AKSIOMA: Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika ISSN 2089-8703 (Print)
Volume 8, No. 3, 2019, 508-519 ISSN 2442-5419 (Online)

DOI: https://doi.org/10.24127/ajpm.v8i3.2385

508| Copyright © 2019, Universitas Muhammadiyah Metro

EKSPLORASI ETNOMATEMATIKA ISLAMI PADA TRADISI MAKAN
BESAPRAH
Muhamad Firdaus
1
, Hodiyanto
2

1,2
Pendidikan Matematika, IKIP PGRI Pontianak
E-mail: [email protected]
1)
[email protected]
2)

Received 12 October 2019; Received in revised form 5 December 2019; Accepted 29 December 2019

Abstrak
Tujuan dalam penelitian adalah untuk mendiskripsikan alat-alat yang digunakan maupun aktivitas yang
dilakukan dalam tradisi makan besaprah pada upacara pernikahan melayu di Kecamatan Sambas.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif berupa etnografi. Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi sehingga alat
pengumpul data yang digunakan adalah lembar observasi, lembar wawancara, dan dokumen.
Pemeriksaan keabsahan dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi sumber. Berdasarkan hasil
penelitian dan pembahasan dapat diambil kesimpulan bahwa: (1) Alat yang digunakan dalam makan
besaprah adalah: alas saprah, batel, pinggan saprah, piring laok, pinggan nase’, cawan, baki ae’, baki
laok, sarbet dan berkaitan dengan konsep bangun datar, bangun ruang, pola bilangan, dan geometri. (2)
Adapun aktivitas yang dilakukan dalam makan besaprah yaitu aktivitas persiapan sebelum makan
besaprah yang dilakukan Melayu Sambas ada empat, yaitu merancap, bekaot, nyiapkan sajian saprahan,
besurong.

Kata kunci: Etnomatematika; makan besaprah; etnografi.

Abstract
The purpose of this research is to describe the tools used and the activities carried out in the tradition of
eating besaprah at the Malay wedding ceremony in Sambas District. The method used in this research is
qualitative research in the form of ethnography. Data collection techniques used were observation,
interviews, and documentation so that the data collection tools used were observation sheets, interview
sheets, and documents. The validity check in this study uses the source triangulation technique. Based on
the results of research and discussion, it can be concluded that: (1) The tools used in eating besaprah are
alas saprah, batel, pinggan saprah, piring laok, pinggan nase’, cawan, baki ae’, baki laok, sarbet and are
related to the concept geometry and number patterns. (2) As for the activities carried out in eating
besaprah, there are four preparatory activities before eating besaprah by Sambas Melayu: merancap,
bekaot, nyiapkan sajian saprahan, besurong.

Keywords: Ethnomatematics; eating besaprah; ethnography.

PENDAHULUAN
Pendidikan dan kebudayaan adalah dua
unsur yang saling berkaitan dan bahkan
bisa saling berpengaruh walaupun
sebenarnya pendidikan merupakan
bagian dari kebudayaan, tetapi
perkembangan kebudayaan tentu juga
dipengaruhi oleh pendidikan.
Kebudayaan yang tidak disentuh oleh
pendidikan maka akan statis dan tidak
berkembang. Selain itu, pendidikan
yang tidak mempertimbangkan budaya
maka akan sulit diterima oleh
masyarakat setempat. Oleh sebab itu,
pendidikan khususnya dalam
pembelajaran seyogyanya memasukkan
unsur budaya atau adat istiadat yang
sekiranya mudah diterima oleh
masyarakat lebih khusus oleh peserta
didik.
Perkembangan dan kemajuan
teknologi informasi saat ini membuat
kebudayaan atau tradisi yang ada di
masyarakat semakin lama semakin

AKSIOMA: Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika ISSN 2089-8703 (Print)
Volume 8, No. 3, 2019, 508-519 ISSN 2442-5419 (Online)

DOI: https://doi.org/10.24127/ajpm.v8i3.2385

Copyright © 2019, Universitas Muhammadiyah Metro | 509
hilang. Anak-anak lebih suka bermain
gadget di rumah dari pada harus
bermain engklek. Anak-anak yang
sudah masuk SMP/MTs sudah tidak
mau ke surau atau masjid untuk belajar
membaca Al-Qur’an dan lebih memilih
berada di depan TV atau laptop. Oleh
sebab itu, kebudayaan atau tradisi
seharusnya dilestarikan dan
dikembangkan. Salah satunya dengan
cara memasukkan unsur budaya dan
tradisi dalam proses pembelajaran di
kelas.
Hubungan antara pendidikan dan
budaya, lingkungan sekitar atau alam
semesta sudah lama disinggung dalam
Al-Qur’an agar pendidikan dan budaya
dapat dijadikan sarana dalam
mengembangkan kepribadian manusia.
Seperti dalam Al-Qur’an pada surat
Yunus ayat 101.

