Penyusunan Model dan Rencana Bisnis
Mata Pencaharian Alternatif bagi
Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA)
Panduan Praktis

Penulis:
Dyah Puspitaloka
1
, Herry Purnomo
1,2
, Sonya Dyah Kusumadewi
1
, Imam Basuki
1,3
,
Beni Okarda
1
, Hastuti
2
, Dea Amanda
2
, Ahmad Dermawan
1
, Zulkardi
1
, Tarsono
1
,
Michael A. Brady
1
, Niken Sakuntaladewi
4
Editor Bahasa Indonesia:
Wiene Andriyana
1
Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR),
2
IPB University,
3
Winrock International,
4
Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN)
Penyusunan Model dan Rencana Bisnis
Mata Pencaharian Alternatif bagi
Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA)
Panduan Praktis

© 2022 oleh CIFOR-ICRAF.
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang.
ISBN xxx
DOI: 10.17528/cifor-icraf/008760
Puspitaloka D, Purnomo H, Kusumadewi SD, Basuki I, Okarda B, Hastuti,
Amanda A, Dermawan A, Zulkardi, Tarsono, Brady MA, Sakuntaladewi N. 2022.
Panduan Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian Alternatif
bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA). Bogor, Indonesia: CIFOR.
CIFOR
Jl. CIFOR, Situ Gede, Bogor Barat 16115, Indonesia
E [email protected]
ICRAF
United Nations Avenue, Gigiri, PO Box 30677, Nairobi, 00100, Kenya
E [email protected]
CIFOR-ICRAF
Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) dan Pusat Penelitian
Agroforestri Dunia (ICRAF) mendambakan dunia yang lebih lestari dengan
berbagai jenis pohon tumbuh di hampir semua jenis bentang alam, mulai dari
lahan kering hingga daerah tropis yang lembab untuk menopang lingkungan
hidup dan kesejahteraan bagi semua. CIFOR-ICRAF merupakan salah satu Pusat
Penelitian di bawah organisasi CGIAR.
cifor-icraf.org
Penyebutan yang digunakan dan penyajian materi dalam publikasi ini tidak
menyiratkan pernyataan pendapat apa pun dari pihak CIFOR-ICRAF, mitranya,
dan lembaga donor mengenai status hukum negara, teritori, kota atau area mana
pun atau otoritasnya, atau tentang batas-batas atau batas-batasnya.
Panduan Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata
Pencaharian Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur
Peduli Api (DMPA)
Isi publikasi ini berlisensi di bawah Creative Commons Attribution 4.0
International (CC BY 4.0), http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/

Daftar Isi
Daftar Singkatan
Prospek Usaha
Kemitraan Kehutanan
Latar Belakang
Langkah-Langkah
Penyusunan Model dan
Rencana Bisnis
Penutup
Kata Pengantar Pembelajaran dari Tapak:
Peluang dan Tantangan
Pengembangan Alternatif
Mata Pencaharian
Mengenal Model dan
Rencana Bisnis
Studi Kasus:
Pengembangan Model
dan Rencana Bisnis di
Desa Makmur Peduli Api
(DMPA) Terpilih
Daftar Pustaka
v 29
1
7
39
vi
35
5
17
40
Foto: Perdana Putra/CIFOR-ICRAF

ivFoto: Perdana Putra/CIFOR-ICRAF

v
Daftar Singkatan
APP Asia Pulp and Paper
BCR Benefit-Cost Ratio (rasio biaya manfaat)
BUMDes Badan Usaha Milik Desa
CIFOR Center for International Forestry Research (Pusat Penelitian
Kehutanan Internasional)
COP Conference of the Parties (pertemuan para pihak)
DMPA Desa Makmur Peduli Api
HA Hutan Adat
HKm Hutan Kemasyarakatan
HPHD Hak Pengelolaan Hutan Desa
HR Hutan Rakyat
HTR Hutan Tanaman Rakyat
ICRAF World Agroforestry Centre (Pusat Wanatani Dunia)
IFFS Integrated Forestry and Farming System (Desa Makmur Peduli Api)
Inpres Instruksi Presiden
IRR Internal Rate of Return (tingkat pengembalian investasi)
IUPHHK Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu
IUPHHK-HTI Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri
IUPHHK-HTR Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Rakyat
IUPHKm Izin Usaha Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan
Jikalahari Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau
Karhutla Kebakaran hutan dan lahan
KK Kemitraan Konservasi
KPH Kesatuan Pengelolaan Hutan
NPV Net Present Value (nilai bersih saat ini)
PBP Payback Period (periode pengembalian investasi)
Perdirjen PHPL Peraturan Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Produksi Lestari
Permen LHK Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
PHBM Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat
PLTB Penyiapan dan atau Pengolahan Lahan Tanpa Bakar
RAP Riset Aksi Partisipatif
S-O Strengths-Opportunities (kekuatan-peluang)
S-T Strengths-Threats (kekuatan-tantangan)
SBMC Sustainable Business Model for Community (Model Bisnis
Berkelanjutan bagi Masyarakat)
SENDS Sustainable Environmental Development Studies (Kajian
Pengembangan Lingkungan Berkelanjutan)
SWOT Strengths, Weaknesses, Opportunities, and Threats (kekuatan,
kelemahan, peluang, dan tantangan)
TORA Tanah Objek Reforma Agraria
PIAPS Peta Indikatif dan Areal Perhutanan Sosial
HD Hutan Desa
W-O Weaknesses-Opportunities (kelemahan-peluang)
W-T Weaknesses-Threats (kelemahan-tantangan)
WRI Indonesia World Resources Institute Indonesia (Yayasan Institut Sumber Daya Dunia)
YKAN Yayasan Konservasi Alam Nusantara

Kebakaran hutan dan lahan (karhutla)
merupakan masalah yang dihadapi
banyak negara di dunia termasuk
Indonesia. Kebakaran terjadi di dalam
dan di luar konsesi pengusahaan hutan.
Usaha-usaha pencegahan kebakaran
erat kaitannya dengan mengembangkan
mata pencaharian alternatif masyarakat,
penegakan hukum, penanganan
konflik lahan, dan praktik-praktik
terbaik pengelolaan lahan. Mencegah
karhutla di dalam konsesi pengusahaan
hutan memerlukan kemitraan antara
pemegang konsesi pengusahaan
dan masyarakat yang tinggal di
dalamnya. Kemitraan ini ditujukan untuk
mengembangkan mata pencaharian
masyarakat yang signifikan, bebas dari
penggunaan api, dan ramah lingkungan.
Sejalan dengan itu, pada COP ke-15
di Paris, Desember 2015, Asia Pulp
and Paper (APP) Group meluncurkan
program Desa Makmur Peduli Api
(DMPA).
Pada tahun 2017-2018, APP bekerja
sama dengan Pusat Penelitian Wanatani
Dunia (ICRAF) dan Pusat Penelitian
Kehutanan Internasional (CIFOR)
melakukan riset untuk mengembangkan
tipologi desa, mendefinisikan faktor yang
mempengaruhi DMPA, dan melakukan
analisis kebijakan untuk meningkatkan
inisiatif DMPA ke tingkat nasional. Kerja
sama ini dilanjutkan secara terpisah oleh
CIFOR, ICRAF dan Yayasan Konservasi
Alam Nusantara (YKAN) di Provinsi Riau,
Sumatera Selatan, dan Kalimantan Barat.
CIFOR melakukan Riset Aksi Partisipatif
(RAP) untuk mengembangkan bisnis di
tingkat masyarakat di dalam konsesi APP
di Provinsi Riau. RAP ini dibagi dalam
dua fase. Pada fase kedua (2019-2020)
dilakukan refleksi dan perencanaan
intervensi bisnis di Desa Pinang
Sebatang Barat, Kabupaten Siak dan
Desa Kesuma, Kabupaten Pelalawan.
Buku ini adalah hasil fase pertama
tersebut, yaitu pengembangan model
dan rencana bisnis. Fase kedua adalah
implementasi dan pemantauan atas
model dan rencana bisnis tersebut.
Pengembangan model bisnis berbasis
masyarakat yang berkelanjutan tentu
sangat menantang. Berbagai tahapan
harus dilakukan, termasuk memahami
konsumen dan infrastruktur pasar,
menghubungi calon pelanggan,
menjalin kemitraan, dan yang paling
penting adalah menetapkan proposisi
nilai yang menarik untuk ditawarkan
kepada konsumen. Di Desa Pinang
Sebatang Barat, berdasarkan survei dan
diskusi intensif dihasilkan proposisi nilai
“pangan lokal masyarakat dan eko-
eduwisata ramah gambut”. Produk dan
jasa yang akan dikembangkan berupa
ubi kayu, melinjo, dan eko-eduwisata.
Sedangkan di Desa Kesuma, proposisi
Kata Pengantar
vi

nilainya adalah “ternak masyarakat yang
terintegrasi dan ramah lingkungan”.
Produk dan jasa yang ditawarkan
adalah hewan ternak, pupuk kandang,
biogas, dan jasa lingkungan dari
pepohonan kaliandra. Tentu tidak
semua jasa lingkungan bisa diuangkan,
tetapi setidaknya ini berkontribusi bagi
perbaikan lingkungan dalam skala kecil.
RAP dilakukan lewat beberapa
putaran yang terdiri dari tahap-tahap
refleksi, perencanaan, aksi, dan
pemantauan. Putaran-putaran RAP
akan mentransformasikan masyarakat
dan ekosistemnya dari keadaan
sekarang menjadi keadaan yang
dikehendaki bersama. RAP, sesuai
dengan namanya, dilakukan secara
partisipatif. Partisipatif dalam arti bahwa
masyarakat tidak hanya ikut serta
secara aktif dalam setiap tahapan,
tetapi juga menjadi mitra peneliti yang
mengumpulkan data, menganalisis
dan menyimpulkan. RAP memandang
bahwa model dan rencana bisnis
adalah sebuah hipotesis riset yang
perlu diuji dalam fase implementasi.
Hasil uji itu dipantau, dievaluasi dan
dipelajari untuk perbaikan pada
perencanaan berikutnya.
Akhir kata, kami berharap bahwa
buku panduan praktis ini bermanfaat,
khususnya bagi masyarakat DMPA
dan APP, serta masyarakat luas pada
umumnya. Panduan ini tentunya
jauh dari sempurna. Oleh karenanya,
masukan-masukan yang konstruktif
sangat kami nantikan untuk perbaikan
panduan ini pada edisi berikutnya. Kami
ucapkan terima kasih yang tak terhingga
pada semua pihak, baik masyarakat,
dunia usaha, dan pemerintah, yang
telah terlibat dalam proses RAP, survei,
dan konsultasi publik. Semoga upaya
pencegahan kebakaran hutan dan
lahan, restorasi gambut, serta perbaikan
penghidupan masyarakat akan terus
menguat. Buku panduan ini juga turut
mendukung kebijakan multiusaha
kehutanan yang sedang digalakkan
oleh pemerintah seperti tertuang dalam
Perdirjen PHPL No. P.01/2020 tentang
Tata Cara Permohonan, Penugasan
dan Pelaksanaan Model Multiusaha
Kehutanan bagi Pemegang IUPHHK
pada Hutan Produksi.
Bogor, 1 Oktober 2022


Penulis
vii
Foto: Perdana Putra/CIFOR-ICRAF

Foto: Perdana Putra/CIFOR-ICRAF

Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 1
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla)
adalah bencana nasional yang
mengakibatkan kerugian moneter dan
nonmoneter yang masif. Risiko karhutla
semakin besar dengan adanya iklim
kemarau yang ekstrem, yaitu berupa
kekeringan panjang. Karhutla dapat
secara disengaja dan terorganisir
1
dipicu
oleh individu maupun kelompok yang
diperkuat melalui kontestasi politik
lokal
2
. Kerugian akibat karhutla pada
tahun 2015 saja mencapai Rp 221 triliun
3
.
Ini belum termasuk dampak terhadap
gangguan kesehatan dan kematian dini
yang mencapai lebih dari 100.000 orang
4

dan dampak emisi gas rumah kaca
sebesar 1,5 miliar tCO
2
ekuivalen.
5
Titik
balik dari karhutla ini adalah semakin
gencarnya upaya-upaya pencegahan
kebakaran yang disertai dengan
restorasi atau pemulihan lahan gambut
yang kering dan rusak.
1  Purnomo dkk. (2017)
2  Purnomo dkk.(2019)
3  Glauber dkk. (2016)
4  Koplitz dkk. (2016)
5  Field dkk. (2016)
6  Medrilzam dkk. n.d.
Grand Design karhutla tahun 2017
menetapkan arah kebijakan dan strategi
utama yang mengacu pada insentif
dan disinsentif ekonomi, penanganan
pranata sosial, penegakan hukum dan
sinkronisasi peraturan dan perundangan,
pengembangan infrastruktur, serta
penguatan upaya pemadaman dini.
6

Upaya-upaya pencegahan karhutla yang
ada tidak hanya terpusat pada pemerintah
nasional dan subnasional, namun juga
perusahaan swasta dan masyarakat.
Upaya ini tidak terbatas pada aspek teknis
maupun ekologis yang terkait dengan
pencegahan kebakaran, misalnya melalui
patroli dan pengawasan karhutla yang
lebih intensif dan pemulihan ekosistem
gambut yang rusak, namun juga berfokus
pada aspek sosial ekonomi yang salah
satunya berupa pengembangan mata
pencaharian alternatif yang berkelanjutan
(Gambar 1).
Latar Belakang
Gambar 1 Pengembangan mata pencaharian alternatif
yang berkelanjutan penting dalam mendukung upaya-
upaya pencegahan karhutla

Latar Belakang
Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 2
Para ilmuwan mengkonfirmasi adanya
ancaman perubahan iklim yang berkaitan
dengan semakin tingginya risiko karhutla
yang parah di masa mendatang.
7

