392

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MEKATRONIKA Vol. 8, No. 5, September 2018: 392-403


ANALISIS BENGKEL LISTRIK SMK NEGERI 2 YOGYAKARTA
MENGGUNAKAN METODE ERGONOMIC CHECKPOINTS DAN JOB
SAFETY ANALYSIS (JSA)

THE ANALYSIS OF SMK NEGERI 2’S ELECTRICAL WORKSHOP BY USING THE
METHOD OF ERGONOMIC CHECKPOINTS AND JOB SAFETY ANALYSIS (JSA)

Oleh: Diaz Disaka Widyagiri, K. Ima Ismara, Program Studi Pendidikan Teknik Mekatronika,
Fakultas Teknik, Universitas Negeri Yogyakarta, [email protected], [email protected]



Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kondisi bengkel dan potensi bahaya yang
muncul di bengkel instalasi listrik SMK Negeri 2 Yogyakarta. Hasil penelitian menunjukkan: (1)
keadaan bengkel instalasi listrik di SMK N 2 Yogyakarta masih kurang pada penyimpanan dan
penanganan bahan, desain tempat kerja, pencahayaan, dan premises. Keamanan mesin dan organisasi
kerja juga merupakan poin yang masih kurang diperhatikan di bengkel instalasi listrik SMK Negeri 2
Yogyakarta. Hal ini dikarenakan tidak terdapatnya mesin di bengkel tersebut. Sedangkan organisasi
kerja disebabkan dalam dunia pendidikan struktur organisasi nya berbeda dengan dunia kerja. (2)
Potensi bahaya yang timbul di bengkel instalasi listrik SMK Negeri 2 Yogyakarta yaitu cedera otot,
kelelahan, tersengat listrik, hubung singkat/ konsleting, kelelahan otot tangan, kelelahan mata karena
pencahayaan yang kurang terang, tertusuk perlatan, tertimpa motor listrik karena motor tidak berada
dalam posisi aman, terjatuh, dan lain sebagainya yang dapat mengakibatkan cedara pada praktikan.
Potensi bahaya yang memiliki nilai resiko yang tinggi seperti tersengat listrik sudah tertangani dengan
cara menambahkan kabel grounding dan menambahkan sistem keamanan seperti circuit breaker guna
mengantisipasi terjadinya sengatan listrik terhadap praktikan dan pengaman alat praktik. Kemudian
potensi bahaya berikutnya cedera otot, hal ini di sebab kan posisi tubuh yang bungkuk-berdiri terjadi
berulang kali dalam kegiatan praktik.
Kata kunci: : Kondisi Bengkel, Ergonomic Checkpoints, Job Safety Analysis, dan Bahaya




Abstract
The objective of this research is to describe the workshop environment and potential hazards
occurring in electric installation workshop at SMK Negeri 2 Yogyakarta. The result of the research
shows that: (1) the environment of the electric installation workshop in SMK Negeri 2 Yogyakarta is
still lack of storage and material handling, workplace design, illumination, and premises. The safety of
mechanical and work organization are some points that need to be increased in electric installation
workshop at SMK Negeri 2 Yogyakarta. This condition was caused by no machine in the workshop.
Dealing with the work organization, the condition was caused by the difference of organizational
structure between educational and the world of work. (2) The potential hazards found in electric
installation workshop at SMK Negeri 2 Yogyakarta are muscular injury; fatigue; electric shock; short
circuit; muscular fatigue; eyestrain because of lacking of illumination; needle stick injury; hit by
electric motor as the motor is not secured in a safe position; to drop down; and other things that can
injury trainee. The high risks potential hazards, for example: electric shock; have been managed by
installing grounding system and a security system, such as: circuit breaker to anticipate electrical
shock to the trainee and safety of practicum tools. The next potential hazard is muscular injury due to
working position that requires the trainee to squat frequently during practices).

Keywords: Workshop Environment, Ergonomic Checkpoints, Job Safety Analysis and Hazard


PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MEKATRONIKA : E-Journal Universitas Negeri Yogyakarta
http://journal.student.uny.ac.id/ojs

