ISSN: 2085-3823 Jurnal Triton, Vol. 9, No. 1, Juni 2018
RESPON FISIOLOGIS DAN HEMATOLOGIS KAMBING PERANAKAN ETAWAH
TERHADAP CEKAMAN PANAS


Enos The
Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP) Manokwari
Jln. SPMA-Reremi Manokwari Kotak Pos 143 Manokwari Papua Barat
Email: [email protected]


ABSTRAK
Kambing Peranakan Etawah(PE) merupakan ternak ruminansia kecil hasil persilangan antara
kambing Etawah dengan kambing Kacang, diintroduksikan ke kabupaten Manokwari pada tahun
2007. Ternak dapat berproduksi dengan baik bila berada pada lingkungan dengan temperatur yang
nyaman (ZonaTemperatur Netral). Di daerah tropis,temperatur pada siang hari relatif panas dengan
radiasi sinar matahari relatif tinggi. Bila kambing diekspose pada terik sinar matahari, diduga
kambing tersebut mengalami cekaman panas yang dapat berakibat buruk terhadap kondisi fisiologis
dan hematologisnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari respon fisiologis dan
hematologis kambing PE terhadap cekaman panas. Penelitian ini dilaksanakan di Kampung Udapi
Hilir SP IV Kabupaten Manokwari. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Petak
Terbagi (RPT). Kambing sebanyak 8 ekor, dikelompokkan menjadi 2 kelompok yaitu kelompok yang
tidak diekspose dan Kelompok yang diekspose pada sinar matahari. Masing-masing kelompok terdiri
dari jantan muda, betina muda, jantan dewasa, betina dewasa. Variabel yang diamati meliputi aspek
fisiologis (denyut jantung, temperatur rektal, frekuensi pernafasan) dan aspek hematologis (kadar
hemoglobin, nilai hematokrit, jumlah eritrosit, jumlah leukosit). Hasil penelitian menunjukkan
Interaksi antara status ternak kambing dan cekaman panas tidak berpengaruh terhadap variabel aspek
fisiologis (denyut jantung, temperatur rektal, frekuensi pernafasan), namun berpengaruh sangat nyata
pada beberapa variabel aspek hematologis yaitu kadar hemoglobin dan jumlah eritrosit. Status
ternak berpengaruh sangat nyata terhadap beberapa variabel aspek fisiologis yaitu temperatur rektal,
frekuensi pernafasan) dan variabel aspek hematologis yaitu hemoglobin, hematokrit dan
eritrosit.Perlakuan cekaman panas berpengaruh sangat nyata terhadap variabel aspek fisiologis yaitu
denyut jantung, temperatur rektal dan pernafasan sedangkan pada variabel aspek hematologis
berpengaruh nyata pada kadar hemoglobin, berpengaruh sangat nyata pada nilai hematokrit dan kadar
eritrosit.


Kata kunci : kambing PE; respon fisiologis; respon hematologis


ABSTRACT
PE goat is a small ruminant crossed between Etawah goat and bean goat, which introduced in
Manokwari since 2007. Livestock can well produce depend on environment comfortable temperature
in the area of tropical temperature on the day is radiated in high sun light. If the goat is expose to
the blazing sun, it supposed experiencing heat stress and caused to the physiological and
haematological condition. The aim of this study is to know the physiological and haematological
response of PE goat to heat stress. This design of research used is Split Plot (RPT). 8 goats will be a
sample which devide in two groups, of unexposed groups and Groups exposed to sunlight. Each
group consists of young males, young female, adult male, adult female. The variables observed
included physiological aspects (heart rate, rectal temperature, respiratory rate) and haematological
aspects (hemoglobin level, hematocrit value, erythrocyte count, leukocyte count). The results showed
that interaction between goats and heat stress status did not influence physiological aspect variable
59

60 Jurnal Triton, Vol.9, No.1, Juni 2018

(heart rate, rectal temperature, respiratory rate), but very significant effect on some hematological
aspect variable such as hemoglobin and erythrocytes. The status of livestock has a very significant
effect on some physiological aspect variable such as rectal temperature, respiratory rate) and
hematological aspect variable ie hemoglobin, hematocrit and erythrocytesTreatment of heat stress
has a very significant effect on the physiological aspects of variables such as heart rate, rectal
temperature and respiration whereas on hematologic aspect variable have significant effect on
hemoglobin level, very significant effect on hematocrit value and erythrocyte level.

