Jurnal Kimia Saintek dan Pendidikan
Volume II, Nomor 1, Tahun 2018, Hal 21-30
e-ISSN 2615-3378

Universitas Sari Mutiara Indonesia Page | 21
DAYA ADSORPSI KARBON AKTIF DARI CANGKANG
KEMIRI TERHADAP KADAR BILANGAN PEROKSIDA
PADA MINYAK GORENG BEKAS

Barita Aritonang
1)
, Hestina
2)

1,2)
Universitas Sari Mutiara Indonesia
Email :
1)
[email protected];
2)
[email protected]

Abstrak : Kebutuhan akan konsumsi minyak goreng baik itu dalam skala rumah tangga
maupun skala industri pangan seperti industri makanan (snack), kerupuk, mie instant
semakin meningkat. Meningkatnya kebutuhan akan konsumsi minyak goreng
mengakibatkan ketersediaan minyak di pasar kadang kala tidak mencukupi kebutuhan
konsumen, sehingga kerap kali terjadi penggunaan minyak goreng yang berulang-ulang
dengan pemanasan suhu yang tinggi mengakibatkan terbentuk senyawa aldehida, keton,
serta bau tengik, yang mempengaruhi mutu dan gizi bahan pangan yang digoreng.
Alternatif pengolahan minyak goreng bekas adalah melalui proses adsorpsi dengan
karbon aktif dari cangkang kemiri (Aleurites moluccana). Penelitian ini bertujuan untuk
menurunkan kadar bilangan peroksida minyak dengan melihat perbandingan sebelum
dan sesudah pemurnian dengan arang aktif. Penentuan bilangan peroksida menggunakan
titrasi iodometri, proses pengukuran dilakukan pada sampel minyak goreng baru, minyak
goreng bekas, dan minyak goreng bekas setelah dimurnikan menggunakan arang aktif.
Hasil penelitian menunjukkan terjadi penurunan kadar bilangan peroksida pada sampel
minyak goreng sesudah 6 kali penggorengan. Kadar bilangan peroksida awal sebesar
9,3762 meq O2/kg, setelah pemberian arang aktif kadar bilangan peroksida berkurang
menjadi 7,3428 meq O2/kg. Hal ini menunjukkan bahwa karbon aktif efektif menurunkan
kadar bilangan peroksida dan penjernihan warna pada minyak goreng bekas.
Kata Kunci : Minyak Goreng, Cangkang Kemiri, Bilangan Peroksida, Arang Aktif.
Abstract: The need for cooking oil consumption both in the household scale and scale of
food industry such as food industry (snack), crackers, instant noodles is increasing.
Increasing the need for cooking oil consumption resulted in the availability of oil in the
market sometimes not sufficient consumer needs, so that often happened the use of
repeated cooking oil with high temperature heating resulted in the form of aldehydes,
ketones, and rancid odors, which affect the quality and nutrition fried foods. Alternative
processing of used cooking oil is through the adsorption process with activated carbon
from the candlenut shell (Aleurites moluccana). The aim of this research is to reduce the
level of oil peroxide number by looking at the comparison before and after purification
with activated charcoal. Determination of peroxide number using iodometric titration, the
measurement process is done on new cooking oil samples, used cooking oil, and used
cooking oil after being purified using activated charcoal. The results showed a decrease
in the peroxide number in the sample of cooking oil after 6 times of frying. Prior to
activated charcoal grading peroxide number of 9.3762 meq O2/kg, after the activated
charcoal from the hazelnut shell the level of peroxide number is reduced to 7.3428 meq
O2/kg. This shows that activated carbon effectively decreases levels of peroxide and color
cleansing in used cooking oil.
Keywords: Edible Oil, Kemiri Shell, Peroxide Numbers, Activeted Carbon.

