AKUNTABILITAS BERBASIS SYARIAH ENTERPRISE THEORY DALAM
MEWUJUDKAN EKONOMI SUSTAINABLE
Sri Wahyuni
1
, Muhammad Wahyuddin Abdullah
2

1,2,
UIN AlAuddin Makassar
E-mail: [email protected]
1
, [email protected]
2



Abstrak
Tujuan artikel ini adalah untuk memahami akuntabilitas berbasis syariah enterprise theory dalam
mewujudkan ekonomi sustainable. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pustaka
(library research), Penelitian kepustakaan merupakan suatu bentuk penelitian yang dilakukan
dengan cara mengumpul berbagai macam referensi yang menjadi sumber utama untuk
melakukan penelitian, referensi yang merupakan sumber primer dalam penelitian ini adalah
artikel yang dimuat dalam jurnal, dan artikel tertulis lainnya. Hasil artikel ini menunjukkan
bahwa. Akuntabilitas berdasarkan pada Shariah Enterprise Theory memberikan perspektif
terhadap akuntabilitas menjadi tiga dimensi, yaitu akuntabilitas terhadap Tuhan, manusia dan
alam. Shariah enterprise theory sudah mempertimbangkan kesadaran spiritual dalam diri manusia,
sehingga aktivitas-aktivitas yang dilakukan oleh perusahaan berlandaskan ibadah kepada Tuhan,
maqashid syariah sebagai cara untuk mencapai kesejahteraan.
Kata kunci: Akuntabilitas, syariah enterprise theory, kesejahteraan

Pendahuluan
Dalam mempertahankan hidupnya,
manusia diberi kebebasan dalam memenuhi
kebutuhan-kebutuhannya, k ebebasan
merupakan unsur dasar manusia dalam
mengatur dirinya dalam memenuhi
kebutuhan yang ada. Namun kebebasan
manusia ini tidak berlaku mutlak, kebebasan
dibatasi oleh kebebasan manusia lain, bila
antara manusia melanggar batas kebutuhan
antara sesamanya, maka akan terjadi konflik.
Bila terjadi hal ini, maka manusia akan
kehilangan peluang untuk mendapatkan
kebutuhan yang diharapkannya, apalagi
interaksi manusia itu berhubungan dengan
perekonomian atau usaha bisnis.
1


1Rizal Darwis, ‘Konsep Dan Dasar Keuangan
Dalam Islam’, Tahki, IX.2 (2013), 65–82
<https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&
esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved
=2ahUKEwjmkdH5y9fvAhWUbisKHZxRAhoQ
FjAAegQIAhAD&url=https%3A%2F%2Fjurnal.i
Perkembangan bisnis Islam (syariah) kini kian
marak dan menjamur di Indonesia. Salah satu
pendorongnya adalah karena adanya
kesadaran masyarakat yang mayoritas Muslim
untuk menggunakan dan memanfaatkan
produk-produk (barang maupun jasa) yang
ḥalal dan ṭayyib.
2

Bisnis Islam memandang bahwa bumi
dan segala isinya merupakan amanah dari
Allah, kepada manusia sebagai khalifah di
bumi ini, untuk dipergunakan sebesar-
besarnya bagi kesejahteraan umat manusia.
Untuk mencapai tujuan yang suci ini Allah
tidak meninggalkan manusia sendirian tetapi

ainambon.ac.id%2Findex.php%2FTHK%2Farticl
e%2Fview%2F77&usg=AOvVaw15YQRwyghMp
0RL7mFw7rFR>.
2Choirul Huda, ‘MODEL PENGELOLAAN
BISNIS SYARI ’ AH : Studi Kasus Lembaga
Pengembangan Usaha Yayasan Badan Wakaf
Sultan Agung Semarang’, Jurnal Penelitian Sosial
Keagamaan, 24.1 (2016), 165 –90
<https://doi.org/http://dx.doi.org/10.21580/ws.
2016.24.1.1140>.

42

B a l a nca
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam
Volume 3 Nomor 1, Januari – Juni 2021 (41 – 54)

diberikan petunjuknya melalui para Rasul-
Nya. Dalam petunjuk ini Allah berikan segala
sesuatu yang dibutuhkan manusia, baik
akidah ahlak maupun syariah.
3
Tidak hanya
serangkaian aktivitas untuk mencari laba atau
keuntungan sebanyak-banyaknya, tetapi
dibatasi dalam cara perolehan dan
pendayagunaannya dengan aturan halal dan
haram.
Tanggung jawab atau akuntabilitas
sebuah organisasi bisnis Islam dalam bentuk
laporan hasil dan posisi keuangan
didedikasikan kepada kontributor sumber
daya keuangan dan juga kepada masyarakat
pada umumnya. Penerima tanggungjawab
yang paling penting didalam organisasi bisnis
Islam adalah Tuhan. Organisasi bisnis Islam
menjalankan operasi, penentuan tujuan dan
pencapaian tujuan didasarkan sepenuhnya
pada nilai-nilai etika syariah. Dalam
akuntansi berguna untuk membantu dalam
alokasi sumber daya yang efisien dengan
memberikan informasi guna pengambilan
keputusan oleh mereka yang bertanggung
jawab untuk membuat keputusan investasi.
4

Teori yang paling tepat untuk
mengungkapkan tanggung jawab sosial
perusahaan adalah Syariah Enterprise Theory,
hal ini karena dalam syariah enterprise theory,
Allah adalah sumber amanah utama.
Sedangkan sumber daya yang dimiliki oleh
para stakeholders adalah amanah dari Allah

3Mohamad Sholikhin, ‘Prospek Perbankan
Islam Dan Bisnis Syari’ah Dalam Pengembangan
Ekonomi’, Iqtishadia, 6.2 (2013), 241–58
<https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&
esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved
=2ahUKEwityvC4kdjvAhUPXSsKHYx-
DOoQFjAAegQIAxAD&url=https%3A%2F%2F
journal.iainkudus.ac.id%2Findex.php%2FIQTISH
ADIA%2Farticle%2Fdownload%2F1113%2F104
2&usg=AOvVaw16SMmM7ImNlhaQ6>.
4Rahmah Yulisa Kalbarini and Noven
Suprayogi, ‘Implementasi Akuntabilitas Dalam
Konsep Metafora Amanah Di Lembaga Bisnis
Syariah (Studi Kasus : Swalayan Pamella
Yogyakarta)’, JESTT, 1.7 (2014), 506–17.
yang di dalamnya melekat sebuah tanggung
jawab untuk menggunakan dengan cara dan
tujuan yang ditetapkan oleh Sang Maha
Pemberi Amanah. Syariah Enterprise Theory
menyatakan kepedulian tidak hanya
menyangkut kepentingan individu (dalam hal
ini pemegang saham), akan tetapi juga
menyangkut kepentingan stakeholders yang
lebih luas, meliputi Allah, manusia, dan alam.
Allah merupakan pihak paling tinggi dan
menjadi satu-satunya tujuan hidup manusia
dengan menempatkan Allah sebagai
stakeholder tertinggi.
5
Dalam shariah
enterprise theory, aktivitas yang dilakukan
oleh perusahaan harus dapat memberikan
shariah value added (kesejahteraan ekonomi,
kesejahteraan mental, dan kesejahteraan
spiritual) bagi stakeholders.
6