Keywords: PE goat, physiological response, hematological response



PENDAHULUAN

Kambing Peranakan Etawah (PE)
merupakan ternak ruminansia kecil hasil
persilangan Kambing Etawah dan kambing
kacang. Kambing Peranakan Etawah (PE)
mempunyai prospek yang cukup baik untuk
dikembangkan sebagai penghasil daging
karena kemampuan produktivitasnya yang
cukup baik sehingga dapat diandalkan dalam
menyediakan kebutuhan daging bagi
masyarakat.
Lingkungan merupakan salah satu
faktor pendukung yang sangat mempengaruhi
kelangsungan hidup serta produktivitas ternak.
Pada lingkungan dengan suhu yang terlalu
panas akan mengakibatkan terjadinya cekaman
panas pada ternak yang selanjutnya akan
mempengaruhi respon fisiologi ternak. Pada
kondisi atau status fisiologi yang baik ternak
akan memberikan produktivitas yang tinggi.
Menurut Nurmi (2016) cekaman panas
terjadi pada siang hari dimana panas tubuh
ternak meningkat akibat dari suhu lingkungan
yang meningkat. Ternak akan memberikan
respon melalui peningkatan mekanisme
thermoregulasi untuk mempertahankan
keadaan normal tubuh. Menurut Purnomo et al
(1996) mekanisme thermoregulasi dilakukan
melalui peningkatan suhu rectal, suhu kulit,
frekuensi pernapasan dan denyut jantung serta
menurunkan konsumsi pakan.
Ternak akan berproduksi dengan baik
bila berada pada lingkungan dengan suhu yang
nyaman (Zona Temperatur Netral). Bila suhu
lingkungan berada di atas titik kritis atas
ataupun dibawah titik kritis bawah dari daerah
zona nyaman (ZTN), maka untuk
mempertahankan suhu tubuhnya ternak akan
mengurangi atau meningkatkan laju
metabolisme. Bila temperatur lingkungan
berada diatas titik kritis zona nyaman (ZTN)
mengakibatkan ternak akan mengalami
cekaman panas (hipertermia).
Didaerah tropis pada siang hari udara
cukup panas dengan radiasi sinar matahari
yang cukup tinggi. Dalam keadaan seperti ini
bila kambing diekspose pada terik sinar
matahari maka kambing tersebut diduga
mengalami cekaman panas yang dapat
berakibat buruk terhadap kondisi fisiologis
dan hematologisnya. Oleh karena itu untuk
mengetahui efek tersebut maka penelitian ini
dilakukan.

Enos The. Respon Fisiologis dan Hematologis Kambing... 61

METODE PENELITIAN


Dalam penelitian ini digunakan 8 ekor
kambing Peranakan Etawah (PE) yang terdiri
dari 2 ekor jantan muda, 2 ekor betina muda, 2
ekor jantan dewasa, 2 ekor betina dewasa.
Kambing muda (umur < 1 tahun) dan kambing
dewasa (umur > 2 tahun). Alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
thermometer tubuh digital, jarum venoject,
tabung venoject dengan zat anti koagulan,
cooler boks (termos es), steteskop, alat untuk
pemeriksaan darah di laboratorium (tabung
sahli, pipet eritrosit, hemositometer,
mikroskop).
Pengukuran denyut jantung, frekuensi
pernapasan, suhu rektal serta pengambilan
darah pada kambing kelompok B1 dilakukan
pada jam 07.00 – 08.00 wit sedangkan pada
kambing kelompok B2 dilakukan pada jam
14.00 – 15.00 wit. Pengukuran denyut jantung,
frekuensi pernapasan, suhu rektal serta
pengambilan sampel darah dilakukan setiap 2
hari terhitung saat kambing mulai diekspouse.
Pengambilan sampel darah dilakukan dengan
cara : sampel darah diambil menggunakan alat
pengambil darah (jarum venoject dan tabung
venoject) dari vena yugolaris yang terletak
pada bagian leher kambing sebanyak 5 ml,
setelah itu jarum venoject dilepas dari tabung
venoject dan selanjutnya tabung venoject
tersebut ditempatkan kedalam cooler boks
(termos es), siap dikirim ke laboratorium
kesehatan hewan Unipa Manokwari untuk
dianalisis kadar hemoglobin, hematokrit,
eritrosit serta leukosit.
Variabel yang diukur meliputi :
Parameter fisiologis yang terdiri dari : Denyut
jantung, frekuensi pernapasan dan temperatur
rektal. Pengukuran denyut jantung dilakukan
dengan cara menempelkan steteskop pada
bagian dada (sudut rahang bagian bawah tepat
pada arteri carotis) selama 1 menit sambil
dihitung berapa kali jumlah detakannya.
Frekuensi pernapasan diukur dengan cara
menghitung berapa kali kembang kempisnya
perut dalam waktu 1 menit. Pengukuran
temperatur rektal pada kambing dilakukan
dengan cara memasukkan termometer suhu
digital kedalam rektum hingga sepertiga
bagiannya dan biarkan hingga thermometer
tersebut berbunyi selanjutnya thermometer
dicabut dari rektum kemudian langsung
dibaca suhunya. Parameter Hematologi
meliputi jumlah eritrosit, leukosit, hemoglobin
serta hematokrit. Pemeriksaan parameter
hematologi dilakukan pada laboratoriun
Keswan Fakultas Peternakan Universitas
Papua.
Rancangan percobaan yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Rancangan Petak
Terbagi (RPT). Data hasil penelitian diolah
dan dilakukan analisis ragam berdasarkan
rancangan petak terbagi. Apabila terdapat
pengaruh perlakuan dilanjutkan dengan uji
BNJ (Beda Nyata Jujur) pada tingkat
signifikan 95%.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Fisiologis Ternak Kambing
Penelitian

