71

Homepage: http://jkps.uho.ac.id/index.php/journal
Jurnal Kesejahteraan dan Pelayanan Sosial e-ISSN: 2716-3857
Volume 4, Nomor 1, (Mei, 2023) Hal 71-84

Metode social casework satuan bakti pekerja sosial dalam
penanganan korban kekerasan pada anak di Dinas Sosial Kota
Kendari

Nadiah Imasturahma
1
, Bahtiar
2
, Amin Tunda
3

13
Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial, Universitas Halu Oleo, Kendari,
Indonesia
2
Program Studi Sosiologi, Universitas Halu Oleo, Kendari, Indonesia

Korespodensi: [email protected]


ABSTRAK: Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tahapan metode social casework, dan
hasil metode social casework yang dilakukan Sakti Peksos guna mengembalikan keberfungsian
sosial korban kekerasan pada anak di Kota Kendari. Jenis penelitian ini menggunakan
pendekatan kualitatif dengan metode deskriptif. Penentuan informan menggunakan metode
purposive sampling. Informan penelitian adalah Sakti Peksos, Ketua Bidang Rehabilitasi Sosial,
anak korban kekerasan fisik 2 orang, anak korban kekerasan seksual 2 orang dan keluarga korban
2 orang. Sumber data yaitu data primer dan data sekunder. Teknik pengumpulan data adalah
metode observasi, wawancara, dan dokumentasi. Teknik analisis data adalah reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukan bahwa Pertama,
tahapan metode social casework adalah 1) tahap penelitian yang terdiri dari intake, contec, dan
contract, 2) tahap pengkajian yang terdiri dari assesment dan rencana intervensi, 3) tahap
intervensi yang terdiri dari intervensi dan Rencana Tindak Lanjut, 4) tahap terminasi. Kedua,
hasil dari pendampingan yakni, 1) anak yang menjadi korban kekerasan mampu melaksanakan
tugas, peran dan fungsinya, 2) anak yang menjadi korban kekerasan bersikap efeksi terhadap
diri, orang lain, dan lingkungannya, 3) anak yang menjadi korban kekerasan dapat menekuni
hobinya, 4) anak yang menjadi korban kekerasan memperjuangkan tujuan/harapan/cita-cita di
hidupnya.
Kata Kunci: Anak korban kekerasan, Sakti Peksos, Social Casework

ABSTRACT: This study aims to determine the stages of the social casework method, and the results of
the social casework method carried out by Sakti Peksos in order to restore the social functioning of victims
of violence against children in Kendari City. This type of research uses a qualitative approach with
descriptive methods. Determination of informants using purposive sampling method. Research informants
were Sakti Peksos, Head of the Social Rehabilitation Division, 2 child victims of physical violence, 2 child
victims of sexual violence and 2 victim families. Data sources are primary data and secondary data. Data
collection techniques are observation, interview, and documentation methods. Data analysis techniques are
data reduction, data presentation, and drawing conclusions. The results showed that first, the stages of the

72

social casework method were 1) the research stage consisting of intake, context, and contract, 2) the
assessment stage consisting of assessment and intervention plans, 3) the intervention stage consisting of
interventions and follow-up plans, 4) termination stage. Second, the results of the assistance are, 1) children
who are victims of violence are able to carry out their duties, roles and functions, 2) children who are victims
of violence are effective towards themselves, others, and their environment, 3) children who are victims of
violence can pursue their hobbies , 4) children who are victims of violence fight for goals/hope/aspirations
in their life.
Keywords: Child victims of violence, Sakti Peksos, Social Casework