Barita Aritonang, Hestina

Jurnal Kimia Saintek dan Pendidikan Page | 22
1. PENDAHULUAN
Salah satu kebutuhan penting yang
diperlukan oleh masyarakat Indonesia
adalah minyak goreng. Minyak goreng
adalah minyak nabati yang telah
dimurnikan dan dapat digunakan sebagai
bahan pangan. Minyak selain
memberikan nilai kalori paling besar
diantara zat gizi lainnya juga dapat
memberikan rasa gurih, tekstur dan
penampakan bahan pangan menjadi lebih
menarik, serta permukaan yang kering
(Dewi dan Hidajati, 2012).
Kebutuhan akan konsumsi minyak
goreng baik itu dalam skala rumah
tangga maupun skala industri pangan
atau pabrik, seperti industri makanan
(snack), kerupuk, mie instant semakin
meningkat, hal ini dapat dilihat hampir
semua jenis makanan membutuhkan
minyak goreng untuk proses
pembuatannnya. Meningkatnya
kebutuhan akan konsumsi minyak goreng
mengakibatkan ketersediaan minyak di
pasar kadang kala tidak mencukupi
kebutuhan konsumen, sehingga kerap
kali terjadi penggunaan minyak goreng
bekas secara berulang kali yaitu lebih
dari dua atau tiga kali penggorengan dan
minyak goreng nabati yang digunakan
berulang kali dapat membahayakan
kesehatan (Widayat dan Haryani, 2006 ;
Supriyana, 2006 ; Ramdja, 2010).
Pemakaian minyak goreng yang
digunakan secara berulang kali (minyak
jelantah) sering dijumpai pada industri
pangan maupun non pangan, ibu rumah
tangga dan pedagang jajanan gorengan
kaki lima. Mereka sengaja menggunakan
minyak goreng bekas secara berulang
kali dengan alasan untuk berhemat dan
adanya anggapan jika menggoreng
sesuatu dengan menggunakan minyak
jelantah rasa yang dihasilkan lebih gurih
dan renyah.
Menurut para ahli kesehatan mengatakan
minyak goreng bekas (minyak jelantah)
tidak layak digunakan kembali untuk
keperluan memasak (Maria Selvester
Thaedus, 2015), minyak goreng hanya
boleh digunakan dua sampai tiga kali
untuk menggoreng (Lee, 2002) .
Penggorengan minyak goreng berulang
kali akan menghasilkan akrilamida.
Akrilamida terbentuk dari komponen
makanan selama pemanasan, pada saat
proses pemanasan akan timbul asam
lemak trans, selanjutnya, zat ini akan
mempengaruhi metabolisme profil lipid
darah yakni HDL kolesterol, LDL
kolesterol dan total kolesterol yang
kemudian menimbulkan penyumbatan
pada pembuluh darah atau disebut
atherosklerosis yang dapat memicu
terjadinya hipertensi, stroke dan penyakit
jantung koroner (Lineback et al, 2012;
Tai et al, 2016). Hal ini dikarenakan
selama proses penggorengan minyak
mengalami reaksi degradasi yang
disebabkan oleh panas, udara dan air,
sehingga mengakibatkan terjadinya
proses oksidasi, hidrolisis dan
polimerisasi asam lemak yang
menghasilkan radikal bebas senyawa
peroksida yang bersifat toksis bagi sel
tubuh. Kerusakan minyak pada umumnya
disebabkan oleh proses hidrolisis,
polimerisasi dan oksidasi (Acar, 2012 ;
Nadirawati dan Muthmainnah, 2012).
Reaksi hidrolisis pada minyak dapat
sebagai berikut (Herlina dkk, 2002) :
C
3H
5 (OOCR)
3 + 3H
2O  C
3H
5 (OH)
3 + 3RCOOH
Trigliserida Air Gliserol Asam lemak

Salah satu metode yang dianggap
sederhana, ekonomis dan mudah untuk
meningkatkan kualitas minyak goreng
bekas adalah dengan cara adsorpsi
menggunakan adsorben dari karbon aktif
(arang aktif) melalui proses pemurnian
minyak goreng bekas. Arang aktif
merupakan senyawa karbon amorf yang
dapat dihasilkan dari bahan-bahan yang
mengandung karbon atau dari arang yang
diperlakukan dengan cara khusus untuk
mendapatkan permukaan yang lebih luas.
Luas permukaan arang aktif berkisar
antara 300 m
2
/g-3500 m
2
/g dengan daya
serap arang aktif sangat besar yaitu 25%-
1000 % terhadap berat arang aktif
(Meilita dan Tuti, 2003).

