i

ANALISISI PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN PADA PASIEN HIPERTENSI
DENGAN INTERVENSI INOVASI MUROTTAL AL QURAN DAN AROMA
TERAPI MAWAR PADA PASIEN HIPERTENSI UNTUK PENURUNAN
TEKANAN DARAH DI RUANG IGD RSUD ABDUL WAHAB SJAHRANIE
SAMARINDA



KARYA ILMIAH AKHIR NERS








DISUSUN OLEH:

ANGGA ARYA ATMAZA , S.Kep
NIM. 17111024120126



PROGRAM STUDI PROFESI NERS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMATAN TIMUR
2019

ii

iii

iv




Analisis Praktek Klinik Keperawatan pada Pasien Hipertensi dengan Intervensi Inovasi
Murottal Al Quran dan Aroma Terapi Mawar Terhadap Penurunan Tekanan Darah di
Ruang Instalasi Gawat Darurat
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Tahun 2018


Angga Arya Atmaja
1
, Maridi M Dirjdo
2


INTISARI


Latar Belakang : Berdasarkan data dari PDPERSI tahun 2011, Indonesia menjadi urutan keempat dalam
jumlah penderita hipertensi terbanyak di dunia tahun 2000 dengan jumlah 8,4 juta jiwa. Pada tahun 2010,
jumlah penderita hipertensi diperkirakan akan mencapai 21,3 juta jiwa (Wild et al., 2004).
Tujuan : Analisis masalah ini adalah untuk menganalisisi penurunan tekanan darah pada klien hipertensi
dengan inovasi intervensi murottal al quran dan aroma terapi bunga mawar di ruang instalasi gawat darurat
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
Metode : analisis keperawatan yang digunakan adalah dengan memberikan terapi murottal al quran dan aroma
terapi bunga mawar pada klien dengan hipertensi. Jumlah responden dalam analisis keperawatan kegawat
daruratan ini adalah 3 pasien yang datang ke IGD dengan diagnose medis hipertensi primer , waktu analisis
dilakukan pada tanggal 20 Desember 2018 sampai dengan 06 Juli 2017 di RSUD Abdul Wahab Sjahranie
Samarinda Kalimantan Timur.
Hasil : Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa hasil intervensi terapi inovatif terhadap 3 kasus
pasien yang mengalami peningkatan tekanan darah dan riwayat penyakit hipertensi terjadi penurunan tekanan
darah sebesar 20 mmhg/dl setelah diberikan intervensi inovatif dengan interval jarak 1 jam dan peneliti
memastikan bahwa pasien tidak mendapat obat anti hipertensi peroral serta perinjeksi
Saran : terhadap Ilmu Pengetahuan adalah agar penelitian selanjutnya dapat meneliti tentang perubahan tekanan
darah pada klien yang telah mendapatkan terapi relaksasi napas dalam dan relaksasi autogenik
mengklasifikasikan perbedaan perubahan yang terjadi sebelum dan sesudah dilakukan terapi. Adanya lanjutan
penulisan penelitian tentang analisis kasus hipertensi dengan mengembangkan intervensi inovasi yang lebih luas
dan berguna dalam pemberian asuhan keperawatannya. Instansi Rumah Sakit. Melakukan penyegaran ilmu
pengetahuan terhadap pegawai IGD tentang kesembuhan pasien tidak hanya berasal dari keberhasilan
pengobatan farmakologi saja tetapi juga psikologi dan spiritual mengingat kebutuhan dasar manusia yang sangat
komprehensif. Institusi pendidikan dapat memberikan pengajaran ilmu keperawatan komplementer dan
palliative care terhadap mahasiswa keperawatan sehingga tindakan mandiri perawat tidak hanya berfokus pada
advice medis saja tetapi juga non farmakologi sebagai tindakan mandiri perawat


Kata Kunci : Hipertensi, Murottal Alquran, Aroma Terapi Mawar.





1
Mahasiswa Program Profesi Ners Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
2
Dosen Ners Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur

v



Analysis of Nursing Clinical Practices in Hypertension Patients with Intervention of
Murottal Al Quran and Aroma Innovation of Rose Therapy on Blood Pressure Decreasing
in Emergencyn Installation Spaces
Abdul Wahab RSUD Sjahranie In 2018



Angga Arya Atmaja
3
, Maridi M Dirjdo
4


ABSTRACT



Background: Based on data from PDPERSI In 2011, Indonesia became the fourth in the number of hipertantion
patients in the world in 2000 with the amount of 8.4 million inhabitants. In 2010, the number of people with
hipertantion is expected to reach 21.3 million (Wild et al., 2004).
Objective : The purpose of analysis of this issue is to analyze the patient's blood preasure levels after therapy
with hipertention deep breathing and autogenic relaxation innovation in Emergency Ward at.
Methods :Nursing analysis method used is to deep breathing and autogenic relaxation to the decrease in blood
preasure levels. The number of respondents in the analysis of emergency nursing is 3 patients coming to the
emergency room with a medical diagnosis of type hipertantion, when the analysis was done on july 04, 2017
until july 01 2018 outbreak in hospitals Abdul Sjahranie Samarinda, East Kalimantan.
Results : Based on the analysis it can be concluded that the results of the intervention innovative therapies
against 3 cases of patients who experience and increase in blood preasure and a history of hipertantion there is a
decrease in blood preasure levels by 20 mmHg / dl after a given intervention innovative with intervals of 1 hour
and researchers confirmed that patients did not receive anti-Hipertantion drugs an oral history of treatment with
blood preasure checks the final result.
Suggestions : for Science is that further research can investigate about. the analysis of cases of hipertantion
therapy by developing innovative interventions were more extensive and useful in the delivery of nursing care.
Agencies Hospital. Conduct refresher science against IGD employees about the patient's recovery not only from
the success of pharmacological treatment but also psychological and spiritual given basic human needs are very
comprehensive. Educational institutions can provide complementary teaching nursing and palliative care to
nursing students to act self-nurses do not just focus on medical advice but also as an act of self-contained non-
pharmacological nurse



Keywords : Hypertension, murottal al-quran, rose aroma therapy..
.






3
Mahasiswa Program Profesi Ners Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur
4
Dosen Ners Universitas Muhammadiyah Kalimantan Timur

vi



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hipertensi merupakan bagian dari penyakit tidak menular yang sering terjadi di
dunia termasuk Indonesia. Hipertensi disebut sebagai silent killer karena pada sebagian
besar kasus tidak menunjukkan tanda dan gejala apapun, sehingga penderita tidak
mengetahui jika dirinya terkena hipertensi (Kowalski, 2011).
Prevalensi hipertensi menurut catatan World Health Organization (WHO), tahun
2011 sebesar 1 milyar orang di dunia. Dua per-tiga diantaranya berada di negara
berkembang yang berpenghasilan rendah-sedang salah satunya negara Indonesia. WHO
juga memperkirakan Prevalensi hipertensi akan terus meningkat, dan diprediksi pada
tahun 2025 sebanyak 29% orang dewasa di seluruh dunia menderita hipertensi (Mboi,
2013 dalam Astuti & Setiyaningrum, 2016).
Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013), Prevalensi hipertensi di
Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur ≥ 18 tahun sebesar 25,8%
penduduk Indonesia menderita penyakit hipertensi. Jika saat ini penduduk Indonesia
sebesar 252.124.458 jiwa maka terdapat 65.048.110 jiwa yang menderita hipertensi.
Suatu kondisi yang cukup mengejutkan terdapa 5 provinsi yang persentasenya melebihi
angka nasional dengan tertinggi di Bangka Belitung (30,9%),
diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%).
Jadi prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5% .

vii

Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 120 mmHg
dan tekanan darah diastolik lebih dari 80 mmHg. Hipertensi sering menyebabkan
perubahan pada pembuluh darah yang dapat mengakibatkan semakin tingginya tekanan
darah (Muttaqin, 2009).
Penyebab pasti dari hipertensi esensial sampai saat ini masih belum dapat
diketahui. Berbagai faktor diduga turut berperan sebagai penyebab hipertensi primer,
seperti bertambahnya umur, stress psikologis, dan hereditas (keturunan). Hipertensi
sekunder hipertensi yang penyebabnya dapat diketahui, antara lain kelainan pembuluh
darah ginjal, gangguan kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal
(hiperaldosteronisme),
dan lain – lain (Guimareas, et al 2013).
Menurut Ardiansyah (2013) pengobatan hipertensi dapat dilakukan secara
farmakologis dan non farmakologis. Pengobatan farmakologis merupakan pengobatan
dengan menggunakan obat-obatan yang dapat membantu menurunkan serta menstabilkan
tekanan darah. Selain efek yang menguntungkan, efek samping yang mungkin timbul
adalah sakit kepala, pusing, lemas, dan mual (Susilo & Wulandari, 2011). Oleh karena
itu, alternatif yang tepat untuk mengurangi tekanan darah tanpa ketergantungan obat dan
efek samping adalah dengan menggunakan non farmakologis (Kowalski, 2010).
Masalah yang terjadi di lahan praktik, pasien hipertensi yang datang ke ruang IGD
memiliki riwayat hipertensi yang cukup lama bahkan terlama berkisar > 10 tahun.
Adapun pasien yang mengalami hipertensi dikarenakan komplikasi dari penyakit lain
yang tidak terkontrol dan menyebabkan kekambuhan. Berdasarkan data diruang IGD
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarind diagnosa pasien Hipertensi dari bulan

viii

September-November 2018 berjumlah 228 orang yang terkena hipertensi (Data Laporan
Pasien Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda Tahun
2018).
Berdasarkan dari data tersebut maka peneliti ingin memaparkan bagaimana
gambaran analisis pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien Hipertensi dengan
intervensi inovasi murottal al-quran dan aroma terapi mawar terhadap penurunan tekanan
darah di Ruang IGD RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah gambaran analisis pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien
Hipertensi dengan intervensi inovasi murottal al-quran dan aroma terapi mawar terhadap
penurunan tekanan darah di Ruang IGD RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda?
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Penulisan Karya Ilmiah Akhir-Ners (KIA-N) ini bertujuan untuk melakukan
analisa terhadap kasus kelolaan pada klien Hipertensi dengan intervensi inovasi teapi
murottal dan aroma terapi mawar terhadap penurunan tekanan darah di Ruang IGD
RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian dalam asuhan keperawatan pada pasien yang memiliki
penyakit hipertensi.
b. Menentukan diagnosa keperawatan dalam asuhan keperawatan pada pasien yang
memiliki penyakit hipertensi.
c. Melakukan perencanaan tindakan keperawatan dalam asuhan keperawatan pada

ix

pasien yang memiliki penyakit hipertensi.
d. Melakukan tindakan keperawatan dalam asuhan keperawatan pada pasien yang
memiliki penyakit hipertensi.
e. Melakukan evaluasi keperawatan dalam asuhan keperawatan pada pasien yang
memiliki penyakit hipertensi
f. Melakukan dokumentasi tindakan keperawatan dalam asuhan keperawatan pada
pasien yang memiliki penyakit hipertensi.
g. Menganaliss kasus pada klien dengan diagnosa medis hipertensi.
h. Menganalisis intervensi inovasi tindakan pemberian murottal al quran dan aroma
terapi mawar pada pasien yang memiliki penyakit hipertensi.
D. Manfaat penelitian
Hasil penelitian diharapkan berguna untuk:
1. Bagi Pasien
Dapat menambah pengetahuan pasien tentang tindakan mandiri yang dapat
dilakukan secara kontinyu dalam menurunkan tekanan darah
2. Bagi Perawat dan Tenaga Kesehatan
Dapat menjadi rujukan ilmu dalam menerapkan intervensi mandiri perawat
disamping intervensi medis.
3. Bagi Penulis
Dapat menambah pengetahuan tentang pasien hipertensi serta sebagai dasar
pengembangan dalam menerapkan intervensi mandiri pasien dengan teknik non
farmakologi
4. Manfaat Penelitian Bagi Dunia Keperawatan

x

Bermanfaat bagi pengembangan ilmu keperawatan dan sebagai bahan referensi
dalam meningkatkan ilmu keperawatan yang berbasis pada intervensi mandiri.

xi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Teori hipertensi
A. Pengertian hipertensi
Hipertensi atau penyakit darah tinggi sebenarnya adalah suatu gangguan pada
pembuluh darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh
darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Hipertensi sering kali
disebut sebagai pembunuh gelap (Silent Killer), karena termasuk penyakit yang
mematikan tanpa disertai dengan gejala-gejalanya lebih dahulu sebagai peringatan
bagi korbannya (Sustrani, dkk, 2011).
Hipertensi adalah suatu keadaan dimana tekanan darah meningkat melebihi
batas normal. Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai dengan usia. Berbagai
faktor dapat memicu terjadinya hipertensi, walaupun sebagian besar (90%) penyebab
hipertensi tidak diketahui (hipertensi essential). Penyebab tekanan darah meningkat
adalah peningkatan kecepatan denyut jantung, peningkatan resistensi (tahanan) dari
pembuluh darah dari tepi dan peningkatan volume aliran darah (Kurniawan, 2012).
Penyakit hipertensi merupakan penyakit kelainan jantung yang ditandai oleh
meningkatnya tekanan darah dalam tubuh. Seseorang yang terjangkit penyakit ini
biasanya berpotensi mengalami penyakit-penyakit lain seperti stroke, dan penyakit
jantung (Rusdi & Nurlaela, 2012).
Dari definisi-definisi diatas dapat diperoleh kesimpulan bahwa hipertensi adalah suatu
keadaan di mana tekanan darah menjadi naik karena gangguan pada pembuluh darah

xii

yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat
sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkannya.
B. Klasifikasi hipertensi
Beberapa klasifikasi hipertensi:
a. Klasifikasi Menurut Joint National Commite 7
Komite eksekutif dari National High Blood Pressure Education Program
merupakan sebuah organisasi yang terdiri dari 46 professional sukarelawan, dan
agen federal. Mereka mencanangkan klasifikasi JNC (Joint Committe on
Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure) pada
tabel 1, yang dikaji oleh 33 ahli hipertensi nasional Amerika Serikat (Sani, 2013).
Tabel 2.1
Klasifikasi Menurut JNC (Joint National Committe on Prevention, Detection, Evaluatin, and
Treatment of High Blood Pressure)
Kategori Tekanan
Darah menurut
JNC 7
Kategori Tekanan
Darah menurut
JNC 6
Tekanan
Darah Sistol
(mmHg)
dan/ atau
Tekanan
Darah
Diastol
(mmHg)
Normal Optimal < 120 dan < 80
Pra-Hipertensi 120-139 atau 80-89
- Nornal < 130 dan < 85
- Normal-Tinggi 130-139 atau 85-89
Hipertensi: Hipertensi:
Tahap 1 Tahap 1 140-159 atau 90-99
Tahap 2 - ≥ 160 atau ≥ 100
- Tahap 2 160-179 atau 100-109
Tahap 3 ≥ 180 atau ≥ 110
(Sumber: Sani, 2008)
Data terbaru menunjukkan bahwa nilai tekanan darah yang sebelumnya
dipertimbangkan normal ternyata menyebabkan peningkatan resiko komplikasi
kardiovaskuler. Data ini mendorong pembuatan klasifikasi baru yang disebut pra
hipertensi (Sani, 2012).

