PENGANTAR HUKUM
BISNIS




Disusun Oleh:
Dr. Herie Saksono, M.Si
Yessy Kusumadewi, S.H., M.H
Dr. Henny Saida Flora, S.H., M.Hum., M.Kn
Johannes Johny Koynja, S.H., M.H
Dr. Suyanto, S.H., M.H., M.Kn., M.A.P
Rini Winarsih, S.H., M.H
Levi Olivia, S.H., M.H
Afrilia Cahyani, S.H., M.H
Dr. Albert Yansen, S,T., M.M
Angely E. E. Sondakh, S.H., M.H





Penerbit Yayasan
Cendikia Mulia Mandiri

PENGANTAR HUKUM BISNIS

Penulis:
Dr. Herie Saksono, M.Si
Yessy Kusumadewi, S.H., M.H
Dr. Henny Saida Flora, S.H., M.Hum., M.Kn
Johannes Johny Koynja, S.H., M.H
Dr. Suyanto, S.H., M.H., M.Kn., M.A.P
Rini Winarsih, S.H., M.H
Levi Olivia, S.H., M.H
Afrilia Cahyani, S.H., M.H
Dr. Albert Yansen, S,T., M.M
Angely E. E. Sondakh, S.H., M.H

Editor & Desain Cover:
Indra Pradana Kusuma

Penerbit:
Yayasan Cendikia Mulia Mandiri

Redaksi:
Perumahan Cipta No.1
Kota Batam, 29444
Email: [email protected]

ISBN: 978-623-8382-97-2
Terbit: Februari 2024
IKAPI: 011/Kepri/2022
Exp. 31 Maret 2024

Ukuran:
viii hal + 190 hal;
14,8cm x 21cm


Cetakan Pertama, 2024.
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang.
Dilarang Keras Memperbanyak Karya Tulis Ini Dalam Bentuk Dan Dengan Cara Apapun
Tanpa Izin Tertulis Dari Penerbit

iii
KATA PENGANTAR

Syukur alhamdulillah penulis haturkan kepada
Allah Swt. yang senantiasa melimpahkan karunia dan
berkah Nya sehingga penulis mampu merampungkan
karya ini tepat pada waktunya, sehingga penulis dapat
menghadirkannya dihadapan para pembaca. Kemudian,
tak lupa shalawat dan salam semoga senantiasa tercurah
limpahkan kepada Nabi Muhammad Saw., para sahabat,
dan ahli keluarganya yang mulia.
Hukum Bisnis memiliki peran sentral dalam
mengatur hubungan antara berbagai pihak yang terlibat
dalam kegiatan bisnis, termasuk perusahaan, konsumen,
pemasok, dan pihak-pihak lain yang terlibat. Dengan
demikian, pemahaman terhadap konsep-konsep seperti
kontrak, tanggung jawab perusahaan, dan hak-hak
konsumen menjadi kunci dalam menciptakan
lingkungan bisnis yang adil dan berkelanjutan.
Ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum
tentang Hukum Bisnis, menjelaskan peran dan
relevansinya dalam konteks bisnis, serta memberikan
pemahaman dasar terhadap prinsip-prinsip hukum yang
berkaitan.

iv
Dalam keperluan itulah, buku Pengantar Hukum
Bisnis ini sengaja penulis hadirkan untuk pembaca.
Tujuan buku ini adalah sebagai panduan bagi setiap
orang yang ingin mempelajari dan memperdalam ilmu
pengetahuan. Buku ini juga untuk memberikan
pencerahan kepada para pendidik, peserta didik, pelaku
pendidikan, pengelola lembaga pendidikan dan
masyarakat pada umumnya, dalam rangka menciptakan
generasi emas yang memiliki ilmu pengetahuan serta
wawasan yang luas.
Penulis menyampaikan terima kasih yang tak
terhingga bagi semua pihak yang telah berpartisipasi.
Terakhir seperti kata pepatah bahwa” Tiada Gading Yang
Tak Retak” maka penulisan buku ini juga jauh dari kata
sempurna, oleh karena itu penulis sangat berterima
kasih apabila ada saran dan masukkan yang dapat
diberikan guna menyempurnakan buku ini di kemudian
hari.

………, Februari 2024

Penulis

v
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................. iii
DAFTAR ISI .............................................................................. v
BAB I KONSEP DASAR HUKUM BISNIS ........................... 1
1.1. Pengertian Hukum Bisnis ........................................ 1
1.2. Sejarah dan Perkembangan Hukum Bisnis....... 2
1.3. Peran Hukum dalam Dunia Bisnis ........................ 4
1.4. Jenis-jenis Hukum Bisnis .......................................... 6
1.5. Prinsip Hukum Bisnis ................................................ 9
1.6. Etika dan Hukum Bisnis ........................................ 11
BAB II SUBYEK OBYEK HUKUM ..................................... 15
2.1. Pendahuluan............................................................... 15
2.2. Subyek Hukum .......................................................... 17
2.2.1. Individu Sebagai Subyek Hukum ............. 17
2.2.2. Badan Hukum Sebagai Subyek Hukum .. 25
2.3. Obyek Hukum ............................................................ 28
2.4. Hak Kebendaan yang Berkaitan dengan
Jaminan ......................................................................... 28
2.5. Pengertian Jaminan ................................................. 29
2.6. Macam-Macam Jaminan......................................... 31
BAB III PERJANJIAN ........................................................... 37
3.1. Pengertian Hukum Perjanjian ............................. 38
3.2. Sistem Pengaturan Hukum Perjanjian ............. 41
3.3. Asas dalam Hukum Perjanjian ............................ 42

vi
3.3.1. Asas Kebebasan Berkontrak (Freedom of
contract) ............................................................. 43
3.3.2. Asas Konsensualisme ( Concensualism) 43
3.3.3. Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt
Servanda) ........................................................... 44
3.3.4. Asas Itikad baik (Good Faith) .................... 44
3.3.5. Asas Kepribadian (Personality) ................ 45
3.4. Syarat Sahnya Perjanjian ...................................... 45
3.5. Bentuk Perjanjian .................................................... 49
3.6. Unsur-Unsur Perjanjian......................................... 54
3.7. Risiko dalam Hukum Perjanjian ........................ 55
3.8. Berakhirnya Perjanjian.......................................... 57
BAB IV ORGANISASI BISNIS ............................................ 59
4.1. Profil Organisasi Bisnis .......................................... 59
4.2. Lingkungan Hukum Bisnis ................................... 60
4.3. Pembentukan dan Registrasi Bisnis ................. 61
4.4. Kontrak Bisnis ........................................................... 63
4.5. Tanggung Jawab Hukum Bisnis.......................... 65
4.6. Rencana Sumber Daya Manusia ......................... 66
4.7. Risiko dan Mitigasi .................................................. 68
BAB V SURAT BERHARGA ............................................... 73
5.1. Dasar Hukum Surat Berharga ............................. 73
5.2. Jenis-jenis Surat Berharga .................................... 75
5.3. Penerbitan Surat Berharga .................................. 79
5.4. Perdagangan dan Pasar Sekunder .................... 82
BAB VI HUKUM ASURANSI .............................................. 87

vii
6.1. Pengertian Asuransi ................................................ 87
6.2. Perjanjian Asuransi ................................................. 92
6.3. Asuransi Sebagai Pengalihan Dan Penyebaran
Risiko ............................................................................. 94
6.4. Perusahaan Asuransi .............................................. 97
6.5. Sifat Perjanjian Asuransi .................................... 100
6.6. Prinsip-Prinsip Asuransi .................................... 103
6.7. Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Asuransi ...... 111
6.8. Produk Asuransi Jiwa .......................................... 118
6.9. Polis Asuransi ......................................................... 119
BAB VII HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL .................. 125
7.1. Hak Kekayaan Intelektual: Konsep Dasar ... 125
7.2. Jenis-jenis Hak Kekayaan Intelektual ........... 128
7.3. Hubungan Hak Kekayaan Intelektual dengan
Bisnis .......................................................................... 131
7.4. Peran Hukum Bisnis dalam Perlindungan HKI .
....................................................................................... 134
BAB VIII PERLINDUNGAN KONSUMEN ..................... 139
8.1. Sejarah Perlindungan Konsumen ................... 139
8.2. Pengertian & Asas Perlindungan Konsumen .....
....................................................................................... 140
8.3. Peraturan Tentang Perlindungan Konsumen di
Indonesia .................................................................. 142
8.4. Konsumen, Pelaku Usaha, BPKN & BPSK .... 144
8.4.1. Konsumen ....................................................... 144
8.4.2. Pelaku Usaha ................................................. 145

viii
8.4.3. Badan Perlindungan Konsumen Nasional ..
.............................................................................. 145
8.4.4. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ..
.............................................................................. 146
8.5. Tahapan Transaksi Konsumen ......................... 147
8.6. Perlindungan Konsumen dalam transaksi E-
commerce ................................................................... 148
BAB IX PENYELESAIAN SENGKETA DALAM HUKUM
BISNIS ................................................................................... 151
9.1. Dasar-dasar Penyelesaian Sengketa .............. 151
9.2. Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) ....... 154
9.3. Pengadilan dan Litigasi ........................................ 158
9.4. Klausul Penyelesaian Sengketa dalam Kontrak
Bisnis ........................................................................... 162
BAB X BISNIS INTERNASIONAL ................................... 167
10.1. Dasar Hukum Bisnis Internasional ............ 167
10.2. Lingkungan Bisnis Internasional ................ 170
10.3. Transaksi Internasional dan Perjanjian
Bisnis ...................................................................... 173
10.4. Perusahaan Multinasional ............................. 176
DAFTAR PUSTAKA ........................................................... 181

Pengantar Hukum Bisnis | 1
BAB I
KONSEP DASAR HUKUM BISNIS


1.1. Pengertian Hukum Bisnis
Hukum Bisnis mengacu pada seperangkat aturan
dan regulasi yang mengatur interaksi dan transaksi
dalam konteks bisnis. Ini meliputi semua aspek hukum
yang berkaitan dengan operasi perusahaan, kontrak,
kewajiban, perlindungan konsumen, kepailitan,
perlindungan hak kekayaan intelektual, dan banyak lagi.
Pengertian Hukum Bisnis mencakup berbagai
bidang, seperti hukum kontrak, hukum perusahaan,
hukum pajak, hukum perdagangan internasional, hukum
kekayaan intelektual, dan regulasi lingkungan.
Tujuannya adalah untuk menciptakan kerangka kerja
yang adil, teratur, dan terprediksi bagi pelaku bisnis
dalam menjalankan kegiatan mereka.
Hukum Bisnis juga mencakup perlindungan
terhadap kepentingan para pihak yang terlibat dalam
transaksi bisnis, baik itu pemegang saham, konsumen,
karyawan, maupun pihak lain yang terlibat dalam
aktivitas bisnis. Hal ini mencakup penegakan kontrak,
hak dan kewajiban para pihak, serta penyelesaian

2 | Pengantar Hukum Bisnis
sengketa yang mungkin timbul dalam konteks bisnis.
Dengan demikian, Hukum Bisnis menjadi landasan
yang penting bagi perusahaan dan individu dalam
menjalankan aktivitas bisnis mereka dengan mematuhi
aturan hukum yang berlaku, melindungi hak dan
kewajiban, serta meminimalkan risiko hukum yang
mungkin timbul dalam aktivitas bisnis mereka.

1.2. Sejarah dan Perkembangan Hukum Bisnis
Sejarah Hukum Bisnis telah melalui berbagai
evolusi yang paralel dengan perkembangan masyarakat
dan ekonomi.
Berikut adalah gambaran umum mengenai sejarah
dan perkembangan Hukum Bisnis:
1. Era Kuno:
Hukum Perdagangan di Mesopotamia dan
Babilonia: Dokumen tertua tentang kontrak dan
transaksi bisnis berasal dari era ini. Terdapat
catatan mengenai perjanjian bisnis dan kode
hukum yang mengatur perdagangan dan
kewajiban bisnis.
2. Zaman Klasik:
Hukum Romawi: Kontribusi besar dalam
pembentukan hukum bisnis. "Hukum Perdata"
(ius civile) membentuk dasar bagi konsep

Pengantar Hukum Bisnis | 3
kontrak, kepemilikan, dan tanggung jawab
hukum dalam transaksi bisnis.
3. Abad Pertengahan:
Hukum Feodal: Terjadi pengaturan yang kuat
terkait tanah dan hak milik, yang mencerminkan
ekonomi agraris pada masa itu. Pengaturan
terkait feodalisme dan hubungan penguasa-
tanah-petani menjadi penting dalam konteks
bisnis.
4. Revolusi Industri:
Pengaruh Perkembangan Ekonomi: Revolusi
industri membawa perubahan dramatis dalam
ekonomi dan produksi. Hal ini mengakibatkan
perlunya regulasi yang lebih rinci terkait
perlindungan pekerja, standar keselamatan, dan
perjanjian kerja.
5. Abad ke-20:
Globalisasi dan Peraturan Modern:
Pertumbuhan ekonomi global dan teknologi
mengubah lanskap bisnis secara radikal.
Regulasi perusahaan, perdagangan
internasional, dan perlindungan konsumen
menjadi sorotan penting.
6. Era Kontemporer:
Hukum Bisnis Digital dan Globalisasi:

4 | Pengantar Hukum Bisnis
Perkembangan teknologi informasi dan internet
menghasilkan tantangan baru dalam regulasi
bisnis, seperti perlindungan data, keamanan
cyber, dan perdagangan elektronik. Globalisasi
ekonomi juga memunculkan kebutuhan untuk
hukum bisnis yang berlaku secara internasional.

Seiring dengan evolusi ekonomi, sosial, dan
teknologi, Hukum Bisnis terus beradaptasi dan
berkembang untuk mengakomodasi perubahan
tersebut. Hal ini mencakup pembentukan regulasi yang
lebih kompleks, perubahan dalam praktik hukum, serta
pembaruan terkait isu-isu baru seperti hukum teknologi
dan hukum lingkungan dalam konteks bisnis.

1.3. Peran Hukum dalam Dunia Bisnis
Peran Hukum dalam dunia bisnis sangatlah
signifikan dan memiliki dampak yang luas.
Beberapa peran pentingnya antara lain:
1. Mengatur Interaksi Bisnis:
Hukum memberikan kerangka kerja yang jelas
untuk transaksi bisnis, baik itu melalui peraturan
kontrak, perlindungan hak kekayaan intelektual,
atau regulasi perdagangan. Ini memastikan
bahwa kesepakatan antara pihak-pihak bisnis

Pengantar Hukum Bisnis | 5
memiliki dasar hukum yang kuat.
2. Melindungi Pihak-pihak yang Terlibat:
Perlindungan terhadap hak dan kewajiban
adalah bagian penting dari peran hukum dalam
bisnis. Hukum menyediakan mekanisme untuk
menyelesaikan sengketa, melindungi konsumen
dari praktik bisnis yang merugikan, dan
memberikan keamanan hukum bagi pihak-pihak
yang berkontrak.
3. Mengatur Tanggung Jawab Bisnis:
Hukum menetapkan standar etika dan tanggung
jawab dalam menjalankan bisnis. Ini mencakup
kewajiban perusahaan terhadap lingkungan,
karyawan, konsumen, dan masyarakat umum.
Hukum juga memastikan bahwa perusahaan
bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan.
4. Memfasilitasi Pertumbuhan dan Inovasi:
Regulasi yang seimbang dapat mendorong
pertumbuhan ekonomi dan inovasi. Dengan
memberikan kepastian hukum, peraturan yang
jelas, dan insentif yang tepat, hukum dapat
mendorong perusahaan untuk berinovasi dan
berkembang.
5. Menjamin Kepatuhan Terhadap Standar dan
Peraturan:

6 | Pengantar Hukum Bisnis
Perusahaan harus mematuhi standar tertentu
yang diatur oleh hukum, termasuk perpajakan,
standar akuntansi, peraturan lingkungan, dan
hukum ketenagakerjaan. Kepatuhan ini adalah
bagian penting dari menjaga kelangsungan dan
reputasi bisnis.
6. Menyelesaikan Sengketa:
Hukum menyediakan sistem penyelesaian
sengketa yang adil dan terstruktur. Dengan
adanya prosedur hukum yang jelas, sengketa
dalam bisnis dapat diselesaikan secara objektif
dan adil, baik melalui jalur litigasi maupun
metode alternatif penyelesaian sengketa.

Dengan menjalankan peran-peran ini, hukum
membantu menciptakan lingkungan bisnis yang stabil,
teratur, dan adil. Ini memungkinkan pertumbuhan
ekonomi yang berkelanjutan serta menciptakan
kepercayaan antara pelaku bisnis, konsumen, dan
masyarakat luas.

1.4. Jenis-jenis Hukum Bisnis
Terdapat berbagai jenis Hukum Bisnis yang
mengatur beragam aspek dalam dunia bisnis. Beberapa
di antaranya meliputi:

Pengantar Hukum Bisnis | 7
1. Hukum Kontrak:
Regulasi yang mengatur pembentukan,
pelaksanaan, dan penyelesaian kontrak antara
pihak-pihak bisnis. Ini mencakup syarat sahnya
kontrak, hak dan kewajiban pihak, serta
penyelesaian sengketa kontrak.
2. Hukum Perusahaan:
Meliputi pembentukan, struktur, operasi,
tanggung jawab, dan pengakhiran perusahaan.
Ini juga mencakup hukum tentang tata kelola
perusahaan, kepemilikan saham, dan tanggung
jawab direksi.
3. Hukum Kepailitan:
Mengatur proses dan prosedur ketika
perusahaan menghadapi masalah keuangan
yang serius. Ini meliputi proses likuidasi,
restrukturisasi utang, dan perlindungan bagi
kreditur dan debitor.
4. Hukum Pertanahan dalam Bisnis:
Menyangkut transaksi properti, sewa, perjanjian
jual-beli, hak milik, dan peraturan terkait
kepemilikan lahan untuk keperluan bisnis.
5. Hukum Perlindungan Konsumen:
Memberikan perlindungan hukum kepada
konsumen dari praktik bisnis yang merugikan,

8 | Pengantar Hukum Bisnis
penipuan, produk yang berbahaya, dan hak
konsumen lainnya.
6. Hukum Perdagangan Internasional:
Mengatur transaksi bisnis yang melibatkan
berbagai negara, termasuk regulasi
perdagangan, perjanjian dagang, dan masalah
hukum lain yang terkait dengan bisnis lintas
batas.
7. Hukum Kekayaan Intelektual:
Menyangkut hak cipta, paten, merek dagang,
rahasia dagang, dan perlindungan hukum
terhadap karya intelektual.
8. Hukum Lingkungan dalam Bisnis:
Mengatur dampak aktivitas bisnis terhadap
lingkungan, termasuk perizinan lingkungan,
tanggung jawab perusahaan terhadap
lingkungan, dan penanganan limbah.
9. Hukum Pajak:
Regulasi yang mengatur pembayaran,
perhitungan, dan penyelesaian pajak bagi
perusahaan serta individu yang terlibat dalam
aktivitas bisnis.
10. Hukum Tenaga Kerja:
Mengatur hubungan antara pekerja dan
perusahaan, termasuk ketentuan gaji, keamanan

Pengantar Hukum Bisnis | 9
kerja, syarat dan kondisi kerja, serta
perlindungan terhadap diskriminasi di tempat
kerja.

Setiap jenis hukum bisnis memiliki peran uniknya
sendiri dalam memberikan kerangka kerja yang jelas
dan memastikan keberlangsungan bisnis serta
perlindungan bagi pihak-pihak yang terlibat.

1.5. Prinsip Hukum Bisnis
Prinsip-prinsip dalam Hukum Bisnis mencakup
seperangkat aturan dan norma yang menjadi dasar bagi
peraturan hukum dalam dunia bisnis.
Beberapa prinsip utama dalam Hukum Bisnis antara
lain:
1. Prinsip Kepastian Hukum:
Memastikan bahwa aturan hukum dalam bisnis
jelas, dapat dipahami, dan dapat diandalkan bagi
semua pihak yang terlibat. Ini menciptakan
prediktabilitas dalam pengambilan keputusan
bisnis.
2. Prinsip Keadilan:
Hukum Bisnis harus menciptakan lingkungan
yang adil bagi semua pihak yang terlibat dalam
transaksi bisnis. Ini mencakup perlakuan yang

10 | Pengantar Hukum Bisnis
sama, hak yang setara, dan akses yang adil
terhadap sistem hukum.
3. Prinsip Keterbukaan (Transparansi):
Pentingnya pengungkapan informasi yang jelas
dan tepat dalam transaksi bisnis dan operasi
perusahaan. Ini termasuk pengungkapan kepada
pihak terkait, seperti pemegang saham,
konsumen, dan pihak berkepentingan lainnya.
4. Prinsip Kepatuhan (Compliance):
Mengikuti aturan hukum yang berlaku dalam
bisnis. Ini mencakup mematuhi standar
peraturan, perpajakan, lingkungan, dan
kepatuhan terhadap regulasi yang relevan.
5. Prinsip Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan:
Prinsip ini menekankan bahwa perusahaan
harus bertanggung jawab secara sosial dan
lingkungan. Ini melibatkan sikap etis dan
tanggung jawab terhadap dampak sosial dan
lingkungan dari aktivitas bisnis.
6. Prinsip Kebijakan Publik (Public Policy):
Hukum Bisnis harus sejalan dengan kepentingan
publik dan mempertimbangkan dampaknya
terhadap masyarakat luas. Hal ini termasuk
dalam konteks regulasi perlindungan konsumen,
kesehatan masyarakat, dan keamanan.

Pengantar Hukum Bisnis | 11
7. Prinsip Konsistensi dan Keterpaduan:
Pentingnya konsistensi dalam penerapan hukum
bisnis dan kesesuaian antara berbagai aspek
hukum yang terkait, agar tidak ada kontradiksi
atau kebingungan dalam pelaksanaan aturan
hukum.
8. Prinsip Fleksibilitas:
Meskipun kepastian hukum penting, hukum
bisnis juga harus mampu menyesuaikan diri
dengan perubahan lingkungan bisnis dan
teknologi yang cepat.

Penerapan prinsip-prinsip ini membantu
menciptakan lingkungan bisnis yang sehat, adil, dan
berkelanjutan. Prinsip-prinsip ini memberikan arahan
bagi pengembangan hukum bisnis untuk menanggapi
tantangan dan perkembangan dalam dunia bisnis.

1.6. Etika dan Hukum Bisnis
Etika dan Hukum Bisnis memiliki hubungan yang
erat namun berbeda dalam konteks regulasi dan
perilaku dalam dunia bisnis.
1. Hubungan antara Etika dan Hukum Bisnis:
a) Basis Etika dan Hukum:
• Etika Bisnis: Mengacu pada nilai-nilai,

12 | Pengantar Hukum Bisnis
prinsip-prinsip, dan standar moral yang
membimbing perilaku dalam bisnis,
meskipun tidak selalu diatur secara
hukum.
• Hukum Bisnis: Merupakan seperangkat
aturan hukum yang diatur oleh
pemerintah dan berlaku secara hukum.
b) Landasan yang Berbeda:
• Etika Bisnis: Membimbing perilaku bisnis
berdasarkan nilai, integritas, kejujuran,
dan tanggung jawab sosial.
• Hukum Bisnis: Menetapkan standar
hukum yang harus dipatuhi dan
memberikan konsekuensi hukum jika
dilanggar.
c) Kesesuaian dan Tumpang Tindih:
• Tumpang Tindih: Ada area di mana etika
dan hukum bisnis saling berkaitan, namun
tidak semua perilaku yang etis juga diatur
oleh hukum.
• Kesesuaian: Bisnis harus mematuhi aturan
hukum yang berlaku sambil juga
memperhatikan aspek etis yang mungkin
tidak diatur oleh hukum.

Pengantar Hukum Bisnis | 13
2. Peran Etika dalam Konteks Hukum Bisnis:
• Pengisi Celah Hukum: Etika bisnis sering kali
menjadi panduan dalam situasi di mana
hukum tidak memberikan pedoman yang
jelas.
• Pemeliharaan Reputasi dan Kepercayaan:
Praktik bisnis yang etis dapat meningkatkan
citra perusahaan dan memperoleh
kepercayaan konsumen dan pihak-pihak
terkait lainnya.
• Kebijakan Perusahaan: Etika bisnis juga
menjadi landasan bagi kebijakan internal
perusahaan, termasuk kode etik, untuk
memastikan perilaku yang diinginkan.
3. Keterkaitan antara Etika dan Hukum Bisnis:
• Komplementer: Etika bisnis yang kuat dapat
mendukung kepatuhan terhadap hukum
bisnis, dan hukum bisa menggambarkan
standar minimum etika yang diharapkan.
• Berkolaborasi: Etika dan hukum bisnis dapat
saling mendukung untuk menciptakan
lingkungan bisnis yang lebih baik dan lebih
berkelanjutan.

14 | Pengantar Hukum Bisnis
Dalam praktiknya, mencapai keseimbangan antara
ketaatan terhadap hukum dan perilaku yang etis adalah
kunci keberhasilan jangka panjang dalam bisnis. Etika
bisnis seringkali menjadi panduan moral yang kuat bagi
perusahaan, bahkan ketika hukum mungkin tidak
mengatur secara langsung aspek-aspek tertentu dari
aktivitas bisnis.

Pengantar Hukum Bisnis | 15
BAB II
SUBYEK OBYEK HUKUM



2.1. Pendahuluan
Ada suatu masyarakat termasuk masyarakat hukum
bisnis yang dapat hidup dan berkembang tanpa hukum.
Hukum merupakan prasyarat untuk adanya dan
berkembangnya suatu masyarakat yang tertib, benar
dan adil, damai dan sejahtera. Dalam dunia bisnis,
hukum bukan saja prasyarat, melainkan suatu conditio
sine a qua non (kondisi atau unsur yang sangat
diperlukan dan penting) yang menyebabkan bahwa
Perkembangan hukum dan istilah hukum tidak dapat
dilepaskan dari perkembangan kehidupan masyarakat
sehingga aturan hukum akan selalu mengikuti besar
kecilnya jumlah masyarakat (penduduk) di suatu negara.
Semakin sedikit jumlah masyarakat, maka aturan hukum
akan semakin sederhana namun sebaliknya jika jumlah
masyarakat banyak maka aturan hukum yang
dibutuhkan juga akan semakin kompleks. Hal ini selaras
dengan adagium hukum yang dikenal dengan Ibi Ius Ubi
Societies. Hukum merupakan aturan yang berlaku di
masyarakat baik tertulis maupun tidak tertulis yang

16 | Pengantar Hukum Bisnis
apabila dilanggar dapat dikenakan sanksi berupa
tuntutan ganti rugi atau denda atau pidana atau dapat
berupa pembatalan suatu perjanjian. Hukum mencakup
seluruh kehidupan manusia tanpa terkecuali termasuk
dalam kegiatan bisnis. Dengan kata lain kegiatan bisnis
dan ragam transaksi perdagangan tidak dapat
dipisahkan dari aspek hukum. Bisnis yang bermakna dan
tidak melanggar hukum dibangun di atas prinsip-prinsip
yang benar dimana prinsip merupakan kaidah atau nilai-
nilai dasar yang diyakini oleh setiap pebisnis sebagai
suatu kebenaran mutlak dan berlaku universal seperti
kejujuran, transparansi dan keadilan.
Keberadaan Hukum Bisnis di suatu negara tidak
dapat dilepaskan dari sistem ekonomi yang
dipergunakan oleh negara tersebut atau dengan
perkataan lain hukum bisnis merupakan perwujudan
dari sistem ekonomi. Apabila seluruh kegiatan ekonomi
didominasi atau dikendalikan oleh Negara maka hukum
bisnisnya akan cenderung hanya untuk melindungi
kepentingan penguasa, namun sebaliknya jika seluruh
kegiatan ekonomi didominasi atau dikendalikan oleh
swasta maka hukum bisnis akan cenderung hanya
berorientasi untuk melindungi atau menjaga
kepentingan modal dan usaha dari para pengusaha. Dua
kutub sistem ini yang sering tarik-menarik dalam

Pengantar Hukum Bisnis | 17
sejarah ekonomi di berbagai negara termasuk Indonesia
karema itu titik tengah dari dua kutub itu adalah sistem
ekonomi campuran yang dianut oleh mayoritas negara di
dunia dengan tujuan bahwa hukum bisnisnya akan
memberikan keseimbangan antara peran pemerintah
dan swasta dalam kegiatan bisnis dan ekonomi. Dengan
demikian fungsi hukum bisnis merupakan sumber
informasi yang berguna bagi praktisi bisnis agar dapat
memahami hak serta kewajiban dalam praktik bisnis,
watak serta perilaku dibidang bisnis yang berkeadilan,
wajar, sehat dan dinamis serta tentu saja memberikan
kepastian hukum untuk jaminannya. Selain sistem
ekonomi dapat mempengaruhi model penerapan Hukum
Bisnis di suatu Negara, keberadaan siapa dan apa yang
menjadi subyek serta obyek hukum juga memiliki peran
penting dalam penerapan hukumnya apabila
dikemudian hari kegiatan bisnis oleh pelaku bisnis atau
pebisnis terjadi perselisihan.

