Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan
https://jurnal.stikes-aisyiyah-palembang.ac.id/index.php/Kep/article/view/126
Vol. 14, No. 1, Juni 2022, Hal. 156-164
e-ISSN 2622-6200 | p-ISSN 2087-8362
| 156

PREVALEN RASIO TINGKAT KONSUMSI ENERGI DAN PROTEIN
PADA STATUS GIZI BALITA

Tutut Pujianto
1
, Enggar Anggraeni
2
, Fadhila Tati’ Badiyah
3

Program Studi D3 Gizi, Akademi Gizi Karya Husada Kediri
1,2,3

[email protected]
1
[email protected]
2
[email protected]
3

ABSTRAK

Latar Belakang: Tingkat konsumsi energi dan protein berhubungan dengan status gizi pada balita.Konsumsi
energi dan protein yang cukup akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan balita, sehingga dapat
memperkecil resiko gagal tumbuh. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis resiko tingkat konsumsi
energi dan protein terhadap status gizi balita usia 3-5 tahun dengan memanfatkan hasil perhitungan rasio
prevalen. Metode: Penelitian dilakukan di Posyandu Nusa Indah Desa Pranggang Kecamatan Plosoklaten Kediri,
dengan subyek penelitian sebanyak sebanyak 26 balita. Penelitian menggunakan desain observasional dengan
pendekatan cross-sectional. Data tingkat konsumsi didapatkan dengan melakukan recall selama 3 hari tidak
berturut-turut kepada ibu balita, sedangkan status gizi didapatkan dengan melakukan pengukuran langsung pada
balita dengan indikator BB/U. Penilaian tingkat konsumsi dari hasil recall menggunakan aplikasi food prosessor.
Data tingkat konsumsi dikategorikan menjadi baik dan kurang, sedangkan status gizi dikategorikan menjadi
normal dan pendek. Data presentasikan menjadi tabel 2x2, kemudian dihitung nilai rasio prevalennya.
Interpretasi hasil perhitungan Rasio Prevalen (RP) digunakan untuk menetapkan apakah tingkat konsumsi
berpengaruh atau tidak terhadap status gizi balita, dengan menggunakan cut of point 1,<1, dan >1. Hasil: Hasil
penelitian didapatkan bahwa RP tingkat konsumsi energi terhadap status gizi adalah >1, artinya kurangnya
konsumsi energi menjadi faktor yang dapat meningkatkan terjadinya gizi kurang. RP tingkat konsumsi protein
terhadap status gizi >1, artinya kurangnya konsumsi protein menjadi faktor yang meningkatkan terjadinya gizi
kurang. Keberadaaan energi sangat pokok dalam mendukung pertumbuhan balita. Saran: Kendali balita adalah
pada ibu atau pengasuh, sehingga penting meningkatkan pengetahuan gizi pada ibu atau pengasuh tentang pola
asuh yang benar.

Kata Kunci: Konsumsi, Energi , Protein, Status Gizi, Prevalen

ABSTRACT

Introduction: The level of energy and protein consumption is related to nutritional status in toddlers. Adequate
energy and protein consumption will affect the growth and development of toddlers, so as to minimize the risk of
failure to grow. The aim: This study aims to analyze the risk of energy and protein consumption levels to the
nutritional status of toddlers aged 3-5 years by mandating the results of calculating the ratio prevalence.
Methode: The research was conducted in Posyandu Nusa Indah Pranggang Village, Plosoklaten Kediri District,
with 26 research subjects. Research using observational design with a cross-sectional approach. Consumption
level data is obtained by recalling for 3 days not consecutively to the mother of the toddler, while the nutritional
status is obtained by taking direct measurements on toddlers with the BB / U indicator. Consumption level data
is categorized to be good and less, while nutritional status is categorized to be normal and short. The presentation
data becomes a 2x2 table, then calculated the value of the ratio prevalent . Interpretation of the calculation of the
Ratio Prevalent (RP) is used to determine whether the level of consumption affects or not the nutritional status of
toddlers, using the cut of points 1.<1, and >1. Result: The results of the study found that RP energy consumption
level to nutritional status is >1, meaning that lack of energy consumption is a factor that can increase the
occurrence of malnutrition. RP level of protein consumption to nutritional status >1, meaning that lack of protein
consumption is a factor that increases the occurrence of malnutrition. The existence of energy is very basic in
supporting the growth of toddlers. Suggestion: The toddler's control is in the mother or caregiver, so it is
important to increase nutritional knowledge in the mother or caregiver about proper parenting.