xiii

b. Klasifikasi Menurut WHO (World Health Organization)
WHO (World Health Organization) dan (ISHWG) International Society of
Hypertension Working Group telah mengelompokkan hipertensi dalam
klasifikasi optimal, normal, normal-tinggi, hipertensi ringan, hipertensi sedang,
dan hipertensi berat (Sani, 2012).
Tabel 2.2
Klasifikasi Hipertensi Menurut WHO
Kategori Tekanan Darah
Sistol (mmHg)
Tekanan Darah
Diatol (mmHg)
Optimal
Normal
Normal-Tinggi
< 120
< 130
130-139
< 80
< 85
85-89
Tingkat 1 (Hipertensi Ringan)
Sub-group: perbatasan
140-159
140-149
90-99
90-94
Tingkat 2 (Hipertensi Sedang) 160-179 100-109
Tingkat 3 (Hipertensi Berat) ≥ 180 ≥ 110
Hipertensi sistol terisolasi
(Isolated systolic hypertension)
Sub-group: perbatasan
≥ 140

140-149
< 90

<90
(Sumber: Sani, 2008)
c. Klasifikasi Menurut Chinese Hypertension Society
Menurut Chinese Hypertension Society (CHS) pembacaan tekanan darah <120/80
mmHg termasuk normal dan kisaran 120/80 hingga 139/89 mmHg termasuk
normal tinggi (Shimamoto, 2012).

xiv

Tabel 2.3
Klasifikasi Hipertensi Menurut CHS
Tekanan Darah Sistol
(mmHg)
Tekanan Darah Diastol
(mmHg)
CHS-2005
< 120 < 80 Normal
120-129 80-84 Normal-Tinggi
130-139 85-89
Tekanan Darah Tinggi
140-159 90-99 Tingkat 1
160-179 100-109 Tingkat 2
≥ 180 ≥ 110 Tingkat 3
≥ 140 ≤ 90 Hypertensi Sistol
Terisolasi
(Sumber: Shimamoto, 2006)
d. Klasifikasi menurut European Society of Hypertension (ESH)
Klasifikasi yang dibuat oleh ESH adalah:
1) Jika tekanan darah sistol dan distol pasien berada pada kategori yang berbeda,
maka resiko kardiovaskuler, keputusan pengobatan, dan perkiraan afektivitas
pengobatan difokuskan pada kategori dengan nilai lebih.
2) Hipertensi sistol terisolasi harus dikategorikan berdasarkan pada hipertensi sistol-
distol (tingkat 1, 2 dan 3). Namun tekanan diastol yang rendah (60-70 mmHg)
harus dipertimbangkan sebagai resiko tambahan.
3) Nilai batas untuk tekanan darah tinggi dan kebutuhan untuk memulai pengobatan
adalah fleksibel tergantung pada resiko kardiovaskuler total.

xv


Tabel 2.4
Klasifikasi menurut ESH
Kategori Tekanan Darah
Sistol (mmHg)
Dan/atau Tekanan Darah
Diastol
(mmHg)
Optimal < 120 dan < 80
Normal 120-129 dan/atau 80-84
Normal-Tinggi 130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi tahap 1 140-159 dan/atau 90-99
Hipertensi tahap 2 160-179 dan/atau 100-109
Hipertensi tahap 3 ≥ 180 dan/atau ≥ 110
Hipertensi sistol
terisolasi
≥ 140 Dan < 90
(Sumber: Mancia , 2007)
e. Klasifikasi menurut International Society on Hypertension in Blcks (ISHIB) (Douglas
, 2003)
Klasifikasi yang dibuat oleh ISHIB adalah:
1) Jika tekanan darah sistol dan diastole pasien termasuk ke dalam dua kategori yang
berbeda, maka klasifikasi yang dipilih adalah berdasarkan kategori yang lebih
tinggi.
2) Diagnosa hipertensi pada dasarnya adalah rata-rata dari dua kali atau lebih
pengukuran yang diambil pada setiap kunjunga.
3) Hipertensi sistol terisolasi dikelompokkan pada hipertensi tingkat 1 sampai 3
berdasarkan tekanan darah sistol (≥ 140 mmHg) dan diastole (< 90 mmHg).
4) Peningkatan tekanan darah yang melebihi target bersifat kritis karena setiap
peningkatan tekanan darah menyebabkan resiko kejadian kardiovaskuler.

xvi

Tabel 2.5
Klasifikasi Hipertensi Menurut ISHIB
Kategori Tekanan Darah
Sistol (mmHg)
Dan/atau Tekanan Darah
Diastol (mmHg)
Optimal < 120 dan < 80
Normal < 130 dan/atau < 85
Normal-
Tinggi
130-139 dan/atau 85-89
Hipertensi
Tahap 1
140-159 dan/atau 90-99
Hipertensi
Tahap 2
160-179 dan/atau 100-109
Hipertensi
Tahap 3
≥ 180 dan/atau ≥ 110
Hipertensi
Sistol
terisolasi
≥ 140 dan < 90
(Sumber: Douglas , 2003)
f. Klasifikasi berdasarkan hasil konsesus Perhimpunan Hipertensi Indonesia (Sani,
2013).
Pada pertemuan ilmiah Nasional pertama perhimpunan hipertensi Indonesia 13-14
Januari 2013 di Jakarta, telah diluncurkan suatu konsensus mengenai pedoman
penanganan hipertensi di Indonesia yang ditujukan bagi mereka yang melayani
masyarakat umum:
1) Pedoman yang disepakati para pakar berdasarkan prosedur standar dan ditujukan
untuk meningkatkan hasil penanggulangan ini kebanyakan diambil dari pedoman
Negara maju dan Negara tetangga, dikarenakan data penelitian hipertensi di
Indonesia yang berskala Nasional dan meliputi jumlah penderita yang banyak
masih jarang.
2) Tingkatan hipertensi ditentukan berdasarkan ukuran tekanan darah sistolik dan
diastolik dengan merujuk hasil JNC dan WHO.

xvii

3) Penentuan stratifikasi resiko hipertensi dilakukan berdasarkan tingginya tekanan
darah, adanya faktor resiko lain, kerusakan organ target dan penyakit penyerta
tertentu.
Tabel 2.6
Klasifikasi Hipertensi Menurut Perhimpunan Hipertensi Indonesia
Kategori Tekanan Darah
Sistol (mmHg)
Dan/atau Tekanan Darah
Diastol (mmHg)
Normal <120 dan <80
Prehipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi
Tahap 1
140-159 atau 90-99
Hipertensi
Tahap 2
≥160-179 atau ≥100
Hipertensi
Sistol terisolasi
≥140 dan <90
(Sumber: Sani, 2008)
Klasifikasi hipertensi menurut bentuknya ada dua yaitu hipertensi sistolik dan
hipertensi diastolik (Smith & Tom, 1986:7). Pertama yaitu hipertensi sistolik adalah
jantung berdenyut terlalu kuat sehingga dapat meningkatkan angka sistolik. Tekanan
sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi
(denyut jantung). Ini adalah tekanan maksimum dalam arteri pada suatu saat dan
tercermin pada hasil pembacaan tekanan darah sebagai tekanan atas yang nilainya
lebih besar.
Kedua yaitu hipertensi diastolik terjadi apabila pembuluh darah kecil
menyempit secara tidak normal, sehingga memperbesar tahanan terhadap aliran
darah yang melaluinya dan meningkatkan tekanan diastoliknya. Tekanan darah
diastolik berkaitan dengan tekanan dalam arteri bila jantung berada dalam keadaan
relaksasi diantara dua denyutan. Sedangkan menurut Arjatmo dan Hendra (2013)

xviii

faktor yang mempengaruhi prevalensi hipertensi antara lain ras, umur, obesitas,
asupan garam yang tinggi, adanya riwayat hipertensi dalam keluarga.
Klasifikasi hipertensi menurut sebabnya dibagi menjadi dua yaitu sekunder dan
primer.Hipertensi sekunder merupakan jenis yang penyebab spesifiknya dapat
diketahui ( Sustrani, dkk, 2013).
Klasifikasi hipertensi menurut gejala dibedakan menjadi dua yaitu hipertensi
Benigna dan hipertensi Maligna. Hipertensi Benigna adalah keadaan hipertensi yang
tidak menimbulkan gejala-gejala, biasanya ditemukan pada saat penderita dicek up.
Hipertensi Maligna adalah keadaan hipertensi yang membahayakan biasanya disertai
dengan keadaan kegawatan yang merupakan akibat komplikasi organ-organ seperti
otak, jantung dan ginjal (Azam, 2015).
C. Faktor resiko terjadi hipertensi
Menurut Anggraini, dkk (2009), faktor resiko hipertensi adalah :
a. Faktor genetic
Adanya faktor genetik pada keluarga tertentu akan menyebabkan keluarga itu
mempunyai risiko menderita hipertensi. Hal ini berhubungan dengan peningkatan
kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara potasium terhadap sodium
Individu dengan orang tua dengan hipertensi mempunyai risiko dua kali lebih
besar untuk menderita hipertensi dari pada orang yang tidak mempunyai keluarga
dengan riwayat hipertensi. Selain itu didapatkan 70-80% kasus hipertensi esensial
dengan riwayat hipertensi dalam keluarga.
b. Umur

xix

Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan pertambahan umur. Pasien yang
berumur di atas 60 tahun, 50 – 60 % mempunyai tekanan darah lebih besar atau
sama dengan 140/90 mmHg. Hal ini merupakan pengaruh degenerasi yang terjadi
pada orang yang bertambah usianya. Hipertensi merupakan penyakit
multifaktorial yang munculnya oleh karena interaksi berbagai faktor. Dengan
bertambahnya umur, maka tekanan darah juga akan meningkat. Setelah umur 45
tahun, dinding arteri akan mengalami penebalan oleh karena adanya penumpukan
zat kolagen pada lapisan otot, sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur
menyempit dan menjadi kaku.
Tekanan darah sistolik meningkat karena kelenturan pembuluh darah besar
yang berkurang pada penambahan umur sampai dekade ketujuh sedangkan
tekanan darah diastolik meningkat sampai dekade kelima dan keenam kemudian
menetap atau cenderung menurun. Peningkatan umur akan menyebabkan
beberapa perubahan fisiologis, pada usia lanjut terjadi peningkatan resistensi
perifer dan aktivitas simpatik. Pengaturan tekanan darah yaitu reflex baroreseptor
pada usia lanjut sensitivitasnya sudah berkurang, sedangkan peran ginjal juga
sudah berkurang dimana aliran darah ginjal dan laju filtrasi glomerulus menurun.
c. Jenis kelamin
Prevalensi terjadinya hipertensi pada pria sama dengan wanita. Namun wanita
terlindung dari penyakit kardiovaskuler sebelum menopause. Wanita yang belum
mengalami menopause dilindungi oleh hormon estrogen yang berperan dalam
meningkatkan kadar High Density Lipoprotein (HDL). Kadar kolesterol HDL
yang tinggi merupakan faktor pelindung dalam mencegah terjadinya proses

xx

aterosklerosis. Efek perlindungan estrogen dianggap sebagai penjelasan adanya
imunitas wanita pada usia premenopause.
Pada premenopause wanita mulai kehilangan sedikit demi sedikit hormon
estrogen yang selama ini melindungi pembuluh darah dari kerusakan. Proses ini
terus berlanjut dimana hormon estrogen tersebut berubah kuantitasnya sesuai
dengan umur wanita secara alami, yang umumnya mulai terjadi pada wanita umur
45-55 tahun.
d. Etnis
Hipertensi lebih banyak terjadi pada orang berkulit hitam dari pada yang
berkulit putih. Sampai saat ini, belum diketahui secara pasti penyebabnya. Namun
pada orang kulit hitam ditemukan kadar renin yang lebih rendah dan sensitifitas
terhadap vasopressin lebih besar.
e. Obesitas
Berat badan merupakan faktor determinan pada tekanan darah pada
kebanyakan kelompok etnik di semua umur. Menurut National Institutes for
Health USA (NIH,2012), prevalensi tekanan darah tinggi pada orang dengan
Indeks Massa Tubuh (IMT) >30 (obesitas) adalah 38% untuk pria dan 32% untuk
wanita, dibandingkan dengan prevalensi 18% untuk pria dan 17% untuk wanita
bagi yang memiliki IMT <25 (status gizi normal menurut standar internasional).
Menurut Hall (2012) perubahan fisiologis dapat menjelaskan hubungan antara
kelebihan berat badan dengan tekanan darah, yaitu terjadinya resistensi insulin
dan hiperinsulinemia, aktivasi saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin, dan
perubahan fisik pada ginjal. Peningkatan konsumsi energi juga meningkatkan

xxi

insulin plasma, dimana natriuretik potensial menyebabkan terjadinya reabsorpsi
natrium dan peningkatan tekanan darah secara terus menerus.
f. Pola asupan garam dalam diet
Badan kesehatan dunia yaitu World Health Organization (WHO)
merekomendasikan pola konsumsi garam yang dapat mengurangi risiko terjadinya
hipertensi. Kadar sodium yang direkomendasikan adalah tidak lebih dari 100
mmol (sekitar 2,4 gram sodium atau 6 gram garam) perhari. Konsumsi natrium
yang berlebih menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler
meningkat. Untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik ke luar, sehingga
volume cairan ekstraseluler meningkat.
Meningkatnya volume cairan ekstraseluler tersebut menyebabkan
meningkatnya volume darah, sehingga berdampak kepada timbulnya hipertensi .
Karena itu disarankan untuk mengurangi konsumsi natrium/sodium. Sumber
natrium/sodium yang utama adalah natrium klorida (garam dapur), penyedap
masakan monosodium glutamate (MSG), dan sodium karbonat. Konsumsi garam
dapur (mengandung iodium) yang dianjurkan tidak lebih dari 6 gram per hari,
setara dengan satu sendok teh. Dalam kenyataannya, konsumsi berlebih karena
budaya masak-memasak masyarakat kita yang umumnya boros menggunakan
garam dan MSG.