2.2. Subyek Hukum
2.2.1. Individu Sebagai Subyek Hukum
Subyek Hukum merupakan segala sesuatu
yang dapat memperoleh hak dan kewajiban dari
hukum. Subyek Hukum menurut R. Soeroso adalah
sesuatu yang menurut hukum berhak atau

18 | Pengantar Hukum Bisnis
berwenang untuk melakukan perbuatan hukum
atau siapa yang mempunyai hak dan cakap untuk
bertindak dalam hukum; sesuatu pendukung hak
yang menurut hukum berwenang atau berkuasa
bertindak menjadi pendukung hak; segala sesuatu
yang menurut hukum mempunyai hak dan
kewajiban. Pada dasarnya yang dapat menjadi
Subyek Hukum adalah Manusia/Orang/Individu
dan Badan-badan (kumpulan manusia) yang oleh
hukum diberi status person yang mempunyai hak
dan kewajiban seperti manusia yang disebut “Badan
Hukum”. Manusia/Orang/Individu dapat dikatakan
sebagai subyek hukum tidak dapat dipisahkan dari
ilustrasi cerita kelahiran Herman Hazewinkel.
Herman Hazewinkel merupakan putra dari Hans
Hazewinkel dan Hermien Hazewinkel De Haan.
Kelahiran Herman telah menghasilkan
adanya suatu subyek hukum baru yaitu
Orang/Manusia (natural person) dan dalam Bahasa
Hukum adalah pemilik hak dan kewajiban. Herman
secara hukum dianggap sepenuhnya sebagai orang
sejak hari pertama terlepas dari namanya telah
dimasukkan dalam daftar atau tidak. Oleh karena
itu, kelahirannya merupakan sebuah peristiwa
hukum yang signifikan. Menurut Pasal 1 : 1 (1) BW

Pengantar Hukum Bisnis | 19
menyatakan bahwa semua orang yang tinggal di
Belanda bebas dan berhak untuk menikmati hak-
hak sipil. Bahkan sebelum kelahirannya, Herman
sudah bisa memiliki hak hukum berdasarkan Pasal
1 : 2 BW yang menyatakan bahwa “Bayi di dalam
Rahim dianggap telah lahir jika hal ini diharuskan
oleh kepentingan Bayi. Misalkan bahwa neneknya
Herman telah meninggal dunia sebelum kelahiran
cucunya Herman dan hanya dengan surat wasiat
sudah cukup untuk menyatakan bahwa cucunya
adalah ahli warisnya dan Ketika Herman lahir, ia
akan mewarisi dari neneknya. Kelahiran Herman
juga menegaskan statusnya sebagai ahli waris. Jika
Herman ternyata dilahirkan tidak dalam keadaan
hidup, maka ia dianggap tidak pernah ada dan
semua hak-haknya akan hilang dengan berlaku
surut. Berdasarkan ilustrasi di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa kelahiran merupakan sebuah
peristiwa hukum. Dikatakan demikian karena dari
peristiwa kelahiran akan menimbulkan hubungan
waris, hubungan keluarga, hubungan perwalian,
dan hubungan-hubungan lainnya yang berkaitan
dengan lahirnya subjek hukum baru ke dunia
dengan segala status dan kedudukannya di mata
hukum. Adanya hubungan-hubungan hukum yang

20 | Pengantar Hukum Bisnis
tercipta dikarenakan adanya kelahiranlah yang
mengakibatkan terkadang timbul masalah sehingga
harus dilindungi oleh hukum
Individu ialah manusia sebagai orang
perorangan yang mampu dan cakap untuk
melakukan suatu Tindakan hukum apabila telah
memenuhi syarat antara lain :
1. Telah dewasa, artinya telah mencapai usia
21 tahun atau telah menikah. Namun untuk
penentuan usia dewasa disesuaikan
dengan ketentuan Undang-Undang dan
persitiwa hukum yang terjadi di individu
yang bersangkutan.
2. Tidak berada di bawah pengampuan atau
tidak berada di bawah perwalian.

Mengenai Pengampuan diketahui bahwa KUH
Perdata tidak mengatur mengenai pengertian
pengampuan, sehingga pengertian pengampuan
hanya diperoleh dari pendapat ahli hukum
berdasarkan Ilmu Pengetahuan yang dimiliki dan
juga dikaitkan dengan pengalaman-pengalaman
hukumnya. Menurut pendapat dari Drs. C.S.T.
Kansil, SH dalam bukunya yang berisi asas-asas
hukum perdata memberikan penjelasan mengenai

Pengantar Hukum Bisnis | 21
pengampuan sebagaimana termaktub dalam Pasal
433 KUH Perdata yang menyatakan bahwa
pengampuan adalah orang dewasa tetapi :
1. Sakit pada ingatannya
2. Seorang Pemboros
3. Lemah daya atau lemah jasmaninya
4. Tidak sanggup mengurus kepentingan
sendiri sebagaimana mestinya disebabkan
karena kelakuan buruk di luar batas atau
mengganggu keamanan sehingga
memerlukan pengampuan.

Sedangkan H.FA. Vollmar mengatakan bahwa
Pengampuan ialah keadaan dimana seseorang
(Curandus) karena sifat-sifat pribadinya dianggap
tidak cakap atau tidak di dalam segala hal cakap
untuk bertindak sendiri (atau pribadi) dalam lalu
lintas hukum. Atas dasar itu orang tersebut dengan
Keputusan Hakim lantas dimasukkan ke dalam
golongan orang yang tidak cakap bertindak dan
karenanya orang tersebut diberikan seorang wakil
yang disebut dengan Pengampu (Curatrice). Oleh
sebab di atas, diperlukan adanya pengampu atau
Kurator (curatele) seperti Suami menjadi pengampu
istrinya atau sebaliknya, akan tetapi mungkin juga

22 | Pengantar Hukum Bisnis
hakim mengangkat orang lain atau perkumpulan-
perkumpulan sedangkan sebagai pengampu
pengawas bentuknya adalah Balai Harta
Peninggalan (BHP). Dikarenakan Pengampuan
berada dalam 1 (satu) bagian dengan kekuasaan
orang tua dan perwalian maka pengampuan
memiliki persamaan dan perbedaan antara satu
dengan yang lain. Persamaannya ialah bahwa baik
Pengampuan atau Perwalian memiliki tugas untuk
melakukan pengawasan dan menyelenggarakan
kepentingan individu yang dianggap tidak cakap
hukum.
Berkaitan dengan perwalian, ada beberapa
dasar hukum yang dapat dipergunakan antara lain
Pasal 330 ayat 3 KUHPerdata yang menetapkan
bahwa anak di bawah umur dan tidak di bawah
kekuasaan orang tua akan berada di bawah
perwalian. Perwalian pada umumnya diatur dalam
Pasal 331-344 KUHPerdata. Berdasarkan Hukum
Perdata, ada 3 (tiga) asas dalam perwalian, yaitu:
1) Asas Tidak Dapat Dibagi -bagi
(ondeelbaarheid) Asas ini menyatakan
bahwa pada tiap-tiap perwalian hanya ada
satu wali (Pasal 331 KUHPerdata). Ada 2
(dua) pengecualian terhadap asas ini,

Pengantar Hukum Bisnis | 23
yaitu:
a) Jika perwalian dilakukan oleh ibu
sebagai orang tua yang hidup paling
lama (langstlevende ouder) maka jika
kawin lagi suaminya menjadi wal
serta/wali peserta (medevoogd).
b) Jika sampai ditunjuk pelaksana
pengurusan (bewindvoerder) yang
mengurus barang-barang anak di
bawah umur di luar Indonesia (Pasal
361 KUHPerdata).
2) Asas Persetujuan dari Keluarga harus
diminta persetujuan tentang perwalian.
Dalam hal keluarga tidak ada maka tidak
diperlukan sepertujuan dari keluarga.
3) Orang-orang yang Dipanggil Menjadi Wali
atau yang Diangkat Menjadi Wali Ada 3
(tiga) macam perwalian, yaitu:
a) Perwalian oleh suami/istri yang hidup
paling lama (langstlevende echtgenoot)
(Pasal 345-354 KUHPerdata);
b) Perwalian yang ditunjuk oleh bapak
atau ibu dengan surat wasiat atau akta
tersendiri;
c) Perwalian yang diangkat oleh hakim.

24 | Pengantar Hukum Bisnis
Menurut ketentuan pasal 50 ayat 1
Undang-Undang Perkawinan No. 1
Tahun 1974 tentang Perkawinan
sebagaimana telah diadakan perubahan
dengan Undang-Undang No. 16 Tahun
2019 tentang Perkawinan, anak yang
belum berumur 18 tahun atau belum
pernah melangsungkan perkawinan,
yang tidak berada di bawah kekuasaan
orang tua, berada di bawah kekuasaan
wali. Pasal ini menguatkan pentingnya
pengangkatan wali bagi anak yang
belum cukup umur dan atau belum
menikah yang tidak dalam penguasaan
orang tua.

Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) di
Indonesia Pasal 98, anak yang belum genap berusia
21 (dua puluh satu) tahun dan belum pernah
menikah dan karenanya belum mampu untuk
berdiri sendiri. Ketentuan ini berlaku sepanjang si
anak tidak mempunyai cacat fisik maupun mental
atau belum pernah melangsungkan perkawinan.
Oleh karenanya, segala perbuatan hukumnya
diwakilkan oleh kedua orang tuanya, baik di dalam

Pengantar Hukum Bisnis | 25
maupun di luar pengadilan. Perwalian dalam
Hukum Islam meliputi perwalian atas diri dan harta
kekayaannya. Pemahaman dalam konsep dasar
perwalian adalah orang atau pihak lain yang diberi
hak mewakili kepentingan hukum anak tersebut
atau melakukan perbuatan hukum untuk mewakili
kepentingan hukum si anak.

2.2.2. Badan Hukum Sebagai Subyek Hukum
Dalam perkembangannya, bukan hanya
manusia saja yang diakui sebagai subyek hukum
dan untuk memenuhi kebutuhan manusia itu
sendiri, saat ini dalam hukum juga diberikan
pengakuan sebagai subyek hukum pada yang bukan
manusia. Chaidir ali membagi subyek hukum
menjadi 2 (dua) yaitu manusia yang berkepribadian
hukum dan segala sesuatu yang menurut kebutuhan
masyarakat oleh hukum diakui sebagai pendukung
hak dan kewajiban. Subyek Hukum yang bukan
manusia disebut sebagai Badan Hukum atau
Korporasi (legal person atau Rechtpersoon). Jadi,
Badan Hukum adalah pendukung hak dan
kewajiban berdasarkan hukum yang bukan manusia
dapat menuntut atau dapat dituntut sebagai subyek
hukum lain di muka Pengadilan.

26 | Pengantar Hukum Bisnis
Pengertian Korporasi sebagai legal person
dapat mengutip pendapat Ronald A. Anderson, Ivan
Fox dan David P. Twomey dalam buku berjudul
“Business Law” yaitu Korporasi merupakan subyek
hukum buatan yang diciptakan berdasarkan izin
dari pemerintah dan diberikan kekuasaan tertentu.
Bahwa eksistensi korporasi sebagai subyek hukum,
terpisah dan berbeda dari pemilik modalnya.
Korporasi dapat menuntut dan dituntut atas
Namanya sendiri, tetapi pemegang saham tidak
dapat menuntut atau dituntut sehubungan dengan
hak dan kewajiban korporasi tersebut. Sebagai
subyek hukum, korporasi memiliki hak dan
kewajiban seperti yang dimiliki oleh manusia, dapat
membuat kontrak perjanjian, dapat menuntut dan
dituntut dan memiliki ciri antara lain :
1) Memiliki kekayaan sendiri, terpisah dari
kekayaan orang-orang yang menjalan
kegiatan dari badan-badan hukum
tersebut.
2) Memiliki hak dan kewajiban yang terpisah
dari hak dan kewajiban orang-orang yang
menjalankan kegiatan badan hukum
tersebut.
3) Memiliki tujuan tertentu

Pengantar Hukum Bisnis | 27
4) Berkesinambungan (memiliki kontinuitas)
dalam arti keberadaannya tidak terikat
pada orang-orang tertentu karena hak dan
kewajibannya tetap ada meskipun orang-
orang yang menjalankannya berganti.

Badan hukum dapat dibedakan atas 2 (dua)
jenis yakni badan hukum publik dan badan hukum
privat. Di Indonesia, kriteria yang dipakai dalam
menentukan suatu badan hukum (termasuk badan
hukum publik dan privat) dapat dilakukan dengan 2
(dua) cara yaitu :
1) Berdasarkan terjadinya, badan hukum
privat didirikan oleh perseorangan,
sedangkan badan hukum publik didirikan
oleh pemerintah atau negara.
2) Berdasarkan lapangan kerja, jika lapangan
pekerjaan untuk kepentingan umum maka
badan hukum tersebut merupakan badan
hukum publik dan sebaliknya jika
lapangan pekerjaan untuk kepentingan
perseorangan maka badan hukum tersebut
termasuk badan hukum privat

28 | Pengantar Hukum Bisnis
2.3. Obyek Hukum
Obyek Hukum atau sering dikenal dengan istilah
benda atau dalam Bahasa Belanda disebut dengan zaak
adalah segala sesuatu yang bisa berguna bagi subyek
hukum dan dapat menjadi pokok suatu hubungan
hukum yang dilakukan oleh Subyek Hukum atau suatu
hak yang dapat dimiliki dan dikuasai oleh subyek hukum.
Menurut Pasal 503 KUH Perdata benda dibedakan
menjadi 2 (dua) yaitu :
1. Benda Berwujud, adalah segala sesuatu yang
dapat dilihat dan diraba dengan indra manusia,
seperti tanah, rumah, sepeda, motor dan
sebagainya.
2. Benda Tidak Berwujud, ialah semua hak, seperti
hak cipta, hak merek dan lain sebagainya.

Sedangkan menurut Pasal 504 KUH Perdata benda
dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu Benda Bergerak dan
Benda Tidak Bergerak, dan pembagian ini umumnya
sering dipergunakan dalam praktik bisnis.

2.4. Hak Kebendaan yang Berkaitan dengan Jaminan
Hak kebendaan adalah suatu hak yang memberikan
kekuasaan langsung atas suatu benda yang dapat
dipertahankan terhadap setiap orang. Hukum Perdata

Pengantar Hukum Bisnis | 29
mengenal pembedaan tentang benda dalam beberapa
macam yaitu :
1. Benda yang dapat diganti dan yang tidak dapat
diganti
2. Benda yang dapat diperdagangkan dan yang
tidak dapat diperdagangkan
3. Benda yang dapat dibagi dengan yang tidak
dapat dibagi
4. Benda bergerak dan benda tidak bergerak

Dalam pembagian ini yang paling penting mengenai
“benda bergerak” dan “benda tidak bergerak” karena
memiliki akibat hukum tersendiri. Benda tidak bergerak
diatur di dalam Buku II KUH Perdata yang antara lain
memuat mengenai hak eigendom (Hak Milik), Hak postal
(Hak Guna Usaha/Bangunan) dan hak erfpacht (Hak
Pakai, hak atas tanah yang bisa digunakan secara turun
temurun yang diberikan oleh pemerintah dalam waktu
tertentu dan membayar retribusi/cukai).

2.5. Pengertian Jaminan
Istilah jaminan berasal dari kata “jamin” yang
berarti “tanggung” sehingga jaminan dapat diartikan
sebagai tanggungan. KUH Perdata tidak secara tegas
mengatur dan merumuskan apa yang dimaksud dengan

30 | Pengantar Hukum Bisnis
jaminan, namun Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata
dapat diketahui arti dari jaminan tersebut. Pasal 1131
KUH Perdata menyatakan bahwa “Segala kebendaan si
berutang (Debitor) baik yang bergerak maupun yang
tidak bergerak baik yang sudah ada maupun yang aka
nada dikemudian hari, menjadi jaminan segala perikatan
pribadi debitor tersebut.” Pasal 1131 KUH Perdata
mengandung asas bahwa setiap orang
bertanggungjawab terhadap utangnya, tanggung jawab
yang mana berupa penyediaan harta kekayaan baik
benda bergerak maupun tak bergerak, dan jika perlu
dijual untuk melunasi utang-utangnya.
Asas ini adil karena sesuai dengan asas kepercayaan
di dalam hukum perikatan, dimana setiap orang yang
memberikan utang kepada seseorang percaya bahwa
debitor akan melunasi utangnya dalam jangka waktu
yang telah ditentukan sebagai wujud dari tanggung
jawab moral yang sekaligus merupakan tanggung jawab
hukum. Asas ini selanjutnya diuraikan lebih lanjut dalam
Pasal 1132 KUH Perdata yang mengenal adanya prinsip
paritas creditorium yang berarti apabila seorang debitor
memiliki beberapa kreditor maka kedudukan para
kreditor itu adalah sama. Pasal 1132 KUH Perdata juga
menunjukkan adanya asas keseimbangan kecuali ada
alasan-alasan yang sah yang bersumber dari Undang-

Pengantar Hukum Bisnis | 31
Undang atau karena adanya perjanjian dengan
meletakkan hak privilege, gadai atau hipotik. Hak
privilege merupakan penyimpangan yang terjadi karena
adanya perjanjian dimana piutang-piutangnya harus
didahulukan pelunasannya dan piutang-piutang yang
diselesaikan berdasarkan asas keseimbangan
dinamakan dengan kreditur konkuren.

2.6. Macam-Macam Jaminan
Jaminan perorangan merupakan jaminan yang
menimbulkan hubungan langsung pada perorangan
tertentu, hanya dapat dipertahankan terhadap debitur
tertentu, terhadap harta kekayaan debitur umumnya.
Dalam pengertian lain dikatakan jaminan perorangan
adalah suatu perjanjian antara kreditur dengan seorang
pihak ketiga yang menjamin dipenuhinya dipenuhinya
utang-utang si berutang atau debitur. Perjanjian ini
bahkan dapat di adakan di luar atau tanpa
sepengetahuan si berutang. Pihak ketiga yang
melakukan penanggungan utang atau penjamin dapat
dilakukan oleh perorangan yang pengikatan jaminannya
dalam bentuk personal guarantee. Bagi bank hadirnya
jaminan perorangan atau personal guarantee dapat
memberikan keyakinan kepada bank terhadap kredit
yang diberikan kepada debitur akan dikembalikan.

32 | Pengantar Hukum Bisnis
Apabila kredit tidak dikembalikan yang menimbulkan
kredit macet, maka bank telah memiliki sumber
pelunasan yang berasal dari jaminan yang diberikan
termasuk meminta penjamin atau penanggung utang
untuk menyelesaikannya. Oleh karena itu jaminan
memberikan hak kepada kreditur untuk mengambil
pelunasan dari hasil penjualan kekayaan yang
dijaminkan.
Ketentuan yang mengatur tentang masalah
penjaminan utang diatur dalam Bab Ke Tujuh Belas
mulai dari Pasal 1820 sampai dengan Pasal 1850 KUH
Perdata. Penjamin atau penanggung baru menjadi
debitur atau mempunyai kewajiban untuk membayar
setelah debitur utama yang utangnya ditanggung gagal
janji atau wanprestasi, dimana harta benda milik debitur
utama telah disita atau dilelang terlebih dahulu dan
apabila hasilnya tidak mencukupi untuk melunasi
kewajibannya, atau debitur utama tidak mempunyai
harta apapun, maka kreditur dapat menuntut penjamin
atau penanggung. Hal ini dapat dilihat dalam ketentuan
pasal 1821 KUH Perdata yang menyatakan bahwa tiada
penanggungan jika tidak ada suatu perikatan pokok yang
sah.” Oleh karena itu, pemberian personal guarantee
harus menyebut perjanjian pokok (perjanjian kredit)
yang mana yang ditanggung oleh pemberi jaminan

Pengantar Hukum Bisnis | 33
(pengguarantee) tersebut.17 Unsur jaminan perorangan,
yakni:
1. mempunyai hubungan langsung pada orang
tertentu;
2. hanya dapat dipertahankan terhadap debitur
tertentu;
3. terhadap kekayaan debitur umumnya.

Soebekti mengartikan jaminan perorangan ialah:
“Suatu perjanjian antara seorang berpiutang (kreditur)
dengan seorang ketiga, yang menjamin dipenuhinya
kewajiban si berhutang (debitur). Ia bahkan dapat
diadakan di luar (tanpa) si berhutang tersebut.” Jaminan
individu dianalisis oleh Soebekti dari perspektif
hubungan kontraktual antara jalur kredit. Maksud dari
penjaminan ini adalah untuk memastikan bahwa
kewajiban debitur yang dijamin untuk memenuhi
kewajiban tersebut secara penuh benar -benar
terpenuhi. Jika debitur lalai melakukannya, barang milik
penjamin, yang juga disebut "penjamin", dapat disita dan
dijual dilelang sesuai dengan undang-undang yang
mengatur pelaksanaan putusan pengadilan. Jaminan
perorangan dapat dibagi menjadi 4 macam, yakni:
1. Penanggung (borg) ialah orang lain yang dapat
ditagih;

34 | Pengantar Hukum Bisnis
2. Tanggung-menanggung, yang serupa dengan
tanggung renteng;
3. Akibat hak dari tanggung renteng pasif
hubungan hak bersifat ekstern: hubungan hak
antara para debitur dengan pihak lain (kreditur)
hubungan hak bersifat intern: hubungan hak
antara sesama debitur itu satu dengan yang
lainnya;
4. perjanjian garansi (Pasal 1316 KUH Perdata),
yakni bertanggung jawab guna kepentingan
pihak ketiga.

Jaminan kebendaan ialah jaminan yang objeknya
berupa baik barang bergerak maupun tidak bergerak
yang khusus diperuntukkan untuk menjamin utang
debitur kepada kreditur apabila dikemudian hari debitur
tidak dapat membayar utangnya kepada kreditur.
Sebagaimana disebutkan di atas, benda debitur yang
dijaminkan bisa berupa benda bergerak maupun tidak
bergerak. Untuk benda bergerak dapat dijaminkan
dengan gadai dan fidusia, sedangkan untuk benda tidak
bergerak khususnya tanah beserta benda-benda yang
berkaitan dengan tanah dibebankan dengan hak
tanggungan (Undang-undang Republik Indonesia Nomor
4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah

Pengantar Hukum Bisnis | 35
beserta Benda, benda yang Berkaitan Dengan Tanah)
dan untuk benda tidak bergerak bukan tanah seperti
kapal laut dengan bobot 20 m3 atau lebih dan pesawat
terbang serta helikopter dibebankan dengan hak hipotik.

36 | Pengantar Hukum Bisnis

Pengantar Hukum Bisnis | 37
BAB III
PERJANJIAN



Kontrak atau perjanjian adalah kesepakatan antara
dua orang atau lebih tentang hal-hal tertentu yang telah
mereka sepakati. Ketentuan umum tentang kontrak
diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Indonesia. istilah tentang sebuah perjanjian yang
berbunyi “Janji adalah hutang” maka ketika seseorang
berjanji maka janji tersebut harus ditepati karena
bobotnya sudah seperti hutang yang harus dibayarkan.
Hal ini berlaku juga ketika seseorang memulai suatu
usaha atau menjalin kesepakatan dalam bisnis dimana
jika ada sebuah kesepakatan berupa perjanjian bisnis
maka kedua belah pihak harus mentaati perjanjian
bisnis tersebut. Menjadi pelaku bisnis memang tidak
semudah yang orang pikirkan karena sebagai pelaku
bisnis mereka harus berpikir matang sebelum memulai
suatu bisnis mereka dan terlebih jika mereka ingin
melakukan kerjasama dengan mitra bisnisnya.
Harus ada kesepakatan bersama sebelum
melakukan bisnis bersama mitra tersebut berupa

38 | Pengantar Hukum Bisnis
perjanjian bisnis yang biasanya memuat setiap kontrak
yang telah disepakati bersama karena jika ada salah satu
pihak yang melanggarnya bisa dikenakan tindakan
hukum. Untuk itu peran hukum perjanjian dalam
memulai sebuah bisnis sangatlah penting untuk
menghindari kemungkinan pelanggaran yang dilakukan
bersama mitra bisnis tersebut.

3.1. Pengertian Hukum Perjanjian
Istilah perjanjian dalam hukum perjanjian
merupakan kesepadanan dari istilah “Overeenkomst”
dalam Bahasa Belanda atau “Agreement” dalam Bahasa
Inggris. Menurut Pasal 1313 KUH Perdata perjanjian
adalah suatu perbuatan hukum dengan mana satu orang
atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain
atau lebih. Maksudnya bahwa suatu perjanjian adalah
suatu recht handeling yang artinya suatu perbuatan
dimana oleh orang-orang bersangkutan ditujukan agar
timbul akibat hukum. Dengan demikian adalah
hubungan timbal balik atau bilateral antar para pihak
yang mengikatkan diri di dalamnya, di samping
memperoleh hak-hak dari perjanjian tersebut juga
menerima kewajiban-kewajiban sebagai bentuk
konsekuensi atas hak-hak yang diperolehnya.
Menurut Wirjono Prodjodikoro perjanjian adalah

Pengantar Hukum Bisnis | 39
sautu perbuatan hukum mengenai harta benda kekayaan
antara dua pihak, dalam mana satu pihak berjanji atau
dianggap tidak berjanji untuk melakukan suatu hal atau
tidak melakukan suatu hal, sedangkan pihak yang lain
berhak untuuk menuntut pelaksanaan janji tersebut.
(2011:4)
Menurut M.Yahya Harahap, bahwa perjanjian
mengandung suatu pengertian yang memberikan
sesuatu hak pada suatu pihak untuk memperoleh
prestasi dan sekaligus mewajibkan pada pihak lain
untuk menunaikan prestasi. (1990:16)
Menurut Subekti, bahwa perjanjian adalah suatu
peristiwa dimana seseorang berjanjia kepada orang lain
atau dimana dua orang atau lebih saling berjanji untuk
melakukan sesuatu.
Dengan demikian perjanjian mengandung kata
sepakat yang diadakan antara dua orang atau lebih
untuk melakukan sesuatu hal tertenu. Peranjian
merupakan suatu ketentuan antara mereka untuk
melaksanakan prestasi. Berdasarkan ketentuan Pasal
1313 KUH Perdata, pengertian perjanjian mengandung
beberapa unsur antara lain :
1. Perbuatan, penggunaan kata perbuatan pada
rumusan tersebut lebih tepat diganti dengan
kata “perbuatan huku” atau “tindakan hukum”,

40 | Pengantar Hukum Bisnis
karana perbuatan yang dimaksud di sini adalah
perbuatan yang membawa akibat hukum bagi
para pihak yang mennajikannya.
2. Satu orang atau lebih terhadap satu orang lain
atau lebih. Untuk adanya`suatu perjanjian
diperlukan paling sedikit dua pihak yang saling
berhadap-hadapan dan saling memberikan
kesepakatan kehendak satu sama lain. Pihak
tersebut adalah subjek hukum baik perorangan
maupun badan hukum
3. Mengikatkan dirinya. Dalam perjanjian tersebut
unsur janji yang diberikan oleh pihak yang satu
kepada pihak yang lain. Dalam suatu perjanjian
orang tersebut akan terikat kepada akibat
hukum yang muncul karena kehendak sendiri.

