Rahmadi, S.Ag., M.Pd.I.











PENGANTAR METODOLOGI
PENELITIAN








ANTASARI PRESS
BANJARMASIN
2011

ii


PENGANTAR METODOLOGI PENELITIAN



Rahmadi


@ Antasari Press



v + 129 Halaman; 14,5 x 21 cm
ISBN: 979-17087-6-2



Editor: Syahrani
Rancang Sampul: Tidi Bhakti
Penata Isi: Tidi Bhakti




Penerbit
Antasari Press
Jl. A. Yani, Km. 4,5
Banjarmasin, Kalimantan Selatan
Telp: (0511) 3252829, 3254344


Cet. I: Oktober 2011

iii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah swt.
yang telah melimpahkan tawfiq dan hidayah-Nya sehingga
buku yang berjudul Pengantar Metodologi Penelitian ini
selesai dirampungkan. Salawat dan salam selalu tercurah
kepada Baginda Nabi Muhammad saw. beserta keluarga
sahabat dan pengikutnya hingga akhir zaman.
Buku ini dimaksudkan sebagai pegangan awal
mahasiswa. Sebagai pegangan awal tentu saja buku ini jauh
dari cukup untuk menguasai metodologi penelitian. Karena
itu, diperlukan literatur atau sumber lain untuk
melengkapi buku ini. Buku teks terpenting yang disarankan
untuk dibaca sebagai pendamping buku ini adalah buku
teks metodologi penelitian kualitatif, buku teks metodologi
penelitian kuantitatif dan buku teks tentang teknik-teknik
penulisan ilmiah, karena buku ini tidak membahas aspek-
aspek ini secara mendalam dan luas tetapi hanya
memperkenalkannya secara parsial saja.
Penulis menyadari bahwa apa yang disajikan dalam
buku ini memiliki keterbatasan dan ketidaksempurnaan.
Karena itu, kritik dan saran konstruktif akan menjadi
sumbangan penting dalam perbaikan dan revisi buku ini ke
depan.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih kepada
pihak Antasari Press yang berkenan menerbitkan buku ini,
juga kepada saudara Syahrani yang telah membantu atas
terbitnya buku ini dan semua pihak yang terlibat.
Banjarmasin, Oktober 2011

Penulis,

iv

DAFTAR ISI

Kata Pengantar................................................................................ iii
Daftar Isi ............................................................................................ iv
BAB I PENGANTAR SEPUTAR PENELITIAN............. 1
A. Penelitian dan Pencarian Kebenaran ..... 1
B. Penelitian dan Pengembangan
Pengetahuan ..................................................... 4
C. Beberapa Istilah di Seputar Penelitian .. 6
D. Manfaat dan Tujuan Penelitian ................. 10
E. Jenis-jenis Penelitian ..................................... 12
F. Menjadi Peneliti .............................................. 15
BAB II MASALAH PENELITIAN ....................................... 21
A. Pengertian Masalah ....................................... 21
B. Sumber Masalah .............................................. 22
C. Kriteria Masalah yang Layak Diteliti ....... 23
D. Merumuskan Masalah ................................... 32
BAB III KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI .. 37
A. Makna dan Arti Penting Kajian Pustaka
dan Landasan Teori ....................................... 37
B. Sumber-sumber Penyusunan Kajian
Pustaka dan Landasan Teori ...................... 41
C. Teknik Menyusun Kajian Pustaka dan
Landasan Teori ................................................ 43
D. Masalah Landasan Teori dalam
Penelitian Kuantitatif dan Penelitian
Kualitatif ............................................................. 44
BAB IV VARIABEL DAN HIPOTESIS ................................ 47
A. Variabel Penelitian ......................................... 47
B. Hipotesis ............................................................ 53

v

BAB V METODE PENELITIAN ......................................... 59
A. Menentukan Jenis dan Pendekatan ......... 59
B. Menentukan Sumber Penelitian ............... 60
C. Menentukan Subjek Penelitian ................. 61
D. Data dan Jenis Data ........................................ 70
E. Teknik Pengumpulan dan Instrumen
Pengumpul Data .............................................. 75
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data .... 89
BAB VI LAPORAN PENELITIAN ....................................... 97
A. Lima Aspek Penting Penulisan Laporan
Penelitian .......................................................... 97
B. Momen Memulai Menulis Laporan
Penelitian .......................................................... 110
BAB VII PROPOSAL DESAIN PENELITIAN .................... 111
A. Istilah Proposal Penelitian dan Desain
Penelitian ........................................................... 111
B. Proposal Desain Penelitian dalam
Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif ....... 112
C. Unsur-unsur Proposal Desain
Penelitian ........................................................... 114
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 125
TENTANG PENULIS

1
BAB I
PENGANTAR SEPUTAR PENELITIAN

A. Penelitian dan Pencarian Kebenaran
Dalam mencari dan menemukan kebenaran, manusia
menggunakan setidaknya tiga bentuk pendekatan. Ketiga
pendekatan itu adalah pendekatan unscientific, pendekatan
kritik-rasional dan pendekatan scientific research.
1
Penjelasan
singkat tentang ketiga pendekatan itu adalah sebagai berikut.
1. Pendekatan Unscientific
Pendekatan unscientific (nonilmiah) adalah pendekatan
yang digunakan untuk mencari kebenaran dan pengetahuan
dengan cara-cara yang tidak menggunakan prosedur dan
metode ilmiah. Kebenaran dan pengetahuan dengan
pendekatan ini ditemukan atau diperoleh dengan cara
kebetulan, trial and error (coba-salah), dan melalui otoritas
seseorang.
Penemuan kebenaran dan pengetahuan secara
kebetulan merupakan penemuan kebenaran atau
pengetahuan tanpa disengaja atau tanpa melalui proses usaha
yang sungguh-sungguh. Misalnya, seorang suku Indian yang
menderita demam yang sangat tinggi secara tidak sengaja
jatuh ke sebuah sungai kecil yang berwarna hitam dan tanpa
sengaja meminum airnya. Orang Indian itu kemudian sembuh.
Padahal ketika itu, orang tidak dapat berbuat apa-apa
terhadap wabah malaria. Ternyata air hitam yang dapat
menyembuhkan itu diketahui disebabkan oleh adanya pohon
kina yang tumbang di sungai itu. Di situlah kemudian orang

1
Untuk tema ini secara luas dapat dibaca pada M. Burhan Bungin,
Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial
Lainnya (Jakarta: Kencana, 2009), h. 7-20. Tulisan ini hanyalah ringkasan
dari apa yang ditulis oleh Bungin pada buku ini.

Pengantar Metodologi Penelitian
2

mengetahui bahwa pohon kina dapat dijadikan sebagai obat
malaria.
Penemuan pengetahuan atau kebenaran melalui trial
and error, lebih maju daripada penemuan kebenaran secara
kebetulan. Sebab, cara ini sudah melibatkan usaha yang
disengaja untuk menemukan pengetahuan dan kebenaran
dengan cara aktif mencoba. Cara ini dilakukan dengan
keinginan untuk mencoba-coba saja tanpa ada tujuan yang
pasti yang ingin didapat. Manusia hanya ingin tahu saja apa
yang terjadi atau apa yang ia dapat dengan melakukan
sesuatu. Misalnya, Robert Kock pernah mengasah kaca dengan
maksud mencoba-coba apa yang akan terjadi dengan hasil
asahannya itu. Ketika Kock terus mengasah kaca itu ternyata
kaca kemudian berubah berbentuk lensa yang dapat
memperbesar benda-benda yang tidak dapat dilihat dengan
mata. Lensa tersebut kemudian menjadi dasar pembuatan
mikroskop.
Kelemahan dari usaha trial and error ini adalah usaha
ini terlalu mereka-reka, bersifat spekulatif tanpa kepastian
dan tanpa jaminan. Orang memang bisa menemukan kejutan
atau sesuatu yang tidak terduga, tetapi tidak jarang orang
frustrasi karena tidak menemukan sesuatu yang berarti.
Berbeda dengan cara kebetulan dan trial and error,
pencarian kebenaran dan pengetahuan melalui otoritas lebih
mengandalkan otoritas orang lain, yakni mereka yang
dianggap memiliki pengetahuan dan keahlian di bidangnya
yang dapat dipercaya, seperti raja, pemerintah, guru, imam,
ulama, pendeta, dukun dan sebagainya. Misalnya, orang
percaya terhadap kebenaran pernyataan dokter tentang
penyakitnya; orang percaya terhadap ajaran agama yang
disampaikan oleh imam-imam mazhab; orang yang akan
melaksanakan pernikahan percaya dengan pilihan hari yang

Pengantar Seputar Penelitian
3

baik untuk melakukan pernikahan itu yang dikemukakan oleh
seorang dukun, dan sebagainya.
Kelemahan cara ini adalah manusia tergantung pada
orang lain dalam menemukan kebenaran daripada
mengandalkan rasio dan usahanya sendiri. Cara ini dalam
kadar tertentu cocok untuk menemukan kebenaran dogmatis
seperti dalam kasus keyakinan agama, upaya penyembuhan
penyakit dalam kasus kesehatan, dan sejenisnya.
2. Pendekatan Kritik-Rasional
Pendekatan kritik-rasional merupakan pencarian
kebenaran atau pengetahuan melalui kemampuan akal
manusia untuk berpikir logis, baik dengan cara
menghubungkan satu hal dengan hal lainnya maupun dengan
cara membuat tesa, mengkajinya dengan antitesa kemudian
menghasilkan tesis.
2

Menurut Bungin, ada dua cara menemukan pengetahuan
atau kebenaran melalui pendekatan kritik-rasional yaitu cara
berpikir analitis (deduktif) dan cara berpikir sintesis
(induktif). Cara berpikir analitis bertolak dari hal-hal yang
bersifat umum (teori, hukum, dalil, rumus) yang kemudian
membentuk proposisi dalam silogisme tertentu.
3
Cara
berpikir sintesis berangkat dari fakta, data, kasus, atau

2
Bungin, Penelitian Kualitatif…, h. 13-14.
3
Proposisi adalah statemen yang menerima, menolak atau
membenarkan suatu kondisi. Silogisme adalah suatu argumen yang terdiri
dari tiga buah proposisi (premis mayor, premis minor dan konklusi).
Umumnya ada empat bentuk silogisme, yaitu silogisme kategoris, silogisme
bersyarat (kondisional) atau hipotetik, silogisme alternatif (pilihan),
silogisme melerai atau disjungtif. Penjelasan lebih lanjut berikut dengan
contohnya dapat dilihat pada Bungin, Penelitian Kualitatif…, h. 14-15.

Pengantar Metodologi Penelitian
4

pengetahuan yang bersifat khusus menuju pada konklusi-
konklusi yang umum.
4

3. Pendekatan Scientific Research
Pendekatan kritis-rasional merupakan pendekatan
ilmiah yang menjadi landasan bagi pencarian kebenaran atau
pengetahuan melalui pendekatan scientific research. Pada
pendekatan ini, cara berpikir deduktif dan induktif dipadukan
sehingga melahirkan cara berpikir reflektif dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
5

a. The felt need (adanya kebutuhan untuk
mengungkap sesuatu).
b. The problem (menetapkan masalah)
c. The hypothesis (menyusun hipotesis)
d. Collection of data as avoidance (merekam data
untuk pembuktian)
e. Concluding belief (membuat simpulan yang
diyakini kebenarannya).
f. General value of the conclusion (memformulasikan
simpulan secara umum)
B. Penelitian dan Pengembangan Pengetahuan
Perkembangan ilmu pengetahuan tidak terlepas dari
upaya manusia untuk memenuhi rasa ingin tahunya atau
kuriositasnya. Dengan rasa ingin tahunya dan kemampuan
indera serta akalnya, manusia melakukan penjelajahan dan
penelusuran terhadap realitas atau fenomena yang
terpampang di depannya. Pada proses berikutnya, manusia

4
Bungin mengemukakan tiga bentuk jenis induksi yang merupakan
bentuk berpikir sintesis yaitu induksi komplet, induksi tidak komplet, dan
induksi Bacon. Lihat Bungin, Penelitian Kualitatif…, h. 15-18.
5
Bungin, Penelitian Kualitatif…, h. 18-20.

Pengantar Seputar Penelitian
5

mulai menemukan dan memahami aturan-aturan dan hukum-
hukum baik yang ada di dunia alam maupun dalam dunia
sosial. Bahkan, melalui perantaraan wahyu manusia juga
memperoleh pengetahuan tentang dunia spiritual (agama).
Penemuan dan pemahaman itu memicu lahirnya pengetahuan
walaupun sebagiannya masih bersifat spekulatif.
Perkembangan ilmu pengetahuan mulai memasuki
babak baru ketika metode ilmiah digunakan dalam mencari
kebenaran dan ilmu pengetahuan. Upaya manusia melakukan
penelitian dengan menggunakan metode ilmiah memacu
akselerasi perkembangan ilmu pengetahuan dengan pesat
sehingga melahirkan peradaban manusia yang maju dan
canggih. Tidak itu saja, sejumlah bangsa yang giat melakukan
penelitian mampu meningkatkan harkat dan martabat
bangsanya menjadi bangsa yang maju dan disegani di dunia.
Era sains dan teknologi yang terjadi saat ini tidak terlepas dari
kontribusi besar upaya-upaya penelitian yang telah dilakukan
selama ini.
Perkembangan dan pengembangan ilmu pengetahuan
yang telah dicapai sebagaimana disebutkan di atas
mensyaratkan dan mengharuskan adanya penelitian. Sebab,
antara ilmu dan penelitian memiliki hubungan yang sangat
erat. Penelitian adalah proses sedang ilmu adalah hasil. Tanpa
proses penelitian manusia tidak dapat menghasilkan ilmu dan
tidak dapat pula mengembangkannya. Dengan kata lain, tanpa
adanya penelitian, ilmu pengetahuan menjadi mandek, statis
dan ketinggalan jaman.
6

Sudarto menjelaskan kontribusi aktivitas penelitian
terhadap pengembangan ilmu pengetahuan sebagaimana
pernyataannya berikut ini:

6
Lihat Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 1997), h. 4.

Pengantar Metodologi Penelitian
6

Pada hakikatnya penelitian merupakan upaya untuk
merumuskan permasalahan, mengajukan pertanyaan dan
mencoba untuk menjawab pertanyaan -pertanyaan
tersebut dengan jalan menemukan fakta-fakta dan
memberikan penafsiran secara benar. Tetapi lebih
dinamis lagi penelitian juga berfungsi dan bertujuan
inventif (menemukan), yakni terus menerus
memperbaharui kesimpulan dan teori yang telah
diterima berdasarkan fakta-fakta dan kesimpulan yang
telah ditentukan. Tanpa usaha penelitian seperti itu ilmu
pengetahuan akan mandek bahkan mengalami
penyurutan atau mundur ke belakang.
7
C. Beberapa Istilah di Seputar Penelitian
Sebelum memasuki pembahasan tentang penelitian
lebih lanjut, terlebih dahulu harus dipahami pengertian dari
istilah metodologi, metode dan istilah penelitian itu sendiri.
Berikut ini akan dibahas satu persatu istilah-istilah tersebut.
1. Metodologi
Metodologi berasal dari kata methodology yang
bermakna ilmu yang menerangkan metode-metode atau cara-
cara. Menurut Sofyan Syafri Harahap, metodologi adalah ilmu
atau filosofi tentang proses dan aturan penelitian termasuk di
dalamnya asumsi, nilai dan standar yang dipakai dalam proses
penelitian serta teknik yang dipakai dalam mengumpulkan
dan menganalisis data. Metodologi juga berfungsi menangkis
segala kemungkinan kritik yang dihadapkan kepadanya
sehingga penelitian dapat dijustifikasi sebagai penelitian
ilmiah.
8


7
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat…, h. 4.
8
Sofyan Syafri Harahap, Tips Menulis Skripsi dan Menghadapi Ujian
Komprehensif (Jakarta: Pustaka Quantum, 2001), h. 71-72.

Pengantar Seputar Penelitian
7

Menurut Louay Safi, metodologi adalah bidang
penelitian ilmiah yang berhubungan dengan pembahasan
tentang metode-metode yang digunakan dalam mengkaji
ilmu-ilmu alam dan manusia. Suatu metode ilmiah terdiri dari
sejumlah aturan-aturan yang harus diikuti oleh peneliti dalam
mengkaji pokok persoalan penelitiannya. Ia j uga
menambahkan bahwa metodologi merupakan bidang ilmiah
yang membenarkan, mendeskripsikan dan menjelaskan
aturan-aturan, prosedur-prosedur sebagai metode ilmiah.
9

2. Metode
Setelah dipahami makna dari metodologi dalam konteks
penelitian, berikutnya perlu pula dipahami arti kata “metode”.
Kata "metode" berasal dari bahasa Yunani metodus (istilah
Yunani ini berasal dari Bahasa Latin methodus). Meta artinya
menuju, melalui, sesudah, mengikuti, dan hodos yang berarti
jalan, arah atau cara. Arti luas metode adalah cara bertindak
menurut sistem atau aturan tertentu. Arti khususnya adalah
cara berpikir menurut aturan atau sistem tertentu. Menurut
Syafri Harahap, metode dalam konteks penelitian merupakan
bagian dari metodologi yang berkaitan dengan penjelasan
tentang teknik atau alat yang dipakai dalam mengumpulkan
dan menganalisis data.
10

3. Penelitian
Penelitian adalah terjemahan dari "research" yang
terdiri dari kata re (mengulang) search (pencarian,
pengejaran, penelusuran, penyelidikan atau penelitian).
dengan demikian research dapat diartikan usaha berulang-
ulang melakukan pencarian. Pencarian yang dilakukan dalam

9
Louay Safi, Ancangan Metodologi Alternatif: Sebuah Refleksi
Perbandingan Metode Penelitian Islam dan Barat (Yogyakarta: PT Tiara
Wacana, 2001), h. 8.
10
Harahap, Tips Menulis Skripsi…, h. 72.

Pengantar Metodologi Penelitian
8

penelitian adalah pencarian informasi atau data yang
digunakan untuk memecahkan suatu masalah.
Untuk memperjelas definisi penelitian dalam konteks
pencarian kebenaran dengan menggunakan metode ilmiah,
berikut ini akan dikemukakan beberapa definisi. Pertama,
penelitian menurut Sanafiah Faisal adalah aktivitas menelaah
sesuatu dengan menggunakan metode ilmiah secara
terancang dan sistematis untuk menemukan pengetahuan
baru yang terandalkan kebenarannya (objektif dan sahih)
mengenai "dunia alam" atau "dunia sosial".
11
Kedua, menurut
S. Margono, Penelitian adalah semua kegiatan penyelidikan
dan pencarian secara alamiah dalam suatu bidang tertentu
untuk mendapatkan fakta-fakta atau prinsip-prinsip baru
yang bertujuan untuk mendapatkan pengertian baru dan
untuk menaikan tingkat ilmu pengetahuan dan teknologi.
12

Ketiga, menurut Sofyan Syafri Harahap, penelitian adalah
proses mencari ilmu pengetahuan yang memiliki standar
kerja atau kriteria tertentu.
13
Keempat, menurut Ibnu Hadjar,
penelitian adalah suatu proses pengumpulan yang sistematis
dan analisis yang logis terhadap informasi (data) untuk tujuan
tertentu.
14

Untuk lebih memberikan pemahaman kita terhadap
makna penelitian dan untuk membedakan aktivitas penelitian
dengan aktivitas lainnya, berikut ini dikemukakan beberapa
ciri penelitian, yaitu: (1) penelitian berangkat dari suatu
masalah; (2) penelitian mengandung unsur orisinalitas

11
Sanapiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial Dasar-dasar dan
Aplikasi (Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 1989), h. 4.
12
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rineka
Cipta, 1997), h. 1.
13
Harahap, Tips Menulis Skripsi…, h. 61.
14
Ibnu Hadjar, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kwantitatif dalam
Pendidikan (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1999), h. 10.

Pengantar Seputar Penelitian
9

(keaslian temuan); (3) didasari oleh kuriositas (keingintahuan
yang kuat); (4) penelitian dilakukan dengan pandangan yang
terbuka; (5) penelitian didasari oleh asumsi bahwa fenomena
mempunyai hukum dan aturan; (6) penelitian berusaha
menemukan generalisasi, dalil, dan teori atau berusaha
menguji dan memodifikasi teori; (7) penelitian melakukan
studi tentang kausalitas (sebab akibat); (8) penelitian
memiliki pengukuran yang tepat; dan (9) penelitian
menggunakan teknik yang disadari dan dikuasai.
Gabungan kata “metodologi” dan “penelitian” yang
kemudian menjadi “metodologi penelitian” (science research
method) dapat dimaknai sebagai seperangkat pengetahuan
tentang cara-cara sistematis dan logis tentang pencarian data
yang berkenaan dengan masalah tertentu untuk diolah,
dianalisis, diambil kesimpulan dan selanjutnya dicarikan cara
pemecahannya.
Untuk gabungan kata “metode” dan “penelitian” yang
kemudian menjadi “metode penelitian” didefinisikan oleh
Sofyan Syafri Harahap sebagai tata cara yang ditempuh untuk
melakukan penelitian, yaitu merupakan prosedur bagaimana
mendapatkan, merumuskan kebenaran dari objek atau
fenomena yang diteliti.
15
Sementara menurut Ibnu Hadjar
metode penelitian adalah cara-cara yang digunakan untuk
mengumpulkan dan menganalisis data yang dikembangkan
untuk memperoleh pengetahuan dengan menggunakan
prosedur yang reliabel dan tepercaya.
16

Untuk melakukan penelitian, seorang peneliti terlebih
dahulu harus mempelajari metodologi penelitian. Berikut ini
adalah manfaat mempelajari metodologi penelitian, yaitu:

15
Harahap, Tips Menulis Skripsi…, h. 56.
16
Ibnu Hadjar, Dasar-dasar Metodologi…, h. 10.

Pengantar Metodologi Penelitian
10

1. Metodologi penelitian memberikan pengetahuan dan
wawasan tentang landasan filosofis berbagai metode
ilmiah yang dipergunakan dalam penelitian.
2. Metodologi penelitian memberikan argumentasi dan
penjelasan tentang bagaimana dan untuk penelitian
apa sebuah metode diperguna kan; apa
kelemahannya; apa kelebihannya; bagaimana
mempraktikkannya, dan sebagainya.
3. Penguasaan terhadap metodologi penelitian dapat
membimbing seseorang dalam melakukan penelitian
yang sistematis sesuai dengan kriteria (prinsip),
prosedur (langkah-langkah) dan metode yang tepat.
4. Metodologi penelitian menanamkan sikap dan sifat
ilmiah, etika ilmiah dan berpikir sistematis, analitis,
kritis dan membimbing seseorang untuk
menemukan kebenaran berdasarkan fakta bukan
berdasarkan prasangka atau dugaan semata.
5. Metodologi penelitian memberikan bekal metodologi
pada seseorang (khususnya peneliti) untuk
mengembangkan pengetahuannya yang dimilikinya
secara mandiri. Sehingga seseorang tidak hanya
menjadi konsumen (penerima) ilmu pengetahuan
semata, tetapi juga mampu menjadi produsen
(penghasil) ilmu pengetahuan, minimal bagi dirinya
sendiri.
D. Manfaat dan Tujuan Penelitian
Manfaat penelitian secara umum adalah sebagai berikut:
1. Penelitian memberikan manfaat bagi manusia yang
hidup ketika penelitian itu dilakukan dan setelahnya.
Masa kini dan masa depan.

Pengantar Seputar Penelitian
11

2. Penelitian memberikan kontribusi bagi pembangunan
negara dan masyarakat. Artinya, hasil penelitian
tersebut sangat berguna bagi kepentingan
pengambilan kebijakan pembangunan maupun
kelompok masyarakat.
3. Hasil penelitian memberikan sumbangan bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
4. Penelitian memiliki kegunaan untuk mengembangkan
pribadi. Artinya, hasil penelitian mampu
mengantarkan seseorang ke arah pendewasaan
berpikir dan keluasan wawasan, aktualisasi berpikir
dan sebagainya.
5. Penelitian memberikan perluasan pemahaman yang
lebih mendalam sehingga membimbing seseorang
untuk mengambil sikap terhadap sesuatu persoalan.
Tujuan penelitian menurut Sudarto adalah sebagai
berikut:
17

1. Menginventarisir data yang masih terpencar, baik
secara implisit maupun eksplisit, dan berusaha untuk
merumuskan data itu menjadi rumusan yang
sistematis.
2. Menyempurnakan kembali penelitian-penelitian yang
pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu, sehingga
terjadi kesinambungan, pembaruan, koreksi, evaluasi
dan diperoleh sintesis baru yang lebih aktual.
3. Menggali data baru dengan memberi interpretasi baru
sehingga diperoleh pemahaman yang lebih
komprehensif dan aktual serta memberikan
penyegaran terhadap sebuah konsep yang telah mulai
usang.

17
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat…, h. 5-6.

