MODUL PRAKTIKUM
KEPERAWATAN GERONTIK






Penyusun:
Siti Aisyah, SKep, Ns, MKes.
Musrifatul Uliyah, SST, MKes.
Dede Nasrulloh, SKep, Ns, MKep.














PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

MODUL PRAKTIKUM
KEPERAWATAN GERONTIK










Penyusun:
Siti Aisyah, SKep, Ns, MKes.
Musrifatul Uliyah, SST, MKes.
Dede Nasrulloh, SKep, Ns, MKep.



PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA

Pemberian Range of Motion dan
Ambulasi Pada Lansia Dengan
Keterbatasan Aktifitas
Praktikum 1

CASE STUDY:
Seorang lansia perempuan usia 75 tahun dirawat di panti griya
werdha sudah 3 tahun, pernah jatuh, saat ini pasien tampak bed
rest di tempat tidur, tidak mampu menggerakkan kaki secara
sempurna karena kaku, berjalan berlahan-lahan dengan
menggunakan tongkat. Pasien post stroke 1 tahun yang lalu.

QUESTION:
1. Apa yang anda ketahui tentang penyebab keterbatasan
aktifitas pada klien lansia?
2. Tanda dan gejala apa saja yang dapat ditemukan pada lansia
dengan keterbatasan aktifitas?
3. Sebutkan masalah keperawatan pada kasus tersebut?
4. Jelaskan intervensi yang dapat diberikan pada klien dengan
ketebatasan aktifitas?
5. Sebutkan gerakan-gerakan dalam melakukan ROM (Range of
Motion)?

TINJAUAN TEORI
Mobilitas merupakan hal yang vital bagi kesehatan lansia, karena
dengan pergerakan lansia mampu melakukan aktifitas hidup
sehari-hari secara mandiri. Mobilitas adalah pergerakan yang
memberikan kebebasan dan kemandirian bagi seseorang
(Kathryn A Blair dalam Mickey Stanley, 2006).
Perubahan normal musculoskeletal terkait usia pada lansia
termasuk penurunan tinggi badan, redistribusi massa otot dan

lemak subkutan, peningkatan porositas tulang, atrofi otot,
pergerakan yang lambat, pengurangan kekuatan, dan kekakuan
sendi-sendi sehingga mengakibatkan terjadinya perubahan
penampilan, kelemahan dan lambatnya pergerakan yang
menyertai penuaan. Pengetahuan tentang osteoporosis,
osteoartriitis, penyakit inflamasi pada sendi dan fraktur sangat
diperlukan untuk membantu mencegah komplikasi dan
memperkecil dampak keterbatasan pergerakan.
Masalah Keperawatan :
1. Gangguan Mobilitas Fisik
Imobilitas atau gangguan mobilitas fisik adalah keterbatasan
kemampuan pergerakan fisik secara mandiri yang dialami
seseorang.
Batasan Karakteristik : Ketidakmampuan untuk bergerak dengan
tujuan di dalam lingkungan, termasuk mobilitas di tempat tidur,
berpindah dan ambulasi, Keterbatasan rentang gerak, penurunan
kekuatan, pengendalian atau massa otot, gangguan koordinasi.
2. Intoleransi aktifitas
Adalah suatu keadaan ketidakcukupan energi secara fisiologis
atau psikologis pada seseorang untuk bertahan atau
menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang dibutuhkan atau
diinginkan.
Batasan Karakteristik : melaporkan keletihan, kelemahan, denyut
jantung atau tekanan darah yang tidak normal dalam
beraktifitas, dispnea saat beraktifitas.

Penatalaksanaan :
1. Aktifitas dan Latihan
Sangat bermanfaat baik bagi lansia yang sehat maupun
untuk mereka yang mengalami masalah fisik .

2. Promosi kesehatan
Promosi tentang pencegahan masalah-masalah yang dapat
timbul akibat imobilitas atau ketidakaktifan.
3. Manajemen lingkungan

Latihan ROM

Latihan range of motion (ROM) adalah latihan yang dilakukan
untuk mempertahankan atau memperbaiki tingkat
kesempurnaan kemampuan menggerakan persendian secara
normal dan lengkap untuk meningkatkan massa otot dan tonus
otot dan sebagai dasar untuk menetapkan adanya kelainan
ataupun untuk menyatakan batas gerakan sendi yang abnormal.
Jenis ROM
1. ROM Pasif
Latihan ROM pasif adalah latihan ROM yang di lakukan
pasien dengan bantuan perawat setiap-setiap gerakan. Indikasi
latihan fasif adalah pasien semikoma dan tidak sadar, pasien
dengan keterbatasan mobilisasi tidak mampu
melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan
mandiri, pasien tirah baring total atau pasien dengan paralisis
ekstermitas total (Suratun, dkk, 2008). Rentang gerak pasif ini
berguna untuk menjaga kelenturan otot-otot dan persendian
dengan menggerakkan otot orang lain secara pasif misalnya
perawat mengangkat dan menggerakkan kaki pasien.
2. ROM Aktif
Latihan ROM aktif adalah Perawat memberikan motivasi,
dan membimbingklien dalam melaksanakan pergerakan sendi
secara mandiri sesuai dengan rentanggerak sendi normal. Hal ini

untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendidengan
cara menggunakan otot-ototnya secara aktif

Tujuan ROM
1. Mempert ahankan atau memelihara kekuatan otot
2. Memelihara mobilitas persendian
3. Merangsang sirkulasi darah
4. Mencegah ke lainan bentuk
Perinsip Dasar Latihan ROM

1. ROM harus diulang sekitar 8 kali dan dikerjakan minimal 2 kali
sehari
2. ROM di lakukan berlahan dan hati-hati sehingga tidak
melelahkan pasien
3. Dalam merencanakan program latihan ROM, perhatikan umur
pasien, diagnosa, tanda-tanda vital dan lamanya tirah baring.
4. Bagian-bagian tubuh yang dapat di lakukan latihan ROM
adalah leher, jari, lengan, siku, bahu, tumit, kaki, dan
pergelangan kaki.
5. ROM dapat di lakukan pada semua persendian atau hanya
pada bagian-bagian yang di curigai mengalami proses penyakit.
6. Melakukan ROM harus sesuai waktunya. Misalnya setelah
mandi atau perawatan rutin telah di lakukan.

