PROCEEDING
Konvensi Nasional XXI
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
Bandung, 27-29 April 2019

68

Konseling Kesehatan Mental untuk
Mengatasi Perilaku Negatif pada Remaja

Sestuningsih Margi Rahayu
[email protected]
Universitas Mulawarman

Masnurrima Heriansyah
[email protected]
Universitas Mulawarman


ABSTRACT
Perilaku negatif pada remaja seperti mengkonsumsi alkohol, kecanduan narkoba, merokok dan
penyimpangan seksual mengalami peningkatan setiap tahunnya. Perilaku negatif yang muncul
akan berimplikasi pada terhambatnya penyesesuaian diri remaja terhadap lingkungannya. Oleh
sebab itu diperlukan intervensi yang tepat untuk mengatasi gangguan perilaku negatif tersebut.
Intervensi yang di terapkan dalam mengatasi perilaku negatif remaja adalah konseling
kesehatan mental. Konseling kesehatan mental meliputi pembahasan konseling kesehatan
mental, perilaku negatif dan strategi penanganan perilaku negatif melalui konseling kesehatan
mental.
Kata kunci: konseling kesehatan mental, perilaku negative
Published by Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia, 27-29 April 2019
PENDAHULUAN
Remaja sebagai individu yang sedang
berkembang, memiliki rasa ingin tahu yang
begitu besar dan keinginan untuk mencoba hal
baru. Keinginan yang begitu besar
mengakibatkan perilaku-perilaku baru baik
secara positif maupun negatif. Perilaku yang
positif akan memberikan dampak yang baik
terhadap perkembangan diri remaja dan
pengembangan diri. Sebaliknya apabila
mengikuti perilaku yang negatif akan berdampak
kepada pengembangan diri remaja.
Pemahaman dan pencegahan terhadap
perilaku-perilaku yang negatif perlu dilakukan
secara komprehensif dan mendalam sehingga
perilaku negatif tidak mengampiri remaja.
Kondisi remaja yang masih begitu mudah
berubah sangat rentan dengan perilaku negatif.
Penguatan dari dalam diri dan lingkungan
menjadi faktor utama dalam mencegah dampak
negatif.
Penguatan dari dalam diri melalui
pembentukan sikap terhadap perilaku negatif
akan memberikan kekuatan untuk menolak
segala hal yang merugikan remaja. Perilaku-
perilaku negatif di era sekarang sangat dekat
dengan remaja seperti merokok, mengkonsumsi
alkohol, mengisap lem, kecanduan narkoba dan
melakukan hubungan seksual di luar nikah.
Perilaku negatif tersebut perlu di hindarkan dari
diri remaja sehingga remaja dapat
mengembangkan diri secara postif dan
menghidarkan diri dari tindakan yang merusak
dan menghancurkan masa depan mereka.
Survei Kesehatan Reproduksi Remaja
Indonesia (SKRRI) tahun 2012 ditemukan
bahwa persentase remaja yang mengetahui ada
orang yang melakukan praktik aborsi cenderung

PROCEEDING
Konvensi Nasional XXI
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
Bandung, 27-29 April 2019

