i
SEJARAH ASIA BARAT MODERN
Dari Nasionalisme Sampai Perang Teluk ke-III
Penulis
Brigida Intan Printina
Sanata Dharma University Press

161
Perang Teluk II
BAB XI
PERANG TELUK II
11.1 Deskripsi Materi
Pemahaman mengenai Latar Belakang Perang Teluk II, invasi Irak ke
Kwait dan Campur Tangan Asing, invasi Irak ke Kwait dan campur
tangan Asing, perang dan implikasinya bagi Kawasan Asia Barat
11.2 Relevansi
Setiap pribadi dapat berjuang untuk perdamaian dunia
11.3 Capaian Pembelajaran
Mahasiswa dapat menganalisis Perang Teluk II serta mampu menghargai
arti penting perdamaian.
Glosarium
Pasukan multinasional adalah pasukan pemelihara perdamaian 1.
bertugas memantau dan mengawasi proses perdamaian di wilayah
pasca-konß ik dan menolong para bekas tentara yang terlibat dalam
memberlakukan perjanjian perdamaian yang mungkin telah mereka
tandatangani. Bantuan ini dapat mengambil berbagai bentuk,
termasuk langkah-langkah membangun rasa percaya diri, pengaturan
pembagian kekuasaan, dukungan untuk proses pemilihan umum,
memperkuat penegakan hukum, dan pembangunan sosial-ekonomi.
Karena itu, Pasukan Penjaga Perdamaian PBB (sering disebut Topi
Baja Biru sesuai dengan topi biru muda yang mereka kenakan) dapat
mencakup tentara, polisi sipil, dan para petugas sipil lainnya
GCC merupakan Enam anggota Dewan Kerjasama Teluk (GCC), 2.
diantaranya Bahrain, Kuwait, Oman, Qatar, Arab Saudi dan Uni
Emirat Arab.

Sejarah Asia Barat Modern: Dari Nasionalilsme Sampai Perang Teluk ke-III
162
Latar Belakang Perang Teluk IIA.
Irak dibawah pemerintahan Saddam Husein langsung bereaksi saat
Kuwait dan Uni Emirat Arab melakukan penjualan minyak di salah satu
wilayah Irak yang merugikan negaranya sebesar 2,4 milyar US dollar.
Sebelumnya Irak juga menaruh kekecewaan pada negara-negara tetangganya
saat permintaan pemberian pinjaman untuk Irak pasca perang Irak-Iran
ditolak oleh negara-negara Arab sehingga Irak merasa negara-negara tersebut
tengah melakukan perang ekonomi (Mussalam, 1996: 82).
Konferensi pun digelar di Jeddah antara Irak dengan Kuwait untuk
membicarakan masalah minyak tersebut namun berakhir buntu. Kegagalan
Konferensi tersebut menjadi titik dimulainya tindakan tegas Irak untuk
membela kedaulatan wilayahnya dengan melakukan penyerbuan ke Kuwait
pada 2 Agustus 1990. Beberapa faktor dari Perang Teluk II ialah sebagai
berikut(Mussalam, 1996: 82):
Ekonomi.1.
Akibat perang Iran-Irak, Bagdad menderita kerugian yang sangat
besar sekitar 450 milyar dolar AS dan terjerat utang-utang luar negeri
sekitar 80 milyar dolar AS. Padahal pendapatan tertinggi yang didapat
Bagdad diperkirakan hanya 12 milyar dolar AS per tahun. Artinya, untuk
membangun kembali negaranya, Saddam membutuhkan waktu setidaknya
40 tahun. Bagi Saddam, penyerbuan ke Kuwait memang jalan pintas untuk
mengatasi masalah ekonomi negaranya(Khadduri , 1997: 36).
Saddam Hussein kemudian menuduh Kuwait telah mencuri minyak
Irak diladang Cumailah yang dipersengketakan antara Irak dan Kuwait
senilai 2,4 miliar dolar AS dan bahwa Kuwait dan Uni Emirates Arab telah
menohok dengan membanjiri minyak dunia sehingga menimbulkan kerugian
di pihak Irak senilai 14 miliar dolar AS. Akibat pelanggaran kuota OPEC
yang dilakukan Kuwait dan Uni Emirates Arab, harga minyak sempat anjlok
sampai sekitar 15 dolar AS perbarel. Irak yang mengandalkan minyak
sebagai komoditi utama sangat terpukul dengan anjloknya harga minyak
di pasaran Internasional. Apalagi pendapatan dari sektor minyak sangat
dibutuhkan Irak untuk merekonstruksi kembali kerusakan akibat perang
dengan Iran selama Perang Teluk I(Alberto , 1998: 27).
Kekecewaan Saddam terhadap negara GCC yang telah dilindunginya
dari ancaman revolusi Islam Iran. Pada saat perang Teluk 1, posisi Saddam

163
Perang Teluk II
dan GCC ibarat “tukang pukul dan para cukongnya”. Namun pada saat
Irak babak belur akibat perang selama 8 tahun dengan Iran, negara GCC,
khususnya Kuwait dan Uni Emirate Arab, justru berupaya “menusuk
dari belakang” dengan cara melanggar kuota produksi OPEC yang
mengakibatkan anjloknya harga minyak di pasaran Internasional, yang
tentunya akan memperparah kondisi ekonomi Bagdad. Akibat pelanggaran
kuota OPEC yang dilakukan Kuwait dan Uni Emirates Arab, harga minyak
sempat anjlok sampai sekitar 15 dolar AS perbarel. Irak yang mengandalkan
minyak sebagai komoditi utama sangat terpukul dengan anjloknya harga
minyak di pasaran Internasional. Apalagi pendapatan dari sektor minyak
sangat dibutuhkan Irak untuk merekonstruksi kembali kerusakan akibat
perang dengan Iran selama Perang Teluk(Mussalam, 1996: 82).
Faktor Historis-Politis2.
Faktor Historis-Politis. Secara histories, Kuwait adalah wilayah Irak
(dulu Mesopotamia) sehingga sampai 1990 Irak secara konstitusional tidak
mengakui Negara Kuwait. Ketika Kuwait memproklamasikan diri tahun
1961, Irak tidak mengikutinya. Dengan demikian, posisi Kuwait tetap
menjadi wilayah kekuasaan Irak atau adanya ketidakjelasan perbatasan
antara negara Kuwait dan Irak sehingga seringkali Irak mengklaim bahwa
itu adalah daerahnya(Khadduri , 1997: 36).
Pecahnya Perang Teluk juga mengisyaratkan betapa lemahnya peranan
PBB dalam mengatasi masalah internasional. Hal ini tidak hanya terlihat
jelas dari ketidak-efektivan sanksi ekonomi dan resolusi-resolusi Dewan
Keamanan PBB. Tapi juga terlihat dari ketidak-mampuan PBB mengatasi
tekanan-tekanan yang dilakukan negara-negara besar, khususnya AS.
Artinya, ppecahnya Perang Teluk II kembali membuktikan bahwa PBB pada
hakikatnya memang lebih banyak melayani kepentingan negara-negara besar
ketimbang memperlihatkan nasib bangsa-bangsa yang lemah(Mussalam,
1996: 82).
Invasi Irak ke Kuwait dan Campur Tangan AsingB.
Jalur diplomasi antara Irak dengan Kuwait maupun Arab Saudi
mengalami kegagalan sehingga Irak menggelar pasukannya di Perbatasan
Irak-Kuwait. Pada tanggal 2 Agustus 1990 pukul 04.30 waktu setempat,
sekitar 300.000 tentara Irak dengan dukungan tank, dan alat-alat militer

Sejarah Asia Barat Modern: Dari Nasionalilsme Sampai Perang Teluk ke-III
164
lainnya menyerbu Kuwait. Keberhasilan ini karena pengalaman tempur
pasukan Irak selama Perang Teluk I dan perimbangan kekuatan yang
mencolok antara Irak dengan Kuwait(Khadduri , 1997: 36).
Saddam Husein menegaskan bahwa Kuwait yang diduduki sejak 2
Agustus 1990 merupakan propinsi ke-19 dari negara Irak. Status ini tidak
dapat diubah oleh pihak manapun. Bahkan Irak tidak akan mundur satu inci
pun dari wilayahnya. Saddam Husein kemudian mengangkat Ali Hassan
Al-Majid sebagai Gubernur Kuwait yang selanjutnya mengumpulkan
sukarelawan untuk bertempur melawan Kuwait(Khadduri , 1997: 36).
Pada 16 Januari 1991 waktu Baghdad, operasi pembebasan Kuwait
yang diberi nama “Operation Desert Storm” (Operasi Badai Gurun) dimulai,
dengan dilancarkan serangan udara oleh pesawat-pesawat tempur F-15 dan
pesawat gabungan pasukan Multinasional. Serangan tersebut juga didukung
oleh tembakan rudal Tomahawk dari kapal-kapal Multinasional di Teluk.
Pada serangan pertama pasukan multinasional mengerahkan serangannya
pada sasaran-sasarannya sebuah pabrik yang diperkirakan memproduksi gas
syaraf dan gas mostar yang terletak di sekitar 40 km barat daya Kota Samara.
Pabrik ini merupakan pabrik kimia terbesar di Irak(Khadduri , 1997: 36).
Pada serangan pertama, Irak tidak melakukan pembalasan. Baru pada
18 Januari 1991, Irak melepaskan 8 rudal Scud ke Israel dan Arab Saudi.
Serangan balasan Irak ke Israel dimaksudkan untuk memperluas Perang
Teluk 2 dengan melibatkan Israel sehingga diharapkan koalisi Pasukan
Multinasional pimpinan AS akan pecah dan negara-negara Arab akan
membantu Irak. Namun karena lobi AS terhadap Israel, maka Israel tidak
membalas serangan Irak(Mussalam, 1996: 82).
Pada 19 Januari 1991, pasukan multinasional kembali melakukan
serangan udara terhadap Kota Baghdad. Serangan tersebut dimaksudkan
untuk menghancurkan peluncur-peluncur peluru kendali Scud milik Irak.
Serangan rudal Scud ke Tel Aviv dan Dhran menewaskan 4orang sipil
dan melukai beberapa warga Israel. Pada waktu yang sama, pasukan
multinasional juga berhasil melakukan serangan udara sebanyak 10.000
serangan udara(Alberto , 1998: 27).
Selama Perang Teluk II, pihak pasukan multinasional pimpinan AS
lebih banyak mengandalkan serangan udara daripada darat. Hal ini didasarkan
pada pengalaman pahit AS selama Perang Vietnam. Serangan udara juga
dimaksudkan agar mampu menghancurkan industri vital Irak serta ekonomi

