Jurnal Ners Universitas Pahlawan ISSN 2580-2194 (Media Online)

Jurnal Ners Volume 7 Nomor 2 Tahun 2023 Halaman 1894 – 1908
JURNAL NERS
Research & Learning in Nursing Science
http://journal.universitaspahlawan.ac.id/index.php/ners

GAMBARAN SELF CARE MANAGEMENT PADA PASIEN HIPERTENSI DI
WILAYAH KERJA PUSKESMAS PUTRI AYU
KOTA JAMBI

Miftahur Rohmah
1
, Nurhusna
2
, Putri Irwanti Sari
3

1,2,3
Program Studi Keperawatan, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Jambi
[email protected]

Abstrak
Hipertensi merupakan penyakit tidak menular yang menjadi penyebab utama kematian di seluruh dunia. Self
care Management pada pasien hipertensi ini dibagi menjadi 5 perilaku pengelolaan yaitu patuh diet, aktivitas
fisik, kontrol stress, membatasi konsumsi alkohol serta berhenti merokok. Penelitian ini adalah untuk
mengidentifikasi self care management pada pasien hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Putri Ayu Kota
Jambi. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian deskriptif menggunakan
pendekatan cross sectional. Populasi penelitian ini 944 pasien hipertensi dan diambil sampel menggunakan
cara probability sampling dengan metode cluster random sampling dan didapatkan 281 responden. Hasil
penelitian ini didapatkan indikator integrasi diri yang cukup (38,1%), regulasi diri yang cukup (53,7%),
interaksi dengan tenaga kesehatan dan lainnya dengan kategori baik (49,1%), pemantauan tekanan darah
dalam kategori cukup (48,8%), kepatuhan terhadap aturan yang dianjurkan dengan kategori baik (45,2%),
berdasarkan 5 indikator self care management dengan kategori cukup (54,4%). Kesimpulannya self care
management pasien hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi paling banyak berada pada
kategori cukup-baik. Diharapkan penderita hipertensi dapat melakukan manajemen diri dengan baik dengan
melakukan pemeriksaan darah dan konsumsi obat hipertensi secara rutin serta menerapkan pola hidup sehat.
Kata Kunci: Hipertensi, Integrasi diri, Regulasi diri, Self care management

Abstract
Hypertension is a non-communicable disease that is the leading cause of death worldwide. Self care
management in hypertensive patients is divided into 5 management behaviors, namely adherence to diet,
physical activity, stress control, limiting alcohol consumption and quitting smoking. This study is to identify
self-care management in hypertensive patients in the working area of Putri Ayu Health Center Jambi City.
This research is a quantitative research with a type of descriptive research using a cross sectional approach.
The population of this study was 944 hypertensive patients and was sampled using probability sampling
method with cluster random sampling method and obtained 281 respondents. The results of this study
obtained indicators of sufficient self-integration (38.1%), sufficient self-regulation (53.7%), interaction with
health workers and others with good categories (49.1%), blood pressure monitoring in the sufficient category
(48.8%), compliance with recommended rules with good categories (45.2%), based on 5 indicators of self
care management with sufficient categories (54.4%). In conclusion, self-care management of hypertensive
patients in the working area of the Putri Ayu Health Center in Jambi City is mostly in the moderate-good
category. It is expected that people with hypertension can do good self-management by doing blood tests and
consuming hypertension drugs regularly and applying a healthy lifestyle.
Keywords: Hypertension, Self-integration, Self-regulation, Self care management


@Jurnal Ners Prodi Sarjana Keperawatan & Profesi Ners FIK UP 2023

 Corresponding author :
Address : Jambi
Email : [email protected]


Phone : 081542644181

1895| GAMBARAN SELF CARE MANAGEMENT PADA PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PUTRI AYU KOTA JAMBI
Jurnal Ners Universitas Pahlawan ISSN 2580-2194 (Media Online)

PENDAHULUAN
Hipertensi merupakan penyakit tidak
menular (PTM) yang menjadi penyebab utama
kematian di seluruh dunia. Hipertensi adalah
gangguan pada pembuluh darah yang menghalangi
aliran darah ke jaringan tubuh yang membutuhkan
oksigen dan nutrisi melalui darah. Hipertensi
seringkali asimtomatik dan sering disebut sebagai
silent killer (Sarumaha & Diana, 2018). Hipertensi
atau tekanan darah tinggi adalah suatu keadaan
dimana tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan
atau tekanan darah diastolik ≥90 mmHg
(Kemenkes RI, 2013).
Data catatan Badan Kesehatan Dunia /
World Health Organization (WHO) pada tahun
2019, diperkirakan sebanyak 1,28 milyar orang di
dunia menderita hipertensi pada orang dewasa
berusia 30-79 tahun (World Health Organization,
2021). Prevalensi hipertensi akan terus meningkat
tajam dan diprediksi pada tahun 2025 sebanyak
29% orang dewasa terkena hipertensi (World
Health Organization, 2021). Data Kementerian
Kesehatan tahun 2013 diketahui bahwa hipertensi
telah mengakibatkan kematian sekitar 8 juta orang
setiap tahun, dimana 1,5 juta kematian di Asia
Tenggara yang sepertiga populasinya menderita
hipertensi sehingga dapat menyebabkan
peningkatan beban biaya kesehatan (Kemenkes RI,
2013). Jumlah kasus hipertensi di Indonesia yang
terus mengalami peningkatan tiap tahunnya.
Jumlah kasus hipertensi di Indonesia tahun 2018
diperkirakan sebanyak 63.309.620 orang, dengan
angka kematian akibat hipertensi sebesar 427.218
kematian (Kemenkes RI, 2018).
Hipertensi menempati urutan pertama di
provinsi Jambi pada tahun 2019 dengan persentase
kasus 18,50% dan meningkat menjadi 23,63%
pada tahun 2020 dengan estimasi jumlah penderita
hipertensi yang berusia ≥15 tahun dimana
penderita laki-laki sebanyak 1.359.151 kasus lebih
tinggi dibandingkan dengan perempuan sebanyak
1.303.087 kasus (Dinas Kesehatan Provinsi, 2013).
Jumlah laporan kasus penyakit tidak menular pada
pasien hipertensi di Kota Jambi pada tahun 2020
ada sebanyak 17.289 orang(Dinas Kesehatan Kota
Jambi, 2020). Data jumlah kasus yang menderita
hipertensi dari beberapa puskesmas di Kota Jambi
menyebutkan bahwa Puskesmas Putri Ayu
merupakan puskesmas dengan jumlah kasus
hipertensi terbanyak di Kota Jambi dibandingkan
dengan puskesmas lain di Kota Jambi tahun 2020 .
Kasus hipertensi di Kota Jambi meningkat di tahun
2021 dengan laporan kasus hipertensi sebanyak
25.966 kasus (Dinas Kesehatan Kota Jambi, 2021).
Berdasarkan data yang diperoleh pada
beberapa puskesmas di Kota Jambi tersebut,
peneliti melakukan survey data awal dengan hasil
yang didapatkan bahwa pada Puskesmas Putri Ayu
Kota Jambi tercatat ada sebanyak 6.507 jumlah
penderita pada tahun 2018, 4.256 jumlah penderita
pada tahun 2019, sebanyak 3.363 jumlah penderita
pada tahun 2020, sebanyak 3.625 jumlah penderita
pada tahun 2021 dan 4.277 jumlah penderita pada
tahun 2022 (Puskesmas Putri Ayu, 2022).
Banyaknya jumlah kasus hipertensi
disebabkan oleh faktor risiko pada hipertensi.
Adapun faktor risiko terjadinya kejadian hipertensi
dapat dibedakan atas faktor risiko yang tidak dapat
diubah seperti keturunan atau genetik, jenis
kelamin, dan umur dan faktor risiko yang dapat
diubah seperti kegemukan atau obesitas, kurang
olahraga atau aktivitas fisik, merokok,stres,
konsumsi alkohol dan konsumsi garam. Dampak
dari hipertensi apabila tidak segera diatasi dapat
mengakibatkan kelainan yang fatal. Kelainan itu
misalnya, kelainan pembuluh darah, jantung
(kardiovaskuler) dan gangguan ginjal, bahkan
pecahnya pembuluh darah kapiler di otak atau
lebih biasa disebut dengan stroke dan berakhir
dengan kematian (Nadir, 2019).
Untuk mengatasi akibat fatal tersebut maka
diperlukan self care management pada pasien
hipertensi, dimana self care management
merupakan perawatan yang dilakukan secara
mandiri oleh klien untuk mempertahankan kondisi
kesehatannya dan mengontrol tekanan darah klien
agar tidak terjadi komplikasi. Penyebab masih
tingginya angka penyakit hipertensi juga karena
kurangnya pengetahuan klien tentang perawatan
dirinya (self care) sehingga masih tingginya angka
mortalitas dan morbiditas penyakit hipertensi ini
(Wahyuni et al., 2021). Self care Management
pada pasien hipertensi ini dibagi menjadi 5
perilaku pengelolaan yaitu patuh diet, aktivitas
fisik, kontrol stress, membatasi konsumsi alkohol
serta berhenti merokok (Fitria, 2022).
Perilaku penderita sangat mempengaruhi
tekanan darah yang dialaminya. Pola makan yang
yang kurang baik misalnya mengonsumsi makanan
yang tinggi lemak dan kolesterol membuat
penumpukan lemak dan bisa mengakibatkan
obesitas, apalagi ditambah kurangnya aktivitas
fisik pada penderita hipertensi. Selain itu, perilaku
merokok dan konsumsi alkohol juga bisa
berdampak buruk pada penderita hipertensi
(Simanullang, 2019). Penjelasan tersebut dapat

