Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 09 | No. 01 | 2024 Page 1



Jurnal Akuntansi dan Keuangan
Volume 9, No. 1 Bulan Februari 2024, pp. 1-9
ISSN: 2088-4656 (Print); 2503-1635 (Online)
http://jak.uho.ac.id/index.php/journal


Analisis Efisiensi Alokatif Penggunaan Faktor Produksi
pada Usaha Perkebunan Cengkeh Kabupaten Kolaka

Anriani Belo Kananlua
1)
, Azhar Bafadal
2)
, Yusna Indarsyih
3)


Jurusan Agribisnis Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo
1,2,3
[email protected]
1
,


ABSTRAK
Mengkaji karakteristik produksi dan tingkat efisiensi yang berdampak pada usaha
perkebunan cengkeh di Kecamatan Baula Kabupaten Kolaka menjadi tujuan utama
penelitian ini. Untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi
pada usaha perkebunan cengkeh, penelitian kuantitatif ini menggunakan fungsi produksi
Cobb-Douglas yang dipadukan dengan metode pengujian regresi linier berganda. Untuk
mengetahui seberapa efisien alokatif faktor-faktor tersebut, peneliti juga menggunakan
rumus efisiensi alokatif. Dari total populasi 131 petani, 56 orang dipilih sebagai
responden melalui prosedur seleksi acak sederhana berdasarkan rumus Slovin. Menurut
penelitian, usaha perkebunan cengkeh dipengaruhi oleh unsur produksi luas lahan dan
tenaga kerja. Terdapat inefisiensi dalam alokasi variabel produksi seperti luas lahan dan
tenaga kerja.
Kata Kunci: Pupuk; Luas Lahan; Tenaga Kerja; Efisiensi Alokatif


ABSTRACT

This study aims to analyze production factors and the level of efficiency that affects clove
plantation business in Baula District, Kolaka Regency. This research was carried out
with a quantitative using the Cobb Douglas production function with multiple linear
regression test methods to analyze production factors that affect clove plantation
business and use allocative efficiency formulas to analyze the level of allocative efficiency
of influential production factors. The determination of respondents in this study was
carried out by simple random sampling method through the slovin formula with a
population of 131 farmers involving a sample of 56 farmers. The results showed that
Production factors that affect the clove plantation business are production factors of land
area and labor. The use of factors of production, land area and labor has not been
allocatively efficient.

Keywords: Fertilizer; Land Area; Labor; Allocative Efficiency

Anriani Belo Kananlua, Azhar Bafadal, Yusna Indarsyih
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 09 | No. 01 | 2024 Page 2

