah positif dan produktif untuk melakukannya.

Gambar 10.1 Area metakognitif dalam aktivitas berpikir
(Flavell,1979).
Pada Gambar 10.1 Aktivitas kognitif (berpikir kritis)
melibatkan kemampuan metakognitif dalam proses dan hasil
berpikir sesorang (Cakici, 2018). Di dalam proses berpikir
sesorang sekurang-kurangnya melibatkan pengalaman (regulasi)
metakognitif, pengetahuan metakognitif, dan strategi kognitif yang

194
digunakan untuk (berpikir) memecahkan masalah. Pengalaman
metakognitif mengacu pada kesadaran seseorang dalam
mendapatkan pengetahuan kognitif. Sementara pengetahuan
metakognitif mencakup kemampuan untuk mengidentifikasi apa
yang kita lakukan dan tidak ketahui, regulasi metakognitif
melibatkan tindakan yang kita ambil untuk merencanakan situasi
pemecahan masalah (memilih strategi pemecahan masalah)
(Stephanou & Mpiontini, 2017). Strategi kognitif adalah salah satu
jenis strategi belajar yang digunakan siswa agar belajar lebih
berhasil. Strategi kognitif ini diterapkan dalam konteks untuk
memonitor dan mengevaluasi proses berpikir siswa dalam
pemecahan masalah.
Secara sederhana, metakognisi adalah memahami
pemikiran dan proses belajar Anda sendiri. Dengan kata lain, ini
adalah “memikirkan pemikiran Anda”. Keterampilan metakognitif
mencakup merencanakan pembelajaran Anda, memantau apakah
strategi pembelajaran Anda saat ini berhasil, dan mengevaluasi
hasil pembelajaran Anda (Panahandeh & Asl, 2014).
Pengetahuan dan regulasi metakognisi perlu dimiliki oleh
siswa. Hal ini memungkinkan mereka untuk mengontrol dan
mengelola kemampuan kognitif mereka sendiri, mengevaluasi apa
yang mereka pelajari (Güner & Erbay, 2021), dan siswa menjadi
mahir dalam memilih strategi berpikir yang tepat untuk tugas-
tugas pembelajaran yang berbeda (Bae & Kwon, 2021). Melalui
metakognisi juga dapat membantu siswa mengembangkan lebih
banyak kesadaran diri saat mereka belajar (Plotnikova & Strukov,
2019).
B. Karakteristik Metakognisi
Metakognisi mengacu pada tingkat berpikir yang
melibatkan kontrol aktif atas proses berpikir yang digunakan
dalam situasi belajar. Berikut ini adalah hal-hal penting
karakteristik metakognitif.

195
- Pemikiran tingkat tinggi dengan kontrol aktif atas proses
kognitif yang terlibat dalam pembelajaran;
- Melibatkan kesadaran dan pengaturan diri terhadap proses
belajar seseorang;
- Mencakup kesadaran dan pemahaman tentang bagaimana
seseorang berpikir dan menggunakan strategi selama
membaca dan menulis (pemecahan masalah);
- Ini melibatkan mengetahui bagaimana belajar;
- Ini meliputi dua proses dasar yang terjadi secara
bersamaan: memantau kemajuan seseorang saat ia belajar,
dan membuat perubahan serta mengadaptasi strategi
seseorang jika ia merasa tidak melakukannya dengan baik.
- Hal ini berkaitan dengan refleksi diri, tanggung jawab dan
inisiatif diri, serta tujuan pengaturan dan manajemen
waktu.
- Melibatkan kontrol aktif atas proses kognitif yang
digunakan dalam situasi belajar.
Tabel 10.1 Tipologi dan komponen Metakognitif
Komponen
Metakognitif
Tipe Terminologi



Pengetahuan
kognitif
Pengetahuan
tentang diri sendiri
sebagai pembelajar
dan faktor yang
mempengaruhi
kognisi
Pengetahuan orang dan
tugas
Menilai sendiri
Pemahaman
epistemologis
Pengetahuan deklarqatif
Kesadaran dan
pengelolaan kognisi,
termasuk
pengetahuan
tentang strategi
Pengetahuan prosedural
Pengetahuan strategi
Pengetahuan bersyarat





Identifikasi dan
pemilihan strategi
yang tepat dan
alokasi sumber daya
Perencanaan
Menghadiri dan
menyadari
Monitoring dan
pengaturan

196
Pengaturan
Kognitif
pemahaman dan
kinerja tugas
Pengalaman kognitif
Menilai proses dan
produk
pembelajaran
seseorang serta
meninjau kembali
dan merevisi
pembelajaran
Evaluasi

Pada saat yang sama, tinjauan mengenai metakognisi,
pelatihan metakognitif, dan juga aktivitas peningkatan kesadaran
metakognitif menghasilkan lima pedoman umum untuk
memastikan bahwa manfaat umum metakognisi dapat
diterjemahkan ke dalam hasil pembelajaran yang aktual dan
produktif. Lima pedoman kesiapan metakognitif adalah: (1)
Mengidentifikasi pengetahuan terkini dan konteks pembelajaran;
(2) bersiap berbicara dan berdiskusi tentang berpikir; (3)
berencana belajar mandiri; (4) pemantauan kemandirian belajar;
dan (5) mengevaluasi proses pembelajaran. Kelima pedoman ini
dijelaskan lebih lanjut dalam paragraf berikut.
Mengidentifikasi pengetahuan dan konteks pembelajaran saat
ini – Saat pelajar memasuki konteks pembelajaran (lingkungan)
baru, mereka harus melakukannya.
Bersiap untuk berbicara dan berdiskusi tentang berpikir –
Berbicara tentang berpikir adalah hal yang penting karena pelajar
baru dalam konteks pembelajaran yang baru (dan mungkin aneh)
perlu mengadopsi serangkaian keterampilan baru untuk
memastikan keberhasilan mereka di masa depan. Jadi, selama
situasi perencanaan dan pemecahan masalah, instruktur dapat
membantu pembelajarnya untuk mulai 'berpikir keras' dengan
cara yang produktif. Peserta didik juga dapat mulai berbagi
keyakinan dan harapan mereka dengan teman-temannya melalui
kelompok diskusi yang lebih kecil dan mempersiapkan mental

197
untuk kegiatan pembelajaran yang akan dilakukan dalam konteks
pembelajaran baru tersebut.
Merencanakan untuk belajar secara mandiri – Peserta
didik perlu memikul tanggung jawab yang semakin besar untuk
merencanakan dan mengatur pembelajaran mereka sendiri,
terutama ketika mereka pindah ke tingkat yang lebih tinggi
(misalnya dari sekolah menengah ke perguruan tinggi atau
universitas). Sulit bagi pelajar untuk menjadi mandiri ketika
pembelajaran direncanakan dan diawasi oleh orang lain (seperti
dalam kasus sekolah menengah). Oleh karena itu, bagian dari
pelatihan awal mereka untuk meningkatkan kes iapan
metakognitif mereka mungkin termasuk membuat rencana untuk
kegiatan belajar mandiri (soliter) termasuk memperkirakan waktu
yang dibutuhkan, mengatur materi belajar dan menjadwalkan
prosedur yang diperlukan untuk menyelesaikan tugas belajar yang
diberikan oleh instruktur mereka.
Memantau pembelajaran mandiri – Pemantauan terus-
menerus harus dilakukan agar pelajar dapat mengembangkan
kesadaran mereka mengenai strategi berguna yang harus
diterapkan dalam lingkungan belajar baru mereka. Model tiga
langkah akan terbukti berguna dalam konteks ini. Pertama,
instruktur dapat membimbing peserta didiknya untuk meninjau
tugas-tugas pembelajaran dan juga mengumpulkan data tentang
proses berpikir dan perasaan. Kemudian, peserta didik diminta
untuk mengklasifikasikan ide-ide terkait dan mengidentifikasi
strategi berpikir yang mereka gunakan. Dan yang terakhir, mereka
harus mengevaluasi keberhasilan mereka sendiri dan membuang
strategi-strategi yang tidak tepat, mengidentifikasi strategi-
strategi yang berguna untuk diterapkan di masa depan, dan
mencari alternatif jika hasil pembelajaran tertentu tidak tercapai.
Mengevaluasi proses pembelajaran – Evaluasi terpandu
juga dapat diperkenalkan melalui konsultasi individu dan daftar
periksa yang berfokus pada proses berpikir, keyakinan dan

198
harapan. Secara bertahap, evaluasi diri harus diterapkan secara
lebih mandiri seiring dengan semakin nyamannya siswa dalam
lingkungan belajar barunya. Begitu mereka menyadari apa yang
berhasil (dan apa yang tidak) dalam pembelajaran mereka pada
tingkat ini, mereka kemudian dapat mulai mentransfer strategi
metakognitif yang relevan ke situasi masa depan dengan cara yang
lebih produktif.
C. Strategi Metakognitif untuk Pembelajaran yang Sukses
Strategi untuk meningkatkan metakognisi mencakup:
1) Mempertanyakan diri sendiri (misalnya, apa yang sudah
saya ketahui tentang topik ini? Bagaimana saya
menyelesaikannya? masalah seperti ini sebelumnya?),
2) Berpikir keras saat melakukan suatu tugas, dan membuat
representasi grafis (misalnya peta konsep, diagram alur,
jaringan semantik) dari pemikiran dan pengetahuan
seseorang. Biasanya tiga tingkat strategi metakognitif dapat
diadopsi untuk pembelajaran yang efektif.
3) Kesadaran: (a) Secara sadar identifikasi apa yang telah Anda
ketahui (b) Tentukan tujuan pembelajaran (c) Pertimbangkan
sumber daya pribadi Anda (buku teks, komputer, akses ke
perpustakaan, akses ke tempat belajar yang tenang) (d)
Pertimbangkan tugas persyaratan (tes esai, pilihan ganda, dll.)
(e) Tentukan bagaimana kinerja Anda akan dievaluasi (f)
Pertimbangkan tingkat motivasi Anda (g) Tentukan tingkat
kecemasan Anda Mengatur materi (e) Ambil langkah-langkah
yang diperlukan untuk belajar dengan menggunakan strategi
seperti membuat kerangka, mnemonik, diagram, dll.
4) Pemantauan dan Refleksi: (a) Renungkan proses
pembelajaran, perhatikan apa yang berhasil dan apa yang
tidak berhasil bagi Anda (b) Pantau pembelajaran Anda
sendiri dengan bertanya dan menguji diri (c) Berikan umpan
balik Anda sendiri (d) Jaga konsentrasi dan motivasi tetap
tinggi.

199
Studi tentang metakognisi telah memberikan wawasan
kepada psikolog pendidikan tentang proses kognitif yang terlibat
dalam pembelajaran dan apa yang membedakan siswa yang sukses
dari rekan-rekan mereka yang kurang sukses. Hal ini juga
mempunyai beberapa imp likasi terhadap intervensi
pembelajaran, seperti mengajar siswa bagaimana menjadi lebih
sadar akan proses dan produk pembelajaran mereka serta
bagaimana mengatur proses-proses tersebut untuk pembelajaran
yang lebih efektif.
D. Berpikir Kritis dan Metakognitif
Metakognisi dan pemikiran kritis sama-sama menarik bagi
nalar dan pemikiran mendalam, serta bagi pemikiran tingkat atas
yang menuntut lebih dari sekadar eksplorasi domain kognitif.
Kesesuaian antara pemikiran kritis dan metakognisi adalah dalam
hal pengenalan batas-batas pemikiran, seberapa jauh pemikiran
tersebut dapat berjalan di antara infrastruktur neurologis sinapsis
(Șchiopu, 2018).
Berpikir kritis difasilitasi melalui metakognisi; berpikir
kritis dan metakognisi keduanya biasa disebut sebagai “berpikir
tentang berpikir” (Flavell,John H, 1979). Halpern (1998)
menyatakan bahwa berpikir kritis adalah produk metakognisi:
menggunakan keterampilan metakognitif spesifik seperti
memantau pemikiran, memeriksa kemajuan, memastikan
keakuratan, dan membuat keputusan.
Metakognisi dan keterampilan berpikir kritis tampaknya
berbeda tetapi masih termasuk dalam struktur peringkat hierarki
yang sama dan keduanya menentukan parameter berpikir abstrak
yang sangat berbeda. Kuhn (1999) menyamakan pemikiran kritis
dengan metakognisi; dua peneliti lain melihat berpikir kritis
sebagai jenis metakognisi (Rivas et al., 2022), dan bagaimanapun,
melihat metakognisi dan berpikir kritis sebagai komponen
pembelajaran mandiri (Șchiopu, 2018).