Pada tahun 2019, misalnya, meskipun
upaya pencegahan kebakaran sudah
dilakukan, sistem pengawasan karhutla
Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan (KLHK) mencatat hampir
1,65 juta hektar lahan terbakar
8
dengan
kerugian kebakaran diperkirakan
mencapai Rp 73 triliun
9
dan emisi
gas rumah kaca lebih dari 708 juta
mtCO
2
.
10
Emisi ini dua kali lebih besar
dibandingkan emisi yang dihasilkan
oleh kebakaran hutan di Amazon pada
tahun yang sama.
11
Selain berdampak
7  University of East Anglia (2020)
8  http://sipongi.menlhk.go.id/hotspot/luas_kebakaran diakses 30 Juni 2020
9  World Bank (2019)
10 Copernicus Atmosphere Monitoring System (2019)
11 Jong (2019)
12 Kompas (2019)
pada realisasi komitmen pengurangan
emisi gas rumah kaca Indonesia,
karhutla ini mengancam aset usaha
dan penghidupan masyarakat (Gambar
2). Tanaman dan lahan siap panen
yang terbakar mengakibatkan para
petani mengalami gagal panen.
12
Pada
tahun 2020, Presiden Joko Widodo
menerbitkan Inpres (Instruksi Presiden)
baru mengenai penanggulangan
karhutla (Inpres No. 3 Tahun 2020).
Beberapa poin penting dari Inpres ini
adalah penerapan pembukaan dan/atau
pengolahan lahan tanpa pembakaran,
serta pembinaan masyarakat untuk
meningkatkan partisipasi mereka dalam
pencegahan karhutla.
Gambar 2 Karhutla mengancam aset dan penghidupan masyarakat

Latar Belakang
Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 3
Gambar 3 Penyiapan dan pengolahan lahan tanpa bakar adalah poin penting dalam Inpres
terbaru mengenai penanggulangan karhutla
Melalui riset aksi partisipatif untuk
pencegahan kebakaran dan restorasi
gambut (RAP Restorasi)
13
di Kabupaten
Bengkalis, Pusat Penelitian Kehutanan
Internasional (CIFOR) meneliti,
memfasilitasi, dan mengarusutamakan
pengolahan lahan tanpa bakar dan
mendukung perubahan perilaku
masyarakat secara bertahap (Gambar 3).
Penelitian ini dikembangkan melalui
kerja sama dengan sektor swasta,
dengan upaya CIFOR membangun
partisipasi masyarakat melalui fasilitasi
pengembangan model dan rencana
bisnis di tingkat masyarakat, yaitu
melalui Desa Makmur Peduli Api
(DMPA) terpilih di Kabupaten Siak dan
Pelalawan. Berawal dari hasil studi
13 https://cifor.org/CBFPR
14 Purnomo dkk. (2020)
yang menyingkap bahwa partisipasi
masyarakat dan rasa kepemilikan
program adalah kunci dari pencegahan
kebakaran di tingkat desa,
14
CIFOR
melakukan rangkaian kegiatan riset aksi
partisipatif untuk pengembangan model
dan rencana bisnis (RAP Bisnis) di tingkat
masyarakat. Kegiatan ini dilakukan di
Desa Pinang Sebatang Barat, Kecamatan
Tualang, Kabupaten Siak dan Desa
Kesuma, Kecamatan Pangkalan Kuras,
Kabupaten Pelalawan.
Sebagai bagian dari pengembangan
RAP Bisnis, CIFOR melakukan fase
refleksi, perencanaan, dan mengawali
fase pemantauan tahun 2019-2020.
Pada fase refleksi, CIFOR melakukan
kajian pelingkupan, kajian data dasar

Latar Belakang
Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 4
(survei rumah tangga), dan survei pasar.
Hasil kegiatan pada fase ini menjadi
dasar untuk pelaksanaan fase-fase
selanjutnya. Pada fase perencanaan,
CIFOR mengadakan diskusi dalam
jaringan (daring) dan wawancara dengan
masyarakat, mitra organisasi masyarakat
sipil dan aparatur pemerintah. Selain itu,
CIFOR melaksanakan survei input dan
sarana produksi pertanian. Data yang
telah dikumpulkan kemudian dianalisis
untuk memberikan gambaran menyeluruh
tentang prospek untuk model dan rencana
bisnis yang telah dibangun. Pada saat
yang sama, CIFOR juga melaksanakan
rangkaian kegiatan pemantauan, termasuk
pemantauan atas karhutla. Komponen-
komponen kegiatan dalam riset aksi
partisipatif CIFOR dilaksanakan secara
sistematis dan terintegrasi. Seluruh
kegiatan yang dilakukan saling memiliki
keterkaitan, dengan fokus pada upaya
mengembangkan mata pencaharian
alternatif bebas api atau asap bagi
masyarakat di DMPA terpilih.
Panduan praktis ini ditujukan bagi fasilitator
maupun masyarakat guna memberikan
tuntunan dalam penyusunan Model
15 Osterwalder dan Pigneur (2010)
Bisnis Berkelanjutan bagi Masyarakat
(Sustainable Business Model for
Community/SBMC) yang dilengkapi
dengan rencana bisnis dan studi kasus
untuk Desa Pinang Sebatang Barat
dan Desa Kesuma. Model dan rencana
bisnis sering digunakan dalam proses
evaluasi atau pembangunan bisnis
komersial skala besar. SBMC dibangun
berdasarkan pengalaman CIFOR
melakukan fasilitasi RAP Restorasi
menggunakan Kanvas Model Bisnis
15
di
Kabupaten Bengkalis yang diperkaya
dengan hasil penyusunan rencana bisnis,
evaluasi prospek bisnis, dan studi kasus
DMPA dalam rangka RAP Bisnis 2019-
2020 di Kabupaten Siak dan Pelalawan,
Provinsi Riau. Sebagian proses diskusi
dilaksanakan secara daring, yang
ditindaklanjuti dengan wawancara
informan kunci melalui telepon maupun
survei oleh fasilitator lokal (Gambar 4).
Panduan praktis SBMC ini merangkum
poin-poin penting selama melakukan
riset aksi partisipatif yang bertujuan
mendukung upaya pencegahan karhutla
melalui fasilitasi pengembangan mata
pencaharian alternatif bagi masyarakat.
Gambar 4 Fasilitasi masyarakat melalui diskusi kelompok terarah secara daring untuk
merumuskan model dan rencana bisnis

Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 5
Apakah Model Bisnis Itu?
Model bisnis adalah bagian dari rencana
bisnis dan merupakan gambaran terkait
proses penciptaan, penyampaian dan
penangkapan nilai dari produsen kepada
konsumen, untuk menarik konsumen agar
16 Teece (2010)
17 Harvard Business School
bersedia membayar nilai tersebut dan
mengubahnya menjadi keuntungan.
15,16

Salah satu komponen penting dalam
model bisnis adalah proposisi nilai (value
proposition), yaitu penentuan nilai unik
yang akan ditawarkan kepada konsumen
(Gambar 5).
17
Mengenal Model dan
Rencana Bisnis
Gambar 5 Proposisi nilai adalah komponen yang membuat konsumen bersedia membayar
nilai atas barang atau jasa yang diciptakan

Mengenal Model dan Rencana Bisnis
Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 6
Apakah Rencana Bisnis Itu?
Rencana bisnis menjelaskan bagaimana
sebuah model bisnis dijalankan atau
bahkan ‘dijual’ kepada investor potensial.
Rencana bisnis yang ideal menjelaskan
enam komponen yang saling terhubung,
yakni: tim atau kelompok, model bisnis,
analisis finansial, analisis faktor eksternal,
peta jalan implementasi, dan analisis
risiko.
15
Menggunakan kerangka riset
aksi partisipatif, peneliti dan masyarakat
sebagai mitra peneliti bekerja bersama
membangun rencana bisnis dan model
bisnis, dengan mengeksplorasi ide dan
pengalaman usaha masyarakat melalui
rangkaian diskusi, wawancara, dan
kunjungan lapangan.
Apa Manfaat Menyusun
Model dan Rencana Bisnis?
Model bisnis adalah komponen utama
dari rencana bisnis. Rencana bisnis
digunakan sebagai panduan
18  Magretta (2002)
19  UNIDO n.d.
20 World Economic Forum (2014)
21  Nikolova dan Mesiano (2018)
22 Geissdoerfer dkk. (2018)
* Sirkular dalam hal ini mengacu pada prinsip ekonomi sirkular. UNIDO mendefinisikan ekonomi sirkular
sebagai prinsip cara baru penciptaan nilai dengan memperpanjang umur produk, daur ulang penggunaan
limbah, dan penggunaan sumberdaya yang efisien. Beberapa literatur lainnya menunjukkan bahwa ekonomi
sirkular dibangun atas dasar meminimumkan bahkan meniadakan limbah
implementasi bagi para pelaku usaha
dan untuk memberikan gambaran
menyeluruh bagi investor yang
tertarik.
15
Sebagai bagian dari rencana
bisnis, model bisnis dibangun dengan
mengidentifikasi kebutuhan secara
sistematis dan memahami aspek-
aspek bisnis lainnya secara mendalam,
misalnya pelanggan yang dituju dan
faktor-faktor yang mempengaruhi bisnis,
termasuk mitra kunci, sumber daya
utama dan lain-lain.
15,18
Dalam perkembangannya, agar usaha
dapat berkelanjutan dan sirkular*,
19,20,21

model bisnis perlu mempertimbangkan
prinsip-prinsip berkelanjutan, efisiensi
sumber daya dan energi, serta
pengurangan limbah dan emisi.
22
Dalam
riset aksi partisipatif di Kabupaten Siak
dan Pelalawan, model bisnis digunakan
untuk mengevaluasi ide bisnis dan
usaha, untuk selanjutnya memperbaiki
usaha yang sudah ada maupun
mengembangkan usaha baru.

Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 7
Langkah-Langkah Penyusunan
Model dan Rencana Bisnis
**
Gambar 6 Langkah-langkah dalam penyusunan model dan rencana bisnis
Ada enam langkah yang diperlukan
untuk menyusun model dan rencana
bisnis (Gambar 6). Langkah-langkah
ini dijabarkan secara rinci, sebagai
berikut:
Langkah 1: Identifikasi Tim
atau Kelompok
Tim atau kelompok adalah sumber
daya utama yang memegang
peranan kunci dalam merencanakan,
mengelola, dan menjalankan bisnis
(Gambar 7). Oleh karena itu, memilih
anggota-anggota kelompok yang
memiliki visi dan misi sejalan dalam
mengembangkan usaha menjadi hal
yang penting. Pahami juga mengapa
kelompok anda merupakan kelompok
**  Diadopsi dari Osterwalder dan Pigneur (2010) dan Puspitaloka dkk. (2020)
23 Puspitaloka dkk. (2020)
yang tepat dalam menjalankan usaha
yang diajukan.
15
Langkah 2: Identifikasi
Barang dan/atau Jasa
yang Akan Diusahakan
Sebelum masuk ke penyusunan
model bisnis, penting untuk memilih
jenis barang dan/atau jasa yang akan
diusahakan dan dibuat model bisnisnya
(Gambar 8). Pemilihan barang dan/atau
jasa perlu mempertimbangkan faktor-
faktor yang mendukung keberlanjutan
usaha, termasuk beberapa aspek di
bawah ini:
23
• Aspek ekonomi: peluang pasar,
peluang pendapatan atau
keuntungan, skala usaha
1 2 3 4 5 6 7
identifikasi
tim atau
kelompok
Susun
model
bisnis
Buat analisis
kondisi
eksternal
Rumuskan
peta jalan
implementasi
Identifikasi
barang dan
atau jasa
Buat
analisis
finansial
Buat
analisis
risiko
L
a
n
g
kah
L
a
n
g
kah
L
a
n
g
kah
L
a
n
g
kah
L
a
n
g
kah
L
a
n
g
kah
L
a
n
g
kah

Langkah-Langkah Penyusunan Model dan Rencana Bisnis
Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 8
Gambar 8 Ilustrasi pemilihan komoditas yang
harus mempertimbangkan aspek ekonomi,
sosial, teknis, lingkungan dan kepemilikan
lahan
Gambar 7 Memilih kelompok dan anggota kelompok yang tepat adalah langkah awal yang
penting untuk memastikan dukungan sumber daya agar bisnis bisa berjalan
• Aspek sosial: minat, pengetahuan,
dan kemampuan masyarakat
• Aspek teknis: ada atau tidaknya
teknik budi daya yang ramah
lingkungan, mudah dilakukan, dan
terjangkau (tidak mahal)
• Aspek lingkungan: kesesuaian
ekologis, termasuk jenis tanah dan
topografi
• Aspek kepemilikan lahan: jenis
kepemilikan lahan yang dikelola
sebagai bahan pertimbangan
pembagian keuntungan dan biaya,
serta hak dan kewajiban
Khusus untuk lahan gambut,
pemilihan komoditas sebaiknya
mempertimbangkan aspek
pengelolaan gambut secara lestari
dengan mempertimbangkan
kesesuaian lahan (Kotak 1).

