Prosiding Seminar Nasional Sains Teknologi dan Inovasi Indonesia p-ISSN 2086-5805
Akademi Angkatan Udara | Yogyakarta, 24-25 November 2021 e-ISSN 2808-2540
Volume 3, Tahun 2021, hlm. 223-234 DOI:10.54706/senastindo.v3.2021.141 ◼ 223


*Penulis Korespondensi (Eko Budi)
E-mail: [email protected]


(Strategies For Strengthening Cyber Security To Achieve
National Security in Society 5.0)

Eko Budi
1*
, Dwi Wira
2
, Ardian Infantono
3

1,2
Prodi Ilmu Kepolisian, Akademi Kepolisian, Semarang
E-mail: [email protected], [email protected]
3
Prodi Teknik Aeronautika Pertahanan, Akademi Angkatan Udara, Yogyakarta
E-mail: [email protected]


Abstract— The concept of Society 5.0 is human-centered and technology-based. Where the main
drivers of industry are technology and modern society. In the era of technology and information
growing rapidly, it has an impact on all aspects of life. One of them is the security aspect in the form of
cyber crime threats. Therefore, cyber security has a vital role to prevent the occurrence of cyber crime.
The purpose of this study is to obtain an overview of cyber crime and its challenges in the future, cyber
security strategies in Indonesia and strengthening cyber security in Indonesia in order to realize
national security in the era of society 5.0. The research method used is a qualitative and descriptive
analytical approach with data collection techniques using literature studies from previous studies and
other secondary data. The result of this study is that the Covid-19 pandemic is the main topic in
cybersecurity trends. Hackers took advantage of public unrest as a loophole to launch various attacks,
ranging from phishing to ransomware, the data leak of 91 million users of the online shopping site
Tokopedia and the data leak of 1.2 million users of the Bhinneka site. Indonesia has also been affected
by global cybersecurity cases such as Coronavirus Ransomware, Covidlock Malware, Border Gateway
Protocol hacking, vulnerabilities in Draytek Vigor router products, Remote Code Execution on several
versions of Windows operating system products, vulnerabilities in Arbitrary Code Execution on all
Google Android operating systems, to exploitation of Solar Winds Orion Platform products. The
conclusion is that currently Indonesia is in a state of cyber security emergency and has reached an
alarming stage. Cyber security strategies that must be carried out by Indonesia to realize national
security in the era of society 5.0, are 1) capacity building, 2) Formation of special laws on cyber
crimes, 3) Increasing human resources, 4) Domestic stakeholder cooperation and international
cooperation cyber security sector to realize national security in society 5.0.

Keywords— Strategy, cyber security, cyber crime, society 5.0

Abstrak— Konsep Society 5.0 berpusat pada manusia dan berbasis teknologi. Dimana penggerak
utama industri adalah teknologi dan masyarakat modern. Di era teknologi dan informasi berkembang
dengan pesat memiliki dampak terhadap seluruh aspek kehidupan. Salah satunya adalah aspek
keamanan berupa ancaman cyber crime. Oleh karena itu cyber security mempunyai peran vital untuk
mencegah terjadinya cyber crime. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran
tentang cyber crime dan tantangannya kedepan, strategi cyber security di Indonesia serta penguatan
cyber security di Indonesia dalam rangka mewujudkan keamanan nasional di era society 5.0. Metode
penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dan deskriptif analitis dengan teknik
pengumpulan data menggunakan studi pustaka dari penelitian sebelumnya dan data sekunder
Strategi Penguatan Cyber Security
Guna Mewujudkan Keamanan Nasional
di Era Society 5.0

p-ISSN 2086-5805
◼ e-ISSN 2808-2540


Prosiding Seminar Nasional Sains Teknologi dan Inovasi Indonesia - Akademi Angkatan Udara
Volume 3, Tahun 2021: hlm. 223–234



224
lainnya. Hasil dari penelitian ini adalah pandemi Covid-19 menjadi topik utama dalam tren keamanan
siber. Para peretas memanfaatkan keresahan masyarakat sebagai celah dalam meluncurkan berbagai
serangan, mulai dari phishing hingga ransomware, kasus kebocoran data 91 juta pengguna situs
belanja online Tokopedia dan kebocoran data 1,2 juta pengguna situs Bhinneka. Indonesia pun
terdampak oleh kasus keamanan siber global seperti Coronavirus Ransomware, Covidlock Malware,
peretasan Border Gateway Protocol, kerentanan pada produk router Draytek Vigor, adanya Remote
Code Execution pada beberapa versi produk sistem operasi Windows, kerentanan terjadinya Arbitrary
Code Execution pada seluruh sistem operasi Google Android, hingga eksploitasi produk Solar Winds
Orion Platform. Kesimpulannya adalah saat ini Indonesia tengah dalam keadaan darurat cyber
security dan sudah mencapai tahap memprihatinkan. Strategi cyber security yang harus dilakukan
Indonesia untuk mewujudkan keamanan nasional di era society 5.0, adalah 1) capacity building, 2)
Pembentukan undang-undang khusus tentang tindak pidana siber, 3) Peningkatan sumberdaya
manusia, 4) Kerjasama stakeholder di dalam negeri dan kerjasama internasional bidang cyber security
untuk mewujudkan keamanan nasional di era society 5.0.