69

meningkatkan. Data SKKRI pada tahun 2012
terjadi peningkatan remaja yang mengonsumsi
minuman beralkohol. Survei dari Pusat
Penelitian Kesehatan Universitas Indonesia
bersama Badan Narkoba Nasional (PPKUI-
BNN) pada tahun 2016 menemukan adanya
kecenderungan angka penyalahgunaan narkoba
seiring dengan semakin tingginya tingkat
pendidikan. Menurut Ditjen PP & PL
Kementerian Kesehatan RI pada tahun 2016,
Perkembangan kasus HIV/AIDS di Indonesia
masih menjadi persoalan dan menunjukkan
peningkatan dari tahun ke tahun.
Hasil suvei yang dilakukan Direktorat
Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan
di ketahui sebanyak 24% pelajar SMP dan SMA
di Samarinda merokok dan pernah mencoba
rokok, survei ini dilakukan pada delapan sekolah
tingkat SMP dan SMA dengan melibatkan 230
pelajar (Republika.co.id, Akses 01 April 2019).
Berdasarkan data di atas menunjukan bahwa usia
remaja rentan sekali mengalami perilaku negatif.
Menurut Erikson (dalam Yusuf, 2007)
menyatakan masa remaja merupakan tahapan
penting dalam siklus kehidupan. Remaja sebagai
agen perubahan memiliki keinginan yang begitu
besar terhadap sesuatu yang baru, oleh sebab itu
besar sekali kemungkinan melalukan tindakan
yang negatif. Permasalahan perilaku negatif
yang sudah di alami perlu segera di atasi dan
permasalahan yang belum terjadi perlu segara
dilakukan pencegahan. Oleh sebab itu strategi
yang digunakan dalam mencegah dan mengatasi
masalah perilaku negatif adalah melalui
konseling. Konseling menurut Walgito (2005)
adalah bantuan yang diberikan kepada individu
dalam memecahkan masalah kehidupannya
dengan wawancara, dengan cara-cara yang
sesuai dengan keadaan individu yang dihadapi
untuk mencapai kesejahteraan hidupnya.
Konseling yang digunakan dalam
menyelesaikan masalah perilaku negatif melalui
konseling kesehatan mental. Konseling
kesehatan mental bertujuan untuk pencegahan
dan peningkatan kesehataan mental dan
perawatan disfungsi (Gladding, 2012).
Kesehatan mental berkaitan dengan kemampuan
individu dalam memikirkan, merasakan,
menjalankan kehidupan sehari-hari, memandang
diri sendiri dan orang lain, mengevaluasi
berbagai alternatif dalam mengambil keputusan
(Yusuf, 2005). Perilaku negatif berhubungan
erat dengan pemahaman terhadap diri sendiri dan
mengambil keputusan oleh sebab itu konseling
kesehatan mental di gunakan sebagai strategi
dalam mengatasi perilaku negatif pada remaja.

PEMBAHASAN
Konseling Kesehatan Mental
Konseling menurut American School
Counselor Association (2005) adalah proses
bantuan khusus yang dilaksanakan oleh seorang
professional terlatih dan bersertifikat yang
melibatkan teknik dan strategi untuk membantu
siswa memeriksa masalah akademik, karir dan
pribadi/sosial yang menghambat perkembangan
yang sehat atau kemajuan kademik. Mcleod
(2010) mengatakan konseling adalah kegiatan
yang terjadi ketika seseorang bermasalah
mengundang dan memungkinkan orang lain
untuk masuk ke dalam jenis hubungan tertentu
dengan mereka. American Counseling
Association (dalam Gladding, 2012) konseling
professional adalah aplikasi kesehatan mental,
prinsip-pronsip psikologis atau perkembangan
manusia melalui intervensi kognitif, afektif,
perilaku atau sistemik, strategi kesehatan untuk
menangani kesejahteraan, pertumbuhan pribadi,
atau perkembangan karier serta kelainan.
Pieper dan Uden (2006) menjelaskan
bahwa kesehatan mental adalah suatu keadaan
dimana seseorang tidak mengalami perasaan
bersalah terhadap dirinya sendiri, memiliki
estimasi yang relistis terhadap dirinya sendiri
dan dapat menerima kekurangan atau
kelemahannya, kemampuan menghadapi
masalah-masalah dalam hidupnya, memiliki
kepuasan dalam kehidupan sosialnya, serta
memiliki kebahagiaan dalam hidupnya.
Notosoedirjo dan Latipun (2005) mengatakan
bahwa terdapat banyak cara dalam
mendefenisikan kesehatan mental (mental
hygene) yaitu: 1) karena tidak mengalami
gangguan mental, 2) tidak jatuh sakit akibat
stessor, 3) sesuai dengan kapasitasnya dan
selaras dengan lingkungannya, dan 4) tumbuh
dan berkembang secara positif.

PROCEEDING
Konvensi Nasional XXI
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
Bandung, 27-29 April 2019

70

Darajat (dalam Bastaman, 2001)
mengatakan kesehatan mental adalah
terwujudnya keserasian yang sungguh-sungguh
antara fungsi-fungsi kejiwaan dan terciptanya
penyesuaian diri antara manusia dengan dirinya
sendiri dan lingkungannya, berlandaskan
keimanan dan ketaqwaan, serta bertujuan untuk
mencapai hidup yang bermakna dan bahagia di
dunia dan di akhirat.
Oleh sebab itu konseling kesehatan
mental adalah proses pemberian bantuan oleh
seorang ahli kepada individu yang mengalami
kondisi gangguan kesehatan mental, penyesuain
diri, dan gangguan tumbuh kembang yang
negatif.

