276




Volume 4 Issue 2, August 2022: pp. 276-287.
Copyright © 2022 Halu Oleo Legal Research. Faculty of Law, Halu Oleo University,
Kendari, Southeast Sulawesi, Indonesia.
Open Access at: https://journal.uho.ac.id/index.php/holresch/

Halu Oleo Legal Research is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International License, which permits unrestricted
use, distribution, and reproduction in any medium, provided the original work is properly cited.


Pertanggungjawaban Pidana Gangguan Bipolar Ditinjau dari
Perspektif Psikologi Kriminal

Criminal Liability Bipolar Disorder
Review from Criminal Psychological Perspective


Herman
Pascasarjana Universitas Halu Oleo
E-mail: [email protected]

Oheo Kaimuddin Haris
Pascasarjana Universitas Halu Oleo
Email: [email protected]

Handrawan
Pascasarjana Universitas Halu Oleo
E-mail: [email protected]

Sabrina Hidayat
Pascasarjana Universitas Halu Oleo
E-mail: [email protected]

Sahrina Safiuddin
Pascasarjana Universitas Halu Oleo
E-mail: [email protected]

Cucu Sutarwan
Kepolisian Daerah Sulawesi Tenggara
E-mail: [email protected]


Abstract: This study aims to analyze the factors that cause people with bipolar disorder to
commit crimes in terms of criminal psychology and to analyze the criminal liability of
people with bipolar disorder who commit crimes. This study uses several approaches,
namely the statutory approach, conceptual approach and case approach with primary and
secondary legal materials with prescriptive analysis techniques. The results of the study
conclude that 1) The factors that cause people with bipolar disorder to commit crimes in
terms of criminal psychology are when someone gets a lot of pressure which causes loss of
consciousness of the sufferer which can lead to actions that lead to criminal acts. Bipolar
disorder consists of 3 types, first, Bipolar Disorder Episode I is a temporary mental disorder,
Second Bipolar Disorder Episode II is a disorder in which the patient is always anxious and

277



worried, causing depression, Third Bipolar Mixed Disorder (Bipolar Mixed) is someone
with episodes of mania. Acute or depressive episodes may have psychotic symptoms such
as hallucinations. Psychotic symptoms tend to reflect extreme feelings and actions outside
their awareness and 2) Criminal Liability for Bipolar Disorder shows that bipolar disorder
can be held criminally responsible for people with bipolar disorder episode I and episode 2
because in these circumstances the sufferer only experiences an episodic mental disorder
that characterized by symptoms of irritability and easily distracted, unable to concentrate
and the onset of depressive effects. Meanwhile, the mixed type of bipolar disorder can be
used as an excuse for forgiveness because this type has been included in a mental disorder
according to the provisions of Article 44 of the Criminal Code.
Keyword: Criminal Liability; Bipolar Disorder; Criminal Psychology
Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis faktor yang menyebabkan penderita
Gangguan Bipolar melakukan kejahatan di tinjau dari psikologi kriminal dan untuk
menganalisis pertanggungjawaban pidana penderita Gangguan Bipolar yang melakukan
kejahatan. Penelitian ini menggunakan beberapa pendekatan yakni pendekatan
perundang-undangan (statute approach), pendekatan konseptual (conseptual approach)
dan pendakatan kasus (case approach) dengan bahan hukum primer dan sekunder
dengan teknis analisis preskriptif. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa 1) Faktor yang
menyebabkan penderita Gangguan Bipolar melakukan kejahatan di tinjau dari psikologi
kriminal adalah apabila seseorang mendapatkan banyak tekanan yang menyebabkan
hilangnya kesadaran dari penderita yang dapat menimbulkan perbuatan yang mengarah
ke tindak pidana. Gangguan bipolar terdiri atas 3 jenis yakni pertama Gangguan Bipolar
Episode I merupakan gangguan mental yang bersifat sementara, Kedua Gangguan Bipolar
episode II merupakan gangguan dimana penderita selalu cemas dan khawatir sehingga
menimbulkan depresi, Ketiga Gangguan Bipolar Episode Campuran (Bipolar Mixed)
adalah seseorang dengan episode mania akut atau depresi dapat memiliki gejala psikotik
seperti halusinasi. Gejala psikotik cenderung mencerminkan alam perasaan yang ekstrem
dan perbuatannya di luar dari kesadarannya dan 2) Pertanggungjawaban pidana
Gangguan Bipolar menunjukkan bahwa gangguan bipolar dapat dimintakan
pertanggungjawaban pidana terhadap penderita gangguan bipolar episode I dan episode
2 sebab dalam keadaan tersebut penderita hanya mengalami gangguan mental yang
bersifat episodic yang ditandai oleh gejala mudah marah serta mudah terganggu, tidak
mampu berkonsentrasi serta timbulnya efek depresi. Sedangkan pada gangguan bipolar
tipe campuran dapat di jadikan alasan pemaaf karena pada tipe ini sudah masuk dalam
gangguan jiwa menurut ketentuan Pasal 44 KUHP.
Kata kunci: Pertanggungjawaban Pidana; Bipolar; Psikologi Kriminal