Kata Kunci— Strategy, cyber security, cyber crime, society 5.0

I. PENDAHULUAN
ociety 5.0 lahir sebagai solusi dari Revolusi 4.0 yang ditakutkan akan mendegradasi umat
manusia dan karakter manusia. Di era Society 5.0 ini nilai karakter harus dikembangkan,
empati dan toleransi harus dipupuk seiring dengan perkembangan kompetensi yang berfikir
kritis, inovatif, dan kreatif. Society 5.0 bertujuan untuk mengintegrasikan ruang maya dan ruang
fisik menjadi satu sehingga semua hal menjadi mudah dengan dilengkapi artificial intelegent.
Pada Era Society 5.0 pekerjaan dan aktivitas manusia akan difokuskan pada human centered
yang berbasis pada teknologi. Namun, jika manusia tidak mengikuti perkembangan teknologi
dan pengetahuan maka Society 5.0 masih sama saja dengan era disrupsi yang seperti pisau
bermata dua. Pada satu sisi dapat menghilangkan lapangan kerja yang telah ada, namun juga
mampu menciptakan lapangan kerja baru serta menimbulkan dampak lainnya, yaitu berupa
kejahatan di dunia maya akibat perkembangan teknologi yang semakin tidak terbendung.
Saat keprihatinan melanda dunia akibat pandemi COVID-19, para threat actor justru seperti
memperoleh durian runtuh. Tak disangka-sangka, ada peluang-peluang baru untuk melancarkan
ancaman-ancaman maya, baik kepada pengguna individu, perusahaan, maupun institusi
pemerintahan. Di sisi user, pandemi telah mengaburkan batas antara kerja dan kehidupan
pribadi. Sementara perusahaan harus menghadapi cara kerja hybrid di saat bisnis juga tengah
berupaya mempercepat melakukan migrasi ke cloud. Dan pemerintah di berbagai negara di
dunia pun dipusingkan oleh urusan data dan privasi, terutama terkait aktivitas tracing dalam
upaya menangani COVID-19.
Dalam beberapa dekade terakhir ini, perkembangan teknologi informasi dan komunikasi
secara positif telah berkontribusi terhadap perkembangan ekonomi global dan berdampak pada
produktivitas, persaingan, dan keterlibatan warga negara yang lebih tinggi. Akan tetapi, karena
pihak pemerintah, pengusaha, dan masyarakat kini jauh lebih terkoneksi di dunia maya,
beberapa tantangan terkait ancaman dunia maya membutuhkan lebih banyak perhatian untuk
mengembangkan keamanan dunia maya (cyber security) yang lebih kuat. Menurut ISO
(International Organization for Standardization), ISO/IEC 27032 mengutip dari sejumlah
sumber, cyber security atau cyberspace security adalah preservasi dari kerahasiaan, integritas,
dan ketersediaan informasi di cyberspace [1]. Adapun cyberspace merujuk pada lingkungan
yang kompleks dan merupakan hasil dari interaksi antara orang, peranti lunak, dan layanan-
layanan internet melalui penggunaan aneka perangkat teknologi dan berbagai koneksi jaringan
dan lingkungan yang tidak memiliki wujud.
Sementara menurut Kaspersky, cyber security adalah suatu praktik melindungi para
komputer, server, perangkat mobile, sistem elektronik, jaringan, dan data dari serangan-
serangan jahat [2]. Begitu pula Cisco yang mendefinisikan cyber security sebagai praktik
S

Prosiding SENASTINDO AAU ◼


Strategi Penguatan Cyber Security Guna Mewujudkan Keamanan Nasional
Di Era Society 5.0 (Eko Budi)


225
melindungi berbagai sistem, jaringan, dan program dari serangan-serangan digital [3]. Jadi,
cyber security atau keamanan siber merupakan tindakan untuk melindungi informasi di dunia
maya dari aneka serangan. Cyber security makin populer berhubung makin banyaknya
penggunaan komputer seperti desktop, laptop, smartphone, server, dan perangkat IoT (internet
of things) serta penggunaan jaringan komputer seperti internet dalam kehidupan umat manusia
sehari-hari.
Menurut World Bank dalam infokomputer oleh cakrawala, berdasarkan data ITU
(International Telecommunication Union), misalnya porsi pengguna internet di dunia adalah
sekitar 49% populasi pada tahun 2017. Porsi tersebut meningkat pesat dibandingkan tahun 2000
yang hanya sekitar 6,7%. Serupa halnya menurut Internet World Stats yang memperkirakan
porsi pengguna internet di dunia adalah sebesar 64,2% populasi pada kuartal pertama tahun
2021. Adapun jumlah pengguna internet yang diperkirakan itu adalah sebanyak lebih dari 5
miliar. Jumlah tersebut meningkat sekitar 1.300% dibandingkan tahun 2000.
Tak hanya itu, jumlah serangan juga meningkat. Menurut Deep Instinct misalnya, jumlah
cyber attack atau serangan siber menggunakan malware mengalami peningkatan sebesar 358%
pada tahun 2020 dibandingkan tahun 2019. Sementara, khusus ransomware, peningkatannya
sebanyak 435% pada tahun 2020 dibandingkan tahun sebelumnya. Adapun besarnya
peningkatan yang disebutkan Deep Instinct tersebut berdasarkan basis data Deep Instinct yang
menerima data dari berbagai sumber, termasuk pihak ketiga dan yang didapatkan dari konsumen
Deep Instinct. Data yang dikumpulkan pun diklaim merefleksikan ratusan juta kejadian pada
tahun 2020.
Secara nasional, menurut Hasyim Gautama terdapat sejumlah permasalahan terkait dengan
strategi penguatan cyber security di antaranya: 1) Lemahnya pemahaman penyelenggara negara
atas security terkait dengan dunia cyber yang memerlukan pembatasan pengunaan layanan
yang servernya berada di luar negeri dan diperlukan adanya penggunaan secured system, 2)
Legalitas penanganan penyerangan di dunia siber, 3) Pola kejadian cyber crime sangat cepat
sehingga sulit ditangani, 4) Tata kelola kelembagaan cyber security nasional masih terbatas, 5)
Rendahnya awareness atau kesadaran akan adanya ancaman cyber attack internasional yang
dapat melumpuhkan infrastruktur vital suatu negara dan 6) Masih lemahnya industri dalam
negeri untuk memproduksi dan mengembangkan perangkat keras atau hardware terkait dengan
teknologi informasi yang merupakan celah yang dapat memperkuat maupun memperlemah
keamanan dalam dunia siber [4].
Untuk di Indonesia, menurut BSSN (Badan Siber dan Sandi Negara) menyatakan sepanjang
bulan Januari sampai Agustus tahun lalu, terdapat hampir 190 juta upaya serangan siber di
Indonesia, naik lebih dari empat kali lipat dibandingkan periode yang sama pada tahun 2019
yang sekitar 39 juta. Pada tahun 2021 ini sejumlah pihak menilai pula serangan siber belum
akan mereda. Kaspersky misalnya menyebutkan bahwa pandemi COVID-19 bisa membuat
munculnya berbagai gelombang kemiskinan yang kemungkinan meningkatkan kejahatan,
termasuk melakukan cyber attack.
Indonesia sangat membutuhkan strategi keamanan siber nasional era society 5.0 saat ini. Jika
suatu keamanan sebagai kebebasan dari ancaman atau bahaya, salah satu pendorong yang
terpenting dalam mengelola cyber security adalah bagaimana ancaman dipahami dalam ruang
siber kemudian dicari solusinya. Tanpa upaya cyber security yang tepat, kemungkinan ancaman
akan meningkat.
Tantangan terbesar saat ini adalah penguatan kelembagaan cyber security, ketidakadaan
dasar hukum untuk keamanan siber dan kurangnya tenaga professional serta kerjasama di dalam
negeri maupun dengan dunia internasional. Sehingga, menjadi penting bagi pemerintah untuk
penguatan cyber security dan mempersiapkan orang-orang yang dibutuhkan di dunia yang
semakin digital. UU Keamanan Siber juga harus disahkan secepat mungkin untuk memulai
upaya keamanan nasional Indonesia terhadap peningkatan serangan siber di era society 5.0
sekarang ini.

