PENGARUH TERAPI KOGNITIF TERHADAP MEKANISME KOPING
PASIEN HARGA DIRI RENDAH DI RUMAH SAKIT JIWA ATMA HUSADA
MAHAKAM SAMARINDA

SKRIPSI


DISUSUN OLEH
ELIZA CAHYANI
1411308231057


PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
SAMARINDA
2016

MOTTO


“Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim, memberikan ilmu
kepada orang yang bukan ahlinya seperti orang yang mengalungi
babi dengan permata, mutiara, atau emas” ….(HR.Ibnu Majah)

“Orang-orang Yang Berhenti Belajar Akan Menjadi Pemilik Masa
Lalu, Dan Orang-orang Yang Masih Terus Belajar, Akan Menjadi
Pemilik Masa Depan”.....(Mario Teguh)

“Maka Jadikan Diri Kita Gemar Dalam Belajar, Sehingga Kita Bisa
Selalu Termotivasi Untuk Belajar, dan Kita Akan Merasa Mudah
Dalam Belajar”.....
“Tak Ada Kata Menyerah, Bagi Orang Yang Berjuang, Hasil
Hanyalah Hadiah, Namun Proses Pencapaian Adalah Hakekatnya”
(Eliza Cahyani)

Pengaruh Terapi Kognitif terhadap Mekanisme Koping Pasien Harga Diri Rendah di
RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda

Eliza Cahyani
1
,Rusni Masnina
2
, Mukripah Damaiyanti
2

INTISARI
Latar Belakang : Mekanisme koping dipengaruhi oleh konsep diri seseorang saat
menghadapi suatu masalah. Sedangkan harga diri merupakan salah satu bagian dari konsep
diri. Semakin sering seseorang memiliki pikiran negatif tentang dirinya maka semakin besar
pula harga diri rendah yang dialaminya. Untuk hal itulah diperlukan terapi modalitas yang
mampu memperbaiki kesalahan dan bias pikiran pasien ke arah pikiran yang lebih positif.
Terapi kognitif diperlukan untuk merestrukturisasi pikiran yang tidak logis menjadi lebih
rasional atau logis
Tujuan Penelitian : Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui apakah ada pengaruh terapi
kognitif terhadap mekanisme koping pasien harga diri rendah di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Atma Husada Mahakam Samarinda
Metode Penelitian : Penelitian ini menggunakan metode pra eksperimen tanpa grup kontrol
dengan total sampling sejumlah 17 responden yang seluruhnya mendapatkan terapi kognitif.
Pengukuran mekanisme koping menggunakan pre dan post tes dengan ATQ kuisioner
sebanyak 30 pertanyaan, yang kemudian dianalisa dengan uji statistik T berpasangan.
Hasil Penelitian/Kesimpulan : Didapatkan hasil post test setelah diberikan terapi kognitif
secara signifikan lebih rendah dari hasil pretestnya, dengan p value = 0,001 (α ≤ 0,005)
Saran : Terapi kognitif sangat bermanfaat untuk meningkatkan kemampuan koping pasien
sehingga perlu dilakukan secara berkala dan berkesinambungan selama masa perawatan di
RS.
Kata kunci: Terapi kognitif, mekanisme koping, pasien dengan harga diri rendah





1
Mahasiswa Program Studi S1 Keperawatan STIKES Muhammadiyah Samarinda
2
Dosen Program Studi Sarjana Keperawatan STIKES Muhammadiyah Samarinda

The Effect of Cognitive Therapy toward Coping Mechanisms Patient with Low
Self-Esteem in RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda


Eliza Cahyani
1
, Rusni Masnina
2
, Mukripah Damaiyanti
2


ABSTRACT


Background : Coping mechanisms are influenced by a person's self concept when facing a
problem. While self-esteem is one part of the self concept . The more often a person has
negative thoughts about themselves, the more low self-esteem suffered. That necessary for
the therapeutic modalities that can improve the patient's mind error and bias towards more
positive thoughts. Cognitive therapy is needed to restructure the illogical thoughts become
more rational or logical
Objective : This study was conducted to determine whether there was influenced cognitive
therapy to patients coping mechanisms of low self-esteem in Mental Hospital of Atma Husada
Mahakam Samarinda
Methods : This study used a method of pre experiment without a control group with a total
sampling number of 17 respondents were entirely get cognitive therapy. Measurement of the
coping mechanisms used pre and post test with ATQ questionnaire of 30 questions, which
were then analyzed with a statistical test T pairs.
Results / Conclusion : Obtained results of post test after being given cognitive therapy
significantly dropped lower than the pre test, with p value = 0.001 (α = 0.005)
Suggestion : Cognitive Therapy very useful to increase the ability of patient coping
mecahaniscm so it needs to be done periodically during hospitalization.



Keywords, cognitive therapy, coping mechanisms, patients with low self-esteem













1
Mahasiswa Program S1 Keperawatan STIKES Muhammadiyah Samarinda
2
Dosen Program Sarjana Keperawatan STIKES Muhammadiyah Samarinda

KATA PENGANTAR

Assalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Puji syukur peneliti panjatkan atas kehadirat Allah SWT karena dengan rahmat
dan inayah-Nya peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “ Pengaruh
Terapi Kognitif terhadap Mekanisme Koping Pasien Harga Diri Rendah di Rumah
Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam Samarinda”. Penyusunan skripsi ini
dibuat sebagai syarat untuk meraih gelar Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Muhammadiyah Samarinda Tahun Akademik 2015-2016.
Selama pembuatan skripsi ini peneliti banyak mendapat dukungan dan bantuan
dari berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik. Oleh
karena itu, peneliti menghaturkan terima kasih kepada :
1. Bapak Ghozali. MH. M.Kes, selaku Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan
Muhammadiyah Samarinda.
2. Ibu dr. Hj. Padillah Mante Runa, M.Si, selaku Ketua Direktur RSJD Atma
Husada Mahakam Samarinda.
3. Ibu Ns. Siti Khoiroh Muflihatin, selaku Ketua Program Studi S1 Keperawatan
pada STIKES Muhammadiyah Samarinda.
4. Ibu Rusni Masnina, S. Kp, MPH, selaku pembimbing I dan sekaligus penguji
II dalam pembuatan skripsi ini.

5. Ibu , Ns. Mukhripah Damaiyanti, S. Kep. MNS, selaku pembimbing II dan
sekaligus penguji III dalam pembuatan skripsi ini.
6. Bapak Ns. Ramdhany Ismahmudi S.Kep, MPH selaku Penguji I dalam ujian
sidang skripsi ini.
7. Bapak Ns. Faried R.H.,S.Kep.M.Kes, selaku Koordinator Mata Ajar Proposal
Penelitian.
8. Keluarga tercinta, Suami dan anakku terkasih, orang tua dan saudara –
saudaraku yang telah menjadi motivator dalam menyelesaikan penyusunan
skripsi ini.
9. Teman seperjuangan dalam keadaan suka maupun duka yang telah
membantu dan bersedia meluangkan waktu untuk menemani dalam mencari
bahan–bahan materi.
Semoga Allah SWT membalas semua kebaikan yang telah di berikan kepada
peneliti. Peneliti juga menyadari bahwa dalam skripsi ini masih terdapat banyak
kekurangan. Oleh karena itu, peneliti mengharapkan saran dan kritik yang sifatnya
membangun guna perbaikan dan menuju kepada kesempurnaan sehingga dapat
bermanfaat secara maksimal untuk semua pihak dan dapat digunakan sebagaimana
mestinya.
Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb.
Samarinda, 8 Agustus 2016
Peneliti

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ........................................................................... i
HALAMAN JUDUL ……………………………………………………….. ii
HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN PENELITIAN .......................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................... iv
HALAMAN PENGESAHAN ................................................................. v
MOTTO …..……………………………………………………………….. vi
ABSTRACT .......................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ........................................................................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................ xi
DAFTAR TABEL ................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. xvi
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... xvii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ............................................................... 1
B. Rumusan Masalah ......................................................... 7
C. Tujuan Penelitian ........................................................... 8
D. Manfaat Penelitian ......................................................... 8
E. Keaslian Penelitian ........................................................ 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka .............................................................. 13

1. Teori Terapi Kognitif…………………………… ........... 13
2. Distorsi Kognitif ………………………………….. ........ 14
3. Tujuan Terapi Kognitif ……………………… .............. 16
4. Indikasi Terapi Kognitif………………………… .......... 18
5. Tekhnik Terapi Kognitif …………………….. .............. 19
6. Langkah-langkah melakukan Terapi kognitif ............. 27
7. Strategi Pendekatan .................................................. 28
8. Mekanisme Koping .................................................... 29
9. Harga Diri Rendah .................................................... 42
10. Pikiran otomatis (Automatic Thought) ....................... 60
11. Automatic Thought Questionarre .............................. 61
B. Penelitian Terkait ........................................................... 64
C. Kerangka Teori Penelitian ............................................. 67
D. Kerangka Konsep Penelitian ......................................... 68
E. Hipotesis ........................................................................ 68
BAB III METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian .................................................... 70
B. Populasi dan Sampel ..................................................... 71
C. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................ 73
D. Definisi Operasional ....................................................... 73
E. Instrumen Penelitian … ................................................... 74
F. Uji Validitas dan Reliabilitas..………………………..……. 75

G. Teknik Pengumpulan Data ............................................. 76
H. Teknik Analisa Data ....................................................... 78
I. Etika Penelitian .............................................................. 84
J. Jalannya Penelitian ........................................................ 85
K. Jadwal Penelitian ........................................................... . 86

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum RSJD AHM Samarinda........... ................... 87
B. Hasil Penelitian ..................................................................... 89
1. Karakteristik Responden ............................................. .... 89
2. Tingkat Mekanisme Koping sebelum dan sesudah
terapi kognitif ........................................................ ......... 90
3. Pengaruh Terapi kognitif terhadap mekanisme koping.... 91
C. Pembahasan ………………………………………………….. 92
1. Karakteristik Responden…………………………………. 92
a. Umur ........................................................................... 92
b. Jenis Kelamin .............................................................. 93
c. Lama Rawat ................................................................ 95
2. Pengaruh Terapi Kognitif……………………………….. 96
D. Keterbatasan Penelitian ......................................................... 100
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................... 102

B. Saran .................................................................................... 103
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

DAFTAR TABEL

3.1 Tabel Definisi Operasional ........................................................................... 73
4.1 Tabel Karakteristik Responden .................................................................... 89
4.2 Tabel Gambaran nilai pre tes dan post tes mekanisme koping .................... 90
4.3 Tabel Hasil analisa Paired t-test................................................................... 91

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Mekanisme Koping............................................................... 29
Gambar 2.2 Rentang Respon Konsep Diri ............................................... 44
Gambar 2.3 Pikiran Otomatis Negatif ...................................................... 61
Gambar 2.4 Kerangka Teori .................................................................... 67
Gambar 2.5 Kerangka Konsep……………………………………………… 68
Gambar 3,1 Rancangan Penelitian .......................................................... 70

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Biodata Peneliti.
Lampiran 2 : SOP Pemberian Terapi Kognitif
Lampiran 3 : Lembar Persetujuan Menjadi Responden dan kuesioner ATQ.
Lampiran 4 : Lembar Kerja dan Observasi Terapi Kognitif.
Lampiran 5 : Surat Balasan dari Rumah Sakit Jiwa Atma Husada Mahakam
Lampiran 6 : Lembar Konsultasi Bimbingan Proposal.
Lampiran 7 : Jadwal Penelitian
Lampiran 8 : Hasil Analisa Statistik

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan Jiwa adalah kondisi dimana seorang individu dapat
berkembang secara fisik, mental, spiritual, dan sosial sehingga individu
tersebut menyadari kemampuan sendiri, dapat mengatasi tekanan, dapat
bekerja secara produktif, dan mampu memberikan kontribusi untuk
komunitasnya. Maka jika seseorang mengalami gangguan dalam pikiran,
perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam sekumpulan gejala
dan atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan
penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai
manusia di sebut orang dengan gangguan jiwa (UU RI No.18 tahun
2014).
Masalah gangguan kesehatan jiwa di seluruh dunia memang
menjadi masalah yang sangat serius. WHO (World Health Organization)
(2001) dalam Yosef (2007) menyatakan paling tidak ada satu dari empat
orang di dunia mengalami masalah mental.
Salah satu pemicu terjadinya berbagai masalah dalam kesehatan
jiwa adalah dampak modernisasi dimana tidak semua orang siap untuk
menghadapi cepatnya perubahan dan kemajuan teknologi baru.
Gangguan jiwa tidak menyebabkan kematian secara langsung namun
akan menyebabkan penderitanya menjadi tidak produktif dan

menimbulkan beban bagi keluarga penderita dan lingkungan masyarakat
sekitarnya (Djatmiko, 2009).
Skizofrenia merupakan salah satu penyakit jiwa berat dan kronis.
Sekitar 1 dari 100 manusia menderita skizofrenia, dan setiap 3 dari 4
penderita berumur 17-25 tahun. Dari jumlah penderita tersebut 95 %
akan mengalaminya seumur hidup. Sebanyak 20%-50% penderita
melakukan usaha bunuh diri dan 9%-13% berhasil melakukannya (Stuart
dan Laraia, 2005).
Skizofrenia adalah sekumpulan sindroma klinik yang ditandai dengan
perubahan kognitif, emosi, persepsi dan aspek lain dari perilaku (Kaplan
& Saddock, 2007). Gejala skizofrenia dibagi menjadi dua yaitu gejala
positif seperti halusinasi, waham, disorganisasi tingkah laku dan bicara.
Gejala negatifnya berupa apatis, alogia, afek datar, anhedonia, tidak
memiliki kemauan (Videback, 2008).
Pasien yang dirawat dengan skizofrenia, memiliki beberapa masalah
keperawatan, salah satunya harga diri rendah yang termasuk sebagai
masalah keperawatan utama. Harga Diri Rendah (HDR) adalah perasaan
tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat
evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan diri dan sering
disertai dengan kurangnya perawatan diri, berpakaian tidak rapi, selera
makan menurun, tidak berani menatap lawan bicara lebih banyak
menunduk, berbicara lambat dan nada suara lemah (Keliat, 2010).