يِىأغُج اَمَو ِۚ
ِ
ضأزَألۡٱَو ِتَٰ
َوَٰ
َم�سلٱ يِف اَذاَم ْاوُسُظوٱ ِلُق
ُي �لَّ ٖمأوَق هَع ُزُر�ىلٱَو ُثَٰ
َيٓألۡٱ َنوُىِمأؤ

Artinya:
Katakanlah: "Perhatikanlah apa
yang ada di langit dan di bumi.
Tidaklah bermanfaat tanda
kekuasaan Allah dan rasul-rasul
yang memberi peringatan bagi
orang-orang yang tidak beriman".
(10: 101)
Dalam ayat tersebut, Al-Qur’an
memerintahkan kepada manusia agar
memperhatikan alam sekitar sehingga
bisa mengambil dan memperoleh
pelajaran dan pengetahuan dari alam
sekitar tersebut. Alam sekitar tidak
hanya berupa tata surya, galaksi
maupun mineral yang ada di bumi,
tetapi adat istiadat dan budaya termasuk
bagian alam sekitar yang seharusnya
dipelajari dan diambil manfaatnya untuk
kepentingan masyarakat, pendidikan
khususnya dalam proses pembelajaran.
Selain itu, islam sangat memperhatikan
budaya dan adat istiadat dalam
memberikan hukum dalam aktivitas
manusia.
Salah satu tradisi islam yang
berkembang di masyarakat Melayu
Sambas adalah Makan Besaprah pada
upacara adat pernikahan, kegiatan
tersebut sudah menjadi ikon dari
masyarakat khususnya masyarakat
melayu di daerah tersebut. Sebenarnya
tidak ada referensi yang menyebutkan
secara pasti sejak kapan tradisi makan
besaprah ini dimulai, namun banyak
pihak yang mengaitkan tradisi ini
dengan ajaran Islam sebagai agama
yang dianut masyarakat melayu
Sambas.
Makan besaprah itu sendiri
sebenarnya sudah ada pada zaman
Rasulullah SAW dimana Rasulullah
SAW memerintahkan kepada para
sahabat untuk makan bersama
sebagaimana istilah yang disebut makan
besaprah. Seperti hadist-hadist di
bawah ini:

ىِفاَك ِةَثَلا�ثلا ُماَعَطَو ، ِةَثَلا�ثلا ىِفاَك ِهْيَىْثِلَّا ُماَعَط
ِةَعَبْزَلۡا
Artinya:
“Makanan porsi dua orang sebenarnya
cukup untuk tiga, makanan tiga cukup
untuk empat.” (HR. Bukhari no. 5392
dan Muslim no. 2059, dari Abu
Hurairah). Dalam lafazh Muslim
disebutkan,
ِهْيَىْثِلَّا ىِفْكَي ِدِحاَوْلا ُماَعَط
ُماَعَطَو َةَعَبْزَلۡا ىِفْكَي ِهْيَىْثِلَّا ُماَعَطَو
َةَيِواَم�ثلا ىِفْكَي ِةَعَبْزَلۡا
Artinya
“Makanan porsi satu orang sebenarnya
cukup untuk dua, makanan dua
sebenarnya cukup untuk empat, dan
makanan empat sebenarnya cukup
untuk delapan.
Makan besaprah termasuk
ajaran islam yang diperintahkan oleh
Allah SWT melalui Rasulullah SAW

AKSIOMA: Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika ISSN 2089-8703 (Print)
Volume 8, No. 3, 2019, 508-519 ISSN 2442-5419 (Online)