Manfaat ROM
1. Meningkatkan mobilisasi sendi
2. Memperbaiki toleransi otot untuk latihan
3. Meningkatkan massa otot
4. Mengurangi kehilangan tulang

5.Menentukan nilai kemampuan sendi tulang dan otot dalam
melakukan pergerakan
6. Mengkaji tulang sendi, otot
7. Mencegah terjadinya kekakuan sendi
8. Memperlancar sirkulasi darah
9 Memperbaiki tonus otot

Gerak gerakan ROM
1. Leher, spina, serfikal
Fleksi : Menggerakan dagu menempel ke dada, rentang 45°
Ekstensi : Mengembalikan kepala ke posisi tegak, rentang 45°
Hiperektensi : Menekuk kepala ke belakang sejauh mungkin,
rentang 40-45°
Fleksi lateral : Memiringkan kepala sejauh mungkin sejauh
mungkin kearah
setiap bahu, rentang 40-45°
Rotasi : Memutar kepala sejauh mungkin dalam gerakan sirkuler,
rentang 180° Ulangi gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.

2. Bahu
Fleksi : Menaikan lengan dari posisi di samping tubuh ke depan
ke posisi di atas kepala, rentang 180°
Ekstensi : Mengembalikan lengan ke posisi di samping tubuh,
rentang 180°
Hiperektensi : Mengerkan lengan kebelakang tubuh, siku tetap
lurus, rentang 45-60°
Abduksi : Menaikan lengan ke posisi samping di atas kepala
dengan telapak tangan jauh dari kepala, rentang 180°
Adduksi

: Menurunkan lengan ke samping dan menyilang tubuh sejauh
mungkin, rentang 320°
Rotasi dalam : Dengan siku pleksi, memutar bahu dengan
menggerakan lengan sampai ibu jari menghadap ke dalam dan ke
belakang, rentang 90°
Rotasi luar : Dengan siku fleksi, menggerakan lengan sampai ibu
jari ke atas dan samping kepala, rentang 90°
Sirkumduksi : Menggerakan lengan dengan lingkaran penuh,
rentang 360°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.

3. Siku
Fleksi : Menggerakkan siku sehingga lengan bahu bergerak ke
depan sendi bahu dan tangan sejajar bahu, rentang 150°
Ektensi : Meluruskan siku dengan menurunkan tangan, rentang
150°

4. Lengan bawah
Supinasi : Memutar lengan bawah dan tangan sehingga telapak
tangan menghadap ke atas, rentang 70-90°
Pronasi : Memutar lengan bawah sehingga telapak tangan
menghadap ke bawah, rentang 70-90°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.

5. Pergelangan tangan
Fleksi : Menggerakan telapak tangan ke sisi bagian dalam lengan
bawah, rentang 80-90°
Ekstensi : Mengerakan jari-jari tangan sehingga jari-jari, tangan,
lengan bawah berada dalam arah yang sama, rentang 80-90°

Hiperekstensi : Membawa permukaan tangan dorsal ke belakang
sejauh mungkin, rentang 89-90°
Abduksi : Menekuk pergelangan tangan miring ke ibu jari,
rentang 30°
Adduksi : Menekuk pergelangan tangan miring ke arah lima jari,
rentang 30-50°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.

6. Jari- jari tangan
Fleksi : Membuat genggaman, rentang 90°
Ekstensi : Meluruskan jari-jari tangan, rentang 90°
Hiperekstensi : Menggerakan jari-jari tangan ke belakang sejauh
mungkin, rentang 30-60°
Abduksi : Mereggangkan jari-jari tangan yang satu dengan yang
lain, rentang 30°
Adduksi : Merapatkan kembali jari-jari tangan, rentang 30°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.

7. Ibu jari
Fleksi : Mengerakan ibu jari menyilang permukaan telapak
tangan, rentang 90°
Ekstensi : menggerakan ibu jari lurus menjauh dari tangan,
rentang 90°
Abduksi : Menjauhkan ibu jari ke samping, rentang 30°
Adduksi : Mengerakan ibu jari ke depan tangan, rentang 30°
Oposisi : Menyentuhkan ibu jari ke setiap jari-jari tangan pada
tangan yang sama
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.

8. Pinggul

Fleksi : Mengerakan tungkai ke depan dan atas, rentang 90-120°
Ekstensi : Menggerakan kembali ke samping tungkai yang lain,
rentang 90-120°
Hiperekstensi : Mengerakan tungkai ke belakang tubuh, rentang
30-50°
Abduksi : Menggerakan tungkai ke samping menjauhi tubuh,
rentang 30-50°
Adduksi: Mengerakan tungkai kembali ke posisi media dan
melebihi jika mungkin, rentang 30-50°
Rotasi dalam : Memutar kaki dan tungkai ke arah tungkai lain,
rentang 90°
Rotasi luar : Memutar kaki dan tungkai menjauhi tungkai lain,
rentang 90°
Sirkumduksi : Menggerakan tungkai melingkar
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.

9. Lutut
Fleksi : Mengerakan tumit ke arah belakang paha, rentang 120-
130°
Ekstensi : Mengembalikan tungkai kelantai, rentang 120-130°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.

10. Mata kaki
Dorsifleksi : Menggerakan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk ke
atas, rentang 20-30°
Flantarfleksi : Menggerakan kaki sehingga jari-jari kaki menekuk
ke bawah, rentang 45-50°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.

11. Kaki
Inversi: Memutar telapak kaki ke samping dalam, rentang 10°
Eversi : Memutar telapak kaki ke samping luar, rentang 10°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali.

12. Jari-Jari Kaki
Fleksi : Menekukkan jari-jari kaki ke bawah, rentang 30-60°
Ekstensi : Meluruskan jari-jari kaki, rentang 30-60°
Abduksi : Menggerakan jari-jari kaki satu dengan yang lain,
rentang 15°
Adduksi : Merapatkan kembali bersama-sama, rentang 15°
Ulang gerakan berturut-turut sebanyak 4 kali


Figure 2-11. Range-of-motion exercises for the neck.

Figure 2-12. Range-of-motion exercises or the shoulder.

Figure 2-13. Range-of-motion exercises motion exercises for the elbow.