Mekanisme koping merupakan perilaku mengatasi masalah atau
kecenderungan perilaku individu dalam menghadapi suatu masalah
yang menimbulkan stress, menghindari, menjauhi atau mengurangi
stress dengan menyelesaikan masalah dan mencari dukungan
sosial.(Chaplin, 2009). Pada seseorang yang mengalami skizoferenia,
konflik yang terjadi dikarenakan mekanisme pertahanan dirinya
maladaptif terhadap perubahan – perubahan yang terjadi, hingga
timbullah ansietas (Hawari, 2008).
Perkembangan harga diri sejalan dengan konsep diri seseorang,
tidak didapatkan saat lahir tetapi hasil dari pengalaman unik seseorang
dalam dirinya sendiri ( Stuart & Sundeen,2006 ). Sehingga dapat di tarik
kesimpulan bahwa harga diri berkaitan erat dengan konsep diri
seseorang yang nantinya berpengaruh terhadap mekanisme seseorang
menghadapi suatu masalah.
Penanganan pasien skizoferenia meliputi tiga aspek, yakni biologi,
psikologi dan sosial. Penanganan secara biologi berupa pemberian obat
dan Electrocardio Therapy (ECT), sedangkan secara psikologis dengan
pemberian psikoterapi. Psikoterapi terdiri dari terapi individu, terapi
kelompok, terapi lingkungan dan terapi keluarga pada klien yang dirawat
di lingkungan rumah sakit maupun lingkungan masyarakat ( Vedebeck,
2008)

Terapi kognitif didasarkan pada pola pemikiran dan perilaku yang
dapat mempengaruhi gejala dan ketidakmampuan yang mungkin
menghambat proses penyembuhan (Dharmono, 2007). Terapi kognitif
mencakup teknik relaksasi, manajemen stress, distraksi dan cara lain
untuk membantu pasien dalam mengatasi apa yang dirasakan. Beberapa
pasien tidak dapat atau tidak akan melaporkan secara verbal bahwa
mereka mengalami masalah. Oleh karena itu perawat juga bertanggung
jawab terhadap pengamatan perilaku non verbal yang dapat terjadi
bersama (Smeltzer, 2002).
Upaya yang dilakukan untuk menangani klien harga diri rendah
adalah dengan memberikan tindakan keperawatan generalis yang
dilakukan oleh perawat pada semua jenjang pendidikan (Keliat &
Akemat, 2010). Tindakan keperawatan yang dibutuhkan pada klien
dengan harga diri rendah adalah terapi kognitif, terapi interpersonal,
terapi tingkah laku, dan terapi keluarga (Kaplan & Saddock, 2010).
Melalui terapi kognitif individu diajarkan/ dilatih untuk mengontrol distorsi
pikiran/ gagasan/ ide dengan benar-benar mempertimbangkan faktor
dalam berkembangnya dan menetapnya gangguan mood.
Terapi kognitif merupakan salah satu pendekatan dari Cognitive
Behavioral Therapy (CBT), yang sebenarnya meliputi Rational Emotive
Behavioral Therapy, Rational Living Therapy, dan Dialectic Behavioral
Therapy. CBT merupakan istilah yang sangat luas untuk kelompok terapi

yang sejenis. CBT secara adekuat direkomendasikan selama lebih dari 4
– 6 bulan dan dilakukan dalam 10 sesi (Ambarwati, 2009).
Berdasarkan penelitian di RSJD Surakarta, bahwa Terapi kognitif
perilaku (Behaviour Cognitive Therapy, CBT) terbukti dapat
meningkatkan mekanisme koping dan harga diri serta menurunkan
kecemasan (Handayani, 2014). Adapula penelitian yang dilakukan pada
kelompok pasien DM di RSUD Djamil Padang yang telah diberikan terapi
kognitif dan logoterapi ternyata mampu meningkatkan kemampuan
mengubah pikiran otomatis negatif dan sekaligus menurunkan keadaan
depresi secara bermakna (Sarfiika, 2012). Begitupula penelitian yang
dilaksanakan pada pasien gagal ginjal yang diberikan terapi kognitif
mengalami perubahan mekanisme koping dan penurunan depresi secara
bermakna (Kristyaningsih, 2009). Hal ini yang membangkitkan minat
peneliti untuk melakukan penelitian dengan terapi kognitif
Prevalensi gangguan jiwa di Indonesia, yaitu 1,7 per 1000 penduduk
atau sekitar 400.000 orang dari 220 juta jumlah penduduk. Prevalensi
gangguan jiwa di Kaltim pada Riskesdas 2007 mencapai 1,3 % sedang
prevalensi pada Riskesdas 2013 di Kaltim meningkat menjadi 1,4 % dan
berada pada urutan kesembilan. Berdasarkan data tersebut terlihat jelas
jumlah penduduk Kaltim yang mengalami gangguan jiwa semakin
meningkat dari tahun ketahun.

Keperawatan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam
mencatat, adanya peningkatan jumlah pasien yang mengalami HDR
pada tahun 2013 dari 200 orang (17,1%) menjadi 214 orang ( 18,6%) dan
pada tahun 2015 tercatat jumlah pasien yang masuk untuk rawat inap
mencapai 1.453 orang dengan rata- rata jumlah perhari 121 orang,
dengan masalah keperawatan halusinasi 389 orang menduduki peringkat
pertama dan harga diri rendah 220 orang di peringkat ketiga .
Berdasarkan data 3 bulan terakhir ( Oktober – Desember 2015 )
didapatkan 30 pasien yang didiagnosa keperawatan HDR.
Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam Samarinda
merupakan salah satu pemberi pelayanan kesehatan jiwa yang mana
memiliki perangkat pendukung untuk pelaksanaan pemenuhan terapi
kognitif kepada pasien. Perawat lebih banyak waktu bersama pasien
dibandingkan dengan tenaga kesehatan professional lainnya, maka
perawat mempunyai kesempatan untuk membantu menghilangkan
masalah. Perawat pemberi asuhan keperawatan kepada klien diberbagai
situasi dan keadaan, yang memberikan intervensi untuk meningkatkan
kenyamanan (Ghandi, 2010)
Berdasarkan studi pendahuluan dan wawancara peneliti sebelumnya
di Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam Samarinda,
kepada perawat penanggung jawab ruangan tepatnya di ruang Punai (

ruang bangsal wanita kelas III ) didapatkan data 9 orang pasien yang
telah dinyatakan pulang, dan berdasarkan hasil perbincangan dengan
kesembilan pasien HDR di ruang punai yang dinyatakan pulang, mereka
mengungkapkan perasaan ditelantarkan dan di tinggalkan karena belum
di jemput pulang padahal sudah lama pasien diperbolehkan pulang.
Sedangkan pada ruangan bangsal pria kelas III ( ruang Belibis )
diperoleh hasil berdasarkan wawancara pada 12 orang pasien yang
dinyatakan boleh rawat jalan, 10 diantaranya menyatakan kecemasan
dan pikiran tidak berguna yang sering kali datang disebabkan lamanya
menunggu keluarga yang menjemput pulang atau antrian untuk
dipulangkan secara droping dari RS.
Di RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda psikoterapi sendiri
telah dilaksanakan dalam berbagai metode baik secara individu maupun
kelompok, hal itu berupa Terapi Aktifitas Kelompok (TAK) sesuai
diagnosa keperawatan, namun khusus untuk terapi kognitif belum pernah
di lakukan di lingkungan RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda. (
Rehabilitasi RSJD AHM, 2015)
Berdasarkan fenomena diatas peneliti tertarik melakukan penelitian
dengan judul pengaruh terapi kognitif terhadap mekanisme koping pasien
harga diri rendah di Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam
Samarinda.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang tersebut di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah " Apakah Ada Pengaruh
Terapi Kognitif Terhadap Mekanisme Koping Pasien Harga Diri Rendah
di Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam Samarinda?"
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan penelitian ini secara umum adalah untuk mengetahui pengaruh
terapi kognitif terhadap mekanisme koping pasien harga diri rendah di
Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam Samarinda.
2. Tujuan Khusus
a. Karakteristik responden pasien harga diri rendah di Rumah Sakit
Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam Samarinda, yang meliputi
Usia, jenis kelamin, pendidikan dan lamanya hari perawatan.
b. Mengidentifikasi mekanisme koping pasien harga diri rendah
sebelum dilakukan terapi kognitif di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Atma Husada Mahakam Samarinda.
c. Mengidentifikasi mekanisme koping pasien harga diri rendah
setelah dilakukan terapi kognitif di Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma
Husada Mahakam Samarinda.
d. Menganalisa pengaruh terapi kognitif terhadap mekanisme koping
pasien harga diri rendah di Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma

Husada Mahakam Samarinda.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bukti nyata akan pengaruh terapi
kognitif terhadap mekanisme koping pasien sehingga dapat dijadikan
suatu intervensi keperawatan untuk meningkatkan harga diri pada
pasien-pasien harga diri rendah.
2. Bagi Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan masukan atau sumber
informasi serta dasar pengetahuan bagi para mahasiswa-mahasiswa
keperawatan dan dapat dijadikan sebagai materi latihan dalam
menangani pasien dengan harga diri rendah.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Hasil penelitian ini dapat menjadi data dasar untuk penelitian
selanjutnya dan untuk menambah referensi tentang terapi kognitif
juga bisa untuk dapat dilanjutkan pada penelitian-penelitian selain
pada pasien harga diri rendah.
E. Keaslian Penelitian
Penelitian dengan judul dan tema yang sama persis belum pernah
ditemukan, tetapi yang berhubungan dengan terapi kognitif sebelumnya
pernah diteliti oleh :

1. Suerni (2013) dengan judul Penerapan Terapi Kognitif Dan
Psikoedukasi Keluarga Pada Klien Harga Diri Rendah Di Ruang
Yudistira Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Metode yang
dipakai adalah studi kasus. Pada 15 klien diberikan tindakan
keperawatan generalis dan terapi kognitif serta pada 20 klien
diberikan tindakan keperawatan generalis, terapi kognitif dan
psikoedukasi keluarga. Hasil penerapan pada kelompok klien
dengan tindakan keperawatan generalis dan terapi kognitif
menunjukkan penurunan tanda dan gejala rata-rata 54,94%,
peningkatan kemampuan rata-rata 89,57%, lama rawat rata-rata 37
hari. Hasil penerapan pada klien dengan tindakan keperawatan
generalis, terapi kognitif dan psikoedukasi keluarga menunjukkan
penurunan tanda dan gejala rata-rata 71,2%, peningkatan
kemampuan klien rata-rata 100%, peningkatan kemampuan
keluarga 98%, lama rawat rata-rata 26 hari. Perbedaan dengan
penelitian yang akan dilakukan adalah terletak pada judul, variabel,
sampel dan tempat. Pada penelitian ini akan meneliti tentang
pengaruh terapi kognitif terhadap mekanisme koping pasien harga
diri rendah
2. Jihan (2009) dengan judul Efektifitas Terapi Perilaku Kognitif
(Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien
Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam

Malik Medan. Desain yang digunakan dalam penelitian ini quasy
eksperiment, pre test, post test desain pada kedua kelompok
intervensi yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi perilaku
kognitif terhadap penurunan nyeri pada pasien kanker dengan nyeri
kronis. Sampel dalam penelitian ini adalah pasien dengan nyeri
kronis yang mengalami pengobatan di ruang Rindu B2 RSUP H
Adam Malik Medan sebanyak 16 orang. Pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan kuesioner skala pengukuran
intensitas nyeri menggunakan verbal numerical rating scale. Uji
analisis menggunakan uji paired t-test dan independen t-test.
Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan, perbedaan
meliputi : judul, variabel, sampel dan tempat. Pada penelitian ini
akan meneliti tentang pengaruh terapi kognitif terhadap mekanisme
koping pasien harga diri rendah. Penelitian ini menggunakan
pendekatan kuantitatif dengan desain penelitian pra eksperimen
sedangkan sampel yang digunakan adalah pasien harga diri rendah
yang masih dalam perawatan di Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma
Husada Mahakam Samarinda. . Uji bivariat dalam penelitian yang
akan dilakukan menggunakan paired T- test dan uji Wilcoxon Match
Pairs Test.
3. Setyarini (2012), dengan judul Pengaruh Terapi Kognitif Perilaku
Terhadap Perubahan Tingkat Depresi Pada Lansia di Panti Werdha

Karitas Cimahi. Metode pada penelitian ini menggunakan
pendekatan riset kuantitatif dengan desain “pre experimental”
dengan rancangan penelitian “one-group pretest-posttest design”,
dengan memberikan terapi kognitif perilaku pada lansia dengan
metode pre dan post test saat dilakukan pemberian terapi dan akan
diukur dengan menggunakan alat ukur Zung Self-Rating Depression
Scale (ZSDS), teknik sampel menggunakan total sampling sebanyak
15 orang lansia. Hasil pengukuran pada penelitian ini menggunakan
uji Wilcoxon Signed Rank Test. Perbedaan dengan penelitian yang
akan dilakukan meliputi : judul, variabel, sampel dan tempat. Pada
penelitian ini akan meneliti tentang pengaruh terapi kognitif terhadap
mekanisme koping pasien harga diri rendah. Tehnik sampling yang
digunakan dalam penelitian yang akan dilakukan adalah jenis
sampel nonprobability sampling, dengan teknik pengambilan
sampelnya adalah total sampling. Uji bivariat dalam penelitian yang
akan dilakukan menggunakan paired T- test dan uji Wilcoxon Match
Pairs Test.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Pengertian Terapi Kognitif
Kognitif adalah suatu tindakan atau proses memahami. Terapi
kognitif menjelaskan bahwa bukan suatu peristiwa yang
menyebabkan kecemasan dan tanggapan maladaptif melainkan
harapan masyarakat, penilaian, dan interpretasi dari setiap
peristiwa ini. Sugesti bahwa perilaku maladaptif dapat diubah oleh
berhubungan langsung dengan pikiran dan keyakinan orang (Stuart,
2009).
Secara khusus, terapi kognitif percaya bahwa respon maladaptif
muncul dari distorsi kognitif. Distorsi kognitif merupakan kesalahan
logika, kesalahan dalam penalaran, atau pandangan individual dunia
yang tidak mencerminkan realitas. distorsi dapat berupa positif atau
negatif. Misalnya, seseorang yang secara konsisten dapat melihat
kehidupan dengan cara yang realistis positif dan dengan demikian
mengambil peluang berbahaya, seperti menyangkal masalah
kesehatan dan mengaku sebagai "terlalu muda dan sehat untuk
serangan jantung". distorsi kognitif mungkin juga negatif, seperti yang
diungkapkan oleh orang yang menafsirkan semua situasi kehidupan

disayangkan sebagai bukti kurang lengkap diri. Distorsi kognitif umum
tercantum dalam tabel di bawah ini (Stuart, 2009)
2. Tabel Bentuk Distorsi Kognitif (Stuart, 2009)
No Kelainan Kongnisi Pengertian Contoh
1 Overgeneralization Mendengarkan
kesimpulan secara
menyeluruh segala
sesuatu berdasarkan
kejadian tunggal.
Seseorang mahasiswa
yang gagal dalam satu
ujian mengatakan :
“kayaknya saya enggak
akan lulus dalam setiap
ujian”.

