8

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KIE (Komunikasi, Informasi dan Edukasi)
1. Pengertian
a. Komunikasi adalah penyampaian pesan secara langsung atau
tidak langsung melalui saluran komunikasi kepada penerima
pesan untuk mendapatkan tanggapan. Tanggapan (respon)
diperoleh karena telah terjadi penyampaian pesan yang
dimengerti oleh masing-masing pihak (Sisparyadi et al., 2018).
b. Informasi adalah keterangan, gagasan maupun kenyataan yang
perlu diketahui masyarakat (pesan yang disampaikan) dan
dimanfaatkan seperlunya.
c. Edukasi adalah sesuatu kegiatan yang mendorong terjadinya
penambahan pengetahuan dan perubahan perilaku
seseorang/kelompok secara wajar (Sisparyadi et al., 2018).
Pengertian edukasi menurut M.J Langeveld dalam (Kusniyati &
Pangondian Sitanggang, 2016) Edukasi adalah proses
pembelajaran yang bertujuan untuk mengembangkan potensi
diri pada peserta didik dan mewujudkan proses pembelajaran
yang lebih baik. Edukasi ini bertujuan untuk mengembangkan
kepribadian, kecerdasan dan mendidik peserta untuk memiliki
akhlak mulia, mampu mengendalikan diri dan memiliki
keterampilan. Edukasi lebih dikenal dan diucapkan dengan kata
pendidikan atau edukasi adalah upaya manusia dewasa

9

membimbing manusia yang belum dewasa kepada kedewasaan.
Edukasi ialah usaha menolong anak untuk melaksanakan tugas
tugas hidupnya, agar bisa mandiri, dan bertanggung jawab
secara susila. Edukasi adalah usaha mencapai penentuan diri-
susila dan tanggung jawab.
2. Tujuan KIE
a. Menambah Pengetahuan, mengubah sikap , kepercayaan, nilai-
nilai dan perilaku individu atau kelompok.
b. Secara aktif mendukung suatu masalah/issu dan mencoba untuk
mendapatkan dukungan dari pihak lain.
c. Meletakan dasar bagi mekanisme sosio-kultural yang dapat
menjamin berlangsungnya proses penerimaan masyarakat
terhadap isu perlindungan anak.
d. KIE mendidik individu dan masyarakat tentang keberadaan dan
manfaat perlindungan anak berbasis masyarakat.
3. Menentukan Pilihan Media KIE yang Efektif
a. Melakukan Identifikasi terkait isu yang sedang dikembangkan
b. Memetakan segmentasi terhadap kelompok-kelompok yang ada
di masyarakat
c. Menentukan kelompok sasaran yang menjadi target kerja atau
kempanye
d. Melakukan penelitian untuk memperjelas masalah
e. Membuat strategi dan pesan yang akan dikemas

10

f. Monitoring dan evaluasi, memastikan bahwa bahan KIE yang
dikembangkan bisa sesuai dengan kebutuhan masyarakat
sasaran, bermanfaat serta sejauh mana berdampak pada
perubahan perilaku dalam masyarakat sasaran
4. Proses Pelaksanaan KIE
a. Saluran, sarana yang digunakan untuk menyampaikan pesan
KIE
b. Pesan, informasi yang disampaikan
c. Penerima, ada audiens atau kelompok masyarakat yang
mendapatkan informasi
d. Gangguan, hambatan dalam penyampaian informasi/pesan
e. Pengirim, pihak yang memberikan informasi/komunkator
f. Umpan Balik, ada respon atau tanggapan balik dari masyarakat
tentang informasi yang disampaikan.
5. Langkah – Langkah Menggunakan KIE
a. Mempertajam analisa sasaran, difokuskan pada sasaran yang
akan mendapatkan informasi (apakah kelompok anak, kelompok
orang tua, guru, masyarakat, atau aparat desa, dll)
b. Penetapan Strategi, cara yang tepat dalam penyampaian pesan
c. Memperbesar arus komunikasi, mengefektifkan semua jenis
media KIE untuk memperbesar arus komunikasi ke semua pihak
d. Penyusunan Isi Pesan, menyusun materi dan isi terkait pesan
yang akan disampaikan

