STUDI ANALISIS TERHADAP SISTEM JAMINAN HALAL PRODUK
PADA IKM BERSERTIFIKAT HALAL
(Studi Kasus pada IKM di Kota Semarang)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Melengkapi Syarat
Guna Memperoleh Gelar Sarjana Strata 1 (S1)
Dalam Ilmu Syari’ah


Disusun Oleh :
RATIH KUSUMA DEWI
NIM. 102311063


JURUSAN MUAMALAH
FAKULTAS SYARI’AH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2015

ii

iii

iv



DEKLARASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya
sendiri dan didalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga
pendidikan lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penerbitan maupun
yang belum atau tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan di dalam tulisan dan
daftar pustaka.

Semarang, 25 Mei 2015
Deklarator,

Ratih Kusuma Dewi
NIM. 102311063

v



ABSTRAK
Sebagai produsen, mutu dan keamanan makanan adalah hal mutlak yang
harus diperhatikan oleh setiap pemilik usaha pada produk yang dihasilkan. Pada
Industri Kecil dan Menengah (IKM) yang bergerak dibidang makanan ringan atau
olahan yang menjamin produknya dengan sertifikat halal di tuntut pula untuk
menjaga sistem jaminan halal yang sudah ada dengan suatu sistem yang sudah
dianjurkan oleh LPPOM MUI. Sistem Jaminan Halal (SJH) yang sudah
ditetapkan, apakah IKM tersebut sudah melaksanakan jaminan halal produknya
sesuai dengan aturan?. Apakah terdapat kesesuaian antara sistem yang ada
dengan pelaksanaannya? Dengan keterangan diatas, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul, “Studi Analisis Terhadap Sistem Jaminan
Halal Produk Pada IKM Bersertifikat Halal (Studi Kasus pada IKM di Kota
Semarang)”.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: Bagaimana pelaksanaan
sistem jaminan halal produk pada IKM yang bersertifikat halal?
Penelitian ini bertujuan: Untuk mengetahui pelaksanaan sistem jaminan
halal produk pada IKM yang bersertifikat halal di Kota Semarang.
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan (field research) dengan
pendekatan kualitatif. Metode pengumpulan data meliputi wawancara dan
dokumentasi, sedangkan teknik analisis data yang digunakan adalah deskriptif
analisis dengan pola berpikir induktif, melakukan analisa dari data-data yang telah
terkumpul sebelumnya kemudian diuraikan agar mendapatkan kesimpulan dari
penelitian yang telah dilakukan.
Hasil penelitian menunjukkan : 1) Produsen menjamin kehalalan setiap
bahan yang digunakan dengan menyesuaikannya pada bahan yang sudah di
daftarkan sebelumnya kepada LPPOM MUI. 2) Sistem SJH yang diterapkan oleh
LPPOM bagi IKM berbeda dengan perusahaan besar. Komponen yang diterapkan
hanya 4 komponen dasar dari 13 komponen standar perusahaan, yaitu : Kebijakan
halal, auditor halal internal, bahan dan produk. 3) Proses produksi yang dilakukan
menggunakan cara yang praktis dan sederhana. Berbagai komponen dalam sistem
jaminan halal tersebut sebatas peranan fungsi yang dilakukan oleh pemilik usaha
dalam menjalankan pekerjaannya.

vi



HALAMAN MOTTO
    
“Maka hendaklah manusia itu memperhatikan makanannya”. (Abasaa : 24)

هيلسرملا هب رمأ امب هينمؤملا رمأ الله نا و ابيط لاا لبقي لا بيط الله نا
“Sesungguhnya Allah Subhanahu wa taala itu baik, tidak menerima kecuali
yang baik. Dan sesungguhnya Allah Subhanahu wa taala memerintahkan orang
beriman dengan perintah yang dianjurkan kepada para Rasul-Nya”.

vii


PERSEMBAHAN
Puji syukur saya haturkan kepada Rabbi penguasa zaman. Shalawat serta salam
ku limpahkan kepada Rasulullah sebaik-baik insan.
Selanjutnya, karya tulis ini ku persembahkan untuk :
 Bapak Ibu ku tercinta (Bapak H. Inti Wijaya dan Ibu Dra. Hj. Surati). Yang
selalu memberikan kasih sayangnya dan tidak pernah bosan untuk terus
mendoakan anak-anaknya.
 Kakak-kakakku Ratih Kusumaningsari, Faridhotun Hilaliyah, Tika Nur
Fauziah dengan do‟a dan semangatnya kepada penulis sehingga dapat
meraih gelar sarjana.
 Buat lovely Rival yang sudah selalu meluangkan waktunya. Buat para
sahabatku, Rina Mukhafadlotul Amaliyah, Vivia El Milla, Muhammad Ardi
Lestari, Ari Pribadi, Riyan Surya, Safira Meliana, Surohman, Nur Kholis
yang selalu memberikan semangat dalam penyelesaian skripsi.
 Teman-teman kos, Safa‟, mbak El, Iich. Dan buat adik-adik Iva, Fenthy, Zian,
Luthfi, Iim, Linda, Alya, Dina terimakasih untuk semangatnya.
 Teman seperjuangan, MU2010, GLAZENS generation. Terimakasih untuk
semua masukan dan semangatnya.
 Bapak Drs. H. Muhyiddin, M.Ag dan Bapak H. Suwanto, S.Ag, MM yang
yang telah membimbing saya, terimakasih.

viii


KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Subhanahu wa ta‟ala yang telah memberikan
rahmat, taufik serta hidayah kepada setiap ciptaan-Nya. Sholawat serta salam
kepada Nabi Muhammad Shallahu „alaihi wassalam inspirator kebaikan yang
tiada pernah kering untuk digali.
Skripsi dengan judul Studi Analisis Terhadap Sistem Jaminan Halal pada
IKM Bersertifikat Halal (Studi Kasus di IKM Kota Semarang) tidak dapat penulis
selesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak. Banyak orang yang berada
di sekitar penulis, baik secara langsung maupun tidak, telah memberi dorongan
yang berharga bagi penulis. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. DR. H. Muhibbin, M.A., selaku Rektor UIN Walisongo
Semarang.
2. Bapak DR. H. A. Arif Junaidi, M.Ag., selaku Dekan Fakultas Syari’ah
UIN Walisongo Semarang.
3. Bapak Moh. Arifin.S.Ag.M.Hum dan Bapak Afif Noor,
S.Ag,SH,M.Hum yang telah memberikan berbagai motivasi dan
arahannya mulai dari proses pengajuan judul skripsi sehingga proses-
proses berikutnya.
4. Bapak Ahmad Syifaul Anam, SHI., MH., selaku wali studi. Bapak Drs.
H. Muhyiddin, M.Ag selaku dosen pembimbing I dan Bapak H.

ix

Suwanto, S.Ag, MM selaku dosen pembimbing II, yang telah
meluangkan banyak waktu dan perhatian di dalam membimbing
skripsi ini.
5. Semua Bapak dan Ibu dosen Fakultas Syari’ah yang telah membina
dalam proses belajar.
6. Bapak dan Ibu tenaga kependidikan yang telah melayani dalam proses
administrasi.
7. Pengurus LPPOM MUI dan segenap informan IKM yang telah
membantu penulis dalam memperoleh data sehingga dapat
menyelesaikan tugas skripsi untuk meraih gelar sarjana.
Penulis hanya dapat mendo’akan semoga bantuan, arahan, bimbingan,
dorongan, kebaikan dan keikhlasan dari semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan skripsi ini, mendapat balasan amal baik dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa karya ini jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis menyampaikan terima kasih atas saran dan
kritik yang diberikan dalam rangka perbaikan dan penyempurnaan skripsi ini.
Akhirnya, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Semarang, 25 Mei 2015
Penulis,

Ratih Kusuma Dewi
NIM. 102311063

x


DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................ ii
HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................ iii
HALAMAN DEKLARASI ................................................................................ iv
HALAMAN ABSTRAK ..................................................................................... v
HALAMAN MOTTO ........................................................................................ vi
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................................ vii
HALAMAN KATA PENGANTAR .................................................................. viii
HALAMAN DAFTAR ISI ................................................................................ x
BAB I. PENDAHULUAN ………………………………………………... 1
A. Latar Belakang ............................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ........................................................................ 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 8
D. Tinjauan Pustaka........................................................................... 9
E. Metode Penelitian ........................................................................ 10
F. Sistematika Penulisan .................................................................. 15
BAB II. LANDASAN TEORI …………………………………………........ 17

xi

A. Kriteria Halal Makanan ................................................................ 17
1. Pengertian Makanan Halal ................................................... 17
2. Dasar Hukum Makanan dan Minuman Halal ....................... 20
3. Klasifikasi Makanan dan Minuman Halal ............................ 23
B. Prinsip Islam terhadap Produksi dan Konsumsi Halal .................. 25
1. Prinsip Islam terhadap Produksi Halal ................................ 25
2. Prinsip Islam terhadap Konsumsi Halal .............................. 29
C. Ruang Lingkup Jaminan Kehalalan dalam Proses Produksi ......... 33
BAB III. PELAKSANAAN SISTEM JAMINAN HALAL PRODUK PADA
IKM YANG BERSERTIFIKAT HALAL…… .…………….......... 38
A. Garis Besar Indutri Kecil dan Menengah di Kota Semarang
Bersetifikat Halal ……………………………………………… 38
B. Pelaksanaan Sistem Jaminan Halal Produk pada IKM Bersertifikat
Halal ………………… ………………….. …………………….. 41
BAB IV. ANALISIS TERHADAP SISTEM JAMINAN HALAL PRODUK
PADA IKM BERSERTIFIKAT HALAL DI KOTA SEMARANG
………………………………………………………………… …. 53
BAB V. PENUTUP ....................................................................................... 62
A. Kesimpulan ................................................................................... 62

xii

B. Saran-saran .................................................................................... 64
C. Kata Penutup ................................................................................. 65
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pangan merupakan hal pokok yang mempunyai nilai tinggi bagi
kehidupan manusia. Manusia sebagai pihak konsumen mempunyai sikap yang
instan, terlebih dalam konsumsinya terhadap pangan, misalnya adalah
penyajian makanan yang dirasa dapat menghemat waktu itulah yang akan
dipilih. Dilihat dari perkembangan zaman dan teknologi sekarang ini, banyak
pelaku usaha dan bisnis memanfaatkannya untuk peluang-peluang usaha yang
dikira dapat menghasilkan keuntungan yang lebih besar.
Akan tetapi perlu ditinjau kembali sekiranya dalam hal pangan, dalam
undang-undang mengenai kesehatan disebutkan bahwa penyediaan makanan
yang aman, bergizi dan cukup merupakan strategi yang penting untuk
mencapai sasaran dalam bidang kesehatan. Mutu dan keamanan makanan
tidak hanya berpengaruh langsung terhadap produktifitas ekonomi dan
perkembangan sosial baik individu, masyarakat maupun Negara. Dengan
persaingan internasional yang semakin tinggi maka dalam bidang
perdagangan makanan menuntut setiap produksi agar memproduksi makanan
yang lebih bermutu, aman, dan sehat. Hal tersebut dilakukan dalam rangka
meningkatkan kesadaran dan kemauan hidup sehat secara adil dan merata.
1

Sebagai produsen dan sebagai pencipta makanan atau pangan
sekiranya untuk dapat menyediakan konsumsi publik yang baik. Karena
ketika konsumen khususnya konsumen muslim mengkonsumsi hasil dari

1
Undang-undang No. 36 Tahun 2009, Kesehatan, pasal 109

2



produksi tersebut tidak terdapat dalih keragu-raguan atas kehalalannya.
Produsen sekiranya mempunyai standar jaminan kehalalan dalam produk
yang dihasilkannya, sehingga mutu dan kwalitas produk yang dihasilkan
dapat dikonsumsi dengan nyaman.
Karena sikap konsumen di Indonesia cenderung sensitif terhadap
suatu produk makanan atau minuman, kedudukan soal halal dan haram
memang harus menjadi dasar pertimbangan dalam menyikapi era globalisasi
yang berkaitan dengan kompetisi antar produsen yang mempunyai ambisi
besar untuk meraih keuntungan ekonomi dengan pasaran produknya.
Dalam Islam mengajarkan untuk mengkonsumsi makanan yang halal
dan baik sebagaimana dalam al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 88 dijelaskan:
             
Artinya : Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah
telah rezekikan kepadamu, dan bertaqwalah kepada Allah yang
kemu beriman kepada-Nya.(QS. Al-Maidah : 88)
2


Menurut ayat di atas manusia diperintah supaya mengkonsumsi
makanan yang halal dan baik, banyak sekali makanan yang halal tapi kualitas
kurang terjaga, makanan yang berkualitas itu selain halal juga bergizi, baik
dari kebersihan maupun kandungan yang terdapat dalam makanan tersebut
karena dengan makanan yang halal dan bergizi manusia dapat menjalani dan

2
Al-Jumanatul Ali, Al-Qur‟an dan terjemahnya, Bandung: Departemen Agama RI, 2004,
h.123

3



mempertahankan kelangsungan hidupnya. Untuk memelihara jiwa dan
menjamin kehidupannya, agama Islam mensyariatkan kewajiban memperoleh
sesuatu yang menghidupinya berupa hal-hal yang dharuri berbentuk
makanan, minuman, pakaian dan tempat tinggal.
3

Makanan halal dan kekhawatiran akan mengkonsumsi makanan haram
merupakan persoalan yang banyak menyita perhatian. Akan tetapi dengan
mengetahui ketentuan yang jelas akan kehalalan yang dimaksud menjadi
mudah bagi konsumen untuk mengkonsumsi makanan dan minuman yang
halal. Sebagaimana dengan sabda Rasulullah shallallahi „alaihi wa sallam
dari Muslim, 389
4
:
هب ريأ بًب ٍينيؤًنا ريأ الله ٌا و ببيط لاا مبقي لا بيط الله ٌا ٍيهسرًنا
Artinya : Sesungguhnya Allah Subhanahu wa taala itu baik, tidak menerima
kecuali yang baik. Dan sesungguhnya Allah Subhanahu wa taala
memerintahkan orang beriman dengan perintah yang dianjurkan
kepada para Rasul-Nya.