g. Merokok
Merokok menyebabkan peninggian tekanan darah. Perokok berat dapat
dihubungkan dengan peningkatan insiden hipertensi maligna dan risiko terjadinya

xxii

stenosis arteri renal yang mengalami ateriosklerosis. Dalam penelitian kohort
prospektif oleh dr. Thomas S Bowman dari Brigmans and Women’s Hospital,
Massachussetts terhadap 28.236 subyek yang awalnya tidak ada riwayat
hipertensi, 51% subyek tidak merokok, 36% merupakan perokok pemula, 5%
subyek merokok 1-14 batang rokok perhari dan 8% subyek yang merokok lebih
dari 15 batang perhari. Subyek terus diteliti dan dalam median waktu 9,8 tahun.
Kesimpulan dalam penelitian ini yaitu kejadian hipertensi terbanyak pada
kelompok subyek dengan kebiasaan merokok lebih dari 15 batang perhari.
h. Tipe kepribadian
Secara statistik pola perilaku tipe A terbukti berhubungan dengan prevalensi
hipertensi. Mengenai bagaimana mekanisme pola perilaku tipe A menimbulkan
hipertensi banyak penelitian menghubungkan dengan sifatnya yang ambisius, suka
bersaing, bekerja tidak pernah lelah, selalu dikejar waktu dan selalu merasa tidak
puas. Sifat tersebut akan mengeluarkan katekolamin yang dapat menyebabkan
prevalensi kadar kolesterol serum meningkat, hingga akan mempermudah
terjadinya aterosklerosis. Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah
perifer dan curah jantung sehingga akan menstimulasi aktivitas saraf simpatis.
Adapun stress ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial, ekonomi,
dan karakteristik personal.
Menurut Aisyiyah (2012), faktor faktor yang menyebabkan hipertensi adalah:
a. Aktivitas Fisik
Tekanan darah dipengaruhi oleh aktivitas fisik. Tekanan darah akan lebih
tinggi pada saat melakukan aktivitas fisik dan lebih rendah ketika beristirahat.

xxiii

Aktivitas fisik adalah gerakan yang dilakukan oleh otot tubuh dan sistem
penunjangnya. Selama melakukan aktivitas fisik, otot membutuhkan energi diluar
metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan paru-paru memerlukan
tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan oksigen ke seluruh tubuh
dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh.
b. Stress
Stress dapat meningkatkan aktivitas saraf simpatik yang mengatur fungsi saraf
dan hormon, sehingga dapat meningkatkan denyut jantung, menyempitkan
pembuluh darah, dan meningkatkan retensi air dan garam. Pada saat stress, sekresi
katekolamin semakin meningkat sehingga renin, angiotensin, dan aldosteron yang
dihasilkan juga semakin meningkat. Peningkatan sekresi hormon tersebut
berdampak pada peningkatan tekanan darah.



D. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis dari hipertensi adalah sebagai berikut :
a. Pusing
b. Mudah marah
c. Telinga berdengung
d. Mimisan (jarang)
e. Sukar tidur
f. Sesak nafas

xxiv

g. Rasa berat di tengkuk
h. Mudah lelah
i. Mata berkunang-kunang
E. Patofisiologi
Menurut Ade Dian Anggraini, dkk (2009), Mekanisme terjadinya hipertensi adalah
melalui terbentuknya angiotensin II dari angiotensin I oleh angiotensin I converting
enzyme (ACE). ACE memegang peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan
darah. Darah mengandung angiotensinogen yang diproduksi di hati. Selanjutnya oleh
hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiotensin I. Oleh ACE
yang terdapat di paru-paru, angiotensin I diubah menjadi angiotensin II. Angiotensin
II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua
aksi utama.
Aksi pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus.
ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk
mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit
urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan
tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan
ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume
darah meningkat yang pada akhirnya akan meningkatkan tekanan darah.
Aksi kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.Aldosteron
merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting pada ginjal. Untuk
mengatur volume cairan ekstraseluler, aldosteron akan mengurangi ekskresi NaCl
(garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl

xxv

akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang
pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah.
Patogenesis dari hipertensi esensial merupakan multifaktorial dan sangat
komplek.Faktor-faktor tersebut merubah fungsi tekanan darah terhadap perfusi
jaringan yang adekuat meliputi mediator hormon, aktivitas vaskuler, volume sirkulasi
darah, kaliber vaskuler, viskositas darah, curah jantung, elastisitas pembuluh darah
dan stimulasi neural.Patogenesis hipertensi esensial dapat dipicu oleh beberapa faktor
meliputi faktor genetik, asupan garam dalam diet, tingkat stress dapat berinteraksi
untuk memunculkan gejala hipertensi.
Perjalanan penyakit hipertensi esensial berkembang dari hipertensi yang
kadangkadang muncul menjadi hipertensi yang persisten.Setelah periode asimtomatik
yang lama, hipertensi persisten berkembang menjadi hipertensi dengan komplikasi,
dimana kerusakan organ target di aorta dan arteri kecil, jantung, ginjal, retina dan
susunan saraf pusat. Progresifitas hipertensi dimulai dari prehipertensi pada pasien
umur 10-30 tahun (dengan meningkatnya curah jantung) kemudian menjadi hipertensi
dini pada pasien umur 20-40 tahun (dimana tahanan perifer meningkat) kemudian
menjadi hipertensi pada umur 30-50 tahun dan akhirnya menjadi hipertensi dengan
komplikasi pada usia 40-60 tahun.

xxvi


Gambar 2.1 Web Of Coution hipetensi

F. Diagnosis hipertensi
Hipertensi biasanya didiagnosis selama pemeriksaan fisik umum check up,
atau kunjungan ke dokter untuk beberapa keluhan lain kadang-kadang seseorang
mungkin didiagnosis mengalami stroke atau serangan jantung dan kemudian
ditemukan memiliki tekanan darah tinggi. Tekanan darah diukur adalah dengan

xxvii

menggunakan alat yang disebut sphygmomanometer, yang memiliki manset karet
yang dibungkus di sekitar lengan atas dan ditiup dengan udara melalui bola karet yang
berulang kali diperas. Ketika tekanan dalam manset mendapat cukup tinggi, itu
memotong aliran darah pada arteri utama dari lengan atas - udara ini kemudian
perlahan-lahan dilepaskan dari manset melalui katup dan sebagai tekanan dalam
manset turun suara darah mengalir deras melalui arteri didengar melalui stetoskop
ditempatkan di atas arteri.
Tekanan di mana pertama kali mendengar suara seperti manset dilepaskan
adalah tekanan sistolik dan tekanan di mana suara terakhir adalah mendengar seperti
darah kembali ke alirannya diam, tanpa hambatan adalah tekanan diastolik. Otomatis
alat ukur elektronik melakukan hal yang sama tetapi lebih akurat, lebih mudah
digunakan, dan dapat digunakan oleh pasien untuk pemantauan tekanan darah di
rumah.
Seorang dokter tidak akan mendiagnosa hipertensi berdasarkan satu membaca
abnormal karena tekanan darah berfluktuasi dan biasanya memakan waktu tiga bacaan
abnormal tinggi berturut-turut, yang diambil pada kesempatan yang berbeda, sebelum
diagnosis hipertensi dapat dibuat.
Titik di mana pembacaan tekanan darah tinggi dianggap abnormal akan
tergantung pada usia seseorang, ahli menyarankan bahwa orang di bawah usia 65
tahun harus memiliki tekanan darah pada sisa tidak lebih dari 130/85 mm Hg dan
mereka lebih dari 65 tahun harus bertujuan untuk pembacaan tekanan darah tidak
lebih dari 140/90 mm Hg. Ketika tekanan darah seseorang dipandang tinggi secara
konsisten, dokter akan melakukan pemeriksaan fisik untuk memeriksa apakah ada

xxviii

penyakit yang mendasarinya bisa pelakunya dan juga memeriksa apakah ada tanda-
tanda kerusakan pada organ-organ tubuh seperti pulsa absen di anggota badan, bukti
dari penyakit arteri di retina mata, atau jejak mikroskopis darah dalam urin (tanda
penyakit ginjal).
Bahkan jika tekanan darah menjadi normal ditemukan setelah tiga cek itu masih harus
diperiksa secara teratur karena dapat berubah dan hipertensi sebelumnya didiagnosa
dan dikendalikan, semakin sedikit kerusakan akan ada pada, otak jantung, ginjal dan
organ lainnya. Mereka yang tidak memiliki riwayat pribadi atau keluarga dari kondisi
harus memiliki memeriksa setiap dua tahun dan selama kunjungan rutin ke dokter,
mereka yang memiliki riwayat pribadi atau keluarga tekanan darah tinggi Stroke, atau
serangan jantung harus diperiksa lebih sering.
Untuk anak-anak, tekanan darah tinggi ditentukan dengan membandingkan
tekanan darah anak dengan distribusi tekanan darah untuk anak-anak yang sama, usia
jenis kelamin dan tinggi.


G. Komplikasi
Hipertensi yang terjadi dalam kurun waktu yang lama akan berbahaya
sehingga menimbulkan komplikasi. Komplikasi tersebut dapat menyerang berbagai
target organ tubuh yaitu otak, mata, jantung, pembuluh darah arteri, serta ginjal.
Sebagai dampak terjadinya komplikasi hipertensi, kualitas hidup penderita menjadi
rendah dan kemungkinan terburuknya adalah terjadinya kematian pada penderita

xxix

akibat komplikasi hipertensi yang dimilikinya. Hipertensi dapat menimbulkan
kerusakan organ tubuh, baik secara langsung maupun tidak langsung.
Beberapa penelitian menemukan bahwa penyebab kerusakan organ-organ
tersebut dapat melalui akibat langsung dari kenaikan tekanan darah pada 19 organ,
atau karena efek tidak langsung, antara lain adanya autoantibodi terhadap reseptor
angiotensin II, stress oksidatif, down regulation, dan lain-lain. Penelitian lainjuga
membuktikan bahwa diet tinggi garam dan sensitivitas terhadap garam berperan besar
dalam timbulnya kerusakan organ target, misalnya kerusakan pembuluh darah akibat
meningkatnya ekspresi transforming growth factor-β (TGF-β).
Umumnya, hipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ tubuh, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Kerusakan organ-organ yang umum ditemui pada
pasien hipertensi adalah:
1) Jantung
- hipertrofi ventrikel kiri
- angina atau infark miokardium
- gagal jantung
2) Otak
- stroke atau transient ishemic attack
3) Penyakit ginjal kronis
4) Penyakit arteri perifer
5) Retinopati
H. Penatalaksanaan
Kelas obat utama yang digunakan untuk mengendalikan tekanan darah adalah :

xxx

1. Diuretik
Diuretik menurunkan tekanan darah dengan menyebabkan diuresis.
Pengurangan volume plasma dan Stroke Volume (SV) berhubungan dengan
dieresis dalam penurunan curah jantung (Cardiac Output, CO) dan tekanan darah
pada akhirnya.Penurunan curah jantung yang utama menyebabkan resitensi
perifer. Pada terapi diuretik pada hipertensi kronik volume cairan ekstraseluler
dan volume plasma hampir kembali kondisi pretreatment.
a. Thiazide
Thiazide adalah golongan yang dipilih untuk menangani hipertensi,
golongan lainnya efektif juga untuk menurunkan tekanan darah. Penderita
dengan fungsi ginjal yang kurang baik Laju Filtrasi Glomerolus (LFG) diatas
30 mL/menit, thiazide merupakan agen diuretik yang paling efektif untuk
menurunkan tekanan darah. Dengan menurunnya fungsi ginjal, natrium dan
cairan akan terakumulasi maka diuretik jerat Henle perlu digunakan untuk
mengatasi efek dari peningkatan volume dan natrium tersebut. Hal ini akan
mempengaruhi tekanan darah arteri. Thiazide menurunkan tekanan darah
dengan cara memobilisasi natrium dan air dari dinding arteriolar yang
berperan dalam penurunan resistensi vascular perifer.
b. Diuretik Hemat Kalium
Diuretik Hemat Kalium adalah anti hipertensi yang lemah jika
digunakan tunggal. Efek hipotensi akan terjadi apabila diuretik
dikombinasikan dengan diuretik hemat kalium thiazide atau jerat Henle.

xxxi

Diuretik hemat kalium dapat mengatasi kekurangan kalium dan natrium yang
disebabkan oleh diuretik lainnya.
c. Antagonis Aldosteron
Antagonis Aldosteron merupakan diuretik hemat kalium juga tetapi lebih
berpotensi sebagai antihipertensi dengan onset aksi yang lama (hingga 6
minggu dengan spironolakton).
2. Beta Blocker
Mekanisme hipotensi beta bloker tidak diketahui tetapi dapat melibatkan
menurunnya curah jantung melalui kronotropik negatif dan efek inotropik jantung
dan inhibisi pelepasan renin dan ginjal.
a. Atenolol, betaxolol, bisoprolol, dan metoprolol merupakan kardioselektif pada
dosis rendah dan mengikat baik reseptor β1 daripada reseptor β2. Hasilnya
agen tersebut kurang merangsang bronkhospasmus dan vasokontruksi serta
lebih aman dari non selektif β bloker pada penderita asma, penyakit obstruksi
pulmonari kronis (COPD), diabetes dan penyakit arterial perifer.
Kardioselektivitas merupakan fenomena dosis ketergantungan dan efek akan
hilang jika dosis tinggi.
b. Acebutolol, carteolol, penbutolol, dan pindolol memiliki aktivitas intrinsik
simpatomimetik (ISA) atau sebagian aktivitas agonis reseptor β.
3. Inhibitor Enzim Pengubah Angiotensin (ACE-inhibitor)
ACE membantu produksi angiotensin II (berperan penting dalam regulasi
tekanan darah arteri). ACE didistribusikan pada beberapa jaringan dan ada pada
beberapa tipe sel yang berbeda tetapi pada prinsipnya merupakan sel endothelial.

xxxii

Kemudian, tempat utama produksi angiotensin II adalah pembuluh darah bukan
ginjal. Pada kenyataannya, inhibitor ACE menurunkan tekanan darah pada
penderita dengan aktivitas renin plasma normal, bradikinin, dan produksi jaringan
ACE yang penting dalam hipertensi.
4. Penghambat Reseptor Angiotensin II (ARB)
Angiotensin II digenerasikan oleh jalur renin-angiotensin (termasuk ACE) dan
jalur alternatif yang digunakan untuk enzim lain seperti chymases. Inhibitor ACE
hanya menutup jalur renin-angiotensin, ARB menahan langsung reseptor
angiotensin tipe I, reseptor yang memperentarai efek angiotensin II. Tidak seperti
inhibitor ACE, ARB tidak mencegah pemecahan bradikinin.
5. Antagonis Kalsium
CCB menyebabkan relaksasi jantung dan otot polos dengan menghambat
saluran kalsium yang sensitif terhadap tegangan sehingga mengurangi masuknya
kalsium ekstra selluler ke dalam sel. Relaksasai otot polos vasjular menyebabkan
vasodilatasi dan berhubungan dengan reduksi tekanan darah.Antagonis kanal
kalsium dihidropiridini dapat menyebbakan aktibasi refleks simpatetik dan semua
golongan ini (kecuali amilodipin) memberikan efek inotropik negatif.
Verapamil menurunkan denyut jantung, memperlambat konduksi nodus AV,
dan menghasilkan efek inotropik negative yang dapat memicu gagal jantung pada
penderita lemah jantung yang parah. Diltiazem menurunkan konduksi AV dan
denyut jantung dalam level yang lebih rendah daripada verapamil.

