DRAFT
STRATEGI STANDARDISASI NASIONAL
2015 – 2025














BADAN STANDARDISASI NASIONAL
Jakarta, Oktober 2013

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
1 dari 33

BAB I
PENDAHULUAN


1. 1 PENGANTAR
Standardisasi di Indonesia diatur dalam Peraturan Pemerintah RI No. 102 tahun 2000 tentang
Standardisasi Nasional, yang mencakup Metrologi Teknik (Standar Nasional Satuan Ukuran dan
Kalibrasi), Standar, Pengujian, dan Mutu. Konsep tersebut mengacu pada konsep internasional
tentang Measurement, Standard, Testing and Quality Management (MSTQ) Infrastructure.
Tujuan Standardisasi Nasional, sesuai dengan PP 102 tahun 2000, adalah untuk:
a) meningkatkan perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan
masyarakat lainnya baik untuk keselamatan, keamanan, kesehatan maupun pelestarian
fungsi lingkungan hidup;
b) membantu kelancaran perdagangan;
c) mewujudkan persaingan usaha yang sehat dalam perdagangan.
Saat ini, konsep MSTQ infrastructure telah mengalami evolusi menjadi konsep National Quality
Infrastructure (Infrastruktur Mutu Nasional) yang digunakan oleh berbagai negara dan organisasi
internasional sebagai infrastruktur dasar yang diperlukan dalam memastikan keselamatan,
keamanan, kesehatan warga negara, dan kelestarian fungsi lingkungan hidup, serta peningkatan
daya saing nasional di tengah semakin pesatnya arus globalisasi. Oleh karena itu penetapan
Sistem Standardisasi Nasional pada tahun 2011, yang merupakan salah satu amanah dari PP 102
tahun 2000, telah disusun berdasarkan konsep Infrastruktur Mutu Nasional tersebut.
Infrastruktur Mutu Nasional diharapkan mampu menjadi penopang sistem mutu di sebuah negara
sehingga mampu berperan secara efektif dalam melindungi kepentingan publik dan kelestarian
lingkungan hidup, dan di saat yang sama mampu mendukung daya saing bangsa. Namun
demikian, dalam menjalankan 2 (dua) peran utama tersebut secara efektif, diperlukan strategi
yang berbeda. Dalam hal ini, kesalahan penerapan strategi dalam pemanfaatan infrastruktur
mutu nasional dapat berakibat tidak tercapainya tujuan dari peran infrastruktur mutu nasional
tersebut.
Pada dasarnya, konsep perlindungan kepentingan publik dan lingkungan tersebut, yang mencakup
perlindungan keamanan, keselamatan, dan kesehatan segenap bangsa Indonesia, serta
pelestarian lingkungan hidup di wilayah tanah air Indonesia, merupakan konsep yang selaras
dengan kewajiban dasar pemerintah sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia yang telah
ditetapkan dalam Pembukaan Undang Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun
1945, yaitu “melindungi segenap bangsa Indonesia” dan “seluruh tumpah darah Indonesia”.
Dalam konteks globalisasi, pemerintah harus dapat menjamin bahwa seluruh produk yang
beredar di wilayah tanah air tidak membahayakan segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah
darah Indonesia.
Oleh karena itu, pengaturan yang dilakukan hendaknya merupakan pemberlakukan persyaratan
tertentu, yang ditetapkan di dalam sebuah Standar Nasional Indonesia (SNI) sebagai persyaratan
minimal bagi produk tertentu untuk dapat diedarkan di wilayah Indonesia. Ketentuan ini,
tentunya wajib dipatuhi oleh seluruh pihak yang berkehendak untuk mengedarkan produknya di
seluruh wilayah Indonesia. Karena sifatnya yang wajib, untuk memastikan tercapainya tujuan
tersebut diperlukan kegiatan pengawasan pasar dan penegakan hukum yang efektif dan menjadi
kewajiban pemerintah Republik Indonesia.

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
2 dari 33

Kewajiban pemerintah, tentunya tidak berhenti sampai dengan melindungi segenap bangsa dan
seluruh tumpah darah, tetapi harus mampu mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia selanjutnya,
yaitu “memajukan kesejahteraan umum”. Kesejahteraan, hanya dapat dicapai bila pemerintah
mampu menggerakkan ekonomi Indonesia dengan memanfaatkan pasar domestik maupun pasar
global untuk memperoleh keuntungan ekonomi. Dalam hal ini, keuntungan ekonomi dari pasar
domestik maupun pasar global hanya dapat dicapai apabila bangsa Indonesia memiliki daya saing
yang tinggi. Dari sudut pandang ekonomi, ukuran kesejahteraan adalah Product Domestic Bruto
(PDB) dan Per-Capita Income (PCI), yang tentunya hanya dapat dicapai apabila bangsa Indonesia
dapat meningkatkan produktifitas nasionalnya.
Peningkatan produktifitas nasional dapat diukur dari penguasaan pasar domestik oleh produk
nasional, yang secara prinsip dapat dicapai dengan peningkatan kemampuan pelaku usaha untuk
memenuhi persyaratan pasar dan kecintaan bangsa Indonesia untuk membeli produk dalam
negeri. Sebagai syarat awal, tentunya seluruh pelaku usaha harus mampu memenuhi dan patuh
terhadap persyaratan minimal yang ditetapkan di dalam regulasi teknis terkait dengan produk
tertentu. Namun demikian, produk nasional belum akan menjadi pilihan, apabila tidak memiliki
karakteristik pembeda yang dapat digunakan sebagai justifikasi bagi konsumen untuk memilih
produk domestik. Dalam hal ini, diperlukan pengembangan standar-standar (SNI) yang berisi
persyaratan karakteristik produk yang lebih disukai oleh konsumen pasar domestik, untuk
kemudian diterapkan secara sukarela oleh pelaku usaha. Bila hal ini diimbangi dengan kecintaan
bangsa Indonesia terhadap produk dalam negeri, maka pasar domestik akan berkontribusi besar
dalam peningkatan kesejahteraan umum.
Pada jaman kolonial, penguasaan wilayah sumber daya alam merupakan sasaran untuk dikuasai
sehingga dapat menjadi sumber kesejahteraan ekonomi negara penjajah. Di era globalisasi, pasar
dunia yang berkembang tanpa batas dengan sendirinya menjadi pasar yang sangat besar bagi
bangsa-bangsa yang produktif dan berdaya saing untuk dapat memperoleh penghasilan ekonomi
yang tiada batas pula. Untuk dapat mengakses ke pasar global maka diperlukan kemampuan
pelaku usaha yang mampu memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan oleh negara-negara
tujuan ekspor, dan juga mampu memenuhi harapan konsumen negara tujuan ekspor untuk
mendapatkan karakteristik produk yang akan dibelinya. Dari sisi strategi perdagangan, akses ke
pasar global memerlukan strategi menyerang dengan mengumpulkan informasi sebanyak-
banyaknya tentang regulasi dan keinginan konsumen negara ekspor, serta peningkatan
kemampuan pelaku usaha nasional untuk memenuhi persyaratan tersebut.
Kemampuan untuk memenuhi persyaratan akses pasar global, apabila didukung oleh sistem
inovasi nasional yang kuat yang didukung juga oleh “kecerdasan bangsa Indonesia”, pada
gilirannya akan membuat bangsa memiliki kemampuan untuk menghasilkan produk-produk yang
memiliki keunggulan kompetitif di pasar global, sehingga akan memperkuat pondasi ekonomi
Indonesia yang diperlukan untuk mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia berikutnya, yaitu “ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial”.
Dengan demikian, standardisasi nasional yang memiliki peranan yang sangat penting untuk
memastikan produk yang dapat melindungi keamanan, keselamatan dan kesehatan segenap
bangsa, dan melindungan kelestarian lingkungan di seluruh wilayah tanah air, serta untuk
memastikan daya saing produk yang diperlukan untuk membentuk kepercayaan di pasar domestik
maupun pasar global, merupakan modal yang berharga dalam melangkah ke depan untuk
menyelenggarakan pembangunan nasional secara menyeluruh, bertahap dan berkelanjutan
dalam wadah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
3 dari 33

1. 2 PENGERTIAN
Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025 adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional
di bidang standardisasi yang merupakan jabaran dari tujuan dilaksanakannya standardisasi
nasional dalam bentuk visi, misi, dan arah dan strategi standardisasi nasional untuk masa 10
tahun ke depan yang mencakup kurun waktu mulai dari tahun 2015 sampai dengan tahun 2025.

1. 3 MAKSUD DAN TUJUAN
Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025 adalah dokumen perencanaan pembangunan nasional
periode 10 (sepuluh) tahun terhitung sejak tahun 2015 sampai dengan tahun 2025, yang
ditetapkan dengan maksud memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen
bangsa (pemerintah, masyarakat, dan dunia usaha) di dalam melaksanakan kegiatan standardisasi
dalam mewujudkan tujuan standardisasi nasional sehingga seluruh upaya yang dilakukan oleh
pelaku pembangunan tersebut bersifat sinergis, koordinatif, dan saling melengkapi satu dengan
lainnya di dalam satu pola sikap dan pola tindak.

1. 4 LANDASAN
Landasan idiil Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025 adalah adalah Pancasila dan landasan
konstitusional adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
sedangkan landasan operasionalnya meliputi seluruh ketentuan peraturan perundang-
undangan yang berkaitan langsung dengan standardisasi nasional.


1. 5 TATA URUT
Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025 disusun dalam tata urut sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan.
Bab II Kondisi Umum.
Bab III Visi dan Misi Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025.
Bab IV Arah, Tahapan, dan Prioritas Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025.
Bab V Penutup.

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
4 dari 33

BAB II
KONDISI UMUM


2. 1 KONDISI SAAT INI
Infrastruktur Mutu Nasional Indonesia, yang saat ini dipayungi secara legal oleh Peraturan
Pemerintah RI No. 102 tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional, dan mencakup Metrologi
Teknis (Pengelolaan Standar Nasional Satuan Ukuran dan Kalibrasi), Standar (SNI), Pengujian (yang
diakreditasi bersama-sama dengan lembaga inspeksi, lembaga sertifikasi, dan lembaga penilaian
kesesuaian lainnya), serta didukung oleh Sistem Jaminan MUTU Nasional, merupakan
infrastruktur nasional yang memfasilitasi pengakuan terhadap mutu produk-produk nasional.
Hubungan antara Sistem Standardisasi Nasional di Indonesia dengan konsep internasional tentang
infrastruktur mutu dan organisasi internasional yang mengelola kerjasama dan saling pengakuan
infrastruktur mutu dapat digambarkan sebagai berikut:


Gambar 1 Infrastruktur mutu nasional dan hubungannya dengan
organisasi internasional terkait

Untuk dapat memberikan sumbangsihnya dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia, Sistem
Standardisasi Nasional tersebut harus dioperasikan dan direncanakan selaras dengan arah dan
kebijakan nasional berdasarkan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-
2025 yang telah ditetapkan berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 17 tahun 2005.
Visi Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005 – 2025 adalah:
“Indonesia yang Mandiri, Maju, Adil dan Makmur”

dengan 8 (delapan) visi pembangunan jangka panjang nasional, yang mencakup:
1) Mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab
berdasarkan falsafah Pancasila
e.g. IAF ILAC
PAC APLAC
Accreditation
Certification ,
Inspenction
• products
• processes
Standards
Test
laboratories
Metrology
• Calibration laboratories
• Metrology in chemistry
• Verification system
A ppl i ca bl e t o a l l pr odu ct s a n d pr o cess es
ISO 17025
ISO, CODEX
ACCSQ
Comparison
measurements
Proficiency tests
BIPM
APMP
ISO/IEC 17021, 17065
traceability
ISO 9000,
ISO 14000,
HACCP, etc
Product
certification
CE, GS, etc.
Reference materials
Callibration
Verifications
Inspections
Testing, analysis
Certificates
International standards
National standards
LEMBAGA SERTIFIKASI
LEMBAGA INSPEKSI
LAB
VALUE CHAIN

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
5 dari 33

2) Mewujudkan bangsa yang berdaya-saing
3) Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum
4) Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu
5) Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan
6) Mewujudkan Indonesia asri dan lestari
7) Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju, kuat, dan
berbasiskan kepentingan nasional
8) Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional.

Dalam konteks pembangunan ekonomi, pemerintah Republik Indonesia, juga telah menetapkan
Master Plan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025, yang mendorong
pendekatan business not as usual untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi Indonesia yang
akan menempatkan Indonesia sebagai negara maju pada tahun 2025 dengan pendapatan per
kapita yang berkisar antara USD 14.250 – USD 15.500 dengan nilai total perekonomian (PDB)
berkisar antara USD 4,0 – 4,5 triliun. Untuk mewujudkan kondisi tersebut, diperlukan
pertumbuhan ekonomi riil sebesar 6,4% – 7,5% pada periode 2011 – 2014, dan sekitar 8,0% –
9,0% pada periode 2015 – 2025. Pertumbuhan ekonomi tersebut akan dibarengi oleh penurunan
inflasi dari sebesar 6,5% pada periode 2011-2014 menjadi 3,0% pada 2025. Kombinasi
pertumbuhan dan inflasi seperti itu mencerminkan karakteristik negara maju.










Gambar 2 Aspirasi pencapaian PDB Indonesia

MP3EI 2011-2025 dikembangkan dengan pendekatan “breakthrough” dengan semangat “not
business as usual”, dengan penekanan pada:
− kolaborasi pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, BUMD dan Swasta untuk mencapai
visi pembangunan nasional Indonesia 2025;
− swasta sebagai pemeran utama dan penting dalam pembangunan ekonomi;
− pemerintah sebagai regulator (melakukan deregulasi), fasilitator dan katalisator (penyediaan
infrastruktur, pemberian insentif fiskal dan non fiskal),
dan dilaksanakan dengan mengintegrasikan 3 (tiga) elemen utama dalam 22 kegiatan ekonomi
utama, yang mencakup:
− mengembangkan potensi ekonomi di 6 (enam) koridor ekonomi RI;

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
6 dari 33

− meningkatkan konektivitas nasional yang locally integrated dan globally connected;
− memperkuat kemampuan SDM dan IPTEK nasional untuk mendukung setiap program kegiatan
ekonomi utama di setiap koridor ekonomi.