p-ISSN 2086-5805
◼ e-ISSN 2808-2540


Prosiding Seminar Nasional Sains Teknologi dan Inovasi Indonesia - Akademi Angkatan Udara
Volume 3, Tahun 2021: hlm. 223–234



226
II. LANDASAN TEORI

A. Teori Strategi Keamanan

Kajian keamanan telah mengalami perkembangan yang signifikan. Pemahaman konsep
keamanan pasca perang dingin tidak lagi sempit sebagai hubungan konflik atau kerjasama antar
negara, tetapi juga berpusat pada keamanan untuk masyarakat, kemudian Arnold Wolfers dalam
Perwita & Yani mendefinisikan keamanan adalah, “security, in any objective sense, measures
the absence of threats to acquired values and in a subjective sense, the absence of fear that such
values will be at tacked” [5]. Sementara itu, strategi menurut John P. Lovell diartikan sebagai
serangkaian langkah-langkah atau keputusan-keputusan yang dirancang sebelumnya dalam
situasi kompetititf dimana hasil akhirnya tidak semata-mata bersifat untung-untungan. Strategi
adalah cara yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan atau kepentingan dengan
menggunakan power yang tersedia, termasuk juga kekuatan militer [6]. Global cyber security
menurut Arnold harus dibangun di atas lima bidang kerja: Kepastian Hukum (undang-undang
cyber crime); teknis dan tindakan prosedural (pengguna akhir dan bisnis (pendekatan langsung
dan penyedia layanan dan perusahaan perangkat lunak); struktur organisasi (struktur organisasi
sangat berkembang, menghindari tumpang tindih); capacity building dan pendidikan Pengguna
(kampanye publik dan komunikasi terbuka dari ancaman cyber crime terbaru); Kerjasama
Internasional (termasuk didalamnya kerjasama timbal balik dalam upaya mengatasi ancaman
cyber).

B. Cyber Security Concept dalam Keamanan Nasional

Ada banyak terminologi dan interpretasi yang dihubungkan dengan konsep “cyber security”.
Karena cyber space merupakan ruang virtual yang terbentuk dari hasil penyatuan antara
manusia dan teknologi. Teknologi yang dimaksud ialah teknologi informasi dan komunikasi [7].
Maka konsep cyber security tidak lagi hanya menyentuh wilayah teknologi tapi telah menjadi
ancaman terhadap keamanan nasional.
Perkembangan teknologi informasi juga telah memberikan perubahan signifikan mengenai
konsep keamanan, kini ruang interaksi tidak bisa hanya dibatasi seara fisik tapi juga meluas ke
dunia maya. Konsekuensinya, negara harus beradaptasi dengan perkembangan ini, konsep
keamanan dunia maya sudah saatnya ditetapkan sebagai salah satu “wilayah” negara yang
menjaga keamanannya sebagaimana kewajiban negara mengamankan teritorialnya. Apalagi,
serangan cyber tidak hanya terjadi pada institusi publik saja, namun juga menyerang institusi
pemerintah. Cyber security ditujukan pada isu keamanan informasi bagi pemerintahan,
organisasi dan urusan individual yang dihubungkan dengan teknologi, dan secara khusus dengan
teknologi internet. Cyber security tidak dapat diabstraksikan terlalu jauh dari wilayah
aplikasinya dan lingkungan sosial-kultural, seperti dalam gambar berikut ini:

Prosiding SENASTINDO AAU ◼


Strategi Penguatan Cyber Security Guna Mewujudkan Keamanan Nasional
Di Era Society 5.0 (Eko Budi)


227

Gambar 1. Konsep Cyber Security [8]
Terminologi “keamanan informasi (information security)” dan cyber security adalah dua
konsep berbeda. Dalam konteks tertentu ada kesamaan pemahaman jika dikaitkan dengan
proteksi aset atau perlawanan terhadap spionase industri dan ekonomi, perlawanan terhadap
terorisme atau kejahatan ekonomi, perlawanan terhadap konten-konten terlarang.
Dalam konteks lain, dua konsep tadi memiliki perbedaan. Cyber security mencakup segala
sesuatu berhubungan dengan pengawasan komputer, monitoring sampai kontrol yang sangat
ketat atau perjuangan untuk hak asasi fundamental. Sedangkan keamanan informasi
berhubungan dengan isu-isu yang lebih luas, seperti kedaulatan negara, keamanan nasional,
proteksi atas infrastruktur penting, keamanan aset-aset yang terlihat maupun yang tidak terlihat,
dan proteksi data personal dan sebagainya.
C. Teori Manajemen Teknologi Informasi

Ada 4 (empat) pondasi utama yang mendukung perkembangan teknologi informasi yaitu:
perkembangan perangkat lunak (software) seperti sistem dan aplikasi dan perkembangan alat
keras (hardware) perkembangan sarana dan prasarana teknologi informasi, manajemen isi
(content management), telecommunication and networking, perkembangan internet serta
perdagangan online atau melalui internet. Sementara untuk pengorganisasian terkait dengan
pengunaan sistem teknologi informasi setidaknya ada empat hal utama yang harus diperhatikan
yaitu: pertama, sistem informasi (information systems) dan kedua, kompetisi organisasi
(organizational competition); ketiga, information systems (sistem informasi) dan organizational
decision making (sistem informasi dan pengambilan keputusan dalam organisasi); keempat,
pengorganisasian penggunaan system informasi (organizational use of information systems).
D. Teori Cyber Attack