393


Analisis Bengkel Listrik … (Diaz Disaka Widyagir)
PENDAHULUAN
Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) atau Madrasah Aliyah Kejuruan
(MAK) merupakan pendidikan menengah
yang mempersiapkan peserta didik
terutamanya untuk pekerjaan di bidang
tertentu (Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional Tahun 2003). Untuk
mempersiapkan hal tersebut, sekolah juga
harus memiliki sarana dan prasarana yang
menunjang. Sarana dan prasarana dalam
Permen No 19 Tahun 2005 pasal 42
menegaskan bahwa setiap satuan
pendidikan wajib memiliki prasarana yang
meliputi lahan, ruang kelas, ruang
laboratorium, ruang bengkel kerja, ruang
unit produksi, ruang kantin, instalasi daya
jasa, tempat olah raga, tempat beribadah,
tempat bermain, tempat berkreasi, dan
ruang/tempat lain yang di perlukan untuk
menunjang proses pembelajaran yang
teratur dan berkelanjutan.
Bengkel sebagai fasilitas paling
penting dalam menunjang kegiatan
praktik di SMK haruslah diperhatikan.
Penyimpanan dan penanganan bahan, alat
tangan, keamanan mesin, desain tempat
kerja, pencahayaan, premis, getaran dan
kebisingan, kesejahteraan, serta organisasi
kerja merupakan hal-hal yang perlu
diperhatikan di dalam bengkel. Selain
untuk menambah keefektifan dan
keefisienan kinerja peserta didik
(praktikan) di bengkel, hal ini juga
berguna untuk meminimalisir potensi
bahaya yang muncul di bengkel tersebut.
Kegiatan praktik dapat terlaksana dengan
aman, sehat, dan benar jika praktikan
mengetahui kondisi bengkel serta
menerapkan Keselamatan dan Kesehatan
Kerja (K3).
Pengertian bengkel menurut Kamus
Besar Bahasa Indonesia
laboratorium/bengkel adalah ruangan
yang dilengkapi dengan peralatan khusus
untuk melakukan percobaan, penyelidikan
dan sebagainya. Bengkel adalah tempat di
mana terdapat suatu pekerjaan terjadi,
adanya alat-alat yang digunakan untuk
menyelesaikan pekerjaan, hal-hal yang
mungkin dapat diperbaiki, dan adanya
pekerjaan yang dapat membuat atau
menghasilkan produk (KBBI, 2008).
Bengkel atau workshop secara garis besar
memiliki fungsi sebagai tempat untuk
memberikan kelengkapan bagi pelajaran
teori yang telah diterima sehingga antara
teori dan praktik bukan merupakan dua
hal yang terpisah, melainkan satu
kesatuan. Bengkel juga memiliki peranan
untuk memberikan keterampilan kerja
ilmiah bagi siswa, serta untuk memupuk
dan membina rasa percaya diri sebagai
keterampilan yang diperoleh di bengkel
(Alim, 2011).Bengkel sebagai fasilitas
paling penting dalam menunjang kegiatan
praktik di SMK haruslah diperhatikan.
Penyimpanan dan penanganan bahan, alat
tangan, keamanan mesin, desain tempat
kerja, pencahayaan, premis, getaran dan
kebisingan, kesejahteraan, serta organisasi
kerja merupakam hal-hal yang perlu
diperhatikan di dalam bengkel yang
tercantum dalam Ergonomic Checkpoints.
Poin-poin tersebut mencakup proses
program 5R (Ringkas, Rapi, Rawat,
Resik, dan Rajin). Ringkas, bertujuan
untuk memilah atau meringkas barang-
barang yang di gunakan maupun tidak
digunakan lagi. Rapi bertujuan menata
lingkungan bengkel dengan rapi. Resik
bertujuan untuk menjaga lingkungan
dalam keadaan bersih dan sehat. Rawat
bertujuan merawat bengkel supaya dalam
keadaan bersih, proses ini memerlukan
kedisplinan dan konsistensi bagi seluruh
praktikan maupun guru. Rajin bertujuan
mendisplinkan praktikan supaya resik,

394

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MEKATRONIKA Vol. 8, No. 5, September 2018: 392-403

rawat, ringkas, dan rapi bisa selalu
tercapai.
Ergonomic checkpoints merupakan
standar di dalam dunia industri yang
ditetapkan oleh Internasional Labour
Organization (ILO). Ergonomic
checkpoints menghasilkan beberapa
dasar-dasar pemikiran tentang menekan
pemborosan bahan, menurunkan
kerusakan hasil kerja, meningkatkan
kualitas pekerjaan, meningkatkan
pemeliharaan dan perbaikan perlatan,
memperkenalkan tata letak yang lebih
efisien, mencegah terjadinya kecelakaan,
mengorganisir tempat kerja menjadi lebih
aman serta memperkenalkan metode kerja
yang lebih baik. Ergonomic Checkpoints
berguna untuk meminimalisir potensi
bahaya yang muncul di bengkel tersebut.
Menurut OHSAS 18001 dalam buku
Pedoman Praktis Manejemen Risiko
dalam Prespektif K3, bahaya adalah
segala sesuatu termasuk situasi atau
tindakan yang berpotensi menimbulkan
kecelakaan atau cidera pada manusia,
kerusakaan atau ganguan lainnya (Ramli,
2010). Potensi bahaya dipandang dari
sumber bahaya di bagi menjadi dua yaitu:
penyakit akibat kerja dan kecelakaan
akibat kerja. Penyakit akibat kerja
merupakan potensi bahaya di lingkungan
kerja yang mengakibatkan gangguan
kesehatan bagi para pekerja. Berikut ini
merupakan kelompok penyakit akibat
kerja. Penyakit akibat kerja di golongkan
menjadi lima jenis; bahaya fisik, bahaya
kimia, bahaya ergonomi, bahaya
psikologi. Kecelakaan akibat kerja juga di
gulongkan menjadi tiga yaitu bahaya
mekanik, kimia, dan bahaya elektrik.
Potensi bahaya di pandang dari
faktor penyebab di bagi menjadi faktor
manusia dan faktor luar. Faktor manusia
terjadi ketika manusia (praktikan) lalai,
atau terjadi human error, sedangkan
faktor luar merupakan potrnsi bahaya
yang ditimbulkan dari lingkungan
(bencana alam).
Metode yang digunakan untuk
menganalisis bahaya disetiap langkah
pekerjaan sehingga dapat mengurangi
terjadinya human error dan mencegah
terjadinya kecelakaan adalah Job Safety
Analysis. Job Safety Analysis (JSA)
merupakan metode mengenal atau
mengidentifikasi bahaya pada suatu
proses produksi. Langkah-langkah JSA
sebagai berikut; (1) Menentukan
pekerjaan yang akan dianalisis. (2)
Menguraikan pekerjaan menjadi beberapa
langkah. (3) Identifikasi potensi bahaya
dalam setiap langkah. (4) Menentukan
langkah pengendalian/solusi
Tindakan lalai pasti pernah terjadi di
bengkel meskipun praktikan merasa telah
bekerja dengan baik dan benar. Tindakan
lalai tersebut juga terkadang bukan berasal
dari praktikan, sehingga kerap kali
menimbulkan potensi bahaya yang
mengancam. Mulai dari penggunaan alat
yang tidak semestinya hingga penggunaan
alat yang sudah kadaluarsa (misalnya:
APAR). Pemasangan poster dan spanduk
tentang K3 merupakan salah satu
antisipasi meminimalkan potensi bahaya.
Tetapi tanpa peran aktif semua elemen di
bengkel praktik, poster dan spanduk
menjadi sia-sia. Banyak pihak yang
kurang menyadari bahwa biaya yang
terjadi akibat adanya suatu kecelakaan
kerja dapat jauh lebih besar dari pada
pencegahannya.
SMK Negeri 2 Yogyakarta sebagai
salah satu sekolah kejuruan favorit di
Kota Yogyakarta juga sudah seharusnya
memperhatikan kondisi bengkel praktik
dan potensi bahaya yang muncul agar
tidak membahayakan peserta didik yang

