Jurnal Komunikasi KAREBA Vol.7 No.2 Juli – Desember 2018

264

AUDIT KOMUNIKASI PROGRAM KOMUNIKASI, INFORMASI DAN
EDUKASI (KIE) KELUARGA BERENCANA PADA PERWAKILAN BKKBN
PROVINSI SULAWESI BARAT

Communication Audit Program Communication, Information and Education
Family Planning on Representative of Population and Family Planning Agencies of
West Sulawesi Province



Sukardi
Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional Provinsi Sulawesi Barat, Mamuju.
[email protected]


ABSTRACT

This study aims to audit the communication process of communication, information and
education family planning and analyze the inhibiting factors in the implementation of KIE KB on
BKKBN representative of West Sulawesi Province. This type of research is case study with
communication audit approach. Data collection methods used were in-depth interviews, observation
and document studies. Data were analyzed by communication experience analysis technique also
known as critical event technique. The results of this study indicate that the communication process of
communication, information and education family planning to BKKBN representatives of West
Sulawesi Province is less effective because 1) communicators in this case extension workers did not do
communication planning before doing communication, information and education family planning 2)
the message conveyed using only two-side issues that convey advantages and side effects of
contraceptives because no messaging takes up only directly from the media, 3) Media / backflow
channels at the time of KIE Integrated groups with posyandu activities are not up to the number of
participants and do not use microphones, 4) targets, none target mapping and there are still some
community groups that reject the family planning program; 5) the effects / impacts of IEC on fertile
couples can recall some types of modern contraceptives and the average fertile age couples still use
long-term non-method contraceptives such as Pills, and Condoms. The inhibiting factors in the
implementation of this communication, information and education family planning are internal factors
of internal BKKBN itself in the inadequate competence of communicators (Extension Plans) and
external factors from the community itself that still exist that the Family Planning program is contrary
to religion, culture and their custom.

Keywords: Communication Audit, communication, information and education family planning


ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan mengaudit proses komunikasi KIE KB dan menganalisis faktor-faktor
penghambat dalam pelaksanaan KIE KB pada perwakilan BKKBN Provinsi Sulawesi Barat. Tipe
penelitian ini adalah studi kasus dengan pendekatan audit komunikasi. Metode pengumpulan data yang
digunakan adalah wawancara mendalam, observasi dan studi dokumen. Data dianalisis dengan teknik
analisis pengalaman komunikasi yang juga dikenal dengan sebutan teknik peristiwa kritis.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa proses komunikasi KIE KB pada perwakilan BKKBN
Provinsi Sulawesi Barat kurang berjalan secara efektif dikarenakan 1) komunikator dalam hal ini
Penyuluh KB tidak melakukan perencanaan komunikasi sebelum melakukan KIE KB 2) pesan yang

Jurnal Komunikasi KAREBA Vol.7 No.2 Juli – Desember 2018

265

disampaikan hanya menggunakan teknik two-side issu yang menyampaikan kelebihan dan efek
samping dari alat kontrasepsi karena tidak ada penyusunan pesan hanya mengambil langsung dari
media, 3) Media/saluran lembar balik pada saat KIE Kelompok yang terintegrasi dengan kegiatan
posyandu tidak sesaui dengan jumlah peserta dan tidak menggunakan microphone, 4) sasaran, tidak
ada pemetaan sasaran dan masih ada beberapa kelompok masyarakat yang menolak program KB, 5)
efek/dampak KIE terhadap pasangan usia subur dapat menyebut kembali sebagian jenis-jenis
kontrasepsi modern dan rata-rata pasangan usia subur masih menggunakan kontrasepsi non metode
jangka panjang seperti Pil, Suntik dan Kondom. Faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan KIE KB
ini adalah faktor internal yakni dari intern BKKBN itu sendiri dalam hal kompetensi komunikator
(Penyuluh KB) yang kurang memadai dan faktor eksternal dari masyarakat itu sendiri yang masih ada
menganggap bahwa program Keluarga Berencana bertentangan dengan agama, budaya dan adat
mereka.

Kata kunci: Audit Komunikasi, Komunikaksi Informasi dan Edukasi, Keluarga Berencana


PENDAHULUAN
Indonesia merupakan salah satu negara
dengan tingkat pertumbuhan penduduknya
sangat cepat. Laju pertumbuhan penduduk
Indonesia (LPP) 1,49% per tahun dengan
jumlah penduduk 236 juta jiwa (SP 2010).
Dengan laju pertumbuhan penduduk seperti ini
berarti Indonesia mengalami pertambahan
penduduk sekitar 4 juta jiwa per tahun hampir
sama dengan penduduk Negara Singapura.
Artinya bahwa Indonesia melahirkan populasi
penduduk Singapura setiap tahunnya.
Peningkatan jumlah penduduk merupakan
faktor pemicu munculnya permasalahan
kependudukan seperti kepadatan penduduk,
tekanan penduduk terhadap lahan, masalah
transportasi, serta kesulitan dalam
menyediakan kebutuhan dasar penduduk,
seperti sandang, pangan, papan, pekerjaan,
pendidikan, kesehatan dan pendapatan serta
kerentanan masalah sosial lainnya. Oleh karena
itu dalam rangka pengendalian jumlah
penduduk pemerintah Indonesia membentuk
Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN) pada periode Pelita I
(1969-1974) berdasarkan Keppres No. 8 Tahun
1970. Dengan terbitnya Undang Undang No. 52
Tahun 2009 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga,
maka Badan Koordinasi Keluarga Berencana
Nasional berubah menjadi Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana
Nasional (BKKBN).
Dalam rangka upaya pengendalian jumlah
penduduk, pemerintah menerapkan program
Keluarga Berencana sejak tahun 1970 dimana
tujuannya untuk memenuhi permintaan
masyarakat akan pelayanan KB dan kesehatan
reproduksi yang berkualitas, menurunkan
tingkat atau angka kematian ibu, bayi dan anak,
serta penanggulangan masalah kesehatan
reproduksi dalam rangka membangun keluarga
kecil berkualitas. Keluarga berencana
dirumuskan sebagai upaya peningkatan
kepedulian dan peran serta masyarakat melalui
batas usia perkawinan, pengaturan kelahiran,
pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan
kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan
keluarga kecil bahagia dan sejahtera (BKKBN,
2008:11).
Program Kependudukan, Keluarga
Berencana dan Pembangunan Keluarga
(KKBPK), terutama melalui upaya pencapaian
target/sasararan Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019
untuk menurunkan laju pertumbuhan penduduk
(LPP) menjadi 1,27%, angka kelahiran total
(TFR) 2,3 anak, meningkatkan pemakaian
kontrasepsi (CPR) sebesar 65,4%, menurunnya
kebutuhan ber-KB yang tidak terpenuhi (unmet
need) 10,48%, menurunnya Angka kelahiran
pada remaja usia 15-19 tahun menjadi 44 per
1000 wanita usia 15-19 tahun (ASFR 15 – 19
tahun), serta menurunnya kehamilan yang tidak
diinginkan dari wanita usia subur menjadi 7%
(15-49 tahun).
Namun, kondisi capaian di lapangan
masih jauh dari apa yang diharapkan, terkhusus
pada capaian pemakaian kontrasepsi (CPR)
Berdasarkan data susenas 2013 CPR Provinsi
Sulawesi Barat sebesar 48,2% masih sangat
rendah dibandingkan rata-rata nasional sebesar
61,5%, bahkan capaian terendah pada region
Sulawesi; dengan rincian Sulawesi Selatan

Jurnal Komunikasi KAREBA Vol.7 No.2 Juli – Desember 2018

266

51,3%, Sulawesi Tenggara 53,3%, Gorontalo
67%, Sulawesi Tengah 60,7%, Sulawesi Utara
64,9%.
Sementara data hasil Survei Demografi
dan Kesehatan Indonesia (SDKI 2007) Angka
pemakaian kontrasepsi Provinsi Sulawesi Barat
sebesar 45% dan hanya meningkat 3 persen
pada hasil data SDKI 2012 menjadi 48%,
sementara Total fertility rate dari SDKI 2007
sebesar 3,5 menjadi 3,6 anak pada hasil SDKI
2012 yang seharusya TFR ini diturunkan, angka
ini pun masih sangat tinggi dari TFR nasional
yang sebesar 2,6.
Angka kebutuhan KB yang tidak
terpenuhi (unmetneed) SDKI 2007 Provinsi
Sulawesi Barat sebesar 17% dan hanya turun 3
persen pada SDKI 2012 menjadi 14%, yang
artinya bahwa masih ada 14 persen pasangan
usia subur di Sulawesi Barat yang seharusnya
ber-KB tapi tidak terlayani karena beberapa
alasan yakni larangan agama, larangan suami,
takut efek samping, merasa tidak subur dll.
Data Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia Provinsi Sulawesi Barat
menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan
masyarakat tentang salah satu alat kontrasepsi
sangat tinggi yakni sebesar 91% tapi perilaku
menjadi akseptor hanya 48%. Sementara data
tentang kunjungan Penyuluh Keluarga terhadap
wanita kawin umur 15-49 tahun yang
mendengar atau melihat pesan KB sebesar 7,7
persen dibandingkan dengan tenaga
perawat/bidan sebesar 22.1%. (Sulawesi Barat.
SDKI, 2012). Berdasarkan data tersebut bahwa
tenaga perawat atau bidan lebih aktif
memberikan pesan KB dibandikan Penyuluh
KB yang tupoksi untuk menyebarluaskan
informasi mengenai keluarga berencana.
Pemakaian kontrasepsi menjadi salah satu
solusi dalam mengatasi tingginya laju
pertumbuhan penduduk Indonesia. Langkah
penting untuk menunjang dan menyadarkan
penduduk tentang tujuan program KB yaitu
melalui Komunikasi, Informasi dan Edukasi
(KIE) KB. Komunikasi, Informasi dan Edukasi
(KIE) adalah suatu proses penyampaian pesan,
informasi yang diberikan kepada masyarakat
atau pasangan usia subur oleh Penyuluh
Keluarga Berencana atau Petugas Lapangan
Keluarga Berencana tentang program KB baik
melalui komunikasi interpersonal, kelompok
maupun menggunakan media seperti: radio,
televisi, film, mobil unit penerangan,
penerbitan, kegiatan promosi dan pameran
dengan tujuan utama adalah untuk
memecahkan masalah dalam lingkungan
masyarakat dalam meningkatkan pengetahuan,
sikap dan perilaku sasaran dalam menggunakan
alat/obat/cara kontrasepsi.
Kegiatan komunikasi, informasi dan
edukasi keluarga berencana (KIE KB)
merupakan gabungan dari tiga konsep yaitu
Komunikasi, Informasi dan Edukasi. (
BKKBN, 2012:4) BKKBN mendefinisikan
Komunikasi sebagai suatu proses penyampaian
isi pesan dari seseorang kepada pihak lain untuk
mendapatkan tanggapan, Informasi sebagai
data dan fakta untuk diketahui dan
dimanfaatkan oleh siapa saja, sementara
Edukasi didefinisikan sebagai sesuatu kegiatan
yang mendorong terjadinya perubahan
(pengetahuan, sikap, dan perilaku) seseorang,
kelompok dan masyarakat. ( BKKBN, 2012:4)
KIE juga biasa disebut dengan penyuluhan
adalah suatu kegiatan komunikasi dimana
terjadi proses komunikasi dan edukasi dengan
penyebaran informasi. Dalam kaitannya
dengan program Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional, komunikasi, informasi
dan edukasi (KIE) adalah kegiatan
penyampaian informasi untuk meningkatkan
pengetahuan, sikap, dan perilaku individu,
keluarga dan masyarakat dalam program
Kependudukan dan Keluarga Berencana
(BKKBN, 2012:4).
Oleh karena pentingnya program KIE KB
dalam rangka menyosialisasikan program
kependudukan, keluarga berenacana dan
pembangunan keluarga maka dipandang perlu
untuk melakukan audit komunikasi, karena
audit komunikasi adalah kajian mendalam dan
menyeluruh tentang pelaksanaan sistem
komunikasi yang mempunyai tujuan untuk
meningkatkan efektivitas program.
Tujuan dari audit komunikasi ini adalah
untuk mengaudit proses komunikasi, informasi
dan edukasi (KIE) Keluarga Berencana dan
menganalisis faktor-faktor penghambat proses
komunikasi, informasi dan edukasi KB pada
perwakilan BKKBN Provinsi Sulawesi Barat.
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Rancangan Penelitian

Jurnal Komunikasi KAREBA Vol.7 No.2 Juli – Desember 2018

267

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan
Mamuju Kabupaten Mamuju Provinsi
Sulawesi Barat. Lokasi ini dipilih karena
Mamuju merupakan ibukota kabupaten
sekaligus ibukota Provinsi Sulawesi Barat
yang seharunya lebih unggul dari segi
capaian program KB dibandingkan lima
kabupaten lain yang ada di Sulawesi Barat
namun menjadi salah satu kabupaten yang
tertinggi angka kebutuhan KB yang tidak
terpenuhi (unmet need KB). Metode
penelitian yang digunakan adalah deskriptif
kualitatif dengan studi kasus (case study)
dengan menggunakan pendekatan dan model
audit komunikasi.
Penentuan informan dalam penelitian
ini dengan menggunakan teknik purposive
sampling (sampel bertujuan). Teknik ini
mencakup orang-orang yang diseleksi atas
dasar kriteria-kriteria tertentu yang dibuat
oleh peneliti berdasarkan tujuan penelitian
(Krisyantono, 2006:156). Adapun kriteria
yang ditentukan oleh peneliti adalah orang-
orang yang mengetahui persis proses
komunikasi, informasi dan edukasi keluarga
berencana pada perwakilan BKKBN
Provinsi Sulawesi Barat yang terdiri dari
Kepala Perwakilan, Kepala bidang
Advokasi, data dan Informasi dan Kepala
subbidang advokasi dan KIE perwakilan
BKKBN Provinsi Sulawesi Barat sebagai
pengambil kebijakan dan Para Penyuluh
Keluarga Berencana di Kec. Mamuju
sebagai pelaksana KIE dan
masyarakat/pasangan usia subur sebagai
sasaran dari KIE KB.
Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data 1). teknik
wawancara mendalam (indept interview)
dengan wawancara tatap muka yang
dilakukan dengan pertemuan satu
pewawancara satu informan, 2). Observasi,
dilakukan saat mengobservasi Penyuluh KB
dalam melaksanakan KIE individu maupun
kelompok, 3). Studi dokumen, penelusuran
beberapa dokumen yang terkait dengan data
penelitian.
Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan teknik
analisis pengalaman komunikasi
(communication experience) yang juga
dikenal dengan sebutan teknik peristiwi
kritis (critical incident technique). Dalam
analisis pengalaman pengalaman
komunikasi informan diminta menguraikan
peristiwa-peristiwa komunikasi yang dapat
dianggap sebagai contoh khas dari peristiwa
komunikasi yang sukses ataupun gagal.
(Hardjana, andre. 2000:68)

HASIL
Proses Komunikasi Program Komunikasi,
Informasi dan Edukasi (KIE) KB
Komunikator / Penyuluh Keluarga
Berencana
Penyuluh KB sebagai ujung tombak
BKKBN dalam melaksanakan KIE KB
dalam rangka menyebarluaskan informasi
program Kependudukan, Keluarga
Berencana dan Pembangunan Keluarga
kepada masyarakat. Proses komunikasi yang
terjadi adalah Penyuluh KB menetapkan
wilayah-wilayah yang akan menjadi target
KIE KB pada pertemuan staf meeting setiap
hari Jumat, Namun Penyuluh KB tidak
melakukan sebuah perencanaan komunikasi
sebelum turun ke wilayah-wilayah yang
telah ditentukan.
Menurut Kordinator Penyuluh KB
Kec. Mamuju, Ansar, SE; Penyuluh KB
sebagai pelaksana KIE KB ke Masyarakat
tidak melakukan perencanaan komunikasi,
mereka langsung saja turun ke wilayah-
wilayah yang telah ditetapakn dengan
membawa media lembar balik yang berisi
pesan yang akan disampaikan kepada
masyarakat.
Penelusuran peneliti berlanjut pada
dokumentasi E-Visum kinerja penyuluh KB
bulan maret 2018 yang diinput masing-masing
Penyuluh KB setiap bulannya sebagai dasar
pembayaran besaran remunerasi yang mereka
akan terima. Hasil penelusuran peneliti pada
dokumentasi E-Visum masing-masing atas
nama Penyuluh KB Ansar SE, Penyuluh KB
Nurbiati, Penyuluh KB Ana Mariana, Penyuluh
KB Ibu Murni H dan Penyuluh KB
Nurwahidah, peneliti tidak menemukan
satupun kegiatan perencanaan KIE
KB/Penyuluhan pada dokumen tersebut yang

Jurnal Komunikasi KAREBA Vol.7 No.2 Juli – Desember 2018

268

ada hanya perencanaan kegiatan selama
sebulan yang dilakukan setiap minggunya.
Penguasaan materi KIE KB pun oleh
penyuluh KB belum sepenuhnya dikuasai
sehingga berpengaruh terhadap tingkat
kepercayaan diri penyuluh KB itu sendiri yang
terkadang merasa minder ketika berhadapan
dengan masyarakat yang berpendidikan tinggi
sebagaiaman diutarakan oleh kordinator
Penyuluh KB yang diiyakan oleh para
anggotanya.
Pesan
Pesan sangat tergantung pada program
yang mau disampaikan, jika program itu
bersifat komersial untuk mengajak orang agar
membeli barang yang dipasarkan, maka
pesannya bersifat persuasive dan provokatif
sedangkan jika produk dalam bentuk program
penyuluhan untuk penyadaran masyarakat
maka sifat pesannya harus persuasive dan
edukatif. (Cangara. 2014:140). Masalah
selanjutnya dalam penyusunan pesan adalah
sifat dari produk itu sendiri, Jika produk itu
sifatnya nyata (tangible) dan barangnya dapat
dimiliki, maka pesan yang digunakan tidak
terlalu banyak sebab setiap anggota masyarakat
dapat mengevaluasinya sendiri. Namun jika
produk tersebut yang dipasarkan tidak nyata
(intangible) maka memerlukan penjelasan yang
lebih lengkap, mudak dimenegrti dan
menjanjikan prospek apa yang akan diperoleh
setelah menerima program tersebut.
Pesan yang disampaikan oleh Penyuluh
KB ke Masyarakat adalah ajakan ber KB
kepada pasangan usia subur (PUS). Adapun
PUS yang sudah ber KB tapi menggunakan KB
Non Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (Non
MKJP) akan di ajak untuk beralih ke MKJP,
pun juga PUS yang sudah menggunakan MKJP
akan selalu di berikan pembinaan mengenai
kontrasepsi dan kelompok-kelompok
ketahanan keluarga
Menurut Kepala Perwakilan BKKBN
Provinsi Sulawesi Barat bahwa pesan yang
harus disampaikan tergantung dari target
yang akan dicapai, dalam KIE KB berarti
pesannya adalah mengajak pasangan usia
subur (pus) supaya menggunakan alat/obat
kontrasepsi. Sehingga jelas pesan yang harus
di sampaikan oleh Penyuluh KB adalah
seputar pengenalan alat/obat kontrasepsi.
Dengan penyampaian pesan ini akan
menambah pengetahuan pus tentang alat
kontrasepsi kemudian ada ketertarikan dan
terbuka sehingga akhirnya pasangan usia
subur ini ikut menggunakan alat/obat
kontrasepsi.
Namun konsep pesan yang
disampaikan oleh Penyuluh KB
sebagaimana observasi yang dilakukan
peneliti berbeda dengan teknik penyusunan
pesan dalam bentuk (1) one-side issu yaitu
teknik penyampaian pesan yang menonjolkan
sisi kebaikan atau keburukannya saja, apakah di
tonjolkan sisi baiknya atau buruknya saja.
Teknik ini cocok dengan pasangan usia subur
yang berpendidikan rendah. (2) two-side issu,
yaitu teknik penyampaian pesan yang
mengemukakan kelebihan dan kelemahannya,
dalam hal ini adalah kelebihan dan efek
samping dari alat/obat kontrasepsi. Penyuluh
KB memberi kesempatan kepada pasangan usia
subur untuk berpikir apakah cocok
menggunakan alat kontrasepsi ini atau yang
lainnya. Teknik ini biasanya disampaikan
kepada sasaran yang mempunyai pendidikan
yang lebih tinggi. Penyuluh KB hanya
memberikan pesan dengan teknik two-side
issu kepada sasaran yang secara merata
tanpa melihat latar belakang pendidikan
karena penyuluh KB langsung saja
mengambil media yang telah berisikan pesan
KB. Ini terjadi karena sebelumnya tidak ada
perencanaan komunikasi.
Media/Saluran Komunikasi
Memilih media komunikasi harus
mempertimbangkan karakteristik isi dan tujuan
isi pesan yang ingin disampaikan. (Cangara,
2014:146). Isi pesan maksudnya ialah kemasan
pesan yang ditujukan untuk masyarakat luas
dan kemasan pesan untuk komunitas tertentu.
(Cangara, 2014:146). Untuk masyarakat luas
sebaiknya disampaikan melalui media massa
dan untuk komunitas tertentu dipergunkan
media selebaran atau komunikasi kelompok.
(Cangara, 2014:146)
Media atau salura merupakan salah satu
faktor keberhasilan suatu program, termasuk
dalam melakukan KIE KB/Penyuluhan kepada
masyarakat. Oleh karenanya, penyuluh KB
harus memperhatikan dengan seksama ketika
menggunakan media atau saluran dalam
pelaksanaan KIE keluarga berencana secara
individu ataupun secara kelompok.

Jurnal Komunikasi KAREBA Vol.7 No.2 Juli – Desember 2018

269

Saluran yang digunakan dalam
melakukan KIE KB diawali dengan penyebaran
informasi melalui media masssa, seperti
televisi, radio, koran, pemutaran film melalui
mobil unit penerangan, baliho, poster, borsur
dan melalui dengan kearifan lokal seni budaya
yang dikordinir oleh kepala subbidang advokasi
dan KIE Perwakilan BKKBN Provinsi
Sulawesi Barat. Kemudian turun Penyuluh KB
menyentuh langsung sasaran/masyarakat
dengan menggunakan KIE Kelompok dan KIE
Individu

Tabel 1: Matriks model komunikasi, informasi dan edukasi (KIE) KB
Saluran

Jenis Saluran/Media Komunikasi
KIE Individu

 Door to door


KIE Kelompok
 Kegiatan Posyandu
 Rapat pertemuan di kantor desa
 Kegiatan Poktan BKB, BKR, BKL dan UPPKS
 Rakor desa dan kecamatan


Massa
 Pemutaran Film Melalui Mobil Unit Penerangan
 Surat Kabar
 Majalah
 Radio
 Televisi
 Kearifan lokal; seni budaya
Sumber: Data primer diloah, 2018

Dari tabel diatas menandakan bahwa
Penyuluh KB melakukan KIE KB melalui
dua saluran yakni KIE Individu dan KIE
kelompok dengan mengintegrasikan dengan
kegiatan-kegiatan rutin yang dilaksanakan di
setiap desa, karena menurut Penyuluh KB
akan susah ketika akan mengundang khusus
masyarakat untuk berkumpul karena
keterbatasan anggaran.
Namun dari observasi peneliti
terhadap Penyuluh KB yang melakukan KIE
KB melalui KIE Kelompok yang terintegrasi
dengan Posyandu belum berjalan secara
efektif karena Penyuluh KB tidak
menggunakan media lembar balik maupun
tabletnya untuk memperlihatkan gambar-
gambar alat/obat kontrasepsi dan tidak ada
pengeras suara sehingga suara keramaian
anak-anak yang lalu lalang lebih dominan.
Komunikan/Sasaran
Sasaran utama dalam KIE KB adalah
PUSMUPAR (PUS muda varietas rendah)
yakni pasangan usia sumur usia mudah dengan
jumlah anak rendah) yang bermukim pada
wiliyah galcitas dan kumis (tertinggal,
terpencil, perbatasan serta kumuh dan miskin).
Kepala perwakilan BKKBN Provinsi
Sulawesi Barat menyatakan bahwa untuk
menentukan sasaran yang tepat harus
melalui pemetaan sasaran yang dilakukan
oleh Penyuluh KB berdasarkan pendataan
keluarga. Dari pernyataan kepala perwakilan
BKKBN Provinsi Sulawesi Barat yang
mengharuskan penyuluh KB membuat
pemetaan sasaran KIE KB ternyata di lapangan
peneliti tidak menemukan Penyuluh KB
membuat pemetaan sasaran karena dari awal
para penyuluh KB tidak ada yang membuat
rencana KIE sebelum turun ke masyarakat. Pun
juga hasil penelusuran dokumentasi E-Visum
penyuluh KB yang peneliti lakukan tidak
terdapat kegiatan pemetaan sasaran. Pemetaan
sasaran ini salah satu bagian dari rencana pada
kompetensi teknis Penyuluh KB termasuk
penyusunan materi dan pemilihan media yang
cocok dengan sasaran KIE Keluarga
Berencana.

Jurnal Komunikasi KAREBA Vol.7 No.2 Juli – Desember 2018

270

Masyarakat yang menjadi sasaran KIE
KB di lokasi penelitian memang masih ada
beberapa yang menolak program KB sehingga
menjadi kesulitan tersendiri bagi Penyuluh KB
untuk melakukan KIE KB di wilayah tersebut,
sebagaimana pernyataan Penyuluh KB Murni
H. bahwa di sekitar jalan Tuna ada kelompok
masyarakat yang menolak program KB. Pun
juga masyarakat yang menerima masih ada
yang merasa tabu, malu untuk membicarakan
alat/obat kontrasepsi apalagi ketika ditawari
alat kontrasepsi intra uterine device (IUD).
Sehingga dampaknya banyak yang hanya
menggunakan kontrasepsi suntik dan pil.
Efek/dampak KIE KB
Efek dari KIE KB yang dilakukan oleh
penyuluh KB bisa terjadi dalam bentuk
perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku
sasaran dalam menggunakan alat/obat/cara
kontrasepsi yang ditawarkan. Perubahan
pengetahuan tentang alat kontrasepsi bagi
masyarakat yang dulunya tidak mengatahui
satupun jenis kontrasepsi, ataupun hanya
mengetahui satu atau dua alat kontrasepsi
kemudian diberikan KIE KB oleh para
penyuluh KB sehingga diharapkan masyarakat
dapat mengetahui semua jenis kontrasepsi
modern yang yang ditawarkan oleh pemerintah
melalui Badan Kependudukan dan Keluarga
Berencana Nasional (BKKBN). Pengetahuan
masyarakat tentang semua jenis kontrasepsi ini
merupakan salah satu indikator dalam kontrak
kinerja antara kepala BKKBN RI dan masing-
masing kepala perwakilan BKKBN Provinsi.
Kemudian perubahan sikap sasaran yang
dulunya menolak program KB ini menjadi
sadar akan pentingnya program ini yang
akhirnya bisa menerima kehadiran para
penyuluh KB. Dan terakhir adalah perubahan
perilaku sasaran yang masuk dalam kategori
pasangan usia subur yang dulunya tidak
menggunakan kontrasepsi menjadi
menggunakan salah satu jenis kontrasepsi.
Efek/dampak KIE KB yang dilakukan
oleh Penyuluh KB kepada sasaran telah
menimbulkan umpan balik antara penyuluh KB
dan pasangan usia subur yang mempertanyakan
kelebihan dan kekurangan alat/obat kontrasepsi
sehingga secara tidak langsung dengan umpan
balik ini dapat menambah pengetahuan
masyarakat atau pus mengenai kontrasepsi dan
bahkan sudah ada beberapa pasangan usia
subur yang menggunakan kontrasepsi
walaupun masih menggunakan kontrasepsi non
jangka panjang seperti suntik, pil dan kondom.
Faktor-faktor Penghambat Dala m
Pelaksanaan KIE KB
Keberhasilan program kependudukan
dan keluarga berencana tidak lepas dari peran
Penyuluh KB sebagai ujung tombak dalam
melaksanakan KIE KB yang memiliki
perhatian dan kepedulian yang sama untuk
tercapainya kesejahteraan penduduk melalui
Keluarga Berencana. Dalam pelaksanaan KIE
KB tentu ada beberapa hambatan yang dihadapi
di lapangan.
Hasil penelitian tentang Audit Komunikasi
Program KIE KB ini menemukan beberapa
faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan
KIE KB. Faktor penghambat yang peneliti bagi
menjadi dua faktor yakni faktor hambatan
intern dan faktor hambatan ekstern. Faktor
hambatan ekstern yakni a) Tidak adanya
perencanaan komunikasi KIE KB oleh
Penyuluh KB, b) tingkat pendidikan Penyuluh
KB rata-rata SMA yang membuat tidak percaya
diri ketika berhadapan dengan masyarakat yang
berpendidikan tinggi, c) Penguasaan materi
KIE masih kurang yang dirasakan oleh para
PKB, d) Pemilihan media oleh PKB kurang
tepat dengan sasaran KIE karena tidak adanya
perencanaan, d) perimbangan rasio PKB
dengan jumlah wilayah tugas yang tidak sesuai
yakni 3 desa 1 Penyuluh KB yang idealnya
rasio 1:1, e) tingkat pendidikan Penyuluh KB
yang rendah karena kebanyakan direkrut
melalui pengankatan honorer K2
mengakibatkan kurang percaya diri saat
melakukan KIE KB, f) Tidak meratanya
penyebaran alat/media KIE KB bagi PKB
disetiap balai penyuluh.
Adapun faktor hambatan eksternal
yakni a) Masih adanya beberapa kelompok
masyarakat yang menolak program KB, b)
Masih adanya masyarakat yang menganggap
bahwa banyak anak banyak rezki, c) Masih
adanya pemahaman masyarakat yang
menginginkan anak dengan jenis kelamin
tertentu, d) Masih adanya masyarakat yang
menganggap kontrasepsi itu hal tabuh, e) Akses
ke daerah masih sulit dijangkau
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pelaksanaan komunikasi, informasi dan

Jurnal Komunikasi KAREBA Vol.7 No.2 Juli – Desember 2018

271

edukasi (KIE) KB yang dilakukan oleh
Penyuluh KB sebagai komunikator tidak
membuat perencanaan komunikasi sebelum
turun ke wilayah-wilayah yang telah
ditetapkan melalui pertemuan staf meeting.
Padahal Berdasarkan peraturan Kepala
BKKBN RI No. 2 Tahun 2017 tentang Standar
Kompetensi Penyuluh Keluarga Berencana,
Ada 3 jenis kompetensi yang diperuntukkan
bagi Penyuluh KB, yaitu: kompetensi teknis,
kompetensi manajerial, dan kompetensi sosial
kultural.
a. Kompetensi Teknis adalah adalah
pengetahuan, keterampilan, dan
sikap/perilaku yang dapat diamati,
diukur, dan dikembangkan yang spesifik
berkaitan dengan bidang teknis Jabatan.
(Peraturan Kepala BKKBN RI No 2
Tahun 2017).
1) melakukan pendataan keluarga, 2)
membuat peta keluarga, 3)
melakukan pendataan institusi
masyarakat pedesaan, 4) melakukan
pendataan dokter bidan mandiri dan
faskes, 5) melakukan fasilitasi dan
koordinasi kemitraan KKBPK, 6)
menyusun rencana Penyuluhan
KKBPK, 7) menyiapkan materi
Penyuluhan KKBPK, 8)
melaksanakan advokasi,
komunikasi, informasi, edukasi, dan
penggerakan program KKBPK, 9)
melaksanakan konseling KB, 10)
melaksanakan pembinaan kader
institusi masyarakat pedesaan, 11)
mengembangkan media advokasi,
komunikasi, informasi, edukasi,
konseling, 12) melaksanakan
pembinaan peserta KB, 13)
menyusun rencana pelayanan KB,
14) melakukan pendampingan calon
akseptor KB, 15) melakukan
pendampingan komplikasi peserta
KB, 16) menginisiasi dan
memfasilitasi pembentukan
kelompok bina-bina (bina keluarga
balita, bina keluarga remaja, bina
keluarga lansia), pusat informasi
dan konseling remaja/mahasiswa,
serta unit peningkatan pendapatan
keluarga sejahtera, 17)
melaksanakan pembinaan
kelompok bina-bina (bina keluarga
balita, bina keluarga remaja, bina
keluarga lansia), pusat informasi
dan konseling remaja/mahasiswa,
serta unit peningkatan pendapatan
keluarga sejahtera, 18) melakukan
monitoring dan evaluasi Program
KKBPK, 19) menyusun laporan
kegiatan KKBPK.
b. Kompetensi Manajerial adalah
mencakup aspek pengetahuan,
keterampilan, sikap/perilaku yang dapat
diamati, diukur, dikembangkan untuk
memimpin dan/atau mengelola unit
organisasi. (Peraturan Kepala BKKBN
RI No 2 Tahun 2017)
1) Integritas, 2) Inovatif, 3)
Perencanaan, 4) berpikir analisis,
5) berpikir konseptual, 6)
berorientasi pada kualitas, 7)
berorientasi pada pelayanan, 8)
komunikasi lisan, 9) komunikasi
tertulis, 10) kerjasama, 11) interaksi
social, 12) membangun hubungan
kerja, 13) pencarian informasi.
c. Kompetensi sosial kultural adalah
pengetahuan, keterampilan, dan
sikap/perilaku yang dapat diamati,
diukur, dan dikembangkan terkait
dengan pengalaman berinteraksi dengan
masyarakat majemuk dalam hal agama,
suku dan budaya, perilaku, wawasan
kebangsaan, etika, nilai-nilai, moral,
emosi dan prinsip, yang harus dipenuhi
oleh setiap pemegang Jabatan untuk
memperoleh hasil kerja sesuai dengan
peran, fungsi dan jabatan. (Peraturan
Kepala BKKBN RI No 2 Tahun 2017).
Dengan temuan hasil penelitian ini
pada unsur komunikator bahwa komunikator
tidak menyusun sebuah perencanaan
komunikasi jelas sangat bertentangan
dengan peraturan kepala BKKBN RI No. 2
Tahun 2017 tentang kompetensi Penyuluh
KB. Begitu juga dengan teori perencanaan
yang dikemukakan bahwa rencana-rencana
merupakan gambaran mental dari langkah-
langkah yang akan diambil seseorang untuk
memenuhi sebuah tujuan. Semuanya disebut
hirarki karena tindakan-tindakan tertentu
diperlukan untuk menyusun segala sesuatunya
(Stephen W. Little Jhon. 2008:185).
Pesan yang disampaikan oleh
Penyuluh KB kepada pasangan usia subur pun
juga mengalami beberapa fase penerimaan dan
penolakan. Pasangan usia subur mempunyai
penilaian tersendiri terkait dengan beberapa alat

Jurnal Komunikasi KAREBA Vol.7 No.2 Juli – Desember 2018

272

kontrsepsi yang berkembang di tengah
masyarakat, seperti contoh alat kotrasepsi
IMPLANT yang di pasang di bawah kulit
lengan bagian dalam, beredar isu bahwa alat
kontrasepsi tersebut dapat berpindah-pindah
tempat didalam tubuh manusia. Atas penilaian
inilah yang terkadang membuat kesulitan para
Penyuluh KB dalam mengajak para pasangan
usia subur dalam menggunakan kontrasepsi
jangka panjang, namun dengan kunjungan
berkali-kali yang dilakukan Penyuluh KB dapat
mempengaruhi pasangan usia subur dalam
menggunakan kontrasepsi jangka panjang. Ini
sangat sesuai dengan teori penilaian sosial
dengan memberikan perhatian bagaimana
seseorang memberikan penilaian mengenai
segala prnyataan yang di dengarnya. (Morissan,
2013:79) dengan kata lain bahwa perubahan
sikap seseorang terhadap objek sosial atau isu
tertentu merupakan hasil proses pertimbangan
yang terjadi dalam diri orang tersebut terhadap
pokok persoalan yang dihadapi.
Penyuluh KB dalam melaksanakan
KIE kepada target/sasaran tentu betul-betul
harus memahami sasarannya, harus mengetahui
tingkat pengetahuan dari sasaran untuk
mengukur sejauh mana tingkat pemahaman dari
targetnya ini. Apakah informasi atau pesan
yang akan disampaikan melalui KIE ini
merupakan sebuah informasi yang dibutuhkan
atau yang sesuai dengan target. Sehngga dari
awal memang sangat penting adanya
perencanaan komunikasi yang harus dibuat
sebelum turun melakukan KIE KB, dari
perencanaan ini Penyuluh KB dapat
mengetahui pesan-pesan yang sesuai oleh
sasaran KIE KB. Ini sesuai dengan teori
kemungkinan elaborasi.
Secara keseluruhan hasil temuan
dalam penelitian ini sangat berhubungan
dengan teori berbasis KAP (knowledge,
attitude dan practice) yang memberikan tiga
tahapan yang harus dilalui untuk
melakukakn program komunikasi, yakni 1)
mencakup target sasaran, pesan dan saluran,
2) mencakup perencanaan untuk melakukan
desain pesan, produksi media dan uji coba,
dan 3) peningkatan pengetahuan, sikap dan
perilaku target sasaran yang diharapakan.
(Cangara, 2014:90-91) Namun, konsep dari
teori ini tidak disesuai dengan apa yang
dipraktekkan para Penyuluh KB.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian audit
komunikasi program Komunikasi, Informasi,
Edukasi Keluarga Berencana pada perwakilan
BKKBN Provinsi Sulawesi Barat, maka
peneliti menyimpulkan hasil temuannya
sebagai berikut:
1. Proses pelaksanaan KIE KB pada
perwakilan BKKBN Provinsi Sulawesi
Barat kurang berjalan secara efektif karena
1) komunikator dalam hal ini Penyuluh KB
tidak melakukan perencanaan komunikasi
sebelum melakukan KIE KB 2) pesan yang
disampaikan hanya menggunakan teknik
two-side issu yang menyampaikan
kelebihan dan efek samping dari alat
kontrasepsi karena tidak ada penyusunan
pesan hanya mengambil langsung dari
media, 3) Media/saluran lembar balik pada
saat KIE Kelompok yang terintegrasi
dengan kegiatan posyandu tidak sesaui
dengan jumlah peserta dan tidak
menggunakan microphone, 4) sasaran,
tidak ada pemetaan sasaran dan masih ada
beberapa kelompok masyarakat yang
menolak program KB, 5) efek/dampak KIE
terhadap pasangan usia subur dapat
menyebut kembali sebagian jenis-jenis
kontrasepsi modern dan rata-rata pasangan
usia subur masih menggunakan kontrasepsi
non metode jangka panjang seperti Pil,
Suntik dan Kondom.
2. Faktor-faktor penghambat dalam
pelakasanaan KIE KB pada perwakilan
BKKBN Provinsi Sulawesi Barat terdiri
dari faktor internal yang belum berjalan
secara efektif terutama pada kompetensi
komunikatornya dalam hal ini adalah
penyuluh KB dan faktor eksternal dari
masyarakat sebagai sasaran KIE KB yang
masih menganggap bahwa KB
bertentangan dengan agama, adat, budaya
mereka.


DAFTAR PUSTAKA
Akbar, Muh. 2009. Audit Komunikasi
Penyebaran Informasi Renstra
Pemerintah Kota Makassar 2004 – 2009.
Unhas.
Arifin, Anwar, 1984. Strategi Komunikasi :
Suatu Pengantar Ringkas, Bandung :
Armico

Jurnal Komunikasi KAREBA Vol.7 No.2 Juli – Desember 2018

273

BPS. 2012.Survei Demografi dan Kesehatan
Indonesia
BPS.. 2015. Sulawesi Barat dalam Angka.
Mamuju
Bahfiarti, Tuti. 2012. Buku Ajar Dasar-dasar
Teori Komunikasi. Makassar : UNHAS
BKKBN. 2008. Buku Panduan. Jakarta
BKKBN. 2012. Pedoman KIE Program KB
Nasional. Jakarta
Cangara, Hafied. 2012. Pengantar Ilmu
Komunikasi. Jakarta : Rajawali Pers
………………… 2014. Komunikasi Politik :
Konsep, Teori, dan Strategi, Edisi Revisi,
Jakarta : PT. Rajagrafindo Perkasa
…………………….. 2014. Perencanaan dan
Strategi Komunikasi : Edisi Revisi, Jakarta
: PT. Rajagrafindo Perkasa
Creswell, John W. 2014. Research Design
Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif, dan
Mixed. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
Dainton, Marianne and Zelley, Elaine D. 2011.
Applying Communication Theory for
Professional Life; a Pratica Introduction,
2nd Edition, Thousand Oaks. SAGE
Publications, Inc.
Harjdana, Andre. 2010. Audit Komunikasi:
Teori dan Paraktek. Grasindo
Effendy, Uchjana, Onong. 2003. Ilmu
Komunikasi : Teori dan Praktek. Bandung
: PT. Remaja Rosdakarya
EM. Griffin. 2012. A First Look At
Communication Theory. Mc. Graw Hill.
Fajar, Marhaeni. 2009. Ilmu Komunikasi Teori
dan Praktek . Jakarta : Graha Ilmu
Fitri, A. Nur. 2013. Sistem Informasi dan
Komunikasi Oleh Asosiasi Pemerintah
Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) untuk
Peningkatkan Tata Pemerintahan di
Kawasan Timur Indonesia. Jurnal Analisis
UNHAS,2,2:127.
Gordon, B. Davis. 1991. Kerangka Dasar
Sistem Informasi Manajemen Bagian 1.
Jakarta : PT. Pustaka Binamas Pressindo
Hubels, Musa, et al. 2012. Komunikasi
Profesional, Perangkat Pengembangan
Diri, Cetakan Kesatu. Bogor : PT. Penerbit
IPB Press
Hartanto. 2002. Keluarga Berencana dan
Kontrasepsi. Jakarta: Sinar Harapan
Kadir, A. 2003. Pengenalan Sistem Informasi.
Yogyakarta : Andi Offset
Kriyantono, Rachmat. 2006. Teknik praktis
Riset Komunikasi: Disertasi Contoh
Praktis Riset Media, Public Relations
advertising, Komunikasi Organisasi,
Komunikasi Pemasaran. Edisi Pertama,
Cet. 1. Jakarta : Kencana
Lewis, Phillip. 1997. Organization
Communication : The Effecti ve
Management. Second Edition. Grid
Publishing Inc. Colombus, Ohio.
Littlejohn, Stephen and Foss, Karen, A. 2008.
Theories of Human Communication. Ninth
Edition, Belmont, CA : Thomson
Wadsworth.
McQuail, D. 1987. Teori Komunikasi Massa :
Suatu Pengantar, Edisi 2, Terjemahan
oleh Agus Dharma dan Aminuddin Ram.
Jakarta : Erlangga
Morissan. 2015. Teori Komunikasi Individu
Hingga Massa. Prenadamedia. Jakarta
Onong, E.V. 2003. Ilmu Komunikasi, Teori dan
Praktek. Bandung : PT. Remaja
Pinem, Sarona. 2009. Kesehatan Reproduksi
dan Kontrasepsi. Jakarta : CV. Trans Info
Medica
Rudy T May. 2005. Komunikasi dan Hubungan
Masyarakat Internasional. Bandung : PT.
Refika Aditama
Sensus Penduduk. 2010. Badan Pusat Statistik.
Jakarta
Shannon, Claude E., & Warren, Weaver. 1949,
A Mathematical Model OF
Communication. University of Illionis
Press, Urbana
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D. Cet. Ke-14.
Bandung : Alfabeta
Sutabri, Tata. 2005. Analsisi Sistem Informasi.
Yogyakarta : Andi Publiser

Jurnal Komunikasi KAREBA Vol.7 No.2 Juli – Desember 2018

274

Unde, S. A. A. 2014. Televisi Dan Masyarakat
Pluralistik, Jakarta : PRENADA
Widjaja. 2008. Komunikasi : Komunikasi dan
Hubungan Masyarakat. Jakarta : Bumi
Aksara.
Wiryanto. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi.
Jakarta : Gramedia Widiasarana Indonesia
.
Wiryanto. 2006. Pengantar Ilmu Komunikasi.
Jakarta : PT. Grasindo
Yusuf, Pawit. 2009. Ilmu Informasi,
Komunikasi, dan Kepustakaan. Jakarta
:Bumi Aksara
Zakiyuddin. 2011. Sistem Informasi
Manajemen. Jakarta : Mitra Wacana
Media
Undang-undang RI Nomor 23 tahun 1992
tentang kesehatan
Undang-undang RI Nomor 52 tahun 2009
tentang Perkembangan Kependudukan
dan Pembangunan Keluarga
Peraturan Kepala BKKBN RI No. 2 Tahun
2017 tentang Standar Kompetensi
Penyuluh Keluarga Berencana