2 Personalization Menghubungkan
kejadian diluar
terhadap dirinya
meskipun hal tersebut
tidak beralasan.
“ atasan saya
mengatakan produktivitas
perusahaan sedang
menurun tahun ini, saya
yakin kalau pernyataan ini
ditujukan pada diri saya”.
3 Dichotomus
thinking
Berfikir ekstrim,
menganggap segala
sesuatunya selalu
sangat bagus atau
buruk.

“ Bila suami saya
meninggalkan saya, saya
pikir saya lebih baik mati”.
4 Catastrophizing Berfikir sangat buruk
tentang orang dan
“saya lebih baik tidak
mengisi formulir promosi
jabatan itu, sebab saya

kejadian. tidak menginginkan dan
tidak akan nyaman
dengan jabatan itu”
.



No Kelainan Kongnisi Pengertian Contoh
5 Selective
abstraction
Berfokus pada detail,
tetapi tidak relavan
dengan informasi yang
lain.
Seorang istri percaya
bahwa suaminya tidak
mencintainya sebab ia
datang terlambat dari
pekerjaannya, tetapi ia
mengabaikan
perasaannya, hadiah dari
suaminya tetap diterima
dan libur bersama tetap
direncanakan.
6 Arbitary inference Menggambarkan
kesimpulan yang
salah tanpa didukung
data.
Teman saya tidak pernah
lama menyukai saya
sebab ia tidak mau diajak
pergi.
7 Mind reading Percaya bahwa
seseorang
mengetahui pemikiran
orang lain tanpa
Mereka pasti berfikir
bahwa dirinya terlalu
kurus atau terlalu gemuk.

mengecek
kebenarannya.
8 Magnification Exaggregating the
importance of events.
Saya telah meninggalkan
makan malam saya, hal
ini menunjukkan betapa
tidak kompetennya saya.
9 Externalization of
self worth
Menentukan tata nilai
sendiri untuk
diterapkan pada orang
lain.
Saya sudah berusaha
untuk kelihatan baik
setiap waktu tetapi
teman-teman saya yang
tidak menginginkan saya
berada di sampingnya.

Terapi kognitif merupakan terapi jangka pendek terstruktur
berorientasi terhadap masalah saat ini dan bersifat individu. Terapi
kognitif adalah terapi yang mempergunakan pendekatan terstruktur,
aktif, direktif dan berjangkan waktu singkat, untuk menghadapi
berbagai hambatan dalam kepribadian, misalnya ansietas atau
depresi (Singgih, 2007).
3. Tujuan Terapi Kognitif
Menurut Setyoadi, dkk (2011) beberapa mekanisme koping
dengan menggunakan terapi kognitif adalah sebagai berikut:
a. Membantu klien dalam mengidentifikasi, menganalisis, dan

menentang keakuratan kognisi negative klien. Selain itu, juga
untuk memperkuat persepsi yang lebih akurat dan mendorong
perilaku yang dirancang untuk mengatasi gejala depresi. Dalam
beberapa penelitian, terapi ini sama efektifnya dengan terapi
depresan.
b. Menjadikan atau melibatkan klien subjek terhadap uji realitas.
c. Memodifikasi proses pemikiran yang salah dengan membantu
klien mengubah cara berpikir atau mengembangkan pola fikir
yang rasional.
d. Membentuk kembali fikiran individu dengan menyangkal asumsi
yang maladaptive, pikiran yang mengganggu secara otomatis,
serta proses pikir tidak logis yang dibesar-besarkan. Berfokus
pada pikiran individu yang menentukan sifat fungsionalnya.
e. Menghilangkan sindrom depresi dan mencegah kekambuhan.
Tanda dan gejala depresi dihilangkan melalui usaha yang
sistematis yaitu mengubah cara berpikir maladaptive dan
otomatis. Dasar pendekatannya adalah suatu asumsi bahwa
kepercayaan-kepercayaan yang mengalami distorsi tentang diri
sendiri, dunia, dan masa depan yang dapat menyebabkan
depresi. Klien menyadari kesalahan cara berpikirnya. Kemudian
klien harus belajar cara merespon kesalahan tersebut dengan
cara yang lebih adaptif. Dengan perspektif kognitif, klien dilatih

untuk mengenal dan menghilangkan pikiran-pikiran dan harapan-
harapan negative. Cara lain adalah dengan membantun klien
mengidentifikasi kondisi negative, mencari alternative, membuat
skema yang sudah ada menjadi lebih fleksibel, dan mencari kognisi
perilaku baru yang lebih adaptif.
f. Membantu menargetkan proses berpikir serta perilaku yang
menyebabkan dan mempertahankan panik atau kecemasan.
Dilakukan dengan cara penyuluhan klien, restrukrisasi jognitif,
pernapasan rileksasi terkendali, umpan balik biologis,
mempertanyakan bukti, memeriksa alternative, dan reframing.
g. Menempatkan individu pada situasi yang biasanya memicu
perilaku gangguan obsesif kompulsif dan selanjutnya mencegah
responsnya. Misalnya dengan cara pelimpahan atau pencegahan
respons, mengidentifikasi, dan merestrukturisasi distorsi kognitif
melalui psikoedukasi.
h. Membantu individu mempelajari respons rileksasi, membentuk
hirarki situasi fobia, dan kemudian secara bertahap dihadapkan
pada situasinya sambil tetap mempertahankan respons rileksasi
misalnya dengan cara desensitisasi sistematis. Restrukturisasi
kognitif bertujuan untuk mengubah persepsi klien terhadap situasi
yang ditakutinya.
i. Membantu individu memandang dirinya sebagai orang yang

berhasil bertahan hidup dan bukan sebagai korban, misalnya
dengan cara restrukturisasi kognitif.
j. Membantu mengurangi gejala klien dengan restrukturisasi
system keyakinan yang salah.
k. Membantu mengubah pemikiran individu dan menggunakan
latihan praktik untuk meningkatkan aktivitas sosialnnya.
l. Membentuk kembali perilaku dengan mengubah pesan-pesan
internal.
4. Indikasi Terapi Kognitif
Menurut Setyoadi, dkk (2011) terapi kognitif efektif untuk sejumlah
kondisi psikiatri yang lazim, terutama:
a. Depresi (ringan sampai sedang).
b. Gangguan panik dan gangguan cemas menyeluruh atau
kecemasan.
c. Indiividu yang mengalami stress emosional.
d. Gangguan obsesif kompulsif (obsesessive compulsive disorder)
yang sering terjadi pada orang dewasa dan memiliki respon
terhadap terapi perilaku dan antidepresan – jarang terjadi pada
awal masa anak-anak, meskipun kompulsi terisolasi sering terjadi.
e. Gangguan fobia (misalnya agoraphobia, fobia social, fobia
spesifik).
f. Gangguan stress pascatrauma (post traumatic stress disorder).

g. Gangguan makan (anoreksia nervosa).
h. Gangguan mood.
i. Gangguan psikoseksual
j. Mengurangi kemungkinan kekambuhan berikutnya.
5. Teknik Terapi Kognitif
Menurut Yosep (2009) ada beberapa teknik kognitif terapi yang
harus diketahui oleh perawat jiwa. Pengetahuan tentang teknik ini
merupakan syarat agar peran perawat jiwa bisa berfungsi secara
optimal. Dalam pelaksanaan teknik-teknik ini harus dipadukan dengan
kemampuan lain seperti teknik komter, milieu
therapy dan counseling. Beberapa teknik tersebut antara lain:
a. Teknik Restrukturisasi Kongnisi (Restructuring Cognitive)
Perawat berupaya untuk memfasilitasi klien dalam melakukan
pengamatan terhadap pemikiran dan perasaan yang muncul.
Teknik restrukturasasi dimulai dengan cara memperluas
kesadaran diri dan mengamati perasaan dan pemikiran yang
mungkin muncul. Biasanya dengan menggunakan pendekatan 5
kolom. Masing-masing kolom terdiri atas perasaan dan pikiran
yang muncul saat menghadapi masalah terutama yang dianggap
menimbulkan kecemasan saat ini. Perawat jiwa dapat memberikan
blanko restructuring cognitive, untuk kemudian diisi oleh klien.

Setelah mendapat penjelasan seperlunya, maka hasil analisa klien
dan blanko yang sudah terisi dibahas secara bersama.
b. Teknik Penemuan Fakta-Fakta (Questioning the evidence)
Perawat jiwa mencoba memfasilitasi klien agar membiasakan
menuangkan pikiran-pikiran abtraknya secara konkrit dalam
bentuk tulisan untuk memudahkan menganalisanya. Tahap
selanjutnya yang harus dilakukan perawat saat memfasilitasi
kognitif terapi adalah mencari fakta untuk mendukung keyakinan
dan kepercayaannya. Klien yang mengalami distorsi dalam
pemikirannya seringkali memberikan bobot yang sama terhadap
semua sumber data atau data-data yang tidak disadarinya,
seringkali klien menganggap data-data itu mendukung pemikiran
buruknya. Data bisa diperoleh dari staf, keluarga atau anggota lain
dalam masyarakat sebagai support dalam lingkungan sosialnya.
Lingkungan tersebut dapat memberikan masukan yang lebih
realistik kepada klien dibanding dengan pemikiran-pemikiran
buruknya. Dalam hal ini penemuan fakta dapat berfungsi sebagai
penyeimbang pendapat klien tentang pikiran buruknya.
Berdasarkan data-data yang bisa dipercaya klien bisa mengambil
kesimpulan yang tepat tentang perasaanya selama ini.

c. Teknik penemuan alternatif ( examing alternatives)
Banyak klien melihat bahwa masalah terasa sangat berat
karena tidak adanya alternative pemecahan lagi. Khususnya pada
pasien depresi dan percobaan bunuh diri. Latihan menemukan
dan mencari alternatif-alternatif pemecahan masalah klien bisa
dilakukan antara klien dengan bantuan perawat. Klien dianjurkan
untuk menuliskan masalahnya. Mengurutkan masalah-masalah
paling ringan dulu. Kemudian mencari dan menemukan
alternatifnya. Klien depresi atau klien klien gangguan jiwa lain
menganggap masalahnya rumit karena akumulasi berbagai
masalah seperti: listrik belum dibayar, suami selingkuh, anak sakit,
genteng bocor dan lain-lain. Bila diurutkan dari yang paling ringan
biasanya klien bisa menemukan alternatif – alternatif yang bisa
dilakukan. Sebagai contoh alternatif listrik belum dibayar klien
boleh memikirkan tentang : mungkin perlu surat keterangan tidak
mampu, menerima pemutusan sementara, mengganti dengan alat
penerangan lain, gabung dengan tetangga, bermusyawarah
dengan keluarga yang lebih mampu dan sebagainya. Disini
penting sekali bagi perawat jiwa untuk merangsang klien agar
berani berfikir “lain dari yang biasany “ atau berani “berpikir beda”.

d. Dekatastropik (decatastrophizing)
Teknik dekatastropik dikenal juga dengan teknik bila dan
apa ( the what-if then ). Hal ini meliputi upaya menolong klien
untuk melakukan evaluasi terhadap situasi dimana klien mencoba
memandang masalahnya secara berlebihan dari situasi alamiah
untuk melatih beradaptasi dengan hal terburuk dengan apa-apa
yang mungkin terjadi.
e. Reframing
Reframing adalah strategi dalam merubah persepsi klien
terhadap situasi atau perilaku. Hal ini meliputi memfokuskan
terhadap sesuatu atau aspek lain dari masalah atau mendukung
klien untuk melihat masalahnya dari sudut pandang saja. Perawat
jiwa penting untuk memperluas kesadaran tentang keuntungan-
keuntungan dan kerugian-kerugian dari masalah. Hal ini dapat
menolong klien melihat masalah secara seimbang dan melihat
dalam prespektif yang baru. Dengan memahami aspek positif dan
negatif dari masalah yang dihadapi klien dapat memperluas
kesadaran dirinya. Strategi ini juga dapat memicu kesempatan
pada klien untuk merubah dan menemukan makna baru, sebab
begitu makna berubah maka akan berubah perilaku klien. Sebagai
contoh, PHK dapat dipandang sebagai stressor tetapi setelah klien
merubah makna PHK, ia dapat berfikir bahwa PHK merupakan

kesempatan untuk belajar bisnis, menemukan pengalaman baru,
banyaknya waktu bersama keluarga, saatnya belajar home
industry dan meraih peluang kerja yang lainnya.
f. Thought Stopping
Kesalahan berpikir sering kali menimbulkan dampak seperti
bola salju bagi klien. Awalnya masalah tersebut kecil, tetapi lama
kelamaan menjadi sulit dipecahkan. Teknik berhenti
memikirkannya ( thought stoping ) sangat baik digunakan pada
saat klien mulai memikirkan sesuatu sebagai masalah. Klien dapat
menggambarkan bahwa masalahnya sudah selesai.
Menghayalkan bahwa bel berhenti berbunyi. Menghayalkan
sebuah bata di dinding yang digunakan untuk menghentikan
berpikir dysfunctional. Untuk memulainya, klien diminta untuk
menceritakan masalahnya dan mengatakan rangkuman
masalahnya dalam khayalan. Perawat menyela khayalan klien
dengan cara mengatakan keras-keras “berhenti”. Setelah itu klien
mencoba sendiri untuk melakukan sendiri tanpa selaan dari
perawat. Selanjutnya klien mencoba menerapkannya dalam situasi
keseharian.