200
Pembelajaran juga dapat dipandang sebagai proses pembentukan
sinapsis yang menggabungkan banyak aktivitas saraf dan
memainkan peran penting dalam perolehan pengetahuan. Kisah
luar biasa dari “operasi listrik” yaitu impuls saraf dikirim setiap
detik dari reseptor yang berbeda ke area sensorik yang berbeda
untuk diproses. “Otak yang aktif” selamanya, bahkan selama
proses tidur, menjaga aktivitasnya tetap pada potensi
maksimalnya.
Kognitivisme mendekati pikiran manusia sebagai mesin
pemrograman untuk menyimpan, mengambil, menyimpan,
mengingat, dan menghapus potongan-potongan pengetahuan yang
diubah dari satu bentuk fisik menjadi bentuk metafisik. Karena
keterampilan kognitif dibentuk terutama dalam evolusi pikiran
melalui sistem bahasa yang diperoleh anak-anak dan keterampilan
metakognitif tampaknya dimulai pada usia 3 hingga 5 tahun
(Escolano-Pérez et al., 2019), dan kemudian strategi metakognitif
mulai diuraikan. di otak manusia; hal ini berarti bahwa tidak ada
area spesifik yang merespons keterampilan kognitif atau
metakognitif namun keterkaitan antara domain kognitif dan
metakognitif sudah ditentukan sebelumnya (Shen & Liu, 2011).
Kognisi yang baik berfungsi sebagai landasan yang kuat bagi
perkembangan metakognisi, yaitu pemikiran abstrak, penalaran
superior, pemikiran tingkat atas. Semua itu hanya mungkin terjadi
dengan bantuan keterampilan berpikir kritis, keterampilan
metakognitif yang dapat melatih pikiran manusia untuk berpikir
lebih dalam (Escolano-Pérez et al., 2019).
Tabel 10.2 Perbedaan berpikir kritis dan metakognitif
Berpikir Kritis Metakognitif
Peningkatan pengetahuan
(Schön, 1983, hal. 13);
memantau kemanjuran strategi
pembelajaran, memandu aktivitas
melalui pengaturan diri dan
mengacu pada proses mental yang
mengontrol, mengatur cara kita
berpikir dan

201
belajar (Panadero, 2017).

seperangkat keterampilan
mengidentifikasi klaim atau
argumen yang ambigu atau
samar-samar;mengenali
ketidakkonsistenan atau
kekeliruan logika dalam
suatu alur penalaran;
membedakan antara klaim
yang beralasan dan tidak
beralasan; menentukan
kekuatan suatu argumen
(Beyer, 1985).
mensistematisasikan pengetahuan,
mengatur
aktivitas kognitif (Flavell, 1979;
Jacobse & Harskamp, 2009),
merupakan kognisi proses kognitif
merupakan produk
metakognisi dan dapat dibagi
menjadi: “(a) keterampilan
penalaran verbal; (b)
keterampilan analisis
argumen; (c) keterampilan
berpikir sebagai pengujian
hipotesis; (d) kemungkinan
dan ketidakpastian; (e)
keterampilan mengambil
keputusan dan memecahkan
masalah
strategi tertentu efektif dalam
proses pengorganisasian
pengetahuan (Schön,
1983, hal. 12-14);
Delapan domain berpikir
kritis: “menyimpan dan
mengambil pengetahuan,
menghasilkan kesimpulan
yang valid secara deduktif,
membuat atau menciptakan
argumen, menguji hipotesis,
berpikir dalam
ketidakpastian, membuat
keputusan, mengembangkan
keterampilan memecahkan
masalah, dan/atau terlibat
dalam berpikir kreatif”
memprediksi dan mendorong
pemikiran kritis (Magno, 2010, hal.
137-138);
mengatur pemahaman proses
berpikir (Light brown & Spada,
2006);
metakognisi disebut Teori Pikiran
(Louca, 2008)

202
E. Hubungan Berpikir Kritis dan Metakognisi
Berpikir kritis pada dasarnya adalah sebuah proses aktif,
dimana seseorang memikirkan segala sesuatunya secara
mendalam, mengajukan pertanyaan, dan menemukan informasi
yang relevan daripada hanya menunggu informasi secara pasif
(Turan et al., 2019; van Peppen et al., 2021). Kepemilikan berpikir
kritis memungkinkan siswa mampu menganalisis masalah dari
berbagai sudut pandang, serta mampu menganalisis pemikirannya
sendiri untuk memutuskan suatu pilihan dan menarik kesimpulan
(Golden, 2023; Turan et al., 2019). Salah satu cara meningkatkan
kemampuan berpikir kritis adalah dengan peningkatan
kemampuan metakognisi (Rivas et al., 2022). Oleh karena itu
kesadaran metakognisi memainkan peran penting dalam
mengembangkan pemikiran kritis dan membuat seseorang
menyadari proses berpikirnya sendiri serta guna memperoleh
pengetahuan yang lebih baik (Cakici, 2018; Stephanou &
Mpiontini, 2017; Varveris et al., 2023).
Guru memiliki kemampuan untuk menyatukan
keterampilan intelektual paling mendasar dan dapat diterapkan
secara luas yang telah diidentifikasi oleh para pendidik, eksekutif,
dan pemimpin organisasi. Pengetahuan matematika dan
kemampuan memecahkan masalah yang dapat dikuantifikasi serta
memanfaatkan keterampilan berpikir kritis meningkatkan
kemampuan siswa dalam berpikir dan mengambil keputusan
(Güner & Erbay, 2021). Menganalisis, mengevaluasi, menalar dan
mengkomunikasikan pengetahuan dan keterampilan memberikan
jalan menuju penemuan baru. Secara historis, terdapat hubungan
kuat antara matematika dan pemikiran kritis, karena banyak ahli
matematika hebat juga merupakan pemikir kritis yang hebat. Pada
asal usul Yunani kuno, Pythagoras, Plato, Aristoteles, Euclid, dan
Archimedes adalah ahli matematika dan pemikir kritis, sementara
hal yang sama dapat dikatakan tentang banyak ahli matematika
Perancis, Amerika, Inggris, dan Rusia saat ini.

203
Saat mengajar matematika, keterampilan berpikir kritis
dapat digunakan, dipraktikkan, dan ditingkatkan dengan metode
kognitif yang efektif. Guru matematika mengetahui pentingnya
penalaran matematis, karena hal ini membangun keterampilan
yang diperlukan untuk matematika tingkat tinggi. Snyder dan
Snyder berpendapat bahwa meningkatkan kemampuan berpikir
kritis memerlukan latihan dan terlibat aktif dalam keterampilan
berpikir kritis (Snyder & Snyder, 2008). Intinya, ketika
menggunakan metakognisi, siswa menjadi sadar akan gaya
belajarnya sendiri dan mampu mengenali dan menerapkan
strategi, yang seringkali paling efektif ketika memecahkan masalah
dalam kelompok atau selama pembelajaran kooperatif.
Semakin tajam kemampuan berpikir kritis seseorang, maka
semakin baik kemampuan siswa dalam matematika untuk
memecahkan masalah dan merumuskan argumen dengan
memanfaatkan basis pengetahuan yang luas. Oleh karena itu,
pengajar harus memberikan lebih banyak pilihan dan aktivitas
yang memungkinkan siswa menantang konsep yang ada dan
memungkinkan mereka untuk terus mengembangkan
kemampuan matematika mereka. Pembelajaran kooperatif dan
pelatihan metakognitif meningkatkan penalaran matematika.
F. Pengaruh Kesadaran Metakognitif terhadap
Keterampilan Berpikir Kritis
Berdasarkan hasil uji statistic beberapa penelitian
menyebutkan terdapat pengaruh positif yang signifikan dari
kesadaran metakognitif terhadap keterampilan berpikir kritis.
Semakin tinggi tingkat kesadaran metakognitif siswa maka
semakin baik keterampilan berpikir kritis matematis dan prestasi
belajarnya (Wardoyo et al., 2021). Pada umumnya siswa dengan
kesadaran metakognitif yang baik akan membantu proses
memecahkan masalah dalam hal melakukan analisis, evaluasi, dan
merefleksi hasil kerjanya dengan baik (Güner & Erbay, 2021;
Rajadurai & Ganapathy, 2023). Melalui kesadaran metakognitif

204
akan terbangun disposisi berpikir kritis yaitu keinginan
memperoleh informasi baru lebih banyak, mempertanyakan
alasan, dan menggunakan penalaran dalam pemecahan masalah
(Güner & Gökçe, 2021). Kesadaran metakognitif ini sebagai
strategi dalam mengembangkan keterampilan berpikir kritis
siswa saat memecahkan masalah yang dihadapi (Rivas et al.,
2022).
Metakognisi memungkinkan siswa memiliki kemauan
belajar dengan cara mengevaluasi apa yang mereka pelajari dan
menghadapi tantangan. Ketika siswa menggunakan kesadaran
metakognitif, mereka membangun kebiasaan belajar,
mengembangkan strategi belaja, dan teknik pemecahan masalah,
dan (Dangin & Elysa Hartati, 2022; Rajadurai & Ganapathy, 2023;
Rivas et al., 2022).
Pada pembelajaran matematika, siswa telah menetapkan
tingkat keyakinan diri sesuai keadaan mereka, sebelum mereka
terlibat dalam proses metakognitif. Di saat siswa dihadapkan pada
materi atau tugas kognitif yang sulit maka metakognitif siswa akan
berproses lebih keras dan bersamaan dengan itu kecemasan
matematika akan meningkat. Siswa dengan kecemasan
matematika tinggi akan terganggu kemampuan metakognitifnya
sehingga dalam tugas kognitif merasa tidak yakin dan menyerah
daripada menyelesaikannya (Gabriel et al., 2020). Sedangkan di
saat siswa menghadapi tugas kognitif yang mudah maka
kepercayaan diri meningkat dan kinerja metakognitif terus
memantau sampai mencapai proses maksimal lalu mereka akan
menghentikan upaya kognitif. Dengan kata lain siswa yang
memiliki kesadaran metakognitif tinggi maka siswa akan dapat
menurunkan tingkat kecemasan matematika dan dapat
menyelesaikan tugas-tugas kognitifnya dengan lancar (Barrientos
et al., 2022). Siswa yang memiliki metakognitif rendah tidak dapat
mengontrol proses berpikirnya sehingga menimbulkan atau
meningkatkan kecemasan matematika saat menyelesaikan

205
masalah (Scheibe et al., 2023). Keyakinan dan kesadaran
metakognitif negatif dapat memicu kecemasan matematika ketika
individu mulai memikirkan dampak potensial dari kekhawatiran
siswa saat menghadapi tugas-tugas matematika di dalam kelas
(Capobianco et al., 2018; Scheibe et al., 2023).
Berpikir kritis melibatkan kesadaran cara berpikir dalam
suatu domain. Berpikir kritis bergantung pada mekanisme
metakognitif yang berfungsi dengan baik, sadar akan proses,
tindakan, dan emosi yang berperan. Dengan kesadaran
metakognitif siswa memiliki kesempatan untuk memahami apa
yang belum dilakukan dengan baik dan memperbaikinya.
Sedangkan seorang pemikir kritis selalu melakukan analisis,
refleksi, dan evaluasi diri terhadap pemikiran kritisnya serta
keyakinannya. Saat pemikir kritis melakukan proses analisis,
refleksi, dan evaluasi diri tersebut sehingga mereka sadar akan
proses berpikirnya merupakan bentuk metakognisi (Dwyer, 2023;
Rivas et al., 2022).
Berpijak dari uraian tersebut di atas dapat dikatakan bahwa
untuk dapat terampil berpikir kritis matematis dibutuhkan
kesadaran terhadap pengetahuan dan regulasi metakognisi yang
baik. Kesadaran metakognitif akan membantu siswa untuk
mengenali munculnya kecemasan matematika dan gangguan
untuk berpikir kritis yaitu melakukan penalaran logis dalam
memecahkan masalah. Ada kecenderungan faktor kesadaran
metakognisi dapat meningkatkan atau melemahkan hubungan
antara kecemasan matematika dan keterampilan berpikir kritis.
Dengan demikian jelaslah bahwa faktor kesadaran metakognitif
telah memediasi naik turunnya kecemasan matematika dalam
memprediksi keterampilan berpikir kritis siswa.

