STRATEGI DAKWAH PADA MASA DINASTI ABBASIYAH
(Pendekatan Komunikasi Politik, Sosial Budaya, Ekonomi Dan Ilmu
Pengetahuan)

Oleh: Mohd. Rafiq
[email protected]
UIN Syahada Padangsidimpuan

Abstract
The Abbasid dynasty has succeeded in placing the Islamic world at the
peak of world civilization. The peak of the glory of Islamic civilization (The
Golden Age) at that time could not be achieved without the role of very
comprehensive da'wah activities carried out both top-down and bottom-up so that
it touched various aspects of human life. The synergy between the rulers and
Muslims in the Abbasid Daula was able to give birth to many multidisciplinary
sciences, not only in the Islamic field, but also gave birth to a variety of new
sciences, such as medicine, philosophy, chemistry, economics and other sciences.
The caliph as the holder of the highest authority directly acts as a preacher and
supports da'wah activities in scientific development, this is evidenced by the
construction of many supporting facilities and infrastructure such as mosques,
madrasas, libraries and hospitals. Then the economic field of Muslims also has a
very good record, such as in the Abbasid trade sector at that time it was a center
of world trade, as well as the agricultural sector, the Abbasid community was
famous for being prosperous, and had a very good life order
Keywords: Da'wah, Abbasid, Political Communication, Socio-Cultural, Economy

Abstrak
Dinasti Abbasiyah telah berhasil menempatkan dunia Islam pada puncak
peradaban dunia. Puncak kejayaan peradaban Islam (The golden Age) pada saat
itu dapat di capai tidak terlepas dari peran aktivitas dakwah yang sangat
komprehensif dilakukan baik secara top-down maupun bottom-up sehingga
menyentuh berbagai sisi kehidupan umat manusia. Sinergisitas antara penguasa
dan umat Islam pada Daulah Abbasiyah mampu melahirkan banyak ilmu
multidisiplin, bukan saja bidang keislaman, tetapi juga melahirkan beragam ilmu
pengetahuan yang baru, seperti ilmu kedokteran, ilmu filsafat, ilmu kimia, ilmu
ekonomi dan ilmu-ilmu lainnya. Khalifah sebagai pemegang kekuasaan tertinggi
langsung sebagai pendakwah serta mendukung aktivitas dakwah dalam
pengembangan keilmuan, ini terbukti dengan banyak dibangunnya sarana dan
prasarana penunjang seperti Masjid, madrasah, perputakaan dan juga rumah sakit.
Kemudian bidang ekonomi umat Islam juga memiliki catatan sangat baik, seperti
dalam bidang perdagangan Abbasiyah pada masanya pernah menjadi pusat
perdagangan dunia, begitu pula dengan sektor pertanian, masyarakat Abbasiyah
terkenal makmur, dan memiliki tatanan kehidupan yang sangat baik.
Kata Kunci: Dakwah, Abbasiyah, Komunikasi Politik, Sosial Budaya, Ekonomi

Strategi Dakwah pada Masa... (Mohd. Rafiq) 146


A. Pendahuluan
Bani Abbasiyah adalah daulah Islam yang mana kala namanya pernah
melambung baik di belahan dunia Barat maupun di Timur yang di kenal dengan
sebutan “The Golden Age”.
1
Daulah Abbasiyah berbeda dengan dinasti
sebelumnya (Umayyah). Bila pada masa Umayyah lebih mengarah pada upaya
ekspansi daerah kakuasaan Islam, sedangkan masa Abbasiyah lebih mengarah
kepada pembentukan dan perkembangan kebudayaan maupun peradaban Islam.
2

Sejarawan menilai bahwa dinasti Abbasiyah dalam perkembangannya telah
memberikan kesempatan terhadap pengembangan dakwah, terutama di paruh
pertama dari sejarahnya. Dinasti Abbasiyah telah merubah pandangan dunia, dari
mundur menjadi maju, dari gelap menjadi terang.
Salah satu sejarawan Jarji Zaidan
3
menjelaskan bahwa dinasti Abbasiyah
merupakan zaman keemasan Islam yang telah mendukung dakwah selama lebih
dari lima abad, dikarenakan dinasti ini telah mencapai puncak kegemilangannya
dalam hal kekayaan, kemajuan dan kekuasaan.
4
Puncak kegemilangan dinasti ini
diperoleh melalui empat periode. Empat periode yang dimaksudkan adalah: 1.
Abbasiyah I (132-232 H/750-847 M), yaitu semenjak lahirnya Daulah Abbasiyah
sampai dengan meninggalnya khalifah al-Wasiq atau awalnya khalifah
Mutawakkal. 2. Masa Abbasiyah II (232-334 H/847-946 M), mulai khalifah
Mutawakkal sampai dengan berkuasanya Daulah Buwaihiyah di Baghdad. 3.
Abbasiyah III (334-447 H/946-1055 M), sejak berkuasanya Daulah Buwaihiyah
sampai masuknya Saljuk ke Baghdad. 4. Masa Abbasiyah IV (447-656 H/1055-
1268 M), sejak masuknya orang-orang Saljuk sampai jatuhnya ketangan bangsa
Tartar di bawah pimpinan Hulako.
5
Tiap-tiap periode perkembangan kemajuan
gerakan dakwah Islamiyah juga berubah sesuai dengan perubahan politik dan
sosial dalam masyarakat Islam. Tulisan ini dimaksudkan untuk melihat
perkembangan strategi dakwah Islamiyah pada masa dinasti Abbasiyah melalui