g. Learning New Behavior With Modeling
Modeling adalah strategi untuk merubah perilaku baru dalam
meningkatkan kemampuan dan mengurangi perilaku yang tidak
dapat diterima. Sasaran perilakunya adalah memecahkan
masalah-masalah yang disusun dalam beberapa urutan
kesulitannya. Kemudian klien melakukan observasi pada
seseorang yang berhasil memecahkan masalah yang serupa
dengan klien dengan cara modifikasi dan mengontrol
lingkungannya. Setelah itu klien meniru perilaku orang yang
dijadikan model. Awalnya klien melakukan pemecahan secara
bersama dengan fasilitator. Selanjutnya klien mencoba
memecahkannya sendiri sesuai dengan pengalaman yang
diperolehnya bersama fasilitator. Sebagai contoh pada klien yang
memiliki stressor kesulitan ekonomi, klien bisa ikut magang dulu
sambil belajar bisnis atau berdagang dengan orang lain, setelah
mendapat pengalaman klien bisa melakukannya sendiri.
h. Membentuk Pola ( shaping )
Membentuk pola perilaku baru oleh perilaku yang
diberikan reinforcement. Misalnya anak yang bandel dan tidak akur
bdengan orang lain berniat untuk damai dan hangat dengan orang
lain, maka pada saat niatnya itu menjadi kenyataan, klien diberi
pujian.

i. Token Economy
Token economy adalah bentuk reinforcement positif yang
sering digunakan pada kelompok anak-anak atau klien yang
mengalami masalah psikiatrik. Hal ini dilakukan secara konsisten
pada saat klien mampu menghindari perilaku buruk atau
melakukan hal yang baik. Misalnya setiap berhasil bangun pagi
klien mendapat permen, setiap bangun kesiangan mendapat tanda
silang atau gambar bunga berwarna hitam. Kegiatan berlangsung
terus menerus sampai suatu saat jumlahnya diakumulasikan.
j. Role Play
Role play memungkinkan klien untuk belajar menganalisa
perilaku salahnya melalui kegiatan sandiwara yang bisa dievaluasi
oleh klien dengan memanfaatkan alur cerita dan perilaku orang
lain. Klien dapat menilai dan belajar mengambil keputusan
berdasarkan konsekuensi-konsekuensi yang ada dalam cerita.
Klien biasa melihat akibat-akibat yang akan terjadi melalui cerita.
Misalnya klien melihat role play tentang seorang pasien yang tidak
mau makan obat, tidak mau mandi dan sering merokok
k. Social skill Training.
Teknik ini didasari oleh sebuah keyakinan bahwa keterampilan
apapun diperoleh sebagai hasil belajar. Beberapa prinsip untuk
memperoleh keterampilan baru bagi klien adalah:

l. Feedback
Sebagai contoh bagi klien pemalas ( abulia ), dapat diajarkan
keterampilan membersihkan lantai, perawat mendemonstrasikan
cara membersihkan lantai yang baik, selanjutnya perawat
mengupayakan agar klien mempraktikkan sendiri. Perawat
melakukan feedback dengan cara menilai dan memperbaiki
kegiatan yang masih belum selesai harapan.
m. Anversion Theraphy
Anversion theraphy bertujuan untuk menghentikan kebiasan-
kebiasan buruk klien dengan cara mengaversikan kegiatan buruk
tersebut dengan sesuatu yang tidak disukai. Misalnya kebiasaan
menggigit penghapus saat boring dengan cara membayangkan
bahwa penghapus itu dianggap sebagai cacing atau ulat yang
menjijikan. Setiap klien kegemukan melakukan
kebiasaan ngemilmakanan, maka ia dianjurkan untuk
membayangkan kotoran kambing yang dimakan terus.
n. Contingency Contracting
Contingency contracting berfokus pada perjanjian yang dibuat
antara therapist dalam hal ini perawat jiwa dengan klien. Perjanjian
dibuat denganpunishment dan reward. Misalnya bila klien berhasil
mandi tepat waktu atau meninggalkan kebiasaan merokok maka

pada saat bertemu dengan perawat hal tersebut akan diberikan
reward. Konsekuensi yang berat telah disepakati antara klien
dengan perawat terutama bila klien melanggar kebiasaan buruk
yang sudah disepakati untuk ditinggalkan.
Menurut Setyoadi, dkk (2011) teknik yang digunakan dalam
melakukan terapi kkognitif adalah sebagai berikut:
1. Mendukung klien untuk mengidentifikasi kognisi atau area berpikir
dan keyakinan yang menyebabkan khawatir.
2. Menggunakan teknik pertanyaan Socratic yaitu meminta klien
untuk menggambarkan, menjelaskan dan menegaskan pikiran
negative yang merendahkan dirinya sendiri. Dengan demikian,
klien mulai melihat bahwa asumsi tersebut tidak logis dan tidak
rasional.
3. Mengidentifikasi interpretasi yang lebih nyata mengenai diri
sendiri, nilai diri dan dunia. Dengan demikian, klien membentuk
nilai dan keyakinan baru, dan distress emosional menjadi hilang.
6. Langkah-Langkah Melakukan Terapi Kognitif
Menurut Setyoadi, dkk (2011) terapi kognitif dipraktikan diluar sesi
terapi dan menjadi modal utama dalam mengubah gejala. Terapi
berlangsung lebih kurang 12-16 sesi yang terdiri atas:

a. Fase awal (sesi 1-4)
1). Membentuk hubungan terapeutik dengan klien.
2). Mengajarkan klien tentang bentuk kognitif yang salah serta
pengaruhnya terhadap emosi dan fisik.
3). Menentukan tujuan terapi.
4). Mengajarkan klien untuk mengevaluasi pikiran-pikirn yang
otomatis.
b. Fase pertegahan (sesi 5-12)
1). Mengubah secara berangsur-angsur kepercayaan yang
salah.
2). Membantu klien mengenal akar kepercayaan diri. Klien
diminta mempraktikan keterampilann berespons terhadap
hal-hal yang menimbulkan depresi dan memodifikasinya.
c. Fase akhir (13-16)
1). Menyiapkan klien untuk terminasi dan memprediksi situasi
beresiko tinggi yang relevan untuk terjadinya kekambuhan.
2). Mengonsolidasikan pembelajaran melalui tugas-tugas
terapi sendiri.
7. Strategi Pendekatan
Menurut Setyoadi, dkk (2011) strategi pendekatan terapi kognitif antara
lain:

a. Menghilangkan pikiran otomatis.
b. Menguji pikiran otomatis.
c. Mengidentifikasi asumsi maladaptif.
d. Menguji validitas asumsi maladaptif.
8. Mekanisme Koping
a. Pengertian
Mekanisme koping adalah cara yang dilakukan individu dalam
menyelesaikan masalah, menyesuaikan diri dengan perubahan,
serta respon terhadap situasi yang mengancam
.
Mekanisme
koping merupakan suatu proses dimana individu berusaha untuk
menanggani dan menguasai situasi stres yang menekan akibat
dari masalah yang sedang dihadapinya dengan cara melakukan
perubahan kognitif maupun perilaku guna memperoleh rasa aman
dalam dirinya
.

Mekanisme koping adalah menunjuk pada baik mental maupun
perilaku, untuk menguasai, mentoleransi, mengurangi, atau
minimalisasikan suatu situasi atau kejadian yang penuh tekanan.

Stresor Individu stresor

Stress

Keseimbangan Terganggu

Usaha Mengembalikan Keseimbangan ( Koping )

Orientasi berdasarkan kasus Orientasi Ego

Keseimbangan Adaptif / Maladaptif
Gambar 2.1 Mekanisme koping (Stuart & Sundeen, 2006)
b. Penggolongan Mekanisme Koping
Mekanisme koping berdasarkan penggolongannya dibagi
menjadi 2 (dua) (Stuart dan Sundeen, 2006) yaitu

:
1). Mekanisme koping adaptif
Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi,
pertumbuhan, belajar dan mencapai tujuan. Kategorinya
adalah berbicara dengan orang lain, memecahkan masalah
secara efektif, teknik relaksasi, latihan seimbang dan
aktivitas konstruktif.

2). Mekanisme Koping Maladaptif
Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi,
memecah pertumbuhan, menurunkan otonomi dan
cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah
makan berlebihan / tidak makan, bekerja berlebihan,
menghindar.
c. Aspek-Aspek Koping
Koping dapat dikaji melalui berbagai aspek, salah satunya
adalah aspek psikososial sebagai berikut

:
1). Reaksi orientasi tugas berorientasi terhadap tindakan untuk
memenuhi tuntutan dari situasi stres secara realistis, dapat
berupa konstruktif atau destruktif. Misalnya sebagai berikut :
(a). Perilaku menyerang (agresif)
Biasanya untuk menghilangkan atau mengatasi
rintangan untuk memuaskan kebutuhan.
(b). Perilaku menarik diri (Isos)
Digunakan untuk menghilangkan sumber – sumber
ancaman, baik secara fisik atau psikologis.
(c). Perilaku Kompromi ( Win – win solution)
Digunakan untuk mengubah cara melakukan, tujuan,
atau memuaskan aspek kebutuhan pribadi seseorang.

2). Mekanisme pertahanan ego seseorang sering disebut sebagai
mekanisme pertahanan mental. Adapun mekanisme pertahanan ego
adalah sebagai berikut

:
(a). Kompensasi
Proses dimana seseorang memperbaiki penurunan citra
diri secara tegas menonjolkan keistimewaan atau
kelebihan yang dimiliki atau menutupi kelemahannya
dengan menonjolkan kelebihannya.
(b). Penyangkalan (denial)
Menyatakan ketidaksetujuan terhadap realitas dengan
mengingkari realitas tersebut atau menolak untuk
menerima atau menghadapi kenyataan yang tidak enak.
Mekanisme pertahan ini adalah yang paling sederhana
dan primitif.
(c). Pemindahan (displacement)
Pengalihan emosi yang semula ditunjukan pada
seseorang atau benda lain yang biasanya netral atau
lebih sedikit mengancam dirinya.
(d). Disosiasi
Pemisahan sesuatu kelompok proses mental atau perilaku
dari kesadaran atau identitasnya. Keadaan dimana terdapat
dua atau lebih kepribadian pada diri seorang individu.

(e). Identifikasi (identification)
Proses dimana seseorang untuk menjadi seseorang
yang ia kagumi berupaya dengan mengambil atau
menirukan pikiran – pikiran, perilaku serta selera orang
tersebut.
(f). Intelektualisasi (Intelektualization)
Menggunakan logika dan alasan yang berlebihan untuk
menghindari pengalaman yang menggangu
perasaannya.
(g). Introjeksi (Introjection)
Suatu jenis identifikasi yang kuat dimana seseorang
mengambil dan meleburkan nilai – nilai serta kualitas
seseorang atau suatu kelompok kedalam struktur
egonya sendiri, yang berasal dari hati nurani.
(h). Isolasi
Pemisahan unsur emosional dari suatu pikiran yang
menggangu dapat bersifat sementara atau berjangka
panjang.
(i). Rasionalisasi
Mengemukakan penjelasan yang tampak logis dan
dapat diterima masyarakat untuk menghalalkan atau
membenarkan dorongan yang tidak dapat diterima.

(j). Reaksi formasi
Pengembangan sikap dan pola perilaku yang ia sadari
bertentangan dengan apa yang ia rasakan atau yang ia
ingin lakukan.
(k). Regresi
Kemunduran akibat stres terhadap perilaku dan
merupakan ciri khas dari suatu taraf perkembangan
lebih dini.
(l). Represi
Pengesampingan secara tidak sadar tetntang pikiran,
impuls, atau ingatan yang menyakitkan atau
bertentangan, dari kesadaran seseorang. Merupakan
pertahanan ego primer yang cenderung diperkuat oleh
mekanisme lain.
(m). Pemisahan (Splitting)
Sikap mengumpulkan orang atau keadaan hanya
sebagai semuanya baik atau semuanya buruk. Orang
semacam ini mengalami kegagalan untuk memadukan
nilai – nilai positif dan negatif dalam diri sendiri.

(n). Sublimasi
Penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia,
artinya dimata masyarakat terdapat dorongan yang
mengalami halangan dalam penyaluran secara normal.
Sublimasi juga bisa diartikan sebagai mengganti
keinginan atau tujuan yang menghambat dengan cara
yang dapat diterima oleh masyarakat.
(o). Supresi
Suatu proses digolongkan sebagai mekanisme
pertahan, tetapi sebetulnya analog represi yang
disadari.
(p). Undoing
Tindakan atau perilaku atau komunikasi yang
menghapuskan sebagian dari tindakan atau perilaku
atau komunikasi sebelumnya, merupakan mekanisme
pertahanan primitif.
(q). Fiksasi
Berhentinya tingkat perkembangan pada salah satu
aspek tertentu seperti emosi tingkah laku atau pikiran
sehingga perkembangan selanjutnya terhambat.

