Sulton Nur Falaq Marjuki, Muhammad Izzul Haq, Zakiya Qothrun Nada, Muhammad Yusron
Maulana El-Yunusi
32 | E-ISSN : 2548-6896, P-ISSN : 2597-4858 Dinamika Vol. 9, No. 1, Juni 2024
Konsep Epistemologi Bayani, Irfani dan Burhani dalam
Filsafat Pendidikan Islam


Sulton Nur Falaq Marjuki
1
, Muhammad Izul Haq
2
, Zakiya Qothrun Nada
3*
,
Muhammad Yusron Maulana El-Yunusi
4

1,2,3,4Universitas Sunan Giri Surabaya
*E-mail ; [email protected]


Abstract
Bayani's epistemological concept also emphasizes understanding texts and traditions, with the
Koran and hadith as the main sources of knowledge. Irfani focuses on discovering the mystical
aspects of knowledge and personal experience, while Burhani emphasizes rationality and logical
reasoning, providing inspiration for the concept of this type of Islamic education, while Bayani
and Irfani into the overall process and approach. Burhani elements examine This integration
provides students with the benefit of a comprehensive and in-depth understanding of Islam while
fostering the development of critical and analytical thinking skills. The importance of these
concepts is that Islamic education requires a holistic approach that includes elements of Bayani,
Irfani and Burhani in the learning process. This integration allows students to simultaneously
gain a comprehensive and in-depth understanding of Islam and foster the development of critical
and analytical thinking skills. This article makes an important contribution to understanding the
theory and practice of Islamic education through the study of fundamental epistemological
concepts. The practical implications of this research will help develop more effective curricula and
teaching methods in the context of Islamic education.

Keywords: Education, Epistemologi, Islam

Abstrak
Konsep epistemologis Bayani juga menekankan pada pemahaman teks dan tradisi,
dengan al-Qur'an dan hadis sebagai sumber utama ilmu pengetahuan. Irfani berfokus
pada penemuan aspek mistik pengetahuan dan pengalaman pribadi, sedangkan
Burhani menekankan pada rasionalitas dan penalaran logis, memberikan inspirasi bagi
konsep pendidikan Islam jenis ini, sedangkan Bayani dan Irfani ke dalam keseluruhan
proses dan pendekatan. unsur Burhani memeriksa Integrasi ini memberikan siswa
manfaat pemahaman Islam yang komprehensif dan mendalam sekaligus
menumbuhkan pengembangan keterampilan berpikir kritis dan analitis. Pentingnya
konsep-konsep tersebut Pendidikan Islam memerlukan pendekatan holistik yang
memasukkan unsur Bayani, Irfani dan Burhani dalam proses pembelajaran. Integrasi ini
memungkinkan siswa secara bersamaan memperoleh pemahaman Islam yang
komprehensif dan mendalam serta menumbuhkan pengembangan kemampuan
berpikir kritis dan analitis.Artikel ini memberikan kontribusi penting dalam memahami
teori dan praktik pendidikan Islam melalui kajian konsep-konsep epistemologis
mendasar. Implikasi praktis dari penelitian ini akan membantu mengembangkan
kurikulum dan metode pengajaran yang lebih efektif dalam konteks pendidikan Islam.

Kata Kunci: Pendidikan, Epistemologi, Islam

Epistemologi Filsafat Pendidikan
E-ISSN : 2548-6896, P-ISSN : 2597-4858 Dinamika Vol. 9, No. 1, Juni 2024 | 33

Pendahuluan
Salah satu pemikir Islam kontemporer, Mohammad Abid al-Jabri, mencoba
mendefinisikan struktur epistemologis kajian Islam sebagai epistemologi Bayani,
Burhani, dan Irfani. Cara berpikir tekstual Bayani mengungguli kedua cara berpikir
lainnya dan merupakan arus utama pemikiran Islam. Akibatnya, model ideologi Islam
menjadi semakin kaku. Otoritas tekstual dan otoritas Salafi yang dibakukan menurut
prinsip metodologi hukum Islam klasik, lebih unggul dibandingkan sumber otoritas
keilmuan lain seperti ilmu pengetahuan alam (kawniyah), akal (aqliyah), dan intuisi
(wijdaniyah). Dominasi psikologi tekstual bayani-ijtihādiyyah mengakibatkan
epistemologi keagamaan Islam kurang memperhatikan persoalan keagamaan dalam
konteks bahtsiyyah.
1
Topik yang dikaji dalam konsep epistemologis meliputi gagasan tentang asal
usul pengetahuan: dari mana asalnya dan bagaimana cara memperolehnya: dari pikiran
(rasionalisme), atau dari pengalaman indrawi (imperialisme), atau dari pikiran
(idealisme), atau dari Tuhan ( seminar )). Pertimbangkan juga nilai pengetahuan
manusia, sejauh mana kebenaran kita. Filsafat pendidikan Islam merupakan ekspresi
epistemologi. Berdasarkan uraian tersebut, maka tujuan penelitian penelitian ini adalah
untuk mengkaji konsep-konsep epistemologis, termasuk mengkaji dari mana dan
bagaimana pengetahuan berasal; baik dari pikiran (rasionalisme), dari pengalaman
indrawi (imperialisme), maupun dari gagasan. (idealisme), atau Tuhan (teisme).
Pertimbangkan juga nilai pengetahuan manusia dan ruang lingkup kebenaran. Filsafat
pendidikan Islam mewujudkan epistemologi. Berdasarkan uraian tersebut, maka tujuan
penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan “Konsep Epistemologis Bayani, Irfani dan
Burhani dalam Filsafat Pendidikan Islam” dengan topik sebagai berikut: Tinjauan
Penelitian Filsafat Pendidikan Islam yang mencakup pemahaman epistemologis Filsafat
Islam Pendidikan. mendidik. Konsep Bayani, Irfani dan Burhani. Epistemologi adalah
upaya menempatkan sesuatu pada tempatnya, atau upaya intelektual untuk
menentukan apa yang nyata dan apa yang tidak nyata serta menempatkan pengetahuan
pada tempatnya. Epistemologi pada hakikatnya membahas tentang pengetahuan, apa

1
Musliadi Musliadi, ‘Epistemologi Keilmuan Dalam Islam: Kajian Terhadap Pemikiran M. Amin
Abdullah’, Jurnal Ilmiah Islam Futura, 13.2 (2014), 160 <https://doi.org/10.22373/jiif.v13i2.69>.

Sulton Nur Falaq Marjuki, Muhammad Izzul Haq, Zakiya Qothrun Nada, Muhammad Yusron
Maulana El-Yunusi
34 | E-ISSN : 2548-6896, P-ISSN : 2597-4858 Dinamika Vol. 9, No. 1, Juni 2024
itu pengetahuan, dan bagaimana cara memperolehnya. Epistemologi adalah suatu
disiplin filsafat yang secara khusus berupaya memperoleh pengetahuan tentang
pengetahuan. Epistemologi antara lain diperlukan dalam pendidikan dan menyangkut
persiapan dasar mata kuliah. Pengetahuan apa yang dibutuhkan tentang bagaimana
membangun paradigma pendidikan Islam yang sesuai dengan Al-Quran dan Hadits.
Berdasarkan kerangka filsafat pendidikan Islam, diharapkan potensi intelektual dan
spiritual masyarakat dapat dikembangkan dengan baik sehingga tercipta pahlawan
super yang memiliki kecerdasan intelektual dan emosional. Epistemologi Filsafat
Pendidikan Islam untuk memperoleh pengetahuan tentang Pen didikan Islam.
Pertanyaan artikel ini adalah: 1) Apa konsep epistemologi dalam filsafat ilmu
pendidikan? 2) Apa makna konsep epistemologis Bayani, Irfani dan Burhani?

Metode
Penelitian ini termasuk dalam penelitian bagian perpustakaan penelitian dan hasil
penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan berbagai bentuk informasi baik berupa
majalah maupun buku. Objek kajiannya adalah konsep epistemologis Bayani, Irfani dan
Burhani. Di sinilah analisis berperan sebagai wujud pemahaman filsafat pendidikan
Islam, khususnya mengkaji data, menelaah data, menyajikan dan mensintesis apa yang
telah dipelajari dari berbagai sumber, jurnal atau buku yang ada.

