Jurnal Penelitian Pendidikan, April, 24 (1), 2024, hal. 64 - 75
DOI: https://doi.org/10.17509/jpp.v24i1.69278


e-ISSN: 2541-4135| p-ISSN: 1412-565 X
Copyright © authors, 2024
64

Model Pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) dalam
Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Risma Mutmainah & Karlimah

Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung, Indonesia
email: [email protected]

Naskah diterima tanggal 09/02/2024, direvisi akhir tanggal 11/03/2024, disetujui tanggal 11/04/2024

Abstrak
Pembelajaran merupakan sebuah upaya dengan dilakukan secara sengaja oleh pendidik untuk menyampaikan ilmu
pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan belajar dengan berbagai metode sehingga
peserta didik dapat melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien. Proses pembelajaran di Sekolah Dasar
diberikan sesuai dengan kurikulum yang berlaku, salah satunya ada mata pelajaran Matematika yang sering di
anggap sulit oleh peserta didik. Padahal, matematika merupakan ilmu universal yang memiliki peranan penting
dalam berbagai disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia serta yang menjadi dasar dalam
pengembangan teknologi modern saat ini. Matematika ini termasuk ke dalam suatu ilmu yang abstrak. Sehingga
banyak anak yang mengalami kesulitan dalam belajar matematika Oleh sebab itu matematika memegang peranan
yang sangat penting, karena dengan belajar matematika secara benar, daya nalar siswa akan dapat terolah.
Pelajaran Matematika ini bertujuan untuk membekali siswa dalam membantu memecahkan masalah kehidupan
sehari-hari. Salah satu aspek untuk memenuhi penyesuaian kebutuhan dan pemahaman materi Matematika adalah
aspek intelektualitas, sehingga siswa memerlukan sumber belajar dan cara belajar yang dapat memudahkannya
menerima materi. Sehingga materi matematika harus bisa disampaikan dengan disesuaikan oleh model
pembelajaran yang tepat, slah satunya adalah dengan penerapan model pembelajaran realistic pada pembelajaran
matematika. RME ini diyakini dapat menyelesaikan permasalahan dalam pemahaman konsep matematika yang
berkaitan dengan dunia nyata.
Kata Kunci: Matematika, Model Pembelajaran, RME.

Abstract
Learning is an effort deliberately made by educators to convey knowledge, organize and create a learning
environment system with various methods so that students can carry out learning activities effectively and
efficiently. The learning process in elementary schools is provided in accordance with the applicable curriculum,
one of which is the subject of Mathematics which is often considered difficult by students. In fact, mathematics is
a universal science that has an important role in various disciplines and develops human thinking and is the basis
for the development of modern technology today. This mathematics is included in an abstract science. Therefore,
mathematics plays a very important role, because by learning mathematics correctly, students' reasoning power
will be processed. Mathematics lessons aim to equip students to help solve everyday life problems. One aspect of
meeting the needs and understanding of mathematics material is the intellectual aspect, so students need learning
resources and learning methods that can make it easier for them to receive material. So that mathematical
material must be delivered by being adjusted by the right learning model, one of which is the application of
realistic learning models in mathematics learning. RME is believed to be able to solve problems in understanding
mathematical concepts related to the real world.

Keywords: Learning Model, Mathematics, RME.


PENDAHULUAN
Pendidikan memegang peranan yang sangat penting karena pendidikan memiliki
kemampuan untuk mengembangkan kualitas manusia dari berbagai segi. Proses pendidikan ini
tidak akan terlepas dari kegiatan belajar dan mengajarkan, sehingga baik yang belajar maupun
mengajarkan akan mengalami suatu proses pembelajaran. Hal ini di sebabkan karena
How to cite (APA Style) : Mutmainah, R., & Karlimah. (2024). Model Pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME)
dalam Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar. Jurnal Penelitian Pendidikan, 24(1), 64-75. doi:
https://doi.org/10.17509/jpp.v24i1.69278

Jurnal Penelitian Pendidikan, April, 24 (1), 2024, hal. 64 - 75
DOI: https://doi.org/10.17509/jpp.v24i1.69278