Gambar 3 Master Plan Percepatan dan Perluasan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025

Dalam konteks MP3EI, di setiap komoditas dalam 22 kegiatan ekonomi utama tentunya akan
memerlukan dukungan SNI; informasi tentang standar tujuan ekspor; dukungan standar nasional
satuan ukuran, kalibrasi, dan bahan acuan bersertifikat bagi industri dan lembaga penilaian
kesesuaian sebagai penggerak; dan kegiatan pengujian, inspeksi, sertifikasi, maupun kegiatan
penilaian kesesuaian untuk membuktikan keunggulan karakteristik komoditas.
Saat ini, Indonesia telah memiliki lebih dari 7000 SNI yang mencakup berbagai standar produk,
sistem, proses, maupun metode pengujian. Namun demikian, mayoritas SNI tersebut masih
diterapkan oleh pelaku usaha atas dasar kewajiban yang diberikan oleh pemerintah melalui
regulasi teknis berbasis standar. Sampai dengan tahun 2013 terdapat 261 regulasi teknis berbasis
SNI yang ditetapkan oleh pemerintah dan dinotifikasikan ke organisasi perdagangan dunia (WTO)
dengan alasan perlindungan kepentingan publik dan lingkungan.
Penerapan SNI tersebut didukung oleh sekitar 800 laboratorium uji, 170 laboratorium kalibrasi,
dan 143 lembaga sertifikasi yang telah diakreditasi di seluruh wilayah Republik Indonesia. Hasil uji,
kalibrasi, dan sertifikasi oleh lembaga penilaian kesesuaian yang diakreditasi oleh KAN tersebut,
pada saat ini telah diakui di tingkat regional maupun internasional melalui perjanjian saling
pengakuan KAN dengan badan-badan akreditasi negara lain, anggota Asia Pacific Laboratory
Accreditation Cooperation (APLAC), Pacific Accreditation Cooperation (PAC), International
Laboratory Accrediitation Cooperation (ILAC), dan Internationa Acccreditation Forum (IAF).
Pada tahun 2010, menjelang implementasi ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA), pemerintah
Indonesia mendeklarasikan Gerakan Nasional Penerapan SNI (GENAP SNI), yang difokuskan pada
pengaturan nasional melalui penerapan SNI melalui penetapan regulasi teknis berbasis SNI
sebagai sarana penguatan pasar domestik dengan memperhatikan volume ekspor-impor
Indonesia-China dan jenis-jenis produk impor dari China yang berpotensi mempengaruhi pangsa
pasar produk domestik di pasar nasional. Dengan memperhatikan perkembangan regionalisasi
perdagangan dalam implementasi ASEAN Economic Community (AEC) 2015 dan perkembangan
perjanjian pasar bebas antara ASEAN dengan negara-negara lain, penguatan standardisasi
tentunya perlu diperkuat tidak hanya untuk bertahan di pasar dalam negeri, tetapi sekaligus
menyiapkan kekuatan untuk penetrasi pasar global.
Dalam pengembangan standar nasional, Indonesia telah menjadi anggota the International
Organization for Standardization (ISO), International Electrotechnical Committee (IEC), CODEX
Alimentarius Comission (CAC), dan International Telecommunication Union (ITU). Keanggotaan

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
7 dari 33

Indonesia di dalam organisasi pengembangan standar internasional tersebut, tentunya harus
dapat dimanfaatkan sebagai basis pengembangan SNI dan basis untuk memperoleh informasi
tentang pengembangan standardisasi di negara-negara lain. Perlu diperhatikan bahwa partisipasi
dalam organisasi standardisasi internasional tersebut perlu dikembangkan sehingga Indonesia
dapat memperjuangkan kepentingannya untuk mendukung ekonomi nasional, serta
perkembangan kesepakatan standar dalam kelompok-kelompok perjanjian perdagangan regional,
seperti ASEAN dan APEC.
Di dalam pengelolaan teknis ilmiah Standar Nasional Satuan Ukuran (SNSU), Indonesia telah
menjadi anggota Convention du Metre, telah berpartisipasi dalam Committe Interational des Poids
et Mesures (CIPM) Multilateral Recognition Arrangement, dan telah memperoleh pengakuan
terhadap 140 kemampuan teknis pengelolaan dan diseminasi SNSU yang diakui di seluruh dunia
serta dipublikasikan di dalam basis data acuan pengukuran dunia, Appendix C of CIPM MRA
(www.bipm.org/kcdb/apendixC). Namun demikian, pengakuan terhadap 140 kemampuan teknis
pengelolaan dan diseminasi SNSU tersebut, belum dapat memfasilitasi kebutuhan bahan acuan
bersertifikat, yang sangat diperlukan bagi Indonesia yang bertumpu pada industri pangan dan
pertanian.
Untuk memastikan efektifitas dukungan sistem standardisasi nasional terhadap perkembangan
ekonomi Indonesia, diperlukan penguatan infrastruktur standardisasi nasional dengan
memperhatikan:
− kesesuaian antara SNI yang dikembangkan dengan potensi industri dan ekonomi nasional;
− penyebaran informasi tentang regulasi teknis dan negara tujuan ekspor untuk memfasilitasi
ekspor komoditi unggulan nasional;
− kesesuaian antara penyebaran lokasi dan lingkup lembaga penilaian kesesuaian dengan lokasi
basis produksi komoditas dalam 6 (enam) koridor ekonomi Indonesia;
− kesesuaian pengembangan kemampuan teknis pengelolaan SNSU dengan kebutuhan basis
pengukuran untuk industri unggulan dalam 22 (duapuluh dua) kegiatan ekonomi utama.
Kesesuaian antara pengembangan infrastruktur mutu nasional dengan pengembangan 22
kegiatan ekonomi utama di 6 (enam) koridor ekonomi Indonesia tersebut diharapkan akan
meningkatkan efisiensi proses produksi dan penilaian mutu komoditas unggulan pendukung
percepatan pembangunan ekonomi Indonesia.

2. 2 TANTANGAN YANG DIHADAPI
Perkembangan globalisasi ekonomi membawa peluang dan sekaligus tantangan bagi semua
bangsa. Peluang untuk memperoleh keuntungan ekonomi dari pasar yang sangat luas di seluruh
dunia hanya akan dapat dimanfaatkan oleh bangsa yang memiliki daya saing tinggi. Sebaliknya
bangsa yang tidak mampu meningkatkan daya saingnya hanya akan menjadi korban dan tidak
memperoleh keuntungan apapun, karena ketidakmampuannya untuk melindungi masyarakat,
lingkungan hidup, serta pasarnya, dari serbuan arus barang dan jasa dari negara lain.
Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penduduk yang besar dan memiliki
wilayah teritorial yang luas. Kondisi tersebut pada dasarnya menjadikan Indonesia memiliki
peluang untuk menjadi basis produksi bagi komoditi global, dan sebaliknya juga menjadi potensi
pasar bagi komoditi negara-negara lain. Oleh karena itu di era globalisasi, Indonesia harus mampu
melindungi masyarakat, lingkungan hidup, pasar domestik, dan sekaligus memanfaatkan potensi
jumlah penduduk serta luas wilayahnya untuk membangun basis produksi komoditi yang dapat
mendominasi pasar regional maupun global.

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
8 dari 33

Tahun 2015, merupakan ujian pertama bagi Indonesia untuk menghadapi regionalisasi ekonomi
ASEAN dengan akan dimulainya implementasi ASEAN Economic Community (AEC). Seperti kita
ketahui bersama, bahwa untuk memposisikan ASEAN sebagai salah satu kekuatan ekonomi dunia,
para pemimpin ASEAN telah menyepakati pengembangan ASEAN plus one FTA dengan negara-
negara yang berpotensi menjadi partner perkembangan ekonomi ASEAN.
Sejarah menunjukkan bahwa, Indonesia merupakan salah satu pemrakarsa utama pendirian
ASEAN pada tahun 1967. Dalam perkembangannya, untuk mengantisipasi perkembangan
ekonomi global, maka diawali pada bulan Desember1997, di Kuala Lumpur, para pemimpin ASEAN
memutuskan untuk menciptakan kawasan ASEAN sebagai kawasan yang stabil, sejahtera dan
berdaya saing tinggi, serta mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosisial ekonomi sebagai visi
ASEAN 2020. Untuk mewujudkan visi ASEAN 2020 tersebut, pada Bali Summit, Oktober 2003,
disepakati untuk mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN sebagai tujuan dari integrasi ekonomi
regional (Bali Concord II) pada tahun 2020. Disamping itu, disepakati pula bahwa ASEAN Security
Community dan ASEAN Socio-Cutural Community bersama-sama dengan ASEAN Economic
Community menjadi 3 (tiga) pilar ASEAN Community. Kemudian dalam ASEAN Summit ke-12,
Januari 2007, di Cebu, Filipina, para pemimpin ASEAN sepakat untuk mempercepat pencapaian
Masyarakat ASEAN pada tahun 2015. Kesepakatan para pemimin ASEAN tentang Masyarakat
ASEAN ini kemudian dirumuskan sebagai ASEAN Charter pada tanggal 20 November 2007.
Sampai dengan saat ini, ASEAN telah meratifikasi 5 (lima) perjanjian perdagangan bebas dengan
Australia dan New Zealand, China, India, Jepang, dan Korea. Perlu dipahami bahwa FTA tersebut
bukan FTA bilateral antara Indonesia dengan negara partner, tetapi antara ASEAN dengan negara
partner. Oleh karena itu untuk dapat bernegosiasi dengan negara partner tersebut, diperlukan
posisi Indonesia yang kuat dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN, sehingga Indonesia dapat
mempengaruhi keputusan-keputusan ASEAN dalam menetapkan aturan perdagangan bebas
ASEAN plus one FTAs tersebut.
Dengan mempertimbangkan bahwa perjanjian perdagangan bebas yang dikembangkan oleh para
pemimpin ASEAN, menggunakan basis ASEAN sebagai sebuah masyarakat ekonomi dengan basis
produksi dan pasar tunggal, sudah selayaknya penguatan posisi Indonesia dalam AEC menjadi
langkah strategis utama bagi Indonesia, yang selanjutnya melangkah ke arah pasar global dengan
meletakkan AEC sebagai pondasi penguatan ekonomi bangsa. Seperti kita ketahui bersama bahwa
AEC merupakan salah satu pilar dari ASEAN Community yang dicita-citakan oleh para pemimpin
ASEAN, untuk menjadi kekuatan baru dunia.
Untuk mewujudkan ASEAN sebagai basis produksi dan pasar tunggal, AEC akan dibangun sebagai
kawasan dengan aliran barang, aliran investasi, dan aliran modal secara bebas yang didukung
dengan kesetaraan pembangungan ekonomi, dan pengurangan kemiskinan dan kesenjangan
sosio-ekonomi. Realisasi AEC tersebut diharapkan dapat membangun ASEAN sebagai sebuah
aliansi ekonoomi dunia untuk mengimbangi aliansi regionalisasi perdagangan lainnya, seperti
European Community (EC), North American Free Trade Area (NAFTA), yang pada dasarnya
dibentuk sebagai aliansi-aliansi regional dengan tujuan untuk bekerja sama memperoleh
keuntungan dari pasar global.
AEC disusun oleh 4 (empat) pilar utama, yang terdiri dari:
1) pasar tunggal dan basis produksi;
2) kawasan ekonomi yang berdaya saing tinggi;
3) kawasan dengan pertumbuhan ekonomi yang seimbang; dan
4) kawasan yang sepenuhnya terintegrasi dengan ekonomi global.
Untuk mewujudkan ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi, disepakati 5 (lima) elemen
inti, yaitu: (1) aliran barang secara bebas; (2) aliran jasa secara bebas; (3) aliran investasi secara
bebas; (4) aliran modal secara bebas; dan (5) aliran tenaga kerja kompeten secara bebas, dan 2
(dua) komponen penting, yang terdiri dari:

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
9 dari 33

1) sektor prioritas integrasi ASEAN yaitu: (i) agro-based goods, (ii) air transport, (iii) automotive
products, (iv) e-ASEAN (including ICT equipment), (v) electronics goods, (vi) fisheries, (vii)
health care products, (viii) rubber-based goods, (ix) textiles and clothing, (x) tourism, (xi)
wood-based products, (xii) logistics, dan kemudian ditambah dengan inisiatif baru 2011-2015
yang terdiri dari Tourism strategic plan, Automotive industry strategy, dan
Telecommunication equipment MRA;
2) pangan, pertanian dan kehutanan.

Dalam perkembangannya, negara-negara partner perjanjian pasar bebas bilateral maupun
multilateral ASEAN memandang ASEAN dengan jumlah penduduk dan tingkat ekonominya
sebagai potensi pasar yang cukup potensial, sehingga negara-negara tersebut juga menyiapkan
diri untuk dapat memanfaatkan perjanjian perdagangan pasar bebas dengan ASEAN tersebut.
Dalam realisasi sebuah pasar tunggal, pada dasarnya pelaku utama yang dapat memberikan
kontribusi pertumbuhan ekonomi dari sebuah negara adalah para pelaku usaha dan masyarakat
di negara itu sendiri, sedangkan pemerintah seharusnya dapat memfasilitasinya secara efektif. Hal
tersebut sepertinya disadari benar oleh pemerintah di beberapa negara, sehingga mendasari
mereka untuk menerbitkan informasi maupun booklet bagi pelaku usaha dan masyarakat dalam
rangka memanfaatkan perjanjian pasar bebas. Hal tersebut terlihat dari beberapa publikasi yang
diterbitkan oleh pemerintah partner perjanjian bebas ASEAN, antara lain:
− Export to member countries of the ASEAN and Australia – Certification and Trade Facilitation,
yang dipublikasikan oleh pemerintah New Zealand;
− Guide for Exporting to ASEAN Countries, yang dipublikasikan oleh Pemerintah Negara Bagian
Victoria, Australia;
− an ASEAN+6 Economic Partnership: Signicant, Task and Export Market for Japan, yang
dipublikasikan oleh pemerintah Japan’
− US Agricultural Export Potential to ASEAN Countries, yang dipublikasikan oleh Pemerintah USA;
dan masih banyak publikasi lainnya yang ditujukan untuk memberikan penjelasan tentang
prosedur, baik administratif maupun teknis yang diperlukan untuk masuk ke pasar ASEAN.
Posisi standar dan kesesuaian (standards and conformance) sebagai salah satu pilar utama dalam
AEC menjadi tantangan terbesar yang harus dihadapi oleh sistem standardisasi nasional
Indonesia. Common Rules of Standards and Conformance, yang merupakan salah satu dari pilar
utama yang diperlukan untuk dapat mewujudkan aliran barang secara bebas di pasar ASEAN,
harus digunakan sebagai basis pengembangan Infrastruktur Mutu Nasional sehingga Indonesia
mampu memenuhi kewajibannya untuk melindungi kepentingan publik dan lingkungan ASEAN
dan mendorong daya saing AEC untuk bersaing dengan aliansi ekonomi dunia lainnya. Hal
tersebut mengingat Indonesia memegang peranan dan memiliki potensi untuk memperoleh
manfaat dan sekaligus potensial untuk mengalami resiko yang terbesar dari pasar tunggal dan
basis produksi ASEAN karena jumlah penduduk dan luas wilayahnya.
Kurangnya kesadaran terhadap potensi yang dimiliki dan tantangan yang dihadapi dari
perkembangan globalisasi dan regionalisasi perdagangan tampak dari beberapa kondisi, antara
lain:
− kurangnya kesadaran pelaku usaha terhadap standar, hal ini tampak dari mayoritas standar
diterapkan sebagai konsekuensi kepatuhan terhadap regulasi dalam bentuk penetapan
regulasi teknis oleh pemerintah;
− kurangnya kesadaran dan kepercayaan konsumen tentang pentingnya standar untuk
melindungi kepentingannya, yang tampak dari mayoritas konsumen memilih standar karena
merek (bagi yang mampu) dan karena harga murah (bagi yang kurang mampu);