1
Fuad Riyadi, Perpustakaan Baitul Hikmah, “The Golden Age of Islam, (Jurnal
Perpustakaan LIBRARIA: Vol. 2. No. 1, Januari – Juni 2014), h. 95.
2
Harun Nasution, dkk. Ensiklopedi Islam Indonesia. (Jakarta: Djambatan, 1985), h. 85.
3
Jarji Zaidan, Tarikhu Adabil Lughah al-arabiyah. Jilid II. (Kairo: Darul Hilal). 98
4

5
A. Hasyimi. Sejarah Kebudayaan Islam. (Jakarta: Bulan Bintang, 1987), h. 213

147 HIKMAH, Vol. 16 No. 1 Juni 2022, 147-164


beberapa pendekatan, seperti sosiologi, antropologi, politik, ekonomi dan ilmu
pengetahuan.
B. Metode Penelitian
Penelitian disusun penulis dengan melakukan suatu pendekatan yang
sesuai dengan studi keislamam. Pendekatan yang penulis gunakan adalah
pendekatan historis atau pendekatan sejarah, hal ini sangat relevan dengan judul
penelitian. Pendekatan historis atau pendekatan sejarah merupakan salah satu
pendekatan yang dapat digunakan dalam melakukan penelitian tentang objek
sejarah, agar mampu mengungkapkan banyak dimensi dari peristiwa tersebut.
Mengenai pengumpulan data penulis melakukannya dalam bentuk library
research, yakni mengumpulkan beberapa literatur yang berkaitan dengan
masalah-masalah yang akan dibahas baik buku, penelitian, jurnal, maupun tulisan
lain yang relevan untuk kan dijadikan bahan acuan dalam penulisan ini. Penulis
membaca beberapa buku yang berhubungan dengan objek kajian, tentu saja yang
ada hubungan dengan pembahasan.
C. Pembahasan
1. Sekilas Mengenai Daulah Abbasiyah
Didalam perguliran sejarah peradaban Islam, Daulah Abbasiyah yang
muncul pada tahun 132 H/749 M hingga 656 H/1258 M, tercatat sebagai daulah
pelanjut kekuasaan sebelumnya. Nama dinasti ini diambil dari nenek moyangnya
al-Abbas bin „Abdul Mutalib bin Hasyim, paman Rasulullah
6
. Dinasti Abbasiyah
didirikan secara progresif dengan menjatuhkan kekuasaan daulah Umayyah
7
. Ada
beberapa penyebab pembentukan daulah abbasiyah ini menjadi berhasil, yaitu
munculnya kekecewaan masyarakat dan kemauan mereka untuk memiliki
pemimpin yang kharismatik, perpecahan persatuan suku-suku di bangsa Arab, dan
kekecewaan kelompok Mawali meningkat terhadap daulah Umayyah. Mawalli
adalah bentuk jamak dari maula, yaitu suku-suku padang pasir atau disebut juga

6
Harun Nasution, dkk., Op-Cit., h. 3.
7
Mahlil, Kaitan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Aspek-Aspek Dakwah Masa
Dinasti Abbasiyah dalam Konteks Kekinian, (Jurnal Adabiya: Volume 2. Nomor 1. Februari
2021), h. 137

Strategi Dakwah pada Masa... (Mohd. Rafiq) 148


orang-orang nonArab yang setelah beberapa lama melampaui beberapa ujian
kemudian bergabung dengan salah satu suku yang bukan miliknya, mempu
nyai hak serta kewajiban yang sama dengan anggota lainnya. Dalam
sejarah Islam, kata Mawalli dipergunakan sebagai penggolongan warga kelas dua
karena mereka bukan keturunan Arab.
8

Dalam urusan kehidupan sosial dan pemerintahan kelompok Mawali
terasingkan, bahkan selalu menunjukkan sikap permusuhan dari pihak penguasa
bangsa Arab terhadap kelompok nmawali. Di kufah Sounders mencatatkan, bahwa
di antara orang Mawali dan orang Arab memiliki masing-masing masjid sendiri
dan sangat menghindari perwakilan di antara mereka dan bagi mereka juga
dikenakan pajak yang berat.
9

Selama pemerintahan Daulah ini terjadi perubahan yang pesat dalam pola
pemerintahan, baik dari aspek politik, sosial maupun budaya yang mengantarkan
ilmu pengetahuan dan peradaban Islam ke pintu gerbang kemajuan dan kejayaan
yang menakjubkan. Perubahan yang terjadi pada masa Daulah Abbasiyah tidak
terlepas dari peran dan partisipasi kelompok Mawali, khususnya Parsia-Irak.
Mereka berperan dan menduduki posisi strategis dan penting didalam
pemerintahan, seperti dalam peradilan, administrasi dan perekonomian yang
menggantikan kedudukan bangsawan Arab, meskipun pucuk pimpinan di tangan
keterunan bangsa Arab Hasyimiah.
10

Khalifah adalah kekuasaan Tuhan di bumi. Artinya, khalifah merupakan
mandat bukan dari manusia melainkan dari Tuhan, dan juga bukan hanya sebagai
pelanjut Nabi seperti pada waktu al-Khulafa al-Rasyidin. Selain itu khalifah
dalam Dinasti Abbasiyah memakai “gelar tahta”, seperti al-Mansur gelar tahta
“Abu Ja‟far”, dan gelar tahta itu lebih populer dari pada nama yang sebenarnya.
11

Khalifah pertama Dinasti Abbasiyah dinobatkan pada Abul Abbas as-Saffah oleh
para pengikutnya di mesjid Kufah di tahun 133 H/750 M. As-Saffah artinya si

