Journal Perikanan, 13 (4), 1020-1031 (202 3)
http://doi.org/10.29303/jp.v13i 4.506


e-ISSN : 2622-1934, p-ISSN : 2302-6049 1020
PEMANFAATAN LARUTAN BUAH PARE ( Momordica charantia)
UNTUK MASKULINISASI IKAN GUPPY ( Poecilia reticulata) DENGAN
DOSIS YANG BERBEDA

Utilization of Bitter Melon (Momordica charantia) Solution f or
Masculinization of Guppy Fish (Poecilia reticulata) with Different Dosage

Fatoni Azrar
1
, Muhammad Marzuki
1
, Bagus Dwi Hari Setyono
1*


1Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Mataram
Jl. Pendidikan No. 37 Mataram, NTB

*Korespondensi email: [email protected]

(Received 16 Maret 2023; Accepted 26 November 2023)

ABSTRAK

Ikan guppy (Poecilia reticulata ) adalah ikan hias air tawar yang banyak diminati karena
memiliki nilai ekonomi tinggi serta mudah dibudidayakan. Ikan guppy jantan memiliki bentuk, ciri khas ekor, serta warna yang lebih menarik dibandingkan ikan guppy betina. Permasalahan yang sering dihadapi pada pemijahan ikan guppy adalah persentase benih ikan guppy jantan yang dihasilkan lebih rendah dibandingkan benih ikan guppy betina. Maskulinisasi adalah
upaya pengarahan kelamin larva atau benih untuk meningkatkan persentase benih ikan guppy
jantan. Buah pare (Momordica charantia ) merupakan bahan alami mengandung senyawa
alkaloid, steroid, saponin dan flavonoid yang berpotensi mendukung proses maskulinisasi ikan
guppy. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh perendaman larutan buah pare
dengan dosis yang berbeda terhadap persentase jenis kelamin ikan guppy. Penelitian ini
menggunakan metode eksperimental Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan serta 3 ulangan yaitu tanpa pemberian larutan buah pare (P0), pemberian larutan buah pare
dosis 5 ml/l (P1), dosis 10 ml/l (P2), dan dosis 15 ml/l (P3). Perendaman dilakukan pada larva
ikan guppy selama 12 jam, sedangkan lama pemeliharaan ikan guppy paska perendaman adalah 45 hari. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini yaitu persentase kelamin jantan ikan guppy
terbaik diperoleh pada perlakuan pemberian larutan buah pare dosis 5 ml/l (P1) dengan nilai
66%, namun hasil tersebut tidak berbeda nyata dengan P2 (63%) dan P3 (59%). Tingkat
kelangsungan hidup paska perendaman untuk seluruh perlakuan adalah 100%, sedangkan
tingkat kelangsungan hidup terbaik pas ka pemeliharaan diperoleh P0 dengan nilai 93%, namun
hasil tersebut tidak berbeda nyata dengan P1 (93%), dan P2 (84%). Kesimpulan penelitian ini
adalah perendaman larva dengan larutan buah pare dosis 5 ml/l menghasilkan persentase ikan
guppy jenis kelamin jantan yang lebih tinggi sebesar 66% dibandingkan tanpa perendaman larutan buah pare yaitu 43%.

Kata Kunci : Guppy, Larva, Maskulinisasi, Pare, Perendaman

ABSTRACT

Jurnal Perikanan, 1 3 (4), 1020-1031 (2023)
Azrar, et al., (2023)
http://doi.org/10.29303/jp.v13i4.506

1021

Guppy (Poecilia reticulata) is a freshwater ornamental fish in great demand because it has high
economic value and is easy to cultivate. Male guppies have shapes, tail characteristics, and
more attractive colors than female guppies. The problem often encountered in guppy spawning
is that the percentage of male guppy fry produced is lower than that of female guppy fry.
Masculinization attempts to direct the sex of larvae or fry to increase the percentage of male
guppy fry. Bitter gourd fruit (Momordica charantia) contains alkaloids, steroids, saponins, and
flavonoids that can support the guppy's masculinization process. This study aimed to determine
the effect of immersing bitter melon solution with different doses on the percentage of guppy
sex. This study used an experimental method in a completely randomized design (CRD) with
four treatments and three replications, namely without administration of bitter melon solution
(P0), administration of bitter melon solution at a dose of 5 ml/l (P1), dose of 10 ml/l (P2), and
dose of 15 ml/l (P3). Soaking was done on guppy fish larvae for 12 hours, while post-immersion
guppy rearing was 45 days. The results obtained in this study were that the best percentage of
male guppy fish was obtained when giving bitter melon fruit solution at a dose of 5 ml/l (P1)
with a value of 66%. However, these results were like P2 (63%) and P3 (59%). The post-
immersion survival rate for all treatments was 100%, while the best post-rearing survival rate
was obtained by P0 with a value of 93%, but these results were not significantly different from
P1 (93%) and P2 (84%). This study concluded that soaking larvae in a 5ml/l solution of bitter
melon resulted in a higher percentage of male guppies, 66%, than without immersion in bitter
melon solution, which was 43%.
Keywords: Guppy, Larva, Masculinization, Bitter Gourd, Immersion