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
10 dari 33

− kurang tepatnya kebijakan pemerintah dalam penerapan standar, hal ini tampak dari titik
berat program penerapan standar dilakukan melalui pemberlakuan SNI secara wajib dan
belum mencakup pemberian informasi dan insentif kepada pelaku usaha untuk dapat
memanfaatkan pasar yang lebih besar, padahal SNI hanya dapat diberlakukan secara wajib
dengan alasan perlindungan kepentingan publik dan lingkungan, serta hanya berlaku di
wilayah teritorial Republik Indonesia;
− kurangnya program pembinaan untuk mendorong penerapan standar secara sukarela bagi
pelaku usaha untuk menumbuhkan kesadaraan memproduksi barang yang bermutu sesuai
dengan keinginan pelanggan.
Dalam beberapa hal, terdapat bukti kurang efektifnya pemberlakuan regulasi teknis berbasis
standar untuk mencapai tujuannya. Sebagai contoh, dalam kasus lampu swa-ballast,
pemberlakuan regulasi teknis yang mewajibkan penerapan SNI lampu swa-ballast sejak tahun
2001 yang diharapkan dapat mengurangi ekspor dan memperbesar basis produks lampu swa-
ballast di Indonesia, ternyata tidak dapat memenuhi harapan tersebut. Dalam hal ini data statistik
menunjukkan terjadi peningkatan impor lampu swa-ballast secara konsisten sejak tahun 2001
sampai dengan tahun 2012.
Penguatan Infrastruktur Mutu Nasional di Indonesia, juga menghadapi tantangan yang sangat
besar untuk dapat memfasilitasi ekonomi Indonesia dalam AEC. Dari sudut pandang kecukupan
peraturan perundang-undangan, hampir seluruh negara anggota ASEAN telah memiliki
pengaturan terkait dengan Infrastruktur Mutu Nasional. Sebagai contoh, Vietnam yang
sebelumnya memiliki posisi di belakang Indonesia, sejak tahun 2004 telah memiliki
Standardization Law dan Measurement Law yang kemudian memayungi kegiatan standardisasi,
pengelolaan standar nasional satuan ukuran, dan penilaian kesesuaian di Vietnam.
Demikian pula, dari sudut pandang kecukupan infrastruktur, beberapa negara yang sebelumnya di
belakang Indonesia maka pada saat ini menunjukkan kemajuan dalam hal komitmen penyediaan
infrastruktur mutu. Sebagai contoh, Thailand yang secara revolusioner membentuk lembaga
pengelola teknis ilmiah standar nasional satuan ukuran yang terpadu dan mencakup segala aspek
pengukuran untuk mendukung industri dalam sebuah lembaga the National Institute of
Measurement, Thailand (NIMT); Filipina yang baru saja mengembangkan National Metrology
Laboratory of Phillipine; serta Vietnam yang juga membangun Vietnam Metrology Institute
sebagai sebuah institusi dengan tugas utama mengelola standar nasional satuan ukuran,
melakukan riset dan pengembangan pengukuran, serta melakukan diseminasi ilmu pengukuran.
Perkembangan peraturan perundang-undangan dan infrastruktur mutu nasional negara-negara
anggota ASEAN yang sebelumnya berada dalam kelompok di bawah Indonesia tersebut, sudah
selayaknya menjadi perhatian bersama untuk dapat memperkuat sistem standardisasi nasional
yang saat ini berbasis pada Peraturan Pemerintah RI No. 102 tahun 2000 untuk menjadi
infrastruktur mutu yang terkuat di ASEAN, sehingga sistem standardisasi nasional yang terdiri dari
standar, pengelolaan standar nasional satuan ukuran, dan penilaian kesesuaian di Indonesia
mampu menjawab segala tantangan yang dihadapi dari perkembangan globalisasi dan
regionalisasi perdagangan, serta perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

2. 3 PELUANG BAGI STANDARDISASI NASIONAL 2015- 2025
Globalisasi dan regionalisasi perdagangan, sebagaimana dijelaskan di atas, merupakan tantangan
yang harus dijawab oleh sistem standardisasi nasional. Di sisi lain, hal tersebut juga membawa
peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pencapaian visi pembangunan jangka
panjang nasional 2015-2025. Perbandingan data Gross Domestic Product (GDP) masing-masing
negara-negara ASEAN, GDP total seluruh anggota ASEAN, dan potensi jumlah total GDP yang
dihasilkan oleh perjanjian perdagangan bebas antara ASEAN dengan beberapa negara partner

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
11 dari 33

menunjukkan bahwa secara ekonomi, perjanjian perdagangan bebas tersebut membuka peluang
bagi Indonesia untuk memanfaatkan pasar yang lebih besar bila mampu memanfaatkan potensi-
potensi yang dimilikinya.
Tabel 1 Gross Domestic Product negara ASEAN tahun 2009
















Kebutuhan akan pentingnya infrastruktur mutu nasional sebagai salah satu pendukung utama
ekonomi nasional, dapat dilihat pula dari kontribusi terbesar ekspor Indonesia yang saat ini
diperoleh dari industri, dengan nilai kontribusi sekitar 60% dari total nilai ekspor nasional. Ekspor
hasil industri mutlak memerlukan dukungan infrastruktur mutu nasional, khususnya terkait
pembuktian pemenuhan persyaratan yang disepakati di kawasan pasar tunggal, dan persyaratan
negara tujuan ekspor di luar kawasan pasar tunggal.
Tabel 2 Data ekspor Indonesia tahun 2007-2011
(dalam US$)
Sektor 2007 2008 2009 2010 2011 (%)
I. MIGAS 22.088.567.876 29.126.274.355 19.018.296.911 28.039.599.534 41.477.035.636 20,38%
1. Minyak Mentah 9.226.036.450 12.418.743.646 7.820.256.578 10.402.867.668 13.828.677.857 6,80%
2. Hasil Minyak 2.878.751.078 3.547.001.209 2.262.327.715 3.967.277.194 4.776.854.837 2,35%
3. Gas 9.983.780.348 13.160.529.500 8.935.712.618 13.669.454.672 22.871.502.942 11,24%
II. NON MIGAS 92.012.322.875 107.894.150.047 97.491.729.170 129.739.503.936 162.019.584.424 79,62%
1. Pertanian 3.657.784.654 4.584.576.851 4.352.754.318 5.001.899.002 5.165.793.669 2,54%
2. Industri 76.460.827.880 88.393.495.928 73.435.840.877 98.015.076.416 122.188.727.150 60,04%
3. Tambang 11.884.904.619 14.906.165.178 19.692.338.644 26.712.581.107 34.652.027.382 17,03%
4. Lainnya 8.805.722 9.912.090 10.795.331 9.947.411 13.036.223 0,01%
TOTAL 114.100.890.751 137.020.424.402 116.510.026.081 157.779.103.470 203.496.620.060 100,00%

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
12 dari 33

Kemampuan Infrastruktur Mutu Nasional untuk dapat memfasilitasi industri nasional menembus
pasar regional maupun global menjadi faktor penting dalam peningkatan industri nasional. Dalam
sektor industri, 10 kontribusi terbesar diberikan oleh kelompok hasil industri sebagaimana
dinyatakan dalam tabel berikut.
Tabel 2 Data ekspor 10 sektor industri tahun 2007-2011
(dalam US$)
Kelompok Hasil Industri 2007 2008 2009 2010 2011 (%)
1. Pengolahan
Kelapa/Kelapa Sawit
10.361.901.077 16.104.663.849 12.924.892.234 17.253.751.946 23.179.189.217 18,97%
2. Pengolahan Karet 6.307.078.667 7.751.089.539 5.020.188.664 9.522.622.737 14.540.361.167 11,90%
3. T e k s t i l 9.790.097.037 10.116.346.372 9.245.131.849 11.205.515.350 13.234.016.875 10,83%
4. Besi Baja, Mesin-mesin
dan Otomotif
8.989.417.392 10.942.504.762 8.701.120.873 10.840.032.116 13.191.710.376 10,80%
5. Elektronika 6.973.615.868 7.677.048.360 7.899.592.376 9.254.562.524 9.536.135.712 7,80%
6. Pengolahan Tembaga,
Timah dll.
6.144.869.624 5.654.641.020 4.241.502.488 6.505.973.111 7.500.962.497 6,14%
7. Kimia Dasar 4.562.315.320 3.821.506.074 3.168.301.075 4.577.664.111 6.119.906.261 5,01%
8. Pulp dan Kertas 4.440.493.818 5.219.621.885 4.272.376.637 5.708.164.342 5.769.378.283 4,72%
9. Makanan dan Minuman 2.515.635.181 3.202.403.226 2.569.307.210 3.219.558.339 4.505.240.017 3,69%
10. Pengolahan Kayu 4.475.306.742 4.200.212.367 3.441.452.072 4.280.345.672 4.474.988.094 3,66%


Dalam konteks AEC, kegiatan penilaian kesesuaian menjadi pintu bagi komoditas industri untuk
dapat diedarkan secara bebas di pasar ASEAN. Hal tersebut dinyatakan dalam ASEAN Framework
Agreement on MRA yang telah diratifikasi oleh pemerintah RI melalui Keputusan Presiden RI No.
82 tahun 2002. Dalam hal ini ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi memerlukan 4
(empat) pilar utama, yang terdiri dari:
1) essential general products safety requirements;
2) common rules of standards and conformance;
3) harmonized legislation;
4) mutual recognition of legally marketed products,
untuk dapat mewujukan aliran barang yang aman dan berkualitas secara bebas di kawasan
ASEAN, peningkatan industri berbasis produksi ASEAN, dan peningkatan daya saing industri
berbasis produksi ASEAN dalam pasar global.

Pada tahun 2012, Sekretariat ASEAN melakukan evaluasi tentang pencapaian roadmap menuju
Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015, dan sebagai hasil dari evaluasi tersebut menunjukan terdapat
beberapa target phase II (2010-2012) untuk beberapa priority integration sectors yang belum
dicapai dalam ruang lingkup Standar dan Penilaian Kesesuaian, yaitu:
− finalisasi MRA untuk prepared food stuff;
− finalisasi MRA untuk automotive;
− finalisasi ASEAN Medical Devices Directive;
− pengesahan ASEAN Regulatory Framework on Traditional Medicine and Health Supplement
and transpose into national legislation;

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
13 dari 33

− harmonisasi ASEAN Harmonized Electricity and Electronic Equipment Regulatory Regime to the
listed standard and to complete agreed conformity assessment procedure for regulated
Electricity and Electronic Equipment.
Bila diperhatikan, beberapa komoditi di dalam 12 ASEAN priority integration sectors merupakan
komoditi unggulan nasional, sehingga apabila Indonesia mampu meningkatkan produktifitas
industri unggulan nasional tersebut maka pada dasarnya Indonesia akan dapat menjadi basis
produksi terbesar di pasar ASEAN. Posisi Indonesia yang kuat di dalam AEC tersebut, selanjutnya
dapat digunakan sebagai basis kekuatan daya saing Indonesia dalam APEC FTA (2020) untuk
menjadi salah satu kekuatan ekonomi terbesar di dunia.
Dalam hal ini, Infrastruktur Mutu Nasional Indonesia yang saat ini direalisasikan dalam bentuk
Sistem Standardisasi Nasional, yang telah: (i) berpartisipasi aktif dalam kerjasama standardisasi
internasional; (ii) mencapai saling pengakuan sistem akreditasi dan sistem penilaian kesesuaian di
tingkat regional maupun internasional sesuai dengan prasyarat dalam AEC; dan (iii) memperoleh
pengakuan internasional terhadap kompetensi pengelolaan dan diseminasi standar nasional
satuan ukuran dalam saling pengakuan kompetensi lembaga pengelola teknis ilmiah standar
nasional satuan ukuran; merupakan modal dasar yang seharusnya secara terus menerus diperkuat
untuk dapat mendukung penguatan ekonomi bangsa dengan memanfaatkan perjanjian pasar
tunggal regional, yang akan dimulai dari AEC pada tahun 2015 dan kemudian APEC FTA pada
tahun 2020. Keberhasilan sistem standardisasi nasional untuk memfasilitasi perjanjian pasar
tunggal utama pada periode 2015-2025 tersebut akan menjadi basis bagi peningkatan daya saing
bangsa untuk mencapai visi pembangunan jangka panjang nasional 2025.

