JEP | Volume 4 | Nomor 2| November 2020
e-ISSN 2579-860X
p-ISSN 2614-1221
Doi: https://doi.org/10.24036/jep/vol4-iss2/519


Kemampuan Penalaran Mahasiswa dalam Memecahkan Masalah
pada Mata Kuliah Telaah Kurikulum Matematika Sekolah Menengah

Saddam Al Aziz,

Ali Asmar, Defri Ahmad, Fridgo Tasman, Ronal Rifandi

Jurusan Matematika, FMIPA Universitas Negeri Padang
[email protected]

ABSTRACT
This study aims to analyze the mathematical reasoning abilities of students in the mathematics
education study program in the secondary school mathematics curriculum review course. This research
was conducted by giving quiz questions in the form of descriptions to a class of students who were then
analyzed the answers. The results of the student's answer analysis show that the students' mathematical
reasoning ability is still low. The low level of students' mathematical reasoning skills in general lies in
the ability of students to analyze problems, make conjectures, determine relationships between
variables, and identify links between processes or concepts in a given case. So that many answers from
students are not logical and wrong in concluding.

Keywords : Mathematical reasoning, Review the secondary school mathematics curriculum, Analyze problem

This is an open access article distributed under the Creative Commons 4.0 Attribution License, which permits unrestricted use, distribution, and
reproduction in any medium, provided the original work is properly cited. ©2018 by author and Universitas Negeri Padang.


PENDAHULUAN
Ada beragam macam kemampuan matema
tis yang harus dicapai dalam pembelajaran mate
matika. Dewan Nasional Guru Matematika (NC
TM, 2000:4) menyatakan bahwa ada lima ke
mampuan yang harus dimiliki oleh siswa, antara
lain kemampuan dalam hal: (1) pemecahan masa
lah (problem solving); (2) penalaran dan pembuk
tian (reasoning and proof); (3) koneksi (connect
ion); (4) komunikasi (communication); dan (5) re
presentasi (representation). Oleh karena itu, ke
berhasilan dalam pembelajaran matematika mak
simal tercapai jika kelima kemampuan tersebut di
kuasai dengan baik.
Berdasarkan hal yang dinyatakan oleh De
wan Nasional Guru Matematika, maka memiliki
kemampuan penalaran matematis yang baik men
jadi salah satu tujuan pembelajaran matematis di
Indonesia. Hal ini dinyatakan Mendikbud dalam
Modul Pelatihan Implementasi Kurikulum 2013
bahwa salah satu kemampuan dalam belajar ma
tematika yang penting dikuasai oleh siswa adalah
kemampuan menggunakan penalaran pada pola
dan sifat, melakukan manipulasi matematika da
lam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau
menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika
(Aziz, 2018) (Helma, 2017). Kemampuan ini ti
dak hanya penting dimiliki oleh siswa saja, na
mun juga sangat penting dan khusus dikuasai
oleh mahasiswa pendidikan matematika yang me
rupakan calon guru (Hidayat, 2020). Oleh karena
itu, kemampuan penalaran matematis dijadikan
fokus utama dalam penelitian ini.
Penalaran matematis mahasiswa merupa
kan bagian terpenting dalam matematika. Hal ini
dijelaskan oleh Fahyuddin (2015), menyatakan
pentingnya penalaran disebabkan dalam meme
cahkan masalah, penalaran digunakan sebagai
proses menganalisis hingga diperoleh kesimpul
an jawaban. Selain itu, kemampuan penalaran ju
ga penting dalam mengembangkan pengetahuan
mahasiswa. Sejalan dengan hal tersebut, Riwaya
ti (2019), bahwa dalam mengerjakan soal mate
matika, mahasiswa selalu menggunakan penala
rannya. Dalam menemukan jawaban, mahasiswa
pasti berpikir bagaimana menarik kesimpulan
berdasarkan apa yang diketahui pada soal dan apa
yang dipahami oleh mahasiswa. Pentingnya pena
laran matematis juga dihubungkan dengan keter
kaitannya dengan kemampuan pemahaman kon
sep matematis mahasiswa. Penjelasan dari Dep
diknas (Afri,2019) menyatakan bahwa ada keter
kaitan yang sangat kuat antara pemahaman kon
sep dengan penalaran matematis. Keduanya tidak
dapat dipisahkan. Hal ini disebabkan materi mate
matika dipahami melalui penalaran dan pena
laran dipahami dan dilatihkan melalui belajar ma
tematika. Hal ini juga didudukung fakta yang
dikemukakan NCTM (2000) bahwa kemampuan
penalaran matematis membuat seseorang menge
tahui alasan mengapa dia mempelajari matema
tika. Selain itu, berbagai cabang ilmu pengeta
huan tidak akan berkembang tanpa adanya proses