PENDAHULUAN

Salah satu ikan hias yang paling banyak diminati ialah ikan guppy. Ikan guppy adalah
ikan tropis berukuran kecil yang dikenal dengan sirip, ekor dan sisik yang memiliki beragam
warna. Ikan guppy banyak dibudidayakan oleh pecinta ikan hias karena mudah berkembang
biak dan menyesuaikan diri pada lingkungannya. Hal ini dikarenakan ikan guppy merupakan
ikan omnivora yang memangsa serangga, larva, dan tumbuhan di perairan habitatnya, serta
sering ditemukan hidup liar di saluran air seperti parit dan selokan. Berdasarkan hal tersebut
ikan guppy berpotensi untuk dikembangkan sebagai usaha. Produksi ikan hias dalam negeri
mengalami peningkatan dari 1.314 miliyar ekor pada tahun 2015 menjadi 1.684 milyar ekor
per tahun 2019 (BPS, 2022). Menurut Kementrian Kelautan dan Perikanan (2022) Provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada tahun 2021 mengekspor sebanyak 1,2 juta ekor benih
ikan guppy ke Filipina, kemudian nilai ekspor mengalami peningkatan yang semula 27,6 juta dolar AS pada tahun 2017 menjadi 34,5 juta dolar AS pada tahun 2021. Sedangkan
pertumbuhan rata-rata sebesar 6,11 persen dan nilai ekspor ikan hias di Triwulan I 2022 senilai
8,97 juta dolar AS atau sekitar Rp130,764 miliar (KKP, 2022)
Produksi ikan guppy jantan banyak dilakukan oleh para pembudidaya dikarenakan ikan
guppy jantan memiliki harga yang relatif lebih tinggi. Menurut Malik et al. (2019), ciri khas
warna dan morfologi guppy jantan lebih menarik dibanding ikan guppy betina, hal tersebut
membuat harga ikan guppy jantan lebih mahal. Harga ikan guppy seperti jenis Black Moscow
berkisar antara Rp. 20.000-25.000/ekor, sedangkan ikan guppy betina memiliki harga berkisar
antara Rp. 8.000-12.000/ekor. Oleh karena itu untuk meningkatkan hasil produksi yang lebih
maksimal perlu dilakukan suatu usaha atau upaya agar anakan yang dihasilkan banyak berjenis
kelamin jantan dengan cara maskulinisasi atau pengarahan jenis kelamin.

Jurnal Perikanan, 1 3 (4), 1020-1031 (2023)
Azrar, et al., (2023)
http://doi.org/10.29303/jp.v13i4.506

1022
Maskulinisasi memiliki tujuan untuk mengarahkan kelamin ikan dari awal betina
menjadi jantan. Maskulinisasi pada ikan biasanya menggunakan hormon 17α-metiltestosteron,
namun hormon tersebut tidak ramah lingkungan. Hormon sintetis tersebut dapat menyebabkan
perairan menjadi tercemar (Rahmasari, 2021). Penggunaan bahan sintetis tersebut perlu diganti
dengan bahan alternative yang lain, seperti penggunaan bahan dengan kandungan hormon yang
dapat meningkatkan testosteron, aman, murah dan mudah digunakan. Salah satu bahan yang
dapat digunakan bersumber dari bahan alami yaitu seperti madu, air kelapa, sledri, purwoceng
yang mengandung bahan aktif yang dapat merangsang pembalikan kelamin pada ikan guppy.
Tumbuhan sledri mengandung flavonoid, saponin, dan steroid atau triterpenoid yang bersifat
mampu merangsang meningkatkan hormon testosteron (Awaludin et al., 2020). Selain bahan
alami tersebut buah pare juga mengandung bahan aktif yang diduga dapat membantu merubah
jenis kelaminn pada ikan guppy
Buah pare adalah buah yang dapat digunakan untuk menjadi pengganti hormon sintetis
untuk meningkatkan kadar testosteron (hormon jantan). Pada hasil pengujian fitokimia pada
buah pare mendapatkan hasil positif terhadap senyawa alkaloid, steroid, saponin dan flavonoid
(Septiningsih et al., 2017). Menurut Nuliana (2016) menyatakan bahwa steroid membantu
pembentukan dari hormon androgen yaitu testosteron yang dapat memicu pembalikan arah
jenis kelamin. Menurut Mardiyanto et al. (2021) dalam buah pare menghasilkan kandungan
flavonoid sebesar 27,34% dan alkaloid 31% dimana senyawa tersebut sangat berperan dalam
merangsang atau meningkatkan hormon testosteron. Oleh karena itu peneliti bermaksud
menggunakan larutan buah pare untuk proses maskulinisasi pada ikan guppy.

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan selama 60 hari pada 25 Juli - 22 September 2022 yang bertempat
di Laboratorium Produksi dan Reproduksi Ikan Budidaya Perairan, Program Studi Budidaya
Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Mataram.

Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain aerator, alat tulis, bak kontainer,
botol plastik, blender, DO meter, kertas label, pH meter, pipet tetes, selang sipon, selang aerasi,
serokan, spuit, toples, dan thermometer. Sedangkan bahan yang digunakan yaitu indukan ikan
guppy, larva ikan guppy, air tawar, pakan alami, pakan komersial, dan buah pare.

Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan 4 perlakuan yaitu P0 tanpa pemberian larutan buah pare (kontrol), P1 larutan buah pare
dengan dosis 5 ml/L, P2 larutan buah pare dengan dosis 10 ml/L, P3 larutan buah pare dengan
dosis 15 ml/L dengan lama waktu perendaman 12 jam, dan di ulang 3 x sehingga diperoleh 1 2
unit percobaan. Dikarenakan maskulinisasi ini belum pernah dilakukan sebelumnya maka,
pemilihan dosis 0ml/L-15ml/L tersebut di ambil berdasarkan pendekatan beb erapa sumber
penilitian tentang maskuliniasai ikan guppy yang mendapatkan hasil maksimal seperti
penelitian Awaludin et al. (2020) persentase jantan pada perendaman ekstrak sledri
mendapatkan hasil terbaik pada perlakuan P1 dosis 5ml/L sebesar 68,33% dan P2 10ml/L
73,33%. Maskulinisasi menggunakan madu juga di lakukan Lubis (2016) dengan dosis 5ml/L
menhasilkan persentase sebanyak 77,335%.
Prosedur Penelitian
Tahap Persiapan