1. PENDAHULUAN


Baik pada rokok maupun pengobatan masa kini, cengkeh paling sering digunakan di
Indonesia. Kami terus mengandalkan impor cengkeh sebesar 6.000 hingga 10.000 ton
setiap tahun dari Zanzibar untuk memenuhi permintaan kami. Menurut Kanisius (1973),
Indonesia membutuhkan sekitar 20.000 ton cengkeh setiap tahunnya, namun hanya
menghasilkan antara 8.000 dan 12.000 ton.
Pengembangan komoditas cengkeh di Sulawesi Tenggara merupakan pendorong
perekonomian yang menjanjikan karena berkorelasi langsung dengan luas tanaman dan
tingkat produksi di wilayah tersebut. Provinsi Sulawesi Tenggara merupakan rumah bagi
kabupaten yang dikenal dengan Kabupaten Kolaka. Kecamatan Baula merupakan salah
satu dari dua belas yang ada di Kabupaten Kolaka. Di dalamnya ditanam sedikitnya
delapan belas jenis tanaman perkebunan, antara lain kelapa, kopi, lada, pala, cengkeh,
jambu mete, kakao, kapas, kelapa sawit, dan tembakau (BPS Kolaka, 2017).
Produksi cengkeh di Kecamatan Baula dilaporkan sebesar 0,29 ton/ha menurut BPS
Kolaka (2017). Produktivitas cengkeh di Kecamatan Baula masih buruk karena sarana
pertanian seperti benih, pupuk, dan tenaga kerja masih digunakan secara optimal.
Pengelolaan usaha perkebunan yang efisien dan efektif akan menghasilkan output
yang tinggi. Sebaiknya gunakan elemen produksi, sumber daya, waktu, tenaga, atau
masukan sesedikit mungkin untuk mendapatkan keluaran, hasil, keuntungan, manfaat,
kepuasan, atau efisiensi tertentu. Agar operasional pertanian menjadi efisien,
sebagaimana dikemukakan oleh Laksmayani, Laapo, dan Sulaeman (2013), input yang
digunakan harus sesedikit mungkin.
Keterkaitan antara variabel produksi dengan tingkat output dapat dilihat pada fungsi
produksi (Sadono, 2003). Input adalah hal-hal yang digunakan untuk menghasilkan
sesuatu, dan output adalah hasil akhir. Segala sesuatu yang diperlukan untuk membuat
suatu produk harus dianggap sebagai masukan, atau elemen produksi.
Saat menjalankan perusahaan perkebunan cengkeh, untuk mendapatkan hasil
maksimal dari variabel produksi memerlukan pertimbangan yang cermat tentang cara
mempekerjakan masing-masing variabel tersebut. Sayangnya, banyak petani masih
kekurangan pengetahuan yang diperlukan untuk memaksimalkan pendapatan dengan cara
yang efektif secara alokatif dengan menggunakan parameter produksi. Peningkatan
produktivitas memerlukan pemanfaatan input manufaktur yang efektif dan efisien.
Tantangan lain bagi petani adalah perlunya pengetahuan pertanian yang luas untuk
mengawasi seluruh aspek operasional perkebunan, mulai dari persiapan lahan hingga
pemanenan. Tanah, lahan, tenaga kerja, dan pupuk merupakan tiga komponen penting
dalam pengolahan pertanian (Mubyarto, 2003). Oleh karena itu, penelitian mengenai
efisiensi alokatif penggunaan faktor produksi pada perusahaan perkebunan cengkeh di
Kabupaten Baula merupakan suatu upaya yang menarik.
Berdasarkan rumusan masalah, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis: efisiensi
alokatif faktor produksi pada usaha perkebunan di Kecamatan Baula Kabupaten Kolaka;
dan pengaruh penggunaan faktor produksi terhadap produksi cengkeh pada wilayah yang
sama.
Penelitian ini diharapkan dapat membantu pemerintah daerah dalam
mengembangkan subsektor perkebunan komoditas cengkeh dan juga memberikan
informasi bagaimana menjalankan usaha perkebunan dengan lebih efisien sehingga dapat
meningkatkan faktor produksi tanaman cengkeh.

Anriani Belo Kananlua, Azhar Bafadal, Yusna Indarsyih
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 09 | No. 01 | 2024 Page 3