Pada prinsipnya istilah “hukum perjanjian”
mempunyai cakupan yang lebih sempit dari istilah
“hukum perikatan”. Istilah hukum perikatan mencakup
semua bentuk perikatan dalam buku III KUH Perdata
baik ikatan hukum yang berasal dari perjanjian maupun
ikatan huku yang terbit dari undang-undang sedangkan
istilah hukum perjanjian hanya dimaksudkan sebagai
pengaturan tentang ikatan hukum yang terbit dari
perjanjian saja. Di dalam perjanjian terdapat unsur janji

Pengantar Hukum Bisnis | 41
yang diberikan oleh pihak yang satu kepada pihak
lainnya, sehingga dalam suatu perjanjian seseorang akan
terikat kepada akibat hukum yang muncul karena
kehendaknya sendiri.

3.2. Sistem Pengaturan Hukum Perjanjian
Sistempengaturan hukum perjanjian adalah sistem
yang bersifat terbuka (open system), artinya bahwa
setiap orang bebas, untuk mengadakan perjanjian baik
yang sudah diatur maupun yang belum diatur di dalam
undang-undang. Hal ini dapat disimpulkan dari
ketentuan yang tercantum dalam Pasal 1338 ayat (1)
KUH Perdata yang menegaskan :”Semua perjanjian yang
dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya”.
Ketentuan Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata
memberi kebebasan kepada para pihak untuk :
1. Membuat ataut idak membuat perjanjian
2. Mengadakan perjanjian dengan siapapun
3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan dan
persyaratannya serta
4. Menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis
atau lisan.

42 | Pengantar Hukum Bisnis
Dalam sejarah perkembangannya hukum perjanjian
pada mulanya menganut sistem tertutup, artinya para
pihak terikat pada pengertian yang tercantum dalam
undang-undang. Hal ini disebabkan adanya pengaruh
ajaran legisme yang memandng bahwa tidak ada hukum
di luar undang-undang. Hal ini dapat dilihat dalam
berbagai putusan Hoge Raad (HR) tahun 1910 sampai
dengan tahun 1919. Putusan yang paling penting adalah
putusan HR 1919 tentang penafsiran perbuatan
melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 1365
KUH Perdata. Di dalam putusan tersebut, definisi
perbuatan melawan huku tidak hanya melawan undang-
undang, tetapi juga melawan hak-hak subjektif orang
lain, kesusilaan, dan ketertiban umum. Putusan HR
tersebut tidak lagi terikat pada ajaran legisme, namun
telah secara bebas merumuskan pengertian perbuatan
melawan hukum. Sejak keluarnya putusan HR 1919
maka sistem pengaturan hukum perjanjian adalah
sistem terbuka.

3.3. Asas dalam Hukum Perjanjian
Terdapat 5 ( lima) asas perjanjian yang dikenal
menurut ilmu hukum perdata. Yaitu asas kebebasan
berkontrak ( Freedom Of Contract ). Asas
Konsensualisme (Consensualism), Asas Kepastian

Pengantar Hukum Bisnis | 43
hukum ( pacta sunt servanda), Asas itikad baik ( good
faith ) dan asas kepribadian ( personality).

3.3.1. Asas Kebebasan Berkontrak (Freedom of
contract)
Asas ini merupakan suatu asas yang
memberikan kebebasan para pihak untuk:
1. Membuat atau tidak membuat perjanjian
2. Mengadakan perjanjian dengan siapapun
3. Menentukan isi perjanjian, pelaksanaan,
dan persyaratannya.
4. Menentukan bentuk perjanjiannya, apakah
berbentuk tulis atau lisan.

Setiap orang dapat secara bebas membuat
perjanjian selama memenuhi syarat sahnya
perjanjian dan tidak melanggar hukum,kesusilaan
,serta ketertiban umum.

3.3.2. Asas Konsensualisme ( Concensualism)
Asas konsensualisme dapat disimpulkan
dalam pasal 1320 ayat (1) KUHPer. Dalam pasal
tersebut salah satu syarat sahnya perjanjian antara
kedua belah pihak. Perjanjian sudah lahir sejak
tercapainya kata sepakat. perjanjian telah mengikat

44 | Pengantar Hukum Bisnis
ketika kata sepakat dinyatakan atau diucapakan,
sehingga tidak perlu lagi formalitas tertentu. Kecuali
dalam hal undang-undang memberikan syarat
formalitas tertentu terhadap suatu perjanjian yang
mensyaratkan harus tertulis.

3.3.3. Asas Kepastian Hukum ( Pacta Sunt
Servanda)
Menurut Pasal 1338 ayat (1) KUHPerdata”
Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku
sebagai undang-undang bagi mereka yang
membuatnya”. Jika terjadi sengketa dalam
pelaksanaan perjanjian, maka hakim dengan
keputusannya dapat memaksa agar pihak yang
melanggar itu melaksanakan hak dan kewajibannya
sesuai dengan perjanjian,bahkan hakim dapat
meminta pihak yang lain membayar ganti rugi.
Putusan pengadilan itu merupakan jaminan bahwa
hak dan kewajiban para pihak dalam perjanjian
memiliki kepastian hukum ,sehingga secara pasti
memiliki perlindungan hukum.

3.3.4. Asas Itikad baik (Good Faith)
Asas ini tercantum dalam pasal 1338 ayat (3)
KUHPerdata, ”Perjanjian harus dilaksanakan dengan

Pengantar Hukum Bisnis | 45
itikad baik”. Dalam asas ini para pihak yaitu pihak
kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi
kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang
teguh maupun kemauan baik dari para pihak. Dengan
itikad baik berarti keadaan batin para pihak dalam
membuat dan melaksanaan perjanjian haruslah jujur,
terbuka dan saling percaya. Keadaan batin para pihak itu
tidak boleh dicemari oleh maksud untuk melakukan tipu
daya atau menutup-tutupi keadaan sebenarnya.

3.3.5. Asas Kepribadian (Personality)
Asas kepribadian berarti isi perjanjian hanya
mengikat para pihak secara personal dan tidak mengikat
pihak-pihak lain yang tidak memberikan
kesepekatanannya. Seseorang hanya dapat mewakili
orang lain dalam membuat perjanjian yang dibuat oleh
para pihak hanya berlaku bagi mereka yang
membuatnya.

3.4. Syarat Sahnya Perjanjian
Empat syarat sah perjanjian menurut Pasal 1320
KUH Perdata, antara lain:
1. kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya;
2. kecakapan untuk membuat suatu perikatan;
3. suatu pokok persoalan tertentu; dan

46 | Pengantar Hukum Bisnis
4. suatu sebab yang tidak terlarang.

1) Ad.1. Kesepakatan para pihak
Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya
disederhanakan menjadi kesepakatan para
pihak. Jika diartikan, kesepakatan berarti adanya
penyesuaian kehendak yang bebas antara para
pihak mengenai hal-hal pokok yang diinginkan
dalam perjanjian. Dalam hal ini, setiap pihak
harus memiliki kemauan yang bebas (sukarela)
untuk mengikatkan diri, di mana kesepakatan
tersebut dapat dinyatakan secara tegas maupun
diam-diam. Adapun makna dari bebas adalah
lepas dari kekhilafan, paksaan, dan penipuan.
Apabila adanya unsur kekhilafan, paksaan, atau
penipuan hal ini berarti melanggar syarat sah
perjanjian. Ketentuan tersebut sebagaimana
diatur dalam Pasal 1321 KUH Perdata yang
menerangkan bahwa tiada suatu persetujuan
pun mempunyai kekuatan jika diberikan karena
kekhilafan atau diperoleh dengan paksaan atau
penipuan.

2) Ad. 2 Kecapakan para pihak
Dalam konteks kecakapan untuk membuat suatu

Pengantar Hukum Bisnis | 47
perikatan, yang menjadi subjek adalah pihak-
pihak yang terlibat dalam perjanjian
tersebut. Pasal 1329 KUH
Perdata menerangkan bahwa tiap orang
berwenang untuk membuat perikatan, kecuali ia
dinyatakan tidak cakap untuk hal itu. Terkait
siapa yang dinyatakan tidak cakap, Pasal 1330
KUH Perdata menerangkan bahwa yang tidak
cakap untuk membuat persetujuan adalah anak
yang belum dewasa; orang yang ditaruh di
bawah pengampuan; dan perempuan yang telah
kawin dalam hal yang ditentukan undang-
undang dan pada umumnya semua orang yang
oleh undang-undang dilarang untuk membuat
persetujuan tertentu.

3) Ad. 3. Mengenai suatu hal tertentu
Terkait suatu pokok persoalan atau hal tertentu
bermakna apa yang menjadi perjanjian atau
diperjanjikan oleh kedua belah pihak. Pada
intinya, barang yang dimaksud dalam perjanjian
ditentukan jenisnya, yakni barang yang dapat
diperdagangkan. Hal ini sesuai ketentuan Pasal
1332 KUH Perdata yang menerangkan bahwa
hanya barang yang dapat diperdagangkan saja

48 | Pengantar Hukum Bisnis
yang dapat menjadi pokok persetujuan.
Kemudian, Pasal 1333 KUH
Perdata menerangkan bahwa suatu persetujuan
harus mempunyai pokok berupa suatu barang
yang sekurang-kurangnya ditentukan jenisnya.
Jumlah barang itu tidak perlu pasti, asal saja
jumlah itu kemudian dapat ditentukan atau
dihitung.

4) Ad. 4. Sebab yang halal
Makna suatu sebab yang tidak terlarang atau
halal dalam konteks perjanjian berkaitan dengan
isi perjanjiannya atau tujuan yang hendak
dicapai oleh para pihak yang terlibat. Isi dari
suatu perjanjian tidak boleh bertentangan
dengan undang-undang, kesusilaan, maupun
dengan ketertiban umum. Hal tersebut
sebagaimana ketentuan Pasal 1337 KUH
Perdata yang menerangkan bahwa suatu sebab
adalah terlarang, jika sebab itu dilarang oleh
undang-undang atau bila sebab itu bertentangan
dengan kesusilaan atau dengan ketertiban
umum.

Pengantar Hukum Bisnis | 49
Bahwa syarat pertama dan kedua disebut syarat
subjektif karena menyangkut pihak-pihak yang
mengadakan perjanjian. Sementara itu, syarat ketiga dan
keempat merupakan syarat objektif karena menyangkut
objek dari perjanjian. Jika syarat subjektif (syarat sah
perjanjian poin pertama dan kedua) tidak terpenuhi,
perjanjian dapat dibatalkan. Namun, apabila syarat
objektif (syarat sah perjanjian poin ketiga dan keempat)
yang tidak terpenuhi, perjanjian yang dibuat dikatakan
batal demi hukum atau berarti perjanjian dianggap tidak
pernah terjadi.

3.5. Bentuk Perjanjian
Perjanjian atau perikatan juga dapat diartikan
sebagai, suatu hubungan hukum (mengenai kekayaan
harta benda) antara dua orang, yang memberi hak pada
yang satu untuk menuntut barang sesuatu dari yang
lainnya, sedangkan orang yang lainnya ini diwajibkan
memenuhi tuntutan itu. Bentuk perjanjian dapat
dibedakan menjadi dua macam, yaitu tertulis dan lisan.
Perjanjian tertulis adalah perjanjian yang dibuat oleh
para pihak dalam bentuk tertulis, sedangkan perjanjian
lisan suatu perjanjian yang dibuat oleh para pihak dalam
wujud lisan (kesepakatan para pihak).
Ada tiga bentuk perjanjian tertulis, yaitu sebagai

50 | Pengantar Hukum Bisnis
berikut
1. Perjanjian di bawah tangan yang ditandatangani
oleh para pihak yang bersangkutan saja.
Perjanjian itu hanya mengikat para pihak dalam
perjanjian, tetapi tidak mempunyai kekuatan
mengikat pihak ketiga. Dengan kata lain, jika
perjanjian tersebut disangkal oleh pihak ketiga
maka para pihak atau salah satu pihak dalam
perjanjian itu berkewajiban mengajukan bukti-
bukti yang diperlukan untuk membuktikan
bahwa keberatan pihak ketiga dimaksud tidak
berdasar dan tidak dapat dibenarkan
2. Perjanjian dengan saksi notaris untuk
melegalisir tanda tangan para pihak. Fungsi
kesaksian notaris atas suatu dokumen semata-
mata hanya untuk melegalisir kebeneran tanda
tangan para pihak. Akan tetapi, kesaksian
tersebut tidaklah mempengaruhi kekuatan
hukum dari isi perjanjian. Namun, pihak yang
menyangkal itu adalah pihak yang harus
membuktikan penyangkalannya.
3. Perjanjian yang dibuat dihadapan dan oleh
notaris dalam bentuk akta notaris. Akta notaris
adalah akta yang dibuat dihadapan dan dimuka
pejabat yang berwenang untuk itu. Pejabat yang

Pengantar Hukum Bisnis | 51
berwenang itu adalah notaris, camat, PPAT dan
lain-lain. Jenis dokumen ini merupakan alat bukti
yang sempurna bagi para pihak yang
bersangkutan maupun pihak ketiga. (Salim, HS,
2010:43)

Dari pihak ketiga bentuk atau jenis perjanjian
tersebut, dapat dilihat bahwa perjanjian yang dibuat
notaris atau dimuka notaris merupakan perjanjian yang
mempunyai kekuatan hukum yang dapat
dipertanggungjawabkan secara hukum atau yuridis.
Ada tiga fungsi dari akta notaris (Akta Autentik),
yaitu;
1. Sebagai bukti bahwa para pihak yang
bersangkutan telah mengadakan perjanjian
tertentu.
2. Sebagai bukti bagi para pihak bahwa apa yang
tertulis dalam perjanjian adalah menjadi tujuan
dan keinginan para pihak.
3. Sebagai bukti kepada pihak ketiga bahwa pada
tanggal tertentu, kecuali jika ditentukan adalah
sesuai dengan kehendak para pihak

Sehubungan dengan fungsi akta notaris tersebut
diatas, adalah untuk alat bukti ketika suatu perjanjian

52 | Pengantar Hukum Bisnis
atau kontrak mengalami suatu masalah, sehingga yang
menjadi alat bukti yang autentik adalah akta notaris
tersebut.
Dalam ilmu hukum, dikenal beberapa asas hukum
terhadap suatu perjanjian, yaitu sebagai berikut:
1. Asas kontrak sebagai hukum mengatur,
merupakan peraturan-peraturan hukum yang
berlaku bagi subjek hukum. Dalam hal ini para
pihak dalam suatu kontrak.
2. Asas kebebasan kontrak, hal ini merupakan
konsekuensi dari berlakunya asas kontrak
sebagai hukum yang mengatur. Dalam suatu
kontrak para pihak pada prinsipnya bebas untuk
membuat atau tidak membuat kontrak.
Demikian juga kebebasannya untuk mengatur
sendiri isi kontrak tersebut.
3. Asas Fakta Sun Servanda, adalah janji itu
mengikat, bahwa suatu kontrak dibuat secara
sah oleh para pihak mengikat para pihak
tersebut secara penuh sesuai isi kontrak
tersebut.
4. Asas konsensual, bahwa jika suatu kontrak
sudah dibuat, maka dia telah sah dan mengikat
secara penuh, bahkan pada prinsipnya
persyaratan tertulispun tidak disyaratkan oleh

Pengantar Hukum Bisnis | 53
hukum, kecuali untuk beberapa jenis kontrak
tertentu, yang memang dipersyaratkan untuk
tertulis.
5. Asas obligatoir, yaitu jika suatu kontrak sudah
dibuat, maka para pihak telah terikat, tetapi
keterikatan itu hanya sebatas timbulnya hak dan
kewajiban semata (Munir Fuady, 2022:13).

Asas-asas tersebut di atas merupakan asas yang
timbul sebagai akibat dari terjadinya suatu kontrak atau
perjanjian. Dalam suatu kontrak asas tersebut secara
tidak langsung pasti muncul karena hakekat dari suatu
kontrak adalah timbulnya hak dan kewajiban masing-
masing pihak. Oleh karena itu maka semua asas tersebut
diatas muncul sebagai akibat dari terjadinya suatu
kontrak atau perjanjian. Dalam pelaksanaan suatu
perjanjian membawa konsekuensi bahwa seluruh harta
kekayaan seseorang atau badan yang diakui sebagai
badan hukum, akan dipertaruhkan dan dijadikan
jaminan atas setiap perikatan atau kontrak orang
perorangan dan atau badan hukum.
Berlakunya asas kebebasan berkontrak tersebut
dijamin oleh Pasal 1338 KUH Perdata, yang menentukan
bahwa „‟setiap perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

54 | Pengantar Hukum Bisnis
membuatnya‟‟. Jadi semua perjanjian atau seluruh isi
perjanjian, asalkan pembuatnya memenuhi syarat,
berlaku bagi para pembuatnya, sama seperti perundang-
undangan. Pihak-pihak bebas untuk membuat perjanjian
apa saja dan menuangkan apa saja di dalam isi sebuah
kontrak.

3.6. Unsur-Unsur Perjanjian
Unsur-unsur yang terdapat dalam suatu perjanjian,
yaitu:
1. Unsur Essentialia, Unsur ini merupakan unsur
yang harus ada dalam setiap perjanjian atau
kontrak sehingga merupakan unsur mutlak yang
apabila tidak terdapat unsur ini didalam suatu
perjanjian maka perjanjian dianggap tidak
terjadi. Setiap perjanjian memiliki unsur
essentialia yang berbeda-beda, contohnya dalam
perjanjian jual beli unsurnya adalah barang dan
harga
2. Unsur Naturalia, Unsur ini merupakan unsur
yang ada dalam suatu perjanjian tanpa
diperjanjikan secara khusus, unsur ini dengan
sendirinya dianggap ada dalam perjanjian
karena sudah merupakan pembawaan atau
melekat dalam perjanjian. Contohnya terdapat

Pengantar Hukum Bisnis | 55
dalam Pasal 1476 Kitab Undang-Undang Hukum
Perdata yang mengatur mengenai kewajiban
penjual untuk menanggung cacat tersembunyi
pada barang
3. Unsur Accidentalia, Unsur ini merupakan unsur
perjanjian yang apabila dikehendaki harus
ditambahkan oleh para pihak dalam suatu
perjanjian. Unsur ini harus diperjanjikan secara
tegas dalam perjanjian karena apabila tidak,
maka unsur ini dianggap tidak ada. Contohnya
dalam perjanjian jual beli dimana benda
pelengkap dapat dikecualikan.

3.7. Risiko dalam Hukum Perjanjian
Pengertian risiko dalam hukum perjanjian adalah
kewajiban memikul kerugian yang disebabkan karena
suatu kejadian diluar kesalahan salah satu pihak Dalam
hukum perjanjian Pasal 1237 KUHPerdata menjelaskan
mengenai risiko secara lebih lanjut, yaitu dalam hal
adanya perikatan untuk memberikan sesuatu barang
tertentu maka barang itu semenjak perikatan dilahirkan
menjadi tanggungan kreditur atau si berpiutang. Namun
apabila debitur atau si berutang lalai untuk
menyerahkan barang yang diberikan kreditur maka
barang tersebut sejak perikatan dilakukan menjadi

56 | Pengantar Hukum Bisnis
tanggungan debitur. Risiko dalam perjanjian dapat
digolongkan menjadi 2 (dua), yaitu risiko dalam
perjanjian sepihak dan risiko dalam perjanjian timbal
balik. Penjabaran dari 2 (dua) penggolongan tersebut,
yakni: (Ratna Artha Windari, 2013:27)
1. Risiko dalam perjanjian sepihak Dalam Pasal
1237 KUHPerdata mengatur mengenai risiko
dalam perjanjian sepihak, yaitu sejak lahirnya
suatu perjanjian maka risiko ditanggung oleh
kreditur.
2. . Risiko dalam perjanjian timbal balik Risiko
dalam perjanjian timbal balik dibagi menjadi 3
(tiga), yaitu:
a) Risiko dalam jual-beli, diatur dalam Pasal
1460 KUHPerdata bahwa risiko ditanggung
oleh pembeli.
b) Risiko dalam tukar-menukar, diatur dalam
Pasal 1545 KUHPerdata bahwa risiko
ditanggung oleh pemilik barang.
c) Risiko dalam sewa-menyewa, diatur dalam
Pasal 1553 KUHPerdata bahwa risiko
ditanggung oleh pihak yang menyewakan.

Pengantar Hukum Bisnis | 57
3.8. Berakhirnya Perjanjian
Terpenuhinya prestasi dalam perjanjian dapat
menjadi sebab berakhirnya perjanjian, selain itu
berakhirnya perjanjian juga dapat terjadi akibat adanya
pembatalan berdasarkan wanprestasi.
Mengenai berakhirnya suatu perjanjian dapat
terjadi, apabila:
1. ditentukan oleh undang-undang mengenai batas
berlakunya;
2. ditentukan oleh para pihak;
3. para pihak atau undang-undang menentukan
terjadinya suatu peristiwa tertentu maka
perjanjian akan hapus;
4. pernyataan penghentian persetujuan oleh para
pihak dalam perjanjian yang dimaksud,
pernyataan berakhirnya suatu perjanjian harus
ada pada perjanjian yang sifatnya sementara;
5. karena diputus oleh hakim;
6. perjanjian tersebut telah tercapai;
7. dengan persetujuan kedua belah pihak

58 | Pengantar Hukum Bisnis

Pengantar Hukum Bisnis | 59
BAB IV
ORGANISASI BISNIS



4.1. Profil Organisasi Bisnis
Profil organisasi bisnis merupakan bagian dari
dokumen yang memberikan gambaran menyeluruh
tentang identitas, sejarah, nilai, dan struktur organisasi
bisnis tersebut.
Berikut adalah penjelasan tentang elemen-elemen
yang biasanya tercakup dalam profil organisasi bisnis:
1. Sejarah Singkat Organisasi
Ini mencakup informasi tentang awal mula
berdirinya organisasi, perkembangan,
pencapaian penting, dan perubahan signifikan
yang telah dialami selama bertahun-tahun.
2. Visi, Misi, dan Nilai Organisasi
Bagian ini menjelaskan tujuan jangka panjang
(visi), tujuan jangka pendek (misi), serta prinsip-
prinsip atau nilai-nilai yang dipegang teguh oleh
organisasi dalam menjalankan aktivitas
bisnisnya.
3. Struktur Organisasi dan Tata Kelola
Menyajikan informasi tentang bagaimana

60 | Pengantar Hukum Bisnis
organisasi tersebut diorganisasi, termasuk
bagaimana pembagian tugas dan tanggung jawab
diatur, siapa yang memegang posisi kunci dalam
manajemen, dan bagaimana proses pengambilan
keputusan dilakukan.

Profil organisasi bisnis memberikan pemahaman
yang lebih baik tentang identitas dan prinsip-prinsip
yang mendasari operasi suatu organisasi bisnis, serta
memberikan landasan untuk pengambilan keputusan
strategis dan budaya perusahaan.

4.2. Lingkungan Hukum Bisnis
Lingkungan hukum bisnis merujuk pada kerangka
hukum di mana suatu bisnis beroperasi. Ini mencakup
semua peraturan, peraturan, dan hukum yang mengatur
aktivitas bisnis dari segala aspek.
Penjelasan tentang lingkungan hukum bisnis
meliputi beberapa aspek utama:
1. Pengantar Hukum Bisnis
Ini adalah gambaran umum tentang pentingnya
hukum dalam kegiatan bisnis. Menjelaskan
peran hukum dalam membentuk aturan main,
melindungi hak dan kewajiban, serta
memberikan kerangka kerja yang adil dan

Pengantar Hukum Bisnis | 61
teratur bagi semua pelaku bisnis.
2. Peran Hukum dalam Operasi Bisnis
Bagian ini menjelaskan bagaimana hukum
mempengaruhi berbagai aspek operasional
bisnis, termasuk pembentukan dan pengaturan
perusahaan, kontrak bisnis, hak kekayaan
intelektual, kepemilikan tanah, perlindungan
konsumen, dan tanggung jawab sosial
perusahaan.
3. Kepatuhan Hukum dan Etika Bisnis:
Merinci pentingnya mematuhi semua peraturan
dan peraturan yang berlaku, serta mengikuti
prinsip-prinsip etika bisnis yang baik. Ini
termasuk menjaga kelayakan hukum dalam
semua transaksi, mematuhi standar etika
profesional, dan bertanggung jawab secara
sosial.

Lingkungan hukum bisnis adalah landasan penting
bagi setiap bisnis karena membantu memahami hak dan
kewajiban, serta risiko dan peluang yang terkait dengan
kegiatan dalam konteks hukum. Mengetahui dan
mematuhi hukum yang berlaku adalah kunci
keberhasilan jangka panjang dan reputasi bisnis.
4.3. Pembentukan dan Registrasi Bisnis

62 | Pengantar Hukum Bisnis
Pembentukan dan registrasi bisnis adalah proses
yang penting dalam mengawali sebuah usaha.
Berikut adalah penjelasan mengenai proses ini:
1. Jenis-jenis Entitas Bisnis
Penjelasan mengenai berbagai jenis struktur
bisnis yang dapat dipilih, seperti perseorangan,
persekutuan, perusahaan terbatas (PT),
koperasi, dan lain-lain. Setiap jenis entitas
memiliki karakteristik dan kelebihan serta
kelemahan masing-masing.
2. Proses Pendirian dan Registrasi Bisnis
Tahapan-tahapan yang diperlukan dalam
mendirikan bisnis, mulai dari perencanaan,
penentuan nama bisnis, pembuatan dokumen
pendirian seperti akta pendirian (untuk PT),
hingga proses registrasi ke lembaga pemerintah
yang berwenang seperti Kementerian Hukum
dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) atau
Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (KUMKM).
3. Dokumen-dokumen Legal yang Diperlukan
Penjelasan tentang dokumen-dokumen yang
harus disiapkan dan diajukan selama proses
pendirian dan registrasi bisnis, seperti akta
pendirian, surat izin usaha, NPWP (Nomor Pokok

Pengantar Hukum Bisnis | 63
Wajib Pajak), TDP (Tanda Daftar Perusahaan),
SIUP (Surat Izin Usaha Perdagangan), dan lain-
lain.

Pembentukan dan registrasi bisnis merupakan
langkah awal yang krusial dalam memulai usaha baru.
Memahami proses ini dengan baik dapat membantu para
pengusaha untuk menjalankan bisnisnya secara legal
dan memenuhi semua persyaratan yang diperlukan oleh
pemerintah dan lembaga terkait.

