Pembaharuan Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia (Perspektif Perkembangan Sejarah) 1
PEMBAHARUAN HUKUM EKONOMI SYARIAH DI INDONESIA
(Perspektif Perkembangan Sejarah)
Miftakul Arwani
1,
1
Hakim Pengadilan Agama Bengkayang
[email protected]

Abstrak
Lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, menjadi tonggak sejarah
perkembangan ekonomi Islam sekaligus landasan yuridis kompetensi absolut Peradilan
Agama di bidang penyelesaian sengketa ekonomi syariah. Pesatnya perkembangan
ekonomi Islam (Syariah) tersebut juga ditandai dengan keluarnya Undang-undang
Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara dan Undang-undang
Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Hal ini semakin memperkokoh
dan memperteguh landasan hukum ekonomi syariah di Indonesia. Belum lagi dalam
tataran praktis, keberadaan lembaga-lembaga keuangan syariah sekarang ini semakin
menunjukkan adanya perkembangan yang semakin pesat.

Kajian ini mencoba memotret perkambangan ekonomi islam (syariah) di Indonesia.
Penelitian ini dianggap penting sebab setelah mengetahui perjalanan perkembangan
ekonomi syariah, kita diharapkan kemudian dapat menilai “sesungguhnya sampai saat
ini ekonomi syariah di Indonesia benar-benar telah ekonomi syariah atau masih dalam
proses menuju syariah, tentu setelah mengetahui perkembangannya baik secara produk
(lembaganya) maupun secara legislasinya (peraturan perundang-undangan). Dalam
melakukan kajian ini, penulis menggunakan metode deskriftif-analitis. Dan hasil dari
kajian ini dapat disimpulkan bahwa Ekonomi Syariah di Indonesia benar-benar
menunjukkan perkembangannya yang pesat, baik dalam hal produk legislasinya
maupun produk lembaganya dan bentuk produknya itu sendiri.

Kata kunci: ekonomi Islam, ekonomi syariah, pembaharuan, perkembangan


PENDAHULUAN
Pembaharuan (Tajdid) merupakan refleksi ulang atas pemahaman, interprestasi
terhadap islam dan cara kerjanya untuk menemukan pemahaman, interprestasi baru
yang lebih sesuai relevan dengan tantangan zaman.
1
Al-Qur’an mendorong kaum
muslimin untuk melakukan upaya-upaya pembaharuan (modernisasi). Hal ini misalnya
bisa dilihat dari karakter ayat-ayat Al-Qur’an, kecuali ayat-ayat aqidah dan ibadah

1
Hanum Nasution, Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Dan Gerakan (Jakarta: Bulan Bintang, 1986), hal.
11.

Pembaharuan Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia (Perspektif Perkembangan Sejarah) 2
mahdhah seperti sholat, puasa dan haji sendiri. Sebagian besar ayat-ayat Al-Qur’an,
kecuali yang berkenaan dengan subjek tauhiddan syariah, disampaikan Allah SWT
dalam bentuk garis besar, sehingga merupakan pedoman pokok saja.
2

Ayat-ayat yang berkenaan dengan kehidupan sosial, ekonomi, budaya, pendidikan,
politik dan yang lainnya, memberikan keleluasaan bagi umatnya untuk mengembangkan
berbagai konsep baru melalui reinterprestasi dan rekontekstualisasi secara terus menerus
sesuai perkembangan zaman. Al-Quran sebagai landasan Islam adalah wahyu yang
diturunkan kepada manusia dan bersifat absolut. Al-Qur’an tidak boleh berubah dan
tidak boleh di ubah, akan tetapi penafsiran untuk sebagian ayat-ayatnya bersifat lentur
dan memungkinkan untuk dikontekstualisasikan secara terus guna mendapatkan
rumusan modern.
Para pemikir muslim kontemporer dan juga para praktisi muslim sudah sejak lama
memulai langkah pembaharuan dalam konsep dan praktik, dengan mencoba menafsir
ayat al-Qur’an perspektif kontemporer dan kemudian melahirkan konsep modern dan
langkah kontemporer seperti telah dilakukannya upaya untuk membangun dan
mengembangkan kelembagaan modern Islam seperti dalam bidang perbankan, asuransi,
pendidikan, kesehatan dan sosial serta yang lainnya.
Di Indonesia, dalam konteks ekonomi syariah tidak saja berkembang dalam
bentuk banyaknya lembaga-lembaga bisnis syariah secara massif dan dinamisnya
institusi pendidikan tinggi berbasis ekonomi syariah, akan tetapi juga dalam bentuk
legislasi ekonomi syariah dalam tata hukum nasional dengan terbitnya UU No. 3 Tahun
2006 tentang Perubahan atas UU No. 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama, UU No.
19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara, UU No. 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah, UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, dan UU
No. 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua atas UU N 7 Tahun 1989 Tentang
Peradilan Agama.
Kronologi perjalanan hukum ekonomi syariah mulai dari tataran normatif-
indikatif berupa teks-teks al-Quran sampai terbitnya berbagai UU hukum ekonomi
syariah menunjukkan bahwa terjadi kemajuan secara cepat konsepsi teoritis
paradigmatik formulasi hukum ekonomi syariah di Indonesia. Nah, dalam tulisan ini

