Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 6, No. 2 (2023), pp. 213-228
e-ISSN. 2685-8509; p-ISSN. 2685-5453
Homepage: https://alisyraq.pabki.org/index.php/alisyraq/



213

PERAN PSIKOLOGI AGAMA ISLAM TERHADAP
KESEHATAN MENTAL ANAK REMAJA

Akhir Pardamean Harahap
1
, Mitha Shaskilah Sinaga
2
, Risky Handayani
2
,
Nurjannah Tumanngor
2
1
STAI Al- Hikmah Medan
2
Pendidikan Agama Islam, FITK,UINSU, Indonesia
*E-mail: [email protected]

Abstract
This study aims to analyze the role of Islamic religious psychology on the mental health of
adolescents. The focus of the study is on three things, namely religion and mental health,
mental health disorders and the role of the psychology of religion in adolescent mental health.
This study analyzes the role of religious psychology on adolescent mental health. This research
method uses a literature study approach or library research based on descriptive studies. The
data collection technique used is to choose a topic and seek information from various sources,
namely: books, journals, mass media, etc. The data obtained was then analyzed using the
Miles and Huberman technique, namely collecting data, coding to make the analysis process
easier, and drawing conclusions. The results of the study explain that the important role of the
psychology of religion in the mental health of adolescents, especially adolescents who experience
mental health disorders. With the psychology of religion, it can minimize the phenomena that
often occur in adolescent mental health.
Keywords: Mental health, Adolescents, The role of the psychology of religion

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis peran psikologi agama Islam terhadap
kesehatan mental anak remaja. Fokus kajian pada tiga hal yakni agama dan
kesehatan mental, gangguan kesehatan mental dan peran psikologi agama terhadap
kesehatan mental remaja. Penelitian ini mengganalisis akan peran psikologi agama
terhadap kesehatan mental remaja. Metode penelitian ini menggunakan pendekatan
studi pustaka atau library research berbasis studi deskriptif. Teknik pengumpulan
data yang digunakan ialah memilih topik dan mencari informasi dari berbagai
sumber yaitu: Buku, Jurnal, media masaa, dll. Data yang diperoleh kemudian
dianalisis menggunakan teknik Miles dan Huberman, yakni mengumpulkan data,

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 2 (2021), pp. xx-xx

214

coding agar mempermudah proses analisis , dan penarikan kesimpulan. Hasil
penelitian menjelaskan bahwa pentingnya peran psikologi agama terhadap
kesehatan mental remaja terutama remaja yang mengalami gangguan kesehatan
mental. Dengan adanya psikologi agama dapat meminimalisir fenomena yang sering
terjadi pada kesehatan mental masa remaja.
Kata kunci: Kesehatan mental, Remaja, Peran Psikologi Agama

Pendahuluan
Secara umum diketahui bahwa psikologi agama membahas tentang kejiwaan
yang berarti tentang fikiran, perasaan,dan tindakan. Ketiga hal tersebut dapat dilihat
dari perilaku dan sikap manusia. Ilmu psikologi merupakan cabang ilmu yang
mutlak. Para ahli mengemukakan bahwa ilmu psikologi ini berarti ilmu yang
membahas tentang masalah-masalah yang berkaitan dengan kehidupan batin yang
paling dalam yang berarti agama. Dimana kemudian para ahli menekuni kajian
tertentu tentang kesadaran beragama dan tingkah laku sesuai agama.
Psikologi agama ini terdiri dari dua kata yaitu psikologi dan agama. Psikologi
berarti kajian yang membahas tentang perilaku dan pengamalan manusia dalam
bertindak, sedangkan Agama berarti sistem kepercayaan yang membenarkan cara
untuk melakukan suatu tindakan. Oleh sebab itu, psikologi agama ialah cabang ilmu
psikologi yang mempelajari tentang ilmu jiwa yang erat kaitannya dengan sikap,
tingkah laku dan tindakan yang sesuai dengan keagamaan. Dengan kata lain, berarti
untuk mempelajari tingkah laku keagamaan dilakukan melalui pendekatan psikologi
(Lubis.L.T, 2019). Psikologi agama sebagai disiplin Ilmu otonom memiliki ruang
lingkup pembahasan sendiri. Psikologi agama memfokuskan kajiannya pada agama
yang sesuai dengan budaya tersendiri. Jadi, psikologi agama ini mempelajari
kesadaran beragama yang pengaruhnya terlihat dalam tingkah lakunya di
kehidupannya.
Psikologi agama merupakan salah satu bukti adanya perhatian khusus para ahli
psikologi terhadap peran agama dalam kehidupan kejiwaan manusia. Pendapat
ekstrim menunjukkan betapa agama dinilai sebagai bagian dari kehidupan pribadi
manusia yang erat kaitannya dengan gejala-gejala psikologis (Jalaluddin, 2003).
Agama memang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia, pengingkaran