395


Analisis Bengkel Listrik … (Diaz Disaka Widyagir)
melaksanakan kegiatan praktik dan juga
seluruh warga sekolah. Terlebih SMK
Negeri 2 Yogyakarta memiliki sembilan
program keahlian (Teknik Audio Video,
Teknik Kendaraan Ringan, Teknik
Komputer, Teknik Gambar Bangunan,
Teknik Konstruksi Batu & Beton, Teknik
Permesinan, Teknik Survei Pemetaan,
Multimedia, dan Teknik Instalasi Tenaga
Listrik) pasti memiliki banyak bengkel
yang digunakan sebagai tempat kegiatan
praktik
Tujuan dalam penelitian ini adalah
untuk mengetahui kondisi bengkel dan
potensi bahaya yang muncul di
lingkungan bengkel instalasi listrik
praktik SMK Negeri 2 Yogyakarta.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian
kualitatif deskriptif dengan bengkel
instalasi listrik SMK Negeri 2 Yogyakarta
sebagai objek penelitiannya. Penelitian ini
dilakukan di SMK N 2 Yogyakarta yang
berlokasi di Jln. AM. Sangaji 47
Yogyakarta. Penelitian ini dilaksanakan
pada tanggal 15 Maret 2016–15 Juni
2016. Objek dalam penelitian ini adalah
bengkel listrik SMK Negeri 2 Yogyakarta
Jurusan Listrik, khususnya keadaan dan
potensi bahaya di dalam bengkel.
Penelitian ini menggunakan tiga
teknik pengumpulan data yakni: (1) studi
pustaka digunakan dalam pengumpulan
data kondisi bengkel dan potensi bahaya.
(2) observasi digunakan untuk
menguatkan data yang sudah didapat dari
studi pustaka. (3) dokumentasi digunakan
untuk mendapatkan data tentang kondisi
bengkel dan potensi bahaya yang
kemudian akan dianalisis oleh peneliti.
Instrumen yang digunakan dalam
penelitian ini harus disesuaikan dengan
metode pengumpulan data.
Klasifikasi observasi menurut
Sanafiah Faisal, penelitian ini
menggunakan observasi partisipasi pasif.
Jadi dalam hal ini peneliti datang di
tempat yang diamati tetapi tidak ikut
terlibat dalam kegiatan praktik.
(Sugiyono, 2015) Observasi dilakukan
guna mengetahui keadaan bengkel listrik
yang sedang digunakan, khususnya
bahaya yang terdapat di SMK Negeri 2
Yogyakarta. Kondisi bengkel diobservasi
menggunakan Ergonomic Cheklist yang
dikeluarkan oleh Organisasi Buruh
Internasional (bahasa Inggris:
International Labour Organisation,
disingkat ILO) Ergonomic Checkpoint
digunakan sebagai acuan untuk
mengetahui seberapa baik suatu workshop
(bengkel). jika mencakup 30-40 point dari
132 poin Ergonomic Checkpoint.
Arikunto Suharsimi (2006: 158)
mengungkapkan bahwa dokumentasi
berasal dari fakta dokumen yang artinya
barang-barang tertulis seperti buku,
majalah, dokumen, nilai, peraturan-
peraturan, notulen rapat, catatan harian,
dan sebagainya. Data-data yang diperoleh
dari pengumpulan dokumentasi kemudian
dapat dijadikan referensi yang menunjang
proses penelitian, sehingga studi
dokumentasi ini dimaksudkan sebagai
data pelengkap dalam mencari data
penelitian.
Studi pustaka dilakukan untuk
mencari referensi yang sesuai dengan
topik atau tema yang diteliti. Studi
pustaka ini digunakan untuk menunjang
kelengkapan data dalam penelitian dengan
menggunakan sumber-sumber dari
kepustakaan yang relevan.
Teknik analisis data merupakan
proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil

396

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MEKATRONIKA Vol. 8, No. 5, September 2018: 392-403

wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi, dengan cara
mengorganisasikan data ke dalam
kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,
melakukan sintesa, menyusun ke dalam
pola, memilih mana yang penting dan
yang akan dipelajari, dan membuat
kesimpulan sehingga mudah difahami
oleh diri sendiri maupun orang lain
(Sugiyono, 2011: 244). Penelitian ini
menggunakan teknik analisis data
deskriptif yaitu teknik analisis dengan
mendiskripsikan dan memaknai data dari
masing-masing komponen. Data hasil
observasi dianalisis secara deskriptif
untuk melengkapi dan memperkuat data
dari hasil studi pustaka, yaitu dengan cara
mengatur dan mengelompokkan sesuai
dengan aspek yang diamati. Data hasil
dokumentasi dianalisis secara deskriptif
untuk melengkapi dan memperkuat data
dari hasil studi pustaka dan observasi,
yaitu dengan cara mengatur dan
mengelompokkan sesuai dengan aspek
yang diamati. Dalam penelitian ini
menggunakan teknik analisis data yang
mengacu pada model Milles and
Hubberman (1992:15) yang mengatakan
bahwa ada tiga tahapan yang harus
dilakukan dalam menganalisa data yaitu:
1. Pengumpulan Data
Data dikumpulkan oleh peneliti
berupa data dari hasil wawancara
observasi, dokumentasi yang dicatat
dalam catatan lapangan yang terdiri dari
dua aspek yaitu deskripsi dan refleksi.
Catatan deskripsi merupakan data alami
yang berisi tentang apa dilihat, didengar,
dirasakan, disajikan, dan dialami sendiri
oleh peneliti (Milles dan Hubberman,
1994: 15). Pengamatan juga mencakup
data-data lainnya baik itu data verbal
maupun nonverbal dari penelitian ini.
Peneliti juga akan melakukan pencatatan
terkait dengan praktik instalasi listrik di
SMK Negeri 2 Yogyakarta.
2. Reduksi Data
Reduksi data merupakan proses
merangkum, memilih hal-hal yang
penting, dicari tema dan polanya, dan
membuang yang tidak perlu, data yang
diperoleh dari lapangan menjadi hal-hal
yang pokok. Data yang telah direduksi
akan memberikan gambaran yang lebih
jelas dan mempermudah peneliti untuk
melakukan pengumpulan data selanjutnya.
Data penelitian ini berasal dari hasil
observasi dan dokumentasi di lapangan.
3. Penyajian Data
Penyajian data merupakan proses
penyajian data yang diperoleh untuk
mempermudah dan cenderung mengarah
pada penyederhanaan data sehingga
mudah dipahami. Penyajian data ini bisa
dilakukan dalam bentuk uraian singkat,
bagan atau hubungan antar kategori.
Data hasil observasi, dan data dari
dokumen yang dikategorisasikan
kemudian disajikan ke dalam bentuk
narasi konstruksi, hal ini dimaksudkan
untuk menginterpretasikan data secara
sistematis untuk analisis selanjutnya guna
pengambilan keputusan.
4. Penyimpulan Data
Penarikan kesimpulan merupakan
langkah dalam memahami makna dari apa
yang telah dianalisis melalui dua tahap
sebelumnya. Data yang telah
diinterpretasikan secara sistematis tersebut
kemudian dianalisis dengan prespektif
tertentu untuk memperoleh kesimpulan
dan dibuktikan dengan keotetikan data.
Penarikan kesimpulan dilakukan dengan
metode induktif, yaitu dari hal-hal yang

397


Analisis Bengkel Listrik … (Diaz Disaka Widyagir)
khusus diarahkan kepada kesimpulan
umum, namun sebelum mela kukan
penarikan kesimpulan harus mengecek
kembali harus didukung oleh bukti-bukti
yang valid dan konsisten sehingga
kesimpulan yang ditarik akan semakin
jelas dan kokoh.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Data
SMK Negeri 2 Yogyakarta
merupakan salah satu sekolah menengah
tertua di Indonesia dan cukup punya nama
di dunia industri maupun pemerintahan.
Banyak lulusannya tersebar di Indonesia,
mampu memimpin di bidang industri
maupun pemerintahan. SMK Negeri 2
Yogyakarta beralamat di jalan A.M.
Sangaji 47 Yogyakarta, lebih dikenal
dengan nama STM Jetis (STM 1
Yogyakarta). Gedung ini dibangun pada
tahun 1919. Pada masa penjajahan
Belanda gedung ini dipakai sebagai
gedung PJS (Princess Juliana School)
dengan beberapa jurusan diantaranya
Teknik Lokomotif dan Teknik Bangunan
Air (Waterbouwkundige Afdeeling).
Gedung SMK Negeri 2 Yogyakarta
memliki luas bangunan 16.000 m² berada
diatas tanah 5,5 Ha. Di dalam gedung
SMK Negeri 2 terdapat sarana dan
prasarana yang menunjang proses
pembelajaran teori dan praktik
(laboratorium dan bengkel), selain itu juga
terdapat tempat ibadah, kamar mandi,
ruang organisasi kesiswaan, UKS, kantor
humas, ruang guru, ruang transit guru,
lapangan sepak bola, lapangan tenis,
lapangan basket, lapangan volley, dan
Aula. Namun pada saat ini aula sekolah
digunakan menjadi bengkel Teknik
Permesinan, sehingga semua jurusan
dapat melaksanakan praktik di sekolah.
Untuk penunjang setiap pembelajaran
praktik dan teori pada setiap ruangan teori
dan praktik terdapat prasarana proyektor
dan akses wifi.
Sekolah Menengah Kejuruan Negeri
2 Yogyakarta terdiri dari 9 program
keahlian yaitu: Teknik Audio Video,
Teknik Kendaraan Ringan, Teknik
Komputer Jaringan, Teknik Gambar
Bangunan, Teknik Konstruksi Batu &
Beton, Teknik Instalasi Tenaga Listrik,
Teknik Permesinan, Multimedia dan
Teknik Survei Pemetaan.
Kegiatan belajar mengajar di SMK
Negeri 2 Yogyakarta dimulai pukul 6.45
hingga pukul 17.00 wib. Kegiatan belajar
mengajar di SMK Negeri 2 Yogyakarta
lebih mengutamakan ketrampilan
produktif dengan harapan lulusan mampu
bersaing di dunia usaha dan memiliki
kompetensi yang terampil di dunia
industri di masa kini. Kegiatan
pembelajaran praktik di lakukan dengan
sistem blok. Pada semester ganjil
pembelajaran teori selanjutnya pada
semester genap pembelajaran praktik.
B. Analisis Data
1. Analisis Kondisi Bengkel Praktik
Instalasi Listrik
Hasil penelitian yang didapat di
bengkel Listrik digunakan untuk
menganalisis proses pembelajaran praktik
Mesin Listrik dari awal sampai selesai.
Penelitian ini di laksanakan pada 2
kelompok siswa, klas XI TITL I dan XI
TITL II. Setiap kelas memiliki kurang dari
30 siswa. Metode Observasi dilakukan
selama tiga hari penuh sesuai dengan
persetujuan dari guru pengampu mata
pelajaran mesin listrik. Hasil dari
observasi kegiatan praktik di Bengkel

