i





PEMBELAJARAN E-LEARNING
DI MASA PANDEMI



Balqis Husain, M.Pd.B.I
Megawati Basri, M.Pd

ii
PEMBELAJARAN E-LEARNING DI MASA PANDEMI

Penulis : Balqis Husain, M.Pd.B.I
Megawati Basri, M.Pd
Desain Sampul : Rizal Fahmi AS
Tata Letak : Adam Akbar

ISBN : 978-623-95776-8-1

Diterbitkan oleh : PUSTAKA AKSARA
Redaksi:
Jl. Karangrejo Sawah IX nomor 17, Surabaya
Telp. 0858-0746-8047
Laman : www.pustakaaksara.co.id
Surel : [email protected]


Cetakan Pertama : 2021


All right reserved

Hak Cipta dilindungi undang-undang
Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau
seluruh isi buku ini dalam bentuk apapun dan dengan cara
apapun, termasuk memfotokopi, merekam, atau dengan teknik
perekaman lainnya tanpa seizin tertulis dari penerbit.

iii
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah, ucapan puji dan syukur kami panjatkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa (Allah SWT), atas berkat rahmat
dan inayah-nya, sehingga penulisan buku ini dapat terselesaikan.
Kehadiran buku ini, termotivasi dengan kondisi bangsa kita
Indonesia, yang dilanda oleh Virus COVID-19, mengakibatkan
seluruh proses belajar mengajar hanya dapat dilaksanakan secara
daring; sistem ini mengharuskan semua pihak (guru, siswa bahkan
orang tua) diharuskan untuk dapat mengoperasikan internet
dalam proses belajar mengajar. Penggunaan internet sebagai
media pembelajaran bukanlah hal baru dalam dunia pendidikan,
dikarenakan sudah sering digunakan oleh tenaga pendidik,
peserta didik maupun stakeholder yang terkait di dalamnya.
Namun perubahan kondisi belajar ini sangat berpengaruh
terhadap proses maupun hasil dari pembelajaran tersebut,
dikarenakan tenaga pendidik maupun peserta didik dituntut
untuk mengikuti proses pembelajaran dengan menggunakan
media elektronik sebagai media pembelajaran.
Adanya kehadiran buku ini diharapkan menjadi sebuah
pegangan yang konkrit, dan menjadi rujukan atau referensi bacaan
bagi tenaga pendidik, maupun peserta didik dan komunitas-
komunitas bacaan lainnya, khususnya E-Learning. Elektronik
Learning atau E-Learning adalah salah satu model pembelajaran
yang didukung dan difasilitasi oleh pemanfaatan teknologi
informasi (TI). E-Learning sendiri telah diaplikasikan oleh dosen di
Universitas Pasifik Morotai. Pemanfaaatan media pembelajaran ini
tentunya berbeda penerapanya pada wilayah-wilayah lainnya
yang ada di Indonesia, khusunya Maluku Utara. Sebab letak
geografis wilayah juga sangat mempengaruhi aksebilitas dan
konektivitas dari jaringan tersebut, dimana Pulau Morotai
merupakan daerah afirmasi yang memiliki koneksi jaringan
internet kurang maksimal serta perangkat hardware yang belum
memadai.
Kami berharap semoga kehadiran buku ini menjadi sebuah
amal jariyah bagi penulis dan “oase” bagi para pembaca. Harapan

iv
kami juga, semoga buku ini dapat menjadi petunjuk dalam
pembelajaran E-learning. dengan demikian, buku ini dapat
menambah pengetahuan serta informasi terkait dengan E-learning
khususnya di daerah afirmasi.
Morotai, 18 Januari 2021
Ketua Program Studi
Pendidikan Bahasa Inggris
Universitas Pasifik Morotai




Megawati Basri, M.Pd

v
PRAKATA

Buku ini membahas tentang pemanfaatan e-learning selama
wabah pandemi, masalah yang muncul pada saat penerapan
pembelajaran berbasis teknologi di masa pandemic, manfaat
penerapan e-learning bagi institusi pendidikan, orang tua, guru,
dan siswa, persepsi orang guru terhadap penerapan e-learning
serta gagasan-gagasan yang dikemukakan oleh guru guna
mendukung dan mengatasi permasalahan yang muncul pada saat
penerapan e-learning di masa COVID-19.
Berbagai temuan penelitian baik dari bidang ilmu
pendidikan maupun bidang ilmu lain menjadi rujukan oleh buku
ini. Selain itu, buku ini mengulas beberapa hasil penelitian yang
diperoleh berdasarkan studi kasus di Maluku utara terkait
penerapan e-learning di masa pandemi sampai dengan
kenormalan baru (new normal). Studi kasus penerapan e-learning
di masa pandemic mengangkat permasalahan yang serjadi di
semua tingkat pendidikan yakni sekolah dasar sekolah menengah
pertama, sekolah menengah atas maupun di tingkat perguruan
tinggi. Adapun permasalahan yang di kaji baik dari sudut
pandang pendidik, orang tua, siswa dan tidak terkecuali institusi
pendidikan.
Saya menyampaikan terima kasih kepada civitas akademika
Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris yang telah membantu
dalam penyusunan buku ini sehingga berhasil diterbitkan pada
tahun 2020 ini. Semoga kesempatan ini menjadi momen yang baik
bagi civitas akademika Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris
Universitas Pasifik Morotai (UNIPAS) dalam meningkatkan
kualitas dan kuantitas karya akademik mereka. Semoga karya-
karya ini menjadi darma bakti kemanusiaan dan amal saleh.

Morotai, 20 Oktober 2020



Penulis

vi
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ..................................................................................... iii
Prakata ................................................................................................... v
Daftar Isi ................................................................................................ vi

BAB I
PENDAHULUAN ............................................................................... 1

BAB II
E-LEARNING ....................................................................................... 10
A. Pengertian E-Learning ............................................................. 10
B. Jenis-Jenis E-Learning .............................................................. 13
C. Model Penyelenggaraan E-Learning ..................................... 14
D. Batasan E-learning .................................................................... 18
E. Fungsi Pembelajaran Berbasis E-Learning dan Jaringan .... 19
F. Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK)
di Dunia Pendidikan ................................................................ 21
G. Institusi Penyelenggara E-Learning ....................................... 22
H. Pemanfaatan E-Learning di Dunia Pendidikan.................... 25
I. Paradigma Lama Vs Paradigma Baru E-Learning Pada
Pendidikan Tinggi .................................................................... 27

BAB III
MANFAAT E-LEARNING DI MASA PANDEMI .......................... 31
A. Manfaat E-Learning Bagi Perguruan Tinggi ......................... 31
B. Manfaat E-Learning di Masa Penyebaran Wabah
Covid-19 ..................................................................................... 36
C. Implementasi E-learning dalam Menghadapi Wabah
Covid-19 ..................................................................................... 38
D. Peraturan Model Pembelajaran Online pada Masa
Pandemi ..................................................................................... 45

vii

BAB IV
TANTANGAN PEMBELAJARAN E -LEARNING DIMASA
PANDEMI ............................................................................................ 50
A. Proses Belajar Dari Rumah ..................................................... 50
B. Tantangan Proses Belajar Dari Rumah ................................. 51
C. Tantangan E-Learning yang di Hadapi Universitas di
Seluruh Dunia Akibat Wabah Covid-19 ............................... 53
D. Tantangan Proses Pembelajaran Daring di Sekolah dan
Perguruan Tinggi ..................................................................... 59

BAB V
PERSEPSI GURU TERHADAP IMPLEMENTASI
E- LEARNING DI MASA COVID -19 ............................................... 63
A. Dampak Pandemik terhadap Siswa ...................................... 63
B. Dampak Pandemik terhadap Guru ....................................... 65
C. Persepsi Guru terhadap Kesiapan Institusi Pendidikan
dalam Mengimplementasikan E-Learning ........................... 67
D. Gagasan-Gagasan Guru dalam Mengatasi Kendala
Penerapan E-Learning ............................................................. 68

BAB VI
PEMANFAATAN APLIKASI BERBASIS TEKNOLOG I
DALAM PEMBELAJARAN DI MASA COVID -19 ......................... 70
A. Upaya Peningkatan Kualitas Proses Belajar dari Rumah ... 71
B. Pemanfaatan E-Learning Di Sekolah Dasar ......................... 73
C. Pemanfaatan Aplikasi Pembelajaran di Sekolah
Menengah dan Sekolah Menengah Atas (Studi Kasus di
Maluku Utara) .......................................................................... 76
D. Pemanfaatan e-learning di Perguruan Tinggi ...................... 78

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................... 82
TENTANG PENULIS ......................................................................... 96

viii








PEMBELAJARAN E -LEARNING
DI MASA PANDEMIK



Balqis Husain, M.Pd.B.I
Megawati Basri, M.Pd

1
BAB I
PENDAHULUAN

Pendidikan adalah usaha sadar dan sistematis, yang
dilakukan orang-orang yang diserahi tanggung jawab untuk
mempengaruhi peserta didik agar mempunyai sifat dan tabiat
sesuai dengan cita-cita pendidikan (Achmad Munib, 2004). Oleh
karena itu pendidikan diharapkan benar-benar diarahkan untuk
menjadikan peserta didik mampu mencapai proses pendewasaan
dan kemandirian. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
memiliki pengaruh yang sangat besar dalam berbagai bidang
kehidupan manusia. Pendidikan sebagai salah satu bagian yang
tidak terpisahkan dari proses pendewasaan manusia tentu di satu
sisi memiliki andil yang besar bagi pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi tersebut, namun di sisi lain pendidikan
juga perlu memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi agar mampu mencapai tujuannya secara efektif dan
efisien. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi telah
berpengaruh terhadap penggunaan alat-alat bantu mengajar di
sekolah-sekolah dan lembaga-lembaga pendidikan lainnya.
Dewasa ini pembelajaran di sekolah mulai disesuaikan dengan
perkembangan teknologi informasi, sehingga terjadi perubahan
dan pergeseran paradigma pendidikan (Hujair, 2009). Hal ini
mengindikasikan bahwa penggunaan teknologi informasi dalam
proses pembelajaran di kelas, sudah menjadi suatu kebutuhan
sekaligus tuntutan di era global ini. Guna meningkatkan
efektivitas dan efisiensi pembelajaran, perlu dikembangkan
berbagai model pembelajaran yang kreatif dan inovatif. Hal ini
perlu dilakukan agar proses pembelajaran tidak terkesan kurang
menarik, monoton dan membosankan sehingga akan menghambat
terjadinya transfer of knowledge. Oleh karena itu, peran media
dalam proses pembelajaran menjadi penting karena akan
menjadikan proses pembelajaran tersebut menjadi lebih bervariasi
dan tidak membosankan. Pada hakikatnya proses pembelajaran
merupakan proses komunikasi atau penyampaian pesan dari
pengantar ke penerima. Pesan berupa materi pelajaran yang

2
dituangkan ke dalam simbol-simbol komunikasi baik verbal (kata-
kata dan tulisan) maupun nonverbal. Pesan inilah yang akan
ditangkap oleh peserta didik sebagai sebuah pengetahuan,
keterampilan maupun nilai-nilai yang dapat digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Agar pesan tersebut tersampaikan secara
efektif tentu membutuhkan sarana atau media yang memadai.
Dalam kenyataannya retensi siswa atau daya tangkap siswa sangat
dipengaruhi oleh model aktivitas belajar yang dilakukan guru.
Siswa hanya dapat menyerap 5% bahan pembelajaran apabila
aktivitas ceramah dilakukan oleh guru dalam membelajarkan
siswa. Sedangkan apabila aktivitas belajar dilakukan dengan
teman sebaya, daya retensi siswa mencapai 90%.



Penelitian Eyler dan Giles (dalam Widharyanto, 2003)
membuktikan bahwa keefektifan pembelajaran dipengaruhi oleh
media yang digunakan guru. Mereka menemukan bahwa model
pembelajaran yang letaknya paling atas dalam kerucut, yakni
pembelajaran yang hanya melibatkan simbol-simbol verbal
melalui sajian teks adalah pembelajaran yang menghasilkan
tingkat abstraksi paling tinggi. Pembelajaran yang paling efektif
adalah pembelajaran yang berada pada dasar kerucut, yakni
terlibat langsung dengan pengalamanpengalaman belajar yang
bertujuan. Tingkat abstraksi pada model pembelajaran ini sangat
rendah sehingga memudahkan siswa dalam menyerap
pengetahuan dan keterampilan baru.
Menurut Depdiknas (2003) istilah media berasal dari bahasa
Latin yang merupakan bentuk jamak dari “medium” yang secara

3
harafiah berarti perantara atau pengantar. Makna umumnya
adalah segala sesuatu yang dapat menyalurkan informasi dari
sumber informasi kepada penerima informasi. Proses belajar
mengajar pada dasarnya juga merupakan proses komunikasi,
sehingga media yang digunakan dalam pembelajaran disebut
media pembelajaran. Media pembelajaran merupakan bagian dari
sumber belajar yang merupakan kombinasi antara perangkat
lunak (bahan belajar) dan perangkat keras (alat belajar).
Association for Education and Communication Technology
(AECT), mengartikan kata media sebagai segala bentuk dan
saluran yang dipergunakan untuk proses informasi. National
Education Association (NEA) mendefinisikan media sebagai segala
benda yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca atau
dibicarakan beserta instrumen yang dipergunakan untuk kegiatan
tersebut. Sedangkan HEINICH, dkk (1982) mengartikan istilah
media sebagai “the term refers to anything that carries information
between a source and a receiver”. Sementara, Marshall McLuhan
(dalam Oemar Hamalik, 2003: 201) berpendapat bahwa media
adalah suatu ekstensi manusia yang memungkinkannya
mempengaruhi orang lain yang tidak mengadakan kontak
langsung dengan dia. Sesuai dengan rumusan ini, media
komunikasi mencakup surat-surat, televisi, film dan telepon,
bahwa jalan raya dan jalan kereta api merupakan media yang
memungkinkan seseorang berkomunikasi dengan oran g lain.
Lebih lanjut Oemar Hamalik membedakan pengertian media
menjadi dua yaitu dalam arti sempit dan dalam arti luas. Dalam
arti sempit, media pengajaran hanya meliputi media yang dapat
digunakan secara efektif dalam proses pengajaran yang terencana,
sedangkan dalam artian luas, media tidak hanya meliputi media
komunikasi elektronik yang kompleks, tetapi juga mencakup alat-
alat sederhana, seperti slide, fotografi, diagram, dan bagan buatan
guru, objek-objek nyata, serta kunjungan ke luar sekolah. Sejalan
dengan pandangan itu, guru-guru pun dianggap sebagai media
penyajian, di samping radio dan televisi karena sama-sama
membutuhkan dan menggunakan banyak waktu untuk
menyampaikan informasi kepada siswa. Romiszowski (dalam

4
Oemar Hamalik, 2003: 201) merumuskan media pengajaran “….as
the carries of massages, from some transmitting source (which may be a
human being or an intimate object), to the receiver of the massages (which
is our case is the learner). Adapun Djamarah dan Aswan (2002: 136)
mendefinisikan media sebagai alat bantu apa saja yang dapat
dijadikan sebagai wahana penyalur informasi belajar atau
penyalur pesan guna mencapai tujuan pembelajaran. Dalam
konteks media sebagai sumber belajar, maka secara luas media
dapat diartikan dengan manusia, benda, ataupun peristiwa yang
memungkinkan peserta didik memperoleh pengetahuan dan
ketrampilan. Pada hakikatnya berbagai batasan yang
dikemukakan di atas mengandung pengertian dasar yang sama.
Dalam berkomunikasi kita membutuhkan media atau sarana.
Secara umum mak na media adalah apa saja yang dapat
menyalurkan informasi dari sumber Informasi ke penerima
informasi. Jadi media pembelajaran merupakan “perangkat lunak”
(Software) yang berupa pesan atau informasi pendidikan yang
disajikan dengan memakai suatu peralatan bantu (Hardware) agar
pesan/informasi tersebut dapat sampai kepada mahasiswa. Di sini
jelas bahwa media berbeda dengan peralatan tetapi keduanya
merupakan unsur-unsur yang saling terkait satu sama lain dalam
usaha menyampaikan pesan/informasi pendidikan ke pada
mahasiswa. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa (a) media
merupakan wadah dari pesan yang oleh sumber atau penyalurnya
ingin diteruskan kepada sasaran atau penerima pesan tersebut,
dan (b) bahwa materi yang ingin disampaikan adalah pesan
pembelajaran, dan bahwa tujuan yang ingin dicapai adalah
terjadinya proses belajar.
Setiap materi pembelajaran mempunyai tingkat kesukaran
yang bervariasi. Pada satu sisi ada bahan pembelajaran yang tidak
memerlukan media pembelajaran, tetapi di sisi lain ada bahan
pembelajaran yang memerlukan media pembelajaran. Materi
pembelajaran yang mempunyai tingkat kesukaran tinggi tentu
sukar dipahami oleh siswa, apalagi oleh siswa yang kurang
menyukai materi pembelajaran yang disampaikan. Keberadaan
media pembelajaran sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran

5
merupakan suatu kenyataan yang tidak bisa dipungkiri. Guru
sebagai penyampai pesan memiliki kepentingan yang besar untuk
memudahkan tugasnya dalam menyampaikan pesan – pesan atau
materi pembelajaran kepada peserta didik. Guru juga menyadari
bahwa tanpa media, materi pembelajaran akan sulit untuk dapat
dicerna dan dipahami oleh siswa, apalagi bila materi pembelajaran
yang harus disampaikan tergolong rumit dan kompleks. Untuk itu
penggunaan media mutlak harus dilakukan agar materi dapat
sampai ke peserta didik secara efektif dan efisien. Secara umum,
manfaat media dalam proses pembelajaran adalah memperlancar
interaksi antara guru dan siswa sehingga kegiatan pembelajaran
akan lebih efektif dan efisien. Tetapi secara khusus ada beberapa
manfaat media yang lebih rinci. Kemp dan Dayton (dalam
Depdiknas, 2003) mengidentifikasikan beberapa manfaat media
dalam pembelajaran yaitu: 1) Penyampaian materi pelajaran dapat
diseragamkan. 2) Proses pembelajaran menjadi lebih jelas dan
menarik 3) Proses pembelajaran menjadi lebih interaktif 4)
Efisiensi dalam waktu dan tenaga 5) Meningkatkan kualitas hasil
belajar siswa 6) Media memungkinkan proses belajar dapat
dilakukan di mana saja dan kapan saja 7) Media dapat
menumbuhkan sikap positif siswa terhadap materi dan proses
belajar 8) Mengubah peran guru ke arah yang lebih positif dan
produktif. Selain beberapa manfaat media seperti yang
dikemukakan di atas, masih terdapat beberapa manfaat praktis.
Manfaat praktis media pembelajaran tersebut adalah: 1) Media
dapat membuat materi pelajaran yang abstrak menjadi lebih
konkret 2) Media juga dapat mengatasi kendala keterbatasan
ruang dan waktu 3) Media dapat membantu mengatasi
keterbatasan indera manusia. 4) Media dapat menyajikan objek
pelajaran berupa benda atau peristiwa langka dan berbahaya ke
dalam kelas. 5) Informasi pelajaran yang disajikan dengan media
yang tepat akan memberikan kesan mendalam dan lebih lama
tersimpan pada diri siswa. Berdasarkan beberapa pendapat di atas
dapat disimpulkan bahwa secara praktis media pembelajaran
memiliki beberapa manfaat, antara lain: 1) Mengkonkretkan
konsep-konsep yang bersifat abstrak, sehingga dapat mengurangi

6
verbalisme. Misalnya dengan menggunakan gambar, skema,
grafik, model, dan sebagainya. 2) Membangkitkan motivasi,
sehingga dapat memperbesar perhatian individual siswa untuk
seluruh anggota kelompok belajar sebab jalannya pelajaran tidak
membosankan dan tidak monoton. 3) Memfungsikan seluruh
indera siswa, sehingga kelemahan dalam salah satu indera (misal:
mata atau telinga) dapat diimbangi dengan kekuatan indera
lainnya. 4) Mendekatkan dunia teori/konsep dengan realita yang
sukar diperoleh dengan cara-cara lain selain menggunakan media
pembelajaran. Misalnya untuk memberikan pengetahuan tentang
pola bumi, anak tidak mungkin memperoleh pengalaman secara
langsung. Maka dibuatlah globe sebagai model dari bola bumi.
Demikian juga benda-benda lain yang terlalu besar atau terlalu
kecil, gejala-gejala yang gerakannya terlalu cepat atau terlalu
lambat, gejala-gejala/objek yang berbahaya maupun sukar
didapat, hal-hal yang terlalu kompleks dan sebagainya, semuanya
dapat diperjelas menggunakan media pemb elajaran. 5)
Meningkatkan kemungkinan terjadinya interaksi langsung antar
siswa dengan lingkungannya. Misalnya dengan menggunakan
rekaman, eksperimen, karyawisata, dan sebagainya. 6)
Memberikan uniformitas atau keseragaman dalam pengamatan,
sebab daya tangkap setiap siswa akan berbeda-beda tergantung
dari pengalaman serta intelegensi masing-masing siswa. Misalnya
persepsi tentang gajah, dapat diperoleh uniformitas dalam
pengamatan kalau binatang itu diamati langsung atau tiruannya
saja dibawa ke depan kelas. 7) Menyajikan informasi belajar secara
konsisten dan dapat diulang maupun disimpan menurut
kebutuhan. Misalnya berupa rekaman, film, slide, gambar, foto,
modul, dan sebagainya.
Berdasarkan kategori media, Paul dan David (1999) melalui
Rishe (2007) berpendapat bahwa ada enam kategori, yaitu media
yang tidak diproyeksikan, media yang diproyeksikan, media
audio, media film dan video, multimedia, dan media berbasis
komunikasi. Sementara, menurut Schramm mengkategorikan
media dari dua segi: dari segi kompleksitas dan besarnya biaya
dan menurut kemampuan daya liputannya. Briggs

7
mengidentifikasikan tiga belas macam media pembelajaran yaitu
objek, model, suara langsung, rekaman audio, media cetak,
pembelajaran terprogram, papan tulis, media transparansi, film
rangkai, film bingkai, film televise, dan film gambar. Gagne
menyebutkan tujuh macam pengelompokkan media, yaitu benda
untuk didemostrasikan, komunikasi lisan, media cetak, gambar
diam, gambar gerak, film bersuara, dan mesin belajar. Menurut
Edling, ada enam macam media pembelajaran yaitu kodifikasi
subjektif visual, dan kodifikasi objektif audio, kodifikasi subjektif
audio, dan kodifikasi objektif visual, pengalaman langsung dengan
orang, dan pengalaman langsung dengan benda-benda. Soeparno
(1988), berpendapat bahwa klasifikasi media dilakukan dengan
menggunakan tiga unsur berdasarkan karakteristiknya,
berdasarkan dimensi presentasinya, dan berdasarkan
pemakaiannya. Bretz (dalam Hujair., 2009) mengidentifikasi ciri
utama dari media menjadi tiga unsur pokok, yaitu suara, visual,
dan gerak. Visual dibedakan menjadi tiga yaitu gambar, garis, dan
simbol yang merupakan suatu kontinum dari bentuk yang dapat
ditangkap dengan indera penglihatan. Di samping itu, Bretz juga
membedakan antara media siar (telecommunication) dan media
rekam (recording) sehingga terdapat delapan klasifikasi media: 1)
media audio visual gerak, 2) media audio visual diam, 3) media
audio visual semi gerak, 3) media visual gerak, 5) media visual
diam, 6) media semi gerak, 7) media audio, dan 8) media cetak.
Dengan menggunakan media pembelajaran secara tepat dan
bervariasi dengan pengalaman suara (audio), penglihatan (visual),
dan pengalaman gerakan dapat diatasi sikap pasif peserta didik
dalam pembelajaran.
Dari berbagai ragam dan bentuk dari media pengajaran,
pengelompokan atas media dan sumber belajar ekonomi dapat
juga ditinjau dari jenisnya, yaitu media audio, media visual, media
audio-visual, dan media serba neka. 1) media audio: radio,
piringan hitam, pita audio, tape recorder dan telepon 2) media
visual (a) media visual diam: foto, buku, ensiklopedia, majalah,
surat kabar, buku referensi, dan barang hasil cetakan lain, gambar,
ilustrasi, kliping, film bingkai, film rangkai, transparansi, mikrofis,