Barita Aritonang, Hestina

Jurnal Kimia Saintek dan Pendidikan Page | 23
Arang aktif dapat dibuat dari semua
bahan alam yang mengandung karbon,
baik karbon organik maupun karbon
anorganik dengan syarat bahan tersebut
mempunyai struktur berpori seperti
tempurung kelapa, tempurung kelapa
sawit, kulit buah kopi, sekam padi,
tempurung biji karet, tempurung biji
jarak. Salah satu bahan yang dapat
digunakan sebagai karbon aktif adalah
cangkang kemiri. Limbah cangkang
kemiri sangat baik digunakan sebagai
arang aktif karena cangkang kemiri
memiliki sifat keras dengan nilai kalor
4164 kal/g.
Sifat karbon aktif dipengaruhi oleh jenis
bahan baku, luas permukaan, penyebaran
pori dan sifat kimia permukaan arang
aktif, proses aktivasi yang digunakan
(Austin, 1984). Pada tahap aktivasi,
terlebih dahulu karbon direndam
menggunakan bahan pengaktif antara lain
ZnCl2, KOH, NaCl, H2SO4 dan H3PO4.
Kualitas karbon aktif dapat dinilai
berdasarkan persyaratan (SNI) 06–3730-
1995.
Tabel 1. Syarat Mutu Arang Aktif SNI
Nomor 06-370 Tahun 1995
Uraian
Persyaratan
Butiran Serbuk
Kadar air (%)
Maks
4.5
Maks
15
Kadar abu (%)
Maks
2.5
Maks
10
Daya Serap I2
(mg/g)
Min
750
Min
750
(Sudrajat, 2005; Pari ,2005; Guo, 2007)
Keuntungan penggunaan karbon aktif
sebagai adsorben untuk bahan pemurnian
minyak goreng bekas adalah karena
karbon aktif dapat menyerap sebagian
bau tengik pada minyak goreng yang
sudah dipakai secara berulang kali dan
dapat mengurangi jumlah kadar bilangan
peroksida sehingga memperbaiki kualitas
minyak (Wahjuni dan Kostradiyanti,
2008). Hal ini dapat dibuktikan
berdasarkan hasil penelitian Wijaya dkk
(2005) dan Yuliana dkk (2008), bahwa
adsorben atau bahan penyerap berupa
karbon aktif yang digunakan dapat
meningkatkan kembali mutu minyak
goreng bekas, dimana karbon aktif akan
bereaksi menyerap warna yang membuat
minyak bekas menjadi jernih. Menurut
penelitian Nasir (2014), tentang
pemanfaatan arang aktif kulit pisang
kapok (Musa normalis) sebagai absorben
untuk menurunkan angka peroksida dan
asam lemak bebas. Hasil analisis ragam
menunjukkan rasio terbaik bagi absorben
kulit pisang untuk menurunkan angka
peroksida dan asam lemak bebas minyak
goreng bekas pada 10 % dan konsentrasi
NaOH 1N.
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui daya adsorpsi arang aktif
dari cangkang kemiri ( Aleurites
moluccana) sebagai adsorben untuk
menurunkan kadar Bilangan Peroksida
(BP) pada minyak goreng sebelum dan
sesudah penggorengan secara berulang
sesuai standar mutu minyak goreng di
Indonesia yang diatur dalam SNI
7709:2012 kadar bilangan peroksida
maksimal sebesar 10 meq O 2/kg.
Karakteristik permukaan adsorben
cangkang kulit kemiri (Aleurites
moluccana) akan dianalisis dengan SEM.

2. METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan Penelitian
Untuk peralatan penelitian yang
digunakan meliputi : tanur, oven, cawan
porselin, lumpang dan alu, blender,
ayakan 100 mesh, desicator, neraca
analitik, magnetic stirrer, shaker,
sentrifuge, corong, buret, klem dan statif
dan alat-alat gelas yang umum digunakan
dalam laboratorium.
Bahan penelitian yang digunakan yaitu :
cangkang kemiri, akuades, H3PO4 1N,
2,5N; 5N; 7,5N dan 10N asam asetat,
Na2S2O3 0,01 N, Kloroform. Larutan
Kalium iodida jenuh, indikator amilum,
sampel minyak goreng bekas 2,4,dan 6
kali penggorengan.