2
Dr. Waluyo, Lc., M.A., Pembaharuan Fiqih Ekonomi Islam (Yogyakarta: Penerbit Gerbang Media Aksara,
2023).

Pembaharuan Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia (Perspektif Perkembangan Sejarah) 3
penulis hendak menjelaskan mengenai perkembangan hukum ekonomi syariah di
Indonesia, yang merepresentasikan perjalanan panjang dan progresif hukum ekonomi
syariah mulai awal hingga saat ini.
Metedologi Penelitian
Dilihat dari segi tehnik pengumpulan data, penelitian ini merupakan jenis
penelitian kepustakaan (library research) karena sumber data yang diperoleh berupa
naskah, yang tertulis dalam berbagai referensi atau rujukan yang terdapat di dalamnya.
Karena penelitian ini penelitian kepustakaan, maka sumber data semuanya
diperoleh dari buku-buku, bahan bacaan, artikel, jurnal dan lain-lain yang menunjang
pengumpulan data ini bersumber dari kepustakaan.
Mengingat data yang diperoleh adalah berupa naskah yang tertulis dalam berbagai
kitab atau buku atau artikel atau lainnya, maka metode yang penulis gunakan adalah
metode deskriptif-analisis yaitu setelah penulis melakukan penelusuran hal ihwal tema
yang berkaitan atau bersinggungan dengan apa yang dikaji atau tulis, selanjutnya
penulis memilah dan memilih atau menbandingkannya semata ikhtiyar mencari bentuk
validitasnya.
PEMBAHASAN
1. Ekonomi Syariah Dalam Perjalanannya
Pemikiran ekonomi Islam sejatinya sama tuanya dengan Islam sebagai agama itu
sendiri. Pada awal Islam, ekonomi Islam belum sebagai sebuah disiplin ilmu, namun
hanya ditampilkan dalam bentuk norma-norma dan nilai-nilai ekonomi Islam. Sejak
awal norma-norma dan nilai-nilai ekonomi Islam terdapat di dalam al-Qur’an dan
Sunnah dan dipraktikkan oleh umat Islam dalam kehidupan sehari-hari. Seperti larangan
memakan riba, larangan memakan harta dengan cara yang bathil, perintah untuk
mencari karunia Allah dimuka bumi, perintah berinfaq, perintah berusaha, larangan
menimbun barang dengan maksud melangkakan barang, pengaturan kepemilikan public
dan individu, larangan pengaturan harga oleh negara, perintah pengaturan dan
pengawasan pasar, manajemen krisis, hingga pengaturan sumber pendapatan dan
belanja negara.
3


3
Sofyan Sulaiman, “Mazhab Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer,” Bilancia, Vol. 13 No. 1 (2019): hal.
164.

Pembaharuan Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia (Perspektif Perkembangan Sejarah) 4
Sepeninggal Rasulullah Muhammad saw, ekonomi Islam mulai didiskusikan
dalam berbagai disiplin ilmu. Pertama, ekonomi Islam didiskusikan dalam berbagai
kitab tafsir sebagai penjelasan kandungan al-Qur’an. Ayat-ayat yang berhubungan
dengan ekonomi dijelaskan oleh mufaṣirīn secara rinci maksud dan tujuan ayat tersebut.
Misalnya, tafsir mengenai ayat-ayat larangan riba, perintah untuk mecari harta dengan
cara yang baik, dab lain-lain. Kedua, ekonomi Islam ditemukan dalam disiplin ilmu fiqh
(Islamic jurisprudence). Aspek legal dalam masalah ekonomi hingga masalah hukum
Islam yang lainnya dibahas dalam ilmu fiqh. Misalnya, aturan-aturan jual beli, aturan
berserikat, hutang-piutang, hingga masalah jaminan dijelaskan secara detail dalam ilmu
fiqh. Ketiga, akhlak Islam dibahas dalam masalah-masalah ekonomi dalam sistem etika
Islam untuk pengembangan moral, hal ini dilakukan untuk membimbing manusia
menuju prilaku ekonomi yang paling diinginkan. Keempat, sejumlah tulisan, yang
berhubungan dengan ilmu ekonomi, yang telah ditulis oleh beberapa ulama besar
sebagai respon atas kebutuhan pada masa mereka terhadap pemerintahan. Tulisan-
tulisan tersebut berhubungan dengan keuangan publik, terutama mengenai pemasukan
pemerintah, pajak atas tanah, pengeluaran dan belanja negara, dan lain-lain. Dan
kelima, beberapa ulama dan filosof muslim membahas dan mengalisis tema-tema
ekonomi. Sebagai contoh, Ibnu Khaldun dan Ibnu Taymiyah yang membahas masalah
ekonomi mikro, yaitu pengaruh permintaan (demand) dan penawaran (supply) terhadap
harga.
4

