IN MEDIA
IN MEDIA
IN MEDIA
IN MEDIA
N MEDIAi
N MEDIAi
N MEDIAi N MEDIAi N MEDIAi N MEDIAi N MEDIAi N MEDIAi N MEDIAi N MEDIAi
N MEDIAi
2 cm x 2,2cm
2,5 cm x 3 cm
N MEDIA
i N MEDIAi N MEDIAi N MEDIAi N MEDIAi
N MEDIAi N MEDIAi N MEDIAi N MEDIAi N MEDIAi
3 cm x 3,5 cm
IN MEDIA
N MEDIA
N MEDIA
ETIKA BISNIS PROFESI
Dr. Qodariah, SE., MM
Feby Lukito Wibowo, M.Si., MM

ETIKA BISNIS PROFESI
Dr. Qodariah, SE., MM
Feby Lukito Wibowo, M.Si., MM
Hak Cipta ©2023 Penulis
Diterbitkan oleh : Penerbit IN MEDIA
Telp/Faks. : (021) 82425377/(021) 82425377
Website : http//www. penerbitinmedia. co. id
E-mail : penerbitinmedia@gmail. com
Office : Vila Nusa Indah 3 Blok KD 4 No 1
Bojongkulur-Gunung Putri-Bogor
Hak cipta dilindungi undang-undang. Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini
dalam bentuk apa pun, baik secara elektronik maupun mekanik, termasuk memfotokopi, merekam,
atau dengan menggunakan sistem penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari Penerbit.
UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2002 TENTANG HAK CIPTA
1. Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu
ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5. 000. 000. 000, 00 (lima miliar rupiah).
2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada
umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp 500. 000. 000, 00 (lima ratus juta rupiah).

Cetakan: Pertama
Penerbit IN MEDIA
Anggota IKAPI No. 250/JBA/2014
1 jil., 17 × 24 cm, 218 hal.
ISBN : 978-623-7218-32-6
1. Ekonomi 2. Etika Bisnis Profesi
IN MEDIA
IN MEDIA
IN MEDIA
IN MEDIA
N MEDIAi
N MEDIAi
N MEDIAi N MEDIAi N MEDIAi N MEDIAi N MEDIAi N MEDIAi N MEDIAi N MEDIAi
N MEDIAi
2 cm x 2,2cm
2,5 cm x 3 cm
N MEDIA
i N MEDIAi N MEDIAi N MEDIAi N MEDIAi
N MEDIAi N MEDIAi N MEDIAi N MEDIAi N MEDIAi
3 cm x 3,5 cm
IN MEDIA
N MEDIA
N MEDIA

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena kami dapat
menyelesaikan penulisan Buku etika bisnis dan profesi. Buku Etika Bisnis dibuat
untuk membantu dosen dan mahasiswa dalam proses belajar mengajar untuk
mata kuliah Etika Bisnis di Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi dan
Bisnis. Buku tersebut dapat dijadikan pijakan oleh mahasiswa dalam mempelajari
dan mempraktekkan Etika Bisnis di dunia kerja.
Buku Etika Bisnis berisi tentang menjalankan usaha berdasarkan etika atau
aturan moral, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis secara profesional.
Pelaku usaha tidak hanya mencari keuntungan sebesar-besarnya, melainkan juga
bisa mempertanggungjawabkan usahanya secara moral, berkode etik dan hukum
positif. Persaingan dibidang usaha sangat kompetitif, namun norma-norma etika
usaha tetap dipegang teguh. Karena kompetisi usaha tanpa ada etika, maka yang
akan terjadi adalah monopoli, saling sikut, liar, saling mematikan usaha dan lain-
lain. Apabila mahasiswa ingin membuka usaha baru, maka mahasiswa mengerti
dan memahami tentang landasan etika usaha secara profesional. Sehingga
mahasiswa sebagai calon pengusaha, bisa menghindari dari sifat ketamakan,
kerakusan, menghalalkan segala cara, picik, merugikan pihak kompetitor
dan lain sebagainya. Setelah mengetahui dan memahami tentang Etika Bisnis,
mahasiswa diharapkan mempunyai karakter yang manusiawi, bermartabat,
berbudi luhur, professional dan lain sebagainya dalam menjalankan usaha
bisnisnya.
Kata Pengantar

Etika Bisnis -Profesi iv  
Tersusunnnya Buku Etika Bisnis ini jauh dari kata sempurna, kami penulis
menerima saran dan kritik untuk pengembangan ilmu pegetahuan yang lebih
luas. Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan dan partisipasi dari
semua pihak, Kehadiran buku ini, bisa menjadi oase di dunia ilmu pengetahuan.
Jakarta, Februari 2020
Penulis

v  
Daftar Isi
Kata Pengantar........................................................................................................ iii
Daftar Isi................................................................................................................... v
Bab 1 Konsep Dasar Etika Bisnis..................................................................... 1
Bab 2 Konsep Dasar dan Penerapan Etika Bisnis.......................................... 9
Bab 3 Konsep Stockholder VS Staleholder Theory dan
Dimensi dalam Bisnis............................................................................. 17
Bab 4 Kebijakan Etis Perusahaan .................................................................... 21
Bab 5 Konsep dan Penerapan Good Corporate Governance............................ 33
Bab 6 Konsep dan Penerapan Corporate Social Responsibility....................... 47
Bab 7 Konsep dan Penerapan Corporate Social Re-Sponsibility....................... 61
Bab 8 Konsep Dasar Profesi dan Kode Etik Profesi..................................... 67
Bab 9 Perbandingan Kode Etik Beberapa Profesi.......................................... 79
Bab 10 Kode Etik Profesi Manajemen di Indonesia dan Penerapannya...... 91
Bab 11 Konsep Dasar Profesi dan Kode Etik Profesi..................................... 99
Bab 12 Konsep Dasar Profesi dan Kode Etik Profesi..................................... 103
Bab 13 Regulasi Terkait Kode Etik Profesi Manajemen Internasional......... 109
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................... 114

Etika Bisnis -Profesi vi  

1  
Konsep Dasar Etika Bisnis
Bab 1
B
anyak faktor yang mempengaruhi dan menentukan kegiatan berbisnis sebagai
kegiatan sosial bisnis dengan banyak cara terjalin dengan kompleksitas
masyarakat modern. Dalam kegiatan berbisnis mengejar keuntungan adalah
hal yang wajar, asalkan dalam mencapai keuntungan tersebut tidak merugikan
banyak pihak baik dalam mencapai tujuan, dalam kegiatan berbisnis juga ada
batasnya. Kepentingan dan hak-hak orang lain perlu diperhatikan. Etika perilaku
dalam kegiatan berbisnis adalah sesuatu yang penting demi kelangsungan hidup
bisnis itu sendiri. Bisnis yang tidak etis akan merugikan bisnis itu sendiri bahkan
terutama jika dilihat dari perspektif jangka panjang.bisnis yang baik bukan saja
bisnis yang menguntungkan, tetapi bisnis yang baik adalah bisnis tersebut selain
menguntungkan juga bisnis yang baik secara moral. Perilaku yang baik juga
dalam konteks bisnis merupakan perilaku yang sesuai dengan nilai (nilai moral).
Pelanggaran etika bisnis merupakan hal yang biasa dan wajar pada saat ini,
secara tidak sadar kita telah menyaksikan banyaknya pelanggaran dalam etika
bisnis dalam kegiatan berbisnis khususnya kegiatan bisnis di Indonesia. Banyak
pelanggaran bisnis yang dilakukan oleh pebisnis yang tidak bertanggung jawab
di Indonesia. Hal ini disebabkan karena adanya proses persaingan diantara para
pebisnis, dan ini adalah sebuah persaingan yang tidak sehat dan mempunyai
ambisi untuk menguasai sebuah pasar, selain untuk menguasai pasar ada
faktor lain yang mempengaruhi pebisnis melakukan sebuah pelanggaran
etika bisnis antara lain untuk memperluas pangsa pasar, serta mendapatkan
banyak keuntungan. Keterangan sebelumnya jelas alasan umum para pebisnis
melakukan pelanggaran etika bisnis dengan berbagai cara.

Etika Bisnis -Profesi 2  
Sebagian besar orang akan menilai perilaku etis dengan menghukum siapa
saja yang mereka persepsi berprilaku tidak etis, dan menghargai siapa saja
yang mereka persepsi berprilaku etis. Pelanggan akan melawan perusahaan jika
mereka mempersepsi ketidakadilan yang dilakukan perusahaan dalam bisnis
lainnya, dan mengurangi minat mereka untuk membeli produknya. Karyawan
yang merasakan ketidakadilan, akan menunjukkan absentisme lebih tinggi,
produktivitas lebih rendah, dan tuntutan upah yang tinggi. Sebaliknya, ketika
karyawan percaya bahwa organisasi adil, akan senang mengikuti manajer.
Melakukan apapun yang dikatakan manajer, dan memandang keputusan
manajer sah. Ringkasnya, etika merupakan komponen kunci manajemen yang
efektif.
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’
yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai banyak
arti yaitu : tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan/adat,
akhlak,watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan arti ta etha yaitu adat
kebiasaan.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatarbelakangi terbentuknya istilah
Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral. Jadi,
secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu tentang apa
yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan (K.Bertens, 2000). Untuk
menganalisis arti-arti etika, dibedakan menjadi dua jenis etika (Bertens, 2000):
1. Etika sebagai Praktis
a. Nilai-nilai dan norma-norma moral sejauh dipraktekkan atau justru
tidak dipraktekkan walaupun seharusnya dipraktekkan.
b. Apa yang dilakukan sejauh sesuai atau tidak sesuai dengan nilai
dan norma moral.
2. Etika sebagai Refleksi
a. Pemikiran moral à berpikir tentang apa yang dilakukan dan
khususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak boleh
dilakukan.
b. Berbicara tentang etika sebagai praksis atau mengambil praksis etis
sebagai objeknya.
c. Menyoroti dan menilai baik buruknya perilaku orang.
d. Dapat dijalankan pada taraf populer maupun ilmiah.

Bab 1 : Konsep Dasar Etika Bisnis 3  
Bisnis adalah suatu organisasi yang menjual barang atau jasa kepada
konsumen atau bisnis lainnya, untuk mendapatkan laba. Secara historis kata
bisnis dari bahasa Inggris “business”, dari kata dasar busy yang berarti “sibuk”
dalam konteks individu, komunitas, ataupun masyarakat. Dalam artian, sibuk
mengerjakan aktivitas dan pekerjaan yang mendatangkan keuntungan. Di dalam
melakukan bisnis, kita wajib untuk memperhatikan etika agar di pandang
sebagai bisnis yang baik. Bisnis beretika adalah bisnis yang mengindahkan
serangkaian nilai-nilai luhur yang bersumber dari hati nurani, empati, dan
norma. Bisnis bisa disebut etis apabila dalam mengelola bisnisnya pengusaha
selalu menggunakan nuraninya.
Berikut ini ada beberapa pengertian bisnis menurut para ahli :
1. Allan afuah (2004)
Bisnis adalah suatu kegiatan usaha individu yang terorganisasi untuk
menghasilkan dana menjual barang ataupun jasa agar mendapatkan
keuntungan dalam pemenuhan kebutuhan masyarakat dan ada di dalam
industri.
2. T. chwee (1990)
Bisnis merupaka suatu sistem yang memproduksi barang dan jasa untuk
memuaskan kebutuhan masyarakat.
3. Grifin dan ebert
Bisnis adalah suatu organisasi yang menyediakan barang atau jasa yang
bertujuan untuk mendapatkan keuntungan.
Secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-cara
untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan
dengan individu, perusahaan, industri dan juga masyarakat. Kesemuanya
ini mencakup bagaimana kita menjalankan bisnis secara adil, sesuai dengan
hukum yang berlaku, dan tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun
perusahaan di masyarakat.
Etika bisnis juga merupakan studi yang dikhususkan mengenai moral yang
benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada standar moral sebagaimana
diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan perilaku bisnis. Etika bisnis merupakan
studi standar formal dan bagaimana standar itu diterapkan ke dalam sistem
dan organisasi yang digunakan masyarakat modern untuk memproduksi dan
mendistribusikan barang dan jasa dan diterapkan kepada orang-orang yang ada
di dalam organisasi.

Etika Bisnis -Profesi 4  
Etika bisnis lebih luas dari ketentuan yang diatur oleh hukum, bahkan
merupakan standar yang lebih tinggi dibandingkan standar minimal ketentuan
hukum, karena dalam kegiatan bisnis seringkali kita temukan wilayah abu-abu
yang tidak diatur oleh ketentuan hukum. Berikut ini beberapa pengertian etika
bisnis menurut para ahli :
1. Zimmerer (1996:20), etika bisnis adalah suatu kode etik perilaku
pengusaha berdasarkan nilai – nilai moral dan norma yang dijadikan
tuntunan dalam membuat keputusan dan memecahkan persoalan.
2. Ronald J. Ebert dan Ricky M. Griffin (2000:80), etika bisnis adalah
istilah yang sering digunakan untuk menunjukkan perilaku dari etika
seseorang manajer atau karyawan suatu organisasi.
3. K. Bertens, Pengantar Etika Bisnis, (Yogjakarta: Penerbit Kanisius, 2000,
Hal. 5), Etika Bisnis adalah pemikiran refleksi kritis tentang moralitas
dalam kegiatan ekonomi dan bisnis
4. Velasquez, 2005, Etika Bisnis merupakan studi yang dikhususkan
mengenai moral yang benar dan salah. Studi ini berkonsentrasi pada
standar moral sebagaimana diterapkan dalam kebijakan, institusi, dan
perilaku bisnis
5. Hill dan Jones, 1998, Etika bisnis merupakan suatu ajaran untuk
membedakan antara salah dan benar guna memberikan pembekalan
kepada setiap pemimpin perusahaan ketika mempertimbangkan untuk
mengambil keputusan strategis yang terkait dengan masalah moral
yang kompleks.
6. Steade et al (1984: 701) dalam bukunya ”Business, Its Natura and
Environment An Introduction”). Etika bisnis adalah standar etika yang
berkaitan dengan tujuan dan cara membuat keputusan bisnis.
7. Business & Society - Ethics and Stakeholder Management, Caroll &
Buchholtz, Etika bisnis adalah cara-cara untuk melakukan kegiatan
bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu,
perusahaan, industri dan juga masyarakat
8. Von der Embse dan R.A. Wagley dalam artikelnya di Advance
Managemen Journal (1988), memberikan tiga pendekatan dasar dalam
merumuskan tingkah laku etika bisnis, yaitu :
a. Utilitarian Approach, setiap tindakan harus didasarkan pada
konsekuensinya. Oleh karena itu, dalam bertindak seseorang
seharusnya mengikuti cara-cara yang dapat memberi manfaat

Bab 1 : Konsep Dasar Etika Bisnis 5  
sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara yang tidak
membahayakan dan dengan biaya serendah-rendahnya.
b. Individual Rights Approach, setiap orang dalam tindakan dan
kelakuannya memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun
tindakan ataupun tingkah laku tersebut harus dihindari apabila
diperkirakan akan menyebabkan terjadi benturan dengan hak orang
lain.
c. Justice Approach, para pembuat keputusan mempunyai kedudukan
yang sama, dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada
pelanggan baik secara perseorangan ataupun secara kelompok.
Beberapa hal yang mendasari perlunya etika dalam kegiatan bisnis:
1. Selain mempertaruhkan barang dan uang untuk tujuan keuntungan,
bisnis juga mempertaruhkan nama, harga diri, bahkan nasib manusia
yang terlibat di dalamnya.
2. Bisnis adalah bagian penting dalam masyarakat
3. Bisnis juga membutuhkan etika yang setidaknya mampu memberikan
pedoman bagi pihak – pihak yang melakukannya.
Dalam menciptakan etika bisnis, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,
antara lain adalah:
1. Pengendalian diri
2. Pengembangan tanggung jawab sosial (social responsibility)
3. Mempertahankan jati diri dan tidak mudah untuk terombang-ambing
oleh pesatnya perkembangan informasi dan teknologi
4. Menciptakan persaingan yang sehat
5. Menerapkan konsep “pembangunan berkelanjutan”
6. Menghindari sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan
Komisi)
7. Mampu menyatakan yang benar itu benar
8. Menumbuhkan sikap saling percaya antara golongan pengusaha kuat
dan golongan pengusaha ke bawah
9. Konsekuen dan konsisten dengan aturan main yang telah disepakati
bersama
10. Menumbuhkembangkan kesadaran dan rasa memiliki terhadap apa
yang telah disepakati

Etika Bisnis -Profesi 6  
11. Perlu adanya sebagian etika bisnis yang dituangkan dalam suatu hukum
positif yang berupa peraturan perundang-undangan
Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi privat, adalah
semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh
swasta, seperti misalnya rumah sakit swasta, PTS, maupun perusahaan
pengangkutan.
2. Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi publik yang
bersifat primer adalah semua penyediaan barang/ jasa publik yang
diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah merupakan satu-
satunya penyelenggara sehingga klien/ pengguna mau tidak mau
harus memanfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan di kantor imigrasi,
pelayanan penjara, dan pelayanan perizinan.
3. Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi publik yang
bersifat sekunder adalah segala bentuk penyediaan barang/ jasa
publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya
pengguna/ klien tidak harus mempergunakannya karena adanya
beberapa penyelenggara pelayanan.
Pelayanan publik yang profesional artinya pelayanan publik yang dicirikan
oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur
pemerintah) dengan ciri sebagai berikut:
1. Efektif
Lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan
sasaran.
2. Sederhana
Prosedur/ tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat,
tepat, dan tidak berbelit-belit.
3. Transparan
Adanya kejelasan dan kepastian mengenai prosedur, persyaratan, dan
pejabat yang bertanggung jawab terhadap pelayanan publik tersebut.
4. Efisiensi
Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan
langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap

Bab 1 : Konsep Dasar Etika Bisnis 7  
memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk
pelayanan yang berkaitan.
5. Keterbukaan
Berarti prosedur/ tata cara persyaratan, satuan kerja/ pejabat
penanggung jawab
pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian waktu/ tarif serta
hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib di
informasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami
oleh masyarakat, baik diminta maupun tidak.
6. Ketepatan waktu
Kriteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan masyarakat
dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
Cara-cara yang diperlukan untuk memberikan pelayanan publik yang
profesional adalah sebagai berikut:
1. Menentukan pelayanan publik yang disediakan, apa saja macamnya,
2. Memperlakukan pengguna pelayanan sebagai customers,
3. Berusaha memuaskan pengguna pelayanan sesuai dengan yang diinginkan
mereka,
4. Mencari cara penyampaian pelayanan yang paling baik dan berkualitas,
5. Menyediakan alternatif bila pengguna pelayanan tidak memiliki pilihan
lain.
Tuntutan masyarakat saat ini terhadap pelayanan publik yang berkualitas
akan semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah sangat ditentukan
oleh kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan yang telah disebutkan di
atas sehingga mampu menyediakan pelayanan publik yang memuaskan masyarakat
sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dari sisi mikro, hal-hal yang dapat
diajukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut antara lain adalah sebagai
berikut:
1. Penetapan Standar Pelayanan
Standar pelayanan memiliki arti yang sangat penting dalam pelayanan
publik.
Standar pelayanan merupakan suatu komitmen penyelenggara pelayanan
untuk menyediakan pelayanan dengan suatu kualitas tertentu yang
ditentukan atas dasar perpaduan harapan-harapan masyarakat dan
kemampuan penyelenggara pelayanan.

Etika Bisnis -Profesi 8  
Penetapan standar pelayanan yang dilakukan melalui proses identifikasi
jenis pelayanan, identifikasi pelanggan, identifikasi harapan pelanggan,
perumusan visi dan misi pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana
dan prasarana, waktu dan biaya pelayanan.
Proses ini tidak hanya akan memberikan informasi mengenai standar
pelayanan yang harus ditetapkan, tetapi juga informasi mengenai
kelembagaan yang mampu mendukung terselenggaranya proses manajemen
yang menghasilkan pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Informasilain yang juga dihasilkan adalah informasi mengenai kuantitas
dan kompetensi-kompetensi sumber daya manusia yang dibutuhkan serta
distribusinya beban tugas pelayanan yang akan ditanganinya.
2. Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP)
Untuk memastikan bahwa proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten
diperlukan adanya Standard Operating Procedures. Dengan adanya SOP, maka
proses pengolahan yang dilakukan secara internal dalam unit pelayanan
dapat berjalan sesuai dengan acuan yang jelas, sehingga dapat berjalan
secara konsisten. Disamping itu SOP juga bermanfaat dalam hal:
a. Untuk memastikan bahwa proses dapat berjalan uninterupted.
Jika terjadi hal-hal tertentu, misalkan petugas yang diberi tugas
menangani satu proses tertentu berhalangan hadir, maka petugas
lain dapat menggantikannya. Oleh karena itu proses pelayanan
dapat berjalan terus;
b. Untuk memastikan bahwa pelayanan perijinan dapat berjalan sesuai
dengan peraturan yang berlaku;
c. Memberikan informasi yang akurat ketika dilakukan penelusuran
terhadap kesalahan prosedur jika terjadi penyimpangan dalam
pelayanan;
d. Memberikan informasi yang akurat ketika akan dilakukan
perubahan-perubahan tertentu dalam prosedur pelayanan;
e. Memberikan informasi yang akurat dalam rangka pengendalian
pelayanan;
f. Memberikan informasi yang jelas mengenai tugas dan kewenangan
yang akan diserahkan kepada petugas tertentu yang akan menangani
satu proses pelayanan tertentu. Atau dengan kata lain, bahwa semua
petugas yang terlibat dalam proses pelayanan memiliki uraian tugas
dan tangungjawab yang jelas.

9  
T
ujuan etika bisnis adalah menggugah kesadaran moral dan memberikan
batasan-batasan para pelaku bisnis untuk menjalankan good business dan
tidak melakukan monkey business atau dirty business yang bisa merugikan banyak
pihak yang terkait dalam bisnis tersebut.
Etika bisnis mengajak para pelaku bisnis mewujudkan citra dan manajemen
bisnis yang baik (etis) agar bisnis itu pantas dimasuki oleh semua orang yang
mempercayai adanya dimensi etis dalam dunia bisnis. Hal ini sekaligus
menghalau citra buruk dunia bisnis sebagai kegiatan yang kotor, licik, dan
tipu muslihat. Kegiatan bisnis mempunyai implikasi etis, dan oleh karenanya
membawa serta tanggungjawab etis bagi pelakunya
Etika Bisnis adalah seni dan disiplin dalam menerapkan prinsip-prinsip
etika untuk mengkaji dan memecahkan masalah-masalah moral yang kompleks.
Etika bisnis merupakan etika khusus (terapan) yang pada awalnya
berkembang di Amerika Serikat. Sebagai cabang filsafat terapan, etika bisnis
menyoroti segi-segi moral perilaku manusia dan peraturan-peraturan yang
mempunyai profesi di bidang bisnis dan manajemen. Oleh karena itu, etika
bisnis dapat dilihat sebagai usaha untuk merumuskan dan menerapkan prinsip-
prinsip etika dibidang hubungan ekonomi antar manusia. Secara terperinci,
Konsep Dasar dan Penerapan
Etika Bisnis
Bab 2

Etika Bisnis -Profesi 10  
Richard T.de George menyebut bahwa etika bisnis menyangkut empat kegiatan
sebagai berikut:
1. Penerapan prinsip-prinsip umum dalam praktik bisnis. Berdasarkan
prinsi-prinsip etika bisnis itu kita dapat menyoroti dan menilai apakah
suatu keputusan atau tindakan yang diambil dalam dunia bisnis secara
moral dapat dibenarkan atau tidak. Dengan demikian etik bisnis
membantu pra pelaku bisnis untuk mencari cara guna mencegah
tindakan yang dinilai tidak etis.
2. Etika bisnis tidak hanya menyangkut penerapan prinsip-prinsip etika
pada dunia bisnis, tetapi juga meta etika. Dalam hubungan ini, etika
bisnis mengkaji apakah perilaku yang dinilai etis pada individu juga
dapat berlaku pada organisais atau perusahaan bisnis. Selanjutnya etika
bisnis menyoroti apakah perusahaan mempunyai tanggung jawab sosial
atau tidak.
3. Bidang telaah etika bisnis menyangkut pandangan-pandangan mengenai
bisnis. Dalam hal ini, etika bisnis mengkaji moralitas sistem ekonomi
pada umumnya dan sistem ekonomi publik pada khususnya, misalnya
masalah keadilan sosial, hak milik, dan persaingan.
4. Etika bisnis juga menyentuh bidang yang sangat makro, seperti operasi
perusahaan multinasional, jaringan konglomerat internasional, dan
lain- lain.
Etika dalam dunia bisnis memiliki peran yang sangat penting, yaitu untuk
membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya saing yang tinggi
serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai (value-creation) yang tinggi,
dimana diperlukan suatu landasan yang kokoh untuk mencapai itu semua.
Dan biasanya dimulai dari perencanaan strategis, organisasi yang baik, sistem
prosedur yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang handal serta
etika perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.
Menurut Richard De George, bila perusahaan ingin sukses/ berhasil
memerlukan 3 hal pokok yaitu :
1. Memiliki produk yang baik
2. Memiliki managemen yang baik
3. Memiliki Etika
Setelah melihat penting dan sangat diperlukanya etika bisnis, ada baiknya
jika kita tinjau lebih lanjut apa saja sasaran dan lingkup etika bisnis itu. Sampai

Bab 2 : Konsep Dasar dan Penerapan Etika Bisnis 11  
saat ini ada tiga sasaran dan ruang lingkup pokok yang harus diperhatikan
supaya tujuan dari etika bisnis bisa tercapai, yaitu:
1. Etika bisnis sebagai etika profesi membahas berbagai prinsip,
kondisi, dan masalah yang terkait dengan praktek bisnis yang baik
dan etis. Dengan kata lain, etika bisnis pertama-tama bertujuan untuk
menghimbau para pelaku bisnis untuk menjalankan bisnis secara baik
dan etis.
2. Menyadarkan masyarakat, khususnya konsumen, buruh, atau karyawan
dan masyarakat luas pemilik aset umum semacam lingkungan hidup,
akan hak dan kepentingan mereka yang tidak boleh dilanggar oleh
praktek bisnis siapa pun juga. Pada tingkat ini, etika bisnis berfungsi
untuk menggugah masyarakat untuk bertindak menuntut para pelaku
bisnis untuk berbisnis secara baik demi terjaminnya hak dan kepentingan
masyarakat tersebut. Etik bisnis mengajak masyarakat luas, entah sebagai
kartawan, konsumen, atau pemakai aset umum lainnya yang berkaitan
dengan kegiatan bisnis, untuk sadar dan berjuang menuntut haknya
atau paling kurang agar hak dan kepentingannya tidak dirugikan oleh
kegiatan bisnis pihak mana pun.
3. Etika bisnis juga berbicara mengenai sistem ekonomi yang sangat
menentukan etis tidaknya suatu praktek bisnis. Dalam hal ini, etika
bisnis lebih bersifat makro, yang karena itu barang kali lebih tepat
disebut etika ekonomi. Dalam lingkup makro semacam ini, etika bisnis
berbicara mengenai monopoli, oligopoli, kolusi, dan praktek-praktek
semacamnya yang akan sangat mempengaruhi tidak saja sehat tidaknya
suatu ekonomi melainkan juga baik tidaknya praktek bisnis dalam
sebuah negara.
Mempraktikkan bisnis dengan etiket berarti mempraktikkan tata cara bisnis
yang sopan dan santun sehingga kehidupan bisnis menyenangkan karena saling
menghormati. Etiket berbisnis diterapkan pada sikap kehidupan berkantor,
sikap menghadapi rekan-rekan bisnis, dan sikap di mana kita tergabung dalam
organisasi. Itu berupa senyum sebagai apresiasi yang tulus dan terima kasih,
tidak menyalahgunakan kedudukan, kekayaan, tidak lekas tersinggung, kontrol
diri, toleran, dan tidak memotong pembicaraan orang lain.
Dengan kata lain, etika bisnis itu memelihara suasana yang menyenangkan,
menimbulkan rasa saling menghargai, meningkatkan efisiensi kerja, dan
meningkatkan citra pribadi dan perusahaan. Berbisnis dengan etika bisnis adalah

Etika Bisnis -Profesi 12  
menerapkan aturan-aturan umum mengenai etika pada perilaku bisnis. Etika
bisnis menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip
dan aturan-aturan.
Jika aturan secara umum mengenai etika mengatakan bahwa berlaku tidak
jujur adalah tidak bermoral dan beretika, maka setiap insan bisnis yang tidak
berlaku jujur dengan pegawainya, pelanggan, kreditur, pemegang usaha maupun
pesaing dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak etis dan tidak bermoral.
Intinya adalah bagaimana kita mengontrol diri kita sendiri untuk dapat
menjalani bisnis dengan baik dengan cara peka dan toleransi. Dengan kata
lain, etika bisnis untuk mengontrol bisnis agar tidak tamak. Bahwa itu bukan
bagianku. Perlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan.
Pelanggaran etika bisa terjadi di mana saja, termasuk dalam dunia bisnis.
Untuk meraih keuntungan, masih banyak perusahaan yang melakukan berbagai
pelanggaran moral. Praktik curang ini bukan hanya merugikan perusahaan lain,
melainkan juga masyarakat dan negara. Praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme
(KKN) tumbuh subur di banyak perusahaan.
Ketika ekonomi Indonesia tumbuh pesat dalam sepuluh tahun terakhir,
banyak pendatang baru di bisnis. Ada pedagang yang menjadi bankir. Banyak
juga pengusaha yang sangat ekspansif di luar kemampuan. Mereka berlomba
membangun usaha konglomerasi yang keluar dari bisnis intinya tanpa disertai
manajemen organisasi yang baik. Akibatnya, pada saat ekonomi sulit banyak
perusahaan yang bangkrut.
Pelanggaran etik bisnis di perusahaan memang banyak, tetapi upaya untuk
menegakan etik perlu digalakkan. Misalkan, perusahaan tidak perlu berbuat
curang untuk meraih kemenangan. Hubungan yang tidak transparan dapat
menimbulkan hubungan istimewa atau kolusi dan memberikan peluang untuk
korupsi.
Banyak perusahaan-perusahaan yang melakukan pelanggaran, terutama
dalam kinerja keuangan perusahaan karena tidak lagi membudayakan etika
bisnis agar orientasi strategik yang dipilih semakin baik. Sementara itu hampir
61.9% dari 21 perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar di BEJ tidak
lengkap menyampaikan laporan keuangannya (not avaliable).
Tingkat perhatian perusahaan terhadap perilaku etis juga sangat menentukan
karena dalam jangka panjang bila perusahaan tidak concern terhadap perilaku
etis maka kelangsungan hidupnya akan terganggu dan akan berdampak pula
pada kinerja keuangannya.