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 2 (2021), pp. xx-xx

215

manusia terhadap agama agaknya dikarenakan faktor-faktor tertentu baik yang
disebabkan oleh kepribadian maupun lingkungan. Untuk menutupi ataupun
meniadakan dorongan-dorongan dan rasa keagamaan tampaknya sulit dilakukan.
Manusia mempunyai unsur batin yang cenderung mendorong untuk tunduk kepada
zat yang lebih tinggi. Hal ini merupakan bagian dari faktor intern manusia yang
dinamakan pribadi (self) atau hati nurani (conciense of man).
Berbagai macam isu yang banyak di perbincangkan mengenai kesehatan
mental. Kesehatan mental terdiri dari dua kata yaitu Mental Hygiene, yaitu disiplin
ilmu yang meneliti kesehatan jiwa yang fokus utamanya manusia karena menjadi
objek materi dan masalah-masalah atau berbagai persoalan yang dihadapi menjadi
objek formalnya. Kemampuan seseorang untuk membentuk dan mempertahankan
hubungan interpersonal yang positif, berpartisipasi dalam lingkungan sosial
budayanya, mengatur, mengenali, mengakui, dan mengomunikasikan pemikiran
dan tindakan yang konstruktif, serta mengendalikan emosinya merupakan indikasi
kesehatan mentalnya. Kesehatan mental ini bukanlah entitas yang mandiri.
Dalam kehidupan sehari-hari manusia pastilah memiliki masalah dalam hidup.
Sehingga masalah tersebut menjadi beban pikiran setiap orang. Beban itu akan
menumpuk hingga menyerupai gunung, yang akan menjadi masalah bagi mental,
pikiran atau jiwa orang tersebut. Masalah kehidupan sehari-hari yang dialami
masyarakat juga semakin meningkat seiring berjalannya waktu. Kegiatan sehari-hari
penuh dengan tantangan yang mempengaruhi setiap area dan bagian dari
keberadaan seseorang. Manusia banyak mengalami stress, depresi, kecemasan,
prasangka negatif, ketegangan jiwa, dan berbagai penyakit kejiwaan, agresivitas
ekstrim hingga bunuh diri hal ini merupakan implementasi dari derasnya masalah
hidup.
Dampak dari munculnya berbagai problematika yang dihadapi, para ahli
berusaha menemukan jalan keluar supaya dapat terhindar dari berbagai tekanan.
Bermacam cara dilakukan untuk mengurangi tingkat depresi yang dihadapi. Tetapi
semua itu tidak sebanding dengan beratnya problematika kehidupan yang
berdatangan. Akhirnya di tengah-tengah masyarakat tetap banyak muncul kasus

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 2 (2021), pp. xx-xx

216

gangguan kejiwaan yang terjadi. Dalam kehidupan bermasyarakat, masalah mental
atau kejiwaan masih mendapatkan stigma (pandangan) yang tidak baik.
Seseorang yang mengalami masalah dengan mental atau kejiwaannya akan
dianggap negatif dan berakhir pada masyarakat yang menjauhi orang tersebut atau
dengan kata lain dikucilkan. Padahal di era milenial seperti saat ini persoalan
kesehatan mental bukanlah hal yang tabu untuk dibicarakan lagi. Banyaknya orang
yang terkena gangguan mental, seharusnya ini menjadi pengingat bahwa itu hal yang
berbahaya karena kasat mata, tidak bisa dilihat langsung seperti penyakit fisik yang
dialami orang. Oleh karena itu, kita alangkah baiknya senantiasa menjaga kesehatan
mental supaya tetap stabil.
Hubungan antara kejiwaan dan agama dalam kaitannya dengan hubungan
antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa, terletak pada sikap dan
penyerahan diri seseorang terhadap suatu kekuasaan yang maha tinggi. Sikap
penyerahan dan pasrah tersebut akan menimbulkan sikap optimis pada seseorang
sehingga muncul perasaanperasaan positif terhadap Tuhan. Sikap yang demikian
merupakan bagian dari kebutuhan asasi manusia sebagai makhluk yang bertuhan.
Dalam kondisi yang demikian manusia pada kondisi kodratinya, sesuai dengan fitrah
kejadiannya, sehat jasmani dan rohani.
Dalam pembentukan kesehatan jiwa, agama mempunyai peranan yang sangat
penting, karena agama dapat mengurangi atau menghilangkan faktor-faktor yang
menyebabkan terjadinya gangguan kejiwaan atau dengan kata lain agama
mempunyai daya preventif terhadap gangguan kejiwaan, agama juga dapat
membantu dalam mengembalikan gangguan kejiwaan atau bersifat kuratif dan
selanjutnya agama bersifat konstruktif. Secara sederhana peran agama dalam
pembentukan kesehatan jiwa biasanya orang yang terganggu karena gelisah, cemas,
kecewa sangat menyesal dan sebagainya. Perasaan-perasaan tersebut seringkali
membawa kepada bermacam-macam gejala kejiwaan yang lebih berat, hal tersebut
dapat terselesaikan apabila seseorang itu mempunyai keyakinan beragama dan
mampu memanfaatkan keyakinan itu dalam hidupnya (Jalaluddin, 2003).
Umur remaja adalah umur yang penting mendapat pengertian dan perhatian
orang dewasa, terutama orang tua dan guru. Umur remaja itu penuh dengan berbagai
problema dan masalah-masalah yang jika tidak teratasi selama mereka remaja itu