Pengantar Metodologi Penelitian
12

4. Memperbaiki dan mempertahankan serta
menyempurnakan tema atau bidang yang menjadi
objek penelitian dengan menggunakan pendekatan
dan metode baru.
5. Membuat dan merumuskan hingga memperoleh
pemahaman baru pada masalah -masalah yang
konkret, aktual dan praktis.
E. Jenis-jenis Penelitian
Ada begitu banyak ragam jenis penelitian. Untuk
mengenal secara pintas beberapa jenis penelitian itu, berikut
ini dikemukakan beberapa jenis penelitian berdasarkan
pengelompokannya masing-masing.
1. Menurut Penggunaannya
a. Penelitian dasar/penelitian murni, yaitu setiap
penelitian yang bertujuan untuk meningkat
pengetahuan ilmiah atau menemukan bidang
penelitian baru tanpa suatu tujuan praktis tertentu.
b. Penelitian terapan, yaitu setiap penelitian yang
bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan
ilmiah dengan suatu tujuan praktis.
2. Menurut Metodenya
a. Penelitian historis, yaitu penelitian yang ditujukan
untuk merekonstruksi masa lampau secara
sistematis dan objektif untuk memahami
peristiwa-peristiwa masa lalu dengan
menggunakan metode historis (heuristik, kritik
internal dan eksternal dan historiografi).
b. Penelitian filosofis, yaitu penelitian yang mengkaji
masalah-masalah kefilsafatan dengan
menggunakan metode seperti induktif, deduktif,

Pengantar Seputar Penelitian
13

hermeneutik, analitika bahasa, heuristik dan
lainnya.
c. Penelitian observasional, yaitu penelitian yang
berusaha mengkaji objek penelitiannya dengan
cara melakukan pengamatan yang sistematis
terhadap fenomena yang dikaji.
d. Penelitian eksperimental, yaitu penelitian yang
dilakukan dengan cara melakukan percobaan
terhadap kelompok-kelompok eksperimen. Kepada
tiap kelompok eksperimen dikenakan perlakuan-
perlakuan tertentu dengan kondisi-kondisi yang
dapat dikontrol.
3. Menurut Sifat Permasalahannya
a. Penelitian historis (sudah disebutkan).
b. Penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang
berusaha memberikan gambaran dengan
sistematis dan cermat terhadap fakta-fakta aktual
dan sifat-sifat populasi tertentu.
c. Penelitian perkembangan, yaitu penelitian yang
menyelidiki pola dan proses pertumbuhan atau
perubahan sebagai fungsi dari waktu.
d. Penelitian kasus, yaitu penelitian yang
memusatkan perhatian pada suatu kasus secara
intensif dan terperinci mengenai latar belakang
keadaan sekarang yang dipermasalahkan.
18


18
Studi kasus memusatkan perhatian pada suatu kasus secara
intensif dan mendetail. Subjek yang diteliti terdiri dari satu unit (kesatuan
unit) yang dipandang sebagai kasus. Karena studi kasus sifatnya mendalam
dan mendetail, maka studi kasus pada umumnya menghasilkan gambaran
yang longitudinal, yaitu hasil pengumpulan dan analisis data dalam satu
jangka waktu yang panjang. Kasusnya dapat terbatas pada satu orang, satu

Pengantar Metodologi Penelitian
14

e. Penelitian korelasional, penelitian yang bertujuan
melihat hubungan antara dua gejala (variabel) atau
lebih.
f. Penelitian kausal komparatif, yaitu penelitian
untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab-
akibat antara faktor tertentu yang mungkin
menjadi gejala dari gejala yang diteliti.
g. Penelitian eksperimental (sudah disebutkan).
h. Penelitian tindakan, yaitu penelitian yang
bertujuan mengembangkan keterampilan baru
untuk mengatasi kebutuhan dalam dunia kerja
atau kebutuhan praktis lain.
4. Menurut Jenis Datanya
a. Penelitian kualitatif, yaitu prosedur penelitian yang
menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku
yang diamati.
b. Penelitian kuantitatif, yaitu prosedur penelitian
yang menemukan pengetahuan dengan
menggunakan data berupa angka sebagai alat
menemukan keterangan mengenai apa yang ingin
diketahui.

lembaga, satu keluarga, satu peristiwa, satu desa, atau satu kelompok
manusia, dan kelompok objek lain yang terbatas yang dipandang sebagai
satu kesatuan. Segala hal yang mempunyai arti dalam riwayat kasus,
misalnya peristiwa terjadinya, perkembangannya, dan perubahan-
perubahannya, mendapat perhatian sepenuhnya dari peneliti. Dengan
demikian, studi kasus akhirnya memperlihatkan kebulatan dan
keseluruhan kasus, termasuk (bila diperlukan) kebulatan siklus hidup
kasus, dan keseluruhan interaksi faktor-faktor dalam kasus itu. Fokus
utama dalam studi kasus adalah menjawab pertanyaan apa, mengapa, dan
bagaimana.

Pengantar Seputar Penelitian
15

5. Menurut Bahan-bahan dan Objeknya
a. Penelitian kepustakaan (library research), yaitu
penelitian yang menggunakan bahan -bahan
tertulis seperti manuskrip, buku, majalah, surat
kabar dan dokumen lainnya.
b. Penelitian lapangan (field research), yaitu
penelitian yang menggunakan informasi yang
diperoleh dari sasaran penelitian yang selanjutnya
disebut responden dan informan melalui
instrumen pengumpulan data seperti angket,
observasi, wawancara dan sebagainya.
F. Menjadi Peneliti
Semua orang pada dasarnya memiliki potensi untuk
melakukan penelitian. Dalam pengertian yang sederhana,
dalam kehidupan sehari-hari banyak orang yang melakukan
penelitian dengan caranya masing-masing. Namun untuk
keperluan penelitian yang bersifat akademis dan ilmiah, tidak
semua orang dapat melakukannya. Hanya orang-orang yang
memenuhi kualifikasi dan persyaratan tertentu yang dapat
melakukan penelitian dengan baik sesuai dengan standar dan
aturan ilmiah. Untuk menjadi peneliti yang baik, paling tidak
ada beberapa persyaratan yang mestinya dipenuhi
sebagaimana dipaparkan di bawah ini.
Pertama, bekal latar keilmuan yang memadai. Latar
keilmuan berkaitan dengan kemampuan seorang peneliti
pada bidang ilmu yang dimilikinya terutama pada aspek
spesifikasi atau spesialisasi ilmunya. Seorang peneliti
sebaiknya meneliti sesuatu sesuai dengan spesifikasi
keilmuannya itu.
Pertimbangan bahwa seorang peneliti harus memilih
masalah atau objek penelitian yang sesuai dengan spesifikasi
keilmuannya didasari atas pertimbangan bahwa tidak ada

Pengantar Metodologi Penelitian
16

seorang pakar pun yang ahli atau piawai dalam segala hal.
Tanpa berbekal pengetahuan kritis-praktis yang luas dan
mendalam, seorang peneliti tidak akan mampu menyentuh
fokus inti permasalahan penelitian. Kalaupun seorang dapat
menyelenggarakan penelitian dalam lingkup yang kurang
relevan dengan latar keilmuannya, hasil penelitiannya hanya
akan menyentuh permukaannya saja.
19

Kedua, kemampuan daya nalar. Pada aspek ini yang
lebih banyak dilihat adalah kemampuan berpikir peneliti
terutama kemampuan menalar, kemampuan mengingat,
berpikir orisinal dan objektif, serta daya kritis sebagai
pendukung daya nalar.
Penelitian dan proses berpikir adalah dua sisi yang
saling isi mengisi, sebab dalam proses penelitian selalu terjadi
kombinasi antara fakta dan penalaran. Untuk dapat memberi
arti terhadap fakta yang diamati dan ditemukan oleh peneliti
diperlukan kemampuan penalaran atau kemampuan berpikir.
Karena itu, para ahli, seperti F.I. Whitney menyatakan bahwa
penelitian itu sendiri tidak lain dari suatu metode berpikir.
20

Dalam pandangan Winarno Surakhmat kemampuan
berpikir atau daya nalar peneliti nampaknya lebih urgen
daripada keandalan teknis penelitian. Menurutnya,
penguasaan teknis penelitian semata tidaklah lengkap, karena
faktor manusia, yakni kemampuannya menalar dan menarik
kesimpulan yang tepat sangat penting. Kemampuan
mengidentifikasi masalah, misalnya, tidak begitu saja tumbuh.
Tapi ia berkembang sebagai hasil ketajaman penalaran dan
kepekaan seseorang peneliti. Peneliti yang memiliki potensi
seperti ini tidak akan berpikir dangkal, tetapi penuh daya
kritik. Melalui kemampuan itu, ia dapat mengenal masalah

19
Sudarwan Danim, Metodologi Penelitian Untuk Ilmu-ilmu Prilaku
(Jakarta: Bumi Aksara, 1997), h. 30 – 31.
20
Danim, Metodologi Penelitian…, h. 18.

Pengantar Seputar Penelitian
17

mana yang bersifat penyebab dan mana yang merupakan
akibat.
21

Menurut Winarno Surakhmat, penelitian itu
sesungguhnya sebagian kecil hanya terdiri dari teknik, sedang
sebagian besarnya adalah penalaran manusia (peneliti) mulai
dari menemukan masalah, pemecahan masalah, sampai pada
penarikan kesimpulan, semuanya itu adalah proses berpikir.
Karena itu, walau bagaimanapun handalnya metode
penelitian sebagai alat, alat itu tidak akan mampu
menggantikan kedudukan kemampuan menalar manusia yang
menggunakan alat itu. Tanpa didukung oleh kekuatan daya
nalar manusia, alat itu tidak akan berarti apa-apa.
22

Ketiga, memiliki bekal metodologis. Untuk melakukan
penelitian dengan baik, seorang peneliti membutuhkan
pengetahuan dan pemahaman tentang metodologi baik pada
aspek filosofi, teori dan teknik praktisnya. Dengan bekal
metodologis ini peneliti dapat melakukan penelitian sesuai
dengan prosedur ilmiah dan cara-cara yang sistematis dan
akurat.
Keempat, terampil menulis ilmiah. Penelitian tidak
hanya membutuhkan latar keilmuan yang pas, kemampuan
daya nalar yang baik dan kemampuan menggunakan
metodologi yang tepat. Kemampuan dan keterampilan
menulis ilmiah juga sangat penting dimiliki oleh seorang
peneliti. Dalam hal ini peneliti harus paham mengenai
tatacara penulisan, penggunaan bahasa (tata bahasa atau
grammar), susunan kalimat (komposisi), penggunaan kata-
kata yang tepat dan baik (idiom), dan sebagainya. Semua
pengetahuan ini diperlukan untuk membentuk keterampilan
peneliti dalam menulis laporan ilmiah agar ia dapat

21
Winarno Surakhmat, Pengantar Penelitian Ilmiah (Bandung:
Alumni, 1986), h. 61.
22
Surakhmat, Pengantar Penelitian…, h. 62.

Pengantar Metodologi Penelitian
18

mengungkapkan fakta dan temuan-temuannya dalam tulisan
ilmiah yang efektif dan komunikatif.
Kelima, kepribadian ilmiah. Pada bagian ini yang dilihat
adalah sifat atau sikap peneliti. Menurut Lexy J. Moleong,
seorang peneliti hendaknya memiliki sejumlah kualitas
pribadi.
23
Sejumlah kualitas pribadi itu akan menunjang dan
mendukung peneliti dalam melakukan penelitian baik pada
saat ia mengkaji masalah maupun pada saat ia menghadapi
berbagai persoalan penelitian.
Karena itu dalam berbagai literatur metodologi
penelitian kita dapat menemukan pembahasan tentang sikap
ilmiah yang diperlukan oleh peneliti. Irawan Soeharsono
misalnya, mengemukakan sejumlah sikap ilmiah yang harus
dimiliki peneliti yaitu: sikap objektif, sikap relatif, sikap
skeptis, kesabaran intelektual, sikap kesederhanaan, dan
sikap tidak memihak pada etika.
24
Sedangkan Mukayat D.
Brotowidjoyo, mengemukakan sejumlah sikap ilmiah yaitu:
sikap ingin tahu, sikap kritis, sikap terbuka, sikap obyektif,
sikap rela menghargai karya orang lain, sikap berani
mempertahankan kebenaran dan sikap menjangkau ke
depan.
25

Burhan Bungin mengemukakan beberapa sikap ilmiah
peneliti yang menjadi ciri khas ilmuwan sebagai berikut:
26


23
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1990), 124.
24
Lihat penjelasan sejumlah sikap ilmiah tersebut pada: Irawan
Soehartono, Metode Penelitian Sosial (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2000),
h. 7-8.
25
Lihat penjelasan singkat sejumlah sikap ilmiah itu pada Mukayat
D. Brotowidjoyo, Penulisan Karangan Ilmiah (Jakarta: Akademika
Pressindo, 1985), h. 32 – 34.
26
Bungin, Penelitian Kualitatif…, h. 20-21.

Pengantar Seputar Penelitian
19

1. Objektif, faktual, yaitu peneliti harus memiliki sikap
objektif dan pembicaraannya didasarkan pada fakta.
2. Open, fair, responsible, yaitu peneliti harus bersikap
terbuka terhadap berbagai saran, kritik, perbaikan dari
berbagai kalangan. Begitu pula peneliti harus bersikap
wajar, jujur dalam pekerjaannya, serta dapat
mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya secara
ilmiah.
3. Curious, wanting to know, yaitu peneliti harus memiliki
sikap ingin tahu terutama kepada apa yang diteliti dan
senantiasa haus akan pengetahuan-pengetahuan baru.
4. Inventive always, yaitu peneliti harus memiliki daya cipta,
kreatif, dan senang terhadap inovasi.
Semua kualitas pribadi tadi baik sikap ilmiah maupun
sejumlah sifat yang telah dikemukakan sebelumnya sangat
boleh jadi tidak dimiliki secara keseluruhan oleh seorang
peneliti maupun calon peneliti, dan memang sulit untuk
menemukan peneliti dengan sejumlah sikap ilmiah dan
sejumlah sifat seperti itu. Namun menurut Lexy J. Moleong,
mungkin jalan terbaik yang perlu ditempuh ialah melatih diri
dengan sungguh-sungguh dan dengan penuh kesabaran agar
sifat-sifat demikian menjadi sikap hidup peneliti.
27

Keenam, kemampuan fisik. Kekuatan fisik juga sangat
dibutuhkan dalam penelitian, terutama pada penelitian yang
dilakukan di medan yang sulit seperti di daerah pegunungan,
daerah pedalaman yang terisolasi atau di daerah hutan
belantara. Kekuatan fisik juga diperlukan pada penelitian
yang dilakukan dalam jangka waktu lama.
Kesehatan fisik dan kondisi prima secara umum sangat
diperlukan dalam semua proses penelitian. Sebab kondisi fisik

27
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif…, h. 124.

Pengantar Metodologi Penelitian
20

yang lemah dan kesehatan yang buruk akan sangat
mengganggu proses penelitian bahkan akan mempengaruhi
hasil penelitian. Oleh karena itu, Moh. Nazir mensyaratkan
agar seorang peneliti harus sehat, baik fisik maupun psikis,
peneliti harus stabil dan penuh vitalitas.
28


28
Moh. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988) h.
39.

21
BAB II
MASALAH PENELITIAN

A. Pengertian Masalah
Secara umum pengertian masalah diartikan sebagai
terjadinya kesenjangan antara das sein dan das sollen
(harapan dan kenyataan). Secara umum juga dapat diartikan
sebagai sesuatu yang mengganjal pikiran (benak) sehingga
apabila dipecahkan bisa memberi manfaat bagi yang
menjalani masalah itu.
1

Ibnu Hadjar mendefinisikan masalah penelitian sebagai:
“Suatu kondisi yang memerlukan pembahasan, pemecahan,
informasi, atau keputusan. Dalam penelitian, secara teknis
masalah menyiratkan adanya kemungkinan dilakukannya
suatu penyelidikan empiris yakni pengumpulan dan analisis
data”.
2

Sudarwan Danim mengemukakan definisi masalah
penelitian dengan sedikit penekanan pada persepsi peneliti
sebagai berikut: Masalah adalah kesenjangan atau
diskongruensi antara kenyataan dan harapan. Dalam persepsi
peneliti, masalah adalah sebuah teka-teki yang harus dijawab,
di mana peneliti menduga-duga atau berhipotesis bahwa
suatu gejala muncul akibat latar belakang atau latar depan,
baik tunggal maupun kompleks.
3


1
M. Subana dan Sudradjat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah (Bandung:
Pustaka Setia, 2001), h. 59. Lihat pula: Husaini Usman dan Purnomo S.
Akbar, Metodologi Penelitian Sosial (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2001), h. 16.
2
Ibnu Hadjar, Dasar-dasar Metodologi Kwantitatif dalam Pendidikan
(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1999), h. 38.
3
Sudarwan Danim, Metode Penelitian untuk Ilmu-ilmu Prilaku
(Jakarta: Bumi Aksara, 1997), h. 52.

Pengantar Metodologi Penelitian
22

Selain definisi di atas, Lexy J. Moleong mengemukakan
definisi masalah yang dikutipnya dari Lincoln dan Guba
bahwa masalah adalah suatu keadaan yang bersumber dari
hubungan antara dua variabel yang menghasilkan situasi yang
membingungkan.
4
Kemudian Lexy menjelaskan bahwa faktor
yang berhubungan tersebut dalam hal ini mungkin berupa
konsep, data empiris, pengalaman atau unsur lainnya. Jika
kedua faktor itu didudukkan secara berpasangan akan
menghasilkan sejumlah kesukaran, yaitu suatu yang tidak
dipahami atau tidak dimengerti atau tidak dapat diterapkan
pada waktu itu.
5

Dari beberapa pengertian masalah penelitian yang telah
dikemukakan tadi, maka dapat disimpulkan bahwa masalah
penelitian adalah kesenjangan (diskongruensi) antara
harapan dan kenyataan (das sein dan das sollen) atau
kesenjangan antara dua variabel yang membingungkan, yang
tidak dapat dipahami dan tidak dapat diterapkan pada waktu
itu serta menghendaki suatu penelitian yang intensif untuk
menemukan jawabannya.
B. Sumber Masalah
Sebenarnya banyak sekali fenomena di sekitar kita yang
dapat dijadikan sebagai objek kajian dalam penelitian karena
mengandung masalah yang perlu diteliti secara seksama.
Namun tidak semua kita dapat menangkap dan menemukan
masalah itu dengan cepat. Karena itu, kita perlu memetakan
beberapa sumber penelitian yang dapat dimanfaatkan untuk
menemukan masalah penelitian dengan lebih cepat. Di antara
sumber-sumber itu adalah sebagai berikut:


4
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1998), h. 62.
5
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif…, h. 62.

Masalah Penelitian
23

1. Dari kehidupan sehari-hari yang kita amati
2. Pembicaraan masyarakat yang aktual
3. Berbagai tulisan di media massa
4. Buku-buku (bacaan) atau resensi buku
5. Diskusi-diskusi ilmiah dan sebagainya
6. Pengalaman pribadi
7. Pengamatan sekilas
8. Pernyataan dari orang yang memiliki otoritas
9. Perasaan dan ilham
10. Disertasi, tesis, atau skripsi (bukan untuk dicontek
persis, tetapi melihat permasalahan yang dimilikinya
serta rekomendasi riset lanjutannya
11. Jurnal Profesional dan penelitian (Research Review
Journal)
12. Laporan pemerintah, profesional dan asosiasi dan lain-
lain
13. Artikel atau resensi artikel
14. Diskusi dengan kolega
15. Permintaan dari suatu organisasi
16. Penelitian lanjutan yang selalu ada dalam setiap
penelitian
17. Agenda riset dari suatu asosiasi.
C. Kriteria Masalah yang Layak Diteliti
Setelah kita menemukan suatu masalah, langkah
berikutnya adalah melakukan penilaian kelayakan penelitian
itu untuk dijadikan sebagai objek penelitian. Ini penting
dilakukan, sebab tidak semua masalah layak dan penting

Pengantar Metodologi Penelitian
24

untuk diteliti. Kalaupun itu layak dan penting, kita juga perlu
memastikan apakah masalah itu sudah atau belum diteliti
oleh orang lain, atau apakah kita memiliki kemampuan untuk
menelitinya. Berikut ini ada beberapa kriteria yang dapat kita
jadikan acuan untuk menilai kelayakan sebuah masalah untuk
diteliti.
1. Kriteria Internal
Kriteria internal adalah kriteria kelayakan masalah
berdasarkan kondisi masalah itu sendiri. Berikut ini ada
beberapa aspek yang dapat kita jadikan acuan. Pertama,
masalah itu harus dapat diteliti secara ilmiah (researchable).
Suatu masalah baru dapat diteliti secara ilmiah bila gejala,
indikasi, atau realitasnya dapat diamati secara empiris.
6
Bila
masalah itu dapat di amati (secara inderawi), dapat diuji dan
dapat diukur. Kriteria seperti ini sangat ditekankan oleh
kelompok peneliti kuantitatif. Fred N. Kerlinger misalnya,
menyatakan bahwa banyak masalah yang penting dan
menarik tetapi bukan termasuk masalah ilmiah karena tidak
dapat diuji. Masalah-masalah filsafati dan teologis, kata Fred,
kendati penting bagi individu -individu yang
memperhatikannya, namun karena tidak dapat diuji secara
empiris maka para ilmuwan mengabaikannya.
7
Berbeda
dengan Fred, Sudarwan Danim meskipun juga menegaskan
bahwa kriteria utama masalah penelitian baru bisa disebut
empirik bila permasalahan penelitian dimunculkan dari
konteks gejala (peristiwa, aktivitas atau hasil) dapat secara
subyektif dan objektif dialami dan diukur secara valid dan
reliabel. Namun, ia menegaskan pula bahwa tidak semua
peristiwa dapat dialami dan diukur. Pertanyaan-pertanyaan

6
Sanafiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial Dasar-dasar dan
Aplikasi (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1989), h. 39.
7
Fred N. Kerlinger, Asas-asas Penelitian Behavioral, diterjemahkan
oleh Landung Simatupang dari: Foundation of Behavioral Research
(Yogyakarta: Gadjah Mada Press, 1996), h. 29.

Masalah Penelitian
25

tentang metafisika, keyakinan teologik dan nilai-nilai
merupakan contoh kasus yang sulit diekspresikan sebagai
pengalaman objektif yang dapat diukur, dikuantifikasikan
atau di amati secara empirik.
8

Selanjutnya, Sudarwan Danim menambahkan bahwa
penelitian yang bertujuan ingin menggali inferensi historis,
menganalisis sistem nilai dan teologikal serta filosofikal
(seperti kepercayaan dan nilai-nilai) akan sulit
dikuantifikasikan bukti empiriknya. Sebagai misal, ketaatan
seseorang tidak dapat dikuantifikasikan, kalaupun bisa,
hasilnya kurang dapat dipertanggung jawabkan.
9

Dengan demikian, Sudarwan Danim mengakui bahwa
tidak semua masalah harus dapat diukur dan diuji secara
empiris dan ia juga mengakui bahwa masalah-masalah teologi,
filosofis, nilai dan sebagainya juga merupakan objek kajian
penelitian yang harus diakui dan dapat diteliti secara
“empiris”.
Para peneliti yang berpandangan positivistik-kuantitatif,
hanya mengakui sebuah masalah sebagai masalah ilmiah bila
masalah itu nantinya dapat diamati (diobservasi), dapat diuji
dan dapat diukur. Pandangan seperti ini didasari oleh pola
pikir positivistik yang hanya mengejar objek kajian yang
terukur, teramati, empiris sensual dan dibuktikan dengan
memakai logika matematik, sehingga wajar bila mereka tidak
mengakui masalah nilai, pemikiran dan keyakinan sebagai
masalah empiris dalam penelitian.
Berbeda dengan kelompok positivistik-kuantitatif,
kelompok phenomenologis-kualitatif selain mengakui
masalah empiris sensual sebagai masalah penelitian, juga
mengakui masalah persepsi, pemikiran, kemauan, keyakinan

8
Danim, Metode Penelitian…, h. 61-62.
9
Danim, Metode Penelitian…, h. 61-62.

Pengantar Metodologi Penelitian
26

serta sesuatu yang transendental sebagai fenomena yang
dapat diteliti. Kelompok ini berpandangan bahwa yang
namanya objek empiris itu tidak hanya terbatas pada empiris
sensual, tetapi ada lagi empiri yang lain, yaitu empiri logik,
empiri etik, dan empiri transendental. Dengan demikian,
masalah yang terkait dengan empat empiri tersebut masuk
dalam kategori masalah yang dapat diteliti secara empiris
menurut kelompok phenomenologis-kualitatif.
Selain persoalan di atas, dapat tidaknya suatu masalah
diteliti, juga ditentukan oleh tersedia tidaknya data atau dapat
tidaknya data dikumpulkan. Seorang peneliti yang
mengangkat masalah yang sangat sensitif dapat menimbulkan
kesulitan besar bagi peneliti. Sebab, kemungkinan besar
responden, informan atau subyek penelitian tidak bersedia
memberikan informasi. Masalah seperti ini perlu dikaji ulang
dan dipertimbangkan kembali oleh peneliti sebelum diangkat
sebagai objek kajian. Termasuk pula dalam meneliti peristiwa
historis yang peninggalannya dan sumber informasinya
sangat sulit ditemukan. Kesulitan lain juga bisa terjadi pada
penggunaan instrumen untuk mengumpulkan data. Misalnya,
penggunaan angket pada masyarakat yang buta huruf di mana
penggunaan wawancara terkendala oleh bahasa yang tidak
dipahami oleh peneliti sedang teknik observasi tidak bisa
digunakan. Dalam kajian literatur (library research) kesulitan
dalam memperoleh data juga bisa terjadi bila literatur utama
(primer) yang menjadi kunci pemecahan masalah sangat
langka dan sulit ditemukan dan banyak lagi masalah lainnya.
Kedua, masalah yang akan diteliti memiliki hubungan
antara dua variabel atau lebih. Kriteria ini juga menentukan
mutu ilmiah suatu masalah. Dalam hal ini masalah dianggap
memiliki bobot bila masalah—paling tidak—memiliki
hubungan antara dua variabel, baik hubungan dalam bentuk
kausal, komparasi maupun korelasional. Namun kriteria ini,
menurut Sudarwan Danim, tidak sepenuhnya harus diikuti

Masalah Penelitian
27

(tidak mutlak), mengingat tidak jarang ada penelitian yang
hanya dimaksudkan untuk membuktikan adanya perbedaan
dua gejala saja.
10
Menurut Ibnu Hadjar, penelitian deskriptif
pada dasarnya menyelidiki variabel secara lepas, seringkali
hanya satu, tanpa dihubungkan dengan variabel lain.
11

Ketiga, masalah itu memiliki signifikansi untuk diteliti.
Pertimbangan ini didasari bahwa penelitian merupakan suatu
aktivitas yang banyak memerlukan tenaga, waktu, dan biaya.
Karena itu suatu penelitian harus dapat memberikan
sumbangan yang berarti terhadap pengembangan
pengetahuan agar apa yang sudah dikeluarkan untuk
penelitian itu tidak sia-sia, paling tidak, apa yang telah
dikorbankan seimbang dengan hasil penelitian.
Dalam memilih dan menetapkan suatu masalah untuk
diteliti, Sudarwan Danim menganjurkan agar peneliti
memperhatikan empat aspek manfaat penelitian, yaitu: (1)
nilai teoritis hasil penelitian bagi peneliti; (2) nilai praktis
hasil penelitian bagi dirinya; (3) nilai teoritis hasil penelitian
bagi pengembangan ilmu; (4) nilai praktis hasil penelitian
bagi pembaca (masyarakat), pemakai atau pembuat
keputusan.
12
Hal pertama dan kedua yang disebutkan oleh
Sudarwan Danim di atas secara eksplisit dan konkret memang
tidak dianjurkan untuk dituangkan secara tertulis pada
proposal atau desain penelitian, namun bagaimana pun kedua
hal itu tetap penting dan harus dipertimbangkan oleh peneliti
walaupun itu hanya tercatat dalam benak peneliti. Sebab,
penelitian yang dapat memberikan manfaat yang besar bagi
diri peneliti akan semakin meningkatkan minat dan motivasi
peneliti untuk mengkaji masalah itu secara maksimal yang

10
Danim, Metode Penelitian…, h. 65.
11
Ibnu Hadjar, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kwantitatif dalam
Pendidikan (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1999), h. 52.
12
Danim, Metode Penelitian…, h. 61-62, 55.