Saddam Al Aziz,

Ali Asmar, Defri Ahmad, Fridgo Tasman, Ronal Rifandi 148

JEP| Volume 4| Nomor 2|November 2020|Page 147-154
penarikan kesimpulan ataupun pembuatan penya
taan baru yang bersifat umum (Shadiq, 2004).
Jadi, dari beberapa penjelasan tersebut, dapat di
simpulkan bahwa kemampuan penalaran matema
tis mahasiswa sangat penting diperhatikan.
Kemampuan penalaran matematis adalah
kemampuan seseorang dalam menganalisa, me
ngaitkan, menduga, hingga membuat kesimpulan
berdasarkan konsep-konsep atau informasi yang
ada secara logis. Kesimpulan dalam bernalar da
pat terjadi dengan membuat pernyataan baru
yang didasarkan pada pernyataan sebelumnya
dan telah dibuktikan kebenarannya (Sumartini,
2015 dan Alpian, 2020). Kemudian Arigiyati
(2017) menambahkan bahwa penalaran merupa
kan aktivitas berpikir khusus, di mana terjadi pe
narikan kesimpulan dari beberapa premis. Didu
kung pendapat Haryono (2018) yang menyatakan
dalam artikelnya bahwa penalaran adalah bentuk
pemikiran yang diambil untuk menghasilkan per
nyataan dan kesimpulan pada pemecahan masa
lah yang tidak terbatas pada suatu bukti. Kemu
dian, dia juga menyatakan bahwa ada dua jenis
penalaran dalam pembelajaran matematika, yaitu
penalaran induktif dan penalaran deduktif.
Penalaran induktif adalah kegiatan penarik
an kesimpulan umum yang dilakukan berdasar
kan data dan informasi yang bersifat khusus. Se
dangkan penalaran deduktif adalah kegiatan pena
rikan kesimpulan khusus berdasarkan aturan ter
tentu. Selanjutnya NCTM (2000) menyatakan
bahwa dalam menalarkan terdapat beberapa ke
giatan yaitu mengembangkan ide, mengeksplo
rasi fenomena, memberikan alasan atas suatu ja
waban, dan membuat dugaan.
Pengetahuan awal mahasiswa menjadi da
sar perkembangan kemampuan penalaran maha
siswa. Muhammad (2017) menemukan bahwa ke
mampuan penalaran tergantung pada pemahaman
awal mahasiswa tersebut. Dalam matematika, ke
mampuan awal ini dapat dikatakan pemahaman
konsep. Jika mahasiswa tidak memahami konsep
maka sudah pasti mahasiswa akan susah dalam
menalarkan. Padahal dalam setiap mengerjakan
masalah matematika, penalaran pasti diperlukan
Riwayati (2019).
Terdapat enam indikator kemampuan pena
laran matematis. Berdasarkan Pedoman Teknis
Peraturan Dirjen Dikdasmen Depdiknas Nomor
506/C/Kep/PP/2004 yang dikutip oleh Wardhani
(2008) bahwa ada keenam indikator kemampuan
penalaran matematis yang harus dimiliki siswa
adalah sebagai berikut: (1) kemampuan mengaju
kan dugaan; (2) kemampuan melakukan manipu
lasi matematika; (3) kemampuan menarik kesim
pulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau
bukti terhadap kebenaran solusi; (4) kemampuan
menarik kesimpulan dari pernyataan; (5) kemam
puan memeriksa kesahihan suatu argumen; (6) ke
mampuan menemukan pola atau sifat dari gejala
matematis untuk membuat generalisasi.
Dengan kemampuan penalaran matematis
yang baik, siswa ataupun mahasiswa memiliki
keefektifan dan keefisiensian dalam menyelesai
kan masalah matematika. Hal ini disebabkan sese
orang berkemampuan panalaran matematis yang
baik dapat memilih apa yang perlu dan apa yang
tidak perlu dari suatu persoalan matematika. Se
lain itu dia juga mampu menentukan koneksi an
tar variabel yang diketahui pada soal hingga da
pat menerapkan strategi penyelesaian masalah
(Hidayat, 2020).
Jika dilihat fakta yang ada di lapangan, me
nunjukkan bahwa kemampuan penalaran matema
tis masih rendah. Data hasil studi pendahuluan
yang dilakukan Ario (2017) di salah satu sekolah
menengah kejuruan (SMK) di Pekanbaru, menun
jukkan 95% dari 72 siswa tidak dapat menjawab
dengan benar ketika diberikan soal penalaran.
Kemudian, data hasil penelitian Alpian (2020) di
MTs Mathlaul Anwar Kecapi, Lampung menun
jukkan bahwa berdasarkan hasil ulangan matema
tika tahun pelajaran 2018/2019, diperoleh lebih
73% dari 85 siswa juga memiliki kemampuan pe
nalaran yang rendah.
Tidak hanya terjadi pada tingkat sekolah
menengah, rendahnya kemampuan penalaran ma
tematis juga terjadi di tingkat perguruan tinggi.
Masih banyak mahasiswa yang belum mampu
mengoptimalkan kemampuan penalaran matema
tis. Faktanya, Haryono (2018) dalam penelitian
nya mengungkapkan bahwa kemampuan penalar
an induktif mahasiswa pendidikan matematika
UNIPA bahwa dua dari tujuh indikator penalaran
matematis tingkat ketercapaiannya masih kurang
yaitu: (1) kemampuan menemukan pola atau sifat
dari gejala matematis untuk membuat generali
sasi, dan (2) kemampuan menarik kesimpulan da
ri pernyataan.
Didukung data dari Adamura (2018) yang
menyatakan kemampuan penalaran matematika
mahasiswa di Indonesia masih rendah. Apalagi
dalam mata kuliah yang diampunya yaitu Anali
sis Real, kemampuan mahasiswa dalam menalar
kan juga rendah. Mahasiswa kurang mampu ber
pikir intuitif dalam memahami persoalan.
Indikasi rendahnya kemampuan penalaran
matematis pada mahasiswa juga ditemukan pada