PENDAHULUAN
Psikologi kriminal merupakan suatu ilmu pengetahuan yang mempelajari psikologi (kondisi
perilaku atau kejiwaan) si penjahat serta semua atau yang berhubungan baik langsung maupun
tak langsung dengan perbuatan yang dilakukan dan keseluruhan-keseluruhan akibatnya.
Berdasarkan pengertian tersebut maka dapat ditarik pemahaman bahwa ilmu psikologi
kriminal merupakan suatu metode yang dipergunakan guna mengidentifikasi penyebab
terjadinya kejahatan yang diakibatkan oleh kelainan perilaku atau faktor kejiwaan si pelaku
tindak pidana. Psikologi kriminal dalam hal ini juga mempelajari tingkah laku individu itu

278



khususnya dan juga mengapa muncul tingkah laku asosial maupun bersifat kriminal. Tingkah
laku individu atau manusia yang asosial itu ataupun yang bersifat kriminal tidaklah dapat
dipisahkan dari manusia lain, karena manusia yang satu dengan yang lainnya adalah merupakan
jaringan dan mempunyai dasar yang sama. Menurut ahli-ahli ilmu jiwa bahwa kejahatan
merupakan salah satu tingkah laku manusia yang melanggar hukum ditentukan oleh instansi-
instansi yang terdapat dalam diri manusia itu sendiri.
1

Gangguan Bipolar adalah penyakit otak yang serius. Ini juga disebut penyakit manik-
depresif atau depresi manik. Orang dengan Gangguan Bipolar mengalami perubahan suasana
hati yang tidak biasa. Terkadang mereka merasa sangat bahagia dan "Ke atas", dan jauh lebih
energik dan aktif dari biasanya. Ini disebut episode manik. Terkadang orang dengan Gangguan
Bipolar merasa sangat sedih dan "sedih", memiliki energi yang rendah, dan jauh lebih tidak aktif.
Ini disebut depresi atau episode depresi. Gangguan Bipolar tidak sama dengan up normal dan
downs semua orang lalui. Gangguan Bipolar atau bipolar disorder ini juga dikenal dengan nama
manik-depresif. Suasana hati seorang penderita Gangguan Bipolar cepat berubah dari senang
menjadi sedih. Pada saat episode manik penderita bisa merasa sangat senang, energik dan lebih
aktif dari biasanya. Sedangkan pada saat episode depresi penderita gangguan bipolar ini merasa
sangat sedih dan menjadi kurang aktif.
Terhadap kasus yang melibatkan penderita gangguan bipolar maupun kategori
gangguan jiwa lainnya, dalam hal ini dapat di dijelaskan sebagai berikut:
(1) Barang siapa mengerjakan sesuatu perbuatan, yang tidak dapat dipertanggungkan
kepadanya karena kurang sempurna akalnya atau karena sakit berubah akal tidak boleh
dihukum. (Pasal 44 Ayat (1) KUHP).
2

(2) Jika nyata perbuatan itu tidak dapat dipertanggungkan kepadanya karena kurang
sempurna akalnya atau karena sakit berubah akal maka hakim boleh memerintahkan
menetapkan dia di rumah sakit gila selama-lamanya satu tahun untuk diperiksa. (Pasal 44
Ayat (2) KUHP ).
3
(3) Yang ditentukan dalam ayat yang di atas ini, hanya berlaku bagi Mahkamah Agung,
Pengadilan Tinggi dan Pengadilan. (Pasal 44 Ayat (3) KUHP ).
4


1
Hainur Arrasjid, Suatu Pemikiran Tentang Psikologi Kriminal, Medan: Kelompok Studi Hukum dan Masyarakat
Fakultas Hukum USU, 2007, hlm. 18
2
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Bogor: Politeia, 2013, hlm. 60.
3
Ibid.
4
Ibid.