Barita Aritonang, Hestina

Jurnal Kimia Saintek dan Pendidikan Page | 24
Pembuatan Arang Aktif Cangkang
Kemiri
Preparasi kulit kemiri dilakukan dengan
cara mencuci kulit kemiri untuk
membersihkan kotoran-kotoran (sisa-sisa
daging buah kemiri, kerikil, tanah) dan
dikeringkan dengan cara di jemur.
Selanjutnya sebanyak 200 gram,
tempurung kemiri dimasukkan kedalam
cawan porselin dan dipanaskan dalam
furnace selama 1 jam pada suhu 600 °C
hingga didapatkan arang, kemudian
diaktivasi dengan cara direndam dengan
H3PO4 dengan variasi konsentrasi 1; 2,5;
5; 7,5 dan 10N selama waktu 24 jam.
Arang aktif yang telah direndam
selanjutnya dikeringkan dalam oven
selama 1 jam pada suhu 110°C, lalu
arang digiling menggunakan ball mill
sampai halus setelah itu diayak hingga
lolos 100 mesh, kemudian dikarakterisasi
dengan persyaratan yang ditetapkan oleh
SNI 06–3730-1995 (analisa kadar air,
analisa kadar abu, analisa daya serap
terhadap iodium), SEM (Suwardi, 2011 ;
Landiana Etni Laos, 2016).
Proses Aktivasi Arang Aktif Pada
Cangkang Kemiri
Pada penelitian ini aktivasi arang
dilakukan dengan merendam 20 gr arang
dalam 100 mL larutan aktivator H3PO4
dengan konsentrasi 1N, 2,5N, 5N, 7,5N,
dan 10N selama 24 jam. Selanjutnya
suspensi disaring dan dicuci dengan
aquades hingga pH netral, Karbon aktif
yang dihasilkan kemudian dikeringkan di
dalam oven pada temperatur 110
o
C
selama 3 jam, lalu didinginkan dan
disimpan dalam desikator.
Preparasi Minyak Jelantah
Sebanyak 1000 ml sampel minyak
jelantah diambil dari minyak goreng
bekas yang telah dipakai pedagang
gorengan untuk menggoreng pisang,
tahu, dan tempe setelah 2,4,dan 6 kali
penggorengan kemudian dipisahkan dari
pengotor padat.


Proses Pemurnian Minyak Goreng
Bekas Dengan Arang Aktif Cangkang
Kemiri
Sebelum pemberian karbon aktif
cangkang kemiri kedalam minyak
jelantah (minyak goreng bekas), terlebih
dahulu dianalisa kadar bilangan
peroksidanya. Sebanyak ± 200 ml
minyak goreng bekas dimasukan ke dalm
gelas beker, kemudian minyak goreng
disaring untuk menghilangkan sisa-sisa
makanan, setelah disaring ditambahkan
ke dalam minyak goreng bekas adsorben
dari arang aktif cangkang kemiri masing-
masing sebanyak 10 g, kemudian diaduk
selama 30 menit, setelah diaduk
kemudian disaring dengan kertas disaring
wathaman No 42, dihasilkan minyak
hasil filtrasi (Sari Dewi Cahyaning,
2011; Primata Mardina,2012).
Penentuan Angka Peroksida
Ditimbang sebanyak 5 gram minyak
goreng dan dimasukkan ke dalam 250
mL erlenmeyer kemudian ditambahkan
30 ml larutan asam asetat-kloroform
(3:2), larutan digoyang sampai bahan
terlarut semua, selanjutnya ditambahkan
0,5 ml larutan KI jenuh, lalu diaduk
selama 1 menit sambil digoyang
kemudian ditambahkan 30 ml akuades.
Campuran dititrasi dengan 0,01 N
Na2S2O3 sampai warna kuning hampir
hilang, ditambahkan 1 ml larutan
indikator amilum 1 % dan dititrasi
kembali sampai warna biru mulai hilang.
Dihitung angka peroksida yang
dinyatakan dalam mili-equivalen dari
peroksida dalam setiap 1000 gr sampel
(Ketaren, 2008)

Bil. Peroksida =


Keterangan :
Meq/kg : Kadar angka peroksida
ml Na2S2O3 : Volume titran Na2S2O3
N Na2S2O3 :