Keywords: Consumption, Energy , Protein, Nutritional Status, Prevalent

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan
https://jurnal.stikes-aisyiyah-palembang.ac.id/index.php/Kep/article/view/126
Vol. 14, No. 1, Juni 2022, Hal. 156-164
e-ISSN 2622-6200 | p-ISSN 2087-8362
| 157

PENDAHULUAN
Almatsier (2013) menyatakan
bahwa anak merupakan generasi penerus
bangsa yang kelak akan meneruskan
membangun di masa depan, sebagai
generasi penerus bangsa maka anak harus
memiliki gizi yang baik untuk memenuhi
pilar dalam mewujudkan generasi penerus
negeri. Gizi yang seimbang merupakan
salah satu pilar untuk mewujudkan sumber
daya manusia generasi masa depan yang
berkualitas. Asupan gizi yang baik akan
mencegah terjadinya masalah gizi, salah
satunya adalah stunting. Kejadian stunting
pada balita memiliki dua faktor yaitu
langsung dan tidak langsung. Faktor
stunting secara langsung dipengaruhi pola
makan dan adanya infeksi, sedangkan
faktor stunting secara tidak langsung
berupa ketersediaan bahan pangan, status
gizi ibu pada waktu hamil, pemberian ASI
eksklusif pada anak, status imunisasi anak,
pendidikan yang ditempuh orang tua,
profesi orang tua dan ekonomi keluarga.
Kuantitas dan kualitas pada
makanan dan minuman yang dikonsumsi
dapat menyebabkan kejadian stunting,
serta mempengaruhi tingkat kesehatan
pada individu tertentu dan masyarakat
(Kemenkes RI.Pedoman Umum Gizi
Seimbang, 2013). Makanan yang baik
merupakan makanan yang memiliki gizi
seimbang terutama pada kandungan energi
dan proteinnya. Apabila mengalami
kekurangan dalam pengkonsumsian energi
dan protein maka dapat menimbulkan
terjadinya peristiwa tubuh yang
kekurangan zat gizi, oleh karena itu untuk
mengatasi kekurangan zat gizi pada tubuh
maka akan menggunakan simpanan energi
dan protein yang ada didalam tubuh. Jika
keadaan ini terjadi dalam kurun waktu
yang lama, maka cadangan energi dan
protein dapat habis, yang dapat
mengakibatkan terjadinya kerusakan
jaringan sehingga menyebabkan seorang
anak mengalami stunting atau kurang gizi
(Supariasa, 2011).
Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri
(2018) menyatakan bahwa pada tahun
2017 terdapat 18,8 % balita berstatus gizi
sangat pendek, 18.0 % berstatus gizi
pendek, tahun 2013 terdapat 18.0 % balita
berstatus gizi sangat pendek, 19.2 % balita
berstatus gizi pendek, tahun 2018 terdapat
11.5 % balita berstatus gizi sangat pendek,
19.3 % berstatus gizi pendek. Hasil dari
pelaksanaan pemantauan status gizi di
Kabupaten Kediri berdasarkan TB/U ada
sebesar 5.479 balita dengan status gizi
sangat pendek, 10.774 balita berstatus gizi
pendek dan jumlah balita stunting sebesar
16.253.
Penelitian yang dilaksanakan oleh
Azmi (2018), mendapatkan bahwa
mayoritas balita stunting memiliki tingkat

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan
https://jurnal.stikes-aisyiyah-palembang.ac.id/index.php/Kep/article/view/126
Vol. 14, No. 1, Juni 2022, Hal. 156-164
e-ISSN 2622-6200 | p-ISSN 2087-8362
| 158

