301
MENELAAH AL-QURAN DAN HADIST FILANTROPI
ISLAM “Perbandingan Tafsir Ibnu Kastir dan
Tafsir Fi Zhilalil Qur’an”
Maugfira Helni Mufida
Email: [email protected]
Universitas Jember

, Firda Isnaini Kamaliyah,
Email: [email protected]
Universitas Jember

Hikma Ayu Ramadhani
Email: [email protected]
Univeristas Jember

ABSTRACT
Philanthropy in Islam leads to social treatment of the
community, which has an important role in building,
upholding justice and providing space for people who
need resources that have not been met in fulfilling their
needs. The practice of philanthropy in Islam through
zakat, infaq, alms, and waqf (ZISWAF). In addition,
Islamic philanthropy has made an important
contribution to the economic empowerment of the
community at large in the midst of existing social
inequalities. Emphasizes human values and carries
moral values, with the principle of equalizing human
degrees with other humans. The method that the
author uses in this research is qualitative, by collecting

300
various data in good form from written words that have
been observed, and not from numbers. This study
focuses on the views of some scholars regarding
philanthropy that provide an understanding of the
importance of philanthropy which is recommended in
Islam by embedding the Al-Quran and the Hadith of the
Prophet as a reference in interpretation. Not only
fixated on the interpretation of the opinion of one
scholar, comparing opinions between scholars is also
important. With regard to the above explanation, the
purpose of this study is to find out the Hadith, Verses
and Tafsir of travelers related to ziswaf.
Keywords: Islamic philanthropy, social, interpretation,
economy, ZISWA

ABSTRAK
Filantropi dalam Islam mengarah kepada perlakuan
sosial kepada masyarakat, yang memiliki peranan
penting dalam membangun, menegakkan keadilan
serta memberikan ruang kepada masyarakat yang
membutuhkan sumber daya yang belum terpenuhi
dalam pemenuhan kebutuhannya. Praktik filantropi
dalam Islam berupa zakat, infak, sedekah, dan wakaf
(ZISWAF). Di samping itu, filantropi Islam telah
memberikan kontribusi penting dalam pemberdayaan
ekonomi masyarakat secara luas di tengah terjadinya

301
kesenjangan sosial yang ada. Mementingkan nilai
kemanusian dan membawa nilai moralitas, dengan
prinsip menyamaratakan derajat manusia dengan
manusia lainnya. Metode yang digunakan pada
penelitian ini yaitu kualitataif, dengan cara
mengumpulkan berbagai data dalam bentuk baik dari
kata-kata tertulis yang telah dilakukan
pengamatannya, dan bukan dari angka. Pada penelitian
ini memfokuskan bagaimana pandangan sebagian
ulama mengenai filantropi yang memberikan
pemahaman mengenai pentingnya filantropi yang
dianjurkan dalam agama Islam dengan menyematkan
Al-Quran serta Hadist Rasulullah sebagai acuan dalam
penafsiran. Tidak hanya terpaku terhadap tafsir
pendapat satu ulama saja, membandingkan pendapat
antar ulama menjadi hal penting juga. Berkenaan
dengan pemaparan yang telah dijelaskan maka tujuan
dari penelitian ini ialah untuk mengetahui Hadist, Ayat
serta Tafsir para musafir yang berkaitan dengan
ziswaf.
Kata kunci: filantropi Islam, sosial, tafsir, ekonomi,
ZISWAF

302
PENDAHULUAN
Dalam mengatasi problematika yang muncul di
masyarakat yalni, Kemiskinan, Lingkungan yang buruk,
korupsi, ketimpangan sosial, minimnya taraf hidup
masyarakat. Filantropi sangat berperan penting dalam
mengatasi problematika yang muncul di tengah
masyarakat, untuk dapat mengatasi kesenjangan sosial
yang terjadi pada masyarakat.
Islam menerapkan konsep berbentuk filantropi
yang telah dijelaskan dalam Al- Qur’an dan hadist, dimana
tujuannya adalah mengharapkan serta mengutamakan
ridha Allah SWT serta kegiatan filantropi islam ini
bersifat sosial sebagai perwujudan kebersamaan mahluk
Allah SWT (Linge, 2015).
Dalam pemberdayaan ekonomi umat, islam
berupaya meningkatkan kesejahteraan di masyarakat.
Islam menganjurkan kepada umatnya untuk senantiasa
mempunyai sifat kedermawanan serta memiliki akhlak
yang mulia untuk menghindari sifat yang tercela.
Filantropi islam sendiri dalam prakteknya dapat berupa

Priyanka Ayu Fairhi, Hambatan Setoran Tahfidz Mahasiswa Pada Masa
Pandemi di Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta

Al-Munir: Jurnal Ilmu al-Qur’an dan Tafsir 303
kedermawanan kepada sesama umat yang berupa zakat,
infak, sedekah serta wakaf. Filantropi islam saat ini
banyak dikaitkan dengan kondisi ekonomi karena
bersinggungan dengan kondisi sosial. Bentuk pratek dari
filantropi islam adalah zakat, infak, sedekah, wakaf, hibah.
Zakat sendiri menurut Hafinuddin dalam (Akbar,
Wahyu, dan Tarantang, et all, 2021), dalam bukunya yang
berjudul Filantropi Islam menjelaskan bahwa zakat
adalah sebutan bagi sebagian harta yang diwajibkan
dikeluarkan sebagaian hartanya ketka mencapai nisab
untuk di distribusikan kepada orang tertentu. Infaq
merupakan suatu amal perbuatan kebaikan untuk
memberikan beberapa harta yang dimiliki kepada orang
lain untuk mencukupi kebutuhan, bisa berupa sandang,
pangan, dan papan dengan diiringi rasa ikhlas. Sedekah
adalah sebuah amal kebaikan dimana seseorang akan
memberikan seagian hartanya kepada orang lain tanpa
adanya batas waktu dan jumlah barang yang diberikan
dengan rasa ikhlas hanya mengharap ridha Allah SWT.
Wakaf artinya menghentikan atau menahan sesuatu,

Volume 4, No. 2 Juli - Desember 2022 e-ISSN 2716-4241
ISSN 2723-2344
304 al-Munir: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
sedangkan secara terminologi wakaf adalah suatu
perbuatan seorang wakif untuk secara menyerahkan
sejumlah harta yang dimilikinya untuk diambil
manfaatnya pada waktu tertentu atau selamanya. Hibah
adalah perbuatan sesorang untuk memberikan sebuah
barang ataupun sesuatu dengan rasa ikhlas dan rela tanpa
mengharapkan sebuah imbalan dari orang lain.
Berdasarkan pemaparan materi diatas maka
penulis merumuskan masalah yaitu : Apa saja hadist dan
ayat yang memerintahkan ziswaf, bagaimana tafsir ayat
tersebut serta apakah perbedaan serta persamaan
pendapat para musafir. Berkenaan dengan rumusan
masalah penulis maka penulis bertujuan untuk
mengetahui Hadist, Ayat serta Tafsir yang berkaitan
dengan ZISWAF.