398

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MEKATRONIKA Vol. 8, No. 5, September 2018: 392-403

Listrik SMK Negeri 2 Yogyakarta sebagai
berikut:
Hasil penelitian menggunakan
Ergonomic checklist, penyimpanan dan
penanganan bahan di bengkel listrik SMK
Negeri 2 Yogyakarta yang sudah
dilakukan dengan baik sebanyak delapan
poin, sedangkan sembilan poin lainya
belum dilengkapi. Hal tersebut disebabkan
luas ruangan yang kurang memadai.
Beberapa peralatan praktik masih
diletakkan di atas lantai. Beberapa lemari
bahkan mengganggu cahaya masuk dari
jendela. Banyak lemari yang berada di
dalam bengkel listrik, tetapi sedikit rak
bertingkat atau rak pendek yang lebih
praktis digunakan. Kegiatan mengangkat
beban sudah efisien dilihat dari jarak dan
penanganan dengan keranjang untuk
bahan praktikum. Sedangkan untuk
perlatan yang sering digunakan belum
tersedia rak beroda.
Perolehan data dari checklist
mengenai alat tangan, yang telah
dilakukan dengan baik sebanyak 10 poin
sedangkan empat poin lainya masih belum
terpenuhi. Beberapa poin yang terpenuhi
meliputi ragam jenis peralatan tangan dan
cara penyimpanan. Alat tangan yang
tersedia di bengkel listrik cukup beragam,
mulai dari tang, obeng, gunting plat, kikir,
palu, bor tangan manual, catut / tang
kakatua, gergaji, dan lain lain. Alat tangan
disusun sesuai dengan kebutuhan saat
kegiatan praktik. Alat tangan yang sering
digunakan dipisah dalam tempat tersendiri
supaya mudah diambil oleh praktikan.
Sebelum memulai praktik, praktikan
sudah diberikan cara menggunakan alat-
alat tangan pada mata pelajaran Kerja
Bangku. Namun pada saat praktik
penggunanan alat yang beragam ini tidak
digunakan semestinya. Peralatan tangan
tidak diinventaris, teknisi bengkel hanya
mencatat peralatan yang dibeli atau yang
masuk saja. Beberapa alat yang rusak
dibiarkan saja di dalam lemari atau rak
penyimpanan dan tidak terdapat power
tool (bor listrik, gerinda, dan sejenisnya)
dalam bengkel listrik.
Checklist mengenai keamanan
mesin ini lebih mengarah kepada mesin
produksi atau mesin kerja dalam proses
tertentu misalnya mesin bubut dan mesin
drill, sehingga tidak terdapat mesin yang
digunakan untuk praktik di bengkel
instalasi ini. Hanya terdapat bor listrik
duduk dengan daya besar yang digunakan
sebagai kerja bangku. Semua kegiatan
murni dilakukan dengan tenaga praktikan
tanpa bantuan mesin. Terdapat sakelar
pengaman dan hampir semua stop kontak
menggunakan penutup untuk keamanan
kelistrikan. Kelebihan dari bengkel ini
terdapat clamp atau ragum di setiap meja
kerja yang dapat digunakan untuk
menyetabilkan atau menjepit bahan yang
akan dikerjakan.
Desain tempat kerja atau praktik di
bengkel instalasi listrik SMK Negeri 2
Yogyakarta masih belum efisien dilihat
dari banyaknya poin yang belum
terlengkapi yaitu 17 dari 19 poin yang
ada. Poin yang telah dilengkapi meliputi
permukaan kerja yang digunakan, kursi
yang digunakan, dan postur kerja berdiri
praktikan saat melakukan praktik. Tempat
atau stasiun kerja yang digunakan cukup
tebal (3cm) sehingga stabil saat
digunakan. Dalam praktik tempat kerja
digunakan maksimal dua orang. Tersedia
bangku panjang yang dapat digunakan
jika praktikan lelah berdiri untuk istirahat
sejenak.
Luas papan kerja yang digunakan
sempit. Hal ini dilihat saat kegiatan