DOI: https://doi.org/10.24127/ajpm.v8i3.2385

510| Copyright © 2019, Universitas Muhammadiyah Metro

yang seharusnya dilestarikan. Dalam
pelaksanaannya, setiap kelompok
beranggotakan 6 orang yang disebut 1
saprahan.
Penelitian terkait
etnomatematika ini sudah banyak
dilakukan oleh para peneliti sebelumnya
seperti yang dilakukan Khairadiningsih
(2015) menyimpulkan bahwa hasil
eksplorasi etnomatematika masyarakat
suku Madura di Situbondo pada
aktivitas membilang juga terlihat pada
caranya menyebutkan bilangan 1, 2, 3.
Muzdalipah & Yulianto (2015)
menyimpulkan bahwa beragam aktivitas
budaya masyarakat kampung Naga
mengandung unsur-unsur matematika.
Hasil penelitian Ngiza, Susanto, &
Lestari (2015) menunjukkan bahwa
petani secara telah menggunakan
aktivitas matematika dalam kegiatan
bertani pada saat bercocok tanam padi
maupun jeruk desa Sukoren. Hardiarti
(2017) tentang etnomatematika: aplikasi
bangun datar segiempat pada candi
muaro jambi. Hartoyo (2012) tentang
Etnomatematika Pada Budaya
Masyarakat Dayak Perbatasan
Indonesia-Malaysia Kabupaten Sanggau
Kalbar. Akan tetapi dari berbagai hasil
penelitian saat ini, belum ada
etnomatematika yang mengkaji dari
sudut pandang keislaman khususnya
makan besaprah. Sudah banyak
penelitian terkait makan besaprah,
namun penelitian tersebut belum
dikaitkan dengan etnomatematika.
Seperti hasil penelitian yang
dilakukan Syahrin & Nurida (2018)
bahwa terdapat usaha-usaha dalam
melestarikan budaya makan besaprah
serta karakteristik masyarakat Melayu
Sambas. Oleh sebab itu, penelitian ini
dilakukan terkait konsep-konsep
matematika yang terkandung dalam
tradisi islam masyarakat Melayu
Sambas yang ada di kecamatan Sambas
serta ingin melestarikan kebudayaan
yang ada di masyarakat terutama tradisi
makan besaprah ini. Selain itu,
penelitian ini juga berdasarkan hasil
penelitian Khan, Zafar, & Ansari (2011)
bahwa banyak seni dalam islam yang
mengandung unsur geometri yang
artinya budaya-budaya islam banyak
mengandung konsep matematika yang
perlu dieksplorasi lagi.
Ada beberapa temuan yang
sudah didapatkan seperti jumlah orang
yang menikmati hidangan, jenis lauk
dan jumlah sendok yang digunakan.
Temuan ini diduga mengandung unsur
maupun konsep matematika dan tentu
masih banyak lagi tradisi, aktivitas,
maupun peralatan yang digunakan
dalam tradisi makan besaprah yang
diduga mengandung unsur matematika.
Oleh sebab itu, dilakukan penelitian
lebih mendalam terkait temuan awal
maupun aktivitas dan peralatan yang
lain yang belum terungkap. Tujuan
dalam penelitian adalah untuk
mendiskripsikan alat-alat yang
digunakan maupun aktivitas yang
dilakukan dalam tradisi makan besaprah
pada upacara pernikahan melayu di
Kecamatan Sambas.

METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode deskriptif.
Adapun tujuan penelitian ini adalah
untuk mendeskripsikan hasil eksplorasi
etnomatematika islami pada makan
besaprah yang berkaitan dengan
matematika. Bentuk penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian kualitatif dengan pendekatan
etnografi.
Dalam penelitian ini yang
menjadi tempat penelitian adalah kota
yang memiliki karakteristik yang
mendukung yaitu: Kota yang dikenal
dengan kuatnya penjagaan Adat Istiadat

AKSIOMA: Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika ISSN 2089-8703 (Print)
Volume 8, No. 3, 2019, 508-519 ISSN 2442-5419 (Online)

DOI: https://doi.org/10.24127/ajpm.v8i3.2385

Copyright © 2019, Universitas Muhammadiyah Metro | 511
Budaya Melayu yang identik dengan
Islam turun temurun di masyarakat
maka di Kabupaten Sambas sebagai
lokasi penelitian yaitu Kecamatan
Sambas khususnya di beberapa desa
yaitu desa Durian, desa Tumuk, desa
Dalam kaum. Lokasi ini dipilih karena
desa tersebut terletak di Kecamatan
Sambas di samping sebagai Kota Pusat
Kabupaten, juga terdapat banyak
peninggalan bersejarah seperti Istana
Kerajaan Islam Sambas, Makam para
Sulthan dan Ulama serta masih
lestarinya tradisi makan besaprah pada
setiap acara pesta pernikahan disamping
berakulturasinya dengan pengaruh
modern seperti presmanan yang
bernuansa modern. Subjek penelitian ini
adalah ustad dan tokoh adat di desa
Durian, desa Dalam Kaum Kecamatan
Sambas dan masyarakat Melayu
Kecamatan Sambas.
Teknik pengumpulan data yang
digunakan adalah observasi,
wawancara, dan dokumentasi sehingga
alat pengumpul data yang digunakan
adalah lembar observasi, lembar
wawancara, dan dokumen. Lembar
observasi digunakan untuk mengamati
alat yang digunakan dalam acara
saprahan, lembar wawancara digunakan
untuk mewancarai subjek penelitian,
dan dokumen dalam penelitian ini
adalah foto/dokumen mengenai
peralatan maupun aktivitas dalam
saprahan. Pemeriksaan keabsahan
dalam penelitian ini menggunakan
teknik triangulasi sumber. Sumber
penelitian ini adalah tokoh adat, ustad,
dan masyarakat.
Adapun teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis data kualitatif. Analisis data
kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu
suatu analisis berdasarkan data yang
diperoleh baik itu dari hasil wawancara
maupun hasil pengamatan yang
dilakukan secara terus menerus dan
selanjutnya dikembangkan atau menjadi
suatu deskripsian dan rangkuman agar
memperoleh hasil akhir dari penelitian
tersebut.

HASIL PENELITIAN DAN
PEMBAHASAN
Alat-alat pada tradisi makan besaprah
1. Alas Saprah
Alas saprah (kain saprah) ini
merupakan kain ukuran pendek 1 × 1
meter digunakan sebagai alas dan di
atasnya diletakkan sajian makanan yang
akan dinikmati oleh para tamu. Alas
saprah dapat dilihat pada Gambar 1.