e-ISSN: 2541-4135| p-ISSN: 1412-565 X
Copyright © authors, 2024
65

pembelajaran merupakan komunikasi yang dilakukan antara guru dan peserta didik untuk
mencapai tujuan tertentu. Pembelajaran dilakukan dengan sengaja sebagai upaya untuk
mentransfer pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan belajar
menggunakan berbagai metode oleh guru maka siswa mampu mencapai kegiatan belajar secara
efektif dan efisien (Sagala, 2010).
Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1 ayat
20 menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan
sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Kebudayaan, 2003). Jadi dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran memiliki arti sebuah upaya dengan dilakukan secara sengaja oleh
pendidik untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan sistem
lingkungan belajar dengan berbagai metode sehingga peserta didik dapat melakukan kegiatan
belajar secara efektif dan efisien. Berdasarkan hal tersebut pembelajaran tidak hanya
melibatkan pendidik dan peserta didik akan tetapi sumber belajar pun menjadi fasilitas peserta
didik untuk mendukung proses pembelajaran. Oleh karena itu, guru harus mengutamakan
keterlibatan peserta didik dalam proses pembelajaran (student centered) agar dapat
memanfaatkan berbagai sumber belajar secara optimal sehingga tujuan pembelajaran dapat
tercapai.
Indonesia saat ini telah menggunakan kurikulum 2013 dari awal tahun ajaran
2013/2014. Kurikulum 2013 di Sekolah Dasar ini memiliki kerangka dasar dan struktur
kurikulum yang bersifat tematik dan diterapkan mulai kelas I-VI. Hal tersebut di dukung
dengan adanya Permendikbud No. 67 Tahun 2013 dengan menyatakan “pelaksanaan
Kurikulum 2013 pada Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah dilakukan melalui pembelajaran
dengan pendekatan tematik-terpadu dari Kelas I sampai Kelas VI kecuali mata pelajaran
Pendidikan Agama dan Budi Pekerti dikecualikan untuk tidak menggunakan pembelajaran
tematik-terpadu” (Nuh, 2013).
Pembelajaran tematik dalam kurikulum 2013 berlandasan pada pandangan bahwa
pencapaian kemudahan siswa untuk memahami berbagai konsep secara utuh. Siswa di Sekolah
Dasar cenderung hanya memahami hubungan antar konsep secara sederhana serta memandang
segala sesuatu itu sebagai keutuhan. Usia siswa di sekolah dasar tergolong pada rentang usia
dini (Karli, 2013). Dengan demikian, proses kegiatan belajar mengajar di tingkat satuan
pendidikan dasar tentunya harus mengikuti kurikulum 2013, dimana kurikulum 2013 ini dalam
penerapannya berimplikasi terhadap empat hal model pembelajaran diantaranya pendekatan
saintifik, tematik-integratif, penilaian autentik dan strategi aktif.
Harapan dari hasil pembelajaran pada kurikulum 2013 ini terbentuk dalam 4
kompetensi inti dan masing-masing dari kompetensi inti tersebut diurai kembali menjadi
beberapa kompetensi dasar. Komptensi inti ke-1 berkaitan dengan kompetensi dasar tentang
sikap spiritual, kompetensi inti ke-2 berkaitan dengan kompetensi dasar tentang sikap ilmiah
dan sosial, kompetensi inti ke-3 berkaitan dengan kompetensi dasar tentang pengetahuan, dan
kompetensi inti ke-4 berkaitan dengan kompetensi dasar tentang keterampilan/proses.
Proses kegiatan pembelajaran di Sekolah Dasar tentunya harus mengikuti kurikulum
2013. Pada penerapan kurikulum 2013 ini berimplikasi pada empat hal diantaranya model
pembelajaran berupa tematik-integratif, pendekatan saintifik, strategi aktif dan penilaian
autentik
Matematika merupakan ilmu universal yang memiliki peranan penting dalam berbagai
disiplin ilmu dan mengembangkan daya pikir manusia serta yang menjadi dasar dalam
pengembangan teknologi modern. Pengajaran matematika di sekolah merupakan salah satu
cara dalam meningkatkan kualitas manusia karena penguasaan berpikir matematika akan
memungkinkan salah satu jalan untuk menyusun pemikiran yang jelas, tepat dan teliti.
Matematika merupakan ilmu struktur, urutan (tersusun secara hierarki), dan hubungan yang

Jurnal Penelitian Pendidikan, April, 24 (1), 2024, hal. 64 - 75
DOI: https://doi.org/10.17509/jpp.v24i1.69278


e-ISSN: 2541-4135| p-ISSN: 1412-565 X
Copyright © authors, 2024
66

meliputi dasar perhitungan, pengukuran, dan penggambaran bentuk objek. Sehingga
matematika merupakan salahsatu disiplin ilmu yang dipelajari di lembaga pendidikan,
diberikan kepada peserta didik sejak tingkat dasar sampai ke jenjang perguruan tinggi.
Pada pembelajaran matematika, peserta didik dihadapkan dengan suatu proses belajar
mengajar untuk mengembangkan kreativitas berpikir, serta dapat mengkonstruksi pengetahuan
baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik terhadap materi matematika (Susanto,
2016). Sejalan dengan itu matematika sebagai mata pelajaran yang memiliki peranan penting
untuk peserta didik dalam membentuk pola berpikir kritis, kreatif dan membantu dalam
memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Hal tersebut sesuai dengan tujuan pembelajaran
matematika menurut KTSP (2006) yang disempurnakan pada kurikulum 2013 bahwa salahsatu
tujuan pembelajaran matematika adalah memahami konsep matematika dan memecahkan
masalah. Dalam kehidupan sehari-hari, tidak terlepas dari sesuatu yang namanya masalah,
sehingga pemecahan masalah merupakan fokus utama dalam pembelajaran matematika.
(Permendiknas No. 22 tahun 2006).
Karakteristik perkembangan kognitif peserta didik sekolah dasar menurut Piaget (dalam
Danim, 2011) berada pada tahapan operasional konkret yaitu usia 7 sampai 11 tahun, artinya
seseorang pada tahap usia ini akan lebih membutuhkan sesuatu yang nyata untuk memahami
yang abstrak. Pada tahap operasi konkret, peserta didik tidak dapat berpikir baik secara logis
maupun abstrak. , maka untuk membantu peserta didik dalam menerjemahkan konsep-konsep
abstrak pada pembelajaran matematika diperlukan model, sumber, pendekatan da cara belajar
yang bervariatif agar anak mudah memahami konsep dalam matematika.

METODE PENELITIAN
Metode
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi pustaka yaitu
melalui pengumpulan data dengan cara mencari sumber dan menganalisis dari berbagai sumber
seperti buku, jurnal dan penelitian-penelitian terdahulu yang sudah ada. Sehingga hasil dari
penelitian ini disajikan dalam bentuk data dari latar penelitiannya dan menjadikan peneliti
sebagai instrumen kuncinya. Penelitian kualiatif memiliki sifat deskriptif dan cenderung
menggunakan analisis pendekatan induktif, sehingga proses dan makna berdasarkan perspektif
subyek lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif ini (Fadli, 2021).
Penelitian kualitatif dapat disajikan dalam ragam pendekatan tersendiri, sehingga
peneliti dapat memilih dari ragam pendektan penelitian kualitatif tersebut untuk menyesuaikan
objek yang akan ditelitinya (Yusanto, 2020). Dalam kasus ini penulis menggunakan studi
literatur yang analisis datanya dilakukan berdasarkan sumber-sumber yang sudah ada.
Melakukan analisis data tentu harus dilakukan dengan cermat agar data-data yang diperoleh
dapat dinarasikan dengan baik sehingga dapat dipeoleh hasil penelitian yang layak (Sugiyono,
2013). Pemilihan sumber untuk dilakukan analisis data menggunakan sumber-sumber yang
relevan dengan judul “Model Pembelajaran Realistic Mathematics Educations (RME) dalam
Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar ” dengan ketentuan sumber yang berasal dari
jurnal-jurnal terindeks sinta. Selain pemilihan sumber jurnal yang akan diambil, dalam
pencarian sumber perlu dilakukan dengan penggunaan atau pemilihan sumber artikel yang akan
di analisis dengan menggunakan kata kunci pencarian yang tepat. Sehigga data artikel yang
diperoleh akan sesuai dengan pokok bahasan yang akan dianalisis. Adapun tahapan proses
penelitian pada kasus ini dulakukan berdasarkan teori Creswell, (2013) yang menyatakan
bahwa tahapan khusus dalam penelitian kualitatif terdiri dari (1) identifikasi masalah; (2)
literature riview (penelusuran pustaka); (3) menentukan tujuan penelitian; (4) pengumpulan
data; (5) Analisis dan interpretasi data; dan (5) pelaporan. Berikut ini adalah gambar/bagan