Produksi dalam Islam memiliki arti sebagai bentuk usaha keras dalam
pengembangan faktor-faktor sumber produksi yang diperbolehkan, hal ini
sesuai dengan firman Allah Subhanahu wa taala agar manusia
mengeksplorasi kekayaan yang dihalalkan. Seperti dalam surat Al-Maidah
ayat 87:

3
Abdul Wahhab Khallaf, Ilmu Ushul Fiqih, Semarang: Dina Utama Semarang, Cet.ke-1,
1994, h.313
4
Fahad Salim Bahammam, Fiqh Modern Praktis 101 Panduan Hidup Muslim Sehari-
Hari, Jakarta: Kalil Imprint PT. Gramedia Pustaka Utama, h. 122

4



               
  
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa
yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu
melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang
yang melampaui batas.(QS. Al-Maidah : 87)
5


Pada dasarnya, tujuan dari produksi adalah menciptakan kemaslahatan
atas kesejahteraan individu dan kesejahteraan bersama. Setiap muslim harus
bekerja secara maksimal dan optimal, sehingga tidak hanya mencukupi diri
sendiri akan tetapi juga mencukupi keluarganya. Pada prinsipnya terdapat
beberapa kriteria dalam berproduksi, di antaranya:
6

a. Berproduksi dalam lingkaran Islam
b. Menjaga sumber produksi
c. Tidak mendzalimi
Dengan beberapa faktor diatas, konsep halal menjadi hal terpenting
yang harus diperhatikan khususnya pada produsen muslim. Konsep halal itu
sendiri dijelaskan dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 114. Yaitu:
             

5
Al-Jumanatul Ali, Al-Qur‟an dan terjemahnya, Bandung: Departemen Agama RI, 2004,
h. 123
6
Ilfi Nur Diana, Hadis-hadis Ekonomi, Malang: UIN Malang Press, Cet.ke-1, 2008, h.48

5



Artinya : Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang telah diberikan
Allah kepadamu dan syukurilah nikmat Allah, jika kamu hana
kepada-Nya menyembah.(QS. An-Nahl : 114)
7


Menurut Imam al-Tirmidzi dari kitabnya Sunan al-Tirmidzi III/280.
Rasulullah SAW bersabda
8
:
،هنع الله يضر ىسربفنا ٌبًهس ٍع مئـس ٍع ىهسو هيهع الله ىهص الله لىسر
هيرح بي وارحناو .هببتك يف الله محأ بي للاحنا : لبقف ،ءارفناو ٍبجناو ًٍسنا
هنع بًي ىهف هنع تكس بيو .هببتك يف

Artinya : Dari Salman Al-Farisi Radhiyallahu anhu, Rasulullah Shallallhu
„alaihi wa sallam ditanya tentang hukum mentega, keju, dan bulu
binatang. Beliau menjawab, “Halal adalah sesuatu yang dihalalkan
Allah di dalam Kitab-Nya, haram adalah sesuatu yang diharamkan
oleh Allah dalam Kitab-Nya, dan sesuatu yang Allah diamkan
(tidak ditetapkan hukumnya) maka termasuk yang diampuni”.

Produk yang dihasilkan haruslah memberikan manfaat yang baik,
tidak menimbulkan kemadharatan atau membahayakan konsumen dalam
bentuk kesehatan maupun moral. Kesejahteraannya pun juga harus
dimaksimalkan, mutu atau kwalitas produk pun harus diutamakan, termasuk
dalam hal kehalalannya. Dalam mengkonsumsi sesuatu, terdapat kaidah
umum yang ditetapkan dalam Islam yaitu tidak halal bagi seorang muslim
mengkonsumsi makanan atau minuman yang dapat membinasakan secara
cepat maupun lambat (seperti racun dan sejenisnya) atau yang dapat
membahayakan atau menyakitinya. Dan juga tidak diperbolehkannya

7
Al-Jumanatul Ali, Al-Qur‟an dan terjemahnya, Bandung: Departemen Agama RI, 2004
h. 281
8
Ali Mustofa Yaqub, Kriteria Halal~Haram Untuk pangan, Obat, dan Kosmetika
Menurut Al-Qur‟an dan Hadis, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, Cet. ke-1, 2009, h.33

6



seseorang memakan atau minum sesuatu secara berlebihan.
9
Allah berfirman
dalam surat an-Nisa’ ayat 29:
          
              
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu.
Dan janganlah membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah
Maha Penyayang kepadamu.(QS. An-Nisa’ : 29)
10


Produksi dengan konsep kehalalan adalah faktor utama yang harus
diperhatikan oleh setiap produsen. Dengan demikian, bagi produsen yang
ingin menjaminkan produknya sebagai produk berstatus halal kini terdapat
lembaga yang memudahkan setiap produsen khususnya Industri Kecil dan
Mennegah (IKM) untuk mendaftarkan jaminan kehalalan produk yang
diproduksinya. LPPOM atau Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan
Makanan adalah lembaga yang menaungi hal tersebut. Bekerjasama dengan
MUI dalam pemberian status kehalalan produk. Keberadaan LPPOM MUI
saat ini telah menyebar di seluruh wilayah di Indonesia. Hal tersebut
bertujuan untuk memudahkan produsen yang mendaftarkan produknya untuk
mendapatkan status halal. Dalam pembahasan ini yang dimaksudkan adalah
LPPOM MUI yang berada di wilayah Jawa Tengah.
Sertifikat halal adalah fatwa tertulis yang dikeluarkan oleh MUI yang
menyatakan kehalalan suatu produk sesuai dengan syari’at Islam. Dalam

9
Yusuf Qaradhawi, Halal & Haram, Penj.: Drs. Abu Sa’id al Falahi, Aunur Rafiq Shaleh
Tamhid Lc., Peny.: Aunur rafiq Shaleh Tamhid lc., Jakarta: Robbani Press, Cet. ke-1, 2000, h.84
10
Al-Jumanatul Ali, Al-Qur‟an dan terjemahnya, Bandung: Departemen Agama RI,
2004, h. 84

7



upaya memenuhi harapan masyarakat muslim khususnya terhadap kepastian
kehalalan produk makanan. Bagi produsen yang mendaftarkan produknya
perlu melalui tahapan proses yang ditetapkan oleh LPPOM. Dan dari lembaga
tersebut, kemudian akan mengutus tim audit atau auditor LPPOM yang mana
akan melakukan pemeriksaan terhadap produk produsen yang didaftarkan.
Proses yang dilalui untuk mendapatkan sertifikat tersebut juga tidaklah
mudah. Melalui beberapa tahapan kualifikasi oleh tim yang bertugas dari
LPPOM, kemudian data yang di dapatkan di serahkan untuk mendapatkan
verivikasi oleh MUI. Setelahnya, apabila semua data yang di berikan sesuai
dengan ketentuan dalam prosedur sertifikat halal maka dikeluarkanlah
sertifikat halal tersebut oleh MUI kepada pihak produsen.
Dalam sistem produksi yang dialakukan pada IKM tidaklah sama
dengan sistem produksi dalam perusahan-perusahan menengah ke atas.
Menurut pihak LPPOM sendiri, IKM merupakan home industry atau industri
rumahan yang mana hanya terdiri dari pihak keluarga. Dengan demikian
kepentingan dalam produksi dipercayakan kepada pihak keluarga itu sendiri.
Mengenai hal tersebut, bagaimana kepercayaan itu dapat di timbulkan jika
tidak ada prosedur pengawasan yang dilakukan oleh pihak yang
berkepentingan?
Pelaksanaan Sistem Jaminan Halal (SJH) tidaklah hanya dilakukan
oleh pihak IKM, akan tetapi sebagai pihak yang telah mengeluarkan jaminan
kehalalan suatu produk sangatlah dianjurkan pula untuk melakukan
pengawasan. Walaupun memang bukan sebagai lembaga pengawas, akan

8



tetapi dengan dikeluarkannya sertifikat kehalalan menjadi bahan acuan untuk
memantau apakah benar apa yang telah di keluarkan menjadi maslahah bagi
semua pihak atau hanya sebagai batu loncatan oleh pihak –pihak terkait yang
bertindak curang.
Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk membahas lebih
lanjut dalam bentuk skripsi mengenai bagaimana peranan dan pengaruh
auditor halal internal dalam IKM. Maka judul yang penulis angkat dalam
penelitian ini adalah: “STUDI ANALISIS TERHADAP SISTEM
JAMINAN HALAL PRODUK PADA IKM BERSERTIFIKAT HALAL
(Studi Kasus pada IKM di Kota Semarang)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka permasalahan dalam
penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut, “Bagaimana pelaksanaan
sistem jaminan halal produk pada IKM yang bersertifikat halal?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan di atas, maka tujuan penelitian
skripsi ini adalah untuk mengetahui pelaksanaan sistem jaminan halal
produk pada IKM yg bersertifikat halal.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian skripsi ini adalah sebagai berikut :
a. Secara ilmiah penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
bagi semua pihak terutama kepada pemerhati hukum Islam serta

9



lembaga yang bersangkutan dalam aktivitas produksi dalam
menjamin kualitas kehalalan produk di IKM.
b. Secara praktis penelitian ini dapat dijadikan wawasan pengetahuan
bagi penulis khususnya dan bagi pembaca secara umum, serta dapat
dijadikan masukan bagi lembaga yang mempunyai label kehalalan
suatu produk.
c. Sebagai informasi untuk penelitian lebih lanjut.
D. Tinjauan Pustaka
Untuk menghindari pernyataan akan kesamaan terhadap penelitian
sebelumnya, maka penulis memaparkan beberapa karya pendukung yang
memiliki relefansi terhadap tema yang diusung oleh penulis. Telaah pustaka
ini dapat berupa skripsi sebelumnya maupun buku atau jurnal, di antaranya :
skripsi yang ditulis oleh Erna Karuniawati dengan judul “Analisis UU
No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Relevansinya Terhadap
jaminan Kehalalan Produk Bagi Konsumen Muslim.”, penelitiannya
menyimpulkan bahwa relevansi produk bagi konsumen muslim masih sangat
minim. Hal tersebut disebabkan oleh sedikitnya pembahasan terhadap pelaku
usaha untuk memproduksi secara halal sebagaimana kehalalan yang
semestinya.
11

Skripsi yang ditulis oleh Muhammad Kholiq dengan judul “Studi
Analisis Terhadap Produk Makanan dan Minuman yang Belum Bersertifikat
Halal”. Dalam penelitiannya membahas tentang hukum makanan dan

11
Erna Karuniawati, Analisis Undang-Undang nomor 8 Tahun 1999 Tentang
Perlindungan Konsumen Relevansinya Dengan Jaminan Kehalalan Produk bagi Konsumen
Muslim, Skripsi S1 jurusan Muamalah IAIN Walisongo Semarang, 2006

10



minuman yang belum bersertifikat halal serta faktor utama yang mendasari
Industri Kecil dan Menengah yang berada di Kota Semarang tersebut belum
mempunyai sertifikat halal.
12

Skripsi yang ditulis oleh Dimas Bayu Murti dengan judul, “Peran
LPPOM MUI Terkait Peredaran Berbagai Jenis Label Halal pada Produk
Makanan yang Beredar di Pasaran.” Dalam penelitiannya membahas tentang
cara mensosialisasikan label halal yang resmi dari lembaga yang
mengeluarkannya serta peran pengawasan yang dilakukan oleh LPPOM MUI
terhadap label halal yang beredar di masyarakat.
13

E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian lapangan yaitu penelitian
yang sumber data serta pokok pengamatannya digali melalui sumber data
yang berada dilapangan bukan berasal dari tinjauan kepustakaan.
Penelitian dilakukan dengan mencari informasi secara langsung pada
obyek data di lapangan.
14

Penelitian dilakukan pada Industri Kecil dan Menengah (IKM)
yang bergerak dibidang pengolahan makanan kecil dengan upaya untuk
memberikan pembuktian mengenai kesesuaian pelaksanaan jaminan halal
pada IKM di Kota Semarang yang telah memiliki sertifikat halal.

12
Muhammad Kholiq, Studi Analisis Terhadap Produk Makanan Dan Minuman Olahan
yang Belum bersetifikat Halal (Studi Kasus Pada IKM di Kota Semarang), Muamalah, 2010
13
Dimas Bayu Murti, Peran LPPOM MUI Terkait Peredaran Berbagai Jenis Label Halal
pada Produk Makanan yang Beredar di Pasaran, Fakultas Hukum Unnes, 2013,
http//lib.unnes.ac.id/pdf, dikutip pada tanggal 25 September 2014
14
Hadari Nawawi dan Mimi Martini, Penelitian Terapan, Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 1996, h.24

11



Diantara IKM yang penulis jadikan obyek penelitian adalah Ibu Iin
selaku pemilik usaha macaroni olahan “Makaroni Scotel Tyas” di Jl.
Pleburan Raya no. 59 Semarang, Ibu Lies selaku pemilik usaha makanan
ringan “Lies Snack” di Jl. Abimanyu I No. 12 Semarang, Ibu Sari selaku
pemilik usaha makanan ringan “Sari Rasa” di Jl. Gombel Permai IX No.
138 Semarang, Ibu Sekar selaku pemilik usaha Madu “Sari Sekar” di Jl.
Majapahit 150/17A Rt. 05 Rw. 05 Gayamsari Semarang, dan Ibu Yuliana
Susri Sudaryantni selaku pemilik usaha pia “PIAKU” di Jl. Karonsih
Selatan II/523 Semarang.
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
primer dan data sekunder.
a. Data Primer
Data primer yaitu data pokok yang berkaitan dan diperoleh
secara langsung dari masyarakat. Data ini memerlukan analisa lebih
lanjut.
15
Sumber data primer dalam penelitian ini adalah sampel
beberapa pemilik industri kecil dan menengah yang berada di Kota
Semarang yang mana mereka telah memiliki sertifikat kehalalan
produk dari LPPOM MUI Jawa Tengah, khususnya yang
memproduksi makanan kecil dan pihak LPPOM MUI Jawa Tengah.
Adapun sampel produsen yang penulis wawancarai adalah
Ibu Iin selaku pemilik usaha macaroni olahan “Makaroni Scotel

15
P. Joko Subagyo, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Rineka Cipta,
1991, h. 87-88.

12



Tyas” di Jl. Pleburan Raya no. 59 Semarang, Ibu Lies selaku pemilik
usaha makanan ringan “Lies Snack” di Jl. Abimanyu I No. 12
Semarang, Ibu Sari selaku pemilik usaha makanan ringan “Sari
Rasa” di Jl. Gombel Permai IX No. 138 Semarang, Ibu Sekar selaku
pemilik usaha Madu “Sari Sekar” di Jl. Majapahit 150/17A Rt. 05
Rw. 05 Gayamsari Semarang, dan Ibu Yuliana Susri Sudaryantni
selaku pemilik usaha pia “PIAKU” di Jl. Karonsih Selatan II/523
Semarang.
Sementara dari pihak LPPOM MUI Jawa Tengah adalah
Bapak Drs. Ir. H. Mohahammad Iman, MBA., selaku pengurus
bidang Audit LPPOM MUI Jawa Tengah.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dari pihak lain.
Data ini biasanya meliputi dokumen dari obyek yang diteliti atau
mencangkup laporan yang sudah ada.
16
Data sekunder ini merupakan
data penunjang bagi data primer, maka dari itu data yang diambil
oleh penulis merupakan data yang berasal dari buku-buku, fatwa,
jurnal dan sumber lain yang bersangkutan dengan permasalahan.
3. Metode Pengumpulan Data
Metode atau teknik pengumpulann data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah mencari data-data yang diperlukan dari obyek