. Figure 2-14. Range-of-motion exercises motion exercises for the
forearm.

Figure 2-15. Range-of-motion exercises for the wrist.

Figure 2-16. Range-of-motion exercises for the thumb.

Figure 2-17. Range-of-motion exercises for the fingers.

Figure 2-18. Range-of-motion exercises for the hip.

Figure 2-19. Range-of-motion exercises for the knee.

Figure 2-20. Range-of-motion exercises for motion exercises for the
ankle.

Figure 2-21. Range-of-motion exercises for the foot

Figure 2-22. Range-of-motion exercises for the toes.

LATIHAN AMBULASI

MEMBANTU KLIEN LANSIA DUDUK DI TEMPAT TIDUR
Prosedur :
1. Jelaskan tujuan, manfaat dan prosedur yang akan
dilakukan agar klien dapat bekerjasama
2. Minta klien menempelakan tangan di tempat tidur
3. Atur posisi perawat
a. Berdiri di samping tempat tidur menghadap ke arah
kepala tempat tidur
b. Letakkan tangan perawat yang dekat dgn klien ke
bahu klien yang jauh
c. Letakkan tangan yg lain pd panggul klien di samping
bahu yang dekat
4. Beri aba-aba untuk duduk agar gerakan klien dan perawat
berlangsung selaras
5. Jaga keseimbangan duduk klien. Apabila sudah stabil,
kedua tangan perawat dapat dilepaskan

MEMBANTU KLIEN LANSIA PINDAH DARI TEMPAT TIDUR KE
KURSI RODA
Prosedur:
1. Posisikan pasien duduk di samping tempat tidur
2. Pasang sepatu atau sandal
3. Dekatkan kursi roda di samping tempat tidur. Pastikan
posisi kursi roda sudah terkunci

4. Sangga aksila klien dengan kedua tangan perawat, kedua
tangan klien berpegangan pada bahu perawat, letakkan
kaki perawat agak ke samping depan klien
5. Beri aba-aba agar klien berdiri
6. Pindahkan klien ke kursi roda disertai gerakan sedikit
memutar. Pakai gerakan koordinasi agar perawat hanya
membantu pergerakan tubuh klien. Jangan
mengangkatnya.
MEMBANTU KLIEN LANSIA PINDAH DARI KURSI RODA KE
TEMPAT TIDUR
Prosedur:
1. Dekatkan kursi roda ke tempat tidur
2. Sangga kedua aksila klien dengan kedua tangan perawat
apabila klien pendek atau taruh kedua tangan perawat
dipinggang. Kedua tangan klien berpegangan pada bahu
perawat.
3. Bantu klien berdiri
4. Putar sedikit posisi klien dan dudukkan.
5. Amati kondisi kilen. Klien boleh ditidurkan setelah tidak
ada keluhan
6. Kembalikan posisi klien ke posisi terlentang
7. Atur bantal, selimut, dan perlengkapan tidur lain. Amati
kenyamanan klien

BERJALAN MENGGUNAKAN KRUK
Prosedur:
1. Identifikasi kebutuhan klien untuk berjalan menggunakan
kruk

2. Pastikan tidak ada hambatan fisik (kontraindikasi)
3. Dudukkan klien di samping tempat tidur sampai kaki klien
terjuntai di lantai
4. Periksa kondisi klien (1-2 menit). Periksa nadi, tanyakan
klien merasa pusing atau tidak.
5. Bantu klien untuk berdiri. Kedua tangan perawat
memegang aksila atau pinggang klien dan kedua tangan
klien memegang bahu perawat
6. Lihat dan evaluasi kembali kondisi klien selama 1-2 menit
7. Klien berdiri tegak, muka menghadap ke depan dalam
posisi tumpuan kaki.
8. Pasang kruk di bawah aksila. Pastikan bahwa jarak antara
bantalan kruk dan aksila selebar 3 – 4 jari dengan
mengatur ketinggian kruk. Mengatur ketinggian kruk
bertujuan untuk memberikan kenyamanan klien dan
menghindari cedera pada pleksus brakialis karena posisi
kruk yang salah dapat mengakibatkan paralisis
ekstremitas. Posisikan kedua tangan klien berpegangan
pada kruk dengan siku fleksi dengan sudut 20 – 25
0
.
9. Klien menempatkan ujung kruk 15 cm di depan kaki dan
15 cm di samping masing-masing kaki.
10. Langkah titik- empat:
 Majukan kruk kanan ke depan 15 cm
 Majukan kruk kiri ke depan sejajar dengan kruk
kanan
 Majukan kruk kiri ke depan 10 – 15 cm dan
 Majukan kaki kanan ke depan
11. Langkah titik-tiga:
 Mulai pada posisi tripod (bertumpu pada tiga kaki,
yang dua kruk dan satu kaki sakit), klien

menggerakkan kedua kruk dan kaki yang sakit ke
depan.
 Majukan kaki yang tidak sakit ke depan
 Ulangi langkah-langkah tersebut
12. Langkah titik – dua:
 Majukan kruk kanan dan kaki kiri bersamaan
 Majukan kruk kiri dan kaki kanan bersamaan dan
 Ulangi langkah-langkah tersebut
13. Langkah berayun – ayun:
 Majukan kedua kruk bersamaan dan ayunkan tubuh
mendekati kruk atau melewatinya

HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN :
Tempatkan berat badan pada kaki yang tidak sakit dan
kedua kruk. Kaki yang sakit tidak menyentuh lantai selama
fase dini, tetapi secara bertahap kaki yang sakit mulai
menyentuh lantai dan berat badan mulai sedikit bertumpu
pada kaki yang sakit.

BERJALAN MENGGUNAKAN WALKER
Prosedur:
1. Instruksikan klien untuk berdiri tegak. Kedua tangan klien
memegang walker. Tumpaun berat badan pada kedua
kaki dan walker
2. Angkat walker ke depan kurang lebih 15-20 cm
3. Langkahkan sebelah kaki ke depan. Ikuti dengan kaki yang
lain. Lakukan berulang-ulang sampai mahir dan benar.
Berikan pujian dan dorongan sesering mungkin

4. Pertahankan punggung lurus untuk memberikan
keseimbangan dan stabilitas cara berjalan
5. Anjurkan istirahat di antara periode aktivitas. Bantu klien
sesuai kebutuhan untuk posisi yang nyaman. Selalu
perhatikan tanda-tanda vital, terutama nadi dan nafas
sebagai indikator tanda-tanda keletihan.