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
14 dari 33

BAB III
VISI DAN MISI STANDARDISASI NASIONAL 2015 – 2025


Bila dihubungkan dengan peran mutu di era globalisasi, tujuan standardisasi nasional yang
ditetapkan dalam Peraturan Pemerintah RI No. 102 tahun 2002 dapat dikelompokkan menjadi 2
(dua) komponen strategis, yaitu:
1) peningkatan kualitas hidup bangsa melalui perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha,
tenaga kerja, dan masyarakat lainnya, baik untuk keselamatan, keamanan, kesehatan
maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup; dan
2) peningkatan daya saing melalui penciptaan persaingan usaha yang sehat (di pasar dalam
negeri) dalam perdagangan, serta membantu kelancaran perdagangan (bagi produk nasional)
untuk menembus pasar regional atau internasional.
Dengan memperhatikan tantangan yang akan dihadapi oleh bangsa Indonesia dalam periode
2015-2025, komponen strategis standardisasi nasional di atas dapat digunakan sebagai basis
perumusan visi standardisasi nasional 2015-2025, yaitu:
“mewujudkan sistem standardisasi nasional yang mampu mendukung
peningkatan daya saing dan kualitas hidup bangsa Indonesia”
Dalam konteks produktifitas ekonomi bangsa, indikator pertama daya saing bangsa dapat
ditunjukkan oleh kemampuan produk nasional untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Dalam
hal ini, produk nasional di pasar domestik dipercaya oleh segenap bangsa Indonesia sebagai
pilihan dalam pemenuhan kebutuhan hidupnya sehari-hari karena karakteristiknya yang bermutu.
Setelah mampu menjadi tuan rumah di negeri sendiri, produktifitas ekonomi nasional tentunya
perlu ditingkatkan dengan memperluas pasar bagi produk nasional dengan memanfaatkan
perjanjian ekonomi regional dan pasar bebas yang akan semakin meluas pada periode 2015-2025.
Kemampuan produk nasional untuk menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan mengakses pasar
yang lebih luas dalam pasar bebas regional dan global, tentunya tidak akan dapat dipertahankan
bila tidak didukung dengan sistem inovasi yang kuat, sehingga nilai tambah terhadap produk
nasional dapat ditingkatkan secara berkelanjutan dengan memperhatikan perkembangan mutu
yang diharapkan oleh segenap bangsa Indonesia, persyaratan regulasi teknis, serta harapan
konsumen negara tujuan ekspor. Tanpa kemampuan untuk berinovasi, posisi produk nasional
sebagai tuan rumah di negeri sendiri dan keberterimaannya mengakses pasar global, tidak akan
dapat dipertahankan keberlanjutannya.
Peningkatan kualitas produk, tentunya berpotensi meningkatkan harga ekonomis produk.
Kehadiran produk lain dengan mutu yang setara, dengan harga yang lebih murah tentunya dapat
menggerus pasar produk yang memiliki harga yang lebih tinggi. Oleh karena itu diperlukan
kemampuan untuk melakukan peningkatan efisiensi proses produksi secara berkelanjutan.
Peningkatan kualitas produk yang didukung dengan peningkatan efisiensi proses produksi yang
berkelanjutan, pada akhirnya akan menciptakan keunggulan kompetitif bagi produk nasional, baik
di pasar domestik maupun pasar global. Produk yang memiliki keunggulan kompetitif adalah
produk-produk yang selalu mampu meningkatkan nilai tambah bagi konsumen dan dengan harga
yang lebih ekonomis dibandingkan produk lain dengan mutu yang setara.
Perekonomian nasional yang meningkat, tentunya akan membawa peningkatan kesejahteraan
bagi bangsa Indonesia. Dengan meningkatnya kesejahteraan, kualitas kehidupan bangsa Indonesia

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
15 dari 33

tentunya akan terus meningkat dan lebih mudah. Namun demikian, dalam konteks konsumsi
masyarakat maka pemerintah harus memastikan keamanan, keselamatan, dan kesehatan
segenap bangsa Indonesia sebagai kualitas minimal. Kualitas minimal yang harus diberikan oleh
pemerintah atas semua produk yang dikonsumsi oleh bangsa Indonesia tersebut harus didukung
dengan jaminan kelestarian lingkungan hidup. Setelah jaminan kualitas hidup minimal tersebut
dipenuhi, dan daya saing ekonomi nasional terus meningkat, maka kualitas hidup bangsa
Indonesia akan mengalami peningkatan secara berkelanjutan sesuai dengan tingkat ekonominya.
Untuk mewujudkan dukungan terhadap peningkatan daya saing dan kualitas hidup bangsa, peran
standardisasi nasional dapat dituangkan ke dalam 5 (lima) misi standardisasi nasional, yang
mencakup:
a. Mewujudkan sistem standardisasi nasional untuk melindungi keselamatan, keamanan, dan
kesehatan masyarakat serta kelestarian lingkungan hidup adalah mewujudkan perlindungan
kepada segenap bangsa Indonesia melalui penetapan persyaratan SNI sebagai regulasi teknis
oleh kementerian teknis, sehingga untuk produk yang telah diregulasi tersebut hanya produk
yang telah memenuhi regulasi teknis berbasis SNI tersebutlah yang dapat beredar di wilayah
Republik Indonesia, baik produk nasional maupun produk impor.
b. Mewujudkan sistem standardisasi nasional untuk meningkatkan kepercayaan terhadap
produk nasional di pasar domestik adalah mewujudkan kemampuan produk nasional untuk
menjadi tuan rumah di negeri sendiri, melalui kecintaan terhadap produk nasional yang dapat
diawali dengan inisiatif pemerintah untuk memilih produk nasional dalam proses pengadaan
barang dan jasa pemerintah, meningkatkan pengembangan SNI yang bersifat spesifik sesuai
dengan karakter bangsa Indonesia sehingga bangsa Indonesia merasa lebih cocok
menggunakan produk yang memenuhi SNI tersebut dan pelaku usaha yang telah menerapkan
SNI memperoleh keuntungan dari pasar domestik, serta didukung oleh peningkatan integritas
tanda SNI dan peningkatan kecintaan masyarakat terhadap produk bertanda SNI.
c. Mewujudkan sistem standardisasi nasional untuk membuka akses produk nasional ke pasar
global adalah mewujudkan perluasan pasar untuk mendukung produktifitas bangsa yang
diharapkan terus meningkat dengan memanfaatkan perjanjian ekonomi regional dan pasar
bebas yang akan semakin meluas pada periode 2015-2025, melalui fasilitasi akses produk
nasional ke pasar tujuan ekspor tersebut.
d. Mewujudkan sistem standardisasi nasional sebagai platform sistem inovasi nasional adalah
mewujudkan sistem inovasi yang kuat, sehingga nilai tambah terhadap produk nasional dapat
ditingkatkan secara berkelanjutan dengan memperhatikan perkembangan mutu yang
diharapkan oleh segenap bangsa Indonesia, persyaratan regulasi teknis, serta harapan
konsumen negara tujuan ekspor.
e. Mewujudkan sistem standardisasi nasional untuk meningkatkan keunggulan kompetitif
produk nasional adalah mewujudkan peningkatan kualitas produk sehingga berpotensi
meningkatkan harga ekonomis produk yang didukung dengan peningkatan efisiensi proses
produksi yang berkelanjutan, yang pada akhirnya akan menciptakan keunggulan kompetitif
bagi produk nasional, baik di pasar domestik maupun pasar global.

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
16 dari 33

BAB IV
ARAH, TAHAPAN, PRIORITAS, DAN
STRATEGI STANDARDISASI NASIONAL 2015 – 2025


4. 1 TUJUAN DAN SASARAN PENGEMBANGAN STANDARDISASI NASIONAL 2015-2025
Sejalan dengan dasar hukum penetapan standardisasi nasional serta tantangan yang dihadapi
serta mempertimbangkan rencana pembangunan jangka panjang nasional 2015-2025 dan MP3EI
2011-2025 yang menjadi basis pembangunan ekonomi Indonesia sampai dengan tahun 2025,
tujuan Standardisasi Nasional 2015-2025 adalah “mewujudkan sistem standardisasi nasional
untuk meningkatkan daya saing dan kualitas hidup bangsa”.
Sebagai ukuran tercapainya tujuan standardisasi nasional dalam kurun waktu 10 tahun
mendatang, pengembangan standardisasi nasional 2015-2025 diarahkan untuk mencapai sasaran-
sasaran pokok untuk masing-masing tujuan pokok sebagai berikut:
a. Terwujudnya sistem standardisasi nasional untuk melindungi keselamatan, keamanan, dan
kesehatan masyarakat serta kelestarian lingkungan hidup, yang ditandai oleh hal-hal berikut.
1) Tersedianya Standar Nasional Indonesia (SNI) yang menetapkan persyaratan minimal bagi
produk, proses, sistem maupun aspek lain yang berpotensi membahayakan keselamatan,
keamanan dan kesehatan masyarakat serta kelestarian lingkungan hidup.
2) Diterapkannya good regulatory practice dalam regulasi teknis berbasis SNI dengan skema
yang tepat dan didukung oleh pengawasan dan penegakan hukum yang adil dan
konsisten.
3) Tersedianya lembaga penilaian kesesuaian yang terdiri dari laboratorium, lembaga
inspeksi, dan lembaga sertifikasi untuk memfasilitasi produk, proses, sistem maupun
aspek lain yang dihasilkan oleh pelaku usaha nasional untuk memenuhi persyaratan
regulasi teknis berbasis SNI.
4) Termanfaatkannya saling pengakuan regional dan internasional antar lembaga badan
akreditasi dan antar lembaga penilaian kesesuaian untuk mencegah masuknya produk
impor yang berpotensi membahayakan keselamatan, keamanan, dan kesehatan
masyarakat serta kelestarian lingkungan hidup.
5) Tersedianya Standar Nasional Satuan Ukuran (SNSU), bahan acuan bersertifikat, dan
laboratorium kalibrasi untuk mendukung kegiatan produksi dan kegiatan penilaian
kesesuaian yang diperlukan untuk penerapan regulasi teknis berbasis SNI.
6) Meningkatnya kesadaran pelaku usaha untuk mematuhi regulasi teknis berbasis SNI dan
kesadaran konsumen untuk memilih produk bertanda SNI untuk menjamin keselamatan,
keamanan dan kesehatannya serta menjaga kelestarian lingkungan hidupnya.
b. Terwujudnya sistem standardisasi nasional untuk meningkatkan kepercayaan terhadap
produk nasional di pasar domestik, yang ditandai oleh hal-hal berikut.
1) Tersedianya SNI yang menetapkan persyaratan minimal produk yang akan dibeli oleh
pemerintah melalui proses pengadaan barang dan jasa pemerintah, baik pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah.

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
17 dari 33

2) Tersedianya SNI yang menetapkan persyaratan mutu tambahan yang dapat digunakan
oleh konsumen sebagai dasar pemilihan produk berdasarkan keinginan dan kebutuhan
konsumen di pasar domestik.
3) Tersedianya lembaga penilaian kesesuaian yang terdiri dari laboratorium, lembaga
inspeksi dan lembaga sertifikasi yang dapat dimanfaatkan oleh pelaku usaha nasional
untuk membuktikan pemenuhan persyaratan pengadaan barang dan jasa pemerintah
berbasis SNI, dan membuktikan kesesuaian terhadap SNI yang berisi persyaratan mutu
tambahan yang dikehendaki oleh konsumen nasional.
4) Tersedianya SNSU, bahan acuan bersertifikat, dan laboratorium kalibrasi untuk
mendukung pelaku usaha dan lembaga penilaian kesesuaian dalam rangka penerapan SNI
secara sukarela.
5) Diterapkannya SNI secara konsisten sebagai persyaratan pengadaan barang dan jasa
pemerintah.
6) Meningkatnya kesadaran pelaku usaha untuk secara sukarela menerapkan SNI yang berisi
persyaratan mutu tambahan yang dikehendaki oleh konsumen di pasar nasional, dan
meningkatnya kesadaraan dan kepercayaan masyarakat terhadap mutu produk bertanda
SNI.
c. Terwujudnya sistem standarisasi nasional untuk membuka akses produk nasional ke pasar
global, yang ditandai oleh hal-hal berikut.
1) Tersedianya informasi mengenai regulasi teknis berbasis standar, standar nasional,
standar internasional, dan standar regional yang digunakan sebagai persyaratan produk
di negara-negara tujuan ekspor komoditas unggulan nasional.
2) Tersedianya lembaga penilaian kesesuaian yang terdiri dari laboratorium, lembaga
inspeksi dan lembaga sertifikasi dengan ruang lingkup yang sesuai dengan persyaratan
regulasi teknis berbasis standar, standar internasional, standar regional dan standar
nasional yang digunakan sebagai persyaratan produk di negara-negara tujuan ekspor
komoditas unggulan nasional.
3) Tersedianya SNSU, bahan acuan bersertifikat, dan laboratorium kalibrasi yang diperlukan
oleh produsen dan lembaga penilaian kesesuaian nasional untuk memenuhi persyaratan
produk di negara-negara tujuan ekspor komoditas unggulan nasional.
4) Termanfaatkannya saling pengakuan regional maupun internasional antar lembaga
penilaian kesesuaian maupun antar badan akreditasi untuk memfasilitas keberterimaan
produk nasional di negara atau kawasan tujuan ekspor komoditi unggulan nasional.
5) Meningkatnya pemahaman produsen komoditas unggulan nasional terhadap persyaratan
regulasi teknis berbasis standar, standar nasional, standar internasional dan standar
regional, yang digunakan sebagai persyaratan produk di negara-negara tujuan ekspor
komoditas unggulan nasional
d. Terwujudnya sistem standardisasi nasional sebagai platform sistem inovasi nasional, yang
ditandai oleh hal-hal berikut.
1) Meningkatnya pemahaman peneliti dan lembaga-lembaga penelitian dan pengembangan
terhadap SNI, standar nasional negara lain, standar regional, dan standar internasional
yang berisi persyaratan produk yang telah diterima dengan baik di pasar nasional,
regional maupun internasional.
2) Meningkatnya penggunaan SNI, standar nasional negara lain, standar regional, dan
standar internasional yang berisi persyaratan produk yang telah diterima dengan baik di