xxxiii

6. Alpha blocker
Prasozin, Terasozin dan Doxazosin merupakan penghambat reseptor α1 yang
menginhibisi katekolamin pada sel otot polos vascular perifer yang memberikan
efek vasodilatasi.Kelompok ini tidak mengubah aktivitas reseptor α2 sehingga
tidak menimbulkan efek takikardia.
7. VASO-dilator langsung
Hedralazine dan Minokxidil menyebabkan relaksasi langsung otot polos
arteriol.Aktivitasi refleks baroreseptor dapat meningkatkan aliran simpatetik dari
pusat fasomotor, meningkatnya denyut jantung, curah jantung, dan pelepasan
renin.Oleh karena itu efek hipotensi dari vasodilator langsung berkurang pada
penderita yang juga mendapatkan pengobatan inhibitor simpatetik dan diuretik.
8. Inhibitor Simpatetik Postganglion
Guanethidin dan guanadrel mengosongkan norepinefrin dari terminal
simpatetik postganglionik dan inhibisi pelepasan norepinefrin terhadap respon
stimulasi saraf simpatetik. Hal ini mengurangi curah jantung dan resistensi
vaskular perifer .
9. Agen-agen obat yang beraksi secara sentral
A. Konsep Aroma terapi
1. Pengertian Aroma terapi
Relaksasi adalah teknik yang dapat digunakan semua orang untuk menciptakan
mekanisme batin dalam diri seseorang dengan membentuk pribadi yang baik,
menghilangkan berbagai bentuk pikiran yang kacau akibat ketidak berdayaan

xxxiv

seseorang dalam mengendalikan ego yang dimilikinya, mempermudah seseorang
mengontrol diri, menyelamatkan jiwa dan memberikan kesehatan bagi tubuh.
2. Metode dasar aroma terapi
Metode dasar relaksasi adalah suatu proses melawan efek otonomis yang menyertai
aroma terapi dengan kecemasan dan ketegangan sehingga akan menimbulkan counter
conditioning atau penghilangan.
3. Manfaat aroma terapi
a. Mampu meningkatkan kesehatan secara umum dengan mempelancar proses
metabolisme tubuh, laju denyut jantung, peredaran darah, dan mengatasi berbagai
macam problem penyakit
b. Mendorong racun dan kotoran dalam darah keluar dari tubuh
c. Menurunkan tingkat agretifitas dan perilaku-perilaku buruk dari dampak stres seperti
mengkonsumsi alkohol serta obat-obat terlarang
d. Menurunkan tingkat egosentris ehingga hubungan intra personal ataupun
interpersonal menjadi lancar
e. Mengurangi kecemasan
f. Pada anak-anak dapat meningkatkan intelegency meliputi karakter kognitif,
matematis, logis, serta karakter afektif, relational, kreatif dan emosional
g. Meningkatkan rasa harga diri dan keyakinan diri
h. Pola pikir akan menjadi lebih matang
i. Mampu mempermudah dalam mengendalikan diri
j. Mengurangi stres secara keseluruhan, meraih kedamaian dan keseimbangan
emosional yang tinggi

xxxv

k. Meningkatkan kesejahteraan.
4. Arpmaterapi Mawar
Mawar tumbuh subur di daerah beriklim sedang walaupun beberapa kultivar
yang merupakan hasil metode penyambungan (grafting) dapat tumbuh di daerah
beriklim subtropis hingga daerah beriklim tropis. Selain sebagai bunga potong, mawar
memiliki banyak manfaat, antara lain antidepresan, antiviral, antibakteri,
antiperadangan, dan sumber vitamin C. Minyak mawar adalah salah satu minyak atsiri
hasil penyulingan dan penguapan daun-daun mahkota sehingga dapat dibuat menjadi
parfum. Mawar juga dapat dimanfaatkan untuk teh, jelly, dan selai.(wikipedia,2018)
Setiap bau aromaterapi memiliki ciri tersendiri, seperti aroma karbol yang menyengat
dirumah sakit atau aroma bunga mawar yang membuat sejuk dan menyegarkan sehingga
dapat menghilangkan rasa sedih dan takut atau sekedar rileksasi (Iman, 2009). Bunga mawar
berkhasiat sebagai cell rejuvenator yang membuat sel muda kembali, antiseptic, dan anti
radang sehingga sering di gunakan dalam krim dan lotion untuk memperbaiki kondisi kulit.
Baunya merupakan anti depresan, sedative dan meringankan stress (Koensoemardiyah,
2009). Minyak atsiri bunga mawar yang digunakan melalui inhalasi/hirup dapat bermanfaat
meningkatkan kewaspadaan, meningkatkan daya ingat, meningkatkan kecepatan dalam
berhitung serta melegakan otot dan pikiran (Koensoermardiyah, 2009). Bunga mawar bersifat
anti depresan sehinggan dapat membuat jiwa menjadi tenang. Caranya bubuhkan 5-6 tetes
minyak atsiri bunga mawar ketika stres diatas kertas tisu lembut atau sapu tangan lalu
letakkan di dada, kemudian hirup wanginya 2-3 kali tarikan nafas dalam secara teratur selama
5 menit (Koensoemardiyah, 2009). Beberapa bahan kimia yang terkandung dalam minyak
atsiri bunga mawar diantaranya sitral, sitronelol, geraniol, linalol, nerol, eugenol, feniletil,

xxxvi

alhohol, farnesol, nonil, dan aldehida (Hariana, 2010). Pada saat aromaterapi minyak atsiri
bunga mawar dihirup molekul yang mudah menguap akan membawa unsur aromatik yang
terkandung didalamnya (geraniol & linalool) ke puncak hidung dimana silia-silia muncul dari
sel-sel reseptor. Apabila molekul-molekul menempel pada rambut-rambut tersebut, suatu
pesan elektrokimia akan ditranmisikan melalui saluran olfaktori kedalam sistem limbik. Hal
ini akan merangsang memori dan respon emosional. Hipotalamus yang berperan sebagai
regulator memunculkan pesan yang harus disampaikan ke otak. Pesan yang diterima
kemudian diubah menjadi tindakan berupa senyawa elektrokimia yang menyebabkan
perasaan tenang dan rilek (Koensomardiyah, 2009).

B. Teknik terapi murottal al quran
Pengertian
Terapi dengan alunan bacaan Al-Qur’an. Stimulan murottal Al Qur’an dapat
dijadikan alternatif terapi baru sebagai terapi relaksasi bahkan lebih baik dibandingkan
dengan terapi audio lainnya karena stimulan Al-Qur’an dapat memunculkan gelombang delta
sebesar 63,11% (Abdurrachman & Andhika, 2012). Audio surah Ar-Rahmah telah diteliti
sebelumnya dan terbukti efektif menurunkan tingkat perilaku kekerasan dan membantu
pasien mengungkapkan emosinya dengan cara yang lebih adaptif (Widhowati, 2010) Terapi
audio ini juga merupakan terapi yang murah dan tidak menimbulkan efek samping. Penelitian
ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan memberikan gambaran pengaruh terapi audio
dengan murottal surah Ar-Rahman terhadap Hipertensi.
terapimurottal Al Qur’an merupakan salah satu terapi nonfarmakologis yang dapat digunakan
untuk mempercepat proses penyembuhan (Haesodo, 2008). Hal ini telah dibuktikan oleh

xxxvii

Ahmad al Qadhi yang melakukan penelitian dengan tema pengaruh Al Qur’an pada manusia
dalam perspektif fisiologi dan psikologi. Hasil penelitian tersebut menunjuk kan hasil positif
bahwa mendengarkan ayat suci Al Qur’an memiliki pengaruh yang signifikan dalam
menurunkan ketegangan urat saraf reflektif (Remolda, 2009). Murottal adalah rekaman suara
Al Qur’an yang dilagukan oleh seorang qori’ (pembaca Al Qur’an) (Purna, 2006). Lantunan
Al Qur’an secara fisikmengandung unsur suara manusia. Suara dapat menurunkan hormon-
hormon stres, mengaktifkan horm on endorfin alami, meningkatkan perasaan rileks, dan
mengalihkan perhatian dari rasa takut, cemasdan tegang, memperbaiki sistem kimia tubuh
sehingga menurunkan tekanan darah(Heru, 2008). Surat yang digunakan dalam penelitian ini
adalah surat Ar Rahman.
Ar Rahman yangberarti Yang Maha Pemurah merupakan surat ke 55 di
Qur’an terdiri dari 78 ayat Banyak pendapat yang mengatakan bahwa surat Ar rahman
merupakan surat kasih say ang. Semua ayat dalam surat Ar rahman merupakan Surat
Makiyyah yang mempunyai karakter ayat pendek sehingga ayat ini nyaman didengarkan dan
dapat menimbulkan efek relaksasi bagi pendengar
yang masih awam sekalipun (Srihartono, 2007). Berdasarkan Studi pendahuluan yang
dilakukan peneliti tanggal 16 Januari 2015 terhadap 10 responden yang menderita
hipertensidi wilayah kerja Puskesmas Harapan Raya yang dilakukan dengan wawancara,
didapatkan bahwa upaya yang sudah dilakukan dalam mengatasi hipertensi adalah dengan
mengkonsumsi obat anti hipertensi, belum pernah melakukan metode penurunan tekanan
darah dengan menggunakan teknik relaksasi. Pada saat ditanya mengenai penanganan
hipertensi non farmakologis dengan teknik relaksasi benson mereka belum mengetahuinya,
sedangkan mengenai murottal Al Qur’an ada 6 dari 10 responden yang mengetahuinya, tetapi

xxxviii

mereka tidak tahu bahwa manfaat dari murottal Al Qur’an juga dapat menurunkan tekanan
darah.
1. Pengertian
a. Pengertian Al-Quran
Al-Quran adalah kitab agama dan hidayah yang diturunkan Allah SWT kepada
nabi Muhammad SAW untuk membimbing segenap manusia pada agama yang luhur,
mengembangkan kepribadian manusia dan meningkatkan diri manusia ke taraf
kesempurnaan insani sehingga dapat mewujudkan kebahagiaan di dunia dan akhirat. Al
Quran mengarahkan manusia pada jalan yang benar dan menumbuhkan jiwa yang
benar. Dalam Q.S. Yunus (10) ayat 57 disebutkan bahwa “Wahai manusia, sungguh
telah datang kepada kalian nasihat dari Rabb kalian dan penyembuh untuk apa yang ada
di dalam dada serta petunjuk dan rahmat bagi kaum mukminin”(Alfarisi, 2005).
b. Pengertian Terapi Murotal Al Quran
Perangsangan auditori adalah memberikan perangsangan pada pendengaran
dengan menggunakan suara. Suara bergerak di udara dengan kecepatan 340 m/detik,
terdiri dari getaran-getaran dari sumbernya sampai mencapai telinga, kemudian melalui
telinga ini ia menyebar ke seluruh tubuh. Sel yang terpengaruhi oleh vibrasi suara,
berespon dengan mengubah vibrasinya sendiri, yang berarti bahwa kerja mekanik dari
sel ini dapat meningkat dan menjadi lebih kuat. Sel-sel otak bervibrasi serta
mengirimkan gelombang magnet dan eletromagnetik yang mewakili aktivitas otak. Sel-
sel otak dipengaruhi oleh segala vibrasi apapun jenisnya dan darimanapun sumbernya
(Oken, 2004).

xxxix

Beberapa ilmuwan menyatakan bahwa efek suara berkaitan impuls suara yamg
ditransmisikan ke dalam tubuh. Saraf kranial kedelapan dan kesepuluh membawa
impuls suara melalui telinga dan otak. Dari telinga dan otak, saraf vagus membantu
meregulasi kecepatan denyut jantung, respirasi, dan bicara, membawa impuls sensorik
motorik ke tenggorokan, laring, jantung, dan diafragma. Para ahli terapi suara
menyatakan saraf vagus dan sistem limbik (bagian otak yang bertanggung jawab untuk
emosi) merupakan penghubung antara telinga, otak, dan sistem saraf otonom yang
menjelaskan bagaimana suara bekerja dalam menyembuhkan gangguan fisik dan
emosional (Oken, 2004).
Perangsangan auditori Murrotal adalah perangsangan pendengaran dengan
bacaan Ayat-ayat Suci Al-qur’an yang dikemas dalam bentuk MP3. Ayat- ayat Suci
Alqur’an mempunyai efek terapeutik bagi yang membaca dan yang mendengarkan
(Oken, 2004).
Zahrofi (2013) menjelaskan terapi murotal Al Quran adalah terapi bacaan Al
Quran yang merupakan terapi religi dimana seseorang dibacakan ayat-ayat Al Quran
selama beberapa menit atau jam sehingga memberikan dampak positif bagi tubuh
seseorang. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Fitriyatun, 2014).
2. Manfaat Terapi Murottal Al-Qur’an
Terapi audio dengan membacakan Al- Qur’an telah diteliti oleh Qadhi (2009)
mengungkapkan bahwa pemberian perangsangan murrotal (Ayat-ayat suci Al-qur’an)
dapat mengurangi kecemasan, nyeri dan mempercepat proses penyembuhan penyakit.
Mendengarkan ayat Suci Al-Qur’an memiliki pengaruh yang signifikan dalam
menurunkan ketegangan urat saraf reflektif dan hasil ini tercatat dan terukur secara

xl

kuantitatif dan kualitatif oleh sebuah alat berbasis komputer. Gelombang delta merupakan
gelombang yang mengindikasikan bahwa kondisi responden dalam kondisi sangat rileks.
Salah satu surah didalam Al-Qur’an yang memiliki efek terapeutik adalah surah Ar-
Rahman.
Pemberian murrotal surat Ar-Rahman akan menimbulkan rasa percaya diri, rasa
optimisme (harapan kesembuhan), mendatangkan ketenangan, damai dan merasakan
kehadiran Tuhan Yang Maha Esa sehingga mengakibatkan rangsangan ke hipotalamus
untuk menurunkan produksi CRF (Corticotropin Releasing Factor). CRF akan
merangsang kelenjar pituitary anterior untuk menurunkan produksi ACTH (Adreno
Cortico Tropin Hormon). Hormon ini akan merangsang kortek adrenal untuk menurunkan
sekresi kortisol dimana menekan sistem imun tubuh sehingga mengurangi tingkat
kecemasan dan nyeri (Oken, 2004).
Adapun manfaat pemberian terapi Murottal Al-Qur’an adalah sebagai berikut:
a. Memberikan dan meningkatkan rasa rileks.
b. Menyebabkan otak memancarkan gelombang theta yang menimbulkan rasa tenang.
c. Memberikan perubahan fisiologis.
d. Dapat menyembuhkan kecemasan (Gray, 2010).
3. Pengaruh Terapi Murottal Al-Qur’an Terhadap Nyeri
Alkahel (2011) mengatakan bahwa Al-Qur’an yang diperdengarkan akan
memberikan efek relaksasi. Terapi bacaan Al-Qur’an terbukti mengaktifkan sel-sel tubuh
dengan mengubah getaran suara menjadi gelombang yang di tangkap oleh tubuh,
menurunkan stimuli reseptor nyeri dan otak terangsang mengeluarkan anlgesik opioid
natural endogen. Opioid ini bersifat permanen untuk memblokade nociceptor nyeri.