1896| GAMBARAN SELF CARE MANAGEMENT PADA PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PUTRI AYU KOTA JAMBI
Jurnal Ners Universitas Pahlawan ISSN 2580-2194 (Media Online)

diambil kesimpulan bahwa self care management
menjadi langkah yang penting untuk dilakukan
sebagai bagian tidak terpisahkan dalam
manajemen kasus hipertensi. Buruknya self care
management hipertensi berkorelasi dengan
meningkatnya angka komplikasi penyakit,
sehingga itulah alasan pentingnya mengetahui self
care management pada pasien hipertensi (Salami,
2021).
Kurangnya self care management pada
pasien hipertensi ini ada pada penelitian yang
dilakukan oleh Nabila, Arnita dan Mulyati tahun
2019 yang menunjukkan hasil bahwa self care
management pada kategori cukup dengan
persentase 78,5 %. Sebagian besar responden
dalam penelitian memiliki self care management
yang baik, namun ada beberapa responden yang
memiliki self care management yang kurang
(Nabila et al., 2022). Selain itu, pada penelitian
yang dilakukan oleh Fauziah dan Syahputra pada
tahun 2021 juga didapatkan hasil bahwa pasien
hipertensi yang mempunyai self care baik sebesar
25,3%, self care cukup sebesar 65,3% dan pada
kategori buruk sebesar 9,5% (Fauziah &
Syahputra, 2021).17 Kedua penelitian tersebut
sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Maiti tahun 2019 dengan hasil bahwa self
management dalam kategori yang cukup sebelum
mendapatkan penyuluhan dan setelah dilakukan
penyuluhan self management pasien pada kategori
baik (Maiti & Bidinger, 2019).
Peneliti melakukan studi pendahuluan
mengenai self care management di Puskesmas
Putri Ayu Kota Jambi, dengan melakukan
wawancara pada 5 orang responden. Berdasarkan
hasil wawancara terhadap 5 responden didapatkan
hasil, hampir semua responden belum melakukan
self care management yang baik. Hasil ini didasari
pada 5 klien mengatakan bahwa mereka tidak
mengurangi garam dan mengkonsumsi garam
seperti biasanya, 4 orang tidak pernah melakukan
olahraga, 4 orang tidak melakukan diet pada pola
makan yang dikonsumsi dan peneliti
mengobservasi ada 2 responden dengan berat
badan lebih dari berat badan normalnya.
Rendahnya self care management pada pasien
hipertensi di Puskesmas Putri Ayu membuat
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait
Gambaran Self Care Management pada Pasien
Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
gambaran self care management pada pasien
hipertensi di wilayah kerja Puskesmas Putri Ayu
Kota Jambi.

METODE
Desain penelitian ini adalah deskriptif
kuantitatif dengan pendekatan cross sectional
untuk mengetahui gambaran self care management
pada pasien hipertensi di wilayah kerja puskesmas
Putri Ayu Kota Jambi. Adapun populasi yang
diteliti adalah pasien hipertensi di wilayah kerja
Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi sebanyak 944
klien diambil sampel dengan rumus Slovin. Teknik
pengambilan sampel menggunakan cara
probability sampling dengan metode cluster
random sampling dan didapatkan hasil 281
responden. Pengambilan sampel dari 281
responden akan dibagi dalam 5 kelurahan yaitu 87
responden Kelurahan Legok, 48 responden
Kelurahan Murni, 90 responden Kelurahan Solok
Sipin, 48 responden Kelurahan Sungai Putri dan 8
responden Kelurahan Selamat.
Instrumen yang digunakan dalam penelitian
ini untuk mengukur self care management adalah
kuesioner HSMBQ ( Hypertension Self
Management Behavior Questionnaire) dengan
menggunakan alat ukur kuesioner yang diadopsi
dari Akhter 2010 tentang self care management
pada pasien hipertensi (Akhter, 2010). Instrumen
telah dilakukan uji validitas dan uji reliabilitas di
Kelurahan Srondol pada 30 responden oleh Evi
Lailiyah tahun 2020 dengan hasil uji valid dan uji
reliabilitas menunjukkan bahwa setiap item
pernyataan memiliki nilai r hitung antara 0,375 –
0,781 dan tidak terdapat pernyataan yang tidak
valid dengan nilai reliabilitas yaitu 0,949 (Lailiya,
2020). Teknik analisis data dalam penelitian ini
ialah analisa univariat.

1897| GAMBARAN SELF CARE MANAGEMENT PADA PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PUTRI AYU KOTA JAMBI
Jurnal Ners Universitas Pahlawan ISSN 2580-2194 (Media Online)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Distribusi Frekuensi berdasarkan Karakteristik Responden Hipertensi di Wilayah Kerja
Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi
No Karakteristik f %
1. Usia
Remaja akhir (17-25 tahun)

1

0,4
Dewasa awal (26-35 tahun) 5 1,8
Dewasa akhir (36-45 tahun) 28 10
Lansia awal (46-55 tahun) 95 33,8
Lansia akhir (56-65 tahun) 94 33,5
Manula (65 tahun keatas) 58 20,6
Total 281 100
2. Pendidikan
SD
SMP
SMA
Perguruan tinggi
Tidak sekolah

97
75
75
20
14

34,5
26,7
26,7
7,1
5
Total 281 100
3. Jenis kelamin
Laki-laki
Perempuan

56
225

19,9
80,1
Total 281 100
4. Status perkawinan
Kawin
Belum kawin
Janda/duda

211
1
69

75,1
0,4
24,6
Total 281 100
5. Sosiokultural
Melayu
Jawa
Batak
Minang
Lain-lain

190
33
3
33
22

67,6
11,7
1,1
11,7
7,8
Total 281 100
6. Pekerjaan
Bertani
IRT
Pegawai swasta
Wiraswasta
PNS
Lain-lain

1
196
3
28
7
46

0,4
69,8
1,1
10
2,5
16,4
Total 281 100
7. Riwayat merokok
Pernah merokok
Masih merokok
Tidak merokok

32
23
226

11,4
8,2
80,4
Total 281 100
8. Riwayat alkohol
2-3x/bulan
2-4x/bulan
>4x/bulan
Tidak pernah

5
27
1
248

1,8
9,6
0,4
88,3
Total 281 100
9. Komplikasi
Ya
Tidak

132
149

47
53

1898| GAMBARAN SELF CARE MANAGEMENT PADA PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PUTRI AYU KOTA JAMBI
Jurnal Ners Universitas Pahlawan ISSN 2580-2194 (Media Online)

No Karakteristik f %
Total 281 100
10 Tekanan darah
Hipertensi derajat I
Hipertensi derajat II
Hipertensi derajat III
Hipertensi sistolik terisolasi

204
54
13
10

72,6
19,2
4,6
3,6
Total 281 100

Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan
perolehan data bahwa paling banyak usia
responden yaitu usia lansia awal (45-55 tahun)
sebanyak 95 responden (33,8%) dengan selisih 1
orang dibawahnya yaitu usia lansia akhir (56-60
tahun) sebanyak 94 responden (33,5%). Penelitian
ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
(Azizah et al., 2021) yang menunjukkan bahwa
sebagian besar pasien yang mengalami hipertensi
dalam kategori lansia yaitu sebanyak 55 responden
(72,4%). Pada penelitian yang dilakukan oleh
(Kurnia & Nataria, 2021) sebagian besar
respondennya juga pada kelompok intervensi
adalah lansia awal dalam rentang 44-56 tahun dan
kelompok kontrol sebagian besar adalah lansia
akhir dimana berusia ˃56 tahun.
Hipertensi bisa terjadi pada semua orang
tetapi semakin bertambah usia seseorang maka
resiko untuk terkena hipertensi maka semakin
tinggi. Hipertensi ini disebabkan karena
perubahan-perubahan pada elastis aorta yang
menurun, katup jantung yang menebal dan kaku
yang menyebabkan kemampuan jantung untuk
memompa darah semakin menurun yaitu sebesar
1% setiap tahunnya setelah berusia 20 tahun (C &
Meriyani, 2020). Peningkatan usia atau umur
sangat mempengaruhi keadaan fungsi fisiologis
tubuh penderita hipertensi yang menyebabkan
semakin bertambahnya usia sifat elastisitas dan
kemampuan meregang pada pembuluh darah arteri
semakin menurun (Neesa, 2021).
Peneliti berasumsi dalam penelitian usia
yang paling banyak dalam kategori lansia awal
dengan rentang usia 46-55 tahun. Hal ini
dikarenakan semakin bertambahnya usia maka
resiko terjadinya hipertensi semakin meningkat
sehingga terdapat hubungan antara faktor resiko
umur dengan kejadian hipertensi. Peneliti
menyarankan kepada responden untuk menerapkan
pola hidup sehat, rutin berolah raga dan rutin
mengecek tekanan darah untuk menjaga tekanan
darah dalam batas normal.
Berdasarkan data riwayat pendidikan yang
paling banyak responden tempuh yaitu jenjang SD
dengan sebanyak 97 responden (34,5%). Hasil