Kesejahteraan dan bahwa kualitas
kehidupan berupa pemenuhan kebutuhan
dasar manusia yaitu pendidikan, kesehatan
dan pendapatan sejatinya merupakan ukuran
keberhasilan pembangunan sedangkan yang
menjadi penentu utama tingkat kemiskinan
adalah kapabilitas untuk berfungsi. Seiring
dengan berjalannya waktu, maka
pembangunan ekonomi yang biasa diukur
dengan pertumbuhan ekonomi yang dibarengi
dengan pemenuhan kebutuhan sosial masih
harus diselaraskan dengan perhatian terhadap
lingkungan Kualitas lingkungan
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh

5Poppy Ruddin, ‘ANALISIS CORPORATE
SOCIAL RESPONSIBILITY PERBANKAN
SYARIAH BERDASARKAN SHARIAH
ENTERPRISE THEORY’, 04.02, 31–42.
6Ririn Irmadariyani, ‘Implementasi Strategic
Corporate Social Responsibility Dalam Perspektif
Shari’ah Enterprise Theory’, Rebranding Keunggulan
Kompetitif Berbasis Kearifan Lokal, 2.4 (2016), 842–51
<https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&
esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved
=2ahUKEwiD5KzXw9_vAhXD7HMBHZdCCH
kQFjAAegQIAxAD&url=https%3A%2F%2Fjurn
al.unej.ac.id%2Findex.php%2Fprosiding%2Farticl
e%2Fview%2F3687&usg=AOvVaw1zOhozmzQJ
nPcXfPstspWz>.

43 B a l a n c a
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam
Volume 3 Nomor 1, Januari – Juni 2021 (41 – 54)
pembangunan ekonomi. Interaksi antara
ekonomi dan sosial disebut sebagai equitable
yang dapat diartikan dalam istilah keadilan,
interaksi antara lingkungan dan sosial disebut
sebagai livable atau dikenal juga sebagai
konsep kualitas hidup yang dapat pula
diartikan dalam istilah kenyamanan, interaksi
antara ekonomi dan lingkungan disebut
sebagai viable atau dalam artian usaha dalam
meningkatkan kondisi ekonomi harus
memperhatikan daya dukung lingkungan dan
menghindari terjadinya kerusakan lingkungan
yang dapat juga diartikan dalam istilah
kelestarian; sedangkan interaksi antara
ekonomi, sosial dan lingkungan disebut
sebagai sustainable.
7

Metode Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah
penelitian kepustakaan (Library research).
Penelitian kepustakaan merupakan suatu
bentuk penelitian yang dilakukan dengan cara
mengumpul berbagai macam referensi yang
menjadi sumber utama untuk melakukan
penelitian, referensi yang merupakan sumber
primer dalam penelitian ini adalah artikel
yang dimuat dalam jurnal, dan artikel tertulis
lainnya.
8

Pembahasan
A. Akuntabilitas dalam islam
Konsep akuntabilitas dalam Islam
menyatakan bahwa manusia sebagai
pemegang amanah, bukan sebagai pemegang
kuasa penuh yang mengatur dunia. Manusia
ditunjuk sebagai “khalifah” dalam bentuk
amanah dan sebagai wakil Allah.
9
Sesuai

7Niken Pratiwi, Dwi Budi Santosa, and
Khusnul Ashar, ‘Analisis Implementasi
Pembangunan Berkelanjutan Di Jawa Timur’,
JIEP, 18.1 (2018), 1–13.
8Ahmad Riyansyah, pemikiran sofyan syafitri
harahap tentang akuntansi syariah dan
penerapannya, At-tafahum : journal of Islamic law,
vol.1 No.2 (2017), h. 12-24.
9Shela Welly Arga, ‘AKUNTABILITAS
KOPERASI SYARIAH (Studi Kasus Pada
dengan dalam Surah Al-Baqarah:30. Yang
artinya “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman
kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku
hendak menjadikan khalifah di muka bumi.”
Mereka berkata: “Mengapa Engkau hendak
menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang
akan membuat kerusakan pad anya dan
menumpahkan darah, padahal kami
senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau
dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman
“Sesungguhnya aku mengetahui apa yang
tidak kamu ketahui”
Manusia sebagai “khalifah” dan
bagaimana konsep pertanggungjawaban
ditekankan dengan perintah dari Allah
melalui istilah “hisab” atau
perhitungan/pengadilan (accountability) di
hari pembalasan. Kepercayaan terhadap hari
kiamat memiliki peranan yang penting dalam
kehidupan seorang muslim yang harus
mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Konsep pertanggungjawaban sudah
ditetapkan oleh sunnatullah yang sangat
ditekankan dalam Islam, bukan merupakan
norma etika yang umum atau perundang-
undangan negara. Accountability tidak hanya
terbatas dalam konteks spiritual, tetapi
pertanggungjawaban diformulasikan kedalam
sarana operasional untuk mencapai Ridha
Allah sebagaimana dijelaskan dalam Al-
Qur’an surat Al-Baqarah ayat 282. Secara
terminologi accountability dari akar kata
account, artinya laporan. Al -Qur'an
mengartikan account sebagai hisab
(perhitungan). Hisab dalam arti umum
berkaitan dengan kewajiban seseorang untuk
account kepada Allah dalam segala hal yang
berkaitan dengan usaha manusia. Segala

KANINDOSyariahJatim)’, 1 –20
<https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&
esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved
=2ahUKEwj0iZ2yvNfvAhWxkOYKHUpmDCw
QFjAAegQIBRAD&url=https%3A%2F%2Fjimfe
b.ub.ac.id%2Findex.php%2Fjimfeb%2Farticle%2
Fview%2F1268&usg=AOvVaw36eRPqYkgH7LF
rbM9eQWTH>.

44

B a l a nca
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam
Volume 3 Nomor 1, Januari – Juni 2021 (41 – 54)

sumber daya yang tersedia untuk manusia ini
merupakan bentuk sebua kepercayaan,
manusia mengg unakan apa yang
dipercayakan kepada mereka (manusia)
didasarkan pada ketentan-ketentuan syari'ah
dan keberhasilan individu di akhirat
bergantung pada kinerja manusia di dunia.
10

Konsep akuntabilitas dalam Islam tidak
terlepas dari keadilan dan kebenaran. Konsep
keadilan menggambarkan dimensi horizontal
ajaran Islam yang berhubungan dengan
keseluruhan harmoni pada alam semesta atau
yang lebih dikenal dengan sunnatullah.
Pentingnya keadilan dalam kegiatan ekonomi
dikarenakan dalam proses pengambilan
keputusan, dibutuhkan informasi yang
bermanfaat yaitu informasi yang didapat
menggambarkan apa yang telah terjadi dan
dalam batas aturan sosial dan perilaku
ekonomi yang Islami.
11
Akuntabilitas sebagai
bentuk pertanggungjawaban moril
manajemen perusahaan terhadap anggota.
Dengan demikian, maka manajer atau
pengelola koperasi harus memiliki
transparansi terhadap segala aktifitas
keuangan dan investasi sebagaimana
tercantum dalam kontrak kerja. Manajer
selaku agen memberikan informasi yang jelas
terhadap perkembangan us aha, serta
melaporkan temuan-temuan yang dapat
membuat perusahaan dalam posisi yang tidak
menguntungkan. Akuntabilitas dalam
perspektif Sharia Enterprise Theory memiliki
keseimbangan nilai egoistik, altruistik, materi
dan nilai spiritual. Dengan demikian,
keseimbangan yang tercipta melibatkan
beberapa pihak dan hubungan yang terjalin,
sehingga membentuk tiga dimensi
akuntabilitas, yaitu akuntabilitas terhadap
Tuhan, manusia, dan alam.
12
Akuntabilitas