Pengantar Metodologi Penelitian
28

pada gilirannya akan menunjang proses penelitian untuk
memperoleh temuan yang lebih signifikan.
Keempat, masalah yang diangkat memiliki nilai
orisinalitas, baru, bukan merupakan duplikasi. Menurut Moh.
Nazir, masalah yang dipilih haruslah up to date dan baru.
Masalah yang sudah banyak sekali dirumuskan orang dan
sifatnya sudah usang sebaiknya dihindari.
13
Senada dengan
Moh. Nazir, Ibnu Hadjar menegaskan bahwa suatu penelitian
agar dapat memberikan sumbangan berarti, masalah yang
diteliti harus dapat menyumbangkan informasi baru yang
selama ini belum atau masih kurang jelas. Untuk itu, seorang
peneliti hendaknya menghindari mengangkat masalah yang
sudah ada informasi yang jelas dari penelitian lain. Dengan
kata lain, hendaknya menghindari duplikasi masalah. Hal ini
karena duplikasi tersebut tidak memberi sumbangan yang
berarti. Namun hal ini bukan berati menolak adanya replikasi.
Replikasi dapat diterima bila masalah itu belum mendapat
informasi yang teruji dengan valid baik secara internal
maupun eksternal secara meyakinkan.
14

2. Kriteria Eksternal
Pertama, kualifikasi dan minat peneliti. Masalah yang
dipilih harus sesuai dengan kualifikasi dan minat peneliti.
Kriteria ini, menurut Suharsimi Arikunto, didasari oleh
adanya peta keahlian (expertise) dalam khazanah keilmuan.
Menurutnya, tidak seorang pun yang menguasai semua ilmu
dengan intensitas cukup mendalam. Ditambah dengan
perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat cepat, semakin
memperbesar alasan ketidakmampuan manusia menguasai

13
Moh. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), h.
134-135.
14
Ibnu Hadjar, Dasar-dasar Metodologi…, h. 43.

Masalah Penelitian
29

ilmu-ilmu yang ada secara menyeluruh.
15
Dengan demikian,
pemilihan masalah yang sesuai dengan kemampuan keilmuan
dan kemampuan metodologis peneliti merupakan tindakan
yang bijaksana dan tepat.
Selain faktor kualifikasi, faktor minat peneliti juga harus
menjadi bahan pertimbangan. Sebab dengan adanya minat
yang besar, berbagai kesulitan penelitian akan sanggup dilalui
oleh peneliti walaupun itu harus melalui perjuangan yang
keras. Dalam hal ini Ibnu Hadjar menuturkan:
Dalam sejarah ilmu pengetahuan, penemuan -
penemuan yang diperoleh oleh para sarjana yang
memiliki nama besar didapat karena keingintahuan
intelektual yang sangat besar. Motivasi dilakukan
penelitian yang berhasil tersebut, semata-mata karena
dorongan ingin tahu serta kesenangan dan kepuasan.
Oleh karena itu permasalahan yang diangkat harus
didasarkan pada minat serta rasa ingin tahu yang besar
sehingga peneliti bersedia melakukan penelitiannya
dengan senang hati dan mencurahkan perhatiannya
secara maksimal. Pengangkatan masalah yang tidak
didasarkan pada minat dan rasa ingin tahu yang
mendalam, … seringkali hanya dapat menghasilkan
sumbangan yang kurang berarti pada ilmu pengetahuan

16
Kedua, waktu. Dalam memilih masalah penelitian
seorang peneliti harus mempertimbangkan berapa batas
waktu maksimal yang tersedia pada dirinya. Bagi peneliti
yang memiliki waktu yang terbatas sebaiknya jangan memilih
masalah yang menurut perhitungannya akan memakan waktu
yang lama seperti penelitian longitudinal dan beberapa

15
Suharsimi Arikunto, Manajemen penelitian (Jakarta: Rineka Cipta,
1993), h. 45.
16
Ibnu Hadjar, Dasar-dasar Metodologi…, h. 44.

Pengantar Metodologi Penelitian
30

penelitian naturalistik. Lebih baik ia mencari masalah lain
yang sesuai dengan waktu yang tersedia pada dirinya, seperti
pada mahasiswa yang studi di perguruan tinggi sebaiknya
memperhatikan batas dan lama studinya dalam memilih
masalah penelitian. Jangan berpikir terlalu idealis untuk
menyelesaikan masalah yang berbobot dan memakan waktu
lama tetapi menghabiskan batas waktu studi yang tersedia.
Ketiga, risiko (bahaya) penelitian. Faktor risiko
penelitian juga harus diperhatikan ketika memilih masalah.
Memilih suatu masalah yang mengharuskan seseorang
peneliti memasuki wilayah konflik yang sedang bergolak dan
dalam ketegangan serta sensitivitas yang tinggi adalah sangat
berbahaya. Sebab bila masalah seperti itu tetap diteliti dalam
situasi seperti itu akan membawa risiko keselamatan peneliti.
Jika peneliti tetap berketetapan hati untuk mengkaji masalah
seperti itu sebaiknya peneliti menunggu sampai situasi dan
kondisi memungkinkan, walaupun barangkali peneliti akan
kehilangan atau tidak dapat mengobservasi fakta riil dan sulit
mencari konteks alaminya kembali. Namun ini hanyalah
sebuah pertimbangan, keputusan tetap berada di tangan si
peneliti. Para peneliti yang memiliki keberanian, minat yang
tinggi dan ingin mendapatkan fakta alamiah serta realitas
sesungguhnya, bisa saja membuat strategi penelitian yang
bisa menghindarkannya dari risiko bahaya itu atau tetap
terjun ke medan penelitian sekaligus medan konflik dengan
segala risikonya.
Faktor risiko atau bahaya penelitian tidak hanya tertuju
kepada peneliti, tetapi peneliti juga harus memperhatikan
risiko itu bagi orang lain terutama subyek penelitian, dalam
hal ini Ibnu Hadjar menuturkan sebagai berikut:
Dalam memilih permasalahan, peneliti hendaknya juga
mempertimbangkan bahaya tertentu yang mungkin bisa
timbul terhadap perorangan, kelompok, maupun profesi,
baik bahaya fisik, mental, maupun sosial. Oleh karena itu,

Masalah Penelitian
31

bila masalah yang akan diajukan kemungkinan akan
membahayakan, hendaknya peneliti meninjaunya
kembali. Dalam hal ini, peneliti hendaknya juga
memperhatikan etika penelitian terutama yang
menyangkut keamanan dan kenyamanan subyek yang
dilibatkan sehingga tidak akan ada pihak-pihak yang
dirugikan sebagai akibat dari penelitian tersebut.
17
Kondisi lain yang juga perlu dipertimbangkan oleh
peneliti adalah berbagai resistansi, baik resistansi sosial,
budaya, ideologi, maupun norma dan et ika. Masalah
penelitian yang dianggap tabu dan sensitif atau bertentangan
dengan adat masyarakat tertentu misalnya, akan
menimbulkan risiko penentangan dari masyarakat yang akan
diteliti, atau membuat masyarakat merasa tidak nyaman dan
sebagainya. Ini akan membuat penelitian menjadi berisiko
tinggi dan tidak nyaman serta diliputi suasana kecurigaan.
Sebaiknya peneliti menghindari masalah yang demikian.
Dengan memilih masalah penelitian yang tidak memiliki
risiko tinggi dan memperhatikan berbagai resistansi yang ada,
akan membuat penelitian yang akan dilakukan mudah
memperoleh dukungan baik dari birokrasi (yang berwenang
dalam memberi izin penelitian), sponsor (pemberi dana) dan
masyarakat (terutama masyarakat yang menjadi subyek
penelitian).
Keempat, dukungan. Seperti telah disebutkan di atas
bahwa sebuah penelitian perlu memperoleh dukungan dari
berbagai pihak di antaranya dukungan birokrasi, sponsor dan
masyarakat. Dukungan birokrasi diperlukan untuk
mempermudah persoalan administrasi penelitian terutama
dalam rangka memperoleh izin penelitian. Sedang dukungan
sponsor atau penyandang dana diperlukan untuk kemudahan
dalam membiayai proses penelitian dari awal sampai akhir,

17
Ibnu Hadjar, Dasar-dasar Metodologi…, h. 47-48.

Pengantar Metodologi Penelitian
32

atau paling tidak mendapatkan dana tambahan selain dana
mandiri. Kemudian dukungan masyarakat khususnya mereka
yang menjadi subyek penelitian sangat diperlukan untuk
kelancaran pengumpulan data.
Atas dasar ini seorang peneliti dalam memilih masalah
harus mempertimbangkan apakah masalah itu mendukung
program dan kebijakan pemerintah atau sebaliknya; apakah
pemecahan masalah itu dibutuhkan oleh penyandang dana
dalam rangka pengambilan keputusan atau tidak; dan apakah
masalah itu nanti bermanfaat bagi masyarakat dan tidak
bertentangan dengan norma-norma sosial dan sebagainya.
Kelima, biaya penelitian. Penelitian memerlukan biaya
bahkan terkadang dengan biaya mahal. Karena itu, dalam
memilih masalah seorang peneliti harus memperhatikan
sumber biaya yang ada dan berapa yang diperlukan untuk
kebutuhan penelitiannya. Bila biaya terbatas, masalah yang
diangkat hendaknya tidak terlalu luas; lingkup wilayah atau
lokasi penelitian dibatasi dan jumlah populasi khususnya
sampel penelitian harus dalam jumlah yang seimbang dengan
biaya penelitian.
Di samping itu, menurut Ibnu Hadjar, hasil yang akan
diperoleh dari penelitian tersebut juga harus menjadi
pertimbangan apakah sudah sepadan dengan biaya yang
dikeluarkan atau tidak, karena bila penelitiannya tidak
memberikan hasil yang berarti, maka penelitian tersebut
hanya akan membuang biaya saja.
18

D. Merumuskan Masalah
Setelah masalah penelitian ditemukan dan dikaji
kelayakannya untuk diteliti, tindakan selanjutnya adalah
merumuskan masalah itu dengan baik. Merumuskan masalah
tidak boleh dilakukan seadanya, tetapi dilakukan dengan

18
Ibnu Hadjar, Dasar-dasar Metodologi…, h. 47.

Masalah Penelitian
33

cermat dan dengan pertimban gan yang masak. Ini
dimaksudkan agar peneliti dapat menghasilkan rumusan
masalah yang baik, bukan rumusan masalah yang buruk.
Rumusan masalah yang baik akan menuntun peneliti untuk
memperoleh temuan penelitian yang baik pula. Sebaliknya,
rumusan masalah yang buruk bisa menghasilkan temuan
penelitian yang kurang berarti bahkan bisa membuat sebuah
penelitian yang sebenarnya memiliki kajian yang penting
menjadi penelitian dengan temuan yang tidak berharga.
Rumusan masalah yang baik adalah rumusan masalah
yang benar-benar jelas, terfokus, signifikan, dapat dikaji di
lapangan, padat, dan terarah serta memuat terminologi
akademik dalam bidang ilmu yang dikaji. Sementara rumusan
masalah yang buruk, sebagaimana yang dikemukakan oleh
Suyanto adalah: (1) pertanyaan penelitian yang dirumuskan
bukan merupakan pertanyaan ilmiah, sehingga tidak bisa diuji
secara empiris; (2) pertanyaan penelitian yang dirumuskan
terlalu umum, tidak spesifik; (3) pertanyaan penelitian yang
dirumuskan masih berupa sekumpulan variabel dan bukan
merupakan pertanyaan yang dapat dikaji secara empiris di
lapangan; (4) pertanyaan penelitian yang dirumuskan tidak
jelas, terlalu samar, sehingga membuat peneliti salah
mengartikan maksud pertanyaan yang dirumuskan; dan (5)
pertanyaan penelitian yang dirumuskan masih bisa diperinci
lebih lanjut atau dispesifikkan.
19

Dalam merumuskan masalah ada beberapa jenis
pertanyaan yang dapat digunakan sesuai dengan tujuan
penelitian masing-masing, yaitu: (1) pertanyaan deskriptif,
yaitu pertanyaan yang ingin mencari jawaban mengenai

19
Bagong Suyanto, “Menetapkan Fokus dan Merumuskan Masalah
yang Layak Diteliti”, dalam Bagong Suyanto dan Sutinah (eds), Metode
Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan (Jakarta: Kencana, 2006),
h. 28-29.

Pengantar Metodologi Penelitian
34

gambaran sesuatu dengan menggunakan pertanyaan apa,
siapa, mengapa dan bagaimana; (2) pertanyaan asosiatif, yaitu
pertanyaan yang mencari hubungan atau pengaruh; dan (3)
pertanyaan komparatif, yaitu pertanyaan penelitian yang
bersifat membandingkan sesuatu (variabel, konsep, peristiwa
dan sebagainya).
Selain ketiga bentuk rumusan masalah di atas, ada pula
yang mengelompokkan model masalah sebagai berikut: (1)
model normatif, yaitu model rumusan masalah yang
mempersoalkan adanya gap antara kenyataan dengan norma
yang berlaku, contoh pertanyaan: “apakah X telah
dilaksanakan oleh Y?”; (2) model fungsional, yaitu model
rumusan masalah yang menghendaki adanya pilihan untuk
memilih yang terbaik di antara dua alternatif, contoh
pertanyaan: “manakah yang lebih efektif antara X dengan Y?”;
(3) model analitik atau kausal, yaitu model rumusan masalah
yang ingin mencari rangkaian hubungan sebab akibat dari
suatu peristiwa yang terjadi, contoh pertanyaan: “apakah ada
hubungan antara X dengan Y? atau apakah X berpengaruh
pada Y?”; dan (4) model deskriptif, yaitu model rumusan
masalah yang mengarah pada pelukisan peristiwa secara
akurat apa adanya, contoh pertanyaan: “bagaimanakah
kondisi kehidupan agama di desa X?”.
20

Untuk memperjelas pemahaman dalam merumuskan
masalah, berikut ini dikemukakan cara merumuskan masalah
dalam penelitian kuantitatif dan kualitatif.
1. Rumusan Masalah dalam Penelitian Kuantitatif
Rumusan masalah dalam penelitian kuantitatif harus
ditetapkan secara jelas, tegas dan dipastikan sejak awal
penelitian. Rumusan masalah dalam penelitian kuantitatif

20
Diolah dan dimodifikasi dari Moh. Kasiram, Metodologi Penelitian
Kualitatif-Kuantitatif (Malang: UIN Malang, Press, 2008), h. 212 dan 214.

Masalah Penelitian
35

bukan rumusan masalah yang bersifat sementara yang bisa
diubah-ubah begitu saja saat penelitian berlangsung. Sebab,
perubahan rumusan masalah akan mengganggu konsistensi
variabel, hipotesis, teori dan unsur penting lainnya. Karena
itu, rumusan masalah dalam penelitian kuantitatif harus
benar-benar jelas dan ditetapkan dengan pasti serta
merupakan rumusan yang mapan.
Selain masalah konsistensi rumusan masalah, satu ciri
umum rumusan masalah dalam penelitian kuantitatif yang
juga perlu diperhatikan adalah bahwa rumusan masalah yang
dibuat menunjukkan hubungan antara dua variabel atau lebih.
2. Rumusan Masalah dalam Penelitian Kualitatif
Masalah dalam penelitian kualitatif disebut dengan
fokus. Fokus atau masalah dan rumusan pertanyaannya
bersifat tentatif (sementara). Artinya, Fokus atau rumusan
masalah dalam penelitian kualitatif bersifat terbuka dan
dilakukan penyempurnaan sewaktu peneliti berada di
lapangan penelitian. Karena itu, walaupun pada tahap awal
peneliti sudah menetapkan fokus penelitian dengan
pertanyaan-pertanyaan atau pernyataan-pernyataan masalah
tertentu, bagaimana pun pada akhirnya, fokus dengan
rumusannya baru dapat dipastikan ketika peneliti sudah
berada di arena penelitian. Perubahan seperti ini bukan
menunjukkan ketidakkonsistenan atau merusak fokus kajian,
tetapi justru perubahan itu menunjukkan adanya gerakan ke
arah penyempurnaan dan penyesuaian terhadap realita atau
fenomena yang diteliti.

37

BAB III
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

A. Makna dan Arti Penting Kajian Pustaka dan Landasan
Teori
Penulisan kajian pustaka dan landasan teori terkadang
disatukan terkadang juga dipilah. Pemilahan terjadi jika
peneliti memahami bahwa kajian pustaka adalah penelusuran
hasil-hasil kajian terdahulu yang relevan atau memiliki
kedekatan objek penelitian dengan penelitian yang akan
dilakukan, sementara landasan teori dipahami sebagai
penyusunan teori-teori yang relevan dengan penelitian
melalui penelusuran sejumlah sumber kepustakaan yang
berisi teori-teori yang sesuai dengan objek penelitian. Bila
keduanya disatukan berarti peneliti memahami bahwa kajian
pustaka adalah penelusuran kajian-kajian terdahulu sekaligus
penentuan teori-teori yang menjadi landasan atau kerangka
teori dari penelitian yang akan dilakukan.
Dari segi penamaan pun istilah kajian pustaka juga
bervariasi. Ada yang menyebutnya kajian atau studi literatur,
studi pustaka, tinjauan pustaka, ulasan kepustakaan, studi
kepustakaan dan lainnya. Apapun namanya maksudnya tetap
sama. Yang jelas, secara umum kajian pustaka berisi dua
komponen utama, yaitu (1) penelusuran kajian-kajian
terdahulu, dan (2) landasan teori.
Tujuan utama kajian pustaka adalah untuk membentuk
landasan pengetahuan yang sedang dilakukan sehingga dapat
mencerminkan pemahaman peneliti tentang teori. Ada
beberapa manfaat yang diperoleh peneliti dari kajian pustaka.
Pertama, peneliti akan mengetahui apakah topik penelitian
yang akan diteliti telah diselidiki orang lain atau belum,
sehingga pekerjaan peneliti tidak merupakan duplikasi

Kajian Pustaka dan Landasan Teori
38

(pengulangan studi sebelumnya secara tidak disengaja). Jika
ada penelitian yang memiliki kedekatan dengan objek
kajiannya, peneliti dapat memanfaatkannya untuk
mendukung penelitiannya. Penelitian terdahulu yang relevan
selain menambah informasi dan wawasan juga dapat menjadi
bahan untuk mempertajam orientasi dan dasar teoritis
tentang masalah penelitian yang akan diteliti. Penelitian yang
ada juga dapat dimanfaatkan oleh peneliti untuk
mempertajam arah berpikir peneliti sehingga dapat berpikir
lebih kritis dan sistematis.
Kajian pustaka atau ulasan kepustakaan berfungsi untuk
mengorganisasikan penemuan-penemuan penelitian sebelum-
nya. Dari sini peneliti akan memiliki informasi yang lebih jauh
tentang temuan-temuan yang telah berkembang dalam ilmu
pengetahuan terkait dengan topik atau objek penelitiannya.
Dari sini pula peneliti dapat menilai apakah penelitiannya
merupakan masalah yang up to date ataukah masalah yang
sudah usang.
Sebagaimana disebutkan di atas, bahwa salah satu
fungsi kajian kepustakaan adalah mengorganisasikan temuan
yang telah ada. Karena itu, di sini peneliti dituntut untuk
mampu mengidentifikasi dan mengorganisasikan temuan-
temuan terdahulu serta dapat menunjukkan bahwa sepanjang
penelusuran yang dilakukannya tidak ada satupun penelitian
terdahulu yang sama persis dengan penelitiannya. Dari sini
kemudian peneliti harus mampu memberikan pemahaman
kepada pembaca mengapa masalah yang ia teliti memiliki nilai
ilmiah yang penting, dan mampu pula menunjukkan
keterkaitan penelitiannya dengan kajian atau penelitian
sebelumnya. Pada tahap ini kajian pustaka memberikan
landasan rasional mengapa penelitian yang diangkat perlu
diteliti.
Kedua, peneliti dapat memanfaatkan metode atau
teknik-teknik yang telah diterapkan pada penelitian

Pengantar Metodologi Penelitian
39

sebelumnya terutama untuk keperluan operasional di
lapangan (pengumpulan data) dan saat menganalisis data.
Melalui penelaahan kepustakaan yang berkaitan, para peneliti
dapat mengetahui prosedur dan instrumen mana yang telah
terbukti berguna dan mana yang nampaknya kurang
memberikan harapan sehingga peneliti dapat menentukan
prosedur, metode dan instrumen yang lebih tepat untuk
penelitiannya.
Kalau kajian pustaka dimaknai dalam arti sempit
sebagai kajian atau penelusuran dan pengorganisasian
terhadap hasil kajian-kajian terdahulu yang berkaitan dengan
penelitian yang akan dilakukan, maka landasan teori dalam
konteks ini dipilah dan ditulis secara tersendiri atau ditulis
secara khusus.
Sebagaimana telah disebutkan bahwa komponen
penting dari kajian pustaka (jika dianggap satu bagian) adalah
menyusun dan menetapkan landasan teori. Landasan teori
perlu disusun dengan cermat dan akurat agar memberikan
kerangka pikir dan perspektif kepada peneliti.
Untuk menyusun landasan atau kerangka teori dengan
baik, perlu dipahami terlebih dahulu apa itu teori.
Pemahaman ini diperlukan agar peneliti dapat membedakan
makna pernyataan yang merupakan teori dan mana yang
bukan. Definisi teori sebagaimana yang dikemukakan oleh
Afifuddin dan Saebani adalah seperangkat konsep, definisi,
dan proposisi yang berfungsi untuk melihat fenomena secara
sistematik, melalui spefisikasi hubungan antarvariabel untuk
menjelaskan berbagai fenomena secara sistematis.
1

Sementara menurut Syafri Harahap, teori adalah susunan
konsep, definisi, yang dalam menyajikan pandangan yang
sistematis tentang fenomena dengan menunjukkan hubungan

1
Afifuddin dan Beni Ahmad Saebani, Metodologi Penelitian Kualitatif
(Bandung: Pustaka Setia, 2009), h. 75.

Kajian Pustaka dan Landasan Teori
40

antara variabel yang satu dengan yang lain dengan maksud
untuk menjelaskan dan meramalkan fenomena.
2

Teori dapat juga dipahami sebagai: (1) tesis atau
pernyataan kebenaran yang telah diteliti kebenarannya baik
menggunakan pembuktian koherensi ataupun korespondensi;
(2) abstraksi dari sejumlah proposisi yang dibangun atas
dasar asumsi-asumsi yang logis atau melalui pengujian
hipotesis; (3) pernyataan mengenai sebab akibat atau
mengenai adanya suatu hubungan positif antara gejala yang
diteliti dari satu atau beberapa faktor.
Ada beberapa fungsi teori dalam penelitian, di
antaranya adalah:
1. Teori menuntun peneliti dalam merumuskan
hipotesis, variabel, indikator dan instrumentasi.
2. Teori membantu peneliti dalam menafsirkan data.
Teori menyediakan berbagai argumentasi yang dapat
digunakan untuk menganalisis atau memberikan
penafsiran terhadap data sehingga data memiliki
makna yang lebih berarti. Interpretasi data akan lebih
kuat jika didukung oleh teori. Apalagi jika data yang
diperoleh sangat banyak atau melimpah dan perlu
untuk diinterpretasikan. Di sini teori akan sangat
membantu peneliti untuk menganalisis dan
menafsirkan data tersebut.
3. Teori menghubungkan satu studi dengan studi
lainnya. Teori membantu peneliti menemukan suatu
kerangka konseptual untuk menjelaskan hubungan
antara hasil penelitian yang pernah dilakukan
sebelumnya dengan penelitian yang akan dilakukan
oleh peneliti.

2
Sofyan Syafri Harahap, Tips Menulis Skripsi dan Menghadapi Ujian
Komprehensif (Jakarta: Pustaka Quantum, 2001), h. 40.

Pengantar Metodologi Penelitian
41

B. Sumber-sumber Penyusunan Kajian Pustaka dan
Landasan Teori
Menurut Ibnu Hadjar ada tiga sumber yang dapat
digunakan untuk menulis ulasan kepustakaan, yaitu:
1. Sumber primer, yaitu sumber yang berisi hasil
penelitian atau tulisan yang merupakan karya asli
peneliti atau teoritis yang orisinal. Contoh sumber
primer adalah hasil penelitian yang dipublikasikan
dalam jurnal ilmiah profesional, laporan penelitian,
tesis, disertasi.
2. Sumber sekunder, yaitu sumber yang berisi hasil
penelitian atau tulisan yang dipublikasikan oleh
penulis yang tidak secara langsung melakukan
penelitian atau bukan penemu teori. Contoh sumber
sekunder seperti buku bacaan, buku teks, dan
ensiklopedi. Artikel-artikel dalam majalah ilmiah yang
diterbitkan oleh perguruan tinggi di Indonesia pada
umumnya merupakan sumber sekunder karena
sedikit sekali yang melaporkan teori baru.
3. Sumber preliminer, berisi bahan-bahan rujukan yang
dimaksudkan untuk membantu pembaca menemukan
sumber primer dan sekunder. Contoh sumber
preliminer adalah indeks dan abstrak.
3

Dari ketiga jenis sumber ini, sumber primer merupakan
sumber yang paling ditekankan untuk dijadikan sebagai
rujukan dalam menyusun kajian pustaka. Jika tidak
ditemukan, peneliti dapat menggunakan sumber sekunder
untuk menyusun kajian pustaka.

3
Ibnu Hadjar, Dasar-dasar Metodologi Kwantitatif dalam Pendidikan
(Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1999), h. 83-86.