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 2 (2021), pp. xx-xx

217

akan dapat menyebabkan mereka memasuki umur dewasa dengan berbagai
kesukaran dan kegoncangan, yang mungkin saja tidak akan pernah terselesaikan.
Agama atau religi merupakan bagian yang cukup penting dalam jiwa remaja.
Sebagian orang berpendapat bahwa moral dan religi dapat mengendalikan tingkah
laku anak yang beranjak pada usia remaja sehingga mereka tidak akan melakukan
hal-hal yang merugikan kepada masyarakat atau bertentangan dengan norma-norma
agama. Di sisi lain tidak adanya moral atau religi seringkali dituding sebagai
penyebab meningkatnya kenakalan remaja di lingkungan masyarakat.
Banyak perbedaan individu tentang gambaran perkembangan remaja terutama
kepada Tuhan, namun ada satu hal yang mereka sepakati, yaitu mereka telah
menjauhkan gambaran-gambaran lahiriyah dan personifikasi tentang Allah dan
mereka lebih mementingkan tentang gambaran spiritual daripada bentuk rupa dan
kegiatankegiatannya. Hal ini mencakup semua pemikiran remaja, kecuali yang
terbelakang kecerdasannya. Di sini terlihat erat hubungan antara gambaran agama
dengan pertumbuhan kecerdasan remaja.
Perasaan remaja terhadap Tuhan, baik yang terang-terangan dikemukakan rasa
cintanya, takut atau benci, hal itu adalah perasaan yang kompleks, yang terdiri dari
unsurunsur yang berlawanan dan berinteraksi satu sama lainnya. Kadang terlihat
suatu keadaan jiwa tertentu pada remaja, yaitu perasaan maju mundur dalam
beriman. Hal ini yang menyebabkan perasaan agama yang sama kuatnya di setiap
waktu. Masa religius remaja tidak sama tetapnya dengan orang-orang dewasa atau
dengan masa kanak-kanak.
Perasaan remaja terhadap Tuhan bukanlah perasaan yang tetap, akan tetapi
suatu perasaan yang bergantung kepada suatu keadaan perubahan emosi yang sangat
cepat. Kebutuhan akan Tuhan kadang-kadang tidak terasa apabila jiwa mereka
dalam keadaan aman dan tentram. Sebaliknya pula Tuhan akan sangat dibutuhkan
apabila keadaan perasaan remaja sedang gelisah dan goncang, menghadapi bahaya,
ketika takut atau karena perasaan berdosa dalam dirinya. Dalam hal ini remaja
menganggap dengan melaksanakan kegiatan-kegiatan keagamaan dapat mengurangi
perasaan-perasaan tersebut. Dengan kata lain kuatnya gelombang rasa keagamaan
merupakan usaha dan untuk menenangkan kegoncangan jiwa yang sewaktu-waktu
akan timbul.

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 2 (2021), pp. xx-xx

218

Dalam pandangan ilmu jiwa modern, remaja adalah fase perkembangan alami.
Seorang remaja tidak akan menghadapi krisis apapun selama perkembangan tersebut
dilaluinya secara wajar dan alami, sesuai dengan kecenderungan-kecenderungan
remaja yang bersifat emosional dan sosial. Persoalan paling signifikan yang dihadapi
seorang remaja dalam kehidupannya seharihari, dan yang menyulitkannya
melakukan adalah adaptasi dengan sehat, ialah hubungan remaja dengan orang-
orang yang lebih dewasa, terutama orang tua, dan perjuangannya secara bertahap
untuk bisa membebaskan diri dari dominasi mereka agar sampai pada level orang-
orang dewasa. Itulah angan-angan dan obsesi pertama seorang remaja, tetapi ia tahu,
bahwa cara bergaulnya tidak sesuai dengan kematangan yang telah ia capai dan
perubahan yang baru terjadi (Darajat, 1975). Dengan demikian, melihat problem
yang kerap terjadi yang dapat merusak kesehatan mental remaja maka diperlukan
adanya peran psikologi agama untuk menjaga kesehatan mental remaja. Sejalan
dengan itu, peneliti menguraikan beberapa hal yang berkaitan dengan peran
psikologi agama terhadap kesehatan mental remaja melalui pelbagai sumber rujukan
yang dapat dijadikan sebagai literasi bagi semua orang akan pentingnya psikologi
agama dalam menjaga kesehatan mental remaja.

Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kepustakaan atau Library
Research. Menurut Mardalis, penelitian kepustakaan adalah studi yang digunakan
dalam rangka mengumpulkan informasi dan data melalui berbagai sumber
diantaranya adalah jurnal, buku, dokumen, majalah, sumber sejarah, dan lain
sebagainya (Mardalis, 1999). Senada dengan Mardalis, menurut Nazir penelitian
kepustakaan dilakukan dengan cara mengumpulkan data terlebih dahulu melalui
berbagai sumber, selanjutnya melakukan analisis terhadap buku, literatur, catatan,
dan sumber lainnya dengan cara memecahkan masalah yang dibahas di dalam
sumber tersebut (Nazir, 1988). Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa penelitian
kepustakaan merupakan proses meneliti dengan mengumpulkan data atau informasi
dalam bentuk sumber material seperti buku, jurnal, artikel, sumber sejarah dan
sebagainya untuk kemudian diolah dan dilakukan analisis data.

