Praktik Kecurangan Akuntansi Dan Etika Profesi Akuntan (Mursalin)
47
Praktik Kecurangan Akuntansi Dan Etika Profesi Akuntan

Mursalin
Fakultas Ekonomi, Universitas PGRI Palembang
email : [email protected]


Abstrak

Beberapa tahun terakhir ini oknum akuntan telah melanggar prinsip dasar etika profesi.
Permasalahan utamanya adalah mengapa praktik kecurangan akuntansi tersebut sering berulang,
apakah ada indikasi tindakan kecurangan yang terjadi adalah tindakan yang terencana atau kah
memang akuntan terpaksa melakukannya. Siapa saja yang berpotensi melakukan kecurangan
akuntansi di perusahaan dan etika apa saja yang dilanggar oleh akuntan tersebut. Etika profesi tidak
akan dilanggar jika ada aturan dan sangsi yang jelas. Kalau semua kecurangan dibiarkan, lama
kelamaan akan menjadi kebiasaan atau budaya. Oleh karena itu bila ada yang melakukan
kecurangan akuntansi, harus diberikan sangsi kepada pelakunya, agar tidak menurun kepada akuntan
lainnya.

Kata kunci: kecurangan akuntansi, etika profesi akuntan


1. Pendahuluan
Belakangan ini etika profesi
akuntan menjadi diskusi
berkepanjangan di tengah -tengah
masyarakat bisnis. Menyadari hal
demikian, etika menjadi kebutuhan
penting bagi semua profesi. Di
Indonesia, pendidikan selama ini
terlalu menekankan arti penting nilai
akademik dan kecerdasan otak saja.
Pengajaran integritas, kejujuran,
komitmen, dan keadillan seringkali
diabaikan, sehingga terjadilah krisis
multi dimensi seperti krisis ekonomi,
krisis moral, dan krisis kepercayaan.
Akhir-akhir ini, akuntan sering
dituduh sebagai penyebab krisis
ekonomi. Lebih lanjut dikatakan bahwa
akuntan dianggap telah bertindak
menyimpang dari peraturan yang ada
dan tidak berperilaku etis. Melanggar
kepatutan. Hal ini disebabkan karena
semakin meningkatnya persaingan
membuat akuntan bertindak
menyimpang dari peraturan, undang-
undang, dan standar pemeriksaan.
Tetapi, dilema etika tidak dapat
sepihak ditujukan terhadap pribadi
akuntan saja, melainkan yang perlu
dipertanyakan apakah akuntan mampu
menerapkan standar profesi yang
berkualitas tinggi dimana sejumlah
faktor-faktor akan tergantung pada
standar tersebut seperti pendidikan,
kesadaran akan perubahan, dan lain-
lain. Jika kepercayaan terhadap profesi
mengalami tekanan, maka pengaruh
signifikan dari keterlibatan etika
budaya dalam perusahaan sangan
diperlukan.
Masalah etika profesi merupakan
suatu isu yang sangat menarik. Tanpa
etika, profesi akuntan tidak ada karena
fungsi akuntansi adalah penyedia
informasi untuk proses pembuatan
keputusan bisnis oleh para pelaku
bisnis. Para pelaku bisnis diharapkan
mempunyai integritas dan kompetensi
yang tinggi. Berbagai pelanggaran
etika telah banyak terjadi saat ini dan
dilakukan oleh akuntan, misalnya
berupa perekayasaan data akuntansi
untuk menunjukkan kinerja keuangan
perusahaan agar terlihat lebih baik, ini
merupakan pelanggaran terhadap
etika profesi khususnya kode etik
akuntan. Akuntan telah memiliki
seperangkat kode etik yang disebut

Jurnal Media Wahana Ekonomika, Vol. 14, No.4, Januari 2018 : 47-59
48
sebagai aturan tingkah laku moral bagi
akuntan dalam masyarakat bisnis.

2. Pembahasan
Praktik Kecurangan Akuntansi
Praktik kecurangan akuntansi
bisa timbul dalam berbagai bentuk,
Simanjuntak (2008) mengklasifikasikan
kecurangan (fraud) menjadi empat
golongan berdasarkan pencatatan,
frekuensi, konspirasi, dan keunikan.
1. Berdasarkan pencatatan
Kecurangan berupa pencatatan
aset dapat dikelompokkan ke
dalam tiga kategori, yaitu:
a. Pencurian aset yang tampak
secara terbuka di buku,
seperti duplikasi pembayaran
yang tercantum pada catatan
akuntansi (fraud open on the
books), kecurangan jenis ini
lebih mudah untuk
ditemukan.
b. Pencurian aset yang tampak
pada buku, namun
tersembunyi di antara catatan
akuntansi yang valid, seperti
kickback (fraud hidden on
the-books).
c. Pencurian aset yang tidak
tampak pada buku dan tidak
dapat diteksi melalui
pengujian transaksi akuntansi
“yang dibukukan”, seperti:
pencurian uang pembayaran
piutang dagang yang telah
dihapusbukukan/di-write-off
(fraud off-the books),
kecurangan jenis ini paling
sulit ditemukan.
2. Berdasarkan frekuensi
Pengklasifikasian kecurangan
berdasarkan frekuensi terjadinya
yaitu:
a. Tidak berulang ( non-
repeating fraud)
Kecurangan yang tidak
berulang, walaupun terjadi
beberapa kali, pada dasarnya
bersifat tunggal. Misalnya
kecurangan dalam
pembayaran cek mingguan
karyawan, maka pelaku
memerlukan kartu kerja
mingguan untuk melakukan
pembayaran cek yang tidak
benar.
b. Berulang (repeating fraud)
Kecurangan berulang,
tindakan yang menyimpang
terjadi beberapa kali dan
hanya dinisiasi/diawali sekali
saja, selanjutnya kecurangan
terjadi terus-menerus sampai
dihentikan. Misalnya cek
pembayaran gaji bulanan
yang dihasilkan secara
otomatis tanpa harus
melakukan penginputan
setiap saat. Penerbitan cek
terus berlangsung sampai
diberikan perintah untuk
menghentikannya.
3. Berdasarkan konspirasi
Kecurangan yang terjadi karena
adanya konspirasi bone fide
maupun pseudo. Bona fide
conspiracy, yaitu semua pihak
sadar akan adanya kecurangan,
sedangkan pseudo conspiracy,
ada pihak-pihak yang tidak
mengetahui terjadinya
kecurangan.
4. Berdasarkan keunikan
Kecurangan berdasarkan
keunikannya dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
a. Kecurangan khusus
(specialized fraud)
Terjadi secara unik pada
orang-orang yang bekerja
pada operasi bisnis tertentu,
contoh: (1) pengambilan aset
yang disimpan deposan pada
lembaga-lembaga keuangan,
seperti bank, dana pensiun,
dan reksa dana. Kecurangan
jenis ini disebut juga dengan