Jurnal Perikanan, 1 3 (4), 1020-1031 (2023)
Azrar, et al., (2023)
http://doi.org/10.29303/jp.v13i4.506

1023
Wadah yang digunakan yaitu berupa bak kontainer dan toples. Bak kontainer di gunakan
sebanyak 1 buah yang digunakan untuk pemijahan masal ikan guppy. Toples perendaman yang
digunakan berukuran 5 liter dan diisi air sebanyak 3 liter, sedangkan untuk pemeliharaan
digunakan toples ukuran 10 liter dan diisi air sebanyak 5 liter dengan 12 unit dan dilakukan
pemasangan aerasi. Indukan yang digunakan pada penelitian ini yaitu jenis ikan guppy black
Moscow yang berumur sekitar 3-4 bulan. Indukan yang dipijahkan berjumlah 20 pasang
dengan perbandingan betina dan jantan 1:2, sehingga total indukan yang di gunakan sebanyak
60 ekor. Sebelum proses perendaman dilakukan persiapan larutan buah pare dengan mencuci
buah pare sampai bersih lalu dikeluarkan bijinya, kemudian diblender dan hasil buah pare
tersebut diambil air perasannya dan dimasukkan kedalam wadah yang berisi air sesuai dosis
perlakuan.

Tahap Pelaksanaan
Indukan dipelihara dalam wadah bak kontainer dengan volume air 25 liter yang
dilengkapi dengan aerasi. Metode pemberian pakan yaitu adlibitum dengan frekuensi dua kali
sehari yaitu pagi dan sore. Selama pemeliharaan dilakukan pergantian air setiap 4-5 hari sekali.
Indukan dipijahkan dengan cara wadah ditutup plastik hitam serta diberikan tali rafia yang
sudah menjadi seperti serabut, sebagai tempat berlindung larva ikan. Larutan buah pare yang
telah disiapkan ditambahkan ke dalam masing-masing wadah toples perendaman dengan dosis
yang berbeda sesuai dengan perlakuan. Lalu larva hasil pemijahan indukan dipindahkan ke
wadah yang berisi larutan buah pare. Kemudian selanjutnya direndam dalam wadah selama 12
jam. Setelah selama 12 jam larva di rendam, larva kemudian dipindahkan ke wadah
pemeliharan. Dikarenakan kegiatan ini belum pernah dilakukan sebelumnya oleh karena itu
peneliti mengambil lama waktu perendaman 12 jam tersebut berdasakarkan beberapa sumber
penelitian sebelumnya tentang maskulinisasi dengan metode perendaman. Seperti pada hasil
penelitian yang di lakukan Habibi (2022) dengan perendaman madu pada ikan guppy selama
12 jam menghasilkan persentasi kelamin jantan 93% Maskulinisasi menggunakan madu juga
di lakukan Lubis (2016) pada dosis 5ml/L dengan lama waktu perendaman 12 jam dapat
menghasilkan ikan jantan sebanyak 77%. Finanta (2020) perendaman ikan guppy
menggunakan air kelapa selama 12 jam menghasilkan persentase sebesar 93,33%. Kemudian
setelah selama 12 jam larva di rendam, larva kemudian dipindahkan ke wadah pemeliharan.
Larva yang sudah direndam dengan larutan buah pare di pelihara pada wadah toples yang
berukuran 10 liter yang diisi volume air sebanyak 5 liter dengan masing masing wadah berisi
15 ekor larva dan dipelihara selama 45 hari. Selama masa pemeliharaan, larva ikan guppy
diberikan pakan alami secara adlibitum berupa artemia dan kutu air, artemia diberikan selama
2-10 hari dikombinasikan dengan pemberian kutu air sampai berumur 15 hari kemudian
dilanjutkan dengan pemberian cacing sutra dan pellet.

Parameter Penelitian
Parameter yang menjadi pengamatan selama penelitian adalah persentase kelamin
jantan ikan guppy, persentase kelangsungan hidup pasca perendaman dan pasca pemeliharaan,
serta kualitas air (DO, Suhu, pH)

Analisis Data
Data yang didapatkan diolah menggunakan Microsoft Exel. Parameter persentase
kelamin jantan, tingkat kelangsungan hidup dianalisis menggunakan Uji ANOVA dengan
SPSS. Apabila hasil uji perlakuan berbeda nyata, maka dilakukan uji lanjut menggunakan uji
Duncan. Sedangkan untuk data kualitas air dianalisis secara deskriptif.

Jurnal Perikanan, 1 3 (4), 1020-1031 (2023)
Azrar, et al., (2023)
http://doi.org/10.29303/jp.v13i4.506

1024

HASIL

Persentasi Kelamin Jantan
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata persentasi kelamin jantan ikan guppy pada
berbagai perlakuan dengan penambahan larutan buah pare dengan dosis yang berbeda berkisar
43%-66%.

Gambar 1. Persentasi Kelamin Jantan Ikan Guppy
Berdasarkan diatas menunjukan nilai persentasi kelamin jantan ikan guppy tertinggi pada
perlakuan P1 yaitu 66%, kemudian diikuti perlakuan P2 63%, perlakuan P3 yaitu 59% dan
persentasi terendah pada perlakuan P0 (kontrol) sebanyak 43%. Berdasarkan hasil uji ANOVA
menunjukkan bahwa perendaman larva ikan guppy dengan larutan buah pare dengan dosis
yang berbeda pada semua perlakuan berpengaruh nyata terhdap persentase kelamin jantan ikan
guppy.