1. Pendahuluan
Anak merupakan generasi emas bangsa Indonesia yang mestinya
dipersiapkan dengan matang untuk menjadi penyambung estafet
kepemimpinan. Dalam Undang -Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang
Perlindungan Anak mengatakan bahwa anak adalah seseorang yang belum
berusia 18 tahun, termasuk di dalamnya anak yang masih berada dalam
kandungan. Anak juga memiliki harkat dan martabat sebagai manusia
seutuhnya yang perlu mendapatkan perlindungan dan perhatian lebih khusus
agar bisa bertumbuh kembang secara baik. Akan tetapi, fakta menunjukan
kepedulian terhadap kesejahteraan anak masih jauh dari apa yang telah
diamanatkan oleh UUD 1945 pasal 28 B ayat (2) bahwa setiap anak berhak atas
kelangsungan hidup, tumbuh dan berkembang, serta memperoleh perlindungan
dari kekerasan dan diskriminasi.
Beberapa tahun terakhir ini, berbagai pemberitaan di media elektroknik
maupun cetak tentang kasus kekerasan pada anak yang kian marak terjadi di
Indonesia. Mulai dari kasus pemerkosaan, pencabulan, pelecehan, penganiayan,
pemukulan dan lain sebagainya yang menjadikan anak sebagai korban.
Seharusnya anak harus dilindungi dari segala bentuk kekerasan. Dalam Undang-
Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor
23 Tahun 2002 Pasal 20 menyebutkan bahwa negara, pemerintah, masyarakat,
keluarga, dan orang tua berkewajiban dan bertangg ungjawab tehadap
penyelenggaraan perlindungan anak.
Kekerasan adalah fenomena sosiologis dan politik yang luas. Kekerasan
juga dapat dilihat tanpa perilaku fisik yang sebenarnya tetapi dengan kata-kata
kasar dan berbicara keras kepada pihak lain. Kekerasan dapat mengganggu,

73

menyakiti, merasa, menghina dan marah (Tuwu, 2018). Kekerasan terhadap
anak, atau seringkali pelecehan anak, merupakan kerugian psikologis, seksual
dan fisik bagi banyak orang yang bertanggung jawab atas kesejahteraan anak.
Kekerasan terhadap anak terbagi menjadi kekerasan seksual, fisik dan kekerasan
(Bagong, 2010).
Hasil penelitian terkait kekerasan pada anak sudah banyak dilakukan,
antara oleh Tuwu, dkk, (2020) yang mengatakan bahwa kasus tentang kekerasan
yang timpa pada anak tidak hanya terjadi di tempat kota besar yang besar yang
rawan akan terjadi kejahatan, akan tetapi malah banyak terjadi di tempat yang
kita merasa nyaman seperti lingkungan terdekat yaitu lingkungan keluarga,
lingungkan sekolah, lingkungan kesehatan contohnya ruang pemeriksaan
pasien.
Dari segi pelaku kekerasan terhadap anak sangat beragam, mulai dari
korban yang dikenal hingga korban yang tidak dikenal. Korban mengidentifikasi
sebagai pelaku adalah orang-orang yang paling dekat dengannya secara sosial
dan keluarga karena mereka masih berhubungan, serta orang-orang yang
dipercaya secara psikologis oleh anak, seperti guru sekolah, anggota keluarga,
teman bermain, dokter atau pegawai negeri. Ironisnya lagi, pelaku kekerasan
terhadap anak kebanyakan adalah orang-orang terdekat korban, seperti ayah
kandung, ayah tiri, ibu kandung, ibu tiri, paman, bibi, saudara kandung, kakek
nenek, tetangga, guru, guru dan pacar (Maslihah, 2013)
Dari tahun ketahun kasus kekerasan pada anak kian marak dan cukup
menjadi perhatian di Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Pemberdayaan
Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengungkapkan bahwa
kasus kekerasan pada anak pada tahun 2019 tercatat 11.057 kasus, 2020 tercatat
11.278 kasus dan tahun 2021 mencapai 14.517 kasus. Berdasarkan laporan
kekerasan pada anak yang terdiri dari kasus kekerasan seksual 45%, kekerasan
psikis 19%, dan kekerasan fisik 18% (Kemen PPPA, 2022).
Di Sulawesi Tenggara melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan,
Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berancana
(P3APPKB) Sulawesi Tenggara menyebutkan pada tahun 2021 berjumlah 179
kasus dan pada tahun 2022 berjumlah 261 kasus kekerasan pada anak (Harianto,