(Kemampuan Penalaran Mahasiswa dalam Memecahkan Masalah …….)
149


JEP| Volume 4| Nomor 2|November 2020|Page 147-154
artikel lainnya. Berdasarkan artikel yang dibuat
Meryansumayeka (2013) diperoleh fakta dalam
mata kuliah Telaah Kurikulum yang diampunya
bahwa salah satu faktor penyebab hasil belajar
mahasiswa belum memuaskan adalah kecende
rungan mahasiswa menghafal materi. Kecende
rungan ini disebabkan karena lemahnya kemam
puan mahasiswa dalam menggunakan penalaran.
Selanjutnya, hasil Test of Logical Thinking
(TOLT) yang dilakukan Rosita (2014) diperoleh
bahwa 68% mahasiswa dikatagorikan pada level
kemampuan penalaran rendah. Selanjutnya, Roha
na (2015), menyatakan bahwa sebagai mahasis
wa calon guru, tentunya harus memiliki kemam
puan penalaran yang baik. Namun faktanya rata-
rata hasil pencapaian kemampuan penalaran
matematis mahasiswa masih tergolong cukup,
sementara peningkatannya tergolong sedang.
Fakta lain yang bersumber dari artikel dos
en peneliti mata kuliah juga membuktikan bahwa
kemampuan penalaran matematis mahasiswa di
mana-mana bermasalah. Agustin (2016) mempe
roleh fakta pada mata kuliah Metode Numerik
kelas 2013A bahwa kemampuan penalaran maha
siswa tersebut masih tergolong kurang. Beliau
menjelaskan bahwa salah satu faktor yang penye
babnya adalah logika berpikir mahasiswa yang
masih rendah. Padahal logika dimanfaatkan da
lam proses menalarkan. Pada waktu perkuliahan
mata kuliah metode numerik, mahasiswa belum
terlalu paham dengan materi yang disampaikan.
Terlihat selama pembelajaran, mahasiswa mem
butuhkan beberapa kali pertemuan sampai dapat
memahami materi tertentu.
Pada tahun berikutnya, di tempat lain juga
mengalami hal yang sama yaitu rendahnya ke
mampuan penalaran matematis mahasiswa pada
mata kuliah yang diampu dosen Himmi (2017) ju
ga menyimpulkan kemampuan penalaran maha
siswa mata kuliah Trigonometri masih sangat
rendah. Mahasiwa kesulitan dalam membuktikan
identitas trigonometri. Banyak mahasiswa yang
memperoleh nilai rendah dan akhirnya memilih
memperbaiki nilai pada semester pendek. Hal
yang senada juga dilakukan Wahyuni (2017) dan
ditemukan bahwa kemampuan pemahaman dan
penalaran matematis mahasiswa tingkat IV mate
ri Sistem Bilangan Kompleks pada mata kuliah
Analisis Kompleks masih rendah di mana rata-
rata hanya mencapai 40%. Kemudian Hariyani
(2018) memberikan soal penalaran dalam Ujian
Tengah Semester (UTS) dan Ujian Akhir Semes
ter (UAS) mata kuliah Konsep Dasar Matematika
kepada 101 mahasiswa. Diperoleh 64 orang dian
taranya mendapat skor di bawah 70, sehingga ha
sil akhir yang diperoleh mahasiswa rata-rata men
dapatkan nilai C.
Selanjutnya, Muhammad (2017) mengung
kapkan fakta bahwa rata-rata kemampuan pena
laran matematis mahasiswa tingkat III mata ku
liah Struktur Aljabar II yang diampunya hanya
48.23%. Kesulitan mahasiswa pada umumnya ya
itu dalam menjawab soal pembuktian. Mahasis
wa tidak dapat mengaplikasikan konsep atau teo
rema yang telah dipelajari sebelumnya. Mereka
tidak tahu bagaimana menggunakannya dan bah
kan tidak tahu konsep atau teorema apa yang ha
rus digunakan dalam membuktikan.
Dalam tiga tahun terakhir ini, fakta kemam
puan penalaran matematis mahasiswa masih ren
dah juga ditemukan. Adamura (2018) juga me
nyimpulkan kemampuan penalaran matematika
mahasiswa di Indonesia masih rendah. Terbukti
dari hasil TIMSS dan hasil belajar mahasiswa ma
ta kuliah Analisis Real yang diajarnya. Hal yang
sama juga diutarakan oleh Arifendi (2019), bah
wa dia menuliskan dalam kegiatan Trend in Inter
national Mathematics and Science Study (TIM
SS) pada tahun 2015, skor Indonesia pada bidang
penalaran mateatika pada tahun tersebut hanya 20
dari skor rata-rata internasional yang mencapai
44. Sehingga hal ini membuktikan bahwa pena
laran matematis siswa di Indonesia masih rendah.
Kemudian, fakta yang ditemukan Yenni (2018)
pada mata kuliah Teori Bilangan yang diampu
nya, bahwa kemampuan penalaran adaptif maha
siswa pendidikan matematika masih rendah. Hal
ini ditandai dengan 84% mahasiswa kurang mam
pu dalam menuliskan alasan yang logis pada se
tiap langkah pembuktian yang dilakukan saat me
ngerjakan soal. Di mana pada umumnya mahasis
wa cenderung menghafalkan jawaban dan prose
dur saja. Selanjutnya, Riwayati (2019) menemu
kan bahwa kemampuan penalaran matematis ma
hasiswa pada perkuliahan Pengantar Probabilitas
juga masih rendah dan belum diperhatikan. Maha
siswa belum terbiasa mengidentifikasi hal-hal
penting dan ide utama dari materi yang dipelajari.
Berdasarkan fakta tersebut, diperlukanlah
suatu penelitian yang bertujuan untuk mempero
leh gambaran tentang kemampuan penalaran ma
tematis mahasiswa Pendidikan Matematika UNP
pada mata kuliah telaah kurikulum. Indikator ke
mampuan penalaran matematis yang menjadi fo
kus utama pada penelitian ini yaitu kemampuan
mahasiswa membuat konjektur, menyusun bukti,
memberikan alasan atau bukti terhadap kebe