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
18 dari 33

pasar nasional, regional maupun internasional, sebagai dasar karakteristik produk untuk
memfasilitasi komersialisasi hasil inovasi.
3) Meningkatnya penggunaan SNI, standar nasional negara lain, standar regional, dan
standar internasional, yang berisi persyaratan produk yang telah diterima dengan baik di
pasar nasional, regional maupun internasional, sebagai basis awal dalam proses
penelitian dan pengembangan untuk menghasilkan inovasi pada produk sejenis yang
dapat diterima lebih baik oleh pasar.
4) Meningkatnya pemanfaatan hasil-hasil inovasi nasional sebagai basis rancangan atau
realisasi produk oleh pelaku usaha.
5) Tersedianya lembaga penilaian kesesuaian yang terdiri dari laboratorium, lembaga
inspeksi, dan laboratorium sertifikasi yang memiliki ruang lingkup untuk melakukan
penilaian kesesuaian terhadap hasil-hasil inovasi nasional untuk memfasilitasi
komersialisasi atau pemanfaatan lainnya.
6) Tersedianya SNSU, bahan acuan bersertifikat, dan laboratorium kalibrasi yang dapat
dimanfaatkan oleh produsen dan lembaga penilaian kesesuaian untuk memroduksi atau
menilai kesesuaian hasil-hasil inovasi.
7) Meningkatnya peran proses penelitian dan pengembangan nasional untuk menghasilkan
inovasi yang dapat digunakan sebagai basis pengembangan SNI, SNSU, bahan acuan
bersertifikat, proses, sistem, produk baru sejalan dengan perkembangan teknologi dan
kebutuhan pemangku kepentingan
e. Terwujudnya sistem standardisasi nasional untuk meningkatkan keunggulan kompetitif
produk nasional, yang ditandai oleh hal-hal berikut.
1) Meningkatnya kemampuan pelaku usaha nasional untuk menghasilkan produk-produk
yang memiliki keunggulan kompetitif di pasar domestik maupun pasar global
dibandingkan dengan produk-produk sejenis yang dihasilkan oleh negara atau kawasan
lainnya.
2) Meningkatnya inisiatif pelaku usaha nasional dalam proses pengembangan SNI untuk
memberikan masukan tentang karakteristik yang memberikan keunggulan kompetitif
produk nasional untuk dapat digunakan sebagai bagian dari persyaratan SNI untuk
komoditas unggulan nasional.
3) Meningkatnya pemahaman pelaku usaha terhadap proses standardisasi, penilaian
kesesuaian dan metrologi sehingga dapat menerapkannya secara internal sebagai standar
perusahaan yang mampu memenuhi persyaratan berbagai regulasi teknis, SNI, standar
internasional, standar negara lain tujuan ekspor komoditas unggulan nasional dalam 1
(satu) proses produksi dan penilaian kesesuaian.
4) Tersedianya lembaga penilaian kesesuaian yang terdiri dari laboratorium, lembaga
inspeksi, dan laboratorium sertifikasi yang memiliki ruang lingkup untuk melakukan
penilaian kesesuaian terhadap produk-produk nasional berdasarkan SNI yang memuat
persyaratan tambahan yang memberikan keunggulan kompetitif produk nasional baik di
pasar nasional maupun pasar global.
5) Tersedianya SNSU, bahan acuan bersertifikat, dan laboratorium kalibrasi yang dapat
dimanfaatkan oleh produsen dan lembaga penilaian kesesuaian untuk memproduksi atau
menilai kesesuaian hasil produk-produk nasional berdasarkan SNI yang memuat
persyaratan tambahan yang memberikan keunggulan kompetitif produk nasional baik di
pasar nasional maupun pasar global.

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
19 dari 33

4. 2 ARAH PENGEMBANGAN STRANDARDISASI NASIONAL 2015-2025
4.2.1 Mewujudkan sistem standardisasi nasional untuk melindungi keselamatan, keamanan,
dan kesehatan masyarakat serta kelestarian lingkungan hidup
Secara umum, fungsi standardisasi untuk melindungi kepentingan publik dan lingkungan
diimplementasikan melalui regulasi teknis berbasis standar oleh pemerintah. Ketentuan
tentang regulasi teknis berbasis standar, secara internasional diatur dalam Perjanjian
Organisasi Perdagangan Dunia tentang Hambatan Teknis Perdagangan (World Trade
Organization Agreement on Techincal Barrier to Trade), dengan harapan pemberlakuan
standar secara wajib ini tidak mengganggu arus aliran barang dan jasa dalam globalisasi
perdagangan. Di Indonesia, regulasi teknis berbasis standar ini dilaksanakan dalam bentuk
pemberlakuan SNI secara wajib oleh instansi teknis.
Meskipun diatur secara ketat di dalam perjanjian internasional dan regional, fungsi
standardisasi untuk melindungi kepentingan publik dan lingkungan seringkali digunakan
sebagai hambatan teknis perdagangan terselubung oleh berbagai negara untuk
memberikan proteksi terhadap pelaku ekonomi nasionalnya. Apabila standar telah
digunakan sebagai acuan persyaratan dari regulasi teknis oleh negara tertentu, maka
produk yang tidak memenuhi persyaratan standar tersebut tidak dapat diedarkan atau
digunakan di seluruh wilayah negara tersebut. Dalam perkembangannya, seluruh
perjanjian terkait dengan regionalisasi perdagangan dan pasar bebas selalu memiliki
ketentuan regulasi teknis berbasis standar sebagai persyaratan bagi produk yang akan
diedarkan atau digunakan di dalam wilayahnya.
Pada umumnya, negara maju atau wilayah ekonomi regional negara-negara maju berhasil
menggunakan strategi regulasi teknis berbasis standar untuk kepentingan proteksi pasar
disamping tujuan utama perlindungan publik dan lingkungan. Penerapan regulasi teknis
berbasis standar di negara maju tersebut seringkali menjadi hambatan bagi negara sedang
berkembang untuk dapat mengakses pasar negara atau wilayah negara ekonomi regional
tersebut. Di sisi lain, pemberlakuan regulasi teknis berbasis standar di negara-negara
sedang berkembang seringkali justru menjadi bumerang bagi pelaku usaha nasional.
Dalam konteks pemberlakuan SNI secara wajib, evaluasi integritas tanda SNI oleh BSN
menunjukkan bahwa kontribusi SNI terhadap perlindungan publik dan lingkungan masih
belum efektif dengan masih ditemukannya produk bertanda SNI yang tidak memenuhi
persyaratan SNI. Demikian pula, masih terdapat kecenderungan impor yang terus
meningkat untuk jenis produk tertentu yang SNI-nya diberlakukan secara wajib. Hal ini
menunjukkan bahwa penggunaan strategi pemberlakuan SNI secara wajib sebagai piranti
proteksi terhadap pelaku usaha nasional di pasar domestik juga belum efektif.
Namun demikian, perlindungan kepentingan publik dan lingkungan merupakan kewajiban
dasar negara kepada masyarakatnya, oleh karena itu sistem standardisasi nasional harus
mampu memfasilitasi kebutuhan pemerintah yang diperlukan untuk menjalankan fungsi
tersebut dalam bentuk SNI dan piranti penerapannya. Karena pemberlakuan SNI secara
wajib bersifat mengikat dan berlaku sama bagi produk nasional maupun impor, maka
diperlukan pertimbangan dan strategi yang tepat sehingga ketentuan tersebut tidak
memiliki implikasi negatif terhadap pelaku usaha nasional. Bagaimanapun juga
perlindungan kepentingan publik dan lingkungan memerlukan anggaran yang tentunya
bergantung dari kontribusi pelaku usaha nasional terhadap pertumbuhan ekonomi
nasional.
Standardisasi tentunya belum dapat memberikan keuntungan ekonomi nasional melalui
peningkatan daya saing produk, apabila kegiatan standardisasi baru ditujukan untuk
perlindungan kepentingan publik dan lingkungan. Hal tersebut mengingat konteks utama

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
20 dari 33

dari pemberlakuan SNI wajib adalah untuk pencapaian tujuan “meningkatkan
perlindungan kepada konsumen, pelaku usaha, tenaga kerja, dan masyarakat lainnya baik
untuk keselamatan, keamanan, kesehatan maupun pelestarian fungsi lingkungan hidup”.
Tanda SNI pada produk yang menjadi obyek pemberlakuan SNI secara wajib belum
menggambarkan keunggulan kompetitif mutu produk nasional yang dapat memacu
pertumbuhan ekonomi nasional.
Oleh karena itu, fokus kegiatan pada tahap ini pada dasarnya dapat dikaitkan dengan
pencapaian tatanan Masyarakat Ekonomi ASEAN sebagai elemen utama dari ASEAN
Framework Agreement on Mutual Recognition Arrangemet 1998 yang telah diratifikasi
oleh Pemerintah RI melalui Keputusan Presiden RI No. 82 tahun 2002, dengan elemen
utama sebagai berikut:
a. harmonisasi standar sebagai dasar essential general products safety requirements
untuk setiap sektor prioritas;
b. harmonisasi prosedur penilaian kesesuaian untuk memastikan kesesuaian dengan
essential general products safety requirements untuk setiap sektor prioritas; dan
c. harmonisasi regulasi teknis sebagai persyaratan legal untuk barang dan jasa yang
dapat bergerak secara bebas di kawasan ASEAN.

4.2.2 Mewujudkan sistem standardisasi nasional untuk meningkatkan kepercayaan terhadap
produk nasional di pasar domestik
Standardisasi baru dapat memberikan keuntungan bagi pelaku ekonomi nasional secara
efektif, bila pemenuhan terhadap persyaratan SNI telah menjadi dasar bagi masyarakat
secara luas untuk memilih produk dan/atau jasa yang memiliki nilai tambah untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat. Kegiatan standardisasi nasional dalam konteks ini
bukan hanya untuk memfasilitasi kebutuhan pemerintah dalam melindungi kepentingan
warga negara dan lingkungan, tetapi juga untuk memberikan kepercayaan kepada
masyarakat bahwa produk dan/atau jasa yang memenuhi persyaratan SNI memiliki nilai
tambah bila dibandingkan dengan produk dan/atau jasa yang tidak memenuhi
persyaratan SNI.
Bila masyarakat memiliki kepercayaan yang tinggi bahwa produk dan/atau jasa nasional
yang memenuhi peryaratan SNI tersebut memiliki nilai tambah dan menjadi pilihan
masyarakat, pelaku usaha nasional akan memperoleh keuntungan ekonomi yang pada
gilirannya akan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Karena sifatnya untuk
memberikan nilai tambah bagi produk nasional, maka peran standardisasi dalam konteks
peningkatan kepercayaan pasar tidak dapat dilakukan melalui pemberlakuan SNI secara
wajib, tetapi lebih memerlukan promosi dan edukasi kepada pelaku usaha tentang
keuntungan untuk menerapkan SNI secara sukarela, serta keuntungan bagi masyarakat
apabila memilih produk dan/atau jasa yang memenuhi persyaratan SNI.
Oleh karena itu, di kawasan ekonomi regional negara-negara maju dilakukan pembedaan
tanda antara produk yang baru memenuhi persyaratan minimum untuk perlindungan
publik dan lingkungan hidup berdasaran kesesuaiannya dengan standar yang diberlakukan
secara wajib atau menjadi acuan regulasi teknis, dengan tanda untuk produk yang
memiliki nilai tambah.
Sebagai ilustrasi, seluruh produk yang telah memenuhi European Union (EU) Directive
yang mengacu pada European Norm (EN) yang memuat persyaratan keselamatan dan
pelestarian lingkungan hidup untuk diedarkan di pasar Uni Eropa ditandai dengan “CE
mark”, sedangkan untuk keperluan pasar domestik negaranya sendiri yang terikat dalam
Uni Eropa maka negara-negara maju anggota Uni Eropa memiliki tanda nasional, seperti

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
21 dari 33

German Standard (GS) mark, British Standard (BS) mark, dan tanda nasional lainnya untuk
memberikan informasi bahwa produk tersebut memiliki kelebihan dibandingkan dengan
produk yang hanya bertanda CE.
Tanda nasional tersebut bersifat sukarela, karena seluruh anggota Uni Eropa tidak dapat
melarang produk bertanda CE untuk dapat diedarkan di wilayahnya. Namun demikian,
mengingat standar dikembangkan dengan tepat untuk memberikan nilai tambah dan
didukung dengan kesadaran masyarakat yang tinggi akan keuntungan dari nilai tambah
yang diberikan, maka keberadaan tanda nasional sebagai tambahan terhadap tanda CE
menjadi dasar pilihan masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya.
Indonesia adalah negara dengan pasar terbesar di ASEAN, dan apabila AEC berlaku secara
efektif pada tahun 2015, pemerintah Indonesia akan terikat dengan perjanjian untuk tidak
dapat melarang peredaran produk yang telah memenuhi persyaratan yang ditetapkan
oleh ASEAN. Dalam kondisi tersebut, Indonesia tidak akan dapat memperoleh keuntungan
dari AEC apabila pasar Indonesia kemudian dibanjiri oleh produk yang dihasilkan oleh
basis produksi di negara ASEAN lainnya.
Oleh karena itu diperlukan strategi penerapan SNI secara sukarela terhadap produk
nasional. Penerapan SNI secara sukarela dengan strategi yang tepat, disamping
memberikan keuntungan ekonomi terhadap pelaku usaha nasional, diharapkan juga dapat
memancing investasi pelaku usaha global untuk mengembangkan basis produksi di
Indonesia. Pengembangan basis produksi ASEAN di wilayah Indonesia tentunya dapat
membuka tambahan lapangan kerja serta berkontribusi terhadap ekonomi nasional.

4.2.3 Mewujudkan sistem standarisasi nasional untuk membuka akses produk nasional ke
pasar global
Jumlah penduduk Indonesia yang besar membuat negeri ini memiliki potensi pasar
domestik yang sangat besar. Dalam hal ini, di dalam konteks AEC maka jumlah penduduk
Indonesia mencapai 50% dari total penduduk seluruh negara anggota ASEAN. Kondisi ini
menyebabkan timbulnya pendapat bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia dapat dicapai
hanya dengan memanfaatkan volume perdagangan domestik. Demikian pula banyak
pendapat yang menyatakan bahwa perjanjian perdagangan global yang memposisikan
standardisasi sebagai salah satu pilar utama justru merugikan posisi Indonesia, karena
banyak negara yang mengincar pasar Indonesia sebagai negara tujuan ekspornya.
Kenyataan yang menunjukkan besarnya potensi pasar domestik ini menyebabkan sampai
saat ini strategi standardisasi di Indonesia lebih bersifat defensif. Titik berat kegiatan
standardisasi nasional masih fokus pada pemberlakuan SNI secara wajib yang diharapkan
selain dapat mencapai tujuan utamanya untuk melindungi kepentingan publik dan
lingkungan juga dapat berfungsi sebagai hambatan teknis perdagangan secara
terselubung. Strategi defensif ini, mungkin memerlukan evaluasi, paling tidak bila kita
melihat pada pertumbuhan China sebagai raksasa ekonomi dunia saat ini yang justru
dicapai dengan strategi ofensif, meskipun China sebagai negara dengan penduduk
terbesar di dunia memiliki potensi pasar domestik yang jauh lebih besar dari Indonesia.
Dalam konteks posisi Indonesia sebagai anggota ASEAN, meskipun jumlah penduduk
Indonesia hampir 50% dari jumlah penduduk ASEAN tetapi Gross Domestic Product (GDP)
Indonesia baru mencapai 30% dari GDP total ASEAN. Oleh karena itu dari sudut pandang
korelasi antara GDP dengan volume ekonomi pasar, sebenarnya terdapat potensi
ekonomi yang besar bila Indonesia mampu menjadi negara pengekspor utama bagi
anggota-anggota ASEAN lainnya.

