Metode Bimbingan dan Konseling Nabi dalam
Hadist


SKRIPSI
Diajukan kepada Universitas Negeri Sunan Ampel Surabaya, guna
memenuhi salah satu syarat memperoleh Gelar Sarajana Sosial
(S.sos)

Oleh:
Muhammad Syadid
NIM. B03216025




PROGRAM STUDI BIMBINGAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGRI SUNAN AMPEL
2021

iii

ii

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama : Muhammad Syadid
NIM : B03216025
Program Studi : Bimbingan dan Konseling Islam
Judul : Metode Bimbingan dan Konseling dalam Hadist

Skripsi ini telah diperiksa dan disetujui untuk diajukan.



Surabaya, 20 Januari 2021
Telah disetujui oleh:
Dosen Pembimbing,

Dr. Hj. Sri Astutik, M. Si
NIP. 195902051986032004

digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id digilib.uinsby.ac.id





















viii

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/

iv

ABSTRAK
Muhammad Syadid, NIM. B03216025, 2021. Praktik Bimbingan
dan Konseling Nabi dalam Kitab Hadist Shahih Bukhari (Analisis
Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling).
Teori bimbingan dan konseling yang selama ini jamak digunakan
dalam suatu proses bimbingan dan konseling belum sepenuhnya
sesuai dengan epistimologi Islam dan kondisi sosial budaya umat
Islam. Konsep metode bimbingan dan konseling yang terdapat
dalam teks-teks hadist belum sepenuhnya disadari, dipahami, dan
diterapkan dengan baik oleh sebagian konselor dan praktisi
konseling Islam. Sedangkan, dalam suatu proses bimbingan dan
konseling, metode merupakan satu aspek yang penting dalam
mencapai tujuan dari sebuah proses konseling tersebut. Berangkat
dari hal tersebut, maka penelitian ini muncul bertujuan untuk
mengetahui metode bimbingan dan konseling yang diterapkan
oleh Nabi yang diambil dari beberapa hadist yang terdapat dalam
kitab Shahih Bukhari.
Jenis penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan
menggunakan pendekatan studi kepustakaan. Sumber pokok data
diambil dari Kitab Hadist Shahih Bukhari. Data dikumpulkan
dengan teknik dokumentasi. Untuk memastikan otentisitas sumber
referensi peneliti mengupayakan setiap hadist telah dijelaskan
derajat keshahihannya.
Penelitian ini menunjukkan bahwa Rasulullah SAW menerapkan
metode direktif, non-direktif, dan eklektik yang terlihat dalam
hadist. Rasulullah menitikberatkan beratkan pada perbedaan
masing-masing individu sahabat bukan pada persamaan. Selain itu
yang menjadi pertimbangan lain adalah setiap pribadi dari
masing-masing sahabat memliki kemampuan yang berbeda pula
dalam menghadapi atau menerima suatu permasalahan. Pada
metode direktif Rasulullah SAW sebagai konselor secara

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ v

langsung memberikan jawaban, arah dan nasehat kepada para
sahabat dari masing-masing masalah yang sudah disampaikan.
Pada metode non-direktif Rasulullah SAW membangun rasa
optimisme dan kepercayaan diri agar supaya klien dapat
menentukan sendiri jawaban dari permasalahan yang dihadapinya
dan agar supaya klien dapat bertanggung jawab atas pilihan yang
telah diambil oleh klien. Pada metode eklektik Rasul memberikan
media kepada klien yaitu ruang dan kesempatan untuk berpikir
dan menyadari kebebasan dan juga tanggunga jawab yang telah
diambil oleh klien.

Kata Kunci :Bimbingan dan Konseling, Hadist,

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/

x

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................ ii
PERNYATAAN KEASLIAN.................................................... iii
ABSTRAK ................................................................................. iv
KATA PENGANTAR ............................................................... vi
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................... viii
MOTTO ..................................................................................... ix
DAFTAR ISI .............................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................... 1
B. Rumusan Masalah .............................................. 10
C. Tujuan Penelitian ............................................... 10
D. Manfaat Penelitian ............................................. 11
E. Definisi Konsep.................................................. 11
F. Sistematika Pembahasan .................................... 15
BAB II PRAKTIK BIMBINGAN DAN KONSELING NABI
DALAM KITAB HADIST SHAHIH BUKHARI
A. Bimbingan Konseling ........................................ 17
1. Pengertian Bimbingan Konseling ................ 17
2. Tujuan Bimbingan Konseling ...................... 19
3. Fungsi Bimbingan Konseling ...................... 21
4. Prinsip-prinsip Bimbingan Konseling .......... 23
5. Metode Bimbingan Konseling ..................... 25
B. Hadist ................................................................. 28
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian ........................ 31
B. Sumber Data ....................................................... 33
C. Teknik Pengumpulan Data ................................. 34
D. Teknik Analisis Data .......................................... 35

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ xi

BAB IV ANALISIS METODE BIMBINGAN DALAM HADIST
A. Kedudukan dan Fungsi Hadist dalam Bimbingan
dan Konseling....................................................38
B. Kandungan dan Metode Bimbingan dan Konseling
dalam Hadist ...................................................... 40
1. Metode Direktif ............................................ 41
2. Metode Non Direktif .................................... 44
3. Metode Eklektik ........................................... 45
C. Analisis Metode Bimbingan dan Konseling dalam
Hadist ................................................................. 63
1. Metode Direktif ............................................ 63
2. Metode Non Direktif .................................... 70
3. Metode Eklektik ........................................... 74
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................ 79
B. Saran................................................................... 80
DAFTAR PUSTAKA ................................................................ 81

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia, merupakan salah satu pokok atau salah
satu yang menjadi fokus objek kajian yang selama ini
menjadi perhatian penting dalam berbagai disiplin
keilmuan. Psikologi merupakan contoh dari sekian banyak
disiplin keilmuan yang menjadikan manusia sebagai objek
pokok kajian. Berbicara mengenai Psikologi erat pula
kaitannya dengan Bimbingan dan konseling, karena dalam
berbagai tehnik terapi yang disadur dalam penerapan
layanan konseling, banyak terwarnai oleh corak pemikiran
yang digagas oleh beberapa tokoh-tokoh Psikologi. Sebut
saja Sigmund Freud, merupakan tokoh penggagas
Psikoanalisis yang jamak diketahui bahwa teori tersebut
digunakan sebagai salah satu tehnik terapi dalam proses
layanan konseling.
Ketika manusia menjadi objek dalam satu kajian
tertentu maka perlu disadari bahwa dalam memandang
manusia tidak bisa hanya dilihat dari sebagai makhluk
materi saja, lebih dalam lagi dalam satu individu manusia
terdapat dimensi lain yang meliputinya. Yang menarik
bagi peneliti adalah terkait perjumpaan antara psikologi
dan agama, yang pada dasarnya saling berkelindan dalam
satu obejek yaitu manusia. Karena semua manusia pasti
memiliki keadaan psikis atau kejiwaan yang menjadi fokus
dalam kajian psikologis, kemudian adalah agama yang
secara umum atau mayoritas orang mempercayai atau
menjadi penganut dari salah satu agama khususnya dalam
penelitian ini adalah agama Islam. Berikut adalah ayat
yang menunujukkan bahwa sumber pengetahuan mengenai
perjumpaan disiplin ilmu psikologi dan agama:
Qs Al-Fushilat ayat 53.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 2


ِفْىَ٠ ٌَََُْٚأ ۗ �كَذٌْٱ ُٗ�َٔأ ٌَُُْٙ َٓ�١َجَزَ٠ َٰٝ�زَد ُِِْٙـُفَٔأ ِٓٝفَٚ ِقبَفاَءْيٱ ِٝف بَِٕزََٰ٠اَء ُِْٙ٠ِغَُٕؿ
�َٔأ َه�ثَغِثٌض١َِٙش ٍءَْٝش �ًُو ٍَََٰٝػ ۥُٗ

“kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda
(kekuasaan) Kami disegenap ufuk dan pada diri mereka
sendiri sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-qur‟an
adalah benar, dan apakah Tuhanmu tidak cukup bagimu
bawa sesungguhnyan Dia menyaksikan segala sesuatu?”.
1

Dari ayat tersebut secara tersirat bahwa ada dua
sumber kebenaran dalam ilmu pengetahuan, yaitu Al-
Qur‟an dan sunnatullah. Keduanya merupakan ayat Tuhan
dan bersumber dari Tuhan sendiri. Bedanya: ayat Qur‟ani
bercorak linguistic/verbal dan menggunakn bahasa insani
yaitu bahasa arab, ayat ini diwahyukan kepada para Rosul
kemudian dituliskan berupa kitab suci Al-Qur‟an.
Sedangkan sunnatullah bercorak nonverbal dan tertulis
dalam alam semesta ciptaanNya dan berproses didalamnya
sebagai the law of ntural atau hukum-hukum Alam.
2

Dalam hal ini Psikologi sebaiknya dianggap
sebagai upaya manusia untuk membuka rahasia-rahasia
hukum Tuhan yang bekerja pada diri manusia dengan
menggunakan segenap akalbudi dan keimanannya. Dengan
begitu perjumpaan antara agama dan psikologi dalam
memandang manusia terdapat kesamaan (similarisasi)
pada gambaran karakterologis, kesejalanan (paralelisasi)
dalam asas-asas kualitas insani, perlengkapan
(komplementasi) dalam determinan kepribadian, serta
Saling menyangkal (falsifasi) dalam orientasi filosofis.
3


1
Al-Qur‟an Surat Al-Fushilat ayat 53
2
Hanna Djumhana Bastman, Integrasi Psikologi dengan Islam: Menuju
Psikologi Islam(Yogyakarta: Putaka Pelajar, 1995), 59.
3
Ibid, 60.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 3



Sebagai manusia yang beragama Islam, kita harus
mengetahui dan juga mengikuti aturan-aturan agama islam
yang sudah tertata apik dalam syariat yang dibawa oleh
para nabi, rosul. Hingga pada masa sekarang sebagai
penerus dari para nabi adalah para kiyai dan para ulama‟,
disamping itu sebagai pegangan dalam menjalani
kehidupan sehari-hari, umat islam dituntut untuk
senantiasa berpegang teguh pada al - qur‟an dan hadist.
Pada zaman dahulu, dimasa nabi masih hidup,
pengambilan suatu hukum ataupun suatu perkara yang
berkaitan dengan syari‟at langsung dapat disandarkan pada
Nabi, baik itu berupa ucapan, sunnah, perilaku yang
dimunculkan oleh nabi dalam keseharian.
Semua nabi dan rosul telah diberikan amanat dari
Allah, salah satunya adalah terkait memberikan bimbingan
pada umatnya dan konseling, bimbingan dalam hal ini
adalah wujud representasi dari kholifatul fil ardhi,
sedangkan konseling dalam islam adalah suatu tugas untuk
membentuk dan membina umat yang ideal. Maka dengan
amanat konseling tersebut, para nabi dan rosul menjadi
berharga dan bermanfaat bagi manusia, entah dalam
urusan agama, dunia, pemechan suatu masalah dan banyak
lagi hal lainnya. Dengan demikian pula dapat dipahami
bahwa konseling merupakan satu kewajiban bagisetiap
individu muslim.
4

Secara umum Konseling dipahami dalam banyak
pengertian dan rumusan yang berbeda pada setiap teori
para tokohnya, karena setiap tokoh berasal dari latar
belakang kehidupan dan pendidikan yang berbeda.
Shertzer dan Stone (1974) yang dikutip dari tulisan
Mappiare (2002), mengungkapakan bahwa akan adanya

4
Musfir bin Said Az Zahrani, Konseling terapi (Jakarta: Gemma Insani press,
2005), 16.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 4


kebutuhan konseling pada dasarnya timbul dari dalam dan
dan dari luar diri individu yang kemudian memunculkan
pertanyaan mengenai “apa yang seharusnya dilakukan
individu?” disinilah konseling mengambil perannya agar
individu dapat menjawab sebanyak mungkin pertanyaan
yang mengganggu pikiran dan tingkah lakunya, sehingga
individu dapat memecahkan permasalahannya sendiri.
5

Berkaitan dengan hal tersebut, pada titik inilah
menjadi penting bagaimana proses konseling pada zaman
nabi ini berlangsung, lebih tepatnya praktik konseling
yang dilakukan oleh nabi. Karena sebagai pemeluk agama
islam teladan yang selayaknya ditiru adalah tidak lain dan
tidak bukan adalah para Nabi dan Rosul. Beberapa aspek
dalam shiroh nabawiyah menunjukkan fakta bahwa Allah
mengutus Nabi Muhammad SAW sebagi suri tauladan
yang baik bagi umat. Dalam Qur‟an surat Al Ahzab ayat
21, diterangkan bahwa dalam diri Nabi Muhammad SAW
terdapat suri tauladan bagi umatnya, bukan hanya pada
tataran agama, akan tetapi meliputi dalam segala aspek
kehidupan. Uswatun hasanah (suri tauladan yang baik)
adalah posisi yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW,
dan hal tersebut sejalan dengan misi kerasulan nabi dalam
meyampaikan risalah Al-Qur‟an atau dalam artian sebagai
pembimbing bagi umat manusia.
Suri tauladan yang baik adalah salah satu aspek ciri
yang harus dimiliki oleh pribadi konselor yang baik.
Sebagai pribadi yang bertugas sebagai pembimbing, dalam
proes bimbingan dan konseling, konselor memiliki perana
amat penting. Dalam bebagai aspek kehidupan Nabi
Muhammad SAW memiliki banyak aspek yang dapat
ditiru atau dapat dijadikan acuan pelajaran bagi para

5
Namora Lumongga Lubis, Memahami Dasar-Dasar Konseling Dalam Teori
Dan Praktik (Jakarta: Kencana, 2011), 2.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 5



konselor dalam tugas profesinya dalam membimbing
kliennya. Salah satu contohnya adalah Nabi memiliki
kepiawaian dalam berkomunikasi dengan umatnya,
sehingga dapat menyampaikan risalah yang sudah ada
dalam Al-qur‟an dengan mudah dan dapat dipahami oleh
umatnya.
Dalam hal lain, aspek kehidupan Nabi yang penuh
rintangan juga dapat diajdikan rujukan untuk
menyelesaikan masalah klien. Perjalanan hidup yang amat
panjang dan sulit pernah dialami oleh Nabi Muhammad
SAW, mulai dari ketika masih kecil beliau sudah ditinggal
oleh ayah dan ibunya, kehilangan istri, paman, serta anak-
anak yang masih kecil. Begitupun ketika beliau mulai
berdakwah ditentang oleh umatnay hingga dimusuhi oleh
semu golongan yang tidak mau diaajk masuk islam oleh
nabi. Melihat bagaimana perjalanan hidup nabi yang tidak
mudah tersebut, menjadikan nabi seorang pribadi yang
tangguh dengan pengalamn dan pemikiran yang matang,
hal inilah yang membuat nabi dapat menyesuaikan gaya
berdakwah beliau sampai dapat mudah dipahami hingga
dapat merasuk kedalam hati dan otak para pengikut dan
umatnya.
Selain itu nabi juga dianugerahi oleh Allah SWT
dua hal sehingga dalam berkomunikasi degan uamtanya
memliki efektivitas yang tinggi, yaitu jawami‟ul kalim dan
qoulan baligha. Jawami‟ul kalim adalah kalimat yang
ringkas namun mengandung makna yang banyak, padat
dan mendalam.
6
Sedangkan qaulun baligha bermakna
ucapan yang sampai pada lubuk hati seseorang yang diajak

6
Ibnu Hajar, Fa-thul Baari: Risalah Idaarah al-Buhust al-Ilmiyah Wal Ifta‟ wad
Da‟wah wal Irsyaad (Saudi: Beirut, 2008), XII/304.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 6


bicara yitui kata-kata yang fasih dan tepat; kata-kata yang
membekas pada hati sanubari.
7

Rosulullah dalam berdakwah selalu memegang
teguh dua hal yaitu kitabullah dan syari‟at Allah, melintasi
batas dimensi ruang dan waktu. Disampig itu dalam
melakukan dakwah Nya Beliau bukan hanya melalui kata-
kata dan lisan saja, akan tetapi diperkuat pula melalui
perilaku suri teladan. Orang-orang pada umumnya
beranggapan bahwa Nabi Muhammad adalah figur dan
tokoh yang hanya berkaitan dengan agama saja. Anggapan
ini agak kurang tepat, karena bila ditelusuri dalam
beberapa sejarah beliau juga merupakan tokoh yang mahir
dibidang militer, ekonomi, keluarga, pendidikan, konseling
dan berbagai aspek lainnya. Maka, sangat disayangkan
potensi ajaran Nabi Muhammad SAW (Al-Quran dan
Hadist) belum tergali secara maksimal, dalam hal
(penelitian) ini menjadi konsep teori bimbingan konseling
diera modern saat ini. Hal tersebut dikarenakan para
konselor muslim lebih cenderung mempelajari dan
kemudian menerapkan teori-teori psikologi dan konseling
dari barat saja, tanpa pertimbangan nilai-nilai Islam dan
perbedaan budaya. Yang mana penggunaan teori barat
tersebut hanya dinilai dan disusun dengan corak kehidupan
orang barat yang cenderung mengabakan aspek religius
pada diri manusia.

Erich Fromm memandang sebuah perubahan dapat
dilihat jika terjadi perubahan mendasar dalam hati
manusia. Dorongan-dorongan religius dapat memberikan
energi yang diperlukan untuk menggerakkan manusia
dalam mengadakan perubahan.
8
Oleh sebab itu, menurut

7
Hamka, Tafsir Al-Azhar (jakarta: Pustaka Panji Mas, 2008), 142.
8
Saiful Akhyar Lubis, Konseling Islam: Kiyai dan Pesantren (Elsaq Press,
2007), 134.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 7



Saiful Akhyar dalam proses konseling islami, konselor
diharapkan dapat memberikan perhatian yang besar
terhadap perubahan hati klien, dan berupaya mencintai
ilmu dan hikmah, agar ia dapat mendinamisir dirinya
sendiri.
9
Dalam hal ini, sumber segala ilmu dan hikmah
adalah Al-Qur‟an dan Hadist. Melalui dua hal inilah Islam
menawarkan solusi bagi problema manusia.
10
Namun
dalam memahami hadist perlu disebutkan bahwa beberapa
pendekatan dalam memahami hadits tersebut tidak bisa
diterapkan dalam seluruh hadits Nabi, tetapi dalam melihat
aspek-aspek diluar teks seperti Asbabul Wurud. Kondisi
sosial keagamaan yang berkembang pada saat hadits
disabdakan oleh nabi tentu akan dapat diketahui
pendekatan mana yang lebih tepat untuk dipakai dalam
memahami hadits tersebut.
Menurut Anwar Sutoyo, sampai saat ini ada dua
kecenderungan yang menjadi focus dalam bimbingan,
yaitu bimbingan yang cenderung membantu pemecahan
masalah klien (aliran klinis) dan bimbingan yang
cenderung membantu mengembangkan potensi yang
dimiliki individu (aliran develop mental). Menurutnya, ada
dua pertanyaan fundamental bagi pembimbing yang
beraliran klinis maupun develop mental. Pertama, kemana
individu hendak dibawa dalam menyelesaikan masalah
dan dengan cara apa penyelesaian masalah itu hendak
dilakukan? Kedua, kemana dan dengan cara apa potensi
yang dimiliki individu itu hendak dibantu
mengembangkan? Pertanyaan pertama memperlihatkan
betapa tidak mudah konselor menetapkan tujuan akhir
yang kokoh bila tidak ada landasan agama sebagai
pegangan. Sedangkan pertanyaan kedua menegaskan

9
Ibid.
10
Marsel A. Boisard, Humanisme dalam Islam (1980), 41.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 8


bahwa kegiatan bimbingan tidak bisa sepenuhnya
mengandalkan rasio, tetapi juga harus disandarkan pada
“ajaran” dan “idzin” Allah. Sehingga kedua hal tersebut
menunjukkan peran pentingnya agama dalam proses
bimbingan untuk mengantar klien kearah perubahan yang
lebih baik. Teori bimbingan dan konseling yang
dikembangkan selama ini lebih mengacu pada “filsafat”
dan “sains”.
11