Jurnal Penelitian Pendidikan, April, 24 (1), 2024, hal. 64 - 75
DOI: https://doi.org/10.17509/jpp.v24i1.69278


e-ISSN: 2541-4135| p-ISSN: 1412-565 X
Copyright © authors, 2024
67

tahapan penelitian kualitatif berdasarkan teori tahapan proses penelitian kualitatif yang
dikemukakan oleh Creswell, 2013:








Gambar 1. Tahapan Penelitian

Partisipasi Data
Partipasi data ini tentu melibatkan peneliti itu sendiri sebagai subjek penelitian. Dimana
peneliti berperan dalam menyelesaikan penelitian dengan pihak yang berkaitan untuk
mendapatkan informasi terkait data penelitian yang merupakan sampel dari sebuah penelitian
(Sugiyono, 2013). Pada penelitian ini sampel penelitian yang digunakan adalah beberapa
artikel/jurnal terindeks sinta dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh peneliti berdasarkan
kebutuhan penelitian.

Analisis Data
Pada tahapan ini peneliti menggunakan model Miles dan Huberman dalam melakukan
analisis data kualitatif. Menurut Miles dan Huberman, 1984 (dalam Sugiyono, 2013)
mengemukakan bahwa “aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya jenuh.” Data yang akan
diolah berupa hasil analisis dari proses pengumpulan data berdasarkan sumber atau jurnal
terdahulu yang berkaitan dengan topik penelitian. Adapun langkah-langkah yang dilakukan
dalam analisis data pada penelitian ini ialah data reduction (mengorganisir data), data display
(membuat uraian terperinci), dan conclusion drawing/verification (melakukan interpretasi dan
kesimpulan).

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode studi pustaka yaitu
melalui pengumpulan data dengan cara mencari sumber dan menganalisis dari berbagai sumber
seperti buku, jurnal dan penelitian-penelitian terdahulu yang sudah ada. Sehingga hasil dari
penelitian ini disajikan dalam bentuk data dari latar penelitiannya dan menjadikan peneliti
sebagai instrumen kuncinya. Penelitian kualiatif memiliki sifat deskriptif dan cenderung
menggunakan analisis pendekatan induktif, sehingga proses dan makna berdasarkan perspektif
subyek lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif ini (Fadli, 2021).
Penelitian kualitatif dapat disajikan dalam ragam pendekatan tersendiri, sehingga
peneliti dapat memilih dari ragam pendektan penelitian kualitatif tersebut untuk menyesuaikan
objek yang akan ditelitinya (Yusanto, 2020). Sehingga dalam kasus ini penulis menggunakan
studi literatur yang analisis datanya dilakukan berdasarkan sumber-sumber yang sudah ada.
Melakukan analisis data tentu harus dilakukan dengan cermat agar data-data yang diperoleh
Identifikasi
Masalah
Penelusuran
Pustaka
Menentukan
Tujuan Penelitian
Pengumpulan
Data
Analisis Data

Jurnal Penelitian Pendidikan, April, 24 (1), 2024, hal. 64 - 75
DOI: https://doi.org/10.17509/jpp.v24i1.69278


e-ISSN: 2541-4135| p-ISSN: 1412-565 X
Copyright © authors, 2024
68

dapat dinarasikan dengan baik sehingga dapat dipeoleh hasil penelitian yang layak (Sugiyono,
2013). Pemilihan sumber untuk dilakukan analisis data menggunakan sumber-sumber yang
relevan dengan judul “Model Pembelajaran RME pada Pembelajaran Matematika di Sekolah
Dasar” dengan ketentuan sumber yang berasal dari jurnal-jurnal terindeks sinta. Selain
pemilihan sumber jurnal yang akan diambil, dalam pencarian sumber perlu dilakukan dengan
penggunaan atau pemillihan sumber artikel yang akan di analisis dengan menggunakan kata
kunci pencarian yang tepat. Sehigga data artikel yang diperoleh akan sesuai dengan pokok
bahasan yang akan dianalisis. Adapun tahapan proses penelitian pada kasus ini dulakukan
berdasarkan teori Creswell, (2013) yang menyatakan bahwa tahapan khusus dalam penelitian
kualitatif terdiri dari (1) identifikasi masalah; (2) literature riview (penelusuran pustaka); (3)
menentukan tujuan penelitian; (4) pengumpulan data; (5) Analisis dan interpretasi data; dan (5)
pelaporan. Berikut ini adalah gambar/bagan tahapan penelitian kualitatif berdasarkan teori
tahapan proses penelitian kualitatif yang dikemukakan oleh Creswell (2013).











