1

Jurnal Ilmiah Mahasiswa Bimbingan dan Konseling
STKIP PGRI Bandar Lampung
http://eskrispi.stkippgribl.ac.id/


LAYANAN KONSELING INDIVIDU UNTUK MENINGKATKAN
KESEHATAN MENTAL SISWI BROKEN HOME MELALUI
TEKNIK BEHAVIORAL DI SMAN 1 NATAR

1
Ringga Bina Pratama,
2
Wawat Suryati,
3
Sri Murni
123
STKIP PGRI Bandar Lampung
1
[email protected],
2
[email protected],
3
[email protected]

Abstrak: Keharmonisan hubungan orang tua akan berpengaruh baik untuk
perkembangan seorang anak, dan juga sebaliknya. Hubungan yang selalu terisi dengan
pertengkaran akan meninggalkan kesan tidak baik pada anak, jika keadaan seperti ini
berkelanjutan maka dapat dikatakan bahwa keluarga tersebut adalah broken home. Inilah
yang terjadi pada siswi MP, yang menjadi korban broken home atas pertengkaran orang
tuanya. Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui seberapa sehat
mental siswi yang mengalami broken home dengan menggunakan layanan konseling
individu. Penelitian ini menggunakan metode pendekatan kualitatif. Dan teknik
pengumpulan data yang dilakukan yaitu wawancara, dokumentasi, dan observasi.
Pendekatan penelitian yang digunakan dengan metode pendekatan kualitatif. Berdasarkan
hasil penelitian ini, maka dapat dikemukakan bahwa akibat dari broken home sangatlah
berpengaruh kepada kesehatan mental seorang anak. Kesehatan mental ini juga akan
berpengaruh kepada minat belajar anak, sikapnya di lingkungan tempat tinggal dan di
sekolah, serta perkembangan dirinya untuk masa depan. Serta, hasil akhir dari
pemberian layanan konseling individu dengan teknik behavioral menunjukkan bahwa
dapat memberikan pengaruh terhadap siswi broken home. Hal ini terlihat dari adanya
perbedaan hasil yang signifikan sebelum dan setelah pemberian layanan tersebut.
Gambaran sifat dan prilaku siswi broken home sebelum diberikan perlakuan (treatmen)
berupa layanan konseling behavior ke arah yang lebih baik.

Kata kunci: konseling individu, kesehatan mental siswi broken home, teknik behavioral

Abstract: The harmony of parental relationships will have a good effect on the
development of a child, and vice versa. Those who are always busy with their families
will maintain good relations with their children. This kind of situation is sustainable, so
it can be said that it is a broken home. what happened to the student MP, who became a
victim of a broken home over These are her parents. The purpose of this research is to
find out how mentally healthy students who experience a broken home are by using
individual counseling services. This study uses a qualitative approach. And the data
collection techniques used are interviews, documentation, and observation. The research
approach used is a qualitative approach method. Based on the results of this study, it can
be stated that the consequences of a broken home have no effect on a child's mental
health. This mental health will also affect the child's interest in learning, his attitude in
the neighborhood and at school, as well as his development for the future. Also, the final
result of providing individual counseling services with behavioral techniques shows that

1 Ira Indriyani Agustin,
2
Andri Wicaksono,
3
Rohana

2

it can have an effect on broken home students. This can be seen from the significant
difference in results before and after the provision of these services. Description of the
nature and behavior of broken home students before being given treatment in the form of
behavioral counseling services in a better direction.
Keywords: individual counseling, mental health of broken home students, behavioral
techniques