2. LANDASAN TEORI

Dalam arti luas, agribisnis mencakup seluruh aspek rantai produksi pertanian, mulai
dari pengadaan dan distribusi fasilitas produksi hingga budidaya tanaman, pengolahan
dan penjualan produk jadi (Suryanto, 2004). Ruang lingkup agribisnis secara lengkap
mencakup subsistem berikut: hulu, yang berhubungan dengan produksi dan distribusi
fasilitas produksi; on-farm, yang berhubungan dengan penggunaan input untuk
menghasilkan produksi primer; dan bagian hilir, yang berhubungan dengan produk akhir
(turun dua belas). rim agribisnis mengacu pada kegiatan ekonomi yang mengubah sumber
daya pertanian mentah menjadi barang jadi, sedangkan agribisnis pemasaran adalah
proses penjualan bahan mentah dan barang jadi yang dihasilkan darinya.
Setiap perusahaan yang berhubungan dengan produksi, pengolahan, atau penjualan
barang-barang pertanian dianggap terlibat dalam agribisnis. Menurut Munashiroh dan
Santoso (2020), komponen utama sistem agribisnis adalah sebagai berikut: hulu, yang
melibatkan perolehan infrastruktur produksi; produksi; hilir, yang melibatkan pengolahan
dan penjualan; dan layanan pendukung.
Salah satu aspek rumit perekonomian pertanian adalah sektor agribisnis. Operasi
ekonomi agribisnis kontemporer mencakup seluruh spektrum proses hulu dan hilir yang
terkait dengan pertanian, tidak hanya pertanian saja (Sholikhah, 2021).
Tanaman perkebunan tropis yang termasuk dalam famili Myrtaceae dikenal dengan
nama cengkeh (Syzygiumaromaticum). Indonesia telah menjadi produsen cengkeh
terkemuka di dunia sejak lama, dan negara-negara Eropa mengimpor cengkeh dari
Indonesia karena lingkungan tropis yang dibutuhkan tanaman cengkeh (Kanisius, 1973).
Berikut taksonomi tanaman cengkeh menurut Aak (2016):
Syzygium aromatikum (L.) Merr dan Perry merupakan salah satu jenis spesies
Syzygium yang termasuk dalam genus Syzygium dan termasuk dalam famili Myrtales
dalam suku Myrtaceae.
Cengkih mempunyai kebutuhan khusus terhadap kondisi pertumbuhannya.
Lingkungan merupakan komponen utama dalam tingginya produksi tanaman cengkeh;
khususnya, tanaman cengkeh membutuhkan curah hujan antara 1.500 dan 2.500
milimeter per tahun, atau antara 2.500 dan 3.500 milimeter per tahun, untuk tumbuh
secara maksimal. Ada hubungan antara iklim dan pembungaan tanaman karena kondisi
cuaca tertentu memicu produksi hormon yang dibutuhkan tanaman untuk berbunga.
Cengkih hanya dapat mekar pada cuaca yang sangat panas dan cerah setelah musim yang
agak kemarau dengan sedikit atau tanpa hujan. Jika cuaca tidak mendukung, bunga segar
tidak akan terbentuk di cabang sampai cabang tersebut melewati dua siklus p ertumbuhan
vegetatif sejak mekar sebelumnya. Dalam hal ini, boleh menanam tanaman cengkeh di
mana saja mulai dari dataran rendah hingga pegunungan, namun dataran rendah akan
menghasilkan panen terbaik. Bahkan pada ketinggian 0 hingga 900 meter di atas
permukaan laut (dpl), tanaman ini mungkin masih bisa menghasilkan. Di sisi lain,
pertumbuhan lebih subur dan hasil bunga lebih rendah di dataran tinggi. Sekitar 200
hingga 600 meter di atas permukaan laut merupakan tempat terbaik bagi tanaman
cengkeh yang sedang mekar. Tanah gembur dengan lapisan garapan minimal 1,5 m dan
airtanah lebih dari 3 m di bawah permukaan tanpa lapisan kedap air merupakan unsur
tanah yang ideal. Tanah andosol, latosol, regosol, dan podsolik merah semuanya dapat
diterima. Dalam rangka mendorong perkembangan tanaman, keasaman tanah (pH) sama
pentingnya dengan jenis tanah. Kisaran pH ideal untuk tanah adalah antara 5,5 dan 6,5.
Tanaman cengkeh akan kesulitan tumbuh di tanah dengan pH asam atau basa karena
akarnya tidak mampu menyerap banyak unsur hara.
Menurut teori mikroekonomi, produsen adalah perwujudan ekonomi dari
sekumpulan variabel produksi yang saling terkait yang bekerja sama untuk menghasilkan
suatu output. Asumsinya di sini adalah bahwa pembuatnya merangkap sebagai pemasok

Anriani Belo Kananlua, Azhar Bafadal, Yusna Indarsyih
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 09 | No. 01 | 2024 Page 4