62 Jurnal Triton, Vol.9, No.1, Juni 2018

Hasil analisis keadaan fisiologis
ternak kambing penelitian meliputi denyut
jantung, temperatur rektal dan frekuensi
pernapasan disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Rataan denyut jantung, frekuensi pernafasan, temperatur rektal kambing penelitian



kelompok


n
Denyut jantung

Rataan ± salah
baku
(kali per menit)
Frekuensi Pernafasan

Rataan ± salah baku
(kali per menit)
Temperatur rektal

Rataan ± salah
baku
(
0
C)
Status ternak Jantan muda (1) 6 78.50 ± 12.44 a 60.17± 16.88 abc 39.65 ± 0.63 a
Betina muda (2) 6 84.33 ± 12.44 a 58.70 ± 35.10 ab 39.48 ± 0.62 a
(A) Jantan dewasa (3) 6 81.17 ± 14.39 a 68.80 ± 24.90 bc 39.05 ± 0.44 b
Betina dewasa (4) 6 84.50 ± 12.26 a 51.00 ± 23.75 a 39.03 ± 0.31 bc
Perlakuan Tidak diekspose (1)
Diekspose (2)
12
12
71.42 ± 5.11 a
92.83 ± 6.34 b
38.58 ± 12.74 a
80.75 ± 13.55 b
38.93 ± 0.17 a
39.67 ± 0.59 b
(B)
Interaksi (AB) 1-1 3 68.67 ± 8.14 a 46.00 ± 8.72 a 39.13 ± 0.15 a
1-2 3 88.33 ± 5.51 a 74.33 ± 5.86 a 40.17 ± 0.40 a
2-1 3 74.00 ± 3.00 a 27.00 ± 7.21 a 39.00 ± 0.00 a
2-2 3 94.67 ± 7.57 a 90.33 ± 4.93 a 39.97 ± 0.50 a
3-1 3 69.33 ± 5.51 a 49.67 ± 9.07 a 38.80 ± 0.10 a
3-2 3 93.00 ± 8.19 a 88.00 ± 19.10 a 39.30 ± 0.53 a
4-1 3 73.67 ± 1.53 a 31.67 ± 11.93 a 38.80 ± 0.10 a
4-2 3 95.33 ± 4.62 a 70.33 ± 12.10 a 39.27 ± 0.25 a
Keterangan: Superskrip yang berbeda didalam satu kolom pada masing-masing bagian (A, B, atau AB)
menunjukkan terdapat perbedaan yang sigtnifikan (P< 0,05).

Hasil penelitian yang terlihat pada
Tabel 1 menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan pada frekuensi
denyut jantung antara ternak kambing yang
terkena paparan sinar matahari langsung
yaitu 92,83 ± 6,34 kali/menit dibanding
dengan yang tidak terekspose sinar
matahari yaitu sebesar 71,42 ± 5,11
kali/menit, dimana kelompok kambing
yang mendapat paparan sinar matahari
mempunyai frekuensi denyut jantung yang
lebih tinggi. Hasil yang diperoleh ini sama
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Qiston dan Suharyati (2012) bahwa
kambing yang dipelihara pada kandang
tanpa naungan memiliki denyut jantung
yang lebih tinggi (P < 0,01) dari pada
kambing di bawah naungan. Menurut
Soerono (1975), bahwa temperatur
lingkungan berpengaruh pada frekuensi
denyut jantung, dimana temperatur
lingkungan yang semakin tinggi maka
frekuensi denyut jantung akan tinggi pula.
Frekuensi denyut jantung pada kelompok
kambing yang mendapatkan paparan sinar
matahari lebih tinggi, karena kambing
yang mendapatkan paparan sinar matahari
langsung mendapatkan peningkatan beban

