Volume 5 Number 1 (2023)
January-June 2023
Page: 241-254
E-ISSN: 2686-4819
P-ISSN: 2686-1607
DOI: 10.37680/almanhaj.v5i1.2084



© 2023 by the authors. Submitted for possible open access publication under the terms and conditions of
the Creative Commons Attribution 4.0 International License (CC BY) license
(https://creativecommons.org/licenses/by/4.0/).
Published by Institut Agama Islam Sunan Giri (INSURI) Ponorogo; Indonesia
Accredited Sinta 4
Kedudukan Hukum dalam Mewujudkan Keadilan dan Kesejahteraan
di Indonesia
Melisa
1
, Elmi Khoiriyah
2
, Bagus Priyono Pamungkas
3
, Inas Hardianti
4
, Raesitha Zildjianda
5

1
Universitas Lampung, Indonesia; [email protected]
2
Universitas Lampung, Indonesia; [email protected]
3
Universitas Lampung, Indonesia; [email protected]
4
Universitas Lampung, Indonesia; [email protected]
5
Universitas Lampung, Indonesia; ([email protected])


Received: 15/10/2022 Revised: 28/01/2023 Accepted: 22/02/2023
Abstract




Tujuan hukum sendiri meliputi 3 nilai yakni nilai keadilan, kemanfaatan, dan
kepastian hukum. Namun sayangnya, praktik nyata dunia hukum seringkali
tidak menekankan seluruh nilai dan cenderung melupakan satu nilai. Maka
dari itu, telah timbul satu pemahaman dimana nilai keadilan adalah nilai yang
paling utama dalam dunia hokum Adapun tujuan dari makalah ini adalah
untuk mengetahui Konsep Keadilan dalam Negara hukum di Indonesia , dan
mendeskripsikan Kedudukan Hukum Dapat Mewujudkan Sistem Hukum
Yang Ideal di Indonesia Sehingga Konteks Welfare State Dapat Terwujud.
Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif analisis yang mengarah
pada penelitian hukum yuridis normatif yakni penelitian yang dilakukan
dengan cara mengacu pada norma-norma hukum yaitu meneliti terhadap
bahan pustaka atau bahan sekunder. Data sekunder dengan mengolah data
dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier.
Peranan hukum dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat sudah harus
terlihat dalam materi Undang-Undang dalam integritas moral aparat penegak
hukum.
Keywords Law; Justice; walfare
Corresponding Author
Melisa
Universitas Lampung; [email protected]
1. PENDAHULUAN
Ukuran mengenai keadilan seringkali ditafsirkan berbeda-beda. Keadilan itu sendiripun
bermacam macam, dalam berbagai bidang , misalnya ekonomi, maupun hokum (Handayani, Johannes,
Kiki. 2018) banyaknya peraturan hukum yang tumpul dalam memotong kesewenang -wenangan,
hukum tak mampu menegakkan keadilan dan tidak dapat menampilkan dirinya sebagai masalah yang
seharusnya menjadi tugas hukum untuk Upaya untuk mewujudkan keadilan dalam hukum tersebut
merupakan proses yang dinamis yang memakan banyak waktu (Muhamma d Helmi.2015) Upaya ini
seringkali juga didominasi oleh kekuatan-kekuatan yang bertarung dalam kerangka umum tatanan
politik untuk mengaktualisasikannya (Muhammad Helmi.2015) Keseimbangan keadilan antara

Al-Manhaj: Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam
242
individu dengan masyarakat tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Menilai suatu keadilan dalam
suatu masyarakat tidak pernah mungkin apabila tanpa ikatan antara individu satu dengan individu
yang lainnya. Menyelesaikannya (Laurensius Arliman S,2016)
Dalam praktik peradilan di Indonesia, aparat penegak hukum cenderung berpikir legalistic,
seperti halnya dengan kasus Nenek Minah di mana pemetikan buah kakao berujung pada proses
hukum. Vonis yang diberikan berdasarkan pembuktian formal perkara pidana menyimpulkan bahwa
petinggi hanya mengutamakan kepastian hukum. Aparat penegak hukum jika dilihat dari sisi legalistik
tidaklah keliru. Namun, jika dilihat dari sisi mencapai keadilan, tentu hal tersebut telah menimbulkan
luka yang besar di hati masyarakat Indonesia. Hukum dianggap tidak sejalan dengan keadilan hukum
yang berkembang di masyarakat. Tentunya hal tersebut menjadi ironi, seolah-olah hukum dipisahkan
dari rasa keadilan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat itu sendiri. Padahal hukum itu
diciptakan untuk manusia, bukan manusia yang mengabdikan pada hokum
Sejalan dengan hal tersebut, dibutuhkan upaya dalam mewujudkan penegakan hukum
Indonesia yang responsif. Maka dari itu, para aparat penegak hukum tidak dapat hanya
memperhatikan dan merujuk pada teks Undang-Undang Dasar (UUD). Para aparat harus bisa melihat
dan memperhatikan lebih jauh nilai-nilai kearifan lokal yang hidup dan berkembang di masyarakat
luas. Dengan kata lain, hukum haruslah mengabdi pada masyarakat sendiri (https://unpar.ac.id/solusi-
permasalahan-hukum-indonesia-jaksa-agung-bahas-keadilan-restoratif/)
Keadilan sebenarnya ada dimana-mana, sebagaimana hukum-pun juga ada dimana-mana.
Keadilan dapat muncul dalamberbagai bentuk, baik keadilan sosial, ekonomi, politik dan sebagainya,
akan tetapi semuanya memang mahal harganya. Hukum nasional (yang dalam bahasa akademik
disebut hukum positif), tidak bisa menjadi penjamin terwujudnya keadilan itu (Sudjito) Keadilan,
kemakmuran dan kebahagiaan, tidak akan jatuh dari langit, dan tidak akan hadir sebagai bagian
kehidupan manusia tidak berusaha untuk mendapatkannya. Bahkan, terkadang manusia (baik secara
individu maupun kelompok) telah berusaha secara maksimal dengan mendayagunakan akal
pikirannya, akan tetapi keadilan, kemakmuran dan kebahagiaan tetap jauh juga dari kenyataan.
Kenyataan dan berbagai pengalaman pahit yang hadir dalam kehidupan, kiranya semakin
menyadarkan kita bahwa kehidupan di dunia ini memang sekedar sebuah permainan. Terserahalah
pada kita, mau berperan sebagai apa dalam permainan itu. Apakah kita menjadi sutradara, pemeran
yang serakah, sekedar pemain komedi, ataukah penonton? Dari permasalahan diatas maka penulis
mencoba menyajikan mengenai Kedudukan hukum dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan di
Indonesia.