Langkah-Langkah Penyusunan Model dan Rencana Bisnis
Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 9
Kotak 1. Tipologi Pemanfaatan dan Komoditas Lahan Gambut
Pemilihan komoditas untuk budi daya di lahan gambut perlu memperhatikan faktor
kesesuaian lahan (kedalaman gambut, tinggi muka air, tingkat degradasi pada
lahan, elevasi). Berikut adalah beberapa tipologi pemanfaatan lahan yang diadopsi
dari literatur:
24,25
• Gambut dangkal kedalaman 0,5-1 m, aluvial bersulfida dalam dapat ditata
sebagai sawah.
• Gambut dangkal kedalaman 0,5-1 m dapat dimanfaatkan untuk budi daya
hortikultura semusim, padi gogo, palawija, obat, tanaman tahunan, perkebunan,
dan kehutanan.
• Gambut hingga kedalaman 1-3 m dapat dimanfaatkan untuk tanaman
hortikultura, perkebunan, dan kehutanan.
• Gambut dengan kedalaman lebih dari 3 m dapat dimanfaatkan untuk
konservasi dan tanaman kehutanan.
Tabel 1 di bawah ini menunjukkan beberapa contoh komoditas
***
yang dapat
dibudidayakan di lahan gambut yang disarikan dari Peraturan Menteri Lingkungan
Hidup dan Kehutanan No. P16/2017 tentang Pedoman Teknis Pemulihan Fungsi
Ekosistem Gambut, Panduan Teknis Revegetasi Lahan Gambut BRG
26
, dan
Panduan Pengelolaan Lahan Gambut untuk Pertanian Berkelanjutan yang
diterbitkan oleh Wetlands International-Indonesia Programme (Najiyati dkk. 2005)
25
.
Komoditas yang dipilih perlu dikaji lebih mendalam melalui analisis kesesuaian
lahan, khususnya kedalaman gambut. Budi daya berkelanjutan pada lahan gambut
diharapkan tidak mengeringkan dan merusak gambut agar aset tanaman dan lahan
tidak terbakar.
24 Najiyati dkk. (2005)
25 Agus dkk. (2016)
*** diurutkan berdasarkan abjad dan tidak termasuk tanaman perkebunan, serat, rempah, atsiri dan lainnya
26 Wibisono dan Dohong (2017)

Langkah-Langkah Penyusunan Model dan Rencana Bisnis
Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 10
Pohon Tanaman pangan dan sayuran
Tanaman
buah-buahan
Akar kuning Meranti merah Bawang daun Mentimun Alpukat
Asam kandis Meranti rawa Bawang kucaiPadi Belimbing
Balam Merapat Bawang merahPakis Delima
Belangiran Neesia malayanaBayam Petai Duku
Belawan Nipah Bengkoang Petsai Durian
Bintan Nyatoh Cabe merah Ranti Durian hutan
Bintangur Pepaken Cabe rawit Sagu Gandaria
Gaharu Perepat Gambas Selada Jambu air
Gelam Perupuk Ganyong Seledri Jambu biji
Gemor Pulai Gembili Singkong Kedondong
Geronggang Pulai rawa Jagung Sorgum Mangga
Jambu-jambu Punak Kacang panjangSukun Manggis
Jelutung Purun tikus Kacang tanahTerong Melinjo
Jelutung rawaRambutan Katuk Tomat Melon
Kajalaki Ramin Kedelai Ubi jalar Nanas
Kapur naga Ramin Kemangi Yam/uwi Nangka
Katiau Rasak rawa Kenikir Pepaya
Kelakai Rengas burung Kubis Rambutan
Kempas Resak Labu Salah
Kerantungan Rotan Labu air Sawo
Mahang Rotan irit Labu siam Semangka
Malam-malam Sagu Lobak Sirsak
Mangga KasturiSundi Srikaya
Mangga kueniMendarahan
Manggis hutanTengkawang
Medang Terentang
Mendarahan Gelam
Tumih
Kotak 1 - Tabel 1. Rangkuman komoditas lahan gambut berdasarkan Permen LHK No.
P16/2017, panduan BRG, dan panduan pertanian berkelanjutan Najiyati dkk. (2005)

Langkah-Langkah Penyusunan Model dan Rencana Bisnis
Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 11
Langkah 3: Susun Model
Bisnis Berkelanjutan bagi
Masyarakat (SBMC)
Model bisnis dapat dibangun dengan
menggunakan Kanvas Model Bisnis
Berkelanjutan Bagi Masyarakat (SBMC)
yang telah dikembangkan oleh CIFOR
dalam RAP Restorasi.
23
SBMC dibangun
atas dasar pilar partisipatif, berkelanjutan,
dan transparan, yang menjadi komponen
penting dalam membangun bisnis
masyarakat di tingkat tapak. Mengingat
minimnya permodalan dan sumber
daya, banyak bisnis yang dibangun
secara bersama dalam wadah kelompok-
kelompok masyarakat. Selain itu,
terdapat dorongan agar pembangunan di
tingkat tapak mengadopsi prinsip-prinsip
keberlanjutan untuk meminimalisasi
dampak lingkungan sekaligus menjaga
keberlangsungan usaha. Sejalan
dengan Inpres No. 3/2020 dan upaya
pencegahan kebakaran hutan dan lahan,
SBMC untuk budi daya lahan gambut
dan mineral perlu memperhitungkan
Pembukaan dan/atau Pengolahan
Lahan Tanpa Bakar (PLTB - Kotak 2).
Penyusunan SBMC dilakukan dengan
mengisi Kanvas Model Bisnis (Gambar 9)
27 Shewan (2020)
dan dipandu oleh pertanyaan-
pertanyaan kunci.
Proposisi nilai atau nilai keunggulan
merupakan elemen kunci dari suatu
model bisnis. Proposisi nilai adalah
sebuah inovasi, layanan, atau fitur yang
dimaksudkan untuk membuat perusahaan
atau produk menarik bagi pelanggan. Di
bawah ini beberapa contoh proposisi nilai
perusahaan atau produk yang terbaik:
27
• Uber – The Smartest Way to Get
Around (Cara Paling Cerdas untuk
Berkeliling)
• Apple iPhone – The Experience IS
the Product (Pengalaman ADALAH
Produk)
• Slack – Be More Productive at Work
with Less Effort (Lebih Produktif
Bekerja dengan Lebih Sedikit Usaha)
Perlu perenungan dan pemikiran
mendalam dalam membingkai produk
atau jasa menjadi suatu pernyataan
proposisi nilai yang menarik bagi calon
pelanggannya. Panduan praktis ini
menampilkan beberapa contoh proposisi
nilai dalam konteks usaha pertanian yang
dibangun oleh masyarakat (lihat bagian
Studi Kasus).

Langkah-Langkah Penyusunan Model dan Rencana Bisnis
Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 12
Gambar 9 Kanvas Model Bisnis dan pertanyaan panduan
23
23 Puspitaloka dkk. (2020)
SEGMEN PELANGGAN
(CUSTOMER SEGMENT)
MITRA KUNCI
(KEY PARTNERS)
SEGMEN PELANGGAN
(CUSTOMER SEGMENT)
PEMBAGIAN
KEUNTUNGAN
(PROFIT-SHARING)
ARUS PENDAPATAN
(REVENUE STREAM)
PEMBAGIAN
BIAYA
(COST-
SHARING)
SUMBER DAYA KUNCI
(KEY RESOURCES)
SALURAN
(CHANNEL)
AKTIVITAS KUNCI
(KEY ACTIVITIES)
Apa saja aktivitas sebelum,
selama, dan sesudah proses
produksi yang harus dilakukan?
Apakah ada aktivitas yang
berpotensi memiliki dampak
lingkungan? Apakah ada
aktivitas yang berpotensi untuk
meminimalkan atau memanfaatkan
limbah dari proses produksi?
PROPOSISI NILAI
(VALUE PROPOSITION)
Apa nilai-nilai yang perlu dan ingin
dibayar oleh pelanggan? Apakah
nilai yang diajukan mengakui
prinsip dan praktik kelestarian?
HUBUNGAN PELANGGAN
(CUSTOMER RELATIONSHIPS)
Apa tindakan dan strategi yang
diperlukan untuk menjaga
hubungan dengan pelanggan?
Apa saja manfaat
finansial dan non-
finansial yang dihasilkan
oleh bisnis? Bagaimana
keuntungan usaha
dibagikan secara adil?
Apa saja barang dan
jasa yang berwujud
dan tidak berwujud
yang berpotensi
menghasilkan
pendapatan dan
laba?
Bagaimana
biaya dibagi
dalam
kelompok?
Apakah
ada mitra
yang akan
membantu
akses
pendanaan?
Apa saja sumber daya kunci
yang diperlukan untuk
mewujudkan kegiatan
utama? Apakah ada
ancaman yang menghambat
kelestarian pasokan bahan
baku? Apa tindakan atau
rencana untuk memastikan
penggunaan sumber daya
secara efisien dan efektif?
Saluran
apa yang
digunakan
untuk
menjangkau
pelanggan?
Siapa saja pelanggan
yang dituju? Apakah ada
pelanggan yang bersedia
membayar harga lebih
tinggi untuk produk
yang lestari? Seperti
apa preferensi
pelanggan?
Siapa mitra kunci
yang potensial?
Apa perannya?
Siapa saja pelanggan yang
dituju? Apakah ada pelanggan
yang bersedia membayar harga
lebih tinggi untuk produk
yang lestari? Seperti apa
preferensi pelanggan?

Langkah-Langkah Penyusunan Model dan Rencana Bisnis
Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 13
Kotak 2. Penyiapan Lahan Tanpa Bakar (PLTB)
28
PLTB dapat dilakukan secara manual, mekanis maupun kombinasi dari keduanya.
Pemilihan jenis implementasi PLTB ditentukan oleh:
• Penutupan lahan awal dan jenis tanamannya
• Persyaratan tumbuh jenis yang akan ditanam
• Jenis lahan
• Kondisi topografi
• Peralatan
• Tenaga
• Biaya
• Dampaknya pada kondisi lahan dan masyarakat
Untuk kepentingan restorasi atau pemulihan gambut yang rusak, budi daya dan
PLTB perlu mempertimbangkan prinsip-prinsip ‘ramah gambut’ diantaranya adalah:
• Tidak menggunakan api
• Tidak mengeringkan gambut
• Tidak menggunakan alat berat
• Meminimalkan penebangan pohon serta penggunaan pupuk dan herbisida
• Mengoptimalkan pemanfaatan mulsa, jarak tanam, dan tutupan pohon
• Meningkatkan produktivitas lahan, pendapatan pertani, dan keberlanjutan
Tabel berikut merinci kelebihan dan kekurangan dari pilihan-pilihan metode PLTB
untuk lahan gambut.
Kotak 2 – Tabel 1. Kelebihan dan kekurangan beragam metode PLTB
28 Qomar dkk. (2020)
Tebang manual Mekanis ringan Mekanis berat
Kelebihan:
• Penyerapan tenaga kerja
lebih banyak
• Penciptaan keguyuban
komunitas
• Pemeliharaan sistem
ekologis
Kelebihan:
• Penghematan waktu
dan biaya tenaga kerja
• Pemeliharaan sistem
ekologis
Kelebihan:
• Penghematan waktu dan
biaya (untuk skala luas)
• Lebih efektif membersihkan
dan meratakan lahan
Kekurangan:
• Waktu, biaya, dan tenaga
kerja yang lebih banyak
• Kendala dalam
pemindahan material
tebasan yang berat
Kekurangan:
• Peralatan mungkin
tidak tersedia di
masyarakat
• Kendala dalam
pemindahan material
tebasan yang berat
Kekurangan:
• Peralatan dan biaya tidak
terjangkau oleh masyarakat
dengan lahan kecil
• Akses jalan untuk alat berat
• Berpotensi memadatkan
gambut

Langkah-Langkah Penyusunan Model dan Rencana Bisnis
Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 14
Langkah 4: Buat Analisis
Finansial
Analisis finansial dibuat dengan
mengkalkulasi komponen-komponen
biaya dan manfaat berdasarkan kriteria
kelayakan usaha dan tingkat suku
bunga (Gambar 10). Kerangka biaya dan
manfaat yang digunakan dalam analisis
finansial ini dapat mengacu pada Kanvas
Model Bisnis yang dilakukan (langkah
3). Tingkat suku bunga yang digunakan
dapat mengacu pada tingkat suku bunga
deposito maupun pinjaman. Beberapa
kriteria kelayakan usaha yang digunakan
dalam analisis finansial ini adalah:
• Net Present Value (NPV) atau nilai
bersih saat ini
• NPV adalah kriteria terkuat untuk
melihat profitabilitas dari suatu
investasi usaha atau proyek; usaha
atau proyek yang layak harus
memiliki nilai NPV positif.
29
NPV
adalah nilai sekarang (present value)
dari perbedaan antara manfaat
dan biaya. NPV memperhitungkan
tingkat suku bunga yang biasanya
setara dengan tingkat inflasi
sehingga nilai nyata atau hakiki (real
value) dari uang pada tiap tahunnya
selalu diperhitungkan.
• Benefit-Cost Ratio (BCR) atau rasio
biaya manfaat
29 Berman dkk. (2013)
30 Hayes (2019)
31  Wright dan Scammell (2017)
32 Reniers dkk. (2016)
• BCR adalah rasio biaya dan manfaat
dari suatu usaha. Jika usaha atau
proyek memiliki BCR lebih dari 1
maka usaha ini layak dilakukan dan
dapat memberikan NPV positif.
30
• Internal Rate of Return (IRR) atau
tingkat pengembalian investasi
• IRR adalah tingkat suku bunga
yang menyebabkan NPV sama
dengan nol. Jika IRR lebih tinggi
dibandingkan dengan tingkat suku
bunga yang digunakan maka proyek
atau usaha akan memberikan
tingkat pengembalian yang positif.
31
• Payback Period (PBP) atau periode
pengembalian investasi
• PBP adalah jangka waktu yang
diperlukan untuk pengembalian
investasi.
32

Gambar 10 Analisis finansial dilakukan
untuk mengetahui proyeksi laba-rugi
dan kelayakan rencana investasi secara
kuantitatif

Langkah-Langkah Penyusunan Model dan Rencana Bisnis
Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 15
Langkah 5: Buat Analisis
Kondisi Eksternal (Analisis
SWOT)
Analisis kondisi eksternal atau analisis
SWOT ditujukan untuk menunjukkan
keunggulan kompetitif suatu model
bisnis dengan mempertimbangan
faktor-faktor eksternal. Termasuk
dalam komponen analisis ini adalah
analisis umum potensi ekonomi, pasar,
kompetitor, perkembangan teknologi,
politik lokal, dan lingkungan (Gambar 11).
Langkah 6: Buat Analisis
Risiko
Analisis risiko mencakup faktor pembatas,
hambatan, penentu keberhasilan dan
33 Project Management Institute (2013)
34 Ramos (2019)
penanggulangan dari risiko (Gambar 12).
Salah satu metode yang dapat digunakan
adalah analisis SWOT (Strengths,
Weaknesses, Opportunities, and Threats)
atau analisis kekuatan, kelemahan,
peluang, dan tantangan (Tabel 1).
15

SWOT memudahkan pemetaan risiko
eksternal dan internal.
33
SWOT juga
sering digunakan untuk merumuskan
strategi dengan memahami faktor internal
(kekuatan dan kelemahan) dan faktor
eksternal (peluang dan tantangan).
Meskipun tidak ada panduan yang
pakem, opportunities atau peluang-
peluang dapat diidentifikasi sebagai risiko
yang berpengaruh positif pada usaha
dan threats atau ancaman-ancaman
dapat diidentifikasi sebagai risiko yang
berpengaruh negatif.
34
Gambar 11 Memahami pasar dan tren kunci merupakan bagian dari analisis kondisi eksternal
untuk mengetahui keunggulan kompetitif model bisnis

Langkah-Langkah Penyusunan Model dan Rencana Bisnis
Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 16
Gambar 13 Peta jalan implementasi
memberi gambaran rencana bisnis,
tonggak pencapaian, serta jadwal
pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan
Tabel 1 Matriks analisis SWOT untuk pemetaan
risiko dan penyusunan strategi
Strength
(kekuatan)
Weakness
(kelemahan)
Opportunity
(peluang) →
Risiko positif
Strategi
S-O
Strategi
W-O
Threats
(ancaman) →
Risiko negatif
Strategi
S-T
Strategi
W-T
Gambar 12 Ilustrasi diskusi untuk
mengidentifikasi dan menganalisis risiko
Langkah 7: Rumuskan Peta
Jalan Implementasi
Peta jalan implementasi merinci
bagaimana model bisnis akan
direalisasikan dengan merangkum
kegiatan dan menguraikan sejumlah
tonggak pencapaian (milestones)
(Gambar 13). Peta jalan ini juga
mencakup Gantt chart atau bagan Gantt,
yakni bagan untuk menunjukkan jadwal
pelaksanaan dan penyelesaian kegiatan.

Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 17
Studi Kasus #1:
Pengembangan Wanatani
Ubi Kayu dan Melinjo dan
Eko-Eduwisata di Desa
Pinang Sebatang Barat,
Kecamatan Tualang,
Kabupaten Siak
Sekelompok petani di Desa Pinang
Sebatang Barat yang beranggotakan 10
orang mengajukan ide usaha wanatani
ubi kayu dan melinjo, serta eko-eduwisata
pada lahan seluas 5 ha (tim) (Gambar 14).
Para petani merumuskan model bisnis
(Gambar 15) dengan menawarkan
“pangan lokal masyarakat dan eko-
eduwisata ramah gambut” (proposisi
nilai) melalui produk ubi kayu dan melinjo
(barang) dan eko-eduwisata atau wisata
edukasi berwawasan lingkungan (jasa).
Ubi kayu ini akan dijual oleh petani ke
perusahaan tepung tapioka. Para petani
juga menyasar masyarakat sekitar Desa
Pinang Sebatang Barat dan konsumen
di Pasar Perawang untuk penjualan ubi
kayu dan melinjo. Eko-eduwisata akan
ditawarkan untuk anak-anak sekolah
(segmen pelanggan). Para petani
berencana untuk menjangkau
pelanggan melalui koneksi media
Studi Kasus: Pengembangan
Model dan Rencana Bisnis
di Desa Makmur Peduli Api
(DMPA) Terpilih
Gambar 14 Pengembangan wanatani ubi kayu dan melinjo dan eko-eduwisata di Desa Pinang
Sebatang Barat

Studi Kasus: Pengembangan Model dan Rencana Bisnis di Desa Makmur Peduli Api (DMPA) Terpilih
Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 18
sosial, e-marketing, maupun secara
langsung dengan membawa produk
yang dihasilkan ke pelanggan dan
pasar melalui jalan desa (saluran).
Hubungan dengan para pelanggan ini
akan dipertahankan melalui komitmen,
kejujuran dan keterbukaan dalam
berbisnis (hubungan pelanggan).
Sumber pendapatan model bisnis
ini berasal dari penjualan ubi kayu,
makanan olahan ubi kayu, melinjo,
dan penawaran eko-eduwisata (arus
pendapatan). Petani akan membagi
80% keuntungan kepada para anggota
kelompok tani. Sisa dari keuntungan
tersebut akan digunakan sebagai dana
sosial (pembagian keuntungan). Para
petani akan memberdayakan lahan,
sumber daya manusia, permodalan,
tanaman, dan berbagai sarana
pendukung eko-eduwisata (sumber daya
kunci). Sumber daya ini akan digunakan
dalam melakukan aktivitas kunci seperti
pembersihan dan pengolahan lahan
tanpa bakar (PLTB), pembangunan
sarana eko-eduwisata, saung, dan sekat
kanal (jika diperlukan), penanaman, dan
perawatan (aktivitas kunci). Biaya-biaya
terkait adalah biaya PLTB, alat produksi
pertanian (mesin, alat-alat pertanian, dll),
input produksi pertanian (bibit, pupuk,
dll), dan pembangunan sarana-sarana
yang diperlukan (struktur biaya). Biaya
ini akan dibagi rata dalam kelompok
(pembagian biaya). Untuk merealisasikan
model bisnis ini, petani berencana untuk
bermitra dengan pemerintah desa,
Perusahaan Listrik Negara (PLN), CIFOR,
dan APP Sinarmas (mitra kunci).
Gambar 15 Kanvas Model Bisnis wanatani ubi kayu dan melinjo, serta eko-eduwisata
MITRA KUNCI
STRUKTUR BIAYA PEMBAGIAN BIAYA ARUS PENDAPATAN PEMBAGIAN
KEUNTUNGAN
AKTIVITAS KUNCI
SUMBER DAYA KUNCI
PROPOSISI NILAIHUBUNGAN
PELANGGAN
SALURAN
SEGMEN
PELANGGAN• Pemerintah
desa
• PLN
• CIFOR
• APP Sinar Mas
Biaya langsung
• PLTB
• Alat produksi
pertanian
(mesin, dll)
• Input produksi
pertanian (bibit,
pupuk, dll)
• Pembangunan
sarana
Barang/jasa
nyata (tangible)
• Ubi kayu dan
melinjo
• Makanan
olahan ubi
kayu
Barang/jasa tidak
nyata (intangible)
Eko-eduwisata
Dibagi rata dalam
kelompok
Biaya tidak
langsung
-
• Perusahaan
tepung tapioka
• Masyarakat Desa
Pinang Sebatang
Barat
• Konsumen di
Pasar Perawang
• Anak-anak
sekolah di
sekitar desa dan
kecamatan
• Media sosial
• E-marketing
• Jalan desa
• Pasar
• Pengelola
memperoleh 80%
• Dana sosial 20%
• Lahan
• Sumber daya manusia
• Permodalan
• Tanaman (ubikayu dan pohon melinjo)
• Sarana pendukung eko-eduwisata
Pangan lokal
masyarakat dan
eko-eduwisata
ramah gambut
melalui ubi kayu
dan melinjo (barang)
dan eko-eduwisata
( jasa)
Komitmen,
kejujuran, dan
keterbukaan
dengan pelanggan
Sebelum
produksi
• PLTB
• Pembangu
nan sarana
eko-
eduwisata,
saung &
sekat kanal
Selama
produksi
• Penanaman
• Perawatan
Setelah
produksi
-

Studi Kasus: Pengembangan Model dan Rencana Bisnis di Desa Makmur Peduli Api (DMPA) Terpilih
Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 19
Analisis finansial untuk usaha
wanatani ubi kayu dan pohon melinjo
serta eko-eduwisata dilakukan untuk
mengetahui kelayakan usaha. Analisis ini
mengakomodir biaya Pembukaan Lahan
Tanpa Bakar (PLTB) dan pembangunan
sekat kanal. Kedua upaya ini merupakan
bagian dari pemulihan gambut dan
pencegahan kebakaran. Komponen-
komponen biaya dalam analisis tidak
mencantumkan biaya tenaga kerja
usaha pertanian, kecuali untuk PLTB,
pembangunan sekat kanal, dan saung.
Analisis ini dilakukan berdasarkan asumsi-
asumsi teknis dan asumsi ceteris paribus
atau faktor-faktor lain dianggap tetap.
Hasil analisis (Tabel 2) menunjukkan
bahwa usaha wanatani dan eko-
eduwisata dengan jangka waktu usaha
10 tahun layak untuk dijalankan pada
skala kelompok, pada lahan milik pribadi
dengan menggunakan dana pinjaman.
Pengusahaan ini menghasilkan nilai
bersih saat ini (NPV) sebesar Rp 493
juta dengan rasio biaya manfaat (BCR)
berkisar antara 3 yang artinya untuk
setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan, maka
akan memberikan manfaat sebesar Rp 3.
Usaha ini memiliki tingkat pengembalian
investasi (IRR) sebesar 78% atau melebihi
tingkat suku bunga yang dipakai (17,5%),
dengan periode pengembalian investasi
(PBP) lebih dari tiga tahun (maksimal).
Berdasarkan hasil analisis ini dapat
disimpulkan bahwa usaha kelompok
menghasilkan nilai bersih saat ini yang
tinggi dengan periode pengembalian
investasi yang relatif cepat. Besar atau
tidaknya keuntungan (jika dibagi rata)
yang diperoleh masing-masing anggota
bergantung pada jumlah anggota dan
pada skala ekonomis pengusahaan
yang dipilih (luas lahan pengusahaan)
serta tingkat kepastian produksi.
Table 2 Hasil analisis kelayakan usaha
wanatani dan eko-eduwisata skala
kelompok (5 hektar) di lahan milik sendiri
dengan menggunakan dana pinjaman
(suku bunga 17.5%)
Kriteria kelayakan usahaBesaran
Nilai bersih saat ini (NPV)Rp 493.958.735
Rasio biaya manfaat (BCR) 3
Internal Rate of Return (IRR) 78%
Periode pengembalian
(PBP)
3,21 tahun
Selanjutnya kami juga melakukan analisis
sensitivitas untuk melihat kelayakan
usaha jika: 1) produksi ubi kayu dan
melinjo turun 40%, dan 2) jika produksi
ubi kayu dan melinjo turun 40% dan
harganya turun 50%. Skenario analisis
sensitivitas ini dilakukan mengingat
terdapat risiko serangan hama,
ketidakpastian produksi dan harga pasar
yang diidentifikasi oleh informan kunci.
Hasil analisis sensitivitas menunjukkan
jika produksi turun sampai 40%, usaha
masih dapat dikategorikan layak. Namun
usaha tidak layak jika produksi turun
40% dan harga turun sampai 50%.
Pengusahaan skala besar memang
memiliki nilai bersih saat ini yang tinggi
namun dalam kondisi ekstrem juga
memiliki risiko yang tinggi, khususnya
jika didanai dengan dana pinjaman.
Perlu ada pendampingan intensif,
peningkatan kapasitas petani, dan

Studi Kasus: Pengembangan Model dan Rencana Bisnis di Desa Makmur Peduli Api (DMPA) Terpilih
Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 20
perluasan jaringan pasar agar risiko-
risiko ini bisa diminimalisir.
Rencana bisnis yang baik juga perlu
didukung oleh analisis kondisi
eksternal dan risiko (Tabel 2) yang
mempertimbangkan peluang kerja
sama untuk pemasaran dan prospek
jaringan pasar yang luas. Keberadaan
pabrik tapioka di Kabupaten Siak dan
jangkauan petani ke pasar lokal maupun
penjual perantara menjadi peluang yang
berpengaruh positif pada bisnis. Selain
itu, kelompok tani juga memiliki hubungan
dan jejaring yang baik dengan masyarakat
sehingga mendapatkan kemudahan
dalam realisasi usaha. Hubungan baik
dengan masyarakat ini memungkinkan
petani memperoleh bibit secara cuma-
cuma. Terdapat peluang untuk scaling-up
bisnis mengingat banyaknya lahan tidur
serta mudahnya teknik budi daya dan
pengusahaan bisnis wanatani ubi kayu dan
pohon melinjo. Namun, terdapat tantangan
terkait sulitnya memastikan tingkat
pertumbuhan tanaman, sehingga pasokan
ubi kayu maupun melinjo dapat terdampak
(risiko negatif). Selain peluang (risiko
positif) dan tantangan (risiko negatif), kami
juga melihat adanya faktor pendukung
internal (strength atau kekuatan) yaitu
usaha yang dikelola secara berkelompok
dengan pembukuan sederhana,
penelitian sederhana dan inovasi yang
dilakukan kelompok untuk meningkatkan
hasil produksi dan mengatasi hama,
dan pengutamaan transparansi dalam
pengelolaan usaha kelompok. Namun,
kelompok petani perlu memperbaiki
kelemahan-kelemahan, termasuk jika ada
dinamika kelompok negatif dalam bentuk
perilaku free-riding dan rent-seeking,*****
hambatan teknis untuk koordinasi,
kurangnya pendanaan, dan belum adanya
kesepakatan secara tertulis dengan
pemilik lahan maupun mitra bisnis. Faktor-
faktor ini dirangkum pada Tabel 2.
Pada akhirnya, model dan rencana bisnis
wanatani ubi kayu dan melinjo yang telah
ada perlu direalisasikan dan didukung
oleh komitmen kelompok dan fasilitasi
intensif dari pendamping, dan dengan
dukungan input produksi pertanian
maupun permodalan yang memadai.
Semangat dan kegigihan masyarakat
dalam implementasi perlu diimbangi
dengan pengelolaan sumber daya yang
efisien dan tepat waktu. Strategi maupun
jadwal implementasi secara terperinci juga
harus dibuat (peta jalan implementasi
secara umum). Hasil pemetaan analisis
kondisi internal, eksternal, dan risiko
(Tabel 3) menunjukkan beberapa strategi
yang dapat dilaksanakan. Beberapa
strategi tersebut adalah mengikat kerja
sama dengan pemilik lahan maupun
mitra bisnis dengan kesepakatan secara
hukum dan tertulis, mendongkrak
penggunaan teknologi, mendorong
kerja sama dengan masyarakat lainnya,
melanjutkan upaya riset untuk memastikan
kemampuan produksi, dan membangun
kredibilitas kelompok untuk meyakinkan
calon investor atau mengajukan sumber
pendanaan formal.
***** Merujuk pada perilaku yang tidak mau berkontribusi atau berkontribusi negatif pada kelompok, namun
ingin mendapatkan atau menikmati manfaat dari kelompok.

