ETNOBOTANI JENIS-JENIS PANDANACEAE
SEBAGAI BAHAN PANGAN DI INDONESIA
Y. Purwanto dan Esti Munawaroh
Pusat Penelitian Biologi-LIPI dan PKT Kebun Raya Bogor-LIPI
ABSTRACT
Ethnobotany study the species of Pandanaceae as food in parts of Indonesia is based on the results of a study carried out in
stages from 1990 until 2008. This study aimed to explore alternative sources of additional food family Pandanaceae and basic data for
developing a new food source for the wealth of food in Indonesia. This study was important because there were no detailed data reveal
about the sources of food that comes from the family of Pandanaceae. Data were obtained through interviews, exploration, and direct
observation and literature study. The study showed that the family of Pandanaceae had numerous benefits not only as craft materials and
local technology, but some kind of family Pandanaceae useful as a medicinal, flavoring materials, dyes and food supplies. Recorded eight
species that had value as food were Pandanus conoideus, Pandanus brosimus, Pandanus julianettii, Pandanus tectorius, Pandanus
dubius, Pandanus iwen, Pandanus krauelianus, and Sararanga sinuosa. Species of pandanus like the Pandanus conoideus known as
red fruit has economic value after this species of Pandanus known efficacious drugs. Traditionally, this species has benefits as a food
flavoring material that is as a source of vegetable fat sauce for the people of Papua. While the species of Sararanga sinuosa, besides
potential as fruits, the fruit has also content vitamin C that relatively quite high. The detailed results of phytochemical analysis and
nutritional value of Pandanus spp as food materials presented in this paper.
Key words: ethnobotany, species of Pandanaceae, food, the people of Indonesia
PENGANTAR
Pandanaceae adalah suku tumbuh-tumbuhan yang
secara geografis tersebar mulai dari tepi laut hingga
pegunungan tinggi. Suku Pandanaceae terdiri dari 3 marga
yaitu marga Sararanga Hemsl., Freycinetia Gaidich.,
dan Pandanus Parkinson. Marga Sararanga terdiri atas
2 jenis, marga Freycinetia terdiri atas sekitar 175 jenis
dan marga Pandanus terdiri atas 600 jenis (Stone, 1976).
Daerah persebaran marga Freycinetia spp. Diantaranya di
Jawa, Sumatera, Maluku; marga Pandanus spp. Di Jawa,
Sumatera, Bali, Sulawesi, Kalimantan, Kep. Sunda Kecil,
Maluku, Papua. Sedangkan marga Sararanga spp., saat ini
baru ditemukan di Indonesia bagian timur (Papua).
Keanekaragaman jenis Pandanaceae tersebut
memberikan inspirasi untuk menginventarisasi kegunaan
dan potensinya bagi masyarakat Indonesia. Beberapa pustaka
(Stone, 1961, 1982, 1987; Jebb, 1992; Hyndman, 1984;
Walter dan Sam, 2002) menyebutkan bahwa Pandanaceae
mempunyai beberapa kegunaan diantaranya adalah sebagai
bahan pangan, bahan obat tradisional, bahan bangunan
(atap), bahan serat, teknologi lokal dan kegunaan lainnya.
Melalui studi etnobiologi Pandanaceae diharapkan dapat
diungkapkan potensinya sehingga memiliki nilai tambah
dan sebagai dasar pengembangan. Sebagai contoh studi
etnobotani jenis-jenis Pandanaceae yang digunakan sebagai
bahan obat dapat mempunyai banyak manfaat, diantaranya
melalui analisis pengetahuan lokal tentang pengobatan
tradisional dapat teridentifikasi bahan baku obat-obatan,
pestisida, bahan racun, dan produk alami lainnya. Sebagai
bahan pangan mempunyai nilai tambah sebagai penambah
khasanah pangan Indonesia. Sebagai bahan teknologi
lokal, akan terungkap jenis-jenis Pandanaceae berpotensi
dan perannya dalam kehidupan masyarakat. Selain itu
melalui analisis terhadap sistem praktis pengelolaan
sumber daya hayati khususnya suku Pandanaceae oleh
masyarakat lokal dapat membantu mengidentifikasi dan
mendukung upaya konservasi keanekaragaman jenis dan
habitat, serta membantu membangun kesadaran betapa
pentingnya hubungan ekologis antara manusia dengan
lingkungannya.
Melalui studi keanekaragaman jenis dan potensi jenis-
jenis dari suku Pandanaceae sebagai bahan pangan ini
diharapkan mampu menyajikan alternatif pengembangan
pemanfaatan sumber daya tumbuhan (Pandanaceae) sebagai
sumber pangan dan pendapatan bagi masyarakat lokal,
pemerintah daerah dan nasional.
BAHAN DAN CARA KERJA
Metode pengambilan data dilakukan dengan tiga
pendekatan yaitu (1) pendekatan etnobiologi yang menitik-
beratkan data-data tentang pengetahuan masyarakat
lokal tentang suku Pandanaceae dan pengelolaannya
(pemanfaatan). Dalam kesempatan ini diamati pula
pengetahuan lokal tentang keanekaragaman jenis dari suku
Pandanaceae; (2) pendekatan taksonomi yaitu melakukan
eksplorasi di sepanjang kawasan terpilih dan melakukan
Berk. Penel. Hayati Edisi Khusus: 5A (97–108), 2010

Etnobotani Jenis-jenis Pandanaceae98
koleksi semua jenis dari suku Pandanaceae; dan (3)
Studi pustaka. Tata cara pembuatan koleksi Pandanaceae
mengikuti metode yang disusun oleh Stone (1982).
HASIL
1. Keanekaragaman Jenis Pandanaceae
Pandanaceae adalah salah satu suku yang termasuk ke
dalam kelas tumbuhan berkeping satu (Monocotyledoneae)
yang terdiri atas 4 marga yaitu marga Freycinetia, Pandanus,
Sararanga, dan Martellidendron. Suku Pandanaceae ini
hanya ditemukan pada kawasan Tropika Dunia Lama
(Old World Tropics) (Gambar 1). Keanekaragaman jenis
Pandanaceae secara keseluruhan di kawasan Malesia
(Malaysia, Phillipina, Indonesia dan Papua Nugini) seperti
tercantum dalam Tabel 1 berikut:
Tabel 1. Jumlah jenis suku Panadanaceae di kawasan
Malesiana
Kawasan
Jumlah Jenis Per Marga
FreycinetiaPandanus Sararanga
Semenanjung
Malaya
8–10 ca. 50 -
Sumatra ca. 5–7 ca. 15–20 -
Jawa ca. 5–6 ca. 16 -
Borneo 25–30 > 60 -
Sulawesi ca. 6–7 ca. 5–10 -
Nusa Tenggara ca. 1–3 ca. 2–3 -
Maluku ca. 5–10 ca. >20 -
Filipina 24–25 > 50 1
Papua dan
Papua Nugini
ca. 60 > 100 1
Untuk membedakan karakter morfologi dari ke empat
marga tersebut adalah seperti dalam Tabel 2.
a. Marga Freycinetia
Marga Freycinetia merupakan pandan yang merambat
dan memiliki keanekaragaman sekitar 200 jenis. Persebaran
dari marga ini ditemukan hampir di seluruh kawasan tropika
dunia lama. Jenis-jenis Freycinetia belum banyak diketahui
manfaatnya, namun sangat potensial untuk dikembangkan
sebagai tanaman hias.
b. Marga Pandanus
Marga Pandanus memiliki keanekaragaman jenis
sekitar 700 jenis menyebar di seluruh kawasan tropika
dunia lama. Sebagai bagian dari kawasan Flora Malesiana,
Indonesia menempati kedudukan yang istimewa; bukan
hanya terkait dengan tingginya keragaman jenis, namun
juga ditengarai sebagai daerah asal dari beberapa jenis suku
Pandanaceae yang memiliki nilai ekonomi penting, seperti
pandan wangi (Pandanus amaryllifolius, yang ditengarai
berasal dari Maluku), pandan buah merah (Pandanus
conoideus, yang diberitakan pertama kali oleh Rumphius
pada tahun 1743 dari Maluku, dan pandan tikar (Pandanus
tectorius) sebagai bahan baku utama kerajinan anyaman.
Meski begitu, kajian suku ini di Flora Malesiana,
khususnya Indonesia, dirasakan kurang sekali, bahkan
banyak wilayah di Indonesia yang hampir tidak ada data;
seperti Sulawesi, Maluku, dan Nusa Tenggara. Keadaan ini
diperparah dengan kenyataan bahwa semenjak penerbitan
pertama kali sebuah monograf (risalah lengkap) Pandanaceae
oleh Warburg (1900a, 1900b), belum pernah lagi dilakukan
kajian terbaru. Meski Stone berhasil menerbitkan sebuah
monograf untuk Sararanga pada tahun 1961, karya inipun
perlu direvisi terkait dengan serangkaian penemuan baru
di Papua Nugini.