165
Perang Teluk II
militer yang menghubungkan Irak dengan Kuwait. Dengan demikian,
diharapkan pasukan Irak akan keluar dari bunker-bunker perlindungan dan
mental pasukan Irak akan merosot sehingga akan menyerah dan tertekan.
Dengan hancurnya infrastruktur Irak juga diharapkan akan menimbulkan
pemberontakan dalam negeri Irak(Alberto , 1998: 27).
Pada 29 januari 1991, tanpa diduga sebelumnya, tank-tank Irak
berhasil memasuki Kota Khafji di Arab Saudi dan mendudukinya selama
dua hari. Serangan tersebut mengakibatkan pasukan multinasional semakin
gencar dalam membalas serangan dari pasukan Irak. Pada 13 Februari 1991,
pasukan multinasional pimpinan AS melancarkan ultimatum terhadap Irak,
yaitu jika pasukan Irak tidak segera ditarik mundur dari Kuwait, maka perang
darat akan pecah. Sebaliknya justru Irak menyikapi ultimatum tersebut
dengan menyatakan bahwa pasukannya siap berperang. Pada 24 Februari
1991, perang darat pecah. Pada hari berikutnya, pasukan multinasonal
berhasil melawan 20.000 tentara Irak serta menghancurkan ratusan tank.
Pada 27 Februari, panglima tentara pasukan multinasional, Jenderal
Norman Schwarzkopf mengatakan paling tidak 29 revisi Irak dan lebih dari
300.000 tentara Irak berhasil dilumpuhkan. Pada 28 Februari pukul 05.00
GMT, George Bush memerintahkan penghentian serangan yang menandai
berakhirnya Perang Teluk II(Khadduri , 1997: 36).
Perang dan Implikasinya bagi Kawasan Asia BaratC.
Memanasnya Suhu Politik Asia barat1.
Invasi Irak ke Kuwait telah menyebabkan suhu politik di Asia barat
semakin meningkat. Memanasnya suhu politik dapat dilihat dengan adannya
pembantaian 22 warga Palestina oleh Israel di Yerussalem Timur pada 8
Oktober 1990. Tragedi Yerusalem sangat berkaitan erat dengan situasi di
kawasan Teluk Parsi. Dalam Perang Teluk II, Saddam Hussein berhasil
tampil sebagai motor kubu radikal melawan kubu moderat, yaitu rezim-
rezim yang berkuasa di Mesir, Arab Saudi dan Negara-negara monarki teluk
lainnya. Bangsa Palestina yang selama ini merasa kecewa terhadap tingkah
laku politik rezim-rezim tersebut seakan menemukan sosok idola pada diri
Saddam Husein. Apabila dalam Perang Teluk II selanjutnya yang dilihat
Palestina bahwa yang dihadapi Irak tidak hanya Kuwait tetapi pasukan
multinasional pimpinan Amerika Serikat yang selalu menganakemaskan
Israel, musuh Palestina(Mussalam, 1996: 82).

Sejarah Asia Barat Modern: Dari Nasionalilsme Sampai Perang Teluk ke-III
166
Dukungan rakyat Palestina terhadap Saddam Hussein tidak terlepas
dari sejumlah faktor, yaitu: (1) sekitar 170.000 orang Palestina tinggal di Irak
(2) kegagalan proses perdamaian melalui jalur diplomasi (3) perlakuan tidak
simpatik bekas penguasa Kuwait (4) desakan opini publik Palestina di daerah
Tepi Barat dan Jalur Gaza untuk mendukung Saddam. Pada waktu Perang
Teluk II, Saddam juga memanfaatkan momentum yaitu menuntut penarikan
mundur tentara Israel dari Palestina sebagai prasyarat mundurnya tentara
Irak dari Kuwait. Semangat gerakan intifadhah warga Palestina di daerah
pendudukan yang sebelum pecah Krisis Teluk II tampak melemah, kembali
bergelora. Perang Teluk II merupakan momentum yang tepat bagi rakyat
Palestina untuk kembali bangkit dan berjuang melawan Israel(Mussalam,
1996: 82).
Pada 12 Oktober 1990, juga terjadi pembunuhan terhadap pemimpin
milisimanorit, Jenderal Michel Aoun di Libanon. Di Mesir, Ketua Parlemen
Mesir Rifa’at Mahghoubdan dan tiga pengawalnya ditembak mati oleh
orang-orang tak dikenal. Pemerintah Mesir menduga bahwa pembunuhan
misterius tersebut didalangi oleh unsur-unsur pendukung Saddam Husein,
yaitu bisa terdiri dari para agen Saddam atau para ekstremis Palestina. Jika
sangkaan tersebut terbukti, maka terbunuhnya Mahghoub bisa dianggap
sebagai salah satu “getah pahit” yang harus dirasakan Mesir akibat Perang
Teluk II. Dampak Perang Teluk II bagi Mesir juga terasa dibidang ekonomi.
Perang Teluk II telah mengakibatkan meningkatnya jumlah pengangguran
karena terusirnya ratusan ribu tenaga kerja Mesir dari Irak dan Kuwait.
Pemerintah Mesir menuduh rezim Saddam Hussein telah merampok lebih
dari USS 12 miliar harta benda tenaga kerja Mesir dari Irak dan Kuwait.
Kembalinya lebih sejuta tenaga kerja kerja Mesir dari Irak dan Kuwait
tidak hanya berdampak kurangnya anggaran pendapatan Pemerintah Mesir,
tetapi juga menimbulkan masalah sosial ekonominya yang lebih serius,
terutama yang berkaitan dengan sektor lapangan kerja, perumahan dan
pendidikan. Perang Teluk II juga mengakibatkan merosotnya pendapatan
Mesir dari sektor pariwisata. Sebelum terjadinya Perang Teluk II, sektor
pariwisata telah menyumbangkan sekitar 10% dari total pendapatan luar
negeri. Akibat Perang Teluk II, pendapatan dari sektor pariwisata menurun
USS 400 juta sampai USS 1 miliar karena banyak turis yang membatalkan
rencana kunjungan ke Mesir(Alnasrawi, 1994: 47).

167
Perang Teluk II
Irak Merugi Secara Ekonomi, Dikucilkan Dari Dunia Internasional 2.
dan Krisis Dalam Negeri
Perang Teluk II membawa dampak yang luar biasa bagi Irak di bidang
ekonomi. Dapat dikatakan bahwa Irak merupakan Negara yang paling parah
dan menderita di sektor ekonomi akibat Perang Teluk II. Secara kasar,
kerugian Irak di bidang ekonomi akibat Perang Teluk II ditaksir sekitar 500
triliun. Disamping itu Irak harus membayar kerugian perang sebesar 14
miliar dolar AS. Meskipun demikian Kuwait juga harus menerima kenyataan
bahwa 300 dari 500 sumur minyaknya banyak yang hancur akibat aksi bumi
hangus yang dilakukan pasukan Irak(Alnasrawi, 1994: 47).
Perang Teluk II juga mengakibatkkan Saddam Hussein dan Negara
Irak semakin terpojok dan terisolasi dari dunia Internasional Sanksi Ekonomi
yang dijatuhkan oleh Dewan Keamanan PBB yang didukung oleh blockade
militer Amerika Serikat dan sekutunya sangat menyulitkan posisi Saddam
Husein dalam pergaulan Intenasional. Dalam bidang olahragapun, Irak
tidak berhak turut serta didalamnya. Irak disingkirkan dari Pesta Olahraga
Asia atau Asian Games tahun 1990 di Beijing dan dari Federasi Sepakbola
Internasional (FIFA) (Alberto , 1998: 27).
Bahkan pada 30 Nopember 1990, Dewan Keamanan PBB atas
desakan Amerika Serikat dan sekutunya mengesahkan Resolusi No.678 yang
memberikan legitimasi bagi penggunaan kekuatan militer untuk menggempur
pasukan Irak. Akibat Perang Teluk II, Irak dikucilkan dari hampir semua
sektor kehidupan Internasional, baik politik,ekonomi, militer maupun
sosial budaya. Selain dikucilkan dalam pergaulan Internasional, kondisi
dalam negeri Irak juga cukup memperihatinkan, terutama dalam bidang
politik. Akibat Perang Teluk II, Saddam Husein harus menghadapi berbagai
kelompok politik yang berusaha menggulingkan kekuasaannya. Sebaliknya,
Amerika Serikat dan Negara-negara Barat semakin mencengkram Irak
dengan menguasai Iran bagian Selatan dengan dalih menjaga balance of
power di kawasan tersebut dan melindungi kaum Syiah yang selama ini
ditindas oleh Saddam Husein. Larangan bagi Irak untuk terbang di Irak
Selatan yang notabenya masih menjadi bagian dari wilayah Irak merupakan
tamparan yang menyakitkan bagi kedaulatan Negara Irak(Cordesman, 1999:
52).