Studi Kasus: Pengembangan Model dan Rencana Bisnis di Desa Makmur Peduli Api (DMPA) Terpilih
Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 21
Tabel 3 Tabel analisis kondisi internal, eksternal, dan risiko sederhana bisnis wanatani ubi
kayu dan pohon melinjo, serta eko-eduwisata
Strength (kekuatan)
1. Usaha dikelola berkelompok
dengan pembukuan sederhana
2. Penggunaan media sosial untuk
pemasaran
3. Rencana pembuatan makanan
berbahan dasar ubi kayu sebagai
bentuk penambahan nilai
4. Melakukan penelitian sederhana
untuk meningkatkan hasil produksi
5. Mekanisasi pertanian (traktor
mini) dalam penyiapan lahan
6. Berinovasi untuk mengatasi hama
7. Mengedepankan transparansi
dalam pengelolaan usaha
kelompok
Weakness (kelemahan)
1. Koordinasi terhambat
karena teknologi dan
koneksi jaringan
2. Kurangnya pendanaan
3. Dinamika kelompok
negatif, seperti
perilaku free-riding
dan rent-seeking
4. Belum ada
kesepakatan tertulis
atau legal dengan
pemilik lahan maupun
mitra bisnis
Opportunity (peluang)
risiko positif
1. Peluang kerjasama
penjualan ke pabrik
tapioka
2. Jangkauan pasar luas
termasuk ke pasar lokal
dan penjual perantara
3. Terdapat banyak lahan
tidur di desa
4. Berjejaring dengan
masyarakat sekitar
membawa kemudahan
dalam usaha, misalnya
mendapatkan bibit gratis
5. Peluang replikasi
usaha oleh masyarakat
cukup tinggi mengingat
teknik budi daya dan
pengusahaan wanatani
ubi kayu dan melinjo
yang mudah
Strategi S-O:
-Mendongkrak penggunaan
teknologi, misalnya melalui
media sosial dan e-commerce
(perdagangan secara elektronik)
untuk menjangkau konsumen
yang lebih luas
-Penambahan nilai berupa
produksi makanan berbahan
baku ubi kayu perlu
mempertimbangkan umur
simpan dan perizinan produksi
industri rumah tangga (PIRT)
untuk membangun kredibilitas
usaha
-Ekspansi kerja sama dengan
kelompok masyarakat lainnya
untuk memanfaatkan lahan tidur
melalui skema kerja sama yang
menjunjung tinggi transparansi
dan efisiensi sumber daya
Strategi W-O:
-Mengikat kerjasama
dengan pemilik lahan
maupun mitra bisnis
dengan kesepakatan
secara hukum
dan tertulis demi
transparansi dan
kepastian
-Membangun kapasitas
pengelolaan internal
dan koordinasi
Threats (tantangan)
risiko negatif
1. Ketidakpastian tingkat
pertumbuhan yang
dapat mempengaruhi
suplai ubi kayu dan
melinjo
Strategi S-T:
-Melanjutkan riset yang telah
dilaksanakan yang berfokus
pada hama dan produksi
dengan bimbingan fasilitator
Strategi W-T:
-Memastikan dan
mengonsolidasikan
kemampuan
produksi internal,
serta membangun
kredibilitas kelompok
untuk meyakinkan
calon investor dan
mengajukan sumber
dana formal.



Studi Kasus: Pengembangan Model dan Rencana Bisnis di Desa Makmur Peduli Api (DMPA) Terpilih
Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 22
Kotak 3. Profil Desa
Desa Pinang Sebatang Barat (Kotak 3 – Gambar 1) dan Desa Kesuma (Kotak 3
– Gambar 2) merupakan Desa Makmur Peduli Api (DMPA) yang menjadi lokasi
RAP Bisnis CIFOR. Desa Pinang Sebatang Barat terletak di Kecamatan Tualang,
Kabupaten Siak. Desa ini terdiri dari tiga dusun dengan luasan total 5.000 ha
dan jumlah penduduk 1.560 KK.
35
Menurut studi ICRAF-CIFOR mengenai tipologi
DMPA, Desa Pinang Sebatang Barat termasuk kategori desa dengan lahan gambut.
Desa Kesuma terletak di Kecamatan Pangkalan Kuras, Kabupaten Pelalawan dan
terdiri dari tujuh dusun dengan luasan total 51.000 ha dan penduduk sebanyak
2.008 KK.
36
Berdasarkan studi ICRAF-CIFOR, Desa Kesuma termasuk dalam
tipologi nongambut.

35 BPS (2018)
36 BPS (2019)
Kotak 3 – Gambar 1. Peta Desa Pinang Sebatang Barat, Kabupaten Siak

Studi Kasus: Pengembangan Model dan Rencana Bisnis di Desa Makmur Peduli Api (DMPA) Terpilih
Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 23
Kotak 3 – Gambar 2. Peta Desa Kesuma, Kabupaten Pelalawan

Studi Kasus: Pengembangan Model dan Rencana Bisnis di Desa Makmur Peduli Api (DMPA) Terpilih
Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 24
Peternak di Desa Kesuma menjalankan
usaha peternakan kambing secara
individu melalui fasilitasi program
DMPA (Gambar 16). Sejumlah peternak
perorangan ini tergabung dalam
Lembaga Kesuma Abadi (tim). Rencana
usaha yang sudah ada akan ditingkatkan
menjadi silvopastura, yaitu peternakan
kambing yang terintegrasi dengan
penanaman hijauan pakan ternak (pohon
kaliandra dan rumput odot) dan produksi
pupuk kandang. Jika memungkinkan,
pengembangan biogas juga akan
direncanakan. Melalui model bisnisnya,
para peternak menawarkan “ternak
masyarakat yang terintegrasi dan ramah
lingkungan” (proposisi nilai) (Gambar 17).
Produk yang ditawarkan adalah hewan
ternak dengan harga kompetitif dan
pupuk kandang. Di masa mendatang,
37 Roshetko (2000)
terdapat potensi pengembangan biogas
yang dapat dihasilkan melalui usaha
peternakan tersebut. Selain sebagai
pakan ternak, penanaman kaliandra juga
bermanfaat untuk memperbaiki tanah
(batas teras/kontur), sebagai pupuk
hijau, untuk panjatan tanaman, dan kayu
bakar.
37
Para peternak berharap untuk
menjual hewan ternak, daging, dan
biogas kepada masyarakat Desa Kesuma
dan Dinas Peternakan. Produk berupa
pupuk kandang akan dijual kepada
petani hortikultura dan kelapa sawit
(segmen pelanggan). Untuk mencapai
konsumen yang dituju, para peternak
berkomunikasi langsung dengan
pelanggan maupun melalui aparat desa.
Ternak bisa dikirim langsung kepada
pelanggan atau dijual di pasar terdekat
dengan menggunakan jalan desa
Gambar 16 Pengembangan silvopastura di Desa Kesuma
Studi kasus #2: Pengembangan Silvopastura
di Desa Kesuma, Kecamatan Pangkalan Kuras,
Kabupaten Pelalawan

Studi Kasus: Pengembangan Model dan Rencana Bisnis di Desa Makmur Peduli Api (DMPA) Terpilih
Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 25
MITRA KUNCI
STRUKTUR BIAYA PEMBAGIAN BIAYAARUS PENDAPATAN PEMBAGIAN
KEUNTUNGAN
AKTIVITAS KUNCI
SUMBER DAYA KUNCI
PROPOSISI NILAIHUBUNGAN
PELANGGAN
SALURAN
SEGMEN
PELANGGAN• Lembaga
kredit mikro
• APP Sinar Mas
• Dinas
Peternakan
• Rekan
peternak
lainnya
Biaya langsung
• PLTB
• Kandang
• Input produksi pertanian
dan peternakan (bibit,
pupuk, dll)
• Pakan ternak
• Vitamin dan obat
• Pengemasan pupuk
Barang/jasa
nyata (tangible)
• Penjualan
hewan ternak
dan daging
• Pupuk
kandang
• Biogas
Barang/jasa tidak
nyata (intangible)
-
Tidak ada dana
yang dikelola
oleh kelompok
Biaya
tidak
langsung
-
• Masyarakat Desa
Kesuma
• Dinas Peternakan
• Petani hortikultura
dan kelapa sawit
• Alat
komunikasi
• Jalan desa
• Pasar
Tidak ada pembagian
keuntungan khusus
• Lahan
• Sumber daya
manusia
• Permodalan
• Hijauan pakan
ternak (rumput
odot dan
kaliandra)
• Konsentrat
• Induk kambing
• Vitamin dan obat
• Rumah kompos
Ternak masyarakat
yang terintegrasi
dan ramah
lingkungan melalui
ternak kambing,
hijauan pakan
ternak (rumput odot
dan kaliandra),
pupuk kandang, dan
biogas
• Komunikasi yang
baik
• Penawaran harga
yang kompetitif
• Kontes kambing
Sebelum
produksi
• Pembuatan
kandang
• PLTB
Selama
produksi
• Penggemu-
kan
• Pengem-
bangbiakan
• Perawatan
Setelah
produksi
Produksi
pupuk
kandang
(saluran). Hubungan dengan pelanggan
akan dipertahankan melalui komunikasi
yang baik dan penawaran harga yang
kompetitif atau harga yang rendah.
Selain itu, para peternak juga berharap
untuk meningkatkan daya tarik pembeli
melalui kontes kambing (hubungan
pelanggan). Sebagian besar dari
pendapatan ini diproyeksikan berasal
dari penjualan hewan ternak, pupuk
kandang, dan biogas. Nilai lingkungan
pohon kaliandra dapat menjadi daya tarik
pelanggan, namun tidak dimasukkan
dalam perhitungan pendapatan
karena faktor ketidakpastiannya (arus
pendapatan).
Para peternak tidak merumuskan
pembagian keuntungan secara khusus
(pembagian keuntungan). Sumber daya
yang diperlukan adalah lahan, sumber
daya manusia, permodalan, hijauan
pakan ternak, konsentrat, induk kambing,
vitamin dan obat, serta rumah kompos
(sumber daya kunci). Sumber daya
kunci ini digunakan oleh para peternak
untuk melakukan aktivitas kunci berupa
pembukaan dan pengolahan lahan tanpa
bakar (PLTB), budi daya hijauan pakan
ternak, pembuatan kandang, perawatan,
penggemukan, dan pengembangbiakan
ternak. Sebagai tambahan, kotoran
kambing yang dihasilkan akan diproses
sebagai pupuk kandang (aktivitas
kunci). Biaya terkait, seperti biaya PLTB,
pembuatan kandang, input produksi
pertanian dan peternakan (bibit, pupuk,
dll), pakan ternak, vitamin dan obat, serta
pengemasan pupuk diperlukan dalam
model bisnis (struktur biaya). Untuk
Gambar 17 Kanvas Model Bisnis silvopastura di Desa Kesuma

Studi Kasus: Pengembangan Model dan Rencana Bisnis di Desa Makmur Peduli Api (DMPA) Terpilih
Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 26
pengembangan usaha skala kelompok,
biaya terkait pembuatan rumah kompos,
pembelian mesin pencacah, perluasan
kandang dan lahan untuk hijauan pakan
ternak, penting untuk dipertimbangkan.
Tidak ada dana yang dikelola oleh
kelompok untuk model bisnis ini sehingga
tidak ada pembagian biaya secara khusus
(pembagian biaya). Peternak berharap
dapat bermitra dengan organisasi yang
menjalankan bisnis simpan pinjam, APP
Sinar Mas, pasar, Dinas Peternakan,
lembaga kredit mikro, dan rekan peternak
lainnya (mitra kunci).
Setelah model bisnis dibangun, analisis
finansial perlu dilakukan untuk mengkaji
kelayakan bisnis berdasarkan kriteria
kelayakan usaha. Dalam analisis ini, perlu
diperhitungkan upaya-upaya pencegahan
kebakaran hutan dan lahan dalam
berbisnis, misalnya melalui penerapan
Pembukaan Lahan Tanpa Bakar (PLTB).
Komponen biaya dan perhitungan dalam
analisis ini dibatasi dengan asumsi-asumsi
teknis dan ceteris paribus. Analisis ini juga
tidak mencantumkan biaya tenaga kerja
usaha pertanian, kecuali untuk PLTB dan
pembangunan saung, dengan asumsi
tenaga kerja sukarela dari kelompok
masyarakat.
Hasil analisis (Tabel 4) menunjukkan
bahwa usaha silvopastura dengan
jangka waktu usaha 10 tahun layak
untuk dijalankan dalam skala kelompok,
pada lahan milik pribadi dengan
sumber dana pinjaman. Pengusahaan
silvopastura pada skala kelompok
berpotensi menghasilkan nilai bersih
saat ini (NPV) sebesar Rp 712 juta dan
rasio biaya manfaat (BCR) sebesar 1,
yang artinya setiap Rp 1 biaya yang
dikeluarkan menghasilkan manfaat
sebesar Rp 1. Tingkat pengembalian
investasi (IRR) ini berkisar 54% atau
melebihi tingkat suku bunga pinjaman
yang dipakai (17,5%), dengan periode
pengembalian investasi (PBP)
mencapai 6,4 tahun (maksimal). Skala
ekonomis pengusahaan (jumlah
minimal ternak dan kandang), jenis
kluster yang dipilih (penggemukan
atau pengembangbiakan), dan jumlah
anggota kelompok menjadi komponen-
komponen yang menentukan agar
usaha dapat memberikan nilai bersih
saat ini yang tinggi bagi anggotanya.
Table 4 Hasil analisis kelayakan usaha
silvopastura skala kelompok (8 kandang dan
2 hektar hijauan pakan ternak) di lahan milik
sendiri dengan menggunakan dana pinjaman
(suku bunga 17.5%)
Kriteria kelayakan usahaBesaran
Nilai bersih saat ini (NPV)Rp 712.635.951
Rasio biaya manfaat (BCR) 1
Internal Rate of Return
(IRR)
52%
Periode pengembalian
(PBP)
6,4 tahun
Analisis sensitivitas juga dilakukan
untuk melihat tingkat kelayakan usaha
pada kondisi ekstrem. Analisis ini
dilakukan untuk simulasi jika produksi
kambing dan pupuk turun 50%, dan
jika produksi turun 50% dan harga bibit
kambing naik 30%. Menurut informan