Melisa, Elmi Khoiriyah, Bagus Priyono Pamungkas, Inas Hardianti, Raesitha Zildjianda / Kedudukan Hukum dalam Mewujudkan Keadilan
dan Kesejahteraan di Indonesia
243
2. METODE
Penelitian ini fokus pada kajian tentang kedudukan hukum dalam mewujudkan keadilan dan
kesejahteraan di Indonesia. Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yakni
menggunakan pendekataan fenomenologi deskriptif. Dengan pendekatan tersebut maka peneliti ingin
mengungkap kedudukan hukum dalam mewujud kan keadilan dan kesejahteraan di Indonesia. Data
yang digunakan adalah dari literatur berupa referensi dari beberapa artikel atau dokumentasi dari
berbagai situs atau aplikasi market place terkait, buku, maupun jurnal yang dipublikasikan berkaitan
dengan predatory pricing. Dimulai dengan mengumpulkan data- data dan informasi terkait dengan
fenomena permasalahan, kemudian, data-data dan informasi tersebut dievaluasi guna memberikan
keakuratan informasi dan analisis yang akan ditulis (Sugiyono, 2017). Metode analisis yang digunakan
adalah analisa deskriptif, yakni digunakan sebagai upaya memecahkan masalah yang diteliti dengan
menggambarkan atau menjelaskan kedudukan hukum dalam mewujudkan keadilan dan kesejahteraan
di Indonesia

3. HASIL DAN PEMBAHAN
3.1 Konsep Keadilan dalam Negara Hukum di Indonesia
Keadilan adalah perekat tatanan kehidupan bermasyarakat yang beradab. Hukum diciptakan
agar agar setiap individu anggota masyarakat dan penyelenggara negara melakukan sesuatu tidakan
yang diperlukan untuk menjaga ikatan sosial dan mencapai tujuan kehidupan bersama atau sebaliknya
agar tidak melakukan suatu tindakan yang dapat merusak tatanan keadilan. Jika tindakan yang
diperintahkan tidak dilakukan atau suatu larangan dilanggar, tatanan sosial akan terganggu karena
terciderainya keadilan. Untuk mengembalikan tertib kehidupan bermasyarakat, keadilan harus
ditegakkan. Setiap pelanggaran akan mendapatkan sanksi sesuai dengan tingkat pelanggaran itu
sendiri (Moh. Mahfud MD)
Hukum sebagai pengemban nilai keadilan menurut Radbruch menjadi ukuran bagi adil tidak
adilnya tata hukum. Tidak hanya itu, nilai keadilan juga menjadi dasar dari hukum sebagai hukum.
Dengan demikian, keadilan memiliki sifat normatif sekaligus konstitutif bagi hukum. Keadilan menjadi
dasar bagi tiap hukum positif yang bermartabat (Yovita A. Mangesti & Bernard L.2014)
Keadilan menjadi landasan moral hukum dan sekaligus tolok ukur sistem hukum positif.
Kepada keadilanlah hukum positif berpangkal. Sedangkan nilai konstitutif, karena keadilan harus
menjadi unsur mutlak bagi hukum sebagai hukum. Tanpa keadilan, sebuah aturan tidak pantas
menjadi hukum. Apabila, dalam penegakan hukum cenderung pada nilai kepastian hukum atau dari
sudut peraturannya, maka sebagai nilai ia telah menggeser nilai keadilan dan kegunaan. Hal ini
dikarenakan, didalam kepastian hukum yang terpenting adalah peraturan itu sendiri sesuai dengan