Setelah fokus pemabahasan sudah dibatasi
kemudian untuk menganalisis fokus tema tersebut dalam
kaitannya dengan konseling. Dalam hal ini peneliti akan
mencoba menganalisis fokus permasalahan tersebut
dengan teori barat yaitu dengan teori Counselor-Centered,
Client-centerd, ataupun metode direktif taupun nondirektif
karena dari beberapa macam teori barat yang selama ini
digunakan dalam praktik konseling agakanya teori ini
lebih untuk mencapai manusia seutuhnya, dan dengan
dengan analisis tersebut peneliti akan mencoba
menwarakan titik temu antara proses konseling Nabi pada
zamannya, dengan teori yang digunakan tersebut.
ْث ُض�َّذُِ بََٕص�ضَد ٚ ح َيبَل ٌت١ِجَد بََٕص�ضَد بٌَبَل َخَجْؼُشَٚ َْبَ١ْفُؿ َْٓػ َٝ١ْذَ٠ بََٕص�ضَد ٌص�ضَـُِ بََٕص�ضَد ُٓ
َػ ُْبَ١ْفُؿ بََٔغَجْسَأ ٍغ١ِضَو ًٌُجَع َيبَل َيبَل ٍٚغَّْػ ِْٓث ِٗ�ٌٍا ِضْجَػ َْٓػ ِؽب�جَؼٌْا ِٟثَأ َْٓػ ٍت١ِجَد ْٓ
ْضِ٘بَجَف بَِّٙ١ِفَف َيبَل َُْؼَٔ َيبَل ِْاََٛثَأ َهٌَ َيبَل ُضِ٘بَجُأ َُ�ٍَؿَٚ ِْٗ١ٍََػ ُٗ�ٌٍا ٝ�ٍَص �ِٟج�ٌٍِٕ

”Telah menceritakan kepada kami Musaddad telah
menceritakan kepada kami Yahya dari Sufyan dan
Syu‟bah keduanya berkata; telah meneceritakan kepada
kami Habib berkata. Dan diriwayatkan dari jalur lain, telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Kastir telah
mengabarkan kepada kami Sufyan dari Habib dari Abu Al-

11
Anwar Sutoyo, Bimbingan konseling Islam: Teori dan Praktek (Semarang:
Widya Karya, 2010), 3.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 9



Abbas dari Abdullah bin Amru dia berkata; seorang laki-
laki berkata kepada Nabi SAW; saya hendak ikut berjihad.
Beliau lalu bersabda: Apakah kamu masih memiliki kedua
orang tua? dia menjawab; ya, masih. Beliau bersabda:
kepada keduanyalah kamu berjihad”.
Dari hadist diatas dapat diambil sebuah gambaran
umum terkait metode atau bimbingan yang diberikan
kepada nabi, dalam hadist diatas adalah metode directif,
terjadi komunikasi antara Rosulullah dan sahabat. Dalam
hal ini Nabi menerima dan mengenali perasaan sahabat
tersebut, sebagai konselor, rasul berperan membantu,
permasalahan shahabat tersebut. Dalam interaksi ini
konselor berperan aktif dalam mengajarkan sesuatu atau
menanamkan penegertian baru klien atau konseli. Metode
tersebut disebut juga pendekatan langsung yang lebih
dikenal dengan pendekatan berpusat pada konselor yang
berasumsi bahawa klien tidak mampu mengatasi sendiri
masalah yang dihadapinya, maka dari itu klien
membutuhkan bantuan dari seorang konselor.
Berkaca dari pemaparan diatas, sewajarnya bagi
konselor islam untuk meninjau ulang beberapa studi
tentang metode bimbingan konseling secara keseluruhan,
dalam upaya mengembalikan karakter bimbingan dan
konseling Islam sekaligus menyempurnakan kajian yang
telah dikemukakan oleh para tokoh barat lakukan. Upaya
tersebut dapat dilakukan dengan menggali potensi ajaran
Nabi Muhammad SAW menjadi konsep-konsep teoritis
yang kemudian menguatkan konstruk epistemologi
konseling atau bahkan psikologi Islam saat ini. sekaligus
dalam hal ini menjadikan metode pembimbingan Nabi
Muhammad SAW kepada objek dakwahNya (umat)
menjadi menarik untuk diteliti, maka peneliti melakukan
penelitian dengan judul “Metode Bimbingan dan

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 10


Konseling dalam Hadist” sebagai tugas akhir karya
ilmiah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas
maka penulis mengemukakan rumusan masalah berupa:
Bagaimana metode Bimbingan Konseling Nabi
Muhammad SAW dalam kitab hadits?

C. Tujuan Penelitian
Dalam sebuah penelitian tentu memiliki tujuan
yang menjadi maksut mengapa sebuah penelitian
dilakukan. Berdasarkan rumusan masalah diatas maka
tujuan dari penelitian ini adalah sebagai mahasiswa
Bimbingan dan Konseling Islam peneliti ingin
mendeskripsikan praktik konseling yang dilakukan oleh
nabi pada zamannya, yang terdapat dalam hadist yang
berada dalam kitab Shohih Bukhori.

D. Manfaat Penelitian
Peneltian denagn judul “Praktik Bimbingan dan
Konseling Nabi dalam Kitab Hadist Shohih Bukhori
(Analisis Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling)”ini,
diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis
maupun praktis.
1. Secara teoritis
a. Dalam khazanah konseling, penelitian ini
diharapkan memberikan sumbangan pemikiran
yang dapat dijadikan salah satu alternatif rujukan
yang dapat berguna.
b. Melengkapi kajian keislaman.
c. Diharapkan pula dapat menjadi stimulus
penelusuran penelitian keislaman yang bersentuhan

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 11



langsung dengan kehidupan secara riil dengan
segala aspek-aspek kemanusiannya.
2. Secara praktis
a. Bagi calon konselor penelitian ini dapat dijadikan
rujukan sebagai salah satu alternatif tehnik
konseling.
b. Memberikan pengalaman mengumpulkan,
mengolah dan menganalisis data-data yang
berkaitan dengan metode bimbingan konseling
Rasulullah.
c. Menumbuhkan kecintaan dan semangat umat
muslim untuk lebih meneladani Rasulullah SAW
sebagai figur tokoh yang multi dimensi.

E. Definisi Konsep
1. Bimbingan dan Konseling
Banyak ahli mendefinisikan bimbingan. Namun,
dari berbagai pendapat dapat disimpulkan bahwa
bimbingan adalah suatu bantuan yang diberikan oleh
seorang ahli (guru, ahli jiwa, konselor, psikiater,
terapis) kepada orang lain (klien/konseli) yang
memiliki masalah yang bersumber dari kejiwaan,
dengan harapan klien tersebut memecahkan
masalahnya sendiri serta dapat menyesuaikan diri
dengan tata kehidupan normal.
12

Dari pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa
bimbingan merupakan bantuan yang diberikan secara
sistematis kepada seseorang atau masyarakat agar
mereka mengembangkan potensi yang dimilikinya
sendiri dalam upaya mengatasi berbagai masalah
sehingga mampu menentukan jalan hidupnya secara

12
Farid Hasyim dan Mulyono, Konseling Religius (Yogyakarta: Ar-Ruzz
Media, 2010), 14.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 12


mandiri dengan tanggung jawab penuh tanpa
bergantung pada orang lain, bantuan itu dilakukan
secara berkesinambungan.
Adapun pengertian konseling adalah prosese
pemberian bantuan yang memfokuskan atau menitik
beratkan pada pemecahan serta pencegahan masalah
yang dihadapi individu dan bersifat kuratif.
13

Mengenai kedudukan dan hubungan antara bimbingan
dan konseling terdapat banyak pandangan, salah
satunya memandang bahwa konseling sebagai teknik
bimbingan, dengan kata lain konseling berada dalam
bimbingan. Pendapat lain menyatakan bahwa
bimbingan merupakan pencegahan munculnya masalah
yang dialami oleh individu dengan kata lain bimbingan
sifat atau fungsinya preventif (pencegahan), sedangkan
konseling sifatnya kuratif dan korektif. Namun,
bimbingan dan konseling dihadapkan pada objek yang
sama yaitu problem, sedangkan perbedaannya terletak
pada perhatian dan perlakuan dari masalah.
14


2. Hadist
Kata “hadis‟ atau Al-hadis menurut bahasa, berarti
Al-jadid (sesuatu yang baru), lawan kata dari Al-Qadim
(sesuatu yang lama).
15
Al-Hadits juga sering disebut
dengan “Al-Khabar”, yang berarti berita, yaitu
sesuatu yang dipercakapkan dan dipindahkan dari
seseorang kepada orang lain.
16


13
Anur Rahim Faqih, Bimbingan dan Konseling Islam (Yogyakarta: UII Press,
2004), 2.
14
Ibid.
15
Muhammad al-Sabbagh, al-Hadis al-Nabawi (Riyad: al-Maktab al-Islami,
1972 M/1392 H), 13.
16
Zuhri, Hadist Nabi (Yogyakarta: Tiara Wacana,1997), 3.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 13



Namun, para ulama berbeda pendapat mengenai
pengertian hadits secara jelas.
Para ulama ahli hadist mendefinisikan hadist
sebagai berikut “segala perkataan nabi, perbuatan hal
dan ihwalnya”. Yang dimaksut hal ihwal segala yang
diriwayatkan dari Nabi SAW, yang berkaitan dengan
himmah, karakteristik, sejarah kelahiran dan
kebiyasaan kebiyasaan. Ada juga yang memberikan
pengertian lain terkait hadist, yaitu “segala yang
berasal dari Nabi baik berupa perkataan, perbuatan,
persetujuan, sifat fisik dan budi pekerti, jalan hidup
baik yang terjadi sebelum Nabi diutus menjadi rasul
seperti ketika bertahannus di gua Hira‟ maupun
sesudahnya”.
17

Sedangkan pengertian hadist menurut ulama Ushul
adalah sebagai segala sesuatu yang bersumber dari
Nabi SAW baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan
yang berhubungan dengab hukum dan ketentuan-
ketentuan Allah SWT yang disyari‟atkan pada
manusia.
18



F. Sistematika Pembahasan
Secara keseluruhan penelitian ini dibagi dalam
beberapa bab pokok bahasan yang disusun secara
sistematis mulai dari awal hingga akhir.
Adapun sistematika pembahasan laporan penelitian
(skripsi) ini terdiri dari lima bab, masing-masing bab
adalah sebagai berikut:


17
Muhammad „Ajjaj al-Khatib, Usul al-Hadis „Ulumuh wa Mustalahuh (Beirut:
Dar al-fikr, 1989), 19.
18
Umi Sumbullah, Kajian Kritis Ilmu Hadist(Malang: UIN-MALIKI, 2010), 7.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 14


Bab I Pendahuluan. Bab ini terdiri dari latar
belakang maslah penelitian, rumusan masalah, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep, dan
sistematika pembahasan.

Bab II berisi tinjauan pustaka yang merupakan
kajian teoritik, pada penelitian ini meliputi: a). Bimbingan
Konseling, b). Hadist.

Bab III berisi tentang metode penelitian yang
didalamnya terdiri dari penedekatan dan jenis penelitian,
jenis dan sumber data, teknik pengumpulan data, dan
teknik analisis data.

Bab IV berisi analisis metode bimbingan konseling
dalam hadist yang terdiri dari kandungan metode
bimbingan dan konseling dalam hadist dan analisis penulis
tentang metode bimbingan dan konseling yang terdapat
dalam hadist.

Bab V penutup, yang terdiri dari simpulan hasil
penelitian, dan saran-saran.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/
15

BAB II
PRAKTIK BIMBINGAN DAN KONSELING NABI DALAM
KITAB HADIST SHAHIH BUKHARI
A. BIMBINGAN KONSELING
1. Pengertin Bimbingan Konseling
Bimbingan konseling bersal dari dua kata yaitu,
bimbingan dan konseling. Bimbingan berarti antuan
yang diberikan oleh pembimbing oleh individu agar
individu yang dibimbing mencapai kemandirian
dengan mempergunakan berbagi bahan melalui
interaksi dan pemberian nasihat serta gagasan dalam
suasan asuhan dan beradasarkan norma-norma yang
berlaku.
19

Bimbingan adalah proses pemberian bantuan dalam
pemecahan masalah kepada seseorang dengan cara
memeberi ruang keaktifan seseorang tersebut agar
dapat mngembangkan kemampuan dirinya dan
mandiri.
20

Bimbingan adalah proses pemberian bantuan yang
dilakukan oleh orang yang ahli kepada seorang atau
beberapa orang, baik anak- anak, remaja maupun
dewasa, agar orang yang dibimbing dapat
mengembangkan kemampuan dirinya sendiri dan
mandiri dengan memanfaatkan kekuatan individu dan
sarana yang ada dan dapat dikembangkan berdasarkan
norma-norma yang berlaku.
21


19
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis
Integrasi), (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2011), hal 20.
20
Suhesti dan Endang Eriati, Bagaiman Konselor Sekolah Bersikap?, (Yogya:
Pustaka Pelajar, 2012), hal 5.
21
Prayitno dan Erman Anti, Dasar-Dasar dan Bimbingan Konseling, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2009), hal 99.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 16


Bimbingan adalah suatu bantuan yang diberikan
oleh seseorang baik laki-laki maupun peremuan, yang
memiliki kepribadian dan terlatih dengan baik kepada
individu-individu setiap usia untuk membantunya
mengatur hidupnya sendiri, mengembangkan hidupnya
sendiri, membuat keputusan sendiri menanggung
bebannya sendiri.
22

Dari pendapat yang diutarakan diatas ada beberapa
kesamaaan mengenai arti dari sebuah bimbingan, yaitu
suatu bantuan yang diberikan oleh pembimbing kepada
seseorang untuk dapat mengembanagkan diri dari
potensi yang dimiliki oleh seorang individu sesuai
dengan norma-norma yang berlaku.
Menurut beberapa pendapat yang sudah dijelaskan
diatas dapat diambil kesimpulan bahwa, bimbingan
adalah pemberian bantuan yang dilakukan oleh
pembimbing kepada individu dengan memberikan
gagasan dan kebebasan kepada individu untuk aktif
berdasarkan norma-norma yang ada sehingga individu
dapat mengembangkan dirinya sendiri.
Konseling berarti hubungan timabal balik antara
dua orang (konselor dan klien) untuk menangani
masalah klien, yang didukung oleh keahlian dan
suasana yang laras dan integrasi berdarsarkan norma-
norma yang berlaku untuk tujuan yang berguna bagi
klien.
23
Adapun pengertian konseling menurut bebrapa
ahli dapat diuraikan sebagai berikut:
Konseling adalah sebuah teknikuntukmemberikan
bantuan kepada seseorang atau beberapa orangyang
dilakukansecara langsung dengan tujuan untuk

22
Ibid.
23
Tohirin, Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan Madrasah (Berbasis
Integrasi), (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2011), hal 25.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 17



mencapai penerimaan,pemahamandan pengentasan diri
atas masalah yang sedang dihadapi.
24

Selanjutnya, dalam pandangan lain konseling
diartikan sebagai proses pemberian bantuan yang
dilakukan melalui wawancara konseling oleh seorang
ahli kepada individu yang sedang mengalami suatu
masalah yang bermuara pada teratasinya masalah yang
dihadapi individu tersebut.
25

Sedangkan secara etimologs istilah konseling
berasal dari bahasa latin, yaitu “counsilium” yang
berarti dengan atau bersama yang dirangkai dengan
“menerima” dan “memahami”. Sedangkan dengan
bahasa Anglo Saxon, istilah konseling berasal dari
“sellan” yang berarti menyerahkan atu menyampaikan,
konseling adalah merupakan metode dari bimbingan.
26

Dari beberapa pendapat diatas maka dapat diambil
kesimpulan bahwa konseling yaitu suatu proses
hubungan timbal balik antara konseling dan klien
untuk memberikan bantuan kepada klien dengan tehnik
tertentu agar supaya individu dapat mengatasi suatu
permasalahan yang sedang dialami ssesuai dengan
norma dan aturan yang berlaku.

2. Tujuan Bimbingan Konseling
Tujuan bimbingan secara khusus yang merupakan
penjabaran dari tujuan umum telah banyak dirumuskan
dalam definisi bimbingan, anatara lain bimbingan

24
Suhesti dan Endang Eriati, Bagaiman Konselor Sekolah Bersikap?,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hal 6.
25
Prayitno dan Erman Anti, Dasar-Dasar dan Bimbingan Konseling, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2009), hal 105.
26
Ibid, hal 99.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 18


dinyatakan sebagai bantuan yang diberikan kepada
individu agar individu tersebut dapat:
a. Mengerti dirinya dan lingkungan. Mengerti diri
meliputi pengenalan kemampuan, bakat
khusus, minat, cita-cita dan nilai-nilai hidup
yang dimilikinya untuk perkembangan dirinya.
Sedangkan mengerti lingkungan meliuputi
pngenalan lingkungn baik lingkungn fisik,
sosial, maupun budaya.
b. Mampu memilih, memutuskan dan
merencanakan hidupnya secara bijaksana baik
dalam buidang pendidikan, pekerjaan dan
sosial pribadi. Termasuk di dalamnya
membantu individu untuk memilih bidang
studi, karir, dan pola hidup pribadinya.
c. Mengembangkan kemampuan dan
kesanggupannya secara maksimal.
d. Memecahkan masalah yang dihadapi secara
bijaksana. Hala ini termasuk memberikan
bantuan menghilangkan kebiasaan-kebiasaan
buruk atau sikap hidup yang menjadi sumber
timbulnya masalah.
e. Mengelola aktifitas kehidupannya,
mengembangkan sudat pandangnya, dan
mengambil keputusan serta mempertanggung
jawabkannya.
f. Memahami dan mengarahkan diri dalam
bertindak dan bersikap sesuai dengan tuntutan
keadaan lingkungannya.
27

Adapun tuujuan akhir bimbingan dan konseling
adalah agar orang yang dibimbing dapat

27
Yusuf Gunawan, Pengantar Bimbingan dan Konseling, (Jakarta: PT
Prenhallindo, 2001), hal 41-42.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 19



membimbing dirinya sendiri (self-guidence).
Individu dipandang telah mampu membimbing
dirinya sendiri apabila:
a. Telah mampu memhami diri (self
understanding) baik memahami kekuatan-
kekuatannya ataupun kelemahan-
kelemahannya.
b. Menerima dirinya (self acceptance) dengan
sefal kelbihan dan kekurangannya.
c. Dapat mengerahkan diri (self direction)
kepdsa tujuan mulia yang bermanfaat bagi
kehidupannya.
d. Mengaktualisasikan potensi-potensi dirinya
(self actualization, self raelization) dengan
caera-cara yang terpuji tanpa ada pihak-
pihak yang dirugikan.
Apabila seseorang sudah berada dalam
keadaan demikian mak itulah yang dikatakan
self-reliance, yaitu orang yang mampu berdiri
di atas kaki sendiri, orang yang mampu
bertanggung jawab, orang yang sudah mandiri
(independence). Kemnandirian memungkinkan
tercapainya kesejahteraan (welfare). Inilah
tujuan akhir bimbingan dan konseling.
28

3. Fungsi Bimbingan Konseling
Fungsi ini berarti bahwa layanan Bimbingan dan
konseling yang diberikan dapat membantu klien dalam
memlihara dan mengembangkan keseluruhan pribadi
secar mantap, terarah dan berkelanjutan. Dalam fungsi-

28
Paimun, Bimbingan dan Konseling Sari Perkuliahan, (Jakarta: UIN
SyarifHidayatullah,2008), hal 20-21.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 20


fungsi ini hal-hal yang dipandang positif agar tetap
baik dan mantap. Denagn demikian, klien dapat
memelihara dan mengembangkan berbagai potensi dan
kondisi positif dalam rangka perkembangan diri secara
mantap dan berkelanjutan.
29


Adapun fungsi bimbingan dan konseling yaitu:
a. Fungsi pemahaman, yaitu fungsi untuk memahami
individu memahami diri dan lingkungnnya.
b. Fungsi pencegahan, yaitu fungsi untuk membantu
individu mempu mencegah dan menghindarkan diri
dari berbagia permasalahn yang dapat menghambat
perkembangan dirinya.
c. Fungsi pengentasan, yaitu fungsi untuk membantu
individu mengatasi masalah yang dialaminya.
d. Fungsi pemeliharaan dan pengembangan, yaitu
untuk membantu individu memlihara dan
menumbuhkembangkan berbagai potensi dan
kondisi positif yang dimilikinya.
30

Dilihat dari beberapa fungsi yang telah dijelsakan
diatas penulis dapat menyimpulkan bahwa bimbingan
dan konseling sangat perlu diberikan kepada
seseorang, karena dalam kehidupan manusia selalu
dihadapakan pada masalah kehidupan. Oleh karena itu,
bimbingna konseling dibutuhkan untuk membantu dan
memberikan solusi atas persoalan-persoalan tersebut,
dengan fungsi yang telah disebutkan diatas, maka
setiap individu dapat menikmati hidup secara normal
dan bahagia.