bagi pelanggan, oleh karena itu masuk akal untuk menyebutnya sebagai perusahaan.
Bisnis memadukan berbagai elemen manufaktur untuk menciptakan barang, yang
kemudian mereka jual kepada pelanggan. Pada intinya, proses ini didasarkan pada dua
teori: teori produksi, yang menggambarkan hubungan fisik antara input dan output, dan
teori biaya, yang menggambarkan hubungan antara tingkat output dan biaya pengeluaran
yang dihasilkan dari berbagai input.
Sifat keterkaitan antara jumlah unsur produksi yang dipekerjakan dengan jumlah
output dijelaskan oleh teori produksi (Sadono, 2003). Ide inti di balik teori ini adalah
untuk memaksimalkan output dengan sejumlah input tertentu dan untuk meminimalkan
biaya produksi sambil mempertahankan tingkat output yang ditargetkan.
Menggunakan jumlah tenaga kerja yang berbeda per unit waktu untuk mengerjakan
sebidang tanah tertentu dan mencatat output alternatif per unit waktu akan menghasilkan
fungsi produksi pertanian dasar (Kaiman, Rauf, & Arham, 2019).
Untuk memaksimalkan output (dan juga keuntungan), seorang petani harus
memaksimalkan efisiensi dalam mengalokasikan inputnya selama produksi. Namun,
ketika petani menghadapi keterbatasan biaya dalam menjalankan perusahaannya, mereka
akan berusaha memaksimalkan keuntungan dalam batasan tersebut. Tujuannya adalah
memaksimalkan pendapatan sekaligus memotong pengeluaran sebanyak mungkin.
Tujuan akhir kedua metode ini sama: memaksimalkan keuntungan melalui alokasi input
yang optimal (Soekartawi, 2003).
Secara sederhana, efisiensi adalah proses mendapatkan hasil maksimal dari sejumlah
input tertentu (Saputra & Wenagama, 2019). Menurut Mulyamah (1987), efisiensi
didefinisikan sebagai metrik yang membandingkan tujuan penggunaan input dengan
pemanfaatan sebenarnya.
Sejauh mana pemanfaatan faktor-faktor produksi tertentu menghasilkan output rata-
rata setinggi mungkin disebut efisiensi teknis. Bila nilai produk marjinal sama dengan
harga unsur produksi yang bersangkutan, kita katakan terdapat efisiensi harga atau
alokatif; ketika sebuah perusahaan pertanian mencapai efisiensi teknis selain kedua tujuan
tersebut, kita katakan bahwa perusahaan tersebut efisien secara ekonomi (Soekartawi,
2003).
Menurut Yotopoulos dan Lau (1997), ada tiga kategori utama yang digunakan untuk
mengkategorikan efisiensi. Kategori-kategori ini mencakup efisiensi teknis, efisiensi
harga/alokatif (juga dikenal sebagai efisiensi ekonomi), dan efisiensi total.
Menurut Daniel (2002), tingkat harga input dan keuntungan yang diperoleh berkaitan
erat dengan efisiensi sumber daya yang dialokasikan ke dalam bisnis. Dalam konteks
manufaktur, istilah "efisiensi alokatif" mengacu pada kemampuan suatu unit untuk
memaksimalkan pendapatan sekaligus mengurangi pengeluaran. Ada kemungkinan
bahwa inefisiensi disebabkan oleh data harga yang tidak relevan dengan jenis sumber
inputnya. Yang dimaksud dengan “efisiensi alokatif” adalah sejauh mana suatu unit
ekonomi mampu dan akan beroperasi sedemikian rupa sehingga nilai produk marjinalnya
sama dengan biaya marjinalnya (MVP = MC).
Untuk membuat indikator efisiensi (Px/Py) diperlukan perbandingan harga input dan
output, serta derajat transformasi yang terjadi antara input dan output dalam fungsi
produksi, seperti yang dikemukakan oleh Soekartawi (2003). Hal ini diperlukan guna
menghasilkan indikator efisiensi.
Secara khusus, menurut Saleh (2000), ada tiga kegunaan indikator efisiensi yang
berbeda. Sejak awal, metrik ini berfungsi sebagai tolok ukur untuk mengukur unit-unit
ekonomi dan sebagai metode untuk menilai efisiensi relatif dari metrik-metrik tersebut.
Kedua, jika berbagai unit ekonomi yang sudah digunakan memiliki tingkat efisiensi yang
berbeda-beda, maka dimungkinkan untuk menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan

Anriani Belo Kananlua, Azhar Bafadal, Yusna Indarsyih
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 09 | No. 01 | 2024 Page 5




perbedaan tersebut untuk memilih opsi yang paling efektif. Argumen ketiga adalah bahwa
pembuat kebijakan memiliki kemampuan untuk menggunakan data efisiensi untuk
meningkatkan pilihan kebijakan mereka.