Bab 2 : Konsep Dasar dan Penerapan Etika Bisnis 13  
Hal ini terjadi akibat manajemen dan karyawan yang cenderung mencari
keuntungan semata sehingga terjadi penyimpangan norma-norma etis. Segala
kompetensi, keterampilan, keahlian, potensi, dan modal lainnya ditujukan
sepenuhnya untuk memenangkan kompetisi.
Berdasarkan organisasi yang menyelenggarakannya, pelayanan publik dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu:
1. Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi privat, adalah
semua penyediaan barang atau jasa publik yang diselenggarakan oleh
swasta, seperti misalnya rumah sakit swasta, PTS, maupun perusahaan
pengangkutan.
2. Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi publik yang
bersifat primer adalah semua penyediaan barang/ jasa publik yang
diselenggarakan oleh pemerintah dan pemerintah merupakan satu-
satunya penyelenggara sehingga klien/ pengguna mau tidak mau
harus memanfaatkannya. Misalnya adalah pelayanan di kantor imigrasi,
pelayanan penjara, dan pelayanan perizinan.
3. Pelayanan publik yang diselenggarakan oleh organisasi publik yang
bersifat sekunder adalah segala bentuk penyediaan barang/ jasa
publik yang diselenggarakan oleh pemerintah, tetapi yang di dalamnya
pengguna/ klien tidak harus mempergunakannya karena adanya
beberapa penyelenggara pelayanan.
Pelayanan publik yang profesional artinya pelayanan publik yang dicirikan
oleh adanya akuntabilitas dan responsibilitas dari pemberi layanan (aparatur
pemerintah) dengan ciri sebagai berikut:
1. Efektif
Lebih mengutamakan pada pencapaian apa yang menjadi tujuan dan
sasaran.
2. Sederhana
Prosedur/tata cara pelayanan diselenggarakan secara mudah, cepat,
tepat, dan tidak berbelit-belit.
3. Transparan
Adanya kejelasan dan kepastian mengenai prosedur, persyaratan, dan
pejabat yang bertanggung jawab terhadap pelayanan publik tersebut.

Etika Bisnis -Profesi 14  
4. Efisiensi
Persyaratan pelayanan hanya dibatasi pada hal-hal yang berkaitan
langsung dengan pencapaian sasaran pelayanan dengan tetap
memperhatikan keterpaduan antara persyaratan dengan produk
pelayanan yang berkaitan.
5. Keterbukaan
Berarti prosedur/ tatacara persyaratan, satuan kerja/ pejabat penanggung
jawab pemberi pelayanan, waktu penyelesaian, rincian waktu/ tarif
serta hal-hal lain yang berkaitan dengan proses pelayanan wajib di
informasikan secara terbuka agar mudah diketahui dan dipahami oleh
masyarakat, baik diminta maupun tidak.
6. Ketepatan waktu
Kriteria ini mengandung arti pelaksanaan pelayanan masyarakat
dapat diselesaikan dalam kurun waktu yang telah ditentukan.
Cara-cara yang diperlukan untuk memberikan pelayanan publik yang
profesional adalah sebagai berikut:
1. Menentukan pelayanan publik yang disediakan, apa saja macamnya,
2. Memperlakukan pengguna pelayanan sebagai customers,
3. Berusaha memuaskan pengguna pelayanan sesuai dengan yang
diinginkan mereka,
4. Mencari cara penyampaian pelayanan yang paling baik dan berkualitas,
5. Menyediakan alternatif bila pengguna pelayanan tidak memiliki pilihan
lain.
Tuntutan masyarakat saat ini terhadap pelayanan publik yang berkualitas
akan semakin menguat. Oleh karena itu, kredibilitas pemerintah sangat
ditentukan oleh kemampuannya mengatasi berbagai permasalahan yang telah
disebutkan di atas sehingga mampu menyediakan pelayanan publik yang
memuaskan masyarakat sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. Dari sisi
mikro, hal-hal yang dapat diajukan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut
antara lain adalah sebagai berikut:
1. Penetapan standar pelayanan
Standar pelayanan memiliki arti yang sangat penting dalam pelayanan
publik. Standar pelayanan merupakan suatu komitmen penyelenggara
pelayanan untuk menyediakan pelayanan dengan suatu kualitas tertentu
yang ditentukan atas dasar perpaduan harapan-harapan masyarakat dan
kemampuan penyelenggara pelayanan. Penetapan standar pelayanan

Bab 2 : Konsep Dasar dan Penerapan Etika Bisnis 15  
yang dilakukan melalui proses identifikasi jenis pelayanan, identifikasi
pelanggan, identifikasi harapan pelanggan, perumusan visi dan
misi pelayanan, analisis proses dan prosedur, sarana dan prasarana,
waktu dan biaya pelayanan. Proses ini tidak hanya akan memberikan
informasi mengenai standar pelayanan yang harus ditetapkan, tetapi
juga informasi mengenai kelembagaan yang mampu mendukung
terselenggaranya proses manajemen yang menghasilkan pelayanan
sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Informasi lain yang juga
dihasilkan adalah informasi mengenai kuantitas dan kompetensi-
kompetensi Sumber Daya Manusia yang dibutuhkan serta distribusinya
beban tugas pelayanan yang akan ditanganinya.
2. Pengembangan Standard Operating Procedures (SOP)
Untuk memastikan bahwa proses pelayanan dapat berjalan secara
konsisten diperlukan adanya Standard Operating Procedures. Dengan
adanya SOP, maka proses pengolahan yang dilakukan secara internal
dalam unit pelayanan dapat berjalan sesuai dengan acuan yang jelas,
sehingga dapat berjalan secara konsisten. Disamping itu SOP juga
bermanfaat dalam hal:
a. Untuk memastikan bahwa proses dapat berjalan uninterupted.
Jika terjadi hal-hal tertentu, misalkan petugas yang diberi tugas
menangani satu proses tertentu berhalangan hadir, maka petugas
lain dapat menggantikannya. Oleh karena itu proses pelayanan
dapat berjalan terus;
b Untuk memastikan bahwa pelayanan perijinan dapat berjalan sesuai
dengan peraturan yang berlaku;
c. Memberikan informasi yang akurat ketika dilakukan penelusuran
terhadap kesalahan prosedur jika terjadi penyimpangan dalam
pelayanan;
d. Memberikan informasi yang akurat ketika akan dilakukan
perubahan-perubahan tertentu dalam prosedur pelayanan;
e. Memberikan informasi yang akurat dalam rangka pengendalian
pelayanan;
f. Memberikan informasi yang jelas mengenai tugas dan kewenangan
yang akan diserahkan kepada petugas tertentu yang akan menangani
satu proses pelayanan tertentu. Atau dengan kata lain, bahwa semua
petugas yang terlibat dalam proses pelayanan memiliki uraian tugas
dan tangungjawab yang jelas.

Etika Bisnis -Profesi 16  
3. Pengembangan Survei Kepuasan Pelanggan
Untuk menjaga kepuasan masyarakat, maka perlu dikembangkan
suatu mekanisme penilaian kepuasan masyarakat atas pelayanan yang
telah diberikan oleh penyelenggara pelayanan publik. Dalam konsep
manajemen pelayanan, kepuasan pelanggan dapat dicapai apabila
produk pelayanan yang diberikan oleh penyedia pelayanan memenuhi
kualitas yang diharapkan masyarakat. Oleh karena itu, survei kepuasan
pelanggan memiliki arti penting dalam upaya peningkatan pelayanan
publik.

17  
E
tika bisnis memiliki prinsip-prinsip yang harus ditempuh perusahaan oleh
perusahaan untuk mencapai tujuannya dan harus dijadikan pedoman
agar memiliki standar baku yang mencegah timbulnya ketimpangan dalam
memandang etika moral sebagai standar kerja atau operasi perusahaan. Muslich
(1998: 31-33) mengemukakan prinsip-prinsip etika bisnis sebagai berikut:
1. Prinsip otonomi
Prinsip otonomi adalah sikap dan kemampuan manusia untuk
mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang
apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan. Atau mengandung arti
bahwa perusahaan secara bebas memiliki wewenang sesuai dengan
bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya dengan visi dan misi yang
dimilikinya. Kebijakan yang diambil perusahaan harus diarahkan
untuk pengembangan visi dan misi perusahaan yang berorientasi pada
kemakmuran dan kesejahteraan karyawan dan komunitasnya.
2. Prinsip kejujuran
• Kejujuran merupakan nilai yang paling mendasar dalam mendukung
keberhasilan perusahaan. Kejujuran harus diarahkan pada semua
pihak, baik internal maupun eksternal perusahaan. Jika prinsip
Konsep Stockholder VS
Staleholder Theory dan Dimensi
dalam Bisnis
Bab 3

Etika Bisnis -Profesi 18  
kejujuran ini dapat dipegang teguh oleh perusahaan, maka akan
dapat meningkatkan kepercayaan dari lingkungan perusahaan
tersebut.Terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan
secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil
kalau tidak didasarkan atas kejujuran.
• Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan
kontrak.
• Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu
dan harga yang sebanding.
• Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
3. Prinsip tidak berniat jahat.
Prinsip ini ada hubungan erat dengan prinsip kejujuran. Penerapan
prinsip kejujuran yang ketat akan mampu meredam niat jahat
perusahaan itu.
4. Prinsip keadilan.
Perusahaan harus bersikap adil kepada pihak-pihak yang terkait dengan
sistem bisnis. Contohnya, upah yang adil kepada karywan sesuai
kontribusinya, pelayanan yang sama kepada konsumen, dan lain-lain,
menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan
aturan yang adil dan sesuai kriteria yang rasional obyektif, serta dapat
dipertanggung jawabkan.
5. Prinsip hormat pada diri sendiri
Perlunya menjaga citra baik perusahaan tersebut melalui prinsip
kejujuran, tidak berniat jahat dan prinsip keadilan.
Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pebisnis dilatarbelakangi oleh
berbagai hal. Salah satu hal tersebut adalah untuk mencapai keuntungan yang
sebanyak-banyaknya, tanpa memikirkan dampak buruk yang terjadi selanjutnya.
Faktor lain yang membuat pebisnis melakukan pelanggaran antara lain:
1. Banyaknya kompetitor baru dengan produk mereka yang lebih menarik
2. Mengejar Keuntungan dan Kepentingan Pribadi (Personal Gain and Selfish
Interest)
3. Ingin menambah mangsa pasar
4. Ingin menguasai pasar.

Bab 3 : Konsep Stockholder VS Staleholder Theory dan Dimensi dalam Bisnis 19  
5. Pertentangan antara Nilai-Nilai Perusahaan dengan Perorangan (Business
Goals versus Personal Values)
Dari faktor-faktor tersebut, faktor pertama adalah faktor yang memiliki
pengaruh paling kuat. Untuk mempertahankan produk perusahaan tetap
menjadi yang utama, dibuatlah iklan dengan sindiran-sindiran pada produk
lain. Iklan dibuat hanya untuk mengunggulkann produk sendiri, tanpa ada
keunggulan dari produk tersebut.
Di dalam persaingan dunia usaha yang sangat ketat ini, etika bisnis
merupakan sebuah harga mati, yang tidak dapat ditawar lagi. Dalam zaman
keterbukaan dan luasnya informasi saat ini, baik-buruknya sebuah dunia
usaha dapat tersebar dengan cepat dan luas. Memposisikan karyawan,
konsumen, pemasok, pemodal dan masyarakat umum secara etis dan jujur
adalah satu-satunya cara supaya dapat bertahan di dalam dunia bisnis saat ini.
Ketatnya persaingan bisnis menyebabkan beberapa pelaku bisnisnya kurang
memperhatikan etika dalam bisnis.
Etika bisnis mempengaruhi tingkat kepercayaan atau trust dari masing-
masing elemen dalam lingkaran bisnis. Pemasok (supplier),perusahaan, dan
konsumen, adalah elemen yang saling mempengaruhi. Masing-masing elemen
tersebut harus menjaga etika, sehingga kepercayaan yang menjadi prinsip kerja
dapat terjaga dengan baik.
Etika bisnis mengajak para pelaku bisnis mewujudkan citra dan manajemen
bisnis yang baik (etis) agar bisnis itu pantas dimasuki oleh semua orang yang
mempercayai adanya dimensi etis dalam dunia bisnis. Hal ini sekaligus
menghalau citra buruk dunia bisnis sebagai kegiatan yang kotor, licik, dan
tipu muslihat. Kegiatan bisnis mempunyai implikasi etis, dan oleh karenanya
membawa serta tanggungjawab etis bagi pelakunya.
Etika Bisnis adalah seni dan disiplin dalam menerapkan prinsip-prinsip
etika untuk mengkaji dan memecahkan masalah-masalah moral yang kompleks
dalam bisnis.

Etika Bisnis -Profesi 20  

21  
A. Etika Perusahaan.
1. Pengertian Etika.
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup
tingkat Internasional diperlukan suatu sistem yang mengatur bagaimana
seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi
saling menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama,
protokoler dan lain-lain. Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga
kepentingan masing-masing yang terlibat agar mereka senang, tenang, tentram,
terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya
yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak
bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari
tumbuh kembangnya etika di masyarakat kita. Untuk itu perlu kiranya bagi
kita mengetahui tentang pengertian etika serta macam-macam etika dalam
kehidupan bermasyarakat.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, etika adalah:
a. Ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk, tentang hak dan kewajiban
moral.
Kumpulan asas/nilai yang berkenaan dengan akhlak.
Nilai mengenai yang benar dan salah yang dianut masyarakat.
Kebijakan Etis Perusahaan
Bab 4

Etika Bisnis -Profesi 22  
Istilah Etika berasal dari bahasa Yunani kuno. Bentuk tunggal kata ‘etika’
yaitu ethos sedangkan bentuk jamaknya yaitu ta etha. Ethos mempunyai
banyak arti yaitu: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kandang,
kebiasaan/ adat, akhlak, watak, perasaan, sikap, cara berpikir. Sedangkan
arti ta etha yaitu adat kebiasaan. Istilah lain yang identik dengan etika, yaitu:
usila (Sanskerta), lebih menunjukkan kepada dasar-dasar, prinsip, aturan
hidup (sila) yang lebih baik (su). Dan yang kedua adalah Akhlak (Arab),
berarti moral, dan etika berarti ilmu akhlak.
Arti dari bentuk jamak inilah yang melatarbelakangi terbentuknya istilah
Etika yang oleh Aristoteles dipakai untuk menunjukkan filsafat moral.
Jadi, secara etimologis (asal usul kata), etika mempunyai arti yaitu ilmu
tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan
(K.Bertens, 2000).
Biasanya bila kita mengalami kesulitan untuk memahami arti sebuah kata
maka kita akan mencari arti kata tersebut dalam kamus. Tetapi ternyata
tidak semua kamus mencantumkan arti dari sebuah kata secara lengkap.
Hal tersebut dapat kita lihat dari perbandingan yang dilakukan oleh
K. Bertens terhadap arti kata ‘etika’ yang terdapat dalam Kamus
Bahasa Indonesia yang lama dengan Kamus Bahasa Indonesia yang
baru. Dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama (Poerwadarminta,
sejak 1953 - mengutip dari Bertens,2000), etika mempunyai arti sebagai :
“ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak (moral)”. Sedangkan kata
‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia yang baru (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1988 - mengutip dari Bertens 2000), mempunyai
arti: Ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan
kewajiban moral (akhlak); kumpulan asas atau nilai yang berkenaan dengan
akhlak; nilai mengenai benar dan salah yang dianut suatu golongan atau
masyarakat.
Dari perbadingan kedua kamus tersebut terlihat bahwa dalam Kamus Bahasa
Indonesia yang lama hanya terdapat satu arti saja yaitu etika sebagai ilmu.
Sedangkan Kamus Bahasa Indonesia yang baru memuat beberapa arti.
Kalau kita misalnya sedang membaca sebuah kalimat di berita surat kabar
“Dalam dunia bisnis etika merosot terus” maka kata ‘etika’ di sini bila
dikaitkan dengan arti yang terdapat dalam Kamus Bahasa Indonesia yang
lama tersebut tidak cocok karena maksud dari kata ‘etika’ dalam kalimat
tersebut bukan etika sebagai ilmu melainkan ‘nilai mengenai benar dan

Bab 4 : Kebijakan Etis Perusahaan 23  
salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat’. Jadi arti kata ‘etika’
dalam Kamus Bahasa Indonesia yang lama tidak lengkap.
K. Bertens berpendapat bahwa arti kata ‘etika’ dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia tersebut dapat lebih dipertajam dan susunan atau urutannya lebih
baik dibalik, karena arti kata ke-3 lebih mendasar daripada arti kata ke-1.
Sehingga arti dan susunannya menjadi seperti berikut :
a. Nilai dan norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Misalnya, jika orang
berbicara tentang etika orang Jawa, etika agama Budha, etika Protestan
dan sebagainya, maka yang dimaksudkan etika di sini bukan etika
sebagai ilmu melainkan etika sebagai sistem nilai. Sistem nilai ini bisa
berfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun pada taraf sosial;
b. Kumpulan asas atau nilai moral. Yang dimaksud di sini adalah kode
etik. Contoh : Kode Etik Jurnalistik;
c. Ilmu tentang yang baik atau buruk.
Etika baru menjadi ilmu bila kemungkinan-kemungkinan etis (asas-asas dan
nilai-nilai tentang yang dianggap baik dan buruk) yang begitu saja diterima
dalam suatu masyarakat dan sering kali tanpa disadari menjadi bahan refleksi
bagi suatu penelitian sistematis dan metodis. Etika di sini sama artinya dengan
filsafat moral.
Etika berkaitan dengan nilai, norma, dan moral. Di dalam Dictionary of
Sosciology and Related Sciences dikemukakan bahwa nilai adalah kemampuan
yang dipercayai dan pada suatu benda untuk memuaskan manusia. Jadi nilai
itu hakikatnya adalah sifat atau kualitas yang melekat pada suatu objek, bukan
objek itu sendiri.
Di dalam nilai itu sendiri terkandung cita-cita, harapan-harapan,
dambaan-dambaan dan keharusan. Menurut tinggi rendahnya, nilai-nilai dapat
dikelompokkan dalam empat tingkatan yaitu:
a. Nilai-nilai kenikmatan
Dalam tingkatan ini terdapat deretan nilai-nilai yang mengenakkan dan
tidak mengenakkan yang menyebabkan orang senang atau menderita
tidak enak.
b. Nilai-nilai kehidupan
Dalam tingkatan ini terdapatlah nilai-nilai yang penting bagi
kehidupan misalnya kesehatan, kesegaran jasmani, dan kesejahteraan
umum.

Etika Bisnis -Profesi 24  
c. Nilai-nilai kejiwaan
Dalam tingkat ini terdapat nilai-nilai kejiwaan yang sama sekali
tidak tergantung dari keadaan jasmani maupun lingkungan. Misalnya
nilai keindahan, kebenaran maupun lingkungan.
d. Nilai-nilai kerohanian
Dalam tingkat ini terdapatlah modalitas nilai dari yang suci dan tidak
suci. Misalnya nilai-nilai pribadi.
Ada empat macam nilai-nilai kerohanian, yaitu:
1. Nilai kebenaran yang bersumber pada akal (ratio, budi, cipta)
manusia.
2. Nilai keindahan atau nilai estetis, yang bersumber pada perasaan
manusia.
3. Nilai kebaikan atau nilai moral, yang bersumber pada unsur
kehendak manusia.
4. Nilai religius, yang merupakan nilai kerohanian tertinggi dan
mutlak. Nilai ini bersumber kepada kepercayaan atau keyakinan
manusia.
Nilai dan norma senantiasa berkaitan dengan moral dan etika. Istilah
moral mengandung integritas dan martabat pribadi manusia. Makna moral
yang terkandung dalam kepribadian seseorang itu tercermin dari sikap
dan tingkah lakunya. Jadi norma sebagai penuntun sikap dan tingkah laku
manusia. Antara norma dan etika memiliki hubungan yang sangat erat yaitu
etika sebagai ilmu pengetahuan yang membahas tentang prinsip-prinsip
moralitas.
Etika memiliki peranan atau fungsi diantaranya yaitu:
a. Dengan etika seseorang atau kelompok dapat mengemukakan penilaian
tentang perilaku manusia
b. Menjadi alat kontrol atau menjadi rambu-rambu bagi seseorang atau
kelompok dalam melakukan suatu tindakan atau aktivitasnya sebagai
mahasiswa
c. Etika dapat memberikan prospek untuk mengatasi kesulitan moral yang kita
hadapi sekarang.
d. Etika dapat menjadi prinsip yang mendasar bagi mahasiswa dalam
menjalankan aktivitas kemahasiswaanya.

Bab 4 : Kebijakan Etis Perusahaan 25  
e. Etika menjadi penuntun agar dapat bersikap sopan, santun, dan dengan etika
kita bisa di cap sebagai orang baik di dalam masyarakat.
2. Macam-Macam Etika.
Dalam membahas Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapan
kesusilaan atau etis, yaitu sama halnya dengan berbicara moral
(mores). Manusia disebut etis, ialah manusia secara utuh dan
menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas
keseimbangan antara kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya,
antara rohani dengan jasmaninya, dan antara sebagai makhluk
berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya membahas nilai-
nilai atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua macam
etika (Keraf: 1991: 23), sebagai berikut:
a. Etika Deskriptif.
Etika yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilaku
manusia, serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya
sebagai sesuatu yang bernilai. Artinya Etika deskriptif tersebut berbicara
mengenai fakta secara apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku
manusia sebagai suatu fakta yang terkait dengan situasi dan realitas
yang membudaya.
Dapat disimpulkan bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai
atau tanpa nilai dalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi
tertentu memungkinkan manusia dapat bertindak secara etis.
b. Etika Normatif.
Etika yang menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan
seharusnya dimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya dijalankan
oleh manusia dan tindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi
Etika Normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar
manusia bertindak secara baik dan menghindarkan hal-hal yang
buruk, sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku
di masyarakat.
Dari berbagai pembahasan definisi tentang etika tersebut di atas dapat
diklasifikasikan menjadi tiga (3) jenis definisi, yaitu sebagai berikut:
a. Jenis pertama, etika dipandang sebagai cabang filsafat yang
khusus membicarakan tentang nilai baik dan buruk dari perilaku
manusia.

Etika Bisnis -Profesi 26  
b Jenis kedua, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang membicarakan
baik buruknya perilaku manusia dalam kehidupan bersama. Definisi
tersebut tidak melihat kenyataan bahwa ada keragaman norma, karena
adanya ketidaksamaan waktu dan tempat, akhirnya etika menjadi ilmu
yang deskriptif dan lebih bersifat sosiologik.
c. Jenis ketiga, etika dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat
normatif, dan evaluatif yang hanya memberikan nilai baik buruknya
terhadap perilaku manusia. Dalam hal ini tidak perlu menunjukkan
adanya fakta, cukup informasi, menganjurkan dan merefleksikan.
Definisi etika ini lebih bersifat informatif, direktif dan reflektif.
Etiket
Dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia diberikan beberapa arti dari kata
“etiket”, yaitu:
1. Etiket (Belanda) secarik kertas yang ditempelkan pada kemasan barang-
barang (dagang) yang bertuliskan nama, isi, dan sebagainya tentang
barang itu.
2. Etiket (Perancis) adat sopan santun atau tata krama yang perlu selalu
diperhatikan dalam pergaulan agar hubungan selalu baik.
Pengertian etiket dan etika sering dicampuradukkan, padahal kedua istilah
tersebut terdapat arti yang berbeda, walaupun ada persamaannya. Istilah etika
sebagaimana dijelaskan sebelumnya adalah berkaitan dengan moral
(mores), sedangkan kata etiket adalah berkaitan dengan nilai sopan santun,
tata krama dalam pergaulan formal. Persamaannya adalah mengenai
perilaku manusia secara normatif yang etis. Artinya memberikan pedoman
atau norma-norma tertentu yaitu bagaimana seharusnya seseorang
itu melakukan perbuatan dan tidak melakukan sesuatu perbuatan.
Istilah etiket berasal dari Etiquette (Perancis) yang berarti dari awal suatu
kartu undangan yang biasanya dipergunakan semasa raja-raja di
Perancis mengadakan pertemuan resmi, pesta dan resepsi untuk kalangan
para elite kerajaan atau bangsawan.
Dalam pertemuan tersebut telah ditentukan atau disepakati berbagai
peraturan atau tata krama yang harus dipatuhi, seperti cara berpakaian
(tata busana), cara duduk, cara bersalaman, cara berbicara, dan cara bertamu
dengan sikap serta perilaku yang penuh sopan santun dalam pergaulan
formal atau resmi. Definisi etiket, menurut para pakar ada beberapa

Bab 4 : Kebijakan Etis Perusahaan 27  
pengertian, yaitu merupakan kumpulan tata cara dan sikap baik dalam
pergaulan antar manusia yang beradab.
Pendapat lain mengatakan bahwa etiket adalah tata aturan sopan santun yang
disetujui oleh masyarakat tertentu dan menjadi norma serta panutan dalam
bertingkah laku sebagai anggota masyarakat yang baik dan menyenangkan.
Perbedaan Etika dan Etiket
1. Hubungan Etika dengan Manusia.
Antara etika dengan mahasiswa memiliki hubungan yang sangat
erat. Dalam contoh kasus mahasiswa Universitas Muslim Indonesia
yang sudah diceritakan di atas, dapat kita nilai bahwa etika sangat
berperan penting terhadap diri mahasiswa maupun orang lain, dengan
memahami peranan etika mahasiswa dapat bertindak sewajarnya dalam
melakukan aktivitasnya sebagai mahasiswa misalnya di saat mahasiswa
berdemonstrasi menuntut keadilan etika menjadi sebuah alat kontrol
yang dapat menahan mahasiswa agar tidak bertindak anarkis. Dengan
etika mahasiswa dapat berperilaku sopan dan santun terhadap siapa pun
dan apapun itu.
Islam telah mengajarkan kepada bahwa kita harus berperilaku sopan
terhadap orang yang lebih tua dari kita dan etika juga sudah di jelaskan
di dalam Islam, etika di dalam Islam sama dengan akhlaq, dan mahasiswa
sebagai mahluk Allah SWT. yang telah diberikan karunia berupa akal,
akhlaq yang baik ditujukan bukan hanya kepada manusia saja melainkan
kepada semua mahluk baik mahluk hidup ataupun benda mati.
Sebagai seorang mahasiswa yang beretika, mahasiswa harus memahami betul
arti dari kebebasan dan tanggung jawab, karena banyak mahasiswa yang apabila
sedang berdemonstrasi memaknai kebebasan dengan kebebasan yang tidak
bertangung jawab.
2. Etika dan Etiket.
Banyak orang sangat familiar dengan kata “etika”. Di berbagai kesempatan,
kata etika seringkali digunakan dalam konteks kesopanan atau norma. Dalam
konteks bisnis dan dunia kerja etika menjadi suatu pokok bahasan yang menarik
untuk diulas. Bahkan di beberapa perguruan tinggi, etika dijadikan satu bahasan
tersendiri yang dibakukan dalam sebuah mata kuliah, sebut saja etika bisnis dan
etika profesi. Namun tahukah anda terkadang banyak dari kita yang salah

Etika Bisnis -Profesi 28  
menggunakan kata etika dalam kehidupan sehari-hari. Seringkali maknanya
tercampur dengan kata ”etiket”.
Berbeda dengan kata etika, hanya sedikit orang yang familiar dengan kata
etiket. Wajar saja, karena sedikitnya literatur, publikasi dan informasi yang
berbicara mengenai kata yang satu ini. Dari segi ejaan, kata ini hampir mirip
dengan etika, namun maknanya tidak mirip sama sekali.
Etiket merupakan suatu tata krama atau tata sopan santun yang menyangkut
sikap lahiriah manusia. Pelanggaran terhadap sikap ini tidak menjadikan
seseorang dicap sebagai manusia yang tidak bermoral. Sedangkan Etika
dipahami sebagai suatu usaha manusia untuk menggunakan akal budinya
dalam usaha mencapai hidup dengan lebih baik. Disini ada unsur penilaian
terhadap suatu norma, nilai atau agama tertentu. Pelanggaran terhadap
sikap ini bisa dicap sebagai manusia tidak bermoral. Etiket lebih bersifat
lahiriah sedangkan etika batiniah.
Sebagai contoh, seorang direktur di sebuah perusahaan disebut manusia
yang mempunyai etiket. Ini karena ia adalah orang yang disiplin, rapih
dalam berpakaian, selalu mengerjakan tugasnya dengan baik, berbicara
sopan, senyum menghias mukanya dan selalu menjaga hubungan baik
dengan klien. Walaupun begitu ternyata ia adalah manusia yang dinilai
tidak ber-etika. Dalam menjalankan bisnis ia selalu berbuat curang dengan
melakukan penyuapan di berbagai tender, ia juga melakukan tindakan
nepotisme di kantornya dan terkadang melakukan pelecehan terhadap
karyawannya.
Begitu pula dengan seorang koruptor, mafia kasus, pejabat/ birokrat hukum
yang menjadi sorotan negatif akhir-akhir ini. Lihatlah mereka, berjas rapih,
senyam-senyum di depan wartawan dan beretorika bagus di pengadilan
dan konferensi pers. Tentunya sangat gamblang kita menilai bahwa mereka
adalah manusia-manusia yang tidak punya etika, namun belum tentu mereka
tidak mempunyai etiket.
K. Bertens dalam bukunya yang berjudul “Etika” (2000) memberikan 4
(empat) macam perbedaan etiket dengan etika, yaitu :
1. Etiket menyangkut cara (tata acara) suatu perbuatan harus dilakukan
manusia. Misal : Ketika saya menyerahkan sesuatu kepada orang
lain, saya harus menyerahkannya dengan menggunakan tangan kanan.
Jika saya menyerahkannya dengan tangan kiri, maka saya dianggap
melanggar etiket.