206






“Apabila siswa dapat
berpikir kritis dan
memecahkan masalah
secara mandiri serta
sistematis dan logis,
maka siswa akan mampu
berhasil dalam
mengambil keputusan
yang bijaksana dalam
segala bidang yang perlu
diambil.”

207






BAB 11 | SOAL-SOAL UNTUK MENGUKUR
KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS


Dalam proses pembelajaran, guru harus menguasai materi
pembelajaran yang akan diberikan kepada siswa. Ketika siswa
akan mengkonstruksi suatu konsep maka akan dibangun dari
materi yang diajarkan oleh guru, siswa mampu berinteraksi
dengan guru untuk memecahkan suatu masalah. Pada kegiatan
interaksi ini antara guru dan siswa terjadi suatu proses interaksi
berpikir, dalam memecahkan masalah dengan tepat.
Interaksi proses berpikir tidak terlepas dari penggunaan
contoh dalam proses pembelajaran. Menggunakan pemberian
contoh di kelas merupakan bagian integral dari pengajaran
matematika yang mempunyai pengaruh besar terhadap siswa
sedang belajar. Menurut Janiola & Banguin menyatakan bahwa
contoh yang baik dalam pembelajaran adalah sebagai salah satu
guru mengkomunikasikan sasaran sasaran peserta didik. Hal ini
tentu menunjukkan bahwa penting bagi guru untuk mampu

208
memilih atau menyusun contoh-contoh yang sesuai dengan tujuan
pembelajaran yang diharapkan (Janiola & Baguin, 2023).
Dalam memilih dan menghasilkan contoh dalam mengajar,
seorang guru seringkali dituntut untuk mengambil keputusan
dalam mengajar kelas selama proses pembelajaran sebenarnya.
Membuat keputusan tentang bagaimana memberikan contoh yang
akan membantu pembelajaran siswa memanfaatkan pemahaman
guru tentang bagaimana siswa mampu mengkonstruksi
pengetahuan baru.
A. Contoh Soal-Soal Matematika Berpikir Kritis
Berpikir kritis muncul ketika siswa memiliki beragam
pilihan untuk memecahkan suatu masalah. Siswa menerapkan
pemikiran kritis untuk menemukan strategi terbaik dari berbagai
metode yang mungkin untuk mencapai solusi. Berikut ini disajikan
contoh soal-soal matematika untuk mengukur kemampuan
berpikir kritis siswa.
Soal nomor 1. HOTS, C5
(menganalisis)
Kamu mempunyai 2 bangun datar segi empat yang berbeda.
Persamaan keduanya memiliki satu pasang sisi sejajar. Apa
nama 2 bentuk segi empat yang kamu miliki?

Soal nomor 2. HOTS, C5
(menganalisis)
Seorang petani mempunyai beberapa pohon Jambu yang akan
ditanam membentuk pagar di sekeliling rumahnya. Tanah yang
ditempati petani berbentuk persegi panjang dengan luas 36 m
2
.
Petani akan menanam pohon Jambu dengan jarak 1 m. Buatlah
sketsa luas tanah petani dan berapa banyak pohon jambu
maksimal yang mungkin ditanam?

209
Soal nomor 3. HOTS, C5
(menganalisis)
Kelompok siswa mengamati luas taman sekolah yang berukuran
8 m x 10 m. Pada bagian sisi luar taman dikelilingi oleh ubin
keramik berukuran 40 cm x 40 cm. Setelah berdiskusi, mereka
melaporkan hasil tugasnya dalam bentuk skets gambar dan
menemukan jumlah ubin kemarik yang mengelilingi taman.
Berapakah jumlah ubin keramik yang dibutuhkan untuk
dipasang mengelilingi taman sekolah?

Soal nomor 4. HOTS, C5
(menganalisis)
Seorang pengembala kambing mengikat kambingnya pada
sebuah pohon. Panjang tali pengikat 2,80m. Di sekeliling pohon
terdapat rumput hijau.
Berapa luas daerah maksimal rumput hijau yang dapat dimakan
oleh kambing?

Soal nomor 5. HOTS, C5
(menganalisis)
Satu kelompok Drumband bekerja keras berlatih untuk parade
hari kemerdekaan Indonesia. Pertama-tama mereka mencoba
berbaris dalam barisan 12, tetapi Andre ditinggalkan sendirian
di belakang. Kemudian pelatih menyuruh anggota Drumband
untuk berbaris dalam kolom delapan, namun Andre tetap
dibiarkan berbaris sendirian. Bahkan ketika berbaris dalam
barisan tiga orang, Andre tidak disertakan. Akhirnya, Andre
mengatakan kepada pelatih bahwa mereka harus berbaris dalam
lima baris agar semua baris terisi. Dia benar. Mengingat
setidaknya ada 45 musisi di lapangan tetapi kurang dari 200
musisi. Berapa banyak siswa yang ada di kelompok Drumband?

210
Soal nomor 6 HOTS, C5
(menganalisis)
Lingkarilah salah satu gambar di bawah ini.

Segitiga PQR adalah segitiga siku-siku yang siku-siku di R. Panjang
RQ lebih kecil dari PR. M merupakan titik tengah garis PQ dan N
merupakan titik tengah garis QR. S adalah titik di dalam segitiga.
Panjang MN lebih besar dari MS.

Soal nomor 7. HOTS, C5
(menganalisis)
Seorang pedangang memiliki dua lembar karpet kulaitas terbaik
yaitu berbentuk persegi dan persegi panjang. Harga karpet
persegi adalah 1juta per meter persegi. Harga karpet persegi
panjang adalah 1,5 juta per meter persegi. Pada karpet pesegi
panjang yaitu ukuran panjangnya sama dengan tiga kali
lebarnya. Luas gabungan kedua karpet adalah 112 m
2
dan harga
karpet persegi panjang lebih mahal 8 juta dari karpet persgi.
Temukan dimensi karpet tersebut.

211
Soal nomor 8. HOTS, C5
(menganalisis)
Lama waktu yang dibutuhkan dua pelukis untuk mengecat satu
meter persegi lantai berbeda satu menit. Jika mereka bersama-
sama bekerja maka bisa mengecat 27 m
2
dalam satu jam. Berapa
lama waktu yang dibutuhkan setiap pelukis untuk mengecat satu
meter persegi lantai?

Soal nomor 9. HOTS, C5
(menganalisis)
Seorang petani memiliki kawat berduri sepanjang 32 meter. Petani
ingin membuat pembatas di sekeliling kebun. Petani
mempertimbangkan beberapa desain pembatas kebun. Manakah
desain yang tidak mungkin adalah…

Soal nomor 10. HOTS, C5
(menganalisis)
Di bawah ini terdapat gambar dua buah dadu.
Anda dapat membuat kubus bilangan sederhana dengan
memotong, melipat, dan merekatkan karton. Hal ini dapat
dilakukan dengan banyak cara. Pada gambar di bawah Anda
melihat empat potongan yang dapat digunakan untuk membuat

212
kubus, dengan titik-titik di sisinya. Dadu adalah kubus bilangan
khusus yang menerapkan aturan berikut: Jumlah titik pada dua sisi
yang berhadapan selalu tujuh.



Soal nomor 11. HOTS, C5
(menganalisis)
Dengan menggunakan arloji atau jam dinding (jam non-digital),
coba jelaskan pada jam berapa: dalam jam, mmmmmmmmenit,
dan detik keberapa jarum jam dan menit tepat berhimpit
setelah pukul 03.00?

Soal nomor 12. HOTS, C5
(menganalisis)
Jika kita mengemas mangga 'Ratnagiri' seperti gambar di bawah
ini, dengan tiga lapis dan berat mangga yang dikemas dalam peti
kayu menjadi 18 kg, maka jawablah pertanyaan berikut.

213

Cari tahu perkiraan berat setiap mangga. Jika 10% ruang
digunakan untuk mengemas bahan dan ruang kosong, tentukan
perkiraan volume setiap buah mangga. Satu peti kayu berisi
mangga Ratnagiri berharga Rp 360.000,00
Berapa perkiraan kisaran berat satu lapis mangga dari data yang
diberikan?
Jika sepertiga dari Mangga tersebut ditemukan busuk dan dibuang,
penjaga akan mendapatkan kembali biayanya?

Soal nomor 13. HOTS, C5
(menganalisis)
Marina menjual tiket pertunjukan KEPOP di depan pintu stadion.
Bagi penonton umum biayanya 11 dolar untuk membeli satu tiket,
tetapi pelajar hanya perlu membayar 9 dolar. Tepat setelah
pertunjukan dimulai, dia ingat bahwa dia seharusnya mencatat
jumlah siswa yang hadir. Ketika dia menghitung pendapatannya,
ada keuntungan sebesar 124 dolar. Berapa banyak penonton yang
merupakan pelajar?
Petunjuk jawaban: 124 dolar terdiri dari sejumlah 11 dolar tiket
umum ditambah sejumlah 9 dolar tiket pelajar. Kita perlu mencari
kelipatan 11 dan 9 yang akan menambah 124. Kita dapat
melakukannya secara sistematis dengan mengurangkan kelipatan

214
11 dan membagi sisanya dengan 9. Misalnya, jika ada satu
penonton yang membayar harga tiket penuh, maka telah ada 113
dolar dari siswa. Ini bukan kelipatan 9, jadi tidak mungkin benar.
Kita dapat membuat daftar kemungkinannya dalam sebuah tabel:

Kami menemukan kelipatan pertama dari 9 dengan 8 pembayar
harga penuh: 124 − 88 = 36, yang berarti ada 4 siswa yang
membayar 9 dolar. Kami terus memeriksa, kalau-kalau ada solusi
lain. Tidak ada, jadi (4) adalah jawaban yang benar. Dalam
prakteknya, sebagian besar pekerjaan dapat dilakukan secara
mental karena cukup sederhana, sehingga permasalahan dapat
diselesaikan dengan cukup cepat.

215
Soal nomor 14. HOTS, C5
(menganalisis)
Contoh soal pada modul topik integrasi Diketahui daerah yang
dibatasi oleh y = x,
sumbu x, garis x = a dan x = b.

Tentukan nilai a dan b sehingga luas yang diarsir adalah 1 satuan
luas
Bandingkan jawaban Anda dengan siswa lain
Diskusikan untuk menemukan pola jawabannya
Masalah ini akan mendorong siswa untuk melakukan
penyelidikan, berbagi ide dalam menafsirkan informasi,
menganalisis informasi dan mengevaluasi bukti dan argumen
siswa.