(r). Simbolisasi
Menggunakan benda atau tingkah laku sebagai simbol
pengganti suatu keadaan atau hal yang sebenarnya.
(s). Konversi
Transformasi konflik emosional kedalam bentuk gejala –
gejala jasmani.
d. Gaya Koping
1). Gaya Koping Positif
Merupakan gaya koping yang mampu mendukung integritas
ego.
(a). Problem Solving
Merupakan usaha untuk memecahkan suatu masalah.
Masalah harus dihadapi dan dipecahkan , dan bukan
dihindari atau ditekan dialam bawah sadar, seakan – akan
itu tidak berarti. Dengan demikian, sedikit apapun masalah
yang terjadi sebaiknya harus diselesaikan. Strategi
pemecahan masalah bertujuan untuk mengatasi atau
menanggulangi masalah atau ancaman yang ada dengan
kemampuan pengamatan secara realistis. Beberapa
contoh strategi pemecahan masalah yang dapat
digunakan antara lain : Meminta bantuan kepada orang
lain, secara besar hati, mampu mengungkapkan perasaan

sesuai dengan situasi yang ada, mencari lebih banyak
informasi terkait dengan masalah yang dihadapi, sehingga
masalah tersebut dapat diatasi secara realistis, menyusun
beberapa rencana untuk memecahkan masalah,
meluruskan pikiran atau persepsi terhadap masalah.
Sesungguhnya bayangan pikiran yang dimiliki setiap orang
memberikan pengaruh yang besar dalam kehidupan
pribadi. Pikiran tersebut mengenai apa yang dilakukan.
Sebab, segala sesuatu yang dilakuakan seseorang adalah
reaksi langsung dari apa yang ada dalam pikirannya.
Strategi pemecahan masalah ini secara ringkas dapat
digunakan dengan metode STOP (Source, Trial and Error,
Others, serta Pray and Patient). Source berarti mencari
dan mengidentifikasi apa yang menjadi sumber
masalah. Trial and Error berarti mencoba berbagai
rencana pemecahan masalah yang telah disusun. Bila satu
metode tidak berhasil, maka mencoba lagi dengan metode
lain. Begitu selanjutnya. Hal yang perlu dihindari adalah
adanya rasa keputusasaan terhadap kegagalan yang
dialami. Others berarti meminta bantuan orang lain bila diri
sendiri tidak mampu. Pray and Patient yaitu berdoa
kepada Tuhan sebab dia adalah Zat yang Maha

Mengetahui segala sesuatu yang ada didunia ini. Dia pula
yang memberikan jalan terbaik buat manusia sebab
manusia memiliki banyak keterbatasan. Dengan berdoa,
maka hati, jiwa, pikiran seseorang akan menjadi tenteram
dan tenang. Juga harus sabar dengan berlapang dada
menerima kenyataan yang ada pada dirinya. Penerimaan
terhadap apa yang ada pada diri akan membuat
seseorang lebih menikmati hidup dan ringan bebas
psikologisnya, walaupun dalam pandangan orang lain
orang tersebut berada dalam kehinaan.
(b). Utilizing Social Support
Merupakan tindak lanjut dalam menyelesaikan
masalah yang dihadapi, ketika masalah itu belum
terselesaikan. Hal ini tidak lepas dari keterbatasan
manusia dalam menyelesaikan masalahnya sendiri. Hal ini
terjadi karena rumitnya masalah yang dihadapi. Untuk itu
sebagai makhluk sosial, bila seseorang mempunyai
masalah yang tidak mampu diselesaikan sendiri,
seharusnya tidak disimpan sendiri dalam pikirannya,
namun carilah dukungan orang lain yang dapat dipercaya
dan mampu memberikan bantuan dalam bentuk masukan

dan saran dalam menyelesaikan masalah yang
dihadapinya tersebut. Semakin banyak dukungan dari
orang lain, maka semakin efektif upaya penyelesaian
masalahnya.
(c). Looking for Silver Linning
Masalah yang dihadapi terkadang akan membawa
kebuntuan dalam upaya menyelesaikan masalah.sesulit
dan sepelik apapun masalah yang dihadapi, setidaknya
manusia harus berfikir positif dan mengambil hikmahnya.
Tidak ada seorang pun yang terbebas dari masalah,
karena dengan masalah itu manusia berfikir, bertindak,
dan berperilaku.
2). Gaya Koping Negatif
Merupakan gaya koping yang kan menurunkan integritas ego,
dalam penentuan gaya koping aakan merusak dan merugikan
dirinya sendiri.
(a). Avoidence
Merupakan bentuk dari proses internalisasi terhadap suatu
pemecahan masalah kedalam alam bawah sadar yang
menghilangkan atau membebaskan diri dari suatu tekanan
mental akibat masalah – masalah yang dihadapi. Cara ini
dapat dikatakan sebagai usaha untuk mengatasi situasi

tekanan dengan lari dari situasi tersebut atau menghindari
masalah yang berujung pada penumpukan masalah
dikemudian hari. Bentuk pelarian diri diantaranya dengan
beralih pada hal lain seperti makanan, minuman, merokok,
atau menghilangkan masalah sesaat untuk tujuan sesaat,
padahal hanya merupakan upaya untuk menunda masalah
dan bukan menyelesaikan masalah.
(b). Self Blame
Merupakan bentuk dari ketidakberdayaan atas masalah
diri sendiri tanpa evaluasi diri yang optimal. Kegagalan
orang lain dialihkan dengan menyalahkan diri sendiri tanpa
evaluasi diri yang optimal. Kegagalan orang lain dialihkan
dengan menyalahkan dirinya sendiri sehingga menekan
kreativitas dan ide yang berdampak pada penarikan diri
dari struktur sosial.
(c). Wishfull Thinking
Kegagalan dalam mencapai tujuan yang diinginkan
seharusnya menjadikan seseorang berada pada
kesedihan yang mendalam. Hal ini terjadi karena dalam
penentuan standar diri, riset, atau dikondisikan terlalu
tinggi sehingga sulit untuk dicapai. Penentuan standar
yang terlalu tinggi menjadikan seseorang terbuai khayalan

dan impian tanpa kehadiran fakta yang nyata. Menyesali
kegagalan berakibat kesedihan yang mendalam
merupakan bentuk dari berduka yang disfungsional,
dimana hal tersebut merupakan pintu dari seseorang
mengalami gangguan jiwa.
e. Faktor yang Mempengaruhi Strategi Koping
Cara individu menangani situasi yang mengandung tekanan
ditentukan oleh sumber daya individu yang meliputi kesehatan
fisik/energi, keterampilan memecahkan masalah, keterampilan
sosial dan dukungan sosial dan materi.
1). Kesehatan Fisik
Kesehatan merupakan hal yang penting, karena selama
dalam usaha mengatasi stres individu dituntut untuk
mengerahkan tenaga yang cukup besar.
2). Keyakinan atau pandangan positif
Keyakinan menjadi sumber daya psikologis yang sangat
penting, seperti keyakinan akan nasib (external locus of
control) yang mengerahkan individu pada penilaian
ketidakberdayaan (helplessness) yang akan menurunkan
kemampuan strategi coping tipe : problem-solving focused
coping.

3). Keterampilan memecahkan masalah
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk mencari
informasi, menganalisa situasi, mengidentifikasi masalah
dengan tujuan untuk menghasilkan alternatif tindakan,
kemudian mempertimbangkan alternatif tersebut sehubungan
dengan hasil yang ingin dicapai, dan pada akhirnya
melaksanakan rencana dengan melakukan suatu tindakan
yang tepat.
4). Keterampilan sosial
Keterampilan ini meliputi kemampuan untuk berkomunikasi
dan bertingkah laku dengan cara-cara yang sesuai dengan
nilai-nilai sosial yang berlaku dimasyarakat.
5). Dukungan sosial
Dukungan ini meliputi dukungan pemenuhan kebutuhan
informasi dan emosional pada diri individu yang diberikan
oleh orang tua, anggota keluarga lain, saudara, teman, dan
lingkungan masyarakat sekitarnya.
6). Materi
Dukungan ini meliputi sumber daya daya berupa uang,
barang barang atau layanan yang biasanya dapat dibeli.

9. Harga Diri Rendah
Konsep diri adalah semua ide, pikiran, kepercayaan dan pendirian
yang diketahui individu tentang dirinya dan mempengaruhi individu
dalam berhubungan dengan orang lain. Termasuk persepsi individu
akan sifat dan kemampuannya, interaksi dengan orang lain dan
lingkungan, nilai-nilai yang berkaitan dengan pengalaman dan obyek,
tujuan serta keinginannya (Riyadi & Purwanto, 2009).
a. Pengertian
Harga diri rendah kronis adalah evaluasi diri atau perasaan
tentang diri atau kemampuan diri yang negatif dan di pertahankan
dalam waktu yang lama. Harga diri rendah situasional adalah
keadaan dimana individu yang sebelumnya memiliki harga diri
positif mengalami perasaan negatif mengenai diri dalam
berespons terhadap suatu kejadian (kehilangan, perubahan)
(Carpenito, 2000). Individu cenderung untuk menilai dirinya negatif
dan merasa lebih rendah dari orang lain (Depkes RI, 2000, dalam
Direja, 2011). Harga diri rendah adalah penilaian subjektif individu
terhadap dirinya; perasaan sadar atau tidak sadar dan persepsi
terhadap fungsi, peran, dan tubuh (Kusumawati, 2010). Gangguan
harga diri adalah keadaan dimana individu mengalami atau
beresiko mengalami evaluasi diri negatif tentang kemampuan atau
diri (Carpenito, 2000).

Kesimpulan penulis dari beberapa pengertian di atas adalah
penilaian diri atau perasaan tentang diri yang negatif, perasaan
sadar atau tidak sadar dan dipertahankan dalam waktu yang lama
serta individu cenderung untuk menilai dirinya negatif dan merasa
lebih rendah dari orang lain.
b. Rentang Respon
1). Respon adaptif
Aktualisasi diri dan konsep diri yang positif serta bersifat
membangun (konstruktif) dalam usaha mengatasi stressor
yang menyebabkan ketidakseimbangan dalam diri sendiri.
2). Respon maladaptif
Aktualisasi diri dan konsep diri yang negatif serta
bersifat merusak (destruktif) dalam usaha mengatasi stressor
yang menyebabkan ketidakseimbangan dalam diri sendiri.
3). Aktualisasi diri
Respon adaptif yang tertinggi karena individu dapat
mengekspresikan kemampuan yang dimilikinya.
4). Konsep diri positif
Individu dapat mengidentifikasi kemampuan dan
kelemahannya secara jujur dan dalam menilai suatu masalah
individu berpikir secara positif dan realistis.

5). Harga diri rendah
Transisi antara respon konsep diri adaptif dan maladaptif.
6). Kekacauan identitas
Suatu kegagalan individu untuk mengintegrasikan berbagai
identifikasi masa kanak-kanak kedalam kepribadian
psikososial dewasa yang harmonis.
7). Depersonalisasi
Suatu perasaan yang tidak realistis dan keasingan dirinya dari
lingkungan. Hal ini berhubungan dengan tingkat ansietas panik
dan kegagalan dalam uji realitas. Individu mengalami kesulitan
dalam membedakan diri sendiri dan orang lain, dan tubuhnya
sendiri terasa tidak nyata dan asing baginya.


Respon adaptif Respon maladaptif


Aktualisasi Konsep diri Harga diri Kerancuan Dipersonalisasi
Diri positif rendah identitas

Gambar 2.2 Rentang Respon konsep diri ( Stuart & Sundeen, 2006 )

Mekanisme koping jangka pendek yang biasa dilakukan klien
harga diri rendah adalah kegiatan yang dilakukan untuk lari
sementara dari krisis, misalnya pemakaian obat-obatan, kerja
keras, nonton televisi terus-menerus. Kegiatan mengganti identitas
sementara, misalnya ikut kelompok sosial, keagamaan dan politik.
Kegiatan yang memberi dukungan sementara, seperti mengikuti
suatu kompetisi atau kontes popularitas. Kegiatan mencoba
menghilangkan anti identitas sementara, seperti penyalahgunaan
obat-obatan.
Jika mekanisme koping jangka pendek tidak memberi hasil
yang diharapkan individu akan mengembangkan mekanisme
koping jangka panjang, antara lain adalah menutup identitas,
dimana klien terlalu cepat untuk mengadopsi identitas yang
disenangi dari orang-orang yang berarti tanpa mengindahkan
hasrat, aspirasi atau potensi diri sendiri. Identitas negatif, dimana
asumsi yang bertentangan dengan nilai dan harapan masyarakat.
Sedangkan mekanisme pertahanan ego yang sering digunakan
adalah fantasi, regresi, disasosiasi, isolasi, proyeksi, mengalihkan
marah berbalik pada diri sendiri dan orang lain. Terjadinya
gangguan konsep diri harga diri rendah kronis juga dipengaruhi
beberapa faktor predisposisi seperti faktor biologis, psikologis,
sosial dan kultural.