4.4. Kontrak Bisnis
Kontrak bisnis adalah perjanjian tertulis antara dua
pihak atau lebih yang mengatur hak dan kewajiban
masing-masing pihak dalam suatu transaksi bisnis.
Berikut adalah penjelasan mengenai kontrak bisnis:
1. Pengantar Kontrak Bisnis
Penjelasan tentang pentingnya kontrak dalam
aktivitas bisnis untuk mengatur hubungan
antara berbagai pihak yang terlibat dalam suatu
transaksi, serta untuk meminimalkan risiko dan
memastikan kejelasan hak dan kewajiban.
2. Jenis-jenis Kontrak Bisnis
Berbagai jenis kontrak bisnis yang umumnya
digunakan, seperti kontrak penjualan, kontrak

64 | Pengantar Hukum Bisnis
sewa, kontrak kerjasama, kontrak pengadaan,
dan lain-lain. Setiap jenis kontrak memiliki
format dan ketentuan yang berbeda tergantung
pada sifat dan tujuan transaksi bisnisnya.
3. Persyaratan dan Unsur-unsur Penting dalam
Kontrak
Penjelasan tentang unsur-unsur yang harus ada
dalam suatu kontrak agar sah dan mengikat,
seperti pihak-pihak yang terlibat, tujuan
transaksi, harga, barang atau jasa yang
diperjanjikan, waktu dan tempat pelaksanaan,
serta ketentuan pembayaran dan penyelesaian
sengketa.

Kontrak bisnis merupakan instrumen hukum yang
penting dalam menjalankan aktivitas bisnis karena
membantu untuk mengatur hubungan antara pihak-
pihak yang terlibat dan memberikan kejelasan mengenai
hak dan kewajiban masing-masing. Oleh karena itu,
penting bagi para pengusaha untuk memahami dan
merancang kontrak dengan cermat dan hati-hati.

Pengantar Hukum Bisnis | 65
4.5. Tanggung Jawab Hukum Bisnis
Tanggung jawab hukum bisnis merujuk pada
kewajiban dan tanggung jawab yang dimiliki oleh sebuah
bisnis dalam mematuhi peraturan hukum yang berlaku
serta dalam menjalankan operasinya dengan integritas
dan kepatuhan.
Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai hal
ini:
1. Tanggung Jawab Hukum Entitas Bisnis
Sebuah bisnis memiliki tanggung jawab hukum
untuk mematuhi semua peraturan dan undang-
undang yang berlaku dalam operasinya, seperti
pajak, lingkungan, ketenagakerjaan, dan
perlindungan konsumen. Ini termasuk
pembayaran pajak secara tepat waktu,
pematuhan terhadap standar lingkungan, dan
perlindungan terhadap hak-hak karyawan dan
konsumen.
2. Tanggung Jawab Hukum Pemilik dan Manajer
Para pemilik dan manajer bisnis juga memiliki
tanggung jawab hukum yang penting. Maka
bertanggung jawab atas keputusan yang buat
atas nama bisnis, termasuk keputusan keuangan,
operasional, dan strategis. Mereka juga harus
memastikan bahwa bisnis beroperasi sesuai

66 | Pengantar Hukum Bisnis
dengan hukum dan etika bisnis yang berlaku.
3. Perlindungan Hukum bagi Konsumen dan
Karyawan
Sebuah bisnis memiliki tanggung jawab hukum
untuk melindungi hak-hak karyawan dan
konsumen. Ini mencakup pembayaran upah yang
sesuai, menyediakan lingkungan kerja yang
aman, serta memberikan produk dan layanan
yang aman dan sesuai dengan standar yang
berlaku.

Tanggung jawab hukum bisnis adalah aspek penting
dalam menjalankan sebuah bisnis secara etis dan
berkelanjutan. Dengan memahami dan mematuhi
tanggung jawab hukumnya, sebuah bisnis dapat
membangun reputasi yang baik, menjaga kepercayaan
konsumen, dan menghindari risiko hukum yang dapat
merugikan bisnis tersebut.

4.6. Rencana Sumber Daya Manusia
Rencana Sumber Daya Manusia (SDM) dalam
sebuah organisasi bisnis adalah dokumen yang merinci
strategi, kebijakan, dan prosedur terkait pengelolaan
tenaga kerja atau karyawan. Rencana ini bertujuan
untuk memastikan bahwa perusahaan memiliki sumber

Pengantar Hukum Bisnis | 67
daya manusia yang cukup, berkualitas, dan terkelola
dengan efisien untuk mencapai tujuan bisnisnya.
Penjelasan dari Rencana SDM biasanya mencakup
hal-hal berikut:
1. Rekrutmen dan Seleksi
Proses mendatangkan, menarik, dan memilih
karyawan yang sesuai dengan kebutuhan dan
nilai perusahaan.
2. Pelatihan dan Pengembangan
Program untuk meningkatkan keterampilan,
pengetahuan, dan kompetensi karyawan agar
dapat berkembang dan berkontribusi secara
maksimal.
3. Kompensasi dan Manfaat
Kebijakan terkait gaji, insentif, tunjangan, dan
manfaat lainnya yang ditawarkan kepada
karyawan sebagai imbalan atas kontribusi
mereka.
4. Evaluasi Kinerja
Proses untuk mengevaluasi dan memberikan
umpan balik terhadap kinerja karyawan, serta
mengidentifikasi area untuk perbaikan dan
pengembangan lebih lanjut.
5. Manajemen Kinerja:
Sistem dan proses untuk menetapkan tujuan,

68 | Pengantar Hukum Bisnis
mengukur kinerja, dan memberikan
penghargaan atau sanksi sesuai dengan
pencapaian karyawan terhadap tujuan tersebut.
6. Pengelolaan Konflik dan Karyawan
Strategi untuk menangani konflik antara
karyawan atau dengan manajemen, serta
kebijakan terkait penegakan disiplin dan
pemecatan.
7. Keseimbangan Kerja-Hidup
Inisiatif untuk menciptakan lingkungan kerja
yang seimbang dan mendukung kesejahteraan
karyawan, seperti fleksibilitas waktu kerja, cuti,
dan program kesehatan.

Rencana SDM harus selaras dengan strategi bisnis
perusahaan dan terus diperbarui sesuai dengan
perubahan internal dan eksternal. Ini membantu
organisasi untuk mengelola sumber daya manusia
secara efektif guna mencapai kinerja dan pertumbuhan
yang berkelanjutan.

4.7. Risiko dan Mitigasi
Risiko dan mitigasi dalam konteks bisnis merujuk
pada identifikasi potensi ancaman atau ketidakpastian
yang dapat mempengaruhi tujuan, kegiatan, atau operasi

Pengantar Hukum Bisnis | 69
perusahaan, serta upaya untuk mengurangi atau
mengelola dampak negatif dari risiko tersebut.
Berikut adalah penjelasan lebih lanjut mengenai
konsep ini:
1. Identifikasi Risiko
Langkah pertama dalam mengelola risiko adalah
mengidentifikasi berbagai macam risiko yang
mungkin dihadapi oleh perusahaan. Risiko dapat
berasal dari berbagai sumber, termasuk
lingkungan eksternal seperti persaingan pasar,
perubahan regulasi, atau kondisi ekonomi, serta
faktor internal seperti manajemen keuangan,
operasional, atau SDM.
2. Evaluasi Risiko
Setelah identifikasi, risiko-risiko tersebut
dievaluasi untuk memahami potensi dampaknya
terhadap bisnis. Evaluasi risiko melibatkan
penilaian terhadap probabilitas terjadinya risiko
dan dampaknya jika risiko tersebut terjadi.
3. Mitigasi Risiko
Langkah selanjutnya adalah mengembangkan
strategi mitigasi untuk mengurangi atau
mengelola risiko-risiko yang diidentifikasi.
Strategi mitigasi dapat mencakup beberapa
pendekatan, seperti:

70 | Pengantar Hukum Bisnis
4. Transfer Risiko
Misalnya, dengan membeli asuransi untuk
melindungi perusahaan dari kerugian keuangan
yang disebabkan oleh risiko tertentu.
5. Pengurangan Risiko
Mengimplementasikan tindakan untuk
mengurangi kemungkinan terjadinya risiko,
seperti meningkatkan prosedur keamanan atau
redundansi dalam sistem.
6. Pemindahan Risiko:
Memindahkan risiko kepada pihak lain, seperti
melalui kontrak atau kemitraan yang mengatur
tanggung jawab dalam suatu kesepakatan.
7. Terima Risiko
Kadang-kadang risiko tidak dapat dihindari
sepenuhnya, dan perusahaan harus siap untuk
menerima dan menangani dampaknya dengan
strategi yang sesuai.
8. Pemantauan dan Peninjauan
Manajemen risiko adalah proses yang
berkelanjutan. Setelah mitigasi dilaksanakan,
risiko perlu dipantau secara teratur untuk
memastikan bahwa strategi mitigasi efektif dan
sesuai dengan perubahan kondisi bisnis dan
lingkungan eksternal.

Pengantar Hukum Bisnis | 71
Dengan mengimplementasikan proses manajemen
risiko yang efektif, perusahaan dapat mengurangi
potensi kerugian, meningkatkan kesiapan dalam
menghadapi ketidakpastian, dan menciptakan
lingkungan yang lebih stabil untuk mencapai
tujuan bisnisnya.

72 | Pengantar Hukum Bisnis

Pengantar Hukum Bisnis | 73
BAB V
SURAT BERHARGA



5.1. Dasar Hukum Surat Berharga
Dasar hukum surat berharga dapat ditemukan
dalam berbagai undang-undang dan peraturan di
berbagai negara, terutama yang terkait dengan pasar
modal dan keuangan.
Berikut adalah penjelasan mengenai dasar hukum
surat berharga:
1. Undang-Undang Pasar Modal:
Undang-Undang Pasar Modal di banyak negara
mengatur masalah yang berkaitan dengan surat
berharga. Undang-Undang ini umumnya
memberikan dasar hukum bagi pendirian, fungsi,
dan pengawasan lembaga-lembaga keuangan,
termasuk bursa efek, perusahaan efek, dan pihak
yang terlibat dalam perdagangan surat berharga.
2. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK):
Di beberapa negara, otoritas pengawasan
keuangan seperti OJK memiliki peraturan yang
mengatur perihal surat berharga. Peraturan ini
mencakup ketentuan terkait penerbitan,

74 | Pengantar Hukum Bisnis
perdagangan, dan perlindungan investor
terhadap surat berharga.
3. Hukum Perusahaan:
Aspek-aspek hukum perusahaan juga relevan
dalam konteks surat berharga. Hal ini mencakup
hukum yang mengatur pembentukan dan
operasional perusahaan, hak dan kewajiban
pemegang saham, serta hubungan antara
pemegang saham dan manajemen perusahaan.
4. Undang-Undang Surat Berharga:
Beberapa negara memiliki undang-undang yang
secara khusus mengatur surat berharga.
Undang-undang ini dapat mencakup ketentuan-
ketentuan tentang jenis-jenis surat berharga,
hak-hak pemegang surat berharga, dan tanggung
jawab penerbit surat berharga.
5. Peraturan Bursa Efek:
Peraturan bursa efek juga memainkan peran
penting dalam mengatur perdagangan surat
berharga. Hal ini mencakup prosedur
pendaftaran surat berharga di bursa efek,
kewajiban pengungkapan informasi oleh emiten,
dan aturan-aturan perdagangan.
6. Peraturan tentang Penerbitan dan Perdagangan
Surat Berharga:

Pengantar Hukum Bisnis | 75
Terdapat peraturan-peraturan yang secara
khusus mengatur proses penerbitan dan
perdagangan surat berharga. Ini mencakup
persyaratan pendaftaran, informasi yang harus
disertakan dalam prospektus, dan mekanisme
penawaran umum.

Penting untuk diingat bahwa setiap negara memiliki
sistem hukum yang berbeda, dan dasar hukum surat
berharga dapat bervariasi. Oleh karena itu, penting
untuk merujuk pada undang-undang dan peraturan yang
berlaku di yurisdiksi yang bersangkutan untuk
mendapatkan pemahaman yang lebih mendalam tentang
dasar hukum surat berharga.

5.2. Jenis-jenis Surat Berharga
Surat berharga adalah instrumen keuangan yang
dapat diperdagangkan dan memiliki nilai moneter. Jenis-
jenis surat berharga bervariasi dan dapat mencakup
instrumen keuangan yang mewakili kepemilikan atau
utang.
Berikut adalah penjelasan mengenai beberapa jenis
surat berharga yang umum:
1. Saham:
a) Penjelasan

76 | Pengantar Hukum Bisnis
Saham adalah surat berharga yang mewakili
kepemilikan suatu perusahaan. Pemegang
saham memiliki hak atas bagian dari aset dan
pendapatan perusahaan serta hak suara
dalam pengambilan keputusan perusahaan.
b) Karakteristik
Saham dapat dikelompokkan menjadi saham
biasa (common stock) dan saham preferen
(preferred stock).
2. Obligasi:
a) Penjelasan
Obligasi adalah surat berharga utang yang
diterbitkan oleh perusahaan, pemerintah,
atau lembaga keuangan. Pemegang obligasi
memberikan pinjaman kepada penerbit dan
menerima pembayaran bunga serta
pengembalian pokok pada waktu tertentu.
b) Karakteristik
Obligasi memiliki tingkat bunga, jangka
waktu, dan nilai nominal yang ditentukan.
3. Warrant:
a) Penjelasan
Warrant memberikan hak kepada
pemegangnya untuk membeli saham
perusahaan pada harga yang telah

Pengantar Hukum Bisnis | 77
ditentukan. Warrant sering kali diterbitkan
bersamaan dengan saham baru sebagai
insentif bagi investor.
b) Karakteristik
Warrant memiliki tanggal kedaluwarsa dan
harga pelaksanaan yang menjadi dasar untuk
pembelian saham.
4. Commercial Paper:
a) Penjelasan
Commercial paper adalah surat berharga
jangka pendek yang diterbitkan oleh
perusahaan untuk memenuhi kebutuhan
modal kerja. Biasanya memiliki jangka waktu
kurang dari satu tahun.
b) Karakteristik
Commercial paper sering digunakan untuk
pembiayaan sementara kebutuhan
operasional.
5. Hak Opsi (Options):
a) Penjelasan
Hak opsi memberikan hak kepada
pemegangnya untuk membeli atau menjual
suatu aset pada harga tertentu dalam jangka
waktu tertentu. Options dapat digunakan
untuk lindung nilai atau tujuan spekulatif.

78 | Pengantar Hukum Bisnis
b) Karakteristik
Options terdiri dari call options (hak untuk
membeli) dan put options (hak untuk
menjual).
6. Instrumen Derivatif:
a) Penjelasan
Instrumen derivatif, seperti futures dan
swaps, adalah surat berharga yang nilainya
tergantung pada nilai dari aset yang
mendasarinya. Derivatif digunakan untuk
lindung nilai risiko atau tujuan spekulatif.
b) Karakteristik
Derivatif dapat memiliki banyak bentuk dan
digunakan di berbagai pasar keuangan.
7. Sertifikat Investasi:
a) Penjelasan
Sertifikat investasi, seperti sertifikat
deposito atau sertifikat deposito berjangka,
adalah surat berharga yang mewakili
simpanan di bank dengan tingkat bunga
tertentu.
b) Karakteristik
Sertifikat investasi umumnya memiliki
jangka waktu tertentu dan tingkat bunga
yang lebih tinggi daripada simpanan biasa.

Pengantar Hukum Bisnis | 79
Penting untuk diingat bahwa setiap jenis surat
berharga memiliki risiko dan karakteristik sendiri, dan
pemilihan jenis surat berharga harus sesuai dengan
tujuan investasi dan toleransi risiko investor.

5.3. Penerbitan Surat Berharga
Penerbitan surat berharga merupakan proses di
mana suatu entitas, seperti perusahaan atau pemerintah,
menciptakan dan mengeluarkan instrumen keuangan
yang dapat diperdagangkan sebagai cara untuk
mengumpulkan dana. Prosedur penerbitan surat
berharga melibatkan langkah-langkah tertentu untuk
memastikan bahwa instrumen keuangan tersebut dapat
diterima oleh pasar dan pemodal.
Berikut adalah penjelasan umum mengenai proses
penerbitan surat berharga:
1. Penentuan Jenis Surat Berharga:
Sebelum penerbitan, pihak penerbit harus
menentukan jenis surat berharga yang akan
diterbitkan. Pilihan ini tergantung pada tujuan
keuangan penerbit, kondisi pasar, dan
kebutuhan modal.
2. Penyusunan Struktur Surat Berharga
Penerbit harus merancang struktur surat
berharga, termasuk nilai nominal, tingkat bunga

80 | Pengantar Hukum Bisnis
(jika obligasi), jangka waktu, hak istimewa (jika
saham preferen), dan ketentuan-ketentuan
lainnya. Struktur ini akan mencerminkan kondisi
penawaran dan persyaratan bagi para investor.
3. Persiapan Prospektus:
Penerbit harus menyusun dokumen prospektus
yang memberikan informasi lengkap kepada
calon investor. Prospektus berisi rincian tentang
penerbit, tujuan penggunaan dana, risiko
investasi, dan informasi keuangan terkait.
Prospektus ini harus memenuhi persyaratan
regulator dan memberikan transparansi kepada
investor.
4. Pendaftaran dan Persetujuan Regulator:
Sebelum surat berharga dapat ditawarkan
kepada publik, penerbit harus mendaftarkan
penawaran tersebut pada otoritas pengatur
pasar modal atau regulator keuangan setempat.
Regulator akan mengevaluasi prospektus dan
memastikan bahwa penerbit mematuhi
peraturan yang berlaku.
5. Pengaturan Pemegang Saham atau Pemegang
Obligasi:
Dalam hal saham, penerbit perlu mengatur
persyaratan pemegang saham dan menetapkan

Pengantar Hukum Bisnis | 81
hak dan kewajiban. Dalam hal obligasi,
perjanjian obligasi harus disusun untuk
mengatur hak dan kewajiban pemegang obligasi
serta jadwal pembayaran bunga dan pokok.
6. Penawaran Publik atau Penjualan Pribadi:
Setelah mendapatkan persetujuan regulator,
surat berharga dapat ditawarkan kepada publik
melalui penawaran umum. Atau, penerbit dapat
menjualnya secara pribadi kepada investor
tertentu.
7. Pendistribusian dan Penyelesaian Transaksi:
Setelah penawaran selesai, surat berharga
didistribusikan kepada investor dan transaksi
diselesaikan. Penerbit dan investor akan
menandatangani perjanjian dan melakukan
pembayaran.
8. Penyelesaian di Bursa Efek (jika berlaku):
Jika surat berharga diperdagangkan di bursa
efek, proses penyelesaian dilakukan melalui
mekanisme yang ditetapkan oleh bursa. Penerbit
dapat menjadi perusahaan tercatat dan
sahamnya diperdagangkan di bursa.
9. Pemeliharaan Hubungan dengan Pemegang
Surat Berharga:
Penerbit harus menjaga hubungan yang baik

82 | Pengantar Hukum Bisnis
dengan pemegang surat berharga, memberikan
informasi perusahaan secara berkala, dan
mematuhi kewajiban-kewajiban kepada para
pemegang surat berharga.

Penerbitan surat berharga merupakan cara yang
umum digunakan oleh perusahaan dan pemerintah
untuk memperoleh modal, dan proses ini memainkan
peran kunci dalam pengaturan keuangan perusahaan
dan pasar modal.

5.4. Perdagangan dan Pasar Sekunder
Perdagangan dan pasar sekunder merujuk pada
aktivitas jual-beli surat berharga yang telah diterbitkan
sebelumnya di pasar primer. Pasar sekunder adalah
tempat di mana investor membeli dan menjual surat
berharga di antara, bukan langsung dari penerbit.
Berikut adalah penjelasan mengenai perdagangan
dan pasar sekunder:
1. Pasar Sekunder:
Pasar sekunder adalah tempat di mana surat
berharga yang sudah diterbitkan di pasar primer
diperdagangkan antar investor. Ini mencakup
saham, obligasi, dan instrumen keuangan
lainnya.

Pengantar Hukum Bisnis | 83
2. Tujuan Perdagangan di Pasar Sekunder:
a. Likuiditas:
Salah satu tujuan utama dari perdagangan di
pasar sekunder adalah menciptakan
likuiditas, memungkinkan investor untuk
membeli atau menjual surat berharga
dengan mudah tanpa harus menunggu
hingga jatuh tempo.
b. Harga yang Efisien:
Perdagangan di pasar sekunder membantu
menentukan harga pasar aktual dari surat
berharga, menciptakan harga yang lebih
efisien berdasarkan penawaran dan
permintaan di pasar.
c. Fleksibilitas Investasi:
Investor dapat menyesuaikan portofolio,
membeli atau menjual surat berharga sesuai
dengan tujuan investasi dan strategi
keuangan.
3. Tempat Perdagangan di Pasar Sekunder:
a. Bursa Efek:
Sebagian besar perdagangan di pasar
sekunder terjadi di bursa efek yang memiliki
sistem terorganisir untuk memfasilitasi
pertemuan antara pembeli dan penjual.

84 | Pengantar Hukum Bisnis
Contohnya termasuk New York Stock
Exchange (NYSE) atau Bursa Efek Indonesia
(BEI).
b. Pasar OTC (Over-the-Counter):
Beberapa surat berharga diperdagangkan di
luar bursa efek dalam transaksi langsung
antar investor, disebut pasar OTC. Misalnya,
perdagangan obligasi korporat seringkali
terjadi di pasar OTC.
4. Pelaku di Pasar Sekunder:
a. Broker dan Dealer:
Broker membantu investor membeli atau
menjual surat berharga dan bekerja atas
nama klien. Dealer, di sisi lain, dapat
membeli dan menjual surat berharga untuk
akun sendiri.
b. Market Makers:
Market makers adalah entitas atau individu
yang menyediakan likuiditas dengan
membuat penawaran jual dan beli untuk
surat berharga tertentu. Maka membantu
menjaga likuiditas pasar.
5. Mekanisme Perdagangan di Pasar Sekunder:
a. Order Market:
Investor memberikan instruksi untuk

Pengantar Hukum Bisnis | 85
membeli atau menjual surat berharga pada
harga pasar saat ini.
b. Order Limit:
Investor menentukan harga tertentu di mana
bersedia membeli atau menjual surat
berharga.
c. Order Stop-Loss:
Investor menetapkan batas harga di bawah
atau di atas harga pasar saat ini untuk
meminimalkan kerugian.
6. Peran Pialang dan Perantara:
Pialang dan perantara keuangan memfasilitasi
transaksi di pasar sekunder, membantu investor
mengeksekusi order, dan memberikan informasi
tentang kondisi pasar.

Perdagangan di pasar sekunder adalah elemen
krusial dalam ekosistem keuangan yang memastikan
likuiditas dan efisiensi pasar, serta memberikan
fleksibilitas kepada investor untuk mengelola portofolio.

86 | Pengantar Hukum Bisnis

Pengantar Hukum Bisnis | 87
BAB VI
HUKUM ASURANSI



6.1. Pengertian Asuransi
Menurut Pasal 246 KUH Dagang, asuransi adalah :
"Suatu perjanjian, dengan mana seorang penanggung
mengikatkan diri kepada seorang tertanggung, dengan
menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian
kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan atau
kehilangan keuntungan yang diharapkan, yang mungkin
akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak
tertentu"
Unsur-unsur Pasal 246 KUHD adalah :
• adanya kepentingan (Psl 250 jo 268 KUHD)
• adanya peristiwa tak tentu
• adanya kerugian

Menurut ketentuan umum Pasal 1 angka 1 Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian, Asuransi atau Pertanggungan adalah
perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana
pihak penanggung mengikatkan diri kepada
tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk

88 | Pengantar Hukum Bisnis
memberikan penggantian kepada tertanggung karena
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak
ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang
timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
memberikan suatu pembayaran yang didasarkan atas
meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.
Pengertian tersebut menunjukkan bahwa
perjanjian asuransi merupakan suatu perikatan timbal
balik antara penanggung yang memberikan jaminan dan
dengan tertanggung yang memberikan imbalan
pembayaran premi asuransi. Pengertian tersebut hanya
mengatur penggantian kepada tertanggung atas
kerugian, kerusakan atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, yang mungkin akan dideritanya karena
suatu peristiwa yang tak tertentu. Definisi tersebut tidak
mencakup jaminan dalam asuransi jiwa yang tidak
terkait dengan kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan. Dalam asuransi jiwa, yang
menjadi obyek asuransi adalah jiwa tertanggung atau
mereka yang diasuransikan dan manfaat yang diberikan
dapat berupa santunan kepada seseorang atau lebih
yang ditunjuk sebagai penerima manfaat apabila
tertanggung atau yang dipertanggungkan meninggal

Pengantar Hukum Bisnis | 89
dunia atau penerimaan manfaat yang disepakati oleh
tertanggung yang selamat sampai akhir masa asuransi
sehingga jelaslah bahwa definisi tersebut sudah tidak
memadai.
Menurut ketentuan umum Pasal 1 angka 1 Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian,
pengertian Asuransi adalah perjanjian antara dua pihak,
yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis, yang
menjadi dasar bagi penerimaan premi oleh perusahaan
asuransi sebagai imbalan untuk:
1. memberikan penggantian kepada tertanggung
atau pemegang polis karena kerugian,
kerusakan, biaya yang timbul, kehilangan
keuntungan, atau tanggung jawab hukum kepada
pihak ketiga yang mungkin diderita tertanggung
atau pemegang polis karena terjadinya suatu
peristiwa yang tidak pasti; atau
2. memberikan pembayaran yang didasarkan pada
meninggalnya tertanggung atau pembayaran
yang didasarkan pada hidupnya tertanggung
dengan manfaat yang besarnya telah ditetapkan
dan/atau didasarkan pada hasil pengelolaan
dana.

90 | Pengantar Hukum Bisnis
Dari ketentuan perundangan tersebut, asuransi
adalah suatu perjanjian antara perusahaan asuransi
(penanggung), yang dengan imbalan pembayaran suatu
premi yang telah disepakati,
berjanji untuk memberikan suatu penggantian atau
manfaat kepada tertanggung pada satu pihak dan
tertanggung atau pihak yang ditunjuk sebagai pihak
lainnya
Menurut Undang-Undang Perasuransi, obyek
asuransi adalah jiwa dan raga, kesehatan manusia,
tanggung jawab hukum, benda dan jasa, serta semua
kepentingan lainnya yang dapat hilang, rusak, rugi,
dan/atau berkurang nilainya. Cakupan jaminan asuransi
dalam definisi ini adalah lebih luas dibandingkan dengan
pengertian dalam Pasal 246 KUH Dagang. Meskipun
demikian, keberadaan jenis asuransi syariah yang tidak
memiliki konsep pengalihan risiko tetapi konsep gotong
royong (taawun, mutual protection) dan produk-produk
asuransi unit-linked yang dikeluarkan perusahaan
asuransi jiwa membuat definisi umum tentang asuransi
sudah tidak tepat lagi.
Keberadaan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014
Tentang Perasuransian hanya mengatur mengenai
usaha perasuransian saja dan bukan mengatur mengenai
substansi dari asuransi itu sendiri, sehingga berlakunya

Pengantar Hukum Bisnis | 91
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tidak
menghapus ketentuan mengenai asuransi yang diatur
dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2014 telah menyempurnakan
undang-undang sebelumnya (UU Nomor 2 Tahun 1992)
dalam upaya menciptakan industri perasuransian yang
lebih sehat, dapat diandalkan, amanah, dan kompetitif
secara umum dilakukan.
Hal tersebut diwujudkan dalam bentuk :
1. Penetapan landasan hukum bagi
penyelenggaraan Usaha Asuransi Syariah dan
Usaha Reasuransi Syariah;
2. Penetapan suatu badan hukum bagi perusahaan
asuransi berbentuk usaha bersama yang telah
ada pada saat undang -undang tersebut
diundangkan;
3. Penyempurnaan pengaturanmengenai
kepemilikan perusahaan perasuransian yang
mendukung kepentingan nasional;
4. Pemberian amanat lebih besar kepada
perusahaan Asuransi dan Perusahaan Asuransi
Syariah untuk mengelola kerjasama dengan
pihak lain dalam rangka pemasaran layanan jasa
asuransi dan reasuransi syariah, termasuk kerja
sama keagenan;

92 | Pengantar Hukum Bisnis
5. Penyempurnaan ketentuanmengenai kewajiban
untuk menjaga tata kelola perusahaan yang baik,
kesehatan keuangan, dan perilaku usaha yang
sehat.