10Kalbarini and Suprayogi.
11Kalbarini and Suprayogi.
12Yusuf Abdullah and Aa Willy Nugraha,
‘Implementasi Akuntabilitas Berdasarkan Pada
Perspektif Sharia Enterprise Theory (Studi Kasus
Pada Koperasi Syariah Mumtaz Tasikmalaya)’,
terhadap Tuhan diartikan sebagai upaya
optimalisasi dari setiap sumber daya yang
dianugerahkan kepada makhluknya
merupakan suatu amanah yang didalamnya
melekat tanggung jawab untuk
menggunakannya sesuai dengan ketentuan
syariat Allah, yang tertuang dalam kitab suci
Al-Quran. Akuntabilitas terhadap manusia
diartikan sebagai hubungan antara manusia
dimana satu pihak berperan sebagai pihak-
pihak yang secara langsung memberikan
kontribusi pada perusahaan baik dalam
bentuk kontribusi keuangan maupun non-
keuangan, selanjutnya disebut direct
stakeholder yakni pihak yang sama sekali
tidak memberikan kontribusi kepada
perusahaan baik keuangan maupun non-
keuangan, tetapi secara syari’ah mereka
adalah pihak yang berhak untuk mendapatkan
kesejahteraan dari perusahaan (indirect
stakeholder). Dan Akuntabilitas terhadap
Alam. Alam diartikan sebagai ekosistem vital
yang memberikan kontribusi bagi
kelangsungan hidup perusahaan, dengan kata
lain keseimbangan dalam menjaga kelestarian
alam adalah poin utama dalam menciptakan
harmoni kehidupan yang selaras dan
seimbang. Perusahaan akan tetap eksis
apabila memperhatikan lingkungan alamnya.
Sedangkan menurut Meutia Syariah
Enterprise theory terdiri dari dua dimensi,
yaitu:
13
Akuntabilitas Vertikal yaitu Allah,
meliputi pertanggungjawaban yang ditujukan
kepada Allah. Beberapa contoh akuntabilitas
vertical, yaitu adanya opini Dewan Pengawas
Syariah dan adanya pengungkapan mengenai
fatwa dan aspek operasional yang dipatuhi
dan tidak dipatuhi berserta alasannya.

Jurnal Ekonomi Syariah, 5.2 (2020), 77–88
<https://doi.org/10.37058/jes.v5i2.2073>.
13Omi Pramiana and Nur Anisah,
‘Implementasi Corporate Social Responsibility
(CSR) Dalam Perspektif Shariah Enterprise
Theory’, EKSIS, 13.2 (2018), 169–82
<//ejournal.stiedewantara.ac.id/index.php/001/is
sue/view%0AHalaman>.

45 B a l a n c a
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam
Volume 3 Nomor 1, Januari – Juni 2021 (41 – 54)
Akuntabilitas Horizontal yaitu, Direct
Stakeholders terhadap Nasabah contohnya
adalah adanya pengungkapan kualifikasi dan
pengalaman anggota Dewan Pengawas
Syariah, laporan dana zakat dan qardhul
hasan serta audit yang dilakukan terhadap
laporan tersebut, informasi produk dan
konsep syariah yang mendasarinya,
penjelasan tentang pembiayaan dengan skema
profit dan loss sharing, dan penjelasan tentang
kebijakan atau usaha untuk mengurangi
transaksi non syariah dimasa mendatang.
Akuntabilitas Horizontal, Direct Stakeholders
terhadap Karyawan contohnya adalah adanya
pengungkapan mengenai kebijakan upah dan
renumerasi, kebijakan mengenai pelatihan
yang meningkatkan kualitas spiritual
karyawan dan keluarganya, ketersediaan
layanan kesehatan dan konseling bagi
karyawan, dan kebijakan non diskriminasi
yang diterapkan pada karyawan dalam hal
upah, training dan kesempatan karir.
Akuntabilitas Horizontal Indirect
Stakeholders adalah pertaggungjawaban
kepada komunitas. Beberapa contoh
akuntabilitas horizontal kepada komunitas
adalah adanya pengungkapan tentang inisiatif
untuk meningkatkan akses masyarakat luas
atas jasa keunagan bank islam, kebijakan
pembiayaan akan isu-isu diskriminasi dan
HAM, kebijakan pembiayaan yang
mempertimbangkan kepentingan masyarakat
banyak, dan kontribusi yang dilakukan untuk
meningkatkan kualitas hidup masyarakat
dibidang agama, pendidikan dan kesehatan.
Akuntabilitas Horizontal Alam contohnya
adalah adanya pengungkapan tentang
kebijakan pembiayaan yang
mempertimbangkan isu-isu lingkugan, adanya
jumlah pembiayaan yang diberikan kepada
usaha-usaha yang berpotensi merusak
lingkungan dan alasan memberikan
pembiayaan tersebut, dan usaha-usaha
meningkatkan kesadaran kepada pegawai.
B. Syariah Enterprise Theory
Konsep Enterprise Theory menunjukkan
bahwa kekuasaan ekonomi tidak lagi berada
di satu tangan, melainkan berada pada banyak
tangan, yaitu stakeholder. Oleh karena itu
enterprise theory direkomendasikan untuk
suatu sistem ekonomi yang mendasarkan diri
pada nilai-nilai syariah mengingat syariah
melarang beredarnya kekayaan hanya di
kalangan tertentu saja. Tetapi, dalam konsep
syariah belum mengakui adanya partner tidak
langsung yang memberikan kontribusi
ekonomi karena partner tidak langsung ini
mempunyai hak atas nilai tambah yang telah
diperoleh perusahaan. Enterprise theory
merupakan teori yang mengakui adanya
pertanggungjawaban tidak hanya kepada
pemilik perusahaan saja melainkan kepada
kelompok stakeholders. Dalam Shariah
Enterprise Theory, Allah adalah sumber
amanah utama. Sedangkan sumber daya yang
dimiliki oleh para stakeholders adalah
amanah dari Allah yang di dalamnya melekat
sebuah tanggung jawab untuk menggunakan
dengan cara dan tujuan yang ditetapkan oleh
Sang Maha Pemberi Amanah. Enterprise
theory mengajukan beberapa konsep terkait
dengan pengungkapan tanggung jawab sosial
sebuah perusahaan.
14

Enterprise theory mengajukan beberapa
konsep terkait dengan pengungkapan
tanggung jawab sosial sebuah perusahaan.
Konsep-konsep tersebut, adalah:
Pengungkapan tanggung jawab sosial
merupakan bentuk akuntabilitas manusia
terhadap Tuhan dan karenanya ditujukan
untuk mendapatkan ridho (legitimasi) dari
Tuhan sebagai tujuan utama. Pengungkapan
tanggung jawab sosial harus memiliki tujuan
sebagai sarana pemberian informasi kepada
seluruh stakeholders (direct, in-direct, dan
alam) mengenai seberapa jauh institusi
tersebut telah memenuhi kewajiban terhadap
seluruh stakeholders. Pengungkapan tanggung
jawab sosial adalah wajib (mandatory),

14Pramiana and Anisah.