74

2022).
Di Kota Kendari, kekerasan terhadap anak terbagi menjadi dua bagian
yakni kekerasan fisik dan kekerasan seksual. Kekerasan fisik ialah kekerasan
yang dapat mengakibatkan penyiksaan, luka fisik, penganiayaan dan
penganiayaan terhadap anak dengan atau tanpa menggunakan benda tertentu
yang dapat mengakibatkan luka fisik atau bahkan kematian anak. Bentuk luka
dapat berupa memar atau lecet akibat kontak atau kekerasan dengan benda
tumpul, seperti gigitan, memar, tali atau rotan, dan dapat juga berupa luka bakar.
Sedangkan kekerasan seksual dapat berupa kontak seksual yang sudah ada
sebelumnya antara anak dan orang dewasa lainnya, baik melalui kata-kata,
sentuhan, gambar visual, paparan, atau kontak langsung antara anak dan orang
dewasa (Putri, 2015). Kekerasan pada anak di kota Kendari melalui Dinas Sosial
kota Kendari mengatakan bahwa kekerasan pada anak pada tahun 2018
mencapai 13 kasus yang terdiri 4 kekerasan fisik, dan 9 kasus kekerasan seksual,
pada tahun 2019 mencapai 13 kasus yang terdiri dari 4 kasus kekerasan fisik, dan
9 kasus keerasan seksual. Tahun 2020 mencapai 24 kasus yang terdiri dari 14
kasus kekerasan seksual dan 10 kasus kekerasan fisik, tahun 2021 mencapai 67
kasus yang terdiri dari 38 kasus kekerasan seksual dan 29 kasus kekerasan fisik
(Data Dinas Sosial Kota Kendari, 2022).
Melihat data kekerasan pada anak di atas menunjukan bahwa jumlah
kekerasan pada anak terjadi peningkatan yang cukup signifikan setiap tahunnya.
Salah satu kasus yang terjadi di Kota Kendari tahun 2021 yaitu kasus kekerasan
seksual terhadap anak korban yang masih berusia 12 tahun yang saat ini masih
duduk di bangku SMP. Bahkan sangat ironisnya, pelaku kekerasan seksual
tersebut merupakan Ayah tiri dari korban itu sendiri. Kasus tersebut cukup
menyita perhatian masyarakat (Putra, 2022)
Anak yang menjadi korban kekerasan perlu halnya untuk mendapatkan
perhatian lebih khusus. Perlu adanya penanganan khusus yang melibatkan baik
orang tua, masyarakat maup un pemerintah. Sejatinya jika anak mendapatkan
kekerasan pada masa lalunya, anak akan berpotensi melakukan tindak
kekerasan yang sama ketika kelak sudah dewasa. Anak yang mendapatkan
kekerasan juga akan mengalami trauma baik psikis maupun fisiknya. Dengan

75

itu, perlu adanya tenaga profesional yang berkecimpung dalam menangani
masalah anak. Salah satunya yaitu Pekerja sosial. Pekerja sosial yang bertugas
mendampingi anak yang menjadi korban tindak kekerasan adalah Satuan Bakti
Pekerja Sosial (Sakti Peksos).
Satuan Bakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos) merupakan pekerja sosial yang
direkrut oleh Kementrian Sosial Republik Indonesia melalui Lembaga
Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA) untuk melaksanakan tugas -tugas
pendampingan anak yang dirumuskan melalui Program Kesejahteraan Sosial
Anak (PKSA). Awal terbentuknya Sakti Peksos di Indonesia pada tahun 2010
yang awalnya masih perklaster. Pada tahun 2022 jumlah Sakti Peksos yang
tersebar di seluruh Indonesia sebanyak 767 orang yang ditempatkan pada Dinas
Sosial Kabupaten/Kota yang ada di Indonesia. Di Sulawesi Tenggara awal
terbentuknya Sakti Peksos pada tahun 2014. Pada tahun 2022 jumlah Sakti Peksos
di Sulawesi Tenggara berjumlah Sakti Peksos 23 orang terkhusus untuk kota
Kendari Sakti Peksos berjumlah 1 orang.
Dalam melakukan penanganan korban kekerasan pada anak, Sakti Peksos
menggunakan metode social casework atau intervensi sosial individu. Social
casework pada dasarnya berkaitan dengan upaya atau usaha untuk memperbaiki
atau meningkatkan keberfungsian sosial agar supaya individu dapat berperan
dengan baik sesuai dengan tugas dalam lingkup individu maupun sosialnya.
Dalam melakukan pendampingan korban keekerasan pada anak, Sakti Peksos
menggunakan tahapan casework diantaranya yaitu (1) tahap penelitian, (2) tahap
pengkajian, (3) tahap intervensi, (4) tahap terminasi (Skindmore, dkk dalam
Taufiqrohkman, dkk 2021). Metode social casework dilakukan Sakti Peksos guna
dapat mengembalikan keberfungsian sosial anak korban kekerasan.
Keberfungsian sosial yang dimaksud dalam kasus ini secara sederhana dapat
dikatakan kemapuan individu untuk menjalankan peran sosial di
lingkungannya (Fahrudin, 2014).
Tahapan metode social casework yang dilakukan Sakti Peksos dalam
penaganan korban kekerasan pada anak di Dinas Sosial Kota Kendari yakni: 1)
penelitian korban kekerasan pada anak yang terdiri dari intake melakukan
identifikasi awal, contek melakukan komunikasi dengan beberapa klien, Contract