Malware adalah setiap kode komputer yang dapat digunakan untuk mencuri data, melewati
kontrol akses, serta menimbulkan bahaya terhadap atau merusak system. Dalam cyber attack,
selain virus, terdapat beberapa jenis serangan malware antara lain: (1) Spyware yang melacak
aktivitas, pengumpul penekanan tombol, dan pengambilan data, (2) Adware dirancang untuk
menampilkan iklan namun juga ditemukan membawa spyware, (3) Bot yang dirancang otomatis
melakukan tindakan tertentu secara online, (4) Ransomware yang mengenkripsi data di
komputer dengan kunci yang tidak diketahui oleh pengguna [9]. Jenis-jenis malware inilah yang
dimanfaatkan sehingga mempengaruhi karakteristik di ruang siber. Menurut Undang-Undang
[10], karakteristik virtualitas ruang siber memungkinkan konten ilegal seperti Informasi
dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar beberapa hal yakni
kesusilaan, perjudian, penghinaan atau pencemaran nama baik, pemerasan dan/atau
pengancaman, penyebaran berita bohong dan menyesatkan sehingga mengakibatkan kerugian
konsumen dalam Transaksi Elektronik, serta perbuatan menyebarkan kebencian atau
permusuhan berdasarkan suku, agama, ras, dan golongan, dan pengiriman ancaman kekerasan

p-ISSN 2086-5805
◼ e-ISSN 2808-2540


Prosiding Seminar Nasional Sains Teknologi dan Inovasi Indonesia - Akademi Angkatan Udara
Volume 3, Tahun 2021: hlm. 223–234



228
atau menakut-nakuti yang ditujukan secara pribadi dapat diakses, didistribusikan,
ditransmisikan, disalin, disimpan untuk didiseminasi kembali dari mana saja dan kapan saja.

III. METODE PENELITIAN

A. Metode Penelitian Yang Digunakan

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif yang mengacu pada makna, konsep,
definisi, karakteristik, metafora, simbol, dan deskripsi dari suatu hal [11]. Penelitian kualitatif
dilakukan melalui pencarian sebuah jawaban dengan memeriksa berbagai pengaturan sosial dan
kelompok atau individu di suatu setting sosial.
Dalam hal ini, penelitian kualitatif memahami lingkungan yang diteliti melalui simbol, ritual,
struktur sosial, peran sosial, dan sebagainya. Teknik kualitatif di sini memungkinkan peneliti
untuk berbagi dalam pemahaman dan persepsi orang lain dan mengeksplorasi bagaimana orang
menyusun dan memberi makna pada kehidupan sehari-hari.

B. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi, dimana
menggunakan kombinasi teknik pengumpulan data secara simultan seperti :
1) Studi Pustaka
Studi Pustaka dilakukan karena banyaknya informasi dan data mengenai Strategi cyber
security. Hal ini dapat ditelusuri melalui berbagai informasi dalam buku, jurnal ilmiah, koran,
majalah, serta sumber informasi dari laman situs/website melalui internet. Studi pustaka
menjadi penting dalam menganalisa konsep strategi cyber security di Indonesia.

2) Dokumentasi Penelitian.
Teknik ini digunakan untuk menganalisa sumber informasi yang tersedia dari dokumen-
dokumen resmi seperti dokumen-dokumen kebijakan mengenai strategi cyber security di
Indonesia.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Cyber Crime Dan Tantangannya di Era Society 5.0

1) Cyber Crime di Indonesia
Cyber crime mulai muncul sejak tahun 1988. Pada masa itu, kejahatan ini dikenal dengan
sebutan Cyber Attack. Waktu itu, pelakunya menciptakan worm atau virus untuk menyerang
komputer yang mengakibatkan kurang lebih 10 persen komputer di dunia yang terkoneksi
internet mengalami mati total [12]. Cyber crime adalah suatu tindakan atau kejadian yang
berkaitan dengan teknologi computer, dimana seseorang mendapatkan keuntungan dengan
merugikan pihak lain, cyber crime juga merupakan kejahatan dunia maya yang dilakukan
individu atau sekelompok orang yang menyerang sistem keamanan komputer atau data-data
yang ada di dalam komputer. Kejahatan tersebut dilakukan dengan beragam motif, mulai dari
kepuasan diri hingga kejahatan yang dapat merugikan ekonomi atau politik.

Prosiding SENASTINDO AAU ◼


Strategi Penguatan Cyber Security Guna Mewujudkan Keamanan Nasional
Di Era Society 5.0 (Eko Budi)