Enos The. Respon Fisiologis dan Hematologis Kambing... 63

panas dari adanya radiasi panas sinar
matahari. Dalam keadaan seperti ini
kambing akan berusaha menjaga kondisi
tubuhnya agar selalu berada dalam kondisi
yang nyaman yaitu pada kisaran suhu
tubuh normal.Menurut Pramono et all.,
(2014) tingginya frekuensi denyut jantung
disebabkan oleh beban panas yang
diterima kambing lebih tinggi. Beban
panas tubuh yang lebih tinggi
mengharuskan ternak melakukan aktivitas
termoregulasi untuk menjaga suhu
tubuhnya agar tetap berada pada kisaran
normal. Salah satu mekanisme
termoregulasi tersebut adalah dengan
meningkatkan kerja jantung untuk
memompa darah keseluruh tubuh dan
kemudian membuang panas tubuh ke
lingkungan melalui darah ke kulit atau
kulit bagian luar. Keadaan ini yang
menyebabkan denyut jantung pada ternak
kambing yang mendapat paparan sinar
matahari meningkat. Hal ini sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Esmay (1969),
bahwa pada keadaan lingkungan yang
panas maka frekuensi denyut nadi akan
meningkat. Hal ini berfungsi untuk
mempercepat pemompaan darah ke
permukaan tubuh, dimana akan terjadi
peristiwa pelepasan panas tubuh.
Pada frekuensi pernafasan
menunjukkan terdapat perbedaan yang
signifikan pada antara ternak kambing
yang terkena paparan sinar matahari
langsung yaitu 80.75 ± 13.55 kali per
menit dibanding dengan yang tidak
diekspose pada sinar matahari yaitu 38.58
± 12.74 kali per menit. Pada ternak
kambing yang mendapat paparan sinar
matahari rataan frekuensi pernafasannya
lebih tinggi dari rataan frekuensi
pernafasan ternak kambing yang tidak
diekspose. Hasil yang diperoleh dalam
penelitian ini sama dengan hasil penelitian
yang dilakukan oleh Qiston dan Suharyati
(2012) bahwa kambing yang dipelihara
pada kandang tanpa naungan memiliki
frekuensi pernafasan yang lebih tinggi (P <
0,01) dari pada kambing di bawah
naungan. Tingginya frekuensi pernafasan
pada kambing yang mendapat paparan
sinar matahari, karena dengan
mendapatkan paparan sinar matahari maka
beban panas yang diterima menjadi lebih
tinggi. Untuk itu kambing berusaha
beradaptasi dengan mempertahankan suhu
tubuhnya tetap berada dalam batas normal,
maka beban panas tersebut dikeluarkan
melalui pernafasan dengan meningkatkan
frekuensi pernafasan. Penigkatan frekuensi
pernapasan bertujuan untuk mempercepat
pengeluaran panas dari dalam tubuh. Pada
saat menghembuskan napas maka panas
dari dalam tubuh keluar bersamaan
dengan udara yang dikeluarkan. Esmay
(1978) mengemukakan bahwa untuk