Al-Manhaj: Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam
244
apa yang dirumuskan. Begitu juga ketika nilai kegunaan lebih diutamakan, maka nilai kegunaan akan
menggeser nilai kepastian hukum maupun nilai keadilan karena yang penting bagi nilai kegunaan
adalah kenyataan apakah hukum tersebut berguna bagi masyarakat. Demikian juga, ketika yang
diperhatikan hanya nilai keadilan, maka akan menggeser nilai kepastian hukum dan kegunaan.
Sehingga, dalam penegakan hukum harus ada keseimbangan antara ketiga nilai tersebut.
Gustav Radbruch menuturkan bahwa hukum adalah pengemban nilai keadilan. Karena
keadilan memiliki sifat normatif sekaligus konstitutif bagi hukum. Keadilan harus berpangkal hukum
positif dan harus juga menjadi unsur mutlak bagi hukum, tanpa keadilan, sebuah aturan tidak pantas
menjadi hokum (Bernard L Tanya dkk,2013) Namun bila mengacu pada asas prioritas, Gustav
Radbruch mengemukakan bahwa untuk menerapkan hukum secara tepat dan adil dalam memenuhi
tujuan hukum maka yang diutamakan adalah keadilan, kemudian kemanfaatan setelah itu kepastian
hokum (Satjipto Rahardjo.2012)
Kajian mengenai keadilan dirasa sangat umum dan luas. Oleh karena itu perlu pembatasan
yang lebih ringkas terkait konsep keadilan terutama konsep keadilan di Indonesia. Indonesia yang
berfalsafah Pancasila memiliki konsep keadilan tersendiri yaitu keadilan bermartabat sebagaimana
yang dikemukakan oleh Teguh Prasetyo. Keadilan bermartabat adalah “keadilan ber martabat
memandang pembangunan sistem hukum yang khas Indonesia. Bagaimana sistem hukum positif
memberi identitas dirinya, ditengah-tengah pengaruh yang sangat kuat dari sistem-sitem hukum dunia
yang ada saat ini dan dengan sangat keras seolah-olah melakukan kedalam cara berhukum bangsa
Indonesia (Teguh Prasetyo. 2015)
Teori keadilan bermartabat mencatat suatu sikap dalam pembangunan sistem hukum
berdasarkan Pancasila. Dikemukakan, bahwa sistem hukum Indonesia tidak menganut sistem hukum
secara mutlak statute law, dan juga tidak mutlak menganut sistem common law, sekalipun banyak yang
mendukung pendapat bahwa sistem judge made law itu menjunjung tinggi harkat dan martabat hakim
sebagai lembaga atau institusi pencipta hukum, ciri yang menonjol dari teori keadilan bermartabat
adalah bahwa dalam melakukan penyelidikan untuk menemukan kaidah dan asas-asas hukum dalam
melalui lapisan-lapisan ilmu hukum sebagaimana telah dinyatakan di atas, teori keadilan bermartabat
menjaga keseimbangan pandangan yang berbeda pada lapisan-lapisan ilmu hukum itu sebagai suatu
konflik. Teori keadilan bermartabat menjauhkan sedini mungkin konflik dalam (conflict within the
law).
Aristoteles, adalah seorang filosof pertama kali yang merumuskan arti keadilan. Ia mengatakan
bahwa keadilan adalah memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya, fiat jutitia bereat
mundus. Selanjutnya dia membagi keadilan dibagi menjadi dua bentuk yaitu:

Melisa, Elmi Khoiriyah, Bagus Priyono Pamungkas, Inas Hardianti, Raesitha Zildjianda / Kedudukan Hukum dalam Mewujudkan Keadilan
dan Kesejahteraan di Indonesia
245
1. keadilan distributif, adalah keadilan yang ditentukan oleh pembuat undang -undang,
distribusinya memuat jasa, hak, dan kebaikan bagi anggota-anggota masyarakat menurut prinsip
kesamaan proporsional.
2. keadilan korektif, yaitu keadilan yang menjamin, mengawasi dan memelihara distribusi ini
melawan serangan-serangan ilegal. Fungsi korektif keadilan pada prinsipnya diatur oleh hakim
dan menstabilkan kembali status quo dengan cara mengembalikan milik korban yang
bersangkutan atau dengan cara mengganti rugi atas miliknya yang hilang (Ansori, Abdul Gafur,
2006). Atau kata lainnya keadilan distributif adalah keadilan berdasarkan besarnya jasa yang
diberikan, sedangkan keadilan korektif adalah keadilan berdasarkan persamaan hak) Plato,
menurutnya keadilan hanya dapat ada di dalam hukum dan perundangundangan yang dibuat
oleh para ahli yang khusus memikirkan hal ituAdil menyangkut relasi manusia dengan yang lain
(Suparmono, Rudi 2006.)
Keadilan merupakan salah satu tujuan hukum yang paling banyak dibicarakan sepanjang
perjalanan sejarah filsafat hokum (Dardji Darmohardjo, Shidarta (2006). Hal yang paling fundamental
ketika membicarakan hukum tidak terlepas dengan keadilan dewi keadilan dari yunani. Dari zaman
yunani hingga zaman modern para pakar memiliki disparitas konsep keadilan, hal ini disebabkan pada
kondisi saat itu. Pada konteks ini sebagaimana telah dijelaskan pada pendahuluan, bahwa tidak secara
holistik memberikan definisi keadilan dari setiap pakar di zamannya akan tetapi akan disampaikan
parsial sesuai penulisan yang dilakukan (Suwardi Sagama. 2016).
Keadilan dapat tercapai jika, pertama, negara menegakkan asas keadilan dengan memberikan
kesempatan yang sama kepada setiap warga negara untuk mendapatkan kebebasan dasar. Kedua,
negara memberikan pengaturan atas perbedaan kelas sosial dan ekonomi sehingga memberikan
manfaat kepada yang tidak beruntung.
Keadilan sebagai kesetaraan diulas oleh Thomas Aquinas, yang membedakan keadilan dalam
dua kelompok yaitu keadilan umum (justitia generalis) dan keadilan khusus (justitia specialis). Keadilan
umum adalah keadilan menurut kehendak undang-undang yang harus ditunaikan demi kepentingan
umum, sedangkan keadilan khusus adalah keadilan atas dasar kesamaan atau proporsional. Keadilan
khusus kemudian dijabarkan dalam tiga bentuk, yaitu:
a. Keadilan distributif (justitia distributiva) adalah keadilan yang secara proporsional yang
diterapkan dalam lapangan hukum publik secara umum;
b. Keadilan komutatif (justitia commutativa) adalah keadilan dengan mempersamakan antara prestasi
dengan kontraprestasi.
c. Keadilan vindikatif (justitia vindicativa) adalah keadilan dalam hal menjatuhkan
hukuman atau ganti kerugian dalam tindak pidana. Seseorang akan dianggap adil