76

Sakti Peksos melakukan perjanjian dengan klien, 2) pengkajian korban kekerasan
pada anak terdiri dari assesment Sakti Peksos mengumpulkan dan mengolah
informasi yang dihadapi klien dan rencana intervensi yang dibuat berdasarkan
hasil assesment mengenai yang dibutuhkan oleh klien, 3) intervensi korban
kekerasan pada anak yang terdiri dari intervensi Sakti Peksos melakukan aksi
dari rencana yang telah dibuat pada klien, Rencana Tindak Lanjut (RTL) Sakti
Peksos melakukan rujukan kembali j ika dirasa klien tersebut masih
membutuhkan rujukan, evaluasi dan monitoring, dan 4) terminasi korban
kekerasan pada anak Sakti Peksos mengakhiri dan memutuskan layanan kontrak
pada klien.
Dalam pelaksanaan tahapan social casework pada anak korban kekerasan,
Sakti Peksos tentunya dipengaruhi oleh faktor pendukung dan penghambat.
Seperti yang dikemukakan Rokhmah (2012) bahwa terdapat tiga faktor
pendukung yang dihadapi oleh Sakti Peksos saat melakukan penanganan, yaitu:
(1) sisi keilmuan/latar belakang ilmu Sakti Peksos, (2) jaringan kerjasama yang
banyak, dan (3) kepercayaan dari pihak-pihak yang terkait. Sedangkan faktor
penghambatnya yaitu: (1) kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM), (2) waktu,
dan (3) pihak lembaga yang belum memiliki shelter.
Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengangkat
topik penelitian yang berjudul “Motode Social Casework Satuan Bakti Pekerja
Sosial (Sakti Peksos) dalam penanganan korban kekerasan pada anak di dinas
sosial Kota Kendari”.

2. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan metode deskriptif.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bertujuan untuk memahami
fenomena yang dialami oleh subjek penelitian yang akan diteliti seperti perilaku,
presepsi, motivasi, tindakan, secara holistik dan deskriptif, dalam betnuk suatu
kata dan bahasa konteks khusus yang alamiah dan memanfaatkan berbagai
metode alamiah (Moleong, 2012).
Informan dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan teknik
Purposive sampling. Puposive sampling ialah penentuan subjek informan

77

berdasarkan tujuan tertentu dengan segala pertimbangan (Sugiyono,2014).
Dalam hal ini informan dalam penelitian ini yaitu Sakti Peksos, ketua bidang
rehabilitasi sosial, anak korban kekerasan fisik sebanyak 2 orang, anak korban
kekerasan seksual sebanyak 2 orang, dan keluarga korban sebanyak 2 orang.
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
wawancara, observasi, dan dokumentasi. Teknis Analisis data yang dilakukan
dari proses awal wawancara hingga akhir penelitian yakni reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan.

3. Hasil dan Pembahasan
Kasus kekerasan pada anak di Kota Kendari mengalami peningkatan
yang signifikan. Di kota Kendari kekerasan pada anak terdiri atas 2 yaitu
kekerasan fisik dan kekerasan seksual. Dari hasil penelitian yang dilakukan di
Dinas Sosial Kota Kendari, penulis memperoleh jumlah anak korban tindak
kekerasan di kota Kendari yang terdata di Dinas Sosial Kota Kedari dari tahun
2018 sampai 2022. Kasus kekerasan seksual lebih mendominasi di Kota Kendari.
Berikut tabel jumlah kekerasan fisik dan kekerasan di kota kendari rentang
tahun 2018-2022 di Kota Kendari.