8
A. Lijdito, Susunan Masyarakat Islam. (Jakarta: Pustaka Firdaus, 1986), h. 61-64.
9
K. Ali, Sejarah Islam Dari Awal Hingga Runtuhnya Dinasti Usmani (Tarikh
Pramodern). (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2000), h. 231
10
Ibid., h. 235
11
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam. (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2000). h. 52

149 HIKMAH, Vol. 16 No. 1 Juni 2022, 147-164


“haus darah”, gelar ini diberikan karena pembantaian yang dilakukannya terhadap
keturunan Bani Umayyah (Mahmuddunnasir, tt.:187). Kebijakan pertama yang
dilakukannya ialah membersihkan seluruh keturunan Bani Umayyah. Suatu hari ia
mengundang puluhan orang dari Bani Umayyah dalam sebuah pertemuan
kamudian membunuhnya. Keturunan Umayyah yang melarikan diri selalu diburu
dan dibunuh, dalam usaha ini ia menggunakan usaha yang sangat luarbiasa
liciknnya.
12

Menurut catatan sejarah, Abul Abbas wafat pada tahun 137 H dikarenakan
penyakit kulit, dan sebelumnya ia telah mewariskan kekhalifahan kepada adiknya
Abu Ja‟far al-Mansur (137-159 H). Diwaktu pemerintahan al-Mansur, ia mampu
mengkonsolidasikan Dinasti Abbasiyah dengan kokoh walaupun ia tidak pernah
mengurangi tindakan represif apabila kepentingan dinasti terancam.
Al-Mansur memerintah selama hampir 22 tahun.
13
Dia adalah pendiri
sebenarnya Dinasti Abbasiyah, meskipun as-Saffah merupakan khalifah pertama
dinasti ini. Karakternya merupakan campuran dari beberapa sifat yang
berlawanan. Terhadap musuh dia sangat kejam, terhadap sahabat dia bersikap
dermawan. Dia tidak pernah mengecualikan siapa saja yang dianggap berbahaya
bagi tahta kerajaannya
14

Dalam menghancurkan lawan, al-Mansur tidak segan-segan membunuh
sekutu yang membawa keluarganya pada kekuasaan. Misalnya, Abu Muslim
karena dianggap akan menjadi saingan yang berbahaya di Khurasan, diundang
datang ke Baghdad, kemudian diadili dan dijatuhi hukuman mati. Dalam usaha
mempertahankan kekuasaan Bani Abbas, al-Mansur memakai kekerasan (teknik
komunikasi coercive).
15

Al-Mansur dalam menjalankan pemerintahannya mengadakan tradisi baru
dengan mengangkat wazir yang membawahi kepala-kepala departemen. Untuk
memegang jabatan wazir itu ia pilih Khalid Ibn Barmak, seorang yang berasal dari

12
K. Ali, Op. Cit., h. 235.
13
Nunzairina, Dinasti Abbasiyah, Kemajuan PesadabanIslam, Pendidikan dan
Kebangkitan Intelektual, (JUSPI (Jurnal Sejarah Peradan Islam: Volume 3, Nomor 2, 2020), h.
94.
14
Ibid., h. 253.
15
Harun Nasution, dkk. Op.Cit., h. 67.

Strategi Dakwah pada Masa... (Mohd. Rafiq) 150


Balkh (Bactral) di Persia. Beberapa tahun terakhir dari masa pemerintahannya,
usaha yang keras yang ia lakukan demi negara yang baru itu, berakibat buruk bagi
kesehatannya. Sebelum tiba ajalnya, ia memanggil anaknya al-Mahdi dan
memberi perintah yang perlu untuk menjalankan pemerintahan kerajaan yang
akan datang. Setelah itu ia meninggalkan Baghdad menuju Mekkah untuk
menghabiskan hari terakhirnya di tanah suci, akan tetapi dia meninggal dalam
perjalanan pada suatu tempat bernama Biir-Maimun pada usianya 63 tahun.
16

Bila pucuk pemerintahan Abbasiyah ditempatkan dan ditingkatkan oleh
Abu Ja‟far al-Mansur dan Abu al-Abbas , maka punca keemasan dinasti abbasiyah
berada pada tujuh khalifah setelahnya, yaitu al-Hadi (785-786M), al-Mahdi (775-
785M), Harun al-Rasyid (786-809M), al-Muhammad‟tashim (833-842M), al-
Ma‟mun (813-833M), al-Mutawakkil (847-861M), dan al-Wasiq (842-847M). Di
zaman khalifah Harun al-Rasyid dan keturunannya yaitu al-Ma‟mun, daulah
abbasiyah menduduki puncak popularitasnya. Harun ar-Rasyid banyak
memanfaatkan kekayaan untuk keperluan sosial, rumah sakit, lembaga pendidikan
dokter dan farmasi didirikan. Pada masanya sudah terdapat paling tidak sekitar
800 orang dokter. Di samping itu dibangun pemandian-pemandian umum. Harun
al-Rasyid dikaruniai keberanian dan kemampuan luar biasa sehingga dia mampu
memimpin kerajaan yang luas selama 23 tahun. Ia wafat pada tahun 252 H/866 M.
Masa kegemilangan Dinasti Abbasiyah juga dicapai pada masa
pemerintahan al-Ma‟mun sebagai pengganti Harun al-Rasyid.
17
Pada waktu
pemerintahannya, ia banyak mendirikan pusat pembelajaran, ia juga menggaji
penterjemah-peterjemah dari orang-orang non Islam yang ahli untuk
menerjemahkan buku-buku yunani. Baghdad menjadi pusat ilmu pengetahuan dan
kebudayaan pada masa al-Ma‟mun ini.
Perlu dicatat bahwa dalam perkembangan Bani Abbasiyah tidak
selamanya memiliki kemajuan yang pesat. Sekitar tahun 1000 M, Dinasti ini
hanya berkuasa di Baghdad, sementara di daerah lainnya muncul dinasti-dinasti