Kajian Pustaka dan Landasan Teori
42

Mohd. Nazir mengemukakan beberapa sumber
kepustakaan yang dapat dijadikan sumber dalam menyusun
kajian atau studi pustaka, yaitu:
4

1. Buku referensi, seperti kamus, ensiklopedi, buku
statistik, bibliografi, indeks, dan abstrak.
2. Buku teks, yaitu buku ilmiah yang diterbitkan
berkenaan dengan bidang ilmu tertentu.
3. Jurnal, yaitu majalah ilmiah yang berisi tulisan ilmiah
atau hasil-hasil seminar yang diterbitkan oleh
himpunan ilmiah tertentu.
4. Periodical, yaitu majalah ilmiah yang diterbitkan
secara berkala oleh lembaga pemerintah atau swasta
yang berisi hasil penelitian yang telah dikerjakan.
5. Yearbook, yaitu buku yang berisi fakta-fakta dan
statistik dalam setahun yang diterbitkan oleh lembaga
pemerintah maupun swasta yang diterbitkan setiap
tahun.
6. Buletin, yaitu tulisan ilmiah pendek yang terbit secara
berkala yang berisi catatan-catatan ilmiah atau
petunjuk-petunjuk ilmiah tentang suatu kegiatan
operasional.
7. Circular, yaitu tulisan ilmiah pendek dan praktis yang
biasanya dikeluarkan oleh lembaga negara atau
swasta seperti universitas, lembaga penelitian, dinas-
dinas dan lainnya.
8. Leaflet, yaitu tulisan yang berisi karangan kecil yang
sifatnya ilmiah praktis. Diterbitkan oleh lembaga-

4
Moh. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988),
h.120-129.

Pengantar Metodologi Penelitian
43

lembaga negara atau swasta dengan interval yang
tidak tetap.
9. Annual review, berisi ulasan-ulasan tentang literatur
yang telah diterbitkan selama masa setahun atau
beberapa tahun yang lampau.
Ada beberapa sumber yang harus dijadikan prioritas
dalam menyusun daftar pustaka karena dianggap memiliki
kekuatan ilmiah yang dapat dipertanggungjawabkan, yaitu
ensiklopedi (terutama yang disusun oleh tim yang terdiri dari
ilmuwan yang memiliki otoritas di bidangnya masing-
masing), jurnal ilmiah (terutama jurnal yang terakreditasi),
buku teks yang ditulis oleh pakar di bidangnya, makalah yang
telah diseminarkan, dan karya ilmiah (skripsi, tesis dan
disertasi). Sumber pustaka yang berasal dari internet (e-book
dan e-journal misalnya) dapat digunakan sebagai sumber
dalam menyusun kajian pustaka. Hanya saja peneliti harus
selektif dan hati-hati karena ada sejumlah tulisan di internet
yang tidak layak untuk dijadikan sumber pustaka.
C. Teknik Menyusun Kajian Pustaka dan Landasan Teori
Ibnu Hadjar mengemukakan langkah-langkah menyusun
kajian pustaka dari McMillan dan Schumacher sebagai
berikut:
5

1. Analisis pernyataan masalah (cari konsep atau
variabel yang berkaitan dengan masalah untuk
dijadikan kata kunci).
2. Mencari dan membaca sumber sekunder.
3. Memilih sumber preliminer yang sesuai.
4. Membaca sumber primer yang terkait.
5. Mengorganisasikan catatan.

5
Ibnu Hajar, Dasar-dasar Metodologi …, h. 87-93.

Kajian Pustaka dan Landasan Teori
44

6. Menulis ulasan (terdiri dari pendahuluan, ulasan kritis
dan kesimpulan).
D. Masalah Landasan Teori dalam Penelitian Kuantitatif
dan Penelitian Kualitatif
Tidak semua penelitian menggunakan teori
sebagaimana yang ditulis oleh Mely G. Tan berikut ini:
Tidak semua peneliti mulai dengan suatu teori tertentu
sebagai titik tolak pemikirannya. Hal ini ditentukan oleh
ada tidaknya teori-teori yang bersangkutan. Misalnya,
dalam penelitian yang bersifat menjelajah (exploratory),
di mana pengetahuan mengenai persoalan masih sangat
kurang atau belum ada sama sekali, teori-teorinya pun
belum ada.
6
Tidak hanya dalam persoalan penelitian eksplorasi,
dalam penelitian kualitatif, teori juga tidak mesti disusun
sejak awal. Artinya, peneliti ketika melakukan penelitian tidak
dibekali dengan teori tertentu. Hal ini disebabkan, terdapat
perbedaan kedudukan teori dalam penelitian kuantitatif dan
kualitatif. Pada penelitian kuantitatif penelitian diawali
dengan penyusunan teori yang berfungsi sebagai landasan
peneliti dalam melakukan penelitian. Dalam penelitian
kuantitatif landasan teori merupakan jawaban teoritik
terhadap masalah penelitian yang kemudian akan diuji secara
empirik. Teori juga difungsikan sebagai landasan dalam
menyusun variabel, hipotesis, indikator dan instrumentasi
serta digunakan pula untuk menginterpretasikan data.
Ini berbeda pada penelitian kualitatif. Pada dasarnya
penelitian kualitatif tidak dimulai dengan penyusunan teori
dari awal penelitian. Jika ada penelitian kualitatif yang sejak

6
Mely G. Tan, “Masalah Rencana Penelitian”, dalam Koentjaraningrat
(ed), Metode-metode Penelitian Masyarakat (Edisi Ketiga) (Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama, 1997), h. 19.

Pengantar Metodologi Penelitian
45

awal telah menetapkan landasan teori sebelum melakukan
kerja lapangan, maka itu sebenarnya merupakan pengaruh
dari tradisi penelitian kuantitatif. Bungin memasukkan model
penelitian kualitatif seperti ini ke dalam model penelitian
deskriptif-kualitatif,
7
yakni penelitian yang dipengaruhi oleh
cara berpikir penelitian kuantitatif.
8

Menurut Afifuddin dan Saebani, jika teori dipakai dalam
penelitian kualitatif itu hanya sebagai bekal perbandingan
antara paradigma penelitian empiris dan penelitian
fenomenologis. Hal ini karena dalam penelitian kualitatif, teori
dipandang sebagai penguat subjektivitas penelitian, karena
pada prinsipnya penelitian kualitatif tidak ‘terlalu’
memerlukan teori. Teori disimpan di dalam kurung karena
pandangan awalnya senantiasa to the thing, kembali kepada
apa yang ada, yaitu membiarkan fenomena menampakkan diri
dan menjelaskan dirinya sendiri.
9

Menurut Bungin,
10
perlakuan terhadap teori dalam
penelitian kualitatif terbagi dalam tiga model, yaitu:
1. Model deduksi, di mana teori masih menjadi alat
penelitian sejak memilih dan menemukan masalah,
membangun hipotesis, maupun melakukan
pengamatan di lapangan sampai dengan menguji data.
2. Model induksi, pada model ini peneliti tidak perlu tahu
tentang teori tertentu, akan tetapi langsung ke
lapangan. Di sini terdapat dua pendapat, yaitu: (1)
peneliti ‘buta’ terhadap teori dan tidak perlu

7
Menurut Burhan Bungin, ada tiga kategori penelitian kualitatif,
yaitu (1) deskriptif-kualitatif, (2) kualitatif verifikatif, dan (3) gounded
research. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif…, h. 68-73.
8
Bungin, Penelitian Kualitatif…, h. 23-34.
9
Afifuddin dan Beni Ahmad Saebani, Metodologi Penelitian Kualitatif
h. 75.
10
Bungin, Penelitian Kualitatif…, h. 24-25.

Kajian Pustaka dan Landasan Teori
46

membawa teori ke lapangan. Teori justru dibangun
berdasarkan temuan lapangan. Penetapan teori
terlebih dahulu dikhawatirkan akan mempengaruhi
pandangan dan perlakuan peneliti terhadap data.
Teori baru akan dipelajari setelah semua data
terkumpul dan dipelajari; dan (2) pendapat yang
mengatakan bahwa teori dapat dipahami terlebih
dahulu untuk membantu peneliti mengumpulkan dan
memahami data. Namun data tetap merupakan fokus
utama penelitian sedang teori hanya digunakan untuk
membantu peneliti.

47

BAB IV
VARIABEL DAN HIPOTESIS

Perbincangan mengenai variabel dan hipotesis
merupakan bagian penting dan integral dalam penelitian
kuantitatif. Keduanya merupakan unsur penting dalam
aplikasi penelitian kuantitatif, karena penelitian kuantitatif
mengandalkan variabel yang tepat dalam melakukan
pengukuran dan analisis data. Demikian pula dengan
hipotesis, dalam penelitian kuantitatif, ia merupakan
pernyataan kebenaran tentatif yang akan diuji kebenarannya
secara empirik.
Sementara dalam penelitian kualitatif, lebih banyak
bekerja menggunakan pola-pola daripada menggunakan
variabel. Demikian juga dengan hipotesis. Penelitian kualitatif
tidak menetapkan hipotesis dari awal sebagaimana penelitian
kuantitatif, tetapi hipotesis dibangun melalui data yang
ditemukan ketika peneliti berada di lapangan. Karena itu,
penelitian kualitatif diawali tanpa menggunakan hipotesis.
A. Variabel Penelitian
1. Definisi Variabel
Kata Variabel berasal dari bahasa Inggris “variable”
yang berarti faktor tak tetap atau berubah-ubah. Dalam
bahasa Indonesia kata “variabel” lebih tepat dipadankan
dengan kata bervariasi.
1
Dalam berbagai literatur metodologi
penelitian terdapat beberapa definisi yang dapat
dikemukakan di sini, yaitu:

1
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif Komunikasi,
Ekonomi, dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya (Jakarta:
Kencana, 2009), h. 59.

Pengantar Metodologi Penelitian
48

a. Menurut Suharsimi Arikunto, variabel adalah objek
penelitian atau apa yang menjadi titik perhatian
suatu penelitian. Ia juga mengemukakan definisi
dari Sutrisno Hadi bahwa variabel adalah gejala
yang bervariasi.
2

b. Menurut Noeng Muhadjir, variabel adalah satuan
terkecil dari objek penelitian. Misalnya mahasiswa
sebagai objek penelitian dapat dilihat satuan-
satuannya seperti: intelegensi, minat, status sosial,
hobi, cita-cita, prestasi akademik, kemampuan
bahasa, kesehatan dan lainnya dari mahasiswa itu.
3

c. Menurut Bungin, variabel adalah fenomena yang
bervariasi dalam bentuk, kualitas, kuantitas, mutu
standar dan sebagainya.
4

d. S. Margono mendefinisikan variabel sebagai
konsep yang mempunyai variasi nilai.
5

e. Variabel penelitian secara terminologi adalah
suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, objek
atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan
ditarik kesimpulannya. Adapula yang
mendefinisikan variabel sebagai semua objek atau
gejala-gejala yang menjadi sasaran penelitian yang
menunjukkan variasi, baik pada jenis maupun pada
tingkatannya.

2
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek
(Jakarta: Rineka Cipta, 1998), h. 97 dan 99.
3
Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi III
(Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), h. 21.
4
Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif…, h. 59.
5
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rineka
Cipta, 1997), h. 133.

Variabel dan Hipotesis
49

Dari beberapa definisi di atas, secara sederhana variabel
penelitian dapat diartikan sebagai objek penelitian, fenomena
atau konsep yang memiliki variasi atau ragam nilai baik dari
segi bentuk, kualitas, kuantitas, mutu standar dan lainnya.
Di atas telah disebutkan istilah konsep. Konsep adalah
abstraksi terhadap fenomena atau dunia empirik yang diolah
dan dimaknai oleh manusia. Karena itu, konsep merupakan
suatu makna yang berada di alam pikiran dan pemahaman
manusia yang dinyatakan kembali dalam bentuk lambang
perkataan atau kata-kata. Dengan kata lain, konsep adalah
hasil pemaknaan dalam intelektual manusia yang merujuk
pada fenomena empirik (gejala yang dapat ditangkap oleh
indra manusia).
Dibanding dengan variabel, konsep masih bersifat
abstrak dan belum terukur, sementara variabel merupakan
konsep yang sudah memiliki varian nilai. Misalnya, badan
adalah konsep bukan variabel karena badan tidak memiliki
keragaman atau varian nilai. Sebaliknya, berat badan
merupakan variabel, karena berat badan memiliki variasi
nilai: berat badan ada yang 30 kg, 45 kg, bisa juga 60 kg, dan
lainnya. Perkawinan adalah konsep bukan variabel. Tetapi
status perkawinan merupakan variabel karena ia memiliki
variasi nilai: belum kawin, sudah kawin, dan janda/duda.
Sebenarnya variabel berasal dari konsep. Untuk
mengubah konsep menjadi variabel caranya adalah dengan
memusatkan perhatian pada aspek tertentu dari konsep itu
sendiri. Misalnya, konsep mahasiswa diubah menjadi prestasi
akademik mahasiswa, dan sebagainya. Contoh lainnya adalah
variabel jenis kelamin, variasinya adalah jenis kelamin laki-
laki dan jenis kelamin perempuan, variabel berat badan
variasinya misalnya berat badan 40 kg, berat badan 45 kg,
berat badan 60 kg dst.

Pengantar Metodologi Penelitian
50

2. Jenis Variabel
Jenis Variabel penelitian dapat dikelompokkan dalam
beberapa kategori berikut:
a. Variabel bebas (independen)
Variabel bebas (independent variable) merupakan
variabel yang mempengaruhi variabel lain.
Variabel ini disimbolkan dengan lambang “x “.
b. Variabel terikat (dependen)
Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi
oleh variabel bebas. Variabel ini dilambangkan
dengan simbol “y”.
c. Variabel pendahulu (antecedent variable)
Variabel pendahulu adalah variabel yang
mendahului dan mengakibatkan terjadinya
perubahan pada variabel independen (bebas).
Contoh:
Jenis kelamin tingkat pendidikan jenis pekerjaan
(pendahulu) (variabel bebas) (variabel terikat)
d. Variabel antara
Variabel antara (intervening variable) merupakan
variabel yang terletak di antara variabel bebas dan
variabel terikat. Variabel ini menentukan
terjadinya hubungan antara variabel bebas dan
terikat. Contoh:
Umur (x) pendidikan kebiasaan membaca (y)
(variabel bebas) (variabel antara) (variabel terikat)

Variabel dan Hipotesis
51

e. Variabel penekan (suppressor variable)
Variabel penekan adalah variabel yang mengubah
kekuatan hubungan dua variabel. Mulanya,
variabel bebas dan terikat tidak tampak memiliki
hubungan, namun kehadiran variabel penekanan,
keduanya tampak memiliki hubungan.
f. Variabel pengganggu
Variabel pengganggu adalah variabel yang dapat
mengubah hubungan antara dua variabel (variabel
bebas dan terikat). Pada mulanya, kedua variabel
itu memiliki hubungan, namun masuknya variabel
ketiga (pengganggu) hubungan itu menjadi negatif
(tidak ada hubungan).
3. Hubungan Antarvariabel
a. Hubungan simetris
Variabel dikatakan memiliki hubungan simetris
apabila variabel yang satu tidak disebabkan atau
dipengaruhi oleh variabel yang lain. Hubungan
simetris seperti ini terjadi jika: (1) kedua variabel
merupakan indikator sebuah konsep yang sama,
seperti jumlah anak yang lahir hidup dan tingkat
kelahiran kasar adalah dua indikator dari konsep
fertilitas; (2) kedua variabel merupakan akibat dari
suatu faktor yang sama, misalnya peningkatan
permintaan akan hiburan dan menin gkatnya
jumlah kendaraan bermotor, keduanya merupakan
akibat dari peningkatan pendapatan; (3) Kedua
variabel saling berkaitan secara fungsional, seperti
di mana ada guru di situ ada murid; di mana ada
majikan di situ ada buruh; dan (4) hubungan yang
bersifat kebetulan, misalnya bayi ditimbang lalu

Pengantar Metodologi Penelitian
52

meninggal keesokan harinya. Peristiwa ini hanya
kebetulan.
6

b. Hubungan resiprokal (timbal balik)
Hubungan timbal balik adalah hubungan di mana
suatu variabel menjadi sebab sekaligus menjadi
akibat terhadap variabel lainnya. Jika variabel X
mempengaruhi variabel Y dan pada waktu yang
lain variabel Y juga mempengaruhi variabel X, ini
disebut hubungan resiprokal. Misalnya, tingkat
pendidikan akan meningkatkan status sosial yang
tinggi. Sebaliknya, status sosial yang tinggi
memudahkan untuk memperoleh pendidikan yang
tinggi. Hubungan seperti ini dapat digambarkan
sebagai berikut:
X Y
c. Hubungan asimetris
Hubungan asimetris adalah hubungan
antarvariabel di mana variabel yang satu
mempengaruhi variabel yang lain dan tidak dapat
saling dipertukarkan. Hubungan asimetris dapat
digambarkan sebagai berikut:
1) Hubungan bivariat
Variabel bebas variabel terikat
X Y





6
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan…, h. 136-137.

Variabel dan Hipotesis
53

2) Hubungan multivariat
Variabel bebas variabel erikat
X1
X2 Y
X2
B. Hipotesis
1. Definisi dan Sifat Hipotesis
Hipotesis berasal dari kata “hypo” yang berarti “di
bawah” dan “thesa” yang berarti “kebenaran”.
7
Jadi secara
etimologis hipotesis merupakan sesuatu yang kurang (hypo)
dari sebuah pendapat tentang kebenaran (tesis). Dengan kata
lain hipotesis adalah sebuah simpulan yang belum final
karena harus diuji kebenarannya atau bisa disebut juga
sebagai jawaban sementara terhadap masalah yang tengah
diteliti.
8
Hipotesis bisa juga dipahami sebagai teori sementara
(jawaban tentatif) yang dijadikan pedoman oleh peneliti
sebagai petunjuk sementara ke arah pemecahan masalah.
Teori sementara atau hipotesis ini diperoleh dari deduksi
teori yang kemudian diturunkan sebagai hipotesis. Hipotesis
inilah yang harus diuji kebenarannya melalui pengumpulan
bukti empirik (data). Jika kemudian data yang terkumpul
memperlihatkan bahwa hipotesis itu benar, maka hipotesis
itu berubah kedudukannya menjadi tesa (kesimpulan
pendapat yang diperoleh dari pengamatan empiris melalui
proses dan kerja metodologis tertentu).
9


7
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek
(Jakarta: Rineka Cipta, 1998), h. 68.
8
I.B. Irawan, “Unsur-unsur Penelitian Survei” dalam Bagong Suyanto
dan Sutinah (eds), Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan
(Jakarta: Kencana, 2006), h. 43.
9
I.B. Irawan, “Unsur-unsur Penelitian Survei…”, h. 43.

Pengantar Metodologi Penelitian
54

Adapun sifat-sifat penting hipotesis adalah sebagai
berikut:
10

a. Setiap hipotesis merupakan kemungkinan jawaban
terhadap permasalahan yang tengah diteliti.
b. Hipotesis harus muncul dan ada hubungannya
dengan teori dan masalah yang akan diteliti.
c. Hipotesis haruslah dapat diuji tersendiri untuk
dapat menetapkan hipotesis yang paling besar
kemungkinannya untuk didukung data empiris yang
dikumpulkan menurut prosedur tertentu.
2. Jenis Hipotesis
Secara umum dalam penelitian sosial terdapat dua jenis
hipotesis, yaitu:
a. Hipotesis nol (H0)
Hipotesis nol adalah hipotesis yang ingin menguji
tidak adanya hubungan antarvariabel, yaitu antara
variabel independen (X) dan variabel dependen
(Y). Contoh pernyataan hipotesis nol: “tidak ada
hubungan antara status sosial ekonomi dengan
tingkat keberagamaan seseorang”. Jika bukti
empiris menunjukkan ketidakbenaran adanya
hubungan antara variabel status sosial ekonomi
dengan variabel tingkat keberagamaan, maka
hipotesis nol diterima. Tetapi jika sebaliknya, maka
hipotesis nol ditolak.
b. Hipotesis kerja (H1)
Hipotesis kerja adalah hipotesis yang menyatakan
adanya hubungan antara variabel independen (X)
dengan variabel dependen (Y). Karena itu, jenis

10
I.B. Irawan, “Unsur-unsur Penelitian Survei…”, h. 44.

Variabel dan Hipotesis
55

hipotesis ini ingin menguji kebenaran adanya
hubungan antarvariabel. Contoh: Ada hubungan
antara tingkat sosial ekonomi dengan tingkat
keberagamaan seseorang. Contoh lain, misalnya:
semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang
semakin tinggi tingkat gaya hidupnya. Jika pada
tahap pembuktian melalui uji data empirik
pernyataan hipotesis didukung oleh data maka
hipotesis kerja diterima dan berubah menjadi tesis,
tetapi jika sebaliknya maka hipotesis kerja ditolak.
Selain dua jenis hipotesis di atas, adapula pembagian
jenis hipotesis sebagai berikut:
11

a. Hipotesis deskriptif
Hipotesis deskriptif merupakan hipotesis yang
menggambarkan karakter sebuah kelompok atau
variabel tanpa menghubungkannya dengan
variabel yang lain. Contoh: 70 persen penduduk
pedesaan bekerja sebagai petani.
b. Hipotesis asosiatif
Hipotesis asosiatif merupakan jenis hipotesis yang
menjelaskan hubungan antarvariabel (minimal dua
variabel). Contoh: jenis kelamin memengaruhi
prestasi belajar.
c. Hipotesis komparatif
Hipotesis komparatif merupakan hipotesis yang
menyatakan perbandingan antara satu variabel
dengan variabel lainnya. Contoh: terdapat
perbedaan prestasi belajar antara mahasiswa dan
mahasiswi.

11
Nanang Martono, Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi dan
Analsisi Data Sekunder (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010), h. 63-64.

Pengantar Metodologi Penelitian
56

3. Syarat atau kriteria hipotesis
Hipotesis yang baik harus dibuat berdasarkan beberapa
syarat berikut:
12

a. Hipotesis harus menyatakan hubungan atau
perbedaan antara dua variabel atau lebih.
b. Hipotesis harus dapat diuji.
c. Hipotesis harus menawarkan penjelasan
sementara berdasarkan teori atau hasil penelitian
sebelumnya.
d. Hipotesis harus singkat dan jelas.
4. Hipotesis dalam penelitian kuantitatif dan kualitatif
Tidak semua penelitian memerlukan hipotesis.
Penelitian sejarah, grounded research, penelitian kualitatif dan
eksploratif tidak memerlukan pengajuan hipotesis.
Terdapat perbedaan momen perumusan hipotesis
antara penelitian kuantitatif dan kualitatif. Dalam penelitian
kuantitatif hipotesis harus dirumuskan sejak awal sebelum
penelitian dilakukan berdasarkan teori yang ada. Hipotesis
inilah yang nanti akan diuji melalui uji empirik berdasarkan
data yang diperoleh di lapangan. Sementara dalam penelitian
kualitatif hipotesis tidak dibuat dari awal penelitian, tetapi
dibangun ketika peneliti mengumpulkan data di lapangan dan
dari situlah kemudian hipotesis itu diuji. Dengan demikian
hipotesis dalam penelitian kualitatif dibangun dari data dan
dibuat setelah peneliti berada di lapangan melakukan
penelitian.
Menurut Moleong, status hipotesis dalam penelitian
kualitatif adalah sesuatu yang disarankan, bukan sesuatu

12
Ibnu Hadjar, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kwantitatif dalam
Pendidikan (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1999), h. 65-66.

Variabel dan Hipotesis
57

yang diuji. Perlu pula ditekankan bahwa hipotesis senantiasa
diverifikasi sepanjang penelitian berlangsung. Menurut
Moleong, secara tradisional biasanya hipotesis itu disusun
terlebih dahulu dan peneliti kualitatif masih ada yang
menggunakan cara demikian. Namun dalam penelitian
kualitatif peneliti segera aktif menyusun hipotesis sejak awal
terjun ke lapangan penelitian dalam rangka pembentukan
teori.
13


13
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1998), h. 41.

59

BAB V
METODE PENELITIAN

A. Menentukan Jenis dan Pendekatan
Jika jenis penelitian didasarkan pada tempat atau
sumbernya, pada umumnya, ada tiga jenis penelitian yang
sering disebut, yaitu penelitian lapangan, penelitian
kepustakaan dan penelitian eksperimen di laboratorium. Ada
pula penentuan jenis penelitian berdasarkan tujuan
penelitian, yaitu penelitian eksploratif (bertujuan
mengeksplorasi fenomena baru yang belum diketahui),
penelitian deskriptif (bertujuan menggambarkan fenomena
secara lebih detail) dan penelitian eksplanatif (bertujuan
menjelaskan mengapa suatu fenomena terjadi).
Dari sudut pendekatannya, Suharsimi Arikunto
menyebutkan beberapa pendekatan yang bisa dipilih, yaitu:
1

1. Pendekatan menurut jenis samplingnya, yaitu
pendekatan populasi, pendekatan sampel dan
pendekatan kasus.
2. Pendekatan menurut timbulnya variabel, terdiri dari
pendekatan eksperimen dan noneksperimen.
3. Pendekatan menurut sifat penelitian (untuk
noneksperimen) terdiri dari penelitian kasus, kausal
komparatif, korelasi, historis dan filosofis.
4. Pendekatan berdasarkan model perkembangan atau
pertumbuhan terdiri dari model “one shot”, model
longitudinal, dan model cross-sectional.

1
Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek
(Jakarta: Rineka Cipta, 1998), h. 80-81.

Pengantar Metodologi Penelitian
60

Pendekatan lainnya yang secara umum dan lazim
digunakan dalam penelitian, yaitu pendekatan kuantitatif dan
pendekatan kualitatif. Di samping itu, ada pula pendekatan
yang digunakan berdasarkan perspektif disiplin tertentu
seperti pendekatan historis, pendekatan psikologis,
pendekatan sosiologis, pendekatan antropologis, pendekatan
fenomelogis, pendekatan filosofis dan lainnya.
B. Menentukan Sumber Penelitian
Sumber penelitian disebut juga dengan sumber data.
Sumber data adalah subjek dari mana data diperoleh. Bisa
juga didefinisikan sebagai benda atau orang tempat peneliti
mengamati, membaca atau bertanya mengenai informasi
tertentu yang berkaitan dengan masalah penelitian. Informasi
yang diperoleh dari sumber penelitian ini kemudian disebut
data. Jika peneliti menggunakan teknik kuesioner dan
wawancara dalam mengumpulkan data maka sumber datanya
disebut dengan responden yaitu orang yang memberi respons
dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan peneliti
baik tertulis maupun lisan.
2

Penentuan sumber penelitian lapangan atau subjek
penelitian dapat melalui teknik sampling (untuk penelitian
kuantitatif) atau melalui teknik pemilihan informan kunci
(untuk penelitian kualitatif). Sementara untuk penelitian
kepustakaan penentuan sumber penelitiannya dapat
dilakukan melalui pemilahan sumber primer dan sumber
sekunder (buku primer dan buku sekunder).
Ada tiga jenis sumber data yang disingkat dengan 3P,
yaitu (1) Person (sumber data berupa orang), (2) place
(sumber data berupa tempat atau wilayah), dan (3) paper

2
Arikunto, Prosedur Penelitian…, h. 114.

Metode Penelitian
61

(sumber data berupa simbol seperti angka, huruf, gambar
atau simbol-simbol lain).
3

C. Menentukan Subjek Penelitian
Menurut Tatang M. Amirin, subjek penelitian adalah
sumber tempat memperoleh keterangan penelitian atau lebih
tepat dimaknai sebagai seseorang atau sesuatu yang
mengenainya ingin diperoleh keterangan.
4
Sementara
Muhammad Idrus mendefinisikan subjek penelitian sebagai
individu, benda, atau organisme yang dijadikan sumber
informasi yang dibutuhkan dalam pengumpulan data
penelitian.
5
Suharsimi Arikunto mendefinisikan subjek
penelitian sebagai benda, hal atau orang yang menjadi tempat
data di mana variabel penelitian melekat, dan yang
dipermasalahkan.
6
Ketiga definisi di atas menunjukkan bahwa
subjek penelitian berkaitan erat dengan di mana sumber data
penelitian diperoleh. Sesuatu yang dalam dirinya melekat
masalah yang ingin diteliti dan menjadi tempat diperolehnya
data dalam penelitian akan menjadi subjek penelitian.
Subjek penelitian jika berbentuk orang ada yang disebut
dengan responden
7
dan ada pula yang disebut dengan
informan. Sebenarnya, keduanya pada dasarnya adalah subjek
penelitian. Hanya saja, istilah responden banyak digunakan
untuk penelitian kuantitatif sementara istilah informan
digunakan secara khusus pada penelitian kualitatif.

