Amandemen : Jurnal Ilmu pertahanan, Politik dan Hukum Indonesia
Volume. 1 No. 3 Juli 2024
e-ISSN : 3032-5854; dan p-ISSN : 3032-5862, Hal. 332-349
DOI: https://doi.org/10.62383/amandemen.v1i3.414


Received: April 30, 2024; Accepted: Juli 04, 2024; Published: Juli 31, 2024;
* Rosita Dongoran, [email protected]




Kontribusi Filsafat Ilmu dalam Penelitian Ilmiah dan Kehidupan Sosial

Rosita Dongoran
1
,Amelia Rahima Hasibuan
2
,Nabilah Mahmud Sibuea
3
,M.Fikri
Pratama
4,
Muhammad Raihan
5
.
[email protected], [email protected], [email protected] , [email protected]

1
Prodi Hukum Pidana Islam,Fakultas Hukum Dan Syariah,UINSU Medan
1
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Sumatera Utara

Alamat : Jl. William Iskandar Ps. V, Medan Estate, Kec. Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang,
Sumatera Utara 20371
Koresprodensi Penulis : [email protected]

Abstract. Philosophy of science needs its presence in the midst of the development of science and technology which
is marked by the sharpening of scientific specialization. Philosophy of science as a theoretical framework and
research method has a relationship with scientific research.Philosophy of science explains the problem of science
or science whichis the basis for logical assumptions (ethical neutralistic doctrine), the empirical results achieved,
and the limits of their abilities. Meanwhile, the research methodology describes efforts to develop science based
on the scientific method, which consists of two parts, namely both deductive and inductive.The contribution of the
philosophy of science in scientific research is: Asabasis for the development of science or theory, the philosophy
of science as a means of testing scientific the ory reasoning.Philosophy of science is abletotest,reflect,criticizeas
sumptions and scientific methods in a scientific research. As a foundation in science at the university level.
Philosophy of science provides a logical basis for research methodology. The contribution of the philosophy of
science in research methodology can also be filling and broadening the cognitive horizons (reason) of what is
called science, which is expected to create understanding for the discipline in scientific work,aswel lasin crease
the motivation of a researcher to carry out tasks seriously. Writing this article uses a qualitative approach by
using library research, namely by examining reading sources that have to do with the study being discussed.
Keywords:philosophy ofscience; scientific research; sociallife.

Abstrak. Filsafat ilmu diperlukan kehadirannya di tengah perkembangan iptek yang ditandai semakin
menajamnya spesialisasi ilmu pengetahuan.Filsafat ilmu sebagai kerangka teori dan metode penelitian memiliki
keterkaitan dengan penelitian ilmiah.Filsafat ilmu menjelaskan tentang duduk perkara ilmu atau science yang
menjadi landasan asumsi logika (doktrin netralistik etik), hasil-hasil empirik yang dicapai, serta batas-batas
kemampuannya. Sedangkan Metodologi penelitian menjelaskan tentang upaya pengembangan ilmu berdasarkan
metode ilmiah, yang terdiri dari dua bagian, yaitu baik deduktif maupuninduktif. Kontribusi filsafat ilmu dalam
penelitian ilmiah yaitu: Sebagai Landasan pengembangan ilmu atau teori,Filsafat ilmu sebagai sarana pengujian
penalaran teori ilmiah. Filsafat ilmu mampu menguji,merefleksi,mengkritik asumsi dan metode keilmuan dalam
sebuah penelitian ilmiah. Sebagai dasar dalam keilmuan di tingkat perguruan tinggi.. Filsafat ilmu memberikan
pendasaran logis terhadap metodologi penelitian. Kontribusi Filsafat ilmu dalam metodologi penelitian juga dapat
bersifat mengisi dan memperluas cakrawala kognitif (akal) tentang apa yang disebut ilmu, yang diharapkan akan
menimbulkan pengertian untuk disiplin dalam berkaryailmiah,sekaligus meningkatkan motivasi seorang peneliti
untuk melaksanakan tugas secara sungguh-sunguh. Penulisan Artikel ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan menggunakan library research yaitu dengan menelaah sumber bacaan yang ada hubungannya dengan
kajian yang dibahas.
Kata Kunci:filsafat ilmu;penelitian ilmiah;kehidupan sosial.

PENDAHULUAN
Kemajuan sains dan tekhnologi yang berkembang pada era sekarang ini tidak terlepas dari

KONTRIBUSI FILSAFAT ILMU DALAM PENELITIAN ILMIAH DAN KEHIDUPAN SOSIAL

333 AMANDEMEN - VOLUME 1, NO. 3, JULI 2024




pengaruh filsafat yang berawal pada zaman Yunani kuno. Pada zaman tersebut filsafat tidak
jauh berbeda dengan ilmu pengetahuan. Keseluruhan pola pikir pada saat itu di istilahkan
dengan nama filsafat, antara Ilmu pengetahuan dan pemikiran filsafat merupakan bagian yang
terintegral satu dan lainnya (Wibisono & Munir, 1999). Melalui sejarah tercatat bahwa filsafat
telah sukses mengubah cara berpikir bangsa Yunani, serta umat manusia secara umum di
seantero dunia, dari pola pikir yang percaya kepada khurafat dan tahayyul menjadi pola pikir
berlandaskan logika, fakta, dan prinsip ilmiah. Filsafat telah merubah paradigma dari
mitosentris ke logosentris, perubahan dari pemikiran yang berazaskan kepada hal-hal yang
bersifat takhayul kepada pola pikir yang berdasarkan ilmu pengetahuan. Dengan kemajuan ilmu
pengetahuan pada saat ini manusia dituntut untuk mampu menggunakan teknologi komunikasi
dan informasi, dalam penggunaan teknologi komunikasi dan informasi dibutuhkan suatu cara
yang bersifat ilmiah, sehingga menghasilkan produk atau hasil yang dapat
dipertanggungjawabkan. Berpikir ilmiah bersandar kepada sain atau ilmu pengetahuan, dengan
pola pikir yang mendalam sehingga dihasilkan pemikiran yang sistematis, dan memiliki
kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan, semuanya ini bersumber pada filsafat ilmu.

Peter Caws (dalam Setya Widyawati, 2013), memberikan pengertian filsafat ilmu sebagai
bagian dari filsafat yang memiliki aktivitas menelaah ilmu dalam konteks keseluruhan
pengalaman manusia. Filsafat ilmu juga merupakan bagian yang terintegral dari sejarah
perkembangan ilmu pengetahuan, penyebab utama dikarenakan asas terpenting dalam
perkembangan sains adalah filsafat yang kita kenal dengan ontologi, epistimologi, dan
aksiologi. Filsafat ilmu tidak terlepas dari aturan keilmuan yang berkaitan dengan metode
ilmiah yang digunakan. Metode yang ilmiah akan menghasilkan pengetahuan yang bersifat
ilmiah yang dipahami sebagai ilmu. Metode ilmiah yaitu kata kunci yang digunakan dalam
ilmu. Segala aktivitas menggunakan pikiran adalah kegiatan merenungkan kajian pemikiran
(obyek material).
Ada pun hal-hal yang dapat menjadi bahan atau obyek pemikiran menurut (Paulus Wahana,
2016) kegiatan ilmiah adalah seluruh aktivitas yang berkaitan dengan alam semesta beserta
isinya sejauh bisa diamati (observable) baik tidak langsung ataupun langsung (mengggunakan
sistem dan prasarana alat bantu), serta terukur (measurable). Berkaitan dengan metode ilmiah
menurut (2013) adalah upaya melaksanakan bluefrint bagi pola pengembangan pembelajaran,
eksplorasi ini bertujuan bagi perkembangan kedepannya yaitu berupa upaya yang signifikan
bagi pengembangan metode penelitian yang sesuai dengan konsep strategi ilmu pengetahuan.
Pengetahuan dapat diperoleh melalui pendekatan ilmiah melalui sebuah riset yang berpedoman

