Prosiding Seminar Nasional Insinyur Profesional (SNIP)

Seminar Nasional Insinyur Profesional
(SNIP)

Al a m a t Pr os i d in g: snip.e n g . un i l a. ac . id

Analisis dan Strategi Pengembangan Sistem Agribisnis Lada Di Provinsi
Lampung
Novalia
a
*, Sri Waluyo
b
, dan Irza Sukmana
c

a Mahasiswa Program Profesi Insinyur Universitas Lampung
b,c Universitas Lampung, Jln. Sumantri Brojonegoro, No 1 Bandar Lampung

I N F O R M A S I A R T I K E L ABSTRAK
Riwayat artikel:
Diterima tgl/bln/tahun
(pengiriman artikel pertama;
contoh: Diterima 10 Agustus
2021)
Direvisi tgl/bln/tahun
(pengiriman artikel kedua
setelah revisi; contoh Direvisi 1
September 2021)
a; Lampung merupakan produsen lada hitam (Black Pepper) terbesar di Indonesia dan merupakan
salah satu pemasok lada di Indonesia bahkan dunia. Hingga kini lada merupakan salah satu
komoditas yang menjadi andalan Provinsi Lampung. Tetapi saat ini kita dihadapi pada kenyataan
bahwa produksi dan produktivitas lada Lampung cukup rendah serta kualitas hasil yang kurang
baik. Permasalahan tersebut perlu mendapatakan perhatian agar kejayaan komoditas lada hitam
Lampung dapat kembali berkontribusi pada peningkatan perekonomian Lampung. Agribisnis lada
di Provinsi Lampung masih berpeluang dikembangkan, karena Lampung memiliki banyak
kekuatan untuk pengembangan lada diantaranya masih tersedianya lahan yang cukup luas dan
sesuai untuk pengembangan lada, tersedianya berbagai paket teknologi intensifikasi, lada
Lampung telah memiliki Indikasi Geografis (IG) dan Branding Lampung Black Papper, biaya usaha
tani lada di Lampung dan relatif lebih rendah. Selain memiliki kekuatan dan peluang,
pengembangan agribis lada di Lampung juga dihadapi pada beberapa kendala, kelemahan dan
ancaman. Pada subsistem bagian hulu, menurunnya luas tanam lada, belum terjaminnya pasokan,
mutu dan harga bibit, dan sarana produksi sulit didapatkan. Pada subsistem hilir, mutu dan
kualitas hasil lada kurang baik, kurangnya pembinaan dan penyuluhan dan adanya ancaman dari
daerah pesaing. Melalui pendekatan analisis SWOT diperoleh alternatif strategi pengembangan
sistem agribisnis lada melalui beberapa kebijakan. Alternatif strategi yang dapat diterapkan pada
pengembangan sistem agribisnis lada di Provinsi Lampung antara lain adalah: 1)Pemberdayaan
industri hulu, 2)Pengembangan pusat pertumbuhan agribisnis, 3)Perbaikan mutu lada,
4)Diversifikasi produk, 5)Peningkatan efisiensi melalui perbaikan pola pemasaran dan
pengurangan biaya, 6)Menerapkan sistem resi gudang, 7)Meningkatkan peran kelembagaan di
tingkat petani sampai dengan pemasaran hasil.