xli

4. Pengaruh Terapi Murottal Al-Qur’an Terhadap Kecemasan
Murottal bekerja pada otak dimana ketika didorong dengan rangsangan terapi
murottal maka otak akan memproduksi zat kimia yang disebut zat neuropeptide. Molekul
ini akan menyangkut kedalam reseptor-reseptor dan memberikan umpan balik berupa
kenikmatan dan kenyamanan (Abdurrochman, 2008).
Mendengarkan ayat-ayat suci Al-Qur’an dapat merasakan perubahan fisiologis
yang sangat besar. Suara dapat menurunkan hormone-hormon stres, mengaktifkan
hormone endorphin alami, meningkatkan perasaan rileks, dan mengalihkan perhatian dari
rasa takut, cemas, dan tegang, memperbaiki sistim kimia tubuh sehingga menurunkan
tekanan darah serta memperlambat pernafasab, detak jantung, denyut nadi, dan aktifitas
gelombang otak. Laju pernafasan yang lebih dalam atau lebih lamabat tersebut sangat baik
menimbulkan ketenangan, kendali emosi pemikiran yang lebih dalam dan metabolisme
yang lebih baik.
5. Prosedur Pelaksanaan Terapi Murottal Al-Qur’an
Pramisiwi, Pratiwi, Frita, dkk (2011) mengatakan bahwa Surah Ar-rahman
mempunyai Timbre medium, pitch 44 Hz, harmony reguler dan consistent, Rythm andate
(mendayu-dayu), volume 60 decibel, intensitas medium amplitudo, sehingga mempunyai
efek relaksasi jika di perdengarkan pada pasien yang sedang dalam perawatan di rumah
sakit. Menurut Pramisiwi, dkk (2011) karakteristik Surah Ar-Rahman yang dilantunkan
oleh Ahmad Saud telah divalidasi oleh seorang ahli di laboratorium seni Fakultas Budaya
dan Seni Universitas Negeri Semarang. Uji reliabilitas dari MP3 Surah Ar-Rahman
menunjukan setiap yang mendengarkan mendapatkan kualitas, durasi yang sama dari suara

xlii

yang dihasilkan, karakteristik alat dan lantunan MP3 Surah Ar-Rahman yang mempunyai
efek terapeutik.
Terapi murottal menggunakan tape recorder, pita kaset bacaan Al-Qur’an dan ear
phone yang terdiri dari suratan pendek pada juz 30 yang lebih mudah dihafal dan familiar
dalam pendengaran orang. Diperdengarkan selama 15 menit sejalan dengan penelitian
Cooke, Chaboyer, dan hiratos (2005).
Adapun Standar Prosedur Operasional (SPO) Terapi Murottal Al-Qur’an sebagai
berikut:
a. Persiapan Alat
1). Skala VAS
2). Instrumen Hamilton Anxiety Rating Scale/ HARS.
3). Heandphone untuk memutar Multimedia Player (MP3)
4). File Murottal QS.Ar-Rahman
5). Headset
b. Prosedur Pelaksanaan
1). Perawat mencuci tangan sebelum tindakan.
2). Jelaskan tindakan yang akan dilakukan kepada pasien.
3). Siapkan alat-alat yang akan digunakan
4). Dekatkan alat-alat dengan pasien.
5). Atur posisi senyaman pasien.
6). Lakukan pengkajian pretest untuk nyeri dengan skala VAS dan kecemasan menggunakan
instrumen Hamilton Anxiety Rating Scale/ HARS.
7). Memulai terapi, berikan dan persilahkan pasien memasang headset ke telinga.

xliii

8). Putar MP3 dengan Lantunan Murottal Al-Qur’an surah Ar-Rahman selama 15 menit.
9). Observasi pasien selama terapi.
10). Setelah file selesai diputar, berikan reinforcement positif pada pasien atas keberhasilan
pelaksanaan terapi.
11). Lakukan pengkajian posttest untuk nyeri dengan skala VAS dan kecemasan menggunakan
instrumen Hamilton Anxiety Rating Scale/ HARS.
12). Rapikan pasien dan alat-alat yang telah digunakan.
13). Perawat mencuci tangan setelah tindakan.
14). Catat respon pasien setelah dilakukan tindakan pada lembar catatan perawat.
E. Konsep Asuhan Keperawatan
Keparawatan gawat darurat adalah pelayanan profesioanal keperawatan yang di berikan
pada pasien dengan kebutuhan urgen dan kritis. Namun UGD dan klinik kedaruratan
sering di gunakan untuk masalah yang tidak urgen.Yang kemudian filosopi tentang
keperawatan gawat darurat menjadi luas, kedaruratan yaitu apapun yang di alami pasien
atau keluarga harus di pertimbangkan sebagai kedaruratan.
1. Sistem pelayanan gawat darurat
Pelayanan gawat darurat tidak hanya memberikan pelayanan untuk mengatasi kondisi
kedaruratan yang di alami pasien tetapi juga memberikan asukan keperawatan untuk
mengatasi kecemasan pasien dan keluarga. Sistem pelayana bersifat darurat sehingga
perawat dan tenaga medis lainnya harus memiliki kemampuan, keterampilan, tehnik
serta ilmu pengetahuan yang tinggi dalam memberikan pertolongan kedaruratan
kepeda pesien (Zairifblog, 2011).
2. Triase dalam keperawatan gawat darurat

xliv

Yaitu skenario pertolongan yang akan di berikan sesudah fase keadaan pasien. Pasien-
pasien yang terancam hidupnya harus di beri prioritas utama.Triase dalam
keperawatan gawat derurat di gunakan untuk mengklasifikasian keperahan penyakit
atau cidera dan menetapkan prioritas kebutuhan penggunaan petugas perawatan
kesehatan yang efisien dan sumber-sumbernya.Standart waktu yang di perlukan untuk
melakukan triase adalah 2-5 menit untuk orang dewasa dan 7 menit untuk pasien
anak-anak.Triase di lakukan oleh perawat yang profesional (RN) yang sudah terlatih
dalam prinsip triase, pengalaman bekerja minimal 6 bulan di bagian UGD, dan
memiliki kualisifikasi:
a. Menunjukkan kompetensi kegawat daruratan
b. Sertifikasi ATLS, ACLS, PALS, ENPC
c. Lulus Trauma Nurse Core Currikulum (TNCC)
d. Pengetahuan tentang kebijakan intradepartemen
e. Keterampilan pengkajian yang tepat, dan lain-lain (Zairifblog, 2011).
3. Sistem Triase
a. Spot check
Dua puluh lima (25%)UGD menggunakan sistem ini, perawat mengkaji dan
mengklasifikasikan pasien dalam waktu 2-3 menit.Sisten ini memungkinkan
identifikasi segera.
b. Komprehensif
Merupakan triase dasar yang standart di gunakan A-I assesment. Dan di dukung
oleh ENA (Emergenci Nurse Association) meliputi:
1) A (airway)

xlv

Posisi, suara, obstruksi
2) B (breathing)
Kerja pernafasan, suara adventif, laju pernafasan, usaha, bau, dada simetris,
drooling.
3) C (circulation)
Warna kulit, suhu, dan kelembaban, capillary ferill time (CRT), laju dan
kualitas dari nadi, perdarahan.
4) D (disability)
Tingkat aktivitas, pemikiran, ukuran pupil dan reaktivitas, keadaan
emosional.Orientasi terhadap waktu tempat dan orang.Tingkat kesadaran
AVPU.
5) E (exposure or examine)
Buka pakaian klien untuk mengamati pernafasan; lepaskan pakaian jika
diperlukan untuk memeriksa luka, ruam, gigitan atau sengatan.
6) F (Fahrenheit)
Periksa suhu yang sesuai
7) G (get vital sign)
Kaji blood pressure (BP), heart rate (HR), respitation rate (RR); ukur atau
estimasi berat badan klien.
8) H (head to toe assessment)
Bisa jadi fokus atau komplit, tergantung status kesehatan klien, mekanisme
cidera dan kebijakan.Inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.

xlvi

9) I (inspect and isolate)
Paparan penyakit menular, prediculosis, immunocompromise.
4. Pengkajian
a. Pemeriksaan fisik : dilakukan secara head to toe dan sistem tubuh
b. Adakah pihak keluarga yang mengalami hipertensi ?
c. Adanya faktor yang menjadi predisposisi klien terhadap infeksi nasokomial
10) Bagaimana dengan pemasangan kateter ?
11) Imobilisasi dalam waktu yang lama
12) Apakah terjadi nokturia urine ?
d. Pengkajian dari manifestasi klinik hipertensi
1) Adakah peningkatan tekanan darah ?
2) Adakah rasa berat ditekuk ?
3) Adakah sukar tidur ?
4) Adakah pusing atau mugran ?
5) Adakah nyeri ? biasanya nyeri kepala pada bagian belakang
6) Adakah ada kelemahan/kelelahan ?
e. Pengkajian psikologis klien
Bagaimana perasaan klien terhadap hasil tindakan dan pengobatan yang telah
dilakukan ?adakah perasaan malu atau takut kekambuhan terhadap penyakitnya ?
(Blogspot, 2012)
5. Diagnosis keperawatan
Diagnosa keperawatan gawat darurat adalah masalah potensial dan actual.Tetapi
perawat harus tetap mengkaji pasien secara perkala karena kondisi pasien dapat

xlvii

berubah terus-menerus.Diagnosis keperawatan bisa berubah atau bertambah setiap
waktu.Diagnosis keperawatan yang timbul pada pasien dengan Hipertensi (Nanda,
2014).
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,
vasokontriksi, hipertrofi/rigiditas vasikuler iskemia miokard
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan, keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen
c. Nyeri akut berhubungan dengan agencidera (mis. Biologis, zat kimia, fisik,
psikologis)
d. Ketidakseimbangan nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
masukan berlebihan
e. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional sekunder adanya hipertensi yang
diderita
f. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi tentang proses
penyakitnya
g. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan kelelahan otot pernafasan
h. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan primer atau
sekunder
7. Intervensi (perencanaan)
Intervensi yang dilakukan sesuai dengan pengkajian dan diagnosa yang sesuai dengan
keadaan pasien dan harus dilaksanakan berdasarkan skala prioritas.Prioritas ditegakkan
sesuai dengan tujuan umum dari penatalaksaan kedaruratan yaitu untuk
mempertahankan hidup, mencegah keadaan yang memperburuk sebelum penanganan

xlviii

yang pasti.Prioritas ditentukan oleh ancaman terhadap kehidupan pasien.Kondisi yang
mengganggu fungsi fisiologis vital yang diutamakan daripada kondisi luar pasien.Luka
diwajah, leher dan dada yang mengganggu pernfasan biasanya merupakan prioritas
tinggi.
Percanaan dengan pedoman pada SMART yaitu : Spesifik (khusus dilakukan pada
pasien dan keluarga lainnya), Measurable (dapat diukur), Achivable (dapat dicapai),
Reasonable (nyata) dan Time (menggunakan batas waktu dalam pencapaian).
Tabel 2.7 Diagnosa NANDA, NOC dan NIC
No
.
Diagnosa keperawatan Tujuan dan kriteria hasil Intervensi
1. Penurunan curah
jantung b/d peningkatan
afterload,
vasokonstriksi,
hipertrofi/rigiditas
ventrikuler, iskemia
miokard








Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 x 8
jam masalah keperawatan
penurunan curah jantung
teratasi dari skala bermasalah
(1) meningkat: menjadi tidak
bermasalah (5) dengan:
NOC Cardiac Pump
Effectiveness
Indikator;
a. Tekanan darah
sistolik
b. Tekanan darah
diastolic
c. Nadi perifer
NIC Cardiac Pump
Effectiveness
Activity
1.1 Evaluasi nyeri dada
(Intensitas, lokasi,
radiasi, durasi,
presipitasi)
1.2 Dokumentasikan
Distritmia jantung
1.3 Catat tanda dan gejala
penurunan kardiak
output
1.4 Monitor vital signs
1.5 Monitor status
kardiovaskuler

xlix




























d. Ukuran jantung
e. Pengeluaran urin
f. Tekanan vena
central (CVP)
g. Ketidaknormalan
suara jantung
h. Mual
i. Kelelahan
j. Berat badan
meningkat
k. Sianosis
l. Intoleransi aktifitas
m. Penurunan
kesadaran
n. Hepatomegali












1.6 Monitor status
pernafasan sebagai
gejala gangguan
jantung
1.7 Monitor
keseimbangan cairan
(intake, output, dan
Bab harian)


1.8 Monitor hasil
Laboratorium
(Elektrolit)
1.9 Monitor fungsi
pacemaker
1.10 Kenali perubahan
tekanan darah
1.11 Kaji respon
psikologis pasien
1.12 Evaluasi respon
pasien terhadap
distritmia
1.13 Berikan terapi
aritmia
(aritmia/defibrilasi)
1.14 Monitor respon
pasien terhadap

l























































obat-obat anti
aritmia
1.15 Instruksikan pasien
dan keluarga agar
mengurangi aktivitas
dan pergerakan
1.16Jadwalkan
latihan
dan istirahat secara
teratur untuk
menghindari
keletihan
1.17Memonitor
intoleransi
aktivitas pasien