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 2 (2021), pp. xx-xx

219

Langkah-langkah penelitian yang dilakukan dalam studi kepustakaan menurut
Kulthau dalam Mirzaqon dan Purwoko meliputi: pemilihan topik, mencari
informasi, Menentukan fokus penelitian, mengumpulkan data dari berbagai sumber,
Penyajian data yang sudah ada, melakukan analisis, lalu menyusun laporan
penelitian (Abdi Mirzaqon, 2017).
Oleh karena itu dalam penelitian ini, langkah-langkah yang dilakukan adalah
mengumpulkan data dari berbagai sumber, yaitu buku, jurnal, media massa dan lain-
lain yang berkaitan dengan konsep kesehatan mental remaja perspektif Islam.
Selanjutnya dilakukan coding berdasarkan tema yang ditentukan agar mempermudah
dalam proses analisis. Kemudian menginterpretasikan temuan-temuan baru dari
berbagai literatur hingga dapat ditarik kesimpulan.

Hasil dan Pembahasan
Kesehatan Mental
Menurut (Knopf, D., Park, M.J., & Mulye, 2008), "kesehatan mental" adalah
kemampuan untuk berhasil melakukan proses mental seseorang agar terlibat dalam
kegiatan produktif, menjaga hubungan yang memuaskan dengan orang lain, dan
maju melalui tantangan. Menurut WHO (2014) mendefinisikan kesehatan mental
sebagai keadaan di mana seseorang mampu mewujudkan potensinya, mengatasi
tantangan sehari-hari, terlibat dalam pekerjaan yang bermakna, dan memberikan
kembali kepada komunitasnya.
Kondisi yang dikenal sebagai penyakit mental berdampak pada pikiran,
perasaan, dan suasana hati seseorang. Selain itu, penyakit mental berdampak pada
kapasitas seseorang untuk terlibat dengan orang lain dan melakukan tugas sehari-
hari (NAMI, 2015).
Kecemasan, depresi, gangguan hiperaktif defisit perhatian, dan masalah
perilaku adalah beberapa contoh penyakit kesehatan mental (Lawrence D, Johnson
S, Hafekost J, Boterhoven DHK, 2015). Penyakit mental yang paling banyak
menyerang remaja, menurut (Knopf, D., Park, M.J., & Mulye, 2008), adalah depresi,
gangguan kecemasan, gangguan perhatian defisit hiperaktif, dan penggunaan
narkoba. Jika seseorang tidak memiliki ketahanan mental dan spiritual yang kuat,

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 2 (2021), pp. xx-xx

220

maka akan semakin sulit bagi mereka untuk mencegah berkembangnya penyakit
mental. Agama merupakan salah satu faktor yang dapat memperkuat pertahanan
seseorang terhadap kesehatan mental. Agama memiliki pengaruh yang signifikan
dalam pembentukan cita-cita moral karena nilai-nilai tersebut bersifat abadi dan
universal. Ketika dihadapkan pada suatu pilihan, seseorang akan mendasarkan
keputusannya pada prinsip-prinsip moral yang bersumber dari agama. Agama
memiliki andil dalam kesehatan mental, dan seseorang akan mempertahankan cita-
cita moral yang telah tertanam dalam hati nuraninya di mana pun mereka berada
atau dalam situasi apa pun (Bukhori, 2006).
Membangun kapasitas untuk berpikir positif diperlukan untuk meningkatkan
kesehatan mental. Sejumlah penelitian menunjukkan efek menguntungkan dari
agama pada gangguan psikologis yang merugikan seperti stres dan ketegangan
psikologis (Surayya Hayatussofiyyah, 2017). Abdul Mujib, yang mendukung sudut
pandang tersebut, menyatakan bahwa ada dua keuntungan menjalankan psikologi
agama, khususnya doa dan zikir bagi kesehatan manusia: terdapat dua manfaat yaitu
zikir sebagai terapi, pertama zikir dapat mengingat dan membantu seseorang
mendapatkan kembali kesadaran yang hilang karena dzikir memungkinkan
seseorang untuk mengingat kembali hal-hal yang tersembunyi di dalam hati
seseorang. Dzikir juga dapat berfungsi sebagai pengingat bahwa hanya Allah SWT
yang mampu menciptakan dan menyembuhkan penyakit, yang memungkinkan
untuk merekomendasikan pengobatan. Selanjutnya, melakukan zikir kedua hal ini
sama nilainya dengan terapi rileksasi (relaxtion therapy), yaitu suatu bentuk terapi
dengan menekankan upaya mengantarkan pasien bagaimana cara ia harus
beristirahat dan bersantai (Mujib, Abdul & Mudzakir, 2001). Kesehatan mental yang
terganggu dapat menyebabkan sesorang menjadi tidak produktif.

Remaja
Manusia merupakan mahluk hidup ciptaan Allah SWT yang paling sempurna
dibandingkan yang lainnya. Perkembangan dan pertumbuhan manusia memiliki
keunikan dan keragaman yang berbeda, baik rupa, warna kulit, watak dan lain
sebagainya khususnya pada masa remaja (Mujib, Abdul & Mudzakir, 2001).