Hasil dan Pembahasan
A. Konsep Epistemologi dalam Filsafat Pendidikan Islam
1. Pengertian Konsep Epistemologi
Secara linguistik, epistemologi berasal dari bahasa Yunani epistemè yang berarti
“pengetahuan” dan logos yang berarti “ilmu”. Secara terminologi, epistemologi adalah
ilmu yang mempelajari sumber, metode, struktur pengetahuan dan benar atau
tidaknya.
2
Sejarah perkembangan epistemologi sejalan dengan sejarah perolehan
pengetahuan manusia. Menurut pengalaman manusia, pengetahuan dibedakan menjadi
dua kategori, yaitu: pengetahuan spontan dan pengetahuan reflektif sistematis.
Menelusuri lintasan perkembangan epistemologi, mulai dari peradaban Yunani kuno

2
Dewi Rokhmah, ‘ILMU DALAM TINJAUAN FILSAFAT  ’:, 7 (2021).

Epistemologi Filsafat Pendidikan
E-ISSN : 2548-6896, P-ISSN : 2597-4858 Dinamika Vol. 9, No. 1, Juni 2024 | 35
hingga peradaban Eropa dan Amerika saat ini, semuanya tidak dapat dipisahkan dari
pemikiran manusia. Epistemologi Perkembangan hubungan dialektis antara model
absolutis dan relativistik. Masyarakat semakin menyadari bahwa pengetahuan adalah
pengetahuan manusia. Bukan berarti akal atau nalar mengetahui hal ini, namun
manusia mengetahui hal tersebut. Kebenaran dan kepastian senantiasa merupakan
kebenaran dan kepastian hidup dan keberadaan manusia. Kebenaran dan kepastian
tidak dapat dipisahkan dari kehidupan dan keberadaan manusia. Kebenaran dan
kepastian selalu relevan dengan masyarakat dan sejarah manusia.
3
Epistemologi adalah cara mengakses pengetahuan, sumber dan ruang
lingkupnya. Orang-orang dengan keadaan, kebutuhan, dan minat yang berbeda pasti
menghadapi pertanyaan seperti “Dari mana saya berasal?”” Bagaimana proses kreatif
alami terjadi? Apa sifat manusia? Apa standar kebaikan dan kejahatan dalam sifat
manusia? Apa yang membuat jiwa manusia sempurna? Di manakah pemerintahan yang
benar-benar adil? Mengapa keadilan itu baik? Berapa titik didih air? Apakah bumi
berputar mengelilingi matahari atau sebaliknya? dan masalah lainnya. Sifat manusia
dan rasa ingin tahu yang kuat memaksa mereka untuk mencari jawaban dan solusi atas
permasalahan yang mereka hadapi. Pada dasarnya, orang ingin memahami kenyataan
dan mencoba memahami hal-hal yang tidak mereka ketahui.
4
Epistemologi berasal dari kata Yunani yang menggabungkan “episteme”
(pengetahuan) dan “Logos” (ilmu). Secara terminologi, epistemologi adalah ilmu yang
mempelajari asal usul, metode, dan struktur pengetahuan. Sejarah perkembangan
epistemologi erat kaitannya dengan sejarah perolehan pengetahuan manusia.Perolehan
pengetahuan dibedakan menjadi pengetahuan spontan dan pengetahuan reflektif
sistematis. Perkembangan epistemologi melibatkan dialektika antara paradigma absolut
dan paradigma relatif. Pengetahuan dianggap sebagai hasil pemikiran manusia dan
kebenaran yang berkaitan dengan masyarakat dan sejarah manusia. Epistemologi
mengeksplorasi cara-cara di mana pengetahuan diperoleh, asal-usulnya, dan ruang
lingkupnya, serta berkaitan dengan pertanyaan-pertanyaan filosofis seperti asal-usul,

3
Andi Fitriani Djollong, ‘Epistemologi Filsafat Pendidikan Islam’, Istiqra` : Jurnal Pendidikan Dan
Pemikiran Islam, 3.1 (2015), 8–17 <http://jurnal.umpar.ac.id/index.php/istiqra/article/view/240>.
4
Fatkhul Mubin, ‘Filsafat Modern: Aspek Ontologis, Epistemologis, Dan Aksiologis’, Mengenal Filsafat
Pendidikan, 2020, 1–28 <[email protected]>.

Sulton Nur Falaq Marjuki, Muhammad Izzul Haq, Zakiya Qothrun Nada, Muhammad Yusron
Maulana El-Yunusi
36 | E-ISSN : 2548-6896, P-ISSN : 2597-4858 Dinamika Vol. 9, No. 1, Juni 2024
sifat manusia, dan keadilan. Rasa ingin tahu manusia mendorong manusia untuk
mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut.

2. Pengertian Filsafat Pendidikan Islam
Filsafat Yunani terdiri dari dua kata: philein dan shophos. Shophos artinya
kebijaksanaan, dan Philein artinya cinta. Oleh karena itu, pengertian filsafat adalah
proses berpikir yang bebas, logis, dan tidak bergantung pada tradisi budaya. Temukan
akar masalahnya dengan berpikir secara mendalam. Sedangkan pendidikan Islam
adalah suatu bidang studi yang mencari dan memanfaatkan pelajaran yang bersumber
dari Hadits dan Al-Quran. Implikasinya kemudian, filsafat pendidikan Islam
merupakan respon terhadap penyelenggaraan pendidikan Islam yang bersumber dari
nilai-nilai dan gagasan-gagasan filosofis. Atau sekadar teori dan praktik berpikir.
5
Menurut perspektif Islam, sains mencakup lebih dari sekedar eksperimen. Lebih
lanjut, ada tiga aspek yang termasuk dalam definisi Islam tentang ilmu. Yang pertama
adalah metafisika yang diwahyukan dalam kitab Wahyu, yang mengungkap realitas
besar dan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan kuno tentang di mana, di
mana, dan bagaimana. Dengan memberikan jawaban -jawaban ini, manusia akan
mampu memahami Tuhannya dan landasan yang mendasarinya.Yang kedua adalah
komponen humaniora dan penelitian terkait, yang mencakup topik-topik seperti studi
tentang keberadaan manusia dan kaitannya dengan ruang, waktu, psikologi, sosiologi,
ekonomi, dan bidang terkait lainnya. Ketiga adalah sisi material, yang terdiri dari sains
berdasarkan eksperimen dan observasi, seperti uji laboratorium, dan studi tentang alam
yang dimaksudkan untuk konsumsi manusia. Oleh karena itu, epistemologi Islam tidak
hanya bersifat teosentris—berfokus pada Tuhan sebagai sumber ilmu pengetahuan—
tetapi juga antroposentris—berfokus pada manusia sebagai makhluk otonom yang
menjadi subjek kebenaran.
6
Sains tidak terbatas pada domain eksperimental, menurut pemikiran Islam.
Lebih lanjut, ada tiga aspek yang termasuk dalam definisi Islam tentang ilmu. Pertama,
metafisika yang diwahyukan dalam kitab Wahyu memperjelas realitas tertinggi dan

5
Muhammad Yusron Maulana El-Yunusi, Cholifatul Azizah, and Sayyid Qutub Nabillah, ‘Kurikulum
Dan Problematika Pendidikan Dalam Perspektif Filsafat Pendidikan Islam’, Masaliq, 3.3 (2023), 370–83
<https://doi.org/10.58578/masaliq.v3i3.897>.
6
Toto Suharto, Filsafat Pendidikan Islam, Cetakan 1 (Yogyakarta, 2014).

Epistemologi Filsafat Pendidikan
E-ISSN : 2548-6896, P-ISSN : 2597-4858 Dinamika Vol. 9, No. 1, Juni 2024 | 37
memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan kuno tentang di mana, dari mana,
dan bagaimana. Dengan memberikan jawaban-jawaban ini, manusia akan mampu
memahami Tuhan dan mengetahui landasan pendirian mereka. Kedua, komponen
humaniora dan penelitian terkait, yang mencakup topik-topik seperti psikologi,
sosiologi, ekonomi, serta dimensi ruang dan waktu dalam kaitannya dengan kehidupan
manusia. Ketiga, aspek material, yaitu ilmu yang didasarkan pada eksperimen dan
observasi, seperti pengujian laboratorium, dan studi tentang alam yang dimaksudkan
untuk digunakan manusia. Akibatnya, epistemologi Islam tidak demikian.
Oleh karena itu, Filsafat pendidikan Islam adalah aliran pemikiran yang
didasarkan pada sejumlah teori dan konsep yang berkaitan dengan pendidikan Islam
dan prinsip-prinsip ajaran Islam. Absennya prinsip tauhid membedakan filsafat
pendidikan Islam dengan filsafat pendidikan populer. Akhlak yang luhur, keyakinan
bahwa alam semesta merupakan tanda atau ayat Allah SWT dan Yang Maha Besar, serta
pemahaman bahwa umat manusia lebih dari sekedar jasad dan ruhnya merupakan
contoh betapa akhlak melampaui perbedaan. Segalanya bisa diterapkan pada
masyarakat. Perspektif rasional dan tradisional juga berlaku pada kebenaran mutlak
nilai-nilai Tuhan dan ajaran Islam lainnya.
7
Istilah Yunani filsafat, yang berarti “cinta” dan “shophos,” mengacu pada cara
berpikir logis yang tidak dibatasi oleh norma-norma budaya. Filsafat pendidikan Islam
bertujuan untuk mengamalkan ajaran Al-Qur'an dan Hadits dan didasarkan pada
gagasan dan teori pendidikan Islam. Filsafat pendidikan Islam lebih menekankan pada
kebenaran mutlak tauhid, moralitas, hakikat manusia, kosmologi, dan nilai-nilai Tuhan
dibandingkan filsafat pendidikan pada umumnya. Menggunakan pendekatan rasional
dan tradisional untuk memahami ajaran Islam dan menerapkan nilai-nilainya dalam
masyarakat.