11

e. Desain Media, merancang media yang efektif dan sesuai dengan
kebutuhan masyarakat sasaran dengan memilih penentuan
gambar, cover serta memperhatikan estetika yang bisa menarik
perhatian masyarakat
f. Pelaksanaan KIE, KIE yang sudah disusun dan didesain dengan
tepat didistribusikan ke kelompok masyarakat sasaran.
g. Evaluasi, melihat/mengamati, menilai kembali bahan KIE yang
sudah dihasilkan dan yang sudah didistribusikan. Sejauh mana
memberi manfaat bagi masyarakat serta berdampak pada
perubahan sikap dan perilaku pada masyarakat.
6. Prinsip Pelaksanaan KIE
Prinsip yang harus dipilih dalam penggunaan/pelaksanaan KIE adalah:
a. JELAS, menggunakan alat peraga yang menarik perhatian dan
atau mengambil contoh dari kehidupan sehari-hari
b. LENGKAP, informasinya lengkap dan utuh, menyesuaikan
materi KIE dengan latar belakang kelompok sasaran
c. SINGKAT/SEDERHANA,memberikan penjelasan dengan
bahasa sederhana dan mudah dipahami
d. BENAR/TEPAT, memahami, menghargai dan menerima kedaan
kelompok sasaran (status pendidikan, sosial ekonomi dan situasi
emosional) sebagaimana adanya
e. SOPAN, memperlakukan kelompok sasaran dengan sopan, baik
dan ramah

12

7. Faktor yang Mempengaruhi KIE
Menurut Effendi (1998), factor-faktor yang mempengaruhi KIE
terbagi dalam dua bagian besar yaitu :
a. Faktor penunjang :
Faktor yang menunjang kelancaran proses KIE antara lain
pengetahuan, ketrampilan dan komunikator/pelaksana kegiatan
(fasiliattor, aktifis, relawan). Jika seorang komunikator memiliki
pengetahuan dan ketrampilan yang cukup dalam proses KIE
akan membawan hasil yang lebih baik.
b. Faktor penghambat:
a) Faktor Penerima Pesan (Komunikan) : Kecurigaan,
Pendengaran kurang sempurna
b) Faktor Isi Pesan : Bahasa tidak lazim, Memiliki arti ganda
c) Pengirim Pesan (Komunikator) : Gagap, Kurang percaya
diri
B. Pengetahuan
1. Pengertian Pengetahuan
Secara umum pengertian pengetahuan menurut Notoatmodjo
(2007) dalam (Villela, 2013) adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu.
Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia, yaitu penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan
manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau

13

kognitif merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya
tindakan seseorang (overt behavior).
2. Tingkatan Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo(2007), pengetahuan yang mencakupi
dalam dominan kognitif mempunyai enam tingkatan, yaitu:
a. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai pengingat suatu materi yang
dipelajari sebelumnya. Termasuk kedalam pengetahuan ini
adalah mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah
diterima. Tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling
rendah. Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang
apa yang dipelajari antara lain meyebutkan, menguraikan,
mendefinisikan dan menyatakan (Notoatmodjo, 2007)
b. Memahami (Comprehensian)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan
menjelasakan secara benar tentang obyek yang diketahui dan
dapat menetralisikan materi tersebut secara benar. Orang yang
telah paham terhadap obyek atau materi harus dapat
menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan dan
meramalkan terhadap obyek yang dipelajari misalnya dapat
menjelaskan mengapa harus makan makanan yang bergizi
(Notoatmodjo, 2007)

14

c. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk
mengguanakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau
kondisi yang sebenarnya. Aplikasi disini dapat diartikan sebagai
aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode dan
prinsip dalam konteks atau situasi lain. Misalnya dapat
menggunakan rumus statistik dalam perhitungan hasil penelitian
(Notoatmojo, 2007).
d. Analisis (analysis)
Suatu kemampuan untuk menyebarkan materi atau suatu
obyek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih ada di
dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada
kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat
dari pengguanaan kata kerja, seperti dapat menggambarkan
(membuat bagan), membedakan, memisahkan dan
mengelompokkan (Notoatmodjo, 2007).
e. Sintesis (syentesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk
meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah
kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-
formulasi yang ada. Misalnya, dapat menyusun dan dapat
merencanakankan yang telah ada (Notoatmodjo, 2007)

15

f. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
penilaian terhadap suatu materi atau obyek. Penilaian-penilaian
didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau
mengguanakan kriteria-kriteria yang telah ada misalnya dapat
membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang
kekurangan gizi (Notoatmodjo, 2007).
3. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Adapun faktor-faktor yang mempengruhi pengetahuan dalam diri
seseorang antara lain (Notoatmodjo, 2007):
a. Pendidikan
Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi
pendidikan seorang makin mudah orang tersebut untuk
menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang
akan cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang
lain maupun dari media massa. Pengetahuan sangat erat
kaitannya dengan pendidikan dimana diharapkan seseorang
dengan pendidikan tinggi maka orang tersebut akan semakin
luas pula pengetahuannya. Namun perlu ditekankan bahwa
seorang yang berpendidikan rendah tidak berarti mutlak
berpengetahuan rendah pula. Pengetahuan seseorang oleh suatu
obyek juga mengandung dua aspek yaitu aspek positif dan
negatif. Semakin banyak aspek positif dari suatu obyek yang