46

B a l a nca
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam
Volume 3 Nomor 1, Januari – Juni 2021 (41 – 54)

dipandang dari fungsi bank syariah sebagai
salah satu instrumen untuk mewujudkan
tujuan syariah. Pengungkapan tanggung
jawab sosial harus memuat dimensi material
maupun spriritual berkaitan dengan
kepentingan para stakeholders. Dan
Pengungkapan tanggung jawab sosial harus
berisikan tidak hanya informasi yang bersifat
kualitatif, tetapi juga informasi yang bersifat
kuantitatif.
Dengan menempatkan Allah sebagai
stakeholder tertinggi, maka tali penghubung
agar akuntansi syariah tetap bertujuan pada
membangkitkan kesadaran ketuhanan, para
penggunanya tetap terjamin. Konsekuensi
menetapkan Allah sebagai stakeholder
tertinggi adalah digunakannya sunnatullah
sebagai basis bagi konstruksi akuntansi
syariah adalah bahwa dengan bahwa dengan
sunnatullah ini, akuntansi syqriqh hanya
dibangun berdasarkan pada tata-aturan atau
hukum-hukum Allah. Stakeholder kedua dari
Shariah enterprises theory adalah manusia,
yang dibedakan antara direct-stakeholders dan
indirect-stakeholders. Direct-stakeholders
adalah pihak-pihak yang secaralangsung
memberikan kontribusi pada perusahaan, baik
dalam bentukkontribusi keuangan (financial
contribution) maupun non keuangan
(nonfinancialcontribution).Karena mereka
telah memberikan kontribusikepada
perusahaan, maka mereka mempunyai hak
untuk mendapatkan kesejahteraan dari
perusahaan. Sementara, yang dimaksud
dengan indirect-stakeholders adalah pihak-
pihak yang sama sekali tidakmemberikan
kontribusi kepada perusahaan (baik secara
keuanganmaupun non-keuangan), tetapi
secara syariah mereka adalah pihak yang
memiliki hak untuk mendapatkan
kesejahteraan dari perusahaan. Golongan
stakeholder terakhir dari Shariah enterprises
theory adalah alam. Alam adalah pihak yang
memberikan kontribusi bagi mati-hidupnya
perusahaan sebagaimana pihak Allah dan
manusia. Perusahaan eksis secara fisik karena
didirikan di atas bumi, menggunakan energi
yang tersebar di alam, memproduksi dengan
menggunakan bahan baku dari alam,
memberikan jasa kepada pihak lain dengan
menggunakan energi yang tersedia di alam,
dan lain-lainnya. Namun demikian, alam
tidak menghendaki distribusi kesejahteraan
dari perusahaan dalam bentuk uang
sebagaimana yang diinginkan manusia.Wujud
distribusi kesejahteraan adalah berupa
kepedulian perusahaan terhadap kelestarian
alam, pencegahan pencemaran, dan lain-
lainnya.
15

Syariah enterprise theory dilandasi oleh
premis yang mengatakan bahwa manusia
adalah khalifatullah fil ardh yang membawa
misi menciptakan dan mendistribusikan
kesejahteraan bagi seluruh manusia dan alam,
mendorong untuk mewujudkan nilai keadilan
terhadap lingkungan manusia dan alam. Oleh
karena itu, akan membawa kemaslahatan bagi
stockholders, stakeholders, masyarakat dan
lingkungan, tidak hanya mementingkan
kepentingan individu (dalam hal ini pemegang
saham), tetapi juga pihak-pihak lain yang
terkait. Selain itu memiliki karakter
keseimbangan yang menyeimbangkan nilai
egoistik dengan nilai altruistik serta nilai
materi dengan nilai spiritual.
16
Dalam
pandangan shariah enterprise theory,
distribusi kekayaan (wealth) atau nilai tambah
(value added) tidak hanya berlaku pada para
partisipan yang terkait langsung dalam, atau
partisan yang memberikan kontribusi kepada,
operasi perusahaan; seperti pemegang saham,

15Dori Novarela and Indah Mulia Sari,
‘Pelaporan Corporate Social Responsibility
Perbankan Syariah Dalam Perspektif Syariah
Enterprise Theory’, Jurnal Akuntansi Dan Keuangan
Islam, 2.2 (2015), 145–60.
16Sri Ujiani Putri, ‘Analisis Akuntabilitas
Berbasis Sharia Enterprise Theory Untuk
Pengembangan Bisnis Rumah Jahit Akhwat Di
Makassar’, NUKHBATUL ‘ULUM  : Jurnal Bidang
Kajian Islam, 6.2 (2020), 187 –203
<https://doi.org/doi.org/10.36701/nukhbah.v6i2
.242>.

47 B a l a n c a
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam
Volume 3 Nomor 1, Januari – Juni 2021 (41 – 54)
kreditor, karyawan, dan pemerintah, tetapi
pihak lain yang tidak terkait langsung dengan
bisnis yang dilakukan perusahaan, atau pihak
yang tidak memberikan kontribusi keuangan
dan skill. Artinya, cakupan akuntansi dalam
sharia enterprise theory tidak terbatas pada
peristiwa atau kejadian yang bersifat
reciprocal antara pihak-pihak yang terkait
langsung dalam proses penciptaan nilai
tambah, tetapi juga pihak lain yang tidak
terkait langsung. Pemahaman ini tentu
membawa perubahan penting dala m
terminologi enterprise theory yang
meletakkan premisnya untuk
mendistribusikan kekayaan (wealth)
berdasarkan kontribusi para partisipan, yaitu
partisipan yang memberikan kontribusi atau
keterampilan (skill).
17

Konsekuensi dari nilai keseimbangan ini
menyebabkan Sharia Enterprise Theory tidak
hanya peduli pada kepentingan individu
(dalam hal ini pemegang saham), tetapi juga
pihak-pihak lainnya,. Oleh karena itu, Sharia
Enterprise Theory memiliki kepedulian yang
besar pada stakeholders yang luas. Menurut
Sharia Enterprise Theory, stakeholders
meliputi tiga bagian:
18
Tuhan merupakan
pihak paling tinggi dan menjadi satu-satunya
tujuan hidup manusia. Dengan menempatkan
Tuhan sebagai stakeholder tertinggi, maka tali
penghubung agar akuntansi syari’ah tetap
bertujuan pada “membangkitkan kesadaran
keTuhanan” para penggunanya tetap
terjamin. Konsekuensi menetapkan Tuhan
sebagai stakeholder tertinggi adalah
digunakannya sunnatuLlah sebagai basis bagi
konstruksi akuntansi syari’ah. Intinya adalah
bahwa dengan sunnatuLlah ini, akuntansi
syari’ah hanya dibangun berdasarkan pada
tata-aturan atau hukum-hukum Tuhan.
Manusia, Stakeholder kedua dari shariah