Bab 4 : Kebijakan Etis Perusahaan 29  
Etika menyangkut cara dilakukannya suatu perbuatan sekaligus memberi
norma dari perbuatan itu sendiri. Misal : Dilarang mengambil barang
milik orang lain tanpa izin karena mengambil barang milik orang lain
tanpa izin sama artinya dengan mencuri. “Jangan mencuri” merupakan
suatu norma etika. Di sini tidak dipersoalkan apakah pencuri tersebut
mencuri dengan tangan kanan atau tangan kiri.
2. Etiket hanya berlaku dalam situasi dimana kita tidak seorang diri (ada
orang lain di sekitar kita). Bila tidak ada orang lain di sekitar kita atau
tidak ada saksi mata, maka etiket tidak berlaku. Misal : Saya sedang
makan bersama bersama teman sambil meletakkan kaki saya di atas meja
makan, maka saya dianggap melanggar etiket. Tetapi kalau saya sedang
makan sendirian (tidak ada orang lain), maka saya tidak melanggar
etiket jika saya makan dengan cara demikian.
Etika selalu berlaku, baik kita sedang sendiri atau bersama orang lain. Misal:
Larangan mencuri selalu berlaku, baik sedang sendiri atau ada orang
lain. Atau barang yang dipinjam selalu harus dikembalikan meskipun
si empunya barang sudah lupa.
3. Etiket bersifat relatif. Yang dianggap tidak sopan dalam satu kebudayaan,
bisa saja dianggap sopan dalam kebudayaan lain. Misal : makan dengan
tangan atau bersendawa waktu makan.
Etika bersifat absolut. “Jangan mencuri”, “Jangan membunuh”
merupakan prinsip-prinsip etika yang tidak bisa ditawar-tawar.
4. Etiket memandang manusia dari segi lahiriah saja. Orang yang
berpegang pada etiket bisa juga bersifat munafik. Misal : Bisa saja orang
tampi sebagai “manusia berbulu ayam”, dari luar sangan sopan dan
halus, tapi di dalam penuh kebusukan.
Etika memandang manusia dari segi dalam. Orang yang etis tidak mungkin
bersifat munafik, sebab orang yang bersikap etis pasti orang yang
sungguh-sungguh baik.
Nilai
1. Pengertian Nilai.
Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan
berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga
atau berguna bagi kehidupan manusia. Adanya dua macam nilai

Etika Bisnis -Profesi 30  
tersebut sejalan dengan penegasan pancasila sebagai ideologi terbuka.
Perumusan pancasila sebagai dalam pembukaan UUD 1945. Alinea
4 dinyatakan sebagai nilai dasar dan penjabarannya sebagai nilai
instrumental. Nilai dasar tidak berubah dan tidak boleh diubah lagi.
Betapapun pentingnya nilai dasar yang tercantum dalam pembukaan
UUD 1945 itu, sifatnya belum operasional. Artinya kita belum
dapat menjabarkannya secara langsung dalam kehidupan sehari-hari.
Penjelasan UUD 1945 sendiri menunjuk adanya undang-undang sebagai
pelaksanaan hukum dasar tertulis itu. Nilai-nilai dasar yang terkandung
dalam pembukaan UUD 1945 itu memerlukan penjabaran lebih lanjut.
Penjabaran itu sebagai arahan untuk kehidupan nyata. Penjabaran itu
kemudian dinamakan Nilai Instrumental.
Nilai Instrumental harus tetap mengacu kepada nilai-nilai dasar yang
dijabarkannya Penjabaran itu bisa dilakukan secara kreatif dan dinamis dalam
bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang sama dan dalam
batas-batas yang dimungkinkan oleh nilai dasar itu. Penjabaran itu jelas
tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dasarnya.
Nilai sama dengan sesuatu yang menyenangkan kita, nilai identik dengan apa
yang diinginkan, nilai merupakan sarana pelatihan kita, nilai pengalaman
pribadi semata, nilai ide platonic esensi.
2. Pengertian Nilai Para Ahli.
Kimball Young
Mengemukakan nilai sosial adalah asumsi yang abstrak dan sering tidak
disadari tentang apa yang dianggap penting dalam masyarakat.
A.W.Green
Nilai sosial adalah kesadaran yang secara relatif berlangsung disertai emosi
terhadap objek.
Woods
Mengemukakan bahwa nilai sosial merupakan petunjuk umum yang telah
berlangsung lama serta mengarahkan tingkah laku dan kepuasan dalam
kehidupan sehari-hari
M.Z.Lawang

Bab 4 : Kebijakan Etis Perusahaan 31  
Menyatakan nilai adalah gambaran mengenai apa yang diinginkan, yang
pantas, berharga, dan dapat mempengaruhi perilaku sosial dari orang
yang bernilai tersebut.
Hendropuspito
Menyatakan nilai sosial adalah segala sesuatu yang dihargai masyarakat
karena mempunyai daya guna fungsional bagi perkembangan kehidupan
manusia.
Driyarkara (1966,38)
Nilai adalah hakekat suatu hal, yang menyebabkan hal itu pantas dikejar
oleh manusia.
Fraenkel (1977:6)
Nilai adalah idea atau konsep yang bersifat abstrak tentang apa yang
dipikirkan seseorang atau dianggap penting oleh sesorang, biasanya
mengacu kepada estetika (keindahan), etika pola prilaku dan logika benar
salah atau keadilan justice. (Value is any idea, a concept , about what some one
think is important in life) Kuntjaraningrat(1992:26)

Etika Bisnis -Profesi 32  

33  
K
ita sering mendengar, membaca, atau bahkan menggunakan, istilah etika di
berbagai kesempatan. Sejumlah pengamat, misalnya, menganggap bahwa
banyak politisi berperilaku tidak etis atau tidak mempertimbangkan etika lagi.
Mereka menuntut perlunya para penyelenggara negara memperhatikan etika,
dan mengusulkan agar disusun suatu kode etik bagi para anggota legislatif, dan
penyelenggara lainnya, bahkan juga untuk pelaksanaan kampanye pemilihan
umum.
Demikian pula, ketika menyeruak skandal-skandal keuangan seperti enron di AS,
sejumlah pihak menegaskan kembali perlunya pondasi etika dalam berbisnis,
berorganisasi dan dalam menjalankan profesi. Mereka, misalnya, menyindir para
pebisnis dan profesional dengan mempertanyakan, “masih adakah yang namanya
etika itu?”
Etika dalam kehidupan keseharian adalah sesuatu yang tidak bisa dilepaskan
dalam kehidupan keseharian. Apalagi dengan perkembangan kehidupan sosial
ekonomi budaya dan teknologi yang mendorong munculnya gejala-gejala moral yang
fenomenal.
Kenyataan ini menunjukkan perhatian dan minat orang-orang terhadap
etika dan seluk beluknya, terus berkembang. Dampak langsungnya,
eksistensi dan penerapan etika dalam dunia bisnis dan profesi, terus berkembang
dan semakin meningkat. Dalam dunia bisnis atau profesinal, etika merupakan
prinsip-prinsip moralitas yang mengatur dan menjadi pedoman bagi para
pelaku bisnis atau profesi.Dimulai dari ketika ia melakukan pemikiran,
Konsep Dan Penerapan
Good Corporate
Governance
Bab 5

Etika Bisnis -Profesi 34  
menciptakan, dan mengambil berbagai keputusan dalam menjalankan bisnis
atau profesinya.
Mengingat begitu pentingnya etika, hampir semua profesi yang ada saat
ini memiliki kode etika profesi yang dituangkan ke dalam bentuk peraturan
tertulis. Tentu saja memiliki sanksi sebagaimana peraturan lainnya bagi pelaku
yang dianggap melanggarnya.
A. Pengertian Profesi
Profesi berasal dari bahasa latin “Proffesio” yang mempunyai dua pengertian
yaitu janji/ ikrar dan pekerjaan. Bila artinya dibuat dalam pengertian yang lebih luas
menjadi kegiatan “apa saja” dan “siapa saja” untuk memperoleh nafkah yang
dilakukan dengan suatu keahlian tertentu. Sedangkan dalam arti sempit profesi
berarti kegiatan yang dijalankan berdasarkan keahlian tertentu sekaligus dituntut
daripadanya pelaksanaan norma-norma sosial dengan baik. Profesi merupakan
kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan
keterampilan dan keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari
manusia, di dalamnya pemakaian dengan cara yang benar akan keterampilan dan
keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan
dengan ruang lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah
dan lingkungan hidupnya serta adanya disiplin etika yang dikembangkan dan
diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut.
Profesi merupakan bagian dari pekerjaan, namun tidak setiap pekerjaan
adalah profesi. Seorang petugas staf administrasi biasa berasal dari berbagai latar
ilmu, namun tidak demikian halnya dengan Akuntan, Pengacara, Dokter
yang membutuhkan pendidikan khusus.
Profesi merupakan suatu pekerjaan yang mengandalkan keterampilan dan
keahlian khusus yang tidak didapatkan pada pekerjaan-pekerjaan sebelumnya.
Profesi merupakan suatu pekerjaan yang menuntut pengemban profesi tersebut
untuk terus memperbaharui keterampilannya sesuai perkembangan teknologi.
Secara populer sedikitnya ada dua pengertian yang diberikan pada istilah
profesi. Pertama, pekerjaan yang ditekuni dan menjadi tumupuan hidup.
Kedua, lebih dari sekedar pekerjaan, profesi adalah bidang pekerjaaan
yang dilandasi oleh pendidikan keahlian tertentu. Selain itu, profesi
sering dibedakan ke dalam dua jenis, yaitu profesi biasa dan profesi
luhur. Istilah profesi dalam bab ini, sebagaimana dapat kita pahami nanti,
selain mengandung arti pekerjaan sebagai panggilan dan tumpuan hidup

Bab 5 : Konsep Dan Penerapan Good Corporate Governance 35  
dan standar yang tinggi, juga berarti pekerjaan yang bercirikan keluhuran
dan komitmen moral yang tinggi. Tegasnya, profesi suatu pekerjaan,
tetapi berbeda dengan pekerjaan pada umumnya. Suatu profesi dibangun
dengan landasan yang bermoral karena seorang profesional memang dituntut untuk
menghasilkan kinerja berstandar kualitas tinggi dan mengutamakan kepentingan
publik. Karena nilai-nilai moral ini, maka menyatakan “pencopet” adalah profesi
tentulah tidak tepat; seorang pencopet, kerenanya, bukanlah seorang profesional,
tetapi seorang penjahat yang pada dasarnya anti moral atau immoral.
Ciri-Ciri dan Syarat Profesi.
Ciri-ciri suatu profesi diantaranya adalah:
a. Adanya pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan
keterampilan ini dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman
yang bertahun-tahun.
b. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat tinggi. Hal ini biasanya
setiap pelaku profesi mendasarkan kegiatannya pada kode etik profesi.
c. Mengabdi pada kepentingan masyarakat, artinya setiap pelaksana
profesi harus meletakkan kepentingan pribadi di bawah kepentingan
masyarakat.
d. Izin khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan
selalu berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai
kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup
dan sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi harus terlebih
dahulu ada izin khusus.
e. Kaum profesional biasanya menjadi anggota dari suatu profesi.
Syarat Suatu Profesi
1) Melibatkan kegiatan intelektual.
2) Menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
3) Memerlukan persiapan profesional yang alam dan bukan sekedar latihan.
4) Memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
5) Menjanjikan karir hidup dan keanggotaan yang permanen.
6) Mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7) Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
8) Menentukan standarnya sendiri, dalam hal ini adalah kode etik.

Etika Bisnis -Profesi 36  
Pengertian Etika Profesi.
Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal yang
berkaitan dengan bidang tertentu atau jenis pekerjaan (occupation) yang sangat
dipengaruhi oleh pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja
tetapi belum tentu dikatakan memiliki profesi yang sesuai. Tetapi dengan
keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan kejuruan, juga belum cukup untuk
menyatakan suatu pekerjaan dapat disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan
teori sistematis yang mendasari praktek pelaksaan, dan penguasaan teknik
intelektual yang merupakan hubungan antara teori dan penerapan dalam
praktek. Adapun hal yang perlu diperhatikan oleh para pelaksana profesi.
Berkaitan dengan bidang pekerjaan yang telah dilakukan seseorang sangatlah
perlu untuk menjaga profesi dikalangan masyarakat atau terhadap konsumen
(klien atau objek). Dengan kata lain orientasi utama profesi adalah untuk
kepentingan masyarakat dengan menggunakan keahlian yang dimiliki. Akan
tetapi tanpa disertai suatu kesadaran diri yang tinggi, profesi dapat dengan
mudahnya disalahgunakan oleh seseorang seperti pada penyalahgunaan
profesi seseorang dibidang komputer misalnya pada kasus kejahatan komputer
yang berhasil mengcopy program komersial untuk diperjualbelikan lagi tanpa
ijin dari hak pencipta atas program yang dikomesikan itu. Sehingga perlu
pemahaman atasetika profesi dengan memahami kode etik profesi.Menurut
Keiser dalam (Suhrawardi Lubis, 1994: 6-7), etika profesi adalah sikap hidup
berupa keadilan untuk memberikan pelayanan profesional terhadap masyarakat
dengan ketertiban penuh dan keahlian sebagai pelayanan dalam rangka
melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat.
Profesional (seorang profesional) adalah orang yang menjalani suatu profesi,
dan karenanya, mempunyai tanggung jawab yang tinggi untuk berkarya dengan
standar kualitas tinggi dilandasi dengan komitmen moral yang tinggi pula.
Mengingat makna profesi dan profesional itu, maka etika profesi merupakan
unsur atau dimensi yang tak terpisahkan dari setiap profesi. Etika profesi
atau etika profesional merupakan unsur sangat penting dalam kehidupan
komunitas profesi.
Etika profesi merupakan pembeda utama antara para profesional dengan
orang-orang yang sekedar ahli di bidang yang mereka pilih untuk ditekuni
(pekerjaan). Dengan berpedoman pada nilai-nilai etis, yang antara lain
digariskan dalam kode etik profesi, para profesional meraih dan memiliki
reputasi yang tinggi, dan karena itu jasa mereka sangat dibutuhkan dan dihargai

Bab 5 : Konsep Dan Penerapan Good Corporate Governance 37  
oleh masyarakat. Etika profesi merupakan jantung harapan publik dalam
kaitannya dengan tingkat kepercayaan dalam pekerjaan yang dikategorikan
dengan sebutan profesional. Masyarakat menghargai profesi yang memegang
teguh standar etika yang tinggi dan akan memandang rendah profesi itu jika
kepercayaan yang mereka berikan dikhianati.
Etika profesi atau etika profesional merupakan suatu bidang etika (sosial)
terapan. Etika profesi berkaitan dengan kewajiban etis mereka yang menduduki
posisi yang disebut profesional. Etika profesi berfungsi sebagai panduan bagi para
profesional dalam menjalani mereka memberikan dan mempertahankan jasa kepada
masyarakta yang berstandar tinggi. Sebagai bidang etika terapan, etika profesi pada
dasarnya berkaitan dengan penerapan standar moral atau prinsip-prinsip moral
tertentu yang disepakati untuk dijadikan sebagai nilai-nilai dan panduan bersama oleh
para anggota profesi. Dengan demikian, dalam kaitannya dengan profesi, etika
meliputi norma-norma yang mentransformasikan nilai-nilai atau cita-cita (luhur)
ke dalam praktik sehari-hari para profesional dalam menjalankan profesi
mereka.
Norma-norma ini biasanya dikodifikasikan secara formal ke dalam bentuk
kode etik (code of ethics) atau kode (aturan) perilaku (code of conducts) profesi
yang bersangkutan.
Etika profesi biasanya dibedakan dari etika kerja (work ethics atau
occupational ethics) yang mengatur praktik, hak dan kewajiban bagi mereka yang
bekerja di bidang yang tidak disebut profesi (non-profesional) non-propfesional
adalah pegawai atau pekerja biasa dan dianggap dan dianggap kurang memiliki
otonomi dan kekuasaan atau kemampuan profesional. Namun demikian, ada
sejumlah pendapat yang menyatakan bahwa tidak ada alasan moral untuk
mengeluarkan etika kerja dari kajian etika profesional karena keduanya tidak terlalu
berbeda jenisnya kecuali yang menyangkut besarnya bayaran yang diterima dari
pekerjaan mereka. Pertimbangan utamanya adalah bahwa orang pada umumnya
tidak terlampau mengkhawatirkan terjadinya “perampasan” atau “pengambil
alihan” pekerjaan, melainkan mengkhawatirkan terjadinya penyalahgunaan
kewenangan, kekuasaan atau keahlian. Misalnya, masyarakat tidak atau kurang
mengkhawatirkan bahwa tukang daging akan mengambil alih pekerjaan penjahit,
atau sebaliknya, penjahit akan mengambil alih pekerjaan mereka hanya demi
kepentingan mereka sendiri.
Perbedaan antara etika profesi dan etika kerja lazimnya dilakukan mengingat
aktivitas pra profesional seperti dokter, pengacara, dan akuntan, adalah berbeda
dengan pekerja lain pada umumnya. Para profesional memiliki karakteristik khusus

Etika Bisnis -Profesi 38  
dari segi pendidikan atau pelatihan, pengetahuan, pengalaman, dan hubungan
dengan klien, yang membedakannya dari pekerja non-profesional. Tuntutak akan
standar profesionalisme dan etika untuk para profesional adalah jauh lebih tinggi
dibandingkan terhadap nonprofesional. Namun demikian tetap perlu diingat,
meskipun etika profesi dibedakan dari etika kerja, kerangka dan prinsip-prinsip yang
dicakup etika profesi tetap dapat diberlakukan sebagai etika kerja. Ini terutama
karena etika profesi mencakup prinsip-prinsip umum etika yang, sebagaimana
prinsip-prinsip itu diberlakukan pada kehidupan profesi, dapat diterapkan pada
bidang pekerjaan atau kehidupan yang lain.
Kode Etik Profesi
Kode; yaitu tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan
atau benda yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu, misalnya untuk
menjamin suatu berita, keputusan atau suatu kesepakatan suatu organisasi. Kode
juga dapat berarti kumpulan peraturan yang sistematis.
Kode etik ; yaitu norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok tertentu
sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di tempat kerja.
Menurut UU No. 8 (pokok-pokok kepegawaian), Kode etik profesi adalah pedoman
sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan
sehari-hari.
Kode etik profesi merupakan sarana untuk membantu para pelaksana
seseorang sebagai seseorang yang professional supaya tidak dapat merusak
etika profesi.
Ada tiga hal pokok yang merupakan fungsi dari kode etik profesi :
a. Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi
tentang prinsip profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa
dengan kode etik profesi, pelaksana profesi mampu mengetahui suatu
hal yang boleh dia lakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
b. Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat
atas profesi yang bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat
memberikan suatu pengetahuan kepada masyarakat agar juga dapat
memahami arti pentingnya suatu profesi, sehingga memungkinkan
pengontrolan terhadap para pelaksana di lapangan keja (kalangan sosial).
c. Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak diluar organisasi
profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut
dapat dijelaskan bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau

Bab 5 : Konsep Dan Penerapan Good Corporate Governance 39  
perusahaan yang lain tidak boleh mencampuri pelaksanaan profesi di
lain instansi atau perusahaan.
Kode etik profesi sebetulnya tidak merupakan hal yang baru. Sudah lama
diusahakan untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus dalam
masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan dipegang
teguh oleh seluruh kelompok itu. Salah satu contoh tertua adalah ; SUMPAH
HIPOKRATES, yang dipandang sebagai kode etik pertama untuk profesi dokter.
Kode etik bisa dilihat sebagai produk dari etika terapan, seban dihasilkan
berkat penerapan pemikiran etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi. Tetapi
setelah kode etik ada, pemikiran etis tidak berhenti. Kode etik tidak menggantikan
pemikiran etis, tapi sebaliknya selalu didampingi refleksi etis. Supaya kode etik
dapat berfungsi dengan semestinya, salah satu syarat mutlak adalah bahwa
kode etik itu dibuat oleh profesi sendiri. Kode etik tidak akan efektif kalau di
drop begitu saja dari atas yaitu instansi pemerintah atau instansi-instansi lain;
karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang hidup dalam kalangan
profesi itu sendiri.
Dengan membuat kode etik, profesi sendiri akan menetapkan hitam atas
putih niatnya untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggapnya hakiki. Hal
ini tidak akan pernah bisa dipaksakan dari luar. Hanya kode etik yang berisikan
nilai-nilai dan cita-cita yang diterima oleh profesi itu sendiri yang bisa mendarah
daging dengannya dan menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan untuk
dilaksanakan juga dengan tekun dan konsekuen. Syarat lain yang harus dipenuhi
agar kode etik dapat berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya di
awasi terus menerus. Pada umumnya kode etik akan mengandung sanksi-sanksi
yang dikenakan pada pelanggar kode etik.
Sanksi Pelanggaran Kode Etik :
a. Sanksi moral
b. Sanksi dikeluarkan dari organisasi
c. Kasus-kasus pelanggaran kode etik akan ditindak dan dinilai oleh suatu
dewan kehormatan atau komisi yang dibentuk khusus untuk itu. Karena
tujuannya adalah mencegah terjadinya perilaku yang tidak etis, seringkali
kode etik juga berisikan ketentuan-ketentuan profesional, seperti kewajiban
melapor jika ketahuan teman sejawat melanggar kode etik. Ketentuan itu
merupakan akibat logis dari self regulation yang terwujud dalam kode
etik; seperti kode itu berasal dari niat profesi mengatur dirinya sendiri,

Etika Bisnis -Profesi 40  
demikian juga diharapkan kesediaan profesi untuk menjalankan kontrol
terhadap pelanggar. Namun demikian, dalam praktek sehari-hari kontrol
ini tidak berjalan dengan mulus karena rasa solidaritas tertanam kuat
dalam anggota-anggota profesi, seorang profesional mudah merasa segan
melaporkan teman sejawat yang melakukan pelanggaran. Tetapi dengan
perilaku semacam itu solidaritas antar kolega ditempatkan di atas kode
etik profesi dan dengan demikian maka kode etik profesi itu tidak tercapai,
karena tujuan yang sebenarnya adalah menempatkan etika profesi di atas
pertimbangan-pertimbangan lain. Lebih lanjut masing-masing pelaksana
profesi harus memahami betul tujuan kode etik profesi baru kemudian dapat
melaksanakannya.
Kode Etik Profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik profesi
merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah dibahas dan
dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini lebih memperjelas, mempertegas
dan merinci norma-norma ke bentuk yang lebih sempurna walaupun sebenarnya
norma-norma tersebut sudah tersirat dalam etika profesi. Dengan demikian kode
etik profesi adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas
serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa
yang salah dan perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh
seorang professional.
Adapun fungsi dari kode etik profesi adalah :
a. Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip
profesionalitas yang digariskan.
b. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang
bersangkutan.
c. Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang
hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Etika profesi sangatlah
dibutuhkan dalam berbagai bidang.
Tujuan Kode Etika Profesi
Prinsip-prinsip umum yang dirumuskan dalam suatu profesi akan berbeda
satu dengan yang lainnya. Hal ini disebabkan perbedaan adat, kebiasaan,
kebudayaan, dan peranan tenaga ahli profesi yang didefinisikan dalam suatu
negara tidak sama.
Adapun yang menjadi tujuan pokok dari rumusan etika yang dituangkan
dalam kode etik (Code of conduct) profesi adalah:

Bab 5 : Konsep Dan Penerapan Good Corporate Governance 41  
a. Standar-standar etika menjelaskan dan menetapkan tanggung jawab
terhadap klien, institusi, dan masyarakat pada umumnya
b. Standar-standar etika membantu tenaga ahli profesi dalam menentukan
apa yang harus mereka perbuat kalau mereka menghadapi dilema-
dilema etika dalam pekerjaan
c. Standar-standar etika membiarkan profesi menjaga reputasi atau
nama dan fungsi-fungsi profesi dalam masyarakat melawan kelakuan-
kelakuan yang jahat dari anggota-anggota tertentu
d. Standar-standar etika mencerminkan/ membayangkan pengharapan
moral-moral dari komunitas, dengan demikian standar-standar etika
menjamin bahwa para anggota profesi akan menaati kitab UU etika
(kode etik) profesi dalam pelayanannya.
e. Standar-standar etika merupakan dasar untuk menjaga kelakuan dan
integritas atau kejujuran dari tenaga ahli profesi.
f. Perlu diketahui bahwa kode etik profesi adalah tidak sama dengan
hukum (atau undang-undang). Seorang ahli profesi yang melanggar
kode etik profesi akan menerima sangsi atau denda dari induk organisasi
profesinya.
g. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi.
h. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
i. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
j. Menentukan baku standarnya sendiri.
B. Urgensi Etika Profesi
Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga pergaulan hidup
tingkat Internasional diperlukan suatu sistem yang mengatur bagaimana
seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan pergaulan tersebut menjadi
saling menghormati dan dikenal dengan sebutan sopan santun, tata krama,
protokoler dan lain-lain.
Maksud pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan masing-
masing yang terlibat agara mereka senang, tenang, tentram, terlindung tanpa
merugikan kepentingannya serta terjamin agar perbuatannya yang tengah
dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan yang berlaku dan tidak bertentangan
dengan hak-hak asasi umumnya. Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya
etika di masyarakat kita.