PENDAHULUAN
Kesehatan mental adalah
komponen yang penting dalam setiap
jenjang kehidupan manusia, mulai dari
masa kanak-kanak, remaja, hingga
dewasa. Bahkan, seringkali disebutkan,
kondisi mental pada masa kanak-kanak
dapat mempengaruhi perkembangan
kejiwaan seseorang hingga dewasa
nantinya. Oleh karena itu, penting bagi
seseorang untuk memiliki mental yang
sehat sedari kecil. Dengan memiliki
mental yang sehat, seseorang dapat
merasakan berbagai manfaat dalam
menjalankan kehidupannya.
Perceraian mempunyai pengaruh
yang sangat besar terhadap perkembangan
jiwa dan pendidikan anak, terutama anak
usia dini atau remaja. Kondisi keluarga
tersebut kurang memberikan dukungan
yang positif terhadap perkembangan
kejiwaan dan belajar remaja terutama
pada anak yang masih bersekolah.
Keluarga tidak utuh memiliki pengaruh
besar terhadap munculnya kenakalan anak
yang ditunjukkan dari perilakunya selama
ia di sekolah. Anak kurang mendapatkan
perhatian, kasih sayang dan tuntutan
pendidikan dari orantua itu sendiri.
Kebutuhan fisik maupun psikis anak
menjadi tidak terpenuhi sehingga anak
tersebut mencari kompensasi dengan cara
melakukan perilakuperilaku kenakalan
disekolah yang hanya untuk memenuhi
keinginan dan harapannya akan peran dan
perhatian orangtua yang tidak mereka
dapatkan dari keluarganya. Seringkali
kenakalan yang terjadi menyebabkan
kemunduran psikologis terhadap anak
tersebut. Bentuk-bentuk psikologis siswa
yang mengalami keadaan broken home
biasanya ditunjukan dengan anak bersikap
pendiam, rendah diri, nakal yang
berlebihan, potensi belajar yang menurun,
membohong, membolos, kabur,
keluyuran, berkata kasar, tidak sopan dan
melakukan hal-hal yang tidak
bertanggung jawab.
Di Indonesia kasus perceraian
telah mengalami peningkatan dari tahun
ke tahun. Berdasarkan berita yang dilansir
dari Baiquni (Dream.news.co.id, 2016)
menyatakan jumlah kasus perceraian yang
diputus Pengadilan Tinggi Agama seluruh
Indonesia pada tahun 2014 yang
mencapai 382.231 kasus, naik sekitar
131.023 dibanding tahun 2010 sebanyak
251.208 kasus.
Melihat persoalan yang terjadi
seperti yang diatas sebagai guru terkhusus
konselor atau guru pembimbing di
sekolah disini harus memiliki tugas dalam
membantu siswanya yang membutuhkan
bantuan dan tanggung jawab untuk
memberikan layanan konseling itu sendiri
dalam hal untuk menyelesaikan persoalan
yang sedang dihadapi siswanya. Sehingga
sebagai guru pembimbing (BK) tidak
hanya memberikan materi-materi atau
hanya teori tetapi, memberikan langsung
praktik guna membantu permasalahan
siswa dan menjalankan tugasnya sebagai
konselor. Layanan konseling individual
merupakan bantuan kepada individu
dalam menghadapi persoalan-persoalan
yang dihadapi siswa.
Dari wawancara dengan siswi
yang berinisal M.P pada hari kamis
tanggal 24 Februari 2022 terungkap
bahwa siswi tersebut mengalami kesulitan
belajar dikarenakan kurang harmonis nya
hubungan antara ayah dan ibu siswi
tersebut. Selanjutnya berdasarkan
wawancara dengan guru bimbingan dan

Layanan Konseling Individu Untuk Meningkatkan Kesehatan Mental
Siswi Broken Home Melalui Teknik Behavioral Di SMAN 1 Natar