Kata kunci:
Agribisnis
Lada
Pengembangan,
strategi


1. Pendahuluan
Lampung merupakan salah satu pemasok lada di
Indonesia bahkan dunia dan merupakan produsen lada
hitam (Black Pepper) terbesar di Indonesia.. Hingga kini lada
merupakan salah satu komoditas yang menjadi andalan
Provinsi Lampung.
Lada hitam Lampung pada tahun 2015 telah memperoleh
Sertifikat Indikasi Geografis bernomor G000000042.
Sertifikat ini merupakan legalitas merek Lada Hitam
Lampung sebagai milik masyarakat Lampung yang memiliki
kualitas yang baik dan keunggulan, dimana Lada hitam
Lampung memiliki karateristik cita rasa dan aroma khas
yang tidak dimiliki oleh lada dari daerah lain di dunia. Lada
hitam Lampung memiliki ciri bulirnya kecil, padat, berwarna
hitam sampai kecoklatan dan memiliki aroma yang sangat
kuat serta tingkat kepedasan yang dapat bertahan lama.
Provinsi Lampung pernah berjaya dengan komoditas lada
hitam ini. Pada era kejayaannya, komoditas lada sangat
membantu dalam meningkatkan kesejahteraan petani dan
meningkatkan perekonomian daerah Lampung. Tetapi saat
ini pengembangan komoditas lada di Provinsi Lampung
dihadapi pada kenyataan bahwa produksi dan produktivitas
hasil lada Lampung cukup rendah serta kualitas lada yang
dihasilkan kurang baik. Selain itu, pengembangan lada di
Provinsi Lampung juga dihadapi pada masalah semakin
menurunnya luas pertanaman lada di Provinsi Lampung
selama hampir sepuluh tahun terakhir ini.
Permasalahan-permasalahan diatas perlu mendapatakan
perhatian khusus dari kita semua termasuk pemerintah agar
kejayaan komoditas lada hitam Lampung dapat kembali
berkontribusi pada peningkatan perekonomian daerah
Lampung dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Untuk itu perlu adanya analisa, strategi dan upaya
pengembangan sistem agribisnis lada di Provinsi Lampung.


2. Permasalahan
2.1. Sub sistem bagian hulu
Produksi lada di Provinsi Lampung selama sepuluh tahun
terakhir mengalami penurunan yang cukup signifikan,
dimana pada tahun 2010 produksi lada Lampung mencapai
22.121 ton sedangkan produksi pada tahun 2019 hanya
mencapai 14.730 ton. sedangkan produktivitas lada di
Provinsi Lampung baru mencapai 467 kg/ha (Dinas
Perkebunan Provinsi Lampung, 2021). Produktivitas ini jauh
lebih rendah dari produktivitas rata-rata nasional yang
berdasarkan angka sementara Pusdatin Kementerian
Pertanian Tahun 2019 sebesar 792 kg/ha. Salah satu
penyebab rendahnya produktivitas hasil lada di Lampung
adalah keadaan pertananaman lada banyak yang sudah tua
atau rusak sehingga produktivitasnya rendah.
Selain itu, rendahnya produksi lada juga disebabkan
karena menurunnya luas tanam lada di Provinsi Lampung
selama hampir sepuluh tahun terakhir ini. Pada tahun 2011
luas tanam lada mencapai 63.679 ha, sedangkan pada tahun
2019 hanya seluas 45.848 ha (Dinas Perkebunan Provinsi
Lampung, 2021). Penurunan luas lahan lada terjadi karena
banyaknya alih fungsi lahan dan alih komoditas. Banyak
petani yang mengganti lahannya ke komoditas lain yang
menurut mereka lebih menguntungkan seperti jagung dan
ubi kayu. Penurunan luas lahan lada juga disebabkan karena
banyak pertanaman lada yang terserang hama dan penyakit.
Penyakit utama yang banyak menyerang pertanaman lada di
Provinsi Lampung adalah penyakit busuk pangkal batang.
Sayangnya sampai saat ini belum ditemukan varietas lada
yang tahan/toleran terhadap serangan penyakit busuk
pangkal batang, juga belum ada obat/cara pengendalian yang
efektif untuk penyakit ini.

Tabel 1. Luas Areal, Produktivitas, Produksi dan Jumlah KK
Tani Lada di Provinsi Lampung

Tahun
Jumlah Areal Produk-
tivitas
(Kg/Ha)
Produk-
si (ton)
TBM TM TR Jumlah
2011 7.431 48.380 7.868 63.679 506 24.407
2012 7.388 47.350 7.316 62.054 515 24.407
2013 7.747 47.485 6.750 61.982 519 24.639
2014 9.128 31.883 7.210 48.221 481 15.324
2015 9.505 30.084 6.274 45.863 493 14.860
2016 9.510 30.311 6.061 45.882 499 15.128
2017 9.415 30.703 5.658 45.776 449 13.771
2018 9.423 31.114 5.346 45.883 464 14.450
2019 10.111 31.528 4.209 45.848 467 14.730
2020 10.480 31.735 3.574 45.790 480 15.233

