Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)

Kimia Bahan Alam i

Kimia Bahan Alam
Garcinia cymosa:
Taksonomi, Fitokimia, Ekstraksi, Fraksinasi dan Isolasi

Penulis:
Antoni Pardede, Ph.D
Dr. Yuliar, M.Si
Rizaldi, M.Si

Editor:
Okviyoandra Akhyar, S.Si., M.Si

Penyunting:
Rr. Ariessanty Alicia Kusuma Wardhani, M.Si

Desain Sampul dan Tata Letak :
Abdurrahman Sidik, M.Ds

Penerbit:
Universitas Islam Kalimantan Muhammad Arsyad Al-Banjari Banjarmasin

Redaksi:
Jl. Adhyaksa No.2 Kayutangi
Banjarmasin 70123

Cetakan Pertama 2019

Hak Cipta dilindungi undang-undang
Dilarang memperbanyak karya tulis ini dalam bentuk dan dengan cara
apapun tanpa izin tertulis dari Penerbit

Kimia Bahan Alam ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan berkah, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan penyusunan buku ini yang berjudul “Kimia Bahan Alam,
Garcinia cymosa: taksonomi, fitokimia, ekstraksi, fraksinasi dan isolasi”
Penulis berharap Buku ini dapat menjadi rujukan bagi akademisi dan peneliti
tentang kimia bahan alam, khususnya proses skrining fitokimia, ekstraksi,
fraksinasi dan isolasi senyawa metabolit sekunder dari tumbuhan. Di buku ini
tumbuhan yang digunakan yaitu Garcinia cymosa.
Dalam penyusunan buku ini penulis tidak terlepas dari bantuan dan
keterlibatan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, sudah sepantasnya penulis
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang
terlibat.


Banjarmasin, 2019
Penulis

Kimia Bahan Alam iii

DEWAN REDAKSI i
KATA PENGANTAR ii
DAFTAR ISI iii

BAB I. Taksonomi 1
2.1. Taksonomi Garcinia cymosa 1
2.2. Morfologi Garcinia cymosa secara umum 1
2.3. Keberagaman Buah 3
BAB II. Tinjauan kimia senyawa metabolit sekunder genus
Garcinia
4
BAB III. Spektroskopi 14
3.1. Spektroskopi Ultraviolet-Visibel 14
3.2. Spektroskopi Inframerah 15
3.3. Spektroskopi NMR Proton (
1
H-NMR) 18
3.4. Spektroskopi NMR Karbon (
13
C-NMR) 20
3.5. Spektroskopi DEPT 21
3.6. Spektroskopi HMQC 21
3.7. Spektroskopi COSY 22
3.8. Spektroskopi HMBC 22
3.9. Gas kromatografi - Spektroskopi Massa 23
BAB IV. Fitokimia 25
4.1. Bahan tumbuhan 25
4.2. Bahan Kimia 25
4.3. Peralatan Penelitian 25
4.4. Identifikasi profil fitokimia 26
4.4.1. Pengujian Alkaloid 26
4.4.2. Pengujian Flavonoid 26
4.4.3. Pengujian triterpenoid, steroid, saponin dan fenolik 27
4.4.4. Pengujian triterpenoid dan steroid 27
4.4.5. Pengujian fenolik 28
4.4.6. Pengujian saponin 28
4.4.7. Pengujian kumarin 28
BAB V. Ekstraksi 30
5.1. Ekstraksi Kulit batang Garcinia cymosa 30
BAB VI. Fraksinasi 31
6.1. Fraksinasi ekstrak metanol kulit batang Garcinia cymosa 31
BAB VII. Isolasi 34
7.1. Pemisahan dan pemurnian fraksi heksan 34
7.2. Pemisahan dan pemurnian fraksi diklorometan 37
7.3. Pemisahan dan pemurnian fraksi etil asetat 39

Kimia Bahan Alam iv

BAB VIII. Elusidasi struktur senyawa metabolit sekunder dari G.
cymosa
41
8.1. Elusidasi struktur senyawa dari fraksi heksan 41
8.1.1. Spektroskopi UV-Vis 43
8.1.2. Spektroskopi Inframerah 46
8.1.3. Spektroskopi Massa 47
8.1.4. Spektroskopi
13
C-NMR 49
8.1.5. Spektroskopi DEPT 50
8.1.6. Spektroskopi
1
H-NMR 51
8.1.7. Spektroskopi HMQC 53
8.1.8. Spektroskopi
1
H-H COSY 55
8.1.9. Spektroskopi HMBC 56
8.2. Elusidasi struktur senyawa dari fraksi diklorometan 61
8.2.1. Spektroskopi UV-Vis dan inframerah 62
8.2.2. Spektroskopi Massa 67
8.2.3. Spektroskopi
13
C-NMR 69
8.2.5. Spektroskopi
1
H-NMR 71
8.2.6. Spektroskopi HMQC 72
8.2.7. Spektroskopi
1
H-H COSY 74
8.2.8. Spektroskopi HMBC 77
8.3. Elusidasi struktur senyawa dari fraksi etil asetat 82
8.3.1. Spektroskopi Inframerah 84
8.3.2. Spektroskopi Massa 85
8.3.3. Spektroskopi
13
C-NMR 87
8.3.4. Spektroskopi DEPT 90
8.3.5. Spektroskopi
1
H-NMR 92
8.3.6. Spektroskopi HMQC 96
8.3.7. Spektroskopi
1
H-H COSY 98
8.3.8. Spektroskopi HMBC 101
BAB IX. Senyawa metabolit sekunder dari Garcinia cymosa 105
DAFTAR PUSTAKA 106
Biografi Singkat penulis 110

Kimia Bahan Alam 1

I. Taksonomi
1.1 Taksonomi Garcinia cymosa
Taksonomi adalah salah satu bagian dari ilmu tumbuh-tumbuhan yang
mempelajari lebih dalam tentang silsilah keluarga tanaman secara pasti dan
teliti, agar jangan sampai terjadi kekeliruan dengan tanaman lainnya sebab
keluarga Cluciaseae ini terdiri dari beberapa genus dan spesies. Dari hasil
identifikasi tumbuhan di Herbarium Jurusan Biologi FMIPA Universitas
Andalas, dalam tata nama atau sistematika (taksonomi) tumbuhan ini
diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub division : Angiospermae
Ordo : Magnoliopsida
Kelas : Dicotyledonae
Famili : Cluciaseae
Genus : Garcinia
Spesies : Garcinia cymosa

1.2 Morfologi Garcinia cymosa
Pohon Garcinia cymosa tegak, dengan puncak berbentuk piramida,
tinggi pohon sekitar 15 – 25 meter, berwarna coklat gelap atau hampir gelap,

Kimia Bahan Alam 2

kulitnya berlapis, kulit dalamnya mengandung getah berwarna kuning seperti
karet dan terasa pahit. Pohon dapat tumbuh pada daerah ketinggian 500-600
meter di atas permukaan laut, pH tanah ideal yaitu 5-7, temperatur udara 22-
32 ºC. Pohon hijau sepanjang tahun, opposit, daun berbentuk oval atau elips,
keras dan tebal, daun muda berwarna kemerahan dan berubah menjadi warna
hijau tua, sedikit mengkilap, berwarna sedikit kekuningan, dan panjang daun
berkisar 9-25 centimeter, dengan lebar 4-5 centimeter. Buah berbentuk bola
agak lonjong dan bersegi, Biji 1-3, diselimuti oleh selaput biji yang tebal
berair, putih, dapat dimakan termasuk biji yang gagal tumbuh sempurna
(Dinas Pertanian, 2010), bentuk batang, daun, dan buah dapat dilihat pada
Gambar 1 di bawah ini.

Kimia Bahan Alam 3




1.3 Keberagaman Buah
Keragaman karakter buah suatu jenis tanaman pada tempat tumbuh
yang berbeda dapat terjadi. Dua penyebab utama yang menimbulkan
keragaman karakter buah adalah keragaman lingkungan dimana pohon
tumbuh dan berkembang serta keragaman susunan genetik yang berbeda
diantara pohon. Keragaman lingkungan adalah keragaman yang terjadi
akibat adanya perbedaan faktor lingkungan dimana pohon tersebut
tumbuh. Faktor lingkungan meliputi ketinggian tempat di atas permukaan
Gambar 1. Batang, daun, dan buah Garcinia cymosa

Kimia Bahan Alam 4

laut, iklim, kesuburan tanah, persaingan antar pohon dan sebagainya.
Sedangkan keragaman genetik adalah keragaman yang disebabkan oleh
perbedaan genetik yang diturunkan dari tetua kepada keturunannya.
Penampilan tanaman yang dapat diukur dan dilihat merupakan hasil
interaksi antara susunan genetik dan lingkungan. Tidak semua jenis tanaman
setelah berbunga akan menjadi buah yang baik dengan sendirinya, kondisi
lingkungan seperti curah hujan, suhu, dan angin merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi buah. Cahaya merupakan salah satu faktor pertumbuhan yang
penting bagi tumbuhan berdaun hijau. Cahaya dapat merangsang daun untuk
menerima stimulus pembungaan (Mansyah, 2007).

Kimia Bahan Alam 5

II. Tinjauan kimia senyawa metabolit sekunder genus
Garcinia


Penelitian untuk mendapatkan senyawa metabolit sekunder dari Genus
Garcinia telah dipaorkan oleh Hartati dan Ersam (2006), mengisolasi
senyawa kumarin dari kulit batang Mundu Alas (Garcinia balica Miq).
Hasilnya pada fraksi nonpolar ekstrak etilasetat didapatkan dua senyawa
kumarin yaitu 5-hidroksi-4-fenilkumarin dan 7-hidroksi-4-fenilkumarin.
Chumaidah dan Ersam (2006), juga mendapatkan senyawa kumarin
pada fraksi polar ekstrak etil asetat, senyawa kumarin yang telah diisolasi
yaitu 8-(1 hidroksi-1-etilenil)-4-fenil-8,9-dihidro-5,9-dihidroksifuro-
benzopiran 2-on dan 8-(1,2,3-trihidroksi-3-butenil)-4-fenil-5,7-dihidroksi
benzopiran-2-on.
Mudjirahmini dan Ersam (2006), juga mendapatkan kembali satu
senyawa kumarin baru turunan 4-fenilkumarin dari fraksi yang sama yaitu
fraksi polar ekstrak etilasetat yaitu 5,7-dihidroksi-8-(1,2-dihidroksi-3-
metilbutenil-3)-4-fenilkumarin. Struktur senyawa hasil isolasi dari Genus
Garcinia dapat dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.

Kimia Bahan Alam 6

O O
OH O OHO

O O
OH
O
OH
HO O O
OH
HO
HO
HO
OH


O O
OH
HO
HO
OH




Gambar 2. Struktur senyawa hasil isolasi dari Genus Garcinia


8-(1 hidroksi-1-etilenil)-4-fenil-8,9-dihidro-5,9-
dihidroksifuro-benzopiran 2-on
8-(1,2,3-trihidroksi-3-butenil)
-4-fenil-5,7-dihidroksi
benzopiran-2-on

5,7-dihidroksi-8-(1,2-dihidroksi-3-metilbutenil-3)-
4-fenilkumarin

5-hidroksi-4-fenilkumarin 7-hidroksi-4-fenilkumarin

Kimia Bahan Alam 7

Lannang (2005) mendapatkan dua senyawa santon dari ekstrak
kloroform kulit batang Garcinia polyantha Oliv. yaitu 1,5,8-trihidroksi-6′-
metil-6′-(4-metilpent-3-enil)- pirano[2′,3′:3,4] santon dan 1,4,8-trihidroksi-2-
prenilsanton. Sukamat (2006) mendapatkan dua senyawa santon dari fraksi
etil asetat kayu batang Garcinia dulcis yaitu 1,3,4,5,8-pentahidroksisanton
dan 1,4,5,8-tetrahidroksisanton. Ainiyah (2006) juga mendapatkan tiga
senyawa santon dari fraksi etil asetat kulit batang Garcinia dulcis (Roxb)
Kurz yaitu 1,3,4,5,8-pentahidroksisanton, 1,5,8-trihidroksi-6,6-dimetilpirano
(2,3:6,7)-6″,6″-dimetilpirano (2″,3″:2,3) santon dan 1,8-dihidroksi-6,6-
dimetilpirano (2,3:6,7)-6″,6″-dimetilpirano (2″,3″:3,4) santon. Purwaningsih
(2007) mendapatkan dua senyawa santon dari fraksi etil asetat kayu batang
Garcinia tetrandra Pierre yaitu 1,3,4,5,8-pentahidroksisanton dan 1,3,6,7-
tetrahidroksisanton. Hartati (2008) juga mengisolasi senyawa santon dari
kulit batang Garcinia tetrandra Pierre. Dari ekstrak n-heksana didapatkan
kudrasanton dan tawaitesisanton, sedangkan fraksi diklorometana didapatkan
tawaitesisanton dan tetrandrasanton (1,3-dihidroksi, 2’,2’-dimetil pirano
(5’,6’,5,6) santon.
a
Muharni (2009) melaporkan satu senyawa santon dari
fraksi metanol kulit batang Garcinia bancana Miq yaitu 1,5-dihidroksi-3,6-
dimetoksi-2,7-di-(3-metilbutenil) santon. Ee (2009) mendapatkan tiga
senyawa santon dari fraksi kloroform kulit batang Garcinia parvifolia yaitu
6-deoksijacareubin, daphnifolin dan rubrasanton. Indarti (2009)

Kimia Bahan Alam 8

mendapatkan senyawa santon dari kulit kayu batang Garcinia xanthochymus
(Asam Kandis) yaitu 1,4,6-trihidroksi-5-metoksi-7-prenilsanton.
b
Muharni
(2009) mendapatkan senyawa santon dari ekstrak etil asetat kulit batang
Garcinia nigrolineata yaitu 1,7-dihidroksi-3-metoksi-4-(3metilbut-2-enil),
6’,6’–dimetilpiran (2’,3’:5,6) santon. Chen (2010) mendapatkan 6 senyawa
santon dari kulit batang Garcinia xanthochymus yaitu 1,5,6-trihidroksi-7-(3-
metil-2-butenil)-8-(3-hidroksi-3-metilbutil) furan (2′,3′:3,4) santon; 1,5,6-
trihidroksi-7-(3-metil-2-butenil)-8-(3-hidroksi-3-metilbutil)–6′, 6′-
dimetilpiran (2′,3′:3,4) santon; 1,5,6-trihidroksi-7-(3- metil-2-butenil)-8-(3-
hidroksi-3-metilbutil)–5′-(1-hidroksi-1-metiletil)-4′,5′ dihidrofuran (2′,3′:3,4)
santon; 1, 2, 5, 4′-tetrahidroksi-4-(1,1- dimetilallil)-5′-(2-hidroksipropan-2-
il)-4′, 5′-dihidrofuran-(2′, 3′:6,7) santon; 1, 3, 5, 6-tetrahidroksi-7-
geranilsanton; 1, 4-dihidroksi-6′, 6′- dimetilpiran (2′,3′:5,6) santon. Elfita
(2011) mendapatkan empat senyawa santon dari kulit batang Garcinia
griffithii T. Anders yaitu 1,7-dihidroksisanton; 1,6,7-trihidroksisanton; 1,6-
dihidroksi-3-metoksi-4,7-di-(3-metilbut-2-enil) santon dan 1,5-dihidroksi-
3,6-dimetoksi-2,7-di-(3-metilbut-2-enil) santon. Struktur senyawa santon
hasil isolasi dari kulit batang genus Garcinia dapat dilihat pada gambar 3.

