TATA TERTIB PRAKTIKUM

1. Praktikum dilaksanakan melalui Offline yang dilaksanakan seluruh mahasiswa
yang mengambil mata kuliah Ilmu Dan Teknologi Produksi Ternak Potong Dan
Kerja.
2. Mahasiswa harus memakai jas praktikum/baju lapangan, topi, sarung tangan dan
sepatu.
3. Setiap alat yang dipakai harus menggunakan borang pinjaman.
4. Jika terdapat alat-alat yang rusak atau hilang oleh mahasiswa maka harus diganti
oleh mahasiswa yang bersangkutan.
5. Semua alat-alat yang telah selesai dipakai agar dibersihkan dan dikembalikan
kepada teknisi/asisten praktikum.
6. Masing-masing Kelas harus membuat laporan praktikum per kegiatan selama
praktikum berlangsung.
7. Mahasiswa harus mengisi daftar hadir setiap mengikuti praktikum. Dan apabila
kehadiran praktikum kurang dari 70% maka mahasiswa dianggap gagal mengikuti
praktikum

KATA PENGANTAR

Mahasiswa yang telah mendapat ilmu teori di kelas perlu mengaplikasikan teori
tersebut di lapangan. Penuntun pratikum Ilmu Dan Teknologi Produksi Ternak Potong
Dan Kerja ini dibuat untuk membantu mahasiswa dalam melaksanakan pengamatan
terhadap pemeliharaan ternak potong khususnya komoditas sapi yang meliputi
manajemen pemeliharaan, manajemen perkandangan, seleksi dan pengadaan bibit,
manajemen pakan, manajemen reproduksi, manajemen perawatan, sanitasi, dan
pencegahan penyakit, serta penanganan limbah, dengan tujuan untuk penggemukan
(fattening).
Semoga penuntun praktikum ini dapat memberikan gambaran serta manfaat bagi
mahasiswa yang menggunakannya.





Bangkinang, Oktober 2023



Penyusun

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ternak potong merupakan ternak yang dipelihara khusus untuk dimanfaatkan atau
diambil dagingnya. Ternak yang umumnya digunakan sebagai ternak potong adalah
ternak yang mempunyai hasil daging yang lebih tinggi disbanding hasil ternak lainya
misalnya sapi. Industri ternak potong umumnya mempunyai dua jenis usaha yang
dijalankan yakni usaha breeding dan fattening. Breeding merupakan usaha untuk
menghasilkan anakan yang nantinya akan dijual sebagai bakalan (bibit ternak). Bibit
ternak merupakan salah satu sarana produksi yang memiliki peran yang sangat penting
dan strategis dalam upaya meningkatkan jumlah dan mutu produksi ternak, dan sebagai
salah satu faktor dalam penyediaan pangan asal ternak yang berdaya saing tinggi. Untuk
dapat menghasilkan bibit ternak yang unggul dan bermutu tinggi diperlukan proses
manajemen pemeliharaan, pemuliabiakan (breeding), pakan dan kesehatan hewan ternak
yang terarah dan berkesinambungan.

Manajemen pemeliharaan komoditas ternak sapi pedaging meliputi pengelolaan
perkandangan, pembibitan, pengelolaan pakan, perawatan dan pengamanan biologis,
serta pemanfaatan limbah ternak dengan memperhatikan sumber daya yang ada. Manfaat
beternak sapiantara lain untuk memenuhi kebutuhan konsumsi daging, untuk
meningkatkan pendapatan peternak, dan meningkatkan populasi ternak tersebut, karena
di Indonesia permintaan daging dalam negeri saat ini masih belum diimbangi oleh suplai
yang memadai. Suplai daging yang masih rendah dapat disebabkan karena kurangnya
program pembibitan untuk mendapatkan ternak dengan mutu baik yang dapat
menghasilkan daging dengan kualitas yang baik pula. Pemenuhan daging dalam negeri
dapat berasal dari ternak sapi yang sangat potensial dikembangkan sebagai ternak potong.

Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum pemeliharaan sapi adalah untuk mengetahui pemeliharaan ternak
potong khususnya komoditas sapi yang meliputi manajemen pemeliharaan, manajemen
perkandangan, seleksi dan pengadaan bibit, manajemen pakan, manajemen reproduksi,
manajemen perawatan, sanitasi, dan pencegahan penyakit, serta penanganan limbah,
dengan tujuan untuk penggemukan (fattening).

Manfaat Praktikum

Manfaat dari praktikum sistem pemeliharaan sapi adalah menambah keterampilan kerja
dalam memelihara ternak, manajemen perkandangan, seleksi dan pengadaan bibit,
manajemen pakan, manajemen reproduksi, manajemen perawatan, sanitasi, dan
pencegahan penyakit, serta penanganan limbah terkait kegiatan breeding sapi potong dan
menambah wawasan serta ilmu pengetahuan.