Dari perkembangan singkat ekonomi syariah di atas, maka kamudian dapat
disimpulkan bahwasannya perjalanan ekonomi syariah maupun hukum ekonomi syariah
itu sendiri, -mulai dari tataran normatif-indikatif berupa teks-teks al-Quran sampai
terbitnya berbagai Undang-Undang (selanjutnya disebut UU) hukum ekonomi syariah-
menunjukkan bahwa terjadi progresifitas secara cepat konsepsi teoritis paradigmatik
formulasi hukum ekonomi syariah di Indonesia. Tiap tahapan memiliki karakteristik dan
keunikan tersendiri yang menggambarkan momentum, locus, tempos, dan situasi sosial
ekonomi politik yang mengitarinya. Selain itu, setiap tahapan konsep menunjukkan
tingkat intensitas dialog peradaban antara hukum ekonomi syariah di satu pihak dengan
peradaban atau budaya konvensional di pihak lain. Dialog intensif-interaktif antar dua

4
Ibid, hal. 164.

Pembaharuan Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia (Perspektif Perkembangan Sejarah) 5
budaya dan peradaban cenderung selalu memunculkan produk pemikiran baru yang
rekonstruktif. Sehingga pengalaman dan tindakan yang berlaku di setiap era tergambar
dalam setiap output interaksi tersebut.
5

Secara sederhana, perkembangan hukum ekonomi islam atau ekonomi syariah
dapat dipetakan ke dalam 4 (empat) era konseptual paradigmatik yang
merepresentasikan perjalanan panjang dan progresifitas hukum ekonomi syariah mulai
awal hingga saat ini, yaitu era syariah, fiqh, qanun, dan qadha.
6

Hukum Ekonomi Syariah di Era Syariah
Ada beberapa ciri khas era syariah. Pertama, berlangsung di era Rasulullah Saw
dan Sahabat. Sebagian dari era syariah sempat ditunggui oleh Rasulullah Saw dan
sebagian yang lain sudah ditinggal wafat Rasulullah Saw. Kedua, wilayah Islam bersifat
regional, masih di seputar Makkah dan Madinah. Kuantitas umat Islam didominasi
suku-suku di Arab, seperti suku Quraisy dan suku Badui. Ketiga, sumber hukum Islam
al-Qur’an dan al-Hadis serta langsung implementatif karena mayoritas umat Islam
memahami bahasa al-Quran. Setiap persoalan yang muncul bisa seketika ada solusi
konkritnya. Formula atau bentuk hukum ekonomi syariah di era syariah berupa prinsip-
prinsip moral etis yang terkandung di dalam teks-teks al-Quran dan hadis.
Hukum Ekonomi Syariah di Era Fiqh
Ada beberapa ciri khas era fiqih. Pertama, berlangsung di era tabi’in, tabiit tabiin,
sampai lahirnya majalat al-ahkam al-adliyah di era Turki Utsmani (1868 M). Kedua,
wilayah Islam mulai menyebar di sekitar kawasan Timur Tengah (multinasional).
Ketiga, sumber utama hukum Islam tetap al-Quran dan al-Hadis. Pada era ini muncul
dan berkembang pesat penafsiran para Mujtahid terhadap al-Quran dan al-Hadis sebagai
kegiatan ijtihad (interpretasi/tafsir) dari para fuqaha. Sehingga muncul berbagai kitab
fiqh, mulai fiqh Maliki, fiqh Hanafi, fiqh Syafii, fiqh Hanbali, dan fiqh-fiqh yang lain.
Keempat, di era fiqh berkembang pesat kajian teoritis paradigmatik. Di antaranya adalah
diskusi hangat oleh berbagai pihak untuk merumuskan definisi hukum ekonomi syariah.
Ekonomi Syariah adalah semua kegiatan ekonomi baik yang telah dikenal dan
sedang dijalankan saat ini atau yang akan ditemukan kemudian yang tidak menimbulkan

5
Muhammad Nur Yasin, “Progresifitas Formulasi Hukum Ekonomi Syariah Di Indonesia,” De Jure, Jurnal
Syariah Dan Hukum, 2, 6 (Desember 2014): hal. 108.
6
Ibid, hal. 109.