Di sentra-sentra produksi lada di Provinsi Lampung,
petani lada masih banyak menggunakan bibit dari kebun
sendiri atau pekebun lainnya, hal ini karena belum
terjaminnya pasokan, mutu dan harga bibit lada juga
keterbatasan modal petani. Sehingga bibit yang digunakan
belum terjamin keunggulannya dan kualitasnya beragam.
Sarana produksi, seperti pupuk, kapur pertanian, dan
obat-obatan juga relatif sulit didapatkan oleh petani lada.
Kendala utama pada pengadaan sarana produksi adalah
keterbatasan modal petani, keterbatasan informasi, dan juga
akses/infrastruktur yang kurang mendukung. Kondisi
infrastruktur seperti jalan usaha tani masih kurang, sehingga
distribusi sarana produksi dan pengangkutan hasil panen
sering terhambat dan memerlukan biaya yang cukup tinggi.
Budidaya lada di daerah sentra produksi masih bersifat
konvensional, dengan menggunakan input terbatas dan tidak
mengikuti dosis pemupukan yang dianjurkan. Sebagian besar
pola penanaman lada secara monokultur. Hanya
Sebagian kecil petani lada di Lampung yang menanam
dengan cara intercropping/tumpangsari dengan komoditas
lain seperti kopi, durian, pisang, pepaya dan palawija.
Sehingga apabila terjadi penurunan harga lada akan sangat
berpengaruh pada pendapatan dan perekonomian petani
lada.
Ketersediaan petugas teknis lapangan yang menguasai
teknis pengembangan lada sangat sedikit, sehingga
penyuluhan, pembinaan dan pendampingan budidaya lada
masih sangat kurang

2.2. Subsistem hilir
Di Lampung, petani banyak mengolah lada menjadi lada
hitam. Cara pengolahan lada hitam yang dilakukan masih
sangat sederhana dan cenderung tidak higienis. Kurangnya
pembinaan dan penyuluhan di tingkat lapang juga kurangnya
perhatian pemerintah berupa bantuan alat-alat panen dan
pasca panen seperti alat perontok dan alat pengering,
menyebabkan banyaknya kehilangan hasil pada proses
panen dan pasca panen, serta berpengaruh pada mutu dan
kualitas lada yang dihasilkan menjadi kurang baik. Padahal
saat ini telah terjadi perubahan preferensi konsumen luar
negeri kearah peningkatan standar mutu. Selain itu,
rendahnya kualitas lada ini akan berpengaruh pada harga
jual lada, menjadi semakin rendah.
Petani-petani lada masih menjual hasil panenannya
secara perorangan, Kesadaran untuk berkelompok dan
berkorporasi belum ada. Sehingga petani memiliki posisi
tawar yang lemah. Harga lada masih banyak ditentukan oleh
pedagang-pedagang pengumpul.
Harga lada juga sangat berfluktuatif, karena lada masuk
dalam jenis komoditas pertanian yang diperdagangkan di
pasar dunia, maka harga lada sangat tergantung pada harga
pasar dunia. Indonesia dan beberapa negara penghasil lada
tergabung dalam Internasional Pepper Community (IPC).
Lembaga ini berperan mengatur pasokan lada dari negara-
negara anggota. Tetapi, tidak semua negara penghasil lada
tergabung dalam IPC dan mereka yang tidak tergabung
dengan IPC bebas melakukan politik dagangnya di pasar
internasional.
Indonesia sebagai anggota IPC, volume dan harga jual
lada mengikuti kesepakatan yang telah ditetapkan IPC.
Apabila volume produksi lada kita melebihi volume
kesepakatan IPC maka kelebihan ini akan berpengaruh pada
harga lada didaerah sentra produksi. Saat ini petani lada di
Lampung belum menerapkan sistem resi gudang dan belum
tersedia gudang-gudang penyimpanan.
Dalam agribisnis lada, peran kelembagaan di tingkat
petani masih lemah. Kelompok tani, gapoktan, koperasi, juga
lembaga-lembaga seperti APLI, LSD dan AELI pada umumnya
hanya berperan dalam mengusahakan harga lada yang layak.
tetapi masih kurang dalam membantu petani menyediakan
sarana produksi, bimbingan, dan pembinaan.