Al-Manhaj: Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam
246
apabila dipidana badan atau denda sesuai dengan besarnya hukuman yang telah ditentukan atas
tindak pidana yang dilakukannya (http://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila#Sila_ kedua, diakses, 10
Nopember 2022)
1. Penganut paradigma Hukum Alam meyakini bahwa alam semesta diciptakan dengan prinsip
keadilan, sehingga dikenal antara lain Stoisisme norma hukum alam primer yg bersifat umum
menyatakan:Berikanlah kepada setiap orang apa yang menjadi haknya (unicuique suum
tribuere), dan jangan merugikan seseorang (neminem laedere)”. Cicero juga menyatakan bahwa
hukum dan keadilan tidak ditentuk an oleh pendapat manusia, tetapi oleh alam.
2. Paradigma Positivisme Hukum, keadilan dipandang sebagai tujuan hukum. Hanya saja
disadari pula sepenuhnya tentang relativitas dari keadilan ini sering mengaburkan unsur lain
yang juga penting, yakni unsur kepastian hukum. Adagium yang selalu didengungkan adalah
Suum jus, summa injuria; summa lex, summa crux. Secara harfiah ungkapan tersebut berarti bahwa
hukum yang keras akan melukai, kecuali keadilan dapat menolongnya.
3. Dalam paradigma hukum Utiliranianisme, keadilan dilihat secara luas. Ukuran satu-satunya
untuk mengukur sesauatu adil atau tidak adalah seberapa besar dampaknya bagi kesejahteraan
manusia (human welfare). Adapun apa yang dianggap bermanfaat dan tidak bermanfaat, diukur
dengan perspektif ekonomi
3.2 Hukum yang ideal dapat Mewujudkan Konteks Welfare State di Indonesia

Teori Negara Kesejahteraan (welfare state) pernah diperkenalkan oleh Spicker, yang
mendefinisikan negara kesejahteraan sebagai sebuah sistem kesejahteraan sosial yang memberi peran
lebih besar kepada negara (pemerintah) untuk mengalokasikan sebagian dana publik demi menjamin
terpenuhinya kebutuhan dasar warganya. Negara kesejahteraan ditujukkan untuk menyediakan
pelayanan-pelayanan sosial bagi seluruh penduduknya, sebaik dan sedapat mungkin. Negara
kesejahteraan berupaya untuk mengintegrasikan sistem sumber dan menyelenggarakan jaringan
pelayanan yang dapat memelihara dan meningkatkan kesejahteraan warga negara secara adil dan
berkelanjutan. Artinya, bahwa negara kesejahteraan adalah adanya suatu negara, bahwa pemerintahan
negara dianggap bertanggung jawab untuk menjamin standar kesejahteraan hidup minimum bagi
setiap warga negaranya.
Konsep negara kesejahteraan sangat erat kaitannya dengan kebijakan sosial (social policy) yang
di banyak negara mencakup strategi dan upaya-upaya pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan
warganya, terutama melalui perlindungan sosial (social protection) yang mencakup jaminan sosial baik
berbentuk bantuan sosial dan asuransi sosial, maupun jaring pengaman sosial (social safety nets).
Sekurang-kurangnya ada lima bidang utama yang disebut Spicker untuk menjelaskan konsep