Sejarah Asia Barat Modern: Dari Nasionalilsme Sampai Perang Teluk ke-III
168
Normalisasi Hubungan Antara Iran dengan Irak3.
Perang Teluk II selain sebagai bencana ternyata juga berdampak
positif bagi perbaikan hubungan antar Irak dengan Iran yang bersitegang
selama delapan tahun selama Perang Teluk I. Salah satu faktor menarik yang
mendorong usaha normalisasi adalah kekecewaan Saddam terhadap Negara-
negara Arab yang selama Perang Teluk I sebagiann besar mendukungnya
kemudian justru secara mengejutkan balik menyerangnya dalam Perang
Teluk II. Dalam posisi yang semakin terjepit, maka tidak ada jalan lain
bagi Irak untuk mendekati bekas musuhnya dalam Perang Teluk I. Sikap
tersebut dimabil oleh Irak setelah melihat bahwa Iran berusaha bersikap
netral dalam Perang Teluk II. Meskipun Iran mengencam invasi Irak ke
Kuwait, tetapi disisi lain Iran juga sangat menentang kehadiran pasukan
multinasional dan kekuatan militer untuk menyelesaikan masalah Perang
Teluk II(Hiro, 1992: 34).
Pada Agustus 1990, Saddam Husein membuat kejutan ketika
memutuskan untuk menerima seluruh syarat yang diajukan oleh Iran demi
tercapainya perdamaian antara Irak dan Iran. Di antara syarat tersebut
adalah diberlakukannya kembali Perjanjian Aljiers tahun 1975 yang pernah
dibatalkan secara sepihak oleh Saddam serta ditaatinya seluruh pasal Resolusi
Dewan Keamanan PBB No. 598 tahun 1998. Pada awal September 1990,
Menteri Luar Negeri Irak Tariq Azis berkunjung ke Iran. Pada pertengahan
November 1990, Menlu Iran ‘Ali ‘Akbar Velaty sebagai balasan kunjungan
Tariq Azis ke Irak. Inilah saling kunjung pertama antara pejabat tinggi kedua
negara sejak revolusi Islam Iran tahun 1979. Kunjungan Tariq Azis ke Iran
Velayati ke Irak menandai era baru dalam hubungan kedua negara yang
selama delapan tahun terlibat perang(Alnasrawi, 1994: 47).
Berbeda dengan upaya normalisasi hubungan Iran-Amerika
Serikat yang masih mendapat tantangan keras dari kaum mullah radikal,
normalisasi hubungan Irak-Iran justru mendapat dukungan penuh dari hampir
seluruh elite politik Iran. “New Day for Iran-Irak, Old Threat from US”,
merupakan salah satu judul tajuk rencana harian Kayhan Internasional yang
mencerminkan aspirasi kaum mullah garis keras. Bahkan pada 10 September
1990, Ayatullah Shadeq Khalkhali, anggota majelis Syura Islami dan para
tokoh garis keras secara terbuka mendesak pembentukan aliansi militer
Irak-Iran guna menghadapi Israel, Amerika Serikat dan Arab Saudi(Alberto
, 1998: 27).

169
Perang Teluk II
Implikasinya bahwa apa yang diperkirakan bahwa, bagaimanapun
bentuk penyelesaiannya krisis Teluk II justru akan merugikan kepentingan
global perjuangan bangsa Arab, kini mulai terbukti. Perang Teluk II hampir
dapat dipastikan akan berakhir dengan kehancuran dipihak Irak, yang
sebenarnya mampu tampil sebagai “pembela” perjuangan bangsa palestina
melawan Israel. Dengan hancurnya kekuatan militer Irak, Israel dapat
semakin menepuk dada. Sebaliknya, nasib perjuangan bangsa palestina
semakin sulit dan tidak pasti(Alnasrawi, 1994: 47).
Saddam memang telah membuktikan ancamannya dengan menyerang
Israel seraya berobsesi mengubah peta peperangan dari Irak, AS dan para
Sekutunya menjadi peperangan besar antara seluruh Negara Arab melawan
negara Israel dan AS, jika Israel berhasil diseret untuk terlibat dalam Perang
Teluk II. Pecahnya perang teluk II akan membuat mayoritas negara Arab
“moderat” semakin berada di bawah payung AS. Perang ini membuat
mereka, dari segi ekonomi, politik, militer, semakin bergantung pada Barat,
khususnya AS(Cordesman, 1999: 52).
Jadi dapat di simpulkan bahwa dampak terjadinya perang Teluk 2
yaitu:
Bagi pihak irak dampak yang dialami diantaranya:
Irak membayar ganti rugi kepada kuwaita.
Irak harus mengizinkan tim inspeksi nuklir PBB memeriksa nuklir b.
Irak
Irak kena embargo ekonomi.c.
Timbulnya semangat anti-Amerika, karena adanya kebencian terhadap d.
negara Amerika Serikat
Negara dan perekonomian Irak rusak berat karena gempuran tentara e.
multinasional dan blokade ekonomi serta embargo yang diterapkan
PBB
Konß ik teluk mempercepat proses perdamaian Iran – Irak yang f.
sebelumnya berjalan tersendat-sendat, karena sebelumnya Baghdad
bersikeras mempertahankan pendiriannya.
Konflik teluk telah membuka kembali perhatian dunia tentang g.
perlunya penyelesaian segera seluruh masalah Asia barat.
Bagi Pihak Kuwait dampak yang dialami diantaranya
ladang-ladang minyak Kuwait rusak berat karena dibakar oleh Irak.
Sedangkan bagi pihak negara ke tiga diantaranya:

Sejarah Asia Barat Modern: Dari Nasionalilsme Sampai Perang Teluk ke-III
170
Perpecahan negara-negara Araba.
Amerika Serikat berhasil memperoleh pangkalan militer di Dahran b.
(Arab Saudi) untuk melindungi Israel sebagai sekutu terpentingnya
di Asia barat.
Peranan Amerika Serikat semakin kuat di Asia baratc.
Kekuatan Israel semakin tidak ada tandingannya.d.
Selain itu beberapa upaya penyelesaiannya telah dilakukan
diantaranya:
Penarikan mundur pasukan Irak dari Kuwait1.
Pada 25 Februari 1991 radio Baghdad menyiarkan penarikan mundur
pasukan Irak tersebut dan pada 29 Februari 1991 pasukan Irak baru benar-
benar meninggalkan Kuwait. Saddam Husein sendiri telah menyatakan
penarikan pasukannya akan dilakukan secara bertahap. Namun penarikan
pasukan-pasukan itu terhambat oleh serangan-serangan pasukan sekutu.
Presiden Amerika saat itu, George Bush, mengatakan perang tidak akan
berhenti meski Irak telah menarik mundur pasukannya dengan klaim bahwa
militer Irak merupakan ancaman bagi Negara-negara Asia barat lainnya
juga bagi kepentingan AS. Perang Teluk II ini berakhir pada 28 Februari
1991(Hiro, 1992: 34).
Intervesi Amerika serikat2.
Pada awalnya Irak mengira Amerika Serikat tidak akan ikut campur
dalam peperangan ini. Ternyata Amerika Serikat datang atas mandat dari
Dewan Keamanan PBB. Amerika Serikat memimpin pasukan koalisi
pada tahun 1991 yang dinamai operasi Badai Gurun (Desert Strom) untuk
memaksa Irak mundur dari daerah Kuwait. (Hubungan Irak-AS sendiri
pada masa kepemimpinan Saddam Husein tidak dapat dikatakan baik,
Saddam Husein tidak pernah Penyerangan Kuwait oleh Irak dibawah
kepemimpinan Presiden Saddam Husein pada tanggal 2 Agustus 1990
dianggap melanggar hak asasi manusia dalam perdamaian dunia. Tidak
bisa disangkal penyerangan ini mendapat sorotan dan kritikan tajam dari
berbagai negara, tidak terkecuali negara adidaya Amerika Serikat, sebagai
“gudang senjatanya HAM”, Amerika Serikat turut terlibat dalam perang
yang disebut Perang Teluk II ini(Hiro, 1992: 34).

171
Perang Teluk II
PENUTUPD.
Beberapa serangan yang gencar dilakukan Irak kepada negara
tetangga ialah perlawanan yang ekstrim dilakukan. Namun sudah dua kali
konß ik eksternal berpengaruh pada negara-negara persatuan Arab. Dalam
hal minyak tingkat intensitas konß ik sangat tinggi dibandingkan lainnya,
karena tidak hanya berdampak pada negara kawasan namun juga hubungan
luar negeri.
Irak belum bisa membuka pikiran bahwa ada banyak dampak positif
dengan memiliki minyak, namun lebih memilih jalan untuk memperluas
kekuasaan melebihi batas wilayah tanpa melihat posisinya sebagai salah
satu ladang yangs trategis bagi negara asing diantaranya Iran dan Kuwait.
Hal inilah yang memicu pertentangan luar biasa bagi negara Arab
sebagai negara yang mampu memanfaatkan potensi dan perusahaan asing
khususnya AS yang mampu melancarkan gerakan demokrasi dengan pasukan
multinasionalnya ke penjuru negara-negara Arab yang berkonß ik.Lantas
hal itu memicu perang dengan skala yang besar yaitu perang kepentingan
melawan negara adidaya.