16
Joesoef Sou‟yb, Sejarah Daulah Abbasiyah I. (Jakarta: Bulan Bintang, 1977), h. 77
17
Muhammad Ara, Masyhuri Rifai dan Moh. Abd. Aziz, Peradaban Dinasti Abbasiyah
(perkembangan Ilmu Pengetahuan), (Jurnal Ushuluddin Adab dan Dakwah: Volume 2. Nomor 1
Desember 2019), h. 57.

151 HIKMAH, Vol. 16 No. 1 Juni 2022, 147-164


baru. Dinasti-dinasti baru yang muncul adalah Fatimiyah di Mesir; Palestina; dan Syria
Selatan; Hamdaniyah di Syria Utara; dan beberapa bagian Irak; Buwaihiyah di Irak dan
Iran; Samaniyah di Iran Timur dan Afghanistan Barat; serta Ghazanafiyah di Afghanistan
(Thaba, 1996:109). Setidaknya ada tiga faktor yang menyebabkan runtuhnya dinasti
ini. Pertama, luasnya wilayah yang harus dikelola yang menyebabkan
pemerintahan sulit mengendalikan wilayah-wilayah kekuasaanya. Kedua,
meningkatnya ketergantungan terhadap tentara bayaran, karena sulitnya
membentuk tentara milisi dari kalangan warga kota, penguasa terpaksa membayar
tentara-tentara sewaan. Jelasnya, loyalitas tentara bergantung pada besar uang
yang mereka terima. Ketiga, keuangan negara semakin merosot sehingga
pemerintahan mengalami kesulitan membiayai tentara sewaannya
18

Dari gambaran di atas terlihat betapa kemajuan-kemajuan yang terjadi
pada masa Bani Abbasiyah erat kaitannya dengan strategi dan pendekatan yang
dilakukan para khalifah. Berikut ini akan diuraikan strategi dakwah Bani
Abbasiyah melalui beberapa bidang.

2. Strategi Dakwah Bani Abbasiyah
a. Dalam Bidang Sosiai Budaya
Strategi dakwah yang dikembangkan oleh dinasti Abbasiyah diantaranya
adalah dengan pendekan secara sosiologis. Sosiologi adalah kajian ilmiah tentang
kehidupan sosial manusia. Sosiologi memuatkan telaahnya pada kehidupan
kelompok dan tingkahlaku sosial lengkap dengan produk kehidupannya. Sosiologi
menitikberatkan perhatiannya pada masalah-masalah yang sifatnya besar dan
substansial serta dalam konteks budaya yang lebih luas.
19

Menurut analisa penulis Strategi yang digunakan oleh Bani Abbasiyah
untuk mengembangkan dakwah secara sosiologis yaitu dengan menterjemahkan
buku-buku ilmu pengetahuan dari berbagai sumbember, sehingga dapat
menimbulkan suatu proses pencerahan sosial. Dalam perspektif sosiologis

18
Abdul Azis Thaba, Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru. (Jakarta: Gema Insani
Press, 1996), h. 108
19
M. Deden Ridwan, ed. Tradisi Baru Penelitian agama Islam Tinjauan antar Disiplin
Ilmu. (Bandung: Nuansa, 2001), h. 107

Strategi Dakwah pada Masa... (Mohd. Rafiq) 152


persoalan di atas dikatagorikan sebagai perspektif fungsionalis dalam masyarakat,
karena pada waktu itu masyarakat sudah dapat dilihat sebagai suatu jaringan
kelompok yang bekerjasama secara terorganisir, yang bekerja dalam suatu cara
yang sudah teratur menurut seperangkat peraturan dan nilai yang dianut oleh
sebagian besar masyarakat.
20

Dalam konsteks perubahan sosial budaya, dakwah menjadi alat pengalihan
adat istiadat dan seluruh kebudayaan dari generasi lama ke generasi yang baru.
21

Terjadinya akulturasi melalui sentuhan peradaban yang dihasilkan pada waktu itu,
melahirkan mobilitas yang cukup kuat dalam tatanan sosial. Mobilitas sosial ini
dijadikan sebagai strategi efektif dalam situasi masyarakat yang plural, dimana
kondisi ini membutuhkan sumber daya manusia yang handal.
Sebagaimana telah disebutkan di awal, bahwa Dinasti Abbasiyah berbeda
dengan Dinasti Umayyah yang mengutamakan ekspansi kekuasaan. Pada masa
ekspansi, masyarakat Arab merupakan kelompok bangsawan berkuasa dan merasa
lebih tinggi derajatnya dibandingkan dengan masyarakat nonArab yang
dikuasainya. Namun pada masa pemerintahan Abbasiyah, stratifikasi sosial ini
mulai dieliminir. Ada upaya-upaya sistematis untuk menyatukan suku Arab
dengan suku-suku lainnya sebagai upaya mendukung persatuan dan kesatuan
pemerintahan Bani Abbasiyah.
Pemerintahan daulah Abbasiyah sangat mendominasi dari pengaruh-
pengaruh bangsa Persia, karena kelompok elite di pemerintahan menggeser
jengjang sosial bangsa ningrat di Arab dalam semua aspek yang melibatkan
kesungguhan dan kecerdasan bangsa persia.
22
(Ali, 2000:234).
Di bawah pemerintahan bani Abbasiyah bidang budaya sangat menonjol,
terutama dalam bidang kesusasteraan. Pada masa ini seni musik sangat
berkembang. Ulayyah adalah salah seorang musisi yang paling terkenal pada
zamannya. Para putri raja dan wanita tingkat atas sering menghadiri pertunjukan
musik, seni tari juga berkembang dalam masyarakat pada masa itu.