3. Konsep Epistemologi dalam Pendidikan Filsafat Islam
Suatu konsep epistemologis yang mengkaji apakah suatu pengetahuan itu benar
atau tidak. Dalam penelitiannya, epistemologi bertujuan untuk membahas kebenaran

7
Asrori Rusman, Penulis : Asrori, 2020.

Sulton Nur Falaq Marjuki, Muhammad Izzul Haq, Zakiya Qothrun Nada, Muhammad Yusron
Maulana El-Yunusi
38 | E-ISSN : 2548-6896, P-ISSN : 2597-4858 Dinamika Vol. 9, No. 1, Juni 2024
ilmu pengetahuan dan menyelidiki apakah ilmu tersebut dapat digunakan dalam
kehidupan.
8
Epistemologi Akar dan awal mula filsafat pendidikan Islam ditelusuri dalam
karya ini. Secara spesifik, teori-teori pendidikan Islam yang berlandaskan pada sila-sila
ajaran Islam, dan beragam konsep agama menjadi landasan filsafat pendidikan Islam.
Absennya prinsip tauhid membedakan filsafat pendidikan Islam dengan filsafat
pendidikan populer. Mengingat alam semesta sebagai tanda atau ayat Allah SWT dan
Yang Maha Esa, akhlak yang mulia, hakikat manusia sebagai makhluk hidup yang tidak
hanya terdiri dari jiwa dan raga tetapi juga ruh, maka akhlak tidak hanya bertumpu
pada banyak perbedaan. hal-hal yang dapat diterapkan di masyarakat. Pandangan
rasional dan tradisional juga berlaku terhadap kebenaran mutlak tentang nilai-nilai
Tuhan dan ajaran Islam lainnya.
Epistemologi filsafat pendidikan Islam tidak jauh berbeda dengan epistemologi
keilmuan pada umumnya, yaitu kajian tentang asal-usul, metode, objek, dan metode
ilmu pengetahuan. Filsafat pendidikan Islam juga mempertimbangkan objek
pendidikan, metode dan sistem pengajaran, serta kredibilitas pendidikan Islam itu
sendiri. Landasan epistemologis penting dalam membangun pengetahuan karena
merupakan titik tolak. Kalau fondasinya kuat, ilmu pengetahuan akan terus
terakumulasi. Epistemologi Pendidikan Filsafat Islam merupakan filsafat tentang asal
usul pendidikan Islam dan kompleksitas pendidikan. Dari sudut pandang
epistemologis, landasan pendidikan Islam adalah menjadikan alam sebagai landasan
pengembangan dan inovasi pendidikan Islam. Karena pendidikan Islam selalu dimulai
dari sisi kemanusiaan. Tujuan filsafat pendidikan Islam adalah memperoleh ilmu
pengetahuan melalui penerapan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi SAW.
Epistemologi adalah cabang filsafat yang mempelajari kebenaran pengetahuan
dan penerapannya dalam kehidupan. Dalam konteks filsafat pendidikan Islam,
epistemologi mengkaji asal usul filsafat pendidikan Islam, dengan fokus pada nilai-nilai
Al-Qur'an dan peninggalan suci Nabi Muhammad SAW. Epistemologi pendidikan
Islam berfungsi sebagai inovator konseptual, pemecah masalah, kritikus, dan
pengembang. Melalui pendekatan ini, para pemikir dapat mengkritik, mengajukan

8
Tilsep Jasnain and others, ‘Kajian Ontologi, Epistemologi Dan Aksiologi Dalam Pendidikan Islam Di
Indonesia’, Jurnal Pendidikan Dan Keislaman, 5.1 (2022), 43–56 <http://jurnal.stit-al-
ittihadiyahlabura.ac.id/index.php/alfatih/article/view/183>.

Epistemologi Filsafat Pendidikan
E-ISSN : 2548-6896, P-ISSN : 2597-4858 Dinamika Vol. 9, No. 1, Juni 2024 | 39
solusi, menemukan ide-ide baru, dan mengembangkan ilmu pengetahuan dalam
konteks pendidikan Islam. Landasan epistemologis merupakan titik awal yang penting
dalam membangun pengetahuan. Hanya dengan dasar yang kuat Anda dapat
mengumpulkan pengetahuan. Epistemologi filsafat pendidikan Islam menitikberatkan
pada penggunaan ajaran Al-Qur'an dan Sunnah Nabi sebagai landasan pengembangan
dan inovasi pendidikan karakter Islam.
B. Pengertian Konsep Epistemologi Bayani, Irfani, Burhani dalam Filsafat Pendidikan
Islam
1. Pengertian Epistemologi Bayani
Kata "bayani" berasal dari istilah Arab Al-bayani, yang secara harfiah berarti
"sesuatu yang jauh atau terbuka". Namun jika berbicara mengenai tata nama, para ulama
berbeda pandangan dengan pendapat Al-bayan yang dikemukakan para ulama
mengenai tata nama. Misalnya saja para ulama Al-Balaghah yang mengartikan Al-baya
sebagai ilmu dengan pendekatan yang berbeda-beda atau Tasybih (kesamaan). Kinayah
dan Majaz.
9
Para ulama Kalam (teologi) berpendapat bahwa al-bayan adalah klaim yang
memperjelas hukum. Selain itu, ada pula yang menyatakan bahwa al-bayan merupakan
ilmu yang relatif baru yang mempunyai kekuatan untuk memperjelas atau memperjelas
hal-hal yang belum jelas. Al-Jahiz menjelaskan bahwa wa al-Tabyin dalam al-Bayan
konon diberikan oleh alJabir sebagai nama Bayani jamiand#039; (umum) untuk semua
konsep makna (makna). Syafi'i menganggap bayan adalah nama generik yang terdiri
atas ashl (mata pelajaran) dan furu' (cabang).
10
Bayani, di sisi lain, adalah cara berpikir khas Arab dalam epistemologi Islam yang
secara langsung atau tidak langsung menyoroti otoritas teks (nas) dan menyelidiki
penalaran linguistik melalui inferensi untuk mendukungnya. Hasilnya, pendekatan
Bayani Direct merupakan cara menafsirkan teks sebagai pengetahuan dan langsung
menerapkannya tanpa memikirkannya. Namun Bayani juga menyarankan membaca
teks sebagai informasi yang belum diolah yang perlu dipahami dan dinalar secara

9
Muhammad Syarif, ‘Pendekatan Bayani, Burhani Dan Irfani Dalam Pengembangan Hukum Islam’,
Jurnal Al-Mizan, 9.2 (2022), 169–87
<https://ejournal.iaialaziziyah.ac.id/index.php/jiam/article/view/430%0Ahttps://ejournal.iaialaziziyah.ac.i
d/index.php/jiam/article/download/430/473>.
10
Dayan Fithoroini, ‘Epistemologi Bayani Dalam Kajian Ushul Fiqh’, Opinia De Journal, 2.2 (2022), 1–
17