MATERI PRAKTIKUM
PENGUKURAN TERNAK POTONG

Dasar Teori
Performan ternak dapat dinilai dan diukur melalui beberapa karakteristik parameter
penilaian. Karakteristik dalam mengukur performan ternak antara lain : 1). Karakteristik
morfologi; 2). Karakteristik fisiologi; 3). Karakteristik produksi; 4). Karakteristik
reproduksi dan 5). Konsumsi pakan. Karakteristik yang mudah diamati secara langsung
dan dapat terukur yaitu karakteristik morfologis. Karakteristik morfologis merupakan
performan yang terlihat dari tubuh ternak, dapat bersifat kualitatif (warna bulu atau kulit
dan bentuk kepala ternak), serta dapat bersifat kuantitatif seperti ukuran tubuh (panjang
badan, tinggi gumba, tinggi pinggul dan dalam dada) dan berat badan ternak. Salah satu
cara yang dalam pengamatan karakteristik morfologis yang sifatnya kuantitatif yaitu
melalui pengukuran statistik vital. Statistik vital ternak merupakan ukuran tubuh ternak
potong yang meliputi panjang badan, tinggi badan dan lingkar dada secara statistik cukup
vital untuk mengidentifikasi sifat-sifat kuantitatif ternak potong tersebut.
Beberapa fungsi pengukuran statistik vital ternak antara lain :
a. Untuk menduga bobot badan ternak
b. Sebagai parameter teknis penentuan ternak bibit
c. Untuk menduga umur ternak
d. Sebagai parameter ukuran penilailan ternak saat kontes
e. Untuk mengetahui konformasi kepala dan grade ternak
Menurut Sudarmono dan Sugeng (2008) salah satu faktor yang mempengaruhi perbedaan
ukuran tubuh ternak adalah pakan, apabila dalam pakan yang diberikan kandungan
nutriennya kurang maka pertumbuhan ternak akan terhambat. Selain itu menurut umur
ternak kan berpengaruh terhadap statistic vital ternak. Hal tersebut disebabkan karena
faktor pertumbuhan, semakin bertambahnya umur ternak maka ukuran statistik vital
semakin meningkat. Sifat kuantitaif pada karakteristik morfologis sangat dipengaruhi
oleh manajemen pemeliharaan (Trifena, Budisantria dan Hartatik, 2011). Pengukuran
statistik vital ternak potong antara lain:
a. Lingkar dada (LD) diukur secara melingkar di belakang gumba atau di belakang Os
scapula dengan menggunakan pita ukur melingkardinyatakan dalam cm.
b. Tinggi badan (TB) diukur jarak tegak lurus dari punggung atau belakang gumba
sampai ketanah atau lantai diukur dengan menggunakan tongkat ukur dinyatakan dalam
cm.
c. Tinggi pinggul (TP) diukur jarak tegak lurus dari titik tertinggi pada os sacrum
pertama sampai ke tanah diukur dengan menggunakan tongkat ukur dinyatakan dalam cm.
d. Bobot badan (BB) diukur menggunakan timbangan analitik khusus sapi dengan merk
Ruddweigh dinyatakan dalam kg.

Ukuran – ukuran tubuh ternak akan berbeda satu dengan yang lainnya, dan dapat
memberikan korelasi yang positif (terjadi peningkatan pada satu sifat menyebabkan sifat
lain meningkat). Akan berkorelasi negatif ketika satu sifat meningkat namun sifat lainnya
justru menurun (Laidding, 1996).


Gambar 1. Pengukuran ternak

Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum tentang pengukuran pendugaan bobot badan ternak antara lain:
a. Mengetahui ukuran tubuh ternak seperti lingkar dada, tinggi gumba, panjang badan
b. Mengetahui perbedaan spesies ternak potong dilihat dari hasil pengukuran

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum pengukuran pendugaan bobot badan ternak yaitu
tongkat ukur dan pita ukur. Bahan yang dibutuhkan yaitu ternak potong seperti sapi,
kambing atau domba.

Prosedur Praktikum
1. Memilih ternak yang akan diukur
2. Mengidentifikasi karakteristik, ciri dan spesies ternak yang diamati
3. Mengukur ternak seperti lingkar dada, tinggi gumba, panjang badan
4. Mencatat pengukuran yang sudah dilakukan pada ternak (sapi, kambing atau
domba)
5. Mendokumentasikan rangkaian kegiatan yang dilaksanakan saat praktikum
6. Membandingkan hasil pengukuran diantara spesies ternak yang berbeda.

PENDUGAAN BOBOT BADAN DAN UMUR TERNAK
Dasar Teori
Performan atau sifat – sifat produksi ternak sebagai indikator produktivitas ternak dapat
diamati melalui beberapa hal yaitu bobot badan, pertambahan bobot badan dan ukuran –
ukuran badan. Bobot badan merupakan berat tertimbang dari seekor ternak yang diukur
pada umur tertentu dengan satuan berat. Bobot badan merupakan faktor terpenting dalam
seleksi bibit, penentuan tingkat pakan, menggambarkan kondisi ternak dan pemotongan
ternak (Ulatas et al., 2001). Ozkaya dan Bozkurt (2009) dan Puspitaningrum (2009)
menyatakan bahwa bobot hidup berkorelasi positif terhadap ukuran-ukuran linear
dimensi tubuh antara lain: lingkar dada, panjang badan, serta tinggi pundak/tinggi badan.
Menurut Natasasmita (1985) menjelaskan bahwa ukuran – ukuran tubuh ternak dapat
digunakan sebagai dasar pendugaan bobot badan ternak melalui perhitungan rumus.
Penggunaan lingkar dada, panjang badan sebagai petunjuk bobot badan seekor ternak
secara tepat (Williamsom and Payne, 1986). Lingkar dada dan bobot badan ternak
semakin meningkat dengan bertambahnya umur ternak. Akan tetapi laju pertumbuhan
lingkar dada lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan bobot badan dan paling
utama yaitu pertumbuhan kerangka. Tingkat pertumbuhan dan produksi karkas
berhubungan dengan bobot badan ternak. Sedangkan faktor yang mempengaruhi bobot
badan ternak yaitu sifat perdagingan, perbandingan daging dan tulang, umur dan jenis
kelamin. Bobot badan mempunyai korelasi positif dengan ukuran linier tubuh ternak
(Kidwell dan McCormick, 1956).
Pencatatan tentang pertambahan bobot badan ternak akan membantu program pemberian
pakan, pemberian obat-obatan sesuai dosis, mengetahui laju pertumbuhan dan sebagai
salah satu penentu harga jual sapi (Sugeng, 2002). Pertumbuhan tubuh secara keseluruhan
umumnya diukur melalui pertambahan bobit badan ternak, sedangkan ukuran – ukuran
tubuh sebagai penentu besar atau kecilnya badan ternak. Dengan Rumus Sebagai Berikut:

Selain melalui pendugaan bobot badan ternak, upaya untuk memilih ternak digunakan
sebagai bibit, bakalan maupun untuk ternak potong yaitu dengan pendugaan umur ternak.
Pendugaan umur ternak paling mudah dan paling akurat yaitu melalui tanggal lahir
dengan recording. Namun, cara ini akan sulit dilakukan peternak rakyat karena mereka
tidak pernah melakukan pencatatan (recording) kelahiran, kebuntingan, siklus estrus dan
lainnya sehingga pendugaan umur ternak melalui tanggal lahir pasti tidak dapat
dilakukan. Oleh karena itu, cara konvensional pendugaan umur ternak dapat dilakukan
melalui beberapa cara yaitu:

1. Pemeriksaan Gigi Ternak (Poel)
Salah satu cara menduga umur ternak yaitu dengan melihat keadaan gigi serinya. Gigi
seri pada sapi telah tumbuh sejak lahir dan hanya terdapat di rahang bawah saja. Gigi seri
yang telah ada sejak lahir disebut gigi susu, sedangkan gigi tetap adalah gigi seri baru
yang menggantikan gigi susu. Gigi seri sapi mudah diperiksa dan akan tanggal sepasang
demi sepadang yang selanjutnya akan berganti dengan gigi seri yang baru. Pertumbuhan
gigi sapi dibedakan menjadi tiga fase yaitu:
a. Fase gigi susu fase ketika mulai tumbuhnya gigi sejak lahir hingga gigi berganti
dengan gigi baru
b. Fase pergantian gigi Fase dari awal pergantian hingga selesai
c. Fase keausan fase dimana gigi tetap sudah mulai aus (Murtidjo, 1992).

Tabel 2. Perubahan gigi susu menjadi gigi seri permanen dan penentuan
umur kronoligis sapi

NO Keadaan Gigi Umur (tahun)
1 Biasanya hanya sepasang gigi susu Lahir
2 Gigi sususemua, belumada yang tanggal (I0) < 1.5
3 Gigi susu tanggal sepasang dan tumbuh gigi seri tetap (I1) 1,5 – 2
4 Gigi susu tanggal dua pasang dan tumbuh gigi seri tetap (I2) 2
5 Gigi susu tanggal tiga pasang dan tumbuh gigi seri tetap (I3) 3
6 Gigi susu tanggal semua dan gigi seri tetap sudah lengkao (I4) >4
Sumber: Field dan Taylor (2008)

Gambar 1. Pendugaan umur ternak sapi berdasarkan pergantian dan
keausan gigi seri (Santoso, 2003).

2. Melalui cincin pada tanduk
Jumlah cincin tanduk pada sapi dapat digunakan untuk menduga umur sapi. Cincin tanduk
ini berhubungan dengan periode kebuntingan, kelahiran ternak dan periode laktasi.
Munculnya alur melingkar pada pangkal tanduk saat selesai periode kebuntingan
pertama. Selanjutnya akan terjadi hal yang sama setiap kali sapi bunting. Gelap dan
terangnya cincin tanduk dipengaruhi oleh adanya pencemaran, penyakit dan musim
kemarau. Cara menghitung jumlah cincin tanduk dengan penafsiran umur ternak yaitu
menjumlahkan angka dua pada tiap lingkar cincin tanduk dengan rumus sebagai berikut:
Y = X + 2
Ket: X adalah jumlah cincin tanduk

Pendugaan umur sapi didasarkan dengan melihat lingakr cincin pada tanduk merupakan
cara yang paling tidak akurat. Oleh karena itu pendugaan dengan cara ini jarang dilakukan
karena akan sulit juga ketika diaplikasikan pada sapi tanpa tanduk.

Gambar 2. Cincin tanduk sapi

3. Melalui tali pusar
Melihat lepasnya tali pusar hanya digunakan untuk mengingatkan lagi hari atau tanggal
kelahiran pedet dalam jangka kejadian beberapa hari yang telah lewat.Sewaktu lahir tali
pusar masih tampak basah dan tidak berbulu.Setelah berumur 3 hari,tali pusar terasa lunak
jika diraba,umur 4-5 hari tali pusar mulai mengering,dan umur 7 hari tali pusar mulai
lepas serta sudah mulai ditumbuhi bulu.

Tujuan Praktikum
1. Mampu menaksir umur sapi melalui pemeriksaan gigi ternak (poel)
2. Mampu menaksir umur sapi melalui pemeriksaan tanduk
3. Mampu menaksir bobot badan ternak melalui pengukuran pendugaan BB ternak

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini yaitu pita ukur, alat tulis, lembar kerja
praktikum sedangkan bahan yang digunakan yaitu sapi (disesuaikan dengan sapi yang ada
di kandang).