16

diketahui, akan menumbuhkan sikap makin positif terhadap
obyek tersebut (Notoatmodjo, 2007).
b. Informasi media masa
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal
maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek
(immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau
peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi tersebut
bermacam-macam media masa yang dapat mempengaruhi
pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Radio, surat
kabar, majalah dan lain-lain mempunyai pengaruh besar
terhadap pembentukan opini dan kepercayaan orang. Dalam
penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media masa
membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat
mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai
sesuatu hal yang memberikan landasan kognitif baru bagi
terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut (Notoatmodjo,
2007)
c. Sosial budaya dan ekonomi
Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa
melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk
dengan demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya
walaupun tidak melakukannya. Status ekonomi seseorang juga
akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan

17

untuk kegiatan tertentu, sehingga status sosial ekonomi ini akan
mempengaruhi pengetahuan seseorang (Notoatmodjo, 2007).
d. Lingkungan
Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar
individu, baik lingkungan fisik, biologi maupun sosial.
Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya
pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan
tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik
yang merupakan respon sebagai pengetahuan oleh setiap
individu (Notoatmodjo, 2007).
e. Usia
Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir
seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang
pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan
yang diperoleh semakin membaik. Pada usia dewasa individu
akan lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan
sosial serta lebih bayak melakukan persiapan demi suksesnya
upaya menyesuaikan diri menuju usia tua, selain itu orang usia
dewasa akan lebih bayak menggunakan banyak waktu untuk
membaca. Kemampuan intelekual pemecahan masalah dan
kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak ada penurunan pada
usia ini. Dua sikap tradisional mengenai jalannya perkembangan
selama hidup:

18

1) Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak
informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang
dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya.
2) Tidak dapat mengajarkan hal baru kepada orang yang
sudah tua karena mengalami kemunduran baik fisik
maupun mental. Dapat diperkirakan bahwa IQ akan
menurun sejalan dengan bertambahnya usia, khususnya
pada beberapa kemampuan yang seperti misalnya kosa
kata dan pengetahuan umum. Beberapa teori berpendapat
ternyata IQ seseorang akan menurun cukup cepat sejalan
bertambahnya usia (Notoatmodjo, 2007).
4. Cara Mengukur Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara
atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur
dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2010). Cara
mengukur tingkat pengetahuan dengan memberikan pertanyaan-
pertanyaan, kemudian dilakukan penilaian nilai 1 untuk jawaban benar
dan nilai 0 untuk jawaban salah. Berdasarkan skala data rasio maka
rentang skor pengetahuan yaitu 0 sampai 100 (Arikunto, 2013) dalam
(Sunita, 2019).
Katagori Pengetahuan :
a. Baik : 80% – 100%
b. Cukup : 60% - 79%

19

c. Kurang : < 60%
C. Perilaku
1. Pengertian Perilaku
Perilaku merupakan bagian dari aktivitas suatu organisme.
Perilaku adalah apa yang dilakukan organisme atau apa yang diamati
oleh organisme lain. Perilaku juga merupakan bagian dari fungsi
organisme yang terlibat dalam suatu tindakan. Perilaku merupakan
respon atau reaksi terhadap stimulus (rangsang dari luar)
(Notoadmodjo, 2012). Perilaku terjadi melalui proses respon, sehingga
teori ini sering disebut dengan teori ”S-O-R” atau Teori Organisme
Stimulus (Skinner, 1938). Perilaku organisme adalah segala sesuatu
yang dilakukan termasuk perilaku tertutup dan terbuka seperti berpikir
dan merasakan (Pierce, W. David; Cheney, 2013).
Berdasarkan definisi tersebut, maka perilaku dibagi menjadi 2
yaitu (Kholid, 2018):
a. Covert behavior, merupakan perilaku tertutup yang terjadi jika
respon terhadap stimulus masih belum dapat diamati oleh orang
lain secara jelas, atau masih terselubung.
b. Overt behavior, merupakan perilaku terbuka yang terjadi jika
respon terhadap stimulus sudah dapat diamati oleh orang lain,
atau sudah berupa tindakan.