Normalitas Na2S2O3

Barita Aritonang, Hestina

Jurnal Kimia Saintek dan Pendidikan Page | 25
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Arang Aktif Cangkang
Kemiri Sesuai SNI No. 06-3730-1995

Aktivasi Arang
Pada penelitian ini telah dilakukan
aktivasi arang cangkang kemiri
berukuran 100 Mesh menggunakan
larutan aktivator H3PO4 dengan variasi
konsentrasi 1; 2,5; 5; 7,5 dan 10N.
Aktivasi ini bertujuan untuk memperluas
pori karbon akibat molekul-molekul zat
pengaktif akan teradsorpsi oleh bahan
karbon dan melarutkan pengotor yang
berada pada pori-pori karbon seperti
mineral-mineral anorganik. Karakterisasi
arang aktif dapat diperlihatkan melalui
beberapa pengujian mutu berdasarkan
Standar Nasional Indonesia (SNI) No.
06-3730 (1995) yaitu penentuan kadar
air, kadar abu dan daya serap terhadap
iodium. Hasil karakterisasi arang aktif
cangkang kemiri diperlihatkan pada
Tabel 2.

Tabel 2. Hasil Karakterisasi Arang Aktif Cangkang Kemiri
No Sampel
Kadar Air
(%)
Kadar Abu
(%)
Daya Serap
Iodin (mg/g)
1 Tanpa Aktifasi (TA) 7,25 6,01 180
2 Aktifasi H3PO4 1N 3,43 1,78 470
3 Aktifasi H3PO4 2,5N 2,62 1,42 590
4 Aktifasi H3PO4 5N 2,25 0,55 653
5 Aktifasi H3PO4 7,5N 2,35 0,80 632
6 Aktifasi H3PO4 10N 2,40 0,65 615

Analisis Kadar Air
Berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan diperoleh data bahwa kadar air
arang cangkang kemiri sebelum diaktifasi
dengan larutan H3PO4 kadarnya sebesar
7,25%, setelah diaktifasi dengan larutan
H3PO4 kadar air arang aktif cangkang
kemiri yang dihasilkan semakin kecil,
yaitu 3,43% (aktifasi H3PO4 1N); 2,62%
(aktifasi H3PO4 2,5N); 2,25% (aktifasi
H3PO4 5N ); 2,35% (aktifasi H3PO4
7,5N); dan 2,40% (aktifasi H3PO4 10N).

Gambar 1 Kadar Air Arang Aktif
Cangkang Kemiri
Pada Gambar 1 tersebut diketahui bahwa
kadar air karbon aktif maksimal terdapat
pada konsentrasi aktifasi H3PO4 1 N
yaitu sebesar 2,62 %, sedangkan kadar
air minimal terdapat pada karbon aktif
dengan konsentrasi aktifasi H3PO4 5 N
yaitu sebesar 2,25%. Hal ini
menunjukkan kualitas karbon aktif yang
dihasilkan dalam penelitian ini cukup
baik. kadar air yang terkandung sesuai
persyaratan menurut Standar Nasional
Indonesia (SNI) 06-3703-1995 yaitu
maksimum 15%.
Dari Gambar 1 tersebut terlihat bahwa
penurunan kadar air sangat erat
hubungannya dengan konsentrasi larutan
aktivator H3PO4 yang digunakan,
semakin tingginya konsentrasi larutan
aktivator H3PO4 yang digunakan maka
semakin sedikit kadar air yang
terkandung dalam arang aktif sehingga
dapat menghasilkan pori yang semakin
besar. Semakin besar pori-pori maka luas
permukaan karbon aktif semakin
bertambah, sehingga mengakibatkan
meningkatnya kemampuan adsorpsi dari
karbon aktif. Dengan meningkatnya
kemampuan adsorpsi dari karbon aktif
maka semakin baik kualitas dari karbon
0
1
2
3
4
5
6
7
8
Tanpa
Aktifasi (TA)
Aktifasi
H3PO4 1N
Aktifasi
H3PO4 2,5N
Aktifasi
H3PO4 5N
Aktifasi
H3PO4 7,5N
Aktifasi
H3PO4 10N
Kadar Air (%)