Sulton Nur Falaq Marjuki, Muhammad Izzul Haq, Zakiya Qothrun Nada, Muhammad Yusron
Maulana El-Yunusi
40 | E-ISSN : 2548-6896, P-ISSN : 2597-4858 Dinamika Vol. 9, No. 1, Juni 2024
menyeluruh. Meskipun demikian, bayani merupakan corak pemikiran khas Arab dalam
epistemologi Islam. mempelajari penalaran kebahasaan melalui penalaran (istidlal)
untuk membuktikan rasionalitasnya dan secara langsung maupun tidak langsung
menekankan kewibawaan teks (nas). Oleh karena itu, metode Bayani Direct merupakan
metode menganggap teks sebagai pengetahuan dan menerapkannya secara naluriah.
Namun Bayani dengan lembut menyiratkan bahwa membaca teks sebagai data mentah
memerlukan penalaran dan interpretasi.
Dalam bahasa filosofis yang mendasarinya, metode Bayani dapat diartikan
sebagai model metodologis berpikir berbasis teks. Alkitab mempunyai wewenang
penuh untuk menentukan apa yang benar dalam situasi ini. Akal hanya berfungsi
sebagai pengelola makna-makna yang dikandungnya; epistemologi Bayani sangat
memperhatikan proses transmisi nash dari generasi ke generasi, yang melibatkan tafsir,
fiqh, ushul fiqh) dan bidang lainnya). Puncaknya dicapai ketika Syafi'i menjadi tolok
ukur metodologis dalam bidang hukum syariah. Cara berpikir yang dianjurkan Syafi’i
adalah memulai dengan teks Al-Qur’an dan mencoba memahami dalam ruang geraknya
sendiri arah rasionalitas Arab pada zaman Nabi dan para sahabat.
Contoh Bayani; Bayani berkembang paling awal dan merupakan contoh khas
budaya Arab sebelum kontak budaya berskala besar di dunia Islam. Hukum Bayani
merupakan gagasan sentral teori hukum Islam. Model ini lebih menekankan pada teks
Sunnah dan Al-Quran sebagai sumber kebenaran yang tidak berubah. Penafsiran teks
menempatkan alasan sebagai hal kedua. Kelebihan metode ini adalah lebih fokus pada
ciri-ciri sastra dan gramatika bahasa Arab. Pengetahuan Islam dikutip dalam Al-Qur'an
dan Hadits, dan kebenaran yang diwahyukan tidak perlu dipertanyakan lagi.
Tradisi Bayani menghasilkan produk intelektual linguistik dan keagamaan yang
bercirikan Penalaran agama Arab, atau al-ma`qul al-dini al-{arabi. Di antara pemikir
utama era Tadwin yang mengembangkan tradisi Bayani diduga adalah Imam Syafi'i.
Konsep ushul fiqh Imam Syafi’i yang menempatkan Sunnah pada posisi sekunder dan
berperan tahiri dalam menentukan jalan melalui pemahaman Sunnah merupakan salah
satu kontribusinya yang paling penting terhadap epistemologi Bayani. Sufi Nabi
Muhammad SAW menjadi sumber isi hadis dan erat kaitannya dengan ruang ijtihad
teks. Karena tingginya nilai teks Bayani, aktivitas intelektual selalu terbatas pada
parameter teks dan terfokus pada reproduksinya.

Epistemologi Filsafat Pendidikan
E-ISSN : 2548-6896, P-ISSN : 2597-4858 Dinamika Vol. 9, No. 1, Juni 2024 | 41
Hadis, Qiyas, dan Alquran merupakan tiga landasan epistemologi Bayani
menurut Imam Syafi'i. Kemudian prinsip lain, al-Ijma', menjadi fundamental.
Berdasarkan penelitiannya, para ulama menyimpulkan bahwa Al-Quran, Hadits,
Sunnah dan Qiyas merupakan empat sumber asumsi utama hukum Islam mengenai
tingkah laku manusia. Kedua, Sumber utama dan anggapan hukum Islam adalah Al-
Qur'an dan Sunnah; sedangkan Hadits merupakan penjelasan komprehensif dan
pelengkap Al-Qur'an.
Istilah Arab "Al-bayani" adalah asal kata "bayani", dan secara harfiah berarti
"sesuatu yang jauh atau terbuka". Dari segi terminologi, para ulama berbeda pandangan
mengenai pengertian Al-bayani, diantaranya mendefinisikannya sebagai ilmu melalui
teknik seperti Majaz, Kinayah, dan Tasybih. Dalam kerangka epistemologi Islam, Bayani
mewakili cara berpikir Arab konvensional yang menekankan otoritas teks (nas) dan
membenarkannya dengan kesimpulan (istidlal).
Metode Bayani atau Bayani Direct adalah suatu model metodologi yang
didasarkan pada pemikiran tekstual dimana Alkitab mempunyai otoritas penuh untuk
menentukan kebenaran. Akal budi adalah penjaga makna, dan memahami makna
melibatkan mempelajari hubungan antara makna dan pengucapan. Epistemologi Bayani
sangat memperhatikan proses dimana teks diturunkan dari generasi ke generasi,
khususnya di bidang tafsir, hukum Islam, dan hukum Ussuri.
Contoh Bayani adalah tradisi hukum Islam yang lebih menitikberatkan pada Akal
dan teks Al-Qur'an dan Hadits dianggap sebagai sumber kebenaran hakiki. nomor dua
dalam penafsiran teks-teks tersebut. Imam Syafi'i dianggap sebagai salah satu ahli teori
besar dalam merumuskan tradisi Bayani dan memberikan kontribusi penting dalam
merumuskan epistemologi Bayani, termasuk gagasan ushul fiqh yang menempatkan
Sunnah pada peran sekunder.
Imam Syafi'i menegaskan bahwa Al-Qur'an, Sunnah, dan al-Qiyas merupakan tiga
pilar epistemologi Bayani, dengan tambahan al-Ijma'. Ada empat sumber utama asal
usul hukum Islam: Al-Quran, Sunnah, Ajma dan Zia. Sunnah adalah interpretasi
komprehensif Al-Qur'an. Epistemologi Bayani menekankan pentingnya teks dalam
aktivitas intelektual dan orientasinya pada reproduksi teks.

2. Pengertian Epistemologi Burhani

Sulton Nur Falaq Marjuki, Muhammad Izzul Haq, Zakiya Qothrun Nada, Muhammad Yusron
Maulana El-Yunusi
42 | E-ISSN : 2548-6896, P-ISSN : 2597-4858 Dinamika Vol. 9, No. 1, Juni 2024
Bahasa Arab adalah bahasa Burhani dan secara harafiah berarti bersih. Ulama
Ushir berpendapat bahwa Burhan adalah orang yang membedakan benar dan salah,
benar dan salah, melalui penjelasan. Burhani sangat menekankan pada realisasi potensi
yang melekat pada Masyarakat melalui naluri, perasaan, eksperimen, dan
konseptualisasi.
Oleh karena itu, Epistemologi Burhannis berpendapat bahwa akal adalah sumber
segala pengetahuan. Epistemologi ini berpendapat bahwa akal mampu mencari
pengetahuan; misalnya dapat membedakan yang baik dan yang jahat (tansin dan tobi)
dalam konteks agama. Aliran rasionalis seperti Mutazilah dan ulama moderat
menggunakan epistemologi Burhani ini secara luas dalam bidang keagamaan.
Dari segi linguistik, Burhan memberikan contoh yang menarik. Secara logika,
Alburhan merupakan pencapaian intelektual yang menghubungkan proposisi yang
terbukti dengan aksioma, menggunakan metode deduktif untuk membuktikan
kebenaran klaim. Burhan, kemudian, adalah upaya intelektual yang bertujuan untuk
membuktikan klaim tertentu. Epistemologi Burhani memanfaatkan kaidah silogisme
untuk memperoleh pengetahuan. Silogisme diterjemahkan dalam bahasa Arab sebagai
“abu yang dikumpulkan” (al-qiyas al-jam’i).
11
Jika dicermati isi Alquran, Anda akan menemukan Banyak ayat yang
memerintahkan manusia untuk menimbang ide -ide yang terlintas dalam pikiran
dengan menggunakan akal. Banyak kitab suci membahas hal ini dalam editorial
berbeda, termasuk "ta'qilun", "tatafakkarun", dan "tadabbarun". Hal ini menunjukkan
bahwa akal, bila diterapkan dengan tepat, dapat membawa kita pada pengetahuan dan
kebenaran.
Metode Burhani juga merupakan metode argumentasi rasional yang didasarkan
pada kekuatan nalar yang diwujudkan melalui asumsi-asumsi logis. Pendekatan ini
menggunakan teks dan realitas situasional sebagai sumber penelitian. Metode Burhan
meliputi mis. Metode Talil yang bertumpu pada pemahaman rasional terhadap realitas
tekstual, dan metode Istisrahi yang bertumpu pada filsafat tekstual dan bertujuan untuk
mendekati dan memahami konteks atau realitas objektif. Konsekuensinya, mewujudkan
aspek sosial agama dan masyarakat Islam memungkinkan pemahaman yang lebih baik

11
Zulpa Makiah, ‘Epistemologi Bayani, Burhani, Dan Irfani Dalam Memperoleh Pengetahuan Tentang
Mashlahah’, Jurnal: Syariah, 14.2 (2014), 1–28 <http://jurnal.uin-
antasari.ac.id/index.php/syariah/article/view/217/173>.