20

2. Pengertian Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan merupakan tindakan individu, kelompok, dan
organisasi termasuk perubahan sosial, pengembangan dan
implementasi kebijakan, peningkatan keterampilan koping, dan
peningkatan kualitas hidup. Perilaku kesehatan juga didefinisikan
sebagai atribut pribadi seperti keyakinan, harapan, motif, nilai,
persepsi, dan elemen kognitif lainnya, karakteristik kepribadian,
termasuk keadaan dan sifat afektif dan emosional, dan pola perilaku,
tindakan, dan kebiasaan terbuka yang terkait dengan pemeliharaan
kesehatan, pemulihan kesehatan, dan peningkatan kesehatan
(Notoadmodjo, 2012).
3. Kategori Perilaku
Casl dan Cobb mendefinisikan tiga kategori perilaku kesehatan
(Glanz, Lewis and Rimer, 2008):
a. Preventive health behavior, di mana setiap aktivitas yang
dilakukan oleh seseorang yang meyakini dirinya sehat dengan
tujuan mencegah atau mendeteksi penyakit dalam keadaan
asimtomatik. Menurut Casl and Cobb tahun 1966 preventive
health behavior juga dijelaskan sebagai aktivitas yang dilakukan
oleh seseorang yang meyakini dirinya sehat, untuk tujuan
mencegah penyakit atau mendeteksinya dalam tahap tanpa
gejala (Wacker, 1990).

21

b. Illness behavior, di mana setiap aktivitas yang dilakukan
seseorang yang merasa dirinya sakit, untuk menentukan keadaan
kesehatan dan menemukan obat yang sesuai. Illness behavior
umumnya dianggap sebagai tindakan yang diambil seseorang
setelah gejala muncul dan dirasakan (Wacker, 1990):
c. Sick role behavior, di mana setiap aktivitas yang dilakukan
seseorang yang menganggap dirinya sakit, dengan tujuan untuk
sembuh, termasuk menerima perawatan dari layanan kesehatan.
Menurut Parsons, ada empat komponen sick role yaitu (Wacker,
1990):
1) Seseorang tidak bertanggung jawab atas penyakitnya
2) Penyakit memberi individu alasan yang sah untuk tidak
berpartisipasi dalam tugas dan kewajiban
3) Seseorang yang sakit diharapkan menyadari bahwa
penyakit merupakan kondisi yang tidak diinginkan dan
mereka harus dimotivasi untuk sembuh.
4) Sembuh diasumsikan terkait dengan mencari bantuan
layanan kesehatan
d. Mengelola hambatan untuk berubah
Adanya hambatan untuk berubah adalah konstruksi utama
dalam Health Belief Model, The Social Cognitive Model, dan
The Health Promotion Model. Contoh dari hambatan internal
adalah:

22

1) Tujuan jangka pendek dan jangka panjang yang tidak jelas
2) Kurangnya pengetahuan dan keterampilan
3) Kekurangan sumber daya
4) Kurangnya motivasi
5) Kurangnya dukungan
Hambatan seperti ini sering kali perlu diatasi saat memulai
proses perubahan dengan meningkatk an kesadaran
mengevaluasi kembali diri sendiri.
4. Teori Perilaku Kesehatan
Berikut adalah teori yang dominan tentang perilaku kesehatan
menurut (Skinner, 1938; Snelling, 2014) adalah:
a. Social Cognitive Theory Teori ini dikembangkan oleh Albert
Bandura (1986) yang tidak hanya berfokus pada psikologi
perilaku kesehatan tetapi juga pada aspek sosial. Teori ini
menjelaskan bahwa perilaku individu terbentuk sebagai respon
terhadap pembelajaran observasional dari lingkungan
sekitarnya. Adapun 6 elemen dari Social Cognitive Theory:
1) Pengetahuan tentang risiko dan manfaat kesehatan
Meskipun bukan satu-satunya faktor yang diperlukan
untuk perubahan perilaku, pengetahuan tentang risiko dan
manfaat sangat penting dan menjadi prasyarat dalam
perubahan perilaku. Misalnya, orang yang merokok
selama bertahun-tahun tanpa motivasi untuk berhenti dan

23

kemudian dia mengetahui bahwa merokok akan
membahayakan kesehatannya. Setelah itu, dengan berhenti
merokok akan membawa manfaat bagi kesehatannya.
2) Efikasi diri
Efikasi diri merupakan persepsi individu mengenai
kemampuannya untuk melaksanakan tindakan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan. Misalnya, seseorang
dengan obesitas yang sudah mengetahui risiko penyakit
memiliki prasyarat untuk mengubah perilaku, tetapi jika
seseorang meyakini bahwa ia mengalami obesitas
sepanjang hidupnya maka perubahan perilaku menjadi
tidak mungkin. Hal terpenting adalah pemahaman bahwa
seseorang harus yakin bahwa mereka memiliki kekuatan
untuk berhenti melakukan perilaku negatif (misalnya
merokok) dan melakukan perilaku positif (olahraga
teratur) agar berhasil mencapai perilaku yang diinginkan.
3) Hasil yang diharapkan
Social Cognitive Theory mengacu pada konsekuensi
sebagai hasil yang diharapkan baik secara fisik dan
material maupun sosial sebagai hasil dari perubahan
perilaku. Hasil secara fisik dan material misalnya adalah
seorang wanita yang ingin berhenti merokok sehingga
batuk yang dialaminya berkurang dan kesehatannya lebih