Manajemen Nyeri Pada Lansia
Praktikum 2

CASE STUDY
Seorang perempuan usia 78 tahun dirawat di panti griya werdha
sudah 3 tahun dengan keluhan nyeri di kedua kaki, skala nyeri 5,
wajah tampak menyeringai kesakitan, T= 140/90, N = 85 x/menit,
S = 36,5
o
C, RR = 20 x/menit.

QUESTION:
1. Apa yang anda ketahui tentang penyebab nyeri pada klien
lansia?
2. Tanda dan gejala apa saja yang dapat ditemukan pada lansia
dengan nyeri?
3. Sebutkan masalah keperawatan pada kasus tersebut?
4. Jelaskan intervensi yang dapat diberikan pada klien dengan
nyeri?
5. Jelaskan tentang manajemen nyeri?
TINJAUAN TEORI
Nyeri adalah sensasi subjektif, rasa yang tidak nyaman biasanya
berkaitan dengan kerusakan jaringan aktual atau potensial
(Corwin J.E. ).
Ketika suatu jaringan mengalami cedera, atau kerusakan
mengakibatkan dilepasnya bahan – bahan yang dapat
menstimulus reseptor nyeri seperti serotonin, histamin, ion
kalium, bradikinin, prostaglandin, dan substansi P yang akan
mengakibatkan respon nyeri (Kozier dkk).

Nyeri juga dapat disebabkan stimulus mekanik seperti
pembengkakan jaringan yang menekan pada reseptor nyeri.
(Taylor C. dkk)
Nyeri adalah suatu pengalaman sensori dan emosi yang tidak
menyenangkan, yang berkaitan dengan kerusakan jaringan yang
nyata atau yang berpotensi untuk menimbulkan kerusakan
jaringan. (International Association for the Study of Pain)
Menurut Long C.B (1996) mengklasifikasi nyeri berdasarkan
jenisnya, meliputi :
1) Nyeri akut, nyeri yang berlangsung tidak melebihi enam bulan,
serangan mendadak dari sebab yang sudah diketahui dan
daerah nyeri biasanya sudah diketahui, nyeri akut ditandai
dengan ketegangan otot, cemas yang keduanya akan
meningkatkan persepsi nyeri.
2) Nyeri kronis, nyeri yang berlangsung enam bulan atau lebih,
sumber nyeri tidak diketahui dan tidak bisa ditentukan
lokasinya. Sifat nyeri hilang dan timbul pada periode tertentu
nyeri menetap.

PENGKAJIAN NYERI PADA LANSIA
Pengkajian yang adekuat adalah tuntutan karena banyaknya
penyakit penyerta pada lansia, laporan nyeri yang tak adekuat
dan kerusakan kognitif atau demensia yang substansial bisa
menjadi penyebabnya. Pengkajian yang akurat meliputi :
 Anamnesa ke pasien tentang nyeri
 Kaji respon pasien terhadap nyeri
 Menanggapi keluhan nyeri dengan segera

PRINSIP MANAJEMEN NYERI

Tindakan farmakologis :
1) Mencegah atau meminimalkan terjadinya sensitisasi
perifer dan sensitisasi sentral
2) Sensitisasi perifer dapat ditekan dengan: anastesi local
dan NSAIDs (COX1 atau COX2)
3) Sensitisasi sentral dapat ditekan dengan: Opioid (morfin,
petidin, fentanil) dan m agonist (tramadol)
4) Kombinasi keduanya (balans analgesia) : NSAIDs + opioid
à synergism

Tindakan Nonfarmakologis.
1. Stimulasi dan Masase Kutanus.
Teori gate control nyeri seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, bertujuan menstimulasi serabut-serabut yamg
menstransmisikan sensasi tidak nyeri memblok atau
menurunkan transmisi, impuls nyeri. Beberapa strategi
penghilan nyeri nonfarmakologis. Termasuk menggosok
kulit dan menggunakan panas dan dingin, adalah
berdasarkan mekanisme ini.
Masase adalah stimulasi kuteneus tubuh secara umum,
sering dipusatkan pada punggung dan bahu. Masase tidak
secara spesifik menstimulasi reseptor yang sama seperti
reseptor nyeri tetapi dapat mempunyai dampak melalui
sistem control desenden. Masase dapat membuat pasien
lebih nyaman karena masase membuat relaksasi otot.
2. Terapi Es dan Panas.
Terapi es (dingin) dan panas dapat menjadi strategi pereda
nyeri yang efektif pada beberapa keadaan, namun begitu,

keefektifannya dan mekanisme kerjanya memerlukan studi
lebih lanjut. Diduga bahwa terapi es dan panas bekerja
dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-noniseptor)
dalam reseptor yang sama seperti pada cedera.
Terapi es dapat memnurunkan prostaglandin, yang
memperkuat sensivitas reseptor nyeri dan subkutan lain
pada tempat cedera dengan menghambat proses inflamasi.
Agar efektif, es harus diletakkan pada tempat cedera
segera setelah cedera terjadi. Cohn dkk. (1989)
menunjukkan bahwa saat es diletakkan disekitar lutut
segara setelah pembedahan dan selama 4 hari pasca
operasi, kebutuhan anlgesik menurun sekitar 50%.
3. Stimulasi Saraf Elektris Transkutan (TENS)
Stimulasi saraf transkutan (TENS) menggunakan unit yang
dijalankan oleh baterai dengan elektroda yang dipasang
pada kulit untuk menghasilkan sensasi kesemutan ,
menggetar atau menegung pada area nyeri. TENS telah
digunakan baik pada nyeri akaut dan kronik. TENS diduga
dapat menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor
tidak nyeri (non-nosiseptor) dalam area yang sama seperti
pada serabut yang menstrasmisikan nyeri. Mekanisme ini
sesuai dengan teori nyeri gate control. Reseptor tidak nyeri
diduga memblok transmisi sinyal nyeri ke otak pada jaras
asendens saraf pusat. Mekanisme ini akan menguraikan
keefekitan stimulasi kutan saat digunakan pada araea yang
asama seperti pada cedera. Penjelasan lain untuk
keefektifan TENS adalah efek placebo (pasien
mengharapkannya agar efektif) dan pembentukan
endorphin, yang juga memblok transmisi nyeri.