3. Analisis dan strategi pengembangan sistem agribisnis
lada
Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang
berkaitan dengan pelaksanaan gagasan, perencanaan, dan
eksekusi sebuah aktivitas dalam kurun waktu tertentu.
Alternatif strategi dalam pengembangan sistem agribisnis
dapat dilakukan dengan cara mengidentifikasi faktor
kekuatan dan kelemahan internal serta peluang dan
ancaman eksternal. Alat analisis yang cocok untuk
merumuskan strategi dari berbagai faktor yang diidentifikasi
tersebut adalah analisis SWOT (Rangkuti 2000). Analisis
SWOT didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan
kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), dan secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses)
dan ancaman ( threats). Implementasi strategi
pengembangan sistem agribisnis lada di Provinsi Lampung
berdasarkan analisis SWOT diuraikan sebagai berikut:
(1) Kekuatan
Pada agribisnis lada di Provinsi Lampung ada beberapa
hal yang perlu dimaksimalkan sebagai kekuatan, yaitu:
1. Masih tersedianya lahan di Provinsi Lampung yang
cukup luas untuk budidaya lada, baik lahan yang
memiliki kesesuaian tinggi maupun kesesuaian
sedang. Wilayah administrasi pengembangan
kawasan perkebunan berbasis komoditas lada
meliputi kawasan yang berada di 5 (lima) kabupaten
yaitu: Kabupaten Lampung Timur, Lampung Utara,
Way Kanan, Tanggamus, dan Lampung Barat (Dinas
Perkebunan dan Peternakan Provinsi Lampung,
2019).

Tabel.2 Potensi Pengembangan Kawasan Lada di
Provinsi Lampung

Kabupaten
Potensi
Pengemba-
ngan (Ha)
Potensi
Perluasan
(Ha)
P1 *
(Ha)
P2**
(Ha)
Lampung
Timur
5.529 8.976 1.181 2.266
Lampung
Utara
12.146 15.007 2.117 744
Way Kanan 4.784 51.780 33.857 13.139
Tanggamus 8.215 11.312 509 11.312
Jumlah 30.674 87.075 37.664 27.461

*) potensi perluasan kesesuaian tinggi (P1)
**) potensi perluasan kesesuaian sedang (P2)
(Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi
Lampung, 2019)

2. Tersedianya berbagai paket teknologi intensifikasi
lada yang dapat digunakan petani, yaitu teknologi
pembibitan, teknologi budidaya, teknologi panen, dan
teknologi pengelolaan pascapanen.
3. Lada hitam Lampung telah memiliki Indikasi
Geografis (IG) dan Branding Lampung Black Papper
4. Biaya usaha tani lada di Provinsi Lampung relatif lebih
rendah dibanding daerah lain.
5. Kejayaan lada di Lampung pada masa lampau,
meninggalkan semangat dan spirit pada generasi
muda untuk berusaha lebih keras agar Lampung
dapat Kembali menjadi pemasok lada dunia.
(2) Kelemahan
Kelemahan dalam agribisnis lada di Provinsi Lampung
antara lain adalah:
1. Produktivitas rata-rata lada di Provinsi Lampung
masih rendah, sekitar 467 kg/ha (Dinas Perkebunan
Provinsi Lampung, 2021), hal ini disebabkan karena
belum semua petani menerapkan teknologi budidaya
anjuran.
2. Alat dan mesin panen, pasca panen dan pengolahan
belum memadai, sehingga pengolahan hasil lada
kurang baik, masih bersifat tradisonal dan kurang
higienis.
3. Kemampuan sumber daya manusia petani lada masih
rendah.
4. Lemahnya peran kelembagaan tani seperti kelompok
tani, gapoktan, APLI, dan koperasi, serta peran
kelembagaan bidang pemasaran juga belum banyak
berpihak kepada petani.
5. Ketersediaan sarana dan prasarana produksi seperti
pupuk dan obat-obatan relatif kurang dan harganya
tinggi. Alokasi pupuk bersubsidi untuk sektor
perkebunan per Juni 2022 tidak ada lagi alokasi untuk
komoditas lada (Permentan No. 10 Tahun 2022).
6. Dukungan infrastruktur penunjang agribisnis lada
masih kurang, sehingga aktifitas kawasan agribisnis
lada tidak dapat berjalan dengan baik. Infrastruktur
jalan sebagai infrastruktur pergerakan orang / barang
di dalam atau antar kawasan masih sangat kurang,
begitu pula infrastruktur irigasi yang sesuai untuk
tanaman lada sebagai penyuplai air saat kemarau
masih sangat minim.
7. Tingginya serangan hama dan penyakit, seperti
penyakit busuk pangkal batang, penggerek batang,
penghisap buah lada, dan kriting daun.
(3) Peluang
Agribisnis lada Lampung sampai saat ini masih memiliki
peluang yang cukup baik, karena:
1. Produksi lada Lampung tahun 2011 – 2019
menduduki urutan kedua nasional setelah Bangka
Belitung dan terbesar dalam produsi lada hitam.
Selain itu, produksi lada Indonesia tahun 2014 − 2018
juga menduduki urutan kedua setelah Vietnam. Hal ini
membuat lada Indonesia mempunyai posisi tawar
cukup baik di pasar internasional.
2. Ekspor lada Indonesia ke pasar dunia baru mencapai
11,46%, rendahnya nilai ekspor lada ini membuka
peluang untuk meningkatkan pangsa ekspor lada.
3. Lada merupakan salah satu penyumbang devisa
negara dari subsektor perkebunan dan menduduki
peringkat keempat setelah minyak sawit, karet, dan
kopi.
4. Adanya peluang untuk melakukan diversifikasi
produk, yaitu pengolahan lada menjadi lada putih,
lada hitam, lada hijau, lada bubuk dan minyak
oleoresin lada sehingga memiliki nilia tambah. Serta
diversifikasi horizontal melalui intercropping dengan
tanaman lain dan integrasi tanaman ternak sebagai
antisipasi apabila harga lada jatuh.
5. Prospek lada Indonesia cukup baik, karena selain
diekspor penggunaan lada dalam negeri cenderung
meningkat seiring dengan berkembangnya industri
makanan instan serta restoran siap saji. Di Indonesia
konsumsi lada tidak hanya untuk rumah tangga
namun juga untuk industri maupun hotel, restoran