Kimia Bahan Alam 9
O
O OH
OH
OH
OH
OH O
O OH
OO
OH
OH
1'1"
2'2"
5'
4'4"
5" O
OOH
OH
OH
OH O
O OH
O
OH
1"
2"
4"
5"
1'
O
5'
4' O O
OHOH
OH
O O
OHOH O
OH




(1,4,8-trihidroksi-2-prenil santon)
[1,5,8-trihidroksi-6′-metil-6′-
(4-metilpent-3-enil)-pirano[2′,3′:3,4] santon






1,3,4,5,8-pentahidroksi santon 1,4,5,8-tetrahidroksi santon



1,5,8-trihidroksi-6,6-dimetilpirano
(2,3:6,7)-6″,6″-dimetilpirano (2″,3″:2,3) santon







1,8-dihidroksi-6,6-dimetilpirano(2,3:6,7)-
6″,6″-dimetilpirano (2″,3″:3,4) santon

Kimia Bahan Alam 10
O
O OH
O
O O
O OH
O
O O
O OH
OHHO
HO O
O OH
OH
OMeOH O
O OH
OH
O O
O
OH
OH
H
3CO OCH
3 O
O OH
OH
O





1,3,6,7-tetrahidroksisanton Kudrasanton








Tawaitesi santon Tetrandrasanton









1,5-dihidroksi-3,6-dimetoksi-2,7-di-(3-metilbutenil) santon










6-deoksijacareubin Daphnifolin

Kimia Bahan Alam 11
O
O OH
OHHO
MeO OO OCH
3
HO
OHO O
O
OMe OH
OH
HO O
O
OH
OH
HO
OH
O








1,4,6-trihidroksi-5-metoks
Prenil santon

Rubrasanton











1,7-dihidroksi-3-metoksi-4-(3metilbut-2-enil),6’,6’-
dimetilpirano(2’,3’:5,6) santon








1,5,6-trihidroksi-7-(3-metil-2-butenil)-8-(3-hidroksi-3-metilbutil)-
metilbutil)–6′,6’-furan (2′,3′:3,4) dimetilpiran (2′,3′:3,4) santon

Kimia Bahan Alam 12
O
OH
OH
HO
OH
O
O O
OH
OH
HO
OH
O
O
OH O
OH
OH
O
OH
O
HO
HO







1,5,6-trihidroksi-7-(3-metil-2-butenil)-8-3-hidroksi-3-santon














1,5,6-trihidroksi-7-(3- metil-2-butenil)-8-(3-hidroksi-3-metilbutil)–5′-(1
hidroksi-1-metiletil)-4′,5′-dihidrofuran(2′,3′:3,4) santon









1, 2, 5, 4′-tetrahidroksi-4-(1,1- dimetilallil)-5′-(2-hidroksipropan-2-il)-4′, 5′-
dihidrofuran-(2′, 3′ : 6, 7) santon

Kimia Bahan Alam 13
O
HO
OHO O
HO
OHO
HO O
OHO
HO OCH
3 O
OH
OH
O
OHHO






1, 3, 5, 6-tetrahidroksi-7-geranil santon






1,7-dihidroksisanton 1,6,7-trihidroksisanton








1,6-dihidroksi-3-metoksi-4,7-di-(3-metilbut-2-enil) santon


Gambar 3. Struktur senyawa santon hasil isolasi dari kulit batang Garcinia

Kimia Bahan Alam 14

III. Spektroskopi

3.1 Spektroskopi Ultraviolet-Visible
Pemakaian spektroskopi UV-Vis dalam penentuan struktur molekul
senyawa organik prinsipnya berdasarkan kepada transisi elektron dari orbital
yang memiliki tingkat energi yang lebih rendah ke tingkat energi yang lebih
tinggi. Elektron-elektron dalam molekul pada keadaan biasa berada pada
tingkat energi dasar. Adanya energi yang berasal dari energi elektromagnetik
dapat berantaraksi dengan molekul organik, akibatnya elektron yang berada
pada keadaan dasar dapat berpindah ke orbital yang lebih tinggi elektronnya
(tereksitasi).
Pada sistem yang terkonyugasi orbital π dan masing-masing ikatan
rangkap berinteraksi membentuk suatu perangkat baru orbital ikatan dan anti
ikatan. Bila sistim terkonyugasi ini bertambah panjang, energi yang diberikan
untuk transisi π  π* makin kecil absorbsi akan terjadi pada panjang
gelombang yang lebih panjang. Kenyataan juga menunjukkan bahwa dalam
larutan polar akan memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang
yang lebih panjang pada pelarut nonpolar yang disebut efek bathokromik
(Pavia, 2009).
Senyawa kumarin dengan spektroskopi UV-Vis dapat memberikan
serapan maksimum pada panjang gelombang 274 nm dan 311 nm. Serapan

Kimia Bahan Alam 15

ini menunjukkan adanya cincin benzen dan cincin piron. Senyawa linier
furanokumarin (psoralen) memberikan serapan maksimum sekitar 205–255
nm, 240-255 nm, 260–270 nm dan 298–316 nm. Angular furanokumarin
(angelicin) memberikan serapan pada 242 – 245 nm dan 260 – 270 nm
(Rashamuse, 2008).

3.2 Spektroskopi Inframerah
Analisis spektroskopi IR didasarkan pada absorbsi radiasi
elektromagnetik suatu zat pada daerah panjang gelombang 2 - 15 mikron atau
bilangan gelombang 4000 - 650 cm
-1
. Molekul yang menyerab radiasi
elektromagnetik pada daerah ini akan mengalami vibrasi ulur (stretching
vibration) dan vibrasi tekuk (bending vibration). Untuk keperluan elusidasi
struktur maka daerah dengan bilangan gelombang 1400 – 4000 cm
-1
yang
berada dibagian kiri spektrum IR, merupakan daerah yang khusus berguna
untuk identifikasi gugus-gugus fungsional, yang merupakan absorbsi dari
vibrasi ulur. Selanjutnya daerah yang berada disebelah kanan bilangan
gelombang 1400 cm
-1
sering kali sangat rumit karena pada daerah ini terjadi
absorbsi dari vibrasi ulur dan vibrasi tekuk, namun setiap senyawa organik
memiliki absorbsi yang karakteristik pada daerah ini.
Oleh karena itu bagian spektrum ini disebut daerah sidik jari
(fingerprint region), meskipun bagian kiri suatu spektrum nampaknya sama

Kimia Bahan Alam 16

untuk senyawa-senyawa yang mirip, daerah sidik jari haruslah cocok agar
dapat disimpulkan bahwa kedua senyawa tersebut sama. Selanjutnya untuk
mengetahui daerah-daerah vibrasi dari masing-masing ikatan yang dimiliki
oleh senyawa organik pada spektrum inframerah dapat dilihat pada Gambar
4 di bawah ini.




Untuk mengetahui gugus fungsi yang ada dalam senyawa organik
dapat dilakukan identifikasi dengan menggunakan spektroskopi IR. Tidak
seperti spektroskopi UV-Vis, pada spektroskopi IR energi yang diberikan
oleh sinar inframerah tidak cukup untuk mengeksitasi elektron dari suatu
orbital ke orbital lain. Bila sinar inframerah melewati suatu cuplikan senyawa
Gambar 4. Daerah vibrasi pada spektrum Inframerah

Kimia Bahan Alam 17

organik, maka sejumlah frekuensi akan diserap, sedang sisanya diteruskan.
Sesuai dengan besar energi inframerah, ia hanya mampu mengadakan
perubahan vibrasi dalam molekul.

Karena terjadi vibrasi pada hampir seluruh
senyawa organik yang menghasilkan spektrum absorbsi yang kompleks dan
karakteristik maka tidak akan ada dua senyawa organik yang mempunyai
spektrum IR yang sama kecuali dua senyawa itu merupakan isomer optik.
Berdasarkan sifat inilah, penggunaan spektroskopi IR ini dapat merupakan
cara yang paling sederhana untuk mengidentifikasi senyawa organik.

Sebagian dari gugus fungsi yang diidentifikasi tidak berhubungan
dengan cincin kumarin, spektroskopi IR digunakan dalam menampakkan
fungsi lakton terkonyugasi. Kumarin berisomer dengan kromon, tetapi
keduanya mempunyai spektrum IR yang berbeda. Frekwensi rentang karbonil
dalam kumarin (α-piron) menyerap dalam daerah 1700 – 1750 cm
-1

sedangkan kromon (σ-piron) ditemukan pada daerah sekitar 1650 cm
-1
.
- Frekuensi rentang C-H
Dua atau tiga pita dengan intensitas lemah sampai medium teramati pada
daerah 3025 – 3175 cm
-1
dalam spektrum kumarin. Penyerapan ini
disebabkan adanya vibrasi regangan C-H dari α-piron, benzena dan
cincin furan.

Kimia Bahan Alam 18

- Frekuensi rentang C=O
Rentang karbonil α-piron dari kumarin biasanya ditemukan pada daerah
1700 cm
-1
– 1750 cm
-1
. Harga yang pasti bergantung pada kondisi yang
digunakan, frekuensi yang lebih tinggi 1742 cm
-1
– 1748 cm
-1
dalam
karbon tetra klorida.
- Frekuensi rangkap C=C
Umumnya terdapat tiga puncak serapan kuat dalam daerah 1600 cm
-1

1660 cm
-1
untuk spektra inframerah kumarin. Pola ini dengan mudah
dapat dibedakan dari kromon, yang biasanya penyerapannya lebih
sederhana (Rashamuse, 2008).

3.3 Spektroskopi NMR proton (
1
H-NMR)
Spektroskopi
1
H-NMR cukup banyak digunakan oleh kimiawan
organik. Spektroskopi ini didasarkan pada kenyataan bahwa setiap kelompok
proton (H) dalam molekul organik akan beresonansi pada frekuensi yang
tidak identik atau beresonansi pada frekuensi spesifik. Hal ini disebabkan
kelompok proton suatu molekul organik dikelilingi elektron yang berbeda
(lingkungan elektroniknya berbeda). Makin besar kerapatan elektron yang
mengelilingi inti maka makin besar pula medan magnet yang digunakan.
Karena setiap atom H (proton) suatu molekul organik mempunyai

Kimia Bahan Alam 19

lingkungan elektronik (kimia) yang berbeda maka akan menyebabkan
frekuensi resonansi yang berbeda.
Pergeseran kimia, dilambangkan dengan δ, menyatakan seberapa jauh
(satuan ppm) proton tersebut digeser dari proton standar Tetrametilsilana
(TMS) (δ = 0 ppm), terhadap frekuensi spektrometer yang digunakan. Pada
skala δ maka untuk TMS didefinisikan sebagai (0,0 ppm) dengan skala (0-14)
ppm. Beberapa spektroskopi menggunakan skala Ł (tou) yang besarnya
adalah (14-0) ppm. Pada spektroskopi
1
H-NMR, maka skala δ dan Ł dicatat
dari kiri ke kanan pada kertas spektrum. Secara sederhana lokasi pergeseran
kimia suatu proton terletak di daerah



a = daerah proton COOH atau ikatan hidrogen
b = daerah CHO proton
c = daerah proton aromatik
d = daerah proton sp
2
(olefenik)
e = daerah proton metoksi
f = daerah proton sp dan karbon terikat amina
g = daerah proton terikat sebelah karbonil
h = daerah proton sp
3

(Connolly & Hill dalam santoni, 2009).

Kimia Bahan Alam 20

3.4 Spektroskopi NMR Karbon (
13
C-NMR)
Spektroskopi karbon-13 atau
13
C memberikan gambaran karbon-
karbon dalam sebuah molekul organik. Spektra karbon-13 tidak digunakan
meluas seperti spektra proton. Dalam spektroskopi proton yang dilibatkan
adalah isotop yang lazim dan alamiah dari hidrogen, 99,985% atom hidrogen
adalah
1
H. Tetapi karbon-13 hanya 1,1% dari atom karbon yang terdapat di
alam, karena 98,9% atom karbon adalah
12
C, suatu nukleotida yang tidak
punya spin. Transisi inti
13
C dari keadaan paralel ke antiparalel hanyalah
transisi berenergi rendah.
Karena kelimpahannya di alam hanya 1,1% maka sensitifitas
13
C-
NMR jauh lebih kecil dari
1
H yang mempunyai kelimpahan 99,98% di alam.
Pergeseran kimia
13
C antara 0 sampai dengan 230 ppm yang terbagi atas sp
3

antara 0 – 60, alkohol 60 – 80 ppm, sp antara 70 – 80 ppm, sp
2
antara 100 –
160 ppm, gugus karbonil dari gugus karboksilat, ester, lakton, amida,
anhidrida, antara 160-180 ppm sedangkan aldehid antara 180 – 200 ppm dan
keton antara 190 – 230 ppm. Bentuk sinyal dari gugus metil (CH3) berbentuk
quartet, metilen (CH2) berbentuk triplet, metin berbentuk doublet sedangkan
karbon kuartener berbentuk singlet (Connolly & Hill dalam Santoni, 2009).

Kimia Bahan Alam 21

3.5 Spektroskopi Distortionless Enhancement by Polarization Transfer
(DEPT)
Percobaan DEPT (Distortionless Enhancement by Polarization
Transfer) dapat membedakan signal karbon metil, metilen, metin dan karbon
kuarterner. Karbon metil dan metin menunjuk ke atas, karbon metilen ke
bawah dan karbon quarterner hilang.
Spektroskopi NMR DEPT memiliki 3 sub-spektrum yang berbeda: 45

MHz, 90 MHz dan 135 MHz. Pada DEPT-45 akan menunjukkan seluruh
puncak atom karbon yang mengemban proton (hidrogen). Pada DEPT-90,
puncak yang ditunjukkan hanya untuk atom karbon gugus metin (CH).
Sementara pada DEPT-135 karbon metin dan metil memberikan puncak ke
atas (positive peaks), sedangkan karbon metilen puncaknya mengarah ke
bawah (Pavia, 2009).

3.6 Spektroskopi
1
H-
13
C Heteronuclear Multiple Quantum Coherence
(HMQC)
HMQC merupakan salah satu jenis H-NMR dua dimensi yang
digunakan untuk membantu dalam penentuan struktur suatu senyawa.
Melalui data HMQC ini dapat diketahui proton-karbon dengan jarak satu
ikatan, sehingga secara tidak langsung dapat mengetahui karbon yang
mengikat proton dan karbon yang tidak mengikat proton. Selain itu, juga

Kimia Bahan Alam 22

untuk menentukan nilai geseran kimia karbon yang memiliki proton
(Mitchell, 2007).

3.7 Spektroskopi
1
H-
1
H Homonuclear Correlated Spectroscopy (COSY)
Spektrum H-H COSY adalah satu dari beberapa jenis spektroskopi
NMR dua dimensi. Percobaan pertama untuk NMR dua dimensi diusulkan
oleh Jean Jenner, seorang professor di Université Libre de Bruxelles pada
tahun 1971. Spektrum H-H COSY dapat memberikan korelasi H dengan H
tetangga melalui kontur yang muncul pada spektrum. Dari spektrum ini dapat
diketahui proton-proton yang berdekatan pada suatu senyawa. Spektroskopi
H-H COSY adalah metode yang paling mudah pada 2D NMR (Supratman,
2010).

3.8 Spektroskopi
1
H-
13
C Heteronuclear Multiple Bond Connectivity
(HMBC)
HMBC merupakan salah satu jenis NMR dua dimensi yang digunakan
untuk pembuktian struktur molekul (struktur dua dimensi) senyawa. Melalui
data HMBC ini dapat diketahui proton-karbon dengan jarak dua atau tiga
ikatan sehingga secara tidak langsung dapat digunakan untuk mengetahui
karbon-karbon tetangga yang memiliki jarak dua sampai tiga ikatan dengan
suatu proton tertentu (Mitchell, 2007).