1.18 Monitor sesak nafas,
kelelahan, takipnea,
dan orthopnea
1.19 Berikan dukungan
pada pasien dan
keluarga
1.20 Instruksikan pasien
untuk melaporkan
Segala
ketidaknyamanan
dibagian dada

li
































Noc Tissue Perfusion:
Cerebral
Indicator ;
a. Tekanan Intrakranial
b. Tekanan darah
sistolik
c. Tekanan darah
diastolic
d. Nadi carotis
e. Kegelisahan
f. Lesu
g. Muntah
h. Demam
i. Penurunan kesadaran
j. Kelemahan refleks
saraf







1.21 Berikan dukungan
spiritual pada pasien
dan keluarga


Nic Hemodynamic
Regulation
Activity ;
2.1 Kenali adanya
penurunan tekanan
darah
2.2 Auskultasi suara
jantung
2.3 Auskultasi suara
nafas apakah ada
crackles
dan suara nafas
tambahan lainnya
2.4 Monitor dan catat
heartreat, irama, dan
suara
2.5 Monitor level
elektrolit
2.6 Monitor kardiak
output dan cardiac
indeks
2.7 Berikan obat-obatan

lii















































Noc Vital Sign
Indicator;
a. Suhu Tubuh
b. Tekanan darah
sistolik
c. Tekanan d arah
diastolic
d. Pernafasan
inotropik
2.8 Evaluasi efek
samping obat-
obatan
2.9 Monitor denyut nadi
perifer, kapilari refill
time, suhu dan
warna pada
ekstremitas
2.10 Posisikan
tenderbergh
2.11 Monitor edema
perifer, ristensi vena
jugularis, suara
bunyi jantung S3
dan S4
2.12 Atur keseimbangan
cairan dengan
memberikan obat
obatan dieuretik
Nic Vital Signs
Activity;
3.1 Monitor tekanan
darah, nadi, suhu,
frekuensi pernafasan
3.2 Catat fluktuasi
tekanan darah

liii




























e. Nadi


























3.3 Monitor tekanan
darah pasien (duduk,
berdiri, berbaring,
sebelum
dan sesudah
perubahan posisi)
3.4 Monitor tekanan
darah setelah pasien
diberi pengobatan,
jika
memungkinkan
3.5 Monitor irama dan
kualitas nadi
3.6 Monitor suara
jantung
3.7 Monitor irama dan
frekuensi pernafasan
3.8 Monitor suara paru
paru
3.9 Monitor pulse
Oksimetri
3.10 Monitor pola
abnormal pernafasan
3.11 Monitor warna
kulit, suhu dan
kelembaban
3.12 Monitor dan central

liv



















3.13 Monitor adanya
Clubbing finger
3.14 Identifikasi
kemungkinan
perubahan vital
signs
3.15 Periksa secara
periodic keakuratan
alat - alat yang
digunakan pasien

2. Intoleransi aktivitas b/d
kelemahan,
ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan
oksigen.
Definisi:
Ketidakcukupan energi
secara fisiologis
maupun psikmologis
untuk meneruskan atau
menyelesaikan aktifitas
yang diminta atau
aktifitas sehari-hari.



Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x8 jam
masalah keperawatan
intoleransi aktivitas teratasi
dari skala bermasalah (1)
meningkat menjadi tidak
bermasalah (5) dengan:
Noc Intoleransi aktivitas
indicator
1. Intoleransi aktivitas
2. Saturasi oksigen saat
beraktivitas
3. Denyut nadi saat
beraktivitas
4. Frekuensi pernafasan saat
beraktivitas
Nic Activity Therapy
Aktivity
1.1 Kolaborasikan
dengan tenaga
rehabilitasi medic
dalam
merencanakan
program terapi yang
tepat.
1.2 Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang
mampu dilakukan
1.3 Bantu untuk
memilih aktivitas
konsisten yang

lv


Batasan Karakteristik :
1. Melaporkan secara
verbal adanya
kelelahan atau
kelemahan.
2. Respon abnormal
dari tekanan darah
atau nadi terhadap
aktifitas.
3. Perubahan EKG
yang menunjukkan
aritmia atau
iskemia.
4. Adanya dyspneu
atau
ketidaknyamanan
saat beraktivitas.
5. Faktor faktor yang
berhubungan:
1. Tirah baring
atau mobilisasi
2. Kelemahan
menyeluruh
3. Ketidakseimba
ngan antara
suplai oksigen
5. Kesulitan bernafas saat
beraktivitas
6. Tekanan darah sistol saat
aktivitas
7. Tekanan darah diastole
saat aktivitas
8. Menemukan masalah pada
EKG
9. Warna kulit
10. Langkah saat berjalan kaki
11. Toleransi menaiki tangga
12. Kenaikan kekuatan tubuh
13. Penurunan kekuatan tubuh
14. Mengurangi untuk dilatih
dan menunjukkan
kekuatan aktivitas setiap
hari
15. Mampu berbicara saat
beraktivitas
16. Status perawatan diri
17. Mampu mandi
18. Mampu memakai baju
19. Mampu mempersiapkan
makanan dan minuman
untuk makan
20. Menjaga kebersihan diri
21. Menjaga kebersihan mulut
sesuai dengan
kemampuan fisik,
psikologi dan social
1.4 Bantu untuk
mengidentifikasi
dan mendapatkan
sumber yang
diperlukan untuk
aktivitas yang di
inginkan
1.5 Bantu untuk
mendapatkan alat
bantuan aktivitas
seperti kursi roda,
krek
1.6 Bantu untuk
mengidentifikasikan
aktivitas yang
disukai
1.7 Bantu klien untuk
membuat jadwal
latihan di waktu
luang
1.8 Bantu pasien /
keluarga untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam

lvi

dengan
kebutuhan
4. Gaya hidup
yang
pertahankan
22. Toilet secara mandiri
23. Mengelola obat non
parenteral sendiri
24. Mengelola obat parenteral
sendiri
25. Melakukan pekerjaan
rumah tangga
26. Mengelola keuangan
rumah tangga
27. Mengatur transportasi
sendiri
28. Memperoleh barang –
barang rumah tangga yang
diperlukan
29. Mengakui kebutuhan
keamanan di rumah
Noc Self-care : activities of
daily living (ADL)
Indicator
1. Makan
2. Berpakaian
3. Toilet
4. Mandi
5. Perawatan
6. Kebersihan
7. Kebersihajn mulut
8. Berjalan
beraktivitas
1.9 Sediakan penguatan
positif bagi yang
aktif beraktivitas
1.10 Bantu pasien untuk
mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
1.11 Monitor respon
fisik, emosi, dan
spiritual.

lvii

9. Mobilitas kursi roda
10. Kinerja transfer
11. Posisi diri
3. Nyeri Akut b/d agen
cidera (mis. Biologis,
zat kimia, fisik,
psikologis)
Noc Pain Control
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama 1 x 8 jam
diharapkan nyeri akut
pasien teratasi dengan
indicator.
1. Mampu mengenali gejala
nyeri.
2. Mampu mendiskripsikan
faktor penyebab dan
nyeri.
3. Mampu menggunakan
catatan kecil untuk
memonitor tanda dan
gejala nyeri disetiap
waktu.
4. Uses preventive measure
(pencegahan nyeri).
5. Mampu menggunakan
teknik non farmakologi
Terapi relaksasi (aroma
terapi mawar) atau non
analgesic untuk
Nic Pain Management
Aktivity ;
1.1 Lakukan pengkajian
nyeri secara
komprehensif termasuk
lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi,
kualitas, dan faktor
presipitasi.
1.2 Observasi reaksi
nonverbal dari
ketidaknyamanan.
1.3 Gunakan teknik
komunikasi terapeutik
untuk mengetahui
pengalaman nyeri pasien.
1.4 Kaji budaya yang
mempengaruhi respon
nyeri pasien.
1.5 Evaluasi pengalaman
nyeri di masa lampau.
1.6 Evaluasi bersama
pasien dan tim kesehatan
lain tentang

lviii

mengurangi nyeri.
6. Mampu menggunakan
teknik farmakologi atau
analgesic
7. Mampu melaporkan
perubahan nyeri.
8. Mampu melaporkan
ketidakmampuan
mengontrol nyeri

Noc Pain Level
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan
selama ... x … jam
diharapkan nyeri akut
pasien teratasi dengan
indicator:
1) Mampu melaporkan
nyeri.
2) Mampu melaporkan rasa
nyaman.
3) Mampu melaporkan
nyeri secara verbal.
4) Diaphoresis (keringat
berlebih)
5) Kehilangan nafsu makan.
6) Irritability.
ketidakefektifan control
nyeri dimasa lampau.
1.7 Bantu pasien dan
keluarga untuk mencari
dan menemukan
dukungan.
1.8 Kontrol lingkungan
yang dapat
mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan, dan
kebisingan.
1.9 Kurangi faktgor
presipitasi nyeri.
1.10 Pilih dan lakukan
penanganan nyeri secara
farmakologi atau non
farmakologi atau
interpersonal.
1.11 Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan
intervensi.
1.12 Ajarkan tentang
teknik nonfarmakologi.
1.13 Evaluasi keefektifan
control nyeri.
1.14 Tingkatkan

lix

7) Agitation

istirahat,.
1.15 Kolaborasikan
dengan tim kesehatan lain
untuk pemberian
analgesic.
1.16 Monitor penerimaan
pasien tentang
manajemen nyeri.
AnalgesicAdministratio
n
2.1 Mentukan lokasi,
karakteristik, kualitas dan
derajat nyeri sebelum
pemberian obat.
2.2 Cek instruksi dokter,
tentang jenis obat, dosis
dan frekuensi.
2.3 Cek riwayat alergi.
2.4 Pilih analgesic yang
diperlukan atau
kombinasi dari analgesic
ketika pemberian lebih
darfi satu obat.
2.5 Tentukan pilihan
analgesic tergantung tipe
dan beratnya nyeri.
2.6 Tentukan analgesic

lx

pilihan, rute pemberian
dan dosis optimal.
2.7 Pilih rute pemberian
secara IV dan IM untuk
pengobatan nyeri secara
teratur.
2.8 Monitor Vital Sign
sebelum dansesudah
pemberian analgesic.
2.9 Berikan analgesic
tepat waktu terutama saat
nyeri hebat.
2.10 Evaluasi efektivitas
analgesic serta tanda dan
gejala.
2.11 Evaluasi respon
Pasien
Environmental
Management: Comfort
3.1 Pilih suasana
lingkungan yang nyaman
bagi pasien, jika perlu.
3.2 Sediakan ruangan
yang bersih dan tempat
tidur yang nyaman.
3.3 Sediakan suhu
ruangan yang nyaman

lxi

bagi pasien.
4. Ketidakseimbangan
Nutrisi : Lebih dari
Kebutuhan Tubuh
Noc Pengetahuan Diet.
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan dalam waktu
…x… jam pasien akan
menunjukkan pengetahuan
tentang diet meningkat:
1= tidak ada pengetahuan s/d
5= pengetahuan yang sangat
luas.
Indicator;
a. Diet yang
direkomendasikan
b. Alas an untuk diet
c. Keuntungan diet
d. Tujuan diet
e. Hubungan antara
diet, latihan dan
berat.
f. Makanan yang di
perbolehkan dalam
diet.
g. Minuman yang
tidak diperbolehkan
dalam diet.
h. Makanan yang
harus dihindari
Nic Mengajarkan: Diet
Yang Dianjurkan.
Activity;
4.1 Kaji pengetahuan
klien tentang diet
yang dianjurkan.
4.2 Tentukan diet yang
signifikan kepada
pasien untuk derajat
kebutuhan diet yang
diharapkan.
4.3 Anjurkan pasien
untuk menggunakan
diet yang tepat.
4.4 Jelaskan tujuan diet.
4.5 Informasikan
kepada pasien
berapa lama diet
harus diikuti.
4.6 Anjurkan kepada
pasien tentang
bagaimana menjaga
buku harian
makanan yang
sesuai.
4.7 Ajarkan pasien

lxii

dalam diet.
i. Minuman yang
harus dihindari
dalam diet.
j. Interpretasi label
makanan.
k. Pedoman untuk
persiapan makan.
l. Praktik nutrisi
sehat.
m. Perencanaan menu
menggunakan
pedoman diet.
n. Strategi untuk
merubah kebiasaan
diet.
o. Perencanaan diet
untuk situasi social.
p. Teknik monitoring
diri.
q. Potensi makanan
dan interaksi obat.





tentang makanan
yang boleh dan
tidak boleh
dimakan.
4.8 Informasikan pasien
tentang
kemungkinan
interaksi antara obat
makanan yang
sesuai.
4.9 Damping pasien
untuk
mengakomodasi
makanan yang
disukai kedalam diet
yang ditentukan.
4.10 Bantu pasien dalam
menyusun bahan
resep makanan
favoritnya yang
sesuai untuk diet
yang ditentukan.
4.11 Anjurkan kepada
pasien tentang
bagaimana cara
membaca label dan
memilih makanan

lxiii




























yang tepat.
4.12 Amati pilihan
makanan pasien
yang sesuai untuk
diet yang
ditentukan.
4.13 Anjurkan pasien
tentang bagaimana
cara merencanakan
makanan ringan
yang sesuai.
4.14 Sediakan rencana
makan tertulis yang
sesuai.
4.15 Rekomendasikan
buku masak yang
mencakup resep
konsisten dengan
diet yang sesuai.
4.16 Dorong untuk
mengikuti informasi
yang diberikan oleh
tenaga kesehatan
lain.
4.17 Rujuk pasien ke ahli
gizi.
4.18 Libatkan keluarga

lxiv

Noc Status Nutrisi
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan dalam waktu
…x… jam pasien akan
menunjukkan status nutrisi
yang baik.
1=selisih yang parah dari
nilai normal s/d 5= tidak ada
selisih dari nilai normal.
Indicator;
a. Asupan gizi
b. Asupan makanan
c. Asupan cairan
d. Energy
e. Rasio berat / tinggi
f. Hematokrit
g. Massa otot
h. hidrasi



Nic Manajemen Nutrisi
Activity;
4.19 Tanyakan pada klien
tentang alergi
terhgadap makanan.
4.20 Tanyakan makanan
kesukaan klien.
4.21 Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang
jumlah kalori dan
nutrisi yang
dibutuhkan untuk
memenuhi
kebutuhan gizi.
4.22 Anjurkan asupan
kalori yang tepat
yang sesuai dengan
gaya hidup.
4.23 Anjurkan
peningkatan asupan
protein, zat besi, dan
vitamin C yang
sesuai.
4.24 Tawarkan untuk
banyak makan buah

lxv

dan minum.
4.25 Berikan cahaya,
bubur dan makanan
lunak yang sesuai.
4.26 Sediakan gula
pengganti yang
sesuai.
4.27 Pastikan diet yang
mencakup makanan
tinggi serat untuk
mencegah
konstipasi.
4.28 Tawarkan bumbu
dan rempah-rempah
sebagai alternative
untuk garam.
4.29 Sediakan pasien
dengan makanan
tinggi protein, tinggi
kalori, maknanan
kecil bernutrisi dan
minuman yang
mudah dikonsumsi.
4.30 Sediakan pilihan
makanan.
4.31 Atur diet dengan
gaya hidup pasien.

lxvi

4.32 Ajarkan pasien
bagaimana cara
membuat catatan
makanan, k/p.
4.33 Pantau asupan
makanan untuk
kandungan nutrisi
dan kalori.
4.34 Timbang BB pasien
secara teratur.
4.35 Dorong pasien
untuk memakai gigi
palsu yang dipasang
dengan benar dan
atau memperoleh
perawatan gigi.
4.36 Berikan informasi
yang tepat tentang
kebutuhan nutrisi
dan bagaimana
mendapatkannya.
4.37 Dorong persiapan
makanan dan
penyajian dengan
teknik yang aman.
4.38 Tentukan
kemampuan pasien

lxvii

untuk memenuhi
kebutuhan gizi.
4.39 Bantu pasien dalam
menerima bantuan
dari program gizi
masyarakat yang
sesuai, k/p.