29
Prayitno dan Erman Anti, Dasar-Dasar dan Bimbingan Konseling, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2009), hal 27.
30
Depdiknas, Panduan Model Pengenalan Diri, hal 189.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 21



4. Prinsip- Prinsip Bimbingan Konseling
Adapun prinsip-prinsip Bimbinagn Konseling
adalah :
a. Bimbingan dan konseling diperuntukkan bagi
semua konseli, yaitu bagi yang bermasalah
maupun yang tidak bermasalah pria maupun
wanita anak-anak, remaja maupun dewasa.
b. Bimbinhgan dan konseling sebagai proses
individulisasi, yaitu memaksimalkan
perkembangan individu.
c. Bimbingan merupakan proses bantuan yang
menekankan kekuatan dan kesuksesan, karena
bimbingan merupaka cara untuk membangun
pandangan positif terhadap diri sendiri.
d. Bimbingan dan konseling merupakan usaha
bersama karena bimbingan juga termasuk tugas
guru-guru dan kepala sekolah.
e. Tujuan utam bimbingan adalah
mengembangkan kemampuan konseli untuk
memecahkan masalahnya dan mengambil
keputusan.
f. Bimbingan dan konseling berlangsung dalam
berbagai adegan kehidupan dan bersifat multi
aspek.
g. Bersifat fleksibel.
h. Bimbingan dan konseling perlu adanya
kerjasama dan pengertian yang baik dari orang
tua.
i. Bimbuingan dan konseling memerlukan
sekumpulan catatan mengenai kemajuan dan
keadaan klien.
31


31
Lihat Sutirna, Bimbingan dan Konseling Pendidikan Formal, Nonformal dan
Informal, (Yogyakarta: Andi Offset, 2013), hal 24.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 22



Sedangkan menurut Suhesti menjelaskan
prinsip-prinsip dasar Bimbingan dan Konseling,
yaitu:
a. Setiap indivudu haka yang sam dalam
memperoleh layanan bimbingan dan konseling
tanpa memandang umur, jenis kelamin, suku,
bangsa, agama dan status ekonomi.
b. Bimbingan dan konseling berkaitan erat
dengan sikap dan perilaku individu yang unik
dan beragam maka pelaksanaannya fleksibel.
c. Bimbingan dan konseling membantu
mengembangkan penyesuaian diri individu
terhadap terhadap tercapainya segenap tugas-
tugas perkembannya.
d. Perlunya pemahaman tentang diri individu
secara penuh.
e. Bimbingan dan konseling membantu individu
dalam memecahkan masalah yang dihadapi
individu denagn mengidentifikasi emosi dan
kebutuhan yang dirasakannya.
f. Bimbingan dan konselig hendaknya bertitik
tolak pad individu yang dibimbing.
g. Bimbingan dan konseling membantu
pengembangn diri individu untuk mandiri dan
mengambil keputusan penuh.
h. Program Bimbingan dan konseling perlu
disesuaikan denagn kebutuhan dan
perkembangan perserta didik.

i. Perlu adanya penilaian dan evaluasi terhadap
program bimbingan dan konselingdenagn
maksut untuk mengetahui seberapa jauh hasil

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 23



yang dicapai.
j. Bimbingan dan konseling adalah pekerjaan
profesional yang bekerja sama dengan orang
tua dan guru untuk mencapai pelaksanaan yang
maksimal.
32


5. Metode Bimbingan dan Konseling
Metode memiliki peran penting dalam suatu
proses bimbingan. Metode yang kuranag tepat,
walaupun pesan yang disampaikan baik, maka
akan sulit diterima oleh konseli. Sorang konselor
harus bijak dalam menentukan penggunaan
metode dalam suatu proses bimbingan, karena hal
tersebut akan sangat mempengaruhi kelancaran
dan kesuksesan dalam proses bimbingan.
Secara umum para ahli membagi metode
konseling menjadi tiga, yaitu:

a. Counselor-centered method (directive
approach)
Metode ini pertama kali diperkenalkan
oleh Edmond G Williamson dengan tujuan
membantu konseli mengaktualisasikan potensi
baik yang dimiliki, terutama klien yang kurang
memperoleh pengalaman lingkungan untuk
memenuhi tujuan dan keinginannya. Seorang
konseli mungkin belum memahami motif
sebenarnya yang mendasari tingkah lakunya
atau belum memahami bakat dan minat yang
sesungguhnya. Oleh karena itu konselor yang
mengerti motif konseli yang sebenarnaya akan

32
Lihat Suhesti dan Endang Eriati, Bagaiman Konselor Sekolah Bersikap?,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012), hal 10.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 24


menjelakan hal tersebut, sejak awal konselor
harus berusaha mencipatakan hubungan baik
dengan konseli yang ditandai atau didasari rasa
empati.
33

Metode ini disebut juga dengan
pendekatan langsung dan dikenal sebagai
pendekatan terpusat pada konselor untuk
menunjukkan bahwa dalam interaksi ini
konselor lebih banyak berperan dalam
menentukan sesuatu. Konselor dengan
pengetahuan dan pengalamannya memahami
keadaan klien dan membantunya mengatasi
masalah dan menyesuaikan diri dengan
keadaan yang tidak menyenangkan. Untuk bisa
memberikan bantuan, konselor harus
melakukan analisi, menentukan suatu gejala,
memberikan penerangan dan memperjelas
keadaan. Sebaliknya, peran klien atau konseli
sangat pasif dan cenderung menerima serta
diharapkan menyetujui dan melaksanakan
nasihat, saran, dorongna sesuai dengan
petunjuk yang diberikan koselor.
34


b. Client-centered method (nondirective
approach)
Metode ini pertama kalinya
diperkenalkan oleh Carl R. Rogers, seorang
psikolog klinis yang menekuni bidang
konseling dan psikoterapi. Lahir pada tahun
1902 di Loak Park, Illionis. Metode ini

33
Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah,
2010), hal 78.
34
Saiful Akhyar Lubis, Konseling Islam: Kiyai dan Pesantren (Elsaq Press,
2007), 65.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 25



memandnag dalam bahwa dalam proses
konseling yang paling berhak memmilih,
merencanakan, dan memutuskan perilaku dan
nilai-nilai mana yang dipandang paling
bermakna bagi klien/konseling adalah
klien/konseli itu sendiri.
35

Konselor hanyalah membantu
memberikan kemudahan berupa kondisi-
kondisi kepada konseli untuk mengembangkan
perilakunya itu secara lebih produktif.
36

Dengan cara ini konselor memberikan bantuan
yang bersifat “tidak mengarahkan,
nondirective” (tidak mengisi pikiran konseli
dengan pertimbangan-pertimbangan baru),
tetapi hanya mempermudah refleksi diri dalam
suasana komunikasi yang penuh, saling
pengertian dan kehangatan. Cara bertindak
demikian membuat konselor harus aktif dalam
mengikuti jalan pikiran dan perasaan konseli.
Penggunaan nondirective method menunutut
dari konselor suatu kemamapuan tinggi untuk
menangkap penghayatn perasaan dalam
pernyataan konseli dan memantulakan itu
kembali pada konseli dalam bahasa atau
tindakan yang sesuai.
37


c. Eclectic method
Metode ekelektik tidak hanya meliputi
dua metode yang kerapkali digunakan dalam

35
Ibid, hal 68.
36
Ibid.
37
Samsul Munir Amin, Bimbingan dan Konseling Islam, (Jakarta: Amzah,
2010), hal 77.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 26


layanan konseling (counselor-centered method
dan client-centered method), akan tetepi lebih
luas dari itu, yakni mencakup bidang
psikoterapi sepeti psikoanalisis, behavioristik
ataupun terapi kognitif denagn pendekatan
terpusat pada pribadi.
38


B. HADIST
Kata “hadis‟ atau Al-hadis menurut bahasa, berarti
Al-jadid (sesuatu yang baru), lawan kata dari Al-Qadim
(sesuatu yang lama).
39
Al-Hadits juga sering disebut
dengan “Al-Khabar”, yang berarti berita, yaitu sesuatu
yang dipercakapkan dan dipindahkan dari seseorang
kepada orang lain.
40
Namun, para ulama berbeda
pendapat mengenai pengertian hadits secara jelas.
Para ulama ahli hadist mendefinisikan hadist
sebagai berikut “segala perkataan nabi, perbuatan hal
dan ihwalnya”. Yang dimaksut hal ihwal segala yang
diriwayatkan dari Nabi SAW, yang berkaitan dengan
himmah, karakteristik, sejarah kelahiran dan
kebiyasaan-kebiyasaan. Ada juga yang memberikan
pengertian lain terkait hadist, yaitu “segala yang
berasal dari Nabi baik berupa perkataan, perbuatan,
persetujuan, sifat fisik dan budi pekerti, jalan hidup
baik yang terjadi sebelum Nabi diutus menjadi rasul
seperti ketika bertahannus di gua Hira‟ maupun
sesudahnya”.
41


38
Saiful Akhyar Lubis, Konseling Islam: Kiyai dan Pesantren (Elsaq Press,
2007), 78-79.
39
Muhammad al-Sabbagh, al-Hadis al-Nabawi (Riyad: al-Maktab al-Islami,
1972 M/1392 H), 13.
40
Zuhri, Hadist Nabi (Yogyakarta: Tiara Wacana,1997), 3.
41
Muhammad „Ajjaj al-Khatib, Usul al-Hadis „Ulumuh wa Mustalahuh (Beirut:
Dar al-fikr, 1989), 19.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 27



Sedangkan pengertian hadist menurut ulama Ushul
adalah sebagai segala sesuatu yang bersumber dari
Nabi SAW baik ucapan, perbuatan maupun ketetapan
yang berhubungan dengan hukum dan ketentuan-
ketentuan Allah SWT yang disyari‟atkan pada
manusia.
42

Mengenai perbedaan pengertian hadist yang telah
teruraikan diatas kiranya tidak akan dibahas terlalu
mendalam, karena sejak awal peneliti sudah membatasi
pokok yang akan menjadi bahasan dalam penelitian
ini. Namun, dari beberapa pendapat yang telah
diuraikan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
hadist ialah suatu naskah yang berisi perkataan,
perbuatan ataupun berita yang bersumber dari nabi
yang didalamnya berisi tentang himmah, karakteristik,
sejarah kelahiran dan kebiyasaan-kebiyasaan dan
ketetapan yang berhubungan dengan hukum dan
ketentuan-ketentuan Allah SWT yang disyari‟atkan,
kemudian diriwayatkan oleh orang yang meriwayatkan
secara langsung dari nabi, maupun dari perawi
sebelumnya.








42
Umi Sumbullah, Kajian Kritis Ilmu Hadist(Malang: UIN-MALIKI, 2010), 7.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/
28

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian secara umum diartikan sebagai cara
ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan
kegunaan tertentu, melalui penelitian manusia dapat
menggunakan hasilnya.
43
Oleh karena itu penulis akan
menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan metode yang
ada dalam penelitian ini, yaitu sebagai berikut:
A. Pendekatan dan Jenis penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kualitatif, penelitian kualitatif yaitu prosedur
penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis, lisan maupaun dari perilaku yang
diamati.
44
Penelitian yang digunakan adalah penilitian
kepustakaan (library reaserch). Penelitian kepustakaan
adalah segala usah yang dilakukan oleh peneliti untuk
menghimpun informasi yang relevan dengan topik
masalah yang akan atau sedang diteliti. Informasi
tersebut dapat diperoleh melalui buku-buku ilmiah,
laporan penelitian, karangan-karangan ilmiah, tesis,
dan disertasi, peraturan-peraturan, ketetapan-ketetapan,
buku tahunan, ensiklopedi, dan sumber-sumber tertulis
baik tercetak maupun elektronik.
45

Sedangkan jenis penelitian ini adalah termasuk
kategori studi/analisis teks. Studi/analsis teks adalah
studi tentang perspektif manusia, upaya penstrukturan

43
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif, kualitatif dan R & D
(Bandung: Alfabeta, 2012), 3.
44
Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rosdakarya,
2004), 4.
45
Ainu Muyasaroh, Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Yang Terkandung Dalam
Novel Negri 5 Menara Karya Ahmad Fuadi (Skripsi, Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan IAIN Raden Intan Lampung, 2017), 3.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 29



diri dan lingkungan manusia serta tentang pemberian
makna lingkungan ataupun telaah tentang ilmu-ilmu
kemanusiaan. Dalam pemaknaan yang luas, studi teks
mencakup telaah pustaka ilmu-ilmu terkait
kemanusiaan, seperti psikologis, antropologi sampai
studi teks dalam makna studi linguistik dan sastra.
Dengan demikian meski hadits bukan produk budaya,
namun karena ia disampaikan dengan bahasa yang
komunikatif dan terpahami oleh manusia maka hadits
dapat ditelaah sebagai ilmu kemanusiaan, sastra dsb.
46

Dalam studi ini teks tidak hanya dipandang sebagai
objek bebas yang tidak memiliki “sesutu” dibalik
dirinya akan tetapi teks juga dipandang sebagai
representasi dari kelompok/individu atau
menggambarkan ciri situasi yang diteliti.
47
Demikian
juga studi ini akan lebih ditekankan pada pencarian
makna di balik teks hadits khususnya yang berkaitan
dengan metode bimbingan.
Studi teks masuk dalam analisis wacana kritis yang
mana wacana disini tidak dipahami semata sebagai
studi bahasa. Analisis wacana memang menggunakan
bahasa dalam teks untuk dianalisis, akan tetapi bahasa
dianalisis bukan dengan menggamabarkan semat dari
aspek kebahasaan, tetapi dihubungkan juga dengan
konteks. Konteks disini berarti bahasa itu dipakai
untuk tujuan dan praktik tertentu.
48




46
Noeng Muhadjir, Metode Penelitian Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Rake
Sarasin, 1996), 158.
47
Titscher, Stefan dkk, Metode Analisi Teks dan Wacana (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009), 38.
48
Eriyanto, ANALISIS WACANA Pengantar Analisis Teks Media (Yogyakarta:
PT. LkiS Pelangi Aksara, 2001), 7.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 30


B. Sumber Data
Sumber data adalah subjek penelitian tempat dat
tersebut menempel. Sumber data berupa benda, gerak,
manusia, tempat dan lain sebagainya.
49
Dalam
penelitian ini, peneliti mengambil sumber data dari dua
sumber yaitu:
a. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah data yang
memberikan sumber data langsung dari tangan
pertama.
50
Data primer adalah data langsung yang
didapata dari responden atau objek yang diteliti
atau pemikiran salah seorang pemikir ataupun
tokoh baik seluruh karyanya maupun satu topik
karyanya.
51
Adapun yang menjadi data primer pada
penelitian ini adalah kitab Riyadhus Sholihin yang
berfokus pada tema dan beberapa referensi buku
Bimbingan dan Konseling Islam maupun buku-
buku yang berkaitan dengan psikologi konseling.

b. Sumber Sekunder
Data sekunder merupakan data-data yang
sudah tersediya dan dapat diperoleh oleh peneliti
dengan cara membaca, melihat, ataupun
mendengarkan.
52
Sumber data sekunder didapatkan
oleh peneliti secara tidak langsung dari sumber
objek yang diteliti akan tetapi melalui pihak lain

49
Etta Mamang Sangahji dan Sopiah, Metodologi Penenlitian Pendekatan
Praktis dalam Penelitian ( Yogyakarta: CV Andi Ofset, 2010), 43.
50
Winarni Surakhman, Pengantar Penelitian ilmiah (Bandung: Taristo, 1983),
134.
51
Anton bakker dan Ahmad Charis Zubair, Metodologi Penilitian Filsafat
(Yogyakarta: Kanisius, 1990), 61.
52
Sugiyono, Metode Pendidikan Kuantitatif, Kualitatif, dan R &D (Bandung:
Alfabeta, 2012), 308-309.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 31



seperti instansi-instansi atau lembaga-lembaga lain
yang terkait, perpustakaan, arsip perseorangan dan
sebagainya.
53

Sumber-sumber data sekunder yang
mendukung sumber primer , terdiri dari buku-buku
yang mempunyai hubungan dalam pembahasan
penelitian ini contohnya, buku-buku terkait metode
penelitian, buku-buku yang mendukung terkait
teori konseling yang diguakan seperti teori
konseling islam, dan beberapa kitab hadist yang
mendukung. Selain itu peneliti juga menggunakan
sumber data yang diperoleh dari karya ilmiah yang
sudah ada dan berkaitan dengan tema pembahasan
misalnya skripsi, jurnal, makalah, dan artikel dll.

C. Tehnik Pengumpulan Data
Data merupakan variabel yang sangat penting
dalam penelitian, data harus dikumpulkan sebanyak
mungkin dengan menggunakan ,metode metode yang
sesuai. Tahapan pengumpulan data dilakukan dengan
memilih data yang relevan, melakukan pencacatan
objektif, membuat catatan konseptualisasi catatan yang
muncul dan kemudian meringkas dengan rangkuman
sementara.
Dalam peneitian ini peneliti menggunakan tehnik
pengumpulan data dokumentasi. Yaitu metode
pengumpulan data dengan menyelidiki benda-benda
tertulis, seperti buku-buku, majalah, dokumen,
peraturan-peraturan, notulen rapat, catatan harian dan
sebagainya.
54
Pengumpulan data dilakukan dengan

53
Anton bakker dan Ahmad Charis Zubair, Metodologi Penilitian Filsafat.....,
88.
54
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik, cet. Ke-
13 (Jakarta: PT Adi Mahasatya, 2006), 158.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 32


tehnik membaca, menganalisis dan mencatat hal-hal
yang berkaitan dengan hakikat, fungsi dan peran dalam
pemaknaan hadist terkait nilai-nilai konseling islam
pada hadist.