Praktik Kecurangan Akuntansi Dan Etika Profesi Akuntan (Mursalin)
49
custodial fraud. (2) klaim
asuransi yang tidak benar.
b. Kecurangan umum (garden
varieties of fraud)
Dihadapi oleh semua orang
dalam operasi bisnis secara
umum. Misalnya kickback
yaitu penetapan harga yang
tidak benar, pesanan
pembelian/kontrak yang lebih
tinggi dari kebutuhan yang
sebenarnya, pembuatan
kontrak ulang atas pekerjaan
yang telah selesai,
pembayaran ganda, dan
pengiriman barang yang tidak
benar.
The Association of Certified
Fraud Examiners (ACFE), Asosiasi
Pemeriksa Kecurangan Bersertifikat
yang berada di Amerika Serikat,
menggolongkan kecurangan dalam
tiga jenis atau tipologi berdasarkan
perbuatan yaitu:
1. Penyimpangan atas aset (asset
misappropriation)
Penyalahgunaan/pencurian aset
perusahaan atau pihak lain. Ini
merupakan bentuk kecurangan
yang paling mudah dideteksi
karena sifatnya yang tangible
atau dapat diukur atau dihitung
(defined value).
2. Pernyataan palsu atau salah
pernyataan ( fraudelent
statement)
Tindakan yang dilakukan oleh
pejabat atau eksekutif suatu
perusahaan atau instansi
pemerintah untuk menutupi
kondisi keuangan yang
sebenarnya dengan melakukan
rekayasa keuangan (financial
engineering) dalam penyajian
laporan keuangannya untuk
memperoleh keuntungan atau
mungkin dapat dianalogikan
dengan istilah window dressing.
3. Korupsi (corruption)
Jenis kecurangan ini yang paling
sulit dideteksi karena
menyangkut kerja sama dengan
pihak lain seperti suap dan
korupsi. Kecurangan ini yang
terbanyak terjadi di negara-
negara berkembang yang
penegakan hukumnya lemah dan
masih kurang kurang kesadaran
akan tata kelola yang baik
sehingga faktor integritas masih
dipertanyakan. Korupsi sering kali
tidak dapat dideteksi karena para
pihak yang bekerja sama
menikmati keuntungan.
Termasuk didalamnya adalah
penyalahgunaan
wewenang/konflik kepentingan
(conflict of interest), penyuapan
(bribery), penerimaan yang tidak
syah/ilegal (ilegal gratuities), dan
pemerasan secara ekonomi
(economic extortion).

Kejadian yang Terus Berulang atas
Praktik Kecurangan
Beberapa faktor menjadi
pendorong mengapa kecurangan
akuntansi terus berulang diuraikan
berikut. Simanjuntak (2008) menyoroti
faktor yang mendorong seseorang
melakukan kecurangan bisa berasal
dari faktor generik dan individu yaitu:
1. Faktor generik/umum
Merupakan faktor yang
berhubungan dengan organisasi
sebagai korban perbuatan
kecurangan. Faktor ini meliputi:
a. Kesempatan (opportunity)
Kesempatan untuk
melakukan kecurangan
tergantung pada kedudukan
pelaku terhadap objek
kekurangan. Umumnya,
manajemen suatu organisasi
atau perusahaan memiliki
potensi yang lebih besar
untuk melakukan kecurangan
daripada karyawan. Tetapi