16
Ibid,

13



penelitian yang sebenarnya. Langkah-langkah dalam pengumpulan data
adalah sebagai berikut :
a. Wawancara
Wawancara adalah pertemuan secara langsung untuk
mendapatkan informasi melalui tanya jawab sehingga mendapatkan
maksud dan tujuan tertentu.
17
Untuk mendapatkan informasi yang
dimaksud, penulis melakukan wawancara kepada pihak IKM yang
telah mendapatkan sertifikat halal dan sebagai penunjang data,
penulis juga melakukan wawancara pada pihak LPPOM MUI Jateng.
Adapun pihak yang penulis wawancarai adalah Ibu Iin selaku
pemilik usaha macaroni olahan “Makaroni Scotel Tyas” di Jl.
Pleburan Raya no. 59 Semarang, Ibu Lies selaku pemilik usaha
makanan ringan “Lies Snack” di Jl. Abimanyu I No. 12 Semarang,
Ibu Sari selaku pemilik usaha makanan ringan “Sari Rasa” di Jl.
Gombel Permai IX No. 138 Semarang, Ibu Sekar selaku pemilik
usaha Madu “Sari Sekar” di Jl. Majapahit 150/17A Rt. 05 Rw. 05
Gayamsari Semarang, dan Ibu Yuliana Susri Sudaryantni selaku
pemilik usaha pia “PIAKU” di Jl. Karonsih Selatan II/523 Semarang.
Sementara dari pihak LPPOM MUI Jawa Tengah adalah Bapak Drs.
Ir. H. Mohahammad Iman, MBA., selaku pengurus bidang Audit
LPPOM MUI Jawa Tengah.
b. Dokumentasi

17
Lexy J. Moloeng, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: CV Remaja Rosdakarya,
2000, h.148.

14



Metode Dokumentasi merupakan pengumpulan catatan
peritiswa yang sudah berlalu yang berupa tulisan, gambar, ataupun
karya dari seseorang.
18
Metode ini dimaksudkan untuk menggali data
kepustakaan dan konsep-konsep serta catatan-catatan yang berkaitan
dengan sistem jaminan halal pada IKM di Kota Semarang yang telah
mendapatkan sertifikat halal. Seperti catatan pelaksanaan dan
pengawasan sistem jaminan halal produk pada IKM dan gambaran
sistem jaminan halal yang dirumuskan oleh LPPOM MUI Jateng.
4. Metode Analisis Data
Analisis data yang dilakukan adalah deskriptif analisis.
19
Yaitu
melakukan analisa dari data-data yang telah terkumpul sebelumnya
kemudian diuraikan agar mendapatkan kesimpulan dari penelitian yang
telah dilakukan.
Metode ini digunakan oleh penulis untuk meneliti pelaksanaan
sistem jaminan halal produk pada IKM yang telah tersertifikat halal.
Untuk menganalisis data tersebut, penulis menggunakan pola berfikir
induktif.
20

F. Sistematika Penulisan

18
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D), Bandung: Alfabeta, Cet.ke-10, 2010, h.329.
19
Moh Nadzir, Metode Penelitian, Jakarta : Ghalia Indonesia, 1988, h. 63
20
Berfikir induktif adalah proses logika yang berangkat dari data empiric lewat observasi
menuju kepada suatu teori. Dengan kata lain cara ini dapat didefinisikan sebagai pengorganisasian
fakta atau hasil dari suatu pengamatan yang terpisah-pisah sebelumnya menjadi rangkaian
hubungan atau generalisasi.(Saifudin Azwar, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
Cet.ke-1, 1998, h.40).

15



Untuk memberikan gambaran secara umum dari penelitian ini secara
menyeluruh perlu adanya sistematika penulisan yang dibuat oleh penulis.
Dengan demikian, sistematika penulisan yang dimaksud adalah sebagai
berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini merupakan gambaran umum secara keseluruhan serta
bentuk metodologis dari penulis yang meliputi: latar belakang
masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
tinjauan pustaka, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II : LANDASAN TEORI
Bab ini membahas terhadap teori dasar tentang kriteria halal
makanan, prinsip Islam terhadap produksi dan konsumsi halal,
serta ruang lingkup jaminan kehalalan dalam proses produksi.
BAB III : PELAKSANAAN SISTEM JAMINAN HALAL PRODUK
PADA IKM YANG BERSERTIFIKAT HALAL
Bab ini membahas gambaran umum beberapa pelaksanaan
sistem jaminan halal produk oleh sampel IKM khususnya
produksi makanan di Kota Semarang yang telah bersertifikat
halal. Dilihat dari komponen pelaksanaan SJH oleh IKM.
BAB IV : ANALISIS TERHADAP SISTEM JAMINAN HALAL
PRODUK PADA IKM BERSERTIFI KAT HALAL (Studi
Kasus pada IKM di Kota Semarang).

16



Analisis yang dibahas meliputi: analisis terhadap pelaksanaan
sistem jaminan halal produk untuk menjaga kehalalan produk
IKM yang telah bersertifikat halal.
BAB V : PENUTUP
Bab ini merupakan rangkaian akhir dari penulisan skripsi yang
meliputi: kesimpulan, saran-saran dan penutup. Sedangkan pada
akhir skripsi ini berisi daftar pustaka, lampiran-lampiran dan
daftar riwayat hidup.

17

BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kriteria Halal Makanan
1. Pengertian makanan halal
Makanan dalam bahasa arab adalah ath’imah kata jamak dari
tha’am. Yaitu segala sesuatu yang dimakan dan dikonsumsi oleh manusia,
baik makanan pokok maupun lainnya.
21

Makanan halal adalah makanan dan minuman yang baik
dikonsumsi bagi manusia, terhindar dari hal najis dan diperoleh dengan
cara yang baik. Thayyib atau baik adalah sesuatu yang dirasakan enak
oleh indra atau jiwa, atau segala sesuatu selain yang menyakitkan dan
menjijikkan.
22

Makanan merupakan kebutuhan pokok manusia yang paling
penting. Dalam Al-Qur‟an disebutkan bahwa kebutuhan manusia yang
mendasar dari segala peristiwa serta semua jenis makanan seperti daging
segar, ikan, padi, susu, sayur-sayuran, buah-buahan, madu, minyak, dan
lain-lain dijelaskan di dalamnya.
23
Seperti dalam surat At-Thaha ayat 54 :
          

21
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, terj. Mujahidin Muhayan, Jakarta: PT. Pena Pundi Aksara,
jil. 4, Cet. ke-1, h. 241
24
Ali Mustofa Yaqub, Kriteria Halal-Haram Untuk Pangan, Obat, dan Kosmetika
Menurut Al-Qur’an dan Hadis, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, Cet. ke-1, 2009, h. 12
23
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid II, terj. Soerono, Nastangin, Yogyakarta:
PT. Dana Bakti Wakaf, 1995, h. 34

18

Artinya : Makanlah dan gembalalah binatang-binatangmu. Sesungguhnya
pada yang demikian itu, terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah
bagi orang-orang yang berakal. (QS. At-Thaha : 54)
24

Selain ayat di atas, disebutkan pula jenis-jenis makanan yang
Allah Subhanahu wa taala ciptakan untuk manusia pada surat „Abasaa
ayat 25-32 :
             
            
  
Artinya : Sesungguhnya Kami benar-benar mencurahkan air (dari langit),
keudan Kami belah bumi dengan sebaik-baiknya, lalu Kami
tumbuhkan biji-bijian di bumi itu, anggur dan sayur-sayuran,
zaitun dan kurma, kebun-kebun (yang) lebat, dan buah-buahan
serta rumput-rumputan, untuk kesenanganmu dan untuk
binatang-binatang ternakmu. (QS. „Abasaa : 25-32)
25


Beberapa jenis makanan yang telah disebutkan di atas, Allah
Subhanahu wa taala mengajak manusia untuk dapat memakan makanan
yang baik yang telah Allah Subhanahu wa taala anugerahkan di muka
bumi ini.
26

Makanan yang dihalalkan adalah makanan yang baik dan disukai
oleh jiwa. Tidak hanya itu, makanan yang halal juga menjadikan tubuh
terhindar dari hal-hal keji. Maksudnya adalah ketika makanan baik masuk

24
Al-Jumanatul Ali, Al-Qur’an dan terjemahnya, Bandung: Departemen Agama RI,
2004, h. 316
25
Ibid, h. 586
26
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam Jilid II, terj. Soerono, Nastangin, Yogyakarta:
PT. Dana Bakti Wakaf, 1995, h. 35

19

kedalam tubuh maka akan mengusir hal-hal yang sifatnya buruk baik
terhadap kesehatan maupun terhadap perbuatan. Makanan yang halal
menurut syariat di antaranya
27
:
a. Binatang laut.
Semua binatang yang berada di laut termasuk dalam makanan yang
halal, kecuali binatang yang mengandung racun karena dapat
membahayakan jiwa. Binatang laut berbeda dengan binatang darat
pada umumnya. Binatang laut tidak perlu untuk di sembelih, seperti di
jelaskan dalam Qur‟an surat Al-Maidah ayat 96, yaitu :
           
          
Artinya : Dihalalkan bagimu binatang buruan laut, dan makanan (yang
berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan
bagi orang-orang yang dalam perjalanan, dan diharamkan
atasmu (menangkap) binatang buruan darat selama kamu
dalam ihram. Dan bertaqwalah kepada Allah yang kepada-
Nyalah kamu akan dikumpulkan.(QS. Al-Maidah : 96)
28


Begitu pula dengan sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa
seorang laki-laki bertanya kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa
salam dengan berkata, “Wahai Rasulullah, kami mengarungi lautan
dan membawa sedikit air bersama kami. Apabila kami berwudhu
dengannya maka kami akan kehausan. Apakah kami boleh berwudhu

27
Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, terj. Mujahidin Muhayan, Jakarta: PT. Pena Pundi Aksara,
jil. 4, Cet. ke-1, h. 243-248
28
Al-Jumanatul Ali, Al-Qur’an dan terjemahnya, Bandung: Departemen Agama RI,
2004, h. 125

20

dengan air laut?” Rasulullah menjawab, ّتتٛي محنا ِؤبي رٕٓطنا ْٕ.
Artinya, laut itu suci airnya dan halal bangkainya.
b. Binatang darat yang halal.
Binatang yang dimaksud termasuk dalam binatang ternak. Allah
berfirman dalam surat An-Nahl ayat 5 dan surat Al-Maidah ayat 1 :
1. An-Nahl ayat 5 :
         
Artinya : Dan Dia telah menciptakan binatang ternak untuk kamu,
padanya ada (bulu) yang menghangatkan dan berbagai
manfaat dan sebagiannya kamu makan.(QS. An-Nahl :
5)
29


2. Al-Maidah ayat1 :
          
              
Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad
itu. Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang
akan dibacakan kepadamu. (Yang demikian itu) dengan
tidak memhalalkan berburu ketika kamu sedang
mengerjakan haji. Sesungguhnya Allah menetapkan
hukum-hukum menurut yang dikehendaki-Nya.(QS.
Al-Maidah : 1)
30



2. Dasar hukum makanan dan minuman halal
Pada dasarnya, segala sesuatu hukumnya mubah. Prinsip yang
pertama diterapkan dalam Islam adalah segala sesuatu yang diciptakan

29
Ibid, h. 268
30
Ibid, h. 107

21

Allah SWT itu halal kecuali ada dalil atau nash dan sharih yang
mengharamkannya.
31

Sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur‟an surat Al-Baqarah ayat 29:
            
       
Artinya : Dia-lah Allah yang menjadikan segala yang ada di bumi untuk
kamu dan Dia berkehendak menuju langit, lalu dijadikan-Nya
tujuh langit. Dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.(QS.
Al-Baqarah : 29)
32


Pengertian dari ayat di atas, kepemilikan yang disebutkan dengan
huruf “ل = مكل” dilimpahkan oleh Allah Subhanahu wa taala sebagai
karunia dan nikmat. Ayat ini menunjukkan bahwa segala sesuatu hukum
asal dari seluruh nikamat dan karunia-Nya adalah mubah.
33

Dasar hukum tentang makanan dan minuman halal di antaranya :
a. Al-Qur‟an
Ayat di bawah ini menerangkan bahwa Allah Subhanahu wa taala
menyerukan kepada manusia agar makan makanan yang baik-baik
dari apa yang disediakan untuk mereka.
34

1. Al-Baqarah ayat 168 :

31
Yusuf Qordhawi, Al-Halal wal Haram fil Islam, terj. Wahid Ahmadi, dkk, Solo: Era
Intermedia, Cet. ke-1, 2000, h. 36
32
Al-Jumanatul Ali, Al-Qur’an dan terjemahnya, Bandung: Departemen Agama RI,
2004, h. 6
33
Fahad Salim Bahammam, Fiqh Modern Praktis 101 Panduan Hidup Muslim Sehari-
Hari, Jakarta: Kalil Imprint PT. Gramedia Pustaka Utama, Op.cit, h. 124
34
Yusuf Qordhawi, Al-Halal wal Haram fil Islam terj. Wahid Ahmadi, dkk, Solo: Era
Intermedia, Cet. ke-1, 2000, Op.Cit, h. 72

22

          
      
Artinya : Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik
dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu
mengikuti langkah-langkah setan, karena
sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata
bagimu.(QS. Al-Baqarah : 168)
35


2. Al-Maidah ayat 88 :
           
 
Artinya : Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa
yang telah Allah rezekikan kepadamu, dan
bertaqwalah kepada Allah yang kamu beriman
kepada-Nya.(QS. Al-Maidah : 88)
36


3. An-Nahl ayat 114 :
          
  
Artinya : Maka makanlah yang halal lagi baik dari rezeki yang
telah diberikan Allah kepadamu, dan syukurilah
nikmat Allah, jika kamu hanya kepada-Nya
menyembah.(QS. Al-Nahl : 114)
37


b. Al-Hadis
Hadis di bawah ini menceritakan ketika para sahabat bertanya
kepada Rasulullah Shallallhu alaihi wa sallam tentang hukum
makanan. Yaitu :

35
Al-Jumanatul Ali, Al-Qur’an dan terjemahnya, Bandung: Departemen Agama RI,
2004, h. 26
36
Ibid, h. 123
37
Ibid, h. 281

23

ٌبًهس ٍع ٌٔربْ ٍب فٛس بُثدح ٖدسنا ٗسٕي ٍب مٛعبًسا بُثدح
مئـس : لبق ٙسربفنا ٌبًهس ٍع ٘دُٓنا ٌبًثع ٗبا ٍع ًُٙٛنا
: لبق ؟ ءارفنأ ٍبجنأ ًٍسنا ٍع ىهسٔ ّٛهع الله ٗهص الله لٕسر
ٕٓف ّببتك ٙف الله محا بي ُّع تكس بئ وارح ٕٓف ورح بئ للاح
)ّجبي ٍبا ِأر( ُّع ٙفع بًي ٕٓف
Artinya : Ismail bin Musa As-Suddy menceritakan kepada kita, Saif
Ibn Harun menceritakan kepada kita dari Salman an-
Naimy dari Abi „Usman An-Nahdiy dari Salman Al-Farisi
berkata: Rasulullah Shallallhu alaihi wa sallam ditanya
tentang mentega, keju dan keledai liar? Beliau menjawab:
Apa-apa yang telah dihalalkan oleh Allah dalam kitab-Nya
(Al-Qur‟an) adalah halal, apa-apa yang diharamkan-Nya,
hukumnya haram, dan apa-apa yang Allah diamkan atau
tidak dijelaskan hukumnya, maka ia termasuk yang
sesuatu yang dimaafkan. (HR. Ibn Majah)
38


3. Klasifikasi makanan dan minuman halal
Halal dalam makanan terdapat dua katagori pengertian yaitu halal
dalam mendapatkannya dan halal dzat atu substansi barangnya. Halal
dalam mendapatkannya maksudnya adalah kebenaran dalam mencari dan
memperolehnya, tidak dengan cara yang bathil dan tidak pula dengan cara
yang haram. Makanan yang pada dasarnya atau dzatnya halal namun cara
memperolehnya dengan cara haram tidak dapat dikategorikan makanan
halal. Beberapa cara memperoleh dengan jalan haram seperti : hasil riba,
mencuri, menipu, hasil judi, hasil korupsi, dan perbuatan haram lainnya.
39

Dalam Al-qur‟an pada surat Al-Baqarah ayat 173 dijelaskan ada beberapa
pokok makanan yang haram, yaitu :

38
Al-Hafidz Abi Abdillah Muhammad bin Yazid Al-Qazwini Ibn Majah, Sunnah Ibnu
Majah, Juz. II, Beirut: Darul Fikr, tt., h. 1117
39
Thobieb Al-Asyhar, Bahaya Makanan Haram bagi Kesehatan Jasmani dan Kesucian
Rohani, Jakarta: PT. Al-Mawardi Prima, Cet. ke-1, h. 97-100

24

             
             
Artinya : Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai,
darah, daging babi, dan binatang yang (ketika disembeih)
disebut (nama) selain Allah. Tetapi barang siapa dalam
keadaan terpaksa (memakannya) sedang ia tidak
menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas,maka
tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha
Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Al-Baqarah : 173)
40


Ayat tersebut menerangkan bahwa makanan yang diharamkan ada
empat macam, yaitu :
41

a. Bangkai, yang termasuk kategori bangkai adalah hewan yang mati
dengan tidak disembelih, termasuk di dalamnya hewan yang mati
tercekik, dipukul, jatuh atau diterkam oleh hewan buas kecuali yang
sempat menyembelihnya.
b. Darah, maksudnya adalah darah yang mengalir dari hewan yang
disembelih.
c. Daging babi, apapun yang berasal dari babi hukumnya haram baik
darah, daging, tulang dan seluruh bagian tubuh babi.
d. Binatang yang disembelih dengan menyebut nama selain Allah.