D. Tehnik Analisis Data
Kegiatan analisis data merupakan proses
penyederhanaan data menjadi bentuk yang mudah
dibaca dan kemudian diinterpretasikan. Data-data yang
telah terakumpul dan sudah diinterpretasikan, akan
dianalisis berdasarka teori-teori yang sudah ada
sehingga dari pengertian diatas dapat dsimpulkan
bahwa kegiatan dalam menganalisisi data meliputi,
mengatur, mengurutkan, mengelompokkan, memberi
kode serta mengkategorisasikan.
55

Adapun tehnik analisis datanya menggunakan
tehnik analisis pragmatik fungsionalis yang mengacu
pada beberapa tahapan berikut:
a. Interpretasi, yaitu pendalaman dan penagkapan
terhadap pesan dari suatu teks. Pada penelirtian
ini proses tersebut dilakukan untuk menggali
makna dibalik teks hadist.
b. Holistik, yaitu subjek yang menjadi objek studi
tidak hanya dilihat secara otomatis (terisolasi
dari lingkungannya) tetapi ditinjau dalam
interaksi dengan seluruh kenyataan yang
melingkupinya. Dengan mengidentifikasi pola-
pola teks melalui analisis pragmatik
fungsionalis peneliti dapat menganalisis
tindakan tutur secara terperinci sehingga

55
Lexy J. Muloeng, Metode Penelitian Kualitatif (Jakarta: Rosdakarya, 1990),
248.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 33



metode penyampaian teks dapat dianalisis lebih
dalam.
56

Dengan demikian penelitian ini tidak akan
menafsirkan maksud atau kandungan hadist
sebagai teks murni yang tidak terkait dengan hal-
hal di luar teks itu sendiri akan tetapi lebih pada
pemaknaan hadits sebagai sesuatu yang terkait
dengan metode bimbingan konseling Nabi
Muhammad SAW. Kemudian dalam memastikan
otentisitas sumber referensi peneliti mengupayakan
setiap hadist telah dijelaskan derajat
keshahihannya. Dalam hal ini peneliti mengambil
referensi hadist dari kitab Shahih Bukhari.
Secara operasional berikut adalah langkah atau
tahapan yang ditempuh peneliti dalam melakukan
kegiatan metode penelitian ini:
a. Mencari dan mengumpulkan hadist-hadist
yang berkaitan dengan tema penelitian
dalam kitab Shahih Bukhari yang
merupakan sumber primer dalam penelitian
ini.
b. Memberikan penjelasan atau gambaran
secara umum tentang hadist-hadist yang
sudah terkumpul serta kaitannya dengan
pembahasan penelitian.
c. Mencari Syarh dan terjemahan hadist-hadist
yng telah terkumpul pada sumber data
sekunder, bertujuan untuk menguatkan

56
Titscher, Stefan dkk, Metode Analisi Teks dan Wacana (Yogyakarta: Pustaka
Pelajar, 2009), 290.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 34


kaitan hadist-hadist tersebut dengan
pembahasan penelitian.
d. Kemudian memberikan komentar atau
kesimpulan dari setiap hadist-hadist
tersebut.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/
35

BAB IV
ANALISIS METODE BIMBINGAN DALAM HADIST
A. Kedudukan dan Fungsi Hadist dalam Bimbingan dan
Konseling
Dasar-dasar pemikiran manusia dalam bidang
konseling banyak ditemukan dalam Al-Qur‟an dan Hadist
sebagai sumber hukum dan ajaran Islam itu sendiri. Hal
tersebut menunjukkan salah satu bukti bahwa Islam
memiliki kekayaan dalam bidang Ilmu pengetahuan,
walaupun secara etimologis tidak ditemukannya kata
bimbingan dan konseling dalam Al-Qur‟an maupun
Hadist. Apabila dibandingkan dengan bimbingan
konseling barat, Al-Qur‟an dan Hadist menjadi nilai
tambah bagi bimbingan konseling dalam Islam. Teori dan
praktek dalam bimbingan dan konseling Islam tidak hanya
berdasarkan pada pemikiran manusia semata, akan tetapi juga
berlandaskan kepada nilai agama. Oleh sebab itu, maka
mempelajari Al-Qur‟an dan Hadist merupakan suatu hal yang
sangat penting dalam bidang bimbingan dan konseling.
Pembahasan terkait Al-Qur‟an dan Hadist mengenai
bimbingan dan konseling memiliki cakupan yang cukup luas.
Kedudukan Al-Hadist terhadap Al-Qur‟an adalah
sebagai syarah dab penjelas dari kandungan Al-Qur‟an.
Al-Hadist juga berfungsi untuk menafsirkan kalimat yang
masih mujmal (global), mengkhususkan kalimat yang
masih umum, membatasi pengertian kalimat yang masih
mutlak. Selain itu Imam Nawawi menambahkan fdua
fungsi lainnya yakni menjelaskan maksut dari beberapa
lafadz secara tepat dan benar, dan menghilangkan
pemahaman-pemahaman yang menyimpang dan menjadi
fokus ikhtilaf.
Allah dan Rasul seringkali menyebutkan Al-Qur‟an
dan Hadist secra bersamaan sebagai satu kesatuan atau

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 36


menggunakan kata hubung “dan” bukan “atau” karena
keduanya memang bersifat komplementer, mengikat satu
sama lain. Kedudukan Hadist sebagai sumber hukum dan
pedoman hidup selain Al-Qur‟an merupakan implikasi dari
sifat ma‟sum Nabi Muhammad SAW yang mengatakan
sesuatu yang mengikuti petunjuk Allah. Dalam surat An-
Najm ayat 3-4 ditegaskan bahwa perkataan Nabi
Muhammad SAW bukanlah karena hawa nafsu namun
merupakan bagian wahyu dari Allah baginya.
Berbagai keterangan yang menguatkan posisi
hadist sebagai pedoman muslim menjadi pijak kuat untuk
lebih mendalami penggalian makna dari berbagai hadits
shahih yang ada. Dalam sisi bimbingan dan konseling
bahkan lebih mudah untuk dipahami dan diaplikasikan
dengan pertimbangan hadist muncul sebagai reaksi Nabi
Muhammad SAW terhadap fenomena yang ia temui
sehingga juga merupakan satu ekspresi dari seorang
manusia terhadap stimulus tertentu saja respon yang
muncul dalam bimbingan Allah.
Karakter hadits yang lebih „membumi‟ dan
„manusiawi‟ inilah yang menjadikan hadits memiliki
keunikan untuk digali dari pespektif psikologi berbeda
dengan Al-Qur‟an yang sepenuhnya murni ekspresi
ketuhanan meskipun sebagiannya (sekitar sepertiga)
memiliki asbabun nuzul—sebagian ahli tafsir bahkan
mengartikan asbabun nuzul sebagai latar belakang bukan
penyebab turunnya ayat sehingga ia sama sekali bukan
sebuah ekspresi manusiawi.
Berikut merupakan ayat yang menjelaskan sunnah
sekaligus menjadi ajaran Islam, adalah sebagi berikut :

ةبمؼٌا ض٠ضش للها ْا للها اٛمراٚ اٛٙزٔبف ٕٗػ ُوبٙٔ بِٚ ٖٚظشف يٛؿغٌا ُوبرآ بِٚ

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 37



Artinya : Apa yang telah diberikan Rosulmu maka
terimalah ia, dan apa yang telah dilarang bagimu maka
tinggalkanlah. (QS. Al Hasyr :7).

B. Kandungan Metode Bimbingan dan Konseling Dalam
Hadist
Dalam sub bab ini peneliti akan menampilakan
beberapa hadist sesuai dengan tema pembahasan yang
didalam penyampaiannya mengindikasikan adanya metode
bimbingan. Untuk memastikan otensitisats sumber
referensi peneliti mengupayakan setiap hadist telah
dijelaskan derajat keshahihannya. Penulis hanya berusaha
mengambil sumber hadist dalam kitab Shahih Bukhari dan
beberapa kitab hadist penunjang yang lainnya.
Praktik-praktik Nabi dalam menyelesaikan
problem-problem yang dihadapi oleh para sahabat dapat
dicatat sebagi suatu interkasi yang berlangsunga antara
konselor dan konseli/klien, baik secara kelompok maupun
individual. Pada periode Mekkah, terdapat dua bentuk
interaksi edukatif, yiatu Nabi mendatangi shabat atau
sahabata yang mendatangi Nabi baik secara pribadi
ataupun kelompok. Sedangkan pada periode Madinah,
fungsi dan peran Nabi adalah sebagai konselor ideal
pemberi pengarahan serta petunjuk bagi problem yang
dihadapi sahabat. Pada masa ini bimbingan tidak hanya
bersifat spiritual, tetapi telah menyangkut masalah
kehidupan material.
57






57
Lihat Saiful Akhyar Lubis, Konseling Islam: Kiyai dan Pesantren (Elsaq
Press, 2007), 80-82.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 38


1. Metode Direktif
a. Hadist Pertama

:يبل ٕٗػ للها ٟظع صٛؼـِ ٓث للها ضجػ ّٓدغٌا ضجػ ٟثأ ٓػ
:ٍُؿٚ ٗ١ٍػ للها ٍٝص ٟجٌٕا ذٌؤؿ ٞأ للها ٌٝا تدأ ًّؼٌا
يبل ؟ٌٝبؼر بٙزلٚ ٍٝػ حلاصٌا :يبل ؟ٞأ ُص :ذٍل ٓ٠ضٌاٌٛا غث
؟ٞأ ُص :ذٍلللها ً١جؿ ٟف صبٙجٌا يبل ٗ١ٍػ كفزِ



Artinya: Dari Abu Abdirrahman Abdullah bin
Mas‟ud r.a berkata, “Saya bertanya kepada
Nabi SAW, „amal apakah yang paling dicintai
oleh Allah?‟, Beliau menjawab, „Shalat pada
waktunya‟. Saya bertanya lagi, „Kemudian
apa?‟, Beliau menjwab, „Berbakti kepada orang
tua‟. Saya bertanya lagi, „Kemudian apa?‟,
Beliau menjawab, „Berjihad fi
sabilillah‟‟.”(Muttafaqun „alaih).
58


Hadist ini sebagai dalil tentang keutamaan
berbuat baik kepada orang tua, al-birru adalah
berbuat baik pada keduanya yaitu ayah maupun
ibu, baik dalam arti disini dapat berupa itu
dengan ucapan, perbuatan, maupaun dengan
harta sesuai dengan kemampuannya. Kemudian
Nabi memerintahkan kepada shohabat yang
bertanya tersebut untuk bertakwa kepada Allah
dengan segenap kemampuan yang ia miliki.
Sedangkan kebalikan dari al-birr adalah al-

58
Muhammad Ibn Isma‟il al-Bukhari, Shahih al-Bukhari (Indonesia:
Haramain) Jilid 4, hal 47.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 39



„uquq yang berarti durhaka. Maka Nabi SAW
menyampaikan bahwa derajat al-birr atau
berbuat baik kepada kedua orang tua adalah
sebagai derajat pembuka dari derajat jihad
dijalan Allah SWT.


b. Hadist Kedua

للها ٍٝص للها يٛؿع ٌٝا ًجع ءبج :يبل ٕٗػ للها ٟظع ٕٗػٚ
ٓـذث ؽبٌٕا كدأ ِٓ ،للها يٛؿع ب٠ :يبمف ٍُؿٚ ٗ١ٍػ
:يبل ؟ِٓ ُص :يبل هِأ :يبل ؟ِٓ ُص :يبل هِأ :يبل ؟ٟزثبذص
ٗ١ٍػ كفزِ نٛثأ :يبل ؟ِٓ ُص :يبل هِأ

Artinya: Abu Hurairah r.a berkata, “Seorang
lelaki datang kepada Rasulullah SAW lalu
berkata, „Siapakah yang paling berhak aku
pergauli dengan baik?‟ Rasulullah menjawab,
„Ibumu‟, „lalu siapa‟, Rasulullah menjawab,
„Ibumu‟. Sekali lagi orang tersebut bertanya,
„Kemudian siapa‟, Rasulullah menjawab,
„Ayahmu‟.”(Muttafaqun „alaih).
59


Hadist ini menganjurkan kepada setiap
manusia untuk berbuat baik kepada ayah dan
ibunya dengan segenap kemampuannya.
Namun dalam hadist tersebut Nabi SAW
mengulang-ulang untuk berbuat baik kepada
Ibu sebanyak tiga kali, itu dikarenakan seorang
ibu telah merasakan kesulitan, dan kesakitan

59
Muhammad Ibn Isma‟il al-Bukhari, Shahih al-Bukhari (Indonesia:
Haramain) Jilid 4, hal 47.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 40


dalam mengurus dalam mengurus seorang anak
yang tidak bisa dirasakan oleh seorang ayah.

c. Hadist Ketiga

:يبل بّٕٙػ للها ٟظع صبؼٌا ٓث ٚغّػ ٓث للها ضجػ ٓػٚ
هؼ٠بثأ :يبمف ،ٍُؿٚ ٗ١ٍػ للها ٍٝص للها ٟجٔ ٌٝا ًجع ًجلأ
ًٙف :يبل .ٌٝبؼر للها ِٓ غجلأا ٟغزثأ صبٙجٌاٚ حغجٌٙا ٍٝػ
ٟغزجزف :يبل بّ٘لاو ًث ُؼٔ :يبل ؟ٟد ضدأ ه٠ضٌاٚ ِٓ هٌ
ٌا غجعبف :يبل .ُؼٔ :يبل ؟ٌٝبؼر للها ِٓ غجلأا ،ه٠ضٌاٚ ٝ
بّٙزجذص ٓـدؤف ٍُـِ ظفٌ اظ٘ٚ ،ٗ١ٍػ كفزِ


Artinya: Abdullah bin Amr bin Al-Ash r.a
berkata, “Seorang lelaki menghadap kepada
Nabi SAW lalu berkata, „Saya berbai‟at
kepadamu untuk ikut berhijrah serta berjihad
demi mengharapkan pahala dari Allah SWT.‟
Beliau bertanya, „Apakah salah seorang dari
kedua orang tuamu itu masih ada yang hidup?‟
Orang tersebut menjawab, „Ya, bahkan
keduanya masih hidup‟. Beliau bersabda,
„Apakah kamu kamu mengharapakn pahala
dari Allah SWT?‟, Ia menjawab, „Ya.‟ Beliau
bersabda, „Kalau begitu kembalilah kepada
kedua orang tuamu, lalu berbuat baiklah dalam
melayani keduanya‟.”(Muttafaqun „alaih).
60


Lafadz hadist diatas adalah merupakan
periwayatan yang disampaikan oleh Imam

60
Muhammad Ibn Isma‟il al-Bukhari, Shahih al-Bukhari (Indonesia:
Haramain) Jilid 4, hal 47.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 41



Muslim. Dalam riwayat hadist yang lain
disebutkan pula demikian, “Ada seorang lelaki
datang kepada Nabi SAW lalu memohon izin
kepada beliau untuk ikut berjihad. Lalu Beliau
bersabda, „Apakah kedua orang tuamu masih
hidup?‟ Ia menjawab, „Ya‟. Lalu Beliau
bersabda, „kalau begitu berjihadlah dengan
berbuat baik dan memuliakan keduanya‟.”

2. Metode Non Direktif
Hadist keempat:

ؽبجػ ٓثا ٌٟ يبل :يبل حبثع ٝثأ ٓث ءبطػ ٓػٚ- ٟظع
بّٕٙػ للها- :يبل ،ٍٟث هزٍمف ؟خٕجٌا ً٘أ ِٓ حأغِا ه٠عأ لاأ
:ذٌبمف ٍُؿٚ ٗ١ٍػ للها ٍٟص ٟجٌٕا ذرأ .ءاصٛـٌا حأغٌّا ٖظ٘
أ ٟٔاٚ ،عغصأ ٟٔا :يبل ٌٟ ٌٟبؼر للها عصؤف ،فشىر ْا
ْاٚ ،خٕجٌا هٌٚ دغجص ذئش ْا ٌٟبؼر للها دٛػص ذئش
ه١فبؼ٠ لا ْأ للها عصبف ،فشىٔا ٟٔا :ذٌبمف .غجصا :ذٌبمف
)ٗ١ٍػ كفزِ( بٌٙ بػضف .فشىرا

Artinya: „Atha‟ bun Abu Rabah
Meriwayatkan, “Ibnu Abbas r.a berkata
kepadaku, “Maukah kutunjukkan seorang
wanita yang termasuk ahli surga?” Aku
menjawab, “Ya.” Ia berkata. “Wanita yang
berkulit hitam ini, ia pernah datang kepada
Nabi SAW lalu mengadu, „sesungguhny
saya mempunyai penyakit ayan, dan aurat
saya terbuka karenanya. Oleh karena itu
mohonkanlah kepada Allah agar say
diberikan kesembuhan.‟ Beliau bersabda,
Apabila kamu mau bersabar maka surga
bagimu, dan apabila kamu mau, sayapun
akan berdo‟a kepada Allah agar engkau

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 42


diberiukan kesembuhan.” Wanita tersebut
menjawab, „Saya akan bersabar‟, kemudian
wanita tersebut berkata lagi, „Sesungguhnya
aurat saya terbuka karenanya, maka
mohonkanlah kepada Allah agar aurat saya
tidak terbuka, „Maka Rasulullahpun berdo‟a
untuknya.” (Muttafaqun „alaihi).
61


Hadist tersebut sebagai dalil akan
keutamaan sabar dan bahwa sabar itu
merupakan salah satu cara masuk surga.
Hal tersebut tersebut terlihat ketika
Rasulullah r.a bersabda: “Apabila kamu
mau bersabar maka surga bagmu”.

3. Metode Eklektik
Hadist kelima
ٍتؼو َضِئبل ْبوٚ ،ٍهٌبِ ِٓث ِتؼو ٓث للها ِضجػ ٓػٚ-
ٕٗػ للها ٟظع- ُذؼَِّؿ :َيبَل ،َِّٟػ َٓ١ِد ِٗ١َِٕث ِِْٓ
ٍهٌبِ َٓث َتْؼَو- ٕٗػ للها ٟظع- َٓ١د ِٗض٠ضَذث ُس�ضَذُ٠
ِللها ِيٛؿع ٓػ َف�ٍشَر- ٍُؿٚ ٗ١ٍػ للها ٍٝص- ٟف
َشَرأ ٌَُْ :ٌتؼو َيبَل .َنُٛجَر ِحَْٚؼَغ للها ِيٛؿع َْٓػ ْف�ٍ-
ٍُؿٚ ٗ١ٍػ للها ٍٝص- ٟف لاا طل ب٘اؼغ ٍحَْٚؼَغ ٟف
ٌَُْٚ ،ٍعْضَث ِحَْٚؼَغ ٟف ُذْف�ٍَشَر ْضَل ّٟٔأ َغْ١َغ ،َنُٛجَر حٚؼغ
للها ُيٛؿع َطَغَس بَّ�ِٔا ؛َُْٕٗػ َف�ٍَشَر ٌضَدَأ ْتَربَؼُ٠- ٍٝص
ٍُؿٚ ٗ١ٍػ للها- َغ١ِػ َُْٚض٠غُ٠ ٍَُِّْْٛـٌُّاٚ ٝ�زَد ٍشْ٠َغُل
.ٍصبؼ١ِ غْ١َغ ٍََٝػ ُْ٘�ُٚضَػ َْٓ١َثٚ َُُْْٕٙ١َث ٌَٝبَؼَر للها َغََّج
للها ِيٛؿع َغَِ ُدْضَِٙش ْضَمٌَٚ- ٍُؿٚ ٗ١ٍػ للها ٍٝص-
ٌٟ �ْأ �تِدُأ بِٚ ،َِلاْؿِلإا ٍََٝػ بَْٕمَصاََٛر َٓ١د ِخَجَمَؼٌا َخٍَ١ٌَ

61
Muhammad Ibn Isma‟il al-Bukhari, Shahih al-Bukhari (Indonesia:
Haramain) Jilid 4, hal 3.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 43



ْذَٔبَو ْْاٚ ،ٍعْضَث َضَْٙشَِ بَِٙث .بَِِْٕٙ ِؽب�ٌٕا ٟف َغَوْطأ ٌعضث
ِللها ِيٛؿع َْٓػ ُذْف�ٍَشَر َٓ١د ٞغَجَس ِِْٓ َْبوٚ- ٍٝص
ٍُؿٚ ٗ١ٍػ للها- ْٜٛلَأ �طَل ُْٓوأ ٌُ ٟ�ٔأ َنُٛجَر ِحَْٚؼَغ ٟف
ِحَْٚؼَغٌا َهٍِر ٟف ُْٕٗػ ُذْف�ٍَشَر َٓ١ِد ٟ�ِِٕ َغَـْ٠َأ لاٚ