E-ISSN : 3032-5854; DAN P-ISSN : 3032-5862, HAL. 332-349

334 AMANDEMEN - VOLUME 1, NO. 3, JULI 2024



pada satu teori, kemudian teori tersebut tumbuh dan berkembang menjadi penelitian ilmiah,
yaitu penelitian sistematis yang berdasarkan data empiris, dan jika dilakukan riset yang sama
dengan kondisi yang sama maka hasilnya sama dengan sebelumnya. Dan terbuka diuji oleh
siapa saja yang hendak mengujinya (Fautanu, 2012).
Syarat ilmu pengetahuan menurut Suryana (2000) adalah mempunyai objek, dimensi, dan
metode ilmiah sebagai berikut, yaitu: (1) aspek ontologis yang berkaitan dengan apa yang ingin
di kaji, atau yang menjadi pokok permasalahan; (2) aspek epistimologis, yang berkaitan dengan
bagaimana ilmu mempelajari objek studinya dengan menggunakan metode tertentu; (3) aspek
aksiologis, berkaitan dengan manfaat atau nilai kegunaan ilmu untuk menggambarkan,
menjelaskan, dan memprediksi berbagai symptom yang cocok dengan objek studi yang
dipelajari. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi telah merubah pola perilaku sosial
dan pola kehidupan manusia akibat pengaruh perkembangan dunia teknologi dan revolusi
industri 4.0. Industri 4.0 tidak hanya membuka secara luas interaksi sosial tetapi juga membawa
perubahan secara signifikan dalam berbagai kehidupan manusia. Dalam dunia akademisi,
perubahan ini menuntut para ilmuwan untuk dapat mengembangkan potensi serta pola pikir
yang kritis untuk menghadapai perkembangan zaman yang mengglobal. Sehingga, Filsafat Ilmu
dipandang mampu untuk menjadi tameng dalam menghadapi perubahan tersebut. Melalui
Filsafat Ilmu, manusia akan menyusun suatu pola berpikir yang sistematis yang dapat
menangkal perkembangan zaman yang membawa pengaruh positif maupun negatif. Menurut
Louis O.Kattsoft (1996), metode-metode ilmiah untuk memperoleh pengetahuan meliputi
empirisme, rasionalisme, fenomenalisme, ajaran Kant, intuisionisme, dan metode ilmiah.
Berbeda halnya dengan the Liang Gie (2004), beliau mengemukakan tentang beberapa metode
ilmiah. Terdapat beberapa metode lain yang bisa direferensikan sebagai contoh-contoh metode
ilmiah, meliputi: analisis, penjelasan, penggolongan, perbandingan, dan survei. Begitu
pentingnya Filsafat Ilmu dalam pengembangan metode ilmiah sehingga banyak dihasilkan
penelitian yang relevan yang berhubungan dengan objek yang dikaji. Diantaranya adalah
sebagai berikut. Pertama, penelitian yang dilakukan Abdullah Affandi (2019) dengan judul
“Fungsi Filsafat Ilmu dalam Pengembangan Metode Ilmiah”. Hasil penelitian tersebut
menunjukan bahwa Filsafat Ilmu maupun metode Ilmiah saling mengisi dan memperluas
keilmuan, menimbulkan pemahaman berdisiplin dalam berkarya ilmiah, sekaligus
meningkatkan motivasi sebagai peneliti untuk melaksanakan penelitiannya dengan metode
ilmiah yang baik. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Alif Achadah & M. Fadil (2020)
dengan Judul “Filsafat Ilmu: Pertautan Aktivitas Ilmiah, Metode Ilmiah dan Pengetahuan
Sistematis.” Hasil penelitian tersebut adalah bahwa Filsafat Ilmu adalah suatu sarana dan proses

KONTRIBUSI FILSAFAT ILMU DALAM PENELITIAN ILMIAH DAN KEHIDUPAN SOSIAL

335 AMANDEMEN - VOLUME 1, NO. 3, JULI 2024




untuk mencari kebenaran sehingga manusia dapat mengalami kemajuan peradaban dalam
hidupnya. Proses keilmuan manusia adalah proses mendapatkan pengetahuan. Demikian pula,
kegiatan ilmiah terintegrasi dalam perbuatan dan perilaku secara sistematis yang kenudian di
kenal sebagai metode ilmiah yang meliputi pengamatan, perumusan masalah, pencarian fakta,
dan analisis terhadap data. Ilmu merupakan suatu sarana dan proses untuk mencari kebenaran
sehingga manusia dapat mengalami kemajuan peradaban dalam hidupnya. Adanya proses
keilmuan manusia merupakan suatu proses untuk mencari dan mendapatkan pengetahuan.
Penelitian yang serupa dilakukan oleh Sulhatul Habibah (2017) dengan judul penelitian
“Implikasi Filsafat Ilmu terhadap Perkembangan Ilmu pengetahuan dan Teknologi”, dengan
hasil penelitian bahwa teknologi yang berkembang harus didasari oleh pada Filsafat Ilmu
sebagai arah dalam pengembangannya, agar para ilmuwan menyadari keterbatasan dirinya dan
tidak terperangkap dalam sikap arogansi intelektual. Berdasarkan beberapa penelitian yang
relevan yang dikemukakan di atas, jelaslah bahwa Filsafat Ilmu memiliki kontribusi dalam
berbagai aspek, baik itu aspek ilmiah, maupun aspek sains dan teknologi, sehingga filsafat ilmu
dijadikan fundamental atau dasar dalam berpikir ilmiah untuk mencarai suatu kebenaran.
Ilmu atau sains merupakan suatu aktivitas kognitif yang harus mengikuti bermacam prosedur
dan aturan yang logis dan rasional, sehingga tak berlebihan jika berbicara ilmu kita juga
berbicara dengan logika. Tanpa disadari, keilmuwan manusia semakin hari semakin
berkembang. Hal tersebut juga dipengaruhi oleh perkembangan zaman sehingga peranan
metode ilmiah dan aktivitas ilmiah, serta berpikir ilmiah sangatlah diperlukan. Filsafat Ilmu
sangat berperan dan berfungsi dalam pengembangan metode ilmiah, di mana dalam filsafat ilmu
seseorang dituntut harus mampu menghasilkan karya dan menciptakan hal-hal yang bermanfaat
yang berpedoman pada pengembangan cara berpikir filsafat keseluruhan hasil pola pikir
manusia tersebut harus mengikuti kaidah-kaidah cara berpikir ilmiah. Antara Filsafat Ilmu dan
metode ilmiah tidak dapat dipisahkan karena saling membutuhkandi karenakan hal tersebut
jelaslah bahwa filsafat telah membawa perubahan terhadap peradaban manusia. Namun,
kenyataan di lapangan kita dapat melihat banyaknya permasalahan yang berhubungan dengan
pemanfaatan Filsafat Ilmu dalam pengembangan metode ilmiah, di mana didapati cara berpikir
para manusia pada saat ini tidak sepenuhnya berpola pikir filsafat yang teratur, sistematis, dan
prosedural.
Hal ini dapat dilihat dalam lembaga pendidikan di mana para peneliti belum sepenuhnya
mencari jalan keberan dengan metode filsafat, banyak terjadi bias dalam penelitian,
permasalahan lain di temukan di lapangan kurang berperannya Filsafat Ilmu dalam berbagai
bidang ilmu pengetahuan karena kurangnya pengetahuan manusia tentang pentingnya Filsafat

E-ISSN : 3032-5854; DAN P-ISSN : 3032-5862, HAL. 332-349

336 AMANDEMEN - VOLUME 1, NO. 3, JULI 2024



Ilmu, berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk mengkaji lebih dalam tentang Filsafat Ilmu
dan pengembangan metode ilmiah melalui sebuah penelitian library research dengan
mengangkat tema Filsafat Ilmu dan pengembangan metode imiah.