Sejarah Asia Barat Modern: Dari Nasionalilsme Sampai Perang Teluk ke-III
172
KEGIATAN MENGGALI PENGALAMAN
DISKUSI KELOMPOK
Mengkaji peristiwa Perang Teluk II dan dampaknya bagi dunia
PENGUMPULAN HASIL
Portofolio dikumpulkan di Exelsa.

173
Perang Teluk II
EVALUASI

Sejarah Asia Barat Modern: Dari Nasionalilsme Sampai Perang Teluk ke-III
174
Tugas terstruktur:
Buatlah meme dengan menggunakan aplikasi di gaget tentang stop
pelanggaran HAM dalam bentuk apapun dari tingkat keluarga, masyarakat
maupun negara!
Teknik pengumpulan, format berupa .jpg diunggah pada exelsa.

175
Perang Teluk III
BAB XII
KRISIS/ PERANG TELUK III
12.1 Deskripsi Materi
Pemahaman mengenai latar belakang Perang Teluk III, pecahnya
Perang Teluk III, runtuhnya Kekuasaan Saddam Hussain
12.2 Relevansi
Setiap pribadi dapat berjuang untuk peramaian dunia
12.3 Capaian Pembelajaran
Mahasiswa dapat menganalisis Perang Teluk III serta mampu
menghargai arti penting perdamaian.
Glosarium
Operation Desert Storm (Operasi Badai Gurun) adalah 1.
serangan serangan udara masif oleh pasukan multinasional
atas Bagdad dan beberapa wilayah Irak lainnya
Moderat adalah menghindarkan pengungkapan atau perilaku 2.
yang ekstrim.Moderat politik adalah seseorang dalam
kategori tengah spektrum politik kiri-kanan

Sejarah Asia Barat Modern: Dari Nasionalilsme Sampai Perang Teluk ke-III
176
Latar Belakang Perang Teluk IIIA.
Saddam Hussein telah melakukan banyak pertentangan di mata negara
Arab dan Barat yang berhubungan langsung dengan negara mandatnya.
Amerika Serikat telah banyak berkontribusi untuk membantu berbagai
resolusi perdamaian negara Kuwait dan berusaha memecahkan krisis minyak
yang sebelumnya dialami oleh negara Iran. Apabila dikaji secara mendalam,
AS telah memainkan perannya semenjak perang teluk I berlangsung
(Hopwood, 1993: 78).
Dari sudut pandang internal negara, Perang Teluk III salah satunya
dilatarbelkangi oleh konspirasi dan ambisi dari George H.W.Bush yang
ingin mendapatkan simpati dari warga Amerika Serikat untuk mencalonkan
dirinya ke pemilihan presiden (Makiya, 1998: 56).
Adanya tuduhan Amerika Serikat bahwa Irak memiliki senjata
pemusnah massal seperti senjata kimia dan nuklir dengan bukti foto-foto
satelit. PBB pun memeriksa persenjataan di Irak dan hasilnya mereka tidak
menemukan bukti-bukti kepemilikan senjata tersebut di Irak. Namun,
Amerika Serikat tetap pada rencananya walaupun banyak negara yang
menentangnya. Akhirnya tanpa mandat dari PBB di bantu Inggris dan
Australia maka Amerika Serikat mulai melakukan penyerangan ke wilayah
Irak dan selanjutnya Irak bertahan dengan membalas serangan tersebut dan
terjadilah peperangan antara keduanya (Hopwood, 1993: 78).
Terkadang politik disalahgunakan untuk saling memenangkan hak
suara agar salah satu pemimpin merasa dirinya yang paling benar, begitu
juga dengan Amerika Serikat menuduh Irak menyimpan senjata pembunuh
massal yang belum tentu kebenarannya dan membuat paradigma ke
seluruh sekutunya serta dunia bahwa Irak adalah negara yang berbahaya,
bahkan keinginan untuk membunuh Saddam Hussein yang diklaim sebagai
sukseksor dari Irak selama ia memerintah (Hopwood, 1993: 78).
Pecahnya Perang Teluk IIIB.
Pada pidato kenegaraan presiden AS George W Bush di depan kongres
pada tanggal 29 Januari 2002 yang menyebutkan Irak, Iran, Korea Utara
sebagai bagian dari ‘Poros Kejahatan’ semakin meningkatkan kekhawatiran
akan dimulainya serangan militer AS ke Irak tersebut. Lawatan Wapres AS
Dick Cheney kesembilan Negara Timur-Tengah pertengahan Maret 2002,

177
Perang Teluk III
disinyalir untuk mendapatkan dukungan penuh negara-negara dikawasan
tersebut serta menggulingkan Saddam. Dengan dalih negara Irak tersebut
mempunyai senjata pemusnah massal yang dapat membahayakan masyarakat
dunia, AS sangat berkeinginan menyerang negeri 1001 malam tersebut. Tapi
barangkali hanya Israel dan Kuwait yang siap mendukung penuh upaya AS
menggulingkan Saddam. Arab Saudi meskipun tidak menyukai Saddam
tidak akan mengizinkan pangkalan udara dan daratnya digunakan untuk
menyerang Irak. Sikap tersebut dipegang teguh pemerintah Riyadh sejak
berakhirnya Perang Teluk II tahun 1991. Seperti Negara Arab lainnya
kecuali Kuwait, Arab Saudi konsisten mempertahankan kesatuan teritorial
negeri Irak (Makiya, 1998: 56).
Lain halnya dengan Negara Kuwait, Negara ini sangat membenci
Saddam dan masih menyimpan dendam dengan Saddam karena
Saddam pernah menjadikan Negara Kuwait ini sebagai bagian dari
provinsi Irak pada Perang Teluk II. Walaupun demikian Kuwait yang
memiliki hubungan sangat dekat dengan Arab Saudi yang menjadi ujung
tombak melawan Irak pada masa perang Teluk II tahun 1991 ikut menentang
rencana serangan AS ke Irak. Turki pun masih ragu ikut ambil bagian dalam
aksi serangan militer terhadap Irak. Iming-iming bantuan 16 miliar dollar
dari Washington ternyata tidak memudarkan keraguan pemerintah Ankara
untuk membentuk satu kekuatan. Negara lainnya seperti Iran dan Suriah
justru lebih menginginkan status quo di Irak, Uni Eropa pun belum
melihat adanya alasan memadai bagi AS untuk menyerang Irak. Bahkan
Presiden Rusia Vladimir Putin memberi peringatan keras pada Amerika
serikat jika menyerang Irak. Meski demikian, mereka sepakat Irak harus
mengizinkan kembalinya tim PBB untuk memeriksa senjata pemusnah
massal. Alasan Irak menolak tim PBB itu karena khawatir ada penyusupan
CIA dalam tim tersebut seperti pada tahun 1998 (Smolansky , 1991: 87).
Faktor minyak selalu menjadi isu sentral dan selalu dilihat sebagai
salah satu pemicu utama terjadinya seluruh konß ik di kawasan Timur-
Tengah, dan tidak terkecuali dalam konß ik Amerika Serikat-Irak. Hal ini
disebabkan karena kawasan Timur-Tengah merupakan kawasan penghasil
minyak bumi terbesar didunia. Dan hampir seluruh produksi minyak
dunia didapatkan dari kawasan ini. Hampir seluruh pejabat Irak secara
terang-terangan menuduh Negara AS ingin menguasai sumur-sumur
minyak Irak yang merupakan terbesar kedua setelah Arab Saudi. Negara AS

Sejarah Asia Barat Modern: Dari Nasionalilsme Sampai Perang Teluk ke-III
178
sendiri juga mulai memberi perhatian pada minyak di Timur-Tengah sejak
50 tahun yang lalu yakni ketika kongres AS saat itu menggelar sidang
khusus untuk mengeluarkan keputusan tentang jumlah minyak yang harus
diimpor AS setiap bulannya. Perhatian pemerintah AS pada minyak di
Timur-Tengah semakin besar setelah aksi boikot minyak Arab menyusul
perang Arab-Israel tahun 1973. Salah satu presiden AS Jimmy Carter pernah
menetapkan kebijakan yang mengharuskan AS mengamankan dengan segala
cara suplai minyak. Bila muncul ancaman, maka AS harus menggunakan
segala cara termasuk kekuatan militer untuk menjamin terus mengalirnya
suplai minyak. Pada perang Irak-Iran, kapal-kapal perang AS turun tangan
mengawal kapal-kapal tanker minyak dari teluk Arab melalui selat sempit
Hormuz menuju negara-negara barat, menyusul Iran saat itu mengancam
akan menyerang dengan rudal semua kapal tanker yang lewat selat Hormuz
(Makiya, 1998: 56).
Diluar kawasan Arab Teluk, AS juga meningkatkan kehadiran
militernya sesuai dengan tuntutan strategi baru dalam menghadapi tantangan
abad 21, globalisasi, perang bintang dan menjaga kesepakatan internasional.
Bertekad mengurangi ketergantungan pada minyak Timur-Tengah yang
sarat konß ik itu, beberapa tahun terakhir ini, AS berhasil meningkatkan
hubungan dagangnya dengan Negara-negara produksi minyak diluar Negara
Arab Teluk untuk mencari pemasok minyak baru, seperti Rusia, Afrika
barat, dan negara kawasan Laut Kaspia. Namun hal itu masih diragukan,
AS mengimpor minyak dari Rusia dan Negara kawasan laut Kaspia bisa
dianggap lebih aman dari kawasan Timur-Tengah. Rusia tentu menerapkan
kebijakan politik yang mengutamakan kepentingannya.Dalam banyak
kasus, Rusia dan AS tidak sinkron dalam kebijakan politik luar negeri
nya. Misalnya, Rusia pasti tidak setuju dengan kebijakan AS tentang poros
kejahatan yang memasukkan Irak, Iran, dan Korea Utara. Tiga Negara
yang masuk poros kejahatan versi AS itu dikenal memiliki hubungan
sangat baik dengan Moskow. Rusia dan Iran misalnya, menjalin hubungan
kerja sama soal pembuatan reaktor nuklir. Rusia juga mendapat proyek
senilai puluhan milliard di Irak.Selain itu, Rusia masih dalam transisi pada
pembangunan ekonominya.Karena itu moskow masih sangat butuh Negara
semacam Irak dan Iran sebagai mitra bagi pembangunan ekonomi Rusia
(Smolansky , 1991: 87).