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
22 dari 33

Demikian pula dalam konteks ASEAN-China FTA, total GDP ASEAN-China mencapai lebih
dari 10 kali GDP Indonesia, dengan jumlah penduduk China sekitar 6 kali jumlah penduduk
Indonesia. Kondisi ini menunjukkan potensi ekspor yang sangat besar bagi Indonesia
dengan memanfaatkan ASEAN-China FTA, ASEAN-India FTA, ASEAN-Korea-Japan FTA, dan
ASEAN-Australia-New Zealand FTA.
Dengan kesepakatan penghapusan tarif lintas barang antar negara-negara anggota FTA
tersebut, maka standardisasi menjadi pilar utama untuk dapat menembus pasar FTA
regional maupun global. Strategi untuk menembus pasar global dengan standardisasi
tentunya berbeda dengan strategi untuk melindungi kepentingan publik dan lingkungan,
maupun strategi untuk meningkatkan kepercayaan pasar domestik. Untuk dapat
memfasilitasi akses produk nasional di pasar global diperlukan strategi standardisasi
nasional yang aktif atau bahkan ofensif, seperti yang dilakukan oleh pemerintah China
dengan membeli SNI dan standar negara-negara ASEAN lainnya untuk jenis produk China
yang potensial dipasarkan di ASEAN.

4.2.4 Mewujudkan sistem standardisasi nasional sebagai platform sistem inovasi nasional
Standardisasi dapat digunakan sebagai pintu komersialisasi bagi hasil penelitian dan
pengembangan produk, baik berupa barang, jasa maupun proses. Pada saat standar telah
digunakan sebagai sarana untuk melindungi kepentingan publik dan lingkungan, sebagai
dasar pemilihan produk bagi masyarakat maupun sebagai acuan kompatibilitas sub-sistem
proses produksi, hasil penelitian dan pengembangan yang tidak memenuhi standar tidak
akan diterima oleh pasar. Inovasi merupakan hasil dari serangkaian proses penelitian dan
pengembangan untuk memberikan nilai tambah terhadap produk. Produk yang inovatif
diharapkan dapat mengembangkan pangsa pasar baru atau merebut pasar produk yang
sebelumnya mendominasi pasar. Dengan demikian standardisasi memiliki pengaruh yang
besar terhadap komersialisasi dan keberterimaan hasil-hasil kegiatan penelitian dan
pengembangan yang menghasilkan produk-produk inovatif.
Di dalam siklus inovasi, yang diawali dari penggalian ide sampai diterimanya produk oleh
pasar, standardisasi tidak hanya memiliki peran sebagai gerbang keberterimaan produk
tersebut oleh pasar. Standardisasi bahkan dapat memberikan kontribusi efisiensi proses
penciptaan inovasi sejak tahapan penggalian ide untuk pengembangan inovasi. Peran
standardisasi di dalam setiap tahapan siklus inovasi, antara lain adalah:
­ Standar produk yang digunakan sebagai acuan regulasi maupun standar produk yang
terbukti diterima oleh pasar dapat digunakan sebagai referensi dalam tahapan
penggalian ide inovasi produk terkait.
­ Standar dapat digunakan sebagai referensi dalam tahapan pengembangan teknologi
untuk merealisasikan inovasi. Dalam tahapan ini standar dapat mengurangi biaya
penelitan dan pengembangan teknologi karena teknologi yang dijelaskan di dalam
standar bersifat terbuka dan telah dikonsensuskan oleh pihak terkait.
­ Dalam tahapan pengembangan produk, standar yang relevan dengan persyaratan
untuk produk hasil inovasi tersebut dapat digunakan sebagai acuan karakteristik yang
dikehendaki oleh masyarakat atau dipersyaratkan oleh regulasi.
­ Dalam tahapan peluncuran produk ke pasar, pernyataan bahwa produk tersebut
memenuhi persyaratan keselamatan, persyaratan unjuk kerja, atau pernyataan
kompatibilitasnya dengan sistem yang digunakan oleh masyarakat, akan membangun
kepercayaan masyarakat untuk membeli atau menggunakan hasil inovasi tersebut.
­ Pada saat hasil inovasi tersebut dalam tahapan puncak keberterimaan oleh pasar
dengan nilai penjualan yang tinggi, proses standardisasi dapat digunakan untuk

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
23 dari 33

mengembangkan standar baru yang diharapkan dapat mendominasi pasar atau
menciptakan pasar baru untuk kepentingan ekonomi.
­ Demikian pula pada saat pasar mulai jenuh dengan produk tersebut dan memasuki
tahapan penurunan keberterimaan oleh pasar akibat munculnya inovasi baru dari
pihak lain atau berkembangnya tekonologi baru, standar yang relevan dapat
digunakan sebagai acuan untuk penggalian ide inovasi baru.
Dalam konteks sistem inovasi nasional, SNI perlu dikembangkan untuk dapat memfasilitasi
komersialisasi inovasi hasil penelitan dan pengembangan nasional. Demikian pula
sebaliknya, persyaratan SNI untuk produk yang telah beredar di pasar juga dapat
digunakan oleh para peneliti sebagai base-line dalam kegiatan penelitian dan
pengembangan untuk menghasilkan produk inovatif yang dapat merebut pasar dari
produk yang telah beredar sebelumnya.
Untuk dapat memiliki fungsi efektif sebagai platform sistem inovasi nasional, diperlukan
kebijakan untuk mendiseminasikan sistem standardisasi nasional kepada para pelaku
dalam sistem inovasi nasional sehingga dapat diciptakan hasil inovasi yang dapat diterima
oleh pasar. Demikian pula pengembangan standardisasi nasional perlu memperhatikan
fokus dan agenda riset nasional, sehingga SNI dapat memfasilitasi komersialisasi inovasi
hasil riset nasional. Lebih jauh lagi efektifitas dan efisiensi fungsi standardisasi sebagai
platform inovasi nasional akan dapat dicapai apabila sistem standardisasi nasional mampu
menggerakkan riset mandiri oleh pelaku usaha untuk menghasilkan produk nasional yang
inovatif.

4.2.5 Mewujudkan sistem standardisasi nasional untuk meningkatkan keunggulan kompetitif
produk nasional
Tidak dapat dipungkiri bahwa dominasi melalui standar dapat membawa keuntungan
ekonomi yang sangat besar. Beberapa bukti nyata adalah keberhasilan microsoft dan intel
pada tahun 1985 dalam mengembangkan Wintel PC yang saat ini berkembang menjadi
platform sistem operasi Windows dan menguasai sistem operasi komputer di seluruh
dunia. Hal ini tidak lepas dari strategi standardisasi platform kompatibillitas piranti lunak
melalui sistem terbuka yang memungkinkan industri pengembang perangkat lunak
lainnya membuat piranti lunak yang kompatibel dengan sistem operasi Windows. Di sisi
lain, Apple yang pada tahun sebelumnya meluncurkan Mac OS dengan sistem tertutup,
dimana seluruh piranti keras dan piranti lunak pendukung hanya dibuat oleh Apple, tidak
dapat menyaingi dominasi Microsoft.
Fakta di atas menunjukkan bahwa, meskipun Mac OS pada tahun 1984 dan Windows pada
tahun 1985 merupakan hasil inovasi yang luar biasa pada jamannya, strategi standardisasi
yang berbeda menyebabkan keunggulan kompetitif yang berbeda pada saat produk
tersebut dikomersialisasikan di pasar. Perkembangan selanjutnya menunjukkan bahwa
sistem operasi Mac OS pada saat ini juga membuka pihak lain untuk mengembangkan
piranti keras dan piranti lunak yang kompatibel digunakan dalam sistem operasi tersebut.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tidak seluruh produk inovatif dapat diterima
oleh pasar. Untuk dapat diterima oleh pasar dan kemudian dapat mendominasi pasar,
diperlukan keunggulan kompetitif dari produk tersebut, baik berupa fitur produk itu
sendiri maupun kompatibitasnya dengan produk lain.
Dalam konteks ini, penerapan SNI baru dapat memberikan keunggulan kompetitif bagi
produk nasional di pasar global apabila SNI mampu menjadi acuan kompatibilitas produk
di pasar global seperti yang telah dicapai oleh Microsoft dengan sistem operasi Windows.
Apabila standar kompatibilitas piranti lunak yang dikembangkan oleh Apple dan Microsoft
merupakan standar de-facto, contoh dari standar de-jure yang menjadi acuan dalam

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
24 dari 33

pengembangan teknologi adalah standar United Nation Economic Cooperation for Europe
(UN ECE) yang telah menjadi acuan internasional untuk standardisasi di bidang otomotif di
pasar global.
Tujuan untuk menciptakan keunggulan kompetitif melalui pengembangan SNI, hanya
dapat dicapai, bila SNI telah mampu mengintegrasikan diri sebagai platform dalam sistem
inovasi nasional sehingga karakteristik hasil inovasi nasional dapat dikodifikasi dalam
bentuk persyaratan standar yang memiliki karakteristik yang lebih unggul dibandingkan
dengan produk-produk sejenis di pasar global. Cita-cita inilah yang sebenarnya diinginkan
oleh Prof. Dr. BJ Habibie pada saat menginisiasi standardisasi nasional melalui
pembentukan Dewan Standardisasi Nasional. Pada saat itu, dalam konteks
pengembangan industri pesawat terbang, diharapkan Indonesia mampu mengembangkan
standar baru yang menguasai dan menggerakkan industri pesawat terbang.

4. 3 TAHAPAN DAN SKALA PRIORITAS PENGEMBANGAN STANDARDISASI NASIONAL
2015 - 2025
Untuk mencapai tujuan dan sasaran pengembangan Standardisasi Nasional 2015-2025 diperlukan
penetapan tahapan dan skala prioritas. Dalam rencana pembangunan jangka panjang 2005-2025,
periode 2015-2025 akan terbagi menjadi 2 (dua) rencana pembangunan jangka menengah, yaitu
periode 2015-2019 dan periode 2020-2024.
Dalam pengembangan Standardisasi Nasional, tahun 2013-2015 dapat dipandang sebagai periode
persiapan, dengan tantangan utama yang dihadapi adalah implementasi AEC pada tahun 2015.
Oleh karena itu, dalam masa transisi 2013-2015, diharapkan pondasi yang diperlukan untuk
penerapan strategi standardisasi nasional 2015-2025 telah terbentuk. Salah satu pondasi utama
adalah penguatan dasar hukum kegiatan standardisasi nasional. Penguatan dasar hukum
dimaksud adalah penetapan Undang-Undang yang mengatur tentang infrastruktur mutu nasional
dan interaksinya dengan sektor penyelenggaraan negara lainnya secara efektif dan efisien
sehingga secara bersama-sama dapat mendukung pencapaian visi pembangunan jangka panjag
2005-2025. Di dalam program legislasi nasional Rancangan Undang-Undang, RUU tentang
Standardisasi dan Penilaian Kesesuaian menjadi bagian dari Prolegnas Prioritas 2013. Diharapkan
RUU ini telah ditetapkan menjadi Undang-Undang sebelum implementasi AEC.
Prasyarat penting berikutnya adalah penguatan infrastruktur mutu itu sendiri yang terdiri dari
Standar, Standar Nasional Satuan Ukuran, dan Penilaian Kesesuaian yang mutlak diperlukan untuk
pencapaian setiap tujuan dan sasaran pengembangan standardisasi nasional 2015-2025.
Pengembangan lingkup infrastruktur mutu tersebut tentunya juga memerlukan tahapan dengan
skala prioritas yang sejalan dengan periode tahapan-tahapan pencapaian sasaran pengembangan
standardisasi nasional 2015-2025.
Pada tahun 2015, diharapkan fungsi standardisasi nasional yang sepenuhnya bersifat government-
driven telah dapat dicapai secara efektif bersamaan dengan awal implementasi AEC. Seperti kita
ketahui bersama, untuk mewujudkan pasar tunggal dan basis produksi di ASEAN, pemimpin
ASEAN telah menyepakati persyaratan minimal bagi produk yang dapat diedarkan di seluruh
kawasan ASEAN secara bebas. Persyaratan minimal ini dinyatakan dalam bentuk acuan kepada
persyaratan standar yang berkaitan dengan keselamatan dan kelestarian lingkungan hidup. Dalam
konteks ini diharapkan SNI telah mampu berperan sebagai persyaratan minimum bagi produk
yang diedarkan di pasar domestik.
Pada tahun 2017, diharapkan standardisasi nasional telah mampu meningkatkan kepercayaan
masyarakat terhadap produk nasional di pasar domestik. Kepercayaan masyarakat terhadap
produk nasional yang memenuhi persyaratan SNI, dibuktikan melalui kesadaran atau keinginan
masyarakat untuk membeli atau menggunakan produk nasional dengan kepercayaan penuh

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
25 dari 33

bahwa produk yang memenuhi persyaratan SNI memiliki nilai tambah dibandingkan dengan
produk yang tidak memenuhi persyaratan SNI.
Pada tahun 2019, di akhir RPJMN 2015-2019, diharapkan sistem standardisasi nasional tidak
hanya mampu memberikan manfaat bagi produk nasional di pasar domestik, tetapi juga mampu
memfasilitasi produk nasional untuk mengakses pasar global. Untuk dapat memberikan kontribusi
memfasilitasi akses produk nasional di pasar global, selain dalam bentuk pengembangan dan
penerapan SNI, diharapkan kerjasama standardisasi internasional dapat dimanfaatkan untuk
memperoleh informasi tentang standar di negara-negara tujuan ekspor potensial untuk kemudian
didiseminasikan kepada pelaku kepentingan di dalam negeri.
Memasuki RPJMN terakhir dalam RPJPN 2015-2025, diharapkan sistem standardisasi nasional
telah dapat mengintegrasikan diri ke dalam sistem inovasi nasional. Pada tahun 2021 diharapkan
SNI mampu secara efektif memfasilitasi komersialisasi inovasi hasil penelitian dan pengembangan
nasional, dan berperan aktif sebagai penggerak siklus inovasi nasional. Apabila skala prioritas
pengembangan standardisasi nasional pada periode 2015-2020 di atas lebih banyak bersifat
government-driven, dimana pemerintah menerapkan aturan berbasis standar di dalam pasar
domestik, dan memberikan informasi kepada pelaku usaha tentang standardisasi di negara tujuan
ekspor, maka standardisasi pada periode ini merupakan research-driven activities.
Pada tahun 2023 diharapkan sistem standardisasi nasional telah mampu berperan dalam
penciptaan keunggulan kompetitif produk nasional di pasar global. Pada periode ini diharapkan
standardisasi nasional telah menjadi salah satu world leading standardization. SNI yang dihasilkan
tidak hanya harmonis dengan standar internasional, tetapi diharapkan SNI mulai menggerakkan
dan menjadi acuan pengembangan standar internasional. Diharapkan kegiatan standardisasi
nasional telah menjadi market and industry – driven activities berbasis riset standardisasi yang
kuat, sehingga secara efektif mendukung daya saing nasional di pasar global melalui keunggulan
kompetitif yang diakui secara internasional.
Pada akhir RPJPN 2005-2025 diharapkan seluruh kontribusi dari sistem standardisasi nasional
terhadap daya saing dan kualitas hidup bangsa sebagaimana diharapkan, telah dapat dicapai
secara konsisten dalam pencapaian visi pembangunan jangka panjang nasional 2005-2025.
Setiap tahapan dan skala prioritas dalam strategi standardisasi nasional 2015-2025 ini diharapkan
dapat menjadi penggerak sistem standardisasi nasional dalam melaksanakan kegiatannya.
Penetapan tahapan dan skala prioritas di dalam strategi standardisasi nasional ini ditujukan untuk
menjaga kesinambungan sistem standardisasi nasional dalam mencapai efektifitas kontribusinya
terhadap pencapaian visi pembangunan nasional jangka panjang. Penetapan fokus kebijakan dan
kegiatan standardisasi nasional pada setiap periode didasarkan pada pencapaian tahapan dan
skala prioritas pada akhir periode tersebut dan penyiapan dasar-dasar kebijakan dan kegiatan
untuk mencapai tahapan dan skala prioritas berikutnya. Tahapan dan skala prioritas pencapaian
strategi standardisasi nasional 2015-2025 digambarkan sebagai berikut.
Program dan kegiatan yang diperlukan untuk pencapaian tujuan pengembangan standardisasi
nasional dilakukan secara bertahap mulai dari tahun 2014 sebagai masa pembangunan pondasi
pengembangan standardisasi nasional.