Gambar 1. Tahapan Penelitian

Berdasarkan gambar di atas, maka peneliti melakukan proses penelitian yang mengacu
pada tahapan proses penelitian tersebut sehingga diperoleh data sampel penelitian yang akan
di analisis. Data-data sampel yang digunakan disajikan dalam tabel 1 berikut:

Tabel 1. Data Sumber untuk Penelitian
No. Judul Artikel & Penulis Nama Jurnal
1.
Realistic Mathematics Education (RME) untuk
Meningkatkan
Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa di
Indonesia
(I Wayan Widana)
Jurnal Elemen
Vol. 7 No. 2, Juli 2021, hal 450-
462
SINTA 2
2.
Pengaruh pendekatan RME terhadap kemampuan
pemecahan masalah siswa pada materi operasi hitung
campuran di kelas IV SD IT Adzkia 1 Padang
(Asrina Mulyati)
Jurnal Didaktik Matematika
Vol 4. No. 1, (2017)
Terakreditasi SINTA 2
3.
Using realistic mathematics education in mathematical
problem-solving ability based on students’ mathematical
initial ability
(Ima Nurfadilah; Hepsi; Abdul Fatah)
Prima: Jurnal Pendidikan
Matematika
Vol. 5 No. 1, (2021)
Terakreditasi SINTA 3
4.
Meningkatkan kemampuan
pemecahan masalah matematika dan self-efficacy siswa
MTs melalui pendekatan pendidikan matematika realistic
(Susanti)
JuSuska: Journal of
Mathematics Education
Vol 3, No 2, (2017)
Terakreditasi SINTA 4
Identifikasi
Masalah
Penelusuran
Pustaka
Menentukan
Tujuan Penelitian
Pengumpulan
Data
Analisis Data

Jurnal Penelitian Pendidikan, April, 24 (1), 2024, hal. 64 - 75
DOI: https://doi.org/10.17509/jpp.v24i1.69278


e-ISSN: 2541-4135| p-ISSN: 1412-565 X
Copyright © authors, 2024
69

5.
Pemanfaatan media audio visual berbasis realistic
mathematics education (RME) terhadap kemampuan
pemecahan masalah siswa MTs Raudhatun Najah Langsa
(Saprizal)
Jurnal Ilmiah Pendidikan
Matematika AL
QALASADI, Vol. 2 No. 2,
(2018)
Terakreditasi SINTA 4
6.
PENERAPAN REALISTIC MATHEMATICS
EDUCATION (RME)
DI SEKOLAH DASAR
(Dyah Anugrat Herzamzam; Ilmi Noor Rahmad)
Prima Magistra: Jurnal Ilmiah
Kependidikan
Volume 1 – Nomor 2, Oktober
2020, 184-190
Garuda

Berdasarkan data sampel di atas, maka peneliti melakukan analisis terhadap pustaka
tersebut, sehingga diperoleh data hasil analisis yang disajikan dalam tabel 2 berikut:

Tabel 2. Data Hasil Penelitian
No. Sampel Hasil Analisis
1 Pengaruh model pembelajaran RME pada penelitian ini berada pada kategori
pengaruh rendah dalam pemecahan suatu masalah.
2 Pengaruh model pembelajaran RME pada penelitian ini berada pada kategori
pengaruh rendah dalam pemecahan suatu masalah.
3 Model pembelajaran RME pada penelitian ini berada pada kategori pengaruh
diabaikan.
4 Pengaruh model pembelajaran RME pada penelitian ini berada pada kategori
pengaruh rendah dalam pemecahan suatu masalah.
5 Hasil dari penelitian ini menunjukkan
bahwa jumlah sampel yang lebih besar dapat meningkatkan presisi hasil sebuah
penelitian.
6 Melalui penerapan RME dapat meningkatkan hasil belajar siswa.
Dimana, pada setiap siklus penelitian yang dilakukan peserta didik mengalami
penigkatan secara terus menerus.

Pembahasan

Kurikulum 2013 di Sekolah Dasar
Kurikulum dinyatakan sebagai komponen penting dalam pembelajaran dan digunakan
sebagai acuan dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran di sekolah. Hal ini sesuai dengan
rumusan pengertian kurikulum yang tercantum dalam Pasal 1 Ayat (19) Undang-undang No.
20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu (Kebudayaan, 2003). Adanya perkembangan dan perubahan dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di Indonesia sebagai dampak dari pengaruh
perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta seni dan budaya
menuntut perlunya perbaikan sistem pendidikan nasional (Abidin, 2014). Hal ini menjadi salah
satu landas tumpu pertimbangan dalam perubahan kebijakan kurikulum pendidikan di
Indonesia. Sehingga saat ini di Indonesia telah menggunakan kurikulum 2013 sebagai
pembaharuan dari kurikulum sebelumnya yaitu kurikulum 2006.
Kurikulum 2013 secara resmi diluncurkan pada tanggal 15 Juli 2013 dan kurikulum
ini sudah dilaksanakan pada tahun pelajaran 2013/2014 di sekolah-sekolah tertentu saja.
Kurikulum 2013 dinyatakan sebagai serentetan rangkaian penyempurnaan terhadap kurikulum
sebelumnya yakni kurikulum 2004 dengan berbasis kompetensi lalu diteruskan dengan

Jurnal Penelitian Pendidikan, April, 24 (1), 2024, hal. 64 - 75
DOI: https://doi.org/10.17509/jpp.v24i1.69278