20
Aminuddin Ram, dkk. Sosiologi. (Jakarta: Erlangga, 1993), h. 18
21
Koentjaraningrat. Masalah-Masalah Pembangunan. (Jakarta: Bunga Rampai
Antropologi Terapan, 1984), h. 408
22
K. Ali, Op. Cit., h. 234

153 HIKMAH, Vol. 16 No. 1 Juni 2022, 147-164


Pakaian para penguasa adalah contoh rancangan pakaian untuk kelompok
kaum ningrat. Laken dan wool adalah bahan untuk tutup kepala. Rompi, Kemeja,
jaket dengan mentel luar dan celana asli Persia yang longgar. Ahli agama
memakai mantel hitam dan serban, pangkat dan kedudukan menentukan pakaian
yang harus di kenakan oleh para wanita. Tutup kepala yang dikenakan Ulayyah
adalah contoh tutup kepala yang biasa dikenakan dari para wanita golongan atas,
sedangkan saudari tiri Harun al-Rasyid mengenakan peci berbentuk kubah yang
mana di sekeliling bawahnya ada kalung yang dihiasi dengan permata. Wanita
golongan menengah biasanya menutupi kepala dengan hiasan. Bahasa yang
dipakai pada saat itu adalah bahasa Arab (Ali, 2000:230).

b. Komunikasi Politik
Masa pemerintahan Daulah Abbasiyah adalah masa keemasan Islam, atau
sering disebut dengan istilah „The Golden Age” (Abbas, 2016 :1). Kemajuan-
kemajuan yang terjadi pada masa Bani Abbasiyah itu erat kaitannya dengan
beberapa stratregi Komunikasi politik yang dilakukan para khalifah. Pertama,
para khalifah menjalankan komunikasi politik terbuka. Melalui kebijakan politik
seperti itu, bangsa dan peradaban luar semakin mewarnai perkembangan Daulah
Abbasiyah. Di antara bangsa yang intensif memengaruhinya ialah bangsa Persi,
bahkan keluarga Abbas ini memberikan peluang lebih besar kepada kaum Mawali
keturunan Persi untuk menduduki jabatan-jabatan penting melalui komunikasi
politik yang intensip yang dilakukan. Kedua, komunikasi politik selanjudnya
dilakukan dengan berbagai fihak untuk melakukan pemindahan ibu kota dari
kuffah ke Baghdad pada masa al-Mansyur (754-775 M). Hal ini terjadi karena
letak kota Baghdad yang strategis, terutama bagi perdagangan dan perniagaan
(Watt, 1990:103). Pemindahan Ibu Kota mempunyai arti penting bagi kemajuan
Daulah Abbasiyah, karena khalifah al-Mansyur mampu meyakinkan masyarakat
melaui komunikasi politiknya yang sangat cerdas dan dengan strategi yang jitu,
walaupun harus disadari bahwa komunikasinya dilakukan dengan komunikasi
coersive (komunikasi melalui tekanan atau bahkan dengan paksaan dan
kekerasan).

Strategi Dakwah pada Masa... (Mohd. Rafiq) 154


Pada masa pemerintahan Bani Abbassiyah, Baghdad menjadi kota yang
paling makmur. Baghdad tidak hanya merupakan ibu kota, tetapi juga digunakan
untuk tujuan militer. Selain membentengi kota Baghdad, al-Mansur juga
mendirikan benteng yang kuat dekat ar-Raqqah, di daerah Utara sungai Eufrat.
Selain itu pada masa ini, jabatan militer yang lebih tinggi terbuka bagi segala
bangsa, dan gaji yang sama diberikan kepada semua serdadu dari segala jenis
bangsa. Pelayanan terhadap para serdadu ini menarik minat para orang untuk
masuk Islam. Banyak mualaf di Siria, Mesir, Afrika, Irak, Persia dan Transoxiana
memasuki militer di bawah pemerintahan Bani Abbas (Ali, 2000:316-317).

c. Dalam bidang Ekonomi
Ekonomi memegang peranan penting dalam pengembangan dakwah
Islamiah serta sangat menentukan maju mundurnya suatu negara. Sebab
merosotnya perekonomian suatu negara akan berpengaruh terhadap proses
pelaksanaan pembangunan yang akan dilakukan (Huda, 2021: 2). Oleh karena itu,
para khalifah pada masa Dinasti ini memberikan perhatian khusus pada
pengembangan sektor ekonomi sebagai upaya mensejahterakan kehidupan
masyarakat. Pada pemerintahan al-Mansur upaya untuk kemajuan ini sebenarnya
sudah dirancang, tiga tahun sesudah ia disahkan menjadi khalifah, al-Mansur
memindahkan pusat pemerintahan ke baghdad. Kota Baghdad dijadikan sebagai
pusat pemerintahan yang mempunyai makna tersendiri untuk perkembangan
ekonomi dan kemajuan. Perkembangan dan kemajuan yang pesat pada masa Abbasiyah
ini sebenarnya didukung oleh tiga hal. Pertama, para Khalifah memilki latar belakang
saudagar Makkah. Naluri pedagang ini sangat kuat dalam mendorong para pemegang
kebijakan negara untuk mengembangkan peluang yang bisa mendatangkan hasil. Kedua,
dibukanya beberapa jalur perdagangan, baik darat maupun laut. Usaha seperti ini banyak
dilakukan oleh khalifah Harun ar-Rasyid, bahkan pada masa itu ia mempunyai ide untuk
menggali Terusan Suez, jauh sebelum dilakukan oleh De Leseps. Ketiga, faktor stabilitas
nasional, karena keadaan negara yang damai dapat menarik negara lain untuk menjalin
hubungan perdagangan (Watt, 1990:106).
Kota Baghdad merupakan daerah perdagangan yang strategis. Barang-
barang dagangan bisa diangkut dengan mudah melalui jalur sungai, yang mana