3

konseling pada hari kamis pada tanggal
24 Februari 2022 menyatakan bahwa
siswi ini mengalami gangguan pada
mental seperti merasa sendiri, stres,
tertekan sehingga siswi tersebut sangat
sulit untuk mengikuti pelajaran seperti
biasanya. Diketahui juga bahwa beliau
merupakan korban broken home. Hal ini
terjadi sejak ayah kandungnya meninggal
dunia. Sejak saat itu, ibunya harus bekerja
untuk menghidupi dirinya dan adiknya.
Sehingga, siswi M.P dan adiknya
kekurangan kasih sayang dari ibunya.
Bahkan, siswi M.P harus mengurus
adiknya saat ibunya sedang bekerja. Sejak
2 tahun kepergian ayahnya, ibunya
menikah kembali. Namun, pernikahan itu
tidak seharmonis yang diharapkan. Tak
jarang, siswi M.P menyaksikan
pertengkaran antara ibunya dan ayah
sambungnya, bahkan dirinya menjadi
sasaran dari kemarahan sang ibu.
Berdasarkan uraian di atas
menjelaskan bahwa dengan adanya
konseling individual dapat membantu
dalam meningkatkan kesehatan mental
pada siswa yang mengalami broken home.
Dengan demikian, dari latar belakang
masalah di atas, peneliti tertarik untuk
meneliti keadaan kesehatan mental pada
siswa korban broken home maka penulis
tertarik mengangkat judul “Layanan
Konseling Individu Untuk Meningkatkan
Kesehatan Mental Siswi Broken Home
Melalui Teknik Behavioral Di SMAN 1
Natar”
Menurut Prayitno dan Erman
Amti (2004: 105) Konseling perorangan
adalah “proses pemberian bantuan yang
dilakukan melalui wawancara konseling
oleh seorang ahli (disebut konselor)
kepada individu yang sedang mengalami
sesuatu masalah (disebut klien) yang
bermuara pada teratasinya masalah yang
dihadapi klien.
Menurut Willis (2010: 58),
konseling individu adalah pertemuan
konselor dengan klien secara individual,
di mana terjadi hubungan konseling yang
bernuansa rapport, dan konselor berupaya
memberikan bantuan untuk
pengembangan pribadi klien serta klien
dapat mengantisipasi masalah-masalah
yang dihadapinya.
Menurut Wren (2002: 72),
konseling individu adalah relasi antar
pribadi yang dinamis oleh dua orang yang
berusaha memecahkan masalah dengan
mempertimbangkan secara bersama-sama
sehingga pada akhirnya orang yang
mempunyai kesulitan dibantu oleh yang
lain untuk memecahkan masalahnya atas
penentuannya sendiri.
Menurut Yusuf (2016), konseling
individu adalah hubungan yang dilakukan
secara tatap muka antara konselor dan
konseli, yang mana konselor sebagai
seseorang yang memiliki kompetensi
khusus memberikan suatu situasi belajar
kepada klien yang sebagai orang normal
untuk dibantu dalam mengetahui dirinya
sendiri, situasi yang dihadapi dan masa
depan, sehingga klien dapat menggunakan
potensinya untuk mencapai kebahagiaan
pribadi maupun sosial dan lebih lanjut
klien akan belajar mengenai bagaimana
memecahkan masalah dan memenuhi
kebutuhan di masa depan.
Dari beberapa uraian di atas,
maka dapat penulis simpulkan bahwa
konseling individu merupakan suatu
layanan konseling yang diselenggarakan
oleh konselor terhadap konseli untuk
mengentaskan suatu masalah yang
dihadapi konseli, dengan cara pemberian
bantuan yang mana konseli bertemu
dengan konselor secara langsung (face to
face) dan di dalamnya terjadi interaksi.
Hubungan konseling bersifat pribadi yang
menjadikan konseli nyaman dan terbuka
untuk mengungkapkan permasalahan
yang terjadi.
Menurut Chaplin (2004: 71)
mengungkapkan bahwa broken home
adalah “keluarga atau rumah tangga tanpa
hadirnya salah seorang dari kedua orang
tua (ayah dan ibu) disebabkan oleh
meninggal, perceraian, meninggalkan
keluarga dan lain-lain.