penelitian ini didukung oleh penelitian yang
dilakukan oleh (Yuwono et al., 2017) berdasarkan
pendidikan, mayoritas responden adalah lulusan
SD sebanyak 23 orang (65,7%) Artinya sebagian
besar responden berada dalam tingkat pengetahuan
sangat rendah yang hanya lulusan sekolah dasar,
dikarenakan keterbatasan masyarakat sekitar
dalam masalah ekonomi yang sangat berpengaruh
terhadap kesehatan. Semakin tinggi tingkat
pendidikan maka akan semakin baik
pengetahuannya.
Hasil penelitian ini didukung juga oleh
(Yanti et al., 2020) dengan hasil penelitian
mayoritas responden dengan tingkat pendidikan
Sekolah Dasar (SD) yaitu sebanyak 56,3%.
Distribusi tingkat pendidikan responden
menunjukkan bahwa sebagian besar responden
memiliki tingkat pendidikan yang kurang
Pendidikan merupakan indikator tingkat
kemampuan manusia dalam memahami akses
informasi yang diperoleh dari luar, dalam hal ini
kaitnnya dengan informasi dari kesehatan
berkaitan dengan kesadaran untuk mau
memeriksakan diri serta mengetahui komplikasi-
komplikasi lanjutan dari hipertensi termasuk
mengetahui gejala-gejala awal dari hipertensi.
Menurut (Purqoti & Ningsih, 2019)
Semakin tinggi pendidikan seseorang maka
semakin mudah dalam menerima informasi
sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang
dimiliki dan kemampuan dalam menghadapi
masalah serta menganalisa situasi akan lebih baik
yang pada akhirnya dapat memilih tindakan secara
tepat dalam menghadapi sebuah masalah.
Menurut asumsi peneliti hasil tingkat
pendidikan responden paling banyak yaitu SD
(Sekolah Dasar) pendidikan juga berdampak pada
tingkat penghasilan, sehingga individu dengan
pendidikan sedang akan mampu hidup dan tinggal
dilingkungan yang lebih sehat dibandingkan
individu dengan pendidikan dasar. Pendidikan
yang tinggi akan memungkinkan individu
memiliki kemampuan untuk memahami keadaan
yang menimbulkan penyakit sehingga lebih
memperhatikan usaha -usaha menjaga

1899| GAMBARAN SELF CARE MANAGEMENT PADA PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PUTRI AYU KOTA JAMBI
Jurnal Ners Universitas Pahlawan ISSN 2580-2194 (Media Online)

kesehatannya. Peneliti menyarankan responden
agar terbuka untuk menerima paparan informasi
yang diberikan oleh tenaga kesehatan maupun
informasi tentang kesehatan melalui media
lainnya.
Berdasarkan data jenis kelamin responden
paling banyak yaitu responden perempuan, dimana
lebih dari setengah jumlah responden yaitu
perempuan sebanyak 225 responden (80,1%).
Hasil pada penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh (A. D. Cahyani et al., 2021)
menunjukkan responden penelitian yakni pasien
hipertensi di Puskesmas Purwoyoso Semarang
paling banyak berjenis kelamin perempuan dengan
jumlah 41 orang (87,2%). Penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh
(Kusumawaty et al., 2016) bahwa jenis kelamin
sangat erat kaitanya terhadap terjadinya hipertensi
dimana pada masa paruh baya lebih tinggi
penyakit hipertensi pada wanita ketika seorang
wanita mengalami menopause. Menopause
berhubungan dengan peningkatan tekanan darah
hal ini terjadi karena wanita yang menopause
mengalami penurunan hormon estrogen, yang
selama ini melindungi pembuluh darah dari
kerusakan. 65
Dalam penelitian yang dilakukan oleh
(Falah, 2019) mengemukakan perempuan akan
mengalami peningkatan risiko hipertensi setelah
menopause yaitu usia diatas 45 tahun. perempuan
yang telah mengalami menopause memiliki kadar
estrogen yang rendah. Sedangkan estrogen ini
berfungsi meningkatkan kadar High Density
Lipoprotein (HDL) yang sangat berperan dalam
menjaga kesehatan pembuluh darah. Pada wanita
menopause, kadar estrogen yang menurun juga
akan diikuti dengan penurunan kadar HDL jika
tidak diikuti dengan gaya hidup yang baik juga.
Dampak penurunan estrogen yang diikuti dengan
penurunan kadar HDL. Sehingga dampak yang
akan ditimbulkan ketika HDL rendah dan Low
Density Lipoprotein (LDL) tinggi adalah
terjadinya atherosclerosis sehingga tekanan darah
akan tinggi. Pada wanita selain memiliki hubungan
erat dengan hipertensi yang disebabkan oleh
hormonal, Wanita juga memiliki potensi hipertensi
yang disebabkan oleh kegemukan. Seperti
penelitian tersebut yang menemukan bahwa wanita
cenderung lebih tinggi mengalami kegemukan
yang dapat mengakibatkan hipertensi dengan
presentasi 24 % pada wanita dewasa sedangkan
laki-laki 14,9% (Falah, 2019).
Peneliti berasumsi pada hasil tersebut
didapatkan perempuan paling banyak dikarenakan
banyaknya perempuan yang menjadi ibu rumah
tangga sehingga kurang memperhatikan kondisi
kesehatannya dengan kurang melakukan aktifitas
fisik yang cukup karena disibukkan dengan
mengurus rumah tangga dirumah saja. Hal ini juga
bisa membuat ibu rumah tangga stress dan karena
disebabkan oleh hormon ketika menopause juga
bisa memicu perempuan menjadi menderita
hipertensi. Peneliti menyarankan untuk perempuan
walaupun sibuk mengurus rumah tangga tetap
harus melakukan olah raga 3-4 kali dalam
seminggu.
Berdasarkan data perkawinan responden
menunjukkan bahwa sebanyak 3/4 responden dari
total responden yang diambil yaitu responden
dengan status kawin atau sudah menikah sebanyak
211 responden ( 75,1%). Penelitian ini juga
didukung oleh (Ryandini & Kristianti, 2021)
didapatkan bahwa karakteristik responden dengan
kriteria status perkawinan paling banyak
responden sudah kawin dengan hasil sebanyak 55
responden (88,7%). Peran keluarga menurut
(Friedman & M, 2010) adalah memberikan
dukungan kepada anggota keluarga yang
diperlihatkan melalui sikap, tindakan dan
penerimaan keluarga selama hidup anggota
keluarga. Ningrum dalam (Fatimah et al., 2018)
menyatakan bahwa keluarga menjadi support
system dalam kehidupan pasien hipertensi, agar
keadaan yang dialami tidak semakin memburuk
dan terhindar dari komplikasi akibat hipertensi.
Dukungan keluarga diperlukan oleh pasien
hipertensi yang membutuhkan perawatan dengan
waktu yang lama dan terus menerus.
Menurut asumsi peneliti berdasarkan data
penelitian mayoritas dari responden berstatus
sudah menikah. Dukungan keluarga terutama dari
suami atau istri sangat penting dalam proses
pengobatan penderita hipertensi, mereka akan
termotivasi untuk untuk berobat ke layanan
kesehatan. Saran dari peneliti kepada responden
adalah untuk tetap memotivasi diri walaupun tidak
ada dukungan dari keluarga sehingga merasa sadar
akan pentingnya kesehatan dirinya sendiri.
Berdasarkan data sosiokultural paling
banyak atau mayoritas responden berasal dari suku
melayu yaitu sebanyak 190 responden (67,6%).
Penelitian ini didukung oleh (Ramona et al., 2020)
bahwa karakteristik responden pasien
dikelompokkan berdasarkan etnis didapatkan
bahwa suku Melayu memiliki angka kejadian
tertinggi yaitu sebanyak 18 responden dengan
presentase sebesar 40%. Hasil uji statistic pada
penelitian yang dilakukan oleh Ramona