Prosedur Praktikum
1. Melakukan pengamatan pada berbagai jenis sapi dan kambing atau domba) yang
ada di lokasi praktikum
2. Mengidentifikasi dan menaksir bobot sapi dan kambing atau domba dengan
mengukur ternak (lingakar dada, panjang badan, tinggi gumba, tinggi pinggul
dan lainnya) serta menghitung dengan rumus.
3. Melakukan pencatatan data pendukung praktikum
4. Melakukan dokumentasi segala bentuk kegiatan selama praktikum berlangsung

PENILAIAN TERNAK

Dasar Teori

Body Condition Score merupakan metode penilaian secara subjektif melalui teknik
penglihatan dan perabaan dalam pendugaan lemak tubuh yang mudah yang dapat
digunakan baik pada peternakan komersial maupun penelitian (Saputri et al., 2008).
Praktikan mengamati Body Condition Score (BCS) dari ternak tersebut yang meliputi 5
kriteria penilaian. Skor kondisi tubuh 1 apabila tulang pada daerah rusuk, pantat, dan paha
kelihatan sangat menonjol. Skor kondisi tubuh 2 apabila tulang rusuk yang menonjol
kurang dari tiga, daerah rusuk, pantat dan paha terlihat tipis. Skor kondisi tubuh 3 apabila
untuk kondisi kurus, tetapi tidak ada lagi tulang rusuk yang menonjol. Skor kondisi tubuh
4 apabila kondisi tubuh sedang, daerah rusuk, pantat, dan paha terlihat sudah berisi. Skor
kondisi tubuh 5 apabila kondisi gemuk, induk terlihat bulat berisi dan daerah perut dan
paha padat penuh dengan daging.

Penilaian ternak sapi dapat dilihat dari 4 cara yaitu pandangan samping, pandangan
belakang, pandangan depan, dan perabaan. Penilaian pandangan samping dapat dilakukan
dengan penilaian yang dilakukan pada jarak 3 m sampai 4.5 m dan memperhatikan
kedalaman tubuh sapi, keadaan lutut, kekompakan bentuk tubuh, ketebalan legok lapar,
pinggul dan kaki. Penilaian pandangan belakang dapat dilakukan dengan penilaian yang
dilakukan pada jarak kurang lebih 3 m dan memperhatikan kelebaran pantat, kedalaman
otot, kelebaran dan kepenuhan pantat serta keserasian berdiri pada tumpuan kaki-kakinya.
Penilaian pandangan depan dapat dilakukan dengan penilaian pada jarak kurang lebih 3
m dan memperhatikan bentuk dan ciri-ciri kepala, kebulatan bagian rusuk, kedalaman
dada, dan keadaan pertulangan serta keserasian kaki depan. Penilaian dengan cara
perabaan untuk menentukan tingkat dan kualitas akhir melalui perabaan yang dirasakan
melalui ketipisan, kerapatan dan kelunakan kulit serta perlemakannya Purwadi et al.,
(2005).

Pendataan (Recording)
Tahapan recording.
Tahapan recording, praktikan melakulan diskusi dan dijelaskan oleh asisten
mengenai tahapan recording yang baik. Tahapan recording yang baik berdasarkan hasil
diskusi dan dijelaskan oleh asisten adalah pengidentifikasian ternak dan kemudian
pengelompokan ternak berdasarkan jenis ternak, umur ternak. Jenis kelamin, dan juga
apakah ternak tersebut bunting atau tidak.

Macam recording.

Praktikum macam recording, praktikan melakukan diskusi dan dijelaskan oleh
asisten mengenai macam recording yang baik. Berdasarkan diskusi dan penjelasan dari
asisten, diketahui bahwa macam recording yang dilakukan meliputi recording pakan
yang meliputi sisa pakan, pakan yang diberikan, dan jenis atau bahan pakan. Recording
kelahiran yang meliputi berat pedet lahir, berat induk, bangsa, dan jenis kelamin.
Recording kematian yang meliputi penyebab kematian, jenis penyakit, dan tanggal

kematian. Recording kesehatan yang meliputi jenis penyakit, jenis obat yang diberikan,
gejala penyakit, penyebab penyakit, penanganan yang dilakukan, reproduksi ternak,
Inseminasi Buatan (IB), dan siklus estrus. Recording mutasi ternak yang meliputi
penyebab ternak dipindahkan, asal ternak, bangsa ternak, dan berat badan ternak.

Kegiatan rekording sapi umumnya terdiri dari dua tahapan utama, yaitu kegiatan
pencatatan performans ternak dengan melakukan pengisian kartu rekording untuk
masing-masing individu ternak; dan mengirimkan informasi dalam catatan kepada pusat
data yang akan diproses menggunakan komputer. Oleh karena itu catatan yang dilibatkan
meliputi registrasi kelahiran bagi semua sapi, menggunakan Cattle Pasport Center (CPC).
Setiap peternak harus melakukan registrasi ternaknya yang lahir dalam waktu 20 hari
setelah lahir, memberikan nomor, dan melaporkan ke CPC dalam waktu 7 hari setelah
registasi, rekording mutasi ternak, dengan mencatat dan melaporkan perpindahan
ternaknya dalam waktu 7 hari setelah kejadian. Catatan ini meliputi kelahiran, kematian,
kedatangan atau pengiriman ternak; dan catatan kematian bagi semua ternak harus segera
dilaporkan ke CPC dalam waktu 7 hari dengan menyerahkan kembali kartu ternak (Hakim
et al., 2010).

Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum tentang pengamatan BCS dan Recording Ternak antara lain:

1. Melakukan pengamatan mengenai BCS dan Recording Ternak
2. Melakukan penilaian mengenai kondisi BCS dan Recording Ternak.