Melisa, Elmi Khoiriyah, Bagus Priyono Pamungkas, Inas Hardianti, Raesitha Zildjianda / Kedudukan Hukum dalam Mewujudkan Keadilan
dan Kesejahteraan di Indonesia
247
kesejahteraan, yaitu:bidang kesehatan, bidang pendidikan, bidang perumahan, bidang jaminan sosial,
dan bidang pekerjaan sosial. Istilah kesejahteraan atau sejahtera dapat memiliki empat arti, yakni:
1. Dalam istilah umum, sejahtera menunjuk ke keadaan kondisi manusia yang baik, di mana orang-
orangnya dalam keadaan makmur, dalam keadaan sehat, dan damai;
2. Dalam tinjauan ekonomi, sejahtera selalu dihubungkan dengan keuntungan atau manfaat
kebendaan (ukuran materi) sebagai fungsi kesejahteraan sosial (secara formatif dan substantif
bisa bermakna ekonomi kesejahteraan atau kesejahteraan ekonomi);
3. Dalam tinjauan kebijakan sosial, kesejahteraan sosial menunjuk ke jangkauan pelayanan untuk
memenuhi kebutuhan masyarakat. Ini adalah istilah yang digunakan dalam ide negara
kesejahteraan (welfare state);
4. Dalam tinjauan lain (seperti fenomena kebijakan di negara maju seperti Amerika), sejahtera
menunjuk ke aspek keuangan yang dibayarkan oleh pemerintah kepada orang yang
membutuhkan bantuan finansial, tetapi tidak dapat bekerja; atau yang keadaan pendapatan yang
diterimanya untuk memenuhi kebutuhan dasar tidak cukup atau tidak layak secara manusiawi;
atau jumlah yang dibayarkan biasanya jauh di bawah garis kemiskinan; atau bisa juga karena
memiliki kondisi khusus, seperti adanya bukti sedang mencari pekerjaan (menganggur); atau
kondisi lain, seperti ketidakmampuan atau kewajiban untuk menafkahi keluarga atau menjaga
anak (yang mencegahnya untuk dapat/bisa bekerja), karena di beberapa kasus negara penerima
dana diharuskan bekerja, yang dikenal dengan istilah workfare.
Dalam suatu konsep negara berdasar hukum, maka hukum harus dilihat secara fungsional,
sehingga pada akhirnya hukum dimengerti atau dipahami sebagai kumpulan nilai-nilai kehidupan
bernegara dan bermasyarakat . Nilai-nilai yang baik tersebut kemudian dijadikan sebagai bahan
masukan dalam rangka penyelenggatraan ketatanegaraa, dalam hal ini terkait pembuatan suatu
kebijakan dalam bidang hokum (Asep Warlan Yusup, 2008 ) Indonesia telah memilih Negara hukum
(welfarestaat) sebagai bentuk negara. Hal ini memiliki konsekuensi bahwa setiap tindakan dan
akibatnya, harus didasarkan atas hukum.Konsep negara hukum Indonesia telah termaktub di dalam
Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Tahun 1945, yang merupakan amandemen ketiga dari Undang-
Undang Dasar Tahun 1945 yang menyatakan bahwa Indonesia adalah negara hukum. Konsekuensi
dari pernyataan bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum, maka setiap bentuk
penyelenggaraan pemerintahan dan kehidupan bernegara harus berlandaskan hukum. Oleh karenanya
dalam setiap bentuk pelaksanaan penyelenggaraan negara, aspek hukum sudah seharusnya
dijadikan sebagai pedoman.
Dalam suatu Negara yang berbentuk demikian, maka hukum merupakan sarana utama
yang oleh bangsa itu disepakati sebagai sarana untuk mengatur kehidupan .Hal ini sesuai dengan

Al-Manhaj: Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam
248
pandangan Locke dalam Laski Yang berpendapat mengenai negar a yang seharusnya, locke
mengatakan ; state that thought it had alreadywon its freedom that power must be limited by its service to the
purposes it is intended to accomplish (Harold J.2000). Jadi negara secara teknis kemerdekaannya dibatasi
oleh apa yang disebut dengan pelayanan terhadap rakyatnya dan pelayanan tersebut dimaksudkan
sebagai upaya dalam rangka untuk mencapai tujuan.
Tujuan negara Republik Indonesia tidak menganut/mengacu pada teori tujuan negara dari Eropa
Kontinental Barat yang pada awalnya bertujuan mencari kekuasaan semata, kemudian berkembang
menjadi tujuan kemakmuran individu (paham liberal). Sejarah bangsa Indonesia menunjukan bahwa,
setelah melalui penderitaan penjajahan selama tiga setengah abad, perjuangan kemerdekaan yang
semula bersifat kedaerahan kemudian bersifat menyeluruh, bangsa Indonesia menyatakan
kemerdekaannya. Latar belakang sejarah bangsa Indonesia ini, tentu sangat mempengaruhi rumusan
tujuan negara Indonesia yang dirumuskan secara lengkap dalam Alinea 4 Pembukaan Undang -
Undang Dasar 1945, meliputi:
1) Melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia.
2) Memajukan kesejahteraan umum.
3) Mencerdaskan kehidupan bangsa.
4) Ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
sosial.
Dalam mencapai tujuan negara Indonesia, seluruhnya harus berdasar dan diukur dengan nilai-
nilai Pancasila. Mengenai tujuan melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia,
merupakan tujuan mempersatukan seluruh bangsa Indonesia yang amat heterogen. Artinya, persatuan
bangsa yang dapat mengatasi perbedaan suku, agama dan ras. Tujuan melindungi segenap bangsa
Indonesia, sebenarnya merupakan tujuan kemanusian universal. Hal ini karena negara tidak hanya
melindungi seluruh warga Indonesia, tetapi juga seluruh penduduk asing yang berada dalam wilayah
hukum negara Indonesia. Hal ini sejalan dengan tujuan kemanusiaan universal lainnya, yaitu tujuan
turut melaksanakan ketertiban dunia, berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Seluruh rakyat Indonesia juga harus bersatu padu dalam melindungi serta mempertahankan wilayah
negara Indonesia sebagai suatu negara kesatuan. Sebagai negara kepulauan, wilayah negara Indonesia
amat luas, juga strategis dilihat dari sudut kepentingan perdagangan dan pertahanan intemasional.
Oleh karena itu, negara harus bersikap sangat tegas terhadap segala tindakan yang ingin menghalangi
dan menghambat persatuan bangsa dan wilayah negara Indonesia (Nurtjahjo, Hendra. 2005)
Tujuan memajukan kesejahteraan umum adalah tujuan negara kesejahteraan. Artinya
mencapai kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, tidak hanya dari segi material/ekonomi saja
tetapi juga dari segi spiritual. Kesejahteraan ekonomi yang sesuai dengan tutunan agama, sehingga