Epistemologi Filsafat Pendidikan
E-ISSN : 2548-6896, P-ISSN : 2597-4858 Dinamika Vol. 9, No. 1, Juni 2024 | 43
tentang metode sosiologi (ijtima`iyyah), antropologi dan budaya (tsaqfiyyah), sejarah
(tarikhiyyah), dan perkembangan ilmu pengetahuan, pengetahuan, dan budaya. . sains
Teknologinya benar digunakan.Pemikiran Islam menggunakan metode sosiologi untuk
memahami realitas keagamaan dan sosial melalui lensa interaksi interpersonal. Metode
ini memungkinkan masyarakat arus utama untuk membentuk kembali perilaku
keagamaan dan lebih memahami konteks sosial dari perilaku tersebut.
Seperti telah disebutkan, epistemologi Burhanisme adalah pengetahuan yang
berasal dari akal saja, atau gabungan akal. Meskipun pengalaman indrawi dapat
dijelaskan dengan kaidah pengetahuan rasional, kesimpulan tidak dapat ditarik
berdasarkan pengalaman indrawi saja. Aktivitas analitis dan aktivitas dialektis
merupakan dua jenis aktivitas penalaran yang termasuk dalam berpikir langsung.
Evaluasi mengacu pada metode argumentasi dan penalaran berdasarkan pernyataan
yang benar, namun burhani adalah proses mental yang dilakukan secara mantiqi, mirip
dengan serangkaian dalil yang disebut silogisme, atau al-qiyas al-jami'.
Contoh pendekatan Burhani, pengaruh pemikiran Yunani (Hellenistik) terhadap
tradisi intelektual Arab-Islam kontemporer, memunculkan wacana baru untuk melawan
gerakan politik dan intelektual yang dianggap mengancam kekuasaan Makhmon.
terkait dengan kebijakan pembangunan Makhmon. Dampak masuknya pemikiran
Yunani adalah masuknya akal universal yang menjadi prinsip utama epistemologi
Burhani.
Metode Burhani dalam Ursula memanfaatkan kemampuan akal untuk memahami
teks dan latarnya. Pendekatan ini mencakup metode Taliri, yaitu pendekatan
pemahaman teks yang berbasis filsafat. Realitas yang menjadi sumber metode penelitian
Burhani meliputi realitas alam, sejarah, sosial, dan budaya. Ushul fiqh tidak hanya
mengkaji persoalan hukum, serta legitimasinya dalam konteks kelembagaan dan sosial,
serta memperlakukan pertanyaan hukum sebagai pertanyaan epistemologis. Artinya,
selain membahas logika formal, teologi dialektika, teori linguistik, dan epistemologi
hukum, Ursula juga menganalisis argumentasi dan penalaran hukum.

3. Pengertian Epistemologi Irfani
Irfani berasal dari Bahasa Arab yang tersusun dari huruf ع-ر-ف, pada mulanya
berarti sesuatu yang berkesinambungan atau berkesinambungan satu sama lain, artinya
ketenangan atau keheningan. Namun Alfan benar-benar memahami sesuatu melalui

Sulton Nur Falaq Marjuki, Muhammad Izzul Haq, Zakiya Qothrun Nada, Muhammad Yusron
Maulana El-Yunusi
44 | E-ISSN : 2548-6896, P-ISSN : 2597-4858 Dinamika Vol. 9, No. 1, Juni 2024
analisis dan pemikiran. Kata "arafa" mempunyai dua arti: "mengetahui" atau
"mengetahui", menurut etimologinya, dan bentuk mashdarnya adalah irfani. Kata ini
mempunyai arti yang sama dengan kata makrifat yang berarti ilmu. Al-irfan secara
harfiah berarti “mengetahui sesuatu melalui pemahaman dan kajian yang mendalam.”
Dengan kata lain, setelah Riyadh, ilmu diturunkan kepada hamba Allah melalui
kesimpulan tentang sifatnya yang disebut irfani. Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa pendekatan epistemologis Irfani didasarkan pada cara berpikir metodologis
yang bersumber dari pengalaman langsung dan kontak langsung dengan realitas
spiritual keagamaan.
12
Sikap terhadap ketiga cara tersebut di atas, yakni bayan, burhan, dan irfan, Hal ini
tidak berarti bahwa Anda hanya dapat memilih salah satu saja dan harus dipisahkan
satu sama lain. Bahkan dianjurkan untuk menggabungkan ketiganya untuk
menyelesaikan permasalahan Islam. Perpaduan ketiganya membentuk ilmu keislaman
yang utuh, yang kelak mampu menjawab terutama permasalahan sosial masa kini
dalam konteks Islam. Epistemologi menyeluruh yang berfokus pada aspek bayan,
burhan, dan irfan sangat penting untuk memahami ajaran Islam dan mencari informasi
tentang mashlahah. Keadilan akan terwujud ketika hukum-hukum Tuhan hanya
dipahami sebagian, sehingga merugikan umat manusia. Sebuah teks kehilangan
kekuatan pengaturannya ketika Episteme bayan menjadi satu-satunya cara untuk
memahaminya. Reaksi terhadap perkembangan baru terhambat. karena keterbatasan
kitab suci (nas) dan kajian hanya pada aspek dasar keberadaan saja. Teks (nas)
diabaikan dan hukum Tuhan tidak dipatuhi ketika epistemologi Burhanisme berlaku.
Namun jika hanya berfokus pada aspek irfanis mau tidak mau akan kehilangan
komponen rasional dan menghasilkan praktik keagamaan yang menyimpang dari apa
yang diajarkan syariat Islam.
Oleh karena itu, pengintegrasian bayani, irfani dan burhani diperlukan untuk
mengungkap dan memahami unsur -unsur kepentingan hukum. Berdasarkan ketiga
epistemologi tersebut, maka hukum Islam harus diperbarui dan dikembangkan agar
tujuan syariah untuk memberikan kemaslahatan dunia dan kehidupan manusia baik di

12
Nada Nur Aini and Andi Prastowo, ‘Implementasi Metode Burhani Dan ‘Irfani Dalam Studi Filsafat
Pendidikan Islam’, Andragogi: Jurnal Pendidikan Islam Dan Manajemen Pendidikan Islam, 3.2 (2022),
296–302 <https://doi.org/10.36671/andragogi.v3i2.228>.

Epistemologi Filsafat Pendidikan
E-ISSN : 2548-6896, P-ISSN : 2597-4858 Dinamika Vol. 9, No. 1, Juni 2024 | 45
muka bumi maupun di akhirat senantiasa dapat sepenuhnya diwujudkan oleh hukum
Islam.
4. Epistemologi Bayani dalam Filsafat Pendidikan Islam
Kata Arab naf, fiqh, ushr fiqh, kalam, dan baraga termasuk dalam epistemologi
Bayani. Metode Lugawiya digunakan. Model pemikiran metodologis berbasis teks
dengan bahasa filosofis yang mendasarinya adalah bagaimana seseorang dapat
mengkarakterisasi metode Bayani. Dalam hal ini, Alkitab adalah penentu kebenaran
yang terakhir. Hubungan antara makna dan pengucapan dapat digunakan untuk
memahami peran pikiran, yang hanya sebatas sebagai penjaga makna yang
dikandungnya. Epistemologi Bayani juga menekankan bahwa akal berfungsi sebagai
otoritas teks, pembelanya, dan pembatas/pengatur keinginannya.
Epistemologi Bayani menjamin terpisahnya ilmu-ilmu yang berbeda satu sama
lain, yaitu ilmu Na'w dan Sharap, ilmu Fiqih dan Ushr-Fiqh, ilmu Mantik dan Balaga,
serta ilmu-ilmu lain yang termasuk dalam lingkup ilmu tersebut. Bahasa Arab Anda
tidak bisa. Sains, sains naff, dan masih banyak lagi sains lainnya.
Dengan memadukan mata pelajaran dasar diharapkan semakin memperkaya
ilmu yang diperoleh melalui metode Bayani.
13 Epistemologi Bayani terutama digunakan
oleh para Fuqaha (ahli Syariah), Mutakarimun (ahli teologi), dan Uliyun (ahli Syariah).
Mereka menggunakan bayani untuk:
a. Suatu teks dipahami atau dianalisis guna mengetahui atau memperoleh makna
yang tersirat atau diperlukan untuk pengucapannya. Dengan kata lain, teknik ini
digunakan untuk memperoleh makna semu dari pengucapan semu.
b. Istinbad (kajian) hukum-hukum al-Nushshu al-Diniya (Quran dan Hadits).
Bayani berbasis teks, jadi perhatian utamanya adalah pentingnya pengucapan.
Misalnya konsep tekstual ``Ushul ful'' didukung oleh konteks atau makna aslinya
(tauqif), tapi bagaimana caranya? Istilah dan ungkapan yang khusus digunakan dalam
shalat tetapi tidak disebutkan dalam kitab suci Kesamaan. Karena adanya
korespondensi antara 'ful' dan 'ushr', maka hubungan keduanya menjadi dasar
setidaknya satu mekanisme kognitif yang membentuk hakikat aktivitas inferensial
proses kreatif dalam epistemologi Bayani.