Keterangan: Pandanus (garis warna merah); Freycinetia (garis warna kuning); Sararanga (garis warna toska); dan Martellidendron
(garis warna biru)
Gambar 1. Peta persebaran Pandanaceae

Purwanto dan Munawaroh 99
Tabel 2. Perbedaan karakter morfologi marga Freycinetia, Pandanus, Sararanga dan Martellidendron
Karakter Morfologi Freycinetia Pandanus Sararanga Martellidendron
Perawakan Perambat Semak, perdu hingga
pohon besar
Pohon besar Pohon sedang
Perakaran Akar perambat Akar penopang (pada
beberapa jenis tidak ada
akar penopang)
Seperti kelapa Akar penopang
Perkembangan akar Muncul dari ketiak daun
(leaf axils)
Muncul dari bagian
bawah batang atau
ketiak daun
Hanya muncul dari
bagian bawah batang
Muncul dari bagian
bawah batang atau
ketiak daun
Akar nafas
(pneumatophore)
Tidak ada Jarang (hanya di
beberapa jenis saja)
Tidak ada Jarang (hanya di
beberapa jenis saja)
Susunan daun Tersusun spiral dalam 3
urutan (tristichous)
Tersusun spiral dalam 3
urutan (tristichous)
Tersusun spiral dalam 4
urutan (tetrastichous)
Tersusun spiral dalam 3
urutan (tristichous)
Pembagian daun Lembaran (lamina) dan
upih daun (sheath) jelas
Lembaran dan upih daun
tidak jelas
Lembaran dan upih daun
tidak jelas
Lembaran dan upih daun
tidak jelas
Duri di tepi daun Ada, tetapi umumnya
hanya dibagian pangkal
atas dan bawah saja
Ada di sepanjang daunAda di sepanjang daunAda di sepanjang daun
Duri membalik di bagian
bawah daun (recurved
spines)
Tidak ada Ada di sebagian besar
jenis
Tidak ada Ada di sebagian besar
jenia
Cuping (auricle) Ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
Perbungaan dan kelaminBerumah dua
(dioecious) dengan
kecenderungan
berumah satu
(polygamo-dioecious)
pada beberapa jenis
Berumah dua
(dioecious)
Berumah dua
(dioecious)
Berumah dua
(dioecious)
Perbuahan 3 atau lebih cephalia,
sangat jarang terdiri dari
1 cephalium
Cephalium atau tandan
dengan beberapa
cephalia
Tandan bercabang
banyak dan berat
(massive branched
paniculate)
Cephalium
Daun seludang (spathes)Ada, berwarna sangat
beragam
Ada, berwarna sangat
beragam
Tidak ada Ada, berwarna sangat
beragam
Bentuk tangkai
perbuahan
Tabung (silinder) Tabung (silinder) Bersegi empat Tabung (silinder)
Bunga Terkumpul dalam malai
(racemes)
Terkumpul dalam bentuk
kepala atau tandan
Terkumpul dalam bentuk
tandan
Terkumpul dalam bentuk
kepala atau tandan
Buah Buah basah berdaging
(berries) dengan 1 atau
lebih bakal biji (ovules)
Buah keras & kering
tunggal berbiji 1 (drupe)
atau majemuk dengan
banyak biji (phalange)
Buah basah berdaging
(berries) dengan banyak
biji
Buah keras & kering
tunggal berbiji 1 (drupe)
atau majemuk dengan
banyak biji (phalange)
Daun buah (carpels) Terdapat banyak bakal
biji (multiovulate)
Terdapat satu bakal biji
(uniovulate)
Terdapat satu bakal biji
(uniovulate)
Terdapat satu bakal biji
(uniovulate)
Agen penyerbuk
(pollinators)
Vertebrata (kelelawar
atau burung)
Angin atau kemungkinan
serangga
Serangga Angin atau kemungkinan
serangga
Dari sudut Etnobotani, Pandanaceae juga mempunyai
nilai yang penting bagi sebagian besar masyarakat Indonesia
(khususnya di kawasan timur), mulai dari bahan pangan,
bahan penyedap masakan, bahan kerajinan dan teknologi
lokal, bahan ritual hingga sebagai bahan obat tradisional.
c. Marga Sararanga (2 jenis)
Marga Sararanga hanya mempunyai anggota 2 jenis
saja yaitu Sararanga phillipinesis yang hanya ditemukan
di Phillipina dan Sararanga sinuosa yang penyebarannya
di Papua, Papua Nugini dan pulau-pulau satelit di
sekitarnya.
Khusus mengenai Sararanga sinuosa: Jenis Sararanga
sinuosa pertama kali diperkenalkan kepada masyarakat
ilmiah oleh Hemsley (peneliti Inggris) yang mengkoleksi
jenis tersebut dari salah satu pulau di Kepulauan Solomon.
Jenis ini memiliki daerah persebaran yang cukup luas yaitu
meliputi Papua Nugini, Papua/Irian Jaya dan Kepulauan
Solomon serta Pulau Manus. Meski begitu, keberadaan
jenis ini di Pulau Yapen lama menjadi tanda tanya. Odoardo

Etnobotani Jenis-jenis Pandanaceae100
Beccari (peneliti Italia) pernah melaporkan keberadaan
Sararanga sinuosa di Pulau Yapen saat beliau mengunjungi
pulau ini pada awal tahun 1875-an. Diyakini Beccari
membuat koleksi dan tersimpan di Herbarium Firenze di
Italia. Sayangnya, Herbarium Bogoriense di Bogor tidak
memiliki satupun koleksi spesimen (herbarium) jenis ini
dari Pulau Yapen. Tahun 2003 Tim Puslit Biologi-LIPI
dan Yayasan Kehati menemukan kembali keberadaan
Sararanga sinuosa dari Pulau Yapen, lebih dari 130 tahun
semenjak Beccari melaporkannya. Tempat tumbuh jenis ini
di P. Yapen adalah kawasan pantai hingga hutan di dekatnya
dan pada ketinggian antara 0–500 m di atas permukaan laut.
Buahnya dapat dimakan dan rasanya manis. Berpotensi
sebagai sumber pangan (buah-buahan), setiap pohon dapat
menghasilkan 6 hingga 10 tandan yang masing-masing
beratnya antara 10 hingga 20 kg. Setiap tandan memiliki
ratusan buah. Daunnya digunakan untuk bahan pembuatan
tikar dan kerajinan anyaman lainnya.
d. Marga Matellidendron
Marga Martellidendron terdiri atas 7 jenis
(Martellidendron androcephalantos, M. cruciatum, M.
gallinarum, M. hornei, M. karaka, kariangense, dan M.
masoalense) dan hanya ditemukan di Pulau Madagaskar
dan Pulau Seychelles (Keim et al., 2006).
2. Jenis-jenis Pandanaceae sebagai Bahan
Pangan
Sedangkan keanekaragaman jenis Pandanaceae sebagai
bahan pangan disajikan pada Tabel 3 berikut. Hasil studi
tidak satu jenispun dari jenis Pandanaceae yang berguna
sebagai bahan pangan yang dikembangkan menjadi tanaman
budidaya di Indonesia. Kecuali beberapa jenis Pandanaceae
seperti Pandanus brosimos, Pandanus conoideus, dan
Pandanus julianettii yang secara tradisional dibudidayakan
oleh masyarakat Papua sebagai tanaman sela di sekitar
pekarangan atau di kebun atau perladangannya.
a. Pandanus conoideus
Nama daerah: Jenis ini memiliki nama daerah: pandan
buah merah (Indonesia), pandan Séran (dialek Melayu-
Malukut), Saun (Seram), Kleba (Buru), Siho (Halmahera-
Galela), Goroko ina Ngauku (Halmahera Utara-Tobias),
Kobokana (Yapen-Kerenui), Awone Mangkaki (Yapen-
Menawi, untuk jenis yang buahnya berwarna kuning), Awom
Mangkaki (Yapen-Mantembu, untuk buah yang berwarna
kuning), Awone Waransir (Yapen-Mantembu, untuk jenis
yang buahnya berwarna merah), Abo (Yapen-Menawi, buah
warna merah), Sait (Papua-Wamena), Marita (Pidgin, Papua
New Guinea), Bunam (New Ireland-Pala), Bunumia (New
Ireland-Kuanua), Vurume (New Ireland-Lamekot), Deg
(New Ireland-Pala), Si-tararak (New Ireland-Lamekot),
Besbes (New Ireland-Ugana).