3. METODE PENELITIAN

Kabupaten Kolaka dan lebih khusus lagi Kecamatan Baula menjadi lokasi
dilakukannya penelitian ini. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling,
hal ini dilakukan dengan mengetahui bahwa produksi cengkeh di Kecamatan Baula pada
tahun 2019 adalah sebesar 0,29 ton per hektar. Hal ini menempatkan Kecamatan Baula
pada tiga kabupaten terbawah dalam hal produktivitas, berada dekat di bawah Wundulako
dan Watubangga. Penelitian seperti ini dilakukan antara tahun 2020 hingga 2022.
Menurut Dinas Perkebunan dan Peternakan Kabupaten Kolaka (2017), seluruh
individu yang mengikuti penelitian ini berjumlah 131 orang, merupakan warga
Kecamatan Baula dan bekerja pada industri produksi perkebunan dan peternakan. Total
responden petani cengkeh yang mengikuti survei berjumlah 56 orang. Sampel dipilih
melalui penggunaan simple random sampling sesuai dengan algoritma Slovin.
Berkenaan dengan kumpulan data khusus ini, kami menggunakan alat analisis fungsi
Produksi Cobb-Douglas untuk menentukan sejauh mana variabel independen
mempengaruhi variabel dependen. Selain itu, kami juga menggunakan analisis nilai
produk marjinal (NPM) untuk mengetahui efisiensi variabel produksi usaha perkebunan
cengkeh.
Analisis fungsi Cobb-Douglas dilakukan untuk mengetahui variabel kuantitas
produksi yang digunakan dalam industri perkebunan cengkeh. Menurut Siregar (2013),
persamaan statistik ini adalah suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua variabel
atau lebih, dengan satu variabel sebagai variabel terikat (Y) dan variabel lainnya sebagai
variabel bebas (X).
Y = a X1
b1
X2
b2
X3
b3
e
µ


Jika orde linier diubah ke logaritma natural (ln), persamaan tersebut diubah menjadi
rumusan berikut:

Dimana:
Y = Produksi cengkeh (Kg)
a = Intercept (konstanta)
b = Besaran yang akan diduga sebanyak 3 variabel
X1 = Pupuk phonska (Kg)
X2 = Tenaga Kerja (HOK)
X3 = Luas lahan (ha)
µ = Error Term

Analisis Efisiensi Harga

Melalui penggunaan analisis efisiensi harga, efisiensi input dan komponen produksi
yang digunakan oleh perusahaan perkebunan cengkeh dapat diketahui. Yang dimaksud
dengan perusahaan perkebunan cengkeh efisien adalah jika harga suatu unsur produksi
sama dengan nilai produk marjinalnya (NPM). Mengingat harga input dan nilai produk
marjinal input (NPMx) sama, maka kita dapat memanfaatkan efisiensi harga untuk
memastikan efektif atau tidaknya penggunaan variabel produksi. Menurut Soekartawi

Anriani Belo Kananlua, Azhar Bafadal, Yusna Indarsyih
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 09 | No. 01 | 2024 Page 6

Unstandardized Standardize
Coefficients Coefficients
Model B Std. Error Beta t Sig.
(Constant) 2.481 .401 6.184 .000
Ln_X
1 .010 .068 .011 .146 .885
Ln_X
2 .806 .068 .780 11.9002 .000
Ln_X
3 .402 .135 .230 2.979 .004

(2003), persamaan tersebut dapat digunakan untuk memastikan efektivitas penetapan
harga.


Dimana:
NPM = Nilai Produk
Marjinal b= koefisien regresi
y= Jumlah produksi cengkeh (ton)
Py= Harga jual produksi cengkeh (Rp/Kg)
x= Jumlah masing-masing input produksi cengkeh
Px= Harga masing-masing input produksi cengkeh (Rp)

Mengingat persamaan berikut ini lebih umum, belum tentu sama dengan persamaan
yang telah disajikan sebelumnya:

= 1 artinya bahwa alokasi faktor produksi efisien pada usaha perkebunan cengkeh
artinya bahwa alokasi faktor produksi belum efisien untuk mencapai efisiensi maka
input perlu
ditambah.
artinya bahwa alokasi faktor produksi tidak efisien, untuk menjadi efisiensi maka
penggunaan
input perlu dikurangi