Soal nomor 15. HOTS, C5
(menganalisis)
Pada Tabel di bawah ini disajikan data penggunaan bahan bakar
pada sejumlah mobil telah diukur. Setiap mobil dimulai dengan
tangki penuh bahan bakar, lalu melakukan perjalanan (semua
perjalanan melalui jalan yang sama). Setelah perjalanan, jarak yang

216
ditempuh dan jumlah bensin yang dibutuhkan untuk mengisinya
dicatat.
Pertanyaan: Mobil merk apa yang paling irit berdasarkan efisiensi
bahan bakarnya (km/liter), dari terendah hingga tertinggi?
Mobil Jarak Perjalanan yang
ditempuh (Km)
Bensin yang
digunakan (Liter)
Honda 120 10
Daihatsu 150 16
Toyota 200 25
Suzuki 185 21
Wuling 230 16


Soal nomor 16. HOTS, C5
(menganalisis)
Hevy sedang memasak makanan untuk beberapa temannya.
Proses ini melibatkan pemanggangan ayam yang membutuhkan
waktu memasak 2 jam ditambah 15 menit istirahat setelah
dikeluarkan dari oven. Oven membutuhkan waktu 15 menit
pemanasan. Dia juga akan menanak nasi (perendaman 5 menit
dan 15 menit menanak hiingga matang). Dya juga memasak
brokoli (5 menit menyiapkan dan 5 menit memasaknya), dan
membuat saus 10 menit menyiapakn dan 15 menit untuk
memasaknya).
Pertanyaan: Kapan waktu acara paling awal Hevy mengundang
teman-temanya, jika Hevy mulai memasak pukul 18.00 WIB?
Memilih dan Menggunakan Informasi B
Dalam satu bentuk yang sangat sederhana, pemecahan masalah
melibatkan pemahaman dan pemanfaatan informasi. Dalam
contoh-contoh yang dibahas dalam bab ini, masalah yang harus

217
dipecahkan adalah memilih informasi yang benar dan
menggunakannya dengan cara yang tepat. Informasi bisa datang
dalam berbagai bentuk dan, jika Anda ingin mahir
menggunakannya, Anda perlu berlatih mengekstraksi data dari
berbagai sumber.
Rangkaian kegiatan berikut ini didasarkan pada berbagai bentuk
informasi yang berbeda. Mencoba untuk kerjakan sendiri sebelum
melihat jawaban dan komentar. Aktivitas ini juga
memperkenalkan beberapa metode pemecahan masalah yang
dibahas lebih lanjut di bab-bab selanjutnya.

Soal nomor 17. HOTS, C5
(menganalisis)
Informasi grafis
Grafik di bawah ini menunjukkan suhu rata-rata bulanan di kota
Semarang. Ujing bawah batang menunjukkan rata-rata suhu
harian terrendah selama sebulan dan ujung atas batang
menunjukkan rata-rata suhu harian tertinggi selama sebulan.

Pertanyaan:
Berapa perbedaan antara suhu rata-rata terrendah dan tertinggi
sepanjang tahun?

218
Komentar:
Ada dua keterampilan yang terlibat di sini. Pertama kita harus
memahami deskripsi verbal apa arti grafik tersebut. Kemudian,
berdasarkan pertanyaan tersebut, seseorang harus menafsirkan
grafik tersebut sesuai kebutuhan.

Soal nomor 18. HOTS, C5
(menganalisis)
Informasi diagram
Peta tersebut merupakan representasi sederhana dari satu-
satunya jalan yang menghubungkan empat tempat.

Aminudin seorang petani sayuran yang memasok sayuran
menggunakan mobil pic-up ke pasar-pasar di kota Semarang. Pagi
ini Aminudin berada di pasar Johar dan ingin mengirim sayuran
kepada pedagang di pasar Jerakah. Biasanyanya Aminudin
menempuh jalur pasar Johar dan pasar Jerakah tanpa hambatan.
Tetapi hari ini telah terjadi kemacetan lalu lintas antara pasar
Johar dan pasar Jerakah sehingga Aminudin memutuskan memilih
jalur lain yang tidak jauh.

219
Pertanyaan:
Berapa Km, Aminudin harus menambah perjalanan dari jalur
biasanya yang ditempuh?
Komentar:
Jika Aminudin melewati jalur I: Pasar Johar – pasar Peterongan -
pasar Jerakah dibutuhkan panjang perjalanan 12 Km + 16 Km = 28
Km atau dua kali panjang dari perjalanan biasa pasar Johar ke
pasar Jerakah.
Jika Aminudin melewati jalur II: Pasar Johar – pasar Bulu - pasar
Jerakah dibutuhkan panjang perjalanan 8 Km + 12 Km = 20 Km
atau 6 Km lebih panjang dari perjalanan biasa pasar Johar ke pasar
Jerakah.

Soal nomor 19. HOTS, C5
(menganalisis)
Informasi bergambar
Gambar menunjukkan lantai keramik di mana 24 ubin dengan
cetakan berbeda digunakan untuk membentuk pola keseluruhan.
Pertanyaan:
Berapa banyak pola ubin yang berbeda diperlukan untuk membuat
pola keseluruhan?

220

Komentar
Untuk mengatasi hal ini memerlukan evaluasi sistematis terhadap
gambar tersebut. Kita tidak hanya perlu mengidentifikasi ubin
yang tampak berbeda, namun juga melihat bagaimana ubin dapat
digunakan dalam orientasi berbeda.
Prosedurnya adalah menghilangkan ubin satu per satu, dengan
mencatat setiap kali apakah ubin baru diperlukan atau apakah
ubin yang sudah kita lihat dapat digunakan dalam orientasi
berbeda.

Faktanya hanya dibutuhkan tiga ubin yang berbeda. Jika Anda
tidak mendapatkan jawaban yang benar, bisakah sekarang
yakinkan diri Anda bahwa tiga ubin seperti yang ditunjukkan
adalah benar?

221
Soal nomor 20. HOTS, C5
(menganalisis)
Foto berbingkai
Permasalahan:
Menemukan bagian tengahnya.
Aldy memiliki selembar foto saat masih kecil.
Foto berukuran 20 cm x 15 cm.
Aldy memiliki bingka foto berukuran 30 cm x
24 cm. Bingkai foto telah dilaminasi bagian
pinggirnya 3 cm mengelilingi bingkai. Aldy
ingin memasang foto tersebut tepat di tengah-
tengah bingkai.



Pertanyaan terbuka:
- Bagaimana Aldy menemukan tempat yang tepat memasang
foto di bingkai?
- Bagaimanakan kita bisa memeriksanya tepat di tengah
bingkai?
- Adakah cara agar kita dapat menemukan bagian tengah
bingkai foto secara tepat?
- Berapa luas daerah bingkai foto yang masih kosong?


Soal nomor 21. HOTS, C5
(menganalisis)
Bentuk Kotak dengan Volume Maksimal
Konteks: Ini adalah persegi berukuran 20cm x 20cm. Dyana ingin
membuat kotak dengan memotong persegi integral panjang dari
sudut dan dengan melipat penutup di sepanjang sisinya.

222

Pertanyaan-pertanyaan berikut akan membantu dalam menjalani
berbagai proses pendekatan pemecahan masalah:
- Berapa ukuran kotak berbeda yang bisa dibuat oleh Dyana?
Daftar semua kotak tersebut dengan catatan panjang sisi
persegi (jumlahnya) tidak melebihi panjang kotak yang
akan dibuat.
- Kotak manakah yang memiliki volume maksimum?
- Kotak mana yang memiliki volume minimum?
- Apakah ada hubungan antara ukuran potongan persegi dan
volume kotak? Jika ya, bisakah Anda memasukkannya itu
dalam bentuk persamaan?
Para siswa hendaknya diberikan kesempatan untuk bertanya dan
juga diberikan waktu untuk merenungkan pertanyaan-pertanyaan
tersebut

Soal nomor 22. HOTS, C5
(menganalisis)
Pak Tarom akan membuka sebuah lahan berbentuk segitiga siku-
siku yang akan ditanami beberapa jenis bibit jagung. Lahan
tersebut kemudian dibagi menjadi beberapa bagian segitiga
dengan tahapan membagi lahan sebagai berikut: (1) dari titik siku-
siku pada segitiga ditarik garis tinggi ke sisi miringnya, (2) dari

223
titik siku-siku pada sisi miring ditarik lagi garis tinggi ke sisi
didepannya.
Pertanyaan-pertanyaan berikut akan membantu dalam menjalani
berbagai proses berpikir kritis.
- Buatlah sketsa lahan Pak Tarom.
- Berapa segitiga siku-siku yang Anda temukan dalam sketsa
lahan Pak Tarom?
- Adakah sepasang segitiga yang sebangun? Jelaskan
pendapat Anda!
- Apakah ada pasangan segitiga sebangun yang lain? Jelaskan
pendapat Anda!

Soal nomor 23. HOTS, C5
(menganalisis)
Perhatikan kedua belah ketupat berikut:





Apakah kedua belah ketupat tersebut sebangun? Jelaskan
pendapat Anda!

Soal nomor 24. HOTS, C5
(menganalisis)
Bu Aisyah ingin membeli taplak baru untuk meja kerja di ruang
kepala sekolah dan ruang guru. Meja kerja kepala sekolah
A
B
C
D
E
F
G
H

224
berukuran panjang 180 cm dan lebar 60 cm. Meja kerja guru
sebangun dengan meja kerja kepala sekolah dengan perbandingan
panjang dan lebar 5:3. Harga taplak meja tiap meter persegi adalah
Rp 26.000,00.
Pertanyaan-pertanyaan berikut akan membantu dalam menjalani
berbagai proses berpikir kritis.
Berapakah luas meja kerja guru?
Berapakah biaya yang harus dikeluarkan Bu Aisyah untuk membeli
1 taplak meja kerja kepala sekolah dan 7 taplak meja kerja guru?

Soal nomor 25. HOTS, C5
(menganalisis)
Pak Ahmad (A), Pak Husain (H), Pak Sholeh (S) dan Pak Udin (U)
mempunyai lahan pertanian yang saling berdekatan sebagaima
ditampilkan pada gambar berikut.





Luas tanah Pak Ahmad (A), Pak Sholeh (S) dan Pak Udin (U) secara
berturut-turut 144 m
2
, 200 m
2
, dan 64 m
2
. Tentukan luas tanah Pak
Husain!
============= === selamat berlatih === ===============
H A

S

U

225
BAB 12 | PENUTUP

A. Simpulan
Berpikir kritis adalah proses disiplin intelektual yang
secara aktif dan terampil membuat konsep, menerapkan,
menganalisis, mensintesis, dan/atau mengevaluasi informasi yang
dikumpulkan dari, atau dihasilkan melalui observasi, pengalaman,
refleksi, penalaran, atau komunikasi, sebagai panduan untuk
keyakinan dan tindakan. Berpikir kritis adalah evaluasi sistematis
atau perumusan keyakinan, atau pernyataan, dengan standar
rasional. Berpikir kritis bersifat sistematis karena melibatkan
prosedur dan metode yang berbeda. Berpikir kritis adalah proses
memperjelas suatu masalah, menyimpulkan apa yang harus
dilakukan, dan memutuskan untuk mengambil tindakan. Hal ini
berjalan sesuai dengan standar yang masuk akal dimana
keyakinan dinilai berdasarkan alasan dan alasan yang
mendukungnya.
Berpikir kritis penting karena hidup kita ditentukan oleh
tindakan dan pilihan kita, dan tindakan serta pilihan kita dipandu
oleh pemikiran kita. Berpikir kritis membantu membimbing kita
menuju keyakinan yang layak diterima, yang dapat membantu kita
mencapai kesuksesan dalam hidup, serta bagaimanapun kita
mendefinisikan kesuksesan.
Akibat dari tidak berpikir kritis adalah hilangnya
kebebasan pribadi. Jika Anda secara pasif menerima keyakinan
yang diwariskan oleh orang lain, maka keyakinan tersebut
sebenarnya bukan milik Anda. Jika hal ini bukan milik Anda, dan
Anda membiarkannya memandu pilihan dan tindakan Anda, maka
merekalah yang bertanggung jawab atas hidup Anda, bukan Anda.
Keyakinan Anda menjadi milik Anda hanya jika Anda
memeriksanya sendiri secara kritis untuk melihat apakah
keyakinan tersebut didukung oleh alasan yang baik. Seperti halnya