Berikut adalah data Body Condition Score (BCS) yang dilakukan di kandang berdasarkan
sampel sapi secara acak :

Tabel 1. Penilaian Ternak
Bangsa No. identifikasi Nilai Ciri-ciri






Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam praktikum yaitu buku, pena dan kamera dokumentasi

PERKANDANGAN

Dasar Teori

Perkandangan merupakan segala aspek fisik yang berkaitan dengan kandang dan sarana
maupun prasarana yang bersifat sebagai penunjang kelengkapan dalam suatu peternakan
(Syarif dan Sumoprastowo, 1985). Kandang merupakan suatu bangunan yang
memberikan rasa aman dan nyaman bagi ternak.

Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum tentang pengamatan kandang antara lain:

1. Melakukan pengamatan lokasi kendang, Tata letak kendang, Karakteristik
kandang. Fasilitas, perlengkapan, dan peralatan kandang.
2. Melakukan penilaian mengenai perkandangan.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum yaitu buku, pena dan kamera dokumentasi.



PAKAN

Dasar Teori

Bahan pakan adalah segala sesuatu yang dapat ternak makan, tidak membahayakan bagi
ternak, dan menghasilkan energi. Pakan sangat penting diperlukan untuk pertumbuhan
ternak karena mengandung zat gizi, oleh karena itu pakan harus tersedia terus. Pakan yang
umum diberikan berupa hijauan, tetapi pada saat ketersediaan hijauan berkurang maka
perlu dilakukan pengawetan atau penambahan pakan penguat (Mulyono, 2005). Bahan
pakan atau yang dulu disebut bahan makanan ternak (feed) adalah segala sesuatu yang
dapat dimakan, dapat dicerna sebagian atau seluruhnya, dan tidak mengganggu kesehatan
pemakannya. Bahan pakan diklasifikasikan menjadi 8 kelas, yaitu kelas 1 hijauan kering,
kelas 2 hijauan segar, kelas 3 silase, kelas 4 sumber energi, kelas 5 sumber protein, kelas
6 sumber mineral, kelas 7 sumber vitamin, kelas 8 aditif pakan (Winugroho, 2002).

Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum tentang pengamatan pakan yang dikonsumsi ternak antara lain:
1. Melakukan pengamatan mengenai pakan, Metode pemberian dan Frekuensi
pemberian pakan.
2. Melakukan penilaian mengenai pakan yang dikonsumsi.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum yaitu buku, pena dan kamera dokumentasi.

TEKNIK PENGUKURAN PARAMETER FISIOLOGI TERNAK:
FREKUENSI JANTUNG, DENYUT NADI, RESPIRASI, DAN
TEMPERATUR TUBUH

Dasar Teori
Fisiologi atau disebut juga ilmu faal adalah ilmu yang mempelajari fungsi tubuh
secara normal. Fungsi tubuh hewan dapat berlangsung dengan baik atau normal
dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu faktor nutrisi, status kesehatan hewan, dan
lingkungan di antaranya mikroklimat. Nilai fisiologis hewan yang baik menunjukkan
bahwa hewan tersebut memiliki kemampuan untuk beradaptasi dan atau menjaga
keseimbangan tubuhnya terhadap kemungkinan adanya suatu perubahan lingkungannya
(homeostasis). Pada kondisi hewan yang sedang sakit, keseimbangan tubuh hewan akan
terganggu. Pemahaman terhadap ternak sehat atau sakit dapat dilakukan dengan
melakukan pengukuran nilai fisiologis pada tubuh ternak. Perlu diingat bahwa ternak
sehat adalah ternak yang kondisi fisiologisnya dalam keadaan normal, sedangkan ternak
yang sakit ditandai dengan adanya perubahan nilai fisiologis tubuh ternak dari normal.
Nilai fisiologis pada berbagai ternak sudah banyak ditemukan dalam pustaka, sehingga
kita dapat dengan mudah mencarinya. Nilai fisiologis yang sering digunakan sebagai
indikator kondisi klinis (ternak sehat atau sakit) adalah frekuensi jantung, denyut nadi,
respirasi, dan temperatur tubuh.
Frekuensi denyut jantung dan denyut nadi menggambarkan fungsi sistem
kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah), sedangkan frekuensi respirasi
menggambarkan tingkat kebutuhan metabolisme gas (oksigen, O) dan pembuangan gas
hasil metabolisme (karbondioksida. CO). Temperatur tubuh yang terukur pada tubuh
ternak, merupakan gambaran keseimbangan metabolisme (panas) tubuh melalui suatu
mekanisme keseimbangan antara panas tubuh yang dihasilkan oleh proses metabolisme
(heat gain) dan panas tubuh yang hilang ke lingkungan (beat loss) atau disebut dengan
homeotermi. Bila tubuh mampu merespons, terjadi keseimbangan antara heat gain dengan
heat loss melalui suatu mekanisme termoregulasi, sehingga panas tubuh akan seimbang
(normotermia), sebaliknya bila ternyata tubuh kurang mampu melepas panasnya ke
lingkungan atau produksi metabolisme meningkat, panas akan menumpuk atau disebut
hipertermia dan sebaliknya bila panas metabolisme tubuh banyak terbuang ke

lingkungan, akan terjadi hipotermia. Kondisi hipertermia dan hipotermia adalah situasi
yang tidak normal, artinya hewan sedang mengalami kondisi sakit.
Mengingat pentingnya nilai fisiologis ini, maka tidak berlebihan bila kita harus mampu
melakukan teknik pengukuran parameter fisiologis dengan tepat dan benar pada berbagai
ternak dan sekaligus mengetahui nilai fisiologis normal, juga mempelajari kemungkinan
terjadinya penyimpangan nilai dari kondisi normalnya.