13
Fatima Rahma Rangkuti, ‘Implementasi Metode Tajribi, Burhani, Bayani, Dan Irfani Dalam Studi
Filsafat Pendidikan Islam’, Al-Muaddib : Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial & Keislaman, 4.1 (2019), 41

Sulton Nur Falaq Marjuki, Muhammad Izzul Haq, Zakiya Qothrun Nada, Muhammad Yusron
Maulana El-Yunusi
46 | E-ISSN : 2548-6896, P-ISSN : 2597-4858 Dinamika Vol. 9, No. 1, Juni 2024
Menurut ulama Istidullah bi al-Shaheed ala al-Ghayb (Analogi Pemikiran antara
Dunia Sensual dan Dunia Transendental) disebut Qiyas dalam pengertian Nuhat dan
Fuqaha. Mengenai Barakah, para ahli menyebutnya Qiyas.

5. Epistemologi Burhani dalam Filsafat Pendidikan Islam
Berbeda dengan Bayan dan Irfan yang menganut kitab suci, Burhani bergantung
pada kekuatan rasional yang diperoleh secara logistik. Ada tiga epistemologi yang
dibandingkan yaitu Bayani menghasilkan ilmu yang dianalogikan dengan Furu
Faktanya, Sementara Burhani menciptakan pengetahuan berdasarkan pengetahuan
yang telah ditetapkan dan diterima sebelumnya, Irfani menghasilkan pengetahuan
melalui proses penyatuan spiritual dengan Tuhan. landasan penciptaan informasi. Oleh
karena itu, sumber ilmu Burhan adalah akal, bukan teks atau intuisi. Dengan bantuan
laporan ini, seseorang dapat mengevaluasi dan mengambil keputusan mengenai
informasi yang masuk melalui inderanya.
Epistemologi Burhani (al hiss, al tajribah wa muhakamah 'aqliyah) menekankan pada
kemungkinan-kemungkinan yang ada dalam ruang, sensasi, eksperimen, dan
konseptualisasi manusia.Dalam epistemologi spiritual, akal berfungsi sebagai alat kritis
dan analitis. Epistemologi Burhan dengan demikian merupakan epistemologi yang
menyatakan bahwa akal adalah sumber pengetahuan.
Epistemologi ini menegaskan bahwa akal dapat menemukan segala macam
pengetahuan, termasuk yang baik dan yang buruk (tansin dan tobi), dalam konteks
agama. Nama lain Epistemologi Burhan adalah teori ilmiah yang bertujuan untuk
menjelaskan fenomena keagamaan atau agama itu sendiri. Epistemologi Burhani dapat
menerima penerapan perspektif historis, sosiologis, antropologis, psikologis, filosofis,
dan linguistik (hermeneutis).
Istilah "rasionalisme" atau "mazhab pemikiran" sering digunakan dalam filsafat
Islam dan Barat untuk merujuk pada keyakinan bahwa akal adalah dasar ilmu
pengetahuan dan kebenaran, meskipun kurangnya bukti empiris. Orang-orang tersebut
adalah René Descartes (1596-1650), Gottliet Leibniz (1646-1716), dan Baruch Spinoza
(1632-1677). Sedangkan Tafsir Burhani biasa disebut Tafsir Bi Al Rai.
Meski masih berlandaskan kitab suci, epistemologi Burhani berbeda dengan
Bayani dan Irfani. Burhani tidak didasarkan pada literatur atau pengalaman pribadi apa
pun. Burhani mengakui pengaruh logika dan proporsi sebagaimana ditunjukkan oleh

Epistemologi Filsafat Pendidikan
E-ISSN : 2548-6896, P-ISSN : 2597-4858 Dinamika Vol. 9, No. 1, Juni 2024 | 47
postulat logika. Postulat agama diterima hanya jika konsisten dengan logika yang
masuk akal. Membandingkan ketiga teori ilmu pengetahuan, sebagaimana dijelaskan
oleh al-Jabiri, Bayani menciptakan ilmu melalui kemiripan atau kepenuhan yang tidak
berwujud dengan aslinya, dan Irfani menciptakan ilmu melalui hubungan spiritual
dengan Tuhan dengan kesatuan universal, menciptakan ilmu melalui proses kombinasi.
Burhani menciptakan pengetahuan berdasarkan prinsip-prinsip rasional dan anggapan
tentang apa yang telah diketahui kebenarannya.
14
Perbedaan Epistemologi Bayani, Irfani, dan Burhani didasarkan pada cara mereka
memandang sumber ilmu pengetahuan. Bayani berfokus pada interpretasi teks suci dan
penciptaan pengetahuan dengan analogi dengan karya asli, Irfani menekankan kesatuan
spiritual dengan Tuhan, dan Burhani mengandalkan kekuatan akal dan logika
pengetahuan apriori yang benar.
Epistemologi Burhani tidak didasarkan pada kitab suci atau pengalaman spiritual,
tetapi pada akal dan logika. Pendekatan ini memungkinkan dilakukannya evaluasi dan
pengambilan keputusan berdasarkan informasi yang diperoleh melalui indra.
Epistemologi Burhani meyakini bahwa akal adalah alat analisis dan kritik, dan
epistemologi Burhani meyakini bahwa asal mula pengetahuan adalah akal.
Epistemologi Burhani juga dikenal sebagai pendekatan ilmiah yang
menggunakan metode historis, sosiologis, antropologis, psikologis, filosofis, dan
linguistik untuk memahami agama dan fenomena keagamaan. Epistemologi Burhani
tidak bergantung pada karya tulis atau pengalaman keagamaan, berbeda dengan Bayani
dan Irfani yang tetap terikat pada teks suci. Sebaliknya, Bayani menggunakan analogi
untuk menciptakan pengetahuan. Irfani, melalui keharmonisan spiritual.dan Burhani
melalui prinsip-prinsip logis berdasarkan pengetahuan yang terbukti dengan
sendirinya.
6. Epistemologi Irfani dalam Filsafat Pendidikan
Hikmah Irfani bukan berasal dari kitab-kitab seperti Bayani, melainkan dari Kashf,
wahyu Ilahi tentang rahasia realitas. Oleh karena itu, Irfani memiliki hati yang murni
dan berdoa memohon hikmah yang datang langsung dari Tuhan, sehin gga ia
memperoleh ilmu melalui latihan spiritual, bukan analisis literal. Hal ini terlintas dalam

14
KUSUMA, ‘Epistemologi Bayani , Irfani Dan Burhani Al-Jabiri Dan Relevansinya Bagi’, Syi’ar, 18.1
(2018), 19

Sulton Nur Falaq Marjuki, Muhammad Izzul Haq, Zakiya Qothrun Nada, Muhammad Yusron
Maulana El-Yunusi
48 | E-ISSN : 2548-6896, P-ISSN : 2597-4858 Dinamika Vol. 9, No. 1, Juni 2024
pikiran, diartikulasikan, dan dijelaskan kepada orang lain dengan cara yang logis. Oleh
karena itu Irfani setidaknya menjalani tiga tahap perolehan ilmu. Yaitu: (1) persiapan,
(2) penerimaan, dan (3) komunikasi lisan atau tertulis.
Tahap pertama adalah tahap persiapan. Untuk memperoleh pengetahuan yang
kaya (kashf), setiap individu harus berpartisipasi dalam berbagai latihan spiritual.
Semua langkah yang harus Anda ambil dari bawah ke atas (1) Jauhi Wala, Suhat. (2)
Mereka adalah orang-orang yang asketis, bebas dari keserakahan, dan tidak
mengutamakan kehidupan duniawi. (4) Fakir, menghindari segala bentuk khayalan dan
hawa nafsu serta tidak mengharap sesuatu pun kepada Allah SWT; (5) Sabar, menerima
segala musibah dengan tindakan yang kurang sukarela. (6) Tawakar hendaknya yakin
terhadap apapun keputusan yang diambilnya. (7) Lida, ketidakbahagiaan di hatimu
akan hilang dan hanya kebahagiaan dan kegembiraan yang tersisa.
Yang kedua adalah tingkat penerimaan. Ketika seseorang mencapai tingkat
tertentu dalam tasawuf, ia memperoleh banyak ilmu melalui pencerahan langsung dari
Tuhan. Pada titik ini, seseorang dapat mempersepsikan realitas dirinya (mushahada)
sebagai suatu kesatuan yang diketahui karena ia telah memperoleh kesadaran diri
(kashf) dan pemahaman terhadap realitas secara keseluruhan. Namun karena kesadaran
dan realitas yang diciptakan adalah satu bentuk, bukan dua, maka tujuan kognisi adalah
kesadaran, yaitu diri orang lain. Oleh karena itu, Anda harus mengambil tindakan yang
sama. Penelitian Yazidi disebut "Ilmu Kudri" atau "pengetahuan objek diri".
Ketiga, mengungkapkan, menafsirkan, dan mengkomunikasikan pengalaman
mistik kepada orang lain melalui perkataan dan tulisan. Namun ilmu yang dimiliki Ivan
bukan termasuk ranah konsep dan gagasan, melainkan tentang kesatuan Dia tidak
mampu mengkomunikasikannya atau mengartikulasikan semua pengalaman ini karena
dia sendiri berada di dalam Tuhan.
Dalam konteks pemikiran Islam, ``ilm irfani'' mengacu pada aspek substantif
suatu agama, dengan pengakuan penuh atas pengalaman keagamaan (kontinjensi dan
ekspresi) orang lain (other) yang mengembangkan agama tersebut, dan sifat
spiritualnya. Walaupun berbeda, namun kurang hakikat dan hakikatnya, bahkan lebih
banyak persamaannya. Irfani lebih dikenal dalam filsafat dengan sebutan "intuisi".
Orang mungkin tiba-tiba memperoleh pengetahuan melalui intuisi tanpa mengikuti
cara berpikir yang telah ditentukan. Ciri khas intuisi adalah eksistensialisme,
pengetahuan fuduri tentang keberadaan benda di dalam benda, dan zauki (perasaan)