229
Adapun contoh cyber crime di antaranya, yaitu ancaman cyber security seperti rekayasa
sosial, eksploitasi kerentanan perangkat lunak, dan serangan jaringan. Jadi secara umum, cyber
crime adalah perbuatan kriminal yang dilakukan dengan menggunakan teknologi komputer
sebagai alat kejahatan utama. Dengan kata lain, seseorang memanfaatkan perkembangan
teknologi untuk melakukan kejahatan.
Serangan siber (cyber attacks) saat ini menjadi momok yang menakutkan bagi sejumlah
orang, terutama para pemilik bisnis. Diketahui banyak perusahaan di dunia mengalami kerugian
finansial hingga menyentuh angka $1 triliun pada tahun 2020, sebagai dampak dari pandemi
virus corona di mana hampir semua perusahaan memberlakukan kebijakan bekerja dari rumah
(WFH) yang menyebabkan keamanan digital jadi lebih kendur.
Proyeksi kerugian hingga $945 miliar, dari laporan baru yang dikeluarkan dari Center for
Strategic and International Studies (CSIS) dan perusahaan keamanan komputer McAfee, hampir
dua kali lipat kerugian moneter dari kejahatan dunia maya yang bernilai $500 miliar pada tahun
2018. Menurut survei yang diadakan oleh Direktorat Tindak Pidana Siber Bareskrim Polri
(Dittipidsiber), terdapat 90 juta kasus serangan siber di Indonesia, dan menurut Financial
Services Information Sharing and Analysis Center (FS-ISAC), Indonesia termasuk dalam daftar
negara yang rentan terhadap serangan kejahatan di dunia maya. Indonesia sendiri menduduki
posisi ke-9.
Pandemi Covid-19 menjadi topik utama dalam tren keamanan siber. Para peretas
memanfaatkan keresahan masyarakat sebagai celah dalam meluncurkan berbagai serangan,
mulai dari phishing hingga ransomware, kasus kebocoran data 91 juta pengguna situs belanja
online Tokopedia dan kebocoran data 1,2 juta pengguna situs Bhinneka.
Indonesia pun terdampak oleh kasus keamanan siber global seperti Coronavirus
Ransomware, Covidlock Malware, peretasan Border Gateway Protocol, kerentanan pada produk
router Draytek Vigor, adanya Remote Code Execution pada beberapa versi produk sistem
operasi Windows, kerentanan terjadinya Arbitrary Code Execution pada seluruh sistem operasi
Google Android, hingga eksploitasi produk Solar Winds Orion Platform.
Masa pandemi juga menjadi sasaran empuk hacker yang terus mencoba menyerobot masuk
ke keamanan sistem di perusahaan, karena tingginya penggunaan internet di mana hampir
semua orang bekerja dari rumah. Dikutip dari BSSN, serangan paling banyak diterima di bulan
Maret 2020, hingga mencapai 22 serangan siber yang menggunakan latar belakang isu pandemi
COVID-19, serangan tersebut dengan berbagai jenis serangan diantaranya Trojan HawkEye
Reborn, Blackwater malware, BlackNET RAT, DanaBot Banking Trojan, Spynote RAT,
ransomware Netwalker, Cerberus Banking Trojan, malware Ursnif, Adobot Spyware, Trojan
Downloader Metasploit, Projectspy Spyware, Anubis Banking Trojan, Adware, Hidden Ad
(Android), AhMyth Spyware, Metasploit, Xerxes Bot, dan Covid19 Tracker Apps.
Pusopskamsinas BSSN melakukan monitoring anomali trafik serangan cyber terhadap
Indonesia selama 7/24 jam. Berdasarkah statistik hasil monitoring yang dilakukan mulai 1
Januari 2020 pukul 00:00:00 hingga 31 Desember 2020, diperoleh hasil 495.337.202 anomaly,
trafik anomaly tertinggi terjadi pada tanggal 10 Desember 2020 dengan jumlah mencapai
7.311.606 anomali. Anomali trafik tersebut dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini:

p-ISSN 2086-5805
◼ e-ISSN 2808-2540


Prosiding Seminar Nasional Sains Teknologi dan Inovasi Indonesia - Akademi Angkatan Udara
Volume 3, Tahun 2021: hlm. 223–234



230

Gambar 2. Grafik 10 Top Anomaly selama tahun 2020 [13].
Trojan menjadi anomali dengan jumlah tertinggi berdasarkan hasil monitoring
Pusopskamsinas BSSN selama tahun 2020. AllAple, ZeroAccess, WillExec, Glupteba, dan
CobaltStrike juga merupakan malware jenis trojan. Trojan merupakan perangkat lunak
berbahaya yang dapat merusak sebuah sistem atau jaringan. Berbeda dengan virus ataupun
worm, trojan bersifat tidak terlihat, dan seringkali menyerupai program, atau file yang wajar,
seperti file.mp3, software gratis, antivirus palsu, atau game gratis. Tujuan trojan adalah
memperoleh informasi dari target, seperti: password, log data, kredensial, dan lainnya tanpa
sepengetahuan korban.
Win.Trojan.Allaple merupakan sebuah trojan yang memungkinkan penyerang untuk
mengunduh dan mengeksekusi arbitrary file, termasuk malware tambahan. Malware ini secara
eksklusif dapat dikaitkan dengan malware family dari Net-worm:W32/Allaple. Malware Allaple
adalah jenis polymorphic malware yang dirancang untuk menyebar melalui Local Area Network
(LAN) dan Internet.
Malware ini mencari file dengan ekstensi .htm/.html, dan mengunduh alamat e-mail dari file
ini. Alamat e-mail yang diambil akan dikirim ke situs milik malicious user. Malware ini juga
dapat mengunduh file dari Internet dan meluncurkannya untuk dieksekusi pada komputer
milik korban. Malware ini dapat mengakibatkan terjadinya Denial-of-Service (DOS) pada
sistem korban meskipun eksplotasi tidak sepenuhnya berhasil.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Frost dan Sullivan yang diinisiasikan Microsoft
pada tahun 2018, cyber crime telah menyebabkan kerugian sebanyak kira-kira 478,8 triliun
rupiah atau sebanyak 34,2 milyar US dolar [14]. Hal ini terjadi sebelum pandemi. Pratama
Persadha, seorang ahli keamanan siber, telah memprediksi bahwa defisit global akibat serangan
siber mungkin akan mencapai 84 ribu triliun rupiah atau sebesar 6 triliun US dolar [15]. Fakta-
fakta ini memperlihatkan betapa daruratnya kebutuhan Indonesia akan strategi keamanan siber
untuk mewujudkan keamanan nasional di era society 5.0 saat ini.