155 HIKMAH, Vol. 16 No. 1 Juni 2022, 147-164


sungai Eufrat cukup dekat dan juga sungai Tigris bisa dilayari dengan mudah
sampai ke kota ini, dengan memakai perahu kecil. Disamping itu, terdapat jalan
yang aman dari semua jurusan. Hal ini juga membantu perkembangan dakwah
Islam yang dilakukan para saudagar yang datang dari berbagai daerah, membuka
kesempatan mengembangkan dan mempelajari ilmu yang berkembang pada waktu
itu.
Para Khalifah menyadari bahwa ketentraman dan kedamaian sangat
penting artinya bagi kelancaran pelaksanaan pembangunan. Segala kegiatan
perekonomian masyarakat berjalan dengan lancar tanpa ada gangguan apapun.
Menurut catatan sejarah, negara Abbasiyah pernah mencapai puncak kejayaan di
bidang ekonomi, khususnya pada pemerintahan Harun al-Rasyid (786-809). Pada
masa itu hasil pertahun negara mencapai sekitar 272 juta Dirham (4,5 juta Dinar
pertahun). Ini merupakan prestasi yang sangat gemilang bagi umat Islam pada
masa itu (Hasan, 1948:302).
Besarnya in-come perkapita pada masa Daulah Abbasiyah tidak bisa
dilepaskan dari upaya pemerintah dalam mengembangkan sektor perekonomian
rakyat. Hal ini sangat disadari oleh para Kahlifah, sikap yang non-ekspansif
mengakibatkan tidak adanya pemasukan negara dari hasil perang. Maka jalan
satu-satunya untuk memajukan perekonomian ialah dengan menggali segala
potensi sumberdaya yang tersedia.
Pada umumnya khalifah Abbasiyah menaruh perhatian besar dalam
penanganan pertanian, sebab mereka menyadari bahwa sektor pertanian
merupakan penopang pendapatan masyarakat terbesar, sekaligus sumber
pendapatan negara. Untuk meningkatkan kesuburan tanah pertanian, para khalifah
membangun sistem irigasi yang memadai dan meningkatkan status penduduk
pribumi yang mayoritas adalah petani (Ali, 2000:294).
d. Dalam bidang Ilmu Pengetahuan
Perkembangan ilmu pengetahuan pada masa Abbasiyah dimulai dengan
menggalakkan aktivitas penerjemahan buku-buku dari bahasa Yunani, Persia dan

Strategi Dakwah pada Masa... (Mohd. Rafiq) 156


India ke dalam bahasa Arab
23
yang mencapai puncaknya dengan pada masa
pemerintahan al-Makmun, Pada masa pemerintahannya ini perkembangan ilmu
pengetahuan berkembang sangat pesat (Hakiki, 2012: 6). Sejarah telah mencatat
bahwa Dinasti Abbasiyah ini telah memberikan sumbangan besar bagi peradaban
dunia, dan pada masa ini banyak bermunculan ilmuan-ilmuan besar dalam islam
(Abbas, 2016: 2). Kajian-kajian ilmiah menjadi kesibukan masyarakat di berbagai
tempat, khususnya Baghdad sebagai ibukota pemerintahan dan kota pusat studi
ilmu yang sangat maju. Pada masa ini juga didirikan sebuah lembaga khusus
untuk kerja-kerja penerjemahan sekaligus perpustakaan terbesar pada saat itu yang
diberi nama Bayt al-Hikmah (Rumah Kebijaksanaan). Bayt al-Hikmah adalah
sebuah lembaga ilmu pengetahuan pada masa kekhalifahan al-Makmun yang
mempunyai multifungsi, yaitu sebagai tempat diskusi, perpustakaan dan
penerjemahan. Lembaga ini juga dijadikan al-Makmun sebagai lembaga formal
yang mensponsori kegiatan ilmiah hubungannya dengan emperior Bizantium, Leo
Armenia, untuk mendatangkan teks-teks ilmu pengetahuan dan falsafat Yunani ke
Baghdad.
24

Selain para ilmuan dan cendikiawan lokal, al-Makmun juga mendatangkan
para ilmuan, penulis, pujangga, fisikawan dan filosof untuk berkarya dan terlibat
dalam kegiatan keilmuan di Baghdad. Berdasarkan kebijaksanaannya, berbagai
buku asing (dengan bahasa Yunani, Syria, Persia, Sansekerta) seperti matematika,
filsafat, dan lain sebagainya diterjemahkan ke dalam bahasa Arab. Hal ini
menurut analisa penulis adalah strategi dakwah yang dikembangkan oleh dinasti
Abbasiyah dalam bidang pendidikan.
Dalam bidang kedokteran dikenal nama-nama al-Razi (865-925 M) dan
Ibnu Sina (980-1037 M). Al-Razi adalah seorang ahli pikir yang cukup berhasil
menemukan benang fontanel (suatu alat yang dilakukan dalam operasi