e-ISSN: 2541-4135| p-ISSN: 1412-565 X
Copyright © authors, 2024
70

kurikulum 2006 atau KTSP (Sarwan, 2014). Maka, dengan diberlakukannya kurikulum baru
atau kurikulum 2013 ini tentunya proses pembelajaranpun akan mengalami perubahan. Oleh
sebab itu, dalam proses pembelajaran membutuhkan suatu inovasi dan kreasi untuk
mewujudkan tujuan pendidikan sebagaimana tercantum dalam kurikulum 2013.
Fokus utama atau titik tumpu dari pengembangan kurikulum 2013 ini berada pada
penyempuranaan pola pikir, penguatan tata kelola kurikulum, pendalaman dan perluasan
materi, penguatan proses pembelajaran, dan penyesuaian beban belajar agar dapat menjamin
kesesuaian antara hasil dan keinginan. Oleh sebab itu, kurikulum 2013 dijadikan sebagai salah
satu upaya dalam menghadapi tantangan globalisasi dan tuntutan dari masyarakat Indonesia di
masa depan.
Perubahan Kurikulum 2013 ini juga berwujud pada standar kompetensi lulusan, materi,
proses dan penilaian secara komprehensif. Standar isi pendidikan dasar dan menengah pula
mengalami perubahan seiring dengan ditetapkannya kurikulum 2013. Ismayanti, (2016)
menjelaskan bahwa isi dari Permendikbud No 21 tahun 2016 tentang Standar Isi Pendidikan
Dasar dan Menengah meliputi poin-poin sebagai berikut: (1) Tingkat kompetensi dan
kompetensi inti sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan tertentu. (2) Kompetensi inti
meliputi sikap spiritual, sikap sosial, pengetahuan dan keterampilan. (3) Ruang lingkup materi
di kemas secara spesifik untuk setiap mata pelajaran dengan dirumuskan berdasarkan Tingkat
Kompetensi dan Kompetensi Inti untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang
dan jenis pendidikan tertentu.
Kurikulum 2013 bertujuan untuk mempersiapkan manusia Indonesia agar memiliki
kemampuan sebagai pribadi dan warga negara beriman, produktif, kreatif, inovatif, dan afektif
serta mampu berkontribusi pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, bernegara dan
peradaban dunia (Kemendikbud., 2017). Dengan demikian, sekolah diberikan keleluasaan
untuk mengembangkan Kurikulum 2013 sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, kebutuhan
peserta didik dan potensi daerah tempat sekolah itu berada. Kurikulum 2013 disusun dengan
mengembangkan dan memperkuat sikap, pengetahuan dan keterampilan secara berimbang
(Machali, 2014). Namun, peserta didik di Sekolah Dasar cenderung hanya memahami
hubungan antar konsep secara sederhana serta memandang segala sesuatu itu sebagai keutuhan.
Usia peserta didik di sekolah dasar tergolong pada rentang usia dini (Karli, 2013). Dengan
demikian, proses kegiatan belajar mengajar di tingkat satuan pendidikan dasar tentunya harus
mengikuti kurikulum 2013, dimana kurikulum 2013 ini dalam penerapannya berimplikasi
terhadap empat hal model pembelajaran diantaranya pendekatan saintifik, tematik-integratif,
penilaian autentik dan , strategi aktif.

Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Pembelajaran dilakukan dengan sengaja sebagai upaya untuk mentransfer pengetahuan,
mengorganisasi dan menciptakan sistem lingkungan belajar menggunakan berbagai metode
oleh guru sehingga peserta didik mampu mencapai kegiatan belajar secara efektif dan efisien
(Sagala, 2010). Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
pasal 1 ayat 20 menyatakan bahwa pembelajaran diartikan sebagai proses interaksi peserta
didik dengan guru dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (Kebudayaan, 2003).
Sehigga Nur, Halidjah, & Tampubolon, (2014) menyatakan bahwa pembelajaran didefinisikan
sebagai kegiatan dengan melibatkan peserta didik dan guru dengan menggunakan berbagai
sumber belajar baik dalam situasi di dalam kelas maupun di luar kelas. Jadi dapat disimpulkan
bahwa pembelajaran memiliki arti sebagai aktivitas antara guru dan peserta didik sebagai
bentuk upaya guru untuk menyampaikan ilmu pengetahuan, mengorganisasi dan menciptakan
sistem lingkungan belajar dengan berbagai metode dengan dilakukan secara sengaja sehingga
peserta didik mampu melakukan kegiatan belajar secara efektif dan efisien.

Jurnal Penelitian Pendidikan, April, 24 (1), 2024, hal. 64 - 75
DOI: https://doi.org/10.17509/jpp.v24i1.69278


e-ISSN: 2541-4135| p-ISSN: 1412-565 X
Copyright © authors, 2024
71

Matematika merupakan suatu alat yang digunakan untuk memperluas cara berpikir,
karena itu dalam proses pemecahan masalah dikehidupan sehari-hari matematika akan sangat
diperlukan, selain itu matematika digunakan juga untuk memfasilitasi siswa menuju generasi
4.0 yang mana telah terjadi perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi agar
tidak tertinggal oleh perkembangan zaman (Offirston, 2014). Hal ini dapat dimaknai bahwa
belajar matematika sangat berperan penting dalam kehidupan sehari-hari, dan hal ini pula
berpengaruh terhadap perkembangan pola fikir peserta didik yang mampu memberikan
dampak terhadap kehidupan yang sebenarnya.
Matematika merupakan salah satu disiplin ilmu yang dipelajari di lembaga
pendidikan, diberikan kepada peserta didik sejak tingkat dasar sampai ke jenjang yang lebih
tinggi (Marwati, Pranata, & Suryana, 2020). Pada pembelajaran matematika, peserta didik
dihadapkan dengan proses belajar mengajar untuk mengembangkan kreativitas berpikir, serta
dapat mengkontruksi pengetahuan baru sebagai upaya meningkatkan penguasaan yang baik
terhadap materi matematika (Susanto, 2016). Sejalan dengan itu matematika sebagai mata
pelajaran yang memiliki peranan penting bagi peserta didik dalam membentuk pola berpikir
kritis, logis, kreatif dan membantu dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari. Hal ini
sejalan dengan (Nur’aeni, dkk, hlm. 5) mengemukan bahwa salah satu program pendidikan
yang dapat mengembangkan kemampuan berfikir kritis, sistematis, logis dan kreatif adalah
matematika. Sehingga, fokus utama dalam pembelajaran matematika adalah pemecahan
masalah (Permendiknas No. 22, 2006). Mengingat betapa pentingnya matematika, maka
pendidikan matematika sudah ditanamkan sejak tingkat sekolah dasar. Pendidikan matematika
dapat diperoleh melalui kegiatan pembelajaran, bahkan pemerintah menjadikan matematika
sebagai salah satu mata pelajaran wajib sejak tingkat dasar.
Pemahaman konsep matematika perlu dimiliki oleh peserta didik sejak tingkat sekolah
dasar, karena matematika merupakan mata pelajaran yang berhubungan dengan berbagai
konsep. Konsep-konsep dalam matematika memiliki keterkaitan dengan konsep materi satu
dengan materi lainnya. Oleh karena itu, peserta didik belum mampu memahami suatu materi
jika belum memahami materi sebelumnya atau materi prasyarat dari materi yang akan di
pelajari. Pendapat tersebut sesuai dengan Bernard & Chotimah (2018) yang menyatakan bahwa
“terdapat banyak peserta didik setelah belajar matematika bagian yang sederhana, banyak yang
tidak dipahaminya dan banyak konsep yang dipahami secara keliru.” Pentingnya pemahaman
konsep matematika merupakan modal dasar atas perolehan hasil belajar yang memuaskan
dievaluasi akhir nantinya. Dengan belajar konsep, peserta didik dapat memahami dan
membedakan kata, simbol dan tanda dalam matematika (Suprijono, 2013).
Tingkat pemahaman matematika seorang peserta didik dipengaruhi oleh
pengamalannya pribadi (Markaban, 2006:3). Hal ini menunjukkan bahwa pemahaman peserta
didik dalam belajar diperoleh dari apa yang ia alami dalam pembelajaran tersebut. Selanjutnya
Bruner (dalam Markaban, 2006) menyatakan, pembelajaran matematika merupakan usaha
untuk membantu peserta didik dalam mengkontruksi pengetahuan melalui proses, karena
mengetahau adalah suatu proses, bukan suatu produk. Hal ini sejalan dengan Vygotsky (dalam
Marhaeni, 2007) yang menyatakan bahwa, konruksi pengetahuan terjadi melalui proses
interaksi sosial bersama orang lain yang lebih paham akan pengetahuan tersebut. Aktivitas
tersebut dimulai dari pengalaman, sehingga peserta didik perlu diberi kesempatan seluas-
luasnya untuk mengkontruksi sendiri pengetahuan yang harus dimilikinya. Dari beberapa
pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu pemahaman diperoleh peserta didik melalui
suatu kegiatan proses yang dilalui oleh peserta didik saat belajar dan interaksi yang terjadi saat
belajar bersama orang lain, sehingga peserta didik dapat membentuk pengetahuan dan
pemahaman dari apa yang dialaminya. Oleh karena itu pada pelaksanaan pembelajaran
matematika diperlukan berbagai model, media, strategi dan pengalaman langsung untuk