Tingkat Kelangsungan Hidup
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan nilai survival rate (SR) larva ikan guppy selama
perendaman 12 jam pada perlakuan P0 (kontrol), P1, P2 dan P3 memiliki nilai yang sama yaitu
100%. Hasil pengukuran SR atau tingkat kelangsungan hidup selama perendaman dapat dilihat
pada Gambar 2.

Gambar 2. Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Guppy Pasca Perendaman
Sedangkan hasil pengukuran pasca pemeliharaan didapatkan nilai survival rate larva
ikan guppy pada perlakuan P0 (kontrol) memiliki nilai SR 93%, pada perlakuan P1 memiliki
nilai 91%, perlakuan P2 84% dan pada perlakuan P3 mendapkan nilai SR 71%.

Jurnal Perikanan, 1 3 (4), 1020-1031 (2023)
Azrar, et al., (2023)
http://doi.org/10.29303/jp.v13i4.506

1025

Gambar 2. Tingkat Kelangsungan Hidup Ikan Guppy Pasca Pemeliharaan
Nilai SR tertinggi yang didapatkan pada penelitian ini yaitu pada perlakuan P0 (kontrol)
sebesar 93% dan yang terendah yaitu pada perlakuan P3 sebesar 71%. Dari hasil uji ANOVA
menunjukan bahwa pengaruh perendaman larutan buah pare terhdap kelangsungan hidup larva
ikan guppy tidak berpengaruh nyata pada perlakuan P0 (kontrol), perlakuan P1, dan perlakuan
P2. Berbeda dengan perlakuan P3 yang mendapatkan hasil yang berbeda nyata.

Kualitas Air
Hasil penelitian kualitas air selama 60 hari pemeliharaan menunjukkan bahwa nilai
kisaran pH, suhu, dan DO masih berada dalam batas kelayakan, untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada table 1.
Tabel 1. Parameter Kualitas Air
Parameter Kisaran Kisaran Optimal Sumber
pH 7,2 – 7,5 5,2 – 7,5 Habibi (2022)
Suhu (°C) 27,1 – 29,6 27 – 30 Chairunnisa et al. (2020)
DO (mg/L) 4,5 – 6,0 >3 Selfiaty et al. (2022)
Berdasarkan Tabel 1. bahwa nilai pH yang diperoleh berkisar antara 7,2 – 7,5, nilai suhu
berkisar antara 27,1 – 29,6˚C, dan oksigen terlarut (DO) berkisar antara 4,5 – 6 mg/L. Nilai
parameter kualitas air tersebut masih berada dalam kisaran yang optimal untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan guppy.

PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa Ikan guppy
berkelamin jantan memiliki persentase tertinggi yaitu pada perlakuan P1 sebesar 66%, pada
perlakuan P2 63%, perlakuan P1 59% dan P0 (kontrol) memiliki persentase paling rendah yaitu sebesar 43%. Berdasarkan hasil dari uji ANOVA didaptkan bahwa, larva ikan guppy yang menggunakan proses perendaman menggunakan larutan buah pare didaptkan hasil yang signifikan dimana (P>0,05) terhadap persentase Ikan guppy berkelamin jantan. Hasil uji
Dunncan menunjukan bahwa pada perlakuan P1, P2, dan P3 memberikan hasil yang tidak berbeda nyata, akan tetapi berbeda nyata dengan perlakuan P0 (kontrol).
Persentase ikan guppy berkelamin jantan didapatkan hasil tertinggi yaitu pada perlakuan
P1 dengan dosis larutan buah pare 5ml/L yaitu 66% dan nilai terendah yaitu pada perlakuan P0 (kontrol) yaitu 43%. Terjadinya peningkatan persentase ikan guppy berkelamin jantan yaitu

Jurnal Perikanan, 1 3 (4), 1020-1031 (2023)
Azrar, et al., (2023)
http://doi.org/10.29303/jp.v13i4.506