konsumsi energi, lemak, protein,
karbohidrat, seng, dan zat besi pada
kategori kurang, sedangkan pada balita
non-stunting mayoritas tingkat konsumsi
zat gizi yang cukup. Penelitian yang
dilaksanakan oleh Adi (2015) diperoleh
hasil tingkat konsumsi energi normal pada
balita stunting senilai 57.1% lebih kecil
dari anak balita non stunting paling tinggi
pada tingkat konsumsi normal yaitu senilai
66.7%.
Data pemantauan status gizi (PSG)
di Posyandu Nusa Indah tahun 2019
diketahui prevalensi balita status gizi
pendek terdapat 7 balita (15,90%), kategori
balita status gizi sangat pendek terdapat 9
balita (20,45) dari jumlah keseluruhan
balita usia 3-5 tahun 45 balita.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan desain
observasional dengan pendekatan cross-
sectional, dengan subyek penelitian
sebanyak sebanyak 26 balita Penelitian
dilakukan di Posyandu Nusa Indah Desa
Pranggang Kecamatan Plosoklaten
Kabupaten Kediri, pada bulan Desember
2019 sampai dengan Maret 2020. Tahapan
penelitian dimulai setelah mendapatkan ijin
dari Bakesbangpolinmas Kabupaten
Kediri, dilanjutkan dengan pengumpulan
data dari subyek penelitian, data hasil
penelitian dilakukan pengolahan dan
analisis data. Etik penelitian dilakukan di
Akademi Gizi Karya Husada Kediri. Data
tingkat konsumsi didapatkan dengan
melakukan recall selama 3 hari tidak
berturut-turut kepada ibu balita, sedangkan
status gizi didapatkan dengan melakukan
pengukuran langsung pada balita dengan
indikator BB/U. Penilaian tingkat
konsumsi dari hasil recall menggunakan
aplikasi food prosessor. Data tingkat
konsumsi dikategorikan menjadi baik dan
kurang, sedangkan status gizi
dikategorikan menjadi normal dan pendek.
Data presentasikan menjadi tabel 2x2,
kemudian dihitung nilai rasio prevalennya.
Interpretasi hasil perhitungan Rasio
Prevalen (RP) digunakan untuk
menetapkan apakah tingkat konsumsi
berpengaruh atau tidak terhadap status gizi
balita, dengan menggunakan cut of point
1,<1, dan >1.

HASIL PENELITIAN
Data Demografi

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan
https://jurnal.stikes-aisyiyah-palembang.ac.id/index.php/Kep/article/view/126
Vol. 14, No. 1, Juni 2022, Hal. 156-164
e-ISSN 2622-6200 | p-ISSN 2087-8362
| 159

Tabel 1.
Distribusi Usia dan Jenis Kelamin Balita
No Demografi Kategori n %
1 Usia 3 tahun 16 61,54
4 tahun 10 38,46
2 Jenis kelamin Laki-laki 12 46,15
Perempuan 14 53,85

Berdasarkan tabel 1 menunjukkan
bahwa lebih dari sebagaian dari balita
berusia 3 tahun. Dari kategori jenis
kelamin, menunjukkan bahwa jumlah laki-
laki dan perempuan tidak berbeda jauh.
Tingkat Konsumsi Energi dan Protein

Tabel 2.
Distribusi Tingkat Konsumsi Energi Balita
No Tingkat Konsumsi Kategori n %
1 Energi Baik 7 26,92
Kurang 19 73,08
2 Protein Baik 25 96,15
Kurang 1 3,85

Tabel 2 menunjukkan bahwa
tingkat konsumsi energi balita sebagian
besar berkategori kurang, sedangkan untuk
konsumsi protein, sebagian besar balita
memiliki tingkat konsumsi baik.
Status Gizi Subyek

Tabel 3.
Distribusi Status Gizi Balita
No Status gizi n %
1 Baik 23 88,46
2 Kurang 3 11,54
Jumlah 26 100

Berdasarkan tabel 3 menunjukkan
bahwa sebagian besar balita memiliki
status gizi baik.
Korelasi Tingkat Konsumsi Energi
dengan Status Gizi

Tabel 4.
Kontingensi Tingkat Konsumsi Energi Dengan Status Gizi Balita
Tingkat Konsumsi Status Gizi Jumlah
Baik Kurang
n % n % n %
Baik 5 100,0 0 0,0 5 100,0
Kurang 18 87,5 3 14,3 21 100,0
Jumlah 23 88,5 3 11,5 26 100,0
PR = (5/5):(18/21)=1,17

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan
https://jurnal.stikes-aisyiyah-palembang.ac.id/index.php/Kep/article/view/126
Vol. 14, No. 1, Juni 2022, Hal. 156-164
e-ISSN 2622-6200 | p-ISSN 2087-8362
| 160

Tabel 4 menunjukkan bahwa untuk
tingkat konsumsi energi baik, seluruh
balita (100%) memiliki status gizi baik.
Sedangkan hasil perhitungan prevalens rate
didapatkan nilai 1,17.