1900| GAMBARAN SELF CARE MANAGEMENT PADA PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PUTRI AYU KOTA JAMBI
Jurnal Ners Universitas Pahlawan ISSN 2580-2194 (Media Online)

menujukkan tidak terdapat hubungan antara etnis
responden terhadap kejadian hipertensi. Perbedaan
etnis dalam peluang hipertensi akan berkurang
dengan meningkatnya dukungan sosial.
Penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh (Manalu et al., 2022) terlihat
bahwa sebagian besar bersuku melayu sebanyak
51 responden (58,6%). Rata-rata masyarakat di
wilayah kerja UPT Puskesmas Bagansiapiapi
adalah bersuku melayu. Suku merupakan salah
satu dari kebudayaan. Kebudayaan yang dianut
dan kebiasaan-kebiasaan sehari-hari dapat
mempengaruhi pengetahuan, sikap serta persepsi
seseorang terhadap sesuatu tindakan yang
dilakukannya.
Menurut asumsi peneliti hal ini disebabkan
karena masyarakat di Jambi kebanyakan berasal
dari suku melayu asli atau turun temurun dari
keturunan yang sebelumnya melayu. Walaupun
ada beberapa suku pendatang seperti suku Jawa,
batak, bugis, dll tetapi masih melekat suku melayu
di Kota Jambi terutama di wilayah kerja
Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi. Saran peneliti
untuk responden mau itu dari suku mana pun tetap
harus menjaga kesehatan terutama pola hidup, pola
makan, dan juga cek kesehatan.
Berdasarkan data pekerjaan responden
paling banyak bekerja sebagai IRT atau ibu rumah
tangga yaitu sebanyak 196 responden (69,8%), hal
ini dikarenakan kebanyakan responden adalah
perempuan. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh (Purqoti & Ningsih,
2019) yang menunjukkan sebagian besar
responden yaitu ibu rumah tangga sebanyak 15
responden (45,45%). Ibu rumah tangga yang
aktivitasnya sehari-hari mengurusi berbagai
kegiatan dirumah sepertinya memasak, menyapu,
mengepel dan mencuci tentunya menyebabkan
lupa untuk melakukan aktivitas olahraga yang
dapat menimbulkan stress, sehingga memicu
terjadinya naiknya tekanan darah. Pengosongan
sementara pikiran terhadap masalah psikososial
memungkinkan terjadinya penurunan rangsang
terhadap stressor. 59
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh (Khotimah, 2018),
yaitu dari sejumlah 239 responden sebagian besar
tidak bekerja/sebagai ibu rumah tangga (49,8%).
Peneliti berasumsi bahwa responden yang tidak
bekerja memiliki faktor resiko hipertensi yang
tinggi karena kurangnya aktifitas dan kegiatan
sehingga dapat meningkatkan resiko stres.
Peneliti berasumsi dari hasil yang diperoleh
ibu rumah tangga paling banyak menderita
hipertensi dikarenakan ibu rumah tangga
cenderung kurang memiliki aktifitas seseorang
yang kurang beraktifitas berarti kurang beraktifitas
fisik, dimana aktifitas fisik tersebut dapat
dilakukan sebagai upaya menjaga elastisitas
pembuluh darah agar aliran darah lebih baik.
Peneliti menyarankan responden untuk melakukan
olah raga secara teratur 2-3x dalam seminggu serta
menjaga pola makan yang sehat.
Berdasarkan data riwayat merokok bahwa
paling banyak responden yang tidak merokok yaitu
sebanyak 226 responden (80,4%). Penelitian ini
didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
(Indarti et al., 2020) yaitu gambaran riwayat
merokok responden menunjukkan sebagian besar
responden tidak pernah merokok sebanyak 82,8%,
masih merokok sebanyak 10,3% dan pernah
merokok tetapi sudah berhenti sebanyak 6,9%.
Responden yang tidak merokok adalah perempuan
sedangkan responden yang masih merokok dan
pernah merokok tetapi sudah berhenti adalah laki-
laki.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh (Y. E. Cahyani,
2019) yaitu sebagian besar responden yang tidak
pernah merokok sebanyak 32 responden (69,9%).
Reeves dalam (Fahkurnia et al., 2017) menyatakan
bahwa merokok menyebabkan peninggian tekanan
darah. Perokok berat dapat dihubungkan dengan
peningkatan insiden hipertensi maligna dan resiko
terjadinya stenosis arteri renal yang mengalami
arteriosklerosis.
Menurut asumsi peneliti banyak responden
yang tidak merokok karena jumlah responden
perempuan lebih banyak dibandingkan dengan
responden laki-laki. Hal ini bisa juga terjadi karena
penderita terpapar asap rokok dari anggota
keluarga atau lingkungannya atau biasa disebut
perokok pasif. Karena kandungan asap rokok yag
terhirup juga sama berbahayanya dengan asap
rokok orang yang merokok. Peneliti menyarankan
kepada responden yang merokok untuk berhenti
merokok dan untuk responden yang terpapar asap
rokok untuk mengingatkan keluarga ataupun
lingkungan sekitar untuk hendaknya menyediakan
ruangan khusus untuk merokok sehingga tidak
memaparkan asap rokoknya kepada orang lain.
Berdasarkan data riwayat alkohol bahwa
paling banyak responden yang tidak pernah
mengkonsumsi alkohol yaitu sebanyak 248
responden (88,3%). Penelitian ini didukung oleh
(Indarti et al., 2020) hasil penelitian terkait
konsumsi alkohol, semua responden tidak pernah
mengkosumsi alkohol (100%). Peneliti berasumsi

1901| GAMBARAN SELF CARE MANAGEMENT PADA PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PUTRI AYU KOTA JAMBI
Jurnal Ners Universitas Pahlawan ISSN 2580-2194 (Media Online)

bahwa perilaku responden tergolong baik dengan
menghindari alkohol karena alkohol dapat
mempengaruhi kenaikan tekanan darah. Penelitian
yang dilakukan (Fahkurnia et al., 2017) sejalan
dengan hasil penelitian ini, yaitu semua responden
(100%) tidak mengkonsumsi minuman yang
beralkohol. Kejadian hipertensi selalu tinggi pada
orang yang minum lebih dari 40 mg etanol per
hari. Konsumsi alkohol akan meningkatkan risiko
hipertensi, namun mekanismenya belum jelas.
Terjadinya hipertensi lebih tinggi pada peminum
alkohol berat akibat dari aktivasi simpatetik.
Dari hasil penelitian didapatkan bahwa
lebih banyak responden yang tidak mengkonsumsi
alkohol, menurut asumsi peneliti hal ini juga sama
halnya dengan merokok karena responden
perempuan lebih banyak dibandingkan dengan
responden laki-laki. Saran peneliti untuk
responden adalah jangan pernah mencoba untuk
mengkonsumsi minuman alkohol lebih baik untuk
memperbanyak konsumsi air putih yang paling
baik untuk kesehatan.
Berdasarkan data komplikasi bahwa lebih
dari sepatuh responden yang memiliki komplikasi
yaitu sebanyak 149 responden (53%). Penelitian
ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh
(Indarti et al., 2020) terkait dengan penyakit
penyerta selain hipertensi yang dialami responden,
sebagian besar responden memiliki penyakit
penyerta sebanyak 62,1% dan responden yang
tidak memiliki penyakit penyerta sebanyak 37,9%.
Penyakit penyerta yang diderita responden selain
hipertensi dalam penelitian ini adalah Diabetes
Mellitus, vertigo, myalgia, Congestive Heart
Failure (CHF) dan penyakit ginjal. Peneliti
berasumsi bahwa penyakit penyerta yang diderita
responden tersebut merupakan komplikasi dari
hipertensi.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh (Fahkurnia et al.,
2017) yaitu sebagian besar responden mengalami
komplikasi hipertensi (54%). Komplikasi yang
dialami responden adalah penyakit DM, penyakit
ginjal dan penyakit jantung.
Menurut asumsi peneliti didapatkan hasil
banyak responden yang tidak memiliki komplikasi
karena banyak responden yang menjaga pola
makan atau diet untuk hipertensi. Selain itu banyak
responden yang sering mengecek kesehatannya
ketika merasa sakit sehingga bisa mengurangi
risiko komplikasi dari hipertensi. Peneliti
menyarankan untuk responden tetap dan selalu
menjaga pola makan dan tetap mengecek
kesehatannya secara berkala untuk mencegah dari
komplikasi yang mungkin dapat terjadi.
Berdasarkan data tekanan darah bahwa
paling banyak responden mengalami hipertensi
derajat I yaitu sebanyak 204 responden (72,6%).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh (A. D. Cahyani et al., 2021)
menunjukkan rata-rata memiliki tekanan darah
hipertensi derajat I yaitu 140-159/90-99 (44,7%).
Dalam hal ini, hipertensi merupakan gejala yang
paling sering ditemui pada orang lanjut usia dan
menjadi faktor risiko utama insiden penyakit
kardiovaskular. Tekanan darah tinggi stadium I
sangat sering terjadi pada lansia karena tekanan
darah secara alami cenderung meningkat seiring
bertambahnya usia.
Selain itu penelitian ini juga sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh (Neesa, 2021)
paling banyak hipertensi tingkat 1 dengan jumlah
responden sebanyak 56 responden (62,9%) dan
jumah hipertensi tingkat 2 dengan jumlah
responden sebanyak 33 responden (37,1%).55
Penelitian ini bertolak belakang dengan penelitian
yang dilakukan oleh (Kholifah, 2022) sebagian
besar mengalami hipertensi derajat 2 yaitu
sebanyak 35 orang (56,5) dan yang paling sedikit
mengalami hipertensi derajat 1 sebanyak 27 orang
(43,5%).
Menurut (Nurhusna et al., 2018) Hipertensi
derajat 1 adalah tahap awal hipertensi. Oleh karena
itu, pada hipertensi derajat 1 sangat diperlukannya
penanganan, karena penanganan secara dini pada
pasien hipertensi dapat mencegah resiko
komplikasi lebih lanjut. Komplikasi yang terjadi
diantaranya infark miokard, stroke, gagal ginjal,
dan kematian. Hipertensi disebabkan oleh
beberapa faktor. Pada responden penelitian ini,
beberapa yang bisa saja menjadi faktor resiko yang
hipertensi diantaranya usia, riwayat hipertensi,
obesitas, olahraga, merokok, stres, mengkonsumsi
alkohol, dan asupan garam.
Asumsi peneliti derajat hipertensi hanya
dikategorikan berdasarkan tekanan darahnya,
dimana dilihat dari hasil pengukuran tekanan darah
bahwa hipertensi derajat I apabila tekanan darah
lansia berada pada rentang 140-159 mmHg untuk
sistolik dan 90-99 mmHg untuk diastolik. Peneliti
menyarankan kepada responden untuk rutin
mengecek tekanan darah baik itu ketika sakit
ataupun sehat minimal 1 kali dalam sebulan.