5. Anxietas Noc Anxiety level:
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama x jam
level kecemasan pada pasien
dapat berkurang dengan
indicator:
(Level kecemasan dari level
1 sangat berat hingga ke
level 5 tidak ada masalah).
1. Keresahan dan
kegelisahan (level 1-5)
2. Tangan memeras atau
berkeringat (level 1-5)
3. Keadaan yang
membahayakan (level
1-5)
4. Ekspresi muka yang
tegang (level 1-5)
5. Kegelisahan (level 1-
Nic Pengurangan
kecemasan (Anxiety
Reduction)
Activity;
5.1 Gunakan pendekatan
yang menenangkan
5.2 Nyatakan dengan
jelas harapan
terhadap pelaku
pasien
5.3 Jelaskan semua
prosedur dan apa
yang dirasakan
selama prosedur
5.4 Temani pasien untuk
memberikan
keamanan dan
mengurangi takut
5.5 Berikan informasi

lxviii

5)
6. Ketegangan otot (level
1-5)
7. Ledakan kemarahan
(level 1-5)
8. Masalah perilaku
(level 1-5)
9. Kesulitan belajar
(level 1-5)
10. Serangan panic (level
1-5)
11. Ketakutan yang
berlebih (level 1-5)
12. Kecemasan yang
berlebih (level 1-5)
13. Kekhawatiran tentang
peristiwa kehidupan
(level 1-5)
14. Tekanan darah
meningkat (level 1-5)
15. Denyut nadi
meningkat (level 1-5)
16. Peningkatan tingkat
pernapasan (level 1-5)
17. Berkeringat (level 1-5)
18. Pusing (level 1-5)
19. Kelelahan (level 1-5)
faktual mengenai
diagnosis, tindakan
prognosis
5.6 Libatkan keluarga
untuk mendampingi
klien
5.7 Instruksikan pada
pasien untuk
menggunakan tehnik
relaksasi
5.8 Dengarkan dengan
penuh perhatian
5.9 Identifikasi tingkat
kecemasan
5.10 Bantu pasien
mengenal
situasiyang
menimbulkan
kecemasan
5.11 Dorong pasien untuk
mengungkapkan
perasaan, ketakutan

lxix

20. Penurunan
produktivitas (level 1-
5)
21. Gangguan tidur (level
1-5)
22. Perubahan pada pola
buang air besar (level
1-5)
23. Mengubah pola makan
(level 1-5)


6. Kurang Pengetahuan
Batasan Karakteristik:
a. Perilaku hiperbola
b. Ketidakakuratan
mengikuti perintah
c. Ketidakakuratan
melakukan tes.
d. Perilaku tidak tepat
(mis: hysteria,
bermusuhan,
agitasi, apatis)
e. Pengungkapan
masalah.

Faktor yang
Noc knowledge: Disease
Process (Pengetahuan proses
penyakit)
Indikator:
1) Proses penyakit dengan
skala 5 (pengetahuan
secara luas)
2) Faktor penyebab dan
pendukung dengan skala
5 (pengetahuan secara
luas)
3) Faktor resiko dengan
skala 5 (pengetahuan
secara luas)
4) Dampak penyakit dengan
Nic Health education
(Pendidikan Kesehatan)
Activity;
6.1 Kenali faktor
internal atau
eklsternal yang
dapat meningkatkan
atau menurunkan
motivasi perilaku
sehat.
6.2 Tentukan konteks
pribadi dan sejarah
social budaya
individu, keluarga
atau komunitas

lxx

berhubungan:
a. Keterbatasan
kognitif
b. Salah
interpretasi
informasi
c. Kurang
pajanan
d. Kurang minat
dalam belajar
e. Kurang dapat
mengingat
f. Tidak familiar
dengan sumber
informasi
skala 5 (pengetahuan
secara luas)
5) Tanda dan gejala
penyakit dengan skala 5
(pengetahuan secara luas)
6) Pelajaran sederhana dari
proses penyakit dengan
skala 5 (pengetahuan
secara luas)
7) Strategis untuk
meminimalisir
perkembangan penyakit
dengan skala 5
(pengetahuan secara luas)
8) Komplikasi penyakit
yang potensial dengan
skala 5 (pengetahuan
secara luas)
9) Tanda dan gejala dari
komplikasi penyakit
dengan skala 5
(pengetahuan secara luas)
10) Tindakan mencegah
komplikasi penyakit
dengan skala 5
(pengetahuan secara luas)
11) Dampak psikososial dari
perilaku sehat.
6.3 Tentukan
pengetahuan
kesehatan saat ini dan
perilaku gaya hidup
individu, keluarga,
dan target kelompok.
6.4 Bantu individu,
keluarga, dan
komunitas untuk
menjelaskan nilai dan
kepercayaan
kesehatan.
6.5 Kenali karakteriustik
dari target populasi
yang mempengaruhi
strategi seleksi
pembelajaran.
6.6 Rumuskan tujuan
dari program
pendidikan
kesehatan.
6.7 Kenali sumber
(misalnya: personal,
ruang, peralatan, dan
uang) yang
dibutuhkan untuk

lxxi

penyakit terhadap diri
sendiri dengan skala 5
(pengetahuan secara
luas).
12) Dampak psikososial dari
penyakit terhadap
keluarga dengan skala 5
(pengetahuan secara luas)
13) Keuntungan dari
manajemen penyakit
dengan skala 5
(pengetahuan secara luas)
14) Tersedianya kelompok
pendukung dengan skala
5 (pengetahuan secara
luas)
15) Sumber terpercaya
tentang informasi yang
spesifik dengan skala 5
(pengetahuan secara luas)







mengadakan
program.
6.8 Pertimbangkanb
aksesibilitas, pilihan
konsumen, dan biaya
dalam rencana
program.
6.9 Letakkan secara
strategis iklan yang
menarik untuk
mendapatkan
perhatian dari
masyarakat.
6.10 Hindari untuk
menggunakan teknik
menakuti sebagai
strategi untuk
memotivasi orang
lain untuk mengganti
perilaku atau gaya
hidup sehat.
6.11 Tekankan segera
keuntungan jangka
pendek kesehatan
yang dapat diterima
dari gaya hidup
positif dari pada

lxxii




























keuntungan jangka
panjang atau dampak
negative
ketidakpatuhan.
6.12 Gabungkan strategi
untuk meningkatkan
harga diri target
masyarakat.
6.13 Kembangkan materi
edukasi tertulis pada
tingkat membaca
yang tepat untuk
target masyarakat.
6.14 Ajarkan strategis
yang dapat digunakan
untuk menolak
perilaku tidak sehat
atau mengambil
resiko daripada
menyarankan untuk
menghindari atau
mengganti perilaku.
6.15 Jaga penyajian yang
terfokus, singkat, dan
dimulai serta diakhiri
pada tujuan utama.
6.16 Gunakan grup

lxxiii




























presentasi untuk
menyediakan
dukungan dan
mengurangi ancaman
terhadap peserta
didik yang
mengalami masalah
yang sama atau
perhatian yang tepat.
6.17 Gunakan dosen untuk
menyampaikan
jumlah maksimum
informasi yang
sesuai.
6.18 Gunakan grup diskusi
dan aturan main
untuk mempengaruhi
keyakinan kesehatan,
sikap, dan nilai.
6.19 Gunakan demonstrasi
atau demonstrasi
kembali, partisipasi,
partisipasi peserta
didik dan ubah materi
ketika mengajarkan
kemampuan
psikomotorik.

lxxiv


























Noc Knoeledge: Ilness
Care (Pengetahuan:
6.20 Gunakan intruksi
computer, televise,
video interaktif dan
teknologi lainnya
untuk menyampaikan
informasi.
6.21 Gunakan
telekonferensi,
telekomunikasi dan
teknologi computer
untuk pembelajaran
jarak jauh.
6.22 Libatkan individu,
keluarga dan
kelompok dalam
merencanakan dan
mengimplementasika
n rencana untuk
perubahan gaya
hidup dan perilaku
sehat.
6.23 Tekankan dukungan
keluarga, rekan dan
komunitas untuk
menyampaikan
perilaku sehat.
Teaching: Disease

lxxv

Perawatan Penyakit)
Indicator;
16) Diet yang
direkomendasikan
dengan skala 5
(pengetahuan secara
luas)
17) Proses penyakit
yang spesifik dengan
skala 5 (pengetahuan
secara luas)
18) Teknik konservasi
energy dengan skala 5
(pengetahuan
secara luas)
19) Pencegahan control
infeksi dengan skala 5
(pengetahuan secara
luas)
20) Penggunaan obat
resep yang tepat dengan
skala 5 (pengetahuan
secara luas)
21) Menentukan
aktivitas dan latihan
dengan skala 5
(pengetahuan secara
Process ( Pembelajaran:
Proses Penyakit)
6.24 Nilai tingkat
pengetahuan pasien
saat ini yan g
berhubungan dengan
proses penyakit yang
spesifik.
6.25 Jelaskan tentang
patofisiologi penyakit
dan bagaimana itu
berhubungan dengan
anatomi dan fisiologi
dengan tepat.
6.26 Ulas pengetahuan
pasien tentang
kondisinya
6.27 Benarkan
pengetahuan pasien
tentang kondisinya.
6.28 Jelaskan tanda-tanda
umum dan gejala
penyakit dengan
tepat.
6.29 Periksa bersama
pasien yang telah
dilakukannya untuk

lxxvi

luas)
22) Prosedur pengobatan
dengan skala 5
(pengetahuan secara
luas)
23) Regimen
pengobatan dengan
skala 5 (pengetahuan
secara luas)
25) Sumber layanan
kesehatan yang
terpercaya dengan skala
5 (pengetahuan secara
luas)
mengatasi gejalanya.
6.30 Jelaskan proses
penyakitnya
6.31 Kenali kemungkinan
etiologi dengan tepat
6.32 Berikan informasi
pada pasien tentang
kondisinya dengan
tepat
6.33 Kenali perubahan
kondisi fisik pasien
6.34 Bagikan keluarga
atau orang yang
terdekat dengan
informasi
prekembangan pasien
6.35 Bagikan informasi
tentang diagnosis
yang tersedia dengan
tepat
6.36 Diskusikan
perubahan gaya
hidup yang
dibutuhkan untuk
mencegah komplikasi
di masa mendatang
dan / atau mengontrol

lxxvii

proses penyakit
6.37 Diskusikan pilihan
terapi pengobatan
6.38 Jelaskan alasan
dibalik
rekomendasi
manajemen/terapi/
pengobatan
6.39 Anjurkan pasien
untuk mencari pilihan
atau mendapatkan
pilihan kedua yang
sesuai
6.40 Jelaskan
kemungkinan
komplikasi kronis
yang sesuai
6.41 Instruksikan pasien
untuk
memperkirakan agar
mencegah atau
meminimalkan efek
samping dari
pengobatan penyakit
dengan tepat
6.42 Instruksikan pasien
untuk

lxxviii

memperkirakan agar
mengontrol atau
meminimalkan gejala
dengan tepat
6.43 Cari kemungkinan
sumber atau
dukungan yang
sesuai
6.44 Arahkan pasien
kepada komunitas
local atau kelompok
pendukung yang
sesuai
6.45 Instruksikan pasien
dengan tanda dan
gejala untuk
melaporkannya ke
penyedia layanan
kesehatan yang
sesuai
6.46 Sediakan nomor
telepon yang dapat
dihubungi jika terjadi
komplikasi
Learning Fasilitation
(Fasilitas Belajar)
6.47 Mulailah instruksi

lxxix

hanya setelah pasien
menyatakan kesiapan
belajar
6.48 Kenali tujuan belajar
secara jelas dan dapat
diukur atau diamati
6.49 Mulailah instruksi
hanya setelah pasien
menyatakan kesiapan
belajar
6.50 Kenali tujuan belajar
secara jelas dan dapat
diukur atau diamati
6.51 Bagikan informasi
secara tepat untuk
tingkat
perkembangan
6.52 Sediakan lingkungan
untuk belajar
6.53 Gunakan bahasa yang
familiar
6.54 Anjurkan partisipasi
aktif dari pasien

6.55 Siapkan materi yang
ada dan terbaru
6.56 Ulangi informasi

lxxx

yang penting
6.57 Bagikan materi
pembelajaran untuk
mengilustrasikan hal
yang penting atau
informasi yang
kompleks
6.58 Jaga sesi
pembelajaran yang
singkat dan tepat
6.59 Jelaskan terminology
yang kurang familiar
6.60 Hubungkan isi yang
baru terhadap
pengetahuan
sebelumnya dengan
tepat
6.61 Kenalkan pasien
kepada orang yang
mengalami hal yang
sama
6.62 Hindari pengaturan
pembatasan waktu
6.63 Gunakan berbagai
model pembelejaran
yang sesuai
6.64 Gunakan demonstrasi

lxxxi

dan demonstrasi
kembali secara tepat
6.65 Sediakan kesempatan
untuk berlatih dengan
tepat
6.66 Sediakan feedback
berkala tentang
perkembangan
belajar

6.67 Koreksi
kesalhpahaman
informasi dengan
tepat
6.68 Sediakan waktu bagi
pasien untuk bertanya
dan
berdiskusi
6.69 Jawab pertanyaan
dengan jelas

7. Ketidakefektifan pola
nafas berhubungan
dengan:
- Kelelahan
- Hiperventilasi
- Syndrome
Noc Status pernafasan:
Kepatenan Jalan Napas
Indikator:
1. Frekuensi pernapasan
2. Irama pernapasan
3. Kedalamam inspirasi
Nic Manajemen Jalan
Napas
Activity;
7.1 Buka jalan napas,
menggunakan teknik
chin lift atau jaw trust.