Pembaharuan Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia (Perspektif Perkembangan Sejarah) 6
kerugian (mudharat) pada orang lain dan tidak melibatkan barang, hal, dan jasa yang
diharamkan oleh Islam. Ekonomi Syariah adalah kegiatan ekonomi yang berlandaskan
aturan dan etika Syariah Islam.
7
Menurut Abdul Mannan, ekonomi syariah adalah ilmu
pengetahuan sosial yang mempelajari masalah-masalah ekonomi rakyat yang diilhami
oleh nilai-nilai islam.
8

Hasanuzzaman mendefinisikan ekonomi syariah sebagai pengetahuan dan aplikasi
dari anjuran dan aturan syariah yang mencegah ketidakadilan dalam memperoleh
sumber daya material, sehingga tercipta kepuasan manusia dan memungkinkan mereka
menjalankan perintah Allah dan masyarakat. Khursid Ahmad menambahkan, bahwa
ekonomi syariah adalah usaha sistematis untuk memahami masalah ekonomi dan
perilaku manusia dalam hubungannya dengan persoalan tersebut menurut perspektif
Islam. Ekonomi Syariah lebih luas dari sekadar perbankan dan asuransi syariah.
Berbagai sektor ekonomi seperti hotel, media cetak, media elektronik, retail, jasa, pasar
modal, toko, warung, dan berbagai jenis perdagangan yang dikelola berlandaskan aturan
dan etika syariah, keseluruhannya termasuk ke dalam bingkai ekonomi Syariah.
9

Hukum Ekonomi Syariah di Era Qanun
Hukum ekonomi syariah di era qanun terdiri atas tiga tema, yaitu konstruksi
norma hukum ekonomi syariah, ruang lingkup ekonomi syariah, dan posisi keilmuan
hukum ekonomi Syariah.
Pertama, Konstruksi Norma Hukum Ekonomi Syariah. Ada beberapa ciri khas era
qanun. Pertama, berlangsung mulai lahirnya Majalat al-ahkam al-adliyah (1868 M)
sampai awal abad 21. Kedua, diperuntukkan bagi wilayah Islam yang sudah meluas ke
seluruh dunia (internasional). Ketiga, sumber hukum Islam tetap al-Quran dan hadis.
Keempat, ijtihad (interpretasi/tafsir) fuqaha berkembang pesat, dan partisipasi politik
pemerintahan suatu Negara makin marak. Era qanun ditandai oleh kemunculan
ketentuan hukum ekonomi syariah dalam peraturan perundang-undangan negara, mulai
secara laten sampai manifest.

7
“Ekonomi Syariah. Http://Qoulaza.Blog.Friendster.Com/2007/02/Ekonomi-Syariah/, Diunduh 19
Desember 2023,” n.d.
8
Muhammad Abdul Manan, Teori Dan Praktek Ekonomi Islam (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1993),
hal. 351.
9
Umar Chapra, Masa Depan Ekonomi, Sebuah Tinjauan Islam (Jakarta: Gema Insani Press, 2001), hal.
121.

Pembaharuan Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia (Perspektif Perkembangan Sejarah) 7
Dalam konteks Indonesia, ketentuan hukum ekonomi syariah muncul pertama kali
ketika pemerintah meluncurkan kebijakan Paket Oktober 1988 yang membolehkan
setiap bank menetapkan besar bunga meskipun nol persen. Pada saat itu Bank Syariah
mulai berdiri.
10
Pengaturan perbankan syariah selanjutnya termuat dalam UU No. 7
tahun 1992 tentang Perbankan, PP No. 72 tahun 1992 tentang Bank Bagi Hasil, dan UU
No. 10 tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.
Pengaturan Perbankan Syariah dalam perundangan-undangan tersebut tidak dilengkapi
dengan pengaturan tentang penyelesaian sengketa antara bank syariah dan nasabah. Hal
ini memunculkan beragam penafsiran hukum untuk menyelesaikan sengketa ekonomi
syariah.
Ketidakjelasan penyelesaian sengketa ekonomi syariah akhirnya memperoleh
respon dengan terbitnya UU No. 3 Tahun 2006 Tentang Peradilan Agama. Dalam Pasal
49 UU No. 3 Tahun 2006 disebutkan “Pengadilan agama bertugas dan berwenang
memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara di tingkat pertama antara orang-
orang yang beragama Islam di bidang: (a) perkawinan; (b) waris; (c) wasiat; (d)
hibah; (e) wakaf; (f) zakat; (g) infaq; (h) shadaqah; dan (i) ekonomi syari'ah.”
Pasal 49 UU No. 3 Tahun 2006 di atas dengan tegas menetapkan bahwa sengketa
ekonomi syariah diselesaikan oleh Peradilan Agama. Ketentuan ini semakin kuat
dengan keluarnya UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Pasal 55 ayat (1)
UU No. 21 Tahun 2008 menyebutkan “Penyelesaian sengketa Perbankan Syariah
dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan Peradilan Agama”. Kewenangan
Peradilan Agama semakin lengkap dengan terbitnya UU No. 50 Tahun 2009 Tentang
Perubahan Kedua atas UU Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama. Penjelasan
Pasal 3A ayat (1) UU No 50 Tahun 2009 Tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 7
Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama disebutkan bahwa “Yang dimaksud dengan
‘diadakan pengkhususan pengadilan’ adalah adanya diferensiasi/spesialisasi di
lingkungan peradilan agama dimana dapat dibentuk pengadilan khusus, misalnya
pengadilan arbitrase syariah, sedangkan yang dimaksud dengan ‘yang diatur dengan
undang-undang’ adalah susunan, kekuasaan, dan hukum acaranya”.