Kimia Bahan Alam 23

3.9 Gas Cromatography - Massa Spectroscopy (GC-MS)
Kromatografi gas menggunakan fasa stasioner berupa cairan dan
fasa gerak berupa gas. Berbagai gas telah digunakan dalam kromatografi gas,
misalnya hidrogen, helium, nitrogen, argon, karbon dioksida, dan bahkan uap
air. Gas yang lebih ringan, hidrogen dan helium memungkinkan lebih
banyak difusi longitudinal zat terlarut, yang cenderung menurunkan efisiensi
kolom, terutama pada laju alir yang rendah. Jadi nitrogen bisa menjadi
pilihan gas pembawa yang lebih baik untuk melakukan pemisahan yang
sangat sulit. Disamping itu, nitrogen ini lebih murah daripada helium dan
lebih aman didalam laboratorium dibandingkan hidrogen.
Adapun GC-MS adalah metode yang mengkombinasikan
kromatografi gas dan spektrometri massa untuk mengidentifikasi senyawa
yang berbeda dalam analisis sampel. GC-MS adalah terdiri dari dua blok
komponen utama: kromatografi gas dan spektrometer massa . Kromatografi
gas menggunakan kolom kapiler yang tergantung pada dimensi kolom itu
(panjang, diameter, ketebalan film) serta sifat fase Perbedaan sifat kimia
antara molekul-molekul yang berbeda dalam suatu campuran dipisahkan dari
molekul dengan melewatkan sampel sepanjang kolom. Molekul-molekul
memerlukan jumlah waktu yang berbeda untuk keluar dari kromatografi gas,
dan ini memungkinkan spektrometer massa untuk menangkap, ionisasi,

Kimia Bahan Alam 24

mempercepat, membelokkan, dan mendeteksi molekul terionisasi secara
terpisah.
Spektrometer massa melakukan hal ini dengan memecah masing-
masing molekul menjadi terionisasi mendeteksi fragmen menggunakan
massa untuk mengisi rasio. Kedua komponen, yang digunakan bersama-
sama, memungkinkan tingkat lebih baik dari identifikasi substansi dari pada
unit yang digunakan secara terpisah. Dalam Instrumen ini tidak
memungkinkan untuk membuat identifikasi akurat dari molekul tertentu
dengan kromatografi gas atau spektrometri massa sendirian. Proses
spektrometri massa murni biasanya membutuhkan sampel yang sangat murni
sementara kromatografi gas menggunakan detektor tradisional mendeteksi
beberapa molekul yang terjadi untuk mengambil jumlah waktu yang sama
untuk melakukan perjalanan melalui kolom yang hasil dalam dua atau lebih
molekul untuk bersama-elute. Kadang-kadang dua molekul yang berbeda
juga dapat memiliki pola yang sama fragmen terionisasi dalam spektrometer
massa. Menggabungkan dua proses membuatnya sangat tidak mungkin
bahwa dua molekul yang berbeda akan berperilaku dengan cara yang sama di
kedua kromatografi gas dan spektrometer massa (Sitorus, 2009).

Kimia Bahan Alam 25

IV. Fitokimia
4.1 Bahan tumbuhan
Tumbuhan Garcinia cymosa diperoleh di Kebun Raya Bukit Sari
Tebo Propinsi Jambi, Bagian tumbuhan yang diambil sebagai sampel adalah
kulit batang sebanyak 2 kg kering.

4.2 Bahan kimia
Bahan kimia yang digunakan pada penelitian ini yaitu pelarut teknis
yang didestilasi (metanol, diklorometana, etil asetat, dan n-heksana), natrium
hidroksida 10%, akuades, natrium klorida, silika gel 60 (0,0063 – 0,200 mm,
merck KGaA Darmstadt Germany).

4.3 Peralatan penelitian
Peralatan yang digunakan adalah peralatan gelas yang umum
dipakai pada penelitian kimia bahan alam, seperangkat alat destilasi pelarut,
rotari evaporator Heidolp WB 2000, oven, plat KLT ( silica gel 60 F 254,
merck KGaA Darmstadt Germany), aluminium foil, kromatografi kolom,
pipa kapiler, melting point apparatus (fisher Jhon), Spektrofotometer UV-Vis
1700 series, spektrofotometer IR Parkin Elmer 1600 Series, GC-MS QP 2010
plus Shimadzu, Lampu UV untuk pengungkap noda model UV GL – 58 UV

Kimia Bahan Alam 26

254 dan 365 nm, spektrofotometer JEOL 400 MHz JNM-ECS400
1
H-NMR,
13
C-NMR dan 2D-NMR (DEPT, HMBC, HMQC, dan COSY).

4.4. Identifikasi Profil Fitokimia
4.4.1. Pengujian alkaloid
Pemeriksaan alkaloid digunakan metoda Culvenor-Fizgerald dimana
sampel kulit batang tumbuhan Garcinia cymosa sebanyak 5 gram dirajang
dan digerus dalam lumpang porselen. Tambahkan 10 mL larutan kloroform
amoniak 0,05 M, diaduk kemudian disaring. Ke dalam tabung reaksi
tambahkan 1 mL asam sulfat 2 N, kocok selama 2 menit, biarkan terbentuk
dua lapisan, ambil lapisan asam tambahkan pereaksi Meyer. Adanya alkaloid
ditandai dengan terbentuknya kabut sampai endapan putih.

4.4.2. Pengujian flavonoid
Pemeriksaan flavonoid digunakan metoda Sianidin test, sebanyak 5
gr sampel kulit batang Garcinia cymosa yang sudah dihaluskan ditambah 25
mL metanol, kemudian didihkan dan disaring selagi panas, tambahkan
aquades dan petroleum eter dikocok dan didiamkan. Ambil lapisan metanol
dan uapkan, setelah kering residu dilarutkan dengan etilasetat dan disaring.
Filtratnya diuapkan dan sisanya dilarutkan dalam etanol, kemudian

Kimia Bahan Alam 27

tambahkan asam klorida pekat dan beberapa butir bubuk magnesium,
terbentuknya warna orange sampai merah menunjukan adanya flavonoid
(kecuali untuk flavon).

4.4.3. Pengujian triterpenoid, steroid, saponin, dan fenolik
Metoda yang digunakan untuk pemeriksaan ini adalah metoda
Simess yang telah dimodifikasi. Sampel kulit batang Garcinia cymosa
sebanyak 5 gr ditambahkan 25 mL metanol dan panaskan selama 15 menit,
disaring selagi panas, filtrat diuapkan sampai kering di atas penangas air.
Ekstrak kering ditambahkan kloroform dan air masing-masing sebanyak 5-10
mL, kocok, diamkan, terbentuk dua lapisan dan pisahkan. Lapisan kloroform
digunakan untuk pengujian steroid dan terpenoid serta lapisan air digunakan
untuk pengujian fenolik dan saponin.

4.4.4. Pengujian triterpenoid dan steroid
Pemeriksaan steroid dan terpenoid dilakukan dengan pereaksi
Liebermann–Burchard. Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengambil
lapisan kloroform tambahkan norit dan disaring, hasil saringan ditampung
pada plat tetes, dibiarkan kering. Kemudian tambahkan satu-dua tetes asam
anhidrida asetat, diaduk dan tambahkan satu tetes asam sulfat pekat.

Kimia Bahan Alam 28

Terbentuknya warna biru menandakan adanya steroid dan timbulnya warna
merah atau merah ungu menandakan adanya triterpenoid.

4.4.5. Pengujian Fenolik
Pemeriksaan fenolik dilakukan dengan peraksi FeCl3. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara diambil lapisan air, dimasukkan ke dalam tabung
reaksi kecil dan tambahkan pereaksi FeCl3, terbentuknya warna biru/ungu
menandakan adanya kandungan senyawa fenolik.

4.4.6. Pengujian Saponin
Pemeriksaan dilakukan dengan cara mengambil lapisan air
masukkan ke dalam tabung reaksi dan kocok kuat-kuat, biarkan 15 menit dan
terbentuknya busa yang tidak hilang dengan penambahan beberapa tetes HCl
pekat menunjukkan adanya saponin.

4.4.7. Pengujian Kumarin
Kulit batang Garcinia cymosa sebanyak 3 gr dihaluskan dan
diekstrak dengan pelarut metanol. Hasil ekstrak ditotolkan pada batas bawah
plat KLT dengan kapiler, dibiarkan kering pada udara terbuka. Kemudian
dielusi dalam bejana yang berisi 10 ml eluen etilasetat. Noda yang dihasilkan

Kimia Bahan Alam 29

dimonitor dengan lampu UV panjang gelombang 365 nm dan terlihat
fluorisensi, kemudian noda pada KLT tersebut disemprot dengan NaOH 10%
dalam metanol dimonitor kembali dengan lampu UV maka terlihat fluorisensi
yang semakin terang menunjukkan adanya kumarin.

Kimia Bahan Alam 30

V. Ekstraksi
5.1. Ekstraksi Kulit Batang Garcinia cymosa
Ekstraksi dilakukan dengan menggunakan metoda maserasi, sebanyak
2 Kg serbuk kering kulit batang Garcinia cymosa direndam dalam maserator
dengan metanol diaduk dan dibiarkan selama 5 hari pada suhu kamar.
Selanjutnya disaring dan ditampung. Ekstrak metanol hasil maserasi
dikumpulkan, kemudian diuapkan pelarutnya dengan rotari evaporator
Heidolp WB 2000 seperti terlihat pada Gambar 5 hingga diperoleh ekstrak
kental metanol.








Gambar 5. Penguapan pelarut dari ekstrak metanol
ekstraMENGGUNAKAN

Kimia Bahan Alam 31

VI. Fraksinasi
6.1. Fraksinasi ekstrak metanol kulit batang Garcinia cymosa
Untuk memisahkan senyawa yang diinginkan dari senyawa-senyawa
nonpolar, maka ekstrak kental metanol ditambahkan akuades, dimasukkan ke
dalam corong pisah difraksinasi dengan pelarut n-heksana, kocok hingga
terbentuk dua lapisan yaitu lapisan atas yang merupakan fraksi n-heksana dan
lapisan bawah yang merupakan fraksi metanol/berair dan dipisahkan. Fraksi
n-heksana selanjutnya diuapkan pelarutnya sehingga diperoleh ekstrak pekat
fraksi n-heksana.
Fraksi metanol/berair yang sudah difraksinasi dengan n-heksana,
dilanjutkan fraksinasinya dengan pelarut diklorometana, kocok hingga
terbentuk dua lapisan lapisan atas yang merupakan fraksi metanol/berair dan
lapisan bawah merupakan fraksi diklorometana seperti terlihat pada Gambar
6, dan dipisahkan. Fraksi diklorometana selanjutnya diuapkan pelarutnya
sehingga diperoleh ekstrak pekat fraksi diklorometana.

Kimia Bahan Alam 32





Pada tahap selanjutnya fraksi metanol/berair difraksinasi kembali
dengan etil asetat, fraksi etilasetat berada pada lapisan bagian atas dan fraksi
metanol/berair berada pada bagian bawah. Selanjutnya fraksi etil asetat
diuapkan pelarutnya dan diperoleh ekstrak fraksi etil asetat. Fraksi n-heksana,
fraksi diklorometana, fraksi etil asetat, dan fraksi metanol/berair kembali
diuji kandungan kumarinnya. Bagan kerja fraksinasi tersebut ditunjukkan
pada Gambar 7.

Gambar 6. Proses Fraksinasi dengan diklorometana

Kimia Bahan Alam 33


Gambar 7. Fraksinasi ekstrak metanol








Fraksinasi Etil asetat
Fraksinasi dgn diklorometana
Ekstrak kental metanol Fraksi n-heksana (15,2 gr)
Ekstrak metanol

Fraksi diklorometan (21,4 gr)
Fraksi etil asetat (38,7 gr) Fraksi metanol (121,6)

Ekstrak kental methanol (200 g)

Kimia Bahan Alam 34

VII. Isolasi
7.1 Pemisahan dan Pemurnian Fraksi heksan
Fraksi n-heksana sebanyak 10 gram dimurnikan dengan cara
kromatografi kolom. Ekstrak dipreadsopsi, selanjutnya dimasukan ke dalam
kolom yang sudah terdapat silika gel sebagai adsorben. Kemudian dilakukan
pengelusian yang dilakukan secara bergradient dimulai dari pelarut yang
bersifat non polar terus ditingkatkan ke pelarut polar. Eluen yang digunakan
adalah n-heksan, diklorometana, etil asetat, dan metanol yang dibuat
perbandingan n-heksan 100% sampai metanol 100 % yang masing-masing
volumenya 200 mL. Eluat ditampung dalam botol vial 20 mL dan didapatkan
sebanyak 356 vial. Selanjutnya dilakukan analisis KLT dengan menggunakan
penampak noda lampu UV. Eluat dengan pola noda yang sama digabungkan
menjadi satu fraksi, sehingga didapatkan 8 fraksi yaitu F1-F8. Fraksi 4 (F4)
sebanyak 1,47 gram dikromatografi kolom ulang dengan menggunakan
adsorben silika gel dan eluen n-heksana, diklorometana, etil asetat, dan
metanol. Pengelusian dilakukan dengan sistem kenaikan kepolaran yang
dimulai n-heksana-diklorometana (5 : 5) sampai etil asetat : metanol (4 : 6)
yang masing-masing volumenya 100 mL. Eluat ditampung dalam botol vial
20 mL dan didapatkan jumlah eluat 125 vial. Selanjutnya pada vial 39
sebanyak 0,4 gram dilarutkan dalam aseton, kemudian ke dalam aseton

Kimia Bahan Alam 35

ditambahkan petroleum eter sehingga terbentuk 2 lapisan. Lapisan aseton
dipisahkan dan diuapkan sehingga didapatkan padatan berwarna kuning.
Padatan tersebut dilakukan rekristalisasi dengan menggunakan 2 pelarut yaitu
aseton dan diklorometana sehingga didapatkan padatan berwarna kuning
sebanyak 45 mg (1). Senyawa hasil isolasi yang diperoleh dikarakterisasi
dengan pengukuran titik leleh. Kemudian dilakukan penentuan struktur
molekul berdasarkan data spektroskopi yang meliputi spektrum UV, IR,
1
H-
NMR,
13
C-NMR, DEPT 90, 135 MHz, HMQC, HMBC, COSY serta HR -
TOF-MS dengam membandingkan dari data spektrum senyawa yang telah
diketahui dan dilaporkan dari literatur. Skema pemurnian fraksi n-heksana
tertera pada Gambar 8 di bawah ini.

Kimia Bahan Alam 36


Tambahkan petroleum eter
Tambahkan aseton
Kromatografi kolom
Fasa diam : Silika gel
Fasa gerak : n-heksana, DCM, etil asetat,
Metanol elusi secara SGP, KLT, Pola noda yang
sama dikumpulkan
Fraksi n-heksana (10 g)
Vial 39 (0,4) )g)
125 vial
Fraksi 4/F4 (1,47 g)
8 fraksi (F1-F8)

Lapisan petroleum eter
(kuning muda)
Larutan Aseton

Lapisan aseton
Keringkan
Senyawa 1 (45 mg)
Rekristalisasi dgn aseton : DCM
Gambar 8. Skema pemurnian dan elusidasi struktur dari fraksi n-heksana
Kromatografi kolom Fasa
diam : Silika gel
Fasa gerak : n-heksana, DCM, etil asetat.
Metanol elusi secara SGP selanjutnya di KLT

Kimia Bahan Alam 37

7.2 Pemisahan dan pemurnian fraksi diklorometana
Terhadap fraksi diklorometana diambil sebanyak 6,5 gram
dilakukan kromatografi kolom dengan menggunakan adsorben silika gel dan
eluen diklorometana, etil asetat dan metanol. Pengelusian dilakukan dimulai
dari perbandingan diklorometana : Etil asetat (9:1) hingga metanol 100%.
Selanjutnya dilakukan analisis KLT dengan menggunakan penampak noda
lampu UV. Eluat dengan pola noda yang sama digabungkan menjadi satu
fraksi, sehingga didapatkan 15 fraksi yaitu F1-F15. Fraksi 11 (F11), diambil
sebanyak 0,8 gram dilarutkan dalam aseton. Kemudian larutan aseton
ditambahkan diklorometana dan didiamkan semalam. Endapan yang
terbentuk direkristalisasi dengan menggunakan pelarut diklorometana dan n-
heksana dan didapatkan padatan berwarna kuning sebanyak 268 mg (2).
Senyawa hasil isolasi yang diperoleh dikarakterisasi dengan pengukuran titik
leleh. Kemudian dilakukan penentuan struktur molekul berdasarkan data-data
spektroskopi yang meliputi spektrum UV, IR,
1
H-NMR,
13
C-NMR, DEPT 90,
135 MHz, HMQC, HMBC, COSY serta HR -TOF-MS dengam
membandingkan dengan spektrum hasil senyawa yang telah diketahui dari
literatur. Skema pemurnian fraksi diklorometana tertera pada Gambar 9 di
bawah ini.