4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana perusahaan
perkebunan cengkeh dipengaruhi oleh banyak faktor produksi, yaitu pupuk
phonska, tenaga kerja, dan luas lahan. Uji t dilakukan dengan menggunakan data hasil
analisis regresi linier berganda. Hasil uji t terangkum dalam tabel yang dapat dilihat di
bawah ini:


Tabel 1. Hasil Analisis Uji
t









Sumber: Output SPSS 25 diolah tahun 2021

Berdasarkan temuan Uji Parsial (Uji t) dapat disimpulkan bahwa tenaga kerja
merupakan salah satu unsur yang mempengaruhi produksi cengkeh di Kecamatan Baula.
Koefisien regresi variabel tenaga kerja sebesar 0,806% dan nilai t estimasi sebesar
11,900 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000. Statistik ini menunjukkan bahwa

Anriani Belo Kananlua, Azhar Bafadal, Yusna Indarsyih
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 09 | No. 01 | 2024 Page 7

tingkat signifikansinya tidak dapat dilampaui. Karena nilai signifikansinya sebesar 0,000
kurang dari 0,1 maka dapat disimpulkan bahwa variabel tenaga kerja berpengaruh
terhadap produksi cengkeh. Sesuai dengan nilai koefisien regresi yaitu sebesar
0,806%, maka peningkatan jumlah tenaga kerja sebesar 1% akan mengakibatkan
peningkatan produksi cengkeh sebesar 0,806%. Sebaliknya penurunan nilai koefisien
dari 1% akan mengakibatkan penurunan produksi sebesar -0,806%. Hal ini sesuai dengan
hasil yang ditemukan oleh Ho, Yanagida, dan Illukpitiya (2014) yang menemukan bahwa
terdapat hubungan positif dan signifikan secara statistik antara jumlah pekerja dan
produktivitas. Pendapatan rata-rata suatu perusahaan perkebunan akan meningkat jika
jumlah lahan yang dimiliki tetap dan ada penambahan satu pekerja per unit.
Tenaga kerja merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap kegiatan usaha
perkebunan, tanpa adanya tenaga kerja tentu kegiatan usaha perkebunan tidak akan
berjalan. Tenaga kerja memiliki peran vital dalam menentukan hasil produksi usaha
perkebunan termasuk cengkeh. Tenaga kerja diperlukan untuk semua prosedur, termasuk
pemrosesan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan tugas pasca panen. Di wilayah
yang diteliti, hampir setiap produsen cengkeh bergantung pada bantuan anggota
keluarganya sendiri. Untuk meningkatkan produksi tanpa mengalami kebangkrutan, kami
mencari rencana yang dapat membantu kami.
Di Kecamatan Baula, variabel kedua yang berpengaruh terhadap produksi cengkeh
adalah jumlah lahan yang tersedia yang ditentukan berdasarkan hasil uji t parsial. Dengan
t hitung sebesar 2,979 dan koefisien regresi sebesar 0,402%, kita dapat mengamati bahwa
variabel luas lahan signifikan secara statistik (p = 0,004). Jika kita melihat data ini, kita
dapat melihat bahwa hasilnya signifikan secara statistik. Berdasarkan kenyataan nilai
signifikansi 0,004 lebih kecil dari 0,1 maka dapat disimpulkan bahwa variabel luas lahan
mempunyai pengaruh positif terhadap produksi cengkeh. Berdasarkan nilai koefisien
regresi yaitu 0,402% maka terjadi peningkatan produksi cengkeh sebesar 0,402% setiap
kenaikan luas lahan sebesar 1%. Jika nilai koefisiennya kurang dari 1% maka jumlah
cengkeh yang dihasilkan akan berkurang sebesar -0,402%. Karena sektor perkebunan
sangat bergantung pada penanaman pohon cengkeh, maka semakin luas lahan yang
tersedia untuk ditanami, maka produksi yang diharapkan akan semakin besar; oleh karena
itu, hal ini pasti terkait dengan keluaran. Menurut Nazeb, Darwanto, dan Suryantini
(2019), kualitas output yang dihasilkan berbanding lurus dengan luas lahan yang
dimanfaatkan. Hal ini sesuai dengan pandangan yang mereka anut. Pandangan tersebut
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Usman dan Juliyani (2018) yang
mengatakan bahwa lahan merupakan komponen penting dalam usahatani karena
pengaruhnya terhadap jumlah produksi yang dihasilkan.
Berdasarkan temuan analisis fungsi produksi Cobb Douglas, hanya dua parameter
independen yang mempunyai dampak signifikan terhadap produksi cengkeh adalah
komponen tenaga kerja dan luas lahan. Penting untuk dicatat bahwa variabel lain dalam
model tidak mempunyai dampak apa pun. Temuan perhitungan efisiensi alokatif pada
perusahaan perkebunan cengkeh di Kecamatan Baula disajikan pada tabel berikut dengan
menggunakan faktor-faktor produksi:

Tabel 2. Analisis Efisiensi Alokatif Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Usaha
Perkebunan Cengkeh di Kecamatan Baula

Variabel B Y Py X Px NPMx/Px Keterangan
Tenaga
Kerja
0,786 641,43 80.000 106,68 5.000 75,62 Belum Efisien
Luas Lahan 0,375 641,43 80.000 1,42 300.000.000 0,09 Tidak Efisien

Anriani Belo Kananlua, Azhar Bafadal, Yusna Indarsyih
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 09 | No. 01 | 2024 Page 8


Sumber: diolah primer tahun 2021

Berdasarkan tabel yang baru saja ditampilkan, nilai NPMx/Px terhadap variabel
tenaga kerja adalah 75,62 lebih dari 1. Karena angka tersebut lebih dari 1 maka dapat
disimpulkan bahwa pemanfaatan tenaga kerja di wilayah yang bersangkutan tidak efisien
terutama pada saat proses pemanenan. Menurut Oni, Wiendyati, dan Suek (2020),
efisiensi alokatif atau efisiensi harga dapat dicapai jika perbandingan antara harga suatu
input faktor produksi (Px) dengan nilai produktivitas marjinalnya (NPMx) sama dengan
satu. Dengan kata lain, jika pasangannya sama dengan satu, maka telah mencapai
efisiensi alokatif. Rata-rata jumlah HOK yang digunakan pada area penelitian adalah
106,68. Untuk memastikan bahwa tenaga kerja digunakan secara efektif, diperlukan lebih
banyak staf. Selain itu, proses pasca panen diharapkan dapat menjadi lebih efektif dengan
adanya bantuan tenaga kerja keluarga tambahan.
Pemanfaatan lahan mempunyai nilai NPM/Px sebesar 0,09 kurang dari 1, menurut
variabel berikut yang memuat informasi tersebut. Gambaran lebih lanjut mengenai betapa
tidak efisiennya penggunaan lahan di Distrik Baula dapat dilihat dari hal ini. Petani
cengkeh rata-rata memiliki lahan perkebunan seluas 1,5 hektar yang bernilai Rp
300.000.000. Agar pemanfaatan lahan dianggap hemat biaya, perlu dilakukan
pengurangan luas lahan.


5. SIMPULAN

Dengan memusatkan perhatian pada dua variabel produksi—tenaga kerja dan
modal—yang diketahui melalui uji regresi mempunyai pengaruh paling besar terhadap
perusahaan perkebunan cengkeh di wilayah ini, peningkatan produksi cengkeh di
Kecamatan Baula, Kabupaten Kolaka dapat dilakukan. Hal ini karena faktor-faktor
tersebut telah diidentifikasi memiliki dampak terbesar terhadap bisnis. Karena luas lahan
yang belum efisien baik dari segi efisiensi alokatif maupun penetapan harga, maka
diperlukan pengadaan tanah dalam jumlah yang lebih banyak untuk memperoleh
keuntungan yang sebesar-besarnya. Selain itu, jumlah pelaku produksi tenaga kerja harus
dikurangi akibat inefisiensi tersebut. Penilitian ini terdapat keterbatasan peneliti
menyadari bahwa ada keterbatasan yaitu waktu yang tidak memungkinkan dengan jarak
yang cukup jauh untuk pengambilan seluruh subjek populasi sehingga penyebaran
kuesioner tidak merata. Meskipun demikian, pemerintah Kecamatan Baula dapat
memanfaatkan penelitian ini sebagai alat penilaian dan masukan untuk mempelajari lebih
lanjut tentang bagaimana memaksimalkan produksi cengkeh di wilayah tersebut. Selain
itu, dapat digunakan sebagai cara untuk menyelidiki dan menentukan kondisi penggunaan
variabel produksi secara maksimal pada perusahaan perkebunan cengkeh.