Jurnal Media Wahana Ekonomika, Vol. 14, No.4, Januari 2018 : 47-59
50
patut digaris bawahi bahwa
kesempatan untuk
melakukan kecurangan selalu
ada pada setiap kedudukan.
b. Pengungkapan (exposure)
Terungakapnya suatu
kecurangan dalam organisasi
atau perusahaan belum
menjamin tidak terulangnya
kecurangan tersebut baik
oleh pelakau yang sama
maupun oleh pelaku yang
lain. Oleh karena itu, setiap
pelaku kecurangan
seharusnya dikenakan sanksi
apabila perbuatannya
terungkap.
2. Faktor Individu
Faktor yang berhubungan
dengan individu sebagai pelaku
kecurangan. Faktor ini terdiri dari:
a. Ketamakan (greed)
Ketamakan berhubungan
dengan moral individu.
Pandangan hidup dan
lingkungan berperan dalam
pembentukan moral
seseorang.
b. Kebutuhan (need)
Berhubungan dengan
pandangan/pikiran dan
keperluan pegawai/pejabat
yang terkait dengan aset
yang dimiliki
perusahaan/instansi/organisa
si tempat ia bekerja. Selain
itu tekanan (pressure) yang
dihadapi dalam bekerja dapat
menyebabkan orang yang
jujur mempunyai motif untuk
melakukan kecurangan.

Amrizal (2004) menggaris bawahi
bahwa pada dasarnya praktik
kecurangan akuntansi akan terus
berulang dalam suatu entitas jika:
1. Pengendalian intern tidak ada
atau lemah atau dilakukan
dengan longgar dan tidak efektif.
2. Pegawai dipekerjakan tanpa
memikirkan kejujuran dan
integritas mereka.
3. Pegawai diatur, diekspolitasi
denga tidak baik, disalahgunakan
atau ditempatkan dengan
tekanan yang besar untuk
mencapai sasaran dan tujuan
keuangan yang mengarah
tindakan kecurangan.
4. Model manajemen sendiri
melakukan kecurangan, tidak
efisien dan atau tidak efektif serta
tidak taat terhadap hukum dan
peraturan yang berlaku.
5. Pegawai yang dipercaya memiliki
masalah pribadi yang tidak dapat
dipecahkan, biasanya masalah
keuangan, kebutuhan kesehatan
keluarga, dan gaya hidup yang
berlebihan.
6. Industri dimana perusahaan
menjadi bagiannya, memiliki
sejarah atau tradisi kecurangan.

Praktik Kecurangan antara Motif
Terencana dan Keterpaksaan
Faktor pendorong yang telah
dijelaskan pada pembahasan
sebelumnya menjadi dasar mengapa
seseorang melakukan kecurangan.
Faktor pendorong itu pulalah yang
menyebabkan seseorang dapat
melakukan perencanaan untuk
melakukan kecurangan. Seperti yang
terjadi pada kasus Enron Corp., iming-
iming insentif moneter yang cukup
besar, memicu pada eksekutifnya
untuk melakukan manajemen laba
untuk meraih insentif yang besar.
Kesempatan yang ada dan rendahnya
pengendalian internal serta tidak
independennya akuntan dari Arthur
Anderson menyebabkan kecurangan
itu mudah itu terjadi.
Kecurangan akuntansi bisa juga
terjadi bila ada suatu keterpaksaan,
misalnya ketergantungan terhadap
klien. Misalnya proporsi total

Praktik Kecurangan Akuntansi Dan Etika Profesi Akuntan (Mursalin)
51
pendapatan Kantor Akuntan Publik
(KAP) milik auditor itu sebagian besar
berasal dari satu perusahaan atau
kelompok perusahaan (Sabeni, 2006).
Atau bisa disebabkan karena tekanan-
tekanan dari pihak manajemen yang
menyebabkan akuntan tidak bisa
berkutik. Pada saat hal tersebut terjadi,
maka independensi dari para akuntan
akan benar-benar diuji.
Banyak kasus kecurangan,
khususnya kasus pencurian dan
penggelapan aset, biasanya terdapat
tiga faktor yang mendasari yaitu ada
satu tekanan pada seseorang, seperti
kebutuhan keuangan, adanya
kesempatan untuk melakukan
kecurangan dan menyembunyikan
kecurangan yang dilakukan, adanya
cara pembenaran prilaku tersebut yang
sesuai dengan tingkatan integritas
pelakunya (Amrizal, 2004).

Pelaku Kecurangan Akuntansi
Pelaku kecurangan akuntansi
bisa berasal dari internal maupun
eksternal perusahaan.
1. Internal Perusahaan
a. Karyawan
Karyawan melakukan
kecurangan bertujuan untuk
keuntungan individu,
misalnya salah saji yang
berupa penyalahgunaan aset.
b. Manajemen
Pihak manajemen melakukan
kecurangan biasanya untuk
kepentingan perusahaan,
yaitu salah saji yang timbul
karena kecurangan pelapor
keuangan. Namun tidak
menutup kemungkinan,
manajemen melakukan
kecurangan hanya untuk
kepentingan pribadi. Seperti
pada kasus Enron, para
eksekutifnya memberikan
laporan keuangan yang salah
dengan melebih -lebihkan
labanya guna meraih
kompensasi moneter yang
berasal dari perusahaan.
2. Eksternal perusahaan
Pihak eksternal yang berpotensi
melakukan kecurangan juka tidak
memegang teguh kode etik
profesi antara lain auditor,
akuntan publik. Konflik
kepentingan selalu ada, misalnya
tidak independennya auditor
maupun akuntan pada kasus
Enron. Pihak lain yang berpotensi
terjadi kecurangan bisa berasal
dari pelanggan, distributor
supplier perusahaan.

