1

Pengaruh Lingkungan Terhadap Ekofisiologi
Tanaman Kelapa Sawit


Mizan Maulana
Program Studi Ilmu Pertanian Universitas Islam Kebangsaan Indonesia Bireuen
Email: [email protected]


ABSTRAK

Kelapa sawit sangat penting peranannya bagi Indonesia baik sebagai komoditas andalan
untuk ekspor Karakterisasi respons tanaman kelapa sawit terhadap kondisi iklim akan
memungkinkan identifikasi sumber toleransi terhadap berbagai jenis stres yang disebabkan
oleh perubahan iklim. Perbedaan pertumbuhan dan produktivitas kelapa sawit disebabkan
oleh interaksi genotipe dan lingkungan. Tulisan ini merupakan hasil studi literatur.Dari data
yang diperoleh bahwa perubahan iklim yang mempengaruhi hasil kelapa sawit di daerah
tropis dan sub tropis terdiri dari dua faktor yang penting yakni ketersediaan air dan suhu. Hal
ini karena dampaknya terhadap pembentukan buah, aborsi bunga dan menentukan
diferensiasi seksual. Musim kemarau dikaitkan dengan suhu tinggi, yang menyebabkan
penurunan suhu efisiensi fotokimia, fotosintesis turun dan transpirasi menurun. Potensi air
tanah berpengaruh signifikan terhadap respon ekofisiologis tanaman kelapa sawit OxG (E.
guineensis x E. Oleifera). Pada -2 MPa, praktis tidak ada asimilasi karbon dioksida.
Temperatur dapat mempengaruhi fotosintesis melalui modulasi laju aktivitas enzim
fotosintetik dan rantai transpor elektron dan, secara tidak langsung, melalui temperatur daun
yang menentukan besarnya perbedaan tekanan uap daun ke udara, faktor kunci yang
mempengaruhi konduktansi stomata. Program pemuliaan kelapa sawit harus menjadi upaya
multidisiplin yang melibatkan alat molekuler, memahami respon budidaya kelapa sawit
terhadap kondisi pembatas akibat abiotik.

Kata kunci : Iklim, Fisiologi Tanaman, Kelapa Sawit



PENDAHULUAN

Kelapa sawit adalah tanaman biji minyak paling produktif dan efisien di dunia. Luas areal
kelapa sawit sekitar 17 juta hektar di seluruh dunia, menghasilkan lebih dari 33% pasokan
minyak dan lemak dunia (Fedepalma, 2016). Kelapa sawit ditanam di berbagai wilayah
geografis dimana frekuensi kejadian cuaca ekstrim diperkirakan akan meningkat karena
perubahan iklim. Karakterisasi respons tanaman kelapa sawit terhadap kondisi iklim akan
memungkinkan identifikasi sumber toleransi terhadap berbagai jenis stres yang disebabkan
oleh perubahan iklim. Perbedaan pertumbuhan dan produktivitas kelapa sawit disebabkan
oleh interaksi genotipe dan lingkungan (Rafii et al., 2012). Emisi gas rumah kaca telah
mengubah iklim global secara signifikan, dan akan terus berlanjut di masa depan. Oleh
karena itu perubahan lingkungan terutama perubahan iklim berdampak buruk terhadap
pertumbuhan dan produksi kelapa sawit yang mempengaruhi pasokan minyak kelapa sawit ke
pasar dunia (Pirker et al., 2016; Rival, 2017).