279



Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) ini hanya memberikan penjelasan secara singkat
mengenai klasifikasi gangguan jiwa. Tidak ada penjelasan rinci mengenai jenis-jenis gangguan
jiwanya, hanya ada penggolongan kategori gangguan jiwa berat dan gangguan jiwa ringan.
Orang dengan gangguan bipolar ini dapat mengalami setidaknya dua episode yaitu
episode mania dan episode depresi. Episode mania biasanya bertahan beberapa minggu hingga
beberapa bulan, umumnya lebih singkat durasinya dan berakhir secara lebih tiba-tiba daripada
episode depresi. Mereka melaporkan bahwa mereka akan melakukan hampir apa pun juga
untuk lari dari kedalaman depresi yang mereka tahu akan terjadi
5
. Pada penderita gangguan
bipolar, perasaan penderita sering berubah-ubah dari rendah, yaitu depresi kemudian naik
menjadi mania. Ketika berada pada episode depresi, seorang penderita akan merasa sedih tak
berdaya, serta merasa berputus asa dan cenderung berusaha untuk bunuh diri sedangkan
ketika pada episode mania, penderita akan terlihat riang gembira dan penuh semangat. Pada
episode mania penderita juga memiliki kecenderungan untuk mudah tersinggung, marah-
marah dan membahayakan orang lain. Pada sebagian orang, masalah timbul ketika dalam
kondisi mania, sedangkan pada orang lain masalah timbul pada kondisi depresi. Kadang-kadang
gejala mania dan depresi muncul bersamaan (campuran).
Di Indonesia Pro dan kontra atas pertanggungjawaban pidana terhadap pelaku yang
mengalami gangguan bipolar masih menjadi perdebatan di satu sisi gangguan bipolar tidak
dapat dipertanggungjawabkan dengan alasan penderita gangguan bipolar memiliki sifat
sementara yang mana penderita gangguan bipolar dapat kembali normal dalam waktu seketika
sedangkan yang berpandangan bahwa gangguan bipolar dapat dipidana sebab termasuk dalam
kategori orang jiwanya cacat sebab perbuatan yang dilakukan di luar dari kesadarannya.
Dalam praktik hukum pro dan kontra pertanggungjawaban pidana terhadap penderita
gangguan bipolar sebagai contoh dalam kasus Isabella Guzman yang menderita gangguan
bipolar telah membunuh ibunya hingga 151 tusukan di jatuhkan vonis bebas oleh hakim dengan
syarat Isabella Guzman harus mendapatkan perawatan medis seumur hidup. Namun dalam
kasus yang lain penderita gangguan bipolar dalam perkara SR yang menderita gangguan bipolar
menyatakan bahwa ada keinginan kuat yang muncul spontan dalam jiwanya yang tidak mampu
di kendalikan untuk menganiaya anaknya agar tidak merepotkan hidupnya dan kemudian
membunuh anaknya, akibat perbuatannya SR di pidana penjara 1 tahun lebih. Dalam Johanes

5
Jefrey S. Nevid, dkk., Psikologi Abnormal. Edisi Kelima. Jilid 1. Jakarta: Erlangga, 2005, hlm. 237.

280



Marten Luther Simanjuntak menderita gangguan bipolar di pidana dengan pidana penjara 1
tahun 10 bulan.
Dalam perkara lain pada kasus Putusan Nomor 2353/Pid.B/2018/PN Mdn. Bahwa
terdakwa Fahrizal, S.Ik. dengan sengaja merampas nyawa orang lain karena gangguan bipolar
namun tetap dipidana. Dalam Putusan Nomor 1083/Pid.Sus/2020/PN Tng telah menjatuhkan
pidana, yakni terdakwa Aurelia Margaretha Yulia, telah melakukan perbuatan yang dengan
sengaja mengemudikan Kendaraan Bermotor yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas,
mengakibatkan orang lain meninggal dunia karena pengaruh alkohol yang mana minuman
beralkohol digunakan sebagai pengobatan penyakit bipolar yang di deritanya.

METODE PENELITIAN
Tipe penelitian ini menggunakan tipe penelitian hukum. Metode pendekatan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah pendekatan perundang-undangan (statute aprroach), pendekatan
kasus (case approach) dan pendekatan konseptual (conceptual aprroach)
6
dengan bahan
hukum primer dan sekunder dengan teknis analisis preskriptif.

ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Penyebab Penderita Gangguan Bipolar Melakukan Kejahatan dari Perspektif Psikologi
Kriminal
Di dalam PPDGJ-III, Bipolar masuk ke dalam kategori Gangguan Suasana Perasaan (Mood
Afektif). Sementara dalam DSM-IV, Bipolar masuk ke dalam kategori Gangguan Mood, yaitu dari
kondisi manik ke depresif, atau dari suasana yang sangat gembira menuju suasana yang depresif
(sedih).
7
Gangguan Bipolar ini memang bervariasi gejalanya antara satu orang dengan lainnya.
Pada kondisi mania, beberapa gejala yang perlu diwaspadai yang berpotensi menimbulkan
tindak pidana yaitu poor judgment (kemampuan menilai menjadi jelek), racing thoughts
(pikiran saling berkejar-kejaran), aggressive behavior (perilaku agresif), agitation or irritation
(agitasi atau iritasi), risky behavior (perilaku yang berbahaya), meningkatnya dorongan seksual,
gampang terganggu konsentrasi, berlebihan dalam mengonsumsi alkohol atau obat-obatan,
mempunyai waham atau keluar dari realitas. Sedangkan dalam kondisi depresi gejala yang
perlu waspadai yaitu keinginan atau tindakan bunuh diri, mencelakai orang lain bahkan

6
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008, hlm. 93.
7
Amirullah Kurnia, “Skizofrenia dan Bipolar, 2 Jiwa 1 Hati ”, KPSI Simpul Jember,
https://kpsisimpuljember.wordpress.com/2014/10/01/skizofrenia-dan-bipolar-2-jiwa-1-hati/, diakses
pada tanggal 17 Juli 2022.

281



menghilangkan nyawa seseorang, sulit berkonsentrasi dan mudah tersinggung.
8
Gejala-gejala
tersebut, baik pada kondisi mania maupun depresi, tidak semuanya ditemukan ada pada
penderita gangguan bipolar. Terkadang hanya beberapa gejala saja yang muncul. Bahkan bisa
disertai gejala lainnya di luar dari penjelasan tersebut. Berdasarkan hasil penelitian penulis
bahwa gangguan bipolar terdiri atas beberapa tahapan episode gangguan yakni sebagai berikut:
Faktor Gangguan Bipolar Episode I melakukan Kejahatan
Gangguan Bipolar Episode I merupakan gangguan mental yang bersifat episodic dan ditandai
oleh gejala manik (khayalan), hipomanik, merasa sangat tinggi dan mudah marah serta mudah
terganggu, tidak mampu berkonsentrasi, dan bertindak secara serampangan tanpa berpikir
konsekuensinya. Terdapat juga gejala peningkatan energi dan aktivitas, mood senang yang
berlebihan, keyakinan yang tidak realistis akan kemampuannya, perasaan optimis berlebihan,
serta perilaku provokatif, intrusif, dan agresif. Gejala mania yang secara spesifik berhubungan
dengan perilaku kejahatan adalah harga diri yang melambung atau grandiositas, peningkatan
gairah seksual, serta perilaku agresif dan intrusif (merusak).
9

Mengalami Gangguan Bipolar episode I melakukan kejahatan dikarenakan mood-nya
yang sering melambung dan mudah tersinggung , dan juga adanya tingkatan kadar aktivitas
yang dilakukan olehnya. Pikirannya juga sering melompat-lompat yang membuatnya kesulitan
menjabarkan ide-ide di pikirannya. Keinginannya untuk serba ingin tahu membuat ia menerima
sesuatu dalam dirinya tanpa disaring dulu sehingga ia tidak selektif dan memiliki struktur
kepribadian yang lemah. ia merasa kurang mampu namun mempunyai ambisi yang besar.
Karena ia perkembangan. Pada kategori ini sedang kesulitan dalam memutuskan sesuatu
membuatnya tidak memiliki tujuan yang jelas. Akhirnya berdampak ke daya cipta dan dirinya
yang mudah marah, tersinggung dan kurang stabil faktor ini yang menyebabkan penderita
Gangguan Bipolar Episode I berpotensi melakukan kejahatan berupa kekerasan ataupun hal-hal
yang dapat membahayakan orang di sekitarnya. Sebagian besar orang yang menderita
Gangguan Bipolar ini masih bisa terkontrol dengan pantauan dari dokter atau psikiater.
10
Menurut Reckles meskipun ada dorongan dan tarikan kriminogenik, apa pun bentuknya. Masi
merupakan situasi umum yang lazim. Bahwa melakukan kejahatan mengharuskan individu
melakukan pengendalian luar dan pengendalian dalam yang bersama-sama menahan atau