Tabel 5.
Kontingensi Tingkat Konsumsi Protein dengan Status Gizi Balita
Tingkat Konsumsi Status Gizi Jumlah
Baik Kurang
n % n % n %
Baik 5 100,0 0 0,0 5 100,0
Kurang 18 85,7 3 14,3 21 100,0
Jumlah 23 88,5 3 11,5 26 100,0
PR = (4/4):(19/22)=1,16

Tabel 5 menunjukkan bahwa untuk
tingkat konsumsi protein baik, seluruh
balita (100%) memiliki status gizi baik.
Sedangkan hasil perhitungan prevalens rate
didapatkan nilai 1,16.

PEMBAHASAN
Tingkat Konsumsi Energi dan Protein
Tabel 2 menunjukkan bahwa
terdapat 19 balita (73,08%) memiliki
tingkat konsumsi energi kurang. Hasil
wawancara dengan ibu balita didapatkan
data bahwa anaknya lebih sering makan
nasi tanpa lauk, sehingga yang dikonsumsi
lebih banyak kandungan karbohidratnya.
Balita memiliki aktifitas cukup
tinggi (bermain), sehingga membutuhkan
energi yang cukup untuk menunjang
kegiatanya. Kebutuhan energi pada setiap
individu berbeda-beda sesuai dengan
kegiatanya, sehingga energi yang diperoleh
oleh tubuh melalui makanan yang
dikonsumsi haruslah seimbang dengan
kebutuhannya. Apabila kebutuhan energi
pada individu tersebut tidak terpenuhi,
maka dapat menyebabkan pergeseran
keseimbangan energi kearah yang negatif.
Asupan energi merupakan faktor
langsung kejadian gizi buruk pada balita.
Penyebabnya adalah jumlah glukosa dari
makanan tidak ada ,dan simpanan glikogen
dalam tubuh juga habis. Kondisi ini
mengakibatkan sumber energi non
karbohidrat yaitu lipid dan protein akan
digunakan untuk memproduksi energi.
Keadaan yang tidak sesuai fungsi
utamanya mengakibatkan terjadinya
gangguan metabolisme dalam tubuh,
sehingga status gizi balita menjadi tidak
normal.
Asupan energi harus diperhatikan
karena asupan tersebut sangat diperlukan
di masa balita untuk menunjang tumbuh
kembang balita serta untuk melakukan

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan
https://jurnal.stikes-aisyiyah-palembang.ac.id/index.php/Kep/article/view/126
Vol. 14, No. 1, Juni 2022, Hal. 156-164
e-ISSN 2622-6200 | p-ISSN 2087-8362
| 161

aktivitas sehari-hari. Roring, dkk (2018)
menyatakan bahwa asupan energi berguna
untuk menunjang aktivitas serta
pertumbuhan balita.Balita mengalami
pertumbuhan secara perlahan disertai
dengan kematangan keterampilan motorik
pada balita.
Tabel 2 juga memberikan informasi
bahwa terdapat 25 balita (96,15%)
memiliki tingkat konsumsi protein baik.
Tingginya presentase tingkat konsumsi
protein dalam kategori baik, bertentangan
dengan data tingkat konsumsi energi.
Hasil wawancara dengan orang tua balita
menyatakan, bahwa anaknya tidak suka
makan lauk, namun tingkat konsumsi
proteinnya sebagain besar adalah baik.
Keadaan tersebut terjadi karena balita lebih
suka makan jajanan, dan jajanan yang
dipilih adalah yang memiliki kandungan
protein tinggi.
Kemenkes RI (2016), menyatakan
bahwa protein adalah zat makanan yang
sangat penting bagi tubuh, disamping
sebagai sumer energi dalam tubuh, protein
juga memiliki fungsi sebagai zat
pembangun dan pengatur dalam tubuh.
Status Gizi Balita
Status gizi berat badan menurut
umur merupakan pengambaran dari
keseimbangan dalam bentuk variabel
tertentu, atau perwujudan dan nutrition
dalam bentuk variabel tertentu (Supariasa
2011). Berat badan merupakan salah satu
parameter yang memberikan gambaran
massa tubuh.
Berdasarkan tabel 3 diketahui
bahwa balita berstatus gizi kurang menurut
indeks BB/U sebanyak 3 balita (11.54 %).
Data ini memberikan gambaran bahwa gizi
kurang yang ada di Posyandu Nusa Indah
masih di bawah target nasional tahun 2020.
Dalam rencana aksi Direktorat Gizi
Masyarakat Tahun 2020-2025 ditetapkan
bahwa target gizi kurang mencapai 8,1%.
BB/U merupakan indikator yang
baik untuk menilai status gizi masa
sekarang. Indikator berat badan menurut
umur juga mempunyai kelebihan diantara
lain lebih mudah atau lebih cepat dipahami
oleh masyarakat umum, baik untuk
mengukur status gizi akut atau kronis.
Berat badan dapat sangat sensitif terhadap
perubahan kecil, sehingga juga dapat
mendeteksi gejala kegemukan.
Rasio Prevalen Konsumsi Energi
Terhadap Status Gizi
Hasil perhitungan prevalen rasio
(PR) adalah 1,17. Artinya bahwa tingkat
konsumsi energi kurang dapat berpengaruh
terhadap kejadian gizi kurang, dengan
probabilitas 1,17 kali dibandingkan dengan
tingkat konsumsi energi baik. Besarnya
probabilitas terjadinya gizi kurang akibat
tingkat konsumsi kurang perlu
mendapatkan perhatian, terutama bagi ibu