10
Karnaen Perwataatmadja dan M. Syafi’i Antonio, Apa Dan Bagaimana Bank Islam (Yogyakarta:
Yayasan Dana Bhakti Wakaf, n.d.), hal. 58.

Pembaharuan Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia (Perspektif Perkembangan Sejarah) 8
Sebagai tindak lanjut amanat perundang-undangan ekonomi syariah di atas,
diperlukan pembaharuan hukum formil dan hukum materiil ekonomi syariah. Sejauh
ini, ada dua acuan hukum materiil ekonomi syariah, yaitu Fatwa Dewan Syariah
Nasional (FDSN) dan Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 02 Tahun 2008
tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHES). Bila Lawrence M. Friedman
menyatakan bahwa suatu pembaharuan hukum tidak akan mendapatkan hukum yang
efektif jika tidak didukung tiga hal, yaitu substansi hukum yang bagus, lembaga hukum
yang berwibawa, dan budaya hukum yang cooperatif.
11
Maka dalam konteks ini, fatwa
DSN MUI, PERMA dan KHES adalah berfungsi dalam hal mengisi kekosongan
substansi norma hukum di bidang hukum materiil ekonomi syariah.
Kedua, Ruang Lingkup Ekonomi Syariah. Menurut penjelasan Pasal 49 Huruf (i)
UU No. 3 Tahun 2006, yang dimaksud dengan “ekonomi syari’ah” adalah perbuatan
atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syari’ah, antara lain meliputi (a)
bank syari’ah; (b) lembaga keuangan mikro syari’ah; (c) asuransi syari’ah; (d)
reasuransi syari’ah; (e) reksadana syari’ah; (f) obligasi syari’ah dan surat berharga
berjangka menengah syari’ah; (g) sekuritas syari’ah; (h) pembiayaan syari’ah; (i)
pegadaian syari’ah; (j) dana pensiun lembaga keuangan syari’ah; dan (k) bisnis syari’ah.
Ketiga, Ekonomi Syariah dalam Struktur Keilmuan Islam. Untuk mengetahui
kesejatian ekonomi syariah, diperlukan pemetaan konsep terkait dengan posisi sektor
ekonomi syariah dalam struktur keilmuan Islam.
12

Dalam bingkai keilmuan Islam, banyak kajian hukum ekonomi Islam yang
muncul di era qanun terutama setelah era 2000-an. Hampir setiap buku yang terbit di era
setelah 2000-an mengacu pada data-data empirik dan praktek hukum ekonomi syariah.
Di sini menunjukan bahwa implementasi hukum ekonomi syariah semakin tak
terbendung di mana saja dan kapan saja. Saat ini hukum ekonomi Islam telah menjadi
salah satu indikator utama (disamping ilmu pengetahuan teknologi dan syiar Islam) bagi
menguatnya peradaban Islam secara global. Dengan hukum ekonomi syariah Islam bisa
masuk ke jantung yang paling dalam bumi Eropa dan Amerika tanpa ada kecurigaan
sedikitpun atau sikap-sikap pejoratif yang menghadangnya.

11
Lawrence M. Friedman, Law and Society an Introduction (New Jersey: Prentice Hall, 1977), hal. 168-
193.
12
Mustafa Ahmad Zarqa, Al-Fiqh al-Islami Fi Tsaubih al-Jadid, al-Madkhal al-Fiqh al-Am (Damaskus:
Matba’ Jamiah al-Dimasqy, 1959), hal. 6.