Etika Bisnis -Profesi 42  
Etika dalam perkembangannya sangat mempengaruhi kehidupan manusia.
Etika memberi manusia orientasi bagaimana ia menjalani hidupnya melalui
rangkaian tindakan sehari-hari. Itu berarti etika membantu manusia untuk
mengambil sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika
pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang tindakan
apa yang perlu kita lakukan dan yang perlu kita pahami bersama bahwa etika
ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau sisi kehidupan kita. Begitu juga
dengan etika profesi yang keberadaannya sangat diperlukan bagi kalangan
professional.
Kode etik profesi merupakan produk etika terapan karena dihasilkan
berdasarkan penerapan pemikiran etis atas suatu profesi. Kode etik profesi
dapat berubah dan diubah seiring perkembangan zaman. Kode etik profesi
merupakan pengaturan diri profesi yang bersangkutan, dan ini perwujudan
nilai moral yang hakiki, yang tidak dipaksakan dari luar.
Kode etik profesi hanya berlaku efektif apabila dijiwai oleh cita-cita dan
nilai-nilai yang hidup dalam lingkungan profesi itu sendiri. Setiap kode etik
profesi selalu dibuat tertulis yang tersusun secara rapi, lengkap, tanpa catatan,
dalam bahasa yang baik, sehingga menarik perhatian dan menyenangkan
pembacanya. Semua yang tergambar adalah perilaku yang baik-baik. Bukan
algoritma sederhana yang dapat menghasilkan keputusan etis atau tidak etis
kadang-kadang bagian-bagian dari kode etik dapat terasa saling bertentangan
ataupun dengan kode etik lain. Kita harus menggunakan keputusan yang etis
untuk bertindak sesuai dengan semangat kode etik profesi. Kode etik yang baik
menggariskan dengan jelas prinsip-prinsip mendasar yang butuh pemikiran,
bukan kepatuhan membuta.
Selanjutnya, karena kelompok profesional merupakan kelompok yang
berkeahlian dan berkemahiran yang diperoleh melalui proses pendidikan dan
pelatihan yang berkualitas dan berstandar tinggi yang dalam menerapkan semua
keahlian dan kemahirannya yang tinggi itu hanya dapat dikontrol dan dinilai
dari dalam oleh rekan sejawat, sesama profesi sendiri. Kehadiran organisasi
profesi dengan perangkat “built-in mechanism” berupa kode etik profesi dalam hal
ini jelas akan diperlukan untuk menjaga martabat serta kehormatan profesi, dan
di sisi lain melindungi masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun
penyalah-gunaan keahlian (Wignjosoebroto, 1999).
Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa sebuah profesi hanya dapat
memperoleh kepercayaan dari masyarakat, bilamana dalam diri para elit
profesional tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika profesi

Bab 5 : Konsep Dan Penerapan Good Corporate Governance 43  
pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat
yang memerlukannya.
Tanpa etika profesi, apa yang semua dikenal sebagai sebuah profesi yang
terhormat akan segera jatuh terdegradasi menjadi sebuah pekerjaan pencarian
nafkah biasa (okupasi) yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai
idealisme dan ujungujungnya akan berakhir dengan tidak-adanya lagi respek
maupun kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite profesional ini.
C. Prinsip dan Peranan Etika Profesi
1. Prinsip-Prinsip Etika Profesi.
Terdapat beberapa prinsip yang melekat dengan etika profesi diantaranya
adalah sebagai berikut:
a. Tanggung jawab.
Tanggung jawab terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap
hasilnya dan tangggung jawab terhadap dampak dari profesi itu untuk
kehidupan orang lain atau masyarakat pada umumnya.
b. Keadilan.
Prinsip ini menuntut kita untuk memberikan kepada siapa saja apa yang
menjadi haknya.
c. Otonomi.
Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan
di beri kebebasan dalam menjalankan profesinya, tetapi dibatasi
tanggungjawab dan komitmen profesional dan tidak mengganggu
kepentingan umum.
d. Prinsip integritas moral yang tinggi.

Komitmen pribadi menjaga keluhuran profesi. Peranan Etika dalam
Profesi.
a. Nilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang, atau
segolongan orang saja, tetapi milik setiap kelompok masyarakat, bahkan
kelompok yang paling kecil yaitu keluarga sampai pada suatu bangsa.
Dengan nilai-nilai etika tersebut, suatu kelompok diharapkan akan
mempunyai tata nilai untuk mengatur kehidupan bersama.

Etika Bisnis -Profesi 44  
b. Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai nilai-nilai yang
menjadi landasan dalam pergaulan baik dengan kelompok atau
masyarakat umumnya maupun dengan sesama anggotanya, yaitu
masyarakat profesional. Golongan ini sering menjadi pusat perhatian
karena adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang secara tertulis
(yaitu kode etik profesi) dan diharapkan menjadi pegangan para
anggotanya.
c. Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam manakala perilaku-perilaku
sebagian para anggota profesi yang tidak didasarkan pada nilai-nilai
pergaulan yang telah disepakati bersama (tertuang dalam kode etik
profesi), sehingga terjadi kemerosotan etik pada masyarakat profesi
tersebut. Sebagai contohnya adalah pada profesi hukum dikenal adanya
mafia peradilan, demikian juga pada profesi dokter dengan pendirian
klinik super spesialis di daerah mewah, sehingga masyarakat miskin
tidak mungkin menjamahnya.
Prinsip etika akuntasi terhadap “Kepentingan Publik.”
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan
komitmen atas profesionalisme. Satu ciri utama dari suatu profesi adalah
penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peran
yang penting di masyarakat, dimana publik dari profesi akuntan yang terdiri
dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia
bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada obyektivitas dan
integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi bisnis secara tertib.
Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan
publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat
dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini
menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya
mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara. Kepentingan
utama profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham
bahwa jasa akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi.
Tertinggi sesuai dengan persyaratan etika yang diperlukan untuk
mencapai tingkat prestasi tersebut. Dan semua anggota mengikat dirinya
untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan
publik kepadanya, anggota harus secara terus menerus menunjukkan dedikasi
mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi. Untuk memelihara dan

Bab 5 : Konsep Dan Penerapan Good Corporate Governance 45  
meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung
jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Penyebab Pelanggaran Kode Etik Profesi.
a. Pengaruh sifat kekeluargaan
Misalnya Seorang dosen yang memberikan nilai tinggi kepada seorang
mahasiswa dikarenakan mahasiswa tersebut keponakan dosen tersebut.
b. Pengaruh jabatan
Misalnya seorang yang ingin mendapatkan pekerjaan, dia harus membayar
puluhan juta rupiah kepada pimpinan atau orang yang ditunjuk, sehingga
orang tersebut menyalah gunakan jabatannya.
c. Pengaruh masih lemahnya penegakan hukum di Indonesia, sehingga
menyebabkan pelaku pelanggaran kode etik profesi tidak merasa khawatir
melakukan pelanggaran.
d. Tidak berjalannya kontrol dan pengawasan dari masyarakat
e. Organisasi profesi tidak dilengkapi denga sarana dan mekanisme bagi
masyarakat untuk menyampaikan keluhan
f. Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai substansi kode etik profesi,
karena buruknya pelayanan sosialisasi dari pihak profesi sendiri
g. Belum terbentuknya kultur dan kesadaran dari para pengemban profesi
untuk menjaga martabat luhur profesinya
h. Tidak adanya kesadaran etis da moralitas diantara para pengemban profesi
untuk menjaga martabat luhur profesinya.

Etika Bisnis -Profesi 46  

47  
A
hli pemberdayaan kepribadian Uno (2004) menjelaskan bahwa
mempraktikkan bisnis dengan etiket berarti mempraktikkan tata cara bisnis
yang sopan dan santun sehingga kehidupan bisnis menyenangkan karena saling
menghormati. Etiket berbisnis diterapkan pada sikap kehidupan berkantor, sikap
menghadapi rekan-rekan bisnis, dan sikap di mana kita tergabung dalam organisasi.
Itu berupa senyum sebagai apresiasi yang tulus dan terima kasih, tidak
menyalahgunakan kedudukan, kekayaan, tidak lekas tersinggung, kontrol
diri, toleran, dan tidak memotong pembicaraan orang lain. Dengan kata lain,
etiket bisnis itu memelihara suasana yang menyenangkan, menimbulkan rasa
saling menghargai, meningkatkan efisiensi kerja, dan meningkatkan citra pribadi
dan perusahaan.
Sedangkan berbisnis dengan etika bisnis adalah menerapkan aturan-aturan
umum mengenai etika pada perilaku bisnis. Etika bisnis menyangkut moral,
kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Jika
aturan secara umum mengenai etika mengatakan bahwa berlaku tidak jujur
adalah tidak bermoral dan beretika, maka setiap insan bisnis yang tidak berlaku
jujur dengan pegawainya, pelanggan, kreditur, pemegang usaha maupun pesaing
dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak etis dan tidak bermoral. Intinya adalah
bagaimana kita mengontrol diri kita sendiri untuk dapat menjalani bisnis dengan
baik dengan cara peka dan toleransi.
Konsep dan Penerapan
Corporate Social
Responsibility
Bab 6

Etika Bisnis -Profesi 48  
Menurut K. Bertens, ada 3 tujuan yang ingin dicapai dalam etika bisnis,
yaitu :
1. Menanamkan atau meningkakan kesadaran akan adanya dimensi etis
dalam bisnis. Menanamkan, jika sebelumnya kesadaran itu tidak ada,
meningkatkan bila kesadaran itu sudah ada, tapi masih lemah dan ragu.
Orang yang mendalami etika bisnis diharapkan memperoleh keyakinan
bahwa etika merupakan segi nyata dari kegiatan ekonomis yang perlu
diberikan perhatian serius.
2. Memperkenalkan argumentasi moral khususnya dibidang ekonomi dan
bisnis, serta membantu pebisnis atau calon pebisnis dalam menyusun
argumentasi moral yang tepat. Dalam etika sebagai ilmu, adanya norma-
norma moral sangatlah penting namun yang tidak kalah penting adalah
alasan bagi berlakunya norma-norma itu. Melalui studi etika diharapkan
pelaku bisnis akan sanggup menemukan fundamental rasional untuk
aspek moral yang menyangkut ekonomi dan bisnis.
3. Membantu pebisnis atau calon pebisnis, untuk menentukan sikap moral
yang tepat didalam profesinya (kelak). Hal ketiga ini memunculkan
pertanyaan, apakah studi etika ini menjamin seseorang akan menjadi
etis juga? Jawabnya, sekurang-kurangnya meliputi dua sisi berikut,
yaitu disatu pihak, harus dikatakan bahwa etika mengikat tetapi tidak
memaksa. Disisi lain, studi dan pengajaran tentang etika bisnis boleh
diharapkan juga mempunyai dampak atas tingkah laku pebisnis. Bila
studi etika telah membuka mata, konsekuensi logisnya adalah pebisnis
bertingkah laku menurut yang diakui sebagai hal yang benar.
Selain itu, dalam etika bisnis juga tidak terlepas dari adanya masalah-
masalah. Masalah etika dalam bisnis dapat diklasifikasikan ke dalam
lima kategori yaitu:
1. Suap (Bribery), adalah tindakan berupa menawarkan, memberi,
menerima atau meminta sesuatu yang berharga dengan tujuan
mempengaruhi tindakan seorang pejabat dalam melaksanakan
kewajiban publik. Suap dimaksudkan untuk memanipulasi
seseorang dengan membeli pengaruh. ‘Pembelian’ itu dapat
dilakukan baik dengan membayarkan sejumlah uang atau
barang, maupun pembayaran kembali’ setelah transaksi
terlaksana. Suap kadangkala tidak mudah dikenali. Pemberian
cash atau penggunaan callgirls dapat dengan mudah dimasukkan

Bab 6 : Konsep dan Penerapan Corporate Social Responsibility 49  
sebagai cara suap, tetapi pemberian hadiah (gift) tidak selalu dapat
disebut sebagai suap, tergantung dari maksud dan respons yang
diharapkan oleh pemberi hadiah.
2. Paksaan (Coercion), adalah tekanan, batasan, dorongan dengan
paksa atau dengan menggunakan jabatan atau ancaman. Coercion
dapat berupa ancaman untuk mempersulit kenaikan jabatan,
pemecatan, atau penolakan industri terhadap seorang individu.
3. Penipuan (Deception), adalah tindakan memperdaya, menyesatkan
yang disengaja dengan mengucapkan atau melakukan kebohongan.
4. Pencurian (Theft), adalah merupakan tindakan mengambil sesuatu yang
bukan hak kita atau mengambil property milik orang lain tanpa
persetujuan pemiliknya. Properti tersebut dapat berupa property fisik
atau konseptual.
5. Diskriminasi tidak jelas (Unfair discrimination), adalah perlakuan
tidak adil atau penolakan terhadap orang-orang tertentu yang
disebabkan oleh ras, jenis kelamin, kewarganegaraan, atau
agama. Suatu kegagalan untuk memperlakukan semua orang
dengan setara tanpa adanya perbedaan yang beralasan antara
mereka yang ‘disukai’ dan tidak.
Prinsip Etika Bisnis
Perubahan perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis
agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Langkah apa yang harus
ditempuh? Di dalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan
segala cara. Bahkan, tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi
pencapaian suatu tujuan. Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi
pengerak motor perekonomian akan berubah menjadi ‘binatang’ ekonomi.
Terjadinya perbuatan tercela dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan
kecenderungan tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan
mark up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak
memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan
segelintir contoh pengabaian para pengusaha terhadap etika bisnis.
Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma
yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang tidak
bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan bisnisnya,

Etika Bisnis -Profesi 50  
baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis terhadap
masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.
Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat
bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang
bersifat interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi
berbagai negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang
nuansanya kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu
menuntut segera dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang
melingkupi dunia usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta
perkembangan di bidang ekonomi.
Untuk mengatasi ‘keliaran’ dunia bisnis tersebut, diperlukan suatu etika
yang berfungsi sebagai pagar pembatas. Etika bisnis memiliki peran yang sangat
penting untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya
saing yang tinggi serta memiliki kemampuan untuk menciptakan nilai (value
creation) yang tinggi pula. Von der Embse dan R.A. Wagley dalam publikasi
yang berjudul Management Journal pada tahun 1988 mengungkapkan bahwa
pada dasarnya terdapat tiga pendekatan dalam merumuskan prinsip etika bisnis,
yaitu:
1. Pendekatan Utilitarian (Utilitarian Approach)
Menurut pendekatan ini, setiap tindakan dalam dunia bisnis harus
didasarkan pada konsekuensi yang ditimbulkan oleh tindakan tersebut. Oleh
karena itu, dalam bertindak, seseorang seharusnya mengikuti cara-cara yang
dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat, dengan cara
yang tidak membahayakan dan dengan biaya yang serendah-rendahnya.
2. Pendekatan Hak Individu (Individual Rights Approach)
Menurut pendekatan ini, setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya
memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun, tindakan ataupun tingkah
laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan
terjadi benturan dengan hak orang lain.
3. Pendekatan Keadilan (Justice Approach)
Menurut pendekatan ini, para pembuat keputusan mempunyai kedudukan
yang sama dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada
pelanggan, baik secara perseorangan maupun secara kelompok.
Standar moral merupakan tolok ukur etika bisnis. Dimensi etik merupakan
dasar kajian dalam pengambilan keputusan. Etika bisnis cenderung berfokus
pada etika terapan daripada etika normatif. Dua prinsip yang dapat digunakan
sebagai acuan dimensi etik dalam pengambilan keputusan, yaitu:

Bab 6 : Konsep dan Penerapan Corporate Social Responsibility 51  
a. Prinsip konsekuensi (Principle of Consequentialist)
Adalah konsep etika yang berfokus pada konsekuensi pengambilan
keputusan. Artinya keputusan dinilai etik atau tidak berdasarkan
konsekuensi (dampak) keputusan tersebut.
b. Prinsip tidak konsekuensi (Principle of Nonconsequentialist)
Adalah terdiri dari rangkaian peraturan yang digunakan sebagai
petunjuk/panduan pengambilan keputusan etik dan berdasarkan alasan
bukan akibat, antara lain:
1) Prinsip Hak, yaitu menjamin hak asasi manusia yang berhubungan
dengan kewajiban untuk tidak saling melanggar hak orang lain.
2) Prinsip Keadilan, yaitu keadilan yang biasanya terkait dengan isu
hak, kejujuran,dan kesamaan.
Prinsip keadilan dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu:
a). Keadilan distributive, yaitu keadilan yang sifatnya menyeimbangkan
alokasi benefit dan beban antar anggota kelompok sesuai dengan
kontribusi tenaga dan pikirannya terhadap benefit. Benefit terdiri dari
pendapatan, pekerjaan, kesejahteraan, pendidikan dan waktu luang.
Beban terdiri dari tugas kerja, pajak dan kewajiban sosial.
b). Keadilan retributive, yaitu keadilan yang terkait dengan retribution
(ganti rugi) dan hukuman atas kesalahan tindakan. Seseorang
bertanggungjawab atas konsekuensi negatif atas tindakan yang
dilakukan kecuali tindakan tersebut dilakukan atas paksaan pihak lain.
c). Keadilan kompensatoris, yaitu keadilan yang terkait dengan kompensasi
bagi pihak yang dirugikan. Kompensasi yang diterima dapat berupa
perlakuan medis, pelayanan dan barang penebus kerugian.
Masalah terjadi apabila kompensasi tidak dapat menebus kerugian,
misalnya kehilangan nyawa manusia.
Sementara itu, menurut Muslich (1998 : 31-33) prinsip-prinsip etika bisnis
terdiri dari:
a. Prinsip Otonomi
Prinsip otonomi memandang bahwa perusahaan secara bebas memiliki
wewenang sesuai dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya
sesuai dengan visi dan misi yang dimilikinya. Kebijakan yang diambil
perusahaan harus diarahkan untuk pengembangan visi dan misi
perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran dan kesejahteraan
karyawan dan komunitasnya.

Etika Bisnis -Profesi 52  
b. Prinsip Kejujuran
Kejujuran merupakan nilai yang paling mendasar dalam mendukung
keberhasilan suatu perusahaan. Kejujuran harus diarahkan pada
semua pihak, baik internal maupun eksternal perusahaan. Jika prinsip
kejujuran ini dapat dipegang teguh oleh perusahaan, maka akan dapat
meningkatkan kepercayaan dari lingkungan perusahaan tersebut.
c. Prinsip Tidak Berniat Jahat
Prinsip ini memiliki hubungan erat dengan prinsip kejujuran.
Penerapan prinsip kejujuran yang ketat akan mampu meredam niat
jahat perusahaan itu.
d. Prinsip Keadilan
Perusahaan harus bersikap adil kepada pihak-pihak yang terkait dengan
sistem bisnis. Contohnya, upah yang adil kepada karyawan sesuai
kontribusinya, pelayanan yang sama kepada konsumen, dan lain-lain.
e. Prinsip Hormat Pada Diri Sendiri
Perlunya menjaga citra baik perusahaan tersebut melalui prinsip
kejujuran, tidak berniat jahat dan prinsip keadilan.
Tidak jauh berbeda dengan Muslich, Adiwarman Karim merumuskan
prinsip-prinsip etika yang harus dianut dalam dunia bisnis. Prinsip-prinsip itu
terdiri dari:
a. Kejujuran
Banyak orang beranggapan bahwa bisnis merupakan kegiatan
tipu-menipu demi mendapatkan keuntungan. Hal ini jelas keliru.
Sesungguhnya kejujuran merupakan salah satu kunci keberhasilan
berbisnis bahkan termasuk unsur penting untuk bertahan di tengah
persaingan bisnis.
b. Keadilan
Perlakukanlah setiap orang sesuai dengan haknya. Misalnya, berikan
upah kepada karyawan sesuai standar yang ada serta janganlah pelit
untuk memberikan bonus saat perusahaan mendapatkan keuntungan
lebih. Terapkan juga keadilan saat menentukan harga, misalnya dengan
tidak mengambil untung yang merugikan konsumen.
c. Rendah Hati
Jangan lakukan bisnis dengan kesombongan. Misalnya,dalam
mem-promosikan produk dengan cara berlebihan, apalagi sampai
menjatuhkan produk pesaing, entah melalui gambar maupun tulisan.

Bab 6 : Konsep dan Penerapan Corporate Social Responsibility 53  
Pada akhirnya, konsumen memiliki kemampuan untuk melakukan
penilaian atas kredibilitas sebuah produk/ jasa. Apalagi, tidak sedikit
masyarakat yang percaya bahwa sesuatu yang terlihat atau terdengar
terlalu sempurna pada kenyataannya justru sering kali terbukti buruk.
d. Simpatik
Kelolalah emosi. Tampilkan wajah ramah dan simpatik. Bukan hanya di
depan klien atau konsumen anda, tetapi juga di hadapan orang-orang
yang mendukung bisnis anda, seperti karyawan, sekretaris dan lain-lain.
e. Kecerdasan
Diperlukan kecerdasan atau kepandaian untuk menjalankan strategi
bisnis sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku sehingga
menghasilkan keuntungan yang memadai. Dengan kecerdasan pula
seorang pebisnis mampu mewaspadai dan menghindari berbagai macam
bentuk kejahatan non-etis yang mungkin dilancarkan oleh lawan-lawan
bisnisnya.
f. Lakukan dengan Cara yang Baik, Lebih Baik, atau Dipandang Baik.
Sebagai pebisnis, anda jangan mematok diri pada aturan-aturan yang
berlaku. Perhatikan juga norma, budaya atau agama di tempat anda
membuka bisnis. Suatu cara yang dianggap baik di suatu negara atau
daerah, belum tentu cocok dan sesuai untuk di terapkan di negara
atau daerah lain. Hal ini penting kalau ingin usaha berjalan tanpa ada
gangguan.
Selain berbagai prinsip-prinsip etika bisnis tersebut, terdapat beberapa hal
pokok yang harus selalu dipegang teguh dalam rangka menciptakan praktik
bisnis yang beretika, baik oleh kalangan pengusaha sendiri sebagai pelaku utama
dunia bisnis maupun oleh pemerintah itu sendiri.
Hal-hal pokok tersebut antara lain:
1. Pengendalian Diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka
masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan
dalam bentuk apapun. Di samping itu, pelaku bisnis sendiri tidak
mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang atau memakan
pihak lain dengan menggunakan keuntungan tersebut. Walau
keuntungan yang diperoleh merupakan hak bagi pelaku bisnis, tetapi
penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat
sekitarnya. Inilah etika bisnis yang ‘etik’.

Etika Bisnis -Profesi 54  
2. Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)
Pelaku bisnis di sini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat,
bukan hanya dalam bentuk ‘uang’ dengan jalan memberikan sumbangan,
melainkan lebih kompleks lagi. Artinya, sebagai contoh kesempatan
yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang
tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan
kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan
ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda. Jadi, dalam
keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu mengembangkan
dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap masyarakat
sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk kepedulian
terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal pendidikan,
kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dll.
3. Mempertahankan Jati Diri
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah terombang-ambing oleh
pesatnya perkembangan informasi dan teknologi adalah salah satu
usaha menciptakan etika Bisnis. Namun demikian bukan berarti etika
bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan
teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi
golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat
adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan Persaingan yang Sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi
dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang
lemah, dan sebaliknya harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku
bisnis besar dan golongan menengah ke bawah, sehingga dengan
perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect
terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu, dalam menciptakan
persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia
bisnis tersebut.
5. Menerapkan Konsep ‘Pembangunan Berkelanjutan’
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada
saat sekarang tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan
di masa datang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak
mengeksploitasi lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal
mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan di

Bab 6 : Konsep dan Penerapan Corporate Social Responsibility 55  
masa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk
memperoleh keuntungan besar.
6. Menghindari Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan
Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita
yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi,
manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis
ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
7. Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima
kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan
menggunakan ‘katabelece’ dari ‘koneksi’ serta melakukan ‘kongkalikong’
dengan data yang salah juga jangan memaksa diri untuk mengadakan
‘kolusi’ serta memberikan ‘komisi’ kepada pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan Sikap Saling Percaya Antar Golongan Pengusaha
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang kondusif harus ada sikap saling
percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan
pengusaha lemah, sehingga pengusaha lemah mampu berkembang
bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan.
Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat,
saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak
menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
9. Konsekuen dan Konsisten dengan Aturan Main Bersama Semua konsep
etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat terlaksana apabila
setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten dengan etika tersebut.
Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis telah disepakati, sementara
ada ‘oknum’, baik pengusaha sendiri maupun pihak yang lain
mencoba untuk melakukan ‘kecurangan’ demi kepentingan pribadi,
jelas semua konsep etika bisnis itu akan ‘gugur’ satu semi satu.
10. Memelihara Kesepakakatan
Memelihara kesepakatan atau menumbuhkembangkan kesadaran dan
rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati adalah salah satu
usaha menciptakan etika bisnis. Jika etika ini telah dimiliki oleh semua
pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan
dalam berbisnis.

Etika Bisnis -Profesi 56  
11. Menuangkannya ke Dalam Hukum Positif
Perlunya sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum positif
yang menjadi Peraturan Perundang-Undangan dimaksudkan untuk
menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti ‘proteksi’
terhadap pengusaha lemah.
Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang ini
sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin
pesatnya perkembangan globalisasi dimuka bumi ini. Dengan adanya moral dan
etika dalam dunia bisnis serta kesadaran semua pihak untuk melaksanakannya,
kita yakin jurang itu akan dapat diatasi.
Isu-isu etika bisnis
Isu-isu yang dicakup oleh etika bisnis meliputi topik-topik yang luas. Isu-isu
ini dapat dikelompokkan ke dalam 3 dimensi atau jenjang, yaitu:
1. Isu sistemik yang berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan etika
yang timbul mengenai lingkungan dan sistem yang menjadi tempat
beroperasinya suatu bisnis atau perusahaan: ekonomi, politik, hukum,
dan sistem-sistem sosial lainnya.
2. Isu organisasi yang berkenaan dengan pertanyaan-pertanyaan etika
tentang perusahaan tertentu.
3. Isu individu yang menyangkut tentang pertanyaan-pertanyaan etika
yang timbul dalam kaitannya dengan individu tertentu di dalam suatu
perusahaan.
Manajemen beretika, yakni bertindak secara etis sebagai seorang manajer
dengan melakukan tindakan yang benar (doing right thing). Manajemen etika
adalah bertindak secara efektif dalam situasi yang memiliki aspek-aspek etis.
Situasi seperti ini terjadi di dalam dan di luar organisasi bisnis. Agar dapat
menjalankan baik manajemen beretika maupun manajemen etika, para
manajer perlu memiliki beberapa pengetahuan khusus.
Banyak eksekutif bisnis menganggap kultur korporat yang mereka pimpin,
adalah sesuatu yang mereka inginkan. Mereka membuat lokakarya untuk
mendefinisikan nilai-nilai dan proses-proses, menuliskan misi dan tujuan
perusahaan pada poster, menyediakan sesi-sesi orientasi untuk pegawai baru,
guna menjelaskan tujuan perusahaan dan lain-lain. Bahkan, ada yang mencetak
statement nilai-nilai perusahaan di balik kartu identitas sebagai pengingat bagi
para pegawai.