2

Perubahan iklim yang mempengaruhi hasil kelapa sawit di daerah tropis dan sub tropis terdiri
dari dua faktor yang penting yakni ketersediaan air dan suhu (Romero et al., 2007; Corley
dan Tinker, 2008). Air merupakan faktor utama dalam proses biokimia fotosintetik, selain itu
air merupakan sarana terpenting dalam penyerapan dan pengangkutan unsur hara tanah (Cao
et al., 2011). Hubungan antara intensitas dan lamanya musim kemarau dan musim hujan
sepanjang tahun tercermin dari bagaimana sebagian besar panen terkonsentrasi dalam waktu
yang singkat (Henson dan Chai, 1998). Meningkatnya insiden defisit air dan tekanan termal
di banyak wilayah perkebunan kelapa sawit sebagai akibat dari perubahan iklim
meningkatkan urgensi untuk memahami bagaimana tanaman merespons dan beradaptasi
dengan tekanan ini (Berger et al., 2016). Kemudian emisi antropogenik gas rumah kaca
(GRK) sedang meningkat dari waktu ke waktu, menyebabkan kenaikan suhu global (IPCC
2007, 2014). Suhu rata-rata global meningkat oleh 0.85 ° C dari 1880 hingga 2012 (IPCC
2014). Oleh karena itu, perlu untuk mempelajari pengaruh lingkungan untuk mencapai
performa terbaik, sesuai dengan kondisi iklim dan respons ekofisiologisnya (Romero et al. ,
2007), guna mengetahui karakteristik fisiologis kelapa sawit terhadap perubahan lingkungan
terutama akibat perubahan iklim dalam hal ketersediaan air dan suhu (Kallarackal et al.,
2004).


PEMBAHASAN

Pengaruh Ketersediaan Air

Pasokan air adalah faktor pembatas hasil utama minyak sawit (Kallarackal et al., 2004). Ada
daerah yang luas di seluruh dunia dimana kelapa sawit dibudidayakan yang tidak memiliki
kondisi optimal dalam hal ketersediaan air, dan akibat langsungnya adalah penurunan hasil
produksi tandan buah segar dan minyak (Cornaire et al., 1994). Bayona-Rodriguez and
Romero, (2019) menemukan bahwa dampak pertama dari periode defisit air adalah
penurunan pertukaran gas. Selama musim kemarau, fotosintesis dapat terhambat karena
peningkatan defisit tekanan air yang menyebabkan stomata menutup (Smith, 1989; Dufrene
dan Saugier, 1993). Musim kemarau dikaitkan dengan suhu tinggi, yang menyebabkan
penurunan suhu efisiensi fotokimia (Corley et al., 1973), fotosintesis turun antara 25%
sampai 40% dan transpirasi menurun antara 10% dan 50% (Bayona-Rodriguez and Romero,
2019). Potensi air tanah berpengaruh signifikan terhadap respon ekofisiologis tanaman kelapa
sawit hibrida Hibrida interspesifik OxG (E. guineensis x E. Oleifera). Pada -2 MPa, praktis
tidak ada asimilasi karbon dioksida. Di bawah kondisi kelembapan yang optimal, terjadi laju
fotosintesis tertinggi dan laju pernapasan terendah, sementara di bawah defisit air sedang dan
parah, menggerakkan asimilasinya terutama ke arah akar, dan merupakan satu-satunya yang
menyesuaikan potensi airnya (akumulasi gula aktif) (Mendez, et al., 2012).
Biasanya, palma dewasa akan bergantian mengeluarkan bunga jantan dan betina selama masa
hidupnya; namun, proporsi waktu yang dihabiskan di setiap fase akan sangat bervariasi
tergantung pada faktor lingkungan dan genetik. Rasio jenis kelamin biasanya didefinisikan
sebagai rasio bunga betina terhadap total bunga pada kelompok pohon tertentu. Di daerah
dengan curah hujan tinggi dan teratur (misalnya Malaysia dan Indonesia), rasio jenis kelamin
kelapa sawit cenderung rendah sepanjang tahun, berbeda dengan daerah yang mengalami
kemarau yang seperti di Afrika Barat, di mana rasio jenis kelamin mengalami fluktuasi yang
luas. Corley (1976) mencatat bahwa dalam kasus terakhir, periode rasio jenis kelamin
terendah (produksi bunga jantan yang tinggi) terjadi selama musim hujan dan berspekulasi
bahwa karakter ini merupakan adaptasi terhadap penurunan kepadatan serbuk sari di udara
yang disebabkan oleh kelembaban atmosfer yang tinggi. Ini menggambarkan pengamatan