METODE PENELITIAN
Metodologi yang kami gunakan ini yaitu Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan desain library research. Dengan demikian, maka penelitian ini dilakukan dengan
menelaah sumber bacaan yang ada hubungannya dengan kajian yang dibahas, serta dengan
menggunakan studi dokumen hasil hasil penelitian sebelumnya yang ada hubungannya dengan
Filsafat Ilmu. Pengumpulan data dilakukan dengan menelusuri buku-buku bacaan, jurnal ilmiah
yang bereputasi, serta sumber sumber dari di Google Scholar, digital library.

HASIL DAN PEMBAHASAN
a.Sejarah dan perkembangan filsafat ilmu
Uraian ini, akan membahas tentang sejarah perkembangan filsafat ilmu, yang akan diklasifikan
menjadi empat fase perkembangan, sebagai berikut:
Filsafat Ilmu EraYunani Kuno
Persoalan-persoalan filsafat ilmu pertama kali dibahas dalam pemikiran Yunani Kuno.
alam ini memiliki ciri-ciri dan metode tersendiri, yang kemudian pemikiran ini terus
berkembang pada masa selanjutnya.
Adalah oleh Plato (427-347 SM) yang dikenal sebagai orang pertama yang ingin menjawab
persoalan-persoalan ilmu pengetahuan. Yang kemudian diikuti oleh Aristoteles (384-322SM)
dengan menciptakan prinsip-prinsip logika.Inilah akar pemikiran tentang filsafat ilmu
pengetahuan sistematis pertama.Plato berpendapat bahwa hasil pengamatan inderawi tidak
memberikan pengetahuan yang kokoh karena sifatnya yang selalu berubah-ubah. Karena
sifatnya yang berubah-ubah itu, Platotidak mempercayai kebenarannya. Pengetahuan yang
bersumber dari panca indera diragukan kebenarannya. Hanya sesuatu yang tidak mengalami
perubahan yang dapat dijadikan pedoman sebagai sumber pengetahuan. Dalam proses
pencariannya, Plato menemukan bahwa disebrang sana (diluar wilayah pengamata ninderawi)
ada sesuatu yang ia sebut “idea”. Dunia idea ini bersifat tetap, tidak berubah-ubah, dan kekal
(Abdullah, 1992) Plato juga berpendapat bahwa alam inderawi bukanlah alam yang
sesungguhnya, manusia sejak lahir sudah membawa idea bawaan.Dengan idea bawaan ini
manusia dapat mengenal dan memahami segala sesuatu, dari situlah timbulnya pengetahuan.
Hal ini ditegaskan oleh Plato bahwa orang tinggal “mengingat kembali” saja ide-ide bawaan

KONTRIBUSI FILSAFAT ILMU DALAM PENELITIAN ILMIAH DAN KEHIDUPAN SOSIAL

337 AMANDEMEN - VOLUME 1, NO. 3, JULI 2024




itu, jika ia ingin memahami segala sesuatu (Abdullah, 1992).
Pemikiran Plato ini kemudian dikritik oleh Aristoteles, dengan mengatakan bahwa idea-idea
bawaan itu tidak ada.Kalau Plato menekankan adanya dunia“idea”yangberadadi luar benda-
benda yang konkret (empirik), maka Aristoteles tidak mengakui adanya dunia seperti itu
(Hadiwijoyo,1980).Hukum-hukum dan pemahaman yang bersifat universal bukan hasil bawaan
dari sejak lahir,tapi hukum-hukum pemahaman itu dicapai lewat proses panjang pengamatan
empirik manusia. Aristoteles menyebut proses ini sebagai proses “abstraksi’ sebagaimana
dikemukaka noleh(Abdullah,1992) Aristoteles mengakui bahwa pengamatan inderawi itu
berubah-ubah, tidak tetap dan tidak kekal, tetapi dengan pengamatan dan penyelidikan yang
terus menerus terhadap hal-hal dan benda-benda konkret,maka akal atau rasio akan dapat
melepaskan atau mengabstraksikan ideanya dari benda-benda yang konkret tersebut. Dari situ
muncul ide-ide dan hukum-hukum yang bersifat universal dan dirumuskan oleh akal atau
intelek manusia melalui proses pengamatan dan pengalaman inderawi sebagaimana di
ungkapkan oleh (Abdullah, 1992)

FilsafatI lmu Era Era Renaisans
Memasuki masa Renaisans, ditandai dengan kemunculan paham rasionalis, di mana Akal
merupakan satu-satunya sumber pengetahuan. Kaum rasionalis beranggapan bahwa sumber
pengetahuan, bahkan sumber satu-satunya, hanyalah berasal dari akal budi, karena mereka
berpendapat bahwa pancaindera seringkali melakukan kesalahan. Oleh karena itu, pancaindera
tidak dapat diandalkan sebagai sumber pengetahuan yang sahih, hanya dengan menggunakan
prosedur tertentu dari akal saja kita bisa sampai pada pengetahuan yang sebenarnya. Bagi
mereka akal budi saja sudah cukup memberi pemahaman bagi kita, terlepas dari pancaindera.
Rasionalisme abad ke-17 memiliki beberapa tokoh sentral seperti Rene Descartes (1596-1650),
W. G. Leibniz (1646-1716), Christian Wolff (1679-1754) dan Baruch Spinoza (1632-1677).
Tokoh-tokoh ini kebanyakan berasal dari Eropa Daratan, oleh karena itu Rasionalisme lebih
dikenal sebagai filsafat kontinental. Di antara sekian tokoh tersebut, Descartes merupakan
filosof sentral apabila kita hendak membahas rasionalisme secara mendalam dan komprehensif.
Rene Descartes merupakan filosof Prancis yang digelari sebagai “bapak filsafat modern”. Ia
adalah peletak dasar aliran rasionalisme.
Empirisisme muncul abad ke-17 M sering disebut sebagai empirisisme atomistik karena
memahami pengetahuan sebagai data-data inderawi yang terpilah-pilah, tak berhubungan satu
sama lain yang terterakan di benak manusia. Empirisme muncul di akhir Renaisans,melalui
pemikiran Francis Bacon,yakni ketika ia menjelaskan metode induksinya. Akan tetapi baru

E-ISSN : 3032-5854; DAN P-ISSN : 3032-5862, HAL. 332-349

338 AMANDEMEN - VOLUME 1, NO. 3, JULI 2024



dalam filsafat Thomas Hobbes (1588-1679), John Locke (1632-1704), George Berkeley(1685-
1753),danDavid Hume(1711-1776), pengalaman entah yang bersifat inderawi atau batiniah,
menjadi pokok refleksi utama. Karena itu di sini keempat filosof ini disebut sebagai perintis
sikap empiris semacam yang menggejala pada zaman ilmu pengetahuan dan teknologi dewasa
ini , pendapat ini di sampaikan oleh (Hardiman, 64).Kaum empiris menganggap bahwa tidak
ada sumber pengetahuan lain selain pengalaman kita. Maka terutama hanya pancaindera –dan
bukan akal budi— yang memainkan peranan penting dengan menyajikan bagi kita pengalaman
langsung dengan objek tertentu. Peranan penting itu disebabkan karena: pertama, semua
proposisi yang kita ucapkan merupakan hasil laporan dari pengalaman atau yang disimpulkan
dari pengalaman. Kedua, kita tidak mampu mempunyai konsep ataupun ide apa pun tentang
sesuatu kecuali berdasarkan pada apa yang diperoleh dari pengalaman.Ketiga,akal budi hanya
bisa berfungsi kalau mempunyai acuan pada realitas atau pengalaman.