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 2 (2021), pp. xx-xx

221

Masa remaja merupakan masa peralihan dari masa kanak-kanak ke masa
dewasa yang melalui proses pertumbuhan dan perkembangan menuju masa dewasa.
Perubahan tersebut baik berupa fisik, psikis dan psikososial. Dalam bahasa
Indonesia, masa pubertas dikenal dengan masa pubertas. Rasulullah mengatakan
bahwa dalam masa remaja ini telah dibebani kewajiban untuk menjalankan syariat
Islam dengan ditandai dengan baligh yang apabila ditinggalkan berdosa. Pada usia
remaja telah memiliki kesadaran penuh tentang dirinya (Yuhani’ah, 2022).
Masa remaja berada pada rentang usia kurang lebih 12-21 tahun untuk tahap
usia wanita dan 13 sampai 22 tahun untuk laki-laki. Masa remaja merupakan masa
progresif. Sejalan dengan perkembangan jasmani dan rohani, maka agama
menyangkut salah satu dari perkembangan tersebut.
Menurut W Starbucks, perkembangan pada remaja berkaitan dengan
perkembangan jasmani dan rohani diantaranya ialah:
1. Perkembangan pikiran dan mental
2. Perkembangan pikiran
3. Perkembangan social
4. Perkembangan moral
5. Perkembangan tingkah laku dan minat
6. Perkembangan ibadah
Kebutuhan akan agama tidak hanya pada remaja, akan tetapi hal tersebut
sudah ada sejak lahir. Kurang terpenuhinya agama seseorang dapat menyebabkan
kekeliruan, kesalahpahaman dan lainnya sebagai akibat tidak mempunyai dasar
keagamaan, apalagi pada masa ini ditandai dengan tingkat hormon yang belum
stabil.
Oleh sebab itu penanaman nilai-nilai sangat diperlukan. Banyak hal-hal yang
ditemukan pada masa ini untuk dijauhi. Hal tersebut tentunya sangat bertentangan
dengan pengetahuan dan keyakinan yang didapatkan dengan praktek masyarakat di
lingkungan sekitar.
Perkembangan dan pertumbuhan pada masa remaja terjadi begitu cepat
sehingga banyak yang menimbulkan kecemasan, kekhawatiran dan goncangan
emosi. Dan mirisnya lagi banyak terjadi keraguan terhadap agamanya, disebabkan
kekecewaan ataupun cobaan yang mungkin dihadapinya. Jadi tidak dapat dipungkiri

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 2 (2021), pp. xx-xx

222

jika ditemui remaja yang terkadang melakukan ibadah sangat rajin dan terkadang
pula jarang. Hal tersebut terjadi akibat iman yang naik turun. Perasaannya dalam
beribadah bergantung pada perubahan emosi yang dialaminya. Kebutuhan akan
tuhan sangat kuat apabila ia mengalami kegagalan, kecemasan, kesedihan ataupun
dosa dan sebaliknya ia lupa akan beribadah ketika sedang mendapatkan nikmat
bahagia.
Setiap orang menginginkan masa remaja berjalan lancar dan ceria karena masa
remaja merupakan salah satu tahapan terpenting dalam perkembangan eksistensi
manusia. Namun, jelas bahwa mengingat banyaknya masalah yang berkembang
selama masa remaja, karena pada masa remaja ini keadaannya tidak mudah untuk
dicapai. Terbentuknya depresi adalah salah satu masalah yang muncul selama masa
remaja dan dapat disebabkan oleh beberapa hal, termasuk hubungan orang tua yang
kurang harmonis dan kejadian masa kecil yang banyak mengalami trama dan
kurangnya ikatan hubungan antara teman sebaya (Santrock, 2003).
Bagi orang tua dan remaja yang terlibat, masa remaja adalah peralihan dari
masa kanak-kanak ke masa dewasa, masa yang penuh dengan masalah
perkembangan yang rumit (Hidayat, 2013). Pembentukan mental seorang anak
dibentuk oleh beberapa faktor termasuk keluarga, sekolah, dan teman bermain.
Banyak orang yang berprofesional berpikir bahwa keluarga bermasalah adalah faktor
utama dalam perkembangan masalah emosional anak, yang dapat mengakibatkan
masalah sosial jangka panjang (Siegel, J. & Welsh, 2011).
Anak-anak lebih cenderung terlibat dalam perilaku yang tidak diinginkan
secara sosial, seperti kekerasan dan masalah perilaku eksternal lainnya, ketika orang
tua diabaikan atau kebutuhan mereka tidak terpenuhi secara tepat (Verlaan, P., &
Schwartzman, 2002). Sebagian besar waktu, orang tua pelaku remaja gagal
menghargai perilaku baik anak-anak mereka sejak usia dini. Akibatnya, sampai anak
mereka mencapai pubertas, orang tua ini tidak memberikan kontribusi aktif untuk
pertumbuhan mereka. Anak-anak juga sering dianiaya dan mendapatkan perlakuan
kekerasan di dalam rumah.
Secara teoritis, tindakan kekerasan fisik, emosional, atau seksual yang
dilakukan oleh mereka yang bertanggung jawab atas pengasuhan anak dapat disebut

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 2 (2021), pp. xx-xx

223

sebagai tindakan kekerasan terhadap anak. Kehilangan dan ancaman terhadap
kesehatan dan kesejahteraan anak mengarah pada tindakan melukai.
Faktor lingkungan dan psikologis memainkan dua peran dalam mencegah dan
memicu perilaku berbahaya pada masa remaja. Jika keluarga dapat menurunkan
risiko anak melakukan perilaku menyimpang maka lingkungan keluarga yang
merupakan salah satu komponen faktor lingkungan akan berperan sebagai faktor
pelindung. Sebaliknya, keluarga yang melakukan kekerasan terhadap anak akan
menjadi faktor pemicu keterlibatan anak dalam kenakalan (Nindya, P. N., & R.,
2012).