dan kafe (horeka), Sulaiman & Darwis (2018). Selain
itu, lada Indonesia juga banyak digunakan untuk
industri rempah dan obat-obatan.
6. Dukungan Pemerintah Daerah Lampung untuk
mengembalikan kejayaan Lampung Black Pepper.
(4) Ancaman
Agribisnis lada di Provinsi Lampung dihadapi pada
ancaman antara lain:
1. Adanya alih fungsi lahan dan atau alih fungsi
komoditas ke komoditas lain yang dianggap memiliki
nilai ekonomi lebih.
2. Harga lada yang cukup berfluktuatif dan semakin
meningkatnya biaya input.
3. Ancaman dalam agribisnis lada Indonesia juga
menjadi ancaman buat agribisnis lada Lampung yaitu
munculnya pesaing baru yaitu Vietnam dengan
produksi dan ekspor lada yang menduduki peringkat
pertama dunia.

4. Alternatif strategi
(1) Strategi S-O (strength and opportunity)
1. Melakukan perluasan areal pertanaman lada
kewilayah yang memiliki kesesuai keadaan tanah
dan iklim, disertai penerapan berbagai paket
teknologi rekomendasi, dengan pertimbangan
masih mempunyai keunggulan komparatif dan
kompetitif serta sebagai penyumbang devisa
negara terbesar keempat subsektor perkebunan.
2. Meningkatkan peluang pasar ekspor lada, karena
pangsa ekspor lada Indonesia masih rendah
(11,46%) dan posisi produksi lada Indonesia
menduduki peringkat dua dunia. Serta
meningkatkan peluang pasar domistik yang saat
ini cenderung meningkat seiring dengan
berkembangnya industri makanan instan serta
restoran siap saji.
3. Mendorong diversifikasi horizontal dan
diversifikasi vertikal usaha tani lada untuk
mendapatkan nilai tambah dan antisipasi harga
lada yang fluktuatif.
(2) Strategi W-O (weakness and opportunity)
1. Memaksimalkan dan mengintensifkan
penggunaan sarana dan prasarana produksi serta
teknologi rekomendasi untuk meningkatkan
produktivitas dan mutu hasil lada.
2. Membangkitkan dan menumbuhkem -bangkan
peran kelembagaan-kelembagaan yang berpihak
kepada petani, mulai dari tingkat petani, pedagang,
sampai tingkat eksportir.