Kimia Bahan Alam 38





Tambahkan aseton
Kromatografi kolom Fasa
diam : Silika gel
Fasa gerak : DCM, etil asetat,
Metanol elusi secara SGP, KLT, Pola noda yang sama
dikumpulkan
Fraksi DCM (6,5 g)
Fraksi 11/F11(0,8 g)
15fraksi (F1-F15)

Larutan Kuning muda
(kuning muda)
Larutan Aseton

Tambahkan diklorometana
diamkan semalam
Padatan Kuning
Senyawa 2 (268
mg)
Rekristalisasi dgn n-heksana : DCM
Gambar 9. Skema pemurnian dan elusidasi struktur fraksi diklorometana

Kimia Bahan Alam 39

7.3 Pemisahan dan pemurnian fraksi etil asetat
Fraksi etil asetat sebanyak 10 gram dilakukan kromatografi kolom
dengan menggunakan silika gel sebagai adsorben. Pengelusian dilakukan
dengan sistem kenaikan kepolaran yang dimulai dari perbandingan n-heksana
- diklorometana (4:6) sampai metanol 100%. Selanjutnya dilakukan analisis
KLT dengan menggunakan penampak noda lampu UV. Eluat dengan pola
noda yang sama digabungkan menjadi satu fraksi, sehingga didapatkan 21
fraksi yaitu F1-F21. Fraksi 5 (F5) sebanyak 0,2 gram dikromatografi kolom
ulang dengan menggunakan silika gel sebagai adsorben dan diklorometana,
etil asetat dan metanol sebagai eluen. Pengelusian dimulai dari n-heksana -
diklorometana (5 : 5) sampai metanol dengan volume 50 mL. Eluat
ditampung dalam vial 20 mL dan didapatkan 56 vial. Selanjutnya dilakukan
analisis KLT dengan menggunakan penampak noda lampu UV. Vial 25-26
menunjukan noda tunggal dikumpulkan dan didapatkan padatan warna putih
sebanyak 22 mg (3). Selanjutnya dilakukan elusidasi struktur dengan
spektroskopi IR, NMR dan MS. Skema pemurnian fraksi etil asetat dapat
dilihat pada Gambar 10 di bawah ini.

Kimia Bahan Alam 40


Gambar 10. Skema pemurnian dan elusidasi struktur dari fraksi etil asetat







Kromatografi kolom
Fasa diam : Silika gel
Fasa gerak : n-heksana, DCM, etil asetat.
Metanol elusi secara SGP selanjutnya di KLT
Kromatografi kolom
Fasa diam : Silika gel
Fasa gerak : n-heksana, DCM, etil asetat, Metanol
elusi secara SGP, KLT, Pola noda yang sama
dikumpulkan
Fraksi Etil Asetat (10 g)
Vial 25-26
56 vial
fraksi 5/F5 (0,2 g)
21 fraksi (F1-F21)

Senyawa 3 (22 g)

Kimia Bahan Alam 41

VIII. Elusidasi struktur senyawa metabolit sekunder dari kulit batang
Garcinia cymosa


8.1 Elusidasi struktur senyawa dari fraksi heksana
Hasil pemurnian 10 gram fraksi n-heksana dengan metoda
kromatografi kolom dan pengelusian dilakukan secara bergradien
menggunakan pelarut n-heksana, diklorometana, etil asetat dan metanol
diperoleh 8 Fraksi. Fraksi 4 dilakukan kromatografi kolom ulang dengan
eluen n-heksana-diklorometana (5 : 5) sampai etil asetat : metanol (4 : 6)
didapatkan 125 vial. Vial 39 kemudian dimurnikan dengan rekristalisasi
dengan pelarut aseton, petroleum eter dan dikloro metana dihasilkan padatan
kuning muda sebanyak 45 mg (1).
Pengujian kemurnian terhadap senyawa hasil isolasi dilakukan
dengan metode kromatografi lapis tipis dengan berbagai variasi komposisi
eluen memperlihatkan noda tunggal, disamping itu juga dilakukan secara
berulang pada setiap komposisi. Nilai Rf senyawa hasil isolasi dengan
berbagai komposisi eluen terhadap senyawa 1 hasil isolasi ditunjukan pada
Tabel 2 di bawah ini.

Kimia Bahan Alam 42

Tabel 2. Nilai Rf senyawa 1 hasil isolasi dengan berbagai komposisi eluen
No Eluen Rf
1 n-heksana : diklorometana (8 : 2) 0,03
2 n-heksana : diklorometana (6 : 4) 0,23
3 n-heksana : diklorometana (4 : 6) 0,68
4 n-heksana : diklorometana (2 : 8) 0,82
5 n-heksana : etil asetat (8 : 2) 0,61
6 n-heksana : etil asetat (6 : 4) 0,91

Berdasarkan percobaan diatas, dapat disimpulkan bahwa senyawa
hasil isolasi relatif murni selanjutnya senyawa 1 hasil isolasi terlebih dahulu
dilakukan identifikasi dengan menggunakan pereaksi FeCl3. Hasil identifikasi
menunjukkan warna biru-keunguan. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa 1
hasil isolasi adalah senyawa golongan fenolik. Pengukuran titik leleh
terhadap senyawa hasil isolasi yang memberikan nilai 193

-194
o
C, dengan
jarak titik leleh yang kecil dari 2
o
C dan didukung oleh hasil analisis
kromatografi lapisan tipis menunjukkan bahwa senyawa 1 hasil isolasi relatif
murni dan selanjutnya dilakukan analisis spektroskopi. Selanjutnya
penentuan struktur senyawa 1 hasil isolasi dilakukan dengan menggunakan
spektrofotometri Ultraviolet (UV), Infrared (IR), Massa (MS), Nuclear
Magnethic Resonance (
13
C-NMR dan
1
H-NMR), Distortionless
Enhancement by Polarization Transfer (DEPT),
1
H-
13
C Heteronuclear
Multiple Quantum Coherence (HMQC) dan
1
H-
1
H Homonuclear

Kimia Bahan Alam 43

Correlated Spectroscopy (COSY)serta
1
H-
13
C Heteronuclear Multiple
Bond Connectivity (HMBC).

8.1.1 Spektroskopi UV-Vis
Pengukuran spektrofotometri ultraviolet dilakukan dengan
menggunakan instrumen spektrofotometri UV-Vis (Shimadzu UV 1700
series) dengan pelarut metanol. Penggunaan metanol sebagai pelarut
dikarenakan senyawa golongan alkohol yang akan menyerap λ<185 nm
sehingga tidak mengganggu interpretasi spektrum pada daerah ultraviolet.
Spektrum UV senyawa 1 hasil isolasi ditunjukkan pada Gambar 10 di bawah
ini.







Gambar 10. Spektrum ultraviolet senyawa 1

Kimia Bahan Alam 44

Hasil pengukuran spektroskopi ultraviolet pada senyawa 1 hasil isolasi
memberikan λ maks 314 , 258 dan 244 nm. Interpretasi spektrum ultraviolet
pada λ maks 244 dan 258 nm menunjukkan adanya transisi elektronik dari
orbital π- π* (C=C-C= C) serta λmaks 314 nm menunjukkan adanya
transisi elektronik dari orbital n- π*. Pengukuran spektrum ultraviolet ini
mengindikasikan bahwa senyawa 1 hasil isolasi mempunyai kerangka atau
karateristik senyawa santon.
Untuk melengkapi data spektrum UV, maka terhadap senyawa 1
hasil isolasi dilakukan pengukuran dengan menggunakan pereaksi geser.
Penambahan pereaksi geser bertujuan untuk mengetahui pola oksigenasi dari
senyawa hasil isolasi. Penambahan pereaksi geser NaOMe memberikan
pergeseran λ maks 368 ; 314 ; 244 dan 243 nm. Hal ini ditunjukkan pada
Gambar 11 sebagai berikut:

Kimia Bahan Alam 45









Keterangan MeOH
MeOH + NaOMe


Gambar 11. Spektrum UV senyawa 1 dengan penambahan NaOMe




Selanjutnya penambahan pereaksi geser NaOMe bertujuan untuk
mengetahui pola hidroksilasi dan mendeteksi gugus hidroksil yang lebih
asam dan tidak tersubsitusi yang diindikasikan adanya pergeseran batokromik

Kimia Bahan Alam 46

pada spektrum dengan nilai minimal sebesar 5 nm. Hal ini berarti bahwa
senyawa 1 hasil isolasi mengandung gugus fenol pada senyawa santon.
Pada spektrum AlCl3 memberikan λmax 244 dan 314 nm sehingga
tidak terjadi pergeseran batokromik dan penambahan AlCl3 + HCl
memberikan λmax 244 dan 314 nm.

8.1.2 Spektroskopi Inframerah
Inframerah Selanjutnya pengukuran dengan menggunakan spektrum
inframerah menunjukkan adanya serapan yang khas dan tajam pada
beberapa panjang gelombang. Hasil identifikasi spektrum inframerah
senyawa 1 hasil isolasi diperlihatkan pada Gambar 12 di bawah ini.

Gambar 12. Spektrum inframerah senyawa 1
5007501000125015001750200025003000350040004500
1/cm
0
15
30
45
60
75
90
%T
3417.86
3259.70
2962.66
2920.23
2854.65
2723.49
1643.35
1612.49
1585.49
1458.18
1377.17
1280.73
1230.58
1192.01
1161.15
1076.28
1049.28
1006.84
987.55
945.12
902.69
852.54
810.10
779.24
690.52
659.66
624.94
586.36
532.35
koba1

Kimia Bahan Alam 47

Spektrum inframerah menunjukkan adanya pita-pita serapan untuk
gugus hidroksil (νmaks 3417 cm
-1
), gugus =C-H (νmaks 2962 cm
-1
), gugus -C-H
(νmaks 2920 dan 2854 cm
-1
), gugus karbonil berkonyugasi (νmaks 1643 cm
-1
),
gugus C=C aromatis (νmaks 1612 ; 1558 dan 1458 cm
-1
), dan gugus C-O eter
(νmaks 1076 cm
-1
) yang merupakan ciri khas senyawa golongan santon (Elfita,
2008)

8.1.3 Spektroskopi massa
Spektrum massa dari senyawa 1 dilakukan dengan metode high
resolution TOF MS (Time of Flight Mass Spectroscopy) diberikan pada
Gambar 13 di bawah ini.








Gambar 13. Spektroskopi Massa TOF ES (-) (atas) dan TOF ES (+)
(bawah) senyawa 1

Kimia Bahan Alam 48

Pada spektrum TOF ESI- memberikan puncak pada 409,1630 yang
menunjukan ion molekul [M-H] dan TOF ES+ memberikan puncak pada
411, 1208 yang menunjukkan ion molekul [M+H]. Kedua spektrum diatas
menunjukkan bahwa massa molekul senyawa 1 hasil isolasi adalah 410,1709.
Massa molekul ini sesuai (mendekati dari) rumus molekul C24H26O6 yang
mempunyai massa molekul 410,1729. Dengan demikian, senyawa 1
merupakan golongan santon yang mempunyai rumus molekul C24H26O6. Pola
fragmentasi pada TOF ES+ menunjukan fragmen 355,0427; 288,2726 dan
241,1855 sehingga usulan fragmentasi senyawa hasil isolasi sebagaimana
Gambar14 berikut ini




m/z: 411,1208 m/z: 355,0427





O
O OH
OHHO
O
H O
O OH
OHHO
O O
O OH
OHHO
O O
O OH
HO
HO
m/z: 288,2726
m/z: 242,1855
Gambar 14. Pola fragmentasi senyawa 1

Kimia Bahan Alam 49

8.1.4 Spektroskopi
13
C-NMR (
13
C-Nuclear Magnetic Resonance)
Spektrum
13
C-NMR dan data pergeseran kimia senyawa 1 hasil
isolasi menggunakan CDCl3 dengan frekuensi 100 MHz menunjukan adanya
sinyal 27 sinyal karbon. Didukung oleh spektrum DEPT 135 dan spektrum
HMQC ternyata senyawa hasil isolasi ini memiliki 24 atom karbon. Jadi
terdapat tiga sinyal sebagai pengotor. Spektrum
13
C-NMR ditunjukan pada
Gambar 15 dibawah ini.

Gambar 15. Spektrum
13
C-NMR senyawa 1


Diantara ke-24 karbon yang dimiliki oleh senyawa hasil isolasi
terdapat empat karbon metil yaitu pada δC 18,0 (C-4``); 18,3 (C-4``); 25,8 (C-

Kimia Bahan Alam 50

5`) dan 25,9 ppm (C-5``), satu karbon metoksil pada δC 62,2 ppm, dua
karbon metilen alilik pada δC 21,5 (C-1``) dan 26,7 ppm (C-1`), dua karbon
metin vinilik yaitu pada δC 121,5 (C-2``) dan 123,2 ppm (C-2`), dua karbon
metin aromatis yaitu pada δC 93,4 (C-4) dan 101,6 ppm (C-5), dan 13 karbon
kuartener yaitu pada δC 103,7 (C-1a) ; 111,8 (C-2) ; 112,3 (C-8a) ; 132,3 (C-
3``) ; 136,0 (C-3`) ; 137,1 (C-8) ; 142,6 (C-7) ; 154,6 (C-3) ; 155,2 (C-6) ;
155,9 (C-5a) ; 160,7 (C-1) ; 161,7 (C-4a); 182,1 (C-9). Sinyal yang khas
untuk kerangka santon yaitu munculnya δC 182,1 untuk C karbonil.

8.1.5 Spektroskopi DEPT (Distortionless Enhancement by Polarization
Transfer)
Spektrum NMR karbon DEPT dilakukan pada frekuensi 90 dan 135
MHz dari senyawa hasil isolasi. Spektrum DEPT 90 menunjukkan adanya
empat sinyal ke atas, hal ini menunjukkan bahwa terdapat empat karbon CH.
Spektrum DEPT 135 menunjukkan sembilan sinyal menunjukkan keatas dan
dua sinyal menghadap ke bawah. Sembilan sinyal tersebut yang muncul
keatas menunjukan adanya karbon CH dan CH3 sebanyak sembilan buah.
Dengan mengingat jumlah CH ada empat buah, maka jumlah karbon CH3
sebanyak lima buah. Sedangkan spektrum DEPT 135 yang menghadap ke
bawah, menunjukan adanya dua karbon CH2. Sehingga karbon kuartener
sebanyak 13 buah. Spektrum DEPT ditunjukan pada Gambar 16 di bawah ini.

Kimia Bahan Alam 51










Gambar 16. Spektrum
13
C-NMR, DEPT 90 dan DEPT 135 senyawa 1


8.1.6 Spektroskopi
1
H-NMR (
1
H- Nuclear Magnethic Resonance)
Spektrum 1H-NMR dari senyawa 1 hasil isolasi diperoleh dengan
menggunakan pelarut CDCl3 pada frekuensi 400 MHz. Pada spektrum ini
terdapat dua proton aromatis singlet yaitu pada δH 6,29 ppm (H-4) dan 6.83

Kimia Bahan Alam 52

ppm (H-5), satu kelompok proton metoksi (3H) pada δH 3,80 ppm dan dua
gugus prenil yang dikarakterisasi dengan munculnya sinyal untuk dua proton
alilik pada δH 3,45 ppm (2 H, d, J = 7,3 Hz ; H-1``) dan pada δH 4,09 ppm (2
H, d, J = 6,4 Hz ; H-1`), dua proton vinilik yaitu pada δH 5,26 ppm (1H, t)
dan 5,29 ppm (1H, t) dan empat gugus metil yaitu δH 1,56 ppm (3H, s H-
4``); 1,77 ppm (3H, s H-4`); 1,83 ppm (3H, s, H-5``) dan 1,84 ppm (3H, s, H-
5`). Spektrum
1
H-NMR senyawa 1 hasil isolasi ditunjukan pada Gambar 17
di bawah ini.