Cara Mendeteksi dan Mencegah
Praktik Kecurangan
Mendeteksi Praktik Kecurangan
Pendeteksian terjadi praktik
kecurangan bisa dlakukan dengan
mengenali gejala-gejala antara lain:
1. Gejala kecurangan pada
manajemen
Umumnya agak sulit dideteksi,
namun gejala dapat dikenali yaitu
timbulnya ketidakcocokan
diantara manajemen puncak,
rendahnya moral, dan motivasi
karyawan, Departemen akuntansi
kekurangan staf, tingkat komplain
yang tinggi terhadap
organisasi/perusahaan dari pihak
konsumen, pemasok, atau badan
otoritas, terjadi kekurangan kas
secara tidak teratur dan tidak
terantisipasi, menurunnya tingkat
penjualan atau laba sementara
utang dan piutang usaha
meningkat, perusahaan
mengambil kredit sampai batas
maksimal untuk jangka waktu
yang lama, terdapat kelebihan
persediaan yang signifikan,
terdapat peningkatan jumlah ayat
jurnal penyesuaian pada akhir
tahun buku.

Jurnal Media Wahana Ekonomika, Vol. 14, No.4, Januari 2018 : 47-59
52
2. Gejala kecurangan pada
karyawan/pegawai
Gejala kecurangan yang
dilakukan oleh karyawan atau
pegawai dapat dikenali antara
lain yaitu pembuatan ayat jurnal
penyesuaian tanpa otoritas
manajemen dan tanpa
perincian/penjelasan pendukung,
melakukan pengeluaran tanpa
dokumen pendukung, pencatatan
yang salah/tidak akurat pada
buku jurnal/besar, penghancuran,
penghilangan, pengrusakan
dokumen pendukung
pembayaran, kekurangan barang
yang diterima, kemahalan harga
barang yang dibeli, munculnya
faktur ganda, penggantian mutu
barang (Sie Infokum, 2008).

Perubahan prilaku drastis dari
individu yang melakukan kecurangan
bisa digunakan sebagai indikasi (Sie
Infokum, 2008), antara lain yaitu:
1. Perubahan prilaku secara
signifikan, seperti: easy going,
tidak seperti biasanya, gaya
hidup mewah, mobil atau pakaian
mahal.
2. Gaya hidup di atas rata-rata.
3. Sedang mengalami trauma
emosional di rumah atau tempat
kerja.
4. Penjudi berat.
5. Peminum berat.
6. Sedang dililit hutang.
7. Temuan audit atas kekeliruan
(error) atau ketidakberesan
(irregularities) dianggap tidak
material ketika ditemukan.
8. Bekerja tenang, bekerja keras,
bekerja melampaui jam kerja,
sering bekerja sendiri.

Amrizal (2004) menguraikan garis
besar cara mendeteksi kecurangan
menurut ACFE adalah sebagai berikut:
1. Kecurangan laporan keuangan
(financial statement fraude)
Kecurangan dalam penyajian
laporan keuangan umumnya
dapat dideteksi melalui analisis
laporan keuangan sebagai
berikut:
a. Analisis vertikal, yaitu teknik
yang digunakan untuk
menganalisis hubunga n
antara item-item dalam
laporan laba rugi, neraca,
atau laporan arus kas dengan
menggambarkannya dalam
persentase.
b. Analisis horizontal, yaitu
teknik untuk menganalisis
persentase-persentase
perubahan item laporan
keuangan selama beberapa
periode laporan.
c. Analisis rasio, yaitu alat untuk
mengukur hubungan antara
nilai-nilai item dalam laporan
keuangan sebagai contoh
adalah current ratio, adanya
penggelapan uang atau
pencurian kas dapat
menyebabkan turunnya
perhitungan rasio tersebut.
2. Penyalahgunaan aset ( asset
misappropriation)
Variasi pendeteksian kecurangan
jenis ini sangat beragam.
Pemahaman terhadap
pengendalian intern atas pos-pos
tersebut akan sangat membantu
dalam mendeteksi kecurangan.
Metode-metode yang bisa
digunakan antara lain:
a. Analiytical review
Review atas berbagai akun
yang mungkin menunjukan
ketidak biasaan atau
kegiatan-kegiatan yang tidak
diharapkan.
b. Stastitical sampling
Melakukan sampling atas
pos-pos tertentu yang

Praktik Kecurangan Akuntansi Dan Etika Profesi Akuntan (Mursalin)
53
dicurigai, misalnya
persediaan. Dokumen dasar
pembelian dapat diuji secara
sampling untuk menentukan
ketidakbiasaan
(irregularities), metode
deteksi ini akan efektif jika
ada kecurigaan terhadap
atau attributnya, misalnya
pemasok fiktif. Suatu daftar
alamat PO BOX akan
mengungkapkan adanya
pemasok fiktif.
c. Vendor or outsider
complaints
Komplain/keluhan dari
konsumen, pemasok, atau
pihak lain merupakan alat
deteksi yang baik yang dapat
mengarahkan auditor untuk
melakukan pemeriksaan lebih
lanjut.
d. Site visite - observation
Observasi ke lokasi biasanya
dapat mengungkapkan ada
tidaknya pengendalian intern
di lokasi-lokasi tersebut.
3. Korupsi (corruption)
Kecurangan ini dapat dideteksi
melalui keluhan dari rekan kerja
yang jujur, laporan dari rekan,
atau pemasok yang tidak puas
dan menyampaikan komplain ke
perusahaan. Atas sangkaan
terjadinya kecurangan ini
kemudian dilakukan analisis
terhadap tersangka atau
transaksinya.