Barita Aritonang, Hestina

Jurnal Kimia Saintek dan Pendidikan Page | 26
aktif tersebut. Pada Gambar 1 terlihat
bahwa kadar air arang cangkang kemiri
menurun sesudah diaktifasi dengan
larutan H3PO4.
Analisis Kadar Abu
Penetapan kadar abu arang aktif
bertujuan untuk mengetahui kandungan
oksida logam dalam arang aktif. Kadar
abu yang tinggi dapat menurunkan mutu
arang aktif karena semakin tinggi kadar
abu maka semakin banyak pula
kandungan bahan anorganik yang
terdapat dalam bahan (Pujiarti dkk, 2005
; Deni Manik, 2015). Berdasarkan hasil
penelitian yang telah dilakukan diperoleh
data sebagai berikut bahwa kadar abu
arang cangkang kemiri tanpa aktivasi
adalah sebesar 6,01%, setelah diaktifasi,
kadar abu arang turun menjadi 1,78 %
(aktifasi H3PO4 1N); 1,42 % (aktifasi
H3PO4 2,5 N); 0,55 % (aktifasi H3PO4 5
N); 0,80 % (aktifasi H3PO4 7,5 N); 0,65
% (aktifasi H3PO4 10 N). Dari gambar 2
terlihat bahwa kadar abu karbon aktif
meningkat dengan semakin tingginya
konsentrasi H3PO4. Kadar abu karbon
aktif maksimal terdapat pada karbon aktif
yang konsentrasi aktifasi H3PO4 1N yaitu
sebesar 1,78 %, sedangkan kadar abu
minimal terdapat pada karbon aktif yang
konsentrasinya aktifasi H3PO4 5 N yaitu
sebesar 0,55 %. Keseluruhan kadar abu
yang diperoleh pada penelitian ini telah
memenuhi SNI 06-3703-1995 yaitu
dibawah 10%.


Gambar 2. Kadar Abu Arang Aktif
Cangkang Kemiri
Daya Serap Iodium
Parameter yang dapat menujukan kualitas
arang aktif adalah daya adsorpsi terhadap
larutan Iodium. Semakin besar bilangan
iodnya maka semakin besar kemampuan
dalam mengadsopsi adsorbat atau zat
terlarut. Oleh karena itu, daya serap
terhadap iodium merupakan indikator
penting dalam menilai arang aktif. Daya
serap terhadap iodium menunjukkan
kemampuan arang aktif menyerap zat
dengan ukuran molekul yang lebih kecil
dari 10 Ȧ atau memberikan indikasi
jumlah pori yang berdiameter 10–15Ȧ.
Semakin tinggi daya serap iodium maka
semakin baik kualitas arang aktif
(Rumidatul, 2006).
Daya serap arang aktif terhadap iodium
meningkat dari 180 mg/g (TA) menjadi
470 mg/g (aktifasi H3PO4 1N); 590 mg/g
(aktifasi H3PO4 2,5N); 653 mg/g (aktifasi
H3PO4 5N); 632 mg/g (aktifasi H3PO4
7,5N) dan 615 mg/g (aktifasi H3PO4
10N). Peningkatan ini disebabkan karena
asam posphat (H3PO4) dapat lebih
sempurna untuk melarutkan zat-zat
organik maupun anorganik yang terikat
dalam arang sehingga diperoleh arang
dengan pori yang lebih bersih dan
terbuka. Selain itu, aktivasi arang dengan
aktivator H3PO4 akan menyebabkan pori-
pori permukaan arang akan menjadi lebih
banyak dan teratur (Dewi dkk, 2009;
menurut Nurhasni, 2012 ; Aswin, 2011).