3

yang mapan bahwa penentuan jenis kelamin kelapa sawit sangat dipengaruhi oleh faktor
iklim, dengan produksi bunga jantan yang diakibatkan oleh defisit air (Adam, et al. 2011)
Perubahan iklim tidak hanya berdampak pada tanaman kelapa sawit bahkan tanaman hutan
yang lebih bervariasi dapat mengalami kematian tanaman. Peningkatan frekuensi, durasi, dan
/ atau parahnya kekeringan dan tekanan panas yang terkait dengan perubahan iklim dapat
secara fundamental mengubah komposisi, struktur, dan biogeografi hutan di banyak wilayah.
Perhatian khususnya terhadap potensi peningkatan kematian pohon yang terkait dengan stres
fisiologis yang disebabkan oleh pembatasan dan interaksi dengan proses yang dimediasi
iklim lainnya seperti wabah serangga dan kebakaran hutan. Terlepas dari risiko ini, proyeksi
kematian pohon yang ada didasarkan pada model yang tidak memiliki mekanisme kematian
yang realistis secara fungsional, dan belum ada upaya untuk melacak pengamatan kematian
pohon akibat iklim secara global. Penelitian Allen et al. (2010) menunjukkan bahwa
setidaknya beberapa ekosistem hutan dunia mungkin telah merespons perubahan iklim dan
meningkatkan kekhawatiran bahwa hutan mungkin menjadi semakin rentan terhadap tingkat
kematian dan kematian pohon latar belakang yang lebih tinggi. dalam menanggapi
pemanasan dan kekeringan di masa depan, bahkan di lingkungan yang biasanya tidak
dianggap terbatas air. Hal ini selanjutnya menunjukkan risiko terhadap jasa ekosistem,
termasuk hilangnya karbon hutan yang terserap dan umpan balik atmosfer terkait.
Kesenjangan informasi utama dan ketidakpastian ilmiah yang saat ini menghalangi
kemampuan untuk memprediksi kematian pohon dalam menanggapi perubahan iklim dan
menekankan perlunya sistem observasi terkoordinasi secara global. Hal ini untuk
mengungkapkan potensi peningkatan kematian pohon akibat kekeringan dan panas di hutan
di seluruh dunia (Allen, et al. 2010).


Pengaruh Perubahan Suhu

Suhu mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan semuanya tanaman, membentuk hasil
potensial sepanjang musim tanam. Suhu tahunan rata-rata ideal untuk penanaman kelapa
sawit biasanya 29
o
C (27-32
o
C), dengan sinar matahari yang melimpah dan curah hujan
tahunan yang terdistribusi dengan baik. Peristiwa suhu yang lebih tinggi dari biasanya
diperkirakan akan menurunkan hasil kelapa (Rajagopal et al. 1990). Temperatur dapat
mempengaruhi fotosintesis melalui modulasi laju aktivitas enzim fotosintetik dan rantai
transpor elektron (Sage dan Kubien 2007) dan, secara tidak langsung, melalui temperatur
daun yang menentukan besarnya perbedaan tekanan uap daun-ke-udara, faktor kunci yang
mempengaruhi konduktansi stomata.
Tanaman sensitif terhadap temperatur tinggi, terutama selama waktu berbunga. Temperatur
tinggi dapat berdampak negatif dan positif terhadap pertumbuhan dan produksi kelapa sawit.
Suhu tinggi meningkatkan fotorespirasi dan respirasi gelap sehingga total produksi biomassa
turun. Analisis regresi menunjukkan peningkatan temperatur terendah (Tmin) meningkatkan
tingkat kemunculan daun: peningkatan temperatur tertinggi (Tmaks) meningkatkan tingkat
kemunculan perbungaan. Analisis kinetika produksi kelapa sawit 2001–08 di Indonesia pada
dua lokasi menunjukkan bahwa suhu dan fotoperiode dapat terlibat dalam pengendalian ritme
musim berbunga dan produksi (Legros et al. 2009).