lxxxii

hipoventilasi
- Nyeri
- Kelelahan otot
pernafasan
4. Kemampuan untuk
membersihkan secret
1) Penyimpangan berat dari
rentang normal
2) Penyimpangan yang
substasial dari rentang
normal
3) Penyimpangan sedang
dari rentang normal
4) Penyimpangan ringan
dari rentang normal
5) Tidak ada penyimpangan
dari rentang normal














7.2 Posisikan pasien untuk
memaksimalkan
potensi ventilasi.
7.3 Identifikasi kebutuhan
actual pasien/potensi
penyisipan jalan
napas.
7.4 Pasang oral atau
nasopharyngeal
airway.
7.5 Lakukan terapi fisik
dada.
7.6 Keluarkan secret
dengan menganjurkan
batuk atau dengan
suction.
7.7 Anjurkan bernapas
dalam dan pelan; dan
batuk
7.8 Instruksikan
bagaimana batuk
efektif
7.9 Bantu dengan
spirometer insentif
7.10 Auskultasi suara
napas, tidak ada area
penurunan atau tidak

lxxxiii




























ada ventilasi dan
adanya suara yang
baik.
7.11 Lakukan suction pada
endotracheal atau
nasotracheal.
7.12 Atur penggunaan
bronchodilator.
7.13 Ajarkan pasien
bagaimana
menggunakan inhaler
yang diresepkan
7.14 Atur terapi aerosol
7.15 Atur terapi nebulizer
ultrasonic
7.16 Atur kelembapan
udara atau oksigen
7.17 Keluarkan benda asing
dengan MeGill
Forceps
7.18 Atur intake cairan
untuk
mengoptimalkan
keseimbangan cairan.
7.19 Posisikan untuk
mengurangi dyspnea.
7.20 Monitor pernapasan

lxxxiv



Noc Status Pernapasan
Ventilasi
Indikator:
1. Frekuensi pernapasan
2. Irama pernapasan
3. Kedalamaninspirasi
4. Suara perkusi
5. Tidal vol;ume
6. Kapasitas vital paru
7. Temuan hasil X-ray
dada
8. Tes fungsi paru
(1) Penyimpangan berat dari
rentang normal
(2) Penyimpangan yang
substasial dari rentang
normal
(3) Penyimpangan sedang
dari rentang normal
(4) Penyimpangan ringan
dari rentang normal
(5) Tidak ada penyimpangan
dari rentang normal.

Tanda-Tanda Vital
dan status oksigenasi.
Nic Ventilasi Mekanis
Activity;
7.21 Monitor kelelahan otot
pernapasan
7.22 Monitor kejadian
gagal napas
7.23 Konsul dengan tim
kesehatan lain dalam
memilih mode
ventilator
7.24 Monitor secara rutin
setting ventilator
7.25 Cek semua koneksi
ventilator secara
teratur
7.26 Gunakan teknik
aseptic
7.27 Monitor tekanan
ventilator dan suara
napas
7.28 Lakukan fisioterapi
dada
7.29 Lakukan suction
berdasarkan pada
suara napas dan atau
peningkatan tekanan

lxxxv

Indikator:
a. Suhu tubuh
b. Denyut jantung

inspirasi.
7.210 Berikan
perawatan oral secara
rutin.
2. Memonitor Tanda-
Tanda Vital
7.21 Monitor tekanan
darah, nadi, suhu dan
status pernapasan
7.22 Monitor tekanan darah
setelah pemberian
obat
7.23 Monitor irama dan
frekuensi

8. Resiko infeksi

Noc Knowledge : infection
control
 Risk controlSetelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x7 jam pasien tidak
menga I infeksi dengan indicator:
1.klien bebas dari tanda dan
gejala infeksi
2.menunjukkan kemampuan
untuk mencegah timbulnya
infeksi
3.jumlah leukosit dalam
batas normal
Nic Infection control
Activity;
8.1 Pertahankan teknik
aseptif
8.2 Batasi pengunjung
bila perlu
8.3 Cuci tangan setiap
sebelum dan
sesudah tindakan
keperawatan
8.4 Gunakan baju,
sarung tangan

lxxxvi

4.menunjukkan perilaku
hidup sehat
5.status imun,
gastrointestinal,
6.genitourinaria dalam batas
normal

sebagai alat
pelindung
8.5 Ganti letak IV
perifer dan dressing
sesuai dengan
petunjuk umum
8.6 Gunakan kateter
intermiten untuk
menurunkan infeksi
kandung kencing
8.7 Tingkatkan intake
nutrisi
8.8 Berikan terapi
antibiotik
8.9 Monitor tanda dan
gejala infeksi
sistemik dan lokal
8.10 Pertahankan teknik
isolasi k/p
8.11 Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
8.12 Monitor adanya
luka
8.13 Dorong masukan
cairan

lxxxvii

8.14 Dorong istirahat
8.15 Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
8.16 Kaji suhu tempat
tiduran pada pasien
neutropenia setiap 4
jam

8. Implementasi
Implementasi yang merupakan komponen keperaawtan adalah kategori dari perilaku
keperawatan dimana tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan yang dilakukan dan diselesaikan. Dalam teori,
implementasi dari rencana asuhan keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari
proses keperawatan. Namun demikian, dibanyak lingkungan perawatan kesehatan,
implementasi mungkin dimulai secara langsung setelah pengkajian (Potter & Perry,
2005).
Setelah pelaksaan selesai, dilakukan dokumentasi intervensi secara tertulis pada
catatan keperawatan dan proses keperawatan. Pada pasien hipertensi beberapa prinsip
pelaksanaan yang dapat dilakukan adalah :
a. Latihan gerak badan/olahraga teraur khususnya pada penderita yang gemuk.
b. Hindari mengkonsumsi makan makanan banyak mengandung garam dan lemak
yang tinggi

lxxxviii

c. Hindari perilaku hidup yang tidak sehat seperti merokok, minum alcohol, dan stress
yang berlebihan.
d. Selalu melakukan control terhadap kesehatannya ke pusat pelayanan kesehatan
(Potter & Perry, 2005).
9. Evaluasi
Setelah mendapatkan pertolongan yang adekuat, vital sign diobservasi secara berkala,
setelah itu dikonsulkan kepada dokter atau bagian diagnostik untuk prosedur yang
berikutnya, jika kondisi sudah stabil pindahkan keruangan yang sesuai.
10. Dokumentasi keperawatan
Apa yang telah dilakukan perawat atau tim untuk ditulis kedalam status gawat darurat
klien, termasuk hasil pengkajian yang ditemukan, trias dengan warna apa, tindakan
keperawatan apa saja yang telah dilakukan, pengobatan apa saja yang telah diberikan,
evaluasi.

lxxxix

BAB III LAPORAN KASUS PENGELOLAAN UTAMA
A. Pengkajian kasus………………………………………………… .. 87
B. Analisa Data……………………………………………………… .. 92
C. Masalah Keperawatan…………………………………………… .. 95
D. Intervensi keperawatan…………………………………………… . 96
E. Intervensi Inovasi………………………………………………… .. 104
F. Implementasi Keperawatan……………………………………… .. 107
G. Implementasi Keperawatan Inovasi……………………………… .. 118
H. Evaluasi Keperawatan…………………………………………… ... 118
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Profil Lahan Praktik……………………………………………… .. 122
B. Analisis Masalah Keperawatan dengan Konsep Terkait dan
Konsep Kasus Terkait……………………………… ...................... 124
C. Analisis Salah satu Intervensi dengan Konsep dan Penelitian
Terkait ....................................…................................................ ........ 125
D. Alternatif Pemecahan yang Dapat Dilakukan…………………….. 128
SILAHKAN KUNJUNGI PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH
KALIMANTAN TIMUR

xc

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisa dan pembahasan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan
bahwa :
1. Gambaran umum klien dengan Hipertensi pada ketiga kasus ini adalah
memperlihatkan nyeri akut dan Ansietas.
2. Diagnosis keperawatan yang dapat ditegakkan pada Ibu.W antara lain adalah
masalah Nyeri akut, Ansietas, dan Resiko infeksi. Pada Tn.F antara lain adalah
masalah Hambatan mobilitas fisik, Ansietas, dan Kurang pengetahuan. Pada Ibu.D
antara lain masalah Nyeri akut, Nausea, dan Resiko infeksi.
3. Nursing Outcome Classification (NOC) untuk masalah keperawatan nyeri akut
adalah kontrol nyeri dengan Nursing Interventions Classification (NIC)
manajemen nyeri, NOC Anxiety self control dengan Nursing Interventions
Classification (NIC) Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
4. NIC manajemen nyeri, NIC Anxiety Reduction (penurunan kecemasan), NIC
Infection control, NIC Exercise therapy : ambulation, NIC Teaching :disease
process, dan NIC Nausea Management.
5. Dari ketiga pasien yang telah dilakukan implementasi inovasi didapatkan hasil
bahwa dari ketiga pasien yang menderita hipertensi mengalami penurunan tekanan
darah yaitu pada pasien I datang dengan 160/100 mmHg menjadi 130/80 mmHg,
pasien II datang dengan 170/100 mmHg menjadi 130/80 mmHg, pasien III datang

xci

dengan 150/80 mmHg menjadi 120/80 mmHg. Pasien juga mengatakan dengan
melakukan terapi murottal al quran dan aroma terapi mawar dapat membuat rileks
6. Intervensi inovasi adalah terapi murottal al quran dan aroma terapi mawar yang
dilakukan kepada pasien di ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Abdul Wawab
Sjahranie Samarinda pada pasien dengan hipertensi. Setelah dilakukan tindakan
keperawatan terapi murottal al quran dan aroma terapi mawar, kategori tekanan
darah klien menurun. Hasilnya menunjukkan bahwa adanya terapi murottal al
quran dan aroma terapi mawar klien, baik dari tanda-tanda vital dan keadaan
umum klien.
B. Saran
Dalam analisis ini ada beberapa saran yang disampaikan yang kiranya dapat
bermanfaat dalam pelayanan keperawatan khususnya kegawatdaruratan sistem
kardiovaskuler pada kasus ketidakstabilan kadar tekanan darah pasien hipertensi
sebagai berikut :
1. Bidang keperawatan
Bidang keperawatan hendaknya dapat menjadi pioner program adanya terapi
modalitas dengan memberikan banyak refrensi pelatihan terkait hal ini
2. Bidang komite keperawatan
Komite keperawatan hendaknya dapat membuat sebuah satuan standar
operasional prosedur terapi modalitas salah satunya terapi mendengarkan murottal
alquran dan aroma terapi mawar.
3. Diklit

xcii

Bidang diklit hendaknya memberikan kesempatan kepada perawat untuk dapat
melakukan banyak penelitian tentang terapi modalitas dan membuat kumpulan
SOP terkait hal ini.
4. Perawat
Perawat menerapkan teapi inivasi murottal alqur’an dan aromaterapi mawar
dengan standar operasional prosedur (SOP) yang di buat oleh Rumah sakit, dan
meningkatkan kapasitas dirinya dengan berinovasi pada terapi modalitas dan
tidak terpaku pada tindakan advis medis saja.
5. Peneliti
Peneliti selanjutnya diharapkan mampu membuat penelitian kombinasi dari
murattal al quran dengan aroma terapi mawar dan karya ilmiah akhir ners ini bisa
jadi referensi penelitian selanjutnya agar menjadi lebih baik.

xciii

DAFTAR PUSTAKA


Douglas JG, 2003.International Society on Hypertension in Blcks (ISHIB)

Sustrani L, dkk, 2011. Konsep penyakit klinis.Jakarta EGC


Shimamoto, 2006.Chinese Hypertension Society (CHS)


Smith, Tom, 1986. hipertensi sistolik dan hipertensi diastolic Edisi 7


Rusdi dan Nurlaela, 2009. Penyakit Jantung, Hipertensi dan Nutrisi,


Mahalul Azam,2005.jantung dan ginjal.


American Heart Association, 2011, Heart International Cardiovascular Disease
Statistic.http://www.american heart.org/,


Depkes RI., 2012, Masalah Hipertensi Di Indonesia, http://www.depkes.go.id,


Kaplan, Norman M., 2012, Smoking and Hypertension, http://uptodate.com/,


Kowalski, R., 2010, Terapi Hipertensi. Terjemahan: Rani S. Bandung: Qanita Zulkeflie,
NASB, 2011, Rokok, http://Repository.usu.ac.id/,


Sani, 2008 JNC (Joint Committe on Prevention, Detection, Evaluation, and Treatment of
High Blood Pressure), ahli hipertensi nasional Amerika Serikat


National Institutes for Health USA (NIH,1998). Health And Nutritions. (4)


Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisologi edisi 3. EGC : Jakarta

xciv



Crisp, J., & Taylor, C. (2006). Potter & Perry’s fundamental of nursing (3rd ed). Australia:
Mosby.


Smeltzer SC, Bare BG. Buku ajar keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth edisi 8
volume 1.Alih bahasa Waluyo A, Karyasa IM, Julia, Kuncara, Asih Y. EGC. Jakarta;
1997.


Setyoadi, Kushariyadi. Terapi modalitas keperawatan pada klien psikogeriatrik. Salemba
Medika. Jakarta; 2011.


Henderson C, Jones K. Buku ajar konsep kebidanan. Alih bahasa Anjarwati R, Komalasari R,
Adiningsih D. EGC. Jakarta;2005


Teknik relaksasi nafas dalam. [diunduh pada tanggal 21 April 2013] tersedia
www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1keperawatan/206312001/bab2.pd


Davis, M., Eshelman, ER., Mattew. (2005). Panduan relaksasi dan reduksi stres. Jakarta:
EGC.


Dochterman, J.M., & Bulecheck, G.M. (2004). Nursing intervention classification. Iowa :
Mosby.


Kanji N. , White, A. & Ernste . (2006). Autogenic training to reduce anxiety in nursing
students: Randomized controlled trial. Journal of Advanced Nursing, 53 (6).


Price, S. A., & Wilson, L. M. (2006). Patofisiologi konsep klinis proses penyakit, Edisi 6,
Jakarta: EGC.


Saunders, S. (2007). Autogenic therapy : Short term therapy for long term gain. British
autogenic Society, Diperoleh dari http://www.autogenic therapy.org.uk


Shinozaki, M., Kanazawa, M., Kano, M., Endo, Y., Nakaya, N., Hongo, M., dan Fukudo, S.
(2010). Effect of autogenic training on general improvement in

xcv



Smeltzer, S. C., Bare, B. G., Hinkle, J. L., Cheever, K. H. (2008). Brunner & Suddarth’s
textbook of medical-surgical nursing (11th Edition). Philadelphia: Lippincott William