226
keterampilan yang baru dipelajari, berpikir kritis memerlukan
latihan. Setiap orang dapat menggunakan pemikiran kritis.
Meskipun hal ini mungkin lebih alami bagi sebagian orang
dibandingkan yang lain. Hasil pemecahan masalah dan
pengambilan keputusan setiap orang akan meningkat dengan
menggunakan pemikiran kritis.
Elemen pemikiran kritis yang muncul sebagai inti dari
semua permasalahan selanjutnya adalah kemampuan seseorang
untuk membuat penyediaan bukti yang efektif untuk
membenarkan penilaian yang masuk akal. Berpikir kritis adalah
kemampuan untuk bekerja dengan dan mengekspresikan ide-ide
kompleks, sehingga seseorang dapat memberikan bukti yang
efektif untuk membenarkan penilaian yang masuk akal. Bukti, dan
juga keputusannya, akan memberikan perhatian yang tepat pada
konteksnya. Oleh karena itu, kami ingin menegaskan kembali,
penyediaan bukti sebagai alasan atau argument merupakan
gagasan sentral dalam pemikiran kritis.
Berpikir kritis memungkinkan orang untuk melakukan
deduksi dengan lebih logis, memproses informasi yang canggih
dan melihat berbagai sisi dari suatu permasalahan sehingga dapat
menghasilkan kesimpulan yang lebih solid. Aktivitas kritis
dipengaruhi oleh karakteristik pribadi si pemikir. Faktor
emosional tampaknya berinteraksi dengan pemikiran dalam
banyak cara dan oleh karena itu sulit untuk mengidentifikasi
hubungan langsung antara keduanya. Misalnya, emosi mungkin
merupakan pokok pikiran, emosi dapat memfasilitasi atau
menghambat berpikir atau dihasilkan dalam proses berpikir, dan
sebagainya. Keingintahuan dan minat intelektual relevan dengan
kemauan untuk berpikir kritis dan oleh karena itu disposisi ini
penting. Penting juga untuk dicatat bahwa berpikir kritis
memerlukan waktu dan ruang intelektual.
Kesimpulannya, kami percaya bahwa berpikir kritis harus
menembus pengajaran dan pembelajaran yang modern, sangat

227
kompleks, dan selalu berubah. Mengajarkan berpikir kritis adalah
suatu upaya yang menuntut, yang dapat diwujudkan dengan
menanamkannya di kelas matematika melalui tugas-tugas otentik
dan akhirnya interdisipliner, tetapi juga dengan merancang tugas-
tugas 'bebas konteks', terutama terstruktur untuk menumbuhkan
pemikiran kritis di kalangan siswa, guru dan pembuat kebijakan
perlu menyadari sifat khusus dari berpikir kritis, oleh karena itu
kebutuhan akan pelatihan khusus dan kursus pengembangan
profesional bagi guru sangatlah jelas.

B. Keterbatasan dan Kajian di Masa Depan
Pada saat yang sama, kita dapat merujuk pada beberapa
masalah atau keterbatasan yang berkaitan dengan berpikir kritis
dan penerapannya dalam pendidikan matematika. Keterbatasan
pertama berasal dari pandangan berpikir kritis dalam matematika
hanya sebagai “enkulturasi ke dalam alasan dan analisis yang tidak
memihak” (Firdaus et al., 2015). Oleh karena itu, tidak
memberikan ruang untuk imajinasi dan pertimbangan sosial atau
politik dari masalah matematika realistis. Dalam hal ini, pemikiran
kritis mempunyai konotasi negatif dan sikap apatis terhadap
masyarakat, sehingga bertentangan dengan sifat
kewarganegaraan masyarakat yang sangat sosial dan bertanggung
jawab. Pertimbangan ini terkait dengan risiko ketergantungan
yang berlebihan pada model dan proses matematika untuk
menangani masalah, tanpa pertimbangan atau bahkan kritik
terhadap model itu sendiri. Keterbatasan kedua berasal dari
pendekatan yang karena alasan praktis, edukatif atau sederhana
yang menyajikan berpikir kritis hanya sebagai daftar keterampilan
kognitif dan metakognitif yang harus diperoleh siswa.
Bukti yang disajikan dalam bab ini, bersama dengan isi
buku ini, menunjukkan bahwa berpikir kritis dalam matematika
adalah hal yang kompleks dan dapat diajarkan terutama dengan

228
menanamkannya dalam mata pelajaran matematika. Strategi
khusus, seperti bertanya dan dialog kelas berperan penting dalam
mengaktifkan keterampilan berpikir kritis siswa; peran tugas juga
penting, terutama tugas interdisipliner dan otentik. Oleh karena
itu, kami dapat mengidentifikasi dua arah utama untuk penelitian
masa depan di bidang ini, beberapa di antaranya sebagian
tercakup dalam buku volume saat ini.
Kajian mengenai spesifikasi lebih lanjut ciri khas berpikir
kritis dalam matematika dan bagaimana kaitannya dengan disiplin
ilmu lain atau berpikir kritis secara umum; penting untuk tidak
membatasi studi berpikir kritis di kelas matematika 'murni',
namun mencoba menanamkannya dalam proyek interdisipliner,
yang memerlukan pengambilan keputusan berdasarkan
interpretasi dan manipulasi data. Studi semacam itu mungkin
berfokus pada praktik siswa di kelas matematika tertentu (atau
sistem pendidikan) atau berupaya mengidentifikasi kesamaan di
antara praktik siswa dalam konteks berbeda.
Kajian terhadap pandangan, keterampilan dan praktik guru
(termasuk rancangan tugas) yang meningkatkan kemampuan
berpikir kritis siswa dalam matematika; studi tersebut mungkin
melibatkan pemeriksaan efek pendekatan yang berbeda. Selain itu,
studi mengenai pengaruh kursus pelatihan atau kebijakan
pendidikan yang berfokus pada peningkatan keterampilan
berpikir kritis di kalangan guru juga diperlukan.
Harapan dari kami (para penulis) adalah semoga buku ini
menambah referensi dalam wacana berpikir kritis bagi dosen
muda, guru, siswa, dan para pembaca yang budiman. Buku ini
disusun dari kompilasi berbagai sumber antara lain pemikiran
para ahli dan penulis yang telah diterbitkan di jurnal-jurnal
internasional, pemikiran para penulis dan pengalaman pribadi
penulis sebagai praktisi pendidikan dan akademisi selama lebih
dari 15 tahun. Tak ada gading yang tak retak. Mohon masukan dari

229
para pembaca jika buku ini masih banyak kekurangan. Terima
kasih.

230




“Mengajarkan berpikir kritis adalah
suatu upaya yang menuntut, yang
dapat diwujudkan dengan
menanamkannya di kelas
matematika melalui tugas-tugas
otentik dan akhirnya interdisipliner,
tetapi juga dengan merancang
tugas-tugas 'bebas konteks',
terutama terstruktur untuk
menumbuhkan pemikiran kritis di
kalangan siswa, guru dan pembuat
kebijakan perlu menyadari sifat
khusus dari berpikir kritis, oleh
karena itu kebutuhan akan
pelatihan khusus dan kursus
pengembangan profesional bagi
guru sangatlah jelas.”

231
DAFTAR PUSTAKA

Aizikovitsh-Udi, E., & Cheng, D. (2015). Developing Critical
Thinking Skills from Dispositions to Abilities: Mathematics
Education from Early Childhood to High School. Creative
Education, 06(04), 455 –462.
https://doi.org/10.4236/ce.2015.64045
Al-shalabi, N. (2015). Critical thinking skills : The recipe for an
overwhelming success in the 21st century. International
Journal of Humanities and Social Science, 5(8), 102–105.
https://www.mendeley.com/catalogue/critical-thinking-
skills-recipe-overwhelming-success-21st-century/
Alkın-Şahin, S., & Tunca, N. (2015). Philosophy and Critical
Thinking. Trakya Üniversitesi Eğitim Fakültesi Dergisi, 5(2),
192–206.
Alsaleh, N. J. (2020). Teaching critical thinking skills : Literature
review. The Turkish Online Journal of Educational
Technology, 19(1), 21–39.
Anthony, G., & Walshaw, M. (2009). Characteristics of effective
teaching of mathematics: A view from the West. Journal of
Mathematics Education, 2(2), 147–164.
Bae, H., & Kwon, K. (2021). Developing metacognitive skills
through class activities: what makes students use
metacognitive skills? Educational Studies, 47(4), 456–471.
https://doi.org/10.1080/03055698.2019.1707068
Bakir, S. (2010). Critical thinking disposition of pre-service
teachers. Educational Research and Reviewa, 35(158), 14–
27. https://doi.org/10.5897/ERR2014.2021
Barrientos, M. S., Valenzuela, P., Hojman, V., & Reyes, G. (2022).
Students with high metacognition are favourable towards
individualism when anxious. Frontiers in Psychology,
13(910132), 1 –9.
https://doi.org/10.3389/fpsyg.2022.910132

232
Beyer, B. K. (1985). Teaching thinking skills: How the principal can
know they are being taught. NASSP Bulletin, 69(447), 70–82.
https://doi.org/10.1177/0192636585069477
Birgili, B. (2015). Creative and critical thinking skills in problem-
based learning environments. Journal of Gifted Education
and Creativity , 2(2), 71 –71.
https://doi.org/10.18200/jgedc.2015214253
Bissell, A. N., & Lemons, P. P. (2006). A new method for assessing
critical thinking in the classroom. BioScience, 56(1), 66–72.
https://doi.org/10.1641/0006-
3568(2006)056[0066:ANMFAC]2.0.CO;2
Brookfield, S. (2013). Teaching for critical thinking. International
Journal of Adult Vocational Education and Technology, 4(1),
1–15. https://doi.org/10.4018/javet.2013010101
Butler, H. A. (2024). Predicting everyday critical thinking : A
review of critical thinking assessments. Journal of
Intelligence, 12(16), 1 –12.
https://doi.org/10.3390/jintelligence12020016
Cakici, D. (2018). Metacognitive awareness and critical thinking
abilities of pre-service EFL teachers. Journal of Education
and Learning , 7(5), 116 –129.
https://doi.org/10.5539/jel.v7n5p116
Capobianco, L., Morrison, A. P., & Wells, A. (2018). The effect of
thought importance on stress responses: a test of the
metacognitive model. Stress, 21(2), 128–135.
https://doi.org/10.1080/10253890.2017.1417378
Çelik, H. C., & Özdemir, F. (2020). Mathematical thinking as a
predictor of critical thinking dispositions of pre-service
mathematics teachers. International Journal of Progressive
Education, 16(4), 81 –98.
https://doi.org/10.29329/ijpe.2020.268.6
Choy, S. C., & Cheah, P. K. (2009). Teacher Perceptions of Critical
Thinking among Students and Its Influence on Higher
Education. International Journal of Teaching and Learning in

233
Higher Education , 20(2), 198 –206.
http://www.isetl.org/ijtlhe/
Christopher T. Cross, Taniesha A. Woods, and H. S. (2009).
Mathematics Learning in Early Childhood: Paths Toward
Excellence and Equity (Committee on Early Childhood
Mathematics; National Research Council (ed.)). The
National Academic Press, Washinton, D.C.
https://www.researchgate.net/file.PostFileLoader.html?id
...assetKey...
Clements, D. H., & Sarama, J. (2018). Early Childhood Teacher
Education: A Case Study Geometry. Mathematics Teacher
Education and DevelopmentEducation, 1(3), 1–16.
Dangin, & Elysa Hartati. (2022). Students’ metacognitive strategies
awareness and speaking ability: a correlational study.
IInternational Journal of Language Education and Culture
Review, 8(1), 34 –40.
https://doi.org/10.21009/ijlecr.081.05
Darling-hammond, L., Hyler, M. E., & Gardner, M. (2017). Effective
Teacher Professional Development (Issue June).
http://creativecommons.org/licenses/by-nc/4.0/
Diezmann, C. M. and L. D. E. (2001). Developing Young Children ’ s
Mathematical Power. Roeper Review, 24(1), 1–10.
Dolapcioglu, S., & Doğanay, A. (2022). Development of critical
thinking in mathematics classes via authentic learning: an
action research. International Journal of Mathematical
Education in Science and Technology, 53(6), 1363–1386.
https://doi.org/10.1080/0020739X.2020.1819573
Dwyer, C. P. (2023). An evaluative review of barriers to critical
thinking in educational and real-world settings. Journal of
Intelligence, 11(105), 1 –17.
https://doi.org/10.3390/jintelligence11060105
Ekahitanond, V. (2013). Promoting university students’ critical
thinking skills through peer feedback activity in an online
discussion forum. Alberta Journal of Educational Research,