8
Tirto Jiwo, Gangguan Bipolar: Panduan bagi Penderita, Keluarga, dan Teman Dekat. Purworejo: Tirto Jowo,
2012, hlm. 15.
9
Paul P. Christopher, Patrick J. McCabe, William H. Fisher, “Prevalence of Involvement In The Criminal Justice
System During Severe Mania and Associated Symptomatology”, Psychiatric Service, Vol. 63, No. 1, 2012, hlm. 33.
10
Dinarti dan Anta Sasmara, Mengenal Gangguan Bipolar, National Institute of Mental Health, 2018, hlm. 8.

282



mencegah orang dari baik itu tarikan maupun dorongan. Dengan demikian orang yang
pengendalian dirinya lemah yang melakukan penyimpangan.
11


Faktor Gangguan Bipolar Episode II melakukan kejahatan
Gangguan Bipolar episode II ini ditentukan oleh pola episode depresi yang berlangsung bolak-
balik dengan gangguan hipomanik, akan tetapi bukan merupakan mania penuh atau episode
campuran. Jika episode ini sudah datang, segala hal tampak buruk, mencemaskan, menyedihkan
dan menakutkan. Hilanglah segala keceriaan dan kegembiraan, hilanglah harapan dan impian.
Seperti memasuki dunia lain, dunia yang berbeda dari dunianya orang-orang yang normal.
Selama masa ini penderita merasakan suasana hati yang pedih dan tersiksa. Tak ada apa pun
yang bisa aku lakukan sepertinya untuk mengatasi situasi ini yang bisa di lakukan hanya
menunggu dan menunggu episode ini berakhir. Menunggu datangnya mania.
12
Ketika episode
manianya datang, keadaan berbalik 180 derajat. Dunia tampak indah dan memesona. Apa yang
di lihat, di dengar dan di pikirkan terasa indah dan menyenangkan. Fase mania ini biasanya
berlangsung sekitar 2-3 minggu. Penderita selalu cemas dan khawatir saat hari-hari terakhir
fase mania, karena tak lama lagi akan kembali memasuki suasana depresi yang mengerikan.
Ketika tidak ada pengawasan dari dokter atau psikiater orang dengan bipolar mungkin
mencoba menyembuhkan penyakitnya dengan alkohol dan obat -obatan terlarang.
Bagaimanapun, zat terlarang dapat memicu atau memperpanjang gejala bipolar, dan gangguan
pengendalian diri yang berkaitan dengan mania dapat membuat seseorang untuk minum
minuman beralkohol terlalu banyak.
13
Sehingga berdasarkan faktor tersebut apabila episode
ini muncul dan penderitanya tidak bias mengontrol dirinya maka dapat membahayakan bagi
dirinya sendiri ataupun orang lain.

Gangguan Bipolar Episode Campuran (Bipolar Mixed) melakukan Kejahatan
Bipolar Episode Campuran (Bipolar Mixed) adalah seseorang dengan episode mania akut atau
depresi dapat memiliki gejala psikotik juga, seperti halusinasi atau waham. Gejala psikotik
cenderung mencerminkan alam perasaan yang ekstrem. Sebagai contoh, gejala psikotik untuk
seseorang yang mengalami episode mania dapat mencakup keyakinan bahwa dia sebagai orang

11
J. Robert,Richard A. Ball, Francis T. Cullen, Teori Kriminologi: Konteks dan Konsekuensi, Edisi Kelima, Jakarta:
Prenadamedia Grup, 2015, hlm. 115.
12
Zulies Ikawati, Bipolar Disorder, 2009, hlm. 23.
13
Izzatul Fithriyah, Hendy M. Margono, “Gangguan Afektif Bipolar Episode Manik dengan Gejala Psikotik Fokus
pada Penatalaksanaan”, Tinjauan Kepustakaan Jurnal Unair, 2012, hlm. 6.

