147
KEMAMPUAN BERPIKIR LOGIS DAN MODEL MENTAL KIMIA SEKOLAH
MAHASISWA CALON GURU

Wiji, Liliasari, Wahyu Sopandi, dan Muhammad A. K. Martoprawiro
FPMIPA UPI, Sekolah Pascasarjana UPI, Jurusan Kimia ITB
email: [email protected]

Abstrak: Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan apakah ada perbedaan yang signifikan
dalam kemampuan berpikir logis mahasiswa calon guru dan model mental kimia sekolah berdasarkan
pada tingkat nilai mereka. Penelitian ini juga dimaksudkan untuk mengetahui apakah kemampuan
berpikir logis berkorelasi dengan model mental kimia sekolah. Penelitian ini dilakukan dengan metode
cross-section yang meliputi 124 mahasiswa calon guru kimia yang sedang mengikuti kuliah di pro-
gram studi Pendidikan Kimia di sebuah LPTK di Bandung. Data dikumpulkan dengan tes kemampuan
berpikir logis dan tes diagnostik model mental kimia sekolah. Tes kemampuan berpikir logis meliputi
lima skala: penalaran proporsional, variabel kontrol, penalaran kombinasi, penalaran probabilistik, dan
penalaran korelasional. Tes diagnostik model mental kimia sekolah mencakup lima masalah: stoichio-
metry, thermochemistry, chemical equilibrium, tingkat reaksi, dan asam-basa. Temuan penelitian me-
nunjukkan bahwa berdasarkan tingkat nilai mahasiswa, terdapat perbedaan yang signifikan pada
rerarta model mental kimia sekolah, tetapi tidak pada rerata kemampuan berpikir logis. Temuan pene-
litian juga menunjukkan bahwa tingkat kemampuan berpikir logis para guru kimia berkorelasi dengan
model mental kimia sekolah.

Kata Kunci: kemampuan berpikir logis, model mental kimia sekolah, metode cross-section,
mahasiswa calon guru kimia

THE LOGICAL THINKING ABILITY AND THE MENTAL MODEL
OF SCHOOL CHEMISTRY OF TEACHERS-TO-BE

Abstract: The purpose of this researchwas toreveal if there was any significant difference in students’
logical thinking abilities and mental models of school chemistry based on their grade level. This study
was also aimed to investigate whether the logical thinking ability was correlated with the mental mo-
dels of school chemistry. The study was conducted using the cross-section method and included 124
teachers-to-be who were students in the department of chemistry education at a university of teachers
training in Bandung. The data were collected through the test of logical thinking (TOLT) and the
diagnostic test of school chemistry mental models (DTSCM). The TOLT instrument included five sub-
scales: proportional reasoning, controlling variables, combinational reasoning, probabilistic reasoning,
and correlational reasoning. The DTSCM instrument included five sub-matters: stoichiometry, ther-
mochemistry, chemical equilibrium, rate of reaction, and acid-base. Research findings showed that
based on students’ grade level, there was a significant difference in themean of mental models of
school chemistry but not in the mean of logical thinking abilities. The findingsalso indicated thatthe
logical thinking level ofthe teachers-to-be was correlated with the mental models of school chemistry.

Keywords: logical thinking ability, mental models of school chemistry, cross-section method,
teachers-to-be



PENDAHULUAN
Ilmu kimia merupakan salah satu cabang
ilmu yang mempelajari tentang susunan, kom-
posisi, struktur, sifat-sifat dan perubahan ma-
teri, serta perubahan energi yang menyertai per-
ubahan-perubahan materi tersebut. Fenomena
yang berhubungan dengan materi dan perubah-
annya dapat diamati secara makroskopik, dije-
laskan secara sub-mikroskopik dan direpresen-
tasikan secara simbolik. Selama ini, penguasa-
an ilmu kimia mahasiswa calon guru secara
umum dievaluasi menggunakan alat ukur yang