Gambar 17. Spektrum
1
H-NMR Senyawa 1 hasil isolasi

Kimia Bahan Alam 53

8.1.7 Spektroskopi HMQC (
1
H-
13
C Heteronuclear Multiple Quantum
Coherence)
HMQC merupakan salah satu jenis H-NMR dua dimensi yang
digunakan untuk membantu dalam penentuan struktur suatu senyawa.
Melalui data HMQC ini dapat diketahui proton-karbon dengan jarak satu
ikatan, sehingga secara tidak langsung dapat mengetahui karbon yang
mengikat proton dan karbon yang tidak mengikat proton. Spektrum
1
H-
13
C -
NMR HMQC dari senyawa santon hasil isolasi menunjukan adanya korelasi
yang terbentuk antara proton dan karbon yang ditunjukan pada Gambar 18 di
bawah ini.

Gambar 18. Spektrum HMQC senyawa 1 hasil isolasi

Kimia Bahan Alam 54


Spektrum HMQC mengidentifikasi sinyal-sinyal karbon yang
mengikat proton, sehingga data ini memperkuat pola substitusi hidroksi pada
cincin santon. Setelah diperhatikan spektrum HMQC dari senyawa hasil
isolasi dapat diketahui bahwa pada cincin C terdapat proton H-4 pada
pergeseran kimia δH 6,29 ppm berkorelasi dengan C-4 pada pergeseran kimia
δC 93,4 ppm dan pada cincin A terdapat proton H-5 pada pergeseran kimia δH
6,83 ppm yang berkorelasi dengan C-4 pada pergeseran kimia δC 101,6 ppm.
Dari keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada cincin santon
senyawa 1 hanya ada dua proton yang terikat. Hal ini juga mendukung bahwa
senyawa 1 hasil isolasi adalah senyawa golongan santon dengan nama α-
mangostin. Data korelasi proton dan karbon senyawa 1 hasil isolasi dapat
dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Data korelasi proton dan karbon senyawa 1 hasil isolasi
Posisi
C
Pergesran kimia
(δ, ppm)
Posisi H
Pergesran kimia
(δ, ppm)
C-4 93,4 H-4 6,29
C-5 101,6 H-5 6.83
C-1` 26,7 H-1` 4,09
C-2` 123,2 H-2` 5,29
C-4` 18,3 H-4` 1,84
C-5’ 25,8 H-5’ 1,69
C-1`` 21,5 H-1`` 3,45

Kimia Bahan Alam 55

C-2`` 121,5 H-2`` 5,26
C-4`` 18,0 H-4`` 1,77
C-5`` 25,9 H-5`` 1.83
7-OCH3 62,2 7-OCH3 3,80


8.1.8 Spektroskopi COSY (
1
H-
1
H Homonuclear Correlated Spectroscopy)

Spektrum COSY pada daerah pergeseran 3,3 - 5,5 ppm dari senyawa
hasil isolasi ditunjukan pada Gambar 19 di bawah ini.

Gambar 19. Spektrum COSY senyawa 1 hasil isolasi

Kimia Bahan Alam 56

Spektrum COSY pada daerah pergeseran kimia δH 3,3 - 5,5 ppm dari
senyawa hasil isolasi menunjukan adanya korelasi yang terjadi antara H-1`
dengan H-2` dan antara H-1`` dan H-2``. Hal tersebut menjelaskan bahwa
proton H-1` bertetangga dengan proton H-2` dan proton H-1`` bertetangga
dengan H-2``. Proton-proton yang saling berkorelasi tersebut berada pada dua
gugus isoprenil yang terikat pada cincin santon. Berdasarkan data dari COSY
tersebut, kembali ditegaskan bahwa senyawa hasil isolasi tersebut adalah
senyawa 1 santon dengan nama α-mangostin

8.1.7 Spektroskopi HMBC (
1
H-
13
C Heteronuclear Multiple Bond
Connectivity)
Spektrum HMBC senyawa 1 hasil isolasi dapat dilihat pada Gambar
20 di bawah ini.

Kimia Bahan Alam 57


Gambar 20. Spektrum HMBC senyawa 1 hasil isolasi

Spektrum HMBC memberikan informasi tentang letak proton
terhadap karbon mempelajari korelasi yang terjadi sepanjang dua atau tiga
ikatan antara proton dan karbon sehingga dapat diketahui pola substitusi
struktur santon hasil isolasi. Spektrum yang ditampilkan pada Gambar 21 di
atas menunjukkan terdapat korelasi antara proton H-1`` dengan C- 2 dan C-
3``, sementara proton H-1` berkorelasi dengan C-8 dan C-3`. Dari kedua data
tersebut dapat dinyatakan bahwa kedua isoprenil tersebut terikat pada C-2
dan C-8 pada cincin santon. Proton OCH3 berkorelasi dengan C-7 yang
mengindikasikan bahwa gugus metoksi terikat pada C-7 pada cincin santon.

Kimia Bahan Alam 58

Selain informasi tersebut, spektrum HMBC juga memberikan
korelasi proton isoprenil yang lain yaitu adanya korelasi antara H-4`` dengan
C-5``; H-5``dengan C-4``; H-4` dengan C-5`; H-5` dengan C-4`. Spektrum
HMBC selanjutnya dapat dilihat pada Gambar 21 di bawah ini






Gambar 21. Spektrum HMBC senyawa 1 1 hasil isolasi

Spektrum yang ditampilkan pada Gambar 21 di atas menunjukkan
terdapat korelasi antara proton H-4 dengan C-3, sementara proton H-5
berkorelasi dengan C-8a dan C-7. Kedua data tersebut memperkuat
penyataan proton H terletak pada cincin A dan proton H-5 pada cincin A
senyawa santon. Berdasarkan analisis tersebut di atas spektrum HMBC

Kimia Bahan Alam 59

mendukung bahwa senyawa hasil isolasi merupakan α-mangostin.
Selanjutnya untuk mendukung analisis spektroskopi terhadap senyawa hasil
isolasi diatas dan senyawa ini merupakan senyawa yang sudah dikenal, maka
dilakukan perbandingan spektrum
13
C-NMR dan
1
H-NMR dengan senyawa
α-mangostin yang dilaporkan oleh Chen (2007) seperti terlihat pada Tabel 4
berikut ini.
Tabel 4. Perbandingan data
13
C-NMR dan
1
H-NMR senyawa 1 hasil isolasi
dengan α-mangostin
C
13C-NMR (ppm)
H
1H-NMR (ppm)
Senyawa
1
α-
Mangostin
Senyawa 1
α-
Mangostin
1 160,7 161,7
2 111,8 111,1
3 154,6 155,7
4 93,4 93,2 4 6,29 6,38
4a 161,7 162,9
5a 155,9 157,3
5 101,6 102,7 5 6.83 6,80
6 155,2 156,2
7 142,6 144,5
8 137,1 138,1
8a 112,3 112,0
9 182,1 182,8
1a 103,7 103,6

Kimia Bahan Alam 60

1` 26,7 26,9 1` 4,09 4,12
2` 123,2 124,8 2` 5,29 5,27
3` 136,0 131,4
4` 18,3 18,3 4` 1,84 1,82
5` 25,8 25,9 5` 1,69 1,64
1`` 21,5 22,0 1`` 3,45 3,34
2`` 121,5 124,8 2`` 5,26 5,27
3`` 132,3 131,4
4`` 18,0 17,9 4`` 1,77 1,77
5`` 25,9 25,8 5`` 1,83 1,63
7-
OCH3
62,2 61,3
7-
OCH3
3,80 3,78

Dari Tabel 4 di atas diketahui bahwa spektrum
13
C-NMR dan
1
H-
NMR senyawa hasil isolasi identik dengan senyawa α-mangostin seperti yang
dilaporkan oleh Chan (2007). Dengan demikian data tersebut mendukung
pengusulan senyawa 1 hasil isolasi merupakan senyawa santon dengan nama
α-mangostin



α-Mangostin

O
O OH
OH
H
3
CO
HO

Kimia Bahan Alam 61

8.2 Elusidasi struktur senyawa dari fraksi diklorometana.
Hasil Pemurnian terhadap 6,5 gram fraksi diklorometana dengan
metode kromatografi kolom dengan eluen diklorometana : etil asetat (9:1)
hingga metanol 100 % diperoleh 15 fraksi. Fraksi 11 sebanyak 0,8 gram
pada rekristalisasi dengan menggunakan pelarut aseton, diklorometana dan n-
heksana dan menghasilkan senyawa 2 (Y2) berupa padatan berwarna kuning
sebanyak 268 mg
Pengujian kemurnian terhadap senyawa hasil isolasi dilakukan
dengan metode kromatografi lapisan tipis dengan berbagai variasi komposisi
eluen memperlihatkan noda tunggal, disamping itu juga dilakukan secara
berulang pada setiap komposisi. Nilai Rf senyawa 2 hasil isolasi dengan
berbagai komposisi eluen ditunjukkan pada Tabel 5 di bawah ini.

Tabel 5. Nilai Rf senyawa 2 hasil isolasi dengan berbagai komposisi eluen
No Eluen Rf
1 n-heksana : dikloro metana (4 : 6) 0,12
2 n-heksana : dikloro metana (2 : 8) 0,28
3 n-heksana : etil asetat (8 : 2) 0,30
4 n-heksana : etil asetat (4 : 6) 0,82
5 diklorometana : etil asetat (8 : 2) 0,90
6 diklorometana : etil asetat (6 : 4) 0,92

Kimia Bahan Alam 62

Berdasarkan percobaan di atas, dapat disimpulkan bahwa senyawa
2 hasil isolasi relatif murni. Selanjutnya senyawa 2 hasil isolasi terlebih
dahulu diidentifikasi dengan menggunakan pereaksi FeCl3, dan hasil
identifikasi meghasilkan warna biru-keunguan, yang menunjukkan bahwa
senyawa 2 hasil isolasi adalah senyawa golongan fenolik. Pengukuran titik
leleh terhadap senyawa hasil isolasi adalah 184
o
C-185
o
C, dengan jarak titik
leleh yang kecil dari 2
o
C dan didukung oleh hasil analisis kromatografi
lapisan tipis menunjukkan bahwa senyawa 2 hasil isolasi relatif murni untuk
keperluan analisis spektroskopi.
Selanjutnya penentuan struktur senyawa 2 hasil isolasi dilakukan
dengan menggunakan teknik spektroskopi ultraviolet (UV), inframerah
(IR), Massa (MS), Nuclear Magnethic Resonance (
13
C-NMR dan
1
H-
NMR), Distortionless Enhancement by Polarization Transfer (DEPT),
1
H-
13
C Heteronuclear Multiple Quantum Coherence (HMQC) dan
1
H-
1
H
Homonuclear Correlated Spectroscopy (COSY) serta
1
H-
13
C
Heteronuclear Multiple Bond Connectivity (HMBC).

8.2.1 Spektroskopi ultraviolet dan inframerah senyawa 2
Pengukuran spektrofotometer Ultraviolet dilakukan dengan
menggunakan instrumen spektrofotometri UV-Vis (Shimadzu UV 1700

Kimia Bahan Alam 63

series) dengan pelarut metanol. Penggunaan metanol sebagai pelarut
dikarenakan senyawa golongan alkohol yang akan menyerap λ<185nm
sehingga tidak mengganggu interpretasi spektrum pada daerah ultraviolet.
Spektrum UV senyawa 2 hasil isolasi ditunjukkan pada Gambar 22 di bawah
ini.








Gambar 22. Spektrum UV senyawa 2


Hasil pengukuran spektroskopi ultraviolet pada senyawa 2 hasil
isolasi memberikan λ maks 316 dan 243 nm. [ Interpretasi spektrum ultraviolet
pada λ maks 243 nm menunjukan adanya transisi elektronik dari orbital π ke π*
(C=C-C= C) serta λ maks 316 nm menunjukan adanya transisi elektronik dari
orbital n ke π* (C=C-C=O)]. Pengukuran spektrum ultraviolet ini

Kimia Bahan Alam 64

mengindikasikan bahwa senyawa 2 hasil isolasi memiliki kemiripan dengan
senyawa 1 yang mempunyai kerangka santon.
Berdasarkan kesimpulan ini, data spektroskopi ini dan data
spektroskopi lainnya ( IR,
1
H-NMR,
13
C-NMR, 2D-NMR ) dianalisis fokus
ke kerangka santon dan posisi subsituen.
Untuk melengkapi data spektrum UV, maka terhadap senyawa 2
hasil isolasi dilakukan pengukuran dengan menggunakan pereaksi geser.
Penambahan pereaksi geser bertujuan untuk mengetahui pola oksigenasi dari
senyawa hasil isolasi. Penambahan pereaksi geser NaOMe memberikan
pergeseran λ maks 244 dan 356 nm. Hal ini ditunjukan pada Gambar 23.
sebagai berikut

Ketetangan MeOH
MeOH + NaOMe
Gambar 23. Spektrum UV senyawa 2 dengan penambahan NaOMe

Kimia Bahan Alam 65

Penambahan pereaksi geser NaOMe bertujuan untuk mengetahui
pola hidroksilasi dan mendeteksi gugus hidroksil yang lebih asam dan tidak
tersubsitusi yang diindikasikan adanya pergeseran batokromik pada spektrum
dengan nilai minimal sebesar 5 nm. Hal ini berarti pada senyawa 2 hasil
isolasi ada gugus hidroksil yang lebih asam pada senyawa santon.
Pada spektrum AlCl3 memberikan λmax 243 dan 316 nm sehingga
tidak terjadi pergeseran batokromik dan penambahan AlCl3 + HCl
memberikan λmax 243 dan 316 nm. Pada spektrum AlCl3 + HCl juga tidak
mengalami pergeseran . Spektrum UV pereaksi geser AlCl3 + HCl ditunjukan
pada Gambar 24 sebagai berikut.









Keterangan MeOH
MeOH + AlCl3
MeOH + AlCl3 + HCl
Gambar 24. Spektrum UV senyawa 2 dengan penambahan AlCl3 + HCl

Kimia Bahan Alam 66

Penambahan AlCl3 bertujuan untuk mengamati adanya gugus orto
dihidroksi pada cincin benzena. Pada pengukuran terhadap senyawa hasil
isolasi tidak memberikan pergeseran panjang gelombang batokromik
sehingga mengindikasikan tidak adanya gugus orto-dihidroksil pada
kerangka santon.
Data spektrum inframerah menunjukkan adanya serapan yang khas
dan tajam pada beberapa panjang gelombang. Hasil identifikasi spektrum
inframerah senyawa 2 hasil isolasi diperlihatkan pada Gambar 25 di bawah
ini.


Gambar 25. Spektrum inframerah senyawa 2
5007501000125015001750200025003000350040004500
1/cm
0
15
30
45
60
75
90
%T
3398.57
2993.52
2962.66
2924.09
2858.51
2723.49
1647.21
1600.92
1458.18
1427.32
1377.17
1284.59
1238.30
1203.58
1168.86
1149.57 1111.00
1049.28
991.41
941.26
879.54
833.25
775.38
729.09
617.22
578.64
524.64
koba2

Kimia Bahan Alam 67

Sama seperti senyawa 1 senyawa 2 spektrum inframerah
menunjukkan adanya pita-pita serapan untuk gugus hidroksil (νmaks 3398 cm
-
1
), gugus =C-H (νmaks 2993 cm
-1
), gugus -C-H (νmaks 2924 dan 2858 cm
-1
),
gugus karbonil berkonyugasi (νmaks 1647 cm
-1
), gugus C=C aromatis (νmaks
1600 ; 1558 dan 1427 cm
-1
), dan gugus C-O eter (νmaks 1111 cm
-1
) yang
merupakan ciri khas senyawa golongan santon (Elfita, 2008)

8.2.2 Spektroskopi massa senyawa 2
Spektrum massa dari senyawa 2 dengan metode high resolution
TOF MS (Time of Flight Mass Spectroscopy) diberikan pada Gambar 26 di
bawah ini.