8
overhead proyektor, grafik, bagan, diagram dan sketsa, poster,
gambar kartun, peta dan globe (b) media visual gerak: film bisu 3)
media audio-visual (a) media audiovisual diam: televisi diam,
slide dan suara, film rangkai dan suara, buku dan suara. (b) Media
audio visual gerak: video, CD, film rangkai dan suara, televisi,
gambar dan suara 4) media serba neka (a) papan dan display:
papan tulis, papan pamer/pengumuman/majalah dinding, papan
magnetic, whiteboard, mesin pengganda (b) Media tiga dimensi:
realia, sampel, artifact, model, diorama, display (c) media teknik
dramatisasi: drama, pantomim, bermain peran, demonstrasi,
pawai/karnaval, pedalangan/panggung boneka, simulasi (d)
sumber belajar pada masyarakat: kerja lapangan, studi wisata,
perkemahan (e) belajar terprogram (f) computer.
Di era globalisasi dan informasi ini penggunaan media
pembelajaran berbasis Teknologi Informasi (TI) menjadi sebuah
kebutuhan dan tuntutan namun dalam implementasinya bukanlah
merupakan hal yang mudah. Dalam menggunakan media tersebut
harus memperhatikan beberapa teknik agar media yang
dipergunakan itu dapat dimanfaatkan dengan maksimal dan tidak
menyimpang dari tujuan media tersebut. Arief S. Sadiman, dkk
(2006) mengatakan bahwa ditinjau dari kesiapan pengadaannya,
media dikelompokkan dalam dua jenis, yaitu media jadi karena
merupakan komoditi perdagangan yang terdapat di pasaran luas
dalam keadaan siap pakai (media by utilization) dan media
rancangan yang perlu dirancang dan dipersiapkan secara khusus
untuk maksud dan tujuan pembelajaran tertentu. Dari pernyataan
tersebut di atas dapat dikategorikan bahwa media Komputer dan
LCD Proyektor meupakan media rancangan yang di dalam
penggunaannya sangat diperlukan perancangan khusus dan
didesain sedemikian rupa agar dapat dimanfaatkan. Perangkat
keras (hardware) yang difungsikan dalam menginspirasikan media
tersebut adalah menggunakan satu unit komputer lengkap yang
sudah terkoneksikan dengan LCD Proyektor. Dengan demikian
media ini hendaknya menarik perhatian siswa dalam proses
pembelajaran. Teknologi jaringan komputer/internet memberi
manfaat bagi pemakainya untuk melakukan komunikasi secara

9
langsung dengan pemakai lainnya. Hal ini dimungkinkan dengan
diciptakannya sebuah alat bernama modem. Jaringan
komputer/internet memberi kemungkinan bagi pesertanya untuk
melakukan komunikasi tertulis dan saling bertukar pikiran
tentang kegiatan belajar yang mereka lakukan. Jaringan komputer
dapat dirancang sedemikian rupa agar dosen dapat berkomunikasi
dengan mahasiswa dan mahasiswa dapat melakukan interaksi
belajar dengan mahasiswa yang lain. Interaksi pembelajaran
dengan menggunakan jaringan komputer tidak saja dapat
dilakukan secara individual, tetapi juga untuk menunjang kegiatan
belajar kelompok. Pemanfaatan jaringan komputer dalam sistem
pendidikan jarak jauh dikenal juga dengan istilah Computer
Conferencing System (CCF). Biasanya sistem ini dilakukan melalui
surat elektronik atau E-mail. Beberapa kelebihan pemanfaatan
jaringan komputer dalam sistem pendidikan jarak jauh yaitu:
dapat memperkaya model-model tutorial, dapat memecahkan
masalah belajar yang dihadapi mahasiswa dalam waktu yang lebih
singkat dan dapat mengatasi hambatan ruang dan waktu dalam
memperoleh informasi. CCF memberi kemungkinan bagi
mahasiswa dan dosen untuk melakukan interaksi pembelajaran
langsung antar individu, individu dengan kelompok, dan
kelompok dengan kelompok (Mason, 1994 dalam Benny A. Pribadi
dan Tita Rosita, 2002:13-14)

10
BAB II
E-LEARNING

Diawal tahun 2020, penyebaran dan penularan Virus
Corona semakin merebak diseluruh penjuru dunia. Pandemik
yang awal penularannya berasal dari Wuhan ini terus meluas dan
tak terkendali. Penularan yang cepat dan massive mengakibatkan
perubahan system disegala aspek, baik dari aspek sosial, ekonomi,
maupun pendidikan. Tak terkecuali dengan Indonesia. Untuk
menghindari penyebaran pandemi ini, berbagai upaya telah
dilakukan oleh pemerintah untuk meminimalisir percepatan
pergerakan virus Corona. Upaya-upaya yang dilakukan baik
berupa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sampai dengan
kenormalan baru atau yang dikenal dengan new normal era.
Sejak adanya pandemi, sistem pembelajaran di dunia
pendidikan mengalami perubahan yang sangat signifikan.
Pemerintah secara tegas mengeluarkan keputusan untuk
menerapkan pembelajaran jarak jauh dengan memanfaatkan
teknologi secara serentak agar proses belajar mengajar tetap
berlangsung. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah seluruh
institusi pendidikan siap akan perubahan sistem pendidikan saat
ini? Bagaimana dengan daerah-daerah pedalaman maupun daerah
kepulauan yang seperti diketahui bersama bahwa layanan koneksi
internetnya sangat buruk? Bagaimana dengan kesiapan sumber
daya manusianya? Apakah sudah melek teknologi atau masih
berkutat dengan pola interaksi tradisional? Tentunya hal ini
menjadi PR bersama baik institusi, pemerintah, maupun orang tua
untuk mencari solusi dari permasalahan tersebut.
A. Pengertian E-Learning
Tak dapat dipungkiri bahwa beberapa tahun terakhir
pembelajaran berbasis teknologi ( E-learning) mulai
mendapatkan perhatian khusus dari berbagai instituasi
pendidikan maupun pelaku pendidikan di Indonesia. (Zhou et
al., 2020) e-learning atau pembelajaran berbasis online
merupakan model pembelajaran yang mendorong pengguna
(siswa/guru/instruktur) memanfaatkan platform teknologi

11
infomasi dan komunikasi dalam proses belajar mengajar.
Sejalan dengan yang dikemukakan oleh Arif & Wahyu (2014)
bahwa E-learning merupakan metode belajar mengajar dengan
menggunakan sebuah sistem sebagai media belajar mengajar
yang terhubung oleh jaringan. Talebian et al., (2014)
menekankan bahwa untuk mendorong terjadinya pembelajaran
berbasis online, tenaga pengajar maupun siswa harus
memanfaatkan platform pembelajaran yang sesuai dengan
kebutuhan maupun kondisi pengguna tersebut. Bahkan
Sulisworo et al., (2016) dan Zhou et al., (2020) sepakat bahwa
pembelajaran berbasis teknologi membawa banyak manfaat
dan sesuai dengan era saat ini yakni era teknologi 4.0.
Istilah e-learning banyak memiliki arti karena bermacam
penggunaan e-learning Saat ini. Pada dasarnya, e-learning
memiliki dua tipe yaitu synchronous dan asynchronous.
Synchronous berarti pada waktu yang sama. Proses
pembelajaran terjadi pada saat yang sama antara pendidik dan
peserta didik. Hal ini memungkinkan interaksi langsung antara
pendidik dan peserta didik secara online. Dalam pelaksanaan,
synchronous training mengharuskan pendidik dan peserta didik
mengakses internet secara bersamaan. Pendidik memberikan
materi pembelajaran dalam bentuk makalah atau slide
presentasi dan peserta didik dapat mendengarkan presentasi
secara langsung melalui internet. Peserta didik juga dapat
mengajukan pertanyaan atau komentar secara langsung
ataupun melalui chat window. Synchronous training merupakan
gambaran dari kelas nyata, namun bersifat maya (virtual) dan
semua peserta didik terhubung melalui internet. Synchronous
training sering juga disebut sebagai virtual classroom.
Asynchronous berarti tidak pada waktu bersamaan. Peserta
didik dapat mengambil waktu pembelajaran berbeda dengan
pendidik pada saat memberikan materi. Asynchronous training
popular dalam e-learning karena peserta didik dapat mengakses
materi pembelajaran dimanapun dan kapanpun. Peserta didik
dapat melaksanakan pembelajaran dan menyelesaikannya
setiap saat sesuai rentang jadwal yang sudah ditentukan.

12
Pembelajaran dapat berbentuk bacaan, animasi, simulasi,
permainan edukatif, tes, quis dan pengumpulan tugas
(Hartanto, 2016).
Proses pembelajaran berbasis e-learning menjadi pilihan
untuk mengatasi keterbatasan fasilitas pendidikan. Proses
pembelajaran dengan e-learning tidak kalah efektif jika
dibandingkan dengan pembelajaran di ruang kelas karena
dalam pembelajaran e-learning antara pengajar dan peserta
didik dapat berinteraksi secara langsung (synchronous) dengan
fitur video/audio conference atau pesan singkat (chats); maupun
berinteraksi secara tidak langsung (asynchronous) dengan forum
diskusi (Arif & Wahyu, 2014). Inovasi ini mendorong sektor
pendidikan memasuki sebuah jaman yang benar-benar baru
yang ditandai oleh kemampuan masyarakat dalam membentuk
sebuah peradaban baru yang begitu tergantung pada
(teknologi) informasi dan berbagai kegiatan (yang menjadi)
maya.
Kegiatan pendidikan tinggi yang begitu sulit untuk
dijangkau, kaku, tertutup, kurang motivasi, dan tidak
bersahabat, kini dengan penggunaan internet yang dikenal
sebagai e-learning menjadi pilihan dan merupakan sumber
belajar dalam menghadapi tantangan masa depan. Melalui e-
learning, proses pembelajaran dapat berlangsung di mana pun
juga. Guru dan murid, dosen dan mahasiswa, tutor dan tutee
(peserta tutorial) tidak perlu lagi bertemu tatap muka di dalam
ruang kuliah. Ada beberapa hal yang menjadi pertimbangan
mengapa e-learning diadopsi dan diimplementasikan, antara
lain karena e-learning merupakan cara yang relatif cepat untuk
mendistribusikan bahan ajar dan materi e-learning juga dapat
diperbaharui dengan cepat. E-learning juga dapat diakses oleh
lebih dari satu user. Meskipun demikian, tidak semua user
dapat akses ke jaringan internet karena beberapa hal seperti
ketersediaan piranti keras (komputer) atau karena persyaratan
dalam enrollment (Darmayanti et al., 2007).

13
B. Jenis-Jenis E-Learning
Ada beragam cara untuk mengklasifikasikan jenis e-
learning. Menurut Algahtani (2011), e-learning diklasifikasikan
berdasarkan sejauh mana keterlibatan mereka dalam
pendidikan. Beberapa klasifikasi juga didasarkan pada waktu
interaksi. E-learning dibagi menjadi dua jenis dasar, yang terdiri
dari e-learning berbasis komputer dan berbasis internet.
Pembelajaran berbasis komputer terdiri dari penggunaan
berbagai perangkat keras dan perangkat lunak, umumnya
tersedia dalam penggunaan Teknologi Informasi dan
Komunikasi (TIK) dan juga setiap komponen dapat digunakan
melalui dua cara yakni instruksi yang dikelola komputer dan
pembelajaran dengan bantuan komputer. Pembelajaran
berbantukan komputer dimana komputer digunakan sebagai
media pendukung metode tradisional, dengan menyediakan
perangkat lunak interaktif sebagai alat pendukung dalam kelas
atau sebagai alat untuk belajar mandiri di luar kelas. Namun,
pada instruksi yang dikelola komputer, komputer dipekerjakan
untuk tujuan menyimpan dan mengambil informasi untuk
membantu dalam pengelolaan pendidikan (Valentina &
Abaidoo Nelly, 2015).
Pembelajaran berbasis internet menurut Almosa (2001)
adalah peningkatan lebih lanjut dari pembelajaran berbasis
komputer, Pembelajaran ini bertujuan membuat konten yang
tersedia di internet, dengan kesiapan tautan ke sumber
pengetahuan terkait. Misalnya layanan e-mail dan referensi
yang dapat digunakan oleh peserta didik kapan saja dan di
mana saja serta ketersediaan atau tidak adanya guru atau
instruktur. Zeitoun (2008) mengklasifikasikan sejauh mana fitur
fitur tersebut digunakan dalam pendidikan. Terdapat tiga
model pembelajaran e-learning, yaitu; pembelajaran campuran
(Blended learning), model pendampingan (Assistant Mode), dan
model pembelajaran online sepenuhnya (Completely Online
Mode). model pendampingan (Assistant Mode) melengkapi
metode tradisional sesuai kebutuhan. Pembelajaran campuran
(Blended learning) menggabungkan model pembelajaran online,

14
offline serta memasukkan model pembelajaran tradisional di
dalamnya. Model pembelajaran online sepenuhnya (Completely
Online Mode), merupakan pengembangan yang paling lengkap,
dimana model ini melibatkan penggunaan jaringan eksklusif
untuk belajar (Zeitoun, 2008).
Algahtani (2011) menggambarkan mode online
sepenuhnya sebagai "synchronous" atau "asynchronous" dengan
menerapkan pilihan waktu interaksi. Pemilihan waktu dengan
menggunakan mode synchronous terdiri dari akses alternatif
online antara guru atau instruktur dan peserta didik, atau antar
peserta didik. Mode synchronous memungkinkan semua peserta
untuk mengirim komunikasi ke peserta lain melalui internet
(Algahtani, 2011; Almosa dan Almubarak, 2005). Jenis
synchronous memungkinkan peserta didik untuk berdiskusi
dengan instruktur dan juga antar peserta didik melalui internet
pada saat yang sama dengan penggunaan alat-alat seperti
konferensi video dan ruang obrolan. Jenis ini menurut Almosa
dan Almubarak (2005) menawarkan manfaat dengan umpan
balik seketika. Mode asynchronous juga memungkinkan peserta
didik untuk berdiskusi dengan instruktur atau guru serta antar
peserta didik melalui internet pada waktu yang berbeda.
Meskipun tidak adanya interaksi di waktu yang sama tetapi
kemudian, dengan penggunaan alat-alat seperti diskusi utas
dan e-mail. Manfaat dari model pembelajaran ini bahwa peserta
didik dapat belajar pada waktu, situasi dan kondisi yang sesuai
dengan mereka sementara kerugiannya yakni bahwa peserta
didik tidak dapat menerima umpan balik seketika itu juga dari
instruktur serta dari rekan pelajar (Almosa dan Almubarak,
2005).

C. Model Penyelenggaraan E- Learning
Adawi (2016) e-learning memungkinkan pembelajaran
tidak hanya berlangsung secara formal di kelas, tetapi dengan
bantuan peralatan komputer dan jaringan, para siswa dapat
secara aktif dilibatkan dalam proses belajar mengajar, dalam
suatu bentuk sistem pembelajaran jarak jauh tanpa terkendala

15
oleh kondisi geografis, ruang dan waktu, berikut ini di
paparkan 2 model dari banyak model penyelenggaraan e-
learning dalam pembelajaran:
1. Model e-Learning tutorial
Model ini telah diaplikasikan oleh Universitas
Terbuka Online, berdasarkan jenis aplikasi komunikasi yang
di dilakukan dapat di bagi lagi menjadi dua, yaitu (a)
Tutorial e-learning dengan memanfaatkan aplikasi e-mail
internet dan (b) Tutorial dengan memanfaatkan aplikasi fax-
internet.
a. Bimbingan belajar elektronik memanfaatkan aplikasi
email Internet.
Sistem belajar berbasis Internet yang dapat
dikembangkan dapat berupa suatu sistem yang
memanfaatkan aplikasi Internet yang bernama mailing-
list. Pada tutorial via Internet ini pengajar akan
membahas materi atau tugas secara tertulis dan
kemudian tulisan tersebut didistribusikan pada seluruh
mahasiswa melalui email. Untuk kemudian, ketika
mahasiswa membuka Internet dan memeriksa surat
elektronik/ emailnya, maka mereka dapat membaca
tulisan pengajar serta memberi jawaban, komentar
ataupun mengajukan pertanyaan terhadap tugas yang
diberikan

b. Tutorial Elektronik via Fax-Internet
Integrasi Fax-Internet dalam sistem bimbingan
belajar via Internet ini akan memperluas titik akses bagi
peserta didik. Dalam konsep tutorial Fax-Internet, peserta
didik mengirim atau menerima pesan melalui fax dan
pengajar/ guru akan menerima atau mengirim balasan
surat tersebut melalui email. Ketika menerima fax dari
peserta didik, pengajar atau guru menerima fax tersebut
dalam bentuk attachment (lampiran) pada surat
elektronik

16
2. Model Computer Supported Collaboration Learning
Collaboration didefinisikan sebagai kerjasama antar
peserta dalam rangka mencapai tujuan bersama.
Collaboration tidak hanya sekedar menempatkan para
peserta ke dalam kelompok-kelompok studi, tetapi diatur
pula bagaimana mengkoordinasikan mereka supaya bisa
bekerjasama dalam studi. Saat ini penelitian di bidang
kolaborasi melalui internet dikenal dengan istilah CSCL
(Computer Supported Collaborative Learning), dimana pada
prinsipnya CSCL berusaha untuk mengoptimalkan
pengetahuan yang dimiliki oleh para peserta dalam bentuk
kerjasama dalam pemecahan masalah. Kenyataannya
kolaborasi antar peserta cenderung lebih mudah
dibandingkan dengan kolaborasi antara peserta dengan
guru. Pemakai terdiri dari siswa dan guru yang
membimbing, dimana siswa itu sendiri terbagi menjadi
siswa dan siswa lain yang bertindak sebagai collaborator
selama proses belajar. Para peserta saling berkolaborasi
dengan tool yang tersedia melalui jaringan intranet atau
internet, dimana guru mengarahkan jalannya kolaborasi
supaya mencapai tujuan yang di inginkan, sebagaimana
yang diharapkan, untuk melakukan kerjasama antar siswa
dalam pemecahan masalah yang berkaitan dengan materi
pelajaran. Kolaborasi ini bisa diwujudkan dalam bentuk
diskusi atau tanya-jawab dengan memanfaatkan fasilitas
internet yang umum dipakai misalnya: e-mail, chatting,
dikembangkan sesuai dengan kebutuhan aplikasi yang akan
dibuat. Dalam pelaksanaan sistem e-learning, kolaborasi
antar siswa akan menjadi faktor yang essensial, terutama
pada sistem asynchronous dimana para siswa tidak secara
langsung bisa mengetahui kondisi siswa lain, sehingga
seandainya terjadi masalah dalam memahami makalah yang
disediakan, akan terjadi kecenderungan untuk gagal
mengikutinya dikarenakan kurangnya komunikasi antar
siswa, sehingga timbul kecenderungan terperangkap pada

17
kondisi standstill, sehingga menyebabkan hasil yang tidak
diharapkan.
Adawi (2016) Ada 5 hal essensial yang harus
diperhatikan dalam menjalankan kolaborasi lewat internet,
yaitu sebagai berikut:
a. Clear, positive interdependence among students (Jelas/bersih,
hal positif interdependece antar para siswa).
b. Regular group self-evaluation (evaluasi diri kelompok
secara reguler).
c. Interpersonal behaviors that promote each member‟slearning
and success (perilaku hubungan antar pribadi
yangmempromosikan masing -masing sukses dan
pelajaran anggota).
d. Individual accountability and personal responsibility
(tanggung-jawab individu dan tanggung jawab pribadi).
e. Frequent use of appropriate interpersonal and small
groupsocial skills (penggunaan yang sering dari
kelompokkecil dan hubungan antar pri badi sesuai
ketrampilan sosial).

Dalam proses kolaborasi antar siswa, guru bisa saja
terlibat didalamnya secara tidak langsung, dalam rangka
membantu proses kolaborasi dengan cara memberikan
arahan berupa message untuk memecahkan masalah.
Sehingga diharapkan proses kolaborasi menjadi lebih lancar.
Beberapa perangkat yang diperlukan untuk menjalankan
metode CSCL adalah: Database, untuk menyimpan materi
pelajaran dan record-record yang berkaitan dengan proses
belajar-mengajar khususnya proses kolaborasi. Web Server,
merupakan bagian mengatur akses ke sistem dan mengatur
tampilan yang diperlukan dalam proses pendidikan.
Termasuk pula pengaturan keamanan sistem. Pengembang
aplikasi seperti ini bisa dilakukan dengan menggunakan
software sebagai berikut : Platform Open Source Linux Web
Server Apache+Tomcat Programming Java Script Java Server
Page Database MySQL / Postgress Frame Work Struts

18
Development Tool Eclipse. Keuntungan menggunakan software
diatas yaitu seluruhnya merupakan Open Source yang bisa di
download secara gratis dari web site masing-masing, sehingga
dalam implementasinya bisa ditekan biaya serendah
mungkin, tanpa mengurangi realibilitas sistem itu sendiri.
Keuntungan lainnya yaitu untuk akses ke sistem seperti ini
tidak tergantung pada suatu platform operating system. Oleh
karena itu, dengan penerapan berbagai Software Open Source
seperti ini, diharapkan akan dicapai suatu sistem e-learning
yang aman, terpercaya, performance tinggi, multiplatform, dan
biaya rendah (Adawi, 2016).

D. Batasan E-learning
Cepatnya perkembangan teknologi informasi dan
komunikasi (Information and Communication Technology, ICT)
memungkinkan adanya penggunaan media elektronik seperti
komputer dalam menyebarkan informasi. Di dalam bidang
pendidikan, perkembangan ICT ini memicu berkembangnya e-
learning. E-learning atau electronic learning adalah sebuah konsep
dalam proses pembelajaran dengan menggunakan ICT,
khususnya menggunakan media yang berbasis Internet. Istilah
e-learning sendiri memiliki kesamaan makna dengan beberapa
istilah lain seperti on-line learning, virtual classroom dan virtual
learning. Sedangkan batasan dari e-learning sendiri, seperti yang
terdapat yang dikemukakan oleh Churchill (2005) terdiri dari
lima hal berikut ini.
1. Perpaduan antara Internet dengan konsep pembelajaran,
atau pembelajaran yang menggunakan Internet.
2. Penggunaan teknologi jaringan (Web) untuk menciptakan,
menumbuhkan, menyebarluaskan, dan memudahkan proses
pembelajaran tanpa terikat oleh waktu dan tempat.
3. Upaya membentuk (sikap) seseorang agar tidak
individualistik, berwawasan luas, dinamis dalam belajar,
mampu mengembangkan pengetahuan, serta menjadi
pembelajar dan praktisi yang mampu mengembangkan
keahlian.

19
4. Upaya mengembangkan akuntabilitas, meningkatkan
kecerdasan, dan memberikan kesempatan bagi individu dan
organisasi untuk tetap mengikuti perkembangan jaman
melalui dunia Internet.
5. Suatu kekuatan yang membuat individu maupun organisasi
untuk berkompetisi dan memberikan kesempatan kepada
mereka untuk tetap mengikuti perubahan ekonomi secara
global.

E. Fungsi Pembelajaran Berbasis E-Learning dan Jaringan
Adawi (2016) Setidaknya ada 3 (tiga) fungsi
pembelajaran Berbasis Komputer dan Jaringan terhadap
kegiatan pembelajaran di dalam kelas (classroom instruction),
yaitu sebagai suplement yang sifatnya pilihan/opsional,
pelengkap (complement), atau pengganti (substitution) (Siahaan,
2002).
1. Tambahan (suplement)
Dikatakan berfungsi sebagai tambahan (supplement),
apabila peserta didik mempunyai kebebasan memilih,
apakah akan memanfaatkan materi pembelajaran elektronik
atau tidak. Dalam hal ini, tidak ada kewajiban/ keharusan
bagi peserta didik untuk mengakses materi pembelajaran
elektronik. Sekalipun sifatnya opsional, peserta didik yang
memanfaatkannya tentu akan memiliki tambahan
pengetahuan atau wawasan.

2. Pelengkap (complement)
Dikatakan berfungsi sebagai pelengkap (complement)
apabila materi pembelajaran elektronik diprogramkan
untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima siswa
di dalam kelas (Lewis, 2002). Sebagai pelengkap berarti
materi pembelajaran elektronik diprogramkan untuk
menjadi materi pengayaan (reinforcement) atau perbaikan
(remedial) bagi peserta didik di dalam mengikuti kegiatan
pembelajaran konvensional. Materi pembelajaran elektronik
dikatakan sebagai enrichment, apabila kepada peserta didik

20
yang dapat dengan cepat menguasai/memahami materi
pelajaran yang disampaikan guru secara tatap muka (fast
learners) diberikan kesempatan untuk mengakses materi
pembelajaran elektronik yang memang secara khusus
dikembangkan untuk mereka. Tujuannya agar semakin
memantapkan tingkat penguasaan peserta didik terhadap
materi pelajaran yang disajikan guru di dalam kelas.
Dikatakan sebagai program remedial, apabila kepada peserta
didik yang mengalami kesulitan memahami materi
pelajaran yang disajikan guru secara tatap muka di kelas
(slow learners) diberikan kesempatan untuk memanfaatkan
materi pembelajaran elektronik yang memang secara khusus
dirancang untuk mereka. Tujuannya agar peserta didik
semakin lebih mudah memahami materi pelajaran yang
disajikan guru di kelas.

3. Pengganti (substitution)
Beberapa sekolah/ perguruan tinggi di negara-negara
maju memberikan beberapa alternatif model kegiatan
pembelajaran/perkuliahan kepada para peserta didiknya.
Tujuannya agar para peserta didik dapat secara fleksibel
mengelola kegiatan perkuliahannya sesuai dengan waktu
dan aktivitas lain sehari-hari mahasiswa. Ada 3 alternatif
model kegiatan pembelajaran yang dapat dipilih peserta
didik, yaitu:
a. Sepenuhnya secara tatap muka (konvensional)
b. Sebagian secara tatap muka dan sebagian lagi melalui
internet, atau bahkan
c. Sepenuhnya melalui internet.