Sehingga dapat disimpulkan bahwa unsur-unsur
yang harus ada pada Asuransi adalah:
1. Subyek hukum (penanggung dan tertanggung);
2. Persetujuan bebas antara penanggung dan
tertanggung;
3. Benda asuransi dan kepentingan tertanggung;
4. Tujuan yang ingin dicapai;
5. Resiko dan premi;
6. Evenemen (peristiwa yang tidak pasti) dan ganti
kerugian;
7. Syarat-syarat yang berlaku;
8. Polis asuransi.

6.2. Perjanjian Asuransi
Asuransi itu pada asasnya adalah suatu perjanjian
kerugian (schade verzekering) atau indemniteits
contract. Dalam asuransi terkandung adanya suatu
resiko yang terjadinya belum dapat dipastikan. Di
samping itu adanya pelimpahan atau pengalihan
tanggung jawab memikul beban resiko dari pihak yang

Pengantar Hukum Bisnis | 93
mempunyai beban tersebut kepada pihak lain yang
sanggup mengambil alih tanggung jawab. Sebagai kontra
prestasi dari pihak lain yang melimpahkan tanggung
jawab ini, ia diwajibkan membayar sejumlah uang
kepada pihak yang menerima pelimpahan atau ambil
alih tanggung jawab yang disebut premi.
Dengan demikian pada hakekatnya asuransi
merupakan suatu perjanjian yang menimbulkan ikatan
timbal balik, yang didalamnya mencakup unsur-unsur
yaitu :
1. Adanya pihak-pihak yaitu pihak penanggung dan
pihak tertanggung.
2. Asuransi itu merupakan perjanjian bersyarat.
3. Adanya premi yang dibayar oleh tertanggung.

Dari unsur-unsur tersebut di atas, dapatlah
disimpulkan bahwa asuransi itu merupakan suatu
persetujuan timbal balik yang berarti masingmasing
pihak berjanji akan melakukan sesuatu bagi pihak lain,
dimana dalam hal ini masing-masing pihak mempunyai
hak dan kewajiban secara timbal balik. Pihak penjamin
akan membayar sejumlah uang kepada terjamin, apabila
suatu peristiwa akan terjadi dimana masing-masing
pihak tidak mengetahuinya kapan peristiwa tersebut
terjadi. Di sini harus terdapat hubungan sebab akibat

94 | Pengantar Hukum Bisnis
diantara peristiwa dan kerugian.
Asuransi dikatakan sebagai suatu perjanjian
kerugian, dalam hal ini jelas bahwa penanggung
mengikatkan diri untuk mengganti kerugian karena
pihak tertanggung menderita kerugian dan yang diganti
itu adalah seimbang dengan kerugian yang sungguh-
sungguh diderita (prinsip indemniteit). Ada kalanya
suatu ganti rugi itu tidaklah seluruh kerugian yang
diderita. Ini dapat terjadi apabila tidak seluruhnya harga
objek asuransi itu diasuransikan, sehingga masih ada
resiko yang ditanggung oleh tertanggung sendiri. Oleh
karena itulah maka kita masih melihat adanya ketentuan
yang ditarik lebih lanjut dari prinsip indemniteit itu
ialah, bahwa asuransi itu tidak boleh menjurus pada
pemberian ganti rugi yang lebih besar daripada kerugian
yang diderita (pasal 253 KUHD).

6.3. Asuransi Sebagai Pengalihan Dan Penyebaran
Risiko
Risiko adalah kemungkinan kerugian yang akan
dialami yang diakibatkan oleh bahaya yang mungkin
terjadi, tetapi tidak diketahui lebih dahulu apakah akan
terjadi dan kapan akan terjadi. Salah satu cara untuk
mengatasi risiko tersebut adalah dengan cara
mengalihkan risiko (transfer of risk) kepada pihak lain di

Pengantar Hukum Bisnis | 95
luar diri manusia. Hal ini selaras dengan pandangan yang
menjelaskan bahwa keberadaan akal budi yang dimiliki
oleh manusia untuk mengatasi rasa tidak aman menjadi
rasa aman, selain berusaha merubah dari kondisi yang
tidak pasti menjadi suatu kondisi yang penuh kepastian.
Usaha manusia untuk menghindari dan mengalihkan
risiko kepada pihak lain itulah yang merupakan cikal
bakal dari perasuransian yang dikelola sebagai suatu
kegiatan ekonomi.
Pengalihan risiko kepada pihak lain ialah
perusahaan asuransi sebagai pihak penerima risiko dan
pihak yang mampu mengelola risiko, baik terjadi kepada
perseorangan maupun kepada persekutuan yang
dilakukan oleh perusahaan asuransi. Pengalihan risiko
kepada perusahaan asuransi didasarkan pada perjanjian
asuransi yang telah dibuat oleh para pihak. Pihak yang
mengalihkan risiko disebut sebagai pihak tertanggung
dan pihak yang menerima pengalihan risiko disebut
sebagai pihak penanggung.
Fungsi dasar asuransi ialah merupakan suatu upaya
untuk menanggulangi ketidakpastian terhadap kerugian
khusus untuk kerugian-kerugian murni dan bukan
kerugian yang bersifat spekulatif sehingga pengertian
risiko dapat diberikan sebagai suatu ketidakpastian
tentang terjadinya atau tidak terjadinya suatu peristiwa

96 | Pengantar Hukum Bisnis
.
Karakteristik risiko yang dapat dilekatkan asuransi
di antaranya adalah :
1. Risiko yang mungkin terjadi mengakibatkan
kerugian yang dapat diukur dengan uang.
2. Risiko yang mungkin terjadi memiliki persamaan
dengan sejumlah besar risiko yang sama dengan
risiko yang diasuransikan, sehingga perusahaan
asuransi dapat mrenggunakan statistik kerugian
yang telah tersedia.
3. Risiko yang mungkin terjadi merupakan risiko
murni sehingga usaha untuk mencari
keuntungan dari adanya kerugian dapat dicegah.
4. Risiko yang mungkin terjadi dapat
mengakibatkan kerugian secara tiba-tiba yang
tidak dapat diduga sebelumnya oleh pihak
tertanggung.

Obyek risiko yang dapat dilekatkan asuransi
sekurang-kurangnya dibagi menjadi 3 (tiga) yaitu :
1. Risiko Perorangan atau Pribadi (Personal Risk),
dalam arti risiko yang memiliki hubungan
dengan kematian (jiwa) atau ketidakmampuan
dari seseorang (kesehatan), seperti waktu
matinya seseorang atau cacatnya tubuh akibat

Pengantar Hukum Bisnis | 97
kecelakaan.
2. Risiko Harta Kekayaan (Property Risk) dalam arti
risiko yang terjadi akibat suatu peristiwa secara
tiba-tiba tanpa diduga sebelumnya, seperti
terbakarnya pabrik atau perusahaan milik
seseorang.
3. Risiko Tanggung Jawab (Liability Risk), dalam
arti risiko yang memiliki hubungan dengan
kerugian yang menimpa pihak ketiga akibat
perbuatan seseorang, seperti perusahaan
asuransi yang mengganti biaya perbaikan atau
kerusakan mobil dari pihak kliennya.

6.4. Perusahaan Asuransi
Usaha asuransi adalah merupakan usaha jasa
keuangan yang dengan menghimpun dana masyarakat
melalui pengumpulan premi asuransi memberikan
perlindungan kepada anggota masyarakat pemakai jasa
asuransi terhadap kemungkinan timbulnya kerugian
karena suatu peristiwa yang tidak pasti atau terhadap
hidup atau meninggalnya seseorang. Usaha
perasuransian yang sehat merupakan salah satu upaya
untuk menanggulangi risiko yang dihadapi anggota
masyarakat dan merupakan salah satu lembaga
penghimpun dana masyarakat, sehingga memiliki

98 | Pengantar Hukum Bisnis
kedudukan strategis dalam pembangunan dan
kehidupan perekonomian dalam meningkatkan
kesejahteraan umum.
Secara yuridis asuransi di Indonesia telah
didasarkan atas Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
(KUHD), Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian, Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
69 /POJK.05/2016 Tentang Penyelenggaraan Usaha
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
Perusahaan Reasuransi, Dan Perusahaan Reasuransi
Syariah. Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 71
/POJK.05/2016 Tentang Kesehatan Keuangan
Perusahaan Asuransi Dan Perusahaan Reasuransi.
Perusahaan asuransi adalah perusahaan yang
bertindak sebagai penanggung risiko yang dalam
menjalankan usahanya berhubungan langsung dengan
tertanggung atau melalui melalui pialang asuransi.
Perusahaan reasuransi adalah perusahaan yang menjadi
penanggung ulang yang dalam menjalankan usahanya
menerima pertanggungan ulang dari perusahaan
asuransi atau perusahaan reasuransi lainnya.
Kemampuan perusahaan asuransi dan perusahaan
reasuransi untuk menanggung suatu risiko yang
dijaminnya tergantung kepada kekuatan keuangan yang
dimilikinya. Penanggung dimungkinkan untuk

Pengantar Hukum Bisnis | 99
menjamin risiko yang jauh melebihi jumlah kekuatan
permodalan sendiri dan mampu membayar apabila
klaim timbul. Kemampuan tersebut diperoleh industri
asuransi melalui praktik penyebaran risiko karena
penanggung dapat memperoleh dukungan kapasitas
penerimaan risiko dari perusahaan asuransi atau
perusahaan reasuransi lain. Mekanisme penyebaran
risiko tersebut dinamakan reasuransi. Apabila satu
risiko ditanggung bersama-sama secara langsung oleh
dua atau lebih penanggung dalam satu kontrak asuransi
atas objek asuransi yang sama, kegiatan tersebut dikenal
sebagai koasuransi.
Perkembangan perasuransian selain usaha asuransi
konvensional dan usaha reasuransi konvensional,
muncul usaha asuransi syariah dan usaha reasuransi
syariah.. usaha Asuransi dan Reasuransi yang dikelola
secara konvensional menerapkan konsep transfer risiko,
sedangkan pada usaha Asuransi dan Reasuransi Syariah
menerapkan konsep berbagi risiko (risk sharing). Kedua
macam konsep pengelolaan asuransi dan reasuransi
tersebut telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 40
Tahun 2014.

100 | Pengantar Hukum Bisnis
6.5. Sifat Perjanjian Asuransi
Perjanjian asuransi atau pertanggungan merupakan
suatu perjanjian yang mempunyai sifat khusus. Di dalam
buku-buku hukum asuransi Anglo Saxon secara jelas
sifat-sifat khusus asuransi disebutkan sebagai berikut :
1. Perjanjian asuransi bersifat aletair (aletary);
Pada perjanjian ini prestasi penanggung masih
harus digantungkan pada suatu peristiwa yang
belum pasti, sedangkan prestasi tertanggung
sudah pasti. Meskipun tertanggung sudah
memenuhi prestasi dengan sempurna,
penanggung belum pasti berprestasi dengan
nyata. Perjanjian asuransi merupakan perjanjian
aletair dan bukannya perjanjian kommutatif,
maksudnya adalah bahwa prestasi dari
penanggung untuk memberikan ganti rugi atau
sejumlah uang kepada tertanggung
digantungkan pada suatu peristiwa yang belum
pasti terjadi (onzeker voorval). Dalam hal ini
terdapat kesenjangan waktu di antara prestasi
tertanggung membayar premi dengan haknya
mendapat ganti rugi dari penanggung, berbeda
dengan perjanjian jenis lain yang pada umumnya
prestasi ke dua pihak dilaksanakan secara
serentak.

Pengantar Hukum Bisnis | 101
2. Perjanjian asuransi merupakan perjanjian
bersyarat (conditional);
Adanya syarat bagi pelaksanaan prestasi
penanggung tersebut maka perjanjian asuransi
disebut pula sebagai perjanjian bersyarat
(conditional), bahwa prestasi penanggung hanya
akan terlaksana apabila syarat-syarat yang
ditentukan dalam perjanjian dipenuhi. Pihak
tertanggung pada satu sisi tidak berjanji untuk
memenuhi syarat, tetapi ia tidak dapat memaksa
penanggung melaksanakan, kecuali dipenuhi
syarat-syarat.
3. Perjanjian asuransi bersifat sepihak (unilateral);
Bahwa perjanjian dimaksud menunjukkan hanya
satu pihak saja yang memberikan janji yaitu
pihak penanggung. Penanggung memberikan
janji akan mengganti kerugian, apabila
tertanggung sudah membayar premi dan polis
sudah berjalan, sebaliknya tertanggung tidak
menjanjikan suatu apa pun.
4. Perjanjian asuransi bersifat pribadi (personal);
Perjanjian yang bersifat pribadi ini dimaksudkan
bahwa kerugian yang timbul harus merupakan
kerugian orang perorangan secara pribadi,
bukan kerugian yang bersifat kolektif atau

102 | Pengantar Hukum Bisnis
masyarakat luas.
5. Perjanjian asuransi adalah perjanjian yang
melekat pada syarat penanggung (adhesion);
Di dalam perjanjian asuransi hampir semua
syarat dan isi perjanjian ditentukan oleh
penanggung sendiri. Isi dan syarat-syarat
perjanjian yang dituangkan di dalam polis telah
ditentukan secara sepihak oleh penanggung,
sehingga termasuk perjanjian standar.
6. Perjanjian asuransi adalah perjanjian dengan
iktikad baik yang sempurna.
Sifat ini menujukkan bahwa perjanjian asuransi
merupakan perjanjian dengan keadaan bahwa
kata sepakat dapat dicapai dengan posisi masing-
masing pihak memiliki pengetahuan yang sama
mengenai fakta, dengan penilaian sama untuk
memperoleh fakta yang sama pula, sehingga
bebas cacat kehendak. Sifat khusus tersebut
mengakibatkan perjanjian asuransi berbeda
dengan perjanjian lain, bahwa selain harus
memenuhi syarat-syarat perjanjian pada
umumnya, perjanjian asuransi juga harus
memenuhi asas-asas tertentu yang mewujudkan
sifat atau ciri khususnya.

Pengantar Hukum Bisnis | 103
6.6. Prinsip-Prinsip Asuransi
Untuk mendukung karakteristik sifat khusus
perjanjian asuransi dan untuk memelihara dan
mempertahankan sistem perjanjian asuransi diperlukan
adanya prinsip-prinsip yang mempunyai kekuatan
mengikat atau memaksa.
Adapun prinsip-prinsip yang terdapat dalam sistem
hukum asuransi diantaranya adalah:
1. Prinsip kepentingan yang dapat diasuransikan
(insurable interest);
Setiap pihak yang bermaksud mengadakan
perjanjian asuransi harus mempunyai
kepentingan yang dapat diasuransikan
(insurable interest) maksudnya adalah bahwa
tertanggung harus mempunyai keterlibatan
sedemikian rupa dengan akibat dari suatu
peristiwa yang belum pasti terjadi dan yang
bersangkutan menderita kerugian akibat
peristiwa itu. Kepentingan inilah yang
membedakan asuransi dengan perjudian. Jika
tertanggung tidak mempunyai kepentingan yang
dapat diasuransikan itu, maka asuransi menjadi
perjudian atau pertaruhan. Prinsip kepentingan
yang dapat diasuransikan tersebut dapat
dijabarkan dari ketentuan yang terdapat Pasal

104 | Pengantar Hukum Bisnis
250 KUHD yang menyatakan: “Bilamana
seseorang yang mempertanggungkan untuk diri
sendiri, atau seseorang, untuk tanggungan siapa
untuk diadakan pertanggungan oleh orang lain,
pada waktu diadakannya pertanggungan tidak
mempunyai kepentingan terhadap benda yang
dipertanggungkan, maka penanggung tidak
berkewajiban mengganti kerugian.”
Adapun kepentingan yang dapat diasuransikan
berdasar Pasal 268 KUHD adalah semua
kepentingan yang dapat dinilai dengan sejumlah
uang, dapat diancam oleh suatu bahaya, dan
tidak dikecualikan oleh undang-undang.Jadi,
pada hakekatnya, setiap kepentingan itu dapat
diasuransikan, baik kepentingan yang bersifat
kebendaan maupun yang bersifat hak sepanjang
memenuhi persyaratan yang ditentukan Pasal
268 KUHD tersebut di atas.
2. Prinsip indemnitas (indemnity);
Melalui perjanjian asuransi penanggung
memberikan suatu proteksi kemungkinan
kerugian ekonomi yang akan diderita
tertanggung.Penanggung memberikan proteksi
dalam bentuk kesanggupan untuk memberikan
penggantian kerugian kepada tertanggung yang

Pengantar Hukum Bisnis | 105
mengalami kerugian karena terjadinya peristiwa
yang tidak pasti (evenement). Dengan demikian,
pada dasarnya perjanjian asuransi mempunyai
tujuan utama untuk memberikan penggantian
kerugian kepada pihak tertanggung oleh
penanggung. Menurut H.Gunanto, prinsip
indemnitas tersirat dalam Pasal 246 KUHD yang
memberi batasan perjanjian asuransi (yakni
asuransi kerugian) sebagai perjanjian yang
bermaksud memberi penggantian kerugian,
kerusakan atau kehilangan (yaitu indemnitas)
yang mungkin diderita tertanggung karena
menimpanya suatu bahaya yang pada saat
ditutupnya perjanjian tidak dapat dipastikan.
Penggantian kerugian di dalam asuransi tidak
boleh mengakibatkan posisi finansial pihak
tertanggung menjadi lebih diuntungkan dari
posisi sebelum menderita kerugian. Jadi terbatas
pada keadaan atau posisi awal. Asuransi hanya
menempatkan kembali seorang tertanggung
yang telah mengalami kerugian sama dengan
keadaan sebelum terjadinya kerugian. Ganti rugi
di sini pun mengandung arti bahwa penggantian
kerugian dari penanggung kepada tertanggung
harus seimbang dengan kerugian yang sungguh-

106 | Pengantar Hukum Bisnis
sungguh diderita tertanggung. Prinsip
indemnitas ini mengikuti prinsip sebelumnya,
yaitu prinsip kepentingan yang dapat
diasuransikan. Jadi, harus ada kesinambungan
antara kepentingan dengan prinsip indemnitas,
dan tertanggung harus benar-benar mempunyai
kepentingan terhadap kemungkinan menderita
kerugian karena terjadinya peristiwa yang tidak
diharapkan.
3. Prinsip kejujuran sempurna (utmost good faith);
Istilah kejujuran sempurna (terkadang disebut
juga dengan istilah asas itikad baik yang sebaik-
baiknya) ini merupakan padanan istilah principle
of utmost good faith atau umberrima fides.
Penerapan asas kejujuran sempurna (principle of
utmost good faith) di dalam hukum Inggris
bertitik tolak dari sifat khusus perjanjian
asuransi sebagai perjanjian aletair, sehingga
hukum asuransi dianggap perlu menyimpang
dari asas hukum yang menguasai perjanjian
lainnya. Menurut asas ini, suatu pihak dalam
perjanjian tidak wajib memberitahukan sesuatu
yang ia ketahui mengenai objek perjanjian
kepada pihak lawannya. Pihak lawan harus
mewaspadai sendiri keadaan dan kualitas objek

Pengantar Hukum Bisnis | 107
perjanjian, tetapi, karena sifatnya yang khusus,
maka di dalam perjanjian asuransi pihak
tertanggung yang memberikan segala
keterangan mengenai risikonya.
4. Prinsip subrogasi bagi penanggung
(subrogation);
Kerugian yang diderita seorang tertanggung
akibat suatu peristiwa yang tidak diharapkan
terjadi, dilihat dari segi timbulnya kerugian
tersebut, ada dua kemungkinan bahwa
tertanggung selain dapat menuntut kepada pihak
ketiga yang karena kesalahannya menyebabkan
terjadinya kerugian tersebut, juga kepada pihak
penanggung. Dalam keadaan demikian, maka
tertanggung mempunyai kesempatan untuk
menuntut ganti rugi dari dua sumber, yaitu dari
pihak penanggung dan pihak ketiga. Penggantian
dua kerugian dari dua sumber itu jelas
bertentangan dengan asas indemnitas dan
larangan untuk memperkaya diri sendiri dengan
melawan hukum. Sebaliknya apabila pihak ketiga
juga dibebaskan begitu saja dari perbuatannya
yang telah menyebabkan kerugian bagi
tertanggung sangatlah tidak adil.
5. Prinsip kontribusi (contribution).

108 | Pengantar Hukum Bisnis
Apabila seorang tertanggung menutup asuransi
untuk benda yang sama dan terhadap risiko yang
sama kepada lebih seorang penanggung dalam
polis yang berlainan akan terjadi double
insurance, maka masing-masing penanggung itu
menurut imbangan dari jumlah untuk mana
mereka menandatangani polis, memikul hanya
harga yang sebenarnya dari kerugian yang
diderita tertanggung. Prinsip kontribusi ini
dituangkan dari Pasal 278 KUHD yang
menyebutkan: “Bilamana dalam polis yang sama
oleh berbagai penanggung, meskipun pada hari-
hari yang berlainan, dipertanggungkan untuk
lebih daripada harganya, maka mereka
menandatangani, hanya memikul harga
sesungguhnya yang dipertanggungkan.
Ketentuan yang sama berlaku, bilamana pada
hari yang sama, mengenai benda yang sama di
dalam pertanggungan-pertanggungan yang
berlainan”
6. Prinsip sebab akibat (Causalitiet Principle)
Bahwa asuransi didasarkan atas hubungan
kausalitas dari perjanjian yang dilakukan.
Prinsip sebab akibat diatur dalam Pasal 246 KUH
Dagang yang menjelaskan bahwa pihak

Pengantar Hukum Bisnis | 109
penanggung akan memberikan ganti rugi kepada
pihak tertanggung akibat suatu kehilangan,
kerusakan, atau tidak mendapat keuntungan
yang diharapkan.

Dalam praktik, pandangan yang sering digunakan
untuk menentukan hubungan kausalitas yang
mengakibatkan suatu kerugian akan dijamin atau tidak
dijamin oleh pihak penanggung menggunakan
pandangan Causa Proxima (Proximate Causa) yang
berarti penyebab aktif, efisien yang menggerakkan
suatu rangkaian peristiwa yang membawa akibat, tanpa
adanya intervensi dari suatu kekuatanpun yang timbul
dan bekerja secara aktif dari sumber yang baru dan
berdiri sendiri.
Ada beberapa pandangan yang berkembang terkait
dengan penentuan hubungan sebab akibat (kausalitas)
yang mengakibatkan suatu kerugian akan dijamin atau
tidak dijamin oleh pihak penanggung, yaitu sebagai
berikut:
1. Pandangan Causa Proxima yang menjelaskan
bahwa sebab dari kerugian adalah peristiwa
yang mendahului kerugian secara kronologis
yang terletak terdekat pada kerugian tersebut.
2. Pandangan Conditio Sinequa Non yang

110 | Pengantar Hukum Bisnis
menjelaskan bahwa sebab dari kerugian adalah
tiap-tiap peristiwa yang tidak dapat dihilangkan
untuk kerugian yang terjadi.
3. Pandangan Causa Remota (sebab adequate) yang
menjelaskan bahwa sebab dari kerugian, adalah
peristiwa yang menjadi sebab dari timbulnya
kerugian merupakan peristiwa yang terdekat
berdasarkan perhitungan yang wajar.

Di samping beberapa prinsip yang menjiwai
asuransi, perjanjian asuransi juga dijiwai oleh beberapa
asas yang berlaku, yaitu :
1. Perjanjian asuransi memiliki asas sepakat
(konsensual), dalam arti suatu perjanjian
asuransi akan berlaku dan mengikat setelah ada
kata sepakat.
2. Perjanjian asuransi memiliki asas bersyarat
(conditional), dalam arti perwujudan prestasi
pihak penanggung digantungan kepada suatu
peristiwa yang tidak pasti, yaitu apakah risiko
yang dipertanggungkan akan terjadi atau tidak
akan terjadi.
3. Perjanjian asuransi memiliki asas kepercayaan
(trust), dalam arti pengalihan risiko kepada
pihak penanggung melalui pembayaran premi,

Pengantar Hukum Bisnis | 111
sehingga pihak tertanggung percaya bahwa
apabila risiko terjadi, pihak penanggung akan
memberikan penggantian atas kerugian yang
diderita oleh pihak tertanggung.

6.7. Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Asuransi
Subjek dalam perjanjian asuransi terdiri dari pihak
penanggung, pihak tertanggung, dan pihak penunjang
perusahaan asuransi yang masing-masing dapat
dijelaskan lebih lanjut sebagai berikut :
1. Pihak penanggung merupakan pihak yang
menanggung risiko yang telah diperjanjikan
dengan membayar kerugian atau membayar
sejumlah uang kepada pihak tertanggung yang
memberikan premi asuransi, apabila pihak
tertanggung mengalami peristiwa yang tidak
terduga yang berakibat kerugian bagi pihak
tertanggung.
Pihak penanggung berdasarkan Pasal 7 Undang-
Undang Nomor 2 tahun 1992 tentang Usaha
Perasuransian mengharuskan pihak penanggung
sebagai badan hukum dalam bentuk perusahaan
perseroan (Persero), koperasi, Perseroan
terbatas atau usaha Bersama (Mutual) yang
dimiliki oleh warga negara Indonesia dan atau

112 | Pengantar Hukum Bisnis
badan hukum Indonesia yang sepenuhnya
dimiliki oleh warga negara Indonesia atau badan
hukum Indonesia.
Hak-hak dari Penanggung adalah :
a) menuntut pembayaran premi dari pihak
tertanggung sesuai dengan perjanjian;
b) meminta keterangan yang benar dan lengkap
kepada pihak tertanggung yang
berhubungan dengan objek yang
diasuransikan kepada pihak penanggung;
c) memiliki premi dan menuntut premi ketika
peristiwa yang diperjanjikan terjadi, kecuali
disebabkan oelh kesalahan dari pihak
tertanggung sendiri, sebagaimana yang
diatur dalam Pasal 276 KUH Dagang;
d) menguasai premi yang telah diterima,
meskipun asuransi batal atau gugur yang
disebabkan oleh perbuatan curang dari
pihak tertanggung, sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 282 KUH Dagang;
e) melakukan asuransi kembali kepada
penanggung lainnya untuk membagi risiko
yang dihadapi, sebagaimana yang diatur
dalam Pasal 271 KUH Dagang.