23
Iqbal, Peranan Dinasti Abbasih Terhadap Peradaban Dunia, Jurnal Studi Agama dan
Masyarakat Vol. 11. No. 2 (Palangka Raya: IAIN Palangka Raya, 2015) h. 274. Lihat juga Philip
K. Hitti, History of the Arabs; From the Earliest Times to the Present, terj. R Cecep Lukman
Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, History of the Arabs, (Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2010),
h. 375
24
Edianto, Peradaban Dinasti Abbasiyah (Perkembangan Ilmu Pengetahuan), (Jurnal Al
hikmah: Volume XIX Nomor 2 Tahun 2017), h. 45-46

157 HIKMAH, Vol. 16 No. 1 Juni 2022, 147-164


pembedahan). Salah satu karya yang utamanya adalah kitab al-Asrar yang
menjadi rujukan utama dalam bidang kedokteran sampai abad keempat belas.
Sesudah al-Razi, kegemilangan ilmu kedokteran turun ke tangan Ibnu Sina.
Karyanya yang terbesar dalam lapangan ilmu kedokteran dalam bentuk
ensiklopedi yang berjudul Kamil al-Sina`ah al-Tibbiyah merupakan rujukan yang
terbaik di antara kitab-kitab kedokteran pada masa itu dan menjadi buku pelajaran
ilmu kedokteran pada perguruan tinggi di Eropa. Selain itu telah berkembang pula
ilmu-ilmu syari‟ah, yaitu ilmu qiraah, tafsir, hadis, fikih dan ilmu kalam.
25

Penelusuran terhadap keotentikan sebuah hadis sebagai sumber ajaran
Islam yang kedua setelah Alquran dilakukan pula oleh para ahli hadis. Dengan
menggunakan ilmu Mustahala al-Hadis seorang ahli hadis dapat
mengklasifikasikan hadis ke berbagai katagori seperti shaih, hasan, dan daif.
Dengan penseleksian ketat akhirnya para ahli hadis dapat mengkodifikasikan
hadis-hadis tersebut ke dalam kitab-kitab hadis. Yang sangat berjasa dalam bidang
ini adalah al-Bukhari (w.256 H), Muslim (w.261 H), Ibn Majah (w.273 H), Abu
Daud (w. 275 H), al-Turmuzi (w. 278 H), dan an-Nasa`i (w. 303 H), kitab-kitab
kodifikasi mereka terkenal dengan nama al-Kutub al-Sittah.
Pada masa ini para ahli hukum Islam telah berhasil meletakkan dasar dan
metode pembakuan hukum dari Alquran dan Hadis. Masing-masing ahli
mempunyai metode dalam menetapkan hukum. Tumbuhlah aliran-aliran atau
madzhab-madzhab hukum Islam seperti Madzhab Hanafiyah (oleh Abu Hanifah,
w. 150 H), Madzhab Safi`iyah (oleh Muhammad bin Idris al-Safi`I, w. 204 H) dan
Madzhab Hambaliyah (oleh Ahmad bin Hanbal w. 241 H).
26





25
Philip K. Hitti, History of the Arabs; From the Earliest Times to the Present, terj. R.
Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, History of the Arabs. (Jakarta: PT. Serambi Ilmu
Semesta, 2011), h. 366-367
26
Harun Nasution, Op. Cit., 73

Strategi Dakwah pada Masa... (Mohd. Rafiq) 158


C. Analisis Strategi Dakwah Bani Abbasiyah
Pembicaraan mengenai strategi dakwah Bani Abbasiyah tidak ditemukan
dalam literatur, tetapi melalui beberapa bidang yang telah dikemukakan di atas,
dapat dianalisis bahwa strategi dakwah berlangsung dan dikembangkan oleh
khalifah Dinasti ini sejak dari Abul Abbas as-Saffah hingga khalifah terakhir di
bawah pimpinan al-Mutawakkil. Langkah-langkah strategis yang dilakukan
Abbasiyah dalam bidang sosiologi di antaranya adalah:
Pertama, perlindungan terhadap kaum Mawali. Kelompok Mawali sebagai
objek perlakuan ketidakadilan pada masa Umayyah telah dimanfaatkan oleh Bani
Abbasiyah untuk mendirikan negara baru. Bani Abbas menerapkan pola
penyatuan antara ras Arab dan non Arab. Penyatuan tersebut dilakukan untuk
melibatkan dan kesungguhan bangsa Persi yang sudah maju pada waktu itu agar
mendukung bahkan memberi pengaruh yang sangat dominan. Implikasinya bahwa
setiap negara yang ingin memperoleh kemajuan perlu mencari dukungan dari
negara luar.
Kedua, mengeliminir kontradiksi jenis kelamin laki-laki dan perempuan.
Isu diskriminasi terhadap perempuan yang dianggap sebagai kaum marginal
ditepis. Bagi perempuan yang berpotensi diberikan kesempatan untuk
berkompetisi dengan laki-laki dalam konteks amr ma’ruf nahy munkar. Misalnya,
Zainab Umm al-Muwayyid berhasil menjadi hakim wanita dan ini belum pernah
terjadi pada masa-masa sebelumnya.
Dalam bidang antropologi, Dinasti ini lebih banyak dipengaruhi oleh
budaya-budaya Persi. Misalnya dalam arsitektur, pembangunan rumah-rumah
ibadah (masjid) cenderung meniru bentuk bangunan dari Persi. Munculnya
Penyair-Penyair yang ulung, seni musik juga mengalami kemajuan pesat pada
masa ini. Taqiya anak perempuan Abul Fajar, adalah pencipta aliran syair modern.
Pendek kata, wanita-wanita Muslim pada masa Abbasiyah turut berpartisipasi
menyokong perkembangan kebudayaan.
Strategi politik yang dilakukan Abbasiyah dengan pemindahan pusat
pemerintahan dari Kuffah ke Baghdad, dimaksudkan agar musuh yang tidak
mudah masuk ke wilayah mereka. Ekonomi pada masa itu juga berkembang pesat.