Jenis pandan ini berupa pohon yang soliter tingginya
bisa mencapai 10 m. Akarnya tampak jelas dan batangnya
bercabang. Daunnya roset, spiral dalam 3 tingkat (tristichous);
setiap daun bentuknya memanjang menyerupai pisau
pembedah (lanceolate-elongate), panjangnya mencapai 180
cm, lebar 3–5 cm, margin dengan duri; permukaan bawah
daun berwarna hijau gelap, glabrous, daun bagian tengah
Tabel 3. Keanekaragaman jenis Pandanaceae sebagai bahan pangan
NoNama Lokal Nama Ilmiah Kegunaan Potensi dan wilayah penyebarannya
1Buah merah Pandanus conoideus Bahan pangan,
bahan obat
Telah dibudidayakan secara tradisional, memiliki potensi
sebagai bahan ramuan obat, bahan pangan tambahan dan
bahan adat
2Kelapa hutanPandanus julianettiiBahan pangan Telah dibudidayakan oleh masyarakat Papua di kawasan
Pegunungan Tengah (Lembah Baliem dan sekitarnya)
3Kelapa hutanPandanus brosimos Bahan pangan Telah dibudidayakan oleh masyarakat Papua di kawasan
Pegunungan Tengah (Lembah Baliem dan sekitarnya)
4Kelapa hutanPandanus iwen Bahan pangan Bahan pangan tambahan di kawasan Papua (Pegunungan
Tengah)
5Kayari Sararanga sinuosa Bahan pangan
(buah-buahan)
Buahnya dapat dimakan dan belum dibudidayakan, memiliki
potensi sebagai tanaman penghasil buah dan memiliki
kandungan vitamin C yang relatif cukup tinggi
6Pandan raintuiPandanus krauelianus K.
Schumann
Bahan pangan Secara terbatas dimanfaatkan sebagai bahan pangan dan
daunnya sebagai bahan kerajinan
7Buro-buro Pandanus dubius Bahan pangan,
kerajinan dan obat
tradisional
Melimpah di kawasan pantai; berpotensi sebagai jenis
tanaman pangan dan kerajinan
8 - Pandanus tectorius Bahan pangan,
kerajinan
Melimpah di kawasan pantai; berpotensi sebagai jenis
tanaman pangan

Purwanto dan Munawaroh 101
bawah nampak ada lipatan ini; permukaan abaxial hijau
pucat, tulang daun utama jelas, dengan duri bengkok jelas.
Perbungaan terminal, soliter; tangkau bunga panjangnya
berkisar antara 38–44 cm, dengan diameter sekitar 5,4
cm (lingkar 17 cm). Buah (cephalium) silinder (ellipsoid
memanjang) trigonal, berwarna kuning ke merah terang
dan merah, 42–70 (100–110) cm, diameter 9,6–11 cm
(lingkar 30–34,5 cm), sedikit tertutup; pedisel putih; terdiri
dari drupes yang jumlahnya cukup banyak. Buah berbiji
berbentuk trigonal (segitiga), pericarp berlemak, berwarna
kuning atau merah (Keim, 2009). Buah merah (Pandanus
conoideus) yang memiliki variasi morfologis lebih dari
36 macam.
Persebaran: Jenis ini tersebar tumbuh di kawasan
Maluku, Papua, PNG, Kepulauan Bismarck Archipelago,
Solomon Micronesia (Pulau Caroline I).
Habitat: Jenis ini telah dibudidayakan dari permukaan
laut hingga ketinggian 2.000 m di atas permukaan laut. Jenis
ini tidak pernah ditemukan di habitat hutan yang tumbuh
liar. Di Pulau Yapen terdapat dua kultivar yang buahnya
berwarna merah dan kuning ditanam di kawan pekarangan,
perladangan dan kawasan budidaya lainnya. Sedangkan
di kawasan pegunungan tengah Papua (Lembah Baliem,
Puncak Jaya, Jayawijaya) dan khusus di Lembah Baliem
jenis pandan buah merah ini merupakan ciri khas tanaman di
kawasan sili (unit tempat tinggal masyarakat Dani-Baliem).
Kegunaan: Daunnya walaupun sangat jarang dapat digunakan
sebagai bahan kerajinan untuk bahan wadah; ekstrak dari
pericarp digunakan sebagai saus campuran sayur-sayuran
atau penyedap bahan pangan lainnya. Caranya dengan
memasaknya (bakar batu) hingga lembek dan selanjutnya
diperas dan diambil sausnya dan siap disajikan. Selain itu
ekstrak pericarp tersebut pada saat ini digunakan sebagai
bahan obat-obatan dan tonik. Setelah buah pandan merah
ini dianalisis dan dilaporkan mengandung bahan anti-
oksidan, memiliki nilai ekonomi yang cukup penting bagi
masyarakat lokal di kawasan Papua. Pandanus conoideus
atau pandan merah merupakan tanaman obat yang cukup
populer di kalangan masyarakat luas karena sudah diolah
dan diproduksi dalam bentuk cairan sehingga mudah
dikonsumsi. Tanaman ini dikenal pula dengan nama obat
panacea yang menghasilkan 35,93 persen minyak per buah
yang mengandung 79,92 persen asam oleik, 19,58 persen
asam palmitoleat dan 0,48 persen asam stearat.
b. Pandanus julianettii
Jenis ini memiliki nama daerah sebagai buah kelapa
hutan (Indonesia), tuke (Dani-Baliem); karuka (PNG) dan di
Papua jenis ini telah dibudidayakan di kawasan pemukiman
dan bekas lading. Jenis ini masih banyak ditemukan di
kawasan hutan di sekitar Lembah Baliem.
Kegunaan: Buah pandan tuke ini merupakan bahan
makanan penting selama musim buah bagi masyarakat
yang tinggal di kawasan dataran tinggi Papua. Kernel
buah ini dapat dimakan mentah atau dimasak dengan
pembakaran dalam nyala api, pembakaran dalam abu panas
atau dikukus dalam masak bakar batu. Kadang-kadang
buah pandan ini (cephalium) direndam dalam lumpur atau
air untuk penyimpanan sementara. Buah pandan ini juga
dapat diawetkan dengan pengeringan dan mengasap di
atas api rumah tangga. Untuk penyimpanan lebih lama,
buah pandan ini disimpan dikeranjang dan digantung di
atas pengapian.
Jenis buah kelapa hutan ini merupakan bahan
makanan pada waktu kekurangan pangan seperti gagal
panen ubijalar akibat suhu dingin di kawasan pegunungan
tengah Jayawijaya. Pada masa musim berbuah, masyarakat
mengekstrak dari hutan di wilayahnya. Adakalanya
pemanenan buah kelapa hutan ini bisa menimbulkan konflik
antar kelompok masyarakat yang merasa buah kelapa di
wilayahnya dipanen oleh kelompok lainnya.
Buah kelapa hutan selain sebagai bahan pangan juga
merupakan sumber ekonomi bagi masyarakat lokal di Papua,
khususnya masyarakat di Pegunungan Tengah Jayawijaya.
Buah kelapa hutan dipasarkan di pasar-pasar tradisional
ada yang dijual dalam bentuk segar ada yang telah dimasak
(diasap atau dibakar). Buah kelapa mengandung protein
kasar 13–15% dari berat kering. Pandanus julianetti atau
tuke mengandung 52,39 asam oleik, 44,90 persen asam
palmitat, 0,19 persen asam stearit dan asam lainnya yang
belum teridentifikasi.
Penyebaran: Pandanus julianettii tumbuh endemik
ke kawasan Papua termasuk Papua New Guinea dan tidak
tumbuh di pulau lainnya. Biasanya jenis pandan buah
kelapa hutan tumbuh di kawasan pada ketinggian 1800
m sampai dengan 2600 m, dan kadang-kadang ditemukan
pada ketinggian 1450 m dan paling tinggi ditemukan pada
ketinggian 2.800 m di atas permukaan laut.
Biasanya musim panen buah kelapa hutan pada bulan
Januari-Maret, namun beberapa menurut masyarakat di
Lembah Baliem, adakalanya musim buah tidak teratur
jumlahnya sangat bervariasi tergantung pada kondisi musim
hujan. Masyarakat mengatakan bahwa musim berbuah lebat
terjadi apabila sehabis musim kering yang panjang. Namun
beberapa anggota masyarakat lokal di kawasan Lembah
Baliem menyatakan bahwa jumlah buah tergantung juga
lokasinya. Panen terbesar cenderung mengikuti kekeringan
besar, seperti yang terjadi pada tahun 1965, 1972 dan 1982,
meskipun tidak ada laporan panen besar terutama setelah
kekeringan besar pada tahun 1997.
Rose (1982) melaporkan bahwa jenis buah kelapa hutan
ini mempunyai 17 kultivar lokal. Jenis buah kelapa hutan ini

Etnobotani Jenis-jenis Pandanaceae102
sangat dicari dan sangat populer bagi masyarakat di dataran
tinggi Papua dan sangat berpotensi untuk dikembangkan
sebagai jenis tanaman sumber bahan pangan.
c. Pandanus brosimos
Jenis Pandanus brosimus memiliki nama lokal waromo
(Dani-Baliem), karuka (PNG). Jenis buah ini mirip dengan
jenis Pandanus julianettii yang telah dibudidayakan oleh
masyarakat lokal di Pegunungan Tengah Jayawijaya. Jenis
pandan waromo belum banyak dibudidayakan dan masih
banyak ditemukan di kawasan hutan di Pegunungan. Ahli
botani Ben Stone (1982:412) berpendapat bahwa jenis
yang Pandanus brosimus yang dibudidayakan masyarakat
adalah sebuah kultivar dari Pandanus brosimos. Seperti
jenis Pandanus julianettii, buah jenis Pandanus brosimos
merupakan makanan penting bagi masyarakat yang tinggal
di Pegunungan Tengah Papua, meskipun tidak sama
pentingnya dengan buah tuke ( Pandanus julianettii).