Sedangkan minuman yang diharamkan adalah semua bentuk
khamer. Firman Allah dalam surat Al-Maidah ayat 90 :

40
Al-Jumanatul Ali, Al-Qur’an dan terjemahnya, Bandung: Departemen Agama RI,
2004, h. 27
41
Qamaruddin Shaleh, et. Al., Ayatul Ahkam Ayat-ayat larangan dan Perintah dalam Al-
Qur’an Pedoman Menuju Akhlak Muslim, Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2004, h. 476-477

25

          
    
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum)
khamar, berjudi, (berqurban untuk) berhala, mengundi nasib
dengan panah adalah perbuatan keji, termasuk perbuatan
setan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu
mendapat keberuntungan.(QS. Al-Maidah : 90)
42


Dalam hadis yang diriwayatkan oleh An-Nasai, Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam melalui beberapa sahabatnya mengabarkan
kepada umat muslim lainnya bahwa setiap apa yang memabukkan bagi
manusia adalah khamer. Hadis tersebut sebagai berikut :
ٍب دبًح ٍع كرببًنا ٍبا ُٙعٚ الله دبع بَربخا : لبق رصَ ٍب دٕٚس بَربخا
ىهسٔ ّٛهع الله ٗهص ٙبُنا ٍع رًع ٍبا ٍع عفبَ ٍع ةٕٚا بُثدح : لبق دٚز
)ئبسُنا ِأر( رًخ ركسي مكٔ وارح ركسي مك : لبق
43

Artinya : Suwaid bin Nas mengabarkan kepada kita, berkata : Abdullah
yaitu Ibn Al-Mubarak mengabarkan kepada kita dari Hammad
in Zaid berkata : Ayyub menceritakan kepada kita dari Nafi‟
dari ibn Umar dari Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda : setiap yang memabukkan itu haram dan setiap yang
memabukkan itu khamer.(HR. Nasai)

B. Prinsip Islam Terhadap Produksi dan Konsumsi Halal
1. Prinsip Islam terhadap produksi halal
Prinsipnya, dalam memproduksi yang wajib dilakukan oleh setiap
muslim adalah berpegang pada semua yang dihalalkan Allah dan tidak
melewati batas. Tidak dibenarkan bahwa seorang muslim memproduksi

42
Al-Jumanatul Ali, Al-Qur’an dan terjemahnya, Bandung: Departemen Agama RI,
2004, h. 124
43
Al-Imam Abi Abdrrahman Ahmad bin Syu‟aib An-Nasai, As-Sunan Al-Kubra, Juz. III,
Beirut: Darul Kutub Al-Ilmiyyah, 1991, h. 212

26

barang-barang yang dilarang beredar, misalnya patung atau cawan dari
bahan emas, makanan yang haram dari hasil atau hewannya, dan lain-
lain.
44
Dalam hadits shahih riwayat Ahmad, Muslim, Tirmidzi, Ibnu
Majah dari Jasir, Shahih Jami’ Shaghir no. 6305 dituliskan bahwa :
ٍي بٓب مًع ٍي رزٔٔ ,بْرزٔ ّٛهعف ,ةئٛس ةُس ولاسلاا ٙف ٍس ٍي
ءٙش ىْرازٔا ٍي صقُٚ ٌا رٛغ ٍي ,ِدعب
Artinya: Barang siapa dalam Islam melestarikan tradisi yang buruk, maka
baginya dosa dan dosa-dosa orang yang melestarikan,
sesudahnya tanpa mengurangi dosa-dosa mereka sedikitpun.
45


Dalam ekonomi Islam, seorang produsen musim harus komitmen
dengan tujuan kaidah syariah untuk mengatur kegiatan ekonominya.
Tujuan dari kaidah tersebut adalah untuk merangkai keserasian antara
kegiatan ekonomi dan berbagai kegiatan yang lain dalam kehidupan untuk
merealisasikan tujuan umum syariah, mewujudkan bentuk kemaslahatan,
dan menghilangkan bentuk kerusakan.
46
Kaidah yang dimaksudkan oleh
Umar Radhiyallahu Anhu meliputi kaidah Syariah, prinsip akhlak, dan
kualitas.
a. Kaidah syariah
Kaidah syariah ini tidak hanya dilihat dari sisi halal dan haram
produksi tersebut, akan tetapi juga meliputi tiga sisi didalamnya, yaitu
akidah, ilmu, dan amal.
47


44
Yusuf Qardhawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, terj. Zainal Arifin, Dahlia Husin,
Jakarta: Gema Insani Press, Cet. ke-1, 1997, h. 117
45
Ibid, h. 118
46
Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi, Fiqh EkonomiUmar bin Al-Khathab, terj. Asmuni
Sholihan Zamakhsyari, Jakarta: Khalifa, Cet. ke-1, 2006, h. 64
47
Ibid, h. 64

27

1. Akidah adalah keyakinan seorang muslim bahwa segala
aktivitasnya dalam bidang perekonomian merupakan bagian peran
individu tersebut dalam kehidupan, sehingga apabila ia
melakukannya dengan ikhlas dan cermat maka akan menjadi
ibadah. Dengan kata lain, segala hasil usaha, keuntungan yang
telah diraihnya, dan rezeki yang didapatakan adalah semata-mata
karena Allah Subhanahu wa taala. Hal itu dijelaskan dalam Al-
Qur‟an surat Al-Ankabut ayat 62, yaitu :
             
 
Artinya : Allah melapangkan rezki bagi siapa yang dikehendaki-
Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia (pula) yang
menyempitkan baginya. Sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui segala sesuatu.(QS. Al-Ankabut : 62)
48


2. Ilmu adalah pengetahuan yang dimiliki oleh seorang muslim yang
kaitannya dengan perekonomian serta hukum-hukum Syariah.
Dengan ilmu tersebut seorang muslim dapat kengetahui apa yang
benar dan apa yang salah didalam perekonomian tersebut,
misalkan dalam hal muamalahnya, usahanya, dan hasil halal yang
didapatkannya.
3. Amal adalah hasil aplikasi terhadap akidah dan sisi ilmiah yang
dampaknya merupakan kualitas produksi yang dihasilkan.
Kualitas produksi tersebut harus tunduk pada hukum Islam.

48
Al-Jumanatul Ali, Al-Qur’an dan terjemahnya, Bandung: Departemen Agama RI,
2004, h. 404

28

b. Prinsip akhlak
Prinsip akhlak merupakan aktivitas kehidupan produksi, tidak
hanya melihat dari sisi produksi halal, akan tetapi juga mencermati
sarana dan cara produksi yang baik. Prinsip ini mengaitkan antara
produsen muslim dengan akhlak yang mulia dan menjauhi akhlak
buruk dalam produksi, misalnya proses produksi yang bohong,
curang, merugikan orang lain, dan lain-lain.
49

c. Kwalitas
Kwalitas produksi mendapatkan perhatian para produsen
dalam ekonomi Islam maupun konvensional. Perbedaan mendasar dari
keduanya meliputi kwalitas, tujuan dan cara dalam berproduksi.
Dalam ekonomi Islam, kwalitas produksi tidak hanya berkaitan
dengan tujuan materi semata namun juga tuntutan Islam dalam
kehidupan sehari-hari. Hal ini tidak dapat dicapai hanya dengan
ambisi seorang produsen semata, akan tetapi juga harus mengetahui
cara kerja serta ilmu yang dibutuhkan untuk mencapai kualitas suatu
produk. Di antaranya :
50

1. Ilmu Syariah. Maksudnya dalam kualitas produk dituntuk
mengikuti cara Islam untuk pelaksanaannya.
2. Ilmu dunia. Yaitu ilmu yang berkaitan dengan seni dan cara
produksi. Ilmu ini meliputi ijtihad manusia untuk mewujudkan
kemanfaatannya.

49
Ibid, h. 74
50
Ibid, h. 78-80

29

d. Memperhatikan skala prioritas produksi
Dalam Islam, tujuan produksi adalah mengarahkan kepada
perealisasian tujuan dan memperhatikan urgensi dalam penempatan
tujuan syariah sehingga memberikan prioritas terhadap produksi
barang kebutuhan primer sebelum kebutuhan sekunder dan kebutuhan
sekunder sebelum kebutuhan tersier.
51

2. Prinsip Islam terhadap konsumsi halal
Prinsip yang ditekankan dalam konsumsi seorang konsumen
muslim adalah komitmen yang diterapkan dengan kaidah dan hukun
untuk mengatur konsumsi agar mencapai kemanfaatan yang optimal serta
mencegah penyelewengan dari jalan kebenaran dan dampak madharat
yang ditimbulkan. Menurut Umar Radhiyallahu anhu dalam fikih
ekonominya, kaidah dalam konsumsi meliputi kaidah syariah, kaidah
kuantitas, memperhatikan prioritas konsumsi, kaidah sosial dan kaidah
lingkungan.
52

a. Kaidah syariah
Kaidah ini meliputi tiga hal, yaitu : kaidah akidah, kaidah
ilmiah, dan kaidah amaliah.
1. Kaidah akidah
Akidah yang dimaksud disini sama halnya dengan akidah yang
diterapkan dalam produksi. Yaitu keyakinan yang di terapkan
oleh seorang muslim dalam menyikapi aturan hukum Islam.

51
Ibid, h. 82
52
Ibid, h. 141

30

2. Kaidah ilmiah
Yaitu pengetahuan mengenai hukum Islam yang harus dimiliki
oleh seorang muslim dalam apa yang dikonsumsinya.
3. Kaidah amaliah
Kaidah ini merupakan aplikasi dari kedua kaidah sebelumnya, hal
yang perlu diperhatikan dalam kaidah ini adalah bentuk dari
barang yang dikonsumsinya. Mengkonsumsi yang halal dan
menjauhi konsumsi yang haram serta subhat.
b. Kaidah kuantitas
Terdapat beberapa faktor yang mendasari kaidah kuantitas ini,
di antaranya : sederhana, kesesuaian antara konsumsi dan pemasukan,
penyimpanan dan pengembangan.
1. Sederhana.
Sederhana adalah kesederhanaan diri. Sebagaimana dalam Al-
Qur‟an surat Al-Furqan ayat 67 :
          

Artinya : Dan orang-orang yang apabila membelanjakan (harta),
mereka tidak berlebih-lebihan, dan tidak (pula) kikir,
dan adalah (pembelanjaan itu) di tengah-tengah antara
yang demikian.(QS. Al-Furqan : 67)
53


Penjelasan dari ayat di atas merupakan kepribadian
seorang muslim yang baik dalam mengkonsumsi sesuatu adalah

53
Al-Jumanatul Ali, Al-Qur’an dan terjemahnya, Bandung: Departemen Agama RI,
2004, h. 366

31

dengan tidak berlebih-lebihan. Sehingga kesederhanaan itu
menjadi poin penting untuk menghindari diri dari sifat buruk.
2. Kesesuaian Antara Konsumsi dan Pemasukan. Yaitu hal yang
sesuai dengan fitrah manusia dan realita. Rumusan dalam
ekonomi sendiri adalah pemasukan tersebut menjadi salah satu
faktor yang mempengaruhi permintaan konsumen individu.
Kesesuaian antara konsumsi dan pemasukan tersebut memiliki
dalil yang jelas dalam perekonomian Islam, sebagaimana firman
Allah dalam surat Ath-Thalaaq ayat 7 :
             
              
Artinya : Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. Dan orang yang disempitkan
rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang
diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan
beban kepada seseorang melainkan (sekadar) apa yang
Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan
memberikan kelapangan sesudah kesempitan.(QS. Ath-
Thalaaq : 7)
54


3. Penyimpanan dan Pengembangan. Umar Radhiyallahu anhu
menyerukan pembatasan konsumsi, dan mengingkari orang-orang
yang menggunakan semua pemasukannya untuk konsumsi.
Seperti dalam perkataan Umar kepada anaknya, “Wahai anakku!
Makanlah dalam separuh perutmu, dan janganlah kamu
membuang bajumu hingga rusak. Janganlah kamu termasuk

54
Al-Qur’an dan terjemahnya, Bandung: Departemen Agama RI, 2004, h. 560

32

orang-orang yang menjadikan apa yang diberikan oleh Allah
kepada mereka untuk perut dan tubuh mereka saja.”
55

c. Memperhatikan prioritas konsumsi
Dalam hal ini konsumen dituntut memperhatikan barang-
barang yang dikonsumsinya. Terdapat jenis barang konsumsi yang
dibedakan dalam tiga tingkatan.
Pertama, primer. Yaitu sesuatu yang harus terpenuhi kemaslahatan
agama dan dunia. Maksudnya mendahulukan suatu barang atau
kebutuhan yang memberikan kemanfaatan bagi dirinya.
Kedua, sekunder. Yaitu suatu kebutuhan yang menjadi tuntutan akan
tetapi tidak sampai pada kadar primer.
Ketiga, tersier. Suatu kebutuhan yang menjadi kebutuhan tambahan
atau pelengkap.
Tujuan dari ketiga tingkatan di atas agar konsumen lebih
mementingkan hal yang menjadi prioritas dibanding sekedar
memenuhi konsumsi pelengkap semata.
d. Kaidah sosial
Maksudnya adalah mengetahui faktor sosial yang berpengaruh
dalam kuantitas dan kuaitas konsumsi. Faktor sosial tersebut adalah
umat, keteladanan, serta tidak membahayakan orang lain.
e. Kaidah lingkungan

55
Jaribah bin Ahmad Al-Haritsi, Fiqh EkonomiUmar bin Al-Khathab, terj. Asmuni
Sholihan Zamakhsyari, Jakarta: Khalifa, Cet. ke-1, 2006, Op.Cit, h. 151