Psikologi Agama dalam Kesehatan Mental
Dalam pembahasan psikologi agama menjelaskan bahwa terapi agama dalam
perspektif psikologi agama sejalan dengan konsep kesehatan mental dalam
penyembuhan gangguan jiwa (neurose) atau gejala-gejala penyakit jiwa (psychose)
yakni terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh antara fungsi kejiwaan dan
terciptanya penyesuaian diri antara sesama manusia dan lingkungannya yang
berlandaskan keimanan dan ketaqwaan, serta memiliki tujuan untuk mencapai hidup
yang bermakna dalam masyarakat. Dalam hal ini agama sebagai dasar pembinaan
kesehatan mental dimana orang-orang yang menganut agama dan mengaplikasikan
konsep ajaran agamanya dalam kehidupan masyarakat serta menjadikannya sebagai
sumber dalam kehidupan mereka. Perlu dipahami bahwa terapi agama berfungsi
mengatasi problematika psikis manusia sebagai kerangka acuan yang dipergunakan
dalam membina, memberdayakan atau pengembangan psikis individu dengan
mengacu kepada kitab suci dan aspek-aspek kejiwaan manusia.
Eksistensi manusia dan agama tampak terkait erat. Penentangan manusia
kepada agama terjadi dikarenakan adanya beberapa faktor tertentu yang dapat
diakibatkan dari kepribadian maupun lingkungan. Namun untuk menutupi atau
mengingkari sama sekali dorongan keagamaan tampaknya sulit dilakukan, karena
adanya unsur batin dalam diri manusia yang cenderung mendesaknya untuk tunduk
kepada Zat yang gaib. Padahal, menurut (Ariadi, 2019), ketundukan ini merupakan

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 2 (2021), pp. xx-xx

224

komponen internal manusia dalam psikologi kepribadian yang dikenal dengan
personalitas (self) atau hati nurani (conscience of man).
Ilmu untuk meningkatkan kesehatan mental, sering dikenal sebagai "mental
hygiene", berisi seperangkat prinsip, aturan, dan prosedur. Seseorang yang secara
konsisten merasa nyaman, tenang, dan aman baik secara mental maupun spiritual
atau hatinya adalah orang yang sehat secara mental. Masalah kesehatan jiwa,
menurut pendapat H.C. Witherington, menggabungkan ide dan konsep dari ilmu
psikologi, kedokteran, psikiatri, biologi, sosiologi, dan agama (Hamid, 2017).
Faktor internal dan eksternal mempengaruhi kesehatan mental seseorang.
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri seseorang seperti sifat,
bakat, keturunan dan sebagainya. Faktor eksternal adalah faktor yang berada di luar
diri orang tersebut, seperti lingkungan serta keluarga. Faktor eksternal lain yang
mempengaruhi seseorang seperti hukum, politik, sosial budaya, agama, pekerjaan
dan sebagainya. Faktor eksternal yang baik dapat menjaga mental sehat seseorang,
namun faktor eksternal yang buruk berpotensi menimbulkan pola pikir yang tidak
sehat (Ariadi, 2019).
Kesehatan mental seseorang dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal
dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi hal-hal seperti dari dalam diri
seseorang, sifat, keterampilan, genetika, dan lain sebagainya. Sedangkan faktor
eksternal adalah sebaliknya yaitu dari luar diri seseorang, seperti lingkungan dan
keluarga. Lain dari faktor internal yaitu faktor luar lain yang mempengaruhi
seseorang antara lain hukum, politik, sosial budaya, agama, dan pekerjaan. Faktor
eksternal yang positif dapat mendukung kesehatan mental, tetapi pengaruh eksternal
yang negatif memiliki kemampuan pola pikir yang kurang sehat (Ariadi, 2019).
Dalam konteks ini, psikologi Agama mengemukkan ada empat hal penyebab
manusia berkelakukan agama dalam upaya menghilangkan problematika psikis yang
dialami, yaitu sebagai berikut:
1. Agama Sebagai Sarana Peran
Agama sebagai sarana peran enjaga kesusilaan setiap agama dalam
mengajarkan bentuk-bentuk dan nilai-nilai bagi kehidupan masyarakat, nilai-nilai ini
yang dijadikan acuan dan petunjuk bagi manusia. Ramayulis mengutip pendapat