148
Cakrawala Pendidikan, Februari 2014, Th. XXXIII, No. 1
sederhana, seperti tes pilihan ganda atau tes
uraian. Alat ukur tersebut dirasa belum maksi-
mal karena cenderung mengukur pengetahuan
siap saji. Oleh karena itu, perlu dikembangkan
soal-soal yang mampu mengeksplorasi apa
yang ada dalam pikiran mahasiswa terkait de-
ngan konsep-konsep yang diujikan. Tes sema-
cam ini sering dikenal dengan istilah tes diag-
nostik model mental. Banyak cara dilakukan
oleh berbagai peneliti dalam mengeksplorasi
model mental, di antaranya melalui pemberian
soal secara gabungan, baik pilihan ganda ber-
alasan, uraian, maupun wawancara dan obser-
vasi kelas (Lin and Chiu, 2007; Coll, 2008;
Park and Light, 2009; Jansoon, Coll and Som-
sook, 2009; Adbo and Taber, 2009; Strickland,
Kraft and Bhattacharyya; 2010; Wang and
Barrow, 2010; Lin and Chiu, 2010).
Penguasaan materi subjek sains, terma-
suk kimia dapat diprediksikan berdasarkan ke-
mampuan berpikir logis (Valanides, 1997; Yil-
maz and Alp, 2006; Fah, 2009). Pembelajaran
kimia membutuhkan keterampilan intelektual,
seperti mengumpulkan dan menganalisis data
untuk memecahkan masalah, merumuskan hi-
potesa, mengendalikan variabel serta mendefi-
nisikan secara operasional. Proses-proses terse-
but membutuhkan kemampuan berlogika ting-
kat tinggi. Mengingat pentingnya hal tersebut,
beberapa penulis telah mendesak untuk men-
jadikan pengembangan kemampuan berlogika
sebagai prioritas utama dalam ilmu pendidikan
(Savant, 1997). Pembelajar dengan tingkat ke-
mampuan berlogika yang baik dapat mengubah
konsepsi alternatifnya dengan lebih mudah
(Oliva, 2003). Hasil penelitian Lawson dan
Thompson (1988) menunjukkan bahwa pola-
pola kemampuan berlogika diperlukan untuk
penghapusan beberapa miskonsepsi dalam pem-
belajaran biologi. Kemampuan berpikir logis
telah teridentifikasi sebagai kemampuan yang
sangat esensial untuk menunjang perkembang-
an pembelajaran sains dan matematika (Adey &
Shayer, 1994).
Kemampuan berpikir logis meliputi lima
jenis penalaran, yaitu proporsional, pengontrol-
an variabel, probabilitas, korelasional, dan kom-
binatorial (Inhelder & Piaget, 1958). Penalaran
proporsional penting dalam aspek kuantitatif
kimia, terutama untuk memahami derivasi dan
penggunaan sejumlah besar hubungan fungsio-
nal dalam kimia, seperti pengembangan dan in-
terpretasi data tabulasi dan grafik. Penalaran
korelasional berperan dalam perumusan hipote-
sis dan interpretasi data yang perlu mempertim-
bangkan hubungan antarvariabel. Pengontrolan
variabel penting dalam perencanaan, pelaksana-
an dan interpretasi. Interpretasi data dari temu-
an, pengamatan, atau percobaan sering mem-
butuhkan penalaran probabilistik. Penalaran
kombinatorial terjadi dalam perumusan hipote-
sis alternatif untuk menguji efek variabel yang
dipilih.
Tobin & Capie (1981) telah mengem-
bangkan alat ukur kemampuan berpikir logis
dalam bentuk pilihan ganda beralasan, yaitu Tes
of Logical Thinking (TOLT). TOLT telah digu-
nakan secara luas dalam pembelajaran dan pe-
nelitian. TOLT dapat digunakan untuk menge-
tahui kemampuan berpikir logis siswa sekolah
dasar dan sekolah menengah sampai mahasiswa
perguruan tinggi. TOLT juga telah digunakan
untuk memeriksa apakah proses belajar meng-
ajar yang dilakukan dapat meningkatkan ke-
mampuan berpikir logis mahasiswa. Hasil skor
TOLT dapat digunakan sebagai dasar untuk
mengklasifikasikan responden ke dalam tahap-
an perkembangan kognitif, seperti yang telah
dikembangkan oleh Piaget. Skor total 0-1 ber-
sesuaian dengan tahap perkembangan konkret,
2-3 bersesuaian dengan tahap perkembangan
transisional, dan 4-10 bersesuaian dengan tahap
perkembangan formal. Valanides (1997) mem-
bagi tahap perkembangan formal menjadi dua
sub tahap, yaitu tahap operasional formal (skor
4-7) dan formal akhir (skor 8-10).
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan
seperti berikut. (1) Mendeskripsikan kemampu-
an berpikir logis dan model mental kimia seko-
lah dari mahasiswa calon guru kimia, (2) Me-
ngetahui perbedaan kemampuan berpikir logis
dan model mental kimia sekolah berdasarkan
tingkat kelas. (3) Mengetahui korelasi jenis-je-
nis penalaran dalam kemampuan berpikir logis
dengan setiap pokok bahasan dalam model
mental kimia sekolah.