1026
pada perlakuan P1 dipengaruhi oleh adanya bahan aktif pada larutan buah pare. Menurut Rivai
(2020), menyatakan bahwa hasil pengujian fitokimia menunjukkan bahan aktif yang terdapat
dalam ekstrak buah pare diantaranya alkaloid, flavonoid dan saponin. Senyawa tersebut
berperan penting dalam pengarahan kelamin Ikan guppy. Flavonoid memiliki sifat
menghambat dari kerja enzim aromatase enzim tersebut berfungsi untuk mengkatalis androgen
(testosteron) menjadi estrogen. Terhambatnya enzim aromatase menyebabkan androgen
(testosteron) menjadi meningkat, sehingga gonad membentuk kelamin jantan karena hormon
androgen lebih banyak mempengaruhi gonad. Menurut Mardiyanto (2021), menyatakan bahwa
komposisi kandungan bahan aktif buah pare berupa flavonoid sebesar 27,34%, saponin
12,12%, dan alkaloid 31%. Sedangkan Menurut Lestari & Hamzah (2022) hasil uji kuantitatif
menunjukkan kandungan total flavonoid pada ekstrak buah pare sebesar 0,41mg/100g.
sedangkan Sugiyanto (2022) kadar flavonoid ekstrak buah pare rata rata sebesar 17,702
mg/100g. Kadar Flavonoid tersebut lebih rendah di banding pada sledri. Menurut Devi (2017)
diperoleh kadar flavonoid pada sledri rata-rata sebesar 24,71mg/100g sampel. Selain itu juga
terdapat steroid dan alkaloid. Dalam steroid sendiri terdapat hormon progesterone dan
estradiol. Kedua hormon tersebut menyebabkan terganggunya sekresi FSH dan LH Estradiol
yang akan menyebabkan penekanan terhadap hipotalamus dan hipofsis anterior menyebabkan
hormon Gonadotropin (FSH dan LH) terhambat. Kedua hormon ini memegang peran utama
mengatur fungsi seksual pada ikan. Menurut Nuliana (2016), menyatakan bahwa steroid
berguna membantu testosteron untuk memicu pembalikan jenis kelamin.
Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi keberhasilan maskulinisasi yaitu lama waktu
perendaman dan ketepatan fase penentuan pembentukan kelamin. Waktu yang tepat untuk
perlakuan perendaman yaitu sebelum diferensiasi kelamin dimulai yaitu pada saat stadia larva
atau pada saat ikan baru mulai makan (Erwin, 2018). Masa diferensiasi kelamin pada ikan
bersifat spesifik tergantung spesies. Pada ikan guppy diferensiasi kelamin terjadi sebelum ikan
dilahirkan sampai beberapa saat setelah menjadi larva. menurut Arfah (1997) dalam Erwin
(2018), bahwa fase diferensiasi kelamin ikan Poecilidae terjadi pada fase embrio sampai larva
berumur 12 hari. Lama waktu perendaman mempengaruhi keberhasilan maskulinisasi. Hal
tersebut sejalan menurut Selfiaty (2022) keberhasilan maskulinisasi ikan dapat dipengaruhi
oleh faktor ketepatan penentuan kelamin atau sebelum melewati fase diferensiasi, metode
perendaman, dosis, dan bahan yang digunakan serta durasi perendaman. Pada penelitian ini
lama waktu perendaman yaitu selama 12 jam mendapatkan hasil tertinggi pada penggunaan
dosis 5ml/L. Sejalan dengan hasil penelitian yang di lakukan Habibi (2022) dengan
perendaman madu pada ikan guppy selama 12 jam dan dosis 5ml/L menghasilkan persentasi
kelamin jantan 93%. Maskulinisasi menggunakan madu juga di lakukan Lubis (2016) dengan
dosis 5ml/L dan lama perendaman 12 jam pada ikan cupang menhasilkan persentase sebanyak
77,335%. Hasil penelitan Matondang (2018) menggunakan ekstrak tanaman purwoceng pada
indukan bunting dengan lama perendaman 12 jam menghasilkan persentasi kelamin jantan
pada ikan gupy sebesar 56.72 %. Novitasari (2020) perendaman menggunakan air kelapa
dengan lama waktu perendaman 12 jam menghasilkan persentase jantan sebanyak 87%. Hasil
penelitian Awaludin et al. (2020) persentase jantan pada perendaman ekstrak sledri
mendapatkan hasil terbaik pada perlakuan P1 dosis 5ml/L sebesar 68,33% dan P2 10ml/L
73,33%.
Pada hasil penelitian pada Gambar 1. bisa dilihat bahwa terjadinya penurunan persentase
ikan guppy jantan seiring penambahan konsentrasi larutan pare sampai 15 ml/L, hal ini
disebabkan karena dosis yang tinggi. Sejalan dengan pendapat Awaludin et al. (2020) terjadi
penurunan persentase kelamin dengan penambahan dosis 40 mg/L. penggunaan dosis terlalu
tinggi dapat menyebabkan kematian sedangkan dosis terlalu rendah menyebabkan ikan
menjadi steril. Menurut Renaldi (2021) perendaman ikan guppy dengan menggunakan air

Jurnal Perikanan, 1 3 (4), 1020-1031 (2023)
Azrar, et al., (2023)
http://doi.org/10.29303/jp.v13i4.506

1027
kelapa dengan dosis 60% menghasilkan kelamin jantan paling rendah. Hal tersebut
dikarenakan pengaruh dosis yang terlalu tinggi membuat keadaan larva ikan menjadi
memburuk rentan mengalami kematian. Menurut Nurlina (2016) Pada perendaman larva,
apabila dosis hormon dinaikkan, maka larva ikan bisa mengalami stres dan mati. Dan
sebaliknya apabila dosis hormon terlalu rendah maka kemampuan hormon untuk sex reversal
akan berkurang. Sejalan dengan pendapat Habibi (2022) tingginya konsetrasi atau dosis yang
digunakan mengakibatkan sulitnya ikan guppy beradaptasi dan stress sehingga aktivitas
metabolisme pada larva ikan guppy terganggu. Menurut Awaludin et al. (2020) apabila dosis
hormon yang diberikan terlalu tinggi akan bersifat paradoksial, yaitu hasil yang diperoleh
bukanlah meningkatan jumlah ikan jantan melainkan meningkatkan jumlah ikan betina.
Untuk melihat perbedaan antara Ikan guppy jantan dan betina, bisa dilakukan dengan
melihat ciri sekunder nya. Menurut Retna (2015) Ikan guppy jantan memiliki gonopodium
(berupa benjolan dibagian belakang sirip perut) yang merupakan modifikasi dari sirip anal yang
berubah menjadi panjang, sedangkan ikan guppy berkelamin betina pada sirip perutnya tidak
terdapat gonopodium, akan tetapi memiliki sirip halus. Ikan guppy berkelamin jantan memiliki
bentuk tubuh yang ramping, sedangkan ikan guppy berkelamin betina memiliki bentuk tubuh
yang gemuk dengan perut yang besar. Ikan guppy berkelamin jantan memiliki warna yang lebih
cerah serta corak warna yang beragam dan indah, sedangkan ikan guppy berkelamin betina
memiliki warna yang kurang cerah.