2) Tantangan Cyber Security di Era Society 5.0
Upaya untuk meningkatkan komitmen dunia terhadap keamanan siber telah dilakukan
dengan pemeringkatan Indeks Keamanan Siber Global (Global Cybersecurity Index-GCI) oleh
Perserikatan Telekomunikasi Internasional (International Telecommunication Union-ITU)
terhadap 193 negara anggotanya. Peringkat tersebut diberikan dengan dasar 5 pilar, yaitu: 1)

Prosiding SENASTINDO AAU ◼


Strategi Penguatan Cyber Security Guna Mewujudkan Keamanan Nasional
Di Era Society 5.0 (Eko Budi)


231
legal/hukum, 2) teknis dan prosedur, 3) struktur organisasi, 4) pembangunan kapasitas, dan 5)
kerja sama internasional. Berdasarkan penilaian GCI pada tahun 2020, Indonesia berada di
peringkat 77 dari 193 anggota [16]. Hal yang patut dikhawatirkan dari laporan GCI adalah fakta
bahwa pengembangan kebijakan keamanan siber di Indonesia berada di angka 0% saat
dikonsiderasikan dengan betapa banyaknya serangan siber yang diderita Indonesia selama 5
tahun terakhir.
Tantangan pemerintah di era society 5.0 saat ini dalam penguatan cyber security antara lain:
tidak cukup tersedianya ahli teknologi dan ahli teknis keamanan untuk merancang dan
melaksanakan strategi cyber security. Risiko yang terjadi akibat sifat cyber security yang lintas-
negara, yang membuat negara dengan strategi ketahanan cyber security yang lemah dapat
mengganggu cybersecurity negara-negara lainnya. Penggunaan alat anonimisasi, misalnya untuk
memblokir chain currencies atau enkripsi, dalam kejahatan yang menggunakan internet,
semakin mempersulit pembuatan kebijakan.
Selalu munculnya teknologi dan sistem baru dari waktu ke waktu memerlukan pemutakhiran
sistem pengawasan dilakukan secara berkala. Adanya penyedia layanan komunikasi jenis baru
yang seringkali berdomisili di yurisdiksi negara lain serta memerlukan perlakuan berbeda
dibandingkan dengan perusahaan telekomunikasi tradisional. Bentuk cyber crime baru seperti
ransomware, pencurian identitas, pendekatan seksual (grooming) dan pelecehan seksual melalui
ranah siber. Kebutuhan untuk menghadapi cyber attack dan bentuk konflik antarnegara lain
akibat tidak adanya norma dan peraturan yang berlaku internasional yang mengatur perilaku
negara.
Sedangkan tantangan bagi sektor swasta dan bisnis adalah kesulitan untuk beroperasi lintas
yurisdiksi, yang berarti dihadapkan pada hukum, penalti maupun rezim regulasi yang berbeda-
beda. Berpotensi terkena pencemaran nama baik serius serta gugatan perdata jika terlibat atau
bertanggung jawab atas suatu insiden cyber security. Tekanan untuk membantu pemerintah
dalam menegakkan cyber security serta melawan cybercrime dan terorisme, yang dapat
mencakup pembuatan kebijakan dan pelaporan konten, mematikan jaringan, pemblokiran
layanan, bahkan mengkompromikan keamanan produk mereka sendiri untuk membantu
pengawasan oleh pemerintah. Keharusan membangun kapasitas internal untuk menjaga
keamanan informasi dan jaringan. Dan berupa insentif untuk menjaga kerahasiaan data yang
dapat menimbulkan risiko dan serangan siber dengan mengatasnamakan privasi data dan potensi
pencemaran nama baik

B. Strategi Penguatan Cyber Security di Indonesia

1) Capacity Building
Program pelatihan dan peningkatan keahlian cyber security dilakukan dalam koordinasi Tim
Kerja Pusat Operasi Dunia Maya (Cyber Defence Operation Centre). Selain itu diperlukan
pembinaan sumberdaya manusia tentang arti pentingnya cyber security guna meningkatkan
pemahaman langkah-langkah preventif dalam menangkal segala cyber crime. Menyusun ulang
sistem pertahanan yang berbasis pada cyber defence dan cyber security, yang tentunya
memerlukan persiapan yang matang dan sistematis dengan dukungan dari berbagai pihak.
Sinergitas dalam menghadapi ancaman cyber merupakan sebuah keniscayaan dan keharusan
bagi Indonesia. Dengan sinergitas dan jalinan komunikasi, koordinasi, jaringan, dan kerja sama
teknis harus dilakukan untuk membentuk komunitas keamanan siber (cyber security community)
yang dapat menangkal, mendeteksi, menangkis, dan mencegah secara dini berbagai potensi
serangan ancaman cyber sehingga dapat memperkokoh keamanan dan ketahanan Nasional.
Fungsi BSSN saat ini mendapat kritik karena banyaknya tumpang tindih fungsi dengan
lembaga-lembaga seperti Kemenkominfo, Unit Kejahatan Siber Polri, dan Pusat Operasi Siber
Kementerian Pertahanan. Di masa depan, Indonesia harus mempercepat pengesahan UU
Keamanan Siber untuk memberikan dasar hukum. Keberadaan UU tersebut juga dapat
mendorong strategi keamanan siber nasional komprehensif yang dapat mendefinisikan fungsi

p-ISSN 2086-5805
◼ e-ISSN 2808-2540


Prosiding Seminar Nasional Sains Teknologi dan Inovasi Indonesia - Akademi Angkatan Udara
Volume 3, Tahun 2021: hlm. 223–234



232
BSSN dengan lebih baik. Untuk itu perlunya penyelarasan strategi cyber security dengan
transformasi digital menjadi solusi keamanan berlapis. Di lapisan pertama adalah unit kerja,
baik tim teknologi informasi maupun tim bisnis. Security requirement, security awareness,
kemampuan-kemampuan mendesain solusi yang secure sambil mendeliver pengalaman yang
menyenangkan, Kemudian di lapisan kedua ada tim manajemen risiko dan kepatuhan. Tim ini
harus memiliki visibilitas risiko keamanan siber yang komprehensif dan terbarukan untuk
kemudian dibahas Bersama. Di lapis tiga adalah tim audit, untuk melihat apakah kontrol yang
terkait cyber security ini sudah memadai atau belum, apakah perlu perbaikaan. Tim audit ini
harus dibekali dengan kapablitas dan pengetahuan yang memadai untuk menghadapi risiko
cyber security masa kini. Yaitu kemampuan tentang bagaimana cara mengaudit keamanan
cloud, agile development, dan lain-lain.

Mengingat pentingnya cyber security, terdapat kebutuhan mendesak untuk menguatkan
lembaga yang bertanggung jawab melakukan upaya koordinasi ketika diperlukan, dengan
dukungan penuh dari seluruh pihak yang terlibat. Lembaga koordinasi tersebut harus terdiri dari
individu-individu yang memiliki integritas dan kompetensi tinggi. Di tingkat operasional, setiap
sektor harus memiliki tim tanggap daruratnya sendiri untuk menangani insiden di sektor
mereka, dengan peran dan tanggung jawab masing-masing yang jelas.