Jenis waromo liar tumbuh secara endemik di dataran
tinggi Pulau Papua dan tidak ditemukan di tempat lain
(Stone, 1982). Di Pulau Papua (termasuk PNG) jenis ini
tumbuh luas di ketinggian antara 2400-3100 m di atas
permukaan laut. Di Pegunungan Tengah Jayawijaya jenis ini
ditemukan di ketinggian sekitar 1.800 m dan paling tinggi
pada ketinggian 3.300 m di atas permukaan laut.
Pada umumnya musim berbuah jenis ini terjadi pada
bulan Januari–Februari, namun adakalahnya musim buah
tidak teratur dan adakalanya musim berbuah bersamaan
dengan musim berbuah dari jenis pandan tuke (Pandanus
julianettii), namun hal ini tidak selalu terjadi. Sewaktu
penulis melakukan penelitian di Lembah Baliem dari
tahun 1990–1993 dan tahun 1995, tercatat lebih dari 50%
mengekstrak buah pandan ini pada musim buah bagi
masyarakat yang tinggal di Pegunungan di Kecamatan
Kurulu.
Buah jenis ini tidak dipasarkan di kawasan Lembah
Baliem dan pada umumnya buah yang diekstrak dari hutan
digunakan untuk kebutuhan bahan pangan tambahan bagi
keluarganya (subsisten). Potensi jenis ini untuk masa
depan adalah sebagai sumber penting bahan pemuliaan
pengembangan jenis ini di masa depan.
d. Pandanus dubius
Nama daerah: Bidur (Java, Sunda), Pandan wong
(Sunda), Pandan pantai buah durian (Malay-Yapen),
Haun lainulun (Ambon), Haun pantai (Ambon), Pung
(Halmahera Selatan-Weda, Halmahera Utara-Tobias), Boku
(Halmahera Utara-Galela, Ternate), Bou (Tidore), Vaum
(New Ireland-Kuanua), Lau (New Ireland-Pala), Fom,
Faum (New Ireland-Lamekot), Na Vaku (Vanuatu-Nguna),
Navaka (Vanuatu-Tongariki), Pohk (Caroline Islands-Truk),
Poko (Palau), Meu-yok (Caroline Islands-Kusai), dan
Pafung (Marianas Islands-Saipan).
Morfologi: Pohon jenis ini sangat kuat dan tumbuh
secara soliter, tinggi pohon sekitar 10–15 m. Perakaran
nampak sangat jelas, lebih dari 1 m, berduri; kulit luar
berwarna coklat keabu-abuan; kulit bagian dalam berwarna
krem sedikit keputihan. Daunnya roset, spiral dalam 3
tingkatan (tristichous); berbentuk memanjang menyerupai
pisau pembedah dan panjangnya mencapai 93 cm, dan lebar
11 cm, sedikit berduri pada bagian tengahnya; permukaan
daun bagian bawah lipatan ventral berwarna hijau, glabrous,
ramping dengan tulang daun berwarna hijau, permukaan
daun hijau abaksial pucat, venation lebih jelas berwarna
hijau, berduri bengkok. Pembungaan soliter, terminal,
panjangnya 62–65 cm; panjang tangkainya sekitar 28–30
cm, gundul. Cephalium bundar, panjangnya 34–35 cm,
diameternnya sekitar 20,7 cm (lingkar 65 cm), berwarna
hijau, hijau putih keabu-abuan, terdiri dari falang. Phalangis
ellipsoid bulat telur, keras, berwarna hijau pucat, hijau putih
keabu-abuan, panjangnya sekitar 5–6 cm, Lebar 4 cm;
stigma berjumlah 2–7 dalam terdapat pada 1 baris linear
(Keim, 2009).
Penyebaran jenis ini meliputi kawasan Melesia, Pulau
Andaman, Kepulauan Bismarck, Pulau Solomon, Pulau
Caroline (Micronesia), Kepulauan Palau, Pulau Mariana,
Fiji, Tonga, Vanuatu (New Hebrides), dan Pulau Niue.
Habitat: Biasanya jenis ini tumbuh di kawasan pantai
dengan batuan coral and berbatu dan jarang ditemukan di
kawasan yang jauh di daratan.
Kegunaan: Daunnya digunakan sebagai bahan membuat
kerajinan seperti berbagai peralatan wadah rumah tangga,
tikar, topi, dan bahkan di Yapen daunnya digunakan sebagai
atap dari pondok yang dibangun di perladangan dekat
pantai. Di pulau Yapen daunnya juga digunakan sebagai
pembungkus pepes ikan. Di Maluku, daunnya digunakan
sebagai bahan pembungkus memasak sagu. Buahnya dapat
dimakan dan rasanya agak sepat. Biasanya dimakan pada
saat kekurangan pangan atau pada saat tertentu dalam
perjalanan, berburu dan singgah di kawasan pantai atau
pada saat mencari ikan. Beberapa kelompok masyarakat
yang memanfaatkan buah ini sebagai bahan pangan adalah
masyarakat lokal di Pulau Batanta, sekitar pulau Salawati
dan lain-lainnya dan kepulauan Raja Ampat lainnya.
e. Sararanga sinuosa
Nama daerah: Jenis ini di Pulau Yapen dinamakan
kayari (Sarawandori, Yapen), Sararang (Fauro).
Jenis pandan ini tumbuh secara soliter berupa pohon
mencapai tinggi sekitar 9–10 m. Perakaran tidak nampak
dan mirip dengan pohon kelapa (Cocos nucifera). Pohon
pandan ini bercabang dengan diameter sekitar 67 cm.

Purwanto dan Munawaroh 103
Daunnya roset, tersusun dalam 4 tingkatan, kuat; berbentuk
lanset memanjang, panjangnya sampai 300 cm, lebar
9–11 cm, puncak melancip, bagian pinggirnya berduri;
permukaan bawah daun gundul, berwarna hijau sampai
hijau kekuningan, lipatan bagian bawah daun tidak
ada; permukaan abaxial gundul, berwarna hijau sampai
hijau kekuningan, duri bengkok tidak ada, tulang daun
utama jelas dengan duri; lembaran daun berwarna hijau
kekuningan sampai berwarna krem. Perbuahan kompak,
bercabang, berbentuk tandan (masing-masing beratnya
bisa mencapai 15–20 kg), terminal, berwarna hijau terang
ke hijau kecoklatan; 10 tandan perbuahan dapat ditemukan
dalam 1 individu dengan batang bercabang; masing-masing
bercabang menjadi 3, gundul, panjangnya mencapai 150–
250 cm; gagang tandan gundul, panjang 50 cm, segi empat
di bagian silangnya; rakis gundul, panjangnya 100–200
cm; rakila banyak, gundul, panjangnya 36–38 cm. Buah
syncarpous, membuni setiap rakila terdapat 100 buni;
berbentuk ginjal (reniform), berwarna hijau pucat hingga
merah pada saat masak, eksocarp lunak; setiap buni terdapat
60 biji, berbentuk segitiga, datar dan tipis, berwarna pucat
coklat.
Penyebaran: Jenis ini tumbuh di wilayah bagian utara
Pulau Papua (termasuk PNG), Pulau Yapen, Manus dna
Kepulauan Solomon.
Habitat: Jenis ini tumbuh di kawasan dataran rendah
hutan hujan tropis sampai pada ketinggian 200 m di atas
permukaan laut.
Kegunaan: Buah kayari di Pulau Yapen dimakan sebagai
buah-buahan terutama oleh anak-anak. Buah Saranga ini
disinyalir banyak mengandung vitamin C dan berpotensi
untuk diproses menjadi minuman dan buah-buahan khas
Papua. Daunnya di Pulau Yapen dapat digunakan sebagai
bahan anyaman peralatan rumah tangga, khususnya peralatan
untuk wadah. Jenis ini belum dibudidayakan, namun
hasil studi menunjukkan bahwa jenis ini sangat mudah
dibudidayakan baik secara vegetatif maupun generatif
dan mempunyai prospek untuk dikembangkan menjadi
tanaman budidaya untuk menghasilkan buah-buahan. Buah
Sararanga dilaporkan menjadi makanan bagi kuskus dan
beberapa jenis burung.
Catatan - Kehadiran Sararanga sinuosa di Pulau
Yapen pertama kali dilaporkan oleh Beccari ketika ia
mengunjungi pulau tersebut antara 4–28 April 1875.
Dia mendarat di Ansus, sebuah daerah dalam jangkauan
Sarawandori di sisi barat pulau Yapen. Sayangnya, jenis
tumbuhan yang dia temukan tersebut tidak ada bunga atau
buahnya, sehingga ia hanya bisa membuat suatu koleksi
yang steril (berupa sebuah daun, spesimennya masih
disimpan di Firenze, Italia). Meskipun demikian, dia
percaya dan tanpa keraguan bahwa takson yang ia lihat
mewakili genus baru Pandanaceae. Untuk memuaskan
rasa ingin tahu, ia mengunjungi kembali pulau Yapen
pada tanggal 22–23 November di pada tahun yang sama,
tetapi gagal untuk memperbaiki koleksi sebelumnya.