Gambar 3. Ikan Guppy Betina Gambar 4. Ikan Guppy Jantan
(Dokumentasi Pribadi, 2020) (Dokumentasi Pribadi, 2020)
Pada Penelitian ini Ikan guppy dapat dibedakan dengan melihat ciri sekunder atau
morfologi dari ikan guppy itu sendiri. Jenis ikan guppy yang digunakan pada penelitian ini
yaitu ikan guppy jenis black moscow. Ciri dari ikan jantan black Moscow ini yaitu memiliki
warna tubuh yang hitam pekat agak kebiruan, sedangkan ikan guppy betina memiliki warna
yang kurang cerah dan sedikit transparan. Kemudian pada sirip punggung dan ekor dari ikan
guppy jantan lebih panjang jikan dibandingkan dengan ikan guppy betina yang memiliki sirip
lebih pendek.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa nilai kelangsungan hidup larva ikan
guppy yang dilakukan perendaman selama 12 jam pada perlakuan P0 (kontrol), P1, P2 dan P3
memiliki nilai rata-rata yaitu 100%. Sedangkan hasil pengukuran pasca pemeliharaan
didapatkan nilai survival rate (SR) tertinggi pada perlakuan P0 (kontrol) sebesar 93% dan yang
terendah yaitu pada perlakuan P3 sebesar 71%.
Dari hasil uji ANOVA menunjukan bahwa pengaruh perendaman larutan buah pare
terhdap kelangsungan hidup larva ikan guppy tidak berpengaruh nyata atau berbedanyata pada
perlakuan P0 (kontrol), P1, dan P2. Berbeda dengan perlakuan P3 yang mendapatkan hasil
yang berbedanyata. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa tingkat kelangsungan hidup
ikan guppy pada perlakuan P3 cukup rendah di banding perlakuan lainnya, diduga disebabkan
karena tingginya dosis yang diberikan sehingga menyebabkan ikan guppy mengalami stres.

Jurnal Perikanan, 1 3 (4), 1020-1031 (2023)
Azrar, et al., (2023)
http://doi.org/10.29303/jp.v13i4.506

1028
Menurut Awaludin et al. (2020) pemberian dosis yang terlalu tinggi dapat menyebabkan stres
hingga mengakibatkan kematian pada ikan. Pada penelitian Aryoputro (2018) mengunakan
perendaman induk bunting dalam ekstrak purwoceng dengan dosis 10mg/L terdapat kematian
sebesar 12,7%. Kematian ikan guppy pada penelitian ini banyak terjadi di awal pemeliharaan
ketika dalam fase larva yaitu pada hari ke-3 sampai hari ke-15, hal ini dikarenakan larva ikan
guppy rentan mengalami stress yang diakibatkan oleh perubahan media yaitu dari media
perendaman yang berisi larutan buah pare ke media pemeliharaan. Malik et al. (2019)
menyatakan kematian larva ikan guppy yang berumur 2 hari pada saat perendaman diduga
disebabkan oleh kemampuan dari larva ikan untuk beradaptasi dengan kondisi lingkungan,
kemudian menurut Nurlina (2016) pada perendaman larva, apabila dosis hormon dinaikkan,
larva ikan bisa mengalami stres hingga terjadi kematian. Namun sebaliknya apabila dosis yang
diberikan terlalu rendah maka kemampuan hormon untuk sex reversal akan berkurang.
Menurut Awaludin et al. (2020) menyatakan tingginya dosis ekstrak menghasilkan jumlah
kematian larva yang semakin tinggi pula.
Kelangsungan hidup ikan guppy juga dipengaruhi oleh kualitas air dan pakan selama
pemeliharaan. Faktor yang sangat memengaruhi tingkat kelulusan hidup ikan guppy yaitu
kualitas air pada media pemeliharaan dan kualitas pakan yang diberikan. Walaupun nilai
kelangsungan hidup menunjukan penurunan akan tetapi, berdasarkan tingkat kelangsungan
hidup dari semua perlakuan menunjukkan nilai rata-rata dalam keadaan yang masih tergolong
baik, hal ini diduga karena kualitas air selama pemeliharaan masih dalam kondisi optimal yang
dapat ditolerir oleh ikan guppy sendiri. Selain kualitas air, faktor pakan juga berpengaruh
terhadap kelangsungan hidup ikan guppy. Menurut Renaldi (2021) menyatakan bahwa faktor
penting yang mempengaruhi pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan guppy adalah
tersedianya jenis makanan dan lingkungan hidup yang baik. Pakan yang diberikan pada larva
guppy berupa artemia dan Moina sp. pakan tersebut berperan penting dalam meningkatkan
pertumbuhan dan kelangsungan hidup larva guppy. Menurut Kaseger (2019) menyatakan
bahwa pemberian pakan alami pada larva dibandingkan pakan buatan dapat meningkatkan
kelangsungan hidup. Hasil penelitian Epram (2021) menyatakan bahwa larva yang diberi pakan
Arthemia 100% memiliki nilai pertumbuhan sebesar 76,25%, hal tersebut menunjukkan
pemberian Arthemia dapat meningkatkan pertumbuhan ikan yang lebih baik. Selain diberikan
artemia dan Moina sp. ikan guppy juga diberi pakan alami berupa tubifex. Menurut Epram
(2021) menyatakan bahwa berupa tubifex menjadi salah satu pakan alami terbaik dalam
meningkatkan kelangsungan hidup ikan guppy.
Kualitas air adalah salah satu faktor penting dalam kegiatan budidaya ikan. Pada
penelitian ini parameter yang diukur yaitu Suhu, DO dan pH. Berdasarkan hasil penelitian
kualitas air didapatkan suhu berkisar 27-29°C. Nilai kualitas air tersebut baik untuk
pertumbuhan ikan guppy karena masih dalam kisaran normal. Sesuai menurut Kusumah et al.
(2014) yang menyatakan bahwa suhu optimal untuk kelangsungan hidup ikan guppy berkisar
antara 27-29ᵒ C. Sedangkan menurut Chairunnisa et al. (2020) suhu 28-29°C masih mampu
dalam meningkatkan pertumbuhan ikan guppy. Selain mengatur laju pertumbuhan dan
perkembangan metabolisme tubuh ikan, suhu juga dapat mempengaruhi laju hormon yang
berperan dalam mengubah nisbah atau jenis kelamin ikan guppy itu sendiri. Proses pengarahan
jenis kelamin pada ikan dapat dilakukan dengan memanipulasi suhu lingkungan. Menurut
Saputra et al. (2018) hormon testosteron pada ikan jenis rainbow trout meningkat perlahan
lahan dan menjadi lebih cepat pada suhu yang relatif tinggi. Selain suhu, derajat keasaman (pH)
juga menjadi salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan Ikan
guppy. Nilai pH selama penelitian 60 hari berkisar 7,2-7,5. Nilai pH yang didapat selama
penelitian masih bisa ditoleransi bagi Ikan guppy. Kisaran pH tersebut bersifat netral sehingga
baik bagi kehidupan Ikan guppy. Drajat keasaaman (pH) juga dapat mempengaruhi sistem