Jurnal Penelitian Pendidikan, April, 24 (1), 2024, hal. 64 - 75
DOI: https://doi.org/10.17509/jpp.v24i1.69278


e-ISSN: 2541-4135| p-ISSN: 1412-565 X
Copyright © authors, 2024
72

mengurangi kesulitan yang dihadapi saat belajar matematika. Sejalan dengan Hans Freudenthal
(dalam hobri, 2009, hlm. 164) mengemukakan bahwa “mathematics as a human activity.”
Karena itu, diperlukan berbagai strategi, metode, teknik, model dan sumber pembelajaran yang
sesuai dengan apa kebutuhan dan kesulitan peserta didik dalam memahami konsep.
Dari uraian diatas dapat diintegrasikan bahwa pembelajaran matematika adalah proses
komunikasi antara pendidik dan peserta didik dengan mempelajari materi matematika yang
bertujuan untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kemampuan komunikasi dan
pemecahan masalah. Pembelajaran matematika untuk peserta didik adalah pembentukan pola
pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun alam penalaran suatu hubungan diantara
pengertian-pengertian itu. Dalam pembelajaran matematika, peserta didik dibiasakan untuk
memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang
tidak dimiliki dari sekumpulan objek (abstraksi).

Model Pembelajaran Matematika Realistik (Realistic Matematich Education/RME)
Lady et al. (2018) mengemukakan bahwa Realistic Mathematics Education (RME)
merupakan model pembelajaran matematika yang berbasis pada realita dan lingkungan di
sekitar peserta didik. Guru berupaya menyajikan pembelajaran dengan cara memanfaatkan
contoh-contoh nyata yang dapat dilihat atau dialami oleh peserta didik. Pembelajaran
matematika realisik pada dasarnya adalah pemanfaatan realitas dan lingkungan yang dipahami
peserta didik untuk memperlancar proses pembelajaran matematika sehingga mencapai tujuan
pendidikan matematika secara lebih baik pada yang lalu. Gravemeijer (1994:82)
mengungkapkan bahwa realistic mathematics education is rooted in freudenthal’s
interpretation of mathematics as an activity. Artinya, pembelajaran matematika realistic ini
merupakan suatu pembelajaran yang berakar pada pilihan untuk menginterpretasikan bahwa
matematika itu suatu aktivitas atau kegiatan. Sehingga dalam belajar matematika diperlukan
keaktifan dari yang mempelajarinya, dalam hal ini adalah peserta didik.
Model pembelajaran RME menggunakan konteks atau masalah dunia nyata siswa,
masalah yang diberikan menuntun siswa secara alamiah pada materi yang akan dituju. Hal
tersebut didukung oleh pendapat (Herzamzam & Rahmad, 2020) salah satu fungsi masalah
kontekstual dalam pembelajaran Realistik adalah menuntun siswa masuk ke dalam matematik
secara alamiah dan termotivasi.Pembelajaran dapat dimulai dengan memberikan dua masalah
yaitu satu masalah kontekstual tentang kelipatan dan satu masalah tentang menentukan
kelipatan suatu bilangan. Subarinah, S. (2007) menyatakan bahwa “pembelajaran matematika
realistik merupakan suatu model pembelajaran matematika yang memanfaatkan kemampuan
siswa secara individual maupun kelompok dan sumber-sumber belajar disekitarnya secara
optimal”. Sedangkan Suharta, I. (dalam Tampubolon, Putri, T., 2016) menyatakan bahwa
“model pembelajaran matematika realistik adalah salah satu model pembelajaran matematika
yang menggunakan konteks dunia nyata siswa”.
Dari kedua pendapat diatas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran matematika
realistik adalah salah satu model pembelajaran dalam matematika yang menekankan pada
kemampuan siswa baik secara individual maupun kelompok didasarkan konteks dunia nyata
dengan memanfaatkan sumber-sumber belajar disekitarnya. Lauren et al. (2018) dan Fauzan et
al. (2017) mengemukakan bahwa prinsip-prinsip pembelajaran RME adalah (1) berbasis
aktivitas, guru harus mampu mendorong peserta didik agar aktif secara fisik dan mental; (2)
berbasis realita, pelajaran dimulai dengan mengangkat permasalahan riil di sekitar lingkungan
belajar peserta didik; (3) penyelesaian masalah secara berjenjang, peserta didik diarahkan
untuk melakukan tahapan-tahapan tertentu untuk menyelesaikan masalah; (4) keterhubungan,
menunjukkan kaitan antara konsep matematika satu dengan yang lainnya, tidak terpisah-pisah;
dan (5) interaksi sosial, kegiatan pembelajaran matematika agar mampu menciptakan