METODE PENELITIAN
Pada penelitian ini, penulis menggunakan jenis
penelitian kualitatif, dengan cara mengumpulkan
berbagai data dalam bentuk baik dari kata-kata tertulis
yang telah dilakukan pengamatannya, dan bukan dari

Priyanka Ayu Fairhi, Hambatan Setoran Tahfidz Mahasiswa Pada Masa
Pandemi di Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta

Al-Munir: Jurnal Ilmu al-Qur’an dan Tafsir 305
angka. Dalam pengambilan metode penelitian ini, diambil
secara sistematis dan akurat dari sumber yang kuat
seperti buku secara fisik, maupun buku online dan jurnal
mengenai menelaah Al-Quran dan hadist tentang
filantropi islam (perbandingan tafsir Ibnu Katsir dan
tafsir Fi Zhilalil Qur’an).
Gambaran serta informasi dari penelitian ini telah
didapat informasi yang jelas dan memungkinkan untuk
digali lebih lanjut. Sumber data yang diperoleh,
bersumber dari Al-Qur’an, Tafsir Ibnu Katsir, dan Tafsir
Fi Zhilalil Qur’an, selebihnya bersumber dari data
tambahan dari dokumen-dokumen lainnya. Pada
penelitian ini penulis lebih memfokuskan kepada kedua
tafsir antara tafsir Ibnu Katsir dan tafsir Fi Zhilalil Quran.
Pada teknik pengumpulan data, penulis tidak
terjun langsung pada objek yang menjadi pokok
pembahasan melainkan dengan cara mencari sumber
sumber referensi yang telah tersedia lalu dianalisis, baik
dari buku maupun dari web terpercaya. Selain itu yang
menjadi fokus pada penelitian ini yaitu,

Volume 4, No. 2 Juli - Desember 2022 e-ISSN 2716-4241
ISSN 2723-2344
306 al-Munir: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
● Praktik filantropi dalam Islam;
● Tafsir-tafsir yang menjelaskan filantropi Islam;
● Perbandingan antara persamaan dan perbedaan
perbedaan pada kedua tafsir yang diteliti.
SELUK BELUK BIOGRAFI IBNU KATSIR DAN KITAB
TAFSIRNYA

Ibnu Katsir yang bernama lengkap Ismail bin
Umar bin Katsir al-Qursyi ad-Damasyqi merupakan
seorang ulama mufasir yang lahir pada Tahun 1301 M di
Mijdal, Busra, Suriah. Ayah Ibnu Katsir bernama
Syihabuddin merupakan seorang ahli fiqih.
1
Terdapat
beberapa pendapat bahwa penamaan ad-Damasyqi pada
nama Ibnu Katsir karena pada saat itu beliau lahir di kota
Busrah yang masih masuk daerah Damaskus. Terdapat
pendapat lain yang mengatakan bahwa pada masa kecil
beliau tinggal di daerah Damaskus.
Masa pendidikan Ibnu Katsir dimulai sejak dini,
pada usia 11 tahun, Ia telah menyelesaikan hafal Al-Quran
serta menambah ilmu lainnya. Ibnu Katsir banyak

1
Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-Azim (Beirut: Dar al-Hadith,
2018), h. 2.

Priyanka Ayu Fairhi, Hambatan Setoran Tahfidz Mahasiswa Pada Masa
Pandemi di Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta

Al-Munir: Jurnal Ilmu al-Qur’an dan Tafsir 307
menggali ilmu kepada para ulama ulama ternama di kota
tempat beliau tinggal. Salah satu guru Ibnu Katsir adalah
Burhan ad-Din Ibn Qadi Syuhbah yang merupakan
seorang ulama pengikut Imam Syafi’i dan kamal ad-Din
qadi Syuhbah. Ibnu Katsir banyak belajar kepada ulama-
ulama tentang fiqih hingga mengkaji kitab-kitab hingga
menjadikannya seorang ahli fiqih. Setelah menjalani
kehidupan panjang, Ibnu Katsir wafat pada tahun 774 H
atau 1373 M.
Dalam catatan prestasinya, Ibnu Katsir terkenal
karena menulis tafsir Al-Quran dengan bukunya yang
berjudul “Tafsir Ibnu Katsir” berjumlah 10 jilid Tafsir Al-
Quran yang dimana pada sampai saat ini tafsirnya dipakai
oleh umat islam sedunia sebagai sumber rujukan. Tidak
berhenti di menulis tafsir Al-Quran saja, Ibnu Katsir juga
menulis ilmu lainnya, seperti ilmu hadist, ilmu sejarah,
ilmu fiqih. Dalam hal menulis tafsir Ibnu Katsir memiliki
metode sendiri dalam penulisan, yaitu : Tafsir Al-Quran
paling benar adalah yang bersumber langsung dari Al-
Quran, jika penafsiran dari Al-Quran belum didapatkan,

Volume 4, No. 2 Juli - Desember 2022 e-ISSN 2716-4241
ISSN 2723-2344
308 al-Munir: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
maka Ayat Al-Quran harus ditafsirkan dengan Hadist
Nabi Muhammad SAW, karena Nabi Muhammad yang
telah menerima wahyu dari Allah yang selanjutnya
menerangkan isi dalam Al-Quran. Selanjutnya, bila bila
belum ditemukan juga, dapat diambil dari pendapat para
Tabi’in.
PENAFSIRAN Q.S Al- Baqarah Ayat 215