399


Analisis Bengkel Listrik … (Diaz Disaka Widyagir)
praktik, praktikan saling berdesakan
dengan praktikan lain. Sempitnya tempat
praktik ini membuat praktikan kesulitan
meletakkan peralatan tangan sehingga
peralatan hanya dibiarkan dilantai di
dalam keranjang. Kejadian ini membuat
praktikan harus merubah postur tubuh
secara berulang-ulang. Penataan desain
kerja memang sudah rapi dan bersih,
tetapi jika dilihat dari sisi ergonomi dapat
menyebabkan cedera ketegangan otot,
sakit punggung, ganggungan ekstrimistas
atas, kelelahan, bahkan kesalahan
operasional.
Faktor pencahayaan di bengkel
instalasi listrik kurang baik. Cahaya alami
tidak digunakan secara maksimal karena
beberapa jendela tertutup deretan lemari.
Pemasangan lampu sebagai cahaya
tambahan kurang membantu. Lampu yang
digunakan adalah lampu TL 40w, tetapi
cahaya ini tidak sampai di papan panel
untuk bekerja karena desain panel terdapat
penutup diatas papan panel. Terdapat
lampu disetiap papan kerja sebagai
penerangan lokal, namun lampu kerja
mati dan sudah tidak digunakan lagi.
Begitu juga di ruang penyimpanan,
sepenuhnya mengandalkan cahaya lampu
karena tidak ada cahaya alami yang masuk
ke ruangan. Sedikitnya cahaya alami yang
masuk disebabkan oleh letak bengkel
instalasi yang berada di bawah bangunan
bertingkat. Resiko yang dapat diterima
oleh praktikan karena kekurangan atau
kelebihan cahaya yaitu: kelelahan mata,
kelelahan berlebih, bahkan dapat
meningkatkan tingkat cidera.
Hasil penelitian menunjukan hanya
terdapat dua dari 12 poin dari checklist
premis cuaca kerja yang sudah dilengkapi
yaitu mengenai pengontrolan suhu
ruangan dan penggunanan ventilasi. Kipas
angina dan beberapa jendela yang menjadi
satu dengan ventilasi telah tersedia di
dalam bengkel, namun penggunaan kipas
sebagai pengantur suhu ruangan tidak
digunakan secara maksimal karena kipas
nyala dengan kecepatan yang rendah.
Sirkulasi udara di dalam bengkel juga
kurang baik. Ventilasi tidak dirawat
dengan baik dan tidak adanya exhaust
menambah panasnya udara di dalam
bengkel. Bengkel ini telah dilengkapi
dengan alat pemadam api ringan (APAR),
namun alat ini diletakkan di area yang
sulit dijangkau. Kondisi APAR juga tidak
terawat.
Secara keseluruhan penanganan zat
berbahaya di bengkel instalasi untuk
kebisingan dan getaran tidak ada karena
tidak ada mesin yang menimbulkan
kebisingan dan getaran berlebihan serta
tidak terdapat bahan kimia yang
digunakan dalam praktik. Bahaya yang
dapat ditimbulkan dalam praktik yaitu
sengatan listrik, namun sudah
diminimalkan tingkat bahaya dengan
menggunakan perlatan listrik yang
terisolasi dengan baik dan instalasi listrik
sudah terpasang dengan aman.
SMK Negeri 2 Yogyakarta
menyediakan fasilitas kesejahteraan
seperti fasilitas sanitasi (kamar mandi dan
tempat cuci tangan), ruang unit kesehatan
siswa (UKS), kotak P3K, kantin, ruang
transit bagi guru, tempat beribadah, dan
lapangan untuk berolahraga. Fasilitas
kesejahteraan yang disediakan cukup,
tetapi belum digunakan secara maksimal,
seperti pengecekan obat yang sudah
kadaluarsa di dalam kotak P3K, kurang
lengkapnya obat P3K, dan tidak
tersedianya air minum bagi praktikan
yang haus saat praktik. Alat pelindung

400

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MEKATRONIKA Vol. 8, No. 5, September 2018: 392-403