Upaya Pemuliaan Kelapa Sawit Toleran

Deteksi terhadap perbedaan perilaku kelapa sawit dalam kondisi kekeringan, menurut asal
genetiknya dan jenis persilangan, sebagian tidak bergantung pada potensi produksinya,

4

berarti genetika adalah alternatif terbaik mengidentifikasi persilangan dan induk berkinerja
tinggi (Cornaire et al., 1994). Toleransi kekeringan tidak hanya bergantung pada satu sifat
fisiologis, tetapi pada kontribusi relatif beberapa mekanisme toleransi yang dapat beroperasi
pada berbagai tahap pengembangan tanaman (Jaleel et al., 2009), seperti konduktansi stomata
selama musim kemarau, potensi fotosintesis, sistem akar, penyesuaian osmotik, dan cadangan
asimilasi ( Nieto et al., 2009). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kultivar modern tidak
beradaptasi dengan baik terhadap perubahan iklim terkini (Martre et al., 2017). Temuan
tersebut menjadi alasan mengapa program pemuliaan kelapa sawit harus menjadi upaya
multidisiplin yang melibatkan alat molekuler (Rival, 2017), memahami respon budidaya
kelapa sawit terhadap kondisi pembatas akibat abiotik (Rivera et al., 2012; Suresh et al.,
2012; Jazayeri, 2015). Rey et al., 2004 melakukan penelitian untuk memulai pencarian
sumber tanaman kelapa sawit toleransi terhadap berbagai tekanan di Kolombia. Misalnya,
kultivar E. guineensis ditanam dari program pemuliaan di Malaysia, Zaire, Nigeria, Pantai
Gading, Indonesia dan Papua Nugini dan telah dikembangkan untuk kondisi lingkungan di
wilayah tersebut. Hibrida interspesifik OxG (E. guineensis x E. oleifera) memiliki beberapa
keunggulan dalam hal pertumbuhan yang lambat, produksi tandan buah segar yang tinggi dan
kualitas minyak, yang menjadikannya bahan yang sangat menjanjikan untuk budidaya
komersial di seluruh dunia. Bayona-Rodriguez and Romero, (2019) mengamati perubahan
fisiologi kelapa sawit sebagai respons terhadap defisit air berkaitan dengan kemampuan
kelapa sawit untuk beradaptasi dan bertahan dalam periode cekaman kekeringan. Kultivar
yang dievaluasi menunjukkan respons yang baik terhadap musim kemarau yakni IRHO
menjadi yang paling menonjol di setiap musim yang dievaluasi.


KESIMPULAN

Perubahan iklim yang mempengaruhi hasil kelapa sawit di daerah tropis dan sub tropis terdiri
dari dua faktor yang penting yakni ketersediaan air dan suhu. Hal ini karena dampaknya
terhadap pembentukan buah, aborsi bunga dan menentukan diferensiasi seksual. Musim
kemarau dikaitkan dengan suhu tinggi, yang menyebabkan penurunan suhu efisiensi
fotokimia, fotosintesis turun dan transpirasi menurun. Potensi air tanah berpengaruh
signifikan terhadap respon ekofisiologis tanaman kelapa sawit OxG (E. guineensis x E.
Oleifera). Pada -2 MPa, praktis tidak ada asimilasi karbon dioksida. Temperatur dapat
mempengaruhi fotosintesis melalui modulasi laju aktivitas enzim fotosintetik dan rantai
transpor elektron dan, secara tidak langsung, melalui temperatur daun yang menentukan
besarnya perbedaan tekanan uap daun ke udara, faktor kunci yang mempengaruhi
konduktansi stomata. Program pemuliaan kelapa sawit harus menjadi upaya multidisiplin
yang melibatkan alat molekuler, memahami respon budidaya kelapa sawit terhadap kondisi
pembatas akibat abiotik.