َْ
يِب
َ
رْـقَْلْا
َ
و ِن
ْ
يَد
ِ
لا
َ
وْل
ِ
لَف ٍ
ْ
يْ
َ
خ
ْ
ن
ِ

م
ْ
مُتْقَفْـنَا ٓا
َ
م
ْ
لُق ۗ َن
ْ
وُق
ِ
فْن
ُ
ـي اَذا
َ
م َكَن
ْ
وُلَ
ـ
ْ
س
َ
ي مٰمت
َ
ـَْلا
َ
و

َ
وهِب
َ
م

للّا �ن
ِ
اَف ٍ
ْ
يْ
َ
خ
ْ
ن
ِ
م ا
ْ
وُل
َ
عْفَـت م
َ
و ۗ ِل
ْ
َِب�سلا ِن
ْ
با
َ
و ِ
ْ
ي
ِ
كمس
َ
ْٰلا ٖ م
ْ
َ
ِ
ل
َ
ع
Artinya:
“Mereka bertanya kepadamu (Muhammad) tentang apa
yang harus mereka infakkan. Katakanlah, “Harta apa saja
yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi
kedua orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin dan
orang yang dalam perjalanan.” Dan kebaikan apa saja
yang kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui.”
2



2
Terjemahan Kementerian Agama RI. 2022

Priyanka Ayu Fairhi, Hambatan Setoran Tahfidz Mahasiswa Pada Masa
Pandemi di Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta

Al-Munir: Jurnal Ilmu al-Qur’an dan Tafsir 309
Asbabun Nuzul QS. Al-Baqarah Ayat 215 :
Dalam riwayat Abi Shalih Ibnu Abbas berkata,
turunnya surah Al-Baqarah ayat 215 mengenai seorang
Syekh tua dan beliau adalah satu salah satu orang yang
mempunyai banyak harta, kemudian beliau brtanya
kepada Rasulullah “Ya Rasulullah, apa yang seharusnya
kami infaqkan dan pada siapa kami berinfaq?” lalu Allah
berfirman dan diturunkannya ayat ini “Mereka bertanya
kepadamu (Muhammad) tentang apa yang harus mereka
infakkan”. lalu sesuai perintah Allah SWT dalam surat
tersebut, Nabi diperintahkan untuk menjawab “Harta apa
saja yang kamu infakkan, hendaknya diperuntukkan bagi
kedua orang tua, kerabat, anak yatim, orang miskin dan
orang yang dalam perjalanan” Dan kebaikan apa saja yang
kamu kerjakan, maka sesungguhnya Allah Maha
Mengetahui.”
Selain itu diceritakan juga pada riwayat Atha’
terdapat seorang lelaki juga berkata bahwa ayat ini turun
mengenai seorang laki-laki yang datang kepada
Rasulullah lalu berkata “Sesungguhnya saya memiliki

Volume 4, No. 2 Juli - Desember 2022 e-ISSN 2716-4241
ISSN 2723-2344
310 al-Munir: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
satu dinar” lalu Rasulullah menjawab pertanyaan dari
seorang lelaki tersebut seraya berkata “Belanjakan untuk
keperluan dirimu sendiri” kemudian laki-laki itu
menjawab “Sesungguhnya saya mempunyai dua dinar”
Beliau menjawab “Belanjakan untuk keluargamu” lalu si
laki-laki menjawab “saya mempunyai tiga dinar” beliau
menjawab “ Belanjakan kepada pelayanmu” Ia menjawab
“saya memiliki empat dinar” beliau menjawab “infaqkan
kepada kedua orang tuamu” lalu Ia menjawab “saya
mempunyai lima dinar” beliau menjawab “infaqkan
kepada kerabatmu” lalu pria itu menjawab lagi “saya
mempunyai enam dinar” lalu nabi menjawab “infaqkan
sabilillah, ialah yang lebih baik”.
Dari cerita tersebut dapat disimpulkan bahwa
menginfakkan sebagian harta untuk orang disekitar kita
akan lebih baik untuk mengantarkan manusia untuk
kesatuan umat islam, supaya tidak terjadi ketimpangan
sosial antara sesama kaum muslimin. Dari hal tersebut
dapat disimpulkan bahwa islam dapat berfungsi untuk
sosial harta kekayaan.

Priyanka Ayu Fairhi, Hambatan Setoran Tahfidz Mahasiswa Pada Masa
Pandemi di Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta

Al-Munir: Jurnal Ilmu al-Qur’an dan Tafsir 311
Penafsiran Ibnu Katsir QS. Al-Baqarah Ayat 215
Dalam surah Al Baqarah ayat 215 pada tafsir Ibnu
Katsir dijelaskan bahwa Muqatil bin Hayyan berkata :
"Ayat ini berkenaan dengan nafkah tathawwu' (sunnah)."
Lalu As-Suddi mengemukakan bahwa: "Nafkah
telah dihapuskan dan diganti dengan zakat." Namun dari
sisi lain perlu dipertimbangkan dan dirumuskan kembali.
Dalam ayat tersebut disebutkan bahwa mereka (seorang
lelaki) bertanya kepadamu wahai Rasulullah, bagaimana
seharusnya mereka melakukan infak?
Maka Ibnu Abbas menyatakan bersama para
mujahid bahwa Allah telah menjelaskan hal tersebut
dengan berfirman yang tertera dalam surah Al-Baqarah
ayat 215 :
( ْ لُقِّْْل يِّبَّسلاِّْن باَوِّْن يِّكٰسَم لاَوْىٰمٰتَي لاَوَْن يِّبَر قَ لْاَوِّْن يَدِّلاَو لِّلَفٍْر يَخْ نِّ مْ مُت قَف نَآْاَم)
“Jawablah, apa saja harta yang kamu nafkahkan
hendaklah diberikan kepada ibu bapak, kaum kerabat,
anak-anak yatim, orang-orang miskin, dan orang-orang
yang sedang dalam perjalanan.” Ayat ini bermakna,
berikan infak kepada mereka.