Alternatif model pembelajaran mana pun yang akan
dipilih mahasiswa tidak menjadi masalah dalam penilaian.
Karena ketiga model penyajian materi perkuliahan
mendapatkan pengakuan atau penilaian yang sama. Jika
peserta didik dapat menyelesaikan program perkuliahannya
dan lulus melalui cara konvensional atau sepenuhnya melalui

21
Internet, atau bahkan melalui perpaduan kedua model ini,
maka institusi penyelenggara pendidikan akan memberikan
pengakuan yang sama. Keadaan yang sangat fleksibel ini
dinilai sangat membantu mahasiswa untuk mempercepat
penyelesaian perkuliahannya.

F. Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) di
Dunia Pendidikan
Talebian et al (2014) Teknologi informasi dan komunikasi
terdiri dari perangkat keras, perangkat lunak, jaringan dan
media untuk mengumpulkan, menyimpan, memproses,
mengirimkan dan menyajikan informasi (suara, data, teks dan
gambar) serta layanan terkait. TIK dapat dibagi menjadi dua
komponen: Information and Communication Infrastructure (ICI)
dan Information Technology (IT). Yang pertama mengacu pada
sistem telekomunikasi fisik dan jaringan (Seluler, suara, surat,
radio dan televisi) sementara yang terakhir mengacu pada
perangkat keras dan perangkat lunak pengumpulan informasi,
penyimpanan, pemrosesan dan presentasi (Sarkar, 2012).
Menurut UNESCO (2002) TIK sekarang menembus
lingkungan pendidikan dan mendukung keberhasilan
pendidikan abad ke-21. TIK juga menambah nilai pada proses
pembelajaran dan organisasi serta pengelolaan lembaga
pembelajaran. Teknologi adalah kekuatan pendorong di balik
pesatnya perkembangan dan inovasi di negara maju dan
berkembang.
TIK dianggap sebagai arus utama dalam pendidikan
tinggi. TIK saat ini digunakan di berbagai bidang seperti:
mengembangkan materi kursus; memberikan konten dan
berbagi konten; komunikasi antara peserta didik, guru dan
dunia luar; penciptaan dan pengiriman presentasi dan kuliah;
penelitian akademik; dukungan administratif dan pendaftaran
mahasiswa (Mandal & Mete, 2012). Ketika menerapkan
TIK dalam pendidikan tinggi, pembelajaran tidak lagi terbatas
pada penyusunan jadwal (Hattangdi & Ghosh, 2008).

22
Dalam konteks ini, e-learning menggunakan fasilitas TIK.
Penggunaan e-learning telah meningkat tidak hanya kecepatan
mentransfer pengetahuan, tetapi juga metode mentransfer dari
satu orang ke orang lain. E-learning adalah tentang filosofi dan
metodologi pembelajaran dan pengajaran dalam konteks
pendidikan berbasis hasil. Talebian et al (2014) melakukan studi
tentang penggunaan TIK di perguruan tinggi di I ran
mengungkapkan bahwa penerapan E-learning di Iran masih
sangat dini dan hanya ada beberapa program online. Sejarah
penggunaan e-learning di Iran saat ini belum melebihi 13 tahun.
E-learning diperkenalkan oleh sektor swasta dan organisasi
pemerintah. Di Iran sendiri terdapat banyak universitas virtual
atau pusat-pusat seperti Universitas Teheran, Amirkabir
University of Technology, Iran University of Science and
Technology, Sharif University of Technology, Shiraz Virtual
University dan beberapa perguruan tinggi virtual Islam dan
pusat-pusat seperti pusat-pusat Islam dan Sekolah Sains Hadits
yang memanfaatkan e-learning (Ghasem Tabar, 2010).

G. Institusi Penyelenggara E-Learning
Adawi (2016) Konsep pembelajaran dengan
menggunakan Komputer dan Jaringan memungkinkan proses
pengembangan pengetahuan tidak hanya terjadi di dalam
ruangan kelas saja dimana guru secara terpusat memberikan
pelajaran secara searah, tetapi dengan bantuan peralatan
komputer dan jaringan, para siswa dapat secara aktif dilibatkan
dalam proses belajar-mengajar. Mereka bisa terus
berkomunikasi dengan sesamanya kapan dan dimana saja
dengan cara akses ke sistem yang tersedia secara online. Sistem
seperti ini tidak saja akan menambah pengetahuan seluruh
siswa, akan tetapi juga akan turut membantu meringankan
beban guru dalam proses belajar-mengajar, karena dalam
sistem ini beberapa fungsi guru dapat diambil alih dalam suatu
program komputer. Disamping itu, hasil dari proses dan hasil
dari belajar-mengajar bisa disimpan datanya di dalam bentuk
database, yang bisa dimanfaatkan untuk mengulang kembali

23
proses belajar-mengajar yang lalu sebagai rujukan, sehingga
bisa dihasilkan sajian materi pelajaran yang lebih baik lagi.
Sebagai bagian dari perkembangan e-learning, Web merupakan
salah satu teknologi internet yang telah berkembang sejak lama
dan yang paling umum dipakai dalam pelaksanaan pendidikan
dan latihan jarak jauh (e-learning) tersebut.
Adawi (2016) Di Indonesia, kalaupun perkembangan
pemanfaat konsep ini terbilang berjalan lamban, Dengan
fasilitas jaringan yang dimiliki oleh berbagai lembaga
pendidikan atau institusi di Indonesia baik Intranet maupun
internet, sebenarnya sudah sangat mungkin untuk
diterapkannya sistem pendukung e-learning berbasis Web
dengan menggunakan sistem synchronous atau asynchronous,
secara mandiri atau digabungkan, walaupun pada dasarnya
kedua sistem diatas biasanya digabungkan untuk
menghasilkan suatu sistem yang lebih efektif karena masing-
masing memiliki kelebihan dan kekurangannya. Dibeberapa
negara yang sudah maju dengan kondisi infrastruktur jaringan
kecepatan tinggi akan sangat memungkinkan penerapan
teknologi multimedia secara real time seperti video conference
untuk kepentingan aplikasi e-learning, tetapi untuk kondisi
umum di Indonesia dimana infrastruktur jaringannya masih
relatif terbatas akan mengalami hambatan dan menjadi tidak
efektif. Namun demikian walaupun tanpa teknologi
multimedia tersebut, sebenarnya dengan kondisi jaringan
Internet yang ada sekarang di Indonesia sangat
memungkinkan, terutama dengan menggunakan sistem
asynchronous ataupun dengan menggunakan sistem synchronous
seperti chatting yang disesuaikan dengan sistem pendukung
pendidikan yang akan dikembangkan. Beberapa di an tara
institusi penyelenggara e-learning dapat dikemukakan sebagai
berikut:
1. University of Phoenix Online merupakan universitas virtual
yang paling sukses di Amerika Serikat. University of
Phoenix Online ini mempunyai 37.569 mahasiswa dari
78.700 mahasiswa keseluruhan, 38 kampus, dan 78 pusat-

24
pusat kegiatan belajar yang tersebar di Amerika Serikat,
Kanada, dan Puerto Rico. Di samping itu, Universitas ini
telah meluluskan 10.000 mahasiswa sedangkan Universitas
Virtual swasta lainnya di Amerika hanya mampu
meluluskan jauh di bawahnya.
2. Jones International University merupakan salah satu
perguruan tinggi yang juga tercatat berhasil dalam
menyelenggarakan e-Learning. Universitas ini mempunyai
6,000 mahasiswa yang belajar secara online.
3. United Kingdom Open University (UKOU) merupakan
universitas terbesar penyelenggara kegiatan pembelajaran
elektronik di dunia dengan 215,000 mahasiswa.
4. The College of Business at the University of Tennesse
memulai perkuliahan khusus secara e-Learning kepada 400
dokter yang bekerja di ruang gawat darurat di seluruh
negara bagian Amerika Serikat dan di 11 negara lainnya.
Perguruan tinggi yang menyelenggarakan program setahun
untuk MBA bagi para dokter dengan menggunaka n e-
learning dan tatap muka.
5. Universiti Tun Abdul Razak (UNITAR) merupakan
universitas yang pertama di Malaysia maupun di kawasan
Asia Tenggara yang menyajikan pe rkuliahan secara
elektronik (e-learning). Perkuliahan elektronik ini mulai
diselenggarakan oleh UNITAR pada tahun 1998.
6. Universitas Terbuka (UT) telah melaksanakan ujicoba
penyelenggaraan Tutorial Elektronik (Tutel) pada tahun
1999 bagi para mahasiswanya. Alasan dilakukannya ujicoba
tutorial elektronik ini adalah sesuai dengan kebutuhan
mahasiswa untuk membantu mereka memecahkan kesulitan
yang dihadapi selama belajar mandiri.
7. Universitas Gajah Mada (UGM) telah memulai
mempersiapkan kegiatan pembelajaran yang memanfaatkan
internet untuk program pascasarjana di bidang pengelolaan
rumah sakit dan pengelolaan layanan kesehatan pada tahun
1996.

25
8. Florida Virtual School merupakan salah satu dari Sekolah
Menengah di Amerika Serikat yang telah berkembang pesat
dalam penyelenggaraan pembelajaran elektronik. Pada
tahun kelima, Sekolah Menegah ini menerima 3.505 siswa
dengan mempekerjakan sekitar 41 guru secara penuh waktu
dan 27 guru lainnya secara paruh waktu. Yang menjadi
motto sekolah adalah "kapan saja, di mana saja, melalui jalur
mana saja, dengan kecepatan apapun."

H. Pemanfaatan E-Learning di Dunia Pendidikan
Valentina & Abaidoo Nelly ( 2015) Perkembangan
teknologi multimedia dan informasi, serta penggunaan internet
sebagai teknik pengajaran baru, telah membuat perubahan
radikal dalam proses pengajaran tradisional (Wang et al. 2007).
Perkembangan teknologi informasi, menurut Yang dan
Arjomand (1999), telah menghasilkan lebih banyak pilihan
untuk pendidikan saat ini. Agenda sekolah dan lembaga
pendidikan telah mengakui e-learning memiliki prospek untuk
mengubah orang, pengetahuan, keterampilan dan kinerja
(Henry, 2001). Sama halnya dengan apa yang dikemukakan
oleh Love and Fry (2006), perguruan tinggi, universitas, dan
lembaga pendidikan tinggi lainnya berlomba-lomba untuk
memajukan kemampuan pembelajaran online dalam
pengembangan pasar pendidikan cyber. E-learning, telah
menjadi sangat penting dalam lembaga pendidikan tinggi.
Pengenalan dan perluasan berbagai perlengkapan e-learning
telah mengalami beberapa perubahan di lembaga pendidikan
tinggi, terutama pada saat proses pengiriman dan dukungan
pendidikan (Dublin, 2003).
Sama halnya dengan berbagai jenis e-learning, terdapat
juga perbedaan teknik penggunaan e-learning dalam dunia
pendidikan. Algahtani, (2011), dalam evaluasinya tentang
efektivitas dan pengalaman pembelajaran e-learning di Arab
Saudi, menemukan tiga model yang berbeda penggunaan e-
learning dalam pendidikan termasuk "pembelajaran campuran
(blended Learning) dan online learning". Adapun tiga cara

26
penggunaan teknologi e-learning seperti yang ditemukan oleh
Algahtani (2011) dijelaskan di bawah ini.
"Blended learning adalah situasi di mana e-Learning
digunakan sebagai media pembelajaran pendamping di kelas
tradisional yang memberikan kemandirian relatif kepada
peserta didik atau siswa (Algahtani, 2011). Dalam blended e-
learning, Algahtani (2011) dan Zeitoun (2008) menjelaskan
bahwa, dengan cara menggunakan e-learning ini, penyampaian
materi dan penjelasan kursus dibagi antara metode
pembelajaran tradisional dan metode e-learning dalam
pengaturan kelas. Yang ketiga adalah pembelajaran berbasis
online tanpa partisipasi belajar tradisional atau partisipasi kelas.
Dalam bentuk penggunaan ini, penggunaan e-learning
dilakukan secara total sehingga ada kemandirian maksimal
dari peserta didik atau siswa (Algahtani, 2011; Zeitoun, 2008).
Zeitoun (2008) telah menjelaskan lebih lanjut bahwa model
online dibagi menjadi pembelajaran individu dan kolaboratif, di
mana pembelajaran kolaboratif juga terdiri dari pembelajaran
synchronous dan asynchronous.
(Valentina & Abaidoo Nelly, 2015)
Gambar 1. Model E-learning dalam Dunia Pendidikan

27
I. Perbedaan Paradigma Lama dan Paradigma Baru Tentang E-
Learning Pada Pendidikan Tinggi
Paradigma baru yang muncul terkait dengan proses
pembelajaran yang tidak lagi menggambarkan pertemuan tatap
muka di dalam kelas, meskipun konsep interaksi sosial di
dalamnya tetap dipertahankan, kini telah diterima secara luas
dan telah begitu mempengaruhi dan berdampak pada
kehidupan manusia. Kehadiran teknologi Internet
memudahkan orang untuk melakukan interaksi tanpa terikat
oleh ruang dan waktu lagi (Darmayanti et al., 2007). Berikut
adalah tabel perbedaan paradigma lama dan paradigma baru
pada perguruan tinggi terkait dengan penerapan e-learning.

Tabel 1. Perbedaan Paradigma Lama dan Paradigma Baru pada
Pendidikan Tinggi
Paradigma lama pendidikan
Tinggi
Paradigma baru pendidikan
Tinggi
Mata kuliah sesuai yang
diberikan
Memilih matakuliah sesuai
keinginan
Registrasi dan kegiatan
akademik sangat tergantung
pada kalender akademik
Registrasi dan kegiatan
akademik terbuka sepanjang
tahun
Universitasnya berada di lokasi
tertentu
Universitasnya bersifat maya
Lama kuliah dibatasi perolehan
gelar
Belajar sepanjang hayat
Umur berkisar 18-25 tahun

Umur mulai 18 tahun sampai
tak terbatas
Tergantung pada kegiatan
institusinya
Tergantung penilaian pasar
Keluaran/produknya bersifat
tunggal
Informasi yang diperoleh
dapat digunakan ulang
Mahasiswa diperlakukan sebagai
objek
Mahasiswa dianggap sebagai
konsumen
Pembelajaran dilakukan di
dalam kelas
Pembelajaran dapat dilakukan
dimanapun juga

28
Bersifat multikultur Bersifat global
Konsepnya merupakan satu
kesatuan yang besar
Konsepnya kecil dan terpilah-
pilah
Single discipline Multi-disiplin
Terfokus pada institusi Terfokus pada pasar
Dibiayai pemerintah Dibiayai melalui dana
masyarakat
Teknologi merupakan investasi
yang mahal
Teknologi sebagai unsur
pembeda

perubahan dari konsep pembelajaran tatap muka menuju
konsep e-learning juga menuntut mahasiswa untuk mengatasi
berbagai kendala yang muncul karena konsep e-learning, yang
merupakan konsep baru dengan nilai-nilai baru di dalamnya,
harus mereka adopsi. Sama halnya dengan berbagai kesulitan
yang dihadapi oleh para dosen, untuk jangka panjang, para
mahasiswa terbiasa dengan lingkungan belajar di mana dosen
adalah seseorang yang dianggap mengetahui segala hal dan
akan memberitahu bilamana dan apa yang harus dilakukan
mahasiswa. Di dalam e-learning, mahasiswa dapat
mengidentifikasi, mengenali, dan membuat keputusan sendiri
mengenai kemajuan belajar yang telah direncanakannya.
Mahasiswa juga harus belajar bagaimana cara berkomunikasi
melalui Internet. Pengalaman menunjukkan bahwa banyak
dosen atau tutor yang menerapkan konsep e-learning justru
bersikap apriori dengan menyatakan bahwa mahasiswa sulit
menerima (konsep) e-learning karena mereka tidak terbiasa
berkomunikasi menggunakan komputer sebagai media
komunikasinya (Darmayanti et al., 2007). Adapun perbedaan
pembelajaran tatap muka dan pembelajaran e-learning dapat
dilihat pada tabel di bawa ini;

29
Tabel 2. Perbedaan Pembelajaran Konvensional dan Pembelajaran
E-learning
Pembelajaran Tatap Muka Pembelajaran dengan e-Learning
Pembelajaran dilakukan
secara tatap muka
Menggunakan sistem belajar
jarak jauh
Interaksi antara dosen dan
mahasiswa dilakukan secara
tatap muka dalam konsep
maya
Interaksi antara dosen dan
mahasiswa dilakukan melalui
media Terfokus pada mahasiswa
Peran dosen sangat dominan Mahasiswa sangat berperan
dalam kemajuan/keberhasilan
belajarnya
Kemajuan belajar tergantung
pada dosen

Dosen dan mahasiswa harus
bertemu pada saat/waktu
yang sama
Dosen dan mahasiswa tidak
harus bertemu pada saat/waktu
yang sama
Dosen sangat berperan dalam
proses belajar mahasiswa
Menerapkan konsep belajar
mandiri
Karena tatap muka, maka
kedua belah pihak harus
memiliki kemampuan
berkomunikasi dalam konteks
tatap muka
Dibutuhkan kemampuan
berkomunikasi dengan bahasa
tulis
Bagi dosen, khususnya, harus
memiliki kemampuan
berbicara di depan kelas
Kedua belah pihak dituntut
untuk memiliki kemampuan
dalam menggunakan media/
komputer dan jaringan komputer
(internet)

Dalam pandangan tradisional, konsep pembelajaran di
perguruan tinggi selalu digambarkan melalui pertemuan tatap
muka antara dosen dan mahasiswa yang berlangsung di dalam
kelas. Paradigma baru yang muncul menunjukkan bahwa
pembelajaran tidak lagi merujuk pada pertemuan tatap muka --
meskipun konsep interaksi sosial di dalamnya tetap

30
dipertahankan-- tetapi dilakukan melalui Internet. Kehadiran
teknologi Internet, yang memudahkan orang untuk melakukan
interaksi tanpa terikat oleh ruang dan waktu, mendorong
sektor pendidikan memasuki sebuah era baru memanfaatkan e-
learning. Melalui e-learning, proses pembelajaran dapat
berlangsung di mana pun juga dan kapanpun dikehendaki.

31
BAB III
MANFAAT E-LEARNING DI MASA PANDEMI

A. Manfaat E-Learning Bagi Perguruan Tinggi
Manfaat e-learning bagi dunia pendidikan secara umum,
yaitu:
1. Fleksibilitas tempat dan waktu, jika pembelajaran
konvensional di kelas mengharuskan siswa untuk hadir di
kelas pada jam-jam tertentu, maka e learning memberikan
fleksibilitas dalam memilih waktu dan tempat untuk
mengakses pelajaran.
2. Independent learning, e-learning memberikan kesempatan bagi
pembelajar untuk memegang kendali atas kesuksesan
belajar masing-masing, artinya pembelajar diberi kebebasan
untuk menentukan kapan akan mulai, kapan akan
menyelesaikan, dan bagian mana dalam satu modul yang
ingin dipelajarinya terlebih dulu. Jika peserta didik
mengalami kesulitan, mereka bisa mengulang-ulang lagi
sampai merasa mampu memahami pelajaran tersebut.
Pembelajar juga bisa menghubungi instruktur, narasumber
melalui email atau mengikuti dialog interaktif pada waktu-
waktu tertentu. Banyak yang merasa cara belajar
independen seperti ini lebih efektif daripada cara belajar
lainnya yang memaksakannya untuk belajar dengan urutan
yang telah ditetapkan.
3. Biaya, banyak biaya yang bisa dihemat dari cara
pembelajaran dengan e-learning. Secara finansial, biaya yang
bisa dihemat, antara lain biaya transportasi ke tempat
belajar dan akomodasi selama belajar, biaya administrasi
pengelolaan, penyediaan sarana dan fasilitas fisik untuk
belajar.
4. Fleksibilitas kecepatan pembelajaran, e-learning dapat
disesuaikan dengan kecepatan belajar masing-masing siswa.
Apabila peserta didik belum mengerti dan memahami
modul tertentu, maka peserta didik dapat mengulanginya
lagi sampai mereka paham.

32
5. Standarisasi pengajaran, pelajaran melalui e-learning selalu
memiliki kualitas yang sama setiap kali diakses dan tidak
tergantung suasana hati pengajar.
6. Efektifitas pengajaran, penyampaian pelajaran e-learning
dapat berupa simulasi dan kasus-kasus, menggunakan
bentuk permainan dan menerapkan teknologi animasi
canggih.
7. Kecepatan distribusi, e-learning dapat dengan cepat
menjangkau ke seluruh penjuru, tim desain hanya perlu
mempersiapkan bahan pelajaran secepatnya dan menginstal
hasilnya di server pusat e-learning.
8. Ketersediaan On-Demand, e-learning dapat diakses sewaktu-
waktu.
9. Otomatisasi proses administrasi, e-learning menggunakan
suatu Learning Management System (LMS) yang berfungsi
sebagai platform pelajaran-pelajaran e-learning. LMS
berfungsi pula menyimpan data-data pelajar, pelajaran, dan
proses pembelajaran yang berlangsung.

Dengan demikian penerapan e-learning di perguruan
tinggi diharapkan dapat memberikan manfaat antara lain, (1)
Adanya peningkatan interaksi mahasiswa dengan sesamanya
dan dengan dosen , (2) Tersedianya sumber-sumber
pembelajaran yang tidak terbatas, (3) E-learning yang
dikembangkan secara benar akan efektif dapat meningkatkan
kualitas lulusan dan kualitas perguruan tinggi, (4)
Terbentuknya komunitas pembelajar yang saling berinteraksi,
saling memberi dan menerima serta tidak terbatas dalam satu
lokasi, (5) Meningkatkan kualitas dosen karena dimungkinkan
menggali informasi secara lebih luas dan bahkan tidak terbatas
(Hartanto, 2016).
E-learning bertujuan untuk menghindari kendala linear
kurikulum tradisional. Selain itu, proses belajar mengajar dapat
dilakukan di pusat pelatihan, rumah dan bahkan daerah
terpencil dengan tujuan membangun kesempatan untuk belajar
(Behnam, 2012). Talebian et al (2014) melakukan penelitian

33
terkait penggunaan ICT di perguruan tinggi di Iran
mengungkapkan beberapa manfaat e -learning untuk
Pendidikan pertanian Iran seperti di bawah ini:
1. Waktu dan tempat akses: Pengguna dapat mengakses e-
learning melalui program pelatihan sesuai dengan kecepatan
akses internet dan tempat mereka sendiri. Mereka juga
dapat mengakses sistem pelatihan kapan saja, dan
menerima sebanyak yang mereka butuhkan (James, 2002).
2. Persamaan hak: Karimi (2007) percaya bahwa e-learning
memberikan kesempatan kepada mahasiswa pertanian
untuk memberikan akses perguruan tinggi di setiap situasi.
Akses yang sama dan kompetensi yang sama adalah tujuan
dari sistem pendidikan ini.
3. Meningkatkan kolaborasi grup: Pelajar dan guru dapat
dihubungkan bersama melalui obrolan, konferensi suara
dan video, TV interaktif, kelas virtual, dan menghilangkan
pemisahan fisik secara bersamaan. Dengan cara ini, peserta
didik aktif dalam proses belajar dan interaktif (Faraj Allahi
& Zarif Sanayei, 2009).
4. Akses langsung ke banyak sumber daya pelatihan lainnya:
Karimi (2007) menyatakan jumlah salinan buku atau
majalah terbatas. Oleh karena itu, perpustakaan digital
menawarkan salinan elektronik sehingga peserta didik akan
dapat mengakses dan menggunakannya di mana saja.
5. Meningkatkan dimensi internasional layanan pendidikan:
Peserta didik dapat mengetahui informasi yang diperlukan
di bidangnya dengan menggunakan ICT dan d ata yang
diperoleh tidak hanya terbatas pada informasi tentang
Bahasa Persia tetapi juga dalam bahasa Inggris (Khaleghi,
2010).
6. Menentukan tingkat perkembangan dalam pembelajaran:
Fitur ini mengurangi tingkat kecemasan peserta didik yang
kurang mampu bersaing dengan peserta didik lainnya dan
juga meningkatkan kepuasan peserta didik yang berbakat
melalui sistem pendidikan ini (Hodavand, 2008).