24

baik. Selain itu, dia mengharapkan lebih banyak uang di
dompetnya sebagai akibat dari tidak lagi membeli rokok.
Hasil secara sosial misalnya wanita yang berhenti
merokok ingin mengabaikan anak-anaknya yang tidak
setuju jika ibunya merokok atau dia menginginkan
persetujuan anak-anak jika dia ingin berhenti merokok.
4) Tujuan kesehatan pribadi
Tujuan dibagi menjadi dua yaitu tujuan jangka panjang
dan jangka pendek. Tujuan jangka panjang dianggap
menjadi sebuah tantangan karena banyak orang kewalahan
dengan kebiasaan yang harus dilakukan. Social Cognitive
Therapy mendorong tujuan jangka pendek dibandingkan
tujuan jangka panjang. Misalnya, pria yang mengalami
obesitas memiliki tujuan jangka panjang untuk
menurunkan berat badan sebanyak 100 kg agar mencapai
indeks massa tubuh yang sehat. Namun, penurunan berat
badan sebanyak 100 kg terkesan menakutkan. Tujuan
jangka pendek dengan menurunkan berat badan sebanyak
10 kg dalam jangka waktu yang lebih singkat akan
dipandang sebagai suatu pencapaian.
5) Fasilitator dan hambatan yang dirasakan
Fasilitator dan hambatan yang dirasakan merupakan
konstruksi penting dalam SCT dan secara langsung

25

memengaruhi selfefficacy. Seorang perokok mungkin
melihat bahwa keberhasilan mereka dalam berhenti
merokok akan difasilitasi dengan adanya pengganti
nikotin. Hambatan yang dialami seseorang yang ingin
berhenti merokok mungkin adalah ketakutan akan
kenaikan berat badan.
5. Strategi Perubahan Perilaku Kesehatan
Meningkatkan perilaku sehat dan mengurangi perilaku yang
berisiko terhadap kesehatan adalah tantangan utama yang dihadapi
para profesional kesehatan. Berikut adalah strategi perubahan perilaku
kesehatan yang dapat digunakan oleh tenaga kesehatan untuk dapat
mengubah perilaku kesehatan klien mereka (Pender, Murdaugh and
Parsons, 2019).
a. Meningkatkan kesadaran
Model transtheoretical menekankan pentingnya
meningkatkan kesadaran ketika klien tidak berniat melakukan
perubahan perilaku atau baru mulai mempertimbangkan untuk
mengubah perilaku. Penting untuk menilai alasan kenapa
seseorang tidak ingin berkomitmen pada perubahan, seperti
kurangnya pengetahuan, kurangnya keterampilan, kurangnya
sumber daya dan dukungan, dan kurangnya waktu. Peningkatan
kesadaran sangat penting untuk membantu klien menyadari
masalah kesehatan atau perilaku yang perlu ditangani. Perawat

26

dapat menggunakan alat bantu berupa literasi maupun audio
visual yang sesuai dengan budaya dan pilihan pribadi pasien.
b. Mengevaluasi kembali diri sendiri
Hal ini mengacu pada Social Cognitive Theory yang
menjelaskan bahwa perubahan dihasilkan dari adanya
ketidakpuasan dalam diri seseorang yang mengarah pada
penilaian seseorang terkait dengan perilakunya. Misalnya,
apakah saya akan lebih menyukai diri saya jika saya berhenti
merokok? Ketika klien yakin bahwa mereka dapat mengatasi
hambatan, mereka akan cenderung mengubah perilakunya.
Ketika klien tidak yakin bahwa mereka dapat berubah, maka
perawat harus menilai alasan kenapa klien menolak untuk
berubah dan hambatan yang dirasakan saat klien ingin berubah.
c. Menetapkan tujuan untuk berubah
Jika klien sudah siap untuk berubah, maka mereka harus
membuat komitmen dan mengembangkan rencana tindakan
untuk memulai perilaku yang baru. Membuat komitmen adalah
strategi efektif untuk memulai perubahan. Tujuan sebaiknya
ditetapkan oleh klien dan perawat dapat memberikan saran
terhadap klien. Misalnya, klien membuat tujuan untuk berjalan
kaki 10 menit setiap hari selama satu minggu. Klien harus yakin
bahwa tujuan dapat dicapai karena dapat membangun
kepercayaan dirinya.