1Ayu Lestari,
2
Surastina,
3
Rohana

4

Menurut William J. Goode
(2007: 184-185) mendefinisikan broken
home sebagai pecahnya suatu unit
keluarga, terputusnya atau retaknya
struktur peran sosial jika satu atau
beberapa anggota keluarga gagal
menjalankan kewajiban peran mereka.
Menurut Sofyan S. Willis (2011:
66) keluarga pecah (broken home) dapat
dilihat dari dua aspek, yaitu. Keluarga
pecah karena strukturnya tidak utuh sebab
salah satu dari kepala keluarga meninggal
dunia atau telah bercerai.
Maka dapat penulis simpulkan
bahwa hakikat broken home yaitu kondisi
hilangnya perhatian keluarga atau
kurangnya kasih sayang dari orangtua
yang disebabkan oleh beberapa hal, bisa
karena perceraian sehingga anak hanya
tinggal bersama satu orangtua kandung.
Broken home dapat dilihat dari dua aspek,
yaitu keluarga yang terpecah karena
strukturnya tidak utuh sebab salah satu
dari anggota keluarga meninggal atau
telah bercerai, Orangtua yang tidak
bercerai, tetapi struktur keluarga itu tidak
utuh lagi karena ayah atau ibu sering tidak
dirumah dan atau tidak memperlihatkan
hubungan kasih sayang lagi.
Pendekatan behavioral didasari
oleh pandangan ilmiah tentang tingkah
laku manusia yaitu pendekatan yang
sistematik dan terstruktur dalam
konseling. Pandangan ini melihat individu
sebagai produk dari kondisioning sosial,
sedikit sekali melihat potensi manusia
sebagai produsen lingkungan (Corey,
1986, p. 175).
Konseling behavioral dikenal juga
dengan modifikasi perilaku yang dapat
diartikan sebagai tindakan yang bertujuan
untuk mengubar perilaku. Modifikasi
perilaku dapat pula diartikan sebagai
usaha menerapkan prinsip-prinsip belajar
maupun prinsip-prinsip psikologi hasil
eksperimen lain pada perilaku manusia
(Bootzin, 1975 dalam Sukadji 1983, p. 1).
Menurut Wolpe, modifikasi
perilaku adalah prinsip-prinsip belajar
yang telah teruji secara eksperimental
untuk mengubah perilaku yang tidak
adaptif. Kebiasaan-kebiasaan yang tidak
adaptif dilemahkan dan dihilangkan,
perilaku adaptif ditimbulkan dan
dikukuhkan (Sukadji 1983, p. 3).
Ciri unik terapi tingkah laku
adalah lebih berkonsentrasi pada proses
tingkah laku yang teramati/tampak dan
spesifik, focus pada tingkah lajku kini dan
sekarang.pendekatan ini berasumsi bahwa
semua tingkah laku baik yang adaptif
maupun maladaptive dapat di
pelajari.selain itu,belajar merupakan cara
efektif untuk mengubah tingkah laku
maladaptif (Corey,1986, p. 177).
Modifikasi prilakui memiliki
kelebihan dalam menangani masalah
masalah yang di alami oleh individu,
yaitu :
1) Langkah langkah dalam modifikasi
prilaku dapat direncanakan terlebih
dahulu.rencana ini dapat dibicarakan
bersama konseli.
2) Perincian pelaksanaan dapat diubah
selama treatment disesuaikan dengan
kebutuhan konseli.
3) Bila berdasarkan evaluasi sebuah
teknik gagal memberikan perubahan
pada konseli, teknik tersebut dapat
diganti dengan teknik lain.
4) Teknik teknik konseling dapat di
jelaskan dan diatur secara rasional
serta dapat di prediksi dan di evaluasi
secara objektif.
5) Waktu yang di butuhkan lebih singkat
(sukadji,1983, p. 10 – 11)
Berdasarkan uraian di atas, maka
dapat penulis simpulkan bahwa behavior
merupakan suatu teknik terapi dalam
konseling yang berlandaskan teori belajar
yang berfokus pada tingkah laku individu
untuk membantu konseli mempelajari
tingkah laku baru dalam memecahkan
masalahnya melalui teknik-teknik yang
berorientasi pada tindakan. Behavior
berpandangan, pada hakikatnya
kepribadian manusia adalah perilaku.
Dimana perilaku tersebut merupakan hasil
dari bentukan pengalaman interaksi
individu dengan lingkungan sekitarnya.

Layanan Konseling Individu Untuk Meningkatkan Kesehatan Mental
Siswi Broken Home Melalui Teknik Behavioral Di SMAN 1 Natar

5

METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif. Pendekatan
kualitatif adalah suatu pendekatan yang
juga disebut pendekatan investigasi
karena biasanya peneliti mengumpulkan
data dengan cara bertatap muka langsung
dan berinteaksi dengan orang-orang di
tempat penelitian.
Penelitian ini menggunakan studi
kasus. fokusnya terletak pada penentuan
dinamika mengenai pertanyaan lebih
lanjut mengapa seseorang berpikir,
melakukan sesuatu, atau bahkan
mengembangkan diri.
Sumber Data Penelitian ini adalah
betapa pentingnya kesehatan mental siswi
yang mengalami broken home untuk
kemajuan dalam proses belajar di SMAN
1 Natar sehingga terjadinya penelitian ini
yang akan diambil dari dokumen, hasil
wawancara, catatan lapangan dan hasil
dari observasi.