Gambar 26. Spektroskopi massa TOF ES- (atas) dan TOF ES+ (bawah)
Senyawa 2

Kimia Bahan Alam 68

Pada spektrum TOF ES- memberikan puncak pada 423,1855 yang
menunjukkan ion molekul [M-H] dan TOF ES+ memberikan puncak pada
425,1097 yang menunjukkan ion molekul [M+H]. Kedua spektrum di atas
menunjukkan bahwa massa molekul senyawa 2 hasil isolasi adalah 424,1855.
Massa molekul ini sesuai dengan rumus molekul C25H28O6 yang mempunyai
massa molekul 424,1855. Dengan demikian, senyawa 2 merupakan golongan
santon yang mempnyai rumus molekul C25H28O6. Pola fragmentasi pada TOF
ES+ menunjukkan fragmen 409,1321 ; 369,1125 ; 288,2698 dan 241,1855
sesuai dengan fragmentasi senyawa 2 hasil isolasi sebagaimana tercantum
pada Gambar 27 berikut ini.

Kimia Bahan Alam 69





425,1097




369,1125 409,1321




241,1855 288,2698
Gambar 27. Pola fragmentasi senyawa 2

8.2.3 Spektroskopi
13
C-NMR (13C-Nuclear Magnetic Resonance)
senyawa 2


Spektrum
13
C-NMR dan data pergeseran kimia senyawa 2 hasil
isolasi menggunakan CDCl3 dengan frekuensi 100 MHz menunjukkan 25 O
O OH
OHO
O
H O
O OH
OHO
O O
O OH
OHHO
O O
O OH
OHHO
O O
O OH
HO
HO

Kimia Bahan Alam 70

sinyal karbon. Spektrum
13
C-NMR senyawa 2 ditunjukkan pada Gambar 28
di bawah ini.

Gambar 28. Spektrum
13
C-NMR senyawa 2 hasil isolasi




Diantara ke-25 karbon yang dimiliki oleh senyawa 2 hasil isolasi
terdapat empat karbon metil yaitu pada δC 17,8 (C-4``); 18,2 (C-4``); 25,84
(C-5`) dan 25,88 ppm (C-5``), dua karbon metoksil pada δC 56,4 (C-7) dan
62,2 ppm (C-3) , dua karbon metilen alilik pada δC 21,8 (C-1``) dan 26,8 ppm
(C-1`), dua karbon metin vinilik yaitu pada δC 123,2 (C-2``) dan 124,6 ppm
(C-2`), dua karbon metin aromatis yaitu pada δC 89,7 (C-4) dan 89,8 ppm (C-
5), dan 13 karbon kuartener yaitu pada δC 102,5 (C-1a); 111,6 (C-2); 111,9

Kimia Bahan Alam 71

(C-8a); 131,3 (C-3``); 131,4 (C-3`); 138,0 (C-8); 144,4 (C-7); 156,11 (C-4a);
156,19 (C-6); 157,4 (C-5a); 160,1 (C-1); 164,4 (C-3), 182,7 (C-9). Sinyal
yang khas untuk kerangka santon yaitu munculnya δC 182,7 untuk C karbonil.

8.2.4. Spektroskopi DEPT (Distortionless Enhancement by Polarization
Transfer ) senyawa 2
Spektrum NMR karbon DEPT dilakukan pada frekuensi 90 dan 135
MHz dari senyawa hasil isolasi. Spektrum DEPT 90 menunjukkan adanya
empat sinyal ke atas, hal ini menunjukan bahwa terdapat empat karbon CH.
Spektrum DEPT 135 menunjukan sembilan sinyal menunjukkan keatas dan
dua sinyal menghadap ke bawah. Sembilan sinyal tersebut yang muncul
keatas tersebut menunjukan adanya karbon CH dan CH3 sebanyak sembilan
buah. Dengan mengingat jumlah CH ada empat buah, maka jumlah karbon
CH3 sebanyak enam buah. Sedangkan spektrum DEPT 135 yang menghadap
ke bawah, menunjukkan adanya dua karbon CH2. Sehingga jumlah karbon
kuartener sebanyak 13 buah. Spektrum DEPT ditunjukan pada Gambar 29 di
bawah ini.

Kimia Bahan Alam 72


Gambar 29. Spektrum
13
C-NMR DEPT 90 dan 135 senyawa 2

8.2.5. Spektroskopi
1
H-NMR (
1
H- Nuclear Magnethic Resonance)
Senyawa 2

Spektrum 1H-NMR dari senyawa 2 hasil isolasi dengan
menggunakan pelarut CDCl3 pada frekuensi 400 MHz. Pada spektrum ini
terdapat dua proton aromatis singlet yaitu pada δH 6,48 ppm (H-4) dan 6.84
ppm (H-5), dua kelompok proton metoksi (3H) pada δH 3,80 ppm (7-OCH3);

Kimia Bahan Alam 73

3,96 ppm(3-OCH3), dua gugus prenil yang dikarakterisasi dengan
munculnya sinyal untuk dua proton alilik pada δH 3,31 ppm (2 H, d, J =
7,3 Hz ; H-1``) dan pada δH 4,12 ppm (2 H, d, J = 6,4 Hz ; H-1`), dua proton
vinilik yaitu pada δH 5,20 ppm (1H, t, H-2`) dan 5,27 ppm (1H, t, H-2``) dan
empat gugus metil yaitu δH 1,63 ppm (3H, s, H-4`) ; 1,77 ppm (3H, s, H-
5`); 1,65 ppm (3H, s, H-4``) dan 1,83 ppm (3H,s, H-5``). Spektrum
1
H-NMR
senyawa hasil isolasi ditunjukan pada Gambar 30 di bawah ini.



Gambar 30. Spektrum
1
H-NMR senyawa 2 (Y2) hasil isolasi

Kimia Bahan Alam 74

8.2.6. Spektroskopi HMQC (
1
H-
13
C Heteronuclear Multiple Quantum
Coherence) senyawa 2


Spektrum
1
H-
13
C-NMR HMQC dari senyawa 2 santon hasil isolasi
menunjukan korelasi antara proton dan karbon seperti yang terlihat pada
Gambar 31 di bawah ini.




















Gambar 31. Spektrum HMQC senyawa 2 hasil isolasi

Spektrum HMQC mengidentifikasi sinyal-sinyal karbon yang
mengikat proton, sehingga data ini memperkuat pola substitusi hidroksi pada
cincin santon. Setelah diperhatikan spektrum HMQC dari senyawa hasil
isolasi dapat diketahui bahwa pada cincin C terdapat proton H-4 pada

Kimia Bahan Alam 75

pergeeran kimia δH 6,48 ppm berkorelasi dengan C-4 pada pergeseran kimia
δC 93,4 ppm dan pada cincin A terdapat proton H-5 pada pergeseran kimia δH
6.84 ppm berkorelasi dengan C-5 pada pergeseran kimia δC 101,6 ppm. Dari
keterangan tersebut dapat disimpulkan bahwa pada cincin santon hanya ada
dua proton yang terikat. Hal ini juga mendukung bahwa senyawa hasil isolasi
adalah senyawa santon. Data korelasi proton dan karbon senyawa isolasi
terlihat pada Tabel 6 di bawah ini.
Tabel 6. Data korelasi proton dan karbon senyawa 2 hasil isolasi
Posisi C Pergeseran kimia (δ, ppm) Posisi H Pergeseran kimia(δ, ppm)
C-4 89,7 H-4 6,48
C-5 102,5 H-5 6.84
C-1` 21,8 H-1` 3,31
C-2` 124,6 H-2` 5,20
C-4` 131,4 H-4` 1,63
C-5’ 17,8 H-5’ 1,77
C-1`` 26,8 H-1`` 4,12
C-2`` 123,2 H-2`` 5,27
C-4`` 18,2 H-4`` 1,65
C-5`` 25,88 H-5`` 1,83
3-OCH3 56,4 3-OCH3 3,96
7-OCH3 62,2 7-OCH3 3,80

Kimia Bahan Alam 76

8.2.7 Spektroskopi COSY (
1
H-
1
H Homonuclear Correlated Spectroscopy)
Senyawa 2

Spektrum COSY pada daerah pergeseran 3,3 - 5,5 ppm dari senyawa
2 hasil isolasi ditunjukan pada Gambar 32 di bawah ini.









Spektrum COSY pada daerah pergeseran kimia δH 0.0 - 7,5 ppm dari
senyawa hasil isolasi menunjukkan adanya korelasi yang terjadi antara H-1`
dengan H-2` dan antara H-1`` dan H-2``. Hal tersebut menjelaskan bahwa
proton H-1` bertetangga dengan proton H-2` dan proton H-1`` bertetangga
dengan H-2``. Proton-proton yang saling berkorelasi tersebut berada pada dua
gugus isoprenil yang terikat pada cincin santon. Berdasarkan data dari COSY
Gambar 32. Spektrum COSY senyawa 2

isolasi

Kimia Bahan Alam 77

tersebut, kembali ditegaskan bahwa senyawa hasil isolasi tersebut adalah
senyawa santon yang mempunyai kemiripan dengan senyawa 1, akan tetapi
terdapat perbedaan adanya gugus fungsi metoksi pada atom C-3 dengan nama
β-mangostin

8.2.8. Spektroskopi HMBC (
1
H-
13
C Heteronuclear Multiple Bond
Connectivity) senyawa 2

Spektrum HMBC senyawa 2 santon hasil isolasi dapat dilihat pada
Gambar 33 dibawah ini.








Gambar 33. Spektrum HMBC senyawa 2 hasil isolasi (0,7- 4,3 ppm)

Kimia Bahan Alam 78

Spektrum HMBC memberikan informasi tentang letak proton
terhadap karbon mempelajari korelasi yang terjadi sepanjang dua atau tiga
ikatan antara proton dan karbon sehingga dapat diketahui pola substitusi
struktur santon hasil isolasi. Spektrum yang ditampilkan pada gambar di atas
menunjukkan terdapat korelasi antara proton H-1`` dengan C- 1, C-2, C-3, C-
2`` dan C-3``, sementara proton H-1` berkorelasi dengan C-7, C-8 dan C-2`.
Dari kedua data tersebut dapat dinyatakan bahwa kedua isoprenil tersebut
terikat pada C-2 dan C-8 pada cincin santon. Proton OCH3 berkorelasi
dengan C-3 dan C-7 yang mengindikasikan bahwa gugus metoksi terikat
pada C-3 dan C-7.
Selain informasi tersebut, spektrum HMBC juga memberikan
korelasi proton isoprenil yang lain yaitu adanya korelasi antara H-4`` dengan
C-5`` dan H-3``; H-5`` dengan C-4`` dan H-3``; H-4` dengan C-5` dan C-3`;
H-5` dengan C-4` dan C-3`. Selanjutnya spektrum HMBC pada δH 4,7 - 7,4
ppm dapat dilihat pada Gambar 34 di bawah ini.

Kimia Bahan Alam 79









Gambar 34. Spektrum HMBC senyawa 2 hasil isolasi pada δH 4,7 -
7,4 ppm

Spektrum yang ditampilkan pada gambar diatas menunjukkan
terdapat korelasi antara proton H-4 dengan C-7 dan C-8a, sementara proton
H-5 berkorelasi dengan C-1a, C-4a, C-3 dan C-2. Dari kedua data tersebut
memperkuat penyataan proton H terletak pada cincin A dan proton H-5 pada
cincin A senyawa santon.
Berdasarkan analisis tersebut di atas spektrum HMBC mendukung
bahwa senyawa hasil isolasi merupakan β-mangostin. Selanjutnya untuk

Kimia Bahan Alam 80

mendukung analisis spektroskopi terhadap senyawa hasil isolasi di atas dan
senyawa ini merupakan senyawa yang udah dikenal, maka dilakukan
pembandingan spektrum
13
C-NMR dan
1
H-NMR dengan senyawa β-
mangostin yang dilaporkan oleh Lukis (2011) seperti terlihat pada Tabel 7
berikut ini.

Tabel 7. Perbandingan data
13
C-NMR dan
1
H-NMR senyawa 2 hasil isolasi
dengan β-mangostin
C
13
C-NMR (ppm)
H
1
H-NMR (ppm)
Senyawa
2
β-
mangostin
Senyawa
2
β-
mangostin
1 160,1 160,6
2 111,6 111,1
3 164,4 162,9
4 89,7 89,9 4 6,48 6,36
4a 156,1 155,7
5a 157,4 157,3
5 102,5 102,7 5 6.84 6,39
6 156,2 156,2
7 144,4 144,5
8 138,0 138,1
8a 111,9 112,2
9 182,7 182,8
1a 104,0 103,6
1` 21,8 21,9 1` 3,31 3,34

Kimia Bahan Alam 81

2` 124,6 123,5 2` 5,20 5,27
3` 131,4 132,4
4` 17,8 17,9 4` 1,63 1.63
5` 25,8 25,9 5` 1,77 1,77
1`` 26,8 26,9 1`` 4,12 4,12
2`` 123,2 123,32 2`` 5,27 5,27
3`` 131,3 131,4
4`` 18,2 18,3 4`` 1,65 1,69
5`` 25,9 25,9 5`` 1,83 1,82
3-OCH3 56,4 56,5 3-OCH3 3,96 3,93
7-OCH3 62,2 61,3 7-OCH3 3,80 3,83

Dari Tabel 8 di atas diketahui bahwa spektrum
13
C-NMR dan
1
H-
NMR senyawa 2 hasil isolasi identik dengan senyawa β-mangostin seperti
yang dilaporkan oleh Lukis (2010). Dengan demikian data tersebut
mendukung pengusulan senyawa 2 hasil isolasi merupakan senyawa santon
dengan nama β-mangostin.





β-mangostin O
O OH
OCH
3
H
3CO
HO

Kimia Bahan Alam 82

8.3. Elusdiasi struktur dari fraksi etil asetat
Hasil pemurnian 10 gram fraksi etil asetat dengan metode
kromatografi kolom dengan eluen yang digunakan n-heksana, diklorometana,
etil asetat dan metanol menghasilkan 21 fraksi. Fraksi 5 sebanyak 0,2 gram
dikromatografi kolom ulang dengan pengelusian dimulai dari n-heksana -
diklorometana (5 : 5) etil asetat dan metanol dengan volume 50 mL. Eluat
ditampung dalam vial 20 mL dan didapatkan 56 vial. Vial 25-26
dikumpulkan dan didapatkan padatan warna putih sebanyak 22 mg (senyawa
3).
Pengujian kemurnian terhadap senyawa 3 hasil isolasi dilakukan
dengan metode kromatografi lapisan tipis dengan berbagai variasi komposisi
eluen memperlihatkan noda tunggal, disamping itu juga dilakukan secara
berulang pada setiap komposisi. Nilai Rf senyawa 3 hasil isolasi dengan
berbagai komposisi eluen ditunjukkan pada Tabel 8 di bawah ini.

Kimia Bahan Alam 83

Tabel 8. Nilai Rf senyawa 3 hasil isolasi dengan berbagai komposisi eluen
No Eluen Rf
1 n-heksana : dikloro metana (8 : 2) 0,03
2 n-heksana : dikloro metana (6 : 4) 0,23
3 n-heksana : dikloro metana (4 : 6) 0,68
4 n-heksana : dikloro metana (2 : 8) 0,82
5 n-heksana : etil asetat (8 : 2) 0,61
6 n-heksana : etil asetat (6 : 4) 0,91


Berdasarkan percobaan di atas, dapat disimpulkan bahwa senyawa
3 hasil isolasi relatif murni. Selanjutnya terhadap senyawa 3 hasil isolasi
terlebih dahulu dilakukan identifikasi dengan menggunakan pereaksi FeCl3,
dan hasil identifikasi ini menghasilkan warna biru-keunguan, yang memberi
petunjuk bahwa senyawa 3 hasil isolasi adalah senyawa golongan fenolik.
Pengukuran titik leleh terhadap senyawa 3 hasil isolasi adalah 248
o
C-249
o
C,
dengan jarak titik leleh yang kecil dari 2
o
C dan didukung oleh hasil analisis
kromatografi lapisan tipis yang menunjukkan bahwa senyawa 3 hasil isolasi
relatif murni dan siap dilakukan analisis spektroskopi.
Selanjutnya penentuan struktur senyawa 3 hasil isolasi dilakukan
dengan menggunakan spektrofotometer Inframerah (IR), Massa (MS),
Nuclear Magnethic Resonance (
13
C-NMR dan
1
H-NMR), Distortionless
Enhancement by Polarization Transfer (DEPT),
1
H-
13
C Heteronuclear

Kimia Bahan Alam 84
10
90
20
40
60
80
4000 400100015002000250030003500
%T
Wavenumber [cm-1]
Multiple Quantum Coherence (HMQC) dan
1
H-
1
H Homonuclear
Correlated Spectroscopy (COSY) serta
1
H-
13
C Heteronuclear Multiple
Bond Connectivity (HMBC).