Pengantar Hukum Bisnis | 113
Kewajiban pihak penanggung sebagai berikut :
a) Pihak penanggung memiliki kewajiban untuk
memberikan ganti kerugian atau
memberikan sejumlah uang kepada pihak
tertanggung apabila peristiwa yang
diperjanjikan terjadi, kecuali jika terdapat
hal yang dapat menjadi alasan untuk
membebaskan dari kewajiban tersebut;
b) Pihak penanggung memiliki kewajiban untuk
menandatangani dan menyerahkan polis
kepada pihak tertanggung, sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 259 KUH Dagang
dan Pasal 260 KUH Dagang;
c) Pihak penanggung memiliki kewajiban untuk
mengembalikan premi kepada tertanggung,
apabila asuransi batal atau dudur dengan
syarat pihak tertanggung belum
menanggung risiko sebagian atau
seluruhnya, sebagaimana yang diatur dalam
Pasal 281 KUH Dagang;
d) Pihak penanggung memiliki kewajiban untuk
mengganti biaya-biaya yang dibutuhkan
untuk membangun kembali, apabila
diperjanjikan (khususnya untuk asuransi
kebakaran), sebagaimana yang diatur dalam

114 | Pengantar Hukum Bisnis
Pasal 289 KUH Dagang.

2. Pihak tertanggung merupakan pihak yang
memberikan premi asuransi kepada pihak
penanggung untuk mengalihkan risiko yang
terjadi kepada pihak penanggung. Pasal 250 KUH
Dagang menetapkan bahwa : “Bilamana
seseorang yang mempertanggungkan untuk diri
sendiri, atau seseorang, untuk tanggungan siapa
diadakan pertanggungan oleh seorang yang lain,
pada waktu pertanggungan tidak mempunyai
kepentingan atas benda tidak berkewajiban
mengganti kerugian”.
Pasal 264 KUH Dagang menetapkan bahwa: “
Pertanggungan dapat diadakan tidak hanya atas
beban sebdiri, akan tetapi juga atas beban pihak
ketiga, baik berdasarkan amanat umum atau
khusus, maupun di luar pengetahuan yang
berkepentingan sekalipun, dan untuk hal itu
harus diindahkan ketentuan-ketentuan”

Hak-hak dari pihak tertanggung adalah :
a) hak untuk menuntut agar polis
ditangdatangani oleh pihak penanggung,
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 259

Pengantar Hukum Bisnis | 115
KUH Dagang.
b) hak untuk menuntut supaya polis segera
diserahkan oleh pihak penanggung ,
sebagaimana diatur dalam Pasal 260 KUH
Dagang.
c) hak untuk meminta ganti kerugian dari pihak
penanggung bila terjadi peristiwa tertentu,
khusus dalam asuransi jiwa maka
tertanggung mendapatkan hak berupa uang
santunan atas meninggalnya seseorang yang
dipertanggungkan .

Kewajiban dari pihak tertanggung adalah :
a) kewajiban untuk membayar premi asuransi
kepada pihak penanggung (Pasal 246 KUH
Dagang);
b) kewajiban untuk memberikan keterangan
yang benar kepada pihak penanggung
mengenai objek yang diasuransikan (Pasal
251 KUH Dagang);
c) kewajiban untuk mencegah atau
mengusahakan agar peristiwa yang dapat
menimbulkan kerugian terhadap obyek yang
diasuransikan tidak terjadi atau dapat
dihindari. Apabila pihak penanggung dapat

116 | Pengantar Hukum Bisnis
membuktikan bahwa tertanggung tidak
berusaha untuk mencegah terjadinya
peristiwa kerugian, pihak penanggung dapat
menolak memberikan ganti kerugian dan
menuntut ganti kerugian kepada pihak
tertanggung (Pasal 283 KUH Dagang); dan
d) kewajiban untuk memberikan keterangan
kepada pihak penanggung bahwa telah
terjadi peristiwa yang menimpa obyek yang
diasuransikan yang disertai dengan usaha-
usaha pencegahan.

3. Pihak penunjang asuransi, ialah pihak yang
menyelenggarakan jsa keperantaraan yang lebih
lanjut dapat dijelaskan sebagai berikut :
a) Pihak pialang asuransi yang merupakan
pihak yang memberikan jasa keperantaraan
dalam penutupan asuransi dan penanganan
penyelesaian ganti rugi asuransi dengan
bertindak untuk kepenpingan pihak
tertanggung.
b) Pihak pialang reasuransi, merupakan
pihak yang memberikan jasa keperantaraan
dalam penempatan reasuransi dan
penanganan penyelesaian ganti rugi

Pengantar Hukum Bisnis | 117
reasuransi dengan bertindak untuk
kepentingan perusahaan asuransi.
c) Pihak penilai kerugian asuransi,
merupakan pihak yang memberikan jasa
penilaian terhadap kerugian pada obyek
asuransi yang dipertanggungkan.
d) Pihak konsultan akturia, merupakan pihak
yang memberikan jasa konsultan akturia.
e) Pihak agen asuransi, merupakan pihak
yang memberikan jasa keperantaraan dalam
rangka pemasaran jasa asuransi untuk dan
atas nama pihak penanggung.

Khusus dalam asuransi jiwa, ada 4 (empat) pihak
yang terkait dalam pelaksanaannya, yaitu:
1. Pemegang polis (Policy Holder), dalam arti pihak
yang mengasuransikan atau membeli produk
asuransi jiwa;
2. Tertanggung (The Insured persoon) dalam arti
pihak yang diasuransikan atau sumber daya
manusia yang emnjadi objek pertanggungan;
3. Ahli waris (Beneficiary) dalam arti pihak yang
menerima uang santunan ketika pihak
tertanggung meninggal dunia;
4. Penanggung, dalam arti perusahaan asuransi

118 | Pengantar Hukum Bisnis
yang menjadi pihak yang menanggung risiko
yang terjadi pada pihak tertanggung.

6.8. Produk Asuransi Jiwa
Polis-polis asuransi jiwa yang mempunyai sifat
tabungan, mempunyai fungsi utama selain tersedianya
sejumlah uang pada saat tertanggung meninggal dalam
masa pertanggungan, juga menyediakan sejumlah uang
bagi tertanggung bila mencapai usia tertentu atau pada
masa selesai kontrak, yang dapat digunakan sebagai
modal keluarga di hari tua.
Produk Asuransi yang dapat dipasarkan oleh
Perusahaan Asuransi Jiwa berdasarkan Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23 /POJK.05/2015
Tentang Produk Asuransi dan Pemasaran Produk
Asuransi yaitu :
1. Program yang menjanjikan perlindungan
terhadap 1 (satu) jenis atau lebih risiko yang
terkait dengan meninggalnya seseorang yang
dipertanggungkan, hidup dan meninggalnya
seseorang yang dipertanggungkan, atau antuitas
asuransi jiwa;
2. Program yang menjanjikan perlindungan
terhadap 1 (satu) jenis atau lebih risiko yang
terkait dengan keadaan kesehatan fisik

Pengantar Hukum Bisnis | 119
seseorang atau menurunnya kondisi kesehatan
seseorang yang dipertanggungkan; dan/atau
3. Program yang menjanjikan perlindungan
terhadap 1 (satu) jenis atau lebih risiko dengan
memberikan penggantian atau pembayaran
kepada pemegang polis, tertanggung, atau
peserta atau pihak lain yang berhak dalam hal
terjadi kecelakaan.
4. Produk Asuransi Yang Dikaitkan Dengan
Investasi yang selanjutnya disebut PAYDI adalah
Produk Asuransi yang paling sedikit
memberikan perlindungan terhadap risiko
kematian dan memberikan manfaat yang
mengacu pada hasil investasi dari kumpulan
dana yang khusus dibentuk untuk Produk
Asuransi baik yang dinyatakan dalam bentuk
unit maupun bukan unit.

6.9. Polis Asuransi
Pasal 255 KUH Dagang yang berbunyi
“Pertanggungan harus diberikan secara tertulis dengan
akta yang diberi nama polis”. Berdasarkan ketentuan
yang ada dalam Pasal tersebut maka bentuk asuransi itu
sendiri harus secara tertulis dengan akta yang
dinamakan polis. Polis asuransi itu sendiri sudah diatur

120 | Pengantar Hukum Bisnis
di Pasal 255,256, 257, dan 258 Kitab Undang-Undang
Hukum Dagang (KUH Dagang), polis dapat digunakan
sebagai alat pembuktian, hal ini dipertegas dengan
adanya Pasal 258 KUH Dagang yang menyebutkan,
bahwa untuk membuktikan hal ditutupnya perjanjian
tersebut, diperlukan pembuktian dengan tulisan. Dapat
dikatakan polis merupakan bukti yang sempurna, tanpa
polis maka pembuktian akan menjadi sulit dan terbatas.
Pasal 256 KUH Dagang mengatur perihal syarat-
syarat umum yang harus dipenuhi agar suatu akta dapat
disebut sebagai polis, kecuali mengenai pertanggungan
jiwa harus memuat hal-hal sebagai berikut:
1. Hari pengadaan pertanggungan itu;
2. Nama orang yang mengadakan pertanggungan
itu atas beban sendiri atau atas beban orang lain;
3. Uraian yang cukup jelas tentang barang yang
dipertanggungkan;
4. Jumlah uang yang untuk itu dipertanggungkan;
5. Bahaya yang diambil oleh penanggung atas
bebannya;
6. Waktu mulai dan berakhirnya bahaya yang
mungkin terjadi atas beban penanggung;
7. Premi pertanggungan; dan
8. Pada umumnya, semua keadaan yang
pengetahuannya tentang itu mungkin mutlak

Pengantar Hukum Bisnis | 121
Penting bagi penanggung, dan semua syarat yang
diperjanjikan antara para pihak.

Polis itu harus ditandatangani oleh setiap
penanggung. Selanjutnya mengenai polis pertanggungan
jiwa, khusus diatur didalam Pasal 304 KUH Dagang, yang
menyebutkan beberapa hal yang menjadi isi dari polis,
yaitu :
1. Hari diadakannya pertanggungan itu;
Polis harus mencantumkan hari dan tanggal
diadakannya perjanjianasurans, yangi bertujuan
untuk mengetahui kapan asuransi tersebut mulai
berjalan. Sejak hari dan tanggal itu risiko menjadi
beban penanggung.
2. Nama tertanggung;
Polis harus dicantumkan nama tertanggung
sebagai pihak yang wajib membayar premi dan
berhak menerima polis. Apabila terjadi
evenemen, atau jika jangka waktu berlakunya
asuransi berakhir, tertanggung berhak
menerima sejumlah uang santunan atau
pengembalian dari penanggung. Selain
tertanggung, dalam praktik asuransi jiwa dikenal
pula penikmat (beneficiary), yaitu orang yang
berhak menerima sejumlah uang tertentu dari

122 | Pengantar Hukum Bisnis
penanggung karena ditunjuk oleh tertanggung
karena ahli warisnya yang berkepentingan, dan
nama-namanya dicantumkan dalam polis.
3. `Nama orang yang jiwanya dipertanggungkan;
Objek asuransi jiwa adalah jiwa dan badan
manusia. Orang tersebut biasanya adalah pihak
ketiga yang berkepentingan. Dalam hal ini jika
tetanggung dan orang yang jiwanya
diasuransikan itu berlainan.
4. Waktu bahaya bagi penanggung mulai berjalan
dan berakhir;
Saat mulai dan berakhirnya evenemen
merupakan jangka waktu berlaku asuransi,
artinya dalam jangka waktu itu resiko menjadi
beban penanggung. Apabila dalam jangka waktu
tersebut terjadi evenemen, maka penanggung
berkewajiban membayar santunan kepada
tertanggung atau orang yang ditunjuk sebagai
penikmat (beneficiary).
5. Jumlah uang yang dipertanggungkan;
Jumlah asuransi adalah jumlah uang tertentu yng
diperjanjikan pada saat diadakannya asuransi
sebagai jumlah santunan yang wajib dibayar oleh
penanggung kepada penikmat dalm hal
terjadinya evenemen, atau pengembalian nilai

Pengantar Hukum Bisnis | 123
premi kepada tertanggung sendiri dalam hal
berakhirnya jangka waktu asuransi tanpa
terjadinya evenemen.
6. Premi asuransi.
Premi asuransi adalah jumlah uang yang wajib
dibayar oleh tertanggung kepada penanggung
setiap jangka waktu tertentu, biasanya setiap
bulan atau triwulan selama asuransi
berlangsung. Besar jumlah premi asuransi
bergantung pada jumlah uang pertanggungan
yang disetujui oleh pihak tertanggung.

124 | Pengantar Hukum Bisnis

Pengantar Hukum Bisnis | 125
BAB VII
HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL



7.1. Hak Kekayaan Intelektual: Konsep Dasar
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) adalah istilah yang
mencakup hak-hak hukum yang diberikan kepada
individu atau entitas atas karya-karya kreatif atau atas
hasil penemuan. HKI memberikan pemiliknya kontrol
atas penggunaan dan distribusi karya atau penemuan
tersebut, dan ini mendorong inovasi serta kreativitas.
Beberapa konsep dasar dalam hak kekayaan
intelektual meliputi:
1. Hak Cipta:
a. Definisi
Hak cipta memberikan perlindungan hukum
terhadap karya-karya asli yang diungkapkan
dalam bentuk konkrit.
b. Cakupan Perlindungan
Hak cipta melibatkan karya-karya seperti
tulisan, musik, lukisan, film, dan karya seni
lainnya.
c. Pemegang Hak
Pencipta atau pemilik hak cipta yang sah

126 | Pengantar Hukum Bisnis
memiliki hak eksklusif untuk
memperbanyak, mendistribusikan, dan
menampilkan karya.
2. Merek Dagang:
a. Pengertian
Merek dagang melibatkan identifikasi dan
perlindungan atas nama, logo, atau simbol
yang digunakan untuk membedakan produk
atau jasa dari pihak lain.
b. Pendaftaran
Merek dagang dapat didaftarkan untuk
mendapatkan perlindungan hukum yang
lebih kuat.
3. Patent:
a. Definisi
Patent memberikan hak eksklusif atas
penemuan baru dan berguna.
b. Pendaftaran dan Persyaratan
Untuk mendapatkan patent, penemuan
harus memenuhi persyaratan tertentu,
seperti kebaruan, kegunaan, dan
ketidakbiasaan.
4. Desain Industri:
a. Definisi
Desain industri melibatkan perlindungan

Pengantar Hukum Bisnis | 127
terhadap aspek visual dan estetika dari
produk industri.
b. Pendaftaran dan Perlindungan
Desain industri dapat didaftarkan untuk
memberikan hak eksklusif terhadap desain
visual tertentu.
5. Hak Rahasia Dagang:
a. Pengertian
Hak rahasia dagang melibatkan informasi
bisnis yang tidak diketahui umum dan dijaga
sebagai rahasia untuk memberikan
keuntungan kompetitif.
b. Perlindungan
Dalam beberapa yurisdiksi, pelanggaran hak
rahasia dagang dapat mengakibatkan
tuntutan hukum.
6. Hak Ekuitas Artis dan Penampilan Pentas:
Hak ini melibatkan perlindungan hak-hak
ekonomi dan moral para seniman atas
penampilan dan produksi.
7. Hak Terkait dengan Sirkuit Terpadu:
Hak terkait dengan sirkuit terpadu memberikan
perlindungan terhadap penggunaan tidak sah
terhadap sirkuit terpadu yang dihasilkan secara
industri.

128 | Pengantar Hukum Bisnis
Konsep dasar ini membentuk kerangka kerja untuk
pemahaman Hak Kekayaan Intelektual dan
mengilustrasikan beragam jenis hak yang dapat
diberikan untuk melindungi aspek-aspek tertentu dari
kreativitas dan inovasi. Perlindungan HKI bertujuan
untuk merangsang kreasi, mendorong investasi dalam
penelitian dan pengembangan, dan memberikan
penghargaan kepada pencipta dan inovator atas usaha.

7.2. Jenis-jenis Hak Kekayaan Intelektual
Hak Kekayaan Intelektual (HKI) mencakup berbagai
jenis hak hukum yang diberikan kepada pemilik untuk
melindungi karya-karya kreatif atau penemuan. Berikut
adalah penjelasan singkat mengenai beberapa jenis
utama hak kekayaan intelektual:
1. Hak Cipta:
a) Definisi
Hak cipta memberikan perlindungan
terhadap karya-karya asli yang diungkapkan
dalam bentuk konkrit, seperti tulisan, musik,
lukisan, dan karya seni lainnya.
b) Cakupan Perlindungan
Hak cipta melibatkan hak eksklusif untuk
memperbanyak, mendistribusikan, dan
menampilkan karya.

Pengantar Hukum Bisnis | 129
c) Batasa Waktu Perlindungan
Biasanya memiliki batas waktu tertentu,
setelah itu karya tersebut masuk ke domain
publik.
2. Merek Dagang:
a) Pengertian
Merek dagang melibatkan identifikasi dan
perlindungan atas nama, logo, atau simbol
yang digunakan untuk membedakan produk
atau jasa dari pihak lain.
b) Pendaftaran
Merek dagang dapat didaftarkan untuk
memberikan perlindungan hukum yang
lebih kuat dan hak eksklusif.
3. Patent:
a) Definisi
Patent memberikan hak eksklusif atas
penemuan baru dan berguna.
b) Pendaftaran dan Persyaratan
Untuk mendapatkan patent, penemuan
harus memenuhi persyaratan tertentu,
seperti kebaruan, kegunaan, dan
ketidakbiasaan.
c) Batasa Waktu Perlindungan
Masa berlaku patent terbatas dan setelah itu

130 | Pengantar Hukum Bisnis
penemuan tersebut dapat digunakan oleh
masyarakat.
4. Desain Industri:
a) Definisi
Desain industri melibatkan perlindungan
terhadap aspek visual dan estetika dari
produk industri.
b) Pendaftaran dan Perlindungan
Desain industri dapat didaftarkan untuk
memberikan hak eksklusif terhadap desain
visual tertentu.
5. Hak Rahasia Dagang:
a) Pengertian
Hak rahasia dagang melibatkan informasi
bisnis yang tidak diketahui umum dan dijaga
sebagai rahasia untuk memberikan
keuntungan kompetitif.
b) Perlindungan
Pelanggaran hak rahasia dagang dapat
mengakibatkan tuntutan hukum.
6. Hak Terkait dengan Sirkuit Terpadu:
Hak terkait dengan sirkuit terpadu memberikan
perlindungan terhadap penggunaan tidak sah
terhadap sirkuit terpadu yang dihasilkan secara
industri.

Pengantar Hukum Bisnis | 131
7. Hak Ekuitas Artis dan Penampilan Pentas:
Hak ini melibatkan perlindungan hak-hak
ekonomi dan moral para seniman atas
penampilan dan produksi.
8. Hak Terkait dengan Tanaman:
Hak terkait dengan tanaman memberikan hak
eksklusif atas pemuliaan, produksi, dan
distribusi tanaman baru.

Semua jenis HKI ini memiliki peran penting dalam
mendorong inovasi, kreativitas, dan perlindungan hak
pemilik karya dan penemuan. Seringkali, hak-hak ini
diatur oleh undang-undang nasional dan perjanjian
internasional untuk memberikan perlindungan yang
lebih luas dan seragam di tingkat global.

7.3. Hubungan Hak Kekayaan Intelektual dengan
Bisnis
Hubungan antara Hak Kekayaan Intelektual (HKI)
dan bisnis sangat penting karena HKI memberikan
kerangka hukum yang melindungi hasil kreativitas dan
inovasi, yang pada gilirannya dapat menjadi aset
berharga bagi perusahaan. Berikut adalah beberapa poin
penjelasan tentang hubungan antara HKI dan bisnis:
1. Perlindungan Aset Intelektual:

132 | Pengantar Hukum Bisnis
HKI memberikan perlindungan hukum terhadap
karya-karya kreatif, penemuan, dan inovasi
bisnis. Ini termasuk hak cipta untuk konten
pemasaran, merek dagang untuk produk dan
layanan, paten untuk produk inovatif, dan
lainnya.
2. Mendorong Inovasi dan Penelitian:
Ketersediaan perlindungan HKI memberikan
insentif kepada perusahaan untuk berinvestasi
dalam riset dan pengembangan. Melalui hak
eksklusif, perusahaan dapat mendapatkan
keuntungan kompetitif dan meraih laba dari
inovasi.
3. Keuntungan Bersaing:
Hak eksklusif yang diberikan oleh HKI
membantu perusahaan membedakan diri dari
pesaing. Merek dagang yang terdaftar, desain
produk yang dilindungi, atau paten atas
teknologi baru dapat memberikan keunggulan
yang signifikan di pasar.
4. Penjagaan Karya Kreatif:
Hak cipta melibatkan perlindungan terhadap
karya kreatif, seperti desain grafis, konten situs
web, dan materi pemasaran. Ini membantu
mencegah penggunaan tidak sah oleh pihak lain

Pengantar Hukum Bisnis | 133
dan memastikan bahwa nilai dari karya tersebut
tidak berkurang.
5. Lisensi dan Kerjasama:
Perusahaan dapat menggunakan HKI sebagai
aset yang dapat dilisensikan kepada pihak lain.
Lisensi ini dapat menghasilkan pendapatan
tambahan dan memperluas jangkauan produk
atau layanan melalui kemitraan dan kerjasama.
6. Pelanggaran dan Penegakan Hukum:
Hak Kekayaan Intelektual memberikan
perusahaan dasar hukum untuk menuntut
pelanggaran hak. Ini memungkinkan perusahaan
untuk melindungi kepentingan dan memastikan
bahwa inovasi dan karya kreatif dihormati.
7. Nilai Aset dan Pembiayaan:
Hak Kekayaan Intelektual dapat dianggap
sebagai aset berharga yang dapat digunakan
dalam pembiayaan. Perusahaan dapat
menggunakan hak tersebut sebagai jaminan
untuk mendapatkan pinjaman atau investasi.
8. Manajemen Risiko Hukum:
Melalui pemahaman dan penerapan HKI,
perusahaan dapat mengelola risiko hukum
terkait dengan pelanggaran hak kekayaan
intelektual. Langkah-langkah ini dapat

134 | Pengantar Hukum Bisnis
melibatkan pelaksanaan kebijakan yang jelas,
pelatihan pegawai, dan pemantauan terhadap
pelanggaran potensial.
9. Globalisasi dan Pasar Internasional:
HKI membantu perusahaan dalam beroperasi di
pasar internasional dengan memberikan
perlindungan terhadap hak-hak di berbagai
yurisdiksi. Ini memudahkan ekspansi global dan
perlindungan merek di pasar asing.

Penting bagi perusahaan untuk menyadari nilai HKI
dan untuk mengembangkan strategi manajemen HKI
yang efektif sebagai bagian dari strategi bisnis secara
keseluruhan.

7.4. Peran Hukum Bisnis dalam Perlindungan HKI
Peran hukum bisnis dalam perlindungan Hak
Kekayaan Intelektual (HKI) sangat penting karena
hukum memberikan kerangka kerja yang memastikan
hak dan kewajiban terkait dengan kepemilikan,
penggunaan, dan perlindungan HKI.
Berikut adalah beberapa poin penjelasan tentang
peran hukum bisnis dalam perlindungan HKI:
1. Pendaftaran dan Perlindungan Hukum:
Hukum bisnis memberikan prosedur

Pengantar Hukum Bisnis | 135
pendaftaran dan perlindungan hukum untuk HKI
seperti merek dagang, paten, dan hak cipta.
Dengan mendaftarkan hak-hak ini, perusahaan
dapat memperoleh hak eksklusif yang diakui
secara hukum.
2. Penanganan Pelanggaran dan Tindakan Hukum:
Hukum bisnis memberikan kerangka kerja untuk
menangani pelanggaran HKI. Pemilik HKI dapat
mengambil tindakan hukum terhadap pihak
yang melanggar hak-hak tersebut, seperti
melalui gugatan hukum, untuk mendapatkan
ganti rugi dan menghentikan pelanggaran.
3. Pengembangan dan Implementasi Kebijakan
Internal:
Hukum bisnis memungkinkan perusahaan untuk
mengembangkan kebijakan internal terkait
dengan HKI. Hal ini mencakup cara perusahaan
melibatkan karyawan dalam melindungi HKI,
memastikan kepatuhan terhadap hukum, dan
mengelola aset intelektual.
4. Negosiasi dan Penyelesaian Sengketa:
Hukum bisnis membantu perusahaan dalam
negosiasi lisensi atau perjanjian kerjasama yang
melibatkan HKI. Selain itu, hukum bisnis juga
menyediakan mekanisme penyelesaian sengketa

136 | Pengantar Hukum Bisnis
seperti mediasi atau arbitrase jika terjadi
perselisihan terkait dengan HKI.
5. Penegakan Hak di Tingkat Internasional:
Hukum bisnis berperan dalam menegakkan hak
HKI di tingkat internasional. Kesepakatan
internasional dan lembaga seperti World
Intellectual Property Organization (WIPO)
membantu memastikan bahwa perusahaan
dapat melindungi hak-haknya di berbagai
yurisdiksi.
6. Pelatihan dan Kesadaran:
Hukum bisnis dapat memerlukan perusahaan
untuk memberikan pelatihan kepada karyawan
dan mitra bisnis tentang pentingnya dan
implementasi praktik yang baik terkait HKI. Ini
membantu meningkatkan kesadaran dan
meminimalkan risiko pelanggaran.
7. Manajemen Risiko Hukum:
Hukum bisnis membantu perusahaan
mengidentifikasi dan mengelola risiko hukum
terkait HKI. Ini termasuk penilaian potensial
risiko pelanggaran dan penyusunan strategi
untuk menghindari atau mengatasi konsekuensi
hukum yang mungkin timbul.

Pengantar Hukum Bisnis | 137
8. Kepatuhan Terhadap Undang-Undang:
Hukum bisnis mendorong perusahaan untuk
mematuhi undang-undang HKI yang berlaku. Ini
mencakup pemahaman terhadap perubahan
peraturan dan kebijakan terkait HKI di tingkat
lokal, nasional, dan internasional.

Melalui pemahaman dan implementasi hukum
bisnis yang baik, perusahaan dapat memastikan bahwa
HKI terlindungi dengan baik dan dapat memberikan
manfaat yang optimal bagi operasi bisnis.

138 | Pengantar Hukum Bisnis

Pengantar Hukum Bisnis | 139
BAB VIII
PERLINDUNGAN KONSUMEN



8.1. Sejarah Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen memiliki akar sejarah yang
panjang, tetapi perhatian formal terhadap hak-hak
konsumen yang diakui secara internasional dimulai pada
paruh kedua abad ke-20. Pada tahun 1962 di Amerika
Serikat, presiden John F. Kennedy mengumumkan Dekrit
Perlindungan Konsumen yang merupakan pijakan
penting bagi pelaksanaan hukum perlindungan
konsumen di negara tersebut. Gerakan perlindungan
kosumen saat ini sebenarnya masih paralel dengan
pergerakan pada abad pertengahan ke-20. Di indonesia
sendiri, gerakan perlindungan konsumen telah tergema
layaknya gerakan yang ada di amerika serikat, YLKI
dipandang sebagai pelopor advokasi konsumen di
indonesia yang terbentuk pada tahun 1973. Tujuan
lembaga ini adalah melakukan pengujian atau penelitian,
menerima pengaduan dan penerbitan serta mengadakan
upaya advokasi secara langsung (Kristiyanti, 2022).
Setelah terbentuknya YLKI, gerakan tersebut
melakukan upaya perancangan undang-undang hingga

140 | Pengantar Hukum Bisnis
akhirnya dapat disahkan oleh presiden BJ. Habibie
sebagai presiden pada peresmian Undang-undang No. 8
tahun 1999 terkait perlindungan konsumen. Diharapkan
iklim persaingan usaha lebih Tangguh dan sehat serta
teratur dalam menghadapi persaingan usaha yang ada
(Dr. Sobirin Malian, S.H., 2018).
Dengan berkembangnya teknologi dan
perdagangan global, perlindungan konsumen juga harus
menyusul. Hal tersebut mencakup mengenai privasi
data, keamanan produk digital, serta perlindungan
konsumen dalam perdagangan internasional. Sejak saat
itu, banyak negara telah mengadopsi undang-undang
perlindungan konsumen yang lebih kuat, dan upaya
terus dilakukan untuk meningkatkan kesadaran akan
hak-hak konsumen serta mengatasi masalah
perlindungan konsumen yang baru muncul. Sebuah
tonggak penting dalam sejarah perlindungan konsumen
adalah pengakuan bahwa konsumen memiliki hak-hak
yang harus dihormati dan dilindungi oleh pemerintah
dan perusahaan.