Volume 4, No. 2 Juli - Desember 2022 e-ISSN 2716-4241
ISSN 2723-2344
312 al-Munir: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Kemudian, Allah SWT Berfirman
ْ م يِّلَعْٖهِّبَْهاللَّّْٰنِّاَفٍْر يَخْ نِّمْا وُلَع فَتْاَمَو
Artinya : “Apa saja kebajikan yang kamu buat
sesungguhnya Allah Maha Mengetahui”
Ayat ini bermakna bahwa Allah Maha Mengetahui segala
perbuatan kebaikan, dan Allah akan membalas kebaikan
tersebut meskipun hanya sebesar biji zarrah dengan
berlipat lipat pahala yang lebih besar.
3


Ali-Imran ayat 92

َف
ٍ
ء
ْ
يَش
ْ
ن
ِ
م ا
ْ
وُق
ِ
فْنُـت امو َن
ْ
و�ـب
ِ
ُتُ ا�
ِ
مِ ا
ْ
وُق
ِ
فْنُـت م

تّ
َ
ح �
ِبِْلا اوُلاَنَـت
ْ
نَل

م
ْ
َ
ِ
ل
َ
ع هِب
َ
م

للّا �ن
ِ
ا

Artinya :
“Kamu tidak akan memperoleh kebajikan, sebelum
kamu menginfakkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan
apapun yang kamu infakkan, tentang hal itu sungguh,
Allah Maha Mengetahui.”

3
DR. Abdullah bin Muhammad bin Abdurahman bin Ishaq Al-Sheikh
(M. Abdul Ghoffar, T ), 2003. Lubaabut Tafsiir Min Ibni Katsir. 2.
penyunt. Bogor: Pustaka Imam Asy-Syafi'i

Priyanka Ayu Fairhi, Hambatan Setoran Tahfidz Mahasiswa Pada Masa
Pandemi di Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta

Al-Munir: Jurnal Ilmu al-Qur’an dan Tafsir 313
Asbabun Nuzul Surah Ali imron : 92
Asbabun Nuzul surah Ali-Imron ayat 92 diambil
dari ayat sebelumnya, menjelaskan bahwa jika seseorang
meninggal dalam keadaan kufur, dan sebesar apapun
infaq yang telah di keluarkannya maka Allah akan tetap
mengazabnya. Ibnu Abbas pernah berkata bahwa pernah
terjadi perdebatan antara dua orang ahli kitab di hadapan
Nabi Saw. Mengenai persoalan agama nabi ibrahim.
Masing-masing dari orang tersebut merasa lebih berhak
pada agama nabi Ibrahim. Lalu Rasulullah bersabda
bahwa keduang orang tersebut terlepas dari agama nabi
Ibrahim. Maka mereka marah dan berkata “ kami tidak
bisa menerima keputusanmu dan kami juga tidaka akan
mengambil agama”. Dari peristiwa tersebut Allah
meurunkan surah Ali-Imron ayat 83.
Dari Abu Bakar Al-Harisi memberitahu Abu
Muhammad Bin Hayyah memberitahu Abu Yahya
Abdurrahman Bin Muhammad memberitahu Sahal Bin
Ustman memberitahu Ali Bin Ashim memberitahu Ali Bin

Volume 4, No. 2 Juli - Desember 2022 e-ISSN 2716-4241
ISSN 2723-2344
314 al-Munir: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Ashim Khalid Bin Dawud dari Ikrimah, dari Ibnu Abbas
menjelaskan bahwa terdapat seorang lelaki dari kaum
golongan Anshar lalu ia keluar dari agama islam
(menyekutukan Allah dan Nabi Muhammad), lalu ia
bergabung dengan golongan orang musyrik, Kemudian
Allah berfirman pada surah ali-imran ayat 86-89.
Kemudian lelaki tersebut menyesal dan mengutus
seseorang untuk menghadap Rasulullah, apakah
taubatnnya akan diterima oleh Allah, Maka hal tersebut
dijelaskan pada surah ali imron ayat 86-89 dijelaskan
bahwa taubatnya orang-orang kafir akan Allah ringankan
siksaannya sesungguhnya Allah Maha Pengampun dan
lagi Maha Penyayang. Maka seorang lelaki tersebut
membacakan pada Al-Harits sehingga dia bertaubat dan
masuk islam kembali dan memperindah keislamannya.
4




4
Al-Wahidi Al-Naisaburi, Asbabun Nuzul, terjemahan
Surabaya: Amelia, 2014), h. 169-171

Priyanka Ayu Fairhi, Hambatan Setoran Tahfidz Mahasiswa Pada Masa
Pandemi di Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta

Al-Munir: Jurnal Ilmu al-Qur’an dan Tafsir 315

Tafsir Ibnu Katsir QS. Ali-Imran : 92
Dari Ishaq bin ‘Abdullah bin Abu Thalhah Imam
Ahmad telah meriwayatkan, ia pernah mendengar Anas
bin Malik berkata bahwa “Abu Thalhah merupakan orang
paling kaya diantara golongan kaum Anshar.
Kekayaannya yang sangat dia cintai adalah kebun
Bairuha’ yang berhadapan dengan masjid Nabawi. Kebun
tersebut seringkali Nabi Muhammad berkunjung untuk
meminum air yang segar dari kebun Bairuha’. Maka
turunlah surah ali imron ayat 92 dimana dijelaskan
bahwa seseorang tidak akan sampai pada kebajikan
sempurna sebelum dia menginfakkan harta yang paling
dia cintai.
Lalu Abu Thalhah berkata: “Wahai Rasulullah,
sesungguh- nya Allah telah berfirman. Kebun Bairuha’
merupakan harta yang paling aku cintai ya Rasulullah,
aku berniat untuk menginfakkannya diambil manfatnya
sehingga aku dapat kebaikan yang sempurna dan
simpanan kelak di sisi Allah S.W.T. Maka kemudian

Volume 4, No. 2 Juli - Desember 2022 e-ISSN 2716-4241
ISSN 2723-2344
316 al-Munir: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Rasulullah berkata : “Bagus, bagus. Harta tersebut dapat
menguntungkan bagimu, Dan aku (Rasulullah) telah
mendengar apa yang engkau ucapkan (niatkan), aku
menyarankan bahwa kebun yang engkau sedekahkan
sebaiknya bagikanlah kepada kerabatmu”. Abu Thalhah
pun berkata: ” Baik Ya Rasullah, saya akan
melakukannya“. Kemudian Abu Thalhah membagikannya
manfaat kebun Bairuha’ kepada kerabatnya dan kepada
putra-putri pamannya.
5