Teknik Analisis Data
Peneliti membuat daftar
Pertanyaan yang menonjol sesuai dengan
tujuan penelitian yang terdapat dalam
data-data hasil pengumpukan data
(Interview, Observasi, Wawancara dan
hal lainnya yang mendukung).
Berdasarkan hasil peneliti yang
telah dikumpulkan tersebut, maka peneliti
membuat kesimpulan dari hasil penelitian
Hasil penelitian dan pembahasan.
Layanan konseling individu
dilaksanakan dengan tujuan untuk
mengentaskan masalah pribadi siswa, hal
ini seperti yang disampaikan oleh Ibu
Asmawati, selaku Guru BK SMA Negeri
1 Natar, beliau mengatakan bahwa tujuan
dilaksanakannya konseling individu
adalah untuk membantu para siswa dalam
menyelesaikan masalahnya yang tidak
bisa diselesaikan secara mandiri, baik
permasalahan pribadi, permasalahan
keluarga, maupun pendidikannya. Selain
itu, tujuan dari konseling individu juga
untuk membantu terjadinya perubahan
prilaku siswa untuk lebih baik dari
sebelumnya.
Treatment konseling individu
menggunakan 5 kali pertemuan, di mana
setiap pertemuan dilakukan beberapa
kegiatan. Pada pertemuan pertama
dilakukan kegiatan pengenalan anata
peneliti dengan klien yang dilanjutkan
dengan menyepakati kontrak bimbingan
dan konseling.
Pada pertemuan kedua, dilakukan
konseling secara mendasar dengan
mendengarkan cerita dari klien meskipun
masih bercerita dengan malu-malu.
Pertemuan ketiga, pada pertemuan ini
klien sudah mulai terbiasa dan tidak
canggung untuk mengungkapkan masalah
dan pengalamannya, serta klien bersedia
belajar agar lebih baik. Pada pertemuan
keempat, klien sudah bersedia untuk
merubah sikap dan kebiasaannya selama
ini sehingga nantinya klien dapat lebih
baik lagi. Dan pada pertemuan kelima,
klien menjawab semua pertanyaan
tertulis, dan hasilnya menunjukkan bahwa
adanya perbandingan antara kondisi awal
klien dengan kondisi setelah mendapatkan
treatment layanan konseling individu
yaitu ke arah yang lebih baik.

Tabel 1
Kesehatan Mental Siswi Broken Home di
SMA N 1 Natar Sebelum Diberikan Layanan
Konseling Individu


Pada tabel di atas memberikan
gambaran mengenai kesehatan mental
yang kurang baik yang dialami oleh Siswi
broken home sebelum diberikan layanan
konseling individu.
Pembahasan
Siswi MP merupakan korban
broken home atas pertengkaran orang
tuanya. Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa akibat dari broken home

1Ayu Lestari,
2
Surastina,
3
Rohana

6

ini, siswi MP sering sekali menangis yang
disertai dengan melukai dirinya sendiri,
munculnya perasaan cemas yang
berlebihan, serta adanya pemikiran untuk
mengakhiri hidupnya.
Dari hasil penelitian terlihat
bahwa akibat dari ketidakharmonisan
hubungan orang tua menjadi alasan
seorang anak manjadi korban broken
home. Broken home bukan hanya karena
kedua orang tua bercerai, namun juga
dikarenakan seringnya terjadi
pertengkaran orang tua yang
berkelanjutan. Hal ini menunjukan bahwa
akibat dari broken home sangatlah
berpengaruh kepada kesehatan mental
seorang anak. Kesehatan mental ini juga
akan berpengaruh kepada minat belajar
anak, sikapnya di lingkungan tempat
tinggal dan di sekolah, serta
perkembangan dirinya untuk masa depan.
Sehingga, diharapkan untuk
korban broken home agar lebih
diperhatikan, hal ini bertujuan agar
korban broken home tidak merasa sendiri
dan terhindar dari kesehatan mental dan
prilaku yang kurang baik.