34
Talebian et al (2014) Ketika teknologi informasi dan
komunikasi berhasil dikombinasikan dengan pendidikan, hal
ini merupakan kesempatan bagi individu untuk mempercepat
kecepatan belajar dan menghasilkan seseorang sebagai
pembelajar aktif yang independen. Fitur-fitur ini meliputi:
1. Memungkinkan akses yang lebih besar ke lebih banyak
siswa yang lebih efisiensi dengan informasi yang lebih baik:
Pelajar dengan akses Internet dapat mengakses
perpustakaan online, jurnal, konferensi dan kelas virtual
online. Melalui kemudahan akses tersebut maka perolehan
informasi akan lebih luas dan cepat. (Faraj Allahi & Zarif
Sanayei, 2009; Markovic, 2010; ^ Sarkar, 2012).
2. Menawarkan kombinasi pendidikan sambil
menyeimbangkan kehidupan keluarga dan pekerjaan:
Menurut Bjork, OttossonandThorsteinsdottir (2008) para
peserta dapat berpartisipasi dan menyelesaikan jam
pelajaran sesuai dengan keperluan sehari-hari mereka. Hal
ini menjadikan pendidikan e-learning sebagai pilihan yang
berharga bagi mereka yang memiliki pekerjaan lain, seperti
keluarga atau pekerjaan yang tidak dapat dengan mudah
untuk dilepaskan atau ditinggalkan.
3. Biaya perjalanan dan penghematan waktu: Karimi (2007)
menyatakan penurunan biaya perjalanan ini pada akhirnya
menyebabkan penurunan biaya pendidikan secara bertahap.
4. Akses lebih mudah ke pendidikan tinggi: Metode
pendidikan ini sesuai untuk peserta didik yang tidak dapat
menempuh pendidikan tinggi dikarenakan tidak diterima di
universitas karena kapasitas yang terbatas.
5. Lintas platform: Pelatihan berbasis web dapat diakses
melalui penjelajahan web dan perangkat lunak pada
platform apa pun seperti windows, MAC, UNIX, dll. Pada
dasarnya, pengguna dapat memberikan kursus pelatihan
mdengan menggunakan berbagai model mesin melalui
Internet tanpa harus mengembangkan pembelajran yang
berbeda untuk setiap platform (James, 2002).

35
Beberapa penelitian mengungkapkan manfaat dari e-
learning karena kemampuannya untuk fokus pada kebutuhan
peserta didik. Misalnya Marc (2000) dalam ulasan bukunya
tentang strategi e-learning guna mentransfer pengetahuan di era
digital mencatat bahwa salah satu keunggulan e-learning dalam
dunia pendidikan yakni fokusnya pada kebutuhan peserta
didik sebagai faktor penting dalam proses pendidikan (bukan
pada kebutuhan instruktur atau lembaga pendidikan). Berikut
adalah beberapa manfaat menggunakan e-learning dalam dunia
pendidikan yang diperoleh dari beberapa review literatur:
1. E-learning memberikan fleksibilitas tanpa harus
mempertimbangkan masalah waktu dan tempat. Setiap
siswa memiliki kesempatan dalam memilih tempat dan
waktu yang sesuai dengan kondisinya. Menurut Smedley
(2010), penggunaan e-learning memberikan fleksibilitas baik
waktu dan tempat pengiriman atau penerimaan
pembelajaran kepada lembaga pendidikan serta siswa atau
peserta didik.
2. E-learning meningkatkan pengembangan pengetahuan dan
kualifikasi melalui kemudahan ke sejumlah besar akses
informasi.
3. Memberikan kesempatan komunikasi dan interaksi yang
lebih baik antara peserta didik dengan menggunakan forum
diskusi. Melalui e-learning, membantu menghilangkan
hambatan yang berpotensi menghambat partisipasi
termasuk takut berbicara dengan peserta didik lain. E-
learning memotivasi siswa untuk berinteraksi dengan orang
lain, serta bertukar pendapat dan menghormati sudut
pandang yang berbeda. E-learning memudahkan
komunikasi dan juga meningkatkan hubungan yang
mendukung pembelajaran. Wagner et al (2008) mencatat
bahwa e-learning memiliki beberapa fitur tambahan yang
bertujuan untuk menunjang interaksi antara siswa dan guru
selama pengiriman konten.
4. E-learning memfasilitasi keefektifan biaya dalam artian
bahwa tidak perlu bagi siswa atau peserta didik untuk

36
bepergian. E-learning menawarkan kesempatan pada peserta
didik untuk belajar secara maks imal tanpa perlu
menggunakan banyak infrastruktur seperti bangunan
sekolah.
5. E-learning selalu mempertimbangkan perbedaan belajar
peserta didik. Beberapa pelajar misalnya lebih memilih
untuk berkonsentrasi pada bidang-bidang keahlian tertentu,
sementara yang lain dapat mengambil seluruh mata
pelajaran yang diinginkan.
6. E-learning membantu mengimbangi kelangkaan staf
akademik, termasuk instruktur atau guru serta fasilitator,
teknisi laboratorium dll.
7. Penggunaan e-learning memungkinkan untuk belajar secara
berulang-ulang. Misalnya cara pembelajaran asynchronous
memungkinkan setiap siswa untuk belajar sesuai dengan
daya tangkap terhadap materi karena pembelajaran
asynchronous tidak memberikan batasan waktu dalam belajar
dan sesuai dengan kecepatan koneksi internet sehingga
materi dapat dipelajari secara berulang-ulang. Oleh karena
itu, e-learning dapat meningkatkan kepuasan dan dipercaya
dapat mengurangi stres (Codone, 2001; Amer, 2007; Urdan
dan Weggen, 2000; Algahtani, 2011; Marc, 2002; Klein dan
Ware, 2003).

B. Manfaat E-Learning di Masa Penyebaran Wabah Covid-19
Verawardina et al., (2020) mengulas beberapa
manfaat penerapan e-learning di masa pandemi;
1. Bagi siswa, fleksibilitas belajar siswa dapat terjadi secara
bebas dan luas tanpa dibatasi oleh ruang, jarak dan waktu,
termasuk penyebaran virus corona atau covid-19 yang
berhubungan langsung dengan interaksi. Namun, dengan
menggunakan pembelajaran online, guru dan siswa tetap
dapat berinteraksi secara online melalui diskusi, pertanyaan
dan jawaban serta lainnya melalui forum chat dan
penugasan.

37
2. Bagi Guru, mereka dapat menciptakan efektivitas,
fleksibilitas kegiatan belajar mengajar meskipun ada
kewaspadaan wabah virus corona atau covid -19.
Memudahkan tenaga pendidik untuk memperbarui materi
pengajaran. Guru sebagai fasilitator dan mentor dalam
pembelajaran. Guru dapat mengontrol kegiatan belajar
siswa dalam e-learning sehingga guru dapat mengetahui apa
yang dilakukan oleh siswa mengenai waktu penggunaan e-
learning, topik atau materi yang dipelajari, serta mengetahui
kegiatan apa yang dilakukan.
3. Pembelajaran online dapat dilakukan kapan saja meskipun
ada wabah covid-19 sehingga pembelajaran lebih fleksibel.

Menurut Sadikin & Hamidah (2020) pembelajaran daring
yang dilaksanakan di Program Studi Pendidikan Biologi FKIP
Universitas Jambi dalam upaya memutus mata rantai
penyebaran Covid-19 menggunakan aplikasi-aplikasi pembela-
jaran yang dapat diakses dengan jaringan internet. Secara
keseluruhan, mahasiswa puas dengan pembelajaran yang
fleksibel. Dengan pembelajaran daring, mahasiswa tidak
terkendala waktu dan tempat dimana mereka dapat mengikuti
perkuliahan dari rumah masing-masing maupun dari tempat
dimana saja. Dengan pembelajaran daring, dosen memberikan
perkuliahan melalui kelas-kelas virtual yang dapat diakses
dimana pun dan kapan pun tidak terikat ruang dan waktu.
Kondisi ini membuat mahasiswa dapat secara bebas memilih
mata kuliah yang dikuti dan tugas mana yang harus dikerjakan
lebih dahulu. Penelitian Sun et al., (2008) menginformasikan
bahwa fleksibilitas waktu, metode pembelajaran, dan tempat
dalam pembelajaran daring berpengaruh terhadap kepuasan
mahasiswa terhadap pembelajaran.
Sadikin & Hamidah (2020) ditemukan hasil penelitian
yang unik dari penelitian ini yaitu mahasiswa merasa lebih
nyaman dalam mengemukakan gagasan dan pertanyaan dalam
pembelajaran daring. Mengikuti pembelajaran dari rumah
membuat mereka tidak merasakan tekanan psikologis dari

38
teman sebaya yang biasa mereka alami ketika mengikuti
pembelajaran tatap muka. Ketidakhadiran dosen secara
langsung atau fisik juga menyebabkan mahasiswa merasa tidak
canggung dalam mengutarakan gagasan. Ketiadaaan
penghambat fisik serta batasan ruang dan waktu menyebabkan
peserta didik lebih nyaman dalam berkomunikasi (Sun et al.,
2008). Lebih lanjut, pembelajaran secara daring menghilangkan
rasa cangung yang pada akhirnya membuat mahasiswa
menjadi berani berekpresi dalam bertanya dan mengutarakan
ide secara bebas.
Pembelajaran daring juga memiliki kelebihan mampu
menumbuhkan kemandirian belajar (self regulated learning).
Penggunaan aplikasi online mampu meningkatkan kemandiri
belajar (Oknisih, N., & Suyoto, S., 2019). Kuo et al., (2014)
menyatakan bahwa pembelajaran daring lebih bersifat berpusat
pada siswa yang menyebabkan mereka mampu memunculkan
tanggung jawab dan otonomi dalam belajar ( learning
autuonomy). Belajar secara daring menuntut mahasiswa
mempersiapkan sendiri pembelajarannya, mengevaluasi,
mengatur dan secara simultan mempertahankan motiviasi
dalam belajar Sun (2014); Aina, M (2016); Sobron, A. N., &
Bayu, R. (2019) menyatakan bahwa pembelajaran daring dapat
meningkatkan minat peserta didik.

C. Implementasi E-learning dalam Menghadapi Wabah Covid-19
Menghadapi merebaknya virus Covid-19 yang menyebar
luas dan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk
menghindari Covid- 19, sehingga salah satu masalah yang
muncul adalah mengurangi kontak interaksi langsung di
sekolah, dan pembelajaran dialihkan secara online. Dalam hal
ini, guru harus mampu memposisikan diri dalam
memanfaatkan e-learning. (Verawardina et al., 2020) berikut
menjelaskan apa yang harus dipertimbangkan dalam
penerapan pembelajaran online:
1. Menyiapkan fasilitas untuk menjalankan pembelajaran
online seperti portal pembelajaran online berbasis web, dapat

39
menggunakan learning management systems (LMS) seperti
Moodle, Dokeos, atau platform yang telah tersedia seperti
Edmodo, Google Classroom, rumah belajar Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan, ruang guru dan lain-lain yang
dapat digunakan secara open source. Ketika membutuhkan
komputer, laptop atau ponsel dan jaringan internet, sebagai
pendukung dapat menggunakan webcam (kamera) untuk
interaksi visual, mikrofon untuk berbicara menggunakan
audio. Kemudian menyesuaikan kebutuhan komponen yang
terdapat dalam e-learning seperti instruksional, chat, forum,
video conferencing, dan link (Verawadina et al., 2020).
Menyusun kurikulum pembelajaran daring di era Revolusi
Industri 4.0 diperlukan sinergi yang melibatkan pemerintah,
lembaga pendidikan, dan industri untuk merevitalisasi
kurikulum yang relevan khususnya di era revolusi industri
40. Kurikulum yang relevan juga harus dipertimbangkan
dalam penerapan pembelajaran menggunakan teknologi.
(Hendriyani et al., 2020). Oleh karena itu, dalam
pembelajaran online aplikasi ini sejalan dengan kurikulum
saat ini. Selain itu, ada juga kebutuhan untuk pedoman
pembelajaran online untuk memudahkan guru dan siswa
tentang apa yang perlu dilakukan dan apa yang harus
diakses. Pembelajaran online mengharuskan peserta untuk
sepenuhnya dilatih dengan teknologi. Hal ini karena
pembelajaran online menggunakan pengembangan teknologi
canggih dan kontemporer. Misalnya, mengharuskan peserta
untuk terbiasa dengan alat pembelajaran, alat konferensi,
dan alat diskusi yang tersedia dalam sistem pembelajaran
online. Perangkat keras dan perangkat lunak yang diinstal
pada sistem komputer untuk peserta harus kompatibel
dengan sistem dan perangkat lunak yang digunakan oleh
guru melalui jarak jauh (Kayimbaşioǧlu, Oktekin, & Haci,
2016).
2. Guru dalam pembelajaran online dapat memilih untuk
menggunakan berbagai model, metode, strategi, teknik
sebagai desainer dan pelaksana pembelajaran. Selain itu,

40
juga dapat diatur pengaturan pembelajaran sinchronous dan
asinchronous sesuai kebutuhan. Pembelajaran online juga
dapat dikemas sesuai dengan gaya belajar siswa
(Verawardina, 2017). Dalam pembelajaran online, guru juga
berperan sebagai fasilitator dan motivator sehingga siswa
aktif dalam proses pembelajaran yang efektif dan optimal.
Guru harus memiliki keterampilan dalam menggunakan
teknologi (Feladi et al., 2020; Bandri at al, 2020; Ahmad &
Ahmad, 2019). Lima kompetensi yang harus dipersiapkan
oleh guru untuk memasuki Revolusi Industri 4.0, seperti
kompetensi pendidikan, kompetensi komersialisasi
teknologi, kompetensi globalisasi, kompetensi dalam
strategi masa depan, dan kompetensi konselor (Wahyuni,
2018). Dari kompetensi tersebut, guru harus mampu
membekali diri untuk meningkatkan kompetensinya, yang
dimaksudkan dalam menghadapi pembelajaran online yang
harus memiliki kompetensi di bidang teknologi.
3. Membuat instruksi pembelajaran menjadi jelas, terutama
mengenai jadwal pembelajaran online, menjelaskan ruang
lingkup pembelajaran seperti standar kompetensi,
kompetensi dasar, tujuan dan prestasi. Pada bagian ini,
instruksi diwijibkan untuk disampaikan secara jelas bagi
siswa, berapa lama dan apa yang harus dilakukan dalam
pembelajaran online.
4. Menyiapkan materi pengajaran dengan menyajikan konten
materi, terutama pembelajaran teoritis dan praktis. Untuk
pembelajaran teori, guru dapat membuat materi pengajaran
yang mudah dipahami dalam be ntuk gambar, animasi,
persentase power point, multimedia interaktif, dalam
bentuk e-book, pdf, doc dan format materi lainnya.
Sedangkan untuk pembelajaran praktis, konten materi dapat
dilakukan melalui video tutorial, simulasi interaktif, Virtual
Laboratories, dan langsung dipraktekkan melalui konferensi
video.
5. Kegiatan melalui fasilitas interaksi dapat dilakukan melalui
fasilitas chat, forum diskusi, dan konferensi video untuk

41
interaksi audio visual dengan adanya gambar dan audio
yang relevan secara langsung. Kegiatan lain melalui sumber
belajar lainnya, misalnya, menautkan ke situs pembelajaran
yang relevan seperti perpustakaan digital. Hal ini juga dapat
memanfaatkan kegiatan portofolio, glosarium, dan lain-lain
sebagai dukungan.
6. Sistem evaluasi, dalam pembelajarani online ketersediaan
bank pertanyaan yang dapat digunakan oleh guru untuk
mengevaluasi siswa. Juga disediakannya kumpulan soal-
soal latihan untuk mengukur kemampuan siswa. Dalam
sistem evaluasi pembelajaran online, harus jelas apakah tes
online, misalnya, dapat menggunakan tes kognitif pilihan
ganda, esai, pencocokan, melalui fasilitas Kuis yang terdapat
dalam sistem e-learning. Selain mengevaluasi melalui
proyek- proyek, yang kemudian dibuat untuk mengirim
proyek melalui fasilitas penugasan baik dalam bentuk
dokumen maupun video, di sini guru dapat memberikan
penilaian secara langsung terhadap hasil penugasan.
7. Penerapan pembelajaran online dimana lembaga pendidikan
dan guru harus mampu memberikan sosialisasi penggunaan
e-learning bagi guru dan siswa lainnya. Penting untuk
memotivasi siswa untuk dapat belajar secara mandiri
melalui pembelajaran online, guru harus ekstra keras untuk
menekankan pengulangan sosialisasi dan motivasi dalam
pelaksanaan awal pembelajaran online. Peran guru juga
harus mampu melakukan fasilitator dan memantau siswa.

Hasil interview yang dilakukan di Universitas Pasifik
Morotai dengan melibatkan tenaga pengajar dan mahasiswa
yang berasal dari berbagai disiplin ilmu. Hal ini dapat dilihat
keterlibatan terbanyak berasal dari responden Fakultas
Pelatihan dan Pendidikan Guru dengan peserta 48,6%.
Kemudian diikuti oleh responden Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam dan responden Teknik dengan masing -
masing 14,3%. Posisi ketiga ditempati oleh responden
Perikanan dan Ilmu Kelautan, dengan persentase 12,9%.

42
Responden terakhir kedua berasal dari Fakultas Ekonomi,
dengan persentase sebesar 8,6%, dan responden paling sedikit
adalah Sosial dan Politik sebesar 1,4 peserta. Berikut respon
yang diberikan oleh responden terkait penerapan e-learning di
Universitas Pasifik Morotai;

Tabel 3.Periode Penerapan E-Learning
Jawaban
Responden
Persen Kumulatif
Percen
Implementasi E-
learning dimasa
pandemi
Ya 10.0 10.0
Tidak 90.0 100.0
Kesadaran Institusi
pendidikan dalam
pengimplementasikan
E-learning beberapa
tahun terakhir
Ya 90.0 100.0
Tidak 10.0 10.0
Waktu penggunaan e-
learning
Sejak 1 Tahun
terakhir
4.3 4.3
Belum pernah 8.6 12.9
Sejak adanya
pandemic
Covid-19
85.7 98.6
Tidak tahu 1.4 100.0

Tabel 2 mengungkapkan bahwa 90,0% pendidik dan
mahasiswa mulai menggunakan e-learning di masa pandemi,
sementara 10,0% tidak menggunakan e-learning sebagai media
pembelajaran. 90,0% jawaban responden menunjukkan bahwa
kurangnya penerapan model e-learning terhadap semua disiplin
ilmu. Berdasarkan periode penggunaannya, dapat dianalisis
bahwa peserta terbanyak (85,7%) percaya baik peserta didik
maupun pendidik spontan memanfaatkan e-learning sejak
sekolah dan lembaga ditu tup dan pemerintah mulai
menerapkan sistem lock down. 8,6% responden menjawab e-
learning tidak pernah diterapkan di kelas, 4,3% responden

43
mengatakan bahwa e-learning telah diterapkan selama satu
tahun yang lalu, dan hanya 1,4% responden berpendapat
bahwa mereka tidak tahu persis kapan dosen menerapkan e-
learning.

Tabel 4. Persepsi Responden Terhadap Penerapan E-Learning di
Masa Penyebaran Covid-19


Percent
Valid
Percent
Cumulative
Percent
Valid Kemudahan
dalam
memahami
materi
5.7 5.7 5.7
Sulit dalam
memahami
materi
1.4 1.4 7.1
Tidak efektif 20.0 20.0 27.1
Pengalaman
pembelajaran
yang baru
7.1 7.1 34.3
Fleksibilitas
(waktu dan
tempat)
60.0 60.0 94.3
Efisiensi waktu
dan biaya
5.7 5.7 100.0
Total 100.0 100.0

Data diatas menunjukkan bahwa sebagian besar
responden menganggap e-learning memberikan fleksibilitas
baik waktu maupun tempat. Dapat dilihat bahwa tingkat
persentase item ini lebih tinggi (60,0%) dari hal lain,
Fleksibilitas terlihat dari kemudahan dosen dan mahasiswa
untuk melaksanakan proses belajar mengajar dalam kondisi
dan situasi apapun tanpa dipisahkan oleh waktu dan ruang.
Dalam situasi mendesak seperti era Covid-19, e-learning

44
dianggap sebagai media pembelajaran yang cocok untuk
pendidik dan mahasiswa. Selain itu, bukti lain menunjukkan
bahwa e-learning mendorong peserta didik mudah menangkap
materi dan memberikan efisiensi waktu dan biaya
dibandingkan dengan kegiatan belajar tatap muka, dengan
masing-masing 5,7% tanggapan. Disamping itu , 7,1%
responden berpendapat bahwa e-learning dianggap sebagai
model pembelajaran baru berbasis teknologi, dimana e-learning
dianggap memberikan pengalaman belajar yang baru dan
mampu memprovokasi pola pikir siswa. Sebaliknya, beberapa
dosen dan mahasiswa menanggapi bahwa selain e-learnng
membawa beberapa keuntungan, akan tetapi e-learning
dipandang memiliki banyak kelemahan, dapat dibuktikan
bahwa 20,0% responden setuju bahwa e-learning merupakan
model pembelajaran yang tidak efektif, dan 1,4% responden
percaya bahwa desain materi e-learning sulit dipahami bagi
siswa yang tinggal di daerah terpencil serta bagi siswa yang
tinggal di daerah dengan akses internet terbatas.

Tabel 5. Tanggapan Responden Tentang Penerapan E-learning
dalam Proses Belajar Mengajar Setelah Berakhirnya Covid-19


Percent
Cumulative
Percent
Valid Tidak
ada
pilihan
5.7 5.7
Tidak 58.6 64.3
Ya 35.7 100.0
Total 100.0

Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa hanya
35,7% responden setuju bahwa e-learning harus diadopsi oleh
universitas sebagai media pembelajaran meskipun pandemi
telah berakhir. Sebaliknya, sebagian besar responden
cenderung menolak keberadaan e-learning. 58,6% pendidik dan

45
mahasiswa di Universitas Pasifik Morotai mengklaim bahwa e-
learning sebaiknya tidak diimplementasikan dalam kelas ketika
Covid-19 telah berakhir. Sedangkan 5,7% responden tidak
memberikan pilihan.

D. Peraturan Model Pembelajaran Online pada Masa Pandemi
Dalam rangka mencegah meluasnya penularan Covid-19
pada warga sekolah khususnya dan masyarakat luas pada
umumya, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) menerbitkan beberapa surat edaran terkait
pencegahan dan penanganan Covid-19. Pertama, Surat Edaran
Nomor 2 Tahun 2020 tentang Pencegahan dan Penanganan
Covid-19 di Lingkungan Kemendikbud. Kedua, Surat Edaran
Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pencegahan Covid -19 pada
Satuan Pendidikan. Ketiga, Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020
tentang Pelaksanaan Kebijakan Pendidikan dalam Masa
Darurat Penyebaran Coronavirus Disease (Covid-19) yang
antara lain memuat arahan tentang proses belajar dari rumah.
Sekolah, di mana setiap hari terjadi aktivitas berkumpul dan
berinteraksi antara guru dan siswa dapat menjadi sarana
penyebaran Covid-19. Guna melindungi warga sekolah dari
paparan Covid-19, berbagai wilayah menetapkan kebijakan
belajar dari rumah. Kebijakan tersebut menyasar seluruh
jenjang pendidikan mulai dari jenjang prasekolah hingga
pendidikan tinggi, baik negeri maupun swasta. Kebijakan
belajar di rumah dilaksanakan dengan tetap m elibatkan
pendidik dan peserta didik melalui Pembelajaran Jarak Jauh
(PJJ) (Arifah, 2020).
Pada peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) 2
Mei 2020, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
(Kemendikbud) mengaskan strategi penerapan kegiatan belajar
di masa pandemi Covid -19 ini. Sebagai upaya untuk
menegakkan Kegiatan Belajar Bengajar (KBM) di tengah
Pandemi Covid-19, Kemendikbud telah mengatur kebijakan
melalui Surat Edaran Nomor 4 tahun 2020 Kementerian
Pendidikan yang memuat empat hal tersebut. Ada empat

46
pokok utama strategi yang diusung Kemendikbud
(Republika.co.id, 26 Maret 2020).
1. Pembelajaran secara daring, baik secara interaktif maupun
non interaktif. Hal ini perlu dilakukan meskipun tidak
semua anak-anak dapat melakukan itu karena faktor
infrastruktur.
2. Tenaga pengajar atau guru harus memberikan pendidikan
kepada anak-anak tentang kecakapan hidup, yak ni
pendidikan yang bersifat kontekstual sesuai kondisi rumah
masing-masing, terutama pengertian tentang Covid-19,
mengenai karakteristik, cara menghindarinya dan
bagaimana cara agar seseorang tidak terjangkit.
3. Pembelajaran di rumah harus disesuaikan dengan minat
dan kondisi masing-masing anak.
4. Bagi para tenaga pengajar atau guru, tugas-tugas yang
diberikan kepada siswa tidak harus dinilai seperti biasanya
di sekolah, akan tetapi penilaian lebih banyak kualitatif
yang sifatnya memberi motivasi kepada anak-anak.