64 Jurnal Triton, Vol.9, No.1, Juni 2018

mencapai suhu tubuh normal, kenaikan
suhu tubuh dikeluarkan ternak dengan cara
meningkatkan frekuensi pernafasan.
Pada status ternak kambing
menunjukkan terdapat perbedaan yang
signifikan pada frekuensi pernafasan.
Perbedaan frekuensi pernafasan ini terlihat
pada kambing jantan dewasa sebesar
68.80 ± 24.90 kali per menit dan kambing
betina dewasa sebesar 51.00 ± 23.75 kali
per menit, dimana rataan frekuensi
pernafasan yang terendah pada ternak
kambing betina dewasa ) dan tertinggi
kambing jantan dewasa. Keadaan ini
diduga karena kambing jantan dewasa
kurang jinak sehingga merasa kurang
nyaman pada saat dilakukan pengambilan
data. Keadaan ini mengakibatkan kambing
mengalami stress sehingga frekuensi
pernafasannya menjadi lebih tinggi.
Menurut Sugeng (1998), frekuensi
pernapasan yang sebenarnya dapat
dihitung bila ternak dalam keadaan
istirahat dan tenang.
Pada temperatur rektal hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara ternak
kambing yang terkena paparan sinar
matahari langsung yaitu sebesar 39,67 ±
0,59
0
C dibandingkan dengan yang tidak
diekspose sinar matahari yaitu 38,93 ±
0,17
0
C. Hal ini mengindikasikan bahwa
kambing yang mendapatkan paparan sinar
matahari mengalami t beban panas yang
lebih besar daripada ternak kambing yang
tidak diekspose pada sinar matahari.
Keadaan ini yang mengakibatkan
temperatur rektal pada kambing yang
mendapat paparan sinar matahari lebih
tinggi dari kambing yang tidak diekspose
pada sinar matahari. Hal ini sesuai dengan
yang dikemukakan oleh McDowell (1972),
bahwa suhu lingkungan yang tinggi
mengakibatkan peningkatan suhu tubuh
ternak.
Pada status ternak kambing, hasil
penelitian menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan pada
temperatur rektal antara status ternak
kambing jantan muda 39.65 ± 0.63
0
C,
betina muda 39.48 ± 0.62
0
C dengan
ternak kambing jantan dewasa 39.05 ±
0.44
0
C, betina dewasa 39.03 ± 0.31
0
C,
namun antara ternak kambing jantan muda
dan betina muda tidak berbeda begitu pula
antara ternak kambing jantan dewasa dan
betina dewasa juga tidak berbeda.
Perbedaan ini diduga disebabkan karena
adanya perbedaan umur ternak kambing.
Menurut Bayer (1970), bahwa denyut
jantung kambing dewasa berkisar antara
70-80 kali per menit, anak kambing 100 –
120 kali per menit. Dengan denyut jantung
yang lebih tinggi pada kambing muda ini
maka akan diikuti temperatur rektal tinggi
pula. Temperatur rektal pada semua status

Enos The. Respon Fisiologis dan Hematologis Kambing... 65

ternak kambing masih berada pada kisaran
normal temperatur rektal seperti yang
dikemukakan oleh Williamson dan payne
(1993) bahwa kambing yang kesehatannya
normal temperatur rektalnya berkisar
antara 38,7 – 40,7
0
C, serta Smith dan
Mangkuwidjojo (1988), bahwa temperatur
rektal ternak kambing didaerah tropis
berada pada kisaran suhu 38,2 – 40
0
C.

Keadaan Hematologis Ternak Kambing
Keadaan hematologis ternak
kambing penelitian berdasarkan hasil
analisa laboratorium terdiri dari kadar
hemoglobin, jumlah eritrosit, nilai
hematokrit, jumlah leukosit, disajikan pada
Tabel 2.

Tabel 2. Rataan kadar hemoglobin, jumlah eritrosit, nilai hematokrit kambing penelitian


Kelompok

n
Kadar hemoglobin
Rataan ± salah baku
(g/dL)
Jumlah eritrosit
Rataan ± salah baku
(x 10
6
/ µL)
Nilai hematokrit
Rataan ± salah baku
(%)
Jumlah leukosit
Rataan ± Salah
baku (ribu/µL)
Status ternak 1 6 10.48 ± 1.25 b 5.75 ± 1.19 a 20.83 ± 1.17 a 1.32 ± 0.22 a
(A)
2
3
6
6
10.03 ± 0.73 a
9.90 ± 0.43 a
6.28 ± 0.65 b
7.62 ± 0.55 c
18.92 ± 2.80 a
28.75 ± 2.48 b
167 ± 407 a
166 ± 404 a
4 6 9.95 ± 0.53 a 7.62 ± 0.38 c 26.17 ± 3.19 b 168 ± 407 a
Perlakuan a 9.77 ± 0.47 a 7.42 ± 0.62 b 25.42 ± 4.62 b 84.3 ± 287.7 a
(B) b 10.41 ± 0.92 b 6.21 ± 1.15 a 21.92 ± 4.21 a 167 ± 387 a
Interaksi
(AB)
1-a
1-b
2-a
9.40 ± 0.26 a
11.57 ± 0.59 b
9.40 ± 0.35 a
6.83 ± 0.06 bcde
4.67 ± 0.11 g
6.87 ± 0.15 a
21.33 ± 1.53 a
20.33 ± 0.58 a
21.33 ± 1.15 a
1.13 ± 0.05 a
1.53 ± 0.04 a
334 ± 575 a
2-b 10.67 ± 0.15 ab 5.70 ± 0.17 f 16.50 ± 0.87 a 1.33 ± 0.29 a
3-a 10.10 ± 0.26 a 8.10 ± 0.17 a 30.67 ± 1.15 a 1.24 ± 0.21 a
3-b 9.70 ± 0.53 a 7.13 ± 0.11 bc 26.83 ± 1.76 a 332 ± 571 a
4-a 10.20 ± 0.36 a 7.90 ± 0.17 a 28.33 ± 2.89 a 1.38 ± 0.01 a
4-b 9.70 ± 0.62 a 7.33 ± 0.29 b 24.00 ± 1.73 a 334 ± 575 a
Keterangan: Superskrip yang berbeda didalam satu kolom pada masing-masing bagian (A, B, atau AB)
menunjukkan terdapat perbedaan yang sigtnifikan (P< 0,05). 1: jantan muda, 2: betina muda, 3:
jantan dewasa, 4:betina dewasa, a: tidak diekpose, b: diekpose.


Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan
pada kadar hemoglobin antara ternak kambing
yang terkena paparan sinar matahari langsung
yaitu sebesar 10.41 ± 0.92 g/dL dibanding
dengan yang tidak diekspose pada sinar
matahari yaitu 9.77 ± 0.47 g/dL. Ini
menunjukkan bahwa kambing yang
mendapatkan paparan sinar matahari
mendapatkan temperatur lingkungan yang
lebih tinggi dibandingkan dengan kambing
yang tidak diekspose. Terlihat bahwa pada
ternak kambing yang mendapat paparan sinar
matahari dengan temperatur yang lebih tinggi,
kadar hemoglobinnya meningkat. Menurut
Ravichandra (2012), bahwa pada temperatur
yang tinggi jumlah eritrosit meningkat karena
untuk mengurangi keadaan stress maka

66 Jurnal Triton, Vol.9, No.1, Juni 2018

penyesuaian kondisi fisiologis dengan
meningkatkan jumlah eritrosit dalam sirkulasi.
Hal yang sama juga dikemukakan oleh
Bozorgnia et al., (2011), bahwa dengan
meningkatnya temperatur maka jumlah
eritrosit meningkat. Pada kondisi seperti ini
diduga kadar hemoglobin pada ternak kambing
yang mendapat paparan sinar matahari juga
meningkat.
Pada status ternak kambing, hasil penelitian
menunjukkan kadar hemoglobin pada
kambing betina muda, jantan dewasa dan
betina dewasa tidak berbeda tetapi berbeda
dengan kambing jantan muda. Pada kambing
jantan muda kadar hemoglobinnya lebih tinggi,
diduga karena kambing jantan muda lebih
aktif. Hal ini sesuai dengan pendapat Swenson
(1993) kadar hemoglobin ditentukan oleh
aktivitas tubuh, makin tinggi aktivitas tubuh
makin tinggi pula kadar hemoglobinnya.
Berdasarkan rataan kadar hemoglobin
pada tabel 2 tersebut diatas terlihat kadar
hemoglobin pada semua status ternak kambing
masih tergolong dalam kadar yang normal. Hal
ini sesuai dengan Hariono (1980), bahwa kadar
hemoglobin yang normal pada kambing antara
8-14 gr/100 ml darah.
Interaksi antara kelompok ternak
kambing dan perlakuan ekspouse pada sinar
matahari pada tabel 4 menunjukkan bahwa
kelompok ternak kambing muda yang
diekspose pada sinar matahari (jantan muda,
betina muda) mempunyai rataan kadar
hemoglobin yang lebih tinggi dari kelompok
interaksi lainnya dan memberikan perbedaan
yang signifikan. Ini menunnjukkan kambing
muda yang diekspose pada sinar matahari
mempunyai kadar hemoglobin yang tinggi.
Hasil penelitian pada Tabel 2
menunjukkan terdapat perbedaan yang
signifikan pada jumlah eritrosit ternak
kambing yang terkena paparan sinar matahari
langsung (sebesar 6.21 ± 1.15 (x 10
6
/ µL)
dibanding dengan yang tidak diekspose sinar
matahari yaitu sebesar 7.42 ± 0.62(x 10
6
/ µL).
Juga pada status ternak kambing
memberikan pengaruh yang signifikan
terhadap jumlah eritrosit.
Interaksi antara status ternak kambing
dengan perlakuan ekspose pada sinar matahari
menunjukkan perbedaan yang signifikan,
dimana yang rataan jumlah eritrosit yang
tertinggi pada jantan dewasa yang tidak
diekspose pada sinar matahari dan terendah
pada kambing jantan muda yang diekspose
pada sinar matahari. Menurut Schmidt dan
Nelson (1990) jumlah eritrosit dipengaruhi
oleh jenis kelamin, umur, kondisi tubuh,
variasi harian dan keadaan stress. Secara
umum tergambar bahwa pada semua status
ternak kambing yang mendapat paparan sinar
matahari mempunyai rataan jumlah eritrosit
lebih rendah dari status ternak kambing yang
tidak diekspose pada sinar matahari. Keadaan
ini diduga karena ternak kambing yang
diekspose pada sinar matahari mendapatkan
cekaman panas (stress). Hal ini sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Moye et al (1991)
bahwa jumlah sel darah merah akan meningkat
pada keadaan suhu udara yang rendah dan
akan menurun pada keadaan suhu udara yang
tinggi. Rataan eritrosit pada betina muda yang