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Self
Care Management Responden Pasien

1902| GAMBARAN SELF CARE MANAGEMENT PADA PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PUTRI AYU KOTA JAMBI
Jurnal Ners Universitas Pahlawan ISSN 2580-2194 (Media Online)

Hipertensi Di Wilayah Kerja
Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi
Self Care
Management
Frekuensi Presentase
Baik 119 42,3%
Cukup 153 54,4%
Kurang 9 3,2%
Total 281 100%
Berdasarkan Tabel 2 diatas diperoleh data
berdasarkan self care management yang mencakup
5 indikator yaitu integrasi diri, regulasi diri,
interaksi dengan tenaga kesehatan dan lainnya,
pemantauan tekanan darah dan kepatuhan terhadap
anjuran yang diberikan bahwa responden dengan
kategori baik yaitu sebanyak 119 responden
(42,3%), kategori cukup sebanyak 153 responden
(54,4%), dan dalam kategori kurang sebanyak 9
responden (3,2%).
Penelitian ini didukung oleh penelitian
yang dilakukan oleh (Kholifah, 2022) memiliki
self – care management yang sedang yaitu 39
orang (62,9%) dan yang paling sedikit yaitu self –
care management rendah sebanyak 3 orang
(4,8%). Self – care management merupakan
kemampuan dalam melakukan perawatan diri
terhadap kesehatan secara mandiri sesuai dengan
penatalaksanaan hipertensi yang telah dianjurkan
dan merupakan tanggung jawab serta kesadaran
diri bagi individu tersebut yang dapat dilakukan
dengan beberapa cara antara lain, mengontrol
tekanan darah secara rutin, menajaga pola makan
dan gaya hidup, patuh minum obat dan
mempunyai perilaku hidup sehat.
Pernyataan ini sejalan dengan penelitian
lain yang menemukan bahwa program self-
management efektif dalam kemampuan perawatan
diri dan tekanan darah (Sagala, 2019). Dalam
penelitian yang dilakukan oleh (Han et al., 2011)
tentang Hypertension Self-Care menegaskan
bahwa pemberian edukasi self care untuk pasien
hipertensi sangat penting dan membawa dampak
positif dalam mempertahankan tekanan darah
berada dalam rentang yang normal. (Emerson et
al., 2018) dalam penelitiannya terkait dengan self
care pada pasien hipertensi mengungkapkan
bahwa self care sangat erat kaitannya dengan self
behaviors pada penderita hipertensi, sehingga
sangat perlu untuk melakukan edukasi self care
dalam memaksimalkan pelayanan kepada
penderita hipertensi. Dalam penelitian yang
dilakukan oleh (Golshahi et al., 2015) juga
menegaskan melalui penelitiannya tentang efek
dari self care education terhadap penderita
hipertensi yaitu bahwa kepatuhan yang efektif dan
efisien dalam melakukan manajemen kontrol
terhadap tekanan darah. Penting Self management
dilakukan oleh penderita hipertensi untuk
mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh
(Nurman, 2021) responden yang berpengetahuan
tinggi tetapi tidak patuh itu disebabkan responden
enggan melakukan kontrol ke tenaga kesehatan
karena responden merasa tidak mengalami keluhan
apapun dan bisa melakukan aktivitas seperti
biasanya meskipun tekanan darahnya sudah jauh
diatas normal.
Menurut asumsi peneliti dilapangan self
care managemenet responden cukup dikarenakan
sebagian responden baru mengetahui tekanan
darahnya tinggi dan sebagian responden yang tau
dirinya memiliki hipertensi tetapi tidak
menghiraukan tentang hipertensinya. Peneliti
menyarankan kepada responden untuk lebih peduli
terhadap kondisi kesehatannya dan sadar
pentingnya perawatan dirinya terhadap kualitas
hidupnya.

Tabel 3.Distribusi Frekuensi Berdasarkan Integrasi
Diri Responden Pasien Hipertensi Di
Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu Kota
Jambi
Integrasi Diri Frekuensi Presentase
Baik 107 38,1%
Cukup 151 53,7%
Kurang 23 8,2%
Total 281 100%
Berdasarkan Tabel 3 diperoleh data
berdasarkan indikator integrasi diri bahwa
responden dengan kategori baik yaitu sebanyak
107 responden (38,1%), kategori cukup sebanyak
151 responden (53,7%), dan dalam kategori
kurang sebanyak 23 responden (8,2%).
Hasil penelitian ini didukung oleh
penelitian yang dilakukan oleh (Ryandini &
Kristianti, 2021) diketahui bahwa manajemen diet
pada penderita hipertensi didapatkan hasil dengan
kategori cukup sebanyak 42 responden (67,7%).
Kriteria manajemen diet cukup adalah membatasi
konsumsi daging dan makanan tinggi garam,
mengurangi konsumsi makanan berkolesterol
tinggi, dan mengandung lemak trans,
memperbanyak konsumsi sayuran, buah-buahan.
Penelitian lain yang mendukung yaitu penelitian
yang dilakukan oleh (Y. E. Cahyani, 2019) yang
mengatakan bahwa melakukan manajemen diet
yang dianjurkan oleh dokter atau tenaga kesehatan
pada penderita hipertensi mendapatkan hasil

1903| GAMBARAN SELF CARE MANAGEMENT PADA PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PUTRI AYU KOTA JAMBI
Jurnal Ners Universitas Pahlawan ISSN 2580-2194 (Media Online)

dengan kategori cukup sebanyak 24 responden
(52,2 %). Manajemen diet yang baik yaitu dapat
mengurangi makanan yang kandungan garam,
lemak tinggi.
Berdasarkan penelitian (Fahkurnia et al.,
2017) menunjukkan indikator aktivitas olahraga
sebagaian besar responden dengan aktivitas sedang
yaitu sebanyak 43 responden (70,9%). Hal ini
memberikan gambaran penderita hipertensi
mempunyai kesadaran untuk melakukan aktivitas
olahraga. Olah raga merupakan hal yang penting
untuk mencegah kekambuhan hipertensi. Olahraga
juga dapat menurunkan jumlah keluaran
noradrenalin dan hormon-hormon lain yang
menyebabkan stres, yaitu yang menyebabkan
pembuluh-pembuluh darah menciut dan
menaikkan tekanan darah.
Peneliti berasumsi dari hasil yang
didapatkan dilapangan masih banyak pasien yang
mengatakan tidak terlalu memikirkan makanan
yang dimakan, dan mengatakan aktivitas dirumah
sudah masuk sebagai olahraga. Saran dari peneliti
adalah agar responden lebih memahami integrasi
diri yang baik itu yang seperti apa misalnya
mengurangi konsumsi lemak dari santan,
mengkonsumsi makanan rendah garam,
memperbanyak makan buah dan sayur-sayuran
serta berolah raga ringan 2-3 kali dalam seminggu.