Pembaharuan Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia (Perspektif Perkembangan Sejarah) 9
Hukum Ekonomi Syariah di Era Qadla
Ada beberapa ciri khas era qadla. Pertama, berlangsung mulai awal abad 21 dan
seterusnya. Kedua, peradaban Islam sudah membumi di seluruh pelosok dunia
(internasionality). Ketiga, sumber hukum tetap al-Quran dan al-Hadis sekaligus
berkembang suasana ijtihad (interpretasi/ tafsir) fuqaha yang terus berproses, partisipasi
politik pemerintahan suatu negara semakin intensif, dan dengan berbagai referensi
hukum yang ada. Keempat, tuntutan penyelesaian sengketa ekonomi syariah secara
cepat dan akurat. Kelima, hakim dituntut untuk semakin produktif, kreatif, dan inovatif
memproduk hukum ekonomi syariah baik dengan mengacu pada peraturan
perundangan-undangan ekonomi syariah maupun dengan cara menggali nilai-nilai
keadilan yang hidup di tengah masyarakat. Karena, para hakim bukan hanya menjadi
juru bicara perundangan-undangan (speakers of law), tetapi melalui ijtihad dan putusan-
putusan yang dibuat, para hakim juga berstatus sebagai juru bicara keadilan (speakers of
justice).
2. Ekonomi Syariah di Indonesia Dalam Perkembangan Legislasi Peraturan
Perundang-undangan
Kehidupan ekonomi yang diinginkan Bangsa Indonesia adalah kehidupan
berbangsa dan bernegara yang rakyatnya memiliki kesejahteraan dan keadilan sosial,
sebagaimana yang dicita-citakan Pancasila. Bertolak dari cita-cita tersebut, ke depan
hukum ekonomi harus menunjukkan sifat yang akomodatif terhadap: 1) perwujudan
masyarakat yang adil dan makmur; 2) keadilan yang proporsional dalam masyarakat; 3)
tidak adanya deskriminatif terhadap pelaku ekonomi, 4) persaingan yang tidak sehat.
13

Cita-cita hukum ekonomi ini searah dengan cita hukum Islam yang tertuang
dalam maqaṣhid asy-syari'ah dengan berintikan pada membangun dan menciptakan
kemaslahatan dunia dan akhirat bagi umat manusia. Cita hukum Islam dalam bidang
ekonomi terlihat dalam konsepnya tentang aktivitas ekonomi dipandang sebagi wahana
bagi masyarakat untuk membawa kepada, paling tidak pelaksanaan dua ajaran al-
Qur’an, yaitu prinsip saling at- ta’awwun (membantu dan saling bekerja sama antara
anggota masyarakat untuk kebaikan) dan prinsip menghindari garar (transaksi bisnis di
mana didalamnya terjadi unsur penipuan yang akhirnya merugikan salah satu pihak).

13
Sri Redjeki Hartono, Hukum Ekonomi Indonesia (Malang: Bayumedia Publishing, 2007), hal. 31.

Pembaharuan Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia (Perspektif Perkembangan Sejarah) 10
Perkembangan ekonomi Islam atau yang lazim dikenal dengan ekonomi syariah di
Indonesia berlangsung dengan begitu pesat. Hal ini juga didukung oleh sektor hukum,
yakni dilandasi dengan keluarnya peraturan perundang- undangan di bidang ekonomi
syariah, antara lain adalah keluarnya Undang- undang Nomor 3 Tahun 2006 yang
memberikan kewenangan bagi Pengadilan Agama untuk menangani perkara sengketa
ekonomi syariah. Selain itu keluarnya Undang-undang Nomor 19 Tahun 2008 tentang
Surat Berharga Syariah Negara dan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah semakin memperkokoh landasan hukum ekonomi syariah di
Indonesia.
Pada tataran praktis, keberadaan lembaga-lembaga keuangan syariah sekarang ini
menunjukkan adanya perkembangan yang semakin pesat. Hal ini sejalan dengan
semakin meningkatnya kesadaran sebagian besar umat Islam untuk melaksanakan
Islam secara kaffah. Perkembangan ini tentu memberikan harapan baru bagi para
pelaku usaha untuk menjalankan bisnis yang tidak hanyaberorientasi pada keuntungan
materiil semata, tetapi juga sesuai dengan spirit hukum syariah yang menjanjikan
pemenuhan kebutuhan batiniyah.
14

Perkembangan perbankan syariah diawali dengan munculnya Bank Muamalat
Indonesia sekitar tahun 1992 didasarkan pada Undang-undang No. 7 Tahun 1992
sebagai landasan hukum bank kemudian disempurnakan dengan Undang-undang
Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Undang-undang No. 7 Tahun 1992
tentang Perbankan. Dalam undang-undang tersebut diatur dengan rinci landasan hukum
serta jenis-jenis usaha yang dapat dioperasikan dan diimplementasikan oleh bank
syariah. Undang-undang tersebut juga memberikan arahan bagi bank-bank konvensional
untuk membuka cabang syariah atau bahkan mengkonversi diri secara total menjadi
bank syariah.
Antusiasme masyarakat terhadap pertumbuhan praktek ekonomi syariah sangat
tinggi, terlebih dengan menjamurnya pendirian lembaga keuangan syariah (LKS) baik
dalam bentuk Bait at Tamwil, BPRS atau perbankan syariah. Perbankan syariah menjadi
wadah terpercaya bagi masyarakat yang ingin melakukan investasi dengan sistem bagi
hasil secara adil sesuai prinsip syariah. Memenuhi rasa keadilan bagi semua pihak dan