Tampaknya karena koleksi yang masih kurang maka dia
menolak untuk mempublikasikan penemuannya tersebut.
Namun demikian, ia menyampaikan penemuannya kepada
Solms-Laubach, yang kemudian menerbitkan informasi
tersebut (Solms-Laubach, 1883). Sekitar 12 tahun kemudian
Guppy (1887) menemukan di Kepulauan Solomon sebuah
takson yang dia yakini sama dengan apa yang Beccari
lihat di Pulau Yapen. Berbeda dengan Beccari, Guppy
berhasil memperoleh koleksi yang lengkap (Guppy 259).
Berdasarkan specimen tersebut selanjutnya Hemsley (1894)
mendiskripsi Sararanga tersebut sebagai jenis Sararanga
sinuosa. Karena belum adanya koleksi yang lengkap dari
Yapen setelah publikasi Hemsley Beccari, maka timbul
suatu pertanyaan apakah takson di Yapen memang dari jenis
dan marga yang sama. Koleksi lengkap Sararanga sinuosa
dari Yapen oleh Tim LIPI pada tahun 2006 dapat mengakhiri
130 tahun ketidakpastian dari koleksi Beccari.
f. Pandanus krauelianus
Nama daerah: Raintui (Yapen-Menawi), Rei (Manus),
I (New Ireland-Kuanua), Isis (New Ireland-Pala), dan Siliut
(New Ireland-Lamekot).
Biasanya pohon jenis pandan ini tumbuh soliter, namun
kadang-kadang tumbuh bergerombol, tinggi pohon mencapai
2–3 m. Perakaran nampak tidak jelas, tingginya kurang dari
1 m (50 cm tinggi). Batang ramping, bercabang, berwarna
hijau keabu-abuan hingga krem hingga keputihan, berduri.
Daun roset spiral dalam 3 tingkatan (tristichous); berbentuk
lanset memanjang, panjangnya bisa mencapai 150–250
cm, lebar 7–9 cm, puncak meruncing, bagian pinggirnya
berduri di sepanjang daun; permukaan daun bagian bawah
berwarna hijau sampai hijau kekuningan, gundul, venation
ramping, daun bagian bawah terdapat lipatan; permukaan
abaksial berwarna hijau pucat, hijau keabu-abuan hingga
putih, venation lebih jelas, tulang daun utama berduri, duri
bengkok nampak jelas, bagian basal daun berwarna hijau
kekuningan sampai hijau keputihan. Perbungaan jantan
soliter, terminal, berbau harum, panjangnya mencapai 100
cm, terdiri dari 10 cabang perbungaan, masing-masing
berbentuk seperti sosis, ditutupi dengan braktea putih,
panjangnya 33 cm, lebar 12 cm, benang sari banyak.
Perbuahan soliter, terminal, menggantung, panjangnya
43–57 cm, tangkainya gundul, berwarna hijau pucat,
panjangnya 20–40 cm. Cephalium ditutup dengan lapisan
hijau terus-menerus dan akan berubah menjadi hijau
kekuningan dan akhirnya braktea berwarna krim atau
orange, bagian terminal terlihat penampilannya menyerupai

Etnobotani Jenis-jenis Pandanaceae104
jagung (Zea mays), melonjong, membulat telur, memanjang,
segitiga sub-rompong, berwarna oranye sampai merah
muda (pink-salmon), panjangnya 17–23 cm, diameter 8–11
cm (lingkar, 25–34 cm) terdiri dari banyak drupes yang
sangat kompak. Buahnya berbiji dengan ukuran biji antara
20–21 mm, lebar 4–5 mm; kepala putik cekung, keras, dan
berwarna cokelat (Keim, 2009).
Distribusi: Jenis ini tumbuh di Maluku, daratan Papua
(termasuk PNG), Yapen Island, Kepulauan Bismarck,
Kepulauan Entrecasteaux, Kepulauan Solomon dan bagian
utara Australia (Queensland).
Habitat: Tumbuh di kawasan hutan mangrove, dataran
rendah berawa-rawa sampai dengan hutan sub-montane dari
ketinggian 0 hingga sekitar 1.600 m di atas permukaan laut.
Jenis ini di Pulau Yapen tumbuh merlimpah di ketinggian
sekitar 100 meter di atas permukaan laut.
Kegunaan: Cephalium (buah) di pulau Yapen dimakan
seperti buah merah (walaupun jarang dan hanya dilakukan
oleh anggota masyarakat tertentu). Penggunaan dan cara
pembuatan saus adalah mirip dengan pembuatan saus
untuk Pandanus conoideus Lam. Menurut (Stone, 1992),
jenis ini di beberapa tempat di luar PNG, buah Pandanus
krauelianus digunakan sebagai pengganti Pandanus
conoideus. Daunnya digunakan untuk bahan membuat
tikar dan anyaman lainnya.
Catatan – Sebelum dilakukan studi Etnobiologi
Pandanaceae di Pulau Yapen, Pandanus krauelianus hanya
dikenal di kawasan daratan Papua (termasuk Papua New
Guinea) dan Kepulauan Bismarck (Stone, 1992). Penemuan
jenis ini di Pulau Yapen merupakan catatan baru bagi jenis
tersebut.
g. Pandanus tectorius
Nama lokal: ajbwirōk, anewetāk (Pingelap Atoll,
Pohnpei), binu (Kapingamarangi Atoll, Pohnpei); bōb
(Marshall Islands);choy, fach, far (Yap); deipw, fach, far
(Chuuk); deipw, kipar (Pohnpei); épo (Nauru); fa, fafa,
laufala, falahola, kukuvalu, lou‘akau (Tonga); fala, lau
fala (Samoa, Tuvalu); hala (Nukuoro Atoll, Pohnpei);
hala, pū hala (Hawai‘i); kafu (Guam); mweng (Kosrae);
ongor (Palau); pandanas (Vanuatu: Bislama); pandanus,
vacouet (French); pandanus, screw pine (English); te kaina
(Kiribati); vadra, voivoi (Fiji).
Penyebaran secara alami: Pandanus tectorius tumbuh
secara alami di kawasan pesisir dan kawasan hutan pesisir
di Asia Tenggara termasuk Indonesia dan Philipina, hingga
di kawasan pesisir Papua (termasuk Papua New Guinea)
dan Australia Utara, sepanjang pantai di Kepulauan Pasifik,
termasuk Melanesia (Kepulauan Solomon, Vanuatu, New
Caledonia, dan Fiji), Micronesia (Palau, Marianas Utara,
Guam, Federasi Negara-negara Micronesia, Kepulauan
Marshall, Kiribati, Tuvalu, dan Nauru), dan Polynesia
(Wallis dan Futuna, Tokelau, Samoa, American Samoa,
Tonga, Niue, Cook Islands, French Polynesia, dan Hawai‘i).
Jenis ini di beberapa kawasan terutama di wilayah Melanesia,
Micronesia dan Polynesia telah dibudidayakan dengan
variasi kultivar yang cukup banyak. Secara tradisional jenis
ini dikembangkan di beberapa pulau di kawasan tersebut.
Selanjutnya beberapa variasi baru kemungkinan hasil
seleksi dari benih progeni atau mutasi dalam kultivar yang
dikembangkan masyarakat.
Deskripsi botani: Nama ilmiah Pandanus tectorius
Parkinson, suku Pandanaceae. Pandanus tectorius diakui
sebagai jenis yang sangat kompleks dan sangat bervariasi
tersebar luas di kawasan pantai dan hutan pantai sepanjang
Negara di Asia Tenggara, pantai di Samudra Pasifik tropis
dan sub-tropis. Banyak varian yang terdapat di kawasan
ini, beberapa lebih sebagai suatu sinonim meliputi entitas
dalam Pandanus tectorius, misalnya termasuk Pandanus
pedunculatus R. Br., Pandanus pyriformis (Martelli) St
Yohanes, dan Pandanus spurius Miquel. Konsep kultivar
(varietas) berguna untuk menunjuk sosio-ekonomi yang
penting, atau untuk menunjukkan sifat yang mencolok
dan bentuk-bentuk yang tidak biasa. Ukuran dan bentuk:
Pandanus tectorius mempunyai pohon yang kokoh,
bercabang, sering berupa pohon kecil tingginya (2-) 4-14
(-18) m, dengan bentuk kanopi menyebar. Jenis ini memiliki
banyak akar udara yang tebal menopang pohon ini dan
sering batangnya berduri. Pohon yang liar sering memiliki
batang tunggal dengan tinggi antara 4–8 m. Diameter batang
maksimum 12–25 cm. Bunga: Jenis ini adalah dioecious-
bunga jantan dan betina terpisah pada pohon yang berbeda.