Tujuan
1. Melakukan teknik pengukuran parameter fisiologis (frekuensi jantung, denyut
nadi, respirasi, dan temperatur tubuh) pada ternak sapi, domba, dan ayam.
2. Mengukur nilai fisiologis normal pada ternak sapi, domba, dan ayam.


Materi dan Alat
1. Ternak: sapi, domba, ayam potong, dan ayam kampung
2. Sarung tangan dan masker
3. Stetoskop
4. Termometer badan
5. Jam tangan


Metode
Dalam kegiatan praktik lapangan ini disediakan beberapa jenis ternak sehat, yaitu
sapi, domba, ayam potong, dan ayam lokal (buras, bukan ras). Setiap jenis ternak masing-
masing tiga ekor dengan umur, bobot badan, jenis kelamin, lingkungan, dan dalam
menejemen peternakan yang serupa. Pada setiap ternak tersebut dilakukan pengukuran
nilai fisiologis, terutama frekuensi denyut jantung, frekuensi denyut nadi, frekuensi
respirasi, dan temperatur tubuhnya.
Pengukuran nilai fisiologis denyut jantung dilakukan menggunakan alat stetoskop.
Alat ini diletakkan pada posisi daerah dada sebelah kiri atau persis di daerah persendian
lipat kaki depan kiri bagian atas. Biasanya pada sapi, domba/kambing dapat dilakukan
dengan mudah dan lansung dapat dipantau suara denyutan yang terdengar pada stetoskop
seperti "Luup... Deep,....Luup....Deep" beberapa kali secara teratur. Jumlah denyutan
dalam satu menit disebut frekuensi jantung selama 1 menit. Pada unggas teknik

pengukuran frekuensi jantung ini memang agak sulit, tetapi dengan kesabaran dan
konsentrasi mendengar yang agak tinggi maka denyut jantung masih dapat dihitung.
Berbeda dengan frekuensi jantung, frekuensi nadi dapat diukur pada sapi dan
kambing/domba di daerah pangkal ekor (denyut pembunuh arteri Sacralia media) atau di
daerah pangkal mandibula (incisura vasorum facialium) atau denyut dari pembuluh arteri
Facialis. Pada hewan yang sistem kardiovaskulernya sehat (normal), frekuensi jantung
dan frekuensi nadi kemungkinan memiliki nilai yang serupa. Teknik pengukuran
frekuensi nadi pada unggas walaupun agak sulit, tetapi masih dapat dilakukan di pangkal
mandibula atau di pangkal ekor.
Teknik pengukuran atau perhitungan frekuensi respirasi (pernapasan) pada sapi
dan kambing/domba dapat dengan mudah dilakukan. Pengukuran frekuensi respirasi ini
dapat dilakukan melalui pengamatan gerakan respirasi rongga dada, gerakan cuping
hidung, atau dapat dilakukan dengan menghitung keluar-masuknya udara respirasi di
depan cuping hidung (terlihat dari adanya gerakan keluar masuk kertas tipis yang
dipegang di depan hidung). Sementara itu, pengukuran frekuensi respirasi pada unggas
dapat dilakukan dengan metode memasang masker plastik (kantong plastik kecil) dengan
ujung berlubang. Masker plastik ini akan terlihat gerakan saat unggas melakukan aktivitas
respirasi. Dari gerakan masker plastik tersebut perhitungan frekuensi respirasi dapat
dilakukan. Frekuensi respirasi pada unggas ini dapat juga dilakukan melalui pengamatan
gerakan respirasi rongga dada, walaupun metode ini agak sulit dilakukan di lapangan.
Mengingat biasanya unggas sangat agresif dan dalam kondisi ini perhitungan akan sulit
dan ada kemungkinan hasil hitungan menjadi bias atau salah.
Pengukuran temperatur tubuh pada ternak ruminansia biasanya dilakukan dengan
memasukkan termometer ke lubang anus (rektum) selama kurang lebih 1 menit. Nilai
yang tertera pada termometer setelah waktu tersebut merupakan gambaran temperatur
tubuh ternak tersebut. Pengukuran pada ternak unggas juga sering dilakukan dengan
memasukkan termometer ke lubang anus.
Di lokasi peternakan pengukuran parameter fisiologis dilakukan pada ternak sapi,
domba, ayam. Hasil pengukuran langsung dicatat pada Tabel 2. Pada setiap jenis ternak
pengukuran dilakukan pada 3 ekor ternak sebagai pengulangan, kemudian nilai tersebut
dihitung rataannya.

Tabel 1. Pengukuran parameter fisiologis ternak sapi, domba, ayam potong, dan ayam
kampung
Nilai
Fisiologis

Sampel
Sapi Domba Ayam
potong
Ayam
kampung
Frekuensi
jantung
(denyut/menit)
A
B
C
Rataan FJt (FJt ± Sd)
Denyut nadi
(denyut/menit)
A
B
C
Rataan FDn (FDn ± Sd)
Frekuensi
respirasi
(inspirasi/menit)
A
B
C
Rataan FRs (FRs ± Sd)
Tempratur
tubuh
(T
o
C)
A
B
C
Rataan T
o
C (T
o
C ± Sd)

Keterangan:
FJt:Frekuensi jantung, FDn: Frekuensi denyut nadi, FRs: Frekuensi respirasi, TC:
Temperatur, Sd: Standar deviasi

Kesimpulan
Bila dibandingkan dengan nilai normal dari pustaka yang ada, dapat disimpulkan bahwa
kondisi ternak sapi, domba, ayam potong, dan ayam kampung tersebut adalah:
1. .............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
..............................
2. .............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
..............................
3. .............................................................................................................................................
.............................................................................................................................................
...............................