8.3.1 Spektroskopi inframerah senyawa 3
Data spektrum inframerah menunjukkan adanya serapan yang khas
dan tajam pada beberapa panjang gelombang. Hasil identifikasi spektrum
inframerah senyawa 3 hasil isolasi diperlihatkan pada Gambar 35 di bawah
ini.










Gambar 35. Spektrum inframerah senyawa 3

Kimia Bahan Alam 85

Spektrum inframerah menunjukan adanya pita-pita serapan untuk
gugus hidroksil (νmaks 3417 cm
-1
), gugus =C-H (νmaks 3125 cm
-1
), gugus -C-H
(νmaks 2920 dan 2854 cm
-1
), gugus C=C aromatis (νmaks 1609 ; 1514 dan 1458
cm
-1
), dan gugus C-O eter (νmaks 1189 cm
-1
). Data di atas memperkuat usulan
jika senyawa 3 (Y3) merupakan golongan flavonoid.
Berdasarkan analisis di atas dapat disarankan bahwa senyawa 3 hasil
isolasi memiliki cincin benzena, yang mengandung substituen hidroksi serta
memiliki rantai karbon alifatis dari jembatan propana, pola seperti ini
menunjukkan senyawa 3 hasil isolasi merupakan suatu kerangka flavonoid
(Santoni, 2009).

8.3.2 Spektroskopi massa senyawa 3
Spektrum massa dari senyawa 3 dilakukan dengan metode high
resolution TOF MS (Time of Flight Mass Spectroscopy) diberikan pada
Gambar 36 di bawah ini.

Kimia Bahan Alam 86






Gambar 36. Spektroskopi massa TOF ES- (atas) dan TOF ES+ (bawah)
senyawa 3



Spektrum TOF ES- memperlihatkan puncak pada 289,0948 yang
menunjukkan ion molekul [M-H] dan TOF ES+ memberikan puncak pada
291,0489 yang menunjukan ion molekul [M+H]. Kedua spektrum di atas
menunjukkan bahwa massa molekul senyawa 3 hasil isolasi adalah 290,1027.
Massa molekul ini mendekati dari rumus molekul C15H14O6 yang mempunyai
massa molekul 290,0790. Dengan demikian, senyawa 3 (Y3) merupakan
senyawa flavonoid yang mempunyai rumus molekul C15H14O6. Pola
fragmentasi pada TOF ES+ menunjukan fragmen 272,2794 ; 244,2465 ;
226,5454 dan 208,0299 sehingga usulan fragmentasi senyawa 3 hasil isolasi
sebagaimana tercantum pada Gambar 37 berikut ini.

Kimia Bahan Alam 87




291,0489 272,2794




226,5454 244,2465





Gambar 37. Pola fragmentasi senyawa 3


8.3.3 Spektroskopi
13
C-NMR (
13
C-Nuclear Magnetic Resonance)
Senyawa 3

Spektrum
13
C-NMR dan data pergeseran kimia senyawa 3 hasil
isolasi menggunakan CDCl3 dengan frekuensi 100 MHz menunjukan 15 O
OH
HO
OH
OH
OH
H O
OH
HO
OH
OH O
OH
HO
OH O
OH
HO O
HO

Kimia Bahan Alam 88

sinyal karbon, Spektrum
13
C-NMR dapat dilihat pada Gambar 38 dibawah
ini.

Gambar 38. Spektrum
13
C-NMR senyawa 3 flavonoid hasil isolasi


Spektrum
13
C-NMR memperlihatkan 15 atom karbon yang terdiri tiga
karbon sp
3
merupakan jembatan propana dan dua belas karbon sp
2
yang
merupakan cincin aromatik, sehingga data ini mendukung sistim C6-C3-C6
yang merupakan ciri khas dari kerangka dasar senyawa flavonoid.
Ketiga atom karbon sp
3
tersebut muncul pada pergeseran kimia 79,3
ppm untuk C-2 (-CH-O-), pergeseran kimia 66,8 ppm untuk C-3 (-CH-O-H)
dan pergeseran kimia 29,6 ppm untuk C-4 (-CH2-), pergeseran kimia tersebut

Kimia Bahan Alam 89

diatas merupakan ciri khas untuk struktur flavan-3-ol. Sedangkan dua belas
karbon sp
2
yang merupakan karbon dari cincin aromatik muncul pada
pergeseran kimia 95,5 sampai dengan 157,5 ppm.
Berdasarkan analisis spektrum
13
C-NMR dapat disimpulkan bahwa
senyawa 3 merupakan suatu senyawa yang memiliki dua cincin benzena yang
dihubungkan dengan tiga atom karbon atau dikenal senyawa flavonoid.
Dengan demikian analisis ini mendukung senyawa 3 suatu flavonoid. Data
pergeseran kimia
13
C-NMR senyawa 3 hasil isolasi pada Tabel 9 di bawah
ini.
Tabel 9. Data pergeseran kimia
13
C-NMR senyawa 3 flavonoid hasil isolasi
C Pergeseran
kimia
Jenis C Pergeseran
kimia
Jenis
2 79,3 -CH-O- 8 96,0 CH(aromatis)
3 66,8 -CH-OH 8a 157,5 >C<
4 29,6 -CH2- 1’ 132,1 C(aromatis)
4a 99,6 >C< 2’ 115,1 CH(aromatis)
5 157,4 C(aromatis) 3’ 145,6 C(aromatis)
6 95,6 CH(aromatis) 4’ 145,7 C(aromatis)
7 145,3 C(aromatis) 5’ 115,3 CH(aromatis)
6’ 119,2 CH(aromatis)

Kimia Bahan Alam 90

8.3.4. Spektroskopi DEPT (Distortionless Enhancement by Polarization
Transfer ) senyawa 3


Spektrum NMR karbon DEPT dilakukan pada frekuensi 90 dan 135
MHz dari senyawa 3 flavonoid hasil isolasi dapat dilihat pada Gambar 35,
data distribusi jumlah CH, CH2 dan CH3 dipaparkan pada Tabel 10 dan
Gambar 39 di bawah ini.
Tabel 10. Data distribusi karbon CH2 dan CH senyawa 3 Flavonoid
Karbon CH/CH3 (peak keatas) Karbon CH2 (peak kebawah)
C Pergeseran kimia (ppm) C Pergeseran kimia (ppm)
2 79,3 CH (C-O-) 4 29,6 CH
2
3 66,8 CH (C-OH) Jumlah karbon dapat dihitung sebagai
berikut :
CH
2 (DEPT 135) = 1
CH (DEPT 90 dan DEPT 135) = 7
Total C (
13
C-NMR) = 15
Maka C, kuartener = 15 – (7+1) = 7
6 95,6 CH (aromatis)
8 96,0 CH (aromatis)
2’ 115,1 CH (aromatis)
5’ 115,3 CH (aromatis)
6’ 119,2 CH (aromatis)

Kimia Bahan Alam 91










Gambar 39. Spektrum
13
C-NMR, DEPT 90 dan 135 dari senyawa 3

Dari spektrum DEPT pada frekuensi 135 MHz satu sinyal muncul
menghadap kebawah dengan pergeseran kimia sebesar 29,6 ppm, sinyal ini
merupakan sinyal dari CH2 dengan demikian senyawa ini memiliki satu
gugus CH2. Selanjutnya percobaan DEPT pada frekuensi 90 MHz di temukan
tujuh sinyal CH. Ketujuh sinyal tersebut terdiri dari lima sinyal CH pada

Kimia Bahan Alam 92

cincin aromatik dengan pergeseran kimia 95,2 - 119,2 ppm dan dua sinyal
lagi merupakan sinyal dari CH cincin alifatik yaitu pada pergeseran kimia
66,8 – 79,3 ppm.
Berdasarkan data spektrum
13
C-NMR diketahui bahwa terdapat 15
sinyal karbon, tetapi sinyal tersebut hanya delapan karbon yang muncul pada
DEPT 135 dan DEPT 90 sehingga terdapat tujuh karbon pada pergeseran
132,1 ppm hingga 157,5 ppm yang tidak muncul pada DEPT 135 dan DEPT
90. Tujuh karbon ini ditetapkan sebagai karbon aromatis tersubstitusi.
Berdasarkan analisis spektrum DEPT dan
13
C-NMR maka dapat
disimpulkan bahwa senyawa flavonoid yang ditemukan memiliki lima belas
atom karbon dengan satu gugus CH2, tujuh gugus CH yang terdiri dari lima
CH aromatis dan dua CH alifatis dan memiliki tujuh karbon kuartener.
Berdasarkan analisis tersebut maka kelima substituen hidroksi yang terdapat
pada flavonoid hasil isolasi , 4 substituen berada pada cincin aromatis yang
terdistribusi masing-masing 2 substituen pada cincin A dan B dan satu
substituen pada rantai propana.



8.3.5. Spektroskopi
1
H-NMR (
1
H- Nuclear Magnethic Resonance)
Senyawa 3

Spektrum
1
H-NMR dari senyawa 3 flavonoid hasil isolasi dengan
menggunakan pelarut aseton-D6 pada frekuensi 400 MHz dapat dilihat pada

Kimia Bahan Alam 93

Gambar 40 serta data pergeseran kimianya ditunjukkan pada Tabel 11 di
bawah ini.
Tabel 11. Pergeseran kimia senyawa 3 flavonoid hasil isolasi
H δ,pp
m
Keterangan H
δ,pp
m
Keterangan
H-2 4,87 S H-8 5,92 d, J = 2,2 Hz
H-3 4,20 S H-2’ 7,05 d, J = 1,8 Hz
H-

2,86 dd, J= 3,2 ; 16,2 Hz H-5’ 6,78 d, J = 8,3 Hz
H-

2,73 dd, J= 4,5 ; 16,2 Hz H-6’ 6,83 dd, J = 1,8 ; 8,3 Hz
H-6 6,02 d, J= 2,2 Hz OH 8,03 s (melebar)

Kimia Bahan Alam 94










Gambar 40. Spektrum
1
H-NMR senyawa 3


Spektrum
1
H-NMR menunjukkan adanya sinyal proton alifatis yang
munculnya pada pergeseran kimia, δ 4,87 ( 1H, d, J = 8,3 Hz,) merupakan
satu proton yang terikat pada C-2, pergeseran kimia, δ 4,20 (1H, s , H-3) satu
proton yang terikat pada C-3 dan pada pergeseran kimia δ 2,74 ( 1H dd, J =
3,2 ; 16,2 Hz) & 2,85 (1H, dd, J= 4,5 ; 16,2 Hz) terdapat dua proton yang
terikat pada C-4 yaitu H-4α dan H-4β . Ditemukannya sinyal tersebut di atas
pada spektrum
1
H-NMR merupakan ciri khas dari senyawa flavonoid yaitu
suatu turunan flavan-3-ol, masing-masing untuk resonansi proton H-2, H-3,
H-4α dan H-4β (Lawrence, 1994, Markham, 1994).

Kimia Bahan Alam 95

Spektrum ini juga memperlihatkan dua sinyal pada pergeseran kimia
δ 6,02 ( 1H, d, J = 2,2 Hz) dan pergeseran kimia δ 5,91 ( 1H, d, J = 2,2 Hz),
dari nilai pergeseran kimia diketahui bahwa kedua sinyal ini merupakan
sinyal dari dua proton aromatis. Adanya nilai J = 2,2 Hz menunjukkan bahwa
kedua proton aromatis berorientasi meta yaitu H-6 dan H-8, dengan
demikian posisi substituen dua gugus hidroksi juga berorientasi meta yaitu
pada C-5 dan C-7 pada cincin A. Analisis selanjutnya terhadap Spektrum
1
H-
NMR memperlihatkan tiga sinyal proton aromatik dengan sistem spin AMX
pada δ 6,78 (1H, d, J = 8,3 Hz, H-5’), δ 6,83 (1H, dd, J = 2,0 dan 8,3 Hz, H-
6’) , data ini menunjukkan bahwa pada cincin B ada dua proton berorientasi
orto ditandai dengan nilai J= 8,3 Hz dan satu proton lainya berorientasi meta,
ditandai dengan adanya nilai J = 2,0 Hz.
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka pada cincin A dari senyawa
flavonoid hasil isolasi masing-masing memiliki dua proton aromatis yang
terletak pada posisi H-6 dan H-8 dengan demikian senyawa ini memiliki dua
substituen hidroksi yang berada pada posisi C-5 dan C-7. Selanjutnya untuk
cincin B dari senyawa flavonoid hasil isolasi memiliki 3 proton aromatis
yang berada pada posisi H-2’, H-5’ dan H-6’ dengan demikian senywa 3 juga
memiliki dua substituen hidroksi yang berada pada atom C-3’ dan C-4’.
Mempedomani analisis spektrum
1
H-NMR tersebut maka senyawa 3
flavonoid hasil isolasi tersebut merupakan senyawa epikatekin.

Kimia Bahan Alam 96

8.3.6. Spektroskopi HMQC (
1
H-
13
C Heteronuclear Multiple Quantum
Coherence) senyawa 3

Spektrum
1
H-
13
C - NMR HMQC dari senyawa 3 flavonoid hasil
isolasi menunjukan adanya korelasi antara proton dan karbon seperti yang
terlihat pada Gambar 41, dan data korelasi proton dan karbon senyawa 3
flavonoid hasil isolasi dapat dilihat pada Tabel 12. dibawah ini.
Tabel 12. Data korelasi proton dan karbon senyawa 3 flavonoid hasil isolasi
Posisi C Pergeseran kimia (δ, ppm) Posisi H
Pergeseran
kimia(δ, ppm)
C-2 79,3 H-2 4,87
C-3 66,8 H-3 4,20
C-4 29,6 H-4α 2,73
H-4β 2,86
C-6 95,6 H-6 6,02
C-8 96,0 H-8 5,92
C-2` 115,1 H-2’ 7,05
C-5` 115,3 H-5` 6,78
C-6` 119,2 H-6` 6,83

Kimia Bahan Alam 97


Gambar 41. Spektrum HMQC senyawa 3



Spektrum HMQC, mengidentifikasi sinyal-sinyal karbon yang
mengikat proton , sehingga data ini dapat memperkuat pola substitusi
hidroksi dari flavan. Memperhatikan spektrum HMQC dari senyawa hasil
isolasi dapat diketahui bahwa pada cincin C terdapat proton H-3 pada
pergeseran kimia δ 3,95 ppm berkorelasi dengan C-3 pada pergeseran kimia
δ 68,3 ppm, selanjutnya proton H-2 pada pergeseran kimia δ 4,57 ppm
berkorelasi dengan C-2 pada pergeseran kimia δ 82,7 ppm. Selanjutnya pada
cincin A terdapat korelasi antara H-6 pada δ 6,03 ppm dengan C-6 pada δ

Kimia Bahan Alam 98

96,1 ppm serta korelasi antara H-8 pada pergeseran kimia δ 5,88 ppm dengan
C-8 pada pergeseran kimia δ 96,0 ppm .
Pada cincin B korelasi terjadi antara H-6’ pada pergeseran kimia
6,77 ppm dengan C-6’ pada pergeseran kimia δ 115,2 ppm dan korelasi
antara H-2’ pada pergeseran kimia δ 6,81 ppm dengan C-2’ pada pergeseran
kimia δ 115,7 ppm dan korelasi antara H-5’ pada pergeseran kimia δ 6,90
dengan C-5’ pada pergeseran kimia δ 120,1 ppm.
Analisis data spektrum HMQC tersebut di atas memberikan
informasi bahwa cincin C memiliki proton pada C-2 dan C-3 dan untuk
cincin A terdapat proton pada C-6 dan C-8 serta cincin B terdapat proton
pada C-2’, C-5’ dan C-6’. Dengan mempedomani data spektrum HMQC
tersebut, mendukung usulan bahwa senyawa 3 hasil isolasi merupakan
senyawa 5, 7, 3’, 4’ – tetrahidroksiflavan - 3β –ol yang dikenal dengan nama
epikatekin.