diri yang disediakan sekolah adalah helm,
dan belum terdapat tempat untuk
menyimpan helm tersebut.
Organisasi kerja di bengkel sekolah
sangat berbeda dengan industri. Bengkel
dikelola oleh ketua bengkel, guru
pengampu mata pelajaran prakti dan
teknisi. Tata kelola bengkel masih sangat
minim. Hal ini diperoleh dari lapangan
bahwa tidak ada pencatatan yang
dilakukan mengenai kecelakaan dan
inventarisasi alat bahan. Berdasarkan
laporan harian hari kedua terdapat
beberapa siswa melakukan kelalaian
dengan bersenda gurau mengakibatkan
lampu pecah. Tidak ada upaya yang
dilakukan oleh pihak sekolah sebagai
penyelenggara kegiatan praktik untuk
mengurangi kejadian seperti ini. Hal ini
dibuktikan kembali pada hari ketiga:
seorang anak bermain dengan
mengalirkan listrik (fasa) kemudian
dipegang lalu teman lain menyalakan
tespen dengan menyetuhkan ujung tespen
ke badan anak yang memegang kabel
yang teraliri listrik.
Masalah yang mendasar adalah
kurang maksimalnya teknisi yang
bertugas untuk memelihara bengkel.
Kemudian lemahnya pengawasan guru
terhadap praktikan sebagai peserta didik,
sehingga praktikan dapat bersendau gurau
di waktu yang tidak tepat.
2. Potensi Bahaya di Lingkungan
Bengkel Praktik
Potensi bahaya di lingkungan
bengkel praktik SMK Negeri 2
Yogyakarta dianalisis menggunakan
metode JSA. Proses dari metode JSA itu
sendiri antara lain adalah: menentukan
pekerjaan yang akan dianalisis,
menguraikan pekerjaan menjadi langkah-
langkah aktivitas, identifikasi potensi
bahaya pada setiap langkah, dan
menentukan langkah pengamanan sebagai
solusi.
Sedangkan potensi bahaya yang
muncul di lingkungan bengkel praktik
SMK Negeri 2 Yogyakarta antara lain
bahaya fisik, bahaya kimia, bahaya
biologi, bahaya ergonomi, bahaya
psikologis, bahaya mekanik, dan bahaya
elektrik.
Potensi bahaya fisik yang dapat
ditemukan di dalam bengkel listrik antara
lain postur kerja yang berubah terus
menerus (berdiri-bungkuk) yang
disebabkan oleh desain tempat kerja yang
kurang efektif. Sirkulasi udara yang
kurang baik menyebabkan suhu di dalam
bengkel terasa panas, dan tata letak area
kerja yang sempit dapat menyebabkan
kelelahan.
Potensi bahaya yang berkaitan
dengan bahan kimia dalam bentuk gas,
cair dan padat yang mempunyai sifat
toksik dan beracun, misalnya: zat kimia
(antiseptik, aerosol, insektisida), bahan
radioaktif, minyak, limbah B3 (limbah
eletroplating, limbah pabrik kimia), uap
gas, debu, fume, dan lain-lain tidak
ditemukan di dalam bengkel listrik.
Potensi bahaya yang ergonomi yang
ditemukan di bengkel listrik adalah tempat
kerja yang sedikit gelap, tidak terdapat
tempat untuk menaruh peralatan yang
sedang digunakan, mengulangi gerakan
yang sama berkali-kali, kelelahan mata,
dan kelelahan yang dapat menyebabkan
cidera.
Potensi bahaya yang dapat
ditemukan memberikan dampak terhadap
fisik dan mental praktikan. Kecepatan
kerja dalam menyelesaiakan jobsheet,

401


Analisis Bengkel Listrik … (Diaz Disaka Widyagir)
pengawasan guru yang kurang terhadap
proses praktik, tidak ada prosedur yang
jelas dalam praktik, dan kelelahan yang
menyebabkan praktikan bersendau gurau
di saat praktik berlangsung merupakan
contoh bahaya psikologis yang timbul.
Potensi bahaya mekanik yang
muncul di bengkel praktik berasal dari
benda atau proses yang bergerak.
Sehingga dapat menimbulkan dampak
seperti benturan akibat tertimpa alat yang
diletakkan di atas panel kerja, tertusuk
kabel karena proses pemotongan yang
tidak rapi, tersayat, tergores, jatuh karena
tersandung kotak yang berisi peralatan
yang diletakkan di bawah, dan terjepit alat
pemotong.
Potensi bahaya yang berasal dari
arus listrik, seperti arus kuat, arus lemah,
listrik statis, elektron bebas yang
ditemukan di bengkel listrik adalah
tersengat arus listrik ringan. Kurangnya
pengawasaan praktikan bermain listrik.
Arus listrik yang mengenai tubuh dapat
memberikan dampak sengatan. Tingkat
keparahan sengatan listrik tergantung
pada besar kecilnya arus. Sengatan listrik
listrik 1mA dapat menyebabkan rasa
kesemutan dan tidak nyaman. Sengatan
arus listrik diatas 10mA dapat
menyebabkan nyeri otot, dan yang lebih
parah hingga praktikan kesulitan
melepaskan konduktor akibat kejang otot.
Arus listrik 100mA sampai 200mA pada
50 Hz AC dapat menyebabkan fibrilasi
ventrikel pada jantung. Jika semakin besar
arus yang diterima oleh tubuh praktikan
dapat beresiko kematian. Selama proses
penelitian belum didapat data praktikan
yang terkena sengatan arus listrik, karena
sistem pengaman dalam instalasi bengkel
listrik bagus.
KESIMPULAN
Keadaan bengkel instalasi listrik di
SMK Negeri 2 Yogyakarta secara
keseluruhan tergolong dalam kategori
layak. Potensi bahaya yang timbul cukup
banyak, namun untuk bahaya yang
memiliki nilai resiko yang tinggi sudah
tertangani. Adapun penjabaran pada
kesimpulan hasil penelitian adalah sebagai
berikut:
Keadaan bengkel instalasi listrik di
SMK Negeri 2 Yogyakarta masih kurang
pada penyimpanan dan penanganan
bahan, desain tempat kerja, pencahayaan,
dan premis cuaca kerja. Keamanan mesin
dan organisasi kerja juga merupakan poin
yang masih kurang diperhatikan di
bengkel instalasi listrik SMK Negeri 2
Yogyakarta. Hal ini dikarenakan tidak
terdapatnya mesin di bengkel tersebut.
Sedangkan organisasi kerja disebabkan
dalam dunia pendidikan struktur
organisasi nya berbeda dengan dunia
kerja.
Potensi bahaya yang timbul di
bengkel instalasi listrik SMK N 2
Yogyakarta yaitu cedera otot, kelelahan,
tersengat listrik, hubung singkat/
konsleting, kelelahan otot tangan,
kelelahan mata karena pencahayaan yang
kurang terang, tertusuk perlatan, tertimpa
motor listrik karena motor tidak berada
dalam posisi aman, tertusuk, terjatuh, dan
lain sebagainya yang dapat
mengakibatkan cedara pada praktikan.
Potensi bahaya yang memiliki nilai resiko
yang tinggi seperti tersengat listrik sudah
tertangani dengan cara menambahkan
kabel grounding dan menambahkan
sistem keamanan seperti mcb guna
mengantisipasi terjadinya beban lebih, dan
ELCB untuk mengantisipasi jika terdapat