Terdapat beberapa kelompok pembelajaran yang
diselenggarakan di sekolah selama pandemi Covid-19, yakni
sekolah yang menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh
secara penuh dan memanfaatkan berbagai platform pendidikan
daring, sekolah yang masih menerapkan semi daring, yang
mana tugas dikirim melalui aplikasi pesan dan tidak ada
interaksi langsung, dan yang tidak memiliki akses internet,
listrik, maupun televise (Republika.co.id, 26 Maret 2020).
Zhou et al (2020) melalui sebuah penelitian yang
dilakukan di China tentang penerapan e-learning guna
mencegah peyebaran pandemi, Zhou menjelaskan bahwa sejak
tanggal 6 Maret 2020, Kemendikbud mengeluarkan surat
keputusan terkait dengan system pembelajaran “School's Out,
But Class's On”, yang artinya sekolah diliburkan akan tetapi
pembelajaran tetap berlangsung secara online. Pemerintah
secara sigap mempromosikan model pembelajaran “School's
Out, But Class's On” serta langkah-langkah dan peraturan

47
terkait model pembelajaran tersebut, adapun aturan yang
ditetapkan oleh Kemendikbud tentang model pembelajaran
School's Out, But Class's On meliputi;
1. Memanfaatkan sumber daya televisi dan jaringan secara
keseluruhan untuk mencapai manfaat, berbagi sumber daya,
dan cakupan yang komprehensif, terutama untuk
memenuhi kebutuhan belajar siswa di daerah pedesaan
terpencil ketika jaringan kurang memadai atau sinyal lemah.
2. Mengkoordinasikan pembelajaran kurikulum dan
pendidikan khusus tentang memerangi "epidemi", dan
memperkuat bimbingan pendidikan patriotisme. Fokus
pada pendidikan lanjutan dan pengetahuan pencegahan
epidemi, pendidikan kehidupan, pendidikan keselamatan
publik, dan pendidikan kesehatan mental sebagai konten
pembelajaran penting. Membimbing siswa untuk
melakukan hal-hal yang benar, menjaga hubungan antara
manusia, masyarakat dan alam, untuk menghormati dunia
objektif, bertindak secara ilmiah dan rasional, dan untuk
menumbuhkan patriotisme, cinta terhadap sesama, dan
sosialisme.
3. Mengkoordinasikan karakteristik pembelajaran online dan
kebutuhan aktual siswa, mencegah metode pengajaran kelas
normal, durasi, dan pengaturan pengajaran dan
memperkuat bimbingan belajar baik pada nilai dan disiplin
ilmu yang berbeda.
4. Memanfaatkan sumber daya lokal dan platform nasional
secara keseluruhan, serta memandu lokal dan sekolah untuk
memanfaatkan platform jaringan sekolah dasar dan
menengah dengan baik dan sumber daya pembelajaran
yang disiarkan melalui saluran televisi 4 yakni kelas
Pendidikan China.
5. Mengkoordinasikan peran guru pada semua guru sebagai
tulang punggung pendidikan, mengatur guru dalam
perekaman pembelajaran, penyediaan sumber daya dan
bimbingan pengajaran online, dan mengatur semua guru
untuk berpartisipasi dalam bimbingan pembelajaran online,

48
menjawab pertanyaan, dan komunikasi di rumah-sekolah
dengan berbagai cara.
6. Menggabungkan perencanaan secara keseluruhan dan
promosi aktif melalui penerapan sesuai standar,
memperhatikan perilaku pengajaran online yang tepat
waktu dan terstandar. Dalam hal ini melarang keras guru
untuk melakukan perekaman proses pembelajaran secara
tradisional. Siswa tidak boleh dipaksa untuk "Clock In" dan
memuat video pembelajaran di Internet setiap hari.
Meminta orang tua wali murid untuk menghindari
pembelian peralatan rumah tangga untuk sementara waktu
karena tugas cetak atau bahan belajar, yang akan
meningkatkan beban keuangan keluarga siswa (Departemen
Pendidikan Republik Rakyat Tiongkok, 2020).

Departemen Pendidikan Provinsi Zhejiang telah
membuat peraturan yang jelas untuk pengajaran online guna
mencegah dan mengendalikan situasi terhadap infeksi Epidemi
Pneumonia COVID-19, yakni;
1. Patuhi pendidikan lima inti (moralitas, kecerdasan,
olahraga, estetika, dan tenaga kerja) dan pengembangan
yang komprehensif.
2. Dorong sumber daya kurikulum, buku teks elektronik,
peninjauan, penyelesaian tugas (PR) secara manual,
menjalankan tugas online secara tepat waktu.
3. Pengajaran online diselenggarakan oleh kelas sebagai unit
dan interaksi dua arah. Hal ini terutama didasarkan pada
rekaman dan penyiaran dapat mengadopsi bentuk
"rekaman + online Q & A". Les setelah sekolah dapat
berbentuk on-demand atau online Q & A.
4. Waktu mengajar untuk setiap pelajaran adalah sekitar 20
menit di sekolah dasar dan sekitar 30 menit di sekolah
menengah, disamping itu guru memyediakan waktu untuk
melakukan pratinjau dan latihan di setiap kelas online.

49
5. Berbagai bentuk pekerjaan rumah harus diatur untuk
pengajaran online, dan konten siswa harus diperiksa dan
dievaluasi secara tepat waktu.

Selain itu, pada 29 Februari 2020, Biro Pendidikan
Guangzhou mengajukan pedoman kerja untuk pembelajaran
online di sekolah dasar dan menengah, adapun pedoman kerja
tersebut meliputi;
1. Patuhi pendidikan lima inti (moralitas, kecerdasan,
olahraga, estetika, dan tenaga kerja) pada saat yang sama
dan merumuskan program pendidikan online.
2. Secara ilmiah memahami kemajuan dan mengatur pekerjaan
dan beristirahat secara wajar.
3. Menggabungkan kelas online dan offline untuk menghindari
peningkatan beban siswa.
4. Mendirikan "ruang kelas televisi" untuk melakukan
pekerjaan yang baik dalam mendukung kota.
5. Secara akurat menganalisis situasi akademik, dan
memastikan koneksi kembali ke sekolah.
6. Memperkuat panduan inti dan menerapkan pendidikan
online di sekolah menengah kejuruan.
7. Mengambil langkah-langkah untuk memastikan kelancaran
kemajuan pembelajaran online.

50
BAB IV
TANTANGAN PEMBELAJARAN E -LEARNING
DIMASA PANDEMI

A. Proses Belajar Dari Rumah
Secara global, berdasarkan data UNESCO tanggal 19
Maret 2020, 112 negara telah menerapkan kebijakan belajar dari
rumah, antara lain Malaysia, Thailand, Jerman, Austria,
Meksiko, Afrika Selatan, Yaman, dan Zambia. Dari 112 negara
tersebut, 101 negara menerapkan kebijakan belajar dari rumah
secara nasional. Sementara 11 negara lainnya, termasuk
Indonesia, menerapkan belajar di rumah di wilayah-wilayah
tertentu (bebas.kompas.id, 31 Maret 2020).
Di Indonesia, kebijakan belajar dari rumah telah
dilaksanakan oleh sekitar 28,6 juta siswa dari jenjang SD
sampai dengan SMA/SMK di berbagai provinsi. Per 18 Maret
2020, sebanyak 276 perguruan tinggi negeri dan swasta di
Indonesia telah menerapkan kuliah daring (bebas. kompas.id,
31 Maret 2020). Di beberapa daerah proses pembelajaran dari
rumah telah berlangsung sejak 16 Maret 2020 dan diperpanjang
dengan mempertimbangkan situasi di masing-masing daerah.
Dari sisi sumber daya manusia, pendidik maupun peserta didik
ada yang memang sudah siap. Tetapi banyak pula yang
terpaksa harus siap menghadapi pembelajaran yang biasanya
dilaksanakan secara tatap muka berubah menjadi sistem belajar
jarak jauh secara daring. Bagi sekolah yang telah terbiasa
menggunakan perangkat teknologi dalam kegiatan belajar
mengajar tentu tidak banyak menghadapi kendala, Tetapi tidak
demikian bagi sekolah yang belum pernah melaksanakan PJJ
sebelumnya, terutama di daerah dengan fasilitas yang terbatas
baik sisi peranti maupun jaringan (Arifa, 2020)..
Lembaga pendidikan misalnya Universitas Terbuka
(UT), menggunakan e-learning sebagai sarana pendidikan di
mana sudah siap dari sisi sumber daya manusia, memiliki
kurikulum yang matang, serta dilengkapi fasilitas untuk
mengakses sumber belajar dan sarana komunikasi yang efektif

51
antara mahasiswa dan tutor. Namun, masih banyak lembaga
pendidikan terutama yang berada di daerah tertinggal, jauh
dari siap akibat berbagai keterbatasan. Sebagian besar proses
PJJ saat ini masih memanfaatkan fasilitas grup Whatsapp dalam
perangkat smart phone. Guru maupun dosen member ikan
tugas kepada para peserta didik melalui grup Whatsapp, baik
melalui grup orang tua siswa maupun grup kelas masing-
masing. Waktu belajar sesuai dengan jadwal mata pelajaran
harian. Materi belajar dipelajari secara mandiri kemudian
dilanjutkan dengan mengerjakan tugas harian. Diskusi terkait
materi yang dipelajari dilakukan melalui grup tersebut. Untuk
mengadakan tatap muka virtual dapat menggunakan aplikasi
Google Classroom, Zoom, atau media lainnya. Dengan fitur ini,
guru bisa memantau kehadiran dan keaktifan peserta didik
(Arifa, 2020).

B. Tantangan Proses Belajar Dari Rumah
Menurut Arifa (2020) Proses pembelajaran dari rumah
melalui PJJ idealnya tetap dapat mengakomodasi kebutuhan
belajar siswa untuk mengembangkan bakat dan minat sesuai
dengan jenjang pendidikannya. Untuk mewujudkan hal
tersebut diperlukan kesiapan pendidik, kurikulum yang sesuai,
ketersediaan sumber belajar, serta dukungan peranti dan
jaringan yang stabil sehingga komunikasi antar peserta didik
dan pendidik dapat efektif. Kondisi PJJ saat ini belum dapat
disebut ideal sebab masih terdapat berbagai hambatan yang
dihadapi. Hambatan tersebut sekaligus menjadi tantangan
dalam pelaksanaan PJJ mengingat pelaksanaan PJJ merupakan
keharusan agar kegiatan pendidikan tetap dapat terselenggara
di tengah darurat pandemi Covid-19 yang terjadi saat ini.
Hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan PJJ antara lain
berkaitan dengan kesiapan sumber daya manusia, kurang
jelasnya arahan pemerintah daerah, belum adanya kurikulum
yang tepat, dan keterbatasan sarana dan prasarana, khususnya
dukungan teknologi dan jaringan internet. Kesiapan sumber
daya manusia meliputi pendidik (guru dan dosen), peserta

52
didik, dan dukungan orang tua merupakan bagian terpenting
dalam pelaksanaan PJJ. Banyak keluhan baik dari pendidik,
peserta didik, maupun orang tua terkait pelaksanaan belajar
dari rumah. Banyak pendidik yang mengeluhkan terbatasnya
ketersediaan sarana teknologi, kemampuan pengoperasian
maupun keterbatasan jaringan internet di beberapa daerah. Di
sisi lain, Sejak 16 Maret sampai 9 April 2020, Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menerima sekitar 213
pengaduan PJJ baik dari orang tua maupun siswa (Kompas, 14
April 2020). Pengaduan tersebut berkaitan dengan: pertama,
penugasan yang terlalu berat dengan waktu yang singkat.
Kedua, banyak tugas merangkum dan menyalin dari buku.
Ketiga, jam belajar masih kaku. Keempat, keterbatasan kuota
untuk mengkuti pembelajaran daring. Dan kelima, sebagian
siswa tidak mempunyai gawai pribadi sehingga kesulitan
dalam mengikuti ujian daring. Keluhan juga dialami oleh
mahasiswa dalam memahami materi perkuliahan. Berdasarkan
survei Pusat Inovasi dan Kajian Akademik UGM terhadap
3.353 mahasiswa yang mengikuti pembelajaran daring dalam
masa darurat Covid-19, sebanyak 66,9% mahasiswa merasa
memahami materi perkuliahan dengan baik, sedangkan sisanya
mengaku kurang atau sangat kurang memahami dengan baik
(vice. com, 30 Maret 2010). Kurangnya pemahaman mahasiswa
terhadap materi perkuliahan salah satunya disebabkan oleh
kurang siapnya dosen dalam mengelola PJJ sehingga
berpengaruh terhadap capaian pembelajaran. Plt. Kepala Pusat
Data dan Teknologi Informasi Kemendikbud, Gogot Suharwoto
mengatakan dinas pendidikan mempunyai andil kuat terkait
pembelajaran yang belum maksimal. Menurutnya, arahan dari
dinas pendidikan terhadap sekolah terkait pembelajaran di
rumah belum jelas (cnnindonesia.com, 31 Maret 2020). Surat
edaran kepala dinas pendidikan dinilai masih kurang detil dan
spesifik menjelaskan mengenai tugas guru, orang tua, dan
siswa sehingga berpengaruh terhadap kesiapan pelaksanaan
pembelajaran. Dari sisi akses, tantangan bagi pemerintah
adalah ketika PJJ dilaksanakan di wilayah yang aksesibilitas,

53
infrastruktur, dan literasi digitalnya masih rendah. Berdasarkan
hasil survei Nasional Penetrasi Pengguna Internet 2018 APJII,
sebaran data menunjukkan bahwa lebih dari separuh pengguna
internet di indonesia berada di wilayah Jawa (55,7%), diikuti
Sumatera (21,6%), Sulawesi-MalukuPapua (10,9%), Kalimantan
(6,6%), serta Bali dan Nusa Tenggara sebesar 5 ,2%
(bebas.kompas.id, 30 Maret 2020). Salah satu kesulitan yang
dihadapi dalam proses belajar dari rumah adalah keterbatasan
internet baik dari ketersediaan jaringan maupun kuota untuk
mengakses pembelajaran daring.

C. Tantangan E-Learning yang di Hadapi Universitas di Seluruh
Dunia Akibat Wabah Covid-19
Sahu (2020) mengulas beberapa tantangan yang dihadapi
universitas di seluruh dunia akibat wabah COVID-19:
1. Beralih dari Tatap Muka ke Kelas Online
Di seluruh dunia, banyak guru dan siswa sangat
antusias dengan beralih ke mode pembelajaran online.
Universitas telah mulai mempersiapkan rencana pelajaran
untuk memberikan pengajaran online kepada siswa mereka.
Pengajaran online bukanlah mode pembelajaran baru di
universitas mana pun. Banyak Universitas mendapatkan
pelatihan untuk menggunakan platform pembelajaran online
baik sebagai satu-satunya mode pembelajaran atau sebagai
model pembelajaran tambahan selain mengajar tatap muka
(Anonim
a
, 2020) Namun demikian, selalu ada kemungkinan
bahwa beberapa Universitas yang tidak menerapkan
pembelajaran berbasis teknologi tidak akan mampu
mengatasi mode ini (Anonim
a
, 2020). Transisi ke mode
online telah menimbulkan pertanyaan bagi fakultas tentang
kemampuan mereka untuk menangani teknologi yang ada
(Anonim
b
, 2020) Selain itu, komputer dan peralatan IT di
rumah kini diminati oleh orang tua, anak-anak, dan kerabat
lainnya yang harus bekerja dari rumah. Dengan demikian,
bekerja di rumah akan menjadi tugas yang sulit bagi
perguruan tinggi Juga, banyak perguruan tinggi tidak

54
memiliki infrastruktur atau sumber daya yang cukup untuk
memfasilitasi pengajaran online dengan efek langsung
(Anonim
c
, 2020). Bagaimana dengan siswa yang tidak
memiliki akses ke laptop dan fasilitas internet di rumah?
Apakah mungkin untuk melakukan praktikum di
laboratorium secara online, serta mengajar musik dan seni
secara online? Apa yang akan terjadi pada siswa yang proses
belajar- mengajarnya tidak dapat diajarkan secara online?
Kualitas pendidikan online adalah masalah penting yang
membutuhkan perhatian yang tepat (Sahu, 2020).

2. Penilaian dan Evaluasi
Transisi dari pengajaran tatap muka ke pembelajaran
online memiliki dampak serius pada penilaian dan evaluasi.
Meskipun teknologi telah digunakan sebelumnya untuk
mendukung pengajaran dan pembelajaran, aspek penilaian
sering kurang berkembang (Timmis S et al., 2016).
Menerapkan penilaian secara online pada materi-materi
yang dirancang untuk pembelajaran tatap muka adalah
tugas yang menantang. Mahasiswa, serta perguruan tinggi,
tidak yakin tentang prosedur untuk mengelola tugas,
proyek, dan penilaian (Kearns, 2012; Raaheim et al., 2019).
Anggota perguruan tinggi harus mengubah jenis penilaian
agar sesuai dengan mode online. Sulit untuk memantau
bagaimana mereka mengambil secara online dan untuk
memastikan bahwa mahasiswa tidak curang selama tes
online (Watson & Sottile, 2010). Tes laboratorium, praktis,
dan tes kinerja tidak mungkin dilakukan secara online.
Selain itu, siswa yang tidak memiliki fasilitas Internet akan
menderita kerugian yang sangat besar saat berpartisipasi
dalam proses evaluasi, yang akan mempengaruhi rata-rata
poin nilai (IPK) mereka (Alruwais et al., 2018).
Pelaksanaan E-assesment di perguruan tinggi
memungkinkan mengalami beberapa tantangan. Studi yang
berbeda dilakukan oleh (Alruwais et al., 2018) telah
mengkaji tentang tantangan ini dan solusi yang disarankan:

55
a. Pelajar yang tidak berpengalaman dengan komputer
atau dengan proses penilaian (Osuji, 2012; Donovan et
al., 2007). Mahasiswa memerlukan pelatihan diawal
untuk menjadi akrab dengan E-assesment (Osuji, 2012).
b. Aksesibilitas komputer dan internet (Crews & Curtis,
2011; Osuji, 2012). Sebagai solusi untuk masalah ini,
universitas harus menyediakan laboratorium dengan
peralatan lengkap dan akses internet bagi mahasiswa.
c. Pembangunan infrastruktur teknologi yang buruk,
khususnya negara-negara miskin untuk pelajar Nigeria
(Osuji, 2012). Pemerintah harus menyediakan peralatan
lengkap untuk mengatur sistem penilaian elektronik.
d. Ridgway et al. (2004) membahas kesulitan dalam
memberikan penilaian dan mengoreksi pertanyaan
dengan tanggapan terbuka siswa . Ridgway
menggambarkan beberapa solusi. Salah satu
keberhasilan adalah membandingkan korelasi antara
komputer dan penilaian manusia, dan korelasi antara
skor dua penilaian manusia. Selain itu, komputer akan
menyesuaikan dengan pertanyaan apabila jawaban
terdefinisikan dengan baik seperti pertanyaan Jawaban
singkat, Ridgway et al (2004). (Mitchell et al., 2003)
memaparkan contoh di Dundee Medical School, dimana
tanggapan ujian sekolah terdefinisikan dengan baik
untuk masing-masing pertanyaan dalam ujian dengan
menggunakan korelasi komputer. Mereka menemukan
bahwa waktu penilaian manusia menurun secara
signifikan dan tenaga kependidikan melaporkan bahwa
jenis kualitas pertanyaan meningkat serta dengan
meredaksi kembali pertanyaan dapat menentukan
kekeliruan yang dilakukan oleh siswa.
e. Menilai suatu kerja kelompok adalah pekerjaan yang
sulit. Perlu memantau keterampilan komunikasi,
mengevaluasi kelompok bekerja, menilai setiap anggota
dan seluruh kelompok, serta memberikan umpan balik.
Sulit untuk menggunakan komputer dalam tugas ini.

56
Namun, SPARK (Self Peer Assessment Resource Kit) adalah
proyek akses akademik terbuka yang dirancang untuk
mendukung evaluasi kerja kelompok yang efektif, yang
telah digunakan di banyak universitas dalam konteks
yang berbeda (Ridgway et al., 2004).
f. Beberapa guru tidak terbiasa dengan teknologi, atau
sebagian besar mereka menggunakan E-assessment untuk
pertama kalinya. Oleh karena itu, guru memerlukan
pelatihan agar lebih percaya diri dalam menggunakan
system E-assessment (Ridgway et al., 2004; Jordan &
Mitchell, 2009)

Selain itu, studi lain yang dilakukan oleh Kearns (2012)
dengan mengkategorisasikan tiga tema luas yang muncul dari
tantangan penilaian berbasis online:
1. Dampak jarak fisik antara instruktur dan siswa;
2. Adaptasi yang dihasilkan dari kebutuhan menggunakan
teknologi untuk berkomunikasi dengan siswa;
3. Beban kerja dan manajemen waktu.

Tiga tema tantangan yang disebutkan di atas dapat
dianggap sebagai kondisi yang membatasi secara imperatif.
Dalam pembelajaran online, siswa dan instruktur tidak bertemu
secara teratur; pada kenyataannya, dalam kebanyakan kasus,
mereka tidak saling melihat satu sama lain. Seperti yang
dikatakan salah satu instruktur, "peluang insidental" untuk
komunikasi yang ada dalam pengaturan kelas F2F tidak terjadi
di kelas online. Karena itu, beberapa instruktur mengulas
tentang perhatian khusus yang dirasakan pada saat
pembelajaran online diterapkan. Beberapa menyatakan
keprihatinan terhadap pernyataan instruktur yang mampu
secara akurat menilai kemajuan siswa mereka sepanjang
semester. Yang lain mengomentari kesulitan dalam mengajar
secara kompleks, pemecahan masalah berbasis metode multi-
step untuk memberikan jarak kepada siswa(Kearns, 2012).

57
Penelitian lain yang dilakukan oleh Watson & Sottile
(2010), penelitian ini mengkaji tentang perbandingan
kecurangan melalui tes online dan tes secara tatap muka.
Watson et al, mengungkapkan bahwa tingkat ketidak-jujuran
akademik yang lebih tinggi dalam pembelajaran tradisional
atau face-to-face. Studi menunjukkan bahwa kecurangan dalam
kelas online tidak lebih merajalela daripada kecurangan di kelas
tatap muka atau kelas tradisional. Meskipun demikian, data
menunjukkan bahwa siswa secara signifikan lebih mungkin
untuk mendapatkan jawaban dari orang lain selama tes online
atau kuis. Kemampuan untuk menerima jawaban tanpa
pemantauan seorang profesor, menyajikan masalah untuk
kuliah berbasis standar atau pembelajaran yang di gerakan oleh
tes. Pengembang pembelajaran harus mengambil tindakan
pencegahan ekstra sehubungan dengan tes online atau kuis,
baik melalui proctor pengujian, mengubah jenis penilaian, atau
menurunkan nilai penilaian dalam kaitannya dengan tugas
pembelajaran lainnya. Dalam contoh proctors tes, ada
beberapa contoh di mana fakultas mengharuskan siswa untuk
berada di kampus untuk mengikuti ujian secara pribadi pada
tanggal dan waktu yang ditetapkan, untuk memastikan orang
yang mengikuti tes adalah siswa yang terdaftar di kelas.
1. Mahasiswa Internasional
(Sahu, 2020) Terdapat banyak pelajar internasional
yang belajar di universitas yang melakukan perjalanan ke
rumah mereka, hal ini tentunya sangat tidak
memungkinkan dalam situasi kritis seperti ini. Sementara
universitas menutup kampus. Penting untuk
mempertimbangkan bahwa sebagian besar pelajar tidak
memiliki fasilitas akomodasi lain di luar kampus tersebut
(Anonim
d
, 2020) Ini telah menjadi tantangan besar bagi
administrator untuk memastikan makanan, akomodasi, dan
layanan keselamatan bagi pelajar atau mahasiswa non-
nasional. Pelajar atau mahasiswa juga membutuhkan saran
yang tepat untuk melindungi diri dari kontak orang ke
orang dan hidup dalam isolasi diri sampai situasi menjadi

58
normal. Perpanjangan tinggal karena keterlambatan
pemeriksaan dapat menyebabkan masalah moneter. Mereka
yang berhasil pulang khawatir bahwa studinya akan
terganggu. Di rumah, banyak mahasiswa mungkin tidak
memiliki fasilitas yang memadai seperti buku, komputer,
dan koneksi Internet berkecepatan tinggi. Sekali lagi,
gangguan akibat COVID -19 dapat mempengaruhi
penerimaan siswa internasional untuk sesi akademik
mendatang (Anonim
e
, 2020).

2. Pembatasan Perjalanan
Wabah COVID-19 telah menciptakan kekacauan di
seluruh dunia bagi maskapai penerbangan. Negara-negara
di seluruh dunia menutup perbatasan internasional untuk
mengurangi wabah. Administrasi universitas menyarankan
anggota staf mereka untuk menunda partisipasi dalam
setiap acara yang mengharuskan mereka untuk melakukan
perjalanan ke luar negeri sampai kembali ke situasi dan
kondisi normal. Jelas bahwa banyak anggota staf telah
membayar biaya pendaftaran konferensi dan tiket pesawat
dari studi dan perjalanan atau dana universitas lainnya. Ini
menimbulkan keadaan kebingungan di antara staf saat
berurusan dengan situasi seperti itu. Universitas di seluruh
dunia meminta siswa internasional untuk tidak bepergian
ke luar negeri dan melanjutkan studi mereka dari hostel.
Pelajar yang bepergian ke luar negeri menempatkan diri
mereka pada risiko terinfeksi (Sahu, 2020).