Filsafat Ilmu Era Modern(Positivisme)
Memasuki abad 19 perkembangan filsafat ilmu memasuki era positivisme.Positivisme adalah
aliran filsafat yang ditandai dengan evaluasi terhadap ilmu dan metode ilmiah. Pada abad 20
tokoh-tokoh positivism membentuk kelompok yang terkenal dengan nama lingkaran
wina,diantaranya Gustav Bergman,Rudolf Carnap,Philip Frank Hans Hahn,dan
sebagainya.Memasuki abad 20 perkembangan filafat ilmum emasuki era baru,dimanap
anggung filsafat ilmu pengetahuan didominasi oleh aliran positivism logis atau yang disebut
Empirisme Logis. Aliran ini muncul dan dikembangkan oleh Lingkaran Wina. Aliran ini ini
merpakan bentuk ekstrim dari empirisme. Aliran ini membatasi pengalaman sebatas apa yang
dapat diamati dan tertuang dalam bahasa. Empirisisme logis mendapat reaksi keras dari kaum
pragmatis atau biasa dikenal sebagai empirisisme radikal. Empirisisme radikal menolak
pembatasan pengalaman sebatas yang dapat diindera saja. Pengalaman yang dipahami empiris
mera dikala dalah seluruh pengalaman yang berasal dari berbagai jenis peristiwa yang dialami
manusia sebagai makhluk yang bertubuh serta punya cipta, rasa, dan karsa dalam interaksinya
dengan objek-objek dalam lingkungan sekitarnya (Adian, 2002). Jadi, apa yang tidak dapat
dilacak secara inderawi demikian itu dianggap bukan sebuah pengetahuan, empirisisme radikal
ini juga sering disebut sebagai aliran sensasionalisme. Meskipun tidak semua penganut
empirisisme merupakan penganut sensasionalisme (Kattsoff, 2004).’

FilsafatI lmu Era Kontemporer
Perkembangan filsafat ilmu di zaman ini ditandai dengan munculnya filosof-filosof yang

KONTRIBUSI FILSAFAT ILMU DALAM PENELITIAN ILMIAH DAN KEHIDUPAN SOSIAL

339 AMANDEMEN - VOLUME 1, NO. 3, JULI 2024




memberikan warna baru terhadap perkembangan filsafat ilmu sampai sekarang.Muncul Karl
Raymund Popper (1902-1959) yang kehadirannya menjadi babaK baru sekaligus merupakan
masa transisi menuju suatu zaman yang kemudian disebut zaman filsafat ilmu pegetahuan
baru.hal ini menurut(Langaji,2013) dikarenakan beberapa hal pertama,melalui teori falsifikasi-
nya, Popper menjadi orang pertama yang mendobrak dan meruntuhkan dominasi aliran
positivisme logis dari Lingkaran Wina. Kedua, melalui pendapatnya tentang
bergurupadasejarah-sejarahilmu-ilmu,Popper memperkenalkan suatu era filsafat ilmu yang
baru, yang akan dirintis oleh filosof selanjutnya, yaitu Thomas Kuhn.Para tokoh filsafat ilmu
baru, antara lain Thomas S. Kuhn, Paul Feyerabend, Imre Lakatos dan filsofo-filosof lainnya.
Mereka memiiki perhatian yang sama terhadap serjarah ilmu serta peranan sejarah ilmu dalam
upaya mendapatkan serta mengkontruksikan wajah ilmu pengetahuan dan kegiatan ilmiah yang
sesungguhnya terjadi. Gejala ini disebut juga sebagai pemberontakan terhadap positivisme
Menurut The Liang Gie, filsafat ilmu adalah segenap pemikiran reflektif terhadap persoalan-
persoalan mengenai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan
segala segi dari kehidupan manusia.4 Sedangkan menurut Cornilius Binjamin,filsafat ilmu
adalah merupakan cabang pengetahuan filsafat yang menelaah sistematis mengenai sifat dasar
ilmu, metode-metodenya dan peranggapan-peranggapannya serta letaknya dalam kerangka
umum dari cabang pengetahuan intelektual.Dari kedua definisi di atas, dapat penulis simpulkan
bahwa filsafat ilmu adalah merupakan bagian dari filsafat pengetahuan yang secara spisifik
mengkaji hakikat ilmu. Ilmu merupakan cabang pengetahuan yang mempunyai ciri-ciri
tertentu. Meskipun secarametodologis ilmu tidak membedakan antara ilmu alam dengan ilmu-
ilmu sosial, namun karena permasalahan- permasalahan teknis yang bersifat khas,maka filsafat
ilmu ini sering dibagi menjadi filsafat ilmu- ilmu alam dan filsafat ilmu-ilmu sosial. Pembagian
ini lebih merupakan pembatasan masing- masing bidang yang ditelaah, yaitu ilmu-ilmu alam
dengan ilmu-ilmu sosial dan tidak mencirikan cabang filsafat yang otonom. Ilmu memang
berbeda dengan pengetahuan-pengetahuan secara filsafat, namun tidak terdapat perbedaan yang
prinsipil antara ilmu-ilmu alam dan ilmu-ilmu sosial, meskipun keduanya mempunyai ciri-ciri
yang sama.
Setelah dipahami arti filsafat ilmu, penulis lalu menjelaskan tiang penyangga dari filsafat
ilmu,karena dari sini nanti penulis ingin memposisikan antara filsafat ilmu dengan Islamisasi
ilmu pengetahuan dan fungsinya.Pertama, filsafat ilmu ingin menjawab pertanyaan landasan
ontologis ilmu, seperti obyek yang ditelaah dan tingkat korelasi antara obyek tadi dengan daya
tangkap manusia (seperti berpikir, merasa dan mengindera) yang menghasilkan ilmu. Dari
landasan ontologis ini adalah dasar untuk mengklasifikasi pengetahuan dan sekaligus bidang-

E-ISSN : 3032-5854; DAN P-ISSN : 3032-5862, HAL. 332-349

340 AMANDEMEN - VOLUME 1, NO. 3, JULI 2024



bidang ilmu. Noeng Muhadjir dalam buku Filsafat Ilmu menulis bahwa ontologi membahas
tentang yang ada, yang tidak terikat oleh satu perwujudan tertentu. Ontologi membahas tentang
yang ada yang universal, menampilkan pemikiran semesta universal. Ontologi berusaha
mencari inti yang termuat dalam setiap kenyataan, atau dalam rumusan Lorens Bagus,
menjelaskan yang ada yang meliputi semua realitas dalam semua bentuknya.6 Sedangkan
menurut Jujun S. Suriasumantri menulis bahwa ontologi membahas apa yang ingin diketahui,
seberapa jauh kita ingin tahu, atau dengan perkataan lain, suatu pengkajian mengenai teori
tentang ada.
Tiang penyangga kedua dari filsafat ilmu adalah epistimologi atau teori pengetahuan. Ini
merupakan cabang filsafat yang berurusan dengan hakikat dan lingkup pengetahuan,
pengandaian-pengandaian dan dasar-dasarnya serta pertanggung jawaban atas pernyataan
mengenai pengetahuan yang dimiliki. Dengan demikian adanya perubahan pandangan tentang
ilmu pengetahuan memiliki peran penting dalam membentuk peradaban dan
kebudayaanmanusia, dan dengan itu pula tampaknya, muncul semacam kecenderungan yang
terjalin pada jantung setiap ilmu pengetahuan dan juga para ilmuwan untuk lebih berinovasi
dalam penemuan dan perumusan berikutnya.Kecenderungan yang lain ialah adanya hasrat
untuk selalu menerapkan apa yang dihasilkan ilmu pengetahuan, baik dalam dunia teknik mikro
maupun makro. Dengan demikian tampak bahwa semakin maju pengetahuan, semakin
meningkat keinginan manusia, sampai memaksa, merajalela dan bahkan membabi buta.
Akibatnya ilmu pengetahuan dan hasilnya tidak manusiawi lagi, bahkan cenderung
memperbudak manusia sendiri yang telah merencanakan dan menghasilkannya.
Kecenderungan yang kedua inilah yang lebih mengerikan dari yang pertama, namun tidak dapat
dilepaskan dari kecenderungan yang pertama.
Kedua adalah kecenderungan ini secara nyata paling menampakkan diri dan paling mengancam
keamanan dan kehidupan manusia, dewasa ini dalam bidang lomba persenjataan, kemajuan
dalam memakai serta menghabiskan banyak kekayaan bumi yang tidak dapat diperbaharui
kembali, kemajuan dalam bidang kedokteran yang telah mengubah batas-batas paling pribadi
dalam hidup manusia dan perkembangan ekonomi yang mengakibatkan melebarnya jurang
antara kaya dan miskin. Ilmu pengetahuan dan teknologi akhirnya mau tak mau mempunyai
kaitan langsung ataupun tidak, dengan setruktur sosial dan politik yang pada gilirannya
berkaitan dengan jutaan manusia yang kelaparan, kemiskinan, dan berbagai macam
ketimpangan yang justru menjadi pandangan yang menyolok di tengah keyakinan manusia akan
keampuhan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk menghapus penderitaan manusia.Kedua
kecenderungan di atas ternyata condong menjadi lingkaran setan ini perlu dibelokkan manusia