Riset telah menuinjukkan bahwa pasien yang telah
menerima pengobatan TENS (placebo) yang nyat atau pura-
pura selain perawatan standar, akan melaporkan jumlah
pereda nyeri yang sama lebih besar efeknya daripada
pereda nyeri yang diperoleh dengan pengobatan standar
saja (Conn dkk.). Beberapa pasien, terutama pasien dengan
nyeri kronis, akan melaporkan penurunan nyeri sebanyak
50% dengan menggunakan TENS. Pasien-pasien lainnya
tidak merasakan manfaatnya. Pasien mana yang dapat
ditolong tidak dapat diprediksi.
4. Distraksi.
Distraksi, yang mencakup memfokuskan perhatian pasien
pada sesuatu selai pada nyeri, dapat menjadi stategi yang
sangat berhasil dan mungkin merupakan mekanisme yang
bertnggung jawab pada teknik kognitif efektif lainnya ( Arntz
dkk., 1991; Devine dkk., 1990). Sesorang, yang kurang
menyadari adanya nyeri atau memberikan sedikit perhatian
pada nyeri, akan sedikit terganggu oleh nyeri dan lebih
toleransi terhadap nyeri. Distraksi diduga dapat menurunkan
persepsi nyeri dengan mensyimulasi sistem control
desenden, yang mengakibatkan lebih sedikit stimuli nyeri
yang ditransmisikan ke otak. Keefektifan distraksi tergantung
pada kemampuan pasien untuk menerima dan
membangkitkan input sensori selain nyeri. Peredaan nyeri
secara umum meningkat dalam hubungan langsung engan
parsitipasi aktif individu, banyaknya modalitas sensori yang
dipakai dan minat individu dalam stimuli. Karenanya, stimuli
penglihatan, pendengaran, dan sentuhan mungkin akan
efektif dalam menurunkan nyeri disbanding stimuli satu
indera saja.

Distraksi dapat berkisar dari hanya pencegahan monoton
sampai menggunakan aktivitas fisik an mental yang sangat
kompleks. Kunjungan dari kelarga dan teman-teman sangat
efektif dalam meredakan nyeri. Melihat film layar lebar
dengan ”surround sound” melalui headphone dapat efektif
(berikan yang dapat diterima oleh pasien). Orang lainnya
mungkin akan mendapat peredaan permainan dan aktivitas
(mis., catur) yang membutuhkan konsentrasi. Tidak semua
pasien mencapai peredaan melalui distraksi, terutama
mereka yang dalam nyeri hebat, pasien mungkin tidak
dapat berkonsentrasi cukup baik untuk ikut serta dalam
aktivitas fisik atau mental yang kompleks.
Seseorang yang tidak mendapat manfaat dari distraksi
harus dipikirkan. Pasien yang menggunakan pompa ADP,
selama waktu distraksi efekatif mungkun tidak
menggunkan analgesia apapun. Tekinik distraksi biasanya
berakhir mendadak (y.i., aktivitasnya berakhir atau film
yang ditonton berakhir) dan pasien dibiarkan dalam kadar
opioid subtrapeutik dalam serum. Bila distrksi intermiten
digunakan untuk meredakan nyeri, input opioid kadar dasar
melelui pompa ADP mungkin diresepkan, sehingga ketika
distraksi berakhir, tidak akan diperlukan untuk melakukan
pengejaran kadar dalam serum.
5. Teknik Relaksasi.
Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri
dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang
nyeri. Ada banyak bukti yang menunjukkan bahwa relaksasi
efektif dalam meredakan nyeri punggung (Tunner dan
Jensen, 1993; Altmaier dkk. 1992). Beberapa penelitian,
bagaimanapun, telah menunjukkan bahwa relaksasi ecektif

dalam menurunkan nyeri pasca operasi (Lorenti, 1991;
Miller & Perry, 1990). Ini mungkin karena relatif kecilnya
otot-otot skeletal dalam nyeri pasca operatif atau
kebutuhan pasien untuk melakukan teknik relaksasi
tersebut agar efektif. Teknik tersebut tidak mungkin
dipraktekkan jika hanya diajarkan sekali, segera sebelum
operasi. Pasien yang sudah mengetahui tentang teknik
relaksasi mungkin hanya diingatkan untuk menggunakan
teknik tersebut untuk menurunkan atau mencegah
menigkatnya nyeri
Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas napas
abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat
memejamkan matanya dan bernapas dengan perlahan dan
nyaman. Irama yang konstan dapat diprtahankan dengan
menghitung dalam hati dan lambat bersama setiap inhalasi
(” hirup, dua, tiga ”) dan ekshalasi ( hembuskan, dua, tiga ).
Pada saat perawat mengajarkan teknik ini, akan sangat
membantu bila menghitung dengan keras bersama pasien
oada awalanya. Napas yang lambat, berirama juga dapat
digunakan sebagai teknik distraksi. Teknik relaksasi, juga
tindakan pereda nyeri noninvasif lainnya, mungkin
memerlukan latihan sebelum pasien menjadi terampil
menggunkannya.
6. Imajinasi Terbimbing.
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi
seseorang dalam suatu cara yang dirancang secara khusus
untuk mencapai efek positf tertentu. Sebagai contoh,
imajinasi terbimbing untuk relaksasi dan meredakan nyeri
dapat terdiri atas menggabungkan suatu napas berirama
lambat denfgan suatu bayangan mental relaksiasi dan