3. Kesehatan Mental
Wabah COVID-19 telah mengganggu kehidupan
khalayak ramai di seluruh dunia. Peningkatan secara cepat
kasus terinfeksi di seluruh dunia telah menciptakan rasa
ketidakpastian dan kecemasan tentang apa yang akan
terjadi. Hal ini juga menyebabkan tingkat stres yang luar
biasa di antara persaudaraan universitas, termasuk siswa.
Stres ini dapat menyebabkan efek yang tidak

59
menguntungkan pada pembelajaran dan kesehatan
psikologis siswa. Siswa internasional yang tinggal jauh dari
rumah tidak hanya khawatir tentang kes ehatan,
keselamatan, dan pendidikan mereka tetapi mereka juga
memiliki sejumlah besar kekhawatiran untuk kesejahteraan
keluarga mereka. Pertanyaan muncul: Apakah universitas
mengambil langkah-langkah proaktif untuk mendukung
kesehatan mental dan kesejahteraan siswa? Apakah
universitas memiliki konselor yang terlatih secara
profesional yang dapat memahami siswa seperti itu?. Siswa
yang berhasil pulang khawatir tidak dapat kembali ke
lembaga masing-masing untuk studi lebih lanjut(Sahu,
2020).

D. Tantangan Proses Pembelajaran Daring di Sekolah Dan
Perguruan Tinggi
Tantangan mewarnai proses pembelajaran online
dikarenakan jaringan yang lamban, sehingga informasi
ataupun materi yang disampaikan memerlukan waktu yang
cukup lama untuk di terima oleh orang tua, atau pun
sebaliknya. Hal ini juga faktor dari jarak dan keterbatasan
jaringan yang berada di lingkungan tempat tinggal murid.
Beberapa siswa menyatakan bahwa dalam pembelajaran,
materi yang disampaikan terkadang tidak sejalan dengan apa
yang ditargetkan guru. Dalam pengumpulan tugas pun, guru
kewalahan memberikan jangka waktu karena berbagai alasan
yang diberikan oleh murid. Dilihat dari salah satu faktor yang
mempengaruhi, yakni kuota internet menjadi kendala utama
dalam proses pembelajaran online, karena kuota internet
mengakomodasi lancarnya pros es pembelajaran online.
Tantangan bagi guru dalam proses pembelajaran online ialah
penugasan yang diberikan kepada murid tidak sepenuhnya
murid yang melakukan, adanya campur tangan orang tua
dalam proses penugasan. Namun, ada juga orang tua yang
tidak dapat membersamai dirumah, sehingga tidak ada yang
dapat membantu dalam mengakomodasi sarana pembelajaran

60
murid. “Murid kadang dalam mengerjakan tugas, tidak
sepenuhnya ia yang melakukan ataupun ada juga orang tua
tidak ada dirumah, sehingga tidak ada yang dapat membantu
dalam mengakomodasi sarana pembelajaran murid. lebih
mengedepankan keterbatasan media saat pelaksanaan
pembelajaran online dilaksanakan merupakan salah satu
tantangan tersendiri. Faktanya masih ada murid dan orang tua
yang belum melek teknologi. Sebuah penelitian menyatakan
bahwa aktivitas dalam pengajaran tidak mudah dalam
memfasilitasi (Moorhouse, 2020). Namun, gabungan antara
keselarasan dan mode ketidakselarasan dari instruksi dilihat
menjadi sebuah cara dalam mendukung pembelajaran dalam
teknologi ketika face-to-face tidak menjadi pilihan. Pembelajaran
daring memberikan manfaat yang luas, yakni dapat
menjangkau ke seluruh wilayah, namun dalam temuan lainnya
menyatakan bahwa ada beberapa kendala yang dihadapi di
beberapa wilayah (Satrianingrum & Prasetyo, 2020).
Satrianingrum & Prasetyo (2020) Indonesia, yang mana
penyebaran dan keterjangkauan layanan internet yang menjadi
lamban sewaktu-waktu. Juga jika penggunaan platform banyak
dalam satu grup, maka akan menyebabkan overload (Bao, 2020;
Pramudibyanto, Khasanah, & Widuroyekti, 2020). Serta
tantangan yang dirasakan oleh dalam pelaksanaan
pembelajaran online ialah belum adanya kurikulum yang tepat
dalam situasi seperti saat ini, ketersediaan sarana dan
prasarana yang belum memadai, seperti teknologi dan jaringan
internet serta kesiapan sumber daya manusia itu sendiri, salah
satunya pendidik. Sehingga dengan kondisi yang sedang
dihadapi mengahruskan tenaga pendidik dan guru untuk lebih
adaptif serta inovatif (Ahmed, Shehata, & Hasanien, 2020;
Arifa, 2020). Apalagi ditambah dengan ditribusi guru yang
tidak merata (Mahbub et al., 2020). Guru terpusat pada
perkotaan, sedangkan pada pedesaan lebih banyak kendala
yang dihadapi. Dengan pelaksanaan pembelajaran online ini
tetaplah menjadikan guru dan murid tetap dekat walaupun
melalui komunikasi instant messaging platform (IMP). Hal

61
terpenting tantangan tersebut tetap di evaluasi agar
mendapatkan pembelajaran yang maksimal dan menciptakan
keterampilan belajar yang mandiri dalam pandemik ini
(Herliandry, Nurhasanah., Suban,& Kuswanto, 2020).
Sadikin & Hamidah (2020) Sebuah penelitian lain yang
menggambarkan pembelajaran online yang diselenggarakan di
Prodi Pendidikan Biologi FKIP Universitas Jambi sebagai upaya
dalam menekan mata rantai penyebaran Covid -19 di
lingkungan perguruan tinggi mengungkapkan bahwa
tantangan pembelajaran online adalah ketersediaan layanan
internet. Sebagian mahasiswa mengakses internet
menggunakan layanan selular, dan sebagian kecil
menggunakan layanan wi-fi. Ketika kebijakan pembelajaran
online diterapkan di Universitas Jambi, mahasiswa kembali ke
kampung halamannya. Mereka mengalami kesulitan sinyal
selular ketika di daerah masing-masing, jikapun ada sinyal
yang didapatkan sangat lemah. Hal ini menjadi tantangan
tersendiri dalam penerapan pembelajaran online di Universitas
Jambi. Pembelajaran online memiliki kelemahan ketika layanan
internet lemah, dan intruksi dosen yang kurang dipahami oleh
mahasiswa (Astuti, P., & Febrian, F.,2019). Tantang lain yang
dihadapi adalah kendala dalam pembiayaan pembelajaran
online. Mahasiswa mengungkapkan bahwa untuk mengikuti
pembelajaran online, mereka harus mengeluarkan biaya cukup
mahal untuk membeli kuota data internet. Menurut mereka,
pembelajaran dalam bentuk kon ferensi video telah
menghabiskan banyak kuota data, sementara diskusi online
melalui applikasi pesan instan tidak membutuhkan banyak
kuota. Rata-rata mahasiswa menghabiskan dana Rp. 100.000
sampai Rp. 200.000 per minggu, tergantung provider seluler
yang digunakan. Penggunaan pembelajaran daring
menggunakan konferensi video membutu hkan biaya yang
cukup mahal (Naserly, M. K., 2020).
Walaupun penggunaan gawai dapat mendukung
pembelajaran online, tetapi ada dampak negatif yang perlu
mendapat perhatian dan diantisipasi yaitu penggunaan gawai

62
yang berlebihan. Mereka mengakui bahwa selain untuk
pembelajaran, mahasiswa juga menggunakan gawai untuk
media sosial dan menonton youtube. Media sosial telah
memasuki ranah kehidupan golongan dewasa awal (Lau, 2017).
Mahasiswa mengakses media sosial dalam rangka ekspresi diri,
membangun jejaring pertemanan dan opini (Kim, Wang, & Oh,
2016). Sangat disayangkan, banyak orang kecanduan gawai
akibat menggunakannya secara berlebihan (Waslh, White &
Young, 2007). Perlu dikhawatirkan masuknya informasi yang
menyesatkan dan tidak perhatian selama belajar akibat bermain
media sosial (Siddiqui & Singh, 2016). Selain itu, peserta didik
yang kecanduan gawai memiliki masalah akademik dan sosial
(Kwon et al., 2013). Peserta didik yang memiliki kecanduan
gadget memiliki masalah emosional dan perilaku (Asif, A. R., &
Rahmadi, F. A., 2017).

63
BAB V
PERSEPSI GURU TERHADAP IMPLEMENTASI E -
LEARNING DI MASA COVID -19

A. Dampak Pandemik terhadap Siswa
Satrianingrum & Prasetyo (2020) berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan menyatakan bahwa ada sebagian dari
orang tua murid tidak menggunakan perangkat -perangkat
yang memadai. Dalam pelaksanaan pembelajaran secara online
yang dilakukan di rumah, salah satu keterbatasan dalam
pelaksanaan ini ialah sarana dan prasarana yang mendukung,
seperti laptop, komputer, handphone, kouta internet dan lain
sebagainya. Sarana prasarana menjadi begitu penting dalam
mengakomodasi pelaksanaan pembelajaran bagi murid.
Pelaksanaan pembelajaran online dirasa belum optimal dalam
penyampaian materi pembelajaran kepada murid, karena biasa
belajar di kelas secara face-to-face, sekarang penyampaian materi
melalui sebuah wadah. Sehingga guru merasa bahwa
pembelajaran menjadi tidak bermakna bagi murid. Salah satu
faktornya ialah pembelajaran tidak dilakukan dengan tatap
muka secara langsung, maka proses pembelajaran lebih
difokuskan dalam bentuk penugasan kepada murid. Ditambah
dengan kurangnya minat murid, karena melakukan
pembelajaran melalui sebuah grup di aplikasi yang dominan
berisi teks. Hal tersebut hanya menstimulasi daya visual
anak.“Apalagi setelah melakukan pembelajaran secara online,
anak-anak lebih banyak bermain handphone setelah
pembelajaran” ungkap orang tua yang menceritakan kepada
peneliti. Gaya belajar murid dalam pembelajaran secara online
cenderung lebih visual dan baca tulis yang kuat (Drago,&
Wagner, 2004). Banyaknya platform yang mendukung secara
gratis, seperti Google Classroom, Whatsapp, Quipper dan lain
sebagainya (Abidah, Hidayaatullaah, Simamora, Fehabutar,&
Mutakinati, 2020) yang dapat mengirimkan pesan teks, gambar,
video dan file lain (Kusuma, 2020) namun penggunaan platform
tersebut belum efektif, karena keterbatasan sarana prasarana di

64
sebagian murid kurang memadai. Pelaksanaan pembelajaran
secara online terkesan tidak rata dan cenderung teacher-centered.
Ditambah lagi, jika melakukan sebuah diskusi, ada yang
menjadi silence reader dan respon dari murid pun sedikit lebih
pendek (Moorhouse, 2020). Penelitian ini didukung dalam
temuannya 1 dari 58 siswa sangat paham mengenai
pembelajaran secara online, 23 dari 58 siswa mengerti, dan
selebihnya mereka menjawab kadang mengerti (Anhusadar,
2020). Proses interaksi antara pengontrolan dan lingkungan
kelas, sangat berpengaruh kepada murid, seperti misalnya
semangat siswa yang terjadi saat di lingkungan ruangan kelas
(Hershkovitz, Elhija, &Zedan, 2019), namun akan berbeda jika
melakukan pembelajaraan saat dirumah. Sehingga tidak
menimbulkan motivasi yang tinggi. Selain itu, sarana prasarana
yang menjadi fasilitas utama dalam lancarnya pelaksanaan
pembelajaran online ini. Selain itu, setianingrum menambahkan
bahwa terkadang dalam melaksanakan proses pembelajaran
online, jaringan tiba-tiba menjadi lamban, bahkan kuota internet
merupakan momok utama yang berperan penting dalam
pelaksanaan pembelajaran, habis ditengah jalan. Kendala yang
ditemukan yakni penggunaan jaringan internet yang
membutuhkan biaya dan kemampuan orang tua dalam
memberikan fasilitas pendidikan secara online, kurangnya
pembelajaran bersikap yang baik, kurangnya disiplin diri, serta
lingkungan ketika terisolasi dirumah (Bao, 2020; Jones, &
Sharma, 2019; Obiakor, & Adeniran, 2020; Purwanto, Pramono,
Asbari, Santoso, Wijayanti,&Hyun, 2020).
Penelitian yang dilakukan oleh Agus, dkk di kutip oleh
Dewi (2020) yang berjudul “Studi Eksploratif Dampak Pandemi
COVID-19 Terhadap Proses Pembelajaran Online di Sekolah
Dasar” dampak COVID-19 terhadap proses pembelajaran online
di sekolah dasar berdampak terhadap siswa, orang tua dan
guru itu sendiri. Beberapa dampak yang dirasakan murid yaitu
murid belum ada budaya belajar jarak jauh karena selama ini
sistem belajar dilaksanakan adalah melalui tatap muka, murid
terbiasa berada di sekolah untuk berinteraksi dengan teman-

65
temannya, bermain dan bercanda gurau dengan teman -
temannya serta bertatap muka dengan para gurunya, dengan
adanya metode pembelajaran jarah jauh membuat para murid
perlu waktu untuk beradaptasi dan mereka menghadapi
perubahan baru yang secara tidak langsung akan
mempengaruhi daya serap belajar mereka. Dampak terhadap
orang tua yaitu kendala yang dihadapi para orang tua adalah
adanya penambahan biaya pembelian kuota internet
bertambah, teknologi online memerlukan koneksi jaringan ke
internet dan kuota oleh karena itu tingkat penggunaaan kuota
internet akan bertambah dan akan menambah beban
pengeluaran orang tua. Dampak yang dirasakan guru yaitu
tidak semua mahir menggunakan teknologi internet atau media
sosial sebagai sarana pembelajaran, beberapa guru senior
belum sepenuhnya mampu menggunakan perangkat atau
fasilitas untuk penunjang kegiatan pembelajaran online dan
perlu pendampingan dan pelatihan terlebih dahulu. Jadi,
dukungan dan kerjasama orang tua demi keberhasilan
pembelajaran sangat dibutuhkan. Komunikasi guru dan
sekolah dengan orang tua harus terjalin dengan lancar.


B. Dampak Pandemik terhadap Guru
Satrianingrum & Prasetyo (2020) pandemi ini
memberikan dampak bagi guru dalam proses pembelajaran
secara online, karena guru tidak leluasa memantau
perkembangan anak secara keseluruhan. Menurut
Satrianingrum, mengontrol anak dari jarak jauh adalah sebuah
keterbatasan, ditambah dengan adanya anak yang jarang
dibimbing oleh orang tua dan juga kurangnya pemahaman
orang tua terhadap perkembangan anak, sehingga proses
pembelajaran sebagian besar tidak terlaksana secara maksimal.
Selain itu, kurang optimalnya penyampaian materi
pembelajaran yang disampaikan kepada murid, sehingga
pembelajaran dirasa kurang bermakna bagi murid. Dalam
penyampaian materi, guru juga terbatas metode ajar yang akan

66
disampaikan, mengingat jumlah kuota yang dimiliki oleh orang
tua murid dan guru, sehingga pembelajaran dilakukan dalam
grup di aplikasi. Namun, walaupun begitu, tidak ada
perubahan dalam banyaknya porsi kerja guru dalam
menyiapkan proses pembelajaran yang terbaik bagi murid.
Dalam temuan lain dari kasus pelaksanaan pembelajaran online
adalah guru merasa bingung dan merasa repon yang
diharapkan tidak pasti, sehingga apakah guru melakukan
pembatasan peran atau harus melakukan perluasan peran
secara online (Forkosh-Baruch,& Hershkovitz, 2014). Dalam
pelaksanaan pembelajaran secara online, banyak penelitian
yang mengungkapkan bahwa pembelajaran ini lebih efiesien
dalam biaya dan tenaga. Akan tetapi menurut Satrianingrum &
Prasetyo (2020) bahwa tidak semua murid berasal dari keluarga
yang berada, apalagi pandemik ini membuat keluarganya
susah mencari nafkah. Perlu adanya kreativitas dari guru
dalam merencanakan instruksi online secara efektif. Gaya
pengajaran dalam pembelajaran daring pun perlu diperluas,
karena cukup berbeda dengan pembelajaran yang berada
dalam ruangan (Purwanto, Pramono, Asbari, Santoso,
Wijayanti, & Hyun, 2020). Dalam pembelajaran dalam ruangan,
bahasa tubuh guru, ekspresi wajah dan suara adalah hal yang
utama. Namun, ketika beralih ke platform, mereka menyediakan
terdapat berbagai menu yang dapat dibagikan, seperti teks,
video, gambar, suara dan lainnya. Sehingga dalam
pembelajaran daring guru harus memilih strategi yang tepat
dalam menyampaikan materi (Bao, 2020).

67
C. Persepsi Guru terhadap Kesiapan Institusi Pendidikan dalam
Mengimplementasikan E-Learning

Table 4. Gambaran persepsi Guru terhadap Kesiapan Institusi
Pendidikan dalam Menerapkan E-Learning

Sebuah survey yang dilakukan oleh Husain et, al (2020)
untuk mengetahui persepsi guru terhadap penerapan e-learning
di masa pandemi yang dilakukan pada guru-guru di Maluku
Utara menunjukkan bahwa lebih dari setengah peserta
merespon positif kepemilikan perangkat elektronik pribadi.
Diikuti oleh 83 responden yang percaya bahwa pembelajaran
yang berbasis Asynchronous dan synchronous dianggap penting
untuk diterapkan meskipun pandemi telah berakhir. Selain itu
guru-guru dihadapkan dengan masalah signifikan yakni akses
internet yang buruk. Bahkan guru berpendapat bahwa sebagian
besar sekolah tidak memberikan subsidi berupa biaya internet
tambahan dalam memfasilitasi proses belajar mengajar secara
online. Sebagian besar guru menegaskan bahwa e-learning tidak
pernah di terapkan dalam pengajaran sebelum adanya
Responses Mean
Std.
Deviation
Ya Tidak
Perangkat elektronik pribadi 89 3 1.03 .179
Masalah akses internet 64 28 1.30 .463
Pemanfaatan E-learning sebelum
pandemi
33 59 1.64 .482
Subsidi internet yang disiapkan
oleh Institusi Pendidikan
16 76 1.83 .381
Pembelajaran Asynchronous dan
synchronous harus di
implementasikan dalam proses
belajar-mengajar meskipun
wabah telah berakhir
83 9 1.42 .497

68
pandemi. Berdasarkan beberapa kendala yang di ungkapkan
oleh para guru, berikut saran yang diberikan untuk mengatasi
fenomena tersebut;

D. Gagasan-Gagasan Guru dalam Mengatasi Kendala Penerapan
E-Learning
Tabel 5. Saran Guru dalam Mengatasi Kendala
Penerapan e-learning






No Suggestions
1 Perbaikan infrastuktur dan ketersediaan perangkat
elektronik pembelajaran
2 Tersedianya subsidi biaya internet oleh Institusi Pendidikan
3 Kelayakan akses internet
4 Melakukan pelatihan secara berkala secara daring bagi
seluruh tenaga pendidik untuk meningkatkan kecakapan
penguasaan TIK
5 Melakukan sosialisasi untuk memperkenalkan system e-
learning
6 Mempersiapkan berbagai sumber belajar sebagai langkah
alternatif guna mengatasi keterbatasan internet di daerah
tertinggal
7 Membangun kerjasama dan komunikasi yang baik antar
orang tua, siswa dan guru
8 Mendorong siswa agar memiliki ketertarikan yang besar
untuk lebih aktif dalam pembelajaran online
9 Menyediakan waktu lebih untuk proses berlangsungnya e-
learning
10 Mengembangkan berbagai macam platform dan software
pembelajaran untuk mata pelajaran yang berorientasi pada
praktik lapangan

69
Berdasarkan gagasan responden, dapat digambarkan
bahwa fenomena utama yang harus ditangani adalah masalah
teknis. Selain itu, guru menawarkan beberapa solusi untuk
mengatasi beberapa masalah teknis dan kurangnya minat siswa
dalam pembelajaran online. Misalnya, membangun kolaborasi,
dan koordinasi di antara orang tua, guru, dan siswa dianggap
sebagai solusi untuk mendorong siswa yang kurang tertarik
pada pembelajaran ini. Dengan demikian, e-learning dapat
berjalan dengan sukses.

70
BAB VI
PEMANFAATAN APLIKASI BERBASIS TEKNOLOGI
DALAM PEMBELAJARAN DI MASA COVID-19

Ketika Menteri Pendidikan dan Kebudayaan mengeluarkan
Surat Edaran No 3 tahun 2020 tentang Pencegahan Covid-19 pada
Satuan Pendidikan pada 9 Maret 2020; Surat Edaran Menteri
Kesehatan No HK.02.01/MENKES/199/2020 pada 12 Maret 2020;
dan Surat Edaran Sekjen Kemendikbud No 36603/A.A5/OT/2020
pada 15 Maret 2020, atas dasar itulah pilihan bertindak cepat harus
segera dilakukan. Di antara kebijakan yang diambil ialah
menonaktifkan kegiatan perkuliahan di lingkungan kampus untuk
melakukan sterilisasi serta melakukan karantina mandiri
mahasiswa, dosen, dan tenaga kependidikan, termasuk tidak
melakukan aksi pertemuan di tempat umum sekaligus
menghidupkan perkuliahan dan bimbingan tesis/skripsi secara
daring. Kebijakan tersebut aktif mulai 16 Maret hingga 3 April
2020. Tentu ada kesulitan ketika kebijakan baru ini diterapkan.
Diterangkan juga bahwa penghentian tatap muka secara langsung
bukan berarti bahwa perkuliahan dan bimbingan tidak dilakukan.
Namun, dengan tradisi perkuliahan secara konvensional, pilihan
melakukan pembelajaran secara online dari kediaman masing-
masing tidak mudah dilakukan. Pertama, memerlukan kesiapan
perangkat dan tentu paket data internet yang masih dikelola
secara mandiri. Kedua, tidak semua dosen dan mahasiswa siap
mengoperasikan sistem pembelajaran daring dengan cepat,
termasuk juga mempersiapkan bahan perkuliahan secara digital.
Ada banyak inisiatif yang bisa dilakukan untuk tetap bersiasat di
tengah kesulitan. Di dunia pendidikan, termasuk pendidikan
tinggi, bisa memanfaatkan kemerdekaan berpikirnya untuk lepas
dari masalah dan menatap masa depan dengan optimistis. Salah
satu yang bisa dilakukan perguruan tinggi ialah „me-lockdown‟
perkuliahan secara fisik--tentu temporer sifatnya--dan
memaksimalkan „open up‟ kuliah model lain dengan
memanfaatkan teknologi virtual dan digital. Revolusi industri 4.0
memungkinkan kita melakukan inisiatif terbarukan untuk

71
memaksimalkan fungsi komunikasi, transfer informasi, dan
pengetahuan. Dunia boleh mewabah dan terimpit oleh
pertumbuhan yang melambat, tapi dunia pendidikan harus terus
berlari demi melanjutkan peradaban (MediaIndonesia.com, 10
Oktober, 2020).
A. Upaya Peningkatan Kualitas Proses Belajar dari Rumah
Menanggapi berbagai keluhan terkait kendala akses
internet maupun aktivitas belajar yang memberatkan pendidik
maupun peserta didik, Kemendikbud mengimbau untuk
mewujudkan pendidikan bermakna yang tidak hanya fokus
pada capaian aspek akademik atau kognitif. Secara lebih jelas
aturan mengenai proses belajar dari rumah diatur dalam Surat
Edaran Mendikbud No. 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan
Kebijakan Pendidikan dalam Masa Darurat Penyebaran
Coronavirus Disease (Covid-2019). Poin 2 surat edaran tersebut
menjelaskan proses belajar dari rumah dilaksanakan dengan
ketentuan: pertama, dilaksanakan untuk memberikan
pengalaman belajar yang bermakna bagi siswa, tanpa terbebani
tuntutan menuntaskan seluruh capaian kurikulum untuk
kenaikan kelas maupun kelulusan. Kedua, difokuskan pada
pendidikan kecakapan hidup, antara lain mengenai pandemi
Covid-19. Ketiga, aktivitas dan tugas pembelajaran dapat
bervariasi antarsiswa, sesuai minat dan kondisi masing-masing,
termasuk mempertimbangkan kesenjangan akses/fasilitas
belajar di rumah. Keempat, bukti atau produk aktivitas belajar
dari rumah diberi umpan balik yang bersifat kualitatif dan
berguna dari guru, tanpa diharuskan memberi skor/nilai
kuantitatif. Plt. Dirjen PAUD Dikdasmen Kemendikbud, Harris
Iskandar menjelaskan bahwa guru tidak harus terpaku pada
pembelajaran daring dan pemberian tugas (cnnindonesia.com,
31 Maret 2020).
Guru diharapkan kreatif d an inovatif dalam
mengeksplor kegiatan belajar yang menyenangkan, terutama
karena keterbatasan teknologi dan koneksi internet. Sebagai
contoh pembelajaran melalui projek pembuatan hand sanitizer
berbahan rempah tradisional yang dapat langsung digunakan

72
siswa. Sejalan dengan hal tersebut, dinas pendidikan dan
pimpinan perguruan tinggi diharapkan memberikan pedoman
atau prosedur teknis pelaksanaan pembelajaran online sesuai
dengan kondisi setempat sehingga implementasinya tidak
menjadi beban tambahan (Media Indonesia, 6 April 2020).
Guna mengatasi keterbatasan akses internet,
pembelajaran tanpa internet dapat dilakukan untuk kondisi
tertentu yang tidak memungkinkan menggunakan internet.
Namun demikian, Kemendikbud terus memperbesar
dukungan mitra swasta guna menyukseskan PJJ dengan
memanfaatkan platform teknologi selama masa darurat Covid-
19 (kompas.com, 30 Maret 2020; kemdikbud.go.id, 30 Maret
2020). Dalam hal ini Ditjen Dikti mendukung dan memfasilitasi
pelaksanaan pembelajaran online lebih luas, bekerja sama
dengan Kominfo dan provider layanan telekomunikasi. Berkat
upaya tersebut masyarakat dapat mengakses beragam konten
belajar jarak jauh melalui berbagai platform seperti Rumah
Belajar, Kelas Pintar, Quipper School, Ruang Guru, dan Zenius
untuk jenjang PAU D dan Dikdasmen serta Sistem
Pembelajaran dalam Jaringan (SPADA) untuk jenjang
Pendidikan Tinggi.
Sebagai bentuk dukungan, Komisi X DPR RI mendorong
prioritas Rumah Belajar untuk dapat bekerja sama dengan
Lembaga Penyiaran Publik (LPP) TVRI dan RRI agar sistem
pembelajaran berbasis IT ini bisa menjangkau wilayah
Indonesia secara lebih merata. Merespon upaya tersebut, mulai
Senin, 13 April 2020 LPP TVRI menayangkan konten program
belajar dari rumah yang rencananya akan berjalan hingga tiga
bulan ke depan.
Dalam rangka peningkatan kualitas PJJ secara
keberlanjutan beberapa hal penting yang harus diupayakan,
antara lain, pertama, lembaga pendidikan harus mulai
meningkatkan sarana dan prasarana pendukung pembelajaran
daring seperti infrastruktur, Learning Management System
(LMS), dan repositori yang memadai. Kedua, peningkatan
kapasitas pendidik yang mendukung pelaksanaan PJJ,

73
misalnya peningkatan kompetensi dalam menyiapkan media
dan konektivitas serta pengelolaan pembelajaran secara online.
Ketiga, perluasan dukungan platform teknologi secara
berkesinambungan untuk mendukung PJJ. Dukungan berbagai
platform teknologi untuk kegiatan pembelajaran diharapkan
dapat terus berlanjut hingga setelah masa darurat Covid-19
telah berakhir. Beberapa upaya tersebut dilakukan untuk
mempersiapkan agar PJJ dapat terlaksana secara optimal,
bukan hanya dalam situasi darurat tetapi juga untuk
peningkatan kualitas pendidikan di tengah pesatnya
perkembangan teknologi (Arifa, 2020).