Jurnal Penelitian Pendidikan, April, 24 (1), 2024, hal. 64 - 75
DOI: https://doi.org/10.17509/jpp.v24i1.69278


e-ISSN: 2541-4135| p-ISSN: 1412-565 X
Copyright © authors, 2024
73

hubungan sosial antara guru dan peserta didik sehingga pembelajaran berlangsung interaktif,
aktif, dan menyenangkan
Berdasarkan prinsip-prinsip model pembelajaran realistic ini maka suatu pembelajaran
matematika diharapkan dapat memberikan dampak yang baik dalam pembelajaran sehingga
pandangan terhadap pembelajaran matematika yang sulit itu bisa tergantikan dengan stigma
bahwa pembelajaran matematika itu asik dan menyenangkan. Penerapan model RME pada
pembelajaran matematika ini memiliki keterkaitan yang sangat erat dengan konsep-konsep
yang ada pada materi matematika. Papadakis (2021) menyatakan bahwa model pembelajaran
RME berkaitan dengan konsep-konsep matematika, kemampuan berpikir kritis, berpikir
kreatif, dan pemecahan masalah. Warsito et al. (2018) menyatakan bahwa model pembelajaran
RME memberikan kesempatan yang seluas luasnya bagi peserta didik untuk membangun
pengetahuan sendiri melalui proses pemecahan permasalahan yang diberikan.
Model Pembelajaran Realistik/RME ini memiliki karakteristik tersediri dalam
penerapannya. Van Reeuwijk (dalam Drijvers, P. 2000), karakakteristik RME adalah
menggunakan konteks ‘real’ world, free productions and constructions, mathematization,
interaction and integrated learning strands. Maka, berdasarkan karakteristik RME tersebut,
maka dapat dijabarkan sebagai berikut:
a. Real World, artinya berkaitan dengan dunia nyata, tidak hanya sebagai sumber
matematisasi dan wadah untuk menerapkan matematika, akan tetapi siswa dapat
mendapatkan pengetahuan yang bermakna dari cara sendiri melalui kehidupan nyata.
b. Free productions and constructions, yaitu dengan bimbingan guru, siswa diberikan
kesempatan untuk mengembangkan pengetahuan informal mereka. Strategi informal dapat
berupa langkah pemecahan masalah kontekstual, untuk mengkonstruksi pengetahuan
matematika formal.
c. Mathematization, artinya pengaturan model matematika dengan matematisasi progresif,
baik matematisasi horizontal yang mengacu pada pemodelan situasi masalah pada
matematika atau matematisasi vertikal yang mengacu pada proses matematika yang lebih
tinggi.
d. Interaction, yaitu berkaitan dengan proses interaksi antara siswa dengan siswa ataupun
antara siswa dengan guru.
e. Menggunakan keterkaitan (intertwinment), pengintegrasian konsep-konsep matematika
menjadi penting dalam RME. Dalam pembelajaran dikaitkan dengan bidang lain sebagai
upaya dalam penyelesaian masalah. Siswa dalam menerapkan matematika dibutuhkan
pengetahuan yang komplek artinya tidak hanya dibidang matematika saja, akan tetapi
dibidang lain.

Pada RME, dunia nyata digunakan sebagai titik awal dalam mengembangkan ide dan
konsep matematika. Pada kehidupan sehari-hari siswa sering menemukan dan melakukan
konsep matematika, seperti pada pengukuran dan transaksi jual beli. Sehingga dalam hal ini
secara tidak langsung guru dituntut untuk memahami strategi dan model belajar yang sesuai
dengan tingkat perkembangan anaknya. Hal ini sesuai dengan (Widana, 2021) yang
menyatakan bahwa guru-guru hendaknya mampu menciptakan iklim pembelajaran yang
mampu memfasilitasi pengembangan kemampuan pemecahan masalah peserta didik. Namun,
peserta didik tidak cukup dengan cara meniru langkah-langkah penyelesaian masalah-masalah
seperti yang pernah dijumpainya. Peserta didik harus melakukan langkahlangkah tambahan
tertentu misalnya memodifikasi penyelesaian masalah yang pernah dilakukan atau membuat
tahapan-tahapan penyelesaian masalah tidak rutin itu ke dalam beberapa penyelesaian masalah
yang telah dikenalnya.

Jurnal Penelitian Pendidikan, April, 24 (1), 2024, hal. 64 - 75
DOI: https://doi.org/10.17509/jpp.v24i1.69278


e-ISSN: 2541-4135| p-ISSN: 1412-565 X
Copyright © authors, 2024
74

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis artikel yang relevan dengan penulisan ini maka dapat
disimpulkan bahwa penerapan Model Belajara RME atau R ealistic
Mathematics Education dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Hal ini tentu akan
mempengaruhi terhadap kualitas daya pikir peserta didik / anak dalam pemhaman konsep
matematika yang berkaitan langsung dengan kehidupan sehari-hari. Selain itu, pemahaman
konsep matematika juga berpengaruh besar terhdap perkembanganteknoogi informasi di era
modern seperti saat ini. Oleh sebab itu, penggunaan model belajar RME dapat dijadikan
sebagai salah satu solusi pemilihan model pembelajaran yang efektif digunakan pada
pembelajaran matematika.