Gambar 1. Alas saprah

Unsur matematika: (1)
mengandung konsep matematika
bangun datar, (2) memiliki empat sudut,
dan (3) dibuat dari kain dengan ukuran
1 × 1 meter sehingga memiliki bentuk
persegi.

2. Batel
Batel adalah wadah yang
digunakan untuk mencuci tangan
sebelum menyantap makanan. Orang-
orang terdahulu menamainya dengan
sebutan batel dan gelas air, karena
antara wadah air dan penampung air
bekas cucian tangan terpisah. Tetapi
saat sekarang biasanya sudah menjadi
satu bagian, dan terkadang hanya
menggunakan mangkuk kecil atau yang

AKSIOMA: Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika ISSN 2089-8703 (Print)
Volume 8, No. 3, 2019, 508-519 ISSN 2442-5419 (Online)

DOI: https://doi.org/10.24127/ajpm.v8i3.2385

512| Copyright © 2019, Universitas Muhammadiyah Metro

sering dikenal dengan sebutan kobokan.
Gambar batel dapat dilihat pada
Gambar 2.


Gambar 2. Batel

Unsur matematika: m emiliki
konsep matematika bangun datar dan
bangun ruang, bagian penutup batel
tempat menampung air cucian tangan
memiliki bentuk lingkaran, bagian
penampung air cucian tangan memiliki
bentuk menyerupai tabung dengan
bagian atas tanpa alas melainkan hanya
terdapat bagian penutup yang berbentuk
lingkaran, yang bisa dilepas.

3. Pinggan Saprah
Pinggan saprah adalah pinggan
berukuran besar digunakan sebagai
tempat nasi yang akan disantap cukup
keperluan enam orang dalam satu
saprahan yang berjumlah enam orang.
Pinggan saprah dapat dilihat pada
Gambar 3.


Gambar 3. Pinggan saprah
Unsur matematika: memiliki
konsep matematika bangun datar dan
pada bagian pinggan yang mengarah ke
luar, permukaannya berbentuk
lingkaran.

4. Piring laok
Piring laok adalah piring yang
digunakan sebagai tempat lauk dengan
menu/jenis lauk sebanyak lima atau
enam piring (berdasarkan kemampuan
masing-masing pelaksana pesta). Piring
lauk dapat dilihat pada Gambar 4.


Gambar 4. Piring laok

Unsur matematika: memiliki
konsep matematika bangun datar dan
memiliki bentuk permukaan berbentuk
lingkaran.

5. Pinggan nase’
Pinggan nase’ adalah tempat
menempatkan nasi sebanyak enam buah
untuk enam orang (sesaprah). Pinggan
nase’ dapat dilihat pada Gambar 5.

AKSIOMA: Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika ISSN 2089-8703 (Print)
Volume 8, No. 3, 2019, 508-519 ISSN 2442-5419 (Online)

DOI: https://doi.org/10.24127/ajpm.v8i3.2385

Copyright © 2019, Universitas Muhammadiyah Metro | 513

Gambar 5. Pinggan nase’

Unsur matematika: memiliki
konsep matematika bangun datar dan
permukaan berbentuk lingkaran.

6. Cawan
Cawan adalah gelas tempat air
minum dengan alas yang diletakkan
dibawah gelas. Didalam satu saprah
maka memerlukan cawan sebanyak
enam buah. Cawan yang diisi dengan
air bergula. Cawan dapat dilihat pada
Gambar 6.

Gambar 6. Cawan

Unsur matematika: memiliki
konsep matematika bangun datar dan
bagian alas cawan bentuk
permukaannya lingkaran.

7. Baki laok
Baki laok ini talam berukuran
besar dan digunakan untuk menyajikan
makanan, nama lain yaitu nampan. Baki
ini berukuran besar sehingga bisa
membawa sajian lauk dalam satu
saprah. Tidak hanya untuk membawa
sajian saprahan, namun baki ini
terkadang digunakan sebagai alas dalam
penyajian menu saprahan. Untuk yang
berbentuk persegi panjang digunakan
untuk menyajikan saprahan membujur
dengan alas baki, sedangkan baki yang
berbentuk bulat untuk menyajikan
saprahan yang berbentuk bulat. Baki ini
pada saat sekarang sudah memiliki
banyak variasi dari mulai bentuk dan
bahan, Gambar 7 adalah contoh baki
yang digunakan orang jaman dahulu
sehingga sudah menjadi barang antik.
Baki laok dapat dilihat pada Gambar 7.






Gambar 7. Baki laok

Unsur matematika: mengandung
konsep matematika bangun datar, b
erbentuk persegi panjang, bibir tebal
melebar keluar dengan setiap sisi
melengkung, dan p ada bagian
permukaan baki bulat berbentuk
lingkaran.