3
Arikunto, Prosedur Penelitian…, h. 114-115.
4
Tatang M. Amirin, Menyusun Rencana Penelitian (Jakarta: PT
RajaGrafindo Persada, 1995), h. 92-93.
5
Muhammad Idrus, Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan
Kualitatif dan Kuantitatif (Jakarta: Erlangga, 2009), h. 91.
6
Arikunto, Prosedur Penelitian…, h. 115.
7
Menurut Suharsimi Arikunto, responden adalah orang yang
merespons, memberikan informasi tentang data penelitian. Suharsimi
Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 2009), h. 88.

Pengantar Metodologi Penelitian
62

Dalam penelitian kualitatif, subjek penelitian adalah
‘orang dalam’ pada latar penelitian yang menjadi sumber
informasi. Subjek penelitian juga dimaknai sebagai orang yang
dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang situasi
dan kondisi latar penelitian.
8
Untuk menentukan siapa yang
dipilih menjadi subjek penelitian, penelitian kualitatif
menggunakan kriteria berikut: (1) mereka sudah cukup lama
dan intensif menyatu dalam kegiatan atau bidang yang
menjadi kajian penelitian; (2) mereka terlibat penuh dalam
bidang atau kegiatan tersebut; dan (3) mereka memiliki
waktu cukup waktu untuk dimintai informasi.
9

Dalam penelitian kuantitatif, pembicaraan tentang
subjek penelitian berkaitan erat dengan pembicaraan tentang
populasi dan sampel serta teknik sampling. Ini berkaitan
dengan penentuan siapa yang akan menjadi subjek penelitian
dan berapa jumlah subjek yang akan diteliti atau digali
informasinya. Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian
atau gejala/satuan yang ingin diteliti. Jika peneliti ingin
meneliti keseluruhan subjek atau elemen yang ada pada
subjek maka penelitiannya disebut studi populasi atau studi
sensus.
Sampel merupakan bagian atau wakil dari populasi.
Penelitian yang menggunakan sampel, tidak meneliti
keseluruhan populasi tetapi hanya sebagian dari populasi
yang diteliti. Penelitian yang hanya menggunakan sejumlah
sampel dari populasi disebut studi sampling, karena
penelitiannya tidak meneliti keseluruhan subjek yang ada
dalam populasi, melainkan hanya sebagian saja daripadanya.
Cara untuk menarik sampel dari populasi dan
menentukan sampel penelitian disebut dengan teknik

8
Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif (Jakarta:
Rineka Cipta, 2008), h. 188.
9
Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian…, h. 188.

Metode Penelitian
63

sampling. Ada beberapa teknik sampling yang dapat
digunakan untuk menarik sampel penelitian dari populasi,
yaitu:
1. Random sampling, yaitu teknik pengambilan sampel
secara acak, yaitu pengambilan sampel yang memberikan
kesempatan atau kemungkinan yang sama pada setiap
individu dalam populasi untuk terpilih menjadi sampel.
Cara pengambilan sampelnya terbagi tiga, yaitu cara
undian, cara ordinal (kelipatan angka), dan randomisasi
dari tabel bilangan random.
Teknik random sampling ini dibagi lagi menjadi dua, yaitu:
(1) stratified random sampling, yaitu teknik pengambilan
sampel pada populasi yang mempunyai susunan
bertingkat atau berlapis-lapis; dan (2) cluster random
sampling, yaitu teknik penarikan sampel pada populasi
yang terdiri dari kelompok individu atau cluster.
2. Non random sampling (teknik pengambilan sampel tidak
secara acak), yaitu cara pengambilan sampel di mana tidak
semua individu dalam populasi diberi peluang yang sama
untuk dipilih menjadi sampel. Ada beberapa teknik
penarikan sampel melalui teknik non random sampling ini,
yaitu:
a. Accidental sampling
Pada teknik sampling ini jumlah sampel tidak
ditetapkan terlebih dahulu. Untuk menarik sampel,
peneliti langsung mengumpulkan data dari unit
sampling yang ditemui.
10
Teknik penarikan sampel
aksidental ini didasarkan pada kemudahan
(convenience). Sampel dapat terpilih karena berada

10
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan (Jakarta: Rineka
Cipta, 1997), h. 127.

Pengantar Metodologi Penelitian
64

pada waktu, situasi dan tempat yang tepat.
11
Misalnya,
kita ingin mengetahui pendapat penonton tentang film
Ketika Cinta Bertasbih, peneliti dapat langsung
memilih siapapun para penonton yang keluar dari
tempat pemutaran film tersebut yang bersedia
diwawancarai.
b. Quota sampling
Teknik pengambilan sampel yang tidak
memperhitungkan jumlah populasi tetapi
mengklasifikasikan populasi menjadi beberapa
kelompok dan memberikan jatah atau quota tertentu
pada setiap kelompok.
c. Proportional sampling
Penarikan sampel secara proporsional dilakukan pada
populasi yang memiliki subpopulasi yang berbeda
jumlahnya. Peneliti kemudian memberikan proporsi
pada setiap subpopulasi dan menarik sampel sesuai
dengan proporsi yang ditetapkan berdasarkan besar
jumlah subpopulasi yang ada.
d. Double sampling
Teknik sampling ini digunakan untuk menghindari
kekurangan kuesioner yang dikembalikan dari unit
sampling tertentu. Caranya dengan melipatgandakan
jumlah sampel menjadi dua kali lebih besar dan
menjadikannya menjadi dua unit sampling. Peneliti
kemudian mengirim dua set kuesioner pada dua unit
sampling itu. Dengan demikian jika salah satu unit
sampling tidak mengembalikan kuesioner, kekurangan

11
Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian
Kuantitatif Teori dan Aplikasi (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), h.
135.

Metode Penelitian
65

itu akan ditutupi oleh kuesioner dari unit sampling
yang lain.
e. Area sampling
Teknik area sampling (sampel wilayah) merupakan
teknik pengambilan sampel secara proporsional yang
ditetapkan berdasarkan daerah penyebaran populasi
yang diteliti. Misalnya, jika unit samplingnya adalah
ulama yang tersebar di lima kabupaten. Misalnya,
setiap kabupaten memiliki populasi 50, 40, 30, 20 dan
10 ulama, jika peneliti ingin mengambil sampel 15
ulama dari kelima kabupaten itu secara proporsional
(misalnya 10%), maka setiap kabupaten diambil 5, 4,
3, 2, dan 1 sesuai besar jumlah populasi.
f. Sampel majemuk (multiple sampling)
Sampel majemuk merupakan teknik pengambilan
sampel seperti pada penarikan sampel ganda namun
dengan perluasan atau peningkatan jumlah sampel
menjadi lebih dari dua kali. Dengan jumlah sampel
seperti ini data yang diharapkan dapat diterima
peneliti dari kuesioner yang dikirimkan tidak akan
kurang secara meyakinkan.
g. Purposive sampling
Teknik ini disebut juga teknik sampel bertujuan.
Teknik penarikan sampel purposive dilakukan dengan
cara menentukan kriteria khusus atau pertimbangan
karakteristik tertentu terhadap sampel atau subjek
penelitian yang akan diteliti, terutama orang-orang
yang dianggap ahli di bidangnya atau paling
mengetahui suatu peristiwa tertentu dan sebagainya.
Menurut Suharsimi Arikonto,
12
peneliti yang ingin

12
Arikunto, Prosedur Penelitian…, h. 128.

Pengantar Metodologi Penelitian
66

menggunakan teknik ini harus memenuhi syarat-
syarat berikut: (1) pengambilan sampel harus
didasarkan pada ciri-ciri, sifat atau karakteristik
tertentu yang merupakan ciri-ciri pokok populasi; (2)
subjek yang diambil sebagai sampel benar-benar
merupakan subjek yang paling banyak mengandung
ciri-ciri yang terdapat pada populasi (key subjects); dan
(3) penentuan karakteristik populasi dilakukan
dengan cermat di dalam studi pendahuluan.
h. Snowball sampling
Teknik penarikan model bola salju (snowball sampling)
digunakan jika peneliti tidak memiliki informasi
tentang anggota populasi. Peneliti harus menemukan
satu anggota populasi yang bisa mengantarkan peneliti
ke anggota populasi lainnya. Dari satu anggota
populasi ini akan ditemukan anggota-anggota populasi
yang lain sampai jumlahnya menjadi besar.
Pada penelitian kuantitatif, teknik sampling yang
digunakan dapat menggunakan teknik-teknik random
maupun nonrandom sampling sebagaimana disebutkan di
atas, sementara dalam penelitian kualitatif teknik yang
digunakan adalah teknik nonrandom, yaitu teknik purposive
dan snowball sebagai teknik utama dalam penentuan subjek
penelitian.
Menurut Agus Salim, pengambilan sampel pada
penelitian kualitatif lebih ditekankan pada kualitas sampel
bukan pada kuantitas sampel. Menurutnya, prosedur
pengambilan sampel dalam studi kualitatif memiliki karakter
sebagai berikut: (1) tidak diarahkan pada jumlah yang besar,
melainkan pada kekhususan kasus (spesifik) sesuai dengan
masalah penelitian; (2) tidak ditentukan secara kaku sejak
awal, namun bisa berubah di tengah jalan sesuai pemahaman
dan kebutuhan yang berkembang selama proses studi

Metode Penelitian
67

(pemilihan subjek sebagai sampel dapat berubah setelah ada
penentuan jenis informasi baru yang hendak dipahami); dan
(3) tidak diarahkan pada keterwakilan atau representasi,
melainkan pada kecocokan dengan konteks (siapa dengan
jenis informasi apa).
13

Menurut Moleong, dalam penelitian kualitatif tidak ada
sampel acak (random). Yang ada adalah sampel bertujuan
(purposive sample) dengan ciri-ciri sebagai berikut:
14

a. Sampel tidak dapat ditentukan atau ditarik
terlebih dahulu.
b. Pemilihan sampel dilakukan secara berurutan
dengan menggunakan teknik ‘bola salju’ yaitu
mulai dari satu menjadi makin lama makin banyak.
c. Sampel semakin dipilih atas dasar fokus penelitian
untuk mengembangkan hipotesis kerja seiring
dengan semakin banyaknya informasi yang masuk.
d. Pemilihan sampel diakhiri jika telah terjadi
pengulangan informasi dan tidak ada lagi
informasi baru yang dapat dijaring.
Walaupun teknik pengambilan sampel yang digunakan
secara umum adalah teknik purposive (ditentukan selaras
dengan tujuan studi), namun dalam penelitian kualitatif
teknik ini bukan berarti satu-satunya, karena masih ada
beberapa cara yang dapat digunakan, sebagaimana yang
dikemukakan oleh Agus Salim di bawah ini.



13
Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial: Buku Sumber
untuk Penelitian Kualitatif (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2006), h. 12.
14
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1992), h. 165-166.

Pengantar Metodologi Penelitian
68

Tabel 1
Prosedur sampling dalam penelitian kualitatif
Prosedur sampling Uraian
Sampel ekstrem
atau menyimpang
Sampel diambil dari kasus -kasus
istimewa, paling tinggi, paling rendah,
tingkat terendah, paling banyak buta
huruf, paling …
Sampel berfokus
pada intensitas
Sampel diambil dari kasus yang
diperkirakan mewakili (penghayatan
terhadap) fenomena secara intens
Sampel dengan
variasi maksimum
Sampel diambil dari masing-masing
variasi yang mewakili tema-tema sentral
Sampel homogen Sampel diambil dari subkelompok
homogen dan menghindari penambahan
variasi
Sampel kasus tipikal Sampel diambil dari kasus yang
mewakili kelompok normal dari
fenomena yang diteliti
Sampel purposif-
terstratifikasi
Sampel diambil dari variasi yang
berkembang dalam objek kajian, bukan
untuk menangkap masalah mendasar
melainkan menangkap variasi-variasi
besar yang berkembang itu sendiri.
Sampel kritis Dilakukan dalam situasi yang mendesak,
sampel diambil dari kelompok paling
kritis misalnya kelompok yang paling
mampu atau sebaliknya yang paling
tidak mampu.
Teknik bola salju Sampel diambil dari informan kunci
kemudian ditambah dan diluaskan

Metode Penelitian
69

menurut informasi sampel pertama
begitu seterusnya
Sampel dengan
kriteria tertentu
Sampel diambil dari kasus yang tidak
memenuhi kriteria penting tertentu
yang ditentukan sebelumnya.
Sampel berdasarkan
teori
Sampel ditentukan berdasarkan kriteria
tertentu yang telah digariskan oleh
studi-studi sebelumnya (dibangun dari
asumsi awal)
Sumber: Agus Salim, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial:
Buku Sumber Untuk Penelitian Kualitatif, Yogyakarta,
Tiara Wacana, 2006, h. 13.
Persoalan penting lainnya dalam menentukan sampel
penelitian terutama dalam tradisi penelitian kuantitatif adalah
seberapa banyak jumlah sampel yang diperlukan dalam
penelitian yang akan dilakukan. Pada dasarnya, besar sampel
yang akan diteliti tidak dipersoalkan jika populasi tempat
sampel ditarik memiliki karakteristik yang homogen
(memiliki sifat atau ciri-ciri yang sama) sehingga tidak
diperlukan sampel yang banyak. Misalnya, air sungai, air
danau, atau air laut bersifat homogen sehingga untuk
menelitinya cukup dengan beberapa gelas airnya atau bahkan
cuma satu gelas saja sudah cukup menjadi sampel. Tetapi jika
populasi bersifat heterogen (memiliki karakteristik yang
berbeda) semakin besar jumlah sampelnya semakin baik. Hal
ini dilakukan agar sampel mewakili setiap perbedaan dalam
populasi.
Muhammad Idrus mengemukakan bahwa ada sejumlah
pakar yang membolehkan mengambil sampel sebesar 20%
sampai 30% dari jumlah populasi. Namun Idrus
menambahkan jika populasinya hanya berjumlah 100 orang,
sebaiknya sampel yang diambil sekitar 60% sampai 75%.

Pengantar Metodologi Penelitian
70

Idrus juga mengemukakan ukuran sampel yang dikemukakan
oleh Gay untuk penelitian kuantitatif. Jika penelitiannya
adalah penelitian deskriptif, besar sampel dapat diambil
setidaknya 10%; jika penelitiannya adalah penelitian
korelasional maka jumlah sampel yang diambil setidaknya
berjumlah 30 subjek; jika penelitian kausal komparatif maka
jumlah sampelnya minimal 30 subjek perkelompok; dan jika
penelitian eksperimental jumlah sampelnya 15 subjek per
kelompok.
15
Perlu diingat bahwa ukuran-ukuran sampel ini
tidak mutlak, sebab memang belum ada kesepakatan baku
tentang hal ini, yang jelas prinsip yang dapat dipegang dalam
ukuran sampel ini adalah: semakin besar sampel semakin baik
dan semakin kecil tingkat kesalahannya.
16

D. Data dan Jenis Data
1. Definisi Data
Menurut Suharsimi Arikunto,
17
data adalah hasil
pencatatan peneliti, baik yang berupa fakta maupun angka.
Berdasarkan SK Menteri P&K No. 0259/U/1977, data
didefinisikan sebagai segala fakta dan angka yang dapat
dijadikan bahan untuk menyusun suatu informasi, sedangkan
informasi adalah hasil pengolahan data yang dipakai untuk
suatu keperluan.
Data (tunggal: datum) menurut Muhammad Idrus
adalah segala keterangan (informasi) mengenai suatu hal
yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Menurutnya tidak
semua informasi atau keterangan merupakan data penelitian.

15
Idrus, Metode Penelitian…, h. 94-95.
16
Nanang Martono, Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi dan
Analisis Data Sekunder (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2010), h. 71.
17
Arikunto, Prosedur Penelitian…, h. 100.

Metode Penelitian
71

Data hanyalah sebagian saja dari informasi, yakni hanya hal-
hal yang berkaitan dengan penelitian.
18

2. Jenis Data
a. Jenis data dilihat dari derajat datanya, terbagi dua,
yaitu:
1) Data primer
Menurut Bungin, data primer adalah data yang
langsung diperoleh dari sumber data pertama
di lokasi penelitian atau objek penelitian.
19

Menurut Amirin, data primer adalah yang
diperoleh dari sumber-sumber primer atau
sumber asli yang memuat informasi atau data
penelitian.
20
Sumber asli yang dimaksud
Amirin di sini adalah sumber pertama
sebagaimana yang disebut oleh Bungin.
2) Data sekunder
Menurut Bungin, data sekunder adalah data
yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber
sekunder dari data yang dibutuhkan.
21
Menurut
Amirin, data sekunder adalah data yang
diperoleh dari sumber yang bukan asli memuat
informasi atau data penelitian.
22
Sumber yang
bukan asli yang dimaksud Amirin di sini
sebenarnya adalah sumber kedua sebagaimana
yang disebut oleh Bungin.

18
Idrus, Metode Penelitian…, h. 61.
19
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikatif,
Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial lainnya (Jakarta: Kencana, 2006),
h. 122.
20
Amirin, Menyusun Rencana Penelitian…, h. 132.
21
Bungin, Metodologi Penelitian Kuantitaitf…, h. 122.
22
Amirin, Menyusun Rencana Penelitian…, h. 132.

Pengantar Metodologi Penelitian
72

b. Jenis data dilihat dari sumber atau tempat
memperoleh data adalah sebagai berikut:
1) Data kepustakaan atau data literatur
Data kepustakaan adalah data yang diperoleh
dari berbagai sumber tertulis atau bahan-
bahan bacaan baik berupa buku (buku teks,
kamus, ensiklopedi dan lainnya), jurnal,
majalah maupun dalam bentuk laporan
penelitian (skripsi, tesis, dan disertasi), baik
yang tersimpan di perpustakaan maupun tidak.
Dengan demikian istilah kepustakaan di sini
lebih bermakna bahan bacaan tertulis daripada
tempat bahan pustaka atau perpustakaan.
Sebab, tidak mesti literatur yang menjadi
bahan bacaan itu hanya bisa diperoleh di
perpustakaan, tetapi di tempat-tempat lain di
luar perpustakaan literatur yang menjadi
sumber penelitian juga dapat diperoleh.
Data kepustakaan pada umumnya digunakan
oleh para peneliti yang menggunakan jenis
penelitian library research.
2) Data dokumenter
Data dokumenter adalah data yang diperoleh
dari berbagai dokumen baik berupa dokumen
tertulis (printed) seperti arsip, otobiografi,
catatan harian, catatan kasus, laporan, surat
dan sejenisnya; dokumen terekam (recorded)
seperti rekaman kaset, CD, video, film, dan
sejenisnya; dokumen verbal seperti cerita
rakyat, dongeng, dan sejenisnya; maupun
berupa dokumen material seperti artefak, alat-
alat rumah tangga, buku-buku koleksi pribadi,

Metode Penelitian
73

perhiasan, kendaraan pribadi, rumah tempat
tinggal dan sejenisnya.
3) Data laboratorium
Data laboratorium merupakan data yang
diperoleh dari hasil penelitian di laboratorium.
4) Data lapangan (empirik)
Data lapangan atau data empirik adalah data
yang diperoleh dari responden, informan,
peristiwa, atau fenomena yang ada di lapangan
(lokasi penelitian) baik melalui hasil
wawancara, kuesioner maupun melalui
observasi.
5) Data online
Data online adalah data yang diperoleh melalui
pencarian di internet baik melalui browsing,
mengakses alamat situs-situs tertentu,
mengakses blog tertentu, atau mengakses e-
book atau e-journal dan sebagainya.
c. Jenis data dilihat dari kemungkinan
pengukurannya
1) Data kualitatif
Menurut Idrus, data kualitatif adalah data yang
mengacu pada data kualitas objek penelitian,
yaitu ukuran data berupa nonangka yang
merupakan satuan kualitas (misalnya,
istimewa, baik, buruk, tinggi, rendah, sedang),
atau juga berupa serangkaian informasi verbal
dan nonverbal yang disampaikan informan
kepada peneliti untuk menjelaskan perilaku

Pengantar Metodologi Penelitian
74

atau peristiwa yang sedang menjadi fokus
perhatian.
23

2) Data kuantitatif
Data kuantitatif adalah data dalam wujud
angka yang merupakan satuan ukuran
kuantitatif tertentu dari objek yang diteliti
(misalnya, frekuensi, volume, berat dan
sebagainya). Data kuantitatif merupakan hasil
konversi dari data yang bersifat kualitatif ke
dalam angka-angka kuantitatif. Dalam
penelitian kuantitatif dikenal ada dua jenis
data, yaitu: (1) data nominal, yaitu data yang
memiliki ciri nominal atau data yang hanya
dapat digolongkan secara terpisah berdasarkan
kategori. Pada jenis data ini tidak ada
penjenjangan yang ada hanya pemilahan
berdasarkan kategori; dan (2) data kontinum,
yaitu data yang bersifat bertingkat atau
berjenjang. Data kontinum dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu data ordinal
(data yang penjenjangannya tidak memiliki
jarak atau skala tertentu tetapi hanya
didasarkan pada urutan), data interval (data
yang penjenjangannya memiliki jarak skala
atau interval yang sama), dan data rasio (data
yang dalam penjenjangannya mempergunakan
skala rasio dengan titik nol mutlak sehingga
jarak antara satu urutan dengan urutan
berikutnya akan sama persis).



23
Idrus, Metode Penelitian …, h. 84.

Metode Penelitian
75

E. Teknik Pengumpulan dan Instrumen Pengumpul Data
1. Teknik Wawancara
Teknik wawancara adalah teknik pengumpulan data
melalui pengajuan sejumlah pertanyaan secara lisan kepada
subjek yang diwawancarai. Teknik wawancara dapat pula
diartikan sebagai cara yang dipergunakan untuk
mendapatkan data dengan bertanya langsung secara bertatap
muka dengan responden atau informan yang menjadi subjek
penelitian.
Perlu diingat bahwa pada era teknologi komunikasi
yang sangat canggih seperti sekarang ini, wawancara dengan
bertemu langsung atau bertatap muka tidak lagi menjadi
syarat yang mesti dilakukan, karena dalam kondisi tertentu
peneliti dapat berkomunikasi dengan respondennya melalui
telepon, handphone atau melalui internet.
Ada beberapa jenis wawancara yang dapat digunakan
oleh peneliti, di antaranya adalah:
a. Wawancara terstruktur
Wawancara terstruktur adalah wawancara yang
dilakukan dengan menggunakan pedoman
wawancara (bahan pertanyaan) yang sudah
dipersiapkan terlebih dahulu.
b. Wawancara tidak terstruktur
Wawancara tidak terstruktur adalah jenis
wawancara yang dilakukan tanpa menggunakan
pedoman wawancara, tetapi dilakukan dengan
dialog bebas dengan tetap berusaha menjaga dan
mempertahankan fokus pembicaraan yang relevan
dengan tujuan penelitian.

Pengantar Metodologi Penelitian
76

c. Wawancara mendalam
Wawancara mendalam (in-depth interview) adalah
wawancara tidak berstruktur yang dilakukan
berkali-kali dan membutuhkan waktu lama
bersama informan di lokasi penelitian.
d. Wawancara berbingkai
Wawancara berbingkai adalah wawancara yang
dilakukan oleh peneliti dengan terlebih dahulu
menentukan atau membingkai arah pembicaraan
agar tidak menyimpang dari topik penelitian
dengan tetap menjaga keluwesan agar tidak
terkesan kaku.
Agar wawancara dapat berlangsung dengan baik, efektif
dan efisien diperlukan kemampuan melakukan wawancara
yang baik dari si peneliti. Peneliti harus memperhatikan
paling tidak dua hal, yaitu teknik dan etika melakukan
wawancara.
Pertama, teknik wawancara. Sebelum melakukan
wawancara, peneliti (interviewer) harus terlebih dahulu
mempersiapkan dan mewujudkan hal-hal berikut:
a. Peneliti harus terlebih dahulu mempersiapkan diri
secara mental dan membangun kepercayaan diri
untuk melakukan wawancara, terutama ketika
menghadapi orang-orang yang memiliki pengaruh
besar. Perasaan grogi bisa mengganggu kelancaran
wawancara.
b. Mempersiapkan perlengkapan yang akan dibawa
dalam melakukan wawancara seperti surat tugas,
surat izin, tape recorder untuk merekam, blocknote
untuk mencatat, pulpen, dan yang terpenting
adalah pedoman wawancara (jika menggunakan
pedoman).

Metode Penelitian
77

c. Terlebih dahulu menciptakan hubungan yang baik,
akrab dan saling percaya dengan responden
(rapport). Kemampuan peneliti dalam meyakinkan
dan mendekati responden dapat menumbuhkan
suasana rapport. Di sini diperlukan kemampuan
membawa diri, keramahan, sikap menghormati,
pandai berbasa-basi dan cara berpakaian yang
baik. Untuk menciptakan hubungan baik, peneliti
terlebih dahulu mengupayakan adanya: (1)
pemahaman terhadap kebiasaan hidup responden;
(2) kemampuan menjelaskan kepada responden
tentang maksud dan tujuan peneliti melakukan
wawancara; dan (3) usaha mempersiapkan diri
dengan baik untuk melakukan wawancara
terutama sikap, cara mewawancarai, bahasa dan
cara berpakaian.
d. Memperhatikan situasi dan kondisi pada saat
wawancara akan dilakukan, termasuk kehadiran
orang lain yang ada di sekitar responden saat
wawancara. Situasi dan kehadiran orang lain pada
saat wawancara harus diupayakan agar tidak
mengganggu jalannya wawancara.
Pada saat melakukan wawancara peneliti harus
melakukannya dengan teknik yang baik. Petunjuk di bawah ini
dapat menjadi pegangan dasar bagi peneliti.
a. Dalam melakukan wawancara sebaiknya
menghindari penggunaan kata -kata yang
bermakna ganda.
b. Hindari penggunaan pertanyaan panjang.
c. Ajukan pertanyaan-pertanyaan yang konkret, jelas
dan batas-batas yang tegas.