149
Kemampuan Berpikir Logis dan Model Mental Kimia Sekolah Mahasiswa Calon Guru
METODE
Penelitian ini dilakukan menggunakan
metode kuantitatif non eksperimen, dengan de-
sain survei lintas-bagian (cross-sectional sur-
vey). Kecenderungan kemampuan berpikir logis
dan model mental kimia sekolah mahasiswa
calon guru kimia dideskripsikan berdasarkan
sampel penelitian.
Sampel penelitian terdiri atas mahasiswa
calon guru kimia pada tingkat I, II, III, dan IV,
Jurusan Pendidikan Kimia pada salah satu uni-
versitas penghasil guru di Bandung. Jumlah to-
tal sampel adalah 124 orang mahasiswa, terdiri
atas tingkat I sebanyak 39 orang, tingkat II se-
banyak 26 orang, tingkat III sebanyak 35 orang,
dan tingkat IV sebanyak 24 orang.
Pada penelitian ini digunakan dua instru-
men penelitian yang meliputi Tes Kemampuan
Berpikir Logis (TKBL) dan Tes Diagnostik
Model Mental Kimia Sekolah (TDMKS).
TKBL untuk mahasiswa calon guru ki-
mia dimodifikasi dan diterjemahkan dari TOLT
(Tobin & Capie,1981). Tes ini terdiri dari 10
butir soal yang meliputi lima jenis kemampuan
berpikir logis, yaitu penalaran proporsional, pe-
ngontrolan variabel, penalaran probabilitas, pe-
nalaran korelasional, dan penalaran kombina-
torial. TKBL dikembangkan dalam bentuk two
tier multiple choice (pilihan ganda beralasan),
kecuali untuk penalaran kombinatorial, respon-
den diminta menuliskan berbagai kombinasi
yang mungkin dari beberapa variabel. Pada pe-
nalaran proporsional, mahasiswa dihadapkan
pada pernyataan empat buah jeruk besar yang
dapat diperas menjadi enam gelas air jeruk. Se-
lanjutnya, ditanyakan berapa gelas air jeruk da-
pat diperoleh dari enam buah jeruk besar dan
berapa buah jeruk yang diperlukan untuk mem-
buat 13 gelas air jeruk.
Pertanyaan pengontrolan variabel diawali
dari gambar 5 buah pendulum dengan variasi
panjang tali dan berat beban. Selanjutnya, ma-
hasiswa diminta memilih rancangan percobaan
untuk meneliti apakah perubahan panjang tali
pendulum dan perubahan beban pada ujung tali
akan mengubah waktu ayun pendulum. Pada
penalaran probabilitas, mahasiswa dihadapkan
pada data sekumpulan benda. Selanjutnya, me-
reka diminta untuk memprediksikan probabili-
tas ketika mengambil salah satu benda tersebut.
Pertanyaan untuk mengukur penalaran korela-
sional diawali dengan gambar sejumlah tikus
dan ikan dengan ciri-ciri yang bervariasi. Selan-
jutnya, mahasiswa diminta untuk memilih ke-
cenderungan ciri-ciri tikus dan ikan yang ge-
muk. Pada penalaran kombinatorial, mahasiswa
diminta untuk membuat kombinasi yang mung-
kin dari 3 dan 4 buah data.
Validitas TKBL ditingkatkan dengan me-
lakukan serangkaian tahapan seperti berikut. (1)
TOLT diterjemahkan ke dalam Bahasa Indone-
sia secara terpisah oleh dosen kimia dan dosen
bahasa Inggris. Selanjutnya, dibandingkan dan
dilakukan modifikasi untuk menghindari ke-
salahan struktur bahasa dan peristilahan (TKBL
Draft 1). (2) TKBL Draft 1diberikan kepada do-
sen kimia dan dosen bahasa Inggris yang lain
untuk diterjemahkan ke dalam Bahasa Inggris
(TKBL Draft 2). (3) TOLT dalam bahasa Ing-
gris yang asli dibandingkan dengan TKBL
Draft 2 dan dilakukan modifikasi peristilahan
sehingga makna bahasa tetap terjaga. Nama
personal yang tercantum dalam soal disesuaikan
dengan nama yang dikenal di Indonesia (TKBL
Draft 3). (4) dilakukan uji keterbacaan TKBL
Draft 3 kepada mahasiswa calon guru kimia dan
dilakukan modifikasi sehingga didapatkan
TKBL yang mudah dimengerti.
Uji reliabilitas instrumen TKBL meng-
gunakan Alpha Cronbach dan didapatkan ko-
efisien reliabilitas sebesar 0,772 untuk total soal
dan antara 0,697 sampai 0,955 untuk setiap je-
nis kemampuan berpikir logis. Reliabilitas te-
rendah pada penalaran korelasional dan terting-
gi pada penalaran proporsional.
TDMKS dikembangkan dari materi sub-
jek kimia sekolah yang dipersepsikan sulit. Tes
terdiri atas 10 butir pertanyaan dalam bentuk
two tier tes yang meliputi empat pilihan jawab-
an dan enam pilihan alasan. Pilihan alasan ter-
diri atas lima pilihan tertutup dan satu pilihan
terbuka. Alasan disajikan dalam bentuk model
simbolik dari fenomena sub-mikroskopik dan
makroskopik. Materi subjek yang diujikan me-
liputi konsep reaksi kimia dan pereaksi pem-
batas untuk materi subjek stoikiometri, konsep