234
59(2), 247 –265.
https://doi.org/10.55016/ojs/ajer.v59i2.55617
Elder, L., & Paul, R. (2010). Critical thinking: Competency
standards essential for the cultivation of intellectual skills.
Journal Of Developmental Education, 34(2), 1–2.
Elmansy, R. (2016). 6 Steps for Effective Critical Thinking. Design
Thinking Tools , 15(January).
https://www.designorate.com/steps-effective-critical-
thinking/
Ennis, R. (1991). Critical thinking: A streamlined conception.
Teaching Phylosophy, 14(1), 1–20.
Ernest, P., Srirama, B., & Ernest, N. (2016). Critical Mathematics
Education: Theory, Praxis, and Reality (p. 347). Charlotte,
NC,USA: Information Age Publishing.
Escolano-Pérez, E., Herrero-Nivela, M. L., & Anguera, M. T. (2019).
Preschool metacognitive skill assessment in order to
promote educational sensitive response from mixed-
methods approach: Complementarity of data analysis.
Frontiers in Psychology , 10, 1 –22.
https://doi.org/10.3389/fpsyg.2019.01298
Facione, P. a. (2015). Critical thinking : What it is and why it counts.
In Insight assessment (Issue ISBN 13: 978-1-891557-07-1.).
https://www.insightassessment.com/CT-
Resources/Teaching-For-and-About-Critical-
Thinking/Critical-Thinking-What-It-Is-and-Why-It-
Counts/Critical-Thinking-What-It-Is-and-Why-It-Counts-
PDF
Facione, P. A. (1990). Critical Thinking: A Statement of Expert
Consensus for Purposes of Educational Assessment and
Instruction. Research Findings and Recommendations. In
American Philosophical Assosiation . APA.
https://files.eric.ed.gov/fulltext/ED315423.pdf
Facione, P. A. (2000). The Disposition Toward Critical Thinking: Its
Character, Measurement, and Relationship to Critical

235
Thinking Skill. Informal Logic, 20(1), 61–84.
https://doi.org/10.22329/il.v20i1.2254
Fan, S. (2022). A Critical Study of Online English Listening and
Speaking Teaching in Chinese Higher Education. Open
Journal of Modern Linguistics, 12(03), 283–293.
https://doi.org/10.4236/ojml.2022.123022
Firdaus, F., Kailani, I., Bakar, M. N. Bin, & Bakry, B. (2015).
Developing critical thinking skills of students in
mathematics learning. Journal of Education and Learning,
9(3), 226 –236.
https://doi.org/10.11591/edulearn.v9i3.1830
Flavell,John H. (1979). Metacognition and cognitive monitoring: A
new area of cognitive-developmental inquiry. American
Psychologist, 34(10), 906 –911.
https://www.semanticscholar.org/paper/Metacognition-
and-Cognitive-Monitoring%3A-A-New-Area-
Flavell/ee652f0f63ed5b0cfe0af4cb4ea76b2ecf790c8d
Flevares, L. M., & Schiff, J. R. (2014). Learning mathematics in two
dimensions: A review and look ahead at teaching and
learning early childhood mathematics with children’s
literature. Frontiers in Psychology, 5(MAY), 1–12.
https://doi.org/10.3389/fpsyg.2014.00459
Gabriel, F., Buckley, S., & Barthakur, A. (2020). The impact of
mathematics anxiety on self-regulated learning and
mathematical literacy. Australian Journal of Education,
64(3), 227 –242.
https://doi.org/10.1177/0004944120947881
Gichuru, L. M., Ongus, R. W., In, S., District, G., City, K., & Leah
Muthoni Gichuru. (2016). Effect of teacher quality on
student performance in mathematics in primary 6 national
examination : a survey of private primary. International
Journal of Education and Research, 4(2), 237–260.
http://www.ijern.com/journal/2016/February-
2016/21.pdf

236
Gökçe, S., & Güner, P. (2024). Pathways from cognitive flexibility to
academic achievement: mediating roles of critical thinking
disposition and mathematics anxiety. Current Psychology,
24(05642), 1–15. https://doi.org/10.1007/s12144-024-
05642-0
Golden, B. (2023). Enabling critical thinking development in higher
education through the use of a structured planning tool.
Irish Educational Studies, 42(4), 949–969.
https://doi.org/10.1080/03323315.2023.2258497
Groves, S. (2012). Developing Mathematical Proficiency. Journal of
Science and Mathematics Education in Southeast Asia, 35(2),
119–145.
Güner, P., & Erbay, H. N. (2021). Metacognitive skills and problem-
solving. International Journal of Research in Education and
Science, 7(3), 715 –734.
https://doi.org/10.46328/ijres.1594
Güner, P., & Gökçe, S. (2021). Linking critical thinking disposition,
cognitive flexibility and achievement: Math anxiety’s
mediating role. Journal of Educational Research, 114(5),
458–473.
https://doi.org/10.1080/00220671.2021.1975618
Gunhan, B. C. (2014). A case study on the investigation of reasoning
skills in geometry. South African Journal of Education, 34(2),
1–19.
Hammond, L. S., & Moore, W. M. (2018). Teachers taking up explicit
instruction: The impact of a professional development
model including directive instructional coaching. Australian
Journal of Teacher Education, 43(7), 110–133.
https://doi.org/10.14221/ajte.2018v43n7.7
Hanna, E. P. (2013). A Cognitive Emotional Methodology for
Critical Thinking. Advances in Applied Sociology, 03(01), 20–
25. https://doi.org/10.4236/aasoci.2013.31003
Hattie, J. & Brown, G. (2004). Assessment Tools for Teaching and
Learning Technical Report #43 COGNITIVE PROCESSES IN

237
asTTle: The SOLO TAXONOMY .
https://auckland.rl.talis.com/.../FCAC960F-E73F-5558-
0946...
Heard, J., Scoular, C., Duckworth, D., Ramalingam, D., & Teo, I.
(2020a). Critical thinking: Skill development framework.
Australian Council for Educational Research .
https://research.acer.edu.au/ar_misc/41
Heard, J., Scoular, C., Duckworth, D., Ramalingam, D., & Teo, I.
(2020b). Critical Thinking: Skill development frameworrk.
In The Australian Councilfor Education Research Ltd.
https://core.ac.uk/download/pdf/287816564.pdf
Indrašienė, V., Jegelevičienė, V., Merfeldaitė, O., Penkauskienė, D.,
Pivorienė, J., Railienė, A., & Sadauskas, J. (2023). Critical
reflection in students’ critical thinking teaching and
learning experiences. Sustainability (Switzerland),
15(13500), 1–14. https://doi.org/10.3390/su151813500
Insorio, A. O., & Librada, A. R. P. (2020). Enhancing Mathematical
Critical Thinking and Problem-Solving Skills through
Emergenetics® as a Grouping Mechanism. Contemporary
Mathematics and Science Education, 2(1), ep21002.
https://doi.org/10.30935/conmaths/9289
Janiola, F., & Baguin, R. A. (2023). Students ’ Level of Metacognitive
Awareness as correlates of their Mathematics Achievement.
Psychology And Education: A Multidisciplinary Journal,
16(6), 639 –645.
https://doi.org/10.5281/zenodo.10523794
Karbalaei, A. (2012). Critical Thinking and academic achievement.
Íkala, Revista de Lenguaje y Cultura, 17(2), 121–128.
Kuntze, S., Aizikovitsh-Udi, E., & Clarke, D. (2017). Hybrid task
design: Connecting learning opportunities related to critical
thinking and statistical thinking. ZDM, 49(6), 923–935.
https://doi.org/10.1007/s11858-017-0874-4
Kusmaryono, I., Jupriyanto, J., & Kusumaningsih, W. (2021).
Construction of students’ mathematical knowledge in the

238
zone of proximal development and zone of potential
construction. European Journal of Educational Research,
10(1), 341–351. https://doi.org/10.12973/eu-jer.10.1.341
Ladyshewsky, R. K. (2006). Building cooperation in peer coaching
relationships: understanding the relationships between
reward structure, learner preparedness, coaching skill and
learner engagement. Physiotherapy, 92(1), 4–10.
https://doi.org/10.1016/j.physio.2005.11.005
Lai, Y., Zhu, X., Chen, Y., & Li, Y. (2015). Effects of mathematics
anxiety and mathematical metacognition on word problem
solving in children with and without mathematical learning
difficulties. PLoS ONE Journal , 10(6), 1–19.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0130570
Larsson, K. (2017). Understanding and teaching critical thinking: A
new approach. International Journal of Educational
Research, 84, 32 –42.
https://doi.org/10.1016/j.ijer.2017.05.004
Lesh, R., & Lehrer, R. (2003). Models and Modeling Perspectives on
the Development of Students and Teachers. Mathematical
Thinking and Learning , 5(2), 109–129.
https://doi.org/10.1207/s15327833mtl0502&3_01
Letseka, M., & Zireva, D. (2013). Thinking: Lessons from John
Dewey’s how we think. Academic Journal of Interdisciplinary
Studies, 2(2), 51 –61.
https://doi.org/10.5901/ajis.2013.v2n2p51
Lipman, M. (1982). Philosophy for children. Thinking: The Journal
of Philosophy for Children, 3(4), 35–44.
Liu, F., Wang, X., & Izadpanah, S. (2023). The Comparison of the
Efficiency of the Lecture Method and Flipped Classroom
Instruction Method on EFL Students’ Academic Passion and
Responsibility. SAGE Open , 13(2), 1–15.
https://doi.org/10.1177/21582440231174355

239
Louca, E. P. (2008). Metacognition and Theory of Mind. In
Cambridge Scholars Publishing (pp. 1–30). Cambridge
Scholars Publishing.
Miedijensky, S., Sasson, I., & Yehuda, I. (2021). Teachers’ Learning
Communities for Developing High Order Thinking Skills—A
Case Study of a School Pedagogical Change. Interchange,
52(4), 577–598. https://doi.org/10.1007/s10780-021-
09423-7
Monrat, N., Phaksunchai, M., & Chonchaiya, R. (2022). Developing
students’ mathematical critical thinking skills using open-
ended questions and activities based on student learning
preferences. Education Research International, 3300363, 1–
11. https://doi.org/10.1155/2022/3300363
Monteleone, C., Miller, J., & Warren, E. (2023). Conceptualising
critical mathematical thinking in young students.
Mathematics Education Research Journal, 35(2), 339–359.
https://doi.org/10.1007/s13394-023-00445-1
Monteleone, C., White, P., & Geiger, V. (2018). Defining the
characteristics of critical mathematical thinking. Annual
Meeting of the Mathematics Education Research Group of
Australasia, July, 559 –566.
https://eric.ed.gov/?id=ED592443
Murawski, L. M. (2014). Critical thinking in the classroom and
beyond. Journal of Learning in Higher Education, 10(1), 25–
30. https://files.eric.ed.gov/fulltext/EJ1143316.pdf
National Council of Teachers of Mathematics. (2000). Principles
and Standards - National Council of Teachers of Mathematics.
http://www.nctm.org/Standards-and-
Positions/Principles-and-Standards/
Oliveira, S. de, & Nisbett, R. (2017). Culture changes how we think
about thinking: From human inference to geography of
thought. Perspectives on Psychological Science, 17(5), 782–
790. https://doi.org/10.1177/1745691617702718