283



yang terkenal, mempunyai banyak uang, atau memiliki kekuatan khusus. Mirip dengan hal itu,
seseorang yang memiliki episode depresi mungkin percaya bahwa dirinya orang yang rusak,
melarat, atau telah melakukan kejahatan. Hasilnya, orang dengan bipolar yang memiliki gejala
psikotik terkadang di diagnosa secara sah sebagai orang yang mengalami skizofrenia, yaitu
gangguan jiwa yang lain yang bertautan dengan halusinasi. Orang dengan bipolar dapat juga
mengalami masalah perilaku. Mereka mungkin menyalahgunakan alkohol atau zat adiktif,
memiliki masalah hubungan sosial, atau memiliki prestasi yang buruk di sekolah atau dalam
pekerjaan. Pada mulanya, adalah tidak mudah untuk mengenali masalah-masalah ini sebagai
pertanda gangguan kejiwaan yang penting.
14
Pada episode ini penderita biasanya cenderung
berhalusinasi atau mendapatkan sebuah ilusi pikiran atau bisikan yang terdengar di diri
penderita sendiri sehingga dalam kondisi tertentu penderita Gangguan Bipolar episode ini
terkadang melakukan hal-hal di luar kendali mereka. Di masyarakat, kita mengenal perbuatan
tertentu yang selalu maupun mungkin dilakukan baik disadari maupun tidak disadari dianggap
dibenarkan, kecuali kalau Undang-Undang ada menyebutkan bahwa itu dilarang. Perbuatan
seperti itu disebut “Watten Onrecht”.

Pertanggungjawaban Pidana Penderita Gangguan Bipolar yang Melakukan Kejahatan
Penegakan hukum (law enforcement), yang dimulai melalui penyelidikan dan penyidikan tindak
pidana, yang mana Polri sebagai penyelidik dan penyidik utama dan juga sebagai alat Negara
Penegak Hukum, Pelindung dan Pengayom Masyarakat berkewajiban untuk memelihara
tegaknya hukum, keadilan dan perlindungan terhadap harkat dan martabat manusia serta
ketertiban dan kepastian hukum.
15
Aturan hukum dapat diwujudkan dalam bentuk peraturan
perundang-undangan atau aturan-aturan lain yang sudah menjadi asas umum dalam suatu
sistem hukum.
16

Fungsi hakim adalah memberikan putusan terhadap perkara yang diajukan, di mana
dalam perkara pidana, hal itu tidak terlepas dari sistem pembuktian negatif, yang pada
prinsipnya menentukan bahwa suatu hak atau peristiwa atau kesalahan dianggap telah terbukti,

14
Bizzarri JV, “The spectrum of substance abuse in bipolar disorder: reasons for use, sensation seeking and
substance sensitivity, Bipolar Disord, 2007, hlm. 13.
15
Handrawan, “Pemulihan Hak Politik Melalui Mekanisme Konstitusional”, Halu Oleo Law Review, Vol. 2, No. 1,
2018, hlm. 411.
16
Herman, “Upaya Non Penal Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi”, Halu Oleo Law Review, Vol. 2, No.
1, 2018, hlm. 307.

284



di samping adanya alat-alat bukti menurut undang-undang juga ditentukan keyakinan hakim
yang dilandasi dengan integritas moral yang baik.
17

Dalam pandangan penulis bahwa tidak semua gangguan bipolar dapat dimintai
pertanggungjawaban pidananya dalam pertanggungjawaban pidana penderita gangguan
bipolar di Indonesia telah banyak kasus penulis mengambil 3 (tiga) contoh kasus kejahatan yang
dimana pelakunya adalah penderita gangguan bipolar yang dengan putusan yang berbeda,
dengan memperhatikan kondisi dari pelaku tindak pidana yang menderita gangguan bipolar
apakah dapat dipertanggungjawabkan dan tidak dapat di pertanggungjawabkan.
Dalam Putusan No. 90/Pid.B/2013/PN. WNS, terdakwa Jatra Prisawidy Sangkaya
melakukan kekerasan atau ancaman kekerasan melawan seorang pejabat yang sedang
menjalankan tugas yang sah atau orang yang menurut kewajiban Undang-Undang atau atas
permintaan pejabat memberi pertolongan kepada Sunardi yang mengakibatkan luka. Akibat
pukulan yang dilakukan oleh terdakwa tersebut saksi Sunardi mengalami luka di bibir atas
sebelah dalam pada penderita yang disebabkan karena benda Tumpul atau benturan benda
Tumpul.
Berdasarkan fakta yang ada selama proses persidangan terdakwa dengan segala
kelengkapannya, baik rohani maupun jasmani, mempunyai fisik yang sehat daya penalaran dan
daya tangkap untuk mampu menerima dan dapat mengerti, serta merespons segala sesuatu
yang terjadi di persidangan, hal ini terbukti selama persidangan berlangsung terdakwa dapat
menjawab dengan baik semua pertanyaan Majelis Hakim, Penuntut Umum dan Penasihat
Hukumnya, serta dapat mengingat dan menjelaskan secara detail mengenai perbuatannya
sebagaimana yang didakwakan oleh Penuntut Umum, sehingga tidak ditemukan adanya jiwa
yang cacat dalam diri terdakwa, yaitu orang-orang yang kurang sempurna akalnya sejak lahir
maupun terganggu jiwanya karena penyakit (ziekelijke storing) dalam diri terdakwa yaitu sakit
jiwa yang bukan karena bawaan sejak lahir sebagaimana ketentuan pasal 44 ayat (1) KUHP,
sehingga Majelis berkesimpulan bahwa Terdakwa dapat bertanggungjawab secara hukum atas
perbuatan yang telah dilakukannya, sehingga tidak ada alasan pemaaf dalam kasus tersebut.
Dalam Putusan Nomor 1083/Pid.Sus/2020/PN Tng bahwa terdakwa Aurelia
Margaretha Yulia, telah melakukan perbuatan yang dengan sengaja mengemudikan Kendaraan
Bermotor yang mengakibatkan kecelakaan lalu lintas, mengakibatkan orang lain meninggal
dunia. Berawal terdakwa datang ke Resto San Jung di Lippo Karawaci Tangerang untuk