179
Perang Teluk III
Dipihak lain, minyak selalu menggelisahkan Baghdad karena hanya
komoditas itu sebagai satu-satunya kekuatan yang dimiliki Irak untuk
memenuhi kebutuhan rakyatnya, dan juga menjadi kekuatan tawar-menawar
di dunia internasional. Jika terjadi krisis pada sector minyak, tidak ada
komoditas lain yang menjadi andalan Baghdad (Smolansky , 1991: 87).
Selain kebutuhan besar akan minyak, perihal senjata kimia dan
biologi Irak senantiasa mendapat perhatian besar AS dan Negara barat lain,
bahkan lebih besar dari isu senjata nuklir Irak. Masalah senjata kimia dan
biologi itu selalu menjadi bahan polemic baik sebelum maupun sesudah
berhentinya aktivitas tim inspeksi senjata pemusnah massal PBB di Irak pada
Desember 1998. pengembangan dan produksi senjata kimia dan biologi telah
mendapat perhatian pimpinan Irak sejak awal tahun 1970-an. Perhatian yang
besar tersebut merupakan bagian dari bangkitnya perkembangan teknologi
dan ilmu pengetahuan Irak saat itu. Selain itu, program senjata kimia dan
biologi Irak itu sebagai bagian pula dari persaingan militer dan perlombaan
senjata dengan Iran, serta berkaitan juga dengan isu konß ik Arab-Israel.
Meletusnya perang Irak-Iran tahun 1980-1988 mengantarkan Saddam untuk
lebih memberikan perhatian pada program senjata kimia dan biologi, dimana
Baghdad kala itu berambisi memiliki kemampuan militer nonkonvensional
untuk menutupi kekurangan kekuatan manusia Irak dibanding Iran (Makiya,
1998: 56).
Disamping itu, Irak merasa harus memilih senjata kimia dan biologi
sebagai unsur kekuatan pengimbang strategis dikawasan Teluk dan Timur-
Tengah yang bersebelahan ini, menyusul hancurnya reactor nuklir Irak
dekat Baghdad setelah digempur pesawat tempur Israel pada tahun 1981
(Smolansky , 1991: 87).
Oleh karena itu, program senjata kimia dan biologi Irak mengalami
kemajuan pesat sejak awal tahun 1980-an. Saddam memberi semua kemudahan
keuangan, ilmu pengetahuan, tekhnis dan sumber daya manusia untuk program
senjata kimia dan biologi yang membantu tercapainya kemajuan dibidang
pembangunan infrastruktur untuk program tersebut. Irak juga berhasil mencapai
menjalin kerja sama dengan negara-negara sahabat di dunia Arab, Eropa Barat,
dan Timur untuk proses pengalihan tekhnologi senjata kimia dan biologi.
Invasi Sekutu ke Irak tahun 2003 dengan kode “Operasi Pembebasan Irak”
merupakan serangan sekutu dipimpin oleh Amerika Serikat untuk mencari dan
menghancurkan Irak yang dituduh mempunyai senjata pemusnah massal. Invansi

Sejarah Asia Barat Modern: Dari Nasionalilsme Sampai Perang Teluk ke-III
180
ini secara resmi dimulai tanggal 19 maret 2003. Tujuan resmi yang ditetapkan
Amerika Serikat dalam penyerangan ini adalah untuk melucuti senjata pemusnah
massal Irak, mengakhiri dukungan Saddam Hussein kepada terorisme, dan
memerdekan rakyat Irak dari kekuasaan otoriter Saddam (Makiya, 1998: 56).
Persiapan awal perang ini telah dimulai ketika 100.000 tentara
Amerika serikat dikumpulkan di Kuwait. Amerika Serikat sengaja
menyediakan mayoritas pasukan untuk invasi ini, dengan dukungan dari
pasukan Koalisi yang terdiri dari lebih dari 20 negara dan suku Kurdi di
utara Irak.Invansi Irak tahun 2003 inilah yang jadi pembuka perang Irak.
Ketika Irak sudah jatuh ketangan Koalisi, masih terus terjadi peperangan
yang digelorakan pemberontak melawan tentara koalisi Amerika Serikat
hingga 2011 (Smolansky , 1991: 87).
Invansi ke Irak oleh Amerika Serikat dan koalisinya ini karena tuduhan
yang sifatnya tidak benar. Sebab, setelah perang selesai, tidak terbukti
adanya tuduhan tersebut dan justru pihak Amerika Serikat dan koalisinya
lah yang menginginkan politik minyak disana.Dengan menuduh Saddam
Husein memiliki senjata pemusnah massal yang apabila tidak dicegah
dapat mengancam kehidupan seluruh umat dibumi ini, Amerika Serikat
melancarkan serangan besar-besaran ke Irak. Selain tuduhan tersebut,
Amerika Serikat juga menuduh Irak telah melanggar resosuli PBB, kebijakan
yang menindas rakyak irak, dan percobaan pembunuhan terhadap george
H.W.Bush (Makiya, 1998: 56).
Seperti sejarah tahun 2003 silam sekutu ikut campur tangan urusan
politik Irak, yaitu atas kediktatoran Saddam Husein. Pada peristiwa peristiwa
tersebut, juga tidak sedikit korban jiwa yang berjatuhan dari warga sipil.
Bahkan, sejumlah jurnalis internasional tewas dan hilang. Dengan kata lain,
invansi Amerika Serikat dan koalisinya ini bertujuan ingin menumbangakan
kekuasaan Saddam Husein dan menyeretnya ke mahkamah internasional.
Akhirnya melalui pertempuran yang sengit, rezim Saddam berhasil
digulingkan (Smolansky , 1991: 87).
Warga irak pun menyambut tumbangnya kekuasaan otoriter Sadaam
dengan suka cita. Akan tetapi, usai tumbanganya sang diktaktor di Irak,
ternyata masih juga banyak terjadi perang saudara antar kelompok yang
saling berebut kekuatan dan kekuasaan untuk memegang pemerintahan.
Dimana-mana terjadi teror dan bom bunuh diri. (Hopwood, 1993: 78).

181
Perang Teluk III
Akibat serangan invasi Amerika Serikat dan koalisinya ke Irak
ini, dilaporkan lebih dari 14.000 warga irak hilang.Peristiwa ini menjadi
perhatian dan tontonan masyarakat dunia pada tahun tersebut sebagai perang
besar dan banyak memakan korban jiwa (Makiya, 1998: 56).
Runtuhnya Kekuasaan Saddam Hussaen C.
Irak telah dapat di kuasai AS sepenuhnya, dan Saddam pun telah
dihukum mati oleh mahkamah internasional.Tapi keadaan di Irak sendiri
tidak lebih baik dari saat Saddam berkuasa, bahkan lebih buruk. Irak seperti
kembali ke keadaan 50 tahun yang lalu, atau bahkan lebih. AS sendiri
mendapat protes dari masyarakat internasional karena dianggap tidak
bertanggung jawab atas keadaan di Irak saat ini (Hopwood, 1993: 78).
Saddam memegang kekuasaan penuh terhadap konflik antara
pemerintah dan angkatan senjata dengan membentuk pasukan keamanan
yang menindas dan mengukuhkan wibawanya terhadap aparat pemerintahan.
Sebagai presiden, Saddam menciptakan pemerintahan yang otoriter
(kekuasaan politik terkonsentrasi pada suatu pemimpin tanpa melihat
derajat kebebasan individu). Dalam mempertahankan kekuasaannya melalui
perang Iran-Irak (1980-1988) dan Perang Teluk tahun 1991 menyebabkan
penurunan drastis standar hidup dan hak asasi manusia. Ia menindas
gerakan yang dianggapnya mengancam khususnya gerakan yang muncul
dari kelompok etnis atau keagamaan yang memperjuangkan kemerdekaan
atau pemerintahan otonom. Saddam adalah seorang diktaktor irak dan salah
satu pemimpin Dunia yang paling keras terutama pada Amerika Serikat dan
Israel (Smolansky , 1991: 87).
Saddam Hussein ingin menjadi penguasa tak hanya penguasa Irak
tapi juga penguasa Arab. Saddam rela menggunakan berbagai cara untuk
melanggengkan ambisinya termasuk dengan cara represif (menekan,menahan
dan menindas). Selama masa pemerintahannya ia sering kali melakukan
manuver (gerakan yang cepat dari pasukan kemiliteran) yang cukup ekstrem.
Ia menganggap bawahannya sebagai alat untuk melangsungkan ambisinya
(Karsh,Rautsi, 1991: 90).
Pasca invasi Amerika Serikat ke Irak mengalami berbagai macam
perubahan baik dalam perubahan sosial ekonomi dan politik. Perubahan sosial
yang muncul setelah runtuhnya rezim Saddam Hussein adalah terjadinya
perubahan sosial yang drastis sehingga mempertajam ke arah perang saudara