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan
https://jurnal.stikes-aisyiyah-palembang.ac.id/index.php/Kep/article/view/126
Vol. 14, No. 1, Juni 2022, Hal. 156-164
e-ISSN 2622-6200 | p-ISSN 2087-8362
| 162

atau pengasuh balita, sehingga tidak
berdampak negatif bagi balitanya.
Baculu, dkk (2015) menyatakan
bahwa balita berisiko 9,86 kali lebih besar
terkena gizi buruk jika asupan energinya
kurang. Maka dari itu asupan energi dalam
tubuh harus seimbang agar metabolisme
tidak terganggu dan status gizi balita tetap
normal.
Almatsier (2013) menyatakan
bahwa kekurangan energi dapat terjadi
apabila jumlah konsumsi energi melalui
makanan kurang dari energi yang
dikeluarkan oleh tubuh, sehingga tubuh
akan mengalami keseimbangan energi
negatif. Akibat dari kekurangan energi
berat badan akan kurang dari berat bada
yang seharusnya. Apabila kekurangan
energi terjadi pada bayi dan anak maka
akan menghambat pertumbuhan pada bayi
dan anak tersebut, serta dapat
mengakibatkan terjadinya penurunan daya
tahan terhadap penyakit infeksi. Penurunan
berat badan bayi dinamakan marasmus ,
dan bila disertai kekurangan protein
disebut kwashiorkor.
Rasio Prevalen Tingkat Konsumsi
Protein Terhadap Status Gizi
Hasil perhitungan prevalen rasio
(PR) adalah 1,16. Artinya bahwa tingkat
konsumsi protein kurang dapat
berpengaruh terhadap kejadian gizi kurang,
dengan probabilitas 1,16 kali dibandingkan
dengan tingkat konsumsi protein baik.
Seperti halnya pada tingkat konsumsi
energi, maka probabilitas terjadinya gizi
kurang akibat konsumsi protein yang
kurang harus menjadi perhatian.
Almatsier (2013) menyatakan
bahwa kekurangan protein menyebabkan
kwashiorkor pada anak dibawah lima
tahun, kekurangan protein sering
ditemukan secara bersamaan dengan
kekurangan energi. Protein secara
berlebihan juga tidak menguntungkan
untuk tubuh, makanan yang mengandung
tinggi protein biasanya tinggi lemak
sehingga dapat menyebabkan obesitas.
Kelebihan protein dapat menimbulkan
masalah lain, terutama pada bayi, batas
yang dianjurkan untuk konsumsi protein
adalah dua kali Angka Kecukupan Gizi
(AKG) untuk protein.
Berdasarkan penelitian oleh
Diniyyah & Nindya (2017)
mengungkapkan bahwa sebagian besar
balita yang memiliki asupan energi yang
cukup berstatus gizi baik. Sedangkan balita
yang memiliki asupan protein yang cukup
juga mempunyai status gizi yang baik
Soumokil (2017) menyatakan
bahwa rendahnya asupan energi serta
protein yang terjadi secara terus-menerus
pada balita akan menyebabkan peningkatan
risiko 1,8 kali lebih besar memiliki status
gizi kurang atau underweight.