KONTRIBUSI FILSAFAT ILMU DALAM PENELITIAN ILMIAH DAN KEHIDUPAN SOSIAL

341 AMANDEMEN - VOLUME 1, NO. 3, JULI 2024




sendiri sehingga tidak menimbulkan ancaman lagi. Kesadaran akan hal ini sudah muncul dalam
banyak lingkungan ilmuwan yang prihatin terhadap perkembangan teknik, industri dan
persenjataan yang membahayakan masa depan kehidupan umat manusia dan bumi kita. Untuk
itulah maka epistimologi ilmu bertugas menjawab pertanyaan ; bagaimana proses pengetahuan
yang masih berserakan dan tidak teratur itu menjadi ilmu? Bagaimana prosedur dan
mekanismenya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan pengetahuan yang
benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apa kriterianya? Cara apa yang membantu kita
dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu?Tiang penyangga filsafat ilmu yang ketiga
adalah aksiologi. Ilmu adalah sesuatu yang paling penting bagi manusia, karena dengan ilmu
semua keperluan dan kebutuhan manusia bisa terpenuhi secara lebih cepat dan lebih mudah.
Merupakan kenyataan yang tidak dapat dipungkiri bahwa peradaban manusia sangat berhutang
kepada ilmu karena ilmu telah banyak mengubah wajah dunia seperti hal memberantas
penyakit, kelaparan, kemiskinan dan berbagai wajah kehidupan yang sulit lainnya. Dengan
kemajuan ilmu juga manusia mampu merasakan kemudahan lainnya seperti transportasi,
pemukiman, pendidikan, komonikasi dan lainsebagainya. Ilmu merupakan sarana untuk
membantu manusia dalam mencapai tujuan hidupnya.
Kemudian timbul pertanyaan, apakah ilmu selalu merupakan berkah dan penyelamat bagi
manusia? Memang sudah terbukti, dengan kemajuan ilmu pengetahuan, manusia dapat
menciptakan berbagai bentuk teknologi. Misalnya pembuatan bom yang pada awalnya untuk
memudahkan kerja manusia, namun kemudian dipergunakan untuk hal-hal yang bersifat negatif
yang menimbulkan malapetaka bagi manusia itu sendiri. Di sinilah ilmu harus diletakkan secara
proposional dan memihak kepada nilai-nilai kebaikan dan kemanusiaan. Sebab, jika ilmu tidak
berpihak kepada nilai-nilai, maka yang terjadi adalah bencana dan malapetaka.Setiap ilmu
pengetahuan akan menghasilkan teknologi yang kemudian akan diterapkan di masyarakat.
Proses ilmu pengetahuan menjadi sebuah teknologi yang benar-benar dapat dimanfaatkan oleh
masyarakat tentu tidak terlepas dari sosok ilmuwannya. Seorang ilmuwanakan dihadapkan pada
kepentingan-kepentingan pribadi ataukah kepentingan masyarakat akan membawa pada
persoalan etika keilmuan serta masalah bebas nilai. Untuk itulah tanggungjawab seorang
ilmuwan harus dipupuk dan berada pada tempat yang tepat, tanggung jawab akademis dan
tanggung jawab moral.
Untuk lebih mengenal yang dimaksud dengan aksiologi, penulis akan menguraikan beberapa
definisi tentang aksiologi, di antaranya ;
1. Aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai dan logos yang berarti
teori. Jadi aksiologi adalah teori tentang nilai.8

E-ISSN : 3032-5854; DAN P-ISSN : 3032-5862, HAL. 332-349

342 AMANDEMEN - VOLUME 1, NO. 3, JULI 2024



2. Sedangkan arti aksiologi yang terdapat didalam bukunya Jujun S. Suriasumantri adalah
teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang diperoleh.
Dari definisi-definisi mengenai aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa pemasalahan yang
utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah suatu yang dimiliki manusia untuk
melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai dalam filsafat
mengacu pada permasalahan etika dan estetika.Etika menilai perbuatan manusia, maka lebih
tepat dikatakan bahwa obyek formal etika adalah norma-norma kesusilaan manusia, dan dapat
dikatakan pula bahwa etika mempelajari tingkah laku manusia ditinjau dari segi baik dan tidak
baik di dalam suatu kondisi yang normatif, yaitu suatu kondisi yang melibatkan norma-norma.
Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai tentang pengalaman keindahan yang dimiliki oleh
manusia terhadap lingkungan dan fenomena di sekelilingnya.
Nilai itu obyektif ataukah subyektif adalah sangat tergantung dari hasil pandangan yang muncul
dari filsafat. Nilai akan menjadi subyektif jika subyek sangat berperan dalam segala hal,
kesadaran manusia menjadi tolak ukur segalanya; atau eksistensinya, maknanya dan
validitasnya tergantung pada reaksi subyek yang melakukan penilaian tanpa
mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis atau fisis.Dengan demikian, nilai subyektif akan
selalu memperhatikan berbagai pandangan yang dimiliki akal budi manusia, seperti perasaan,
intelektualitas dan hasil nilai subyektif selalu akan mengarah kepada suka atau tidak suka,
senang atau tidak senang.Nilai itu obyektif, jika tidak tergantung pada subyek atau kesadaran
yang menilai. Nilai obyektif muncul karena adanya pandangan dalam filsafat tentang
obyektivisme.Obyektivisme ini beranggapan pada tolak ukur suatu gagasan berada pada
obyeknya, sesuatu yang memiliki kadar secara realitas benar-benar ada.11 Kemudian
bagaimana dengan nilai dalam ilmu pengetahuan. Seorangilmuwan haruslah bebas dalam
menentukan topik penelitiannya, bebas dalam melakukan eksprimen-eksprimen. Kebebasan
inilah yang nantinya akan dapat mengukur kualitas kemampuannya. Ketika seorang ilmuwa
bekerja, dia hanya tertuju pada proses kerja ilmiahnya dan tujuan agar penelitiannya berhasil
dengan baik. Nilai obyektif hanya menjadi tujuan utamanya, dia tidak mau terikat dengan nilai-
nilai subyektif, seperti nilai-nilai dalam masyarakat, nilai agama, nilai adat dan sebagainya.
Bagi seorang ilmuwan kegiatan ilmiahnya dengan kebenaran ilmiah adalah yang sangat
penting. Untuk itulah netralitas ilmu terletak kepada epistimologinya saja, artinya tanpa
berpihak kepada siapapun, selain kepada kebenaran yang nyata. Sedangkan secara ontologis
danaksiologis, ilmuwan harus mapu menilai mana yang baik dan yang buruk, yang pada
hakekatnya mengharuskan seorang ilmuwan memiliki landasan moral yang kuat. Tanpa ini
seorang ilmuwan akan lebih merupakan seorang “momok” yang menakutkan.