Mencegah Praktik Kecurangan
Pencegahan terjadinya praktik
kecurangan akuntasi dapat dilakukan
dengan beberapa cara. Wilopo (2006)
dalam penelitiannya mengemukakan
bahwa upaya menghilangkan prilaku
tidak etis manajemen dan
kecenderungan kecurangan akuntansi
dapat dilakukan antara lain dengan:
1. Mengefektifkan pengendalian
internal, termasuk
penegakan hukum.
2. Perbaikan sistem pengawasan
dan pengendalian.
3. Pelaksanaan good governance.

Memperbaiki moral dari pengelola
perusahaan, yang diwujudkan dengan
mengembangkan sikap komitmen
terhadap perusahaan, negara, dan
masyarakat.

Etika Profesi Akuntan
Dalam etika profesi, memiliki
komitmen moral yang tinggi, yang
bisanya dituangkan dalam bentuk
aturan khusus yang menjadi pegangan
bagi setiap orang yang mengemban
profesi yang bersangkutan. Aturan ini
merupakan aturan main dalam
menjalankan atau mengemban pofesi
tersebut yang biasanya disebut
sebagai kode etik yang harus dipenuhi
dan ditaati oleh setiap profesi. Menurut
Chua, dkk (1994) menyatakan bahwa
etika profesional juga berkaitan
dengan prilaku moral yang lebih
terbatas pada kekhasan pola etika
yang diharapkan untuk profesi tertentu.
Setiap profesi yang memberikan
pelayanan jasa pada masyarakat
harus memiliki kode etik yang
merupakan seperangkat prinsip-prinsip
moral dan mengatur tentang prilaku
profesional (Agoes, 1996). Tanpa
etika, profesi akuntan tidak akan ada
karena fungsi akuntansi adalah
penyedia informasi untuk proses
pembuatan keputusan bisnis oleh para
pelaku bisnis. Para pelaku bisnis ini
diharapkan memiliki integritas dan
kompetensi yang tinggi (Abdullah dan
Halim, 2002).
Pihak-pihak yang berkepentingan
terhadap etika profesi adalah akuntan
publik, penyedia informasi akuntansi
dan mahasiswa akuntansi (Suhardjo
dan Mardiasmo, 2002). Etika profesi
merupakan karakteristik suatu profesi

Jurnal Media Wahana Ekonomika, Vol. 14, No.4, Januari 2018 : 47-59
54
yang membedakannya denga profesi
lain yang berfungsi untuk mengatur
tingkah laku para anggotanya (Boynton
dan Kell, 1996).
Kode etik berkaitan dengan
prinsip etika tertentu yang berlaku
untuk suatu profesi, terdapat empat
pinsip di dalam etika profesi (Keraf,
1998) yaitu:
1. Prinsip tanggung jawab
2. Prinsip keadilan
3. Prinsip otonomi
4. Prinsip integritas moral.

Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Sikap dan Perilaku Etis Akuntan
Publik
Griffin dan Ebert (1998)
mendefinisikan perilaku etis sebagai
perilaku yang sesuai dengan norma-
norma sosial yang diterima secara
umum sehubungan dengan tindakan-
tindakan yang bermanfaat dan yang
membahayakan. Prilaku kepribadian
merupakan karakteristik individu dalam
menyesuaikan diri dengan
lingkungannya, karakteristik yang
dimaksud meliputi: sifat, kemampuan,
nilai, keterampilan, sikap serta
intelegensi yang muncul dalam pola
perilaku seseorang. Jadi prilaku
merupakan perwuju dan atau
manifestasi karakteristik seseorang
dalam menyesuaikan diri dengan
lingkungannya.
Dalam hubungannya dengan
akuntan publik, berdasarka n
Sriwahjoeni dan Gudono (2000 )
menyatakan bahwa ada beberapa
faktor yang memungkinkan
berpengaruh terhadap sikap dan
perilaku etis akuntan, termasuk
akuntan publik. Faktor-faktor tersebut
antara lain:
1. Faktor posisi atau kedudukan
Bahwa semakin tinggi posisi atau
kedudukan di KAP (dalam hal ini
partner dan manajer) cenderung
memiliki pemikiran etis yang
rendah, sehingga berakibat pada
rendahnya sikap dan perilaku etis
mereka.
2. Faktor imbalan yang diterima
(berupa gaji/upah dan
penghargaan/insentif)
Pada dasarnya seseorang yang
bekerja, mengharapkan imbalan
yang sesuai dengan
pekerjaannya. Karena dengan
upah yang sesua i dengan
pekerjaannya, maka akan timbul
pula rasa gairah kerja yang
semakin baik dan ada rasa
kecenderungan untuk bekerja
secara jujur disebabkan ada rasa
timbal balik yang selaras dan
tercukupi kebutuhannya. Selain
gaji/upah, seseorang yang
bekerja membut uhkan
penghargaan atas hasil karya
yang telah dilakukan, baik
penghargaan yang bersifat
materil maupun non materil. Jika
ia mendapatkan penghargaan
sesuai dengan karyanya, maka si
pekerja akan berbuat sesuai
aturan kerja dalam rangka
menjaga citra profesinya baik di
dalam maupun diluar
pekerjaannya.
3. Faktor pendidikan (formal,
nonformal, dan informal)
Bahwa pendidikan akuntansi
(pendidikan formal) mempunyai
pengaruh yang besar terhadap
prilaku etis akuntan publik.
4. Faktor organisasional (perilaku
atasan, lingkungan kerja, budaya
organisasi hubungan dengan
rekan kerja)
Komitmen atasan merupakan
wibawa dan profesi, bila atasan
tidak memberi contoh yang baik
pada bawahan, maka akan
menimbulkan sikap dan perilaku
etis tidak baik dalam diri bawahan
sebab ia mera sa bahwa
atasannya bukan pemimpin yang

Praktik Kecurangan Akuntansi Dan Etika Profesi Akuntan (Mursalin)
55
baik. Lingkungan kerja turut
menjadi faktor yang
mempengaruhi etika individu.
Lingkungan kerja yang baik akan
membawa pengaruh yang baik
pula pada segala pihak, termasuk
para pekerja, hasil pekerjaan dan
perilaku di dalamnya.
5. Faktor lingkungan keluarga
Pada umumnya individu
cenderung untuk memilih sikap
yang konformis/searah dengan
sikap dan perilaku orang-orang
yang dianggapnya penting
(dalam hal ini anggota keluarga).
Kecenderungan ini antara lain di
motivasi oleh keinginan untuk
berafiliasi dan keinginan untuk
menghindari konflik. Jadi jika
lingkungan keluarga bersikap dan
berperilaku etis, maka yang
muncul adalah sikap dan perilaku
etis pula.
6. Faktor pengalaman hidup
Beberapa pengalaman hidup
yang relevan dapat
mempengaruhi sikap etis apabila
pengalaman hidup tersebut
meninggalkan kesan yang kuat.
Apabila seseorang dapat
mengambil pelajaran dan
pengalaman masa lalunya, maka
akan menumbuhkan sikap dan
perilaku yang semakin etis.
7. Faktor religiusitas
Agama sebagai suatu sistem,
mempunyai pengaruh dalam
pembentukan sikap karena ia
meletakkan dasar konsep moral
dalam individu. Setiap agama
mengajarkan konsep sikap dan
perilaku etis, yang menjadi
stimulus dan dapat memperteguh
sikap dan perilaku etis.
8. Faktor hukum (sistem hukum dan
sanksi yang diberikan)
Bahwa hukum yang berlaku pada
suatu profesi hendaklah
mengandung muatan etika agar
anggota profesi merasa terayomi.
Demikian halnya dengan sanksi
yang dikenakan harus tegas dan
jelas sehingga anggota
cenderung tidak mengu langi
kesalahan yang sama dalam
kesempatan yang berbeda.
9. Faktor emotional quotient (EQ)
EQ adalah bagaimana seseorang
itu pandai mengendalikan
perasaan dan emosi pada setiap
kondisi yang melingkupinya. EQ
lebih penting daripada IQ.
Bagaimanapun juga seseorang
yang cerdas bukanlah hanya
cerdas dalam hal intelektualnya
saja, tetapi intelektualitas tanpa
adanya EQ dapat melahirkan
prilaku yang tidak etis.

Berdasarkan faktor-faktor di atas,
dapat disimpulkan bahwa sikap akan
menentukan warna atau corak tingkah
laku seseorang untuk berprilaku etis
dan tidak etis.

Kode Etik sebagai Etika Profesi
Akuntan
Etika profesi akuntan di Indonesia
diatur dalam Kode Etik Akuntan
Indonesia. Kode etik ini mengikat para
anggota Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
dan dapat dipergunakan oleh akuntan
lainnya yang bukan atau belum
menjadi anggota IAI. Kode etik ialah
norma prilaku yang mengatur
hubungan antara akuntan dengan
kilennya, antara akuntan dengan
sejawat, dan antara profesi dengan
masyarakat (Sriwahjoeni dan Gudono,
2000).
Di dalam kode etik terdapat
muatan-muatan etika, yang pada
dasarnya bertujuan untuk melindungi
kepentingan anggota dan kepentingan
masyarakat yang menggunakan jasa
profesi. Terdapat dua sasaran pokok
dari kode etik ini yaitu: (1) kode etik
bermaksud melindungi masyarakat