17Feri Irawan and Eva Muarifah, ‘Analisis
Penerapan Corporate Social Responsibilty (CSR)
Dalam Persepektif Sharia Enterprise Theory’,
Jurnal Ilmu Syariah, 1.2 (2020), 1–30.
18Irawan and Muarifah.
enterprise theory adalah manusia. Di sini
dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu
direct-stakeholders dan indirect– stakeholders.
Direct-stakeholders adalah pihak-pihak yang
secara langsung memberikan kontribusi pada
perusahaan, baik dalam bentuk kontribusi
keuangan (financial contribution) maupun
nonkeuangan (non-financial contribution).
Karena mereka telah memberikan kontribusi
kepada perusahaan, maka mereka mempunyai
hak untuk mendapatkan kesejahteraan dari
perusahaan. Sementara, yang dimaksud
dengan indirect-stakeholders adalah pihak-
pihak yang sama sekali tidak memberikan
kontribusi kepada perusahaan (baik secara
keuangan maupun non-keuangan), tetapi
secara syari’ah mereka adalah pihak yang
memiliki hak untuk mendapatkan
kesejahteraan dari perusahaan. Dan alam
golongan stakeholder terakhir dari shariah
enterprise theory adalah alam. Alam adalah
pihak yang memberikan kontribusi bagi mati-
hidupnya perusahaan sebagaimana pihak
Tuhan dan manusia. Perusahaan eksis secara
fisik karena didirikan di atas bumi,
menggunakan energi yang tersebar di alam,
memproduksi dengan menggunakan bahan
baku dari alam, memberikan jasa kepada
pihak lain dengan menggunakan energi yang
tersedia di alam, dan lainlainnya. Namun
demikian, alam tidak menghendaki distribusi
kesejahteraan dari perusahaan dalam bentuk
uang sebagaimana yang diinginkan manusia.
Wujud distribusi kesejahteraan berupa
kepedulian perusahaan terhadap kelestarian
alam, pencegahan pencemaran, dan lain-
lainnya.
Shariah enterprise theory tidak
mendudukkan manusia sebagai pusat dari
segala sesuatu sebagaimana dipahami oleh
antroposentrisme. Tapi sebaliknya, shariah
enterprise theory menempatkan Tuhan
sebagai pusat dari segala sesuatu. Tuhan
menjadi pusat tempat kembalinya manusia
dan alam semesta. Oleh karena itu, manusia
di sini hanya sebagai wakil-Nya (khalitullah fil

48

B a l a nca
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam
Volume 3 Nomor 1, Januari – Juni 2021 (41 – 54)

ardh) yang memiliki konsekuensi patuh
terhadap semua hukum -hukum Tuhan.
Kepatuhan manusia (dan alam) semata-mata
dalam rangka kembali kepada Tuhan dengan
jiwa yang tenang. Proses kembali ke Tuhan
memerlukan proses penyatuan diri dengan
sesama manusia dan alam sekaligus dengan
hukum-hukum yang melekat di dalamnya.
19

Tentu saja konsep ini sangat berbeda dengan
entity theory yang menempatkan manusia
dalam hal ini stockholder sebagai pusat.
Dalam konteks ini kesejahteraan hanya
semata-mata dikonsentrasikan pada
stockholders. Konsekuensi dari diterimanya
shariah enterprise theory sebagai dasar dari
pengembangan teori akuntansi syari’ah adalah
pengakuan income dalam bentuk nilai-tambah
(value-added), bukan income dalam
pengertian laba (profit) sebagaimana yang
diadopsi entity theory. Baydoun & Willett
dalam islamic accounting theory dan islamic
corporate reports-nya telah menunjukkan nilai
tambah. Namun apa yang disampaikan oleh
mereka sebetulnya masih dalam bentuk yang
sederhana dan lebih menekankan pada bentuk
penyajian dalam Laporan Nilai Tambah
(value added statement).
20

C. Ekonomi Sustainable dalam islam
Islam merupakan agama yang sempurna,
sebagai sebuah sistem hidup mencakup
berbagai tuntunan yang universal. Selalu
memberikan solusi atas persoalan-persoalan
yang dihadapi manusia secara holistik
berdasarkan nilai-nilai yang terkandung di

19Irmawati, Optimalisasi Shari’ah Enterprise
Theory Dalam Mencegah Praktik Riba Pada Akad
Murabahah (Studi Kasus Pada Bank Muamalat
Indonesia), 2018
<https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&
esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved
=2ahUKEwj4rqPDzdfvAhWbbisKHcVsCjAQFj
AAegQIAxAD&url=http%3A%2F%2Frepositori.
uin-
alauddin.ac.id%2F11654%2F&usg=AOvVaw0eNf
d5ZLHxr20ILppxpJEa>.
20Irawan and Muarifah.
dalam Al Qur’an maupun hadits. Ajaran
Islam merupakan ajaran yang di dalamnya
terkandung keseimbangan baik itu urusan
dunia maupun akhirat. Islam tidak menitik-
beratkan kepada akhirat saja, karena di dalam
konsep berislam akhirat dan dunia merupakan
sebuah satu kesatuan yang tidak bisa
dipisahkan. Oleh karena itu apa yang diterima
ketika di akhirat merupakan sebuah
konsekuensi yang dilakukan ketika masa
hidup.
21

Secara lebih rinci, penulis mengelaborasi
perspektif Islam dalam konteks pembangunan
berkelanjutan dalam tiga dimensi yaitu
worldview atau landasan berfikir, tujuan dan
metode praktis.
22
World-view Islam dalam
Ekonomi Berkelanjutan World-view Islam
berdasarkan pada tiga konsep fundamental,
yaitu Tauhid, Khalifah dan Adl. Tauhid
merupakan hal yang paling penting dari
konsep-konsep yang sudah disebutkan, karena
hal ini merupakan implikasi bahwa alam
semesta yang sudah dibentuk dan diciptakan
adalah ciptaan Allah. Semua yang diciptakan-
Nya memiliki tujuan masing-masing Sehingga
memberikan makna dan signifikansi terhadap
ekistensi alam semesta, yang ma-nusia
merupakan bagian di dalamnya. Selanjutnya,
Khalifah yang merupakan tug as yang
diberikan oleh Allah kepada manusia untuk
menjadi makhluk pengganti di muka bumi,
untuk memperbaiki apa yang telah dilakukan
pada masa sebelumnya. Dalam surat Al-
Baqarah ayat 30 dijelaskan: Allah Ta’ala
berfirman (yang artinya), “Dan (ingatlah)
tatkala Rabbmu berkata kepada malaikat ,
‘Sesungguhnya Aku hendak menjadikan di

21Mar’atun Shalihah, ‘Pengembangan Sistem
Bisnis Berbasis Syariah Untuk Mendukung Strategi
Pengembangan Yang Sustainable’, Tahkim, x.2
(2014), 132–43.
22Sofi Mubarok and Muhammad Afrizal,
‘ISLAM DAN SUSTAINABLE
DEVELOPMENT  : Studi Kasus Menjaga
Lingkungan Dan Ekonomi Berkeadilan’, Dauliyah,
3.1 (2018), 129–46.