Epistemologi Filsafat Pendidikan
E-ISSN : 2548-6896, P-ISSN : 2597-4858 Dinamika Vol. 9, No. 1, Juni 2024 | 49
atau pengalaman langsung, yaitu memahaminya secara mendalam, bukan
mengklasifikasikannya. Henri Bergson percaya bahwa intuisi adalah hasil
perkembangan pikiran tertinggi, tetapi pada dasarnya bersifat pribadi.
Jika dalam tradisi Bayani sumber utama pengetahuan adalah teks (wahyu), maka
pengalaman berpikir menjadi sumber pengetahuan utama dalam tradisi Irfani.
Pertemuan di dunia nyata yang merupakan momen autentik dan dapat diajarkan. Al-
Zawk atau Psikologi adalah satu-satunya cara agar seseorang dapat langsung
merasakan dan mengalami nilai kebenaran epistemologi “Irfani”. Tradisi pemikiran
Irfanī yang unik berupaya menghilangkan sekat-sekat kelahirandihasilkan dari segi
bahasa, agama, ras, suku, warna kulit, golongan, budaya, dan adat istiadat oleh
epistemologi tradisi Bayani dan Burhani. Selain itu, hambatan-hambatan ini
memperlebar kesenjangan antarpribadi dan memecah belah masyarakat.
15
Epistemologi Irfani berbeda dengan Bayani dan Burhani. Hal ini karena tidak
didasarkan pada tulisan tetapi pada kashf, atau wahyu ilahi tentang misteri realitas.
Irfani memperoleh ilmu melalui latihan spiritual, dengan harapan Tuhan akan
memberikan ilmu tersebut secara langsung.
Tahapan persiapan, penerimaan dan pengungkapan merupakan tahapan dalam
memperoleh ilmu Irfani. Tahap persiapan mencakup tujuh langkah kehidupan spiritual
seperti pertobatan, vara, dan penebusan dosa. Tahap penerimaan terjadi ketika
seseorang mencapai tahap tasawuf tertentu dan menerima ilmu langsung dari Tuhan
melalui inisiasi.
Tahap ketiga adalah wahyu bahwa ilmu Irfani ditularkan kepada orang lain
melalui ucapan dan tulisan, namun pengalaman mistik ini sulit diungkapkan karena
menyangkut kesatuan dengan Tuhan. Epistemologi Irfani menekankan pada eksplorasi
aspek substantif agama dan hakikat spiritualnya, serta pemahaman komprehensif
terhadap pengalaman keagamaan orang lain. Intuisi merupakan istilah filosofis yang
dekat dengan konsep Irfani bahwa seseorang dapat memperoleh ilmu pengetahuan
tanpa melalui proses berpikir tertentu. Ciri-ciri intuisi meliputi sensasi, keberadaan
benda pada benda, dan pemahaman yang mendalam. Sumber ilmu utama Irfani adalah
pengalaman praktis yang dianggap lebih berharga dibandingkan teks Bayani.

15
Nur Lailatul Musyafa’ah, ‘Filsafat Epistemologi Islam Muhammad Abid Al-Jabiri’, Jurnal Kajian
Keislaman Al-Afkar, XVII.02 (2009), 12–21.

Sulton Nur Falaq Marjuki, Muhammad Izzul Haq, Zakiya Qothrun Nada, Muhammad Yusron
Maulana El-Yunusi
50 | E-ISSN : 2548-6896, P-ISSN : 2597-4858 Dinamika Vol. 9, No. 1, Juni 2024
Sedangkan sumber ilmu utama Bayani adalah tulisan atau wahyu, sedangkan
sumber ilmu utama Irfani adalah pengalaman langsung. Epistemologi Irfani juga
berupaya mengatasi hambatan-hambatan yang memisahkan masyarakat berdasarkan
faktor-faktor seperti bahasa, agama, ras, dan budaya. Konsep Hubungan dan
Perbandingan antara Pendekatan Bayani, Irfani, dan Burhani dalam Filsafat Pendidikan
Islam.
Tabel 1. Hubungan dan Perbandingan antara Pendekatan Bayani, Irfani, dan Burhani
dalam Filsafat Pendidikan Islam.
Bayani Burhani Irfani
Sumber Teks keagamaan Ilham/intusi Rasio
Metode Linguistik/dialalat
al-Lughawiyah
Psikho-Gnostik Logika
Tema sentral Ashl-Furu’
Kata-Makna
Zahir-Batin
Wilayah-Nubuwwah
Essensi-Aksistensi
Bahasa-Logika
Validitas
Kebenaran
Korespondesi Intersubjektif Koherensi
Konsistensi
Pendukung Kaum Teolog, ahli fiqh,
dan ahli bahasa
Kaum sufi Para filosof

Strategi ketiga ini memiliki asal usul dan kepribadian yang berbeda. Pengetahuan
Burhani didasarkan pada akal, pengetahuan irfani berdasarkan intuisi, dan
pengetahuan Bayani berdasarkan teks suci. Setiap orang mempunyai kelebihan dan
kekurangan. Karena pendekatan Bayani hanya berbasis teks, pendekatan ini cenderung
berfokus pada informasi insidentil dibandingkan informasi penting, sehingga kurang
mampu melacak secara dinamis perkembangan sosial dan sejarah yang cepat berubah
dalam masyarakat.
Ketiga alasan inilah yang menjadi dasar berkembangnya pemikiran Islam dan
khazanah Islam yang ada dalam dunia pendidikan Islam, dan ketiga alasan ini juga
tidak dapat dijadikan landasan epistemologi secara keseluruhan tanpa mengakui
satupun dari ketiga alasan tersebut. Hilangkan tiga alasan. Sebab ketiga alasan inilah
yang membentuk kesatuan yang membangun Hadra dan Tzakafa Islam.
16
Faktanya, pemikiran Islam kontemporer yang masih banyak dipengaruhi oleh
fiqih Bayani tidak mampu beradaptasi dan mengikuti kemajuan peradaban global.
Burhani tidak bisa mengungkap sepenuhnya seluruh kebenaran dan realita yang
mendasari alam semesta. Burhani, misalnya, tidak mampu menjelaskan segala sesuatu

16
Mohammad Kamaludin, ‘Pendidikan Seumur Hidup ; Konsep, Program Dan Implikasinya’,
Progresiva : Jurnal Pemikiran Dan Pendidikan Islam, 8.1 (2019), 32