Pengantar Metodologi Penelitian
78

d. Pertanyaan dikaitkan dengan pengalaman konkret
responden.
e. Jika pertanyaan terdiri dari berbagai alternatif,
sebaiknya disebutkan semua alternatif jawaban
yang ada.
f. Dalam bertanya sebaiknya menggunakan kata-kata
yang halus.
g. Sebaiknya tidak mengajukan pertanyaan yang yang
menyinggung perasaan atau pengalaman pahit
responden.
h. Jika pertanyaan menghendaki jawaban yang tegas,
peneliti hendaknya juga mengajukan pertanyaan
yang tegas pula.
Kedua, etika wawancara. Menurut Idrus, ada beberapa
etika yang harus diperhatikan ketika melakukan wawancara,
yaitu:
24

a. Memberi tahu topik penelitian sebagai bagian dari
keterbukaan dari si peneliti kepada informan.
Namun patut diingat, ada juga yang berpendapat
bahwa topik tidak perlu diberitahukan agar tidak
terjadi bias terhadap jawaban informan. Pilihan
sepenuhnya ada di tangan peneliti dengan
memperhatikan situasi yang ada.
b. Melindungi identitas subjek (informan) dengan
tidak menyebut nama informa n atau
menyamarkannya. Namun ini tidak mutlak, karena
dalam kondisi tertentu atau penelitian tertentu,
nama informan dapat disebutkan.
c. Menghormati hal-hal yang dianggap tabu.

24
Idrus, Metode Penelitian…, h. 105-107.

Metode Penelitian
79

d. Memahami bahasa dan budaya informan.
e. Menggunakan penerjemah jika peneliti kesulitan
berkomunikasi dengan informan.
f. Menggunakan informan sebagai pemandu peneliti
untuk menemukan informan berikutnya.
g. Memperhatikan penampilan diri.
h. Peneliti tidak menjelaskan secara detil topik dan
keinginan-keinginannya agar tidak mempengaruhi
jawaban informan.
i. Tidak mengalihkan fokus pembicaraan ke
pembicaraan berikutnya ketika informan masih
memberikan penjelasannya.
j. Peneliti harus bersikap netral, yakni tidak
memihak dan menerima segala pendapat yang
disampaikan oleh informan apa adanya.
k. Peneliti memosisikan informan sebagai orang yang
paling tahu.
l. Peneliti berusaha mengikuti dan memahami jalan
pikiran atau pandangan informan.
Rangkaian kegiatan yang tidak kalah pentingnya dari
proses pengumpulan data dari teknik wawancara adalah
mencatat hasil wawancara. Menurut Musta’in Mas’ud,
lazimnya ada lima cara mencatat hasil wawancara, yaitu (1)
pencatatan langsung; (2) pencatatan dari ingatan; (3)
merekam (recording); (4) pencatatan dengan angka atau kata-
kata yang menilai (field rating); dan (5) pencatatan dengan
kode-kode (field coding).
25


25
Musta’in Mashud, “Teknik Wawancara”, dalam Bagong Suyanto,
dan Sutinah (eds), Metode Penelitian Sosial Berbagai Alternatif Pendekatan
(Jakarta: Kencana, 2006), h. 80.

Pengantar Metodologi Penelitian
80

Jika pencatatan data dilakukan dengan perekaman,
peneliti harus membuat transkrip atau salinan hasil
wawancara ke dalam tulisan. Pekerjaan ini lebih memakan
waktu dibanding saat melakukan wawancara. Jika pencatatan
hasil wawancara dilakukan dengan cara pencatatan dari
ingatan, peneliti harus segera menuangkan hasil wawancara
yang diingatnya agar tidak lupa atau tumpang tindih dengan
hasil wawancara dari informan yang lain. Peneliti jangan
menunda menuliskan hasil wawancara, sebab penulisan hasil
wawancara yang tertunda sekian lama akan menghilangkan
banyak informasi atau bahkan menyimpang karena
bercampur dengan dugaan peneliti.
2. Teknik Observasi
Pengamatan atau observasi berarti melihat dengan
penuh perhatian. Dalam konteks penelitian, observasi
diartikan sebagai cara-cara mengadakan pencatatan secara
sistematis mengenai tingkah laku dengan melihat atau
mengamati tingkah laku individu atau kelompok yang diteliti
secara langsung.
26
Definisi yang lebih umum dikemukakan
oleh Margono, yaitu observasi adalah pengamatan dan
pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang tampak
pada objek penelitian.
27
Pengamatan dapat dilakukan secara
langsung maupun tidak langsung. Pengamatan secara
langsung berarti peneliti langsung melakukan pengamatan
terhadap objek penelitiannya di tempat dan waktu terjadinya
peristiwa, sementara pengamatan tidak langsung dilakukan
melalui perantaraan alat tertentu, seperti rekaman video, film,
rangkaian slide dan rangkaian photo.
Pelaksanaan observasi langsung dapat dilakukan
dengan beberapa cara, yaitu:

26
Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif…, h. 93-94.
27
S. Margono, Metodologi Penelitian Pendidikan…, h. 158.

Metode Penelitian
81

a. Observasi partisipan dan observasi nonpartisipan
Observasi partisipan merupakan teknik observasi
yang dilakukan peneliti dengan cara terlibat
langsung dengan kehidupan dan aktivitas orang-
orang yang diamati. Di sini peneliti menjadi bagian
dari objek pengamatannya. Peneliti ikut
melakukan apa yang dikerjakan oleh orang yang
diamatinya dan ikut pula merasakan suasana
kejiwaan, suasana pikiran, suka-duka dan
sebagainya sebagaimana yang dialami oleh orang
yang diamatinya.
Berbeda dengan observasi partisipan, pada
observasi nonpartisipan peneliti tidak terlibat
secara langsung dengan kehidupan dan aktivitas
orang yang diamatinya. Di sini peneliti bertindak
sebagai pengamat independen dan menjaga jarak
dengan objek pengamatannya.
b. Observasi sistematik dan observasi nonsistematik
Observasi sistematik yang disebut juga observasi
terstruktur merupakan teknik pengamatan yang
terlebih dahulu menentukan apa yang akan
diamatinya secara sistematis. Artinya, wilayah dan
ruang lingkup observasi telah dibatasi secara tegas
sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian.
Sebaliknya, observasi nonsistematik tidak
menentukan atau mempersiapkan terlebih dahulu
lingkup observasi yang akan dilakukannya. Hal ini
dilakukan pada saat peneliti tidak tahu persis
tentang apa yang akan diamati karena belum
mengenal dengan baik lapangan penelitiannya.
Agar pelaksanaan observasi dapat berlangsung dengan
baik, peneliti perlu memperhatikan hal-hal berikut:

Pengantar Metodologi Penelitian
82

a. Objek yang akan diamati
Pada pengamatan terstruktur (sistematik) objek
dan aspek-aspek yang akan menjadi sasaran
pengamatan telah diketahui sejak awal. Karena itu,
peneliti sebagai pengamat dapat menentukan
dimensi yang akan diamatinya melalui kategori
yang telah ditentukan, baik dengan kategori yang
memiliki banyak dimensi (dimensi lengkap) atau
kategori yang berdimensi parsial (tidak lengkap).
Pada pengamatan tidak berstruktur, kondisi
peneliti belum bisa menentukan objek yang akan
diamati secara pasti pada tahap awal. Karena itu,
peneliti harus mengamati semua aspek atau semua
fenomena yang dianggap penting asal tetap
berkaitan dengan penelitian. Agar tidak mengalami
kebingungan dalam melakukan pengamatan,
peneliti setidaknya mengamati beberapa aspek,
yaitu (1) orang-orang yang terlibat dalam
fenomena yang ia amati; (2) setting di mana dan
pada kondisi apa sebuah fenomena terjadi; (3)
tujuan dari tindakan-tindakan tertentu dari yang
diamati; (4) frekuensi dan lamanya kejadian; (5)
kronologi peristiwa, dan sebagainya.
b. Cara melakukan pengamatan
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan dalam
melakukan pengamatan, yaitu: (1) peneliti dapat
menjadi partisipan penuh dari objek atau
kelompok yang diamatinya. Artinya peneliti
terlibat secara total sehingga posisinya sebagai
pengamat tidak lagi terlihat karena ia sudah
menjadi bagian dari yang diamatinya; (2)
memosisikan diri sebagai partisipan sekaligus
pengamat. Artinya, di sini peneliti menjadi bagian

Metode Penelitian
83

dari objek yang diamatinya tetapi tidak
sepenuhnya karena ia masih membatasi dan
memfungsikan dirinya sebagai pengamat; (3)
melakukan pengamatan dengan cara peneliti
memosisikan diri sebagai pengamat yang menjadi
partisipan. Di sini peran peneliti sebagai pengamat
diketahui oleh kelompok yang diteliti dan bisa jadi
keterlibatannya itu atas permintaan atau keinginan
subjek penelitian; dan (4) peneliti menjadi
pengamat penuh, artinya peneliti melakukan
pengamatan secara penuh tanpa diketahui oleh
subjek penelitian atau kelompok yang diamati.
c. Penggunaan alat bantu pengamatan
Pengamatan dapat dilakukan dengan
menggunakan diri peneliti sendiri sebagai
instrumen atau alat observasi. Artinya, dengan
kemampuan indera yang dimilikinya peneliti dapat
mengamati dengan baik fenomena yang
diamatinya. Namun seiring dengan kemajuan
teknologi sekarang, pengamatan dapat dilakukan
dengan menggunakan alat perekam (kamera)
terutama alat audiovisual yang dapat merekam
gambar sekaligus suara. Dengan menggunakan alat
perekam audiovisual, peneliti dapat mengamati
sesuatu melalui hasil rekaman yang dilakukan oleh
orang lain di samping hasil rekamannya sendiri
atau mengamati fenomena yang peristiwanya telah
berlalu namun tersimpan dalam rekaman.
d. Jarak antara pengamat dan yang diamati
Sebaiknya seorang peneliti tetap menjaga jarak
dengan orang-orang yang diamatinya meskipun ia
melakukan teknik observasi partisipan. Hubungan
yang terlalu dekat dan sangat akrab hingga ke

Pengantar Metodologi Penelitian
84

persoalan pribadi dapat mengganggu proses
pengamatan dan objektivitas. Sebaliknya, adanya
jarak yang jauh antara peneliti dengan orang yang
diamatinya juga dapat mengganggu pengamatan
bahkan penolakan dari orang yang diamati. Karena
itu, peneliti harus memperhitungkan jarak yang
ideal antara dirinya dengan objek yang diamatinya.
e. Mencatat hasil pengamatan
Pencatatan data hasil observasi dapat dilakukan
dengan melakukan pencatatan pada saat peristiwa
yang diamati sedang berlangsung. Cara ini disebut
dengan pencatatan langsung (on the spot). Jika
pencatatan langsung tidak dapat dilakukan karena
waktu yang sempit atau tidak memiliki banyak
kesempatan, peneliti dapat melakukan pencatatan
dengan menggunakan kata-kata kunci (key word)
untuk menandai kronologi peristiwa yang diamati.
Kata-kata kunci itu kemudian disempurnakan
setelah pengamatan selesai dilakukan. Jika
peristiwa yang diamati memiliki jeda waktu, maka
peneliti dapat memanfaatkan waktu jeda itu untuk
melakukan pencatatan ketika rangkaian peristiwa
yang diamati berhenti sementara.
3. Teknik Angket
Teknik angket atau teknik kuesioner (daftar
pertanyaan) merupakan teknik pengumpulan data berupa
daftar pertanyaan yang disusun secara sistematis untuk diisi
oleh responden. Angket memiliki beberapa komponen yaitu
petunjuk pengisian, bagian identitas responden (nama,
alamat, jenis kelamin, pekerjaan, usia, dan lainnya), dan daftar
pertanyaan yang disusun secara sistematis.
Ada beberapa bentuk angket yang biasa digunakan
dalam penelitian, yaitu:

Metode Penelitian
85

a. Angket atau kuesioner tertutup
Kuesioner tertutup merupakan kuesioner yang
berisi daftar pertanyaan dengan sejumlah
alternatif (option) jawaban yang sudah ditentukan
oleh peneliti dan tidak memberi kesempatan
kepada responden untuk memberi jawaban lain
selain jawaban yang telah disediakan.
b. Angket atau kuesioner terbuka
Kuesioner terbuka merupakan kuesioner yang
berisi serangkaian pertanyaan yang sama sekali
tidak berisi alternatif jawaban yang disediakan
oleh peneliti. Di sini responden bebas memberikan
jawaban atas pertanyaan yang disediakan.
c. Angket semiterbuka
Kuesioner semiterbuka adalah kuesioner yang
berisi serangkaian pertanyaan dengan beberapa
alternatif jawaban yang telah disediakan oleh
peneliti namun pada saat yang sama kuesioner itu
juga memberikan kesempatan kepada responden
untuk memberikan jawaban sendiri jika alternatif
jawaban tidak ada yang cocok dengan pendapat
atau keadaan responden.
4. Teknik Dokumenter
Teknik dokumenter atau disebut juga teknik
dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data penelitian
melalui sejumlah dokumen (informasi yang
didokumentasikan) berupa dokumen tertulis maupun
dokumen terekam. Dokumen tertulis dapat berupa arsip,
catatan harian, autobiografi, memorial, kumpulan surat
pribadi, kliping, dan sebagainya. Sementara dokumen terekam
dapat berupa film, kaset rekaman, mikrofilm, foto dan
sebagainya.

Pengantar Metodologi Penelitian
86

Ada juga yang membagi jenis dokumen menjadi dua,
yaitu dokumen pribadi dan dokumen resmi. Dokumen pribadi
merupakan dokumen yang dimiliki oleh perseorangan yang
berisi catatan atau tulisan tentang tindakan, pengalaman dan
keyakinannya. Dokumen yang termasuk dokumen pribadi
adalah buku harian, surat pribadi dan autobiografi. Sementara
dokumen resmi merupakan dokumen yang dimiliki oleh
lembaga sosial atau lembaga resmi tertentu.
Menurut Moleong, dokumen resmi terdiri dari atas
dokumen internal dan eksternal. Dokumen internal berupa
memo, pengumuman, instruksi dan aturan dari lembaga sosial
tertentu yang digunakan untuk kalangan sendiri. Dokumen
eksternal berisi bahan-bahan informasi dari suatu lembaga
sosial berupa majalah, buletin dan berita yang disiarkan di
media massa.
28

Pada era perkembangan teknologi komunikasi dan
informasi yang begitu pesat sekarang ini, baik dokumen
pribadi maupun dokumen resmi tidak lagi didokumentasikan
secara konvensional dan manual. Tetapi, dokumen-dokumen
itu ada yang disimpan dalam bentuk file di flashdisk, CD Rom,
e-mail, blog, web site dan sebagainya yang dapat diakses
secara online.
5. Teknik Penelusuran Data Online
Teknik penelusuran data online merupakan teknik
pengumpulan data yang relatif baru dan menjadi salah satu
alternatif teknik pengumpulan data penelitian yang sangat
bermanfaat. Banyaknya informasi yang disebarkan melalui
internet baik oleh perseorangan, lembaga resmi, organisasi
dan lainnya perlu dimanfaatkan dengan baik oleh peneliti.
Peneliti juga dapat memanfaatkan buku-buku elektronik (e-
book) dan jurnal elektronik (e-journal) di internet yang

28
Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif…, h. 163.

Metode Penelitian
87

menyediakan data dan teori yang diperlukan secara online.
Bahkan tidak jarang, kita dapat menemukan buku-buku yang
sangat kita perlukan untuk keperluan penelitian yang tidak
kita temukan melalui pencarian biasa di perpustakaan dan
toko buku di daerah kita.
Namun harus diingat bahwa peneliti harus selektif
dalam memilih data online. Sebab, tidak semua informasi yang
beredar di internet dapat dipertanggungjawabkan. Wikipedia
misalnya, merupakan situs yang bersifat terbuka (open
source), artinya siapapun dapat memasukkan gagasan,
definisi, atau tulisan di dalamnya sehingga sulit diketahui
apakah informasi yang diberikannya bisa dipertanggung-
jawabkan atau tidak. Karena itu, walaupun dapat dijadikan
sebagai sumber pustaka, penggunaan kamus atau ensiklopedi
biasa lebih aman daripada menggunakan wikipedia. Selain itu,
informasi yang terdapat di internet rawan di up date (hingga
isinya sudah berubah dari sebelumnya), juga rawan hilang
karena sebab tertentu atau tidak bisa diakses karena diblokir,
dan sebagainya.
Yang terpenting, peneliti yang memanfaatkan data
online harus memilih situs, blog, dan lainnya yang dinilai
kredibel dan dikenal reputasinya. Misalnya, kita dapat
memilih situs yang dikeluarkan oleh lembaga pemerintah
(xxx.go.id), lembaga pendidikan (xxx.ac.id), organisasi yang
dikenal reputasinya (xxx.org). Sementara untuk situs-situs
komersial (xxx.com), peneliti harus selektif. Untuk situs atau
blog yang diluncurkan atas nama perseorangan (tokoh),
peneliti perlu memastikan bahwa situs atau blog itu memang
resmi situs atau blog pribadi sang tokoh atau di bawah
pengawasan dan persetujuan dari sang tokoh.
Yang perlu juga diperhatikan ketika mengakses data
dari internet adalah peneliti jangan lupa menulis alamat situs
yang diakses secara lengkap dan mencatat tanggal akses situs
tersebut. Ini dimaksudkan agar memudahkan penelusuran

Pengantar Metodologi Penelitian
88

ulang terhadap situs tersebut atau ketika isi situs itu
mengalami update.
6. Instrumen Pengumpul/Penggali Data
Setiap teknik pengumpulan data memiliki bentuk
instrumen penggali datanya sendiri-sendiri. Di sini tidak
dibicarakan secara detil bentuk instrumen itu. Di sini hanya
disebutkan bentuk-bentuk instrumen yang dapat digunakan
sesuai dengan jenis teknik pengumpulan datanya
sebagaimana terlihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2
Teknik Pengumpulan Data dan Instrumennya
Teknik Pengumpulan
Data
Instrumen Penggali Data
1 Observasi

 Catatan anekdot (anecdot
record)
 Catatan berkala (insidental
record)
 Daftar cek (check list)
 Skala nilai (rating scale)
 Peralatan mekanis
(mechanical device)
2 Wawancara  Pedoman wawancara
 Daftar cek (check list)
3 Angket  Angket
 Daftar cek (check list)
 Skala

Metode Penelitian
89

4 Dokumentasi  Daftar cek (check list)
 Tabel

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
Menurut Suharsimi Arikunto, istilah pengolahan data
dan analisis data masih sering didiskusikan. Ini berkaitan
dengan pertanyaan apakah pengolahan data itu sama atau
berbeda dengan analisis data. Sekelompok orang, menurut
Suharsimi, menganggap bahwa keduanya itu identik (sama)
dan di pihak lain ada pula sekelompok orang yang
menganggap keduanya berbe da. Suharsimi sendiri
menganggap bahwa mengolah data sebenarnya sama dengan
menganalisis data.
29

Pengolahan data sebenarnya merupakan rangkaian dari
proses analisis data. Pada penelitian kuantitatif, pengolahan
data masih dapat dipilah dari analisis data. Pengolahan data
dipahami sebagai usaha mempersiapkan data untuk
dianalisis. Karena itu, pada penulisan metode pada laporan
penelitian kuantitatif pengolahan data masih bisa dipilah
dengan analisis data.
Pada penelitian kualitatif, pengolahan data merupakan
bagian integral dari analisis data dan dilakukan bersamaan
dengan proses pengumpulan data dan analisis data. Hal ini
disebabkan pada penelitian kualitatif kegiatan analisis data
sudah dilakukan sejak awal yaitu pada saat pengumpulan data
di lapangan. Data yang didapat sudah langsung diolah dan
dianalisis. Walaupun nanti pada tulisan ini disebutkan
bagaimana penelitian kualitatif mengolah datanya, namun itu
sebenarnya adalah bagian dari proses analisis data.

29
Arikunto, Manajemen Penelitian…, h. 489.

Pengantar Metodologi Penelitian
90

Untuk memperjelas posisi pengolahan data dalam
penelitian kualitatif, di sini dikemukakan ulasan Emy Susanti
Hendrarso sebagai berikut:
Penelitian kualitatif merupakan proses penelitian yang
berkesinambungan sehingga tahap pengumpulan data,
pengolahan data dan analisis data dilakukan secara
bersamaan selama proses penelitian. Dalam penelitian
kualitatif pengolahan data tidak harus dilakukan setelah
data terkumpul, atau analisis data tidak mutlak dilakukan
setelah pengolahan data selesai. Dalam hal ini sementara
data dikumpulkan, peneliti dapat mengolah dan
melakukan analisis data secara bersamaan. Sebaliknya,
pada saat penganalisis data, peneliti dapat kembali lagi ke
lapangan untuk memperoleh tambahan data yang
dianggap perlu dan mengolahnya kembali.
30
1. Teknik Pengolahan Data
Yang dimaksud dengan pengolahan data di sini adalah
pengolahan data setelah data yang dicari di lapangan
penelitian telah terkumpul. Pengolahan data dimaksudkan
untuk memudahkan proses penganalisisan data pada proses
berikutnya. Dalam penelitian kuantitatif ada tiga tahapan
umum yang digunakan dalam pengolahan data, yaitu editing,
coding dan tabulasi.
a. Editing
Tahap editing berarti tahap di mana peneliti
mengedit atau melakukan pemeriksaan terhadap
data yang sudah dikumpulkan. Di sini peneliti
memeriksa kelengkapan jawaban responden,
kejelasan tulisan responden, kejelasan makna
jawaban, konsistensi jawaban responden (yang

30
Emy Susanti Hendrarso, “Penelitian Kualitatif: Sebuah Pengantar”,
dalam Bagong Suyanto dan Sutinah (eds), Metode Penelitian Sosial Berbagai
Alternatif Pendekatan (Jakarta: Kencana, 2006), h. 172.

Metode Penelitian
91

tertulis dalam kuesioner), relevansi jawaban, dan
sebagainya. Pada tahap ini pula, hasil jawaban dari
responden yang janggal atau tidak lengkap bisa
dikembalikan atau ditanyakan kembali.
b. Coding
Tahap coding (pemberian kode) merupakan proses
pengolahan data di mana peneliti berusaha
mengklasifikasikan jawaban-jawaban responden
dengan jalan menandainya dengan kode-kode
tertentu baik berupa simbol angka maupun simbol
lainnya.
c. Tabulasi
Tahap tabulasi adalah proses pengolahan data di
mana peneliti memasukkan data ke dalam tabel-
tabel tertentu baik dalam bentuk tabel frekuensi
maupun tabel silang. Proses tabulasi biasanya juga
mengikutkan pengaturan dan penghitungan angka-
angka.
Dalam penelitian kualitatif proses pengolahan data
dapat dilakukan dengan beberapa cara berikut: (1)
melakukan pencatatan terhadap semua data yang terkumpul
baik dari wawancara, observasi, maupun dokumentasi yang
relevan dengan penelitian; (2) mereduksi data sehingga tidak
ada data yang overlapping; (3) mengelompokkan data
berdasarkan tema; (4) mengidentifikasi data dengan cara
mengecek ulang kelengkapan transkrip wawancara dan
catatan lapangan; dan (5) menggunakan data yang benar-
benar valid dan relevan.
Pada tahap reduksi data peneliti dapat melakukan (1)
selecting and focusing, yakni peneliti melakukan seleksi data
(dari transkrip wawancara dan catatan observasi) dan hanya
memfokuskan pada informasi yang relevan dengan tema, (2)

Pengantar Metodologi Penelitian
92

simplifying, peneliti melakukan penyederhanaan data dengan
hati-hati terutama terhadap data yang berbelit-belit.
Penyederhanaan ini dilakukan agar data mudah dipahami
tanpa mengurangi aspek akurasinya; (3) abstracting, peneliti
menggambarkan data secara naratif sebagaimana yang ada di
lapangan; (4) transforming, yakni peneliti mentransformasi-
kan data pengamatan lapangan dan data wawancara yang
panjang lebar menjadi kesimpulan atau inti catatan lapangan
dan inti wawancara.
31

2. Teknik Analisis Data
Perkataan analisis berarti perincian. Jadi kemampuan
menganalisis merupakan kecakapan dalam memerinci
sesuatu ke dalam bagian-bagiannya sedemikian rupa sehingga
dapat melakukan pemeriksaan atas apa yang dikandungnya.
Dalam proses analisis ini, peneliti melakukan pengelompokan,
kategorisasi, melihat hubungan antarbagian, atau melihat
perbedaan dan persamaan. Secara singkat dapat dikatakan
bahwa analisis adalah proses mengurai (memecah) sesuatu
menjadi bagian-bagian.
Teknik analisis data dapat dimaknai sebagai suatu
proses mengatur urutan data, mengorganisasikannya ke
dalam suatu pola, kategori dan satuan dasar. Setelah itu
dilanjutkan dengan penafsiran (interpretasi) data. Secara
singkat dapat dikatakan bahwa teknik analisis data
merupakan teknik yang digunakan untuk melakukan proses
penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah
dibaca dan diinterpretasikan. Yang dimaksud dengan
Interpretasi data di sini adalah memberi arti yang signifikan
terhadap analisis, menjelaskan pola uraian, dan mencari
hubungan di antara dimensi-dimensi uraian.

31
Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif…, h. 233-
234.