14
Burhanuddin S, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), hal. 2.

Pembaharuan Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia (Perspektif Perkembangan Sejarah) 11
memberikan maslahat bagi masyarakat luas adalah merupakan prinsip utama bagi bank
syari‟ah. Oleh karena itu bank syari‟ah menerapkan ketentuan dengan menjauhkan
diri dari unsur riba danmenjalankan prinsip bagi hasil dan sistem jual beli.
15

Sebelum amandemen Undang-Undang No 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama, penegakkan hukum kontrak bisnis di lembaga-lembaga keuangan syariah
tersebut mengacu pada ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPdt.)
yang merupakan terjemahan dari Burgerlijk Wetboek (BW), kitab Undang-Undang
hukum sipil Belanda yang dikonkordansi keberlakuannya di tanah Jajahan Hindia
Belanda sejak tahun 1854 ini, sehingga konsep perikatan dalam Hukum Islam tidak
lagi berfungsi dalam praktek formalitas hukum di masyarakat, tetapi yang berlaku
adalah KUH Pdt. Secara historis, norma-norma yang bersumber dari hukum Islam di
bidang perikatan (transaksi) ini telah lama memudar dari perangkat hukum yang ada
akibat politik penjajah yang secara sistematis mengikis keberlakuan hukum Islam di
tanah jajahannya, Hindia Belanda. Akibatnya, lembaga perbankan termasuk perbankan
syariah maupun di lembaga-lembaga keuangan lainnya, sangat terbiasa menerapkan
ketentuan Buku Ketiga KHUPdt. yang merupakan terjemahan dari BW (Burgerlijk
Wetboek) tersebut. Sehingga untuk memulai suatu transaksi secara syariah tanpa
pedoman teknis yang jelas akan sulit sekali dilakukan.
Sejalan dengan bermunculannya lembaga-lembaga keuangan syariah dan dengan
adanya Undang-Undang baru tentang Peradilan Agama, yaitu Undang-Undang No. 3
Tahun 2006 tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 7 Tahun 1989 tentang
Peradilan Agama, kedudukan hukum perjanjian syari’ah atau akad sebagai bagian dari
materi hukum ekonomi Syariah secara yuridis formal semakin kuat, yang sebelumnya
hanya normatif sosiologis. Lahirnya Undang-Undang No. 3 Tahun 2006 Tentang
Peradilan Agama sebagai amandamen terhadap Undang-Undang Peradilan Agama yang
lama membawa implikasi baru dalam sejarah hukum ekonomi di Indonesia. Selama ini,
wewenang untuk menangani perselisihan atau sengketa dalam bidang ekonomi syari’ah
diselesaikan di Pengadilan Negeri yang notabene-nya belum bisa dianggap sebagai
hukum syari’ah.

15
Karnaen Perwataatmaja, Bank Dan Asuransi Islam Di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2005), hal.
17-18.

Pembaharuan Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia (Perspektif Perkembangan Sejarah) 12
Ketidakjelasan dan kekosongan hukum positif dalam transaksi bisnis syari’ah
menjadi hilang dengan rekomendasi yang diberikan Undang-Undang No. 3 Tahun 2006
kepada lembaga Peradilan Agama untuk menyelesaikan kasus sengketa dalam ekonomi
syariah, yang meliputi: a. Bank syariah, b. Lembaga keuangan mikro syari’ah, c.
Asuransi syari’ah, Reasurasi syari’ah, e. Reksadana syari’ah, f. Obligasi syariah dan
surat berharga berjangka menengah syariah, g. Sekuritas syariah, h. Pembiayaan
syari’ah, i. Pegadaian syari’ah, j. Dana pensiun lembaga keuangan syari’ah k. Bisnis
syari’ah. Ini artinya jangkauan kewenangan mengadili di lingkungan peradilan agama
dalam bidang ekonomi syari’ah sudah meliputi keseluruhan bidang ekonomi syari’ah.
Sekalipun demikian menurut Cik Basir,
16
bahwa jenis-jenis ekonomi syari’ah yang
tersebut di atas hanya antara lain, yang berarti tidak tertutup kemungkinan adanya
kasus-kasus dalam bentuk lain di bidang tersebut selain yang disebutkan itu.
Untuk diketahui, sampai saat ini peraturan perundang-undangan terupdate terkait
ekonomi syariah adalah: Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 Tentang Perbankan
Syariah; Putusan Mahkamah Konstitusi No 93/PUU-X/2012 Tahun 2012; Perma Nomor
5 Tahun 2016 Tentang Sertifikasi hakim Ekonomi Syari'ah; Perma Nomor 14 Tahun
2016 Tentang Cara Penyelesaian Perkara Ekonomi Syari'ah.
Adanya undang-undang yang berkaitan dengan ekonomi syariah menunjukkan
bahwa sistem ekonomi Indonesia mulai memberi tempat dan ruang pada ekonomi
syariah. Dengan undang-undang tersebut, maka kekosongan hukum dalam bidang
ekonomin syariah dapat teratasi, sekalipun belum secara maksimal.
KESIMPULAN
Bila menggunakan standar pakto 1988 berarti sampai tahun 2023 ini, hukum
ekonomi syariah di Indonesia telah berumur 35 tahun. Jika dimulai tahun 1992 ketika
Bank Muamalah Indonesia (BMI) berdiri kini hukum ekonomi syariah berumur 31
tahun. Jika diukur dari UU No. 3 Tahun 2006 berati hukum ekonomi syariah berumur
17 tahun. Jika standarnya UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah berarti
hukum ekonomi syariah berumur 15 tahun.
Namun terlepas dari hitungan matematik tersebut, sesungguhnya keberadaan
ekonomi syariah di Indonesia, sesungguhnya sudah mengakar sekalipun keberlakuannya