27

d. Mempromosikan efikasi diri
Klien harus difasilitasi untuk dapat melakukan perilaku
sesuai dengan tujuan. Perawat juga harus memberikan umpan
balik positif sehingga mampu meningkatkan efikasi diri klien.
Belajar dari pengalaman orang lain serta mengamati perilaku
orang lain adalah salah satu strategi kognitif sosial yang paling
efektif untuk meningkatkan efikasi diri. Berikut adalah beberapa
pertimbangan yang dapat dilakukan untuk menghasilkan
perubahan perilaku:
1) Klien harus mampu berbagi mengenai jenis kelamin, usia,
etnis, ras, dan bahasa.
2) Klien harus memiliki kesempatan untuk mengamati
perilaku yang diinginkan.
3) Klien harus memiliki pengetahuan dan keterampilan yang
diperlukan untuk terlibat dalam perilaku.
4) Klien perlu merasakan manfaat terlibat dalam perilaku
sasaran.
5) Klien perlu memiliki kesempatan untuk mempraktikkan
perilaku
e. Meningkatkan manfaat dari adanya perubahan
Memberikan penghargaan atau reinforcement merupakan
suatu cara untuk meningkatkan manfaat dari perubahan perilaku.
Pentingnya reinforcement didasarkan pada premis bahwa semua

28

perilaku ditentukan oleh konsekuensi. Jika konsekuensi positif,
kemungkinan besar perilaku tersebut akan terjadi kembali.
Namun jika konsekuensi negatif, kemungkinan kecil perilaku
tersebut akan terulang kembali. Pemberian reinforcement positif
lebih efektif dalam perubahan perilaku dibandingkan dengan
pemberian reinforcement negatif atau hukuman (pengalaman
yang tidak menyenangkan).
f. Menggunakan clue untuk melakukan perubahan
Penggunaan clue tidak dapat sepenuhnya dapat dihilangkan
tetapi dapat dikurangi atau dibatasi. Misalnya ketika makan
hanya memilih salad dan sayuran daripada makanan lainnya.
6. Faktor yang Memengaruhi Perilaku
Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya perilaku dibedakan
menjadi dua, yaitu :
a. Faktor Internal
Faktor internal yang berpengaruh dalam pembentukan perilaku
dikelompokkan menjadi faktor biologis dan psikologis.
1) Faktor Biologis
Perilaku atau kegiatan manusia dalam masyarakatnya
merupakan warisan struktur biologis dari orang tuanya
atau yang menurunkannya.

29

2) Faktor Psikologis
Faktor psikologis adalah faktor internal yang sangat besar
pengaruhnya terhadap terjadinya perilaku. Faktor-faktor
psikologis tersebut adalah sebagai berikut :
a) Sikap
Sikap merupakan konsep yang sangat penting dalam
komponen sosio-psikologis karena merupakan
kecenderungan bertindak dan berpersepsi
b) Emosi
Emosi menunjukkan keguncangan organisme yang
disertai oleh gejala-gejala kesadaran, keperilakuan
dan proses fisiologis yang lain.
c) Kepercayaan
Kepercayaan disini diartikan sebagai keyakinan
bahwa sesuatu itu benar atau salah. Kepercayaan
dibentuk oleh pengetahuan, kebutuhan dan
keinginan.
d) Kebiasaan
Kebiasaan adalah aspek perilaku yang menetap,
berlangsung secara otomatis dan tidak direncanakan.
e) Kemauan
Kemauan sebagai dorongan tindakan yang
merupakan usaha orang untuk mencapai tujuan.

30

f) Pengetahuan
Hasil dari pengindraan yang diwujudkan melalui
perilaku untuk mendapatkan suatu keinginan tujuan.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal disebut juga faktor situasional yang mencakup
faktor lingkungan dimana manusia itu berada atau bertempat
tinggal, baik lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, politik
dan sebagainya. Faktor-faktor situasional ini di kelompokkan
menjadi :
1) Faktor ekologis
Keadaan alam, geografis, iklim, cuaca dan sebagainya
mempengaruhi perilaku orang.
2) Faktor desain dan arsitektur
Struktur dan bentuk bangunan, pola pemukiman dapat
mempengaruhi pola perilaku manusia yang tinggal
didalamnya.
3) Faktor temporal
Terbukti adanya pengaruh waktu terhadap bioritme
manusia, yang akhirnya mempengaruhi perilakunya.
4) Suasana perilaku (behavior setting)
Tempat keramaian, pasar, mal, tempat ibadah,
sekolah/kampus, kerumunan massa akan membawa pola
perilaku orang.