Metode Penelitian
93

Dalam melakukan analisis data, seorang peneliti
melakukan penataan secara sistematis terhadap data atau
informasi yang terkumpul berdasarkan catatan hasil
observasi, wawancara, dokumen dan lainnya dengan cara
melakukan kategorisasi/klasifikasi, perbandingan dan
pencarian hubungan antardata. Penataan seperti ini dilakukan
untuk meningkatkan pemahaman peneliti tentang objek yang
diteliti dan menyajikannya sebagai temuan baru bagi orang
lain. Untuk meningkatkan pemahaman itu, peneliti
memberikan penjelasan secara konsepsional terhadap data
yang ada sehingga dapat diperoleh kejelasan arti yang
sebenar-benarnya yang terkandung dalam data tersebut.
Dalam dunia penelitian, dikenal dua ragam teknik
analisis data, yaitu analisis kuantitatif dan analisis data
kualitatif. Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian
kuantitatif menggunakan teknik analisis statistik. Secara
umum ada dua jenis statistik dengan variannya masing-
masing yang banyak digunakan dalam analisis kuantitatif,
yaitu:
Tabel 3
Jenis dan Varian Analisis Kuantitatif
No Jenis Analisis Kuantitatif Varian Analisis
1 Statistik Deskriptif  Ukuran tendensi sentral
 Mean
 Median
 Mode
 Pengukuran variabilitas
 Range
 Standar deviasi

Pengantar Metodologi Penelitian
94

 Varian dan kovarian
 Pengukuran relasional
 Scatter plot
 Koefisien relasi
2 Statistik Inferensial  Probabilitas
 Membandingkan dua mean:
uji-t
 Membanding dua mean atau
lebih: Analisis varian atau
ANAVA (analisis varian satu
jalur, prosedur
perbandingan ganda,
faktoral analisis varian,
analisis ko-varian)
 Uji statistik nonparametris
 Analisis multivariat
Sumber: diolah dan disingkat dari Burhan Bungin,
Metodologi Penelitian Kuantitatif: Komunikatif,
Ekonomi; Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial lainnya,
Jakarta, Kencana, 2006.
Kalau dalam analisis kuantitatif penggunaan statistik
sebagai alat analisis menjadi bagian yang tidak terpisahkan,
berbeda halnya dengan penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif tidak menggunakan statistik sebagai alat analisis.
Menurut Bungin, ada dua hal yang dilakukan dalam analisis
data kualitatif, (1) menganalisis berlangsungnya suatu
fenomena sosial dan memperoleh suatu gambaran yang
tuntas terhadap proses tersebut; dan (2) menganalisis makna

Metode Penelitian
95

yang ada dibalik informasi, data, dan proses suatu fenomena
sosial itu.
32

Bungin mengemukakan tiga kategori ragam analisis
data dalam penelitian kualitatif, yaitu:
Tabel 4
Kelompok analisis kualitatif dan variannya
No
Kelompok Analisis
Kualitatif
Varian
1 Kelompok metode
analisis teks dan bahasa
 Content analysis (analisis
isi)
 Analisis bingkai (framing
analysis)
 Analisis semiotik
 Analisis konstruksi sosial
media massa
 Hermeneutik
 Analisis wacana dan
penafsiran teks
 Analisis wacana kritis
2 Kelompok analisis tema-
tema budaya
 Analisis struktural
 Domain analisis
 Taxonomic analysis
 Componential analysis
 Discovering cultural
themes analysis

32
Bungin, Metodologi Penelitian Kualitatif…., h. 153.

Pengantar Metodologi Penelitian
96

 Constant comparative
analysis
 Grounded analysis
 Ethnology
3 Kelompok analisis
kinerja dan pengalaman
individual serta perilaku
institusi
 Focus Group Discussion
(FGD)
 Studi kasus
 Teknik biografi
 Life’s history
 Analysis swot
 Penggunaan ba han
dokumenter
 Penggunaan bahan visual
Sumber : Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi,
Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya,
Jakarta, Kencana, 2007, h. 154.
Selain kelompok analisis kualitatif di atas, Emzir juga
mengemukakan beberapa model analisis kualitatif, yaitu: (1)
analisis data kualitatif model Bogdan dan Biklen, (2) analisis
data kualitatif model Miles dan Huberman, (3) analisis data
kualitatif model Strauss dan Corbin (Grounded Theory), (4)
analisis data kualitatif model Spradley (etnografi), (5) Analisis
isi model Philipp Mayring, dan (6) analisis data kualitatif
dengan menggunakan komputer.
33


33
Emzir, Metodologi Penelitian Kualitatif; Analisis Data (Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2010), 85-310.

97

BAB VI
LAPORAN PENELITIAN

Laporan penelitian merupakan puncak dari proses dan
aktivitas penelitian. Laporan ini akan menjadi media
komunikasi antara peneliti dengan pembaca, baik orang atau
institusi yang berkepentingan dengan hasil penelitian itu.
Hasil penelitian yang tidak ditulis dan tidak dilaporkan
hanyalah merupakan ‘benda mati’ yang hanya dinikmati oleh
si peneliti sendiri. Padahal, penelitian bertujuan untuk
menemukan sesuatu dan hasilnya disampaikan kepada
masyarakat.
Laporan penelitian sebagai media komunikasi antara
peneliti dengan masyarakat pembaca mengharuskan peneliti
untuk mampu mengomunikasikan hasil penelitiannya dengan
baik melalui tulisan. Hasil penelitian yang berkualitas tetapi
tidak ditulis dengan baik, bisa menimbulkan kesan bahwa
penelitian itu tidak berbobot. Padahal, masalahnya bukan
pada hasil penelitiannya yang tidak berkualitas tetapi pada
ketidakmampuan peneliti mengomunikasikan hasil
penelitiannya dengan baik. Untuk menghindari kondisi seperti
ini peneliti dapat memperhatikan lima aspek penulisan
laporan penelitian yang dipaparkan di bawah ini.
A. Lima Aspek Penting Penulisan Laporan Penelitian
Ada lima aspek yang harus diperhatikan dalam
menyusun sebuah laporan penelitian agar laporan yang
dibuat dapat menjadi media komunikasi yang baik antara
peneliti dengan pembaca. Kelima aspek itu adalah sebagai
berikut.

Laporan Penelitian
98

1. Etika Ilmiah serta Kemampuan Meneliti dan Menulis
Pada aspek etika ilmiah, peneliti dituntut untuk jujur,
objektif dan menghindari penyajian data palsu atau data yang
tidak bisa dipertanggungjawabkan dalam menulis laporan
penelitian. Di sini peneliti dengan jujur harus mengungkapkan
semua prosedur penelitiannya secara terbuka; menyajikan
fakta yang tidak dicampuri dengan opini peneliti; dan
menyebutkan sumber dengan jelas jika laporannya
menggunakan karya orang lain.
Di sini aspek emosi dan subjektivitas harus ditekan
hingga ke titik rendah. Peneliti harus menghilangkan semua
tendensi atau kepentingan tertentu yang tidak termasuk
dalam koridor ilmiah. Termasuk di dalamnya adalah perasaan
senang; ingin mempermalukan; ingin menjatuhkan; ingin
memberi vonis yang merugikan subjek yang diteliti, dan
sebagainya. Di samping itu, peneliti juga harus berusaha
mengendalikan diri untuk tidak membuat laporan secara
tergesa-gesa, tidak hati-hati, seadanya, bersikap pragmatis
(yang penting selesai), dan lainnya.
Selain faktor etika ilmiah, kemampuan peneliti dalam
melakukan penelitian juga merupakan hal yang menentukan
terhadap akurasi dan kualitas laporan penelitian. Para peneliti
yang memiliki kemampuan rendah seringkali terjatuh pada
beberapa kesalahan atau ketidaktepatan, seperti: (1)
membesar-besarkan fakta atau pernyataan; (2) salah
melakukan penafsiran karena datanya tidak lengkap; (3) salah
dalam menggunakan istilah; (4) membuat kesimpulan dengan
bukti yang tidak cukup; (5) menggunakan rumus statistik
yang tidak cocok; (6) mencampurbaurkan antara fakta dan
opini; dan (7) tidak konsisten atau terdapat kontradiksi dalam
isi laporan.
Tidak jarang peneliti juga kurang mampu menyusun
sistematika laporan atau mengembangkan isi laporan, seperti:

Pengantar Metodologi Penelitian
99

(1) menghilangkan topik yang sebenarnya penting dan
relevan; (2) salah dalam mengurut bagian-bagian dari isi (bab,
subbab atau topik-topik tertentu); (3) memasukkan uraian
atau materi pada bab, subbab, topik atau paragraf pada posisi
yang tidak tepat; (4) mengembangkan suatu topik dalam
laporan tidak tuntas atau tidak lengkap; (5) memasukkan
informasi yang tidak relevan secara detil; (6) peneliti kurang
sekali melakukan penafsiran atau pengambilan kesimpulan-
kesimpulan tertentu dari data yang disajikannya.
2. Pembaca
Dalam menulis laporan penelitian, peneliti juga harus
memperhatikan kepada siapa laporan itu ditujukan. Paling
tidak ada tiga jenis pembaca laporan penelitian yang perlu
diperhatikan, yaitu masyarakat umum, institusi pembuat
kebijakan atau lembaga sponsor penelitian, dan masyarakat
akademik (termasuk para ahli dan praktisi). Kepada
kelompok pembaca ini, peneliti dapat menyesuaikan format,
gaya bahasa dan aturan-aturan penulisan dengan sasaran
pembacanya.
3. Bahasa
Aspek bahasa dalam penulisan laporan penelitian
merupakan bagian yang vital. Sebab, dengan bahasalah
peneliti mengomunikasikan hasil penelitiannya. Jika laporan
penelitiannya disusun dengan bahasa yang jelas, singkat,
padat, runut, sistematis, efektif dan mudah dipahami, peneliti
akan memperoleh keberhasilan dalam memberikan
pemahaman dan pengetahuan berkaitan dengan temuannya.
Sebaliknya, jika bahasa yang digunakan tidak seperti itu,
kemungkinan besar laporannya akan menjadi bahan bacaan
yang membosankan, rumit, dan susah dipahami.
Peneliti juga sebaiknya menghindari gaya laporan
penelitian dengan bahasa yang lebih mengedepankan
perasaan daripada pemikiran, terlalu polos, terlalu persuasif

Laporan Penelitian
100

(seperti bahasa iklan), terlalu muluk atau bombastis, dan
menggunakan kata-kata klise (kolot, usang dan basi).
Moh. Nazir
1
mengemukakan beberapa kesalahan umum
pada aspek bahasa (berkaitan dengan penulisan paragraf,
kalimat dan kata) yang sering dilakukan oleh peneliti dalam
menyusun laporan penelitian, yaitu:
a. Kalimat terlalu panjang (lebih dari 3-4 baris) atau
kalimat terlalu pendek.
b. Kalimat yang lemah karena berisi kata-kata yang
tidak ada artinya.
c. Kalimat kurang jelas sehingga harus dibaca
berkali-kali untuk memahaminya.
d. Paragraf terlalu panjang (hingga tiga perempat
halaman) atau terlalu pendek (kurang dari lima
baris).
e. Kalimat bertele-tele, tidak langsung pada sasaran.
f. Menggunakan kata-kata yang terlalu umum.
g. Pengulangan yang tidak perlu dari kata atau
kalimat yang sama.
h. Terlalu banyak menggunakan istilah teknis yang
tidak diperlukan dalam sebuah kalimat.
Yang perlu diingat oleh peneliti dalam hal ini adalah
bahwa laporan penelitian itu menggunakan bahasa yang baku
(bukan bahasa ngobrol atau pergaulan sehari-hari), formal,
moderat, objektif, taat pada tata bahasa, dan lebih banyak
menggunakan pemaparan. Karena itu, bahasa laporan
penelitian jarang menggunakan bahasa puitis atau ungkapan-

1
Moh. Nazir, Metode Penelitian (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1988), h.
561.

Pengantar Metodologi Penelitian
101

ungkapan ekstrim yang berlebihan (melecehkan dan mencaci
maki)
4. Teknik Penulisan
Dalam menyusun laporan penelitian seorang peneliti
tidak dapat lepas dari kaidah-kaidah atau aturan penulisan
akademik atau tulisan ilmiah. Ada beberapa teknik penulisan
yang perlu diperhatikan dalam menyusun laporan penelitian,
yaitu:
a. Penulisan huruf (besar dan kecil), angka, tanda
baca dan lambang.
b. Penulisan kata (ketepatan ejaan, tebal, miring, dan
lainnya)
c. Penulisan kalimat dan paragraf
d. Teknik pengutipan (kutipan langsung dan tidak
langsung) dan pengacuan (footnote, innote atau
endnote)
e. Jenis font dan ukuran font.
f. Ukuran kertas, margin dan spasi
g. Penulisan tabel dan gambar
h. Teknik penomoran
i. Teknik transliterasi
j. Penulisan daftar pustaka (rujukan)
k. Penulisan format bagian awal yang telah
ditetapkan (cover, halaman sampul, motto, abstrak,
kata pengantar, daftar isi, daftar tabel dan gambar,
dan sebagainya)
Mengenai kaidah-kaidah penulisan beberapa aspek
penulisan di atas, peneliti dapat menggunakan buku-buku
teks tentang pedoman penulisan ilmiah yang banyak beredar

Laporan Penelitian
102

di pasaran. Jika lembaga (terutama perguruan tinggi) di mana
peneliti berada memiliki acuan atau pedoman penulisan
khusus yang ditetapkan oleh lembaga itu, sebaiknya peneliti
menggunakan pedoman itu sebagai acuan penyusunan dan
penulisan laporan penelitian. Peneliti dapat juga
memanfaatkan pedoman EYD (penulisan huruf, angka, ejaan,
kata dan sebagainya) yang beredar di pasaran sebagai
panduan dalam menulis laporan penelitian jika pedoman yang
ada pada lembaganya belum memadai atau masih kurang
detil.
5. Sistematika Isi atau Struktur Laporan Penelitian
Sistematika isi laporan atau struktur laporan penelitian
merupakan bagian penting yang harus diperhatikan oleh
peneliti. Secara garis besar isi laporan penelitian terdiri dari
bagian utama dan bagian pelengkap. Bagian utama terdiri
dari: (1) pendahuluan, (2) kajian pustaka (landasan teori), (3)
metodologi, (4) hasil penelitian (temuan), dan (5) kesimpulan
dan rekomendasi atau implikasi penelitian. Untuk bagian
pelengkap terdiri dari dua bagian, yaitu: (1) pelengkap bagian
awal yang memuat di antaranya halaman judul, tanda
persetujuan, pengesahan, abstrak, kata pengantar, daftar isi,
dan (2) pelengkap bagian akhir yang memuat di antaranya
adalah daftar pustaka, lampiran, indeks, dan riwayat hidup.
Secara umum unsur-unsur masing-masing bab itu
terdiri dari beberapa subbab. Bagian pendahuluan (bab I)
berisi latar belakang masalah, rumusan masalah atau fokus
masalah (untuk penelitian kualitatif), penegasan judul, tujuan
penelitian, dan signifikansi penelitian. Ada pula yang
memasukkan kajian pustaka (jika tidak ditulis tersendiri),
metode (jika tidak ditulis pada bab tersendiri) dan sistematika
pada bab ini.
Bagian kajian pustaka (bab II) terdiri dari dua unsur
utama yaitu kajian-kajian sebelumnya dan landasan atau

Pengantar Metodologi Penelitian
103

kerangka teori. Dalam penelitian kuantitatif pada bagian ini
juga dikemukakan hipotesis, gambaran ringkas mengenai
hubungan antarvariabel, dan operasionalisasi konsep atau
disebut juga dengan definisi operasional terhadap variabel
penelitian di mana penjabaran konsep atau variabel sampai
pada aspek indikator yang terukur dan dapat diamati.
Bagian metodologi atau ada juga yang menggunakan
istilah metode penelitian saja (bab III) berisi penegasan
tentang jenis atau rancangan penelitian, subjek penelitian
(populasi dan sampel), sumber penelitian, teknik
pengumpulan data, dan teknik analisis data. Ada pula yang
menambahkan teknik pengukuran (untuk penelitian
kuantitatif) serta teknik pengolahan data.
Bagian temuan pada bab IV (ada juga yang
menggunakan istilah sajian data atau deskripsi data) berisi
paparan tentang temuan-temuan atau data-data yang telah
diperoleh dalam penelitian. Pada bab ini terkadang juga
dimasukkan analisis dan interpretasi data (pembahasan). Jika
bagian analisis dan interpretasi dipisah, ia akan menjadi bab
tersendiri (bab V), tetapi jika disatukan dengan sajian data,
bab V-nya adalah penutup yang terdiri dari kesimpulan dan
saran (ada yang menambah diskusi, implikasi dan
rekomendasi).
Pola penulisan laporan dengan jabaran seperti di atas
masih sangat dipengaruhi gaya penulisan penelitian
kuantitatif. Pembahasan berikut ini akan menyajikan
beberapa alternatif model penulisan laporan penelitian
terutama sekali untuk penelitian kualitatif di samping juga
model penulisan penelitian kuantitatif.
Dalam penelitian kuantitatif terdapat beberapa variasi
dalam format penulisan laporan penelitiannya. Suharsimi

Laporan Penelitian
104

Arikunto mengemukakan beberapa model variasi yang dapat
disederhanakan pada dua model, yaitu:
2

Model Pertama
Isi kerangka atau struktur laporannya adalah sebagai
berikut:
Bab I : Pendahuluan
Bab II : Kajian Pustaka (memuat kerangka teori
dan kerangka berpikir)
Bab III : Metodologi Penelitian
Bab IV : Hasil Penelitian
Bab V : Kesimpulan, diskusi, implikasi dan saran
Model Kedua
Isi kerangka atau struktur laporannya adalah sebagai
berikut:
Bab I : Pendahuluan (termasuk di dalamnya kajian
pustaka dan kerangka berpikir)
Bab II : Cara penelitian (metode penelitian)
Bab III : Hasil dan analisis
Bab IV : Kesimpulan dan Saran
Model pertama menurut Suharsimi pada umumnya
digunakan oleh mahasiswa untuk menyusun skripsi, tesis dan
disertasi, sementara model kedua banyak dipakai oleh
peneliti individu seperti dosen dan peneliti yang
dipergunakan atau dikoordinasikan oleh suatu lembaga
penelitian.
3


2
Dikutip dari Suharsimi dengan beberapa modifikasi, lihat Suharsimi
Arikunto, Manajemen Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), h. 476-477.
3
Arikunto, Manajemen Penelitian…, h. 478.

Pengantar Metodologi Penelitian
105

Noeng Muhadjir mengemukakan beberapa model
sistematika yang dapat dipakai untuk menyusun laporan
dengan pendekatan kualitatif, di antaranya adalah:
a. Sistematika model baku positivistik
Model ini merupakan model penyusunan laporan
penelitian kualitatif yang menggunakan model
baku metodologi penelitian positivistik kuantitatif.
Model ini memiliki urutan sistematika pada bagian
utama laporan penelitiannya sebagai berikut:
4

Bab I : Pendahuluan
Bab II : Kajian Teoritik/Pustaka
Bab III : Metodologi Penelitian
Bab IV : Data dan analisis
Bab V : Kesimpulan (ada yang menambahkan
implikasi, saran, dan/atau
rekomendasi)
b. Sistematika model modifikasi positivistik
Model modifikasi positivistik ini masih termasuk
pada model laporan penelitian yang dipengaruhi
oleh penelitian positivistik kuantitatif yang
diterapkan pada laporan penelitian kualitatif.
Aspek utama yang membedakannya dengan model
baku positivistik adalah adanya bagian-bagian
yang disatukan untuk penyederhanaan
sistematika. Misalnya, ada yang memasukkan
metodologi ke bagian pendahuluan; ada yang
menggabungkan kajian pustaka dengan deskripsi
(sajian) data; ada yang menyatukan atau

4
Lihat Noeng Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi III
(Yogyakarta: Rake Sarasin, 1996), h. 212-213.

Laporan Penelitian
106

menggabung antara deskripsi dengan analisis data.
Walaupun ada bagian-bagian yang disatukan, di
sini tetap dituntut aspek objektivitasnya, yaitu data
dan konsep teori tetap dapat dipilah, demikian juga
data dan analisis peneliti juga masih dapat dipilah.
5

Berikut ini beberapa contoh yang dapat
diaplikasikan:
Model pertama
Bab I : Pendahuluan (metodologi dimasukkan
di sini)
Bab II : Kajian Pustaka
Bab III : Sajian/Deskripsi data (bisa diganti
dengan tema tertentu)
Bab IV : Analisis data
Bab V : Kesimpulan
Model kedua
Bab I : Pendahuluan (metodologi dimasukkan
di sini)
Bab II : Judul bab menggunakan tema tertentu
(di dalamnya berisi kajian Pustaka dan
deskripsi data)
Bab III : Analisis data
Bab IV : Kesimpulan
Model ketiga
Bab I : Pendahuluan (metodologi dimasukkan
di sini)
Bab II : Kajian Pustaka

5
Muhajir, Metodologi Penelitian Kualitatif…, h. 213-214.

Pengantar Metodologi Penelitian
107

Bab III : Bab diberi judul dengan tema yang
relevan dengan yang ingin dibahas
(bab ini berisi deskripsi sekaligus
analisis data)
Bab IV : Kesimpulan
c. Sistematika model baku kualitatif
Sistematika model ini berbeda sekali dengan kedua
model di atas. Pada sistematika laporan penelitian
dengan menggunakan model baku kualitatif ini,
urutan bab-babnya disusun berdasarkan
sistematika substansi objek yang dikaji. Model ini
tidak bab-bab tidak dipilah berdasarkan kerangka
teori (kajian pustaka), data dan analisis seperti
model sebelumnya, tetapi pada setiap bab, aspek
data, analisis, pemikiran teoritik, dan kesimpulan
dipadukan menjadi satu dalam bab itu sendiri.
6

Artinya dalam satu bab terdapat sajian data,
analisis, teori dan kesimpulan yang dibahas
bersamaan. Contoh:
Bab I : Lembaga Pendidikan (berisi paduan
sajian data, analisis, pemikiran teori
dan diakhiri dengan kesimpulan)
Bab II : Profil Guru (berisi paduan sajian data,
analisis, pemikiran teori dan dan
diakhiri dengan kesimpulan)
Bab III : Materi Pelajaran (berisi paduan sajian
data, analisis, pemikiran teori dan dan
diakhiri dengan kesimpulan)

6
Muhadjir, Metodologi Penelitian Kualitatif…, h. 217-218.

Laporan Penelitian
108

Bab IV : Peran Pendidikan Umum (berisi
paduan sajian data, analisis, pemikiran
teori dan diakhiri dengan kesimpulan)
Bab V : Kesimpulan (kesimpulan pada bab 1-4
dipindahkan dan disatukan pada bab
ini)
d. Sistematika model strukturalisme semantik
Sistematika model ini cocok diaplikasikan pada
penelitian yang berkaitan dengan bahasa dan
penafsiran terhadap konsep atau tema tertentu,
seperti meneliti Alquran dengan metode mawdhu’i
(tematik). Model ini terdiri dari beberapa bab
dengan susunan sebagaimana contoh berikut ini.
Bab I : Pendahuluan (kajian pustaka dan
metodologi dimasukkan di sini)
Bab II : Konsep dasar dari konsep atau tema
yang diteliti (konsep amal saleh)
Bab III : Telaah semantik (mencari term-term
atau kata kunci dalam Alquran yang
terkait dengan amal saleh)
Bab IV : Tujuan dari konsep (tujuan amal saleh
menurut Alquran)
Bab V : Fungsi dari konsep (misalnya, kaitan
amal saleh dengan fungsi manusia
sebagai khalifah menurut Alquran)
Bab VI : Kesimpulan dan Penutup
e. Sistematika model terapan teknis metodologis
Salah satu bentuk format sistematika model ini
adalah penggunaan teknik multi-case (multikasus)

Pengantar Metodologi Penelitian
109

di mana sistematikanya disusun berdasarkan
kasus masing-masing.
Contoh (topik: Dinamika Sistem Pendidikan
Pesantren)
Bab I : Pendahuluan (kajian pustaka
dimasukkan di sini)
Bab II : Metodologi
Bab III : Pesantren A (berisi sajian data,
analisis, dan kesimpulan)
Bab IV : Pesantren B (berisi sajian data, analisis,
dan kesimpulan)
Bab V : Pesantren C (berisi sajian data, analisis,
dan kesimpulan)
Bab VI : Penutup (Kesimpulan diambil dari
kesimpulan masing-masing bab [III, IV
dan V] dan dilengkapi dengan saran-
saran)
Selain model-model sistematika laporan penelitian
kualitatif yang dikemukakan oleh Noeng Muhajir di atas,
untuk melengkapinya, berikut ini akan dikemukakan secara
ringkas dan praktis sistematika laporan penelitian kualitatif
yang dikemukakan oleh Moleong,
7
yaitu:
Bab I : Pendahuluan (berisi latar belakang, masalah dan
batasan penelitian, tujuan dan kegunaan
penelitian).
Bab II : Penelaahan Kepustakaan

7
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1992), h. 225-227.

Laporan Penelitian
110

Bab III : Metodologi, yang berisi: (1) deskripsi latar, entri,
dan kehadiran peneliti; (2) deskripsi peneliti
sebagai alat dan metode penelitian yang
digunakan; (3) tahap-tahap penelitian dan
sampling; dan (4) proses pencatatan data dan
analisis data).
Bab IV : Penyajian data, yang berisi: (1) deskripsi temuan;
(2) deskripsi hasil analisis data; dan (3) penafsiran
dan penjelasan.
Bab V : Teknik pemeriksaan keabsahan data, isinya dapat
berupa: perpanjangan kehadiran pengamat,
diskusi rekan sejawat, analisis kasus negatif,
kecukupan referensi, triangulasi (metode, sumber
dan peneliti), pengecekan anggota, auditing.
Bab VI : Kesimpulan dan rekomendasi, berisi temuan
penting, implikasi temuan, rekomendasi.
Perlu diingat, format ini juga bukan merupakan format
kaku yang tidak bisa diubah atau dimodifikasi tetapi bersifat
luwes dan disesuaikan dengan kondisi dan tuntunan dari
pembimbing.
B. Momen Memulai Menulis Laporan Penelitian
Dalam penelitian kuantitatif laporan penelitian ditulis
setelah semua data selesai dianalisis, atau semua tahapan
penelitian telah dilalui. Berbeda dengan penelitian kuantitatif,
dalam penelitian kualitatif peneliti sudah dapat menulis
laporan penelitian sambil mengumpulkan data. Laporan itu
kemudian terus disempurnakan hingga menjadi laporan
penelitian yang bersifat final. Ini berarti bahwa dalam
penelitian kualitatif seorang peneliti telah dianjurkan untuk
menulis laporan sejak awal dan berlangsung terus-menerus
hingga penelitian berakhir.

111

BAB VII
PROPOSAL DESAIN PENELITIAN

A. Istilah Proposal Penelitian dan Desain Penelitian
Terdapat perbedaan dalam memahami istilah proposal
penelitian dan desain atau rancangan penelitian. Ada yang
menyamakannya begitu saja, tetapi ada juga yang
membedakannya. Ada yang memahami bahwa proposal
penelitian itu lebih sempit maknanya daripada desain
penelitian. Proposal penelitian lebih diartikan sebagai usulan
penelitian untuk mendapatkan bantuan dana sponsor,
sementara desain penelitian lebih mengarah pada rancangan
kerangka penelitian yang akan dilakukan. Istilah yang tepat
untuk digunakan menurut mereka yang berpandangan seperti
ini adalah proposal desain penelitian.
Menurut Moh. Kasiram istilah proposal penelitian berisi
rencana seluruh kegiatan penelitian yang akan dilakukan
mulai dari masalah yang akan diteliti sampai pada biaya dan
pelaksana penelitian, sementara desain penelitian adalah
aspek metodologi dalam proposal penelitian. Ini artinya,
proposal penelitian lebih luas maknanya daripada desain
penelitian. Menurut Kasiram, proposal penelitian lebih
memperlihatkan alur ilmiah penelitian karena memuat aspek
kajian teori dan kajian pustaka. Walaupun begitu, ia lebih suka
menyebut proposal penelitian dengan istilah rancangan
penelitian atau desain penelitian (dalam arti luas).
1

Sehubungan dengan adanya perbedaan persepsi tentang
istilah proposal penelitian sebagaimana disebutkan di atas,

1
Moh. Kasiram, Metodologi Penelitian Kualitatif-Kuantitatif (Malang:
UIN-Malang Press, 2008), h. 184-185.

Proposal Desain Penelitian
112

dalam tulisan ini istilah proposal desain penelitian dipakai
untuk menghindari perbedaan itu.
B. Proposal Desain Penelitian dalam Penelitian
Kuantitatif dan Kualitatif
Terdapat beberapa desain penelitian dalam strategi atau
jenis penelitian yang menggunakan paradigma ilmiah
(penelitian kuantitatif) dan paradigma alamiah (penelitian
kualitatif). Penelitian dengan paradigma ilmiah memiliki
beberapa desain penelitian yaitu, desain deskriptif, desain
korelasi, desain kausal, desain komparatif, desain eksperimen,
desain quasi eksperimen, dan desain action research.
Sementara penelitian dengan paradigma alamiah memiliki
beberapa bentuk desain di antaranya desain fenomenologi,
desain case study, desain grounded research, desain historis,
desain ethnometodologi, desain ethnography dan desain
biography.
2

Ibnu Hadjar mengemukakan tiga format desain
penelitian kuantitatif, yaitu desain deskriptif (terdiri dari
desain deskriptif sederhana, desain deskriptif korelasional,
dan desain deskriptif diferensial), desain ekperimental
(terdiri dari desain ekperimental sejati, desain ekperimental
semu, desain ekperimental subyek tunggal, dan desain
ekperimental perlakuan tunggal), dan desain ex post facto.
3

Burhan Bungin menyebutkan ada tiga format desain
penelitian kualitatif, yaitu desain deskriptif kualitatif, desain
kualitatif verifikatif, dan desain grounded research.
4


2
Kasiram, Metodologi Penelitian…, h. 187.
3
Ibnu Hadjar, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kwantitatif dalam
Pendidikan (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 1999), h. 111-120.
4
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi,
Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya (Jakarta: Kencana, 2007), h. 68-73.