ِللها ُيُٛؿَع َذَىَـَف- للها ٍٝص ٍُؿٚ ٗ١ٍػ- َُٛ٘ بَْٕ١َجَف .
َيبَمَف ،ُةاَغ�ـٌا ِِٗث ُيُٚؼَ٠ ًبعِ١ْجُِ ًلاُجَع ٜأَع َهٌَِط ٍَٝػ
ِللها ُيُٛؿَع- ٍُؿٚ ٗ١ٍػ للها ٍٝص-« :َخََّضْ١َس بَثَأ ُْٓو »
َق�ضَصَر ِٞظ�ٌا ََُٛ٘ٚ �ِٞعبَصْٔلأا َخََّضْ١َس ُٛثأ َُٛ٘ اَطبَف ،
ٌََّ َْٓ١ِد ِغّْ�زٌا ِعبَصِث.َُْٛمِفبٌَُّٕا َُٖؼ
ِللها َيُٛؿَع �ْأ َِٟٕغٍََث ب�ٍََّف :ٌتْؼَو َيبَل- ٗ١ٍػ للها ٍٝص
ٍُؿٚ- ُذْمِفَطَف ،ٟ�ضَث َِٟٔغَعَد َنُٛجَر ِِْٓ ًلاِفبَل َٗ�جََٛر ْضَل
ِِْٓ ُطُغْسأ َُِث :ُيُٛلأٚ َةِظَىٌا ُغ�وَظَرأ... ِِٗطَشَؿ... ؟ًاَضَغ
ٌَِط ٍَٝػ ُْٓ١ِؼَزْؿأٚ :ًَْ١ِل ب�ٍََّف ،ٍِْٟ٘أ ِِْٓ ٍْٞأع ِٞط �ًُىِث َه
ِللها َيُٛؿَع �ْا- ٍُؿٚ ٗ١ٍػ للها ٍٝص- ،ًبَِِصبَل �ًَظأ ْضّل
ٍءَٟشِث ُِِْٕٗ َُٛجَْٔأ ٌَْٓ ٟ�َٔأ ُذْفَغَػ ٝ�زَد ًُِطبَجٌا َّٟٕػ َحاَػ
للها ُيُٛؿَع َخَجْصَأٚ َُٗلْضص ُذْؼَّْجؤَف ،ًاضَثَأ- للها ٍٝص
١ٍػ ٍُؿٚ ٗ- ِضِجْـٌَّبِث َأَضَث ٍغَفَؿ ِِْٓ ََِضَل اَطِا َْبَوَٚ ،ًبِِصبَل
ُٖءبَج َهٌِط ًََؼَف ب�ٍََّف ،ِؽب�ٌٍِٕ َؾٍََج �ُُص ِْٓ١َزَؼْوَع ِٗ١ِف َغَوَغَف
ًبؼْعِث اُٛٔبَوَٚ ،ٌَُٗ َُْٛفٍِْذَ٠ٚ ْٗ١ٌَِا َْٚعِظَزْؼَ٠ َُْٛف�ٍَشٌُّا
ِِ ًَِجَمَف ،ًلاُجَع َٓ١ٔبَّصَٚ َغَفْغَزْؿاٚ َُُْٙؼَ٠بَثَٚ َُُْٙزَ١ِٔلاَػ ُُْْٕٙ
ب�ٍََّف ،ُذْئِج ٝ�زَد ،ٌَٝبَؼَر للها ٌِٝا َُُْ٘غِئاَغَؿ ًََوََٚٚ ٌَُُْٙ
:َيبَل �ُُص .ِتَعْغٌُّا َُ�ـَجَر َُ�ـَجَر ُذّْ�ٍَؿ«َيبَؼَر » ُذْئِجَف ،
:ٌٟ َيبمف ،ِْٗ٠َضَ٠ َْٓ١َث ُذْـٍََج ٝ�زَد ٟشِْأ«َس بَِ ٌَُْأ ؟َهَف�ٍ
؟َنَغَْٙظ َذْؼَزْثا ِضَل ُْٓىَر » ّٟٔا ،للها َيٛؿع بَ٠ :ُذٍُْل :َيبَل
ٟ�ٔأ ُذ٠أَغٌَ بَ١ْٔ�ضٌا ًِْ٘أ ِِْٓ َنِغْ١َغ َضِْٕػ ُذْـٍََج ٌَْٛ للهاٚ
ٟ�ِٕىٌَٚ ،ًلاَضَج ُذ١ِطْػُأ ْضَمٌ ؛ٍعْظُؼِث ِِٗطَشَؿ ِِْٓ ُطُغْسؤَؿ
َد ِْٓئٌَ ُذٍَِّْػ ْضَمٌَ للهاٚ َٝظْغَر ٍةظَو َش٠ِضَد َٛ١ٌا َهُزْص�ض
�ٍََٟػ َهَطِشْـُ٠ ْأ للها �َٓىِشُٛ١ٌَ ٟ�ٕػ ٗث

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 44



َه١ف ُللها . » اٌُٛبمَف ُٟٔٛؼَج�ربف خٍََِّؿ َِٟٕث ِِْٓ ٌيبَجِع َعبَؿَٚ
َدْؼَجَػ ْضَمٌَ اَظ٘ ًَْجَل ًبجَْٔط َذْجَْٔطأ َنبٍََِّْٕػ بَِ ِللهاٚ :ٌِٟ
َظَزػا َْٛىَر لا ْْأ ٟف للها يُٛؿَع ٌَِٝا َدْع- للها ٍٝص
ٍُؿٚ ٗ١ٍػ- َه١ِفبَو َْبَو ْضَمَف ،َُْٛف�ٍَشٌُّا ِٗ١ٌا َعَظَزْػا بّث
للها يُٛؿَع ُعبَفْغِزْؿا َهَجَْٔط- ٍُؿٚ ٗ١ٍػ للها ٍٝص- .َهٌَ
َغجْعأ َْْأ �دْصَعَأ ٝ�زَد َُِٟٕٔٛج�َٔئُ٠ اٌُٛاَػ بِ للهاَٛف :َيبَل
للها ِيٛؿع ٌَِٝا- ٍُؿٚ ٗ١ٍػ للها ٍٝص- ،ِٟـْفَٔ َة�ظَوُؤف
،َُْؼَٔ :اٌُٛبَل ؟ٍضَدَأ ِِْٓ َِٟؼَِ اَظ٘ َِٟمٌَ ًَْ٘ :ٌَُُْٙ ُذٍُْل �ُُص
بَِ ًَْضِِ بٌََُّٙ ًَ١لَٚ ،َذٍُْل بَِ ًَْضِِ لابَل ِْلاُجَع َهَؼَِ َُٗ١ِمٌَ
ا ُْٓث ُحَعاَغُِ :اٌُٛبَل ؟بُّ٘ َِْٓ :ُذٍُْل :َيبَل ،َهٌَ ًَ١ل غ١ث�غٌ
ٌِٟ اُٚغَوَظَف :َيبَل ؟�ِٟفِلاٌَٛا َخ�١َُِأ ُٓثا ُيَلاِ٘ٚ ،�ِٞغَّْؼٌْا
:َيبَل ،ٌحَْٛؿُأ بِّٙ١ف ًاعْضَث اَضَِٙش ْضَل ِٓ١َذٌِبَص ِٓ١ٍَُجَع
للها يُٛؿَع ََٝٙٔٚ .ٌِٟ بُُّ٘ٚغَوَط َٓ١ِد ُذْ١َعََّف- ٍٝص
ٍُؿٚ ٗ١ٍػ للها- ُخَصلا�ضٌا بَٙ�٠أ بِِٕلاَو َْٓػ َِْٓ ِْٓ١َث ِِْٓ
ُؽب�ٌٕا بََٕجََٕزْجبف ،َُْٕٗػ َف�ٍَشَر- بٌََٕ اُٚغ�١َغَر :َيبَل ْٚأ-
ِضْعلأبث َِٟ٘ بََّف ،ضْعَلأا ٟـْفَٔ ٟف ٌٟ ْدَغ�ىََٕر ٝ�زَد
بِّؤَف .ًخٍَْ١ٌَ َٓ١ِـَّْس َهٌِط ٍََٝػ بَْٕضِجٍََف ،ُفِغْػأ ٟز�ٌا
ٟف اَضَؼَلٚ بٔبَىَزْؿبَف َٞبَجِدبَص بَٔأ ب�ِأٚ .ْبَ١ىْجَ٠ بَِِّٙرُٛ١ُث
َحَلا�صٌا ُضَْٙشؤَف ُطُغْسأ ُذُْٕىَف َُُْ٘ضٍَْجأٚ ََِٛمٌْا �تَشأ ُذُْٕىَف
،ٌضَدَأ ُِّٟٕ�ٍَىُ٠ لاَٚ ِقاَْٛؿَلأا ٟف ُفُٛطأٚ ،َٓ١ٍِِّْـٌُّا َغَِ
للها َيٛؿع ِٟرآَٚ- ٍُؿٚ ٗ١ٍػ للها ٍٝص- ِْٗ١ٍََػ ُُ�ٍَؿُؤف
ْجَِ ٟف ََُٛ٘ٚ ًَْ٘ :ِٟـفَٔ ٟف ُيُٛلَؤَف ،ِحلا�صٌا َضْؼَث ِِٗـٍِ
ُِِْٕٗ ًبج٠غَل ٟ�ٍَصُأ �ُُص ؟لا ََْأ َلا�ـٌا �صَغث ْٗ١َزَفَش َن�غَد
�ٌَٟا َغَظَٔ ِٟرلاَص ٍََٝػ ُذٍَْجْلأ اَطِبَف ،َغَظ�ٌٕا ُُٗلِعبَؿُأَٚ
ٟ�َٕػ َضَغْػأ َُْٖٛذَٔ �ذَفَزٌْا اَطِاَٚ

َعَٚ للها �تِدُأ ٌَُُٗٛؿ- ٍُؿٚ ٗ١ٍػ للها ٍٝص- ،َذَىَـَف ؟
ُللها :َيبَمَف ،ُُٗرْضَشبََٕف ُدْضُؼَف ،َذَىَـَف ُُٗرْضَشبََٕف ُدْضُؼَف

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 45



ُدْع�َٛـَر ٝ�زَد ُذْ١�ٌََٛرَٚ ،َٞبَْٕ١َػ ْذَظبَفَف .ٍَُُْػَأ ٌُُُٗٛؿَعٚ
ِطَجَٔ اَطِا خٕ٠ِضٌَّْا ِقُٛؿ ٟف ِٟشِْأ بََٔأ بَْٕ١َجَف ،َعاَضِجٌا ِِْٓ ٌّٟ
ِطَجَٔ... ِخَٕ٠ِضٌَّبِث ُُٗؼ١جَ٠ َِبَؼ�طٌبث ََِضَل ِِّّْٓ َب�شٌا ًِْ٘أ
ُؽب�ٌٕا َكِفَطَف ؟ٍهٌِبَِ ِْٓث ِتْؼَو ٍََٝػ �يُضَ٠ َِْٓ :ُيُٛمَ٠
ِهٍَِِ ِِْٓ ًبثبَزِو �ٌَِٟا َغَفَضَف ِٟٔءبَج ٝ�زَد �ٌَٟا ٌَُٗ َُْٚغ١ِشُ٠
َف .ًبجربَو ُذُْٕوَٚ ،َْب�ـَغ ْضَل ُٗ�ِٔبف ،ُضْؼَث ب�َِأ :ِٗ١ِف اَطِبف ُُٗرْأَغَم
ٍْاَٛ٘ ِعاَضث ُللها َهٍَْؼْجَ٠ ٌََُْٚ َنبَفَج ْضَل َهَجِدبَص �ْأ بَٕغٍََث
:بَُٙرْأَغَل َٓ١ِد ُذٍُْمَف ،َهِؿاَُٛٔ بَٕث ْكَذٌْبَف ،ٍخَؼَ١ْعَِ لاَٚ
�ٕ�زٌا بَٙث ُذّْ�َّ١َزَف ،ِءلاَجٌا َِِٓ ًبع٠َأ ِِٖظََ٘ٚ ،بَُٙرْغَجَـَف َعٛ
ُْٟدٌَْٛا َشَجٍَْزْؿاَٚ َٓ١ـَّْشٌْا َِِٓ َُْٛؼَثْعَأ ْذَعَِ اَطِا ٝ�زَد
ُيٛؿع اَطِا... للها ِيٛؿع- ٍُؿٚ ٗ١ٍػ للها ٍٝص-
للها َيٛؿع �ْا :َيبمَف ،ٟٕ١ِرؤَ٠- ٍُؿٚ ٗ١ٍػ للها ٍٝص-
ُم�ٍَطُأ :ُذٍُْمَف ،َهَرأَغِْا َيِؼَزْؼَر ْْأ َنُغُِؤَ٠ ؟ًَُؼْفأ اَطبَِ َْأ بَٙ
ٌَِٝا ًََؿْعَأَٚ ،بَٙ�َٕثَغْمَر لاَف بٌَِْٙؼَزْػا ًَِث ،لا :َيبمَف
ِهٍِْ٘ؤِث ِٟمَذٌْا :ِٟرأَغِْلا ُذٍُْمَف .َهٌِط ًِْضِِّث �َٟجِدبَص
ِدءبَجَف .ِغِْلأا اَظَ٘ ٟف ُللها َِٟعْمَ٠ ٝ�زَد َُُْ٘ضِْٕػ ُٟٔٛىَف
�١َُِأ ِْٓث ِيَلاِ٘ ُحأَغِْا للها َيٛؿع َخ- ٍُؿٚ ٗ١ٍػ للها ٍٝص
- ٌزْ١َش َخ�١َِأ َْٓث َيَلاِ٘ �ْا ،للها َيُٛؿَع بَ٠ :ٌَُٗ ْذٌَبَمَف
:َيبَل ؟َُُِٗضْسأ ْْأ َُٖغْىَر ًََْٙف ،ٌَِصبَس ٌَُٗ َؾْ١ٌَ ٌغِئبَظ« ،لا
ِه�َٕثَغْمَ٠ لا ِْٓىٌََٚ »ٌَِا ٍخَوَغَد ِِْٓ ِِٗث بِ ِللهاٚ ُٗ�ِٔا :ْذٌَبَمَف ٝ
ُظُِْٕ ِٟىْجَ٠ َياَػ بَِ للهاََٚٚ ،ٍءَْٟش

ُذْ١�ٍَص �ُُص ،بَِِٕلاَو َْٓػ َُِٟٙٔ َٓ١ِد ِِْٓ ًخٍَْ١ٌَ َُْٛـَّْس
ِِْٓ ٍذْ١َث ِغَْٙظ ٍََٝػ ًخٍَْ١ٌَ َٓ١ِـَّْس َحبَجَص ِغْجَفٌْا َحَلاَص
َر للها َغَوَط ٟز�ٌا ِيبذٌْا ٍََٝػ ٌؾٌِبَج بََٔأ بَْٕ١َجَف ،بَِٕرُٛ١ُث ٌَٝبَؼ
بَِّث ُضْعلأا �ٍََٟػ ْذَلبَظَٚ ٟـْفَٔ �ٍََٟػ ْذَلبَظ ْضَل ،ب�ِِٕ
ُيُٛمَ٠ ٍغٍَْؿ ٍََٝػ َٝفٚأ ٍرِعبَص َدَْٛص ُذْؼَِّؿ ،ْذَجُدَع
ُدْعَغَشَف ،ْغِشْثأ ٍهٌِبَِ َْٓث َتْؼَو بَ٠ :ِِٗرَٛص ٍَْٝػؤِث
ُيٛؿع ََْطآف .ٌطَغَف َءبَج ْضَل ُٗ�ٔأ ُذْفَغَػَٚ ،ًاضِجبَؿ للها-

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 46


ٍُؿٚ ٗ١ٍػ للها ٍٝص- للها ِخَثَْٛزِث َؽب�ٌٕا- ًجٚ ؼػ-
،بََُٕٔٚغ�شَجُ٠ ُؽب�ٌٕا َتََ٘ظَف غْجَفٌا َحلاَص ٝ�ٍَص َٓ١ِد بَْٕ١ٍََػ
ًٌُجَع َطَوَعَٚ َْٚغ�شَجُِ �َٟجِدبَص ًََجِل َتََ٘ظَف... �ٌَِٟا
َْٚأَٚ ،ٍَِٟجِل ٍََُْؿأ ِِْٓ ٍعبَؿ َٝؼَؿَٚ ًبؿَغَف ،ًَِجَجٌْا ٍََٝػ َٝف
ِٞظ�ٌا ٟٔءبَج ب�ٍََّف ،ِؽَغَفٌا َِِٓ َعَغْؿأ ُدْٛ�صٌا َْبىَف
ُٖب�٠ا بَُُّٙرَْٛـَىَف �َٟثَْٛص ٌَُٗ ُذْػَؼَٔ ُٟٔغ�شَجُ٠ َُٗرَْٛص ُذْؼَِّؿ
ُدْغَؼَزْؿاَٚ ،ٍظِئََِْٛ٠ بََُّ٘غْ١َغ ُهٍِِْأ بَِ ِللهاَٚ ،ٗرعبشجِث
،بُُّٙزْـجٍََف ِْٓ١َثَْٛص للها َيٛؿع ُُ�ِؤَرأ ُذْمٍََطْٔاَٚ- للها ٍٝص
ٍُؿٚ ٗ١ٍػ- ًبجَْٛف ُؽب�ٌٕا ٟٔب�مٍََزَ٠... َٟٕٔٛئ�ُٕٙ٠ ًبجَْٛف
ٝ�زَد .َهْ١ٍََػ للها ُخَثَْٛر َهَِْٕٙزٌِ :ٌِٟ ٌَُُْٛٛمَ٠َٚ ِخَثْٛ�زٌبث...
للها ُيٛؿع اَطِبَف َضِجْـٌَّْا ُذٍَْسَص- ٍُؿٚ ٗ١ٍػ للها ٍٝص
- َج ِللها ِضْ١َجُػ ُْٓث ُخَذٍَْط ََبَمَف ،ُؽب�ٌٕا ٌََْٗٛد ٌؾٌِب- ٟظع
ٕٗػ للها- ََبَل بَِ للهاٚ ،َِٟٔؤ�ََٕ٘ٚ َٟٕذَفبَص ٝ�زَد ُيِْٚغَُٙ٠
ُُٖغ١َغ َٓ٠غِجبٌَُّٙا َِِٓ ًٌُجَع- بَ٘بَـَْٕ٠ لا ٌتْؼَو َْبَىَف
َخَذٍَْطٌِ-َع ٍََٝػ ُذّْ�ٍَؿ ب�ٍََّف :ٌتْؼَو َيبَل . للها ِيُٛؿ-
ٍُؿٚ ٗ١ٍػ للها ٍٝص- ُُْٗٙجَٚ ُقُغْجَ٠ ََُٛ٘ٚ َيبَل

ٌَِٝاَٚ ِللها ٌَِٝا ًخَلَضَص ٌِٟبَِ ِِْٓ َغٍَِشْٔأ ْْأ ِٟزَثَْٛر ِِْٓ �ْا
للها ُيٛؿع َيبَمَف .ٌُِٗٛؿَع- ٍُؿٚ ٗ١ٍػ للها ٍٝص- :
« ٌغْ١َس ََُٛٙف َهٌِبَِ َطْؼَث َهْ١ٍََػ َهِـِْأ... َهٌَ . »ٍمف :ُذ
،للها َيٛؿع بَ٠ :ُذٍُْلَٚ .غَج١َشِث ِٞظ�ٌا َِّْٟٙؿ ُهِـُِْأ ٟ�ِٔا
ْْأ ِٟزَثَْٛر ِِْٓ �ْاٚ ،ِقْض�صٌبث ِٟٔبَجْٔأ بَّ�ِٔا ٌَٝبَؼَر للها �ْا
َِِٓ ًاضَدَأ ُذٍَِّْػ بَِ للهاَٛف ،ُذ١ِمَث بَِ ًبلْضِص لاا َس�ضَدُأ لا
ٟف ٌَٝبَؼَر للها ُٖلاْثأ َٓ١ٍِّْـٌُّا ُظُِْٕ ِش٠ِضَذٌا ِقْضِص
للها ِيٛؿغٌِ َهٌِط ُدْغَوَط- ٍُؿٚ ٗ١ٍػ للها ٍٝص-
ُظُِْٕ ًخَثْظِو ُدْض�َّؼَر بَِ ِللهاٚ ،ٌَٝبَؼَر للها ِٟٔلاْثأ ب�ِِّ ََٓـْدأ
للها ِيٛؿغٌِ َهٌِط ُذٍُْل- ٍُؿٚ ٗ١ٍػ للها ٍٝص- ٌَِٝا
ا َِٟٕظَفْذَ٠ ْْأ ُٛجْعلأ ٟ�ٔاٚ ،اَظَ٘ ََِِٟٛ٠ بّ١ف ٌَٝبَؼَر لله
�ِٟج�ٌٕا ٍََٝػ ُللها َةبَر ْضَمٌَ{ :ٌَٝبَؼَر للها َيَؼَْٔؤف :َيبَل ،َِٟمَث