150
Cakrawala Pendidikan, Februari 2014, Th. XXXIII, No. 1
energi aktivasi dan entalpi reaksi untuk materi
subjek termokimia, konsep kecepatan reaksi dan
teori tumbukan untuk materi subjek kecepatan
reaksi, konsep kesetimbangan dinamis, dan te-
tapan kesetimbangan untuk materi subjek ke-
setimbangan, serta konsep titrasi dan perban-
dingan sifat asam untuk materi subjek asam
basa.
TDMKS telah dinyatakan valid oleh tiga
orang dosen jurusan pendidikan kimia dengan
latar belakang seorang doktor bidang kimia fisi-
ka, seorang doktor bidang pendidikan kimia,
dan seorang doktor yang telah berpengalaman
mengajar kimia dasar dan kimia sekolah. Selain
itu, juga telah soal dinyatakan mudah dimenger-
ti oleh mahasiswa ketika uji coba.
Uji reliabilitas instrumen TDMKS meng-
gunakan Alpha Cronbach dan didapatkan ko-
efisien reliabilitas sebesar 0,798 untuk total soal
dan antara 0,676 sampai 0,779 untuk setiap po-
kok bahasan model mental kimia sekolah. Re-
liabilitas terendah pada pokok bahasan asam
basa dan tertinggi pada stoikiometri.
Data penelitian dikumpulkan mengguna-
kan instrumen TKBL dan TDMKS dan diolah
menggunakan statistik deskriptif dan inferen-
sial. Statistik deskriptif digunakan untuk meng-
gambarkan rata-rata skor dan simpangan baku
TKBL dan TDMKS per tingkat kelas, baik se-
cara total maupun per bagian. Selanjutnya, ber-
dasarkan skor TKBL, mahasiswa dikelompok-
kan menurut tahap perkembangan kognitif
Piaget. Statistik inferensial untuk mengidenti-
fikasi perbedaan skor rata-rata setiap tingkat ke-
las, baik untuk kemampuan berpikir logis mau-
pun model mental kimia sekolah. Uji statistik
yang digunakan adalah uji non parametrik
Kruskal Wallis karena data tidak berdistribusi
normal. Statistik inferensial juga digunakan un-
tuk menguji korelasi antara kemampuan ber-
pikir logis dengan model mental kimia sekolah.
Uji korelasi yang digunakan adalah uji biva-
riate Spearman.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kemampuan Berpikir Logis Mahasiswa
Kemampuan berpikir logis mahasiswa
calon guru kimia berdasarkan tingkat kelas da-
pat dilihat dalam Tabel 1. Kemampuan berpikir
logis mahasiswa cenderung semakin meningkat
berdasarkan kenaikan tingkat kelas. Total rata-
rata kemampuan berpikir logis mahasiswa ting-
kat I, II, III dan IV adalah 4,90 (SD = 3,243);
5,04 (SD = 3,493); 5,31 (SD=3,554); dan 6,71
(SD=3,085) secara berurutan. Penalaran propor-
sional memiliki skor rata-rata yang paling ting-
gi (1,20), sedangkan penalaran probabilitas me-
miliki skor rata-rata yang paling rendah (1,00).
Mahasiswa tingkat I sampai dengan III didomi-
nasi oleh kemampuan penalaran proporsional,
sedangkan mahasiswa tingkat IV didominasi
oleh pengontrolan variabel. Secara keseluruhan,
rata-rata skor kemampuan berpikir logis maha-
siswa calon guru kimia adalah 5,40 dengan skor
maksimal 10 dengan simpangan baku 3,383.
Pada Tabel 2, dapat dilihat distribusi ke-
mampuan berpikir logis mahasiswa calon guru
kimia berdasarkan skor. Pengelompokkan skor
ke dalam rentang 0-1, 2-3, 4-7, dan 8-10 yang
digunakan sebagai dasar untuk membagi ma-
hasiswa ke dalam tahapan perkembangan kog-
nitif Piaget, ditunjukkan dalam Tabel 3. Sebagi-
an besar mahasiswa dari tingkat I sampai de-
ngan tingkat IV sudah mencapai tahap perkem-
bangan formal atau formal akhir. Prosentase ta-
hap perkembangan kognitif formal akhir adalah
28,2%, 30,7%, 37,1%, dan 54,2% untuk maha-
siswa tingkat I, II, III, dan IV secara berurutan.
Sebagaimana diharapkan, semakin tinggi ting-
kat kelas semakin banyak yang mencapai tahap
perkembangan formal atau formal akhir.

Model Mental Mahasiswa tentang Kimia
Sekolah
Pada Tabel 4 ditunjukkan skor rata-rata
model mental kimia sekolah dari mahasiswa
calon guru kimia. Rata-rata skor model mental
kimia sekolah adalah 41,85 dari skor maksimal
100, dengan rata-rata skor tertinggi pada pokok
bahasan thermokimia. Dari lima pokok bahasan
yang diujikan, hanya pokok bahasan asam basa
yang menunjukkan skor rata-rata semakin me-
ningkat berdasarkan kenaikan tingkat kelas,
yaitu 6,79 (SD=5,064); 7,31 (SD=3,530); 7,86
(SD=4,894); dan 11,87 (SD= 4,848) untuk ting-
kat I, II, III, dan IV secara berurutan. Mahasis-

151
Kemampuan Berpikir Logis dan Model Mental Kimia Sekolah Mahasiswa Calon Guru
wa tingkat IV memiliki skor model mental ki-
mia sekolah paling tinggi dibandingkan tingkat
kelas dibawahnya, kecuali untuk pokok bahasan
thermokimia. Mahasiswa tingkat II memiliki
skor rata-rata tertinggi untuk pokok bahasan
thermokimia yaitu 12,69 (SD=4,523).

Tabel 1. Nilai Rata-rata Kemampuan Berpikir Logis Mahasiswa Calon Guru Kimia
Jenis KBL Tingkat I Tingkat II Tingkat III Tingkat IV Total
M SD M SD M SD M SD M SD
Penalaran proporsional 1,13 0,894 1,12 0,766 1,26 0,817 1,33 0,702 1,20 0,806
Pengontrolan variabel 0,97 0,903 1,08 0,845 1,11 0,832 1,42 0,717 1,12 0,842
Penalaran probabilitas 0,90 0,821 0,92 0,796 0,91 0,781 1,38 0,770 1,00 0,806
Penalaran korelasional 0,90 0,718 0,96 0,720 1,06 0,838 1,33 0,816 1,04 0,780
Penalaran kombinatorial 1,00 0,795 0,96 0,824 0,97 0,923 1,25 0,737 1,03 0,826
Total 4,90 3,243 5,04 3,493 5,31 3,554 6,71 3,085 5,40 3,383

Tabel 2. Distribusi Skor Kemampuan Berpikir Logis Mahasiswa Calon Guru Kimia
Skor
Tingkat I Tingkat II Tingkat III Tingkat IV Total
f % f % f % f % f %
0 5 12,8 3 11,5 4 11,4 2 8,3 14 11,3
1 3 7,7 4 15,4 2 5,7 0 0,0 9 7,3
2 1 2,6 0 0,0 2 5,7 0 0,0 3 2,4
3 4 10,3 3 11,5 7 20,0 1 4,2 15 12,1
4 6 15,4 1 3,8 0 0,0 4 16,7 13 10,5
5 5 12,8 3 11,5 2 5,7 1 4,2 9 7,3
6 3 7,7 2 7,7 0 0 2 8,3 12 9,7
7 1 2,6 2 7,7 5 14,3 1 4,2 4 3,2
8 2 5,1 3 11,5 2 5,7 4 16,7 11 8,9
9 6 15,4 1 3,8 5 14,3 4 16,7 16 12,9
10 3 7,7 4 15,4 6 17,1 5 20,8 18 14,5
Total 39 100,0 26 100,0 35 100,0 24 100,0 124 100,0