49 B a l a n c a
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam
Volume 3 Nomor 1, Januari – Juni 2021 (41 – 54)
bumi seorang khalifah’. Berkata mereka,
‘Apakah Engkau hendak menjadikan padanya
orang yang merusak di dalamnya dan
menumpahkan darah, padahal kami bertasbih
dengan memuji Engkau dan memuliakan
Engkau?’. Dia berkata, ‘Sesungguhnya Aku
lebih mengetahui apa yang tidak kamu
ketahui” (QS. Al Baqarah : 30) Dari ayat ini
dapat disimpulkan bahwa makna khalifah
adalah sebagai pengganti untuk memelihara
dan merawat bumi atau alam dan tidak untuk
sebaliknya yaitu menciptakan kerusakan dan
pertumpahan darah. Terkahir adalah Adl atau
bersikap adil yang merupakan konsep
fundamental yang harus dipenuhi ketika
pengatur sebuah pemer-intah serta mengelola
lingkungan hidup. Sebagaimana yang telah
dijelaskan di atas bahwa prinsip dasar
pembangunan ekonomi da-lam Islam, bahwa
sumber daya alam yang diciptakan Allah
merupakan modal atau perantara untuk
mencapai kemakmuran atau yang disebutkan
sebagai konsep Falah. Tanpa keadilan, adil
terhadap manusia maupun alam, falah tidak
akan pernah dapat dicapai.
Tujuan Ekonomi Berkelanjutan dalam
Islam Sebagaimana dijelaskan, bahwa falah
atau kemakmuran merupakan tujuan dari
pembangunan ekonomi. Konsep Falah ini
merupakan konsep yang menjelaskan
kebahagian baik di dunia atau-pun di akhirat,
yaitu dengan melaksanakan ajaran agama
secara sempurna atau kaffah. Sehingga
pembangunan ekonomi harus dapat
menciptakan keseimbangan antara
kepentingan individu dan kepentingan
masyarakat tentunya yang selaras dengan
ajaran agama Islam. Dalam mencapai
kesejahteraan ataupun tujuan ini hal yang
penting untuk diperhatikan adalahmetode
pencapaiann-ya yaitu maqashid syariah.
Metode Ekonomi Berkelanjutan dalam Islam
Dalam ekonomi berkelanjutan, pemerintah
perlu memperhatikan lima keperluan dasar
manusia yang harus dipenuhi yaitu,
Pemeliharaan terhadap keselamatan agama
(al-Din), Jiwa (al-Nafs), Akal (al-Aql),
Keturunan (al-Nasl) dan Harta benda (al-
Maal). Standar hidup manusia yang diberikan
oleh Islam ini merupakan standar hidup yang
sudah mengatur segala hal. Melalui
pendekatan maqashid syari’ah inilah
pembangunan ekonomi dilaksanakan. Oleh
karena itu pembangunan merupakan usaha
yang dilakukan untuk menciptakan kebaikan
yang mendatangkan faedah atau manfaat,
karena tanpa pembangunan ekonomi yang
tidak sesuai dengan ajaran agama Islam
kesejahteraan tidak mungkin dicapai. Apabila
penerapan konsep ini berlaku dalam sistem
pemerintahan maka akan terjalin mashlahat
bukan hanya bagi Muslim teta pi juga
masyarakat yang majemuk. Secara umum,
banyak firman Allah yang menjelaskan bahwa
semua sumber daya alam yang diciptakan
untuk memenuhi kebutuhan manusia.
Setidaknya ada dua dimensi dalam
menggunakan sumber daya alam. Pertama,
memobilisasi sumber daya alam yang
bermaksud menghidupkan tanah mati dan
memiliki sumber tersebut. Dalam kasus ini
contohnya pemerintah dibole hkan
mengambilalih (take over) tanah apabila
bermanfaat untuk pembangunan ekonomi
bagi tujuan pertambangan atau perumahan,
pertanian, perdagangan, industri ataupun
untuk fasilitas orang banyak. Kedua,
pembangunan dan penggunaan sumber alam
untuk manfaat manusia. Islam sangat
menganjurkan untuk menghidup-kan tanah
mati dan memanfaatkan sumber alam yang
menganggur untuk kemaslahatan manusia.
Hal itu karena termasuk daripada tujuan dasar
ekonomi Islam yaitu mencari kemaslahatan
dan men-jauhkan kerusakan (mafsadah)
dengan melalui penggunaan sumber secara
optimal, keadilan distribusi pendapatan dan
kekayaan bagi setiap individu dan generasi,
dan menghapus riba.
Dunia bisnis seharusnya tidak
memikirkan keuntungan hanya pada saat
sekarang, tetapi perlu memikirkan bagaimana

50

B a l a nca
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam
Volume 3 Nomor 1, Januari – Juni 2021 (41 – 54)

dengan keadaan dimasa datang. Berdasarkan
ini jelas pelaku bisnis dituntut tidak
mengekspoitasi lingkungan dan keadaan saat
sekarang semaksimal mungkin tanpa
mempertimbangkan lingkungan dan keadaan
dimasa datang walaupun saat sekarang
merupakan kesempatan untuk memperoleh
keuntungan besar.
23

D. Akuntabilitas Berbasis Syariah Enterprise
Theory Dalam Mewujudkan Ekonomi
Sustainable
Konsep akuntabilitas dalam Islam sangat
erat hubungannya dengan hisab (perhitungan)
di hari pembalasan. Hisab yang dimaksud
dalam arti umum yaitu berkaitan dengan
kewajiban seseorang sebagai account kepada
Allah. Dalam segala hal yang berkaitan
dengan perbuatan manusia. Dalam konteks
akuntabilitas, manusia seakan-akan mengikat
kontrak dengan Allah. Kontrak tersebut, dari
dan kepada Allah. sebagai The Ultimate
Principal yang menugaskan manusia untuk
menyebarkan rahmat atau kesejahteraan pada
manusia lain dan alam. Konskuensi dari
sebuah penugasan adalah manusia harus
bertanggung jawab atas tugas yang
dibebankan terhadapnya. Untuk itu,
akuntabilitas yang dilakukan oleh managemen
adalah akuntabilitas yang suci yaitu
managemen menyajikan “persembahan” yang
suci kepada Allah, agar persembahan ini
diterima dan mendapatkan ridha -Nya,
manajemen kepada Allah.
Distribusi kekayaan atau nilai tambah
tidak hanya berlaku pada para partisipan yang
terkait langsung atau partisipan yang
memberikan kontribusi keuangan dan skill
juga mendapatkan bagian dari distribusi
kekayaan tersebut. Premis yang mengatakan
bahwa manusia itu adalah khalifatullah fi al-
arḍ yang membawa misi menciptakan dan

23Kharis Raharjo, ‘Corporate Social
Responsibility: Dari Etika Bisnis Menuju
Implementasi Good Corporate Governance’, 1–
25.
mendistribusikan kesejahteran bagi seluruh
manusia dan alam ialah premis yang
mendorong untuk senantiasa berusaha
mewujudkan nilai keadilan terhadap manusia
dan lingkungan alam. Keinginan untuk
senantiasa membawa kemaslahatan bagi
stockholders (pemegang saham), stakeholders,
dan masyarakat serta lingkungan alam tanpa
meninggalkan zakat, infak, dan sedekah
sebagai manifestasi ibadah kepada Allah.
Tidak dipungkiri bahwa salah satu tujuan
dibukanya bisnis adalah untuk mendapatkan
profit dalam bentuk uang atau materi. Dari
penghasilan inilah yang kemudian diputar lagi
untuk mendapatkan uang dan begitu
seterusnya. Dari uang diputar sedemikian
rupa dan dirubah menjadi uang lagi.
Sederhananya, bisnis yang dilakukan oleh
manusia pada dasarnya mentransformasikan
materi untuk menjadi materi yang lebih
besar.
24

Konsep pertanggungjawaban sudah
ditetapkan oleh sunnatullah yang sangat
ditekankan dalam Islam, bukan merupakan
norma etika yang umum atau perundang-
undangan negara. Accountability tidak hanya
terbatas dalam konteks spiritual, tetapi
pertanggungjawaban diformulasikan ke dalam
sarana operasional untuk mencapai ridha
Allah. Pertanggungjawaban secara vertikal
kepada Allah kemudian dijabarkan lagi dalam
bentuk pertanggungjawaban secara horizontal
kepada umat manusia lain serta pada
lingkungan alam. Pertanggungjawaban ini
sebagai bentuk tugas mulia manusia sebagai
khalifah yaitu menciptakan dan
mendistribusikan kesejahteraan (materi dan
non materi) bagi seluruh manusia dan alam
semesta. akuntabilitas merupakan salah satu
konsep terpenting dalam organisasi dan bisnis
serta adanya trilogi hubungan akuntabilitas
yaitu akuntabilitas ekonomi, ekologi, dan
spiritual atau adanya dua dimensi hubungan
akuntabilitas yaitu hubungan secara vertikal

24Putri.