(3) Strategi S-T (strength and threat)
1. Memprioritaskan pengembangan lada pada daerah-
daerah yang memiliki kesesuaian lahan dan
potensial dengan menerapkan teknologi
rekomendasi untuk mencapai produksi,
produktivitas, dan mutu hasil yang optimal.
2. Mengoptimalkan peluang diversifikasi produk
olahan untuk memperoleh nilai tambah sehingga
komoditas lada memiliki nilai ekonomi lebih dan
mampu bersaing dengan komoditas lain.
(4) Strategi W-T (weakness and threat)
1. Melakukan koordinasi dengan stakeholder terkait,
seperti Dinas Perkebunan, penyuluh dan petugas
lapang untuk lebih meningkatkan sosialisasi
penggunaan teknologi rekomendasi agar
produktivitas lada dapat ditingkatkan.
2. Melaksanakan pembinaan sistem manajemen mutu
lada agar lada Lampung dapat lebih diminati oleh
pembeli domistik maupun luar negeri.
3. Menerapkan sistem resi gudang lada, untuk
menunjang sistem tunda jual saat harga lada rendah
dan menampung saat produksi berlebih.

5. Alternatif kebijakan
Pembangunan sistem agribisnis lada harus dilakukan
secara integratif dari beberapa subsistem yaitu; 1) subsistem
pengadaan sarana produksi (agroindustri hulu), 2)
subsistem produksi usahatani, 3) subsistem pengolahan dan
industri hasil pertanian (agroindustri hilir), 4) subsistem
pemasaran dan perdagangan, dan 5) subsistem
kelembagaaan penunjang.
Kelemahan pada subsistem agribisnis hulu, seperti benih
dan sarana produksi, akan berdampak terhadap produksi.
Kelemahan di sektor hilir menyebabkan ketidakmampuan
untuk memperoleh nilai tambah dan produk rentan terhadap
fluktuasi harga. Oleh karena itu, strategi pembangunan
agribisnis lada harus dilaksanakan secara menyeluruh
disemua subsistem dan didasarkan pada sistem mekanisme
pasar terkendali. Dalam hal ini Pemerintah harus bisa
berperan sebagai pengawas agar setiap pelaku agribisnis
lada dapat berperan optimal dengan meniadakan distorsi-
distorsi yang muncul.
Melihat kondisi agribisnis lada di Provinsi Lampung dan
masalah serta kendala yang dihadapi maka strategi untuk
memperbaikinya adalah dengan melakukan reorientasi
usaha tani lada, penerapan teknologi anjuran, peningkatan
efisiensi dan daya saing, serta integrasi setiap subsistem
agrbisnis lada.
Alternatif strategi dan kebijakan yang dapat diterapkan
pada pengembangan sistem agribisnis lada di Provinsi
Lampung antara lain adalah:
(1) Pemberdayaan industri hulu melalui pengembangan
industri pembibitan tersertifikasi, pengolahan
pascapanen, pengembangan pupuk dan pestisida hayati
yang murah dan ramah lingkungan,
(2) Pengembangan pusat pertumbuhan agribisnis,
pengalihan teknologi input luar tinggi ke input luar
rendah, pemakaian varietas unggul, pengendalian hama
dan penyakit, pengelolaan tanaman terpadu (PTT),
rehabilitasi kebun yang tidak produktif, intercropping
dengan tanaman semusim maupun tanaman tahunan
dengan prinsip mutualisme dan integrasi tanaman lada-
ternak,
(3) Perbaikan mutu lada melalui aktivitas budidaya dan
pasca panen,
(4) Diversifikasi produk melalui pengolahan setengah jadi
dan produk jadi,
(5) Peningkatan efisiensi melalui perbaikan pola pemasaran
dan pengurangan biaya tambahan, penguatan posisi
tawar petani, promosi produk dan mencari peluang pasar
baru.
(6) Menerapkan sistem resi gudang lada, untuk menunjang
sistem tunda jual saat harga lada rendah dan menampung
saat produksi berlebih.

(7) Meningkatkan peran kelembagaan di tingkat petani
sampai dengan kelembagaan pemasaran hasil agar
berpihak kepada petani.
(8) Sosialisasi dan percepatan diseminasi teknologi inovasi
melalui berbagai saluran komunikasi yang efektif
diperlukan dalam upaya mendukung implementasi
strategi tersebut.