Tabel 3. Persentase Mahasiswa Berdasarkan Perbedaan Tahap Perkembangan Kognitif

Tingkat Kelas Persentase Tahap Perkembangan Kognitif
konkret transisional formal formal akhir
I 20,5 12,9 38,5 28,2
II 26,9 11,5 30,7 30,7
III 17,1 25,7 20,0 37,1
IV 8,3 4,2 33,4 54,2
Total 18,6 14,5 30,7 36,3

Tabel 4. Skor Rata-rata Model Mental Kimia Sekolah Mahasiswa Calon Guru Kimia
Pokok Bahasan MKS
Tingkat I Tingkat II Tingkat III Tingkat IV Total
M SD M SD M SD M SD M SD
Stoikiometri 8,33 5,658 5,96 4,247 4,71 4,191 9,58 5,090 7,06 5,180
Thermokimia 6,15 4,049 12,69 4,523 10,57 5,392 12,29 4,418 9,96 5,315
Kesetimbangan 5,38 4,643 10,19 4,578 8,43 4,661 12,29 3,605 8,59 5,083
Kecepatan Reaksi 7,05 3,387 8,46 4,188 7,57 4,597 10,00 3,901 8,06 4,118
Asam Basa 6,79 5,064 7,31 3,530 7,86 4,894 11,87 4,848 8,19 4,993
Total 33,72 13,704 44,62 11,307 39,14 12,514 56,04 12,067 41,85 14,781

152
Cakrawala Pendidikan, Februari 2014, Th. XXXIII, No. 1

Perbedaan Kemampuan Berpikir Logis Ma-
hasiswa Berdasarkan Tingkat Kelas
Skor kemampuan berpikir logis tidak ber-
distribusi normal, baik secara keseluruhan mau-
pun perbagian. Uji Kolmogorov-Smirnov me-
nunjukkan nilai p < 0,05. Oleh karena itu, di-
lakukan uji Kruskal Wallis untuk menentukan
perbedaan kemampuan berpikir logis mahasis-
wa calon guru kimia berdasarkan tingkat kelas.
Hasil uji Kruskal Wallis (Tabel 5) menunjukkan
tidak adanya perbedaan secara signifikan antara
mahasiswa tingkat I, II, III dan IV (p=0,201).
Hasil serupa didapatkan untuk setiap je-
nis kemampuan berpikir logis, yaitu penalaran
proporsional (p=0,739), pengontrolan variabel
(p=0,265), penalaran probabilitas (p=0,092),
penalaran korelasional (p=0,162), dan penalar-
an kombinatorial (p=0,560).

Perbedaan Model Mental Mahasiswa Ber-
dasarkan Tingkat Kelas
Skor model mental kimia sekolah berdis-
tribusi normal secara keseluruhan (p=0,372), te-
tapi tidak berdistribusi normal untuk setiap po-
kok bahasan. Hasil uji Kruskal Wallis (Tabel 6)
untuk model mental kimia sekolah menunjuk-
kan terdapat perbedaan yang signifikan antara
mahasiswa tingkat I, II, III, dan IV (p=0,000).
Perbedaan yang signifikan juga ditemukan di
setiap pokok bahasan yang diujikan, seperti
stoikiometri (p=0,001), thermokimia (p=0,000),
kesetimbangan (p=0,000), kecepatan reaksi
(p=0,029), dan asam basa (p=0,003).

Tabel 5. Uji Normalitas dan Uji Perbedaan Rata-rata Kemampuan Berpikir Logis
Kemampuan Berpikir Logis
Uji Kolmogorov-Smirnov
(p)
Uji Kruskal Wallis
(p)
penalaran proporsional 0,000 0,739
pengontrolan variabel 0,000 0,265
Penalaran probabilitas 0,000 0,092
Penalaran korelasional 0,000 0,162
Penalaran kombinatorial 0,000 0,560
Total 0,013 0,201

Tabel 6. Uji Normalitas dan Uji Perbedaan Rata-rata Model Mental Kimia Sekolah
Model Mental Kimia Sekolah
Uji Kolmogorov-Smirnov
(p)
Uji Kruskal Wallis
(p)
Stoikiometri 0,000 0,001
Thermokimia 0,000 0,000
Kecepatan reaksi 0,000 0,029
Kesetimbangan 0,000 0,000
Asam basa 0,000 0,003
Total 0,372 0,000

Tabel 7. Nilai p pada Uji Mann Whitney Setiap Kelompok
Tingkat Kelas Tingkat I Tingkat II Tingkat III Tingkat IV
Tingkat I - 0,003 0,145 0,000
Tingkat II 0,003 - 0,098 0,002
Tingkat III 0,145 0,098 - 0,000
Tingkat IV 0,000 0,002 0,000 -