Tabel 4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Regulasi Diri Responden Pasien
Hipertensi Di Wilayah Kerja
Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi
Regulasi Diri Frekuensi Presentase
Baik 107 38,1%
Cukup 157 55,9%
Kurang 17 6%
Total 281 100%
Berdasarkan Tabel 4 diatas diperoleh data
berdasarkan indikator regulasi diri bahwa
responden dengan kategori baik yaitu sebanyak
107 responden (38,1%), kategori cukup sebanyak
157 responden (55,9%), dan dalam kategori
kurang sebanyak 17 responden (6%).
Penelitian yang dilakukan oleh
(Pramestutie & Silviana, 2016) mengatakan
pengetahuan yang harus diketahui oleh pasien
Hipertensi berupa arti dari penyakit Hipertensi,
gejala Hipertensi, faktor risiko, gaya hidup dan
pentingnya melakukan pengobatan secara teratur
dan terus-menerus dalam waktu yang panjang serta
mengetahui bahaya yang timbul. Semakin
meningkatnya pengetahuan pasien tentang
hipertensi akan mendorong seseorang untuk
berperilaku yang lebih baik dalam mengontrol
hipertensi dan mendiskusikan hipertensi kepada
dokter atau pun perawat.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh (A. D. Cahyani et
al., 2021) tingkat pengetahuan memiliki hubungan
dengan self care management menunjukkan hasil
dimana p value = 0,000 dengan nilai r = 0,725
yang berarti bahwa ada hubungan antara tingkat
pengetahuan dengan self care management pasien
hipertensi dengan kekuatan hubungan yang kuat.
Adapun arah hubungan menunjukkan positif,
dimana semakin tinggi tingkat pengetahuan
seseorang maka akan semakin tinggi juga self care
management yang dilakukan. (Susanti, 2022)
mengatakan tidak semua penderita hipertensi yang
berpendidikan rendah memiliki tingkat
pengetahuan tentang penyakit Hipertensi rendah
dan tidak semua penderita Hipertensi yang
berpendidikan tinggi juga memiliki pengetahuan
tentang penyakit Hipertensi tinggi.
Peneliti berasumsi dari hasil yang
diperoleh dilapangan sebagian reponden
mengabaikan tanda dan gejala yang dirasakan. Jika
responden mengabaikan tanda dan gejalanya
takutnya akan terjadi komplikasi yang lebih parah
di kemudian hari. Peneliti menyarankan agar
responden segera mengecek kesehatannya saat
merasakan tanda dan gejala hipertensi.

Tabel 5.Distribusi Frekuensi Berdasarkan Interaksi
dengan Tenaga Kesehatan dan Lainnya
Responden Pasien Hipertensi Di Wilayah
Kerja Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi
Interaksi
dengan Tenaga
Kesehatan
Frekuensi Presentase
Baik 138 49,1%
Cukup 130 46,3%
Kurang 13 4,6%
Total 281 100%
Berdasarkan Tabel 5 diatas diperoleh data
berdasarkan indikator interaksi dengan tenaga
kesehatan dan lainnya bahwa responden dengan
kategori baik yaitu sebanyak 138 responden
(49,1%), kategori cukup sebanyak 130 responden
(46,3%), dan dalam kategori kurang sebanyak 13
responden (4,6%).
Penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh (Indarti et al., 2020)
berasumsi bahwa rendahnya faktor interaksi
responden dengan tenaga kesehatan dan lainnya

1904| GAMBARAN SELF CARE MANAGEMENT PADA PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PUTRI AYU KOTA JAMBI
Jurnal Ners Universitas Pahlawan ISSN 2580-2194 (Media Online)

disebabkan oleh faktor internal dan eksternal.
Faktor internal yaitu responden tidak ingin
mengetahui lebih lanjut tentang penyakit
hipertensinya sedangkan faktor eksternal berasal
dari perilaku tenaga kesehatan dalam melakukan
edukasi dan pemeriksaan.
Penelitian yang dilakukan oleh (Puspita et
al., 2017) menyatakan terdapat hubungan antara
peran petugas kesehatan dengan kepatuhan dalam
menjalani pengobatan hipertensi dengan nilai p
value = 0,000. Hasil penelitian tersebut sejalan
dengan hasil penelitian ini, dimana interaksi antara
petugas kesehatan dengan responden terkait erat
dengan pengelolaan hipertensi pada diri
responden.
Ditinjau dari teori Lawrence Green
(Notoatmodjo, 2010) perilaku dipengaruhi oleh
tiga faktor, yaitu faktor predisposisi (predisposing
factors), faktor pemungkin (enabling factors) dan
faktor pendorong atau penguat (reinforcing
factors). Teori Lawrence Green tersebut
berhubungan dengan hasil penelitian ini, yaitu
pengetahuan dan perilaku/sikap responden sebagai
faktor predisposisi sedangkan dukungan dari
tenaga kesehatan sebagai faktor penguat.
Berdasarkan teori Lawrence Green tersebut,
dukungan dari tenaga kesehatan dalam bentuk
interaksi dan konsultasi aktif terhadap responden
sangat dibutuhkan agar responden dapat
meningkatkan manajemen hipertensinya dengan
lebih baik.
Peneliti berasumsi baiknya interaksi
dengan tenaga kesehatan dan lainnya karena
responden yang sakit memiliki keingintahuan yang
tinggi dengan penyakit yang dideritanya. Mereka
mencoba menanyakan kepada dokter, perawat
ataupun tenaga kesehatan lainnya tentang
hipertensi yang dialaminya. Peneliti menyarankan
kepada responden untuk tetap mempertahankan
interaksi yang baik dengan tenaga kesehatan dan
lainnya untuk mengatasi hipertensi yang
dialaminya.

Tabel 6. Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Pemantauan Tekanan Darah
Responden Pasien Hipertensi Di
Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu
Kota Jambi
Pemantauan
Tekanan Darah
Frekuensi Presentase
Baik 124 44,1%
Cukup 137 48,8%
Kurang 20 7,1%
Total 281 100%
Berdasarkan Tabel 6 diatas diperoleh data
berdasarkan indikator pemantauan tekanan darah
bahwa responden dengan kategori baik yaitu
sebanyak 124 responden (44,1%), kategori cukup
sebanyak 137 responden (48,8%), dan dalam
kategori kurang sebanyak 20 responden (7,1%).
Penelitian yang dilakukan Yusri dalam
(Nigga, 2018) sejalan dengan hasil penelitian ini,
yaitu kesibukan dalam bekerja sangat menyita
waktu sehingga tidak sempat untuk melakukan
pemeriksaan kesehatan. Padahal pemeriksaan
kesehatan akan sangat berguna sebagai
pencegahan penyakit yang berpotensi menyerang
organ-organ tubuh seseorang, yang dapat
menyebabkan cacat fisik dan mental, bahkan
kematian.
Penelitian yang dilakukan (Indarti et al.,
2020) mengatakan bahwa rendahnya kepatuhan
responden terhadap konsumsi obat anti hipertensi
dan kunjungan klinik secara rutin disebabkan oleh
perilaku responden dan faktor pendapatan
keluarga. Ditinjau dari perilaku, responden kurang
memahami pentingnya konsumsi obat secara rutin
dan dari faktor pendapatan keluarga. Responden
akan berpikir ulang untuk mengeluarkan biaya
pemeriksaan dan pembelian obat, mengingat
sebagian besar pendapatan responden tergolong
rendah.
Kurangnya pemantauan tekanan darah
sehingga tidak menyadari terjadi peningkatan
tekanan darah, Rasajati (2015) mengatakan bahwa
Kepatuhan pengobatan Hipertensi bisa juga
disebabkan karena faktor perbedaan pengetahuan
tentang penyakit Hipertensi. Tidak semua
penderita Hipertensi yang berpendidikan rendah
memiliki tingkat pengetahuan tentang penyakit
Hipertensi rendah dan tidak semua penderita
Hipertensi yang berpendidikan tinggi juga
memiliki pengetahuan tentang penyakit Hipertensi
tinggi. Faktor informasi yang diperoleh dari
penyuluhan maupun media dapat mempengaruhi
pengetahuan seseorang.
Asumsi dari peneliti yaitu sebagian
responden dilapangan masih malas untuk
mengecek kesehatanya secara rutin. Selain itu
malas responden juga dikarenakan banayk
responden lansia yang tidak bisa membawa
kendaraan sendiri dan tidak ada yang
mengantarkan ke layanan kesehatan seperti
puskesmas sehingga lansia memilih untuk
membeli obat di warung saat merasa kurang enak
badan atau datang ke posbindu yang dilakukan
oleh puskesmas. Saran peneliti diharapkan untuk
responden rutin mengecek kesehatannya minimal 1

1905| GAMBARAN SELF CARE MANAGEMENT PADA PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PUTRI AYU KOTA JAMBI
Jurnal Ners Universitas Pahlawan ISSN 2580-2194 (Media Online)

kali dalam sebulan untuk melihat kondisi
kesehatannya

Tabel 7. Distribusi Frekuensi Berdasarkan
Kepatuhan Terhadap Aturan yang
Dianjurkan Responden Pasien
Hipertensi Di Wilayah Kerja
Puskesmas Putri Ayu Kota Jambi

Kepatuhan
Terhadap
Aturan yang
Dianjurkan
Frekuensi Presentase
Baik 127 45,2%
Cukup 125 44,5%
Kurang 29 10,3%
Total 281 100%