31

5) Faktor teknologi
Perkembangan teknologi, terutama teknologi informasi
akan berpengaruh pada pola perilaku orang.
6) Faktor social
Peranan faktor sosial yang terdiri dari struktur umur,
pendidikan, status, sosial, agama dan sebagainya akan
berpengaruh pada perilaku seseorang. Faktor sosial ini
juga mencakup lingkungan sosial yang disebut iklim sosial
(social climate). (Notoatmodjo, 2010)
7. Cara Mengukur Perilaku
Menurut (Azwar, 2008), pengukuran perilaku yang berisi
pernyataan-pernyataan terpilih dan telah diuji reabilitas dan
validitasnya maka dapat digunakan untuk mengungkapkan perilaku
kelompok responden. Kriteria pengukuran perilaku yaitu:
a. Perilaku positif jika nilai T skor yang diperoleh responden dari
kuesioner > T mean
b. Perilaku negatif jika nilai T skor yang diperoleh responden dari
kuesioner < T mean
Subyek memberi respon dengan dengan empat kategori
ketentuin, yaitu: selalu, sering, jarang, tidak pernah. Dengan skor
jawaban :

32

1) Jawaban dari item pernyataan perilaku positif
a) Selalu (SL) jika responden sangat setuju dengan
pernyataan kuesioner dan diberikan melalui jawaban
kuesioner skor 4
b) Sering (SR) jika responden setuju dengan
pernyataan kuesioner dan diberikan melalui jawaban
kuesioner skor 3
c) Jarang (JR) jika responden ragu-ragu dengan
pernyataan kuesioner dan diberikan melalui jawaban
kuesioner skor 2
d) Tidak Pernah (TP) jika responden tidak setuju
dengan pernyataan kuesioner dan diberikan melalui
jawaban kuesioner skor 1
2) Jawaban dari item pernyataan untuk perilaku negatif
a) Selalu (SL) jika responden sangat setuju dengan
pernyataan kuesioner dan diberikan melalui jawaban
kuesioner skor 1
b) Sering (SR) jika responden setuju dengan
pernyataan kuesioner dan diberikan melalui jawaban
kuesioner skor 2
c) Jarang (JR) jika responden ragu-ragu dengan
pernyataan kuesioner dan diberikan melalui jawaban
kuesioner skor 3

33

d) Tidak Pernah (TP) jika responden tidak setuju
dengan pernyataan kuesioner dan diberikan melalui
jawaban kuesioner skor 4
Penilaian perilaku yang didapatkan jika :
 Nilai > 50, berarti subjek berperilaku positif
 Nilai < 50 berarti subjek berperilaku negative
D. Kantin Sehat dan Jajanan Sehat
1. Kantin Sehat Sekolah
Kantin sekolah merupakan suatu tempat yang digunakan untuk
memasak atau membuat makanan dan selanjutnya dihidangkan kepada
para konsumennya. Keberadaan kantin sekolah memberikan peranan
penting karena mampu menyediakan lebih dari seperempat konsumsi
makanan sekaligus berbagai penyakit yang medianya melalui
makanan dan minuman. Dengan demikian makanan dan minuman
yang dijual di kantin bisa juga berpotensi menyebabkan penyakit
bawaan makanan apabila tidak dikelola, dikemas dan ditanganisecara
baik dan benar (Mukono, 2000) dalam (Hanum, 2019)
Kantin sekolah berhubungan erat dengan penyediaan makanan
jajanan sehat untuk anak. Pemerintah daerah dalam hal ini Dinas
Kesehatan Kota/Kabupaten telah banyak berperan dalam
mengembangkan pemberdayaan masyarakat baik itu produsen
makanan dan juga konsumennya. Namun, selama ini program-
program tersebut lebih banyak diarahkan pada produsen atau

34

pengusaha. Program-program pemberdayaan pada anak dan warga di
sekolah kurang mendapat perhatian, pelaksanaan programnya kurang
terpola dan belum berkelanjutan. Program-program yang disediakan
untuk sekolah masih terbatas pada uji sampel jajanan dan diseminasi
hasilnya kepada kepala sekolah. Dengan demikian edukasi terhadap
pemberdayaan masyarakat akan pentingnya kantin sekolah belum
sampai pada lapisan bawah, dalam hal ini baik konsumen maupun
produsesn daripada lembaga itu sendiri, yakni sekolah (Hanum, 2019)
2. Jajanan Sehat
Makanan sehat adalah makan yang mengandung zat-zat yang
dibutuhkan oleh tubuh dan harus memiliki beberapa syarat, yaitu
higienis, bergizi dan berkecukupan, tetapi tidak harus makanan mahal
dan enak. Makanan higienis adalah makanan yang tidak terkena
kuman atau zat yang dapat mengganggu kesehatan. Makanan bergizi
adalah makanan yang memiliki jumlah kandungan karbohidrat,
protein, lemak dan vitamin yang cukup untuk tubuh. Sedangkan
makanan berkecukupan adalah makanan yang sesuai dengan
kebutuhan berdasarkan usia dan kondisi tubuh. Selain persyaratan di
atas, makanan sehat itu dipengaruhi oleh cara memasaknya, suhu
makanan pada saat penyajian dan bahan makanan yang mudah
dicerna. Tujuan dari memakan makanan yang sehat bagi tubuh adalah
untuk menjaga agar badan tetap sehat, tumbuh dan berkembang
dengan baik . Sedangkan apabila tidak terpenuhi syarat – syarat