KONTRIBUSI FILSAFAT ILMU DALAM PENELITIAN ILMIAH DAN KEHIDUPAN SOSIAL

343 AMANDEMEN - VOLUME 1, NO. 3, JULI 2024




Etika keilmuan merupakan etika normatif yang merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat
dipertanggung jawabkan secara rasional dan dapat diterapkan dalam ilmu pengetahuan. Tujuan
etika keilmuan adalah agar seorang ilmuwan dapat menerapkan prinsip-prinsip moral, yaitu
yang baik dan menghindarkan dari yang buruk ke dalam perilaku keilmuannya, sehingga dia
dapat menjadi ilmuwan yang dapat mempertanggung jawabkan perilaku ilmiahnya. Etika
normatif menetapkan kaidah-kaidah yang mendasari pemberian penilaian terhadap perbuatan-
perbuatan apa yang seharusnya dikerjakan dan apa yang seharusnya terjadi serta menetapkan
apa yang bertentangan dengan yang seharusnya terjadi.Pokok persoalan dalam etika keilmuan
selalu mengacu kepada “elemen-elemen” kaidah moral, yaitu hati nurani, kebebasan dan
tanggung jawab, nilai dan norma yang bersifatutilitaristik (kegunaan). Hati nurani di sini adalah
penghayatan tentang yangbaik dan yang buruk dan dihubungkan dengan prilaku manusia.Nilai
dan norma yang harus berada pada etika keilmuan adalah nilai dan norma moral. Lalu apa yang
menjadi kriteria pada nilai dan norma moral itu? Nilai moral tidak berdiri sendiri, tetapi
ketikaberadapadaatau menjadimilikseseorang, makadiaakanbergabungdengannilai yangada
seperti nilai agama, hukum, budaya dan sebagainya. Yang paling utama dalam nilai moral
adalah yang terkait dengan tanggung jawab seseorang. Norma moral menentukan apakah
seseorang berlaku baik ataukah buruk dari sudut etis. Bagi seorang ilmuwan, nilai dan norma
moral yang dimilikinya akan menjadi penentu, apakah sudah menjadi ilmuwan yang baik atau
belum.Penerapan ilmu pengetahuan yang telah dihasilkan oleh para ilmuwan, apakah itu berupa
teknologi, ataupun teori-teori emansipasi masyarakat, harus memperhatikan nilai-nilai
kemanusiaan, nilai agama, nilai adat dan sebagainya. Ini berarti ilmu pengetahuan tersebut
sudah tidak bebas nilai. Karena ilmu sudah berada di tengah-tengah masyarakat luas dan
masyarakat akan mengujinya.
Oleh karena itu, tanggung jawab lain yang berkaitan dengan teknologi di masyarakat, yaitu
menciptakan hal yang positif. Namun, tidak semua teknologi atau ilmu pengetahuan selalu
memiliki dampak positif.Di bidangetika, tanggung jawab seorang ilmuwan, bukan lagi
memberi informasi namun harus memberi contoh. Dia harus bersifat obyektif, terbuka,
menerima kritik, menerimapendapat oranglain, kukuh dalam pendirian yangdianggap benar,dan
berani mengakui kesalahan. Semua sifat ini merupakan implikasi etis dari proses penemuan
kebenaran secara ilmiah. Di tengah situasi nilai mengalami kegoncangan, maka seorang
ilmuwan harus tampil ke depan. Pengetahuan yang dimilikinya merupakan kekuatan yang akan
memberinya keberanian. Hal yang sama harus dilakukan pada masyarakat yang sedang
membangun, seorang ilmuwan harus bersikap sebagai seorang pendidik dengan memberikan
contoh yang baik.Kemudian bagaimana solusi bagi ilmu yang terikat dengan nilai-nilai? Ilmu

E-ISSN : 3032-5854; DAN P-ISSN : 3032-5862, HAL. 332-349

344 AMANDEMEN - VOLUME 1, NO. 3, JULI 2024



pengetahuan harus terbuka pada konteksnya dan agamalah yang menjadi konteksnya itu.
Agama mengarahkan ilmu pengetahuan pada tujuan hakikinya, yaitu memahami realitas alam
dan memahamieksistensi Tuhan, agar manusia menjadi sadar hakikat penciptaan dirinya.
Solusinya yang diberikan al-Qur’an terhadap ilmu pengetahuan yang terikat dengan nilai adalah
dengan cara mengembalikan ilmu pengetahuan pada jalur semestinya, sehingga dia menjadi
berkah danrahmat kepada manusia dan alam, bukan sebaliknya membawa mudharat.
Berdasarkan sejarah tradisi Islam, ilmu tidaklah berkembang pada arah yang tidak terkendali,
tapi harus bergerak pada arah maknawi dan umat berkuasa untuk mengendalikannya.
Kekuasaan manusia atas ilmu pengetahuan harus mendapat tempat yang utuh, eksistensi ilmu
pengetahuan bukan hanya untuk mendesak kemanusiaan, tetapi kemanusiaanlah yang
menggenggam ilmu pengetahuan untuk kepentingan dirinya dalam rangka penghambaan diri
kepada Tuhan.Tentang tujuan ilmu pengetahuan, ada beberapa perbedaan pendapat antara
filosof dengan para ulama. Sebagian mereka berpendapat bahwa pengetahuan sendiri
merupakan tujuan pokok bagi orang yang menekuninya, dan mereka ungkapkan tentang hal ini
dengan ungkapan, ilmu pengetahuan untuk ilmu pengetahuan, seni untuk seni, sastra untuk
sastra dan lain sebagainya.15 Menurut mereka ilmu pengetahuan hanyalah sebagai obyek kajian
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan sendiri.Sebagian yang lain cenderung berpendapat
bahwa tujuan ilmu pengetahuan merupakan upaya para peneliti atau ilmuwan menjadikan ilmu
pengetahuan sebagai alat untuk menambah kesenangan manusia dalam kehidupan yang sangat
terbatas di bumi ini. Menurut pendapat yang kedua, ilmu pengetahuan itu untuk meringankan
beban hidup manusia atau untuk membuat manusia senang, karena dari lmu pengetahuan itulah
yang nantinya akan melahirkan teknologi. Teknologi jelas sangat dibutuhkan oleh manusia
untuk mengatasi berbagai masalahdan lain sebagainya. Sedangkan pendapat yang lainnya
cenderung menjadikan ilmu pengetahuan sebagai alat untuk meningkatkan kebudayaan dan
kemajuan bagi umat manusia secara keseluruhan.
Berdasarkan beberapa hal di atas, nantinya dijadikan bahan untuk menempatkan letak atau
kedudukan filsafat ilmu dalam Islamisasi ilmu pengetahuan. Selama ini kita masih sering
mendengar adanya dikotomi antara ilmu agama dengan ilmu pengetahuan, padahal jika kita
kembali pada landasan dasarnya ilmu pengetahuan, yaitu filsafat ilmu, maka kita tidak akan
menemukan dikotomi antara keduanya. Justru dengan menempatkan keduanya dengan
posisiyang sama, maka akan tercipta dunia yang seimbang.