Melisa, Elmi Khoiriyah, Bagus Priyono Pamungkas, Inas Hardianti, Raesitha Zildjianda / Kedudukan Hukum dalam Mewujudkan Keadilan
dan Kesejahteraan di Indonesia
249
akan membawa keselamatan serta kebahagiaan dalam kehidupan di dunia dan akhirat. Selain itu,
sesuai dengan nilai luhur Pancasila, tujuan kesejahteraan ekonomi harus dicapai dengan
mendahulukan nilai-nilai keadilan sosial. Karena kesejahteraan tanpa keadilan tidak ada artinya, tidak
berbeda dengan tujuan kemakmuran individu yang dianut oleh paham negara -negara barat.
Selanjutnya tujuan mencerdaskan kehidupan bangsa, tidak hanya menjadi tugas utama negara. Rakyat
Indonesia juga dengan penuh kesadaran harus turut aktif dalam us aha mencerdaskan diri. Bangsa
Indonesia harus menjadi bangsa yang cerdas, mampu memahami teori kenegaraan Indonesia sehingga
menjadi bangsa yang sadar bernegara, memiliki kesadaran hukum yang baik, dan memahami untuk
mendahulukan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi atau kepentingan kelompok. Selain
itu, juga mampu memahami sejarah kenegaraan Indonesia yang merupakan proses terjadinya negara
Indonesia. Rakyat Indonesia harus menyadari bahwa kekuasaan tertinggi dalam negara berada di
tangan rakyat, dan akan memilih wakil-wakil rakyat dan pimpinan negara yang benar-benar
memahami kebutuhan rakyatnya.
Bangsa Indonesia sewajamya memiliki kepercayaan diri yang tinggi dalam mengadakan
hubungan diplomasi dengan negara-negara lain di dunia internasional. Hal ini karena negara Indonesia
mampu memenuhi seluruh unsur-unsur yang diperlukan untuk dapat diakui sebagai negara yang
memiliki "power" dalam berhubungan dengan negara-negara lain. Seorang sarjana dalam bidang
politik internasional bernama Hans J. Morgenthau dalam bukunya Politic Among Nations menyatakan,
setiap negara harus memenuhi 8 ( delapan ) unsur negara agar dapat turut aktif dalam kerja
sama/hubungan internasional. Kedelapan unsur negara tersebut disebut "elements of national power"(
Padmo Wahjono. 1966).
Sedangkan hukum internasional menyatakan setiap negara hams mendapat pengakuan atas
pemerintahannya dari negara-negara lain, disamping unsur-unsur negara lainnya. Dengan demikian,
setiap negara dalam politik internasional memenuhi 9 ( sembilan ) unsur negara, yang meliputi:
1. Unsur wilayah, yang mempakan unsur strategis ditinjau dari sudut kepentingan perang dan
ekonomi. Wilayah Indonesia sangat strategis dari sudut kepentingan ekonomi, karena terletak
antara dua benua dan dua samudra. Dari segi kepentingan perang, sudah sejak lama negara super
power ingin menjadikan salah satu wilayah di Indonesia sebagai pangkalan militernya.
2. Unsur sumber alam, yang mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri juga kepentingan ekspor.
karena sumber-sumber alam yang melimpah, bangsa Indonesia mengalami penjajahan selama tiga
setengah abad. Hal ini menunjukan, negara Indonesia amat kaya dengan sumber alam, sehingga
tentu akan sangat mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri dan ekspor, sepanjang dikelola
dengan baik sehingga akan mendukung dalam mencapai tujuan negara kesejahteraan.

Al-Manhaj: Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam
250
3. Unsur kapasitas industri, kondisi perindustrian di negara Indonesia amat lengkap. Industri
berat,seperti industri baja di Cilegon, galangan kapal di Surabaya yang merupakan industri
pembuatan kapal laut, industri pembuatan senjata di Bandung. Industri kimia (pupuk, semen), gas
(kebutuhan dalam negeri dan ekspor), cooking oil (kebutuhan dalam negeri dan ekspor). Industri
perkayuan, baik yang setengah jadi (plywood) maupun sudah jadi (mebel), untuk kebutuhan
dalam negeri dan ekspor, dan masih banyak lagi industriindustri lainnya, yang membuktikan
kapasitas industri di Indonesia cukup baik.
4. Jumlah penduduk yang memadai sesuai dengan luas wilayahnya. jumlah penduduk Indonesia,
merupakan nomor lima terbesar di dunia.
5. Pemerintah yang stabil untuk mendapat pengakuan dunia internasional. Hubungan internasionaI
negara Indonesia baik dalam lingkup regional maupun internasional, menunjukan adanya
pengakuan dari dunia internasional terhadap pemerintahan yang stabil dari negara Indonesia.
6. Angkatan bersenjata yang kuat dari segi moral dan material. Berbagai persyaratan dan jenjang
pendidikan yang harus dilalui dalam program angkatan bersenjata menunjukan, pemerintah
Indonesia berusaha secara maksimaI membentuk angkatan bersenjata yang kuat. Turut sertanya
tentara Indonesia dalam kegiatan pasukan perdamaian Perserikatan Bangsa-Bangsa (antara lain di
Lebanon akhir-akhir ini), menunjukan pengakuan dunia internasional pada kualitas angkatan
bersenjata Republik Indonesia.
7. Memiliki kepribadian nasional. Nilai-nilai luhur Pancasila, selain merupakan pandangan hidup
juga merupakan kepribadian bangsa Indonesia yang membedakan bangsa Indonesia dengan
bangsa-bangsa lain di dunia. Misalnya, dalam menyelesaikan masalah, bangsa Indonesia
mengutamakan cara musyawarah yang mungkin tidak dikenal oleh bangsa-bangsa lain.
8. Merupakan bangsa bermoral. Dengan berpedoman pada nilainilai luhur Pancasila, bangsa
Indonesia tidak hanya menjadi bangsa yang bermoraI tetapi juga berperikemanusiaan dan
beradab.
9. Kualitas diplomasi, dalam arti aktif dalam kegiatan di dunia internasional. Negara Indonesia
menjadi anggota dalam barbagai organisasi internasional, baik yang bersifat regional (ASEAN)
maupun internasional (Perserikatan Bangsa-Bangsa), menunjukan kegiatan diplomasi negara
Indonesia di dunia internasional.
Dengan kondisi mampu memenuhi unsur -unsur negara berdasar politik internasional, akan
sangat membantu bagi negara Indonesia dalam mewujudkan tujuan ikut melaksanakan ketertiban
dunia yang berdasar kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
Rumusan tujuan negara Indonesia diarahkan pada segi nasional dan internasional. Seluruhnya
berdasar serta diukur menurut nilai-nilai luhur Pancasila, yang merupakan dasar negara dan