Tabel 1. Data Statistik Jumlah Kekerasan Fisik, dan Kekerasan Seksusal
Tahun 2018-2022 di Kota Kendari
No Bentuk kekerasan Jumlah Kasus Total
2018 2019 2020 2021 2022
1. Kekerasan fisik 4 27 10 29 56 126
2. Kekerasan seksual 9 40 14 38 94 195
Jumlah 13 67 24 67 150 321
Sumber: Data Dinas Sosial Kota Kendari Tahun 2023.

78

Berdasarkan data di atas kasus kekerasan pada anak di kota Kendari
mengalami peningkatan yang cukup signifikan setiap tahunnya. Pada tahun
2018 sebanayak 13 kasus, tauan 2019 sebanyak 67 kasus, di tahun 2020 sebanyak
2 kasus, pada tahun 2021 sebanayk 67 kasus, dan tahun 2022 sebanyak 150 kasus
yang menjadikan anak menajdi korban kekerasan. Sakti Peksos dalam
melakukan penanganan korban kekerasan pada anak menggunakan metode
social casework atau intervensi sosial pada individu.

3.1. Tahapan Metode Social Casework Sakti Peksos Dalam Penanganan
Korban Kekerasan Pada Anak
Adapun tahapan metode social casework Sakti Peksos dalam penanganan
korban kekerasan pada anak di kota Kendari, sebagai berikut:
3.1.1. Tahap Penelitian Korban Kekerasan Pada Anak
Tahapan penelitian terdiri dari intake, contek, dan contrac. Tahap ini dimulai
Sakti Peksos membangun relasi (engagement) yang baik dengan klien. Sakti
Peksos menggunakan bahasa sehari -hari agar supaya klien mudah
memahaminya. Penegenalan diri kepada klien penting agar hubungan
terbangun dengan baik, kemudian disampaikan kepada klien tentang maksud
dan tujuan seorang Sakti Peksos dalam membantu klien. Selanjutnya istilah yang
digunakan dalam penanganan permasalahn klien yaitu intake, contek, dan
contract. Intake kepada klien sebagai dentifikasi awal dimulai dari nama, usia,
alamat, untuk memudahkan proses pertolongan sakti peksos kepada klien.
Selanjutnya, contek yang dilakukan sakti peksos melakukan komunikasi dengan
klien yang ditangani. Sedangkan, Contract dilakukan oleh sakti peksos berbentuk
perjanjian dengan klien secara tertulis maupun secara tidak tertulis/lisan.
Contract dalam bentuk tertulis memuat tentang pihak pertama (Sakti Peksos) dan
pihak kedua (klien maupun perwalian klien) bahwa pihak kedua menyetujui
dilakukannya pendampingan terhadap klien oleh Sakti Peksos yang
ditandatangani dengan sukarela tanpa ada paksaan dari pihak manapun.
Contract dalam bentuk lisan dimana Sakti Peksos menyampaiakan batasan-
batasan Sakti Peksos dengan klien dan menjaga kerahasiaan klien. Dalam
melakukan penanganan Sakti Peksos juga melakukannya secara home