Perilaku Negatif
Allport (dalam Djali, 2013)
mengatakan bahwa sikap itu tidak muncul
seketika atau di bawa lahir, tetapi di susun dan di
bentuk melalui pengalaman serta memberikan
pengaruh langsung kepada respon seseorang.
Oktaviana (2015) mengatakan perilaku adalah
segenap manifestasi hayati individu dalam
berinteraksi dengan lingkungan, mulai dari
perilaku yang paling nampak sampai yang tidak
tampak, dari yang dirasakan sampai paling yang
tidak dirasakan. Wawan dan Dewi (2011)
menjelaskan Perilaku merupakan suatu tindakan
yang dapat diamati dan mempunyai frekuensi
spesifik, durasi dan tujuan baik disadari maupun
tidak. Notoatmodjo (2011) dilihat dari bentuk
respon terhadap stimulus, maka perilaku dapat
dibedakan menjadi dua yaitu 1) Bentuk pasif
atau perilaku tertutup, 2) Perilaku terbuka.
Sunaryo (dalam Hariyanti, 2015) faktor yang
mempengaruhi perilaku meliputi 1) Faktor
genetik atau faktor endogen 2) Faktor eksogen
atau faktor dari luar individu.
Oleh sebab itu perilaku negatif adalah
sikap atau kemampuan individu dalam
memberikan respon terhadap hal-hal yang
menyimpang atau tidak sesuai dengan aturan dan
norma yang berakibat terhadap penuruan diri.

Strategi Konseling Kesehatan Mental
Strategi dalam pelaksanaan konseling
kesehatan mental mengikuti langkah-langkah
konseling yang berfokus pada kesehatan mental
individu. Prayitno dan Amti (2007) menjelaskan
proses konseling terdiri dari tiga tahapan yaitu:
Tahap Awal, membangun hubungan konseling
yang melibatkan klien (rapport), memperjelas
dan mendefinisikan masalah. Jika hubungan
konseling sudah terjalin dengan baik dan klien
telah melibatkan diri, maka konselor harus dapat
membantu memperjelas masalah klien, membuat
penaksiran dan penjajagan. Konselor berusaha
menjajagi atau menaksir kemungkinan masalah
dan merancang bantuan yang mungkin di
lakukan, menegosiasikan kontrak, membangun
perjanjian antara konselor dengan klien.
Kontrak waktu, yaitu berapa lawa
waktu pertemuan yang diinginkan oleh klien dan
konselor tidak keberatan, kontrak tugas, yaitu
berbagi tugas antara konselor dan klien, kontrak
kerjasama dalam proses konseling, yaitu
terbinanya peran dan tanggung jawab bersama
antara konselor dan konseling dalam seluruh
rangkaian kegiatan konseling.
Tahap Inti (kerja), menjelajahi dan
mengeksplosi masalah klien lebih dalam.
Penjelajahan masalah dimaksudkan agar klien
mempunyai perspektif dan alternatif baru
terhadap masalah yang di hadapinya, konselor
melakukan reasessment, bersama-sama
meninjau masalah bersama klien, menjaga agar
hubungan konseling tetap terpelihara.
Tahap Akhir (tahap tindakan), konselor
bersama klien membuat kesimpulan mengenai
hasil proses konseling, menyusun rencana
tindakan yang akan di lakukan berdasarkan
kesepakatan yang telah terbangun dari proses
konseling sebelumnya, mengevaluasi jalannya
proses dan hasil konseling (penilaian segera),
membuat perjanjian untuk pertemuan
berikutnya.
Pada tahap akhir di tandai dengan
beberapa hal yaitu: perubahan klien kearah
positif, sehat dan dinamis, pemahaman baru dari
klien tentang masalah yang dihadapinya, adanya
rencana hidup masa yang akan datang dengan
program yang jelas.
Keterampilan Dasar Konseling
Dalam melaksanakan konseling
diperlukan ketermapilan konseling. Menurut
Geldard dan Geldard (2011) keterampilan

PROCEEDING
Konvensi Nasional XXI
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
Bandung, 27-29 April 2019