Gambar 3. Daya Serap Arang Aktif
Cangkang Kelapa Sawit Terhadap Iodin
0
1
2
3
4
5
6
7
Tanpa
Aktifasi
(TA)
Aktifasi
H3PO4
1N
Aktifasi
H3PO4
2,5N
Aktifasi
H3PO4
5N
Aktifasi
H3PO4
7,5N
Aktifasi
H3PO4
10N
Kadar Abu (%)
0
100
200
300
400
500
600
700
Tanpa
Aktifasi
(TA)
Aktifasi
H3PO4 1N
Aktifasi
H3PO4
2,5N
Aktifasi
H3PO4 5N
Aktifasi
H3PO4
7,5N
Aktifasi
H3PO4 10N
Daya Serap Iodium (mg/g)

Barita Aritonang, Hestina

Jurnal Kimia Saintek dan Pendidikan Page | 27
Pada Gambar 3 terlihat bahwa
peningkatan konsentrasi larutan H3PO4
pada aktifasi arang menyebabkan daya
serap arang terhadap iodium juga
semakin meningkat. Semakin tinggi
konsentrasi H3PO4 maka semakin banyak
mineral yang terlarut pada pada pori-pori
arang. Daya serap arang aktif terhadap
iodium pada penelitian ini menunjukkan
bahwa arang aktif yang diaktifasi dengan
H3PO4 5 N telah memenuhi standar baku
kualitas arang aktif berdasarkan SNI No.
06-3730-1995 yaitu minimum 750 mg/g.
Karakterisasi Dengan Scanning
Elektron Microscopy (SEM).
Pada analisa dengan menggunakan
Scanning Electron Microscopy (SEM)
dapat diketahui ukuran partikel secara
visual dan morfologi dari karbon aktif
cangkang kemiri yang dihasilkan. Pada
penelitian ini arang aktif cangkang
kemiri yang dianalisis adalah arang aktif
cangkang kemiri yang diaktifasi dengan
H3PO4 5N yang optimum, seperti pada
Gambar 4.

Gambar 4. Morfologi Arang Aktif Cangkang Kemiri Aktifasi
Dengan H3PO4 5N Yang Optimum


Pengukuran SEM dilakukan dengan
pembesaran 500 kali. Data SEM yang
diperoleh pada penelitian ini dapat dilihat
pada Gambar 4, bahwa permukaan
butiran karbon aktif hasil aktivasi dengan
larutan H3PO4 5N terdapat sangat banyak
makropori dan mespori, adapun
mikropori tidak terlihat jelas pada
perbesaran ini.
Berdasarkan data yang diperoleh pada
Gambar 4 dapat diketahui bahwa ukuran
pori dari karbon aktif cangkang kemiri
36,87-157,475 µm dapat dipastikan
bahwa dalam karbon aktif ini terdapat
mikropori dalam jumlah besar. Hal ini
menyebabkan karbon aktif ini memiliki
bagian aktif permukaan yang sangat
besar sehingga memiliki kapasitas
adsorpsi yang besar.


Proses Penggorengan
Minyak goreng yang digunakan dalam
penelitian ini adalah minyak goreng
curah yang berasal dari kelapa sawit.
Pada penggorengan awal digunakan
minyak goreng baru (yang belum dipakai
untuk menggoreng) sebanyak 2 kg.
Penggorengan awal digunakan untuk
menggoreng tempe dan Bakwan selama
15 menit, kemudian minyak diambil
sekitar 500 g sebagai sampel minyak
goreng bekas 2 kali penggorengan.
Minyak sisa penggorengan pertama
didinginkan selama 1 jam dan digunakan
kembali untuk menggoreng Tahu dan
pisan selama 15 menit. Kemudian
minyak diambil lagi sebanyak 500 g
sebagai sampel minyak goreng bekas 4
kali penggorengan.

Barita Aritonang, Hestina

Jurnal Kimia Saintek dan Pendidikan Page | 29
Tabel 4. Hasil Analisis Kadar Bilangan
Peroksida Pada Minyak Goreng Sebelum
dan Sesudah Penggorengan.
Sampel
Kadar Bilangan
Peroksida
(meq O2/kg)
Sebelum
Pemurnian
dengan Arang
Aktif
Sesudah
Pemurnian
dengan Arang
Aktif
Minyak Goreng
Baru
5,5243 3,2345
Minyak Goreng
Sesudah 2 Kali
Penggorengan
6,5123 4,5489
Minyak Goreng
Sesudah 4 Kali
Penggorengan
7,5468 5,4675
Minyak Goreng
Sesudah 6 Kali
Penggorengan
9,3762 7,3428