79

visit/kunjungan langsung kepada klien.
3.1.2. Tahap Pengkajian Korban Kekerasan Pada Anak
Tahapan pengkajian terdiri dari assesment dan rencana intervensi. Assesment
merupakan suatu proses mengumpulakan dan mengolah informasi serta
mempejari masalah-masalah yang dihadapi klien seperti kecemasan atau
gelisah, agresifitas atau emosi, dan kemungkinan klien anak korban kekerasan
menjadi trauma akibat kekerasan yang dialaminya. Dimana dalam melakukan
assessment pada anak Sakti Peksos juga melihat tingkat mood dari anak. Jika anak
tersebut memiliki mood baik tentunya akan memudahkan Sakti Peksos dalam
mengkaji permasalahan klien dengan memberikan beberapa pertanyaan
mengenai permasalahan klien. Semakin mendalam pertanyaan yang diajukan
Sakti Peksos maka hasil assessment kita akan menjadi lebih baik. Setelah Sakti
Peksos menggali beberapa informasi mengenai permasalah klien. Dengan begitu
Sakti Peksos dapat mengetahui permasalahan klien, kondisinya dan apa yang
dibutuhkan klien. Setelah mendengarkan cerita dari klien Sakti Peksos
memberikan motivasi, dukungan, dan mengemangati klien untuk
mengembalikan kepercayaan diri klien sehingga klien dapat semangat menjalani
hidup dan melupakan peristiwa yang dialaminya. Sakti Peksos juga sesekali
membuat situasi rileks agar klien tidak terlalu terpuruk dengan peristiwa yang
sedang menimpanya. Setelah meberikan beberapa pertanyaan kepada klien,
Sakti Peksos membuatkan sebuah laporan sosial yang nantinya digunakan untuk
bahan pertimbangan di pengadilan. Setelah dilakukan assessment dilakukannya
rencana intervensi sesuai kebutuhan klien. Jika klien membutuhkan rujukan
Sakti Peksos melakukan rujukan kepada teman sejawat. Ketika klien mengalami
trauma berat maka akan dirujuk ke psikolog. Akan tetapi, ketika klien tidak
mengalami trauma berat maka Sakti Peksos memberikan penguatan psikologis
kepada klien.
3.1.3. Tahap Intervensi Korban Kekerasan Pada Anak
Tahapan intervensi terdiri dari intervensi, Rencana Tindak Lanjut (RTL),
evaluasi dan monitoring. Intervensi merupakan aksi dari rencana yang telah
dibuat. Jika dalam tahap intevensi terdapat rujukan maka Sakti Peksos
melakukan koordinasi terlebih dahulu dengan teman sejawatnya dalam hal ini

80

psikolog untuk pemulihan psikis klien. Sakti Peksos juga menyampaikan
keluhan permasalahan yang dialami oleh klien yang sedang ditanganinya
kepada psikolog. Akan teteapi, jika klien tidak mengalami trauma berat biasanya
Sakti peksos memberikan penguatan psikologis kepada klien dimana klien anak
korban lebih belajar berhati-hati dan menjaga diri agar tidak terjadi kejadian
yang sama kedua kalinya. Setelah melakukan intervensi Sakti Peksos melakukan
Rencana Tindak Lanjut (RTL) kepada korban yang memerlukan penanganan
serius untuk dihubungkan atau melakukan rujukan pada sistem sumber yakni
tenaga-tenaga ahli dalam hal ini teman sejawat. Setelah itu dilakukannya
evaluasi dan monitoring untuk melihat sejauh mana perkembangan klien.
3.1.4. Tahap terminasi Korban Kekerasan Pada Anak
Tahap terminasi adalah proses pemutusan kontrak antara Sakti Peksos
dengan klien. Dalam tahap terminasi Sakti Peksos memberikan penguatan
kembali kepada klien untuk tidak melakukan hal-hal yang terulang lagi.

3.2. Hasil Metode Social Casework Guna Mengembalikan Keberfungsian
Sosial Korban Kekerasan Pada Anak
Metode social casework digunakan oleh Sakti Peksos guna dapat mencapai
dan mengembalikan keberfungsian sosial individu. Keberfungsian sosial secara
sederhana dapat didefinisikan sebagai kemampuan yang dimiliki seseorang
dalam melaksanakan fungsi sosialnya ataupun kapasitas seseorang dalam
menjalankan tugasnya sesuasi dengan status sosialnya (Huraera, 2005).
Keberfungsian sosial merupakan kemampuan seseorang dalam melaksanakan
tugas dan peranannya selama berinteraksi dalam situasi sosial tertentu yang
bertujuan untuk dapat mewujudkan nilai dirinya demi pencapaian hidup
(Achlis, 2011). Berdasarkan hasil temuan lapangan yang dilakukan penulis,
adapun hasil dari metode social casework berhasil atau tidak dalam
mengembalikan keberfungsian sosial anak korban kekerasan yang di lakukan
Sakti Peksos di Kota Kendari dapat dilihat sebagai berikut:
a. Anak yang menjadi korban kekerasan mampu melaksanakan tugas, peran,
dan fungsinya