Untuk memperbaaiki sistem agribisnis lada di Provinsi
Lampung, beberapa hal yang disarankan untuk dilaksanakan
sebagai berikut:
(1) Pengembangan benih lada unggul bersertifikat, yang
dapat diwujudkan melalui beberapa kegiatan, seperti:
Penelitian Penangkaran Benih Lada Unggul (Stek,
Grafting, dll); Uji Coba Benih Hasil Penelitian (demplot);
Sertifikasi Benih Lada Unggul; dan Penerbitan regulasi
yang memudahkan perizinan dan pembinaan kepada
penangkar-penangkar lokal.
(2) Penyediaan sarana produksi lada sesuai dengan prinsip 6
tepat (jumlah, mutu, jenis, tempat, waktu, dan harga),
dapat dilakukan dengan beberapa kegiatan antara lain:
Pengawasan peredaran pupuk; Koordinasi yang baik dan
instens dengan semua stakeholder yang terkait.
(3) Pengembangan teknologi budidaya anjuran spesifik
lokasi, dapat dilakukan melalui beberapa kegiatan seperti:
Penelitian teknologi budidaya lada spesifik lokasi;
Pelatihan dan sekolah lapang budidaya lada; Penyusunan
buku petunjuk budidaya lada yang baik.
(4) Integrasi budidaya lada dengan tanaman lain dan
integrasi tanaman lada-ternak, dapat dilakukan melalui
beberapa kegiatan seperti: Penelitian dan pengembangan
intercropping lada dengan kopi; Penelitian dan
pengembangan intercropping integrasi lada dengan
ternak (misalnya kambing atau domba),
(5) Pengembangan pupuk, fungisida, herbisida, dan
insektisida organik, yang dapat dilakukan dengan
beberapa kegiatan antara lain: Pembangunan pusat
pelatihan dan pengembangan pertanian organik
komoditas lada; Pengadaan sarana pembuatan pupuk,
fungisida, herbisida, dan insektisida organik;
Pembentukan unit/organisasi pengelola litbang;
Penelitian dan pengembangan pupuk, fungisida,
herbisida, dan insektisida organik; Pelatihan pembuatan
pupuk, fungisida, herbisida, dan insektisida organik.
(6) Pengembangan alsintan panen dan pasca panen
komoditas lada, dapat dilakukan dengan beberapa
kegiatan antara lain: Penelitian alsintan pemanen,
perontok, dan pengering lada; Pembuatan prototipe
alsintan pemanen, perontok, dan pengering lada;
Standarisasi dan sertifikasi alsintan pemanen, perontok,
dan pengering lada; Produksi alsintan pemanen,
perontok, dan pengering lada.
(7) Pengembangan produk olahan lada, terdiri dari beberapa
kegiatan meliputi: Penyusunan portofolio bisnis varian
produk lada (market opportunities); Penyusunan
kelayakan investasi industri pengolahan lada;
Pembangunan dan pengadaan sarana industri
pengolahan lada; Pembangunan industri pengolahan lada;
Produksi varian produk berbasis lada.
(8) Pengembangan tata niaga lada, dapat dilakukan melalui
beberapa kegiatan meliputi: Penguatan kelembagaan
kelompok tani lada; Penyusunan alur tata niaga lada;
Penyusunan nota kesepahaman antara petani,
pemerintah (pusat, provinsi, kabupaten), dunia usaha,
dan stakeholders lainnya; Penerapan alur tata niaga lada
dengan mekanisme insentif dan desinsentif.
(9) Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi lada dan
kapasitas pendamping, dapat dilakukan melalui beberapa
kegiatan seperti: Perumusan pendidikan tinggi vokasi
komoditas perkebunan berbasis lada; Kerjasama
pemerintah provinsi, kabupaten, perguruan tinggi, dan
industri untuk pembentukan pendidikan tinggi vokasi
berbasis lada; Pembentukan pendidikan tinggi vokasi
komoditas perkebunan berbasis lada; Bimbingan teknis
untuk tenaga penyuluh dan pendamping pengembangan
komoditas lada provinsi lampung.
(10) Branding Image Komoditas Lada, terdiri dari beberapa
kegiatan meliputi: Mengadakan Event Bertema Lada
(Festival, Seminar, Pameran, dll); Memfasilitasi
Perwakilan Poktan untuk Study Banding ke Sentra Lada
Nasional; Memfasilitasi Perwakilan Poktan untuk
Mengikuti Event Komoditas Rempah Nasional;
Penanaman Lada Perdu di Perkantoran dan Fasilitas
Umum; Penanaman Lada Perdu di Pekarangan.
(11) Penerapan sistem resi gudang lada, untuk menunjang
sistem tunda jual saat harga lada rendah dan menampung
saat produksi berlebih dapat dilakukan melalui beberapa
kegiatan meliputi: Penguatan data produksi dan stok lada
Lampung; Penguatan data informasi harga dan stok pasar
domistik dan harga pasar dunia; Pembangunan gudang
penyimpanan stok lada di daerah sentra produksi.
6. Kesimpulan
Strategi dan upaya yang perlu dilakukan agar Provinsi
Lampung dapat tetap menjadi salah satu penghasil utama
lada, adalah dengan memberdayakan industri hulu melalui
pengembangan industri pembibitan tersertifikasi,
pengolahan pascapanen, pengembangan pupuk dan pestisida
hayati yang murah dan ramah lingkungan, dan
mengembangkan pusat pertumbuhan agribisnis, rehabilitasi
kebun yang tidak produktif, intercropping dengan tanaman
semusim maupun tanaman tahunan dengan prinsip
mutualisme dan integrasi tanaman lada-ternak.
Daya saing lada Lampung di pasar domistik dan
internasional dapat ditingkatkan Perbaikan mutu lada
melalui aktivitas budidaya dan pasca panen, diversifikasi
produk melalui pengolahan setengah jadi dan produk jadi,
peningkatan efisiensi melalui perbaikan pola pemasaran dan
pengurangan biaya tambahan, penguatan posisi tawar petani,
promosi produk dan mencari peluang pasar baru, serta
menerapkan sistem resi gudang lada. Peningkatan peran
kelembagaan di tingkat petani sampai dengan kelembagaan
pemasaran hasil agar berpihak kepada petani melalui
peningkatan produktivitas, mutu hasil dan diversifikasi
produk bila produk utama harganya jatuh.