TAFSIR FI ZHILALIL QUR’AN DAN BIOGRAFI SAYYID
QUTHB
Keistimewaan Fi Zhilalil Qur’an karya Sayyid
Quthub yang beliau tulis dalam penjara.
6
Sayyid Ibn Qutb
Ibrahim beliau lahir disebuah kampung Musyah pada
tahun 1906, negeri padang pasir Egypt. Satu keluarga
yang begitu kuat kecintaannya pada Al qur’an dan selalu
mematuhi ajaran agama. Ayahnya Haji Quth Ibrahim
merupakan seorang tokoh dalam masyarakat yang
disegani oelh penduduk daerah Musyah dan begitu

5
Ibid., h 3
6
Sayyid Quthub, Fi Zilal Al-Qur’an, Juz 1 (Kairo : Daar
Syuruq,1992), h. 1

Priyanka Ayu Fairhi, Hambatan Setoran Tahfidz Mahasiswa Pada Masa
Pandemi di Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta

Al-Munir: Jurnal Ilmu al-Qur’an dan Tafsir 317
menyayangi pada orang-orang fakir miskin. Begitupun
ibunya merupakan seorang yang mematuhi ajaran islam
dengan baik dan kecintaannya pada al-qur’an tak
sebanding dengan hal apapun.
Beliau sering mengikuti kajian majlis-majlis yang
diadakan pada rumahnya, mendengarkan dengan penuh
khusyu’ dengan lantunan tilawah yang begitu indah.
7
Di
sepanjang zaman kanak-kanak sampai tahap remaja
beliau habiskan hanya untuk Al-Qur’an. Dengan
memperlihatkan bagaimana pertanda bahwa beliau
memiliki kecerdasan diatas rata-rata dan bakat bakat
yang begitu hebat dan sangat cemerlang. Dengan
kegigihannya dalam membaca, dan mengeluarkan opini
yang begitu cemelang sehingga beliau senantiasa
mendampingi Al-Qur’an.
Dengan kecintaannya pada Al-Qur’an membuat
beliau memasuki tahap kuliah pada salah satu institut

7
Sayyid Quthub, Fi Zilal: Ayat-Ayat Pilihan Terjemah, Versi
pdf, hlm 12

Volume 4, No. 2 Juli - Desember 2022 e-ISSN 2716-4241
ISSN 2723-2344
318 al-Munir: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
islam terkenal dunia islam yaitu Darul Ulum dengan prodi
sastra arab dimana kefahaman Al-Qur’an dan pemikiran
islami yang semakin berkembang dan maju. Setelah
beliau menamatkan pendidikan perguruan tinggi, beliau
beralih pada bidang keguruan dan penulisan. Setelah
lamanya beliau dialihkan pada bagian pentadbiran
kementian pelajaran kairo. Pada saat itu nama beliau
dikenal sebagai seorang prolifik yang bukan saja menulis
pada majalah ilmiyah namun, juga menulis majalah
berwawasan tinggi.
Setelah usia beliau menghampiri empat puluh
tahun dan pada saat itu tahun 1950 beliau menghasilkan
dua puluh enam buku yang bermutu dalam berbagai
tulisan sastra. Pada tahun 1948 beliau pergi ke Amerika
untuk mempelajari bagaimana sistem pengajian dan
pembelajaran pada negeri tersebut. Tahun 1951-1964
merupakan tahun penulisan cemerlang bagi beliau
dimana tahun lahirnya karya-karya beliau yang begitu
hebat yakni tafsir “Fi Zhilalil Al-Qur’an”.
Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Surat Al-Baqarah : 215

Priyanka Ayu Fairhi, Hambatan Setoran Tahfidz Mahasiswa Pada Masa
Pandemi di Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta

Al-Munir: Jurnal Ilmu al-Qur’an dan Tafsir 319
Dalam tafsir Fi Zhilalil Qur’an dijelaskan bahwa
infak pada masa-masa permulaan islam menjadi hal vital
karena untuk mensejahterakan umat islam dari berbagai
ksulitan. Infak juga disebut sebagai penghilang rasa
perbedaan.
8
Pada ayat ini kaum muslimin bertanya
tentang “harta apa yang akan mereka infakkan” tetapi
kemudian datanglah jawaban mengenai infak,
“Katakanlah harta apa saja yang kamu infakkan”
Pada ungkapan tersebut dijelaskan bahwa
terdapat dua unsur isyarat dalam ayat tersebut. Pertama,
apa yang diinfakkan itu merupakan hal yang baik, untuk
yang memberi maupun untuk yang menerima, barangnya
juga baik. Maka hal itu merupakan suatu perbuatan yang
bagus, pemberian yang bagus, dan sesuatu yang bagus.
Kedua, yaitu bagi wakif seharusnya memilih barang yang
paling ia cintai atau barang paling berharga agar orang
lain dapat merasakannya.

8
Sayyid Qutgub, Tafsir Fi Zhilail-Quran, hlm 262

Volume 4, No. 2 Juli - Desember 2022 e-ISSN 2716-4241
ISSN 2723-2344
320 al-Munir: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Adapun dari penjelasan tersebut, maka terdapat
sasaran infaq seperti yang dijelaskan dan telah
disebutkan sesuai jenisnya pada ayat tersebut.
Tafsir Fi Zhilalil Qur’an Surat Ali-Imran : 92
Dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an surah ali-imran ayat
92 disebutkan bahwa ketika ingin mendaptkan kebajikan
yang sempurna maka berinfaklah kamu dengan harta
yang paling kamu cintai. Berhubungan dengan infak maka
Allah menjelaskan bagaimana penggunaan harta yang
kita miliki sebagai tebusan diri pada hari yang tidak akan
berguna tebusan apapun dan bagaimana harta yang
dimiliki diridhoi oleh Allah S.W.T.
Pada masa saat itu dimana kaum muslimin
memahami bagaimana arahan ilahi dan ajaran agama
yang benar, dan timbullah semangat dan antusiasme
kaum muslimin dalam menginfakkan harta yang
dicintainya secara rela dan ridho untuk mendapatkan
kebajikan yang sempurna dengan sesuatu yang lebih
utama dan lebih besar yaitu al-birr.