71

konseling adalah 1) Melibatkan diri dan
mendengarkan. merlibatkan diri adalah proses
yang berkelanjutan. Fungsi utama konselor
adalah berniat dan bersungguh-sungguh
mendengarkan dengan sikap menunjukan
ketertarikan meliputi penggunaan respon
minimal, permintaan singkat untuk melanjutkan
pembicaraan, perilaku non-verbal, suara dan
sikap diam. 2) Memparafrasakan isi. Parafrasa
adalah cara mereflaksikan kembali pada klien
yang penting tetapi secara lebih jelas dan
menggunakan kata-kata konselor sendiri.
Parafrase seiring dengan penggunaan
respon-respon minimal membantu klien berjalan
mengikuti aliran pemikiran dan melanjutkan
pembicara. 3) Refleksi perasaan. Perasaan
adalah emosi, bukan pikiran. Perasaan dialami
misalnya sedih, senang, kesepian dan lain-lain.
4) Parafrasa isi dan refleksi perasaan, Refleksi isi
dan perasaan digabungkan dalam satu kalimat
pernyataan. 5) Penggunaan pertanyaan-
pertanyaan. Pertanyaan tertutup, menuntut pada
jawaban spesifik, membatasi klien dalam
memberikan respon, membantu klien untuk lebih
detail, berguna untuk menarik informasi-
informasi tertentu. Pertanyaan terbuka
mendorong klien untuk menyampaikan
informasi-informasi baru, berbicara bebas dan
terbuka dalam menyampaikan hal-hal penting. 6)
Membuat rangkuman yang berfungsi untuk
menarik poin-poin penting, melihat keterkaitan
antara poin-poin tersebut, menyajikan pada klien
dengan jelas dan tepat. 7) Menciptakan akhir
yang menyenangkan.


PENUTUP
Konseling kesehatan mental adalah
sebuah spesialis dan khusus yang memiliki
keunikan dalam pelaksanaannya. Fokus
konseling kesehatan mental adalah pada
gangguan kesehatan mental individu seperti
perilaku negatif atau bermasalah. Strategi
pelaksanaan menggunakan proses konseling
yang terdiri tahap awal, tahap inti, tahap akhir.


DAFTAR PUSTAKA
American School Counselor Association.
(2005). The ASCA National
Model: A Frame Work for School
Counseling program. Second
Edition. Alexandria, VA: Author.
Bastaman. H. D. (2001). Integrasi
Psikologi dengan Islam.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ditjen PP & PL Kementerian Kesehatan
RI. (2016). Kasus HIV & AIDS.
Jakarta.
Djali. (2013), Psikologi Pendidikan.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Geldard, K dan Geldard, D. (2011).
Keterampilan Praktik Konseling
Pendekatan Integratif.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Gladding, S.T. (2012). Konseling Profesi
yang Menyeluruh. Jakarta: Indeks.
Hariyanti. (2015). Kepemimpinan
Transformasional: Pola Kekuasaan
dan Perilaku. STIE-AUB Surakarta.
http://download.portalgaruda.org.
di unduh 01 April 2019.
Mcleod, J. (2010). Pengantar Konseling
Teori dan Studi Kasus. Jakarta:
Kencana.
Notoatmodjo, S. (2011). Promosi Kesehatan
dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:
PT Rineka Cipta.
Notosoedirjo, M. & Latipun (2005)
Kesehatan Mental: Konsep dan
Penerapan. Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang.
Oktaviani, Y (2015) Pengaruh Pola Asuh
Single Parent Terhadap Perilaku
Seks Pranikah Remaja
Universitas Pendidikan
Indonesia. Bandung: UPI.

PROCEEDING
Konvensi Nasional XXI
Asosiasi Bimbingan dan Konseling Indonesia
Bandung, 27-29 April 2019

72

Pieper, J. & Uden, M. V. (2006) Religion
in Coping and Mental Health
Care. New York: Yord University
Press, Inc.
Prayitno dan Amti, E. (2007). Dasar-
dasar Bimbingan dan Konseling
Edisi Revisi. Jakarta: Rineka
Cipta.
Republika.co.id.
http://www.republika.co.id/berita
/nasional/umum/13/12/20/my3hw
0-survei-24-persen-pelajar-di-
samarinda-merokok (di akses 01
April 2019).
Ringkasan Eksekutif Hasil Survei BNN-
PPK UI. (2016). Penyalahgunaan
Narkoba. Jakarta.
Survei Kesehatan Reproduksi Remaja
Indonesia (SKRRI). (2012).
Kesehatan Reproduksi Remaja.
Jakarta.
Walgito, B. (2005). Bimbingan dan
Konseling (Studi & Karir).
Yogyakarta: Andi Offset.
Wawan, A & Dewi, M. (2011). Teori dan
Pengukuran Pengetahuan, Sikap,
dan Perilaku Manusia .
Yogyakarta: Medika.
Yusuf, S. (2005). Mental Hygiene Terapi
Psikospiritual untuk Hidup Sehat
Berkualitas. Bandung: Maestro.
Yusuf, S. (2007). Psikologi Perkembangan
Anak & Remaja. Bandung:
Rosdaka
.