Pengantar Metodologi Penelitian
113

Walaupun Bungin menyebutkan ada tiga format desain
penelitian kualitatif, namun ia menegaskan bahwa format
desain penelitian kualitatif tidak bisa diformalkan. Apalagi
menurutnya, desain penelitian kualitatif pada umumnya tidak
berpola sehingga penelitian dilakukan tanpa format yang
jelas.
5
Kesulitan dalam membuat desain penelitian kualitatif
itu menurut Bungin disebabkan di antaranya oleh tiga hal
berikut:
(1) desain penelitian kualitatif itu adalah peneliti
sendiri, sehingga penelitilah yang paham pola penelitian
yang akan dilakukan; (2) masalah penelitian kualitatif
yang amat beragam dan kasuistik sehingga sulit membuat
kesamaan desain penelitian yang bersifat umum, karena
itu cenderung desain penelitian kualitatif bersifat
kasuistik; (3) ragam ilmu sosial yang variannya
bermacam-macam sehingga memiliki tujuan dan
kepentingan yang berbeda-beda pula terhadap metode
penelitian kualitatif.
6
Dengan adanya bermacam-macam format desain
penelitian baik pada penelitian kuantitatif maupun dalam
penelitian kualitatif, dapat dipahami bahwa desain penelitian
itu tidak tunggal. Untuk memahami format-format itu kita
harus mempelajari desain itu satu per satu. Namun untuk
kepentingan praktis, bagi peneliti (terutama pemula) yang
akan melakukan penelitian dapat mempelajari satu format
desain yang sesuai dengan bentuk penelitiannya.
Dari segi proses penyusunannya, terdapat perbedaan
prinsip antara desain penelitian kuantitatif dan penelitian
kualitatif. Pada penelitian kuantitatif, sejak awal desain
penelitian harus disusun secara tegas, kaku, baku dan rinci,
sementara pada penelitian kualitatif desain penelitiannya

5
Bungin, Penelitian Kualitatif…, h. 67-68.
6
Bungin, Penelitian Kualitatif…, h. 67.

Proposal Desain Penelitian
114

bersifat fleksibel dan terbuka. Artinya, desain penelitian
kualitatif dapat diubah untuk menyesuaikan dengan kondisi
fenomena yang ditemui.
C. Unsur-unsur Proposal Desain Penelitian
Proposal desain penelitian dalam berbagai literatur
metodologi penelitian memiliki beberapa varian. Perbedaan
objek penelitian, jenis penelitian, metode yang diaplikasikan
maupun ketentuan pembuatan proposal yang diberlakukan
institusi (lembaga) tertentu turut menjadi faktor terjadinya
varian itu. Pada tulisan ini dikemukakan bentuk proposal
desain penelitian dengan sembilan unsur sebagai berikut:
1. Judul Penelitian
Judul penelitian harus mencerminkan dan mewakili isi
penelitian secara umum. Paling minimal, judul penelitian bisa
menginformasikan tentang masalah yang menjadi objek
penelitian. Sebuah redaksi judul yang lengkap biasanya
memuat unsur-unsur berikut: (1) masalah, objek atau topik
penelitian; (2) subjek (jika orang) atau sumber (jika literatur);
(3) lokasi penelitian (untuk penelitian lapangan); (4) desain
atau sifat penelitian; dan (5) waktu (biasanya untuk penelitian
sejarah). Tidak semua unsur judul ini harus ada. Boleh saja
sebuah redaksi judul hanya memuat beberapa unsur saja
sesuai keperluan.
Dalam membuat judul penelitian, beberapa hal di bawah
ini perlu diperhatikan: (1) topik penelitian harus tercantum
dalam judul; (2) judul harus jelas, singkat, logis, dan mudah
dipahami; (3) judul tidak ditulis dengan gaya puitis; (4) judul
ditulis dalam satu kalimat dengan menggunakan kalimat
berita; (5) hindari penggunaan singkatan; (6) judul harus
sesuai dengan keseluruhan isi penelitian; dan (7) hindari
penggunaan kata-kata yang kabur, terlalu politis, bombastis,
bertele-tele, tidak runtut dan lebih dari satu kalimat.

Pengantar Metodologi Penelitian
115

Dalam memilih judul atau topik penelitian kita juga
perlu mempertimbangkan beberapa hal sebelum memastikan
judul atau topik itu akan dijadikan sebagai objek penelitian,
yaitu:
a. Pilih judul yang dianggap mudah, dikuasai dan
disukai.
b. Pilih topik yang datanya atau literaturnya dapat
dikumpulkan dengan mudah (sudah tersedia).
c. Pilih judul mengenai problem yang terjadi pada
saat ini pada bidang ilmu yang dikuasai.
d. Cari topik yang sedang menjadi perhatian pada
sejumlah media, artikel, literatur, atau bahan
bacaan lainnya.
e. Pilih isu yang selama ini diabaikan oleh peneliti
lain dalam bidang ilmu yang dikuasai atau digeluti.
f. Pilih judul yang menarik.
g. Pilih topik atau judul yang penting terutama
pentingnya bagi teori dan ilmu pengetahuan saat
ini atau memiliki kegunaan pada bidang atau orang
tertentu.
h. Pastikan judul atau topik yang dipilih itu bisa
diteliti dengan pertimbangan: datanya ada,
tersedia cukup waktu untuk menelitinya, dana
untuk menelitinya tersedia, sumber kepustakaan
mencukupi, risiko penelitian yang rendah, ahli
dalam menelitinya, dan tidak melanggar aturan
agama, adat dan hukum formal.
i. Hindari memilih topik atau judul yang lingkup
masalahnya terlampau luas, terlampau sempit atau
masalah yang mengandung emosi, prasangka atau
unsur-unsur tidak ilmiah lainnya.

Proposal Desain Penelitian
116

2. Outline (Kerangka Tulisan)
Kerangka tulisan merupakan tataurutan pembahasan
yang dibagi menjadi beberapa bab dan subbab. Kerangka
tulisan ini bisa mengalami perubahan atau penyempurnaan
dalam proses penelitian berikutnya. Dalam menyusun
kerangka tulisan harus diperhitungkan apa saja yang akan
dibahas dalam penelitian itu. kerangka tulisan dapat disusun
menjadi tiga bab, yaitu bab pendahuluan (termasuk metode
dan teori), bab bahasan utama (deskripsi dan analisis data),
dan bab penutup (kesimpulan dan saran). Bisa juga
dikembangkan menjadi lebih dari tiga bab, seperti bab
pendahuluan, bab landasan teori (kajian pustaka), bab
metodologi, bab sajian dan analisis data (bisa juga dipisah
menjadi bab sajian data dan bab analisis data), dan bab
penutup.
Penjabaran kerangka tulisan menjadi beberapa bab
tergantung keperluan dan format desain penelitian itu sendiri.
Karena itu, outline dapat dibagi menjadi beberapa bab sesuai
dengan keperluan dan format penulisan yang dikehendaki.
Jumlah bab tidak memiliki batasan yang baku, jumlah bab bisa
tiga, empat, lima, enam, tujuh, delapan dan seterusnya
sepanjang bab-bab itu memang diperlukan.
Untuk keperluan perincian bab, semua bab dapat dirinci
menjadi beberapa subbab sesuai dengan keperluan.
Sebagaimana jumlah bab, jumlah subbab juga tidak memiliki
batasan yang tegas asal jumlahnya tidak berlebihan atau di
luar kelaziman.
3. Latar Belakang Masalah
Latar belakang masalah memuat argumentasi atau
alasan yang mendorong peneliti untuk meneliti suatu
masalah, termasuk di dalamnya adalah alasan mengapa suatu
masalah dimunculkan dan dipilih untuk diteliti. Pada bagian
ini peneliti mengemukakan alasan mengapa suatu fenomena

Pengantar Metodologi Penelitian
117

diangkat sebagai masalah penelitian; mengapa ia dinilai dan
dimunculkan sebagai masalah ; dan apa yang
melatarbelakanginya sehingga ia dimunculkan sebagai
masalah. Dengan demikian masalah penelitian tidak
dimunculkan secara tiba-tiba tanpa alasan yang jelas. Sanafiah
Faisal menyatakan:
Masalah penelitian yang dipilih dan diusulkan untuk
diteliti tentunya tidak ‘turun dari langit’, atau tidak
muncul dengan sendirinya. Masalah itu ‘dimunculkan’
melalui serangkaian penalaran tertentu dari sumber-
sumber tertentu ...
7
Latar belakang masalah dapat berisi tinjauan teoritis
dan faktual tentang gejala atau peristiwa yang disinyalir
menimbulkan permasalahan untuk diteliti. Uraian tentang
masalah tersebut bisa berdasarkan hasil telaah dari berbagai
sumber seperti buku, surat kabar dan majalah atau dari hasil
pengamatan terhadap fenomena empiris yang terjadi. Dari
hasil tinjauan terhadap masalah yang ingin diteliti, peneliti
dapat mengemukakan alasan-alasan mengapa masalah itu
dipandang menarik, penting, dan perlu diteliti untuk dicari
pemecahannya.
Untuk memperkuat argumen, peneliti dapat
mengemukakan berbagai ketimpangan yang terjadi antara
kondisi ideal (das sollen) dan kondisi riil yang terjadi (das
sein). Di samping itu, keaslian penelitian juga dapat
dikemukakan untuk lebih meyakinkan pembaca atau
penelaah proposal desain penelitian dengan menunjukkan
bahwa masalah yang diteliti belum pernah dipecahkan oleh
peneliti terdahulu, atau dinyatakan dengan tegas perbedaan
penelitian ini dengan yang sudah pernah dilaksanakan.

7
Sanafaiah Faisal, Format-format Penelitian Sosial Dasar-dasar dan
Aplikasi (PT. RajaGrafindo Persada, 1989), h. 96.

Proposal Desain Penelitian
118

4. Rumusan Masalah
Istilah rumusan masalah pada umumnya digunakan
dalam penelitian kuantitatif, sementara dalam penelitian
kualitatif digunakan istilah fokus penelitian. Rumusan
masalah atau fokus penelitian dimaksudkan untuk memberi
informasi tentang masalah mendasar yang akan dibahas.
Rumusan masalah dapat dituangkan dalam bentuk
pertanyaan maupun dalam bentuk pernyataan yang
mengandung masalah.
Agar pembahasan dapat dilakukan secara mendalam
dan terarah, sebaiknya jumlah masalah yang dikemukakan
tidak banyak, masalah yang dikemukakan dapat berisi satu
atau dua pokok masalah saja. Jika diperlukan, pokok masalah
yang ada dapat dirinci lagi menjadi beberapa submasalah.
5. Penegasan Judul (Definisi Operasional dan Lingkup
Pembahasan)
Penegasan judul dimaksudkan untuk memberikan
penjelasan mengenai pengertian yang terkandung dalam judul
agar orang-orang yang berkepentingan dengan penelitian
tersebut memiliki persepsi yang sama dengan peneliti. Ini
bertujuan agar tidak terjadi perbedaan persepsi antara
peneliti dan pembaca atau untuk menghindari terjadinya
penafsiran yang keliru dalam memahami judul tersebut.
Ketentuan dalam merumuskan penegasan judul atau
definisi operasional dan lingkup pembahasan adalah sebagai
berikut: (1) kata-kata yang sudah dipahami dan disepakati
pengertiannya tidak perlu lagi dijelaskan; (2) definisi
terhadap sejumlah istilah penting harus dirumuskan secara
operasional dan konkret yakni dijabarkan ke dalam petunjuk-
petunjuk dan indikator-indikator tertentu yang bisa diukur
secara sistematis. Dalam sejumlah penelitian kepustakaan
yang melibatkan konsep-konsep abstrak yang sukar
didefinisikan secara terukur dan konkret, definisi operasional

Pengantar Metodologi Penelitian
119

dapat diarahkan pada penekanan aspek lingkup bahasan,
pemetaan kajian atau penjabaran dimensi-dimensi dari
konsep yang didefinisikan; dan (3) definisi operasional
tersebut harus disusun secara sistematis, ringkas dan
mencakup.
6. Tujuan dan Signifikansi Penelitian
Tujuan penelitian berkaitan dengan rumusan masalah.
Sebab, tujuan penelitian sendiri dimaksudkan untuk
menemukan jawaban dari masalah penelitian yang telah
dirumuskan pada rumusan masalah. Karena itu, ketika
merumuskan tujuan penelitian perlu diperhatikan konsistensi
antara rumusan masalah dengan tujuan penelitian. Contoh
berikut dapat menjadi bahan perbandingan:
Masalah Penelitian:
Bagaimana pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan di Madrasah X?
Tujuan Penelitian:
Untuk mengetahui pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan di Madrasah X.
Tentu saja ungkapan yang digunakan tidak hanya
menggunakan pernyataan: ″ingin mengetahui″, tetapi ada
beberapa rumusan yang dapat digunakan, di antaranya: (1)
ingin menggambarkan atau ingin mendeskripsikan... (untuk
penelitian deskriptif); (2) ingin mencari perbedaan ... (untuk
penelitian komparatif); (3) ingin menjelaskan hubungan ...
(untuk penelitian korelasional); (4) ingin mengidentifikasi ...
(untuk penelitian eksplorasi).
Selain rumusan seperti di atas dapat pula digunakan
empat rumusan berikut: (1) penelitian bertujuan untuk
mendeskripsikan .... (jika penelitian deskriptif); (2) penelitian
bertujuan untuk menjelaskan ... (jika penelitian eksplanatif),

Proposal Desain Penelitian
120

dan (3) penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi (jika
penelitian eksplorasi); dan (4) penelitian bertujuan untuk
memahami ... (biasanya dipakai untuk penelitian kualitatif).
Pada bagian signifikansi penelitian dikemukakan secara
jelas tentang kegunaan penelitian paling tidak pada dua aspek
berikut: (1) aspek teoritis (keilmuan), aspek ini berkaitan
dengan kegunaan teoritis apa yang akan diberikan oleh
penelitian yang dilakukan terutama kontribusinya terhadap
pengembangan ilmu pengetahuan; dan (2) Aspek praktis,
yaitu kegunaan yang berkaitan dengan hasil temuan yang
dapat diaplikasikan oleh lembaga atau organisasi, masyarakat,
bangsa, negara atau agama.
Jika peneliti ingin lebih lengkap merumuskan
signifikansi penelitiannya, peneliti dapat menggunakan empat
sisi kegunaan penelitian, yaitu sisi akademis, praktis, sosial,
dan teknis jika memenuhi keempat sisi itu. Prasetyo dan
Jannah mengemukakan penelitian seperti apa yang dapat
memenuhi sisi-sisi signifikansi penelitian itu, mereka
menyatakan sebagai berikut:
Suatu penelitian dapat dikatakan memiliki manfaat
akademis jika jawaban yang diperoleh dapat
menyumbangkan pemahaman ilmiah, perbaikan atau
modifikasi teori yang telah ada, atau bahkan
pembentukan konsep atau teori baru. Penelitian yang
memiliki manfaat praktis terjadi jika penelitian tersebut
dapat dimanfaatkan langsung untuk tujuan dan
kepentingan praktis pemecahan suatu masalah. Manfaat
sosial dari suatu penelitian dapat berupa pembentukan
suatu kesadaran, pengetahuan serta sikap masyarakat
atau kelompok sosial tertentu, sedangkan manfaat teknis
dalam suatu penelitian terjadi jika penelitian tersebut
berusaha untuk menjawab masalah penelitian dengan

Pengantar Metodologi Penelitian
121

melahirkan teknik/metode penelitian atau pengukuran
yang lebih valid dan atau reliabel.
8
7. Metode Penelitian
Pada bagian ini untuk penelitian lapangan dengan
pendekatan penelitian kuantitatif dikemukakan: (1)
pendekatan yang digunakan (pendekatan kuantitatif); (2)
desain penelitian (misalnya, desain penelitian deskriptif,
desain penelitian kausal, desain penelitian komparatif, desain
penelitian korelasional dan sebagainya); (3) subjek penelitian
berikut dengan pemilihan populasi dan sampel serta teknik
samplingnya: (4) data (data primer dan data sekunder) dan
sumber data (sumber data primer dan sumber data
sekunder); (5) teknik Pengumpulan data (wawancara,
observasi, angket, studi dokumentasi, dan lainnya); (6) desain
pengukuran (khusus penelitian kuantitatif); (7) kerangka
pemikiran (jalinan pokok-pokok pikiran teoritis yang
divisualisasikan dalam bentuk bagan atau skema yang
menggambarkan hubungan antarbagian yang logis dan
sistematis); dan (8) teknik pengolahan dan analisis data.
Untuk penelitian kualitatif pada bagian metode dapat
dikemukakan aspek berikut, yaitu: (1) jenis penelitian
(deskriptif kualitatif, kualitatif-verifikatif, atau grounded
research); (2) subjek penelitian (pemilihan informan
penelitian); (3) teknik pengumpulan data (observasi
partisipan, indepth interview, dokumenter) dan teknik
pencatatan data; (4) teknik pemeriksaan keabsahan data; (5)
teknik analisis data (dapat menggunakan teknik analisis data
model alir [flow model] atau teknik analisis model interaktif
dari Miles dan Huberman, teknik analisis maju bertahap dari
James Spradley dan teknik lainnya); dan penafsiran data.

8
Bambang Prasetyo dan Lina Miftahul Jannah, Metode Penelitian
Kuantitatif Teori dan Aplikasi (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2006), h.
62.

Proposal Desain Penelitian
122

Untuk penelitian kepustakaan paling tidak memuat: (1)
jenis penelitian dan pendekatan; (2) sumber penelitian (buku-
buku yang menjadi sumber primer dan sumber sekunder); (3)
teknik Pengumpulan data ( teknik penelusuran data
kepustakaan), dan (4) teknik analisis data (analisis deskriptif,
analisis filosofis, analisis historis-filosofis, analisis komparatif,
analisis kritis dan sebagainya).
8. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan merupakan uraian tentang urutan
atau susunan pembahasan yang dibagi menjadi beberapa bab
dan dirinci lagi menjadi beberapa subbab. Masing-masing bab
diberi penjelasan secara global mengenai apa yang akan
dikemukakan di dalamnya berikut dengan alasannya.
Penjelasan mengenai masing-masing bab maupun
bagian-bagian bab harus disusun secara naratif yang terdiri
dari paragraf-paragraf bukan disusun seperti membuat
kerangka outline. Uraian sistematika yang menyerupai outline
merupakan kekeliruan dalam menguraikan sistematika
penulisan.
9. Daftar Pustaka Sementara
Daftar pustaka merupakan daftar bacaan yang menjadi
bahan penulisan skripsi yang disusun secara rinci dan
sistematis baik berupa buku, jurnal, surat kabar, buletin,
majalah, ensiklopedi, laporan hasil penelitian (skripsi, tesis,
disertasi dan lainnya), terbitan berkala dan sebagainya.
Daftar pustaka sementara berisi daftar bacaan yang
dikemukakan untuk menunjukkan sejauhmana penguasaan
dan kesiapan teoritik peneliti yang berkaitan dengan objek
penelitian yang diajukan. Karena itu, daftar pustaka
sementara harus memuat bahan-bahan bacaan yang memiliki
relevansi dengan masalah yang sedang diteliti.

Pengantar Metodologi Penelitian
123

Daftar pustaka pada proposal desain penelitian masih
bersifat sementara. Pada proses selanjutnya daftar itu akan
mengalami penambahan seiring berjalannya penelitian
dengan ditemukannya sumber bacaan baru yang diperlukan
dan relevan dengan penelitian.
Tidak ada batasan yang jelas berapa jumlah minimal
bahan bacaan yang harus dicantumkan untuk penulisan
proposal penelitian. Walaupun tidak menjamin, pencantuman
jumlah bahan bacaan dengan jumlah yang banyak bisa
menjadi indikator kesiapan peneliti dalam melakukan
penelitian.
Aspek lain yang harus diperhitungkan juga adalah (1)
kualitas isi bahan bacaan; (2) kemutakhiran bahan bacaan
(diterbitkan lima atau sepuluh tahun terakhir, kecuali untuk
penelitian sejarah); (3) bahan bacaan ditulis oleh mereka yang
memiliki kepakaran di bidangnya; (4) kuantitas dan
kelengkapan bahan bacaan; dan (5) jangan lupa menyertakan
kepustakaan yang berkaitan dengan metodologi penelitian
yang digunakan serta pedoman penulisan yang menjadi acuan
penulisan laporan penelitian.
Tatacara penulisan daftar pustaka telah dituangkan
dalam buku pedoman penulisan masing-masing lembaga riset
atau perguruan tinggi. Bagi peneliti yang ingin menulis daftar
pustaka dapat mengacu pada aturan-aturan penulisan yang
sudah ditetapkan itu.

125

DAFTAR PUSTAKA

Afifuddin dan Beni Ahmad Saebani, Metodologi Penelitian
Kualitatif, Bandung, Pustaka Setia, 2009.
Amirin, Tatang M., Menyusun Rencana Penelitian, Jakarta. PT
RajaGrafindo Persada, 1995.
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan
Praktek, Jakarta, Rineka Cipta, 1998.
--------, Manajemen Penelitian, Jakarta, Rineka Cipta, 1993.
Basrowi dan Suwandi, Memahami Penelitian Kualitatif,
Jakarta, Rineka Cipta, 2008.
Brotowidjoyo, Mukayat D., Penulisan Karangan Ilmiah, Jakarta,
Akademika Pressindo, 1985.
Bungin, M. Burhan, Penelitian Kualitatif Komunikasi, Ekonomi,
Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial Lainnya, Jakarta,
Kencana Prenada Media Grup, 2009.
--------, Metodologi Penelitian Kuantitatif Komunikasi, Ekonomi,
dan Kebijakan Publik Serta Ilmu-ilmu Sosial Lainnya,
Jakarta, Kencana, 2009.
Danim, Sudarwan, Metodologi Penelitian untuk Ilmu-ilmu
Prilaku, Jakarta, Bumi Aksara, 1997.
Faisal, Sanapiah, Format-format Penelitian Sosial Dasar-dasar
dan Aplikasi, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada, 1989.

Pengantar Metodologi Penelitian
126

Hadjar, Ibnu, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kwantitatif
dalam Pendidikan, Jakarta, PT RajaGrafindo Persada,
1999.
Harahap, Sofyan Syafri, Tips Menulis Skripsi dan Menghadapi
Ujian Komprehensif, Jakarta, Pustaka Quantum, 2001.
Idrus Muhammad, Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan
Kualitatif dan Kuantitatif, Jakarta, Erlangga, 2009.
Kasiram, Moh., Metodologi Penelitian Kualitatif-Kuantitatif,
Malang, UIN Malang, Press, 2008.
Kerlinger, Fred N., Asas-asas Penelitian Behavioral,
diterjemahkan oleh Landung Simatupang dari:
Foundation of Behavioral Research, Yogyakarta, Gadjah
Mada Press, 1996.
Koentjaraningrat (ed), Metode-metode Penelitian Masyarakat
(Edisi Ketiga), Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama,
1997.
Margono, S., Metodologi Penelitian Pendidikan, Jakarta, Rineka
Cipta, 1997.
Martono, Nanang, Metode Penelitian Kuantitatif: Analisis Isi
dan Analisis Data Sekunder, Jakarta, PT RajaGrafindo
Persada, 2010.
Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung,
Remaja Rosdakarya, 1990.
Muhadjir, Noeng, Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi III,
Yogyakarta, Rake Sarasin, 1996.

Daftar Pustaka
127

Nazir, Moh., Metode Penelitian, Jakarta, Ghalia Indonesia,
1988.
Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah, Metode
Penelitian Kuantitatif Teori dan Aplikasi, Jakarta, PT
RajaGrafindo Persada, 2006.
Safi, Louay, Ancangan Metodologi Alternatif: Sebuah Refleksi
Perbandingan Metode Penelitian Islam dan Barat,
Yogyakarta, PT Tiara Wacana, 2001.
Salim, Agus, Teori dan Paradigma Penelitian Sosial: Buku
Sumber untuk Penelitian Kualitatif, Yogyakarta, Tiara
Wacana, 2006.
Soehartono, Irawan, Metode Penelitian Sosial, Bandung,
Remaja Rosdakarya, 2000.
Subana, M. dan Sudrajat, Dasar-dasar Penelitian Ilmiah,
Bandung, Pustaka Setia, 2001.
Sudarto, Metodologi Penelitian Filsafat, Jakarta, PT
RajaGrafindo Persada, 1997.
Surakhmat, Winarno, Pengantar Penelitian Ilmiah, Bandung,
Alumni, 1986.
Suyanto, Bagong dan Sutinah (eds), Metode Penelitian Sosial
Berbagai Alternatif Pendekatan, Jakarta, Kencana,
2006.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan
Bahasa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta, Balai Pustaka,
1990.

Pengantar Metodologi Penelitian
128

Usman, Husaini dan Purnomo S. Akbar, Metodologi Penelitian
Sosial, Jakarta, PT Bumi Aksara, 2001.

TENTANG PENULIS

Rahmadi lahir pada tanggal 10 Oktober
1974 di Batulicin. Pendidikan S1
ditempuh di Fakultas Tarbiyah IAIN
Antasari Banjarmasin (selesai 1999) dan
S2 di Program Pascasarjana IAIN Antasari
Konsentrasi Pemikiran Pendidikan Islam
(selesai 2008). Sejak tahun 2000 diangkat menjadi PNS
dan menjadi dosen tetap pada Fakultas Ushuluddin
IAIN Antasari Banjarmasin dengan mata kuliah keahlian
Metodologi Riset. Jabatan akademis sekarang adalah
lektor kepala.