Saddam Al Aziz,

Ali Asmar, Defri Ahmad, Fridgo Tasman, Ronal Rifandi 150

JEP| Volume 4| Nomor 2|November 2020|Page 147-154
naran solusi, hingga kemampuan mahasiswa me
narik suatu kesimpulan.
METODE PENELITIAN
Penelitian yang digunakan adalah peneli
tian deskriptif. Disain yang digunakan merupa
kan studi kasus (one shot case study). Dalam de
sain ini, peneliti hanya memberikan treatment
satu kali dan diasumsikan nantinya sudah meng
hasilkan pengaruh sesuai topik yang diteliti
(Aisyah, 2015). Dalam penelitian ini, treatment
yang dimaksud adalah pemberian soal kuis ke
mampuan penalaran matematis. Sedangkan kasus
yang dideskripsikan dalam penelitian ini menge
nai kemampuan penalaran matematis mahasiswa
pendidikan matematika UNP pada mata kuliah
telaah kurikulum matematika sekolah menengah.
Penelitian ini dilakukan pada 36 mahasiswa se
mester empat pendidikan matematika UNP pada
mata kuliah telaah kurikulum matematika seko
lah menengah. Pemilihan sampel ini dilakukan de
ngan teknik purposive sampling.
Teknik pengumpulan data menggunakan ti
ga metode yaitu: (1) metode wawancara; (2) ang
ket; dan (3) tes tertulis. Instrumen tes tertulis beru
pa soal tes penalaran matematis berbentuk uraian
divalidasi dengan cara berdiskusi dengan sesama
dosen jurusan matematika. Validasi yang dimak
sud dalam hal ini adalah terkait ketepatan pemi
lihan kata-kata pada soal tes yang tidak boleh am
bigu, kesesuaian soal tes dengan indikator pena
laran matematis, serta keberadaan pengetahuan
dasar yang telah atau harus dimiliki oleh maha
siswa pendidikan matematika semester empat. Se
dangkan wawancara dan angket dijadikan seba
gai teknik triangulasi data untuk pengecekan ke
absahan data yang diperoleh.
Dalam menganalisis data kemampuan pe
nalaran matematis, digunakanlah teknik analisis
data model Milles dan Huberman. Ada empat
prosedur dalam teknik analisis data model Milles
dan Huberman antara lain: (1) mengumpulkan da
ta; (2) mereduksi data; (3) menyajikan data atau
menampilkan data; dan (4) membuat kesimpulan
(Miles, 1994). Model analisis data Miles dan Hu
berman ini dapat dilihat pada Gambar 1.
Dalam penelitian ini, rincian tahapan anali
sis data sebagai berikut: (1) mencatat seluruh hal
yang terjadi selama perkuliahan melalui penga
matan, wawancara, dokumentasi, dan tes; (2) me
nelaah hasil pengamatan, wawancara, dokumen
tasi, dan tes serta mengklasifikasikan data yang
dianggap penting dan tidak penting (reduksi
data); (3) mendeskripsikan data yang telah diklasi
fikasikan dengan memperhatikan fokus dan tu
juan penelitian; dan (4) membuat analisis akhir
dalam bentuk laporan hasil penelitian.