Sejarah Asia Barat Modern: Dari Nasionalilsme Sampai Perang Teluk ke-III
182
diantara rakyat itu sendiri yakni antara pendukung Saddam Hussein dan
yang kontra terhadapnya, antara kelompok Syiah dan Sunni maupun suku
kurdi yang merasa berhak dalam campur tangan pemerintahan Irak. Kondisi
ekonomi Irak pasca Invasi yang dilakukan oleh Amerika Serikat ialah
minyak menjadi masalah utama yang kemudian AS mengandalkan cadangan
minyak negerinya dari Irak dengan berusaha memasukkan perusahaan swasta
miliknya di Irak dalam program rekonstruksi (menata atau pengembalian
seperti semula) infrastruktur minyak di Irak (Makiya, 1998: 56).
Dibidang politik secara umum, serangan yang dilakukan oleh
Amerika Serikat yang bertujuan untuk menegakkan demokrasi di Irak yang
telah berhasil dilakukan oleh Amerika Serikat yakni menggulingkan rezim
Saddam Hussein yang diklaim otoriter terharap rakyatnya oleh Amerika
Serikat (Smolansky , 1991: 87).
Ketika keberhasilan Amerika Serikat menggulingkan Saddam Husein
maka terjadi kekosongan pemerintahan yang berujung pada perebutan
kekuasaan serta Amerika serikat yang menginginkan pendirian demokrasi
di kawasan Irak, akan tetapi penduduk Irak tidak menyetujui akan hal itu
mereka menganggap apa yang diterapkan oleh Amerika Serikat berujung
pada pemanfaatan negara Irak sehingga penduduk Irak merasa bahwa
sistem pemerintahan Irak sebagai pemerintahan boneka Amerika Serikat
dan rakyat juga ragu terhadap kualitasnya. Dalam kestabilan politik ditandai
dengan tingginya intensitas kekerasan dan konß ik yang terus terjadi karena
penguasa gagal untuk menjalankan kekuasaan yang disebabkan oleh rakyat
yang tidak mau mentaati peraturan-peraturan yang telah ditetapkan oleh
penguasa. (Hopwood, 1993: 78).
Dampak Perang Teluk III Bagi IrakD.
Perang teluk dinyatakan berakhir pada 1 Mei 2003 dengan
menyatakan pihak Amerika yang menjadi pemenang dalam peperangan
tersebut. berakhirnya perang tersebut tentunya membawa pengaruh bagi
tatanan kehidupan di Irak (Smolansky , 1991: 87). Antara lain:
Bidang Sosial1.
Dampak perang teluk bagi Irak ialah jatuhnya banyak korban. Tidak
hanya tentara militer Irak namun warga sipil Irak juga sering menjadi korban.
Semenjak jatuhnya Sadam Husein pun memicu perang saudara di Irak. Dari

183
Perang Teluk III
segi keagamaan, kelompok Syiah umumnya kontra dengan kepemimpinan
Saddam Husein sedangkan Sunni justru pro terhadap Saddam Husein. Hal
inilah yang menjadi salah satu pemicu perseteruan yang menyulut konß ik
horisontal dan sampai saat ini perseteruan Sunni dan Syiah sulit diselesaikan
(Yuliningrum, 2009: 80).
Bidang Ekonomi2.
Dampak perang ini tentunya mempengaruhi ekonomi di Irak. Keadaan
sosial politik Irak yang kacau secara langsung mempengaruhi kondisi Irak.
Aset – aset negara dijarah habis – habisan ketika kondisinya sedang buruk.
Ekspor utama dari Irak ada pada minyaknya , karena diserang oleh Amerika
membuat produksi minyak di Irak menurun sebab lumpuhnya perekonomian
Irak (Yuliningrum, 2009: 80).
Bidang Politik3.
Setelah terjadi Invasi oleh Amerika Serikat, Amerika lalu membuat
pembentukan pemerintah sementara “ Dewan Lima”. Tugasnya ialah sebagai
pengurus sementara dan merakit komposisi pemerintahan. Dewan Lima
terdiri dari Abdul Hasyim al- Hakim mewakili Syiah, Jalal Tarbani dan
Massaodud Bazrani mewakili Kurdi, Ahmad Chalabi ketua Iraqi National
Congress (INC) serta Adnan Pachachi sebagai penganut Islam Sunni.
Dalam Dewan Lima ini sering terjadi perseteruan karena dianggap orang –
orang tersebut merupakan rancangan Amerika Serikat. Setelah mengalami
pergolakan yang panjang di dalam Dewan Lima akhirnya Irak mengadakan
pemilu pada Januari 2005, pemilihan umum ini diselenggarakan untuk
membuat rancangan undang – undang baru dan mengangkat pemerintah
sementara. Pemilihan ini dipimpin oleh presiden pertama yang dipilih
secara demokratis yaitu Jalal Tabalani. Sedangkan Oktober 2005 diadakan
pemungutan suara untuk mendukung UUD baru lewat referendum meski
harus diwarnai dengan ancaman, aksi teror, ketakutan dan perpecahan dari
kelompok tertentu (Yuliningrum, 2009: 80).
PENUTUPE.
Perlawanan sebelumnya yang telah dilancarkan oleh Irak berdampak
pada perang besar yang sangat berpengaruh pada ekonomi dunia. Dalam
hal ini AS sebagai penguasa dunia pasca Perang Dunia II memilih untuk

Sejarah Asia Barat Modern: Dari Nasionalilsme Sampai Perang Teluk ke-III
184
bertindak dengan jalan politik, karena selain dengan gencatan senjata jalan
itulah menjadi hal utama yang dilakukan George H.W.Bush untuk membatasi
kekuasaan Saddam Husein.
Tentunya ada negara Islam yang mendukung kedua belah pihak. Iran
dan negara-negara Arab mendukung Irak melawan AS karena menyadari
politik yang dilakukan semata-mata untuk keuntungan sepihak, sedangkan
kuwait dan Israel mendukung AS karena menyadari bahwa ada usaha ke
arah perdamaian dan persatuan kembali wilayah yang berdampak konß ik.
Sebuah serangan besar dengan sebutan “Operasi Pembebasan Irak”
dilancarkan PBB untuk mengatasi konß ik Irak hingga menggulingkan
kekuasaan Saddam Husein. Dampaknya semua kelompok etnis saling
memperebutkan daerah kekuasaan yang sebelumnya telah dikuasai
Saddam.

185
Perang Teluk III

Sejarah Asia Barat Modern: Dari Nasionalilsme Sampai Perang Teluk ke-III
186
KEGIATAN REFLEKSI
Jika pada akhirnya negara dihadapkan pada suatu pilihan berperang
atau diplomasi sebutkan alasanmu memilihnya dengan berbagi fakta
sejarah yang ada!
_______________________________________________________
_______________________________________________________
_______________________________________________________
_______________________________________________________
_______________________________________________________
_______________________________________________________
________________________________________
KEGIATAN MENGGALI PENGALAMAN
DISKUSI KELOMPOK
Mengkaji peristiwa Perang Teluk I II dan mengkaji strategi politik
kekuasaan negara yang maju serta tidak menguntungkan sepihak
PENGUMPULAN HASIL
Portofolio dikumpulkan di Exelsa.

187
Perang Teluk III
EVALUASI
Tugas terstruktur:
Buatlah Quate mengenai aksi damai akibat perang kepentingan negara
di dunia, maupun kehidupan bernegara Indonesia dengan menggunakan
aplikasi canva dengan format .jpg. Hasil diunggah pada laman Exelsa.

Sejarah Asia Barat Modern: Dari Nasionalilsme Sampai Perang Teluk ke-III
188

189
Daftar Pustaka
DAFTAR PUSTAKA
A. Najiyullah. Gerakan Keagamaan dan Pemikiran (Akar Ideologis dan
Penyebarannya(diterjemahkan oleh). Jakarta: Al-Ishlahy Press.
A. Arjomand, Said Amir. 1988. The Turban for the Crown. The Islamic
Revolution in Iran. New York: Oxford University Press,
A. Arjomand, Shaul. 1986. The Reign of the Ayatollahs: Iran and the Islamic
Revolution. New York: Basic Books.
Abrahamian, Ervan. 1982. Iran Between Two Revolution. Princeton, N,J:
Princepton University Press.
Alam, Asadollah. 1992. The Shah and I: The Confi dential Diary of Iranís
Royal Court. 1969-1977. New York: St. Martinís Press.
Alberto Bin et al., eds. 1998. Desert Storm: A Forgotten War. Westport,
Conn: Praeger
Al-nadaw, Abu al-Hasan alhasani. 1978. Western Civilixation, Islam and
Moslems. India: Locknow Publishing House.
Alnasrawi, Abbas. 1994. The Economy of Irak: Oil, Wars Destrution of
Development and Prospect, 1950-2010. Westport, Conn: Greenwood
Press.
Al-Qordhawi, Y. 1997. ëIslam dan Sekularismeí, diterjemahkan oleh :
Amirullah Kandu, Lc., CV. Pustaka Setia.
al-Suwaidi, Jamal S.,ed. 1995. The Yemeni War 0f 1994: Causes and
Consequences. London: Saqi.
Amal, Taufi k Adnan. 2016. Islam dan Tantangan Modernitas: Studi atas
Pemikiran Hukum Fazlur Rahman.Mizan, Bandung.
Amin, Samsul Munir. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Amzah.
Amuzegar, Jahangir. 1991. The Dynamics of the Iranian Revolution: The
Pahlavisí Triumps and Tragedy. Albany: State Universty of New
York Press.
Andono, Aksan. 1956. Krisis di Asia barat (Mesir): Kumpulan Diskusi-
Diskusi. Yogyakarta: UGM Press.