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 47



ِخَػبَؿ ِٟف ُُٖٛؼَج�را َٓ٠ِظ�ٌا ِعبَصَْٔلأاَٚ َٓ٠ِغِجبٌَُّْٙاَٚ
ٍََٝػَٚ ُ١ِدَع ٌفُٚإَع ُِِْٙث ُٗ�ِٔا{ :َغٍََث ٝ�زَد }ِحَغْـُؼٌْا
ُف�ٍُس َٓ٠ِظ�ٌا ِخَصلا�ضٌا بَِّث ُضْعَلأا ُُِْٙ١ٍََػ ْذَلبَظ اَطِا ٝ�زَد اٛ
}َٓ١ِلِصب�صٌا َغَِ اُُٛٔٛوَٚ َللها اُٛم�را{ :َغٍََث ٝ�زَد }ْذَجُدَع
... ( خثٛزٌا[111 :111 للها ََُؼْٔأ بِ ِللهاٚ :ٌتْؼَو َيبَل ] )
ٟف ََُظْػَأ َِلاْؿِلإٌ ُللها ٟٔاَضَ٘ ْطا َضْؼَث �طَل ٍخّؼٔ ِِْٓ �ٍَٟػ
للها َيٛؿع ِٟلضِص ِِْٓ ِٟـْفَٔ- ٍُؿٚ ٗ١ٍػ للها ٍٝص-
�ْا ؛اُٛثَظَو َٓ٠ظ�ٌا َهٍََ٘ بّو َهٍَِْ٘ؤَف ،ُُٗزْثَظَو َْٛوأ لا ْْأ
بَِ �غَش َْٟدٌَٛا َيَؼْٔأ َٓ١ِد اُٛثَظَو َٓ٠ِظ�ٌٍ َيبَل ٌَٝبَؼَر للها
ٌَ ِللهبِث َُْٛفٍِْذَ١َؿ{ :ٌَٝبَؼَر للها يبمف ،ٍضَدَلأ َيبَل اَطِا ُُْى
ُُْٙ�ِٔا َُُْْٕٙػ اُٛظِغْػَؤَف َُُْْٕٙػ اُٛظِغْؼُزٌِ ُِْْٙ١ٌَِا ُُْزْجٍََمْٔا
َُْٛفٍِْذَ٠ َُْٛجِـْىَ٠ اُٛٔبَو بَِّث ًءاَؼَج ُُ�ََٕٙج ُُْ٘اَْٚؤََِٚ ٌؾْجِع
لا َللها �ِْبَف َُُْْٕٙػ اَْٛظْغَر ِْْبَف َُُْْٕٙػ اَْٛظْغَزٌِ ُُْىٌَ
َمٌْا َِٓػ َٝظْغَ٠( خثٛزٌا[ }َٓ١ِمِؿبَفٌْا َِْٛ19 ،19] )
:ٌَٝبَؼَر للها َيبَل .َهٌِظث ِٗ١ِف ٌَٝبَؼَر للها َٝعَل ٝ�زَد بََٔغِْأ
ب�ِِّ َغَوَط ِٞظ�ٌا َؾْ١ٌَٚ }اُٛف�ٍُس َٓ٠ِظ�ٌا ِخَصلا�ضٌا ٍََٝػَٚ{
بٔبّ٠ا ُُٗف١ٍِْشَر َُٛ٘ بَّ�ٔاٚ ،ْٚؼَغٌا ٓػ بَُٕف�ٍشَر بَْٕف�ٍُس
َجْعاٚ .ُِِْٕٗ ًَِجمف ِْٗ١ٌَِا َعَظَزْػاٚ ٌَُٗ َفٍََد ْٓ�َّػ بََٔغِْأ ُُٖإب
.ٗ١ٍػ ٌكَف�زُِ
ّٟج�ٌٕا �ْأ :خ٠اٚع ٟفٚ- ٍُؿٚ ٗ١ٍػ للها ٍٝص- َطَغَس
َطُغْش٠ ْْأ �تِذُ٠ َْبوٚ ِؾ١َّشٌا َََٛ٠ َنْٛجَر ِحَْٚؼَغ ٟف
.ؾ١ِّشٌا ََٛ٠
ٍغَفَؿ ِِْٓ َُضْم٠ لا َْبوٚ :خ٠اٚع ٟفٚ ٟف ًاعبََٙٔ لاا
�ُُص ِْٓ١َزَؼْوَع ِٗ١ِف ٝ�ٍَصَف ِضِجْـٌَّبث َأَضَث ََِضَل اَطِبف ،َٝذ�عٌا
ِٗ١ِف َؾٍََج

Artinya: Dari „Abdullah bin Ka‟ab bin Malik
r.a, ia yangsering menuntun ayahnya (Ka‟ab)
ketika telah buta. „Abudullah berkata, “Saya

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 48


mendengar Ka‟ab bin Malik bercerita tentang
tertinggalnya (tidak bersama) dia bersama
Rasulullah SAW dama perang Tabuk. Ka‟ab
bin Malik berkata, „Saya selalu bersama
Rasullah SAW dalam setiap peperangan,
kecuali dalam perang Tabuk. Memang saya
juga pernah tidak bersam beliau pada perang
Badar, akan tetapi tidak seorangpun dicela
karena tidak ikut dalam perang tersebut. Sebab,
waktu itu beliau bersama kaum muslimin
keluar bertujuan untuk menghadang
rombongan kaum Qurasy lalu tanpa terduga
Allah mempertumkan mereka dengan musuh.
Sungguh aku mengikuti pertemuan bersama
Rasulullah SAW pada malam „Aqabah, ketika
kami berjanji akansetia terhadap Islam. Saya
tidak merasa lebih senang seandainya saya bisa
ikut serta dalam perang Badar, tetapi tidak
mengikuti malam „Aqabah, meskipun perang
Badar lebih banyak (masyhur) disebut-sebut
dikalangan manusia daripada malam „Aqabah.
Adapun ceritaku tentang ketika tidak ikut serta
dalam perang Tabuk, waktu itu saya sama
sekali tidak merasa lebih kuat atau lebih mudah
(mencari perlengkapan perang). Ketika aku
tertinggal dari Rasulullah SAW dalam perang
Tabuk. Demi Allah, saya belum pernah
mengumpulkan dua buah kendaraan sebelum
adanya peperangan Tabuk tersebut, sedangkan
untuk persiapan peperangan ini sebenarnya
saya dapat mengumpulkan keduanya. Belum
pernah Rasulullah mengharapkan suatu
peperangan, melainkan beliau berniat pula
dengan peperangan yang berikutnya hingga

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 49



sampai terjadi perang Tabuk. Rasulullah SAW
berangkat dalam peperanag tersebut dalam
keadaan cuaca yang sangat panas dan
mengahadapi suatu perjalanan yang jauh dan
sulit. Selain itu, menghadapi jumlah musuh
yang beasar, maka beliau merasa perlu
memberitahukan kaum muslimin akan
kesulitan-kesulitan yang mungkin akan
dihadapi, agar kaum muslimin melakukan
persiapan yang cukup. Rasulullah juga
menjelaskan tentang tujuan mereka. Waktu itu,
kaum muslimin yang ikut serta dalam perang
Tabuk bersama beliau cukup besar, akan tetapi
nama-nama yanag ikut serta dalam perang
tersebut tidak tercatat dalam buku-yang
dimaksut Ka‟ab adalah buku catatan, daftar
mereka.‟ Ka‟ab berkata, „sedikit sekali diantara
mereka yang absen (bersembunyi dan ikut serta
dalam berperang). Orang-orang yang absen
tersebut mengira bahwa Rasulullah SAW tidak
mengetahuinya, selama wahyu wahyu Allah
tidak turun (mengabarkan). Rasulullah
berangkat ke Tabuk pada masa buah-buahan
sedang pada masa panen dan kenyamanan
berada didalam naungannya. Karena itu, hatiku
lebih condong kepadanya. Tatkala Rasulullah
dan kaum muslimin hendak berangkat
mempersiapkan segala sesuatunya, akupun
bergegas keluar guna mempersiapkan diri
bersama mereka. Namun, aku kembali tanpa
menghasilkan apa-apa dan didalam hati saya
berkata, saya mampu mempersiapkannya jika
saya menginginkannya. Hal yang demikian itu
berlangsung terus dan saya selalu menundanya

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 50


untuk mempersiapkan perlengkapan perang,
sampai kesibukan kaum muslimin memuncak.
Pada akhirnya, di pagi hari Rasulullah bersama
kaum muslimin berangkat, sementar saya
belum mengadakan persiapan. Lalu saya keluar
untuk mencari perlengkapan. Akan tetapi saya
kembali dengan tangan kosong. Hingga kaum
muslimin bertambah jauh dan peperangan
semakin dekat. Kemudian saya putuskan untuk
berangkat dan menyusul mereka. Malangnya
yang telah saya lakukan, ternyata itu belum
ditakdirkan untukku. Akhirnya, apabila saya
keluar dan bergaul denagn masyarakat sesudah
berangkatnya Rasulullah, saya dihadapkan pada
keadaan bahwa saya dianggap sebagai orang
munafik atau termasuk dalam orang-orang
lemah yang mendapatkan uzdur dari Allah
SWT. Rasulullah SAW tidak pernah mencari
saya, hingga sampai di Tabuk. Sesampainy di
Tabuk barulah saya bertanya, „Apa yang
sebenarnya dikerjakan oleh Ka‟ab bin Malik?‟
salah seorang dari Bani Salimah menjawab,
„Wahai Rasulullah ia ditahan oleh pakain dan
juga selendangnya‟. Mu‟adz bin Jabal berkata.
„Alangkah jeleknya apa yang engkau katakan
itu. Demi Allah, wahai Rasulullah, kami tidak
mengetahui tentang dirinya kecuali kebaikan. „
Rasulullah SAW pun diam. Pada saat itulah
beliau melihat seorang lelaki dengan berpakain
putih sedang berjalan dikejauhan. Rasulullah
bersabda, „Mudah-mudahan itu adalah Abu
Khaitsamah.‟ Ternyata benar orang tersebut
adalah Abu Khaitsamah Al-Anshari. Dialah
orang yang bersedekah denagan segantang

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 51



kurma ketika diolok-olok orang munafiq.‟
Ka‟ab meneruskan ceritanya, „Tatkala saya
mendengar bahwa Rasulullah telah berada
dalam perjalanan pulang dari Tabuk, maka
kesusahanpun mulai menyelimuti saya, saya
mulai mereka-reka alasan apa yang bisa
menyelamtkan saya dari beliau. Saya juga
meminta bantuan keluargaku untuk mencari
alasan dan jalan keluar yang baik. Namun,
ketika mendengar Rasulullah SAW sudah
dekat, hilanglah segala macam kebohongan
yang saya sudah saya siapkan, hingga saya
yakin bahwa tidak ada alasan yang dapat
menyelamtkan saya dari beliau selamanya,
karena itu, saya mengatakan yang sebenarnya.
Keesokan harinnya Rasulullah SAW tiba.
Biasanya, ketika beliau datang dari bepergian
yang beliau tuju pertama kali adalah masjid.
Beliau mengerjakn shalat dua rakaat lalu duduk
bersama orang-orang. Maka ketika beliau
demikian itu, berdatanganlah orang-otrang
yang tidak ikut perang (Tabuk) menemui
beliau. Mereka mengemukakan berbagai alasan
kepada beliau disertai dengan sumpah. Mereka
yang tidak ikut dalam perang Tabuk ada
delapan puluh orang lebih. Rasulullah
menerima alasan mereka, menerima bai‟at
mereka, dan memohonkan ampunan bagi
mereka. Sedangkan batin mereka beliau
serahkan kepada Allah SWT. Kemudian
akupun menghadap beliau, ketika saya
mengucapkan salam kepada beliau, beliau
tersenyum sinis lalu bersabda, „Kemarilah.‟
Ka‟ab berjalan menuju beliau dan duduk

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 52


dihadapan beliau. Lalu beliau mulaui bertanya,
„Apa yang menyebabkan engkau tidak ikut
berangkat? Bukankah engkau telah membeli
kendaraan?,‟ saya menjawab, „wahai
Rasulullah, demi Allah, andaikan aku duduk
dihadapan seseorang dimuka bumi ini selain
engakau, saya yakin dapat bebas dari
kemarahanmu dengan menggunakan berbagia
alasan yang dapat diterima. Sungguh, saya
telah dikaruniai kepoandaian berbicara.
Namun, demi Allah aku benar-benar yakin
seumpama hari ini saya berkata bohong dan
membuatmu ridla kepada saya, pasti Allah akan
membuatmu murka kepada saya. Sebaliknya,
jika saya berkata benar yang membuatmu
marah, maka saya sangat meng harapkan
ampunan dari Allah SWT. Demi Allah aku
tidak mempunyai udzur, demi Allah diriku
benar-benar dalam kondisi kuat dan lebih
mudah ketika aku tidak mengikutimu (ke
perang Tabuk). Rasulullah SAW pun bersabda,
„Adapun orang ini (Ka‟ab bin Malik), telah
berkata jujur. Berdirilah! Tunggulah keputusan
Allah terhadap dirimu.‟ Saya pun berdiri.
Bebrapa orang dari Bani Salimah berdiri dan
menghampiri saya. Mereka berkata kepada
saya, „Demi Allah kami tidak pernah
melihatmu melakukan dosa sebelum ini.
Engkau benar-benar tidak mampu
mengemukakan alasan kepada Rasulullah SAW
seperti yang dilakukan oleh orang-orang lain
yang tidak ikut ke Tabuk. Mestinya, cukuplah
bagimu jika Rasulullah SAW memintakan
ampun bagimu.‟ Ka‟ab berkata, „Demi Allah,

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 53



orang-orang Bani Salimah itu terus
menyalahakan diriku, sehingga rasanya saya
ingin kembali kepada beliau untuk meralat
perkataanku. Tetapi, kemudian aku bertanya
kepada orang-orang Bani Salimah itu, „Adakah
orang yang menaglami seperti yang saya
alami?‟, mereka menjawab, „Ya‟, memang ada.
Ada dua orang yang mengatakan seperti yang
engaku katakan dan mereka mendapat jawaban
yang sama seperti jewaban yang engkau
terima.‟ Saya bertanya, „Siapa mereka berdua?‟
mereka menjwab, „Murarah bin Rabi‟ah Al-
amri dan Hilal bin Umayyah Al-Waqifi,‟
mereka menyebutkan dua orang shaleh yang
keduanya mengikuti perang Badar dan
keduanya dapat dijadikan teladan. Maka saya
terus berlalu ketika mereka menyebutkan nama
keduanya kepadaku.‟ Sejak saat itu Rasullah
SAW melarang orang muslimin berbicara
kepada kami bertiga, sejak saat itu pula orang-
orang menjauhi kami bertiga- atau ia berkata,
„Mereka tekah merubah sikap terhadapa kami-,
sehingga bumi terasa asing bagiku, seolah-olah
bumi yang saya pijak ini bukanlah bumi yang
saya kenal. Keadaan seperti ini berlangsung
selama lima puluh hari. Dua orang temanku
(Murarah dan Hilal) lebih memilih
menyembunyikan diri dan diam dirumahnya
masing-masing, sambil tiada henti-hentinya
menangis. Sedangkan, saya adalah orang yang
paling muda dan paling kuat dari mereka. Aku
tetap keluar rumah untuk mengikuti jamaah
bersama orang muslimin dan juga pergi
kepasar. Namun, tak seorangpun yang mau

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 54


diajak bicara. Saya pergi menghadap
Rasulullah SAW sekedar untuk mengucapakan
salam kepada beliau sesudah shalat. Akan
tetapi tiba-tiba hati ini berkata, „Apakah
Rasulullah SAW akan menggerakkan bibir
beliau untuk menjawab salamku, atau tidak?‟.
Kemudian aku mengerjakan shalat berdekatan
dengan beliau, sesekali aku melirik beliau.
Apabila menghadap shalat, beliau
memandangku, kalau aku menengok kearah
beliau, beliau berpaling dariku. Hala ini terjadi
sampai aku berjalan-jalan, lalu memanjat
diding pekarangan Abu Qatadah. Dia adalah
saudara sepupu dan orang yang paling aku
sayangi. Kuucapakan salam kepadanya, maka
demi Allah, ia tidak menjawab salamku. Maka
akupun bekata kepadanya,‟Wahai Abu
Qatadah, dengan nama Allah aku meminta
kepdamu, bukankah engkau tahu bahwa aku ini
mencintai Allah dan Rasul Nya?‟, Abu Qatadah
diam tak bergeming sehingga aku ulangi
pertanyaanku sekali lagi, barulah ia menjawab.
„Allah dan RasulNya lebih tahu.‟ Seketika itu
mengalirlah air mataku dan akupun pulang.
Pada suatu hari, ketika aku berjalan-jalan di
Kota Madinah, tiba-tiba ada seorang petani
asing dari negeri Syam yang datang ke
Madinah untuk menjual bahan makanan. Petani
itu bertanya,‟Siapakah yang dapat
menunjukkanu kepada Ka‟ab bin Malik?‟,
orang-orangpun memberikan isyarat kearahku.
Petani tersebut mendatangiku dan kemudian
memberikanku sepucuk surat kepadaku, dari
raja Ghassan. Setelah kubaca ternyata isinya

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 55



sebagai berikut, „Amma ba‟du, sunggih kami
mendengar bahwa temanmu (Nabi Muhammad
SAW) mendiamkanmu, sedangkan Allah
sendiri tidak tidak menjadikanmu untuk tinggal
ditempat hina dan sia-sia. Karena itu, datanglah
kenegeri kami. Kami pasti
menolongmu.‟Akupun berkata pada saat
membacanya, „ini juga merupakan cobaan‟,
kemudian aku menuju tungku kemudian
membakarnya, selang empat puluh malam,
tiba-tiba seorang utusan Rasulullah SAW
;datang kepadaku dan berkata, „Rasulullah
SAW memintamu untuk menjauhi istrimu.‟
Ka‟ab bertanya, „Apakah saya harus
menceraikannya atau bagaimana?‟. Utusan
tersebut menjawab „Tidak, hindarilah,
menjauhlah, jangan dekat-dekat denagnnya.‟
Raslullah SAW juga mengirimkan utusan
kepada kedua orang temanku (Murarah dan
Hilal), yang maksutnya sama dengan yang
kuterima. Akupun berkata kepada istriku,
“Pulanglah kepada keluargamu, sementara
menetaplah engkau disana, sampai keputusan
Allah datang.‟ Suatu saat istri Hilal bin
Umayyah menghadap kepada Rasulullah SAW
memohon kepada beliau, wahai Rasulullah,
sesunggghnya Hilal bin Umayyah adalah
seorang tua yang sebatang kara dan tidak
memiliki pelayan. Apakah engkau keberatan
bila aku melayaninya?‟ beliau menjawab,
„Tidak, jangan sampai dia dekat-dekat
denganmu.‟ Istri Hilalpun berkata „Demi Allah,
ia tidak bergerak sedikitpun, demi Allah ia
masih terus menganis sejak perkara tersebit

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 56


terjadi sampai sekarang.‟ Sebagian keluarga
berkata kepadaku, „Hai Ka‟ab kalau saja kau
meminta izin kepada Rasulullah SAW untuk
istrimu, tetntu itu lebih baik sebagiamana istri
Hilal bin Umayyah untuk melayani suaminya.‟
Aku menjawab, „Aku tidak akan meminta izin
kepada Rasulullah SAW . Aku tidak tahu apa
yang akan dikatakn beliau apabila aku meminta
izin kepada beliau, sedangkan aku seorang
yang masih muda. „maka setelah itu akau
tinggal selam sepuluh malam dari sejak
Rasulullah SAW melarang (kaum muslimin)
berbicara kepada kami. Maka pada saat aku
melakukan sahalat subuh pada pagi selepas
malam kelima puluh ketika aku sedang berada
didalam salah satu rumah kami, ketka aku
sedang duduk dalam keadaan yang Allah
sebutkan, ketika diriki merasa sempit dan bumi
inipun terasa sempit bagiku, aku mendengar
suara teriak yang bersala dari atas gunung Sala‟
dengan suara yang paling tinggi „Wahai Ka‟ab
bin Malik bergembiralah!‟, maka aku tertunduk
sujud dan aku tahu bahwa kelapangan telah
datang. Rasulullah mengumumkan penerimaan
Allah atas taubat kami, ketika beliau
melakukan shalat subuh. Orang-orangpun pergi
memberikan kabar gembira kepada kami, dan
ada juga yang pergi kepada kedua orang
sahabatku untuk memberi kabar gembira
kepada mereka. Seorang lelaki berkuda berlari
menujuku, dan seorang dari Aslam berlari
kepadaku, lalu berdiri diatas gunung, dan
suarnya itu lebih cepat dari lari kuda. Ketika
orang yang telah saya dengar perkatannya itu

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 57



datang untuk memberiku kabar gembira, aku
lekas melepaskan kedua pakaianku dan aku
berikan kepadanya karena kabar gembira yang
telah dibawaknnya. Demi Allah aku tidak
memiliki apa-apa selain kedua pakaian itu pada
hari itu, dan aku meminjam dua pakain lain lalu
mengenaknnya. Setelah itu aku perg menemui
Rasulullah SAW, sementara orang-orang
menyambutku secara berbondong-bondong.
Mereka semua memberikan selamat atas
penerimaan taubatku. Mereka berkata „selamat
atas penerimaan Allah atas taubatmu‟,
demikianlah sampai aku memasuki masjid,
ternyata Rasulullah SAW sedang duduk
ditengah orang-orang, lalu berdirilah Thalhah
bin Ubaidillah berdiri menghampriku sambil
berlari kecil sambil memberikan selamat
kepadaku. Demi Allah tidak seorangpun dari
kaum Muhajirin yang berdiri kecuali dia dan
aku tidak pernah melupakan ucapan selamat
Thalhah. Ketika aku mengucapakan salam
kepada Rasulullkah SAW beliaupun berkata
sambil tampak gembira tampak pada wajahnya.
„bergembiralah, karena hari ini merupakan hari
paling baik bagimu, sejak kamu dilahirkan
ibumu,‟ Aku bertanya, „Wahai Rasulullah
SAW, apakah datangnya dari engkau sendiri
atau dari Allah?‟ Beliau menjawab, „Tidak,
berita ini dari Allah SWT,‟ Aku berkata,
„apakah ini datangnya dari engkau sendiri atau
dari Allah?‟ Rasullah berkata, „Tidak, berita ini
dari Allah SWT.‟ Apabila Rasulullah sedang
gembira wajahnya bersinar seperti rembulan,
dan kami bisa mngetahuinya dari (wajah)