Gambar 1. Analysis Interactive Model dari
Miles & Huberman (1994: 12)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil kuis yang diberikan pa
da 36 mahasiswa pendidikan matematika UNP di
mata kuliah telaah kurikulum diperoleh hasil bah
wa kemampuan penalaran mahasiswa pada indi
kator menganalisis masalah, membuat konjektur,
menentukan hubungan antar variabel, serta meng
identifikasi kaitan antara proses atau konsep pada
kasus yang diberikan juga masih rendah.
Rendahnya hasil kemampuan penalaran
mahasiswa dapat dilihat dari jawaban mahasiswa
dalam soal kuis penalaran. Berdasarkan analisis
jawaban mahasiswa, diperoleh tiga tipe jawaban
mahasiswa, antara lain:
1. Penyelesaian benar dengan membuat konjek
tur, menentukan hubungan antar variabel, ser
ta mengidentifikasi kaitan antara proses atau
konsep tetapi tidak dapat memilih option
jawaban yang benar.
2. Penyelesaian tidak dengan cara membuat kon
jektur, tidak dengan cara menentukan hubung
an antar variabel, serta tidak mengidentifika
si kaitan antara proses atau konsep.
3. Salah dalam mengidentifikasi kaitan antara
proses, konsep, atau variabel, sehingga jawab
an salah.
Adapun soal kuis penalaran dapat dilihat pada
Gambar 2. Jawaban yang benar dari soal adalah
�−�>1 dengan option jawabannya :
A. lebih besar daripada 1.
Berdasarkan Gambar 3, penyelesaian ma
hasiswa benar dengan membuat konjektur, me
nentukan hubungan antar variabel, serta mengi

(Kemampuan Penalaran Mahasiswa dalam Memecahkan Masalah …….)
151


JEP| Volume 4| Nomor 2|November 2020|Page 147-154
dentifikasi kaitan antara proses atau konsep tetapi
tidak dapat memilih option jawaban yang benar.
Sehingga, mahasiswa menyimpulkan
"Jika a > 5 dan b < 3 maka nilai a - b > 2"
dengan benar tetapi mahasiswa tidak dapat memi
lih option jawaban yang benar.

Gambar 2. Soal Kuis Penalaran
Hanya 17% mahasiswa yang benar dalam
mengerjakan soal, akan tetapi salah dalam memi
lih option jawaban yang benar (jawaban Tipe I).
Seharusnya berdasarkan sifat himpunan dan sifat
urutan bilangan real, jika a - b > 2 maka pasti
a - b > 1. Sehingga dapat disimpulkan bahwa:
Jika a > 5 dan b < 3, maka a - b > 2. Jawaban
yang tepat adalah
A. lebih besar daripada 1.

Gambar 3. Salah Satu Jawaban Mahasiswa Tipe I
Berdasarkan hasil wawancara dengan ma
hasiswa tipe jawaban I, disimpulkan bahwa mere
ka memahami maksud soal dan meyakini bahwa
penyelesaiannya benar. Akan tetapi ketika memi
lih jawaban, mereka menjadi ragu. Seharusnya, ji
kalau kemampuan analisis mahasiswa bagus, ten
tunya mahasiswa dapat menyimpulkan jawaban
yang tepat.