kenyamanan. Dengan mata terpejam, individu
diinstruksikan untuk membayangkan bahwa setiap napas
yang diekhalasi secara lambat ketegangan otot dan ketidak
nyaman dikeluarkan, menyebakan tubuh yang rileks dan
nyaman. Setip kali menghirup napas, pasien harus
membayangkan energi penyembuh dialairkan ke bagian
yang tidak nyaman. Setiap kali napas di hembuskan, pasien
diinstruksikan untuk membayangkan bahwa udara yang
dihembuskan membawa pergi nyeri dan ketegangan.
Jika imajinasi terpadu diharapkan agar efektif, doibutuhkan
waktu yang banyak untuk menjelaskan tekniknya dan
waktu untuk pasien mempraktekkannya. Biasanya, pasien
diminta untuk mempraktikkan imajinasi terbimbing selama
sekitar 5 menit, tiga kali sehari. Bebrapa hari praktik
mungkin dierlukan sebelum intensitas nyeri dikurangi.
Banyak pasien mulai mengalami efek rileks dari imajinasi
terbimbing saat pertama kali meraka mencobanya. Nyeri
mereda dapat berlanjut selam berjam-jan setelah imajinasi
digunakan. Pasien harus diinformasikan bahwa imajinasi
terbimbing hanya dapat berfungsi pada beberapa orang.
Imajinasi terbimbing harus digunakan hanya sebagai
tambahan dari bentuk pengobatan yang telah terbukti,
sampai riset telah menunjukkan apakah dan bilakah tekinik
ini efektif.
7. Hipnosis.
Hipnosis efktif dalam meredakan nyeri atau menurunkan
jumlah analgesik yang dibutuhkan pada nyeri akut dan
kronis. Teknik ini mungkin membantu dalam memberikan
peredaan pada nyeri terutama dalam situasi sulit ( mis., lika
bakar ). Mekanisme bagaimana kerjanya hipnosis tidak jelas

tetapi tidak tampak diperantari oleh sistem endorfin. (Moret
dkk.,1991). Keefektifan hipnosis tergantung pada
kemudahan hipnotik individu. Pada beberapa kasus hipnosis
dapat efekatif pada pengobatan pertama; keefektifannya
meningkat dengan tambahan sel hipnotik berkutnya.
(Lewis,1992). Bagaimanapun pada beberapa kasus tekinik
inimtidak akan bekerja. Pada kebenyakan situasi hipnosis
harus dicetuskan oleh orng yang terlatih secara khusus (
seringkali seoramg psikolog atau perawat dengan pelatihan
yang dikhususkan untuk hipnosis) dan dapat efektif selain
pengunaan analgesik standar.

Brain Gym atau Senam Otak
Praktikum 3

CASE STUDY
Tn D usia 83 th dirawat di panti Mawar, didapatkan data hasil
pengkajian klien sering lupa menaruh barang bawaannya, belum
makan mulai pagi hari, disorientasi waktu, lupa mandi dan nilai
hasil quesioner MMSE 18, sering mondar mandir mencari barang
dan menanyakan tempat.

Question
1. Sebutkan masalah keperawatan pada kasus tersebut?
2. Jelaskan intervensi yang dapat diberikan pada klien dengan
masalah pada kasus diatas?
3. Apa yang anda ketahui tentang senam otak?
4. Jelaskan tujuan senam otak?

Definisi
Senam otak merupakan kumpulan gerakan-gerakan sederhana
dan bertujuan untuk menghubungkan/ menyatukan pikiran dan
tubuh. Senam otak merupakan bagian dari proses edukasi
kinesiologi.
Kinesiologi merupakan suatu ilmu yang mempelajari gerakan
tubuh dan hubungan antara otot dan postur terhadap fungsi
otak.Gerakan-gerakan tertentu diyakini penting untuk
perkembangan otak manusia, sebagai contoh gerakan
merangkak pada bayi akan mengembangkan koneksi diantara
kedua belah hemisfer. Gerakan ini kemudian dikembangkan
menjadi gerakan yang lebih kompleks untuk meningkatkan
proses belajar dan memaksimalkan kemampuan individu.

Cara kerja
Seperti telah disebutkan sebelumnya, agar kedua hemisfer bisa
bekerja efektif maka kedua belah hemisfer tersebut harus
difungsikan secara simultan. Ketika kita berada dalam keadaan
stres, otak bereaksi dengan menghambat transmisi informasi
yang bersifat simultan. Salah satu hemisfer akan switched off,
dari sinilah berbagai problem akan timbul. Akan terjadi masalah
dalam koordinasi dan gangguan terhadap kemampuan untuk
berpikir jernih, memecahkan masalah, kemampuan
komprehensi, organisasi dan komunikasi secara efektif. Dalam
hal ini senam otak dapat mengakses kedua hemisfer secara
simultan, hemisfer akan kembali switched on dan berada dalam
kondisi terintegrasi. Kita telah mengetahui bahwa otak
mengontrol semua fungsi tubuh, senam otak memanfaatkan dan
membentuk relasi diantara otak dan tubuh, Dengan melakukan
gerakan-gerakan untuk mengakses otak ternyata kita dapat
mengintegrasikan semua area yang berhubungan dalam proses
belajar sehingga kita dapat meningkatkan kemampuan untuk
memaksimalkan kedua belah hemisfer dan memperbaiki
penampilan.

Manfaat senam otak
Senam otak untuk anak dan dewasa dilakukan untuk
memperbaiki :
 Kemampuan membaca, mengeja, komprehensi, menulis
tangan dan membuat tulisan.
 Kepercayaan diri, koordinasi dan komunikasi.
 Konsentrasi dan memori.
 Hiperaktifitas.

 Mengatasi stres dan mencapai suatu tujuan.
 Motivasi dan mengembangkan kepribadian.
 Ketrampilan organisasai.
 Penampilan. (Sari Pediatri, 2002)

Alat dan Bahan:
Air putih siap minum 1 gelas
Kursi 1 buah
Pemutar rekaman audio dan rekaman musik dinamis 1 set

Persiapan:
 Siapkan air putih di meja atau tempat lain yang tidak terlalu
dekat untuk bisa mengganggu gerakan, namun masih cukup
dekat untuk dijangkau, misalnya di meja pojok ruangan
 Tentukan apakah gerakan akan dilakukan sambil duduk atau
berdiri. Jika memilih untuk smabil duduk, maka
tempatkanlah kursi di tempat anda seharusnya berdiri
 Penggunaan musik bersifat pilihan. Jika memutuskan untuk
menggunakannya, tempatkanlah pemutarnya di tempat
yang cukup jauh agar tidak mengganggu gerakan anda,
namun bisa anda jangkau untuk menyala-matikan dengan
mudah