51 B a l a n c a
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam
Volume 3 Nomor 1, Januari – Juni 2021 (41 – 54)
dan hubungan secara horizontal, yang
menyatakan dengan adanya komunikasi dua
arah, seperti laporan pertanggungjawaban
antara pihak perusahaan dengan stakeholders
akan membentuk perasaan saling memiliki,
saling menjaga, terbentuk kesepahaman,
kenyamanan dalam bekerjasama, serta akan
tetap terjalin kepercayaan stakeholders
terhadap perusahaan tersebut.
25

Penerapan akuntabilitas dalam konsep
Shariah Enterprise Theory didasarkan pada
konsep akuntabilitas pemilik perusahaan
tentang akuntabilitas bahwa tujuan utama
hidup di dunia rahmatan lil alamin yaitu
setiap umat muslim diharuskan memberikan
manfaat kepada sesama sebagai makhluk
Allah. Perwujudan konsep tersebut dilakukan
dengan pemisahan pertanggungjawaban dana
bisnis dan dana sosial yang dikelola oleh
pihakperusahaan. Pertanggungjawaban dana
bisnis yang dikelola pihak perusahaan
dipertanggungjawabkan kepada Allah melalui
dana zakat dan laporan
pertanggungjawabannya dibuat oleh pemilik
sebagai bahan evaluasi peningkatan target
zakat kedepan. Dana non bisnis yang dikelola
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat
melalui berbagai kegiatan sosial kemanusiaan
dan laporan pertanggungjawabannya
diberikan kepada masyarakat melalui berbagai
media seperti poster dan spanduk.
26

Akuntabilitas merupakan pondasi utama
dalam memelihara kepercayaan stakeholder,
karena tanpa adanya akuntabilitas keberadaan
suatu organisasi ataupun komunitas akan
dapat terancam. Begitu pentingnya suatu
organisasi dalam memelihara

25Mega Putri Mayang Puspitasari, ‘Penerapan
Tanggung Jawab Sosial Perbankan Syariah Dalam
Sudut Pandang Shariah Enterprise Theory Periode
Tahun 2014 Studi Pada Bank Muamalat Dan Bank
Bni Syariah’, Jurnal Ekonomi Akuntansi, 3.3 (2017),
646–61
<https://www.neliti.com/id/publications/25987/
konsep-kepemilikan-dalam-islam-kajian-dari-
aspek-filosofis-dan-potensi-pengemban>.
26Putri.
akuntabilitasnya, untuk itu perlunya
organisasi mengkaji dengan seksama bentuk-
bentuk akuntabilitas yang dihasilkan untuk
stakeholdernya. Bentuk-bentuk akuntabilitas
dapat dikaji dalam berbagai dimensi
hubungan akuntabilitas. Dalam Shariah
Enterprise Theory dikenal trilogi dimensi
hubungan akuntabilitas yang mengacu kepada
Tuhan sebagai pusat dari akuntabilitas,
akuntabilitas kedua adalah manusia kepada
manusia yang mana masih dikategorikan
dalam dua bentuk (direct dan indirect
stakeholder) dan yang terakhir adalah alam,
maka dari itu Syariah enterprises theory akan
lebih sesuai untuk dijadikan alat analisis unt
uk memahami praktik akuntabilitas.
Akuntabilitas meliputi berbagai macam aspek-
aspek baik spiritual, yang berlaku hubungan
manusia dengan Tuhan. Manifestasi
akuntabilitas spiritual ini didasari bahwa
segala aktivitas yang dilakukan adalah suatu
bentuk ibadah, dan amal kepadanya. Jalan
yang ditempuh untuk melakukan ke dua hal
tersebut dengan berjihad di jalannya. Salah
satu jalan jihad itu adalah dengan
menerapkan prinsip-prinsip syariah (humanis,
emansipatoris, transendental dan teleologikal)
dalam aktivitas bisnis.
27

Syariah enterprises theory merupakan
suatu hasil refleksi diri yang berusaha
memahami bahwa selain tindakan rasional
juga bertujuan sebagai tindakan dasar dalam
hubungan manusia dan alam, selain itu juga
sebagai tindakan komunikasi dalam hubungan
dengan sesama sebagai objek yang terdapat
tindakan dasar lainnya yang terkait dalam
hubungan manusia dan penciptanya.
28


27Siti Amerieska, Gugus Irianto, and Didied P
Affandy, ‘AKUNTABILITAS PADA BAITUL
MAAL WAT TAMWIL DITINJAU DARI
PERSPEKTIF SHARI ’ ATE ENTERPRISE
THEORY’, Jurnal Ekonomi & Keuangan Islam, 2.1
(2012), 27–39.
28Yulia Muchtamarini and Jalaluddin, ‘Analisis
Akuntabilitas Pengelolaan Zakat Berdasarkan
Syariah Enterprise Theory Pada Baitul Mal Kota

52

B a l a nca
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam
Volume 3 Nomor 1, Januari – Juni 2021 (41 – 54)

Pembangunan ekonomi dalam perspektif
Islam tidaklah sama dengan pembanguna
ekonomi konvensional. Karena, Islam tidak
menitikberatkan kepada aspek materi saja
dalam upaya yang bertujuan untuk
memakmurkan seluruh masyarakat. Serta,
aktivitas yang dilakukan di dalam roda
ekonomi memiliki aturan-aturan yang
mengatur seluruh aspek kehidupan. Yang
terpenting adalah keadilan. Keadilan ini
merupakan hal yang harus ada ketika aktivitas
ekonomi dilakukan, pemaksimalan sumber
daya alam sebagai saran untuk mencapai
kesejahteraan serta menghilangkan riba. Hal
inilah yang bisa mencapai tujuan dari
pembangunan berkelanjutan yaitu tidak
merusak lingkungan serta menciptakan
keadilan serta kesejahteraan kepada seluruh
masyarakat.
29

Kesimpulan
Akuntabilitas sebagai bentuk
pertanggungjawaban terhadap apa yang
dikelola kepada Allah. Akuntabilitas tidak
hanya terbatas dalam konteks spiritual, tetapi
juga merupakan pertanggungjawaban yang
diformulasikan ke dalam sarana operasional
untuk mencapai rida Allah. Senantiasa
memperhatikan etika bisnis sebagai bentuk
pertanggungjawaban kepada Allah. Shariah
enterprise theory yang sudah
mempertimbangkan kesadaran spiritual dalam
diri manusia (ada keseimbangan antara materi
dan spiritual). Aktivitas-aktivitas yang
dilakukan oleh perusahaan berlandaskan
ibadah kepada Tuhan, sehingga dapat
memberikan kesejahteraan berupa shariah
value added. Shariah value added meliputi
nilai tambah ekonomi, mental dan spiritual
yang harus dengan cara halal baik
memperoleh, memproses, maupun
mendistribusikannya. Islam telah memberikan

Banda Aceh’, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi
Akuntansi, 5.3 (2020), 328–36.
29Mubarok and Afrizal.
maqashid syariah sebagai cara untuk
mencapai kesejahteraan.