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
26 dari 33
menciptakankeunggulankompetitif
platform bagiinovasi
membukaasksespasar
[produk nasional ke]global
2015 2017 20252023202120192013
meningkatkankepercayaan
[thd produk nasional di]
pasardomestik
melindungi
kepentingan
publikdan
lingkungan
mendukung
daya saing
dan
kualitas
hidup
bangsa
indonesia
Gambar 4 Tahapan dan skala prioritas pencapaian strategi standardisasi nasional 2015-2025


4. 4 STRATEGI PENGEMBANGAN STANDARDISASI NASIONAL 2015-2025
Sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan standardisasi nasional berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang membentuknya, 3 (tiga) keluaran utama dari sistem standardisasi nasional yang
diharapkan mampu menjadi penggerak bagi pencapaian sasaran pengembangan standardisasi
nasional 2015 – 2025 adalah:
1. SNI yang bermutu sesuai dengan kebutuhan seluruh pemangku kepentingan,
2. sistem penerapan standar dan penilaian kesesuaian yang handal dan terpercaya, dan
3. budaya standar berbasis kompetensi dan sistem informasi standardisasi.

Tiga keluaran utama dari sistem standardisasi nasional tersebut di atas dapat dihasilkan secara
efektif dari sebuah proses produksi yang terdiri dari elemen-elemen standardisasi nasional,
sebagai basis infrastruktur mutu nasional dan interaksinya secara efektif dengan seluruh
pemangku kepentingan sistem standardisasi nasional. Elemen utama dari sebuah infrastruktur
mutu nasional, mencakup:
a. Sistem pengembangan standar, sebagai interaksi antara komponen pemerintah, pelaku usaha,
konsumen dengan mempertimbangkan ketersediaan infrastruktur penerapan standar,
kerjasama internasional, inovasi, dan kesadaran seluruh pemangku kepentingan untuk
menghasilkan SNI yang bermutu sesuai dengan tujuan penetapannya.
b. Sistem penilaian kesesuaian, sebagai interaksi antara sistem akreditasi nasional sebagai
fasilitator pengakuan kompetensi di tingkat regional dan internasional, laboratorium, lembaga
sertifikasi, dan lembaga inspeksi sebagai lembaga pelaku dan penyedia infrastruktur penilaian
kesesuaian, dengan pemerintah, pelaku usaha dan konsumen untuk secara bersama-sama
memfasilitasi pengakuan terhadap karya-karya nasional yang bermutu untuk memperoleh
kepercayaan di tingkat nasional, regional, maupun internasional.
c. Sistem standar nasional satuan ukuran, pengembangan bahan acuan bersertifikat dan
kalibrasi, sebagai interaksi antara pemerintah yang berkewajiban menetapkan kebijakan
nasional dan menyediakan serta mendiseminasikan standar nasional satuan ukuran yang

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
27 dari 33

diakui kompetensinya di tingkat internasional, sistem pengembangan bahan acuan
bersertifikat yang diakui secara internasional, dengan peran pelaku usaha serta pemerintah
daerah untuk menyediakan layanan kalibrasi yang diperlukan oleh seluruh pemangku
kepentingan untuk menjamin ketertelusuran pengukuran dari standar dan sistem penilaian
kesesuaian nasional.

Dengan memperhatikan keluaran utama dari sistem standardisasi nasional, elemen sistem
standardisasi nasional, dan sasaran-sasaran pokok dari setiap tujuan pengembangan standardisasi
nasional 2015-2025, strategi pengembanan standardisasi nasional 2015-2025 dapat
dikelompokkan dalam program:
1. Penguatan Kebijakan dan Pedoman Standardisasi (Mutu) Nasional
Program penguatan kebijakan dan pedoman standardisasi nasional dimaksudkan untuk
memberikan landasan hukum yang kuat bagi sistem standardisasi nasional. Dengan kebijakan
dan pedoman standardisasi nasional yang kuat, koordinasi dan sinergi antar pemangku
kepentingan sistem standardisasi nasional diharapkan dapat diperkuat untuk mendukung
pencapaian tujuan dan sasaran pengembangan standardisasi nasional 2015-2025.
Salah satu program utama yang diharapkan dapat diselesaikan pada masa transisi
implementasi 2013-2015 adalah penetapan RUU tentang Standardisasi dan Penilaian
Kesesuaian sebagai sebuah Undang-Undang. Melalui penetapan Undang-Undang ini, peran
standardisasi nasional sebagai sebuah sistem yang bersifat horizontal untuk memfasilitasi
kegiatan standardisasi nasional di berbagai sektor pembangunan dapat berjalan dengan lebih
baik.
Implementasi sebuah Undang-Undang secara konsisten tentunya memerlukan aturan turunan
dan aturan pelaksanaan. Oleh karena itu proses penyusunan aturan turunan dan aturan
pelaksanaan dari Undang-Undang yang mengatur standardisasi dan penilaian kesesuiaan
diharapkan dapat selesai pada periode transisi 2013-2015, atau paling lambat pada 2 (dua)
tahun pertama dari tahapan dan skala prioritas pengembangan standardisasi nasional 2015-
2025.
Pada periode 2015-2025, sistem standardisasi nasional akan menghadapi pasar bebas
regional, yaitu ASEAN Economic Community (AEC) pada tahun 2015 dan Asia Pacific Economic
Cooperation Free Trade Area (APEC FTA) pada tahun 2020. Disamping itu pada periode 2015-
2020, juga telah disepakati beberapa perjanjian bilateral antara ASEAN dengan negara,
kawasan, atau kelompok negara tertentu. Dengan memperhatikan tujuan dari berbagai pasar
bebas tersebut yang mensyaratkan harmonisasi regulasi teknis setiap anggotanya untuk
membentuk sebuah kawasan basis produksi dan pasar tunggal, maka proses transposisi
kesepakatan dalam setiap perjanjian pasar tunggal ke dalam peraturan perundang-undangan
nasional perlu mendapatkan prioritas sebagai bukti komitmen Indonesia.
Implementasi perjanjian pasar tunggal akan berimplikasi bagi seluruh pemangku kepentingan
di tingkat nasional. Oleh karena itu maka berdasarkan peraturan perundang-undangan yang
telah ditetapkan, diperlukan pula pedoman-pedoman nasional untuk digunakan oleh seluruh
pemangku kepentingan standardisasi sebagai acuan untuk meningkatkan koordinasi dan
sinergi seluruh pemangku kepentingan dalam rangka mencapai tujuan dan sasaran
pengembangan standardisasi nasional 2015-2025 secara bersama-sama.
2. Penguatan Infrastruktur Mutu Nasional
Infrastruktur merupakan sebuah elemen penting dalam perkembangan ekonomi bangsa.
Sebagai contoh, lemahnya infrastruktur transportasi nasional menyebabkan tingginya biaya
transportasi yang pada akhirnya akan berpengaruh pada harga produk nasional. Konektifitas,

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
28 dari 33

dukungan infrastruktur keuangan serta berbagai infrastruktur lainnya, apabila tidak berjalan
dengan baik maka akan mengganggu perkembangan ekonomi nasional.
Infrastruktur Mutu atau Infrastruktur Standardisasi Nasional merupakan rangkaian
infrastruktur yang disediakan atau dioperasikan berbagai pihak, baik pemerintah, badan
usaha milik negara, maupun pihak swasta, yang diperlukan untuk membuktikan kesesuaian
mutu produk nasional dengan persyaratan yang ditetapkan di dalam regulasi teknis, SNI,
maupun standar negara tujuan ekspor.
Wilayah Indonesia yang luas dan berupa kepulauan memerlukan penyebaran infrastruktur
mutu di seluruh wilayah Indonesia dengan ruang lingkup yang sesuai dengan produk unggulan
spesifik di setiap wilayah. Tidak tersedianya infrastruktur mutu yang sesuai di wilayah basis
produksi komoditas tertentu akan menyebabkan inefisiensi proses produksi nasional. Sebagai
contoh, kilang minyak yang berlokasi di Propinsi Papua harus menyediakan instrumen
cadangan untuk dipasang pada saat peralatan utamanya harus dikirim untuk dikalibrasi secara
periodik di Jakarta atau Bandung. Demikian pula, apabila produk kakao yang dihasilkan di
Sulawesi Selatan harus diuji terlebih dahulu oleh laboratorium yang berlokasi di Pulau Jawa.
Penyediaan Infrastruktur Mutu Nasional, berupa lembaga pengelola standar nasional satuan
ukuran, laboratorium kalibrasi, laboratorium uji, lembaga sertifikasi, serta lembaga lain yang
diperlukan dalam kegiatan penilaian kesesuaian harus dipercepat dengan memperhatikan
produk-produk utama dalam 22 (dua puluh dua) kegiatan ekonomi utama di setiap koridor
ekonomi MP3EI. Lembaga pengelola standar nasional satuan ukuran sebagai satu lembaga di
pusat harus menyediakan acuan pengukuran dan bahan acuan bersertifikat sesuai dengan
kebutuhan kegiatan ekonomi utama. Demikian pula laboratorium uji, laboratorium kalibrasi,
lembaga inspeksi dan lembaga sertifikasi perlu dibangun di setiap koridor ekonomi utama
dengan melibatkan pemerintah daerah dan swasta, sehingga setiap produk unggulan di setiap
koridor secara langsung dapat membuktikan kesesuaiannya di sekitar lokasi produksi.
3. Penguatan Sistem Pengembangan Standar Nasional Indonesia
SNI merupakan instrumen penting di pasar domestik untuk memastikan bahwa setiap
komoditi unggulan nasional dapat menjadi tuan rumah di negeri sendiri. Pada periode transisi
2014-2015, diharapkan perumusan SNI difokuskan pada persyaratan-persyaratan yang
diperlukan untuk memastikan perlindungan terhadap keamanan, keselamatan, dan kesehatan
bangsa Indonesia dan kelestarian lingkungan hidup di seluruh wilayah tanah air. Disamping itu
AEC yang telah disepakati oleh seluruh anggota ASEAN untuk diimplementaskan pada tahun
2015 telah menyepakati standar-standar untuk 12 sektor prioritas yang dipandang diperlukan
untuk melindungi kepentingan publik dan lingkungan di kawasan ASEAN, serta untuk
mewujudkan ASEAN sebagai basis produksi dan pasar tunggal. Dengan kesepakatan tersebut
maka adopsi seluruh standar yang telah disepakati di ASEAN merupakan kewajiban bagi
Indonesia sebagai bagian dari ASEAN.
Disamping perumusan SNI yang menetapkan persyaratan minimal bagi produk untuk dapat
diedarkan, perlu mulai ditetapkan program pengembangan SNI untuk produk-produk yang
berkontribusi besar pada pengadaan barang dan jasa pemerintah dan SNI yang memuat nilai
tambah bagi produk nasional sesuai dengan kebutuhan dan karakteristik bangsa Indonesia.
Pengembangan SNI ini perlu diperkuat, sehingga pada periode 2015-2017, SNI mampu
memfasilitasi pengadaan barang dan jasa pemerintah serta pelaku usaha nasional untuk
memperoleh kepercayaan di pasar domestik.
Untuk mendukung akses produk nasional ke pasar global, SNI produk-produk nasional yang
berpotensi untuk diekspor ke kawasan ekonomi lain atau negara lain peru dirumuskan dengan
mengakomodasi persyaratan regulasi teknis maupun negara tujuan ekspor tersebut, sehingga
sejauh mungkin dapat diusahakan bahwa produk yang memenuhi SNI untuk dipasarkan di