Gerakan Senam Otak (Brain Gym)
Gerakan 1


Tangan kanan putar kedepan, ganti tangan kiri diputar kebelakang
kemudian putar kedua tangan berlawanan arah


Gerakan 2

Dl od





G

Tangan kanan genggam arahkan ke atas dan ke bawah dan tangan kiri
dibuka arahkan kedepan dan kebelakang, seterusnya bergantian

Gerakan 3









Jempol tangn kanan arahkan ke kiri kelingking tangn kiri di arahkn ke
kiri, bergantian kanan dan ke kiri


Gerakan 4













Ajungkan jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri sedangkan jempol
dan telunjuk arahkan ke kiri, bergantian kedua tangan

KJIJI

Gerakan 5



Tangan kanan pegang hidung sedangkan tangan kiri pegang telinga,
begitu bergantian

Gerakan 6


Kepala kanan nepuk-nepuk kepala, sedangkan tangan kiri memutar
dada dan bergantian posisi

Senam Kegel
Praktikum 4

CASE STUDY
Seorang perempuan usia 80 tahun dirawat dipanti werdha
tampak menahan kecing saat batuk dan bersin, tampak basah
baju bagian bawah.

QUESTION
1. Sebutkan masalah keperawatan pada kasus tersebut?
2. Jelaskan intervensi yang dapat diberikan pada klien dengan
masalah pada kasus diatas?
3. Apa yang anda ketahui tentang senam kegel?
4. Jelaskan tujuan senam otak?

TINJAUAN TEORI
Senam kegel adalah senam untuk menguatkan otot
panggul yang ditemukan oleh Dr. Kegel. Otot panggul atau otot
PC (PuboCoccygeal Muscle) adalah otot yang melekat pada
tulang-tulang panggul seperti ayunan dan berperan
menggerakkan organ-organ dalam panggul yaitu rahim, kantong
kemih, dan usus.
Kehamilan, persalinan, kegemukan dan batuk berat dapat
menjadi beban bagi otot panggul. Bila dasar otot panggul
melemah, organ-organ panggul wanita akan melorot dan
menonjol keluar lewat vagina. Kondisi tersebut dinamakan
prolapsis uterus atau vagina yang seringkali membuat wanita
kencing dan buang air tanpa sengaja ). Senam kegel yang teratur

dapat mencegah hal tersebut. Selain itu, senam kegel juga
bermanfaat untuk:
 Memudahkan kelahiran bayi tanpa banyak merobek jalan
lahir (tanpa atau sedikit ‘jahitan’)
 Mencegah ambein/wasir
 Mencegah ‘ngompol kecil’ saat bersin dan batuk

PERSIAPAN ALAT
1. Matras
2. Tape dan kaset (musik untuk pengiring)
3. Video pertunjukkan senam

TINDAKAN
1. Mulailah dengan mengencangkan otot panggul Anda selama
lima detik, kendurkan lima detik, lalu kencangkan lagi.
Lakukan 10 kali berturut-turut, tiga kali sehari. Fokuskan pada
bagian otot panggul di sekitar vagina dan anus saja, jangan
sampai otot perut, paha atau pantat ikut tertarik.
2. Bernafaslah seperti biasa, jangan menahan nafas.
3. Bila Anda sudah terbiasa dengan latihan di atas, lakukan
pengencangan dan pengendoran otot panggul secepat
mungkin 10 sampai 20 kali berturut-turut. Ulangi sampai 10
kali sehari.
4. Anda bisa juga mencoba ‘teknik elevator’. Kencangkan otot
panggul, lalu secara bertahap lepaskan seperti lift yang turun
dari lantai empat dan berhenti di setiap lantai. Ulangi sampai
10 kali sehari.

MENILAI KEMAMPUAN KOGNITIF
DENGAN INSTRUMEN MMSE DAN
SPMSQ
Praktikum 5

CASE STUDY
Seorang perempuan usia 84 tahun dirawat di panti griya werdha
sudah 8 tahun didapatkan sering menaruh barang disembarang
tempat, lupa tempat dan waktu, tidak kenal dengan nama teman
satu kamar.

QUESTION:
1. Apa yang anda ketahui tentang demensia?
2. Tanda dan gejala apa saja yang dapat ditemukan pada lansia
dengan demensia?
3. Sebutkan masalah keperawatan pada kasus tersebut?
4. Jelaskan intervensi yang dapat diberikan pada klien kasus
tersebut?
5. Sebutkan instrument untuk mengukur kemampuan kognitif
lansia?

PENGKAJIAN KEMAMPUAN INTELEKTUAL
Menggunakan SPMSQ (Short Portable Mental Status Quesioner)

Ajukan beberapa pertanyaan pada daftar dibawah ini:
NO PERTANYAAN JAWAB
AN
BENAR SALAH
1 Tanggal berapa hari ini ?

2 Hari apa sekarang ?
3 Apa nama tempat ini ?
4 Dimana alamat anda ?
5 Berapa umur anda ?
6 Kapan anda lahir ?
7 Siapa presiden Indonesia ?
8 Siapa presiden Indonesia
sebelumnya ?

9 Siapa nama ibu anda ?
10 Kurang 3 dari 20 dan tetap
perguruan 3 dari setiap
angka baru, secara
menurun ?



JUMLAH

Interpretasi:
Salah 0 – 3 : Fungsi intelektual utuh
Salah 4 – 5 : Fungsi intelektual kerusakan ringan
Salah 6 – 8 : Fungsi intelektual kerusakan sedang
Salah 9 – 10 : Fungsi intelektual kerusakan berat

I. PENGKAJIAN KEMAMPUAN ASPEK KOGNITIF
Menggunakan MMSE (Mini Mental Status Exam)

No Aspek
Kognitif
Nilai
Maks
Nilai
Klien
Kriteria
1 Orientasi 5 Menyebutkan dengan benar :
Tahun :
Musim :
Tanggal :
Hari :
Bulan :
2 Orientasi 5 Dimana sekarang kita berada ?
Negara :
Propinsi :
Kabupaten / Kota :
Panti :
Wisma :
3 Registrasi 3 Sebutkan 3 nama objek (misal :
kursi, meja, kertas), kemudian
ditanyakan kepada klien,
menjawab :
1. Kursi
2. Meja
3. Kertas
4 Perhatian
dan kalkulasi
5 Meminta klien berhitung mulai
dari 100 kemudian kurang 7
sampai 5 tingkat.
Jawaban :
1. 93
2. 86

3. 79
4. 72
5. 65
5 Mengingat 3 Minta klien untuk mengulangi
ketiga objek pada point ke-2
(tiap poin nilai 1)
6 Bahasa 9 Menanyakan pada klien
tentang benda (sambil
menunjukkan benda tersebut)
(point 2)
1
2

Minta klien untuk mengulang
kata berikut (point 3):
(tidak ada jika, dan, atau
tetapi)

Minta klien untuk mengikuti
perintah berikut yang terdiri 3
langkah.
Ambil kertas ditangan anda,
lipat dua dan taruh
dilantai.(point 3)
1.
2.
3.