402

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN TEKNIK MEKATRONIKA Vol. 8, No. 5, September 2018: 392-403

keobocar listriki terhadap praktikan dan
pengaman alat praktik. Kemudian potensi
bahaya berikutnya cedera otot, hal ini di
sebab kan posisi tubuh yang bungkuk-
berdiri terjadi berulang kali dalam
kegiatan praktik.
Berdasarkan kesimpulan di atas,
maka terdapat saran-saran yang ditemukan
oleh peneliti yang perlu dipertimbangkan,
yaitu: sekolah hendaknya melakukan
pendataan kelengkapan alat dan bahan
praktik atau inventarisasi semua yang
terdapat di bengkel instalasi listrik.
Pihak sekolah hendaknya lebih
memperhatikan desain tempat kerja
bengkel dan lebih memaksimalkan area
atau ruangan yang terdapat di dalam
bengkel dengan membuat rak -rak
penyimpanan. Membuat desain panel
kerja berdasarkan metode 5s5r yang dapat
meningkatkan efisiensi kerja. Pihak
sekolah hendaknya memperhatikan
pencahayaan dan sirkulasi udara yang
terdapat di dalam bengkel. Menggunakan
pencahayaan alami dengan menggeser
lemari yangmenutupi masuknya cahaya.
Menambahkan lampu kerja di setiap panel
kerja. Memaksimalkan sirkulasi udara
dengan mengganti atau menambahkan
kipas angin atau exhaust, serta
memaksimalkan penggunaan jendela serta
ventilasi. Perlunya pengendalian resiko
secara administratif dengan cara
menambahkan instruksi pemakaian
peralatan bengkel, poster-poster K3,
tanda-tanda peringatan, dan pengawasan
dari guru pengampu.
Penelitan ini hanya meneliti
mengenai keadaan bengkel dan potensi
bahaya yang terdapat di bengkel instalasi
listrik SMK Negeri 2 Yogyakarta.
Pemahaman siswa tentang K3, khususnya
mengenai potensi bahaya, belum diteliti
dan dibahas dalam penelitian ini, sehingga
sangat memungkinkan peneliti selanjutnya
untuk meneliti hal tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Alim, S. (2011). Fungsi Laboratorium.
Diambil kembali dari Blog e-
Learning UNESA:
http://blog.elearning.unesa.ac.id/ali
m-sumarno/fungsi-laboratorium.
Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta:
Rhineka Cipta.
CCOHS. (2001). Job Safety Analysis
Made Simple. Labour program.
Hargiyarto, P. (2011). Analisis Kondisi
dan Pengendalian Bahaya di
Bengkel atau Laboratorium
Sekolah Menengah Kejuruan.
Jurnal Pendidikan Teknologi dan
Kejuruan, Volume 20, Nomor 2,
Oktober 2011, 203-210.
Hargiyarto, P., Ima Ismara, K., Suyanto,
& Khairudin, M. (2011). Simulasi
Pengembangan Bengkel Fabrikasi
Jurusan Pendidikan Teknik Mesin
Sesuai Kaidah 5S Menggunakan
Aplikasi 3DS Max. Jurnal
Pendidikan Teknologi dan
Kejuruan, Volume 20, Nomor 2,
Oktober 2011, 227-235.
Hidayat, N., & Wahyuni, I. (2016). Kajian
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
Bengkel di Jurusan Pendidikan
Teknik Sipil dan Perencanaan
Fakultas Teknik UNY. Jurnal
Pendidikan Teknologi dan
Kejuruan, Volume 23, Nomor 1,
Mei 2016, 51-70.
J E. Thurman, A. K. (1993). Peningkaatan
Produktivitas sekaligus Perbaikan
Tempat Kerja. (S. Kertonegoro,

403


Analisis Bengkel Listrik … (Diaz Disaka Widyagir)
Penerj.) Jakarta: PT Komunikajaya
Pratama.
KBBI. (2008). Kamus Besar Bahasa
Indonesia Pusat Bahasa Edisi
Keempat. Jakarta: Gramedia.
Kuswana, W. S. (2014). Ergonomi dan K3
(Kesehatan Keselamatan Kerja).
Bandung: PT Remaja Rosida
Karya Offset.
Nasional, B. S. (2000). Persyaratan
Umum Instalasi Listrik 2000.
Jakarta: Badan Standar Indonesia.
Ramli, S. (2010). Pedoman Praktis
Manajemen Resiko dalam
Perspektif K3 . Dalam Pedoman
Praktis Manajemen Resiko dalam
Perspektif K3 (hal. 57). Jakarta:
Dian Rakyat
Sugiyono. (2015). Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Bandung: Alfabeta.