81

Sakti Peksos dalam menangani kasus kekerasan pada anak di Kota
Kendari telah berupaya melakukan penanganan dengan metode social
casework agar dapat mengembalikan keberfungsian sosial anak salah satunya
agar korban mampu melaksanakan tugas, peran dan fungsinya. Berdasarkan
hasil temuan dilapangan bahwa anak korban kekerasan di Kota Kendari
yang di tangani Sakti Peksos yang tadinya tidak dapat melakukan peran
sosialnya karena permasalahan klien seperti kecemasan atau gelisa,
agresifitas atau emosi, dan kemungkinan dapat menimbulkan trauma bagi
anak akibat kekerasan yang dialaminya. Akan tetapi, kini anak yang menjadi
korban kekerasan kembali melakukan peran sosialnya seperti dapat bermain
kembali dengan temannya, menjadi anak yang lebih terbuka dengan orang
tua.
b. Anak yang menjadi korban kekerasan bersikap efeksi terhadap diri, orang
lain, dan lingkungan
Prinsip dasar efeksi adalah perasaan untuk disukai dan dicintai. Kebutuhan
tersebut merupakan kebutuhan ingin memperoleh respon atau perlakukan
hangat dari orang lain terutama dari orang tua, guru atau teman-teman yang
berada dalam satu lingkungan. Sakti Peksos dalam menangani kasus
kekerasan pada anak di Kota Kendari telah berupaya melakukan
pendampingan dengan metode social casework agar dapat mengembalikan
keberfungsian sosial anak salah satunya agar korban mampu bersikap afeksi
terhadap dirinya, orang lain maupun lingkungannya. Tadinya korban tidak
percaya diri, tidak sayang akan dirinya, kini lebih menyayangi dirinya, orang
lain maupun lingkungannya akibat permasalahan ditimbulkan sepereti
kecemasan atau gelisa, agresifitas atau emosi, dan kemungkinan dapat
menimbulkan trauma bagi anak akibat kekerasan yang dialaminya serta
korban kembali percaya diri lagi terlepas menjadi korban kekerasan.
c. Anak yang menjadi korban kekerasan dapat menekuni hobinya
Menjadi korban kekerasan sering kali membuat anak menutup diri pada
teman-teman ataupun lingkup keluarganya. Sehingga, sering kali anak
eggan untuk menekuni hobinya ketika sudah menjadi korba kekerasan. Sakti
Peksos dalam menangani kasus kekerasan pada anak di Kota Kendari telah

82

berupaya melakukan pendampingan dengan metode social casework agar
dapat mengembalikan keberfungsian sosial anak salah satunya agar korban
mampu menekuni hobinya serta minatnya seperti bermain futsal.
d. Anak yang menjadi korban kekerasan memperjuangkan tujuan, harapan,
dan cita-cita di hidupnya
Setiap anak tentunya mempunyai tujuan, harapan, dan cita-cita di
dihidupnya. Berdasarkan hasil temuan dilapangan bahwa anak korban
kekerasan di Kota Kendari yang di tangani Sakti Peksos korban
memperjuangkan tujuan, harapan, dan cita-cita di hidupnya. Sakti Peksos
dalam menangani kasus kekerasan pada anak di Kota Kendari telah
berupaya melakukan pendampingan dengan metode social casework agar
dapat mengembalikan keberfungsian sosial anak salah satunya agar korban
memperjuangkan tujuan, harapan, dan cita-cita di hidupnya salah satunya
hobi bermain futsal, menggambar, dan cita-cita menjadi brimob.

4. Penutup
Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan tentang metode social
casework Satuan Bakti Pekerja Sosial (Sakti Peksos) dalam penanganan korban
kekerasan pada anak di Dinas Sosial Kota Kendari, maka penulis dapat menarik
kesimpulan sebagai berikut, pertama tahapan metode social casework yang
dilakukan Sakti Peksos dalam penaganan korban kekerasan pada anak di Dinas
Sosial Kota Kendari yakni: 1) penelitian yang terdiri dari intake melakukan
identifikasi awal dimulai dari nama, usia, alamat, riwayat hidup, contek
melakukan komunikasi dengan beberapa klien, Contract itu kita melakukan
perjanjian dengan klien, 2) pengkajian tediri dari assesment Sakti Peksos
mengumpulkan dan mengolah informasi yang dihadapi klien dan rencana
intervensi yang dibuat berdasarkan hasil assesment mengenai apa-apa yang
dibutuhkan oleh klien, 3) intervensi yang terdiri dari intervensi Sakti Peksos
melakukan aksi dari rencana yang telah dibuat pada klien, Rencana Tindak
Lanjut (RTL) Sakti Peksos melakukan rujukan kemnali jika dirasa klien tersebut
masih membutuhkan rujukan, evaluasi dan monitoring, dan 4) terminasi Sakti
Peksos mengakhiri dan memutuskan layanan kontrak pada klien. Kedua, faktor