Enos The. Respon Fisiologis dan Hematologis Kambing... 67

tidak diekspose, jantan dewasa yang tidak
diekspose, betina dewasa yang tidak diekspose
tidak berbeda, juga antara jantan muda yang
tidak diekspose, jantan dewasa yang mendapat
paparan siinar matahari, betina dewasa yang
mendapat paparan sinar matahari tidak
berbeda.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat perbedaan yang signifikan pada nilai
hematokrit antara ternak kambing yang terkena
paparan sinar matahari langsung (B2) yaitu
21.92 ± 4.21 % dibandingkan dengan ternak
kambing yang tidak diekspose sinar matahari
(B1) yaitu 25.42 ± 4.62 %.
Kelompok ternak kambing yang
terkena paparan sinar matahari mempunyai
rataan nilai hematokrit yang lebih rendah dari
kelompok ternak kambing yang tidak
diekspose pada sinar matahari, namun nilai
hematokrit pada kedua kelompok tersebut
masih berada dalam kisaran normal. Menurut
Schalm et al., (1975), nilai hematokrit ternak
kambing berkisar antara 19 - 38 %. Nilai
hematokrit memiliki hubungan yang sangat
erat dengan jumlah eritrosit.
Penurunan/kenaikan jumlah eritrosit umumnya
diikuti dengan penurunan/kenaikan nilai
hematokrit. Menurut Frandson (1996), jika
jumlah eritrosit meningkat maka nilai
hematokritnya juga meningkat. Hal ini terlihat
dari jumlah eritrosit pada ternak kambing yang
mendapat paparan sinar matahari seperti pada
Tabel 2 lebih rendah dari pada rataan jumlah
eritrosit dari ternak kambing yang tidak
diekspose. Sesuai dengan pendapat Frandson
(1996), tersebut diatas maka nilai hematokrit
pada ternak kambing yang mendapat paparan
sinar matahari juga lebih rendah dari ternak
kambing yang tidak diekspose.
Pada status ternak kambing
menunjukkan terdapat perbedaan yang
signifikan pada nilai hematokrit. Antara
kambing muda (jantan muda, betina muda)
tidak berbeda begitu pula antara kambing
dewasa (jantan dewasa, betina dewasa) juga
tidak berbeda, namun antara kambing muda
dan kambing dewasa terdapat perbedaan.
Perbedaan ini karena adanya perbedaan umur.
Sedangkan kadar hematokrit pada semua
interaksi tidak menunjukkan perbedaan yang
signifikan.
Data rataan jumlah leukosit ternak
kambing penelitian yang terlihat pada tabel 7
menunjukkan bahwa pada status ternak
kambing, perlakuan ekspose pada sinar
matahari maupun interaksi antara status ternak
kambing dan perlakuan ekspose pada sinar
matahari, menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signifikan pada jumlah
leukosit.
Tidak adanya perbedaan jumlah
leukosit seperti tersebut diatas menunjukkan
bahwa pada status ternak kambing, perlakuan
ekspose pada sinar matahari, dan interaksi
tidak memberikan pengaruh terhadap jumlah
leukosit.
Keadaan ini dapat dikatakan bahwa
ternak kambing dalam kondisi sehat, diduga
karena waktu dan lamanya hari mendapatkan
paparan sinar matahari tidak terlalu lama
sehingga dampaknya terhadap kesehatan

68 Jurnal Triton, Vol.9, No.1, Juni 2018

kambing belum terlihat. Disamping itu juga
setelah diekspose kambing diistirahatkan
dalam kandang.