Proses Layanan Konseling Individu
Untuk meningkatkan Kesehatan Mental
Siswi Broken Home Menggunakan Teknik
Behavioral
Berdasarkan hasil penelitian,
menunjukkan bahwa sikap dan prilaku
siswi broken home sebelum dan setelah
diberikan treatment menunjukan ke arah
yang lebih baik. Hal ini menjadikan
penerapan koseling individu dengan
teknik behavioral lebih unggul di
bandingkan dengan teknik konseling
lainnya.
Proses konseling individu dengan
teknik behavioral berbeda dengan
pendekatan terapi konseling lainnya.
Dalam melaksanakan konseling dengan
teknik behavioral yang perlu dilakukan
adalah tahapan-tahapan sebagai berikut :
a. Pada sesi pertama, konselor berusaha
membina hubungan yang baik dengan
klien. Lalu konselor memberikan
pemahaman kepada klien mengenai
pengertian konseling individu, tujuan
konseling individu, dan bagaimana
konseling dilaksanakan. Pada sesi
pertama ini juga konselor dan klien
menyepakati mengenai jadwal
layanan konseling individu. Serta,
pada sesi pertama ini, konselor
mengenalkan pada klien kecemasan-
kecemasan yang tidak perlu untuk
dipertahankan, serta klien diminta
untuk fokus kepada bagaimana
belajar memerankan tingkah baru
yang assertive (menegaskan diri).
b. Pada sesi kedua, seperti yang
diketahui bahwa klien merupakan
pribadi yang pendiam, maka konselor
menanyakan penyebab dari prilaku
klien tersebut. Klien pun mulai
menceritakan penyebabnya, yaitu
dikarenakan klien merasa insecure/
ketidakpercayaan diri saat bergaul
dengan kawan sebayanya karena
klien merupakan korban broken
home. Pada pertemuan kedua ini
konselor mulai memperkenalkan
sejumlah latihan relaksasi dan
kemudian konselor melatih klien
untuk relaksasi. Lalu klien
menerangkan situasi-situasi personal
yang menurutnya masalah secara
nyaman kepada konselor.
c. Pada sesi ketiga, konselor telah
melihat berubahan dari sikap klien
setelah diberikan layanan individu
pada sesi sebelumnya. Lalu konselor
menanyakan prihal kebiasaan klien
yang suka menangis dan melukai
dirinya sendiri. Koselor pun meminta
klien untuk mengungkapkan faktor
penyebab dari kebiasaan klien
tersebut. Dalam sesi ini klien sudah
mulai nyaman dalam bercerita
sehingga klien langsung mengungkap
penyebabnya, yaitu karena klien
sering menyaksikan ibu kandung dan
ayah sambungnya bertengkar. Oleh
karena itu, klien menyalurkan rasa
sedihnya dengan menyakiti dirinya
sendiri. Klien diminta kembali untuk

Layanan Konseling Individu Untuk Meningkatkan Kesehatan Mental
Siswi Broken Home Melalui Teknik Behavioral Di SMAN 1 Natar

7

menerangkan situasi-situasi lainnya
yang merupakan masalah juga untuk
klien, dan kembali menegaskan agar
klien tetap ingin bertemu pada sesi
konseling berikutnya.
d. Pada sesi keempat, klien diminta
untuk menggali kembali tentang
kebiasaan-kebiasaan yang tidak baik
dan meminta klien untuk memikirkan
dampak dari kebiasaannya tersebut.
Klien mengatakan bahwa dirinya
sudah tidak mau mengingat dan
sudah menyadari bahwa
kebiasaannya tersebut jika dibiarkan
akan merugikan dirinya sendiri. Pada
sesi ini terlihat bahwa klien memang
bersungguh-sungguh untuk belajar
membiasakan diri untuk
menghilangkan kebiasaan-kebiasaan
klien yang tidak baik. Pada sesi ini
juga, konselor memberikan motivasi
untuk tidak mudah menyerah dan
berputus asa.
e. Pada sesi terakhir, peneliti meminta
klien untuk mengingat dan
menyampaikan dari apa yang telah
klien terima selama mengikuti
layanan konseling individu ini,
tujuannya untuk mengetahui tingkat
pemahaman klien dari awal
mengikuti layanan konseling individu
sampai ke tahap sesi terakhir layanan.
Sedangkan gambaran sikap dan
prilaku siswi broken home setelah
diberikan layanan konselin individu
terjadi perubahan sikap dan prilaku klien
ketika bersosialisasi dengan teman-
temannya. Hal ini menunjukan bahwa
setelah diberikan layanan konseling
individu sebanyak 5 kali pertemuan
terjadi peningkatan. Hal ini pun terlihat
selama proses konseling bahwa klien
tersebut mulai mengubah kebiasaannya
yang tadinya insecure dan suka melukai
dirinya sendiri, saat ini sudah berusaha
untuk memperbaikinya.
Pada penelitian ini menunjukan
bahwa secara nyata terdapat perbedaan
sifat siswi broken home sebelum dan
sesudah diberikan layanan konseling
individu. Dengan demikian, maka dapat
di simpulkan bahwa pemberian layanan
konseling individu dengan teknik
behavioral memberikan pengaruh
terhadap sifat dan prilaku siswi broken
home.
Berdasarkan uraian di atas,
menunjukan bahwa layanan koseling
individu dengan teknik behavioral
terbukti dapat mengubah sikap dan
prilaku siswi korban broken home. Siswi
broken home sudah tidak merasa
ketidakpercayaan diri lagi bahkan sudah
dapat bergabung dengan teman
sebayanya, tingkat kecemasan pun sudah
mulai berkurang, dan sudah tidak
menyakiti dirinya sendiri. Tindak lanjut
yang perlu dilakukan adalah pembimbing
hendaknya selalu mendampingi siswi
tersebut dan menekankan bahwa
kebiasaannya itu tidak baik untuk diirnya
dan harus dihilangkan. Jika tidak cepat
untuk diatasi maka akan sulit dalam
memahami pelajaran dan prestasi
belajarnya anak menurun.