Gambar 4. Salah Satu Jawaban
Mahasiswa Tipe II
Berdasarkan Gambar 4, dapat dilihat cara
ini tidak salah. Akan tetapi, belum pasti kesim
pulannya berlaku umum. Hal ini dikarenakan ma
hasiswa hanya memilih beberapa anggota him
punan bilangan a dan b saja, kemudian mencari
nilai a - b. Sehingga, pada umumnya mahasiswa
menyimpulkan:
"Jika a > 5 dan b < 3 maka nilai a - b > 3"
"Jika a > 5 dan b < 3 maka nilai a - b > 4"
"Jika a > 5 dan b < 3 maka nilai a - b > 5"
Tentunya kesimpulan ini memiliki perbedaan (ga
lat) yang besar dibandingkan dengan jawaban se
benarnya.
Sebanyak 71% menjawab dengan cara se
perti Gambar 4. Disimpulkan bahwa mahasiswa
sama sekali tidak memperlihatkan kemampuan
bernalarnya. Hal ini dikarenakan mahasiswa ti
dak mampu membuat konjektur dari yang diketa
hui di soal, tidak mampu menentukan hubungan
antar variabel soal, serta tidak mampu mengiden
tifikasi kaitan antara proses atau konsep yang ada
pada soal. Seharusnya mahasiswa mampu mene
mukan kaitan antara a >5 dan b < 3 dengan a - b.
Akan tetapi, mahasiswa hanya menyelesaikan so
al dengan cara mencoba beberapa anggota him
punan bilangan a dan b kemudian mencari nilai
a - b, selanjutnya menyimpulkan nilai a - b berda
sarkan nilai yang diperoleh (jawaban Tipe II).
Berdasarkan hasil wawancara dengan ma
hasiswa tipe jawaban II, disimpulkan bahwa ma
hasiswa memahami maksud soal, tetapi mengang

Saddam Al Aziz,

Ali Asmar, Defri Ahmad, Fridgo Tasman, Ronal Rifandi 152

JEP| Volume 4| Nomor 2|November 2020|Page 147-154
gap cara yang dipakai sudah dapat memberikan
kesimpulan umum. Mahasiswa sudah mengguna
kan logika berpikir yang benar tetapi belum mak
simal. Dari wawancara dapat diambil kesimpulan
bahwa telah terjadi proses penalaran, meskipun
belum tepat dan optimal.

Gambar 5. Salah Satu Jawaban
Mahasiswa Tipe III
Berdasarkan Gambar 5, dapat dilihat maha
siswa belum mampu dalam mengidentifikasi
kaitan antara proses, konsep, atau variabel, se
hingga jawaban salah. Hanya 12% mahasiswa
menjawab seperti tipe jawaban III. Mereka salah
dalam mengidentifikasi kaitan antara proses, kon
sep, atau variabel pada soal, sehingga walaupun
mahasiswa berusaha memberikan jawaban, tetapi
pemahaman dasarnya salah. Hal ini membukti
kan kebenaran teori yang dijelaskan Muhammad
(2017) bahwa pemahaman awal adalah hal terpen
ting dalam menalarkan.
Menurut hasil wawancara dengan mahasis
wa tipe jawaban III, disimpulkan bahwa maha
siswa sama sekali tidak memiliki kemampuan
menganalisis. Bahkan, mahasiswa salah dalam
memahami konsep. Mereka mengakui kebingung
an dalam memilih bilangan a dan b karena
bilangannya cukup banyak. Sehingga rata-rata
mahasiswa menyelesaikan hanya dalam bentuk
kata-kata atau kalimat penjelasan saja.
Ringkasan persentase ketiga tipe jawaban
mahasiswa tersebut dapat dilihat pada Tabel 1.
Berdasarkan Tabel 1, dapat dilihat kemampuan
penalaran matematis mahasiswa masih rendah. Ti
dak ada seorang mahasiswa pun yang dapat memi
lih option jawaban yang benar pada soal tersebut.
Akan tetapi, jika soalnya bukan berupa pilihan
berganda, dapat dikatakan ada walaupun sedikit
mahasiswa yang menjawab benar soal tersebut
dengan menunjukkan penalaran yang baik.
Tabel 1. Persentase Tipe Jawaban Mahasiswa
No. Tipe Jawaban Persentase
1 I 17
2 II 71
3 III 12
Hasil penelitian ini juga dikaitkan dengan
penelitian-penelitian terdahulu. Penelitian yang
dilakukan Meryansumayeka (2013) berfokus pa
da “Pendesainan Pembelajaran Menggunakan
Pendekatan Analisis Nilai Pada Mata Kuliah Te
laah Kurikulum”. Kaitannya adalah penelitian ini
sama-sama melihat nilai-nilai penalaran yang
mencakup akurasi, kejelasan, conjecturing, kon
sistensi, kreativitas, dan sistematis mahasiswa da
lam mengerjakan soal. Nilai-nilai ini memang ter
bukti dapat mengungkap kemampuan penalaran
mahasiswa. Apabila dikaitkan dengan penelitian
yang dilakukan Pamungkas (2016), hasil kemam
puan penalaran matematis mahasiswa yang ren
dah ini dapat diatasi dengan mengembangkan ba
han ajar. Sejalan dengan itu, Fisher (2017) juga
membuktikan bahwa kemampuan penalaran mate
matis mahasiswa calon guru matematika dapat di
tingkatkan melalui blended-learning dengan stra
tegi probing-prompting.
Hal yang menjadi perhatian untuk peneli
tian berikutnya, yaitu diperlukan penelitian yang
mampu meningkatkan kemampuan penalaran ma
tematika mahasiswa. Penelitian yang diperlukan
yaitu dengan cara: (1) penerapan strategi, pende
katan, atau model pembelajaran atau (2) pengem
bangan perangkat pembelajaran. Sehingga, diha
rapkan kemampuan penalaran yang mereka capai
terjadi peningkatan.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil dan pembahasan peneli
tian, dapat disimpulkan bahwa kemampuan pe
nalaran matematis mahasiswa pendidikan mate
matika UNP pada pada mata kuliah telaah kuriku
lum matematika sekolah menengah di semester
empat masih rendah. Di mana indikator kemam
puan penalaran matematis yang rendah yaitu pa
da kemampuan mahasiswa membuat konjektur
dari variabel yang diketahui pada soal, menyusun
bukti, memberikan alasan atau bukti terhadap
kebenaran solusi, hingga kemampuan menarik
kesimpulan masih tergolong sangat rendah. Perlu