Daftar pustaka
Dhalimi, A., M. Syakir, dan A. Wahyudi. (1996). Pola tanam
lada. Monograf Tanaman Lada. Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. hlm. 76−79.
Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi Lampung.
(2019). Dokumen Master Plan Pengembangan Kawasan
Perkebunan Berbasis Komoditas Lada Provinsi
Lampung. Bandarlampung.

Dinas Perkebunan Provinsi Lampung. (2021). Buku Saku
Perkebunan 2021. Bandarlampung.
Kemala S. (2006). Strategi Pengembangan Sistem Agribisnis
Lada Untuk Meningkatkan Pendapatan Petani. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Bogor.
Volume 5 Nomor 1, Juni 2006: 47 - 54
Manohara, D. dan R. Kasim. (1996). Penyakit Busuk Pangkal
Batang dan Pengendaliannya. Monograf Tanaman Lada.
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Bogor. hlm.
115−129.
Manohara, D., R. Noveriza, dan Sutrasman. (1997). Penelitian
penyakit busuk pangkal batang tanaman lada dan
pengendaliannya secara hayati. Laporan Tahunan.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri,
Bogor.
P. Dewi. (2017). Menanti Kembalinya Kejayaan Lada
Lampung. Litbang Kompas. Jakarta.
Rangkuti, F. (2000). Analisis SWOT. Teknik Membedah Kasus
Bisnis. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 188 hlm
Risfaheri and T. Hidayat. (1993). Effect of treatment prior to
sun drying on black pepper quality. Journal of Spices
and Medicinal Crops II(I): 36−40. S
Saragih, B. (2001). Agribisnis. Paradigma Baru Pembangunan
Ekonomi Berbasis Pertanian. PT Loji Grafika Griya
Sarana, Jakarta. 243 hlm.
Sulaiman, A.A., & Darwis, V.( 2018). Kinerja dan Perspektif
Agribisnis Lada Dalam Upaya Meningkatkan
Kesejahteraan Petani. Perspektif, 17(1): 52- 66.
Zaubin, R., A. Wahyudi, dan J.T. Yuhono. (2001). Profil usaha
tani lada dan pengembangannya. Prosiding Rempah
Indonesia (MaRl), Jakarta, 13−14 September 2001.
Kerja Sama MaRl dengan Pusat Penelitian Perkebunan.
hlm. 159−176.
Zaubin, R. (2003). Strategi pemeliharaan kebun lada
menghadapi fluktuasi harga. Warta Penelitian dan
Pengembangan Pertanian 25(6): 14−17