Bunga muncul di bagian pucuk. Bunga jantan harum, kecil,
putih, liontin, tersusun dalam racemes atau bercabang
dalam cluster, dengan bractea besar berwarna putih. Bunga
jantan hanya berlangsung selama sekitar satu hari, dan
perbungaan akan membusuk dalam waktu 3–4 hari (Brink
dan Jansen, 2003). Bunga betina adalah menyerupai bunga
nanas. Daun: Ada variasi yang cukup besar dalam bentuk
dan ukuran daun, baik pada dan di antara pohon-pohon.
Daun spiral-tersusun dalam tiga baris dan bergerombol
di pucuk cabang, berwarna hijau tua, panjangnya 1–3
m; lebar 11–16 cm, dan bentuknya menyerupai huruf V
atau Y dan bagian pinggirnya berduri dan midribs. Onak
marjinal biasanya mempunyai panjang 0,8–2,5 mm. Jenis
ini mempunyai beberapa bentuk yang beraneka ragam
dan secara tradisional diakui sebagai varietas lokal. Buah:
mempunyai variasi yang cukup besar secara morfologi baik
ukuran dan warnanya. Variasi bentuk dan warna tersebut
diakui sebagai kultivar lokal. Bentuk buah bulat, bulat
telur, lonjong, atau bundar, dengan dimensi keseluruhan
panjangnya 80–30 cm dengan diameter 40–20 cm.

Purwanto dan Munawaroh 105
Buah terdiri dari sekitar 38-200 falang berdaging yang
berdekatan erat berkumpul, falang berdaging berbentuk
baji atau drupes. Secara individual falang berbentuk lonjong
sempit atau bulat telur dengan ukuran panjang 2,5–11
cm dan lebarnya 1,5–6,7 cm (pada titik terlebar). Bagian
endocarp (jaringan internal sekitarnya biji) berwarna coklat
gelap sampai kemerahan, keras, dan panjangnya 15–35 mm.
Mesocarp terdiri dari bagian apikal dan basal. Mesocarp
apikal terbentuk di puncak dan setiap karpel memanjang
dengan aerenchyma berupa beberapa serat longitudinal dan
selaput putih. Mesocarp basal adalah berserat dan berdaging,
panjangnya sekitar 10–30 mm. Bagian ini adalah bagian dari
buah yang dapat dikunyah dan dimakan. Pada buah yang
sudah masak pada bagian basal falang mempunyai variasi
warna dari kuning pucat hingga kuning gelap, oranye, dan
jingga/merah. Untuk beberapa varietas bagian apikal ada
yang berwarna oranye gelap pada saat buah sudah masak.
Biji: biji berbentuk lonjong, bulat telur yang panjangnya
berkisar antara 6–20 mm; berwarna merah-coklat dan
keputihan. Pada beberapa kultivar biji jenis Pandanus
tectorius memiliki rasa seperti kelapa. Penyebaran jenis
ini kemungkinan dengan arus laut dan dapat mengambang
selama berbulan-bulan dan biji jenis pandan ini dapat
mempertahankan viabilitas benih selama waktu yang
cukup lama. Kulit batang: Kulit batang berwarna kelabu
atau cokelat kemerahan, halus/terkelupas, bekas luka
dengan karakteristik daun bergelombang dan deretan duri.
Perakaran: Sistem perakaran jenis pandan ini tebal, sedikit
menyebarkan pada bagian bawah mencapai tinggi antara
1–1,5 m dari permukaan tanah. Perakaran jenis pandan ini
menembus dan terkonsentrasi di lapisan permukaan tanah.
Pada beberapa tanaman, mungkin ada beberapa akar udara
vertikal tergantung dari cabang-cabangnya.
Kegunaan dan produk derivatenya: Beberapa bagian
yang berbeda dari tanaman pandan jenis ini dapat digunakan
untuk untuk berbagai manfaat dan sangat berguna bagi
masyarakat lokal di suatu kawasan sesuai dengan fungsi
dan manfaatnya Batang dan cabang-cabangnya yang
besar biasanya digunakan untuk bahan bangunan seperti
konstruksi rumah, dan peralatan rumah tangga lainnya.
Jenis ini juga mereka gunakan untuk membuat berbagai
peralatan seperti sandaran kepala atau bantal keras, vas,
dan perangkap ikan, sebagai sumber lem atau bahan untuk
mendempul kano. Batang dan cabang dapat digunakan
sebagai bahan kayu bakar atau digunakan untuk membuat
kompos. Akar udara dapat digunakan untuk dinding
rumah, keranjang, kuas cat, dan tali skipping. Jenis ini
juga digunakan untuk menghasilkan produksi zat warna
dan obat-obatan tradisional. Daun varietas yang dipilih
akan diperlakukan dengan merendam di laut dan/atau
direbus atau melalui perlakuan pemanasan yang kemudian
digunakan untuk membuat tikar, keranjang (atau wadah
untuk menyimpan barang berharga), topi, kipas, bantal,
perahu layar, mainan, dan barang anyaman lainnya. Daunnya
juga dapat digunakan untuk membuat atap (baik dinding dan
atap), dan bahan wadah lainnya seperti keranjang khusus
yang bagian dasar atau pinggirnya dihiasi dengan tenunan di
sekitar dasar. Daunnya dapat pula digunakan sebagai bahan
membungkus rokok, untuk dibuat bola bagi permainan
anak-anak, dan sebagai bahan ornamen.
Jenis pandan ini dapat pula digunakan untuk bahan obat
tradisional dan sebagai alat bantu memasak di beberapa resep.
Daun muda yang digunakan dalam pengobatan tradisional
seperti untuk mengobati penyakit bisul. Kegunaan lainnya
adalah untuk bahan dekorasi dan sebagai pakan ternak babi.
Buah pandan ini juga dikonsumsi di Kepulauan Solomon
dan Papua Nugini.
Di negara-negara di kawasan Polinesia memanfaatkan
buahnya yang harum, digunakan sebagai buah hias dan
digunakan untuk pengharum dan ada kemungkinan untuk
dikembangkan sebagai bahan membuat parfum. Buahnya
berserat, kering, drupes yang telah matang digunakan
sebagai kuas cat untuk melukis, untuk bahan bakar, kompos,
dan sebagai galah untuk memancing mengapung. Di
Kawasan Kiribati, buah pandan ini juga dapat digunakan
sebagai umpan untuk menangkap lobster. Bunga jantan yang
harum digunakan untuk minyak kelapa wangi, parfum kain
tapa, dan membuat karangan bunga. Buah Pandanus dapat
digunakan sebagai makanan tambahan seperti sebagai buah-
buahan. Di beberapa Negara buah ini digunakan sebagai
makanan utama, misalnya di bagian Mikronesia termasuk
Kepulauan Marshall, Federasi Mikronesia, dan Kiribati
menyediakan hingga 50% dari asupan energi (Miller
et al., 1956; Englberger et al., 2003). Di beberapa tempat
konsumsi pandan telah menurun dalam dekade terakhir
karena ketersediaan makanan impor yang melimpah,
misalnya, pandan sebelumnya merupakan makanan utama
di Nauru (Kayser, 2002). Pada umumnya orang dewasa
Mikronesia mungkin mengkonsumsi sekitar 1 kg buah per
hari. Pulp buah diawetkan dengan beberapa cara berbeda.
Buah jenis pandan ini juga dapat diproses menjadi
bahan pangan berupa pasta, yang memiliki rasa, tekstur, dan
penampilan yang baik. Pembuatannya dengan perebusan
yang diikuti dengan proses ekstraksi, pengolahan, dan
pengeringan.
Kandungan kimia jenis pandan ini bahwa setiap 100 g
pasta pandan mengandung 321 kilokalori, 2,2 g protein,
134 mg kalsium, 108 mg fosfor, 5,7 mg besi, 0,04 mg
thiamin, 2 mg vitamin C (Murai et al., 1958,. Miller et al.,
1956; Dignan et al., 1994) dan 390–724 μg/100 g beta-
karoten (a karotenoid yang merupakan prekursor vitamin
A), tergantung pada jenis dan warna (Englberger et al.,

Etnobotani Jenis-jenis Pandanaceae106
2006a dan 2006b). Pandan segar merupakan sumber penting
vitamin C. Pandan juga dapat dibuat menjadi tepung yang
dapat dikonsumsi dengan cara yang berbeda, biasanya
dibuat sebagai minuman.
Buah: Merupakan kunci untuk memilih varietas yang
dibudidayakan sebagai sumber bahan pangan. Buah pandan
ini yang mengandung kristal kalsium oksalat dalam jumlah
rendah, dapat dikonsumsi mentah atau dimasak. Buah
pandan ini dapat pula dibuat jus dan selai. Di Mikronesia,
mengunyah buah pandan biasanya dilakukan di luar waktu
makan dan merupakan kegiatan yang menyenangkan.