17
Sabrina Hidayat, Oheo K. Haris, Honesto Ruddy Dasinglolo, “Ratio Decidendi Terhadap Penetapan Alat Bukti
dalam Tindak Pidana Korupsi”, Amanna Gappa, Vol. 27, No. 1, Maret 2019, hlm. 5

285



meminum-minuman beralkohol. Berdasarkan fakta di persidangan terdakwa mengidap
penyakit Bipolar Tipe II, orang dengan menderita bipolar Tipe II ini biasanya mencoba
menyembuhkan penyakitnya dengan alkohol dan obat-obatan terlarang agar terdakwa dapat
menenangkan dirinya. bahwa meskipun Terdakwa mengidap penyakit Bipolar dan Infuse
Control Disorder hal tersebut tidak menjadikan terdakwa bebas atau lepas dari segala tuntutan.
Bahwa penderita Gangguan Bipolar dan Infuse Control Disorder tetap dapat dimintai
pertanggungjawaban atas segala perbuatannya, namun demikian hal tersebut tentunya akan
dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi Majelis Hakim dalam menjatuhkan hukuman
seandainya Terdakwa terbukti melakukan tindak pidana yang didakwakan. Maka berdasarkan
fakta dalam persidangan tersebut Majelis Hakim menjatuhkan hukuman kurungan penjara
setengah dari tuntutan penuntut umum dengan mempertimbangkan kejiwaan terdakwa
apabila terlalu lama di dalam lembaga permasyarakatan.
Kemudian berikutnya pada kasus Putusan Nomor 2353/Pid.B/2018/PN Mdn. Bahwa
terdakwa Fahrizal, S.Ik., dengan sengaja merampas nyawa orang lain diancam karena
pembunuhan”. Terdakwa sewaktu melakukan perbuatannya menembak korban yang
mengakibatkan korban Jumingan meninggal dunia adalah suatu perbuatan yang dilakukan
Terdakwa dalam keadaan sakit berubah akal atau Terdakwa sedang mengalami gangguan jiwa
berat Bipolar Campuran, seseorang dengan episode campuran akut atau depresi dapat memiliki
gejala psikotik juga, seperti halusinasi terkadang penderita mendapat bisikan atau gambaran
lain yang muncul di dalam pikirannya yang menyebabkan si pelaku tidak menyadari atas apa
yang ia lakukan. sehingga berdasarkan pasal 44 ayat (1) KUHPidana bahwa jika seseorang
mengalami penyakit gangguan jiwa berat maka Pelaku tidak bisa membedakan mana yang baik
dan mana yang buruk, dan mana yang nyata mana yang fantasi”, sehingga terhadap pelaku yang
dalam keadaan mengalami gangguan jiwa berat tersebut berdasarkan pasal 44 ayat (1) KUHP
tidak dapat diminta pertanggungjawaban pidana (on toerekenvaatbaarheid) karena jiwa pelaku
(psikisnya) yang sakit berubah akal dihubungkan dengan perbuatan menembak oleh
pembuat/pelaku (toerekenbaarheid) yakni Terdakwa dalam melakukan perbuatannya dalam
keadaan sakit berubah akal atau sedang mengalami gangguan jiwa berat (Bipolar Tipe
Campuran), maka oleh karenanya Terdakwa tidak dapat di jatuhi pidana.