159 HIKMAH, Vol. 16 No. 1 Juni 2022, 147-164


Hal ini ditandai dengan banyaknya hasil industri antara lain permadani, sutera,
hiasan dan berbgai jenis kain. Peralatan tenun Persia dan Irak dikembangkan
untuk menghasilkan karpet dan tekstil. Hasil yang diproduksi ini kemudian dijual
dan pendapatan perkapita masyarakat semakin meningkat. Bidang ilmu
pengetahuan yang mencapai puncak kemajuan, memberikan kontribusi yang
sangat luar biasa dalam perkembangan Islam selanjutnya.

D. Kesimpulan
Sekalipun pada masa Daulah Abbasiyah pergolakan politik terjadi silih
berganti, namun sasaran pemantapan dakwah Islamiah berjalan dengan baik,
terutama dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan dengan dibangunnya
Baitul Hikmah. Daulah Abbasiyah telah memberikan landasan utama dan
kontribusi yang sangat besar terhadap peradaban dunia terutama telah berhasil
menempatkan dunia Islam pada puncak peradaban dunia, baik dalam bidang
politik dan ekonomi sosial dan budaya dengan cara mengoptimalkan segenap
potensi yang ada dalam masyarakat.

Strategi Dakwah pada Masa... (Mohd. Rafiq) 160


DAFTAR PUSTAKA

Ali, K. 2000. Sejarah Islam Dari Awal Hingga Runtuhnya Dinasti Usmani
(Tarikh Pramodern). Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Edianto, Peradaban Dinasti Abbasiyah (Perkembangan Ilmu Pengetahuan), Jurnal
Al hikmah: Volume XIX Nomor 2 Tahun 2017.
Fuad Riyadi, Perpustakaan Baitul Hikmah, “The Golden Age of Islam, Jurnal
Perpustakaan LIBRARIA: Vol. 2. No. 1, Januari – Juni 2014.
Hasan, Hasan Ibrahim. 1948. Tarikhul Islam as-Siyasy. Kairo: Maktabah.
Hasyimi, A. 1987. Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta: Bulan Bintang.
Koentjaraningrat. 1984. Masalah-Masalah Pembangunan. Jakarta: Bunga Rampai
Antropologi Terapan.
Lijdito, A. 1986. Susunan Masyarakat Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus.
Mahlil, Kaitan Perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Aspek-Aspek Dakwah Masa
Dinasti Abbasiyah dalam Konteks Kekinian, Jurnal Adabiya: Volume 2.
Nomor 1. Februari 2021.
Mahmuddunnasir, Syekh. tt. Islam Concepts and History. New Delhi: Kitab
Bhavan.
Muhammad Ara, Masyhuri Rifai dan Moh. Abd. Aziz, Peradaban Dinasti
Abbasiyah (perkembangan Ilmu Pengetahuan), Jurnal Ushuluddin Adab
dan Dakwah: Volume 2. Nomor 1 Desember 2019.
Nasution, Harun, dkk. 1985. Ensiklopedi Islam Indonesia. Jakarta: Djambatan.
Nasution, Harun. 1985. Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspek. Jakarta: UI Press.
Jilid I.
Nunzairina, Dinasti Abbasiyah, Kemajuan PesadabanIslam, Pendidikan dan
Kebangkitan Intelektual, JUSPI (Jurnal Sejarah Peradan Islam: Volume
3, Nomor 2, 2020
Ram, Aminuddin, dkk. 1993. Sosiologi. Jakarta: Erlangga.
Ridwan, M. Deden, ed. 2001. Tradisi Baru Penelitian agama Islam Tinjauan
antar Disiplin Ilmu. Bandung: Nuansa.

161 HIKMAH, Vol. 16 No. 1 Juni 2022, 147-164


Joesoef Sou‟yb, 1977. Sejarah Daulah Abbasiyah I. Jakarta: Bulan Bintang.
Philip K. Hitti, History of the Arabs; From the Earliest Times to the Present, terj.
R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, History of the Arabs.
Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta, 2011
Thaba, Abdul Azis. 1996. Islam dan Negara dalam Politik Orde Baru. Jakarta:
Gema Insani Press.
Watt, Montgomery. 1990. Kejayaan Islam: Kajian Kritis Dari Tokoh Orientalis,
terjemahan Hartono Hadikusumo. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Yatim, Badri. 2000. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Zaidan, Jarji. tt. Tarikhu Adabil Lughah al-arabiyah. Kairo: Darul Hilal. Jilid II.

Strategi Dakwah pada Masa... (Mohd. Rafiq) 162










Penulis Berikutnya:
Nurfitriani M. Siregar
Dengan Judul :

“Student Motivation for Choosing KPI Study Program at FDIK IAIN
Padangsidimpuan”