8.2. Pengertian & Asas Perlindungan Konsumen
Hukum konsumen merupakan cabang hukum yang
mengatur hak, kewajiban, dan perlindungan konsumen
erat hubungannya dengan kegiatan ekonomi, termasuk

Pengantar Hukum Bisnis | 141
pembelian barang dan jasa. Hukum konsumen bertujuan
untuk melindungi konsumen dari praktik bisnis yang
tidak etis, penipuan, barang dan jasa berkualitas rendah,
dan risiko lainnya yang mungkin dihadapi konsumen
dalam rangka kegiatan konsumen sehari-hari (Firmanda
& Joesoef, 2021).
Sementara itu, hukum perlindungan konsumen
adalah bagian penting dari hukum konsumen yang
secara khusus menetapkan peraturan dan standar
perlindungan yang harus diikuti oleh pelaku usaha
dalam melayani dan bertransaksi dengan konsumen.
Hukum perlindungan konsumen sering kali mencakup
aspek seperti informasi yang akurat dan jelas, hak untuk
mendapat ganti rugi atas produk atau layanan yang
cacat, perlindungan dari praktik bisnis yang tidak adil
atau menyesatkan, serta hak untuk privasi dan
keamanan (Wibisana et al., 2023).
Hukum perlindungan konsumen (A.Z Nasution),
adalah berisikan kaidah-kaidah atau prinsip-prinsip
yang berkenaan dengan hukum konsumen yang
diharapkan mampu mengatur dan melindungi
kepentingan serta hak-hak dari konsumen yang
bertransaksi (Fista et al., 2023). Kedua bidang ini,
bertujuan untuk menciptakan keseimbangan dan
kesetaraan antara konsumen dan pelaku usaha, serta

142 | Pengantar Hukum Bisnis
menciptakan mitigasi terhadap kekurangan informasi,
kekuatan tawar-menawar, dan ketidakseimbangan
kekuatan yang mungkin ada di antara kedua belah pihak.
Perlindungan konsumen juga mencakup upaya untuk
mencegah praktik-praktik bisnis yang merugikan
konsumen, seperti penipuan, penyalahgunaan kekuatan
pasar, atau pelanggaran hak konsumen (Tindangen &
Hutabarat, 2023).
Pada pasal 2 UU No. 8 Tahun 1999 telah diatur
sebagaimana asas-asas atau prinsip-prinsip yang
berkenaan dengan perlindungan konsumen, yang
berbunyi “perlindungan konsumen berasaskan manfaat,
keadilan, keseimbangan, keamanan, dan keselamatan
konsumen, serta kepastian hukum.

8.3. Peraturan Tentang Perlindungan Konsumen di
Indonesia
Indonesia merupakan negara hukum, yang berarti
bahwa hukum merupakan dasar utama dalam
menjalankan negara dan mengatur kehidupan
bermasyarakat. Prinsip negara hukum ini tertuang
dalam Undang-Undang Dasar 1945 Indonesia.
Sebagai negara hukum, Indonesia memiliki sistem
peradilan yang independen dan lembaga-lembaga
penegak hukum yang memiliki tugas untuk menegakkan

Pengantar Hukum Bisnis | 143
hukum dan keadilan bagi seluruh warga negara.
Meskipun terkadang masih terdapat tantangan dalam
penerapan prinsip negara hukum, namun Indonesia
terus berusaha untuk menguatkan penerapan prinsip
negara hukum dalam menjalankan negara dan
masyarakatnya (Zaini, 2020).
Secara khusus Undang-undang yang mengatur
tentang perlindungan konsumen adalah undang-undang
nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen.
Secara lebih rinci, bahwa konsumen harus mendapatkan
kepastian atas mutu, jumlah, dan keamanan barang dan
atau jasa yang diperoleh dari pasar (Idayanti, 2020).
Undang-undang tentang perlindungan konsumen
dibentuk karena adanya kesadaran akan perlunya
perlindungan bagi konsumen sebagai pihak yang berada
dalam posisi yang rentan dalam transaksi komersial.
Konsumen memiliki hak untuk mendapatkan produk
dan layanan yang aman, berkualitas, dan sesuai dengan
apa yang dijanjikan. Undang-undang perlindungan
konsumen juga mencakup upaya untuk meningkatkan
edukasi dan kesadaran konsumen tentang hak-hak
mereka dalam transaksi bisnis. Hal ini termasuk
pemberian informasi yang jelas dan transparan,
pendidikan konsumen, serta promosi pemahaman akan
hak-hak konsumen (Ari Suwardi et al., 2023).

144 | Pengantar Hukum Bisnis
8.4. Konsumen, Pelaku Usaha, BPKN & BPSK
8.4.1. Konsumen
Konsumen adalah individu atau entitas yang
membeli produk atau layanan untuk kebutuhan
pribadi atau penggunaan sendiri, bukan untuk
tujuan produksi atau redistribusi. Konsumen
memiliki hak-hak tertentu, termasuk hak untuk
mendapatkan produk dan layanan yang aman,
berkualitas, dan sesuai dengan apa yang dijanjikan
(Ari Suwardi et al., 2023). Konsumen memiliki hak
untuk menerima informasi yang jelas dan jujur
tentang produk dan layanan yang mereka beli.
Selain itu, konsumen juga memiliki hak untuk
dilindungi dari praktik bisnis yang merugikan, serta
mendapatkan jaminan terhadap hak-hak mereka.
Dalam praktiknya, konsumen berinteraksi
dengan produsen, penjual, dan penyedia layanan
dalam berbagai transaksi komersial.
Oleh karena itu, perlindungan dan
kepentingan konsumen menjadi fokus utama dalam
berbagai peraturan dan regulasi di banyak negara,
termasuk undang-undang perlindungan konsumen.

Pengantar Hukum Bisnis | 145
8.4.2. Pelaku Usaha
Pelaku usaha merujuk pada individu,
perusahaan, atau entitas yang terlibat dalam
kegiatan ekonomi dengan tujuan memproduksi,
menjual, atau menyediakan barang dan jasa untuk
memenuhi kebutuhan pasar. Pelaku usaha
bertanggung jawab dalam menyediakan barang dan
jasa kepada konsumen, serta terlibat dalam upaya
untuk memaksimalkan keuntungan dengan menjual
produk atau layanan kepada pasar yang relevan
(Novita Ambarsari & Luhur Prasetiyo, 2022). Pelaku
usaha juga bertanggung jawab atas kepatuhan
terhadap peraturan dan standar yang berlaku,
menjaga kualitas produk dan layanan, serta
memastikan pelanggan dilayani dengan baik.

8.4.3. Badan Perlindungan Konsumen Nasional
Badan Perlindungan Konsumen Nasional
merupakan badan atau lembaga yang bertanggung
jawab atas melindungi hak-hak konsumen dan
mengatur perlindungan konsumen di tingkat
nasional. BPKN biasanya diberi mandat untuk
mengawasi praktik bisnis yang tidak etis, penipuan,
serta untuk memberikan bantuan dan perlindungan
kepada konsumen yang merasa dirugikan oleh

146 | Pengantar Hukum Bisnis
praktik bisnis yang merugikan. BPKN memberikan
alternatif penyelesaian berupa mediasi, arbitrase,
maupun advokasi bagi sengketa konsumen (Vurista,
2019).
Tugas utama BPKN adalah memberikan
informasi dan edukasi kepada konsumen tentang
hak-hak konsumen, menangani keluhan konsumen,
menyelidiki pelanggaran terhadap undang-undang
perlindungan konsumen, serta melakukan
kampanye untuk meningkatkan kesadaran tentang
hak-hak konsumen.

8.4.4. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen
(BPSK) adalah lembaga yang memiliki kewenangan
untuk menyelesaikan sengketa antara konsumen
dan penyedia jasa atau barang. Tujuan dari Badan
Penyelesaian Sengketa Konsumen adalah untuk
memberikan solusi yang adil bagi kedua belah
pihak, yaitu konsumen dan perusahaan, agar
permasalahan konsumen dapat diselesaikan
dengan cara yang cepat, mudah, murah, adil, dan
tuntas (Arafah, 2018). Badan ini berperan dalam
menegakkan hak-hak konsumen dan melindungi
kepentingan konsumen dalam transaksi jual beli.

Pengantar Hukum Bisnis | 147
BPSK menjadi wadah bagi konsumen untuk
mengajukan keluhan atau sengketa terkait dengan
produk atau layanan yang diberikan oleh
perusahaan.

8.5. Tahapan Transaksi Konsumen
Tahapan transaksi konsumen dapat dibagi menjadi
beberapa langkah, langkah-langkah secara umum yaitu:
Pengenalan Kebutuhan, tahap pertama dalam
transaksi konsumen dimulai dengan pengenalan
kebutuhan atau keinginan akan suatu produk atau jasa.
Penelusuran Informasi, konsumen akan mencari
informasi tentang produk atau jasa yang mereka
perlukan. Ini bisa melibatkan penelusuran online,
percakapan dengan orang lain, atau diskusi dengan
tenaga penjualan di toko. Evaluasi Alternatif, setelah
mendapatkan informasi, konsumen akan
membandingkan beberapa alternatif produk atau jasa
yang memenuhi kebutuhan mereka. Hal ini bisa
melibatkan membandingkan harga, kualitas, merek, atau
fitur lainnya.
Pengambilan Keputusan, konsumen memilih
produk atau jasa yang paling sesuai dengan kebutuhan
dan preferensi mereka. Pembelian, setelah
memutuskan, konsumen kemudian melakukan

148 | Pengantar Hukum Bisnis
pembelian produk atau jasa tersebut. Evaluasi Pasca-
Pembelian, Setelah menggunakan produk atau jasa,
konsumen akan mengevaluasi pengalaman mereka. Jika
mereka puas, mereka mungkin akan menjadi pelanggan
setia. Namun, jika mereka tidak puas, mereka mungkin
akan mencoba merek atau produk lain di waktu
berikutnya (Rumondang et al., 2020).

8.6. Perlindungan Konsumen dalam transaksi E -
commerce
Perlindungan konsumen dalam transaksi e -
commerce sangat penting karena transaksi melalui
platform online memiliki risiko yang berbeda dengan
transaksi konvensional.
Berikut beberapa mekanisme perlindungan
konsumen dalam transaksi e-commerce (Wibisana et al.,
2023):
1. Pelaku usaha e-commerce harus memberikan
informasi yang jelas mengenai produk atau jasa
yang ditawarkan, termasuk spesifikasi, harga,
biaya pengiriman, kebijakan pengembalian, dan
garansi. Konsumen berhak untuk mendapatkan
informasi yang lengkap dan akurat sebelum
melakukan transaksi.
2. Konsumen memiliki hak untuk menarik

Pengantar Hukum Bisnis | 149
pembayaran jika ada kesalahan atau
ketidaksesuaian antara produk atau jasa yang
diterima dengan informasi yang diberikan pada
saat pembelian.
3. Pelaku usaha e-commerce harus melindungi data
pribadi konsumen sesuai dengan peraturan
perlindungan data yang berlaku. Hal ini
termasuk penggunaan data pribadi konsumen
hanya untuk kepentingan transaksi dan tidak
disalahgunakan.
4. Konsumen harus diberikan hak untuk
mengembalikan produk yang cacat atau tidak
sesuai dengan deskripsi yang diberikan. Pelaku
usaha e-commerce harus memiliki kebijakan
pengembalian yang jelas dan prosedur
pengembalian yang mudah bagi konsumen.
5. Terdapat lembaga penyelesaian sengketa
konsumen baik tingkat nasional maupun
regional yang bisa digunakan oleh konsumen
sebagai alternatif untuk menyelesaikan sengketa
dengan pelaku usaha e-commerce.
6. Beberapa negara memiliki regulasi khusus untuk
melindungi konsumen dalam transaksi e-
commerce, seperti undang-undang perlindungan
konsumen secara online yang memberikan hak-

150 | Pengantar Hukum Bisnis
hak perlindungan yang lebih kuat bagi konsumen
yang bertransaksi secara online.

Melalui mekanisme perlindungan konsumen
tersebut, diharapkan transaksi e-commerce dapat
berjalan dengan adil, transparan, dan aman bagi
konsumen serta pelaku usaha. Jika ada masalah atau
sengketa, konsumen dapat menggunakan hak-hak
mereka dan memperoleh perlindungan yang sesuai
dengan hukum yang berlaku.

Pengantar Hukum Bisnis | 151
BAB IX
PENYELESAIAN SENGKETA DALAM
HUKUM BISNIS



9.1. Dasar-dasar Penyelesaian Sengketa
Dasar-dasar penyelesaian sengketa dalam konteks
hukum bisnis melibatkan pemahaman prinsip-prinsip,
jenis-jenis, dan keuntungan dari proses penyelesaian
sengketa.
Berikut adalah penjelasan mengenai dasar-dasar
penyelesaian sengketa:
1. Pengertian Sengketa Bisnis:
Sengketa bisnis merujuk pada ketidaksepakatan
atau konflik antara pihak-pihak yang terlibat
dalam kegiatan bisnis. Sengketa dapat muncul
dari perbedaan interpretasi kontrak,
pelanggaran hak kekayaan intelektual, atau
perselisihan terkait transaksi bisnis.
2. Jenis-jenis Sengketa Bisnis:
a. Sengketa Kontraktual
Terjadi ketika salah satu pihak tidak
memenuhi kewajiban kontrak.

152 | Pengantar Hukum Bisnis
b. Sengketa Perdata
Berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban
pribadi, seperti ganti rugi atau hak
kepemilikan.
c. Sengketa Korporat
Melibatkan masalah internal perusahaan
atau antara pemegang saham.
d. Sengketa Keuangan
Terkait dengan transaksi dan masalah
keuangan.
e. Sengketa Karyawan
Timbul antara perusahaan dan karyawan.
3. Alasan dan Keuntungan Penyelesaian Sengketa:
a. Waktu dan Biaya
Proses penyelesaian sengketa seringkali
lebih cepat dan lebih murah dibandingkan
litigasi.
b. Privasi
Mediasi dan arbitrase umumnya lebih
bersifat pribadi daripada persidangan
terbuka.
c. Pemeliharaan Hubungan
Penyelesaian sengketa melalui negosiasi
atau mediasi dapat membantu memelihara
hubungan antarpihak yang terlibat.

Pengantar Hukum Bisnis | 153
d. Pilihan dan Kendali
Para pihak memiliki lebih banyak kendali
dan dapat memilih penyelesaian yang lebih
sesuai dengan kebutuhan.
e. Keputusan Final
Keputusan arbitrase biasanya bersifat final
dan dapat dieksekusi di berbagai yurisdiksi.
4. Proses Penyelesaian Sengketa:
a. Mediasi
Proses mediasi melibatkan pihak ketiga
netral yang membantu para pihak mencapai
kesepakatan. Keputusan mediasi bersifat
sukarela.
b. Arbitrase
Arbitrase melibatkan pihak ketiga yang
disebut arbitrator, yang memberikan
keputusan yang mengikat. Keputusan
arbitrase dapat bersifat final dan dapat
dieksekusi di pengadilan.
c. Negosiasi
Negosiasi merupakan proses langsung
antara para pihak yang terlibat untuk
mencapai kesepakatan tanpa keterlibatan
pihak ketiga.
5. Keuntungan Tambahan dari Penyelesaian

154 | Pengantar Hukum Bisnis
Sengketa:
a. Kreativitas Solusi
Proses penyelesaian sengketa
memungkinkan pihak menciptakan solusi
yang lebih kreatif dan fleksibel daripada
keputusan pengadilan.
b. Pemahaman Bersama
Proses negosiasi dan mediasi
memungkinkan para pihak untuk lebih
memahami perspektif masing-masing, yang
dapat membantu membangun pemahaman
bersama.

Penting untuk diingat bahwa setiap sengketa bisnis
memiliki karakteristiknya sendiri, dan pilihan
penyelesaiannya harus didasarkan pada sifat dan
kebutuhan khusus sengketa tersebut.

9.2. Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS)
Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) adalah
suatu pendekatan untuk menyelesaikan konflik tanpa
melibatkan pengadilan atau litigasi tradisional. APS
mencakup berbagai metode, di antaranya adalah
mediasi, arbitrase, dan negosiasi.

Pengantar Hukum Bisnis | 155
Berikut adalah penjelasan mengenai beberapa APS:
1. Mediasi:
a. Pengertian
Mediasi melibatkan pihak ketiga yang netral,
disebut mediator, yang membantu para
pihak yang terlibat dalam sengketa untuk
mencapai kesepakatan.
b. Proses
Mediator memfasilitasi komunikasi antara
pihak-pihak yang bersengketa, membantu
mengidentifikasi masalah inti, dan
merumuskan solusi bersama.
c. Keuntungan
Proses mediasi bersifat sukarela dan
fleksibel. Keputusan untuk menerima atau
menolak kesepakatan berada sepenuhnya
pada pihak yang bersengketa.
2. Arbitrase:
a. Pengertian
Arbitrase melibatkan pihak ketiga yang
netral, disebut arbitrator, yang memberikan
keputusan yang mengikat sebagai solusi dari
sengketa.
b. Proses
Para pihak menyampaikan argumennya ke

156 | Pengantar Hukum Bisnis
arbitrator, dan arbitrator membuat
keputusan berdasarkan bukti dan hukum
yang diajukan oleh para pihak.
c. Keuntungan
Keputusan arbitrase biasanya lebih cepat
daripada litigasi, dan pihak dapat memilih
arbitrator dengan keahlian khusus di bidang
tertentu.
3. Negosiasi:
a. Pengertian
Negosiasi adalah proses langsung antara
para pihak yang bersengketa, di mana
berupaya mencapai kesepakatan tanpa
keterlibatan pihak ketiga.
b. Proses
Para pihak berkomunikasi secara langsung
untuk membahas perbedaan, menawarkan
solusi, dan mencapai kesepakatan yang
dapat diterima oleh semua pihak.
c. Keuntungan
Negosiasi memberikan fleksibilitas penuh
kepada para pihak untuk mencapai
kesepakatan yang memenuhi kebutuhan
masing-masing.
4. Klausul Penyelesaian Sengketa (ADR) dalam

Pengantar Hukum Bisnis | 157
Kontrak:
a. Pengertian
Pihak-pihak yang terlibat dalam kontrak
dapat memasukkan klausul penyelesaian
sengketa yang menentukan metode APS yang
akan digunakan jika terjadi sengketa.
b. Proses
Ketika sengketa muncul, para pihak harus
mengikuti metode penyelesaian sengketa
yang ditentukan dalam klausul kontrak.
c. Keuntungan
Memberikan kerangka kerja yang jelas untuk
menangani sengketa dan mendorong
penyelesaian yang lebih efisien.
5. Penyelesaian Sengketa Elektronik (ODR):
a. Pengertian
ODR menggunakan teknologi informasi dan
komunikasi untuk menyelesaikan sengketa,
biasanya melibatkan platform online.
b. Proses
Para pihak dapat berpartisipasi dalam
mediasi atau arbitrase secara online,
memanfaatkan berbagai alat dan teknologi
untuk berkomunikasi dan menyampaikan
bukti.

158 | Pengantar Hukum Bisnis
c. Keuntungan
ODR memungkinkan penyelesaian sengketa
yang cepat dan efisien, terutama dalam
konteks bisnis online.

Alternatif Penyelesaian Sengketa memberikan
fleksibilitas, efisiensi, dan kepastian dalam menangani
sengketa bisnis. Pilihan metode APS tergantung pada
kebutuhan dan preferensi para pihak yang bersengketa.

9.3. Pengadilan dan Litigasi
Pengadilan dan litigasi merupakan bagian dari
sistem peradilan yang melibatkan penyelesaian
sengketa melalui proses hukum formal di depan
pengadilan.
Berikut adalah penjelasan mengenai pengadilan dan
litigasi:
1. Pengertian Pengadilan:
Pengadilan adalah lembaga hukum yang
bertugas menyelesaikan sengketa dan
menegakkan hukum. Pengadilan memiliki
kekuasaan untuk memeriksa, mengadili, dan
memutuskan perkara hukum.
2. Pengertian Litigasi:
Litigasi merujuk pada proses menyelesaikan

Pengantar Hukum Bisnis | 159
sengketa di pengadilan. Ini melibatkan pihak-
pihak yang bersengketa, yang disebut litigasi,
dan meminta keputusan pengadilan sebagai
solusi dari konflik.
3. Proses Litigasi:
a. Pendaftaran Gugatan (Pemohon)
Pihak yang ingin memulai litigasi
mengajukan gugatan di pengadilan, yang
berisi klaim dan fakta yang menjadi dasar
sengketa.
b. Pemberitahuan Gugatan (Termohon)
Pihak yang diberi gugatan (termohon) diberi
pemberitahuan resmi dan memiliki waktu
untuk memberikan tanggapan atau membela
diri.
c. Persidangan
Pihak-pihak yang bersengketa
menyampaikan argumennya di depan hakim,
dan bukti diajukan untuk mendukung klaim
atau pembelaan.
d. Keputusan Pengadilan
Hakim memutuskan kasus berdasarkan
hukum dan fakta yang disajikan di
persidangan. Keputusan ini dapat berupa
putusan untuk atau menentang pihak yang

160 | Pengantar Hukum Bisnis
mengajukan gugatan.
4. Keuntungan Litigasi:
a. Penegakan Hukum
Litigasi memberikan mekanisme untuk
menegakkan hukum dan memberikan
keputusan yang mengikat.
b. Pemutusan Sengketa
Melalui litigasi, pengadilan memberikan
keputusan yang dapat memutuskan sengketa
dan memberikan kepastian hukum.
c. Perlindungan Hak-hak Hukum
Litigasi memberikan platform bagi individu
atau perusahaan untuk melindungi hak-hak
hukum.
5. Tantangan Litigasi:
a. Biaya dan Waktu
Litigasi bisa menjadi proses yang mahal dan
memakan waktu.
b. Kompleksitas Hukum
Proses litigasi seringkali melibatkan aturan
hukum yang kompleks dan memerlukan
pemahaman yang mendalam.
c. Kurangnya Kontrol
Para pihak yang bersengketa memiliki
sedikit kendali atas proses dan keputusan

Pengantar Hukum Bisnis | 161
pengadilan.
6. Proses Banding:
Jika salah satu pihak tidak puas dengan
keputusan pengadilan, maka dapat mengajukan
banding ke pengadilan tingkat lebih tinggi.
Proses banding memberikan kesempatan untuk
mengoreksi atau membatalkan keputusan
pengadilan sebelumnya.
7. Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) Sebagai
Alternatif:
Beberapa pihak memilih untuk menghindari
litigasi dengan menggunakan metode Alternatif
Penyelesaian Sengketa (APS), seperti mediasi
atau arbitrase, yang seringkali lebih cepat dan
lebih fleksibel.

Litigasi adalah suatu bentuk penyelesaian sengketa
formal dan terstruktur yang memberikan keputusan
hukum oleh pengadilan. Meskipun merupakan alat yang
efektif untuk menyelesaikan sengketa, banyak pihak
yang juga mempertimbangkan APS sebagai alternatif
untuk mengatasi kekurangan dan tantangan yang terkait
dengan litigasi tradisional.

162 | Pengantar Hukum Bisnis
9.4. Klausul Penyelesaian Sengketa dalam Kontrak
Bisnis
Klausul Penyelesaian Sengketa dalam kontrak
bisnis adalah pernyataan tertulis yang mengatur
bagaimana para pihak akan menyelesaikan sengketa
yang mungkin timbul dalam konteks kontrak tersebut.
Klausul ini menyediakan panduan mengenai prosedur
dan mekanisme yang akan digunakan untuk menangani
sengketa, menghindari kebutuhan untuk melibatkan
pengadilan atau litigasi tradisional.
Berikut adalah beberapa elemen yang umumnya
terdapat dalam klausul penyelesaian sengketa:
1. Negosiasi:
a) Pengertian
Klausul ini mungkin meminta para pihak
untuk mencoba menyelesaikan sengketa
melalui negosiasi langsung sebelum memulai
proses penyelesaian sengketa formal.
b) Keuntungan
Negosiasi memberikan kesempatan untuk
menyelesaikan sengketa secara informal,
seringkali dengan biaya yang lebih rendah
dan tanpa melibatkan pihak ketiga.
2. Mediasi:
a) Pengertian

Pengantar Hukum Bisnis | 163
Beberapa klausul menyertakan mediasi
sebagai langkah berikutnya jika negosiasi
tidak berhasil. Pihak ketiga netral, disebut
mediator, dapat membantu para pihak
mencapai kesepakatan.
b) Keuntungan
Proses mediasi bersifat sukarela dan
memberikan fleksibilitas dalam menemukan
solusi yang dapat diterima oleh semua pihak.
3. Arbitrase:
a) Pengertian
Klausul ini dapat menentukan bahwa jika
negosiasi atau mediasi tidak berhasil,
sengketa akan diputuskan melalui arbitrase.
Arbitrase melibatkan pihak ketiga netral
yang memberikan keputusan yang mengikat.
b) Keuntungan
Keputusan arbitrase seringkali dapat
diperoleh lebih cepat daripada melalui
pengadilan tradisional, dan pihak dapat
memilih arbitrator dengan keahlian khusus.
4. Pengadilan atau Forum Hukum Tertentu:
a) Pengertian
Klausul ini dapat mencakup ketentuan
bahwa jika semua upaya penyelesaian

164 | Pengantar Hukum Bisnis
sengketa lainnya gagal, para pihak setuju
untuk membawa sengketa ke pengadilan
atau forum hukum tertentu.
b) Keuntungan
Meskipun klausul ini memasukkan
pengadilan sebagai opsi terakhir,
keberadaannya memberikan kepastian dan
struktur hukum jika seluruh proses
penyelesaian alternatif tidak berhasil.
5. Hukum yang Berlaku:
a) Pengertian
Klausul penyelesaian sengketa seringkali
menentukan hukum yang akan diterapkan
untuk menyelesaikan sengketa.
b) Keuntungan
Menentukan hukum yang berlaku membantu
menghindari ketidakpastian dan konflik
hukum, memberikan dasar yang jelas untuk
penyelesaian sengketa.
6. Bahasa dan Hukum yang Digunakan:
a) Pengertian
Dalam transaksi internasional, klausul ini
mungkin menentukan bahasa dan hukum
yang akan digunakan selama proses
penyelesaian sengketa.

Pengantar Hukum Bisnis | 165
b) Keuntungan
Penentuan bahasa dan hukum dapat
memfasilitasi komunikasi yang efektif dan
menghindari kebingungan selama
penyelesaian sengketa.

Klausul penyelesaian sengketa dalam kontrak bisnis
memiliki peran penting dalam merinci prosedur dan
mekanisme yang akan digunakan untuk menyelesaikan
sengketa, memberikan kejelasan dan kepastian hukum
kepada para pihak yang terlibat.