Jurnal Perikanan, 1 3 (4), 1020-1031 (2023)
Azrar, et al., (2023)
http://doi.org/10.29303/jp.v13i4.506

1029
reproduksi ikan guppy, sejalan dengan pendapat Istuanto (2015). agar dapat tumbuh dan
berkembang biak dengan baik ikan guppy memerlukan pH antara 5-8. Sedangkan Habibi
(2022) nilai optimal pH bagi kehidupan ikan guppy yaitu berkisar 5-7,5. Begitu juga dengan
oksigen terlarut (DO), pada pengukuran oksigen terlarut didapatkan kisara 4,5-6,0 ppm, nilai
tersebut di kategorikan dalam kisaran yang masih normal untuk kehidupan ikan guppy. Hasil
pengukuran oksigen terlarut pada penelitian ini cukup baik dikarenakan penanganan yang baik
pula terutama dalam memperhatikan sistem sirkulasi udara dan pergantian air yang rutin secara
berkala. Menurut Tancung et al. (2017) dalam Renaldi (2021) menyatakan konsentrasi optimal
oksigen terlarut (DO) dapat di terima oleh biota air adalah 5 ppm. Sehingga bisa dikatakan
pada penelitian ini masih berada dalam kisaran yang layak.

KESIMPULAN

Penggunaan larutan buah pare dengan dosis yang berbeda melalui perendaman larva
ikan guppy berpengaruh nyata terhadap jumlah kelamin jantan ikan guppy (Poecilia
reticulata). Dosis buah pare terbaik pada perlakuan P1 sebanyak 5ml/L dengan waktu
perendaman selama 12 jam menghasilkan anakan dengan persentase kelamin jantan yaitu
sebesar 66%.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Laboratorium Produksi dan Reproduksi
Ikan, Jurusan Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Mataram. yang telah memberikan
fasilitas sarana dan prasarana laboratorium untuk kelancaran penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Arfah, H., M. Da. 2013. Pengaruh Suhu Terhadap Reproduksi dan Nisbah Kelamin Ikan Gapi
(Poecilia reticulata Peters). Akuakultur Indonesia, 4(1), 1–4.
Aryoputro, V. M., & Danakusumah, E. 2018. Efektifitas Perendaman Induk Ikan Guppy
(Poecilia Reticulata) Bunting Dengan Berbagai Bahan, Ekstrak Cabe Jawa (Piper
Retrofractum Vahl) Larutan 17a Metiltestosteron Dan Purwoceng. Jurnal Ilmiah Satya
Minabahari, 4(1), 1-15.
Awaludin, A., Maulianawati, D., & Adriansyah, M. 2020. Potensi Ekstrak Etanol Seledri
(Apium graveolens) Untuk Maskulinisasi Ikan Cupang (Betta Sp). Jurnal
umberdaya,Akuatik Indopasifik, 3(2), 101. DOI :https:doi.org/10.46252/Jsai-
FpikUnipa.
Chairunnisa, R., Windarti, & Efizon, D. 2020. Biologi Reproduksi Ikan Guppy (Poecilia
reticulata) Dari Bendungan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau.
Jurnal Sumberdaya dan Lingkungan Akuatik, 1(2), 103–113.
Devi, E. T. 2017. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavanoid pada Ekstrak daun Seledri
(Apium agraveolens L.) dengan metode refluks. PSEJ (Pancasakti Science Education
Journal), 2(1), 56-67.
Epram., Ediyanto & Yudha, L. D. 2021. Substitusi Penggunaan Naupilus Artemia Dengan
Microworm (Panagrellus redivivus ) Terhadap Kelangsungan Hidup Larva Ikan
Cupang (Betta sp ). Jurnal Ilmiah Satya Minabahari. 7(1):1- 12.
DOI:https://doi.org/10.53676/jism.v7i1.129.
Finanta, A., Mukhlis, A., & Paryono, P. 2020. The Effect of Soaking Duration of Guppy Fish

Jurnal Perikanan, 1 3 (4), 1020-1031 (2023)
Azrar, et al., (2023)
http://doi.org/10.29303/jp.v13i4.506