153
Kemampuan Berpikir Logis dan Model Mental Kimia Sekolah Mahasiswa Calon Guru
Tabel 8. Hasil Uji Korelasi Bivariate Spearman antara Kemampuan Berpikir Logis (KBL)
Dengan Model Mental Kimia Sekolah (MKS)
Stoikio-
metri
Thermo-
kimia
Kesetim-
bangan
Kecepatan
Reaksi
Asam Basa MKS Total
Penalaran proporsional 0,384 0,295 0,511 0,309 0,433 0,680
Pengontrolan variabel 0,214 0,529 0,602 0,376 0,204 0,673
Penalaran probabilitas 0,344 0,425 0,517 0,414 0,422 0,732
Penalaran korelasional 0,460 0,188 0,359 0,401 0,548 0,657
Penalaran kombinatorial 0,285 0,436 0,558 0,416 0,395 0,727
KBL Total 0,408 0,453 0,617 0,461 0,477 0,835

Uji Post Hoch dari metode analitik Krus-
kal-Wallis yaitu Mann Whitney dilakukan untuk
mengetahui perbedaan skor rata-rata model
mental kimia sekolah antar tingkat kelas. Hasil
uji Mann Whitney dapat dilihat pada Tabel 7.
Model mental kimia sekolah mahasiswa
tingkat I berbeda secara signifikan dengan ma-
hasiswa tingkat II (p=0,003) dan IV (p=0,000),
namun tidak berbeda dengan mahasiswa tingkat
III (p=0,145). Perbedaan secara signifikan juga
didapatkan antara mahasiswa tingkat II dengan
tingkat IV (p=0,002) dan antara mahasiswa
tingkat III dengan tingkat IV (p=0,000). Maha-
siswa tingkat II dengan tingkat III ditemukan
tidak memiliki perbedaan model mental kimia
sekolah (p=0,098).

Korelasi Kemampuan Berpikir Logis dengan
Model Mental Mahasiswa
Hasil uji korelasi bivariate Spearman an-
tara kemampuan berpikir logis dengan model
mental kimia sekolah ditunjukkan dalam Tabel
8. Pokok bahasan stoikiometri berkorelasi kuat
dengan penalaran korelasional (p=0,460). Ther-
mokimia berkorelasi kuat dengan pengontrolan
variabel (p=0,529), penalaran probabilitas (p=
0,425) dan penalaran kombinatorial (p=0,436).
Kesetimbangan berkorelasi kuat dengan hampir
seluruh jenis penalaran dan sangat kuat dengan
pengontrolan variabel (p=0,602). Kecepatan re-
aksi berkorelasi kuat dengan penalaran proba-
bilitas (p=0,414), penalaran korelasional (p=
0,401), dan penalaran kombinatorial (p=0,416).
Asam basa berkorelasi kuat dengan penalaran
proporsional (p=0,433), penalaran probabilitas
(p=0,422) dan penalaran korelasional (p=
0,548). Secara keseluruhan kemampuan berpi-
kir logis berkorelasi sangat kuat dengan model
mental kimia sekolah (p=0,835).

Pembahasan
Pada penelitian ini telah dideskripsikan
kemampuan berpikir logis mahasiswa calon
guru kimia. Hasil penelitian menunjukkan bah-
wa secara keseluruhan rata-rata skor kemam-
puan berpikir logis mahasiswa calon guru kimia
sebesar 5,40 dari nilai maksimal 10, dengan
simpangan baku 3,383. Sebagian besar maha-
siswa dari tingkat I sampai dengan tingkat IV
sudah mencapai tahap perkembangan formal
atau formal akhir, namun masih ditemukan se-
banyak 18,6% mahasiswa berada pada tahap
perkembangan operasional konkret. Hasil pene-
litian Fah (2009) juga menunjukkan bahwa
98% mahasiswa Divisi Interior di Sabah, Ma-
laysia, masih berada pada tahapan operasional
konkret (memiliki skor antara 0-1). Hal ini ten-
tunya berlawanan dengan Teori Perkembangan
Kognitif yang diusulkan oleh Jean Piaget
bahwa tahap perkembangan operasional formal
akhir sudah dapat dicapai oleh anak yang ber-
usia 11-16 tahun (Inhelder & Piaget, 1958). De-
ngan demikian, hasil penelitian ini semakin
memperkuat usulan Demetriou & Efklides
(1994) untuk melakukan revisi terhadap tahap
perkembangan kognitif Piaget.
Hasil penelitian juga menunjukkan pena-
laran proporsional memiliki skor rata-rata yang
paling tinggi (M = 1,20), sedangkan penalaran
probabilitas memiliki skor rata-rata yang paling
rendah (M = 1,00). Fah (2009) menunjukkan
hasil penelitian yang sama yaitu skor penalaran
probabilitas paling rendah, namun skor tertinggi
pada penalaran kombinatorial. Yenilmez, Su-