PENGARUH MIKROKLIMAT LINGKUNGAN TERHADAP
KONDISI FISIOLOGIS TERNAK

Dasar Teori
Energi matahari yang dicurahkan ke bumi dapat diterima oleh daratan, lautan, dan
vegetasi (tanaman pertanian dan kehutanan). Energi (panas) tersebut kemudian akan
dipantulkan dan sebagiannya diserap oleh bumi. Ternak sebagai salah satu komponen di
dalam lingkaran ekosistem akan dipengaruhi secara langsung maupun tidak langsung dari
energi (panas) matahari tersebut. Dampak dari energi di dalam lingkaran ekosistem
tersebut dapat dipastikan akan memengaruhi kondisi fisiologis ternak. Gambaran
pergerakan matahari atau gambaran perubahan energi matahari setiap saat (menit-jam)
akan memengaruhi kondisi mikroklimat di suatu kawasan. Kondisi mikroklimat
(kelembapan, temperatur, tekanan udara, dan lain-lain) di suatu kawasan akan
memengaruhi parameter fisiologis pada tubuh ternak (hewan), terutama sistem
kardiovaskuler (misalnya frekuensi jantung dan nadi), respirasi (frekuensi pernafasan)
dan cairan tubuh (misalnya kebutuhan minum). Uraian tentang gambaran pentingnya
parameter fisiologis tersebut terhadap kondisi ternak sehat atau sakit telah dijelaskan di
bab sebelumnya.

Tujuan
Mengamati pengaruh perbedaan mikroklimat lingkungan pada 3 lokasi (kanopi,
terestrial, dan kandang) terhadap perubahan kondisi fisiologis ternak, terutama pada
frekuensi jantung, respirasi, temperatur tubuh, dan kebutuhan minum ternak. Praktikum
ini akan memberikan secara langsung pemahaman tentang pentingnya pemantauan dan
pengelolaan mikroklimat lingkungan kandang agar ternak berada pada posisi nyaman
(comfort) dan sehat.

Materi dan Alat
Domba/kambing, stetoskop, termometer, higrometer, jam, dan tempat minum.
Metode Pengamatan
Beberapa ekor ternak domba/kambing ditempatkan pada 3 lokasi yang berbeda,
yaitu kanopi, terestrial, dan bangunan kandang. Dari perbedaan lingkungan ketiga
lokasi ternak tersebut, pengukuran terhadap frekuensi jantung, frekuensi pernapasan,
temperatur tubuh dan konsumsi air munum dilakukan pada setiap ternak. Pengamatan
tehadap mikroklimat lingkungan dari ketiga lokasi tersebut dilakukan dengan
memasang termometer dan higrometer dengan ketinggian diperkirakan 2 m dari
permukaan bumi.
Pengamatan mikroklimat dilakukan setiap jam, mulai dari matahari pagi
(diperkirakan pukul 06.00) sampai matahari terbenam (diperkirakan pukul 17.00). Pada
kurun waktu tersebut, pengukuran parameter fisiologis juga dilakukan terutama pada
pagi (07.00 dan 10.00), siang (12.00), dan sore (14.00 dan 17.00).

Tabel 2. Pengamatan mikroklimat lokasi (kanopi, terestrial, kandang) dan pengukuran
nilai fisiologis pada ternak ruminansia (domba/kambing/sapi) di pagi, siang, dan sore hari

Lokasi

Waktu
(per
jam)
Mikroklimat Parameter Fisiologi
%
rel.
T
o
C
(lokasi)
FJt
(x/menit
FRs
(x/menit)
T
o
C
(
o
C)
Minum
(ml)






Kanopi
07.00
08.00
09.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00
17.00

Rataan di Kanopi
(XK ± SD)



Terestrial
07.00
08.00
09.00
10.00
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00
17.00
Rataan di Terestrial
(Xt ± Sd)


Tabel 3. Pengamatan mikroklimat lokasi (kanopi, terestrial, kandang) dan pengukuran
nilai fisiologis pada ternak ruminansia (domba/kambing/sapi) di pagi, siang, dan
(lanjutan)

Lokasi

Waktu
(per
jam)
Mikroklimat Parameter Fisiologi
%
rel.
T
o
C
(lokasi)
FJt
(x/menit
FRs
(x/menit)
T
o
C
(
o
C)
Minum
(ml)






Kandang
07.00
08.00
09.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
15.00
16.00

17.00
Rataan di dalam
kandang (Xdk ±
Sd)


Keterangan:
Xk = Rataan di kanopi, Xt = Rataan di terestrial, Xdk = Rataan di dalam kandang,
FJt = Frekuensi jantung, FRS- Frekuensi respirasi, T C = Temperatur, Sd Standar deviasi


Dari pengukuran dan pengamatan di atas, buatlah grafis parameter mikroklimat
terutama temperatur dan kelembapan untuk ketiga lokasi (kanopi, terestrial, dan kandang)
udara seperti contoh pada Gambar 2 berikut ini. Di samping itu buatlah grafis juga untuk
pengaruh parameter fisiologis (frekuensi jantung dan respirasi) terhadap waktu
pengukuran mikroklimat seperti contoh pada Gambar 3, seterusnya untuk parameter
fisiologis lain (temperatur tubuh dan kebutuhan minum) terhadap waktu pengukuran
mikroklimat. Mahasiswa dapat berkreasi dalam mengembangkan grafis yang mungkin
lebih baik lagi, yang terpenting mampu memberikan gambaran secara keseluruhan
terhadap pengaruh perubahan mikroklimat dalam jam-jam tertentu terhadap parameter
fisiologis.
Temperatur (
o
C) Kelembapan (% rel.)