240
Palavan, Ö. (2020). The effect of critical thinking education on the
critical thinking skills and the critical thinking dispositions
of preservice teachers. Educational Research and Reviews,
15(10), 606–627. https://doi.org/10.5897/err2020.4035
Palinussa, A. L. (2013). Students’ critical mathematical thinking
skills and character: Experiments for junior high school
students through realistic mathematics education culture-
based. Journal on Mathematics Education, 4(1), 75–94.
https://doi.org/10.22342/jme.4.1.566.75-94
Panadero, E. (2017). A review of self-regulated learning: Six
models and four directions for research. Frontiers in
Psychology, 8(4), 422 –449.
https://doi.org/10.3389/fpsyg.2017.00422
Panahandeh, E., & Asl, S. E. (2014). The effect of planning and
monitoring as metacognitive strategies on Iranian EFL
learners’ argumentative writing accuracy. Procedia - Social
and Behavioral Sciences , 98, 1409–1416.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.03.559
Papathanasiou, I. V., Kleisiaris, C. F., Fradelos, E. C., Kakou, K., &
Kourkouta, L. (2014). Critical thinking: The development of
an essential Skill for nursing students. Acta Informatica
Medica, 22(4), 283 –286.
https://doi.org/10.5455/aim.2014.22.283-286
Paul, R., & Elder, L. (2008). Critical thinking: The art of Socratic
questioning, Part III. Journal of Developmental Education,
31(3), 34–35.
Pentang, J. T., Caubang, M. G. M., Tidalgo, A. M. L., Morizo, S. B.,
Bautista, R. M., Viernes, M. D. D., L., B. J. M., & Sercenia, J. C.
(2023). Demystifying the relationship between confidence
and critical thinking in mathematics among preservice
teachers in West Philippines. European Journal of
Educational Research , 12(2), 749 –758.
https://doi.org/10.12973/eu-jer.12.4.1743
Peter Sullivan, D. C. and B. C. (2013). Teaching with tasks for
effective mathematics learning. Research in Mathematics

241
Education, 15(3), 309 –323.
https://doi.org/10.1080/13549830050009382
Plotnikova, N. F., & Strukov, E. N. (2019). Integration of teamwork
and critical thinking skills in the process of teaching
students. Cypriot Journal of Educational Sciences, 14(1), 1–
10. https://doi.org/10.18844/cjes.v14i1.4031
Prendergast, M., Johnson, P., Fitzmaurice, O., Liston, M., O’Keeffe, L.,
& O’Meara, N. (2014). Mathematical thinking: Challenging
prospective teachers to do more than “talk the talk.”
International Journal of Mathematical Education in Science
and Technology , 45(5), 635 –647.
https://doi.org/10.1080/0020739X.2013.868538
Rajadurai, R., & Ganapathy, H. (2023). Effect of use of
metacognitive instructional strategies in promoting
mathematical problem solving competence amongst
undergraduate students in facing competitive examination.
Cogent Social Sciences , 9(1), 2173103.
https://doi.org/10.1080/23311886.2023.2173103
Reynders, G., Lantz, J., Ruder, S. M., Stanford, C. L., & Cole, R. S.
(2020). Rubrics to assess critical thinking and information
processing in undergraduate STEM courses. International
Journal of STEM Education , 7(9), 1–15.
https://doi.org/10.1186/s40594-020-00208-5
Ridwan, M. R., Retnawati, H., Hadi, S., & Jailani, J. (2022). Teachers’
Perceptions in Applying Mathematics Critical Thinking
Skills for Middle School Students: A Case of Phenomenology.
Anatolian Journal of Education , 7(1), 1–16.
https://doi.org/10.29333/aje.2022.711a
Rivas, S. F., Saiz, C., & Ossa, C. (2022). Metacognitive strategies and
development of critical thinking in higher education.
Frontiers in Psychology, 13(913219), 1–13.
https://doi.org/10.3389/fpsyg.2022.913219
Russo, J., Bobis, J., Sullivan, P., Downton, A., Livy, S., McCormick, M.,
& Hughes, S. (2020). Exploring the relationship between
teacher enjoyment of mathematics, their attitudes towards

242
student struggle and instructional time amongst early years
primary teachers. Teaching and Teacher Education,
88(102983), 1 –9.
https://doi.org/10.1016/j.tate.2019.102983
Rustamovna, D. L. (2021). The Importance Of Critical Thinking In
Improving The Professional Skills Of Future Teachers.
International Scientific Journal “Interpretation and
Researches, 1(3), 62 –67.
https://doi.org/10.5281/zenodo.7677433
Sachdeva, S., & Eggen, P.-O. (2021). Learners’ Critical Thinking
About Learning Mathematics. International Electronic
Journal of Mathematics Education, 16(3), em0644.
https://doi.org/10.29333/iejme/11003
Scheibe, D. A., Was, C. A., Dunlosky, J., & Thompson, C. A. (2023).
Metacognitive cues, working memory, and math anxiety:
The regulated attention in mathematical problem solving
(RAMPS) framework. Journal of Intelligence, 11(117), 1–18.
https://doi.org/10.3390/jintelligence11060117
Șchiopu, L. (2018). Integrating metacognition and critical thinking
skills in the exploration of culture in EFL classroom. Journal
of Pedagogical Research , 2(3), 181–191.
https://www.usma.edu/cfe/Literature/EJackson_16.pdf
Schoenfeld, A. H. (2016a). Learning to think mathematically:
Problem solving, metacognition, and sense making in
mathematics. Journal of Education, 196(2), 1–38.
https://doi.org/10.1177/002205741619600202
Schoenfeld, A. H. (2016b). Learning to think mathematically:
Problem solving, Metacognition, and sense making in
mathematics. Journal of Education, 196(2), 1–38.
https://doi.org/10.1177/002205741619600202
Scusa, T. (2008). Five Processes of Mathematical Thinking.
Summative Projects for MA Degree , 1–92.
http://digitalcommons.unl.edu/cgi/viewcontent.cgi?articl
e=1030&context=mathmidsummative

243
Seel, N. M. (2012). Metacognition and Learning. In: Seel, N.M. (eds)
Encyclopedia of the Sciences of Learning. In Springer.
Springer, Boston, MA. https://doi.org/10.1007/978-1-
4419-1428-6_108
Sellars, M., Fakirmohammad, R., Bui, L., Fishetti, J., Niyozov, S.,
Reynolds, R., Thapliyal, N., Liu-Smith, Y. L., & Ali, N. (2018).
Conversations on critical thinking: Can critical thinking find
its way forward as the skill set and mindset of the century?
Education Sciences , 8(205), 1 –29.
https://doi.org/10.3390/educsci8040205
Shafiyeva, U. (2021). Assessing Students’ Minds: Developing
Critical Thinking or Fitting into Procrustean Bed. European
Journal of Education , 4(2), 78 –91.
https://doi.org/10.26417/452bxv17s
Shen, C. Y., & Liu, H. C. (2011). Metacognitive skills development: A
web-based approach in higher education. Turkish Online
Journal of Educational Technology, 10(2), 140–150.
https://doi.org/10.1007/s12192-018-0910-5
Siswono, T. Y. E. (2010). Leveling students’ creative thinking in
solving and posing mathematical problem. Journal on
Mathematics Education , 1(1), 17 –40.
https://doi.org/10.22342/jme.1.1.794.17-40
Skemp, R. R. (1978). Relational Understanding and Instrumental
Understanding. The Arithmetic Teacher, 26(3), 9–15.
https://doi.org/10.5951/mtms.12.2.0088
Smale-Jacobse, A. E., Meijer, A., Helms-Lorenz, M., & Maulana, R.
(2019). Differentiated Instruction in Secondary Education:
A Systematic Review of Research Evidence. Frontiers in
Psychology, 10(November).
https://doi.org/10.3389/fpsyg.2019.02366
Smith, V. G., & Szymanski, A. (2013). Critical Thinking : More Than
Test Scores. NCPEA International Journal of Educational
Leadership Preparation, 8(2), 16–26.

244
Snyder, L. G., & Snyder, M. J. (2008). Teaching Critical Thinking and
Problem Solving Skills. The Delta Pi Epsilon Journal, 1(2),
90–100.
Stephanou, G., & Mpiontini, M.-H. (2017). Metacognitive
knowledge and metacognitive regulation in self-regulatory
learning style, and in its effects on performance expectation
and subsequent performance across diverse school
subjects. Psychology, 08(12), 1941 –1975.
https://doi.org/10.4236/psych.2017.812125
Tiong Seah, W. (2019). Values in Mathematics Education: Its
Conative Nature, and How It Can Be Developed. J. Korean
Soc. Math. Educ., Ser. D, Res. Math. Educ, 22(2), 99–121.
https://doi.org/10.7468/jksmed.2019.22.2.99
Turan, U., Fidan, Y., & Yıldıran, C. (2019). Critical thinking as a
qualified decision making tool. Journal of History Culture
and Art Research , 8(4), 1 –18.
https://doi.org/10.7596/taksad.v8i4.2316
Üredi, L., & Kösece, P. (2020). Investigating The Relationship
Between Critical Thinking Skills and Mathematical Problem
Solving Achievements of Secondary Education Students.
The European Journal of Educational Sciences, 07(02), 186–
202. https://doi.org/10.19044/ejes.v7no2a11
van Laar, E., van Deursen, A. J. A. M., van Dijk, J. A. G. M., & de Haan,
J. (2020). Determinants of 21st-century skills and 21st-
century digital skills for workers: A systematic literature
review. SAGE Open , 10(1), 1 –14.
https://doi.org/10.1177/2158244019900176
van Peppen, L. M., Verkoeijen, P. P. J. L., Heijltjes, A. E. G., Janssen, E.
M., & van Gog, T. (2021). Enhancing students’ critical
thinking skills: is comparing correct and erroneous
examples beneficial? Instructional Science, 49(6), 747–777.
https://doi.org/10.1007/s11251-021-09559-0
Varveris, D., Saltas, V., & Tsiantos, V. (2023). Exploring the role of
metacognition in measuring students’ critical thinking and
knowledge in mathematics: A comparative study of

245
regression and neural networks. Knowledge, 3(3), 333–348.
https://doi.org/10.3390/knowledge3030023
Wardoyo, C., Narmaditya, B. S., & Wibowo, A. (2021). Does
Problem-Based Learning Enhances Metacognitive
Awareness of Economics Students? Pegem Egitim ve
Ogretim Dergisi , 11(4), 329 –336.
https://doi.org/10.47750/pegegog.11.04.32
Watson, G., & Glaser, E. (2002). Watson – Glaser Critical Thinking
Appraisal – UK Edition Practice Test. Pearson, 1–15.
http://www.careers.cam.ac.uk/library/criticalthinkingpra
cticetest.pdf
Watts, T. W., Duncan, G. J., Clements, D. H., & Sarama, J. (2018).
What is the long-run impact of learning mathematics during
preschool? Child Development, 89(2), 539–555.
https://doi.org/10.1111/cdev.12713
Weisenburgh-Snyder, A. B., Malmquist, S. K., Robbins, J. K., &
Lipshin, A. M. (2015). A model of MTSS: Integrating
precision teaching of mathematics and a multi-level
assessment system in a generative classroom. Learning
Disabilities: A Contemporary Journal, 13(1), 21–41.
Westerdahl, F., Carlson, E., Wennick, A., & Borglin, G. (2022).
Bachelor nursing students´ and their educators´
experiences of teaching strategies targeting critical
thinking: A scoping review. Nurse Education in Practice, 63,
103409. https://doi.org/10.1016/j.nepr.2022.103409
Yuli, T., & Siswono, E. (2011). Level of student’s creative thinking
in classroom mathematics. Educational Research and
Review, 6(7), 548 –553.
http://www.academicjournals.org/ERR
Yuniarti, Y., Kusumah, Y. S., Suryadi, D., & Kartasasmita, B. G.
(2017). The Effectiveness of Open-Ended Problems Based
Analytic-Synthetic Learning on the Mathematical Creative
Thinking Ability of Pre-Service Elementary School
Teachers. International Electronic Journal of Mathematics,
12(3), 655–666. https://doi.org/10.29333/iejme/640

246
Zhang, L. F. (2003). Contributions of thinking styles to critical
thinking dispositions. Journal of Psychology:
Interdisciplinary and Applied, 137(6), 517–544.
https://doi.org/10.1080/00223980309600633
Zhou, Q., Leilei Ma, Huang, N., Lian, Q., Yue, H., & Peng, T. (2012).
Integrating webquest into chemistry classroom teaching to
promote students’ critical thinking. Creative Education,
3(3), 197–207. https://doi.org/10.4236/ce.2012.33058

247
GLOSARIUM

Analisis matematis adalah kemampuan bernalar untuk
menguraikan suatu masalah dengan melakukan identifikasi
masalah, menggunakan konsep yang sudah diketahui dan mampu
menyelesaikannya dengan cepat.

Argumen adalah kumpulan pernyataan yang disebut premis –
premis dan diikuti oleh kesimpulan yang selaras dengan premis –
premisnya.