Daftar Pustaka
Abdullah, Yusuf, and Aa Willy Nugraha,
‘Implementasi Akuntabilitas Berdasarkan
Pada Perspektif Sharia Enterprise Theory
(Studi Kasus Pada Koperasi Syariah
Mumtaz Tasikmalaya)’, Jurnal Ekonomi
Syariah, 5.2 (2020) , 77–88
<https://doi.org/10.37058/jes.v5i2.2073
>
Amerieska, Siti, Gugus Irianto, and Didied P
Affandy, ‘AKUNTABILITAS PADA
BAITUL MAAL WAT TAMWIL
DITINJAU DARI PERSPEKTIF
SHARI ’ ATE ENTERPRISE
THEORY’, Jurnal Ekonomi & Keuangan
Islam, 2.1 (2012), 27–39
Arga, Shela Welly, ‘AKUNTABILITAS
KOPERASI SYARIAH (Studi Kasus
Pada KANINDO Syariah Jatim)’, 1–20
<https://www.google.com/url?sa=t&rct
=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=
rja&uact=8&ved=2ahUKEwj0iZ2yvNfv
AhWxkOYKHUpmDCwQFjAAegQIBR
AD&url=https%3A%2F%2Fjimfeb.ub.ac
.id%2Findex.php%2Fjimfeb%2Farticle%
2Fview%2F1268&usg=AOvVaw36eRPq
YkgH7LFrbM9eQWTH>
Darwis, Rizal, ‘Konsep Dan Dasar Keuangan
Dalam Islam’, Tahki, IX.2 (2013), 65–82
<https://www.google.com/url?sa=t&rct
=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=
rja&uact=8&ved=2ahUKEwjmkdH5y9fv
AhWUbisKHZxRAhoQFjAAegQIAhA
D&url=https%3A%2F%2Fjurnal.iainamb
on.ac.id%2Findex.php%2FTHK%2Fartic
le%2Fview%2F77&usg=AOvVaw15YQ
RwyghMp0RL7mFw7rFR>
Huda, Choirul, ‘MODEL PENGELOLAAN
BISNIS SYARI ’ AH  : Studi Kasus
Lembaga Pengembangan Usaha Yayasan
Badan Wakaf Sultan Agung Semarang’,
Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, 24.1
(2016), 165 –90
<https://doi.org/http://dx.doi.org/10.2
1580/ws.2016.24.1.1140>
Irawan, Feri, and Eva Muarifah, ‘Analisis
Penerapan Corporate Social
Responsibilty (CSR) Dalam Persepektif

53 B a l a n c a
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam
Volume 3 Nomor 1, Januari – Juni 2021 (41 – 54)
Sharia Enterprise Theory’, Jurnal Ilmu
Syariah, 1.2 (2020), 1–30
Irmadariyani, Ririn, ‘Implementasi Strategic
Corporate Social Responsibility Dalam
Perspektif Shari’ah Enterprise Theory’,
Rebranding Keunggulan Kompetitif Berbasis
Kearifan Lokal, 2.4 (2016), 842–51
<https://www.google.com/url?sa=t&rct
=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=
rja&uact=8&ved=2ahUKEwiD5KzXw9_
vAhXD7HMBHZdCCHkQFjAAegQIAx
AD&url=https%3A%2F%2Fjurnal.unej.a
c.id%2Findex.php%2Fprosiding%2Fartic
le%2Fview%2F3687&usg=AOvVaw1zO
hozmzQJnPcXfPstspWz>
Irmawati, Optimalisasi Shari’ah Enterprise
Theory Dalam Mencegah Praktik Riba Pada
Akad Murabahah (Studi Kasus Pada Bank
Muamalat Indonesia) , 2018
<https://www.google.com/url?sa=t&rct
=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=
rja&uact=8&ved=2ahUKEwj4rqPDzdfv
AhWbbisKHcVsCjAQFjAAegQIAxAD
&url=http%3A%2F%2Frepositori.uin-
alauddin.ac.id%2F11654%2F&usg=AOv
Vaw0eNfd5ZLHxr20ILppxpJEa>
Kalbarini, Rahmah Yulisa, and Noven
Suprayogi, ‘Implementasi Akuntabilitas
Dalam Konsep Metafora Amanah Di
Lembaga Bisnis Syariah (Studi Kasus :
Swalayan Pamella Yogyakarta)’, JESTT,
1.7 (2014), 506–17
Mubarok, Sofi, and Muhammad Afrizal,
‘ISLAM DAN SUSTAINABLE
DEVELOPMENT  : Studi Kasus
Menjaga Lingkungan Dan Ekonomi
Berkeadilan’, Dauliyah, 3.1 (2018), 129–
46
Muchtamarini, Yulia, and Jalaluddin,
‘Analisis Akuntabilitas Pengelolaan
Zakat Berdasarkan Syariah Enterprise
Theory Pada Baitul Mal Kota Banda
Aceh’, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Ekonomi
Akuntansi, 5.3 (2020), 328–36
Novarela, Dori, and Indah Mulia Sari,
‘Pelaporan Corporate Social
Responsibility Perbankan Syariah Dalam
Perspektif Syariah Enterprise Theory’,
Jurnal Akuntansi Dan Keuangan Islam, 2.2
(2015), 145–60
Pramiana, Omi, and Nur Anisah,
‘Implementasi Corporate Social
Responsibility (CSR) Dalam Perspektif
Shariah Enterprise Theory’, EKSIS, 13.2
(2018), 169 –82
<//ejournal.stiedewantara.ac.id/index.p
hp/001/issue/view%0AHalaman>
Pratiwi, Niken, Dwi Budi Santosa, and
Khusnul Ashar, ‘Analisis Implementasi
Pembangunan Berkelanjutan Di Jawa
Timur’, JIEP, 18.1 (2018), 1–13
Puspitasari, Mega Putri Mayang, ‘Penerapan
Tanggung Jawab Sosial Perbankan
Syariah Dalam Sudut Pandang Shariah
Enterprise Theory Periode Tahun 2014
Studi Pada Bank Muamalat Dan Bank
Bni Syariah’, Jurnal Ekonomi Akuntansi,
3.3 (2 017), 646 –61
<https://www.neliti.com/id/publication
s/25987/konsep-kepemilikan-dalam-
islam-kajian-dari-aspek-filosofis-dan-
potensi-pengemban>
Putri, Sri Ujiani, ‘Analisis Akuntabilitas
Berbasis Sharia Enterprise Theory Untuk
Pengembangan Bisnis Rumah Jahit
Akhwat Di Makassar’, NUKHBATUL
‘ULUM : Jurnal Bidang Kajian Islam, 6.2
(2020), 187 –203
<https://doi.org/doi.org/10.36701/nukh
bah.v6i2.242>
Raharjo, Kharis, ‘Corporate Social
Responsibility: Dari Etika Bisnis Menuju
Implementasi Good Corporate
Governance’, 1–25
Ruddin, Poppy, ‘ANALISIS CORPORATE
SOCIAL RESPONSIBILITY
PERBANKAN SYARIAH
BERDASARKAN SHARIAH
ENTERPRISE THEORY’, 04.02, 31–
42
Shalihah, Mar’atun, ‘Pengembangan Sistem
Bisnis Berbasis Syariah Untuk
Mendukung Strategi Pengembangan
Yang Sustainable’, Tahkim, x.2 (2014),
132–43
Sholikhin, Mohamad, ‘Prospek Perbankan
Islam Dan Bisnis Syari’ah Dalam
Pengembangan Ekonomi’, Iqtishadia,
6.2 (2013), 241 –58
<https://www.google.com/url?sa=t&rct
=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ca
d=rja&uact=8&ved=2ahUKEwityvC4k
djvAhUPXSsKHYx-

54

B a l a nca
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Islam
Volume 3 Nomor 1, Januari – Juni 2021 (41 – 54)

DOoQFjAAegQIAxAD&url=https%3
A%2F%2Fjournal.iainkudus.ac.id%2Fi
ndex.php%2FIQTISHADIA%2Farticle
%2Fdownload%2F1113%2F1042&usg
=AOvVaw16SMmM7ImNlhaQ6>