35

tersebut, bukan kesehatan yang didapat tetapi malah terbentuk
panyakit (Hanum, 2019).
Jajanan dikatakan tidak sehat jika menggunakan bahan kimia
yang dilarang, seperti pengawet, pengganti rasa manis (sakarin,
siklamat), pewarna, bumbu penyedap masakan atau MSG yang
berlebihan, air yang dimasak dengan tidak matang, bahan makanan
yang sudah busuk dan bahan makanan yang tidak dihalalkan oleh
agama (Sihadi, 2004) dalam(Muarif, 2021) .Makanan yang tidak sehat
dan tidak aman dikonsumsi anak-anak di sekolah bisa berasal dari
bahan pangan yang tercemar, proses pengolahan dan penyimpanan
makanan yang tidak higienis, atau proses penyajian dan kemasan yang
kurang baik. Oleh karenanya kantin sekolah berperan penting dalam
penyajian makanan yang sehat dan aman untuk siswa dan warga
sekolah lainnya. Pengembangan kantin sehat di sekolah perlu
dilakukan, karena keberadaan kantin memegang peranan penting
dalam pengembangan budaya makan sehat para warganya. Kantin
memiliki peranan penting sebagai penyedia utama makanan di sekolah
selain itu sebagai edukasi atau sosialisasi dalam rangka membentuk
pembiasaan pola makan makanan siswa yang sehat sejak dini (Patricia
et.al., 2014).

36

E. Hubungan Jajanan Sehat Dengan CTPS
CTPS merupakan perilaku sehat yang terbukti secara ilmiah dapat
mencegah penyebaran penyakit menular seperti diare, ISPA, flu burung
serta penyakit kulit lainnya. Cuci tangan pakai sabun (CTPS) merupakan
cara mudah dan tidak perlu biaya mahal. Karena itu, membiasakan CTPS
sama dengan mengajarkan anak-anak dan seluruh keluarga hidup sehat sejak
dini. Dengan demikian, pola hidup bersih dan sehat (PHBS) tertanam kuat
pada diri pribadi anak-anak dan anggota keluarga lainnya. Salah satu waktu
yang penting untuk membersihkan tangan yaitu sebelum memegang
makanan (Kemenkes, 2020), hal itu dikarenakan tangan merupakan sumber
kuman, jika kita tidak melakukan CTPS sebelum memegang makanan maka
kuman yang ada pada tangan dapat mencemari makanan yang akan masuk
dalam tubuh kita dan bisa menyebabakan diare.

37

F. Kerangka Konsep
















Keterangan :


Gambar 1. Kerangka Konsep
_______ = diteliti
----------- = tidak diteliti
Edukasi jajanan
sehat
Faktor – faktor yang mempengaruhi perilaku
-Faktor internal : Biologis dan Psikologis
-Faktor eksternal : ekologis, desain/arsitektur,
temporal, suasana perilaku, teknologi dan sosial
Pengetahuan tentang jajanan sehat :
1.Tahu
2.Paham
3.Aplikasi
Faktor – faktor yang mempengaruhi pengetahuan :
-Pendidikan, informasi media masa, sosial budaya
dan ekonomi, lingkungan dan usia
Perilaku PHBS di Sekolah :
1.Mengonsumsi jajanan sehat
2.Menggunakan jamban sehat
3.Olahraga teratur
4.Memberantas jentik nyamuk
5.Tidak merokok
6.Membuang sampah pada
tempatnya
-Baik
-Cukup
-Kurang
-Positif
-Negatif
4.Analisis
5.Sintesis
6.Evaluasi

38

G. Hipotesis
H1 : Terdapat pengaruh Edukasi Terhadap Pengetahuan dan Perilaku Siswa
SDN Mergosono 3 Kota Malang Tentang Jajanan Sehat di Sekolah.

H. Kerangka Teori


















Gambar 2. Kerangka Teori (Lawrence Green)



Edukasi tentang
jajanan sehat dengan
metode ceramah dan
demonstrasi dalam
meningkatkan
pengetahuan dan
perilaku siswa
Faktor pendorong
(Reinforcing)
-Petugas
kesehatan dalam
memberikan
penyuluhan

Faktor pendukung
(Enabling)
-Sarana prasarana
/ fasilitas
Faktor predisposisi
-Pengetahuan
-Perilaku
Perubahan
pengetahuan dan
perilaku siswa dalam
mengonsumsi jajanan
sehat
Sarana kantin sehat
Sehat