33

Maksud dari kaidah lingkungan adalah bumi beserta isinya.
Lingkungan menjadi faktor yang mempengaruhi pola konsumsi. Besar
kecilnya pola konsumsi juga dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi
pada lingkungan tersebut.
C. Ruang Lingkup Jaminan Kehalalan dalam Proses Produksi
Jaminan kehalalan suatu barang atau produk merupakan kunci utama
dalam kriteria konsumsi halal. Jaminan kehalalan dapat dilakukan oleh siapa
saja dengan dalih bahwa apa yang dihalalkan menurut syariat-Nya yang mana
mereka menerapkan dalam produksinya maka itu adalah benar dan sah.
Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI
menerapkan sistem jaminan kehalalan sebagai bahan terapan yang dapat
digunakan oleh pihak-pihak produsen, termasuk oleh industri kecil menengah
(IKM). Sistem jaminan halal yang dimaksud oleh lembaga tersebut adalah
untuk menjamin kepada MUI atas kehalalan produk suatu perusahaan
sepanjang masa perusahaan itu memegang sertifikat halal MUI.
56
Sesuai
dengan ketentuan MUI bahwa setiap produsen yang mendaftarkan produknya
dalam jaminan sertifikat halal maka masa periode kadaluarsa sertifikat
tersebut adalah dua tahun. Dengan demikian sebuah perusahaan harus dapat
memberikan jaminan kepada MUI dan konsumen muslim bahwa perusahaan
tersebut senantiasa menjaga konsistensi kehalalan produknya dengan
mewajibkan perusahaan untuk menyusun suatu sistem jaminan halal dan

56
Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majlis Ulama Indonesia,
Panduan Umum Sistem Jaminan Halal LPPOM MUI, 2008, h. 7. //http: pyst.1363038081.pdf//
diakses tanggal 30 September 2014

34

dokumentasi. Dokumentasi ini di sebut dengan Manual Sistem Jaminan Halal
(SJH).
SJH merupakan suatu manajemen yang disusun, diterapkan oleh
perusahaan pemegang sertifikat halal untuk menjaga kesinambungan proses
produksi halal sesuai dengan ketentuan LPPOM MUI.
57
Dalam prosedur
jaminannya, terdapat suatu sistem yang dinamakan dengan manual SJH yaitu
dokumentasi SJH yang memiliki komponen-komponen seperti kendali
dokumen, pendahuluan yang terdiri dari informasi dasar perusahaan; tujuan
penerapan; ruang lingkup penerapan, dan komponen yang ketiga adalah
komponen SJH. Komponen SJH adalah komponen yang memiliki ruang
lingkup yang cukup banyak, di antaranya:
58

1. Kebijakan halal. yaitu suatu pernyataan tentang komitmen perusahaan
untuk memproduksi produk halal secar konsisten. Cangkupannya
meliputi konsistensi dalam penggunaan dan pengadaan bahan baku,
bahan tambahan dan bahan penolong serta dalam proses produksi halal.
2. Panduan halal. Pedoman perusahaan dalam melaksanakan kegiatan untuk
menjamin produksi halal. Panduan tersebut di antaranya : panduan dalam
hal haram halal, dasar Al-Qur‟an dan fatwa MUI, keputusan identifikasi
titik kritis keharaman bahan dan proses produksi, hasil dari indentifikasi,
peluang identifikasi bahan dengan barang najis, serta jurnal yang
dikeluarkan oleh LPPOM MUI.

57
Ibid, h. 7
58
Ibid, h. 18

35

3. Organisasi manajemen halal. Manajemen halal adalah organisasi internal
perusahaan yang mengelola seluruh fungsi dan aktifitas manajemen
dalam menghasilkan produk halal. Organisasi manajemen halal dipimpin
oleh seorang koordinator auditor halal internal yang melakukan
koordinasi dalam menjaga kehalalan produk yang menjadi penanggung
jawab komunikasi antara perusahaan dengan LPPOM MUI.
4. Standard Operating Prosedures (SOP). SOP adalah suatu perangkat
instruksi yang dibakukan untuk menyelesaikan suatu proses kerja rutin
tertentu. Hal tersebut dibuat agar perusahaan mempunyai prosedur baku
untuk mencapai tujuan penerapan SJH yang mengacu kepada kebijakan
halal perusahaan.
5. Acuan teknis. Acuan teknis dilakukan berdasarkan bidang yang berada
dalam organisasi manajemen halal. acuan teknis ini berfungsi sebagai
dokumen untuk membantu pekerjaan bidang terkait dalam melaksanakan
tugasnya. Acuan teknis terbagi dalam beberapa bagian, diantaranya :
a. Acuan teknis bagian pembelian
b. Acuan teknis untuk bagian riset dan pengembangan
c. Acuan teknis untuk bagian produksi
d. Acuan teknis untuk bagian pengendalian dan pengawasan mutu
e. Acuan teknis untuk bagian pergudangan
6. Sistem administrasi. Sebuah perusahaan harus mempunyai gambaran
administrasi secara rinci yang terkait dengan SJH. Dimulai dari

36

pembelian bahan, penerimaan barang, penyimpanan barang, riset dan
pengembangan, produksi, penyimpanan hingga distribusi.
7. Sistem dokumentasi. Pelaksanaan SJH harus didukung oleh dokumentasi
yang baik dan mudah diakses oleh pihak yang terlibat dalam proses
produksi halal termasuk LPPOM MUI sebagai lembaga sertifikat halal.
dokumen tersebut adalah : pembelian bahan, penerimaan bahan,
penyimpanan bahan, riset dan pengembangan, produksi, penyimpanan
produk, distribusi produk, evaluasi dan monitoring, kegiatan pelatihan
dan sosialisasi, tindakan perbaikan atas ketidaksesuaian, manajemen
review.
8. Sosialisasi. Mensosialisasikan SJH yang telah di terapkan dalam sebuah
perusahaan kepada seluruh karyawan hingga tingkat operasional
perusahaan. Metode yang dilakukan oleh perusahaan dapat berupa poster,
ceramah umum, buletin internal, audit supplier, atau memo internal
perusahaan.
9. Pelatihan. Perusahaan perlu melakukan pelatihan bagi seluruh jajaran
pelaksana SJH. Pelatihan yang dilakukan melibatkan seluruh personal
yang pekerjaannya mempengaruhi status kehalalan produk. Pelatihan ini
dapat dilakukan oleh LPPOM MUI atau dari perusahaan itu sendiri.
10. Komunikasi internal dan eksternal. Dalam sebuah perusahaan harus
memiliki cakap komunikasi dengan pihak manapun, baik pihak
perusahaan itu sendiri maupun dari luar.

37

11. Audit internal. Audit internal merupakan pantauan yang dilakukan untuk
mengevaluasi pelaksanaan SJH. Tujuannya adalah untuk menentukan
kesesuaian SJH perusahaan dengan standar yang telah ditetapkan oleh
LPPOM MUI, mendeteksi penyimpangan yang terjadi serta menentukan
tindakan perbaikan dan pencegahan, perbaikan tentang permasalahan
yang terjadi dalam perusahaan, dan sebagai informan pelaksanaan SJH
kepda manajemen dan LPPOM MUI. Ruang lingkup dari audit halal ini
meliputi dari dokumentasi SJH serta pelaksanaan SJH tersebut. Dan
pelaksanaan dari audit internal ini mengacu pada waktu pelaksanaannya,
metode yang dilakukan dalam sistem audit, auditor atau pelaksana yang
dalam hal ini adalah auditor halal internal. Serta pihak yang menjadi
obyek dari audit ini meliputi bagian organisasi manajemen halal.
12. Tindakan perbaikan. Tindakan ini dilakukan apabila terdapat ketidak
sesuaian pelaksanaannya pada saat dilakukan audit halal internal.
13. Kaji ulang manajemen. Kaji ulang ini dilakukan secara menyeluruh
dalam kurun waktu tertentu, yaitu 1 tahun sekali.
59



59
Ibid, h. 18-30

38

BAB III
PELAKSANAAN SISTEM JAMINAN HALAL PRODUK PADA IKM
YANG BERSERTIFIKAT HALAL
A. Garis Besar Industri Kecil dan Menengah di Kota Semarang
Bersertifikat Halal
Kota Semarang merupakan ibu kota Jawa Tengah yang dikenal
dengan sebutan kota Atlas. Sekarang ini sudah semakin berkembang dengan
adanya pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Dengan
perkembangan yang dilakukan juga mempengaruhi minat dan daya tarik
wisatawan untuk mengunjungi kota Atlas tersebut. Berbicara mengenai
pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah daerah kota Semarang, banyak
juga saat ini wisata kuliner yang ditonjolkan di sisi-sisi sudut ruang kota.
Maka dengan demikian banyak juga pelaku usaha yang semakin
mengepakkan sayapnya di bidang kuliner.
Menurut data yang penulis peroleh dari LPPOM MUI Jawa tengah
tentang IKM yang telah bersertifikat halal di Kota Semarang dari produsen
makanan kecil olahan diantaranya sebagai berikut :
No Nama
Perusahaan
Alamat Nama
Produk
Jenis
Produk
1 Maidah Jl. Giri Mulyomukti
No. 254,
Tlogomulyo,
Semarang
Laziz Bakery
“Donat,
Sagu Keju,
Stik Keju,
Pastry”
Makanan
Ringan
2 Agro Graha
Mandiri
Gaha Mukti Utama
Blok G Timur
III/389, Semarang
Kripik Jamur
Tiram
“AGM”
Makanan
Ringan
3 Oemah Bandeng
“Saniyya”
Jl. Pandansari Raya
No. 71, Semarang
Abon
Bandeng
Bandeng
Olahan

39

“Saniyya”
4 CV. Gendis
Boga Ardians
Jl. Mulawarman
Utara I/39 C
Semarang
Roti Roti
Gendis
5 Tyas Snack Jl. Pleburan Raya
No. 59 Rt.07/ Rw.01
Semarang
Makaroni
Skotel Tyas
Makaroni
Olahan
6 Lies Snack Jl. Abimanyu I/12
Semarang
Pangsit,
Kuping
Gajah, Stick
Keju Bu Lies
Makanan
Ringan
7 Sari Rasa Jl. Gombel Permai
IX/138 Semarang
Pastel Abon
Sari Rasa,
Chesse Stick
Sari Rasa
Makanan
Ringan
8 UD. Sari Sekar Jl. Majapahit
150/17A
Rt.05/Rw.05
Gayamsari,
Semarang
Sari Sekar Madu
9 Pia’Ku Jl. Taman Karonsih
Selatan II/523,
Semarang
Pia’ku Pia
10 Arofah Food
Jaya
Jl. Bukit Kelapa
Hijau II BB-22
Semarang
Bolu Gula
Jawa Arofah
Kue Bolu
11 Hand Food Jl. Lamper Tengah
IV/641-F Semarang
Kerupuk
Tahu JITU
Kerupuk
Tahu
12 Wingko Babat
Pak Moel
Jl. Pakunden Tengah
No. 1106 Semarang
Wingko
Babat Pak
Moel
Wingko
Babat
13 Mega Snack Selomulyo Mukti
Barat VIII/68,
Tlogomulyo,
Semarang
Mega Snack Roti
Pisang
Coklat
14 CV. Puspa
Astoria Global
Jl. Sekar Jagad II No.
17, Rt.07/Rw.28
Tlogosari Kulon,
Semarang
Lezat Rempeyek
15 Berklas Timoho
Jaya
Jl. Bulusan Utara I
No. 8, Tembalang,
Semarang
Brownies
Berklas
Brownies
Sumber : Diperoleh dari pihak LPPOM MUI Jawa Tengah
60


60
Data Diperoleh pada Tanggal 4 Desember 2014

40

Industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah,
barang setengah jadi, atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih
tinggi dalam penggunaannya, termasuk kegiatan rancangan bangun dan
perekayasaan industri.
61
Usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang
memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- tidak termasuk
tanah dan bangunan tempat usaha atau yang memiliki hasil penjualan tahunan
paling banyak Rp. 1.000.000.000,- dan milik warga Negara Indonesia.
62

Dapat juga dijabarkan dengan :
1. Usaha yang memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,-
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
2. Usaha yang memiliki penjualan tahunan paling sedikit 1 milyar rupiah
3. Usaha yang berdiri sendiri, bukan perusahaan atau cabang perusahaan
yang dimiliki, dikuasai atau terafiliasi, baik langsung maupun tidak
angsung dengan usaha menengah berskala besar
4. Berbentuk badan usaha yang dimiliki perseorangan, badan usaha yang
tidak berbadan hukum, termasuk koperasi
Dengan penjelasan tersebut, terdapat dua hal yang dapat di perhatikan
dalam usaha kecil, yaitu :
1. Pemusatan kepemilikan dan pengawasan di tangan seseorang atau
beberapa orang
2. Terbatasannya pemisahan dalam perusahaan

61
C.S.T. Kansil, Hak Milik Intelektual Hak Milik Perindustrian dan Hak Cipta, Jakarta :
Sinar Grafika, Cet. ke-1, 1997, h. 405
62
M. kwartono Adi, analisis Usaha Kecil dan Menengah, Yogyakarta : CV. Andi Offset,
2007, h. 12-13

41

Kaitannya dengan pembahasan yang penulis ambil, industri kecil yang
dimaksud adalah Industri Kecil Menengah (IKM) yang bergerak dalam
industri rumah tangga (usaha kecil) yang telah bersertifikat halal khususnya
pada usaha makanan kecil atau olahan. Penulis mendatangi beberapa IKM
untuk mendapatkan informasi serta melakukan wawancara. Diantara industri
kecil rumah tangga makanan kecil atau olahan yang penulis wawancarai
adalah :
1. Tyas Snack yang memproduksi macaroni olahan di jalan Pleburan Raya
No. 59 Rt. 07 Rw. 01, Semarang
2. Lies Snack yang memproduksi makanan ringan di jalan Abimanyu I No.
12, Semarang
3. Sari Rasa yang memproduksi makanan ringan di jalan Gombel Permai IX
No. 138, Semarang
4. UD. Sari Sekar yang memproduksi madu di jalan Majapahit 150/17A, Rt.
05 Rw. 05, Gayamsari, Semarang
5. Pia’ku yang memproduksi pia di jalan Taman Karonsih Selatan II No.
523, Semarang
B. Pelaksanaan Sistem Jaminan Halal Produk pada IKM Bersertifikat
Halal
Jaminan halal dilakukan oleh sebuah perusahaan guna memenuhi
tanggungjawabnya kepada MUI atas sertifikat yang didapatkan dan kepada
konsumen sebagai penikmat produk yang dihasilkan. Sistem Jaminan halal
(SJH) merupakan manajemen yang disusun oleh sebuah perusahaan untuk