Bab 6 : Konsep dan Penerapan Corporate Social Responsibility 57  
1. Isu-isu utama etika bisnis di Indonesia
a. Masalah Etika Klasik
Di zaman klasik bahkan juga di era modern, masalah etika bisnis dalam
dunia ekonomi tidak begitu mendapat tempat. Maka tidak aneh bila
masih banyak ekonom kontemporer yang menggemakan cara pandang
Ekonomi Klasik Adam Smith. Mereka berkeyakinan bahwa sebuah
bisnis tidak mempunyai tanggung jawab sosial dan bisnis terlepas dari
“etika”. Dalam ungkapan Theodore Levitt, tanggung jawab perusahaan
hanyalah mencari keuntungan ekonomis belaka.
Di Indonesia Paham klasik tersebut sempat berkembang secara subur
di Indonesia, sehingga mengakibatkan terpuruknya ekonomi Indonesia
ke dalam jurang kehancuran. Kolusi, korupsi, monopoli, penipuan,
penimbunan barang, pengrusakan lingkungan, penindasan tenaga kerja,
perampokan bank oleh para konglomerat, adalah persoalan-persoalan
yang begitu telanjang didepan mata kita baik yang terlihat dalam media
massa maupun media elektronik.
Di Indonesia, pengabaian etika bisnis sudah banyak terjadi khususunya
oleh para konglomerat. Para pengusaha dan ekonom yang kental
kapitalisnya, mempertanyakan apakah tepat mempersoalkan etika
dalam wacana ilmu ekonomi?. Munculnya penolakan terhadap etika
bisnis, dilatari oleh sebuah paradigma klasik, bahwa ilmu ekonomi
harus bebas nilai (value free). Memasukkan gatra nilai etis sosial dalam
diskursus ilmu ekonomi, menurut kalangan ekonom seperti di atas,
akan mengakibatkan ilmu ekonomi menjadi tidak ilmiah, karena hal
ini mengganggu obyektivitasnya. Mereka masih bersikukuh memegang
jargon “mitos bisnis a moral” Di sisi lain, etika bisnis hanyalah
mempersempit ruang gerak keuntungan ekonomis.
Padahal, prinsip ekonomi, menurut mereka, adalah mencari
keuntungan yang sebesar-besarnya.
b. Pemalsuan atau Pembajakan Hak Cipta
Keuntungan usaha yang besar yang dapat diperoleh dari tumpangan
gratis atas upaya kreatif dan investasi pihak lain dengan memperguankan
tiruan dari produk-produk yang diinginkan dengan biaya lebih
rendah dari yang ditimbulkan oleh produsen produk yang asli. Hal ini
menyebabkan kerugian kompetitif dari tumpangan gratis terhadap biaya
penelitian dan pengembangan serta pemasaran dari badan usaha yang

Etika Bisnis -Profesi 58  
sah. Sehingga dengan biaya produksi yang minim dengan menggunakan
hak cipta atau kekayaan intelektual milik orang lain seorang pemalsu
dan pembajak berharap dapat memperoleh untung yang besar.
Dari sudut pandang etika bisnis hal ini jelas-jelas melanggar dan parahnya
pemalsuan serta pembajakan hak cipta marak terjadi di Indonesia. Di
negara kita ini hampir 5 juta lagu dibajak tiap harinya, belum lagi
pembajakan film dan buku. Bukan hanya itu produk-produk esensial
bagi masyarakat seperti obat dan bahan makanan pun sering menjadi
sasaran pemalsuan dan pembajakan demi mendapatkan keuntungan
yang besar. Bukan hanya melanggar etika bisnis, pemalsuan dan
pembajakan merupakan tuntutan hukum pidana maupun perdata bagi
pelakunya.
c. Diskriminasi dan Perbedaan Gender
Gender adalah perbedaan perilaku antara pria dan wanita yang
dikontruksi secara sosial, yaitu perbedaan yang bukan ketentuan dari
Tuhan melainkan diciptakan oleh manusia melalui proses sosial dan
kultural yang panjang dan gender sebagai seperangkat peran yang
dimainkan untuk menunjukkan kepada orang lain bahwa seseorang
tersebut feminim atau maskulin.Penampilan, sikap, kepribadian,
tanggung jawab keluarga adalah perilaku yang akan membentuk peran
gender. Peran gender ini akan berubah seiring waktu dan berbedaantara
satu kultur dengan kultur yang lainnya. Peran ini juga berpengaruh oleh
kelas sosial, usia dan latar belakang etnis.
Dalam etika bisnis juga harus memandang tentang kesetaraan serta
prioritas. Tidak dalam semua hal kesetaraan gender diterapkan. Akibat
adanya perbedaan sifat dari gender yang berbeda tidak bisa dipungkiri
adanya prioritas terhadap wanita dan anak-anak tanpa menghalangkan
kewajiban dan hak-hak mereka.
d. Konflik Sosial dan Masalah Lingkungan
Perusahaan yang tidak memperhatikan kepentingan umum dan
menimbulkan gangguan lingkungan akan dianggap sebagai bisnis yang
tidak etis. Dorongan pelaksanaan etika bisnis dating dari luar yaitu
lingkungan masyarakat. Dorongan tidak selalu datang dari luar, akan
tetapi sering muncul dari bisnis itu sendiri. Hal ini disebabkan karena
bisnisman adalah juga manusia yang lengkap dengan rasa, karsa dan
karya.

Bab 6 : Konsep dan Penerapan Corporate Social Responsibility 59  
Dengan demikian maka secara intern pelaksanaanya akan terbentur
pada pertimbangan untung dan rugi yang pada umumnya mendominasi
dan menjadi ciri dari suatu bisnis. Oleh karena itu mereka juga sering
terdorong rasa kemanusiannya untuk menerapkan etika bisnis secara
jujur.
Bisnisman dituntut untuk lebih banyak memperhatikan aspek-aspek
sosial dan menerapkan etika bisnis secara jujur. Konflik kepentingan
bisnis dengan masyarakat akan selalu muncul dan kadang sulit untuk
menyelesaikannya. Apabila konflik mencapai jalan buntu maka biasanya
masyarakat akan menggunakan tangan pemerintah sebagai penengah.
Hal itu yang melatarbelakangi ketentuan pemerintah untuk mewajibkan
pengusaha yang akan mendirikan pabrik harus mendapatkan Izin HO
(Hinder Orgonasie) agar dapat dicegah adanya konflik dikemudian hari.
Pada umumnya, paling tidak semenjak jaman modern, orang
lebih suka menggunakan pendekatan etika human-centered dalam
memperlakukan lingkungan hidup. Melalui pendekatan etika ini,
terjadilah ketidakseimbangan relasi antara manusia dan lingkungan
hidup.
Dalam kegiatan praktis, alam kemudian dijadikan “obyek” yang
dapat dieksploitasi sedemikian rupa untuk menjamin pemenuhan
kebutuhan manusia. Sangat disayangkan bahwa pendekatan etika
tersebut tidak diimbangi dengan usaha-usaha yang memadai untuk
mengembalikan fungsi lingkungan hidup dan makhluk-makhluk lain
yang ada di dalamnya.
Dengan latar belakang seperti itulah kerusakan lingkungan hidup terus-
menerus terjadi.

Etika Bisnis -Profesi 60  

Pengertian Etika dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. Etika sebagai praktis: nilai-nilai dan norma-norma moral (apa yang
dilakukan sejauh sesuai atau tidak sesuai dengan nilai dan norma moral).
2. Etika sebagai refleksi: pemikiran moral. Berpikir tentang apa yang
dilakukan dan khususnya tentang apa yang harus dilakukan atau tidak
boleh dilakukan. (dalam hal ini adalah menyoroti dan menilai baik-
buruknya perilaku seseorang)
Sedangkan, pengertian Etika Bisnis dapat dibedakan menjadi:
1. Secara makro: etika bisnis mempelajari aspek-aspek moral dari sistem
ekonomi secara keseluruhan.
2. Secara meso: etika bisnis mempelajari masalah-masalah etis di bidang
organisasi
3. Secara mikro: etika bisnis difokuskan pada hubungan individu
dengan ekonomi dan bisnis. Sehingga etika bisnis adalah studi tentang
aspek-aspek moral dari kegiatan ekonomi dan bisnis. (etika dalam
berbisnis). Menurut Zimmerer, etika bisnis adalah suatu kode etik
perilaku pengusaha berdasarkan nilai-nilai moral dan norma yang
dijadikan tuntunan dalam membuat keputusan dan memecahkan
persoalanpersoalan yang dihadapi.
Konsep Dan Penerapan
Corporate Social Re-Sponsibility
Bab 7

Etika Bisnis -Profesi 62  
Ahli pemberdayaan kepribadian Uno (2004) menjelaskan bahwa mempraktik-
kan bisnis dengan etiket berarti mempraktikkan tata cara bisnis yang sopan dan
santun sehingga kehidupan bisnis menyenangkan karena saling menghormati.
Etiket berbisnis diterapkan pada sikap kehidupan berkantor, sikap menghadapi
rekan-rekan bisnis, dan sikap di mana kita tergabung dalam organisasi.
Itu berupa senyum sebagai apresiasi yang tulus dan terima kasih, tidak
menyalahgunakan kedudukan, kekayaan, tidak lekas tersinggung, kontrol
diri, toleran, dan tidak memotong pembicaraan orang lain. Dengan kata lain,
etiket bisnis itu memelihara suasana yang menyenangkan, menimbulkan rasa
saling menghargai, meningkatkan efisiensi kerja, dan meningkatkan citra pribadi
dan perusahaan.
Sedangkan berbisnis dengan etika bisnis adalah menerapkan aturan-aturan
umum mengenai etika pada perilaku bisnis. Etika bisnis menyangkut moral,
kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Jika
aturan secara umum mengenai etika mengatakan bahwa berlaku tidak jujur
adalah tidak bermoral dan beretika, maka setiap insan bisnis yang tidak berlaku
jujur dengan pegawainya, pelanggan, kreditur, pemegang usaha maupun pesaing
dan masyarakat, maka ia dikatakan tidak etis dan tidak bermoral. Intinya adalah
bagaimana kita mengontrol diri kita sendiri untuk dapat menjalani bisnis dengan
baik dengan cara peka dan toleransi.
Menurut K. Bertens, ada 3 tujuan yang ingin dicapai dalam etika bisnis,
yaitu :
1. Menanamkan atau meningkakan kesadaran akan adanya dimensi etis
dalam bisnis. Menanamkan, jika sebelumnya kesadaran itu tidak ada,
meningkatkan bila kesadaran itu sudah ada, tapi masih lemah dan ragu.
Orang yang mendalami etika bisnis diharapkan memperoleh keyakinan
bahwa etika merupakan segi nyata dari kegiatan ekonomis yang perlu
diberikan perhatian serius.
2. Memperkenalkan argumentasi moral khususnya dibidang ekonomi dan
bisnis, serta membantu pebisnis atau calon pebisnis dalam menyusun
argumentasi moral yang tepat. Dalam etika sebagai ilmu, adanya norma-
norma moral sangatlah penting namun yang tidak kalah penting adalah
alasan bagi berlakunya norma-norma itu. Melalui studi etika diharapkan
pelaku bisnis akan sanggup menemukan fundamental rasional untuk
aspek moral yang menyangkut ekonomi dan bisnis.

Bab 7 : Konsep Dan Penerapan Corporate Social Re-Sponsibility 63  
3. Membantu pebisnis atau calon pebisnis, untuk menentukan sikap moral
yang tepat didalam profesinya (kelak). Hal ketiga ini memunculkan
pertanyaan, apakah studi etika ini menjamin seseorang akan menjadi
etis juga? Jawabnya, sekurang-kurangnya meliputi dua sisi berikut,
yaitu disatu pihak, harus dikatakan bahwa etika mengikat tetapi tidak
memaksa. Disisi lain, studi dan pengajaran tentang etikabisnis boleh
diharapkan juga mempunyai dampak atas tingkah laku pebisnis. Bila
studi etika telah membuka mata, konsekuensi logisnya adalah pebisnis
bertingkah laku menurut yang diakui sebagai hal yang benar.
Selain itu, dalam etika bisnis juga tidak terlepas dari adanya masalah-
masalah. Masalah etika dalam bisnis dapat diklasifikasikan ke dalam lima
kategori yaitu:
1. Suap (Bribery), adalah tindakan berupa menawarkan, memberi,
menerima atau meminta sesuatu yang berharga dengan tujuan
mempengaruhi tindakan seorang pejabat dalam melaksanakan
kewajiban publik. Suap dimaksudkan untuk memanipulasi seseorang
dengan membeli pengaruh. ‘Pembelian’ itu dapat dilakukan baik
dengan membayarkan sejumlah uang atau barang, maupun pembayaran
kembali’ setelah transaksi terlaksana. Suap kadangkala tidak mudah
dikenali. Pemberian cash atau penggunaan callgirls dapat dengan
mudah dimasukkan sebagai cara suap, tetapi pemberian hadiah (gift)
tidak selalu dapat disebut sebagai suap, tergantung dari maksud dan
respons yang diharapkan oleh pemberi hadiah.
2. Paksaan (Coercion), adalah tekanan, batasan, dorongan dengan paksa
atau dengan menggunakan jabatan atau ancaman. Coercion dapat
berupa ancaman untuk mempersulit kenaikan jabatan, pemecatan, atau
penolakan industri terhadap seorang individu.
3. Penipuan (Deception), adalah tindakan memperdaya, menyesatkan yang
disengaja dengan mengucapkan atau melakukan kebohongan.
4. Pencurian (Theft), adalah merupakan tindakan mengambil sesuatu yang
bukan hak kita atau mengambil property milik orang lain tanpa
persetujuan pemiliknya. Properti tersebut dapat berupa property fisik
atau konseptual.
5. Diskriminasi tidak jelas (Unfair discrimination), adalah perlakuan tidak
adil atau penolakan terhadap orang-orang tertentu yang disebabkan
oleh ras, jenis kelamin, kewarganegaraan, atau agama. Suatu kegagalan

Etika Bisnis -Profesi 64  
untuk memperlakukan semua orang dengan setara tanpa adanya
perbedaan yang beralasan antara mereka yang ‘disukai’ dan tidak.
A. Prinsip Etika Bisnis
Perubahan perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis
agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Langkah apa yang harus ditempuh?
Di dalam bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara.
Bahkan, tindakan yang berbau kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan.
Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi pengerak motor perekonomian
akan berubah menjadi ‘binatang’ ekonomi. Terjadinya perbuatan tercela
dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan tetapi
sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark up, ingkar janji, tidak
mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya
alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabaian
para pengusaha terhadap etika bisnis.
Sebagai bagian dari masyarakat, tentu bisnis tunduk pada norma-norma
yang ada pada masyarakat. Tata hubungan bisnis dan masyarakat yang
tidak bisa dipisahkan itu membawa serta etika-etika tertentu dalam kegiatan
bisnisnya, baik etika itu antara sesama pelaku bisnis maupun etika bisnis
terhadap masyarakat dalam hubungan langsung maupun tidak langsung.
Dengan memetakan pola hubungan dalam bisnis seperti itu dapat dilihat
bahwa prinsip-prinsip etika bisnis terwujud dalam satu pola hubungan yang bersifat
interaktif. Hubungan ini tidak hanya dalam satu negara, tetapi meliputi berbagai
negara yang terintegrasi dalam hubungan perdagangan dunia yang nuansanya
kini telah berubah. Perubahan nuansa perkembangan dunia itu menuntut segera
dibenahinya etika bisnis. Pasalnya, kondisi hukum yang melingkupi dunia
usaha terlalu jauh tertinggal dari pertumbuhan serta perkembangan di bidang
ekonomi.
Untuk mengatasi ‘keliaran’ dunia bisnis tersebut, diperlukan suatu etika
yang berfungsi sebagai pagar pembatas. Etika bisnis memiliki peran yang sangat
penting untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki daya
saing yang tinggi serta memiliki kemampuan untuk menciptakan nilai (value
creation) yang tinggi pula. Von der Embse dan R.A. Wagley dalam publikasi
yang berjudul Management Journal pada tahun 1988 mengungkapkan
bahwa pada dasarnya terdapat tiga pendekatan dalam merumuskan prinsip
etika bisnis, yaitu:

Bab 7 : Konsep Dan Penerapan Corporate Social Re-Sponsibility 65  
1. Pendekatan Utilitarian (Utilitarian Approach)
Menurut pendekatan ini, setiap tindakan dalam dunia bisnis harus
didasarkan pada konsekuensi yang ditimbulkan oleh tindakan tersebut.
Oleh karena itu, dalam bertindak, seseorang seharusnya mengikuti cara-
cara yang dapat memberi manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat,
dengan cara yang tidak membahayakan dan dengan biaya yang serendah-
rendahnya.
2. Pendekatan Hak Individu (Individual Rights Approach)
Menurut pendekatan ini, setiap orang dalam tindakan dan kelakuannya
memiliki hak dasar yang harus dihormati. Namun, tindakan ataupun tingkah
laku tersebut harus dihindari apabila diperkirakan akan menyebabkan
terjadi benturan dengan hak orang lain.
3. Pendekatan Keadilan (Justice Approach)
Menurut pendekatan ini, para pembuat keputusan mempunyai kedudukan
yang sama dan bertindak adil dalam memberikan pelayanan kepada
pelanggan, baik secara perseorangan maupun secara kelompok.
Standar moral merupakan tolok ukur etika bisnis. Dimensi etik merupakan
dasar kajian dalam pengambilan keputusan. Etika bisnis cenderung berfokus
pada etika terapan daripada etika normatif. Dua prinsip yang dapat
digunakan sebagai acuan dimensi etik dalam pengambilan keputusan, yaitu:
Prinsip konsekuensi (Principle of Consequentialist)
a. Adalah konsep etika yang berfokus pada konsekuensi pengambilan
keputusan.
Artinya keputusan dinilai etik atau tidak berdasarkan konsekuensi
(dampak) keputusan tersebut.
b. Prinsip tidak konsekuensi (Principle of Nonconsequentialist)
Adalah terdiri dari rangkaian peraturan yang digunakan sebagai
petunjuk/ panduan pengambilan keputusan etik dan berdasarkan alasan
bukan akibat, antara lain:
1) Prinsip Hak, yaitu menjamin hak asasi manusia yang berhubungan
dengan kewajiban untuk tidak saling melanggar hak orang lain.
2) Prinsip Keadilan, yaitu keadilan yang biasanya terkait dengan isu
hak, kejujuran,dan kesamaan.
Prinsip keadilan dapat dibagi menjadi tiga jenis yaitu:

Etika Bisnis -Profesi 66  
a). Keadilan distributive, yaitu keadilan yang sifatnya menyeimbangkan
alokasi benefit dan beban antar anggota kelompok sesuai dengan
kontribusi tenaga dan pikirannya terhadap benefit. Benefit terdiri dari
Pendapatan, pekerjaan, kesejahteraan, pendidikan dan waktu luang.
Beban terdiri dari tugas kerja, pajak dan kewajiban sosial.
b). Keadilan retributive, yaitu keadilan yang terkait dengan retribution
(ganti rugi) dan hukuman atas kesalahan tindakan.Seseorang
bertanggungjawab atas konsekuensi negatif atas tindakan yang
dilakukan kecuali tindakan tersebut dilakukan atas paksaan pihak lain.
c). Keadilan kompensatoris, yaitu keadilan yang terkait dengan kompensasi
bagi pihak yang dirugikan. Kompensasi yang diterima dapat berupa
perlakuan medis, pelayanan dan barang penebus kerugian.
Masalah terjadi apabila kompensasi tidak dapat menebus kerugian,
misalnya kehilangan nyawa manusia.
Sementara itu, menurut Muslich (1998 : 31-33) prinsip-prinsip etika bisnis
terdiri dari:
a. Prinsip Otonomi
Prinsip otonomi memandang bahwa perusahaan secara bebas memiliki
wewenang sesuai dengan bidang yang dilakukan dan pelaksanaannya
sesuai dengan visi dan misi yang dimilikinya. Kebijakan yang diambil
perusahaan harus diarahkan untuk pengembangan visi dan misi
perusahaan yang berorientasi pada kemakmuran dan kesejahteraan
karyawan dan komunitasnya.
b. Prinsip Kejujuran
Kejujuran merupakan nilai yang paling mendasar dalam mendukung
keberhasilan suatu perusahaan. Kejujuran harus diarahkan pada
semua pihak, baik internal maupun eksternal perusahaan. Jika prinsip
kejujuran ini dapat dipegang teguh oleh perusahaan, maka akan dapat
meningkatkan kepercayaan dari lingkungan perusahaan tersebut.
c. Prinsip Tidak Berniat Jahat
Prinsip ini memiliki hubungan erat dengan prinsip kejujuran.
Penerapan prinsip kejujuran yang ketat akan mampu meredam niat
jahat perusahaan itu.
d. Prinsip Keadilan
Perusahaan harus bersikap adil kepada pihak-pihak yang terkait dengan
sistem bisnis. Contohnya, upah yang adil kepada karyawan sesuai
kontribusinya, pelayanan yang sama kepada konsumen, dan lain-lain.

S
ebagai pebisnis, anda jangan mematok diri pada aturan-aturan yang
berlaku. Perhatikan juga norma, budaya atau agama di tempat anda
membuka bisnis. Suatu cara yang dianggap baik di suatu negara atau daerah,
belum tentu cocok dan sesuai untuk di terapkan di negara atau daerah lain. Hal
ini penting kalau ingin usaha berjalan tanpa ada gangguan.
Selain berbagai prinsip-prinsip etika bisnis tersebut, terdapat beberapa hal
pokok yang harus selalu dipegang teguh dalam rangka menciptakan praktik
bisnis yang beretika, baik oleh kalangan pengusaha sendiri sebagai pelaku utama
dunia bisnis maupun oleh pemerintah itu sendiri. Hal-hal pokok tersebut antara
lain:
1. Pengendalian Diri
Artinya, pelaku-pelaku bisnis mampu mengendalikan diri mereka
masing-masing untuk tidak memperoleh apapun dari siapapun dan
dalam bentuk apapun. Di samping itu, pelaku bisnis sendiri tidak
mendapatkan keuntungan dengan jalan main curang atau memakan
pihak lain dengan menggunakan keuntungan tersebut. Walau
keuntungan yang diperoleh merupakan hak bagi pelaku bisnis,
tetapi penggunaannya juga harus memperhatikan kondisi masyarakat
sekitarnya. Inilah etika bisnis yang ‘etik’.
Konsep Dasar Profesi dan
Kode Etik Profesi
Bab 8

Etika Bisnis -Profesi 68  
2. Pengembangan Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility)
Pelaku bisnis di sini dituntut untuk peduli dengan keadaan masyarakat,
bukan hanya dalam bentuk ‘uang’ dengan jalan memberikan sumbangan,
melainkan lebih kompleks lagi. Artinya, sebagai contoh kesempatan
yang dimiliki oleh pelaku bisnis untuk menjual pada tingkat harga yang
tinggi sewaktu terjadinya excess demand harus menjadi perhatian dan
kepedulian bagi pelaku bisnis dengan tidak memanfaatkan kesempatan
ini untuk meraup keuntungan yang berlipat ganda.
Jadi, dalam keadaan excess demand pelaku bisnis harus mampu
mengembangkan dan memanifestasikan sikap tanggung jawab terhadap
masyarakat sekitarnya. Tanggung jawab sosial bisa dalam bentuk
kepedulian terhadap masyarakat di sekitarnya, terutama dalam hal
pendidikan, kesehatan, pemberian latihan keterampilan, dll.
3. Mempertahankan Jati Diri
Mempertahankan jati diri dan tidak mudah terombang-ambing oleh
pesatnya perkembangan informasi dan teknologi adalah salah satu
usaha menciptakan etika bisnis. Namun demikian bukan berarti etika
bisnis anti perkembangan informasi dan teknologi, tetapi informasi dan
teknologi itu harus dimanfaatkan untuk meningkatkan kepedulian bagi
golongan yang lemah dan tidak kehilangan budaya yang dimiliki akibat
adanya tranformasi informasi dan teknologi.
4. Menciptakan Persaingan yang Sehat
Persaingan dalam dunia bisnis perlu untuk meningkatkan efisiensi
dan kualitas, tetapi persaingan tersebut tidak mematikan yang
lemah, dan sebaliknya harus terdapat jalinan yang erat antara pelaku
bisnis besar dan golongan menengah ke bawah, sehingga dengan
perkembangannya perusahaan besar mampu memberikan spread effect
terhadap perkembangan sekitarnya. Untuk itu, dalam menciptakan
persaingan perlu ada kekuatan-kekuatan yang seimbang dalam dunia
bisnis tersebut.
5. Menerapkan Konsep ‘Pembangunan Berkelanjutan’
Dunia bisnis seharusnya tidak memikirkan keuntungan hanya pada
saat sekarang tetapi perlu memikirkan bagaimana dengan keadaan
di masa datang. Berdasarkan ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak
mengeksploitasi lingkungan dan keadaan saat sekarang semaksimal
mungkin tanpa mempertimbangkan lingkungan dan keadaan di

Bab 8 : Konsep Dasar Profesi dan Kode Etik Profesi 69  
masa datang walaupun saat sekarang merupakan kesempatan untuk
memperoleh keuntungan besar.
6. Menghindari Sifat 5K (Katabelece, Kongkalikong, Koneksi, Kolusi, dan
Komisi)
Jika pelaku bisnis sudah mampu menghindari sikap seperti ini, kita
yakin tidak akan terjadi lagi apa yang dinamakan dengan korupsi,
manipulasi dan segala bentuk permainan curang dalam dunia bisnis
ataupun berbagai kasus yang mencemarkan nama bangsa dan negara.
7. Mampu Menyatakan yang Benar itu Benar
Artinya, kalau pelaku bisnis itu memang tidak wajar untuk menerima
kredit (sebagai contoh) karena persyaratan tidak bisa dipenuhi, jangan
menggunakan ‘katabelece’ dari ‘koneksi’ serta melakukan ‘kongkalikong’
dengan data yang salah juga jangan memaksa diri untuk mengadakan
‘kolusi’ serta memberikan ‘komisi’ kepada pihak yang terkait.
8. Menumbuhkan Sikap Saling Percaya Antar Golongan Pengusaha
Untuk menciptakan kondisi bisnis yang kondusif harus ada sikap saling
percaya (trust) antara golongan pengusaha kuat dengan golongan
pengusaha lemah, sehingga pengusaha lemah mampu berkembang
bersama dengan pengusaha lainnya yang sudah besar dan mapan.
Yang selama ini kepercayaan itu hanya ada antara pihak golongan kuat,
saat sekarang sudah waktunya memberikan kesempatan kepada pihak
menengah untuk berkembang dan berkiprah dalam dunia bisnis.
9. Konsekuen dan Konsisten dengan Aturan Main Bersama
Semua konsep etika bisnis yang telah ditentukan tidak akan dapat
terlaksana apabila setiap orang tidak mau konsekuen dan konsisten
dengan etika tersebut. Mengapa? Seandainya semua ketika bisnis
telah disepakati, sementara ada ‘oknum’, baik pengusaha sendiri
maupun pihak yang lain mencoba untuk melakukan ‘kecurangan’ demi
kepentingan pribadi, jelas semua konsep etika bisnis itu akan ‘gugur’
satu semi satu.
10. Memelihara Kesepakakatan
Memelihara kesepakatan atau menumbuhkembangkan kesadaran dan
rasa memiliki terhadap apa yang telah disepakati adalah salah satu
usaha menciptakan etika bisnis. Jika etika ini telah dimiliki oleh semua
pihak, jelas semua memberikan suatu ketentraman dan kenyamanan
dalam berbisnis.