2) Pembentukan Undang-Undang Khusus tentang Tindak Pidana Siber

Ketidakadaan dasar hukum keamanan siber mempengaruhi struktur organisasi yang
seharusnya meregulasi keamanan siber. Dalam ketidakadaan dasar hukum tersebut, menjadi
mustahil untuk melaksanakan praktik keamanan siber yang berskala nasional. Hal ini juga
menciptakan kebingungan dalam mengkoordinasi tanggung jawab mengenai keamanan siber itu
sendiri.
Rencana Undang-Undang Keamanan Siber saat ini tidak tersedia untuk publik, dengan RUU
versi lama saja yang tersedia, namun teks akademik dari RUU tersebut tersedia. Peraturan
perundang-undangan di bidang teknologi informasi yang berlaku di Indonesia saat ini belum
mengakomodir seluruh tindak pidana siber, sehingga terdapat beberapa kejahatan siber yang
saat ini menjadi persoalan terhadap keamanan dan pertahanan (sebagai faktor dalam menjaga
keamanan dan kedaulatan negara) belum diatur dalam regulasi nasional.
Perlu adanya regulasi khusus terkait tindak pidana siber di Indonesia. Dalam regulasi khusus
ini dirumuskan aturan umum yang akan berlaku untuk semua tidak pidana di bidang teknologi
informasi dan komunikasi, tindak pidana yang berkaitan dengan kerahasiaan, keutuhan, dan
ketersediaan data atau system komputer/sistem elektronik, pedoman pemidanaan, hukum acara
yang mengatur prosedur penyelidikan dan penyidikan di bidang teknologi informasi dan
komunikasi, termasuk penggeledahan dan penyitaan alat bukti digital, kerja sama internasional
dalam mengatasi tindak pidana siber.
Hal demikian dikarenakan melihat kondisi Indonesia yang rentan akan serangan siber dan
terdapat celah hukum dalam menghadapi hal tersebut. Undang-Undang dan peraturan-peraturan
yang berkaitan dengan keamanan siber di Indonesia membagi tanggung jawab ke beberapa
kementerian dan hal itu dinilai tidak efektif dalam mencegah ancaman dan kejahatan siber. Oleh
karena itu, sebuah peraturan yang komprehensif untuk keamanan siber sangat dibutuhkan di
Indonesia.
UU Keamanan Siber nantinya harus dengan jelas mendefinisikan dan menjabarkan peran,
tanggung jawab, dan otoritas lembaga terkait dalam mengatasi ancaman keamanan siber. DPR
dan BSSN harus terlibat dalam dialog antara Pemerintah dan Swasta atau Public-Private
Dialogue (PPD) ketika mendiskusikan RUU ini. PPD terbukti membantu pertukaran informasi
dan pengalaman yang relevan, membuat kebijakan yang lebih tepat sasaran dan bisa
dilaksanakan dengan baik, serta didukung oleh pemangku kepentingan secara luas.

Prosiding SENASTINDO AAU ◼


Strategi Penguatan Cyber Security Guna Mewujudkan Keamanan Nasional
Di Era Society 5.0 (Eko Budi)


233
3) Peningkatan Sumberdaya Manusia

Sumberdaya manusia merupakan satu unsur yang terpenting dalam memastikan
terlaksananya cyber security, sesuai dengan kebijakan-kebijakan yang ditetapkan. Pengetahuan
dan ketrampilan khusus harus dimiliki dan dipelihara sesuai dengan perkembangan kondisi
kebutuhan keamanan. Sumber daya manusia diwujudkan dalam bentuk program rekruitmen,
pembinaan serta pemisahan yang mengacu pada ketentuan yang berlaku.
Dalam rantai keamanan, manusia kerap menjadi mata rantai terlemah. Sehati-hati apapun,
suatu saat manusia sebagai pengguna bisa tergelincir dan melakukan kesalahan. Oleh karena itu
awareness menjadi sangat penting dalam keamanan siber. Dalam pengelolaan sumber daya
manusia, teknologi, serta penelitian dan pengembangan (Research and Development) untuk
penguatan cyber security, Pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan, Kebudayaan,
Riset dan Teknologi bekerjasama dengan BSSN dan Kementerian Komunikasi dan Informatika
harus melakukan upaya terobosan untuk mendidik dan merekrut tenaga profesional keamanan
teknologi informasi yang memiliki integritas dan etika yang tidak tercela untuk medukung
pengembangan dan menjalankan cyber security. Salah satu pendekatan teknis misalnya
menerapkan ISO 25010 dalam pengujian aplikasi-aplikasi Android atau yang berbasis website
untuk mendukung pemantauan keamanan data dan interface yang lebih baik[17] dan penapisan
konten pornografi[18] di internet. Dengan perencanaan dan pengujian aplikasi yang tepat maka
akan mengurangi potensi disalahgunakannya berbagai aplikasi, informasi, dan pusat data di
internet oleh peretas.

4) Kerjasama

Masalah cyber security sangat kompleks, untuk itu memerlukan pendekatan
multidimensional. Karenanya, untuk meningkatkan tata kelola cyber security, pelaksanaan
prinsip multi pihak (multi stakeholderism) menjadi sangat penting. Tanpa adanya kerja sama
dan kolaborasi di kalangan pemangku kepentingan (dari lembaga layanan publik hingga sektor
swasta, akademisi dan masyarakat sipil), problem solving isu terkait cyber security akan terus
menjadi satu dimensi dan tidak lengkap. Diperlukan sebuah mekanisme inklusif yang dapat
mengesahkan keputusan sekaligus reflektif dan responsif terhadap kepentingan nasional dan
populasi yang terdampak.
Kerjasama internasional sangat diperlukan, terkait dengan pengembangan dan penguatan
kapasitas kemampuan cyber security baik itu untuk infrastruktur, sarana prasarana maupun
dalam pengembangan kemampuan SDM dalam bidang cyber security baik bilateral antar dua
negara maupun regional ataupun internasional. Peningkatan kerja sama teknologi informasi dan
cyber security selain itu juga diharapkan mampu membuka peluang bagi pengembangan industri
media baru terkait dengan teknologi informasi di Indonesia sebagai salah satu bagian dari
pengembangan industri strategis Nasional.