Orang dewasa mungkin biasanya mengkonsumsi sekitar
20–50 keys tiap hari selama musim buah (Englberger et al.,
2003). Setiap 100 g pericarp edible mengandung air (80 g)
dan karbohidrat (17 g). Ada juga tingkat perbedaan dalam
jumlah beta-karoten (19 untuk 19.000 ug) dan vitamin C (5
mg), dan protein (1,3 mg), lemak (0,7 mg), dan serat (3,5 g)
(Dignan et al., 2004, Englberger et al., 2003,. Englberger et
al., 2006a dan 2006b). Daging edible yang berwarna kuning
dan varietas berwarna oranye mengandung provitamin A
level karotenoid yang lebih tinggi. Buah dari varietas ini
berpotensi besar untuk mengurangi kekurangan vitamin A
di Mikronesia (Englberger et al., 2003). Sebagai makanan
kaya karotenoid dapat melindungi terhadap diabetes,
penyakit jantung, dan kanker. Mengkonsumsi buah pandan
ini juga dapat meringankan masalah yang muncul serius
di Pasifik seperti kekurangan vitamin A. Buah pandan
ini juga merupakan sumber vitamin C (asam askorbat),
tiamin, riboflavin, dan niacin (vitamin B-3) (Murai et al.,
1958, Miller et al., 1956). Buah pandan liar jenis Pandanus
tectorius mengandung kristal oksalat yang dapat mengiritasi
mulut kecuali buah tersebut dimasak terlebih dahulu. Buah
matang bentuk liar dapat dikonsumsi dengan cara memasak
dan rasanya sangat lezat atau manis.
Nut/biji: Biji berukuran kecil dari beberapa varietas
Pandanus tectorius dapat dimakan. Sebuah jenis yang sama
yaitu Pandanus dubius, mempunyai biji yang lebih besar
yang juga dapat dimakan.
Minuman/minum/teh: Jus dari buah pandan rasanya
cukup manis dan sedikit asam dengan rasa pedas (Miller
et al., 1956). Sehubungan dengan rasa yang manis tersebut,
maka jus buah Pandanus tectorius ini diproduksi secara
komersial di Kepulauan Marshall.
Obat: Pandan jenis ini dapat digunakan sebagai bahan
obat tradisional yang sangat penting. Ada beberapa kultivar
tertentu kadang-kadang lebih disukai untuk pengobatan
jenis penyakit tertentu. Misalnyua daunnya, terutama
bagian basal daun muda yang berwarna putih, dan akarnya
juga digunakan sebagai bahan baku obat. Daun pandan
dapat pula digunakan dalam perawatan untuk mencegah
kedinginan, pengobatan penyakit flu, hepatitis, disuria,
asma, bisul, dan kanker. Sedangkan akarnya digunakan
sebagau bahan ramuan untuk mengobati penyakit wasir.
Di Hawaii, bagian dari jenis ini digunakan sebagai
bahan pembuatan obat tradisional yaitu buahnya, bunga
jantan, dan akar udara (Meilleur et al., 1997). Ramuan ini
digunakan secara terpisah atau dalam kombinasi dengan
bahan lainnya untuk mengobati berbagai penyakit, termasuk
gangguan pencernaan dan pernapasan. Akarnya di Palau
dapat digunakan untuk membuat minuman yang dapat
mengurangi kram perut, dan daunnya digunakan untuk
meringankan muntah (Del Rosario dan Esguerra, 2003).
Akar jenis pandan ini juga dikenal sebagai bahan baku
pengobatan tradisional di Pohnpei (Adam et al., 2003)
Makanan ternak: Daun, terutama daun muda, dicatat
sebagai makanan untuk hewan peliharaan seperti babi dan
kuda.
Masticant/stimulan: bunga pandan oleh Pria telah
dikreditkan dengan sifat afrodisiak di Kepulauan
Marshall.
Indah/wangi bunga: Bunga-bunga jantan sangat wangi
secara luas digunakan untuk dekorasi.
Kayu bangunan: Batangnya dapat digunakan sebagai
bahan konstruksi rumah dan juga untuk membuat tangga,
terutama di pulau-pulau atol. Pohon pandan memiliki
kayu yang keras, batang padat dengan interior kuning
berisi bundel serat yang berwarna coklat gelap. Kayunya
sangat kuat, namun rapuh, yang berarti bahwa kayu jenis
pandan ini dapat patah akibat beban yang terlalu berat.
Batang sangat keras di bagian luar, tetapi lembut, bernas,
di bagian dalamnya (Little dan Skolmen, 1989). Bilah
yang terbuat dari akar digunakan untuk dinding rumah dan
almari makanan.
Kayu bakar: Kayunya digunakan sebagai kayu bakar
untuk memasak terutama sebagai kayu bakar untuk
pemanggang, karena kayu pandan bersifat lambat terbakar.
Batang dan cabang kadang-kadang digunakan sebagai kayu
bakar di mana kayu bakar langka.
Kerajinan kayu/alat: kayu pandan dapat digunakan
sebagai bahan baku kerajinan, seperti sandaran kepala,
vas bunga, dan lain-lainnya. Kayu pandan dapat juga
digunakan sebagai bahan baku membuat senjata (tombak
dan pentungan).
Canoe/perahu/rakit: Di Kepulauan Marshall kayu
dari jenis pandan ini digunakan untuk membuat tiang-
tiang perahu tradisional. Daun pandan secara tradisional
digunakan sebagai bahan utama untuk membuat layar
perahu (Meilleur et al., 1997).
Serat/tenun/pakaian: Di negara-negara Pasifik daun
pandan banyak digunakan untuk bahan baku kain tenun
untuk pakaian tradisional, bahan membuat tikar, topi, dan
berbagai jenis keranjang.

Purwanto dan Munawaroh 107
Tali/tali/string: Akarnya dapat dibuat menjadi tali
dan bahan anyaman untuk keranjang, bahan pembungkus,
dan tempat wadah lainnya: Daunnya digunakan untuk
membungkus tembakau/rokok di kawasan Mikronesia.
Bahan kerajinan dan atap: Daun pandan digunakan
untuk anyaman tikar tradisional di banyak negara-negara
di Asia dan Pasifik, dan digunakan sebagai bahan baku atap
dalam pembangunan rumah tradisional. Atap yang terbuat
dari daun pandan akan tahan sekitar 15 tahun dan ini lebih
tahan lama dibandingkan dengan atap yang terbuat dari
daun kelapa yang mungkin hanya tahan selama 3 tahun
saja (Little dan Skolmen, 1989).
Resin/getah/lem/getah: trunk adalah sumber lem atau
kompon untuk mendempul kano dan perahu tradisional.
Bahanbaku hiasan (ornament): Daun, sering rapi
dipotong, buah wangi, dan bunga digunakan dalam
pembuatan karangan bunga.
Tannin pewarna: Arang dari kayu pandan digunakan
sebagai penghasil warna hitam yang digunakan dalam
pembuatan tenun. Arang dari pandan digunakan dalam
berbagai campuran pewarna dan kano tahan air.
Kosmetik/sabun/parfum: Bunga jantan dari jenis
pandan ini diolah secara sendiri atau dalam kombinasi
dengan bunga lain untuk parfum di Polinesia. Di Asia
Selatan dan Tenggara, bunga-bunga jantan digunakan untuk
pengharum pakaian dan dimasukkan ke dalam kosmetik,
sabun, minyak rambut, dan dupa. Di Hawaii, bunga-bunga
jantan digunakan untuk aroma.
Ritual: Pandanus kadang-kadang dianggap memiliki
sifat gaib dan magis di kawasan Halmahera, Mikronesia
dan Hawaii. Di Kiribati buah digunakan sebagai makanan
seremonial, sedangkan di Indonesia bunga jantan digunakan
dalam upacara adat.
PEMBAHASAN
Pandan telah lama diketahui memiliki manfaat yang
beranekaragam diantaranya adalah sebagai bahan pewarna,
bahan penyedap makanan, bahan obat tradisional, bahan
bangunan, bahan kerajinan, bahan ritual dan bahan pangan.
Khusus sebagai bahan pangan tercatat 8 jenis dari suku
Pandanaceae yang mempunyai manfaat sebagai bahan pangan
tambahan, misalnya masyarakat di Papua memanfaatkan
jenis buah merah (Pandanus conoideus), kelapa hutan
(Pandanus brosimos, Pandanus julianettii dan Pandanus
iwen), dan masyarakat Serui di Pulau Yapen memanfaatkan
buah kayari (Sararanga sinuosa) sebagai buah-buahan
segar yang rasa manis-asam seperti buah ceremai; buah
pandan raintui (Pandanus krauelianus K. Schumann) oleh
beberapa anggota masyarakat di Pulau Yapen digunakan
sebagai bahan campuran sayuran (sausnya); buah Pandanus
tectorius di Halmahera endospermanya dimakan dan rasanya
seperti rasa kacang atau kenari; dan lain-lainnya. Pada
umumnya masyarakat di pesisir memakannya di saat masa-
masa kesulitan makanan atau dimakan pada saat istirahat
berkumpul di pesisir istirahat atau santai. Kebanyakan yang
sering memakannya adalah anak-anak sambil bermain di
tepi pantai. Sedangkan kelapa hutan (Pandanus brosimos,
Pandanus julianettii dan Pandanus iwen) yang telah masak
dibakar dan selanjutnya dimakan endospermanya, rasanya
gurih seperti kenari. Pada masa lalu kegiatan ekstraksi buah
kelapa hutan ini bisa menimbulkan konflik antar kelompok
suku apabila pemenenannya tidak sesuai dengan kawasan
kekuasaannya.