Kontribusi Filsafat Ilmu dalam Kehidupan Sosial
Secara umum, Filsafat ilmu telah mampu mengembangkan ilmu pengetahuan, dan ilmu

KONTRIBUSI FILSAFAT ILMU DALAM PENELITIAN ILMIAH DAN KEHIDUPAN SOSIAL

345 AMANDEMEN - VOLUME 1, NO. 3, JULI 2024




pengetahuan mampu memajukan teknologi, dan teknologi merupakan sarana yang digunakan
manusia secara sosial maupun individu untuk memenuhi kebutuhannya. Perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dapat mendorong manusia mendayagunakan sumber daya alam
lebih efektif dan efisien, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menaikkan
kualitas kehidupan sosial manusia, dengan meningkatnya ketrampilannya,
kecerdasannya.Pembahasan Filsafat Ilmu dan Epistemologi juga akan memberikan informasi
yang mendalam tentang sejarah perkembangan ilmu pengetahuan bahkan teknologi, sehingga
akan memberi kesadaran historis, memberikan pertimbangan strategis dalam melihat
perkembangan zaman, ia akan dapat memahami pandangan-pandangan dunia (asumsi)
epistemologis yang terdapat dalam setiap episteme dan kebudayaan.Ilmu pengetahuan dan
teknologi menjadi unsur yang dominan karena ia sebagai kekuatan penggerak masa depan
dunia.Filsafat ilmu juga dapat berkontribusi sebagai pertimbangan edukatif (pendidikan),
filsafat ilmu dapat membantu mahasiswa dalam memahami berbagai bentuk pengetahuan, dan
memahami kekuatan dan keterbatasannya sehingga terbentuk pemahaman yang lebih
holistik.Secara praktis epistemology juga dapat memberikan pemahaman tentang bagaimana
merancang kurikulum life skill yang bisa membantu menghadapi kehidupan nyata di mana
pengetahuan berperan untuk membantu menyelesaikan berbagai masalah dalam kehidupan
secara umum, ataupun dalam kehidupan keberagamaan.
Adapun kontribusi filsafat ilmu dalam pengembangan ilmu dan teknologi mengutip pendapat
dari Tafsir (2004) tentang konstribusi ilmu adalah sebagai berikut: (1)Ilmu Sebagai Alat
Ekspalanasi. Pekembangan ilmu yang ada sampai sekarang ini secara umum berfungsi sebagai
alat untuk membuat eksplanasi kenyataan. Menurut Jacob (1993) ilmu merupakan suatu sistem
eksplanasi yang paling dapat diandalkan kemampuannya, dalam menjelaskan dan memahami
seuatu yang terjadi pada masa lampau, sekarang, serta masa depan. Bagaimana contohnya?
Akhir tahun 1997 di Indonesia terjadi gejolak moneter, yaitu nilai rupiah semakin murah
dibandingkan dengan dolar (kurs rupiah terhadap dolar menurun). Gejala ini telah memberikan
dampak yang cukup luas terhadap kehidupan di Indonesia. Gejalanya ialah harga semakin
tinggi. Bagaimana menerangka gejala ini?
Teori-teori ekonomi(mungkin juga politik) dapat menerangkan (mengeksplanasikan) gejala itu.
Untuk mudahnya, teori ekonomi mengatakan karena banyaknya utang luar negeri jatuh
tempo(harus dibayar),hutang itu harus dibayar dengan dolar,maka banyak sekali orang yang
memerlukan dolar, karena banyak orang membeli dolar, maka harga dolar naik dalam rupiah.
Nah, ini baru sebagian gejala itu yang dieksplanasikan. Sekalipun baru sebagian, namun gejala
itu telah dapat dipahami ala kadarnya, sesuai dengan apa yang telah dieksplanasikan itu.Ada

E-ISSN : 3032-5854; DAN P-ISSN : 3032-5862, HAL. 332-349

346 AMANDEMEN - VOLUME 1, NO. 3, JULI 2024



orang tiga bersaudara, dua laki-laki dan satu perempuan. Merekanakal, sering mabuk, membuat
keonaran, sering bolos sekolah, tidak naik kelas, pindah-pindah sekolah. Mereka ditinggal oleh
kedua orang tuanya, ayah dan ibunya masing-masing kawin lagi dan pindah ketempat barunya
masing-masing.Biaya hidup tiga bersaudara itu bersama pembantu mereka, tidak kurang.
Dapatkah Anda membuat eksplanasi mengapa anak-anak itu nakal? Anda akan dapat
menjelaskan (mengeksplanasikan) jika Anda menguasai teori yang mampu menjelaskan gejala
(nakal) itu. Menurut teori Ilmu Pendidikan, anak-anak yang orang tuanya cerai (biasanya
disebut broken home),pada umumnya akan berkembang menjadi anak nakal.
Penyebabnya ialah karena anak anak itu tidak mendapat pendidikan yang baik dari kedua orang
tuanya. Padahal pendidikan dari kedua orang tua amat penting dalam pertumbuhan anak menuju
dewasa. Sebenarnya saya amat tertarik membicarakan topik ini; senang sekalirasanya
menambahkan banyak contoh lain, tetapi kedua contoh itu agaknya mencukupi untuk
menjelaskan kegunaan teori sebagai alat membuat eksplanasi.(2) Teori Sebagai Alat
Prediksi.Tatkala membuat eksplanasi,biasanya para ilmuwan telah mengetahui juga faktor
penyebab terjadinya gejala itu. Dengan melakukan analilis terhadap faktor penyebab itu,
ilmuwan dapat membuat prediksi.Dalam contoh kurs dolar tadi, dengan mudah orang ahli
prediksi. Misalnya, karena bulan-bulan mendatang hutang luar negeri jatuh tempo semakin
banyak, maka diprediksikan kurs rupiah terhadap dolar akan semakin lemah.Prediksi lain dapat
pula dibuat, misalnya, harga barang dan jasa pada bulan-bulan mendatangakan naik.Pada
contoh duata didapat pula dibuatp rediksi.Misalnya,pada musim paceklik ini banyak pasangan
suami istri yang cerai, maka diprediksi kenakalan remaja akan meningkat. (3) Teori Sebagai
Alat Pengontrol. Eksplanasi merupakan bahan untuk membuat prediksi dan kontrol. Ilmuwan,
selain mampu membuat prediksi berdasarkan eksplanasi gejala,juga dapat membuat
kontrol.Misalnya sebah contoh terkait dengan sebekumnya.Agar kurs rupiah menguat, perlu
ditangguhkan pembayaran hutang yang jatuh tempo, jadi, pembayaran utang diundur. Apa yang
dikontrol? Yang dikontrol ialah kurs rupiah terhadap dolar agar tidak naik. Kontrolnya ialah
kebutuhan terhadap dolar dikurangi dengan cara menangguhkan pembayaran hutang dalam
dolar.Agar kontrol lebih efektif sebaiknya kontrol tidak hanya satu macam.Dalam kasus
ekonomi ini dapat kita tambah kontrol, umpamanya menangguhkan pembangunan proyek yang
memerlukan bahan import. Kontrol sebenarnya merupakan tindakan-tindakan yang diduga
dapat mencegah terjadinya gejala yang tidak diharapkan atau gejala yang memang diharapkan.
Ayah dan ibu sudah cerai. Diprediksi: anak-anak mereka akan naik. Adakah upaya yang efektif
agar anak-anak itu tidak nakal? Ada, upaya itulah yang disebut kontrol. Dalam kasus ini
mungkin pamannya, bibinya, atau kakeknya, dapat mengganti fungsi ayah dan ibunya