8.3.7. Spektroskopi COSY (
1
H-
1
H Homonuclear Correlated
Spectroscopy)senyawa 3

Spektrum COSY pada daerah pergeseran 3,1 - 5,5 ppm dari senyawa
3 hasil isolasi ditunjukan pada Gambar 42 di bawah ini.

Kimia Bahan Alam 99



Gambar 42. Spektrum
1
H-
1
H COSY (2,3-4,4) senyawa 3


Spektrum COSY pada daerah pergeseran kimia 2,3-4,4 ppm dari
senyawa 3 hasil isolasi adanya korelasi antara proton H-4a dengan H-4b dan
korelasi juga terjadi antara H-4a dan H-4b dengan H-3. Selanjutnya proton
H-3 berkorelasi dengan proton H-3 hal ini menjelaskan bahwa proton H-4a
dan H-4b berdekatan dengan H-3. Spektrum
1
H-
1
H COSY pada pergeseran
5,6-7,2 ppm dari senyawa 3 hasil isolasi ditunjukan pada Gambar 43 dibawah
ini.

Kimia Bahan Alam 100


Gambar 43. Spektrum
1
H-
1
H COSY pada pergeseran 5,6-7,2 ppm senyawa 3


Spektrum COSY pada daerah pergeseran kimia 5,6 - 7,2 ppm dari
senyawa 3 hasil isolasi memperlihatkan korelasi yang terjadi pada cincin
aromatis. Dari spektrum di atas menunjukkan adanya korelasi antara proton
H-6 dengan H-8 pada cincin A, sedangkan pada cincin B terjadi dua korelasi
yaitu antara proton H-5` dengan H-6`, hal ini menunjukan bahwa H-5` dan
H-6` berdekatan dan korelasi jauh antara H-2` dan H-6`. Berdasarkan analisis
COSY menunjukan bahwa senyawa 3 tersebut merupakan epikatekin.

Kimia Bahan Alam 101

8.3.8. Spektroskopi HMBC (
1
H-
13
C Heteronuclear Multiple Bond
Connectivity) senyawa 3
Spektrum HMBC senyawa 3 flavonoid hasil isolasi dengan
pergeseran kimia δ 0.0- 7,0 ppm dapat dilihat pada Gambar 44 di bawah ini.

Gambar 44. Spektrum HMBC senyawa 3

Spektrum HMBC memberikan informasi tentang letak proton
terhadap karbon mempelajari korelasi yang terjadi sepanjang dua atau tiga

Kimia Bahan Alam 102

ikatan antara proton dan karbon sehingga dapat diketahui pola substitusi
struktur flavonoid hasil isolasi. Spektrum yang ditampilkan pada gambar
diatas menunjukkan terdapat korelasi antara proton H-2 dengan C- 1`, C-4
dan C-2`, sementara proton H-4α dan H-4β berkorelasi dengan C-4a, C-3, C-
2 dan C-4`. Selanjutnya proton H-6 berkorelasi dengan C-4a, C-5 dan C-8.
Pada cincin yang sama juga terjadi korelasi pada proton H-8 dengan C-7 dan
C-8a. Pada proton H-1` terjadi korelasi dengan C-2, C-3`dan C-6`.
Selanjutnya proton korelasi juga terjadi pada proton H-5` dengan C-1` dan
korelasi proton H-6` dengan H-2 dan H-2`.
Berdasarkan analisis tersebut di atas spektrum HMBC mendukung
bahwa senyawa hasil isolasi merupakan epikatekin. Selanjutnya untuk
mendukung analisis spektroskopi terhadap senyawa hasil isolasi di atas dan
senyawa ini merupakan senyawa yang udah dikenal, maka dilakukan
pembandingan spektrum
13
C-NMR dan
1
H-NMR dengan senyawa epikatekin
yang dilaporkan oleh Muharni (2009) seperti terlihat pada Tabel 13 berikut
ini.

Kimia Bahan Alam 103

Tabel 13. Perbandingan data
13
C-NMR dan
1
H-NMR senyawa 3 hasil isolasi
dengan epikatekin
C
13
C-NMR (ppm)
H
1
H-NMR (ppm)
Senyawa 3 epikatekin Senyawa 3 Epikatekin
2 79,3 80,0 2 4,87 4,82
3 66,8 67,6 3 4,20 4,18
4 29,6 29,4 4α 2,73 2,74
4β 2,86 2,85
4a 99,6 100,0
5 157,0 157,5
6 95,6 95,6 6 6,02 5,94
7 157,4 157,8
8 96,0 96,4 8 5,92 5,91
8a 157,5 158,1
1` 132,1 132,4
2` 115,1 115,4 2` 7,05 6,97
3` 145,6 146,1
4` 145,7 145,9
5` 115,3 116,0 5` 6,78 6,75
6` 119,2 119,5 6` 6,83 6,78


Dari Tabel 13 di atas diketahui bahwa spektrum
13
C-NMR dan
1
H-
NMR senyawa 3 hasil isolasi identik dengan senyawa epikatekin seperti yang
dilaporkan oleh muharni (2009). Dengan demikian data tersebut mendukung

Kimia Bahan Alam 104

pengusulan senyawa 3 hasil isolasi merupakan senyawa flavonoid dengan
nama epikatekin






Epikatekin











O
OH
OH
OH
HO
OH
H
H
H
H
H
H
H
H
H

Kimia Bahan Alam 105

IX. Senyawa metabolit sekunder dari Garcinia cymosa

Berdasarkan data yang diperoleh (melewati tahapan taksonomi,
ekstraksi, fraksinasi, pemisahan dan pemurnian) maka telah diisolasi dan
dielusidasi struktur senyawa metabolit sekunder dari kulit batang Gacinia
cymosa. Senyawa-senyawa metabolit sekunder tersebut yaitu:





β-manggostin






Epikatekin


α-manggostin O
O OH
OCH
3
H
3
CO
HO O
OH
OH
OH
HO
OH
H
H
H
H
H
H
H
H
H O
O OH
OH
H
3
CO
HO

Kimia Bahan Alam 106

DAFTAR PUSTAKA


Ainiyah, Nurul dan Ersam, Taslim. Tiga Turunan Santon Dari Kulit Batang
Mundu Garcinia Dulcis (Roxb). Kurz. Sebagai Antioksidan.
Seminar NasionalKimia VIII. 2006.

a
Muharni; Supriyatna; Bahti, Husein H; dan Dachariyanus. Aktivitas
Antioksidan Senyawa Fenol dari Manggis Hutan (Garcinia bancana
Miq.). Jurnal Penelitian Sains. 2009. 12(3C). 12307(1-3)

b
Muharni; Supriyatna; Bahti, Husein H; dan Dachariyanus. Tetraoksigenasi
Santon dari Kulit Batang Garcinia nigrolineata. Jurnal Ilmu Dasar.
2009. 10(1). 18-21

Chan, G. 6-[(E)-3,7-Dimethylocta-2,6-dienyl]-5,7- dihydroxy-8-(2-
methylbutanoyl)-4-phenyl-2H-chromen-2-one from Mesua kunstleri
King (Kosterm). organic compounds Acta Crystallographica Section E
Structure Reports Online ISSN 1600-5368. University of Malaya:
Malaysia. 2009.

Chaverri, Jose Pedraza; Rodriquez, Noemí Cardenas; Ibarra, Marisol Orozco;
Rojas, Jazmin M. Perez. Medicinal properties of mangosteen
(Garcinia mangostana). Review. Food and Chemical Toxicology.
Elsevier. 2008. 46. 3227–3239

Chen, Lih-Geeng; Yang, Ling-Ling; Wang, Ching-Chiung. Anti-
inflammatory activity of mangostins from Garcinia mangostana.
Sciencedirect. Food and Chemical Toxicology. 2007. 1-6

Chen, Yu; Fan, Hua; Yang, Guang-zhong, Jiang, Yan; Zhong, Fang-fang dan
He, Hong-wu. Prenylated Xanthones from the Bark of Garcinia
xanthochymus and Their 1,1-Diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH)
Radical Scavenging Activities. Molecules. 2010, 15, 7438-7449

Chumaidah, N.F dan Ersam, T. Isolasi dan Senyawa Kumarin dari Fraksi
Polar pada Ekstrak Etil Asetat Garcinia balica Miq. (Mundu Alas).
ITS. Surabaya. 2006.

Kimia Bahan Alam 107

Dinas Pertanian. Bidang Pendayagunaan dan Pemasyarakatan Ilmu
Pengetahuan dan Teknologi Manggis. Ristek. Jakarta. 2010.

Ee, G.C.L; S.H. Ng; Goh, J.K; Sukari, M.A. dan Rahmani, M. Chemical
Constituents of Garcinia parvifolia (Guttiferae). Malaysian Journal of
Science. 2009. 28 (1). 105-110

Elfita, Dachriyanus, Supriyatna dan Bahti, Husein H. Studi Hubungan
Struktur dan Aktivitas Senyawa Antioksidan dari Kulit Batang Kandis
Gajah (Garcinia griffithii T. Anders). 2011. 9(1). 35-39.

Elya, Berna; Hanafi, Muhammad; Mustika, Ika; dan Rahmawati, Santi.
Xanton Dari Kulit Batang Garcinia nervosa Miq. Jurnal Bahan Alam
Indonesia. 2007. 6(2), 1-3.

Ersam, T. 2005. “Pemberdayaan Keanekaragaman Hayati Hutan Tropika :
Fenolat Terprenilasi dari Artocarpus dan Garcinia (Nangka dan
Manggis)”, Prosiding Seminar Nasional Kimia, Universitas Negeri
Surabaya. Surabaya, hal. 22-23

Hartati, S dan Ersam, T. Dua senyawa 4-fenilkumarin pada fraksi nonpolar
dari ekstrak etil asetat batang Garcinia Balica Miq. (Mundu Alas).
ITS. Surabaya. 2006.

Hartati,Sri; Kosela, Soleh; Harrison, Leslie, J. A New Pyrano Xanthone from
the Stem Barks of Garcinia tetrandra Pierre. Journal of Biological
Sciences. 2008. 8(1). 137-142

Indarti, Reni. Santon Dan Biflavonoid Dari Kulit Kayu Batang Garcinia
Xanthochymus (Asam Kandis) Dan Aktivitas Antimalaria. Tesis.
2009.

Ito, C., Itoigawa, M., Takakura, T., Ruangrungsi, N., Enjo, F.,Tokuda, H.,
Nishino, H., and Furukawa, H. 2003. “ Chemical Constituens of
Garcinia fusca : Structure Elucidation of Eight New Xanthonesd
and Chemopreventive Activity. Journal of Natural Products 66:
200-205.

Lanang, A.M., Komguem, J., Ngninzeko, F.N., Tangmouo, J.G., Lontsi, D.,
Ajaz, A., Choudhary, M.I., Ranjit, R., Devkota, K.P., Sodengam, B.L.

Kimia Bahan Alam 108

(2005). Bangang xanthone A and B, two xanthones from the Stem bark
of Garcinia poliantha Oliv., Phytochemistry, 66, 2351-2355

Lannang, A.M dkk. 2005. Bangang xanthone A and B, two xanthones from
the Stem bark of Garcinia polyantha Oliv. Phytochemistry. 2005. 66.
2351-2355.

Lukis, Prima Agusti dan Ersam, Taslim. Dua Senyawa Mangostin dari
Ekstrak n-heksana pada Kayu Akar Manggis (Garcinia mangostana,
linn.) Asal kab. Nganjuk, jawa timur. ITS. 2010. 1-10

Mansyah, E. Analisis variabilitas genetik manggis (Garcinia Mangostana L)
di jawa dan Sumatera Barat Menggunakan teknik RAPD. UNPAD.
Bandung. 2007.

Mitchell, T.N., dan Costisella, B. 2007. NMR From Spectra to Structures, an
Experimental Approach. 2nd edition. Springer-Verlag Berlin
Heidelberg. Germany.

Mudjirahmini. D dan Ersam T. 4-Fenilkumarin pada Fraksi Polar Ekstrak
Etil Asetat dari Batang Garcinia Balica Miq. ITS. Surabaya. 2006.

Pavia, D.L., Lampman, G.M., Kriz, G.S., dan Vyvyan, J.R. 2009.
Introduction to Spectroscopy. Sauders College. Philadelphia.

Purwaningsih, Yulia dan Taslim, Ersam. Senyawa Santon Sebagai
Antioksidan dari Kayu Batang Garcinia tetranda Pierre. Akta
Kimindo. 2007. 2(2). 103 – 108

Rashamuse, T. J. Studies Towards The Synthesis of Novel, Coumarin-based
HIV-1 Protease Inhibitors. Department of chemistry Rhodes
University. Grahamstown. 2008.

Santoni, Adlis. 2009. Elusidasi Struktur Flavonoid Triterpenoid Dari Kulit
Batang Surian (Toona sinensis) Dan Identitikasi Minyak Atsiri Daun
Surian Serta Uji Aktiivitas Insektisida. Disertasi. Program
Pascasarjana Universitas Andalas. Padang

Sitorus, M. 2009. Spektroskopi Elusidasi Struktur Molekul Organik. Graha
Ilmu. Yogyakarta.

Kimia Bahan Alam 109

Sukamat., Ersam,Taslim. 2006. Dua Senyawa Santon dari Kayu Batang
Mundu Garcinia Dulcis Sebagai Antioksidan. Seminar Nasional
Kimia VIII

Supratman, U. 2010. Elusidasi Struktur Senyawa Organik. Widya
Padjadjaran. Bandung.

Kimia Bahan Alam 110

Biografi Singkat Penulis

Antoni Pardede, Ph.D
Lulus S-1 di Program Studi Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Bengkulu pada tahun 2010,
melanjutkan studi S-2 Kimia di Universitas Andalas, Padang,
Sumatera Barat dan lulus pada tahun 2012. Melalui Program
Beasiswa Monbukagakusho (MEXT) Jepang, mengikuti Non-Degree
Research Student di Jurusan Kimia dan Ilmu Biomolekular
Universitas Gifu, Jepang (Oktober 2014 - Maret 2015). Pada April
2015 sebagai mahasiswa Program Doktor (S-3) Jurusan Kimia dan
Ilmu Biomolekular di Universitas Gifu Jepang, mendapatkan gelar
Ph.D pada 25 Maret 2018. S-1, S-2 dan S-3 mengambil bidang
keahlian dan penelitian Kimia Bahan Alam.


Dr. Yuliar, S.Pd., M.Si
Lulus D-3 di ATIP Padang pada tahun 1981 dan menyandang gelar
sarjana muda (B.Sc) di bidang ilmu kimia. Selanjutnya
Mendapatkan gelar S.Pd di Universitas Negeri Padang pada tahun
1996. Di Universitas Negeri Padang juga menyelesaikan Pendidikan
pascasarjana (M.Si) pada tahun 2007. Beasiswa Pascasarjana
(BPPs) DIKTI mengantarkan pada jenjang akademik S-3 (Dr) di
bidang Ilmu Kimia di Universitas Andalas, Padang, Sumatera Barat,
dengan bidang keahlian Kimia Bahan Alam. Saat ini mengabdikan
diri sebagai Tenaga Pendidik di Program Studi Kimia Universitas
Negeri Padang (UNP).


Rizaldi, S.Si., M.Si
Lulus S-1 (S.Si) tahun 2006 di program studi Kimia, FMIPA
Universitas Negeri Padang (UNP). Melanjutkan pendidikan
pascasarjana S-2 di Program Studi Kimia Universitas Andalas
Padang, Sumatera Barat dan menyandang gelar (M.Si) Pada Tahun
2012. Keahlian/pemusatan dan Penelitian S-1 dan S-2 adalah Kimia
Bahan Alam. Eksplorasi senyawa metabolit sekunder dari Garcinia
cymosa merupakan proyek penelitian bersama dengan Antoni
Pardede, Ph.D dan Dr. Yuliar, S.Pd., M.Si serta menjadi karya terbaik
dan terakhirnya. Semoga buku ini bermanfaat bagi sesama
dipergunakan sebagai rujukan untuk penelitian kimia bahan alam.

Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)