Manfaat dari buah Sararanga sinuosa adalah buahnya
memiliki rasa yang manis berpotensi untuk dikembangkan
sebagai bahan baku minuman dan manisan. Selain iitu
jenis ini memiliki potensi sebagai sumber pangan (buah-
buahan), setiap pohon dapat menghasilkan 6 hingga
10 tandan yang masing-masing beratnya antara 10 hingga
20 kg. Sementara satu tandan terdiri dari ribuan buah. Jenis
ini sampai saat ini belum dibudidayakan dan masih tumbuh
secara liar di kawasan hutan dan di sekitar pemukiman
masyarakat. Selain itu buahnya yang melimpah juga belum
dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Oleh karena itu jenis
Sararanga sinuosa ini perlu dilakukan studi lebih lanjut
mengenai berbagai hal diantaranya adalah (a) kandungan
nutrisi buahnya, (b) proses penanganan pasca panen
seperti pengolahan menjadi bahan minuman, manisan,
dan produk olahan lainnya, (c) studi pembudidayaannya,
(e) aspek ekologinya, dan (d) studi pemanfaatan dan
pengelolaannya.
Demikian juga untuk jenis-jenis Pandanaceae yang
lainnya seperti buah merah (Pandanus conoideus), kelapa
hutan (Pandanus brosimos, Pandanus julianettii dan
Pandanus iwen), pandan pantai (Pandanus tectorius), pandan
raintui (Pandanus krauelianus K. Schumann) dan Pandanus
dubius memerlukan studi lanjutan untuk pengembangannya
sebagai sumber bahan pangan tambahan.
Studi etnobotani jenis Pandanaceae sebagai bahan
pangan di Indonesia mempunyai tujuan selain untuk
mengetahui keanekaragaman jenis Pandanaceae yang
memiliki manfaat sebagai bahan pangan juga ingin
mengetahui manfaat lain dari jenis-jenis Pandanaceae
tersebut. Hasil studi dapat disimpulkan sebagai berikut:
(1) Tercatat 8 jenis Pandanaceae (Pandanus conoideu,
Pandanus brosimos, Pandanus julianettii, Pandanus iwe,
Pandanus krauelianu, Pandanus tectorius, Pandanus dubius
dan Sararanga sinuosa yang memiliki manfaat sebagai
bahan pangan tambahan; (2) Khusus jenis Sararanga
sinuosa dapat dikembangkan sebagai tanaman buah-buahan

Etnobotani Jenis-jenis Pandanaceae108
dan buahnya dapat digunakan sebagai bahan baku bahan
pangan olahan berupa manisan buah Sararanga, bahan
minuman, dan lain-lainnya, (3) Jenis Pandanus tectorius,
buahnya berpotensi sebagai bahan pangan tambahan dan
daunnya dapat digunakan sebagai bahan baku kerajinan dan
bahan atap, batangnya sebagai bahan bangunan pondok,
kayu bakar, rakit, dan lain-lainnya, dan (4) Kegunaan
pandan selain menghasilkan buah yang dapat digunakan
sebagai bahan pangan tambahan, bagian lain dari pandan
dapat digunakan sebagai bahan baku obat-obatan, pewarna,
kayu bahan bangunan, kayu bakar, daunnya sebagai bahan
baku kerajinan, tali, bahan ritual dan lain-lainnya.
KEPUSTAKAAN
Adam IE, MJ Balick, and RA Lee, 2003. Useful Plants of Pohnpei:
A Literature Survey and Database. Institute of Economic
Botany, New York Botanical Garden, New York.
Brink M dan Jansen PCM, 2003. Pandanus Parkinson. Dalam
Brink M dan Escobin RP (eds.). Plant Resources of South-
East Asia 17. Fibre Plants. Backhuys Publisher,Leiden,
The Netherlands.
Del Rosario AG dan Esguerra NM, 2003. Medicinal Plants
in Palau. Volume 1. Publication 28/03 (3.0C). Palau
Community College, Koror, Palau.
Dignan CA, Burlingame BA, Arthur JM, Quigley RJ, dan Milligan
GC, 1994. The Pacific Islands Food Composition Tables.
Noumea, New Caledonia, South Pacific Commission.
Englberger L, Aalbersberg W, Fitzgerald MH, Marks GC, dan
Chand K, 2003. Provitamin A Carotenoid Content of
Different Cultivars of Edible Pandanus Fruit. J. of Food
Composition and Analysis 16: 237–247.
Englberger L, Aalbersberg W, Dolodolotawake U, Schierle J,
Humphries J, Iuta T, Marks GC, Fitzgerald MH, Rimon B,
dan Kaiririete M, 2006a. Carotenoid Content of Pandanus
Fruit Cultivars and Other Foods of the Republic of Kiribati.
Public Health Nutrition.
Englberger L, Aalbersberg W, Schierle J, Marks GC, Fitzgerald
MH, Muller F, Jekkein A, Alfred J, dan van der Velde N,
2006b. Carotenoid Content of Different Edible Pandanus
Fruit Cultivars of the Republic of the Marshall Islands.
Journal of Food Composition and Analysis.
Hemsley R, 1894. A New Genus of Pandanaceae. Journal of the
Linnean Society, Botany 30: 216, t. 11.
Hyndman DC, 1984. Ethnobotany of Wopkaimin Pandanus:
Significant Papua New Guinea Plant Resource. Economic
Botany 38, 3: 287–303.
Jebb M, 1992. A Field Guide to Pandanus in New Guinea, the
Bismarck Archipelago,the Solomon Islands: 91. Christensen
Research Institute, Madang.
Kayser A, 2002. Nauru, One Hundred Years Ago. 1. Pandanus.(trans:
A. Blum). University of the South Pacific, Suva, Fiji.
Keim AP, 2009. Pandanaceae of the Island of Yapen, Papua
(West New Guinea),Indonesia, with Their Nomenclature
and Notes on the Rediscovery of Sararanga sinuosa, and
Several New Species and Records. Blumea 54, 2009:
255–266.
Keim AP, Purwanto Y, dan Rovihandono R, 2006. Beberapa
Rekaman Baru (New Records) dan Kemungkinan Jenis
Baru dari Suku Pandanaceae di Pulau Yapen, Papua: 1–37.
Herbarium Bogoriense, Bogor (mimeograph).
Little EL Jr dan RG Skolmen RG, 1989. Common Forest Trees
of Hawaii (Native and Introduced). Agricultural Handbook
679. USDA, Washington, D.C.
Miller CD, Murai M, dan Pen F, 1956. The Use of Pandanus Fruit
as Food in Micronesia. Pacific Science 10: 3–16.
Meilleur BA, Maigret MB, dan Manshardt R, 1997. Hala and
Wauke in Hawai‘i. Bishop Museum Bulletin in Anthropology
7: 1–55.
Murai M, Pen F, dan Miller CD, 1958. Some Tropical South Pacific
Island Foods. Description, History, Use,Composition, and
Nutritive Value. University of Hawai‘I Press, Honolulu.
Rose CJ, 1982. Preliminary Observations on the Pandanus Nut
(Pandanus julianettii Martelli). In R.M. Bourke and V.
Kesavan (eds). Proceedings of the Second Papua New
Guinea Food Crops Conference. Department of Primary
Industry, Port Moresby, 160–167.
Solms-Laubach H, 1883. Über Die Von Beccari Auf Seiner Reise
Nach Celebes und Neu-Guinea gesammelten Pandanaceae.
Annales du Jardin Botanique de Buitenzorg 3: 93–94, 96,
100.
Stone BC, 1961. The Genus Sararanga (Pandanaceae). Brittonia
13: 212–224.
Stone BC, 1976. The Pandanaceae of the New Hebrides with An
Essay on Intraspecific Variation in Pandanus tectorius.
Kew Bulletin 31: 50.
Stone BC, 1982. New Guinea Pandanaceae: First Approach
to Ecology and Biogeography. Dalam Gressitt, J.L.
(eds.), Biogeography and ecology of New Guinea. 1.
Monographiae Biologicae 42: 401–436.
Stone BC, 1987. New Taxa of Pandanus (Pandanaceae) from
Malesia and Papuasia. Blumea 32: 435, f. 5.
Stone BC, 1992. The New Guinea Species of Pandanus section
Maysops St. John (Pandanaceae). Blumea 37: 31–61.
Walter A dan Sam C, 2002. Fruits of Oceania. Australian Centre for
International Agricultural Research (ACIAR) Monograph
85, Canberra.
Warburg O. 1900a (1 Oct). Pandanaceae. Dalam Schumann K, dan
Lauterbach K, Flora der deutschen Schutzgebiete in der
Südsee: 159, 161. Gebrüder Borntraeger, Leipzig.
Warburg O. 1900b (21 Dec). Pandanaceae. In: Engler, H.G.A,
Das Pflanzenreich IV, 9: 30, 49, 71, 83, 84. Engelmann,
Berlin.