Etika Bisnis -Profesi 70  
11. Menuangkannya ke dalam Hukum Positif
Perlunya sebagian etika bisnis dituangkan dalam suatu hukum positif
yang menjadi Peraturan Perundang-Undangan dimaksudkan untuk
menjamin kepastian hukum dari etika bisnis tersebut, seperti ‘proteksi’
terhadap pengusaha lemah.
Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat sekarang
ini sudah dirasakan dan sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan
semakin pesatnya perkembangan globalisasi dimuka bumi ini. Dengan
adanya moral dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran semua pihak
untuk melaksanakannya, kita yakin jurang itu akan dapat diatasi.
Isu-isu etika bisnis
Isu-isu yang dicakup oleh etika bisnis meliputi topik-topik yang luas. Isu-isu
ini dapat dikelompokkan ke dalam 3 dimensi atau jenjang, yaitu:
1. Isu sistemik yang berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan etika
yang timbul mengenai lingkungan dan sistem yang menjadi tempat
beroperasinya suatu bisnis atau perusahaan: ekonomi, politik, hukum,
dan sistem-sistem sosial lainnya.
2. Isu organisasi yang berkenaan dengan pertanyaan-pertanyaan etika
tentang perusahaan tertentu.
3. Isu individu yang menyangkut tentang pertanyaan-pertanyaan etika
yang timbul dalam kaitannya dengan individu tertentu di dalam suatu
perusahaan.
Manajemen beretika, yakni bertindak secara etis sebagai seorang manajer
dengan melakukan tindakan yang benar (doing right thing). Manajemen etika
adalah bertindak secara efektif dalam situasi yang memiliki aspek-aspek etis.
Situasi seperti ini terjadi di dalam dan di luar organisasi bisnis. Agar dapat
menjalankan baik manajemen beretika maupun manajemen etika, para
manajer perlu memiliki beberapa pengetahuan khusus.
Banyak eksekutif bisnis menganggap kultur korporat yang mereka pimpin,
adalah sesuatu yang mereka inginkan. Mereka membuat lokakarya untuk
mendefinisikan nilai-nilai dan proses-proses, menuliskan misi dan tujuan perusahaan
pada poster, menyediakan sesi-sesi orientasi untuk pegawai baru, guna menjelaskan
tujuan perusahaan dan lain-lain. Bahkan, ada yang mencetak statement nilai-nilai
perusahaan di balik kartu identitas sebagai pengingat bagi para pegawai.
1. Isu-isu utama etika bisnis di Indonesia
a. Masalah Etika Klasik

Bab 8 : Konsep Dasar Profesi dan Kode Etik Profesi 71  
Di zaman klasik bahkan juga di era modern, masalah etika bisnis dalam
dunia ekonomi tidak begitu mendapat tempat. Maka tidak aneh bila
masih banyak ekonom kontemporer yang menggemakan cara pandang
Ekonomi Klasik Adam Smith. Mereka berkeyakinan bahwa sebuah
bisnis tidak mempunyai tanggung jawab sosial dan bisnis terlepas dari
“etika”. Dalam ungkapan Theodore Levitt, tanggung jawab perusahaan
hanyalah mencari keuntungan ekonomis belaka.
Di Indonesia Paham klasik tersebut sempat berkembang secara subur
di Indonesia, sehingga mengakibatkan terpuruknya ekonomi Indonesia
ke dalam jurang kehancuran. Kolusi, korupsi, monopoli, penipuan,
penimbunan barang, pengrusakan lingkungan, penindasan tenaga kerja,
perampokan bank oleh para konglomerat, adalah persoalan-persoalan
yang begitu telanjang didepan mata kita baik yang terlihat dalam media
massa maupun media elektronik.
Di Indonesia, pengabaian etika bisnis sudah banyak terjadi khususunya
oleh para konglomerat. Para pengusaha dan ekonom yang kental
kapitalisnya, mempertanyakan apakah tepat mempersoalkan etika
dalam wacana ilmu ekonomi?.
Munculnya penolakan terhadap etika bisnis, dilatari oleh sebuah
paradigma klasik, bahwa ilmu ekonomi harus bebas nilai (value free).
Memasukkan gatra nilai etis sosial dalam diskursus ilmu ekonomi,
menurut kalangan ekonom seperti di atas, akan mengakibatkan
ilmu ekonomi menjadi tidak ilmiah, karena hal ini mengganggu
obyektivitasnya. Mereka masih bersikukuh memegang jargon “mitos
bisnis a moral” Di sisi lain, etika bisnis hanyalah mempersempit ruang
gerak keuntungan ekonomis.
Padahal, prinsip ekonomi, menurut mereka, adalah mencari
keuntungan yang sebesar-besarnya.
b. Pemalsuan atau Pembajakan Hak Cipta
Keuntungan usaha yang besar yang dapat diperoleh dari tumpangan
gratis atas upaya kreatif dan investasi pihak lain dengan memperguankan
tiruan dari produk-produk yang diinginkan dengan biaya lebih
rendah dari yang ditimbulkan oleh produsen produk yang asli. Hal
ini menyebabkan kerugian kompetitif dari tumpangan gratis terhadap
biaya penelitian dan pengembangan serta pemasaran dari badan usaha
yang sah. Sehingga dengan biaya produksi yang minim dengan
menggunakan hak cipta atau kekayaan intelektual milik orang lain

Etika Bisnis -Profesi 72  
seorang pemalsu dan pembajak berharap dapat memperoleh untung
yang besar.
Dari sudut pandang etika bisnis hal ini jelas-jelas melanggar dan parahnya
pemalsuan serta pembajakan hak cipta marak terjadi di Indonesia. Di
negara kita ini hampir 5 juta lagu dibajak tiap harinya, belum lagi
pembajakan film dan buku. Bukan hanya itu produk-produk esensial
bagi masyarakat seperti obat dan bahan makanan pun sering menjadi
sasaran pemalsuan dan pembajakan demi mendapatkan keuntungan
yang besar. Bukan hanya melanggar etika bisnis, pemalsuan dan
pembajakan merupakan tuntutan hukum pidana maupun perdata bagi
pelakunya.
c. Diskriminasi dan Perbedaan Gender
Gender adalah perbedaan perilaku antara pria dan wanita yang
dikontruksisecara sosial, yaitu perbedaan yang bukan ketentuan
dari Tuhan melainkan diciptakan oleh manusia melalui proses sosial
dan kultural yang panjang dan gender sebagai seperangkat peran yang
dimainkan untuk menunjukkan kepada orang lain bahwa seseorang
tersebut feminim atau maskulin.Penampilan, sikap, kepribadian,
tanggung jawab keluarga adalah perilaku yang akanmembentuk peran
gender. Peran gender ini akan berubah seiring waktu dan berbedaantara
satu kultur dengan kultur yang lainnya. Peran ini juga berpengaruh oleh
kelas sosial, usia dan latar belakang etnis.
Dalam etika bisnis juga harus memandang tentang kesetaraan serta
prioritas. Tidak dalam semua hal kesetaraan gender diterapkan. Akibat
adanya perbedaan sifat dari gender yang berbeda tidak bisa dipungkiri
adanya prioritas terhadap wanita dan anak-anak tanpa menghalangkan
kewajiban dan hak-hak mereka.
d. Konflik Sosial dan Masalah Lingkungan
Perusahaan yang tidak memperhatikan kepentingan umum dan
menimbulkan gangguan lingkungan akan dianggap sebagai bisnis yang
tidak etis. Dorongan pelaksanaan etika bisnis dating dari luar yaitu
lingkungan masyarakat. Dorongan tidak selalu datang dari luar, akan
tetapi sering muncul dari bisnis itu sendiri. Hal ini disebabkan karena
bisnisman adalah juga manusia yang lengkap dengan rasa, karsa dan
karya. Dengan demikian maka secara intern pelaksanaanya akan
terbentur pada pertimbangan untung dan rugi yang pada umumnya

Bab 8 : Konsep Dasar Profesi dan Kode Etik Profesi 73  
mendominasi dan menjadi ciri dari suatu bisnis. Oleh karena itu mereka
juga sering terdorong rasa kemanusiannya untuk menerapkan etika
bisnis secara jujur.
Bisnisman dituntut untuk lebih banyak memperhatikan aspek-aspek
osial dan menerapkan etika bisnis secara jujur. Konflik kepentingan
bisnis dengan masyarakat akan selalu muncul dan kadang sulit untuk
menyelesaikannya. Apabila konflik mencapai jalan buntu maka biasanya
masyarakat akan menggunakan tangan pemerintah sebagai penengah.
Hal itu yang melatarbelakangi ketentuan pemerintah untuk mewajibkan
pengusaha yang akan mendirikan pabrik harus mendapatkan Izin HO
(Hinder Orgonasie) agar dapat dicegah adanya konflik dikemudian hari.
Pada umumnya, paling tidak semenjak jaman modern, orang lebih suka
menggunakan pendekatan etika human-centered dalam memperlakukan
lingkungan hidup. Melalui pendekatan etika ini, terjadilah
ketidakseimbangan relasi antara manusia dan lingkungan hidup.
Dalam kegiatan praktis, alam kemudian dijadikan “obyek” yang dapat
dieksploitasi sedemikian rupa untuk menjamin pemenuhan kebutuhan
manusia. Sangat disayangkan bahwa pendekatan etika tersebut tidak
diimbangi dengan usaha-usaha yang memadai untuk mengembalikan
fungsi lingkungan hidup dan makhluk-makhluk lain yang ada di
dalamnya. Dengan latar belakang seperti itulah kerusakan lingkungan
hidup terus-menerus terjadi hingga saat ini. Pertanyaanya sekarang
adalah apakah pendekatan etika human-centered tersebut tetap masih
relevan diterapkan untuk jaman ini?
Menghadapi realitas kerusakan lingkungan hidup yang terus terjadi,
rasanya pendekatan etika human-centered tidak lagi memadai untuk
terus dipraktekkan. Artinya, kita perlu menentukan pendekatan
etis lain yang lebih sesuai dan lebih “ramah” terhadap lingkungan
hidup. Jenis pendekatan etika yang kiranya memungkinkan adalah
pendekatan etika life-centered yang tadi sudah kita sebutkan.
Pendekatan etika ini dianggap lebih memadai sebab dalam
praksisnya tidak menjadikan lingkungan hidup dan makhluk-
makhluk yang terdapat di dalamnya sebagai obyek yang begitu saja
dapat dieksploitasi. Sebaliknya, pendekatan etika ini justru sungguh
menghargai mereka sebagai “subyek” yang memiliki nilai pada
dirinya. Mereka memiliki nilai tersendiri sebagai anggota komunitas
kehidupan di bumi. Nilai mereka tidak ditentukan dari sejauh mana

Etika Bisnis -Profesi 74  
mereka memiliki kegunaan bagi manusia. Mereka memiliki nilai
kebaikan tersendiri seperti manusia juga memilikinya, oleh karena
itu mereka juga layak diperlakukan dengan respect seperti kita
melakukanya terhadap manusia
2. Etika Bisnis dari sudut pandang kasus dan peristiwa
Mengapa etika bisnis dalam perusahaan terasa sangat penting saat ini?
Karena untuk membentuk suatu perusahaan yang kokoh dan memiliki
daya saing yang tinggi serta mempunyai kemampuan menciptakan nilai
(value-creation) yang tinggi, diperlukan suatu landasan yang kokoh. Biasanya
dimulai dari perencanaan strategis, organisasi yang baik, sistem prosedur
yang transparan didukung oleh budaya perusahaan yang andal serta etika
perusahaan yang dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen.
a. Kasus Enron
Kasus Enron yang selain menghancurkan dirinya telah pula
menghancurkan Kantor Akuntan Publik Arthur Andersen yang
memiliki reputasi internasional, dan telah dibangun lebih dari 80
tahun, menunjukan bahwa penyebab utamanya adalah praktek etika
perusahaan tidak dilaksanakan dengan baik dan tentunya karena
lemahnya kepemimpinan para pengelolanya. Dari pengalaman berbagai
kegagalan tersebut, kita harus makin waspada dan tidak terpana
oleh cahaya dan kilatan suatu perusahaan hanya semata-mata dari
penampilan saja, karena berkilat belum tentu emas.
Haruslah diyakini bahwa pada dasarnya praktek etika perusahaan
akan selalu menguntungkan perusahaan baik untuk jangka menengah
maupun jangka panjang karena:
1) Akan dapat mengurangi biaya akibat dicegahnya kemungkinan
terjadinya friksi baik intern perusahaan maupun dengan eksternal.
2) Akan dapat meningkatkan motivasi pekerja.
3) Akan melindungi prinsip kebebasan ber-niaga
4) Akan meningkatkan keunggulan bersaing.
Tindakan yang tidak etis, bagi perusahaan akan memancing
tindakan balasan dari konsumen dan masyarakat dan akan sangat
kontra produktif, misalnya melalui gerakan pemboikotan, larangan
beredar, larangan beroperasi. Hal ini akan dapat menurunkan nilai
penjualan maupun nilai perusahaan. Sedangkan perusahaan yang

Bab 8 : Konsep Dasar Profesi dan Kode Etik Profesi 75  
menjunjung tinggi nilai-nilai etika pada umumnya perusahaan yang
memiliki peringkat kepuasan bekerja yang tinggi pula, terutama
apabila perusahaan tidak mentolerir tindakan yang tidak etis misalnya
diskriminasi dalam sistem remunerasi atau jenjang karier. Karyawan
yang berkualitas adalah aset yang paling berharga bagi perusahaan oleh
karena itu semaksimal mungkin harus tetap dipertahankan.
Untuk memudahkan penerapan etika perusahaan dalam kegiatan
sehari-hari maka nilai-nilai yang terkandung dalam etika bisnis harus
dituangkan kedalam manajemen korporasi yakni dengan cara :
Menuangkan etika bisnis dalam suatu kode etik (code of conduct)
Memperkuat sistem pengawasan Menyelenggarakan pelatihan (training)
untuk karyawan secara terus menerus. Ketentuan tersebut seharusnya
diwajibkan untuk dilaksanakan, minimal oleh para pemegang saham,
sebagaimana dilakukan oleh perusahaan yang tercatat di NYSE (antara
lain PT. TELKOM dan PT. INDOSAT) dimana diwajibkan untuk
membuat berbagai peraturan perusahaan yang sangat ketat sesuai
dengan ketentuan dari Sarbannes Oxley yang diterbitkan dengan
maksud untuk mencegah terulangnya kasus Enron dan Worldcom.
Kebutuhan tenaga dunia bisnis yang bermoral dan beretika saat ini
sudah sangat diharapkan semua pihak apalagi dengan semakin pesatnya
perkembangan globalisasi di muka bumi ini. Dengan adanya moral
dan etika dalam dunia bisnis serta kesadaran semua pihak untuk
melaksanakannya, kita yakin dapat menjadikan perusahaan menjadi
kokoh.
b. Etika bisnis dalam periklanan
Berbicara mengenai etika bisnis, kita akan masuk pada pembicaraan
yang sifatnya abstrak. Ada dua hal yang perlu dimengerti mengenai
etika bisnis, yaitu pemahaman tentang kata etika dan bisnis. Etika,
merupakan seperangkat kesepakatan umum yang mengatur hubungan
antar individu, individu dengan masyarakat dan masyarakat dengan
masyarakat. Etika diperlukan untuk menciptakan hubungan yang
tidak saling merugikan.
Semua bentuk masyarakat atau kelompok masyarakat memilliki
perangkat aturan, baik yang tertulis maupun tidak tertulis. Perangkat
aturan tersebut bertujuan menjamin berlangsungnya hubungan baik
antar anggotanya. Hal yang sama juga terjadi dalam dunia bisnis. Di

Etika Bisnis -Profesi 76  
dunia bisnis terdapat pula seperangkat aturan yang mengatur relasi
antar pelaku bisnis. Perangkat aturan ini dibutuhkan agar hubungan
bisnis yang terjalin berlangsung fair.
Perangkat aturan tersebut bisa berupa undang-undang, peraturan
pemerintah, keputusan presiden, peraturan perusahaan, dan lain
sebagainya. Aturan itu mengatur hubungan internal dalam dunia bisnis,
seperti bagaimana melakukan bisnis, berhubungan dengan sesama
pelaku bisnis. Dalam kerangka yang lebih luas kita juga mengenal istilah
code of conduct, ISO (International Organization for Standarization), dan
sebagainya.
Dalam beberapa tahun terakhir juga dikenal istilah Global Compact,
Decent Works, Corporate Social Responsibility, yang bertujuan mengatur
pelaku bisnis agar menjalankan bisnisnya dengan fair dan memiliki
kepedulian terhadap lingkungan sekitar. Lingkungan tersebut adalah
masyarakat sekitar, lingkungan alam, dan hak asasi manusia.
Jadi, secara sederhana yang dimaksud dengan etika bisnis adalah cara-
cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek
yang berkaitan dengan individu, perusahaan, industri dan juga
masyarakat. Kesemuanya ini mencakup bagaimana kita menjalankan
bisnis secara adil (fairness), sesuai dengan hukum yang berlaku (legal),
dan tidak tergantung pada kedudukan individu ataupun perusahaan
di masyarakat.
Menurut Dawam Rahardjo, etika bisnis beroperasi pada tiga tingkat
yaitu individu, organisasi, dan sistem. Pada tingkat individu, etika bisnis
mempengaruhi pengambilan keputusan seseorang atas tanggungjawab
pribadinya dan kesadaran sendiri, baik sebagai penguasa maupun
manajer. Pada tingkat organisasi, seseorang sudah terikat pada
kebijakan perusahaan dan persepsi perusahaan tentang tanggungjawab
sosialnya. Pada tingkat sistem, seseorang menjalankan kewajiban atau
tindakan berdasarkan sistem etika tertentu. Realitasnya, para pelaku
bisnis terkadang sering tidak mengindahkan etika. Nilai moral yang
selaras dengan etika bisnis, misalnya toleransi, kesetiaan, kepercayaan,
persamaan, emosi atau religiusitas, seringkali kalah dalam upaya
maksimalisasi laba melalui sikap yang individualistis melalui konflik
dan persaingan yang tidak sehat.

Bab 8 : Konsep Dasar Profesi dan Kode Etik Profesi 77  
Hal ini tidak hanya terjadi di Dunia Barat, tetapi juga dilakukan oleh
para pebisnis di Dunia Timur. Di dalam bisnis tidak jarang berlaku
konsep tujuan menghalalkan segala cara. Bahkan tindakan yang berbau
kriminal pun ditempuh demi pencapaian suatu tujuan. Kalau sudah
demikian, pengusaha yang menjadi penggerak motor perekonomian
akan berubah menjadi binatang ekonomi. Terjadinya perbuatan tercela
dalam dunia bisnis tampaknya tidak menampakan kecenderungan
tetapi sebaliknya, makin hari semakin meningkat. Tindakan mark
up, ingkar janji, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak
memperhatikan sumberdaya alam maupun tindakan kolusi dan suap
merupakan segelintir contoh pengabdian para pengusaha terhadap etika
bisnis.
Perubahan perdagangan dunia menuntut segera dibenahinya etika bisnis
agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Salah satunya adalah
melalui iklan. Promosi dan iklan dinilai efektif menarik calon pembeli,
namun belakangan banyak promosi dan iklan yang tidak lagi sesuai
dengan penawaran yang sebenarnya dilakukan produsen atau penjual,
bahkan cenderung membohongi publik. Salah satu modus yang sering
dijadikan alat ‘pembohongan publik’ adalah penawaran khusus yang
disertai dengan sejumlah pembatasan yang dikenal dengan terminologi
terms and condition apply atau “syarat dan ketentuan berlaku”. Entah
disengaja atau tidak, perusahaan ritel, sering kali tidak menjelaskan
secara rinci batasan-batasan yang menyertai penawaran khusus tersebut.

Etika Bisnis -Profesi 78  

Bab 9 : Perbandingan Kode Etik Beberapa Profesi 79  
M
enyebutkan sistem nilai budaya terdiri dari konsepi-konsepi yang hidup
dalam alam pikiran sebagian besar keluarga masyarakat, mengenai hal-hal
yang harus mereka anggap bernilai dalam hidup.
John Dewey
Value is any object of social interest
Endang Sumantri
Sesuatu yang berharga, yang penting dan berguna serta menyenangkan
dalam kehidupan manusia yang dipengaruhi pengetahuan dan sikap yang
ada pada diri atau hati nuraninya.
Kosasih Jahiri
Tuntunan mengenai apa yang baik, benar dan adil
M.I. Soelaeman
Agama diarahkan pada perintah dan larangan, dorongan dan cegahan, pujian
dan kecaman, harapan dan penyesalan, ukuran baik buruk, benar salah,
patuh tidak patuh, adil tidak adil
Darji
Nilai ialah yang berguna bagi kehidupan manusia jasmani dan rohani
Encylopedi Brittanca 963
Nilai kualitas dari sesuatu objek yang menyangkut jenis apresiasi atau minat.
Perbandingan Kode Etik
Beberapa Profesi
Bab 9

Etika Bisnis -Profesi 80  
(Rokeach, 1973 hal. 5)
“Value is an enduring belief that a specific mode of conduct or end-state of existence
is personally or socially preferable to an opposite or converse mode of conduct or
end-state of existence.”
(Feather, 1994 hal. 184)
“Value is a general beliefs about desirable or undesireable ways of behaving and about
desirable or undesireable goals or end-states.”
(Schwartz, 1994 hal. 21)
“Value as desireable transsituatioanal goal, varying in importance, that serve as
guiding principles in the life of a person or other social entity.”
Lebih lanjut Schwartz (1994) juga menjelaskan bahwa nilai adalah:
1. Suatu keyakinan,
2. Berkaitan dengan cara bertingkah laku atau tujuan akhir tertentu,
3. Melampaui situasi spesifik,
4. Mengarahkan seleksi atau evaluasi terhadap tingkah laku, individu, dan
kejadian-kejadian, serta tersusun berdasarkan derajat kepentingannya.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, terlihat kesamaan pemahaman
tentang nilai, yaitu:
a. Suatu keyakinan,
b. Berhubungan dengan cara bertingkah laku dan tujuan akhir tertentu.
Jadi dapat disimpulkan bahwa nilai adalah suatu keyakinan mengenai
cara bertingkah laku dan tujuan akhir yang diinginkan individu, dan
digunakan sebagai prinsip atau standar dalam hidupnya.
Jadi, dalam membentuk tipologi dari nilai-nilai, Schwartz mengemukakan
teori bahwa nilai berasal dari tuntutan manusia yang universal sifatnya
yang direfleksikan dalam kebutuhan organisme, motif sosial (interaksi),
dan tuntutan institusi sosial (Schwartz & Bilsky, 1987). Ketiga hal tersebut
membawa implikasi terhadap nilai sebagai sesuatu yang diinginkan.
Schwartz menambahkan bahwa sesuatu yang diinginkan itu dapat
timbul dari minat kolektif (tipe nilai benevolence, tradition, conformity) atau
berdasarkan prioritas pribadi / individual (power, achievement, hedonism,
stimulation, self-direction), atau kedua-duanya (universalism, security).
Nilai individu biasanya mengacu pada kelompok sosial tertentu atau
disosialisasikan oleh suatu kelompok dominan yang memiliki nilai
tertentu (misalnya pengasuhan orang tua, agama, kelompok tempat

Bab 9 : Perbandingan Kode Etik Beberapa Profesi 81  
kerja) atau melalui pengalaman pribadi yang unik (Feather, 1994; Grube,
Mayton II & Ball-Rokeach, 1994; Rokeach, 1973;
Schwartz, 1994).
Nilai sebagai sesuatu yang lebih diinginkan harus dibedakan dengan yang
hanya ‘diinginkan’, di mana ‘lebih diinginkan’ mempengaruhi seleksi berbagai
modus tingkah laku yang mungkin dilakukan individu atau mempengaruhi
pemilihan tujuan akhir tingkah laku (Kluckhohn dalam Rokeach, 1973). ‘Lebih
diinginkan’ ini memiliki pengaruh lebih besar dalam mengarahkan tingkah
laku, dan dengan demikian maka nilai menjadi tersusun berdasarkan derajat
kepentingannya.
Sebagaimana terbentuknya, nilai juga mempunyai karakteristik tertentu
untuk berubah. Karena nilai diperoleh dengan cara terpisah, yaitu dihasilkan
oleh pengalaman budaya, masyarakat dan pribadi yang tertuang dalam struktur
psikologis individu (Danandjaja, 1985), maka nilai menjadi tahan lama dan stabil
(Rokeach, 1973). Jadi nilai memiliki kecenderungan untuk menetap, walaupun
masih mungkin berubah oleh hal-hal tertentu. Salah satunya adalah bila terjadi
perubahan sistem nilai budaya di mana individu tersebut menetap (Danandjaja,
1985).
Dari hasil penelitiannya di 44 negara, Schwartz (1992, 1994) mengemukakan
adanya 10 tipe nilai (value types) yang dianut oleh manusia, yaitu :
1. Power
Tipe nilai ini merupakan dasar pada lebih dari satu tipe kebutuhan yang
universal, yaitu transformasi kebutuhan individual akan dominasi dan
kontrol yang diidentifikasi melalui analisa terhadap motif sosial. Tujuan
utama dari tipe nilai ini adalah pencapaian status sosial dan prestise,
serta kontrol atau dominasi terhadap orang lain atau sumberdaya
tertentu. Nilai khusus (spesific values) tipe nilai ini adalah : social power,
authority, wealth, preserving my public image dan social recognition.
2. Achievement
Tujuan dari tipe nilai ini adalah keberhasilan pribadi dengan
menunjukkan kompetensi sesuai standar sosial. Unjuk kerja yang
kompeten menjadi kebutuhan bila seseorang merasa perlu untuk
mengembangkan dirinya, serta jika interaksi sosial dan institusi
menuntutnya. Nilai khusus yang terdapat pada tipe nilai ini adalah:
succesful, capable, ambitious, influential.

Etika Bisnis -Profesi 82  
3. Hedonism
Tipe nilai ini bersumber dari kebutuhan organismik dan kenikmatan
yang diasosiasikan dengan pemuasan kebutuhan tersebut. Tipe nilai
ini mengutamakan kesenangan dan kepuasan untuk diri sendiri. Nilai
khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : pleasure, enjoying life.
4. Stimulation
Tipe nilai ini bersumber dari kebutuhan organismik akan variasi dan
rangsangan untuk menjaga agar aktivitas seseorang tetap pada tingkat
yang optimal.
Unsur biologis mempengaruhi variasi dari kebutuhan ini, dan ditambah
pengaruh pengalaman sosial, akan menghasilkan perbedaan individual
tentang pentingnya nilai ini. Tujuan motivasional dari tipe nilai ini
adalah kegairahan, tantangan dalam hidup. Nilai khusus yang termasuk
tipe nilai ini adalah : daring, varied life, exciting life.
5. Self-direction
Tujuan utama dari tipe nilai ini adalah pikiran dan tindakan yang
tidak terikat (independent), seperti memilih, mencipta, menyelidiki.
Self-direction bersumber dari kebutuhan organismik akan kontrol dan
penguasaan (mastery), serta interaksi dari tuntutan otonomi dan
ketidakterikatan. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah :
creativity, curious, freedom, choosing own goals, independent.
6. Universalism
Tipe nilai ini termasuk nilai-nilai kematangan dan tindakan prososial.
Tipe nilai ini mengutamakan penghargaan, toleransi, memahami orang
lain, dan perlindungan terhadap kesejahteraan umat manusia. Contoh
nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : broad-minded, social
justice, equality, wisdom, inner harmony.
7. Benevolence
Tipe nilai ini lebih mendekati definisi sebelumnya tentang konsep prososial.
Bila prososial lebih pada kesejahteraan semua orang pada semua kondisi,
tipe nilai benevolence lebih kepada orang lain yang dekat dari interaksi
sehari-hari. Tipe ini dapat berasal dari dua macam kebutuhan, yaitu
kebutuhan interaksi yang positif untuk mengembangkan kelompok,
dan kebutuhan organismik akan afiliasi. Tujuan motivasional dari tipe
nilai ini adalah peningkatan kesejahteraan individu yang terlibat dalam
kontak personal yang intim. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini

Bab 9 : Perbandingan Kode Etik Beberapa Profesi 83  
adalah : helpful, honest, forgiving, responsible, loyal, true friendship, mature
love.
8. Tradition
Kelompok dimana-mana mengembangkan simbol-simbol dan tingkah
laku yang merepresentasikan pengalaman dan nasib mereka bersama.
Tradisi sebagian besar diambil dari ritus agama, keyakinan, dan
norma bertingkah laku. Tujuan motivasional dari tipe nilai ini adalah
penghargaan, komitmen, dan penerimaan terhadap kebiasaan, tradisi,
adat istiadat, atau agama. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini
adalah : humble, devout, accepting my portion in life, moderate, respect for
tradition.
9. Conformity
Tujuan dari tipe nilai ini adalah pembatasan terhadap tingkah laku,
dorongan-dorongan individu yang dipandang tidak sejalan dengan
harapan atau norma sosial. Ini diambil dari kebutuhan individu untuk
mengurangi perpecahan sosial saat interaksi dan fungsi kelompok
tidak berjalan dengan baik. Nilai khusus yang Termasuk tipe nilai
ini adalah : politeness, obedient, honoring parents and elders, self discipline.
10. Security
Tujuan motivasional tipe nilai ini adalah mengutamakan keamanan,
harmoni, dan stabilitas masyarakat, hubungan antar manusia, dan diri
sendiri. Ini berasal dari kebutuhan dasar individu dan kelompok. Tipe
nilai ini merupakan pencapaian dari dua minat, yaitu individual dan
kolektif. Nilai khusus yang termasuk tipe nilai ini adalah : national
security, social order, clean, healthy, reciprocation of favors, family security,
sense of belonging.
Struktur Hubungan Nilai.
Selain adanya 10 tipe nilai ini, Schwartz juga berpendapat bahwa terdapat
suatu struktur yang menggambarkan hubungan di antara nilai-nilai tersebut.
Untuk mengidentifikasi struktur hubungan antar nilai, asumsi yang dipegang
adalah bahwa pencapaian suatu tipe nilai mempunyai konsekuensi psikologis,
praktis, dan sosial yang dapat berkonflik atau sebaliknya berjalan seiring
(compatible) dengan pencapaian tipe nilai lain. Misalnya, pencapaian nilai
achievement akan berkonflik dengan pencapaian nilai benevolence, karena
individu yang mengutamakan kesuksesan pribadi dapat merintangi usahanya