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 58


beliau. Ketika aku telah duduk dihadapannya,
aku berkata, „Wahai Rasulullah, sesungguhnya
diantara taubatku aku melepaskan (hak) hartaku
sebagai sedekah kepada Allah dan Rasul-
Nya,‟Rasulullah berkata, „Tahanlah untukmu
sebagian hartamu, karena itu lebih baik
bagimu,‟ Aku menjawab, „Aku akan menhan
bagianku yang ada di Khaibar.‟ Kemudian aku
berkata, „Wahai Rasulullah, sesungguhnya
Allah telah menyelamatkanku karena kejujuran,
dan sesungguhnya diantara taubatku akau
hanya akan berbicara jujur selam sisa hidupku,
Demi Allah, aku tidak mengetahui seseorang
dari kaum muslimin yang diuji oleh Allah
dengan kejujuran perkataan sejak aku
menyebutkan hal itu kepada Rasulullah SAW
yang lebih baik daripada apa yang diujikan
kepadaku. Sejak aku menyebutkan itu kepada
Rasulullah SAW sampai hari ini, aku tidak
pernah berbohong dan aku tidak pernah
berbohong. Dan aku berharapa Allah selalu
menjagaku selama sisa hidupku.‟ Ka‟ab
berkata, „kemudian Allah menurunkan ayat,
sesungguhnya Allah telah menerima taubat
Nabi, orang-orang Muhajirin dan oang-orang
Anshar yang mengikuti nabi dalam masa
kesulitan...‟sampai pada firman-Nya,‟...Allah
Maha Pengasih lagi Maha Penyayang kepada
mereka.‟ Dan kepada tiga orang yang
ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka,
hingga apabila bumi telah menjadi sempit bagi
mereka...‟sampai pada firman -Nya,
„...bertakawalah kepada Allah dan henkdaknya
kamu bersam orang-orang yang benar.‟ (QS.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 59



At-Taubah[9]:117-119). Ka‟ab berkata, „Demi
Allah, Allah belum pernah memberikan nikmat,
sesudah Allah memberikanku petunjuk untuk
memeluk agama Islam, yang paling besar pada
diri saya daripda kejujuranku kepada
Rasululluh SAW, sebab, andaikata aku
berbohong kepada beliau, pastilah bencana
menimpaku (rusak agamaku), sebagaimana
binasanya orang-orang yang berdusta. Sungguh
Allah berfirman kepada orang orang yang
berdusta ketika allah menurunkan wahyu dan
merupakan sejelek-jeleknya apa yang Allah
katakan kepada seseorang. Allah berfirman,
„Kelak mereka akan bersumpah kepadamu
dengan nam Allah, apabila kamu kemnbali
kepada mereka, supaya kamu berpaling dari
mereka, maka berpalinglah dari mereka, karena
sesungguhnya mereka itu adalah najis dan
tempat mereka adalah jahanam sebagai balasan
atas apa yang telah mereka kerjakan. Mereka
akan bersumpah kepadamyu agar kamu ridha
kepada mereka, tetapi jika sekiranya kamu
ridha kepada mereka sesungguhnya Allah tidak
ridha kepada orang-orang fasik itu.‟ (QS. At-
Taubah[9]:95-96). Ka‟ab berkata, „dan kami
telah tertinggal yaitu kami bertiga, dari urusan
orang-orang yang diterima Rasulluah
SAWketika mereka bersumpah kepada beliau.
Lalu beliau membaiat mereka dan memintakan
ampunan untuk mereka. Sedangkan Rasulullah
SAW mengakhirkan perkara kami sampai
Allah memberi keputusan tentangnya. Allah
berfirman, „Dan terhadap tiga orang yang
ditangguhkan (penerimaan taubat) mereka,‟

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 60


Dan bukanlah yang disebutka itu apa-apa yang
kami bertiga tertinggal dari perang Tabuk,
tetapi mempunyai arti bahwa persoalna kami
bertiga diundur dari orang munafik yang
bersumpah kepada Rasulullah SAW dan
menyampaikan bermacam alasan yang
kemudian diterima oleh beliau‟.” (Muttafaqun
„alaihi).
62


Dalam sebuah riwayat disebutkan, Nabi
SAW keluar pada waktu perang Tabuk pada
harin kamis dan sudah menjadi kesukaan beliau
untuk berpergian pada hari kamis. “Dalam
sebuah riwayat lain disebutkan, “ Biasanya
beliau datang dari bepergian pada waktu
Dhuha, dan apabila beliau datang biasanya
langsung kemasjid dan shalat dua rakaat
kemudian duduk didalamnya.”

C. Analisis Metode Bimbingan dan Konseling Dalam
Hadist
1. Metode Deriktif
Metode ini juga biasa disebut dengan pendekatan
langsung, ataupun yang lebih dikenal dengan
pendekatan terpusat pada konselor, yang berasumsi
bahwa klien tidak mampu untuk menyelesaikan
ataupun mengatasi sendiri masalahnya, oleh karena itu
seorang klien membutuhan bantuan oleh orang lain,
yaitu seorang konselor. Dalam proses ini konselor
berperan aktif dalam mengajarkan sesuatu ataupun
menanamkan hal baru kepada klien atau konseli.

62
Muhammad Ibn Isma‟il al-Bukhari, Shahih al-Bukhari (Indonesia:
Haramain) Jilid 3, hal 85.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 61




Contoh bimbingan secara direktif sebagaimana termuat
dalam hadist berikut ini:

a. Hadist pertama: Dari Abu Abdirrahman Abdullah
bin Mas‟ud r.a berkata, “Saya bertanya kepada
Nabi SAW, „amal apakah yang paling dicintai oleh
Allah?‟, Beliau menjawab, „Shalat pada waktunya‟.
Saya bertanya lagi, „Kemudian apa?‟, Beliau
menjwab, „Berbakti kepada orang tua‟. Saya
bertanya lagi, „Kemudian apa?‟, Beliau menjawab,
„Berjihad fi sabilillah‟‟.”(Muttafaqun „alaih)

Dalam hadist di atas terjadi komunikasi
antara Rasulullah SAW dengan shahabat, tentunya
rasul sebagai konselor dan para sahabat adalah
konseli. Pada hadist di atas jelas disebutkan bahwa
ada dari salah seorang shahabat bertanya kepada
Rasul terkait tentang beberapa amal, yang mana
amal tersebut merupakan amal yang disukai oleh
Allah SWT.
Pada masa kerasulan, berlomba dalam
melakukan amal ibadah maupaun amal yang baik
adalah suatu kebiasaan yang dilakukan oleh para
sahabat. Karena amal kebaikan/ibadah yang
dilakukan oleh manusia membuat kebutuhan
eksistensi rohani yang terdapat dalam jiwa manusia
terpenuhi. Maka dari itu dalam hadist di atas
dijelaskan bahwa salah satu sahabat ingin
mengetahui beberapa amal yang disukai oleh Allah
SWT.
Rasulullah SAW menerima sekaligus
mengenali perasaan yang yang diungkapan oleh
salah satu sahabat. Sebagai seorang konselor, disisi

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 62


lain adalah merupakan tugas sebagai Rasul, beliau
berperan membantu para sahabat untuk
mengembangkan fitrah atau mengembalikan
kepada fitrah. Fitrah yang dimaksut adalah unsur-
unsur dan sistem yang Allah anugerahkan kepada
setiap manusia, mencakup jasmani, rohani, dan
nafs, dimana fitrah iman kepada Allah adalah
menjadi intinya. Ini merupakan tujuan konseling
yang substansi, sebab manusia terdiri dari dimensi
material dan spiritual yang menuntut keseimbangan
dalam pemenuhan kebutuhannya.
Melanjutkan analisis hadist tersebut,
kemudian Rasul menjawab dengan bahasa yang
singkat namun mudah dipahami, yaitu “Shalat
pada waktunya”, “berbakti kepada orang tua” dan
“berjihad dijalan Allah”. Rasul memulai jawaban
dari pokok ibadah ataupun pokok kewajiban
seluruh umat muslim, kemudian Rasul melanjutkan
penjelasan mengenai berbuat baik kepada kedua
orang tua adalah sebagai derajat pembuka dari
derajat jihad dijalan Allah SWT.
Rasulullah SAW dengan seperangkat
pengetahuan dan pengalaman memahami kondisi
klien, apa yang disabdakan Rasul kemudian
menjadi pengertian dan pemahaman baru bagi para
sahabat. Nasihat Rasul mudah dipahami dan
diterima serta diamalkan oleh para sahabat.

Sebagai klien para sahabat tampaknya
menyetujui dan melaksankan sesuai yang
disabdakan Rasul sebagai konselor. Secara jelas
kelihatan bahwa dengan teknik ini, konselor secara
langsung memberikan jawaban terhadap
pertanyaan klien. Sementara kepercayaan terhadap

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 63



konselorlah yang akan mempengaruhi konseli/klien
apakah ia akan mengikuti saran yang diberikan
atau tidak.
Dalam hadist diatas namapkanya para
sahabat langsung memahami dan mengamalkan
apa yang telah disabdakan oleh Rasul. Hal ini
dikarenakan faktor kepribadian, tindakan, gerak-
gerik dan kata-katanya merupakan tauladan bagi
umat Islam. Rasa hormat yang kuat turut
membentuk pengabdian dan kesetiaan kepada
Rasulullah SAW dalam kehidupan dan pemikiran
para sahabat. Terlebih apa yang disabdakan Rasul
merupakan bimbingan dari wahyu.

b. Hadist kedua: Abu Hurairah r.a berkata, “Seorang
lelaki datang kepada Rasulullah SAW lalu berkata,
„Siapakah yang paling berhak aku pergauli dengan
baik?‟ Rasulullah menjawab, „Ibumu‟, „lalu siapa‟,
Rasulullah menjawab, „Ibumu‟. Sekali lagi orang
tersebut bertanya, „Kemudian siapa‟, Rasulullah
menjawab, „Ayahmu‟.”(Muttafaqun „alaih)

Hadist kedua ini mengajarkan pada kita
umat manusia untuk berbuat baik kepada kedua
orang tua. Rasul sebagai utusan Allah yang
mengemban tugas untuk mengarahkan,
membimbing, dan mengajak umat manusia untuk
menuju kebaikan. Dari sini sudah tidak di ragukan
lagi bahwa Rasul merupakan seseorang yang
memiliki kompetensi dalam bidang Bimbingan,
tentunya predikat konselor sudah nampak jelas
terlihat dari segala perbuatan dan perkataan Rasul
yang banyak diriwayatkan dalam hadist.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 64


Kembali, analaisis dari hadist kedua ini,
pola bimbingan yang terjadi dalam ini kurang lebih
hampir sama dengan pola bimbingan yang terdapat
dalam hadist pertama diatas. Yaitu terjadi
komunikasi anatara Rasul dengan salah seorang
lelaki yang dartang bertanya kepada Rasul. Akan
tetapi pada hadist kedua ini Rasul memberikan
jawaban dari pertanyaan seorang lelaki tersebut
dengan jawaban dengan pengulanagan.
Rasul memberikan jawaban dari pertanyaan
tersebut sama dan diulang sampai tiga kali yaitu
dengan jawaban “Ibumu” dan ketika sudah tiga
kali Rasul baru menjawab “Ayahmu”. Rasulullah
SAW memberikan jawaban jawaban tersebut
bukan semata-mata tanpa alasan. Kita sebagai umat
Islam wajib untuk berbuat baik kepada sesama
muslim, yang menjadi perhatian dalam hadist ini
adalah perbuatan baik yang terkhusus pada kedua
orang tua kita.
Perbuatan baik kepada kedua orang tua
ataupun berbakti kepada kedua orang tua adalah
merupakan kewajiban yang harus dipenuhi oleh
seorang anak, karena dalam kaitannya dengan hal
apapun yang terjadi pada diri seorang anak adalah
tak terlepas dari orang tua, dari kecil hingga kita
tumbuh menjadi manusia dewasa adalah jasa dari
orang tua kita yang tidak lelah dalam membimbing
dan merawat kita hingga menjadi dewasa. Maka
berbakti pada keduanya adalah suatu keharusan
yang harus dipenuhi oleh seorang anak.
Melanjutkan analisis hadist diatas. Berbakti
kepada kedua orang tua adalah suatu kewajiban,
namun pada hadist ini mengapa nabi mengulang
kata “Ibumu” sampai tiga kali dan sementara

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 65



“Ayahmu” hanya sekali. Hal tersebut disebakan
oleh seorang Ibu memiliki peran besar dan telah
melewati banyak kesusahan dari pada seorang
Ayah dalam kaitannya dengan anak.
Dengan pola komunikasi yang tergambar
pada hadist ini terlihat corak tehnik atau metode
direktif dilakukan. Dalam hadist di atas Rasul
sebagai konselor secara jelas langsung memberikan
suatu jawaban atas pertanyaan yang diajukan oleh
seorang lelaki. Rasul dengan segala
kemampuannya menjadi bukti yang nyata bahwa
beliau merupakan utusan Allah yang patut untuk
diajdikan suri tauladan oleh umat Islam dalam
setiap langkah kehidupan.

c. Hadsit ketiga: Abdullah bin Amr bin Al-Ash r.a
berkata, “Seorang lelaki menghadap kepada Nabi
SAW lalu berkata, „Saya berbai‟at kepadamu untuk
ikut berhijrah serta berjihad demi mengharapkan
pahala dari Allah SWT.‟ Beliau bertanya, „Apakah
salah seorang dari kedua orang tuamu itu masih
ada yang hidup?‟ Orang tersebut menjawab, „Ya,
bahkan keduanya masih hidup‟. Beliau bersabda,
„Apakah kamu kamu mengharapakn pahala dari
Allah SWT?‟, Ia menjawab, „Ya.‟ Beliau bersabda,
„Kalau begitu kembalilah kepada kedua orang
tuamu, lalu berbuat baiklah dalam melayani
keduanya‟.”(Muttafaqun „alaih)

Pada hadist ini Rasul di datangi oleh
seorang lelaki, kemudian lelaki tersebut berkata
kepada Rasul untuk ikut berhijarah dan berjihad
demi untuk mengharapkan pahala dari Allah.
Dalam riwayat lain seorang lelaki tersebut meminta

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 66


izin kepada Rasulullah. Pada zaman Rasulullah
SAW berhijrah dan jihad adalah suatu hal yang
sudah biasa dilakukan oleh seseorang, mengingat
hampir sama pada penjelasan hadist pertama yaitu
pada zaman Rasul para sahabat saling berlomba-
lomba untuk melakukan kebaikan karena Allah
SWT.
Ketika seorang lelaki tersebut
mengungkapakan perasaannya, bahwa ia mau ikut
serta dalam rangka berhijrah dan berjihad bersama
Rasul. Rasul menerima dan mengenali persaan
seorang laki-laki tersebut. Kemudian Rasul
meresponnya dengan pertanyaan retoris, yaitu:
“Apakah salah seorang dari kedua orang tuamu
itu masih ada yang hidup?” dan “Apakah kamu
kamu mengharapakn pahala dari Allah SWT?”,
pada titik ini Rasul sebagai konselor
memperlihatkan rasa empati pada seorang lelaki
tersebut. Empati adalah salah satu ciri-ciri yang
harus dimiliki oleh seorang konselor. Karena rasa
empati akan menarik perhatian dari konseli dan ia
merasa bahwa perasaan atau keinginan, bahkan
permaslahan yang ia alami didengarkan atau
diperhatikan oleh orang lain sehingga seorang klien
dapat memberikan atensi kepada seorang konselor
untuk menindak lanjuti dari hal tersebut. Setelah
itu, lelaki tersebut menjawab dari peratanyaan
Rasullah yang diberikan kepadanya, atas respon
pengungkapan dari seorang klien.
Dalam metode direktif, memberikan
nasehat atau saran berarti memberikan arah, jalan
untuk melakukan sesuatu berdasarkan pemikiran

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 67



konselor setelah melakukan analisis mendalam.
63

Hal ini ditunjukkan oleh nasehat yang diberikan
oleh Rasul, yaitu: “Kalau begitu kembalilah
kepada kedua orang tuamu, lalu berbuat baiklah
dalam melayani keduanya”. Dalam hadist ini
seorang lelaki tersebut melakukan nasehat yang
telah diberikan oleh Rasullah.
Hadist ini sebagai dalil tentang keutamaan
berbuat baik kepada orang tua, al-birru adalah
berbuat baik pada keduanya yaitu ayah maupun
ibu, baik dalam arti disini dapat berupa itu dengan
ucapan, perbuatan, maupaun dengan harta sesuai
dengan kemampuannya. Sedangkan kebalikan dari
al-birr adalah al-„uquq yang berarti durhaka. Maka
Nabi SAW menyampaikan bahwa derajat al-birr
atau berbuat baik kepada kedua orang tua adalah
sebagai derajat pembuka dari derajat jihad dijalan
Allah SWT.

2. Metode Non Direktif
Kata kunci pada metode ini adalah “tidak
mengarahkan” ataupun “nondirektif”. Pada metode ini
konselor memberikan bantuan yang sifatnya
mempermudah refleksi diri dalam proses konseli yang
penuh saling keterbukaan dan kehangatan. Konselor
tidak mengisi pikiran konseli dengan hal-hal baru,
ataupun dalam prosesnya metode ini bukan
menempatkan konselor sebagai titik tekan melainkan
konseli itu sendiri. Metode ini memandang bahwa
dalam suatu proses konseling yang paling berhak
memilih, merencanakan dan memutuskan suatu

63
Lihat Saiful Akhyar Lubis, Konseling Islam: Kiyai dan Pesantren (Elsaq
Press, 2007), 67.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 68


perilaku dan tentunya beberapa nilai yang dianggap
paling bermakna bagi klien/konseli adalah
klien/konseli itu sendiri.
64


Contoh bimbingan secara nondirektif sebagaimana
termuat dalam hadist berikut ini:
Hadist keempat: „Atha‟ bun Abu Rabah
Meriwayatkan, “Ibnu Abbas r.a berkata
kepadaku, “Maukah kutunjukkan seorang
wanita yang termasuk ahli surga?” Aku
menjawab, “Ya.” Ia berkata. “Wanita yang
berkulit hitam ini, ia pernah datang kepada
Nabi SAW lalu mengadu, „sesungguhny saya
mempunyai penyakit ayan, dan aurat saya
terbuka karenanya. Oleh karena itu
mohonkanlah kepada Allah agar say diberikan
kesembuhan.‟ Beliau bersabda, Apabila kamu
mau bersabar maka surga bagimu, dan apabila
kamu mau, sayapun akan berdo‟a kepada Allah
agar engkau diberiukan kesembuhan.” Wanita
tersebut menjawab, „Saya akan bersabar‟,
kemudian wanita tersebut berkata lagi,
„Sesungguhnya aurat saya terbuka karenanya,
maka mohonkanlah kepada Allah agar aurat
saya tidak terbuka, „Maka Rasulullahpun
berdo‟a untuknya.” (Muttafaqun „alaihi).