5

DAFTAR PUSTAKA

Adam, H., Collin, M., Richaud, F., Beule, T., Cros, D., Omore, A., Nodichao, L., Nouy, B.
and Tregear, J. 2011. Environmental Regulation of Sex Determination in Oil Palm:
Current Knowledge and Insights from Other Species. Review: Part of a special issue
on palm biology. Annals of Botany 108: 1529–1537.

Allen, C.D., Macalady, A.K., Chenchouni, H., Bachelet, D., McDowell, N., Vennetier, M.,
Kitzberger, T., Rigling, A., David, D. Breshears D. D, (Ted) Hogg E.H, Gonzalez P,
Rod F, Zhangm Z, Castro J, Demidova N, Lim J.H, Allard G, Running S.W, Semerci
A, and N. Cobb. 2010. A Global Overview of Drought and Heat-Induced Tree
Mortality Reveals Emerging Climate Change Risks for Forests. Forest Ecology and
Management 259 : 660–684.

Barcelos, E. 2015. Oil palm natural diversity and the potential for yield improvement. Front
Plant Sci. 6:1-16.

Bayona-Rodriguez, C.J. and H.M. Romero. 2019. Physiological and Agronomic Behavior of
Commercial Cultivars of Oil Palm (Elaeis guineensis) and OxG Hybrids (Elaeis
oleifera x Elaeis guineensis) at Rainy and Dry Seasons Australian Journal of Crops
Science 13 (03) :424 -432.

Berger, J., Palta, J., and V. Vadez. 2016. Review: An integrated framework for crop
adaptation to dry environments: Responses to transient and terminal drought. Plant
Sci. 253:58-67.

Cao, H.X., Sun, C.X., Shao, H.B. and X. T. Lei. 2011. Effects of low temperature and
drought on the physiological and growth changes in oil palm seedlings. Afr J
Biotechnol. 10 (14):2630-2637.

Corley, R.H.V., Hardon, J.J. and S.C. Ooi. 1973. Some evidence for genetically controlled
variation in photosynthetic rate of oil palm seedlings. Euphytica. 22:48-55.
Corley, R.H.V. and P.B. Tinker. 2008. The oil palm. John Wiley & Sons.

Cornaire, B., Daniel, C., Lamade, E. and Z. Fodil. 1994. Comportamiento de la palma de
aceite bajo estrés hídrico. Palmas 15:61-70.

Dufrene, E. and B. Saugier. 1993. Gas exchange of oil palm in relation to light, vapour
pressure deficit, temperature and leaf age. Funct Ecol. 7:97-104.

Fedepalma. 2016. Statistical yearbook 2016. Federacion Colombiana de Cultivadores de
Palma de Aceite, Bogota, Colombia

Henson, I.E. and S. H. Chai. 1998. Analysis of oil palm productivity. Iii. Seasonal variation
in assimilate requirements, assimilation capacity, assimilation late storage and
apparent photosynthetic conversion efficiency. J Oil Palm Res. 10 (1):35-51.

6

Henson, I.E. Noor, M.M. Harun, M.H. Yahya, Z. And S. Mustakim. 2005. Stress
development and its detection in young oil palm in north kedah, malaysia. J Oil Palm
Res. 17 (N):11.

IPCC. 2007. Summary for policymakers. In: Climate change 2007: the physical science basis.
Contribution of Working Group I to the Fourth Assessment Report of the
Intergovernmental Panel on Climate Change [Solomon, S., D. Qin, M. Manning, Z.
Chen, M.

IPCC. 2014. Climate change 2014: synthesis report - summary for the Policy Makers
Contribution of Working Groups I, II and III to the Fifth Assessment Report of the
Intergovernmental Panel on Climate Change [CoreWriting Team, R.K. Pachauri and
L.A.Meyer (eds.)]. IPCC, Geneva, Switzerland, 151 pp. Available at
https://www.ipcc.ch/pdf/assessment-report/ar5/syr/SYR_AR5_FINAL_full.pdf.
Marquis, K.B. Averyt,M.Tignor and H.L.Miller (eds.)]. Cambridge University Press,
Cambridge, United Kingdom and New York, NY,USA.