Sejarah Asia Barat Modern: Dari Nasionalilsme Sampai Perang Teluk ke-III
190
Anwar, A SyaiÞ ’I. Kemalisme dan Islam sebua Kaledoskop dalam ‘Ulum
Al-Qur’an’. No.3,vol.1.1989.
Azra, Azyumardi. 2016. Transformasi Politik Islam: Radikalisme,
Khilafatisme, dan Demokrasi. Jakarta: Kencana.
Baram, Amatzia. 1991. Culture, History and Ideology in the Formation of
Bathist Irak, 1968-89. London: Macmillan.
Bar-On, Ordechai. 1994. The FGates of GAZA: Israel’s Road to Suez and
Back 1955-1957. New York: St. Martin’s Press.
Basri,SyaÞ q. 1987. Iran Pasca Revolusi. Jakarta: Sinar Harapan.
Ben-Gurion, David. 1963. Israel: Years of Challenge. New York: Columbia
University Press.
Bixby, Asgar. 1993. Asia barat di Tengah Kancah Dunia. Bandung: Sinar
Baru Algensindo
Boris Rumer,ed. 2000. Central Asia and the New Global Economy. Armonk,
N.Y: Sharpe.
Brenner, Michael dan Shelley Frisch. Zionism: A Brief History, (New
Jersey: Markus Wiener Publishers, 2003)Fraser, T.G. The Middle
East: 1914–1979 (New York: St. Martin’s Press, 1980)
Brockelman, Carl. 1974. History of the Islamic People. London: Routledge
and Kegan.t.t.
Brumberg, Daniel. 2001. Reinventing Khomeini: The Struggle for Reform
in Iran. Chicago: University of Chicago Press.
Burrowes, Robert D. 1987. The Yemen Arab Republic: The Politics of
Development, 1962-1986. Boulder, Colo: Westview Press.
Carapico, Sheila. 1998. Civil Society in Yemen: The Political Economy
of Activism in Modern Arabia. New York: Cambridge University
Press.
Cizre,Umit.2008.Seculer and Islamic Politic In Turkey.New York:
Routledge.
Cohen, Avner. 1998. Israel and the Bomb. New York: Columbia University
Press.
Cordesman, Anthony H. 1999. Irak and the War of Sanctions: Conventional
Threats and Weapons of Mass Destruction. Westport, Conn:
Praeger.
Deden Anjar Herdiansyah, Tesis Konspirasi Freemansory dalam kerajaan
Turki Ustmani pada masa Sultan Abdul Hamid II (1876-1909)

191
Daftar Pustaka
Dictionary of the Israeli-Palestinian Confl ict Vol. 2 K-Z, (Detroit: Macmillan
Reference USA, 2005), dan Jeremy Black, Introduction to Global
Military History, (London: Routledge, 2005)
Dowty, Alan. 2001. The Jewish State: A Century Later. Updated ed.
Berkeley: University of California Press.
Elliot, Matthew. 1996. Independent Irak: The Monarchy and British
Infl uence, 1941-58. London: Tauris
Emy Azziaty Rozali, Azmul Fahimi Kamaruzaman. 2011.First World War,
Balfour Declaration and Their Impact on Palestine. dalam seri
Internasional Journal West Asian Studies.3(2). 21-24
Eugene L Rogan and Avi Shlaim, eds. 2001. The War for Palestine: Rewriting
the History of 1948. Cambridge, England: Cambridge University
Press.
Eweis, M Yehia. 1955. Egypt Between Two Revolution. Cairo: Imprimerie
Misr S.A.E.
Fawcett, Louise LíEstrange. 1991. Iran and the Cold War; The Azerbaijan
Crisis of 1946. Cambridge, England: Cambridge University Press.
Gasiorowski, Mark J. 1991. U.S Foreign Policy and the Shah: Building a
Client State in Iran. Ithaca, N.Y: Cornell University Press.
Gelvin, James L. 1998. Divided Loyalties: Nationalism and Mass Politics
in Syria at the Close of Empire. Berkeley: University of California
Press.
Ghanem, Asíad. The Palestinian-Arab Minority in Israel, 1948-2000; A
Political Study. Albany: State University of New York Press, 2001.
Goode, James F. 1997. The United States and Iran: In the Shadow of
Musaddiq. New York: St. Martinís Press.
Halliday, Fred. 1989. Revolution and Foreign Policy: The Case of South
Yemen, 1967-1987. Cambridge: Cambridge University Press
Hassanpour, Amir. 1992. Nationalism and Language in Kurdistan, 1918-
1985. San Francisco: Mellen Research University Press.
Herzog, Chaim. 1982. The Arab-Israeli Wars: War and Peace in the Middle
East. New York: Random House.
Hiro, Dilip. 1991. The Longest War: The Iran-Irak Military Confl ict. New
York: Routledge.
Hiro, Dilip. 1992. Desert Shield to Desert Storm: The Second Gulf War.
New York: Routledge.

Sejarah Asia Barat Modern: Dari Nasionalilsme Sampai Perang Teluk ke-III
192
Hitti, Philip K. 2010. History of The Arabs, terj. R.Cecep Lukman Yasin
dan Dedi Slamet Riyadi. Jakarta: Serambi.
Hoesin, Oemar Amin. 1953. Gelora Politik Negara-negara Arab. Jakarta:
Tintamas.
Hooglund, Eric J. 1982. Land and Revolution in Iran, 1960-1980. Austin:
University of Texas Press.
Hopwood, Derek, et al,eds. 1993. Irak: Power and Society. Reading,
England: Ithaca.
Hourani, AAlbert H. 1946. Syria and Lebanon, a Political Essay. London:
Oxford University Press.
Israel, Gershoni, dan Jankowski, James P. 1986. Egypt, Islam and The
Arabs: The Search for Egyptian Nationhood, 1900-1930. Oxford:
Oxford University Press
J.H Bamberg. The History of the British Petroleum Company. Vol 2: The
Anglo-Iranian Years, 1928-1954.
John L. Esposito dan John O Voll. 1999. Demokrasi di Negara-negara
Muslim. Bandung: Mizan.
Kaíbah,Lihat Rifyal. 1994. Islam dan Serangan Pemikiran: Sebuah Gejala
al-Ghazwul Fikri. Jakarta: Granada Nadia.
Karaspahi, Sena.2009. Muslim in Modern Turkey. London: IB Tauris.
Karel A. Steenbrink. 1984. Beberapa Aspek tentang Islam di Indonesia Abad
ke 19. Jakarta: Bulan Bintang.
Karim, Abdul M. 2007.Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta:
Pustaka Book Publisher.
Karsh, Efraim and Inari Rautsi. 1991. Saddam Husein. A Political Biography.
New York: Free Press.
Katouzian, Homa. 1981. The Political Economy of Modern Iran: Despotism
and Pseudo-Modernism, 1926-1979. New York: New York University
Press.
Khadduri, Majid. 1988. The Gulf War: The Origins and Implications of the
Irak-Iran Confl ict. New York: Oxford University Press.
Khadduri, Majid and Edmund Ghareeb. 1997. War in the Gulf, 1990-91:
The Irak-Kuwait Confl ict and Its Implications. New York: Oxford
University Press.
Khoury, Philip. 1987. Syria and Lebanon under the French Madate. New
York: Oxford University Press.

193
Daftar Pustaka
Kuniholm, Bruce R. ìThe Geopolitics of the Caspian Basin.î Middle East
Journal 54 (2000): 541-571.
Lapidus. 2000. Sejarah Sosial Umat Islam, Jilid II. Jakarta: Rajawali
Pers.
Lenczowski, George. 1992. Asia barat di Tengah Kancah Dunia. Bandung:
Sinar Baru Algensindo
Lenczowski, George. The Middle East in World Affairs.
Lenczowsky, George. Asia barat di Tengah Kancah Dunia, terjemahan
Lubis, Amany, et. al., 2005. sejarah Peradaban Islam, Jakarta. Jakarta:
UIN
Mahdi, Kamil A. 2000. State and Agriculture in Irak: Modern Development,
Stagnation and the Impact of Oil.
Makiya, Kanan. 1998. Republic of Fear: The Politics of Modern Irak. 2d
ed. Berkeley: University of California Press.
Makovsky, Michael, Blaise Misztal, dan Jonathan Ruhe. Januari 2011.
Tragility and Extremism in Yemen, A Case Study of The Stabilizing
Fragile States Project. Bipartisan Policy Center,
Medding, Petter Y. 1990. The Founding of Israeli Democracy, 1948-1967.
New York: Oxford University Press.
Milani, Mohsen. 1994. The Making of Iranís Islamic Revolution: From
Monarchy to Islamic Republic. 2d ed. Boulder, Colo: Westview.
Misri A. Muchsin. 2015 Palestina dan Israel: Sejarah Konfl ik dan Masa
Depan. Vol.XXXlX. No.2. UIN- Ar-Raniry.Hal 404
Moghadam, Fatemeh E. 1996. From Land Reform to Revolution: The
Political Economy of Agricultural Development in Iran, 1962-1979.
London: Tauris.
Moin, Baqer. 2000. Khomeini: Life of the Ayatollah. New York: St. Martinís
Press.
Morris, Benny. 1988. The Birth of the Palestinian Refugee Problem, 1947-
1949. Cambridge, England: Cambridge University Press.
Mostafa Elm. 1922. Oil, Power, and Principle: Iranís Oil Nationalization
and Its Aftermath. Syracuse, N.Y.: Syracuse Univeristy Press.
Mufrodi, Ali. 2010. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Surabaya: Anika
Bahagia.
Mughini,Syafi q A.1997. Sejarah Kebudayaan Islam di Kawasan Turki.
Jakarta: Logos.