Etika Bisnis -Profesi 84  
meningkatkan kesejahteraan orang lain. Sebaliknya, pencapaian nilai benevolence
dapat berjalan selaras dengan pencapaian nilai conformity karena keduanya
berorientasi pada tingkah laku yang dapat diterima oleh kelompok sosial.
Pencapaian nilai yang seiring satu dengan yang lain menghasilkan sistem
hubungan antar nilai sebagai berikut :
1. Tipe nilai power dan achievement, keduanya menekankan pada
superioritas sosial dan harga diri
2. Tipe nilai achievement dan hedonism, keduanya menekankan pada
pemuasan yang terpusat pada diri sendiri
3. Tipe nilai hedonism dan stimulation, keduanya menekankan keinginan
untuk memenuhi kegairahan dalam diri
4. Tipe nilai stimulation dan self-direction, keduanya menekankan minat
intrinsik dalam bidang baru atau menguasai suatu bidang
5. Tipe nilai self-direction dan universalism, keduanya mengekspresikan
keyakinan terhadap keputusan atau penilaian diri dan pengakuan
terhadap adanya keragaman dari hakekat kehidupan
6. Tipe nilai universalism dan benevolence, keduanya menekankan orientasi
kesejahteraan orang lain dan tidak mengutamakan kepentingan pribadi
7. Tipe nilai benevolence dan conformity, keduanya menekankan tingkah
laku normatif yang menunjang interaksi intim antar pribadi
8. Tipe nilai benevolence dan tradition, keduanya mengutamakan pentingnya
arti suatu kelompok tempat individu berada
9. Tipe nilai conformity dan tradition, keduanya menekankan pentingnya
memenuhi harapan sosial di atas kepentingan diri sendiri
10. Tipe nilai tradition dan security, keduanya menekankan pentingnya aturan-
aturan sosial untuk memberi kepastian dalam hidup
11. Tipe nilai conformity dan security, keduanya menekankan perlindungan
terhadap aturan dan harmoni dalam hubungan sosial
12. Tipe nilai security dan power, keduanya menekankan perlunya mengatasi
ancaman ketidakpastian dengan cara mengontrol hubungan antar
manusia dan sumberdaya yang ada.
Berdasarkan adanya tipe nilai yang sejalan dan berkonflik, Schwartz
menyimpulkan bahwa tipe nilai dapat diorganisasikan dalam dimensi
bipolar, yaitu :
1. Dimensi opennes to change yang mengutamakan pikiran dan tindakan
independen yang berlawanan dengan dimensi conservation yang
mengutamakan batasan-batasan terhadap tingkah laku, ketaatan

Bab 9 : Perbandingan Kode Etik Beberapa Profesi 85  
terhadap aturan tradisional, dan perlindungan terhadap stabilitas.
Dimensi opennes to change berisi tipe nilai stimulation dan self direction,
sedangkan dimensi conservation berisi tipe nilai conformity, tradition, dan
security.
2. Dimensi yang kedua adalah dimensi self-transcendence yang
menekankan penerimaan bahwa manusia pada hakekatnya sama dan
memperjuangkan kesejahteraan sesama yang berlawanan dengan
dimensi self-enhancement yang mengutamakan pencapaian sukses
individual dan dominasi terhadap orang lain. Tipe nilai yang termasuk
dalam dimensi self-transcendence adalah universalism dan benevolence.
Sedangkan tipe nilai yang termasuk dalam dimensi self-enhancement
adalah achievement dan power. Tipe nilai hedonism berkaitan baik dengan
dimensi self-enhancement maupun openness to change.
Fungsi Nilai.
Fungsi utama dari nilai dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Nilai sebagai standar (Rokeach, 1973; Schwartz, 1992, 1994), fungsinya
ialah:
1) Membimbing individu dalam mengambil posisi tertentu dalam social
issues tertentu (Feather, 1994).
2) Mempengaruhi individu untuk lebih menyukai ideologi politik
tertentu dibanding ideologi politik yang lain.
3) Mengarahkan cara menampilkan diri pada orang lain.
4) Melakukan evaluasi dan membuat keputusan.
5) Mengarahkan tampilan tingkah laku membujuk dan mempengaruhi
orang lain, memberitahu individu akan keyakinan, sikap, nilai dan
tingkah laku individu lain yang berbeda, yang bisa diprotes dan
dibantah, bisa dipengaruhi dan diubah.
Sistim nilai sebagai rencana umum dalam memecahkan konflik
dan pengambilan keputusan (Feather, 1995; Rokeach, 1973; Schwartz,
1992, 1994). Situasi tertentu secara tipikal akan mengaktivasi beberapa
nilai dalam sistim nilai individu. Umumnya nilai-nilai yang teraktivasi
adalah nilai-nilai yang dominan pada individu yang bersangkutan.
b. Fungsi motivasional
Fungsi langsung dari nilai adalah mengarahkan tingkah laku individu
dalam situasi sehari-hari, sedangkan fungsi tidak langsungnya adalah

Etika Bisnis -Profesi 86  
untuk mengekspresikan kebutuhan dasar sehingga nilai dikatakan
memiliki fungsi motivasional. Nilai dapat memotivisir individu untuk
melakukan suatu tindakan tertentu (Rokeach, 1973; Schwartz, 1994),
memberi arah dan intensitas emosional tertentu terhadap tingkah laku
(Schwartz, 1994). Hal ini didasari oleh teori yang menyatakan bahwa
nilai juga merepresentasikan kebutuhan (termasuk secara biologis) dan
keinginan, selain tuntutan sosial (Feather, 1994; Grube dkk., 1994).
c. Nilai Sebagai Keyakinan (Belief)
Dari definisinya, nilai adalah keyakinan (Rokeach, 1973; Schwartz, 1994;
Feather, 1994) sehingga pembahasan nilai sebagai keyakinan perlu
untuk memahami keseluruhan teori nilai, terutama keterkaitannya
dengan tingkah laku. Nilai itu sendiri merupakan keyakinan yang
tergolong preskriptif atau proskriptif, yaitu beberapa cara atau akhir
tindakan dinilai sebagai diinginkan atau tidak diinginkan. Hal ini
sesuai dengan definisi dari Allport bahwa nilai adalah suatu keyakinan
yang melandasi seseorang untuk bertindak berdasarkan pilihannya
(dalam Rokeach, 1973). Robinson dkk. (1991) mengemukakan bahwa
keyakinan, dalam konsep Rokeach, bukan hanya pemahaman dalam
suatu skema konseptual, tapi juga predisposisi untuk bertingkah laku
yang sesuai dengan perasaan terhadap obyek dari keyakinan tersebut.
Pengukuran Nilai.
Selama ini pengukuran nilai didasarkan kepada hasil evaluasi diri yang
dilaporkan oleh individu ke dalam suatu skala pengukuran (mis. Rokeach
value survey, Schwartz value survey). Evaluasi diri membutuhkan pemahaman
kognitif maupun afektif terhadap diri sendiri, termasuk untuk membedakan
antara nilai ideal normatif dan nilai faktual yang ada saat ini. Sejalan dengan
hal ini, Schwartz, Verkasalo, Antonovsky dan Sagiv (1997) melihat hubungan
antara respon terhadap social desirability dan skala nilai berdasarkan pelaporan
diri. Mereka membuktikan bahwa terjadi bias pada pengukuran nilai yang
mengandung aspek social desirability tinggi, yaitu pada tipe nilai hedonism,
stimulation, self-direction, achievement dan power. Jadi pengukuran nilai yang
menggunakan skala pelaporan diri pada penelitian yang banyak dipengaruhi
aspek social desirability seperti dalam penelitian ini (mis. tingkah laku seksual)
kurang baik.

Bab 9 : Perbandingan Kode Etik Beberapa Profesi 87  
Cara lain yang digunakan untuk mengetahui nilai individu adalah dengan
teknik wawancara. Teknik ini telah digunakan oleh Rokeach (1973) untuk
menggali nilai-nilai apa saja yang dimiliki seseorang. Ia melakukan wawancara
dengan para responden yang dimintanya untuk menjawab pertanyaan tentang
nilai apa yang menjadi tujuan akhir mereka.
Berdasarkan teori yang telah diuraikan sebelumnya, nilai-nilai seseorang
akan tampak dalam beberapa indikator:
a. Berkaitan dengan definisi nilai sebagai cara bertingkah laku dan tujuan
akhir tertentu, maka indikator pertama adalah pernyataan tentang
keinginan-keinginan, prinsip hidup dan tujuan hidup seseorang.
b. Indikator berikutnya adalah tingkah laku subyek dalam kehidupannya
sehari-hari. Nilai berpengaruh terhadap bagaimana seseorang bertingkah
laku, memberi arah pada tingkah laku dan memberi pedoman untuk
memilih tingkah laku yang diinginkan. Jadi tingkah laku seseorang
mencerminkan nilai-nilai yang dianutnya. Dari tingkah laku dapat
dilihat apa yang menjadi prioritasnya, apa yang lebih diinginkan oleh
seseorang.
c. Fungsi nilai adalah memotivasi tingkah laku. Seberapa besar
seseorang berusaha mencapai apa yang diinginkannya dan intensitas
emosional yang diatribusikan terhadap usahanya tersebut, dapat
menjadi ukuran tentang kekuatan nilai yang dianutnya.
d. Salah satu fungsi dari nilai adalah dalam memecahkan konflik dan
mengambil keputusan. Dalam keadaan-keadaan dimana seseorang
harus mengambil keputusan dari situasi yang menimbulkan konflik,
nilainya yang dominan akan teraktivasi. Jadi, apa keputusan seseorang
dalam situasi konflik tersebut dapat dijadikan indikator tentang nilai
yang dianutnya.
Fungsi lain dari nilai adalah membimbing individu dalam mengambil
posisi tertentu dalam suatu topik sosial tertentu dan mengevaluasinya. Jadi
apa pendapat seseorang tentang suatu topik tertentu dan bagaimana ia
mengevaluasi topik tersebut, dapat menggambarkan nilai-nilainya.
Norma
1. Pengertian Norma.
Norma adalah aturan yang berlaku di kehidupan bermasyarakat. Aturan
yang bertujuan untuk mencapai kehidupan masyarakat yang aman, tertib dan

Etika Bisnis -Profesi 88  
sentosa. Namun masih ada segelintir orang yang masih melanggar norma-
norma dalam masyarakat, itu dikarenakan beberapa faktor, diantaranya
adalah faktor pendidikan, ekonomi dan lain-lain.
Norma terdiri dari beberapa macam, antara lain yaitu :
a. Norma Agama
b. Norma Kesusilaan
c. Norma Kesopanan
d. Norma Kebiasaan (Habit)
e. Norma Hukum
2. Norma Yang Berlaku Dalam Masyarakat.
a. Norma Agama
Adalah suatu norma yang berdasarkan ajaran aqidah suatu agama.
Norma ini bersifat mutlak yang mengharuskan ketaatan para
penganutnya. Apabila seseorang tidak memiliki iman dan keyakinan
yang kuat, orang tersebut cenderung melanggar norma-norma agama.
Norma ini merupakan peraturan hidup yang harus diterima manusia
sebagai perintah-perintah, laranganlarangan dan ajaran-ajaran yang
bersumber dari Tuhan Yang Maha Esa. Pelanggaran terhadap norma
ini akan mendapat hukuman dari Tuhan Yang Maha Esa berupa “siksa”
kelak di akhirat. Contoh norma agama ini diantaranya ialah:
1) “Kamu dilarang membunuh”.
2) “Kamu dilarang mencuri”.
3) “Kamu harus patuh kepada orang tua”.
4) “Kamu harus beribadah”.
5) “Kamu jangan menipu”.
b. Norma Kesusilaan
Norma ini didasarkan pada hati nurani atau ahlak manusia. Melakukan
pelecehan seksual adalah salah satu dari pelanggaran dari norma
kesusilan. Dengan kata lain norma kesusilaan merupakan peraturan
hidup yang berasal dari suara hati sanubari manusia. Pelanggaran norma
kesusilaan ialah pelanggaran perasaan yang berakibat penyesalan.
Norma kesusilaan bersifat umum dan universal, dapat diterima oleh
seluruh umat manusia.
Contoh norma ini diantaranya ialah :
1) “Kamu tidak boleh mencuri milik orang lain”.
2) “Kamu harus berlaku jujur”.
3) “Kamu harus berbuat baik terhadap sesama manusia”.
4) “Kamu dilarang membunuh sesama manusia”.

Bab 10 : Kode Etik Profesi Manajemen di Indonesia dan Penerapannya 89  
P
rofesi adalah suatu pekerjaan yang melaksanakan tugasnya memerlukan
atau menuntut keahlian (expertise), menggunakan teknik-teknik ilmiah,
serta dedikasi yang tinggi. Keahlian yang diperoleh dari lembaga pendidikan
khusus diperuntukkan untuk itu dengan kurikulum yang dapat dipertanggung
jawabkan. Seseorang yang menekuni suatu profesi tertentu disebut professional,
sedangkan professional sendiri mempunyai makna yang mengacu kepada
sebutan orang yang menyandang suatu profesi dan sebutan tentang penampilan
seseorang dalam mewujudkan unjuk kerja sesuai dengn profesinya.
  Etika profesi menurut keiser dalam (Suhrawardi Lubis, 1994:6-7) adalah
sikap hidup berupa keadilan untuk memberikan pelayanan professional
terhadap masyarakat dengan penuh ketertiban dan keahlian sebagai pelayanan
dalam rangka melaksanakan tugas berupa kewajiban terhadap masyarakat.
Kode etik profesi adalah sistem norma, nilai dan aturan professional tertulis
yang secara tegas menyatakan apa yang benar dan baik, dan apa yang tidak
benar dan tidak baik bagi professional. Kode etik menyatakan perbuatan apa
yang benar atau salah, perbuatan apa yang harus dilakukan dan apa yang harus
dihindari. Tujuan kode etik yaitu agar professional memberikan jasa sebaik-
baiknya kepada pemakai atau nasabahnya. Dengan adanya kode etik akan
melindungi perbuatan yang tidak professional.
Kode Etik Profesi Manajemen
di Indonesia dan
Penerapannya
Bab 10

Etika Bisnis -Profesi 90  
Kode etik profesi itu merupakan sarana  untuk membantu para pelaksana
sebagai seseorang yang professional supaya tidak dapat merusak etika profesi.
Hal- hal pokok yang merupakan fungsi dari kode etik profesi:
a) Kode etik profesi memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang
prinsip profesionalitas yang digariskan. Maksudnya bahwa dengan kode
etik profesi, pelaksana profesi mampu mengetahui suatu hal yang boleh
dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan.
b) Kode etik profesi merupakan sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi
yang bersangkutan. Maksudnya bahwa etika profesi dapat memberikan
suatu pengetahuan kepada masyarakat agar juga dapat memahami
arti pentingnya suatu profesi, sehingga memungkinkan pengontrolan
terhadap para pelaksana di lapangan kerja (kalangan sosial).
c) Kode etik profesi mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi
tentang hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Arti tersebut dapat
dijelaskan bahwa para pelaksana profesi pada suatu instansi atau
perusahaan yang lain tidak boleh mencampuri pelaksanaan profesi di
lain instansi atau perusahaan.
d) Dalam lingkup TI, kode etik profesinya memuat kajian ilmiah mengenai
prinsip atau norma-norma dalam kaitan dengan hubungan antara
professional atau developer TI dengan klien, antara para professional
sendiri, antara organisasi profesi serta organisasi profesi dengan
pemerintah. Salah satu bentuk hubungan seorang profesional dengan
klien (pengguna jasa) misalnya pembuatan sebuah program aplikasi.
Seorang profesional tidak dapat membuat program semaunya, ada beberapa
hal yang harus ia perhatikan seperti untuk apa program tersebut nantinya
digunakan oleh kliennya atau user, ia dapat menjamin keamanan (security) sistem
kerja program aplikasi tersebut dari pihak-pihak yang dapat mengacaukan
sistem kerjanya (misalnya: hacker, cracker, dll). Kode etik profesi Informatikawan
merupakan bagian dari etika profesi.
Jika para profesional TI melanggar kode etik, mereka dikenakan sanksi
moral, sanksi sosial, dijauhi, di-banned dari pekerjaannya, bahkan mungkin
dicopot dari jabatannya.
Kita pun tidak boleh bersikap diskrimatif dan tebang pilih dalam
menegakkan hukum di Indonesia. Kode etik dan sumpah jabatan harus
ditegakkan dengan sungguh-sungguh. Profesi apa pun sesungguhnya tidak
memiliki kekebalan di bidang hukum. Kita harus mengakhiri praktik-praktik

Bab 10 : Kode Etik Profesi Manajemen di Indonesia dan Penerapannya 91  
curang dan penuh manipulatif dari sebagian elite masyarakat. Ini penting
dilakukan, kalau Indonesia ingin menjadi sebuah Negara dan Bangsa yang
bermartabat. Pelanggaran kode etik profesi merupakan pelanggaran yang
dilakukan oleh sekelompok profesi yang tidak mencerminkan atau memberi
petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan sekaligus
menjamin mutu profesi itu dimata masyarakat.
Kode etik disusun oleh organisasi profesi sehingga masing-masing profesi
memiliki kode etik tersendiri. Misalnya kode etik dokter, guru, pustakawan,
pengacara, Pelanggaran kode etik tidak diadili oleh pengadilan karena melanggar
kode etik tidak selalu berarti melanggar hukum.
Berapa penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa, ada pun yang
menjadi penyebab mengapa terjadi pelanggaran kode etik yaitu;
1. Tidak berjalannya kontrol dan pengawasan dari masyarakat
2. Organisasi profesi tidak di lengkapi dengan sarana dan mekanisme bagi
masyarakat untuk menyampaikan keluhan
3. Rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai substansi kode etik
profesi, karena buruknya pelayanan sosialisasi dari pihak profesi sendiri.
4. Belum terbentuknya kultur dan kesadaran dari para pengemban profesi
untuk menjaga martabat luhur profesinya tidak adanya kesadaran etis
da moralitas diantara para pengemban profesi untuk menjaga martabat
luhur profesinya.
Kata kode etik terdiri dari dua suku kata, yaitu kode, dan etik. Kata kode
berarti tanda-tanda atau simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan atau benda
yang disepakati untuk maksud-maksud tertentu, misalnya untuk menjamin
suatu berita, keputusan atau suatu kesepakatan suatu organisasi. Kode juga
dapat berarti kumpulan peraturan yang sistematis. Sedangkan etik berarti nilai
mengenai benar salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
Dari arti di atas, kode etik dapat dipahami sebagai kumpulan asas, norma,
atau nilai moral yang diterima oleh suatu kelompok tertentu sebagai landasan
tingkah laku sehari-hari di masyarakat maupun di tempat kerja. Sedangkan
menurut UU No. 8 Pokok-pokok Kepegawaian, kode etik profesi adalah
pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan
dalam kehidupan sehari-hari.
Profesi merupakan sebuah bidang pekerjaan tertutup di mana orang-orang
yang ada di dalamnya memiliki latar belakang pendidikan dan keahlian yang
sama. Terkait dengan itu, dengan sendirinya seseorang dituntut memiliki sikap,
perilaku bahkan kepribadian. Kode etik profesi lahir untuk menjawab kedua

Etika Bisnis -Profesi 92  
persoalan di atas. Sebagai seperangkat norma yang mengatur sikap dan perilaku
orang-orang atau lembaga yang sesuai dengan profesi yang disandangnya baik
ketika menjalankan tugas kedinasan maupun di luar tugas kedinasan, secara
internal kode etik profesi menjadi semacam pagar moral bagi para anggotanya.
Sedangkan secara eksternal, kode etik profesi akan menjadi pegangan bagi
masyarakat umum mempercayai bahwa para anggota masyarakat profesi
tersebut memiliki moral yang bisa dipercaya.
Kode etik profesi sebetulnya tidak merupakan hal yang baru. Sudah lama
diusahakan untuk mengatur tingkah laku moral suatu kelompok khusus
dalam masyarakat melalui ketentuan-ketentuan tertulis yang diharapkan akan
dipegang teguh oleh seluruh kelompok itu. Salah satu contoh tertua adalah
Sumpah Hipokrates, yang dipandang sebagai kode etik pertama untuk profesi
dokter. Hipokrates adalah doktren Yunani kuno yang digelari Bapak Ilmu
Kedokteran. Beliau hidup dalam abad ke-5 SM. Menurut ahli-ahli sejarah belum
tentu sumpah ini merupakan buah pena Hipokrates sendiri, tetapi setidaknya
berasal dari kalangan murid-muridnya dan meneruskan semangat profesional
yang diwariskan oleh dokter Yunani ini.
Kode etik yang ada dalam masyarakat Indonesia cukup banyak dan
bervariasi. Umumnya pemilik kode etik adalah organisasi kemasyarakatan
yang bersifat nasional, misalnya Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), kode etik
Ikatan Penasehat Hukum Indonesia, Kode Etik Jurnalistik Indonesia, Kode
Etik Advokasi Indonesia dan lain-lain. Ada sekitar tiga puluh organisasi
kemasyarakatan yang telah memiliki kode etik. Suatu gejala agak baru adalah
bahwa sekarang ini perusahaan-perusahan swasta cenderung membuat kode
etik sendiri. Rasanya dengan itu mereka ingin memamerkan mutu etisnya dan
sekaligus meningkatkan kredibilitasnya dan karena itu pada prinsipnya patut
dinilai positif.
Dari uraian di atas dapat dipahami bahwa profesi memegang teguh komitmen
moral. Komitmen moral tersebut menunjukkkan bahwa tidak semua pekerjaan
adalah profesi. Bahkan tidak semua pekerjaan yang mengandalkan keahlian
dan ketrampilan khusus, serta dijalankan sebagai nafkah hidup adalah profesi.
Suatu pekerjaan dianggap sebagai profesi dalam pengertian sesungguhnya
hanya bila pekerjaan itu melibatkan komitmen moral yang tinggi dari pelakunya.
Maka pekerjaan yang bertentangan dengan moralitas dan melibatkan praktek-
praktek yang curang, tidak bisa dianggap sebagai profesi dalam pengertian yang
sesungguhnya.

Bab 10 : Kode Etik Profesi Manajemen di Indonesia dan Penerapannya 93  
Fenomena akan keberadaan kode etik profesi merupakan hal yang menarik
untuk diperhatikan. Hal ini terutama jika dikaitkan dengan besarnya tuntutan
publik terhadap dunia usaha yang pada umumnya mengedepankan etika dalam
menjalankan aktivitas bisnisnya. Sehingga masyarakat umum menyebut profesi
adalah suatu moral comunity (masyarakat moral) yang memiliki cita-cita dan
nilai-nilai bersama. Tuntutan ini kemudian direspon dengan antara lain membuat
kode etik atau kode perilaku. Scwhartz (dalam Ludigdo, 2007) menyebutkan
kode etik sebagai dokumen formal yang tertulis dan membedakan yang terdiri
dari standar moral untuk membantu mengarahkan perilaku karyawan dan
organisasi. Kode etik profesi dapat menjadi penyeimbang segi-segi negative
dari suatu profesi, sehingga kode etik ibarat kompas yang menunjukkan arah
moral bagi suatu profesi dan sekaligus juga menjamin mutu moral profesi itu
dimata masyarakat.
Selanjutnya ada beberapa alasan mengapa kode etik perlu untuk dibuat.
Beberapa alasan tersebut adalah:
1. Kode etik merupakan suatu cara untuk memperbaiki iklim organisasional
sehingga individu-individu dapat berperilaku secara etis.
2. Kontrol etis diperlukan karena sistem legal dan pasar tidak cukup
mampu mengarahkan perilaku organisasi untuk mempertimbangkan
dampak moral dalam setiap keputusan bisnisnya.
3. Perusahan memerlukan kode etik untuk menentukan status bisnis
sebagai sebuah profesi, dimana kode etik merupakan salah satu
penandanya.
4. Kode etik dapat juga dipandang sebagai upaya menginstitusionalisasikan
moral dan nilai-nilai pendiri perusahaan, sehingga kode etik tersebut
menjadi bagian dari budaya perusahaan dan membantu sosialisasi
individu baru dalam memasuki budaya tersebut.
5. Kode etik merupakan sebuah pesan. Sebuah profesi yang keberadannya
sangat tergantung pada kepercayaan masyarakat. Sebagai sebuah profesi
yang kinerjanya diukur dari profesionalismenya. Seorang profesional
harus memiliki keterampilan, pengetahuan, dan karakter. Penguasaan
keterampilan dan pengetahuan tidaklah cukup baginya untuk menjadi
profesional. Karakter diri yang dicirikan oleh ada dan tegaknya etika
profesi merupakan hal penting yang harus dikuasainya pula.
Kode Etik Profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik profesi
merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah dibahas dan
dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini lebih memperjelas, mempertegas

Etika Bisnis -Profesi 94  
dan merinci norma-norma ke bentuk yang lebih sempurna walaupun sebenarnya
norma-norma tersebut sudah tersirat dalam etika profesi. Dengan demikian kode
etik profesi adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas
serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan apa
yang salah dan perbuatan apa yang dilakukan dan tidak boleh dilakukan oleh
seorang profesional.
Suatu rumusan kode etik seharusnya merefleksikan standar moral universal.
Standar moral universal tersebut menurut Scwhartz (dalam Ludigdo, 2007)
meliputi:
1. Trustworthiness, kepercayaan (meliputi honesty/kejujuran, integrity/
ketulusan hati, reliability/yang dipercaya, dan loyality).
2. Respect/penghormatan (meliputi perlindungan dan perhatian atas hak
azasi manusia).
3. Responsibility/tanggungjawab (meliputi juga accountability/ hal yang
harus dipertnggungjawabkan).
4. Fairness/ kejujuran/ keadilan/ kewajaran (meliputi penghindaran dari
sifat tidak memihak dan mempromosikan persamaan).
5. Caring/ perhatian/ ketelitian/ perawatan/ perlindungan (meliputi
misalnya penghindaran atas tindakan-tindakan yang merugikan dan
tidak perlu).
6. Citizenship/ kewarganegaraan (meliputi penghormatan atas hukum dan
perlindungan lingkungan).
Supaya kode etik dapat berfungsi dengan semestinya, salah satu syarat
mutlak adalah bahwa kode etik itu dibuat oleh profesi sendiri. Kode etik tidak
akan efektif kalau di drop begitu saja dari atas yaitu instansi pemerintah atau
instansi-instansi lain; karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang
hidup dalam kalangan profesi itu sendiri. Instansi dari luar bisa menganjurkan
membuat kode etik dan barang kali dapat juga membantu dalam merumuskan,
tetapi pembuatan kode etik itu sendiri harus dilakukan oleh profesi yang
bersangkutan. Supaya dapat berfungsi dengan baik, kode etik itu sendiri harus
menjadi hasil self regulation (pengaturan diri) dari profesi.
Dengan membuat kode etik, profesi sendiri akan menetapkan hitam atas
putih niatnya untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggapnya hakiki. Hal
ini tidak akan pernah bisa dipaksakan dari luar. Hanya kode etik yang berisikan
nilai-nilai dan cita-cita yang diterima oleh profesi itu sendiri yang bisa mendarah
daging dengannya dan menjadi tumpuan harapan untuk dilaksanakan untuk

Bab 10 : Kode Etik Profesi Manajemen di Indonesia dan Penerapannya 95  
dilaksanakan juga dengan tekun dan konsekuen. Syarat lain yang harus dipenuhi
agar kode etik dapat berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya diawasi
terus menerus.
A. Pelanggaran Kode Etik Profesi
Kode etik menjembatani etika dan moralitas dengan hukum. Kode etik
merupakan kaidah moral yang berlaku khusus bagi kaum professional di
bidangnya, namun dimunculkan dalam aturan tertulis. Maka meskipun kaidah
moral, ia dilengkapi dan ditunjang oleh sanksi yang memungkinkan berlakunya
kaidah moral ini secara lebih pasti sebagaimana berlaku dalam hukum positif
pada umumnya.
Idealisme yang terkandung dalam kode etik profesi tidak sejalan dengan
fakta yang terjadi di sekitar para profesional, sehingga harapan terkadang sangat
jauh dari kenyataan. Memungkinkan para profesional untuk berpaling kepada
kenyataan dan mengabaikan idealisme kode etik profesi. Kode etik profesi bisa
menjadi pajangan tulisan berbingkai. Kode etik profesi merupakan himpunan
norma moral yang tidak dilengkapi dengan sanksi keras karena keberlakuannya
semata-mata berdasarkan kesadaran profesional. Memberi peluang kepada
profesional yang untuk berbuat menyimpang dari kode etik profesi.
1. Penyebab Pelanggaran Kode Etik Profesi
Ada beberapa penyebab pelanggaran yang terjadi dalam suatu profesi, di
antara penyebab-penyebabnya adalah:
a. Organisasi profesi tidak dilengkapi dengan sarana dan mekaisme bagi
masyarakat untuk menyampaikan keluhan dalam suatu kode etik.
b. Minimnya pengetahuan masyarakat tentang substansi kode etik profesi
dan juga karena buruknya pelayanan sosialisasi dari pihak profesi itu
sendiri.
c. Belum terbetuknya kultur dan kesadaran dari para pengemban profesi
untuk menjaga martabat luhur masing-masing profesi.
d. Kesadaran yang tidak etis dan moralitas diantara para pengemban
profesi untk menjaga martabat luhur masing-masing profesi.
2. Upaya yang mungkin dilakukan dalam pelanggaran kode etik
profesi
Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan agar para profesional tidak
melanggar kode etik profesi, yaitu:

Etika Bisnis -Profesi 96  
a. Klausul penundukan pada undang-undang; setiap undang-undang
mencantumkan dengan tegas sanksi yang diancamkan kepada
pelanggarnya. Dengan demikian, menjadi pertimbangan bagi
anggotanya, tidak ada jalan lain kecuali taat, jika terjadi pelanggaran
berarti warga yang bersangkutan bersedia dikenai sanksi yang cukup
memberatkan atau merepotkan baginya. Ketegasan sanksi undang-
undang ini lalu diproyeksikan dalam rumusan kode etik profesi yang
memberlakukan sanksi undang-undang kepada pelanggarnya.
b. Dalam kode etik profesi dicantumkan ketentuan : “Pelanggar kode etik
dapat dikenai sanksi sesuai dengan undang-undang yang berlaku”.
3. Sanksi Pelanggaran Kode Etik Profesi
Pada umumnya kode etik akan mengandung sanksi-sanksi yang dikenakan
pada pelanggar kode etik.
a. Sanksi moral; Bila seseorang di dalam profesinya, dia menyalahi kode
etik profesi, maka hati nurani menghukum dan menuduh dirinya, dia
merasa gelisah dalam batin, karena hati nurani merupakan kesadaran
moral yang dimiliki oleh setiap individu. Selain itu, dia pun dalam
kesehariannya akan merasa melu bertemu dengan teman yang
mengetahui pelanggaran dalam profesi tersebut.
b. Sanksi dikeluarkan dari organisasi; Kasus-kasus pelanggaran kode etik
akan ditindak dan dinilai oleh suatu dewan kehormatan atau komisi
yang dibentuk khusus untuk itu. Karena tujuannya adalah mencegah
terjadinya perilaku yang tidak etis, seringkali kode etik juga berisikan
ketentuan-ketentuan profesional, seperti kewajiban melapor jika
ketahuan teman sejawat melanggar kode etik. Ketentuan itu merupakan
akibat logis dari self regulation yang terwujud dalam kode etik; seperti
kode itu berasal dari niat profesi mengatur dirinya sendiri, demikian
juga diharapkan kesediaan profesi untuk menjalankan kontrol terhadap
pelanggar. Namun demikian, dalam praktek sehari-hari kontrol ini
tidak berjalan dengan mulus karena rasa solidaritas tertanam kuat
dalam anggota-anggota profesi, seorang profesional mudah merasa
segan melaporkan teman sejawat yang melakukan pelanggaran. Tetapi
dengan perilaku semacam itu solidaritas antar kolega ditempatkan di
atas kode etik profesi dan dengan demikian maka kode etik profesi itu
tidak tercapai, karena tujuan yang sebenarnya adalah menempatkan
etika profesi di atas pertimbangan-pertimbangan lain. Lebih lanjut
masing-masing pelaksana profesi harus memahami betul tujuan kode
etik profesi baru kemudian dapat melaksanakannya.