DAFTAR PUSTAKA

(Permendiknas), P. M. P. N. (n.d.). Buku the Missing Components, Intermediate Unit !
Pennylvania: Carmegie Mellon.
Abidin. (2014). Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum 2013. Refika Aditama.
Bernard, M., & Chotimah, S. (2018). Improve student mathematical reasoning ability with
open-ended approach using VBA for powerpoint. AIP Conference Proceedings,
2014(September). https://doi.org/10.1063/1.5054417
Bunga, N. (2016). Pendekatan Realistic Mathematics Education Untuk Meningkatkan
Kemampuan Koneksi Dan Komunikasi Matematis Siswa. Jurnal Pena Ilmiah, 1(1), 441–
450.
Creswell, J. W. (2013). Research Design Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan Mixed.
Pustaka Pelajar.
Dewi, I., & Lisiani, S. (2015). Upaya Meningkatkan Kreativitas Matematika Siswa Sekolah
Menengah Pertama Negeri 5 Terbuka Medan dengan Menggunakan Modul Model
Learning Cycle. Jurnal Didaktik Matematika, 2(1).
Drijvers. P. (2000). Students encountering obstacles using a cas. International Journal of
Computers for Mathematical Learning: Kluwer Academic Publishers.
Fadli, M. R. (2021). Memahami desain metode penelitian kualitatif. Humanika, 21(1), 33–54.
https://doi.org/10.21831/hum.v21i1.38075
Gravemeijer, K. (1994). Developing Realistic Mathematics Education. Utrecht:Freudenthal
Institute.
Hernawan, A. H. (1991). Pengembangan model pembelajaran tematik di kelas awal sekolah
dasar, 1–14.
Herzamzam, D. A., & Rahmad, I. N. (2020, October). Penerapan Realistic Mathematics
Education (RME). Prima Magistra: Jurnal Ilmiah Kependidikan, 1(2), 184-190.
Hobri, Ummah, I. K., Yuliati, N., & Dafik. (2020). The effect of jumping task based on creative
problem solving on students’ problem-solving ability. International Journal of
Instruction, 13(1), 387–406. https://doi.org/10.29333/iji.2020.13126a.
Holisin, I. (2007). Pembelajaran Matematika Realistik (PMR). Jurnal Didaktis, 5(3), 1-68.
Ismayanti, D. (2016). Salinan Lampiran Peraturan Menteri Pendidikan Dan Kebudayaan
Nomor 21 Tahun 2016 Tentang Standar Isi Pendidikan Dasar Dan Menengah, 23(45), 5–
24.
Karli. (2013). Pembelajaran Tematik dalam Kurikulum 2013.
Kebudayaan, K. P. dan. (2003). Undang-Undang No. 20 Tahun 2003. Kementrian Pendidikan
dan Kebudayaan.
Lady, A., Utomo, B. T., & Lovi, C. (2018). Improving mathematical ability and student
learning outcomes through realistic mathematic education (RME) approach.

Jurnal Penelitian Pendidikan, April, 24 (1), 2024, hal. 64 - 75
DOI: https://doi.org/10.17509/jpp.v24i1.69278


e-ISSN: 2541-4135| p-ISSN: 1412-565 X
Copyright © authors, 2024
75

International Journal of Engineering and Technology, 7 (2), 55–57.
https://doi.org/10.14419/ijet.v7i2.10.10954
Machali, I. (2014). Kebijakan Perubahan Kurikulum 2013 dalam Menyongsong Indonesia
Emas Tahun 2045 . Jurnal Pendidikan Islam, 4 (1), 71–94.
https://doi.org/10.14421/jpi.2014.31.71-94
Marwati, T., Pranata, O. H., & Suryana, Y. (2020). Pengembangan Buku Cerita Bergambar
Konsep Keliling dan Luas Daerah Persegi Panjang untuk Siswa Kelas IV SD.
Pedadidaktika: Jurnal Ilmiah Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 7, 42-53.
Musrikah. (2016). Model Pembelajaran Matematika Realistik Sebagai Optimalisasi
Kecerdasan Logika Matematika Pada Siswa Sd/Mi. Ta’lum, 04(01).
Nuh, M. (2013). PERATURAN MENTERI PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN NO 67
TAHUN 2013.
Nur, S., Halidjah, S., & Tampubolon, B. (2014). MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA
DALAM PEMBELAJARAN PKn DENGAN MODEL KOOPERATIVE LEARNING TIPE
TWO STAY-TWO STRAY.
Permendikbud. (2017). KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN .
Ramadhani, M. H. (2017). PEMBELAJARAN REALISTIC MATHEMATIC EDUCATION
TERHADAP KEMAMPUAN BERFIKI R KREATIF. Seminar Nasional Matematika Dan
Pendidikan Matematika , 265 –272. Retrieved from
http://ejournal.radenintan.ac.id/index.php/pspm/article/view/1025
Pengembangan, I., Abad, K., Perencanaan, D., & Pembelajaran, P. (2017). KEMENTERIAN
PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN .
Sagala, S. (2010). Supervisi Pembelajaran: dalam Profesi Pendidikan. Alphabeta.
Sarwan, R. (2014, March). Peluncuran Kurikulum Baru. Kompas. http://lipsus.kompas.com/
Subarinah, S. (2007). Model Pembelajaran Matematika Realistik Untuk Meningkatkan
Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan, 37(1), 23-38.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Alfabeta.
Suherman, E. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. Bandung: UPI.
Tampubolon, Putri, T. (2016). Penerapan Model Pembelajaran Matematika Realistik
Indonesia Untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas IV SD. Jurnal
Pendidikan, 1(1), 190-198.
Widana, I. W. (2021). Realistic Mathematics Education (RME) untuk Meningkatkan. Jurnal
Elemen, 7(2), 450-462. doi:10.29408/jel.v7i2.3744
Yusanto, Y. (2020). Ragam Pendekatan Penelitian Kualitatif. Journal of Scientific
Communication (Jsc), 1(1), 1–13. https://doi.org/10.31506/jsc.v1i1.7764