KESIMPULAN

Berdasarkan pada hasil penelitian yang
telah diperoleh, maka dapat disimpulkan :
1. Tidak terdapat interaksi yang signifikan
antara status ternak kambing dengan
cekaman panas terhadap variabel fisiologis
(denyut jantung, temperatur rektal,
frekuensi pernafasan) dan interaksi yang
sangat signifikan terhadap variabel
hematologis (kadar hemoglobin, jumlah
eritrosit).
2. Terdapat pengaruh yang sangat signifikan
pada status ternak kambing terhadap
variabel fisiologis (temperatur rektal,
frekuensi pernafasan) dan variabel
hematologis (kadar hemoglobin, nilai
hematokrit, jumlah eritrosit).
3. Terdapat pengaruh yang sangat signifikan
pada perlakuan cekaman panas terhadap
variabel fisiologis (denyut jantung,
temperatur rektal, frekuensi pernafasan) dan
variabel hematologis (nilai hematokrit,
jumlah eritrosit), sedangkan pada kadar
hemoglobin pengaruh yang signifikan.


DAFTAR PUSTAKA

Bayer, A,G. 1970. Book Farmers Diseses.
Farbers Barbiken Bayer AG. Veterinery
Departemen, Lever Kusen Germany.
Bozorgnia, A., R. Alimohammadi, and R.
Hosseinifard. 2011. Acute Effects of
Different Temperature in the Blood
Parameters of Common Carp
(Cyprinus carpio).2
nd

International Conference on
Environmental Science and Technology
IPCBEE. vol.6. IACSIT Press,
Singapore.
Esmay, M. 1969. Principles of Animal
Enviroment. Avi Publising Corporation,
London.

Esmay, M. L. 1978. Principle of Animal
environmental. AVI Publishing
Company, Inc. Wespost, Connecticut.
Frandson. RD, 1996. Anatomi dan Fisiologi
Ternak. Edisi ke empat. Terjemahan.
Srigandono dan K. Praseno.
Yogyakarta : Gajah Mada University
Press.

Hariono, B. 1980. Patologi Klinik, Fakultas
Kedokteran Hewan. Universitas Gadjah
Mada. Yogyakarta.

Mc Dowell., 1972. Improvement of Livestock
production in Warm Climates.

Moye. RJ, Warbun.RW, Huston MT, 1991.
Effect of environmental temperature in
erytrocyts number and size. Poultry
Sci.48:1863.

Nurmi.A.2016. Respons Fisiologis Domba
Lokal Dengan Perbedaan Waktu
Pemberian Pakan dan Panjang
Pemotongan Bulu. Jurnal Eksakta
Volume 1.
Pramono. H, Suharyati. S, Santoso. P.S. 2014.
Respons Fisiologis Kambing Boerawa
Jantan Fase Pascasapih di Dataran
Rendah dan Dataran Tinggi. Jurnal
Ilmiah Peternakan Terpadu
Unila. Vol 2, no 2.
Qiston. A, Suharyati. S. 2012. Pengaruh
Naungan Terhadap Respons
Termoregulasi dan Produktivitas
Kambing Peranakan Ettawa. Majalah
Ilmiah Peternakan (S.I), V.10, n.1.
Ravichandra, J. A. 2012. Influence of acute
temperature stresson hemoglobin

Enos The. Respon Fisiologis dan Hematologis Kambing... 69

content in snakeheaded fish
(Channa Punctatus) gavari River,
Nanded, India. Int. J Biomed. Adv
Res. 3(11):1- 5.
Schalm. O.W . Jain, N.C dan Carrol E.J . 1975
. Veterinary Haematology. Lea &
Fibiger Philadelphia .
Schmidt, W., Nelson. B. 1990. Animal
Physiologi. Harper Collins Publisher.
New York.

Smith dan Mangkuwidjoyo, 1988.
Pemeliharaan, Pembiakan, dan
Penggunaan Hewan Percobaan di
Daerah Tropis. Universitas Indonesia
Press. Jakarta.

Sugeng, Y. B. 1998. Sapi Potong. Penebar
Swadaya, Jakarta.

Swenson, M.J. 1993. Physiological Properties
and Celluler and Chemical Constituent
of Blood in Dukes Physiology
of Domestic Animals, 11th Ed.
Comstock Publishing Associates
a Division of Cornell University Press
Ithaca and London, New York

Wiliamson. G and WJ.A.Payne, 1993.
Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.
Gajah Mada University Press
Yogyakarta.