Jurnal Media Wahana Ekonomika, Vol. 14, No.4, Januari 2018 : 47-59
56
dari kemungkinan dirugikan oleh
kelalaian baik secara sengaja ataupun
tidak sengaja dari kaum profesional
dan (2) kode etik juga bertujuan
melindungi keluhuran profesi tersebut
dari prilaku-prilaku buruk orang-orang
tertentu yang mengaku dirinya
profesional (Keraf, 1998).
Di Indonesia, penegakan kode
etik dilaksanakan oleh beberapa
organisasi, yaitu: Kantor Akuntan
Publik (KAP), Kompartemen Akuntan
Publik IAI, Departemen Keuangan RI,
dan BPKP. Selain organisasi di atas,
pengawasan terhadap kode etik juga
dapat dilakukan sendiri oleh para
anggota dan pimpinan KAP.
Bagi profesi auditor, Indonesia
telah disuguhi konsep etika profesi
yang menyentuh dari Kell, dkk (2001)
dalam bukunya Modern Auditing yang
telah diterbitkan berkali-kali. Ia
menyatakan:” Ethics consists of moral
principles and standard of conduct. In
general use the word ethics relates to
the philosophy of human conduct and
principles of human morality and duty.
Professional ethics include standards
of behaviour for a professional person
that are designed for both practical and
idealistic purposes.
Betapa esensialnya kepentingan
publik yang harus dilindungi oleh sifat
independensi dan kejujuran seorang
auditor dalam berprofesi. Namun, tidak
dapat diketahui dimana fungsi dan
etika pengauditan yang secara teknik
dapat mendeteksi jika ada
penyelewengan pada sistem
pemerintahan baik untuk penyusunan
anggaran maupun aktivitas keuangan
lainnya. Publik seakan dikelabuhi
dengan berbagai informasi dari hasil
audit yang selalu wajar-wajar saja.
Penyelewengan tidak menjadi
halangan untuk tetap dianggap suatu
kewajaran bagi auditor dengan
jaminan sejumlah upeti dari pasien
yang bersangkutan. Tanpa mengacu
pada kode etik, maka hal tersebut
bukan merupakan sebuah malpraktek
bagi editor.
Pada kode etik akuntan wajib
menekankan sikap independen bagi
auditor publik (ekstern) yang
memeriksa apakah suatu laporan
keuangan badan usaha komersial
disusun berdasarkan Standar
Akuntansi yang berlaku di Indonesia
dalam suatu audit yang bersifat umum
sehingga auditor negara (staf BPK).
Dalam pengauditan laporan keuangan
usaha komersial auditor diharuskan
bebas dari intervensi manajemen,
pemilik, kreditur atas suatu entitas
usaha dalam menentukan opini
auditor. Dia harus mewakili
kepentingan publik (pemilik saham dan
lain-lain) secara seimbang dalam
menilai kewajaran suatu laporan. Sikap
independensi penting untuk menopang
profesionalisme auditor dalam suatu
penugasan khusus seperti audit
investigasi kegiatan tertentu seperti
dalam pengauditan dugaan korupsi.
Keahlian teknis akan tak bermakna
tanpa independensi dan kejujuran.
Namun demikian jika kita lebih
menyelami makna frase tersebut
dalam konteks kepentingan publik
yang lebih luas, sikap da sar
independensi dan kejujuran sebagai
dua elemen yang tak terpisahkan
sebagai kode etik bagi seorang auditor
juga berlaku untuk auditor negara (staf
BPK). Profesionalisme dari kedua
sikap tersebut sampai sekarang belum
dapat terpenuhi dengan adanya sikap
ganda yang sensitif terhadap
keberadaan rupiah atau dollar sebagai
ucapan terimakasih atas proyek yang
dilakukan.

Upaya Penegakan Etika Profesi
Akuntan
Pelanggaran etika pofesi akuntan
di perusahaan memang banyak, tetapi
upaya untuk menegakan etika perlu

Praktik Kecurangan Akuntansi Dan Etika Profesi Akuntan (Mursalin)
57
digalakkan. Misalnya, perusahaan
tidak perlu berbuat curang untuk
meraih kemenangan. Hubungan yang
tidak transparan dapat menimbulkan
hubungan istimewa atau kolusi dan
memberikan peluang untuk korupsi.
Dari mana upaya penegakan
etika profesi akuntan dimulai? Etika
profesi akuntan paling gampang
diterapkan di perusahaan sendiri.
Pemimpin perusahaan memulai
langkah ini karena mereka menjadi
panutan bagi karyawannya. Selain itu,
etika bisnis harus dilaksanakan secara
transparan. Pemimpin perusahaan
seyogyanya bisa memisahkan
kepentingan perusahan dengan milik
sendiri. Dalam operasinya, perusahaan
mengikuti aturan berdagang yang
diatur oleh tata cara undang-undang.
Etika profesi akuntan tidak akan
dilanggar jika ada aturan dan sangsi.
Kalau semua tingkah laku salah
dibiarkan, lama kelamaan akan
menjadi kebiasaan. Repotnya, norma
yang salah ini akan menjadi budaya.
Oleh karena itu bila ada yang
melanggar aturan diberikan sangsi
untuk memberi pelajaran kepada yang
bersangkutan.
Upaya yang dapat dilakukan oleh
perusahaan untuk menegakkan
budaya transparansi antara lain: (1)
penegakan b udaya berani
bertanggung jawab atas segala tingkah
lakunya. Individu yang mempunyai
kesalahan jangan bersembunyi di balik
institusi. Untuk menyatakan kebenaran
kadang dianggap melawan arus, tetapi
sekarang harus ada keberanian baru
untuk menyatakan pendapa t, (2)
ukuran-ukuran yang dipakai untuk
mengukur kinerja jelas. Bukan
berdasarkan kedekatan dengan
atasan, melainkan kinerja, (3)
pengelolaan sumber daya manusia
harus baik, dan (4) visi dan misi
perusahaan jelas yang mencerminkan
tingkah laku dan budaya organisasi.
Hal lain yang juga mempengaruhi
seseorang berperilaku etis adalah
lingkungan, yang salah satunya ialah
lingkungan dunia pendidikan. Dunia
pendidikan akuntansi juga mempunyai
pengaruh yang besar terhadap
perilaku etis akuntan (Sudibyo, 1995),
oleh sebab itu perlu diketahui
pemahaman calon akuntan
(mahasiswa) terhadap masalah -
masalah etika, dalam hal ini berupa
etika bisnis dan etika profesi akuntan
yang mungkin telah atau akan mereka
hadapi nantinya. Terdapatnya mata
kuliah yang berisi ajaran moral dan
etika sangat relevan untuk
disampaikan kepada mahasiswa dan
keberadaan pendidikan etika ini juga
memiliki peranan penting dalam
perkembangan pofesi di bidang
akuntansi di Indonesia.

3. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di
atas, maka dapat disimpulkan
bahwa:
1. Praktik kecurangan akuntansi
dalam organisasi/perusahaan
hanya bisa dicegah apabila ada
komitmen yang tinggi untuk
tidak melakukan berbagai
bentuk kecurangan dari masing-
masing individu pelaku,
manajemen maupun pihak lain
yang terlibat. Mendeteksi dan
pencegahan terhadap
kecurangan akuntansi dapat
dilakukan melalui pengendalian
intern, penegakan hukum, dan
melaksanakan good
governance, tetapi jika moral
tidak berubah dan sikap
komitmen yang tinggi terhadap
segala bentuk praktik
kecurangan tidak terlaksana,
maka semua langkah yang
ditempuh tidak akan berguna.
2. Penegakan etika profesi
merupakan kunci untuk

Jurnal Media Wahana Ekonomika, Vol. 14, No.4, Januari 2018 : 47-59
58
memberikan kepercayaan
kepada masyarakat terhadap
jasa yang diberikan oleh
akuntan publik, apabila etika
profesi yang menjadi landasan
bagi akuntan publik tidak
dijalankan semestinya, maka
akan berdampak kepada
munculnya masalah berupa
ketidakpercayaan masyarakat
terhadap jasa profesional yang
diberikan.
3. Penegakan etika akuntan publik
masih terkendala dalam
pelaksanaannya karena adanya
kesalahan dalam sistem
pendidikan, lemahnya
penegakan hukum, dan adanya
tumpang tindih dalam praktik
penyelesaian pelanggaran,
yang seharusnya tidak terjadi.
4. Semua organisasi yang
mempunyai tugas melakukan
penegakan etika profesi
akuntan harus terus berusaha
menciptakan suatu terobosan
baru dalam upaya penegakan
etika agar sesuai dengan
tuntutan masyarakat bisnis.


DAFTAR PUSTAKA


Abdullah, Syukry dan Abdul Halim.
2002. Pengintegrasian Etika
dalam Pendidikan dan Riset
Akuntansi. Kompak. STIE YO.
Jakarta.

Agoes, Sukrisno. 1996. Makalah:
Penegakan Kode Etik Akuntan
Indonesia. Konvensi Nasional
Akuntansi III IAI. Semarang.

Amrizal. 2004. Pencegahan dan
Pendeteksian Kecurangan oleh
Internal Audit. BPKP. Jakarta.

Boynton, Wiliam C., Johnson,
Raymond N., and Walter G. Kell.
2001. Modern Auditing. 7th,
Edition. John Wiley & Sons, Inc.
New York.

Chua, F. C, M. H. B. Perera dan M. R.
Mathews. 1994. Integration of
Ethics into Tertiary Accounting
Programmers in new Zealand
and Australia. Dalam Accounting
Education for the 21st Century:
The Global Chalange, edited by
Jane O. Burns and Beivesd E.
Needles Jr. Edition 1. Sn:
International Association for
Accounting Education and
Research.

Ebert, Ronald J. And Ricky W. Griffin.
2006. Bisnis. Alih bahasa: Rd.
Soemarnegara. Erlangga .
Jakarta.

Keraf, A. Sonny. 1998. Etika Bisnis,
Tuntutan, dan Relevansinya.
Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Sabeni, A. 2006. Auditor Nakal:
Kesengajaan atau
Keterpaksaan? Diunduh dari:
www.suaramerdeka.com/harian/0
608/12/eko08.htm, tanggal 15
Januari 2017.

Sie Infokum. 2009. Kecurangan
(Fraud). Apa dan Mengapa?
Diunduh dari:
www.jdih.bpk.go.id/informasihuku
m/ fraud (kecurangan).pdf,
tanggal 15 Januari 2017.

Simanjuntak, R. 2008. Kecurangan:
Pengertian dan Pencegahan .
Diunduh dari :
www.asei.co.id/internal/docs/asei
kecurangan.docs, tanggal 15
Januari 2017.

Praktik Kecurangan Akuntansi Dan Etika Profesi Akuntan (Mursalin)
59
Sriwahjoeni dan M. Gudono. 2000.
Persepsi Akuntan Terhadap Kode
Etik Akuntan. Jurnal Riset
Akuntansi Indonesia (JRAI) No. 2
Vol. III Edisi Juli. Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI). Jakarta.

Sudibyo, Bambang. 1995. Kemiskinan
dan Kesenjangan di Indonesia.
Bagian Penerbitan Aditya Media.
Yogyakarta.

Suhardjo, Y dan Mardiasmo. 2002.
Persepsi Akuntan Publik,
Pemakai Informasi Akuntansi dan
Mahasiswa Akuntansi Terhadap
Edvertensi Kantor Akuntan Publik
Eks Keresidenan Semarang .
Kompak. STIE YO. Jakarta.

Wilopo. 2006. Makalah: Analisis
Faktor-faktor yang Berpengaruh
Terhadap Kece nderungan
Kecurangan Akuntansi: Studi
pada Perusahaan Publik dan
Badan Usaha Milik Negara di
Indonesia. Simposium Nasional
Akuntansi (SNA) Ke-9, 23-26
Agustus 2006. Padang.