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 2 (2021), pp. xx-xx

225

Mc. Quire, mengungkapkan bahwa sistem nilai yang berdasarkan agama dapat
memberi pedoman bagi individu dan masyarakat. Sistem nilai tersebut dalam bentuk
keabsahan dan kebenaran dalam kehidupan individu dan masyarakat.(Ramayulis,
2003) Agama dalam menjaga tata tertib dan kesusilaan masyarakat mempunyai
otoritas formal dan sangsi hukum untuk mencapai kebutuhan dasar yang berkenaan
dengan dunia supraempiris. Dalam skala evaluatif nilai-nilai religius dirumuskan
dalam bentuk kaidah-kaidah moral dengan jangkauan yang membentang paling jauh
dan paling dalam. Yang menjangkau daerah-daerah kejiwaan yang paling dasar,
yaitu hati nurani manusia yang merupakan norma proxima dari tindakan kongkret
dalam semua bidang kehidupan. Jika kaidah-kaidah moral itu dipercaya dan
diterima, berasal dari Tuhan. Maka nilai-nilai itu menjadi jaminan dalam menjaga
kesusilaan dalam masyarakat.
Agama dan moral merupakan dua unsur yang penting dalam menjaga
kesusilaan dan ketertiban masyarakat. Nico Syukur Dister menulis bahwa intensi
agama ialah bergaul dengan Tuhan. Pergaulan dengan Allah itu tidaklah sama
dengan hidup berperikemanusian. Selanjutnya dijelaskan bahwa nilai-nilai moral itu
bersifat otonom, artinya nilai-nilai seperti keadilan, kejujuran, kesadaran, keteguhan
hati berlaku juga andai kata Allah tidak ada (Dister, 1982). Dengan demikian,
seseorang tidak bisa hidup disisi Tuhan bila kenyataannya bahwa hidupnya tidak
sesuai dengan norma-norma agama. Manusia wajib hidup bermoral menjaga
kesusilaan demi untuk Allah dan dirinya sendiri yaitu dengan mendengar atau
perantaraan suara hatinya sendiri, karena suara hati itu tidak pernah bohong.

2. Agama Sebagai Sarana Pemuas Intelektual Manusia
Tentu sebagai makhluk berakal memiliki rasa ingin tahu yang sangat tinggi,
tapi kadang-kadang akal manusia tidak bisa memberikan jawaban yang memuaskan
atas pertanyaan yang menyelimuti pemikirannya. Peranyaan-pertanyaan mendasar
bagi manusia adalah: Dari mana manusia datang? Apa tujuan manusia hidup di
dunia ini? Mengapa manusia ada? Dan kemana akhirnya manusia kembali setelah
mati? Ditengah kebimbangan itu manusia mencari agama untuk memperoleh
jawaban untuk mengatasi kesulitan-kesulitan intelektual kognitif ini, sejauh
disebabkan kesukaran itu dilatarbelakangi dan diresapi oleh keinginan eksistensial

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 2 (2021), pp. xx-xx

226

dan psikologis. Menurut Nico Syukur bahwa oleh keinginan dan kebutuhan manusia
akan orientasi dalam kehidupan untuk dapat menempatkan diri secara berarti dan
bermakna di tengah-tengah kejadian semesta alam (Dister, 1982).
Hidup ini hanya sementara dan akan berakhir lagi, dan seolah-olah hidup ini
hanya sia-sia saja. Ketidaktahuan manusia akan orientasi kehidupan ini dapat
ditemukan jawabannya dalam agama dengan penjelasan lebih rinci dan jelas. Dalam
konteks ini, agama memberikan pemuasan intelektual manusia yang tidak bisa
didapatkan dengan logika filsafat dan ilmu pengetahuan untuk mendapatkan
kesehatan mental.

3. Agama Sebagai Sarana Mengatasi Ketakutan
Secara umum tidak tenteram atau takut merupakan pengalaman emosional
yang dialami oleh seseorang ketika merasa takut, risau atau merasa terancam oleh
sesuatu yang tidak mudah ditentukan penyebab terjadinya. Perasaan-perasaan yang
dirasakan itu berawal dari perasaan takut (fear) yang muncul dari dalam dirinya,
ketakutan yang dirasakan seseorang itu termasuk kedalam ranah perasaan dengan
ciri-ciri tertentu yang dapat dilihat dari beberapa aspek. Dalam hal ini, Usman
Effendi mengutip pendapat E.B. Titchener yang mengemukan bahwa perasaan
mempunyai ciri-ciri, merupakan sebagai tanda bagi seseorang, yaitu sebagai berikut:
a. Perasaan dapat dilihat identitasnya yaitu kuat atau lemahnya perasaan itu
misalnya perasaan jengkel sekali, agak jengkel, sangat gembira, sedikit gembira
dan sebagainya.
b. Perasaan dapat dilihat kwalitasnya sehingga kita dapat membedakan perasaan
sedih dengan gembira, kecewa dengan takut, dan sebagainya.
c. Perasaan menghinggapi seseorang untuk suatu jangka waktu tertentu (duration)
ada perasaan yang sebentar hilang, tetapi ada pula perasaan yang bertahan lama.
Suatu perasaan yang sukar dihilangkan disebut persevensi (Praja, 1985).