Jaleel, C., Manivannan, P., Wahid, A., Farooq, M., Somasundaram, R. and R. Panneerselvam.
2009. Drought stress in plants: a review on morphological characteristics and
pigments composition. IJAB. 11:100-105.

Jazayeri, S.Ma. 2015. Physiological effects of water deficit on two oil palm (elaeis guineensis
jacq.) genotypes. Agron Colombiana. 33 (2):164-173.

Kallarackal, J., Jeyakumar, P. and S.J. George. 2004. Water use of irrigated oil palm at three
different arid locations in peninsular india. J Oil Palm Res. 16 (1):45-53.

Martre, P., Yin, X. and F. Ewert. 2017. Modeling crops from genotype to phenotype in a
changing climate. Field Crops Res. 202:1-4.

Méndez,Y.D.R, Chacón, L.M, Bayona,C.J and Romero, H.M. 2012. Physiological Response
of Oil Palm Interspecific Hybrids (Elaeis Oleifera H.B.K. Cortes Versus Elaeis
Guineensis Jacq.) To Water Deficit. Braz. J. Plant Physiol., 24(4): 273-280.

Nieto, A., Troyo, E., García, J., Murillo, B., Ruiz, F. and E. Pimienta. 2009. Efecto del estrés
hídrico edáfico en emergencia y desarrollo de plántula en las especies de chile
(Capsicum frutescens L. y Capsicum annuum L.). Trop. Subtrop. Agroecosyst.
10:405-413.

Pirker, J., Mosnier, A., Kraxner, F., Havlk, P. and M. Obersteiner. 2016. What are the limits
to oil palm expansion? Global Environ Change. 40:73-81.

Rafii, M.Y., Jalani, B.S., Rajanaidu, N., Kushairi a, Puteh a, and Ma Latif. 2012. Stability
analysis of oil yield in oil palm (Elaeis guineensis) progenies in different
environments. Gen Mol Res. 11 (4):3629-3641.

Rajagopal, V., Kasturi Bai, K. V., and S. R. Voleti. 1990. Screening of coconut genotypes for
drought tolerance. Oleagineux, 45, 215–223.

7

Rey, L., Gmez, P.L., Ayala, I.M., Delgado, W. And P.J. Rocha. 2004. Colecciones genéticas
de palma de aceite elaeis guineensis (jacq.) y elaeis oleifera (h.B.K.) de cenipalma:
Caracteristicas de importancia para el sector palmicultor. Palmas. 25:39-48.
Rival, A. 2017. Breeding the oil palm (Elaeis guineensis jacq.) for climate change. Ocl. 24
(1):D107.
Rivera, Y., Moreno, L., Bayona, C.J. and H.M. Romero. 2012. Physiological response of oil
palm interspecific hybrids (Elaeis oleifera H.B.K. Cortes versus Elaeis guineensis
jacq .) to water deficit. Braz J Plant Physiol. 24 (4):273-280.
Romero, H. M., Ayala, I. M. and R. Ruíz. 2007. Ecofisiología de la palma de aceite. Revista
Palmas. 28 (especial):176-184.
Sage, R. F. and D. S. Kubien. 2007. The temperature response of C-3 and C-photosynthesis.
Plant, Cell and Environment, 30, 1086–1106.
Smith, B.G. 1989. The effect of soil water and atmospheric vapor pressure deficit on stomatal
behaviour and photosynthesis in the oil palm. J Exp Bot. 40:647-651.
Suresh, K., Nagamani, C., Kantha, D.L. and M. K. Kumar. 2012. Changes in photosynthetic
activity in five common hybrids of oil palm (Elaeis guineensis jacq.) seedlings under
water deficit. Photosynthetica. 50 (4):549-556.