Berdasarkan pada tabel 4 terlihat dengan
jelas telah terjadi penurunan kadar
bilangan peroksida untuk semua sampel
setelah dilakukan pemurnian minyak
goreng menggunakan adsorben dari
arang aktif cangkang kemiri, kadar
bilangan peroksida pada sampel minyak
goreng sesudah 2 kali penggorengan
sebelum pemberian arang aktif sebesar
6,5123 meq O2/kg, setelah dilakukan
pemurnian dengan menggunakan
adsorben dari arang aktif dengan
cangkang kemiri kadar bilangan
peroksida menurun menjadi 4,5489 meq
O2/kg.
Dilihat dari kadar bilangan peroksida dan
penjernihan warna pada minyak goreng
bekas yang dihasilkan setelah
penambahan kadar arang aktif cangkang
kemiri menunjukkan bahwa karbon aktif
efektif dalam menurunkan kadar bilangan
peroksida dan penjernihan warna pada
minyak goreng bekas.

4. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian teresebut,
diperoleh data bahwa kadar air, kadar
abu dan daya serap terhadap iodium
arang aktif cangkang kemiri sebelum
diaktifasi dengan larutan H3PO4 5N
kadarnya masing-masing sebesar 7,25%,
6,01%, 180 mg/g. Setelah diaktifasi
dengan larutan H3PO4 5N kadar air
2,25%, kadar abu 0,55%, daya serap
iodium 653 mg/g. Hal ini menunjukkan
kualitas karbon aktif yang dihasilkan
dalam penelitian ini cukup baik sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan
Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-
3703-1995.
Kadar bilangan peroksida pada sampel
minyak goreng sesudah 6 kali
penggorengan sebelum pemberian arang
aktif sebesar 9,3762 meq O2/kg, setelah
dilakukan pemurnian dengan
menggunakan adsorben dari arang aktif
cangkang kemiri kadar bilangan
peroksida menurun menjadi 7,3428 meq
O2/kg. Dilihat dari kadar bilangan
peroksida dan penjernihan warna pada
minyak goreng bekas yang dihasilkan
setelah penambahan arang aktif cangkang
kemiri menunjukkan bahwa karbon aktif
efektif dalam menurunkan kadar bilangan
peroksida dan penjernihan warna pada
minyak goreng bekas.

DAFTAR PUSTAKA
Acar OC, Pollio M, Di Monaco R,
Fogliano V, Gokmen V. 2012. Effect
of Calcium on Acrylamide Level and
Sensory Properties of Cookies,
Food Bioprocess Technol. 5(5). Pp.
19-26.
Anonim 2002. SNI-3741-2002. Standar
Mutu Minyak Goreng. Badan
Standarisasi Nasional. Jakarta.
Anonim. 1995. SNI 06-3730-1995.
Arang Aktif Teknis. Badan
Standarsisasi Nasional. Jakarta.
Dewi M.T., Hidajati, N. 2012.
Peningkatan Mutu Minyak Goreng
Curah Menggunakan Absorben
Bentonit Teraktivasi. Jurnal Kimia
UNESA. Vol. 1, No.2. Hal 47-52.
Ramdja, A Fuad, dkk. 2010. Pemurnian
Minyak Jelantah Menggunakan
Ampas Tebu Sebagai Adsorben.
Jurnal Teknik Kimia Universitas
Sriwijaya. Vol.17, No.1.

Barita Aritonang, Hestina

Jurnal Kimia Saintek dan Pendidikan Page | 30
Thadeus,M.S. 2015. Bahaya Penggunaan
Minyak Jelantah Bagi Kesehatan.
http://fk.ugm.ac.id/2015 /03/bahaya-
minyak-jelantah. Diakses Tanggal 25
Maret 2015.
Wahjuni, S., Kostradiyanti, B. 2008.
Penurunan Angka Peroksida Minyak
Kelapa Tradisional Dengan
Adsorben Arang Sekam Padi Ir 64
Yang Diaktifkan Dengan Kalium
Hidroksida.
Widayat, Suherman, Haryani, K. 2006.
Optimasi Proses Adsorbsi Minyak
Goreng Bekas Dengan Adsorbent
Zeolit alam: Studi Pengurangan
Bilangan Asam. Jurnal Teknik
Gelagar. Vol. 17. Hal. 77 – 82.