4. Agama Sebagai Sarana Untuk Mengatasi Frustrasi
Hubungan antara agama sebagai keyakinan dan kesehatan mental, terletak
pada sikap penyerahan diri seorang terhadap kekuasaan Tuhan. Sikap ketundukan
seseorang pada kekuasaan yang lebih tinggi inilah yang menentukan kaitan antara

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 2 (2021), pp. xx-xx

227

agama sebagai keyakinan dan kesehatan jiwa. Seseorang dengan sikap ini akan ceria
dan mulai memiliki perasaan yang positif, kenikmatan, kesenangan, kesuksesan,
perasaan dicintai, dan rasa aman. Sikap emosi yang saat itu adalah salah satu
komponen keharusan akan hak asasi manusia sebagai makhluk yang beriman kepada
Tuhan. Oleh karena itu manusia dalam keadaan tenang dan teratur dalam kondisi
tersebut (Hamid, 2017).

Kesimpulan
Dalam penjelasan yang sudah dipaparkan sebelumnya ditarik kesimpulan
bahwa psikologi agama merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan yang
mengkaji tingkah laku manusia dalam kehidupannya atas dasar pengaruh keyakinan
pada agama yang dianutnya. Hal tersebut juga sesuai dengan fase pertumbuhan dan
perkembangan usia. Psikologi agama mempunyai peranan yang sangat urgent pada
kehidupan manusia terutama pada kehidupan remaja. Diketahui bahwa pada fase
ini merupakan fase peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, masa
transformasi dari secara jasmani maupun rohani. Pada fase usia remaja disini
psikologi agama berperan sangat penting dalam pembentukan jiwa remaja terutama
dalam keagamaannya. Pada fase remaja ditandai dengan banyak faktor yang
mempengaruhi keagamaannya diantaranya seperti: hati nurani, pertumbuhan dan
perkembangan, emosi, pikiran, mental pikiran beragama, lingkungan, dan
perkembangan moral serta lain sebagainya.

Daftar Referensi
Abdi Mirzaqon, dan B. P. (2017). tudi Kepustakaan Mengenai Landasan Teori Dan
Praktik Konseling Expressive Writing Library. Jurnal BK UNESA.
Ariadi, P. (2019). Kesehatan Mental dalam Perspektif Islam. Jurnal Kedokteran Dan
Kesehatan.
Bukhori, B. (2006). Kesehatan Mental Mahasiswa Dari Religiusitas dan
Kebermaknaan Hidup. Psikologika.
Darajat, Z. (1975). Pembinaan Remaja (B. Bintang (ed.)).
Dister, N. S. (1982). Pengalaman dan Motivasi Beragama, Pengantar Psikologi Agama
(Leppenas (ed.)).

Al-Isyraq: Jurnal Bimbingan, Penyuluhan, dan Konseling Islam
Vol. 4, No. 2 (2021), pp. xx-xx

228

Hamid, A. (2017). gama dan kesehatan mental dalam perspektif psikologi agama.
Healthy Tadulako Journal (Jurnal Kesehatan Tadulako).
Hidayat, D. R. dan H. (2013). Bimbingan Konseling Kesehatan Mental Di Sekolah. (P.
R. Rosdakarya (ed.)).
Illness, N. A. of M. (2015). Mental Health Condition.
https://www.nami.org/LearnMore/Mental-Health-Conditions.
Jalaluddin. (2003). psikologi agama (R. G. Persada (ed.)).
Knopf, D., Park, M.J., & Mulye, T. P. (2008). The Mental Health of Adolescents: A
National Profile, 2008.
Lawrence D, Johnson S, Hafekost J, Boterhoven DHK, et al. (2015). The mental
health of children and adolescents. Report on the second Australian Child and Adolescent
Survey of Mental health and Wellbeing (Canberra (ed.)).
Lubis.L.T, D. (2019). Peningkatan Kesehatan Mental Anak dan Remaja Melalui
Ibadah Keislaman. Al-Hikmah:Jurnal Agama Dan Ilmu Pengetahuan.
Mardalis. (1999). Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal (B. Aksara (ed.)).
Mujib, Abdul & Mudzakir, J. (2001). Nuansa-Nuasa Psikologi Islam (P. R. G. Persada
(ed.)).
Nazir. (1988). Metode Penelitian (G. Indonesia (ed.)).
Nindya, P. N., & R., M. (2012). Hubungan Kekerasan Emosional pada Anak
terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja. Jurnal Psikologi Klinis Dan
Kesehatan Mental.
Praja, U. E. dan J. S. (1985). pengantar Psikolog (Angkasa (ed.)).
Ramayulis. (2003). Psikologi Agama (C. V. Kalam Mulia (ed.)).
Santrock, J. W. (2003). Adolescence Perkembangan Remaja (terjemahan: Shinto B. A. &
Sherly S) (Erlangga (ed.)).
Siegel, J. & Welsh, B. (2011). Juvenile Delinquency The Core (Wadsworth (ed.)).
Surayya Hayatussofiyyah, H. F. N. & R. (2017). Efektivitas Terapi Kognitif Perilaku
Religius Untuk Menurunkan Depresi Pada Remaja. Jurnal Psikoislamedia.
Verlaan, P., & Schwartzman, A. E. (2002). Mother’s and Father’s Parental
Adjustment: ToEksternalising Links Behavior Problem in Sons and Daughters.
The International Journal of BehavioralDevelopment.
Yuhani’ah, R. (2022). Psikologi Agama Dalam Pembentukan Jiwa Agama Remaja.
Jurnal Kajian Pendidikan Islam.