Berdasarkan Tabel 7 diatas diperoleh data
berdasarkan indikator kepatuhan terhadap aturan
yang dianjurkan bahwa responden dengan kategori
baik yaitu sebanyak 127 responden (45,2%),
kategori cukup sebanyak 125 responden (44,5%),
dan dalam kategori kurang sebanyak 29 responden
(10,3%).
Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian (Supardiman, 2018) mengatakan bahwa
kepatuhan minum obat yang dapat menurunkan
tekanan darah pada penderita hipertensi
mendapatkan hasil dengan kategori sedang
sebanyak 41 responden. Kepatuhan minum obat
secara teratur dan efektif dapat meningkatkan
kualitas hidup, mengoptimalkan tekanan darah,
dan membantu konsisten dalam menjalankan
aturan yang sudah dianjurkan.
Menurut (Nigga, 2018) kepatuhan
terhadap anjuran yang kurang misalnya anjuran
minum obat. Kepatuhan dalam pengobatan
Hipertensi merupakan hal yang penting
dikarenakan Hipertensi merupakan penyakit yang
tidak dapat disembuhkan tetapi harus selalu
dikontrol sehingga tidak terjadi komplikasi yang
berujung pada kematian, dengan kepatuhan dapat
menggambarkan bagaimana perilaku pasien dalam
menjalankan aturan dalam pengobatan yang
dijalani dan edukasi yang diberikan oleh tenaga
kesehatan.97
Penelitian lain yang dilakukan oleh
(Rachmawati, 2021) yang menunjukkan bahwa
dari 80 dengan yang patuh terhadap tingkat
kepatuhan minum obat sebanyak 112 orang 67,5%
lebih besar daripada 26 orang 32,5% dengan yang
tidak patuh terhadap tingkat kepatuhan minum
obat. Tingkat kepatuhan pengobatan merupakan
suatu keadaan yang komplek yang dapat
mempengaruhi perilaku penderita dalam
mengambil keputusan dalam pengobatannya
Dalam penelitian yang dilakukan oleh
(Indarti et al., 2020) ditinjau dari konsumsi obat
secara rutin, sebagian besar responden tidak
mengkonsumsi obat secara rutin sebanyak 62,1%
dan responden yang mengkonsumsi obat secara
rutin sebanyak 37,9%. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh (Nengrum
& Wahyudi, 2019) yaitu sebagian besar kepatuhan
pengobatan pasien hipertensi peserta Prolanis
BPJS tergolong rendah (55%). Keberhasilan suatu
pengobatan tidak hanya dipengaruhi oleh kualitas
pelayanan kesehatan, sikap dan keterampilan
petugasnya, sikap dan pola hidup pasien beserta
keluarganya, tetapi juga dipengaruhi oleh
keputusan pasien terhadap pengobatannya.
Menurut (Harahap et al., 2019) belum
tentu responden dengan pendidikan tinggi
mempunyai kepatuhan tinggi dalam menjalani
pengobatan, akan tetapi dapat juga responden
dengan pendidikan rendah mempunyai kepatuhan
yang tinggi dalam menjalani pengobatan. Jika
seseorang yang mempunyai pengetahuan baik
tentang penyakit hipertensi seperti mengetahui
dampak dari jika mereka tidak mengkonsumsi obat
hipertensi maka penderita hipertensi akan berusaha
sebisa mungkin menghindari komplikasi dari
hipertensi dengan meluangkan sedikit waktu untuk
rutin pergi ke puskesmas dan mengkonsumsi obat
secara teratur.
Peneliti berasumsi bahwa
ketidakdisiplinan responden dalam mengkonsumsi
obat secara rutin sangat berpengaruh terhadap
tidak terkontrolnya tekanan darah. Banyak
responden yang takut jika mereka mengkonsumsi
obat maka akan membuat nya ketergantungan
terhadap obat antihipertensi. Sehingga responden
hanya meminumnya ketika sakit dan diberi oleh
petugas kesehatan dan setelah itu tidak melakuka
kontrol ulang untuk mendapatkan obat
antihipertensi setiap bulan. Saran peneliti adalah
agar responden mengubah mindset bahwa obat
antihipertensi membuat ketergantungan tetapi obat
antihipertensi diminum untuk menjaga tekanan
darah tetap dibatas normal. Kalaupun tidak
mengkonsumsi obat antihipertensi setidaknya bisa
mengkonsumsi obat antihipertensi yang herbal
atau alami.

1906| GAMBARAN SELF CARE MANAGEMENT PADA PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PUTRI AYU KOTA JAMBI
Jurnal Ners Universitas Pahlawan ISSN 2580-2194 (Media Online)

SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang berjudul
Gambaran Self Care Management pada Pasien
Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas Putri Ayu
Kota Jambi, didapatkan kesimpulan yaitu sebagai
berdasarkan usia paling banyak adalah pada lansia
awal yaitu 45-55 tahun (33,8%), pendidikan yang
paling banyak SD (34,5%), jenis kelamin paling
banyak perempuan (80,1%), status perkawinan
paling banyak dengan status kawin atau sudah
menikah (75,1%), dari suku melayu (67,6%),
pekerjaan paling banyak adalah IRT (ibu rumah
tangga) (69,8%), riwayat merokok responden yang
tidak merokok (80,4%), riwayat alkohol responden
tidak pernah mengkonsumsi alkohol (88,3%), tidak
memiliki komplikasi (53%), hipertensi derajat I
(72,6%). Self care management pasien hipertensi
pada pasien hipertensi dalam kategori cukup
sebanyak (54,4%), berdasarkan indikator integrasi
diri dalam kategori cukup (53,7%), berdasarkan
indikator regulasi diri dalam kategori cukup
sebanyak (55,9%), berdasarkan indikator interaksi
dengan tenaga kesehatan dan lainnya dalam
kategori baik sebanyak (49,1%), berdasarkan
indikator pemantauan tekanan darah dalam
kategori cukup (48,8%), berdasarkan indikator
kepatuhan terhadap aturan yang dianjurkan dalam
kategori baik sebanyak 127 responden (45,2%).

DAFTAR PUSTAKA
Akhter, N. (2010). Self-management Among
Patients with Hypertension in Bangladesh.
5–7.
Azizah, A. R., Raharjo, A. M., Kusumastuti, I.,
Abrori, C., & Wulandari, P. (2021). Analisis
Faktor Risiko Kejadian Hipertensi di
Puskesmas Karangtengah Kabupaten
Wonogiri. JOURNAL OF AGROMEDICINE
AND MEDICAL SCIENCES, 7(3), 142–146.
C, N. N. P., & Meriyani, I. (2020). Gambaran
Tekanan Darah Pada Lansia Hipertensi di
Wilayah Kerja Puskesmas Kademangan
Kabupaten Cianjur. Jurnal Keperawatan
Komprehensif, 6(1), 66–67.
Cahyani, A. D., R, F. R., & Tanujiarso, B. A.
(2021). Hubungan Tingkat Pengetahuan
Dengan Self Care Management Pasien
Hipertensi Selama Masa Pandemi Covid-19.
Prosiding Seminar Nasional Unimus, 4,
1219–1233.
Cahyani, Y. E. (2019). Gambaran Self
Management Penderita hipertensi Di
Puskesmas Grogol Kabupaten Sukoharjo.
Dinas Kesehatan Kota Jambi. (2020). Laporan
Tahunan Kejadian Hipertensi di Puskesmas
Kota Jambi tahun 2020. Jambi.
Dinas Kesehatan Kota Jambi. (2021). Laporan
Kasus Penyakit Tidak menular di Kota Jambi
Hipertensi tahun 2021.
Dinas Kesehatan Provinsi. (2013). Profil
Kesehatan Provinsi Jambi 2012.
Emerson, E. E., Colbert, A., Turk, M., & Dickson,
V. V. (2018). Self-care among Filipinos in
the United States who have hypertension.
Applied Nursing Research, 39, 71–76.
Fahkurnia, W., P, O. S., & Jadmiko, A. W. (2017).
Gambaran Self Care Pada Penderita
Hipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas
Gatak Kabupaten Sukoharjo.
Falah, M. (2019). Hubungan Jenis Kelamin degan
Angka Kejadian Hipertensi Masyarakat di
Kelurahan Tamansari Kota Tasikmalaya.
Jurnal Keperawatan & Kebidanan STIKes
Mitra Kencana Tasikmalaya, 3(1), 85–94.
Fatimah, N., Ilmi, A. A., & Patima. (2018). Self-
Management dan Dukungan Keluarga pada
Lanjut Usia dengan Penyakitt Kronis.
Journal of Islamic Nursing, 3(2), 36–45.
Fauziah, Y., & Syahputra, R. (2021). Hubungan
Antara Efikasi Diri Dengan Manajemen
Perawatan Diri Pada Penderita Hipertensi Di
Puskesmas Indrapura Kabupaten Batubara
Tahun 2019. Journal of Midwifery Senior,
4(2), 25–37.
Fitria, A. (2022). Perbedaan Self Management
Pasien Hipertensi Di Wilayah Pedesaan
Jatisari Dan Kelurahan Patrang.
Friedman, & M, M. (2010). Buku Ajar
Keperawatan Keluarga: Riset, Teori dan
Praktek. ECG.
Golshahi, J., Ahmadzadeh, H., Sedeghi, M.,
Mohammadifard, N., & Pourmoghaddas, A.
(2015). Effect of Self-Care Education on
Lifestyle Modification Medication
Adherence and Blood Pressure in Hypensive
Adults; Randomized Controlled Clinical
Trial. Advance Biomedical Research.
Han, H.-R., Chan, K., Song, H., Nguyen, T., Lee,
J.-E., & Kim, M. T. (2011). Development
and Evaluation of a Hypertension Knowledge
Test for Korean Hypertensive Patients.
Journal of Clinical Hypertension, 13(10).
Harahap, D. A., Aprilla, N., & Muliati, O. (2019).
Hubungan Pengetahuan Penderita Hipertensi
Tentang Hipertensi Dengan Kepatuhan
Minum Obat Antihipertensi Di Wilayah
Kerja Puskesmas Kampa Tahun 2019. Jurnal