Tabel 2
Kesehatan Mental Siswi Broken Home di
SMA N 1 Natar Setelah Diberikan Layanan
Konseling Individu

Pada tabel di atas memberikan
gambaran mengenai kesehatan mental
yang kurang baik yang dialami oleh Siswi
broken home setelah diberikan layanan
konseling individu.

SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian di
lapangan dan analisis data tentang
layanan konseling individu untuk
meningkatkan kesehatan mental siswi
broken home melalui teknik behavioral di
SMA N 1 Natar, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Kesehatan mental seorang anak dapat
diakibatkan oleh ketidakharmonisan

1Ayu Lestari,
2
Surastina,
3
Rohana

8

hubungan orang tua. keharmonisan
hubungan orang tua ini menjadi alasan
seorang anak manjadi korban broken
home. Broken home bukan hanya
karena kedua orang tua bercerai,
namun juga dikarenakan seringnya
terjadi pertengkaran orang tua yang
berkelanjutan. Dari hasil penelitian ini
menunjukan bahwa akibat dari broken
home sangatlah berpengaruh kepada
kesehatan mental seorang anak.
Kesehatan mental ini juga akan
berpengaruh kepada minat belajar
anak, sikapnya di lingkungan tempat
tinggal dan di sekolah, serta
perkembangan dirinya untuk masa
depan.
2. Hasil akhir dari pemberian layanan
konseling individu dengan teknik
behavioral menunjukkan bahwa dapat
memberikan pengaruh terhadap siswi
broken home. Hal ini terlihat dari
adanya perbedaan hasil yang
signifikan sebelum dan setelah
pemberian layanan tersebut.
Gambaran sifat dan prilaku siswi
broken home sebelum diberikan
perlakuan (treatmen) berupa layanan
konseling behavior ke arah yang lebih
baik.

DAFTAR PUSTAKA
Dimanti, A. (2009). ABC Kesehatan
Mental. Jakarta: Kedokteran EGC.
Diswantika, N. (2020). Evaluasi &
Supervisi Bimbingan Konseling.
Yogyakarta: Pustaka Ilmu.
Diswantika, N. (2021). Bimbingan
Konseling Pengenalan Dunia
Kerja. Cirebon: CV. Confident.
Murni, S. (2020). Bimbingan Komseling
Pribadi Sosial. Yogyakarta:
Pustaka Ilmu
Nasution, Widya A. (2020). Pelaksanaan
Konseling Individual Dalam
Menangani Dampak Psikologis
Siswa Yang Mengalami Broken
Home Di Madrasah Aliyah Negeri
1 Medan. Skripsi. Medan:
Universitas Islam Negeri
Sumatera Utara Medan.
Reza. I.F. (2015). Efektivitas Pelaksanaan
Ibadah Dalam Upaya Mencapai
Kesehatan Mental. 1 (1), 105-115.
Surwono, Sarlito W. (2013). Psikologi
Remaja. Jakarta: Rajawali.
Sutirna. (2013). Bimbingan dan Konseling
Pendidikan Formal, Nonformal
dan Informal. Yogyakarta: CV.
Andi Offset.
Tanod, Mareyke J. (2020). Bimbingan &
Konseling di Sekolah Dasar.
Padang: Rumahkayu Pustaka.
Victoria, C.G. dkk. (2018). Kesehatan
Mental Siswa yang Orangtuanya
Bercerai Di SMP Negeri 25
Pekanbaru. 5 (1), 1-14.