8. Baki ae’
Baki ae’ ini bentuknya memiliki
kesamaan dengan baki laok, namun
ukurannya lebih kecil. Sehingga
dipergunakan untuk membawa
minuman. Gambar baki ae’ dalam
berbagai bentuk dapat dilihat pada
Gambar 8.

AKSIOMA: Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika ISSN 2089-8703 (Print)
Volume 8, No. 3, 2019, 508-519 ISSN 2442-5419 (Online)

DOI: https://doi.org/10.24127/ajpm.v8i3.2385

514| Copyright © 2019, Universitas Muhammadiyah Metro







Gambar 8. Baki ae’

Unsur matematika: memiliki
konsep matematika bangun datar,
berbentuk persegi panjang dengan
pinggiran baki bagian atas memiliki
empat sudut dan bentuk lain yaitu
berbentuk oval, dan lingkaran.

9. Sarbet
Sarbet adalah sebuah kain untuk lap
tangan ketika selesai menyantap
sajian. Sarbet dapat dilihat pada
Gambar 9.


Gambar 9. Sarbet

Unsur matematika: memiliki
konsep matematika bangun datar
persegi dan memiliki empat sudut.
Aktivitas pada tradisi makan
besaprah
1. Merancap
Merancap ini adalah mengatur
barang saprahan/pecah belah dengan
menyamakan warna dan bentuknya baik
itu pinggan ataupun piring lauk.
Kemudian piring dan pinggan yang
sudah dipilih disusun rapi, piring sesuai
dengan jumlah dan jenis masakan yang
akan disajikan. Dalam perhitungan
merancap ini dihitung banyaknya piring
lauk setiap saprah yang disajikan dan
jumlah saprah yang akan disajikan
nantinya. Merancap dapat dilihat pada
Gambar 10.


Gambar 10. Merancap

Unsur matematika: konsep
matematika yang dimuat dalam aktivitas
merancap yaitu operasi hitung bilangan
bulat, operasi hitung penjumlahan pada
saat estimasi banyak tamu undangan
ketika menghitung banyak alat-alat
makan besaprah yang digunakan
dengan menyesuaikan warna dan bentuk
bunga pada pinggan ataupun piring lauk
dan kemudian piring dan pinggan yang
sudah disusun rapi disesuaikan dengan
jumlah dan jenis masakan yang akan
disajikan.

2. Bekaot
Bekaot adalah memasukkan nasi
dalam pinggan saprah, dan mengisi
lauk kedalam piring-piring yang
disiapkan dengan jenis masakan yang
sudah selesai dimasak. Piring-piring
disusun berurutan dan disesuaikan
dengan jenis masakan yang disiapkan
sehingga nantinya akan mudah untuk
mengambilnya. Adapun tugas seksi
bekaot ialah menyiapkan air minum,
dan setelah gelas diisi air maka
selanjutnya meletakkan ke dalam baki
kecil. Bekaot dapat dilihat pada Gambar
11.

AKSIOMA: Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika ISSN 2089-8703 (Print)
Volume 8, No. 3, 2019, 508-519 ISSN 2442-5419 (Online)

DOI: https://doi.org/10.24127/ajpm.v8i3.2385

Copyright © 2019, Universitas Muhammadiyah Metro | 515
Gambar 11. Bekaot

Unsur matematika: konsep
matematika yang ada dalam aktivitas
bekaot ialah operasi hitung penjumlahan
ketika menghitung dan memperkirakan
banyak nasi, lauk yang akan disajikan
harus sama rata untuk semua tamu
dalam saprahan dan mengandung
konsep pengukuran pada saat jenis
masakan disusun berurutan sesuai
dengan jenis masakan disiapkan.
Disusun sedikit berjarak, agar
memudahkan dalam pengambilan. Ada
juga bagian menyiapkan air minum
yang diisi air ke dalam gelas yang
memiliki konsep matematika volume.

3. Ngator Sajian
Setelah bekaot (menyiapkan
sajian saprahan) dilanjutkan dengan
mengatur sajian saprahan agar
persiapan selanjutnya lebih teratur.
Yang pertama dilakukan ialah melipat
kain saprah dengan cara dilipat khusus
hal ini dimaksudkan agar ketika
dihadapan undangan, penyurrong
(pramusaji) tidak sulit untuk
membukanya. Pinggan yang digunakan
untuk lauk maupun nasi haruslah
disamakan bentuk dan bunganya serta
disesuaikan jumlahnya, dan setelah diisi
diletakkan ke dalam baki besar, cawan
atau gelas air minum diletakkan dalam
baki kecil dengan setiap baki di isi
enam cawan. Ngator sajian dapat dilihat
pada Gambar 12.