V. KESIMPULAN
Dari pembahasan penelitian diatas, dapat disimpulkan bahwa saat ini Indonesia tengah dalam
keadaan darurat cyber security dan sudah mencapai tahap memprihatinkan. Strategi cyber
security yang harus dilakukan Indonesia untuk mewujudkan keamanan nasional di era society
5.0, adalah dengan: 1) capacity building pada semua stakeholder, 2) Pembentukan Undang-
Undang Khusus tentang Tindak Pidana Siber agar terwujud kepastian hukum untuk cyber
security di Indonesia, 3) Peningkatan sumberdaya manusia dengan mendidik dan merekrut
tenaga profesional yang memiliki integritas dan etika yang baik untuk mendukung penguatan
cyber security. 4) Kerjasama stakeholder di dalam negeri melalui multi stakeholderism dan
kerjasama internasional dalam pengembangan dan penguatan kapasitas kemampuan cyber

p-ISSN 2086-5805
◼ e-ISSN 2808-2540


Prosiding Seminar Nasional Sains Teknologi dan Inovasi Indonesia - Akademi Angkatan Udara
Volume 3, Tahun 2021: hlm. 223–234



234
security baik itu untuk infrastruktur, sarana prasarana maupun dalam pengembangan
kemampuan sumberdaya dalam bidang cyber security.
Penelitian ini jauh dari sempurna dan perkembangan ancaman cyber semakin meluas dan
sulit untuk dibendung, untuk itu kiranya ada penelitian yang lebih teknis dalam penguatan cyber
security untuk menghadapi tantangan dunia global di masa yang akan datang.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ucapan terima kasih atas terbitnya naskah ini pada Seminar Nasional Sains Teknologi dan
Inovasi Indonesia 2021 sebagai bagian kolaborasi/kerjasama penelitian antara Akademi
Kepolisian dengan Akademi Angkatan Udara.

REFERENSI
[1] Cakrawala, Apa Itu Cyber security? Mengapa Cyber security Kini Makin Penting?
https://infokomputer.grid.id/read/122710604/apa-itu-cyber-security-mengapa-cyber-security-kini-makin-
penting?page=all (Diakses tanggal 2 November 2021)
[2] Dasep Lukiman, Cyber security: Apa Itu Cyber security?, https://wakool.id/blog/582-cyber-security-apa-itu-
cyber-security (Diakses tanggal 2 November 2021)
[3] Humaira Aliya, Kupas Tuntas Cybersecurity dan Seluk-beluknya, https://glints.com/id/lowongan/cybersecurity-
adalah/#.YYYucmBBzIU (Diakses tanggal 2 November 2021)
[4] Hasyim Gautama, Penerapan Cyber security, http://kemhubri.dephub.go.id/pusdatin/
files/materi/Penerapan_Cybersecurity.pdf. (Diakses tanggal 2 November 2021)
[5] Perwita, Anak Agung Banyu & Yani, Yanyan A. 2005. Pengantar Ilmu Hubungan Internasional. Bandung:
Rosdakarya.
[6] Mas’oed, Mochtar. 1989. Studi Hubungan- Internasional, Tingkat Analisis dan Teorisasi. Yogyakarta: Pusat
antar Universitas-studi Sosial UGM.
[7] Sitompul, Josua. 2012. Cyberspace, Cybercrimes, Cyberlaw: Tinjauan Aspek Hukum Pidana. Jakarta: PT.
Tatanusa.
[8] Ghernaouti, Solange. 2013. Cyber Power :Crime, Conflict and Security in Cyberspace. Lausanne:
EPFL Press.
[9] Koh, B. (t.t.): Richard A. Clarke and Robert K. Knake, Cyber War: The Next Threat to National Security and
What to Do about It, HarperCollins Publishers, 2010, 290 pages., 3.
[10] T. J. B. H. K. K. dan I. RI, “Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tanggal 25 November 2016.”
https://jdih.kominfo.go.id/produk_hukum/view/id/555/t/undangundang+nomor+19+tahun+2016+tanggal+25+n
ovember+2016 (diakses Nov 08, 2021).
[11] B.L. Berg, H. Lune, Qualitative Research methods for The Social Sciences, ninth edition, (England, Essex:
Pearson Education Limited, 2017).
[12] "Apa itu Cyber Crime" https://raharja.ac.id/2020/04/29/apa-itu-cyber-crime/ (Diakses tanggal 1 November
2021)
[13] Pusat Operasi Keamanan Siber Nasional, Laporan Tahun 2020 (Monitoring Keamanan Siber). Jakarta: Badan
Siber Dan Sandi Negara, 2020.
[14] Kompas.com. 2019. RI Rugi Rp 478,8 Triliun akibat Serangan Siber, DPR Siapkan RUU diakses dari
https://nasional.kompas.com/read/2019/08/12/13454311/ri-rugi-rp-4788-triliun-akibat-serangan-siber-dpr-
siapkan-ruu-kks?page=all pada 20 Juli 2021
[15] Fikri Kurniawan. 2020. Kerugian Serangan Siber Tahun 2021 Diprediksi RP 84.000 triliun diakses dari
https://tekno.sindonews.com/read/284040/207/kerugian-serangan-siber-tahun-2021-diprediksi-rp84000-triliun-
1609240357 pada 20 Juli 2021
[16] ITU. 2020. Global Cybersecurity Index 2020. International Telecommunication Unit Indonesia’s data accessible
and downloadable on https://ncsi.ega.ee/country/id/.
[17] C. Bilah and A. Infantono, “Pengembangan Aplikasi Mobile Kamus Istilah Aeronautika pada Platform Android
Sesuai Standar ISO 25010”, senastindo, vol. 1, pp. 195-202, Oct. 2021.
[18] A. Infantono, J. Budiarto, A. Persada, F. Azzuhri, and Z. Abidin, “Content Filtering Pornografi Halaman Web
Berbasis Citra dan Teks pada Sistem Terintegrasi Server Internet”, AAU-JDST, vol. 5, no. 2, pp. 125-132, Jan.
2021.