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
29 dari 33

dalam negeri dapat juga dipasarkan di negara-negara lain yang memiliki persyaratan standar
yang ekivalen. Pada akhir RPJMN ke-3, diharapkan semakin banyak SNI yang dapat
mengakomodasi kebutuhan kesesuaian di pasar domestik dan pasar global.
Pada tahapan selanjutnya, dalam RPJMN ke-4 diharapkan SNI tidak hanya harmonis dengan
standar internasional atau standar negara tujuan ekspor, tetapi semakin banyak SNI yang
mencakup hasil-hasil inovasi nasional yang diharapkan dapat digunakan sebagai basis
diplomasi Indonesia dalam proses perumusan standar-standar internasional maupun
negosiasi perdagangan.
4. Penguatan Sistem Penerapan Standar
Sampai dengan saat ini, penerapan SNI sebagian besar dilakukan sebagai kewajiban bagi
pelaku usaha dalam rangka pemberlakuan regulasi teknis berbasis SNI. Namun demikian,
masih terdapat kelemahan dalam pengawasan dan penegakan hukum sehingga di pasar masih
banyak dijumpai produk-produk domestik maupun produk impor yang tidak memenuhi
persyaratan tersebut. Diharapkan pemerintah dapat mengimplementasikan Good Regulatory
Practice secara efektif untuk memastikan pemenuhan minimal yang ditetapkan di dalam
regulasi teknis berbasis SNI.
Skema penerapan standar perlu dianalisis lebih jauh sesuai dengan tujuan penerapan sebuah
SNI untuk memastikan bahwa skema yang dipilih dapat mendukung pencapaian tujuan.
Sebagai contoh, salah satu kewajiban setiap anggota ASEAN dalam AEC adalah melakukan
transposisi ketentuan tentang penilaian kesesuaian terhadap regulasi teknis berbasis standar
yang telah disepakati, dan juga rencana penggunaan ASEAN conformity mark sebagai satu
tanda bahwa sebuah produk memenuhi persyaratan minimal untuk dapat diedarkan di pasar
tunggal ASEAN. Kewajiban lain yang berkaitan dengan pemenuhan ASEAN essential
requirements tersebut adalah kewajiban bagi setiap negara anggota untuk melakukan
pengawasan pasar secara efektif terhadap produk yang beredar di kawasan ASEAN.
AEC akan segera berlaku untuk 12 priority integration sectors pada awal tahun 2015, oleh
karena itu transposisi kesepakatan ASEAN ke dalam peraturan perundang-undangan terkait
standardisasi harus menjadi prioritas utama pada periode 2014-2015, dan sistem tersebut
kemudian diimplementasikan dengan memanfaatkan infrastruktur standardisasi nasional yang
telah ada.
Dengan berlakunya ASEAN essential requirements pada awal tahun 2015, pasar Indonesia
menjadi bagian yang terintegrasi dengan pasar ASEAN oleh karena itu diperlukan
pengembangan sistem penerapan standar yang kemudian dapat memberikan nilai tambah
bagi pelaku usaha nasional untuk memastikan bahwa produk yang dihasilkannya tetap
menjadi tuan rumah di negeri sendiri.
Pada periode 2015-2019, dalam rangka meningkatkan kepercayaan produk nasional di pasar
global maka sistem penerapan standar perlu diarahkan pada sistem penerapan SNI untuk
pengadaan barang dan jasa pemerintah, serta sistem penerapan SNI secara sukarela untuk
memberikan nilai tambah kepada produsen nasional di pasar domestik. Program penguatan
sistem penerapan standar juga harus memperhatikan kebutuhan pelaku usaha dalam negeri
untuk dapat menyatakan kesesuaian terhadap regulasi teknis berbasis standar di ASEAN
untuk dapat diedarkan di seluruh kawasan ASEAN.
Pada RPMJM ke-4 (2019-2024), sistem penerapan standar yang pada periode sebelumnya
masih bertitik berat pada peran pemerintah, hendaknya mulai bergeser pada kegiatan
penilaian kesesuaian yang lebih banyak digerakkan oleh kebutuhan pelaku usaha untuk
memfasilitasi pernyataan kesesuaian produknya dengan berbagai persyaratan untuk
memfasilitasi produk nasional, berbasis hasil-hasil inovasi nasional. Pada tahapan ini, peran
pemerintah lebih banyak pada memberikan fasilitas dalam bentuk kebijakan nasional yang

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
30 dari 33

dapat menggerakkan berbagai pihak, termasuk peneliti, lembaga riset, pelaku usaha, dan juga
konsumen untuk dapat menerapkan standar, baik SNI maupun standar-standar negara atau
kawasan tujuan ekspor dari komoditas unggulan nasional.
5. Penguatan Sistem Akreditasi dan Penilaian Kesesuaian
Pada saat ini, Sistem Akreditasi Nasional yang dioperasikan oleh Komite Akreditasi Nasional
telah memperoleh pengakuan internasional untuk akreditasi laboratorium uji, laboratorium
kalibrasi, lembaga inspeksi, laboratorium klinis, lembaga sertifikasi sistem manajemen mutu,
lembaga sertifikasi sistem manajemen lingkungan, lembaga sertifikasi produk, dan lembaga
sertifikasi sistem manajemen keamanan pangan. Saling pengakuan yang telah diperoleh
tersebut merupakan modal dasar yang dapat digunakan untuk memperkuat pasar domestik,
maupun memperkuat kemampuan akses produk nasional ke pasar global.
Pengakuan terhadap sistem akreditasi yang telah diperoleh tersebut harus dipertahankan,
dan juga diperluas dengan memperhatikan perkembangan sistem akreditasi di tingkat
internasional dan kebutuhan nasional. Sistem Akreditasi produsen bahan acuan bersertifikat,
merupakan salah satu sistem yang perlu mendapatkan prioritas pada periode 2015-2019.
Bahan acuan bersertifikat merupakan kebutuhan penting bagi sistem penerapan standar di
Indonesia, dengan mempertimbangkan Indonesia adalah negara agraris yang memiliki potensi
produk pangan, perikanan, dan agroindustri lainnya.
Dalam upaya untuk memfasilitasi perlindungan kepentingan publik dan lingkungan, yang
selain berbasis SNI juga dapat didasarkan pada essetial requirements yang secara langsung
dinyatakan dalam regulasi teknis, sistem akreditasi diharapkan juga dapat memfasilitasi
akreditasi terhadap kebutuhan tersebut. Demikian pula akreditasi terhadap lembaga penilaian
kesesuaian dengan ruang lingkup standar atau regulasi teknis negara lain juga merupakan
kebutuhan yang perlu diperhatikan dalam rangka memfasilitasi akses produk nasional di pasar
global.
Ketika standardisasi nasional telah terintegrasi dengan sistem inovasi nasional, yang
diharapkan dapat dicapai pada periode 2019-2024, penilaian kesesuaian terhadap inovasi
baru tentunya akan memerlukan waktu yang lama apabila perumusan SNI harus menunggu
tahapan konsensus. Oleh karena itu, pada saat siklus inovasi produk yang berjalan semakin
cepat maka hendaknya sistem akreditasi nasional juga bersifat adaptif dengan kecepatan
siklus inovasi tersebut untuk dapat memberikan akreditasi kepada lembaga penilaian
kesesuaian dengan ruang lingkup sesuai kebutuhan mutakhir dari berbagai pihak.
6. Penguatan Sistem Pengelolaan Standar Nasional Satuan Ukuran
Sistem pengelolaan Standar Nasional Satuan Ukuran (SNSU) beserta dengan jaringan kalibrasi
dan jaringan produsen bahan acuan merupakan kebutuhan dasar bagi seluruh proses
standardisasi dan penilaian kesesuaian. Pada saat ini, sistem pengelolaan SNSU
dikoordinasikan oleh Komite Standar Nasional Satuan Ukuran (KSNSU) dengan melibatkan
beberapa lembaga yang berada di dalam koordinasi Kementrian Riset dan Teknologi, antara
lain LIPI dan BATAN.
Sampai saat ini, sistem pengelolaan SNSU di Indonesia baru mencakup ketersediaan acuan
untuk besaran-besaran fisik, sedangkan untuk pengukuran kimia baru pada tahap awal dan
belum memulai proses untuk memperoleh pengakuan internasional. Kebutuhan acuan
pengukuran akan selalu berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi dan proses
produksi. Di negara-negara maju, sistem pengelolaan SNSU sudah mencakup ke pengukuran-
pengukuran mikrobiologi, biomedical, in-vitro diagnostik, laboratory medicine, nano
measurement, dan berbagai pengukuran lain yang dibutuhkan dalam perkembangan teknologi
yang akan dicapai.

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
31 dari 33

Perlunya sistem pengelolaan SNSU berbasis riset ilmu pengukuran dan memiliki kemampuan
untuk memberikan pelayanan kalibrasi serta penyediaan bahan acuan secara terintegrasi,
mendorong beberapa negara-negara berkembang untuk melakukan penguatan sistem
pengelolaan SNSU-nya di dalam 1 (satu) lembaga yang kuat, mencakup seluruh sistem
pengukuran dan yang berpotensi untuk dikembangkan sesuai perkembangan teknologi.
Pengembangan lembaga pengelola teknis ilmiah SNSU secara terintegrasi dalam 1 (satu)
lembaga ini telah ditempuh oleh negara-negara sejak awal tahun 1900-an yaitu pada saat
awal pengembangan industrialisasi di negara tersebut, seperti di Amerika Serikat, Perancis,
Jeman dan negara-negara Eropa lainnya, yang kemudian disusul oleh beberapa negara
industri baru seperti Jepang, Korea dan China pada tahun 1970-1980. Di kawasan ASEAN,
langkah ini telah ditempuh oleh Singapura dan Malaysia, kemudian Thailand pada tahun 2004,
dan Vietnam serta Filipina pada beberapa tahun terakhir.
Dengan memperhatikan kecenderungan tersebut, penguatan sistem pengelolaan teknis ilmiah
SNSU melalui 1 (satu) lembaga terintegrasi tersebut perlu segera dipertimbangkan oleh
Pemerintah RI untuk menjadi basis percepatan pengembangan ekonomi Indonesia.
7. Penguatan Budaya Standar (Mutu) berbasis Sistem Informasi dan Kompetensi Standardisasi
(Mutu) Nasional
Budaya mutu merupakan landasan penting bagi Indonesia untuk dapat meningkatkan
efektifitas fungsi sistem standardisasi nasional dalam mencapai tujuan dan sasarannya.
Sejalan dengan prioritas dan tahapan dalam rencana pengembangan standardisasi nasional
201-2025, budaya standar harus selalu diperkuat karena pencapaian visi, misi, tujuan dan
sasaran pengembangan standardisasi nasional ini pada akhirnya lebih bergantung pada
kesadaran seluruh pihak untuk menerapkannya.
Edukasi kepada masyarakat dan pelaku usaha perlu diprogramkan dengan baik, sehingga
peran pelaku usaha dan masyarakat yang pada saat ini lebih banyak untuk mematuhi aturan
regulasi teknis berbasis SNI, menuju akhir periode 2015-2025 berbalik menjadi inisiator dan
penggerak sistem penerapan SNI.
Apabila pada saat ini dan periode 2015-2017, sistem informasi dan edukasi difokuskan pada
informasi SNI dan tata-cara penerapannya di wilayah RI, pada periode berikutnya maka sistem
informasi standardisasi hendaknya juga mencakup standar-standar negara lain yang ekivalen
dengan SNI, maupun standar-standar lain yang memiliki perbedaan signifikan dengan SNI
sebagai upaya untuk memberikan informasi yang dapat dimanfaatkan sebagai basis ekspor
komoditas unggulan nasional ke pasar global.
Salah satu informasi penting yang harus disosialisasikan kepada masyarakat dan pelaku usaha
adalah informasi tentang tata cara akses pasar tunggal yang telah disepakati, mulai dari AEC,
APEC, serta beberapa perjanjian bilateral antara ASEAN dengan negara partner. Informasi
tersebut sangat penting untuk melindungi pasar dalam negeri maupun memperkuat akses
produk nasional ke pasar global.
Sistem pendidikan standardisasi di Perguruan tinggi harus diperkuat dan diperluas untuk
berbagai cabang ilmu pengetahuan, sehingga para pelaku standardisasi nasional di masa
depan telah memiliki basis pengetahuan tentang standardisasi yang siap dimanfaatkan untuk
mendukung penguatan peran standardisasi dalam berbagai sektor.
8. Penguatan Kerjasama, Penelitian dan Pengembangan Standardisasi (Mutu) Nasional
Implementasi strategi standardisasi nasional 2015-2025 tentu memerlukan penguatan kerja
sama dan koordinasi antar pemangku kepentingan standardisasi. Peran daerah perlu
diperkuat karena pemerintah daerah merupakan pihak yang paling dekat dengan lokasi basis

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
32 dari 33

produksi komoditas unggulan nasional. Pembagian peran antara pemerintah pusat dan
pemerintah daerah perlu diatur dengan lebih baik sehingga tidak menimbulkan inefisiensi
dalam kegiatan standardisasi.
Kerjasama internasional standardisasi perlu diarahkan untuk dapat memanfaatkan berbagai
kerjasama di bidang standardisasi di tingkat internasional untuk sebesar-besarnya
kepentingan bangsa. Setiap lembaga pemerintah, organisasi ataupun asosiasi yang mewakili
Indonesia dalam organisasi kerjasama internasional tersebut sudah selayaknya tidak
memposisikan diri sebagai kepanjangan tangan organisasi internasional tersebut di Indonesia,
tetapi sebaliknya harus memposisikan diri sebagai wakil bangsa Indonesia yang
memperjuangkan kepentingan bangsa Indonesia di organisasi tersebut.
Untuk lebih mengarahkan proses pengembangan dan penerapan SNI agar benar-benar sejalan
dengan kebutuhan dan tujuan pengembangan serta penerapannya, kegiatan penelitian dan
pengembangan standardisasi memiliki peran yang sangat penting. Data-data penelitian dan
pengembangan di bidang standardisasi nasional, juga merupakan basis data yang apabila
diperlukan dapat digunakan sebagai dasar argumentasi untuk memperjuangkan kepentingan
nasional dalam organisasi kerjasama standardisasi di tingkat internasional.
Penelitian tentang regulasi berbasis standar di negara lain serta substansi standar-standar
negara lain merupakan sumber informasi penting yang dapat dimanfaatkan untuk
memfasilitasi akses produk nasional di pasar global. Bagi industri, kemampuan untuk
melakukan riset mandiri terkait standardisasi akan mendorong kemampuannya untuk
menghasilkan inovasi produk dan efisiensi proses produksi.
Perencanaan kerjasama, penelitian dan pengembangan standardisasi pada periode 2015-2025
harus direncanakan dengan baik, dengan memperhatikan sasaran dan tantangan yang
dihadapi pada setiap arah dan tahapan pengembangan standardisasi nasional 2015-2025.

Draft Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025
33 dari 33

BAB V
PENUTUP



Strategi Standardisasi Nasional 2015-2025 yang berisi visi, misi, dan arah pembangunan
standardisasi nasional merupakan acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah,
masyarakat, dan dunia usaha) di dalam menyelenggarakan kegiatan standardisasi selama 10
tahun ke depan, dalam rangka mewujudkan tujuan standardisasi nasional untuk mendukung
pencapaian cita-cita bangsa Indonesia.
Keberhasilan pembangunan nasional di bidang standardisasi dalam mewujudkan visi:
“mewujudkan sistem standardisasi nasional yang mampu mendukung peningkatan daya saing
dan kualitas hidup bangsa Indonesia” perlu didukung oleh komitmen pemerintah yang kuat,
konsistensi dalam implementasi strategi standardisasi nasional, serta peran serta masyarakat dan
dunia usaha secara aktif.