B. Pemanfaatan E-Learning Di Sekolah Dasar
Dewi (2020) Dengan munculnya pandemik COVID -19
kegiatan belajar mengajar yang semula dilaksanakan di sekolah
kini menjadi belajar di rumah melalui daring. Pembelajaran
online dilakukan dengan disesuaikan kemampuan masing -
maisng sekolah. Belajar online dapat menggunakan teknologi
digital seperti google classroom, rumah belajar, zoom, video
converence, telepon atau live chat dan lainnya. Namun yang pasti
harus dilakukan adalah pemberian tugas melalui pemantauan
pendampingan oleh guru melalui whatsapp grup sehingga anak
betul-betul belajar. Kemudian guru-guru juga bekerja dari
rumah dengan berkoordinasi dengan orang tua, bisa melalui
video call maupun foto kegiatan belajar anak dirumah untuk
memastikan adanya interaksi antara guru dengan orang tua.
Dewi (2020) Beberapa sekolah yang belum dapat
menyelenggarakan KBM online dapat mengembangkan
kreativitas guru untuk memanfaatkan media belajar alternatif
selama peserta didik belajar di rumah. Mereka dapat
menggunakan sumber belajar yang ada yaitu buku siswa sesuai
dengan tema-tema yang diajarkan sesuai jadwal yang telah
dibuat sebelumnya. Pembelajaran berbasis online learning
menunjukkan katerogisasi setuju. Hal ini ditunjukkan setelah
mengikuti pembelajaran berbasis online learning, para siswa
semakin semangat mengikuti pembelajaran khususnya dalam

74
pembelajaran IPA dan Para siswa tidak merasa bosan saat
pembelajaran berlangsung. (Sobron et al., 2019) Menurut Vicky
dan Putri (Wicaksono & Rachmadyanti, 2016) Penyelenggaran
google classroom di sekolah dasar tanpa menyampingkan
pembelajaran konvensional yang dilakukan. Hal ini merupakan
kelebihan blended learning, dimana menggabungkan dua
metode pembelajaran konvensional dan online untuk membuat
siswa merasa nyaman dan aktif dalam mengonstruksi
pengetahuannya. Survei yang dilakukan Lenny N Rosalin
Deputi Menteri PPPA Bidang Tumbuh Kembang Anak juga
menunjukan harapan anak tentang program belajar dirumah.
Anak-anak yang mengikuti survei dari 29 provinsi berharap
agar sekolah tidak terlalu banyak memberikan tugas dan
komunikasi dua arah antara guru dan murid dirasa lebih efektif
(Ade Nasihudin Al Ansori, 2020).
Menurut Heru Purnomo dalam pikiran rakyat media
network pembelajaran jarak jauh dengan penerapan metode
pemberian tugas secara online bagi para siswa melalui whatsapp
grup dipandang efektif dalam kondisi darurat karena adanya
virus corona seperti sekarang ini. Banyak guru
mengimplementasikan dengan cara-cara beragam belajar di
rumah, dari perbedaan belajar itu basisnya tetap pembelajaran
secara online. Ada yang menggunakan konsep ceramah online,
ada yang tetap mengajar di kelas seperti biasa tetapi
divideokan kemudian dikirim ke aplikasi whatsapp siswa, ada
juga yang memanfaatkan konten-konten gratis dari berbagai
sumber (Ashari, 2020). Menurut Putra Wijaya dalam
(Suryawan, 2020) belajar dirumah tidak menjadi masalah
karena pembelajaran bisa dilakukan kapan dan dimana saja,
apalagi sudah didukung dengan sistem online. Jadi proses
pembelajaran bisa terjadi di rumah, di sekolah maupun di
masyarakat. Oleh karena itu semua bisa berjalan dengan baik,
dengan dukungan fasilitas seperti internet (Dewi, 2020).
Titik Kartikawati dalam guru SD Negeri 09 Sanggau,
Kalimantan Barat mengatakan pembelajaran dirumah tetap
dapat dilaksanakan. Ia mulai membuka kelas dari pukul 07.00

75
hingga 12.00. Dalam hal pelaksanaan belajar di rumah guru
meminta bantuan orang tua atau kakak siswa sebagai
narasumber yang langkah-langkahnya telah diberikan melalui
grup whatsapp. Untuk laporan pelaksanaan pembelajaran dapat
berupa foto atau video yang harus diunggah melalui grup.
Berbeda dengan Timur Setiawan menyampaikan beberapa
metode pembelajaran secara online yang telah diterapkan yaitu
pembelajaran melalui portal rumah belajar dan penyampaian
materi melalui file word yang dibagikan melalui media sosial
whatsapp. (Pengelola Web Kemendikbud, 2020) Pembelajaran
online saat ini dijadikan solusi dalam masa pandemi COVID-19.
Tetapi pembelajaran online tidak mudah seperti yang
dibayangkan. Titi salah satu tenaga pendidik disalah satu
sekolah dasar mengatakan dalam pembelajaran kelas 2 SD dia
menggunakan zoom untuk meeting (pertemuan) tatap muka
selayaknya di kelas. Tetapi tidak semua anak bisa akses karena
ada yang orang tuaanya masih kerja, ada juga orang tua yang
gagap teknologi. Selain itu titik juga mencari alternatif lain
media pembelajaran online dengan google doc, memberikan
tautan yang berisi materi pelajaan sekaligus tugas serta batas
waktu pengerkaan dinilai lebih bisa mengkomodir kebutuhan
orang tua dan anak, ini dapat membantu penilai harian, nilai
bisa langsung masuk berkas fom google. Lain halnya dengan
Rita guru kelas 3 sekolah dasar. Di sekolah tempat Ritza
bekerja, guru diwajibkan memberikan materi pelajaran dan
tugas melalui alamat surat elektronik milik orang tua. Cara ini
dinilai Ritza tak berjalan dengan efektif. Mengirimkan
dokumen materi berupa power point, lalu anak mengerjakan
dilaptop, dicetak atau tulis tangan lalu dikirim lewat whatsapp
dinilai lebih efektif menurut Ritza. (Tim CNN Indonesia, 2020).

76
C. Pemanfaatan Aplikasi Pembelajaran di Sekolah Menengah
dan Sekolah Menengah Atas (Studi Kasus di Maluku Utara)

Table 2. Jenis Platform Pembelajaran yang Diimplementasikan
dalam E-Learning
Valid
Percent
Jenis Aplikasi
Whatsapp 14.1
Zoom 6.5
Messenger 17.4
Google Classroom 5.4
Line 5.4
Moodle 1.1
Email 1.1
Mixture Platforms 41.3
Did Not Apply any e-
Learning
7.6
Total 100.0

Tabel ini menunjukkan bahwa sebagian besar guru, baik
guru sekolah menengah maupun sekolah menengah atas
memanfaat berbagai jenis platform pembelajaran berbasis
jaringan. Sebagian besar cenderung menggunakan platform
penggabungan dari berbagai aplikasi, penggunaan platform
campuran mencapai persentase 41. 3%. Platform yang dianggap
memberikan banyak manfaat didominasi oleh aplikasi Facebook-
Messenger, dengan maksimum 17,4 persen. Selain itu, 13 persen
pengguna memiliki ketertarikan dalam menggunakan
perangkat lunak Whatsapp selama proses belajar-mengajar
online berlangsung. Disamping itu, 6,5 persen guru menerapkan
e-learning dengan memanfaatkan aplikasi Zoom. Pada saat yang
sama, guru dan siswa cenderung menggunakan Google
Classroom dan Line dengan masing-masing 5,5 persen,
sementara perangkat pembelajaran seperti Moodle dan E-mail
kurang diminati oleh guru dan siswa dalam pembelajaran,

77
dengan masing-masing persentase yakni sebesar 1,1 persen.
Sayangnya, 7,6 persen guru di Maluku Utara teridentifikasi
tidak kurang mengambil perhatian terhadap e-learning. Dengan
kata lain, mereka tidak menerapkan jenis perangkat elektronik
lainnya untuk mendukung kelangsungan proses belajar-
mengajar selama penyebaran penyakit Virus Corona.

Table 3. Jenis-Jenis Aplikasi Pembelajaran, Kecakapan Soft-Skill
Pengguna E-learning
Valid
Percent
Pengklasifikasian Aplikasi
Single Platform 51.1
Mixture Platforms 41.3
Tidak menerapkan E-
Learning
7.6
Kecakapan Soft-skill
Limited user 3.3
Modest user 41.3
Competent user 48.9
Expert user 6.5

Data menunjukkan bahwa 51,1 persen pengguna
menerapkan single platform, termasuk Whatsapp, Zoom,
Messenger, Google Classroom, Line, Moodle, atau Email. 41,3
persen guru menggunakan lebih dari satu platform atau platform
campuran. Ditemukan bahwa sisanya (7,6 persen) tidak
menerapkan e-learning atau tidak menggunakan perangkat
elektronik apa pun dalam kegiatan proses belajar-mengajar.
Namun demikian, 48,9 persen pengguna dianggap kompeten
atau sangat baik dalam mengoperasikan perangkat teknologi,
41.3% diklasifikasikan sebagai pengguna yang memiliki
kemampuan mengoperasikan perangkat teknologi pada
kategori sedang, 6,5% diidentifikasi ahli untuk mengoperasikan
peralatan teknologi, dan 3,3% dikelompokkan memiliki

78
kemampuan terbatas atau kurang memiliki keahlian dalam
mengoperasikan perangkat teknologi.

D. Pemanfaatan e-learning di Perguruan Tinggi

Tabel 6. Aplikasi yang Paling diminati untuk Digunakan dalam
Proses Belajar Mengajar di Universitas Pasifik Morotai disaat
Lock Down


Percent
Cumulative
Percent
Valid E-Learning UNIPAS 8.6 8.6
Email 7.1 15.7
Google-classroom 4.3 20.0
Google-classroom, Google-
hangouts
1.4 21.4
Messenger 2.9 24.3
Screencast O Matic, Google-
form
2.9 27.1
Tidak menerapkan e-learning 48.6 75.7
Whatsapp 7.1 82.9
Whatsapp, Email 1.4 84.3
Whatsapp, Messenger 8.6 92.9
Whatsapp, Messenger, Email 5.7 98.6
Zoom, Google-Hangout 1.4 100.0
Total 100.0

Tabel di atas menunjukkan bahwa item "tidak
menerapkan pembelajaran e-learning" yakni pilihan yang paling
disukai, dengan 48,6% responden memilih item ini. Rata-rata
dosen tidak merancang materi dan menyampaikan materi
melalui kelas online meskipun Lembaga Pendidikan Tinggi
telah mengumumkan kepada seluruh tenaga pengajar dan
pendidik untuk melakukan kelas online guna mencegah
penyebaran virus Coron. Selain itu, aplik asi yang
dikembangkan oleh Universitas Pasifik Morotai ini dikenal

79
sebagai E-learning Unipas, dan elaborasi baik Whatsapp maupun
Messenger menjadi aplikasi yang paling diminati oleh
mahasiswa dan dosen dalam menjalankan proses belajar
mengajar. Sebagian besar pengguna menggunakan aplikasi
media sosial untuk mendukung aktivitas belajar selama masa
pandemi, dengan masing-masing 8,6% pengguna. Posisi ketiga
ditempati oleh aplikasi Whatsapp dan Email, sebesar 7,1%.
Kemudian diikuti oleh aplikasi Whatsapp, Messenger, dan Email.
Sebagian besar pengguna memanfaatkan media sosial sebagai
media pembelajaran secara bersamaan, sedangkan 5,7% dari
pengguna tertarik untuk mengadopsi media sosial tersebut.
Aplikasi ketiga yang familiar digunakan adalah aplikasi Google-
classroom. Dapat dilihat bahwa 4,1% pengguna menikmati
penerapan aplikasi ini untuk proses belajar mengajar. Aplikasi
kedua yang terbawah adalah penggunaan aplikasi Messenger,
screencast O Matic dan Google-form secara bersama-sama,
dengan persentase masing-masing sebesar 2,9%. Sedangkan
aplikasi yang paling kurang diminati oleh akademisi yakni
kombinasi antara Zoom dan Google-hangout, serta kombinasi
dari Google-kelas dan Google-hangout, dengan persentase 1,4%,
masing-masing.
Hasil penelitian lain yang diungkapkan oleh Hakim &
Mulyapradana (2020) melalui penelitian “Pengaruh
Penggunaan Media Daring dan Motivasi Belajar Terhadap
Kepuasan Mahasiswa Pada Saat Pandemi Covid-19”, dimana
Responden riset ini dilakukan di kampus ITS NU Pekalongan
Program Studi Teknologi Informasi dan Politeknik Pusmanu
Program Studi Administrasi Perkantoran berjumlah 125
responden dan data riset yang diperoleh dilakukan dengan
cara penyebaran angket melalui google form. Dari penyebaran
kuesioner tersebut diperoleh hasil deskripsi responden sebagai
berikut: terdapat 3 kategori golongan usia dalam responden di
riset ini yakni golongan usia 17-22 tahun, 23-28 tahun dan 29-
34 tahun. Penyebaran responden tersebut antara lain sebanyak
116 responden (92,8%) yang berusia 17-22 tahun, sebanyak 6
responden (4,8%) yang berusia 23- 28 tahun dan yang terakhir

80
sebanyak 3 responden (2,4%) yang berusia 29-34 tahun. Hal ini
dapat terlihat bahwa mayoritas usia responden dalam riset ini
berusia antara 17 tahun hingga 22 tahun. Sedangkan responden
berdasarkan jenis kelamin sebanyak 54 responden (43,2%)
adalah laki-laki dan sisanya yang berjumlah 71 responden
(56,8%) adalah perempuan. Dan data responden berdasarkan
institusi perguruan tinggi yakni responden yang kuliah di
Politeknik Pusmanu sebanyak 69 responden (55,2%) dan ITS
NU Pekalongan sebanyak 56 responden (44,8%). Dalam riset ini
peneliti melakukan observasi awal mengenai media
pembelajaran yang sering digunakan oleh mahasiswa dalam
kuliah online dari data yang diperoleh bahwa media
pembelajaran melalui google classroom menjadi pilihan utama
dalam kuliah online dapat terlihat bahwa dari 125 responden ini
sebanyak 58 responden (46,4%) yang memilih google classroom
sebagai media kuliah online yang dipilih. Selanjutnya sebanyak
52 responden (41,6%) mahasiswa memilih menggunakan media
whatsapp group dalam kuliah online dan media Zoom sebanyak
9 responden (7,2%) serta yang terakhir adalah media google
meeting diperoleh sebanyak 6 responden (4,8%). Dari data
tersebut diperoleh mahasiswa memiliki antusias untuk kuliah
online dengan menggunakan media google classroom dan
whatsapp. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti
kepada beberapa responden dalam riset ini mengatakan bahwa
media google classroom memiliki fiture yang menarik seperti ada
pengiriman materi pembelajaran yang dilakukan oleh dosen
pengampu yang dapat diakses oleh mahasiswa dengan mudah,
mahasiswa dapat membuka materi yang dikirim oleh dosen di
waktu kapan pun dan mudah dalam penggunanya terutama
pada saat penyampaian materi serta media ini menyediakan
fiture tugas atau lembar kerja dimana mahasiswa dapat secara
langsung melihat nilai yang diberikan oleh dosen pengampu
terhadap tugas yang diberikan. Disamping itu, google classroom
terdapat fiture komunikasi atau (chat room) yang dapat
digunakan oleh dosen maupun mahasiswa untuk
berkomunikasi. Media pembelajaran selanjutnya yakni

81
whatsapp group, media ini menjadi pilihan responden dalam
memilih media pembelajaran karena un tuk media
pembelajaran ini biaya untuk kuota jaringan tidak terlalu
banyak yang harus dikeluarkan oleh mahasiswa karena hampir
sebagian besar provaider komunikiasi memberikan paket gratis
dalam penggunaan whatsapp sehingga ini menjadi alasan
mahasiswa tertarik untuk menggunakan whatsapp group sebagai
media pembelajaran. Sedangkan untuk media lainnya
berdasarkan hasil wawancara dikatakan bahwa media
pembelajaran tersebut sangat menguras biaya kuota dalam
kegiatan kuliah online karena media tersebut memiliki fiture
hanya sebagai telekonferensi atau pertemuan berbasis
elektronik secara langsung yang melibatkan dua atau lebih
partisipan.

82
DAFTAR PUSTAKA

Abidah, A., Hidaayatullaah, H. N., Simamora, R. M., Fehabutar,
D., & Mutakinati, L. (2020). The Impact of Covid-19 to
Indonesian Education and Its Relation to the Philosophy
of “Merdeka Belajar.” Studies in Philosophy of Science and
Education, 1(1), 38 –49.
https://doi.org/10.46627/sipose.v1i1.9

Adawi, R. (2016). Pembelajaran berbasis E-Learning.
digilib.unimed.ac.id/541/1/Pembelajaran Berbasis E-
Learning.pdf

Ade Nasihudin Al Ansori. (2020). Belajar di Rumah Akibat Corona
COVID-19, Ini Pendapat dan Harapan Anak Indonesia.
Liputan6.
https://m.liputan6.com/health/read/4224969/b elajar-
di-rumah-akibat-corona-covid-19-inipendapat-dan-
harapan-anak-indonesia

Ahmad, I., & Ahmad, S. (2019). The Mediation Effect of Strategic
Planning on The Relationship Between Business Skills
and Firm‟s Performance: Evidence from Medium
Enterprises in Punjab, Pakistan. Opcion, 35(24), 746-778

Ahmed, S., Shehata, M. H., & Hasanien, M. (2020). Emerging
Faculty Needs for Enhancing Student Engagement on
Virtual Platform. MedEdPublish.
https://doi.org/http://doi.org/10.15694/mep.2020.0000
75.1

Algahtani, A.F. (2011). Evaluating the Effectiveness of the E-learning
Experience in Some Universities in Saudi Arabia from Male
Students' Perceptions, Durham theses, Durham University.

Almosa, A. (2002). Use of Computer in Education, (2nd ed), Riyadh:
Future Education Library.

Almosa, A. & Almubarak, A. (2005). E-learning Foundations and
Applications, Saudi Arabia: Riyadh.

83
Alruwais, N., Wills, G., & Wald, M. (2018). Advantages and
Challenges of Using E-Assessment. International Journal of
Information and Education Technology, 8(1), 34–37.
https://doi.org/10.18178/ijiet.2018.8.1.1008

Amer, T. (2007). E-learning and Education, Cairo: Dar Alshehab
Publication.

Anhusadar, L. O. (2020). Persepsi mahasiswa PIAUD terhadap
kuliah Online di Masa Pandemik COVID-19.
Kindergarten: Journal of Islamic Early Childhood Education,
3(1), 44 – 58.
https://doi.org/https://dx.doi.org/10.2414/kjiece.v3i1.
9609

Arif, B., & Wahyu, P. (2014). Sistem Broadcast Proses Belajar
Mengajar dengan Synchronous dan Asynchronous. Jurnal
Sarjana Teknik Informatika , 2(1), 78–90.
https://doi.org/10.12928/jstie.v2i1.2605

Arifa, F. N. (2020). Tantangan Pelaksanaan Kebijakan Belajar Dari
Rumah dalam Masa Darurat COVID -19. Bidang
Kesejahteraan Sosial Kajian Singkat Terhadap Isu Aktual dan
Strategi, 12(1), 1–7.

Ashari, M. (2020). Proses Pembelajaran Daring di Tengah Antisipasi
Penyebaran Virus Corona Dinilai Belum Maksimal .
PikiranRakyatcom.
https://www.pikiranrakyat.com/pendidikan/pr-
01353818/prosespembejalaran-daring-di-tengah-
antisipasipenyebaran-virus-corona-dinilai-
belummaksimal
Asif, A. R., & Rahmadi, F. A. (2017). Hubungan tingkat Kecanduan
Gadget dengan Gangguan Emosi dan Perilaku Remaja Usia
11-12 Tahun (Doctoral dissertation, Faculty of Medicine).

Astuti, P., & Febrian, F. (2019). Blended Learning Syarah:
Bagaimana Penerapan dan Persepsi Mahasiswa. Jurnal
Gantang, 4(2), 111 -119.
https://doi.org/10.31629/jg.v4i2.1560

84
Bandri, S., Rukun, K., Sukardi., Verawardina, U., & Ramadhani, D.
(2020). The Validity of the Model of Employability Skills
Requiredfor Graduates to Enter the Workplace. Test
Engineering & Management, 83, 1638–1642.

Bao, W. (2020). COVID-19 and Online Teaching in Higher
Education: A Case Study of Peking University.
Pedagogical Research, 5(4), 113 –115.
https://doi.org/https://doi.org/10/1002/he2.191

Behnam, A. (2012). The Effect of Information and Communication
Technology on Learning Level, Improvement of Teaching-
Learning Process and Information Literacy. Retrieved
5/3/2014 http://www2.atfmag.info/?p=2729, [Persian].

Crews, T. B., & Curtis, D. F. (2011). Online Course Evaluations:
Faculty Perspective and Strategies for Improved
Response Rates. Assessment and Evaluation in Higher
Education, 36(7), 865 –878.
https://doi.org/10.1080/02602938.2010.493970

Darmayanti, T., Setiani, M. Y., & Oetojo, B. (2007). E-Learning Pada
Pendidikan Jarak Jauh: Konsep Yang Mengubah Metode
Pembelajaran Di Perguruan Tinggi Di Indonesia. Jurnal
Pendidikan Terbuka Dan Jarak Jauh, 8, 99–113.

Dewi, W. A. F. (2020). Dampak COVID-19 Terhadap Implementasi
Pembelajaran Daring Di Sekolah Dasar. EDUKATIF:
Jurnal Ilmu Pendidikan , 2(1), 55–61.
https://core.ac.uk/reader/322536540

Donovan, J., Mader, C., & Shinsky, J. (2007). Conline vs.
Traditional Course Evaluation Formats: Student
Perceptions. Journal of Interactive Online Learning, 6(3),
158–180.
https://www.ncolr.org/jiol/issues/pdf/6.3.2.pdf

Drago, W. A., & Wagner, R. G. (2004). Vark preffered Learning Styles
and Online Education. Management Research News, 27, 1–
13.
https://doi.org/https://doi.org/10.1108/0140917041078
211

85
Dublin, L. (2003). If You Only Look Under the Street Lamps or
Nine E-Learning Myths. The E-Learning developers journal.
http://www.eLearningguild.com.