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan
https://jurnal.stikes-aisyiyah-palembang.ac.id/index.php/Kep/article/view/126
Vol. 14, No. 1, Juni 2022, Hal. 156-164
e-ISSN 2622-6200 | p-ISSN 2087-8362
| 163

Pada umumnya, balita sangat
tergantung pada ibu atau pengasuhnya.
Oleh karena itu ibu atau pengasuh harus
memiliki pengetahuan dan perilaku asuh
yang baik bagi balitanya, terutama dalam
menyiapkan menu harian. Kualitas dan
kuantitas makanan yang dikonsumsi oleh
balita akan sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan perkembanganya.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
1. Terdapat 73,08% balita memiliki
tingkat konsumsi energi kurang, dan
96,15 % balita memiliki tingkat
konsumsi protein baik.
2. Terdapat 88,46% balita berstatus gizi
baik.
3. Prevalen rasio tingkat konsumsi energi
terhadap status gizi adalah 1,17.
4. Prevalen rasio tingkat konsumsi
protein terhadap status gizi adalah
1,16.

Saran
1. Ibu atau pengasuh balita harus selalu
memberikan asupan makanan yang
bergizi, makanan yang bervariasi dan
beraneka ragam agar zat gizi pada
balita terpenuhi cakupan zat gizinya.
2. Dinas kesehatan kabupaten ataupun
puskesmas harus memiliki program
yang nyata untuk meningkatkan
pengetahuan dan motifasi ibu balita
dalam mengasuh anaknya, melalui
penyuluhan dan pendampingan secara
kontinyu.

DAFTAR PUSTAKA
AKG. (2019). Angka Kecukupan Gizi Energi, Protein, Lemak, Mineral dan Vitamin yang di
Anjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Lampiran Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 28 Tahun 2019.

Almatsier S. (2013). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Azmi, U. dan Mundiastuti. L (2018). Konsumsi Zat Gizi pada Balita Stunting dan Non-
Stunting di KabupatenBangkalan. Amerta Nutrision Journal, 2(3): 292-298

BAPPENAS. (2011). Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi 2011-2015, Jakarta.

Baculu, E. H., Juffrie, M., & Helmyati, S. (2015). Faktor Risiko Gizi Buruk Pada Balita Di
Kabupaten Donggala Provinsi Sulawesi Tengah. Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia,
3(1): 51-59

Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat FKM UI. (2007). Gizi dan Kesehatan
Masyarakat. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada

Babul Ilmi_Jurnal Ilmiah Multi Science Kesehatan
https://jurnal.stikes-aisyiyah-palembang.ac.id/index.php/Kep/article/view/126
Vol. 14, No. 1, Juni 2022, Hal. 156-164
e-ISSN 2622-6200 | p-ISSN 2087-8362
| 164

Diniyyah, S. R., & Nindya, T. S. (2017). Asupan Energi, Protein dan Lemak dengan Kejadian
Gizi Kurang pada Balita Usia 24-59 Bulan di Desa Suci, Gresik. Amerta Nutrition,
1(4): 341-350

Kemenkes RI. (2017). Pedoman Umum Gizi Seimbang. Jakarta

Pemerintah Kabupaten Kediri. (2018). Profil Kesehatan Kabupaten Kediri.

Roring, D. O., Momongan, N. R., & Kapantow, N. H. (2018). Hubungan antara Asupan
Energi dengan Status Gizi Anak Balita di Wilayah Kerja Puskesmas Desa Tambarana
Kecamatan Poso Pesisir Utara Kabupaten Poso. Jurnal Kesmas, 7(5): 1-6

Sastroasmoro, Sudidigdo & Ismael, Sofyan. (2012). Dasar-Dasar Metodologi Penelitian
Klinis. Edisi ke-2. Jakarta: Sagung Seto

Soumokil, O. (2017). Hubungan Asupan Energi dan Protein dengan Status Gizi Anak Balita
di Kecamatan Nusalaut Kabupaten Maluku Tengah. Global Health Science, 2(4): 341-
350

Supariasa, (2011). Penilaian Status Gizi. Jakarta: Buku Kedokteran EGC