Gambar 12. Ngator sajian

Unsur matematika: a) Konsep
matematika yang dimuat dalam aktivitas
ngator sajian adalah ketika menyusun
sajian ke dalam suatu tempat (emper-
emper) dimana akan disusun
berdasarkan jenisnya sambil dihitung
agar jumlahnya pas. b) Pada bagian
mengatur air minum juga menyiapkan
air cuci tangan yaitu batel sehingga
untuk satu saprah dihitung jumlah air
minum sebanyak enam cawan air, dan
disiapkan juga satu buah batel untuk
tiap satu saprah. Begitu selanjutnya
berlaku kelipatan dalam menentukan
jumlah banyak nya air yang disiapkan,
apabila untuk 100 saprah sama banyak
gelas yang dipakai ialah sebanyak 600
cawan air minum dengan 100 batel
yang diperlukan. c) Kain saprah juga
harus dilipat khusus pada aktivitas ini
agar dihadapan undangan tidak
mengalami kesulitan dalam
membukanya, sehingga dalam aktivitas
ini terdapat konsep bangun datar.
Dimana dalam pelipatan tersebut kain
yang berada pada setiap sudut dilipat ke
dalam sehingga membentuk segitiga.
Dan lipatan pada sudut yang atas dilipat
paling terakhir, sehingga nantinya kain
tersebut akan membentuk bangun datar
persegi yang lebih kecil dari sebelum
dilakukan pelipatan.
Pada aktivitas ngator sajian
(mengatur sajian saprahan) terdapat
aktivitas dimana alas saprah dilipat
dengan aturan khusus. Dari bentangan
kain tersebut setiap ujung yang lancip

AKSIOMA: Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika ISSN 2089-8703 (Print)
Volume 8, No. 3, 2019, 508-519 ISSN 2442-5419 (Online)

DOI: https://doi.org/10.24127/ajpm.v8i3.2385

516| Copyright © 2019, Universitas Muhammadiyah Metro

dilipat ke dalam sehingga masing-
masing membentuk segitiga, dengan
bagian dalam akan terbentuk bangun
persegi. Gambar 13 adalah contoh
melipat alas saprah.










Gambar 13. Melipat alas saprah

4. Besurrong
Besurrong adalah mengangkat
sajian kehadapan tamu undangan yang
sedang duduk bersila diatas hamparan
tikar permadani yang khusus. Orang
yang membawa sajian disebut dengan
penyurrung , orang tersebut memakai
pakaian melayu yang seragam. Jumlah
penyurrung ada lima orang yang
mempunyai tugas masing-masing.
Sajian saprahan dibawa secara
sambung menyambung (estafet) antara
penyurrung ke penyurrung lain,
sebagai contoh penyurrung utama
meletakkan sajian-sajian yang di
terimanya dari penyurrung ke 2 dan
seterusnya sampai selesai. Begitu
seterusnya sampai seluruh undangan
mendapatkan sajian saprahan.
Besurrong dapat dilihat pada Gambar
14.


Gambar 14. Besurrong

Unsur Matematika: a) Pada
aktivitas bessurong ini mempunyai
aturan tertentu, contohnya jumlah orang
yang bertugas dalam bessurong
berjumlah lima orang pramusaji (tukang
angkat sajian). Orang yang bertugas
sebagai pramusaji disebut penyurrong,
mereka memiliki tugasnya masing-
masing yaitu sajian saprahan
disampaikan secara sambung
menyambung (estapet) dari penyurrong
pertama sampai penyurrong kedua
begitu seterusnya sampai selesai dan
kembali dengan serempak pada posisi
awal. b) Aktivitas juga muncul ketika
menyusun sajian dihadapan para
undangan, dalam penyajian makanan
memiliki aturan tertentu. Ada beberapa
pola yang digunakan dalam saprahan,
contohnya sajian dibuat berbentuk bulat
menyerupai lingkaran, membujur atau
menyerupai persegi panjang.

Kebudayaan adalah hal yang tidak
bisa dilepaskan dari kebudayaan.
Budaya bisa menjadi jembatan perserta
didik dalam memahami konsep
matematika dengan cara memanfaatkan
budaya/tradisi yang mengandung
unsur/konsep matematika ke dalam
proses pembelajaran. Selain itu, nilai-
nilai budaya dapat diupayakan dalam
pembangunan karakter peserta didik
(Yunus, 2013). Berdasarkan hasil
penelitian ini, terdapat alat-alat tradisi
islam besaprah dalam upacara
pernikahan yang bisa digunakan sebagai

AKSIOMA: Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika ISSN 2089-8703 (Print)
Volume 8, No. 3, 2019, 508-519 ISSN 2442-5419 (Online)