83

pendukung dan penghambat Sakti Peksos dalam melakukan pendampingan
kepada korban kekerasan pada anak di Dinas Sosial Kota Kendari. Faktor
pendukung terdiri atas tiga, yakni: a) sisi keilmuan/latar belakang ilmu Sakti
Peksos yang mendukung. Latar belakang pendidikan Sakti Peksos adalah D4
Pekerjaan Sosial, sehingga ilmu-ilmu yang didapatkan dibangku kuliah sangat
mendukung profe sinya sebagai Sakti Peksos b) jaringan kerjasama yang banyak
yaitu bekerja sama dengan instansi pemerintah dan juga lembaga masyarakat
sehinga memudahkan untuk kelancaraan proses pendampingan, c) kepercayaan
dari pihak lain. Sedangkan faktor penghambat Sakti Peksos dalam melakukan
pendampingan kepada korban kekerasan pada anak terdiri atas tigas, yakni: a)
kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM), b) waktu pelaksanaan pendampingan
terkadang terkadang tidak sesuai dengan yang direncanakan, c) dinas sosial
belum mempunyai shelter untuk anak yang menjadi korban kekerasan sehingga
harus mencarikan tempat rujukan. Ketiga, hasil dari pendampingan metode
social casewrok yang dilakukan Sakti Peksos dapat mengembalikan keberfungsian
sosial korban kekerasan pada anak di Kota Kendari dapat dilihat dari, 1) anak
yang menjadi korban kekerasan mampu melaksanakan tugas, peran dan
fungsinya, 2) anak yang menjadi korban kekerasan bersikap efeksi terhadap diri,
orang lain, dan lingkungannya, 3) anak yang menjadi korban kekerasan dapat
menekuni hobinya, 4) anak yang menjadi korban kekerasan memperjuangkan
tujuan/harapan/cita-cita di hidupnya.

Daftar Pustaka
Achlis. 2011. Praktek Pekerjaan Sosial I, (Bandung: Kopma, STKS)
Bagong Suyanto, Masalah Sosial Anak, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2010), 28
Fahrudin, Adi. 2014. Pengantar Kesejahteraan Sosial. Bandung: PT. Refika Aditama
Hariyanto M, 2022. https://sultra.antaranwes.com diakses pada 20 Desember
2022 pukul 13.10 WITA
Kemen PPPA, 2022. https://www.republika.id/posts/36917/kemenppa-kasus-
kekerasan-terhadap-anak-
melonjak#:~:text=Berdasarkan%20data%20yang%20ia%20paparkan,202

84

2%20yang%20mencapai%2016.106%20kasus. Diakases pada 20
Desember 2022 pukul 13.00 WITA
Moleong, Lexy J. 2015. Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung:Remaja
Rosdakarya
Putra, V. (2022). TINJAUAN KRIMINOLOGIS TERHADAP KEJAHATAN
KEKERASAN TERHADAP ANAK PADA MASA COVID -19 (Studi Kasus
di Kota Kendari Tahun 2020-2021) (Doctoral dissertation, universitas
hasanuddun).
Putri Priscika Deby, 2015. Perbandingan Karakteristik Kekerasan Yang Terjadi
Pada Terhadap Anak Sekolah Pada Sekolah Menengah Atas dan Sekolah
Menengahh Kejuruan di Kota Tegal. (Doctoral dissertation, Faculty of
Medicine)
Rokhmah, M. S. (2012). Pelaksanaan Pendampingan Bagi Anak Korban
Kekerasan di Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY). Jurnal FIP, 1-13.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta
Taufiqurokhman, T., Trustisari, H., & Harisetyo, D. (2021). Pekerjaan Sosial di
Indonesia: Suatu Pengantar Umum.
Tuwu, Darmin. (2018). Konflik, Kekerasan, dan Perdamaian. Kendari: Literasi
Institute.
Tuwu D, Sarina W, B. 2020. Pendampingan Psikososial Pekerja Sosial Anak
Korban Kekerasan Seksual Di Kota Kendari. 5(4), 426–439
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pasal 28 B