1030
(Poecilia raticulata) in Coconut Water (Cocos Nucifera L) on the Effectiveness of
Masculinization. Jurnal Perikanan, 10(2), 175 182.
Habibi, F. 2022. Pengaruh Pemberian Madu dengan Dosis Berbeda Terhadap Jantanisasi Ikan
Guppy (Poecilia Reticulata). Doctoral Dissertation, Universitas Islam Riau.
Istuanto, M., Taqwa, F. H., Syaifudin, M., & Muslim, M. 2015. Bukti Korespondensi:
Jantanisasi Anakan Ikan Guppy (Poecilia Reticullata ) Melalui Perendaman Induk
Dengan Larutan 17α-Metiltestosteron. Pena Akuatika: Jurnal Ilmiah Perikanan dan
Kelautan, 12(1).
Kusumah, R.V. 2014. Biologi, Potensi, dan Upaya Budidaya Guppy (Poecilia reticulata)
Sebagai ikan Hias Asli Indonesia. Jurnal Balai Penelitian dan Pengembangan
Budidaya Ikan Hias. Vol. 6. (1). (7-26).
Lestari, Tri Suci, And Baharuddin Hamzah. 2022. Analisis Kadar Senyawa Flavonoid Ekstrak
Etanol Buah Pare (Momordica Charantia L.). Media Eksakta 96-101.
Lubis, M.A., 2016. Maskulinisasi Ikan Cupang (Betta Sp.) Menggunakan Madu Alami Melalui
Metode Perendaman Dengan Dosis Berbeda. Skripsi . Fakultas Pertanian. Universitas
Sriwijaya.
Malik, T., Syaifudin, M., & Amin, M. 2019. Maskulinisasi Ikan Guppy (Poecilia reticulata )
Melalui Penggunaan Air Kelapa (Cocos nucifera) dengan Konsentrasi Berbeda. Jurnal
Akuakultur Rawa Indonesia, 7(1), 13-24.
Mardiyanto., Indah, S., & Qodaruddin. 2021. Formulasi dan Evaluasi Sediaan Suspensi
Submikro Kitosan-Alginat Penenkapsulasi Ekstrak Buah Pare (Momordica charantia
l) dengan Stabilizer Kalsium Klorida. Prosiding Seminar Nasional UNIMUS. Volume
4.
Matondang, A. H., Basuki, F., & Nugroho, R. A. 2018. Pengaruh Lama Perendaman Induk
Betina Dalam Ekstrak Purwoceng (Pimpinela Alpina) Terhadap Maskulinisasi Ikan
Guppy (Poecilia reticulata). Journal Of Aquaculture Management And Technology,
7(1), 10–17.
Novitasari, T. A., Hidayati, S., & Armando, E. 2022. Maskulinisasi Ikan Guppy (Poecilia
Reticulata) Melalui Metode Perendaman Induk Menggunakan Air Kelapa Dengan
Konsentrasi Berbeda. Sains Akuakultur Tropis: Indonesian Journal Of Tropical
Aquaculture, 7(1), 11-18.
Nurliana, N., & Zulfikar, Z. 2016. Pengaruh Lama Perendaman Induk Ikan Guppy(Poecilia
Reticulate) Dalam Madu Terhadap Nisbah Kelamin Jantan (Sex Reversal) Ikan Guppy.
Acta Aquatica:Aquatic Sciences Journal, 3(2), 75-80.
Rahmasari, F., Deni, S.C.U., Siti, H. 2021. Efektivitas Ekstrak Cabe Jawa (Piperretrofactrum )
untuk Maskulinisasi Ikan Cupang (Betta splendens ). Jurnal Of Aquatropica Asia.
Vol.6, No.1. Hal:26-33.
Renaldi, M. R. 2021. Efektifitas Perendaman Induk Ikan Guppy ( Poecilia reticulata)
Mengunakan Air Kelapa Dalam Dosisi Berbeda Terhadap Jantanisasi (Sex Reversal).
Skripsi. Fakultas Prikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Satya Negara Indonesia.
Saputra, A., Wulandari, A., Ernawati, ., Yusuf, M. A., Eriswandy, I., & Hidayani, A. A. 2019.
Penjantanan Ikan Gapi, Poecilia reticulata Peters, 1859 dengan Pemberian Ekstrak
Jeroan Teripang Pasir. Jurnal Iktiologi Indonesia, 18(2), 127.
https://doi.org/10.32491/Jii.V18i2.427.
Saputra, A., Wulandari, A., Yusuf, M. A., Eriswandy, I., & Hidayani, A. A. 2018.
Masculinization of guppy fish (Poecilia reticulata Peters , 1859) with Extract of Sea
Cucumber (Holothuria scabra). Jurnal Iktiologi Indonesia, 18(2), 127-137
Selfiaty, M., Cokrowati, N., & Diniarti, N. 2022. Maskulinisasi Ikan Cupang (Betta Sp.)
Menggunakan Air Kelapa Melalui Metode Perendaman Embrio Dengan Lama Waktu

Jurnal Perikanan, 1 3 (4), 1020-1031 (2023)
Azrar, et al., (2023)
http://doi.org/10.29303/jp.v13i4.506

1031
Yang Berbeda. Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia, 10(1), 100-112.
Septiningsih, R., Sutanto, S., & Indriani, D. 2017. Aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun,
Buah dan Biji Pare (Momordica Charantina). Fitofarmaka: Jurnal Ilmiah
Farmasi, 7(1), 4-12.
Sugiyanto, S. 2022. Perbandingan Kadar Flavonoid Simplisia Buah Pare (Momordica charantia
L) Pada Temperatur 60 C, 80 C Dan 100 C dengan Memakai Spektrofotometri Uv-
Vis. Media Farmasi, 18(1), 74-77