DOI: https://doi.org/10.24127/ajpm.v8i3.2385

Copyright © 2019, Universitas Muhammadiyah Metro | 517
media dan alat peraga dalam
pembelajaran di sekolah maupun
madrasah dan terdapat aktivitas tradisi
islam yang juga mengandung unsur
matematika yang bisa dimanfaatkan
dalam pembelajaran matematika. Alat-
alat tersebut adalah alas saprah, redang
laok, redang ae’, batel, cawan, pinggan
saprah, pinggan nase’, dan piring laok,
sarbet adapun materi matematika yang
dapat menggunakan alat-alat makan
besaprah tersebut adalah bangun datar,
bangun ruang, dan geometri.
Alat-alat tradisi makan besaprah
tersebut digunakan dalam melakukan
aktivitas makan besaprah. Dalam
aktivitas makan besaprah juga terdapat
aktivitas matematika yaitu menghitung
dan mengukur. Aktivitas membilang
berkaitan dengan pertanyaan “berapa
banyak”. Cara membilang ini sering
digunakan dengan jari. Bahasa yang
digunakan dalam bahasa Melayu
Sambas: satu, dua’, tige, ampat, lima’,
anam, tujoh, delapan, sembilan,
sepuloh. Bilangan-bilangan tersebut
menunjukkan angka satu sampai dengan
sepuluh. Adapun bilangan belasan:
seballas yang menunjukkan angka
sebelas, dua’ ballas menunjukkan
angka dua belas begitu seterusnya.
Bilangan tersebut digunakan saat
menghitung jumlah alat yang diperlukan
saat mempersiapkan pecah belah makan
besaprah dan jumlah pekerja. Aktivitas
membilang juga muncul pada saat
menyatakan jumlah dalam satu saprah
yaitu berjumlah enam orang dimana
penyebutannya menjadi sesaprah.
Adapun aktivitas menghitung juga
muncul saat seksi merancap, meminjam
barang pecah belah untuk makan
besaprah yang diketuai oleh orang yang
sudah berkomunikasi kepada tuan
rumah pelaksana acara, dan yang sudah
mengetahui berapa perkiraan jumlah
pecah belah yang akan dipinjam apabila
undangan yang akan hadir berjumlah
sekian banyak orang. Pada saprahan
terdapat beberapa tingkatan kelompok
maka dari itu perkiraan jumlah pecah
belah wajib diperhitungkan dengan
benar, adapun kelompok saprahan yang
pertama ialah saprahan sangat
sederhana yang dapat ditemukan ketika
dalam kegiatan makan bersama di
rumah tangga baik itu untuk menjamu
tamu yang berkunjung di rumah
ataupun hanya sekedar makan bersama
keluarga seisi rumah. Selanjutnya
saprahan sederhana, saprahan ini
dilakukan apabila ada pesta kecil seperti
selamatan, tepung tawar dan sebagainya
yang perlu menyiapkan saprahan
kurang dari 20 saprah. Yang termasuk
kedalam saprahan di acara pernikahan
Melayu Sambas ini ialah saprahan
acara pesta dimana tamu yang diundang
sebanyak 600 sampai 1000 orang lebih,
mungkin bisa lebih dari itu lagi.
Hasil penelitian ini sesuai dengan
hasil penelitian Setiyawan, Kadir, &
Anggo (2019) bahwa terdapat beberapa
konsep matematika dalam pernikahan
(kawia’a) masyarakat Binongko.
Penelitian Dominikus, dkk (2016) yang
mengatakan bahwa terdapat alat dan
aktivitas didalam pernikahan adat yang
mengandung unsur matematika. Ada
juga penelitian lainnya yaitu yang
dilakukan oleh Mun’in (2017) hasil
penelitian menunjukkan bahwa pada
alat dan aktivitas makan besaprah
terdapat konsep matematika yang dapat
digunakan dalam pembelajaran
matematika di Sekolah terutama
matematika. Selain makan besaprah
yang biasa dilakukan dalam tradisi
pernikahan, tradisi Islam yang juga
mengandung unsur matematika adalah
rebana (Putri, 2017).
Hasil temuan ini bisa menjadi
rujukan untuk penelitian-penelitian
berikutnya bahwa tradisi islam yang

AKSIOMA: Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika ISSN 2089-8703 (Print)
Volume 8, No. 3, 2019, 508-519 ISSN 2442-5419 (Online)

DOI: https://doi.org/10.24127/ajpm.v8i3.2385

518| Copyright © 2019, Universitas Muhammadiyah Metro

lain bisa dieksplorasi sehingga bisa
dimanfaatkan dalam proses
pembelajaran. Tradisi islam tidak hanya
mengandung unsur-unsur matematika
saja tetapi masih banyak lagi yang bisa
dikaji. Tradisi islam seharusnya dapat
dijadikan salah satu jembatan atau
sarana dalam menyampaikan materi
pelajaran khususnya matematika. Selain
itu, tradisi atau budaya sangat dekat
dengan siswa sehingga pembelajaran
yang dihubungkan dengan budaya atau
kegiatan yang sering dialami oleh siswa
akan membantu dan mempermudah
siswa dalam memahami konsep yang
akan diajarkan oleh guru. Dengan
mengekslorasi dan memanfaatkan
budaya islami berarti kita juga ikut
terlibat dalam pelestarian budaya islam.