Priyanka Ayu Fairhi, Hambatan Setoran Tahfidz Mahasiswa Pada Masa
Pandemi di Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta

Al-Munir: Jurnal Ilmu al-Qur’an dan Tafsir 321
Imam Ahmad meriwatkan Isnad dari Abu Ishaq
bin Abdullah Bin Abi Thalhah, beliau mendengar bahwa
Anas Bin Malik berkata, “ Terdapat seorang kaya raya
diantara kaum golongan Anshar yaitu Abu Thalhah, Abu
Thalhah mempunyai kebun bairuha yang sangat ia cintai
dan meghadap pada masjid nabawi dan nabi sesekali
mengunjungi untu meminum air” Maka dari hal tersebut
turunlah ayat yang menjelaskan bahwa seseorang tidak
akan mendapatkan kebajikan sempurna kecuali ketika ia
menginfakkan hartan yang paling ia cintai.”
Abu Thalhah bertanyalah pada Rasulullah, “Wahai
Rasulullah, Allah telah berfirman sebagaimana telah
diberitahukan kepada engkau wahai Rasulullah, bahwa
harta yang paling berhak untuk diinfakkan adalah harta
yang paling dicintai, sedangkan harta yang paling saya
cintai adalah kebun Biruha’ yang berhadapan dengan
masjid Nabawi, maka sesungguhnya kebun tersebut kini
saya mengharapkan kebajikan dengan menjadikan kebun
ini menjadi sedekah yang sempurna dan simpanan amal

Volume 4, No. 2 Juli - Desember 2022 e-ISSN 2716-4241
ISSN 2723-2344
322 al-Munir: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
saya di sisi Allah.”
9
Lalu Rasulullah bersabda “bagus,
bagus, kebun tersebut adalah keuntungan bagimu, dan
harta yang menguntungkan bagimu. Menurut cara
pandang Rasulullah Abu Thalhah disarankan untuk
membagikan kebun tersebut kepada saudara -
saudaranya. Lalu Abu Thalhah menjawab “ Baik Wahai
Rasulullah, saya kerjakan.” Setelah itu Abu Thalhah
membagikan hartanya tersebut kepada sanak saudara
nya dan anak-anak pamannya.” (Diriwayatkan oleh
Bukhari dan Muslim)
10

Demikianlah yang dilakukan oleh para sahabat
tentang bagaimana cara mendapatkan kebajikan yang
sempurna sebagai arahan dari Allah ketika hari akhir
telah tiba. Dengan menginfakkan harta yang paling
dicintai mereka dapat merasakan kebebasan dari
perbudakan harta yang mereka miliki, kekikiran jiwa
sehingga dapat merasakan kemerdekaan dalam diri jiwa

9
Sayyid Qutb, Tafsir Fi Zilalil Qur’an : dibawah naungan al-
qur’an, hlm 102-103
10
Muhammad ibn Ismail al-Mughirah, Sohi>h Bukha>ri Jilid 3
(Beirut: Da>r al-Hadith, 2005), h. 34

Priyanka Ayu Fairhi, Hambatan Setoran Tahfidz Mahasiswa Pada Masa
Pandemi di Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta

Al-Munir: Jurnal Ilmu al-Qur’an dan Tafsir 323
mereka masing-masing tanpa merasa beban yang
ditanggung.
Hadits Filantropi Islam
Dalam hadist dijelaskan bahwa ketika seseorang
telah meninggal maka amal yang tertinggal hanyalah
shadaqah jariyah yang ia bagikan ba gi orang
membutuhkan, dari infak yang mereka keluarkan dan
zakat yang mereka keluarkan. Amal tersebut yang akan
menemani sampai pada yaumul akhir memberikan
kesaksian ketika semua tubuh tak bisa berkutik.
Pentingnya shadaqah kelak bagi kaum muslimin akan
menjadi simpanan pahala disisi Allah S.W.T.
Diriwayatkan dari Umar bin Khattab r.a, ketika
beliau memeperoleh sebuah tanah (tanah) di wilayah
khaibar, maka beliau bertanya kepada Nabi saw, seraya
berkata “ Wahai Rasulullah saya mendapatkan tanah
(kebun) dan belum pernah saya mendapatkan harta yang
lebih baik daripada tanah tersebut, bagaimana perintah
engakau (kepadaku) Ya Rasulullah, menegenai tanah

Volume 4, No. 2 Juli - Desember 2022 e-ISSN 2716-4241
ISSN 2723-2344
324 al-Munir: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
tersebut”. Kemudian Nabi saw menjawab “jika kamu mau,
tanah tersebut engkau bagikan hasilnya (manfatnya)
para kerabat, fuqara’, orang yang berjihad di jalan Allah,
fakir, miskin, ibnu sabil maupun tamu”. Dengan syarat
Umar bin Khattab tidak mensedekahkan, menghibahkan
ataupun mewariskan tanah tersebut. Maka tidak berdosa
bagi orang yang mengelola kebun untuk memakan hasil
tanah tersebut karena hal tersebut wajar (ma’ruf) dan
memberikan makanan kepeda orang lain tanpa harus
memeliki hak milik harta (H.R. al-Bukhari, Muslim, al-
Tirmidzi, al-Nasa`i)
Melihat ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits Nabi di
atas, dapat disimpulkan bahwa Allah dan Nabi SAW
mendorong orang untuk memberikan wakaf untuk
kepentingan umat manusia dan pahala akan terus
mengalir ke wakaf bahkan setelah kematiannya, selama
sifat wakaf itu masih ada. memberikan manfaat.
Persamaan dan Perbedaan Dalam Surah Al-Baqarah
Ayat 215 Pada (Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Fi Zhilalil
Qur’an)

Priyanka Ayu Fairhi, Hambatan Setoran Tahfidz Mahasiswa Pada Masa
Pandemi di Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta

Al-Munir: Jurnal Ilmu al-Qur’an dan Tafsir 325
Persamaan dari tafsir Ibnu Katsir dan Fi Zilalin
Qur’an terhadap QS. Al-Baqarah ayat 215 yakni adalah
Sasaran sebagai penerima infaq dan zakat ialah kepada
kedua orang tua atau ibu bapak, sanak saudara, para
anak-anak yatim, orang miskin, fakir miskin, serta para
musafir atau orang-orang yang sedang dalam perjalanan
Perbedaan Dalam Surah Al-Baqarah Ayat 215 Pada
Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Fi Zhilalil Qur’an
Dalam tafsir fi zhilalil qur’an dijelaskan bahwa
infak pada masa masa permulaan islam sangatlah vital
dan menjadi hal yang sangat menarik bagi kaum
muslimin ketertarikan dari kaum muslimin dapat
memajukan dan menegakkan pembangunan umat islam
dalam menghadapi berbagai macam kesulitan. Dengan
adanya infak saudara-saudara kita umat islam yang
mengalami penderitaan, musibah, kesulitan dan hal-hal
lainnya dapat terbantu dalam menyelesaikan
permasalahan yang ada. Saling tolong-menolong
merupakan hal wajib dijalani bagi setiap umat islam.

Volume 4, No. 2 Juli - Desember 2022 e-ISSN 2716-4241
ISSN 2723-2344
326 al-Munir: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Sedangkan dalam tafsir ibnu katsir dijelaskan bahwa
siapakah yang berhak unuk menerima infak dan
bagaimana cara berinfak yang benar dari sudut pandang
Rasulullah. Dari segi penjelasan tafsir fi zhilalil qur’an
lebih terperinci dibandingkan tafsir ibnu katsir.
Penjelasan dalam tafsir ibnu katsir As-suddi
menjelaskan bahwa infak telah dihapuskan dengan zakat
artinya dalam hal ini infak telah digantikan dengan
filantropi zakat tetapi, hal tersebut masih perlu ditinjau
kembali. Namun, dalam tafsir fi zhilalil qur’an infaq
tetaplah infaq yang diwajibkan membagikannya kepada
sanak saudara terlebih dahulu. Kebaikan dalam bentuk
apapun akan Allah balas dengan kebaikan yang lebih
besar dan pahala yang lebih besar hal tersebut telah
dijelaskan dalam tafsir ibnu katsir disebutkan bahwa
Allah mengetahui segala bentuk kebaikan maka, Allah
akan membalas kebaikan tersebut dengan pahala yang
lebih besar meskipun kebaikan tersebut hanya sebesar
biji zarrah namun, dalam tafsir fi zhilalil qur’an Sayyid
Quthb tidak menjelaskan apa yang akan di dapat ketika

Priyanka Ayu Fairhi, Hambatan Setoran Tahfidz Mahasiswa Pada Masa
Pandemi di Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta

Al-Munir: Jurnal Ilmu al-Qur’an dan Tafsir 327
seseorang telah melakukan infak sebagai bentuk
kebaikan.
Terdapat dua unsur isyarat dalam tafsir fi zhilalil
qur’an yang terdapat dalam surah Al-Baqarah ayat 215.
Pertama Allah menganjurkan apa yang diinfakkan
merupakan hal yang baik bagi yang menerima maupun
yang memberikan. Kedua Allah menganjurkan barang
yang akan diinfakkan sebaiknya lebih bagus daripada apa
yang kita miliki maka, hal tersebut merupakan perbuatan
dan pemberian yang bagus. Sedangkan dalam tafsir ibnu
unsur isyarat tidak dijelaskan melaikan hanya dijelaskan
kepada siapa infak tersebut akan dibagikan
PERSAMAAN DALAM SURAH ALI -IMRAN AYAT 92
PADA TAFSIR IBNU KATSIR DAN FI ZHILALIL QUR’AN
Dalam Tafsir Ibnu Katsir dan Tafsir Fi Zhilalil
Qur’an telah ditakwilkan bahwa Allah telah berfirman
sesungguhnya kamu sekali-kali tidak sampai pada suatu
kebajikan (yang sempurna), sebelum kamu menafkahkan
sebagian harta yang kamu miliki. Dijelaskan anjuran-

Volume 4, No. 2 Juli - Desember 2022 e-ISSN 2716-4241
ISSN 2723-2344
328 al-Munir: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
anjuran kepada kaum muslimin untuk mencapai
kebajikan yang sempurna hendaknya mereka
mengeluarkan sebagian hartanya untuk mereka bagikan
kepada sanak saudara ataupun kepada orang yang
membutuhkan. Surah Ali- Imran ayat 92 menjelaskan
bahwa di saat zaman Nabi Saw. Terdapat seseorang yang
paling kaya diantara kaum golongan Anshar yaitu Abu
Thalhah
Saat itu Abu Thalhah merupakan pemilik kebun
Bairuha’. Kebun tersebut harta yang paling Abu Thalhah
cintai karena kebun Bairuha’ menghadap kepada masjid
Nabawi. Dan Rasulullah Saw. Ketika saat itu memasuki
kebun tersebut untuk meminum air yang segar dari
kebun tersebut. Maka saat itulah Allah menyerukan
perintah sebuah kalam Al-Qur’an kepada Rasulullah yaitu
seseorang tidak akan mendapatkan suatu kebajikan yang
semprna sebelum ia menginfakkan harta yang berharga
dan yang paling ia cintai. Kemudian Abu Thalhah berkata
“ Wahai Rasulullah, Sesungguhnya Allah telah berfirman
melalui mu maka, aku berniat untuk menyedekahkan

Priyanka Ayu Fairhi, Hambatan Setoran Tahfidz Mahasiswa Pada Masa
Pandemi di Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta

Al-Munir: Jurnal Ilmu al-Qur’an dan Tafsir 329
kebun bairuha untuk kebajikan yang sempurna dan
simpanan disisi Allah. Kemudian Rasulullah bersabda
“Bagus, hal tersebut perbuatan yang menguntungkan,
hendaklah kamu menginfakkan kepada sanak
saudaramu.” Abu Thalhah pun berkata “ Baik ya
Rasulullah, saya akan melakukannya.” Kemudian ia (Abu
Thalhah) membagikan kebun tersebut kepada kerabat
dan putri-putri dari pamannya.
Kedua tafsir tersebut menjelaskan bagaimana
kaum muslimin untuk berinfak dan bagaimana kaum
muslimin mendapatkan kebajikan yang sempurna
dengan menginfakkan harta yang paling dicintainya
kepada kerabat dan saudara-saudaramu.
PERBEDAAN DALAM SURAH ALI -IMRON AYAT 92
PADA TAFSIR IBNU KATSIR DAN TAFSIR FI ZHILALIL
QUR’AN
Dalam tafsir ibnu katsir As-suddi hanya
menjelaskan bahwa Allah telah berfirman untuk
menafkahkan sebagian harta yang dimiliki untuk
dibagikan kepada sanak saudara ataupun kepada orang

Volume 4, No. 2 Juli - Desember 2022 e-ISSN 2716-4241
ISSN 2723-2344
330 al-Munir: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
yang membutuhkan serta menjelaskan bahwa di saat
zaman Nabi Saw. terdapat golongan orang Anshar yaitu
Abu Thalhah orang paling kaya di antara kaum Anshar
lainnya. Sedangkan dalam tafsir ibnu katsir As-suddi
menjelaskan bahwa lebih detail yakni pada masa
Rasulullah, para muslimin benar-benar memahami islam
yang sesungguhnya sehingga menimbulkan semangat
dan antusiasme kaum muslimin untuk bersedekah selain
itu dalam tafsir ibnu katsir As-suddi dijelaskan juga
bagaimana cara para sahabat pada masa itu mendapatkan
kebajikan yang sempurna sebagai arahan dari Allah
ketika hari akhir telah tiba. dengan cara berinfaq sehingga
para sahabat dapat merasakan kemerdekaan dalam diri
jiwa mereka masing-masing tanpa merasa ada beban
yang ditanggung.
PENAJABARAN HASIL PERBEDAAN PENAFSIRAN IBN
KATHIR DAN SAYYID QUTB
Tafsir dari surat Q.S Al-Baqarah Ayat 215,
menjelaskan bahwa apa saja harta yang kita nafkahkan
sebaiknya infakkan hal tersebut kepada Ibu-Bapak, kaum

Priyanka Ayu Fairhi, Hambatan Setoran Tahfidz Mahasiswa Pada Masa
Pandemi di Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta

Al-Munir: Jurnal Ilmu al-Qur’an dan Tafsir 331
kerabat, anak yatim, orang miskin dan musafir. Dengan
demikian, kita diperintahkan untuk membelanjakan
harta kita untuk golongan-golongan tersebut. Sedangkan
pada tafsir surah Q.S Ali Imran Ayat 92 dapat disimpulkan
berdasarkan dua tafsir yaitu, tidaklah sempurna suatu
kebaikan seorang muslim sebelum menafkahkan
sebagian harta yang dimilikinya untuk dibagikan kepada
orang yang membutuhkan.


KESIMPULAN
Adanya anjuran kepada umat islam untuk saling
berfilantropi sebagai dukungan kepada lingkungan sosial
di sekitar. Tidak sampai disitu saja Al-Quran yang
merupakan firman Allah hingga hadist-hadist Rasulullah.
Tidak hanya berniat untuk saling berbagi, melainkan
semata-mata mencari ridha Allah SWT. Karena segala
bentuk kebaikan yang dilakukan tidak akan sia-sia,

Volume 4, No. 2 Juli - Desember 2022 e-ISSN 2716-4241
ISSN 2723-2344
332 al-Munir: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
karena sesungguhnya Allah Maha Mengetahui. Pada
penafsiran dua ayat Al-Quran di atas dengan
menggunakan metode perbandingan antara Tafsir Ibnu
Katsir dan Tafsir Fi Zhilalil Qur’an





DAFTAR PUSTAKA
Abdullah bin Muhammad bin Abdurrahman bin Ishaq Al-
Sheikh ( Abdul Ghofar, Terjemahan ). Tafsir Ibnu
Katsir. Bogor: Pustaka Imam asy-Syafi'i, 2003.
diakses pada 1 September 2022, dari
https://berdakwah.com/download/tafsir-ibnu-
katsir/
Al-Wahidi an Nisaburi ( Moh. syamsi, Terjemahan)
Asbabun Nuzul Surabaya: Amelia, 2014.

Priyanka Ayu Fairhi, Hambatan Setoran Tahfidz Mahasiswa Pada Masa
Pandemi di Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta

Al-Munir: Jurnal Ilmu al-Qur’an dan Tafsir 333
As-Sayuti, I. ASBABUN NUZUL Sebab-sebab Turunnya Ayat
Al-Qur'an (Syahril, Andi Muhammad & Yasir
Maqasid, Terjemahan).. Jakarta: Pustaka Al-
Kautsar, 2014.
Qubth, S. Tafsir Fi Zhilalil Qur'an (Yasin, As'ad & Al kattani
Abdul Hayyie, et al, Terjemahan). Jakarta: Gema
Insani, 2004.
Linge, A. "Filantropi Islam Sebagai Instrumen Keadilan
Ekonomi". Aceh: Jurnal Perspektif Ekonomi
Darussalam, 2015. diakses pada 13 Oktober 2022,
dari file:///C:/Users/Dell/Downloads/6551-13766-
1-SM.pdf
Abu Sayyid, Salafuddin, Balita pun Hafal Al-Quran, Solo:
Tinta Medina, 2012

Al-Kahil, Abdud Daim, Hafal Al-Quran Tanpa Nyantri,
Solo: Pustaka Arafah, 2010.

Al-Lahiim, Khalid bin Abdul Karim, Mengapa Saya
Menghafal Al Quran?, Solo: Daar An-Naba’, 2008.

Anggota IKAPI dan APPTI, Optimalisasi Pembelajaran
Daring Dimasa Pandemi. Yogyakarta: UAD Press,
2021

Bin Abdul Khaliq, Abdurrahman, 11 kaidah Emas
menghafal Al-Quran, Solo: Pustaka Arafah, 2018.

Volume 4, No. 2 Juli - Desember 2022 e-ISSN 2716-4241
ISSN 2723-2344
334 al-Munir: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir