https://ejournal.unjaya.ac.id/index.php/mik





The correlations between self stigma and quality of life
of people living with HIV/AIDS (PLWHV) in Yogyakarta

Hubungan stigma diri dengan kualitas hidup orang
dengan HIV/AIDS di Yogyakarta

Nurul Mukaromah
1
, Ferianto
2
*, Ratna Lestari
3


*
1,2,3
Fakultas Kesehatan Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta,
Jl Brawijaya Ringroad Barat Ambarketawang Gamping Sleman, email:
[email protected], [email protected],
[email protected] Indonesia

KORESPONDEN
Ferianto
Email: [email protected]

ORIGINAL ARTICLE
DOI: 10.30989/mik.v12i1.823
Halaman: 55-68
Artikel diterima: 4 Januari 2023
Artikel direvisi: 20 Maret 2023
Artikel disetujui: 23 Maret 2023
Media Ilmu Kesehatan diterbitkan
oleh Universitas Jenderal Achmad
Yani Yogyakarta, Indonesia.
Artikel terbuka yang berlisensi CC-
BY-SA.

Keywords:
Self-Stigma
Quality of Life
HIV

Kata kunci:
Stigma diri
Kualitas Hidup
HIV
ABSTRACT
Background: Self-stigma is the acceptance of negative behavioural
psychic process applied in self-concept which results in loss of self-
confidence and self-efficacy. The negative label and discrimination
received by PLWHA have an impact on the loss of their rights as social
beings, which creates a fear of being stigmatized and hiding their health
status. Objective: The aim of this research is to determine the relationship
between self-stigma and the quality of life of people living with HIV/AIDS
in the Gedongtengen Community Health Center Yogyakarta. Methods:
This research was used the quantitative which is using the Cross-
Sectional Approach. The total respondent are 77 peoples. Analysis in this
study used Somers’d. Results: Obtained p value = 0,033 (p<0,05). means
there are relationship between self-stigma and quality of life of PLWHA (p-
value 0.033) with a weak correlation coefficient (r = -0.317). Conclusion:
There is a relationship between self-stigma and the quality of life of
PLWHA in the Gedongtengen Community Health Center Yogyakarta.



ABSTRAK
Latar Belakang: Stigma diri adalah penerimaan proses psikis perilaku
negatif yang diterapkan ke dalam konsep diri yang mengakibatkan
hilangnya kepercayaan diri dan efikasi diri. Label negatif dan diskriminasi
yang diterima ODHA berdampak pada hilangnya lapangan pekerjaan dan
hak-hak sebagai mahluk sosial yang menimbulkan rasa takut untuk
distigma dan menyembunyikan status kesehatan. Tujuan: mengetahui
hubungan self-stigma dengan kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS di
Wilayah Kerja Puskesmas Gedongtengen. Metode: Metode penelitian ini
adalah kuantitatif desain analitik korelasional dan pendekatan cross-
sectional dengan jumlah sampel 77 orang menggunakan teknik purposive
sampling. Analisis data secara diskriptif dan bivariat. Hasil: Hasil analisis
bivariat dengan uji Somers’d menunjukka adanya hubungan stigma diri
dengan kualitas hidup ODHA (p-value 0,033) dengan nilai keeratan lemah
(r = 0,317) dan arah korelasi negatif. Kesimpulan: Terdapat hubungan
self-stigma dengan kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS di Wilayah
Kerja Puskesmas Gedongtengen.

57
Media Ilmu Kesehatan Vol. 12, No. 1, April 2023
Hubungan stigma diri dengan kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS di Yogyakarta
Nurul Mukaromah, Ferianto
P-ISSN 2252-3413, E-ISSN 2548-6268
PENDAHULUAN
Human Immunodeficiency Virus (HIV)
adalah virus yang menyerang sistem
kekebalan tubuh sehingga menjadi penyebab
seseorang mudah terinfeksi berbagai penyakit.
HIV merupakan penyebab utama seseorang
Syndrome (AIDS).
1
Jumlah kasus baru orang
terinfeksi HIV pada tahun 2018 sebanyak 1,7
miliar jiwa di dunia.
2
Di Indonesia jumlah kasus
positif HIV yang dilaporkan sebanyak 46.659
dan AIDS sebesar 10.190 kasus, D.I
Yogyakarta menempati urutan ke 12 dari 33
provinsi dengan jumlah kasus HIV
sebanyak732 juta jiwa.
1

Sustainable Development Goals
(SDGs) menargetkan HIV dapat diatasi sesuai
dengan goals ke-3
3
. HIV/AIDS yang tidak
teratasi dapat menimbulkan berbagai masalah
kesehatan baik fisik, psikologis, dan sosial.
Penelitian sebelumnya melaporkan 39
responden mengalami perubahan fisik seperti
penurunan berat badan dan gangguan kulit,
sedangkan masalah psikologis diantaranya
penurunan motivasi, munculnya stres, putus
asa, rasa sedih, ingin bunuh diri, kecemasan,
frustrasi, perasaan takut dan bersalah.
4
Selain
itu, masalah sosial yang dialami penderita
AIDS adalah perubahan respon dari keluarga,
menarik diri, stigma di masyarakat,
didiskriminasikan oleh teman, keluarga,
tetangga, lingkungan kerja, masyarakat luas,
dan kepercayaan terhadap budaya yang dapat
mempengaruhi kualitas hidup.
4,5

Stigma merupakan dampak mayoritas
yang diterima oleh Orang Dengan HIV/IDS
(ODHA). Stigma terbagi menjadi dua yaitu
stigma publik dan stigma diri. Stigma publik
merupakan sterotipe negatif yang diberikan
keluarga, teman, tetangga dan akses
pelayanan publik, sedangkan stigma diri
adalah dampak dari distigma sehingga individu
menerapkan stigma tersebut kepada dirinya
sendiri.
6
Hasil penelitian sebelumnya tentang
gambaran stigma negatif pada penderita HIV
positif menguraikan bahwa stigma yang
diberikan menyebabkan ODHA
menyembunyikan status kesehatan dan
menarik diri dari lingkungannya.
7
Penelitian
lain menyatakan bahwa mayoritas responden
(70%) memiliki self stigma pada kategori
sedang yang bermakna bahwa seseorang
masih memiliki kontrol diri sebagai perlawanan
hal-hal negatif.
8

Secara konseptual stigma terdiri dari 2
elemen yaitu elemen psikologi dan elemen
sosial. Elemen psikologi akan membentuk
suatu perilaku individu dan elemen sosial
merupakan stigmatisasi masyarakat untuk
mengendalikan tindakan dan kegiatan mereka
sementara. Stigma dapat memengaruhi
kelangsungan hidup, mengubah hubungan
social, dan perilaku individu yang berdampak
terhadap penurunan pencapaian kehidupan
manusia yang ideal dengan keinginan individu
atau disebut dengan kualitas hidup.
9

Kualitas hidup ODHA didefinisikan
sebagai keadaan fisik, psikologis, sosial, dan
spiritual yang berfungsi pada manusia
sehingga kehidupan ODHA produktif seperti
orang lain dalam menjalankan kehidupan.
10

58
Media Ilmu Kesehatan Vol. 12, No. 1, April 2023
https://ejournal.unjaya.ac.id/index.php/mik

Kualitas hidup ODHA mengalami perubahan
dari aspek psikologis diantaranya stres,
kecewa dan cemas. Sedangkan dari aspek
sosial dan lingkungan tidak mengalami
perubahan karena ODHA lebih sering
menyembunyikan penyakit yang diderita
kepada keluarga dan lingkungannya .
11

Perubahan tersebut dapat memengaruhi
kemampuan ODHA berpartisipasi dalam
pengobatan dan perawatan terhadap dirinya
karena tekanan dari lingkungan akan
membuat ODHA merasa tidak aman dan
cenderung tidak patuh pada pengobatan, hal
ini berdampak terhadap penurunan kualitas
hidup.
12

Hasil wawancara kepada nakes
penanggungjawab HIV di Puskesmas
Gedongtengen Yogyakarta dijelaskan bahwa
pasien memiliki stigma yang tinggi sehingga
informasi yang berkaitan dengan pasien harus
dikonfirmasikan kepada yang bersangkutan.
Selain itu pasien akan datang ke puskesmas
Gedongtengen tiap 1 bulan ketika sediaan
obat ARV habis. Wawancara lain didapatkan
dari penanggungjawab Yayasan Victory Plus
menyatakan bahwa mayoritas anggota Victory
Plus pernah distigma namun ada yang tidak
mengakui dan menyadari bahwa mereka
distigma. Hasil wawancara dari 2 ODHA yang
mengambil obat di Puskesmas Gedongtengen
merasa bahwa mereka memiliki kualitas hidup
yang cukup akan tetapi pencapaian atau
keinginan dalam hidupnya belum tercapai,
Sementara untuk tingkat kemandirian, salah
satu ODHA mengatakan membutuhkan
pendampingan keluarga atau teman apabila
melakukan pengobatan karena dia merasa
kurang aman dan nyaman. Mereka juga
mengatakan bahwa hanya orang tertentu yang
mengetahui statusnya karena mereka takut
distigma oleh masyarakat, bahkan mereka
berharap jika kedepannya atau sampai
kapanpun lingkungan tempat tinggal mereka
tidak mengetahui statusnya sebagai ODHA.
Dari aspek fisik mereka mengatakan bahwa
jauh lebih baik selama melakukan pengobatan
daripada sebelumnya sehingga mereka dapat
melakukan aktivitas sehari-hari.

BAHAN DAN CARA PENELITIAN

Penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif dengan desain analitik korelasional
dengan pendekatan cross-sectional.
Penelitian ini dilakukan di Yayasan Victory
Plus dengan pasien yang berobat di
Puskesmas Gedongtengen Yogyakarta.
Peneliti melakukan pengambilan data pada
bulan April sampai Mei 2020 dengan teknik
purposive sampling dan melibatkan sebanyak
77 responden. Kriteria inklusi dalam penelitian
ini adalah ODHA yang aktif menjalani
pengobatan di Puskesmas Gedong Tengen
Yogyakarta, ODHA yang bergabung dengan
kelompok dukungan sebaya Victory Plus
Yogyakarta, pendidikan terakhir maksimal
SMA, usia >18 tahun, lama terapi ARV minimal
1 tahun dan maksimal 8 tahun, dapat
membaca dan menulis.
Variabel independen dalam penelitian
ini adalah stigma diri dan kualitas hidup

59
Media Ilmu Kesehatan Vol. 12, No. 1, April 2023
Hubungan stigma diri dengan kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS di Yogyakarta
Nurul Mukaromah, Ferianto
P-ISSN 2252-3413, E-ISSN 2548-6268
menjadi variabel dependen. Penelitian ini
menggunakan kuesioner dari Berger HIV
Stigma Scale versi bahasa Indonesia dengan
pertanyaan sebanyak 40 item untuk mengukur
stigma diri dan WHOQOL- HIV BREF versi
bahasa Indonesia sebanyak 31 item untuk
mengukur kualitas h idup.
13,14
Metode
pengumpulan data menggunakan Structured
Self-Report Instruments menggunakan hard
copy dibantu oleh asisten peneliti. Penelitian
ini memakai analisis deskriptif sebagai analisis
univariat dan uji Somers’d sebagai analisis
bivariat.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1 menujukkan bahwa usia ODHA
mayoritas dalam rentang 31-40 tahun
sebanyak 34 orang (44,2%). Sebagian besar
ODHA berjenis kelamin laki-laki sebanyak 64
orang (83,1%). Mayoritas ODHA bekerja
sebagai karyawan swasta yaitu 39 orang
(50,6%). Sebagian besar ODHA belum
menikah sebanyak 52 orang (67,5%). Agama
sebagian besar Islam sejumlah 72 orang
(93,5%). Latar belakang pendidikan ODHA
adalah SMA sebesar 53 orang (68,8%). Lama
terapi ARV responden paling banyak yaitu 2
tahun sebanyak 19 orang (24,7%).







Karakteristik Responden
Tabel 1 Karakterisitk Responden di Yayasan
Victory Plus yang Menjalani Pengobatan di
Puskesmas Gedongtengen Yogayakarta 2020
(n= 77)
Karkteristik
Responden
Frekuensi
(n)
Persentase
(%)
Usia
21-30 tahun
31-40 tahun
41-50 tahun
51-60 tahun

24
34
11
8

31,2
44,2
14,3
10,4
Jenis Kelamin
Laki- laki
Perempuan

64
13

83,1
16,9
Pekerjaan
Tidak Bekerja
Karyawan
Swasta
Mahasiswa
Wiraswasta
IRT
PNS
Pekerja Lepas
PSK

11
39
1
14
8
1
2
1

14,3
50,6
1,3
18,2
10,4
1,3
2,6
1,3
Status
Perkawinan
Menikah
Janda
Belum Menikah
Duda


17
6
52
2


22,1
7,8
67,5
2,6
Agama
Katolik
Islam

5
72

6,5
93,5
Pendidikan
Tidak Sekolah
SD
SMP
SMA

1
8
15
53

1,3
10,4
19,5
68,8
Lama Terapi
ARV
1 tahun
2 tahun
3 tahun
4 tahun
5 tahun
6 tahun
7 tahun
8 tahun


6
19
12
13
9
3
5
10


7,8
24,7
15,6
16,9
11,7
3,9
6,5
13
Total 77 100%
Sumber: Data Primer, 2020

60
Media Ilmu Kesehatan Vol. 12, No. 1, April 2023
https://ejournal.unjaya.ac.id/index.php/mik

Analisa Univariat
Tabel 2 Distribusi Stigma Diri Responden di
Yayasan Victory Plus Yogyakarta (n=77)
Kategori Frekuensi
(n)
Presentase
(%)
Minimal
Low
Moderate
High
2
58
14
3
2,6
75,3
18,2
3,9
Total 77 100%
Sumber: Data Primer, 2020
Berdasarkan tabel 2 diketahui bahwa
sebagian besar ODHA memiliki stigma diri
pada kategori low yakni sebanyak 54
responden dengan persentase 75,3%.
Gambaran Kualitas Hidup
Tabel 3 Distribusi Kualitas Hidup Responden
di Yayasan Victory Plus Yogyakarta (n=77)
Kategori Frekuensi
(n)
Presentase
(%)
Baik
Kurang Baik
69
8
89,6
10,4
Total 77 100%
Sumber: Data Primer, 2020
Merujuk pada tabel 2 diperoleh bahwa
sebagian besar ODHA memiliki kualitas hidup
baik yakni sebanyak 69 responden dengan
persentase 89,6%.
Analisa Bivariat
Tabel 4 dapat disimpulkan bahwa total
77 responden paling banyak memiliki stigma
diri low dengan kualitas hidup baik sebanyak
55 orang (71,4%). Berdasarkan uji somers’d
didapatkan p-value 0,033 (p-value <0,05) yang
bermakna bahwa ada hubungan antara stigma
diri dengan kualitas hidup ODHA dan nilai
keeratan korelasi yang lemah antara 2 variabel
yaitu 0,310 dengan arah korelasi negative. Hal
ini bermakna semakin tinggi stigma diri maka
semakin rendah kualitas hidup ODHA.
Hubungan Stigma Diri dengan Kualitas
Hidup
Tabel 4 Tabulasi Silang Stigma Diri dengan
Kualitas Hidup ODHA di Yayasan Victory Plus
Yogyakarta (n=77)

Kualitas Hidup Total R
P-
Value
Baik
Kurang
Baik

N % N % N %
Stigma
Diri

-
0,310
0,033
Minimal 2 2,6 0 0 2 2,6
Low 55 71,4 3 3,9 59 75,3
Moderate 11 14,3 3 3,9 14 18,2
High 1 1,3 2 2,6 3 3,9

Gambaran Stigma Diri
Stigma diri adalah keadaan dimana
individu menghakimi dirinya sendiri sebagai
orang yang tidak disukai oleh masyarakat.
Stigma diri mengacu pada proses penerimaan
secara psikis terhadap perlakuan negatif dan
sterotipe dari masyarakat yang disatukan
dalam konsep diri negatif yang mengandung
harga diri negatif, perasaan tidak aman oleh
individu, dan penurunan pengungkapan
diri.
15,16
Efek negatif dari stigma diri pada
hubungan sosial adalah distigmatisasi atau
sterotipe negatif oleh jaringan sosial mereka
yang didapatkan karena pengalaman negatif
berkaitan dengan sikap atau reaksi orang lain
terhadap pengungkapan status HIV.
17

Hasil penelitian menunjukkan bahwa
stigma diri paling banyak dalam kategori low
sebanyak 58 orang (75,3%). Penelitian ini
sejalan dengan penelitian sebelumnya yang
melaporkan stigma berada dalam kategori low
sebanyak 230 orang dengan persentase
50,7%.
18
Penelitian sebelumnya mengatakan
bahwa 90,17% ODHA merasa perlu

61
Media Ilmu Kesehatan Vol. 12, No. 1, April 2023
Hubungan stigma diri dengan kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS di Yogyakarta
Nurul Mukaromah, Ferianto
P-ISSN 2252-3413, E-ISSN 2548-6268
menyembunyikan statusnya kepada orang lain
dan memilih siapa saja orang yang akan
ceritakan tentang status HIV dirinya.
19
Dapat
diasumsikan bahwa stigma diri dalam kategori
low terjadi karena rendahnya pengalaman
negatif yang berkaitan dengan reaksi orang
lain terkait status ODHA yang disandangnya.
Hal ini erjadi karena minimnya ODHA untuk
mengungkapkan atau membicarakan
statusnya kepada orang lain.
Selain itu ada beberapa faktor yang
mempengaruhi terkait dengan stigma diri yaitu
umur, terapi ARV, dukunga n sosial,
pendidikan, dan sterotipe negatif HIV.
20

Bertambahnya umur akan mengubah dan
mempengaruhi proses terbentuknya motivasi
sehingga berpengaruh pada perilaku
seseorang.
21
Hasil penelitian ini menunjukkan
usia responden paling banyak berada pada
rentang 31-40 tahun sebanyak 34 orang
(44,2%). Sejalan dengan penelitian
sebelumnya bahwa penderita HIV/AIDS
berada pada usia produktif yaitu rentang usia
26-35 dan 36-45 tahun yang jumlahnya
mencapai 70%.
22
Stigma diri menurut
penelitian sebelumnya dipengaruhi oleh usia
yang dibuktikan dengan nilai p < 0,005 yaitu
0,000 dan stigma tinggi dirasakan pada
responden dalam rentang kelompok umur 19-
35 tahun sebanyak 42 responden. Semakin
dewasa suatu individu maka akan
memengaruhi penerimaan terhadap status
HIVnya, selain itu akan berpengaruh pada
kinerja fisik dan perilaku pengidap HIV
terhadap stigma.
16

Stigma dapat mengecilkan hati atau
minder penderita HIV sehingga memengaruhi
kemampuan dan keberhasilan patuh pada
terapi ARV
23
. Stigma yang muncul secara
universal akan memengaruhi kepatuhan
dalam terapi ARV, stigma yang dirasakan
adalah konsekuensi dari pengungkapan status
HIV kepada orang lain sehingga penderita HIV
seringkali berbohong bahwa obat-obatan yang
diambil adalah untuk kondisi lain karena
ketakutan akan penolakan dan diskriminasi.
24

Hasil penelitian menunjukkan bahwa
responden sebagian besar melakukan terapi
ARV selama 2 tahun yang berjumlah 19 orang
(24,7%). Penelitian ini sejalan dengan
penelitian sebelumnya bahwa lama rata-rata
penderita terinfeksi HIV <5 tahun sebanyak
57,1%.
25

Stigma diri dipengaruhi oleh kesejahteraan
psikologis, contohnya meningkatkan
dukungan sosial sehingga menurunkan gejala
depresi sebagai dampak stigma diri. Stigma
diri dapat dikurangi melalui intervensi misalnya
konseling, terapi perilaku kognitif, swadaya,
atau kelompok pendukung. ODHA cenderung
mencari dukungan dari ODHA lain daripada
teman dekat dan anggota keluarga karena
berkaitan dengan penerimaan keadaan.
Dibutuhkan upaya untuk memotivasi ODHA
bergabung dengan kelompok dukungan
sebaya / online sehingga mereka dapat
menerima dukungan dari teman sebaya.
26

Dalam penelitian ini semua responden yang
berjumlah 77 orang masuk dalam anggota
dukungan sebaya yaitu Yayasan Victory Plus

62
Media Ilmu Kesehatan Vol. 12, No. 1, April 2023
https://ejournal.unjaya.ac.id/index.php/mik

Yogyakarta. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian sebelumnya bahwa pengambilan
data ODHA sebanyak 8 orang yang tergabung
dalam kelompok dukungan sebaya Malang
dengan hasil studi bahwa ODHA menerima
dukungan sosial seperti informasi, integritas
sosial, pelayanan kesehatan, emosional dan
spiritual. Bentuk integritas sosial yaitu
penerimaan masyarakat dengan tidak
memberikan tekanan sosial dan menerima
dalam kelompok yang lebih luas, dukungan
spiritual yang diterima berupa nasihat yang
mengajarkan untuk bersyukur dan bersabar
terhadap apa yang dialaminya, sementara
dukungan emosional berupa pemberian
motivasi, saling menguatkan . dan
menunjukkan rasa empati. Selama ODHA
mendapatkan dukungan sosial maka
kesehatannya akan semakin terkontrol yang
ditunjukkan dari kemudahan akses pelayanan
kesehatan dan koping adaptif dari ODHA.
27

Pengetahuan termas uk faktor
predisposisi yang memengaruhi perilaku yang
juga dipengaruhi oleh individu dan lingkungan.
Salah satu penyebab stigma yaitu adanya mis-
informasi dan kurangnya pemahaman
terhadap penyakitnya sendiri.
28
Dari hasil
penelitian ini menunujukkan bahwa mayoritas
ODHA berpendidikan SMA sebanyak 53 orang
(68,8%). Penelitian ini sejalan dengan hasil
penelitian sebelumnya bahwa sebagian besar
ODHA bersekolah sampai tingkat SMA
sebesar 63 orang dengan p ersentase
50,81%.
29
Pada penelitian sebelumnya
pendidikan terakhir SMA memiliki self stigma
rendah sebanyak 37,0% (10 penderita).
Tingkat pendidikan tinggi akan memberikan
dampak terhadap inisiatif yang semakin baik
pula, dalam hal ini diantaranya memeriksakan
diri, kontrol rutin, dan menggunakan
pengaman saat berhubungan dengan
pasangan, kemudian melakukan pencegahan
agar orang disekitarnya tidak tertular.
30

Terdapat hubungan antara pendidikan dengan
stigma yang ditunjukkan dengan nilai p= 0,015
pada tingkat SMA sebanyak 36 responden.
16

Semakin tinggi tingkat pendidika maka akan
lebih rasional dalam menerima informasi yang
datang sehingga pengetahuannya menjadi
lebih luas. Hal ini juga akan memberikan
kemampuan kepada ODHA untuk
mengungkapkan status HIV yang dimilikinya
dan mampu mengatasi stigma pada dirinya.
31–
33

Gambaran Kualitas Hidup
Kualitas hidup adalah suatu
pandangan dan perasaan ODHA terhadap
kemampuan fungsionalnya akibat
terserangnya HIV/AIDS meliputi kesehatan
fisik, kondisi psikologis, tingkat kemandirian,
hubungan sosial, dan hubungan individu
kepada lingkungannya.
34
Faktor-faktor yang
memengaruhi kualitas hidup ad alah
pendidikan, lama terapi ARV, stadium klinis,
dukungan sosial dan stigma.
35

Kualitas hidup pada ODHA tdapat
ditingkatkan melalui lima pilar yaitu memiliki
kepercayaan diri, memiliki pengetahuan
tentang HIV/AIDS, memiliki akses
ketersediaan layanan dukungan (keluarga

63
Media Ilmu Kesehatan Vol. 12, No. 1, April 2023
Hubungan stigma diri dengan kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS di Yogyakarta
Nurul Mukaromah, Ferianto
P-ISSN 2252-3413, E-ISSN 2548-6268
maupun teman sebaya), pengobatan dan
perawatan, tidak menularkan virus ke orang
lain dan melakukan kegiatan positif.
36

Dukungan sosial diperoleh dari dukungan
keluarga, dukungan teman sebaya, dan
dukungan masyarakat. Dukungan sosial
menggambarkan adanya bantuan yang
didapatkan oleh individu yang berasal dari
lingkungan sekitarnya, ODHA dengan
dukungan sosial yang rendah akan
mengisolasi diri dari lingkungannya.
37
Hasil
penelitian ini menujukkan bahwa kualitas
hidup ODHA dalam kategori baik sebanyak 69
orang (89,6%). Hal ini sejalan dengan
penelitian sebelumnya bahwa 65 orang
(85,5%) kualitas hidup baik.
38
Pada saat
ODHA mengikuti kelompok dukungan sebaya
maka mereka mempunyai kesibukan dan
kegiatan lain, sehingga mereka seakan
melupakan bahwa sebenarnya memiliki suatu
penyakit menular yang mematikan. Kegiatan
yang dilakukan akan berdampak postitif
terhadap kualitas hidupnya dan membuat
ODHA lebih produktif.
5,39

Kualitas hidup dipengaruhi oleh lama
terapi ARV karena terapi ARV mampu
meningkatkan kelangsungan hidup,
mengurangi terjadinya infeksi oportunistik
pada ODHA, selain itu ODHA yang
mengkomsumsi ARV akan meperpanjang
hidup ODHA. ARV bekerja melawan infeksi
dengan cara memperlambat produksi HIV
dalam tubuh sehingga tubuh akan terasa lebih
sehat dan lebih produktif.
12
Lama terapi ARV
pada penelitian ini paling banyak adalah 2
tahun sebanyak 19 orang (24,7%). Penelitian
ini sejalan dengan penelitian sebelumnya
bahwa lama rata-rata penderita terinfeksi HIV
<5 tahun sebanyak 57,1%.
25
ODHA yang
sudah lama terkena HIV/AIDS dan sudah
menjalani pengobatan ARV >1 tahun secara
teratur akan memperpanjang hidup ODHA
dengan memperlambat produksi HIV dalam
tubuh sehingga membuat mereka lebih sehat
dan produktif, selain itu dengan
mengkonsumsi ARV dalam waktu yang lama
maka akan mengalami peningkatan skor
kualitas hidupnya.
35

Kualitas hidup yang baik dipengaruhi
oleh pendidikan yang tinggi karena seseorang
dapat memahami penyakit dan petujuk yang
diberikan dalam pengobatan, selain itu juga
mempengaruhi tingkat informasi yang didapat
contohnya dalam mengakses kelompok
dukungan sebaya. Pendidikan dalam
penelitian paling banyak adalah SMA yang
berjumlah 53 orang (68,8%). Pendidikan
berkaitan erat dengan kualitas hidup karena
tingkat pendidikan akan memengaruhi
keterampilan manajemen diri dalam
menghadapi suatu penyakit dan
permasalahan lainnya. Orang yang
berpendidikan tinggi memiliki akses yang
mudah dan lebih mudah memahami informasi
sehingga dapat meningkatkan kemampuan
diri dalam pemecahan masalah sekaligus
mengambil keputusan terkait dengan
penyakaitnya.
35,40
Pendidikan yang didapatkan
oleh seseorang akan meningkatkan kualitas

64
Media Ilmu Kesehatan Vol. 12, No. 1, April 2023
https://ejournal.unjaya.ac.id/index.php/mik

hidupnya seiring dengan tingginya tingkat
pendidikan yang diperoleh.
41

Sedangkan dalam penelitian lain
mengatakan bahwa tidak ada hubungan
anatara kualitas hidup dengan pendidikan
dibuktikan dengan nilai p=0,31. Walaupun
responden memiliki tingkat pendidikan yang
rendah akan tetapi responden memiliki
pengetahuan baik terkait penyakitnya
contohnya dengan melakukan pertemuan di
LSM setiap bulannya untuk memberikan
informasi dan pengetahuan baru yang
berkaitan dengan HIV/AIDS.
42

Hubungan Stigma Diri dengan Kualitas
Hidup
Stigma bersumber dari ketidaktahuan
masyarakat mengenai infromasi yang benar
terhadap mekanisme penularan HIV. Stigma
menjadi penghalang dalam pencegahan,
perawatan, dan aktivitas sosial yang
seharusnya didapatkan oleh ODHA. Adanya
stigma membuat suspect HIV menolak
melakukan tes HIV karena ketakutan terhadap
hasil tes yang positif yang berdampak
terhadap penolakan. Dampak yang lebih luas
dapat terjadi karena stigma bukan hanya
mempengaruhi penderita positif HIV akan
tetapi juga orang-orang yang hidup di
sekitarnya sehingga akan menjadi beban
ganda psikologis sehingga menghakimi dirinya
sendiri seperti memandang dirinya tidak
berharga, mengurung diri, tidak bergul dengan
orang lain dan menganggap dirinya orang
yang tidak baik. Dampaknya ODHA tidak mau
mencari pelayanan kesehatan dan dukungan
sosial yang seharusnya diperoleh. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya penurunan kualitas
hidup ODHA, maka semakin tinggi stigma
yang dirasakan ODHA akan menurunkan
kualitas hidupnya.
43

Menurut konsep, stigma sangat
berpengaruh pada kualitas hidup ODHA
karena akan berdampak pada penyangkalan
dan pembatasan akses dalam memperoleh
pelayanan kesehatan. Selain itu bayangan
persepsi atau perasaan terstigma diri akan
mempengaruhi aspek pencegahan HIV.
Adanya stigma akan membuat ODHA tidak
mau melakukan atau mengakses pelayanan
kesehatan sehingga upaya untuk melakukan
pencegahan infeksi pada orang lain semakin
sulit dan rendah. Kemudian tersebut akan
berdampak pada kualitas hidupnya baik
secara fisik atau psikologisnya. Stigma diri
yang dirasakan akan membuat ODHA merasa
selalu terdiskiriminasi oleh orang lain sehingga
membuat ODHA menutup statusnya,
membatasi lingkungan dan hubungan sosial
yang berdampak kesempatan dalam
mendapatkan infomasi semakin terbatas.
19

44

Stigma diri memiliki efek buruk
terhadap kesehatan orang dengan penyakit
mental karena dapat menurunkan harga diri
dan self efficacy. Stigma diri memiliki efek
destruktif, yang berdampak negatif terhadap
efek pengobatan untuk orang dengan penyakit
mental. Stigma diri mengandung tiga
komponen kognisi yang mempengaruhi
perilaku sesuai dengan sterotip, prasangka,
dan diskriminasi dalam stigma publik. Stigma

65
Media Ilmu Kesehatan Vol. 12, No. 1, April 2023
Hubungan stigma diri dengan kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS di Yogyakarta
Nurul Mukaromah, Ferianto
P-ISSN 2252-3413, E-ISSN 2548-6268
diri memiliki dampak yang cukup besar pada
kualitas hidup pasien dengan gangguan
mental. Kualitas hidup mengandung konsep
dasar multidimensional yaitu fisik, psikologis,
sosial, dan lingkungan.
45

Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa sebagian besar memilik stigma diri low
dengan kualitas hidup baik sebanyak 55 orang
(71,4%). Pada penghitungan statistic
didapatkan p-value 0,033 (p-value <0,05) yang
bermakna bahwa ada hubungan antara stigma
diri dengan kualitas hidup ODHA dan nilai
keeratan korelasi antara 2 variabel tersebut
adalah 0,317 yang berarti keeratan antara 2
variabel tersebut lemah. Penelitian ini
didukung oleh penelitian sebelumnya bahwa
kategori stigma mayoritas adalah positif
sebanyak 97,4% kemudian untuk kualitas
hidup dalam kategori baik sebanyak 51,3%.
Sedangkan uji statistic menunjukkan bahwa
ada hubungan signifikan terhadap stigma dan
kualitas hidup pasien HIV/AIDS dengan
kekuatan sedang dan arah korelasi negatif
yaitu semakin tinggi stigma maka semakin
rendah kualitas hidupnya.
19

Penelitian sebelumnya memeroleh
bahwa terdapat hubungan positif antara
stigma diri dan depresi, sebagian besar
dimediasi oleh tingkat pengaruh positif yang
lebih rendah, tingkat pengaruh negatif yang
lebih tinggi, dan tingkat dukungan sosial yang
lebih rendah. Temuan ini mengkonfirmasi
bahwa stigma diri secara tidak langsung
berdampak pada kesejahteraan psikologis
melalui rendahnya dukungan sosial. Salah
satunya adalah klien yang melaporkan bahwa
stigma diri dapat membuat mereka
mengisolasi diri sendiri dan menerima
dukungan sosial yang terbatas dari orang lain.
Hal ini mengasumsikan bahwa stigma diri
dikaitkan dengan rasa takut akan
pengungkapan diri dan adanya jarak sosial.
46

Penelitian Wardani dan Dewi
menguraikan bahwa terdapat hubungan
stigma diri terhadap kualitas hidup secara
umum dengan arah hubungan yaitu semakin
tinggi stigma diri maka semakin rendah
kualitas hidupnya, dimana stigma diri pasien
skizofrenia mempengaruhi kualitas kesehatan
fisik dan psikologis yang terlihat pada
kemampuan pasien memelihara tubuh dan
kemampuan koping terhadap stressor. Pasien
yang mengalami stigma diri cenderung tidak
memperdulikan dirinya karena kurang
semangat dalam menjalani hidup sehingga
berdampak pada berkurangnya kualitas hidup
pada kesehatan fisik akibat ketidakmampuan
perawatan diri.
47


KESIMPULAN

Terdapat hubungan yang bermakna
(P- value= 0,033) antara stigma diri dengan
kualitas hidup ODHA di wilayah kerja
Puskesmas Gedongtengen Yogyakarta
dengan nilai keeratan korelasi lemah (r 0,310).
Saran untuk peneliti selanjutnya dapat
memperkuat dari hasil penelitian ini akan
tetapi tempat penelitian sebaiknya dapat
dilakukan ditempat lain selain di Yayasan

66
Media Ilmu Kesehatan Vol. 12, No. 1, April 2023
https://ejournal.unjaya.ac.id/index.php/mik

Victory Plus Yogyakarta atau di luar Kota
Yogyakarta.

TERIMA KASIH
1. Ida Nursanti, MPH, Dean of the Faculty of
Health, Universitas Jenderal achmad Yani
Yogyakarta, email: [email protected].
2. DR. Tri Sunarsih, M. Kes, Chairman of
LPM Universitas Jenderal Achmad Yani
Yogyakarta, 0274 4342000, email:
[email protected]..

KEPUSTAKAAN
1. Kemenkes RI. Profil Kesehatan
Indonesia Tahun 2018 . Jakarta:
Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia, 2018.
2. UNAIDS. State of the Epidemic. 2018.
3. Hoelman MB, Parhusip BTP, Eko S, et al.
Sustainable Development Goals-SDGs.
Int NGO Forum Indones Dev 2016; 1–92.
4. Amalia R, Sumartini S, Sulastri A.
Gambaran Perubahan Psikososial dan
Sistem Pendukung pada Orang dengan
HIV / AIDS ( ODHA ) di Rumah Cemara
Gegerkalong Bandung. 2018; 77–85.
5. Avelina Y, Idwan. Hubungan Antara
Dukungan Keluarga dengan Kualitas
Hidup Pasein HIV/AIDS yang Menjalani
Tearpi di Klinik VCT sehati RSUD dr. T.C.
Hillers Maumere. Pros Semin Nas 2018;
93–103.
6. Patrick, W. C, Rao D. On the Self-Stigma
of Mental Illness : Stages, Disc;osure,
and Atrategies for Change. Natl instituties
Heal 2013; 57: 9–24.
7. Wahyu STC, Permana I. Gambaran
Pengaruh S Tigma N Egatif P Ada P
Enderita Hiv. 2017; 8: 72–78.
8. Hartono. Self Stigma Orang dengan HIV
AIDS (ODHA) pada Kelompok
Penggagas Borneo Plus. UIN Antasari,
2022.
9. Naibaho L, Triwahyuni P, Rantung J.
Fenomena Kualitas Hidup Orang dengan
Humanimunnodeficiency Virus/ Asquired
Imunnodeficiency Syndrome di
Kabupaten Bandung Barat. J Sk
KEPERAWATAN 2017; 3: 59–63.
10. Medeiros RC da SC de, Silva JA de
MTAL da, Ricardo Dias de AndradeV DC
de MJ de S, et al. Quality of life,
socioeconomic and clinical factors, and
physical exercise in persons living with
HIV/AIDS. Rev Saude Publica 2016; 19:
14–19.
11. Leminaria Naibaho, Palupi Triwahyuni JR.
Fenomena Kualitas Hidup Orang dengan
Human Imunodeficiency Virus / Acquired
Imunnodeficiency Syndrome di
Kabupaten Bandung Barat. J Sk
Keperawatan.
12. Carsita, Wenny N, Mirah, Asmi K.
Kualitas Hidup ODHA Di Kecamatan
Bongas. J Keperawatan Prof 2019; 7: 1–
14.
13. Azhari, Cahyadi N. Uji validitas dan
reabilitas berger stigma scale versi
bahasa indonesia dalam menilai
perceived stigma. 2013.
14. Muhammad NN, Shatri H, Djoerban Z, et
al. Validity and Reability Test of
Indonesian Version of World Health The
Quality of Life Patients with HIV / AIDS Uji
Kesahihan dan Keandalan Kuesioner
World Health Organization Quality of Life-
HIV Bref dalam Bahasa Indonesia untuk
Mengukur Kualitas Hidup Pa. J Penyakit
Dalam Indones 2017; 4: 112–118.
15. Zhang YJ, Fan YG, Dai SY, et al.
HIV/AIDS stigma among older PLWHA in
south rural China. Int J Nurs Pract 2015;
21: 221–228.
16. Mawarni MA. Analisis faktor yang
berhubungan dengan stigma pada orang
dengan HIV (ODHIV) di Kota Yogyakarta.
J Ilmu Kesehat 2017; 3–19.
17. Nobre N, Pereira M, Roine RP, et al. HIV-
Related Self-Stigma and Health-Related
Quality of Life of People Living With HIV
in Finland. J Assoc Nurses AIDS Care
2018; 29: 254–265.
18. Datta S, Bhattacherjee S, Sherpa PL, et
al. Perceived HIV related stigma among
patients attending ART center of a tertiary
care center in rural West Bengal, India. J
Clin Diagnostic Res 2016; 10: VC09-
VC12.
19. Ismayadi I. Hubungan Stigma, Depresi

67
Media Ilmu Kesehatan Vol. 12, No. 1, April 2023
Hubungan stigma diri dengan kualitas hidup orang dengan HIV/AIDS di Yogyakarta
Nurul Mukaromah, Ferianto
P-ISSN 2252-3413, E-ISSN 2548-6268
Dan Kelelahan Dengan Kualitas Hidup
Pasien Hiv/Aids Di Klinik Veteran Medan.
Idea Nurs J 2016; 7: 1–13.
20. Kleinman A, Hall-Clifford R. Stigma: A
social, cultural and moral process. J
Epidemiol Community Health 2009; 63:
418–419.
21. Nasronudin. HIV dan AIDS: Pendekatan
Biologi Molekuler, Klinis, dan Sosial.
Surabaya: Universitas Airlangga, 2007.
22. Yuliandra Y, Nosa US, Raveinal R, et al.
Terapi Antiretroviral pada Pasien
HIV/AIDS di RSUP. Dr. M. Djamil
Padang: Kajian Sosiodemografi dan
Evaluasi Obat. J Sains Farm Klin 2017; 4:
1.
23. Katz IT, Ryu AE, Onuegbu AG, et al.
Impact of HIV-related stigma on treatment
adherence: systematic review and meta-
synthesis. J Int AIDS Soc; 16. Epub
ahead of print 2013. DOI:
10.7448/ias.16.3.18640.
24. Ammon N, Mason S, Corkery JM. Factors
impacting antiretroviral therapy
adherence among human
immunodeficiency virus –positive
adolescents in Sub-Saharan Africa: a
systematic review. Public Health 2018;
157: 20–31.
25. Novianti D, Parjo, Dewi AP. Faktor-Faktor
yang Mempengruhi Kualitas Hidup
Penderita HIV yang Menjalani Rawat
Jalan di Care Supportand (CST) Rumah
Sakit Jiwa Daerah Sungai Bangkong Kota
Pontianak. Univ Tanjungpuran Pontianak
2014; 6: 1–14.
26. Li J, Mo PKH, Wu AMS, et al. Roles of
Self-Stigma, Social Support, and Positive
and Negative Affects as Determinants of
Depressive Symptoms Among HIV
Infected Men who have Sex with Men in
China. AIDS Behav 2017; 21: 261–273.
27. Setyoadi. Pengalaman ODHA
Mendapatkan Dukungan Sosial dalam
Menjalani Kehidupan Sehari-hari di
Malang Raya. J Ners 2013; 8: 240–252.
28. Hati K, Shaluhiyah Z, Suryoputro A.
Stigma Masyarakat Terhadap ODHA Di
Kota Kupang Provinsi NTT. J Promosi
Promosi Kesehat Indones 2017; 12: 63–
77.
29. Anwar Y, Nugroho SA, Tantri ND.
Karakteristik Sosiodemografi, Klinis, dan
Pola Terapi Antiretroviral Paisen
HIV/AIDS di RSPI Prof. Dr. Sulianti Sroso
Periode Januari-Juni 2016. Farm Indones
2018; 38: 72–89.
30. Suryani ET. Self Picture Stigma of People
with HIV AIDS in Polyclinic Cendana
Ngudi Waluyo Wlingi Hospital. J Ners dan
Kebidanan (Journal Ners Midwifery)
2016; 3: 213–217.
31. Manalu RM, Harahap SY, Sinurat I.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Kejadian Infeksi Hiv Pada Usia Produktif
Di Komite Aids Hkbp Balige. Indones
Trust Heal J 2019; 2: 190–198.
32. Kambu Y, Waluyo A, Kuntarti K. Umur
Orang dengan HIV AIDS (ODHA)
Berhubungan dengan Tindakan
Pencegahan Penularan HIV. J
Keperawatan Indones 2016; 19: 200–207.
33. Nyoko YO, Hara MK, Abselian UP.
Karakteristik penderita HIV/AIDS di
Sumba Timur tahun 2010 -2016. J
Kesehat Prim 2016; 1: 4–15.
34. Jiwintarum Y, Fauzi I, Diarti MW, et al.
Hubungan Antara Dukungan Keluarga
dengan Kualitas Hidup pada Orang
dengan HIV dan ADIS. J Kesehat Prima
2019; 13: 1–9.
35. Handayani F, Sari F, Dewi T. Faktor yang
memengaruhi kualitas hidup orang
dengan HIV / AIDS di Kota Kupang
Factors affecting quality of life of people
living with HIV / AIDS in. Ber Kedokt Masy
2017; 33: 509–514.
36. Novrianda D, Nurdin Y, Ananda G.
Dukungan Keluarga Dan Kualitas Hidup
Orang Dengan Hiv/Aids Di Lantera
Minangkabau Support. J Ilmu
Keperawatan Med Bedah 2018; 1: 26.
37. Kusuma H. Faktor -faktor yang
memepengaruhi kualitas hidup pasien
yang menjalani perawatan di RSUPN
Cipto Mangunkusumo Jakarta. Media
Med Muda Univ Diponegoro 2016; 1:
115–124.
38. Jacob DE, Sandjaya. Faktor faktor yang
mempengaruhi kualitas hidup
masyarakat Karubaga district sub district
Tolikara propinsi Papua. J Nas Ilmu
Kesehat 2018; 1: 1–16.
39. Amiruddin R, Sidik Arsyad Bagian
Epidemiologi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin D.

68
Media Ilmu Kesehatan Vol. 12, No. 1, April 2023
https://ejournal.unjaya.ac.id/index.php/mik

Kualitas Hidup Orang dengan HIV dan
AIDS di Kota Makassar Quality of Life
People Living With HIV and AIDS in
Makassar. 2014; 1–11.
40. Notoatmodjo. Promosi Kesehatan dan
Ilmu Penyakit. Jakarta: Rineka Cipta,
2007.
41. Moons P, Marquet K, Budts W, et al.
Validity, reliability and responsiveness of
the ‘Schedule for the Evaluation of
Individual Quality of Life - Direct
Weighting’ (SEIQoL-DW) in congenital
heart disease. Health Qual Life Outcomes
2004; 2: 1–8.
42. Zainudin H, Meo MLN, Tanaem N.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
kualitas hidup orang dengan hiv/aids
(odha) di lsm perjuangan kupang. 03.
43. Guma JA. Health workers stigmatise HIV
and AIDS patients. South Sundan Med J
2011; 4: 92–93.
44. PERMENKES. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia. 2013; 1–
31.
45. Cheng CM, Chang CC, Wang J Der, et al.
Negative impacts of self-stigma on the
quality of life of patients in methadone
maintenance treatment: The mediated
roles of psychological distress and social
functioning. Int J Environ Res Public
Health; 16. Epub ahead of print 2019.
DOI: 10.3390/ijerph16071299.
46. Li J, Mo PKH, Wu AMS, et al. Roles of
self-stigma, social support, and positive
and negative affects as determinants of
depressive symptoms among HIV
infected men who have sex with men in
China. Physiol Behav 2017; 21: 261–273.
47. Wardani IY, Dewi FA. Kualitas Hidup
Pasien Skizofrenia Dipersepsikan Melalui
Stigma Diri. J Keperawatan Indones
2018; 21: 17–26.