KONTRIBUSI FILSAFAT ILMU DALAM PENELITIAN ILMIAH DAN KEHIDUPAN SOSIAL

347 AMANDEMEN - VOLUME 1, NO. 3, JULI 2024




mereka.Perbedaan prediksi dan control ialah prediksi bersifat pasif;tatkala ada kondisi tertentu,
maka kita dapat membuat prediksi, misalnya akan terjadi ini, itu, begini atau begitu. Sedangkan
kontrol bersifat aktif; terhadap sesuatu keadaan, kita membuat tindakan atau tindakan-tindakan
agar terjadi ini, itu, begini atau begitu. (4) Cara Ilmu Dalam Penyelesaian Masalah. Ilmu atau
teori – dibuat untuk memudahkan kehidupan, apabila manusia menghadapi kesulitan (biasanya
disebut masalah),manusia menghadapi dan menyelesaikan masalah itu dengan menggunakan
ilmu.Dahulu orang mengambil air di bawah bukit, orang Sunda menyebutnya dilebak. Tatkala
akan mengambil air, orang melalui jalan menurun sambil membawa wadah air. Tatkala pulang
ia melalui jalan menanjak sambil membawa wadah yang berisi air. Itu menyulitkan kehidupan.
Untuk memudahkan, orang membuat sumur. Air tidak lagi harus diambil dilebak.Air dapat
diambil dari sumur yang dapat dibuat dekat rumah.Membuat sumur memerluka nilmu.Tetapi
sumur masih menyusahkan karena masih harus menimba,kadang- kadang sumur amat dalam.
Orang mencari teori agar air lebih mudah diambil. Lantas orang menggunakan pompa air yang
digerakkan dengan tangan. Masih susah juga, orang lantas menggunakan mesin.
Sekarang air dengan mudah diperoleh, hanya memutar kran. Ilmu memudahkan kehidupan.
Sejak kampung itu berdiri ratusan tahun yang lalu, sampai tahun-tahun belakangan ini
penduduknya hidup dengan tenang. Tidak ada kenakalan. Anak-anak dan remaja begitu
baiknya, tidak berkelahi, tidak mabuk-mabukan, tidak mencuri, tidak membohongi orang
tuanya. Senang sekali bermukim di kampung itu. Tiba-tiba jalan raya melintas kampung itu.
Listrik dipasang, penduduk mendapat listrik dengan harga murah. Penduduk senang.Beberapa
tahun kemudian,anak mereka nakal.Anak remaja sering berkelahi,sering mabuk, sering
mencuri, sering membohongi orang tuanya. Penduduk sering bertanya “Mengapa keadaan
begini?” Mereka menghadapi masalah. Mereka memanggil ilmuwan, meminta bantuannya
untuk menyelesaikan masalah yang mereka hadapi. Apa yang akan dilakukan oleh ilmuwan
itu? Ternyata ia melakukan langkah-langkah sebagai berikut ini.Pertama, ia mengidentifikasi
masalah. Ia ingin tahu seperti apa kenakalanremaja yang ada di kampung itu. Ia ingin tahu lebih
dahulu, secara persis,misalnya berapa orang, siapa yang nakal, malam atau hari apa saja
kenakalan itu dilakukan, penyebab mabuk, berkelahi dengan siapa, dan apa penyebabnya, dan
sebagainya. Ia ingin tahu sebanyak- banyaknya atau selengkap-lengkapnya tentang kenakalan
yang diceritakan oleh orang kampung kepadanya, ia seolah-olah tidak percaya begitu saja pada
laporan orang kampung tersebut. Ia mengidentifikasi masalah itu. Identifikasi biasanya
dilakukan dengan cara mengadakan penelitian.Hasil penelitian itu ia analisis untuk mengetahui
secara persis segala sesuatu di seputar kenakalan itu tadi.Kedua, ia mencari teori tentang sebab-
sebab kenakalan remaja. Biasanya ia cari dalam literatur.Iam enemukan ada beberap ateori yang

E-ISSN : 3032-5854; DAN P-ISSN : 3032-5862, HAL. 332-349

348 AMANDEMEN - VOLUME 1, NO. 3, JULI 2024



menjelaskan sebab sebab kenakalan remaja. Diantara teori tu ia pilih teoriyang diperkirakannya
paling tepat untuk menyelesaikan masalah kenakalan remaja di kampung itu. Sekarang ia tahu
penyebab kenakalan remaja di kampung itu. Ketiga, ia kembali membaca literatur lagi.
Sekarang ia mencari teori yang menjelaskan cara memperbaiki remaja nakal. Dalam buku ia
baca, bahwa memperbaiki remaja nakal harus disesuaikan dengan penyebabnya.Iasudah tahu
penyebabnya, maka ia usulkan tindakan-tindakan yang harus dilakukan oleh pemimpin, guru,
organisasi pemuda, ustadz, orang tua remaja dan polisi serta penegak hukum.

KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa Pokok bahasan dalam filsafat ilmu adalah
sejarah perkembangan ilmu dan teknologi, hakikat dan sumber pengetahuan serta kriteria
kebenaran. Di samping itu, filsafat ilmu juga membahas persoalan obyek, metode dan tujuan
ilmu yang tidak kalah pentingnya adalah sarana ilmiah. Filsafat ilmu memberikan spirit bagi
perkembangan dan kemajuan ilmu dan sekaligus nilai-nilai moral yang terkandung pada setiap
ilmu, baik pada tatanan ontologis, epistimologis, maupun aksiologis yang dalam hal ini filsafat
ilmu ditempatkan dalam Islamisasi ilmu pengetahuan terletak pada tataran aksiologinya, yaitu
agama sebagai pemberi nilai terhadap ilmu pengetahuan.Filsafat ilmu dan Islamisasi ilmu
pengetahuan memberikan wawasan yang lebih luas bagi penuntut ilmu untuk melihat sesuatu
itu tidak hanya dari jendela ilmu masing-masing. Ada banyak jendela yang tersedia, ketika
melihat sudut pandang sesuatu, karena itu, tidak boleh arogansi dalam sebuah disiplin ilmu,
karena arogansi adalah pertanda bahwa tidak kreatif lagidan cepat merasa puas.
Diharapkan perkembangan ilmu yan gbegitu spektakuler disatu sisi,dan nilai-nilai agama yang
statis dan universal di sisi lain, dapat dijadikan arah dalam menentukan perkembangan ilmu
selanjutnya. Sebab, tanpa adanya bimbingan agama terhadap ilmu dikhawatirkan kehebatan
ilmu dan teknologi tidak semakin mensejahterahkan manusia, tetapi justru merusak dan bahkan
menghancurkan kehidupan mereka.

DAFTAR PUSTAKA
al-Attas, M. N. (1991). Al-Hikmah, Jurnal Studi-Studi Islam (Juli-Oktober, 1991).
Aness, M. A. (1995). Menghidupkan Kembali Ilmu dan Hikmah. Jakarta: Balai Pustaka.
Arifin, S. dkk. (1996). Spiritualitas Islam dan Peradaban Masa Depan. Jakarta: Sippres.
Azhim, A. A. (Tahun tidak disebutkan). Epistemologi dan Aksiologi Ilmu Pengetahuan
Perspektif al-Qur’an. Bandung.

KONTRIBUSI FILSAFAT ILMU DALAM PENELITIAN ILMIAH DAN KEHIDUPAN SOSIAL

349 AMANDEMEN - VOLUME 1, NO. 3, JULI 2024




Bakhtiar, A. (2004). Filsafat Ilmu. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Budianto, I. M. (2001). Filsafat dan Metodologi Ilmu Pengetahuan; Refleksi Kritis Atas Kerja
Ilmiah. Depok: Fakultas Sastra Universitas Indonesia.
Daradjat, Z. (1979). Peran Agama dalam Kesehatan Mental. Jakarta: Gunung Agung.
Frondizi, R. (2001). What is Value, terj. Cuk Ananta Wijaya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gei, T. L. (2001). Pengantar Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Liberty.
Hasbullah, M. (2000). Islamisasi Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Pustaka Cedesindo.
Kattsoff, L. O. (2001). Pengantar Filsafat, terj. Soejono Soemargono. Yogyakarta: Tiara
Wacana.
Muhadjir, N. (2001). Filsafat Ilmu, Positivisme, Post Positivisme dan Post Modernisme.
Yogyakarta: Rakesarin.
Mustansyia, R. & Munir, M. (2004). Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Nasution, H. (1979). Islam Ditinjau dari Berbagai Aspek. Jakarta: UI Press.
Poedjawajatna. (1983). Tahu dan Pengetahuan; Pengantar ke Ilmu dan Filsafat Ilmu. Jakarta:
Bina Aksara.
Raharjo, D. (1996). Fundamentalisme dalam Muhammad Nafs. Jakarta: Paramadina.
Salam, B. (1997). Logika Materil; Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: Rineka Cipta.
Suriasumantri, J. (1985). Ilmu dalam Perspektif. Jakarta: Gramedia.