166 | Pengantar Hukum Bisnis

Pengantar Hukum Bisnis | 167
BAB X
BISNIS INTERNASIONAL



10.1. Dasar Hukum Bisnis Internasional
Dasar hukum bisnis internasional mencakup
prinsip-prinsip hukum yang mengatur hubungan bisnis
antar-negara dan melibatkan subjek hukum dari
berbagai yurisdiksi.
Berikut adalah beberapa elemen penting dari
dasar hukum bisnis internasional:
1. Hukum Internasional Publik dan Privat:
a. Publik
Menyangkut hubungan antara negara -
negara dan organisasi internasional. Prinsip-
prinsipnya dapat mencakup kedaulatan
negara, hak asasi manusia internasional, dan
kewajiban negara terhadap masyarakat
internasional.
b. Privat
Terkait dengan hubungan hukum antara
subjek hukum swasta yang melibatkan
transaksi bisnis internasional. Hal ini
mencakup perjanjian perdagangan, kontrak

168 | Pengantar Hukum Bisnis
internasional, dan hukum perusahaan
multinasional.
2. Konvensi dan Perjanjian Internasional:
Adanya kerangka hukum internasional yang
diatur oleh konvensi dan perjanjian antar-
negara. Contohnya, Konvensi Perserikatan
Bangsa-Bangsa tentang Kontrak Internasional
untuk Penjualan Barang (CISG) yang mengatur
kontrak internasional.
3. Organisasi Internasional:
Keterlibatan organisasi seperti Perserikatan
Bangsa-Bangsa (PBB), Organisasi Perdagangan
Dunia (WTO), dan lainnya dalam membentuk
dan mempengaruhi hukum bisnis internasional.
4. Prinsip Kedaulatan dan Hukum Nasional:
Penerapan prinsip kedaulatan negara dalam
bisnis internasional, di mana hukum nasional
dari masing-masing negara dapat memainkan
peran penting dalam menyelesaikan sengketa
dan mengatur transaksi.
5. Hukum Perdagangan Internasional:
Mengatur aspek perdagangan internasional,
termasuk tarif, hambatan perdagangan, dan
perjanjian perdagangan bebas yang merinci
kewajiban dan hak negara-negara peserta.

Pengantar Hukum Bisnis | 169
6. Hukum Investasi Asing:
Menetapkan hak dan tanggung jawab dalam
investasi asing, termasuk perjanjian
perlindungan investasi yang memberikan
jaminan kepada investor asing dan prosedur
penyelesaian sengketa.
7. Hukum Arbitrase Internasional:
Pengaturan penyelesaian sengketa bisnis
internasional melalui arbitrase, yang seringkali
merupakan mekanisme yang dipilih oleh pihak-
pihak bisnis untuk menyelesaikan perselisihan
di luar pengadilan nasional.
8. Etika Bisnis Internasional:
Mengacu pada norma dan nilai-nilai etika yang
harus diikuti oleh perusahaan dalam konteks
bisnis internasional, termasuk tanggung jawab
sosial perusahaan di tingkat global.

Pemahaman mendalam terhadap dasar hukum
bisnis internasional membantu pelaku bisnis, praktisi
hukum, dan pemerintah untuk beroperasi secara efektif
di pasar global, sambil mematuhi norma hukum yang
berlaku.

170 | Pengantar Hukum Bisnis
10.2. Lingkungan Bisnis Internasional
Lingkungan bisnis internasional merujuk pada
sejumlah faktor eksternal yang dapat mempengaruhi
operasi perusahaan dan keputusan bisnis di tingkat
global. Lingkungan ini sangat kompleks dan dinamis,
melibatkan aspek-aspek ekonomi, politik, hukum, sosial,
budaya, dan teknologi.
Berikut adalah penjelasan mengenai komponen-
komponen utama dari lingkungan bisnis internasional:
1. Faktor Ekonomi Global:
a) Perubahan Mata Uang dan Nilai Tukar
Fluktuasi mata uang dan nilai tukar dapat
mempengaruhi biaya produksi, harga
produk, dan keuntungan perusahaan.
b) Kondisi Pasar Global
Permintaan, penawaran, dan kondisi pasar di
seluruh dunia dapat berdampak pada
strategi pemasaran dan distribusi
perusahaan.
2. Faktor Politik dan Hukum:
a) Ketidakstabilan Politik
Krisis politik di suatu negara dapat
mengganggu operasi perusahaan di wilayah
tersebut.
b) Ketidakpastian Hukum

Pengantar Hukum Bisnis | 171
Perbedaan sistem hukum dan regulasi antar-
negara dapat mempengaruhi kontrak, hak
kekayaan intelektual, dan perlindungan
investasi.
3. Faktor Sosial dan Budaya:
a) Perbedaan Budaya
Nilai-nilai, norma, dan praktik bisnis
berbeda-beda di setiap negara dan dapat
mempengaruhi strategi pemasaran dan
manajemen sumber daya manusia.
b) Diversitas Tenaga Kerja
Berurusan dengan keberagaman tenaga
kerja dan kebutuhan untuk menyelaraskan
strategi manajemen sumber daya manusia
secara global.
4. Teknologi:
a) Inovasi Teknologi
Perkembangan teknologi dapat
mempengaruhi cara perusahaan beroperasi,
berkomunikasi, dan berinovasi di pasar
global.
b) Keamanan Teknologi dan Privasi Data:
Isu-isu keamanan dan privasi data menjadi
semakin penting dalam bisnis internasional.

172 | Pengantar Hukum Bisnis
5. Perubahan Iklim dan Keberlanjutan:
a) Dampak Lingkungan
Kesadaran akan dampak lingkungan dan
tekanan untuk beroperasi secara
berkelanjutan menjadi faktor penting dalam
pengambilan keputusan bisnis.
b) Regulasi Lingkungan
Perubahan regulasi terkait lingkungan dapat
mempengaruhi proses produksi dan
tanggung jawab sosial perusahaan.
6. Infrastruktur:
a) Transportasi dan Logistik
Ketersediaan dan efisiensi infrastruktur
transportasi dapat memengaruhi distribusi
produk dan rantai pasok global.
b) Teknologi Informasi
Akses yang memadai terhadap teknologi
informasi dan konektivitas internet menjadi
kunci dalam beroperasi secara efisien di
tingkat global.
7. Situasi Kesehatan Global:
Pandemi dan kesehatan global, yaitu peristiwa
kesehatan global, seperti pandemi, dapat
memiliki dampak signifikan terhadap rantai
pasok, mobilitas karyawan, dan kestabilan

Pengantar Hukum Bisnis | 173
ekonomi global.

Lingkungan bisnis internasional yang kompleks ini
memerlukan pemahaman yang mendalam dan adaptasi
strategis agar perusahaan dapat berhasil beroperasi di
pasar global yang terus berubah. Perusahaan perlu
memantau perubahan dalam lingkungan tersebut dan
merancang strategi yang responsif dan berkelanjutan.

10.3. Transaksi Internasional dan Perjanjian Bisnis
Transaksi internasional mengacu pada pertukaran
barang, jasa, atau aset antar pihak dari negara yang
berbeda. Transaksi ini bisa melibatkan perusahaan,
pemerintah, atau individu yang terlibat dalam
perdagangan internasional.
Berikut adalah beberapa elemen penting terkait
transaksi internasional:
1. Ekspor dan Impor:
a. Ekspor
Proses menjual barang, jasa, atau produk ke
luar negeri.
b. Impor
Proses membeli barang, jasa, atau produk
dari luar negeri.
2. Mata Uang dan Nilai Tukar:

174 | Pengantar Hukum Bisnis
Transaksi internasional melibatkan konversi
mata uang, dan nilai tukar dapat memengaruhi
harga dan keuntungan dalam transaksi tersebut.
3. Dokumen dan Regulasi:
Untuk memastikan kelancaran transaksi,
diperlukan dokumen-dokumen seperti faktur,
surat kredit, dan dokumen pengiriman. Selain
itu, perlu mematuhi regulasi perdagangan
internasional yang berlaku.
4. Pembayaran dan Keuangan:
Cara pembayaran, seperti transfer bank
internasional atau letter of credit, perlu diatur
dengan jelas untuk meminimalkan risiko
keuangan.
5. Risiko dan Penyelesaian Sengketa:
Risiko seperti fluktuasi nilai tukar, risiko politik,
dan risiko kredit harus dikelola dengan baik.
Proses penyelesaian sengketa internasional juga
perlu dipertimbangkan.

Perjanjian bisnis internasional adalah
kesepakatan tertulis antara pihak-pihak dari negara
yang berbeda untuk melakukan suatu transaksi bisnis
atau kerjasama. Ini dapat mencakup kesepakatan
perdagangan, kerja sama investasi, atau perjanjian

Pengantar Hukum Bisnis | 175
lainnya. Berikut adalah elemen-elemen kunci yang
terkait dengan perjanjian bisnis internasional:
1. Pihak yang Terlibat:
Identifikasi pihak-pihak yang terlibat dalam
perjanjian, baik itu perusahaan, pemerintah, atau
individu.
2. Tujuan dan Lingkup:
Menentukan tujuan perjanjian dan ruang
lingkupnya dengan jelas, termasuk hak dan
kewajiban masing-masing pihak.
3. Ketentuan Pembayaran dan Harga:
Menetapkan ketentuan pembayaran, harga
barang atau jasa, serta kondisi-kondisi keuangan
terkait.
4. Hak Kekayaan Intelektual:
Jika melibatkan hak kekayaan intelektual,
perjanjian harus mencakup hak dan kewajiban
terkait dengan paten, merek dagang, atau hak
cipta.
5. Klausul Penyelesaian Sengketa:
Menyertakan klausul penyelesaian sengketa,
yang bisa berupa arbitrase internasional atau
mekanisme penyelesaian lainnya.
6. Hukum yang Berlaku:
Menentukan hukum yang akan mengatur

176 | Pengantar Hukum Bisnis
perjanjian, dan biasanya, memilih hukum yang
netral atau hukum yang telah disepakati
bersama.
7. Dokumentasi dan Persyaratan Hukum:
Memastikan adanya dokumentasi yang
diperlukan sesuai dengan hukum internasional
dan hukum nasional yang berlaku.

Perjanjian bisnis internasional yang baik adalah
alat penting untuk memastikan kerjasama yang efektif
antar-negara dan meminimalkan risiko. Proses negosiasi
dan penyusunan perjanjian harus memperhatikan
perbedaan budaya, hukum, dan kebijakan yang mungkin
mempengaruhi pelaksanaan perjanjian tersebut.

10.4. Perusahaan Multinasional
Perusahaan Multinasional (MNC) adalah entitas
bisnis yang beroperasi di lebih dari satu negara dan
memiliki fasilitas produksi, anak perusahaan, atau
cabang di beberapa bagian dunia. MNC dapat ditemukan
di berbagai sektor ekonomi dan memiliki dampak yang
signifikan pada ekonomi global.
Berikut adalah penjelasan mengenai perusahaan
multinasional:

Pengantar Hukum Bisnis | 177
1. Operasi Global:
Perusahaan multinasional terlibat dalam
kegiatan bisnis di beberapa negara, baik melalui
produksi, penjualan, atau distribusi. Operasinya
dapat mencakup produksi, penelitian dan
pengembangan, pemasaran, dan layanan
pelanggan di berbagai lokasi geografis.
2. Struktur Organisasi:
Biasanya memiliki struktur organisasi yang
kompleks dengan markas besar di satu negara
(pemimpin global atau markas pusat) dan anak
perusahaan atau cabang di berbagai negara.
Struktur ini memungkinkan koordinasi global
dan adaptasi terhadap perbedaan lokal.
3. Keuntungan dari Skala Global:
MNC dapat memanfaatkan keuntungan dari
ekonomi skala global, termasuk penghematan
biaya produksi, akses ke pasar yang lebih luas,
dan penggunaan sumber daya secara efisien di
seluruh dunia.
4. Diversifikasi Risiko:
Dengan beroperasi di beberapa negara, MNC
dapat mengurangi risiko bisnis yang terkait
dengan fluktuasi mata uang, perubahan kondisi
pasar, atau ketidakstabilan ekonomi di satu

178 | Pengantar Hukum Bisnis
negara tertentu.
5. Transfer Teknologi dan Pengetahuan:
MNC sering membawa teknologi terbaru,
pengetahuan, dan praktik terbaik ke negara-
negara di mana beroperasi. Ini dapat
berkontribusi pada pengembangan industri dan
peningkatan keterampilan tenaga kerja lokal.
6. Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Global:
MNC sering diberikan tanggung jawab sosial
perusahaan global. Maka diharapkan untuk
berkontribusi pada pembangunan
berkelanjutan, mendukung hak asasi manusia,
dan memperhatikan dampak lingkungan di
semua lokasi.
7. Pengelolaan Keanekaragaman:
MNC harus mengelola keanekaragaman budaya,
hukum, dan bisnis di berbagai negara. Ini
termasuk mengakomodasi perbedaan bahasa,
norma etika, dan praktik bisnis lokal.
8. Penyelesaian Sengketa Internasional:
MNC seringkali terlibat dalam penyelesaian
sengketa internasional, baik melalui arbitrase
internasional atau melalui mekanisme lain yang
dirancang untuk menangani konflik antar-
negara.

Pengantar Hukum Bisnis | 179
9. Dampak Pajak:
MNC dapat memanfaatkan perbedaan dalam
sistem pajak di berbagai negara untuk
mengoptimalkan posisi keuangannya dan
mengurangi liabilitas pajak.

Perusahaan multinasional memiliki peran penting
dalam membentuk perekonomian global, meningkatkan
keterlibatan negara-negara di pasar dunia, dan
memainkan peran besar dalam perdagangan
internasional serta transfer teknologi. Meskipun
memberikan banyak manfaat, MNC juga dihadapkan
pada tantangan dalam menjaga reputasi, mengelola
kompleksitas operasional, dan memastikan
keberlanjutan lingkungan dan sosial.

180 | Pengantar Hukum Bisnis

Pengantar Hukum Bisnis | 181
DAFTAR PUSTAKA



Abdul R. Saliman et al, 2004, Esensi Hukum Bisnis
Indonesia, Teori dan Contoh Kasus, Jakarta,
Prenada Media Group
Abdul R. Saliman. (2011). Hukum Bisnis Untuk
Perusahaan Teori dan Contoh Kasus.
Abdulkadir Muhammad, (1983), Pokok-Pokok Hukum
Pertanggungan, Bandung, Alumni.
Abdulkadir Muhammad, 1990, Hukum Perdata
Indonesia, Bandung, Citra Aditya Bakti
Adisaputro, G. (2017). Anggaran Bisnis; Analisis,
Perancangan, dan Pengendalian Laba.
Arafah, K. N. (2018). PENYELESAIAN SENGKETA E-
COMMERCE MELALUI BADAN PENYELESAIAN
SENGKETA KONSUMEN (DITINJAU DARI
UNDANG-UNDANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
DAN HUKUM ISLAM). UIN syarif hidayatullah.
Ari Suwardi, B., Hanjaya, R., Prasetyo Jati, H., Taurambi
Girsang, O., & Atma Jaya Yogyakarta, U. (2023).
Hukum Perlindungan Konsumen Terhadap
Malpraktik (Studi Kasus Tentang Ibu Lumpuh
Usai Melahirkan). LEGALITAS : Jurnal Ilmiah Ilmu
Hukum, 8(1), 59–71.
Ari, Yusuf Amir. (2020). Doktrin-Doktrin Pidana
Korporasi.

182 | Pengantar Hukum Bisnis
Augustinus Simanjuntak. (2017). Hukum Bisnis Sebuah
Pemahaman Integratif antara Hukum dan
Praktik Bisnis.
Bagley, Constance E., and Diane Savage. "Manajemen dan
Organisasi Bisnis: Konsep, Kontroversi, dan
Aplikasi." Penerbit Salemba Empat, 2019.
Barnes, A. J., Dworkin, T. M., & Richards, E. C. (2017).
Business Law and the Regulation of Business.
McGraw-Hill Education.
Beatty, J. F., Samuelson, S. S., & Abril, P. S. (2019).
Introduction to Business Law. Cengage Learning.
Beauchamp, T.L., & Bowie, N.E. (2017). Ethical Theory
and Business. Pearson.
Brigham, E. F., & Ehrhardt, M. C. (2013). Financial
Management: Theory & Practice. Cengage
Learning.
Cappelletti, M., Garth, B., & McEvoy, A. F. (1988). "Access
to Justice, Volume I: The Phenomenon of Collective
Interest Litigation." Dartmouth Publishing
Company.
Cheeseman, Henry R. "Bisnis Hukum dan Etika: Pedoman
untuk Manajer." Penerbit Pearson, 2018.
Chow, D. (2016). International Trade: Theory and Policy.
Routledge.
Clara, Fransiska Olivia Siahaan, Rica Gusmarani. (2023).
Penggunaan Jaminan Perorangan dalam Praktik
Penyelesaian Kredit Bermasalah.

Pengantar Hukum Bisnis | 183
Clarkson, K. W., Miller, R. L., Jentz, G. A., & Cross, F. B.
(2017). Business Law: Text and Cases. Cengage
Learning.
Cornish, W. R., & Llewelyn, D. (2013). Intellectual
Property: Patents, Copyrights, Trademarks &
Allied Rights. Sweet & Maxwell.
Cross, F. B., Miller, R. L., & Frank B. (2017). The Legal
Environment of Business: Text and Cases. Cengage
Learning.
Dinwoodie, G. B., & Janis, M. D. (2012). Trademarks and
Unfair Competition: Law and Policy. Wolters
Kluwer Law & Business.
Djohari Santoso, Achmad Ali, 1989, Hukum Perjanjian
Indonesia, Badan Penerbit FH UII
Dr. Sobirin Malian, S.H., M. H. (2018). Pengantar hukum
bisnis. Kreasi Total Media.
Dunning, J. H. (1993). Multinational Enterprises and the
Global Economy. Addison-Wesley.
Emmy Pangaribuan Simanjuntak, (1990), Hukum
Pertanggungan (Pokok-Pokok Pertanggungan
Kerugian, Kebakaran dan Jiwa), Yogyakarta,
Seksi Hukum Dagang - Fakultas Hukum
Universitas Gadjahmada.
Firmanda, S. A., & Joesoef, I. E. (2021). Perlindungan
Konsumen terhadap Kelangkaan Produk Non
Pokok Akibat Penimbunan yang Dilakukan oleh
Pelaku Usaha. Wajah Hukum, 5(1), 333.
Fisher, C., Lovell, A., & Valero-Silva, N. (2017). Business
Ethics and Values: Individual, Corporate and
International Perspectives. Pearson.

184 | Pengantar Hukum Bisnis
Fista, Y. L., Aris Machmud, & Suartini, S. (2023).
Perlindungan Hukum Konsumen Dalam
Transaksi E-commerce Ditinjau dari Perspektif
Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
Binamulia Hukum, 12(1), 177–189.
Freeman, R. E., Harrison, J. S., Wicks, A. C., Parmar, B. L.,
& De Colle, S. (2019). Stakeholder Theory:
Concepts and Strategies. Cambridge University
Press.
Gibson, J. L., & Fraser, D. R. (2019). Business Law:
Principles for Today's Commercial Environment.
Cengage Learning.
Gibson, James William, et al. "Manajemen Bisnis dan
Hukum." Penerbit Erlangga, 2017.
Goldman, B. (2007). "Arbitration and Mediation:
Similarities and Differences." Dispute Resolution
Journal, Volume 62, Issue 4.
Goldstein, P. (2012). Copyright's Highway: From
Gutenberg to the Celestial Jukebox. Stanford
University Press.
H. Gunanto, “Hukum Perjanjian Asuransi Kerugian Quo
Vadis (Perlindungan Penanggung Versus
Perlindungan Tertanggung)”, Makalah pada
Simposium Hukum Perjanjian Asuransi Kerugian
dalam Kenyataan, Jakarta, Laboratorium
Fakultas Hukum Universitas Katolik Atmajaya.
H.M.N. Purwosutjipto, (1983), Pengertian Pokok Hukum
Dagang Indonesia, Jakarta, Djambatan.
Halim, A. (2015). Hukum Bisnis Indonesia. Sinar Grafika.

Pengantar Hukum Bisnis | 185
Hitt, M. A., Ireland, R. D., & Hoskisson, R. E. (2019).
Strategic Management: Concepts and Cases:
Competitiveness and Globalization. Cengage
Learning.
Idayanti, S. (2020). Hukum Bisnis: Hukum Bisnis (Vol. 3,
Nomor maret).
J. Satrio, 1996, Hukum Perjanjian, Bandung, Citra Aditya
Bakti
Jennings, M. M. (2018). Business Ethics: Case Studies and
Selected Readings. Cengage Learning.
Jennings, Marianne M. "Hukum Bisnis: Teori dan
Praktik." Penerbit Salemba Empat, 2020.
Kartini Muljadi, Gunawan Widjaja, 2008, Perikatan yang
lahir dari Perjanjian, Jakarta, Rajawali Pers
Kitab Undang-undang Hukum Dagang
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Kovacic, W. E., & Verkuil, P. R. (2017). "Alternative
Dispute Resolution: An Empirical Reassessment,"
Texas Law Review, Volume 95, Issue 2.
Kristiyanti, C. T. S. (2022). Hukum perlindungan
konsumen. Sinar Grafika.
Landes, W. M., & Posner, R. A. (2003). The Economic
Structure of Intellectual Property Law. Harvard
University Press.
Leli Joko Suryono, 2014, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian,
Yogyakarta, LP3M UMY

186 | Pengantar Hukum Bisnis
Lewicki, R. J., Saunders, D. M., & Barry, B. (2015).
"Negotiation: Readings, Exercises, and Cases,"
McGraw-Hill Education.
M. Suparman Sastrawidjaja dan Endang, (1993), Hukum
Asuransi Perlindungan Tertanggung Asuransi
Deposito Usaha Perasuransian, Bndung, Alumni.
M.Yahya Harapah, 1990, Segi-Segi HukumPerjanjian,
Alumni, Bandung
Mallor, J., Barnes, A., Bowers, T., & Langvardt, A. (2019).
Business Law: The Ethical, Global, and E-
Commerce Environment. McGraw-Hill Education.
Mallor, Jane P., et al. "Bisnis: Kebijakan dan Pengaturan
Hukum." Penerbit Cengage Learning, 2019.
Mashudi, Moch Chindir, (1995), Hukum Asuransi, CV.
Mandar Maju, Bandung.
Menkel-Meadow, C. (2017). "The Varieties of Dispute
Processing," University of Illinois Law Review,
Volume 2017, Issue 3.
Miller, A., & Davis, R. (2018). Intellectual Property:
Patents, Trademarks, and Copyright in a Nutshell.
West Academic Publishing.
Moch Chidir Ali et al., 1993, Pengertian-Pengertian
Elementer Hukum Perjanjian Perdata, Bandung,
Mandar Maju
Moens, G. A., & Trone, J. (2012). "Principles of Alternative
Dispute Resolution," Thomson Reuters.
Moore, C. W. (2014). "The Mediation Process: Practical
Strategies for Resolving Conflict." John Wiley &
Sons.

Pengantar Hukum Bisnis | 187
Moses, M. L., & Khader, P. H. (2019). "The Principles and
Practice of International Commercial
Arbitration." Cambridge University Press.
Novita Ambarsari, & Luhur Prasetiyo. (2022). PERILAKU
PEDAGANG DI PASAR WISATA PLAOSAN DALAM
PERSPEKTIF ETIKA BISNIS ISLAM. Niqosiya:
Journal of Economics and Business Research, 2(1),
121–138.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor : 71
/POJK.05/2016 Tentang Kesehatan Keuangan
Perusahaan Asuransi Dan Perusahaan
Reasuransi.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 23
/POJK.05/2015 Tentang Produk Asuransi dan
Pemasaran Produk Asuransi
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 69
/POJK.05/2016 Tentang Penyelenggaraan Usaha
Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi
Syariah, Perusahaan Reasuransi, Dan
Perusahaan Reasuransi Syariah.
R Ali Rido, (1986), Hukum Dagang Tentang Aspek-Aspek
Dalam Asuransi Udara, Asuransi Jiwa dan
Perkembangan Perseroan Terbatas, Remadja
Karya, Bandung,
R. Subekti, 1986, Aspek-aspek Hukum Perikatan Nasional,
Bandung, Alumni
Ratna Artha Windari, 2013, Hukum Perjanjian, Graha
Ilmu, Yogyakarta
Resnik, J. (2015). "Justice and Procedure in Class Action
Settlements." Daedalus, Volume 144, Issue 1.

188 | Pengantar Hukum Bisnis
Ross, S. A., Westerfield, R. W., & Jordan, B. D. (2016).
Corporate Finance: Core Principles and
Applications. McGraw-Hill Education.
Rugman, A. M., & Verbeke, A. (2017). Global Strategy.
Oxford University Press.
Rumondang, A., Sudirman, A., Sitorus, S., Kusuma, aditya
H., Manuhutu, M., Sudarso, A., Simarmata, J.,
Hasdiana, D., Tasnim, T., & Arif, nina F. (2020).
Pemasaran Digital dan Perilaku Konsumen.
Santoso Poejosubroto, (1969), Beberapa Aspek Tentang
Hukum Pertanggungan Jiwa di Indonesia,
Jakarta, Barata.
Schaffer, R., Agusti, F., & Dhooge, L. (2018). International
Business Law and Its Environment. Cengage
Learning.
Sen, A. (2001). Globalization and Its Discontents. W.W.
Norton & Company.
Soekanto, S., & Mamudji, S. (2019). Hukum Perusahaan:
Tentang Perseroan Terbatas, Koperasi, dan
Badan Usaha Lainnya. PT. Rajagrafindo Persada.
Solomon, R. C., & Hanson, K. (2017). Ethics and
Excellence: Cooperation and Integrity in Business.
Oxford University Press.
Sri Redjeki Hartono, (1990), Reasuransi, Kebutuhan
yang tidak di kesampingkan oleh Penanggung
Guna Memenuhi Kewajiban Terhadap
Tertanggung, Tinjauan Yuridis, Semarang,
Disertasi Doktor Universitas Diponegoro.
Sri Redjeki Hartono, (1992), Hukum Asuransi dan
Perusahaan Asuransi, Jakarta, Sinar Grafika.

Pengantar Hukum Bisnis | 189
Sudikno Mertokusumo, 2005, Mengenal Hukum,
Yogyakarta, Liberty
Sukirno, S. (2017). Hukum Bisnis. Pustaka Baru Press.
Tindangen, N. A. L., & Hutabarat, S. M. D. (2023).
Pertanggungjawaban Pelaku Usaha Berdendang
Bergoyang Festival 2022 Atas Ketidaksesuaian
Janji Menurut Undang-Undang Perlindungan
Konsumen. Jurnal Innterepretasi Hukum, 4(3),
576–585.
Twomey, D. P., & Jennings, M. M. (2017). Anderson's
Business Law and the Legal Environment,
Standard Volume. Cengage Learning.
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang
Perasuransian
Vurista, C. ria. (2019). peran satuan tugas (satgas)
waspada investasi otoritas jasa keuangan dalam
melindungi dan mengawasi investor dari investasi
ilegal. UIN syarif hidayatullah.
W.D. Kolkman, Rosa Agustina, et.al (Ed). Hukum Tentang
Orang, Hukum Keluarga dan Hukum Waris di
Belanda dan Indonesia.
Wibisana, M., Neltje, J., & Fitriana, D. (2023).
Perlindungan Hukum Bagi Pelaku Usaha
Terhadap Tindakan Pembatalan Pembayaran
Oleh Konsumen E-Commerce Dalam Sistem Cash
on Delivery ( COD ) Menurut Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan
Konsumen. Krtha Bhayangkara, 17(2), 437–464.
Wirjono Prodjodikoro, 2011, Azas-Azas Hukum
Perjanjian, Bandung, Mandar Maju.

190 | Pengantar Hukum Bisnis
Zaini, A. (2020). NEGARA HUKUM, DEMOKRASI, DAN
HAM. Al Qisthas: Jurnal Hukum dan Politik, 11(1),
13–48.