Penggambaran metode nondirektif pada
hadist di atas terdapat pada kisah seorang
wanita yang memohon kepada Rasulullah agar
supaya didoakan untuk kesembuhan dari

64
Saiful Akhyar Lubis, Konseling Islam: Kiyai dan Pesantren (Elsaq Press,
2007), 68.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 69



penyakuit ayan yang ia derita. Lebih jelasanya
seorang wanita berkulit hitam yang menderita
sakit ayan. Karena sakit yang diderita nya
tersebut pada waktu sakitnya kambuh aurat dari
wanita tersebut terbuka. Sampai pada suatu
ketika, ia datang kepada Rasulullah SAW
memohon untuk mendoakan kesembuhan atas
penyakit yang ia derita. Kemudian Rasulullah
memberikan penjelasan kepada wanita tersebut
bahwa ketika ia sembuh dari penyakitnya
tersebut, maka wanita itu akan kehilangan
kesempatan untuk menikmati surga ketika ia
bersikap sabar dalam menanggung penyakitnya
tersebut. sekaligus memberikan pilihan kepada
wanita tersebut bahwa Rasulullah tetap akan
mendoakannya jika wanita tersebut
menghendaki. Intinya, dalam teks hadist ini
Rasulullah memberikan dua pilihan kepada
wanita tersebut, yang juga termasuk meliputi
penjelasan berkaitan dengan keputusan pilihan
yang nantinya akan diambil oleh klien (wanita)
tersebut yang mencakup untung, rugi resiko
maupun konsekuensinya.
Dalam pilihan tersebut Rasul memberikan
waktu kepada wanita itu untuk berpikir
sehingga ia dapat memahami, mengenali dan
mengerti perasaan maupun perilaku sendiri.
Ketika wanita itu sudah sampai pada fase
berfikir tersebut maka diharapakan ia akan
dapat menentukan dan memustuskan sendiri
pilihannya, serta bertanggung jawab dengan
keputusan ataupun pilihan yang ia telah ambil.
Pilihan yang diberikan oleh Rasul tersebut
menggambarkan bahwa Rasul menggunakan

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 70


pendekatan nondirektif. Sebab, Rasul tidak
langsung memberikan jawaban atas masalah
apa yang telah wanita tersebut sampaikan.
Namun, Rasulullah memberikan pilihan
jawaban kepada klien agar ia dapat memilih
dan memutuskan sendiri.
Apabila diamati dengan lebih teliti, dalam
hadist ini Rasul memperlihatkan sifat empati
beliau dengan memberikan pilihan yang sesuai
dengan kondisi yang dialami oleh si wanita
tersebut. Yaitu dengan memberikan pilihan
berupa menerima dengan sabar dan ikhlas
ketika sewaktu-waktu penyakit tersebut
kambuh dengan balasan surga natinya, dan
pilahan yang kedua adalah mendoakannya agar
penyakitnya dapat sembuh. Pada fase ini pula
Rasul membangun suasana optimis pada
kehidupan klien atau wanita tersebut. Dengan
kata lain, Rasulullah SAW sebagai konselor
menanamkan keyakinan pada diri klien bahwa
dirinya mempunyai kemampuan untuk memilih
atau menentukan keputusan yang tepat dan
terbaik bagi dirinya sendiri tanpa merugikan
orang lain.
Ketika kepercayaan diri telah berkembang
dalam diri klien, maka dengan kepercayaan diri
ini serta keyakinan akan janji surga yang telah
dijelaskan oleh Rasul, maka wanita tersebut
dapat memutuskan secara mandiri untuk
menentukan pilihannya, sehingga wanita
tersebut memilih untuk bersabar dalam
menghadapi penyakitnya tersebut. Pada
akhirnya wanit tersebut kembali memohon
kepada Rasulullah SAW agar supaya didoakan

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 71



ketika penyakit yang dideritanya tersebut
kambuh auratnya tidak terbuka, kemudian
Rasullah SAW mendoakannya. Setelah itu
terbayang oleh klien beberapa rangkaian
kegiatan yang harus dilakukannya berkenaan
dengan keputusan dan pilihannya, dan
kemudian menyadari tanggung jawabnya.
Dalam hal ini Corey mengemukakan bahwa
pendekatan nondirektif ini berfokus pada
tanggung jawab dan kemampuan klien untuk
menemukan cara-cara menghadapi kenyataan
hidup secara lebih utuh.
Hadist tersebut sebagai dalil akan
keutamaan sabar dan bahwa sabar itu
merupakan salah satu cara masuk surga. Hal
tersebut tersebut terlihat ketika Rasulullah r.a
bersabda: “Apabila kamu mau bersabar maka
surga bagmu”.

3. Metode Eklektik
Eklektisme memliki pandangan bahwa suatu teori
memiliki keterbatasan dalam penggunaan konsep,
tehnik dan prosedur. Oleh karena itu, dalam suatu
proses konseling dengan pendekatan eklektis seorang
konselor memliki kebebasan dalam penggunaan toeri,
konselor tidak berorientasi pada satu teori saja. Maka
dari itu ekelektisme “dengan sengaja” mempelajari
berbagai teori agar supaya nantinya dapat diterapkan
sesuai dengan keadaan klien. Pendekatan konseling
eklektik berarti suatu proses konseling yang didasarkan
pada berbagai macam teori dan tidak terpaku ataupun
tidak berorientasi pada satu teori. Metode eklektik
tidak hanya mencakup dua metode yang pada
umumnya sering digunakan dalam suatu proses

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 72


layanan konseling, yaitu sebagai mana yang sudah
dibahas pada poin diatas metode direktif dan non
direktif, akan tetapi mencakup lebih luas dari itu,
misalkan seperti dalam bidang psikoterapi
psikoanalisis dengan terapi kognitif berpusat pada
pribadi, behaviuoristik dan lain sebagainya.
65

Dari hadist di atas, yaitu hadist yang menceritakan
kisah mengenai ketidak ikut sertaan Ka‟ab bin Malik
dalam perang Tabuk, didalamnya terdapat contoh
pelaksanaan bimbingan dan konseling secara eklektik.
Pada umumnya, ketika manusia dihadapkan pada
sebuah keadaan yang tertekan seperti mendapatkan
sanksi hukuman, denda, dikeluarkan dari pekerjaan
dan lain sebagainya, perasaan pertama yang muncul
adalah terkejut dan marah, sehingga terkadang manusia
tersebut tidak dapat berpikir panjang dan kemudian
meluapakannya. Namun, berbeda halnya ketika
sahabat Ka‟ab bin Malik yang mangalaminya. Terlihat
dari bagaimana ia menerima keputusan apapun yang
telah diberikan oleh Rasulullah SAW kepadanya.
Pada awalnya Ka‟ab bin Malik sebagai klien
memahami dan menyadari betul apa yang menjadi
sumber kecemasan yanag ada pada dirinya. Ia
merasakan keragu-raguan dalam hatinya antara ikut
berangkat berperang bersama Rasulullah SAW dan
orang-orang muslim lainnya dalam perang Tabuk atau
memilih memanen hasil kebunnya yang saat itu
memang bertepatan dengan waktu panen. Karena, pada
waktu sebelum bernagkat perang Rasulullah telah
menyampaikan beberapa resiko dari perjalanan perang
tersebut diantaranya adalah menempuh perjalanan

65
Lihat Saiful Akhyar Lubis, Konseling Islam: Kiyai dan Pesantren (Elsaq
Press, 2007), 78-79.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 73



yang cukup jauh dan memakan waktu yang lama,
melewati padang tandus dan menghadapi jumlah
musuh yang cukup besar. Akan tetapi pada akhirnya
perang itu tidak terjadi sehinnga membuat rombongan
pulang kembali. Kepulangan Rasulullah SAW dan
kaum muslimin yang ikut berangkat perang membuat
Ka‟ab bin Malik Gelisah, sehingga ia harus mencari
alasan yang akan disampaikan kepada Rasul atas
ketidak ikut sertaannya berangkat bersama rombongan
dalam perang Tabuk.
”Ketika saya mengucapkan salam kepada beliau,
beliau tersenyum sinis lalu bersabda, „Kemarilah.‟
Ka‟ab berjalan menuju beliau dan duduk dihadapan
beliau. Lalu beliau mulaui bertanya, „Apa yang
menyebabkan engkau tidak ikut berangkat? Bukankah
engkau telah membeli kendaraan?,‟ saya menjawab,
„wahai Rasulullah, demi Allah, andaikan aku duduk
dihadapan seseorang dimuka bumi ini selain engakau,
saya yakin dapat bebas dari kemarahanmu dengan
menggunakan berbagia alasan yang dapat diterima.
Sungguh, saya telah dikaruniai kepoandaian
berbicara. Namun, demi Allah aku benar-benar yakin
seumpama hari ini saya berkata bohong dan
membuatmu ridla kepada saya, pasti Allah akan
membuatmu murka kepada saya. Sebaliknya, jika saya
berkata benar yang membuatmu marah, maka saya
sangat meng harapkan ampunan dari Allah SWT.
Demi Allah aku tidak mempunyai udzur, demi Allah
diriku benar-benar dalam kondisi kuat dan lebih
mudah ketika aku tidak mengikutimu (ke perang
Tabuk). Rasulullah SAW pun bersabda, „Adapun orang
ini (Ka‟ab bin Malik), telah berkata jujur. Berdirilah!
Tunggulah keputusan Allah terhadap dirimu”. Pada
potongan teks hadist ini terlihat Ka‟ab bin Malik

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 74


menghadap kepada Rasulullah SAW, kemudian ia
mengatakan dengan jujur mengenai apa yang ia alami
tanpa memberikan alasan dan tentunya siap dengan
berbagai konsekuensinya. Dalam proses komunikasi
tersebut menggambarkan suatu keterbukaan antara
konselor dan konseli, yang mana salah satu asas dalam
proses konseling adalah keterbukaan klien kepada
konselor.
Kemudian Rasul memberikan pelajaran kepada
Ka‟ab bin Malik berupa “pengasingan” dari
masyarakat atas dirinya, “pengasingan” ini berarti
Rasul mengondisikan masyarakat untuk tidak
berinteraksi dengan Ka‟ab bahkan Rasul mengutus
kepada istri Ka‟ab untuk menghindarinya, sekaligus
menunggu turunnya wahyu dari Allah. Pengasingan ini
terjadi sekitar lima puluh hari. Sampai pada waktu
turunnya wahyu terkait dengan penerimaan taubat dari
Ka‟ab. Setelah kabar ini menyebar para sahabatpun
ikut gembira dan memberikan selamt kepada Ka‟ab
sehingga tidak ada lagi rasa kesal dari para sahabat.
”Pengasingan” yang diberikan Rasulullah kepada
Ka‟ab, merupakan terapi yang bertujuan agar klien
dapat memiliki kesadaran secara utuh sehingga ia sadar
secara atas keberadaan dan potensinya, sehingga ia
dapat terbuka sesuai dengan kemampuannya. Penting
untuk membangun kesadaran terhadap klien agar ia
mampu memutuskan pilihan ataupun memilih sehingga
ia menjadi bebas dan bertanggung jawab atas
hidupnya. Kesadaran yang utuh berarti kesadaran atas
keadaan sekarang sehingga dapat memilih dan
memikul tanggung jawab untuk memilih.
Ka‟ab bin Malik mengalami kecemasan yang
diakibatkan dari kebingungan untuk memilih
keputusan karena tidak adanya jaminan kepastian.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 75



Tujuan terapi yang dilakukan oleh Rasulullah adalah
membantu Ka‟ab kearah kenyataan dan belajar unutuk
mengakui kesalahan. Ka‟ab haru menyadari pilihannya
untuk menghadapi kecemasan dan menerima
kenyataan.
Para pakar eksistensial mengatakan bahwa manusia
memiliki kebebasan dalam memilih dan bertanggung
jawab atas pilihannya tersebut. Sehingga dapat diambil
kesimpulan bahwa pada hadist tersebut Rasulullah
SAW menggunakan pendekatan berupa eksistensial
kepada Ka‟ab bin Malik. Karena terapi eksistensial
lebih cocok digunakan dalam perkembangan klien,
Ka‟ab sebagai individu yang mengalami krisis dalam
perkembangannya, kemudian Rasulullah memberikan
media kepada Ka‟ab bin Malik untuk menyadari dan
bertanggung jawab atas hidupnya.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/
76

Bab V
Penutup
A. Kesimpulan
Pada penelitian ini terdapat beberapa hadist yang
didalamnya mengandung beberapa nilia-nilai maupun
suatu proses konseling. Peneliti mengambil referensi
primer hadist-hadist teresbut dari kitab Hadist Shahih
Bukhari dan beberapa kitab hadist lainnya yang
menunjang dalam rangka memperkaya acuan hadist dalam
penelitian ini. dari beberapa hadist yang telah peneliti
analisis dengan metode dasar yang ada pada bimbingan
dan konseling dapat diambil kesimpulan bagaimana
Rasulullah SAW dalam menggunakan praktik konseling
pada para sahabat pada zaman itu.
Metode bimbingan yang dilakukan oleh Rasulullah
SAW pada masa beliau adalah menitikberatkan beratkan
pada perbedaan masing-masing individu sahabat bukan
pada persamaan. Perbedaan tersebut dimaksutkan agar
supaya pemberian layanan yang diberikan sesuai dengan
masalah yang dihadapi oleh para sahabat. Selain itu yang
menjadi pertimbangan lain adalah setiap pribadi dari
masing-masing sahabat memliki kemampuan yang berbeda
pula dalam menghadapi atau menerima suatu
permasalahan.
Proses konseling yang diterapkan oleh Rasul
dimulai dari kondisi objektif klien, bertujuan agar konseli
dapat memahami, menerima dan melaksanakan arahan
yang telah diberikan konselor. Dalam hadist yang masuk
pada kategori proses konseling direktif Rasulullah SAW
sebagai konselor secara langsung memberikan jawaban,
arahan dan nasehat kepada para sahabat dari masing-
masing masalah yang sudah disampaikan. Pada hadist
yang masuk pada kategori nondirektif Rasulullah SAW

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 77



membangun rasa optimisme dan kepercayaan diri agar
supaya klien dapat menentukan sendiri jawaban dari
permasalahan yang dihadapinya dan agar supaya klien
dapat bertanggung jawab atas pilihan yang telah diambil
oleh klien. Terkahir dalam hadist yang masuk pada
kategori metode eklektik Rasul memberikan media kepada
klien yaitu ruang dan kesempatan untuk berpikir dan
menyadari kebebasan dan juga tanggunga jawab yang
telah diambil oleh klien.

B. Saran
Peneletian ini masih jauh dari kata sempuna.
Peneliti menyadari masih banyak kekurangan dalam
proses penulisan, diantarnya peneliti tidaka dapat
menmapilkan dan menjelaskan secar rinci terkait sebab-
sebab (asbabbul wurud), yang ada dalam hadist yang
diteliti.
Hendaknya, para konselor khususny konselor Islam
juga memperhatikan Rasulullah SAW sebagai suri
tauladan dalam aspek kehidupan sehari-hari, dan juga
banyak mengadopsi metode-metode Rasulullah SAW yang
mengandung unsur bimbingan dan konseling dalam
menelesaikan problem umat. Diharapakan nantinya ada
integrasi keseimbangan antara konsep teori barat dan
konsep bimbign yang telah diterapakn oleh Rasulullah
SAW.
Terakhir, besar harapan peneliti agar nantinya
banyak muncul penelitian-penelitian baru yang lebih tajam
dan lebih rinci dalam meneliti naskah hadist maupun Al-
Qur‟an, untuk memperkaya sumber dan khasanah ilmu
pengetahuan.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 78


Daftar Pustaka
Abdurrahman, Muhammad. AKHLAK: Menjadi Seorang
Muslim Berakhlak Mulia. Jakarta: PT Rajagrafindo
Persada, 2016.

Al-Bukhari, Muhammad Ibn Isma‟il. Shahih al-Bukhari,
Indonesia: Haramain.

Al-Ghazali, Abdul hamid. Ihya‟ „Ulumuddin, Beirut: Dar
Al-Fikr, 1989, Jilid III.

Al-Khatib, Muhammad Ajjaj. Usul al-Hadis „Ulumuh wa
Mustalahuh.Beirut: Dar al-fikr. 1989.

Al-Sabbagh, Muhammad. Al-Hadis al-Nabawi. Riyad: al-
Maktab al-Islami. 1972 M/1392 H.

As-Subki, Abd al-Wahhab, Tabaqat as-Syafiyyah al-
Kubro, tahqiq Abd al-Fattah al-Halaw dan
Muhammad at-Tanahi. Kairo: Dar Ihya‟ al Kutub
al-Arabiyyah, tt. jilid II.

Al-„Asqalani, Ibnu Hajar, Taqrib at-Tahdzib. Halab: Dar
ar-Rasyid, cet. 3, 1991.

Al-Qur‟an.

Amin, Samsul Munir. Bimbingan dan Konseling Islam.
Jakarta: Amzah. 2010.

Anis, Ibrahim. Al-Mu‟jam al-Wasith, Kahirah: Dar Al-
Ma‟arif, 1972.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 79



Anti, Erman dan Prayitno. Dasar-Dasar dan Bimbingan
Konseling. Jakarta: Rineka Cipta, 2009.

Arikunto, Suharsimi. Prosedur Penelitian: Suatu
Pendekatan Praktik, cet. Ke-13. Jakarta: PT Adi
Mahasatya. 2006.

Bakker, Anton dan Ahmad Charis Zubair. Metodologi
Penilitian Filsafat. Yogyakarta: Kanisius, 1990.

Bastman, Hanna Djumhana. Integrasi Psikologi dengan
Islam: Menuju Psikologi Islam. Yogyakarta: Putaka
Pelajar. 1995.

Boisard, Marsel A. Humanisme dalam Islam. 1980.

Eriati, Endang dan Suhesti, Bagaiman Konselor Sekolah
Bersikap?. Yogya: Pustaka Pelajar, 2012.

Eriyanto, ANALISIS WACANA Pengantar Analisis Teks
Media. Yogyakarta: PT. LkiS Pelangi Aksara,
2001.

Faqih, Aunur Rahim. Bimbingan dan Konseling Islam.
Yogyakarta: UII Press. 2004.

Gunawan, Yusuf. Pengantar Bimbingan dan Konseling.
Jakarta: PT Prenhallindo, 2001.

Hajar, Ibnu. Fa-thul Baari: RisalahIdaarah al-Buhust al-
Ilmiyah Wal Ifta‟ wad Da‟wah wal Irsyaad. Saudi:
Beirut. 2008.

Hamka. Tafsir Al-Azhar. jakarta: Pustaka Panji Mas. 2008.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 80



Hasyim, Farid dan Mulyono. Konseling Religius.
Yogyakarta: Ar-Ruzz Media. 2010.

Hasyim, Muhammad Ali, Menjadi Muslim Ideal. Musfir
bin Said Az Zahrani. Konseling terapi. Jakarta:
Gemma Insani press. 2005).

Lubis, Namora Lumongga. Memahami Dasar-Dasar
Konseling Dalam Teori Dan Praktik. Jakarta:
Kencana. 2011.

Lubis, Saiful Akhyar. Konseling Islam: Kiyai dan
Pesantren. Elsaq Press. 2007.

Moloeng, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. .
Jakarta: Rosdakarya. 2004.

Muhadjir, Noeng. Metode Penelitian Penelitian Kualitatif.
Yogyakarta: Rake Sarasin. 1996.

Muyasaroh, Ainu. Nilai-nilai Pendidikan Akhlak Yang
Terkandung Dalam Novel Negri 5 Menara Karya
Ahmad Fuadi. Skripsi: Fakultas Tarbiyah dan
Keguruan IAIN Raden Intan Lampung. 2017.

Nasharuddin. AKAHLAK: Ciri Manusia Paripurna.
Jakarta: PT Rajagrafindo Persada, 2015.

Paimun. Bimbingan dan Konseling Sari Perkuliahan.
Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2008.

http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/http://digilib.uinsby.ac.id/ 81



Sangahji, Etta Mamang dan Sopiah. Metodologi
Penenlitian Pendekatan Praktis dalam Penelitian.
Yogyakarta: CV Andi Ofset. 2010).

Stefan, Titscher dkk. Metode Analisi Teks dan Wacana.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2009.

Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan Kuantitatif,
kualitatif dan R & D. Bandung: Alfabeta. 2012.

Sumayyah, Ummu Anas Bintu Muhammad Al-
Ansyariyyah. Menggapai Surga Tertinggi Dengan
Akhlak Mulia. Bogor: Darul Ilmi, 2003.

Sumbullah, Umi. Kajian Kritis Ilmu Hadist. Malang: UIN-
MALIKI. 2010.

Surakhman, Winarni. Pengantar Penelitian ilmiah.
Bandung: Taristo. 1983.
Sutirna. Bimbingan dan Konseling pendidikan Formal,
Nonformal dan Informal. Yogyakarta: Andi Offset,
2013.

Sutoyo, Anwar. Bimbingan konseling Islam: Teori dan
Praktek. Semarang: Widya Karya. 2010.

Tohirin. Bimbingan dan Konseling di Sekolah dan
Madrasah (Berbasis Integrasi). Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2011.

Zhabi, (Az-), Siyar al-Alam an-nubala‟. Jilid. XII
Depdiknas. Panduan Model Pengenalan Diri.

Zuhri. Hadist Nabi. Yogyakarta: Tiara Wacana.1997.