KESIMPULAN DAN SARAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan dapat diambil kesimpulan
mengenai etnomatematika islami yang
terdapat pada tradisi makan besaprah
suku melayu di Kabupaten Sambas
yaitu: (1) Alat yang digunakan dalam
makan besaprah terdapat sembilan alat
yang memiliki kegunaannya masing-
masing. Alat-alat makan besaprah yang
dapat dijadikan alat penunjang
pembelajaran di Sekolah yaitu alas
saprah, batel, pinggan saprah, piring
laok, pinggan nase’, cawan, baki ae’,
baki laok, sarbet dan berkaitan dengan
konsep bangun datar, bangun ruang,
pola bilangan, dan geometri. (2)
Adapun aktivitas yang dilakukan dalam
makan besaprah yaitu aktivitas
persiapan sebelum makan besaprah
yang dilakukan Melayu Sambas ada
empat, yaitu merancap, bekaot,
nyiapkan sajian saprahan, besurong.
Penelitian ini diharapkan sebagai
langkah awal dalam penelitian
etkomatematika islami yang mengkaji
makan besaprah. Oleh sebab itu,
diharapkan para peneliti dapat
mengeksplorasi penelitian-penelitian
berikutnya terkait etonomatematika
islami yang ada pada budaya atau tradisi
islam seperti akikah, empat bulanan dan
tujuh bulanan, kurban, khitananm, dan
lain-lain. Selain itu, hasil penelitian ini
diharapkan dapat memberikan wawasan
kepada pendidik agar mengoptimalkan
etonomatematika (budaya setempat)
dalam pembelajaran matematika.

UCAPAN TERIMA KASIH
Terima kasih kami sampaikan
kepada IKIP PGRI Pontianak atas dana
Hibah Penelitian Tahun Anggaran 2019
yang telah diberikan.

DAFTAR PUSTAKA
Dominikus, W. S., Nusantara, T.,
Subanji, & Muksar, M. (2016).
Link Betweeen, Ethomatematics
in Marriage Tradition in Adonara
Island and School Mathematics.
IOSR Journal of Research &
Method in Education (IOSR-
JRME), 6(3), 56-62.
Hardiarti, S. (2017). Etnomatematika:
Aplikasi Bangun Datar Segiempat
pada Candi Muaro
Jambi. Aksioma, 8(2), 99-110.
Hartoyo, A. (2012). Eksplorasi
Etnomatematika Pada Budaya
Masyarakat Dayak Perbatasan
Indonesia-Malaysia Kabupaten
Sanggau Kalbar. Jurnal
Penelitian Pendidikan, 13(1), 14-
23.
Khan, K., Zafar, A., & Ansari, M. R.
K. (2011). Islamic art,
mathematics and heritage of
Sindh. The Sindh University
Journal of Education -
SUJE, 40(1),58-73.

AKSIOMA: Jurnal Program Studi Pendidikan Matematika ISSN 2089-8703 (Print)
Volume 8, No. 3, 2019, 508-519 ISSN 2442-5419 (Online)

DOI: https://doi.org/10.24127/ajpm.v8i3.2385

Copyright © 2019, Universitas Muhammadiyah Metro | 519
Khairadiningsih, R. N. (2015).
Eksplorasi Etnomatematika
Masyarakat Suku Madura di
Situbondo. Artikel Ilmiah
Mahasiswa, 2(1), 1-4.
Mun’in, F. (2017). Eksistensi Tradisi
Pembacaan Assalai/Asy’rakal
Dan Makan Besaprah Pada Pesta
Pernikahan Masyarakat Melayu
Kabupaten Sambas Perspektif
Ekonomi
Islam. Khatulistiwa, 7(2). 1-18.
Muzdalipah, I. & Yulianto, E. (2015).
Pengembangan Desain
Pembelajaran Matematika untuk
Siswa SD Berbasis Aktivitas
Budaya dan Permainan
Tradisional Masyarakat
Kampung Naga. Jurnal Siliwangi
Seri Pendidikan, 1(1), 63-74.
Ngiza, L. N., Susanto, & Lestari, N. D.
S. (2015). Identifikasi
Etnomatematika Petani pada
Masyarakat Jawa di Desa
Sukoreno. Artikel Ilmiah
Mahasiswa, 1(1), 1-6




















Putri, L. I. (2017). Eksplorasi
etnomatematika kesenian rebana
sebagai sumber belajar
matematika pada jenjang
MI. Jurnal Ilmiah Pendidikan
Dasar, 4(1), 21-31.
Setiyawan, W. O. N., Kadir, K., &
Anggo, M. (2019). Eksplorasi
Etnomatematika Pernikahan
(Kawia’a) Masyarakat
Binongko. Jurnal Pembelajaran
Berpikir Matematika (Journal of
Mathematics Thinking
Learning), 4(1), 1-11.
Syahrin, A. A. & Nurida, T. D. (2018).
Eksistensi Bahasa Melayu
Sambas dalam Budaya Makan
Besaprah Masyarakat Melayu
Sambas. Seminar Internasional
Riksa Bahasa (pp. 367-376).
Yunus, R. (2013). Transformasi nilai-
nilai budaya lokal sebagai upaya
pembangunan karakter
bangsa. Jurnal Penelitian
Pendidikan, 13(1), 67-79.