42

menjaga konsistensi produk halal yang sesuai dengan ketentuan LPPOM
MUI.
63
Dalam menjaga konsistensinya, MUI mempunyai ketentuan yang
berkaitan dengan sistem jaminan halal yang dilakukan. Beberapa komponen
SJH yang telah ditetapkan, di antaranya :
1. Kebijakan halal
Kebijakan halal merupakan pernyataan tertulis yang dilakukan
oleh oleh sebuah perusahaan sebagai wujud komitmen dalam
memproduksi produk halal. Kategori kebijakan halal ini, hampir semua
IKM yang konsisten untuk menjamin produknya. Seperti halnya dengan
mendaftarkannya pada LPPOM untuk mendapatkan serifikat halal dari
MUI.
Menurut informasi yang penulis dapat dari salah satu informan
sampel IKM yaitu ibu Yuliana bahwa beliau mengelola produknya
dengan bahan-bahan yang memang sudah dianjurkan oleh LPPOM MUI.
Untuk itu beliau mengambil bahan baku maupun bahan tambahan dengan
cara memilih bahan tersebut yang memang sudah resmi mendapatkan
sertifikat halal.
64

Begitupun yang dilakukan oleh beberapa informasi dari produsen
yang penulis wawancarai. Mereka lebih memilih bahan yang memang
sudah berlabelkan halal pada kemasannya.
2. Panduan halal

63
Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majlis Ulama Indonesia,
Panduan Umum Sistem Jaminan Halal LPPOM MUI, 2008, h. 7. //http: pyst.1363038081.pdf//
diakses tanggal 30 September 2014
64
Hasil wawancara dengan ibu Yuliana Susri Sudaryatni, pengusaha makanan bakpia
yang bernama PIAKU, pada tanggal 13 Maret 2015

43

Panduan halal merupakan pedoman perusahaan dalam
melaksanakan kegiatan untuk menjamin produksi halal.
Panduan ini mencangkup beberapa faktor. Salah satunya adalah
dapat membedakan atau tidak mencampurkan bahan yang halal dengan
yang najis atau haram. Mengetahui pula landasan tentang prinsip hukum
halal dan haram serta fatwa MUI untuk bahan-bahan makanan yang
digunakan. Dengan demikian, panduan tersebut menjadi pedoman bagi
IKM disini dalam pelaksanaan operasioanal produksi.
Sejak 2 tahun terakhir, ibu Iin selaku pemilik usaha makanan
ringan memproduksi produknya dengan ketelitian yang baik, misalnya
dalam pengambilan bahannya. Beliau mengatakan bahwa sebelum
mendaftarkan untuk mendapatkan sertifikat halal, seluruh IKM yang
berada di kota Semarang mendapatkan penyuluhan oleh balai pom
tentang sertifikat halal. Kemudian dari sanalah beberapa IKM
mendaftarkan produknya untuk mendapatkan sertifikat tersebut. Panduan
yang didapat oleh beberapa IKM, menurut beliau di peroleh melalui
penyuluhan-penyuluhan yang di lakukan oleh balai pom, dan pengajuan
sertifikat halal tersebut juga atas dasar sarana yang di berikan oleh balai
pom kepada Industri Kecil dan Menengah ini.
65
Begitu pula dengan
beberapa sampel IKM yang lain, tidak jauh beda dengan apa yang
diutarakan oleh ibu Iin.
3. Organisasi manajemen halal

65
Hasil wawancara dengan ibu Iin, pengusaha makanan ringan Makaroni yang bernama
Makaroni Skotel Tyas, pada tanggal 9 Februari 2015

44

Manajemen halal merupakan organisasi internal perusahaan yang
mengelola seluruh fungsi dan aktivitas manajemen dalam menghasilkan
produk halal.
Dalam sebuah Industri Kecil dan Menengah atau industri rumah
tangga, organisasi manajemen halal yang diberlakukan meliputi lingkup
keluarga semata. Dari informasi yang penulis peroleh, sebagian besar
lingkungan IKM hanya di organisasikan oleh suami dan istri, adapun
pekerja yang di pekerjakan didalamnya hanya anak-anak mereka saja.
Organisasi manajemen halal yang dimaksud oleh panduan yang adalah
organisasi yang meliputi tingkat tertinggi hingga tingkat pelaksanaan
teknis dalam proses produksi. Akan tetapi dalam IKM yang hanya
meliputi keluarga, maka segala urusan produksi diserahkan pada
pengusaha itu sendiri tanpa campur tangan pihak luar. Bahkan dalam
ketentuan yang diberlakukan oleh LPPOM MUI seharusnya terdapat audit
halal internal sebagai pengirim informasi kepada pihak terkait, akan tetapi
dalam konteks ini hanya keluargalah yang secara langsung memberikan
informasi tersebut kepada pihak LPPOM MUI apabila terdapat pergantian
bahan ataupun penambahannya.
66

4. Standard Operating Procedures (SOP)
SOP adalah suatu perangkat instruksi yang dibakukan untuk
menyelesaikan suatu proses kerja rutin tertentu. SOP ini dibuat agar
perusahaan mempunyai standarisasi penerapan SJH. Dalam standar

66
Hasil wawancara dengan bapak Drs. Mochammad Iman, MBA., dewan pengurus
bagian auditor di LPPOM MUI provinsi Jawa Tengah, pada tanggal 28 November 2014

45

produksi ini, penulis dapat mengetahui ada tidaknya penetapan yang
dilakukan oleh IKM dalam menjamin kehalalan produknya. Dari
beberapa wawancara kepada pihak pengusaha IKM, lebih banyak dari
mereka hanya terpaku pada pengambilan bahan dengan label halal yang
sudah tercantum pada bahan tersebut. Menurut pengelola makanan ringan
yaitu ibu Sari, dalam makanan pastel abon dan keju stik yang di
produksinya, pengambilan bahan sesuai dengan label-label halal yang
terdapat pada kemasannya. Selebihnya apabila terdapat pergantian atau
penambahan bahan yang dilakukan tetap dilandasi dengan ketentuan halal
akan tetapi hanya dengan sebatas memilih bahan lain yang memiliki
sertifikat halal pada kemasannya atau dengan kata lain memiliki label
MUI halal yang sama pada kemasannya.
67

5. Acuan Teknis
Acuan teknis dilakukan berdasarkan bidang yang berada dalam
organisasi manajemen halal. Acuan teknis ini berfungsi sebagai dokumen
untuk membantu pekerjaan bidang terkait dalam melaksanakan tugasnya.
Sudah di jelaskan sebelumnya bahwa organisasi manajemen halal
dalam IKM hanya sebatas lingkungan keluarga, maka acuan teknis ini
juga hanya diberlakukan oleh suami atau istri sebagai mengelolanya.
Menurut ibu Sekar selaku pengusaha madu, pengelolaan produknya hanya
sebatas pemeliharaan lebah madu dari segi bahan bakunya. Madu yang
dihasilkan adalah madu alami yang melalui beberapa tahap penyaringan.

67
Hasil wawancara dengan ibu Sari, pengusaha makanan pastel abon yang bernama
SARI RASA, pada tanggal 9 Februari 2015

46

Beliau juga menambahkan bahwa bahan yang digunakan tidak
menggunakan bahan-bahan diluar ketentuan yang sudah ditetapkan oleh
LPPOM MUI untuk mendapatkan sertifikat halal. Walaupun lebah
bukanlah hewan najis atau haram, akan tetapi menurut pengakuan beliau
cukup kesulitan dalam pengelolaan bahan bakunya, terlebih dalam
pemeliharaan lebah tersebut. Harus benar-benar diperhatikan agar produk
yang dihasilkan sesuai dengan kualitas halal yang telah ditentukan.
68

6. Sistem Administrasi
Sebuah perusahaan harus mempunyai gambaran administrasi
secara rinci yang terkait dengan SJH. Dimulai dari pembelian bahan,
penerimaan barang, penyimpanan barang, riset dan pengembangan,
produksi, penyimpanan hingga distribusi. Pembelian bahan yang
dilakukan oleh produsen harus sesuai dengan apa yang telah di sepakati
sebelumnya dalam penetapan sertifikat halal. Menurut bapak Iman, ketika
pemilihan bahan baku hingga bahan tambahan harus terdapat kesesuaian
dengan bahan yang telah di daftarkan sebelumnya kepada LPPOM MUI.
Hal tersebut agar tidak menimbulkan keraguan dalam hal halal atau
tidaknya bahan tersebut. Begitupula dalam proses produksi, pemilik usaha
juga harus mengetahui benar bahwa bahan dan proses produksi yang
dilakukan sesuai dengan prosedur halal yang telah di tetapkan. Beliau
juga menambahkan bahwa dalam IKM atau industri rumahan, tidak
seperti halnya perusahaan besar yang harus teliti di setiap komponen yang

68
Hasil wawancara dengan ibu Sekar, pengusaha madu yang bernama Sari Sekar, pada
tanggal 10 Februari 2015

47

ada, akan tetapi setidaknya para pengusaha tersebut memahami
bagaimana memproduksi dengan cara yang halal lagi baik.
69

7. Sistem Dokumentasi
Sistem dokumentasi memang perlu dilakukan agar tetap terjaga
mutu kualitas produk dari bahan yang diperlukan, proses produksi hingga
distribusi produknya. Menurut informasi yang penulis dapatkan, para
pengusaha IKM sepakat bahwa dokumentasi tersebut membantu menjaga
mutu bahan yang didapatkan. Para pengusaha tersebut menjaga bahan-
bahan yang di gunakan sesuai dengan ketentuan yang berlandaskan
Syari’at. Apabila tidak ada bahan yang di butuhkan, mereka
menggantinya dengan bahan lain akan tetapi tetap dengan label halal yang
telah tercantum di kemasannya. Begitupun dengan distribusi yang
dilakukan, karena hanya industri kecil biasanya mereka hanya membatasi
produksi agar tidak menumpuk atau mubadzir. Distribusi yang dilakukan
juga hanya sebatas kepada tetangga rumahan atau sekedar menerima
pesanan.
70

8. Sosialisasi
Sosialisasi yang dilakukan pemilik IKM kepada karyawannya
sebenarnya hanya sebagian kecil dari pemilik IKM yang ada. Hal itu
dikarenakan karyawan dari IKM itu sendiri adalah pemilik dari IKM
tersebut. Akan tetapi ada juga dari pemilik IKM yang mempekerjakan
karyawannya dengan jumlah yang hanya terbatas. Salah satunya adalah

69
Hasil wawancara dengan bapak Drs. Mochammad Iman, MBA., dewan pengurus
bagian auditor di LPPOM MUI provinsi Jawa Tengah, pada tanggal 28 November 2014
70
Hasil wawancara dengan beberapa pemilik IKM.

48

ibu Lies yang memproduksi makanan ringan, menurut beliau pekerjaan
itu apabila dikerjakan sendirian memang menghabiskan tenaga dan waktu
yang banyak. Terkadang memang beliau mengundang tetangga untuk
membantu apabila mempunyai banyak kendala dalam hal tenaga. Seperti
halnya untuk mendapatkan kwalitas mutu produk yang halal, beliau dalam
mensosialisasikan jaminan halal kepada karyawannya hanya sebatas
pengarahan semata dan beberapa tulisan yang memang mengarah kepada
prinsip-prinsip produksi halal yang di tempel pada ruangan produksi.
71

9. Pelatihan
Pelatihan yang dilakukan adalah pelatihan –pelatihan yang
diselenggarakan dari balai POM kepada pengusaha IKM tentang
bagaimana cara-cara produksi dan sedikit pengarahan mengenai halal
MUI. Menurut beberapa pemilik IKM, terkadang pelatihan itu di lakukan
serentah kota Semarang ataupun kumpulan anggota IKM yang berada di
setiap daerah. Akan tetapi, pelatihan tesebutlah yang telah membantu
IKM dalam hal memperoleh sertifikat jaminan halal. Cerita dari pemilik
IKM, bahwa ketika penulis menanyakan bagaimana pendaftaran yang
dilakukan oleh pemilik untuk mendapatkan sertifikat halal mereka
menjawab pendaftaran itu dilakukan serentak dengan pendataan yang
dilakukan oleh balai POM kepada IKM yang berminat mendaftarkan
produknya agar memiliki label kehalalan dari MUI. Dan pendaftaran
yang dilakukan tersebut tidak dipungut biaya, hanya saja apabila masa

71
Hasil wawancara dengan ibu Lies, pengusaha makanan ringan (krupuk, pangsit, kuping
gajah, stik keju) yang bernama Lies Snack, pada tanggal 15 Maret 2015

49

sertifikat tersebut telah habis, pemilik IKM yang bertanggung jawab
untuk memperpanjang masanya.
72

10. Komunikasi Internal dan Eksternal
Komunikasi tersebut bermaksud untuk pelaksanaan SJH yang
sesuai dengan ketentuannya. Komunikasi yang dibangun oleh pemilik
IKM sebatas antar pemilik. Hal tersebut didasari untuk bertukar informasi
satu dengan yang lainnya. Diungkapkan oleh ibu Iin, komunikasi yang
terjalin hanya sebatas pemilik IKM semata, dan biasanya apabila terganjal
suatu hal mereka lebih mengkomunikasikannya pada saat terdapat
penyuluhan dari balai POM atau pada saat perkumpulan antar pemilik
IKM.
73

11. Audit Internal
Audit internal ini merupakan pantauan yang dilakukan dalam
mewujudkan kebenaran SJH dalam pelaksanaan proses produksi.
74

Sebelum mendapatkan seritifikat oleh MUI, dari LPPOM mengutus tim
audit internal untuk memantau kesesuaian produk yang didaftarkan
dengan ketentuan SJH yang sudah ada. Audit internal biasanya akan
mengarahkan kepada pemilik IKM apabila terdapat beberapa bahan yang
kejelasan halalnya kurang dan akan menyarankan untuk menggantinya
dengan bahan-bahan yang memang sudah bersertifikat halal. LPPOM

72
Hasil wawancara dengan beberapa pemilik IKM
73
Hasil wawancara dengan ibu Iin, pengusaha makanan ringan Makaroni yang bernama
Tyas Snack, pada tanggal 9 Februari 2015
74
Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majlis Ulama Indonesia,
Panduan Umum Sistem Jaminan Halal LPPOM MUI, 2008, h. 26. //http: pyst.1363038081.pdf//
diakses tanggal 30 September 2014

50

akan memberikan arahan agar dibentuk audit halal internal atau tim
pelaksana atau pemantau yang agan memberikan detail informasi kepada
LPPOM MUI apabila terdapat kejanggalan yang terjadi didalam industri
tersebut. Akan tetapi menurut penuturan bapak Iman, audit halal internal
yang disebutkan diatas hanya sebatas oleh salah satu dari pemilik usaha
tersebut, misalnya apabila istri yang mengelola maka yang menjadi audit
halal internal adalah suaminya, begitupula sebaliknya.
75

Tentang penulis yang menanyakan kepada pemilik usaha soal
penyerahan hasil produksi, beberapa dari mereka tidak mengetahui
bahkan tidak diberikan pengarahan untuk mendokumentasi hasil kerja
produksi pada enam bulan sekali dan di serahkan kepada LPPOM MUI.
Menurut ibu yuliana, pengarahan yang dilakukan oleh balai POM hanya
sebatas soal pelatihan usaha kecil serta apabila yang berminat untuk
mengajukan sertifikat halal mereka akan membantu dalam hal proses
awal pendaftarannya.
76

12. Tindakan Perbaikan
Tindakan ini dilakukan untuk menyesuaikan produk terhadap
sistem jaminan halal yang telah ditentukan. Salah satu contoh ketika tim
audit menemukan kejanggalan dalam bahan yang ada maka tim tersebut
akan menyarankan untuk menggantinya dengan bahan lain yang telah
berlabelkan halal atau memang sudah jelas kehalalannya. Seperti yang