DAFTAR PUSTAKA

Aak. (2016). Petunjuk Bercocok Tanam Cengkeh. Yogyakarta: Kanisius.
BPS Kolaka. (2017). Kabupaten Kolaka Dalam Angka Tahun 2019. Badan Pusat Statistik
Kabupaten Kolaka.
Daniel. (2002). Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: Bumi Aksara.
Ho, T. Q., Yanagida, & Illukpitiya. (2014). Factors affecting technical efficiency of
small-holder coffee farming in the Krong Ana Watershed, Vietnam. Asian
Journal of Agricultural Extension, Economics and Sociology, 3(1), 37-49.
Kaiman, S., Rauf, A., & Arham, M. A. (2019). Analisis Fungsi Produksi Usahatani
Kedelai di Kabupaten Pohuwato “Studi Kasus Program Upaya Khusus

Anriani Belo Kananlua, Azhar Bafadal, Yusna Indarsyih
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol. 09 | No. 01 | 2024 Page 9

PAJALE”. Jurnal Agribisnis 21(1), 114-127.
Kanisius, A. A. (1973). Bagaimana Menanam Cengkeh. Yogyakarta: Kanisius.
Laksmayani, M. K., Laapo, A., & Sulaeman. (2013). Analisis Efisiensi Penggunaan Input
Produksi Usahatani Semangka di Desa Maranatha Kecamatan Sigi Biromaru
Kabupaten Sigi. Jurnal Agrotekbis, 1(2), 185-191.
Mubyarto. (2003). Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES.
Mulyamah. (1987). Manajemen Perubahan. Jakarta: Yudhistira.
Munashiroh, A. F., & Santoso, E. B. (2020). Pengembangan Sektor Unggulan Komoditas
Kopi di Kabupaten Malang dengan Konsep Agribisnis. JURNAL TEKNIK ITS
9(2), 334-339.
Nazeb, A., Darwanto, D. H., & Suryantini, A. (2019). Efisiensi Alokatif Usahatani Padi
Pada Lahan Gambut di Kecamatan Pelalawan, Kabupaten Pelalawan, Riau.
Jurnal Ekonomi Pertanian dan Agribisnis (JEPA), 3(2), 267-277.
Oni, O., Wiendyati, & Suek, J. (2020). Penentuan Tingkat Efisiensi Alokatif Dan
Efisiensi Teknis Pada Usahatani Jagung Manis (Zea mays saccharata L.) di
Kecamatan Kupang Timur. Buletin Ilmiah IMPAS 21(2).
Sadono, S. (2003). Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Saleh, S. (2000). Pendekatan Data Envelopment Analysis (DEA). Yogyakarta: PAU-SE
UGM.
Saputra, I. M. A. D., & Wenagama, I. W. (2019). Analisis Efisiensi Faktor Produksi
Usahatani Cabai Merah Di Desa Buahan, Kecamatan Payangan, Kabupaten
Gianyar. E-Jurnal EP Unud, 8(1), 31-60.
Sholikhah, V. (2021). Manajemen Strategi Ekonomi Agribisnis Dalam Konteks Ilmu
Ekonomi Mikro. LAN TABUR: JURNAL EKONOMI SYARI’AH 2(2), 113-129.
Siregar. (2013). Metode Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Kencana.
Soekartawi. (2003). Ilmu Usahatani. Jakarta: Rajawali Press.
Suryanto. (2004). Peran Usahatani Ternak Ruminansia Dalam Pembangunan Agribisnis
Berwawasan Lingkungan. Semarang: Kanisius.
Usman, U., & Juliyani. (2018). Pengaruh Luas Lahan, Pupuk dan Jumlah Tenaga Kerja
Terhadap Produksi Padi Gampong Matang Baloi. Jurnal Ekonomi Pertanian
Unimal, 1(1).
Yotopoulos, P. A., & Lau, L. J. (1997). Resource Use in Agriculture Application of the
Profit Function to Selected Countries. Food Research Institute Studies, 7(1), 11-
22.