Sejarah Asia Barat Modern: Dari Nasionalilsme Sampai Perang Teluk ke-III
194
Mussalam, Mussalam Ali. 1996. The Iraki Invasion of Kuwait: Saddam
Husein, His State and International Power Politics. London: British
Academic Press.
Najmabadi, Afsaneh. 1987. Land Reform and Social Change in Iran. Salt
Lake City: University of Utah Press.
Nasir, Tamara. 1981. Perang Iran ñ Perang Irak.Jakarta: Sinar Harapan.
Nasution, Harun. 1979. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya, Jilid I dan
2. Jakarta: UI Press.
Nasution, Harun. 1982. Pembaharuan dalam Islam Sejarah Pemikiran dan
Gerakan. Jakarta: Bulan Bintang.
Nuseibeh, Hazem Zaki. 1969. Gagasan-Gagasan Nasionalisme Arab,
Terjemahan Sumantri Mertodipuro. Jakarta: Yayasan Dana Buku
Indonesia.
Ochsenwald, William. 2013. The Middle East: A History. Ohio State
University.
Ochsenwald,William. 2013. The Middle East: A History. Ohio State
University.
Oren, Michael B. 1992. Origins of the Second Arab- Israel WAR: Egypt,
Israel and the Great Power. 1952-56. London: Frank.
Padi. 2005. Konfl ik Arab-Israel: Upaya-upaya, Peluang dan Kendala
Perdamaian. Seri Pengetahuan dan Pengajaran Sejarah. Vol 19
No.1 April 2005
Pahlavi, Mohammad Reza. 1980. Answer to History. New York: Stein and
Day.
Peterson, J.E. 1982. Yemen: The Search for a Modern State. Baltimore, Md:
John Hopkins University Press.
Pewarta Soerabaia. ìKrisis Politik Mesirî, (Edisi Kamis 3 Juli 1952),
Surabaya: N.V. Pewarta-Soerabaia, hlm. 1. (bagian 1)
Prezet, Don. The Middle East Today. New York: Praeger.t.t.,cet.IV.
Quandt, William B. 2001. Peace Process; American Diplomacy and the
Arab- Israeli Confl ict Since 1967. Rev. ed. Berkeley; University of
California Press.
Rahman, Mustafa Abd. 2002. Dilema Israel: Antara Krisis Politik dan
Perdamaian. Jakarta: Kompas.
Ramzani, Rouhollah K. 1986. Revolutionary Iran: Challenge and Response
in the Middle East. Baltimoure: Johns Hopkins University Press.

195
Daftar Pustaka
Ridho, Abu, Palestina Nasibmu Kini, Jakarta, Sidik, 1996.
Rifyal Kaíbah. 1994. Islam dan Serangan Pemikiran: Sebuah Gejala al-
Ghazwul Fikri. Jakarta: Granada Nadia.
Robinson, Glenn E. 1997. Building a Palestinian State: The Incomplete
Revolution. Bloomington: Indiana University Press.
Sani, Abdul. 1998. Lintas Sejarah Pemikiran Perkembangan Modern Dalam
Islam. Jakarta: Raja Grafi ndo Persada.
Shlaim, Avi. 1990. The Politics of Partition: King Abdullah, the Zionists and
Palestine, 1921-1951. New York: Columbia University Press.
Sihbudi , Riza, Hamdan Basyar. 1994. Konfl ik dan Diplomasi di Asia barat,
Jakarta: Pustaka Grafi ndo
Sihbudi, M. Riza. 1991. Islam, dunia Arab, Iran: Bara Asia barat. Bandung:
Mizan
Sihbudi, Riza dkk. 1995. Profi l Negara-negara Asia barat. Jakarta: Pustaka
Jaya.
Sihbudi, Riza, dkk. 1993. Konfl ik dan Diplomasi di Asia barat. Bandung:
PT Eresco.
Sihbudi, Riza. 1993. Bara Asia barat. Bandung: Penerbit Mizan.
Smith, Pamela Ann. 1984. Palestine and the Palestinians, 1876-1983.
London: Croom Helm.
Smolansky, Oles M and Bettie M Smolansky.1991. The USSR and Irak: The
Soviet Quest for Infl uence. Durham, N.C: Duke University Press
Syadzali, Munawir. 1990. Islam dan Tata Negara, AJaran, Sejarah dan
Pemikiran. Jakarta: UI Press.
Tamara, Nasir, Agnes Samsuri. 1981. Perang Iran-Perang Irak. Jakarta:
Sinar Harapan
Taylor, Alan R. 1990. Pergeseran-Pergeseran Aliansi Dalam Sistem
Perimbangan Kekuatan Arab, Jakarta: AmarPress
Thayib, Anshari dan Anas Sadaruwan, Anwar Sadat. 1981. Di Tengah Teror
dan Damai. Surabaya: PT Bina Ilmu.
WAMY. 1993. Aliran-aliran Modern dalam Islam,terj.Machnun Husain.
Jakarta: Raja Grafi ndo Persada.
Watt, W Montgomery. 1990. Kejayaan Islam Kajian Kritis dari Tokoh
Orientalis. Yogyakarta: PT. Tiara Wacana Yogya
Wenner, Manfred. 1991. The Yemen Arab Republic: Development and
Change in an Ancient Land. Boulder, Colo: Westview

Sejarah Asia Barat Modern: Dari Nasionalilsme Sampai Perang Teluk ke-III
196
Yatim, Badri. 1993. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Rajawali Pers.
Yuliningrum. 2009. Keputusan Amerika Serikat Melibatkan Halliburton
dan Black Water Security Consulting Pada Proses Rekontruksi Irak
Pasca Invansi. Amerika Serikat ke Irak. Skripsi Jember. Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik.Universitas Jember.
Zurcher,Erik J.2003. Sejarah Modern Turki.Terjemahan oleh Karsidi
Diningrat R.Jakarta: Gramedia Pustaka.

197
Daftar Pustaka
BIODATA PENULIS
Brigida Intan Printina, M.Pd., lahir di Madiun
pada 1 Februari 1991 ialah salah satu pengajar
di program studi Pendidikan Sejarah FKIP USD.
Setelah menyelesaikan studi sarjana di prodi
pendidikan sejarah FKIP USD tahun 2012, ia
menyelesaikan studi pasca sarjana pendidikan
sejarah UNS tahun 2014. Studi pasca sarjanan
dijalankan bersamaan dengan menjadi pengajar
PKN di SMP Santa Maria Assumpta Klaten tahun
2012 dan pengajar sejarah SMA Regina Pacis
Surakarta tahun 2013. Pada tahun 2015 menjadi pengajar di program studi
Pendidikan Sejarah FKIP USD.
Selama menjalani status dosen muda telah melakukan kajian
khususnya mengenai media pengajaran dengan menjadi editor pada salah
satu kumpulan karya komik “Pemuda Penguat Pancasila Penggerak Inspirasi
Bangsa” dengan rekomendasi Emalia Irigiliati Sukarni (Putri Pahlawan
Nasional Sukarni). Selain itu juga menjadi editor pada salah satu buku
referensi pada mata kuliah Sejarah Pendidikan dengan judul “Membumikan
Moral dan Cita Benih Bangsa” atas rekomendasi Prof. Dr-Ing. Wardiman
Djojonegoro (Mantan Menteri Pendidikan tahun 1993-1998).
Terkait karya-karya mengenai Sejarah Asia Barat ada beberapa kajian
yang dipublikasikan diantaranya publikasi ilmiah dengan judul “Analisa
Potensi GeograÞ s Timur Tengah Menjadi Kekuatan Teritori Melalui Komik
Digital Berlandaskan Paradigma Pedagogi Reß ektif” pada jurnal Agastya
(FKIP PGRI Madiun) dan “Pemanfaatan Media Komik Digital Melalui
Unsur PPR (Paradigma Pedagogi Reß ektif) Pada Matakuliah Sejarah Asia
Barat Modern” pada jurnal Pendidikan Sejarah (Universitas Negeri Jakarta).
Publikasi di media massa Bernas dengan tiga buah karya; 1) Transformasi
Kemalis untuk Nasionalisme, 2) Berneagara Ala Ibnu Saud, 3) Anwar Sadat
Sang Reformis Perdamaian, dan yang terakhir publikasi di Solo Pos dengan
“Lika-Liku Konß ik Saudi-Iran”.

Sejarah Asia Barat Modern: Dari Nasionalilsme Sampai Perang Teluk ke-III
198