75
Hasil wawancara dengan bapak Drs. Mochammad Iman, MBA., dewan pengurus
bagian auditor di LPPOM MUI provinsi Jawa Tengah, pada tanggal 28 November 2014
76
Hasil wawancara dengan ibu Yuliana Susri Sudaryatni, pengusaha makanan bakpia
yang bernama PIAKU, pada tanggal 13 Maret 2015

51

diutarakan oleh beberapa pemilik usaha, mereka mengaku ketika tim audit
mendatangi tempat usaha mereka dan meneliti, terdapat beberapa bahan
yang masih samara tau tidak sesuai dengan apa yang didaftarkan
sebelumnya, kemudian pihak tersebut menyarankan agar menggantinya
dengan yang sudah pasti dan jelas. Hal tersebut dilakukan karena apabila
bahan yang ada ketika audit itu dilakukan dengan data dokumen
pendaftaran sebelumnya terdapat ketidak sesuaian, maka proses sertifikat
halal tersebut diulang kembali dan dinyatakan tidak valit.
77

13. Kaji Ulang Manajemen
Kaji ulang ini jarang dilakukan oleh pemilik usaha, sesuai dengan
pernyataan bapak Iman karena pemilik usaha dan manajemen didalamnya
adalah keluarga itu sendiri. Sehingga perubahan yang dilakukan juga
hanya meliputi proses produksi usahanya. Ibu Lies juga menambahkan
bahwa apabila perubahan pekerja dilakukan tidak mempengaruhi
produksinya, karena pekerja yang ada di usahanya bukan termasuk
pekerja yang tetap. Jadi semua tentang manajemen yang ada di usaha
beliau, memang hanya keluaga yang mengaturnya.
Dengan komponen diatas, menurut pihak LPPOM anjuran yang
digunakan untuk SJH pada IKM hanya terdiri dari 4 komponen dari 13
komponen yang seharusnya. Itu dikarenakan karena kurangnya pengetahuan
yang dimiliki oleh pemilik usaha. Ke 4 komponen yang dimaksud merupakan
komponen-komponen dasar dalam sistem jaminan halal, yaitu kebijakan

77
Hasil wawancara dengan beberapa pemilik IKM

52

halal, auditor halal internal meliputi manajemen AHI (Auditor Halal Internal),
bahan dan produk. Ke empat komponen tersebut sudah mewakili dari ke 13
komponen sebelumnya. Dengan ke 4 komponen tersebut apabila telah sesuai
dengan prosedur maka produsen atau IKM bisa mendapatkan sertifikat halal
dengan kriteria nilai B.
78



78
Hasil wawancara dengan pengurus LPPOM MUI Jawa Tengah pada tanggal 07 Mei
2015

53

BAB IV
ANALISIS TERHADAP SISTEM JAMINAN HALAL PRODUK PADA
IKM BERSERTIFIKAT HALAL DI KOTA SEMARANG
Makanan merupakan kebutuhan yang pokok bagi manusia bahkan
makhluk hidup lainnya untuk bertahan. Produk makanan yang baik haruslah juga
mengandung kehalalan didalamnya. Menjamin kehalalan suatu produk tidak
hanya semata untuk menaikkan tingkat penjualan saja, akan tetapi hal tersebut
menjadi pokok atau wajib di lakukan agar konsumen merasa nyaman dalam
mengkonsumsinya. Sertifikat halal merupakan salah satu jalan bagi setiap
produsen menjaminkan produknya sebagai makanan yang halal dan baik.
Sebenarnya, apa-apa yang ada di bumi menurut hukum aslinya adalah halal
kecuali apa-apa yang memang jelas dilarang oleh syari’at Islam. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
بي للاحنا لبقف ءازفنا و نبجنا و نًسنا نع ىهسو وئهع الله يهص الله لىسر مئس
ف الله محا .ىكنبفع بًي ىهف ونع تكس بيو وببتك يف الله وزح بي وازحنا و وببتك ي
يذيزتنا و وجبي نبا هاور
Artinya : Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah ditanya orang tentang
hukum minyak sapi (samin), keju, dan farwah (kulit) binatang beserta
bulunya yang dipakai untuk perhiasan atau tempat duduk. Beliau
menjawab, “Barang siapa yang dihalalkan oleh Allah dalam kitab-Nya
adalah halal, dan barang yang diharamkan oleh Allah dalam kitab-Nya
adalah haram, dan sesuatu yang tidak diterangkan-Nya maka barang itu
termasuk yang dimaafkan-Nya, sebagai kemudahan bagi kamu.” (HR.
Ibnu Majah dan Tirmidzi)
79


Dari hadis diatas dapat disimpulkan bahwa segala apa yang diturunkan Allah
kepada manusia sesungguhnya baik di konsumsi selama tidak ada larangan yang

79
Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam (Hukum Fiqih Islam), Bandung : Sinar Baru Algensindo,
cet. ke-27, 1994, h. 466

54

membatasinya. Begitu pula dengan makanan yang berasal dari olahan atau
produksi pada setiap usaha, hal itu menjadi baik apabila pada setiap prosesnya
sesuai dengan yang telah di tetapkan oleh syari’at Islam.
Pada dasarnya, ada pula perintah dalam berusaha atau kewajiban seorang
hamba kepada Allah Subhanahu wa taala seperti dalam firman-Nya :
          
      
Artinya : “Dan Katakanlah : bekerjalah kamu, maka Allah Subhanahu wa taala dan
Rasul-Nya serta orang0orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan
kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang
ghaib dan yang nyata, lalu diberitahukan-Nya kepada kamu apa yang
telah kamu kerjakan.”(QS. Ath-Taubah : 105)
80


Dalam perdagangan tak luput dari sosok pengusaha, pemilik usaha baik
usaha mikro maupun usaha makro. Produsen atau pemilik usaha dalam hal ini
adalah pemilik Industri Kecil dan Menengah (IKM) haruslah menonjolkan sisi
kwalitas produk yang dihasilkan. Walaupun industri kecil atau rumahan saja, akan
tetapi setiap produk yang akan dipasarkan kepada konsumen juga memenuhi
standar halal, hal tersebut perlu agar konsumsi publik atas produknya tidak
menjadi madhorot atau keburukan. Bagi IKM yang telah mempunyai standar halal
atau dalam kata lain telah bersertifikat halal di setiap produk yang dihasilkannya,
haruslah tidak hanya berhenti pada titik itu saja. Akan tetapi jaminan kehalalan
produk harus terus di jaga agar kwalitasnya pun ikut terjaga dan terpelihara.
Dengan ketentuan yang telah di tetapkan oleh LPPOM MUI, maka standar

80
Al-Jumanatul Ali, Al-Qur’an dan terjemahnya, Bandung: Departemen Agama RI,
2004, h. 204

55

jaminan halal itupun juga harus disesuaikan dengan prosedur yang ada pula.
Jaminan halal yang ada, bukan berarti menjamin keseluruhan produk pada sebuah
usaha di utamakan. Akan tetapi kembali lagi kepada pemilik usaha, apabila
pemilik usaha tidak mempunyai landasan akidah yang baik maka akan mencari
jalan-jalan alternatif untuk menaikkan penjualan produknya dengan cara apapun
walaupun sudah terdapat jaminan kehalalan pada produk tersebut. Hal itulah yang
harus di perhatikan bagi setiap pihak yang terlibat didalamnya. LPPOM memang
bukanlah lembaga pengawasan, akan tetapi lembaga tersebut mempunyai
ketentuan-ketentuan yang bisa menjadi dasar pengawasan kepada produsen yang
telah mendapatkan sertifikat halal dari MUI dengan produk yang telah
didaftarkannya.
Seperti dalam komponen yang telah disebutkan pada bab sebelumnya,
untuk menjamin kehalalan suatu produk memang harus didasari dengan prinsip-
prinsip syari’ah yang telah di tetapkan baik dari lembaga yang bersangkutan
maupun yang telah di jelaskan dalam Al-Qur’an dan Al-Hadis. Pada prinsipnya,
sistem jaminan halal dalam perusahaan harus mmpunyai maksud yang baik tidak
hanya kepada konsumen, akan tetapi juga dalam operasional produksi yang
dimilikinya. Dari ke-13 komponen SJH tersebut, penulis dapat menganalisis
bahwa:
1. Kelima sampel IKM sebagai informan oleh penulis merupakan IKM yang
terdiri dari industri rumah tangga yang berproduksi bahan makanan ringan
maupun olahan. Klasifikasi dari kelima IKM tersebut dalam pelaksanaan
sistem jaminan halal, yaitu :

56

a. Kebijakan Halal. Untuk kebijakan halal ini, dari kelima IKM tersebut
memenuhi standar kebijakan halal yang ditetapkan. Hal itu di landasi dari
komitmen setiap pemilik usaha dalam pengambilan bahan baku yang
memang sudah terdaftarkan sebelumnya.
b. Panduan halal. Kelima IKM tersebut juga mengindahkan panduan halal
yang diberikan oleh tim auditor dari LPPOM agar dalam jaminan
produknya sesuai dengan kaidah-kaidah yang ada. Misalkan, dalam
penggunaan bahan menggunakan bahan-bahan berlabelkan halal dari
MUI.
c. Organisasi Manajemen Halal. Terlihat sekali dari kelima sampel penulis,
tidak ada manajemen khusus yang bekerja. Kecuali para pemilik usaha itu
sendiri, hal tersebut dikarenakan pekerja dalam IKM tersebut adalah
pemilik dari IKM itu juga. Maka tugas dari OMH ini sebatas fungsi kerja
yang di bebankan secara tidak langsung kepada pemilik usaha atau IKM.
d. SOP (Standard Operating Procedures). Tidak ada dari kelima sampel
IKM yang menggunakan sistem ini. Kendalanya adalah tidak fahamnya
mereka tentang apa itu SOP dan bagaimana cara kerja yang harus
dilakukan oleh pemilik usaha dalam pelaksanaan sistem ini.
e. Acuan Teknis. Sama halnya dengan SOP, sistem ini sebatas acuan dari
bahan-bahan halal yang digunakan oleh kelima IKM.
f. Sistem Administrasi. Kurang diperhatikan oleh kelima sampel IKM.
g. Sistem Dokumentasi. Hanya ada 1 sampel IKM dari kelima sampel yang
ada yang mengunakan dokumentasi dalam hal ditribusi pemasokan

57

produk. Yaitu seperti yang dilakukan oleh ibu Yuliana yang memasok
produk yang dihasilkannya kepada toko yang lebih besar seperti
supermarket gaien. Beliau mendata secara berkala untuk jaminan kwalitas
mutu dan kelayakan produk.
h. Sosialisasi. Tidak ada sosialisasi yang dilakukan dalam internal usaha.
Dan kurang pula sosialisasi yang dilakukan oleh LPPOM dalam
penerapan komponen SJH.
i. Pelatihan. Pelatihan yang ada hanya pelatihan yang dilakukan oleh balai
POM.
j. Komunikasi Internal dan Eksternal. Tidak terdapat komunikasi yang baik
menurut kelima sampel IKM. Komunikasi yang dilakukan sebatas
pertukaran informasi dari IKM satu dengan yang lain. Itupun disebabkan
adanya komunitas antar IKM di Kota Semarang
k. Audit Internal. Tidak ada tim khusus dalam usaha kecil ini. Tim audit
dalam IKM adalah pemilik usaha itu sendiri.
l. Tindakan perbaikan. Dari kelima sampel tersebut, tidak ada yang
mengetahui akan tindakan perbaikan menggunakan laporan bulanan
dalam kurun 6 bulan sekali atau 1 tahun sekali.
m. Kaji Ulang Manajemen. Karena manajemen itu sendiri tidak ada dalam
internal IKM, maka tidak terdapat sistem ini didalamnya.
2. Dari ke-13 komponen tersebut dapat diklasifikasikan bahwa :

58

a. Ke-5 sampel IKM menggunakan beberapa komponen SJH yaitu
kebijakan halal, panduan halal, acuan teknis bahan, sosialisasi yang
dilakukan oleh balai POM, Komunikasi Eksternal antar IKM.
b. Satu sampel IKM yang menggunakan sistem dokumentasi untuk
mempermudah distribusi yang dilakukan.
Dan informasi yang penulis dapat dari Lembaga Penggajian Pangan, Obat-
obatan dan Kosmetika (LPPOM), IKM merupakan industri rumah tangga yang
hanya keluarga yang menjadi pokok dalam oprasional produksinya. Dan menurut
mereka, kriteria SJH untuk IKM hanya terdiri dari 4 komponen. Diantaranya :
1. Kebijakan Halal. Kebijakan halal yang dilakukan jelas dilakukan oleh IKM
karena kebijakan tersebut menjadi dasar untuk memperoleh sertifikat halal.
2. Auditor Halal Internal. Dalam hal ini sebatas pemilik usaha yang menjadi
auditor tersebut. Semua tanggung jawab diserahkan langsung kepada pemilik
usaha.
3. Bahan. Bahan yang dimaksud adalah bahan-bahan yang digunakan dalam
produksi. Dari bagaimana mendapatkan bahan tersebut, status kehalalan
produk tersebut. Menurut penulis, semua informan yang menjadi sampel IKM
sependapat bahwa mereka menggunakan bahan-bahan yang telah bersertifikat
halal dari MUI.
4. Produk. Produk ini maksudnya adalah produk yang dihasilkan oleh IKM
sebagai produk yang didaftarkan untuk mendapatkan sertifikat halal.
Keempat komponen tersebut merupakan dasar SJH untuk IKM yang telah
disepakati oleh LPPOM sebagai sistem yang diterapkan. Akan tetapi menurut

59

penulis, sistem tersebut kurang kuat apabila hanya sekedar prosedural sistem yang
digunakan. Dan dasar dari penggunaan keempat komponen inipun penulis kurang
mendapatkan informasi yang jelas, hanya sebatas bahwa prosedural IKM sebagai
industri rumah tangga tidak sama dengan perusahaan yang sudah berkelas tinggi
atau menengah keatas. Hal itu dikarenakan tidak semua IKM memahami sistem
yang diterapkan. Menurut pengamatan penulis, ada beberapa pemilik IKM yang
mempunyai pengetahuan pendidikan lebih baik. Seharusnya itu menjadi sorotan
bagi LPPOM untuk memberikan pengarahan yang lebih pula tentang sistem
jaminan halal tersebut, agar tidak hanya memandang bahwa semua IKM
berketerbatasan pengetahuan.
Terdapat beberapa pertanyaan yang kemudian diberikan oleh penulis
kepada pengurus LPPOM yaitu, “Apakah terdapat pengawasan setelah
mendapatkan sertifikat halal?”. Beliau menjawab, pengawasan yang dilakukan
sekedar informasi yang disampaikan apabila terdapat penyelewengan ketentuan
yang telah ada.
81
Informasi yang didapatkan juga sebatas ada pengaduan yang
dilakukan oleh masyarakat sekitar IKM yang bersangkutan. Dengan pernyataan
yang diberikan oleh LPPOM tersebut, penulis menyimpulkan bahwa masih terlalu
lemah pengawasan yang dilakukan oleh LPPOM MUI khususnya kepada IKM
yang telah bersertifikat halal.
Kaitannya dengan pengawasan pelaksanaan kegiatan ekonomi islam,
disamping dengan adanya pengawasan yang dilakukan melalui syari’at yang telah
ditetapkan ada pula pengawasan yang lebih ketat dan lebih aktif. Yaitu