Bab 11 : Kode Etik Berbagai Profesi Internasional 97  
K
ode etik IPRA yang disahkan pada tahun 2011, merupakan penegasan etika
profesional dari anggota The International Public Relations Association dan
direkomendasikan kepada praktisi public relations di seluruh dunia.
Kode etik ini merupakan penyempurnaan dari Code of Venice tahun 1961,
Code of Athens tahun 1965 dan Code of Brussels tahun 2007.
a) MENGINGAT Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa yang menentukan
“untuk menegaskan kembali iman dalam hak asasi manusia, martabat
dan nilai pribadi manusia”;
b) MENGINGAT “Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia “ tahun 1948
khususnya mengingat Artikel Nomor 19;
c) MENGINGAT bahwa public relations, dengan mendorong terciptanya
informasi terbuka, memberikan manfaat bagi semua pihak yang
berkepentingan;
d) MENGINGAT bahwa pekerjaan public relations dan public affairs
merupakan ungkapan kebebasan berpendapat kepada pejabat publik;
e) MENGINGAT bahwa praktisi public relations melalui kemampuan
komunikasinya dapat memberikan pengaruh yang luas perlu mematuhi
kode etik profesi dan prilaku yang beretika;
Kode Etik Berbagai Profesi
Internasional
dan Penerapannya
Bab 11

Etika Bisnis -Profesi 98  
f) MENGINGAT bahwa saluran komunikasi seperti internet dan media
digital lain dapat menimbulkan informasi yang menyesatkan yang dapat
disebarluaskan dan tidak tertandingi, diperlukan perhatian khusus
dari praktisi public relations untuk tetap menjaga kepercayaan dan
kredibilitas;
g) Mengingat bahwa internet dan digital media lain perlu mendapat
perhatian khusus yang berkenaan dengan kerahasiaan pribadi dari
seseorang, klien, majikan dan rekan sejawat;
Dalam tindakannya, praktisi public relations harus:
1. Ketaatan
Mentaati prinsip prinsip dalam Piagam PBB dan Deklarasi Universal
Hak Asasi Manusia;
2. Integritas
Bertindak secara jujur dengan penuh integritas setiap saat untuk
menyakinkan dan mempertahankan kepercayaan mereka dengan siapa
saja praktisi berhubungan;
3. Dialog
Berusaha membentuk moral, kultural dan intelektual untuk
melakukan dialog, dan mengakui hak semua pihak yang terlibat untuk
mengemukakan pendapatnya;
4. Keterbukaan
Berlaku jujur dan terbuka dalam mengungkapkan nama, organisasi dan
kepentingan yang diwakili;
5. Konflik
Menghindari konflik kepentingan dan mengungkapkan konflik tersebut
kepada pihak pihak yang terkait jika diperlukan;
6. Kerahasiaan
Menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan kepada mereka;
7. Ketepatan
Melakukan langkah langkah yang wajar untuk meyakinkan kebenaran
dan ketepatan dari semua informasi yang diberikan;
8. Kebohongan
Mengupayakan dengan segala cara untuk tidak menyampaikan berita
yang salah atau menyesatkan, melakukan secara hati-hati untuk

Bab 11 : Kode Etik Berbagai Profesi Internasional 99  
menghindari hal tersebut dan memperbaiki secepatnya jika ternyata
terdapat kesalahan;
9. Penipuan
Dilarang mendapatkan informasi dengan cara menipu atau tidak jujur;
10. Pengungkapan
Dilarang membentuk atau menggunakan organisasi apapun sebagai
suatu wahana terbuka yang sebenarnya mengandung kepentingan
tersembunyi;
11. Keuntungan
Dilarang menjual dokumen kepada pihak ketiga salinan dokumen yang
diperoleh dari pejabat publik;
12. Remunerasi
Dalam memberikan jasa professional, dilarang menerima imbalan dalam
bentuk apapun yang berkaitan dengan jasa dari seseorang selain dari
pihak yang terkait;
13. Pembujukan
Dilarang baik secara langsung atau tidak langsung menawarkan atau
memberikan imbalan dalam bentuk uang atau yang lain kepada pejabat
pemerintah atau media, atau pihak lain yang berkepentingan;
14. Pengaruh
Dilarang menawarkan atau melakukan tindakan yang bertentangan
dengan hukum untuk hal yang dapat mempengaruhi pejabat publik,
media dan pihak lain yang berkepentingan;
15. Persaingan
Dilarang melakukan hal hal yang secara sengaja untuk merusak reputasi
praktisi yang lain;
16. Pemburuan
Dilarang mengambil klien dari praktisi lain dengan cara- cara yang tidak
jujur;
17. Pekerjaan
Ketika mempekerjakan seseorang dari pejabat publik atau pesaing
perlu memperhatikan aturan dan kerahasiaan yang disyaratkan oleh
organisasi tersebut;

Etika Bisnis -Profesi 100  
18. Rekan sejawat
Mengamati Kode etik ini dengan sikap hormat terhadap anggota IPRA
dan praktisi public relations di seluruh dunia.
Anggota IPRA harus menjunjung tinggi Kode etik ini, setuju mematuhi
dan menegakkan tindakan disiplin terhadap setiap pelanggaran kode
etik dari the International Public Relations Association ini.

Bab 12 : Regulasi Terkait Kode Etik Berbagai Profesi 101  
S
ebagai salah satu profesi yang sangat penting dalam dunia ekonomi, wajib
hukumnya memahami kode etik untuk menjaga mutu dan kepercayaan
para pengguna jasa. Kode etik profesi akuntan terdapat pada etika profesi
akuntansi yang mengatur kaidah serta norma dalam lingkup profesional. Etika
profesi akuntansi yaitu suatu ilmu yang membahas perilaku atau perbuatan
baik dan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia
terhadap pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan terhadap
suatu pengetahuan khusus sebagai akuntan.
Seperti yang disebutkan di atas, etika ini mengatur bagaimana seorang
akuntan melakukan pekerjaannya. Tanpa kode etik, seorang akuntan dapat saja
langsung diberhentikan. Dalam profesi akuntansi, skandal yang bertentangan
dengan kode etik merupakan masalah besar. Itulah sebabnya Ikatan Akuntansi
Indonesia (IAI) mengeluarkan kode etik yang harus dipatuhi oleh akuntan.
Terdapat delapan prinsip dasar etika profesi akuntansi yang harus dipahami
oleh setiap akuntan yang menjalankan pekerjaannya.
1. Tanggung Jawab Profesi
Seorang akuntan dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai
profesional, harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional
terhadap semua kegiatan yang dilaksanakannya. Anggota memiliki tanggung
Regulasi Terkait Kode Etik
Berbagai Profesi
di Indonesia
Bab 12

Etika Bisnis -Profesi 102  
jawab kepada pemakai jasa mereka dan tanggung jawab untuk bekerja sama
dengan sesama anggota demi mengembangkan profesi akuntansi serta
memelihara kepercayaan masyarakat. Semua usaha tersebut diperlukan untuk
memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.
2. Standar Teknis
Setiap kegiatan harus mengikuti standar teknis dan standar profesional
yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, akuntan
berkewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa, selama
penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan objektivitas. Standar
teknis dan standar professional yang harus ditaati anggota adalah standar
yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia. Internasional Federation of
Accountants, badan pengatur dan pengaturan perundang-undangan yang relevan.
3. Kepentingan Publik
Anggota akuntan profesional berkewajiban untuk bertindak dalam rangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik serta menunjukkan
sikap profesionalisme. Salah satu ciri dari profesi adalah penerimaan tanggung
jawab kepada publik. Profesi akuntan juga memegang peranan penting di
masyarakat. Arti publik dari profesi akuntan meliputi klien, pemerintah, pemberi
kredit dan pegawai. Investor, dunia bisnis dan pihak-pihak yang bergantung
kepada integritas dan objektivitas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi
bisnis dengan tertib. Oleh karena itu, seorang akuntan harus selalu bertindak
sesuai dengan koridor pelayanan publik untuk menjaga kepercayaan mereka.
4. Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota
harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi
mungkin. Integritas mengharuskan seorang anggota untuk bersikap jujur dan
berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan
kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas
dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang
jujur, tetapi tidak menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
5. Kerahasiaan
Mengingat akuntan adalah profesi yang berhubungan langsung dengan
data keuangan, maka sudah sepatutnya harus mampu memegang prinsip
kerahasiaan. Prinsip kerahasiaan mengharuskan setiap akuntan untuk tidak
melakukan hal berikut ini.

Bab 12 : Regulasi Terkait Kode Etik Berbagai Profesi 103  
• Mengungkapkan informasi rahasia yang diperolehnya dari hubungan
profesional dan hubungan bisnis pada pihak di luar kantor akuntan atau
organisasi tempat akuntan bekerja tanpa diberikan kewenangan yang
memadai dan spesifik, terkecuali jika mempunyai hak dan kewajiban secara
hukum atau profesional untuk mengungkapkan kerahasiaan tersebut.
• Menggunakan informasi rahasia untuk keuntungan pribadi atau pihak
ketiga. Informasi yang diperoleh baik melalui hubungan profesional maupun
hubungan bisnis.
6. Objektivitas
Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan
kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. Objektivitas adalah
suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip
objektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara
intelektual, tidak berprasangka serta bebas dari benturan kepentingan atau
di bawah pengaruh pihak lain.
7. Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Kompetensi adalah salah satu penjamin mutu dan kualitas layanan dari
seorang profesional di bidang jasa. Prinsip kompetensi dan kehati-hatian
professional mengharuskan setiap anggota akuntan untuk:
Memelihara pengetahuan dan keahlian profesional yang dibutuhkan
untuk menjamin pemberi kerja (klien menerima layanan yang profesional dan
kompeten.)
Bertindak tekun dan cermat sesuai teknis dan profesional yang berlaku
ketika memberikan jasa profesional.
Etika profesi dalam bidang akuntansi sangat perlu diperhatikan oleh setiap
akuntan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Hal ini dilakukan
untuk memenuhi tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang akuntan yang
profesional. Dengan memahami etika profesi dengan baik, maka akuntan
seharusnya dapat bekerja dengan maksimal, salah satunya dengan membuat
laporan keuangan yang terperinci.
Kini, akuntan dapat membuat laporan keuangan dengan mudah
menggunakan software akuntansi seperti Jurnal. Dengan Jurnal, Anda
sebagai seorang akuntan dapat membuat laporan keuangan tanpa khawatir
ada kesalahan. Hanya dengan menginput transaksi pada Jurnal, Anda akan
mendapatkan laporan keuangan secara instan sesuai dengan yang Anda

Etika Bisnis -Profesi 104  
butuhkan. Tunggu apalagi, segera gunakan Jurnal untuk mendapat berbagai
kemudahannya di sini.
8. Standar Kode Etik Profesi dari IMA
Statement of Ethical Professional Ethical Practice yang dikeluarkan oleh IMA
berisi beberapa pernyataan berikut ini:
Anggota dari Institute of Management Accountant (IMA) diharuskan
berperilaku etis. Komitmen yang dimiliki oleh akuntan manajemen profesional
meliputi:
1. Prinsip
Prinsip menyeluruh yang menjelaskan tentang nilai-nilai, yaitu
kejujuran, kewajaran, objektivitas dan tanggung jawab. Para anggota
harus mengikuti tips belajar akuntansi dengan mudah untuk bertindak
sesuai prinsip-prinsip tersebut dan mendorong setiap personel dalam
organisasi mereka untuk mematuhinya.
2. Standar
Di samping standar akuntansi keuangan, standar panduan yang
mengarahkan aktivitas IMA bagi akuntan manajemen. Jika para anggota
IMA tidak taat pada standar-standar berikut, maka mereka akan
dikenakan sanksi disiplin. Standar kode etik profesi dari IMA terdiri dari
bagian pertama berisi tuntutan untuk berperilaku etis yang tergantung
pada 4 area dalam tanggung jawab dalam etik akuntan manajemen.
3. Area dalam Tanggung Jawab Etik
Kompetensi
Dengan merasakan adanya manfaat mempelajari akuntansi, setiap
anggota bertanggung jawab untuk:
• Mempertahankan kompetensi dan keahlian profesional dengan
terus-menerus mengembangkan pengetahuan dan kemampuan.
• Melaksanakan tugas profesional sesuai dengan hukum, peraturan,
dan standar teknis yang berlaku
• Menyediakan informasi dan rekomendasi yang akurat, jelas, ringkas,
dan tepat waktu dalam membantu pengambilan keputusan.
• Mengomunikasikan batasan-batasan profesional atau hambatan
lainnya yang akan menghalangi keberhasilan kinerja.

Bab 12 : Regulasi Terkait Kode Etik Berbagai Profesi 105  
Kerahasiaan
Setiap anggota bertanggung jawab untuk:
• Menjaga kerahasiaan informasi kecuali ketika suatu pengungkapan
diizinkan atau diperlukan secara legal.
• Menginformasikan kepada seluruh pihak terkait mengenai
kelayakan dan kerahasiaan penggunaan dalam akuntansi sebagai
sistem informasi. Mengawasi aktivitas bawahan untuk memastikan
hal tersebut terpenuhi.
• Menahan diri dari penggunaan informasi rahasia untuk mengambil
keuntungan secara tidak etis atau ilegal.


Etika Bisnis -Profesi 106  

Bab 13 : Regulasi Terkait Kode Etik Profesi Manajemen Internasional 107  
S
tandar terdiri dari dua kelompok utama: Standar Atribut dan Standar Kinerja.
Standar Atribut mengatur atribut organisasi dan individu yang melaksanakan
audit internal. Standar Kinerja mengatur sifat audit internal dan menyediakan
kriteria mutu untuk mengukur kinerja jasa audit internal tersebut. Standar
Atribut dan Standar Kinerja diterapkan pada seluruh jenis jasa audit internal.
Standar Implementasi merinci Standar Atribut dan Standar Kinerja dengan
menyajikan persyaratan yang sesuai untuk setiap jenis jasa audit internal, yaitu
dengan kode (A) untuk asurans/ Assurance, dan kode (C) untuk konsultansi/
Consulting.
Jasa assurance (asurans) merupakan kegiatan penilaian bukti secara obyektif
oleh auditor internal untuk memberikan pendapat atau simpulan mengenai suatu
entitas, operasi, fungsi, proses, sistem, atau permasalahan-permasalahan lainnya.
Sifat dan ruang lingkup suatu penugasan asurans ditentukan oleh auditor
internal. Pada umumnya, terdapat tiga pihak berperan serta dalam pelaksanaan
jasa asurans, yaitu (1) seorang atau sekelompok orang yang terlibat secara
langsung dengan entitas, operasi, fungsi, proses, sistem, atau permasalahan
lainnya – disebut pemilik proses; (2) seorang atau sekelompok orang yang
melakukan penilaian/assessment – disebut auditor internal; (3) seorang atau
sekelompok orang yang memanfaaatkan hasil penilaian/assessment – disebut
pengguna.
Regulasi Terkait Kode
Etik Profesi Manajemen
Internasional
Bab 13

Etika Bisnis -Profesi 108  
Standar diterapkan pada individu auditor internal dan aktivitas audit
internal secara keseluruhan. Seluruh individu auditor internal bertanggungjawab
untuk mematuhi Standar terkait dengan tanggung jawab individu dalam hal
obyektivitas, profisiensi (kecakapan), kecermatan professional dan standar-
standar yang terkait dengan pelaksanaan tanggung jawab pekerjaannya. Kepala
Satuan Audit Internal juga bertanggungjawab atas kesesuaian aktivitas audit
internal terhadap seluruh Standar.
Dalam hal auditor internal atau aktivitas audit internal dilarang oleh
hukum atau peraturan perundang-undangan untuk mematuhi bagian tertentu
dari Standar, maka kesesuaian terhadap seluruh bagian lain dari Standar dan
pengungkapan yang memadai sangat diperlukan.
Jika Standar dipergunakan bersama dengan ketentuan yang diterbitkan
oleh badan lain yang memiliki kewenangan, komunikasi audit internal dapat
menyebutkan juga penggunaan ketentuan lain, jika diperlukan. Dalam kasus
ketika aktivitas audit internal menunjukkan kesesuaian dengan Standar dan
terdapat inkonsistensi antara Standar dan ketentuan-ketentuan lain, auditor
internal dan aktivitas audit internal harus memenuhi Standar dan dapat
memenuhi ketentuan lain jika ketentuan mengikat.
Auditor Internal harus menerapkan kecermatan profesional dalam
melaksanakan penugasan konsultansi dengan memperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
• Kebutuhan dan harapan klien, mencakup sifat, saat, dan komunikasi
hasil penugasan;
• Kompleksitas relatif dan luasnya cakupan pekerjaan yang diperlukan
untuk mencapai tujuan penugasan; dan
• Biaya penugasan konsultansi dalam hubungannya dengan potensi
manfaat.
Pengembangan Profesional Berkelanjutan
Auditor Internal harus meningkatkan pengetahuan, keterampilan, dan
kompetensi lainnya melalui pengembangan profesional yang berkelanjutan.
Program Asurans dan Peningkatan Kualitas
Kepala Audit Internal harus mengembangkan dan memelihara program
asurans dan peningkatan kualitas yang mencakup seluruh aspek aktivitas audit
internal.

Bab 13 : Regulasi Terkait Kode Etik Profesi Manajemen Internasional 109  
Persyaratan Program Asurans dan Peningkatan Kualitas
Program asurans dan peningkatan kualitas harus mencakup baik penilaian
Internal maupun eksternal.
Penilaian Internal
Penilaian Internal harus mencakup:
• Pemantauan berkelanjutan atas kinerja aktivitas audit internal; dan
• Penilaian berkala secara self-assessment atau oleh pihak lain dalam organisasi
yang memiliki pengetahuan memadai tentang standar dan praktik audit
internal.
Informasi yang dipertimbangkan penting dalam mengevaluasi kesesuaian
terhadap Kode Etik, dan Standar.
Penilaian berkala dilakukan untuk mengevaluasi kesesuaian terhadap
Kode Etik, dan Standar. Pengetahuan memadai tentang praktik audit internal
mensyaratkan paling tidak adanya pemahaman atas seluruh elemen dalam
Kerangka Kerja Praktik Profesional Internasional (International Professional
Practices Framework).
Penilaian Eksternal
Penilaian eksternal harus dilakukan sekurang-kurangnya sekali dalam lima
tahun oleh penilai atau tim penilai independen yang memenuhi kualifikasi yang
berasal dari luar organisasi. Kepala Audit Internal harus mendiskusikan dengan
Dewan Pengawas mengenai:
• Bentuk dan frekuensi penilaian eksternal
• Kualifikasi dan independensi (tim) penilai eksternal, termasuk
kemungkinan terjadinya pertentangan kepentingan.
Interpretasi:
Penilaian eksternal dapat dilakukan melalui penilaian eksternal
menyeluruh, atau penilaian sendiri (self-assessment) dengan validasi eksternal
yang independen. Asesor eksternal harus memberikan kesimpulan mengenai
kesuaian dengan Kode Etik dan Standard, namun demikian asesmen eksternal
juga dapat mencakup komentar-komentar operasional atau strategis. Penilai
atau tim penilai yang kompeten menunjukkan kompetensinya dalam dua area:
praktik profesional audit internal dan proses penilaian eksternal. Kompetensi
dapat ditunjukkan melalui gabungan antara pengalaman dan pembelajaran teori.
Pengalaman yang diperoleh dari organisasi dengan ukuran, kompleksitas, sektor

Etika Bisnis -Profesi 110  
industri, dan isu teknis yang setara lebih berharga dari pada pengalaman yang
kurang relevan. Dalam hal dilaksanakan oleh tim penilai, tidak seluruh anggota
tim harus memiliki seluruh kompetensi yang dibutuhkan; tetapi tim secara
keseluruhan harus memiliki kualifikasi. Kepala Audit Internal menggunakan
pertimbangan profesionalnya ketika mengevaluasi apakah seorang/tim penilai
memiliki kompetensi yang memadai untuk dapat disebut memiliki kualifikasi.
Penilai atau tim penilai yang independen artinya, baik secara nyata maupun
kesan, tidak memiliki pertentangan kepentingan, dan tidak menjadi bagian
dari, atau di bawah pengendalian, organisasi yang membawahi aktivitas audit
internal. Kepala Audit Internal semestinya mendorong pengawasan dewan
dalam penilaian eksternal untuk mengurangi pertentangan kepentingan yang
potensial atau dianggap terjadi.
Penggunaan frasa “Kesesuaian dengan Standar Internasional Praktik Profesional
Audit Internal”
Menunjukkan bahwa aktivitas audit internal telah sesuai dengan Standar
Internasional Praktik Profesional Audit Internal yang dapat dilakukan hanya
jika didukung dengan hasil dari program asurans dan peningkatan kualitas.
Interpretasi:
Aktivitas audit internal telah sesuai dengan Kode Etik dan Standar apabila
dapat memberikan hasil sebagaimana dimaksud di dalamnya. Hasil program
asurans dan peningkatan kualitas mencakup hasil penilaian internal maupun
eksternal. Seluruh aktivitas audit internal akan memperoleh penilaian internal.
Aktivitas audit internal paling telah dibentuk setidaknya dalam lima tahun juga
akan memperoleh hasil penilaian eksternal.
Pengungkapan Ketidaksesuaian.
Apabila terdapat ketidaksesuaian terhadap Kode Etik dan Standar yang
mempengaruhi ruang lingkup operasi aktivitas audit internal secara umum,
Kepala Audit Internal harus mengungkapkan ketidaksesuaian tersebut dan
dampaknya kepada Manajemen Senior dan Dewan.
Standar Kinerja.
Aktivitas audit internal telah dikelola secara efektif apabila:
• Mencapai tujuan dan tanggung jawab sebagaimana tercantum pada piagam
audit internal;
• Sesuai dengan Definisi Audit Internal dan Standar;

Bab 13 : Regulasi Terkait Kode Etik Profesi Manajemen Internasional 111  
• Anggota individual menunjukkan kesesuaiannya terhadap Kode Etik dan
Standar;
• Mempertimbangkan trend dan permasalahan-permasalahan yang timbul
yang dapat mempengaruhi organisasi.
Aktivitas audit internal dikatakan memberi nilai tambah bagi organisasi dan
pemangku kepentingannya apabila mempertimbangkan strategi, tujuan dan
risiko-risiko; berupaya keras dalam menyediakan cara untuk mengembangkan
proses tata kelola, manajemen risiko, dan pengendalian; dan secara objektif
memberikan asurans yang relevan.
Perencanaan
Kepala Audit Internal harus menyusun perencanaan berbasis risiko (risk-
based plan) untuk menetapkan prioritas kegiatan aktivitas audit internal sesuai
dengan tujuan organisasi.
Untuk membangun perencanaan berbasis risiko, Kepala Audit Internal
menanyakan kepada manajemen senior dan Dewan serta memperoleh suatu
pemahaman mengenai strategi organisasi, tujuan kegiatan kunci, risiko-risiko
terkait, dan proses manajemen risiko. Kepala Audit Internal harus mengkaji
dan menyesuaikan perencanaan seperlunya untuk merespon perubahan
dalam berbagai hal: usaha, risiko, operasi, program, sistem, dan pengendalian
organisasi.
• Perencanaan penugasan sebagai aktivitas audit internal harus didasarkan
atas penilaian risiko yang terdokumentasikan, yang dilakukan sekurang-
kurangnya setahun sekali. Masukan dari Manajemen Senior dan Dewan
harus diperhatikan dalam proses tersebut.
• Kepala Audit Internal harus mengidentifikasi dan mempertimbangkan
harapan manajemen senior, Dewan, dan pemangku kepentingan lain
untuk menjadi opini auditor internal dan kesimpulan lainnya.
Kepala Audit Internal harus mempertimbangkan penerimaan rencana
penugasan konsultansi berdasarkan potensi peningkatan manajemen risiko,
nilai tambah, dan peningkatan kegiatan operasional yang dapat diberikan dari
penugasan tersebut.

Etika Bisnis -Profesi 112  
DAFTAR PUSTAKA
Afuah, Allan. (2004). “Business Models : A Strategic Management Approach”.
New York: Mc Graw-Hill.
Agoes, Sukrisno. 2012. Etika Bisnis dan Profesi. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Amirullah, dan Imam Hardjanto, Pengantar Bisnis, Edisi Pertama, Graha Ilmu,
Yogyakarta, 2005
Arianti. 2012. Analisis Perbedaan Perilaku Etis Auditor dalam Etika Profesi(Studi
Terhadap Peran Faktor-Faktor Individual: Locus of Control, Job Experience,
dan Gender
Bertens. 2000. Etika. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Bertens. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Jakarta: Kanisius
Departemen Pendidikan Indonesia (2008). Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Jakarta: Balai Pustaka
Ebert, J. Ronald and Ricky Griffin, 2000, Business Esentials, New Jersey, Prentice
Hall.
Ernawan, Erni R. 2016. Etika Bisnis. Bandung:PenerbitAlfabeta
Frans Magnis Suseno,13 Tokoh Etika: Sejak Abad Yunani Sampai Abad 19,
Yogyakarta: Kanisius,1997
Institut Akuntan Publik Indonesia (IAPI). (2011). Standar Profesional Akuntan
Publik.Jakarta: Salemba Empat
Juhaya S. Praja, Aliran-Aliran Filsafat Dan Etika,Jakarta: Kencana,2010
Keraf. A. Sonny. Etika Bisnis Membangun Citra Bisnis Sebagai Profesi Luhur.
Yogyakarta: Kanisius, 1991
Keraf, Sony. Etika Bisnis Tuntutan dan Relevansinya, Yogyakarta: Kanisius, 1998
Keraf. A. Sonny. Etika Lingkungan,Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2002
K Bertens, Etika, Jakarta: Gramedia, 1993
Lubis, Suhrawardi K., Etika Profesi Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, 1994
Muslich. Etika Bisnis Islami. Yogyakarta: Ekonesia, 2004
Robby, Chandra I., Etika Dunia Bisnis. Yogyakarta: Kanisius, 1998
Uno, Hamzah B., Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran, Jakarta: PT Bumi
Aksara, 2008.
Wignjosoebroto 1999. Profesionalisme Dunia Pendidikan. www. iq.eq web. id.