07.00 10.00 12.00 14.00 17.00

Gambar 1. Profil mikroklimat dari pagi sampai sore pada lokasi di kanopi, terestrial, dan
di dalam kandang

FJt (denyut/menit) FRs (respirasi/menit)











07.00 10.00 12.00 14.00 17.00

Gambar 2. Profil frekuensi jantung dan respirasi ternak ruminansia dari pagi sampai sore
pada lokasi di kanopi, terestrial, dan di dalam kandang.

FJt (denyut/menit) FRs (respirasi/menit)











07.00 10.00 12.00 14.00 17.00

Kesimpulan

Bila hasil rataan pengukuran parameter fisiologis (frekuensi jantung, respirasi,
temperatur tubuh) tersebut dibandingkan dengan nilai normal dari pustaka yang ada,
dapat disimpulkan bahwa kondisi ternak sapi/domba/kambing tersebut adalah
Pada lokasi kanopi: (Normal/Abnormal)*

Alasan: Pada lokasi di dalam kandang: (Normal/Abnormal)
Alasan:

DAFTAR PUSTAKA

Arisuma, O. D. 2005. Tata Laksana Pemeliharaan Sapi Potong di PT. Widodo Makmur
Perkasa Bogor Jawa Barat. Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Astuti DA, Sumiati. 2012. Bioenergetika Ternak Tropika. Fakultas Peternakan. Institut
Pertanian Bogor.
Chacon, E., F. Macedo., F. Velazquez., S.R. Paiva., and E. Pineda. 2011. Morphological
measurements and body indices for Cuban Creole goats and their crossbreds.
Concepta McManus. Revista Brasileira de Zootecnia. 2011. 40(8) : 1671 – 1679.
Eversole D., M. F. Browne, J. B. Hall, and R. E. Dietz. 2009. Body Condition Scoring
Beef Cows. VirginiaTech Virginia State University. Virginia.
Jakarta.
Laidding,A.R. 1996. Hubungan berat badan dan lingkar dada dengan beberapa sifat-sifat
ekonomi penting pasa sapi Bali. Buletin Ilmu Peternakan dan Perikanan. 4(10):
127-133.
Leviness EA. 2013. Vital Signs in Animals: What Cattle Producers Should Know About
Them. University of Arizona. Soeparno. 1998. Ilmu dan Teknologi Daging.
Yogyakarta: UGM Press.
Mulyono S. 2005. Teknik Pembibitan Kambing dan Domba. PT Penebar Swadaya.
Jakarta.
Murtidjo, B. A. 1992. Beternak Sapi potong. Kanisius, Yogyakarta.
Natasasmita, A dan K. Mudikdjo. 1985. Beternak Sapi Daging. Fakultas Peternakan.
Institut Pertanian Bogor.
Rianto, E. dan E. Purbowati. 2010. Panduan Lengkap Sapi Potong. PT Penebar Swadaya.
Jakarta.
Rismayanti, Yayan. 2010. Petunjuk Teknis Budidaya Ternak Domba. Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian RI. Jawa Barat.
Siregar, S. B. 2008. Penggemukan Sapi. PT Penebar Swadaya. Jakarta.
Sudarmono, A.S. dan Sugeng, B.Y. 2008. Sapi Potong. Penebar Swadaya.
Udeh 1. Akporhuarho PO, Onogbe CO. 2011. Phenotypic correlations among body
measurements and physiological parameters in muturu and zebu cattle. ARPN
Journal of Agricultural and Biological Science. 6(4).
Ulutas Z, Saatci M, A. Ozluturk. 2001. Prediction of body weight from body
measurements in East Anatolian Red calves. J. Agri College of Ataturk University
26:61-65
Widayati, D. T., Kustono, Ismaya, Sigit, B. 2008. Bahan Ajar Mata Kuliah Ilmu
Reproduksi Ternak. Fakultas Peternakan UGM. Yogyakarta.
Widi, T.M., A. Agus, A. Pertiwiningrum, dan T. Yuwanta. 2008. Road Map
Pengembangan Ternak Sapi Potong Provinsi D.I. Yogyakarta. Penerbit Ardana
Media. Yogyakata.
Winugroho, M., 2002. Strategi Pemberian Pakan Tambahan untuk Memperbaiki Efisiensi
Reproduksi Induk Sapi. Jurnal Litbang Pertanian, 21(1): 19-23.
Yulianto, P. dan S. Cahyo. 2010. Pembesaran Ternak Secara Intensif. PT Penebar
Swadaya. Jakarta.

LAMPIRAN
FORMAT PENULISAN LAPORAN PRAKTIKUM

Laporan akhir diketik dengan font ARIAL ukuran 11 dengan jarak baris 1,5 spasi dan
ukuran kertas A4 , margin (atas dan samping kiri 4 cm, kanan dan bawah 3 cm),serta
mengikuti sistematika dengan urutan sebagai berikut :
COVER
PRAKATA
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB I. PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
1.2.Tujuan
1.3.Manfaat
BAB II. MATERI DAN METODE
2.1. Alat dan Bahan
2.2. Prosedur Kerja
BAB III.HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
3.2. Pembahasan
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Referensi disusun berdasarkan prinsip kemutakhiran pustaka, dalam arti 80% dari pustaka
adalah jurnal ilmiah dan tidak lebih dari 10 tahun setelah penerbitan, dengan sistem nama
dan tahun, dengan urutan abjad nama pengarang, tahun, judul tulisan, dan sumber (tata
cara penulisan daftar pustaka Harvard Style). Hanya pustaka yang dikutip dan diacu
dalam laporan yang dicantumkan dalam daftar referensi.