Respon individu terhadap konsep diri berfluktuasi sepanjang
rentang respons dari aktualisasi diri yang paling adaptif sampai
status depersonalisasi yang paling maladaptif. Kerancauan
identitas merupakan kegagalan individu untuk mengintegrasikan
berbagai identifikasi dimasa kanak-kanak kedalam kepribadian
pada masa dewasa yang harmonis.
Konsep diri terdiri dari lima komponen yaitu gambaran diri
(body image), ideal diri (self ideal), harga diri (self esteem), peran
diri (self role), dan identitas diri (self identity).
(a). Gambaran diri (body image)
Gambaran diri adalah kumpulan sikap individu terhadap
tubuhnya yang disadari atau tidak disadari. Termasuk persepsi
dan perasaan masa lalu dan sekarang tentang ukuran dan
bentuk, fungsi, penampilan, dan potensi (Stuart dan Sundeen,
2006, dalam Riyadi & Purwanto, 2009). Gambaran diri dapat
dimodifikasi atau diubah secara berkesinambungan dengan
persepsi dan pengalaman baru.
Gambaran diri ini harus realistik karena lebih banyak
individu menerima dan menyukai tubuhnya akan lebih aman
dan bebas dari ansietas sehingga harga dirinya meningkat.
Pada usia remaja, individu befokus terhadap fisik lebih
menonjol dari periode kehidupan yang lalu. Bentuk tubuh,

tinggi badan dan berat badan serta anda-tanda pertumbuhan
sekunder, semua akan menjadi bagian dari gambaran tubuh.
Disaat seseorang lahir sampai mati, maka selama waktu itu
individu hidup dengan tubuhnya. Sehingga setiap perubahan
tubuh akan mempengaruhi kehidupan individu.
Gangguan gambaran diri (body image) adalah persepsi
negatif tentang tubuh yang diakibatkan oleh perubahan ukuran
bentuk, struktur, fungsi, keterbatasan, makna dan obyek yang
sering berhubungan dengan tubuh.
Tanda dan gejala gangguan gambaran diri yaitu: menolak
melihat dan menyentuh bagian tubuh yang berubah, tidak
menerima perubahan tubuh yang telah terjadi atau akan
terjadi, menolak penjelasan perubahan tubuh, persepsi negatif
terhadap tubuh, preokupsi dengan bagian tubuh yang hilang,
mengungkapkan keputusasaan dan ketakutan.
(b). Ideal diri (self ideal)
Ideal diri adalah persepsi individu tentang bagaimana dia
seharusnya berperilaku berdasarkan standar pribadi, aspirasi,
tujuan atau nilai personal tertentu (Stuart & Sundeen, 2006,
dalam Riyadi & Purwanto, 2009). Standar dapat berhubungan
dengan tipe orang yang diinginkannya atau sejumlah aspirasi,
cita-cita, nilai yang ingin dicapai. Ideal diri akan mewujudkan

cita-cita dan harapan pribadi berdasarkan norma sosial
(keluarga, budaya) dan kepada siapa ia ingin lakukan.
Ideal diri mulai berkembang pada masa kanak-kanak yang
dipengaruhi oleh orang penting dari dirinya yang memberikan
tuntutan dan harapan. Pada masa remaja, idieal diri akan
dibentuk melalui proses identifikasi pada orang tuanya, guru
dan teman terdekat. Penetapan ideal diri sebaiknya lebih tinggi
dari kemampuan individu saat ini tetapi masih dalam batas
yang dapat dicapai. Hal ini diperlukan oleh individu untuk
memacu dirinya ke tingkat yang lebih tinggi.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi individu dalam
membentuk ideal diri yaitu: kecenderungan individu
menetapkan ideal diri dari batas kemampuannya, faktor
budaya, pembentukan standar ini dibandingkan dengan
standar kelompok teman dan norma yang ada dimasyarakat,
ambisi dan keinginan untuk melebihi dan berhasil, kebutuhan
yang realistis, keinginan untuk menghindari kegagalan,
perasaan cemas dan rendah diri.
Semua faktor diatas mempengaruhi individu dalam
menetapkan ideal diri. Individu yang mampu berfungsi, akan
mendemonstrasikan kesesuaian antara persepsi diri dan ideal
diri, sehingga ia akan mencapai apa yang ia inginkan. Ideal diri

hendaknya ditetapkan tidak terlalu tinggi, akan tetapi masih
lebih tinggi dari kemampuan agar tetap menjadi pendorong
atau motivasi dalam hidupnya.
(c). Harga diri (self esteem)
Harga diri adalah penilaian pribadi terhadap hasil yang
dicapai dengan menganalisa seberapa jauh perilaku
memenuhi ideal diri. Frekuensi pencapaian tujuan akan
menghasilkan harga diri rendah atau tinggi. Jika individu
selalu sukses maka cenderung harga diri tinggi tetapi apabila
individu sering gagal maka kecenderungan memiliki harga diri
rendah (Riyadi & Purwanto, 2009).
Harga diri dapat diperoleh dari diri sendiri maupun dari
orang lain. Aspek utama adalah perasaan dicintai dan
menerima penghargaan orang lain. Manusia cenderung
negatif, walaupun ia cinta dan mengakui kemampuan orang
lain namun jarang mengekspresikannya. Sebagai perawat
sikap negatif perlu dikontrol sehingga setiap bertemu perawat
dengan sikapnya yang positif merasa dirinya berharga. Harga
diri akan rendah jika kehilangan kasih sayang dan
penghargaan dari orang lain.
Cara meningkatkan harga diri pada anak (Coopersmith cit
Stuart & Sundeen,2006, dalam Riyadi & Purwanto, 2009) :

memberi kesempatan berhasil. Berikan tugas yang
kemungkinan dapat diselesaikan oleh anak kemudian berilah
pengakuan dan pujian atas keberhasilannya. Jangan
memberikan tugas diluar kemampuan atau yang sudah kita
ketahui tidak dapat diselesaikannya, menanamkan gagasan,
berfungsi memotivasi kreativitas anak untuk berkembang,
mendorong aspirasi, membantu membentuk koping.
Harga diri yang rendah berhubungan dengan hubungan
interpsonal yang buruk dan terutama menonjol pada klien
skizofrenia dan depresi (Stuart & Sundeen, 2006, dalam Riyadi
& Purwanto, 2009). Gangguan harga diri atau harga diri
rendah dapat di gambarkan sebagai perasaan yang negatif
terhadap diri sendiri, hilang kepercayaan diri dan merasa gagal
mencapai keinginan.
(d). Peran (role)
Peran adalah serangkaian pola perilaku yang diharapkan
oleh lingkungan sosial berhubungan dengan fungsu-fungsi
individu di berbagai kelompok sosial (Stuart, 2006, dalam
Riyadi & Purwanto, 2009). Setiap individu dalam kehidupannya
sering disibukkan dengan perannya pada setiap waktu.
Misalnya sebagai seorang anak, istri, ibu rumah tangga,
mahasiswa, perawat, wanita karir, dan lain sebagainya. Peran

ini diperlukan individu untuk aktualisasi diri. Harga diri yang
tinggi merupakan hasil dari peran yang memenuhi kebutuhan
dan kesesuaian dengan ideal diri. Posisi individu dimasyarakat
dapat merupakan stresor terhadap peran karena struktur sosial
yang menimbulkan kesukaran, atau tuntutan posisi yang tidak
mungkin dilaksanakan. Stres peran terdiri dari konflik peran,
peran yang tidak jelas, peran yang tidak sesuai dan peran
yang berlebihan.
Banyak faktor yang mempengaruhi dalam menyesuaikan
diri dengan peran yang harus dilakukan (Stuart & Sundeen,
2006, dalam Riyadi & Purwanto, 2009) : kejelasan perilaku dan
pengetahuan yang sesuai dengan peran, konsistensi respon
orang yang berarti terhadap peran yang dilakukan, kesesuaian
dan keseimbangan antar peran yang diemban, keselarasan
budaya dan harapan individu terhadap perilaku peran,
pemisahan situasi yang akan menciptakan ketidaksesuaian
perilaku peran.
(e). Identitas diri (identity)
Identitas adalah kesadaran akan diri sendiri yang
bersumber dari observasi dan penilaian, yang merupakan
sintesa dari semua aspek konsep diri sebagai suatu kesatuan
yang utuh (Stuart & Sundeen, 2006, dalam Riyadi &

Purwanto, 2009). Individu yang memiliki perasaan identitas diri
yang kuat akan memandang dirinya berada dengan orang lain,
unik dan tidak ada duanya. Kemandirian timbul dari perasaan
berharga (respek pada diri), kemampuan dan penguasaan diri.
Seseorang yang mandiri dapat mengatur dan menerima
dirimya.
Identitas berkembang sejak masa kanak-kanak bersamaan
dengan perkembangan konsep diri. Hal yang penting dari
identitas adalah jenis kelamin. Identitas jenis kelamin
berkembang sejak bayi secara bertahap, dimulai dengan
konsep laki-laki dan wanita yang banyak dipengaruhi oleh
pandangan dan perlakuan masyarakat terhadap masing-
masing jenis. Misalnya, anak perempuan pasif dan menerima
sehingga berkembanglah asuhan yang tidak asertif.
Enam ciri identitas ego (meller cit Stuart & Sundeen, 2006,
dalam Riyadi & Purwanto, 2009) : mengenal diri sendiri
sebagai organisme utuh dan terpisah dari orang lain, mengakui
jenis kelamin diri sendiri, memandang berbagai aspek dalam
dirinya sebagai suatu keselarasan, menilai diri sendiri sesuai
dengan penilaian masyarakat, menyadari hubungan masa lalu,
sekarang dan yang akan datang, mempunyai tujuan yang
bernilai yang dapat direalisasikan.

8). Kepribadian yang sehat
Bagaimana individu berhubungan dengan orang lain
adalah inti dari kepribadian. Kepribadian tidak dapat cukup
diuraikan melalui teori perkembangan dan dinamika diri
sendiri. Pengalaman individu yang mempunyai kepribadian
sehat (Stuart & Sundeen, 2006, dalam Riyadi & purwanto,
2009) meliputi:
(a). Gambaran diri positif dan akurat.
Kesadaran diri berdasarkan observasi mandiri dan
perhatian yangsesuai dengan kesehatan diri. Termasuk
persepsi saat ini dan yang lalu, akan diri sendiri dan
perasaan tentang ukuran, fungsi, penampilan dan potensi
tubuh.
(b). Ideal diri realistis.
Mempunyai tujuan hidup yang dapat dicapai.
(c). Konsep diri positif.
Menunjukkan individu akan sukses dalam hidupnya atau
sesuai dengan apa yang diharapkan.
(d). Harga diri tinggi.
Individu akan memandang dirinya sebagai individu yang
berarti dan bermanfaat. Ia memandang dirinya sesuai
dengan apa yang diinginkan.

(e). Kepuasan penampilan peran.
Individu dapat berhubungan dengan orang lain secara
intim dan mendapat kepuasan, dapat mempercayai,
terbuka pada orang lain dan membina hubungan
interdependen.
(f) Identitas jelas.
Individu merasakan keunikan dirinya yang memberi arah
kehidupan dalam mencapai tujuan.
b. Etiologi
Menurut Stuart Gail (2007) :
1). Faktor predisposisi
(a). Faktor yang mempengaruhi harga diri
Meliputi penolakan orang tua, harapan orang tua tidak
realistis, kegagalan yang berulang, kurang mempunyai
tanggung jawab personal, ketergantungan pada orang
lain, dan idealdiri yang tidak realistis.
(b). Faktor yang mempengaruhi peran
Dimasyarakat umumnya peran seseorang disesuai
dengan jenis kelaminnya. Misalnya seseorang wanita
dianggap kurang mampu, kurang mandiri, kurang obyektif
dan rasional sedangkan pria dianggap kurang sensitif,
kurang hangat, kurang ekspresif dibandimg wanita.

Sesuai dengan standar tersebut, jika wanita atau pria
berperan tidak sesuai lazimnya maka dapat menimbulkan
konflik diri maupun hubungan sosial. Misal: seorang istri
yang berperan sebagai kepala rumah tangga atau
seorang suami yang mengerjakan pekerjaan rumah, akan
menimbulkan masalah. Konflik peran dan peran tidak
sesuai muncul dari faktor biologis dan harapan
masyarakat terhadap wanita atau pria. Peran yang
berlebihan muncul pada wanita yang mempunyai
sejumlah peran.
(c). Faktor yang mempengaruhi identitas diri
Meliputi ketidakpercayaan, tekanan dari teman sebaya
dan perubahan struktur sosial. Orang tua yang selalu
curiga pada anak akan menyebabkan anak menjadi
kurang percaya diri, ragu dalam mengambil keputusan
dan dihantui rasa bersalah ketika akan melakukan
sesuatu. Kontrol orang tua yang berat pada anak remaja
akan menimbilkan perasaan benci pada orang tua.
Teman sebaya merupakan faktor lain yang berpengaruh
pada identitas. Remaja ingin diterima, dibutuhkan, dan
diakui oleh kelompoknya.
(d). Faktor biologis

Adanya kondisi sakit fisik secara yang dapat
mempengaruhi kerja hormon secara umum, yang dapat
pula berdampak pada keseimbangan neurotransmitter di
otak, contoh kadar serotonin yang menurun dapat
mengakibatkan klien mengalami depresi dan pada pasien
depresi kecenderungan harga diri rendah kronis semakin
besar karena klien lebih dikuasai oleh pikiran-pikiran
negatif dan tidak berdaya.
2). Faktor presipitasi
Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh setiap
situasi yang dihadapi individu dan ia tidak mampu
menyesuaikan. Situasi atas stresor dapat mempengaruhi
komponen. Stresor yang dapat mempengaruhi gambaran diri
adalah hilangnya bagian tubuh, tindakan operasi, proses
patologi penyakit, perubahan struktur dan fungsi tubuh,
proses tumbuh kembang, prosedur tindakan dan pengobatan.
Sedangkan stresor yang dapat mempengaruhi harga diri dan
ideal diri adalah penolakan dan kurang penghargaan diri dari
orang tua dan orang yang berarti, pola asuh yang tidak tepat
misalnya selalu dituntut, dituruti, persaingan dengan sodara,
kesalahan dan kegagalan berulang, cita-cita tidak terpenuhi
dan kegagalan bertanggungjawab sendiri.

