343
ANALISIS KONSEP INVESTASI DALAM ISLAM

Sujian Suretno, Sugeng Ribowo

STAI Al-Hidayah Bogor

[email protected]

ABSTRACT
Online investment in this digital era is very popular and in demand by the public.
Investment activities are easier to do because they are supported by simple, simple, and
practical applications. In Islam, convenience is not a guideline that is used as the basis for
investing; halal haram is the real parameter. The purpose of this study is to explain how to
invest properly from an Islamic perspective; the results of the study can be used as
guidelines for investing according to the Islamic perspective and Islamic Economics.
Primary and secondary data sources were analyzed in stages, starting from data
classification, reduction, and drawing conclusions. The results of the study conclude that
investment is a collaboration between the owner of the fund and business actors who is
experts in their fields, meaning that the mudharib has been running his business for years
and gets the appropriate profit. The type of business is halal, the percentage of profit
sharing obtained is at least 10 percent of the capital per year and the owner of the funds
can control the turnover of his business well. The conclusion of the study is that investment
must be carried out in accordance with sharia principles in order to avoid the elements of
usury, ghoror, and maisir.
Keywords: Islamic investment, shohibul maal, mudharib, business object, profit sharing
calculation

ABSTRAK
Investasi online di era digital ini sangat marak dan diminati masyarakat. Kegiatan investasi
semakin mudah dilakukan karena didukung oleh aplikasi yang simple, mudah, dan praktis.
Dalam Islam kemudahan bukanlah pedoman yang dijadikan dasar untuk berinvestasi, halal
haram adalah parameter sesungguhnya. Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan
bagaimana berinvestasi yang benar dalam pandangan Islam, hasil penelitian dapat
dijadikan pedoman untuk berinvestasi sesuai perspektif Islam dan Ekonomi Syariah.
Sumber data primer dan skunder dianalisis secara bertahap, mulai dari klasifikasi data,
reduksi, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa investasi adalah
kerjasama antara pemilik modal dengan pelaku usaha yang ahli dibidangnya, maknanya
bahwa mudharib sudah menjalankan bisnisnya selama bertahun-tahun dan mendapat
keuntungan yang sesuai. Jenis usahanya halal, prosentasi bagi hasil yang didapat minimal
10 persen dari modal pertahun dan pemilik modal dapat mengontrol perputaran usahanya
dengan baik. Kesimpulan penelitian bahwa investasi harus dijalankan sesuai dengan
prinsip-prinsip syariah agar terhindar dari unsur riba, ghoror, dan maisir.
Kata kunci: investasi islam, shohibul maal, mudharib, objek usaha, perhitungan bagi
hasil

344
A. PENDAHULUAN
Pada era revolusi industri 4.0 kegiatan investasi sangat marak terutama di dunia online.
Kegiatan investasi dapat dilakukan dengan mudah, cukup install aplikasi setelah ready
langsung dapat dijalankan. Pemahaman masyarakat kaum muslimin di Indonesia terhadap
investasi syariah masih rendah, sehingga para investor sering terjebak pada investasi-
investasi konvensional yang mengandung unsur judi dan riba. Model investasi konvensional
yang saat ini berjalan mendidik manusia yang punya modal untuk duduk-duduk manis dan
uncang-uncang kaki menunggu modalnya beranak-pinak sesuai yang dijanjikan oleh pihak
pengelola modal.
Kondisi seperti ini semakin menggila sejak investasi online marak di era digital dan
digemari oleh para investor. Bencana yang dialami investor tidak hanya terjebak pada
transaksi haram yang mengandung dosa dan adzab, tapi dampak sistemik yang terjadi
membuat perekonomian nasional semakin terpuruk dan terjun bebas. Perlu upaya serius
yang harus dilakukan oleh semua pihak terutama pemerintah dalam memberikan arahan
berupa regulasi yang kuat dan mampu menyelamatkan kondisi perekonomian nasional yang
memang sudah terpuruk selama masa pandemi covid-19.
Permasalahan utama dalam pembahasan ini adalah kurangnya pencerahan tentang
investasi syariah, bagaimana seharusnya sebuah investasi dijalankan sesuai dengan prinsip-
prinsip syariah, (Inayah, 2020) dampak duniawi dan ukhrowi yang mengancam kegiatan
investasi konvensional, dan dampak yang paling buruk adalah terpuruknya perekonomian
di Indonesia.
Perlu upaya antisipasi yang serius untuk membentengi ummat agar tidak terjebak pada
kegiatan-kegiatan investasi yang haram dan mengandung unsur riba dan judi. Secara umum
pemahaman kaum muslimin tetang investasi syariah masih rendah, sosialisasi fatwa DSN-
MUI tentang investasi syariah belum maksimal, aplikasi-aplikasi investasi online terus
berkembang pesat, dan kebanyakan masyarakat bersikap apatis terhadap hal tersebut.

B. TINJAUAN PUSTAKA
Alloh SWT melarang orang-orang yang beriman untuk memakan harta di antara mereka
dengan cara yang zalim kecuali pada perniagaan yang mereka saling ridho. Alloh berfirman,

ِ
طٓ
ٰ
بْلٱِب مُكٰن
ْ
ي
ٰ
ب مُكٰلٓ
ٰ
و
ْ
مٰأ
۟
ا
أ
وُلُكْٰتَ ٰلَ
۟
اوُن
ٰ
ما
ٰ
ء
ٰ
ني
ِ
ذ�لٱ ا
ٰ
ه� يٰأٓ
ٰ
يَ
ْ
مُكِب ٰناٰك
ٰ
�للَّٱ �نِإ ۚ
ْ
مُك
ٰ
سُفنٰأ
۟
ا
أ
وُلُ تْقٰ ت ٰلَ
ٰ
و ۚ
ْ
مُكن
ِ

م ٍضا
ٰ
رٰ ت ن
ٰ
ع ًة
ٰ
رٓ
ٰ
ِ
ت ٰنوُكٰت نٰأ أ�لَِإ ِل
ا
ً
مي
ِ
ح
ٰ
ر
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan
jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di

345
antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu. (QS: An-Nisa: 29).
Dalam ayat ini Alloh SWT lebih dahulu memperingatkan hamba-hambanya yang
beriman jangan saling memakan harta dengan cara yang zalim, baru setelah itu Alloh
membolehkan bisnis yang dilakukan dengan saling ridho.
Di dalam ayat yang lain Alloh berfirman,

َّ
ل
َ
ح
َ
أ
َ
وٱ
هَ
للّ ٱ
َ
ع
ْ
ي
َ
ب
ْ
ل
َ
م
َّ
ر
َ
ح
َ
وٱ

ا
ٰ
و
َ
ب
ِّ
رل
Dan Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. (Surat Al-Baqarah: 275).
Dalam ayat ini Alloh menegaskan tentang halalnya jual beli dan haramnya riba. Dari sini
dapat disimpulkan bahwa seorang muslim harus memahami mana yang halal dan mana yang
haram. Demikian pula dalam investasi kita harus paham mana investasi yang diperbolehkan
dana mana investasi yang diharamkan oleh syariah. Pada prinsipnya bahwa investasi harus
dijalankan sesuai dengan prinsip syariah. (Lisdayanti & Hakim, 2021). Konsep investasi
syariah didasarkan pada nilai-nilai keadilan, keseimbangan, ukhuwah, dan kemaslahatan
baik secara individu maupun komunal. (Ekonomi Syariah dan Hukum Ekonomi Syariah et
al., 2022).

C. METODE
Penelitian ini adalah kualitatif analitis dengan menggunakan pendekatan ekonomi Islam
dan fiqih muamalah klasik dan kontemporer. Penulis menganalis model-model investasi
online yang marak di era digital. Ada beberapa investasi online yang konvensional dan
syariah. Penulis mencermati akad-akad yang digunakan, skema bisnis yang dijalankan,
objek bisnis yang bersifat umum, dan aspek-aspek teknis lainnya.

D. HASIL PEMBAHASAN
Pada masa Rosululloh SAW kegiatan investasi (mudharabah) (Novambar et al., 2020),
(Bintarto & Setiawan, 2021) pernah dilakukan oleh Khodijah Radiyallohu ‘Anha. Sebelum
Khodijah Radiyallohu ‘Anha memutuskan untuk melakukan kerjasama bagi hasil (Ahyani
et al., 2021) dengan Rosululloh SAW, Khodijah Radiyallohu ‘Anha telah mengenal
Rosulullah SAW dengan sangat baik. Beliau SAW dikenal dengan akhlaknya yang mulia,
sifat jujurnya yang sangat terkenal, sifat amanahnya yang diakui semua orang yang
mengenalnya, sifat fatonah (kecerdasan)nya yang sangat luar biasa, sifat tabligh (kepiawaian
membangun komunikasi) nya yang mampu menembus batas sekat-sekat agama, budaya,

346
strata sosial, dan lain-lain. Selain itu masih banyak lagi sifat-sifatnya yang tidak mungkin
dilukiskan satu-persatu dalam pembahasan ini.
Disamping memiliki akhlak yang mulia, Rosululloh SAW adalah seorang pedagang
yang sangat ahli dan berpengalaman. Beliau SAW mendapatkan ilmu berdagang dari dua
pamannya yaitu Abu Tholib dan Hamzah bin Abdul Mutholib. Setelah Beliau berusia 11
tahun Beliau memutuskan untuk mandiri berdagang sendiri di pasar kota Mekkah sampai
pada akhirnya Beliau SAW menguasai bisnis di pasar kota Mekkah.
Khodijah Radiyallohu ‘Anha adalah saudagar yang sangat kaya raya ketika itu, bahkan
jika kekayaan para pedagang Quraisy digabungkan menjadi satu maka tidak akan mampu
mengungguli kekayaan Khodijah Radiyallohu ‘Anha. Posisi Khodijah Radiyallohu ‘Anha
sangat diperhitungkan di dunia bisnis ketika itu. Khodijah dengan hartanya yang sangat
banyak akhirnya memutuskan untuk menginvestasikan hartanya pada kegiatan bisnis yang
dijalankan oleh Rosululloh SAW. Ketika itu Rosululloh SAW berniat untuk melakukan
ekspansi dagang ke Negeri Syam. Konsep dagang yang dijalankan Beliau ketika itu adalah
dengan membeli barang-barang dagangan dari pasar kota Mekkah kemudian menjualnya ke
negeri Syam, setelah barang-barang dagangan dari kota Mekkah sudah habis terjual Beliau
membeli barang-barang dari negeri Syam dan menjualnya ke pasar kota Mekkah. Konsep
seperti ini yang tidak pernah dijalankan oleh para kafilah pedagang Quraisy sebelumnya.
Kafilah dagang Quraisy biasanya berangkat ke negeri Syam dengan membawa uang dan
emas yang banyak untuk belanja di Negeri Syam, mereka ketika berangkat safar ke Negeri
Syam tidak membawa barang dagangan sedangkan Rosululloh SAW pulang pergi
membawa barang dagangan yang sangat banyak dan barang dagangannya selalu habis
terjual.
Walaupun Rosululloh SAW adalah orang yang sangat terkenal dengan kejujuran dan
keamanahannya dan terkenal dengan skil dan keahliannya namun ketika Khodijah
berinvestasi dengan Rosululloh SAW, Khodijah mengutus pembantunya yang bernama
Maysaroh. Maysaroh bertugas untuk mengawal dan membantu Rosululloh SAW dalam
menjalankan bisnisnya.
Dari kisah ringkas konsep investasi yang pernah dilakukan oleh khodijah Radiyallohu
‘Anha kita dapat mengambil beberapa kesimpulan yang dapat dijadikan dasar untuk
melaksanakan kegiatan investasi berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Di antaranya adalah
sebagai berikut:
1. Integritas

347
Integritas merupakan modal yang sangat penting bagi pelaku bisnis. Berapa banyak
pelaku bisnis yang bahkan tidak berpendidikan tinggi bisa meraih kesuksesan. Hal tersebut
dapat dicapai karena pelaku bisnis mendapatkan kepercayaan dari masyarakat. Sifat jujur,
amanah hendaknya diaplikasikan dalam dunia bisnis. Para pengusaha di sekitar Rosululloh
SAW berhasil dengan sukses karena di antaranya mereka memiliki sifat jujur dan amanah.
Kita dapat membaca kisah pengusaha sukes seperti sahabat ‘Abdurrohman bin ‘Auf
Rodiyallohu ‘Anh, ‘Utsman bin ‘Affan Rodiyallohu ‘Anh, Zubair bin Awwam Rodiyallohu
‘Anh, dan sahabat-sahabat pebisnis yang lain. Sifat jujur dan amanah mereka sangat diakui.
Mengapa Khodijah Radiyallohu ‘Anha memutuskan untuk berbisnis dengan Rosululloh
SAW karena salah satunya Rosululloh adalah orang yang jujur dan terpercaya.
Tidak mungkin sebuah kemitraan bisa langgeng jika dibangun dengan kebohongan,
kecurangan, dan rasa saling tidak percaya di antara kedua belah pihak. Kemitraan bisa
berjalan dengan langgeng apabila dibangun dengan kejujuran dan saling percaya, walaupun
pada saat ini sulit sekali kita mendapatkan pedagang-pedagang yang jujur, pengusaha-
pengusaha yang jujur. Justru yang paling banyak adalah pedagang-pedagang yang curang,
suka menipu, berbuar ghoror, zalim, riba, dan lain sebagainya. Oleh karenanya ketika kita
ingin berinvestasi maka kita harus pastikan bekerja sama dengan orang yang memiliki
integiratas, kejujuran, keamanahan, dan dapat dipercaya. Integitas saat ini menjadi core
values BUMN yang disingkat dengan AKHLAK (Amanah, Kompetensi, Harmonis, Loyal,
Adaptif, dan Kolaboratif). Pemerintah yang memiliki perusahaan-perusahaan besar tentu
sangat memperhatikan masalah integritas ini. Ilmu tentang integritas ini sudah lebih dahulu
dijalankan dan diamalkan oleh Rosululloh SAW.
2. Kapasitas
Kapasitas berupa skill yang mumpuni, keahlian yang sudah teruji dan diakui oleh orang-
orang yang ahli adalah modal kedua setelah integritas. Jujur dan amanah saja tidak cukup,
kita sering melihat dan mendengar bahwa orang-orang yang jujur banyak ditipu,
dipermainkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Ahli bukan berarti
menguasai setiap bisnis, walaupun ada orang-orang tertentu yang menguasai beberapa
bidang bisnis. Misalkan ada yang ahli dagang tapi juga ahli di bidang pertanian dan
perkebunan. Ada yang ahli di bidang properti ternyata ahli juga di bidang jasa, dan
seterusnya. Keahlian bisnis yang dimiliki seseorang tentu terbatas. Dalam dunia bisnis kita
tidak perlu bingung menyikapi hal tersebut, yang terpenting bagi investor adalah ketika ia
berinvestasi ia memahami dengan pasti dan mantap bahwa bisnis yang dijalankan memiliki
profil keuntungan yang jelas dan tidak melalui proses yang rumit. Keuntungan yang

348
diperoleh dihasilkan dari harta yang halal dan nilainya berbanding lurus dengan modal yang
disertakan pada kegiatan bisnis tersebut. Misalkan seseorang memiliki modal Rp. 1 Miliar
paling tidak dengan modal tersebut akan mendapatkan bagi hasil yang besar, berbeda dengan
seseorang yang memiliki modal Rp. 10.000.000 tentu bagi hasilnya sedikit. Disini perlu
dipahami bahwa investasi harus efektif dan menguntungkan walaupun tetap ada risiko
kerugian yang mungkin terjadi karena kondisi ekonomi dan kondisi pasar yang berubah.
Kualitas bagi hasil yang baik dalam kerjasama kemitraan secara otomatis dapat
meningkatkan kepercayaan investor, sehingga kerjasama yang dibangun akan konsisten dan
berkesinambungan. (Faqih, 2020)
3. Prinsip Kehati-hatian
Khodijah Rodiyallohu ‘Anha menaruh kepercayaan penuh ketika menyertakan
modalnya kepada Rosululloh SAW. Khodijah Rodiyallohu ‘Anha mengutus pembantunya
Maysaroh untuk mendampingi Rosululloh SAW. Khodijah Rodiyallohu ‘Anha ingin
mengetahui bagaimana muamalah Rosululloh SAW terhadap Maysaroh ketika bersafar ke
negeri Syam dalam rangka menjalankan bisnisnya.
Setelah selesai mendampingi Rosululloh SAW dalam berbisnis, Maysaroh
menceritakan akhlak Rosululloh SAW yang sangat menakjubkan, bagaimana Rosululloh
memperlakukan Maysaroh sebagai mitra dengan sangat baik, bagaimana Rosululloh
bermuamalah dengan orang-orang yang ditemuinya dengan professional dan seterusnya.
Informasi-informasi yang didapat oleh Khodijah semakin membuatnya mantap untuk
mengenal dan mendalami pribadi Rosululloh SAW sampai akhirnya menikah dengannya.
Dari sini kita dapat mengambil pelajaran bahwa prinsip kehati-hatian dalam
berinvestasi harus dijalankan manakala kita melakukan kerjasama bagi hasil dengan mitra
yang sudah kita percayai sebelumnya. Tentu Khodijah tidak menerapkan prinsip kehati-
hatian kepada Rosululloh SAW, karena Beliau adalah sosok yang sangat terpercaya. Di
zaman sekarang ini kita harus mengenal lebih jauh mitra bisnis kita, untuk itu kita juga harus
aktif memantau usaha yang dijalankannya secara langsung. Investor yang aktif mengontrol
usaha yang dijalankan oleh mudharib akan membuat mudharib lebih hati-hati dalam
menjalankan bisnisnya karena merasa diawasi oleh investor.
4. Risk Management
Investasi selain menjanjikan sebuah keuntungan di masa depan juga memungkinkan
terjadinya risiko kerugian. Keuntungan selalu bersama kerugian merupakan sunatulloh yang
acap kali terjadi. Investor harus memahami profil risiko pada bisnis yang dikerjasamakan.
Misalkan usaha di bidang pertanian, sawah yang memiliki luas satu hektar dapat

349
menghasilkan panen sampai delapan ton gabah, tetapi tidak jadi panen apabila padi dimakan
hama, itu risiko yang sangat mungkin terjadi. Pada bidang apa pun dan model bisnis apa pun
pasti memiliki risiko. Investor betul-betul harus menguasai profil risiko tersebut sehingga
dapat mengantisipasi kerugian yang timbul yang mengakibatkan dana yang diinvestasikan
menjadi berkurang atau tidak kembali.
Teori yang paling mudah untuk melihat profil risiko dari sebuah bisnis adalah dengan
cara menganalisis laporan keuangan selama tiga tahun terakhir, berapa persen profit yang
dihasilkan dan berapa persen risikonya. Semakin besar keuntungan semakin besar risikonya,
semakin kecil keuntungan semakin kecil risikonya.
5. Objek Usaha
Dalam Islam objek usaha yang dijalankan dalam investasi harus halal, tidak boleh usaha
tersebut haram dan mengandung mudhorot. Misalkan ada sebuah pabrik yang memproduksi
makanan olahan yang halal, tapi hasil limbahnya mencemari lingkungan sehingga
menimbulkan mudhorot bagi warga sekitar dan dampaknya warga melakukan demonstrasi
dan membuat perusahaan tersebut berhenti produksi. Hal semacam ini harus dijadikan
pertimbangan. Objek usaha harus dipastikan halal dan ramah lingkungan. Halal tidak dilihat
secara zatnya saja tapi harus dilihat secara prosesnya juga.
6. Sistem Perhitungan Bagi Hasil
Ketika sebuah bisnis sudah menghasilkan keuntungan dan sudah mencapai waktu yang
disepakati untuk dibagi hasilkan, maka perlu dicermati bagaimana sistem perhitungan bagi
hasil yang benar.
a. Nisbah (Porsi bagi hasil)
Sahibul Maal (Investor) dan Mudharib (Pengelola Usaha) sebelumnya sudah
bersepakat berapa nisbah (porsi) (Millah & Hasanah, 2021) bagi hasil yang mereka
tetapkan, apakah nisbahnya 20:80, 30:70, 40:60, ini hanya contoh saja. Nisbah yang
paling kecil biasanya adalah nisbah untuk investor, dan nisbah yang paling besar
adalah nisbah untuk pengelola usaha. Sangat wajar apabila pengelola usaha
mendapat porsi yang lebih besari dari investor. Beban dan tanggungjawab pengelola
lebih berat dibandingkan dengan investor. Mudharib bertanggungjawab penuh
terhadap usaha yang dijalankan, oleh karenanya investor harus memahami hal ini
agar lebih berlapang dada. Aktivitas investor hanya menanamkan modal, tetapi
aktivitas mudharib mengelola modal investasi dengan sebaik-baiknya sehingga dapat
menghasilkan keuntungan yang sesuai harapan bersama.
b. Net Profit (Keuntungan bersih)

350
Keuntungan yang dibagihasilkan adalah keuntungan bersih setelah dikurangi biaya-
biaya. Bagi hasil yang didasarkan pada net profit lebih memenuhi prinsip-prinsip
keadilan dan prinsip-prinsip syariah. (Inayah, 2020) Pada kegiatan bisnis saat ini bagi
hasil lebih didasarkan pada gross profit (keuntungan kotor), distribusi bagi hasil dari
keuntungan kotor dipandang tidak adil, karena investor akan mendapat keuntungan
yang lebih besar karena bagi hasil yang didapat belum dikurangi biaya-biaya,
sementara mudharib mendapatkan bagi hasil dari gross profit tapi setelah itu harus
dikurangi dengan biaya-biaya. Biaya-biaya yang timbul dalam bisnis tersebut
menjadi tanggungan mudharib, di sini letak kezalimannya.
c. Mekanisme Bagi Hasil
Ada dua mekanisme bagi hasil, yang pertama menggunakan metode profit and loss
sharing, yang kedua menggunakan metode revenue sharing. Bagi hasil yang
menggunakan metode profit and loss sharing sesuai dengan prinsip-prinsip syariah
dan prinsip-prinsip keadilan. Metode ini menegaskan bahwa keuntungan dibagi
sesuai dengan nisbah yang telah disepakati. Apabila keuntungannya besar maka
distribusi bagi hasilnya juga besar, apabila keuntungan kecil maka distribusinya juga
kecil, dan apabila terjadi kerugian, maka kerugian tersebut ditanggung bersama.
Berbeda dengan revenue sharing, metode ini menjelaskan bahwa bagi hasil
didasarkan pada pendapat, model ini lebih menguntungkan investor dan merugikan
mudharib. Oleh karena itu hendaknya investor yang baik menggunakan metode bagi
hasil profit and loss sharing.
d. Kerugian
Kerugian yang terjadi dalam investasi ditanggung bersama. Kerugian berupa modal
sepenuhnya ditanggung oleh investor, sedangkan kerugian berupa tenaga, pikiran,
dan waktu ditanggung oleh mudharib. Yang sering terjadi pada masyarakat kita
adalah bahwa kerugian berupa modal ditanggung oleh mudharib, jadi seolah-olah
bentuk kerjasamanya seperti utang-piutang. Posisi mudharib seolah-olah telah
berutang modal kepada investor. Apabila yang terjadi demikian maka itu adalah riba
nasi’ah, riba yang terjadi karena penundaan pembayaran utang. Investor haru paham
betul konsekwensi dari sebuah investasi, kalau tidak untung ya rugi. Kalau ada
untung maka akan mendapat bagian kalau rugi harus siap dengan segala risiko
termasuk kehilangan modal. Investasi dalam Islam betul-betul kerjasama kemitraan
yang didasarkan pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.
7. Model Investasi di Era Digital

351
Di era digital ini kita sering menjumpai iklan-iklan investasi secara online. Investasi
yang dijalankan dengan simple tidak pakai ribet, hanya dengan install aplikasi dan memiliki
saldo minimal Rp 100.000 setiap orang sudah bisa berinvestasi. Tidak dijelaskan dengan
jelas apakah investasi tersebut sesuai dengan syariah atau tidak. Dalam Islam setiap transaksi
harus berdasarkan prinsip-prinsip syariah. Tidak ada larangan berinvestasi secara online
sepanjang sesuai dengan syariah. Namun yang kita saksikan saat ini hampir seratus persen
investasi-investasi online tersebut tidak sesuai syariah dan cenderung mengandung unsur
maisir (judi), bahkan mengandung unsur riba.

Salah satu sektor untuk menumbuhkan perekonomian nasional di Indonesia adalah
dengan cara meningkatkan investasi (Hukum & Syariah, 2021) terutama pada usaha-usaha
sektor riil yang menghasilkan barang dan jasa. (Yusuf et al., 2021) Kegiatan investasi baik
secara online maupun secara offline harus dijalankan sesuai prinsip-prinsip syariah. Prinsip-
prinsip syariah mengandung nilai-nilai kemaslahatan, keadilan, transparansi, dan amanah
sehingga membuat investor lebih tenang dalam menyertakan modalnya. Masalah yang
timbul dalam investasi online adalah praktik judi, investor tidak dapat melihat dan
mengontrol perputaran bisnisnya. Hal ini menimbulkan ghoror, yang lebih parah lagi
investor tidak tahu dana investasinya digunakan untuk bisnis apa.
Dalam investasi Islam investor yang berinvestasi maka secara otomatis ia memiliki satu unit
usaha. Misalkan seorang yang berinvestasi pada perusahaan property, ia tahu dananya
digunakan untuk membangun berapa rumah, investor tahu berapa modal satu unit rumah,
berapa luas tanahnya, berapa luas bangunannya, berapa tipenya, berapa modal pokoknya
berapa harga jualnya, berapa keuntungannya, berapa bagi hasilnya, kapan target unit rumah
laku terjual, bagaimana peminatnya, bagaimana sistem jual belinya, dan seterusnya. Investor
betul-betul dapat mengontrol perputaran uangnya dan ia dapat memastikan bahwa
investasinya aman.
Yang terjadi pada investasi online justru sebaliknya. Investor tidak dapat mengontrol
perputaran uangnya. Investor tidak pernah mendapatkan informasi yang transparan dan
detail tentang perkembangan investasinya. Ada dua kemungkinan yang terjadi,
kemungkinan pertama kegiatan tersebut berubah menjadi utang-piutang dengan
pengembalian berlebih maka itulah riba, kemungkinan yang kedua adalah judi, hal ini terjadi
karena biasanya investor hanya uncang-uncang kaki menunggu keuntungan sementara ia
tidak tahu uangnya digunakan untuk usaha apa.

352
E. KESIMPULAN
Pada prinsipnya investasi secara online diperbolehkan dalam Islam sepanjang
memenuhi syarat dan rukunnya. Kegiatan investasi dalam Islam konsepnya menggunakan
akad mudharabah. Akad mudharabah adalah kerjasama bagi hasil antara sahibul maal
dengan mudharib. Sahibul maal (investor) memberikan dananya kepada mudharib
(pengelola usaha), kemudian mereka bersepakat untuk menentukan jenis usahanya apa dan
menyepakati nisbah bagi hasilnya, keuntungan dibagi hasilkan berdasarkan nisbah dan
kerugian ditanggung bersama.
Hal hal yang perlu diperhatikan adalah; 1) usaha yang dijalankan halal dan tidak
mengandung mudharat, 2) investor dapat mengontrol perputaran modalnya, 3) mudharib
adalah orang yang ahli di bidang usaha tersebut, 4) kedua belah pihak mengedepankan
prinsip kehati-hatian, 5) akad yang dijalankan sesuai prinsip-prinsip syariah, 6) metode bagi
hasil menggunakan profit and loss sharing (bagi untung bagi rugi), 7) kedua belah pihak
saling percaya dan saling ridho.

SARAN DAN UCAPAN TERIMAKASIH
Hendaknya masyarakat terutama kau muslimin memahami konsep investasi dalam
Islam dengan memahami akad-akadnya dan skema bisnis yang dijalankan, agar tidak
terjebak pada unsur judi dan riba. Para investor jangan mudah tergiur pada iklan-iklan
investasi yang tidak jelas akadnya.
Terimakasih yang sebesar-besarnya kami sampaikan kepada pengelola Jurnal Ad-
Deenar yang telah menerbitkan artikel ini. Semoga Alloh SWT membalas dengan pahala
yang berlipat ganda. Amiin.

DAFTAR PUSTAKA
Ahyani, H., Program, M., Islam, D. H., Gunung, S., & Bandung, D. (2021). Perspektif
Ekonomi Syariah Di Indonesia Tentang Riba, Bunga Bank, dan Bagi Hasil. JURNAL
EKONOMI SYARIAH, 6(1), 28–50. https://doi.org/10.37058/JES.V6I1.2538
Bintarto, M. al I., & Setiawan, Y. (2021). Implementasi Pembiayaan Mudharabah Untuk
Kegiatan Usaha Masyarakat Sebagai Upaya Pemulihan Ekonomi Nasional Akibat
Pandemi Covid-19. Jurnal Ilmiah Ekonomi Islam, 7(2), 571–576.
https://doi.org/10.29040/JIEI.V7I2.2489
Ekonomi Syariah dan Hukum Ekonomi Syariah, J., Musthofa, K., Kunci, K., & Sitasi, C.
(2022). PENERAPAN PRINSIP SYARIAH DI INDUSTRI PASAR MODAL
MELALUI SOTS (SHARIA ONLINE TRADING SYTEM). AL-IQTISHADIYAH :
EKONOMI SYARIAH DAN HUKUM EKONOMI SYARIAH , 6(1), 29–43.
https://doi.org/10.31602/IQT.V6I1.2909

353
Faqih, F. Al. (2020). PENGARUH KUALITAS PELAYANAN DAN BAGI HASIL
TERHADAP MINAT MENABUNG NASABAH PADA TABUNGAN MARHAMAH
PT BANK SUMUT KCP SYARIAH KARYA. Al-Infaq: Jurnal Ekonomi Islam, 11(1),
22–38. https://doi.org/10.32507/AJEI.V11I1.506
Hukum, J., & Syariah, E. (2021). Investasi Saham Syariah di Bursa Efek Indonesia dalam
Perspektif Hukum Ekonomi Syariah. Jurnal Hukum Ekonomi Syariah, 5(01), 31–48.
https://doi.org/10.26618/J-HES.V5I01.4819
Inayah, I. N. (2020). PRINSIP-PRINSIP EKONOMI ISLAM DALAM INVESTASI
SYARIAH. Jurnal Ilmu Akuntansi Dan Bisnis Syariah (AKSY), 2(2), 88–100.
https://doi.org/10.15575/AKSY.V2I2.9801
Lisdayanti, R., & Hakim, L. (2021). Pengaruh Pengetahuan Investasi Syariah Produk
Investasi Syariah Dan Modal Minimal Mahasiswa Terhadap Minat Investasi Bank
Syariah Dengan Risiko Investasi Sebagai Variabel Intervening Pada Mahasiswa
Perguruan Tinggi Negeri Kota Surabaya. Jurnal Masharif Al-Syariah: Jurnal Ekonomi
Dan Perbankan Syariah, 6(1), 13–28. https://doi.org/10.30651/JMS.V6I1.5757
Millah, H., & Hasanah, U. (2021). Implementasi Nisbah Bagi Hasil Produk Tabungan
Mabrur melalui Akad Mudharabah Mutlaqah dalam Perspektif Ekonomi Islam.
Iqtishodiyah : Jurnal Ekonomi Dan Bisnis Islam , 7(1), 91–103.
https://doi.org/10.36835/iqtishodiyah.v7i1.492
Novambar, C., Stai, A., & Yogyakarta, T. (2020). Akad Mudharabah dalam Perspektif Fikih
dan Perbankan Syariah. SALIHA: Jurnal Pendidikan & Agama Islam, 3(2), 42–54.
https://doi.org/10.0118/SALIHA.V3I2.80
Yusuf, M., Ichsan, R. N., & Saparuddin, S. (2021). DETERMINASI INVESTASI DAN
PASAR MODAL SYARIAH TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI DI
INDONESIA. JEpa, 6(1), 397 –401.
https://journal.pancabudi.ac.id/index.php/jepa/article/view/1121

354