(Kemampuan Penalaran Mahasiswa dalam Memecahkan Masalah …….)
153


JEP| Volume 4| Nomor 2|November 2020|Page 147-154
dilakukan upaya-upaya dalam meningkatkan ke
mampuan penalaran matematis mahasiswa mata
kuliah telaah kurikulum matematika sekolah me
nengah agar kualitas pembelajaran di sekolah dan
pendidikan berkualitas.
DAFTAR PUSTAKA

Adamura, Fatriya., Susanti, Vera Dewi. 2018. Pe
nalaran Matematis Mahasiswa dengan Ke
mampuan Berpikir Intuitif Sedang dalam
Memecahkan Masalah Analisis Real.
JEMS (Jurnal Edukasi Matematika dan
Sains), 6(2): 77-92.
Afri, Lisa Dwi. 2019. Pengembangan Soal Tes
Kemampuan Representasi Dan Penalaran
Matematis Serta Skala Sikap Self Concept
Untuk Siswa SMP. Jurnal Axiom, 8(1): 1-
2.
Agustin, Ririn Dwi. 2016. Kemampuan Penalar
an Matematika Mahasiswa Melalui Pende
katan Problem Solving. Jurnal Pedagogia,
5(2): 179-188.
Aisyah, Nur Lindah. 2015. Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Make A
Match Untuk Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa Kelas X Jasa Boga Pada Kompe
tensi Dasar Potongan Bahan Makanan Di
Smk Negeri 1 Cerme, Gresik. e-journal
Boga, 4(1): 143-152.
Alpian, Rudi., Anggoro, Bambang Sri. 2020. Stu
dents’ Mathematical Reasoning Analysis
Based on Van Hiele Theory. Indonesian
Journal of Science and Mathematics Edu
cation, 3(1): 97.
Arifendi, Rio Febriant., Rudy, Setiawan. 2019.
Upaya Peningkatan Penalaran Matematis
Mahasiswa Universitas Tribhuwana Tung
gadewi Melalui Pendekatan Contextual
teaching and learning (CTL). Prismatika:
Jurnal Pendidikan dan Riset Matematika,
1(2): 55-59.
Arigiyati, Tri Astuti. 2017. Matematis Model
Learning Cycle Dan Konvensional Pada
Kuliah Statistika Matematika II. Jurnal
Math Educator Nusantara (JMEN), 3(1):
43-44.
Ario, Marfi. 2017. Perbandingan Peningkatan
Kemampuan Penalaran Matematis Antara
Pembelajaran Berbasis Masalah Dan Pe
nemuan Terbimbing Ditinjau Dari Kemam
puan Awal Matematis Siswa. Jurnal Eksak
ta Pendidikan (JEP), 1(2): 86-92.
Aziz, Saddam Al. 2018. The Influence of Mathe
matical Learning Material Based On Mo
del-Eliciting Activities (MEAs) Approach
To Improve Mathematical Creative Think
ing Skill Of Students Of Grade X Of Senior
High School Padang. Proceedings. Atlant
is Press, Vol 285: 117.
Fahyuddin,. Sampradja, Hafi Ludin. 2015. Ekspl
orasi Kemampuan Penalaran Mahasiswa
Melalui Pemecahan Masalah Kimia Seca
ra Terstruktur. Jurnal Pendidikan dan Pem
belajaran, 22(2): 152.
Fisher, Dahlia. 2017. Peningkatan Kemampuan
Penalaran Matematis Mahasiswa Calon
Guru Matematika Melalui Blended-Learn
ing Dengan Strategi Probing-Prompting.
Pasundan Journal of Research in Mathe
matics Learning and Education (Symmet
ry), 2(2): 78-86.
Hariyani, Mimi., Amir, Zubaidah. 2018. Pening
katan Kemampuan Penalaran Matematis
Mahasiswa Pendidikan Guru Madrasah
Ibtidaiyah Melalui Concept Attainment
Model. Journal of Madrasah Ibtidaiyah
Education, 2(1): 119-130.
Haryono, Agus., Tanujaya, Benediktus. 2018.
Profil Kemampuan Penalaran Induktif Ma
tematika Mahasiswa Pendidikan Matema
tika Unipa Ditinjau Dari Gaya Belajar.
Journal Of Honai Math, 1(2): 127-138.
Helma. Edizon. 2020. Faktor-Faktor yang Mem
pengaruhi Hasil Belajar Matematika Sis
wa Untuk Penerapan Bahan Ajar Kon
tekstual Mengintegrasikan Pengetahuan
Terkait Dan Realistik. Jurnal Eksakta
Pendidikan (JEP), 1(1): 86-92.
Hidayat, Wahyu., Sariningsih, Ratna. 2020. Pro
fil Kemampuan Penalaran Kreatif Matema
tis Mahasiswa Calon Guru. Jurnal Elemen.
6(1): 108–127.
Himmi, Nailul. 2017. Korelasi Self Efficacy Ter
hadap Kemampuan Penalaran Matematis
Mahasiswa Semester Pendek Mata Kuliah
Trigonometri UNRIKA. Jurnal Pythagoras,
6(2): 143 – 150.
Meryansumayeka. 2013. Pendesainan Pembel
ajaran Menggunakan Pendekatan Analisis
Nilai Pada Mata Kuliah Telaah Kuriku
lum. Jurnal Pendidikan Matematika, 7(1):
1-10.
Miles, M. B., Huberman, M. A. 1994. Qualitative
Data Analysis: An Expanded Sourcebook
(2rd ed). London: Sage Publication.