Stresor pencetus dapat berasal dari sumber internal atau
eksternal: trauma seperti penganiayaan seksual dan
psikologis atau menyaksikan peristiwa yang mengancam
kehidupan, ketegangan peran berhubungan dengan peran
atau posisi yang diharapkan dan individu mengalaminya
sebagai frustasi.
c. Proses terjadinya masalah
Harga diri rendah kronis terjadi merupakan proses kelanjutan
dari harga diri rendah situasional yang tidak diselesaikan. Atau
dapat juga terjadi karena individu tidak pernah mendapat feed
back dari lingkungan tentang perilaku klien sebelumnya bahkan
mungkin kecendrungan lingkungan yang selalu memberi respon
negatif untuk mendorong individu menjadi harga diri rendah.
Harga diri rendah kronis disebabkan banyak faktor. Awalnya
individu berada pada suatu situasi yang penuh dengan stressor
(krisis), individu berusaha menyelesaikan krisis tetapi tidak tuntas
sehingga timbul pikiran bahwa diri tidak mampu atau merasa gagal
menjalankan fungsi dan peran. Penilaian individu terhadap diri
sendiri karena kegagalan menjalankan fungsi dan peran adalah
kondisi harga diri rendah situasional, jika lingkungan tidak memberi
dukungan positif atau justru menyalahkan individu dan terjadi

secara terus menerus akan mengakibatkan individu mengalami
harga diri rendah kronis.
d. Manifestasi klinis
Manifestasi yang bisa muncul pada klien gangguan jiwa
dengan harga diri rendah, Fitria (2010) : mengkritik diri sendiri,
perasaan tidak mampu, pandangan hidup yang pesimistis, tidak
menerima pujian, penurunan produktivitas, penolakan terhadap
kemampuan diri, kurang memperhatikan perawatan diri,
berpakaian tidak rapi, selera makan berkurang tidak berani
menatap lawan bicara, lebih banyak meunduk, bicara lembut
dengan nada suara lemah.
Menurut NANDA (2009) tanda dan gejala harga diri rendah
kronik adalah: bergantung pada pendapat orang lain, evaluasi diri
bahwa individu tidak mampu menghadapi peristiwa, melebih-
lebihkan umpan balik negatif tentang diri sendiri, secara
berlebihan mencari penguatan, ekspresi rasa bersalah, ekspresi
rasa malu, sering kali kurang berhasil dalam peristiwa hidup,
tidak mencoba situasi baru, tidak mencoba hal baru, perilaku
bimbang, kontak mata kurang, perilaku tidak asertif, sering kali
mencari penegasan, pasif, menolak umpan balik positif tentang
diri sendiri.

Menurut Suliswati, 2005 tanda dan gejala yang bisa muncul
pada klien dengan gangguan jiwa dengan harga diri rendah
adalah sebagai berikut :
1). Perubahan perilaku pada gangguan citra tubuh: menolak
menyentuh atau melihat bagian tubuh tertentu, menolak
bercermin, tidak mau mendiskusikan keterbatasan atau cacat
tubuh, menolak usaha rehabilitasi, usaha pengobatan mandiri
yang tidak tepat, menyangkal cacat tubuh.
2). Perubahan perilaku yang berhubungan dengan harga diri
rendah : mengritik diri sendiri, merasa bersalah dan khawatir,
merasa tidak mampu, menunda keputusan, gangguan
berhubungan, menarik diri dari realita, merusak diri,
membesar-besarkan diri sebagai orang penting, perasaan
negatif terhadap tubuh, ketegangan peran, pesimis
menghadapi hidup, keluhan fisik, penyalahgunaan zat.
3). Perubahan perilaku yang berhubungan dengan identitas : tidak
melakukan kode moral, kepribadian yang bertentangan,
hubungan interpersonal yang eksploitatif, perasaan hampa,
perasaan mengambang tentang diri, kekacauan identitas
seksual, kecemasan yang tinggi, ideal diri tidak realistis, tidak
mampu berempati terhadap orang lain.

4). Perubahan perilaku yang berhubungan dengan
depersonalisasi:
(a). afektif : kehilangan identitas diri, merasa asing dengan
diri sendiri, perasaan tidak nyata, merasa sangat
terisolasi, tidak ada perasaan berkesinambungan, tidak
mampu mencari kesenangan.
(b). Persepsi : halusinasi pendengaran atau penglihatan,
kekacauan identitas seksual, sulit membedakan diri
dengan orang lain, gangguan citra tubuh, menjalani
kehidupan seperti dalam mimpi.
(c). Kognitif : bingung, disorientasi waktu, gangguan berpikir,
gangguan daya ingat, gangguan penilaian.
(d). Perilaku : pasif, komunikasi tidak sesuai, kurang
spontanitas, kurang pengendalian diri, kurang mampu
membuat keputusan, menarik diri dari hubungan sosial.
10. Automatic Thought ( Pikiran Otomatis )
Pikiran bawah sadar yang muncul dengan sendirinya dan dapat
mempengaruhi perasaan dan tingkah laku seseorang (Vandesbos,
2008). Pikiran otomatis dapat mengarah pada pikiran positif namun
cenderung mengarah pada pikiran negatif karena umumnya bersifat
awfulze atau melebih – lebihkan (Beck J,1995). Pikiran negatif
muncul biasanya pada situasi yang memicu stres, atau yang memicu

kecemasan, sehingga pada umumnya ketika individu mengalami
pengalaman buruk, pikiran negatif cenderung ekstrim dan sangat
tidak membantu (unhelpful). Pikiran negatif cenderung mengarah
pada pemikiran yang tidak realistis (unrealistic), kesalahan berpikir
(logical error), pikiran mengalahkan diri (self- defeating thoughts), dan
asumsi disfungsional (dysfunctional assumption), ( Beck & Weishaar,
2008: Dattilio & Freeman, 1992 dalam Corey, 2001). Bentuk pikiran
negatif diantaranya berprasangka tanpa adanya bukti yang jelas,
berpikir “ harus “ dalam mencapai keinginan, berpikir kalau dirinya
bodoh, tidak berguna, atau tidak punya kelebihan yang bisa di
banggakan, pikiran berandai – andai, berpikir dengan cenderung
memprediksikan suatu hal dengan hasil negatif (akan gagal), berpikir
bahwa kesalahan disebabkan oleh orang lain dan atau terlalu
menyalahkan diri ( Cormier & Nurius, 2003 ). Pikiran negatif dapat
merugikan individu, baik secara intrapersonal maupun interpersonal.
Pikiran negatif dapat mempengaruhi aspek kognitif, afektif,
behavioral, motivasional dan somatik ( Tobing H, 2009).

Gambar 2.3 Pikiran Otomatis Negatif (Beck J, 1995)
11. Automatic Thoughts Questionnaire (ATQ)
Skala pengukuran yang berguna unuk menilai konsepsi diri
negatif seperti penilaian diri otomatis akan ketidakberdayaan,
keputusasaan, dan konsepsi diri negatif lainnya (Hollon & dan
Kendall, 1980; Kazdin, 1990; Pan & Ng, 2016). Sistem pengukuran
ini sendiri dikembangkan saat dibutuhkan skala penilaian yang
mampu menunjukan adanya perubahan dalam pemikiran seseorang
setelah orang tersebut mendapat perawatan (Hollon dan Kendall,
1980). Frekuensi Konsepsi negatif yang timbul dalam diri seseorang
ini dapat dihubungkan dengan seseorang tersebut termasuk ke
dalam kategori dipresi atau non depresi (Hollon dan Kendall, 1980).

Skala penilaian ini juga bersifat spesifik dan terbukti sesuai untuk
mengukur konsepsi diri yang kerap dihubungkan dengan depresi
(Dobson & Breiter, 1983; Hollon & Kendall, 1980; Hollon, Kendal, &
Lumry, 1986). Skala pengukuran ATQ ini berguna untuk
membuktikan dan mengkonfirmasi bahwa mekanisme perawatan
yang diberikan kepada sesorang tersebut secara signifikan mampu
untuk merubah konsepsi diri negatif seseorang yang diasosiasikan
dengan depresi yang dialami orang tersebut sebelum perawatan
diberikan (Hollon dan Kendall, 1980; p. 394).
Automatic Thoughts Questionnaire (ATQ) dilakukan dengan
memberikan 30 pernyataan terkait dengan frekuensi tingkat
keseringan suatu konsepsi diri negatif terjadi dalam pemikiran subjek
tersebut (Hollon dan Kendall, 1980). Subjek biasanya akan diminta
untuk mengingat seberapa sering konsepsi diri negatif terjadi dalam
seminggu terakhir sebelum pengisian skala dilakukan (Dobson &
Breiter, 1983; Kazdin, 1990). Subjek akan menilai diri mereka sendiri
melalui pilihan respon jawaban yang diberikan. Setiap butir
pernyataan berisi satu konsepsi diri negatif, seperti “Aku benci diriku
sendiri” atau “Aku adalah suatu kegagalan”, akan disertai respon
jawaban dengan 5 skala berbeda dari jawaban tidak sama sekali (=
1), kadang-kadang (= 2), lumayan sering (= 3), sering (= 4), hingga ke
pilihan jawaban “setiap saat” (= 5). Total nilai yang dikumpulkan dari

respon 30 pernyataan tersebut berada dalam rentang nilai terendah
30 sampai dengan 150. Semakin tinggi nilai respon yang diberikan
maka semakin sering konsepsi negatif (30 – 150 = more frequent
negative cognitions ) terjadi dalam pemikiran subjek tersebut (Hollon
dan Kendall, 1980). ATQ dibagi menjadi 4 domain antara lain, dari 30
pertanyaan, 5 pertanyaan untuk mengukur keputusasaan ( Personal
Maladjusment and desire for change ) yaitu nomor 7,10,14,20,26.
Kemudian 7 pertanyaan untuk mengukur kecemasan ( Negative Self
Concepts and Negative Expectations ) antara lain pada nomor
2,3,9,,21,23,24,28. Disusul 2 pertanyaan mengukur harga diri ( Low
Self Esteem ) pada nomor 17,18. Dan yang terakhir 2 pertanyaan
untuk mengukur ketidakberdayaan ( Helplessness ) yang ditunjukkan
pada nomor 29,30.
ATQ menunjukkan korelasi yang kuat dengan berbagai
pengukuran penyebab depresi termasuk proses kognitif dan tingkat
depresi seseorang (Kazdin, 1990; Pan & Ng, 2016). Subjek yang
lebih sering memiliki pemikiran negatif mengenai dirinya cenderung
memiliki tingkat penghargaan diri yang rendah dan rasa ketidak
berdayaan yang besar (Kazdin, 1990). Hal ini menunjukkan tingkat
validasi yang tinggi dalam penggunaan ATQ sebagai salah satu
penentu seseorang dinyatakan secara klinis berada dalam kelompok
depresi atau nondepresi (Hollon dan Kendall, 1980). Konsistensi

internal butir pernyataan dalam instrument ini sangat kuat dengan
nilai alpha cronbach’s 0,97 dan nilai r = 0,47 – 0,78 ( Kendall &
Hollon,2006 ).
B. Penelitian Terkait
Penelitian terkait tentang efektifitas terapi kognitif terhadap
mekanisme koping pasien harga diri rendah di Rumah Sakit Jiwa Daerah
Atma Husada Mahakam Samarinda adalah :
Suerni (2013) dengan judul Penerapan Terapi Kognitif Dan
Psikoedukasi Keluarga Pada Klien Harga Diri Rendah Di Ruang
Yudistira Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor. Metode yang
dipakai adalah studi kasus. Pada 15 klien diberikan tindakan
keperawatan generalis dan terapi kognitif serta pada 20 klien diberikan
tindakan keperawatan generalis, terapi kognitif dan psikoedukasi
keluarga. Hasil penerapan pada kelompok klien dengan tindakan
keperawatan generalis dan terapi kognitif menunjukkan penurunan
tanda dan gejala rata-rata 54,94%, peningkatan kemampuan rata-rata
89,57%, lama rawat rata-rata 37 hari. Hasil penerapan pada klien
dengan tindakan keperawatan generalis, terapi kognitif dan
psikoedukasi keluarga menunjukkan penurunan tanda dan gejala rata-
rata 71,2%, peningkatan kemampuan klien rata-rata 100%, peningkatan
kemampuan keluarga 98%, lama rawat rata-rata 26 hari.

Jihan (2009) dengan judul Efektifitas Terapi Perilaku Kognitif
(Cognitive Behaviour Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien
Kanker dengan Nyeri Kronis di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam
Malik Medan. Desain yang digunakan dalam penelitian ini quasy
eksperiment, pre test, post test desain pada kedua kelompok intervensi
yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh terapi perilaku kognitif
terhadap penurunan nyeri pada pasien kanker dengan nyeri kronis.
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien dengan nyeri kronis yang
mengalami pengobatan di ruang Rindu B2 RSUP H Adam Malik Medan
sebanyak 16 orang. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
kuesioner skala pengukuran intensitas nyeri menggunakan verbal
numerical rating scale. Uji analisis menggunakan uji paired t-test dan
independen t-test. Hasil uji independen t-test pada penelitian ini dengan
membandingkan intensitas nyeri antara kelompok responden yang
mendapatkan terapi relaksasi dengan mendapatkan terapi distraksi
menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna/signifikan. Hal ini
ditunjukkan dengan nilai p > 0,05 yaitu 0,868 . dari hasil ini dapat dibuat
analisa bahwa tidak ada perbedaan antara terapi relaksasi dengan
distraksi dalam menurunkan intensitas nyeri dan kedua terapi sama-
sama efektif dalam menurunkan intensitas nyeri.