Perintahkan pada klien untuk
hal berikut ” Tutup mata anda”

(bila aktifitas sesuai nilai 1
point)
TOTAL NILAI 30

Interpretasi hasil :
24 – 30 : Tidak ada gangguan kognitif
18 – 23 : Gangguan kognitif sedang
0 – 17 : Gangguan kognitif berat

MENILAI KEMAMPUAN ACTIVITY DAILY
LIVING (AKTIFITAS HIDUP SEHARI-HARI)
DENGAN INSTRUMEN INDEKS KARTZ DAN
INDEKS BARTHEL
Praktikum 6
CASE STUDY
Seorang perempuan usia 84 tahun dirawat di panti griya werdha
sudah 8 tahun didapatkan sering menaruh barang disembarang
tempat, lupa tempat dan waktu, tidak kenal dengan nama teman
satu kamar.

QUESTION:
1. Apa yang anda ketahui tentang demensia?
2. Tanda dan gejala apa saja yang dapat ditemukan pada lansia
dengan demensia?
3. Sebutkan masalah keperawatan pada kasus tersebut?
4. Jelaskan intervensi yang dapat diberikan pada klien kasus
tersebut?
5. Sebutkan instrument untuk mengukur kemampuan kognitif
lansia?

PENGKAJIAN KEMAMPUAN ADL LANSIA
INDEKS KATZ
(Indeks Kemandirian Pada Aktivitas Kehidupan Sehari-hari)
========================================================
A. Nama Klien : ……………………….
Tanggal :…………………

Jenis Kelamin : L / P Umur : ……tahun TB / BB: Cm / Kg

Agama : ……………. Suku : ………………… Gol Darah :

Tahun Pendidikan : …………SD, ………..SLTP, ………..SLTA, …….….PT

Alamat : ………………………………………………………………


Sko
re

Kriteria

A
Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke kamar kecil,
berpakaian dan mandi.

B
Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali satu
dari fungsi tersebut.

C
Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali mandi
dan satu fungsi tambahan.

D
Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali
mandi, berpakaian dan satu fungsi tambahan.
Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali

E mandi, berpakaian, kekamar kecil dan satu fungsi tambahan.

F
Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari, kecuali
mandi, berpakaian, ke kamar kecil, berpindah dan satu fungsi
tambahan.
G Ketergantungan pada ke enam fungsi tersebut.

Lain
-
Lain
Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat
diklasifikasikan sebagai C, D, E atau F.

PERAWATAN JENAZAH
Praktikum 7

Alat dan Bahan:
1. Kasa atau perban
2. Sarung tangan
3. Kapas
4. Plastik jenazah
5. Plester
6. Tas plastik
7. Air dalam baskom
8. Sabun
9. Handuk
10. Peniti
11. Sisir
12. Baju bersih
13. Celemek
14. Bengkok
15. Selimut mandi
16. Kain kafan
17. Daftar barang
18. Tempat pakaian kotor
19. Waslap
Prosedur Pelaksanaan:
1. Cuci tangan
2. Gunakan celemek dan sarung tangan
3. Atur lingkungan sekitar tempat tidur
4. Tempatkan dan atur jenazah pada posisi anatomis
5. Singkirkan pakaian dan alat tenun
6. Lepaskan semua alat kesehatan

7. Bersihkan tubuh dari noda
8. Tempatkan kedua tangan di atas abdomen dan ikat
pergelangannya (bergantung pada kepercayaan atau
agama)
9. Tempatkan satu bantal di bawah kepala.
10. Tutup kelopak mata, jika tidak tertutup maka bisa ditutup
dengan kapas basah.
11. Ambil gigi palsu, lalu katupkan rahang atau mulut dan
ikat, kemudian letakkan gulungan handuk dibawah dagu,
bila dagu tidak bisa menutup.
12. Letakkan alas dibawah glutea.
13. Tutup sampai sebatas bahu dan tutup kepala dengan kain
tipis
14. Lepaskan semua milik pasien, lalu dicatat kemudian
berikan kepada keluarga.
15. Rapikan rambut dengan sisir rambut.
16. Ganti balutan yang kotor apabila ada balutan.
17. Bungkus dengan kain panjang.
18. Beri label pada bagian luar, dengan mengisi lengkap
formulir jenazah, seperti nama, jenis kelamin,
tanggal/jam meninggal, asal ruangan dan lain-lain.
19. Pindahkan jenazah ke kamar jenazah (pada beberapa
rumah sakit membiarkan jenazah dikamar sampai
petugas kamar jenazah mengambilnya).
20. Rapikan dan bersihkan peralatan dan kamar pasien.
21. Lepaskan sarung tangan.
22. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
23. Dokumentasikan tindakan yang telah dilakukan.

Tindakan Pada Keluarga yang Ditinggalkan

1. Dengarkan ekspresi keluarga
2. Beri kesempatan pada keluarga untuk melihat dan
menunggui jenazah beberapa saat.
3. Siapkan rungan khusus untuk memulai rasa berduka
4. Pahami perasaan keluarga dan dengarkan semua
ekspresinya.
5. Bantu keluarga untuk membuat keputusan rencana
tindak lanjut pada jenazah.
6. Beri dukungan jika terjadi disfungsi berduka.




DAFTAR PUSTAKA

Musrifatul Uliyah, dll. 2016. Ketrampilan Dasar Kebidanan.
Jakarta. Salemba Medika.
Potter Perry, dll. 2009. Fundamental Keperawatan. Edisi 7.
Elsevier.