Epistemologi Filsafat Pendidikan
E-ISSN : 2548-6896, P-ISSN : 2597-4858 Dinamika Vol. 9, No. 1, Juni 2024 | 51
yang ada di luar pikiran. Mustadha Muthahhari, Tema Filsafat Islam, Oleh karena itu,
Suhrawardi (1154–1192 M) mengembangkan teknik baru yang disebut iluminasi
(isyrâqi), yang memadukan metode irfani—yang bergantung pada kekuatan hati
melalui kashaf atau intuisi—dengan metode burhani, yang bergantung pada kekuatan
hati melalui kashaf atau intuisi—dengan metode burhani, yang bergantung pada
kekuatan hati melalui kashaf atau intuisi. pada kekuatan akal. Pendekatan ini berupaya
mencapai kebenaran yang tidak dapat dicapai melalui akal. Namun pada tahun-tahun
berikutnya, metode isyrâqi diyakini masih memiliki kekurangan. Hal ini mencakup
fakta bahwa informasi yang mendalam hanya terbatas pada kelompok elit terpelajar,
tidak dapat dibagikan kepada masyarakat umum, dan bahkan seringkali memicu
kontroversi. Dengan memadukan tiga pendekatan mendasar—bayani tekstual, burhani
rasional, dan irfani intelektual—sekaligus, Mulla Sadra (1571–1640 M) menciptakan
filsafat transenden (hikmah al-muta'aliyah).Dalam pendekatan terakhir ini,
kebijaksanaan atau pengetahuan diperoleh tidak hanya melalui penerapan akal budi
tetapi juga melalui pencerahan spiritual kemudian disajikan secara rasional melalui
penggunaan argumen.
Menurut Muta'aliyah, hikmah atau ilmu menghasilkan pencerahan dan realisasi
kognitif; orang yang menerima pencerahan mengubah wujudnya karena sadar akan
ilmu yang diperolehnya dan mampu mengubah wujudnya. Satu-satunya cara untuk
mencapai semua ini adalah dengan mematuhi syariat, oleh karena itu sebuah konsep
perlu memasukkan metode Bayani ke dalam kerangkanya.Pendekatan ketiga ini dapat
dibandingkan dengan metode-metode berikut: Bayani menghasilkan pengetahuan
dengan membandingkan realitas non fisik dengan realitas fisik; Irfani menghasilkan
pengetahuan dengan bersatu secara spiritual dengan Tuhan dan merumuskan
pernyataan universal dan Burhani menghasilkan pengetahuan dengan menerapkan
prinsip-prinsip logis yang berasal dari pengetahuan sebelumnya yang dianggap akurat.
1. Bayani: Fokus pada pemahaman harfiah teks suci Islam, menekankan interpretasi
literal dari Quran dan Hadis.
2. Irfani: Mengedepankan dimensi spiritual dan mistik Islam, dengan penekanan pada
pengalaman batiniah dan pencarian kesatuan dengan Tuhan.
3. Burhani: Memadukan aspek intelektual dan rasional dalam memahami agama,
menggunakan logika dan bukti yang dipertanggungjawabkan. Meskipun berbeda
fokusnya, ketiganya saling melengkapi, membentuk kerangka holistik dalam

Sulton Nur Falaq Marjuki, Muhammad Izzul Haq, Zakiya Qothrun Nada, Muhammad Yusron
Maulana El-Yunusi
52 | E-ISSN : 2548-6896, P-ISSN : 2597-4858 Dinamika Vol. 9, No. 1, Juni 2024
pemahaman agama Islam dalam konteks pendidikan. Bayani fokus pada teks, Irfani
pada dimensi spiritual, dan Burhani pada akal dan logika, semuanya bertujuan
untuk mendekatkan manusia pada pemahaman yang lebih dalam tentang ajaran
agama.

Kesimpulan
Epistemologi Bayani, Irfani, dan Burhani adalah tiga pendekatan berbeda dalam
memperoleh ilmu pengetahuan dalam konteks pemikiran Islam. Bayani menekankan
penafsiran teks suci dan reproduksi pengetahuan dengan analogi, Irfani menekankan
kesatuan spiritual dengan Tuhan dan pengalaman langsung, dan Burhani menekankan
akal dan logika sebagai sumber pengetahuan yang independen.
Perbedaan yang mendasar terletak pada sumber ilmu yang utama. Bayani
mengandalkan teks dan wahyu, Irfani mengandalkan pengalaman langsung, dan
Burhani mengandalkan akal dan logika. Meskipun terdapat perbedaan, namun
ketiganya perlu dipadukan agar dapat memahami dan mengatasi permasalahan dalam
kajian Islam. Kombinasi Bayani, Irfani, dan Burhani diperlukan untuk menciptakan
epistemologi Islam yang komprehensif dan relevan menjawab tantangan kontemporer.
ketiganya saling melengkapi, membentuk kerangka holistik dalam pemahaman
agama Islam dalam konteks pendidikan. Bayani fokus pada teks, Irfani pada dimensi
spiritual, dan Burhani pada akal dan logika, semuanya bertujuan untuk mendekatkan
manusia pada pemahaman yang lebih dalam tentang ajaran agama.

Daftar Rujukan
Aini, Nada Nur, and Andi Prastowo, ‘Implementasi Metode Burhani Dan ‘Irfani Dalam
Studi Filsafat Pendidikan Islam’, Andragogi: Jurnal Pendidikan Islam Dan Manajemen
Pendidikan Islam , 3.2 (2022), 296 –302
<https://doi.org/10.36671/andragogi.v3i2.228>
Djollong, Andi Fitriani, ‘Epistemologi Filsafat Pendidikan Islam’, Istiqra` : Jurnal
Pendidikan Dan Pemikiran Islam , 3.1 (2015), 8 –17
<http://jurnal.umpar.ac.id/index.php/istiqra/article/view/240>
El-Yunusi, Muhammad Yusron Maulana, Cholifatul Azizah, and Sayyid Qutub
Nabillah, ‘Kurikulum Dan Problematika Pendidikan Dalam Perspektif Filsafat
Pendidikan Islam’, Masaliq, 3.3 (2023), 370 –83
<https://doi.org/10.58578/masaliq.v3i3.897>

Epistemologi Filsafat Pendidikan
E-ISSN : 2548-6896, P-ISSN : 2597-4858 Dinamika Vol. 9, No. 1, Juni 2024 | 53
Fithoroini, Dayan, ‘Epistemologi Bayani Dalam Kajian Ushul Fiqh’, Opinia De Journal,
2.2 (2022), 1 –17
<https://ejournal.stainumadiun.ac.id/index.php/opinia/article/view/27>
Jasnain, Tilsep, Besse Mardianti, Rusfita Sari, Ratu Wardarita, and Puspa Indah Utami,
‘Kajian Ontologi, Epistemologi Dan Aksiologi Dalam Pendidikan Islam Di
Indonesia’, Jurnal Pendidikan Dan Keislaman, 5.1 (2022), 43–56 <http://jurnal.stit-al-
ittihadiyahlabura.ac.id/index.php/alfatih/article/view/183>
Kamaludin, Mohammad, ‘Pendidikan Seumur Hidup  ; Konsep, Program Dan
Implikasinya’, Progresiva : Jurnal Pemikiran Dan Pendidikan Islam, 8.1 (2019), 32
<https://doi.org/10.22219/progresiva.v8i1.8928>
KUSUMA, ‘Epistemologi Bayani , Irfani Dan Burhani Al-Jabiri Dan Relevansinya Bagi’,
Syi’ar, 18.1 (2018), 19
<https://ejournal.iainbengkulu.ac.id/index.php/syiar/article/view/1510>
Makiah, Zulpa, ‘Epistemologi Bayani, Burhani, Dan Irfani Dalam Memperoleh
Pengetahuan Tentang Mashlahah’, Jurnal: Syariah, 14.2 (2014), 1–28
<http://jurnal.uin-antasari.ac.id/index.php/syariah/article/view/217/173>
Mubin, Fatkhul, ‘Filsafat Modern: Aspek Ontologis, Epistemologis, Dan Aksiologis’,
Mengenal Filsafat Pendidikan, 2020, 1–28 <[email protected]>
Musliadi, Musliadi, ‘Epistemologi Keilmuan Dalam Islam: Kajian Terhadap Pemikiran
M. Amin Abdullah’, Jurnal Ilmiah Islam Futura, 13.2 (2014), 160
<https://doi.org/10.22373/jiif.v13i2.69>
Musyafa’ah, Nur Lailatul, ‘Filsafat Epistemologi Islam Muhammad Abid Al-Jabiri’,
Jurnal Kajian Keislaman Al-Afkar, XVII.02 (2009), 12–21
Rangkuti, Fatima Rahma, ‘Implementasi Metode Tajribi, Burhani, Bayani, Dan Irfani
Dalam Studi Filsafat Pendidikan Islam’, Al-Muaddib : Jurnal Ilmu-Ilmu Sosial &
Keislaman, 4.1 (2019), 41 <https://doi.org/10.31604/muaddib.v1i1.787>
Rokhmah, Dewi, ‘ILMU DALAM TINJAUAN FILSAFAT  ’:, 7 (2021)
Rusman, Asrori, Penulis : Asrori, 2020
Suharto, Toto, Filsafat Pendidikan Islam, Cetakan 1 (Yogyakarta, 2014)
Syarif, Muhammad, ‘Pendekatan Bayani, Burhani Dan Irfani Dalam Pengembangan
Hukum Islam’, Jurnal Al-Mizan, 9.2 (2022), 169–87