154
Cakrawala Pendidikan, Februari 2014, Th. XXXIII, No. 1
ngur and Tekkaya (2005) mendapatkan skor
tertinggi pada penalaran pengontrolan variabel,
sedangkan terendah pada penalaran korelasio-
nal. Perbedaan ini menunjukkan bahwa per-
kembangan kemampuan berpikir logis setiap
mahasiswa tidak sama dan tentunya tergantung
dari lingkungan yang membentuknya.
Hasil uji Kruskal Wallis untuk menentu-
kan perbedaan kemampuan berpikir logis ma-
hasiswa calon guru kimia berdasarkan tingkat
kelas, menunjukkan tidak adanya perbedaan
secara signifikan antara mahasiswa tingkat I, II,
III dan IV. Tuna, Biber dan Incikapi (2013:86)
menunjukkan hasil yang berbeda, kemampuan
berpikir logis mahasiswa calon guru matema-
tika di salah satu universitas pendidikan di Tur-
key secara signifikan dipengaruhi oleh tingkat
kelas. Hal ini menunjukkan proses perkuliahan
dari satu tingkat ke tingkat berikutnya bagi ma-
hasiswa calon guru kimia belum mampu mem-
berikan sumbangan terhadap peningkatan ke-
mampuan berpikir logis. Padahal, kemampuan
berpikir logis berkorelasi sangat kuat dengan
model mental kimia sekolah mahasiswa calon
guru (p = 0,835). Oleh karena itu, perlu upaya
menumbuhkan kemampan berpikir logis maha-
siswa baik secara tersirat dalam setiap mata ku-
liah maupun tersurat dalam mata kuliah tersen-
diri.
Pada penelitian ini juga dideskripsikan
model mental kimia sekolah mahasiswa calon
guru. Secara umum, mahasiswa tingkat IV me-
miliki skor model mental kimia sekolah paling
tinggi dibandingkan tingkat kelas di bawahnya.
Rata-rata skor model mental kimia sekolah ada-
lah 41,85 dari skor maksimal 100, dengan rata-
rata skor tertinggi pada pokok bahasan thermo-
kimia. Berdasarkan hasil uji korelasi bivariate
Spearman, pokok bahasan thermokimia berko-
relasi kuat dengan pengontrolan variabel, pena-
laran probabilitas, dan penalaran kombinatorial.
Pengontrolan variabel sangat berperan dalam
merencanakan dan melaksanakan pemecahan
masalah berbagai jenis reaksi yang melibatkan
energi, sebagaimana dalam thermokimia. Inter-
pretasi data dan hasil pengamatan berbagai per-
cobaan dalam thermokimia seringkali mem-
butuhkan penalaran probabilistik. Terakhir, pe-
nalaran kombinatorial berperan dalam meru-
muskan hipotesis alternatif untuk menguji efek
dari variabel yang mempengaruhi penggunaan
energi dalam reaksi kimia.
Berdasarkan hasil uji Kruskal Wallis yang
dilanjutkan dengan uji Mann Whitney menun-
jukkan bahwa secara keseluruhan terdapat per-
bedaan yang signifikan antara mahasiswa ting-
kat I, II, III, dan IV, namun tidak berbeda se-
cara signifikan antara mahasiswa tingkat I dan
tingkat II dengan mahasiswa tingkat III. Dalam
pokok bahasan stoikiometri, skor rata-rata ma-
hasiswa tingkat III lebih rendah daripada maha-
siswa tingkat I dan untuk pokok bahasan ther-
mokimia, kesetimbangan dan kecepatan reaksi,
skor rata-rata mahasiswa tingkat III lebih ren-
dah daripada mahasiswa tingkat II. Hasil ini se-
rupa dengan penelitian Yayla & Eyceyurt
(2011) yang menyatakan bahwa model mental 5
konsep dasar kimia dari mahasiswa calon guru
sains tidak seluruhnya menunjukkan perbedaan
yang signifikan berdasarkan tingkat kelas. Ber-
dasarkan tinjauan kurikulum mahasiswa tingkat
I dan tingkat II masih mendapatkan mata kuliah
Kimia Dasar yang secara konten dapat berfung-
si menguatkan penguasaan materi subjek kimia
sekolah, mahasiswa tingkat III didominasi oleh
mata kuliah Kimia Lanjut. Berdasarkan hasil
penelitian nampak bahwa mata kuliah kimia
lanjut tidak memberikan dukungan yang signi-
fikan terhadap penguasaan materi subjek kimia
sekolah.
Pada konteks pembelajaran kimia, disa-
rankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut
terkait proses belajar mengajar yang mampu
meningkatkan kemampuan berpikir logis. Hal
ini menjadikan pengembangan kemampuan ber-
pikir logis sebagai prioritas utama dalam ilmu
pendidikan. Kemampuan berpikir logis memili-
ki peran yang mendasar dalam prestasi akade-
mik pembelajar dan dalam mengkonstruksi kon-
sep. Pembelajar dengan tingkat kemampuan
berpikir logis yang tinggi dapat mengubah kon-
sepsi alternatifnya dengan lebih mudah (Oliva,
2003). Penalaran proporsional cukup penting
dalam aspek kuantitatif kimia, terutama untuk
memahami derivasi dan penggunaan sejumlah
besar hubungan fungsional dalam kimia, seperti

155
Kemampuan Berpikir Logis dan Model Mental Kimia Sekolah Mahasiswa Calon Guru
pengembangan dan interpretasi data tabulasi
dan grafik. Penalaran korelasional berperan sa-
ngat penting dalam perumusan hipotesis dan
interpretasi data yang perlu mempertimbangkan
hubungan antara variabel. Pengontrolan varia-
bel penting dalam perencanaan, pelaksanaan
dan interpretasi. Interpretasi data dari temuan,
pengamatan, atau percobaan sering membutuh-
kan penalaran probabilistik. Terakhir, penalaran
kombinatorial terjadi dalam perumusan hipo-
tesis alternatif untuk menguji efek dari variabel
yang dipilih.