1907| GAMBARAN SELF CARE MANAGEMENT PADA PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PUTRI AYU KOTA JAMBI
Jurnal Ners Universitas Pahlawan ISSN 2580-2194 (Media Online)

Ners Pahlawan, 3(3), 97–102.
Indarti, Safitri, M., & Utami, T. (2020). Studi
Deskriptif Interaksi dengan Tenaga
Kesehatan, Pemantauan Tekanan Darah dan
Kepatuhan Terhadap Anjuran pada Pasien
Hipertensi Urgensi di UPTD Puskesmas
Rembang Kabupaten Purbalingga. Jurnal
Menara Medika, 2(2), 66–75.
Kemenkes RI. (2013). Pedoman Teknis Penemuan
dan Tatalaksana Hipertensi.
Kemenkes RI. (2018). Hasil Riset Kesehatan
Dasar Tahun 2018. Kementrian Kesehatan
RI, 53(9), 1689–1699.
Kholifah, W. A. N. (2022). Hubungan Self Care
Management dengan Kualitas Hidup Lansia
Hiipertensi di Wilayah Kerja Puskesmas
Imogiri 1 Bantul Yogyakarta.
Khotimah, N. K. (2018). Model Peningkatan
Kepatuhan Gaya Hidup Sehat pada Pasien
Hipertensi Berbasis Social Cognitive Theory
di Wilayah Kerja Puskesmas Kota Bima.
Universitas Airlangga.
Kurnia, V., & Nataria, D. (2021). Manajemen Diri
(Self Management) Perilaku Sehat pada
Pasien Hipertensi. Jurnal Riset Hesti Medan
Akper Kesdam I/BB Medan, 6(1), 1–9.
Kusumawaty, J., Hidayat, N., & Ginanjar, E.
(2016). Hubungan Jenis Kelamin dengan
Intensitas Hipertensi pada Lansia di Wilayah
Kerja Puskesmas Lakbok Kabupaten Ciamis.
Mutiara Medika, 16(2), 46–51.
Lailiya, E. (2020). Pengaruh Kader Kesehatan
Terhadap Perubahan Self-Care Management
pada Penderita Hipertensi di Wilayah
Puskesmas Ngresep Kota Semarang. 14–16.
Maiti, & Bidinger. (2019). Penyuluhan Kesehatan
Self Management Hipertensi Di Kelurahan
Ngletih Kecamatan Pesantren Kota Kediri.
Journal of Chemical Information and
Modeling, 53(9), 1689–1699.
Manalu, G. F., Erneliwati, & Novayelinda, R.
(2022). Gambaran Dukungan Keluarga dalam
Perawatan Hipertensi di Wilayah Kerja UPT
Puskesmas Bagansiapiapi. Riau Nursing
Journal, 1(1), 138–146.
Nabila, A., Arnita, Y., & Mulyati, D. (2022). Self
Management Penderita Hipertensi. JIM
FKep, V, 87–92.
Nadir, S. (2019). Faktor-Faktor yang berhubungan
dengan kejadian Hipertensi di Wilayah Kerja
Puskesmas Wajo Kota Baubau. Kampurui
Jurnal Kesehatan Masyarakat, 1(1), 38–44.
Neesa, H. S. (2021). Hubungan Self-Management
dengan Kualitas Hidup Penderita Hipertensi
di Wilayah Kerja Puskesmas Bski Sukoharjo.
Nengrum, L. S., & Wahyudi, A. S. (2019).
Pengaruh Penerapan Chronic COndition Self-
Management (CCSM) Terhadap Kepatuhan
Pengobatan Pasien Hipertensi Peserta
Prolanis BPJS di Malang Jawa Timur.
Borneo Journal Of Medical Laboratory
Technology, 1(2), 82–86.
Nigga, A. R. (2018). Perilaku Pencegahan
Hipertensi dalam Program Gerakan
Masyarakat Hidup Sehat (GERMAS) di
Wilsysh Kerja Puskesmas Bontoramba.
Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu Kesehatan
Masyarakat dan Prinsip-Prinsip Dasar.
Reneka Cipta.
Nurhusna, Oktarina, Y., & Sulistiawan, A. (2018).
Pengaruh Terapi Tertawa Terhadap
Penurunan Tekanan Darah Penderita
Hipertensi Di Puskesmas Olak Kemang Kota
Jambi. Jurnal Ilmiah Ilmu Terapan
Universitas Jambi, 1(1).
Nurman, M. (2021). Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Kepatuhan Diet
Rendah Garam Pada Penderita Hipertensi Di
Desa Pulau Jambu Wilayah Kerja Puskesmas
Kampar. Jurnal Ners Pahlawan, 5(2), 16–22.
Pramestutie, H. R., & Silviana, N. (2016). Tingkat
Pengetahuan Pasien Hipertensi tentang
Penggunaan Obat di Puskesmas Kota
Malang. Jurnal Farmasi Klinik Indonesia,
5(1).
Purqoti, D. N. S., & Ningsih, M. U. (2019).
Identifikasi Derajat Hipertensi pada Pasien
Hipertensi di Puskesmas Kota Mataram.
Jurnal Keperawatan Terpadu, 1(2), 31–38.
Puskesmas Putri Ayu. (2022). Rekan Medis
Kejadian Hipertensi di Puskesmas Putri Ayu
Kota Jambi Tahun 2018-2022. Jambi.
Puspita, E., Oktaviarini, E., & Santik, Y. D. P.
(2017). Peran Keluarga dan Petugas
Kesehatan dalam Kepatuhan Pengobatan
Penderita Hipertensi di Puskesmas
Gunungpati Kota Semarang. Jurnal
Kesehatan Masyarakat Indonesia, 12(2).
Rachmawati, A. W. (2021). Hubungan Self
Efficacy Dengan Tingkat Kepatuhan Minum
Obat dan Self Care Management Pada
Penderita Hipertensi Di RW 006 Kelurahan
Darmo Surabaya.
Ramona, V., Pratiwi, S. E., & Fitrianingrum, Ii.
(2020). Faktor Usia dan Obesitas
berhubungan dengan Kejadian Hipertensi di
Puskesmas Sungai Pin yuh. Jurnal
Cerebellum, 6(2), 49–54.

1908| GAMBARAN SELF CARE MANAGEMENT PADA PASIEN HIPERTENSI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PUTRI AYU KOTA JAMBI
Jurnal Ners Universitas Pahlawan ISSN 2580-2194 (Media Online)

Ryandini, F. R., & Kristianti, A. (2021). Gambaran
Manajemen Perawatan Diri Pada Penderita
Hipertensi di Masa Pandemi Covid-19.
Community of Publishing In Nursing, 9(5),
551–562.
Sagala, L. M. (2019). Pengaruh Hypertention Self
Management Education (HSME) Terhadap
Tekanan Darah Di Puskesmas Kabanjahe.
Indonesia Trust Health Journal, 2(1).
Salami, S. (2021). Self care management.
Universitas ’Aisyiyah Bandung, 8(1), 87–99.
Sarumaha, E. K., & Diana, V. E. (2018). Faktor
Risiko Kejadian Hipertensi Pada Usia
Dewasa Muda di UPTD Puskesmas
Perawatan Plus Teluk Dalam Kabupaten Nias
Selatan. Jurnal Kesehatan Global, 1(2), 70.
https://doi.org/10.33085/jkg.v1i2.3914
Simanullang, S. M. P. (2019). Self Management
Pasien Hipertensi Di Rsup H. Adam Malik.
Journal Hipertensi, 1–10.
Supardiman. (2018). Perilaku Manajemen
Hipertensi pada Pasien Hipertensi di Klinik
Pratama Kartika 0709 Kebumen. Naskah
Publikasi Program Studi S1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah Gombong.
Susanti, E. E. (2022). Hubungan Perilaku Self
Management dengan Nilai Tekanan Darah
Pada Penderita Hipertensi Anggota Prolanis
di Puskesmas Jatipuro Kabupaten
Karanganyar.
Wahyuni, S., Bafadhal, R. N., & Mahudeh, M.
(2021). Efektivitas Self-Management
Program terhadap Manajemen Diri Klien
Hipertensi. JI-KES (Jurnal Ilmu Kesehatan),
5(1), 57–63. https://doi.org/10.33006/ji-
kes.v5i1.255
World Health Organization. (2021, August 25).
Hypertension. https://www.who.int/news-
room/fact-sheets/detail/hypertension
Yanti, S. E., Asytofi, A., & Arisdiani, T. (2020).
Hubungan Tingkat Pengetahuan Komplikasi
Hipertensi dengan Tindakan Pencegahan
Komplikasi. Jurnal Keperawatan, 12(3),
439–448.
Yuwono, G. A., Ridwan, M., & Hanafi, M. (2017).
Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang
Hipertensi terhadap Tingkat Kecemasan Pada
Penderita Hipertensi di Kabupaten Magelang.
Jurnal Keperawatan Soedirman, 12(1), 55–
66.