Saddam Al Aziz,

Ali Asmar, Defri Ahmad, Fridgo Tasman, Ronal Rifandi 154

JEP| Volume 4| Nomor 2|November 2020|Page 147-154
Muhammad, Guntur Maulana. 2017. Analisis Ke
mampuan Penalaran Matematis Mahasis
wa Pada Mata Kuliah Struktur Aljabar II
(Teori Gelanggang). Jurnal Prisma, 6(1):
66-78.
NCTM. 2000. Focus in High School Mathema
tics: Reasoning and Sense Making. Reston,
VA: The National Council of Teachers of
Mathematics, Inc.
NCTM. 2000. Principle and Standards for
School Mathematic. Virginia: NCTM, diak
ses pada https://www.nctm.org/, hal 4.
Nuh, Muhammad. 2014. Modul Pelatihan Im
plementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Ba
dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pendidikan dan Kebudayaan dan Penja
minan Mutu Pendidikan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan 2013.
Pamungkas, A. S. 2016. Pengembangan Bahan
Ajar Untuk Peningkatan Kemampuan Pe
nalaran Matematis Mahasiswa Calon
Guru Matematika. JPPM , 9 (2), 177-182.
Riwayati, Selvi., Destania, Yuriska. 2019. Efek
tifitas Desain Lembar Kerja Mahasiswa
(LKM) Terintegrasi Internet untuk Me
ngembangkan Kemampuan Penalaran Ma
tematis Mahasiswa. EDUMATIKA: Jur
nal Riset Pendidikan Matematika, 2(2):
104-112.
Rohana. 2015. Peningkatan Kemampuan Pena
laran Matematis Mahasiswa Calon Guru
Melalui Pembelajaran Reflektif. Jurnal
Ilmiah Infinity, 4(1): 105-119.
Shadiq, Fadjar. 2004. Pemecahan Masalah, Pena
laran dan Komunikasi. Yogyakarta: PPPG
Matematika.
Sumartini, Tina Sri. 2015. Peningkatan Kemam
puan Penalaran Matematis Siswa melalui
Pembelajaran Berbasis Masalah. Jurnal
Pendidikan Matematika. 5(1): 1–2.
Wahyuni, Ika., Karimah, Nurul Ikhsan. 2017.
Analisis Kemampuan Pemahaman Dan Pe
nalaran Matematis Mahasiswa Tingkat IV
Materi Sistem Bilangan Kompleks Pada
Mata Kuliah Analisis Kompleks. Jurnal
JNPM (Jurnal Nasional Pendidikan Mate
matika), 1(2): 228-240.
Yenni,. Rachma, Eka. 2018. Pengembangan Lem
bar Kerja Mahasiswa berbasis Inquiry Un
tuk Mengoptimalkan Kemampuan Penalar
an Adaptif. Jurnal Analisa, 4(2): 61-71.