Studi Kasus: Pengembangan Model dan Rencana Bisnis di Desa Makmur Peduli Api (DMPA) Terpilih
Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 27
kunci, penurunan produksi berkaitan
dengan tingginya tingkat kematian
ternak sering terjadi jika peternak tidak
memiliki kemampuan yang mumpuni
untuk merawat ternak. Kenaikan
harga bibit kambing diasumsikan
terjadi karena adanya ketergantungan
dengan pemasok induk ternak dari
Provinsi Lampung. Hasil analisis
sensitivitas menunjukkan bahwa
penurunan harga dan kondisi ekstrem
(penurunan harga dan kenaikan
input produksi) menyebabkan usaha
silvopastura menjadi tidak layak
baik. Dengan demikian, perlu adanya
pendampingan untuk peningkatan
kapasitas petani dalam merawat ternak
dan menghasilkan bibit unggul untuk
meminimumkan tingkat kematian
ternak dan ketergantungan pada
pemasok luar daerah.
Rencana bisnis ini juga dilengkapi
dengan analisis kondisi eksternal dan
risiko (Tabel 5), yang mengidentifikasi
peluang (risiko positif) dan ancaman
(risiko negatif) bisnis. Terdapat peluang
untuk menangkap permintaan lokal dari
pasar dan usaha kedai makanan yang
ada di sekitar Desa Kesuma. Selain itu,
terdapat peluang untuk membangun
jejaring dengan lembaga pemerintah,
nonpemerintah, maupun swasta
yang bekerja dan memiliki program
di sekitar desa untuk melakukan
fasilitasi dan konsultasi. Analisis ini
juga mengidentifikasi ancaman-
ancaman terhadap usaha, yaitu hadirnya
kompetitor dari Provinsi Lampung
yang merupakan pemasok besar.
Kompetitor ini memenuhi sebagian
besar permintaan pasar, termasuk
pasokan bibit dan induk kambing. Saat
ini para peternak juga masih bergantung
pada pemasok dari Lampung ini untuk
pemenuhan bibitnya. Rendahnya daya
beli konsumen lokal juga merupakan
salah satu ancaman yang diidentifikasi.
Model dan rencana bisnis silvopastura
perlu mempertimbangkan pengusahaan
secara berkelompok yang didukung
oleh fasilitasi intensif dan permodalan.
Ketekunan dan kegigihan masyarakat
menjadi salah satu kunci keberhasilan
sejalan dengan pengelolaan baik
yang didukung dengan strategi
dan jadwal implementasi yang rinci
(peta jalan implementasi). Beberapa
strategi yang dapat dilakukan adalah
meningkatkan skala usaha melalui
implementasi silvopastura skala
kelompok dan pengembangbiakan bibit
unggul. Strategi ini dapat diterapkan
untuk menawarkan harga kompetitif
yang dapat menangkap permintaan
lokal. Strategi lainnya yang bisa
dipertimbangkan adalah memperbaiki
pengelolaan usaha dengan
pendampingan, mempertahankan
hubungan langsung dengan konsumen
akhir, dan menemukan sumber
pendanaan baru. Gambaran strategi
secara rinci ditampilkan dalam Tabel 5.

Studi Kasus: Pengembangan Model dan Rencana Bisnis di Desa Makmur Peduli Api (DMPA) Terpilih
Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 28
Tabel 5 Tabel analisis kondisi internal, eksternal, dan risiko sederhana bisnis silvopastura
Strength (kekuatan)
1. Dapat menjual
produk langsung ke
konsumen akhir
2. Ekspansi usaha menuju
silvopastura dengan
menanam hijauan
pakan ternak
3. Melakukan riset
sederhana terkait
dengan pakan ternak
terfermentasi termasuk
nilai-nilai lingkungan
dari kaliandra yang
bisa diuangkan
4. Usaha skala lokal yang
menawarkan harga
dan biaya pengiriman
yang kompetitif
Weakness (kelemahan)
1. Skala pengusahaan saat
ini terbatas hanya pada
skala rumah tangga
2. Tidak adanya pembukuan
3. Terbatasnya skala
usaha dan pasokan
menyebabkan permintaan
pasar tidak dapat dipenuhi
4. Kurangnya permodalan
5. Usaha ini dianggap
sebagai usaha sampingan,
dengan kebun sawit
sebagai usaha utama
6. Praktik trial-and-error
(coba-coba) tanpa arahan
dari fasilitator
7. Tingginya tingkat
kematian ternak
jika peternak tidak
memiliki kemampuan
yang mumpuni
Opportunity (peluang)
risiko positif
1. Peluang untuk
menangkap permintaan
lokal dari pasar dan usaha
makanan yang ada di
sekitar desa
2. Berjejaring dengan
lembaga pemerintah
maupun nonpemerintah
untuk fasilitasi dan
konsultasi, misalnya
dengan Dinas Peternakan
maupun LSM yang bekerja
di sekitar wilayah desa
Strategi S-O:
-Silvopastura skala
kelompok (peternakan,
pupuk kandang,
pemenuhan hijauan
pakan ternak mandiri;
pohon untuk perbaikan
lingkungan) untuk
menangkap permintaan
melalui peningkatan
kualitas produksi dan
harga yang kompetitif
-Meningkatkan skala usaha
Strategi W-O:
-Memperbaiki pengelolaan
usaha dengan
pendampingan dari
lembaga pemerintah
maupun nonpemerintah
Threats (ancaman) risiko
negatif
1. Kompetitor dari Provinsi
Lampung adalah
pemasok besar yang
memenuhi sebagian
besar permintaan pasar,
termasuk pasokan bibit
kambing
2. Ketergantungan pada
pemasok bibit kambing
dari Lampung
3. Daya beli masyarakat
rendah
Strategi S-T:
-Mempertahankan
hubungan langsung
dengan konsumen akhir
dengan menawarkan
harga kompetitif dan
produk yang berkualitas
Strategi W-T:
-Konsolidasi dan
peningkatan kapasitas
kelompok
-Belajar dan latihan
pengembangbiakan
bibit unggul
-Menemukan sumber
pendanaan baru dan
mengelola keuntungan
untuk investasi



Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 29
Gambar 18 Pengelolaan hutan berbasis masyarakat adalah konsep pengelolaan hutan yang
berfokus untuk memberikan manfaat sosial bagi masyarakat terutama yang hidup di dalam
dan sekitar hutan
Salah satu pilar pengelolaan hutan
lestari adalah aspek sosial, yang
berarti manfaat sosial dari hutan
tetap terjaga bagi masa kini dan
masa yang akan datang. Pengelolaan
hutan oleh negara, termasuk melalui
konsesi pengusahaan hutan, perlu
mempertimbangkan manfaat sosial dan
ekonomi bagi masyarakat terutama
yang hidup di sekitar hutan. Hal ini
yang menjadi dasar adanya konsep
pengelolaan hutan berbasis masyarakat
(PHBM) (Gambar 18). Pelaksanaan
PHBM telah didukung oleh berbagai
peraturan dan program oleh pemerintah
Indonesia. PHBM berpeluang menjadi
wadah pembangunan bisnis untuk
pengembangan mata pencaharian
berbasis komoditas kehutanan, termasuk
kayu, bukan kayu, jasa lingkungan serta
multiusaha kehutanan, oleh masyarakat
desa sekitar hutan. Berbagai skema
program PHBM berpotensi untuk
dilaksanakan, namun pertimbangan
utama adalah status lahan tempat
program itu akan dijalankan.
Prospek Usaha Kemitraan
Kehutanan

Prospek Usaha Kemitraan Kehutanan
Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 30
PHBM dalam kawasan hutan diatur
dalam berbagai peraturan dalam
kerangka perhutanan sosial, salah
satunya adalah Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 9
tahun 2021 tentang Perhutanan Sosial.
Penetapan lokasi PHBM dilakukan
berdasarkan Peta Indikatif dan Areal
Perhutanan Sosial (PIAPS). Status
kawasan hutan akan menentukan
aktivitas apa yang dapat dikembangkan
dalam skema PHBM. Pemanenan
kayu dari hutan dan pengembangan
komoditas pertanian hanya dapat
dilakukan pada hutan produksi,
sedangkan aktivitas lainnya
38 Kompas (2022)
****** Kawasan hutan menurut UU No. 41/1999 adalah “wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh
pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap”

seperti pemanfaatan jasa lingkungan
dan hasil hutan bukan kayu dapat
dilakukan pada kawasan hutan lindung
dan konservasi. Komoditas kelapa sawit
tidak dapat dikembangkan dalam skema
perhutanan sosial. Terdapat berbagai
program PHBM di luar kawasan hutan
atau Areal Penggunaan Lain (APL)
seperti pemanfaatan TORA (Tanah
Objek Reforma Agraria) yang diatur
dalam Peraturan Presiden No. 86
Tahun 2018 (dalam proses revisi pasca
Undang-Undang Cipta Kerja
38
). Tabel 6
merangkum berbagai skema PHBM di
dalam dan di luar kawasan hutan.******

Prospek Usaha Kemitraan Kehutanan
Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 31
Tabel 6 Kompilasi skema PHBM di dalam dan di luar kawasan hutan dirangkum dari Peraturan
Presiden dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Kawasan Hutan Luar Kawasan Hutan/Area Penggunaan Lain
Skema Perhutanan Sosial (Permen LHK No.
9/2021):
Hutan desa (HD)
-Pengelolaan HD dapat diberikan kepada
Lembaga Desa atau gabungan beberapa
Lembaga Desa. Lembaga Desa ini dapat
terdiri dari warga desa, perseorangan, dan
tokoh atau pelopor lokal yang memiliki
ketergantungan, kompetensi maupun
kepedulian terhadap kelestarian hutan.
-Areal yang dapat dikelola sebagai HD
adalah: kawasan hutan lindung dan/atau
hutan produksi yang belum dibebani
perizinan persetujuan penggunaan
kawasan hutan maupun pengelolaan
perhutanan sosial. Areal ini baiknya
berada di dalam PIAPS, di dalam
wilayah desa, areal hasil kesepakatan
batas pengelolaan antar desa yang
berdampingan, dan/atau di dalam satu
bentang alam dalam desa pemohon.
Areal yang berada di luar PIAPS dapat
juga diberikan dengan persetujuan dan
pertimbangan tertentu.
-Luas areal pengelolaan HD maksimal
5.000 hektar per unit pengelolaan,
dengan jangka waktu pengelolaan 35
tahun dan dapat diperpanjang.
Pemanfaatan TORA (Perpres No. 86/2018)
-Terutama untuk lahan dalam kawasan
hutan yang telah dilepaskan sesuai
peraturan perundang-undangan untuk
menjadi TORA.
-Lahan dalam kawasan hutan dikuasai
oleh masyarakat dan telah diselesaikan
penguasaannya sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
-Pemanfaatan dilakukan setelah Menteri
LHK menerbitkan surat keputusan
penetapan batas areal pelepasan
kawasan hutan atau keputusan perubahan
batas kawasan hutan.
-Luasan lahan TORA untuk pertanian
maksimal 5 ha.
-Dapat diajukan oleh perorangan maupun
kelompok (kelompok tani atau koperasi)
dengan persyaratan tertentu.
-Kemitraan dengan perusahaan dapat
dilakukan untuk pendampingan usaha dan
akses permodalan.
Hutan kemasyarakatan (HKm)
-Pengelolaan HKm dapat diberikan
kepada perseorangan yang tergabung
atau membentuk kelompok masyarakat,
kelompok tani hutan atau gabungan
kelompok tani hutan, atau koperasi yang
bergerak di bidang pertanian, hortikultura,
perternakan dan/atau kehutanan.
Hutan Rakyat (HR)
-Hutan yang dibangun atau berada di lahan
hak yang bukan berstatus hutan negara.
-Dapat dikembangkan di lahan pribadi
maupun komunal.
Bersambung ke halaman berikutnya

Prospek Usaha Kemitraan Kehutanan
Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 32
Kawasan Hutan Luar Kawasan Hutan/Area Penggunaan Lain
-Areal yang dapat dikelola sebagai HKm
dapat terletak di hutan lindung dan/atau
hutan produksi yang belum dibebani
perizinan atau persetujuan penggunaan
kawasan hutan maupun pengelolaan
perhutanan sosial. Areal ini baiknya
berada di dalam PIAPS dan/atau areal
yang sudah dikelola oleh pemohon. Areal
di luar PIAPS juga dapat diajukan dengan
persetujuan dan pertimbangan tertentu.
-Luas areal pengelolaan HKm maksimal
5.000 hektar per unit pengelolaan dan
maksimal 15 hektar per kepala keluarga,
dengan jangka waktu pengelolaan 35
tahun dan dapat diperpanjang.
Hutan Tanaman Rakyat (HTR)
-Pengelolaan HTR dapat diberikan kepada
kelompok tani hutan atau gabungan
kelompok tani hutan, koperasi tani hutan
atau koperasi yang bergerak di bidang
pertanian, hortikultura, perternakan
dan/atau kehutanan, atau profesional
kehutanan atau perseorangan yang
memiliki pendidikan dan pengalaman
sebagai pendamping di bidang kehutanan
dengan membentuk kelompok atau
koperasi bersama masyarakat setempat.
-Areal pengelolaan HTR dapat berada
di kawasan hutan produksi yang belum
dibebani perizinan atau persetujuan
penggunaan kawasan hutan maupun
pengelolaan perhutanan sosial. Areal ini
baiknya berada di dalam PIAPS, pada
hutan produksi yang tidak produktif,
dan/atau areal yang sudah dikelola
oleh pemohon. Areal di luar PIAPS juga
dapat diajukan dengan persetujuan dan
pertimbangan tertentu.
-Luas areal pengelolaan HTR maksimal
5.000 hektar per unit pengelolaan dan
maksimal 15 hektar per kepala keluarga,
dengan jangka waktu pengelolaan 35
tahun dan dapat diperpanjang.
Tabel 6: lanjutan
Bersambung ke halaman berikutnya