Setyarini (2012), dengan judul Pengaruh Terapi Kognitif Perilaku
Terhadap Perubahan Tingkat Depresi Pada Lansia di Panti Werdha
Karitas Cimahi. Metode pada penelitian ini menggunakan pendekatan
riset kuantitatif dengan desain “pre experimental” dengan rancangan
penelitian “one-group pretest-posttest design”, dengan memberikan
terapi kognitif perilaku pada lansia dengan metode pre dan post test saat
dilakukan pemberian terapi dan akan diukur dengan menggunakan alat
ukur Zung Self-Rating Depression Scale (ZSDS), teknik sampel
menggunakan total sampling sebanyak 15 orang lansia. Hasil
pengukuran pada penelitian ini menggunakan uji Wilcoxon Signed Rank
Test. Hasil yang didapatkan merupakan hasil pengukuran ZSDS pada
lansia sebelum dan sesudah dilakukan Terapi Kognitif-Perilaku. Hal ini
ditunjukan dengan nilai p < 0,05 yaitu 0.025, maka Ha diterima sehingga
ada pengaruh antara terapi kognitif perilaku dengan perubahan tingkat
depresi pada lansia di Panti Werdha Karitas Cimahi.
C. Kerangka Teori Penelitian
Kerangka teori adalah suatu model yang menerangkan bagaimana
hubungan suatu teori dengan faktor-faktor penting yang diketahui dalam
suatu penelitian, yaitu teori terapi kognitif, teori tentang mekanisme
koping pasien harga diri rendah. dimana hubungannya digambarkan
sebagaimana berikut :

Gambar 2.4 Kerangka Teori


D. Kerangka Konsep Penelitian
Kerangka konsep penelitian pada hakikatnya adalah suatu uraian
dan visualisasi konsep-konsep serta variabel-variabel yang akan
diukur/diteliti (Notoatmodjo, 2010).

Harga Diri Rendah :
1. Gangguan
gambaran diri
2. Gangguan ideal
diri
3. Gangguan harga
diri
4. Gangguan peran
diri
5. Gangguan
identitas diri


Mekanisme Koping (Stuart,
2006) :
1. Koping adaptif
(construction)
a. Problem solving
b. Utilizing social
support
c. Looking for
silver linning
2. Koping maladaptif
(destruction)
Terapi Kognitif (Setyoadi,
2011) :
1. Menghilangkan
pikiran otomatis
2. Menguji pikiran
otomatis
3. Mengidentifikasi
asumsi
maladaptive
4. Menguji validitas
asumsi
maladaptive
5. Support System

Variabel Independen Variabel Dependen





Gambar 2.5 : Kerangka Konsep
E. Hipotesa Penelitian
Hipotesa penelitian adalah suatu asumsi sementara tentang
hubungan antara dua atau lebih variabel yang diharapkan bisa
memberikan jawaban sementara atas suatu pernyataan dalam suatu
penelitian (Nursalam 2000). Menurut Notoatmojo (2002) hipotesais
didalam suatu penelitian berarti jawaban sementara penelitian, patokan
duga, atau dalil sementara yang kebenarannya akan dibuktikan dalam
penelitian tersebut.
Hipotesa penelitian ini adalah :
1. Hipotesis Nol (Ho):
Pre test mekanisme
koping pasien harga diri
rendah
Post test mekanisme
koping pasien harga
diri rendah
Terapi Kognitif

Tidak ada pengaruh terapi kognitif terhadap mekanisme koping pasien
harga diri rendah di Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam
samarinda.
2.Hipotesis alternatif (Ha) :
Ada pengaruh terapi kognitif terhadap mekanisme koping pasien harga
diri rendah di Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam
samarinda.

BAB III
METODE PENELITIAN


BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


SILAHKAN KUNJUNGI PERPUSTAKAAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH KALIMANTAN TIMUR
Jl. Ir. H. Juanda No. 15

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan tujuan penelitian yang telah dibuat maka dapat ditarik
suatu kesimpulan, sebagai berikut :
1. Karakteristik responden berdasarkan usia didapatkan hasil dari 17
responden, (47,1%) berada di rentang usia 41 – 50 tahun, disusul
berikutnya usia 31 – 40 tahun (23,5 %), selanjutnya 21 – 30 tahun
(17,6%), dan usia > 50 tahun (11,8%). Sedangkan berdasarkan jenis
kelamin, laki-laki (88,2%) dan perempuan (11,8%).Dilanjutkan
dengan karakteristik pendidikan SD (41,2%), SMP (35,3%), SMA
(11,8%) dan (11,8%), sebagian besar dirawat lebih dari 42 hari
(82,4%) dan kurang dari 42 hari (11,6%).
2. Nilai pre tes 17 reponden Mekanisme Koping pasien harga diri
rendah memiliki rerata 76,29 dengan median 72 dengan nilai hasil
pengukuran berkisar 52 – 109.
3. Pasien yang telah menjalani terapi kognitif mengalami penurunan
nilai post tes sebanyak 16 orang yang berkisar dari 41 hingga 103
dengan mean 65,00.
4. Hasil penelitian menunjukkan p value 0,001<0,05, sehingga dapat
disimpulkan ada pengaruh terapi kognitif terhadap mekanisme

koping pasien harga diri rendah di RSJD Atma Husada Mahakam
Samarinda.
B. Saran
1. Bagi Rumah Sakit RSJD Atma Husada Mahakam Samarinda
Dari hasil penelitian ini diharapkan rumah sakit dapat
memberikan kesempatan kepada perawat untuk mendapatkan
pelatihan tentang terapi modalitas spesialis khususnya terapi kognitif
dalam menangani pasien yang memiliki diagnosa keperawatan HDR
situsional maupun kronis. Terutama bagi pasien yang memiliki
resiko bunuh diri atau mengalami pikiran otomatis negatif. Namun
yang lebih penting lagi RS dapat membuat aturan kewenangan
siapa yang berhak dan bertanggung jawab melakukan terapi-terapi
modalitas yang di yakini secara ilmiah, memberikan pengaruh positif
dalam pencegahan kekambuhan.
2. Bagi Perawat
Diharapkan perawat lebih meningkatkan kompetensi dalam
pemberian terapi mandiri seperti terapi modalitas ini, baik melalui
peningkatan pendidikan formal berjenjang maupun pelatihan –
pelatihan. Sehingga kompetensi ini dapat pula memberikan
kepercayaan diri bagi perawat yang melakukan.

3. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini dapat dijadikan masukan sebagai kajian ilmiah
untuk mengembangkan terapi kognitif dengan kasus lain untuk
menangani pasien yang mengalami harga diri rendah, depresi, dan
kecemasan ataupun masalah psikososial lainnya. Sehingga penting
untuk mempertimbangkan memasukkan terapi modalitas spesialis
sebagai materi kuliah dalam pengajaran keperawatan jiwa.
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
Penelitian ini dapat dikembangkan lebih lanjut dengan
menggunakan kelompok kontrol dan dengan menggunakan alat
ukur yang lebih mudah dipahami oleh responden. Selain itu,
penelitian juga dapat dipertimbangkan untuk dilakukan di rumah
sakit dengan fokus masalah.psikososial atau juga di komunitas.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati (2009) Keefektifan Cognitive Behaviour Therapy (CBT)
Sebagai Terapi Tambahan Pasien Skizofrenia Kronis di Panti
RehabilitasiBudi Makarti Boyolali.
https://www.google.com/digilib.uns.ac.id.Diperoleh pada tanggal 24 mei 2016.
Astuti dkk (2008) Pengaruh terapi kognitif restrukturisasi terhadap
penurunan skor depresi pasien gangguan jiwa, Jurnal Keperawatan
Soedirman (The Soedirman Journal of Nursing), Volume 5, No.3, Nopember
2010
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Proses,
Jakarta : Rineka Cipta.
Chaplin, J.P ( 2009) Kamus Lengkap Psikologi Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada.
Catatan Terapi Kelompok dan Individu Rehabilitasi Medik RSJD. Atma
Husada Mahakam Samarinda ( 2015)
Damaiyanti (2015) Prevalence of Depression among Indonesia High
School Adolescent .
Davison,GC & Neale J. M (2006) Psikologi Abnorma,Jakarta. PT Raja
Grafindo Persada.

Djatmiko, Prianto (2009) Kesehatan Jiwa Sebagai Prioritas Global,
http://www.depkes.go.id/index.php?option=news&task=viewarticle&sid=3592
diperoleh pada tanggal 17 Januari 2016
Dobson, K. S., & Breiter, H. J. (1983). Cognitive assessment of
depression: Reliability and validity of three measures. Journal of Abnormal
Psychology, 92(1), 107.
Fausiah, Fitri & Widury Julianti. (2005). Psikologi Abnormal Klinis
Dewasa. Jakarta: UI-Press.
Handayani (2009). Pengaruh Cognitive Behavirol Therapy (CBT)
Terhadap Perubahan Kecemasan, Mekanisme Koping, Harga Diri Pada
Pasien Gangguan Jiwa Dengan Skizofrenia Di RSJD Surakarta. Jurnal
Terpadu Ilmu Kesehatan, Vol 3(1), Mei 2014, 41-50
Hastono, S. (2010). Statistika Kesehatan, Ed.5. Jakarta : Rajawali
Pers.
Hawari, D.(2008), Manajemen Stres Cemas dan Depresi, Jakarta :
Balai Penerbit FKUI.
Hollon, S. D., & Kendall, P. C. (1980). Cognitive self-statements in
depression: Development of an automatic thoughts questionnaire. Cognitive
therapy and research, 4(4), 383-395.

Hollon, S. D., Kendall, P. C., & Lumry, A. (1986). Specificity of
depressotypic cognitions in clinical depression. Journal of Abnormal
Psychology, 95(1), 52.
Jihan, (2009). Efektifitas Terapi Perilaku Kognitif (Cognitive Behaviour
Therapy) Relaksasi dan Distraksi pada Pasien Kanker dengan Nyeri Kronis di
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14300/1/10E01039.pdf.
Diperoleh pada tanggal 20 Desember 2015
Kazdin, A. E. (1990). Evaluation of the Automatic Thoughts
Questionnaire: Negative cognitive processes and depression among children.
Psychological Assessment: A Journal of Consulting and Clinical Psychology,
2(1), 73
Kusumawati, (2010). Konsep Perilaku Caring. http : HYPERLINK
"http://www.wordpress.com" ᄉ www.wordpress.com ᄃ 23-10-2014. Diperoleh
pada tanggal 10 Desember 2015.
Maramis Willy. F dan Maramis Albert. A. (2009). Catatan Ilmu
Kedokteran Jiwa, Edisi 2. AirlanggaUniversity Press. Surabaya.
Notoatmodjo (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta:
Rineka Cipta.

Nursalam. (2011). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan : Pedoman Skripsi, Tesis, dan Instrumen Penelitian
Keperawatan, Jakarta : Salemba Medika.
Pan, J. Y., Ye, S., & Ng, P. (2016). Validation of the Automatic
Thoughts Questionnaire (ATQ) Among Mainland Chinese Students in Hong
Kong. Journal of clinical psychology, 72(1), 38-48.
Potter & Perry. ( 2005 ). Buku Ajar fundamental Keperawatan : konsep,
Proses, dan praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.
Rekam Medik Rumah Sakit Jiwa Daerah Atma Husada Mahakam
Samarinda. (2015).
Riwidikdo, H. (2006). Statistik Kesehatan, Belajar mudah teknik
analisis data dalam penelitian kesehatan (Plus Aplikasi Software SPSS),
Jogjakarta: Mitra Cendikia Press.
Sarfika (2012). Pengaruh Terapi Kognitif dan Logoterapi terhadap
Depresi, Ansietas, Kemampuan Mengubah Pikiran Negatif dan kemampuan
Memaknai Hidup klien Diabetes Melitus di RSUP dr. M. Djamil Padang.
https://www.googl.com/url ib.ui.ac Di peroleh pada tanggal 21 januari 2016.
Sadock BJ, Sadock VA. Kaplan & Sadock’s Synopsis of Psychiatry.
Behavior Sciences/Clinical Psychiatry. 10
th
.
Sekaran, Uma. (2006). Metode Penelitian Bisnis. Jakarta : Salemba
Empat

Setyarini (2012). Pengaruh Terapi Kognitif Perilaku Terhadap
Perubahan Tingkat Depresi Pada Lansia di Panti Werdha Karitas Cimahi.
http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/index.php/searchkatalog/byId/310113. Diperoleh
pada tanggal 17 Januari 2016.
Setyoadi & Kushariyadi. (2011).
Terapi Modalitas Keperawatan Pada Klien Psikogeriatik. Jakarta : Salemba
Medika
Silalahi, G.A. (2003). Metodologi Penelitian dan Studi Kasus, Sidoarjo:
Citra Media.
Smeltzer, SC., Bare, B.G., (2002). Buku Ajar Keperawatan Kesehatan
Medikal-Bedah. Alih bahasa dr. H. Y. Kuncara. Jakarta : EGC
Stuart Gail. W dan Laraia Michele. T. (2005). Principles and Practice of
Psychiatric Nursing 8 th Edition. Mosby Inc.
Stuart, GW ; Sundeen, SJ. (2009). Buku Saku Keperawatan Jiwa.
Penerbit EGC. Jakarta.
Suerni. (2013). Penerapan Terapi Kognitif Dan Psikoedukasi Keluarga
Pada Klien Harga Diri Rendah Di Ruang Yudistira Rumah Sakit Dr. H.
Marzoeki Mahdi Bogor. http://www.e-jurnal.com/2014/11/penerapan-terapi-
kognitif-dan.html diperoleh pada tanggal 22 Desember 2015
Sugiyono, 2010, Statistika untuk penelitian, Cetakan ke-16. Bandung :
CV. Alfabeta

Tika, P. (2005). Budaya Organisasi Perusahaan. Jakarta : PT Bumi
Aksara.
Undang-Undang RI No 14 Tahun 2014 Bab I, Pasal 1 tentang
kesehatan jiwa.
Videbeck, S.L. (2008). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC..
Wong D. Dan Whalley. (1996). Clinical Manual Of Pediatric Nursing.
4th edition. Lippincott: Philadelphia.
Yosep, Iyus (2009). Keperawatan Jiwa. Cetakan kedua ( edisi revisi )
Bandung : Refika Aditama