81
Wawancara pada tanggal 28 November 2014

60

pengawasan hati nurani yang telah terbina di atas kepercayaan akan keberadaaan
Allah Subhanahu wa taala. Perasaan atau pengawasan hati nurani ini dapat lebih
memberikan dampak untuk mencegah penyelewengan yang dilakukan di
bandingkan dengan pengawasan dari luar.
82
Walaupun dengan demikian,
pengawasan dalam oprasional produksi untuk menjamin suatu kehalalan produk
harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah di tetapkan serta menjalankan
kaidah syai’ah yang ada agar dalam pelaksanaan sistem tersebut berjalan dengan
baik dan benar.
Pelaksanaan sistem jaminan halal produk yang di lakukan oleh pemilik
usaha kecil ini dapat dikatakan hanya sebatas penjaminan halal produk yang
dihasilkan baik dan nyaman untuk di konsumsi. Dapat di katakan pula bahwa
masih terlalu minim pengarahan kepada lembaga-lembaga kecil seperti IKM ini
kaitannya dengan operasioanal kinerja SJH. Kemudian untuk sistem yang
dilakukan oleh LPPOM MUI, mengapa harus di bedakan dengan standar yang
berbeda pula dalam penerapan SJH kepada IKM? Begitu pula dengan pihak IKM,
apa yang menjadi kendala dalam penerapan SJH sehingga masing-masing masih
belum memenuhi keseluruhan fungsi dari ke -13 komponen SJH yang sudah
ditetapkan?. Penulis mendapatkan temuan bahwasanya penilaian LPPOM
terhadap IKM terlalu lemah dalam hal pengetahuan yang dimiliki oleh pemilik
usaha. Sehingga untuk sistem dalam SJH diberlakukan sama bagi IKM yaitu 4
komponen dasar menjadi syarat dalam penilaian sertifikat halal. Serta yang
menjadi kendala pada IKM adalah karena kurangnya sosialisasi yang diberikan

82
Veithzal Rivai, Andi Buchari, IIslamic Economics Ekonomi Syari’ah bukan OPSI,
tetapi Solusi!, Jakarta : Bumi Aksara, Ed. 1, Cet. ke-1, 2009, h. 328

61

LPPOM untuk pemahaman bagi setiap pemilik industri kecil dan menengah,
sehingga lemah sekali pengetahuan yang dimilikinya.

62

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pembahasan mengenai Studi Analisis Terhadap Sistem Jaminan Halal
Produk pada IKM Bersertifikat Halal (Studi Kasus pada IKM di Kota
Semarang), telah diuraikan di atas dalam skripsi ini. Dari uraian tersebut,
penulis dapat menyimpulkan bahwa :
1. Pelaksanaan Sistem Jaminan Halal (SJH) yang dilakukan oleh IKM telah
sesuai dengan prinsip dasar dalam hukum Islam.
2. Sistem Jaminan Halal (SJH) merupakan suatu jaminan halal yang
dilakukan oleh IKM untuk mendapatkan sertifikasi halal dari LPPOM
MUI. Dan dalam pelaksanaannya dari ke-13 komponen SJH hanya
beberapa yang dilakukan oleh IKM. Diantaranya : Kebijakan halal,
Panduan halal, Acuan teknis bahan, Sosialisasi yang dilakukan oleh balai
POM, Komunikasi eksternal antar IKM serta Dokumentasi.
3. Penelitian dilakukan pada Industri Kecil dan Menengah (IKM) yang
bergerak dibidang pengolahan makanan kecil pada IKM di Kota
Semarang yang telah memiliki sertifikat halal. Dalam pelaksanaan
jaminan halal pada produk yang dihasilkan oleh IKM ini dilakukan
dengan dasar kepercayaan dan ibadah kepada Allah Subhanahu wa taala.
Dasar yang mereka gunakan sebatas pengertian bahwa makanan yang
dihasilkan haruslah makanan yang baik dan halal di konsumsi bagi
masyarakat. Dan pelaksanaan SJH oleh IKM sebatas peranan fungsi kerja

63



dari ke-13 komponen yang ada. Hal itu disebabkan karena hanya
beberapa komponen saja yang terlaksana.
4. Hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis kepada beberapa sumber
informan dari pihak IKM di kota Semarang menunjukkan ada beberapa
alasan bahwa sistem jaminan halal yang digunakan dalam produk mereka
adalah sebagai berikut :
a. Produsen menjamin kehalalan setiap bahan yang digunakan dengan
menyesuaikannya pada bahan yang sudah di daftarkan sebelumnya
kepada LPPOM MUI.
b. Sistem SJH yang diterapkan oleh LPPOM bagi IKM berbeda dengan
perusahaan besar. Komponen yang diterapkan hanya 4 komponen
dasar yaitu, kebijakan halal, auditor halal internal, bahan dan produk.
c. Sistem Jaminan Halal yang ada, merupakan acuan bagi sistem
perusahaan besar dikalangan luar IKM. Dengan demikian, sistem
tersebut tidak memenuhi standar pengetahuan yang dimiliki oleh
IKM.
d. Pelaksanaan SJH kurang difahami oleh sebagian besar pihak IKM.
Hal itu dikarenakan kurangnya pengarahan dan sosialisasi oleh
lembaga yang berwenang kepada IKM.
e. Proses produksi yang dilakukan menggunakan cara yang praktis dan
sederhana. Berbagai komponen dalam sistem jaminan halal tersebut
sebatas peranan fungsi yang dilakukan oleh pemilik usaha dalam
menjalankan pekerjaannya.

64



B. Saran
Dengan beberapa uraian diatas, maka selanjutnya penulis memberikan
saran-saran untuk meningkatkan dan mengembangkan pelaksanaan Sistem
Jaminan Halal pada IKM yang telah bersertifikat halal di kota Semarang,
yaitu :
1. Mengingat produk halal adalah faktor utama masyarakat dapat
mengkonsumsi suatu hasil usaha tanpa rasa ragu dan lebih di cari semua
konsumen, maka suatu produk yang dihasilkan selayaknya mendapatkan
sertifikat halal yang sah dan menerapkan kebijakan yang telah di atur di
dalamnya.
2. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, jaminan halal suatu proses
produksi menjadi sangat perlu supaya produk yang dihasilkan benar-
benar menjadi produk yang halalan thoyiban. Sehingga perlu adanya
sosialisasi yang dilakukan oleh LPPOM MUI sebagai lembaga yang
menerapkan sistem tersebut kepada IKM yang memang mereka adalah
industri rumah tangga. Serta perlu pengadaan pengawasan yang
dilakukan oleh LPPOM MUI kepada IKM agar ketertiban aturan yang
sudah diterapkan dapat dijalankan dengan baik. Sebagai contoh adalah
laporan yang harus diserahkan pada waktu yang sudah ditentukan, 6
bulan atau 1 tahun sekali.
3. Perlu juga bagi pemilik usaha atau IKM untuk mempelajari sistem
jaminan halal tersebut agar produknya bisa juga menjadi produk yang
berkualitas tidak kalah dengan hasil olahan perusahaan besar yang ada.

65



C. Penutup
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wa taala, akhirnya penulis
dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini sebagai persyaratan memperoleh
gelar sarjana dalam bidang hukum Islam. Namun, penulis juga hanya manusia
biasa yang tak luput dari salah, maka mungkin masih banyak kekurangan dan
kelemahan dalam penulisan skripsi ini. Semoga skripsi ini bisa menambah
inspirasi, ilmu dan dapat bermanfaat bagi yang membacanya. Amin.
Akhirnya hanya kritik membangun dari pembaca untuk selanjutnya
penulis koreksi untuk diperbaiki dalam melangkah menuju masa depan
keilmuan yang lebih matang. Ucapan terimakasih kepada siapapun yang telah
membantu menyelesaikan skriksi ini terutama kepada bapak pembimbing
yang telah memberikan pengarahan dalam penulisan skripsi ini. Seoga Allah
Subhanahu wa taala senantiasa melimpahkan rahmat, hidayah, taufiq, dan
inayah-Nya kepada kita semua. Amin ya Rabbal ‘Alamin.

DAFTAR PUSTAKA
Al-Asyhar, Thobieb, Bahaya Makanan Haram bagi Kesehatan Jasmani dan
Kesucian Rohani, Jakarta : PT Al-Mawardi Prima,
An-Nasai, Al-Imam Abi Abdurrahman Ahmad bin Syu’aib, As-Sunah Al-Kubra,
Juz.III, Beirut : Darul Kutub Al-Ilmiyyah, 1991
Al-Haritsi, Jaribah bin Ahmad, Fiqh Ekonomi Umar bin Al-Khatab, terj. Asmuni
Sholihan Zamakhsyari, Jakarta : Khalifa, Cet. ke-1, 2006
Adi, M. Kwartono, Analisis Usaha Kecil dan Menengah, Yogyakarta : CV Andi
Offset, 2007
Ali, Al-Jumanatul, Al-Qur’an dan terjemahnya, Bandung: Departemen Agama RI,
2004
Anwar, Saifudin, Metode Penelitian, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, Cet. ke-1, 1998
Bahammam, Fahad Salim, Fiqh Modern Praktis 101 Panduan Hidup Muslim
Sehari-Hari, Jakarta: Kalil Imprint PT. Gramedia Pustaka Utama
Diana, Ilfi Nur, Hadis-hadis Ekonomi, Malang: UIN Malang Press, cet. ke-1,
2008
Hadi, Sutrisno, Metodologi Riset, Yogyakarta: UGM Press, 1986
Hasil Wawancara dengan Bapak drs. Mochammad Iman, MBA., selaku Pengurus
bagian Auditor LPPOM MUI Provinsi Jawa Tengah pada tanggal 28
November 2014 dan 7 Mei 2015
Hasil Wawancara dengan para produsen makanan (Industri kecil dan Menengah /
IKM) di Kota Semarang tanggal 9, 10 Februari 2015 dan 13, 15 Maret
2015

Ibn Majah, Al-Hafidz Abi Abdillah Muhammad bin Yazid Al-Qazwini, Sunnah
Ibnu Majah, Juz.II, Beirut : Darul Fikr, tt
Kansil, C.S.T, Hak Milik Intelektual Hak Milik Perindustrian dan Hak Cipta,
Jakarta : Sinar Grafika, cet. ke-1, 1997
Khallaf, Abdul Wahhab, Ilmu Ushul Fiqh, Semarang: Dina Utama Semarang, Cet.
ke-1,1994
Lembaga Pengkajian Pangan Obat-obatan dan Kosmetika Majlis Ulama
Indonesia, Panduan Umum Sistem Jaminan Halal LPPOM MUI, 2008.
//http: pyst.1363038081.pdf// diakses tanggal 30 September 2014
Moloeng, Lexy J., metode penelitian Kualitatif, Bandung: CV. Remaja
Rosdakarya, 2000
Nadzir, Moh., Metode Penelitian, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988
Nawawi, Hadari dan Mimi Martini, Penelitian Terapan, Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 1996
Qardhawi, Yusuf, Al-Halal wal Haram fil Islam terj. Wahid Ahmadi, dkk, Solo:
Era Intermedia, Cet. ke-1, 2000
_______________, Halal & Haram, Penj.: Drs. Abu Sa’id al Falahi, Aunur Rafiq Shaleh
Tamhid Lc., Peny.: Aunur rafiq Shaleh Tamhid lc., Jakarta: Robbani Press, Cet.
ke-1, 2000
_______________, Norma dan Etika Ekonomi Islam, terj. Zainal Arifin, Dahlia Husin,
Jakarta : Gema Insani Press, Cet. ke-1, 1997
Rahman, Afzalur, Doktrin Ekonomi Islam Jilid II, terj. Soerono, Nastangin,
Yogyakarta : PT Dana Bakti Wakaf, 1995

Rasjid, Sulaiman, Fiqih Islam (Hukum Fiqih Islam), Bandung : Sinar Baru
Algensindo, cet. ke-27, 1994
Rivai, Veithzal, Andi Buchari, Islamic Economics Ekonomi Syari’ah bukan OPSI,
tetapi Solusi!, Jakarta : Bumi Aksara, ed. 1, cet. ke-1, 2009
Sabiq, Sayyid, Fiqih Sunnah, terj. Mujahidin Muhayan, Jakarta : PT Pena Pundi
Aksara, jil. 4, Cet. ke-1,
Shaleh, Qomaruddin, et. Al., Ayatul Ahkam Ayat-ayat Larangan dan Perintah
dalam Al-Qur’an Pedoman Menuju Akhlak Muslim, Bandung : CV
Penerbit Diponegoro, 2004
Subagyo, P. Joko, Metode Penelitian Dalam Teori dan Praktek, Jakarta: Rineka
Cipta, 1991
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D), Bandung: Alfabeta, cet. ke-10, 2010
Undang-Undang Republik Indonesia No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
Yaqub, Ali Mustofa, Kriteria Halal~Haram Untuk pangan, Obat, dan Kosmetika
Menurut Al-Qur’an dan Hadis, Jakarta: PT. Pustaka Firdaus, Cet. ke-1,
2009

DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Ratih Kusuma Dewi
NIM : 102311063
Fakultas : Syari’ah
Jurusan : Muamalah (Hukum Ekonomi Islam)
Tempat/Tanggal Lahir : Sragen, 12 Mei 1992
Alamat : Kuwung Sari 05/19, Sragen Kulon, Sragen
Pendidikan : 1. TK Kartika 455 Sragen lulus tahun 1998
2. SD N 6 Sragen lulus tahun 2004
3. MTs Muhammadiyah Blimbing, PonPes Imam
Syuhodo Sukoharjo lulus tahun 2007
4. MAPK MAN 1 Surakarta lulus tahun 2010
5. Mahasiswa UIN Walisongo Semarang Fakultas
Syari’ah angkatan 2010
Demikian riwayat hidup penulis yang dibuat dengan sebenar-benarnya.
Penulis,

Ratih Kusuma Dewi
NIM. 102311063

LAMPIRAN-LAMPIRAN













Contoh Sertifikat Halal yang dikeluarkan oleh MUI






Contoh produk IKM
bersertifikat halal

Prosedur sertifikat halal

Daftar pertanyaan yang diajukan kepada pihak LPPOM MUI
1. Bagaimana sertifikat halal ,enurut LPPOM MUI?
2. Berapa IKM yang bersertifikat halal di Kota Semarang?
3. Bagaimana sertifikasi halal untuk IKM?
4. Bagaimana sistem jaminan halal yang dilakukan oleh IKM? Apakah sesuai
dengan prosedur yang ditetapkan atau tidak?
5. Bagaimana pandangan LPPOM MUI mengenai pelaksanaan SJH oleh
IKM?
6. Apa yang menjadi kendala IKM dalam pelaksanaan SJH menurut
LPPOM?

Daftar pertanyaan yang diajukan kepada pihak IKM
1. Sejak kapan anda memulai usaha?
2. Berapa banyak pekerja yang berada di usaha anda?
3. Bagaimana cara anda mendapatkan sertifikat halal?
4. Apakah anda mengetahui sistem jaminan halal yang di terapkan oleh
LPPOM MUI?
5. Bagaimana anda menjamin kehalalan pada produk usaha ini?