Melisa, Elmi Khoiriyah, Bagus Priyono Pamungkas, Inas Hardianti, Raesitha Zildjianda / Kedudukan Hukum dalam Mewujudkan Keadilan
dan Kesejahteraan di Indonesia
251
pandangan hidup bangsa Indonesia. Jadi, bllkan tujuan llntuk mencari kekuasaan semata, tujuan
kemakmuran penguasa atau tujuan kemakmuran individu seperti di negara barat. Tujuan
kesejahteraan negara Indonesia bersifat menyeluruh, mencakup kemakmuran ekonomi dan
kesejahteraan spiritual. Untuk tujuan kemakmuran ekonomi, harus dicapai dengan cara adil dan
merata. Tujuan negara Indonesia juga diarahkan agar menjadi bangsa yang cerdas, sehingga mampu
mempertahankan persatuan bangsa, melindungi wilayah negara dan mampu turut aktif dalam
kegiatan diplomasi internasioanal tetapi tetap dalam koridor nilai-nilai luhur Pancasila (MD, M. (2009).

4. KESIMPULAN
1) keadilan menurut konsep Aristoteles mesti dipahami dalam pengertian kesamaan, yaitu
kesamaan numerik dan kesamaan proporsional. John Rawl menegaskan bahwa program
penegakkan keadilan keadilan yang berdimensi kerakyatan haruslah memperhatikan dua
prinsip keadilan, yaitu: pertama, memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan
dasar yang paling luas seluas kebebasan yang sama bagi setiap orang. Kedua, mampu
mengatur kembali kesenjangan sosial ekonomi yang terjadi sehingga dapat memberi
keuntungan yang bersifat timbal balik (reciprocal benefits) bagi setiap orang, baik mereka
yang berasal dari kelompok beruntung maupun tidak beruntung
2) Negara Kesatuan Republik Indonesia, sebagaimana diamanatkan dalam UndangUndang
Dasar 1945, didesain sebagai Negara Kesejahteraan (welfare state).Negara Kesejahteraan
(welfare state) secara singkat didefinisikan sebagai suatu negara dimana pemerintahan negara
dianggap bertanggung jawab dalam menjamin standar kesejahteraan hidup minimum bagi
setiap warga negaranya Dalam suatu konsep negara berdasar hukum, maka hukum harus
dilihat secara fungsional, sehingga pada akhirnya hukum dimengerti atau dipahami sebagai
kumpulan nilai-nilai kehidupan bernegara dan bermasyarakat.

REFERENSI
I Gusti Agung Alit Suryawati. Literasi budaya Bali: Kajian Filsafat Ilmu Tentang Keadilan Dalam Sistem
Subbab. JURNAL NOMOSLECA Volume 6 Nomor 1, April 2020
Isno.2016 Kedudukan dan Sistematika Filsafat Ilmu dalam Rasionalisasi Ilmu Pengetahuan. TA’DIBIA
Jurnal Ilmiah Pendidikan Agama Islam Vol. 6 No. 2 Nop 2016
Laurensius Arliman S,2016. “Partisipasi Masyarakat di dalam Perlindungan Anak yang Berkelanjutan
Sebagai Bentuk Kesadaran Hukum”,Padjadjaran Jurnal Ilmu Hukum, Volume 3, Nomor 2, 2016.
Handayani, Johannes, Kiki. 2018. Peranan Filsafat Hukum Dalam Mewuudkan Keadilan. Jurnal Muara