Faraj Allahi, M., & Zarif Sanayei, N. (2009). Education Based on
Information and Communication Technology in Higher
Education. Journal of Education strategies, 4(2), 167-171,
[Persian]

Feladi, V., Hendriyani, Y., Dewi, I. P., Darni, R., & Verawadina, U.
(2020). The Profile of Technological Pedagogical and
Content Knowledge of Information and Communication
Technology Teachers. Test Engineering & Management, 83,
1666–1673.

Fitrah Hermawan. (2020). Covid-19 dan Pembelajaran Daring.
Sumber: https://mediaindonesia.com/read/detail/29896
4-covid-19-dan-pembelajaran-daring

García-Martínez, I., Fernández-Batanero, J. M., Sanchiz, D. C., & de
la Rosa, A. L. (2019). Using Mobile Devices for Improving
Learning Outcomes and Teachers‟ Professionalization.
Sustainability (Switzerland), 11(24), 1–12.
https://doi.org/10.3390/su11246917

Ghasem tabar, A. (2010). History of E-Learning in World and Iran.
Retrieved 5/3/2014, 2014
http://mokarameh88.blogfa.com/post-2.aspx

Hakim, M., & Mulyapradana, A. (2020). Pengaruh Penggunaan
Media Daring dan Motivasi Belajar Terhadap Kepuasan
Mahasiswa Pada Saat Pandemi Covid-19. Jurnal Sekretari
Dan Manajemen , 4(2), 154 –160.
https://doi.org/https://doi.org/10.31294/widyacipta.v
4i2.8853

Hartanto, W. (2016). Penggunaan E-Learning Sebagai Media
Pembelajaran. Jurnal Pendidikan Ekonomi, 10(1), 1–18.
https://jurnal.unej.ac.id/index.php/JPE/article/view/3
438

86
Hattangdi, A., & Ghosh, A. (2008). Enhancing the Quality and
Accessibility of Higher Education through the Use of
Information and Communication Technology Paper Presented
at the 11th Annual Convention of the Strategic Management
Forum (SMF), Kanpur, India. Retrieved from
http://www.iitk.ac.in/infocell/announce/convention/p
apers/Strategy%20Learning-01-
Ashish%20Hattangdi,%20%20Atanu%20Ghosh.pdf

Harvard University. (2020). Coronavirus (COVID-19). Accessed:
March 28, 2020: https://www.harvard.edu/coronavirus.

Hendriyani, Y., Ramadhani, D., Nasution, T., Susanti, W., &
Verawardina, U. (2020). Examining Career Development
of Informatics Engineering Vocational Education
Students in the Industrial Revolution 4.0. International
Journal of Innovation, Creativity and Change, 11(4), 275–298.

Herliandry, L. D., Nurhasanah., Suban, M. E., & Kuswanto, H.
(2020). Pembelajaran pada masa pandemi COVID -19.
Jurnal Teknologi Pendidikan, 22(1), 65 –70.
https://doi.org/http://doi.org/10.21009/jtp.v22i1.15286

Hershkovitz, A., Elhija, M. A., Zedan, D. (2019). WhatsApp Is The
Message: Out of Class Communication, Student-Teacher
Relationship, and Classroom Enviroment. Journal of
Information Technology Education: Research, 18.

Hodavand, S. (2008). Analyzing E-Learning in Iran. Retrieved
5/23/2014, from
http://www.mrfi.ir/kol/maghalat/Elearning/4.htm

Husain, B. Idi, YN. Masri, M. (2020). Teachers‟ perceptions on
adopting e-learning

During covid-19 outbreaks; advantages, Disadvantages,
suggestions. Jurnal Tarbiyah 27 (2), 41-57. DOI:
10.30829/tar.v27i2.738.
http://jurnaltarbiyah.uinsu.ac.id/index.php/tarbiyah

87
James, G. (2002). Advantages and Disadvantages of Online Learning.
Retrieved 5/18/2014 http://www.comminit.com/ict-4-
development/node/210058.

J. Ridgway, S. McCusker, and D. Pead. (2004). Literature Review of
E-Assessment. Bristol.

Jones, K., & Sharma, R. (2019). Reimagining A Future for Online
Learning in the Post-COVID era. SSRN Electronic Journal.
https://doi.org/10.2139/ssrn.357831

Jordan, S., & Mitchell, T. (2009). e-Assessment for Learning? The
Potential of Short-Answer Free-Text Questions with
Tailored Feedback. British Journal of Educational
Technology, 40(2), 371 –385.
https://doi.org/10.1111/j.1467-8535.2008.00928.x

Karimi, A. (2007).Studying Factors Influencing the Use of Information
Technology in Scientific and Practical Education. (Master's
Thesis). University of Tehran, Iran.

Kayimbasioglu, D., Oktekin, B., & Haci, H. (2016). Integration of
Gamification Technology in Education. Procedia Computer
Science, 102 (August), 668 –676.
doi.org/10.1016/j.procs.2016.09.460

Kearns, L. (2012). Student Assessment in Online Learning:
Challenges and Effective Practices. Jolt.Merlot.Org, 8(3),
198–208.

Khaleghi, E. (2010). E-learning. Retrieved 05/18/2014, from
http://www.guilan.ac.ir/news/index.php?a=00040http:
//jolt.merlot.org/vol8no3/kearns_0912.htm

Kim, Y., Wang, Y., & Oh, J. (2016). Digital Media Use and Social
Engagement: How Social Media and Smartphone Use
Influence Social Activities of College Students.
Cyberpsychology, Behavior, and Social Networking.
https://doi.org/10.1089/cyber.2015.0408

88
Klein, D. & Ware, M. (2003). E-Learning: New Opportunities in
Continuing Professional Development . Learned
Publishing, 16 (1) 34-46.

Kuo, Y. C., Walker, A. E., Schroder, K. E. E., & Belland, B. R. (2014).
Interaction, Internet Self-Efficacy, and Self-Regulated
Learning as Predictors of Student Satisfaction in Online
Education Courses. Internet and Higher Education.
https://doi.org/10.1016/jiheduc.2013.10.001

Kusuma, J. W., & H. (2020). Platform Whatsapp Grup dan Webinar
Zoom dalam Pembelajaran Jarak Jauh pa da Masa
Pandemik COVID-19. Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika,
5(1), 97. https://doi.org/10.26877/jipmat.v5i1.5942

Kwon, M., Lee, J. Y., Won, W. Y., Park, J. W., Min, J. A., Hahn, C.,
... Kim, D. J. (2013). Development and Validation of a
Smartphone Addiction Scale (SAS). PLoS ONE.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0056936

Lau, W. W. F. (2017). Effects of Social Media Usage and Social Media
Multitasking on the Academic Performance of University
Students. Computers in Human Behavior.
https://doi.org/10.1016/j.chb.2016.11.043

Mahbub, M., Purnamawati, D., Masla mah, Sopakua, S., &
Fauziddin, M. (2020). Educational Data Mining with
Clustering Technique on the Distribution of Civil Servant
Teachers in Indonesia. Journal of Advanced Research in
Dynamical and Control Systems, 12(6), 2097– 2103.
https://doi.org/10.5373/JARDCS/V12I6/S20201171

Marc, J. R. (2002). Book Review: E-Learning Strategies for Delivering
Knowledge in the Digital Age. Internet and Higher
Education, 5, 185-188.

Ministry of Education of the People‟s Republic of China. (2020)
Ministry of Education de- ploys in-depth work on “School „s
Out, But Class „s On” elementary and middle schools, 03-06

89
Mitchell, T., Aldridge, N., Williamson, W., & Broomhead, P. (2003).
Computer Based Testing of Medical Knowledge. The 7th
Computer Assisted Assessment Conference .
http://www.intelligentassessment.com/pdf/Intelligent
AssessmentTechnologiesCAA2003.pdf

Moorhouse, B. L. (2020). Adaptations to Face-to-Face Initial
Teacher Education Course “Aforced” Online due to the
COVID-19 Pandemic. Journal Education for Teaching:
International Research and Pedagogy.
https://doi.org/https://doi.org/10/1080/02607476.2020
.1755205

Naserly, M. K. (2020). Implementasi Zoom, Google Classroom, dan
Whatsapp Group dalam Mendukung Pembelajaran Daring
(Online) pada Mata Kuliah Bahasa Inggris Lanjut (Studi
Kasus Pada 2 Kelas Semester 2, Jurusan Administrasi Bisnis,
Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Bina Sa. Aksara
Public, 4(2), 155-165.

Obiakor, T., & Adeniran, A. (2020). COVID -19: Impending
Situation Threatens to Deepen Nigeria‟s Education Crisis.
Center for the Study of the Economi of Africa, 1–7.

Oknisih, N., & Suyoto, S. (2019). Penggunaan Aplen (Aplikasi
Online) sebagai Upaya Kemandirian Belajar Siswa. In
Seminar Nasional Pendidikan Dasar (Vol. 1, No. 01)

Osuji. (2012). The Use of E-Assessments in the Nigerian Higher
Education System. Turkish Online Journal of Distance
Education, 13(4), 1 –13.
https://doi.org/10.17718/tojde.25466

Pramudibyanto, H., Khasanah, D. R., & Widuroyekti, B. (2020).
Pendidikan dalam Masa Pandemik COVID -19. Jurnal
Sintesa, 10(1), 41–48.

Purwanto, A., Pramono, R., Asbari, M., Santoso., P. B., Wijayanti,
L. M., Hyun, C. C., et al. (2020). Studi Eksploratif
Dampak Pandemi COVID -19 Terhadap Proses
Pembelajaran Online di Sekolah Dasar. Journal of
Education, Psychology, and Counseling, 2, 1–9.

90
Raaheim, A., Mathiassen, K., Moen, V., Lona, I., Gynnild, V.,
Bunæs, B. R., & Hasle, E. T. (2019). Digital Assessment–
How Does It Challenge Local Practices and National
Law? A Norwegian Case Study. European Journal of
Higher Educati on, 9(2), 219 –231.
https://doi.org/10.1080/21568235.2018.1541420

Sadikin, A., & Hamidah, A. (2020). Pembelajaran Daring di Tengah
Wabah Covid-19. BIODIK: Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi,
6(2), 214–224. https://doi.org/10.17509/t.v6i2.20887

Sahu, P. (2020). Closure of Universities Due to Coronavirus
Disease 2019 (COVID-19): Impact on Education and
Mental Health of Students and Academic Staff. Cureus,
2019(4), 4–9. https://doi.org/10.7759/cureus.7541

Salcedo A, Cherelus G.: Coronavirus Travel Restrictions, Across the
Globe. The New York Times. 2020, Accessed: March 26,
2020: https://www.nytimes.com/article/coronavirus-
travel- restrictions.html

Sarkar, S. (2012). The Role of Information and Communication
Technology (ICT) in Higher Education for the 21st
Century. The Science Probe, 1(1), 30-41

Satrianingrum, A. P., & Prasetyo, I. (2020). Persepsi Guru Dampak
Pandemi Covid-19 terhadap Pelaksanaan Pembelajaran
Daring di PAUD. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak
Usia Dini , 5(1), 633.
https://doi.org/10.31004/obsesi.v5i1.574
Smedley, J.K. (2010). Modelling the Impact of Knowledge
Management using Technology. or Insight (2010) 23, 233–
250.

Siddiqui, S., & Singh, T. (2016). Social Media its Impact with
Positive and Negative Aspects. International Journal of
Computer Applications Technology and Research.
https://doi.org/10.7753/ijcatr0502.1006

91
Sobron, A. N., & Bayu, R. (2019). Persepsi Siswa Dalam Studi
Pengaruh Daring Learning Terhadap Minat Belajar IPA.
SCAFFOLDING: J urnal Pendidikan Islam dan
Multikulturalisme, 1(2), 30-38.

Sulisworo, D., Nasir, R., & Maryani, I. (2016). Identification of
Teachers‟ Problems in Indonesia on Facing Global
Community. International Journal of Research Studies in
Education, 6(2), 81 –90.
https://doi.org/10.5861/ijrse.2016.1519

Sun, P. C., Tsai, R. J., Finger, G., Chen, Y. Y., & Yeh, D. (2008). What
Drives A Successful E-Learning? An Empirical Investigation
of the Critical Factors Influencing Learner Satisfaction.
Computers and Education .
https://doi.org/10.1016Zj.compedu.2006.11.007

Sun, S. Y. H. (2014). Learner Perspectives on Fully Online Language
Learning. Distance Education.
https://doi.org/10.1080/01587919.2014.891428

Suryawan, O. (2020). Guru Diminta Aktif Awasi Pembelajaran Daring
Agar Siswa Tetap Fokus. BBALIPUSPANEWS.COM.

Talebian, S., Mohammadi, H. M., & Rezvanfar, A. (2014).
Information and Communication Technology (ICT) in
Higher Education: Advantages, Disadvantages,
Conveniences and Limitations of Applying E-learning to
Agricultural Students in Iran. Procedia - Social and
Behavioral Sciences , 152, 300 –305.
https://doi.org/10.1016/j.sbspro.2014.09.199

Tim, C. I. (2020). Corona, Kelas Daring, dan Curhat 2 Guru untuk
Orang Tua . CNN Indonesia.
https://m.cnnindonesia.com/gayahidup/2020033016505
3-284-488368/coronakelas-daring-dan-curhat-2-guru-
untuk-orangtua

Timmis S, Broadfoot P, Sutherland R, Oldfield A: Rethinking
Assessment in A Digital Age: Opportunities, Challenges
and Risks. Br Educ Res J. 2016, 42:454 -476.
10.1002/berj.3215

92
UNESCO (2002), Information and Communication Technology in
Education. A Curriculum for Schools and Programme for
Teacher Development. Division of Higher Education. (2002).
Retrieved 05/22/2014, from
http://unesdoc.unesco.org/images/0012/001295/12953
8e.pdf.

Ur T.A. & Weggen C.C. (2000). Corporate E-Learning: Exploring a
New Frontier, San Francisco, CA: WR Hambrecht and Co.
Available from:http://www.spectrainteractive.com.

Valentina, A., & Abaidoo Nelly. (2015). The Role of E-Learning,
Advantages and Disadvantages of Its Adoption Inhigher
Education. International Journal of Instructional Technology
and Distance Learning , 12(1), 29–42.
http://itdl.org/Journal/Jan_15/Jan15.pdf#page=7

Verawardina, U., Asnur, L., Lubis, A. L., Hendriyani, Y.,
Ramadhani, D., Dewi, I. P., Darni, R., Betri, T. J., Susanti,
W., & Sriwahyuni, T. (2020). Reviewing online learning
facing the Covid-19 outbreak. Talent Development and
Excellence, 12(SpecialIssue3), 385 –392.
http://www.iratde.com/index.php/jtde/article/view/2
81

Verawardina, U. (2017). Penggunaan Media Adaptive and
Engaging E-Learning Terhadap Keterampilan Mahasiswa
dalam Membuat Media E -Learning. Jurnal Pendidikan
Informatika dan Sains, 6(1), 114-125.

Wagner, N., Hassanein, K. & Head, M. (2008). Who Is Responsible
for E-Learning in Higher Education? A Stakeholders‟
Analysis. Educational Technology & Society, 11 (3), 26-36.

Codone, S. (2001) An e-Learning Primer, Raytheon Interactive.
Available from: http://faculty.mercer.edu

Wahyuni, D. (2018). Peningkatan Kompetensi Guru Menuju Era
Revolusi Industri 4.0. Info Singkat - Pusat Penelitian Badan
Keahlian DPR RI 2018.

93
Wang, Y. S., Wang, Y. M., Lin, H. H., & Tang, T. I. (2003).
Determinants of User Acceptance of Internet Banking: An
Empirical Study. International Journal of Service Industry
Management, 14, 501–519.

Watson, G., & Sottile, J. (2010). Cheating in the Digital Age: Do
Students Cheat More in Online Courses? Online Journal of
Distance Learning Administration , 13(1).
file:///E:/refference of e learning book/Watson.html

Wicaksono, V. D., & Rachmadyanti, P. (2016). Pembelajaran
Blended Learning Melalui Google Classroom di Sekolah
Dasar. Seminar Nasional Pendidikan PGSD UMS &
HDPGSDI Wilayah Timur.

Yang, N. & Arjomand, L. H. (1999). "Opportunities and Challenges
in Computer- Mediated Business Education: An
Exploratory Investigation of Online Programs," Academy
of Educational Leadership Journal, 3 (2), 17-29

Zeitoun, H. (2008). E-learning: Concept, Issues, Application,
Evaluation, Riyadh: Dar Alsolateah publication.

Zhou, L., Wu, S., Zhou, M., & Li, F. (2020). 'School‟s Out, But Class‟
On‟, The Largest Online Education in the World Today:
Taking China‟s Practical Exploration During The COVID-
19 Epidemic Prevention and Control As an Example.
SSRN Electronic Journal , 4(2), 501–519.
https://doi.org/10.2139/ssrn.3555520

URL:
The Educating despite the COVID-19 outbreak: lessons from
Singapore . (2020). Accessed: March 20, 2020:
https://www.timeshighereducation.com/blog/educatin
g-despite-covid-19- outbreak-lessons-singapore.

Coronavirus: universities are shifting classes online - but it‟s not as
easy as it sounds. (2020). Accessed: March 9, 2020:
http://theconversation.com/coronavirus-universities-
are-shifting- classes-online-but-its-not-as-easy-as-it-
sounds-133030.

94
As coronavirus spreads, the decision to move classes online is the
first step. What comes next?. (2020). Accessed: March 6,
2020: https://www.chronicle.com/article/As-
Coronavirus- Spreads-the/248200.

The COVID-19 crisis and international students . (2020). Accessed:
March 19, 2020:
https://www.insidehighered.com/views/2020/03/19/h
igher-ed-institutions-arent-supporting- international-
students-enough....

Flexible admissions could mitigate COVID-19 impact . (2020).
Accessed: March 8, 2020:
https://www.timeshighereducation.com/news/flexible-
admissions-could-mitigate-covid-19- impact

Coronavirus COVID-19 - latest update on Kingston University's
response . (2020). Accessed: March 27, 2020:
https://www.kingston.ac.uk/news/article/2306/27-
mar-2020-coronavirus- covid19-latest-update-on-
kingston-universitys-re....

Strategi Belajar Kemendikbud di Masa Pandemi Covid-19” 02 Juni
2020, https://www. republika.co.id.
https://www.msn.com/id-id/berita/nasional/strategi-
belajar-kemendikbud-di-masa-pandemi-covid-19/ar-
BB13v5eS. diakses 3 Oktober 2020.

“Akses Ponsel Terbatas, Nadiem Sebut Guru 'Terpaksa' Kreatif”,
24 Maret 2020, https://www. cnnindonesia.com/nasion
al/20200324150150-20-486501/ akses-ponsel-terbatas-
nadiemsebut-guru-terpaksa-kreatif, diakses 31 Maret
2020.

“Belajar di Rumah, Kenapa Tidak?”, Media Indonesia, 6 April
2020, hal. 9.

95
"Bila Belajar di Rumah Diperpanjang, Nadiem: Tak Harus Online
dan Akademis", 25 Maret 2020,
https:www.kompas.com/edu/
read/2020/03/25/154226271/ bila -belajar-di-
rumahdiperpanjang-nadiemtak-harus-online-
danakademis?page=all, diakses 30 Maret 2020.

“Kemendikbud Bekerja Sama dengan Operator Telekomunikasi
Sukseskan Pembelajaran di Rumah”, 26 Maret 2020,
https:// www.kemdikbud.go.id/main /
blog/2020/03/kemendikbudbekerja-sama-dengan-
operatortelekomunikasi-sukseskanpembelajaran-di-
rumah, diakses 30 Maret 2020. “Siswa Masih Terbebani”,
Kompas, 14 April 2020, hal. 5

“Suka Duka Belajar di Rumah”, 26 Maret 2020,
https://bebas.kompas.
id/baca/riset/2020/03/26/sukaduka-belajar-di-rumah/,
diakses 31 Maret 2020. "Wabah Corona, Nadiem: Tak
Semua Pembelajaran Online dari Sekolah akan Optimal",
27 Maret 2020, https://www.kompas.com/edu/
read/2020/03/27/080000471/ wabah-corona-nadiem--
taksemua-pembelajaran-online-darisekolah-akan-
optimal, diakses 30 Maret 2020.

“Warna-Warni Curhatan Guru dan Dosen yang Kini Terpaksa
Mengajar Lewat Dunia Maya”, 24 Maret 2020,
https://www.vice.
com/id_id/article/pke8ak/sukaduka-belajar-jarak-jauh-
karenacorona-buat-guru-dan-dosen-diindonesia, diakses
30 Maret 2020.

96
TENTANG PENULIS

Balqis Husain, M.Pd.B.I, Merupakan
anak ketiga dari Pasangan Arsad
Husain dan Talha Buhang, lahir pada
tanggal 26 September 1984. Penulis
menyelesaikan studi strata satu pada
tahun 2012 di Universitas Khairun
(Unkhair) Ternate, Jurusan Pendidikan
Bahasa Inggris. Pada tahun 2013,
penulis melanjutkan studi di program
studi Pasca Sarjana Pendidikan Bahasa
Inggris, Universitas Ahmad Dahlan (UAD) Yogyakarta. Penulis
mengawali karir sebagai Dosen di Universitas Pasifik (UNIPAS)
Morotai, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi
Pendidikan Bahasa Inggris sejak tahun 2015 sampai dengan saat
ini. Berbagai pencapaian telah diukir oleh penulis sejak meniti
karir sebagai dosen. Penulis pernah menjadi salah satu peserta
Dosen Magang di Universitas Negeri Surabaya (UNESA) yang
didanai oleh KEMENRISTEKDIKTI pada tahun 2017. Tahun 2018
penulis terpilih sebagai salah satu peserta yang mengikuti Klinik
Penulisan Artikel Ilmiah Internasional oleh KEMENRISTEKDIKTI .
Pada tahun 2019, penulis menjadi salah satu peserta English
Language Training Assistance (ELTA) Program yang
diselenggarakan oleh Australia Award Scholarship (AAS) dan
IALF Education for Development. Di tahun 2020, penulis terpilih
sebagai salah satu peserta Talent Scouting 2020 yang disponsori
oleh KEMENDIKBUD. Saat ini penulis aktif dalam menulis karya-
karya ilmia. Beberapa karya ilmiah telah di publikasikan di jurnal-
jurnal Nasional terakreditasi dan telah di publikasikan pada
prosiding Internasional. Beberapa karya Ilmiah yang mengulas
tentang pembelajaran e-learning di masa pandemi diantaranya;
Teachers‟ Perceptions on Adopting E-Learning during Covid-19
Outbreaks: Advantages, Disadvantages, Suggestions (2020),
University Students‟ Perceptions in Implementing Asynchronous
Learning During Covid-19 Era (2020), Parents‟ Perceptions on

97
Implementing E-Learning during New Normal Era at Rural School
(2020). Di awal tahun 2021 penulis menyusun buku “Pembelajaran
E-learning di Masa Pandemik” sebagai karya penulis, diharapkan
buku ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca dan menjadi
amal jariyah buat penulis.

98
Megawati Basri, M.Pd, lahir di Ambon
tanggal 29 Januari 1990 dari pasangan
Basri Bugis dan Marwia. Penulis
menempuh pendidikan dan
memperoleh gelar sarjana S.Pd di
Program Studi Pendidikan Bahasa
Inggris, Universitas Khairun Ternate
Tahun 2012. Tahun 2016 penulis
melanjutkan studi di Program Pasca
Sarjana Pendidikan Bahasa Inggris,
Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta dan menyelesaikannya di
tahun 2018. Pada tahun 2018 akhir, penulis menjadi dosen di
Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris, Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan, Universitas Pasifik Morotai. Dan menjabat
sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris (2020-
Sekarang). Selama menjadi dosen, penulis aktif melakukan
kegiatan pengabdian dan penelitian, beberapa penelitian yang
dihasilkan yaitu: Faktor Kecemasan Siswa Dalam Berbicara Bahasa
Ingris pada Mahasiswa Universitas Ahmad Dalan Yogyakarta
(2019), the Use of Video to Improve Students‟ Pronunciation
Competence (2019), Anxiety Level in English Speaking Among
Ahmad Dahlan Students (2020), Personality Type Tendency
Toward Student‟s Speaking Anxiety (2020), Teachers‟ Perception
on Adopting E-Learning during Covid-19 Outbreaks: Advantages,
Disadvantages, Suggestions, University Students‟ Perceptions in
Implementing Asynchronous Learning During Covid -19 Era
(2020). Hingga pada tahun 2021 diterbitkan buku ini sebagai karya
pertama penulis. Semoga buku ini memberikan manfaat kepada
para pembaca