Prospek Usaha Kemitraan Kehutanan
Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 33
Kawasan Hutan Luar Kawasan Hutan/Area Penggunaan Lain
Kemitraan Kehutanan (KK)
-Skema KK dapat diberikan kepada
pemegang izin usaha pemanfaatan
kawasan hutan atau pemegang persetujuan
penggunaan kawasan hutan dengan
mitra. Mitra yang dimaksud disini adalah
masyarakat setempat yang bergantung
pada areal kerja/areal kelola pemohon, yang
tergabung dalam kelompok tani hutan atau
gabungan kelompok tani hutan. Mitra ini
merupakan penduduk yang tinggal di desa
sekitar areal perizinan, areal penggunaan
kawasan hutan, atau kawasan hutan
konservasi. Masyarakat yang dimaksud
disini sudah mengelola areal yang dimohon
secara turun temurun atau dalam lima tahun
terakhir berturut-turut.
-Profesional kehutanan atau perseorangan
yang memiliki pendidikan dan pengalaman
sebagai pendamping di bidang kehutanan
dengan membentuk kelompok atau
koperasi bersama masyarakat setempat,
dan/atau masyarakat luar desa setempat
yang sudah mengelola areal yang dimohon
secara turun temurun atau lima tahun
terakhir (dengan surat keterangan kepala
desa/lurah atau camat setempat) dapat juga
dinyatakan sebagai mitra.
-Areal pengelolaan KK dapat berada di
kawasan hutan produksi dan/atau hutan
lindung yang telah dibebani izin, telah
dibebani persetujuan penggunaan kawasan,
atau di kawasan hutan konservasi. Areal
ini memiliki potensi menjadi sumber
penghidupan masyarakat setempat atau
merupakan areal konflik atau berpotensi
konflik.
-Luas areal pengelolaan KK maksimal 5
hektar per kepala keluarga. Jika masyarakat
bemitra untuk pemungutan hasi hutan
bukan kayu atau jasa lingkungan, maka
luasan ini tidak berlaku dan pengelolaan
KK diberikan sesuai kemampuan dan
kesepakatan bersama para pihak dengan
peta zonasi sebagai lampiran. Jangka waktu
KK minimal adalah 10 tahun.
Tabel 6: lanjutan
Bersambung ke halaman berikutnya

Prospek Usaha Kemitraan Kehutanan
Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 34
Kawasan Hutan Luar Kawasan Hutan/Area Penggunaan Lain
Hutan Adat (HA)
-Hutan adat memiliki fungsi konservasi,
lindung, dan/atau produksi. Hutan ini
dikelola oleh Masyarakat Hukum Adat.
-HA dapat ditetapkan jika memenuhi
kriteria: berada di dalam wilayah adat,
merupakan areal berhutan dengan batas
yang jelas dan dikelola sesuai dengan
kearifan lokal MHA, berasal dari atau di
luar kawasan hutan negara, dan masih
ada kegiatan pemungutan hasil hutan
oleh MHA guna memenuhi kebutuhan
hidupnya. Jika wilayah adat berada di
dalam kawasan hutan negara dan bukan
berupa hutan, maka dapat dimasukkan
dalam peta penetapan HA dengan
legenda khusus, sesuai dengan kondisi
penggunaan ataupun pemanfaatan
lahannya.
Tabel 6: lanjutan

Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 35
Pembelajaran dari Tapak:
Peluang dan Tantangan
Pengembangan Alternatif
Mata Pencaharian
Pada diskusi daring tanggal 11 Juni 2020
dan 16 Juni 2020, CIFOR mengundang
masyarakat, LSM, dan lembaga
pemerintah untuk berbagi pengalaman
dan menanggapi hasil riset aksi partisipatif.
Diskusi ini dihadiri oleh perwakilan dari
Sedagho Siak, Riau Women Working
Group, Yayasan Mitra Insani, Sustainable
Environmental Development Studies
(SENDS), Teras Riau, Lingkar Hijau Pesisir,
Perkumpulan Elang, World Resources
Institute (WRI), Jaringan Kerja Penyelamat
Hutan Riau (Jikalahari), Yayasan Taman
Nasional Tesso Nilo (TNTN), dan Balai
Taman Nasional Tesso Nillo. Selain untuk
merangkum pembelajaran di tingkat
tapak, kedua diskusi ini juga dilaksanakan
untuk mengidentifikasi peluang dan
tantangan dalam pengembangan mata
pencaharian alternatif bagi masyarakat di
Kabupaten Siak (Tabel 7) dan Kabupaten
Pelalawan (Tabel 8).
Gambar 19 Pemerintah dan lembaga nonpemerintah telah mengadakan kegiatan dan program
di tingkat tapak dengan fokus pendampingan dan pengembangan alternatif mata pencaharian

Pembelajaran dari Tapak: Peluang dan Tantangan Pengembangan
Alternatif Mata Pencaharian
Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 36
Hasil diskusi daring untuk Kabupaten
Siak menunjukkan bahwa terdapat
banyak program dan kegiatan di tingkat
tapak dengan fokus pendampingan
dan pengembangan mata pencaharian
alternatif (Gambar 19). Di Kabupaten Siak,
para peserta diskusi mengidentifikasi
opsi mata pencaharian alternatif yang
beragam bergantung potensi dari tiap
wilayah. Komoditas yang diusulkan
perlu didorong pengembangannya
oleh berbagai pihak melalui kebijakan,
program, maupun bantuan untuk
menjamin pembiayaan dan pasar;
penguatan kelembagaan, kelompok,
kemampuan, dan pengetahuan pelaku
usahanya; penciptaan nilai tambah,
dan, yang paling penting, memberikan
manfaat bagi masyarakat dengan
meminimalisasi dampak bagi lingkungan.
Sementara itu, di Kabupaten Pelalawan,
para peserta diskusi menyampaikan
tantangan yang cukup kompleks,
misalnya tingginya tingkat karhutla,
adanya konflik satwa liar dan manusia,
dan penerimaan dari masyarakat.
Namun, terdapat skema kemitraan
potensial yang bisa dijajaki lebih lanjut,
misalnya kemitraan konservasi dan
pemulihan ekosistem.
Tabel 7 Peluang dan tantangan pengembangan mata pencaharian alternatif di Kabupaten Siak
Peluang Tantangan
Ekologi dan teknis
-Terdapat beragam potensi mata
pencaharian alternatif
-Teknik budi daya ubi kayu yang sederhana
memudahkan penerapan oleh masyarakat
-Potensi untuk menerapkan teknik budi daya
organik ubi kayu
-Dukungan hasil riset yang menunjukkan
manfaat budi daya ubi kayu mempercepat
kematangan gambut
-BUMDes Pinang Sebatang Barat memiliki
rancangan usaha wisata alam terpadu pada
kawasan konservasi milik sektor swasta. Ide
bisnis ini sudah disetujui oleh pemerintah desa
dan kabupaten
-Ada program pengembangan jeruk nipis di Desa
Temusai oleh Teras Riau
-Masyarakat memiliki peralatan untuk pengelolaan
ramah gambut dan pencegahan karhutla
Ekologi dan teknis
-Pemilihan komoditas
-Kemampuan, pengetahuan dan
pengalaman masyarakat dalam
pemilihan komoditas
-Ubi rentan dengan kondisi media
yang terlalu basah, sehingga perlu
adanya perhitungan tinggi muka air
gambut yang sesuai
-Ada pula riset yang juga
menunjukkan hasil yang
kontradiktif. Ubi kayu tidak terlalu
bagus untuk dibudidayakan di
lahan gambut
-Analisis finansial harus dilengkapi
dengan kajian kelayakan
lingkungan. Di lahan gambut,
analisis kelayakan ini perlu
memperhatikan kedalaman gambut
Bersambung ke halaman berikutnya

Pembelajaran dari Tapak: Peluang dan Tantangan Pengembangan
Alternatif Mata Pencaharian
Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 37
Peluang Tantangan
Sosial dan kelembagaan
-Ubi kayu dapat didorong menjadi produk
unggulan desa agar Pemerintah Desa terlibat
dalam pembuatan kebijakan yang mendukung
-Latar belakang kehidupan masyarakat dapat
menjadi salah satu poin pertimbangan dalam
pengembangan ubi kayu maupun pemilihan
komoditas lainnya
-Hasil dari berbagi pengalaman dan hasil
penelitian dapat menjadi referensi bagi LSM atau
lembaga lain yang memiliki desa dampingan
Sosial dan kelembagaan
-Pemilihan kelompok untuk
difasilitasi (analisis aktor)
-Dinamika kelompok dalam
manajemen usaha
-Pendampingan intensif di lapangan
Ekonomi
-Keterlibatan Pemda dan dorongan untuk
menjadikan produk sebagai unggulan desa
membawa peluang berupa penganggaran dari
Pemerintah Desa
-Penciptaan nilai tambah atau hilirisasi produk-
produk turunan berbahan baku ubi kayu yang
dikerjakan oleh kelompok perempuan
-Peluang pemasaran ubi kayu langsung
ke pabrik tapioka
Ekonomi
-Kebutuhan pembiayaan yang cukup
besar untuk pengembangan demplot
menjadi skala yang lebih besar
-Analisis skala usaha yang
secara ekonomis dapat
mendatangkan keuntungan
-Perlu adanya penjaminan pasar
Lain-lain
--
Lain-lain
-Pandemi global membuat
beberapa kegiatan tertunda, salah
satu diantaranya adalah realisasi
ide bisnis yang dirancang oleh
BUMDes Pinang Sebatang Barat
Tabel 8 Peluang dan tantangan pengembangan mata pencaharian alternatif di
Kabupaten Pelalawan
Peluang Tantangan
Ekologi dan teknis
-Tanah di Desa Kesuma termasuk dalam jenis
tanah alluvial sehingga cocok untuk budi daya
berbagai jenis tumbuhan misalnya hortikultura
-Telah terdapat program fokus kelompok
perempuan untuk pengembangan
tanaman hortikultura
-Potensi pengembangan minyak atsiri
-Potensi perikanan dan produksi ikan asap untuk
meningkatkan nilai tambah
Ekologi dan teknis
-Tingkat karhutla cukup tinggi
-Diperlukan contoh nyata di
lapangan untuk pengembangan
usaha yang berhasil
-Belum ada usaha yang benar-benar
prospektif; beberapa program yang
diuji coba belum berhasil
-Komoditas pohon Eukaliptus yang
dikembangkan tidak produktif
Tabel 7: lanjutan
Bersambung ke halaman berikutnya

Pembelajaran dari Tapak: Peluang dan Tantangan Pengembangan
Alternatif Mata Pencaharian
Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 38
Peluang Tantangan
-Dalam konteks kemitraan dengan sektor swasta,
sudah ada kegiatan-kegiatan yang dilakukan
misalnya pengembangan peternakan kambing
-Telah ada diskusi dengan pihak Taman Nasional
untuk memanfaatkan lahan bekas terbakar
dengan penanaman Eukaliptus
-Ada upaya dari Yayasan Taman Nasional Tesso
Nilo (TNTN) untuk memulihkan habitat gajah agar
tidak berkeliaran di luar habitatnya
-Ada kegiatan dari Yayasan TNTN untuk
mendorong pemanfaatan HHBK, khususnya bagi
kelompok perempuan
-Pernah ada kegiatan budi daya keramba untuk
masyarakat asli (dusun 1) oleh Yayasan TNTN
-Terdapat kendala teknis dalam
menetapkan jadwal kegiatan antar
anggota kelompok, sehingga
kegiatan hanya dapat dilakukan
dalam skala rumah tangga dan
hasilnya terbatas pada skala
konsumsi rumah tangga saja
Sosial dan kelembagaan
-Program Kemitraan Konservasi dan Pemulihan
Ekosistem memungkinkan Taman Nasional untuk
melakukan kerjasama dengan masyarakat
-Adanya rencana aksi pendampingan
menggunakan prinsip kolaboratif oleh
Taman Nasional Tesso Nilo khususnya untuk
pengembangan alternatif mata pencaharian di
Desa Kesuma
-Pelibatan KPH dalam program pemberdayaan
dan kerjasama dengan masyarakat
-Adanya persetujuan dari pihak Yayasan TNTN
untuk pengelolaan lahan-lahan terlantar di luar
taman nasional oleh masyarakat
-Terdapat tim patroli perlindungan satwa dan
mitigasi konflik untuk membantu meminimalisir
dan mengatasi konflik manusia dan satwa
-Terdapat banyak lahan terlantar yang dapat
dimanfaatkan jika ada kelompok yang bisa
diberdayakan
Sosial dan kelembagaan
-Penerimaan dari masyarakat
terhadap mitra dari luar desa
-Desa Kesuma sangat luas (sekitar
51.000 ha atau hampir seluas
Provinsi DKI Jakarta), sehingga
tidak semua masyarakat bisa
berkoordinasi dan berkonsultasi
langsung dengan Pemerintah Desa
-Pelibatan pemangku kepentingan
(stakeholder engagement) yang
masih terbatas
-Adanya konflik antara manusia
dan satwa
-Masyarakat mengharapkan suatu
program pemberdayaan, namun
perlu diberikan masukan terkait
bentuk bantuan yang paling tepat
Ekonomi
-Adopsi metode model bisnis untuk diaplikasikan
di tingkat masyarakat
-Terdapat potensi pengembangan skala
usaha pekarangan jika demand (permintaan)
dipertimbangkan secara mendalam/rinci
-Pertimbangan pola dan komoditas yang
dikonsumsi oleh masyarakat, sehingga
komoditas yang dikembangkan kompetitif dan
dapat menjangkau pasar yang terdekat
Ekonomi
-Pemasaran hasil-hasil
peternakan kambing
Tabel 8: lanjutan

Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 39
Penutup
Mewujudkan model dan rencana bisnis yang berbasis masyarakat dan berkelanjutan
adalah tantangan bagi berbagai pihak. Pemerintah, sektor usaha, lembaga swadaya
masyarakat, lembaga perbankan atau lembaga keuangan, lembaga riset, dan akademisi
perlu berkontribusi sesuai dengan peran dan kapasitasnya. Aktor utama dari model dan
rencana bisnis seperti ini adalah masyarakat, melalui kelompok-kelompok yang ada.
Motivasi dan kegigihan mereka untuk berhasil adalah hal yang tidak tergantikan, namun
dukungan semua pihak tentunya diperlukan untuk keberhasilan mereka. Pengetahuan,
akses modal, akses pasar, jaringan mitra, dan kebijakan pemerintah yang kondusif
sangat dibutuhkan. Semoga buku panduan ini berguna bagi masyarakat yang ingin
mengembangkan model bisnis dan pihak-pihak lain yang membutuhkan. Buku ini akan
terus diperbaiki berdasarkan pengetahuan yang akan terus berkembang, pengalaman,
dan masukan dari semua pihak yang terkait.  

Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 40
Daftar Pustaka
1
Purnomo H, Shantiko B, Sitorus
S, Gunawan H, Achdiawan R,
Kartodihardjo H, dan Dewayani
AA. 2017. Fire economy and actor
network of forest and land fires
in Indonesia. Forest Policy and
Economics, 78: 21–31.
2
Purnomo H, Okarda B, Shantiko
B, Achdiawan R, Dermawan A,
Kartodihardjo H, dan Dewayani AA.
2019. Forest and land fires, toxic
haze and local politics in Indonesia.
International Forestry Review, 21 (4):
1-15.
3
Glauber AJ, Moyer S, Adriani M, dan
Gunawan I. 2016. The cost of fire:
An economic analysis of Indonesia’s
2015 fire crisis. Jakarta: World Bank.
4
Koplitz SN, Mickley LJ, Marlier ME,
Buonocore JJ, Kim PS, Liu T,
Sulprizio MP, De Fries, RS, Jacob DJ,
Schwartz, J., Pongsiri M, dan Myers
SS. 2016. Public health impacts
of the severe haze in Equatorial
Asia in September–October 2015:
demonstration of a new framework
for informing fire management
strategies to reduce downwind
smoke exposure, Environmental
Research Letters, 11(9): 094023.
5
Field RD, Van Der Werf, Guido R, Fanin
T, Fetzer EJ, Fuller R, Jethva H, Levy
R, Livesey NJ, Luo M, Torres O, dan
Worden HM. 2016. Indonesian fire
activity and smoke pollution in 2015
show persistent nonlinear sensitivity
to el niño-induced drought.
Proceedings of the National
Academy of Sciences of the United
States of America, 113(33), 9204-
9209.
6
Medrilzam, Rahayu NH, Widiaryanto
P, Rosylin L, Firdaus R, Suprapto
U, Sumantri, Purnomo H, Wulan
YC, Tarigan MLP, dan Nugraha M.
n.d. Grand design pencegahan
kebakaran hutan, kebun, dan lahan
2017-2019. Jakarta: BAPPENAS.
7
University of East Anglia. 2020. Climate
change increases the risk of wildfires
confirms new review. [diakses 30 Juni
2020]. https://www.sciencedaily.com/
releases/2020/01/200114074046.htm
8
Kementerian Lingkungan Hidup dan
Kehutanan. SiPongi – Karhutla
Monitoring System, rekapitulasi
luas kebakaran hutan dan lahan
(ha) per provinsi di Indonesia tahun
2015-2020. [diakses 30 Juni 2020].
http://sipongi.menlhk.go.id/hotspot/
luas_kebakaran
9
World Bank. 2019. Laporan Triwulanan
Perekonomian Indonesia,
Desember 2019: Investasi pada
Manusia. Jakarta: World Bank
10
Copernicus Atmosphere Monitoring
System. 2019. Copernicus: a year
in fire. [diakses 30 Juni 2020].
https://atmosphere.copernicus.eu/
copernicus-year-fire

Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 41Daftar Pustaka
11
Jong HN. 2019. Indonesia fires emitted
double the carbon of Amazon fires,
research shows. [diakses 30 Juni
2020]. https://news.mongabay.
com/2019/11/indonesia-fires-
amazon-carbon-emissions-peatland/
12
Kompas. 2019. Karhutla buat petani
di Kalbar gagal panen hingga
rugi ratusan juta. [diakses 30 Juni
2020]. https://regional.kompas.com/
read/2019/08/08/15471021/karhutla-
buat-petani-di-kalbar-gagal-panen-
hingga-rugi-ratusan-juta
13
CIFOR. Riset aksi partisipatif untuk
pencegahan kebakaran dan
restorasi gambut berbasis
masyarakat. [diakses 30 Juni 2020].
https://cifor.org/CBFPR
14
Purnomo H, Puspitaloka D, Komarudin
H, Andrianto A, Okarda B, Basuki I,
Prasetyo P, Qomar N, Muhammad
A, Sutikno S, Jalil A, Yesi, Gunawan
H, Zulkardi, Merbamas R, Tarsono,
Wibowo LR. 2020. Teori dan
pelaksanaan riset aksi partisipatif
untuk pencegahan kebakaran
dan restorasi gambut berbasis
masyarakat. Dalam Purnomo H dan
Puspitaloka D. (ed.) Pembelajaran
pencegahan kebakaran dan
restorasi gambut berbasis
masyarakat. Bogor: CIFOR.
15
Osterwalder A dan Pigneur Y. 2010.
Business model generation.
Hoboken, New Jersey: John Wiley
& Sons.
16
Joyce A dan Paquin RL. 2016. The triple
layered business model canvas:
a tool to design more sustainable
business models. Journal of Cleaner
Production, 135: 1474-1486.
17
Nußholz JLK. 2018. Circular business
model planning tool: a tool to
help design business models that
extend the useful life of products
and materials and capitalize on the
associated value. Lund, Sweden:
International Institute for Industrial
Environmental Economics (IIIEE),
Lund University.
18
Teece DJ. 2010. Business models,
business strategy, and innovation.
Long Range Planning, 43(2-3): 172-
194.
19
Harvard Business School. Unique value
proposition. [diakses 30 Juni 2020].
https://www.isc.hbs.edu/strategy/
creating-a-successful-strategy/
pages/unique-value-proposition.
aspx#:~:text=A%20value%20
proposition%20defines%20
the,value%20proposition%20
expands%20the%20market.
20
Magretta J. 2002. Why business
models matter. Harvard Business
Review, 80(5): 86-92.
21
World Economic Forum. 2014. Towards
the circular economy: accelerating
the scale-up across global supply
chains. Jenewa, Swiss: World
Economic Forum.
22
Nikolova A dan Mesiano R. 2018. Circular
economy-making sustainability part
of the solution Asia-Pacific. [diakses
10 November 2019]. https://www.
unescap.org/blog/ circular-economy-
making-sustainability-part-the-
solution-asia-pacific

Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 42Daftar Pustaka
23
Geissdoerfer M, Vladimirova D, dan
Evans S. 2018. Sustainable business
model innovation: a review. Journal
of Cleaner Production, 198: 401-416.
24
Puspitaloka D, Purnomo H, Dermawan
A, Herawati T, Parlinah N, Ilham QP.
2020. Model bisnis berkelanjutan
bagi masyarakat untuk pencegahan
kebakaran dan restorasi di lahan
gambut. Dalam Purnomo H dan
Puspitaloka D. (ed.) Pembelajaran
pencegahan kebakaran dan
restorasi gambut berbasis
masyarakat. Bogor: CIFOR.
25
Najiyati S, Muslihat L, Suryadiputra
INN. 2005. Panduan pengelolaan
lahan gambut untuk pertanian
berkelanjutan Bogor: Wetlands
International – IP.
26
Agus F, Anda M, Jamil A, Masganti.
2016. Lahan gambut Indonesia:
pembentukan, karakteristik, dan
potensi mendukung ketahanan
pangan. Edisi Revisi, Cetakan
II. Jakarta: Badan Penelitian
dan Pengembangan Pertanian,
Kementerian Pertanian.
27
Wibisono IT dan Dohong A. 2017.
Panduan teknis revegetasi lahan
gambut. Jakarta: Badan Restorasi
Gambut.
28
Shewan D. 2020. 7 of the best value
propositions examples we’ve
ever seen [diakses 31 Juli 2020].
https://www.wordstream.com/blog/
ws/2016/04/27/value-proposition-
examples
29
Qomar N, Muhammad A, Ilham QP,
Rusantoyo HP, Syaufina L. 2020.
Penyiapan lahan tanpa bakar untuk
pencegahan kebakaran hutan
dan lahan. Dalam Purnomo H dan
Puspitaloka D. (ed.) Pembelajaran
pencegahan kebakaran dan
restorasi gambut berbasis
masyarakat. Bogor: CIFOR.
30
Berman, K., Knight, J., Case, J., 2013.
Financial intelligence, a manager’s
guide to knowing what the numbers
really mean. Harvard Business
Review Press, Boston, Massachusetts.
31
Hayes A. 2019. Benefit-cost ratio (BCR).
[diakses 30 Juni 2020]. https://www.
investopedia.com/terms/b/bcr.asp
32
Wright S dan Scammell W. 2017. 6 –
Economics. Dalam Brun K, Friedman
P, Dennis R (ed.) Fundamentals and
applications of supercritical carbon
dioxide (sCO2) based power cycles.
Elsevier.
33
Reniers G, Talarico L, Paltrinieri N.
2017. Cost-benefit analysis of safety
measures. Dalam Paltrinieri N dan
Khan F. Dynamic risk analysis in the
chemical and petroleum industry:
evaluation and interaction with
parallel disciplines in the perspective
of industrial application. Elsevier.
34
Project Management Institute. 2013. A
Guide to the Project Management
Body of Knowledge (PMBOK Guide)
– Fifth Edition. Pennsylvania,
Amerika Serikat: Project
Management Institute
35
Ramos E. 2019. Identifying risks with
SWOT analysis in 3 steps. [diakses
30 Juni 2020] https://medium.
com/techcatch/identifying-risks-
with-swot-analysis-in-3-steps-
38aa033ed886

Panduan Praktis Penyusunan Model dan Rencana Bisnis Mata Pencaharian
Alternatif bagi Masyarakat Desa Makmur Peduli Api (DMPA) 43Daftar Pustaka
36
BPS Kabupaten Siak. 2018. Kecamatan
Tualang dalam angka 2018. Siak: BPS
Kabupaten Siak
37
BPS Kabupaten Pelalawan. 2019.
Kecamatan Pangkalan Kuras
dalam angka 2019. Pelalawan: BPS
Kabupaten Pelalawan
38
Roshetko JM. 2000. Calliandra
calothyrsus di Indonesia. Lokakarya
Produksi Benih dan Pemanfaatan
Kaliandra di Bogor 14 –16 November,
2000. [diakses 15 Juli 2020 ] http://
www.worldagroforestrycentre.
org/sea/Publications/files/
proceeding/R0006-04.PDF
39
Kompas. 2022. Ini 3 Poin
Penting dalam Revisi Perpres
Reforma Agraria [diakses 15
September 2022] https://
www.kompas.com/properti/
read/2022/01/22/160000421/
ini-3-poin-penting-dalam-
revisi-perpres-reforma-agraria-
?page=all

CIFOR-ICRAF
Pusat Penelitian Kehutanan Internasional (CIFOR) dan Pusat Penelitian Agroforestri
Dunia (ICRAF) mendambakan dunia yang lebih lestari dengan berbagai jenis pohon
tumbuh di hampir semua jenis bentang alam, mulai dari lahan kering hingga daerah
tropis yang lembab untuk menopang lingkungan hidup dan kesejahteraan bagi semua.
CIFOR-ICRAF merupakan salah satu Pusat Penelitian di bawah organisasi CGIAR.
Usaha-usaha pencegahan kebakaran hutan dan lahan erat kaitannya dengan
mengembangkan mata pencaharian alternatif masyarakat dan praktik-praktik
terbaik pengelolaan lahan. Buku panduan praktis ini ditujukan untuk mendukung
proses pengembangan mata pencaharian masyarakat yang bebas dari
penggunaan api dan ramah lingkungan. Pengembangan model bisnis berbasis
masyarakat yang berkelanjutan tentu sangat menantang. Berbagai tahapan
harus dilakukan, termasuk memahami konsumen dan infrastruktur pasar,
menghubungi calon pelanggan, menjalin kemitraan, dan yang paling penting
adalah menetapkan proposisi nilai yang menarik untuk ditawarkan kepada
konsumen. Mewujudkan model dan rencana bisnis yang berbasis masyarakat dan
berkelanjutan adalah tantangan. Pemerintah, sektor usaha, lembaga swadaya
masyarakat, lembaga perbankan atau lembaga keuangan, lembaga riset, dan
akademisi perlu berkontribusi sesuai dengan peran dan kapasitasnya untuk
mendukung masyarakat maupun kelompok masyarakat. Kami berharap panduan
praktis ini berguna untuk masyarakat maupun pendamping lapangan dalam
mendukung proses pengembangan model bisnis berbasis masyarakat untuk
pencegahan karhutla.