Al-Manhaj: Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam
252
Ilmu Sosial, Humaniora, dan Seni Vol. 2, No. 2, Oktober 2018
Mahir Amin.2014. Konsep Keadilan Dalam Perspektif Filsafat Hukum Islam . Al-Daulah: Jurnal Hukum
Dan Perundangan Islam Volume 4, Nomor 2, Oktober 2014
Muhammad Helmi.2015. Konsep Keadilan Dalam Filsafat Hukum dan Dalam Filsafat Hukum Islam .
Mazahib, Vol. XIV, No. 2 (Desember 2015
Suwardi Sagama. 2016. Analisis Konsep Keadilan, Kepastian Hukum dan Kemamfaatan dalam
Pengelolaan Lingkungan. Mazahib,Vol XV, No. 1 (Juni 2016)
Sudjito, “Critical Legas Studies(CSL) dan Hukum Progresif Sebagai Alternatif Dalam Reformasi
Hukum Nasional dan Perubahan Kurikulum Pendidikan Hukum”, Jurnal Ultimatum, Edisi
II,2008, hlm. 3.
Zakki Adlhiyati, Achmad. Melacak Keadilan dalam Regulasi Poligami: Kajian Filsafat Keadilan
Aristoteles, Thomas Aquinas, dan John Rawls. Undang: Jurnal Hukum, Vol. 2, No. 2 (2019)
Abdul latif dan Hasbi Ali,Politik Hukum,Jakarta, Sinar Grafika, 2011,hlm. 15
Achmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Suatu Kajian Filosofis dan Sosiologis, Gunung Agung, Jakarta,2012,
hlm.40
Ansori, Abdul Gafur, 2006, Filsafat Hukum Sejarah, Aliran Dan Pemaknaan, Gajah Mada Universisty
Press, Yogyakarta
Asep Warlan Yusup, Memuliakan Hukum Yang Berkeadilan Dalam Alam Demokrasi Yang Berkeadilan (Dalam
Butir-Butir Pemikiran Dalam Hukum; Memperingati 70 tahun Prof.Dr. Arief Sidharta, SH), Bandung,
Refika Aditama, 2008, hlm. 222
Bernard L Tanya dkk, Teori Hukum: Strategi Tertib Manusia Lintas Ruang dan Generasi, Genta
Publising, Yogyakarta, 2013, hlm.117.
Carl Joachim Friedrich, Filsafat Hukum : Perspektif Historis, (Bandung: Nuansa dan Busamedis, 2004).
h. 239. Dwisvimiar, “Keadilan dalam Perspektif Filsafat Ilmu Hukum”, hlm. 528.
F Isjwara,Pengantar Ilmu Politik, cetakan kesembilan, Bandung, Putra Abardin, 1999, hlm.80
Fuady, Munir Fuady, 2010, Dinamika Teori Hukum, Ghalia Indonesia, Ciawi-Bogor,
Garvey, James, 2010, 20 Karya Filsafat Terbesar, Penerbit Kanisius, Yogyakarta
Harold J. Laski,Authority in the Modern State, Canada,Yale University Press, 2000, hlm.
Muhammad, “Teori Keadian John Rawls”, hlm. 141.
Muhammad Muslehuddin, Philosophy of Islamic Law and the Orientalists, (Delhi: Markaz Maktabah
Islamiyah, 1985), 42.
Moh. Mahfud MD, Penegakan Hukum DanTata Kelola Pemerintahan Yang Baik, Bahan pada Acara
Seminar Nasional “Saatnya Hati Nurani Bicara” yang diselenggarakan oleh DPP Partai
HANURA, Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 8 Januari 2009

Melisa, Elmi Khoiriyah, Bagus Priyono Pamungkas, Inas Hardianti, Raesitha Zildjianda / Kedudukan Hukum dalam Mewujudkan Keadilan
dan Kesejahteraan di Indonesia
253
Nurtjahjo, Hendra. Ilmu Negara (Pengembangan Teori Bernegara Dan Suplemen), Cet. 1. Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2005
Padmo Wahjono, SH., '·Kuliah - Kuliah llmu Negara", eel. I, (Jakarta: Indo Hill, 1966), hal. 260.
Md, M. (2009). Capaian Dan Proyeksi Kondisi Hukum Indonesia. Jurnal Hukum Ius Quia
Iustum, 16(3), 291–310.
Satjipto Rahardjo. Ilmu Hukum, Editor Awaludin Marwan, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, 2012,
hlm.20
Suparmono, Rudi, Peran Serta Hakim Dalam Pembelajaran Hukum, Varia Peradilan edisi Mei 2006
Sunaryo, “Amartya Sen tentang Teori Keadilan John Rawls: Kritik Pendekatan Komparatif atas Pendekatan
Institusionalisme”, Respons, 23, 1 (2018), hlm. 11.
Yovita A. Mangesti & Bernard L. Tanya, Moralitas Hukum, Yogyakarta: Genta Publishing. 2014, hlm.
74.
Angkasa, 2010, Filsafat Hukum ( Materi Kuliah ), Magister Ilmu Hukum Hukum UNSOED, Perwokerto,
hal.106-
Dardji Darmohardjo, Shidarta., Pokok-pokok filsafat hukum: apa dan bagaimana filsafat
hukum Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006) h.155.
Umar Falahul Alam, (2013), pemikiran filsafat “teori kritis ” jürgen habermas http://valahulalam. blog.
walisongo. ac. id/2013/12/07/pemikiran-filsafat-teorikritis-jurgen-habermas/ diakses tanggal 6
Desember 2021.
http://id.wikipedia.org/wiki/Pancasila#Sila_ kedua, diakses, 10 Nopember 2014.
https://unpar.ac.id/solusi-permasalahan-hukum-indonesia-jaksa-agung-bahas-keadilan-restoratif/

Al-Manhaj: Jurnal Hukum dan Pranata Sosial Islam
254