PENUTUP
Kemampuan berpikir logis mahasiswa se-
makin meningkat berdasarkan kenaikan tingkat,
namun berdasarkan uji Kruskal Wallis, menun-
jukkan tidak adanya perbedaan secara signifi-
kan antara mahasiswa tingkat I, II, III dan IV.
Secara umum, model mental kimia sekolah cen-
derung mengalami peningkatan berdasarkan ke-
naikan tingkat kelas, namun sedikit mengalami
penurunan pada mahasiswa tingkat III. Perbe-
daan rata-rata skor model mental kimia sekolah
nampak signifikan antara mahasiswa tingkat I,
II, III, dan IV. Hasil uji korelasi bivariate Spear-
man menunjukkan kemampuan berpikir logis
berkorelasi sangat kuat dengan model mental
kimia sekolah.

UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kami ucapkan kepada Pro-
gram Studi Pendidikan IPA, Sekolah Pascasar-
jana, Universitas Pendidikan Indonesia yang
telah banyak memberikan kontribusi sehingga
penelitian ini dapat berjalan dengan lancar. Te-
rima kasih juga kami ucapkan kepada Ditjen
Pendidikan Tinggi yang telah banyak mem-
berikan dukungan dana sehingga penelitian ini
dapat berjalan dengan lancar.

DAFTAR PUSTAKA
Adbo, K. and Taber, K. S. 2009. “Learners’
Mental Models of the Particle Nature of
Matter: a Study of 16-Year-Old Swedish
Science Students”. International Journal
of Science Education. 31(6), 757-786.

Adey, P., & Shayer, M. 1994. Really Raising
Standards: Cognitive Intervention and
Academic Achievement. London: Rout-
ledge.

Demetriou, A., & Efilides, A. 1988. “Experien-
tial Structuralism and Neo-Piagetian
Theories: Toward an Integrated Model”
dalam Demetriou, A. (Ed.), The neo-Pia-
getian Theories of Cognitive Develop-
ment: Toward an Integration. h. 103-136.
Amsterdam: North-Holland.

Fah, L. Y. 2009. “Logical Thinking Abilities
among Form 4 Students in the Interior
Division of Sabah, Malaysia”. Journal of
Science and Mathematics Education in
Southeast Asia, 32(2), 161-187.

Inhelder, B. & Piaget, J. 1958. The Growth of
Logical Thinking: from Childhood to
Adolescence. New York: Basic Books,
Inc.

Jansoon, N. Coll, R. K. and Somsook, E. 2009.
“Understanding Mental Models of Dilu-
tion in Thai Students”. International
Journal of Environmental & Science
Education. 4(2), 147-168.

Lawson, A. E. and Thompson L. D. 1988. “For-
mal Reasoning Ability and Misconcep-
tions Concerning Genetics and Natural
Selection”. Journal of Research in
Science Teaching. 25, 733-746.

Lin, J. W. and Chiu, M. H. 2007. “Exploring
the Characteristics and Diverse Source of
Students’ Mental Models of Acids and
Bases”. International Journal of Science
Education. 29 (6), 771-803.

Lin, J. W. and Chiu, M. H. 2010. “The Mis-
match between Students’ Mental Models
of Acids/Bases and Their Sources and
Their Teacher’s Anticipations Thereof”.
International Journal of Science Educa-
tion, 32 (12), 161-164.

156
Cakrawala Pendidikan, Februari 2014, Th. XXXIII, No. 1
Oliva, J. M. 2003. “The Structural Coherence of
Students’ Conceptions in Mechanics and
Conceptual Change”. International Jour-
nal of Science Education. 25, 539-561.

Park, E. J. & Light, G. 2009. “Identifying Ato-
mic Structure as a Threshold Concept:
Student Mental Models and Trouble-
someness”. International Journal of
Science Education. 31(2), 233-258.

Savant, M., 1997. The Power of Logical
Thinking. St. Martin’s Press, New York

Strickland, A. M. Kraft, A. and Bhattacharyya,
G. 2010. “What Happens when Repre-
sentations Fail to Represent? Graduate
Students’ Mental Models of Organic
Chemistry Diagrams”. Chemistry Edu-
cation Research and Practice. 11, 293-
301.

Tobin, K.G., & Capie, W., 1981. “The Deve-
lopment and Validation of a Group Tes
of Logical Thinking”. Educational and
Psychological Measurement. 41, 413-423.

Tuna, A., Biber, A.C., and Incikapi, L. 2013.
“An Analysis of Mathematics Teacher
Candidates’ Logical Thinking Levels:
Case of Turkey”. Journal of Educational
and Instructional Studies in The World.
3, 83-91.















Valanides, N. C., 1997. “Cognitive Abilities
among Twelfth-Grade Students: Implica-
tions for Science Teaching”. Educational
Research and Evaluation. 3, 160-186.

Wang, C. Y. and Barrow, L. H. 2010. “Charac-
teristics and Levels of Sophistication: An
Analysis of Chemistry Students’ Ability
to Think with Mental Models”. Research
Science Education. DOI 10.1007/s11165-
010-9180-7.

Yayla, G. & Eyceyurt, G. 2011. ”Mental Models
of pre-Service Science Teachers about
Basic Concepts in Chemistry”. Western
Anatolia Journal of Educational Sciences
(WAJES), Special Issue: Selected Papers
presented at WCNTSE.

Yenilmez, A., Sungur, S., Tekkaya, C. 2005.
Investigating students’ Logical Thinking
Abilities: the Effects of Gender and Gra-
de Level. H. Ü. Egitim Fakültesi, 28,
219-225.

Yilmaz, A. and Alp, E., 2006. “Students’ Un-
derstanding of Matter: The Effect of Rea-
soning Ability and Grade Level”. Che-
mistry Education Research and Practice.
7 (1), 22-31.