KESIMPULAN
Faktor yang menyebabkan penderita Gangguan Bipolar melakukan kejahatan di tinjau dari
psikologi kriminal adalah apabila seseorang mendapatkan banyak tekanan yang menyebabkan

286



hilangnya kesadaran dari penderita yang dapat menimbulkan perbuatan yang mengarah ke
tindak pidana. Gangguan bipolar terdiri atas 3 jenis yakni pertama Gangguan Bipolar Episode I
merupakan gangguan mental yang bersifat sementara, Kedua Gangguan Bipolar episode II
merupakan gangguan dimana penderita selalu cemas dan khawatir sehingga menimbulkan
depresi, Ketiga Gangguan Bipolar Episode Campuran (Bipolar Mixed) adalah seseorang dengan
episode mania akut atau depresi dapat memiliki gejala psikotik seperti halusinasi. Gejala
psikotik cenderung mencerminkan alam perasaan yang ekstrem dan perbuatannya di luar dari
kesadarannya. Pertanggungjawaban pidana Gangguan Bipolar menunjukkan bahwa gangguan
bipolar dapat dimintakan pertanggungjawaban pidana terhadap penderita gangguan bipolar
episode I dan episode 2 sebab dalam keadaan tersebut penderita hanya mengalami gangguan
mental yang bersifat episodic yang ditandai oleh gejala mudah marah serta mudah terganggu,
tidak mampu berkonsentrasi serta timbulnya efek depresi. Sedangkan pada gangguan bipolar
tipe campuran dapat di jadikan alasan pemaaf karena pada tipe ini sudah masuk dalam
gangguan jiwa menurut ketentuan Pasal 44 KUHP.

Daftar Pustaka
Buku
Arrasjid, Hainur, Suatu Pemikiran Tentang Psikologi Kriminal, Medan: Kelompok Studi Hukum
dan Masyarakat Fakultas Hukum USU, 2007.
Dinarti dan Anta Sasmara, Mengenal Gangguan Bipolar, National Institute of Mental Health,
2018.
Ikawati, Zulies, Bipolar Disorder, 2009.
Jiwo, Tirto, Gangguan Bipolar: Panduan bagi Penderita, Keluarga, dan Teman Dekat. Purworejo:
Tirto Jowo, 2012.
Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2008.
Nevid, Jefrey S., dkk., Psikologi Abnormal. Edisi Kelima. Jilid 1. Jakarta: Erlangga, 2005.
Robert, J., Richard A. Ball, Francis T. Cullen, Teori Kriminologi: Konteks dan Konsekuensi, Edisi
Kelima, Jakarta: Prenadamedia Grup, 2015.
Soesilo, R., Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), Bogor: Politeia, 2013.

287



Jurnal
Christopher, Paul P., Patrick J. McCabe, William H. Fisher, “Prevalence of Involvement In The
Criminal Justice System During Severe Mania and Associated Symptomatology”,
Psychiatric Service, Vol. 63, No. 1, 2012.
Fithriyah, Izzatul, Hendy M. Margono, “Gangguan Afektif Bipolar Episode Manik dengan Gejala
Psikotik Fokus pada Penatalaksanaan”, Tinjauan Kepustakaan Jurnal Unair, 2012, hlm. 6.
Handrawan, “Pemulihan Hak Politik Melalui Mekanisme Konstitusional”, Halu Oleo Law Review,
Vol. 2, No. 1, 2018.
Herman, “Upaya Non Penal Dalam Penanggulangan Tindak Pidana Korupsi”, Halu Oleo Law
Review, Vol. 2, No. 1, 2018.
Hidayat, Sabrina, Oheo K. Haris, Honesto Ruddy Dasinglolo, “Ratio Decidendi Terhadap
Penetapan Alat Bukti dalam Tindak Pidana Korupsi”, Amanna Gappa, Vol. 27, No. 1, Maret
2019.
JV, Bizzarri, “The spectrum of substance abuse in bipolar disorder: reasons for use, sensation
seeking and substance sensitivity”, Bipolar Disord, 2007.

Situs web
Kurnia, Amirullah, “Skizofrenia dan Bipolar, 2 Jiwa 1 Hati”, KPSI Simpul Jember,
https://kpsisimpuljember.wordpress.com/2014/10/01/skizofrenia-dan-bipolar-2-
jiwa-1-hati/, diakses pada tanggal 17 Juli 2022.