16
Cik Basir, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syari’ah Di Pengadilan Agama & Mahkamah
Syar’iyyah (Jakarta: Kencana, 2009), hal. 99.

Pembaharuan Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia (Perspektif Perkembangan Sejarah) 13
masih bersifat normatif sosiologis. Krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia tahun 1997,
menjadikan pemerintah mulai melirik pada sistem yang berangkat dari sistem ekonomi
Syari'ah. Beberapa perangkat hukum untuk memayungi penerapan ekonomi syariah
Indonesia sudah relatif banyak, sekalipun belum maksimal. Kedepan perlu upaya yang
lebih maksimal dan meyeluruh dalam rangka melengkapi aturan atau regulasi terkait
dengan ekonomi syariah, sehingga keberadaan ekonomi syariah menjadi kuat tidak
hanya secara normatif sosiologis tetapi juga yuridis formil.
Hal yang perlu dilakukan adalah melakukan pembaruan hukum yang merupakan
salah satu dimensi dari pembangunan hukum nasional, selain dimensi pemeliharaan dan
penciptaan. Yang dimaksud dengan dimensi pembaruan adalah usaha untuk lebih
meningkatkan dan menyempurnakan pembangunan hukum nasional yaitu dengan
selain pembentukan peraturan perundang-undangan yang baru, juga penyempurnaan
peraturan perundang undangan yang ada sesuai dengan kebutuhan baru di bidang-
bidang yang bersangkutan, dalam hal ini bidang ekonomi syariah.

DAFTAR PUSTAKA

Burhanuddin S. Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Graha Ilmu,
2010.
Cik Basir. Penyelesaian Sengketa Perbankan Syari’ah Di Pengadilan Agama &
Mahkamah Syar’iyyah. Jakarta: Kencana, 2009.
Dr. Waluyo, Lc., M.A. Pembaharuan Fiqih Ekonomi Islam. Yogyakarta: Penerbit
Gerbang Media Aksara, 2023.
“Ekonomi Syariah. Http://Qoulaza.Blog.Friendster.Com/2007/02/Ekonomi-Syariah/,
Diunduh 19 Desember 2023,” n.d.
HanumNasution. Pembaharuan Dalam Islam: Sejarah Dan Gerakan. Jakarta:
BulanBintang, 1986.
Karnaen Perwataatmadja dan M. Syafi’i Antonio. Apa Dan Bagaimana Bank Islam.
Yogyakarta: Yayasan Dana Bhakti Wakaf, n.d.
Karnaen Perwataatmaja. Bank Dan Asuransi Islam Di Indonesia. Jakarta:
Kencana, 2005.
Lawrence M. Friedman. Law and Society an Introduction. New Jersey: Prentice Hall,
1977.
Muhammad Abdul Manan. Teori Dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta: Dana Bhakti
Wakaf, 1993.
Muhammad Nur Yasin. “Progresifitas Formulasi Hukum Ekonomi Syariah Di
Indonesia.” De Jure, Jurnal Syariah Dan Hukum, 2, 6 (Desember 2014).
Mustafa Ahmad Zarqa. Al-Fiqh al-Islami Fi Tsaubih al-Jadid, al-Madkhal al-Fiqh al-
Am. Damaskus: Matba’ Jamiah al-Dimasqy, 1959.

Pembaharuan Hukum Ekonomi Syariah di Indonesia (Perspektif Perkembangan Sejarah) 14
Sofyan Sulaiman. “Mazhab Pemikiran Ekonomi Islam Kontemporer.” Bilancia, 1, 13
(2019): 164.
Sri Redjeki Hartono. Hukum Ekonomi Indonesia. Malang: Bayumedia Publishing, 2007.
Umar Chapra. Masa Depan Ekonomi, Sebuah Tinjauan Islam. Jakarta: Gema Insani
Press, 2001.