Asumsi adalah suatu dugaan sementara yang dianggap sebagai
kebenaran oleh si pembuat asumsi, dan membutuhkan
pembuktian agar dugaan tersebut menjadi kebenaran yang mutlak
Berpikir kritis adalah kemampuan untuk menganalisis,
mengevaluasi, dan mensintesis informasi dari berbagai sumber
dan perspektif, dan menggunakan logika dan bukti untuk
mendukung atau menantang klaim dan argument (Facione, 2015).
Bersikap 'kritis' artinya memberikan pendapat yang adil dan
tidak memihak tentang sesuatu.
Berpikir kritis dalam matematika adalah kemampuan dan
disposisi yang melibatkan pengetahuan sebelumnya, penalaran
matematis, dan menggunakan strategi kognitif dalam
menggeneralisasi, membuktikan, atau mengevaluasi situasi
matematika yang kurang diketahui dengan cara reflektif (Çelik &
Özdemir, 2020).
Berpikir tingkat tinggi (HOTS) adalah kemampuan berpikit
dalam menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan. HOTS dapat
mendorong anak untuk memiliki kemampuan berfikir kritis.

248
Bias atau prasikap adalah sebuah penyajian bahan yang dipenuhi
prasangka. Ia juga berarti kesalahan yang konsisten dalam
memperkirakan sebuah nilai
Bukti diartikan sebagai sesuatu yang menyatakan kebenaran.
Dimensi dalam matematika adalah ukuran panjang, lebar, atau
tinggi yang diperpanjang ke arah tertentu. Dimensi atau matra dari
suatu ruang atau objek secara informal diartikan sebagai jumlah
minimal koordinat yang dibutuhkan untuk menentukan titik-titik
yang ada di dalamnya.
Disinformasi adalah informasi palsu yang sengaja disebarkan
untuk menipu. Disinformasi adalah bagian dari misinformasi, yang
mungkin juga tidak disengaja.
Disposisi berpikir kritis adalah keinginan untuk menggunakan
keterampilan berpikir kritis (Zhang, 2003). Disposisi berpikir
kritis merupakan kecenderungan terhadap pola perilaku
intelektual tertentu.
Disposisi matematis merupakan sikap atau kemampuan afektif
sesorang dalam memandang matematika sebagai sesuatu yang
dapat menumbuhkan karakter baik seperti percaya diri, minat
belajar tinggi, gigih, bersungguh-sungguh dalam menyelesaiakan
masalah, berfikir fleksibel, melakukan refleksi setelah
mempelajari matematika.
Esensi adalah apanya kenyataan, yaitu hakikatnya. Esensi
adalah hakikat, inti, dan hal yang pokok.
Evaluasi adalah suatu proses untuk menyediakan informasi
tentang sejauh mana suatu kegiatan tertentu telah dicapai,
bagaimana perbedaan pencapaian itu dengan suatu standar
tertentu untuk mengetahui apakah ada selisih di antara keduanya,
Fakta adalah pernyataan benar yang dapat dibuktikan dengan
menggunakan bukti.

249
Instruktur adalah pendidik yang bertugas membantu (Dosen)
dalam mengajarkan dan memberi pelatihan/pembimbingan pada
materi pembelajaran praktik tertentu dalam unit pembelajaran..

Keterampilan berpikir kritis adalah sebagai kemampuan
menggunakan pendekatan berpikir logis diperlukan untuk
memahami konsep, mengambil keputusan, dan memecahkan
masalah.

Kritikus adalah seseorang yang tugasnya membuat penilaian
evaluatif, misalnya mengenai film, buku, musik, atau makanan.
Kritis berarti mampu menilai, membedakan atau memutuskan
Kognitif tingkat tinggi merupakan suatu kemampuan berpikir
dimana siswa mampu berpikir kritis, kreatif, analitis dan terampil.

Konstruksi pengetahuan adalah proses dimana peserta didik
secara aktif membangun pemahamannya terhadap suatu topik
atau konsep melalui eksplorasi, refleksi, dan interaksi.

Logika adalah suatu cara yang diciptakan untuk meneliti
ketepatan penalaran dan mencegah kesesatan berpikir.

Mempromosikan berarti mengenalkan. Mempromosikan berasal
dari kata promosi yang diartikan sebagai mengembangkan atau
meningkatkan.
Mengaktualisasi berasal dari kata aktualisasi merupakan proses
individu untuk menjadi diri sendiri serta mengembangkan potensi
psikologisnya yang unik dan berbeda.
Metakognisi secara umum dipahami sebagai kemampuan untuk
merenungkan pemikiran sendiri, mengamati diri sendiri ketika
memproses tugas-tugas kognitif, dan untuk mengatur proses
belajar dan berpikir yang terlibat dalam tugas-tugas tersebut (Seel,
2012).
Model pembelajaran konvensional yang juga disebut
pendekatan tradisional merupakan model pembelajaran yang
digunakan guru dalam pembelajaran sehari-hari dengan

250
menggunakan model yang bersifat umum bahwa tanpa
menyesuaikan model yang tepat berdasarkan sifat dan
karakteristik dari materi pelajaran yang diajarkan.
Opini adalah keyakinan yang didasarkan pada pengalaman,
perasaan, nilai, dan preferensi pribadi.
Misinformasi merupakan istilah yang mengacu pada informasi
salah, tidak akurat, dan umumnya tersebar luas meskipun tidak
ada niat untuk menipu atau menyesatkan.
Otonomi intelektual memiliki arti yang berbeda, yaitu karakter
kemampuan dan kesediaan untuk berpikir dalam dirinya.
Seseorang dengan karakter ini tidak bergantung banyak kepada
orang lain dalam membentuk keyakinan-keyakinannya
Otoritas adalah kemampuan membuat orang lain mematuhi suatu
perintah tertentu.
Pemecahan masalah adalah serangkaian teknik yang secara
khusus yang gunakan untuk menemukan solusi efektif, bukan
berpikir kritis, yang merupakan praktik seumur hidup yang Anda
gunakan untuk meningkatkan proses berpikir.
Pemecahan masalah atau problem solving merupakan
suatu proses untuk menemukan suatu masalah yang dihadapi
berupa aturan- aturan baru yang tarafnya lebih tinggi. Setiap kali
suatu masalah dapat dipecahkan berarti mempelajari sesuatu yang
baru dan dapat digunakan untuk memecahkan masalah yang baru.
Pemikiran kritis dalam buku ini disebut secara bergantian
sebagai berpikir kritis
Penalaran adalah cara penggunaan nalar; pemikiran atau cara
berpikir logis, proses mental dalam men gembangkan pikiran dari
beberapa fakta.

251
Penarikan kesimpulan atau verifikasi adalah usaha untuk
mencari atau memahami makna/arti, keteraturan, pola-pola,
penjelasan, alur sebab akibat atau proposisi.

Pengambilan keputusan merupakan proses pemilihan alternatif
tindakan untuk mencapai tujuan atau sasaran tertentu.

Proses berpikir kritis adalah proses di mana kita harus membuat
penilaian yang rasional, logis, sistematis, dan dipikirkan secara
matang.
Proses metakognisi merujuk pada kemampuan seseorang untuk
memonitor dan meregulasi aktivitas kognisinya dalam pemecahan
masalah (Sellars et al., 2018).
Rasional adalah menurut pikiran dan pertimbangan yang logis,
menurut pikiran yang sehat, dan cocok dengan akal.
Rubrik adalah formulir penilaian yang dirancang untuk
menangkap bukti kualitas atau konstruksi tertentu
Rubrik berpikir kritis adalah formulir penilaian yang dirancang
untuk menangkap bukti kualitas atau konstruksi tentang
pemikiran kritis (berpikir kritis).
Sintesis (berasal dari bahasa Yunani syn = tambah dan thesis =
posisi) yang biasanya berarti suatu integrasi dari dua atau lebih
elemen yang ada yang menghasilkan suatu hasil baru.
Strategi adalah suatu perencanaan jangka panjang yang disusun
untuk menghantarkan pada suatu pencapaian akan tujuan dan
sasaran tertentu.

252
INDEKS

Aktual, 25, 78
Analisis, 89, 90, 91, 92, 94, 95
Argumen, 91, 67, 70, 96, 104, 106
Asumsi, 66, 99, 115, 122
Berpikir kritis, 123, 136, 137, 150
Bersikap 'kritis', 12, 67, 207, 208
Berpikir tingkat tinggi (HOTS),
121
Bias, 116, 120, 159, 163, 164
Bukti, 165,
Dimensi, 156, 160, 183
Disinformasi, 1
Disposisi, 2, 5, 8, 88, 90, 91, 156
Esensi, 8, 53, 106, 155
Evaluasi, 157,
Fakta, 6, 14, 18, 21, 30, 164,
Faktual, 71
Instruktur, 15, 53, 59
Intuisi, 3, 13
Kognitif, 4,
Konstruksi, 19, 20, 21, 207
Kritikus, 12
Logika, 3, 13, 17, 20, 22
Matematis, 87
Mempromosikan, 6, 87, 123,
132
Metakognitif, 8, 17, 40, 190,
192
Misinformas, 1
Opini, 30, 40, 43, 49
Otonomi, 4, 5, 54
Otoritas, 62
Pemecahan masalah, 63,
Pemikir kritis, 13, 15, 16, 25
Pemikiran Kritis, 64
Penalaran, 2, 4, 5, 11, 13, 16,
17
Penarikan kesimpulan, 92
Pengambilan keputusan, 5, 20,
24, 93,
Proses, 32, 33, 34
Rasional, 18, 38, 43, 50, 225
Rubrik, 12, 33, 182
Rubrik berpikir kritis, 182,
183,
Strategi, 3, 15, 31, 189

253
BIODATA PENULIS



Dr. Imam Kusmaryono, S.Pd., M.Pd.
adalah Associate Professor dan dosen tetap
pendidikan matematika pada Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas
Islam Sulltan Agung, Semarang, Indonesia.
Aktivitas mengajar di Prodi Pendidikan
Matematrika dan di Prodi Pendidikan
Profesi Guru. Memiliki keahlian dalam
bidang ilmu: Statistika, Metodologi
Penelitian, Pembelajaran Matematika, dan
Filsafat Pendidikan Matematika. Karya
ilmiah berupa artikel hasil penelitian telah
banyak dipublikasikan di jurnal-jurnal
internasional bereputasi terindeks scopus.
Selama hampir 12 tahun berkecimpung
sebagai dosen telah menulis 15 judul buku.
Saat ini menjabat sebagai sekretaris
lembaga penelitian universitas.




Dr. Hevy Risqi Maharani, S.Pd., M.Pd.
adalah dosen tetap di Program Studi
Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan, Universitas Islam
Sulltan Agung, Semarang, Indonesia.
Aktivitas mengajar saat ini di Prodi
Pendidikan Matematika dan di Prodi
Pendidikan Profesi Guru. Memiliki keahlian
dalam bidang ilmu: Aljabar, Problematika
Pembelajaran Matematika, dan Multimedia
Pembelajaran Matematika. Selama hampir
10 tahun berkecimpung sebagai dosen telah
menghasilkan berbagai karya ilmiah yang
telah dipublikasikan di beberapa jurnal
internasional bereputasi terindeks scopus
dan jurnal nasional terindeks SINTA. Saat ini
yang bersangkutan menjabat sebagai
Sekretaris FKIP Unissula.

254


Dr. Muhtarom, S.Pd., M.Pd. Associate
Professor dan dosen tetap Pendidikan
Matematika Universitas PGRI Semarang,
Indonesia.
Saat ini bekerja di Prodi Magister
Pendidikan Matematika Universitas PGRI
Semarang. Muhtarom melakukan penelitian
di bidang Psikologi Kognitif, Keyakinan
Matematis, Pembelajaran Pemecahan
Masalah, Metakognisi, dan Pendidikan
Matematika. Selain dosen, beliau juga
bertugas sebagai Asesor Sekolah Penggerak
dan Asesor Guru Penggerak. Saat ini
menjabat sebagai kepala pusat unggulan
inovasi, incubator bisnis dan hilirisasi LPPM
Universitas PGRI Semarang.

255